Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Air pada Sustainable Development Goals (SDGs)
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Air pada Sustainable Development Goals (SDGs)
PERSPEKTIF GENDER DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIRPADA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)
Dina Martiany
“Women and Girls Are Thirsty for Available, Accessible and Affordable Clean and Safe Water.”
Lakshmi Puri, Deputy Executive Director of UN Women
I. PENDAHULUAN
Air adalah Hak Asasi Manusia. United Nations General Assembly
mendeklarasikan pernyataan tersebut melalui Resolusi Nomor 64/292,
pada tanggal 28 Juli 2010. Diserukan kepada seluruh negara dan
organisasi internasional agar mengalokasikan anggaran dan membantu
peningkatan kapasitas, serta melakukan transfer teknologi kepada
negara lain, terutama negara berkembang dalam hal penyediaan air
minum dan sanitasi yang bersih, aman, mudah diakses, dan terjangkau.
United Nations (UN) sejak lama telah melakukan berbagai upaya
untuk mengatasi krisis global yang disebabkan oleh kekurangan
ketersediaan air bersih. UN memiliki berbagai forum pertemuan
khusus untuk membahas mengenai akses dan ketersediaan air bersih,
antara lain: The United Nations Water Conference (1977), The International
Drinking Water Supply and Sanitation Decade (1981-1990), The International
Conference on Water and the Environment (1992) dan The Earth Summit (1992).
Selain itu, isu peningkatan akses terhadap ketersediaan air bersih
juga menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui Millennium
Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium, yang
dideklarasikan sejak tahun 2000.1
Untuk mencapai target nomor tujuh MDGs memastikan kelestarian
lingkungan hidup (Ensuring Environmental Sustainability), salah satu
1 Data diambil dari Ikhtisar mengenai Air (WATER) padahttp://www.un.org/en/globalissues/water/, diakses tanggal 4 September 2013.
1
indikatornya adalah pencapaian Target 7C: Menurunkan Proporsi Rumah
Tangga tanpa Akses Air Bersih dan Sanitasi yang Layak. Indikator
ketersediaan air bersih ini sangat terkait erat dengan percepatan
pencapaian tujuan MDGs lainnya, seperti: menanggulangi kemiskinan
dan kelaparan ekstrem, meningkatkan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan, mengurangi angka kematian anak, meningkatkan
kesehatan ibu, memerangi malaria dan penyakit menular lainnya, dan
mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Pada tahun 2003, Chief Executives Board of United Nations (CEB)
mendirikan UN-Water yang bertugas melakukan mekanisme koordinasi
antar negara-negara di dunia, mengenai isu air bersih dan sanitasi.
Dalam rangka mendukung percepatan pencapaian MDGs, Sidang Umum UN
juga menetapkan Tahun 2005-2015 sebagai periode Ïnternational Decade for
Action: “Water for Life”. Dasawarsa ini dimulai pada tanggal 22 Maret
2005, yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Air Sedunia (World Water
Day).2 Seluruh hal tersebut di atas menunjukkan bahwa isu
ketersediaan air bersih merupakan isu global yang perlu mendapat
perhatian serius. Persoalan sumber daya air juga termasuk salah satu
butir Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs disepakati oleh negara-
negara di dunia dalam United Nations Conference on Sustainable Development
(UNCSD) di Rio de Janeiro, Brazil pada tanggal 20-22 Juni 2012.
Hasil dari konferensi ini akan dilaksanakan mulai tahun 2015,
setelah periode MDGs selesai. UNCSD lebih dikenal dengan sebutan
Rio+20.
Di Indonesia pengaturan mengenai pengelolaan Sumber Daya Air
telah dimuat dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD)
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi: “Bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”.
Selain itu, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2 Ibid.
2
2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA). Konsiderans Menimbang Huruf
(b) UU SDA menyebutkan: “bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan
antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air
yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan
memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara
selaras”.
Pengelolaan sumber daya air di Indonesia merupakan kewajiban
dan tanggung jawab negara, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah. Meskipun demikian dalam prakteknya, sangat
dibutuhkan keterlibatan masyarakat. Konsideran Menimbang Huruf (d)
UU SDA menyebutkan: “bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi,
desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi
peran dalam pengelolaan sumber daya air”. Ditegaskan kembali dalam
Pasal 11 Ayat (3) UU SDA yang menyebutkan bahwa penyusunan pola
pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan peran
masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Peran masyarakat, baik
perempuan dan laki-laki dianggap penting karena masyarakat merupakan
pengguna, pengumpul, sekaligus pengelola air. Setiap komunitas
masyarakat memiliki perilaku dan local wisdom tersendiri dalam
pengelolaan sumber daya air.
Dalam kelompok masyarakat, seringkali perempuan dan laki-laki
dianggap memiliki perbedaan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya air. Pada umumnya, perempuan membutuhkan
air untuk kebutuhan rumah tangga, seperti: memasak, mandi, menjaga
kesehatan anak-anak dan keluarga. Laki-laki membutuhkan air untuk
irigasi dan ternak.3 Perempuan juga membutuhkan air untuk keperluan
kesehatan reproduksinya, seperti pada saat menstruasi dan kehamilan.
Apabila ketersediaan air bersih berkurang atau terkontaminasi,
3 Women and Water Management: an Integrated Approach (Chapter V), http://www.unep.org/pdf/women/ChapterFive.pdf
3
perempuan yang harus mencari sumber daya air alternatif.4 Hal ini
menjelaskan mengapa hampir di seluruh komunitas masyarakat,
perempuan memiliki tanggung jawab utama dalam pengelolaan sumber
daya air.
Pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber
daya air telah dibahas dan disepakati dalam berbagai forum pertemuan
negara-negara di dunia. Dimulai dari United Nations Water Conference at Mar
del Plata tahun 1977, The International Drinking Water and Sanitation Decade (1981-
1990), dan The International Conference on Water and the Environment di Dublin pada
Januari 1992. Selain itu, sejak tahun 1979, The Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) pada Article 14
telah mencantumkan kewajiban negara-negara peserta untuk menjamin
agar perempuan terutama di pedesaan, dapat berpartisipasi dan
memperoleh manfaat pembangunan, termasuk ketersediaan air bersih.
Hasil studi yang dilakukan oleh the International Water and Sanitation
(IRC) terhadap 88 proyek air dan sanitasi masyarakat di 15 negara
menunjukkan bahwa desain dan pelaksanaan proyek yang melibatkan
partisipasi penuh dari perempuan hasilnya lebih efektif dan
berkelanjutan.5 Pada tahun 2008, UNICEF menyatakan bahwa MDGs
tujuan terkait dengan air dan sanitasi tidak akan dapat tercapai
tanpa adanya keterlibatan penuh perempuan.6 Masih banyak contoh
lain yang menunjukkan pekerjaan proyek air menjadi lebih baik ketika
perempuan dilibatkan. Meskipun pertimbangan keterlibatan peran
perempuan dan isu gender telah diakui secara global sebagai pusat
perhatian dalam pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan
4 Gender and Water -Securing Water for Improved Rural Livelihoods: The Multiple-Uses System Approach, International Fund for Agricultural Development (IFAD), 2007, hal. 6.
5 Van Wijk-Sijbesma, Christine, 1998. Gender and Resource Management, Water Supply and Sanitation: Roles and Realities Revisited. International Research Centre for Water and Sanitation, Delft, The Netherlands, dalam UN WATER-Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief, tanpa tahun.
6 UNICEF-Wash and Women, http://www.unicef.org/wash/index_womenandgirls.html, diakses pada tanggal 16 September 2013.
4
kesejahteraan dan kesehatan manusia, namun masih terjadi kesenjangan
besar antara retorika dan praktiknya.
Tanggung jawab untuk mengambil dan menyediakan air bersih di
rumah tangga berada di tangan perempuan, tetapi laki-laki memegang
kendali dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya
air. Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air masih
sangat rendah. Program pengelolaan air bersih yang dilakukan oleh
pemerintah pun belum banyak yang melibatkan perempuan. Hal ini
tentu saja menjadi salah satu permasalahan serius dalam pencapaian
target-target pembangunan yang terkait ketersediaan air bersih. 780
juta orang di seluruh dunia mengalami kekurangan akses terhadap air
minum dan 2,5 miliar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi
yang layak.7 Di Indonesia, Laporan Pencapaian MDGs Tahun 2012 yang
dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
menunjukkan pencapaian tujuan ke 7 terkait akses terhadap air bersih
masih sulit dicapai hingga Tahun 2015. Proporsi Rumah Tangga dengan
akses air berkelanjutan terhadap air minum layak di Indonesia hanya
mencapai 41,66% (2012) dari target MDGs yang ingin dicapai sebesar
68,87% pada tahun 2015. Dengan proporsi penduduk di kota sebesar
38,96% (2012) dari target sebesar 75,29% (2015) dan di desa sebesar
44,28% (2012) dari target 65,81% (2015).
Melihat pada kondisi kenyataan di atas, maka melalui tulisan
ini akan ditelaah lebih dalam bagaimana peran perempuan dalam
pengelolaan sumber daya air dan bagaimana mengintegrasikan
perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air.
