Perspektif Regulasi pada Media Online dan TinjauanPemblokiran
Oleh Pandu E Saputra 1
Pendahuluan
Perkembangan industri informasi yang dikukuhkan dengan
implementasi teknologi web membuat sebuah lompatan ke arah
tujuan yang sama bagi setiap negara terlepas dari kondisi real
negara tersebut. Penetrasi teknologi komunikasi melalui
beragam kebijakan memastikan adanya kecenderungan dukungan
pemerintah terhadap implementasi teknologi ini. Khususnya di
Indonesia, Pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan
Informasi (Kemenkominfo) berupaya untuk menyebarluaskan akses
dan penggunaan internet khususnya di daerah pelosok dengan
membangun infrastruktur telekomunikasi. Sehingga mengurangi
disparitas dan kesenjangan akses informasi bagi masyarakat
Indonesia.
Teknologi web telah mengubah arah industri yang selama
ini dikenal. Paradigma tentang industri yang selama ini
difahami sebagai prosedur konkrit untuk menghasilkan barang
yang memiliki nilai kini mulai bergeser. Komoditas informasi
menjadi bahan bakar sekaligus produk ekonomi yang bernilai
saat ini. Motivasi menyampaikan informasi dan berita bias yang
selama ini hanya bisa dilaksanakan oleh jurnalis konvensional
saat ini juga dapat dilakukan oleh warga yang lebih ‘clear’
dari sisi orientasi dan kepentingan sebagai salah satu
contohnya.
1 Mahasiswa PPs. Ilmu Komunikasi UMJ 2015
1
Hal ini mendorong munculnya berbagai situs berita
internet, yang lebih dikenal dengan portal berita media
online. Kemudahan pembuatan site berbasis web, efisiensi biaya
pengelolaan, keleluasan dalam akses, efektifitas penyampaian
informasi yang mendukung konvergensi dan keinginan masyarakat
untuk menerapkan new media ini telah membuat subur pertumbuhan
portal berita. Sehingga perlahan namun pasti ketergantungan
masyarakat terhadap media tradisional semakin tereduksi.
Media online adalah hasil dari crosspolination teknologi
komunikasi yang menawarkan kepada pengguna sebagai media yang
berfungsi sebagai alat komunikasi antar manusia(Carveth 265).
Media ini menggunakan bahasa hypertext yang bisa mengantarkan
teks, grafik, gambar, audio video dan juga audio video secara
real time. Hypertext menjadi teknologi dan pembeda pada internet.
Kondisi seperti saat ini dimanfaatkan baik oleh
perusahaan media konvensional maupun individu dan kelompok
yang memiliki maksud dan dapat disampaikan dengan media
online. Portal berita media online semakin bebas dan menjamur
di Indonesia, beraktifitas dan bekerja harus sesuai dengan
regulasi terkait yang mengatur kebebasan berpendapat, pers
serta informasi dan transaksi eletronik.
Dalam pasal 25 Undang-Undang (UU) Informasi Transaksi
Elektronik disebutkan bahwa “Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual yang
ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.” Dokumen elektronik
sebagai konten media online menjadi indikator yang menilai
tepat atau tidak tepatnya berita pada portal media online
dalam perspektif regulasi yang ada.
1.2. Identifikasi Masalah
Pada bulan Maret 2015 Pemerintah melalui Kementrian
Komunikasi dan Informasi melakukan pembredelan terhadap
belasan portal berita Islam yang dianggap ‘meresahkan’ bagi
pemerintah. Tindakan klasik dari sejarah pemerintahan sejak
zaman kolonial yang kembali dipaksa di ulang ketika era
demokrasi dan keterbukaan informasi mendukung ke arah teori
pers bebas dan bertanggungjawab sosial. Jenis pembredelan
terhadap new media secara teknis lebih mudah untuk diterapkan
mengingat sifat ketergantunganya pada penyedia jasa internet
yang berada dibawah kontrol pemerintah.
Pembredelan menjadi reaksi ampuh bagi sebuah otoritas guna
menyikapi konten pemberitaan ‘meresahkan’ dalam konteks
keamanan negara. Dalam sejarah kehidupan media di Indonesia,
pembredelan terhadap media telah terjadi sejak zaman
pergerakan menuju kemerdekaan. Semakin kasat dilegitimasi
melalui aturan-aturan negara pada pemerintahan Orde Baru.
Indonesia merasakan iklim yang mendukung pada kehidupan media
yang bebas dan terbuka ketika era reformasi memberikan
legitimasi pada fungsi pers yang sesungguhnya. Reformasi
menjadi sebuah peristiwa yang memiliki dampak efektif bagi
masyarakat yang bisa diberikan oleh institusi pers. Namun,
ketika kehidupan pers telah masuk pada quadran bebas dan
bertanggungjawab, saat ini pemerintah masih ikut serta dalam
3
upaya mengatur dan mengendalikan pilar demokrasi tersebut,
kehidupan pers di Indonesia.
