persepsi remaja terhadap faktor penghambat pemanfaatan ...

12
34 Vol. 1 | No. 1 | April 2014 | Jurnal Kesehatan Reproduksi: 34-45 1. Pusat Kesehatan, Kabupaten Sijunjung 2. Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran UGM 3. Program Pasca Sarjana Manajemen Sistem Informasi Kesehatan, Universitas Gadjah Mada PERSEPSI REMAJA TERHADAP FAKTOR PENGHAMBAT PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PUSKESMAS GAMBOK KABUPATEN SIJUNJUNG Vella Dwi Yani 1 , Ova Emilia 2 , Hari Kusnanto 3 ABSTRACT Background: Reproductive health service is an important component that has to be improved globally because teenagers often lack basic information about reproductive health. Despite the need for reproductive health service only a few teenagers utilize the service due to several constraints in having reproductive and sexual health service as a result of limited access to the service and negative perception about center of reproductive health service. Data of Sijunjung District Health Office Sumatera Barat show that only 20% of teenagers utilize reproductive health service available. Whereas cases in teenagers indicate that 9.2% of teenagers have had premarital sexual intercourse and 40% are married at teenage period (<20 years) and 10% is caused by unwanted pregnancy. Objective: To study the perception of teenagers about physical, process, economic and psychosocial factors as obstacles in the utilization of reproductive health service. Method: The study was observational with cross sectional design and descriptive quantitative approach that used qualitative data obtained from indepth interview. Subject of the study were students of SMU 1 and 2 of 14- 16 years old around the working area of Health Centers that have health service for teenagers with as many as 131 respondents. Result and Discussion: Perception of teenagers about physical, process and economic factors showed that the majority had good perception so these factors were not obstacles for teenagers in utilizing reproductive health service. The majority of teenagers (68%) had bad perception about psychosocial factor so this was an obstacle in the utilization of reproductive health service. Conclusion: Obstacles in the utilization of reproductive health service at the health center were caused by psychosocial factor because of shame and unwillingness to tell the problem to staff that was considered as strangers. Teenagers also doubted the confidentiality of the problem they told to the staff. Keywords: perception, teenagers, reproductive health, utilization ABSTRAK Latar belakang: Pelayanan kesehatan reproduksi merupakan komponen penting yang harus diperbaiki secara global. Remaja sering kali kekurangan informasi dasar tentang kesehatan reproduksi. Meskipun kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi tinggi namun pemanfaatannya masih rendah karena berbagai hambatan memperoleh pelayanan dan juga adanya persepsi negatif terhadap pusat pelayanan kesehatan reproduksi. Data dari dinas Kesehatan kabupaten Sijunjung Sumatera Barat menunjukkan hanya 20% remaja yang memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi. Sedangkan kasus dan masalah kesehatan reproduksi menunjukkan 9,2% sudah berhubungan seks sebelum menikah, dan 40% menikah pada usia remaja (<20 tahun) serta 10% mengakibatkan kehamilan tak dikehendaki. Tujuan: Untuk mempelajari persepsi remaja terhadap faktor fisik, proses, ekonomi dan psikososial untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi remaja.

Transcript of persepsi remaja terhadap faktor penghambat pemanfaatan ...

34

Vol. 1 | No. 1 | April 2014 | Jurnal Kesehatan Reproduksi: 34-45

1. Pusat Kesehatan, Kabupaten Sijunjung2. Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran UGM3. Program Pasca Sarjana Manajemen Sistem Informasi Kesehatan, Universitas Gadjah Mada

PERSEPSI REMAJA TERHADAP FAKTOR PENGHAMBATPEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSIDI PUSKESMAS GAMBOK KABUPATEN SIJUNJUNG

Vella Dwi Yani1, Ova Emilia2, Hari Kusnanto3

ABSTRACT

Background: Reproductive health service is an important component that has to be improved globally becauseteenagers often lack basic information about reproductive health. Despite the need for reproductive health serviceonly a few teenagers utilize the service due to several constraints in having reproductive and sexual health serviceas a result of limited access to the service and negative perception about center of reproductive health service.Data of Sijunjung District Health Office Sumatera Barat show that only 20% of teenagers utilize reproductivehealth service available. Whereas cases in teenagers indicate that 9.2% of teenagers have had premarital sexualintercourse and 40% are married at teenage period (<20 years) and 10% is caused by unwanted pregnancy.Objective: To study the perception of teenagers about physical, process, economic and psychosocial factors asobstacles in the utilization of reproductive health service.Method: The study was observational with cross sectional design and descriptive quantitative approach thatused qualitative data obtained from indepth interview. Subject of the study were students of SMU 1 and 2 of 14-16 years old around the working area of Health Centers that have health service for teenagers with as many as131 respondents.Result and Discussion: Perception of teenagers about physical, process and economic factors showed that themajority had good perception so these factors were not obstacles for teenagers in utilizing reproductive healthservice. The majority of teenagers (68%) had bad perception about psychosocial factor so this was an obstacle inthe utilization of reproductive health service.Conclusion: Obstacles in the utilization of reproductive health service at the health center were caused bypsychosocial factor because of shame and unwillingness to tell the problem to staff that was considered asstrangers. Teenagers also doubted the confidentiality of the problem they told to the staff.

