Perspektif Regulasi pada Media Online dan Tijauan Pemblokiran

25
Perspektif Regulasi pada Media Online dan Tinjauan Pemblokiran Oleh Pandu E Saputra 1 Pendahuluan Perkembangan industri informasi yang dikukuhkan dengan implementasi teknologi web membuat sebuah lompatan ke arah tujuan yang sama bagi setiap negara terlepas dari kondisi real negara tersebut. Penetrasi teknologi komunikasi melalui beragam kebijakan memastikan adanya kecenderungan dukungan pemerintah terhadap implementasi teknologi ini. Khususnya di Indonesia, Pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) berupaya untuk menyebarluaskan akses dan penggunaan internet khususnya di daerah pelosok dengan membangun infrastruktur telekomunikasi. Sehingga mengurangi disparitas dan kesenjangan akses informasi bagi masyarakat Indonesia. Teknologi web telah mengubah arah industri yang selama ini dikenal. Paradigma tentang industri yang selama ini difahami sebagai prosedur konkrit untuk menghasilkan barang yang memiliki nilai kini mulai bergeser. Komoditas informasi menjadi bahan bakar sekaligus produk ekonomi yang bernilai saat ini. Motivasi menyampaikan informasi dan berita bias yang selama ini hanya bisa dilaksanakan oleh jurnalis konvensional saat ini juga dapat dilakukan oleh warga yang lebih ‘clear’ dari sisi orientasi dan kepentingan sebagai salah satu contohnya. 1 Mahasiswa PPs. Ilmu Komunikasi UMJ 2015 1

Transcript of Perspektif Regulasi pada Media Online dan Tijauan Pemblokiran

Perspektif Regulasi pada Media Online dan TinjauanPemblokiran

Oleh Pandu E Saputra 1

Pendahuluan

Perkembangan industri informasi yang dikukuhkan dengan

implementasi teknologi web membuat sebuah lompatan ke arah

tujuan yang sama bagi setiap negara terlepas dari kondisi real

negara tersebut. Penetrasi teknologi komunikasi melalui

beragam kebijakan memastikan adanya kecenderungan dukungan

pemerintah terhadap implementasi teknologi ini. Khususnya di

Indonesia, Pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan

Informasi (Kemenkominfo) berupaya untuk menyebarluaskan akses

dan penggunaan internet khususnya di daerah pelosok dengan

membangun infrastruktur telekomunikasi. Sehingga mengurangi

disparitas dan kesenjangan akses informasi bagi masyarakat

Indonesia.

Teknologi web telah mengubah arah industri yang selama

ini dikenal. Paradigma tentang industri yang selama ini

difahami sebagai prosedur konkrit untuk menghasilkan barang

yang memiliki nilai kini mulai bergeser. Komoditas informasi

menjadi bahan bakar sekaligus produk ekonomi yang bernilai

saat ini. Motivasi menyampaikan informasi dan berita bias yang

selama ini hanya bisa dilaksanakan oleh jurnalis konvensional

saat ini juga dapat dilakukan oleh warga yang lebih ‘clear’

dari sisi orientasi dan kepentingan sebagai salah satu

contohnya.

1 Mahasiswa PPs. Ilmu Komunikasi UMJ 2015

1

Hal ini mendorong munculnya berbagai situs berita

internet, yang lebih dikenal dengan portal berita media

online. Kemudahan pembuatan site berbasis web, efisiensi biaya

pengelolaan, keleluasan dalam akses, efektifitas penyampaian

informasi yang mendukung konvergensi dan keinginan masyarakat

untuk menerapkan new media ini telah membuat subur pertumbuhan

portal berita. Sehingga perlahan namun pasti ketergantungan

masyarakat terhadap media tradisional semakin tereduksi.

Media online adalah hasil dari crosspolination teknologi

komunikasi yang menawarkan kepada pengguna sebagai media yang

berfungsi sebagai alat komunikasi antar manusia(Carveth 265).

Media ini menggunakan bahasa hypertext yang bisa mengantarkan

teks, grafik, gambar, audio video dan juga audio video secara

real time. Hypertext menjadi teknologi dan pembeda pada internet.

Kondisi seperti saat ini dimanfaatkan baik oleh

perusahaan media konvensional maupun individu dan kelompok

yang memiliki maksud dan dapat disampaikan dengan media

online. Portal berita media online semakin bebas dan menjamur

di Indonesia, beraktifitas dan bekerja harus sesuai dengan

regulasi terkait yang mengatur kebebasan berpendapat, pers

serta informasi dan transaksi eletronik.

Dalam pasal 25 Undang-Undang (UU) Informasi Transaksi

Elektronik disebutkan bahwa “Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual yang

ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual

berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.” Dokumen elektronik

sebagai konten media online menjadi indikator yang menilai

tepat atau tidak tepatnya berita pada portal media online

dalam perspektif regulasi yang ada.