Pada masa Orde Baru, pers Indonesia sempat mengalami dua
kondisi yang bertolak belakang. Menurut para jurnalis senior
seperti Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar, peristiwa Malapetaka
Lima Belas Januari yang terjadi pada tahun 1974 merupakan
titik balik pers Indonesia masa Orde Baru. Sebelum peristiwa
Malari, orientasi media massa mengarah pada kepentingan umum,
kepentingan rakyat kecil serta memperjuangkan hak asasi
manusia dan tegaknya hukum. Namun setelah Malari, pers
Indonesia tak lebih dari sekedar press release pemerintah,
bahkan buletin pemerintah (Akbar, 1995: 1-5). Orde Baru
menggunakan pers sebagai salah satu instrumen untuk
melanggengkan kekuasaan dan memaksa mengubah arah loyalitas
jurnalisme. Produk legislasi tentang ketentuan pokok pers yang
lahir pada era Orde Baru dinilai sebagai bentuk campur tangan
pemerintah untuk mengekang kebebasan pers, membenarkan
pembredelan terhadap media massa serta mendominasi sumber dan
arah penyebaran informasi kepada masyarakat.
Hal ini dibenenarkan oleh pendapat Gazali yang merangkum
pembredelan terhadap pers. Menurutnya “Serangkaian tindakan
penindasan terhadap pers selama masa orde baru, antara lain
terlihat nyata pada pembredelan 13 koran dan majalah pada
tahun 1974, penutupan t koran Jakarta dan 7 koran kampus pada
1978, serta pembredelan lain di tahun 1981 (Jurnal Ekuin),
1986 (Sinar Harapan) dan 1994 (Tempo, deTik, Editor).
Dalam konteks media, pemerintah secara de jure melalui
regulasi hadir dalam kehidupan masyarakat. Regulasi ini
mengambil banyak bentuk pasal-pasal dalam konstitusi dan hukum
nasional. Mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri hingga Peraturan Daerah guna menjamin
perlindungan hak dan kepentingan individu dan kelompok dari
praktik-praktik yang merugikan. Perlindungan terhadap
ketertiban umum dan promosi akses, kebebasan untuk
berkomunikasi, tuntutan akan keberagaman guna mendukung iklim
kompetisi, inovasi dan ekspansi. Secara de facto alat
kelengkapan negara membuat dan melaksanakan perintah serta
aturan-aturan tersebut. Sehingga peran pemerintah dinilai
cukup efektif dalam menyikapi perkembangan yang terjadi di
masyarakat.
Pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi
sebagai penyelenggara kegiatan media melakukan pembredelan
terhadap belasan portal berita dalam jejaring. Pada bulan
Maret 2015 Kemenkominfo menutup akses sementara kepada
sembilan belas portal berita dalam jejaring. Langkah ini
semakin tidak populis setelah publik mengetahui portal berita
tersebut memiliki possesioning yang sama yaitu berita Islam.
Tulisan ini mencoba untuk menilai reaksi yang diberikan
pemerintah melalui pembredelan atau pemblokiran situs portal
berita dengan aturan hukum serta kaitanya dengan politik dan
kekuasaan.
1.2. Rumusan Masalah
5
Berakhirnya rezim Orde Baru membawa pengaruh signifikan
pada perkembangan pers di Indnoesia. Seolah membenarkan thesis
bahwa demokrasi akan menunjukkan fungsi pers yang
sesungguhnya. Hal ini diakomodir oleh Pemerintah pasca
runtuhnya Orde Baru dengan mengesahkan Undang-undang (UU) No.
40 Tahun 1999. Undang-undang tersebut menjadi UU Pokok yang
mengatur tentang kehidupan pers di Indonesia.
Kondisi ini semakin mendukung penerapan teknologi
informasi dan komunikasi dalam dunia pers dan jurnalistik yang
pada saat itu sedang melanda kota-kota besar di Indonesia.
Dengan ditiadakanya Surat izin usaha penerbitan dan percetakan
yang selama ini dipersulit pemerintah. Membuat euforia
kebebasan ini dimanfaatkan oleh setiap individu dan kelompok
yang ingin memanfaatkan kondisi ini
Selain itu juga diturunkan berbagai regulasi yang terkait
dengan UU tersebut. Aturan tersebut mengatur segala hal yang
terkait dengan praktek pers dan kaitanya dengan media yang
digunakan. Seperti UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU
No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
serta Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Regulasi di
tingkat lokal lainnya.
Tulisan ini mengangkat masalah yang dialami oleh portal
media online pada bulan maret 2015 yang lalu. Permasalahan ini
terkait dengan pembredelan atau pemblokiran pada domain media
online tersebut. Belasan portal berita yang diblokir tersebut
secara makro berorientasi pada pemberitaan Islam. Sehingga
dirumuskan beberapa masalah yang ingin dijawab oleh tulisan
ini:
1. Bagaimana Perspektif Regulasi yang ada saat ini terkait
dengan pembredelan/pemblokiran.