II. SUMBER DAYA AIR DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)
7 Data diperoleh dari Joint Monitoring Progress (JMP) Report on Water and Sanitation. JMP ReportProgress on Sanitation and Drinking Water (2012 Update)http://www.wssinfo.org/documentslinks/
documents/. Diakses pada tanggal 17 September 2013.
5
Air merupakan zat yang paling tersebar luas, yang dapat
ditemukan di lingkungan alam. UNESCO (The United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization) menyebutkan bahwa air tersedia dalam
tiga bentuk, yaitu: cair, padat, dan uap air. Air dapat berbentuk
samudera, lautan, danau, sungai, dan air tanah yang ditemukan dalam
lapisan kerak bumi dan timbunan tanah.8 Sementara itu, definisi Air
dalam Pasal 1 Angka (2) UU SDA, yaitu: semua air yang terdapat pada,
di atas, atau pun di bawah permukaan tanah, termasuk air permukaan,
air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Pasal 1
Angka (1) menyebutkan yang dimaksud dengan sumber daya air, yaitu:
air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Sumber
daya air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan daya air yang
berkelanjutan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.9
Sebagaimana telah disebut pada bagian Pendahuluan di atas,
pentingnya sumber daya air dan pemenuhan hak atas air dalam
kehidupan manusia, telah menghantarkan United Nations General Assembly
mendeklarasikan “Air sebagai Hak Asasi Manusia”, melalui Resolusi
Nomor 64/292, pada tanggal 28 Juli 2010. Selain itu, pada November
2002, The UN Committee on Economic, Social, and Cultural Rights pun mengadopsi
General Comment No. 15 mengenai Hak Atas Air (Rights to Water) yang
menyatakan, bahwa Hak Atas Air membuat setiap orang berhak terhadap:
air yang cukup/memadai (sufficient); aman (safe); dapat diterima
(acceptable); mudah diakses secara fisik (physically accessible); dan mudah
dijangkau (affordable), baik untuk kebutuhan pribadi dan rumah tangga.
Lebih lanjut, pada April 2011, The Human Rights Council mengadopsi
8 Definisi diambil dari publikasi UNESCO: “Definition of Freswater Resources, pada http://webworld.unesco.org/water/ihp/publications/waterway/webpc/definition.html, diakses tanggal 10 September 2013.
9 Pemahaman dasar mengenai air dalam “Buku 4: Air Perkotaan dalam Pembangunan Kotayang Berkelanjutan”, sebagai buku panduan DPRD yang dikeluarkan oleh Asosiasi DPRDKota Seluruh Indonesia (ADEKSI), Konrad Adenauer Stiftung (KAS), Deutsche Gesellschaft furTechnische Zusammenarbeit (GTZ)/Program Lingkungan Hidup (ProLH) Indonesia-Jerman .Ditulis oleh Novalinda dan Sarah Waddel. 2006.
6
Resolusi No. 16/2 mengenai akses terhadap air minum yang aman dan
sanitasi sebagai hak asasi manusia: hak untuk hidup dan untuk
martabat manusia.
Dalam Rights to Water, Air sebagai unsur pemenuhan kebutuhan dasar
manusia, harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut:10
a) Sufficient (cukup/memadai),
Maksudnya yaitu ketersediaan air bersih untuk setiap orang harus
dalam jumlah yang cukup/memadai dan berkelanjutan untuk kebutuhan
pribadi dan rumah tangga. Kebutuhan ini biasanya mencakup air
minum, sanitasi pribadi, mencuci pakaian, memasak, kebersihan
pribadi dan rumah tangga. World Health Organization (WHO) menyebutkan
untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan kesadaran kesehatan, setiap
orang membutuhkan antara 50-100 liter per hari.
b) Safe (aman)
Air yang akan digunakan untuk kebutuhan pribadi dan rumah tangga
harus aman, sehingga terbebas dari mikro-organisme, zat kimia,
dan bahaya radiologi, yang dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
manusia. Ukuran aman bagi suatu air minum telah ditentukan
berdasar standar lokal dan nasional mengenai air minum. WHO telah
mengeluarkan Pedoman Kualitas Air Minum yang apabila diterapkan
dengan benar, akan dapat memastikan keamanan air minum.
c) Acceptable (dapat diterima)
Air harus dapat diterima secara warna, bau, dan rasa. Seluruh
fasilitas dan pelayanan air harus tepat secara kultural dan
sensitif terhadap persyaratan gender, lingkaran kehidupan, dan
kerahasiaan.
d) Physically Accessible (mudah diakses secara fisik)
Setiap orang memiliki hak atas air dan pelayanan sanitasi yang
mudah diakses secara fisik, di dalam atau di sekitar area rumah
10 Diambil dari artikel: The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, pada situs http://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/human_right_to_water_and_sanitation_media_brief.pdf, hal. 2-6. Diakses pada tanggal 10 September 2013.
7
tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, dan institusi
kesehatan. Menurut WHO, sumber daya air harus berada dalam jark
1000 meter dari rumah dan waktu untuk mengambilnya tidak lebih
dari 30 menit.
e) Affordable (terjangkau)
Sumber daya air, serta layanan dan fasilitas air harus terjangkau
untuk seluruh masyarakat. The United Nations Development Programme
(UNDP) menyarankan agar pengeluaran untuk air tidak lebih dari 3%
total pendapatan rumah tangga.
Sumber daya air yang bersih dan sehat merupakan kebutuhan
vital untuk menjamin ketahanan dan kesejahteraan manusia. Kebutuhan
manusia akan air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,
komersial, dan pertanian, semakin meningkat setiap tahunnya di
seluruh dunia. Peningkatan kebutuhan ini belum dapat diimbangi
dengan peningkatan ketersediaan (supply) yang seimbang, sehingga masih
banyak populasi penduduk dunia yang memiliki akses terbatas terhadap
air bersih. Dikhawatirkan, pada suatu waktu hampir separuh penduduk
negara berkembang akan menderita masalah kesehatan yang disebabkan
karena air dan sanitasi yang buruk. Air yang tercemar dan sanitasi
buruk, secara bersama-sama menjadi penyebab terbesar kedua kematian
anak-anak.
Setiap tahunnya, terdapat kerugian sekitar 443 juta hari
sekolah dikarenakan penyakit yang disebabkan oleh air yang
berkualitas buruk.11 Rata-rata pemakaian air sebesar 200-300 liter
per orang per hari di negara Eropa berbanding terbalik dengan
pemakaian kurang dari 10 liter di negara Afrika, seperti Mozambik.
11 Diperoleh dari section Human Rights to Water pada situs United Nations (UN)-Water forLife Decade, http://www.un.org/waterforlifedecade/human_right_to_water.shtml, diaksestanggal 11 September 2013.
8
Masyarakat mengalami keterbatasan akses terhadap air bersih di
negara berkembang, karena mereka harus mengambil dari sumber mata
air yang jauh dan membawa beban berat. Penduduk di area kumuh di
Jakarta, Manila, dan Nairobi harus membayar 5-10 kali lipat
dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di area elit di kota yang
sama.12
Layanan air bersih di Indonesia masih belum cukup baik dan
tersebar merata. Padahal, Indonesia memiliki 6% dari total sumber
daya air tawar di bumi yang terdiri dalam bentuk air danau, sungai,
waduk, dan curah hujan yang tinggi. Menteri Pekerjaan Umum Djoko
Kirmanto menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi Sumber Daya
Air (SDA) terbesar kelima di seluruh dunia, yaitu sebesar 3.900
miliar kubik air, namun baru 690 miliar kubik air yang dapat
dimanfaatkan.13 Sebagian besar sumber air bersih di Indonesia
mengandalkan air tanah, air hujan, air sungai, dan danau. Sumber
air bersih yang ada 97,5% berasal dari air laut, 2,5% dari air
tawar, air es 68%, dan air tanah 30%.14 Direktur Eksekutif Asia Pacific
Centre for Ecohydilogi UNESCO-LIPI, Prof. Hery Harjono mengatakan sebanyak
20-30 persen layanan air bersih lebih banyak dinikmati oleh penduduk
perkotaan. Sedangkan, secara nasional, akses masyarakat terhadap air
bersih belum mencapai 50 persen.15 Hal ini yang menyebabkan target
MDGs terkait akses air bersih di perkotaan dan pedesaan yang harus
dicapai sebesar 68,87% pada tahun 2015, masih sulit direalisasikan.