1.2. Identifikasi Masalah

Pada bulan Maret 2015 Pemerintah melalui Kementrian

Komunikasi dan Informasi melakukan pembredelan terhadap

belasan portal berita Islam yang dianggap ‘meresahkan’ bagi

pemerintah. Tindakan klasik dari sejarah pemerintahan sejak

zaman kolonial yang kembali dipaksa di ulang ketika era

demokrasi dan keterbukaan informasi mendukung ke arah teori

pers bebas dan bertanggungjawab sosial. Jenis pembredelan

terhadap new media secara teknis lebih mudah untuk diterapkan

mengingat sifat ketergantunganya pada penyedia jasa internet

yang berada dibawah kontrol pemerintah.

Pembredelan menjadi reaksi ampuh bagi sebuah otoritas guna

menyikapi konten pemberitaan ‘meresahkan’ dalam konteks

keamanan negara. Dalam sejarah kehidupan media di Indonesia,

pembredelan terhadap media telah terjadi sejak zaman

pergerakan menuju kemerdekaan. Semakin kasat dilegitimasi

melalui aturan-aturan negara pada pemerintahan Orde Baru.

Indonesia merasakan iklim yang mendukung pada kehidupan media

yang bebas dan terbuka ketika era reformasi memberikan

legitimasi pada fungsi pers yang sesungguhnya. Reformasi

menjadi sebuah peristiwa yang memiliki dampak efektif bagi

masyarakat yang bisa diberikan oleh institusi pers. Namun,

ketika kehidupan pers telah masuk pada quadran bebas dan

bertanggungjawab, saat ini pemerintah masih ikut serta dalam

3

upaya mengatur dan mengendalikan pilar demokrasi tersebut,

kehidupan pers di Indonesia.

Pada masa Orde Baru, pers Indonesia sempat mengalami dua

kondisi yang bertolak belakang. Menurut para jurnalis senior

seperti Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar, peristiwa Malapetaka

Lima Belas Januari yang terjadi pada tahun 1974 merupakan

titik balik pers Indonesia masa Orde Baru. Sebelum peristiwa

Malari, orientasi media massa mengarah pada kepentingan umum,

kepentingan rakyat kecil serta memperjuangkan hak asasi

manusia dan tegaknya hukum. Namun setelah Malari, pers

Indonesia tak lebih dari sekedar press release pemerintah,

bahkan buletin pemerintah (Akbar, 1995: 1-5). Orde Baru

menggunakan pers sebagai salah satu instrumen untuk

melanggengkan kekuasaan dan memaksa mengubah arah loyalitas

jurnalisme. Produk legislasi tentang ketentuan pokok pers yang

lahir pada era Orde Baru dinilai sebagai bentuk campur tangan

pemerintah untuk mengekang kebebasan pers, membenarkan

pembredelan terhadap media massa serta mendominasi sumber dan

arah penyebaran informasi kepada masyarakat.

Hal ini dibenenarkan oleh pendapat Gazali yang merangkum

pembredelan terhadap pers. Menurutnya “Serangkaian tindakan

penindasan terhadap pers selama masa orde baru, antara lain

terlihat nyata pada pembredelan 13 koran dan majalah pada

tahun 1974, penutupan t koran Jakarta dan 7 koran kampus pada

1978, serta pembredelan lain di tahun 1981 (Jurnal Ekuin),

1986 (Sinar Harapan) dan 1994 (Tempo, deTik, Editor).

Dalam konteks media, pemerintah secara de jure melalui

regulasi hadir dalam kehidupan masyarakat. Regulasi ini

mengambil banyak bentuk pasal-pasal dalam konstitusi dan hukum

nasional. Mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah,

Peraturan Menteri hingga Peraturan Daerah guna menjamin

perlindungan hak dan kepentingan individu dan kelompok dari

praktik-praktik yang merugikan. Perlindungan terhadap

ketertiban umum dan promosi akses, kebebasan untuk

berkomunikasi, tuntutan akan keberagaman guna mendukung iklim

kompetisi, inovasi dan ekspansi. Secara de facto alat

kelengkapan negara membuat dan melaksanakan perintah serta

aturan-aturan tersebut. Sehingga peran pemerintah dinilai

cukup efektif dalam menyikapi perkembangan yang terjadi di

masyarakat.

Pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi

sebagai penyelenggara kegiatan media melakukan pembredelan

terhadap belasan portal berita dalam jejaring. Pada bulan

Maret 2015 Kemenkominfo menutup akses sementara kepada

sembilan belas portal berita dalam jejaring. Langkah ini

semakin tidak populis setelah publik mengetahui portal berita

tersebut memiliki possesioning yang sama yaitu berita Islam.

Tulisan ini mencoba untuk menilai reaksi yang diberikan

pemerintah melalui pembredelan atau pemblokiran situs portal

berita dengan aturan hukum serta kaitanya dengan politik dan

kekuasaan.

1.2. Rumusan Masalah

5

Berakhirnya rezim Orde Baru membawa pengaruh signifikan

pada perkembangan pers di Indnoesia. Seolah membenarkan thesis

bahwa demokrasi akan menunjukkan fungsi pers yang

sesungguhnya. Hal ini diakomodir oleh Pemerintah pasca

runtuhnya Orde Baru dengan mengesahkan Undang-undang (UU) No.

