persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini ...

115
PERSEPSI ORANG TUA MENGENAI PENDIDIKAN SEKS ANAK USIA DINI DI DESA JANGGA BARU KECAMATAN BATIN XXIV KABUPATEN BATANGHARI SKRIPSI ELBI ARDIYAH NIM.209180044 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2022

Transcript of persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini ...

PERSEPSI ORANG TUA MENGENAI PENDIDIKAN

SEKS ANAK USIA DINI DI DESA JANGGA BARU

KECAMATAN BATIN XXIV KABUPATEN

BATANGHARI

SKRIPSI

ELBI ARDIYAH

NIM.209180044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2022

i

PERSEPSI ORANG TUA MENGENAI PENDIDIKAN

SEKS ANAK USIA DINI DI DESA JANGGA BARU

KECAMATAN BATIN XXIV KABUPATEN

BATANGHARI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan

ELBI ARDIYAH

NIM.209180044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2022

2022

2022

iv

2014068503

v

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk yang paling utama, sebuah sujud syukur kepada

Allah SWT yang telah memberikan ku kekuatan, membekaliku dengan ilmu sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini.

Untuk kedua orang tuaku tercinta. Sebagai tanda hormat, rasa cinta dan terima kasih

tak terhingga kupersembahkan karya sederhana ini kepada bapak Casrudin dan ibu

Jamilah yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus hingga aku dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh pendidikan sarjanaku

yang merupakan salah satu cita-citaku.

Untuk adikku Ardan Adiguna yang telah banyak membantuku dan menemaniku

dalam menyelesaikan perkuliahanku dan orang-orang yang mencintai ilmu

pengetahuan.

vii

MOTTO

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya

adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka

kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan.” [Q.S At-Tahrim: 6] (Departemen

Agama RI, 2005: 561 ).

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha‘Alim

yang kita tidak mengetahui kecuali apa yang diajarkannya, atas iradahnya hingga

skripsi ini dapat dirampungkan. Salawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW

pembawa risalah pencerahan bagi manusia.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

akademik guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis menyadari sepenuhnya

bahwa penyelesaian skripsi ini tidak banyak melibatkan pihak yang telah

memberikan motivasi baik moril maupun materil, untuk itu melalui kolom ini

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi As’ari, M.A.,Ph. D, selaku Rektor UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

2. Ibu Dr. Hj. Fadlillah, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Bapak Ridwan, S. Psi., M. Psi., Psikolog dan Bapak Dr. Amirul Mukminin

Al-Anwari, M. Pd selaku Ketua dan Sekretaris Prodi Pendidikan Islam

Anak Usia Dini.

4. Bapak Ridwan, S. Psi., M. Psi., Psikolog selaku dosen Pembimbing I dan

Bapak Indra Bangsawan, M. Pd.I, sebagai Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan mencurahkan pemikirannya demi mengarahkan

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Muhamad selaku Kepala Desa Jangga Baru yang telah memberikan

kemudahan kepada penulis dalam memperoleh data dilapangan.

6. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi tiada henti hingga

menjadi kekuatan pendorong bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan mahasiswa kelas B angkatan 2018 terkhusus

teman-teman tersayang Naelul Fauziyah, Lilia Nurramadani, Mita Aprilia

yang telah menjadi patner diskusi dalam penyusunan skripsi ini.

ix

8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu perasatu.

Akhirnya semoga Allah SWT berkenan membalasa segala kebaikan dan

amal semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pengembangan ilmu.

Jambi, 04 Maret 2022

Elbi Ardiyah

NIM. 209180044

x

ABSTRAK

Nama : Elbi Ardiyah

Program Studi : Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Judul : Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Anak Usia Dini di

Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari

Skripsi ini membahas tentang Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks

Anak Usia Dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari

dengan permasalahan (a) Bagaimana upaya orang tua dalam menyampaikan

pendidikan seks anak usia dini Bagaimana persepsi orang tua mengenai pendidikan

seks anak usia dini (b) Bagaimana persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak

usia dini (c) Apa faktor yang mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pendidikan

seks anak usia dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi

orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga Baru, bagaimana

pola penanaman pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga Baru, apa faktor yang

mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pendidikan seks anak usia dini di Desa

Jangga Baru. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, untuk

menemukan jawaban atas permasalahan yang telah diuraikan maka teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara observasi, wawancara dan

dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua telah melakukan

upaya pemberian pendidikan seks untuk anak usia dini dengan cara mengenalkan anak

tentang anggota tubuh, mengajarkan secara perlahan dan menggunakab bahasa yang

dapat dipahami anak. Persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di

RT 06 Desa Jangga Baru berbeda-beda, ada yang menganggapnya positif yaitu orang

tua mendukung adanya pendidikan seks untuk anak usia dini dan ada yang

menganggapnya negatif yaitu orang tua yang tidak setuju dengan adanya pendidikan

seks anak usia dini krena dinggap sebagai hal yang tabu. Faktor yang mempengaruhi

persepsi orang tua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal nya

meliputi latar belakang pendidikan orang tua dan pengalaman pribadi orang tua,

sedangkan faktor eksternalnya adalah lingkungan sosial atau tempat tinggal.

Kata Kunci: Persepsi Orang Tua, Pendidikan Seks

xi

ABSTRACT

Name : Elbi Ardiyah

Study Program : Early Childhood Islamic Education

Title : Parental Perception Regarding Early Childhood Sex Education in

Jangga Baru Village, Batin XXIV District, Batanghari Regency

This thesis discusses Parental Perceptions Regarding Early Childhood Sex

Education in Jangga Baru Village, Batin XXIV District, Batanghari Regency with

problems (a) How are the efforts of parents in delivering early childhood sex education

How are parents' perceptions of early childhood sex education (b) ) What is the

perception of parents regarding early childhood sex education (c) What are the factors

that influence parents in implementing early childhood sex education . This study aims

to find out how the perception of parents regarding early childhood sex education in

Jangga Baru Village, how the pattern of planting early childhood sex education in

Jangga Baru Village, what factors influence parents in implementing early childhood

sex education in Jangga Baru Village. This type of research is descriptive qualitative

research, to find answers to the problems that have been described, the data collection

techniques in this study used observations, interviews and documentation. The results

of this study indicate that parents have made efforts to provide sex education for early

childhood by introducing children to body parts, teaching slowly and using language

that children can understand. Parents' perceptions of early childhood sex education in

RT 06 Jangga Baru Village are different, some consider it positive, namely parents

support sex education for early childhood and some consider it negative, namely

parents who do not agree with the existence of child sex education. early age because

it is considered a taboo. Factors that influence the perception of parents are internal

factors and external factors. The internal factors include the educational background

of the parents and the personal experiences of the parents, while the external factors

are the social environment or place of residence.

Keywords: Parents Perception, Sex Education

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

NOTA DINAS ........................................................................................................ ii

PENGESAHAN .................................................................................................... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................... v

PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi

MOTTO ............................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

ABSTRAK ............................................................................................................. x

ABSTRACT .......................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL................................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

B. Fokus Penelitian .......................................................................................... 5

C. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8

A. Kajian Teoritik ............................................................................................ 8

1. Hakikat Persepsi Orang Tua ..................................................................... 8

a. Pengertian Persepsi ........................................................................... 8

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ................................. 10

c. Pengertian Orang Tua ..................................................................... 14

2. Hakikat Pendidikan Seks Anak Usia Dini .............................................. 16

a. Pengertian Pendidikan Seks Anak Usia Dini .................................. 16

b. Tujuan Pendidikan Seks Anak Usia Dini ........................................ 21

c. Manfaat Pendidikan Seks Anak Usia Dini ...................................... 24

d. Tahapan Perkebangan Seks Anak Usia Dini ................................... 25

e. Cara Menyampaikan Pendidikan Seks Anak Usia Dini .................. 26

f. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seks Anak Usia Dini ............. 31

B. Studi Relevan ............................................................................................ 33

xiii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 35

A. Pendekatan dan Desain Penelitian ............................................................ 35

B. Setting dan Subjek Penelitian.................................................................... 36

C. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 37

D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 38

E. Teknik Analisis Data ................................................................................. 39

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ....................................................... 40

G. Jadwal Penelitian ....................................................................................... 42

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ....................................................... 44

A. Temuan Umum.......................................................................................... 44

B. Temuan Khusus dan Pembahasan ............................................................. 52

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 67

A. Kesimpulan ............................................................................................... 67

B. Saran .......................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Jangga Baru........................... 51

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Permusyawaratan Desa Jangga Baru ..... 52

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian................................................................................... 43

Tabel 4.1 Daftar nama kepala desa ...................................................................... 44

Tabel 4.2 Tingkat pendidikan penduduk ............................................................... 47

Tabel 4.3 Tingkat kesehatan masyarakat .............................................................. 47

Tabel 4.4 Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut ............................... 48

Tabel 4.5 Mata pencarian penduduk ..................................................................... 48

Tabel 4.6 Sumber daya sosial budaya ................................................................... 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002

tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan

bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala

kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat

hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi”.

Pendidikan adalah proses pengajaran, pelatihan, dan pembinaan yang

berusaha mewariskan pengetahuan dan pemahaman kepada generasi penerus

agar tidak terkecoh atau mengalami tantangan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan dapat diperoleh dari sekolah dan individu di sekitarnya, tetapi juga

dimungkinkan untuk belajar secara otodidak di bawah pengawasan keluarga

atau orang tua. Beberapa ayat Al-Qur'an menekankan pentingnya pendidikan,

terutama ayat 11 Surat Al-Mujadalah:

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu

“Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya

Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan,

“Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat

orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi

ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu

kerjakan. [Al-Mujadalah:11] (Departemen Agama RI, 2005: 543).

2

Seks sering dikenal sebagai gender, adalah konsep perbedaan biologis

atau fisik antara pria dan wanita. Faktor biologis dan hormonal juga terlibat.

Manusia diberkahi dengan berbagai macam organ tubuh. Mata melihat telinga

mendengar, mulut berbicara, tangan bergerak, kaki berjalan, dan sebagainya.

Kondisi organ biologis berbeda secara signifikan dari satu orang ke orang

lainnya. Tidak ada dua orang, bahkan kembar, yang identik karena setiap

manusia adalah unik dan berbeda.

