Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Air pada Sustainable Development Goals (SDGs)

38
PERSPEKTIF GENDER DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PADA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Dina Martiany “Women and Girls Are Thirsty for Available, Accessible and Affordable Clean and Safe Water.” Lakshmi Puri, Deputy Executive Director of UN Women I. PENDAHULUAN Air adalah Hak Asasi Manusia. United Nations General Assembly mendeklarasikan pernyataan tersebut melalui Resolusi Nomor 64/292, pada tanggal 28 Juli 2010. Diserukan kepada seluruh negara dan organisasi internasional agar mengalokasikan anggaran dan membantu peningkatan kapasitas, serta melakukan transfer teknologi kepada negara lain, terutama negara berkembang dalam hal penyediaan air minum dan sanitasi yang bersih, aman, mudah diakses, dan terjangkau. United Nations (UN) sejak lama telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi krisis global yang disebabkan oleh kekurangan ketersediaan air bersih. UN memiliki berbagai forum pertemuan khusus untuk membahas mengenai akses dan ketersediaan air bersih, antara lain: The United Nations Water Conference (1977), The International Drinking Water Supply and Sanitation Decade (1981-1990), The International Conference on Water and the Environment (1992) dan The Earth Summit (1992). Selain itu, isu peningkatan akses terhadap ketersediaan air bersih juga menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui Millennium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium, yang dideklarasikan sejak tahun 2000. 1 Untuk mencapai target nomor tujuh MDGs memastikan kelestarian lingkungan hidup (Ensuring Environmental Sustainability), salah satu 1 Data diambil dari Ikhtisar mengenai Air (WATER) pada http://www.un.org/en/globalissues/water/ , diakses tanggal 4 September 2013. 1

Transcript of Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Air pada Sustainable Development Goals (SDGs)

PERSPEKTIF GENDER DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIRPADA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

Dina Martiany

“Women and Girls Are Thirsty for Available, Accessible and Affordable Clean and Safe Water.”

Lakshmi Puri, Deputy Executive Director of UN Women

I. PENDAHULUAN

Air adalah Hak Asasi Manusia. United Nations General Assembly

mendeklarasikan pernyataan tersebut melalui Resolusi Nomor 64/292,

pada tanggal 28 Juli 2010. Diserukan kepada seluruh negara dan

organisasi internasional agar mengalokasikan anggaran dan membantu

peningkatan kapasitas, serta melakukan transfer teknologi kepada

negara lain, terutama negara berkembang dalam hal penyediaan air

minum dan sanitasi yang bersih, aman, mudah diakses, dan terjangkau.

United Nations (UN) sejak lama telah melakukan berbagai upaya

untuk mengatasi krisis global yang disebabkan oleh kekurangan

ketersediaan air bersih. UN memiliki berbagai forum pertemuan

khusus untuk membahas mengenai akses dan ketersediaan air bersih,

antara lain: The United Nations Water Conference (1977), The International

Drinking Water Supply and Sanitation Decade (1981-1990), The International

Conference on Water and the Environment (1992) dan The Earth Summit (1992).

Selain itu, isu peningkatan akses terhadap ketersediaan air bersih

juga menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui Millennium

Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium, yang

dideklarasikan sejak tahun 2000.1

Untuk mencapai target nomor tujuh MDGs memastikan kelestarian

lingkungan hidup (Ensuring Environmental Sustainability), salah satu

1 Data diambil dari Ikhtisar mengenai Air (WATER) padahttp://www.un.org/en/globalissues/water/, diakses tanggal 4 September 2013.

1

indikatornya adalah pencapaian Target 7C: Menurunkan Proporsi Rumah

Tangga tanpa Akses Air Bersih dan Sanitasi yang Layak. Indikator

ketersediaan air bersih ini sangat terkait erat dengan percepatan

pencapaian tujuan MDGs lainnya, seperti: menanggulangi kemiskinan

dan kelaparan ekstrem, meningkatkan kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan, mengurangi angka kematian anak, meningkatkan

kesehatan ibu, memerangi malaria dan penyakit menular lainnya, dan

mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Pada tahun 2003, Chief Executives Board of United Nations (CEB)

mendirikan UN-Water yang bertugas melakukan mekanisme koordinasi

antar negara-negara di dunia, mengenai isu air bersih dan sanitasi.

Dalam rangka mendukung percepatan pencapaian MDGs, Sidang Umum UN

juga menetapkan Tahun 2005-2015 sebagai periode Ïnternational Decade for

Action: “Water for Life”. Dasawarsa ini dimulai pada tanggal 22 Maret

2005, yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Air Sedunia (World Water

Day).2 Seluruh hal tersebut di atas menunjukkan bahwa isu

ketersediaan air bersih merupakan isu global yang perlu mendapat

perhatian serius. Persoalan sumber daya air juga termasuk salah satu

butir Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs disepakati oleh negara-

negara di dunia dalam United Nations Conference on Sustainable Development

(UNCSD) di Rio de Janeiro, Brazil pada tanggal 20-22 Juni 2012.

Hasil dari konferensi ini akan dilaksanakan mulai tahun 2015,

setelah periode MDGs selesai. UNCSD lebih dikenal dengan sebutan

Rio+20.

Di Indonesia pengaturan mengenai pengelolaan Sumber Daya Air

telah dimuat dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD)

Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi: “Bumi,

air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”.

Selain itu, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2 Ibid.

2

2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA). Konsiderans Menimbang Huruf

(b) UU SDA menyebutkan: “bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan

antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air

yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan

memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara

selaras”.

Pengelolaan sumber daya air di Indonesia merupakan kewajiban

dan tanggung jawab negara, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan

pemerintah daerah. Meskipun demikian dalam prakteknya, sangat

dibutuhkan keterlibatan masyarakat. Konsideran Menimbang Huruf (d)

UU SDA menyebutkan: “bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi,

desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi

peran dalam pengelolaan sumber daya air”. Ditegaskan kembali dalam

Pasal 11 Ayat (3) UU SDA yang menyebutkan bahwa penyusunan pola

pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan peran

masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Peran masyarakat, baik

perempuan dan laki-laki dianggap penting karena masyarakat merupakan

pengguna, pengumpul, sekaligus pengelola air. Setiap komunitas

masyarakat memiliki perilaku dan local wisdom tersendiri dalam

pengelolaan sumber daya air.

Dalam kelompok masyarakat, seringkali perempuan dan laki-laki

dianggap memiliki perbedaan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan

pengelolaan sumber daya air. Pada umumnya, perempuan membutuhkan

air untuk kebutuhan rumah tangga, seperti: memasak, mandi, menjaga

kesehatan anak-anak dan keluarga. Laki-laki membutuhkan air untuk

irigasi dan ternak.3 Perempuan juga membutuhkan air untuk keperluan

kesehatan reproduksinya, seperti pada saat menstruasi dan kehamilan.

Apabila ketersediaan air bersih berkurang atau terkontaminasi,

3 Women and Water Management: an Integrated Approach (Chapter V), http://www.unep.org/pdf/women/ChapterFive.pdf

3

perempuan yang harus mencari sumber daya air alternatif.4 Hal ini

menjelaskan mengapa hampir di seluruh komunitas masyarakat,

perempuan memiliki tanggung jawab utama dalam pengelolaan sumber

daya air.

Pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber

daya air telah dibahas dan disepakati dalam berbagai forum pertemuan

negara-negara di dunia. Dimulai dari United Nations Water Conference at Mar

del Plata tahun 1977, The International Drinking Water and Sanitation Decade (1981-

1990), dan The International Conference on Water and the Environment di Dublin pada

Januari 1992. Selain itu, sejak tahun 1979, The Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) pada Article 14

telah mencantumkan kewajiban negara-negara peserta untuk menjamin

agar perempuan terutama di pedesaan, dapat berpartisipasi dan

memperoleh manfaat pembangunan, termasuk ketersediaan air bersih.

Hasil studi yang dilakukan oleh the International Water and Sanitation

(IRC) terhadap 88 proyek air dan sanitasi masyarakat di 15 negara

menunjukkan bahwa desain dan pelaksanaan proyek yang melibatkan

partisipasi penuh dari perempuan hasilnya lebih efektif dan

berkelanjutan.5 Pada tahun 2008, UNICEF menyatakan bahwa MDGs

tujuan terkait dengan air dan sanitasi tidak akan dapat tercapai

tanpa adanya keterlibatan penuh perempuan.6 Masih banyak contoh

lain yang menunjukkan pekerjaan proyek air menjadi lebih baik ketika

perempuan dilibatkan. Meskipun pertimbangan keterlibatan peran

perempuan dan isu gender telah diakui secara global sebagai pusat

perhatian dalam pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan

4 Gender and Water -Securing Water for Improved Rural Livelihoods: The Multiple-Uses System Approach, International Fund for Agricultural Development (IFAD), 2007, hal. 6.

5 Van Wijk-Sijbesma, Christine, 1998. Gender and Resource Management, Water Supply and Sanitation: Roles and Realities Revisited. International Research Centre for Water and Sanitation, Delft, The Netherlands, dalam UN WATER-Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief, tanpa tahun.

6 UNICEF-Wash and Women, http://www.unicef.org/wash/index_womenandgirls.html, diakses pada tanggal 16 September 2013.

4

kesejahteraan dan kesehatan manusia, namun masih terjadi kesenjangan

besar antara retorika dan praktiknya.

