PEMENUHAN PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN PROYEK GIANT SEA WALL DI TELUK JAKARTA

18
PEMENUHAN PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN PROYEK GIANT SEA WALL DI TELUK JAKARTA Abstrak Lingkungan Hidup harus menjadi bagian integral dalam keseluruhan kebijakan pembangunan. Salah satu alat dalam pelaksanaannya adalah peraturan perundang-undangan. Berbagai peraturan perundang-undangan ini menjadi pegangan bagi setiap penyelenggara negara dan masyarakat dalam mengelola dan menjaga lingkungan hidup. Keseriusan dalam menjaga lingkungan hidup menuntut adanya komitmen moral pemerintah dalam mematuhi berbagai ketentuan formal dan kebijakan yang pro lingkungan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersepakat untuk membangun Giant Sea Wall 'Tanggul Raksasa' yang termasuk ke dalam program National Capital Intergrated Coastal Development (NCICD). Nantinya pembangunan Giant Sea Wall ini meliputi 3 tahapan. Rencana pembangunan Giant Sea Wall dalam rangka penanggulangan banjir di teluk Jakarta menimbulkan banyak pro dan kontra. Disinyalir pula bahwa rencana pembangunan tersebut belum memperhatikan kaidah-kaidah pemenuhan etika lingkungan hidup dengan tidak menyertakan analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam rencana masterplannya namun prosesnya terus berlanjut hingga proses ground breaking pertama. Selain itu izin pembangunan proyek ini juga diterbitkan tanpa pertimbangan objektif yang memadai yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Etika lingkungan hidup tidak hanya membahas mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan, serta berbagai kebijakan politik dan ekonomi yang memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap alam. Keywords: etika, lingkungan, pemerintah, giant sea wall.

Transcript of PEMENUHAN PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN PROYEK GIANT SEA WALL DI TELUK JAKARTA

PEMENUHAN PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN DALAM RENCANA

PEMBANGUNAN PROYEK GIANT SEA WALL DI TELUK JAKARTA

Abstrak

Lingkungan Hidup harus menjadi bagian integral dalam keseluruhan kebijakan pembangunan. Salah satu alat dalam pelaksanaannya adalah peraturan perundang-undangan. Berbagai peraturan perundang-undangan ini menjadi pegangan bagi setiap penyelenggara negara dan masyarakat dalam mengelola dan menjaga lingkungan hidup. Keseriusan dalam menjaga lingkungan hidup menuntut adanya komitmen moral pemerintah dalam mematuhi berbagai ketentuan formal dan kebijakan yang pro lingkungan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersepakat untuk membangun Giant Sea Wall 'Tanggul Raksasa' yang termasuk ke dalam program National Capital Intergrated Coastal Development (NCICD). Nantinya pembangunan Giant Sea Wall ini meliputi 3 tahapan.

Rencana pembangunan Giant Sea Wall dalam rangka penanggulangan banjir di teluk Jakarta menimbulkan banyak pro dan kontra. Disinyalir pula bahwa rencana pembangunan tersebut belum memperhatikan kaidah-kaidah pemenuhan etika lingkungan hidup dengan tidak menyertakan analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam rencana masterplannya namun prosesnya terus berlanjut hingga proses ground breaking pertama. Selain itu izin pembangunan proyek ini juga diterbitkan tanpa pertimbangan objektif yang memadai yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

Etika lingkungan hidup tidak hanya membahas mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan, serta berbagai kebijakan politik dan ekonomi yang memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap alam.

Keywords: etika, lingkungan, pemerintah, giant sea wall.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan fisik yang pesat saat ini khususnya di kawasan perkotaan

meninggalkan permasalahan lingkungan yang mengancam kehidupan bersama,

permasalahan ini berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan yang kurang

memperhatikan aspek etika. Secara Etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani yaitu

ethos yang berarti ‘adat-istiadat’ atau kebiasaan. Dalam arti ini etika berkaitan dengan

kebiasaan hidup yang baik dalam masyarakat. Etika kemudian sering dipahami sebagai

ajaran atau perintah tentang baik-buruk, dalam definisi ini etika sering dikaitkan dengan

perilaku moral. Jika kemudian dipahami secara luas, etika bukan sekedar pelajaran

tentang baik-buruk dalam hal perilaku manusia, tetapi juga dapat berlaku bagi sebuah

entitas besar yaitu dalam penyelenggaraan pembangunan dalam kehidupan bernegara.

Etika pembangunan melihat pembangunan sebagai sebuah bidang multidisiplin dimana

teori dan praktik berjalan dalam berbagai sudut pandang, lebih lanjut etika pembangunan

berupaya memahami sifat alamiah, sebab-sebab, dan akibat-akibat pembangunan bagi

perubahan sosial.

Lingkungan Hidup harus menjadi bagian integral dalam keseluruhan kebijakan

pembangunan. Salah satu alat dalam pelaksanaannya adalah peraturan perundang-

undangan. Berbagai peraturan perundang-undangan ini menjadi pegangan bagi setiap

penyelenggara negara dan masyarakat dalam mengelola dan menjaga lingkungan hidup.

Keseriusan dalam menjaga lingkungan hidup menuntut adanya komitmen moral

pemerintah dalam mematuhi berbagai ketentuan formal dan kebijakan yang pro

lingkungan.

Jakarta sebagai ibukota negara memiliki posisi daratan lebih rendah daripada

permukaan laut, kondisi ini menyebabkan pesisir kota Jakarta menjadi langganan banjir

akibat naiknya permukaan air laut. Untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah pusat

bersama pemerintah daerah berencana membangun Giant Sea Wall di Teluk Jakarta.

Giant sea wall adalah sebuah tanggul laut raksasa yang membentengi Teluk Jakarta.