40 Tahun 1999. Undang-undang tersebut menjadi UU Pokok yang

mengatur tentang kehidupan pers di Indonesia.

Kondisi ini semakin mendukung penerapan teknologi

informasi dan komunikasi dalam dunia pers dan jurnalistik yang

pada saat itu sedang melanda kota-kota besar di Indonesia.

Dengan ditiadakanya Surat izin usaha penerbitan dan percetakan

yang selama ini dipersulit pemerintah. Membuat euforia

kebebasan ini dimanfaatkan oleh setiap individu dan kelompok

yang ingin memanfaatkan kondisi ini

Selain itu juga diturunkan berbagai regulasi yang terkait

dengan UU tersebut. Aturan tersebut mengatur segala hal yang

terkait dengan praktek pers dan kaitanya dengan media yang

digunakan. Seperti UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU

No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

serta Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Regulasi di

tingkat lokal lainnya.

Tulisan ini mengangkat masalah yang dialami oleh portal

media online pada bulan maret 2015 yang lalu. Permasalahan ini

terkait dengan pembredelan atau pemblokiran pada domain media

online tersebut. Belasan portal berita yang diblokir tersebut

secara makro berorientasi pada pemberitaan Islam. Sehingga

dirumuskan beberapa masalah yang ingin dijawab oleh tulisan

ini:

1. Bagaimana Perspektif Regulasi yang ada saat ini terkait

dengan pembredelan/pemblokiran.

2. Bagaimana tinjauan teori ekonomi politik media terhadap

kebijakan tersebut.

1.3. Metode Penelitian

Secara garis besar tulisan ini disusun dengan pendekatan

kualitatif. Tulisan dengan pendekatan ini digolongkan ke dalam

penelitian subjektif, deskriptif dan interpretatif. Teori yang

dikemukakan dalam tulisan ini adalah kajian media online dan

jurnal yang berkaitan dengan ekonomi politik media disamping

tinjauan tentang regulasi yang mengatur.

Menurut Lexy J. Moeleong, penelitian kualitatif digunakan

atas dasar pertimbangan berikut. Pertama, metode ini lebih

fleksibel karena lebih mudah disesuaikan ketika ditemukan

kenyataan ganda atau jamak. Kedua, hakikat hubungan antara

peneliti dan responden disajikan secara langsung. Ketiga,

metode kualitatif lebih peka dan mudah disesuaikan dengan

penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi.

Pembahasan dan Hasil

2.1. Jurnalisme Media Online

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut sebagai

pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan melaporkan

7

berita kepada khalayak. Eksistensi dan preferensi pembaca yang

semakin tinggi pada segmen new media ini menjadi thesis yang

membenarkan bahwa jurnalisme senantiasa tumbuh beriringan

dengan mengadaptasi perkembangan teknologi. Pencapaian dalam

teknologi, seperti penemuan mesin cetak oleh Johannes

Guttenberg, Telegraf oleh Samuel Morse, Radio oleh Guiglermo

Marchony (atau Nicola Tesla), Televisi hingga Hypertext pada

jaringan komputer semuanya dimanfaatkan oleh para jurnalis

guna mendukung fungsi jurnalistik.

Dalam konteks jurnalistik, jurnalisme pada media online

membawa pengaruh pada cara penyampaian berita. Media online

memiliki real time publish yang tak dimiliki oleh media tradisional

lainnya. Hal yang mempengaruhi cara penyampaian berita pada

media online. Pada media online berita disampaikan secara

straight news report dengan model piramida terbalik.

Menurut James (2005), Jurnalisme online memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan bentuk media tradisional lainnya. (1)

Audience Control:, (2) Nonlinierity, (3) Storage and Retrieval, (4)

Unlimited Space, (5) Immediacy, (6) Multimedia Capability, dan (7)

Interactivity. Pembeda tersebut menjadi argumen bagi kelompok

perusahaan media tradisional untuk menghadirkan kanal berita

online.

2.2. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999

Terlepas dari perdebatan mengenai status pers bagi portal

berita tersebut yang tidak diakui oleh Dewan Pers. Portal

berita tersebut telah melakukan fungsi jurnalistik sebagaimana

mestinya. Ada tiga hal penting guna memahami pengertian

jurnalistik itu sendiri. Pertama, jurnalistik merupakan proses

atau kegiatan mengkomunikasikan informasi berita, mulai dari

mencari, mengumpulkan, mengolah, menulis dan mengedit

informasi sehingga menjadi berita yang aktual. Kedua, hasil

olahan informasi tersebut dapat berupa berita langsung,

reportase, feature atau opini. Ketiga, informasi yang telah

disiarkan secepat-cepatnya telah melalui media massa seperti

surat kabar, majalah, televisi atau radio. (Ermanto 2005: 26)

Dengan ketiga hal ini dapat disimpulkan bahwa portal berita

yang diblokir tersebut secara substantif memiliki hak berada

dibawah naungan Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999. Hal ini

sekaligus menjadi argumentasi guna mendelegitimasi fungsi

administrasi pada Dewan Pers dan telah ditetapkan pada pasal

15 ayat 2 pada Undang-undang yang sama menolak eksistensi

Portal berita tersbut.