Pentingnya pengelolaan sumber daya air menjadi perhatian besar
bagi seluruh negara di dunia. Pada tanggal 20-21 Agustus 2013, di
12 ibid13 “Djoko Kirmanto: Potensi Sumber Daya Air RI No. 5 Terbesar di Dunia”. Berita
online Senin, 1 April 2013, pada situshttp://finance.detik.com/read/2013/04/01/114256/2208129/4/djokir-potensi-sumber-daya-air-ri-no-5-terbesar-di-dunia
14 “Layanan Air Bersih Indonesia Masih Buruk”. Berita online Kamis, 23 Mei 2013, pada situshttp://www.tempo.co/read/news/2013/05/23/206482543/Layanan-Air-Bersih-Indonesia-Masih-Buruk
15 Ibid
9
Dushanbe, Tajikistan diselenggarakan Konferensi Internasional
Tingkat Tinggi dalam Kerjasama Pengelolaan Air (High-Level International
Conference on Water Cooperation). Dalam konferensi ditegaskan bahwa
kerjasama air pada tingkat nasional dan global sangat penting untuk
mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Pemerintah harus mampu
memastikan setiap warganya dapat memperoleh akses terhadap sumber
daya air bersih. The Associate Administrator of the UN Development Programme
(UNDP), Rebeca Grynspan, mengatakan bahwa negara-negara di dunia
harus bekerja sama untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan
sanitasi. Termasuk memperbaiki pengelolaan air irigasi dan
penggunaan untuk tujuan produktif.16 Hal ini memiliki potensi untuk
mengangkat jutaan orang bangkit dari kemiskinan dan kelaparan.
Urgensi kerjasama ini harus menjadi prioritas dalam agenda pasca-
pembangunan (post-development) 2015, serta dalam perumusan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Sumber daya air dan yang dikelola dengan manajemen yang baik,
akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hampir seluruh aspek
kehidupan masyarakat dan ekonomi, terutama kesehatan, produksi
makanan dan ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi,
energi, industri, dan berguna untuk ekosistem.17 Akses terhadap
sumber daya air bersih dan mudah dijangkau akan membantu mengurangi
kemiskinan. Masyarakat dapat menghemat waktu mereka dan lebih fokus
pada aktivitas peternakan dan pertanian. Ketersediaan sumber daya
air juga mencegah orang dari berbagai penyakit yang dapat
menyebabkan kehilangan waktu kerja dan beternak atau bertani.
Selain itu, kemudahan akses terhadap air bersih bagi perempuan pada
16 Pernyataan Rebeca Grynspan, The Associate Administrator of the UN Development Programme
(UNDP), dalam berita: ’Water Cooperation Must be a Priority on Sustainable Development Agenda” –UN official http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45664&Cr=water&Cr1=#.UhV-sH-FQZE, diakses pada tanggal 16 September 2013.
17 Dari Artikel “Climate Change Adaptation is Mainly About Water..”, diakses melalui: http://www.unwater.org/downloads/UNWclimatechange_EN.pdf, pada tanggal 10
September 2013.
10
saat kehamilan dan melahirkan dapat mencegah terjadinya kematian ibu
dan bayi.18 Sebaliknya, tanpa upaya peningkatan manajemen sumber daya
air, kemajuan pencapaian target penurunan kemiskinan dalam MDGs dan
Sustainable Development, terkait dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan
akan membahayakan. Sejalan dengan hal tersebut, Ban Ki Moon, UN
Secretary General mengatakan bahwa air minum yang aman dan sanitasi
layak merupakan dua hal krusial dalam mengurangi kemiskinan, serta
krusial dalam pencapaian Sustainable Development dan beberapa atau
setiap butir MDGs.19
Sumber daya air secara eksplisit menjadi salah satu tujuan
pembangunan global yang berkelanjutan. Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development) merupakan konsep pembangunan yang berkelanjutan
dan memperhatikan serta mempertimbangkan” dimensi lingkungan hidup.
Konsep ini telah menjadi topik pembicaraan sejak Konferensi
Stockholm atau UN Conference on the Human Environment tahun 1972, yang
merupakan titik balik dalam perkembangan politik lingkungan
internasional. Hasil konferensi menyerukan kepada negara-negara di
dunia agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor
lingkungan.
Istilah Sustainable Development dipopulerkan melalui Our Common
Future, laporan yang dipublikasikan oleh the World Commission on
Environment and Development (WCED), pada tahun 1987. Dalam Our Common
Future, yang dikenal sebagai Brundtland Report20 disebutkan definisi
sederhana dari Sustainable Development: pembangunan yang memenuhi18 Data diperoleh dari Makalah ”Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls”.
Disampaikan oleh Lyla Mehta, Fellow Institute of Development Studies, UK dan VisitingProfessor di Norwegian University of Life Sciences, pada forum INTERACTIVE EXPERTPANEL: Challenges and Achievements in the Implementation of the Millennium Development Goals forWomen and Girls. United Nations Commission on the Status of Women, Fifty-seventhSession, Tanggal 4-15 Maret 2013, New York.
19 Dari artikel: The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, pada situshttp://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/human_right_to_water_and_sanitation_media_brief.pdf, diakses pada tanggal 10 September 2013.
20 Brundtland diambil dari nama Perdana Menteri Norwegia (Prime Minister of Norwegian)Gro Harlem Brundtland , yang menjadi ketua konferensi UN: the World Commission onEnvironment and Development (WCED), tahun 1987.
11
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (development which meets the needs
of the present without compromising the ability of future generations to meet their own
needs). Sustainable Development merupakan konsep cair dan memiliki
berbagai definisi yang terus berkembang. Meskipun demikian,
terlepas dari berbagai perdebatan mengenai pengertian Sustainable
Development, ada beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan. Ketiga
prinsip tersebut, yaitu:21
1) diperlukan komitmen terhadap keadilan dan kejujuran, yang harus
menjadi prioritas dalam meningkatkan kondisi negara miskin,
tetapi dengan memperhitungkan hak generasi masa depan;
2) pandangan jangka panjang yang menekankan prinsip pencegahan:
dimana jika terjadi ancaman kerusakan serius atau tidak dapat
diperbaiki, kekurangan kepastian/data ilmiah tidak boleh
digunakan sebagai alasan untuk menunda langkah-langkah efektif
untuk mencegah degradasi lingkungan (Rio Declaration on Environment and
Development, Prinsip ke 15); dan
3) Sustainable Development dapat mewujudkan integrasi, dan memahami dan
bertindak dengan mengkaitkan dimensi lingkungan, ekonomi, dan
masyarakat.
Pada tahun 1992, dalam United Nations Conference on Environment and
Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil, secara umum menetapkan
Sustainable Development sebagai konvergensi antara tiga pilar
pembangunan ekonomi, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan.22
UNCED dikenal pula dengan nama Deklarasi Rio dan hasil
kesepakatannya dituangkan dalam rencana aksi global Agenda 21.
Sebagai review terhadap perkembangan implementasi Agenda 21, pada21 John Drexhage dan Deborah Murphy dari International Institute for Sustainable
Development (IISD). “Sustainable Development: From Brundtland to Rio 2012”, Background Paperdipersiapkan untuk Pertemuan Pertama High Level Panel on Global Sustainability pada tanggal19 September 2010, Kantor Pusat United Nations, New York.
22 Ibid, hal. 2.
12
tanggal 20-22 Juni 2012 di Rio de Janeiro, diselenggarakan The United
Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) yang lebih dikenal
dengan Rio+20+.
Pada isu-isu substantif Rio +20, terdapat beberapa fokus area
yang berkembang untuk menjadi prioritas perhatian, dari negara-
negara anggota dan stakeholder lainnya pada fase pra-negosiasi.
Berkembang pula dukungan untuk mengelaborasikan butir Sustainable
Development Goals (SDGs), yang dapat dianggap bagian dari mandat Sidang
Umum (General Assembly) tentang agenda pembangunan setelah tahun 2015
(post-2015 development agenda).23 Hasilnya dituangkan dalam dokumen yang
disebut Rio+20 Outcome: The Future We Want.
Melalui Rio+20, Pemerintah Kolombia dan Guatemala, serta
organisasi kemasyarakatan dunia (civil society organisasitions/CSOs)
mengusulkan agar hasil utama dari proses Rio+20 dapat menjadi
definisi dan kesepakatan SDGs. Dalam proposalnya Pemerintah
Kolombia dan Guatemala berharap agar Rio+20 dapat menghasilkan
perjanjian mengenai SDGs di tingkat yang lebih tinggi. Kedua negara
tersebut, mengusulkan delapan tema SDGs, sebagai berikut:24
1.Memerangi Kemiskinan (Combating Poverty);
2.Merubah Pola Konsumsi (Changing Consumption Patterns);
3.Mendorong Pembangunan Pemukiman yang Berkelanjutan (Promoting
Sustainable Human Settlement Development);
4.Keanekaragaman Hayati dan Hutan (Biodiversity and Forests);
5.Samudera (Oceans);
6.Sumber Daya Air (Water Resources);
7.Mempercepat Ketahanan Pangan (Advancing Food Security); dan
8.Energi, termasuk dari sumberdaya terbarukan (Energy, including from
renewable sources).
23 UNCSD Secretariat, Current Ideas on Sustainable Development Goals and Indicators, RIO 2012Issues Briefs, No. 6, United Nations Conference on Sustainable Development,2012. Hal. 1.
24 Ibid, Tabel 2, hal. 2.
13
Dalam UN General Assembly (Sidang Umum PBB) ke-66 Tahun 2011,
Sekretaris Jenderal UN Ban Ki Moon menyerukan untuk menetapkan SDGs.