Keywords: perception, teenagers, reproductive health, utilization

ABSTRAKLatar belakang: Pelayanan kesehatan reproduksi merupakan komponen penting yang harus diperbaiki secaraglobal. Remaja sering kali kekurangan informasi dasar tentang kesehatan reproduksi. Meskipun kebutuhanpelayanan kesehatan reproduksi tinggi namun pemanfaatannya masih rendah karena berbagai hambatanmemperoleh pelayanan dan juga adanya persepsi negatif terhadap pusat pelayanan kesehatan reproduksi. Datadari dinas Kesehatan kabupaten Sijunjung Sumatera Barat menunjukkan hanya 20% remaja yang memanfaatkanpelayanan kesehatan reproduksi. Sedangkan kasus dan masalah kesehatan reproduksi menunjukkan 9,2% sudahberhubungan seks sebelum menikah, dan 40% menikah pada usia remaja (<20 tahun) serta 10% mengakibatkankehamilan tak dikehendaki.Tujuan: Untuk mempelajari persepsi remaja terhadap faktor fisik, proses, ekonomi dan psikososial untukmemanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi remaja.

35

Vella Dwi Yani et al., Persepsi Remaja terhadap Faktor Penghambat Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksidi Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung

Metode: Studi ini merupakan observasional rancangan potong lintang disertasi pengumpulan data kualitatifmelalui wawancara mendalam.Subyek penelitian adalah siswa SMA kelas 1 dan 2 usia 14-16 tahun di wilayahkerja puskesmas sebanyak 131 responden.Hasil dan Pembahasan: Mayoritas remaja memiliki persepsi baik terhadap faktor fisik, proses, dan ekonomi. Tigafaktor bukan merupakan penghambat memperoleh layanan kesehatan reproduksi. Sementara itu faktor psikososialdianggap sebagai penghambat (68%) untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi.Kesimpulan: Hambatan pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi adalah faktor psikososial karena malu dantidak percaya untuk menceritakan masalah pada petugas kesehatan yang tidak dikenal. Remaja juga meragukankerahasiaan masalah yang diungkapkan.

Kata kunci: persepsi, remaja, kesehatan reproduksi, pemanfaatan

PENDAHULUAN

Sekitar 85% remajahidupdi negaraberkembangdan sebesar 1,7 juta remaja meninggal setiap tahunpadausia 10-19tahun karena kecelakaan, kekerasandan komplikasi kehamilan.1 Penduduk di Indonesiayang berusia remaja (10-24 tahun) berdasarkanlaporan dari BadanPusat Statistik tahun 2009adalah27% dari total populasi. Terbatasnya pengetahuantentang kesehatan reproduksi telah meningkatkanrisiko kehamilan yang tidak diinginkan (unwantedpregnancy) yang dapat mengarah pada tindakanaborsi. Sebagian besar aborsi di Indonesia termasukdalam kategori aborsi tidak aman, proporsi yangdilakukan oleh remaja perempuan sebesar 40%-50%. Menurut data SKRRI tahun 2007 pada usiasebelum 15-24 tahun hanya 1% wanita yang pernahmelakukan hubungan seksual dan 6% pada laki-lakibelum dengan alasan rasa ingin tahu.2

Pelayanan kesehatan reproduksi bagi remajamerupakankomponenpenting yang harusditingkat-kan oleh kesehatan secara global, karena remajasering kali kekurangan informasi dasar mengenaikesehatan reproduksi.Banyak remajayang kekurang-aninformasimengenai ketersediaansaranapelayan-ankesehatan reproduksi.Hal tersebut karena bentukpelayanan yag kurang ramah remaja dan sulitnyaakses terhadap pelayanan kesehatan yang ada.3

Surveiyang pernahdilakukandi KabupatenSijunjungpada tahun 2007, sebanyak 52,3% pernah melaku-kan perilaku seksual yang berisiko, 9,2%pernah

melakukan hubungan seksual pranikah (sexualintercourse). Perkawinan yang terjadi pada usia dibawah 20 tahun sebanyak 40,6% dan 10% disebab-kanoleh kehamilan yang tidak diinginkan(unwantedpregnancy) selama tahun 2008.4 Hal ini disebabkanrendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatanreproduksi dan kurangnya informasi tentangpentingnya kesehatan reproduksi.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksioleh remaja masih rendah, yang disebabkan olehberbagai faktor diantaranya faktor fisik yaitu aksesterhadap layanan, faktor finansial, faktor struktursistem pelayanan dan faktor psikologi remaja itusendiri.5 Beberapa penelitiankualitatifmenunjukkanhambatan remaja untuk memanfaatkan layanankesehatanreproduksidisebabkan karenabiaya,sikapnegatif petugas kesehatan dan kurangnya percayadiri remaja.6

