PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...

126
PERGESERAN HARTA PUSAKO TINGGI MENJADI HARTA PUSAKO RANDAH DI KENAGARIAN BATU TABA AMPEK ANGKEK AGAM Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : Muhammad Sidik NIM. 11140440000037 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2018 M/ 1439H

Transcript of PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...

PERGESERAN HARTA PUSAKO TINGGI MENJADI HARTA PUSAKO

RANDAH DI KENAGARIAN BATU TABA AMPEK ANGKEK AGAM

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Muhammad Sidik

NIM. 11140440000037

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2018 M/ 1439H

ABSTRAK

Muhammad Sidik. NIM 11140440000037. Pergeseran Harta Pusako Tinggi

Menjadi Harta Pusako Randah di Kenagarian Batu Taba Ampek Angkek Agam.

Skripsi Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M. (79 halaman, dan

32 halaman lampiran).

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik pewarisan harta

pusaka tinggi yang terjadi dalam masyarakat adat Minangkabau di Batu Taba dan

mengetahui bagaimana pergeseran harta pusaka tinggi menjadi harta pusaka rendah

itu terjadi dan penyebabnya, serta mengetahui bagaimana pandangan masyarakat adat

dan ulama di Kenagarian Batu Taba kecamatan Ampek Angkat Kabupaten Agam

terhadap pergeseran harta pusaka tinggi menjadi pusaka rendah tersebut

Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (field research), dan

merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini bersifat analitik merupakan

kelanjutan dari penelitian deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar

memaparkan karakteristik tertentu. Tetapi juga menganalisa dan menjelaskan

mengapa atau bagaimana hal itu terjadi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan pendekatan sosiologi hukum. Kriteria data yang digunakan adalah

wawancara, studi pustaka, dan studi dokumentasi.

Pewarisan harta itu harus segaris keturunan ibu yaitu yang mendapatkan harta

pusaka tinggi itu hanya pihak perempuan yang ada dalam kaum itu dan apabila

diberikan secara ganggam bauntuak harta itu harus dijaga sampai punah keturunan

yang ada dalam keluarga itu. Apabila sudah punah atau tidak ada lagi anak

perempuan yang akan menjawab dari harta pusaka tersebut, maka harta itu di

kembalikan kepada kaumnya. Pergeseran harta pusaka tinggi di disebabkan oleh dua

hal, yang pertama harta pusaka tinggi disertifikatkan, harta pusaka tinggi itu tidak

boleh disertfikatkan, apabila sudah disertifikatkan maka harta itu secara otomatis

sudah berubah langsung statusnya menjadi harta pusaka rendah, yang kedua harta

pusaka tinggi dijual, bahwa penyebab orang menjual yang paling tinggi di nagari ini

adalah karena faktor ekonomi. Harta pusaka tinggi ini yang sebenarnya tidak boleh

dijual karena harta itu hanya boleh digadaikan saja apabila mempunyai 3 masalah

yaitu gadih tuo indak balaki, rumah gadang katirisan, mayik tabujua tangah rumah.

Zaman kini sudah modern tetapi eksistensi harta pusaka tinggi harus dijaga sampai

kapanpun. Harta pusaka ini akan merupakan tiang dari berdirinya sistem kekerabatan

di Minangkabau yang merupakan dengan sistem kekerabatan Matrilineal. Harta

pusaka tinggi hanya boleh dipakai dan diolah, tidak boleh disertifikatkan apalagi

sampai di perjualbelikan.

Kata kunci : Adat Minangkabau, Pergeseran Harta Pusaka, Harta

Pusaka Tinggi, Harta Pusaka Rendah, Kenagarian Batu

Taba,

Pembimbing : Dr. Hj. Azizah, MA

Daftar pustaka : 1968 - 2018

i

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرمحن الرحيم

Segala puji bagi Allah SWT, tuhan semesta alam, yang telah memberikan

limpahan rahmat dan karunianya kepada umat manusia di muka bumi ini,

khususnya kepada penulis. Shalawat beriringan salam disampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW, keluarga serta para sahabatnya yang merupakan suri tauladan

bagi seluruh umat manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menerima bantuan dari

berbagai pihak, sehingga dapat terselesainya atas izin-Nya. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil

Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum

2. Dr. H. Abdul Halim, MA. Ketua Progam Studi Hukum Keluarga beserta

Sekretaris Prodi Hukum Keluarga, Indra Rahmatullah, SHI.,MH yang

senantiasa memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi ini.

3. Dr. Hj. Azizah, MA., Dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah sabar

dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam proses

penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Mesraini, M.Ag., Dosen penasehat akademik penulis, yang telah sabar

mendampingi hingga semester akhir dan telah membantu penulis dalam

merumuskan desain judul skripsi ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis selama

masa perkuliahan. yang tidak bisa penulis sebut semuanya tanpa mengurangi

rasa hormat penulis.

ii

6. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Staf

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Staf Perpustakaan Daerah

Sumenep yang telah memberikan pelayanan kepada penulis serta memberikan

fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

7. Para narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan data-

data terkait penelitian ini, bapak Raymond Ramli, Kasman, Zulhadia,

Yulnedi, Awis Karni Husein dan yang memberi data yang tidak dibolehkan

menyebutan namanya.

8. Teristimewa buat keluarga, ayahanda Ibrahim NK dan ibunda Ifda, yang tak

pernah berhenti untuk memberikan dukungan dan mendoakan penulis dalam

menempuh pendidikan. Kakak ku Muhammad Fajri dan adik ku Muhammad

Zikri, Muhammad Taufik Hidayat, dan Gina Raudhatul Jannah.

9. Teman-teman seperjuangan penulis Fajri Ilhami S.H, Muhammad Irsyad,

Ryandi Rahmat, Abdurrahman Halim, Herman Ardi S.H, Azmi Fathoni Arja,

Habiburrahman, Hussen, Mulyadi, yang senantiasa meluangkan waktu

berdiskusi.

10. Teman-teman Hukum Keluarga UIN Jakarta khususnya angkatan 2014, yang

telah berbagi ilmu dan bertukar pikiran dengan penulis. Semoga ilmu yang

kita dapatkan menjadi ilmu yang bermanfaat.

11. Teman-teman KMM (Keluarga Mahasiswa Minangkabau) Ciputat khususnya

angkatan 2014, yang telah berbagi ilmu dan selalu, mendoakan penulis

sehingga selesainya skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk

mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.

Jakarta, 28 Mei 2018

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN

LEMBARAN PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................. 7

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ........................ 8

D. Tujuan Penelitian .................................................................. 8

E. Manfaat Penelitian ................................................................. 9

F. Review Studi Terdahulu ........................................................ 9

G. Metodelogi Penelitian ............................................................. 12

H. Sistematika Penulisan ............................................................. 13

BAB II : KONSEP UMUM HARTA PUSAKA (WARIS) DALAM

HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT MINANGKABAU

A. Kewarisan dalam Hukum Islam ............................................ 15

1. Pengertian Hukum Waris Islam ..................................... 15

2. Dasar Hukum Waris ....................................................... 15

3. Harta Warisan dalam Islam ............................................ 18

4. Ahli Warits ..................................................................... 21

5. Bagian-Bagian yang Telah Ditentukan Dalam

iv

Al-Quran ......................................................................... 21

B. Pengertian Harta Pusaka ........................................................ 25

1. Dari Segi Wujud Bendanya ............................................ 27

2. Dari Segi Bentuknya ...................................................... 27

3. Macam Harta Pusaka dari Segi Asalnya ........................ 28

4. Macam Harta dari Segi Hak Penggunaannya .................. 33

5. Macam Harta yang Menyangkut Kehidupan Suami

Istri dalam Perkawinan ................................................... 34

6. Macam Harta dari Segi Tersangkutnya Hak Orang Lain

di dalamnya .................................................................... 36

C. Pembagian Harta Pusako Tinggi ........................................... 37

D. Kedudukan Harta Pusako Tinggi dalam Hukum Adat .......... 40

E. Harta Pusako Tinggi Sebagai Harta Kaum ............................ 41

1. Rumah Gadang Katirisan ............................................... 42

2. Gadih Tuo Indak Balaki ................................................. 43

3. Mayik Tabujua Tangah Rumah ...................................... 44

4. Mambangkik Batang Tarandam ..................................... 44

BAB III : PROFIL KENAGARIAN BATU TABA KECEMATAN IV

ANGKEK KABUPATEN AGAM

A. Gambaran Umum Kondisi Kenagarian Batu Taba ................ 46

B. Pola Umum Adat Minangkabau ............................................ 56

1. Adat Nan Sabana Adat ...................................................... 56

2. Adat Nan Diadatakan ........................................................ 58

3. Adat Nan Taradat .............................................................. 59

4. Adat Istiadat ...................................................................... 59

BAB IV : PERGESERAN NILAI HARTA PUSAKA TINGGI MENJADI

HARTA PUSAKA RENDAH DALAM HUKUM ADAT

MINANGKABAU

A. Faktor-Faktor Penyebab Pergeseran Harta Pusako Tinggi

Menjadi Harta Pusako Randah .............................................. 61

v

B. Pandangan Masyarakat Adat dan Ulama Terhadap

Pergeseran Harta Pusako ....................................................... 66

C. Pewarisan Adat Minangkabau di Kenagarian Batu Taba ...... 69

D. Nilai Filosofi dalam mempertahankan Harta Pusako

Tinggi .................................................................................... 70

E. Analisis Penulis ..................................................................... 71

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 78

B. Saran ...................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Harta warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu

baik harta maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada

keluarganya yang masih hidup. Hukum kewarisan Islam diatur dalam Al-Qur’an dan

Hadits. Al-Qur’an menentukan hubungan darah dan perkawinan. Ayat Al-Qur’an

yang mengandung kaidah hukum yang sangat strategis tentang hukum waris terdapat

dalam surat An-Nisaa’ ayat 7:1

ك ر ا ت م اء نصيب م س لن ل ون و ب ر ق ال ان و د ال و ك ال ر ا ت م ال نصيب م ج لر ل

ا وض ر ف ا م يب ر نص ث و ك أ ه ن ا قل م م ون م ب ر ق ال ان و د ال و ال

Artinya:”bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan

kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-

bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah

ditetapkan.”

Ayat ini menjelaskan laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam

hak mewarisi. Laki-laki dan perempuan dapat mewarisi baik dari orang tuanya

maupun keluarga dekatnya.2

Dalam Islam yang menjadi warisan itu adalah “sejumlah harta benda serta

segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih”. Artinya, peninggalan

yang diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak,

setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang pewaris dan pembayaran-

pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal waris”.3 Menurut fikih

1 Al-Qur’an, surah An-Nisa’ ayat 7 (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2015), h. 78.

2 Mukhtar Zamzami, Perempuan dan Keadilan: Dalam Hukum Kewarisan Indonesia,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 58. 3 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia: Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW,

(Bandung: PT Refika Aditama, 2013), Cet. 4, h.13.

2

adalah apa yang ditinggalkan oleh orang mati berupa harta atau hak-hak yang karena

kematiannya itu menjadi hak ahli waris secara syar’i.4

Di Indonesia terdapat beberapa adat dan budaya yang beragam, termasuk juga

dalam hal harta dan warisan juga berbeda-beda di setiap daerahnya. Menurut

Soepomo, dalam buku Bab-bab Tentang Hukum Adat, menyatakan:

Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengalihkan barang-barang harta benda dan barang-barang

yang tidak berwujud benda dari suatu generasi manusia kepada keturunannya.

Proses itu telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak

menjadi akut oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya

bapak dan ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi

sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan

pengalihan harta benda tersebut.

Bila mengacu pada pandangan Soepomo di atas, dapat dikatakan bahwa

Hukum Kewarisan Adat memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas

hukum waris, harta warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu

dialihkan penguasaannya dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris.5

Indonesia memiliki empat sistem kekerabatan adat, diantaranya: Pertama,

sistem kekerabatan patrilineal. Sistem kekerabatan ini berdasarkan keturunan melalui

kebapakan yang menarik garis keturunannya dari pihak laki-laki terus ke atas.

Patrilineal itu terdapat di daerah adat Batak, Bali dan Ambon. Kedua, Sistem

kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan ini berdasarkan pertalian keturunan

melalui keibuan yang menarik garis keturunannya dari pihak ibu terus ke atas.

Matrilineal itu terdapat di daerah adat Minangkabau, Kerinci dan Samendo. Ketiga,

sistem kekerabatan parental atau bilateral. Sistem kekerabatan ini berdasarkan

pertalian keturunan melalui ayah dan ibu yang menarik garis keturunannya melalui

pihak ayah dan ibu ke atas. Parental atau bilateral itu terdapat di daerah adat Aceh,

Jawa, Dayak, Bugis dan Kaili. Keempat, sistem kekerabatan Alternerend. Sistem

4 Wahbah az-Zuhaili, Terjemahan Fiqh Islam Wa Adillatuhu 10, (Jakarta: Gema Insani,

2011), cet I, h. 340. 5 Mukhtar Zamzami, Perempuan dan Keadilan: Dalam Hukum Kewarisan Indonesia,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 54.

3

kekerabatan ini berdasarkan pertalian keturunan melalui kebapakan dan keibuan yang

menarik garis keturunannya melalui pihak ayah dan pihak ibu secara bergantian itu

dilakukan apabila ayah atau ibu mempunyai kelebihan di antara keduanya.

Alternerend itu terdapat di daerah adat Kaili, Pamona, Da’ dan Bare’e.6

Dalam kehidupan masyarakat di Minangkabau, adat dan agama sebagai

landasan utama dari kehidupan masyarakatnya. Walaupun agama Islam datang

kemudian setelah adat, sesuai dengan berjalannya sejarah masyarakat Minangkabau

antara agama dan adat menjadi sebuah pedoman. Sehingga orang Minangkabau

memiliki dua pedoman dalam menjalankan hidup di dunia ini. Hal ini sesuai dengan

pepatah adat Minangkabau7, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (adat

bersendikan syara’, syara’ bersendikan kitabullah). Konsekuensi dari rumusan

pepatah adat ini tidak ada pertentangan antara adat dan Islam, bahkan saling mengisi.

Pada mulanya “adat” lazim dipakaikan tanpa membedakan mana yang

mempunyai sanksi dan yang tidak. Karena itu muncul “adat nan ampek” (adat yang

empat): pertama, Adat Nan Saban Adat (adat yang sebenarnya) yakni kenyataan yang

berlaku di dalam masyarakat sebagai hukum Tuhan (sunnatulah), seperti adat api

membakar, adat air membasahi. Ketentuan ini berlaku sepanjang masa tanpa terikat

oleh waktu dan tempat. Dan agam Islam termasuk adat nan sabana adat. Kedua, Adat

Nan Diadatkan (adat yang diadatkan) yakni yang dirancang dan diwariskan oleh

nenek moyang Minangkabau dalam mengatur kehidupan masyarakat, khususnya

bidang sosial, budaya dan hukum, seperti yang tertuang dalam “undang-undang nan

duopuluah, cupak nan ampek.”8seperti garis keturunan menurut ibu, sistem

6 Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Hal. 27

7 Pepatah ini mengidikasikan bahwa antara adat dan syara’ adalah dua ajran moral bagi orang

Minangkabau yang saling mendukung dan saling melengkapi keduanya. Apabila terjadi sebuah

masalah yang bertentangan antara adat dengan agama, maka agamala yang pertama kali harus diikuti. 8 Undang-undang nan Duopuluah itu mencakup: Empat bentuk susunan nagari, yakni taratak,

dusun, koto, nagari. Empat bentuk kata, yakni kata pusaka, kata mufakat, kata dahulu dan kata

kemudian. Empat tingkat adat, yakni adat yang sebenar adat, adat yang diadatkan, adat yang teradat,

dan adat istiadat. Empat bentuk undang-undang, yakni undang-undang luhak dan rantau, undang-

undang nagari, undang-undang dalam nagari dan undang-undang duopuluah. Cupak berarti alat

4

perkawinan eksogami dan pewarisan sako dan pusaka.9 Ketiga, Adat Nan Teradat,

yakni kebiasaan setempat dan bisa jadi tidak ada di tempat lain. Bisa juga bertambah

di tempat lain dan bisa juga hilang menurut kepentingan. Adat ini dirumuskan ninil

mamak setempat lalu diadatkan. Pepatah mengatakan: ”lain lubuak lain ikannyo, lain

padang lain balalangnyo”.10

Seperti adat perkawinan dan meminang. Keempat Adat

Istiadat, yakni kebiasaan yang berkaitan dengan tingkah laku dan kesenangan untuk

menampung keinginan masyarakat. Seperti main layangan sesudah panen, berburu di

musim panas, dan sebagainya.11

Dalam adat Minangkabau harta warisan dalam hukum adat yang akan

diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak terdiri atas: Pertama, Harta Pusaka

Tinggi, yaitu harta yang turun-temurun dari beberapa generasi, baik yang berupa

tembilang basi yakni harta tua yang diwarisi turun temurun dari mamak kepada

kemenakan, maupun tembilang perak, yakni harta yang diperoleh dari hasil tua.

Kedua jenis harta pusaka tinggi ini menurut hukum adat akan jatuh kepada

kemenakan dan tidak boleh diwariskan kepada anak. Kedua, harta pusaka rendah,

yaitu harga yang turun-temurun dari satu generasi. Ketiga, harta pencarian,yaitu harta

yang diperoleh dengan melalui atau taruko. Harta pencaharian ini bila pemiliknya

meninggal dunia akan jatuh kepada jurainya sebagai harta pusaka rendah. Untuk harta

pencaharian ini sejak tahun 1952 niniak mamak dan alim ulama telah sepakat agar

harta warisan ini diwariskan kepada anaknya. Perihal ini masih ada pendapat lain,

yaitu “bahwa harta pencaharian harus diwariskan paling banyak (sepertiga) dari harta

penakar (sinonim dengan liter), yakni norma sebagai alat pengukur prilaku seseorang. Cupak yang

empat adalah: cupak usali (asli), cupak buatan, cupak tiruan dan cupak yang piawai. 9 Sako adalah sebuah warisan non materi yang diwariskan secara turun temurun sesuai dengan

aturan dalam pewarisnya. Pusaka adalah harta yang diwariskan secara turun temurun dari sebuah

kaum. 10

Setiap negeri atau masyarakat mempunyai adat dan kebiasaan yang berbeda-beda. 11

Yaswirman, Hukum Keluarga: Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat Dalam

Masyarakat Matrilineal Minangkabau. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011)., Cet. I, h. 108.

5

pencaharian untuk kemenakan”.12

Keempat, harta suarang, yaitu harta bawaan suami

atau harta tepatan isteri yang telah ada sebelum perkawinan berlangsung.13

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan fokus kepada masalah pewarisan

harta pusaka tinggi di Minangkabau. Seperti yang kita ketahui, bahwa harta pusaka

tinggi itu diwariskan oleh niniak mamak kepada perempuan tertua di sebuah kaum

yang disebut dengan bundo kanduang. Orang-orang yang berhak dalam atas pusaka

tinggi ini adalah orang-orang yang segaris keturunan adat atau disebut juga orang

sekaum seketurunan, harta pusaka tinggi itu menjadi hak bersama kaum.

Kaum yang menerima harta pusaka tinggi, secara bersama-sama punya

kewajiban untuk menjaga, melestarikan, serta mengolah harta pusaka tinggi yang

diterima. Sedangkan kewenangan untuk mengatur penggunaan harta pusaka tinggi di

pegang oleh kaum wanita tertua. Untuk melindungi, memelihara, dan

mengembangkan harta pusaka tinggi ini di bawah wewenang niniak mamak, dengan

alasan sebagai orang niniak mamak, didahulukan salangkah dan ditinggikan

sarantiang (didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting).14

Harta Pusaka Tinggi ini diharapkan memberi manfaat yang besar untuk kaum

mereka, karena menurut pituah adat Minangkabau tentang harta pusaka tinggi kok

tajua indak dimakan bali, gadai indak dimakan sando (kalau dijual tidak bisa dibeli,

digadai tidak bisa dijadikan sitaan) karena harta pusaka tinggi ini adalah milik

bersama di suatu kaum.

Walaupun pituah adat melarang penjualan dan menggadaikan harta pusaka

tinggi tetapi ada beberapa pengecualian yang membolehkan untuk dijual atau

digadaikan yaitu: mayik tabujua di tangah rumah ( mayat terbujur di tengah rumah),

gadih tuo alun balaki (perempuan yang umurnya sudah tua belum menikah), Rumah

12

Mansur Dt. Nagari Basa, Hukum Waris Tanah dan Peradilan Agama, Menggali Hukum

Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, (Padang: Sri Dharma, 1968), h. 137 13

Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia: Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW,

(Bandung: PT Refika Aditama, 2013), Cet. 4, h.53 14

Pepatah ini mengindikasikan bahwa agar ada jarak dengan yang dipimpinnya dan agar

jangan ada pemisah antara pemimpin dengan yang dipimmpin. Jadi, pemimin di Minangkabau selalu

dekat dengan yang dipimpinnya. Seorang pemimpin deibesarkan oleh orang yang dipimpinnya.

6

Gadang katirisan (rumah adat Minangkabau yaitu Rumah Gadang yang harus di

renovasi), dan mambangkik batang tarandam (memperbaiki perekonomian kaum).15

Jika kaum menerima waris ditimpa musibah sedangkan jalan lain untuk

mengatasinya tidak ada, maka dengan kesepakatan keseluruhan kaum barulah harta

itu boleh dijual atau digadaikan. Harta ini tidak boleh dijual asal-asalan saja tanpa ada

musibah yang membuat kaum terpaksa untuk menjual atau mengadaikannya.

Tetapi dengan perkembangan zaman masyarakat adat Minangkabau sudah

mulai melupakan adat dan merupakan hak bersama karena ingin menguasai harta itu

seutuhnya. Harta pusaka tinggi ini sudah mulai dilupakan dan dianggap menjadi harta

pribadi. Dengan menganggap harta itu harta pribadi oknum dari niniak mamak atau

dari bundo kanduang itu menjual harta pusaka tinggi itu tanpa ada alasan yang jelas,

karna dia hanya untuk memperkaya diri sendiri. Mereka menjual tidak dengan

kesepakatan kaum adat dan mereka menjualnya secara diam-diam.

Bukan hanya menjual saja tetapi niniak mamak mengizinkan bundo kanduang

ini membuat sertifikat dari harta pusaka tinggi ini menjadi harta sendiri dari bundo

kanduang tersebut. Di sini terjadi pengkhianatan dari harta kaum yang harus dijaga

dan dipelihara untuk anak keponakan generasi selanjutnya.

Dari penjualan dan pensertifikatan harta pusaka tinggi ini, tidak jarang yang

menimbulkan keretakan di antara masyarakat kaumnya dan menimbulkan sengketa

yang susah untuk didamaikan. Berdasarkan penelitian awal penulis, dalam

menyelesaikan sengketa pusaka tinggi ini, didamaikan oleh KAN (Kerapatan Adat

Nagari), apabila tidak mencapai mufakat maka harta tersebut tetap dibagi dan

diwariskan kepada penerima waris berikutnya. Akan tetapi harta pusaka tinggi itu di

tukar menjadi atau di ganti menjadi harta pusaka rendah.

Berdasarkan penelitian awal penulis, salah satu daerah yang menggunakan

penyelesaian sengketa pusaka tinggi seperti ini adalah di Kenagarian Batu Taba

15

http://dodirullyandapgsd.blogspot.com/2015/06/harta-pusaka-tinggi-di-minangkabau.html.

diakses pada 28 November 2017, pukul 20.07 WIB.

7

Kecamatan AMPEK Angkek Kabupaten Agam. Yang mana daerah ini merupakan

daerah yang kental dengan adat dan agama.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji dan meneiliti lebih dalam lagi

tentang Kenapa harta pusaka tinggi itu bergeser menjadi harta pusaka rendah,

bagaimana pandangan hukum Islam terhadap harta pusaka tinggi dan harta pusaka

rendah dan bagaimana pandangan masyakat Kenagarian Batu Taba Kecamatan

AMPEK Angkek Kabupaten Agam terhadap pergeseran harta pusaka tinggi menjadi

harta pusaka rendah.

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan dan pertanyaan yang

muncul, terdapat hal-hal yang sangat menarik untuk ditinjau dan diteliti lebih

mendalam dan dikritisi oleh penulis, khususnya mengenai latar belakang. Maka

penulis akan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Pergeseran Harta

Pusako Tinggi Menjadi Harta Pusako Randah di Kenagarian Batu Taba Ampek

Angkek Agam.”

B. Identifikasi Masalah

1. Apa itu harta pusaka tinggi dan harta pusaka randah?

2. Siapakah yang berhak mewarisi harta pusaka tinggi?

3. Bolehkah harta pusaka tinggi diwarisi sebagai kewarisan dalam Islam?

4. Bagaimana praktek pewarisan harta pusaka tinggi itu terjadi dalam masyarakat

adat minangkabau di Kenagarian Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek?

5. Mengapa terjadi pergeseran harta pusaka tinggi menjadi harta pusaka randah di

Kenagarian Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek?

6. Bagaimana pandangan Masyarakat Adat dan Ulama di Kenagarian Batu Taba

Kecamatan Ampek Angkek terhadap pergeseran harta pusaka tinggi menjadi

pusaka rendah tersebut?

7. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktik harta pusaka tinggi dan

harta pusaka rendah di Kenagarian Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek?

8

8. Bagaimana cara mempertahankan Harta Pusaka Tinggi yang ada sekarang ini

tidak dijual dan tidak disertifikatkan ?