Dalam Islam, pendidikan seks sangat penting untuk pendidikan iman,

moral, dan ibadah. Tanpa adanya ketiga faktor tersebut dalam pendidikan seks,

arah pendidikan seks menjadi tidak jelas. Memang, hal itu dapat menyebabkan

penyesatan dan penyimpangan dari tujuan awal perilaku seksual manusia

dalam konteks pengabdian agama. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan

seks tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip hukum Islam (el-Qudsy,

2012: 9).

Anak merupakan bagian penting dari masyarakat yang harus dijaga

dengan baik untuk menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Tuhan

telah mempercayakan anak-anak kepada kita, dan mereka harus dilindungi

secara fisik dan mental. Anak-anak menjadi ujian bagi orang tua untuk melihat

apakah mereka berhasil membesarkan orang-orang percaya yang baik terhadap

agama, keluarga, masyarakat, dan diri mereka sendiri (Roesli dkk., 2018: 337).

Dalam agama Islam, sejak anak usia dini harus sudah dilatih untuk

terbiasa mengenal jati dirinya atau gendernya. Sejak anak lahir, biasanya orang

tua akan memakaikan pakaian atau aksesoris yang sesuai dengan jenis gender

atau jenis kelamin sang anak. Pengenalan identitas gender pada anak tersebut

secara tidak langsung telah menjadi materi orang tua dalam menyampaikan

pendidikan seks kepada anaknya (Senja, 2020: 136).

Banyak orang percaya bahwa pendidikan seks hanya sebatas

mengajarkan bagaimana berhubungan seks. Pendidikan seks memberi anak-

anak pemahaman yang lebih baik tentang seks dan disesuaikan dengan usia

mereka. Selain itu, anak-anak menyadari fungsi organ seksual dan pentingnya

naluri yang dapat muncul kapan saja (Senja, 2012: 1).

3

Dengan adanya pendidikan seks ini maka menimbulkan berbagai

persepsi dikalangan masyarakat terutama pada orang tua. Persepi sendiri

memiliki arti penilaian atau pandangan seseorang mengenai hal yang menjadi

topik pembicaraan dan menafsirkannya dalam kehidupan. Sedangkan yang

dimaksud persepsi orang tua disini adalah cara pandang orang tua (ayah dan

ibu) yang ditangkap dari panca indera mereka dalam menafsirkan pengetahuan

yang mereka dapat dari hal yang menjadi topik pembicaraan.

Orang tua sebagai faktor utama harus memberikan pendidikan yang

terbaik untuk anaknya, terutama dalam hal pendidikan seks. Sejak usia dini,

anak-anak harus mendapatkan pendidikan seks karena ini merupakan

pendidikan yang sangat penting untuk mencegah berkembangnya pemikiran-

pemikiran negatif oleh anak, apalagi di sekarang ini anak sudah mulai

mengenal tontonan dan mendapat informasi-informasi dari berbagai media

seperti televisi dan gadget.

Semakin maju perkembangan globalisasi di bidang teknologi informasi

dan komunikasi saat ini memudahkan siapa saja dapat menjangkau informasi

dari berbagai belahan dunia. Semua jenis informasi berkembang pesat hingga

sulit untuk membatasi efek negatif yang ditimbulkan. Perkembangan tersebut

memunculkan berbagai fenomena di lingkungan masyarakat, khususnya pada

anak-anak. Informasi mengenai hal-hal yang berbau seksual mulai tampak di

luar batas. Hal ini dapat ditemui pada saat anak menonton televisi ataupun dari

gadget yang saat ini juga banyak digunakan anak-anak. Kondisi ini sangat sulit

kita bendung, apalagi kita hilangkan. Karena saat ini, anak juga perlu dibekali

untuk mengetahui berbagai teknologi yang berkembang terus menerus saat ini.

Dewasa kita sering mendengar cerita tentang pelecehan seksual

terhadap anak dari sosial-media, koran kabar ataupun televisi. Sangat

disayangkan sekali anak-anak yang belum mengerti menjadi korban pelecehan

seksual yang pada kenyataannya dilakukan oleh orang-orang kerabat korban

itu sendiri. Tidak hanya anak perempuan yang mendapat perlakuan pelecehan

seksual, sering juga anak laki-laki pun mendapatkan pelecehan seksual. Hal ini

menjadi bukti kurangnya pemahaman anak tentang sex yang seharusnya

4

diberitahukan dan diperbincangkan kepada anak oleh orang tua karena orang

tua berperan penting dalam menyampaikan pendidikan seks ini. Nilai benar

atau salah dan kemampuan mengendalikan perilaku juga perlu diajarkan untuk

mencegah tindakan asusila pada anak sejak dini. Tetapi minimnya pengetahuan

orang tua mengenai pendidikan seks menimbulkan persepsi yang berbeda, ada

yang memandangnya positif dan ada yang negatif.

Bagi orang tua, mendiskusikan seks adalah topik yang rumit untuk

dibicarakan. Pendidikan orang tua di masa lalu menjadikan seks sebagai topik

pembicaraan yang tabu, terutama di kalangan anak-anak. Orang tua cenderung

menghindari dan menutup diri ketika mendengar percakapan atau pertanyaan

tentang seks. Salah satu cara bagi orang tua untuk menyembunyikan

kecerobohan mereka adalah dengan melarang anak-anak mereka bertanya atau

berbicara tentang seks (Nadar, 2017: 79).

Mayoritas masyarakat kita, khususnya orang tua, menganggap

menampilkan seks dilarang. Dalam pandangan atau stigma orang tua atau

mayoritas orang, kata ini selalu berkonotasi atau berbau porno, jorok, vulgar,

dan sejenisnya. Sebenarnya, asumsi ini tidak akurat, dan bahkan mungkin

salah. Dalam konteks ini, pendidikan seks mengacu pada pengajaran,

pemahaman, dan penjelasan topik tentang seks, impuls, dan pernikahan kepada

anak-anak ketika pikiran mereka matang. Mereka siap untuk memahami hal di

atas (Yafie, 2017: 19).

Desa Jangga Baru pernah terjadi kasus pelecehan seksual terhadap anak

usia dini yang notabene dilakukan oleh kerabat dekatnya sendiri. Ini terjadi

karena kurangnya pengawasan orang tua mengenai pergaulan anak dengan

orang yang lebih dewasa dari dirinya dan juga karena kurangnya pengetahuan

anak tentang pendidikan seks. Pada saat pengamatan peneliti di wilayah Desa

Jangga Baru peneliti juga menjumpai anak usia dini melakukan ciuman bibir

dengan teman sebayanya yang dianggap sebagai ungkapan rasa saling

menyayangi, mirisnya hal ini diajarkan oleh orang tua anak itu sendiri. Padahal

hal ini tidak sewajarnya diajarkan kepada anak, karena hal ini akan tertanam

pada diri anak sampai ia dewasa nanti, jika tidak diberi edukasi yang benar dan

5

juga dapat menimbulkan penyakit yang kita tidak ketahui dari masing-masing

anak.

Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan penulis. Di wilayah

Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari yang

memiliki total penduduk sebanyak ± 3.145 jiwa dan dalam penelitian ini

peneliti melakukan penelitian di RT 06 Rw 01 yang terdapat 57 kepala keluarga

dengan jumlah 192 jiwa dan terdapat bahwa ada 5 keluarga yang memiliki anak

usia dini yang berusia 4 - 6 tahun dengan jumlah sebanyak 5 orang anak. Para

orang tua memiliki persepsi berbeda-beda mengenai pendidikan seks. Peneliti

melihat orang tua mengerti pentingnya pendidikan seks untuk anak usia dini.

Tetapi mereka tidak memahami apa itu pendidikan seks yang sesungguhnya

dan pada saat ditanya mengenai pendidikan seks mereka merasa segan untuk

menjelaskannya karena menurut mereka ini hal yang tabu.

Hasil wawancara awal peneliti menemui Ibu NR (inisial) dan beberapa

orang yang mempunyai anak usai 4 - 6 tahun, menurutnya pendidikan seks

untuk anak itu sebatas mengenal tentang jenis kelamin saja dan untuk hal-hal

lain yang berkaitan dengan seks anak dapat mengetahuinya seiring

bertambahnya usia. Sementara itu, menurut Ibu MH (inisial) pendidikan seks

itu penting tetapi ia kesulitan dalam menyampaikannya kepada anak

(Wawancara awal 22 Mei 2021).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana

pandangan orang tua terhadap pendidikan seks anak usia dini. Subjek

penelitian ini adalah “Persepsi Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Pada Anak

Usia Dini Di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten

Batanghari” menurut peneliti.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua tentang

pendidikan seks pada anak usia dini usia 4-6 tahun di Desa Jangga Baru

Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari untuk memudahkan peneliti

melakukan penelitian.

6

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di

Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari?

2. Bagaimana upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks anak

usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten

Batanghari?

3. Apa faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua mengenai pendidikan

seks anak usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV

Kabupaten Batanghari?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, adapun tujuan pelaksanaan

penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui persepsi orang tua mengenai Pendidikan seks anak

usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten

Batanghari.

b. Untuk mengetahui upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan

seks anak usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV

Kabupaten Batanghari.

c. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua

mengenai pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga Baru

Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

sumber informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya tentang

7

tema dan masalah yang diangkat. Lebih lanjut, diharapkan

perbendaharaan seks publik semakin berkembang.

b. Secara Praktis

1) Bagi Peneliti

Temuan penelitian ini digunakan untuk memberikan

penjelasan, perspektif, pengalaman, dan pemahaman pribadi

yang lebih rinci tentang bagaimana orang tua memandang

pendidikan seks bagi anak-anaknya.

2) Bagi Orang Tua

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran tentang pendidikan anak serta meningkatkan peran

dan keterlibatannya dalam memberikan stimulus yang baik bagi

perkembangan anak, memungkinkan anak untuk melindungi

dirinya sendiri dan mencegah berbagai bentuk pelecehan

seksual.

3) Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya untuk

penelitian pendidikan seksual anak usia dini.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Hakikat Persepsi Orang Tua

a. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah istilah yang dapat dijelaskan dalam berbagai cara,

yaitu proses mengumpulkan, mengidentifikasi, dan menafsirkan masukan

sensorik untuk mengembangkan gambaran umum lingkungan dikenal

sebagai persepsi (dari bahasa Latin "perceptio," "percipio") (Alizamar &

Couto, 2016: 14). Sedangkan Asri (2019: 7) menjelaskan bahwa, persepsi

adalah keseluruhan proses pemahaman dan cara pandang seseorang

terhadap suatu objek di lingkungannya karena pengamatan, pengetahuan,

dan pengalaman. Persepsi dapat didefinisikan dalam berbagai cara.