2. Bagaimana tinjauan teori ekonomi politik media terhadap
kebijakan tersebut.
1.3. Metode Penelitian
Secara garis besar tulisan ini disusun dengan pendekatan
kualitatif. Tulisan dengan pendekatan ini digolongkan ke dalam
penelitian subjektif, deskriptif dan interpretatif. Teori yang
dikemukakan dalam tulisan ini adalah kajian media online dan
jurnal yang berkaitan dengan ekonomi politik media disamping
tinjauan tentang regulasi yang mengatur.
Menurut Lexy J. Moeleong, penelitian kualitatif digunakan
atas dasar pertimbangan berikut. Pertama, metode ini lebih
fleksibel karena lebih mudah disesuaikan ketika ditemukan
kenyataan ganda atau jamak. Kedua, hakikat hubungan antara
peneliti dan responden disajikan secara langsung. Ketiga,
metode kualitatif lebih peka dan mudah disesuaikan dengan
penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi.
Pembahasan dan Hasil
2.1. Jurnalisme Media Online
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut sebagai
pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan melaporkan
7
berita kepada khalayak. Eksistensi dan preferensi pembaca yang
semakin tinggi pada segmen new media ini menjadi thesis yang
membenarkan bahwa jurnalisme senantiasa tumbuh beriringan
dengan mengadaptasi perkembangan teknologi. Pencapaian dalam
teknologi, seperti penemuan mesin cetak oleh Johannes
Guttenberg, Telegraf oleh Samuel Morse, Radio oleh Guiglermo
Marchony (atau Nicola Tesla), Televisi hingga Hypertext pada
jaringan komputer semuanya dimanfaatkan oleh para jurnalis
guna mendukung fungsi jurnalistik.
Dalam konteks jurnalistik, jurnalisme pada media online
membawa pengaruh pada cara penyampaian berita. Media online
memiliki real time publish yang tak dimiliki oleh media tradisional
lainnya. Hal yang mempengaruhi cara penyampaian berita pada
media online. Pada media online berita disampaikan secara
straight news report dengan model piramida terbalik.
Menurut James (2005), Jurnalisme online memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan bentuk media tradisional lainnya. (1)
Audience Control:, (2) Nonlinierity, (3) Storage and Retrieval, (4)
Unlimited Space, (5) Immediacy, (6) Multimedia Capability, dan (7)
Interactivity. Pembeda tersebut menjadi argumen bagi kelompok
perusahaan media tradisional untuk menghadirkan kanal berita
online.
2.2. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
Terlepas dari perdebatan mengenai status pers bagi portal
berita tersebut yang tidak diakui oleh Dewan Pers. Portal
berita tersebut telah melakukan fungsi jurnalistik sebagaimana
mestinya. Ada tiga hal penting guna memahami pengertian
jurnalistik itu sendiri. Pertama, jurnalistik merupakan proses
atau kegiatan mengkomunikasikan informasi berita, mulai dari
mencari, mengumpulkan, mengolah, menulis dan mengedit
informasi sehingga menjadi berita yang aktual. Kedua, hasil
olahan informasi tersebut dapat berupa berita langsung,
reportase, feature atau opini. Ketiga, informasi yang telah
disiarkan secepat-cepatnya telah melalui media massa seperti
surat kabar, majalah, televisi atau radio. (Ermanto 2005: 26)
Dengan ketiga hal ini dapat disimpulkan bahwa portal berita
yang diblokir tersebut secara substantif memiliki hak berada
dibawah naungan Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999. Hal ini
sekaligus menjadi argumentasi guna mendelegitimasi fungsi
administrasi pada Dewan Pers dan telah ditetapkan pada pasal
15 ayat 2 pada Undang-undang yang sama menolak eksistensi
Portal berita tersbut.
Sebagai bentuk produk undang-undang yang lahir setelah
reformasi, Undang-undang Pokok Pers 1999 dinilai telah cukup
menjamin kebebasan dalam kegiatan jurnalistik di Indonesia.
Seperti ditiadakanya pembredelan terhadap pers dan adanya
kebebasan bagi setiap warga negara Indonesia untuk mendirikan
perusahaan pers dengan hanya berbekal surat izin usaha.
Kenyataan yang menggelapkan sejarah tentang izin pers dan
penerbitan pada masa orde baru.
9
Lebih tinggi Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 28
Huruf F mengatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia”. Secara teknis, Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999,
pasal 4 menyebutkan:
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan ataupun pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai
hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan
informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan mempunyai hak tolak.