Disampaikan olehnya: “Mari kita mengembangkan generasi baru dari
tujuan pembangunan berkelanjutan ketika MDGs telah usai. Mari kita
bersepakat pada upaya untuk mencapainya. (Let us develop a new generation of
sustainable development goals to pick up where the MDGs leave off. Let us agree on the
means to achieve them.)”25 Sha Zukang, Sekretaris Jenderal Konferensi
Rio+20 menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah pilihan.
Melainkan
salah satu jalan yang memungkinkan seluruh umat manusia untuk
berbagi kehidupan yang layak dalam satu planet. Rio+20 memberikan
generasi masa kini kesempatan untuk memilih jalan Sustainable
Development.26
SDGs diharapkan dapat membantu untuk membuat area pembangunan
internasional berkelanjutan menjadi lebih fokus dan terlaksana pada
tataran praktis. Apabila MDGs dilaksanakan hanya di negara-negara
berkembang, SDGs akan dilaksanakan oleh seluruh negara di dunia.
Oleh karena itu, butir-butir SDGs harus dirumuskan dengan cukup
ketat agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam
penyusunan kebijakan, terutama pada tingkat nasional, di seluruh
negara.
III. PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan sumber daya air
yang berkelanjutan, keterlibatan peran perempuan sangat diperlukan.
Pentingnya peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air,25 Pidato Sekjen PBB Ban Ki Moon, dalam Sidang Umum PBB ke-66 Tahun 2011. The
Secretary General’s Report to the General Assembly – “We the Peoples”. New York, 21 September2011. Dibaca dari situshttp://www.un.org/apps/news/infocus/sgspeeches/search_full.asp?statID=1310,diakses pada tanggal 14 September 2013.
26 Pernyataan Sha Zukang, Sekretaris Jenderal Konferensi Rio+20 dalam BrosurRio+20 United Nation Conference on Sustainable Development (UNCSD). “The Future WeWant”, Rio de Janeiro, 20-22 Juni 2012.
14
sanitasi, dan kebersihan tidak dapat dipungkiri lagi. Hampir di
seluruh komunitas masyarakat di dunia, memastikan akses dan
ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga umumnya menjadi
tanggung jawab perempuan. Rata-rata perempuan dan anak perempuan
dapat menghabiskan waktu antara tiga menit sampai dengan tiga jam
per hari hanya untuk mengumpulkan air bersih. Apabila digabungkan di
25 negara, diperkirakan perempuan menghabiskan waktu sekitar 16 juta
jam per hari untuk mengumpulkan air. Lebih dari 18% penduduk Sub-
Sahara di Afrika masih harus mengambil air sejauh lebih dari 30
menit.27 Di Afrika, 90% pekerjaan mengumpulkan kayu dan air
dilakukan oleh perempuan.28
Tidak jarang bagi perempuan untuk menghabiskan waktu empat
hingga enam jam per hari untuk berjalan, mengantri, dan membawa air
dari sumber air. Padahal dengan waktu selama itu, seharusnya
perempuan dapat melakukan banyak pekerjaan produktif atau mengurus
rumah tangga dan anak-anak. Meskipun telah melalui perjalanan
panjang, tidak menjamin air yang dibawa tersebut berkualitas baik.
Belum lagi ancaman kesehatan perempuan akibat membawa air dalam
jumlah yang banyak dan berat, serta penyakit yang disebabkan karena
kualitas air yang tidak baik.
Di Aceh dan Sumatera Utara, Indonesia perempuan merupakan
pengumpul, pengguna, dan pengelola utama air. Pada tahap
rehabilitasi fasilitas air dan sanitasi pasca bencana tsunami di
Aceh tahun 2004 dan di Nias tahun 2005, perempuan dilibatkan secara
aktif dalam pengelolaan air bersih. Bantuan pembangunan sistem air
masyarakat yang diberikan oleh Community Water Services and Health Loan27 Data diperoleh dari Makalah ”Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls”.
Disampaikan oleh Lyla Mehta, Fellow Institute of Development Studies, UK dan VisitingProfessor di Norwegian University of Life Sciences, pada forum INTERACTIVE EXPERTPANEL: Challenges and Achievements in the Implementation of the Millennium Development Goals forWomen and Girls. United Nations Commission on the Status of Women, Fifty-seventhSession, Tanggal 4-15 Maret 2013, New York.
28 Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Diakses dari situs UN WATER tanggal20 September 2013 pada alamathttp://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf
15
Project (CWSHP) memberikan kemudahan akses air bersih bagi perempuan.
Sebelum Maret 2010, telah dibangun sekitar 65.000 rumah tangga
dengan fasilitas air bersih di 382 desa di Aceh dan Nias.29 Proyek
ini berhasil mengurangi waktu perempuan untuk mengumpulkan air,
sehingga mereka dapat melakukan aktivitas lainnya dan lebih
produktif.
Selain peran penting perempuan dalam mengumpulkan air bersih,
perempuan merupakan pengguna yang memiliki tingkat kebutuhan air
bersih yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perempuan
membutuhkan air bersih setidaknya untuk kebutuhan reproduksinya
seperti pada saat menstruasi, kehamilan, dan higenitas.
Keterbatasan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak
merupakan permasalahan akut yang dialami perempuan dan anak
perempuan di pemukiman padat penduduk dan pedesaan di negara
berkembang. Mereka harus menunggu hari mulai gelap untuk pergi ke
sanitasi umum atau sumber air, bahkan seringkali harus menghadapi
ancaman kekerasan seksual. Di beberapa negara, tingkat kehadiran
anak perempuan di sekolah menurun dan angka putus sekolah meningkat
di sekolah yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan
fasilitas toilet yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan.
Di Tanzania, tingkat kehadiran di sekolah meningkat 12% sebagai
dampak dari pengurangan waktu ke sumber air dari 30 menit menjadi 15
menit.30
Dengan berbagai kondisi dan kebutuhan khusus perempuan, maka
keterlibatan perempuan dalam setiap proses pengelolaan sumber daya
air yang berkelanjutan adalah keharusan. Kenyataannya sampai saat
29 “Indonesia: Making Water Supply and Sanitation Women’s Business in Aceh and Nias”. Oktober,2010.
Artikel pada situs http://www.adb.org/themes/gender/case-studies/indonesia-water-supply-sanitation-womens- business. Diakses pada tanggal 12 September2013.
30 Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Diakses dari situs UN WATER tanggal 20September 2013 pada alamat http://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf
16
ini, perempuan masih terpinggirkan dari pembuatan kebijakan dan
pengambilan keputusan terkait sumber daya air dan sanitasi.
Akibatnya kebutuhan spesifik perempuan tidak masuk perhitungan dalam
pembangunan program air dan sanitasi. Padahal dengan melibatkan
peran perempuan, sangat banyak keuntungan yang dapat diperoleh bagi
masyarakat secara umum dan khususnya bagi kelompok perempuan itu
sendiri.
Perempuan lebih mengetahui apa yang dibutuhkan dan bagaimana
sistem pengelolaan air yang baik bagi masyarakat setempat. Selama
ini perempuan yang bertanggung jawab memastikan ketersediaan air
bersih, merawat anggota keluarga yang sakit, mengurusi anak-anak,
dan menangani kebersihan lingkungan rumah tangga. Apabila tanggung
jawab perempuan tersebut difasilitasi dengan baik, dengan adanya
akses sumber daya air yang memadai dan mudah dijangkau, maka
pelayanan dan kualitas hidup masyarakat setempat akan meningkat. UN
Water dalam kertas fakta atau Fact Sheet: Gender and Water yang dikeluarkan
bulan September 2013 menyebutkan dengan adanya kesamaan akses
terhadap sumber daya produktif, seperti laki-laki, salah satunya
akses terhadap sumber daya air, perempuan dapat meningkatkan 20-30%
keuntungan dari pertaniannya dan mengeluarkan 150 juta orang dari
kelaparan.31
Keterlibatan peran perempuan akan memberikan dampak positif
dalam peningkatan kesehatan masyarakat, karena perempuan memiliki
pengetahuan yang baik mengenai sumber daya air lokal dan berbagai
permasalahannya. Kepentingan perempuan untuk menjaga kesehatan
keluarga akan mendorong perempuan untuk terus berupaya meningkatkan
kualitas pengelolaan sumber daya air dan sanitasi. Bersama-sama
dengan komunitas perempuan yang ada di masyarakatnya, perempuan
dapat saling tukar pengetahuan mengenai pengelolaan sumber daya air
untuk kesehatan keluarga dan masyarakat. Selain itu, perempuan juga
31 Ibid.
17
dapat mengajak laki-laki untuk terlibat dan mau peduli terhadap
pengelolaan air bersih untuk rumah tangga, demi peningkatan kualitas
hidup keluarga dan masyarakat.