Menurut Saleh (2018: 79) proses penginderaan yang merupakan

tindakan manusia menerima rangsangan melalui panca indera, juga

dikenal sebagai proses sensorik datang sebelum persepsi. Prosesnya,

bagaimanapun, tidak selesai di sana; inspirasi dipertahankan, dan tahap

selanjutnya adalah proses persepsi. Sedangkan menurut Nadar (2017: 80)

persepsi adalah interpretasi yang ditangkap oleh individu atau seseorang

melalui perolehan dan penataan pengetahuan, yang kemudian digunakan

dalam bersikap dan berperilaku di masyarakat.

Persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu objek

rangsangan yang terjadi sepanjang proses kognisi dan mengarah pada

kesimpulan tentang hal tersebut. Variabel personal dan situasional

mempengaruhi persepsi yang secara sederhana ini adalah proses kognitif

yang dialami setiap orang ketika mencoba menyerap informasi tentang

lingkungan mereka, baik melalui pengamatan, apresiasi, atau berbagi

(Guspa & Rahmi, 2014: 4).

9

Persepsi digambarkan sebagai proses pemberian makna pada

persepsi dan perasaan yang dialami oleh individu, dan baik variabel

internal maupun eksternal sangat mempengaruhinya. (Arifin dkk., 2017:

91). Sedangkan dalam Al-Qur'an ada surat-surat yang berhubungan

dengan persepsi, seperti:

Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang

berasal) dari tanah (12). Kemudian, Kami menjadikannya air

mani di dalam tempat yang kukuh (rahim) (13). Kemudian, air

mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah). Lalu,

sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging.

Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu,

tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian,

Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci

Allah sebaik-baik pencipta (14).” [Q.S Al-Mu’minun: 12-14]

(Departemen Agama RI, 2005: 343).

Dari ayat di atas telah disebutkan bahwa manusia diciptakan melalui

proses yang lengkap dan telah dianugerahi organ tubuh dengan fungsi-

fungsinya seperti penglihatan dan pendengaran yang dapat membantu

dalam proses pesepsi manusia untuk menilai baik-buruknya suatu hal

berdasarkan apa yang ia tangkap panca indera yang dikaruniakan Allah

SWT kepada manusia.

Sementara itu, menurut Asrori (2020: 51) Proses menerjemahkan

semua informasi yang diperoleh dari lingkungan, baik melalui

penglihatan, pendengaran, penghayatan, maupun perasaan, disebut

sebagai persepsi. Peneliti menyimpulkan bahwa, berdasarkan beberapa

definisi yang diberikan di atas, persepsi adalah sudut pandang atau

kacamata seseorang dalam menafsirkan suatu hal menggunakan

10

pancaindera dan apa yang ia ketahui tentang hal-hal tertentu berdasarkan

apa yang pernah dialaminya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi dipengaruhi oleh dua variabel, menurut Walgito (1995),

kekuatan internal dan eksternal.

1) Pengaruh Internal

Kebutuhan psikologis, latar belakang pendidikan, organ indera,

susunan saraf atau pusat, kepribadian, dan pengalaman penerimaan

diri, serta keadaan tertentu pada waktu tertentu, merupakan faktor-

faktor yang mempengaruhi persepsi.

2) Pengaruh Eksternal

Komponen ini digunakan untuk menentukan ada tidaknya suatu

stimulus berdasarkan intensitas stimulus, lingkungan, dan kekuatan

stimulus (Thahir, 2014: 26).

Sedangkan menurut (Saleh, 2018: 80) beberapa hal mempengaruhi

persepsi, antara lain:

1) Organ indera

Organ sensorik yang menerima impuls dikenal sebagai organ indera

atau reseptor. Saraf sensorik juga diperlukan untuk menyampaikan

sinyal yang diterima oleh reseptor ke sistem saraf pusat, terutama

otak, yang berfungsi sebagai pusat kesadaran. Untuk melakukan

suatu reaksi diperlukan saraf motorik.

2) Perhatian

Perhatian diperlukan untuk mewujudkan atau membuat suatu

persepsi, yang merupakan langkah awal dalam membuat suatu

persepsi. Pemusatan atau pemusatan semua aktivitas individu yang

ditunjukkan pada sesuatu, atau kumpulan objek disebut sebagai

Perhatian. Dari pertimbangan tersebut dapat disimpulkan bahwa

beberapa faktor yang berperan dalam persepsi yang kesemuanya

adalah saraf, yaitu: (a) objek atau stimulus yang dirasakan (b) Organ

11

indera atau saraf dan sistem saraf pusat, keduanya merupakan saraf

fisiologis (c) Perhatian, yang merupakan saraf psikologis.

3) Proses terjadinya persepsi

Paragraf selanjutnya membahas proses persepsi. Item

menciptakan stimulus, dan organ indera atau reseptor menerima

pemicu. Sangat penting untuk diingat bahwa stimulus dan objek

adalah entitas independen, bahkan jika mereka dapat bertabrakan pada

waktu tertentu, seperti ketika sedang stres. Karena benda sebagai

benda yang bersentuhan erat dengan kulit, tekanan-tekanan ini akan

terasa.

Stimulasi indera dapat berupa alam atau fisik. Otak menerima

input perangkat melalui saraf sensorik. Proses fisiologis inilah yang

disebut. Manusia dapat mengenali apa yang mereka lihat, dengar, dan

rasakan berkat proses di otak yang berperan sebagai pusat kesadaran.

Pendekatan psikologis terjadi di otak, atau pusat kesadaran.

Akibatnya, adalah mungkin untuk menyatakan bahwa ujung otak dari

proses persepsi mengakui bahwa individu menyadari, misalnya, apa

yang dilihat, didengar, atau dirasakan, yaitu input sensorik. Langkah

ini, yang juga paling penting, mendekatkan proses persepsi. Orang

dapat bereaksi dengan berbagai cara sebagai akibat dari kesan mereka.

Banyak rangsangan lingkungan terus membanjiri individu.

Namun, tidak semua orang akan diakui atau menerima jawaban.

Individu memilih rangsangan yang dia hadapi dan mempertahankan

kendali atas perhatiannya. Manusia mengenali dan bereaksi terhadap

rangsangan karena inspirasi yang mereka pilih dan terima.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

hasil pengamatan dan rasa cara berpikir seseorang tentang suatu objek

masalah secara signifikan mempengaruhi persepsi. Al-Qur'an memuat

beberapa ayat tentang panca indera yang dimiliki manusia, antara lain:

12

Artinya: “Kemudian, Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh

(ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)-nya. Dia menjadikan

pendengaran, penglihatan, dan hati nurani untukmu. Sedikit

sekali kamu bersyukur.” [Q.S As-Sajadah: 9] (Departemen

Agama RI, 2005: 416).

Artinya: “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan

tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia menjadikan bagi kamu

pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu

bersyukur.” [Q.S An-Nahl: 78] (Departemen Agama RI,

2005: 268).

Dari beberapa ayat di atas dapat diketahui Allah SWT

menciptakan panca indera manusia dengan memiliki fungsi-fungsi

yang baik. Dan manusia ketika dilahirkan tidak mengetahui sesuatu

apapun, dengan adanya panca indera ini maka manusia bisa

mengetahui, merasakan dan mengenal lingkungannya serta dapat

hidup dalam lingkungan tersebut.

4) Organisasi Persepsi

Ketika seorang individu mempersepsikan sesuatu, muncul

masalah mengenai apa yang dirasakan terlebih dahulu: apakah bagian

itu dirasakan terlebih dahulu, diikuti oleh keseluruhannya, atau

keseluruhannya dipersepsikan terlebih dahulu, baru diikuti oleh

elemen-elemennya. Ini berkaitan dengan bagaimana seseorang

mengatur persepsi mereka.

Jika individu mempersepsikan terpisah terlebih dahulu baru

kemudian keseluruhan, ini menunjukkan bahwa bagian adalah hal

13

utama dan keseluruhan adalah hal sekunder, sedangkan jika total

dirasakan terlebih dahulu. Kemudian detail, keseluruhan, adalah hal

utama, dan detail adalah hal utama. Yang sekunder Ketika orang

berpikir tentang sepeda motor, misalnya. Individu pertama-tama dapat

memahami bagian-bagiannya sebelum pindah ke keseluruhan.

Namun, mungkin juga orang tersebut merasakan keseluruhannya

terlebih dahulu, diikuti oleh elemen-elemennya.

Dua teori terkait, teori elemen dan teori gestalt menunjukkan hal

ini. Menurut teori elemen, ketika seseorang mempersepsikan sesuatu,

bagian-bagiannya dirasakan terlebih dahulu, diikuti oleh keseluruhan

atau hal sekunder. Di sisi lain, teori gestalt menyatakan bahwa

seseorang mempersepsikan sesuatu yang primer sebagai keseluruhan

atau gestalt sedangkan bagian-bagiannya bersifat sekunder. Ketika

seorang individu mempersepsikan sesuatu, muncul masalah mengenai

apa yang dirasakan terlebih dahulu: apakah klaim tersebut dirasakan

terlebih dahulu, diikuti oleh keseluruhan, atau keseluruhan dirasakan

terlebih dahulu, diikuti oleh bagian-bagian. Ini berkaitan dengan

bagaimana seseorang mengatur persepsi mereka.

Jika individu mempersepsikan terpisah terlebih dahulu baru

kemudian keseluruhan, ini menunjukkan bahwa bagian adalah hal

utama dan keseluruhan adalah hal sekunder, sedangkan jika

keseluruhan dirasakan terlebih dahulu. Kemudian detail, total adalah

hal utama, dan bagian-bagian adalah hal utama. Yang sekunder Ketika

orang berpikir tentang sepeda motor, misalnya. Individu pertama-

tama dapat melihat detail sebelum pindah ke keseluruhan. Namun,

mungkin juga orang tersebut merasakan keseluruhannya terlebih

dahulu, diikuti oleh elemen-elemennya.

Dua teori terkait, teori elemen dan teori gestalt menunjukkan hal

ini. Menurut teori elemen, ketika seseorang mempersepsikan sesuatu,

bagian-bagiannya dirasakan terlebih dahulu, diikuti oleh keseluruhan

atau hal sekunder. Di sisi lain, teori gestalt menyatakan bahwa

14

seseorang mempersepsikan sesuatu yang primer sebagai keseluruhan

atau gestalt sedangkan bagian-bagiannya bersifat sekunder.