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Harta pusaka tinggi adalah salah satu harta turun temurun di daerah

Minangkabau dan pewarisan dari harta pusaka tinggi ini berbeda dengan pewarisan

harta-harta yang lainnya. Pewarisan harta pusaka tinggi di Minangkabau ini unik

untuk diteliti karena di setiap daerah yang ada di Minangkabau memiliki masalahnya

masing-masing dalam hal harta pusaka tinggi ini. Dengan perkembangan zaman ke

zaman yang modern masyarakat Minangkabau ini sudah mulai sibuk dengan

kesibukan masing-masing. Prakteknya niniak mamak atau datuak mewariskan harta

pusaka tinggi kepada kemenakan perempuannya yang disebut dengan bundo

kanduang. Agar pembahasan skripsi ini tidak menyimpang dan lebih terarah maka

penulis membatasi ruang lingkup penelitian di daerah Kenagarian Batu Taba,

Kecamatan AMPEK Angkek, Kabupaten Agam dan data yang akan diteliti di tahun

2018.

Selanjutnya, untuk mempermudah pembahasan, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana praktek pewarisan harta pusaka tinggi itu terjadi dalam masyarakat

adat Minangkabau di Kenagarian Batu Taba Kecamatan ampek Angkek?

2. Mengapa terjadi pergeseran harta pusaka tinggi menjadi harta pusaka randah di

Kenagarian Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek?

3. Bagaimana pandangan Masyarakat Adat dan Ulama di Kenagarian Batu Taba

Kecamatan Ampek Angkek terhadap pergeseran harta pusaka tinggi menjadi

pusaka rendah tersebut?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan masalah ini bertumpu kepada pokok masalah yang di atas, untuk

mencari jawaban dari masalah-masalah yang timbul di daerah BatuTaba, yaitu:

9

1. Untuk mengetahui praktek pewarisan harta pusaka tinggi yang terjadi dalam

masyarakat adat Minangkabau di Kenagarian Batu Taba Kecamatan Ampek

Angkek.

2. Untuk mengetahui pergeseran Harta Pusaka Tinggi menjadi Harta Pusaka

Rendah itu terjadi dan penyebabnya.

3. Untuk mengetahui pandangan Masyarakat Adat dan Ulama di Kenagarian Batu

Taba kecamatan Ampek Angkat Kabupaten Agam terhadap pergeseran harta

pusaka tinggi menjadi pusaka rendah tersebut.

E. Manfaat Penelitian

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan berkontribusi

yang berguna untuk:

1. Manfaat teoritis

Kegunaan ilmiah atau teoritis dapat memberikan sumbangan dan pengetahuan

terhadap pergeseran harta pusaka tinggi yang berubah menjadi harta pusaka

rendah di Minangkabau terutama di kenagarian Batu Taba Kecamatan Ampek

Angkek.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan

kepada pihak-pihak yang berkediaman atau bertempat tinggal di BatuTaba terkait

dengan pergeseran harta pusaka tinggi yang berubah menjadi harta pusaka

rendah di Minangkabau di kenagarian Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek.

F. Review Studi Terdahulu

Pada penulisan skripsi ini, penulis melakukan studi kepustakaan dengan cara

mengamati karya ilmiah orang lain untuk dijadikan sebuah perbandingan dengan

skripsi yang akan ditulis, diantarnya:

NO JUDUL PEMBAHASAN PERBEDAAN

10

1 Sistem Pewarisan Kekerabatan

Matrilineal dan Perkembangannya

di Kecamatan Banuhampu

Kabupaten Agam Provinsi

Sumatera Barat. Yang ditulis oleh

Asri Thaher S.H, Magister

Kenotariatan UnAmpekersitas

Diponegoro, Semarang 2006

Dalam tesis ini

menjelaskan

perkembangan

dari pelaksanaan

pewarisan dalam

masyarakat

Minangkabau dan

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

perkembangan

sistem pewarisan

Minangkabau di

Kecamatan

banuhampu.

Isi dari skripsi

penulis adalah

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

harta pusaka

tinggi menjadi

harta pusaka

rendah.

2 Hak Kebendaan Dalam Harta

Pusaka Tinggi Minangkabau (Studi

di Nagari Sulit Air, Kecamatan X

Koto Di Atas, Kabupaten Solok,

Sumatera Barat). Yang ditulis oleh

Muhammad Fajrul Mubarak Lc,

Magister Hukum Islam Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta 2017

Dalam tesis ini

menjelaskan

tentang

pengelolaan hak

kebendaan yang

terdapat dalam

harta pusaka

tinggi dan

tinjauan hukum

Islam terhadap

hak-hak

kebendaan pada

Yang jadi

pembahasan

dalam skripisi

penulis

berisikan

tentang

pandangan

hukum adat

dengan hukum

Islam terhadap

pergeseran

harta pusaka

11

pusaka tinggi.

tinggi menjadi

harta pusaka

rendah.

3 Pelaksanaan Pembagian Harta

Pusaka Pada Masyarakat

Minangkabau Perantau (Studi

Kasus Masyarakat Minangkabau

Perantau di Kota Semarang). Yang

ditulis oleh Abdi Syaifullah S.H,

Program Pascasarjana

UnAmpekersitas Diponegoro,

Semarang 2003

Dalam tesis ini

menjelaskan

pelaksanaan

pembagian harta

warisan

masyarakat

Minangkabau di

Kota Semarang,

hambatan-

hambatan yang

timbul dalam

pelaksanaan

pembagian

warisan

masyarakat

Minangkabau di

Kota Semarang,

dan faktor-faktor

apa saja yang

mempengaruhi

pembagian harta

warisan pada

masyarakat

Minangkabau.

Dalam skripsi

ini penulis

menjelaskan

pembagian

harta pusaka

tinggi kepada

kemenakan

dengan cara

ganggam

bauntuak.

12

G. Metodelogi Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang akan penulis pakai adalah penelitian kualitatif yaitu

penelitian yang akan lebih banyak menggunakan kualitas subjektif, mencakup

penelaahan dan pengungkapan berdasarkan persepsi untuk mendapatkan

pemahaman terhadap fenomena sosial dan kemanusiaan16

.

2. Jenis pedekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan

hukum sosiologi atau hukum empiric, yaitu penelitian yang berdasarkan bukti

kenyataan di lapangan atau realita sosial. Metode penelitian ini dengan

menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang ditunjukan untuk

meneliti hasil wawancara mendalam.

3. Sumber data

a. Data primer

Data primer bisa didapat melalui wawancara dengan para oknum dalam

penjualan Harta Pusaka Tinggi, tokoh-tokoh adat dan tokoh masyarakat

niniak mamak atau penghulu di daerah Batu Taba.

b. Data sekunder

Data primer adalah buku-buku, jurnal, artikel dan sumber lain yang dianggap

perlu untuk bahan penelitian.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dengan cara mewawancarai dengan para

oknum dalam penjualan harta pusaka tinggi tokoh-tokoh adat atau tokoh

masyarakat yaitu niniak mamak atau penghulu di daerah setempat dengan tunjuk

langsung oleh penulis.

16

Asep Hermawan, Kiat Praktis Menulis Skripsi, Tesis, Desertasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2004), Hal. 14.

13

Studi kepustakaan dengan cara mencari referensi buku-buku, jurnal,

artikel dan sumber lain yang membahas tentang penelitian penulis.

5. Teknik pengolahan data

Pengolahan data dimulai dengan pengkodean data dan kemudian data

tersebut dikategorisasikan melakukan kertas bantu, dan selanjutnya dilakukan

analisis.

6. Lokasi dan waktu penelitian

a. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan penulis di Kenagarian Batu Taba Kecamatan Ampek

Angkek Kabupaten Agam.

b. Waktu penelitian

Adapun waktu penelitian yang dilakukan dimulai pada bulan Desember 2017

sampai Maret 2018.

7. Teknik penulisan

Adapun teknik penulisan atau digunakan dalam skripsi ini mengacu

kepada “pedoman penulisan skripsi” yang diterbitkan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah 2017.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya suatu sistematika penulisan,

sehingga dapat diketahui secara jelas kerangka dari skripsi ini.

Bab Pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, identifikasi

masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dari penelitian, manfaat

dari penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua, diuraikan konsep umum harta pusaka (waris) dalam hukum

Islam dan hukum adat Minangkabau, meliputi: kewarisan dalam hukum Islam,

pengertian harta pusaka, pembagian harta pusako tinggi, kedudukan harta pusako

tinggi dalam hukum adat, harta pusako tinggi sebagai harta kaum.

14

Selanjutnya, pada bab ketiga disajikan tentang profil Kenagarian Batu Taba

Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam, meliputi: gambaran umum kondisi

Kenagarian Batu Taba dan pola umum adat Minangkabau.

Pada bab keempat menjelaskan pergeseran nilai harta pusaka tinggi menjadi

harta pusaka rendah dalam hukum adat minangkabau, meliputi: faktor-faktor

penyebab pergeseran harta pusako tinggi menjadi harta pusako randah, pandangan

masyarakat adat dan ulama terhadap pergeseran harta pusako, pewarisan adat

minangkabau di kenagarian batu taba, nilai filosofi dalam mempertahankan harta

pusako tinggi, analisis penulis.

Sedangkan bab kelima merupakan bab penutup. Dalam bab ini penulis

menyimpulkan hasil penelitian dan analisa yang penulis lakukan dari bab-bab

sebelumnya, di bab ini penulis juga memberikan beberapa saran.

15

BAB II

KONSEP UMUM HARTA PUSAKA (WARIS) DALAM HUKUM ISLAM

DAN HUKUM ADAT MINANGKABAU

A. Harta Pusaka (Waris) dalam Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Waris Islam

Hukum waris dalam ajaran Islam disebut dengan istilah “faraid” adalah

bentuk jamak dari lafad “faridhah” yang berarti “mafrudhah”, yakni bagian yang

telah dipastikan kadarnya (ketentuannya), karena saham-saham yang telah

dipastikan kadarnya.1

Para ulama fikih memberikan defenisi ilmu faraid sebagai berikut:

a. Penentuan bagian-bagian ahli waris

b. Ketentuan bagian warisan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.

c. Ilmu fikih yang berkaitan dengan pembagian pusaka, serta mengetahui

perhitungan dan kadar harta pusaka yang wajib dimiliki oleh orang yang

berhak.

Menurut istilah hukum waris di Indonesia, ilmu faraid ini disebut dengan

“hukum waris” (erfrecht) yaitu hukum yang mengatur tentang apa yang harus

terjadi dengan harta kekayaan seorang yang sudah meninggal dunia.2

Dengan demikian penyebutan Faraid didasarkan pada bagian yang diterima

oleh ahli waris. 3

2. Dasar Hukum Waris

a. Ayat-Ayat Al-Qur‟an

QS. An-Nisa‟ ayat: 7:4

1 Asyhari abta dan Djunaidi abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi Berdasarkan

Hukum Islam Praktis dan Terapan, (Surabaya, Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 1 2 Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), h. 50.

3 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 5.

4 Al-Qur‟an, surat An-Nisa‟ ayat 7 (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2015), h. 78

16

ا جشك ا جشك اىىاىذان والقشبىن وىيىساء وصيب مم جاه وصيب مم ىيش

ا قو مىه أو مثش وصيبا مفشوضا اىىاىذان والقشبىن مم

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-

bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari

harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bahagian yang telah ditetapkan.”

Ketentuan ayat di atas, merupakan landasan utama yang

menunjukkan bahwa dalam Islam baik laki-laki maupun

perempuan sama-sama mempunyai hak warisnya, dan sekaligus

merupakan pengakuan Islam, bahwa perempuan merupakan subjek

hukum yang mempunyai hak dan kewajiban. Tidak demikian

bahwa pada masa jahiliyah, di mana wanita dipandan g sebagai

objek bagaikan benda biasa yang dapat diwariskan.5

Sebagai pertanda yang lebih nyata, bahwa Islam mengakui

wanita sebagai subjek hukum, dalam keadaan tertentu mempunyai

hak waris, sedikit maupun banyak yang telah dijelaskan dalam

beberapa ayat Al-Qur‟an.

QS. An-Nisa’ ayat 8-9:6

وإرا حضش اىقسمة أوىى اىقشبى واىيحامى واىمساميه فاسصقىهم مىه وقىىىا

ىهم قىل معشوفا

Artinya: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim

dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan

ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”

5 Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif

Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 20. 6 Al-Qur‟an, surat An-Nisa‟ ayat 8 dan 9 (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2015), h. 78

17

ية ضعافا خافىا عييهم فييحقىا للا وىيخش اىزيه ىى جشمىا مه خيفهم رس

وىيقىىىا قىل سذيذا

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka

khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan

perkataan yang benar.”

b. Al- Hadits

Hadits Nabi Muhammad yang secara langsung mengatur tentang

kewarisan adalah sebagai berikut:

1. Hadits dari Ibnu Abbas menurut riwayat al-Bukhari:7

ثىا ابه ثىا وهيب ، حذ ثىا مىسى به إسماعيو ، حذ طاووس ، عه حذ

عىهما ، عه اىىبي صيى للا عييه أبيه ، عه ابه عباس ، سضي للا

وسيم قاه : أىحقىا اىفشائض بأهيها فما بقي فهى لوىى سجو رمش.

Artinya: dari Ibnu Abbas r.a, Nabi Muhammad SAW berkata:

berikanlah faraid (bagian-bagian yang telah ditentukan) itu kepada

yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dan keturunan

laki-laki yang terdekat.

2. Hadits Rasulullah SAW dari Sa‟ad bin Abi Waqqash riwayat al-

Bukhari:8

ة مشضا فأشفيث مىه سعذ به أبي وق عه اص عه أبيه قاه مشضث بمن

عييه وسيم يعىدوي فقيث ياسسىه للا عيى اىمىت فأجاوي اىىبي صيى للا

ق بثيثي ماىي قاه ل قاه إن ىي مال مثيشا وىيس يشثىي إل ابىحي أفأجصذ

7 Muhammad ben Isma‟il al-Bukhari, sahih al-Bukhari,(Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah,

2013), h. 1224 no.hadits 6737. 8 Muhammad ben Isma‟il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari,(Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah,

2013), h. 1224 no.hadits 6733.

18

ش إول إن جشمث وىذك ثقيث فاىشطش قاه ل قيث اىثيث قاه اىثيث م

أغىياء خيش مه أن جحشمهم عاىة يحنففىن اىىاس

Artinya: dari Sa’ad bin Abi Waqqash dari bapaknya berkata: “saya

pernah sakit di Makkah, sakit yang membawa kematian. Saya

dikunjungi oleh Nabi SAW. Saya berkata kepada Nabi: “Ya Rasul

Allah, saya memiliki harta yang banyak, tidak ada yang akan mewarisi

harta kecuali seorang anak perempuan, bolehkah saya sedekahkan dua

pertiganya.”jawab nabi:”Tidak.” Sayaberkata lagi:”bagaimana kalau

separuhnya ya Rasul Allah?” jawab Nabi:”Tidak.” Saya berkata

lagi:”Sepertiga?”Nabi berkata:” Sepertiga itu sudah banyak.

Sesungguhnya bila kamu meninggalkan keluargamu berkecukupan

lebih baik dari meninggalkannya berkekurangan, sampai-sampai

meminta kepada orang lain”.

c. Ijtihad Ulama

Meskipun Al-Qur‟an dan Al-Hadis sudah memberikan ketentuan

terperinci mengenai pembagian harta warisan, dalam beberapa hal masih

diperlukan adanya ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam

Alquran maupun AL-Hadis. Misalnya mengenai bagian warisan banci (waria),

diberikan kepada siapa harta warisan yang tidak habis terbagi, bagian ibu

apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan suami atau istri dan sebagainya.

3. Harta Warisan dalam Islam

Harta warisan menurut Hukum Islam ialah segala sesuatu yang

ditinggalkan oleh pewaris yang secara hukum dapat beralih kepada ahli

warisnya dalam pengertian ini dapat dibedakan antara harta peninggalan dengan

harta warisan. Harta peninggalan adalah apa-apa yang ditinggalkan oleh yang

meninggal dengan arti lain ialah apa yang berada pada seseorang yang

meninggal saat kematiannya, sedangkan harta warisan ialah harta yang berhak

diterima dan dimilki oleh ahli waris.9

Dalam Islam semua harta peninggalan orang yang mati baik yang

bersifat kebendaan atau hak disebut dengan istilah “tarikah/tirkah”. Tarikah inni

9 Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 53

19

tidaklah otomatis menjadi harta warisan yang akan diwariskan kepada ahli

waris.

Menurut Ibnu Hazm, tidak semua hal milik menjadi harta warisan,

tetapi hanya terbatas pada hak terhadap harta bendanya. Sendangkan menurut

ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah: semua hak baik bersifat

kebendaan atau bukan, termasuk harta warisan.10

Dalam menetukan bentuk hak yang mungkin diwariskan menurut

perbedaan pemikiran ulama tersebut, Yusuf Musa mencoba membagi hak

tersebut kepada beberapa bentuk sebagai berikut:11

a. Hak kebendaan: yang dari segi haknya tidak dalam rupa benda/harta tetapi

karena hubungannya yang kuat dengan harta dinilai sebagai harta, seperti

hak lewat di jalan umum atau hak pengairan.

b. Hak-hak kebedaan tetapi menyangkut pribadi si meninggal, seperti mencabut

pemberian orang lain.

c. Hak-hak kebendaan tetapi menyangkut dengan kehendak si meninggal,

seperti hak khiyar (pilihan antara menlangsungkan atau membatalkan sebuah

akad)

d. Hak-hak bukan berbentuk benda dan menyangkut pribadi seseorang seperti

hak ibu untuk menyusukan anak.

Harta warisan atau harta peninggalan bisa juga dikatakan tirkah. Tirkah

adalah apa saja yang ditinggalkan seseorang sesudah meninggalnya, baik

berupa harta, hak-hak maliyah atau ghairu maliyah. Maka apa saja yang

ditinggalkan seseorang sesudah meninggalnya, oleh jumhur fuqaha‟

diistilahkan sebagai tirkah, baik mayat punya utang atau tidak. Baik utang

berupa ainiyah atau syahsiyyah.

10

Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), h. 57 11

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 55.

20

Ada beberapa hak berkaitan dengan tirkah yang urutannya sebagai

berikut:12

a. Biaya jenazah

Mempersiapkan segala keperluan mayat dan mengakafaninya dengan

ukuran ongkos pada umumnya. Keperluan mayat ini merupakan ungkapan

dari suatu kegiatan apa saja yang diperlukan sejak wafatnya sampai ia

dikuburkan.

Mazhab Hanafi, Syafi‟i, dan Maliki berpendapat biaya jenazah istri

menjadi tanggungan suami, walaupun istrinya kaya, sedangkan menurut

mazhab Hambali biaya jenazah istri tidak merupakan tanggungan suami.13

b. Membayarkan utang si mayat

Yaitu utang-utang yang dituntut oleh seseorang dan utang-utang yang

menjadi tanggung jawab si mayat yang meningalkan warisan. Maka tirkah

(harta warisan) tidak boleh dibagi oleh ahli waris sebelum utang-utang

mayat dibayar.

Menurut jumhur ulama utang kepada Allah SWT termasuk dalam

kriteria utang jenazah (zakat, kafarah dan nazar) serta wajib dibayar terlebih

dahulu dari wasiat, walaupun utang-utang kepada Allah SWT ini tidak

diwasiatkan.

Ulama-ulama Syafi‟iyah menyatakan, pelunasan utang kepada Allah

SWT lebih diutamakan dari utang manusia. Sebaliknya, menurut pendapat

mazhab maliki, utang kepada Allah SWT dilunasi sesudah melunasi utang

kepada sesama manusia. Sedangkan menurut pendapat Imam Ahmad bin

Hanbal, tidak ada ketentuan mengenai mana yang wajib didahulukan utang

12

Muhammad Ali Ash Shabuniy, Terjemahan Hukum Waris Islam,(Surabaya: Al-Ikhlas,

1995), h. 49 13

Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), h.

58.

21

kepada Allah SWT maksudnya adalah semua utang yang berkaitan dengan

hak Allah SWT seperti utang zakat, nazar, kafarah, dan lain-lain.14

c. Wasiat

Wasiat ialah pernyataan atau perkataan seseorang untuk memberikan

sebagian dari hartanya kepada orang lain, atau memberikan manfaat suatu

benda miliknya.

Wasiat merupakan hak yang diberikan oleh agama Islam kepada

seseorang atas harta bendanya tanpa persetujuan ahli waris.

4. Ahli Warits

Ahli waris yang berhak ialah orang-orang yang berhak atas harta

warisan orang yang meninggal dunia, disamping itu, mereka juga ada hubungan

yang sangat erat dengan si mayat.

Menurut hukum Islam, ahli waris di bagi menjadi dua, yaitu:15

a. Keluarga dekat yang kemudian mereka akan mendapatkan bagian “furudhul

muqaddarah” atau “furudul ashabah”.

b. Keluarga yang jauh: yang baginya masih diperselisihkan. Keluarga yang

jauh disebut “dzawil arham”.

5. Bagian-Bagian Yang Telah Ditentukan Dalam Al-Quran

Bagian-bagian yang telah disebutkan dalam Al-Qur‟an hanya ada enam

macam yaitu: 1/2, 1/4, 1/8,. Ketiga bagian ini disebut “macam pertama”, karena

hanya penyebutnya hanya dapat dimasuki sebagian atas sebagiannya.

Kemudian 2/3, 1/3, dan 1/6. Bagian-bagian ini disebut dengan “macam kedua”,

karena penyebutnya juga dapat dimasuki oleh sebagian atas sebagiannya.

Selain yang enam tersebut diatas, para fuqaha‟ menambahkan bagian

1/3 sisa yang akan diterangkan berikut ini:16

14

Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), h.

60. 15

Asyhari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi Berdasarkan

Hukum Islam Praktis dan Terapan, (Surabaya, Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 43.

22

a. Bagian setengah (1/2)

Setengah merupakan bagian lima ahli waris, seorang laki-laki dan

empat perempuan, seperti berikut:17

1) Suami mendapatkan setengah, apabila dia tidak bersama anak atau cucu

dari anak laki-laki atau anak perempuannya (fur‟u waris).

2) Anak perempuan mendapatkan setengah dengan syarat:18

Ia tidak bersama

saudara laki-lakinya yang berhak mewarisi, yakni anak laki-laki mayit, Ia

anak perempuan tunggal.

3) Anak perempuan anak laki-laki, dia mendapatkan setengah apabila ia

sendiri dan tidak bersama cucu laki-laki dari anak laki-laki juga tidak

bersama anak perempuan atau anak laki-laki.19

4) Saudari kandung, mendapatkan setengah apabila dia sendiri, tidak

bersama saudara kandung (mu‟asshibnya), dan tidak bersama fur‟u waris,

baik laki-laki maupun perempuan.

5) Saudari seayah apabila ia sendiri, tidak bersama saudara seayah

(mu‟ashibnya), saudara atau saudari kandung, dan tidak bersama fur‟u

waris, baik laki-laki maupun perempuan.

b. Bagian seperempat (1/4)

Bagian seperempat adalah bagian dua orang yaitu suami dan istri.

Keberadaan anak-anaknya bisa dijadikan dasar, sebagaimana kami jadikan

dasar pada keberadaan anak20

16

Asyhari Abta dan Drs. Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi

Berdasarkan Hukum Islam Praktis dan Terapan, (Surabaya, Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 50. 17

Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 70. 18

Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 71 19

Asyhari Abta dan Drs. Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi

Berdasarkan Hukum Islam Praktis dan Terapan, (Surabaya, Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 51. 20

Asyhari Abta dan Drs. Djunaidi Abd. Syakur, , Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi

Berdasarkan Hukum Islam Praktis dan Terapan, (Surabaya, Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 52.

23

1) Suami mendapatkan seperempat apabila istri ada anak atau anaknya anak

(cucu), baik anak hasil perkawinan dengannya atau dengan suami yang

lain.21

2) Istri mendapatkan seperempat apabila suami tidak mempunyai anak.

c. Bagian seperdelapan (1/8)

Seperdelapan (1/8) merupakan bagian seorang saja di antara ahli

waris, yaitu istri atau beberapa istri. Maka seorang istri atau lebih

seperdelapan (1/8), apabila mayat mempunyai anak atau cucu, baik anak itu

dari istrinya itu atau dari istri yang lain.22

d. Bagian dua pertiga (2/3)

Para ahli waris yang mendapatkan bagian dua pertiga (2/3) ada empat

orang: anak perempuan, cucu perempuan, saudari kandung, saudari seayah.

Bahwa keempat ahli waris tersebut, mendapatkan 2/3, jika 2 orang atau

lebih.23

Syarat-syarat mewaris dua pertiga (2/3) adalah sebagai berikut:24

1) Dua orang anak perempuan atau lebih, bagiannya 2/3 apabila mereka

tidak bersama saudara laki-laki yang berhak ashabah, yakni anak laki-laki

diantara anak-anak si mayat, yaitu anak laki-laki.

2) Dua orang cucu perempuan anak dari anak laki-laki atau lebih, bila

mereka tidak bersama mu‟ashibnya dan tidak bersama dengan anak

perempuan atau laki-laki. (Dalilnya ijma‟ ulama bahwa cucu menempati

kedudukan anak ketika tidak ada anak).25

21

Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam,(Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 74. 22

Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam,(Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 75 23

Asyhari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur, , Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi Berdasarkan

Hukum Islam Praktis dan Terapan (Surabaya, Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 53. 24

Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam,(Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 76 25

Asyhari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur, , Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi Berdasarkan

Hukum Islam Praktis dan Terapan, (Surabaya, Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 53.

24

3) Dua orang saudari kandung atau lebih, dengan ketentuan bila tidak

bersama dengan mu‟ashibnya dan tidak bersama anak laki-laki dan

perempuan atau cucu laki-laki dan perempuan anak laki-laki

4) Dua saudari seayah atau lebih, jika tidak bersama mu‟ashibnya juga tidak

bersama anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki atau perempuan

anak laki-laki, saudara laki-laki atau perempuan kandung. (Dalilnya

adalah ijma‟ ulama bahwa saudara-saudara perempuan itu termasuk

saudara perempuan sekandung dan seayah).

e. Bagian satu pertiga (1/3)

Sepertiga (1/3) merupakan bagian dua orang di antara ahli waris,

yaitu: ibu dan saudara laki-laki atau perempuan seibu, dua orang tau lebih.