Tanggung jawab untuk mengambil dan menyediakan air bersih di

rumah tangga berada di tangan perempuan, tetapi laki-laki memegang

kendali dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya

air. Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air masih

sangat rendah. Program pengelolaan air bersih yang dilakukan oleh

pemerintah pun belum banyak yang melibatkan perempuan. Hal ini

tentu saja menjadi salah satu permasalahan serius dalam pencapaian

target-target pembangunan yang terkait ketersediaan air bersih. 780

juta orang di seluruh dunia mengalami kekurangan akses terhadap air

minum dan 2,5 miliar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi

yang layak.7 Di Indonesia, Laporan Pencapaian MDGs Tahun 2012 yang

dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

menunjukkan pencapaian tujuan ke 7 terkait akses terhadap air bersih

masih sulit dicapai hingga Tahun 2015. Proporsi Rumah Tangga dengan

akses air berkelanjutan terhadap air minum layak di Indonesia hanya

mencapai 41,66% (2012) dari target MDGs yang ingin dicapai sebesar

68,87% pada tahun 2015. Dengan proporsi penduduk di kota sebesar

38,96% (2012) dari target sebesar 75,29% (2015) dan di desa sebesar

44,28% (2012) dari target 65,81% (2015).

Melihat pada kondisi kenyataan di atas, maka melalui tulisan

ini akan ditelaah lebih dalam bagaimana peran perempuan dalam

pengelolaan sumber daya air dan bagaimana mengintegrasikan

perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air.

II. SUMBER DAYA AIR DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

7 Data diperoleh dari Joint Monitoring Progress (JMP) Report on Water and Sanitation. JMP ReportProgress on Sanitation and Drinking Water (2012 Update)http://www.wssinfo.org/documentslinks/

documents/. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

5

Air merupakan zat yang paling tersebar luas, yang dapat

ditemukan di lingkungan alam. UNESCO (The United Nations Educational,

Scientific and Cultural Organization) menyebutkan bahwa air tersedia dalam

tiga bentuk, yaitu: cair, padat, dan uap air. Air dapat berbentuk

samudera, lautan, danau, sungai, dan air tanah yang ditemukan dalam

lapisan kerak bumi dan timbunan tanah.8 Sementara itu, definisi Air

dalam Pasal 1 Angka (2) UU SDA, yaitu: semua air yang terdapat pada,

di atas, atau pun di bawah permukaan tanah, termasuk air permukaan,

air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Pasal 1

Angka (1) menyebutkan yang dimaksud dengan sumber daya air, yaitu:

air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Sumber

daya air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan

lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan daya air yang

berkelanjutan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.9

Sebagaimana telah disebut pada bagian Pendahuluan di atas,

pentingnya sumber daya air dan pemenuhan hak atas air dalam

kehidupan manusia, telah menghantarkan United Nations General Assembly

mendeklarasikan “Air sebagai Hak Asasi Manusia”, melalui Resolusi

Nomor 64/292, pada tanggal 28 Juli 2010. Selain itu, pada November

2002, The UN Committee on Economic, Social, and Cultural Rights pun mengadopsi

General Comment No. 15 mengenai Hak Atas Air (Rights to Water) yang

menyatakan, bahwa Hak Atas Air membuat setiap orang berhak terhadap:

air yang cukup/memadai (sufficient); aman (safe); dapat diterima

(acceptable); mudah diakses secara fisik (physically accessible); dan mudah

dijangkau (affordable), baik untuk kebutuhan pribadi dan rumah tangga.

Lebih lanjut, pada April 2011, The Human Rights Council mengadopsi

8 Definisi diambil dari publikasi UNESCO: “Definition of Freswater Resources, pada http://webworld.unesco.org/water/ihp/publications/waterway/webpc/definition.html, diakses tanggal 10 September 2013.

9 Pemahaman dasar mengenai air dalam “Buku 4: Air Perkotaan dalam Pembangunan Kotayang Berkelanjutan”, sebagai buku panduan DPRD yang dikeluarkan oleh Asosiasi DPRDKota Seluruh Indonesia (ADEKSI), Konrad Adenauer Stiftung (KAS), Deutsche Gesellschaft furTechnische Zusammenarbeit (GTZ)/Program Lingkungan Hidup (ProLH) Indonesia-Jerman .Ditulis oleh Novalinda dan Sarah Waddel. 2006.

6

Resolusi No. 16/2 mengenai akses terhadap air minum yang aman dan

sanitasi sebagai hak asasi manusia: hak untuk hidup dan untuk

martabat manusia.

Dalam Rights to Water, Air sebagai unsur pemenuhan kebutuhan dasar

manusia, harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut:10

a) Sufficient (cukup/memadai),

Maksudnya yaitu ketersediaan air bersih untuk setiap orang harus

dalam jumlah yang cukup/memadai dan berkelanjutan untuk kebutuhan

pribadi dan rumah tangga. Kebutuhan ini biasanya mencakup air

minum, sanitasi pribadi, mencuci pakaian, memasak, kebersihan

pribadi dan rumah tangga. World Health Organization (WHO) menyebutkan

untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan kesadaran kesehatan, setiap

orang membutuhkan antara 50-100 liter per hari.

b) Safe (aman)

Air yang akan digunakan untuk kebutuhan pribadi dan rumah tangga

harus aman, sehingga terbebas dari mikro-organisme, zat kimia,

dan bahaya radiologi, yang dapat menjadi ancaman bagi kesehatan

manusia. Ukuran aman bagi suatu air minum telah ditentukan

berdasar standar lokal dan nasional mengenai air minum. WHO telah

mengeluarkan Pedoman Kualitas Air Minum yang apabila diterapkan

dengan benar, akan dapat memastikan keamanan air minum.

c) Acceptable (dapat diterima)

Air harus dapat diterima secara warna, bau, dan rasa. Seluruh

fasilitas dan pelayanan air harus tepat secara kultural dan

sensitif terhadap persyaratan gender, lingkaran kehidupan, dan

kerahasiaan.

d) Physically Accessible (mudah diakses secara fisik)

Setiap orang memiliki hak atas air dan pelayanan sanitasi yang

mudah diakses secara fisik, di dalam atau di sekitar area rumah

10 Diambil dari artikel: The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, pada situs http://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/human_right_to_water_and_sanitation_media_brief.pdf, hal. 2-6. Diakses pada tanggal 10 September 2013.

7

tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, dan institusi

kesehatan. Menurut WHO, sumber daya air harus berada dalam jark

1000 meter dari rumah dan waktu untuk mengambilnya tidak lebih

dari 30 menit.

e) Affordable (terjangkau)

Sumber daya air, serta layanan dan fasilitas air harus terjangkau

untuk seluruh masyarakat. The United Nations Development Programme

(UNDP) menyarankan agar pengeluaran untuk air tidak lebih dari 3%

total pendapatan rumah tangga.

Sumber daya air yang bersih dan sehat merupakan kebutuhan

vital untuk menjamin ketahanan dan kesejahteraan manusia. Kebutuhan

manusia akan air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,

komersial, dan pertanian, semakin meningkat setiap tahunnya di

seluruh dunia. Peningkatan kebutuhan ini belum dapat diimbangi

dengan peningkatan ketersediaan (supply) yang seimbang, sehingga masih

banyak populasi penduduk dunia yang memiliki akses terbatas terhadap

air bersih. Dikhawatirkan, pada suatu waktu hampir separuh penduduk

negara berkembang akan menderita masalah kesehatan yang disebabkan

karena air dan sanitasi yang buruk. Air yang tercemar dan sanitasi

buruk, secara bersama-sama menjadi penyebab terbesar kedua kematian

anak-anak.

Setiap tahunnya, terdapat kerugian sekitar 443 juta hari

sekolah dikarenakan penyakit yang disebabkan oleh air yang

berkualitas buruk.11 Rata-rata pemakaian air sebesar 200-300 liter

per orang per hari di negara Eropa berbanding terbalik dengan

pemakaian kurang dari 10 liter di negara Afrika, seperti Mozambik.

11 Diperoleh dari section Human Rights to Water pada situs United Nations (UN)-Water forLife Decade, http://www.un.org/waterforlifedecade/human_right_to_water.shtml, diaksestanggal 11 September 2013.

8

Masyarakat mengalami keterbatasan akses terhadap air bersih di

negara berkembang, karena mereka harus mengambil dari sumber mata

air yang jauh dan membawa beban berat. Penduduk di area kumuh di

Jakarta, Manila, dan Nairobi harus membayar 5-10 kali lipat

dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di area elit di kota yang

sama.12

Layanan air bersih di Indonesia masih belum cukup baik dan

tersebar merata. Padahal, Indonesia memiliki 6% dari total sumber

daya air tawar di bumi yang terdiri dalam bentuk air danau, sungai,

waduk, dan curah hujan yang tinggi. Menteri Pekerjaan Umum Djoko

Kirmanto menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi Sumber Daya

Air (SDA) terbesar kelima di seluruh dunia, yaitu sebesar 3.900

miliar kubik air, namun baru 690 miliar kubik air yang dapat

dimanfaatkan.13 Sebagian besar sumber air bersih di Indonesia

mengandalkan air tanah, air hujan, air sungai, dan danau. Sumber

air bersih yang ada 97,5% berasal dari air laut, 2,5% dari air

tawar, air es 68%, dan air tanah 30%.14 Direktur Eksekutif Asia Pacific

Centre for Ecohydilogi UNESCO-LIPI, Prof. Hery Harjono mengatakan sebanyak

20-30 persen layanan air bersih lebih banyak dinikmati oleh penduduk

perkotaan. Sedangkan, secara nasional, akses masyarakat terhadap air

bersih belum mencapai 50 persen.15 Hal ini yang menyebabkan target

MDGs terkait akses air bersih di perkotaan dan pedesaan yang harus

dicapai sebesar 68,87% pada tahun 2015, masih sulit direalisasikan.