Sementara itu, esensi peran perempuan dalam pengelolaan
sumber daya air yang berkelanjutan akan memberikan keuntungan bagi
perempuan itu sendiri dalam beberapa hal, sebagai berikut:32
a. privasi dan harkat perempuan (privacy and dignity);
Permasalahan buang air besar dan kebutuhan dasar akan sumber
daya air dan sanitasi adalah sangat esensi bagi setiap orang,
terutama perempuan dan anak perempuan. Masa menstruasi, kehamilan
dan nifas lebih berpotensi mengalami permasalahan, apabila
perempuan tidak memiliki akses terhadap sumber air dan sanitasi
yang memadai. Di banyak tempat, akses perempuan ke sumber daya
air dan sanitasi yang layak sangat terbatas, bahkan harus
menghadapi ancaman kekerasan seksual dan kejengahan di fasilitas
umum yang terbuka. Meskipun demikian, hal ini dapat diatasi
dengan merancang fasilitas yang memenuhi tuntutan fisik dan
psikologis perempuan.
Melibatkan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air bersih
yang berkelanjutan akan meningkatkan privasi dan harkat
perempuan, karena:
- kebutuhan khusus perempuan menjadi pertimbangan;
- gejala yang berhubungan dengan menstruasi, kehamilan dan
kelahiran anak dapat diatasi dengan baik;
- perempuan terhindar dari ancaman pelecehan seksual dan resiko
kesehatan yang membahayakan akibat menunda buang air besar dan
buang air kecil;
32 Evidence Report: “For Her It’s The Big Issue: Putting Women at The Centre of Water Supply, Sanitation,and Hygiene (WASH). Tanpa tahun. Dipublikasikan oleh UNICEF, Gender And Water Alliance(GWA), Norwegian Ministry of Foreign Affair, dan Water Supply and Sanitation Collaborative Council.
18
- kerentanan perempuan terhadap pelecehan seksual dan bentuk
kekerasan lainnya, dapat berkurang; dan
- lebih mudah untuk memelihara kebersihan pribadi, dan
meningkatkan percaya diri dan harga diri perempuan dalam
menjaga kebersihan diri sendiri.
b. kesehatan dan kesejahteraan (health and well being);
Intervensi terhadap seumber daya air akan mengakibatkan
peningkatan kesehatan yang signifikan bagi seluruh masyarakat.
Hal ini akan menguntungkan bagi perempuan, bukan hanya untuk
kesehatan mereka sendiri, tetapi kesehatan keluarga yang biasa
mereka jaga. Melibatkan perempuan sebagai sentral dalam
pengelolaan sumber daya air bersih yang berkelanjutan akan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan perempuan, karena:
- menjadi lebih sehat pada masa kehamilan;
- pengalaman melahirkan lebih baik;
- angka kematian dan morbiditas (ketidak-normalan) saat
melahirkan daapt berkurang;
- perempuan terhindar dari bahaya dan ancaman kekerasan seksual
pada saat mengambil air dari tempat yang jauh;
- perempuan terhindar dari resiko penyakit yang timbul akibat
membawa beban air yang berat dan menempuh jarak yang jauh; dan
- bagi perempuan dengan kemampuan terbatas, akan lebih mudah,
aman, dan nyaman dalam menjaga kesehatan reproduksi dan
kebersihan diri mereka sendiri.
c. meningkatkan kehadiran anak perempuan di sekolah (girls’ school
attendance);
Dari 120 juta anak usia sekolah yang tidak bersekolah,
mayoritas adalah perempuan. Secara regional, berarti 41% dari
anak perempuan usia SD di seluruh dunia, yang tidak dapat
19
bersekolah berada di Asia Selatan, dan 35% tinggal di Sub-Sahara
Afrika. Efek dari kurangnya pendidikan menyebabkan dua pertiga
dari semua orang yang buta huruf di dunia adalah perempuan.
Keterlibatan peran perempuan pada pusat pengelolaan sumber daya
air, baik sebagai pengguna maupun pengelola, dapat meningkatkan
kehadiran anak perempuan di sekolah, karena:
- mereka tidak harus melakukan perjalanan jauh mengambil air
untuk kebutuhan rumah tangga, sehingga mereka dapat bersekolah
dengan baik;
- apabila sekolah memiliki sumber air dan fasilitas sanitasi yang
baik, maka anak perempuan akan lebih nyaman saat berada di
sekolah;
- anak perempuan yang sedang mengalami menstruasi tidak harus
merasa malu dan kesulitan air dan sanitasi pada saat di
sekolah; dan
- akan lebih merekrut dan mempertahankan guru perempuan di
sekolah yang memiliki sumber daya air dan sanitasi layak.
d. meningkatkan penghasilan rumah tangga (income generation); dan
Menyediakan sumber daya air yang mudah dijangkau, akan
berdampak positif terhadap peningkatan waktu produktif perempuan.
Perempuan memiliki keuntungan langsung dan tidak langsung dari
keterlibatannya dalam aktivitas produktif atau yang dapat
menghasilkan uang. Keuntungan langsungnya, perempuan akan lebih
mudah dalam mengerjakan kegiatan rumah tangga atau kegiatan
produktif yang membutuhkan sumber daya air, seperti memasak atau
mencuci pakaian. Adapun keuntungan tidak langsungnya, yaitu
perempuan memiliki waktu yang lebih banyak, karena tidak perlu
mengambil air dari sumber yang jauh, sehingga mereka dapat lebih
cepat menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, bahkan dapat bekerja
yang produktif dan menghasilkan uang.
20
e. perempuan menjadi role model (women as positive role model).
Perempuan yang berperan dalam perencanaan, desain dan
implementasi pengelolaan sumber daya air, sanitasi dan kebersihan
seringkali merasakan hal ini sebagai pengalaman yang
memberdayakan. Ada perubahan pandangan bagi perempuan itu sendiri
dan komunitas perempuan di masyarakatnya, karena memiliki
keterampilan dan potensi. Padahal sebelumnya mereka seringkali
terpinggirkan dan dianggap tidak mampu. Peningkatan ketrampilan
dan potensi ini memberi peluang bagi perempuan, antara lain untuk
meningkatkan pendapatan dan meningkatkan partisipasi publik
perempuan.
Keterlibatan peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air
dapat meningkatkan status dan menjadikan perempuan role model bagi
yang lainnya, karena:
- perempuan diakui memiliki keterampilan dan pengetahuan
di luar ruang lingkup peran tradisional mereka;
- perempuan dapat memperkuat pendapat dan suara mereka untuk
menegosiasikan kepentingan mereka dalam keluarga dan kelompok
masyarakat;
- perempuan menjadi lebih percaya diri untuk tampil dalam
berbagai aktivitas publik dan mengambil kesempatan untuk
menjadi pemimpin, serta menjadi contoh bagi perempuan lainnya;
- peluang untuk mendapatkan pekerjaan, otonomi, dan kebebasan;
dan
- perubahan dan pemberdayaan perempuan akan berpengaruh positif
pada pola relasi antara perempuan dan laki-laki di tengah
masyarakat.
Dari berbagai uraian mengenai esensi keterlibatan perempuan
dalam pengelolaan sumber daya air bersih, dapat dilihat dengan jelas
bahwa peran perempuan memberikan dampak yang sangat baik. Program
21
pengelolaan sumber daya air di berbagai negara menjadi lebih sukses
dan berkelanjutan ketika perempuan berperan aktif. UN Water
menyebutkan apabila perempuan berperan dalam proyek pengelolaan
sumber daya air di suatu daerah, maka efektivitas proyek tersebut
meningkat 6-7%.33 Di satu sisi, melalui keterlibatan ini, perempuan
memperoleh pemberdayaan yang dapat meningkatkan kualitas hidup
mereka, keluarga, dan masyarakat. Dalam lingkup yang lebih luas,
keadaan ini akan mendorong perubahan peran gender tradisional dan
relasi sosial antara perempuan dan laki-laki. Perempuan lebih
percaya diri mengambil kesempatan untuk berperan dalam pengambilan
keputusan di keluarga dan masyarakat, bahkan terlibat dalam proses
penyusunan kebijakan publik.
IV. PERSPEKTIF GENDER DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Keterlibatan peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air
merupakan bagian dari mengintegrasikan perspektif gender.
Sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya, adanya peran
perempuan dalam pengelolaan sumber daya air terpadu dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi proyek. Tanpa perhatian
khusus terhadap isu-isu gender, dapat menyebabkan ketidaksetaraan
antara perempuan dan laki-laki, bahkan meningkatkan disparitas
gender. Dalam beberapa dekade terakhir, telah banyak bukti yang
menunjukkan adanya peran perempuan dapat mendorong pengelolaan
sumber daya air lebih berkelanjutan dan memastikan manfaat sosial
dan ekonomi yang maksimal dari suatu pembangunan infrastruktur.
Berbagai konferensi internasional pun telah mengamanatkan
pengintegrasian perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air.
33 Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Diakses dari situs UN WATER tanggal 20September 2013 pada alamat http://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf
22
A. Perspektif Gender dalam Konferensi Internasional Terkait Sumber
Daya Air
Konferensi Internasional tentang Air dan Lingkungan
(International Conference on Water and the Environment) di Dublin pada Januari
1992, secara eksplisit mengakui peran esensial perempuan dalam
penyediaan, pengelolaan dan pengamanan sumber daya air. Prinsip
Ketiga dalam Dublin Statement on Water and Sustainable Development34
menyebutkan bahwa peran penting perempuan sebagai penyedia, pengguna
air, dan penjaga lingkungan hidup selama ini jarang tercermin dalam
peraturan institusi (negara) untuk pengembangan dan pengelolaan
sumber daya air. Penerimaan dan penerapan prinsip ini memerlukan
kebijakan positif untuk mengatasi kebutuhan spesifik perempuan,
serta untuk melengkapi dan memberdayakan perempuan untuk
berpartisipasi di semua tingkatan pengelolaan sumber daya air,
termasuk pengambilan keputusan dan pelaksanaan, dengan cara yang
ditentukan oleh mereka.