1) Ibu, mendapat 1/3 denga syarat: Mayit tidak mempunyai anak, atau

anaknya anak laki-laki (cucu dari anak laki-laki), mayat tidak mempunyai

saudara laki-laki atau perempuan, seorang atau lebih, sekandung atau

sebapak atau seibu, mewaris atau terhijab.26

2) Saudara laki-laki atau perempuan seibu, dua orang atau lebih dengan

syarat: Tidak ada ushul dan keturunan, jumlah mereka dua orang atau

lebih, baik mereka itu laki-laki atau perempuan keduannya atau yang satu

laki-laki dan lainnya perempuan.

f. Bagian seperenam (1/6)

Ahli waris yang mendapat bagian seperenam ada tujuh orang, yaitu:

ayah, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki, kakek, saudari seayah, nenek

dan saudara atau saudari seibu.

Secara rinci ahli waris yang mendapat bagian1/6 adalah:27

1) Ayah: apabila ia bersama dengan fur‟u waris. Hanya saja jika bersama

fur‟u waris perempuan maka ayah mendapat 1/6 tambah dengan ashabah.

26

Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam,(Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 79. 27

Asyhari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur, , Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi Berdasarkan

Hukum Islam Praktis dan Terapan, (Surabaya, Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 53

25

2) Ibu: apabila ia bersama fur‟u waris laki-laki atau perempuan. Selain itu

ibu juga akan mendapat bagian 1/6 apabila bersama dua atau lebih

saudara atau saudari perempuan kandung maupun tidak kandung.

3) Kakek: apabila ia bersama dengan fur‟u waris seperti bagian ayah.

4) Cucu perempuan dari anak laki-laki: apabila ia mewarisi bersama dengan

seorang anak perempuan (1/2), baik ketika ia sendirian atau lebih. Sebab

jika bersama dua anak perempuan, maka bagian cucu perempuan anak

laki-laki adalah terhijab. Bagian 1/6 ini dimaksudkan untuk

menyempurnakan bagian seorang perempuan.

5) Saudari seayah: apabila ia mewarisi bersama dengan saudari sekandung

(1/2). Bagian seperenam ini diberikan sebagai pelengkap bagian 2/3 bagi

seorang wanita.

6) Saudara atau saudari seibu: apabila ia sendirian dan selam tidak bersama

denga fur‟u waris atau ashlul waris.

7) Nenek: ia mendapat 1/6 apabila dari jalur ibu atau ayah baik ia sendiri

atau lebih, baik mayit punya fur‟u waris atau tidak, baik ada saudara-

saudara atau tidak. Bagian 1/6 ini diberikan kepada nenek sepanjang tidak

ada ibu ( nenek dari ayah atau ibu) dan tidak ada ayah (bagi nenek dari

ayah).

B. Pengertian Harta Pusaka

Kekayaan dalam pemahaman adat Minangkabau terdiri dari dua jenis.

Pertama disebut sako atau kekayaan tanwujud (immaterial) yaitu perpindahan yang

berlaku dari orang yang mati kepada yang masih hidup dalam bentuk gelar kebesaran

menurut adat.28

Sako dalam pengertian Adat Minangkabau mengandung pengertian

berupa segala harta kekayaan asal yang tidak berujud, atau harta tua berupa hak atau

kekayaan tanpa ujud.

28

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 212.

26

Sako sebagai kekayaan tanpa ujud diwariskan secara turun-temurun menurut

jalur sebagai berikut:

1. Gelar penghulu diwariskan secara turun temurun kepada kemenakan yang laki-

laki.

2. Garis keturunan diwariskan secara turun temurun kepada anak perempuan.

3. Gelar bapak khusus pada daerah rantau Pariaman diwariskan secara turun temurun

kepada anak laki-laki.

4. Hukum adat beserta pepatah-petitih serta adat sopan santun dan tata krama

diwariskan kepada semua anak kemenakan dalam nagari, selingkup Adat Alam

Minangkabau.29

Kedua disebut pusaka atau lazimnya juga disebut sebagai harato pusaka, atau

Harta Pusaka.30

Harta pusaka adalah sesuatu yang bersifat material yang ada pada

seseorang yang meninggal yang dapat beralih kepada orang lain semata akibat

kematiaanya itu. Menurut tali warisnya masing-masing maka dikatakan juga harta

pusaka itu adalah harta kongsi perserikatan bersama oleh orang yang setali waris

dengan orang yang meninggalkan harta tersebut.

Harta pusaka adalah segala harta benda peninggalan orang yang sudah

meninggal. Harta itu menjadi harta perserikatan di dalam kaum oleh segala ahli

warisnya, menurut tali warisnya masing-masing, maka dikatakan juga harta pusaka

itu adalah perserikatan bersama oleh orang yang setali waris dengan orang yang

meninggalkan harta itu.

Harta pusaka itu tidak boleh dibagi menjadi hak perorangan oleh orang yang

menerima pusaka, melainkan wajib selamanya menjadi hak serikat dalam kaum yang

menerima pusaka itu turun temurun. Hasil-hasil yang keluar dari pusaka itu turun

keturunan tali waris orang yang empunya harta pusaka itu berlebih dari pada dimakan

29

Edison Piliang dan Hasrun Dt. Maraja Sungut, TAMBO MINANGKABAU “Budaya dan

Hukum Adat di Minangkabau, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2014), h. 262. 30

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 19.

27

setahun oleh yang sekaum yang empunya pusaka itu, maka kelebihan itu wajib

dipergunakan untuk penambah besarnya harta pusaka atau harta kongsi tadi.31

Barang-barang apa saja yang dapat diteruskan kepada generasi berikutnya.

Harta pusaka yang dimaksudkan banyak macamnya dan macam-macam tersebut

dapat ditinjau dari beberapa segi:

1. Dari Segi Wujud Bendanya

Dari segi wujud bendanya harta pusaka ada dua macam yaitu tanah dan

bukan tanah. Yang dimaksud dengan tanah adalah tanah dengan segala sesuatu

yang tumbuh di atasnya, apa yang tersimpan di dalamnya dan apa-apa yang

berada di atasnya. Yang dimaksud bukan tanah adalah segala sesuatu yang tidak

berwujud tanah. Yang bukan tanah dapat dipisahkan lagi kepada yang tidak

bergerak seperti rumah dan yang dapat bergerak ada yang menyangkut gelar

kebesaran seperti pakaian kebesaran berikut kerisnya dan ada pula yang sama

sekali tidak berhubungan dengan gelar kebesaran seperti ternak dan kendaraan.

Dari dua bentuk harta tersebut di atas, maka tanah menempati kedudukan

utama dalam harta pusaka, karena tanah dalam adat Minangkabau merupakan

salah satu unsur dalam organisasi matrilineal Minangkabau. Di samping itu bagi

orang Minangkabau dianggap sebagai salah satu kriteria yang menentukan

martabat seseorang dalam kehidupan nagari. Seseorang yang mempunyai tanah

asal dianggap orang asli dalam nagari yang dianggap lebih berhak atas

kebesaran-kebesaran dalam nagari.32

2. Dari Segi Bentuknya

Dari segi bentuknya, tanah dapat dipisahkan pada dua macam yaitu harta

hutan tinggi dan harta hutan rendah. Yang di maksud hutan tinggi adalah segala

tanah yang belum diolah dan belum dijadikan tanah pertanian, dengan arti masih

tetap tinggal sebagaimana yang dianugrahkan Allah. Adapun hutan rendah

31

Ibrahim Dt Sanggoeno Diradjo, TAMBO ALAM MINANGKABAU “Tatanan Adat Warisan

Nenek Moyang Orang Minang”, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2012), h. 222. 32

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 213.

28

adalah segala tanah yang telah digarap dan diusahakan menjadi tanah pertanian

atau perumahan. Sedangkan tanah yang pernah diusahakan tetapi telah

ditinggalkan kembali sampai menjadi hutan, dikelompokkan lagi menjadi hutan

tinggi.

3. Macam Harta Pusaka dari Segi Asalnya

Dari segi bagaimana caranya harta atau tanah itu berada di tangan

seseorang yang mati dan yang akan beralih kepada ahli warisnya, ada tiga

macam:

a. Secara Dipusakai

Pengertian harta yang dipusakai atau harta pusaka adalah harta yang

didapat seseorang dari angkatan sebelumnya sebagai akibat kematian

angkatan tersebut. harta pusaka itu dipisahkan pula menjadi dua macam yaitu

harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Perbedaan penamaan tinggi dan

rendah itu terletak pada waktu jadinya harta itu.33

Menurut Hamka “pusaka tinggi ialah pusaka yang didapat dengan

tembilang besi, pusaka rendah didapat dengan tembilang emas”. Yang

dimaksud tembilang besi adalah harta yang diperoleh secara turun temurun

dari orag-orang terdahulu. Tembilang emas adalah hasil jerih payah sendiri.

Selain dari itu ada juga yang menyebutnya dengan “harta bersama”, artinya

harta yang diperoleh selama hidup berumah tangga. Bukan harta hasil warisan

dari orang tua atau pun pemberian orang lain.34

Harta pusaka tinggi adalah harta yang diwarisi secara turun temurun

dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu. Adanya harta pusaka

tinggi ini berkaitan dengan sejarah lahirnya kampung atau koto yang diikuti

33

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 216. 34

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010),

h. 147.

29

dengan membuka sawah ladang sebagai sumber kehidupan.35

Hak

penggunaannya secara turun temurun dari beberapa generasi sebelumnya

hingga bagi penerima harta itu sudah kabur asal-usulnya. Kekaburan asal-usul

harta pusaka tinggi itu disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: pertama,

sudah begitu jauh jarak waktu antara adanya harta itu dengan pihak yang

sedang mengusahakannya, sehingga tidak dapat lagi diperhitungkan dengan

tahunan. Kedua, karena harta itu sudah becampur baur dengan sumber lainnya

yang datang di kemudian harinya.

Menurut adat yang diadatkan, harta yang diperoleh suatu kaum atau

salah seorang dari anggota kaum dengan cara apapun, sesudah diturunkan satu

kali bergabung dengan harta pusaka yang diterima dari generasi sebelumnya.

Berdasarkan adat ini, maka dalam setiap angkatan generasi terjadilah

pencampuran harta yang diterimanya sacara pusaka hasil pencariannya

sendiri. Semakin jauh angakatan generasinya, semakin banyak terjadi

pencampuran dari harta tersebut. Dengan adanya penggabungan harta pada

setiap generasi dan pemisahan harta pada waktu terjadi pembelahan kesatuan

paruik, maka pihak yang menerima kemudian hari tidak tahu lagi secara pasti,

harta milik siapa sebenarnya dipusakainya itu. Harta yang seperti itulah yang

dinamai harta pusaka tinggi.

Dari penjelasan tersebut di atas dapat dikemukakan ciri-ciri khusus

harta pusaka tinggi, yaitu:

1) Tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya

2) Yang memilikinya adalah kaum secara bersama

3) Tidak dapat berpindah tangan keluar kaum yang memilikinya kecuali bila

dilakukan oleh kaum secara bersama-sama pula

35

Amir Sjarifoedin Tj.A, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku

Imam Bonjol, (Jakarta: Gria Media Prima, 2011), h. 98.

30

Harta pusaka rendah adalah harta yang dipusakai seseorang atau

kelompok, yang dapat diketahui secara pasti asal-usul harta itu.36

Mengenai harta pusaka rendah ada perbedaan pendapat. H.K Datuk

Gunung Hijau berpendapat bahwa pusaka rendah adalah segala harta

diperdapat dari hasil usaha pekerjaan dan pencaharian sendiri. Harta ini boleh

dijual dan digadaikan menurut keperluan dengan kesepakatan ahlli waris.

Menurut Damsiwar SH harta pusaka rendah adalah harta tambahan bagi

sebuah kaum dan ini diperoleh dengan membuka sawah atau ladang baru,

tetapi masih di tanah pusaka tinggi, hanya saja pembukaan sawah dan

ladangnya saja yang baru.37

Harta pusaka rendah dalam buku Amir

Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau adalah harta yang dipusakai seseorang atau kelompok yang

dapat diketahui secara pasti asal-usulnya harta itu. Ini dapat terjadi bila harta

itu diterimanya dari satu angkatan di atasnya seperti ayah atau mamaknya,

begitu pula dari dua tingkat diatasnnya yang masih dapat dikenalnya, seperti

ninik, baik oleh ayah atau ninik atau mamak, harta itu didapatnya melalui

usahanya sendiri.38

Seseorang yang mendapatkan harta dari hasil usaha sendiri, berhak

mendapatkan manfaat dari harta itu untuk kepentingan sendiri bersama anak

cucunya. Tetapi bila dia sudah meninggal, maka harta itu diwarisi secaara

tidak terbagi oleh angkatan di bawahnya. Dengan demikian, harta itu

digabungkan kepada harta pusaka. Harta pusaka rendah bila sekali diturunkan,

dengan sendirinya menjadi harta pusaka tinggi.

Warisan harta pusaka rendah yang telah diwarisi selama empat

generasi semacam inilah kita sebut dengan “harta susuk” yaitu harta pusaka

36

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan

Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010), h. 148 37

Amir Sjarifoedin Tj.A, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku

Imam Bonjol, (Jakarta: Gria Media Prima, 2011), h. 100 38

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 217.

31

rendah yang disisipkan kedalam harta pusaka tinggi yang sudah diterima

secara turun temurun.

Harta pusaka rendah yang diterima anak laki-laki dari orang tuanya

boleh saja dihibahkan kepada keluarga istrinya, tetapi pada umumnya justru

dipasrahakan kepada saudaranya yang perempuan untuk menambah harta

pusaka kaumnya.39

b. Harta Pencaharian

Harta pencaharian adalah segala harta benda yang diperoleh dengan

usahanya sendiri, atau karena diberi orang lain.40

Harta hasil usaha sendiri itu

dapat dipisahkan kepada dua bentuk: Pertama, tembilang besi yaitu tanah

yang didapatnya melalui hasil taruko dari tanah ulayat kaum, kedua,

tembilang emas yaitu harta atau tanah yang didapatnya dengan cara membeli

atau memagang yang uang untuk maksud itu adalah dari hasil usahanya

sendiri.

Harta pencaharian ini harta yang dicari oleh suami dan istri, diperoleh

mereka selama dalam status perkawinan dan disebut Harta Gono-gini.41

c. Secara Hibah

Hibah adalah harta yang dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang

sebagai hasil pemberian dari orang lain bukan disebabkan oleh kematian dari

yang punya harta. Harta ini menjadi hak milik bagi yang menerima hibah.

Sejauh mana harta yang diterima itu menjadi hak milik bagi yang menerima,

akan dijelaskan dalam pembahasan yang akan datang. Dalam bentuk hak

milik penuh, harta hibah tersebut dapat diwariskan kepada anak cucu.42

39

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 98. 40

Ibrahim Dt Sanggoeno Diradjo, TAMBO ALAM MINANGKABAU “Tatanan Adat Warisan

Nenek Moyang Orang Minang”, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2012), h. 224. 41

Amir Sjarifoedin Tj.A, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku

Imam Bonjol, (Jakarta: Gria Media Prima, 2011), h. 100. 42

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 218

32

Hibah dalam Hukum adat Minangkabau dapat dibagi tiga macam:

1) Hibah semata adalah cara melepaskan harta untuk dapat dimiliki oleh pihak

lainnya, khususnya kepada anak, oleh seorang anggota suatu kaum, yang

disetujui oleh mamak kepala waris, diketahui oleh penghulu kaum itu, serta

disaksikan oleh mamak kepala waris kaum yang menerima dan diketahui

pula oleh penghulunya. Dalam adat dikatakan bahwa hibah batau-tau,

setahu mamak dan penghulu dari kaum yang memberi hibah dan setahu

mamak dan penghulu kaum yang menerima hibah. Jadi diketahui oleh

kedua belah pihak secara lengkap, dilakukan di hadapan semua ahli waris

kedua pihak, dan dilakukan di rumah pihak yang memberi hibah. Hibah ini

biasanya dilakukan kepada anak oleh seorang bapak, dan berlaku sepanjang

umur anak yang menerima hibah.43

2) Hibah beserta emas, adalah hibah dengan uang atau emas. Maksudnya

penerima hibah memberikan sejumlah emas atau uang kepada pemberi

hibah, jangka waktunya tetap seumur anak atau penerima hibah, tetapi bila

dia meninggal dunia maka harta hibah itu dapat kembali kepada pemberi

hibah atau kaumnya bila sejumlah emas atau uang yang diterima pemberi

hibah dahulunya telah dikembalikan kepada kaum penerima hibah.

3) Hibah selama-lamanya, adalah jenis hibah lepas dari pemberi hibah kepada

penerima hibah, biasanya diikuti oleh sejumlah emas atau uang tertentu,

dan harta ini tidak kembali lagi kepada kaum pemberi hibah untuk selama-

lamanya. Untuk hibah jenis ini harus diketahui oleh pucuk adat, dan

biasanya diberi tanda dengan batu atau kayu.44

Istilah ini hibah muncul setalah agama Islam masuk ke

Minangkabau. Sebelum Islam masuk ke Minangkabau, dalam adat istilah

43

Edison Piliang dan Hasrun Dt. Maraja Sungut, TAMBO MINANGKABAU “Budaya dan

Hukum Adat di Minangkabau, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2014), h.266. 44

Edison Piliang dan Hasrun Dt. Maraja Sungut, TAMBO MINANGKABAU “Budaya dan

Hukum Adat di Minangkabau, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2014), h.268.

33

pemberian berupa hibah ini adalah agiah (pemberian) laleh, agiah bakeh,

dan agiah pampeh.45

4. Macam harta dari segi hak penggunaannya

Dari segi hak dan penggunaannya, tanah dibagi menjadi dua bentuk, yaitu

hak bersama dan bukan hak bersama. Yang dimaksud hak bersama ialah harta

yang dimiliki haknya secara genggam beruntuk oleh kaum secara kolektif hingga

tidak dapat ditentukan bagian masing-masing anggota kaum dan tidak dapat pula

dibagi untuk pribadi anggota kaum tersebut.

Yang dimaksud bukan hak bersama ialah harta yang tidak dapat

dikelompokkan kepada harta bentuk pertama tersebut di atas, dengan arti dapat

dimiliki oleh pihak tertentu dalam kaum tanpa ikut sertanya pihak yang lain.

Dalam kategori ini tidak dipergunakan kata “hak pribadi”, walaupun dalam

beberapa keadaan pengertian bukan hak bersama dapat identik dengan hak

pribadi. Dalam penetuan hak atas harta di Minangkabau, kata “bukan milik

bersama” tidak sama dengan “milik pribadi” karena pengertian milik pribadi di

sini berarti dipunyai oleh seseorang yang tertentu dengan arti individual,

sedangkan adat Minangkabau menganut filsafat bersama dalam kemasyarakatan

yaitu dasar bersama, tujuan bersama dan cara bersama.

Dari penjelasan di atas, maka macam-macam harta menurut pembagian

tersebut dapat dimasukan ke dalam salah satu di antara dua kategori:

Hutan tinggi sebagai tanah ulayat adalah hak bersama oleh kaum atau

suku atau nagari yang memegang hak ulayat itu. Sifat kebersamaannya dapat

dilihat dari segi bahwa tanah tersebut belum dimasuki dan diolah sehingga

siapapun di antara anggota kaum yang memegang ulayat boleh mengolahnnya

menjadi tanah pertanian atau perumahan.

45

Amir Sjarifoedin Tj.A, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku

Imam Bonjol, (Jakarta: Gria Media Prima, 2011), h. 118

34

Harta pusaka tinggi adalah hak bersama seluruh anggota kaum. Masing-

masing anggota kaum tidak dapat memilikinya secara hak pribadi, tetapi masing-

masing dapat mengambil manfaat dari padanya secara hak pakai yang

pemakaianya diatur oleh penghulu atau niniak mamak dari kaum itu.46

5. Macam harta yang menyangkut kehidupan suami istri dalam perkawinan

Bila terjadi perkawinan antara seseorang laki-laki dari suatu kaum dengan

perempuan dari kaum lain dalam perkawinan eksogami dan kedua suami istri

diam di rumah pihak istri, maka dalam kehidupan suami istri itu terdapat harta

untuk penunjang kehidupan mereka. Harta tersebut dapat terdiri dari bermacam-

macam berdasarkan sumbernya. Macam harta itu ditentukan oleh keadaan harta

yang dimiliki oleh suami atau istri sebelum berlangsungnya perkawinan, maupun

sesudahnya. Macam-macam harta itu adalah sebagai berikut:

1) Harta tetapan, yaitu harta yang telah ada di rumah si istri sebelum berlangsung

perkawinan. Harta tetapan yang dimilliki oleh istri ini mungkin merupakan

harta pusaka yang ada di rumah itu, atau mungkin bersala dari pencarian

sendiri.47

Harta itu disebut harta tetapan, karena dalam adat perkawinan di

Minangkabau, laki-laki yang pulang ke rumah istrinya. Pada waktu ia pulang

itu sudah didapatkannya harta itu disana. Harta tepatan atau dapatan ada dua

macam:

a) Harta pusaka yaitu harta yang oleh istri dimilikinya bersama secara

dipusakai, baik pusaka tinggi atau pusaka rendah. Harta tersebut, adalah

hak bersama istri bersama anggota keluarga lainnya.

b) Harta pencaharian yang didapat oleh istri sebagai hasil usahannya sendiri

atau dapat hibah secara perorangan. Harta dari kedua sumber itu adalah hak

pribadi istri dan tidak ada hak kaum di dalamnya.

46

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 221 47

Edison Piliang dan Hasrun Dt. Maraja Sungut, TAMBO MINANGKABAU “Budaya dan

Hukum Adat di Minangkabau,(Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2014), h.271

35

2) Harta bawaan, yaitu harta yang telah dimiliki oleh suami sebelum perkawinan

dan harta tersebut ditempatkan oleh suami di tempat istrinya, atau harta yang

diterima suami secara perorangan dalam perkawinan, yang keseluruhannya

disediakan suami untuk menunjang kehidupan keluarga itu. Penamaan ini

tentu muncul setelah adanya tanggung jawab seorang suami terhadap anak dan

istrinya. Ditinjau dari segi caranya suami memperoleh harta itu, harta bawaan

dapat dipisahkan dalam dua macam yaitu:48

a) Harta pusaka yang diterima suami dari mamak atau kaumnya, baik dalam

bentuk pusaka rendah atau pusaka tinggi. Harta tersebut dapat dibawa oleh

suami ke rumah istrinya adalah sebagai hak pakai dari kaumnya.

b) Harta pencaharian baik yang bernama tembilang besi maupun tembilang

emas atau harta yang diterimanya secara hibah. Keseluruhan harta

pencaharian itu terkelompok pula kepada adanya harta bersama atau hak

pribadi.

Bila suami meninggal dunia, maka berlakulah ketentuan adat yang

berbunyi:

Harta tetapan tinggal

Harta bawaan kembali

Harta surang dibagi

Harta sekutu dibelah

Berdasarkan ketentuan tersebut harta bawaan suami dikembalikan

lagi kepada kaumnya.49

3) Harta perkawinan, yaitu harta yang diperoleh selama berlangsung

perkawinan, baik atas usaha suami, atau atas usaha istri, atau atas usaha

48

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 221. 49

Edison Piliang dan Hasrun Dt. Maraja Sungut, TAMBO MINANGKABAU “Budaya dan

Hukum Adat di Minangkabau, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2014), h270.

36

bersama suami dan istri. Ketiga bentuk usaha tersebut nyata dalam

kehidupan perkawinan di Minangkabau.50

6. Macam harta dari segi tersangkutnya hak orang lain di dalamnya

Dari segi tersangkutnya hak orang lain pada harta dapat dibagi menjadi dua

macam yaitu: harta suarang dan harta serikat.

Harta suarang atau disebut juga dengan harta pesuarangan yaitu harta yang

dimiliki beberapa orang secara bersama-sama dengan hak yang sama. Harta serikat

yaitu harta yang didapat atas hasil usaha beberapa orang hingga dimiliki bersama

oleh orang-orang yang berusaha itu.

Demikian juga pada orang yang menjadi suami dan isteri, si suami dan

isteri mempunyai pekerjaan masing-masing, maka pendapatan dari usaha dari

keduanya dinamakan harta persuarangan. Apabila salah satu dari keduanya yang

bekerja maka harta itu tidak menjadi harta persuarangan.51

Harta serikat lebih banyak menampakkan harta yang didapat melalui usaha

bersama. Menurut adat Minangkabau: bersuarang beragih, bersakutu berbelah.

Cara berusahanya mungkin berusaha bersama dengan modal bersama atau modal

bersama dilakukan usahanya oleh pihak ketiga atau berusaha bersama

menjalankan modal pihak ketiga atau semata-mata berusaha bersama tenaga secara

menjual jasa atau satu pihak mempunyai modal dan yang lain yang berusaha

dengan modal itu.52

Keseluruhan usaha tersebut dinamai usaha berserikat dan hasil yang

diperdapat disebut harta serikat.

50

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 222. 51

Ibrahim Dt Sanggoeno Diradjo, TAMBO ALAM MINANGKABAU “Tatanan Adat Warisan

Nenek Moyang Orang Minang”, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2012), h.225. 52

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 222.

37

C. Pembagian Harta Pusaka Tinggi

Secara garis besarnya di dalam adat Minangkabau harta pusaka terbagi kepada

dua bagian, yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi itu

ada juga yang menyebutnya dengan harta tua. Perbedaan itu terletak pada waktu

terjadinya harta itu.

Menurut Buya HAMKA “faraidh tidak dapat masuk kemari, karena harta

pusaka tinggi tidak dapat dibagi-bagi, tetapi diwariskan secara turun temurun kepada

anak kaum (suku) tersebut. kaum hanya dapat mengambil manfaat atau hasilnya saja

dari harta peninggalan itu.53

Menurut adat harta pasuka tinggi tidak boleh dibagi-bagi menjadi hak sendiri-

sendiri oleh orang yang menerima pusaka itu. tetapi boleh dibagi oleh berkaum yang

sama-sama menerima harta pusaka itu, buat mengerjakan menurut aturan mamak.

