SEBARAN SPASIO-TEMPORAL KOMUNITAS IKAN PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU BUNTAL-TELUK KOTANIA, SERAM BARAT

16
Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014 Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania... 280 SEBARAN SPASIO-TEMPORAL KOMUNITAS IKAN PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU BUNTAL-TELUK KOTANIA, SERAM BARAT SPACIO-TEMPORAL DISTRIBUTION OF SEAGRASS FISH COMMUNITY IN THE BUNTAL ISLAND-KOTANIA BAY, WEST SERAM Husain Latuconsina , Abdul Rahim Lestaluhu dan Maulana Abas Al’aidi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Darussalam, Jln. Raya Tulehu Km. 24 Ambon 97582 Email: [email protected] Abstrak Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 di ekosistem padang lamun perairan pulau Buntal Teluk Kotania, Seram Barat, Maluku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran spasio-temporal komunitas ikan padang lamun. Data komunitas ikan dikoleksi menggunakan jaring insang dasar dengan ukuran mata jaring 2 inci dan panjang 300m yang diletakkan sejajar garis pantai pada hamparan padang lamun. Koleksi, dilakukan 10 kali ulangan pada siang dan malam hari di dua stasiun dengan karakteristik fisik habitat lamun berbeda. Hasil penelitian ditemukan ikan dengan total 2.678 individu, 65 spesies, dan 33 famili. Pada stasiun I dikoleksi 1.224 individu, 54 spesies, dan 29 famili, yang terdistribusi pada siang hari sebanyak 488 individu, 43 spesies, 23 famili, dan pada malam hari sebanyak 736 individu, 30 spesies, 16 famili. Pada stasiun II dikoleksi 1.456 individu, 23 spesies, 18 famili, yang tersebar pada siang hari sebanyak 602 individu, 19 spesies, 13 famili dan pada malam hari sebanyak 852 individu, 18 spesies, 13 famili. Hasil uji Uji-t mendapatkan perbedaan signifikan secara spasial indeks keanekaragaman komunitas ikan dengan nilai tertinggi pada habitat lamun yang diapit habitat mangrove dan terumbu karang, dan secara temporal berbeda signifikan dengan nilai tertinggi pada siang hari. Sebaliknya indeks dominansi tertinggi pada malam hari, namun tidak berbeda signifikan antar stasiun pengamatan. Hasil penelitian membuktikan peranan ekologi padang lamun sebagai habitat ikan ekonomis penting khususnya Siganus canaliculatus. Adanya konektivitas antara mangrove, padang lamun dan terumbu karang terkait distribusi komunitas ikan, sehingga diperlukan upaya konservasi ketiga habitat tersebut untuk keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan. Kata kunci: Padang Lamun, Komunitas ikan, Pulau Buntal, Teluk Kotania-Seram Barat Abstract This research was conducted on June 2013 in the seagrass beds of the Buntal Island-Kotania Bay of West Seram-Mollucas, for knowing the spasio-temporal distribution of seagrass fish community. Data of fish community was collected using Gill nets with mesh size 2 inches and 300 m of length are placed parallel to the coastline at the expanse of the seagrass beds, done 10 times repeat day and night time on two stations with different physical characteristics seagrass habitat. Results of the study found fish with total 2,678 individuals, 65 species, 33 family. At the station I were 1224 individual, 54 species and 29 family, which during the day as much as 488 individuals, 43 species 23 family, and at night as many as 736 individual, 30 species, 16 family. On The Stastion II were 1.456 individuals, 23 species, 18 family, which spread during the day as much as 602 individual, 19 species in the 13 family and at night as 852 individuals, 18 species, 13 families. The results of the test comparative get distinction spatial diversity index of with the highest value in habitats that are enclosed in mangrove habitats seagrass beds and coral reefs, and a temporal different significant with the highest value during the daytime. Contrarily index dominance highest at night, but it is not different significant between an observation station. Research results prove role ecology seagrass beds puffer waters off as the habitat resources economically important fishes especially Siganus canaliculatus . The connectivity between mangrove, seagrass beds and coral reefs related distribution of fish community, so efforts to conservation of third habitats was required for sustainability resources utilization of fish. Keywords: Seagrass beds, fish community, Buntal Island, Kotania Bay West Seram

Transcript of SEBARAN SPASIO-TEMPORAL KOMUNITAS IKAN PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU BUNTAL-TELUK KOTANIA, SERAM BARAT

Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013

Jakarta, 11-12 November 2014

Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania...

280

SEBARAN SPASIO-TEMPORAL KOMUNITAS IKAN PADANG LAMUN

PERAIRAN PULAU BUNTAL-TELUK KOTANIA, SERAM BARAT

SPACIO-TEMPORAL DISTRIBUTION OF SEAGRASS FISH COMMUNITY

IN THE BUNTAL ISLAND-KOTANIA BAY, WEST SERAM

Husain Latuconsina, Abdul Rahim Lestaluhu dan Maulana Abas Al’aidi

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Darussalam,

Jln. Raya Tulehu Km. 24 Ambon 97582

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 di ekosistem padang lamun perairan pulau Buntal Teluk

Kotania, Seram Barat, Maluku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran spasio-temporal

komunitas ikan padang lamun. Data komunitas ikan dikoleksi menggunakan jaring insang dasar

dengan ukuran mata jaring 2 inci dan panjang 300m yang diletakkan sejajar garis pantai pada hamparan

padang lamun. Koleksi, dilakukan 10 kali ulangan pada siang dan malam hari di dua stasiun dengan

karakteristik fisik habitat lamun berbeda. Hasil penelitian ditemukan ikan dengan total 2.678 individu,

65 spesies, dan 33 famili. Pada stasiun I dikoleksi 1.224 individu, 54 spesies, dan 29 famili, yang

terdistribusi pada siang hari sebanyak 488 individu, 43 spesies, 23 famili, dan pada malam hari

sebanyak 736 individu, 30 spesies, 16 famili. Pada stasiun II dikoleksi 1.456 individu, 23 spesies, 18

famili, yang tersebar pada siang hari sebanyak 602 individu, 19 spesies, 13 famili dan pada malam hari

sebanyak 852 individu, 18 spesies, 13 famili. Hasil uji Uji-t mendapatkan perbedaan signifikan secara

spasial indeks keanekaragaman komunitas ikan dengan nilai tertinggi pada habitat lamun yang diapit

habitat mangrove dan terumbu karang, dan secara temporal berbeda signifikan dengan nilai tertinggi

pada siang hari. Sebaliknya indeks dominansi tertinggi pada malam hari, namun tidak berbeda

signifikan antar stasiun pengamatan. Hasil penelitian membuktikan peranan ekologi padang lamun

sebagai habitat ikan ekonomis penting khususnya Siganus canaliculatus. Adanya konektivitas antara

mangrove, padang lamun dan terumbu karang terkait distribusi komunitas ikan, sehingga diperlukan

upaya konservasi ketiga habitat tersebut untuk keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan.

Kata kunci: Padang Lamun, Komunitas ikan, Pulau Buntal, Teluk Kotania-Seram Barat

Abstract

This research was conducted on June 2013 in the seagrass beds of the Buntal Island-Kotania Bay of

West Seram-Mollucas, for knowing the spasio-temporal distribution of seagrass fish community. Data

of fish community was collected using Gill nets with mesh size 2 inches and 300 m of length are placed

parallel to the coastline at the expanse of the seagrass beds, done 10 times repeat day and night time

on two stations with different physical characteristics seagrass habitat. Results of the study found fish

with total 2,678 individuals, 65 species, 33 family. At the station I were 1224 individual, 54 species and

29 family, which during the day as much as 488 individuals, 43 species 23 family, and at night as

many as 736 individual, 30 species, 16 family. On The Stastion II were 1.456 individuals, 23 species,

18 family, which spread during the day as much as 602 individual, 19 species in the 13 family and at

night as 852 individuals, 18 species, 13 families. The results of the test comparative get distinction

spatial diversity index of with the highest value in habitats that are enclosed in mangrove habitats

seagrass beds and coral reefs, and a temporal different significant with the highest value during the

daytime. Contrarily index dominance highest at night, but it is not different significant between an

observation station. Research results prove role ecology seagrass beds puffer waters off as the habitat

resources economically important fishes especially Siganus canaliculatus. The connectivity between

mangrove, seagrass beds and coral reefs related distribution of fish community, so efforts to

conservation of third habitats was required for sustainability resources utilization of fish.