Selain itu, prinsip kesetaraan gender tertuang pula dalam
Chapter 18 Agenda 21 mengenai pentingnya melibatkan perempuan dan
laki-laki secara bersama-sama dalam pengelolaan sumber daya air.
Termasuk memberdayakan perempuan dengan memberikan capacity building
pengelolaan sumber daya air. Chapter 24 secara khusus menyebutkan
peran perempuan dalam sustainable development, perempuan dianggap
memiliki pengetahuan yang cukup dan pengalaman dalam mengelola dan
melestarikan sumber daya alam. Resolusi untuk mendirikan Dekade
Internasional untuk Aksi, 'Water for Life' (2005-2015) merupakan bukti
pengakuan dunia internasional akan partisipasi dan keterlibatan
perempuan dalam pengelolaan sumber daya air. UN-CSD12 (Commission on
Sustainable Development) mengakui secara tegas bahwa “air berwajah
perempuan (water has a women face)”. Melalui tangan perempuan aktivitas
34 The Dublin Statement on Water and Sustainable Development, dibaca secara online padahttp://www.wmo.int/pages/prog/hwrp/documents/english/icwedece.html
23
rumah tangga, komunitas, dan seluruh aktivitas ekonomi dapat
berkelanjutan.35
Hasil dari The United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD)
yang lebih dikenal dengan Rio 20+ yaitu The Future We Want: Rio+20
Outcome36 menyebutkan dalam beberapa poin komitmen yang mengakui
bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, sumber daya air
dan pengelolaan air yang berkelanjutan, diidentifikasi sebagai
prioritas dalam sustainable development, demi untuk masa depan yang
lebih baik. Dokumen Hasil Rio+20 (Angka 120) jelas menekankan
komitmen masyarakat internasional terhadap realisasi progresif akses
terhadap air minum yang aman dan terjangkau, sangat diperlukan untuk
pengentasan kemiskinan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan
kesehatan manusia. Ditegaskan pula (Angka 31) komitmen masyarakat
internasional untuk menjamin persamaan hak perempuan, akses,
partisipasi dan kepemimpinan dalam perekonomian, masyarakat dan
politik pengambilan keputusan.
Lakshmi Puri, Deputi Direktur Eksekutif UN Women dalam pidato
yang disampaikan pada Sesi Penutupan World Water Week di Stockholm,
Swedia pada 31 Agustus 2012 mengatakan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan merupakan hal yang penting dalam sustainable
development.37 Keduanya penting karena ini bukan hanya merupakan
masalah sosial, melainkan juga masalah ekonomi dan lingkungan.
Berdasarkan hasil Rio+20 perlu ditekankan pada negara-negara di35 Mainstreaming Gender in Water Management: A Critical View, ditulis oleh Smita Mishra Panda
dalam Jurnal Gender Technology and Development, 2007 11:321. DOI:10.1177/097185240701100302. Dipublikasikan oleh SAGE Publication atas nama AsianInstitute and Technology (AIT) dan Gender And Development Studies (GDS).
36 Dokumen hasil The United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio deJaneiro-Brazil, pada tanggal 20-22 Juni 2013. “Outcome of the Conference: The Future WeWant”. Dikeluarkan oleh United Nations, A/CONF.216/L.1.
37 “Gender Perspective on Water and Food Security”, Pidato disampaikan olehLakshmi Puri Deputy Executive Director of UN Women pada acara penutupan Minggu Air Se-dunia/Closing Plenary Session of World Water Week, di Stockholm, Swedia, 31 August 2012. Diaksesdari http://www.unwomen.org/en/news/stories/2012/8/gender-perspectives-on-water-and-food-security/#sthash.5IvRW5vh.dpuf, pada tanggal 26 September 2013.
24
dunia untuk memastikan kepemimpinan perempuan dan partisipasi
efektif dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan, program dan
pengambilan keputusan di semua tingkatan.
Oleh karena itu, keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam
perencanaan, desain, manajemen dan pelaksanaan proyek-proyek dan
program-program pengelolaan sumber daya air harus dilaksanakan dalam
berbagai situasi dan tempat. Integrasi perspektif gender dalam
setiap tahapan pengelolaan sumber daya air, diharapkan dapat
mempercepat perwujudan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan
berkelanjutan/sustainable development.
B. Integrasi Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengintegrasian perspektif gender atau dikenal dengan istilah
pengarusutamaan gender/gender mainstreaming adalah suatu proses menilai
implikasi bagi perempuan dan laki-laki dari setiap perencanaan,
termasuk legislasi, kebijakan atau program, di semua bidang dan pada
semua tingkatan. Ini adalah strategi untuk membuat kebutuhan dan
pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi suatu dimensi integral
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan
dan program di semua bidang, sehingga perempuan dan laki-laki
mendapatkan manfaat yang sama.
Sementara itu, sesuai dengan Ketentuan Umum UU SDA disebutkan
bahwa pengertian pengelolaan sumber daya air adalah upaya
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air, dan pengendalian daya rusak air. Integrasi perspektif
gender dalam pengelolaan sumber daya air berarti mengarusutamakan
kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki dalam setiap proses
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi,
pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air. Idealnya proses
25
perencanaan suatu program pengelolaan sumber daya air yang
berperspektif gender dimulai dengan suatu analisis gender. Analisis
gender bertujuan untuk memahami relasi gender, dampak perbedaan
gender dan hubungan sosial yang melingkupinya, serta untuk
mengetahui apabila terjadi ketidakadilan gender akibat suatu
program.
Perspektif gender dan pemberdayaan perempuan harus tercermin
dengan adanya tujuan kesetaraan gender dan indikator keterlibatan
penuh perempuan dalam pengelolaan sumber daya air. Termasuk
ketersediaan infrastruktur dan layanan yang berperspektif gender.
Data terpilah sebagai data awal untuk merumuskan perencanaan juga
dibutuhkan, sehingga setiap program pengelolaan sumber daya air
lebih dapat dirasakan manfaatnya secara merata oleh perempuan dan
laki-laki. Pengintegrasian perspektif gender dalam seluruh tahapan
pengelolaan sumber daya air sangat penting dan dibutuhkan. Sampai
saat ini, cukup banyak negara di dunia yang telah mengintegrasikan
perspektif gender dalam berbagai program pengelolaan sumber daya
air.
Sejak tahun 2003, Uganda telah menerapkan Strategi Gender
Sektor Air Minum, yang menekankan pentingnya keterlibatan perempuan
pada seluruh tingkatan pengelolaan air minum. Di Lesotho dan Afrika
Selatan, telah ada pengaturan mengenai kuota persentase staf
perempuan dalam program pengelolaan sumber daya air. Di Republik
Dominika, Otoritas Air Minum negara mempersyaratkan setidaknya 40
persen dari Komite Air minum harus perempuan.38 Di Indonesia,
perspektif gender pun telah diintegrasikan menjadi salah satu
prinsip dasar Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL-BM). Disebutkan
38 Isu Gender dalam Penyediaan Air Minum dan Sanitasi. Laporan Utama dalam Majalah PERCIK,Edisi April 2007. Media Informasi Air Minum, dan Penyehatan Lingkungan yangditerbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (PokjaAMPL), Jakarta. ISSN I829-5967. Hal. 6.
26
bahwa perempuan mempunyai peran dalam pengambilan keputusan
pengelolaan sumber daya air bersih. Perspektif gender diterapkan
pula dalam beberapa program pengelolaan sumber daya air yang telah
dilaksanakan pemerintah, bekerja sama dengan organisasi
nonpemerintah.
Program CWSH (Community Water Services and Health Project) menempatkan
kelompok perempuan sebagai posisi kunci untuk fasilitator program
pengelolaan sumber daya air, yang keterlibatannya diharapkan di
setiap level. Proyek WSLIC III (Water and Sanitation for Low Income
Communities) atau PAMSIMAS (Program Nasional Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasis Masyarakat) salah satu isunya adalah gender dan
kemiskinan.39 Proyek ini bertujuan untuk memperkuat peran perempuan
dan masyarakat miskin dalam memperoleh hak dan kewajiban yang sama.
Terutama untuk menyampaikan pendapat dan pengambilan keputusan dalam
program. Pada prinsipnya, program penyediaan air minum, sanitasi,
dan kesehatan akan efektif dan berkelanjutan, apabila dilakukan
dengan berbasis masyarakat. Seluruh masyarakat, perempuan dan laki-
laki, kaya dan miskin dilibatkan secara penuh dan dilakukan melalui
pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (demand
responsive approach), dengan mengintegrasikan perspektif gender.