Pembagian itu namanya genggam beruntuk-untuk, bukan berarti pembagian

itu untuk jadi kepunyaan masing-masing yang menggenggam harta itu, tetapi harta itu

tetap kepunyaan bersama juga. Hanya hasil-hasil yang dikeluarkan dari harta pusaka

itu yang dibagi untuk yang menggenggam menurut aturan yang sudah diatur.

Misalnya hasil sawah atau hasil ladang yang dikerjakan oleh waris yang

menggenggamnya.54

Dengan sistem ganggam bauntuk ini akan selalu memberi manfaat secara

terus menerus dari satu generasi ke generasi yang lain. Karena itu pola harta pusaka

tinggi yang tidak boleh dijual ini menjadi landasan utama bagi terciptanya prinsip

kekeluargaan abadi dalam sistem kekeluargaan di Minangkabau.55

Dalam bukunya Syekh Ahmad Khatib yang berjudul “Ad Doi‟ al Masmu‟ Fil

Raddi „ala Tawarisi al „ikhwati wa Awadi al Akawati ma„a Wujud al Usuli wa al

53

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan

Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010), h. 147. 54

Ibrahim Dt Sanggoeno Diradjo, TAMBO ALAM MINANGKABAU “Tatanan Adat Warisan

Nenek Moyang Orang Minang”, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2012), h. 222. 55

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 30

38

Furu‟i. yang artinya “dakwah yang di dengar tentang penolakan atas pewarisan

saudara dan anak saudara di samping ada orang tua dan anak”.

Syeckh Ahmad Khatib tidak setuju dengan pewarisan yang ditetapkan adat

Minangkabau. Ia lebih menekankan tentang pewarisan secara hukum Islam. Namun

pendapat beliau berbeda dengan muridnya, seperti Syekh Dr.H.Abd. Karim

Amrullah, yang melihat harta pusaka dalam bentuk yang sudah terpisah dari harta

pencarian.

Menurut Karim Amrullah, harta pusaka itu sama keadaannya dengan harta

wakaf atau musabalah yang pernah diperlakukan oleh Umar bin Khatab atas harta

yang didapatnya dikhaibar dibekukan tasharrufnya dan hasilnya dimaafaatkan untuk

kepentingan umum.56

Ketentuan adat Minangkabau tentang pewarisan harta pusaka tinggi ini

berbunyi sebagai berikut:

Biriek biriek tabang kasasak

Dari sasak turun ka halaman

Dari niniek turun ka mamak

Dari mamak turun ka kamanakan57

Dan ketentuan adat Minangkabau tentang pemilikan harta pusaka tinggi ini

adalah sebagai berikut:

Tajua indak dimakan bali

Digadai indak dimakan sando58

Hukum adat Minangkabau mempunyai asas-asas tertentu dalam kewarisan.

Asas-asas itu banyak bersandar kepada sistem kekerabatan dan kehartabendaan,

56

Amir Sjarifoedin Tj.A, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku

Imam Bonjol, (Jakarta: Gria Media Prima, 2011), h. 102 57

Maksudnya adalah sako dan pusaka yang didapat dari ninik diturnkan ke mamak dari

mamak diturunkan lagi untuk kemenakan. Sako dan pusaka merupakan warisan turun temurun

menurut garis keturunan ibu atau menurut kekerabatan bertali darah. Oleh karena itu, mamak dan

kemenakan sama-sama memiliki hak dan kewajiban. 58

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 20

39

karena hukum kewarisan suatu masyarakat ditentukan oleh struktur kemasyarakatan.

Adat Minangkabau mempunyai pengertian tersendiri tentang keluarga dan tentang

cara-cara perkawinan. Dari kedua hal itulah muncul ciri khas struktur kekerabatan

dalam adat Minangkabau, yang menimbulkan bentuk tersendiri pula dalam hukum

kewarisannya.

Amir Syarifuddin menjelaskan ada 3 asas pokok dalam hukum kewarisan adat

Minangkabau:59

1. Asas unilateral, yaitu hak kewarisan hanya berlaku dalam satu garis kekerabatan,

dan satu garis kekerabatan di sini adalah garis kekerbatan melalui ibu.

2. Asas kolektif, yaitu bahwa yang berhak atas harta pusaka bukanlah orang

perorang, tetapi suatu kelompok secara bersama-sama. Berdasarkan asas ini maka

harta tidak dibagi-bagi dan disampaikan kepada kelompok penerimanya dalam

bentuk kesatuan yang tidak terbagi.

3. Asas keutamaan, yaitu bahwa dalam penerimaan harta pusaka atau penerimaan

dalam peranan untuk mengurus harta pusaka, terdapat tingkatan-tingkatan hak

yang menyebabkan satu pihak lebih berhak dibandingkan dengan yang lain, dan

selama yang lebih berhak itu masih ada maka yang lain belum dapat menerimanya.

Kekerabatan dalam adat disebabkan karena bertali darah (dilihat dari garis ibu),

bertali adat (satu suku), dan bertali emas (orang yang tidak bertali darah dan bertali

suku tapi atas kehendaknya ingin masuk ke dalam suatu suku tertentu).

Pewarisan harta pusaka ini diwariskan secara kolektif terhadap ahli warisnya,

karena harta pusaka ini adalah dikuasai oleh kaum secara kolektif juga, maka

kematian dalam kaum tidak banyak menimbulkan masalah. Harta itu tetap tinggal

pada rumah yang ditempati kaum untuk dimanfaatkan bersama oleh seluruh kaum.

59

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan

Umat Islam Indonesia (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010), h. 150.

40

D. Kedudukan Harta Pusaka Tinggi dalam Hukum Adat

Dalam adat Minangkabau, harta pusaka tinggi ini merupakan harta yang

sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat adatnya. Minangkabau memiliki

sistem kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan matrilineal adalah suatu sistem

yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu

jalinan kekerabatan garis keturunan ibu.

Dalam pandangan Adat Minangkabau harta benda (materi), mempunyai

fungsi yang tidak hanya sekedar jaminan hidup ekonomi, tetapi mempunyai fungsi

moral, sosial, harga diri disamping sebagai modal ekonomi. Ada beberapa fungsi

harta dalam Adat Minangkabau sebagai berikut:60

1. Harta itu adalah sebagai menghargai jerih payah nenek moyang. Sebagai pewaris

yang bermoral tinggi ditabukan untuk menjual harta pusaka tinggi.

2. Harta dianggap sebagai lambang ikatan berdunsanak, yang bertali darah.

Pemilikannya bersama melambangkan kedekatan hubungan sosial antara mereka

yang berdunsanak.

3. Harta itu sebagai jaminan hidup kaum, sepanjang masa.

4. Harta sebagai lambang harga diri, keluarga sekaum. Semiskin-miskin orang

Minangkabau, tanah satampok tetap punya.

Hukum tanah adat Minangkabau didasarkan pada prinsip keluarga jangka

panjang. Prinsip keluarga abadi, sepanjang masa.61

Harta pusaka tinggi ini masih kekal sebagai asas yang penting bagi adat

Minangkabau. Walaupun harta pusaka, terutama tanah besar kemungkinan sekarang

ini dibagikan di kalangan semandai, harta ini masih diwariskan mengikuti pola yang

Kalau pola harta pusaka tinggi dihapuskan, maka kami yakin adat

Minangkabau akan segera runtuh. Sebaliknya kalau pola harta pusaka tinggi kita

60

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 28. 61

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 28.

41

lestarikan dan kembangkan, kami yakin Adat Minangkabau akan bertambah kukuh

dalam percaturan budaya di Negara Indonesia.62

Kedudukan harta pusaka tinggi dalam perjalanan kehidupan Adat

Minangkabau sangat lah penting.

Pusaka tinggi inilah dijual tidak dimakan bali di gadai tidak dimakan sando

inilah tiang agung Minangkabau selama ini.63

E. Harta Pusaka Tinggi Sebagai Harta Kaum

Harta pusaka dalam pembahasan ini adalah harta pusaka dalam pengertian

khusus yaitu harta yang berada di tangan seseorang atau kaum sebagai peninggalan

dari generasi sebelumnya yang disebut dengan harta pusaka tinggi. Harta ini adalah

unsur penunjang tegaknya sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau.

Sebagaimana disebutkan dalam pembahasan terdahulu, harta pusaka

ditinggalkan oleh nenek moyang penemu harta itu untuk kepentingan bersama anak

cucunya di kemudian hari. Kepentingan itu ada dua tingkat yaitu kepentingan biasa

dalam kehidupan sehari-hari yang cukup dipenuhi dari hasil yang diperoleh dari harta

pusaka. Kedua kepentingan mendesak, yang seandainya tidak dapat ditutupi dengan

hasil harta pusaka, dapat ditutupi dengan harta pusaka itu sendiri.

Penggunaan harta pusaka dalam hubungannya dengan kepentingan yang

mendesak, dinyatakan dalam pepatah adat sebagai berikut:64

Rumah gadang katirisan

Gadih tuo indak balaki

Mayik tabujua tangah rumah

Mambangkik batang tarandam

62

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 30. 63

Amir Sjarifoedin Tj.A, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku

Imam Bonjol, (Jakarta: Gria Media Prima, 2011), h. 103. 64

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h. 222.

42

Dari rangkaian pepatah tersebut di atas dapat dikatakan bahwa harta pusaka

tinggi hanya dipergunakan untuk empat keperluan itu saja.

1. Rumah gadang katirisan

Waktu membicarakan fungsi Rumah Gadang sudah dijelaskan bahwa

Rumah Gadang adalah pusat administrasi kekerabatan matrilineal. Secara fisik

Rumah Gadang dibangun untuk dapat menampung dan memberi perlindungan

untuk seluruh keluarga dalam lingkungan kesatuan paruik. Rumah Gadang

adalah lambang keutuhan organisasi kaum. Bila Rumah Gadang tersebut

mengalami kebocoran, akan dapat membawa kerusakan kepada bagian lain dari

Rumah Gadang itu. Di samping itu dapat pula mengganggu ketenangan dan

kesehatan penghuninya. Untuk keperluan memperbaikinya disediakan dana dari

harta pusaka.65

Dalam rumah gadang sebagai rumah yang dimiliki secara bersama,

ternyata sudah rusak seperti bocor atau sudah lapuk, maka boleh mengadai atau

sudah lapuk.

Milik bersama ternyata sudah banyak yang rusak seperti bocor sudah

lapuk, maka boleh mengadaikan sekedar kadar perbaikan.66

Rumah Gadang katirisan ini secara fisik juga berarti mendirikan Rumah

Gadang baru bila terjadi perkembangan anggota keluarga, sedangkan Rumah

Gadang lama tidak dapat menampung perkembangan itu.

Rumah Gadang katirisan, boleh dikerjakan dengan jalan gotong royong

seluruh suku: berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.67

Bahan-bahannya

dicari di hutan yang termasuk ulayat kaum. Begitu pula pada waktu

menegakkannya dilakukan secara bersama-sama. Pada waktu belakangan, semua

bahan perlu dibeli dan tenaga tukang perlu digaji. Karenanya dana yang

65

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h. 223. 66

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 10. 67

Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984), h. 103.

43

disediakan dan diperlukan dari harta pusaka lebih besar dibandingkan dengan

pada waktu dulu.

Ditinjau dari segi Rumah Gadang sebagai lambang keutuhan keluarga

matrilineal, pepatah adat tersebut juga berarti untuk menjaga keutuhan kerabat

matrilineal dan memelihara dan mengembangkan harta yang dimiliki oleh kaum

itu. Pemakaian harta dipergunakan untuk menjaga dan mengembangkan harta iu

dalam pepetah adat disebutkan “mangabek padi jo daunnyo”68

2. Gadih tuo indak balaki

Menurut kebiasaan yang berlaku dahulu di Minangkabau, gadis yang

sudah menginjak dewasa sudah dikawinkan. Bila gadis sudah melewati umur

dewasa belum juga kawin adalah suatu yang kurang dan memalukan keluarga.

Untuk menutup malu dan kekurangan itu segala daya dan dana disediakan dari

harta pusaka.

Gadis besar belum bersuami dapat disebabkan oleh beberapa hal, di

antaranya belum cukup persediaan material yang dibutuhkan untuk suatu

perkawinan. Sesuai dengan adat matrilineal, dalam rangka mengambangkan

keluarga, diperlukan suami yang didatangkan itu tidak diharapkan bantuan

material untuk pelaksanaan segala sesuatu yang menyangkut keperluan

perkawinan. Bahkan ada di antara adat suatu nagari, laki-laki yang akan menjadi

sumando itu didatangkan dengan uang jemputan yang jumlahnya ditentukan oleh

pihak kaum laki-laki. Segala keperluan acara perkawinan itu berikut peralatan

dan tempat penganten harus disediakan oleh keluarga pihak perempuan. Karena

beratnya syarat mengadakan perkawinan itu terjadilah adanya gadis besar belum

mendapatkan jodoh.69

Gadis gadang yang belum bersuami juga akan memberi malu atau

menjadi aib kepada orang yang berkaum, yang berkarib baid dengan gadis itu.

68

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h. 223 69

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h. 224.

44

selain daripada malu, kadang-kadang gadis itu pula yang membuat kelakuan

yang memberi malu kepada kaum keluarganya.70

3. Mayik tabujua tangah rumah

Mayat terbujur di tengah rumah berarti biaya pengurusan jenazah dan

segala sesuatu yang menyangkut dengan peristiwa kematian. Urusan ini termasuk

kepada yang harus dibiayai dengan harta pusaka, menunujukan bahwa peristiwa

kematian itu membutuhkan biaya.71

Apabila mayat tidak terkubur mejadi aib dan malu besar kepada segenap

keluarganya, karena itu wajib kaum mencari akal bagaimana supaya mayat itu

dapat dikuburkan dengan patut menurut adat. Apabila tiada dapat akal lain untuk

menyelamatkan mayat itu ke kubut, maka wajiblah harta pusaka kaum itu dijual

atau digadaikan sekedar perlunya saja.72

Begitu pula adat menyediakan hidangan untuk orang yang melakukan

ta‟ziyah yang diadakan pada beberapa waktu yang tertentu seperti hari ketiga,

hari ketujuh, hari keempat puluh dari kematian. Pada setiap hari itu diperluan

biaya yang banyak. Acara-acara seperti itu tidak dituntut oleh syara‟ bahkan

menganggap perbuatan itu tidak baik.

4. Mambangkik batang tarandam

Dalam pengertian adat Minagkabau membangkitkan batang tarandam

berarti bertegak penghulu yang jabatan tersebut sudah lama ditaguhkan.

Apabila ninik mamak yang meninggal dunia dan gelar ninik mamak

tersebut tidak disandangkan kepada penungkatnya hari itu juga, gelar itu akan

terbenam. Adat mencabutkan batang terbenam atau mengangkat batang tarandam

70

Ibrahim Dt Sanggoeno Diradjo, TAMBO ALAM MINANGKABAU “Tatanan Adat Warisan

Nenek Moyang Orang Minang”, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2012), h. 234. 71

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h. 224. 72

Ibrahim Dt Sanggoeno Diradjo, TAMBO ALAM MINANGKABAU “Tatanan Adat Warisan

Nenek Moyang Orang Minang”, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2012), h. 234

45

lebih berat dari mengangkat penghulu biasa. Sekurang-kurangnya seekor kerbau

jadi korbannya.73

Jabatan itu tidak dapat ditangguhkan berlama-lama karena akan merusak

nama baik kaum itu, sebagaimana rusaknya kayu yang kelamaan direndam. Suku

yang tidak mempunyai penghulu adalah suatu aib, karena dianggap sebagai suku

yang pendatang. Oleh karena itu, suku yang dalam hal ini jurai atau paruik yang

dapat giliran berusaha untuk membangkit batang terendam.

Bila desakan untuk batagak penghulu termasuk usaha untuk menutupi

malu, maka pengertian membangkik batang terendam itu, berlaku juga untuk

menutupi malu yang tercoreng di kening kaum, yang berarti malu yang menimpa

kaum.

Bila diperhatikan keperluan mendesak yang dihadapi dengan harta pusaka

seperti diuraikan di atas, maka dapat dikatakan bahwa keseluruhannya

menyangkut kepentingan kaum secara kolektif. Ada yang langsung menyangkut

kepentingan kaum seperti memperbaiki rumah gadang tempat kediaman anggota

kaum dan keperluan batagak penghulu yang akan menjadi pimpinan seluruh

kaum. Adapun dua keperluan lagi walaupun terlihat keperluan pribadi yang

menonjol seperti mengawinkan gadis tua yang belum menikah atau mayat

terbujur ditengah rumah, tetapi secara tidak langsung keduanya juga untuk

kepentingan kaum. Mengawinkan gadis dalam kaum adalah untuk kelanjutan

keturunan generasi yang akan datang dari kaum, sedangkan menguburkan mayat

yang terbujur di tengah rumah untuk menjaga martabat kaum.74

Karena keseluruhannya menyangkut kepentingan kaum, adalah wajar bila

dana yang dipergunakan untuk itu diambil dari harta pusaka yang menjadi milik

kaum. Pada tahap pertama dengan segala usaha dicoba mengatasinya dengan

hasil yang diperoleh dari harta pusaka tanpa mengurangi harta pusaka itu sendiri.

73

Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984), h. 104. 74

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h. 225.

46

Bila hal itu tidak mungkin, sedangkan masalahnya sudah termasuk mendesak,

maka berlakulah pepatah adat: “indak kayu janjang dikapiang, indak ameh

bungka diasah:. Artinya adat membenarkan mengurani harta pusaka secara gadai

atau dijual dengan cara yang dibenarkan oleh adat.

46

BAB III

PROFIL KENAGARIANAN BATU TABA KECEMATAN IV ANGKEK

KABUPATEN AGAM

A. Gambaran Umum Kondisi Kenagarianan Batu Taba

1. Sejarah Kenagarian Batu Taba

Nama Batu Taba berasal dari banyaknya batu yang ukurannya besar-besar

pada saat orang yang pertama datang ke daerah ini menemukan hamparan batu

bekas dari galodo1 gunung merapi, diperkirakan telah 500 tahun sebelum masehi.

Asal usul pendatang yang pertama kali datang ke Kenagarian Batu Taba terdiri

dari 6 suku yang berasal dari Balai Gurah diantaranya Suku Koto, Piliang, Guci,

Tanjuang, Sikumbang dan Jambak. Balai Gurah terletak arah timur dari

Kenagarian Batu Taba pendatang yang datang tersebut awalnya menelusuri hutan

yang mengarah ke barat dari Sitapuang ke Cangkiang dan disini mulai

penyebaran kedaerah sekitarnya.

Kenagarian Batu Taba mempunyai 10 kubu (pertanahan) antara lain:

kubu tuo, kubu rakik, kubu pisang, kubu maninjau, kubu bebeh, kubu randah,

kubu pinang, kubu sanang, kubu bio.

Pada zaman dahulu kubu (pertanahan) ini adalah tempat nenek moyang

bertahan pada saat terjadinya perang dengan Belanda.

Kenagarian Batu Taba terdiri dari 6 (enam) jorong yakni:

a. Cangkiang

Nama Cangkiang berasal dari nama pohon cangkiang dimana daerah

ini banyak ditumbuhi oleh pohon cangkiang, jadi para pendatang tersebut

menamakan daerah ini dengan sebutan “Cangkiang.”

b. Surau Gadang

1 Banjir bandang yang disertai dengan longsor yang membawa batu-batu besar.

47

Batu Taba sebelum berkembang terdapat satu-satunya mesjid/surau

yang paling besar/gadang didaerah ini oleh karena itu daerah ini dinamakan

dengan Surau Gadang.

c. Tanah Nyariang

Asal kata tanah nyariang adalah dahulunya di daerah ini sekitar tanah

lapang/lapangan bola sering berbunyi nyaring tanahnya apabila orang-orang

yang main bola berlari di lapangan tersebut. Maka daerah ini dinamakan

dengan Tanah Nyariang.

d. Panca

Asal kata Panca berasal dari kata terpancar, dahulu daerah ini

kawasan yang banyak air sehingga ketika para pendatang itu datang ke

daerah ini menemukan lokasi yang sangat mudah mendapatkan sumber mata

air. Dan ketika mereka menggali sumur untuk sumber air maka air itu

terpancar dari mata air yang tidak terlalu dalam. Maka dari situlah

dinamakan dengan “Panca.”

e. Tigo Jorong

Karena daerah sekitar jorong yang disebutkan diatas telah semakin

banyak penduduknya dan lahan pertanian telah dimiliki oleh para pendatang

terdahulu maka adanya niat sebagian masyarakat untuk pindah ke daerah

lain yaitu ke daerah Tigo Jorong. Daerah Tigo Jorong ini penduduknya

berasal dari Jorong Panca, Jorong Surau Gadang, Jorong Sungai Rotan.

Nama Tigo Jorong berasal dari adanya satu lantak/perbatasan yang dipunyai

oleh tiga daerah: Pertama, Jorong Kubu Ketapiang. Kedua, Jorong Koto

Panjang. Ketiga, Jorong Panca. Karena adanya tiga lantak/perbatasan

tersebut maka daerah ini dinamakan “Tigo Jorong.”

f. Sungai Rotan

Dahulu kebiasaan masyarakat untuk pergi mandi, mencuci,dll. Sering

dilakukan disebuah kolam/sungai. Dan didaerah ini di tepian sungainya

48

banyak ditumbuhi batang rotan. Maka mereka menamakan daerah ini dengan

sebutan “Sungai Rotan.”

2. Letak Geografis

Secara geografis Kenagarian Batu Taba Kecamatan IV Angkek dilihat dari

beberapa aspek tinjauan meliputi iklim:

a. Curah hujan : 4.500 mm

b. Jumlah bulan hujan : 4 bulan

c. Suhu rata-rata : 15,3 – 24,4 c

d. Tinggi tempat : 996 MDPL

e. Bentang wilayah : datar dan lereng gunung

Kenagarian Batu Taba dengan luas wilayah 376 Ha terdiri dari 6 Jorong.

Luas Kenagarian Batu Taba berdasarkan Jorong disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1

Luas Kenagarian Batu Taba per Jorong

NO Nama Jorong Luas (Ha)

1 Cangkiang 189

2 Surau Gadang 19

3 Tanah Nyariang 54

4 Panca 50

5 Tigo Jorong 13

6 Sungai Rotan 51

Jumlah 376

Batas wilayah administrasi Kenagarian Batu Taba meliputi:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kenagarian pasia.

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kenagarian Bukik Batabuah Kecamatan

Canduang.

c. Sebelah timur berbatasan dengan Kenagarian Balai Gurah.

49

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Banuhampu dan Kota

Bukittinggi.

Jarak tempuh atau orbitasi:

a. Jarak tempuh ke ibu kota Kecamatan : 04 km

b. Waktu tempuh ke Kecamatan : 10 menit

c. Jarak tempuh ke ibu kota Kabupaten : 77 km

d. Waktu tempuh ke ibu kota Kabupaten : 2 jam

e. Jarak ke ibu kota Provinsi : 98 km

f. Waktu tempuh ke ibu kota Provinsi : 3 jam

3. Demografi Kenagarianan Batu Taba

Jumlah penduduk Kenagarian Batu Taba adalah 6.126 jiwa yang terdiri

dari 1.520 kepala keluarga. Komposisi penyebaran penduduk di 6 jorong di

wilayah Kenagarian Batu Taba sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2

Jumlah dan Penyebaran Penduduk

Kenagarian Batu Taba

NO JORONG JUMLAH

PENDUDUK

JUMLAH

KK

1 Cangkiang 595 158

2 Surau Gadang 734 193

3 Panca 1118 278

4 Tigo Jorong 1071 255

5 Tanah Nyariang 981 246

6 Sungai Rotan 1627 390

Jumlah 6126 1520

4. Kondisi Agama

50

Secara faktual kehidupan agama di Kenagarianan Batu Taba berjalan

dengan lancar. Hal ini dapat diperhatikan dalam realita kehidupan masyarakat

yang aman, damai, dan sejahtera. Penduduk Kenagarian Batu Taba semuanya

beragama Islam. Namun demikian seiring dengan kebijakan pemerintah provinsi

Sumatra Barat “babaliak kaKenagarian” di era otonimi daerah, belum mampu

diterjemahkan secara kongkrit di tengah-tengah kehidupan masyarakat Kenagarian

Batu Taba, sehingga muncul kekhawatiran makin luntur dan rendahnya

pemahaman agama bagi generasi muda apalagi Kenagarian Batu Taba merupakan

daerah transisi perbatasan antara 2 Kota dengan Kabupaten. Untuk mengantisipasi

hal ini, telah dilakukan berbagai langkah dan upaya oleh tokoh masyarakat di

Kenagarian Batu Taba untuk membangun masjid dan mushala serta melakukan

kegiatan-kegiatan keagamaan. Pada saat ini kehidupan beragama di Kenagarian

Batu Taba didukung oleh sarana ibadah ada 3 masjid dan 12 mushala yang

tersebar di 6 jorong.

Kenagarian Batu Taba dikembangkan lembaga pendidikan agama non

formal seperti MDA, TPA, dan TPQ. Hal tersebut sesuai dengan Perda No 5

Tahuun 2007, yakni agar setiap anak yang melanjutkan sekolah kejenjang yang

lebih tinggi harus mampu baca tulis Al-Qur’an, apalagi dengan perkembangan

zaman saat ini perlu dilakukan antisipasi untuk menangkal dampak negative

pengaruh globalisasi yang dapat merusak sendi-sendi agama, untuk itu keberadaan

lembaga pendidikan agama non formal MDA, TPA dan TPQ sangat penting untuk

memberikan bekal agama Islam kepada anak sejak dini agar mengenal dan

memahami kaidah-kaidah agaman dan berakhlaq mulia.

