TRANSFORMASI TATANAN RUANG DAN BENTUK PADA INTERIOR TONGKONAN DI TANA TORAJA SULAWESI SELATAN
SENI UKIRAN KAYU DAN UKIRAN BATU MAKAM TANA TORAJA
Transcript of SENI UKIRAN KAYU DAN UKIRAN BATU MAKAM TANA TORAJA
SENI UKIRAN KAYU DAN UKIRAN BATU
MAKAM TANA TORAJA
Makalah ini sebagai paper revisi Kesenian Indonesia dalam Ujian Akhir
Semester untuk mata kuliah Kebudayaan Indonesia
Disusun Oleh :
Fitri Haryanti H.S.A
0906491383
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN AJARAN 2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seni dalam kehidupan beragama tidak lepas dari seni bangunan yang
mencerminkan kehidupan masyarakat daerah itu. Suku Toraja yang menetap di
pegunungan daerah Sulawesi Selatan, Indonesia memiliki ritual yang khas yaitu
makam batu Tana Toraja yang berkaitan dengan upacara pemakaman, rumah adat
tongkonan dan ukiran kayunya. Masyarakat Toraja yang memiliki kekerabatan kuat
menciptakan keharmonisan kehidupan baik dalam hal keduniawian dan kematian.
Penghormatan terhadap orang yang telah meninggal mengartikan bahwa
hubungan antara orang yang hidup dan yang telah meninggal tetap berjalan dengan
baik. Hal ini tercermin dari rumah tradisional suku Toraja yaitu ‘tongkonan’ yang
sangat penting bagi kehidupan spiritual masyarakat Toraja. Selain itu, seni ukir yang
terukir dan terpahat pada makam Tana Toraja memiliki nilai yang menarik. Seni ukir
ini melambangkan hal-hal yang dipercayai sebagai ‘nyawa’ dalam kehidupan
masyarakat Toraja.
Motif seni ukiran Toraja yang melambangkan pengkhayatan terhadap
kekuatan alam merupakan hal yang menarik untuk dibahas yang merupakan pahatan
dua dimensi menyerupai relief dan diberi warna-warna yang kuat menonjolkan nuansa
etnik. Ukiran yang melambangkan kebesaran Toraja ini banyak ditemui tidak hanya
pada makam Toraja melainkan di pucuk rumah-rumah adat Toraja.
1..2 TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah memahami lebih dalam seni ukir yang
terdapat pada makam Tana Toraja dan makna yang terkandung dalam simbol-simbol
yang terukir dan terpahat juga sebagai pembelajaran beragam motif seni ukir khas
Toraja. Menilik perkembangan seni ukiran Toraja beserta hambatan dan tantangan
dalam pelaksanaan pembuatan ukiran mengalami perubahan yang dinamis.
1.3 PERUMUSAN MASALAH
Hal-hal yang menjadi pembahasan mengenai makam batu suku Toraja
termaktub dalam rumusan masalah antara lain:
1. Lahirnya seni ukir makam Tana Toraja
2. Motif dan makna seni ukir makam Toraja
3. Hambatan dan tantangan seni ukir makam Toraja
4. Perkembangan seni ukir makam Tana Toraja
5. Seni ukir makam Tana Toraja dan pariwisata
BAB II
SENI UKIR MAKAM TANA TORAJA
2.1 LAHIRNYA SENI UKIR MAKAM TANA TORAJA
Seni ukiran suku Toraja terdiri dari dua jenis antara lain seni ukiran kayu dan
seni ukiran batu. Seni ukiran kayu terukir pada rumah adat tradisional Toraja hingga
souvenir khas seni masyarakat Toraja. Seni ukiran batu juga memberikan peran yang
sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Toraja. Makam batu Tana Toraja
merupakan salah satu media dalam pembuatan seni ukiran batu.