5) Objek Persepsi

Banyak objek dapat dirasakan, termasuk segala sesuatu yang dekat

dengan manusia. Subjek persepsi dapat berupa manusia itu sendiri.

Persepsi diri atau persepsi diri mengacu pada mereka yang

menganggap diri mereka sebagai objek persepsi. Karena ada begitu

banyak hal yang dapat dipersepsikan, objek-objek persepsi umumnya

diperjelas. Barang-barang non-manusia dan manusia dapat

didiskriminasikan saat mengamati objek. Persepsi entitas mirip

manusia disebut sebagai persepsi orang atau persepsi sosial,

sedangkan persepsi objek non-manusia disebut sebagai persepsi non-

sosial atau persepsi benda.

c. Pengertian Orang Tua

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan orang tua sebagai

“ayah dan ibu kandung” (KBBI). Sedangkan menurut Asri (2019:10),

orang tua adalah laki-laki dan perempuan yang telah menikah secara sah

yang hidup bersama sebagai ayah dan ibu bagi anak-anaknya. Sebagai

pendidik utama, mereka bertanggung jawab atas kehidupan sehari-hari dan

bertanggung jawab atas kebutuhan anak-anak mereka

Orang tua adalah orang yang lebih tua yang biasa disebut dengan

sesepuh. Namun, di sebagian besar peradaban, orang tua dianggap sebagai

orang yang melahirkan kita, yaitu Ibu dan Ayah. Karena orang tua adalah

inti dari keberadaan spiritual anak, pelajaran mereka akan mempengaruhi

reaksi dan pemikiran emosional mereka di masa depan. Akibatnya, orang

tua memainkan peran penting dan penting dalam pendidikan anak-anak

mereka. (Wahib A, 2015: 2).

Orang tua merupakan hasil dari suatu hubungan perkawinan yang

sah yang dapat membentuk suatu keluarga dan merupakan komponen

keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu. Orang tua bertanggung jawab atas

15

pendidikan, perawatan, dan bimbingan anak-anak mereka melalui

beberapa tahap perkembangan yang mempersiapkan mereka untuk

kehidupan sosial (Ruli, 2020: 144).

Orang tua menurut peneliti adalah dua orang yang berumah tangga

dan bertanggung jawab untuk memperhatikan, mengasuh, mengarahkan,

dan memberikan pendidikan serta penghidupan yang layak bagi anak yang

dititipkan Allah SWT kepada mereka agar anak berhasil dalam

melaksanakan tugasnya. Tanggung jawabnya adalah untuk terus eksis di

masa depan. Alangkah baiknya jika Anda menghormati orang tua Anda

sebagai seorang anak, sesuai dengan peringatan Allah SWT dalam Surah

Al-Isra' ayat 23:

Artinya : Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika

salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai

berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali

janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”

dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah

kepada keduanya perkataan yang baik.” [Al-Isra' :23]

(Departemen Agama RI, 2005: 283).

Agama bahkan melarang mengucapkan kata ah (atau istilah kasar

lainnya) kepada orang tua, apalagi memperlakukan mereka dengan kejam.

Oleh karena itu, marilah kita melakukan hal yang benar dan menghormati

orang tua kita, yang telah membesarkan dan merawat kita.

Menjadi orang tua berarti mengambil tanggung jawab yang

signifikan untuk anak yang telah Anda lahirkan. Peran paling penting

dalam pendidikan anak-anak mereka adalah orang tua. Oleh karena itu,

karena keluarga memiliki peran vital dalam pembentukan karakter,

kepribadian, dan masa depan anak, maka keluarga harus memberikan

pendidikan yang sebaik-baiknya. Sebagai makhluk hidup, seorang anak

16

akan dimintai pertanggungjawaban atas segala aktivitasnya selama berada

di dunia.

2. Hakikat Pendidikan Seks Anak Usia Dini

a. Pengertian Pendidikan Seks Anak Usia Dini

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.”

Seks mengacu pada perbedaan biologis atau fisik antara pria dan

wanita, juga dikenal sebagai gender, dipengaruhi oleh faktor alam dan

hormonal. Kita dapat melihat bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan, dan hal yang sama dapat dikatakan untuk sistem reproduksi.

Istilah "pendidikan seks" memiliki beberapa definisi yang berbeda. Gender

adalah apa yang dimaksud dengan seks. Akibatnya, kebanyakan orang

menganggap pendidikan seks sebagai pengajaran tentang hubungan pria dan

wanita. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti 41% orangtua

mempersepsikan bahwa “Pendidikan seks” adalah pendidikan mengenai

hubungan antara pria dan wanita, seperti berpacaran atau berhubungan seks.

Sementara itu, sebanyak 33% orangtua yang lain beranggapan bahwa

pendidikan seks adalah mengajarkan mengenai organ-organ reproduksi dan

fungsinya, yang diberikan pada saat anak akan memasuki pubertas (Kurnia

& Tjandra, 2012: 3).

Menurut Gunarsa (2001), pendidikan seks harus dimasukkan dalam

proses pendidikan untuk memperkuat dasar-dasar pengetahuan dan

pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan seks merupakan

aspek penting dari upaya akademis secara keseluruhan. Pendidikan seks

dengan cara ini menumbuhkan sikap emosional yang sehat dan bertanggung

jawab tentang seks. Seks tidak dianggap sebagai fungsi yang kotor, bahkan

17

dilarang, dalam kehidupan manusia, melainkan sebagai sesuatu yang

penting dan terhormat. Pendidikan seks dimaksudkan untuk mengurangi

stres yang diakibatkan oleh persepsi orang tentang seks sebagai konsep yang

samar, menakutkan, dan menakutkan. Pendidikan seks ini juga diharapkan

dapat mengurangi rasa ingin tahu yang berlebihan tentang perilaku seksual.

(Mahluzatin, 2016: 23).

Kata-kata yang membentuk terminologi, terutama pendidikan dan

seks, juga dapat digunakan untuk pendidikan seks yang komprehensif.

Pendidikan dalam pandangan ini adalah suatu tindakan atau kegiatan yang

dilakukan agar anak dapat menumbuhkan pengetahuan, kemampuan,

moralitas, dan seluruh kepribadiannya. Pada saat yang sama, seks adalah

hasil dari gender. Perbedaan perilaku, sifat, tugas, pekerjaan, dan hubungan

antar jenis kelamin adalah bagian dari seks. Pemahaman yang berbeda

tentang konsep pendidikan seks akan menghasilkan persepsi yang keliru

dalam mengartikan kata pendidikan seks dan beranggapan bahwa

pendidikan seks mengajarkan hubungan seksual antara laki-laki dan

perempuan (Harianti & Rika, 2019: 3).

Salah satu program yang mengajarkan, meningkatkan kesadaran, dan

menginformasikan kepada masyarakat tentang masalah seksual adalah

pendidikan seks. Materi meliputi informasi tentang fungsi dan moral organ

reproduksi, etika, komitmen, dan agama yang mengajarkan karakter, etika,

tugas, dan iman untuk mencegah "penyalahgunaan" organ reproduksi.

Akibatnya, pendidikan seks dapat dianggap sebagai pendahulu penting dari

pendidikan kehidupan keluarga (Ratnasari & Alias, 2016: 56).

Beberapa ayat Al-Qur'an menjelaskan perlunya pendidikan seks,

khususnya kewajiban untuk memusatkan perhatian pada alat kelamin lawan

jenis. Dalam keadaan ini, jelas bahwa kita harus menundukkan pandangan

dan mempertahankan martabat kita di hadapan lawan jenis. Dalam surat An-

Nur ayat 30-31, Allah SWT berfirman:

18

Artinya: “Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah

mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan

janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya),

kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain

kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak

menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami

mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka,

putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka,

putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara

perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba

sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak

mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak

yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula

mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan

yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada

Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.

Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu

dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba

sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka

miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan

karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha

Mengetahui.” [Q.S An- Nur: 30-31] (Departemen Agama RI,

2005: 351).

Pendidikan seks, menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan, merupakan

upaya untuk mengajarkan, menciptakan kesadaran, dan memberikan

informasi tentang topik seksual kepada anak-anak sejak mereka memahami

seks, impuls, dan pernikahan (el-Qudsy, 2012: 9). Artinya pendidikan seks

19

diajarkan ketika anak sudah mulai bertanya atau ingin tahu tentang seks

dalam konteks yang sederhana sesuai usia mereka.

Banyak orang percaya bahwa pendidikan seks hanya tentang

mengajar individu bagaimana berhubungan seks. Pendidikan seks memberi

anak-anak pemahaman yang lebih baik tentang seksualitas dan disesuaikan

dengan usia mereka. Tak hanya itu, anak muda juga sadar akan aktivitas

organ seksual dan pentingnya naluri yang bisa muncul kapan saja.

Pendidikan seks anak seringkali berpusat pada pengakuan identitas anak

sebagai makhluk biologis dengan seks. Orang tua yang menyadari

pentingnya pendidikan seks biasanya telah merancang berbagai cara khusus

untuk membantu anak-anak mereka memahami materi pendidikan seks

yang diajarkan oleh orang tua mereka (Senja, 2012: 1–2).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, pendidikan seks adalah

suatu upaya untuk mengajarkan dan memberikan informasi tentang

masalah-masalah yang berkaitan dengan identitas atau gender anak sebagai

makhluk biologis yang harus dilestarikan demi generasi penerus agama,

bangsa, dan negara.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut”.

Anak adalah individu unik yang memiliki pola pertumbuhan dan

perkembangan atribut fisik, kognitif, sosial, emosional, kreativitas, bahasa,

dan komunikasi yang ditentukan oleh tahapan yang dilaluinya, menurut

pendidikan anak usia dini (Ridwan & Bangsawan, 2021a: 30).

Anak usia dini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

yang luar biasa. "Zaman keemasan" adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan periode kehidupan seseorang. Diet yang seimbang dan

20

sehat dan stimulasi intensif sangat penting untuk pertumbuhan dan

perkembangan anak (Istiana, 2014: 90).

Anak usia dini didefinisikan sebagai anak sejak lahir sampai dengan

usia enam tahun, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang

mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut definisi undang-

undang tentang anak usia dini, dimulai pada saat lahir dan berakhir ketika

seorang anak terdaftar di Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal.

National Association Education for Young Children (NAEYC)

mendefinisikan anak usia dini sebagai sekelompok orang yang berusia 0

sampai 8. Sekelompok orang yang masih tumbuh dan berkembang disebut

sebagai anak usia dini. Karena periode ini hanya terjadi sekali sepanjang

sejarah manusia, para ahli menyebutnya sebagai "zaman keemasan".