Keywords: Seagrass beds, fish community, Buntal Island, Kotania Bay West Seram

Latuconsina et al.

281 Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014

I. PENDAHULUAN

Peranan ekosistem padang lamun (seagrass beds) salah satunya bagi

kehidupan komunitas ikan yaitu sebagai daerah asuhan (nursery ground), mencari

makan (feeding ground) dan perlindungan (Latuconsina et al 2012 dan 2013;

Latuconsina & Ambo-Rappe 2013; Ambo-Rappe et al 2013), serta alur migrasi antara

habitat yang memanfaatkan mekanisme pasang surut untuk terdistribusi pada habitat

lamun dan mangrove (Unsworth, 2007; Latuconsina et al 2012).

Supriadi et al (2004) menemukan perbedaan kehadiran spesies ikan antara

periode siang dan malam hari pada ekosistem padang lamun perairan pulau Barang

Lompo-Makassar. Penelitiannya menemukan bahwa spesies ikan yang tertangkap

pada malam hari tidak ditemukan pada siang hari yang menunjukkan sifat nokturnal

dan diurnal komunitas ikan penghuni padang lamun.Sementara Latuconsina & Ambo-

Rappe (2013) menemukan perbedaan struktur komunitas ikan antara siang dan malam

hari, dengan kelimpahan dan indeks dominansi lebih tinggi pada malam hari,

sementara indeks keanekaragaman lebih tinggi pada siang hari. Perbedaan ini diduga

terkait orientasi keberadaan ikan yang berbeda, baik untuk mencari makan maupun

untuk berlindung.Santos et al (2002 dalam Pereira et al, 2010) menemukan ikan

bervariasi sepanjang hari yang minimum pada malam hari dan maksimum pada siang

hari, dengan aktifitas migrasi kebayakan terjadi pada pagi dan sore hari.

Perairan pantai pulau Buntal-Teluk Kotania memiliki ekosistem yang unik

karena dijumpai ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang saling

berdekatan. Ekosistem padang lamun ditemukan mengelilingi pulau Buntal dengan

substrat yang bervariasi meliputi:pasir berlumpur, pasir kasar, dan patahan karang,

sehingga mempengaruhi sebaran spasial vegetasi lamun dengan kerapatan yang

berbeda, dengan membentuk vegetasi multispesifik.

Adanya kerapatan vegetasi lamun yang berbeda dan kedekatannya dengan

ekosistem mangrove dan terumbu karang akan turut mempengaruhi struktur

komunitas ikan secara spasial (Ambo-Rappe et al 2013), dan adanya sifat nokturnal

dan diurnal ikan padang lamun mempengaruhi struktur komunitas ikan secara

temporal (Latuconsina & Ambo-Rappe, 2013). Untuk membuktikan hal ini maka

penelitian distribusi spasial temporal komunitas ikan padang lamun di perairan Pulau

Buntal,Teluk Kotania perlu dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai

informasi ilmiah dalam mengetahui peranan ekologi ekosistem padang lamun bagi

komunitas ikan untuk kepentingan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya ikan

secara berkelanjutan..

II. METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 di ekosistem padang lamun

perairan pulau Buntal-Teluk Kotania, Kabupaten Seram Barat. Lokasi penelitian

dibagi menjadi dua stasiun yang ditentukan berdasarkan perbedaan karakteristik

habitat lamun meliputi kerapatan vegetasi dan kedekatannya dengan ekosistem

mangrove maupun terumbu karang, yaitu :

Stasiun I : terletak pada posisi 3° 3'19.15" LS - 128° 4'56.99" BT, dengan

karakteristik fisik sedimen didominasi pasir halus bercampur pasir kasar dengan

panjang garis pantai 300m dan lebar 100m yang masih ditumbuhi vegetasi lamun,

ditemukan juga vegetasi mangrove yang cukup padat dan terumbu karang yang

mengapit padang lamun.

Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013

Jakarta, 11-12 November 2014

Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania...

282

Satsiun II : terletak pada posisi 3° 3'19.58" LS - 128° 4'44.80" BT dengan

karakteristik fisik sedimen didominasi pasir halus berlumpur dengan panjang garis

pantai 400m dan lebar 200m yang ditumbuhi vegetasi lamun, dan ditemukan

vegetasi mangrove namun tidak terlalu padat.

2.2. Teknik Sampling Komunitas Ikan

Ikan dikoleksi mengunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring 2inci

diletakkan pada hamparan padang lamun. Pengamatan dilakukan sebanyak 20 kali (10

kali masing-masing mewakili siang dan malam) selama pasang bergerak surut pada

setiap stasiun pengamatan. Ikan yang tertangkap ditempatkan pada kantong plastik

berlabel kemudian dilakukan identifikasi jenis (spesies) dan dihitung jumlah dan

diukur panjangnya (TL). Identifikasi spesies ikan menggunakan acuan dari Allen

(1999), Carpenter & Niem (1999& 2001), Kuiter & Tonozuka (2001), Peristiwady

(2006), dan Allen & Erdmann (2012). Parameter fisika-kimia lingkungan perairan

diamati setiap kali penangkapan ikan, meliputi : kedalaman, kecerahan, kecepatan

arus, suhu dan salinitas yang diukur secara insitu.

2.3. Analisa Data

Struktur kominitas ikan dianalisis meliputi: indeks dominasi dan

keanekaragaman.Nilai indeks dominasi memberikan gambaran dominasi ikan dalam

komunitas ekologi, yang menerangkan suatu spesies lebih banyak selama

pengambilan data. Formula Margalef (1958 dalam Odum 1983) :

C =

2

Dimana : C = Indeks Dominasi Simpson

N = Jumlah Individu Seluruh Spesies

ni = Jumlah Individu Dari Spesies ke-i

Indeks keanekaragaman adalah nilai yang menunjukkan keseimbangan dalam

suatu pembagian jumlah individu tiap spesies. Indeks keanekaragaman mempunyai

nilai terbesar jika semua individu berasal dari spesies yang berbeda. Sedangkan nilai

terkecil didapat jika semua individu berasal dari satu satu spesies saja (Odum, 1983).

Nilai indeks keanekaragaman Shannon (H’) menurut Shannon and Wiener (1949

dalam Odum 1983) dihitung menggunakan formula :

H’ = -∑ Pi In (Pi)

Dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman.

Pi = Proporsi Jumlah Individu (ni/N).

Tabel 1. Kriteria Nilai Struktur Komunitas (Setyobudiandy et al,2009)

Indeks Kisaran Katagori

Dominasi (C) 0,00 < C ≤ 0,50

0.50 < C ≤ 0,75

0,75 < C ≤ 1.00

Rendah

Sedang

Tinggi

Keanekaragaman (H’) H’ ≤ 2

2,0 < H’ ≤ 3

H’ ≥ 3.0

Rendah

Sedang

Tinggi

Perbandingan variasi spasial-temporal jumlah individu, spesies dan struktur

komunitas ikan menggunakan uji-t (independent smple test) dengan bantuan program

SPSS vs 17 (Priyatno, 2009).Tingkat pengelompokan kesamaan spesies ikan padang

lamun berdasarkan kehadiran spesies secara spasial antara stasiun dan secara temporal

Latuconsina et al.