Pemakaman masyarakat Toraja awalnya terletak di goa-goa pegunungan dan
perbukitan tinggi. Makam yang digunakan berupa makam batu. Konsep keagamaan
dan sosial sejak adanya kepercayaan animism dan dinamisme nenek moyang terwujud
dalam simbol-simbol yang bersifat spiritual. Lahirnya ukiran berupa gambar-gambar
sebagai salah satu wujud simbol-simbol yang digunakan oleh masyarakat Toraja.
Setiap ukiran memiliki nama dan makna khusus. Motif yang digunakan dalam
ukiran kayu dan ukiran batu biasanya gambar hewan dan tumbuhan yang
melambangkan kebajikan seperti gulma air dan kepiting juga kecebong memiliki
makna kesuburan. Hewan air menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan
bekerja keras dan juga bermakna adanya kebutuhan akan keahlian tertentu untuk
menghasilkan hasil yang baik.
Motif ukiran kerbau sangat penting bagi masyarakat Toraja tidak hanya diukir
pada makam saja melainkan di tongkonan (rumah adat tradisional suku Toraja) serta
media lain penunjang kehidupan masyarakat Toraja tak lepas dari simbol kerbau.
Kerbau melambangkan kekayaan sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh
banyak kerbau sehingga harta kekayaan bertambah. Ukiran kerbau di makam Tana
Toraja melambangkan hanya orang kaya dan memiliki darah bangsawan asli Toraja
yang dimakamkan pada makam batu berukir kerbau. Masyarakat Toraja percaya
bahwa arwah membutuhkan banyak kerbau untuk melakukan perjalanannya akan
lebih cepat sampai di Puyajika (dunia arwah, akhirat) bila ada banyak kerbau. Hal
inilah yang menjadikan simbol kerbau memiliki arti penting diukir pada makam
masyarakat Toraja. Masyarakat Toraja yang pribumi dan rakyat jelata tidak bisa
dimakamkan pada makam batu berukirkan kerbau. Selain ukiran kerbau, ukiran babi
turut serta menempati kedudukan yang sama seperti kerbau yang melambangkan
kekayaan dan kemakmuran keluarga tersebut.
Seni ukir masyarakat Toraja yang melambangkan hewan dan tumbuhan juga
bersifat abstrak dan geometris. Alam juga sering digunakan sebagai dasar dari
ornamen ukiran Toraja karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur.
Keteraturan inilah merupakan ciri umum dalam ukiran masyarakat Toraja.
2.2 MOTIF DAN MAKNA SENI UKIR MAKAM TORAJA
Motif seni ukiran makam Toraja yang lazim digunakan oleh masyarakat
Toraja merepresentasikan suatu benda dan memiliki makna tertentu bagi kehidupan
masyarakat setempat. Tidak ada salahnya untuk mengetahui motif ukiran Toraja yang
berlatarbelakang kekuatan alam.
Motif ukiran Toraja pertama bernama Ne'Limbongan. Bentuk dasarnya adalah
lingkaran yang dibatasi bujur sangkar. Motif ini menggambarkan keempat arah mata
angin utama yang dipercaya sebagai sumber rejeki. Ne'Limbongan juga dipercaya
sebagai pencipta ukiran Toraja. Motif kedua bernama Pa'Barre Allo, dari kata "barre"
yang berarti bundaran dan "allo" yang berarti matahari. Bentuknya utamanya adalah
empat lingkaran di dalam bujur sangkar.
Ada pula Pa'Kapuk Baka. Bentuk utamanya adalah empat lingkaran yang
saling berpotongan dan tersimpul dengan rumit. Dahulu ukiran ini dipakai sebagai
tanda tempat penyimpanan harta. Simpul motif yang rumit dimaknai sebagai kesatuan
keluarga yang tidak boleh tercerai berai demi kemakmuran. Terlihat seperti gambar
bunga, Pa'Tangkik Pantung I mengambil motif paku yang dipakai untuk memancang
bambu. Ukiran motif ini merupakan lambang kebesaran para bangsawan. Motif
bernama Pa'Tangkik Pantung II terdiri dari empat lingkaran yang membentuk dua
angka delapan. Motif ini mengandung pesan pentingnya persatuan.