Perkembangan anak usia dini harus diarahkan pada keseimbangan fisik,

kognitif, sosio-emosional, bahasa, dan kreativitas yang sehat untuk

meletakkan dasar bagi pembentukan kepribadian yang utuh (Priyanto, 2014:

42).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak usia dini

adalah anak usia 0 sampai 8 tahun yang merupakan masa kritis, yang disebut

juga dengan “masa keemasan”, di mana mereka mengembangkan segala

aspek perkembangannya, termasuk di dalamnya. nilai-nilai agama dan

moral, keterampilan fisik-motorik, kemampuan kognitif, keterampilan

bahasa, perkembangan sosial-emosional, dan seni. Mereka adalah individu

yang unik yang memerlukan perhatian khusus dari orang tua dan lingkungan

sekitarnya untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

Berdasarkan berbagai definisi pendidikan seks untuk anak usia dini,

peneliti menyimpulkan bahwa proses pengajaran tentang perilaku atau

penanaman nilai-nilai agama, moral agar anak dapat tumbuh dan

berkembang dengan kesiapan seksual berdasarkan iman, kemurnian jiwa,

dan akhlak mulia adalah apa yang dimaksud dengan pendidikan seks untuk

anak usia dini.

21

b. Tujuan Pendidikan Seks Anak Usia Dini

Dalam Islam, semua tindakan manusia harus memiliki tujuan yang

jelas dan dilakukan dengan niat yang terbaik sesuai dengan syariat. Umar

bin Khattab r.a. menceritakan sebuah hadits, “Aku mendengar Nabi saw.

bersabda, ‘Amalan-amalan itu bergantung pada niatnya. Dan setiap orang

hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barang siapa

yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu

karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang

ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya itu

pada apa yang dia tujukan atau niatkan.” [HR Bukhari dan Muslim] (el-

Qudsy, 2012: 20)

Menurut Abdullah Nasih Ulwan tujuan pendidikan seks;

1) Anak didik dapat memahami persoalan hidup, mengetahui mana yang

halal dan mana yang haram sehingga berperilaku Islami.

2) Mereka tidak mengikuti kehendak syahwat (hawa nafsu) dan tidak

menempuh jalan yang sesat (zina) (Hakiki, 2015: 47).

Tujuan pendidikan seks dimulai dengan anak-anak di usia muda

adalah untuk membantu mereka mendeteksi dan melindungi diri dari

perilaku seksual yang mungkin melukai mereka atau menyebabkan perilaku

berbahaya seperti pelecehan seksual anak. Perubahan terkait usia dalam

pendidikan seks juga diperhitungkan. Tujuannya adalah sebagai berikut:

1) Anak usia 0 sampai 2 tahun. Anak sudah dapat memahami gender dan

membedakannya dengan ciri fisik.

2) Usia 2 - 5 tahun. Anak seharusnya memahami konsep reproduksi paling

sederhana, yaitu jika mereka bersama, maka mereka dapat

“menciptakan bayi”.

3) Usia 6 - 8 tahun. Anak sudah memahami akan terjadi perubahan fisik

saat menginjak usia pubertas, memahami perbedaan jenis kelamin,

asalusul manusia, membersihkan alat genital dengan benar agar

terhindar dari kuman dan penyakit.

22

4) Usia 9-12 tahun. Ketika anak-anak mencapai pubertas, mereka harus

menerima perubahan bentuk tubuh mereka, memahami hubungan

lawan jenis, dan memahami akibat dari perilaku mereka.

5) Usia 13 sampai 18 tahun. Dalam hal seks, anak-anak cenderung

tertutup. Namun, jika orang tua sudah terbiasa pada awalnya, anak-anak

mereka akan lebih terbuka. Pada saat ini, pengembangan moral

difokuskan.

6) Usia sebelum menikah. Pembekalan tentang interaksi seks yang aman

dan benar bagi pasangan yang akan menikah.

7) Usia Anda setelah menikah. Seks yang berkualitas dapat membantu

memperkuat pernikahan (Harianti & Rika, 2019: 6–7).

Lebih jauh lagi, menurut Islam, banyak tujuan yang harus dipenuhi

ketika mengajarkan pendidikan seks kepada anak-anak, termasuk:

1) Nilai-nilai moral ditanamkan dan diperkuat sejak usia dini kepada anak

dan remaja dalam menghadapi masalah seksual agar tidak mudah

terjerumus pada pergaulan bebas atau pacaran. Diharapkan mereka

mebentengi diri dalam menghadapi perubahan-perubahan dorongan

seksual secara islami.

2) Menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan membesarkan keluarga

terhadap masa depan seksual anaknya sehingga remaja mampu

mengetahui secara benar tentang seksualitas dan akibat-akibatnya jika

dilakukan tanpa mematuhi aturan syara’. Jadi, ketika anak telah tumbuh

menjadi seorang pemuda dan pemudi, mereka dapat memahami urusan-

urusan kehidupan dan mengetahui apa yang diharamkan dan di halalkan

oleh syara’. Akhirnya mereka pun akan paham bahwa tidak ada seorang

pun berhak melakukan tindakan seksual atas dirinya tanpa pernikahan

yang sah.

3) Untuk memastikan bahwa anak-anak mengetahui norma-norma syara'

tentang seks sehingga mampu menjaga kehormatan diri dan memahami

tentang kesakralan sebuah perkawinan. Jangan sampai kesucian itu

ternodai oleh aktivitas seks di luar nikah yang jelas diharamkan oleh

23

agama. Begitu juga, perlu dijelaskan kepada anak bahwa masalah seks

bukan segala-galanya dalam hidup sehingga setiap penyimpangan akan

membawa akibat buruk pada kehidupan masa depan.

4) Dalam konteks moralitas agama, sebagai tindakan pencegahan

menghindarkan remaja dari pergaulan bebas dan penyimpangan

seksual. Dengan demikian, pendidikan ini bukanlah pendidikan tentang

how to do (bagaimana melakukan hubungan seks), tentang hubungan

seks aman, seks “sehat”, tidak hamil, dan lain sebagainya, melainkan

lebih pada penanaman moral agama agar tidak menimbulkan

kebobrokan moral kaum terpelajar yang makin merajalela.

5) Mengembangkan sikap emosional yang positif tentang masalah

seksual. Kemudian mereka bertugas membimbing anak muda dan

remaja menuju kehidupan dewasa yang sehat dan kehidupan seksual

mereka. Ini agar mereka tidak menganggap seks sebagai sesuatu yang

menjijikkan atau jorok. Namun, lebih seperti anugerah bawaan manusia

dari Tuhan yang memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup

manusia. Mereka juga dapat belajar untuk menghargai kemampuan

seksual mereka dan menyalurkan keinginan mereka untuk diridhai

Allah SWT. Artinya, melalui pernikahan bukan perzinahan, lesbian,

atau perilaku homoseksual.

6) Memberikan informasi seks yang akurat dan bertanggung jawab kepada

anak-anak dan remaja untuk menghindari menerima informasi yang

diperoleh dari sumber yang tidak dapat dipercaya. Lalu mengajarkan

masyarakat untuk melindungi diri mereka sendiri dan menghindari

eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan emosional

mereka dengan belajar tentang perilaku seksual dan penyimpangan.

7) Mengenali perbedaan mendasar dalam anatomi pria dan wanita, serta

peran masing-masing gender dalam reproduksi manusia sejak usia dini.

Kenali perubahan fisik dan psikologis yang akan terjadi, seperti

menstruasi, mimpi basah, keinginan mandi lama, pubertas,

24

pertumbuhan rambut tubuh, dan perubahan bau badan (el-Qudsy, 2012:

20–22).

Pendidikan seksual yang efektif keselamatan anak-anak dan remaja

dari perilaku seksual yang berbahaya dan memungkinkan mereka untuk

menikmati hubungan dan kemitraan seksual mereka di masa depan (Kurnia

& Tjandra, 2012: 16). Dengan adanya pendidikan seks yang diajakan sejak

dini maka dapat membantu mencegah terjadinya hal-hal menyimpang yang

berkaitan dengan seks ketika anak mulai tumbuh, masa kini dan masa depan

bertabrakan.

c. Manfaat Pendidikan Seks Anak Usia Dini

Pada zaman sekarang ini, seharusnya pembicaraan mengenai

pendidikan seks menjadi hal yang tidak tabu karena perkembangan era

globalisasi saat ini orang tua dituntut harus mengenalkan kepada anak

secara terbuka dengan adanya tuntutan teknologi dan media massa yang

menampilkan hal yang berkaitan dengan seks tersebut. Berikut adalah

beberapa manfaat yang diperoleh jika mengajari anak tentang pendidikan

seks:

1) Membantu dalam penyampaian materi dan masalah yang berhubungan

dengan seks. Orang tua harus secara terbuka dan jujur menjelaskan

kepada anak-anaknya untuk membina komunikasi dua arah.

2) Meningkatkan keterbukaan otak anak terhadap mata pelajaran yang

diajarkan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan seks. Anak

tidak akan malu lagi membicarakan seks dengan orang tuanya karena

pendidikan seks.

3) Menghilangkan rasa ingin tahu yang dapat membahayakan anak.

Kepentingan anak harus ditampung dalam wadah yang sesuai, seperti

pengawasan dan konseling yang diberikan setiap hari di sekolah dan di

rumah. Rasa ingin tahu akan membayar Anda dalam bentuk

pengetahuan yang diperoleh dari sumber terpercaya.

25

4) Meningkatkan rasa percaya diri. Ini membantu orang merasa baik untuk

mengetahui setiap bagian dari tubuh mereka. Anak-anak akan

memahami batasan kritis asosiasi tentang apa yang bisa dilakukan dan

apa yang tidak bisa.

5) Menyadari akan fungsi-fungsi seksualnya. Memperkenalkan fungsi-

fungsi seksual sedini mungkin akan membuat anak memiliki rasa

tanggungjawab terhadap orgam seksualnya sendiri. Misalnya,

pembersih yang lembut seperti sabun harus digunakan untuk

membersihkan alat kelamin pria (penis) setidaknya sekali atau dua kali

sehari, begitu juga untuk anak perempuan. Hindari pembersih yang

mengandung wewangian.