Pentingnya pengelolaan sumber daya air menjadi perhatian besar

bagi seluruh negara di dunia. Pada tanggal 20-21 Agustus 2013, di

12 ibid13 “Djoko Kirmanto: Potensi Sumber Daya Air RI No. 5 Terbesar di Dunia”. Berita

online Senin, 1 April 2013, pada situshttp://finance.detik.com/read/2013/04/01/114256/2208129/4/djokir-potensi-sumber-daya-air-ri-no-5-terbesar-di-dunia

14 “Layanan Air Bersih Indonesia Masih Buruk”. Berita online Kamis, 23 Mei 2013, pada situshttp://www.tempo.co/read/news/2013/05/23/206482543/Layanan-Air-Bersih-Indonesia-Masih-Buruk

15 Ibid

9

Dushanbe, Tajikistan diselenggarakan Konferensi Internasional

Tingkat Tinggi dalam Kerjasama Pengelolaan Air (High-Level International

Conference on Water Cooperation). Dalam konferensi ditegaskan bahwa

kerjasama air pada tingkat nasional dan global sangat penting untuk

mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Pemerintah harus mampu

memastikan setiap warganya dapat memperoleh akses terhadap sumber

daya air bersih. The Associate Administrator of the UN Development Programme

(UNDP), Rebeca Grynspan, mengatakan bahwa negara-negara di dunia

harus bekerja sama untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan

sanitasi. Termasuk memperbaiki pengelolaan air irigasi dan

penggunaan untuk tujuan produktif.16 Hal ini memiliki potensi untuk

mengangkat jutaan orang bangkit dari kemiskinan dan kelaparan.

Urgensi kerjasama ini harus menjadi prioritas dalam agenda pasca-

pembangunan (post-development) 2015, serta dalam perumusan Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Sumber daya air dan yang dikelola dengan manajemen yang baik,

akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hampir seluruh aspek

kehidupan masyarakat dan ekonomi, terutama kesehatan, produksi

makanan dan ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi,

energi, industri, dan berguna untuk ekosistem.17 Akses terhadap

sumber daya air bersih dan mudah dijangkau akan membantu mengurangi

kemiskinan. Masyarakat dapat menghemat waktu mereka dan lebih fokus

pada aktivitas peternakan dan pertanian. Ketersediaan sumber daya

air juga mencegah orang dari berbagai penyakit yang dapat

menyebabkan kehilangan waktu kerja dan beternak atau bertani.

Selain itu, kemudahan akses terhadap air bersih bagi perempuan pada

16 Pernyataan Rebeca Grynspan, The Associate Administrator of the UN Development Programme

(UNDP), dalam berita: ’Water Cooperation Must be a Priority on Sustainable Development Agenda” –UN official http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45664&Cr=water&Cr1=#.UhV-sH-FQZE, diakses pada tanggal 16 September 2013.

17 Dari Artikel “Climate Change Adaptation is Mainly About Water..”, diakses melalui: http://www.unwater.org/downloads/UNWclimatechange_EN.pdf, pada tanggal 10

September 2013.

10

saat kehamilan dan melahirkan dapat mencegah terjadinya kematian ibu

dan bayi.18 Sebaliknya, tanpa upaya peningkatan manajemen sumber daya

air, kemajuan pencapaian target penurunan kemiskinan dalam MDGs dan

Sustainable Development, terkait dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan

akan membahayakan. Sejalan dengan hal tersebut, Ban Ki Moon, UN

Secretary General mengatakan bahwa air minum yang aman dan sanitasi

layak merupakan dua hal krusial dalam mengurangi kemiskinan, serta

krusial dalam pencapaian Sustainable Development dan beberapa atau

setiap butir MDGs.19

Sumber daya air secara eksplisit menjadi salah satu tujuan

pembangunan global yang berkelanjutan. Pembangunan Berkelanjutan

(Sustainable Development) merupakan konsep pembangunan yang berkelanjutan

dan memperhatikan serta mempertimbangkan” dimensi lingkungan hidup.

Konsep ini telah menjadi topik pembicaraan sejak Konferensi

Stockholm atau UN Conference on the Human Environment tahun 1972, yang

merupakan titik balik dalam perkembangan politik lingkungan

internasional. Hasil konferensi menyerukan kepada negara-negara di

dunia agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor

lingkungan.

Istilah Sustainable Development dipopulerkan melalui Our Common

Future, laporan yang dipublikasikan oleh the World Commission on

Environment and Development (WCED), pada tahun 1987. Dalam Our Common

Future, yang dikenal sebagai Brundtland Report20 disebutkan definisi

sederhana dari Sustainable Development: pembangunan yang memenuhi18 Data diperoleh dari Makalah ”Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls”.

Disampaikan oleh Lyla Mehta, Fellow Institute of Development Studies, UK dan VisitingProfessor di Norwegian University of Life Sciences, pada forum INTERACTIVE EXPERTPANEL: Challenges and Achievements in the Implementation of the Millennium Development Goals forWomen and Girls. United Nations Commission on the Status of Women, Fifty-seventhSession, Tanggal 4-15 Maret 2013, New York.

19 Dari artikel: The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, pada situshttp://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/human_right_to_water_and_sanitation_media_brief.pdf, diakses pada tanggal 10 September 2013.

20 Brundtland diambil dari nama Perdana Menteri Norwegia (Prime Minister of Norwegian)Gro Harlem Brundtland , yang menjadi ketua konferensi UN: the World Commission onEnvironment and Development (WCED), tahun 1987.

11

kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang

untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (development which meets the needs

of the present without compromising the ability of future generations to meet their own

needs). Sustainable Development merupakan konsep cair dan memiliki

berbagai definisi yang terus berkembang. Meskipun demikian,

terlepas dari berbagai perdebatan mengenai pengertian Sustainable

Development, ada beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan. Ketiga

prinsip tersebut, yaitu:21

1) diperlukan komitmen terhadap keadilan dan kejujuran, yang harus

menjadi prioritas dalam meningkatkan kondisi negara miskin,

tetapi dengan memperhitungkan hak generasi masa depan;

2) pandangan jangka panjang yang menekankan prinsip pencegahan:

dimana jika terjadi ancaman kerusakan serius atau tidak dapat

diperbaiki, kekurangan kepastian/data ilmiah tidak boleh

digunakan sebagai alasan untuk menunda langkah-langkah efektif

untuk mencegah degradasi lingkungan (Rio Declaration on Environment and

Development, Prinsip ke 15); dan

3) Sustainable Development dapat mewujudkan integrasi, dan memahami dan

bertindak dengan mengkaitkan dimensi lingkungan, ekonomi, dan

masyarakat.

Pada tahun 1992, dalam United Nations Conference on Environment and

Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil, secara umum menetapkan

Sustainable Development sebagai konvergensi antara tiga pilar

pembangunan ekonomi, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan.22

UNCED dikenal pula dengan nama Deklarasi Rio dan hasil

kesepakatannya dituangkan dalam rencana aksi global Agenda 21.

Sebagai review terhadap perkembangan implementasi Agenda 21, pada21 John Drexhage dan Deborah Murphy dari International Institute for Sustainable

Development (IISD). “Sustainable Development: From Brundtland to Rio 2012”, Background Paperdipersiapkan untuk Pertemuan Pertama High Level Panel on Global Sustainability pada tanggal19 September 2010, Kantor Pusat United Nations, New York.

22 Ibid, hal. 2.

12

tanggal 20-22 Juni 2012 di Rio de Janeiro, diselenggarakan The United

Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) yang lebih dikenal

dengan Rio+20+.

Pada isu-isu substantif Rio +20, terdapat beberapa fokus area

yang berkembang untuk menjadi prioritas perhatian, dari negara-

negara anggota dan stakeholder lainnya pada fase pra-negosiasi.

Berkembang pula dukungan untuk mengelaborasikan butir Sustainable

Development Goals (SDGs), yang dapat dianggap bagian dari mandat Sidang

Umum (General Assembly) tentang agenda pembangunan setelah tahun 2015

(post-2015 development agenda).23 Hasilnya dituangkan dalam dokumen yang

disebut Rio+20 Outcome: The Future We Want.

Melalui Rio+20, Pemerintah Kolombia dan Guatemala, serta

organisasi kemasyarakatan dunia (civil society organisasitions/CSOs)

mengusulkan agar hasil utama dari proses Rio+20 dapat menjadi

definisi dan kesepakatan SDGs. Dalam proposalnya Pemerintah

Kolombia dan Guatemala berharap agar Rio+20 dapat menghasilkan

perjanjian mengenai SDGs di tingkat yang lebih tinggi. Kedua negara

tersebut, mengusulkan delapan tema SDGs, sebagai berikut:24

1.Memerangi Kemiskinan (Combating Poverty);

2.Merubah Pola Konsumsi (Changing Consumption Patterns);

3.Mendorong Pembangunan Pemukiman yang Berkelanjutan (Promoting

Sustainable Human Settlement Development);

4.Keanekaragaman Hayati dan Hutan (Biodiversity and Forests);

5.Samudera (Oceans);

6.Sumber Daya Air (Water Resources);

7.Mempercepat Ketahanan Pangan (Advancing Food Security); dan

8.Energi, termasuk dari sumberdaya terbarukan (Energy, including from

renewable sources).