Motif Pa'Kadang Pao berbentuk arsiran garis yang saling berhubungan. Selain
melambangkan kerja sama, garis-garis lurusnya menggambarkan kejujuran dalam
mencari rejeki. Pa' Sulan Sangbua terdiri dari garis-garis simetris saling bersilangan
yang menggambarkan lipatan daun sirih. Motif ini melambangkan keanggunan di
kalangan bangsawan. Selanjutnya motif bernama Pa'Bulu Landong. Motif ini
berbentuk rangkaian garis melengkung yang dimaknai sebagai bulu ayam jantan
(Landong=Ayam jantan). Motif ini melambangkan kejantanan, keperkasaan, dan
kebijaksanaan.
Motif Pa'Tedong menggambarkan kepala kerbau. Pentingnya kerbau dalam
kehidupan masyarakat Toraja, motif ini dipercaya sebagai lambang kemakmuran.
Motif Pa'Tanduk Re'pe bergambar garis-garis melengkung sejajar yang juga
merepresentasikan kerbau. Motif yang menggambarkan tanduk ini bermakna
perjuangan hidup yang keras demi kesejahteraan dan status sosial. Motif Pa'bunga
berbentuk bunga yang melambangkan nama baik seseorang di masyarakat.
Motif-motif dengan gambar yang lebih realistis juga muncul dalam
perkembangan seni ukir di Tana Toraja. Penamaan motif-motif tersebut mengikuti
bentuk binatang yang tergambar. Motif "Korong" yang berarti burung bangau
melambangkan perlunya kerja sama dan hidup bermasyarakat. Ukiran "Kotte" yang
berarti itik melambangkan peringatan akan perlunya tanggung jawab dalam hidup.
Motif "Asu" atau anjing bermakna kejujuran dan kesetiaan, "Tedong" yang berarti
kerbau melambangkan pentingnya tabungan untuk masa depan, dan "Bai" yang
berarti babi melambangkan kesejahteraan semua keturunan. Adapun "Pa'Manuk
Londong" yang bergambar ayam melambangkan perlunya penyesuaian diri di
masyarakat.
Motif-motif seni ukir yang telah dijelaskan di atas tidak hanya diukir di
makam Toraja tetapi terukir juga dalam aspek-aspek kehidupan masyarakat Toraja
misalnya Tongkonan, peralatan rumah tangga dan lain sebagainya.
2.3 HAMBATAN DAN TANTANGAN SENI UKIR MAKAM TORAJA
Seni ukir makam Toraja tak lepas dari hambatan dan tantangan yang
dihadapinya. Hambatan dan tantangan berkaitan dengan komersialisasi Toraja
sebagai objek wisata masyarakat Toraja.
Hambatan dalam pembuatan seni ukir makam Toraja adalah tidak banyak
masyarakat Toraja yang mempunyai keahlian dalam ukir mengukir pada makam
Toraja. Tak heran jikalau salah seorang masyarakat Toraja meninggal dan
dimakamkan pada makam batu, sang keluarga harus mempunyai banyak uang untuk
membayar sang pengukir. Keahlian, keterampilan, ketelitian dan kesabaran membuat
ukiran dengan motif yang paling banyak digunakan pada makam yaitu motif babi atau
kerbau membutuhkan konsentrasi tinggi bagi sang pengukir.
Adapun tantangan yang dihadapi saat ini adalah makam batu yang tidak lagi
digunakan karena terbatasnya bukit dan gunung-gunung membuat masyarakat Toraja
berpindah membuat makam dari kayu. Peti mati kayu yang diletakkan di bangunan
mirip Tongkonan juga membutuhkan biaya yang besar. Hampir sebagian besar
masyarakat Toraja yang berpenghasilan cukup maupun berpenghasilan rendah
menabung selama bertahun-tahun untuk membuat bangunan peti mati kayu itu.