Hasilpenelitianyang lainmengemukakanbahwaremaja mempunyai persepsi bahwa pelayanankesehatan reproduksi disediakan untuk orang yangsudah menikah atau untuk orang yang bermasalah,tidak untuk remaja pada umumnya. Hasil penelitianmelaporkan 72% remaja mengaku takut diketahuioleh orang tua atau orang-orang yang mereka kenalsehinggamenghalangimereka untukmemanfaatkanpelayanan kesehatan reproduksi, sedangkan 67,8%karena perasaan malu untuk meminta pelayanankesehatan reproduksi kepada petugas.7

36

Vol. 1 | No. 1 | April 2014 | Jurnal Kesehatan Reproduksi: 34-45

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui per-sepsi remaja terhadap faktor penghambat peman-faatanpelayanankesehatan reproduksidalam upayameningkatkan kualitas pelayanan kesehatan peduliremaja (PKPR) di Puskesmas Gambok KabupatenSijunjung.

METODE

Penelitianinimenggunakan pendekatandeskrip-tifyang dilengkapidatakualitatif. Penelitiandeskriptifdalam hal ini dimaksudkan untuk menggambarkanpendapat dan menghimpun fakta tentang persepsiremaja terhadap faktor penghambat pemanfaatanpelayanan kesehatan reproduksi. Pelaksanaanpenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten SijunjungSumatera Barat, pada siswa SMU 1 dan SMU 2dengan sampel penelitian siswa telah berusia 14-16tahun yang merupakan kelompok rawan dan harusmengetahui tentang kesehatan reproduksi. Kriteriainklusi dalam penelitian ini siswa laki-laki danperempuan, tercatat sebagai siswa SMU kelas I danII,dan bertempat tinggal di wilayah KabupatenSijunjung.

Teknik pemilihan sampel dengan proportionalsampling. Besar sampel pada penelitian ini dihitung

menggunakan rumus uji hipotesis untuk 1 proporsi.Jumlah sampel penelitian ini 131siswa. Penelitianinijuga memakaidata kualitatif denganmewawancarai4 orang informan terdiri dari siswa laki-laki danperempuan. Instrumen dalam penelitian ini adalahkuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri denganmengacupada penelitianyangdilakukan olehMmari& Magnani di Lusaka, Zambia.8Sedangkan panduanwawancara disusun oleh peneliti sendiri.

Analisis data menggunakan analisis deskriptifmeliputikarakteristik responden danpersepsi remajaterhadap faktor yang menghambat pemanfaatanpelayanankesehatanreproduksi yang meliputi faktorfisik, faktor proses, faktor ekonomi dan faktor psiko-sosial. Analisis data kualitatif dilakukan untuk men-dukung data kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Karakteristik Subjek PenelitianKarakteristik respondendilihat dari jeniskelamin,

status tempat tinggal, jarak tempuh ke tempatpelayanan, jumlah uang saku per bulan, punyakendaraan sendiri, mengikuti ekstrakulikuler.Karakteristik orang tua dilihat dari pendidikan danpekerjaan orang tua.

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden

37

Vella Dwi Yani et al., Persepsi Remaja terhadap Faktor Penghambat Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksidi Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden (lanjutan)

b. Persepsi Remaja Berdasarkan Faktor Fisikyang Menghambat Pemanfaatan PelayananKesehatan ReproduksiFaktor fisik yaitu jarak yang ditempuh remaja

dari tempat tinggal ke pelayanan kesehatan

reproduksi yang ada di puskesmas. Hampir seluruhresponden mempersepsikan mudah dicapai (91%),dengan jarak tempuh tidak lebih dari 15 menit dandilalui transportasi umum dengan waktu tidak lebihdari 30 menit

Gambar 1. Distribusi persepsi remaja berdasarkan faktor fisik sebagaipenghambat pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi

38

Vol. 1 | No. 1 | April 2014 | Jurnal Kesehatan Reproduksi: 34-45

Berdasarkan hasil wawancara mendalam padaremaja diketahui bahwa menurut persepsi mereka,jarakdari tempattinggalkepelayanan kesehatanyangadadipuskesmas tidak jauh, dapat ditempuhdengankendaraan, dilalui transportasi umum dan tidakmemakan waktu yang lama. Remaja juga mengata-kanbahwa jarakdarisekolahke pelayanankesehatanreproduksi juga tidak jauh, jadi menurut merekajarak merupakan tidak menjadi hambatan bagimereka untuk memanfaatkan pelayanan kesehatanreproduksi di puskesmas. Berikut ini adalahpenutur-an remaja mengenai hambatan faktor fisik:

“…..dari rumah saya ke puskesmas nggak jauh,bisa jalan kaki aja buk…ya..bukan karena jauhatau dekatnya buk… mengapa saya tidak maudatang ke klinik remaja ...” (IP2)“….saya rasa pelayanan kesehatan repro-duksi yang ada di puskesmas tidak jauh danmudah untuk dicapai, kalaupun ada teman-teman yang tinggalnya jauh, mereka rata-rata punya kendaraan sendiri kok…” (IL2)“…….. menurut saya kalau jarak dari rumahke puskesmas tidak jauh, rata-rata kami

tinggal masih di wilayah puskesmas buk dansepertinya bukan merupakan alasan untuktidak datang ke pelayanan kesehatan repro-duksi yang ada di puskesmas…”. (IP1)“….ya kalau rumah saya ke puskesmas nggakjauh buk…. Paling kalau naik motor nggaknyampek 2 menit kok…., bukan buk…bukankarena jarak yang bikin saya tidak pernahmengunjungi klinik remaja di puskesmas…..”(IL1).