23 UNCSD Secretariat, Current Ideas on Sustainable Development Goals and Indicators, RIO 2012Issues Briefs, No. 6, United Nations Conference on Sustainable Development,2012. Hal. 1.

24 Ibid, Tabel 2, hal. 2.

13

Dalam UN General Assembly (Sidang Umum PBB) ke-66 Tahun 2011,

Sekretaris Jenderal UN Ban Ki Moon menyerukan untuk menetapkan SDGs.

Disampaikan olehnya: “Mari kita mengembangkan generasi baru dari

tujuan pembangunan berkelanjutan ketika MDGs telah usai. Mari kita

bersepakat pada upaya untuk mencapainya. (Let us develop a new generation of

sustainable development goals to pick up where the MDGs leave off. Let us agree on the

means to achieve them.)”25 Sha Zukang, Sekretaris Jenderal Konferensi

Rio+20 menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah pilihan.

Melainkan

salah satu jalan yang memungkinkan seluruh umat manusia untuk

berbagi kehidupan yang layak dalam satu planet. Rio+20 memberikan

generasi masa kini kesempatan untuk memilih jalan Sustainable

Development.26

SDGs diharapkan dapat membantu untuk membuat area pembangunan

internasional berkelanjutan menjadi lebih fokus dan terlaksana pada

tataran praktis. Apabila MDGs dilaksanakan hanya di negara-negara

berkembang, SDGs akan dilaksanakan oleh seluruh negara di dunia.

Oleh karena itu, butir-butir SDGs harus dirumuskan dengan cukup

ketat agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam

penyusunan kebijakan, terutama pada tingkat nasional, di seluruh

negara.

III. PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan sumber daya air

yang berkelanjutan, keterlibatan peran perempuan sangat diperlukan.

Pentingnya peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air,25 Pidato Sekjen PBB Ban Ki Moon, dalam Sidang Umum PBB ke-66 Tahun 2011. The

Secretary General’s Report to the General Assembly – “We the Peoples”. New York, 21 September2011. Dibaca dari situshttp://www.un.org/apps/news/infocus/sgspeeches/search_full.asp?statID=1310,diakses pada tanggal 14 September 2013.

26 Pernyataan Sha Zukang, Sekretaris Jenderal Konferensi Rio+20 dalam BrosurRio+20 United Nation Conference on Sustainable Development (UNCSD). “The Future WeWant”, Rio de Janeiro, 20-22 Juni 2012.

14

sanitasi, dan kebersihan tidak dapat dipungkiri lagi. Hampir di

seluruh komunitas masyarakat di dunia, memastikan akses dan

ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga umumnya menjadi

tanggung jawab perempuan. Rata-rata perempuan dan anak perempuan

dapat menghabiskan waktu antara tiga menit sampai dengan tiga jam

per hari hanya untuk mengumpulkan air bersih. Apabila digabungkan di

25 negara, diperkirakan perempuan menghabiskan waktu sekitar 16 juta

jam per hari untuk mengumpulkan air. Lebih dari 18% penduduk Sub-

Sahara di Afrika masih harus mengambil air sejauh lebih dari 30

menit.27 Di Afrika, 90% pekerjaan mengumpulkan kayu dan air

dilakukan oleh perempuan.28

Tidak jarang bagi perempuan untuk menghabiskan waktu empat

hingga enam jam per hari untuk berjalan, mengantri, dan membawa air

dari sumber air. Padahal dengan waktu selama itu, seharusnya

perempuan dapat melakukan banyak pekerjaan produktif atau mengurus

rumah tangga dan anak-anak. Meskipun telah melalui perjalanan

panjang, tidak menjamin air yang dibawa tersebut berkualitas baik.

Belum lagi ancaman kesehatan perempuan akibat membawa air dalam

jumlah yang banyak dan berat, serta penyakit yang disebabkan karena

kualitas air yang tidak baik.

Di Aceh dan Sumatera Utara, Indonesia perempuan merupakan

pengumpul, pengguna, dan pengelola utama air. Pada tahap

rehabilitasi fasilitas air dan sanitasi pasca bencana tsunami di

Aceh tahun 2004 dan di Nias tahun 2005, perempuan dilibatkan secara

aktif dalam pengelolaan air bersih. Bantuan pembangunan sistem air

masyarakat yang diberikan oleh Community Water Services and Health Loan27 Data diperoleh dari Makalah ”Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls”.

Disampaikan oleh Lyla Mehta, Fellow Institute of Development Studies, UK dan VisitingProfessor di Norwegian University of Life Sciences, pada forum INTERACTIVE EXPERTPANEL: Challenges and Achievements in the Implementation of the Millennium Development Goals forWomen and Girls. United Nations Commission on the Status of Women, Fifty-seventhSession, Tanggal 4-15 Maret 2013, New York.

28 Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Diakses dari situs UN WATER tanggal20 September 2013 pada alamathttp://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf

15

Project (CWSHP) memberikan kemudahan akses air bersih bagi perempuan.

Sebelum Maret 2010, telah dibangun sekitar 65.000 rumah tangga

dengan fasilitas air bersih di 382 desa di Aceh dan Nias.29 Proyek

ini berhasil mengurangi waktu perempuan untuk mengumpulkan air,

sehingga mereka dapat melakukan aktivitas lainnya dan lebih

produktif.

Selain peran penting perempuan dalam mengumpulkan air bersih,

perempuan merupakan pengguna yang memiliki tingkat kebutuhan air

bersih yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perempuan

membutuhkan air bersih setidaknya untuk kebutuhan reproduksinya

seperti pada saat menstruasi, kehamilan, dan higenitas.

Keterbatasan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak

merupakan permasalahan akut yang dialami perempuan dan anak

perempuan di pemukiman padat penduduk dan pedesaan di negara

berkembang. Mereka harus menunggu hari mulai gelap untuk pergi ke

sanitasi umum atau sumber air, bahkan seringkali harus menghadapi

ancaman kekerasan seksual. Di beberapa negara, tingkat kehadiran

anak perempuan di sekolah menurun dan angka putus sekolah meningkat

di sekolah yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan

fasilitas toilet yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan.

Di Tanzania, tingkat kehadiran di sekolah meningkat 12% sebagai

dampak dari pengurangan waktu ke sumber air dari 30 menit menjadi 15

menit.30

Dengan berbagai kondisi dan kebutuhan khusus perempuan, maka

keterlibatan perempuan dalam setiap proses pengelolaan sumber daya

air yang berkelanjutan adalah keharusan. Kenyataannya sampai saat

29 “Indonesia: Making Water Supply and Sanitation Women’s Business in Aceh and Nias”. Oktober,2010.

Artikel pada situs http://www.adb.org/themes/gender/case-studies/indonesia-water-supply-sanitation-womens- business. Diakses pada tanggal 12 September2013.

30 Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Diakses dari situs UN WATER tanggal 20September 2013 pada alamat http://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf

16

ini, perempuan masih terpinggirkan dari pembuatan kebijakan dan

pengambilan keputusan terkait sumber daya air dan sanitasi.

Akibatnya kebutuhan spesifik perempuan tidak masuk perhitungan dalam

pembangunan program air dan sanitasi. Padahal dengan melibatkan

peran perempuan, sangat banyak keuntungan yang dapat diperoleh bagi

masyarakat secara umum dan khususnya bagi kelompok perempuan itu

sendiri.

Perempuan lebih mengetahui apa yang dibutuhkan dan bagaimana

sistem pengelolaan air yang baik bagi masyarakat setempat. Selama

ini perempuan yang bertanggung jawab memastikan ketersediaan air

bersih, merawat anggota keluarga yang sakit, mengurusi anak-anak,

dan menangani kebersihan lingkungan rumah tangga. Apabila tanggung

jawab perempuan tersebut difasilitasi dengan baik, dengan adanya

akses sumber daya air yang memadai dan mudah dijangkau, maka

pelayanan dan kualitas hidup masyarakat setempat akan meningkat. UN

Water dalam kertas fakta atau Fact Sheet: Gender and Water yang dikeluarkan

bulan September 2013 menyebutkan dengan adanya kesamaan akses

terhadap sumber daya produktif, seperti laki-laki, salah satunya

akses terhadap sumber daya air, perempuan dapat meningkatkan 20-30%

keuntungan dari pertaniannya dan mengeluarkan 150 juta orang dari

kelaparan.31

Keterlibatan peran perempuan akan memberikan dampak positif

dalam peningkatan kesehatan masyarakat, karena perempuan memiliki

pengetahuan yang baik mengenai sumber daya air lokal dan berbagai

permasalahannya. Kepentingan perempuan untuk menjaga kesehatan

keluarga akan mendorong perempuan untuk terus berupaya meningkatkan

kualitas pengelolaan sumber daya air dan sanitasi. Bersama-sama

dengan komunitas perempuan yang ada di masyarakatnya, perempuan

dapat saling tukar pengetahuan mengenai pengelolaan sumber daya air

untuk kesehatan keluarga dan masyarakat. Selain itu, perempuan juga

31 Ibid.

17

dapat mengajak laki-laki untuk terlibat dan mau peduli terhadap

pengelolaan air bersih untuk rumah tangga, demi peningkatan kualitas

hidup keluarga dan masyarakat.