6) Kenali faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masalah-masalah

yang berhubungan dengan seks. Terlibat dalam hubungan seks sebelum

perkawinan disebut seks pranikah. Faktor yang menyebabkab anak

melakukan kegiatan seks dini adalah pubertas dini, tingkat pendidikan

yang rendah khususnya agama, riwayat kekerasan seksual, hubungan

ketidakharmonisan orang tua, perilakui implusif, suka mengambil

risiko dan tekanan kelompok sebaya. Agar tidak terjadi kasus bahkan

faktor-faktor pencetus terjadinya masalah di atas lakukan komunikasi

yang efektif dan pengenalan sedini mungkin agar anak bisa bersikap

terbuka bahkan tidak malu untuk mengungkapkannya (Harianti & Rika,

2019: 8).

d. Tahap Perkembangan Seks Anak Usia Dini

Ketika seorang anak lahir, ia memasuki tahap perkembangan seksual.

Langkah-langkah perkembangan seksual anak terjadi dalam setting yang

berbeda satu sama lain. Tahap oral, tahap anal, tahap falik, tahap laten, dan

tahap genital diidentifikasi oleh Sigmund Freud (Winata dkk., 2017: 347).

Menurut Sigmund Freud, seorang anak harus melalui lima tahap

perkembangan psikoseksual:

1) Fase Oral (0 – 11 Bulan), ini adalah tahap ketika seorang anak muda

menikmati mengisap, menggigit, makan, dan berbicara dengan

26

mulutnya (aktivitas oral). Seorang anak pada usia ini sangat tertarik

untuk memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Ini adalah tahap

pertama perkembangan psikoseksualnya.

2) Fase Anal (1 – 3 Tahun), kehidupan anak dipusatkan pada kesenangan

anak sepanjang fase kedua, yaitu tahun pertama hingga tahun ketiga,

terutama selama perkembangan otot sfingter. Anak-anak senang

memegang kotoran dan bahkan bermain dengannya jika mereka

menginginkannya. Akibatnya, pelatihan toilet adalah waktu terbaik

untuk melakukannya.

3) Fase Falik (3 – 6 Tahun), alat kelamin menjadi bagian tubuh yang

menarik dan sensitif saat ini. Mengetahui perbedaan antara pria dan

wanita membantu anak-anak mempelajari perbedaan antara jenis

kelamin. Saat alat kelamin dibelai atau disentuh, sensasi kenikmatan

dialami.

4) Fase Laten (5 – 12 Tahun), melalui aktivitas fisik dan sosial, anak-

anak menggunakan energi fisik dan psikologis untuk menggali

pengetahuan tentang kemajuan mereka selama periode laten. Anak

perempuan lebih menyukai teman wanita pada awal periode laten,

sedangkan anak laki-laki lebih menyukai teman pria. Sistem

reproduksi terkait dengan pertanyaan tentang anak.

5) Fase Genetalia (12 – 18 tahun) menurut Freud, tahap genetik terjadi

ketika seorang anak memasuki masa pubertas, ditandai dengan

munculnya organ reproduksi dan pembentukan hormon seks (Hety,

2017: 7).

e. Cara Menyampaikan Pendidikan Seks Anak Usia Dini

Tidak mudah mengajarkan pendidikan seks kepada anak. Dalam

memberikan pengajaran pendidikan seks kepada anak, orang tua dan

instruktur harus menyadari dan mempersiapkan berbagai faktor. Akibatnya,

ada banyak pendekatan yang mungkin digunakan orang tua atau guru dalam

pendidikan seks ini. Orang tua dan instruktur dapat menggunakan strategi

umum berikut:

27

1) Meningkatkan Pendidikan Agama

Dalam menghadapi perkembangan seksual mereka, anak-anak

membutuhkan pendidikan agama sebagai benteng. Karena perubahan

fisik dan hormonal, gairah seks akan meningkat. Selain pornografi yang

banyak beredar, gaya hidup individu yang tidak beragama memiliki

pengaruh yang kuat terhadap perilaku anak. Oleh karena itu, pendidikan

agama sangat penting bagi mereka untuk berkembang menjadi pribadi

yang tangguh, tangguh, kuat yang tidak mudah menyerah pada godaan

nafsu, jangan sampai mereka menjadi wabah yang mengancam masa

depan mereka. Di negara-negara barat, hal yang sama juga berlaku.

2) Mulailah sesegera mungkin

Norma-norma agama harus diperkuat pada anak-anak di usia muda

sebelum lingkungan dan masyarakat mempengaruhi mereka. Jelaskan

kepada anak-anak kita praktik keagamaan yang dapat diterima dan yang

dilarang. Mengapa Islam mengutuk asmara dan Allah melarang seks di

luar nikah, misalnya. Ini disarikan dari Al-A'raf ayat 33 dari Al-Qur'an

surat Al-A'raf:

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku

hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang tampak dan

yang tersembunyi, perbuatan dosa, dan perbuatan melampaui

batas tanpa alasan yang benar. (Dia juga mengharamkan)

kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah

tidak menurunkan bukti pembenaran untuk itu dan

(mengharamkan) kamu mengatakan tentang Allah apa yang

tidak kamu ketahui”. [Q.S Al-A’raf: 33] (Departemen Agama

RI, 2005: 152).

Terbukti dari ayat di atas bahwa kita harus menghindari perilaku-

perilaku yang melanggar nilai-nilai agama. Ini harus diajarkan kepada

anak-anak kita di usia muda untuk memahami apa yang bisa dan tidak

28

bisa dilakukan dan batasan antara pria dan wanita dalam bahasa

sederhana.

3) Sesuai Umur dan Kebutuhan

Sangat penting untuk memberikan tema yang bervariasi

berdasarkan usia anak. Berikut adalah beberapa contoh yang dapat

digunakan dengan anak-anak dari berbagai usia.

a) Anak-anak diajari cara menyeka alat kelaminnya setelah hadas

kecil dan penting pada 5 atau 7 tahun. Sebelum berdoa atau

membaca Al-Qur'an, ada baiknya untuk membersihkan diri.

b) Ketika berusia 9 atau 10 tahun. Tidak perlu menjelaskan secara

menyeluruh perilaku atau perilaku dalam hubungan seksual pada

usia ini. Ini karena seluruh kepribadiannya belum matang sampai

pada titik di mana ia dapat menyerap deskripsi situasi secara rinci.

c) Antara usia 10 dan 14 tahun. Mandi janabah adalah topik yang

mungkin bisa didiskusikan dan dijelaskan—mulai ketika orang

mandi besar dan apa saja yang membuat mereka mandi besar,

seperti setelah mimpi basah, menstruasi, melahirkan, atau

berhubungan seks.

4) Terus dan Bertahap (Istiqamah)

Rasulullah telah menunjukkan kepada kita bagaimana mencapai

kesuksesan di sekolah. Salah satunya adalah transmisi informasi secara

bertahap dan berkelanjutan. Seperti ketika Nabi selama 23 tahun

berdakwah dan berpesan kepada umatnya. Demikian pula, memberikan

informasi seksual kepada anak-anak harus bertahap, konstan, dan

berulang-ulang untuk mengasimilasi informasi. Sesuai dengan tahapan

perkembangan yang dilaluinya, anak akan mengetahui apa yang harus

dilakukan atau dipelajari. Demikian pula untuk melihat seberapa jauh

seorang anak dapat mengasimilasi informasi baru.

5) Komunikasi dari Hati ke Hati dan Terbuka

Orang tua hanya dapat memberikan pendidikan seks yang tepat jika

mereka mengirimkan pesan yang tepat, baik secara terbuka maupun

29

implisit. Akibatnya, harus ada keterbukaan dan lingkungan keluarga

yang santai dan tidak dogmatis. Anak-anak akan merasakan bahwa

orang tua mereka saling mencintai dengan cara ini, dan mereka akan

menghargainya.

6) Jangan Menunggu Anak Bertanya

Jangan menunggu anak muda bertanya tentang seks sebelum

memberikan pendidikan seks. Pendidikan seks harus ditawarkan secara

terorganisir, dengan mempertimbangkan lingkungan dan kebutuhan

anak. Akibatnya, orang tua harus menyajikan kepada anak-anaknya

berbagai informasi terkait seks tanpa menunggu pertanyaan dari anak-

anak mereka.

7) Jangan Takut dengan Pertanyaan Anak

Banyak orang tua, terutama dalam budaya tertutup (maladaptif) saat

ini, menghindari pertanyaan tentang seksualitas anak-anak mereka.

Pertanyaan anak-anak menurut mereka adalah tabu dan melemahkan

otoritas orang tua. Metode ini tidak diragukan lagi salah. Menurut

Islam, orang tua harus memanfaatkan kesempatan untuk memberikan

informasi dan tanggapan yang akurat ketika anak-anak mereka bertanya

tentang masalah seks. Jika kita tampak menghindari pertanyaan anak,

anak akan mencari jawaban atas kesulitannya dari sumber yang tidak

dapat dipercayas.

8) Berkesinambungan

Pendidikan berkelanjutan harus diberikan melalui berbagai cara dan

peluang. Majalah, film, seminar, dan tausiah masjid adalah contohnya.

Nabi secara langsung menjelaskan berbagai masalah terkait seks di

masjid. Ia mencerahkan umatnya karena semuanya bermuara pada

ibadah manusia kepada Allah SWT, diatur dengan aturan. Jadi tidak

masalah jika kita membicarakannya di masjid.

9) Berikan contoh yang baik untuk anak-anak Anda.

Untuk memperkuat konsep pendidikan seks Islami dan mencegah

emosi pesimis atau menyendiri dalam mengamalkan nilai-nilai

30

agamanya, tidak cukup seorang remaja hanya memiliki teladan dalam

keluarganya. Dia juga membutuhkan sosialisasi dengan orang lain atau

rumah Muslim. Kaum muda juga harus menghubungi anak-anak dan

keluarga Muslim lain yang telah mengambil jalan yang sama dengan

mereka. Karena mereka mungkin memiliki teman sekelas dengan orang

tua gay, orang tua yang "berkumpul bersama", atau teman yang

hubungannya tidak mengikuti hukum dan standar yang ditetapkan di

rumah, anak akan merasa lebih alami dan percaya diri dengan ide-

idenya.