Integrasi perspektif gender perlu dilakukan oleh semua pihak
dan pada semua tingkat, yaitu: pemerintah pusat; pemerintah daerah;
masyarakat dan organisasi masyarakat sipil; lembaga donor dan
organisasi internasional. UN merekomendasikan berbagai hal yang
dapat dilakukan untuk mengintegrasikan perspektif gender,
sebagaimana di bawah ini: 40
39 Implementasi Gender dalam Proyek AMPL di Indonesia. Opcit. Hal. 7.40 UN WATER-Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief, tanpa tahun. Policy Brief ini
dikembangkan oleh The Inter-agency Task Force on Gender and Water (GWTF), a sub-programme of both UN-Water and the Interagency Network on Women and GenderEquality (IANWGE), untuk mendukung pelaksanaan The International Decade for Action, ‘Waterfor Life,’ 2005–2015.
27
1. Pemerintah Pusat
Pemerintah harus memiliki komitmen untuk menyusun agenda
pengelolaan sumber daya air yang jelas dalam strategi pembangunan
nasional, dan memastikan pengintegrasian perspektif gender di
dalamnya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah
Pusat, yaitu sebagai berikut:
a.memobilisasi sumber daya untuk meningkatkan akses terhadap air
bersih dan sanitasi, antara lain melalui tindakan:
-memfasilitasi akses ke hibah atau kredit dengan persyaratan
konsesi, bagi kelompok perempuan untuk instalasi dan
pemeliharaan fasilitas air yang memadai;
-mengalokasikan sumber daya untuk organisasi masyarakat sipil
dan penyedia pelayanan air dan sanitasi skala kecil, terutama
yang melibatkan perempuan sebagai mitra penuh; dan
-Menyediakan mekanisme pembiayaan alternatif kredit mikro dan
kreatif bagi organisasi kesetaraan gender, untuk pengelolaan
sumber daya air berbasis masyarakat dan layanan sanitasi.
b.memperkuat legislasi dan memfasilitasi akses masyarakat
terhadap tanah dan air untuk keperluan produktif, antara lain
melalui tindakan:
-mengakui peran penting perempuan dalam pertanian, peternakan
dan perikanan, kemudian membantu mereka dalam memperoleh
akses ke
sumber daya air untuk keperluan produktif dan kesepakatan
perempuan hak yang sama untuk kepemilikan lahan;
-mendukung dan mempromosikan pengaturan tanah yang adil dan
kepemilikan yang memungkinkan produsen perempuan dapat
menjadi pembuat keputusan dan pemilik; dan
-meningkatkan produktivitas perempuan dalam menggunakan air
untuk pertanian dan usaha kecil melalui pelatihan, membuka
akses pasar, dan akses terhadap informasi.
28
c.meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi yang layak;
-memastikan program sanitasi di seluruh daerah berperspektif
gender;
-menyediakan dana untuk pendidikan kesehatan dalam kurikulum
sekolah dan fasilitas sanitasi yang terpisah untuk anak
perempuan dan laki-laki; dan
-mengidentifikasi, melalui analisis gender, kelompok-kelompok
sosial dan ekonomi yang secara kronis terpinggirkan dari
akses terhadap sanitasi yang layak.
d.mengembangkan kapasitas dan mendorong partisipasi masyarakat,
antara lain dapat dilakukan dengan:
-memperkenalkan tindakan afirmatif bagi perempuan dalam
pelatihan teknis dan manajerial terkait pengelolaan sumber
daya air;
-memastikan persentase minimum partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan dari menteri ke tingkat desa;
-memberikan bantuan untuk memfasilitasi penelitian kesetaraan
gender dalam pengelolaan sumber daya air;
-mengalokasikan dana untuk pengembangan kapasitas perempuan
dan anak perempuan; dan
-mendorong perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dalam
usaha yang terkait pengelolaan sumber daya air.
2. Pemerintah Daerah antara lain dapat melakukan hal sebagaimana di
bawah ini:
a.mendorong pengarusutamaan gender di pemerintahan daerah dan
masyarakat;
b.mempromosikan pesan-pesan pendidikan kesehatan melalui kelompok
perempuan, sekolah dan klinik kesehatan;
c.merancang dan mengimplementasikan pembangunan kapasitas untuk
mempertimbangkan kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam desain
29
air,
sanitasi dan program pendidikan kebersihan;
d.menghapus bias gender internal dan diskriminasi dalam
organisasi sektor publik;
e.mendorong anggaran berperspektif gender, sehingga pemerintah
daerah dapat menilai nilai ekonomi dari komitmen kebijakan
tentang kesetaraan gender.
3. Masyarakat dan Organisasi Masyarakat Sipil antara lain dapat
melakukan hal sebagaimana di bawah ini:
a.melobi penyediaan pelayanan yang lebih baik untuk perempuan dan
anak;
b.membantu mengumpulkan informasi mengenai akses, kebutuhan,
prioritas dan perspektif dari perempuan dan laki-laki mengenai
pengelolaan sumber daya air;
c.dukungan kesetaraan bagi perempuan dalam proses pengambilan
keputusan di tingkat lokal;
d.memampukan perempuan dan anak perempuan untuk memperoleh akses
terhadap informasi, pelatihan dan sumber daya yang berkaitan
dengan air.
4. Lembaga Donor dan Organisasi Internasional
a.melibatkan para pemimpin perempuan, terutama menteri dan
ilmuwan lingkungan dan sumber daya air, sebagai role model dalam
upaya pengintegrasian gender dalam pengelolaan sumber daya air
di semua tingkatan;
b.mempromosikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam air dan
sanitasi melalui kerjasama dengan MDG-3: mempromosikan
kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.
c.mengumpulkan dan menyebarluaskan contoh/praktik yang baik dan
mengembangkan norma-norma dan pedoman untuk pengarusutamaan;
d.berinvestasi dalam pembangunan kapasitas sektor air, dengan
penekanan pada pemberdayaan perempuan miskin dan laki-laki;
30
e.mendorong media, baik di negara maju dan berkembang, untuk
menyediakan pemberitaan yang lebih luas mengenai isu gender dan
air;
f.mempromosikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki
dalam sektor donor;
g.memberikan dukungan peningkatan kapasitas staf penghubung
gender;
h.bekerja sama dengan organisasi mitra untuk mengembangkan
kerangka kebijaksanaan konvensional mengenai gender dan air,
untuk staf dari setiap organisasi; dan
i.mendukung pengembangan dan implementasi kerangka kebijakan air
berperspektif gender, di tingkat nasional dan tingkat
internasional selama dekade 2005-2015 (The International Decade for
Action, ‘Water for Life’ 2005–2015).
Merujuk pada berbagai hal yang diuraikan di atas, maka semakin
dapat diyakini bahwa segala upaya pengintegrasian perspektif gender
akan mendorong kebijakan dan program yang dapat mewujudkan
kesetaraan gender dan mencapai tujuan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat. Selain itu, akan mendorong terbentuknya lembaga dan
organisasi pengelolaan sumber daya air menjadi lebih sensitif
gender. Akan terjadi peningkatan kebutuhan analisis gender sebagai
permulaan dalam menyusun kebijakan dan program pengelolaan sumber
daya air. Perencanaan anggaran program pengelolaan sumber daya air
juga akan mencerminkan perspektif gender di dalamnya.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebutuhan akan air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga, komersial, dan pertanian, di seluruh dunia mengalami
peningkatan. Sumber daya air merupakan isu global yang selalu
31
mendapat perhatian khusus, bahkan termasuk dalam salah satu butir
Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs disepakati oleh negara-negara
di dunia dalam United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD)
atau Rio+20, di Rio de Janeiro, Brazil pada tanggal 20-22 Juni 2012.
Adanya Sustainable Development mendorong agar seluruh negara di dunia
melaksanakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengabaikan keberlangsungan untuk generasi masa depan. Pengelolaan
sumber daya air dalam pembangunan berkelanjutan harus melibatkan
peran masyarakat, baik perempuan dan laki-laki. Berbagai hasil
penelitian menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan dari peran
perempuan dalam pengelolaan sumber daya air.
Perempuan dan laki-laki dianggap memiliki perbedaan tanggung
jawab dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air dalam
kelompok masyarakat. Hampir di seluruh komunitas masyarakat di
dunia, perempuan bertanggung jawab memastikan akses dan ketersediaan
air bersih untuk kebutuhan rumah tangga. Selain itu, perempuan
merupakan pengguna yang memiliki tingkat kebutuhan air bersih yang
lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perempuan membutuhkan air
bersih untuk kebutuhan reproduksinya, seperti pada saat menstruasi,
kehamilan, dan higenitas. Keterbatasan akses terhadap air bersih
dan sanitasi yang layak merupakan permasalahan akut yang dialami
perempuan dan anak perempuan di pemukiman padat penduduk dan
pedesaan di negara berkembang. Adanya peran perempuan akan
memberikan keuntungan bagi perempuan itu sendiri dan bagi masyarakat
sekitar.