Sementara itu, esensi peran perempuan dalam pengelolaan

sumber daya air yang berkelanjutan akan memberikan keuntungan bagi

perempuan itu sendiri dalam beberapa hal, sebagai berikut:32

a. privasi dan harkat perempuan (privacy and dignity);

Permasalahan buang air besar dan kebutuhan dasar akan sumber

daya air dan sanitasi adalah sangat esensi bagi setiap orang,

terutama perempuan dan anak perempuan. Masa menstruasi, kehamilan

dan nifas lebih berpotensi mengalami permasalahan, apabila

perempuan tidak memiliki akses terhadap sumber air dan sanitasi

yang memadai. Di banyak tempat, akses perempuan ke sumber daya

air dan sanitasi yang layak sangat terbatas, bahkan harus

menghadapi ancaman kekerasan seksual dan kejengahan di fasilitas

umum yang terbuka. Meskipun demikian, hal ini dapat diatasi

dengan merancang fasilitas yang memenuhi tuntutan fisik dan

psikologis perempuan.

Melibatkan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air bersih

yang berkelanjutan akan meningkatkan privasi dan harkat

perempuan, karena:

- kebutuhan khusus perempuan menjadi pertimbangan;

- gejala yang berhubungan dengan menstruasi, kehamilan dan

kelahiran anak dapat diatasi dengan baik;

- perempuan terhindar dari ancaman pelecehan seksual dan resiko

kesehatan yang membahayakan akibat menunda buang air besar dan

buang air kecil;

32 Evidence Report: “For Her It’s The Big Issue: Putting Women at The Centre of Water Supply, Sanitation,and Hygiene (WASH). Tanpa tahun. Dipublikasikan oleh UNICEF, Gender And Water Alliance(GWA), Norwegian Ministry of Foreign Affair, dan Water Supply and Sanitation Collaborative Council.

18

- kerentanan perempuan terhadap pelecehan seksual dan bentuk

kekerasan lainnya, dapat berkurang; dan

- lebih mudah untuk memelihara kebersihan pribadi, dan

meningkatkan percaya diri dan harga diri perempuan dalam

menjaga kebersihan diri sendiri.

b. kesehatan dan kesejahteraan (health and well being);

Intervensi terhadap seumber daya air akan mengakibatkan

peningkatan kesehatan yang signifikan bagi seluruh masyarakat.

Hal ini akan menguntungkan bagi perempuan, bukan hanya untuk

kesehatan mereka sendiri, tetapi kesehatan keluarga yang biasa

mereka jaga. Melibatkan perempuan sebagai sentral dalam

pengelolaan sumber daya air bersih yang berkelanjutan akan

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan perempuan, karena:

- menjadi lebih sehat pada masa kehamilan;

- pengalaman melahirkan lebih baik;

- angka kematian dan morbiditas (ketidak-normalan) saat

melahirkan daapt berkurang;

- perempuan terhindar dari bahaya dan ancaman kekerasan seksual

pada saat mengambil air dari tempat yang jauh;

- perempuan terhindar dari resiko penyakit yang timbul akibat

membawa beban air yang berat dan menempuh jarak yang jauh; dan

- bagi perempuan dengan kemampuan terbatas, akan lebih mudah,

aman, dan nyaman dalam menjaga kesehatan reproduksi dan

kebersihan diri mereka sendiri.

c. meningkatkan kehadiran anak perempuan di sekolah (girls’ school

attendance);

Dari 120 juta anak usia sekolah yang tidak bersekolah,

mayoritas adalah perempuan. Secara regional, berarti 41% dari

anak perempuan usia SD di seluruh dunia, yang tidak dapat

19

bersekolah berada di Asia Selatan, dan 35% tinggal di Sub-Sahara

Afrika. Efek dari kurangnya pendidikan menyebabkan dua pertiga

dari semua orang yang buta huruf di dunia adalah perempuan.

Keterlibatan peran perempuan pada pusat pengelolaan sumber daya

air, baik sebagai pengguna maupun pengelola, dapat meningkatkan

kehadiran anak perempuan di sekolah, karena:

- mereka tidak harus melakukan perjalanan jauh mengambil air

untuk kebutuhan rumah tangga, sehingga mereka dapat bersekolah

dengan baik;

- apabila sekolah memiliki sumber air dan fasilitas sanitasi yang

baik, maka anak perempuan akan lebih nyaman saat berada di

sekolah;

- anak perempuan yang sedang mengalami menstruasi tidak harus

merasa malu dan kesulitan air dan sanitasi pada saat di

sekolah; dan

- akan lebih merekrut dan mempertahankan guru perempuan di

sekolah yang memiliki sumber daya air dan sanitasi layak.

d. meningkatkan penghasilan rumah tangga (income generation); dan

Menyediakan sumber daya air yang mudah dijangkau, akan

berdampak positif terhadap peningkatan waktu produktif perempuan.

Perempuan memiliki keuntungan langsung dan tidak langsung dari

keterlibatannya dalam aktivitas produktif atau yang dapat

menghasilkan uang. Keuntungan langsungnya, perempuan akan lebih

mudah dalam mengerjakan kegiatan rumah tangga atau kegiatan

produktif yang membutuhkan sumber daya air, seperti memasak atau

mencuci pakaian. Adapun keuntungan tidak langsungnya, yaitu

perempuan memiliki waktu yang lebih banyak, karena tidak perlu

mengambil air dari sumber yang jauh, sehingga mereka dapat lebih

cepat menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, bahkan dapat bekerja

yang produktif dan menghasilkan uang.

20

e. perempuan menjadi role model (women as positive role model).

Perempuan yang berperan dalam perencanaan, desain dan

implementasi pengelolaan sumber daya air, sanitasi dan kebersihan

seringkali merasakan hal ini sebagai pengalaman yang

memberdayakan. Ada perubahan pandangan bagi perempuan itu sendiri

dan komunitas perempuan di masyarakatnya, karena memiliki

keterampilan dan potensi. Padahal sebelumnya mereka seringkali

terpinggirkan dan dianggap tidak mampu. Peningkatan ketrampilan

dan potensi ini memberi peluang bagi perempuan, antara lain untuk

meningkatkan pendapatan dan meningkatkan partisipasi publik

perempuan.

Keterlibatan peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air

dapat meningkatkan status dan menjadikan perempuan role model bagi

yang lainnya, karena:

- perempuan diakui memiliki keterampilan dan pengetahuan

di luar ruang lingkup peran tradisional mereka;

- perempuan dapat memperkuat pendapat dan suara mereka untuk

menegosiasikan kepentingan mereka dalam keluarga dan kelompok

masyarakat;

- perempuan menjadi lebih percaya diri untuk tampil dalam

berbagai aktivitas publik dan mengambil kesempatan untuk

menjadi pemimpin, serta menjadi contoh bagi perempuan lainnya;

- peluang untuk mendapatkan pekerjaan, otonomi, dan kebebasan;

dan

- perubahan dan pemberdayaan perempuan akan berpengaruh positif

pada pola relasi antara perempuan dan laki-laki di tengah

masyarakat.

Dari berbagai uraian mengenai esensi keterlibatan perempuan

dalam pengelolaan sumber daya air bersih, dapat dilihat dengan jelas

bahwa peran perempuan memberikan dampak yang sangat baik. Program

21

pengelolaan sumber daya air di berbagai negara menjadi lebih sukses

dan berkelanjutan ketika perempuan berperan aktif. UN Water

menyebutkan apabila perempuan berperan dalam proyek pengelolaan

sumber daya air di suatu daerah, maka efektivitas proyek tersebut

meningkat 6-7%.33 Di satu sisi, melalui keterlibatan ini, perempuan

memperoleh pemberdayaan yang dapat meningkatkan kualitas hidup

mereka, keluarga, dan masyarakat. Dalam lingkup yang lebih luas,

keadaan ini akan mendorong perubahan peran gender tradisional dan

relasi sosial antara perempuan dan laki-laki. Perempuan lebih

percaya diri mengambil kesempatan untuk berperan dalam pengambilan

keputusan di keluarga dan masyarakat, bahkan terlibat dalam proses

penyusunan kebijakan publik.

IV. PERSPEKTIF GENDER DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Keterlibatan peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air

merupakan bagian dari mengintegrasikan perspektif gender.

Sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya, adanya peran

perempuan dalam pengelolaan sumber daya air terpadu dapat

meningkatkan efektivitas dan efisiensi proyek. Tanpa perhatian

khusus terhadap isu-isu gender, dapat menyebabkan ketidaksetaraan

antara perempuan dan laki-laki, bahkan meningkatkan disparitas

gender. Dalam beberapa dekade terakhir, telah banyak bukti yang

menunjukkan adanya peran perempuan dapat mendorong pengelolaan

sumber daya air lebih berkelanjutan dan memastikan manfaat sosial

dan ekonomi yang maksimal dari suatu pembangunan infrastruktur.

Berbagai konferensi internasional pun telah mengamanatkan

pengintegrasian perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air.