Sebagai bentuk produk undang-undang yang lahir setelah

reformasi, Undang-undang Pokok Pers 1999 dinilai telah cukup

menjamin kebebasan dalam kegiatan jurnalistik di Indonesia.

Seperti ditiadakanya pembredelan terhadap pers dan adanya

kebebasan bagi setiap warga negara Indonesia untuk mendirikan

perusahaan pers dengan hanya berbekal surat izin usaha.

Kenyataan yang menggelapkan sejarah tentang izin pers dan

penerbitan pada masa orde baru.

9

Lebih tinggi Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 28

Huruf F mengatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan

memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,

serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia”. Secara teknis, Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999,

pasal 4 menyebutkan:

1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,

pembredelan ataupun pelarangan penyiaran.

3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai

hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan

informasi.

4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,

wartawan mempunyai hak tolak.

Tindakan ini juga mereduksi peran pemerintah sesuai yang

diamanatkan pada Pasal 40 ayat 1 Undang-undang Informasi

Transaksi Elektronik Tahun 2008 yang menytebutkan bahwa

“Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan

Transaksi Elektronik dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”.Namun Undang-undang Pokok Pers tidak dilaksanakan

dengan semestinya.

2.3. Delegitimasi Pernyataan Dewan Pers

Sikap yang harus diambil bagi sebuah industri surat kabar

terhadap hadirnya teknologi media baru adalah mengambil sikap

yang sesuai dengan platform perkembangan teknologi media

tersebut. Dalam presentasi doktoralnya Jacob Oetama menyatakan

Setiap kali muncul media baru kata kunci untuk media yang

sudah eksis adalah adaptasi, inovasi, kreatifitas atau

ketinggalan dan ditinggalkan. Ruang yang dihadirkan dunia maya

membuat persinggungan aktifitas jurnalistik tradisional dengan

teknologi new media menghasilkan sebuah pandangan baru tentang

konsep dan metode dalam jurnalistik. Disaat era reformasi

memberikan keleluasaan bagi pembentukan sebuah perusahaan

media. Hal ini sangat dimanfaatkan oleh sebagian jurnalis

dengan beragam ideologi guna menyampaikan informasi pada media

baru terebut.

Dalam tulisan Marxist Media Theory oleh Chandler, Valentine

Volsinov berpendapat bahwa “ a theory of ideology which grants the purely

abstract concept of consciousness an exixstence prior the material forms in which it

is organized could only be metaphysical. Ideology forms are not the product of

cosciousness but rather produce it”. Jadi dapat dipahami bahwa sebuah

teori ideologi yang disepakati merupakan konsep abstrak dari

sebuah eksistensi kesadaran yang terjadi sebelum wujud

material yang hanya dapat diskema melalui metafisika. Tindakan

ideologis bukan bentuk kesadaran namun membentuk kesadaran itu

sendiri. .

Sembilan belas portal berita yang dibredel tersebut secara

ideologis memiliki possesioning pada pemberitaan yang terkait

dengan dunia Islam. Secara administratif dewan pers

mempermasalahkan eksistensi dan aktifitas media-media tersebut

karena tidak terdaftar sebagai anggota pada dewan pers.

Sehingga dewan pers tidak memiliki kewenangan dalam melakukan

fungsi pengawasan dan penyelesaian sengketa yang terjadi pada

sejumlah media tesebut.11

Argumentasi yang dikemukakan Kepala Komisi Hukum Dewan Pers

Yosep Adi Prasetyo “Hampir semua media (media yang diblokir

pada) tidak pernah tidak pernah terdaftar di dewan pers.

Beberapa mungkin pernah didaftarkan beberapa mungkin juga

pernah dilaporkan” www.cnnindoesia.com. Sehingga peran dewan

pers dalam hal ini terbatas dan menyerahkanya ke institusi

penegak hukum.

Dalam tinjauan regulasi UU No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1

Menyebutkan bahwa: Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi

massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

memiliki, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik

dalam bentuk tulisan, suara, gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk

lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis

saluran yang tersedia. Penjelasan tertinggi ini menjadi klaim bagi

portal berita yang tidak diakui oleh dewan pers.

2.4. Tinjauan Ekonomi Politik

Melalui perspektif teori ekonomi politik media, menurut

Murdoch dan Golding terdapat dua jenis studi ekonomi politik

media, yakni ekonomi politik liberal dan ekonomi politik

kritis. Dalam pandangannya ekonomi politik kritis menolak

anggapan bahwa negara dapat berperan sebagai lembaga pengatur

yang objektif dan mandiri. Negara sebagai subjek kuasa dari

sebuah organisasi pemerintahan acap kali bertindak subjektif

dan melakukan intervensi. Berada dibawah tekanan kepentingan

agenda setting kapitalis global. Negara praktis hanya menjadi

alat untuk melancarkan usaha kaum kapitalis dalam mengumpulkan

modal secara terus menerus, melalui regulasi dan deregulasi

yang dihasilkan.