Tindakan ini juga mereduksi peran pemerintah sesuai yang
diamanatkan pada Pasal 40 ayat 1 Undang-undang Informasi
Transaksi Elektronik Tahun 2008 yang menytebutkan bahwa
“Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.Namun Undang-undang Pokok Pers tidak dilaksanakan
dengan semestinya.
2.3. Delegitimasi Pernyataan Dewan Pers
Sikap yang harus diambil bagi sebuah industri surat kabar
terhadap hadirnya teknologi media baru adalah mengambil sikap
yang sesuai dengan platform perkembangan teknologi media
tersebut. Dalam presentasi doktoralnya Jacob Oetama menyatakan
Setiap kali muncul media baru kata kunci untuk media yang
sudah eksis adalah adaptasi, inovasi, kreatifitas atau
ketinggalan dan ditinggalkan. Ruang yang dihadirkan dunia maya
membuat persinggungan aktifitas jurnalistik tradisional dengan
teknologi new media menghasilkan sebuah pandangan baru tentang
konsep dan metode dalam jurnalistik. Disaat era reformasi
memberikan keleluasaan bagi pembentukan sebuah perusahaan
media. Hal ini sangat dimanfaatkan oleh sebagian jurnalis
dengan beragam ideologi guna menyampaikan informasi pada media
baru terebut.
Dalam tulisan Marxist Media Theory oleh Chandler, Valentine
Volsinov berpendapat bahwa “ a theory of ideology which grants the purely
abstract concept of consciousness an exixstence prior the material forms in which it
is organized could only be metaphysical. Ideology forms are not the product of
cosciousness but rather produce it”. Jadi dapat dipahami bahwa sebuah
teori ideologi yang disepakati merupakan konsep abstrak dari
sebuah eksistensi kesadaran yang terjadi sebelum wujud
material yang hanya dapat diskema melalui metafisika. Tindakan
ideologis bukan bentuk kesadaran namun membentuk kesadaran itu
sendiri. .
Sembilan belas portal berita yang dibredel tersebut secara
ideologis memiliki possesioning pada pemberitaan yang terkait
dengan dunia Islam. Secara administratif dewan pers
mempermasalahkan eksistensi dan aktifitas media-media tersebut
karena tidak terdaftar sebagai anggota pada dewan pers.
Sehingga dewan pers tidak memiliki kewenangan dalam melakukan
fungsi pengawasan dan penyelesaian sengketa yang terjadi pada
sejumlah media tesebut.11
Argumentasi yang dikemukakan Kepala Komisi Hukum Dewan Pers
Yosep Adi Prasetyo “Hampir semua media (media yang diblokir
pada) tidak pernah tidak pernah terdaftar di dewan pers.
Beberapa mungkin pernah didaftarkan beberapa mungkin juga
pernah dilaporkan” www.cnnindoesia.com. Sehingga peran dewan
pers dalam hal ini terbatas dan menyerahkanya ke institusi
penegak hukum.
Dalam tinjauan regulasi UU No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1
Menyebutkan bahwa: Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis
saluran yang tersedia. Penjelasan tertinggi ini menjadi klaim bagi
portal berita yang tidak diakui oleh dewan pers.
2.4. Tinjauan Ekonomi Politik
Melalui perspektif teori ekonomi politik media, menurut
Murdoch dan Golding terdapat dua jenis studi ekonomi politik
media, yakni ekonomi politik liberal dan ekonomi politik
kritis. Dalam pandangannya ekonomi politik kritis menolak
anggapan bahwa negara dapat berperan sebagai lembaga pengatur
yang objektif dan mandiri. Negara sebagai subjek kuasa dari
sebuah organisasi pemerintahan acap kali bertindak subjektif
dan melakukan intervensi. Berada dibawah tekanan kepentingan
agenda setting kapitalis global. Negara praktis hanya menjadi
alat untuk melancarkan usaha kaum kapitalis dalam mengumpulkan
modal secara terus menerus, melalui regulasi dan deregulasi
yang dihasilkan.
Mosco mendefinisikan Ekonomi politik sebagai kajian
tentang relasi sosial, khususnya relasi kekuasaan yang
bersama-sama membentuk produksi, distribusi dan konsumsi
sumberdaya – sumberdaya komunikasi. Didalamnya terdapat tugas
pengaturan internal baik individu maupun anggota kelompok yang
secara luas terkait dengan politik karena melibatkan relasi-
relasi organisasi sosial dalam sebuah komunitas. Misalnya
tentang bagaimana suatu komunitas tertentu tetap eksis dan
tidak di eliminir dari akses publik melalui serangkaian aturan
dan sanksi terhadap anggota-anggotanya.