33 Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Diakses dari situs UN WATER tanggal 20September 2013 pada alamat http://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf

22

A. Perspektif Gender dalam Konferensi Internasional Terkait Sumber

Daya Air

Konferensi Internasional tentang Air dan Lingkungan

(International Conference on Water and the Environment) di Dublin pada Januari

1992, secara eksplisit mengakui peran esensial perempuan dalam

penyediaan, pengelolaan dan pengamanan sumber daya air. Prinsip

Ketiga dalam Dublin Statement on Water and Sustainable Development34

menyebutkan bahwa peran penting perempuan sebagai penyedia, pengguna

air, dan penjaga lingkungan hidup selama ini jarang tercermin dalam

peraturan institusi (negara) untuk pengembangan dan pengelolaan

sumber daya air. Penerimaan dan penerapan prinsip ini memerlukan

kebijakan positif untuk mengatasi kebutuhan spesifik perempuan,

serta untuk melengkapi dan memberdayakan perempuan untuk

berpartisipasi di semua tingkatan pengelolaan sumber daya air,

termasuk pengambilan keputusan dan pelaksanaan, dengan cara yang

ditentukan oleh mereka.

Selain itu, prinsip kesetaraan gender tertuang pula dalam

Chapter 18 Agenda 21 mengenai pentingnya melibatkan perempuan dan

laki-laki secara bersama-sama dalam pengelolaan sumber daya air.

Termasuk memberdayakan perempuan dengan memberikan capacity building

pengelolaan sumber daya air. Chapter 24 secara khusus menyebutkan

peran perempuan dalam sustainable development, perempuan dianggap

memiliki pengetahuan yang cukup dan pengalaman dalam mengelola dan

melestarikan sumber daya alam. Resolusi untuk mendirikan Dekade

Internasional untuk Aksi, 'Water for Life' (2005-2015) merupakan bukti

pengakuan dunia internasional akan partisipasi dan keterlibatan

perempuan dalam pengelolaan sumber daya air. UN-CSD12 (Commission on

Sustainable Development) mengakui secara tegas bahwa “air berwajah

perempuan (water has a women face)”. Melalui tangan perempuan aktivitas

34 The Dublin Statement on Water and Sustainable Development, dibaca secara online padahttp://www.wmo.int/pages/prog/hwrp/documents/english/icwedece.html

23

rumah tangga, komunitas, dan seluruh aktivitas ekonomi dapat

berkelanjutan.35

Hasil dari The United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD)

yang lebih dikenal dengan Rio 20+ yaitu The Future We Want: Rio+20

Outcome36 menyebutkan dalam beberapa poin komitmen yang mengakui

bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, sumber daya air

dan pengelolaan air yang berkelanjutan, diidentifikasi sebagai

prioritas dalam sustainable development, demi untuk masa depan yang

lebih baik. Dokumen Hasil Rio+20 (Angka 120) jelas menekankan

komitmen masyarakat internasional terhadap realisasi progresif akses

terhadap air minum yang aman dan terjangkau, sangat diperlukan untuk

pengentasan kemiskinan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan

kesehatan manusia. Ditegaskan pula (Angka 31) komitmen masyarakat

internasional untuk menjamin persamaan hak perempuan, akses,

partisipasi dan kepemimpinan dalam perekonomian, masyarakat dan

politik pengambilan keputusan.

Lakshmi Puri, Deputi Direktur Eksekutif UN Women dalam pidato

yang disampaikan pada Sesi Penutupan World Water Week di Stockholm,

Swedia pada 31 Agustus 2012 mengatakan kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan merupakan hal yang penting dalam sustainable

development.37 Keduanya penting karena ini bukan hanya merupakan

masalah sosial, melainkan juga masalah ekonomi dan lingkungan.

Berdasarkan hasil Rio+20 perlu ditekankan pada negara-negara di35 Mainstreaming Gender in Water Management: A Critical View, ditulis oleh Smita Mishra Panda

dalam Jurnal Gender Technology and Development, 2007 11:321. DOI:10.1177/097185240701100302. Dipublikasikan oleh SAGE Publication atas nama AsianInstitute and Technology (AIT) dan Gender And Development Studies (GDS).

36 Dokumen hasil The United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio deJaneiro-Brazil, pada tanggal 20-22 Juni 2013. “Outcome of the Conference: The Future WeWant”. Dikeluarkan oleh United Nations, A/CONF.216/L.1.

37 “Gender Perspective on Water and Food Security”, Pidato disampaikan olehLakshmi Puri Deputy Executive Director of UN Women pada acara penutupan Minggu Air Se-dunia/Closing Plenary Session of World Water Week, di Stockholm, Swedia, 31 August 2012. Diaksesdari http://www.unwomen.org/en/news/stories/2012/8/gender-perspectives-on-water-and-food-security/#sthash.5IvRW5vh.dpuf, pada tanggal 26 September 2013.

24

dunia untuk memastikan kepemimpinan perempuan dan partisipasi

efektif dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan, program dan

pengambilan keputusan di semua tingkatan.

Oleh karena itu, keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam

perencanaan, desain, manajemen dan pelaksanaan proyek-proyek dan

program-program pengelolaan sumber daya air harus dilaksanakan dalam

berbagai situasi dan tempat. Integrasi perspektif gender dalam

setiap tahapan pengelolaan sumber daya air, diharapkan dapat

mempercepat perwujudan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan

berkelanjutan/sustainable development.

B. Integrasi Perspektif Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengintegrasian perspektif gender atau dikenal dengan istilah

pengarusutamaan gender/gender mainstreaming adalah suatu proses menilai

implikasi bagi perempuan dan laki-laki dari setiap perencanaan,

termasuk legislasi, kebijakan atau program, di semua bidang dan pada

semua tingkatan. Ini adalah strategi untuk membuat kebutuhan dan

pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi suatu dimensi integral

dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan

dan program di semua bidang, sehingga perempuan dan laki-laki

mendapatkan manfaat yang sama.

Sementara itu, sesuai dengan Ketentuan Umum UU SDA disebutkan

bahwa pengertian pengelolaan sumber daya air adalah upaya

merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi

penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber

daya air, dan pengendalian daya rusak air. Integrasi perspektif

gender dalam pengelolaan sumber daya air berarti mengarusutamakan

kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki dalam setiap proses

dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi,

pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air. Idealnya proses

25

perencanaan suatu program pengelolaan sumber daya air yang

berperspektif gender dimulai dengan suatu analisis gender. Analisis

gender bertujuan untuk memahami relasi gender, dampak perbedaan

gender dan hubungan sosial yang melingkupinya, serta untuk

mengetahui apabila terjadi ketidakadilan gender akibat suatu

program.

Perspektif gender dan pemberdayaan perempuan harus tercermin

dengan adanya tujuan kesetaraan gender dan indikator keterlibatan

penuh perempuan dalam pengelolaan sumber daya air. Termasuk

ketersediaan infrastruktur dan layanan yang berperspektif gender.

Data terpilah sebagai data awal untuk merumuskan perencanaan juga

dibutuhkan, sehingga setiap program pengelolaan sumber daya air

lebih dapat dirasakan manfaatnya secara merata oleh perempuan dan

laki-laki. Pengintegrasian perspektif gender dalam seluruh tahapan

pengelolaan sumber daya air sangat penting dan dibutuhkan. Sampai

saat ini, cukup banyak negara di dunia yang telah mengintegrasikan

perspektif gender dalam berbagai program pengelolaan sumber daya

air.

Sejak tahun 2003, Uganda telah menerapkan Strategi Gender

Sektor Air Minum, yang menekankan pentingnya keterlibatan perempuan

pada seluruh tingkatan pengelolaan air minum. Di Lesotho dan Afrika

Selatan, telah ada pengaturan mengenai kuota persentase staf

perempuan dalam program pengelolaan sumber daya air. Di Republik

Dominika, Otoritas Air Minum negara mempersyaratkan setidaknya 40

persen dari Komite Air minum harus perempuan.38 Di Indonesia,

perspektif gender pun telah diintegrasikan menjadi salah satu

prinsip dasar Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL-BM). Disebutkan

38 Isu Gender dalam Penyediaan Air Minum dan Sanitasi. Laporan Utama dalam Majalah PERCIK,Edisi April 2007. Media Informasi Air Minum, dan Penyehatan Lingkungan yangditerbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (PokjaAMPL), Jakarta. ISSN I829-5967. Hal. 6.

26

bahwa perempuan mempunyai peran dalam pengambilan keputusan

pengelolaan sumber daya air bersih. Perspektif gender diterapkan

pula dalam beberapa program pengelolaan sumber daya air yang telah

dilaksanakan pemerintah, bekerja sama dengan organisasi

nonpemerintah.

Program CWSH (Community Water Services and Health Project) menempatkan

kelompok perempuan sebagai posisi kunci untuk fasilitator program

pengelolaan sumber daya air, yang keterlibatannya diharapkan di

setiap level. Proyek WSLIC III (Water and Sanitation for Low Income

Communities) atau PAMSIMAS (Program Nasional Penyediaan Air Minum dan

Sanitasi Berbasis Masyarakat) salah satu isunya adalah gender dan

kemiskinan.39 Proyek ini bertujuan untuk memperkuat peran perempuan

dan masyarakat miskin dalam memperoleh hak dan kewajiban yang sama.

Terutama untuk menyampaikan pendapat dan pengambilan keputusan dalam

program. Pada prinsipnya, program penyediaan air minum, sanitasi,

dan kesehatan akan efektif dan berkelanjutan, apabila dilakukan

dengan berbasis masyarakat. Seluruh masyarakat, perempuan dan laki-

laki, kaya dan miskin dilibatkan secara penuh dan dilakukan melalui

pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (demand

responsive approach), dengan mengintegrasikan perspektif gender.