Tabel 3

Jumlah Guru dan Murid pada Sekolah Agama

Kenagarian Batu Taba

NO Nama Sekolah Jumlah Guru

(Orang)

Jumlah Murid

(Orang)

1 MDA AL-MUTTAQIN 3 50

51

2 MDTA NURUL YAKIN 6 110

3 MDA NURUL HUDA 3 103

4 MDA AL-IHSAN 3 75

5 MDA DARUL MA’MUR 5 112

6 MDA SDI DARUL

MA’MUR

16 188

7 MDA DARUL SALAM 3 94

8 PONDOK AL-QUR’AN

AL-MADANI

2 52

Sumber: Hasil Pengolahan Data Oleh Tim Pendataan Kenagarian

5. Kondisi Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat membantu bagi kehidupan

masyarakat kedepannya. Karena pendidikan ini mempunyai peran yang sangat

penting bagi Bangsa dan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan

manusia. Untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di

Kenagarian Batu Taba, maka pendidikan merupakan faktor yang sangat penting

untuk ditingkatkan, baik dari pihak Kenagarianan atau dari masyarakat itu sendiri.

Dari tingkat pendidikan masyarakat di Kenagarian Batu Taba dapat dilihat

dari data di bawah ini:

Tabel 4

Tingkat Pendidikan Penduduk

Kenagarian Batu Taba

Tingkat Pendidikan Jumlah

SD 1054

SMP 1128

SMA 1429

DI/DII 69

DIII 103

52

S1 357

S2 12

Sumber: hasil pengolahan data oleh Tim Pendataan Kenagarian

Dukungan sarana dan prasaran pendidikan umum yang ada di Kenagarian

Batu Taba yaitu PAUD dan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, SLTP, serta

SMKN. Keberadaan sekolah tersebut sudah banyak memberikan konstribusi

terhadap peningkatan sumber daya manusia penduduk Kenagarian Batu Taba,

selengkapnya dukungan sarana pendidikan di Kenagarian Batu Taba dapat dilihat

dalam tabel berikut:

Tabel 5

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Kenagarian Batu Taba

NO Jenjang

Pendidikan

Jumlah

Sarpras

Jumlah

Penduduk Usia

Sekolah

Rata-rata

Jarak Sarpras

dari

Permukiman

1 PAUD/TK 2 192 500 m

2 SD 4 915 500 m

Sumber: Hasil Pengolahan Data Oleh Tim Pendataan Kenagarian

Tabel 6

Data Sekolah Dasar Berdasarkan Rasio Guru dan Siswa

NO Nama Sekolah Jumlah Guru

(Orang)

Jumlah

Murid

(Orang)

Rasio

Guru/Murid

1 TK/PAUD

TUNAS

MURNI

3 36 -

2 TK DARUL 14 156 -

53

MA’MUR

3 SDN 05 BATU

TABA

23 380 -

4 SDN 06 BATU

TABA

11 189 -

5 SDN 27 BATU

TABA

- - -

6 SD DARUL

MA’MUR

18 286 -

Sumber: Hasil Pengolahan Data Oleh Tim Pendataan Kenagarian

Dari data diatas terlihat bahwa rasio guru dan murid di Kenagarian Batu

Taba sudah mencukupi. Sesuai standar nasional pendidikan, rasio ideal guru dan

murid adalah maksimal 1 orang guru untuk 30 murid. Namun demikian, masih ada

beberapa sekolah yang kekurangan guru seperti guru agama dan guru olah raga,

sarana dan prasarana pendidikan yang ada belum didukung prasarana penunjang

pendidikan yang lengkap seperti lapangan olah raga, dll.

6. Kondisi Kesehatan

Kesehatan, peningkatan kualitas kesehatan masyarakat serta kebersihan

lingkungan merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam proses

pembangunan kesehatan, prasarana kesehatan masyarakat di Kenagarian Batu

Taba sebagai berikut:

Tabel 7

Jumlah Fasilitas Kesehatan Kenagarian Batu Taba

NO Jorong Puskesmas Pustu Polindes Posyandu Dokter Bidan

1 Sungai

Rotan

- 1 - 1 2 3

2 Panca - - 1 1 - 1

3 Surau - 1 - 1 - 2

54

Gadang

4 Tigo

Jorong

- - - 1 - -

5 Tanah

Nyarian

g

- - - 1 - -

6 Cangki

ang

- - - 1 - -

Sumber: Hasil Pengolahan Data Oleh Tim Pendataan Kenagarian

Dari data di atas, dengan jumlah penduduk 6126 jiwa maka jumlah fasilitas

kesehatan yang ada di Kenagarian Batu Taba belum memadai walaupun pustu

yang ada sekarang, kondisinya cukup memadai.

7. Kondisi Perekonomian

Keadaan ekonomi Kenagarian Batu Taba secara umum dipengaruhi oleh 3

(tiga) faktor: Pertama, faktor alam (sumber daya alam), kedua, faktor manusia

(sumber daya manusia), ketiga, faktor lingkungan sosial masyarakat. Ketiga faktor

tersebut merupakan potensi yang memungkinkan untuk dikelola dan

dikembangkan sehingga memberikan keuntungan dari segi ekonomi, namun

pemanfaatan sumber daya alam harus sesuai dengan konsep pembangunan

berwawasan lingkungan.

Ditinjau dari sumber ekonomi, masyarakat Kenagarian Batu Taba

mayoritas adalah bermata pencaharian sebagai petani, industry rumah tangga

seperti konveksi dan usaha kue. Selengkapnya sumber perekonomian masyarakat

Kenagarian Batu Taba berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat dalam tabel di

bawah ini:

55

Tabel 8

Mata Pencaharian Penduduk

Kenagarian Batu Taba

Jenis Pekerjaan Jumlah Jenis Pekerjaan Jumlah

Petani 267 orang Buruh bangunan 50 orang

Pedagang 221 orang Buruh tani 23 orang

PNS 83 orang Buruh haran lepas 15 orang

Karyawan swasta 79 orang Dokter 2 orang

Wiraswasta 1303 orang Dosen 3 orang

Wira usaha 46 orang Guru 92 orang

Buruh jahit 298 orang Pembantu r. tangga 1 orang

Pegawai BUMN 6 orang Imam masjid 2 orang

Honorer 12 orang Pegawai BUMD 2 orang

Polri 3 orang Montir 7 orang

Ibu rumah tangga 1060 orang Pelaut 1 orang

Pensiunan 46 orang Perawat 1 orang

Peternak 2 orang Sopir 41 orang

Tukang cukur 2 orang Tukang gigi 2 orang

Tukang las 2 orang Tukang sol sepatu 1 orang

Tukang listrik 2 orang Ustadz 5 orang

Wartawan 1 orang Bidan 4 orang

Sumber: Hasil Pengolahan Data Oleh Tim Pendataan Kenagarian

8. Kondisi Sosial Budaya

Dalam pelaksanaan secara umum adat Minangkabau mengajak kepada

masyarakat untuk senantiasa bertingkah laku baik dan bermoral mulia. Tata

kehidupan masyarakat Minangkabau didasarkan kepada falsafah hidup adat

56

Minangkabau yaitu “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” yang

mempunyai makna “syarak mangato adat mamakai.”2

Dalam tata kehidupan masyarakat Kenagarian Batu Taba memegang teguh

ajaran agama Islam yang berlaku Salingka Nagari. Setiap permasalahan

Kenagarianan dan masalah masyarakat selalu menggunakan jalan musyawarah

mufakat. Setiap pengambilan keputusan dengan melibatkan semua unsur

masyarakat seperti niniak mamak, cadiak pandai, alim ulama, bundo kanduang dan

pemuda yang terakomodir dalam wadah Lembaga Badan Permusywaratan

Kenagarian.

Peranan adat yang berlaku di salingka Kenagarian Batu Taba merupakan

penggerak utama dalam pelestarian nilai-nilai adat yang berlaku di Kenagarian

Batu Taba. Di era globalisasi sekaranag ini, perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi juga memberikan dampak negatif pada pelunturan nilai-nilai

agama dan adat istiadat. Di sinilah peran penting tokoh agama dan adat untuk

mengantisipasi dampak negatif yang masuk ke dalam Kenagarian Batu Taba yang

dapat merusak nilai-nilai agama dan adat istiadat.

B. Pola Umum Adat Minangkabau

Fatwa adat tidak belaku untuk semua ketentuan-ketentuan atau norma adat

Minangkabau, ada batasan lain yang berlaku yang menyebabkan adanya strata dari

adat itu. Dalam tambo adat Minangkabau diuraikan bahwa ada dua dasar dapat

dipakai untuk meneliti adat dan hukum adat Minangkabau itu yaitu: adat nan ampek.

1. Adat Nan Sabana Adat

Adat nan sabana adat adalah ketentuan yang diterima dari nabi Muhammad

SAW yang bedasarkan Al-Qur’an dan Hadis yang berlaku secara universal3. Adat

2 Pepatah Minangkabau syarak mangato adat mamakai bermakna apapun yang dikatakan oleh

Al-Qur’an, sunnah dan fiqih tidak ditentang oleh adat tetapi melainkan adat menjalankan apa saja yang

diperintahkan oleh Allah dan Nabi Muhammad. 3 Lembaga Kerapatan Adat Kenagarian , Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah,

(Padang: Sako Batuah, 2002),h. 11.

57

nan sabana adat ini berlaku berlaku di seluruh wilayah alam Minangkabau serta

daerah rantuanya. Aturan-atuaran itu dibuat dan disepakati bedasarkan syariat

agama Islam dan hukum alam yang nyata, dia tidak akan berobah atau dirobah

oleh manusia, kecuali atas kehendak tuhan semata.

Adat nan sabana adat adalah adat yang paling rendah lenturnya, yaitu adat

yang sangat susah sekali berubah. Bila diubah maka seluruh bangunan adat yang

ada juga akan ikut berubah pula. Adat nan saban adat ini tersirat dalam mamangan

adat berikut ini:4

Adat nan indak lakang dek paneh

Indak lapuak dek hujan

Paliang-paliang ba lumuik bak cindawan

Adat nan sabana adat merupakan undang-undang dasar dari hukum ada

Minangkabau, berlaku di seluruh daerah Minangkabau. Adapun bentuk adat yang

termasuk kategori adat nan sabana adat adalah:5

a. Silsilah keturunan menurut garis keturunan ibu (matrilineal)

b. Perkawinan hanya dapat dilangsungkan dengan pihak luar suku (eksogami)

c. Suami tinggal di rumah isteri

d. Harta pusaka tinggi yang turun temurun menurut garis ibu, yang tidak boleh

diperjual belikan

e. Falsafah alam takambang jadi guru dijadikan landasan utama pendidikan

alamiah dan rasional

Kelima hal inilah yang termasuk dalam kategori adat nan sabana adat yang

tidak bisa hilang oleh masyarakat Minangkabau yang berlaku sampai sekarang.

Masuknya agama Islam di Minangkabau dan berlakunya Islam sebagai

peraturan bagi kehidupan umat, maka ajaran Islam yang berdasarkan kepada

wahyu Allah SWT, diakui sebagai suatu yang pasti sebagaimana pastinya

kenyataan yang berlaku dalam alam. Dengan demikian ajaran Islam dimasukkan

4 Chairusdi, Sejarah Kebudayaan Minangkabau,(Padang: IAIN-IB PRESS, 2004), h. 38.

5 Fajri Ilhami, Tradisi Sasuduik dalam Peminangan Di Kenagarian Harau Lima Puluhkota

Sumatera Barat, (Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 45.

58

ke dalam kelompok adat yang sebenarnya. Memasukan ajaran Islam ke dalam

kelompok adat yang tertinggi tentu bukan untuk menjadikannya setingkat dengan

adat, tetapi karena kedudukannya yang tertinggi sebagai pedoman dalam

kehidupan.6

2. Adat Nan Diadatkan

Ajaran adat ini merupakan peninggalan dari peletak dasar adat

Minangkabau Datuk Perpatih Sabatang dan Katumangguangan serta suri di rajo,

antara lain hidup bersuku, kekerabatan menurut ibu.7Adat Nan Diadatkan adalah

aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang diadatkan bedasarkan hukum alam

yang nyata, untuk ini maka belaku ketentuan diasak indak layua, dicabuk indak

mati (dipindahkan tidak layu, dicabut tidak mati). Biasa disebut dengan adat nan

babua mati (adat yang harus patuhi). Berlaku di seluruh wilayah adat

Minangkabau. Untuk pertama kali adat yang dibuat bedasarkan musyawarah oleh

nenek moyang orang Minangkabau Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak

Katumangguangan. Adat strata ini dibuat bedasarkan mufakat niniak mamak dan

seluruh alam Minangkabau sesuai situasi dan kondisi pada zaman itu

Ruang lingkup adat nan diadatkan antara sidang adat atau kelarasan adat,

susunan pasukuan dan susunan organisasi datuak-datuak pemangku adat dalam

suatu Kenagarian di Minangkabau.8

a. Sakabek nan bak siriah, sarumpun nan bak sarai. Maksudnya adalah organisasi

masyarakat itu disusun menurut rumpun keluarga dalam garis ibu yang disebut

suku atau kaum.

b. Kayo basiliah, gadang balega. Maksudnya adalah bahwa pusaka tinggi yang

merupakan kekayaan kaum atau diturunkan kepada generasi berikut yang

6 Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 144. 7 LKAAM, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, (Padang: Surya Cirta Offset,

2002), h. 12. 8 A.M. Dt. Sori Marajo, Rumah Gadang Minangkabau (Limapuluh Kota: LKAAM Kabupaten

Limapuluh Kota, 2014), h. 1.

59

menjadi peralihan generasi menurut garis ibu di dalam satu jurai dari induk

yang sama, sedangkan sako atau gelar kebesaran sebagai pimpinan suku atau

kaum yang diturunkan secara bergilir dalam satu induk atau antara induk dalam

suku yang sama, menurut dari garis laki-laki bisa disebut dari niniak ka mamak

dari mamak ka kamanakan.

Adat yang diadatkan melingkupi seluruh segi kehidupan. Terutama segi

kehidupan sosial, budaya dan hukum. Keseluruhannya tersimpul dalam “undang

nan duo puluah dan cupak nan ampek”9

3. Adat Nan Taradat

Adat yang teradat adalah kebiasaan seseorang dalam kehidupan masyarakat

yang boleh ditambah atau dikurangi.10

Adat nan taradat adalah aturan-aturan atau

ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam satu Kenagarian, dibuat dan disepakati

oleh niniak mamak dari satu Kenagarian bedasarkan kebutuhan dan kondisi

setempat. Sebagai wujud hak otonomi Kenagarian yang bersangkutan. Adat nan

taradat ini pada umumnya berbeda antara satu Kenagarian dengan Kenagarian lain,

walaupun bertentangan.

Adapun contoh adat nan taradat adalah, pengangkatan seseorang datuk

pemangku adat disuatu Kenagarian diwajibkan memotong satu ekor kerbau untuk

seseorang datuk yang dilantik atau digadangkan, kalau yang dilantik itu diangkat

lima orang datuk bersama-sama maka lima ekor pula kerbau yang akan disembelih

dalam merayakan pesta ini.

4. Adat Istiadat

Adat istiadat adalah aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang bersifat

bunga-bunga adat, terutama melaksanakan acara perhelatan atau pesta adat, dan

kebiasaan-kebiasaan rutin kehidupan dipedasaan. Adat istiadat ini tergantung pada

9 Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h . 144. 10

Chairusdi, Sejarah Kebudayaan Minangkabau,(Padang: IAIN-IB PRESS, 2004), h. 39.

60

kemampuan ekonomi masyarakat daerah setempat, sehingga antara daerah yang

satu dengan daerah yang lain akan berbeda

Adapun beberapa contoh adat istiadat ini adalah Menghadapi datangnya

bulan suci ramadhan. Seminggu sebelum ramadhan atau bulan puasa, ada acara

mandi balimau dan berniat yaitu mensucikan jasmani dan rohani. Ada yang

melakukan di rumah sendiri dan ada pula yang melakukan berpergian jauh yang

mereka anggap tempat keramat dan ada juga pergi ke tempat wisata seperti air

terjun, air hangat atau danau yang indah. Dalam bulan ramadhan ada acara

mengundang kaum kerabat dekat untuk buka puasa terutama bagi para pengantin

baru, tetapi ada daerah-daerah tertentu yang melakukan hal ini dengan mengantar

makanan yang mereka sebut maantaan pambukoan (mengantarkan makanan untuk

berbuka puasa).11

11

Julius Datuak Malako Nan Putiah, Mambangkik Batang Tarandam dalam Upaya

Mewariskan dan Melestarikan Adat Minangkabau Menghadapi Modernisasi Kehidupan Bangsa h.11-16

61

BAB IV

PERGESERAN NILAI HARTA PUSAKA TINGGI MENJADI HARTA

PUSAKA RENDAH DALAM HUKUM ADAT MINANGKABAU

A. Faktor-Faktor Penyebab Pergeseran Harta Pusaka Tinggi Menjadi Harta

Pusaka Randah

Harta pusaka tinggi adalah milik bersama kaum yang sasuku. Namun dalam

pegelolaan harta pusaka tinggi, khususnya tanah berlaku ketentuan adat yang

berbunyi:1

Ganggam bauntuak, Hak bapunyo, Miliak ba masiang

Hal ini berarti bahwa untuk mengelola pusaka tinggi dibagi secara adil oleh

perempuan tertua yang masih ada di dalam suku itu. hasil dari harta pusaka tinggi

yang dikelola oleh masing-masing kelompok kaum dapat dimanfaatkan oleh kaum

itu.

Harta pusaka tinggi yang belum dibagi sesuai prinsip ganggam bauntuak, hak

bapunyo, miliak bamasiang, maka harta pusaka tinggi tetap dipegang oleh nenek

tertua dalam “sajurai” dengan cara menyerahkannya pengelolaannya secara

bergiliran, antara mereka samande.

Kalau pola pusaka tinggi dihapuskan, maka adat Minangkabau akan segera

runtuh. Sebaliknya kalau pola harta pusaka tinggi dilestarikan dan dikembangkan,

adat Minangkabau akan bertambah kukuh dalam percaturan budaya di negara ini.

Dengan pewarisan sebagai milik bersama ini akan tetap terpilihara keempat

fungsi harta pusaka tinggi yang terdapat dalam ketentuan adat Minangkabau. Dengan

pewarisan “milik bersama atau komunal bezit” ini sekaligus akan dapat

1 Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 29.

62

membendung arus deras individualism yang lahir dari proses indonesiasisasi dan

globalisasi yang berlandaskan pada pemilikan individual.2

Tetapi dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan pemahaman

orang yang tidak mengerti tentang apa fungsi dan tujuan dari nenek moyang orang

Minangkabau dahulu dalam pemanfaatan harta pusaka tinggi. Harta pusaka tinggi ini

mulai terlupakan oleh orang banyak terutama di Kenagarian Batu Taba Kecamatan IV

Angkek. Meraka ingin menguasai harta pusaka tinggi ini dari hak pakai menjadi hak

milik. Maka disini terjadilah pergeseran harta pusaka tinggi menjadi harta pusaka

rendah.

Jadi penyebab pergesernya harta pusaka tinggi menjadi harta pusaka rendah di

daerah Kenagarian Batu Taba Kecamatan IV Angkek ada dua faktor yaitu:

1. Harta pusaka tinggi disertifikatkan

Pensertifikatkan harta pusaka tinggi ini sangatlah tidak dibolehkan,

apabila terjadi pensertifikatkan harta itu dengan sendirinya akan berubah menjadi

harta pusaka rendah karena dalam sertifikat harta itu akan menjadi nama sendiri

bukan atas nama kaum atau suku.

Pensertifikatkan harta pusaka tinggi bisa disebabkan oleh pemerintah,

karena pemerintah memberikan kemudahan dalam pensertifikatkan tanah. Seperti

program pemerintah PRONA (Program Nasional Agraria) yang mana

pensertifikatan tanah dengan mudah dan di subsidi oleh pemerintah. Dari sini

muncul alasan kenapa orang-orang atau oknum yang berniat menguasai harta

pusaka tinggi itu.3

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan Raymond

Ramli Sutan Diateh selaku KAN (Kerapatan Adat Nagari), beliau mengatakan

pensertifikatkan harta pusaka tinggi ini bisa dikatakan untuk pengamanan dari

harta itu supaya tidak jatuh ke tangan orang lain. Pensertifikatan itu harus diatas

2Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 30. 3 Zulhadia, Ketua Wali Nagari, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 8 Februari

2018.

63

kaum tetapi yang terjadi malah sebaliknya harta itu disertifikatkan atas nama

pribadi. Apabila atas nama pribadi secara tidak langsung pasti harta itu jatuhnya

menjadi harta pusaka rendah atau diwariskan kepada anaknya.4 Dalam

pensertifikatan juga tidak boleh menggunakan nama kaum tetapi harus

menggunakan nama sendiri. Sebagaimana bisa diambil contoh daerah asal mula

orang Minangkabau ini berasal yaitu daerah pariangan dimana daerah itu tidak

ada sertifikat satupun dalam harta penduduk disitu karena mereka memegang

teguh adat dan budaya Minangkabau seutuhnya.

Harta pusaka tinggi tidak boleh disertifikatkan dan dijual, maka dengan

pola ganggam bauntuak akan selalu memberi manfaat secara terus menerus dari

satu generasi ke generasi selanjutnya. Karena pola harta pusaka tinggi tidak

boleh disertifikatkan dan dijual sebagai landasan utama bagi terciptanya prinsip

keluarga dalam sistem kekeluargaan di Minangkabau. Karena itu harta pusaka

tinggi menjadi salah satu tonggak tuo atau tiang tua dari adat Minangkabau.

Lanjut beliau mengatakan, selain mengakibatkan berpindahnya menjadi harta

pusaka rendah, ada sanksi tersendiri bagi pelakunya yaitu sanksi moral. Adapun

salah satu contoh kasus yang mensertifikatan harta pusaka tinggi yang terjadi di

Kenagarian Bata Taba ialah seperti yang dilakukan salah satu informan yaitu

berinisialkan M, dia pernah mensertifikatkan tanah harta pusaka tinggi kaumnya,

yang mengakibatkan harta pusaka tinggi tersebut bergeser menjadi harta pusaka

rendah. Adapun sanksi moral yang dia dapat ialah dia tidak dihargai lagi oleh

orang kampung.

Hasil wawancara dengan salah satu informan yang telah melakukan

pensertifikatan yang berinisial M, beliau mengatakan bahwa pensetifikatan harta

pusaka tinggi saya lakukan setelah izin oleh niniak mamak, kenapa saya

sertifikatkan karena harta itu tidak ada lagi yang merawatnya dan tidak ada lagi

yang menggarap tanah tersebut. Situlah awalnya saya ingin mengambil tanah

4 Raymond Ramli Sutan Diateh, Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari), Interview Pribadi,

Kenagarian Batu Taba, Tanggal 9 Februari 2018.

64

tersebut karena tidak ada yang lain merawat tanah yang terlantar tersebut. Setelah

harta harta pusaka tinggi saya sertifikatkan banyaklah orang tidak menyukai

pensertifikatkan itu. Harta itu saya sertifikatkan karena saya tidak mengerti apa

saja peraturan tentang harta pusaka itu. Niniak mamak ini mengizinkan saya dari

pensertifikatkan karena beliau merasa harta itu harus ada yang mengurus, beliau

merasa harta itu harus dikelola dan diambil manfaat dari harta tersebut.5

b. Harta Pusaka Tinggi Dijual

Seiring perkembangan zaman sudah hal yang pasti semua menjadi serba

mahal, termasuk itu harga tanah. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu

informan Raymond Ramli Sutan Diateh selaku KAN (Kerapatan Adat Nagari),

beliau mengatakan dengan serba mahalnya tanah, banyak sekali masyarakat

yang bernafsu unuk menjual tanah saat ini. Tentu ini bukan hal yang dilarang

untuk masyarakat. Akan tetapi yang banyak terjadi sekarang ini di Minangkabau

adalah masyarakat menjual tanah milik kaum ataupun harta pusaka tinggi yang

dijual hanya untuk mendapatkan kepuasan tersendiri.6 Sebagaimana yang

dikatakan oleh Zulhadia selaku Wali Nagari di Kenagarian Batu Taba, ini

merupakan sebuah perbuatan yang sangat dilarang oleh adat Minangkabau. Tidak

ada lagi hubungannya sama kaum. Sebenarnya harta pusaka tinggi ini adalah

sebagai ciri khas orang Minangkabau dalam kekayaannya.7

Raymond Ramli Sutan Diateh menambahkan, penjualan harta pusaka

tinggi disebabkan karena harta itu sudah disertifikatkan dan harga dari tanah

mahal makanya sekarang orang-orang itu menjual harta pusaka tinggi tersebut.

bukan karena tidak ada keturunan atau terputusnya keturunan dari pihak

5 Penjual Inisial “M”, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 15 Februari 2018.

6 Raymond Ramli Sutan Diateh, Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari), Interview Pribadi,

Kenagarian Batu Taba, Tanggal 9 Februari 2018. 7 Zulhadia, Ketua Wali Nagari, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 8 Februari

2018.

65

perempuan tetapi karena orang-orang itu tidak paham apa itu harta pusaka tinggi

dan apa fungsi dan hak atas harta pusaka tinggi.8

Kasman Sutan Bagindo Labiah selaku niniak mamak mengatakan, bahwa

penyebab orang menjual yang paling tinggi di nagari ini adalah karena faktor

ekonomi, faktor ekonomi ini sangat mempengaruhi penjualan harta pusaka tinggi

ini, karena dengan berkembangnya zaman semua kebutuhan naik dan harga tanah

juga mulai naik, dan orang-orang sudah mulai hidup individual jadi harta ini

dijual karena tergiur dengan harga tanah yang mahal. tetapi kebanyakan yang

terjadi dari penjualan harta pusaka tinggi orang yang menjual harta itu akan

sakit-sakitan dan semua hartanya akan habis, karena mereka memakan harta yang

bukan hak mereka. Kalau faktor kepunahan keturunan tidak menjadi faktor

penyebab terjadinya penjualan harta tersebut di Kenagarian Batu Taba.9

Lanjut Kasman Sutan Bagindo Labiah mengatakan, kebanyakan yang

menjual harta pusaka tinggi itu banyak yang hidupnya sengsara, banyak yang

sakit-sakitan, bukan percaya kepada tahayul tetapi itulah kejadian setelah mereka

menjual harta pusaka tinggi, karena harta pusaka tinggi itu bukanlah hak mereka

yang menjual.10

Hal yang senada dikatakan oleh Zulhadia selaku walinagari

bahwa masyarakat yang menjual harta pusaka tinggi itu hidupnya tidak jelas dan

hidup dalam kesusahan.11

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu orang yang menjual harta

pusaka tinggi itu yang berinisial S beliau mengatakan, Saya sebagai bundo

kanduang, saya pernah menjual harta pusaka tinggi milik keluarga. Penyebab

dari penjualan harta pusaka tinggi yang saya lakukan karena saya terlilit banyak

8 Raymond Ramli Sutan Diateh, Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari), Interview Pribadi,

Kenagarian Batu Taba, Tanggal 9 Februari 2018. 9 Kasman Sutan Bagindo Labiah, Niniak Mamak, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba,

Tanggal 6 Februari 2018. 10

Kasman Sutan Bagindo Labiah, Niniak Mamak, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba,

Tanggal 6 Februari 2018. 11

Zulhadia, Ketua Wali Nagari, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 8 Februari

2018.