Mosco mendefinisikan Ekonomi politik sebagai kajian

tentang relasi sosial, khususnya relasi kekuasaan yang

bersama-sama membentuk produksi, distribusi dan konsumsi

sumberdaya – sumberdaya komunikasi. Didalamnya terdapat tugas

pengaturan internal baik individu maupun anggota kelompok yang

secara luas terkait dengan politik karena melibatkan relasi-

relasi organisasi sosial dalam sebuah komunitas. Misalnya

tentang bagaimana suatu komunitas tertentu tetap eksis dan

tidak di eliminir dari akses publik melalui serangkaian aturan

dan sanksi terhadap anggota-anggotanya.

Menurut Mosco dalam Barret, terdapat tiga pokok esensial

ekonomi politik. “First of all, it foregrounds the study of social change and

historical transformations. Secondly, political econmomy also has an interest in

examining the social whole or the totality of social relations that constitute the

economic, political, social and cultural fields. Thirdly, it is commited to moral

philosophy having an interest in social values and moral principles. Melalui

penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa, pertama ekonomi

politik merupakan perspektif pada kajian perubahan sosial dan

transformasi yang terkait dengan masa lalu. Kedua, ekonomi

politik juga memiliki kepentingan dalam menguji kondisi

masyarakat secara keseluruhan, atau totalitas hubungan

masyarakat pada ranah ekonomi, politik, sosial dan kultural.

Ketiga, ekonomi politik memiliki izzah terhadap filosofi moral,

ketertarikan pada nilai-nilai sosial dan prinsip moral.

13

Selanjutnya Mosco dalam Barrett menawarkan tiga konsep

dalam praktek ekonomi politik terhadap komunikasi;

Komodifikasi,Spasialisasi dan Strukturisasi. Komodifikasi

merupakan proses menciptakan barang dan layanan yang memiliki

nilai untuk dimanfaatkan serta mengubahnya ke bentuk komoditas

bernilai yang bertujuan untuk menghasilkan profit pasar.

Spasialisasi merupakan proses mengatasi hambatan ruang dan

waktu dalam kehidupan sosial. Strukturisasi merupakan

penggabungan gagasan bisnis, proses sosial dan praktik sosial

kedalam analisis struktur.

Dalam kaitannya dengan kebijakan pemblokiran akses terhadap

situs-situs tersebut Penguasa dalam hal ini Kemenkominfo telah

mempengaruhi organisasi media tersebut dalam ketiga hal yang

terkait dengan ekonomi politik. Melalui perspektif

komodifikasi portal berita tersebut memberi perspektif dan

makna dari berita atas peristiwa yang mereka sajikan. Media

dalam jejaring tersebut mengubah berita tersebut menjadi

sesuatu yang layak untuk dikomersialisasikan. Sehingga

menghasilkan pengunjung dan pembaca yang cukup signifikan pada

portal berita tersebut.

Aspek komodifikasi merupakan aspek yang dapat diamati

secara jelas pada perusahaan portal media tersebut. Hal ini

ditunjukkan oleh page rank dan like pengguna facebook pada media

online tersebut. Komodifikasi yang dilakukan oleh portal

berita online tersebut dalam hal konten berita dianggap

memiliki pesan-pesan yang melanggar dalam perspektif

pemerintah. Hingga saat ini belum diketahui metode analisis

yang digunakan pemerintah dalam mengevaluasi radikalisme media

yang sejalan dengan teori yang ada pada disiplin ilmu

komunikasi.

Seperti sebelumnya pasal 28 ayat 2 UU ITE menjadi pasal

yang kerap digunakan pemerintah bagi pelaku pelanggaran pada

media online. Jika ditarik kekhawatiran pemerintah ini, tidak

berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya karena pasal ini

setidaknya telah banyak memidanakan para pelaku perbuatan yang

dilarang pada media internet. Pasal 28 ayat 2 UU ITE berbunyi

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau

pengancaman”.

Secara umum dan makro agenda setting yang dapat dipelajari

dari arah pemberitaan pada portal berita tersebut berorientasi

pada konten keislaman. Pesan dengan beranekaragam bentuk

perspektif, agenda dan kecenderungan berita dari portal-portal

media online tersebut. Sehingga argumentasi bagi BNPT terhadap

kasus ini cenderung tidak terukur dan terdeskripsi dengan baik

namun secara subjektif. Hal ini terjadi karena tidak

terdapatnya ketidaksejajaran kekuasaan, prestise dan kapital.

2.5. Tinjauan Agenda Setting

Agenda setting dikemukan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam

public opinion Quartely tahun 1972, berjudul The Agenda

Setting Function of Mass Media. Pondasi klaim teori agenda

setting adalah jika media secara kontinu dan konsisten memberi

tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi

khalayak untuk menganggapnya penting. (Bungin,2008: 281)

15

Dalam tinjauan teori agenda setting ini new media tersebut

telah mengatur sebuah agenda terhadap peristiwa ataupun isu

tertentu sehingga dianggap penting oleh publik. Dengan cara

penyampaian konten berita secara terus menerus serta

memberikan ruang dan waktu bagi publik untuk mengkonsumsinya,

sehingga membangun pengetahuan dan persepsi publik pada satu

isu tertentu. Dengan kata lain terjadi sebuat ketetapan antara

pemilik agenda dengan publik sebagai resipienya karena

informasi yang disampaikan oleh media tersebut dianggap

representatif oleh publik.