Perpindahan dari makam batu ke peti mati kayu inilah yang menjadi tantangan
pengukir makam dalam membuat ukiran. Kreatifitas penggunaan bahan
mencerminkan hasil ukiran yang dapat bertahan lama terukir pada makam peti mati
kayu itu.
Saat ini, masih banyak perajin yang mengandalkan bahan-bahan alami untuk
membuat pewarna bagi ukirannya. Pewarna alami dipercaya memberi warna yang
tidak bisa ditiru pewarna sintetis. Pewarna alami juga dapat melekat dengan lebih baik
pada kayu. Untuk membuat pewarna alami itu, para perajin memiliki resep kuno dari
nenek moyang mereka. Secara umum, bahan utamanya adalah tumbuhan. Ada pula
yang mencampurnya dengan tanah lempung untuk memberi kesan warna yang
beragam serta merekatkan pewarna pada kayu.
2.4 PERKEMBANGAN SENI UKIR MAKAM TANA TORAJA
Seni ukir yang melambangkan simbol hewan dan tumbuhan pada makam Tana
Toraja tidak mengalami perubahan dan masih tetap mempertahankan simbol-simbol
tersebut. Tradisi yang tetap mempercayai simbol-simbol itu sebagai bentuk
penghormatan kepada leluhur mereka meskipun sekarang ini masyarakat Toraja
sebagian besar memeluk agama Kristen. Kepercayaan yang diwariskan dari leluhur
tetap dilaksanakan sejalan dengan agama Kristen yang mereka anut. Pendeta-pendata
yang membimbing dan memimpin keagamaan mengizinkan masyarakat Toraja untuk
tetap menjalankan seni ukiran sebagai simbol peribadatan yang telah dilaksanakan
secara turun temurun itu.
Yang mengalami perubahan yaitu media dari seni ukir itu sendiri. Media awal
seni ukiran itu pada makam Tana Toraja yang terbuat dari batu tetapi sekarang
medianya berupa peti mati yang berukuran besar terbuat dari kayu. Hal ini berubah
dikarenakan seiring bertambahnya jumlah populasi masyarakat Toraja, makam yang
terbuat dari batu dan diletakkan di goa-goa pegunungan sudah tidak bisa memenuhi
jumlah orang yang meninggal sehingga dibuatlah peti mati berukuran besar yang
terbuat dari kayu Peti mati terbuat dari kayu inilah yang diukir simbol-simbol hewan
dan tumbuhan sesuai kepercayaan masyarakat Toraja. Pembuatan peti mati kayu
diletakkan di sebelah tongkonan yang dibangun menyerupai tongkonan yang hanya
ada peti mati kayu itu saja.
Perubahan makam batu menjadi dibuatnya peti mati kayu sebagai pengganti
makam batu tidak menjadikan masyarakat Toraja kehilangan penghormatan terhadap
leluhur, mereka tetap menghormati leluhur meski media makam batu berukir sekarang
ini tergantikan oleh peti mati kayu. Ciri khas makam batu dan peti mati kayu
berukuran besar memiliki makna anggota keluarga yang telah meninggal tetap
dipersatukan dalam satu liang lahat sebagaimana mereka hidup di dunia fana secara
berkelompok.
Pada awalnya hanya keluarga kaya atau yang memiliki darah bangsawan
berhak dimakamkan dalam makam batu atau peti mati kayu berukir. Namun, seiring
perkembangan zaman bagi orang pribumi dan rakyat biasa yang sukses dalam
pekerjaan serta mempunyai cukup uang mampu membuat makam berukir. Kini tidak
semata-mata status turun temurun saja yang mampu dimakamkan dalam makam
berukir.
2.5 SENI UKIR MAKAM TANA TORAJA DAN PARIWISATA
Seni ukir berupa simbol-simbol hewan dan tumbuhan seperti gambar kerbau
dan babi pada makam diukir juga dalam pembuatan souvenir dan segala macam
bentuk oleh-oleh untuk wisatawan yang berkunjung ke Tana Toraja. Hal ini menjadi
daya tarik wisatawan dan salah satu sumber penghasilan ekonomi bagi masyarakat
Toraja sendiri.