283 Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014

antara siang dan malam hari menggunakan indeks kesamaan Bray-Curtis yang

ditampilkan dalam bentuk dendrogram. Pengolahan data menggunakan program

PRIMER vs. 5.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Perairan Pantai Pulau Buntal

Pulau Buntal terletak dalam kawasan Teluk Kotania, sebelah Timur berbatasan

dengan pulau Tatumbu, Selatan berbatasan dengan Dusun Wael (daratan pulau

Seram) dan sebelah Utara berbatasan dengan pulau Osi (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi penelitian pada ekosistem padang lamun perairan Pulau Buntal-

Teluk Kotania, Seram Barat.

3.2. Kerapatan Jenis lamun

Vegetasi lamun pada perairan pulau Buntal-Teluk Kotania tersebar luas

dengan membentuk padang lamun multispesifik yang tersusun atas lima spesies

dengan kerapatan berbeda (Tabel 2).

Tabel 2. Kerapatan spesies lamun (ind/m2)

No Jenis Lamun Kerapatan vegetasi Lamun

Stasiun I Stasiun II

1. Cymodocea serrulata 4.7 3.3

2. Cymodocea rotundata 7.7 6.4

3. Thalasia hemprichii 43.6 31

4. Enhalus acoroides 29.6 22.2

5. Halophila ovalis 4 4.7

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan kerapatan vegetasi lamun tertinggi

ditemukan pada stasiun I untuk semua spesies lamun. Thalassia hemprichii memiliki

kerapatan tertinggi dan terendah adalah Halophila ovalis dan Cymodocea serrulata.

Tingginya kerapatan dan keragaman vegetasi lamun berpotensi mendukung tingginya

kelimpahan dan keragaman ikan pada perairan pulau Buntal yang dapat berfungsi

sebagai tempat mencari makan, asuhan dan pembesaran bagi ikan-ikan ekonomis

penting, karena terdapat hubungan erat antara karakteristik vegetasi lamun dengan

struktur komunitas ikan yang berasosiasi di dalamnya (Ambo-Rappe et al, 2013),

dimana kerapatan dan keragaman vegetasi lamun yang tinggi mendukung tingginya

kelimpahan ikan (Ambo-Rappe, 2010; Latuconsina et al, 2012).

Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013

Jakarta, 11-12 November 2014

Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania...

284

3.3. Parameter Lingkungan Perairan

Hasil pengamatan parameter lingkungan perairan pada lokasi penelitian dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata Parameter Lingkungan Perairan masing-masing stasiun

Parameter Lingkungan Stasiun I Stasiun II

Malam Siang Malam Siang

Suhu (ºC) 28 28 28 29

Salinitas ( ‰) 33 35 34 34

Kecerahan ( %) 100 100 100 100

Kedalaman (m) 1,42 1,19 0,96 1.01

Kecepatan Arus (cm/det) 0,7 0,5 0,2 0,4

Nilai suhu yang didapatkan selama penelitian masih merupakan kisaran ideal

bagi kehidupan ikan sehingga mendukung kelimpahannya. Menurut Kordi &Tancung

(2007), kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis antara 28⁰C -

32⁰C. Suhu perairan mempengaruhi aktifitas metabolisme ikan dan berkaitan erat

dengan konsumsi oksigen oleh ikan. Latuconsina & Ambo-Rappe (2013) menemukan

adanya korelasi positif yang kuat antara suhu perairan dan kelimpahan ikan.

Melimpahnya ikan Baronang (Siganus canaliculatus) dan mendominasi struktur

komunitas ikan diduga karena merupakan habitat yang ideal dan parameter

lingkungan yang sesuai untuk kehidupannya. Menurut Lam (1974), S.canaliculatus

hidup pada kisaran suhu optimal yaitu 23-34°C. Latuconsina & Ambo-Rappe (2013)

menemukan korelasi yang positif antara suhu perairan dan kelimpahan ikan pada

ekoistem padang lamun perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam yang juga

didominasi ikan-ikan herbivor khususnya S.canaliculatus. Floeter et al (2005)

menemukan adanya kendala fisiologis bagi ikan herbivora dalam aktivitas makan dan

proses pencernaan makanan yang berkaitan dengan suhu perairan sehingga

mempengaruhi pola distribusi ikan herbivor. Dimana oksigen terlarut mempengaruhi

distribusi dan kelimpahan ikan berkaitan dengan proses fisiologis. Sementara itu

menurut Laevastu & Hayes (1982), perubahan suhu perairan berhubungan dengan

proses metabolisme yang dapat merubah aktivitas mencari makan, pertumbuhan,

kecepatan renang, dan orientasi ruaya sehingga memengaruhi distribusi dan

kelimpahan ikan.

Nilai salinitas yang didapatkan selama penelitian masih merupakan kisaran

optimal. Menurut Laevastu & Hayes (1982) bahwa setiap jenis ikan memiliki

kemampuan berbeda untuk beradaptasi dengan salinitas perairan laut, meskipun ada

yang bersifat eurihaline namun sebagian besar bersifat stenohalin. Sementara itu

menurut Kordi dan Tancung (2007), salinitas air memengaruhi tekanan osmotik air,

dan semakin tinggi salinitas akan semakin besar tekanan osmotiknya yang

mempengaruhi biota perairan. Kisaran salinitas yang didapatkan pada ekosistem

padang lamun perairan daerah penelitian masih mendukung kelimpahan

S.canaliculatus yang ditemukan melimpah pada siang maupun malam hari. Hal ini

dikarenakan kmampuuan hidup pada kisaran salinitas yang cukup luas. Fenomena

yang sama dilaporkan Latuconsina & Ambo-Rappe (2013) yang menemukan korelasi

yang kuat antara kelimpahan S.canaliculatus dengan salinitas perairan. Westemhagen

& Rosenthal (1975 dalam Duray,1998) melaporkan kisaran toleransi salinitas bagi

telur dan larva S.canaliculatus yaitu 15,8 – 32,2 ‰. Menurut Lam (1974),

Latuconsina et al.

285 Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014

S.canaliculatus secara bertahap melalui proses aklimatisasi dapat berkembang pada

nilai salinitas 5 ‰ di bawah kisaran salinitas optimum.

Kecepatan arus selama pengamatan pada periode malam hari stasiun I sebesar

0,7 cm/det dan siang hari sebesar 0,5 cm/det, sementara pada periode malam hari

stasiun II sebesar 0,2 cm/det dan siang hari sebesar 0,4 cm/det. Menurut Laevastu &

Hayes (1981), arus mempengaruhi transportasi telur, larva, ikan-ikan kecil, dan

berperan dalam menentukan orientasi migrasi.

Kecerahan perairan selama pengamatan pada periode baik malam hari maupun

siang hari dan pada semua stasiun pengamatan mendapatkan nilai sebesar100%.

Tingginya kecerahan pada lokasi penelitian disebabkan tidak ada pengaruh sungai

yang membawa partikel tersuspensi maupun aktivitas manusia di daratan. Menurut

Effendi (2003) kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan terganggunya sistem

osmoregulasi, pernafasan dan daya lihat organisme akuatik. Kecerahan berkaitan

dengan tingkat kekeruhan pada kolom perairan, dimana kecerahan yang tinggi

menunjukkan tingkat kekeruhan perairan yang rendah.

Kedalaman perairan selama pengamatan pada periode malam hari stasiun

Isebesar 1,43 m dan siang hari sebesar 1,19 m.Sementara pada periode malam hari

stasiun II sebesar 0,97 m dan siang hari sebesar 1.01 m. Tinggi rendahnya kedalaman

perairan sangat dipengaruhi oleh ritme pasang surutyang memberikan perbedaan

ruang gerak dan pendistribusian sumber makanan serta parameter fisika-kimia

perairan. Latuconsina et al (2012) menemukan perbedaan kelimpahan ikan antara

periode pasang purnama dan pasang perbadi di perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon

Dalam, diduga disebabkan tinggi rendahnya permukaan air dan arus pasang surut

sehingga memengaruhi distribusi ikan. Menurut Romimohtarto & Juana (2004) gejala

pasang surut mempengaruhi tinggi rendahnya permukaan laut, sehingga secara

biologis menstimulasi biota laut dalam hal penyebaran, pemangsaan dan pemijahan.