c. Persepsi Remaja Berdasarkan Faktor Prosesyang Menghambat Pemanfaatan PelayananKesehatan ReproduksiFaktor proses atau pelayanan dengan konsep

youth friendly yaitusikappetugasyangramah,penuhperhatian dan tidak menggurui dalam memberikanpelayanan kesehatan reproduksi terlihat hampirsemuaremaja mempunyaipersepsibahwa tidak adahambatandalampemanfaatan pelayanankesehatanreproduksi di puskesmas (79,3%). Mayoritas remaja(84,1%) mempunyai persepsi tidak ada hambatandalammemanfaatkan prosedurpelayanan kesehatanreproduksi di puskesmas.

Gambar 2. Distribusi persepsi remaja berdasarkan faktor proses sebagai penghambatpemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi

39

Vella Dwi Yani et al., Persepsi Remaja terhadap Faktor Penghambat Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksidi Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung

Lebihlanjutditanyakan persepsi remaja menge-nai sikap petugas dalam memberikan penyuluhanatau konseling kepada remaja. Menurut jawabaninforman petugas yang ada di pelayanan kesehatanreproduksi cukup ramah dan baik, tetapi merekamasih enggan untuk mengungkapkan masalahmereka karena petugas masih dianggap orang yangbelummereka kenaldanbelumbisa merekapercaya,seperti terungkap berikut ini:

“……kalau petugas puskesmas cukup ramahdan bersahabat…tapi saya masih takut untukberkonsultasi buk….. ya…takut nanti masalahsaya diceritakan ke orang lain…”(IP1)“……Menurut saya petugas puskesmas adalahorang yang tidak begitu kita kenal, sehinggauntuk menyampaikan masalah yang sifatnyaagak pribadi ada perasaan malu dan tidakterbuka…. “ (IL2)“…..saya nggak percaya buk…kalau masalahkita bisa dirahasiakan oleh petugas di puskes-mas…. dan saya juga takut buk kalau masalahsaya diketahui orang lain….” (IP2)“…..saya tidak pernah ke puskesmas untukberkonsultasi buk….., tapi saya rasa petugasyang ada disana cukup baik dan ramah,dilihat dari waktu petugas datang ke sekolah

untuk memberikan penyuluhan ke padakami…..”(IL1)Ketika ditanya bagaimana prosedur puskesmas

dalam memberikan pelayanan, remaja mempunyaipersepsi yang baik terhadap prosedur pelayanan

“….masalah prosedur pelayanan di puskes-mas… menurut saya nggak lama dan juganggak berbelit-belit……” (IP2)“……menurut saya prosedur yang ada dipuskesmas nggak terlalu ribet…” (IL2)“…….saya rasa prosedur yang harus dilaluidipuskesmas tidak terlalu sulit…., kita datangmelapor pada bagian registrasi lalu langsungmasuk ke ruang klinik remaja…, disana sudahada petugas yang menunggu”(IP1).

d. Persepsi Remaja Berdasarkan FaktorEkonomi yang Menghambat PemanfaatanPelayanan Kesehatan ReproduksiPada faktor ekonomi mayoritas remaja (71,7%)

setujubahwamembayar bukan merupakan hambat-an dalam memanfaatkan pelayanan kesehatanreproduksi dan hampir semua remaja (93,8%)mempunyai persepsi bahwa tarif pelayanan jugatidak menjadi hambatan dalam memanfaatkanpelayanan kesehatan reproduksi di puskesmas.

Gambar 3. Distribusi persepsi remaja berdasarkan faktor ekonomi sebagai penghambatpemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi

40

Vol. 1 | No. 1 | April 2014 | Jurnal Kesehatan Reproduksi: 34-45

Ketika informan ditanya apakah untuk men-dapatkan pelayanan kesehatan reproduksi dipuskesmas mereka harus membayar, sebagianinforman berpendapat tidak membayar tetapi adasebagian lagi berpendapat membayar tapi hargamasih terjangkau oleh remaja. Faktor ekonomi tidakmerupakan hambatan bagi remaja karena untukberkonsultasi mereka tidak membayar, sepertipenuturan informan berikut ini:

“……saya pernah datang untuk konsultasi kepuskesmas, waktu itu saya membayar karenaharus nebus obat tapi nggak mahal kokbuk…..” (IP1)“……saya nggak pernah memanfaatkan klinikremaja buk….. tapi informasi yang sayadengar nggak membayar untuk datang danberkonsultasi…..” (IL1)“…..waktu itu petugas puskesmas datang kesekolah, untuk mensosialisasikan klinik remajayang ada di puskesmas, mereka mengatakanbahwa untuk mengunjungi klinik remaja yangada di puskesmas tidak dipungut bayaranalias gratis…..” (IP2)