10) Persahabatan Keluarga Salehah

Tidaklah cukup bagi seorang remaja untuk hanya memiliki contoh

dalam keluarganya untuk memperkuat cita-cita pendidikan seks Islami

dan mencegah perasaan putus asa atau sendirian dalam menjalankan

nilai-nilai agama mereka. Dia juga membutuhkan paparan orang lain

atau rumah tangga Muslim. Anak muda juga harus memiliki

kesempatan untuk berinteraksi dengan anak-anak dan keluarga Muslim

lainnya yang telah mengikuti jalan yang sama. Karena dia mungkin

memiliki teman di sekolah yang orang tuanya gay, yang orang tuanya

"berkumpul bersama", atau teman yang hubungannya tidak sesuai

dengan aturan dan prinsip yang ditetapkan di rumah, anak akan merasa

lebih alami dan bangga dengan keyakinannya.

11) Mintalah saran dari para ahli

Jika anda ragu-ragu atau tidak mau membicarakan seks dengan anak

anda, mintalah saran dari seseorang yang anda percayai untuk diberi

tahu tentang masalah pendidikan seks alami. Orang itu harus berbagi

jenis kelamin anak kami, dan kami menganggap mereka sebagai ahli

seksualitas dan fiqh (agama). Bisa jadi profesor atau profesor. Anggota

keluarga yang Anda percayai, seperti paman, bibi, atau sepupu, bisa

menjadi sumber informasi yang berharga. Ia harus mampu

mengungkapkan persoalan kepada kaum muda dengan cara yang

31

mencegah misrepresentasi, di samping kedua kemampuan tersebut

(pendidikan seks dan fiqh/agama).

12) Ikut serta dalam Kegiatan Sekolah untuk Anak

Partisipasi orang tua secara teratur dalam banyak acara sekolah

anak-anak mereka akan memberikan kesempatan bagi orang tua untuk

mengekspresikan pandangan mereka tentang sistem sekolah, yang akan

mempengaruhi anak-anak kita dan anak-anak lain. Jika kita bergabung

dalam jangka panjang, suara kita akan lebih terdengar karena kita

terlibat dalam peningkatan kualitas sekolah secara umum, bukan hanya

dalam kasus anak-anak kita (el-Qudsy, 2012: 22–36).

Nasih Ulwan mengklasifikasikan pada usia anak dalam pemberian

materi pendidikan seks:

1) Usia 7-10 tahun, diajari tentang sopan santun masuk rumah dan

sopan santun memandang.

2) Usia 10-14 tahun, anak dijauhkan dari hal-hal yang membangkitkan

birahi.

3) Usia14-16 (usia remaja) anak diajari etika bergaul dengan lawan

jenis bila ia sudah matang untuk menempuh perkawinan.

4) Setelah melewati usia remaja (usia pemuda) anak diajari etika

menahan diri bila tidak mampu kawin (Hakiki, 2015: 48).

f. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seks Anak Usia Dini

Pendidikan seks dapat berlangsung di berbagai setting, termasuk

keluarga dan di luar rumah, seperti di sekolah. Siapapun dengan

kemampuan dan kewajiban untuk mengajar anak-anak tentang seks yang

baik dapat melakukannya. Meskipun banyak aspek masyarakat yang terlibat

dalam pendidikan seks, peran paling signifikan masih dimainkan oleh

orang-orang pertama yang terlibat dengan anak-anak, terutama orang tua.

Pendidikan seks dalam rumah tangga harus dimulai di rumah. Di rumah,

anak dapat dengan mudah berdiskusi dengan orangtua atau pengasuh secara

pribadi mengenai hal-hal spesifik, dapat menanyakan hal-hal yang mereka

32

pikirkan dengan lebih santai dan mendetail. Anak-anak dapat bercakap-

cakap mengenai sikap dan sudut pandang mereka. Pendidikan seks di rumah

juga dapat dilakukan dalam waktu yang lama sehingga dapat mendekatkan

hubungan antara anak dan orangtua (Kurnia & Tjandra, 2012: 21).

Dalam Islam, orang tua memikul tanggung jawab yang signifikan

untuk kehidupan masa depan anak-anak mereka. Hal ini sesuai dengan

perintah Allah SWT, yang ditemukan dalam Al-Qur'an dalam surat At-

Tharim ayat 6:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.

Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras.

Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia

perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang

diperintahkan.” [Q.S At-Tahrim: 6] (Departemen Agama RI, 2005:

561).

Bagian ini menunjukkan bahwa orang tua memikul tanggung jawab

penuh untuk mendidik dan memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak

mereka, termasuk pendidikan seks yang layak. Ini memastikan bahwa

fondasi anak lebih kuat dalam hal kematangan pendidikan seks, yang akan

melindunginya dari penyimpangan seksual.

Orang tua harus memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk

memulai diskusi agar pendidikan seks lebih efektif. Agar pendidikan seks

efektif, orang tua dan anak-anak harus membangun keterampilan dasar

seperti komunikasi dan mendengarkan. Kemampuan tersebut dapat

digunakan secara efektif jika kedua orang tua dan anak memiliki sikap

saling percaya dan terbuka. Orang tua harus menyadari bahwa, selain

33

berkomunikasi dan menangani masalah seksual dengan anak-anak mereka,

mereka juga harus dapat meningkatkan kapasitas anak-anak mereka.

Kemampuan untuk bernegosiasi dengan orang lain, meminta dukungan dari

orang lain, dan mencari sumber bantuan dan nasihat adalah semua kualitas

yang harus ditanamkan orang tua sebagai bagian dari pendidikan seks

(Kurnia & Tjandra, 2012: 25).

Mengingat pentingnya orang tua dalam memberikan pendidikan

kepada anak-anaknya, maka sangatlah bijaksana bagi orang tua, khususnya

para ibu, untuk mendidik diri mereka sendiri tentang pendidikan seks untuk

mengajar anak-anak mereka di rumah. Namun, ini bukan semata-mata

tanggung jawab ibu; Untuk memberikan contoh yang baik bagi anaknya,

seorang ayah juga harus memahami arti pendidikan seks.

B. Studi Relevan

Berikut merupakan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan

dengan tema penelitian ini.

1. Dari jurnal hasil penelitian Wahyuni Nadar tahun 2017 tentang “Persepsi

Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini”. Menurut

temuan penelitian Wahyuni Nadar ini, persepsi orang tua terhadap

pendidikan seks anak usia dini di KB & TK Pesantren Bunga Bangsa masih

terbatas. Padahal 67,36 %masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan

seks. Dengan proporsi 76,4 %, orang tua sudah mengetahui tujuan

pendidikan seks untuk tumbuh kembang sejak dini, namun belum memiliki

konsep yang kuat tentang bagaimana memberikan pendidikan seks. Temuan

penelitian Wahyuni Nadar memiliki kesamaan tertentu dengan penelitian

ini, khususnya kebutuhan untuk meneliti perspektif orang tua tentang

pendidikan seks anak usia dini. Di sisi lain, penelitian sebelumnya berfokus

pada tinggi rendahnya persentase orang tua yang mengetahui pendidikan

seks. Penelitian penulis berfokus pada persepsi pendidikan seks anak usia

dini orang tua.

34

2. Penelitian yang dilakukan oleh Hanung Astri Yanuarta pada tahun 2019

dengan judul “Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Seks Anak Usia

Dini di Kecamatan Patrang”. Hasil dari penelitian Hanung Astri Yanuarta

ini adalah persepsi orang tua di Wilayah Kecamatan Patrang menyatakan

setuju dengan jumlah rata-rata 58.25%, tetapi jika dilihat dari hasil dari

setiap pertanyaan di dalam instrumen angket, masih nampak beberapa orang

tua menunjukkan tidak setuju pada beberapa poin dari aspek upaya

pendidikan seks tahap awal dan metode pembekalan pendidikan seks untuk

anak usia dini. Dari hasil penelitian Hanung Astri Yanuarta memiliki

persamaan dengan penelitian ini yaitu ingin melakukan penelitian tentang

persepsi orang tua dengan pendidikan seks untuk anak usia dini. Namun

penelitian sebelumnya lebih melihat berapa persen orang tua yang setuju

untuk memberikan pendidikan seks sejak dini untuk anak. Sedangkan

penelitian penulis menekankan pada persepsi orang tua mengenai

pendidikan seks anak usia dini.

3. Selanjutnya penelitian dari Lailatul Masruroh yang berjudul “Peran

Orangtua Dalam Pendidikan Seks Terhadap Anak Usia Dini Pada

Keluarga Muslim di Kampung Bina Karya Baru Kecamatan Putra Rumbia

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2019”. Hasil penelitian dari Lailatul

Masruroh ini adalah peran orangtua di Kampung Bina Karya Baru orangtua

kurang berperan aktif, disebabkan oleh terbatasnya tingkat

pendidikan/pengetahuan tentang seks yang dimiliki oleh orangtua, sehingga

mengakibatkan kurangnya peran orangtua untuk memberikan informasi

pendidikan seks yang benar pada anak. Dari hasil penelitian Lailatul

Masruroh ini memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu ingin

melakukan penelitian tentang pendidikan seks. Namun penelitian

sebelumnya menekan pada peran orang tua dalam pendidikan seks untuk

anak usia dini di lingkungan keluarga muslim. Sedangkan peneitian penulis

menekankan pada persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia

dini.

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Menurut Sugiyono (2019: 9) metode penelitian kualitatif adalah

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,

digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai

lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),

analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makana dari pada generalisasi.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahas, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

(Moleong, 2017: 6).

Dalam penggunaan pendekatan kualitatif ini, maka dalam proses

penggunaannya menggunakan beberapa metode dan teknik yang sesuai

dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini dibuat untuk

mendeskripsikan persepsi orang tua mengenai pendidikan seks untuk anak

usia dini.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.

Dalam penelitian ini peneliti harus mendeskripsikan suatu obyek,

fenomena, atau setting sosial yang akan dituangkan dalam tulisan yang

bersifat naratif. Arti dalam penulisannya data dan fakta yang dihimpun

berbentuk kata atau gambar daripada angka. Dalam penulisan laporan

penelitian kualitatif berisi kutipan-kutipan data (fakta) yang diungkap di

36

lapangan untuk memberikan dukungan terhadap apa yang disajikan dalam

laporannya (Anggito & Setiawan, 2018: 11).

B. Setting dan Subjek Penelitian

1. Setting Penelitian

Menurut Sugiyono (2019: 292) studi tentang konteks sosial akan

berlangsung dalam setting penelitian. Misalnya di sekolah, bisnis, kantor

pemerintahan, di jalan, dan di rumah. Penelitian ini mengambil lokasi di

Desa Jangga Baru, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari.

Penelitian ini dipilih karena fokus masalah yaitu tujuan penelitian berkaitan

dengan topik penelitian. Analisis konteks sosial akan dilakukan dalam

setting penelitian.