Menurut Mosco dalam Barret, terdapat tiga pokok esensial
ekonomi politik. “First of all, it foregrounds the study of social change and
historical transformations. Secondly, political econmomy also has an interest in
examining the social whole or the totality of social relations that constitute the
economic, political, social and cultural fields. Thirdly, it is commited to moral
philosophy having an interest in social values and moral principles. Melalui
penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa, pertama ekonomi
politik merupakan perspektif pada kajian perubahan sosial dan
transformasi yang terkait dengan masa lalu. Kedua, ekonomi
politik juga memiliki kepentingan dalam menguji kondisi
masyarakat secara keseluruhan, atau totalitas hubungan
masyarakat pada ranah ekonomi, politik, sosial dan kultural.
Ketiga, ekonomi politik memiliki izzah terhadap filosofi moral,
ketertarikan pada nilai-nilai sosial dan prinsip moral.
13
Selanjutnya Mosco dalam Barrett menawarkan tiga konsep
dalam praktek ekonomi politik terhadap komunikasi;
Komodifikasi,Spasialisasi dan Strukturisasi. Komodifikasi
merupakan proses menciptakan barang dan layanan yang memiliki
nilai untuk dimanfaatkan serta mengubahnya ke bentuk komoditas
bernilai yang bertujuan untuk menghasilkan profit pasar.
Spasialisasi merupakan proses mengatasi hambatan ruang dan
waktu dalam kehidupan sosial. Strukturisasi merupakan
penggabungan gagasan bisnis, proses sosial dan praktik sosial
kedalam analisis struktur.
Dalam kaitannya dengan kebijakan pemblokiran akses terhadap
situs-situs tersebut Penguasa dalam hal ini Kemenkominfo telah
mempengaruhi organisasi media tersebut dalam ketiga hal yang
terkait dengan ekonomi politik. Melalui perspektif
komodifikasi portal berita tersebut memberi perspektif dan
makna dari berita atas peristiwa yang mereka sajikan. Media
dalam jejaring tersebut mengubah berita tersebut menjadi
sesuatu yang layak untuk dikomersialisasikan. Sehingga
menghasilkan pengunjung dan pembaca yang cukup signifikan pada
portal berita tersebut.
Aspek komodifikasi merupakan aspek yang dapat diamati
secara jelas pada perusahaan portal media tersebut. Hal ini
ditunjukkan oleh page rank dan like pengguna facebook pada media
online tersebut. Komodifikasi yang dilakukan oleh portal
berita online tersebut dalam hal konten berita dianggap
memiliki pesan-pesan yang melanggar dalam perspektif
pemerintah. Hingga saat ini belum diketahui metode analisis
yang digunakan pemerintah dalam mengevaluasi radikalisme media
yang sejalan dengan teori yang ada pada disiplin ilmu
komunikasi.
Seperti sebelumnya pasal 28 ayat 2 UU ITE menjadi pasal
yang kerap digunakan pemerintah bagi pelaku pelanggaran pada
media online. Jika ditarik kekhawatiran pemerintah ini, tidak
berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya karena pasal ini
setidaknya telah banyak memidanakan para pelaku perbuatan yang
dilarang pada media internet. Pasal 28 ayat 2 UU ITE berbunyi
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman”.
Secara umum dan makro agenda setting yang dapat dipelajari
dari arah pemberitaan pada portal berita tersebut berorientasi
pada konten keislaman. Pesan dengan beranekaragam bentuk
perspektif, agenda dan kecenderungan berita dari portal-portal
media online tersebut. Sehingga argumentasi bagi BNPT terhadap
kasus ini cenderung tidak terukur dan terdeskripsi dengan baik
namun secara subjektif. Hal ini terjadi karena tidak
terdapatnya ketidaksejajaran kekuasaan, prestise dan kapital.
2.5. Tinjauan Agenda Setting
Agenda setting dikemukan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam
public opinion Quartely tahun 1972, berjudul The Agenda
Setting Function of Mass Media. Pondasi klaim teori agenda
setting adalah jika media secara kontinu dan konsisten memberi
tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi
khalayak untuk menganggapnya penting. (Bungin,2008: 281)
15
Dalam tinjauan teori agenda setting ini new media tersebut
telah mengatur sebuah agenda terhadap peristiwa ataupun isu
tertentu sehingga dianggap penting oleh publik. Dengan cara
penyampaian konten berita secara terus menerus serta
memberikan ruang dan waktu bagi publik untuk mengkonsumsinya,
sehingga membangun pengetahuan dan persepsi publik pada satu
isu tertentu. Dengan kata lain terjadi sebuat ketetapan antara
pemilik agenda dengan publik sebagai resipienya karena
informasi yang disampaikan oleh media tersebut dianggap
representatif oleh publik.
Onong Uchjana Effendy (dalam Bungin, 2008:282), teori
agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar
mengenai isu-isu apa dan bagaimana isu-isu tersebut disusun
berdasarkan tingkat kepentinganya. Mc Combs dan Donald Shaw
mengatakan pula, bahwa audience tidak hanya mempelajari berita
dan hal-hal lainnya melalui media, tetapi juga mempelajari
seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu topik
dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik
tersebut.