66

hutang. Berhutang itu saya lakukan karena saya sendiri dan saya sering sakit-

sakitan jadi hasil dari harta pusaka tinggi tidak mencukupi untuk biaya hidup

saya selama ini makanya saya berhutang ke orang lain. Ketika orang yang saya

berhutang itu meminta hutangnya saya tidak sanggup untuk membayarnya, saya

menjual harta pusaka tinggi itu. hasil dari penjualan harta itu saya membayarkan

hutang-hutang. Tetapi tidak semua harta pusaka tinggi yang saya jual sebagian

yang lain sudah diserahkan kepada penerima yang selanjutnya. Saya tidak

mempunyai suami dan anak-anak dan tidak ada juga yang membantu ketika saya

sakit. Itulah alasan saya menjual harta pusaka tersebut.12

B. Pandangan Masyarakat Adat dan Ulama Terhadap Pergeseran Harta Pusaka

Harta pusaka tinggi merupakan harta yang dimiliki oleh suatu suku atau kaum

di Minangkabau yang mempunyai suku. Menurut salah seorang dari masyarakat

Kenagarian Batu Taba yaitu Bapak Yulnedi Sutan Rang Kayo Mudo: “Harta pusaka

tinggi merupakan harta kaum atau suku yang ada di daerah Minangkabau. Di

kenagarian Batu Taba apabila mereka tidak mempunyai datuak atau niniak mamak

maka dia tidak mempunyai harta pusaka tinggi di Kenagarian Batu Taba. Harta

pusaka tinggi ini yang sebenarnya tidak boleh dijual karena harta itu hanya boleh

digadaikan saja apabila mempunyai 3 masalah yaitu gadih tuo indak balaki, rumah

gadang katirisan, mayik tabujua tangah rumah. Zaman kini sudah modern tetapi

eksistensi harta pusaka tinggi harus dijaga sampai kapanpun. Harta pusaka ini akan

merupakan tiang dari berdirinya sistem kekerabatan di Minangkabau yang merupakan

dengan sistem kekerabatan Matrilineal.13

Menurut salah satu informan ulama di Kenagarian Batu Taba yaitu Awis

Karni Husein bahwa harta pusaka tinggi ada undang-undangnya ”hak milik, harto

yang punyo” yaitu hak milik orang dahulu yang punya. Ketika orang dahulu itu

12

Penjual Inisial “S”, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 11 Februari 2018. 13

Yulnedi Sutan Rang Kayo Mudo, Masyarakat Adat, Interview Pribadi, Kenagarian Batu

Taba, Tanggal 7 Februari 2018.

67

meninggal harta peninggalannya atau hartanya Allah SWT yang punya, itu yang

dinamakan dengan harta warisan. Belum boleh seseorangpun yang memiliki sebelum

ditetapkan dengan faraid atau hukum warisan Islam.14

Tetapi dalam adat Minangkabau ada pepatah adat yang menyatakan bahwa:

Dijua ndak makan bali digadai ndk dimakan sando, ini adalah peraturan dari Datuak

Parpatiah Nan Sabatang. Peraturan ini sedikit berbeda dengan agama.

Dijua ndak makan bali digadai ndk makan sando apakah sesuai dengan adat

basandi syarak syarak basandi kitabullah ? “Disini adat sedikit tidak sejalan dengan

syarak, jelas harta pusaka tinggi itu tidak sejalan dengan syarak. Lain hal apabila

orang dahulu menghibah-hibahkan hartanya kepada anak kemanakannya, menjadi

hak milik kemenakannyalah harta tersebut.

Sekarang harta itu tidak ada dihibahkannya kepada kemenakan perempuan

cuma adanya undang-undang dari Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Harta pusaka

tinggi itu yang miliki siapa ? apa milik anak kemenakannya, pernahkah dihibahkan?

tidak ada akad atau bukti tanah itu dihibahkan. Yang ada cuma undang-undang yang

dibuat dibukit Marapalam oleh Datuak Parpatiah Nan Sabatang dengan para pemuka

adat.

Seharusnya dahulu ketika orang yang mempunyai harta pusaka tinggi ini

meninggal hartanya dibagi dengan hukum faraidh. Orang tersebut memiliki anak dan

istrinya yang akan menerima harta tersebut. Setelah keluar undang-undang Datuak

Parpatiah Nan Sabatang “dibali indak makan jua digadai indak makan sando”. Maka

harta itu diturunkan kepada kemenakannya. Dalam hukum islam hubungan mamak

yang punya harta itu terputus dengan anak kemenakan yang menerima pada saat

sekarang ini. Di situlah bertentangan dengan agama dari itulah dasar kita memegang

karena harta pusaka tinggi adalah harta yang tinggi syubhatnya.

Apabila terjadi pergeseran tersebut sangatlah haram, karena apabila sudah

menjadi harta pusaka rendah, maka mereka memakan harta haram karena itu bukan

14

Awis Karni Husein, Ulama, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 5 Februari

2018.

68

menjadi hak milik mereka dan itu juga bukan harta yang diusahakan oleh orang tua

mereka.

Harta pusaka tinggi hanya boleh dipakai dan diolah, tidak boleh

disertifikatkan apalagi sampai diperjualbelikan. Harta itu bukan harta yang dimiliki

seutuhnya atau bukan “milkut tam”(miliki yang sempurna). jadi harta itu hanya boleh

dipakai dengan mengambil hasil upah kerja dari hasil lahannya tersebut dan sisanya

diwakafkan atau disedekahkan hasilnya dengan meniatkan pahalanya kepada pemilik

pertama dari harta tersebut.15

sebagaimana yang dikatakan oleh Yulnedi selaku

masyarakat adat di Kenagarian Batu Taba, banyak manfaat dari harta pusaka tinggi,

karena harta itu menghindarkan orang Minangkabau dari kemiskinan, menghindarkan

dari perilaku yang tidak baik dan mengajarkan kepada masyarakat Minangkabau

hidup bersama bukan hidup individu.16

Dalam peraturan agama Islam setiap orang yang meninggal Allah yang

mempunyai semua hartanya tersebut. Sebagaimana dalam Al-Qur’an dalam surat An-

Nisa’ ayat 7:17

ك ب تر بء صت ي س ه ن ث ر ق ال ا د ان ك ان ر ب ت بل صت ي ج هر ن

ب قم ي ي ث ر ق ال ا د ان ب ان ض ر ف ب ي ج ر ص ث ك أ

Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan

kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan

ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah

ditetapkan.

Harta pusaka tinggi yang memegang sekarang maka dia memakan harta yang

tinggi syubhatnya. Sebab yang memiliki atau hak milik sebenarnya bukanlah yang

memegang sekarang.18

15

Awis Karni Husein, Ulama, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 5 Februari

2018. 16

Yulnedi Sutan Rang Kayo Mudo, Masyarakat Adat, Interview Pribadi, Kenagarian Batu

Taba, Tanggal 7 Februari 2018. 17

Al-Qur’an, surat An-Nisa’ ayat 7 (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2015), h. 78.

69

C. Pewarisan Adat Minangkabau di Kenagarian Batu Taba

Kasman Sutan Bagindo Labiah selaku niniak mamak mengatakan,

pewarisannya itu harus segaris keturunan ibu yaitu yang mendapatkan harta pusaka

tinggi itu hanya pihak perempuan yang ada dalam kaum itu dan apabila diberikan

secara ganggam bauntuak harta itu harus dijaga sampai punah keturunan yang ada

dalam keluarga itu. apabila sudah punah atau tidak ada lagi anak perempuan yang

akan menjawab dari harta pusaka tersebut, maka harta itu di kembalikan kepada

kaumnya. apabila dalam kaum itu sudah tidak ada lagi yang perempuan atau punah,

maka harta itu di wariskan kepada kaum yang satu suku yang terdekat dengan jorong

atau desa itu. apabila tidak ada maka harta itu diwariskan kepada nagari yang terdekat

dengan nagari itu apabila tidak ada, dicari yang terdekat dengan Kecamatan tersebut

apabila masih tidak ada maka harta itu dikembalikan kepada nagari dimana harta itu

terletak.19

Raymond Ramli Sutan Diateh menambahkan, apabila punah harta itu tidak

dijual, harus dibalikkan ke kaum yang lain, karena harta pusaka tinggi itu baliknya

harus kembali lagi ke harta pusaka tinggi bukan ke harta pusaka randah.20

Sebagaimana yang dikatakan oleh Raymond Ramli Sutan Diateh, Harta

pusaka tinggi dikuasai mamak kepala kaum dan laki-laki sebagai penjaga dari harta

dan untuk perempuan diberi jatah dalam harta tersebut. mamak kepala kaum

membuat surat ganggam bauntuak untuk pihak perempuan dan membaginya secara

adil dengan pesan harta itu tidak boleh dijual dan tidak disuratkan (sertifikat) dan

apabila banyak keturunan kebawah di bagi juga dengan membuat surat ganggam

bauntuak. Harta itu dipakai atau tidak dipakai yang penting jatah pembagiannya

18

Awis Karni Husein, Ulama, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 5 Februari

2018. 19

Kasman Sutan Bagindo Labiah, Niniak Mamak, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba,

Tanggal 6 Februari 2018. 20

Raymond Ramli Sutan Diateh, Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari), Interview Pribadi,

Kenagarian Batu Taba, Tanggal 9 Februari 2018.

70

sudah ada karena dia perempuan dalam kaum itu sebagai hak pakai bukan hak

milik.21

Kasman Sutan Bagindo Labiah menambahkan, Waris harta pusaka tinggi

diwariskan ke garis keturunan ibu, harta itu diwariskan ke anak perempuan yang ada

keturunannya bukan untuk kepada perempuan yang tua. Harta ini cuma harta pakai,

apabila dalam keluarga ada 2 orang perempuan dan 2 orang laki-laki maka harta

tersebut dibagi kepada 2 orang anak perempuan tersebut dengan membagi rata. Itulah

yang dikatakan dengan ganggam bauntuak.22

Dalam penjagaan harta pusaka tinggi ini yang berperan adalah pihak laki-laki.

Maka keamanan harta itu akan terjaga apabila pihak laki-laki memahami apa fungsi

dan tujuan dari harta pusaka tinggi tersebut. Dengan pahamnya laki-laki dengan harta

pusaka tinggi, maka harta itu akan terjaga dengan baik sampai hari kiamat.23

D. Nilai Filosofi dalam mempertahankan Harta Pusaka Tinggi

Raymond Ramli Sutan Diateh mengatakan, bahwa harta pusaka tinggi itu

adalah harta kaum atau harta bersama dari kata bersama sudah bisa dikatakan bahwa

harta itu akan membuat orang Minangkabau yang mempunyai harta pusaka tinggi itu

akan tetap hidup bersama-sama sampai kapanpun. Dengan terjaganya harta pusaka

tinggi itu akan membuat orang-orang Minangkabau terjaga dari kehidupan individual.

Dan selalu hidup bergotong royang dan bermusyawarah.24

Kasman Sutan Bagindo Labiah menambahkan, Mempertahankan harta

pusaka tinggi menghindarkan dari perpecahan dalam kekeluargaan. Harta pusaka

tinggi ini adalah harta kaum, kaum itu adalah orang yang satu suku dengan kita jadi

21

Raymond Ramli Sutan Diateh, Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari), Interview Pribadi,

Kenagarian Batu Taba, Tanggal 9 Februari 2018. 22

Kasman Sutan Bagindo Labiah, Niniak Mamak, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba,

Tanggal 6 Februari 2018. 23

Yulnedi Sutan Rang Kayo Mudo, Masyarakat Adat, Interview Pribadi, Kenagarian Batu

Taba, Tanggal 7 Februari 2018. 24

Raymond Ramli Sutan Diateh, Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari), Interview Pribadi,

Kenagarian Batu Taba, Tanggal 9 Februari 2018.

71

itu masih ada hubungan kekeluargaan dengan kita. Jadi dengan adanya harta itu

membuat kita memiliki hubungan yang harus dijaga sampai kapanpun. Menjaga harta

pusaka tinggi sama dengan menjaga keluarga supaya tidak terjadi perpecahan.25

Wali Nagari di Kenagarian Batu Taba yaitu Zulhadia juga menambahkan,

mempertahankan harta pusaka tinggi merupakan kewajiban yang harus dilakukan

karena kita sebagai orang Minangkabau. Harta pusaka tinggi itu adalah simbol

kekeluargaan kita sebagai orang Minangkabau. Dengan mempertahankan harta

pusaka tinggi itu kita menjaga adat Minangkabau tidak hilang karena harta itu salah

satu simbol yang semestinya harus di pertahankan. Harta pusaka tinggi adalah harta

kekeluargaan yang mengajarkan kita bagaimana hidup dalam kebersamaan dang

menjaga kita dalam hidup individual.26

E. Analisis Penulis

Adat Minangkabau sudah lama ada sebelum Agama Islam masuk ke daerah

Minangkabau. Adat Minangkabau sudah berusia 5.000 tahun. Sedangkan Agama

Islam masuk ke Minangkabau sejak 1.300 tahun yang lalu. Sejak terjadi pergumulan

antara aturan adat dengan ketentuan syarak dalam masyarakat Minangkabau, sampai

sekarang. Ada beberapa perubahan ketentutan adat berbunyi:27

Rumah Basandi Batu

Adat Basandi Alue Patuik

Kemudian berubah:

Adat Basandi Syarak

Syarak Basandi Adat

Bak Aie Jo Tabiang

25

Kasman Sutan Bagindo Labiah, Niniak Mamak, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba,

Tanggal 6 Februari 2018. 26

Zulhadia, Ketua Wali Nagari, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 8

Februari 2018 27

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 8.

72

Sanda Manyanda Kaduonyo

Perubahan terakhir menjadi:

Adat Basandi Syarak

Syarak Basandi Kitabullah,

Al-qur‟an

Adanya perubahan-perubahan ini membuktikan adanya pergumulan antara

ketentuan adat dan agama Islam dalam mengatur masyarakat Minangkabau.

Pergumulan itu merupakan penyesuaian antara adat dan agama Islam, dan bukan

suatu proses untuk saling menyingkirkan. Karena kedua aturan itu, adat dan agama

sama-sama dianggap baik dan berguna oleh masyarakat Minangkabau sepanjang

masa.

Tetapi dalam prakteknya adat Minangkabau dan agama Islam dalam hal harta

pusaka tinggi terdapat beberapa perbedaan yang sangat jelas di dalam sistem

kewarisannya. Oleh karena itu ada beberapa ulama-ulama Minangkabau berbeda

pendapat tentang harta pusaka tinggi ini, diantaranya:

1. Syeh Ahmad Khatib

Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di Minangkabau dan

kemudian beliau bermukim dan menjadi guru besar di Mekah. Beliau

menyatakan bahwa harta pusaka tinggi itu adalah haram dan proses

pewarisannya menurut adat Minangkabau sangat bertetntangan dengan agama

Islam.

Menurut Syeh Ahmad Khatib seluruh orang Minangkabau memakan

harta haram dan beliau konsekwensi dengan pendapatnya. Sehingga setelah

beliau tinggalkan Minangkabau dan berdiam di Makkah sampai wafatnya,

beliau tidak pernah pulang lagi.28

28

Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984), h. 103

73

Dalil-dalil yang dikemukakan beliau bahwa harta pusaka tinggi dalah haram

sebagai berikut:29

a. Adanya unsur perampasan

b. Memakai harta orang lain secara tidak sah

c. Khianat terhadap amanat Allah

d. Merelakan perbuatan maksiat dengan tetap memperlakukan pewarisan

harta pusaka secara adat, mengahalakan sesuatu yang haram atau

meragukan sesuatu yang terang haramnya.

2. Tidak semua pengikut Syeh Ahmad Khatib sependapat dengan gurunya.

Menurut sebagian pengikut beliau, kesimpulan Syeh Ahmad Khatib

bisa dianggap benar, kalau harta pusaka itu hak pribadi bagi peneriman waris.

Kalau hak pribadi memang harus diwariskan secara hukum faraidh.

Syeh Ahmad Khatib tidak memisahkan antara harta pusaka tinggi dengan

harta pusaka rendah.

Dalil-dalil yang dikemukakan oleh pengikutnya yang tidak sependapat

adalah sebagai berikut:30

a. Bahwa harta pusaka adalah harta yang diterima secara berurutan dari

niniak kepada mamak. Karena itu wajar pula harta itu diturunkan kepada

kemenakan. Bukan kepada anak.

b. Bahwa hati seseorang telah dicondongkan oleh Allah kepada kemenakan.

Oleh karenanya tidak sampai hati untuk memberikannya kepada anak

yang juga dikasihinya. (Hati seseorang yang dimaksud adalah hati nenek

moyang yang dahulu manambang manaruko harta pusaka itu, yang sering

pula disebut dengan “tambilang basi”)

c. Bahwa kemenakanlah (dunsanak sesuku sendiri) yang kan memelihara si

mamak dalam keadaan susah, dan menanggung hutung-hutangnya selagi

29

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 20. 30

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusaka Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu, (Jakarta:

Citra Harta Prima, 2011), h. 21.

74

masih hidup, maupun bila telah meninggal dunia manakala meninggalkan

warisan dalam bentuk hutang. Kita jangan lupa warisan tidak selalu dalam

peninggalan harta yang berharga, tetapi bisa juga dalam bentuk hutang

yang harus dilunasi. Oleh karena ittu harta ousaka diwariskan kepada

kemenakan.

d. Bahwa adat tidak boleh ditingglkan, karena adat itu bersandian syarak.

Oleh jarenanya harus dipakai keduanya, supaya jangan binaasa keduanya.

3. Inyaik DR. H. Karim Amarullah,

Ayahanda Buya Hamka adalah seorang murid Syeh Ahmad Khatib

yang lama belajar dengan beliau di Mekah.

Inyiak DR, pada mulanya memegang teguh ajaran gurunya, tetapi

setelah kembali menyadari juga bahwa harta pusaka tidak mungkin

diwariskan kepada anak, karena harta itu diterima secara turun temurun.

Beliau berpendapat bahwa harta pusaka itu sama keadaannya dengan

harta wakaf atau harta musabalah yang pernah diperlakukan oleh Umar bin

Khattab atas harta yang didapatnya di khaybar yang telah dibekukan

tasarrufnya dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum.31

Sahabat Abdullah bin Umar ra berkata :32

جر انخطبة أصبة أرضب ثخ ر ث ع ب أ ع للا ر ، رض ع اث ع

صهى للا عه سهى ستأير فب فقبل ب رسل للا إ أصجت فأتى انج

فس جر نى أصت يبال قظ أ شئت أرضب ثخ قبل إ ب تأير ث ف دي ي ع

ال ت ، ال جبع ، ر أ ق ثب ع قت ثب قبل فتصد تصد حجست أصهب

ف سج قبة ف انر ف انقرثى ق ثب ف انفقراء تصد ال رث م للا

31

Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h. 278. 32

Muhammad ben Isma’il al-Bukhari, sahih al-Bukhari,(Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah,

2013), h. 503 no.hadits 2737.

75

طعى عرف ب ثبن أكم ي نب أ ف ال جبح عهى ي انض جم انس اث

ل ر يت ر يتأثم يبال .غ فقبل غ سر اث ثت ث .قبل : فحد

Dari Abdullah bin Umar ra, bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab ra

telah memperoleh bagian tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi

Muhammad SAW, seraya berkata,”Aku telah mendapatkan bagian tanah,

yang saya tidak memperoleh harta selain ini yang aku nilai paling berharga

bagiku. Maka bagaimana engkau, wahai Nabi? Engkau memerintahkan aku

dengan sebidang tanah ini?” Lalu Beliau menjawab,”Jika engkau

menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau tahan tanahnya) dan

engkau shadaqahkan hasilnya,” lalu Umar menyedekahkan hasilnya.

Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak

boleh diwaris, tetapi diinfakkan hasilnya untuk fuqara, kerabat, untuk

memerdekakan budak, untuk kepentingan di jalan Allah, untuk menjamu tamu

dan untuk ibnu sabil. Orang yang mengurusinya, tidak mengapa apabila dia

makan sebagian hasilnya menurut yang makruf, atau memberi makan

temannya tanpa ingin menimbunnya. [HR Bukhari no.2737].

Beliau mengemukakan Qa‟idah Ushul yang terkenal, yaitu Al „Adatu

Muhak Kamatun, Wal „Urfu Qa-Dhin”. Artinya, “Adat adalah diperkokoh,

dan urf (tradisi) adalah berlaku”.33

Pandangan ini juga diikuti oleh anak beliau Prof. Dr. Hamka.

HAMKA dalam bukunya berjudul AYAHKU mengatakan bahwa:

“Dan oleh sebab itu pula maka di antara adat dengan syarak di Minangkabau

itu payah menyisihkannya, melainkan berpadu satu sebagai perpaduan minyak

dengan air dalam susu. Sebab Islam bukan tempel-tempelan dalam adat

Minangkabau. Tetapi suatu susunan Islam yang dibuat menurut pandangan

orang Minangkabau. Bahkan kedudukan harta pusaka tinggi turun menurun

itu, tidak boleh dijual dan tidak boleh digadaikan, diperkuat oleh ulama-ulama

dengan hukum syariat.

Harta pusaka itu “dijual tidak dimakan beli, digadaikan tidak dimakan

sandra”.

33

Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984), h. 103.

76

4. Perselisihan antara kaum adat dengan ulama telah ddiakhiri dengan

diadakannya pertemuan di Bukit Marapalam. Mereka sepakat bahwa orang

Minangkabau di samping beragama Islam, mematuhi juga adatnya.

5. Dalam Kongres Badan Pemusyawaratan Alim Ulama, Niniak mamak, Cerdik

pandai Minangkabau tanggal 4 s/d 5 Mei 1952 di Bukittinggi yang dihadiri

antara lain oleh Haji Agus Salim dan Buya Hamka, menyepakati bahwa

terhadap tanah pusaka tinggi berlaku hukum adat dan terhadap harta pencarian

berlaku hukum faraidh.

Di dalam adat Minangkabau ini ada juga yang namanya harta pusaka rendah.

Harta pusaka rendah adalah harta yang diperoleh oleh orang tua kita. Dan pewarisan

harta pusaka rendah ini dilakukan dengan hukum warisan islam. Harta pusaka rendah

ini bisa dijadikan harta pusaka tinggi tetapi tidak sebaliknya harta pusaka tinggi tidak

boleh dijadikan harta pusaka rendah.

harta pusaka tinggi adalah harta yang turun temurun yang diwariskan kepada

kemenakan-kemenakan perempuan di dalam adat Minangkabau. Harta pusaka tinggi

ini diwariskan dengan asas kolektif.

Konklusi dari penulis, bahwa sesungguhnya harta pusaka tinggi itu tidak

boleh berubah menjadi harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi adalah harta

kepunyaan kaum dan harta pusaka rendah adalah hasil dari apa yang diupayakan oleh

orang tua.

Harta pusaka tinggi adalah titipan dari nenek moyang dahulu untuk dijaga dan

dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kaum. Harta itu merupakan salah satu simbol

berdirinya sistem kekeluargaan matrilineal yang menjunjung tinggi kaum perempuan.

Adanya harta pusaka tinggi ini menjadikan sistem ekonomi bagi kaum itu stabil dan

tidak mengalami kemiskinan. Tidak adanya harta benda yang dipunya tetapi karena

adanya harta pusaka tinggi ini bisa membuat hidup ini akan berjalan damai dan

tentram.

Bisa dikatakan bahwa harta pusaka tinggi ini merupakan suatu alasan kenapa

nenek moyang orang Minangkabau meninggalkan harta itu untuk keponakannya,

77

karena menghidarkan anak cucu mereka hidup individual dan terlalu larut dalam

kehidupan yang zaman globalisasi. Supaya anak cucu mereka hidup bergotong

royong dan kerja sama.

Dikaitkan dengan agama Islam, pergeseran harta pusaka tinggi menjadi harta

pusaka rendah juga tidak boleh dilakukan karena pergeseran menjadi harta pusaka

rendah itu menyebabkan kita memakan yang bukan hak kita tetapi kita memakan hak

orang lain yaitu kaum. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman surat Al-Baqarah ayat

188:34

ا ه ك أ ت بو ن ك ح نى ان ب إ ا ث ن د ت م بط ج بن ى ث ك ى ث ك ان ي ا أ ه ك أ ال ت

ه ع ى ت ت أ ى ث بل بس ث ال ان ي أ ب ي ق فر

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di

antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)

harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta

benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

Dari ayat di atas bisa dipahami bahwa tidak diperbolehkan dalam memakan

hak orang lain. Bisa dikatakan juga kalau harta pusaka tinggi itu di dalamnya terdapat

hak orang lain, karena harta pusaka tinggi itu dari dulunya merupakan pemberian

nenek moyang Minangkabau untuk kaumnya.