3.4. Distirbusi Spasio-Temporal Komunitas Ikan

Adanya perbedaan komposisi spesies baik spasial maupun temporal (Tabel 4)

pada daerah penelitian membuktikan bahwa distribusi ikan dipengaruhi oleh

perbedaan karakteristik habitat dan sifat nokturnal dan diurnal ikan yang diduga

terkait dengan fluktuasi parameter fisik-kimia dan biologi lingkungan perairan.

Berdasarkan Tabel 4, jumlah individu yang lebih tinggi pada periode malam

hari, dan pada stasiun II, sedangkan jumlah spesies tertinggi ditemukan pada periode

siang hari dan pada stasiun I.Tingginya kelimpahan ikan pada malam hari karena

beberapa spesies ditemukan sangat dominan seperti S.canaliculatus yang

mendominasi pemanfaatan ruang, oksigen terlarut dan transfer energi melalui proses

rantai makanan, sehingga secara alamiah menurunkan jumlah dan komposisi spesies

lainnya secara merata. Lebih melimpahnya ikan pada malam hari diduga terkait sifat

nokturnal ikan yang lebih aktif pada malam hari (Supriadi et al. 2004; Latuconsina &

Ambo-Rappe, 2013), dan diduga akibat pengaruh ritme pasang yang merangsang ikan

dengan tingkatan trofik yang berbeda untuk terdistribusi pada ekosistem padang

lamun dari ekosistem terdekat seperti mangrove dan terumbu karang (Hindell et al.

2000, Unsworth et al. 2009, dan Latuconsina et al. 2012).

Sementara itu tingginya jumlah spesies ikan pada stasiun I diduga terkait

lokasinya yang berdekatan dengan eksosistem mangrove dan terumbu karang.

Menurut Bell & Pollard (1989), bahwa hubungan yang kuat terjadi antara padang

lamun dan habitat yang terdekat, dimana kelimpahan relatif dan komposisi spesies

ikan di padang lamun menjadi tergantung pada tipe (terumbu karang, estuaria,

mangrove) dan jarak dari habitat yang terdekat.

Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014

Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania...

286

Tabel 4. Jumlah Individu,Spesies dan Famili Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania

Famili dan Spesies

Stasiun I Stasiun II Kisaran

TL (cm) Mean ± SE

TL Max.

(cm) Teori

Dominan

Fase Hidup Siang Malam Siang Malam

∑ Mean ± SE ∑ Mean ± SE Siang Mean ± SE ∑ Mean ± SE

I. ACANTHURIDAE

Acanthurus aurantivacus Randall,1956 1 1 0 0 0 0 0 0 34 34 45)5 Dewasa

II. APOGONIDAE

Sphaeramia orbicularis (Cuvier,1828) 0 0 0 0 4 4 0 0 9 - 10 9.38 ± 0.48 12)2 Dewasa

III. BALISTIDAE

Balistoides viridescens (Bloch & Schneider,1801) 1 1 1 1 0 0 0 0 18 - 22 20.00 ± 1.68 60)1 Jelang Dewasa

IV. BELONIDAE

Tylosurus crocodilus (Peron & Lesueur,1821) 0 0 0 0 0 0 1 1 56 56 130)6 Jelang Dewasa

Tylosurus elanotus (Bleeker,1850) 1 1 0 0 0 0 0 0 82 82 90)7 Dewasa

V. CARANGIDAE

Caranx sexfasciatus (Quoy & Gaimard,1825) 6 1.50± 0.57 4 2.00± 1.41 9 4.50± 2.12 0 0 15.5 - 20.0 18.15 ± 1.16 82 )2 Juwana

Gnathanodon speciosus Forsskal,1775 0 0 0 0 1 1 0 0 29 29 100)3 Juwana

VI. CHAETODONTIDAE

Parachaetodon ocellatus (Cuvier,1831) 2 2 0 0 0 0 0 0 9 - 11 10.00 ± 1.19 18)1 Dewasa

VII. DIODONTIDAE

Diodon hystrix Linnaeus,1758 1 1 0 0 0 0 0 0 36 36 71)1 Jelang dewasa

VIII. ECENEIDAE

Echeneis naucrates Linnaeus,1758) 0 0 1 1 0 0 0 0 21 21 100)1 Juwana

IX. EPHIPPIDAE

Platax boersii Bleeker,1852 0 0 1 1 0 0 0 0 14 14 40)5 Juwana

X. GERREIDAE

Gerres oyena (Forsskal,1755) 3 3 2 2 0 0 11 5.50± 6.36 13 - 22 15.73 ± 1.53 24)2 Jelang Dewasa

Gerres kapas Bleeker, 1851 3 1.50± 0.71 2 1.00± 0.00 0 0 2 1.00± 0.00 13 - 17 14.63 ± 1.14 18)7 Dewasa

Gerres abbreviatus Bleeker,1850 0 0 2 2 0 0 0 0 23 0 30)6 Dewasa

XI. HAEMULIDAE

Diagramma melanacrum (Johnson&Randall,2011) 0 0 1 1 0 0 0 0 18 18 45)3 Jelang Dewasa

Plectorhinchus orientalis (Boch,1793) 0 0 1 1 0 0 0 0 17 17 50)1 Jelang Dewasa

XII. HOLOCENTRIDAE

Myripristis hexagonatus (Lacepede,1802) 0 0 1 1 0 0 0 0 14 14 20)1 Dewasa

Neoniphon opercularis (Valenciennes,1831) 0 0 1 1 0 0 0 0 20 20 24)1 Dewasa

XIII. KYPHOSIDAE

Kyphosus cinarascens Forsskal,1775 1 1 0 0 0 0 0 0 16 16 50)4 Jelang Dewasa

XIV. LABRIDAE

Choerodon anchorago (Bloch,1791) 28 3.50± 2.73 11 2.75± 2.06 18 3.00± 2.45 7 3.50± 3.54 12.5 - 29 17.70 ± 2.02 52)2 Juwana

Latuconsina et al.

287 Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013

Jakarta, 11-12 November 2014

Tabel 4. Jumlah Individu,Spesies dan Famili Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania

Famili dan Spesies

Stasiun I Stasiun II Kisaran

TL (cm) Mean ± SE

TL Max.

(cm) Teori

Dominan

Fase Hidup Siang Malam Siang Malam

∑ Mean ± SE ∑ Mean ± SE Siang Mean ± SE ∑ Mean ± SE

Cheilinius chlorurus 4 1.33± 0.57 2 2 0 0 0 0 14 0 36)2 Juwana

Hemigymnus melapterus (Bloch,1791) 3 3 0 0 0 0 0 0 18 - 21 19.67 ± 1.24 90)1 Juwana

Halichoeres cloropterus (Bloch, 1791) 1 1 0 0 0 0 0 0 14 14 19)2 Dewasa

Cheilio inermis (Forsskal,1775) 1 1 2 2 0 0 0 0 30 - 32 31.33 ± 1.07 50)1 Jelang Dewasa

XV. LETHRINIDAE

Lethrinus lentjan (Lacepede,1802) 3 3 4 2.00± 1.41 0 0 0 0 16 - 20 18.33 ± 1.44 50)2 Jelang Dewasa

Lethrinus erythropterus Valenciennes,1830 10 3.33± 4.04 2 1.00± 0.00 1 1 1 1 14 - 21 17.71 ± 1.53 45)1 Jelang Dewasa