2.6. Perintah BNPT Sebagai Skema Teori Ekonomi Politik Media
Menurut BNPT, ada empat kriteria sebuah portal media dalam
jejaring dapat dinilai radikal, antara lain:
1. Ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan
kekerasan dengan mengatasnamakan agama.
2. Takfiri atau mengkafirkan orang lain.
3. Mendukung, menyebarkan dan mengajak bergabung dengan
ISIS/IS
4. Memaknai jihad secara terbatas.
Secara substantif kriteria-kriteria yang dipermasalahkan
oleh BNPT tersebut memiliki makna pesan yang terikat erat pada
satu ajaran agama. Sebuah fenomena yang kerap dikritisi oleh
pengamat media sebagai model guna menutupi permasalahan besar
yang lain sedang terjadi. Sehingga Islam dalam tema besar dan
kompleksitasnya menjadi informasi seksi dan juga sensitif
untuk diberitakan. Hal ini telah berlangsung lama sezaman
ketika ideologi tunggal Pancasila mulai untuk digeser.
BNPT sebagai lembaga pemerintah non departemen yang memiliki
tupoksi pada penanggulangan tindakan yang melawan pemerintah
sah dengan cara yang inkonstitusional. Secara umum sebuah
lembaga kontraterorisme bergerak dalam wilayah underground yang
tersembunyi dari pengetahuan publik. Meski aktifitas
pemantauan yang berujung pada pemblokiran ini telah
berlangsung sejak tahun 2012. Ketika BNPT telah mengajukan
kepada Kemenkominfo guna menutup sementara portal-portal
berita yang dianggap melanggar. Tanpa menyediakan ruang bagi
hak jawab dari entitas pers yang dipermasalahkan. Undang-
undang Pokok Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 11
menyebutkan bahwa hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang
untuk memberikan anggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta
yang merugikanya.
Melalui perspektif ekonomi, pengaruh kapitalisme global
terhadap sebuah pemerintahan di negara berkembang seperti
17
Indonesia. Kapitalisme yang secara istilah saja tidak layak,
telah mengeliminir paham-paham yang tidak sejalan dengan
tujuan kapitalisme tersebut.
Pada buku Manufacturing Consent: The Political Economy of
the Mass Media (1988) Herman dan Chomsky mendefinisikan teori
propaganda sebagai teori tentang media yang memaksakan
kepentinganya sedemikian rupa agar diterima oleh publik. Media
mempropagandakan nilai-nilai tertentu untuk didesakkan kepada
publik. Bukan lagi menjadi rahasia umum kepemilikan media
sangat strategis, oleh karena itu, para penguasa media akan
melakukan apapun agar posisi mereka tetap berada pada tujuan.
Sebenarnya, fokus model propaganda ini adalah pada
ketidakseimbangan antara kekayaan dengan kekuasaan dan efek
multilevel terhadap minat serta pilihan media massa. Maksudnya
uang dan kekuasaan dapat menyetir output berita, serta
memungkinkan pihak-pihak dominan menyampaikan pesan-pesan
sesuai dengan kepentingan tertentu pada publiknya.
2.7. Hasil Analisis Pemblokiran Media Online
Studi ekonomi politik kritis, menurut Golding dan Murdock
setidaknya terdapat dua varian utama yakni: instrumentalis dan
strukturalis. Dalam analisis instrumentalis (Herman dan
Chomsky) fokus utama diletakkan pada bagaimana cara para
pemilik modal menggunakan kekuasaan ekonomi mereka dalam
sebuah sistem pasar komersial untuk menjamin aliran informasi
publik yang sejalan dengan misi dan tujuan mereka. Sehingga
yang terjadi adalah perubahan fungsi media sebagai dominasi
kelas. Pada kasus ini otoritas pemerintahan sebagai kelas
dominan yang represif dan portal berita islam sebagai sebagai
kelas resesif.
Pada sisi yang lain, analisis strukturalis cenderung melihat
struktur sebagai sesuatu yang monopolistik, mapan, statis dan
determinan. Karakteristik media produksi dan konsumsi media
semata-mata dilihat sebagai representasi struktur dominan yang
ada, baik struktur politik otoritarian maupun kapitalis.
Analisis ini mengabaikan potensi dan kapasitas agen sosial
untuk memberikan respon terhadap kondisi struktural. Sehingga
interaksi timbal balik antara agen dan struktur kemudian
direduksi eksistensinya.
Sebagai upaya menjembatani kedua anlisis tersebut, maka
lahirlah analisis konstruktivis (Golding dan Murdock) yang
memandang struktur sebagai sesuatu yang belum sempurna dan
bergerak dinamis. Kehidupan media tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor-faktor lain: budaya,
politik, individu dan lain-lain. Menurut analisis
konstruktivis negara dan pemodal tidak selalau menggunakan
media sebagai sebagai instrumen penundukan terhadap kelompok
lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang bukan hanya
menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi
praktik dominasi hegemoni.