34

Al-Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 188 (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2015), h. 29

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada pada bab-bab sebelumnya, maka penulis

menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan.:

1. Pewarisan harta itu harus segaris keturunan ibu yaitu yang mendapatkan harta

pusaka tinggi itu hanya pihak perempuan yang ada dalam kaum itu dan

apabila diberikan secara ganggam bauntuak harta itu harus dijaga sampai

punah keturunan yang ada dalam keluarga itu. Apabila sudah punah atau

tidak ada lagi anak perempuan yang akan menjawab dari harta pusaka

tersebut, maka harta itu di kembalikan kepada kaumnya. Apabila dalam

kaum itu sudah tidak ada lagi yang perempuan atau punah, maka harta itu

diwariskan kepada kaum yang satu suku yang terdekat dengan jorong atau

desa itu. apabila tidak ada maka harta itu diwariskan kepada nagari yang

terdekat dengan nagari itu apabila tidak ada dicari yang terdekat dengan

kecamatan tersebut apabila masih tidak ada maka harta itu dikembalikan

kepada nagari di mana harta itu terletak

2. Pergeseran harta pusaka tinggi di Kenagarian Batu Taba Kecamatan IV

Angkek disebabkan oleh dua hal :

a. harta pusaka tinggi disertifikatkan, harta pusaka tinggi itu tidak boleh

disertfikatkan, apabila sudah disertifikatkan maka harta itu secara

otomatis sudah berubah langsung statusnya menjadi harta pusaka rendah.

b. harta pusaka tinggi dijual, bahwa penyebab orang menjual yang paling

tinggi di nagari ini adalah karena faktor ekonomi, faktor ekonomi ini

sangat mempengaruhi penjualan harta pusaka tinggi ini, karena dengan

berkembangnya zaman semua kebutuhan naik dan harga tanah juga mulai

naik, dan orang-orang sudah mulai hidup individual jadi harta ini dijual

karena tergiur dengan harga tanah yang mahal.

3. pusaka tinggi ini yang sebenarnya tidak boleh dijual karena harta itu hanya

boleh digadaikan saja apabila mempunyai 3 masalah yaitu gadih tuo indak

79

balaki, rumah gadang katirisan, mayik tabujua tangah rumah. Zaman kini

sudah modern tetapi eksistensi harta pusaka tinggi harus dijaga sampai

kapanpun. Harta pusaka ini akan merupakan tiang dari berdirinya sistem

kekerabatan di Minangkabau yang merupakan dengan sistem kekerabatan

Matrilineal. Harta pusaka tinggi hanya boleh dipakai dan diolah, tidak boleh

disertifikatkan apalagi sampai diperjualbelikan.

harta pusako tinggi bukan harta yang dimiliki seutuhnya atau bukan “milkut

tam” (miliki yang sempurna). jadi harta itu hanya boleh dipakai dengan

mengambil hasil upah kerja dari hasil lahannya. Apabila terjadi pergeseran

tersebut sangatlah haram, karena apabila sudah menjadi harta pusaka rendah,

maka mereka memakan harta haram karena itu bukan menjadi hak milik

mereka dan itu juga bukan harta yang diusahakan oleh orang tua mereka.

Harta pusaka tinggi hanya boleh dipakai dan diolah, tidak boleh

disertifikatkan apalagi sampai diperjualbelikan. Jadi harta itu hanya boleh

dipakai dengan mengambil hasil upah kerja dari hasil lahannya tersebut dan

sisanya diwakafkan atau disedekahkan hasilnya dengan meniatkan pahalanya

kepada pemilik pertama dari harta tersebut.

B. Saran

1. Pemahaman tentang harta pusaka tinggi hendaknya dapat diaktualisasikan

dan diimplementasikan oleh setiap orang yang memegang amanah kaum

dalam nagari secara kongkrit untuk kehidupan anak kemenakan yang lebih

baik dan terjaganya kelangsungan harta pusaka sebagai identitas suatu kaum.

Pergeseran harta pusaka tinggi menjadi harta pusaka rendah ini tentunya

memerlukan pemikiran yang bijak dari berbagai unsur dalam masyarakat baik

dari kalangan ninik mamak, cerdik pandai maupun alim ulama agar

perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai bagian

perubahan global tidak membawa dampak negatif terhadap nilai-nilai adat

yang telah tumbuh dan berkembang sejak zaman dahulu. Untuk itu menurut

penulis diperlukan peran aktif KAN, niniak mamak, cerdik pandai, alim

ulama dalam mencermati dan mengambil langkah-langkah prefentif terhadap

80

berbagai persoalan adat dan atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat,

agar kelestarian adat Minangkabau termasuk di dalamnya harta pusaka tinggi

yang merupakan ciri khas keberadaan sistem matrilineal dapat terjaga dengan

baik.

2. Disarankan untuk penulis selanjutnya yang ingin mengkaji tentang

keminangkabauan, diharapkan tidak membenturkan hukum adat

Minangkabau dengan hukum Islam. Karena apabila dibenturkan dengan

hukum Islam orang-orang awam akan salah menilai terhadap hukum adat

Minangkabau. Pembahasan adat Minangkabau tidaklah bertentangan dengan

hukum Islam. Sebagai mana pepatah orang Minangkabau “adat basandi

syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adat mamakai”. Yang

artinya sendi dari adat itu adalah agama, sendi dari agama adalah Al-Qur’an

dan Sunnah, apapun yang dikatakan dalam agama itu akan dilaksanakan oleh

adat. Maka penulis menyarankan apabila mengakji tentang waris adat maka

hubungkan dengan hukum agama jangan dibenturkan dan jangan dipisahkan.

81

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A.M. Dt. Sori Marajo, Rumah Gadang Minangkabau Lima Puluh Kota: Lkaam

Kabupaten Lima Puluh Kota, 2014.

Abta, Asyhari dan Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidhl: Deskripsi

Berdasarkan Hukum Islam Praktis dan Terapan, Surabaya, Pustaka Hikmah

Perdana, 2005.

Ali, Zainuddin. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2008.

Amir M.S, Pewarisan Harato Pusako Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu,

Jakarta: Citra Harta Prima, 2011.

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press,

2010.

Ben, Isma’il al-Bukhari Muhammad, Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 2013.

Chairusdi, Sejarah Kebudayaan Minangkabau, Padang: Iain-Ib Press, 2004.

Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pt Pustaka Panjimas, 1984.

Hermawan, Asep. Kiat Praktis Menulis Skripsi, Tesis, Desertasi, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2004.

Husein, Amin Nasution, Hukum Kewarisan, Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2012.

Ibrahim Dt Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau “Tatanan Adat Warisan

Nenek Moyang Orang Minang”, Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2012.

Ilhami, Fajri, Tradisi Sasuduik Dalam Peminangan di Nagari Harau Lima Puluh

Kota Sumatera Barat, Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.

82

Julius Datuak Malako Nan Putiah, Mambangkik Batang Tarandam Dalam Upaya

Mewariskan dan Melestarikan Adat Minangkabau Menghadapi Modernisasi

Kehidupan Bangsa.

Lembaga Kerapatan Adat Nagari, Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah,

Padang: Sako Batuah, 2002.

Lkaam, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Padang: Surya Cirta

Offset, 2002.

Mansur Dt. Nagari Basa. Hukum Waris Tanah dan Peradilan Agama, Menggali

Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, Padang: Sri Dharma, 1968.

Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Piliang, Edison dan Hasrun Dt. Maraja Sungut, Tambo Minangkabau “Budaya dan

Hukum Adat di Minangkabau, Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2014.

Ash Shabuniy, Muhammad Ali, Terjemahan Hukum Waris Islam, Surabaya: Al-

Ikhlas, 1995.

Sjarifoedin, Amir Tj.A, Minangkabau dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai

Tuanku Imam Bonjol, Jakarta: Gria Media Prima, 2011.

Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia: dalam Perspektif Islam, Adat, dan Bw,

Bandung: Pt Refika Aditama, 2013.

Syarifuddin, Amir, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat

Minangkabau, Jakarta: Pt Gunung Agung, 1982.

Yaswirma. Hukum Keluarga:Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, Jakarta: Pt Rajagrafindo

Persada, 2011.

83

Zamzami, Mukhtar. Perempuan dan Keadilan: dalam Hukum Kewarisan Indonesia,

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Az-Zuhaili, Wahbah. Terjemahan Fiqih Islam Wa Adillatuhu 10, Depok: Gema

Insani, 2011.

B. Artikel dan Internet

Http://Dodirullyandapgsd.Blogspot.Com/2015/06/Harta-Pusako-Tinggi-

Diminangkabau.Html. Diakses Pada 28 November 2017, Pukul 20.07 Wib.

C. Wawancara

“Em”, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 15 Februari 2018.

“S”, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 11 Februari 2018.

Husein, Awis Karni, Ulama, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 5

Februari 2018.

Sutan, Diateh Raymond Ramli, Ketua Kan (Kerapatan Adat Nagari), Interview

Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 9 Februari 2018.

Sutan. Bagindo Labiah Kasman, Niniak Mamak, Interview Pribadi, Kenagarian Batu

Taba, Tanggal 6 Februari 2018.

Yulnedi, Masyarakat Adat, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 7

Februari 2018.

Zulhadia, Ketua Wali Nagari, Interview Pribadi, Kenagarian Batu Taba, Tanggal 8

Februari 2018.

HASIL WAWANCARA DENGAN WALI NAGARI KENAGARIAN BATUTA

BPK ZULHADIA

1. Bagaimana pendapat bapak terhadap penjualan dan pensertifikatkan

harta pusako tinggi ?

Harta pusaka tinggi seharusnya tidak boleh dijual atau disertifikatkan, kalau

harta pusaka tinngi itu ingin diperjelaskan kepemilikannya maka boleh

disertifikatkan dengan catatan harta pusaka tinggi itu harus di atas nama kaum

dan ditanda tangani oleh semua anggota kaum.

Harta pusako tinggi ini tidak boleh dijual asal-asalan saja karena harta ini

kepemilikannya adalah kaum. Sebagaimana pepatah orang dahulu “rumah

gadang katirisan, gadis tuo indak balaki, mayik tabujua tangah rumah,

mambangkik batang tarandam.”

Karena zaman sekarang sudah berubah dan harga tanah sekarang mahal, jadi

orang banyak yang berkejar untuk menjual harta tersebut karena dengan

menjual harta tersebut hasil penjualannya bisa dimanfaatkan sendiri. Tidak

ada lagi hubungannya sama kaum. Sebenarnya harta pusaka tinggi ini adalah

sebagai ciri khas orang Minangkabau dalam kekayaannya.

Apabila sudah terjadi yang namanya pensertifikatkan harta pusaka tinggi

dengan nama sendiri sudah barang tentu peluang untuk penjualan harta pusaka

itu tinggi. Pensertifikatkan dalam adat sebenarnya tidaklah dibolehkan, tetapi

banyak oknum yang mensertifikatkan untuk melakukan penjualan harta

tersebut karena tidak ada sertifikat dari tanah tersebut maka penjualan tanah

tersebut tidak bisa dilakukan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan tadi, karena harga dari tanah sekarang naik

dan proses untuk mensertifikatkan sudah dipermudah oleh pemerintah maka

banyak orang yang tidak tau adat dan agama berbondong-bondong untuk

mensertifikatkan harta tersebut.

Ini merupakan sebuah perbuatan yang sangat dilarang oleh adat

Minangkabau.Tidak ada lagi hubungannya sama kaum. Sebenarnya harta

pusaka tinggi ini adalah sebagai ciri khas orang Minangkabau dalam

kekayaannya.

2. Apakah wali nagari mengetahui harta pusako tinggi itu menjadi harta

pusako rendah ?

Dalam hal penjualan dan pensertifikatkan harta pusaka tinggi ini wali nagari

tidak mengetahui permasalahannya, wali nagari cuma mengetahuinya sesudah

harta itu dijual atau disertifikatkan karena mereka meminta tanda tangan wali

nagari.

Wali Nagari ada mengetahui satu permasalahan tentang harta pusako tinggi

ini dijual. Orang-orang atau staf dari pemerintah kenagaraian tidak boleh ikut

serta dalam penjualan harta apapun tetapi staf dari kenagarian boleh ikut

apabila diminta langsung oleh orang yang berperkara dalam hal mencarikan

solusi. Jadi dalam masalah yang diketahui wali nagari ini orang yang

berperkara ini dalam kaumnya tinggal berdua. Kedua orang ini adalah

bersaudara yang satu sebagai bundo kanduang yang memegang harta pusaka

tinggi kaumnya dan satu lagi adalah anak perempuan anak dari saudara

perempuan dari bundo kanduang tersebut. Dalam permasalahan ini berawal

dari harta pusaka yang dipegang oleh bundo kanduang itu dijual secara

sepihak tanpa ada persetujuan dari kaumnya. Alasan dia menjual adalah untuk

penunjang kehidupannya karena dia tidak punya suami dan tidak punya anak.

Kemenakannya itu menuntut karena harta itu dijual tanpa sepengetahuannya

dan syarat harta itu dijual harus atas kesepakatan kaum.

Dari awal harta ini sudah bisa untuk dijual atau digadaikan karena bundo

kanduang ini belum menikah dan itu masuk kepada pepatah Minangkabau

“gadih tuo indak balaki”, tapi karena tidak adanya musyawarah dan

menjualnya tidak kesepakatan kaum maka timbul sengketa dan masalah ini

sedang dalam proses penyelesaian karena bundo kanduangnya hampir semua

harta yang dia jual.

Dan ada juga mamak yang ingin menjual harta pusaka tinggi itu karena harga

tanah tinggi dan mengambil manfaat dari hasil penjualan harta pusaka tinggi.

Kebanyakan dari penjualan harta pusako tinggi orang yang melakukan

penjualan itu banyak yang menderita hidupnya, dan sakit-sakitan yang parah

sampai dia meningal dunia.

3. Bagaimana pendapat wali nagari terhadap harta pusako tinggi yang

bergeser menjadi harta pusako randah ?

Harta pusako tinggi ini kepemilikannya bersama kaum jadi harta pusako

tinggi yang menjadi harta pusaka rendah tidak dibolehkan karena harta pusako

tinggi itu akan tetap menjadi harta pusako tinggi selamanya selama tidak ada

hal yang menyebabkan harta itu digadaikan atau disertifikatkan.

4. Apakah tindakan dari wali nagari terhadap pergeseran ini?

Tidak ada tindakan dari pemerintahan nagari, sebab pemerintah nagari tidak

memepunyai aturan untuk mencegah dari pergeseran harta pusaka tinggi

menjadi harta pusaka rendah. Kecuali ada undang-undang adat dari niniak

mamak terhadap larangan menjual harta pusako tinggi itu sedangkan di

Nagari Batu taba tidak adanya aturan tersebut.

5. Apakah wali nagari tidak mengambil tindakan tegas terhadap penjualan

dan pensertifikatkan harta tersebut?

Nagari tidak bisa bertindak terhadap pergeseran harta pusako tinggi ini

menjadi harta pusako rendah karena yang berperan disini bukanlah kenagarian

tapi KAN (kerapatan adata nagari), karena semua sesuatu masalah di

Minangkabau diselesaikan dengan musyawarah. jadi yang berkuasa penuh

adalah niniak mamak dalam mengawasi harta pusaka tinggi ini, tetapi selama

ini belum ada peraturan yang mengikat niniak mamak tentang penjualan harta

pusako tinggi.

6. Apakah ada sanksi adat terhadapap orang yang menjual belikan dan

mensertifikasikan harta pusako tersebut?

Tidak ada sanksi tegas dalam hal penjualan dan pensertifikatkan harta pusaka

tinggi itu, karena harta pusaka tinggi ini adalah harta kaum jadi yang berhak

mengatur atau menjaga harta tersebut kaum itu. dan disini termasuk peran

mamak sebagai orang yang dituakan didalam kaumnya. Dia lah yang lebih

berhak memutuskan maslah dalam kaumnya.

7. Apa yang menjadi faktor dalam penjualan dan pensertifikatan harta

pusako tinggi tersebut?

faktor Penjualan harta pusako tinggi adalah:

1. Karena fasilitas dan kemudahan dalam pensertifikatkan tanah diberikan

oleh pemerintah pusat. Dari situ muncul alasan kenapa niniak mamak atau

oknum yang berniat untuk menguasai harta itu mensertifikatkannya.

2. Karena harga dari tanah sekarang mahal jadi oknum yang menjualkan

harta tersebut ingin mengambil manfaat dari penjualan harta tersebut.

3. tidak adanya generasi penerus atau punahnya keturunan perempuan yang

akan mewariskan harta pusaka tinggi dan takut lepas ketangan orang lain

makanya harta itu dijual dan hasil penjualannya bisa di manfaatkan oleh

anak keturunannya. Tindakan yang dilakukan orang tersebut salah menurut

adat karena pewarisan harta tersebut dilakukan apabila tidak ada atau

punah suku suattu kaum di jorong tersebut maka harta tersebut di wariskan

ke orang yang satu suku dari jorong terdekat, dan jika tidak ada maka di

wariskan ke nagari terdekat dari daerah itu. Tetapi dalam praakteknya

orang itu banyak yang “cadiak buruak” (pintar tapi jahat) maka dia menjual

harta tersebut untuk menjadi harta sendiri dan kekayaan sendiri.

8. Apakah bisa wali nagari membatalkan penjualan dan pensertifikatkan ?

dan apa alasannya ?

Dari pihak wali nagari tidak ada wewenang dalam membatalkan penjualan

harta tersebut karena yang memiliki wewenang yang penuh adalah niniak

mamak sebagai kepala suku atau pemimpin dalam sebuah kaum. Dan dia

sebagai penjaga dari harta pusako tinggi itu.

Persertifikatkan harta pusako tinggi, lebih baik tidak di sertifikatkan karena

apabila harta pusako tinggi sudah disertifikatkan harta itu kan berpindah

menjadi harta pusako randah karena sertifikat harta tersebut atas nama pribadi

dan ditakutkan dari pensertifikatkan harta tersebut timbul niat untuk menjual

dan menggadaikannya. Tetapi tidak ada kemungkinan juga apabila harta itu

disertifikatkan atas nama kaum, apabila harta pusako tinggi itu disertifikatkan

atas nama kaum harta itu akan terjaga dengan sebaik mungkin. Dalam

pensertifikatkan wali nagari tidak juga bisa membatalkannya apabila sudah

disetujui oleh KAN dan semua anggota kaum.

9. Bagaimana praktek pewarisan sesudah bergesernya menjadi harta

pusako rendah?

Setelah harta itu menjadi harta pusako randah pewarisan islam tidak bisa

berlaku disitu karena asal harta itu adalah pusako tinggi jadi harta itu tidak

bisa dibagi menjadi dengan hukum Islam karena bukan milik sepenuhnya.

10. Apakah filosofi dari mempertahan kan harta pusako tinggi itu tetap ada?

mempertahankan harta pusako tinggi merupakan wajib dilakukan karena kita

sebagai orang Minangkabau. Harta pusako tinggi itu adalah simbol

kekeluargaan kita sebagai orang Minangkabau. Dengan mempertahankan

harta pusako tinggi itu kita menjaga adat Minangkabau tidak hilang karena

harta itu salah satu simbol yang semestinya harus di pertahankan. Harta

pusako tinggi adalah harta kekeluargaan yang mengajarkan kita bagaimana

hidup dalam kebersamaan dang menjaga kita dalam hidup individual.

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA KAN (Kerapatan Adat Nagari)

BPK H. RAYMOND RAMLI ST DIATEH

1. Bagaimana pendapat anda terhadap penjualan dan pensertifikatkan

harta pusako tinggi ?

Secara adat tidak boleh dijual dan disertifikatkan karena harta pusako tinggi

dibuat oleh orang tua dahulu (nenek moyang) diperuntukan untuk perempuan

minangkabau dengan pertimbangan wanita itu dihormati dan dijunjung tinggi

derajatmya. Penyebab dari pergeseran harta pusako tinggi menjadi harta

pusako randah adalah mamak karena mamak ini adalah penentu didalam

kaumnya. Apabila niniak mamak tidak paham dengan harta pusaka tinggi

maka harta itu akan hilang dan habis terjual.

Harta itu harus dijaga dengan sebaiknya karena harta pusako tinggi adalah

penunjang kehidupan kaum dalam kehidupan adat Minangkabau.

2. Apa yang menjadi faktor dalam penjualan dan pensertifikatan harta

pusako tinggi tersebut?

Pensertifikatan harta pusako tinggi ini bisa dikatakan untuk pengamanan dari

harta itu supaya tidak jatuh ke tangan orang lain. Dan pensertifikatan itu harus

diatas kaum tetapi yang terjadi malah sebaliknya harta itu disertifikatkan atas

nama pribadi. Apabila atas nama pribadi secara tidak langsung pasti harta itu

jatuhnya menjadi harta pusako randah atau diwariskan kepada anaknya.

Penjualan harta pusako tinggi disebabkan karena harta itu sudah

disertifikatkan dan harga dari tanah mahal makanya sekarang orang-orang itu

menjual harta pusako tinggi tersebut. bukan karena tidak ada keturunan atau

terputusnya keturunan dari pihak perempuan tetapi karena orang-orang itu

tidak paham apa itu harta pusako tinggi dan apa fungsi dan hak atas harta

pusako tinggi.

3. Bagaimana proses pergeseran harta pusako tinggi itu menjadi harta

pusako rendah?

Pada saat sekarang ini banyak yang meminta untuk dibuatkan sertifikat dari

harta ganggam baumpuak dan disinilah peran niniak mamak kepala kaum

apakah dia mau menandatangani surat untuk pensertifikatkan harta pusaka

tinggi itu. apabila ditanda tangani berarti niniak mamak itu tidak menjaga

harta pusako tinggi itu, itu yang banyak terjadi pada sekarang ini. Bahkan

mamak kepala kaum itu yang lebih bersemngat dalam pengurusan surat

pensertifikatan tanah itu dari pada mamak waris dari harta tersebut. Harta

pusako tinggi tersebut hanya sebagai hak pakai bukan hak memiliki. Apabila

disertifikatkan menjadi hak milik itu sudah berbuahlah posisi harta pusako

tinggi itu menjadi harta pusako randah. Mamak kepala kaum yang menolong

pembuatan sertifikat atau menandatangani pembuatan sertifikat dari harta

pusako tinggi, dialah yang disalahkan karena harta itu tidak boleh

disertifikatkan dalam memelihara harta pusako tinggi. Harta pusako tinggi

hanya boleh dikuasai secara adat bukan secara pribadi karena harta pusako

tinggi itu adalah harta bersama dan harus dinikmati bersama. Asal dari harta

pusako tinggi ini diperuntukkan untuk kaum perempuan minangkabau. Saat

sekarang ini banyak yang mensertifikatkan karena mamak itu tidak paham apa

itu harta pusaka tinggi dan apa itu harta puasaka rendah. dan KAN tidak bisa

melarang apapun dari hal tersebut karena mamak kepala kaum ini adalah

presiden dalam kaumnya.

4. Apakah ada sanksi adat terhadapap orang yang menjual beli kan dan

mensertifikasikan harta pusako tersebut?

Tidak ada sanksi terhadap penjualan dan pensertifikatkan harta pusako tinggi,

Karena harta pusako tingii adalah harta kepunyaan kaum jadi KAN hanya

bisa menyarankan tidak untuk dijual dan disertifikatkan. Apabila dijual

masalah semakin banyak terjadi seperti yang sudah terjadi sebelumnya.

Diantara kejadian yang sudah terjadi yaitu orang yang menjual dan

menjadikan harta pusako tinggi menjadi hak milik pribadi orangnya jatuh

miskin, sakit-sakitan dan sampai meninggal dunia. Disini bukan percaya

tahayul atau hal-hal gaib tapi bisa kita ambil hikmahnya itu bukan harta

pribadi itu adalah harta pusako tinggi yang diwariskan secara turun temurun

kepada kemenakan perempuan dan bukan untuk kemenakan laki-laki.

5. Bagaimana praktek pewarisan harta pusako tinggi sebelum menjadi

harta pusako rendah ?

Harta pusako tinggi Dikuasai mamak kepala kaum dan laki-laki

sebagai penjaga dari harta dan untuk perempuan di beri jatah dalam harta

tersebut. mamak kepala kaum membuat surat ganggam baumpuak untuk pihak

perempuan dan membaginya secara adil dengan pesan harta itu tidak boleh

dijual dan tidak disuratkan (sertifikat) dan apabila banyak keturunan kebawah

di bagi juga dengan membuat surat ganggam baumpuak. Harta itu dipakai

atau tidak dipakai yang penting jatah pembagiannya sudah ada karena dia

perempuan dalam kaum itu sebagai hak pakai bukan hak milik.

apabila punah harta itu tidak dijual, harus dibalik kan ke kaum yang

lain, karena harta pusako tinggi itu baliknya harus kembali lagi ke harta usako

tinggi bukan ke harta pusako randah.

6. Bagaimana praktek warisan sesudah bergesernya menjadi harta pusako

rendah?

Apabila dibuatkan sertifikatnya atas nama seseorang dan harta itu menjadi

harta pusako randah kebanyakan mereka membagi dengan menggunakan

hukum Islam. Tetapi apabila dibagi dengan hukum Islam tidak bisa karena

asal dari harta tersebut bukan milik sah dari harta tersebut.

7. Apakah KAN tidak mengambil tindakan tegas terhadap penjualan dan

pensertifikatkan harta tersebut?

KAN tidak bisa mengambil tindakan tegas terhadap pensertifikatkan dan

penjualan harta pusako tinggi. Tetapi KAN hanya bisa menyarankan untuk

harta itu tidak diperjual belikan atau disertifikatkan. Apabila disini terjadi

tindakan pidana KAN tidak bisa ikut campur dalam penyelesaiannya karena

dalam AD/ART KAN dituliskan bahwa mamak kepala kaum adalah presiden

dalam kaumnya dan apabila kaum sepakat KAN tidak bisa melarang. Biang

keladi dari pergeseran harta pusako tinggi menjadi harta pusako randah adalah

mamak karena mamak ini adalah penentu didalam kaumnya.