Lethrinus laticaudis (Alleyne & Macleay,1877) 0 0 0 0 1 1 0 0 17 0 80)1 Juwana

Lethrinus reticulatus Valenciennes, 1830 1 3.00± 1.58 1 1 13 3.25± 2.87 7 2.33± 1.53 14 - 22 19.03 ± 1.29 40)1 Jelang Dewasa

Psammoperca waigiensis (Cuvier, 1828) 0 0 1 1 0 0 0 0 25 0 47)1 Jelang Dewasa

XVI. LUTJANIDAE

Lutjanus carponotatus (Richardson,1842) 1 1 16 4.00 ± 5.36 6 3.00± 1.41 11 5.50 ± 2.95 18 - 26 21.00 ± 1.53 40)1 Jelang Dewasa

Lutjanus fulviflamma (Forsskal,1775) 2 1.00± 0.00 1 1 0 0 0 0 14 - 17 16.63 ± 1.26 35)2 Dewasa

Lutjanus decussatus (Cuvier,1828) 1 1 0 0 0 0 0 0 13 0 30)1 Jelang Dewasa

XVII. MONACANTHIDAE

Acriecthys tomentosus (Linaeus, 1758) 0 0 0 0 1 1 0 0 9 9 11.5)2 Dewasa

XVIII. MUGILIDAE

Mugil cephalus Linneaus,1758 1 1 5 5 0 0 0 0 9.5 - 23.0 18.58 ± 2.22 79)1 Juwana

XIX. MURAENIDAE

Gymnothorax pseudothyrsoideus (Bleeker,1852) 1 1 0 0 0 0 0 0 63 63 80)1 Dewasa

XX. MULLIDAE

Parupeneus indicus (Shaw,1903) 4 4 0 0 0 0 0 0 15 - 18 16.50 ± 1.46 35)2 Jelang Dewasa

Parupeneus barberinus (Lacepede,1801) 4 2.00± 0.00 0 0 0 0 0 0 15 - 17 16.00 ± 1.07 30)1 Jelang Dewasa

XXI. NEMIPTERIDAE

Scolopsis ciliatus (Lacepede,1802) 1 1 2 1.00± 0.00 0 0 0 0 14 - 17 15.50 ± 1.46 25)2 Jelang Dewasa

Pentapodus trivittatus (Bloch,1791) 9 1.28± 0.75 8 1.14± 0.37 2 2 5 1.25± 0.50 12 - 22 17.93 ± 1.71 28)2 Jelang Dewasa

Pentapodus setosus (Valenciennes,1830) 0 0 0 0 0 0 1 1 20 20 20)1 Dewasa

XXII. OSTRACIIDAE

Lactoria cornuta (Linnaeus, 1758) 0 0 1 1 0 0 0 0 9 9 46)2 Juwana

XXIII. PLOTOSIDAE

Plotosus anguilaris (Bloch,1794) 23 7.66 ± 10.69 0 0 19 19 2 2 19 - 26 21.07 ± 1.26 - -

XXIV. PLATYCEPHALIDAE

Papilloculiceps nematophthalmus (Gunther,1860) 2 2 0 0 0 0 2 1.00± 0.00 26 - 28 27.25 ± 0.98 58)1 Jelang Dewasa

XXV. POMACENTRIDAE

Dischistodus chrysopoecilus Schiegel&Muller,1839 0 0 0 0 1 1 0 0 15 15 15)7 Dewasa

(lanjutan....)

Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014

Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania...

288

Tabel 4. Jumlah Individu,Spesies dan Famili Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania

Famili dan Spesies

Stasiun I Stasiun II Kisaran

TL (cm) Mean ± SE

TL Max.

(cm) Teori

Dominan

Fase Hidup Siang Malam Siang Malam

∑ Mean ± SE ∑ Mean ± SE Siang Mean ± SE ∑ Mean ± SE

Dichistodus prosopotaenia Bleeker,1852 3 1.50± 0.71 0 0 0 0 0 0 9 - 17 12.67 ± 2.01 17) Dewasa

Dischistodus perspicillatus Cuvier,1830 2 2 0 0 0 0 0 0 14 - 17 15.50 ± 1.46 18) Dewasa

Hemiglyphidodon plagiometopon (Bleeker,1852) 2 1.00± 0.00 0 0 0 0 0 0 12 - 17 14.50 ± 1.88 18) Dewasa

Pomacentrus sp 2 2 0 0 0 0 0 0 13 - 19 16.00 ± 2.06 - Dewasa

XXVI. SCARIDAE

Scarus gobban (Forsskal,1775) 4 2 ± 1.41 1 1 0 0 0 0 18 - 23 20.50 ± 1.54 75)2 Jelang Dewasa

Leptoscarus vaigiensis (Quoy & Gaimard, 1824) 1 1 0 0 0 0 0 0 13 13 35)1 Jelang Dewasa

Hyposcarus longiceps (Bleeker,1862) 0 0 0 0 0 0 2 2 16 16 45)1 Jelang Dewasa

XXVII. SCOMBRIDAE

Rastrelliger kanagurta Cuvier,1817 0 0 8 0 0 0 0 0 23 - 26 24.33 ± 1.17 35)7 Dewasa

XXVIII. SERRANIDAE

Epinephelus ongus (Bloch,1790) 1 1 0 0 2 2 0 0 16 - 19 17.50 ± 1.46 40)1 Jelang Dewasa

Epinephelus fuscoguttatus (Forsskal,1775) 1 1 0 0 0 0 0 0 29 29 90)1 Juwana

Epinephelus corallicola (Valenciennes,1828) 1 1 0 0 0 0 0 0 15 15 31)1 Jelang Dewasa

Cephalopholis microprion (Bleeker, 1852) 1 1 0 0 0 0 0 0 13 13 23)1 Jelang Dewasa

XXIX. SCORPAENIDAE

Synanceja horrida (Linnaeus,1766) 1 1 0 0 0 0 0 0 28 28 30)2 Dewasa

XXX. SIGANIDAE

Siganus canaliculatus (Park,1797) 341 34.10 ± 23.83 643 64.30 ± 30.43 495 49.50 ± 60.22 784 78.40±52.91 11 - 24 16.87 ± 1.40 29)2 Jelang Dewasa

Siganus doliatus (Cuvier,1830) 0 0 0 0 3 1.50 ± 0.84 0 0 9.5 - 18 14.17 ± 2.08 30)1 Jelang Dewasa

Siganus lineatus (Linnaeus,1835) 7 2.33 ± 1.15 6 1.20 ± 0.45 2 1.00± 0.00 9 2.25 ± 0.50 10 - 23 14.68 ± 1.94 43 )2 Jelang Dewasa

Siganus punctatus (Forster,1801) 1 1 2 1.00± 0.00 8 2.00± 1.41 3 1.50 ± 0.71 13 - 26 19.11 ± 2.08 40)1 Jelang Dewasa

XXXI. SPYRAENIDAE

Sphyraena pinguis Gunther, 1874 0 0 1 1 0 0 0 0 21 21 35)3 Dewasa

Sphyraena barracuda (Walbaum,1792) 1 1 2 1.00± 0.00 7 7 2 2 29 - 38 34.00 ± 1.67 180)1 Dewasa

XXXII. TERAPONTIDAE

Pelates quadrilineatus (Bloch,1790) 0 0 0 0 9 9 1 1 13 - 17 13.80 ± 1.15 20)1 Dewasa

XXXIII. TETRAODONTIDAE

Arothron hispidus (Linnaeus,1758) 0 0 0 0 0 0 1 1 53 53 51)1 Dewasa

Jumlah Individu 488 736 602 853

Jumlah Spesies 43 30 19 18

Jumlah Famili 23 16 13 13

Total Jumlah Individu Tiap Stasiun 1224 1454

Total Jumlah Spesies Tiap Stasiun 54 23

Total Jumlah Famili Tiap Satsiun 29 18 Sumber: )1 Allen (1999), )2 Allen & Erdmann (2012), )3Kuiter & Tonozuka Part 1, )4 Kuiter & Tonozuka Part 2, )5 Kuiter & Tonozuka Part 3, )6 Peristiwadi, )7Carpenter & Niem.