“….sebenarnya untuk datang ke klinik remajatidak membayar buk….., kita disanakanhanya konsultasi ataupun curhat saja denganpetugas mengenai masalah kita……, tetapiapabila ada penyakit yang yang perlu di obatimaka petugas nanti akan memberikan resepkepada kita untuk ditebus…., itupun harganyasebesar harga karcis puskesmas buk….”(IL2)

e. Persepsi Remaja Berdasarkan Faktor Psiko-sosial yang Menghambat PemanfaatanPelayanan Kesehatan ReproduksiPada faktor psikososial bahwa mayoritas remaja

(71%) mempunyai rasa malu untuk memanfaatkanpelayanan kesehatan reproduksi, karena remajamempunyai persepsi bahwa pelayanan kesehatanreproduksi yang ada di puskesmas dimanfaatkanuntuk remaja yang bermasalah. Remaja jugamempunyai rasa ketidak percayaan kepada petugasterhadap kerahasiaan masalah yang merekasampaikan (60%).

Gambar 4. Distribusi persepsi remaja berdasarkan faktor ekonomi sebagaipenghambatpemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi

Pada Gambar 5 dapat dilihat rata-rata persepsi remaja terhadap faktor penghambat pemanfaatanpelayanan kesehatan reproduksi di puskesmas.

41

Vella Dwi Yani et al., Persepsi Remaja terhadap Faktor Penghambat Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksidi Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung

Gambar 5. Persepsi remaja berdasarkan faktor penghambat pemanfaatan pelayanan kesehatanreproduksi

Mayoritasrespondenmempunyai persepsiyangbaik terhadap faktor fisik, faktor proses dan faktorekonomi sebagai faktor penghambat dalampemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi.Faktor psikososial dipersepsi sebagai penghambatoleh lebih dari separuh remaja (74%) untukmemanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi.

Remaja juga mengakui bahwa kesehatanreproduksi itu juga penting diketahui oleh remaja,ketika ditanya lebih lanjut tentang apa yang menjadipertimbangan dalam memanfaatkan pelayanankesehatan reproduksi di puskesmas, remajaberpendapat bahwasebaiknya pelayanankesehatanreproduksi remaja tersebut yang menjadi konselor-nyaadalah temansebaya.Remaja jugamengungkap-kanbahwa merekalebihnyaman untukmembicara-kanmasalahmerekadengantemandaripadadenganpetugas kesehatan,karena menurut mereka petugaskesehatan adalah orang lain yang tidak mengenalbagaimana remaja, remaja juga mengkhawatirkankerahasiaan masalah yang mereka ungkapkan danadanya rasa malubilabertemudengan petugasyangmengetahui masalah atau tempat mereka meng-ungkapkan masalah.

“ …..saya belum pernah datang ke klinikremaja yang ada di puskesmas, saya lebihsenang membicarakan masalah saya dengan

teman, apalagi sekarang kan ada peercounselor yang dapat membantu masalahsaya…dan saya juga meragukan kerahasiaanmasalah saya akan terjamin” (IP2)“…….alasan saya tidak mau datang ke klinikremaja yang ada di puskesmas karena sayamerasa malu untuk menyampaikan masalahsaya, karena saya tidak merasa dekat denganpetugas yang ada dipuskesmas….danpetugasnya kan juga belum tau bagaimanaperasaan kita….dan belum tentu buk…petugasnya merahasiakan apa yang kitasampaikan…..kan nanti kita jadi malu kalauketemu lagi dengan petugas puskesmas”(IL1)Menurut pendapat informan yang berasal dari

peer counselor,bahwaremajatidakmaumemanfaat-kan pelayanan kesehatan reproduksi di puskesmasdisebabkan karena merasa tidak terjamin kerahasia-an dan juga remaja merasa tidak nyaman menyam-paikan masalahnya kepada orang yang tidak begitukenaldengan merekadanremaja juga merasabahwapetugas belum tentutahu apa yang merekarasakan,seperti penuturan kedua peer counselor berikut ini:

“…… menurut saya mengapa teman-temantidak mau memanfaatkan klinik remaja yangada di puskesmas karena mereka lebihnyaman konsultasi dengan teman saja, kalau

42

Vol. 1 | No. 1 | April 2014 | Jurnal Kesehatan Reproduksi: 34-45

dengan petugas kesehatan yang ada diklinikremaja sepertinya tidak bisa mengungkapkanmasalah mereka…… Salah satu alasannyabegini buk…karena kita kan nggak salingkenal, bisa jadi dia kan nggak tau perasaanremaja itu seperti apa…..”(IL2)“….walaupun saya seorang peer counselorbuk… tapi saya sendiri juga merasa maluuntuk ngomongin masalah saya ke petugaspuskesmas karena saya merasa nanti masalahyang saya sampaikan diketahui oleh petugaslain atau juga diketahui oleh guru di seko-lah….., nanti kalau ketemu dengan petugas-nya saya kan malu buk…selama ini kalau sayaada masalah saya lebih nyaman membicara-kannya dengan peer counselor yang lain.”(IP1)