Ukiran-ukiran berupa simbol-simbol yang didominasi kehidupan masyarakat
Toraja memiliki nilai pengetahuan dan penilaian jati diri suku Toraja. Ruang usaha
dan kreatifitas ide atau gagasan mengenai seni ukir khas Toraja merupakan kekayaan
terhadap citra akan pengakuan bahwa Tana Toraja mampu menjadi objek pariwisata
yang sarat akan seni ukir khas daerahnya sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Masyarakat Toraja yang mempertahankan kepercayaan tradisional animisme
diwariskan secara turun temurun merupakan contoh akan kekuatan kepercayaan yang
diyakininya. Kepercayaan animisme berjalan berdampingan dengan agama Kristen
yang mereka anut sejak ada misionaris Belanda beragama Kristen masuk ke Tana
Toraja.
Seni ukiran Tana Toraja tidak akan tergerus oleh perkembangan zaman
globalisasi sekarang ini. Masyarakat Toraja tetap melestarikan seni ukir khas Toraja
meski terdapat perubahan dalam media pengukiran yang awalnya terukir pada makam
yang terbuat dari batu dan dipahat kini terukir pada makam yang terbuat dari peti mati
kayu.
Motif-motif ukiran yang sarat akan kepercayaan kekuatan alam mempunyai
makna yang begitu penting dalam kehidupan masyarakat Toraja, pesan dan nilai
moral yang terukir pada motif mengajarkan akan arti kehidupan di dunia maupun
perjalanan akhir di dunia fana.
Hambatan dan tantangan yang dihadapi baik secara internal maupun eksternal
dari para wisatawan dapat diselesaikan dengan baik. Namun, kenyataannya sekarang
ini tantangan dan hambatan yang begitu mempengaruhi kedatangan wisatawan adalah
akses menuju Tana Toraja semakin sulit dikarenakan jalan dan transportasi rusak
parah. Semakin lama perekonomian dari hasil menjual aksesoris ukiran Toraja
membuat lesu masyarakat Toraja.
Banyaknya wisatawan yang datang mengakibatkan kreativitas masyarakat
membuat souvenir meningkat dan dapat memperkenalkan budaya Toraja sehingga
terkenal di seluruh dunia bahkan telah masuk menjadi salah satu objek wisata makam
unik dengan seni ukirannya dalam National Geographic.
3.2 SARAN
Perkembangan globalisasi diharapkan tidak mengubah identitas budaya suku
Toraja yang mempertahankan seni ukir khas Toraja. Peningkatan terhadap kreatifitas
media yang menghasilkan souvenir atau kenang-kenangan untuk wisatawan asing.
Mempromosikan mengenai objek wisata makam Tana Toraja dan objek wisata
lainnya tidak hanya pemerintah atau wisatawan yang datang tapi masyarakat Toraja
sendiri diberikan kesempatan untuk berbicara mengenai kekayaan budaya wilayah
yang dimilikinya. Ciri khas seni ukir yamg memiliki nilai keagamaan dan sosial
masyarakat Toraja dapat memberikan apresiasi dan penghargaan seluruh masyarakat
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
SURYAHADI, A. Agung, 2008, Seni Rupa Menjadi Sensitif, Kreatif, Apresiatif dan
Produktif Jilid 1 untuk SMK, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h.
22 – 34
Soeroto, Myrtha. 2003.TORAJA. Jakarta : Balai Pustaka
Hamzuri. 2000. Warisan Tradisional Itu Indah dan Unik. Jakarta : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Permuseuman
http://shaifuddinbahrum.blogspot.com
http://www.tangdilintin.com
http://www.barrykusuma.com
LAMPIRAN
Motif ukiran khas suku Toraja
Setiap panel seni ukir Toraja melambangkan niat baik
Beberapa motif ukiran Toraja
pa'tedong
(kerbau)
pa'barre allo
(matahari)
pa're'po' sanguba
(menari)
ne'limbongan
(perancang
legendaris)