Proyek dengan panjang 30 kilometer dan bernilai di atas Rp 200 triliun tersebut

dirancang untuk mengatasi banjir akibat kenaikan permukaan air laut, membersihkan air

sungai sebelum ke laut, dan reklamasi pantai. Rencana pembangunan tanggul raksasa

dalam rangka penanggulangan banjir di teluk Jakarta (Giant Sea wall) menimbulkan

banyak pro dan kontra.

Pihak yang kontra menyatakan tanggul laut raksasa akan memperparah banjir di

Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Kehadiran tanggul laut akan memperpanjang alur sungai

sehingga memperlambat aliran air dan peningkatan laju sedimentasi karena menurunnya

kecepatan aliran air. Dengan demikian, selain banjir juga terjadi percepatan pendangkalan

sungai yang perlu biaya pengerukan rutin besar. Di sisi lain terjadi penutupan yaitu

penutupan dua pelabuhan perikanan Nusantara sehingga ribuan nelayan harus

dipindahkan. Pembangkit Listrik Muara Karang juga harus ditutup karena aliran air

pendingin tidak lagi tersedia. Jikalau dipertahankan, biaya operasinya sangat besar karena

memerlukan pompa yang berjalan terus. Tanggul laut raksasa yang direncanakan dalam

sistem tertutup membuat air tidak mengalir dan pada akhirnya, akan menyebabkan

kualitas lingkungan Laut Jakarta akan rusak. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah

bersepakat untuk membangun Giant Sea Wall 'Tanggul Raksasa' yang termasuk ke dalam

program National Capital Intergrated Coastal Development (NCICD). Nantinya

pembangunan NCICD ini meliputi 3 tahapan. Tahap pertama adalah pembangunan

tanggul eksisting. Tahap kedua adalah pembangunan konsep grade Garuda. Tahap ketiga

adalah pembangunan pesisir sebelah timur.

Disinyalir pula bahwa rencana pembangunan tersebut belum memperhatikan

kaidah-kaidah pemenuhan etika lingkungan hidup dengan tidak menyertakan analisis

dampak lingkungan (AMDAL) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam

rencana masterplannya namun prosesnya terus berlanjut hingga proses ground breaking

pertama. Izin pembangunan proyek ini juga diterbitkan tanpa pertimbangan objektif yang

memadai yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

Etika lingkungan hidup dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus

dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan – pilihan moral yang terkait dengan isu

lingkungan hidup. Selain itu, apa yang harus diputuskan manusia dalam membuat pilihan

moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampak pada lingkungan hidup dan

apa yang harus diputuskan pemerintah dalam kebijakan ekonomi dan politiknya yang

berdampak pada lingkungan hidup termasuk dalam etika ini. Sehingga, etika lingkungan

hidup tidak hanya membahas mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga

mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta yaitu antara manusia dengan

manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup

lain atau dengan alam secara keseluruhan, serta berbagai kebijakan politik dan ekonomi

yang memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap alam .

B. Tujuan

Makalah ini akan membahas rencana pembangunan Giant Sea Wall di Teluk

Jakarta yang merupakan bagian dari proyek NCICD dalam perspektif etika

pembangunan yang mencakup etika lingkungan hidup dan etika pemerintah sebagai

pengelola dan pembuat kebijakan lingkungan hidup yang baik.

C. Metodologi

Makalah ini dilakukan bersifat deskriptif evaluatif yaitu menyusun dan

mendeskripsikan kondisi Proyek Giant Sea Wall yang merupakan bagian dari NCICD di

Teluk Jakarta, membandingkan kemudian menilai kesesuaiannya dengan teori etika

pembangunan yang ideal. Data yang digunakan merupakan data sekunder, dimana akan

dilakukan studi literatur dari berbagai sumber dan pengumpulan data sekunder mengenai

Giant Sea Wall dalam proyek NCICD.

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

A. Etika secara umum

Secara teoritis etika mempunyai pengertian, sebagai berikut: Pertama: secara

etimologis, Etika berasal dari kata Yunani yaitu Ethos yang berarti adat istiadat atau

kebiasaan. Dalam pengertian luas, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata

cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang ataupun masyarakat. Kebiasaan hidup

yang baik ini kemudian diwariskan dari generasi ke generasi lalu dibakukan dalam

bentuk kaidah, aturan atau norma yang disebarluaskan, dikenal, dipahami dan diajarkan

secara lisan dalam masyarakatt. Singkatnya kemudian etika dipahami sebagai ajaran yang

berisikan perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia. Adanya kaidah

atau norma ini bertujuan untuk mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu

yaitu apa yang dianggap baik dan penting di dalam masyarakat. Pengertian etika yang

seperti ini terkadang rancu dengan apa yang disebut moralitas. Jika dipahami berbeda

dengan moralitas, maka etika adalah refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus

hidup dan bertindak dalam situasi konkret tertentu. Refleksi kritis yang dimaksud adalah

ketentuan untuk menentukan sikap, pilihan dan bertindak secara benar sebagai manusia.

B. Etika dan pembangunan

Pembangunan seringkali didefinisikan sebagai seperangkat usaha yang terencana

dan terarah untuk menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan

kesejahteraan hidup manusia. Dalam pembangunan diperlukan modal yaitu keseluruhan

sumber daya yang dimiliki dan dapat digunakan dalam proses pembangunan. Selain itu

pembangunan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

secara bertahap dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki negara secara

bijaksana. Perkembangan etika pembangunan diawali dari penilaian yang dilakukan oleh

para ahli dan praktisi pembangunan terhadap teori-teori dan praktek-praktek

pembangunan. Dalam hal ini etika dan nilai harus menjadi pertanyaan dalam teori,

perencanaan dan praktek pembangunan karena pembangunan akan kehilangan makna

jika mengorbankan kemanusiaan. Etika pembangunan cenderung melihat pembangunan

sebagai bidang multi disiplin dimana komponen teori dan praktek berjalan dalam

beberapa cara, dalam etika pembangunan tidak hanya berusaha memahami sifat alamiah,

sebab-sebab dan juga akibat-akibat pembangunan tetapi juga perubahan sosial apa yang

akan terjadi dan apakah perubahan tersebut merupakan suatu perubahan yang baik.