Integrasi perspektif gender perlu dilakukan oleh semua pihak

dan pada semua tingkat, yaitu: pemerintah pusat; pemerintah daerah;

masyarakat dan organisasi masyarakat sipil; lembaga donor dan

organisasi internasional. UN merekomendasikan berbagai hal yang

dapat dilakukan untuk mengintegrasikan perspektif gender,

sebagaimana di bawah ini: 40

39 Implementasi Gender dalam Proyek AMPL di Indonesia. Opcit. Hal. 7.40 UN WATER-Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief, tanpa tahun. Policy Brief ini

dikembangkan oleh The Inter-agency Task Force on Gender and Water (GWTF), a sub-programme of both UN-Water and the Interagency Network on Women and GenderEquality (IANWGE), untuk mendukung pelaksanaan The International Decade for Action, ‘Waterfor Life,’ 2005–2015.

27

1. Pemerintah Pusat

Pemerintah harus memiliki komitmen untuk menyusun agenda

pengelolaan sumber daya air yang jelas dalam strategi pembangunan

nasional, dan memastikan pengintegrasian perspektif gender di

dalamnya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah

Pusat, yaitu sebagai berikut:

a.memobilisasi sumber daya untuk meningkatkan akses terhadap air

bersih dan sanitasi, antara lain melalui tindakan:

-memfasilitasi akses ke hibah atau kredit dengan persyaratan

konsesi, bagi kelompok perempuan untuk instalasi dan

pemeliharaan fasilitas air yang memadai;

-mengalokasikan sumber daya untuk organisasi masyarakat sipil

dan penyedia pelayanan air dan sanitasi skala kecil, terutama

yang melibatkan perempuan sebagai mitra penuh; dan

-Menyediakan mekanisme pembiayaan alternatif kredit mikro dan

kreatif bagi organisasi kesetaraan gender, untuk pengelolaan

sumber daya air berbasis masyarakat dan layanan sanitasi.

b.memperkuat legislasi dan memfasilitasi akses masyarakat

terhadap tanah dan air untuk keperluan produktif, antara lain

melalui tindakan:

-mengakui peran penting perempuan dalam pertanian, peternakan

dan perikanan, kemudian membantu mereka dalam memperoleh

akses ke

sumber daya air untuk keperluan produktif dan kesepakatan

perempuan hak yang sama untuk kepemilikan lahan;

-mendukung dan mempromosikan pengaturan tanah yang adil dan

kepemilikan yang memungkinkan produsen perempuan dapat

menjadi pembuat keputusan dan pemilik; dan

-meningkatkan produktivitas perempuan dalam menggunakan air

untuk pertanian dan usaha kecil melalui pelatihan, membuka

akses pasar, dan akses terhadap informasi.

28

c.meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi yang layak;

-memastikan program sanitasi di seluruh daerah berperspektif

gender;

-menyediakan dana untuk pendidikan kesehatan dalam kurikulum

sekolah dan fasilitas sanitasi yang terpisah untuk anak

perempuan dan laki-laki; dan

-mengidentifikasi, melalui analisis gender, kelompok-kelompok

sosial dan ekonomi yang secara kronis terpinggirkan dari

akses terhadap sanitasi yang layak.

d.mengembangkan kapasitas dan mendorong partisipasi masyarakat,

antara lain dapat dilakukan dengan:

-memperkenalkan tindakan afirmatif bagi perempuan dalam

pelatihan teknis dan manajerial terkait pengelolaan sumber

daya air;

-memastikan persentase minimum partisipasi perempuan dalam

pengambilan keputusan dari menteri ke tingkat desa;

-memberikan bantuan untuk memfasilitasi penelitian kesetaraan

gender dalam pengelolaan sumber daya air;

-mengalokasikan dana untuk pengembangan kapasitas perempuan

dan anak perempuan; dan

-mendorong perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dalam

usaha yang terkait pengelolaan sumber daya air.

2. Pemerintah Daerah antara lain dapat melakukan hal sebagaimana di

bawah ini:

a.mendorong pengarusutamaan gender di pemerintahan daerah dan

masyarakat;

b.mempromosikan pesan-pesan pendidikan kesehatan melalui kelompok

perempuan, sekolah dan klinik kesehatan;

c.merancang dan mengimplementasikan pembangunan kapasitas untuk

mempertimbangkan kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam desain

29

air,

sanitasi dan program pendidikan kebersihan;

d.menghapus bias gender internal dan diskriminasi dalam

organisasi sektor publik;

e.mendorong anggaran berperspektif gender, sehingga pemerintah

daerah dapat menilai nilai ekonomi dari komitmen kebijakan

tentang kesetaraan gender.

3. Masyarakat dan Organisasi Masyarakat Sipil antara lain dapat

melakukan hal sebagaimana di bawah ini:

a.melobi penyediaan pelayanan yang lebih baik untuk perempuan dan

anak;

b.membantu mengumpulkan informasi mengenai akses, kebutuhan,

prioritas dan perspektif dari perempuan dan laki-laki mengenai

pengelolaan sumber daya air;

c.dukungan kesetaraan bagi perempuan dalam proses pengambilan

keputusan di tingkat lokal;

d.memampukan perempuan dan anak perempuan untuk memperoleh akses

terhadap informasi, pelatihan dan sumber daya yang berkaitan

dengan air.

4. Lembaga Donor dan Organisasi Internasional

a.melibatkan para pemimpin perempuan, terutama menteri dan

ilmuwan lingkungan dan sumber daya air, sebagai role model dalam

upaya pengintegrasian gender dalam pengelolaan sumber daya air

di semua tingkatan;

b.mempromosikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam air dan

sanitasi melalui kerjasama dengan MDG-3: mempromosikan

kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.

c.mengumpulkan dan menyebarluaskan contoh/praktik yang baik dan

mengembangkan norma-norma dan pedoman untuk pengarusutamaan;

d.berinvestasi dalam pembangunan kapasitas sektor air, dengan

penekanan pada pemberdayaan perempuan miskin dan laki-laki;

30

e.mendorong media, baik di negara maju dan berkembang, untuk

menyediakan pemberitaan yang lebih luas mengenai isu gender dan

air;

f.mempromosikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki

dalam sektor donor;

g.memberikan dukungan peningkatan kapasitas staf penghubung

gender;

h.bekerja sama dengan organisasi mitra untuk mengembangkan

kerangka kebijaksanaan konvensional mengenai gender dan air,

untuk staf dari setiap organisasi; dan

i.mendukung pengembangan dan implementasi kerangka kebijakan air

berperspektif gender, di tingkat nasional dan tingkat

internasional selama dekade 2005-2015 (The International Decade for

Action, ‘Water for Life’ 2005–2015).

Merujuk pada berbagai hal yang diuraikan di atas, maka semakin

dapat diyakini bahwa segala upaya pengintegrasian perspektif gender

akan mendorong kebijakan dan program yang dapat mewujudkan

kesetaraan gender dan mencapai tujuan kesejahteraan bagi seluruh

masyarakat. Selain itu, akan mendorong terbentuknya lembaga dan

organisasi pengelolaan sumber daya air menjadi lebih sensitif

gender. Akan terjadi peningkatan kebutuhan analisis gender sebagai

permulaan dalam menyusun kebijakan dan program pengelolaan sumber

daya air. Perencanaan anggaran program pengelolaan sumber daya air

juga akan mencerminkan perspektif gender di dalamnya.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebutuhan akan air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga, komersial, dan pertanian, di seluruh dunia mengalami

peningkatan. Sumber daya air merupakan isu global yang selalu

31

mendapat perhatian khusus, bahkan termasuk dalam salah satu butir

Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs disepakati oleh negara-negara

di dunia dalam United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD)

atau Rio+20, di Rio de Janeiro, Brazil pada tanggal 20-22 Juni 2012.

Adanya Sustainable Development mendorong agar seluruh negara di dunia

melaksanakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa

mengabaikan keberlangsungan untuk generasi masa depan. Pengelolaan

sumber daya air dalam pembangunan berkelanjutan harus melibatkan

peran masyarakat, baik perempuan dan laki-laki. Berbagai hasil

penelitian menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan dari peran

perempuan dalam pengelolaan sumber daya air.

Perempuan dan laki-laki dianggap memiliki perbedaan tanggung

jawab dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air dalam

kelompok masyarakat. Hampir di seluruh komunitas masyarakat di

dunia, perempuan bertanggung jawab memastikan akses dan ketersediaan

air bersih untuk kebutuhan rumah tangga. Selain itu, perempuan

merupakan pengguna yang memiliki tingkat kebutuhan air bersih yang

lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perempuan membutuhkan air

bersih untuk kebutuhan reproduksinya, seperti pada saat menstruasi,

kehamilan, dan higenitas. Keterbatasan akses terhadap air bersih

dan sanitasi yang layak merupakan permasalahan akut yang dialami

perempuan dan anak perempuan di pemukiman padat penduduk dan

pedesaan di negara berkembang. Adanya peran perempuan akan

memberikan keuntungan bagi perempuan itu sendiri dan bagi masyarakat

sekitar.

Keterlibatan peran perempuan dan isu gender diakui secara

global sebagai isu penting dalam pengelolaan sumber daya air. Rio+20

Outcome: The Future We Want menyebutkan bahwa kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan sumber daya air yang

berkelanjutan, diidentifikasi sebagai prioritas dalam sustainable

development. Hasil Rio+20 menekankan agar negara-negara di dunia

32

memastikan kepemimpinan perempuan dan partisipasi efektifnya dalam

kebijakan pembangunan berkelanjutan, program dan pengambilan

keputusan di semua tingkatan.