Pandangan konstruktivis melakukan analisa terhadap bagaimana
makna diproduksi melalui aktifitas konkrit dari produsen dan
konsumen merupakan sesuatu yang esensial. Tujuan dari analisis
ini adalah untuk menjelaskan bagaimana struktur tersebut
19
dibentuk melalui tindakan dan begitu pula sebaliknya,
bagaimana tindakan tesebut dibentuk secara struktural. Dengan
demikian, Golding dan Murdock melihat struktur bukanlah
bangunan yang solid, permanen dan tidak bisa digubah. Struktur
merupakan formasi-formasi dinamis yang secara terus menerus
direproduksi dan diubah melalui tindakan praktis (Agus
Sudibyo, 2004:12)
Dalam kaitanya dengan news media portal yang akses situsnya
diblokir oleh pemerintah beberapa waktu lalu. Konten teks
berita yang dianggap bermasalah oleh BNPT tersebut dianalisis
dengan teori ekonomi politik media melalui pendekatan
konstruktivis. Menurut Golding dan Murdock setidaknya terdapat
tiga tugas utama pendekatan ekonomi terhadap sebuah budaya
teks yang telah ada. Pertama melakukan analisa terhadap
produksi budaya teks. Kedua menganalisa teks yang telah
dihasilkan oleh industri media. Ketiga menilai ekonomi politik
dari sisi konsumsi budaya untuk menggambarkan relasi
ketidakseimbangan antara materi dan budaya.
Pada konteks pemblokiran situs news portal tersebut produksi
teks berita yang dihasilkan menjadi benang merah. Pemerintah
melalui BNPT dan Kemenkominfo mencoba menyeraggamkan
perspektif media terhadap isu-isu islam, khususnya terkait
paham radikalisme. Hal ini memunculkan konsekuensi hilangnya
keberagaman sehingga kebudayaan yang dihasilkan hanya akan
mengikuti kepentingan pemerintah.
Menurut Mc Manus (1994, 114-115) dalam Agus Triyono terdapat
tiga tahapan penting dalam proses produksi berita. Pertama,
News Discovery yakni upaya pencarian berita. Kedua, News
Selection yakni proses pemilihan berita yang akan diproduksi.
Dalam tahap pemilihan berita ini ada tiga pertimbangan yang
lazim digunakan, yakni: pertimbangan jurnalistik, pertimbangan
pasar dan kompromi antara jurnalisme dan pasar. Ketiga News
Reporting yang memerlukan keputusan jurnalis untuk hal-hal
sebagai berikut: pemilihan narasumber dan data-data atau
dokumen yang diperlukan. Ketika seorang jurnalis sudah
memperoleh berbagai informasi, timbul pertanyaan berikut:
Kutipan mana yang hendak dimasukkan? Fakta apa dari sejumlah
fakta yang akan digunakan? Bagaimana menyusun berita sehingga
menghasilkan narasi yang koheren?
Shoemaker dan Reese (1996), menyatakan bahwa dalam produksi
berita setidaknya dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Secara
garis besar, faktor-faktor tersebut antara lain (1)Ideologi,
(2) Ekstramedia, (3) Organisasional, (4) Rutinitas Media dan
(5) Faktor individual yaitu pekerja media. Pertama faktor
individual. Dalam melakukan konstruksi realitas, faktor
individual pekerja media sangat berpengaruh sebagaimana dia
akan mengkonstruksi sebuah realitas yang dinilainya. Faktor-
faktor individual tersebut diantaranya karakteristik personal
komunikator, latar belakang pengalaman kepribadian dan
orientasi profesionalismenya hingga fungsi sosialisasi dari
pekerjaanya.
Kedua adalah faktor rutinitas media (media routine). Faktor
ini berkaitan dengan keseharian dari mekanisme pembentukan
berita. Pada setiap media memiliki kebijakan pemberitaan dan
pengolahan berita tersendiri yang telah menjadi posessioning21
dari media tersebut. Kebijakan redaksional tersebut
dioperasionalkan dalam mekanisme kerja redaksi yang dimulai
dari proses perencanaan berita. Kenyataan juga menunjukkan
mekanisme kerja redaksional dibatasi oleh hambatan waktu dan
halaman, kedua batasan ini dianggap juga sebagai faktor yang
mempengaruhi rutinitas. Disamping kedua hambatan tersebut,
mekanisme kerja redaksional tersebut dipengaruhi dengan alur
produksi berita, dimana sebuah berita yang terbentuk harus
melalui suatu proses gatekeeping, yaitu rangkaian penjaga
gerbang yang muncul mulai dari jajaran reporter, redaktur
hingga pemimpin redaksi.
Ketiga, faktor organisasi media. Karakter organisasi terdiri
dari komponen kelembagaan organisasi itu sendiri, struktur
organisasi, hingga sistem keorganisasian yang diterapkan.