Lebih lanjut ditanyakan bagaimana sebaiknyaagar klinik remaja dapat dimanfaatkan oleh semuaremaja, dan pelayanan kesehatan reproduksi dapatterus berjalan dengan baik, tanpa adanya perasaanmalu, takut dan bisa mempercayai bahwakerahasiaan terjamin. Menurut pendapat informansebaiknya pelayanan kesehatan reproduksi untukremaja tetap dapat dilakukan tetapi tidak harusbertemu atau bertatap muka, bisa dilakukankonsultasi lewat radio ataupunlewat SMS. Saran dariinforman yang berasal dari peer counselor adalahsebaiknya klinik remaja tetap berjalan tetapipetugasnya bukan petugas puskesmas, sebaiknyaadalah peer counselor karena remaja akan lebihnyaman menyampaikan masalah mereka denganteman sebayanya, berikut penuturannya:

“…ehm…sebaiknya konsultasi tidak harusdalam bentuk langsung bertatap muka…. Tapikita kan bisa konsultasi lewat SMS, ataupunmelalui siaran langsung radio….mungkin ituakan lebih banyak dimanfaatkan oleh remajabuk….”(IP2)“….kalau pendapat saya untuk tempat bolehsaja tetap dipuskesmas buk…. Asalahkan

petugas yang ada di klinik remaja tersebutbukan petugas puskesmas melainkan seorangpeer counselor yang sudah dilatih, agar teman-teman merasa nyaman untuk menyampaikanmasalah merekan….”(IL2)“…..menurut saya selain tempatnya dipuskesmas, hendaknya ada lagi tempat ataucabang dari puskesmas yang berada di luarpuskesmassehinggateman-teman bisamemilihmaumengunjungi, bila mereka malu ke puskes-mas mereka bisa datang ke tempat lainnya…..yang dicabang ini sebaiknya tidak petugaspuskesmasbuk….Tetapi peercounselor…..pihakpuskesmastetapmemantau kegiatantersebut…saya yakin kegiatan seperti ini akan ber-hasil…..”(IP1)

1. Faktor Fisik Sebagai Penghambat Remajadalam Memanfaatkan Pelayanan KesehatanReproduksi di PuskesmasDarihasilpenelitianmenunjukkanbahwaremaja

berpersepsi bahwa faktor fisik bukan penghambatpemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi dipuskesmas (63,3% persepsi baik). Hal ini didukungdengan kondisi bahwa mayoritas remaja bertempattinggal tidak jauh dari tempat pelayanan kesehatanreproduksi yaitu dari karakteristik respondendiketahuibahwa mayoritas jaraktempuh dari rumahremaja ke pelayanan kesehatan <1 km (43%). Waktutempuh yang dibutuhkan<15 menit dan dilaluitransportasi umum tidak lebih dari 30 menit.

Hasil kuantitatif ini didukung oleh data wawan-caramendalam, bahwaremajamengatakantidakadamasalah jarak atau waktu tempuh antara tempattinggal mereka ke pelayanan kesehatan reproduksiyang ada dipuskesmas. Remaja jugamenyampaikanbahwa rata-rata mereka tinggal tidak jauh dari pus-kesmas dan walaupun jauh para remaja mempunyaikendaraan untuk transportasi menuju ke pelayanankesehatan reproduksi.

Penelitian ini berbeda dengan sikap remajaterhadappelayanankesehatan reproduksidi Islandia,

43

Vella Dwi Yani et al., Persepsi Remaja terhadap Faktor Penghambat Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksidi Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung

bahwa jarak, transportasi dan keterjangkauan biayaberpengaruh signifikan terhadap pemanfaatanpelayanan kesehatan reproduksi remaja. Remajatidakmemanfaatkanpelayanankesehatanreproduksikarenajarak pelayananyang jauhdari tempattinggalmereka.Sebaliknya,remaja yangpernahmemanfaat-kan pelayanankesehatan reproduksikarena pelayan-an dekat secara geografis. Sekitar 80% dari semuaresponden mengatakan bahwa akan sangatpentingbahwa pelayanan kesehatan reproduksi dekatdengan tempat tinggal mereka.9

Penelitianinibertentangan dengan hasildi AddisAbaba bahwa remaja tidak mau memanfaatkanpelayanan kesehatan reproduksi bila pelayanantersebut berada dekat dari tempat tinggal mereka,sehinggamerekatakut untukmengunjungipelayan-andenganalasan takutdiketahui olehorang tua atauorang-orang yang mereka kenal.7

2. Faktor Proses sebagai Penghambat Remajadalam Memanfaatkan Pelayanan KesehatanReproduksi di PuskesmasMayoritas remaja mempunyai persepsi yang

baikterhadap prosespelayanan(82,4%), yangberartipelayananyangdiberikan sudahmenerapkankonsepyouth friendly yaitu sikap petugas yang ramah danbersahabatdenganremaja. Remaja jugamempunyaipersepsi bahwa untuk mendapatkan pelayananmereka tidak dipersulit, sebagai mana yang ditutur-kan remaja pada wawancara mendalam. Remajamengatakanbahwa petugasyangadadi klinikremajatersebut cukup ramah dan baik, mereka merasakanhal tersebut saat petugas berkunjung ke puskesmasuntuk memberikan informasi mengenai kesehatanreproduksi, remaja juga mengatakan bahwa untukmendapatkan pelayanan di puskesmas mereka tidakmenjalani prosedur yang berbelit-belit.