Oleh karena itu, sangat diperlukan integrasi perspektif gender

untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan sumber daya

air. Integrasi perspektif gender dalam pengelolaan sumber daya air

berarti mengarusutamakan kebutuhan dan pengalaman perempuan dan

laki-laki dalam setiap proses dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak

air. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan

kesehatan masyarakat, serta kesetaraan gender dalam pembangunan

berkelanjutan.

B. Saran

Perspektif gender dan pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan

sumber daya air harus tercermin dengan adanya tujuan dan indikator

kesetaraan gender. Pengintegrasian yang dilakukan mulai dari proses

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pendayagunaan,

dan pengendalian daya rusak air, perlu diawali dengan adanya data

terpilah. Integrasi perspektif gender idealnya dilakukan oleh semua

pihak dan pada semua tingkat, yaitu: pemerintah pusat; pemerintah

daerah; masyarakat dan organisasi masyarakat sipil; lembaga donor

dan organisasi internasional. Sebagai upaya untuk mendukung tujuan

pembangunan global yang tertuang dalam SDGs dan untuk mencapai

kesetaraan gender, maka perlu disusun suatu pengaturan khusus

mengenai pengintegrasian perspektif gender dalam pengelolaan sumber

daya air. Hal ini dapat dimasukkan dalam rancangan perubahan Undang-

Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air atau Undang-Undang

lain yang terkait, termasuk dalam peraturan turunannya.

33

Daftar Pustaka

Buku

Novalinda dan Sarah Waddel. 2006. Buku 4: Air Perkotaan dalam PembangunanKota yang Berkelanjutan, buku panduan DPRD. Diterbitkan oleh AsosiasiDPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), Konrad Adenauer Stiftung (KAS),Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ)/Program LingkunganHidup (ProLH) Indonesia-Jerman.

Jurnal

Panda, Smita Mishra. 2007. Mainstreaming Gender in Water Management: A CriticalView, Jurnal Gender Technology and Development, 11:321. DOI:10.1177/097185240701100302. Dipublikasikan oleh SAGE Publicationatas nama Asian Institute and Technology (AIT) dan Gender AndDevelopment Studies (GDS).

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA).

Dokumen

Joint Monitoring Progress (JMP) Report on Water and Sanitation. JMP Report Progresson Sanitation and Drinking Water (2012 Update)http://www.wssinfo.org/documentslinks/

documents/. Diakses pada tanggal 17 September 2013.

Evidence Report: “For Her It’s The Big Issue: Putting Women at The Centre of Water Supply,Sanitation, and Hygiene (WASH). Tanpa tahun. Dipublikasikan olehUNICEF, Gender And Water Alliance (GWA), Norwegian Ministry of Foreign Affair,dan Water Supply and Sanitation Collaborative Council.

The Dublin Statement on Water and Sustainable Development, dibaca secara onlinepadahttp://www.wmo.int/pages/prog/hwrp/documents/english/icwedece.html

34

Outcome of the Conference: The Future We Want. 2012. Dokumen Hasil The UnitedNations Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio de Janeiro-Brazil, pada tanggal 20-22 Juni 2012. Dikeluarkan oleh UnitedNations, A/CONF.216/L.1.

Makalah, Artikel, dan Policy Brief

Climate Change Adaptation is Mainly About Water…., Artikel pada situs http://www.unwater.org/downloads/UNWclimatechange_EN.pdf,

diakses pada tanggal 10 September 2013.

Drexhage, John dan Deborah Murphy, dari International Institute forSustainable Development (IISD). 2010. Sustainable Development: FromBrundtland to Rio 2012. Background Paper dipersiapkan untuk PertemuanPertama High Level Panel on Global Sustainability pada tanggal 19 September2010, Kantor Pusat United Nations (UN), New York.

IFAD (International Fund for Agricultural Development). 2007. Genderand Water - Securing Water for Improved Rural Livelihoods: The Multiple-Uses SystemApproach. hal. 6.

Implementasi Gender dalam Proyek AMPL di Indonesia. April 2007. Laporan Utamadalam Majalah PERCIK. Media Informasi Air Minum, dan PenyehatanLingkungan yang diterbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum danPenyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), Jakarta. ISSN I829-5967. Hal.7.

Isu Gender dalam Penyediaan Air Minum dan Sanitasi. Opcit. Hal. 6.

Mehta, Lyla. 2013. Ensuring Rights to Water and Sanitation for Women and Girls.Fellow Institute of Development Studies, UK dan VisitingProfessor di Norwegian University of Life Sciences, pada forumInteractive Expert Panel: Challenges and Achievements in the Implementation of theMillennium Development Goals for Women and Girls. United NationsCommission on the Status of Women, Sesi ke-57, tanggal 4-15 Maret2013, New York.

UN (United Nations), The Human Right to Water and Sanitation: Media Brief, padasitushttp://www.un.org/waterforlifedecade/pdf/human_right_to_water_and_sanitation_media_brief.pdf, hal. 2-6. Diakses pada tanggal 10September 2013.

35

UN-Water, Fact Sheet: Water and Gender. September 2013. Pada situs UN-Waterhttp://www.unwater.org/downloads/water_and_gender.pdf, diaksespada tanggal 20 September 2013.

UN Water, Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief, tanpa tahun. Diterbitkanoleh The Inter-agency Task Force on Gender and Water (GWTF), subprogram dari UN-Water dan The Interagency Network on Women andGender Equality (IANWGE), untuk mendukung pelaksanaan The InternationalDecade for Action, ‘Water for Life,’ 2005–2015.

UN-Water, Human Rights to Water pada situs United Nations (UN)-Water forLife Decade,

http://www.un.org/waterforlifedecade/human_right_to_water.shtml,diakses tanggal 11 September 2013.

UNCSD (The United Nations Conference on Sustainable Development)Secretariat. 2012. Current Ideas on Sustainable Development Goals andIndicators, RIO 2012 Issues Briefs, No. 6. Hal. 1.

UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization):Definition of Freswater Resources. Publikasi UNESCO padahttp://webworld.unesco.org/water/ihp/publications/waterway/webpc/definition.html, diakses tanggal 10 September 2013.

UNICEF (The United Nations Children's Fund) - Wash and Women, padasitus http://www.unicef.org/wash/index_womenandgirls.html,diakses pada tanggal 16 September 2013.

Van Wijk-Sijbesma, Christine, 1998. Gender and Resource Management, WaterSupply and Sanitation: Roles and Realities Revisited. International ResearchCentre for Water and Sanitation, Delft, The Netherlands, dalamUN WATER-Gender, Water, and Sanitation: A Policy Brief.

Water. Ikhtisar Artikel padahttp://www.un.org/en/globalissues/water/, diakses tanggal 4September 2013.

Women and Water Management: an Integrated Approach (Chapter V),http://www.unep.org/pdf/women/ChapterFive.pdf

Zukang, Sha, Sekretaris Jenderal Konferensi Rio+20. 2012. The FutureWe Want, brosur Rio+20 United Nation Conference on SustainableDevelopment (UNCSD) di Rio de Janeiro, 20-22 Juni 2012.

36

Pidato

Ki Moon, Ban. Pidato Sekjen PBB dalam Sidang Umum PBB ke-66 Tahun2011. The Secretary General’s Report to the General Assembly – “We the Peoples”.New York, 21 September 2011. Dibaca dari situs:

http://www.un.org/apps/news/infocus/sgspeeches/search_full.asp?statID=1310, diakses pada tanggal 14 September 2013.

Puri, Lakshmi. 2012. Gender Perspective on Water and Food Security. Pidatodisampaikan oleh Deputy Executive Director of UN Women pada acarapenutupan Minggu Air Se-dunia/Closing Plenary Session of World Water Week,di Stockholm, Swedia, 31 August 2012. Diakses darihttp://www.unwomen.org/en/news/stories/2012/8/gender-perspectives-on-water-and-food-security/#sthash.5IvRW5vh.dpuf,pada tanggal 26 September 2013.

Berita (Surat Kabar, Majalah, dan Internet)

Djoko Kirmanto: Potensi Sumber Daya Air RI No. 5 Terbesar di Dunia. Senin, 1 April2013. Berita online pada situs:http://finance.detik.com/read/2013/04/01/114256/2208129/4/djokir-potensi-sumber-daya-air-ri-no-5-terbesar-di-dunia.

Grynspan, Rebeca. The Associate Administrator of the UN Development Programme(UNDP), dalam berita: ’Water Cooperation Must be a Priority on SustainableDevelopment Agenda” – UN officialhttp://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45664&Cr=water&Cr1=#.UhV-sH-FQZE, diakses pada tanggal 16September 2013.

Indonesia: Making Water Supply and Sanitation Women’s Business in Aceh and Nias.Oktober, 2010. Artikel pada situshttp://www.adb.org/themes/gender/case-studies/indonesia-water-supply-sanitation-womens- business. Diakses pada tanggal 12September 2013.

Layanan Air Bersih Indonesia Masih Buruk. Kamis, 23 Mei 2013. Berita onlinepada situshttp://www.tempo.co/read/news/2013/05/23/206482543/Layanan-Air-Bersih-Indonesia-Masih-Buruk.

*****

37

38