Masuknya konsep etika dalam proses pembangunan melahirkan teori dan praktek

baru dalam pelaksanaan pembangunan, sebagai contoh lahirnya prinsip pembangunan

yang berkelanjutan. Pada awalnya teori pembangunan hanya menitikberatkan kepada

aspek fisik dan pengembangan ekonomi sehingga lahirlah teori-teori pembangunan

terpusatkan dan mobilisasi modal, pembangunan berimbang, pembangunan pemertaan,

dsb. Namun saat ini, mulai disadari bahwa pembangunan tidak hanya persoalan ekonomi

tetapi juga harus memperhatikan aspek lingkungan dan generasi selanjutnya untuk itulah

kemudian muncul teori pembangunan berkelanjutan. Dua gagasan penting dalam teori

pembangunan berkelanjutan adalah pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia

khususnya dalam hal ini kaum miskin dan gagasan mengenai keterbatasan sumber daya

alam untuk memenuhi kebutuhan dimasa kini ataupun dimasa mendatang. Pembangunan

berkelanjutan mencakup tiga dimensi pembangunan yaitu ekonomi, sosial dan

lingkungan hidup. Karakteristik dari pembangunan berkelanjutan adalah menjamin

pemerataan dan keadilan; menghargai keanekaragaman hayati; menggunakan pendekatan

integratif dan menggunakan pandangan jangka panjang.

Prinsip baru ini kemudian melahirkan nilai-nilai tentang apa yang boleh dan apa

yang tidak boleh dilakukan dalam proses pembangunan, seperti telah dijabarkan

sebelumnya nilai-nilai tentang bagaimana bersikap inilah yang disebut etika. Etika dan

pembangunan tidak dapat terlepas satu dan lainnya, tidak hanya menyesuaikan dengan

prinsip-prinsip pembangunan tertentu seperti pembangunan berkelanjutan, tetapi

merupakan suatu hal yang sudah seharusnya menjadi bagian dalam proses pembangunan.

Pembangunan yang dilaksanakan tanpa memperhatikan etika akan menghasilkan produk

pembangunan yang tidak patut dalam masyarakat.

C. Etika lingkungan

Isu lingkungan saat ini menjadi sebuah isu politik yang global, lingkungan hidup

bukan semata-mata persoalan teknis tetapi juga terdapat persoalan moral didalamnya.

Tidak bisa disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini

baik pada lingkup global maupun lingkup nasional sebagian besar bersumber dari

perilaku manusia. Krisis lingkungan hidup dewasa ini hanya bisa diatasi dengan

melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Dibutuhkan

sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang

tetapi juga budaya masyarakat akhir tahun secara keseluruhan. Pada titik inilah

dibutuhkan etika lingkungan hidup.

Etika lingkungan hidup disini dipahami sebagai bagian dari kaidah atau norma

yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip

moral yang menjiwai perilaku manusia daalam berhubungan dengan alam tersebut. Lebih

luas etika lingkungan tidak hanya berbicara soal perilaku manusia terhadap alam tetapi

juga berbicara mengenai relasi diantara semua kehidupan alam semesta yaitu antara

manusia dengan manusia yang berdampak pada alam dan antara manusia dengan

makhluk hidup lain, termasuk di dalamnya kebijakan politik atau ekonomi yang

mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Etika lingkungan hidup

memiliki prinsip-prinsip dalam pelaksanaannya yaitu:

1. Sikap hormat terhadap alam

Hormat terhadap alam merupakan prinsip dasar manusia sebagai bagian dari alam

semesta, seperti halnya kewajiban dalam suatu komunitas sosial yang mempunyai

kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama. Dengan kata lain, alam mempunyai hak

untuk dihormati tidak hanya karena manusia hidup bergantung pada alam tetapi karena

kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam, manusia adalah

bagian dari komunitas ekologis.

2. Prinsip Tanggung Jawab

Kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta melahirkan sebuah

prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta

seluruhnya dan integritasnya maupun terhadap keberadaan dan kelestarian setiap bagian

dan benda di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Tanggung jawab ini tidak

hanya bersifat individual tetapi juga kolektif. Prinsip tanggung jawab ini menuntut

manusia untuk mengambil prakarsa, usaha kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata

untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Wujud konkretnya semua orang harus

bisa menjaga dan melestarikan alam serta mencegah atau memulihkan kerusakan yang

timbul. Tanggung jawab ini terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang atau

menghukum siapa saja yang secara sengaja atau tidak sengaja merusak atau

membahayakan keseimbangan lingkungan.

Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan sosial. Pelaksanaan

keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu

tertentu. Secara tradisional keadilan sosial hampir selalu dikaitkan dengan kondisi kaum

buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang

kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis

berlaku juga dalam konteks lingkungan hidup. Contohnya jika di Eropa, satu perusahaan

memutuskan untuk tidak lagi membuang limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas

air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan

perusahaan di kawasan itu yang tetap mencemari laut dengan membuang limbahnya.

Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan

hidup memang mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan sosial yang berdimensi

global. Sudah terdapat Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan

hidup di banyak negara. Di beberapa Negara di Eropa Barat juga terdapat partai politik

yang memiliki sebagian program pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup.