Melalui kelembagaan organisasi misalnya, aspek redaksional
pemberitaan adalah bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
proses produksi berita. Unit-unit lainya seperti sirkulasi
iklan, merupakan aspek lain yang turut berperan dalam proses
pengambilan keputusan redaksional.
Keempat, faktor ekstra media yaitu faktor yang berasal dari
luar lingkungan media yang turut mempengaruhi proses produksi
berita. Berkaitan dengan faktor ini, Shoemaker dan Reese
(1996) mengidentifikasi tiga aspek yang dipengaruhi, yaitu
sumber berita media massa, sumber penghasilan media massa dan
institusi lain diluar media massa seperti pemerintah, kalangan
bisnis maupun keberadaan teknologi. Kelima, faktor ideologi
yang seringkali diartikan dengan kerangka referensi yang ada
di dalam masing-masing individu tersebut dalam melihat suatu
realitas dan bagaimana individu-individu tersebut menyikapi
realitas tersebut. Melalui faktor ini dapat dilihat kekuatan
yang dominan di masyarakat dan sekaligus di media massa.
Sehingga kekuatan tersebut mampu berperan dalam penentuan
agenda tersebut.
Dalam faktor ideologi terdapat ketidaksepakatan dalam
pemahaman mengenai konsep islam versi pemerintah dan news
media portal tersebut. Faktor yang paling mempengaruhi ini
menjadi cikal terbentuknya wacana terhadap faktor-faktor
lainnya. Disamping itu jika dianalisis secara makro terdapat
perbedaan perspektif mengenai pemahaman radikalisme yang
dipermasalahkan pemerintah pada media-media yang diblokir
tersebut. Sehingga Pemerintah melalui Kemenkominfo atas saran
BNPT mengeluarkan kebijakan yang tidak legitimatif dari
perspektif teori keilmuan maupun regulasi.
3. Penutup
Fungsi regulasi merujuk pada seluruh proses mengontrol atau
membimbing, aturan dan prosedur yang diberlakukan oleh pemilik
otoritas politik guna mendukung terciptanya kondisi yang
menjamin ketertiban dan persatuan dimasyarakat. Kehidupan
demokrasi semakin menumbunkembangkan jumlah media online
dengan beragam kepentingan. Keadaan ini menjadi permasalahan
sensitif jika tidak diatasi dengan tata kelola regulasi yang
jelas dan mengikat. Menurut pasal 15 ayat 2 UU No. 40 Tahun
1999 mengamanatkan Dewan Pers untuk dapat menetapkan dan
mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
23
Dewan Pers memiliki peran sentral dan strategis dalam
menciptakan suasana informasi yang etis dan bertanggungjawab
bagi portal media online. Tanpa harus melakukan diskriminasi
administratif. Namun jika demikian perlu regulasi tambahan
yang dapat mengatur dan mengawasi peran dan tanggung jawab
portal berita media online yang semakin tumbuh subur di
Indonesia. Hal ini bisa menjadi rambu yang dipegang oleh
individu atau kelompok dalam menyebarkan informasi elektronik.
Disamping itu perkembangan teknologi informasi juga membawa
pengaruh global pada konteks budaya lokal bagi Indonesia.
Seperti bentuk interaksi, komodifikasi serta globalisasi
informasi yang dibawa oleh teknologi web dapat memberikan
dampak negatif jika tidak diantisipasi dengan regulasi yang
lebih terukur dan spesifik. Sehingga apabila terjadi kondisi
yang melanggar dengan sendirinya masyarakat umum dan pengawas
media juga ikut memberikan dukungan terhadap tindakan yang
diambil pemerintah.
Daftar Pustaka
Boyd Barret, Oliver.1995. The Political Economy Approach. New York: Arnold
Burhan, Bungin. 2006. Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasidi Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Chandler, Daniel, Marxist Media Theory
Foust, C.James. 2005. Online Journalism Principles and Practice of News for The Web. Holcomb Hathaway Publishers. Arizona
Ghazali, Effendi. 2004. Interaksi Politik dan Media; Dari Komunikasi Politik ke Politik Komunikasi. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 8, No. 1. Jakarta : Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi UI.
Herman Edward S, Chomsky Noam. (2002). Manufacturing Consent The Political Economy of The Mass Media. New York: Pantheon Books.
Mc Manus, John H. 1994. Market Driven Journalism: Let The Citizen Beware?.: Sage Publications Inc.
Moelong, Lexy J.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Mosco, Vincent. The Political Economy of Communication. London : Sage Publication
Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: LkiS.
Triyono, Agus. 2004. Produksi Teks dalam Perspektif Ekonomi Politik Media.Komuniti Vol. IV No.1. Surakarta: Jurusan Ilmu Komunikasi FKI Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Pers.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
http://www.cnnindonesia.com
25
Top Related