Penelitianini berbeda dengan pendapat bahwasalah satu hambatan remaja untuk memanfaatkanpelayanan kesehatan reproduksi adalah karenapelayanan yang tidak bersahabat (youth friendly),dan salah satu program yang dilakukannya untuk

memperbaiki pelayanan kesehatan reproduksiadalah melaksanakan pelayanan yang bersahabatdan mengutamakan kerahasiaan.7 Pemanfaatanpelayanan kesehatan reproduksi remaja yang sudahmenggunakan konsep youth friendly biasanya lebihtinggi, tapi pada penelitian ini remaja mempunyaialasan mengapa mereka tidak mau memanfaatkanpelayanan tersebut disebabkan mereka masihmengganggap bahwa petugas adalah seseorangyang baru mereka kenal dan tidak bisa untukmenyampaikan atau menceritakan masalah merekasecara terbuka.

Dari penelitian menyatakan bahwa untuk dapatmeningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatanreproduksi remaja, salahsatunyaadalah melatih peercounselor sehingga remaja dapat menyampaikanatau menceritakan masalah merekakepadakonselorsebaya secara terbuka. Remaja lebih percaya kepadateman sebayanya karena mereka menganggapbahwa teman adalah orangterdekatdan orang yangpaling mengerti dengan keadaannya sekarang.8

3. Faktor Ekonomi Sebagai Penghambat Remajadalam Memanfaatkan Pelayanan KesehatanReproduksi di PuskesmasPada penelitian ini faktor ekonomi tidak

dipersepsisebagaipengahambat oleh73,2%remaja,karena untuk mendapatkan pelayanan kesehatanreproduksi remaja tidak perlu mengeluarkan biayayang besar. Remaja mengatakan bahwa untukmendapatkan pelayanan kesehatan reproduksimereka tidak membayar, jikapun membayar untukhal-hal tertentu mereka mengatakan masihterjangkau.Pertimbanganbiaya menentukanremajauntuk akses ke pelayanan kesehatan reproduksi,ternyatabiaya tidakmenjadihambatan remajauntukmemanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksiyang ada di puskesmas.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan diAmerika Serikat, akses remaja tergantung sejauhmana mereka memiliki cakupan asuransi kesehatan.Hampir 70% remaja mengatakan biaya harus lebih

44

Vol. 1 | No. 1 | April 2014 | Jurnal Kesehatan Reproduksi: 34-45

murah untuk mendapatkan pelayanan kesehatanreproduksi, 50% remaja memandang hal ini sangatpenting agarpelayanan kesehatan reproduksi bebasbiaya.10 Penelitian yang lain bahwa 80% remajamenginginkan pelayanan kesehatan reproduksiremaja hendaknya murah atau sama sekali gratis.7

4. Faktor Psikososial Sebagai PenghambatRemaja dalam Memanfaatkan PelayananKesehatan Reproduksi di PuskesmasFaktor psikososial dipersepsi sebagai hambatan

memanfaatkan pelayanan (74% remaja), hal ini jugadikuatkandenganhasil wawancara mendalam. Padaumumnya remaja mengaku tidak mau memanfaat-kan pelayanan kesehatan reproduksi yang ada dipuskesmas disebabkan karena adanya rasakeengganan dalam menyampaikan masalah kepadapetugas yang dianggapnya sebagai orang yang barudikenal. Penelitian ini senada dengan penelitianmengenai persepsi remaja terhadap pelayanankesehatan reproduksi, yaitu 72% remaja tidakmemanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksidisebabkan adanya perasaan malu, takut denganorang tua dan masyarakat.7

Sebenarnya remaja berharap bahwa temansebaya atau orang tuabisa dijadikan tempat merekauntuk menceritakanmasalah mereka.Sebagaimanapenelitiantentangremajamempunyaiperasaantidaknyaman dan malu untuk mengungkapkan per-masalahannya kepada petugas yang ada dipelayanan kesehatan reproduksi remaja, merekalebih memilih membicarakan dengan temansebayanya ataupun dengan orang tua merekasendiri.3