Keterlibatan peran perempuan dan isu gender diakui secara
global sebagai isu penting dalam pengelolaan sumber daya air. Rio+20
Outcome: The Future We Want menyebutkan bahwa kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air yang
berkelanjutan, diidentifikasi sebagai prioritas dalam sustainable
development. Hasil Rio+20 menekankan agar negara-negara di dunia
32
memastikan kepemimpinan perempuan dan partisipasi efektifnya dalam
kebijakan pembangunan berkelanjutan, program dan pengambilan
keputusan di semua tingkatan.
Oleh karena itu, sangat diperlukan integrasi perspektif gender
untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan sumber daya
air. Integrasi perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air
berarti mengarusutamakan kebutuhan dan pengalaman perempuan dan
laki-laki dalam setiap proses dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak
air. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kesehatan masyarakat, serta kesetaraan gender dalam pembangunan
berkelanjutan.
B. Saran
Perspektif gender dan pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan
sumber daya air harus tercermin dengan adanya tujuan dan indikator
kesetaraan gender. Pengintegrasian yang dilakukan mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pendayagunaan,
dan pengendalian daya rusak air, perlu diawali dengan adanya data
terpilah. Integrasi perspektif gender idealnya dilakukan oleh semua
pihak dan pada semua tingkat, yaitu: pemerintah pusat; pemerintah
daerah; masyarakat dan organisasi masyarakat sipil; lembaga donor
dan organisasi internasional. Sebagai upaya untuk mendukung tujuan
pembangunan global yang tertuang dalam SDGs dan untuk mencapai
kesetaraan gender, maka perlu disusun suatu pengaturan khusus
mengenai pengintegrasian perspektif gender dalam pengelolaan sumber
daya air. Hal ini dapat dimasukkan dalam rancangan perubahan Undang-
Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air atau Undang-Undang
lain yang terkait, termasuk dalam peraturan turunannya.
33
Daftar Pustaka
Buku
Novalinda dan Sarah Waddel. 2006. Buku 4: Air Perkotaan dalam PembangunanKota yang Berkelanjutan, buku panduan DPRD. Diterbitkan oleh AsosiasiDPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), Konrad Adenauer Stiftung (KAS),Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ)/Program LingkunganHidup (ProLH) Indonesia-Jerman.
Jurnal
Panda, Smita Mishra. 2007. Mainstreaming Gender in Water Management: A CriticalView, Jurnal Gender Technology and Development, 11:321. DOI:10.1177/097185240701100302. Dipublikasikan oleh SAGE Publicationatas nama Asian Institute and Technology (AIT) dan Gender AndDevelopment Studies (GDS).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA).
Dokumen
Joint Monitoring Progress (JMP) Report on Water and Sanitation. JMP Report Progresson Sanitation and Drinking Water (2012 Update)http://www.wssinfo.org/documentslinks/
documents/. Diakses pada tanggal 17 September 2013.
Evidence Report: “For Her It’s The Big Issue: Putting Women at The Centre of Water Supply,Sanitation, and Hygiene (WASH). Tanpa tahun. Dipublikasikan olehUNICEF, Gender And Water Alliance (GWA), Norwegian Ministry of Foreign Affair,dan Water Supply and Sanitation Collaborative Council.
The Dublin Statement on Water and Sustainable Development, dibaca secara onlinepadahttp://www.wmo.int/pages/prog/hwrp/documents/english/icwedece.html
34
Outcome of the Conference: The Future We Want. 2012. Dokumen Hasil The UnitedNations Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio de Janeiro-Brazil, pada tanggal 20-22 Juni 2012. Dikeluarkan oleh UnitedNations, A/CONF.216/L.1.
Makalah, Artikel, dan Policy Brief
Climate Change Adaptation is Mainly About Water…., Artikel pada situs http://www.unwater.org/downloads/UNWclimatechange_EN.pdf,
diakses pada tanggal 10 September 2013.
Drexhage, John dan Deborah Murphy, dari International Institute forSustainable Development (IISD). 2010. Sustainable Development: FromBrundtland to Rio 2012. Background Paper dipersiapkan untuk PertemuanPertama High Level Panel on Global Sustainability pada tanggal 19 September2010, Kantor Pusat United Nations (UN), New York.
IFAD (International Fund for Agricultural Development). 2007. Genderand Water - Securing Water for Improved Rural Livelihoods: The Multiple-Uses SystemApproach. hal. 6.
Implementasi Gender dalam Proyek AMPL di Indonesia. April 2007. Laporan Utamadalam Majalah PERCIK. Media Informasi Air Minum, dan PenyehatanLingkungan yang diterbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum danPenyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), Jakarta. ISSN I829-5967. Hal.7.
Isu Gender dalam Penyediaan Air Minum dan Sanitasi. Opcit. Hal. 6.
Mehta, Lyla. 2013. Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls.Fellow Institute of Development Studies, UK dan VisitingProfessor di Norwegian University of Life Sciences, pada forumInteractive Expert Panel: Challenges and Achievements in the Implementation of theMillennium Development Goals for Women and Girls. United NationsCommission on the Status of Women, Sesi ke-57, tanggal 4-15 Maret2013, New York.
UN (United Nations), The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, padasitushttp://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/human_right_to_water_and_sanitation_media_brief.pdf, hal. 2-6. Diakses pada tanggal 10September 2013.
35
UN-Water, Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Pada situs UN-Waterhttp://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf, diaksespada tanggal 20 September 2013.
UN Water, Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief, tanpa tahun. Diterbitkanoleh The Inter-agency Task Force on Gender and Water (GWTF), subprogram dari UN-Water dan The Interagency Network on Women andGender Equality (IANWGE), untuk mendukung pelaksanaan The InternationalDecade for Action, ‘Water for Life,’ 2005–2015.
UN-Water, Human Rights to Water pada situs United Nations (UN)-Water forLife Decade,
http://www.un.org/waterforlifedecade/human_right_to_water.shtml,diakses tanggal 11 September 2013.
UNCSD (The United Nations Conference on Sustainable Development)Secretariat. 2012. Current Ideas on Sustainable Development Goals andIndicators, RIO 2012 Issues Briefs, No. 6. Hal. 1.
UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization):Definition of Freswater Resources. Publikasi UNESCO padahttp://webworld.unesco.org/water/ihp/publications/waterway/webpc/definition.html, diakses tanggal 10 September 2013.
UNICEF (The United Nations Children's Fund) - Wash and Women, padasitus http://www.unicef.org/wash/index_womenandgirls.html,diakses pada tanggal 16 September 2013.
Van Wijk-Sijbesma, Christine, 1998. Gender and Resource Management, WaterSupply and Sanitation: Roles and Realities Revisited. International ResearchCentre for Water and Sanitation, Delft, The Netherlands, dalamUN WATER-Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief.
Water. Ikhtisar Artikel padahttp://www.un.org/en/globalissues/water/, diakses tanggal 4September 2013.
Women and Water Management: an Integrated Approach (Chapter V),http://www.unep.org/pdf/women/ChapterFive.pdf
Zukang, Sha, Sekretaris Jenderal Konferensi Rio+20. 2012. The FutureWe Want, brosur Rio+20 United Nation Conference on SustainableDevelopment (UNCSD) di Rio de Janeiro, 20-22 Juni 2012.
36
Pidato
Ki Moon, Ban. Pidato Sekjen PBB dalam Sidang Umum PBB ke-66 Tahun2011. The Secretary General’s Report to the General Assembly – “We the Peoples”.New York, 21 September 2011. Dibaca dari situs:
http://www.un.org/apps/news/infocus/sgspeeches/search_full.asp?statID=1310, diakses pada tanggal 14 September 2013.
Puri, Lakshmi. 2012. Gender Perspective on Water and Food Security. Pidatodisampaikan oleh Deputy Executive Director of UN Women pada acarapenutupan Minggu Air Se-dunia/Closing Plenary Session of World Water Week,di Stockholm, Swedia, 31 August 2012. Diakses darihttp://www.unwomen.org/en/news/stories/2012/8/gender-perspectives-on-water-and-food-security/#sthash.5IvRW5vh.dpuf,pada tanggal 26 September 2013.
Berita (Surat Kabar, Majalah, dan Internet)
Djoko Kirmanto: Potensi Sumber Daya Air RI No. 5 Terbesar di Dunia. Senin, 1 April2013. Berita online pada situs:http://finance.detik.com/read/2013/04/01/114256/2208129/4/djokir-potensi-sumber-daya-air-ri-no-5-terbesar-di-dunia.
Grynspan, Rebeca. The Associate Administrator of the UN Development Programme(UNDP), dalam berita: ’Water Cooperation Must be a Priority on SustainableDevelopment Agenda” – UN officialhttp://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45664&Cr=water&Cr1=#.UhV-sH-FQZE, diakses pada tanggal 16September 2013.
Indonesia: Making Water Supply and Sanitation Women’s Business in Aceh and Nias.Oktober, 2010. Artikel pada situshttp://www.adb.org/themes/gender/case-studies/indonesia-water-supply-sanitation-womens- business. Diakses pada tanggal 12September 2013.
Layanan Air Bersih Indonesia Masih Buruk. Kamis, 23 Mei 2013. Berita onlinepada situshttp://www.tempo.co/read/news/2013/05/23/206482543/Layanan-Air-Bersih-Indonesia-Masih-Buruk.
*****
37