(lanjutan....)

Latuconsina et al.

289 Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013

Jakarta, 11-12 November 2014

Kelimpahan ikan yang lebih tinggi pada malam hari membuktikan adanya

distribusi harian ikan antara ekosistem padang lamun dan habitat terdekat seperti

mangrove dan terumbu karang (Nagelkerken et al. 2000 dan Pereira et al. (2010).

Banyak spesies ikan menggunakan lingkungan terumbu karang sebagai termpat

berlindung selama siang hari. Namun memiliki hubungan erat dan bergantung pada

ekosistem padang lamun dan habitat lainnya untuk mencari makan pada malam dan

sore hari (Pereira et al. 2010).Tingginya kelimpahan ikan dominan di daerah

penelitian mempengaruhi struktur komunitas ikan yang menyebabkan dominansi lebih

tinggi pada malam hari, dan keanekaragaman lebih tinggi pada siang hari. Menurut

Soegianto (1995), struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan

antar spesies, tetapi juga oleh jumlah relatif organisme dari spesies-spesies tersebut,

sehingga kelimpahan suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas,

distribusi individu, dan memengaruhi keseimbangan stabilitas komunitas.

Berdasarkan kisaran panjang total, secara umum ikan yang ditemukan pada

ekosistem padang lamun selama penelitian termasuk dalam fase juwana dan jelang

dewasa. Fenomena ini membuktikan peran ekologis ekosistem padang lamun pulau

Buntal sebagai daerah asuhan dan pembesaran ikan-ikan komersial yang selalu

menjadi target penangkapan nelayan lokal setempat. Fenomena yang sama ditemukan

oleh Nagelkerken et al. (2000); Nagelkerken et al. (2002), Gell & Whittington (2002),

Arifin et al (2004), Marasabessy (2010), Unsworth et al. (2010), Latuconsina et al.

(2012 dan 2013), Latuconsina & Ambo-Rappe (2013), dan Ambo-Rappe et al (2013).

Fungsi potensial daerah penelitian sebagai daerah pembesaran terbukti dengan

ditemukannya spesies yang mendominasi seperti S.canaliculatus dengan kriteria

jelang dewasa dengan kelimpahan tinggi dibandingkan berukuran dewasa.

Latuconsina et al (2013) menemukan kelimpahan dan dominasi juwana

S.canaliculatus dengan ukuran panjang rata-rata 3,70 cm pada perairan Tanjung

Tiram selama periode pasang purnama dan pasang perbani. Sementara itu. Munira et

al (2010) juga menemukan sebagian besar S.canaliculatus yang hidup di padang

lamun Selat Lonthoir berukuran juwana dan umumnya dijumpai dalam satu kelompok

umur. Fenomena ini membuktikan peranan ekologi padang lamun di daerah penelitian

sebagai tempat pembesaran ikan-ikan ekonomis penting seperti famili Siganidae,

Lethrinidae, Lutjanidae, Serranidae, Carangidae, Scaridae, Labridae, Mullidae, dan

Nemipteridae. Sehingga keberadaan ekosistem padang lamun memberikan manfaat

ekonomi bagi masyarakat nelayan setempat.

Ditemukannya ikan-ikan penghuni padang lamun yang memiliki nilai ekonomis

penting yang sebagian besar berukuran juwana, membuktikan ekosistem tersebut

memiliki potensi ekonomi sebagai penyedia stok alamiah ikan ekonomis. Fenomena

yang sama dilaporkan Latuconsina & Ambo-Rappe (2013) pada perairan Tanjung

Tiram Teluk Ambon Dalam. Arifin et al. (2004) di perairan pulau Barrang Lompo-

Makassar menemukan ikan baronang (Siganus), kerapu (Epinephelus), kakap

(Lutjanus), dan ikan lencam (Lethrinus), sehingga keberadaan ekosistem padang

lamun berperan sebagai penyedia stok dan penentu keberadaan ikan-ikan berukuran

juwana.

3.5. Struktur Komunitas Ikan

Berdasarkan Gambar 2, memperlihatkan adanya fluktuasi struktur komunitas

ikan antara periode siang dan malam hari, dimana stasiun I dan II indeks dominansi

lebih rendah pada siang hari dan tinggi pada malam hari, sedangkan indeks

kenakeragaman lebih tinggi pada siang hari dan rendah pada malam hari. Meskipun

demikian nilai rata-rata indeks dominansi pada malam hari di stasiun I dan II masuk

Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014

Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania...

290

kategori tinggi dan masuk kategori rendah pada siang hari. Sementara Indeks

keanekaragaman pada stasiun I dan II di siang maupun malam hari masuk kategori

rendah yang menunjukkan secara ekologi tidak terdpat spesies yang sangat

mendominasi dalam pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang ada pada ekosistem

padang lamun di lokasi penelitian.

Gambar 2. Struktur Komunitas Ikan padang lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk

Kotania.

Menurut Hemingga & Duarte (2000), terdapat empat faktor yang relevan

terkait dengan variabilitas komunitas ikan padang lamun , yaitu : (1) struktur vegetasi

lamun, (2) tingkat larva dan ikan juvenil yang menghuni padang lamun, mortalitas

dan proses migrasi, (3) lokasi vegetasi lamun terhadap habitat lainnya, dan (4)

parameter fisika kimia pada habitat lamun.

Hasil uji komparatif (Uji t) keanekaragaman spesies ikan padang lamun antara

siang dan malam pada stasiun I mendapatkan thitung > ttabel (4,396 >2,101), sedangkan

pada stasiun II didapatkan nilai thitung > ttabel (2,178 >2,101) artinya terdapat perbedaan

keanakeragaman komunitas ikan antara siang dan malam hari dengan keragaman

tertinggi pada siang hari. Sementara perbandingan keanekaragaman antar stasiun

pengamatan mendapatkan nilai thitung > ttabel (2,244 >2,024) artinya terdapat perbedaan

keragaman komunitas ikan antara stasiun I dan II dengan keragaman tertinggi

ditmukan pada stasiun I. Menurut Brower et al (1990), karagaman jenis adalah suatu

ekspresi dari struktur komunitas, dimana suatu komunitas dikatakan memiliki

0,38

0,68

0,47

0,64 0,68

0,9

0,51

0,8

0,66 0,64 0,62 0,62

0,18

0,91

0,28

0,82

0,44

0,81

0,46

0,9

1,38

0,74

1,04 0,95

0,76

0,27

1,07

0,44

0,87 0,95

0,79 0,79

1,89

0,22

1,8

0,45

1,41

0,46

1,3

0,25

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

Stru

ktu

r ko

mu

nit

as

Stasiun I Dominansi Keragaman

0,37

0,52 0,57

0,77

0,22

0,94

0,6

0,94

0,7

0,9 0,98

0,57

0,81

0,93

0,54

0,85

0,65

0,91

0,76

0,91

1,04

0,92

0,63 0,54

1,63

0,17

0,72

0,13

0,78

0,26

0,1

0,97

0,4

0,17

1,04

0,37

0,72

0,23

0,49

0,19

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

Stru

ktu

r K

om

un

itas

Stasiun II

Dominansi Keragaman

Latuconsina et al.

291 Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013

Jakarta, 11-12 November 2014

karagaman jenis tinggi, jika proporsi antar jenis secarakeseluruhan sama banyak,

sehingga jika ada beberapa jenis dalamkomunitas memiliki kelimpahan (dominansi

yang besar) makakeanekaragaman dan keseragamannya rendah.