Onong Uchjana Effendy (dalam Bungin, 2008:282), teori

agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar

mengenai isu-isu apa dan bagaimana isu-isu tersebut disusun

berdasarkan tingkat kepentinganya. Mc Combs dan Donald Shaw

mengatakan pula, bahwa audience tidak hanya mempelajari berita

dan hal-hal lainnya melalui media, tetapi juga mempelajari

seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu topik

dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik

tersebut.

2.6. Perintah BNPT Sebagai Skema Teori Ekonomi Politik Media

Menurut BNPT, ada empat kriteria sebuah portal media dalam

jejaring dapat dinilai radikal, antara lain:

1. Ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan

kekerasan dengan mengatasnamakan agama.

2. Takfiri atau mengkafirkan orang lain.

3. Mendukung, menyebarkan dan mengajak bergabung dengan

ISIS/IS

4. Memaknai jihad secara terbatas.

Secara substantif kriteria-kriteria yang dipermasalahkan

oleh BNPT tersebut memiliki makna pesan yang terikat erat pada

satu ajaran agama. Sebuah fenomena yang kerap dikritisi oleh

pengamat media sebagai model guna menutupi permasalahan besar

yang lain sedang terjadi. Sehingga Islam dalam tema besar dan

kompleksitasnya menjadi informasi seksi dan juga sensitif

untuk diberitakan. Hal ini telah berlangsung lama sezaman

ketika ideologi tunggal Pancasila mulai untuk digeser.

BNPT sebagai lembaga pemerintah non departemen yang memiliki

tupoksi pada penanggulangan tindakan yang melawan pemerintah

sah dengan cara yang inkonstitusional. Secara umum sebuah

lembaga kontraterorisme bergerak dalam wilayah underground yang

tersembunyi dari pengetahuan publik. Meski aktifitas

pemantauan yang berujung pada pemblokiran ini telah

berlangsung sejak tahun 2012. Ketika BNPT telah mengajukan

kepada Kemenkominfo guna menutup sementara portal-portal

berita yang dianggap melanggar. Tanpa menyediakan ruang bagi

hak jawab dari entitas pers yang dipermasalahkan. Undang-

undang Pokok Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 11

menyebutkan bahwa hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang

untuk memberikan anggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta

yang merugikanya.

Melalui perspektif ekonomi, pengaruh kapitalisme global

terhadap sebuah pemerintahan di negara berkembang seperti

17

Indonesia. Kapitalisme yang secara istilah saja tidak layak,

telah mengeliminir paham-paham yang tidak sejalan dengan

tujuan kapitalisme tersebut.

Pada buku Manufacturing Consent: The Political Economy of

the Mass Media (1988) Herman dan Chomsky mendefinisikan teori

propaganda sebagai teori tentang media yang memaksakan

kepentinganya sedemikian rupa agar diterima oleh publik. Media

mempropagandakan nilai-nilai tertentu untuk didesakkan kepada

publik. Bukan lagi menjadi rahasia umum kepemilikan media

sangat strategis, oleh karena itu, para penguasa media akan

melakukan apapun agar posisi mereka tetap berada pada tujuan.

Sebenarnya, fokus model propaganda ini adalah pada

ketidakseimbangan antara kekayaan dengan kekuasaan dan efek

multilevel terhadap minat serta pilihan media massa. Maksudnya

uang dan kekuasaan dapat menyetir output berita, serta

memungkinkan pihak-pihak dominan menyampaikan pesan-pesan

sesuai dengan kepentingan tertentu pada publiknya.

2.7. Hasil Analisis Pemblokiran Media Online

Studi ekonomi politik kritis, menurut Golding dan Murdock

setidaknya terdapat dua varian utama yakni: instrumentalis dan

strukturalis. Dalam analisis instrumentalis (Herman dan

Chomsky) fokus utama diletakkan pada bagaimana cara para

pemilik modal menggunakan kekuasaan ekonomi mereka dalam

sebuah sistem pasar komersial untuk menjamin aliran informasi

publik yang sejalan dengan misi dan tujuan mereka. Sehingga

yang terjadi adalah perubahan fungsi media sebagai dominasi

kelas. Pada kasus ini otoritas pemerintahan sebagai kelas

dominan yang represif dan portal berita islam sebagai sebagai

kelas resesif.

Pada sisi yang lain, analisis strukturalis cenderung melihat

struktur sebagai sesuatu yang monopolistik, mapan, statis dan

determinan. Karakteristik media produksi dan konsumsi media

semata-mata dilihat sebagai representasi struktur dominan yang

ada, baik struktur politik otoritarian maupun kapitalis.

Analisis ini mengabaikan potensi dan kapasitas agen sosial

untuk memberikan respon terhadap kondisi struktural. Sehingga

interaksi timbal balik antara agen dan struktur kemudian

direduksi eksistensinya.