Walaupun di bidang lingkungan hidup sebagai masalah keadilan sosial para individu

masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya

hanya diam saja. Keadilan sosial dalam konteks lingkungan hidup lebih mudah terwujud

dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, daripada keadilan sosial pada taraf

perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi yang tidak begitu tajam.

Masalah lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua. Jika ada kesadaran

umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan ekologis.

D. Etika penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance)

Good governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik

dalam perjalanan roda pemerintahan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pencapaian visi dan misi secara efektif dan

efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem

kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan menentukan sejauh mana tujuan

penyelenggaraan pemerintahan bisa dicapai dan diwujudkan. Paradigma penyelenggaraan

pemerintahan yang benar adalah pemerintah menjalankan tugasnya berdasarkan

kehendak dan aspirasi masyarakat demi menjamin kepentingan masyarakat terpenuhi.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik itu dapat mensyaratkan beberapa hal:

1. Dalam prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik pemerintah itu sendiri harus

benar-benar efektif dalam memerintah. Karena apabila selama menjalankan

pemerintahan, pemerintah tidak efektif dan lemah kekuasaan, maka pemerintah akan

menjadi bulan-bulanan dan menjadi alat permainan kepentingan. Hal ini menyebabkan

penyelenggaraan pemerintahan dibelokkan dari esensinya yang benar untuk melayani

kepentingan kelompok tertentu dan mengabaikan kepentingan rakyat banyak. Untuk

memenuhi persyaratan ini pemerintah harus kuat, kuat disini berarti mampu melawan

berbagai politik kepentingan sempit yang bermaksud menyelewengkan kepentingan

pemerintahan itu sendiri.

2. Prasyarat berikutnya untuk penyelenggaraan pemerintahan yang baik pemerintah harus

tunduk kepada aturan hukum yang berlaku. Ini berarti penyelenggaraan pemerintahan

harus benar-benar menjadi contoh yang baik dalam mematuhi hukum. Hanya dengan

jalan ini, ada aturan main yang jelas yang dapat dijadikan pegangan bersama dalam

menyelenggarakan kehidupan bersama yang menjamin kepentingan bersama. Tanpa

kepatuhan terhadap hukum ini oleh penyelenggara pemerintahan, maka akan sulit

terjadinya kepastian hukum. Akibatnya sistem penyelenggaraan pemerintah akan menjadi

rusak sehingga mustahil tercipta penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

3. Keadilan Sosial

Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, selain menjadi subjek

pemerintah juga dapat berperan sebagai wasit dan penjaga aturan hukum yang ada demi

menjamin kepentingan bersama seluruh rakyat. Pemerintah harus menjadi pihak yang

netral dengan memperlakukan semua orang dan kelompok secara sama dan berdasarkan

hukum yang berlaku, sehingga tidak boleh ada perlakuan diskriminatif dari pemerintah

terhadap individu atau kelompok tertentu. Dengan jalan ini maka pemerintah dapat

menjamin bahwa hukum dapat ditegakkan sehingga terselenggara pemerintahan yang

baik sebagaimana yang dicita-citakan.

Prinsip-prinsip tersebut harus terlihat dalam penyelenggaraan pemertintahan yang

baik, ada hubungan yang sangat erat antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik

dengan pengelolaan lingkungan hidup. Bahkan ada korelasi sangat positif terkait

keduanya, penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan mempengaruhi dan

menentukan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Tanpa penyelenggaraan

pemerintahan yang baik sulit untuk mewujudkan adanya pengelolaan lingkungan yang

baik, komitmen ini sangat dibutuhkan karena pemerintah dapat bertindak sebagai subjek,

objek atau bahkan pengawas dalam pengelolaan lingkungan. Setiap tindakan yang

diambil pemerintah akan membawa dampak luas bagi bangsa dan negara. Dalam

melaksanakan prinsip etika ini pemerintah menterjemahkan ke dalam penyusunan

berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi pegangan dalam penegelolaan

lingkungan hidup dan diaplikasikan ke dalam berbagai kebijakan operasional.

BAB III

UNSUR

A. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan

Pemerintah No. 29 Tahun 1986. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami

beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23

Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya

dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi

pelaksanaan AMDAL. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka

PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999,

pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27

Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.

Dalam PP No. 27 Tahun 1999, AMDAL merupakan kajian mengenai dampak

besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan

hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan

usaha dan / atau kegiatan. Hal ini juga tertuang dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH) No.32 Tahun 2009, pasal 1 ayat 11.

Dalam UUPPLH pasal 22 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap usaha dan / atau

kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.

Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria :

a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan / atau

kegiatan;

b. luas wilayah penyebaran dampak

c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung

d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak

e. sifat kumulatif dampak

f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak ; dan/atau

g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kriteria usaha dan / atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi

dengan amdal terdiri atas:

a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam

b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan

c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam

dalam pemanfaatannya

d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,

lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya

e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan

konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya

f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik

g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati

h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggidan/atau mempengaruhi pertahanan negara;

dan/atau

i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk

mempengaruhi lingkungan hidup

B. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Dalam UUPPLH No. 32 tahun 2009 menyebutkan bahwa pemerintah daerah

wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan

telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan / atau

kebijakan, rencana, dan / atau program. KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis,

menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah

dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan / atau

kerusakan lingkungan hidup. KLHS dilaksanakan dengan mekanisme :

a. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan / atau program terhadap kondisi lingkungan

hidup di suatu wilayah

b. Perumusan alternative penyempurnaan kebijakan rencana, dan / atau program

c. Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau

program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

KLHS memuat kajian antara lain :

a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan

b. Perkiraan mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup

c. Kinerja layanan / jasa ekosistem

d. Efisiensi pemanfaat sumber daya alam

e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim.

f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

C. Master Plan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)

Selama beberapa tahun pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda telah

bekerja bersama-sama untuk mengurangi dan mencegah banjir di Ibukota Negara

Indonesia. Kerjasama ini telah menghasilkan Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS)/

Strategi Pertahanan Pesisir Jakarta (SPPJ) pada 2001. Kerja sama bilateral ini diteruskan

pada proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) /

Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN). Proyek ini memakan biaya

sekitar 600 triliun.