8. Apakah filosofi dari mempertahan kan harta pusako tinggi itu tetap ada?

Harta pusako tinggi itu adalah harta kaum atau harta bersama dari kata

bersama sudah bisa dikatakan bahwa harta itu akan membuat orang

Minangkabau yang mempunyai harta pusako tinggi itu akan tetap hidup

bersama-sama sampai kapanpun. Dengan terjaganya harta pusako tinggi itu

akan membuat orang-orang Minangkabau terjaga dari kehidupan individual.

Dan selalu hidup bergotong royang dan bermusyawarah.

HASIL WAWANCARA DENGAN ULAMA BUYA H. AWIS KARNI HUSEIN

1. Apakah harta pusako tinggi ini sesuai dengan ajaran islam?

Harta pusako tinggi ada undang-undangnya ”hak milik, harto yang punyo” yaitu hak

milik orang dahulu yang punya. Ketika orang dahulu itu meninggal harta

peninggalannya atau hartanya Allah SWT yang punya, itu yang dinamakan dengan harta

warisan. Belum boleh seseorangpun yang memiliki sebelum ditetapkan dengan faraid

atau hukum warisan islam.

Dijua ndak makan bali digadai ndk dimakan sando adalah peraturan dari Datuak

Parpatiah Nan Sabatang bertentangan dengan hukum agama.

Dijua ndak makan bali digadai ndk makan sando apakah sesuai dengan adat basandi

syarak syarak basandi kitabullah ? “Disini adat berlawanan dengan syarak, jelas

berlawanannya harta pusako tinggi itu berlawanan dengan syarak. Lain hal apabila orang

dahulu menghibah-hibahkan hartanya kepada anak kemanakannya, menjadi hak milik

kemenakannyalah harta tersebut.

Sekarang harta itu tidak ada dihibahkannya kepada kemenakan perempuan cuma adanya

undang-undang dari Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Harta pusako tinggi itu yang miliki

siapa ? apa milik anak kemenakannya, pernahkah dihibahkan? tidak ada akad atau bukti

tanah itu dihibahkan. Yang ada cuma undang-undang yang dibuat dibukit Marapalam

oleh Datuak Parpatiah Nan Sabatang dengan para pemuka adat.

Harta pusako tinggi yang memegang sekarang maka dia memakan harta yang tinggi

syubhatnya. Sebab yang memiliki atau hak milik sebenarnya bukanlah yang memegang

sekarang.

2. Bagaimana pendapat anda terhadap penjualan dan pensertifikatkan harta pusako

tinggi ?

Harta pusako tinggi itu hanya boleh dipakai dan diolah, tidak boleh disertifikatkan

apalagi sampai diperjualbelikan. Harta itu bukan harta yang dimiliki seutuhnya atau

bukan “milkut tam”(miliki yang sempurna). jadi harta itu hanya boleh dipakai dengan

mengambil hasil upah kerja dari hasil lahannya tersebut dan sisanya diwakafkan atau

disedekahkan hasilnya denga meniatkan pahalanya kepada pemilik pertama dari harta

tersebut.

3. Bagaimana pendapat anda terhadap harta pusako tinggi yang bergeser menjadi

harta pusako randah ?

Harta pusako tinggi tidak akan pernah bisa bergeser menjadi harta pusako randah karena

harta itu adalah harta orang dahulu yang membuka lahan yang seharusnya dibagikan

kepada anak cucunya bukan kepada kemenakannya. Harta pusako tinggi ini adalah harta

yang paling tinggi syubhatnya karena ketika pemilik harta aslinya meninggal harta ini

tidak dibagi dengan menggunakan hukum Islam. Apabila harta ini menjadi harta pusako

randah apakah baik untuk dinikmati hasil dari harta tersebut? tentu kita masih ragu-ragu

dalam penetapannya itu. Maka sebaiknya harta boleh dipakai jadi yang diambil hanya

upah kerja dari pengolahan lahannya bukan hasil keseluruhannya dan sisa dari

pengambilan upah kerja diwakafkan atau disedekahkan dengan meniatkan pahalanya

kepada pemilik asli dari harta tersebut. kalau dia memiliki harta pusako tinggi pasti dia

mengetahui nama datuknya yang memiliki atau yang menemukan harta tersebut.

4. Dari sekian banyak harta pusako yang disertifikatkan dan dijual apa tidak ada cara

untuk menjaga adat dari Minangkabau supaya tidak dijual dan disertifikatkan ?

Untuk menjaga harta pusako tinggi itu tidak disertifikatkan dan dijual bisa dengan

mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat adat Minangkabau terutama kepada niniak

mamak dan bundo kanduang. ilmu agama yang dimaksud di sini adalah ilmu faraid.

5. Bagaimana pandangan hukum islam tentang penjualan harta pusako tinggi dan

pensertifikatannya?

Pada zaman sekarang banyak masyarakat yang menjual harta tersebut. kebanyakan yang

menjual harta pusako tinggi itu banyak yang hidupnya sengsara, banyak yang sakit-

sakitan.

Seharusnya dahulu ketika orang yang mempunyai harta pusako tinggi ini meninggal

hartanya dibagi dengan hukum faraidh. Orang tersebut memiliki anak dan istrinya yang

akan menerima harta tersebut. Setelah keluar undang-undang Datuak Parpatiah Nan

Sabatang “dibali indak makan jua digadai indak makan sando”. Maka harta itu

diturunkan kepada kemenakannya. Dalam hukum islam hubungan mamak yang punya

harta itu terputus dengan anak kemenakan yang menerima pada saat sekarang ini. Di situ

lah bertentangan dengan agama dari situ lah kita memegang karena harta pusako tinggi

adalah harta yang tinggi syubhatnya.

Dalam peraturan agama Islam setiap orang yang meninggal Allah yang mempunyai

semua hartanya tersebut. Sebagaimana dalam Al-Qur’an dalam surat An-Nisa’ ayat 7:

ك ا تر م اء نصيب م لنس ل بون و ر ق ال ان و د ال و ك ال ا تر م ال نصيب م ج للر

د ال و روضاال ف ا م ر نصيب ث و ك ه أ ن ا قل م م بون م ر ق ال ان و

Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan

kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-

bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

Setiap yang maninggal baik dari pihak laki-laki dan perempuan sudah ada ketentuan

bagiannya masing-masing. Yang menetapkan dari ayat tersebut adalah Allah.

Dalam artian semua peninggalan orang yang mati adalah milik Allah. Buktinya Allah

menyampaikan aturan-aturannya dalam surat An-Nisa’ ayat 7-14. Dari sini bisa dikatakan

batal undang-undang Datuak Parpatiah Nan Sabatang kalau didampingi dengan hukum

islam.

Saya mendapatkan cerita ini dari Buya Dalin bahwa Syech Ahmad Khatib Al-

Minagkabawi tidak mau pulang dari mekkah ke Minangkabau, sedangkan ulama-ulama

besar Minangkabau meminta beliau untuk balik ke tanah Minangkabau, dan Syech

Ahmad Khatib Al-Minangkabawi menjawab “den indak ka pulang kareno urang

Minangkabau mamakan harato pusako tinggi”(saya tidak mau pulang ke Minangkabau

karena orang Minangkabau memakan harta pusaka tinggi). Itulah alasan yang beliau

keluarkan karena beliau mengetahui agama Isalam dan paham tentang masalah harta

dalam hukum Islam. Jadi orang yang memakan harta pusako tinggi itu adalah orang yang

memekan harta syubhat apalagi kalau dijual karena itu bukan hak yang menjual karena

bukan kita yang malaco (membuka lahan). Kalau mamak yang terdahulu menghibahkan

harta tersebut kepada kemenakan perempuannya dan seterusnya maka boleh harta itu kita

miliki. Karena dari harta pusako tinggi ini banyak timbul sengketa dalam permasalahan

kepemilikan harta tersebut.

HASIL WAWANCARA DENGAN NINIAK MAMAK H. KASMAN SUTAN

BAGINDO LABIAH

1. Bagaimana pendapat anda terhadap penjualan dan pensertifikatkan

harta pusako tinggi ?

Harta pusako tinggi tidak boleh disertifikatkan ,maupun dijual. Apabila terjadi

maka habis harta orang Minangkabau. Harta itu adalah hak bersama maka

harus dipakai secara bersama. Dalam hukum adat sebenarnya harta ini akan

ada sampai hari kiamat. Tetapi karena orang yang tidak paham dengan harta

ini mereka mensertifikatkan harta tersebut. orang yang mensertifikatkan dan

menjual harta itu adalah orang yang tidak paham apa fungsi dan tujuan kenapa

mamak dahulu meninggalkan hartanya untuk kemenakan-kemenakannya

sekarang ini. Harta itu harus dijaga dengan baik di sini tugas niniak mamak

dan laki-laki dalam kaum.

2. Bagaimana pendapat anda terhadap harta pusako tinggi yang bergeser

menjadi harta pusako randah ?

Harta pusako tinggi menjadi harta pusako randah itu sebenarnya tidak ada,

walaupun harta itu sudah dibagi-bagi harta itu tetap menjadi hara pusako

tinggi tetapi karena pada zaman sekarang ada namanya istilah harta pusako

tinggi menjadi harta pusako randah karena mereka ingin menguasai harta

tersebut seutuhnya menjdai hak milik bukan hak pakai lagi. Oleh karena itu

harta tersebut disertifikatkan, apabila harta itu sudah disertifikatkan untuk

menjual harta tersebut lebih mudah lagi.

Sebenarnya harta pusako tinggi itu tidak boleh dijual, hanya saja harta pusako

tinggi boleh digadaikan apabila mempunyai empat perkara. Bisa

digarisbawahkan hanya digadaikan saja tidak untuk dijual belikan.

3. Apa yang menjadi faktor dalam penjualan dan pensertifikatan harta

pusako tinggi tersebut?

Penyebab pensertifikatkan itu adalah karena orang ingin menjaga harta

tersebut supaya tidak timbul sengketa dan supaya harta itu terjaga dari tangan

orang yang ingin menguasainya, hal ini boleh dilakukan apabila

pensertifikatkan itu dilakukan diatas nama kaum tersebut. tetapi kebanyakan

terjadi pensertifikatan dilakukan atas nama sendiri bukan diatas nama kaum

dengan tujuan harta itu bisa dikuasi sendiri. Apabila sudah disertifikatkan niat

untuk menjual dari harta tersebutpun timbul.

Penyebab orang menjual yang paling tinggi di nagari ini adalah karena faktor

ekonomi, faktor ekonomi ini sangat mempengaruhi penjualan harta pusako

tinggi ini, karena dengan berkembangnya zaman semua kebutuhan naik dan

harga tanah juga mulai naik, dan orang-orang sudah mulai hidup individual

jadi harta ini dijual karena tergiur dengan harga tananh yang mahal. tetapi

kebanyakan yang terjadi dari penjualan harta pusako tinggi orang yang

menjual harta itu akan sakit-sakitan dan semua hartanya akan habis, karena

mereka memakan harta yang bukan hak mereka. Kalau faktor kepunahan

keturunan tidak menjadi faktor penyebab terjadinya penjualan harta tersebut.

4. Bagaimana cara menjaga harta pusako itu tidak di jual atau

disertifikatkan?

Dalam menjaga harta pusako tinggi para calon niniak mamak harus dibekali

dengan ajaran agama dan pemahaman mereka terhadap harta pusako tinggi,

dengan ajaran agama mereka akan takut mengambil hak orang lain yang ada

dalam harta tersebut. memberi pemahaman terhadap harta pusako tinggi

merupakan hal yang boleh dikatakan wajib karena harta pusako tinggi itu

adalah salah satu tanda bahwa adat Minangkabau terjaga sampai kapanpun.

Harta itu sebagai tiang tuo dari Minangkabau yang harus dijaga. Harta pusako

tinggi akan terus memberi manfaat dari generasi ke generasi berikutnya.

5. Apakah ada sanksi adat terhadap orang mensertifikasikan dan menjual

harta pusako tersebut?

Tidak ada sanksi adat terhadap pensertifikatkan dan penjualan harta pusako

tinggi, karena tidak ada ketentuan hukum adat terhadap pensertifikatan dan

penjualan harta pusako tinggi, tetapi itu semua balik kepada niniak

mamaknya, apabila niniak mamaknya paham terhadap harta pusaka tinggi

maka niniak mamaknya akan menjaga dari dua hal yang akan membuat harta

pusako tinggi itu habis.

6. Bagaimana praktek pewarisan harta pusako tinggi?

Pewarisannya itu harus segaris keturunan ibu yaitu yang mendapatkan harta

pusako tinggi itu hanya pihak perempuan yang ada dalam kaum itu dan

apabila diberikan secara ganggam bauntuak harta itu harus dijaga sampai

punah keturunan yang ada dalam keluarga itu. apabila sudah punah atau tidak

ada lagi anak perempuan yang akan menjawab dari harta pusako tersebut,

maka harta itu di kembalikan kepada kaumnya. apabila dalam kaum itu sudah

tidak ada lagi yang perempuan atau punah, maka harta itu di wariskan kepada

kaum yang satu suku yang terdekat dengan jorong atau desa itu. apabila tidak

ada maka harta itu diwariskan kepada nagari yang terdekat dengan nagari itu

apabila tidak ada dicari yang terdekat dengan kecamatan tersebut apabila

masih tidak ada maka harta itu dikembalikan kepada nagari dimana harta itu

terletak.

Waris harta pusako tinggi diwariskan ke garis keturunan ibu, harta itu d

wariskan ke anak perempuan yang ada keturunannya bukan untuk kepada

perempuan yang tua. Harta ini cuma harta pakai, apabila dalam keluarga ada 2

orang perempuan dan 2 orang laki-laki maka harta tersebut dibagi kepada 2

orang anak perempuan tersebut dengan membagi rata.

7. Bagaimana praktek sesudah bergesernya menjadi harta pusako rendah?

Harta pusako tinggi yang menjadi harta pusako randah tidak bisa dibwakan

dengan hukum Islam, karena harta itu adalah harta pusako tinggi jadi tidak

bisa dikatakan menjadi harta pusako randah. Orang yang menjadikannya harta

pusako randah adalah orang yang mencuri hak orang lain yang ada didalam

harta pusako tersebut.

8. Apakah filosofi dari mempertahankan harta pusako tinggi itu tetap ada?

Mempertahankan harta pusako tinggi menghindarkan dari perpecahan dalam

kekeluargaan. Harta pusako tinggi ini adalah harta kaum, kaum itu adalah

orang yang satu suku dengan kita jadi itu masih ada hubungan kekeluargaan

dengan kita. Jadi dengan adanya harta itu membuat kita memiliki hubungan

yang harus dijaga sampai kapanpun. Menjaga harta pusako tinggi sama

dengan menjaga keluarga supaya tidak terjadi perpecahan.

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT KENAGARIAN BATU

TABA BAPAK YULNEDI SUTAN RANGKAYO MUDO

1. Sejauh mana anda mengetahui tentang harta pusaka tinggi yang ada di

kenagarian Batu Taba?

Harta pusaka tinggi merupakan harta kaum atau suku yang ada di daerah

Minangkabau. Di kenagarian Batu Taba apabila mereka tidak mempunyai

datuak atau niniak mamak maka dia tidak mempunyai harta pusaka tinggi di

kenagarian Batu Taba. Harta pusako tinggi ini yang sbenarnya tidak boleh

dijual karena harta itu hanya boleh digadaikan saja apabila mempunyai 3

masalah yaitu gadih tuo indak balaki, rumah gadang katirisan, mayik tabujua

tangah rumah. Zaman kini sudah modern tetapi eksistensi harta pusaka tinggi

harus dijaga sampai kapanpun. Harta pusako ini akan merupakan tiang dari

berdirinya sistem kekerabatan di Minangkabau yang merupakan dengan

sistem kekerabatan Matrilineal.

Pewarisannya itu harus segaris keturunan ibu yaitu yang mendapatkan harta

pusako tinggi itu hanya pihak perempuan yang ada dalam kaum itu dan

apabila diberikan secara ganggam bauntuak harta itu harus dijaga sampai

punah keturunan yang ada dalam keluarga itu. apabila sudah punah atau tidak

ada lagi anak perempuan yang akan menjawab dari harta pusako tersebut,

maka harta itu di kembalikan kepada kaumnya. apabila dalam kaum itu sudah

tidak ada lagi yang perempuan atau punah, maka harta itu di wariskan kepada

kaum yang satu suku yang terdekat dengan jorong itu. apabila tidak ada maka

harta itu diwariskan kepada nagari yang terdekat dengan nagari itu apabila

tidak ada dicari yang terdekat dengan kecamatan tersebut apabila masih tidak

ada maka harta itu dikembalikan kepada nagari dimana harta itu terletak.

Dalam penjagaan harta pusaka tinggi ini yang berperan adalh pihak laki-laki.

Maka keamanan harta itu akan terjaga apabila pihak laki-laki memahmi apa

fungsi dan tujuan dari harta pusaka tinggi tersebut. dengan pahamnya laki-laki

dengan harta pusaka tinggi, maka harta itu kan terjaga dengan baik samapi

hari kiamat.

2. Bagaimana pendapat anda terhadap penjualan dan pensertifikatkan

harta pusako tinggi ?

Orang yang mensertifikatkandan menjual harta pusako tinggi itu adalah orang

yang tidak beradat karena harta itu bukan harta sendiri itu adalah kaum jadi

harta itu tetaplah harta kaum tidak boleh menjadi harta sendiri melalui

pensertifikatan tersebut. pensertifikatan harta pusako tinggi itu adalah awal

masalah yang timbul dari sengketa harta pusako tinggi ini, apabila sudah

disertifikatkan orang yang mensertifikatkan itu meninggal maka harta itu

dibagi oleh anak-anaknya sebagaimana hal harta pusako randah. Inilah yang

tidak boleh dilakukan dalam harta pusako tinggi.

Dalam penjualan harta pusako tinggi sangat tidak dianjurkan dalam adat

Minangkabau karena dalam pepatah telah disebutkan “dijua indak dimakan

bali, digadai indak dimakan sando” harta itu tidak bisa dijual belikan,

makanya kita sebagai penerus dari nenek moyang yang telah menurunkan

harta pusako tinggi tersebut harus berterima kasih kepada beliau dengan cara

menjaga harta tersebut supaya terjaga sampai anak cucu selanjutnya.

3. Bagaimana pendapat anda terhadap harta pusako tinggi yang bergeser

menjadi harta pusako randah ?

Harta pusako tinggi itu akan tetap menjadi harta pusako tinggi sampai

kapanpun karena harta itu tidak akan pernah turun derjatnya dari yang tinggi

menjadi randah. Perubahan tersebut terjadi karena orang yang ingin

menguasainya maka dengan alasan tersebut mereka bisa menguasai harta

tersebut.

4. Sejauh mana anda mengetahui tentang harta pusako tinggi dan harta

pusako randah?

Harta pusako tinggi adalah harta kaum yang diwariskan turun temurun kepada

pihak perempuan. Harta pusako tinggi tidak bisa diwariskan dengan

menggunakan hukum faraidh, pewarisan harta pusako tinggi ini dilakukan

dengan menggunakan hukum adat. Dan harta pusako randah adalah harta

pencaharian orang tua yang bisa dijual dan dihibahkan kepada siapa saja yang

diinginkan oleh pemilik harta tersebut. pewarisan harta ini bisa dilakukan

dengan menggunakan hukum islam.

5. Apakah penjualan atau pensertifikatkan harta itu harus diberi sanksi ?

Seharusnya si pensertifikatan dan penjual harta pusako tinggi ini harus diberi

sanksi adat, karena mereka telah memulai percikan api permasalahan dalam

kaum tersebut. apabila tidak diberikan sanksi kaum-kaum yang lain akan

meniru karena tidak ada yang akan melarang terhadap pensertifikatan dan

penjualan harta tersebut.

6. Apakah harta pusaka tinggi masih pantas untuk dipertahankan?

Harta pusako tinggi itu sangat pantas untuk dipertahankan karena harta itu

adalah salah satu ciri-ciri dari orang Minangkabau. Harta itu akan

menghindarkan suatu kaum dari kemiskinan, dan banyak memberi manfaat

kepada kaum tersebut. apabila ada cacat kaum atau masalah kaum hasil dari

harta tersebut bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Apabila

tidak ada harta tersebut apakah anggota dari kaum itu mau mengeluarkan dana

untuk biaya penyelesaian masalah, bisa dikatakan kebanyakan yang terjadi

banyak yang tidak mau.

7. Apakah harta pusako tinggi itu memberi manfaat untuk kaum yang

mempunyainya?

Banyak manfaat dari harta pusako tinggi, karena harta itu menghindarkan

orang Minangkabau dari kemiskinan, menghindarkan dari perilaku yang tidak

baik dan mengajarkan kepada masyarakat Minangkabau hidup bersama bukan

hidup individu.

HASIL WAWANCARA DENGAN SALAH SATU ORANG YANG PERNAH MENJUAL

HARTA PUSAKA BERINISIAL “S” TINGGI KENAGARIAN BATU TABA

1. Apakah yang membuat anda menjual harta pusako tinggi ?

Saya sebagai bundo kanduang, saya pernah menjual harta pusaka tinggi milik keluarga.

Penyebab dari penjualan harta pusaka tinggi yang saya lakukan karena saya terlilit

banyak hutang. Berhutang itu saya lakukan karena saya sendiri dan saya sering sakit-

sakitan jadi hasil dari harta pusaka tinggi tidak mencukupi untuk biaya hidup saya selama

ini makanya saya berhutang ke orang lain. Ketika orang yang saya berhutang itu meminta

hutangnya saya tidak sanggup untuk membayarnya, saya menjual harta pusaka tinggi itu.

hasil dari penjualan harta itu saya membayarkan hutang-hutang. Tetapi tidak semua harta

pusaka tinggi yang saya jual sebagian yang lain sudah diserahkan kepada penerima yang

selanjutnya. Saya tidak mempunyai suami dan anak-anak dan tidak ada juga yang

membantu ketika saya sakit. Itulah alasan saya menjual harta pusaka tersebut.

2. Apakah anda mengetahui harta pusako tinggi di boleh atau tidak untuk dijualkan ?

Saya hanya mengetahui harta pusaka tinggi itu hanya boleh di gadaikan dan tidak boleh

dijual, tetapi saya melakukan ini karena terpaksa karena terlilit hhutang yang tidak

mampu saya bayar.

3. Apakah itu terjadi sudah kesepakatan kaum?

Dalam pejualan yang saya lakukan tidak ada kesepakatan dari kaum untuk menjual harta

tersebut dan saya menjualnya secara diam-diam. Tidak semua dari harta pusaka tinggi

yang saya jual tetapi sebagian dari harta itu saja, tetapi dari sinilah awal timbulnya

sengketa yang susah untuk diselesaikan.

4. Apakah tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah dengan tidak menjual

harta itu ?

Sebenarnya cara lain dari menghindari penjualan harta pusaka tinggi ini ada tetapi karena

hubungan saya dengan keluarga yang lain tidak baik adanya percekcokan itu yang

menyebabkan saya tidak bisa minta tolong.

5. Bagaimana hubungan keluarga kaum anda sekarang ini?

Terjadi perpecahan yang membuat saya dengan keluarga yang lain saya tidak lagi

memiliki hubungan yang baik. Sekarang ini mungkin bisa dikatakan kita tidak

mempunyai hubungan kekeluargaan lagi. Tetapi saya melakukan ini semua secara

terpaksa dan tidak ada lagi jalan yang bisa saya lakukan.

HASIL WAWANCARA DENGAN SALAH SATU ORANG YANG PERNAH MENJUAL

HARTA PUSAKA BERINISIAL “M” TINGGI KENAGARIAN BATU TABA

1. Apakah yang membuat anda mensertifikatkan harta pusako tinggi ?

Persetifikatan harta pusaka tinggi saya lakukan setelah izin oleh niniak mamak, kenapa

saya sertifikatkan karena harta itu tidak ada lagi yang merawatnya dan tidak ada lagi yang

menggarap tanah tersebut. Situlah awalnya saya ingin mengambil tanah tersebut karena

tidak ada yang lain merawat tanah yang terlantar tersebut. Setelah harta harta pusaka

tinggi saya sertifikatkan banyaklah orang tidak menyukai pensertifikatkan itu. Harta itu

saya sertifikatkan karena saya tidak mengerti apa saja peraturan tentang harta pusaka itu.

Niniak mamak ini mengizinkan saya dari pensertifikatkan karena beliau merasa harta itu

harus ada yang mengurus, beliau merasa harta itu harus dikelola dan diambil manfaat dari

harta tersebut.

2. Apakah mensertifikatkan harta pusako tinggi dibolehkan ?

Saya tidak mengerti harta pusaka tinggi dan bagaimana peraturan terhadap harta tersebut.

jadi saya ingin memakai harta itu. setelah harta itu saya sertifikatkan dari situlah

muculnya masalah dan sengketa.

3. Apakah itu terjadi sudah kesepakatan kaum?

Ketika saya meminta izin untuk mensertifikatkan kepada niniak mamak. Niniak mamak

langsung saja mengizinkan saya untuk mensertifikatkan harta pusaka tinggi tersebut. saya

juga tidak tau itu disepakati kaum atau tidak.

4. Bagaimana hubungan keluarga kaum anda sekarang ini?

Setelah saya melakukan kesalahan itu saya mendapatkan hukuman moral yaitu saya

disisihkan dalam keluarga dan itu membuat saya malu berada dikampung. Karena harta

itu sudah disertifikatkan dan ada sebagian yang sudah dijual. Masalah ini awal timbulnya

masalah sengketa tanah dan membuat saya tidak tahan dikampung saya berangkat keluar

kampung. Saya pulang kanpung hanya untu bertemu keluarga Cuma sehari dan

malamnya saya tidak nginap dikampung.

Wawancara dengan Walinagari Kenagaria Batu Taba Kecamatan IV Angkek

Wawancara dengan Ulama di Kenagarian Batu Taba Kecamatan IV Angkek

Wawancara dengan Niniak mamak di Kenagarian Batu Taba Kecamatan IV Angkek

Wawancara denga Ketua KAN Kenagarian Batu Taba Kecamatan IV Angkek