Sebagai upaya menjembatani kedua anlisis tersebut, maka

lahirlah analisis konstruktivis (Golding dan Murdock) yang

memandang struktur sebagai sesuatu yang belum sempurna dan

bergerak dinamis. Kehidupan media tidak hanya dipengaruhi oleh

faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor-faktor lain: budaya,

politik, individu dan lain-lain. Menurut analisis

konstruktivis negara dan pemodal tidak selalau menggunakan

media sebagai sebagai instrumen penundukan terhadap kelompok

lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang bukan hanya

menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi

praktik dominasi hegemoni.

Pandangan konstruktivis melakukan analisa terhadap bagaimana

makna diproduksi melalui aktifitas konkrit dari produsen dan

konsumen merupakan sesuatu yang esensial. Tujuan dari analisis

ini adalah untuk menjelaskan bagaimana struktur tersebut

19

dibentuk melalui tindakan dan begitu pula sebaliknya,

bagaimana tindakan tesebut dibentuk secara struktural. Dengan

demikian, Golding dan Murdock melihat struktur bukanlah

bangunan yang solid, permanen dan tidak bisa digubah. Struktur

merupakan formasi-formasi dinamis yang secara terus menerus

direproduksi dan diubah melalui tindakan praktis (Agus

Sudibyo, 2004:12)

Dalam kaitanya dengan news media portal yang akses situsnya

diblokir oleh pemerintah beberapa waktu lalu. Konten teks

berita yang dianggap bermasalah oleh BNPT tersebut dianalisis

dengan teori ekonomi politik media melalui pendekatan

konstruktivis. Menurut Golding dan Murdock setidaknya terdapat

tiga tugas utama pendekatan ekonomi terhadap sebuah budaya

teks yang telah ada. Pertama melakukan analisa terhadap

produksi budaya teks. Kedua menganalisa teks yang telah

dihasilkan oleh industri media. Ketiga menilai ekonomi politik

dari sisi konsumsi budaya untuk menggambarkan relasi

ketidakseimbangan antara materi dan budaya.

Pada konteks pemblokiran situs news portal tersebut produksi

teks berita yang dihasilkan menjadi benang merah. Pemerintah

melalui BNPT dan Kemenkominfo mencoba menyeraggamkan

perspektif media terhadap isu-isu islam, khususnya terkait

paham radikalisme. Hal ini memunculkan konsekuensi hilangnya

keberagaman sehingga kebudayaan yang dihasilkan hanya akan

mengikuti kepentingan pemerintah.

Menurut Mc Manus (1994, 114-115) dalam Agus Triyono terdapat

tiga tahapan penting dalam proses produksi berita. Pertama,

News Discovery yakni upaya pencarian berita. Kedua, News

Selection yakni proses pemilihan berita yang akan diproduksi.

Dalam tahap pemilihan berita ini ada tiga pertimbangan yang

lazim digunakan, yakni: pertimbangan jurnalistik, pertimbangan

pasar dan kompromi antara jurnalisme dan pasar. Ketiga News

Reporting yang memerlukan keputusan jurnalis untuk hal-hal

sebagai berikut: pemilihan narasumber dan data-data atau

dokumen yang diperlukan. Ketika seorang jurnalis sudah

memperoleh berbagai informasi, timbul pertanyaan berikut:

Kutipan mana yang hendak dimasukkan? Fakta apa dari sejumlah

fakta yang akan digunakan? Bagaimana menyusun berita sehingga

menghasilkan narasi yang koheren?

Shoemaker dan Reese (1996), menyatakan bahwa dalam produksi

berita setidaknya dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Secara

garis besar, faktor-faktor tersebut antara lain (1)Ideologi,

(2) Ekstramedia, (3) Organisasional, (4) Rutinitas Media dan

(5) Faktor individual yaitu pekerja media. Pertama faktor

individual. Dalam melakukan konstruksi realitas, faktor

individual pekerja media sangat berpengaruh sebagaimana dia

akan mengkonstruksi sebuah realitas yang dinilainya. Faktor-

faktor individual tersebut diantaranya karakteristik personal

komunikator, latar belakang pengalaman kepribadian dan

orientasi profesionalismenya hingga fungsi sosialisasi dari

pekerjaanya.

Kedua adalah faktor rutinitas media (media routine). Faktor

ini berkaitan dengan keseharian dari mekanisme pembentukan

berita. Pada setiap media memiliki kebijakan pemberitaan dan

pengolahan berita tersendiri yang telah menjadi posessioning21

dari media tersebut. Kebijakan redaksional tersebut

dioperasionalkan dalam mekanisme kerja redaksi yang dimulai

dari proses perencanaan berita. Kenyataan juga menunjukkan

mekanisme kerja redaksional dibatasi oleh hambatan waktu dan

halaman, kedua batasan ini dianggap juga sebagai faktor yang

mempengaruhi rutinitas. Disamping kedua hambatan tersebut,

mekanisme kerja redaksional tersebut dipengaruhi dengan alur

produksi berita, dimana sebuah berita yang terbentuk harus

melalui suatu proses gatekeeping, yaitu rangkaian penjaga

gerbang yang muncul mulai dari jajaran reporter, redaktur

hingga pemimpin redaksi.