Proyek Masterplan NCICD ini merupakan pengembangan dari dikembangkan di

bawah bimbingan langsung dari Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemerintah

Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan merupakan hasil kerja sama jangka panjang antara

Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda di bidang pengelolaan air. Tujuan utama

Master Plan NCICD ini adalah untuk memberi perlindungan jangka panjang untuk

Jakarta dari banjir dari sungai dan air laut, dan di saat yang bersamaan Master Plan ini

akan memfasilitasi pengembangan sosio-ekonomi Jakarta.

Terdapat 3 (tiga) tipe banjir di Ibukota Jakarta. Yang pertama, hujan lebat di kota

yang dikombinasikan dengan kapasitas penyimpanan air yang tidak mencukupi telah

menghasilkan genangan. Karena curah hujan yang berlebihan di kota ini mengalir kearah

wilayah pesisir yang berdataran rendah, daerah inilah yang paling rentan terhadap banjir

tipe ini. Tipe banjir kedua datang dari sungai-sungai dan kanal-kanal sebagai akibat

tingginya laju aliran di hulu. Pada banyak tempat kapasitas sistem air saat ini tidak

mencukupi. Tanggul sungai tidak cukup tinggi atau cukup kuat dan sungai-sungai, anak

sungai dan pompa tersumbat oleh sedimen dan sampah. Akibatnya sungai-sungai ini

meluap. Tipe banjir ketiga datang dari laut ketika tanggul laut, dan tanggul sungai di

daerah pesisir, tidak cukup tinggi atau cukup kuat. Ketika laut berada di muka air

tertinggi, tanggul-tanggul ini terlimpasi, dan air laut membanjiri kota ini seperti yang

terjadi pada tahun 2007.

Master Plan ini bermaksud untuk mencegah tipe ketiga banjir. Saat ini tipe ketiga

banjir ini sangat mungkin terjadi karena pertahanan banjir Jakarta sudah tidak mencukupi

lagi. Survey pendahuluan dari 2013 memperlihatkan bahwa saat ini lebih 40% pertahanan

banjir di daerah pantai tidak mampu menahan muka air laut tertinggi. Untuk mengatasi

banjir tipe banjir ketiga ini, pemerintah DKI Jakarta merencanakan membangun Tanggul

Raksasa. (Giant Sea Wall)

Tanggul Raksasa (Giant Sea Wall) ini akan dibangun sepanjang 37 - 40km mulai

dari Bekasi hingga Tangerang, dan dibagi ke dalam 3 (tiga) fase. Fase Pertama yaitu

revitalisasi pesisir yang terdiri dari penguatan tanggul laut dan tanggul sungai yang ada,

yang perlu untuk mempertahankan Jakarta dalam kondisi aman selama beberapa tahun ke

depan. Fase ditargetkan selesai pada tahun 2017. Fase kedua adalah terdiri atas penutupan

bagian barat Teluk dengan Tanggul Laut Luar. Dibagian barat Jakarta penurunan muka

tanah ini tertinggi, yang membuat penutupan bagian barat teluk ini menjadi yang paling

diperlukan. Pembangunan konstruksi tanggul terluar ini dengan tembok bergambar

garuda raksasa di laut dalam. Penutupan bagian timur teluk ini (Fase Ketiga) hanya

diperlukan jika usaha untuk memperlambat atau menghentikan penurunan muka tanah di

bagian timur tidak berhasil. Ini akan menjadi pengembangan jangka panjang yang

tergantung pada hasil-hasil pemantauan. Fase ketiga ini disebut dengan Jakarta Giant Sea

Wall / Tanggul Raksasa yang proses ground breaking-nya sudah dilaksanakan pada

Oktober 2014. Sementara fase pertama dan fase kedua dilaksanakan secara paralel

dengan proses konstruksi fase ketiga.

Menurut Kajian Awal Proyek Giant Sea Wall akan menyebabkan beberapa

dampak lingkungan. Dampak Lingkungan yang akan muncul ini adalah :

Hutan Bakau

Penutupan teluk ini akan mempercepat degradasi hutan bakau. Teluk ini akan

berubah menjadi waduk air tawar dengan keadaan hidrolik yang berbeda, yang

membuat hutan bakau tidak mungkin berkompetisi dengan spesies lain yang toleran

terhadap air yang kurang asin. Hutan bakau air payau yang tersisa akan berubah

menjadi habitat air tawar.

Mutu Air

Penutupan teluk ini membuat pembersihan sungai-sungai menjadi keharusan.

Penutupan ini menciptakan momentum untuk melaksanakan upaya-upaya sanitasi

dan karenanya mempunyai dampak positif terhadap mutu air. Di samping itu juga,

pelaksanaan ini mempunyai pengaruh positif terhadap keadaan kehidupan di

sepanjang sungai-sungai dan garis pantai. Peningkatan mutu air mempengaruhi

pengaruh positif terhadap ekosistem laut dan memungkinkan peningkatan

produktivitas perikanan.

Kehidupan laut

Penutupan teluk ini akan mengubah Teluk Jakarta menjadi danau retensi air tawar

yang memiliki dampak besar terhadap keadaan ekologis Teluk Jakarta. Spesies laut

yang menetap, jenis ikan dan benthos akan musnah.

Mega proyek NCICD ini juga secara inheren penuh resiko. Ukuran proyek,

kompleksitas dan durasi menciptakan berbagai resiko teknis, keuangan dan organisasi.