Hasil uji komparatif (Uji t) dominansi spesies ikan padang lamun antara siang

dan malam pada stasiun I mendapatkan -thitung < -ttabel (-4,831 < -2,101), sedangkan

pada stasiun II didapatkan nilai -thitung < -ttabel (-2,412 < -2,101) artinya terdapat

perbedaan dominansi komunitas ikan antara siang dan malam hari dengan dominansi

tertinggi pada malam hari. Sementara perbandingan dominansi komunitas ikan

mendapatkan nilai -thitung > -ttabel (-1,539 > -2,024) yang menenujukkan tidak terdapat

perbedaan dominansi komunitas ikan antara stasiun I dan II. Menurut Soegianto

(1995), struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar

sepsies, tetapi juga jumlah relatif organisme dari spesies-sepsies tersebut, sehingga

kelimpahan relatif suatu spesies mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi

individu dalam komunitas, dan dapat mempengaruhi keseimbangan komunitas dan

akhirnya pada stabilitas komunitas tersebut.

3.6. Kesamaan Spesies Ikan

Indeks kesamaan jenis Bray – Curtis secara spasial antar stasiun pengamatan

dengan karaktersitik fisik habitat yang berbeda dan secara temporal pada periode

siang dan malam hari memperlihatkan adanya perbedaan (Gambar 3).

Gambar 3. Dendrogram Pengelompokan Kesamaan Spesies Ikan Padang Lamun

Berdasarkan Kehadirannya Antar Stasiun Pengamatan di Lokasi Penelitian Antara

Siang dan Malam Hari

Terdapat pengelompokan spesies ikan berdasarkan kehadirannya secara

spasial maupun temporal. Kesamaan spesies tertinggi ditemukan pada stasiun II

antara siang dan malam hari sebesar 59.46 %. Sementara kesamaan spesies antara

stasiun I dan II sebesar 38,71 %. Fenomena ini menunjukkan bahwa kesamaan spesies

secara spasial antar stasiun pengamatan maupun secara temporal antara siang dan

malam hari tidak terlalu tinggi. Kesamaan spesies ikan tertinggi antara siang dan

malam pada Stasiun II diduga berkaitan dengan kedekatan ekosistem padang lamun

hanya dengan ekosistem mangrove, sementara pada stasiun I kesamaan spesies

sebesar 54,05 %. Hal ini diduga berkaitan dengan spesies-spesies ikan yang

mendiamai mangrove dan terumbu karang yang bersifat diurnal maupun noktrunal

Sia

ng (S

tasiu

n II)

Mala

m (S

tasiu

n II)

Sia

ng (S

tasiu

n I)

Mala

m (S

tasiu

n I)100

80

60

40

Sim

ilari

ty

Kesaman Spesies Ikan padang lamun

Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014

Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania...

292

yang terdistribusi mengikuti ritme pasang surut baik untuk mencari makan maupun

aktivitas biologis lainnya.

Spesies ikan yang ditemukan melimpah pada ekosistem padang lamun dan

selalu tersebar pada ekosistem mangrove adalah Caranx sexfasciatus (Carangidae),

Plotosus anguilaris (Plotosidae), Gerres oyena dan Gerres kapas (Gerreidae),

Sphyraena pinguis dan Sphyraena barracuda (Spyraenidae), Synanceja horrida

(Scorpaenidae), dan Siganus canaliculatus (Siganidae), sedangkan spesies ikan yang

berasosiasi dengan terumbu karang seperti :Parachaetodon ocellatus

(Cahetodontidae), Scarus ghobban (Scaridae),dan ikan dari famili Serranidae dan

Holocentridae membuktikan bahwa tingginya kelimpahan ikan pada eksosistem

padang lamun perairan pulau Buntak-Teluk Kotania turut dipengaruhi oleh

kedekatannya dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Fenomena

keterkaitan komunitas ikan padang lamun dengan ekosistem mangrove diperkuat

temuan Unsworth et al. (2009) terkait kontribusi ekosistem mangrove sebagai habitat

ikan karena terkait ruaya pasang, di mana pasang tertinggi mendukung kelimpahan

ikan yang lebih besar dari habitat lamun dan saat surut akan terdistribusi pada

ekosistem padang lamun. Menurut Verweij et al. (2006), ikan-ikan dari famili

Carangidae dan Sphyraenidae lebih cenderung menggunakan struktur fisik lamun

untuk meningkatkan efisiensi pemangsaan daripada sebagai tempat perlindungan.

Fenomena ini membuktikan bahwa ekosistem padang lamun perairan pulau Buntal

dijadikan sebagai areal mencari makan bagi ikan-ikan mangrove yang memanfaatkan

mekanisme pasang. Dengan demikian ada konektivitas yang tinggi antara ekosistem

mangrove, padang lamun, dan terumbu karang terkait distribusi spasio-temporal

komunitas ikan. Menurut Adrim (2006), keragaman spesies ikan pada eksosistem

padang lamun sangat didukung oleh konektivitas ekosistem lamun dengan ekosistem

di sekitarnya seperti mangrove dan terumbu karang.

Adanya konektivitas dan pentingnya fungsi ekosistem padang lamun sebagai

tempat asuhan dan pembesaran ikan-ikan khas mangrove dan terumbu karang,

dibuktikan oleh Nakamura (2010) yang menemukan hilangnya padang lamun di

selatan kepulauan Ryukyu berdampak negatif terhadap penurunan jumlah spesies

ikan komersial penghuni terumbu karang yang memanfaatkan padang lamun sebagai

tempat pembesaran. Nagelkerken et al(2002) juga membuktikan bahwa kelimpahan

ikan di terumbu karang merupakan fungsi keberadaan mangrove dan padang lamun

sebagai areal asuhan dan pembesaran ikan. Degradasi habitat mangrove dan padang

lamun dapat menimbulkan dampak signifikan pada persediaan stok ikan karang di

Karibia. Hal yang sama dikemukakan Chittaro et al. (2005) yang menemukan

vegetasi mangrove dan lamun memberikan fungsi yang lebih besar bagi komunitas

ikan sebagai daerah asuhan dan pembesaran dibandingkan dengan terumbu karang.

IV. KESIMPULAN

1. Jumlah spesies dan famili ikan tertinggi ditemukan pada habitat lamun yang

diapit mangrove dan terumbu karang, sedangkan kelimpahan ikan tertinggi pada

habitat lamun yang hanya berdekatan dengan mangrove.

2. Terdapat perbedaan signifikan kenekaragaman komunitas ikan, secara temporal

lebih tinggi pada siang hari dan secara spasial lebih tinggi pada habitat lamun

yang diapit mangrove dan terumbu karang. Sementara itu terdapat perbedaan

indeks dominansi, secara temporal lebih tinggi pada malam hari, dan secara

spasial lebih tinggi pada habitat lamun yang hanya diapit mangrove namun tidak

berbeda signifikan antar habitat lamun

Latuconsina et al.

293 Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013

Jakarta, 11-12 November 2014

3. Perbedaan struktur komunitas ikan padang lamun secara spasial menunjukkan

keberadaan ikan pada habitat padang lamun sangat dipengaruhi kedekatannya

dengan ekosistem disekitarnya, dan perbedaan struktur komunitas ikan secara

temporal menunjukkan adanya sifat nokturnal maupun diurnal ikan yang

mempengaruhi orientasi ikan yang berbeda pada habitat lamun.

DAFTAR PUSTAKA

Adrim M. 2006. Asosiasi ikan di padang lamun. Oseana. 31(4):1-7.

Allen, G. 1999. Marine Fishes of South-East Asia; A Guide For Anglers And Divers.

Periplus edition. Singapore. 292 pp.

Allen GR & Erdmann MV. 2012. Reef fishes of the East Indies. Volume I-III.

Tropical Reef Research, Perth, Australia. 1292 pp.