Ketiga, faktor organisasi media. Karakter organisasi terdiri

dari komponen kelembagaan organisasi itu sendiri, struktur

organisasi, hingga sistem keorganisasian yang diterapkan.

Melalui kelembagaan organisasi misalnya, aspek redaksional

pemberitaan adalah bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi

proses produksi berita. Unit-unit lainya seperti sirkulasi

iklan, merupakan aspek lain yang turut berperan dalam proses

pengambilan keputusan redaksional.

Keempat, faktor ekstra media yaitu faktor yang berasal dari

luar lingkungan media yang turut mempengaruhi proses produksi

berita. Berkaitan dengan faktor ini, Shoemaker dan Reese

(1996) mengidentifikasi tiga aspek yang dipengaruhi, yaitu

sumber berita media massa, sumber penghasilan media massa dan

institusi lain diluar media massa seperti pemerintah, kalangan

bisnis maupun keberadaan teknologi. Kelima, faktor ideologi

yang seringkali diartikan dengan kerangka referensi yang ada

di dalam masing-masing individu tersebut dalam melihat suatu

realitas dan bagaimana individu-individu tersebut menyikapi

realitas tersebut. Melalui faktor ini dapat dilihat kekuatan

yang dominan di masyarakat dan sekaligus di media massa.

Sehingga kekuatan tersebut mampu berperan dalam penentuan

agenda tersebut.

Dalam faktor ideologi terdapat ketidaksepakatan dalam

pemahaman mengenai konsep islam versi pemerintah dan news

media portal tersebut. Faktor yang paling mempengaruhi ini

menjadi cikal terbentuknya wacana terhadap faktor-faktor

lainnya. Disamping itu jika dianalisis secara makro terdapat

perbedaan perspektif mengenai pemahaman radikalisme yang

dipermasalahkan pemerintah pada media-media yang diblokir

tersebut. Sehingga Pemerintah melalui Kemenkominfo atas saran

BNPT mengeluarkan kebijakan yang tidak legitimatif dari

perspektif teori keilmuan maupun regulasi.

3. Penutup

Fungsi regulasi merujuk pada seluruh proses mengontrol atau

membimbing, aturan dan prosedur yang diberlakukan oleh pemilik

otoritas politik guna mendukung terciptanya kondisi yang

menjamin ketertiban dan persatuan dimasyarakat. Kehidupan

demokrasi semakin menumbunkembangkan jumlah media online

dengan beragam kepentingan. Keadaan ini menjadi permasalahan

sensitif jika tidak diatasi dengan tata kelola regulasi yang

jelas dan mengikat. Menurut pasal 15 ayat 2 UU No. 40 Tahun

1999 mengamanatkan Dewan Pers untuk dapat menetapkan dan

mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

23

Dewan Pers memiliki peran sentral dan strategis dalam

menciptakan suasana informasi yang etis dan bertanggungjawab

bagi portal media online. Tanpa harus melakukan diskriminasi

administratif. Namun jika demikian perlu regulasi tambahan

yang dapat mengatur dan mengawasi peran dan tanggung jawab

portal berita media online yang semakin tumbuh subur di

Indonesia. Hal ini bisa menjadi rambu yang dipegang oleh

individu atau kelompok dalam menyebarkan informasi elektronik.

Disamping itu perkembangan teknologi informasi juga membawa

pengaruh global pada konteks budaya lokal bagi Indonesia.

Seperti bentuk interaksi, komodifikasi serta globalisasi

informasi yang dibawa oleh teknologi web dapat memberikan

dampak negatif jika tidak diantisipasi dengan regulasi yang

lebih terukur dan spesifik. Sehingga apabila terjadi kondisi

yang melanggar dengan sendirinya masyarakat umum dan pengawas

media juga ikut memberikan dukungan terhadap tindakan yang

diambil pemerintah.

Daftar Pustaka

Boyd Barret, Oliver.1995. The Political Economy Approach. New York: Arnold

Burhan, Bungin. 2006. Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasidi Masyarakat. Jakarta: Kencana.

Chandler, Daniel, Marxist Media Theory

Foust, C.James. 2005. Online Journalism Principles and Practice of News for The Web. Holcomb Hathaway Publishers. Arizona

Ghazali, Effendi. 2004. Interaksi Politik dan Media; Dari Komunikasi Politik ke Politik Komunikasi. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 8, No. 1. Jakarta : Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi UI.

Herman Edward S, Chomsky Noam. (2002). Manufacturing Consent The Political Economy of The Mass Media. New York: Pantheon Books.

Mc Manus, John H. 1994. Market Driven Journalism: Let The Citizen Beware?.: Sage Publications Inc.

Moelong, Lexy J.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Mosco, Vincent. The Political Economy of Communication. London : Sage Publication

Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: LkiS.

Triyono, Agus. 2004. Produksi Teks dalam Perspektif Ekonomi Politik Media.Komuniti Vol. IV No.1. Surakarta: Jurusan Ilmu Komunikasi FKI Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang

Pers.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

http://www.cnnindonesia.com

25