Tiga risiko besar proyek NCICD adalah:

Pembangunan ekonomi jangka menengah dan panjang yang tidak menentu.

Penurunan sementara pertumbuhan ekonomi bisa berdampak pada harga real estat

dan akibatnya pada kasus bisnis dan dalam kasus terburuk, kecepatan realisasi

Garuda Megah.

Ketersediaan pasir. Ada permintaan besar pasir untuk reklamasi lahan, tetapi hanya

daerah sumber terbatas. Harga pasir dan biaya transportasi bisa dengan mudah naik

apabila pasir harus didatangkan dari daerah sumber yang jauh

Kualitas Air. Upaya untuk membersihkan air drainase perkotaan dengan

pembangunan sistem saluran dan pengolahan air limbah harus dipercepat secara

signifikan. Namun, ini bukan tugas yang mudah di kota yang berpenduduk padat.

Jika kualitas air tidak membaik, kualitas air di waduk akan buruk., mempengaruhi

baik penduduk dan potensi pasar Garuda Megah dan menghalangi penggunaan

waduk sebagai sumber pasokan air baku.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Permasalahan Pembangunan Giant Sea Wall dalam proyek NCICD

Giant Sea Wall ini belum memenuhi persyaratan teknis berupa dokumen Analisis

Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

AMDAL ini sangat penting karena merupakan kajian mengenai dampak besar yang

direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan

tentang proyek ini, sedangkan KLHS ini penting karena dokumen ini memuat rangkaian

analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip

pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan

Giant Sea Wall.

Beberapa ahli menyatakan pembangunan tanggul akan berakibat terhadap kualitas

air di dalam tanggul akan memburuk secara progresif. Hal ini ditandai dengan perubahan

signifikan parameter lingkungan, seperti kenaikan biological oxygen demand (BOD)

lebih dari 100 persen, penurunan dissolved oxygen (DO) lebih dari 20 persen, dan

penurunan salinitas air lebih dari 3 persen. Selain itu pembangunan ini menyebabkan

adanya penutupan dua pelabuhan perikanan Nusantara, sehingga ribuan nelayan harus

dipindahkan dan pembangkit listrik Muara Karang juga harus ditutup karena aliran

pendingin tidak tersedia.

Terkait dengan pembangunan tersebut, timbulnya kritik dari beberapa aktivis

lingkungan dan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan yang menganggap pembangunan Giant Sea Wall (GSW) tersebut tidak

berpihak pada lingkungan hidup. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara)

mengungkapkan bahwa ada banyak dampak yang muncul akibat pembangunan GSW di

Teluk Jakarta bagi nelayan. Beberapa dampak yang akan muncul akibat pembangunan

GSW di Teluk Jakarta bagi para nelayan :

1. Pembangunan GSW ini dinilai tidak layak secara aspek antara lain aspek lingkungan,

ekonomi dan sosial. Pemerintah selama ini terindikasi tidak membuka informasi kepada

publik. Bahkan pemerintah juga tidak pernah mengajak berdiskusi atau diberikan

informasi kepada masyarakat nelayan di Jakarta Utara yang nantinya akan terdampak

oleh proyek itu. Pembangunan GSW hanya diperuntukkan bagi kalangan elite saja.

Berikut adalah tabel dampak pembangunan Giant Sea Wall dalam proyek NCICD di

Teluk Jakarta bagi beberapa nelayan berdasarkan sumber data dan informasi Kiara antara

lain :

2. Dampak terhadap lingkungan adalah banyaknya ekosistem yang akan rusak contohnya

hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Ketiga ekosistem tersebut penentu

produksi perikanan karena berperan sebagai spawning ground, nursery ground, dan

feeding ground. Kehilangan itu semua akan berdampak pada sangat berkurangnya hasil

tangkapan nelayan. Mangrove dan Padang lamun juga merupakan penangkap karbon

yang andal melebihi hutan darat sehingga kehilangannya dapat membuat pemerintah

tidak mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26 % tanpa bantuan asing

3. Mengorbankan perempuan nelayan yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga

nelayan dalam membantu mengolah ikan secara tradisional.

4. Sumber daya ikan yang hilang dari pesisir membuat nelayan harus melaut jauh dari

pantai sehingga memakan biaya sangat tinggi dan juga sangat berisiko dalam hal

keselamatan melaut.

B. Pelanggaran Giant Sea Wall terhadap Prinsip-prinsip Etika

Pembangunan NCICD ini terbagi dalam tiga tahap, yakni tipe A, B, dan C.

NCICD tipe A merupakan proyek reklamasi pulau ditambah dengan peninggian tanggul

rob setinggi 5 kilometer di bibir pantai utara sepanjang 63 kilometer, yang membentang

di sepanjang Teluk Jakarta, dari Tangerang hingga Bekasi.Kemudian, tipe B ialah

pembangunan konstruksi tanggul terluar dengan tembok bergambar garuda raksasa di laut

dalam, sedangkan tipe C ialah pembangunan Jakarta Giant Sea wall (GSW) atau yang

dikenal dengan Tanggul Raksasa. Proyek pembangunan Giant Sea Wall alias Tanggul

Raksasa Jakarta terus menjadi perdebatan. Awalnya, pemerintah bakal membangun

bendungan itu pada tahun ini. Namun karena berbagai permasalahan yang muncul,

mengakibatkan pengerjaan mega proyek itu tertunda.

Peletakan batu pertama pembangunan GSW telah dilakukan pada tanggal 9

Oktober 2014 lalu, dan diresmikan secara langsung oleh Menteri Koordinator

Perekonomiam Chairul Tanjung. Pemerintah dan pihak terkait sepakat untuk memulai

pembangunan bendungan raksasa atau proyek GSW tahap pertama sepanjang 33

kilometer yang diharapkan selesai dalam tiga tahun, yaitu pada 2017. Disamping itu

pembangunan proyek ini juga menelan Rp 500 triliun hingga 2030. Rencanannya dari

keseluruhan proyek sepanjang 33 kilometer tersebut, 8 (delapan) kilometer akan

dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta, sedangkan sisanya dibangun oleh swasta.