Ambo-Rappe, R. 2010. Sturktur Komunitas Ikan padang Lamun yang berbeda di

Pulau Barrang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(2):62-

73.

Ambo-Rappe, R., M.N.Nessa., H. Latuconsina & D.L. Lajus. 2013. Relationship

between the tropical seagrass bedcharacteristics and the structure of the

associated fish community. Open Journal of Ecology. Vol.3(5):331-342.

Arifin, La Nafie YA, &Supriadi. 2004. Studi kondisi dan potensi ekosistem padang

lamun sebagai daerah asuhan berbagai jenis biota laut di perairan pulau

Barrang Lompo, Makassar. Torani, 14(5): 241-250.

Bell, J.D., & Pollard. 1989. Ecologi Of Fish Assemblages And Fisheries Associated

With Seagres. In Lerkum et al, (eds). Biologi of siagress. Aquatic Plant Studies

2. Elsevier Science Pub.B.V. Amsterdam. pp.565-609.

Carpenter K.E & Niem V.H (eds). 1999. The living marine resources of the Western

Central Pacific. Bony fishes part 2 (Mugilidae to Carangidae. FAO species

identification.Vol.4. Rome. pp. 2069-2790.

Carpenter K.E & Niem V.H (eds). 2001. The living marine resources of the Western

Central Pacific. (Labridae to Latimeriidae), estuarine crocodiles, sea turtles,

sea snakes and marine mammals. FAO species identification.Vol.6. Bony

fishes part 4. Rome. pp. 3381-4218.

Chittaro, P.M., P. Usseglio, &P.F., Sale, 2005. Variation in fish density, assemblage

composition and relative rates of predation among mangrove, seagrass and

coral reef habitats. Environmental Biology of Fishes, 72: 175–187.

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan

perairan. Kanisius. Yogyakarta. 112 pp.

Floeter, S.R, Behrens MD, Ferreira CEL, Paddack MJ, Horn MH. 2005.

Geographical gradients of marine herbivorous fishes: patterns and processes.

Marine Biology, 146: 1435-1447.

Gell FR & Whittington MW. 2002. Diversity of fishes in seagrass beds in the

Quirimba Archipelago, Northern Mozambique. Marine and Freshwater

Research 53: 115-121.

Hemingga, AM. & CM Duerte. 2000.Seagrass Ecology. Candbridge University Press.

New York. 322 pp.

Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013 Jakarta, 11-12 November 2014

Sebaran Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun Perairan Pulau Buntal-Teluk Kotania...

294

Kordi M.G.H &A.B., Tancung, 2007. Pengelolaan kualitas air dalam budidaya

perairan. Rineka Cipta. Jakarta. 208 pp.

Kuiter, R.H. & T. Tonozuka. 2001. Indonesia Reef Fishes. Psrt 3. Jawfishes-

Sunfishes. Zoonetic, Melbourne. Australia. 123 pp.

Kuiter, R.H. & T. Tonozuka. 2001.Indonesia Reef Fishes. Part 2. Fusiliert to

Dragonets.: Caesionedea to Callyonimidea. Zoonetic, Melbourne. Australia.

161 pp.

Laevastu T & Hayes M. 1982. Fisheries oceanography and ecology. Fishing News

Book, Ltd. Farnham. Surrey. England. 199 pp.

Lam, TJ. 1974. Siganids; their biology and mariculture potential. Aquaculture, 3: 325-

354.

Latuconsina H, M.N., Nessa & R. Ambo-Rappe,2012. Komposisi spesies dan struktur

komunitas ikan padang lamun perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam.

Ilmu&Teknologi Kelautan Tropis4(1): 35-46.

Latuconsina H, R. Ambo-Rappe, &M.N. Nessa, 2013. Asosiasi ikan baronang

(Siganus canaliculatus Park, 1797) pada ekosistem padang lamun perairan

Teluk Ambon Dalam. In: Simanjuntak CPH (eds.). Prosiding Seminar

Nasional Ikan VII. Masyarakat Iktiologi Indonesia. pp. 123-137.

Latuconsina, H dan R. Ambo-Rappe. 2013. Variabilitas Harian Komunitas Ikan

padang Lamun Perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam.Jurnal Iktiologi

Indonesia. Vol.13(1):35-53.

Marasabessy, M.D. 2010. Sumber daya ikan di perairan padang lamun pulau-pulau

Derawan Kalimantan Timur. Oseanologi dan Limnologi Indonesia 36(2): 193-

210.

Munira, Sulistiono, &Zairion. 2010. Hubungan panjang-bobot dan pertumbuhan ikan

beronang, Siganus canaliculatus (Park, 1797) di padang lamun Selat Lonthoir,

Kepulauan Banda, Maluku. Jurnal Iktiologi Indonesia. 10(2): 153-163.

Nagelkerken I, G. van der Velde, G.W. Gorissen,G.J. Meijer, T. van’t Hof, C.den

Hartog. 2000. Importance of mangroves, seagrass beds and the shallow coral

reef as nursery for importance reef fishes, using a visual cencus technique.

Estuarine, Coastal and Shelf Science 51:31-44.

Nagelkerken I, C.M. Roberts, G. van der Velde,M. Dorenbosch, M.C. van Riel,

Cocheret de la Morinière E,& P.H. Nienhuis, 2002. How important are

mangroves and seagrass beds for coral-reef fish? The nursery hypothesis tested

on an island scale. Marine Ecology Progress Series, 244: 299–305.

Nakamura Y. 2010. Patterns in fish response to seagrass beds loss at the southern

Ryukyu Island, Japan. Marine Biology, 157: 2397-2406.

Odum, E.P.. 1983. Basic Ecology. Saunders College Publishing, New York. 612 pp.

Pereira PHC, B.P., Ferreira, & S.M., Rezende. 2010. Community structure of the

ichthyofauna associated with seagrass beds (Halodule wrightii) in Formoso

River estuary – Pernambuco, Brazil. Anais da Academia Brasileira de

Ciências, 82(3): 617-628.

Peristiwady, 2006. Ikan-ikan Laut Ekonomis Penting di Indonesia. LIPI Press.

Jakarta.

Latuconsina et al.

295 Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013

Jakarta, 11-12 November 2014

Priyatno, D. 2009. 5 jam belajar olah data SPSS 17. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2004. Meroplankton Laut: Larva laut yang menjadi

plankton. Djambatan. Jakarta. 214 pp.

Pereira PHC, Ferreira BP, Rezende SM. 2010. Community structure of the

ichthyofauna associated with seagrass beds (Halodule wrightii) in Formoso

River estuary – Pernambuco, Brazil. Anais da Academia Brasileira de

Ciências, 82(3): 617-628.

Supriadi., Y.A.La Nafie dan A.I. Burhanuddin. 2004. Inventarisasi Jenis, Kelimpahan

dan Biomas Ikan di Padang Lamun Pulau Barranglompo Makassar.

Torani,Vol.14 (5):288-295.

Unsworth, 2007. Fish assemblages in seagress beds are infulenced by the proximity of

mangrove forests. Marine Biology.150:993-1002.

Unsworth RFK, Garrard SL, de León PS, Cullen LC, Smith DJ, SlomanKA, &Bell JJ.

2009. Structuring of Indo-Pacific fish assemblages along the mangrove–

seagrass continuum. Aquatic Biology, 5: 85–95.

Unsworth RKF, Cullen LC, Pretty JN, Smith DJ, &Bell JJ. 2010. Economic and

subsistence values of the standing stocks of seagrass fisheries: Potential

benefits of no-fishing marine protected area management. Ocean and Coastal

Management 30: 1-7.

Verweij MC, Nagelkerken I, de Graaff D, Peeters M, Bakker EJ, &van der Velde G.

2006. Structure, food and shade attract juvenile coral reef fish to mangrove

and seagrass habitats: a field experiment. Marine Ecology Progress Series,

306: 257–268.