Penelitian yang dilakukan di 5 kota di Indonesiatentang pemanfaatan pelayanan kesehatanreproduksi remaja terhadap 2.479 remaja yangberusia 15-24 tahun, hanya 23,42% yang pernahmemanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksiremaja walaupun 94,56% remaja menyatakan tahuadanyapelayanan. Remaja jugamembutuhkansuatupusat pelayanan kesehatan reproduksi untukmengatasi persoalan sehari-hari.11 Penelitian ini

didukung juga oleh pengakuan responden dalamwawancara mendalam,bahwasesungguhnyaremajamembutuhkan pelayanan kesehatan reproduksiuntuk mengatasi masalah-masalah yang merekahadapi.Namun yang menjadi hambatan bagi remajaadalah perasaan tidak nyaman dan merasa tidakleluasa untuk menyampaikan masalah kepadapetugas yang ada diklinik remaja tersebut. Remajamerasa lebih nyaman menyampaikan masalahdengan teman sebayanya atau dengan peercounselor yang adadisekolah. Sebagian remajamaumendiskusikan denganpetugas tetapitidakbertemulangsungdengan petugashanyamelalui teleponatausms karena mereka tidak ingin identitas merekadiketahui dengan alasan malu jika ketemu denganpetugas kesehatan setelah konsultasi.

Menurutpenelitian yang lainbahwauntukdapatmeningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatanreproduksi remaja, salahsatunyaadalah melatihpeercounselor sehingga remaja dapat menyampaikanatau menceritakan masalah merekakepadakonselorsebaya secara terbuka. Remaja lebih percaya kepadateman sebayanya karena mereka menganggapbahwa teman adalah orangterdekatdan orang yangpaling mengerti dengan keadaannya sekarang.8

Menurut WHO (2001), pendidik/konselorsebayadiperlukankarena: 1) mereka menggunakanbahasayang hampirsamasehingga informasimudahdipahami oleh sebayanya, 2) remaja lebih terbukamengemukakan pikiran dan perasaannya kepadapendidik/konselorsebayanya,3) pesan-pesansensitifdapat disampaikan secara terbuka. Strategi peereducation/peer counselor,selaindapatmeningkatkankepedulian atau kewaspadaan ternyata dapatmendukung terjadinya perubahan perilaku.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan yangtelah diuraikan oleh peneliti, dapat diambilkesimpulan bahwa: (1) hambatan remaja dalammemanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksiyang ada di puskesmas disebabkan oleh hambatan

45

Vella Dwi Yani et al., Persepsi Remaja terhadap Faktor Penghambat Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksidi Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung

psikososial,dimana adanya stigma bahwa pelayanankesehatan reproduksi adalah pelayanan bagi remajayang bermasalah. Hambatan lain juga disebabkankarena remaja tidak mempercayai terjaminnyakerahasiaanterhadapmasalah yangmerekasampai-kan, (2) remaja mempunyai persepsi bahwa faktorfisik (jarak dari tempat tinggal ke pelayanan kesehat-anreproduksi di puskesmas), faktor proses(pelayan-an dengan konsep youth friendly dan kemudahandalam mendapatkanpelayanan) dan faktorekonomi(biaya pelayanan), bukan merupakan faktor peng-hambat pemanfaatan pelayanan kesehatan repro-duksi yang ada di puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA1. WHO. Adolescents Friendly Health Services in The

South-East Asia Region. 2004.2. BPS B, Depkes, . Survei kesehatan reproduksi remaja

Indonesia 2007 Macro International. Calverton,Maryland, USA. International BM, editor2008.

3. Tegegn A, Yazachew, M., Gelaw, Y. Reproductivehealth knowledge and attitude among adolescent:an community based study in Jimma Town, South-west Ethiopia. Ethiop J Health Dev. 2008;22 (3):234-51.

4. Sinjunjung DKK. Profil Kesehatan Kabupaten Si-junjung Tahun 2008.

5. Belmonte G, Magnani, & Lipovsek. Wasington. DC.Barriers to adolescents use of reproductive healthservices in three Bolivian cities, FOCUS on YoungAdults. 2000.

6. Koster A, Kemp, J., Offei, A. . Utilization of reproduc-tive health services by adolescent boy in the easternregion of Ghana. Afr J Reprod Health. 2001;5(1):40-9.

7. Berhane F, Berhane, Y. & Fantalun, M. 19(1):29-36.Adolescents’ Health Services Utilization Pattern andPreferences: Consultation for Reproductive HealthProblems and Mental Stress are Less Likely. EthiopJ Health Dev. 2005;19(1):29-36.

8. Mmari KN, Magnani, R.J. . Does making clinic-basedreproductive health services more youth-friendlyincrease services use by adolescents? evidencefrom Lusaka, Zambia. J Adolesc Health. 2003;33:259-70.

9. Bender BSS. Attitudes of Icelandic Young PeopleTowardSexual and Reproductive Health Services.Family Planning Perspectives. 1999;31(6).

10. Long LH, Roberta., Baron H, Cassidy AM, WhittakerPG. Access to adolescent reproductive healthservices: financial and structural barriers tocare2003 Available<http://www.ugi-usa.org/pubs/journals> [diakses 9 September 2009].

11. Tanjung A, Utamadi, G., Sahajana, J. & Tafal, Z. .Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatanreproduksi remaja. Laporan need assessment diKupang, Palembang, Singkawang, Cirebon danTasikmalaya. Jakarta: BKKBN & UNFPA.; 2001.