Paparan diatas adalah gambaran bahwa proyek pembangunan tanggul raksasa

memiliki dampak yang melanggar prinsip etika lingkungan dalam pembangunan yang

menyebutkan bahwa dalam pembangunan tidak hanya hanya persoalan fisik dan

keuntungan ekonomi semata, tetapi juga perlu diperhatikan permasalahan sosial budaya.

Dampak yang melanggar etika lingkungan adalah :

Kerusakan ekosistem dimana pembangunan GSW ini akan banyak menghilangkan hutan

bakau (mangrove) yang ada di sepanjang pesisir teluk Jakarta. Mangrove adalah ‘rumah’

bagi berbagai macam ekosistem pesisir. Selain itu padang lamun dan terumbu karang

juga akan rusak juga.

Kerusakan di bidang sosial juga akan dialami oleh masyarakat pesisir. Dampak sosial

tersebut dapat dialami oleh ribuan masyarakat pesisir yaitu kehilangan pekerjaan,

kehilangan budaya dan kehilangan ruang terbuka hijau karena reklamasi. Reklamasi atau

GSW menyebabkan peninggian muka air laut. Dengan alat yang tidak memadai, akan

sulit bagi nelayan untuk bekerja seperti biasa. Jika proyek ini dilaksanakan sedikitnya

16.855 nelayan akan kembali lagi digusur dari ruang hidup dan ruang usahanya.

Dari sisi etika dan pembangunan, pembangunan Giant Sea Wall ini juga

melanggar etika pembangunan karena GSW ini hanya memperhatikan pembangunan

ekonomi yaitu perbaikan standar kehidupan khususnya standar material. Tujuan awal dari

proyek NCICD ini adalah menanggulangi banjir Jakarta, namun setelah melakukan

pengkajian, proyek NCICD ini diperkirakan akan menimbulkan dampak material yang

begitu besar berupa : (1) biaya kerugian yang dialami oleh banyak masyarakat terutama

nelayan atas kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian karena pemerintah harus

memberikan ganti rugi akan kehilangan tempat tinggal (2) biaya rehabilitasi lingkungan

yang timbul setelah proyek ini berjalan sangat besar contohnya biaya kerusakan

ekosistem pesisir (3) biaya pembangunan infrastruktur pendukung sangat besar dimana

pengembangan tanggul dan danau retensi akan mengharuskan relokasi semua

infrastruktur karena ; temperatur dalam danau akan menjadi terlalu panas untuk

berfungsinya pembangkit listrik secara efisien dan infrastruktur komunikasi dan energi

akan tertimbun dan rusak akibat dibangunnya tanggul dan reklamasi. Pada akhirnya

pembangunan NCICD ini merugikan banyak kualitas kehidupan dan disinyalir hanya

menguntungkan beberapa pihak swasta adalah investor dan developer proyek karena hasil

dari proyek NCICD ini berupa bangunan-bangunan mewah yang akan digunakan oleh

kaum elite saja.

Permasalahan ini juga tidak terceminkannya penyelenggaraan pemerintahan

yang baik (Good Governance) dalam rencana pembangunan GSW ini. Merujuk pada

prinsip etika penyelenggaraan pemerintah yang baik penyelenggaraan pemerintahan

harus benar-benar menjadi contoh yang baik dalam mematuhi hukum. Hal ini terlihat

telah dilaksanakannya proses ground breaking proyek pada bulan Oktober 2014 lalu,

padahal proses pengkajian analisis dampak lingkungan (AMDAL) dari Kementerian

Lingkungan Hidup belum diterbitkan. Dikemukakan oleh Asisten Deputi Bidang

Pengaduan dan Pelaksana Sanksi Administrasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)

memastikan bahwa Proyek Tanggul Laut Raksasa belum memiliki izin Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan Kajian Lingkungan Hidup

Strategis. Izin AMDAL juga belum dimiliki dari Kementrian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan bagi para pengembang Giant Sea Wall proyek NCICD ini. Hal ini juga

melanggar Pasal 111 UU Lingkungan Hidup No 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa

pejabat harus menerbitkan izin lingkungan hidup sebelum proyek dikerjakan. Jika tidak,

maka akan terdapat konsekuensi pidana.

Selain itu, hal ini juga melanggar prinsip-prinsip etika penyelenggaraan

pemerintah yang lain yaitu: tidak dipenuhinya beberapa persyaratan teknis berupa

AMDAL dan KLHS, memperlihatkan bahwa pemerintah tidak dapat memposisikan diri

sebagai pengawas bagi pengambilan kebijakan terkait pelaksanaan proyek GSW karena

segala persyaratan dokumen kajian teknis ini sudah ada di peraturan perundang-undangan

yang disusun sendiri oleh pemerintah. Pemerintah sebagai subjek pembangunan telah

berhasil menyusun berbagai tools dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup yang baik

namun gagal sebagai pengawas karena tidak mematuhi ketentuan mengenai pengelolaan

lingkungan hidup itu sendiri. Sebagai pengawas, pemerintah harus mempunyai komitmen

moral sehingga memungkinkan mereka menjalani peran secara profesional.

Dalam UU LH No. 32 Tahun 2009 Pasal 22 menyatakan bahwa setiap usaha yang

berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Giant Sea Wall

dalam proyek NCICD ini wajib menyertakan AMDAL karena :

Mengubah bentuk lahan atau bentang alam karena adanya reklamasi lahan dengan

menutup tanggul laut luar. Sehingga yang awalnya merupakan laut, akan diciptakan

menjadi daratan baru seluas 1.250ha untuk infrastruktur dan pengembangan perkotaan.

Reklamasi lahan pada sisi dalam tanggul laut akan memiliki ketinggian muka tanah

±3.77mLWS-2012

Mengeksploitasi SDA baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.

Proses dan kegiatan Giant Sea Wall ini secara potensial menimbulkan pencemaran /

kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan SDA dan

pemanfaatannya. Kerusakan yang akan disebabkan oleh Giant Sea Wall ini adalah

kerusakan lingkungan laut, dimana spesies laut yang menetap, jenis ikan dan benthos

akan musnah, kerusakan hutang mangrove dan padang lamun dan terumbu karang dan

akan menyebabkan bencana ekologis yang besar.

Proses dan kegiatan Giant Sea Wall dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan

buatan serta lingkungan sosial budaya.; Ada beberapa yang hilang akibat Giant Sea Wall

yaitu hilangnya Ruang Terbuka Hijau, hilangnya mata pencaharian para nelayan akibat

penutupan dari 2(dua) pelabuhan, dan kehilangan budaya di sekitar pesisir oleh para

nelayan.

Kegiatan ini memilik resiko yang tinggi dan mempengaruhi pertahanan laut dan

pengembangan kota ke arah laut. Giant Sea Wall ini dirancang karena pemerintah

menganggap bahwa Pertahanan Laut saat ini sudah tidak memadai karena memiliki

resiko yang tinggi akibat penurunan muka tanah, sehingga pemerintah merancang proyek

Giant Sea Wall ini.

Penerapan teknologi Proyek Giant Sea Wall ini akan mempunyai potensi besar untuk

mempengaruhi lingkungan hidup.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang membuat KLHS proyek

Giant Sea Wall dalam proyek NCICD. KLHS ini diperkirakan selesai pada tahun 2015.

Seyogianya, KLHS harus dibuat terlebih dahulu sebagai acuan dasar dalam rencana

pembuatan dokumen amdal. KLHS diharapkan tidak hanya mencakup isu sanitasi dan

kualitas air saja, namun juga harus mencakup perkiraan dampak dan resiko lingkungan ,

termasuk kinerja layanan / jasa ekosistem dan tingkat ketahanan dan potensi

keanekaragaman hayati.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pembangunan Giant Sea Wall (GSW) dalam proyek National Capital Integrated

Coastal Development (NCICD) ini melanggar beberapa prinsip etika yaitu (1) etika

lingkungan dimana proyek ini tidak memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan

hidup sehingga disinyalir akan menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan yang

mencakup kerusakan ekosistem serta kerusakan sosial, (2) etika pembangunan; proyek ini

tidak mencerminkan tujuan dari etika pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat tetapi akan menurunkan kualitas kehidupan masyarakat khususnya

masyarakat pesisir dan hanya untuk kepentingan ekonomi semata dan tidak

memperhatikan aspek sosial budaya, (3) etika penyelenggaraan pemerintahan yang baik

(good governance); hal ini tercermin dari tidak dipenuhinya persyaratan teknis

administratif pelaksanaan pembangunan yang berupa dokumen AMDAL dan KLHS.

Kedua dokumen tersebut penting karena sudah tercantum dalam peraturan perundang-

undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah namun dalam pelaksanaannya tidak

dipenuhi.

Dilihat dari sejumlah prinsip etika yang dilanggar, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa belum adanya komitmen moral pemerintah dalam rencana

pembangunan GSW proyek NCICD ini. Komitmen moral ini berupa penerapan etika

secara konkret, bahwa etika tidak hanya membutuhkan pemahaman sebagai acuan untuk

melakukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh tetapi juga membutuhkan komitmen

dalam penerapannya, karena etika bukan merupakan peraturan yang tertulis tetapi

merupakan prinsip dasar yang harus menjadi dasar dalam setiap kebijakan yang diambil

oleh pemerintah.

B. Saran

Prinsip etika sangat penting dalam proses pembangunan. Pembangunan itu sendiri

terdiri dari 3(tiga) tahapan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Sudah seharusnya prinsip etika menjadi salah satu hal yang penting yang harus dijadikan

dasar dalam setiap tahapan pembangunan demi tercapainya tujuan pembangunan yang

bertanggung jawab terhadap alam dan manusia serta memenuhi keadilan sosial. Khusus

dalam penerapannya, pada tahap perencanaan suatu kebijakan sangat diperlukan

pemahaman yang mendalam terhadap aspek sosial khususnya pemahaman terhadap

masyarakat. Aspirasi, kebutuhan dan permasalahan dalam masyarakat ini harus dipenuhi

oleh pemerintah, masyarakat disini harus meliputi semua kalangan karena apapun

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah masyarakatlah yang akan merasakan dampak

langsung akibat kebijakan tersebut. Disamping aspek sosial, aspek lingkungan

merupakan bagian yang penting juga diperhatikan karena hubungan antara manusia dan

lingkungan tidak dapat dipisahkan sehingga dalam pembangunan manusia harus

bertanggung jawab terhadap lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, A.Sonny.2010.Etika Lingkungan Hidup.Kompas.Jakarta

Saturi, Sapariah,2014. Giant Sea Wall, Berikut Dampak Bagi Lingkungan dan

Nelayan.www.mongabay.com, diakses 14 Desember 2014

Winarno,Budi.2013.Etika Pembangunan.CAPS.Yogyakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 32 Tahun 2009.Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia,2014.Master

Plan.Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN).Jakarta

______________,2014.Tanggul Laut Beresiko.www.kompas.com, diakses 14 Desember 2014

______________,2014.Tanggul Laut Wajib Memiliki AMDAL.

www.sinarharapan.co.news,diakses 9 Desember 2014