2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua dari RT 06 RW 01 Desa

Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari. Jumlah total

item atau orang dalam satu area topik penelitian yang memenuhi persyaratan

khusus yang terkait dengan masalah penelitian adalah populasi—mengenai

mereka yang ada dalam penelitian atau unit analitik yang diperiksa, yang

berkaitan dengan subjek dan objek (individu, kelompok, atau organisasi).

Sedangkan “apa” yang akan diteliti berkaitan dengan isi yaitu “data apa”,

serta keluasan dan durasinya (Ridwan & Bangsawan, 2021b: 46)). Populasi

penelitian adalah orang tua dari 57 KK di RT 06 RW 01 Desa Jangga Baru

Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari.

Sampel penelitian adalah sebagian kecil dari populasi yang diambil

menggunakan teknik khusus untuk secara akurat mewakili seluruh populasi.

Dengan mengevaluasi sampel, hasilnya dimaksudkan untuk menghasilkan

kesimpulan dan deskripsi yang konsisten dengan ciri-ciri populasi. Ridwan

dan Bangsawan Ridwan & Bangsawan, 2021b: 47). Penelitian ini terdiri dari

5 orang tua dari 5 rumah tangga dengan anak usia 4-6 tahun yang tinggal di

RT 06 RW 01 Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten

Batanghari.

37

Purposive sampling digunakan sebagai pendekatan sampel dalam

penelitian ini. Pengambilan sampel purposive adalah strategi pengambilan

sampel data yang mempertimbangkan faktor-faktor tertentu. Pertimbangan

ini bisa jadi seseorang yang paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau

dia bisa menjadi penguasa, sehingga memudahkan peneliti untuk

menyelidiki objek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2019: 219)

(Sugiyono, 2019: 219).

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Peneliti mengumpulkan data dan informasi untuk penelitian ini dengan

menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

a) Data primer

Data primer adalah informasi yang diterima dan dikumpulkan

langsung dari informan yang memberikan informasi terkini kepada

individu yang bersangkutan. Informan memberikan data yang dapat

digunakan untuk memecahkan masalah. Responden adalah informan

yang dituju dalam kasus ini. Dalam penelitian ini orang tua anak usia

dini 4- 6 tahun di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV

Kabupaten Batanghari menjadi informan.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data tertulis. Peneliti mengkaji data

tertulis dari literatur terkait dan materi pribadi berupa foto-foto yang

berkaitan dengan pandangan orang tua terhadap pendidikan seks anak

usia dini.

2. Sumber Data

Menurut Lofland, sumber data primer dalam penelitian kualitatif adalah

kata-kata dan tindakan, dengan perimbangan terdiri dari data tambahan

seperti dokumen dan sumber lainnya (Moleong, 2017: 157). Responden

adalah sumber data dalam suatu penelitian yang mengumpulkan data

melalui wawancara.

38

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam analisis ini, peneliti menggunakan

berbagai pendekatan untuk memperoleh data dan informasi yang akurat, antara

lain:

1. Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang

spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan

kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan

orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek

alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila,

penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejalagejala

alan dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2019:

145).

Observasi adalah pengamatan langsung yang dilakukan peneliti

terhadap objek yang diteliti. Obesrvasi berguna untuk mendapatkan

informasi secara akurat melalui pengamatan langsung oleh peneliti. Jenis

instrument observasi yang digunakan adalah observasi terstruktur dan tak

terstruktur. Instrumen observasi yaitu peneliti membuat pedoman observasi

dengan menentukan domain-domain (Ridwan & Bangsawan, 2021b: 61).

Observasi penelitian ini dilakukan pada orang tua yang memiliki anak usia

dini 4-6 tahun di RT 06 RW 01 Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV

Kabupaten Batanghari berdasarkan pengertian di atas.

2. Wawancara

Wawancara atau interview dilakukan pewawancara dengan

narasumber untuk mendapatkan informasi timbal balik antara

pewawancara dengan narasumber mengenai topik yang dibahas dsebagai

sumber hasil penelitian, yang tidak dapat diperoleh melalui observasi atau

kuesioner (Raco, 2010: 116).

Wawancara ini dilakukan peneliti untuk dapat menilai keadaan

seseorang, seperti mendapatkan data tentang orang tersebut dan

pandangannya mengenai suatu topik. Proses wawancara ini dilakukan

39

peneliti dengan mewawancari orang tua/keluarga di Desa Jangga Baru RT

06 RW 01 dengan menggunakan sampel 5 keluarga. Peneliti

mewawancarai orang tua/keluarga tersebut secara langsung kepada

narasumber. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai Persepsi

Orang Tua mengenai Pendidikan Seks Anak Usia Dini di Desa Jangga

Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara yang digunakan oleh seorang peneliti untuk

mendapatkan data-data dari objek penelitian baik dalam bentuk gambar,

tulisan, atau karya yang lainnya. Dokumentasi sudah lama digunakan

dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen

sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan

meramalkan (Moleong, 2017: 217).

Peneliti melakukan penelitian di Desa Jangga Baru, Kecamatan Batin

XXIV, Kabupaten Batanghari, memperoleh informasi tentang sejarah

berdirinya, keadaan geografis, kondisi ekonomi dan sosial budaya sarana

dan prasarana, dan pemerintahan secara umum.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam

unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2019: 244). Penulis

penelitian ini menggunakan berbagai teknik analisis data, termasuk:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi

peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat

mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui

diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat

40

mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori

ynag signifikan (Sugiyono, 2019: 249).

2. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan

apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2019: 249).

3. Conclusion Drawing/verification

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal, di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel

(Sugiyono, 2019: 252).

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik dalam memeriksa

keabsahan data, yaitu:

1. Perpanjangan Pengamatan

Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneiliti masih dianggap

orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan belum

lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan.

Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah

data yang diperoleh selama ini merupakan data yang sudah benar atau

tidak. Bila data yang diperoleh selama ini setelah dicek kembali pada

sumber data asli atau data lain ternyata tidak benar, maka peneliti

melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga

diperoleh data yang pasti kebenarannya (Sugiyono, 2019: 271).

41

2. Ketekunan/Keajegan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan

unsurunsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu

yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut

secara rinci. Hal itu berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan

pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap

faktor-faktor yang menonjol. Kemudian ia menelaahnya secara rinci

sampai pada titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu

atau seluruh faktor yang telah ditelaah sudah dipahami dengan cara yang

biasa. Untuk keperluan itu teknik ini menuntut agar peneliti mampu

menguraikan secara rinci bagaimana proses penemuan secara tentatif dan

penelaah secara rinci tersebut dapat dilakukan (Moleong, 2017: 330).

3. Triangulasi

Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan

melalui sumber lainnya. Dalam hal ini, jika analisis telah menguraikan

pola, hubungan, dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis,

maka penting sekali untuk mencari tema atau penjelasan pembanding atau

penyaing. Hal itu dapat dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian

data yang barangkali mengarahkan pada upaya penemuan penelitian

lainnya. Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan

perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu

studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan

hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa triangulasi,

peneliti dapat merecheck temuannya dengan jalan membandingkannya

dengan berbagai sumber, metode, atau teori (Moleong, 2017: 330–332).

42

G. Jadwal Penelitian

Tabel 3.1

Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Tahun 2021

Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pengajuan

Judul

2. Pembuatan

Proposal

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Tahun 2021

September Oktober November Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

3. Seminar

Proposal

4. Perbaikan

hasil seminar

proposal

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

5. Pengurusan

dan

penerbitan

izin

dilapangan

Tahun 2022

Januari Februari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

6. Pengumpulan

data lapangan

√ √ √ √ √

7. Pengelolaan

dan analisis

data

√ √ √ √ √

8. Seminar hasil

ujian skripsi

9. Perbaikan

hasil ujian

skripsi

√ √

10. Pengesahan

hasil ujian

skripsi

11. Penggandaan

dan

penyerahan

laporan hasil

43

Penelitian akan berlangsung antara Mei 2021 hingga April 2022. Strategi

penelitian ini masih rentan terhadap perubahan atau bergantung pada situasi dan

kondisi lapangan saat ini.

44

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum

1. Sejarah Desa Jangga Baru

Penduduk asli Desa Jangga Baru didatangkan dari Pulau Jawa, antara

lain Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang diberangkatkan pada masa

Orde Baru, dan beberapa penduduk setempat, setelah Transmigrasi Perkebunan

Inti Rakyat (PIR) pada tahun 1983. Jangga Baru masih dianggap sebagai

bagian dari wilayah Durian Luncuk pada saat transmigrasi. Kawasan Durian

Luncuk membebaskan dan/atau melepaskan sebagian wilayahnya untuk

kawasan transmigrasi sebagai bagian dari program transmigrasi pemerintah

pada masa Orde Baru. Karena merupakan desa yang baru berdiri, maka diberi

nama JANGGA BARU. Istilah Jangga Baru berasal dari nama sungai yang

mengalir di tengah-tengah masyarakat, dimana daerah hilirnya bergabung

dengan desa, yaitu Desa Jangga (Desa Jangga Aur). Desa Jangga Baru

didirikan pada tahun 1983 dengan sekitar 500 kepala keluarga, yang sebagian

besar adalah transmigran, dan beberapa di antaranya adalah penduduk lokal.

Tabel 4.1

Daftar nama kepala desa Jangga Baru setiap periode

No Nama Jabatan Tahun Menjabat

1. Bapak Ibrahim PjS. Kepala

Desa

1983 s/d 1990

2. Bapak Imam Barowi Kepala Desa 1990 s/d 1998

3. Bapak Hadi Suyadi Kepala Desa 1998 s/d 2006

4. Bapak Muhammad PjS. Kepala

Desa

2006 s/d 2008

5. Bapak Khalimi Kepala Desa 2008 s/d 2011

6. Bapak Sukri PjS. Kepala

Desa

2011 s/d 2012

45

7. Bapak Yendra

Buana

Kepala Desa 2012 s/d 2014

8. Bapak Syaipul

Amrah, S.IP

PjS. Kepala

Desa

2014 s/d 2016

9. Bapak Muhamad Kepala Desa 2016 s/d 2022

Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022

2. Letak Geografis

a. Batas Wilayah Desa

Desa Jangga Baru terletak di bagian tenggara Kabupaten

Batanghari, dengan luas sekitar 3.084,73 hektar. Berada pada posisi

1020 Lintang Selatan sampai dengan 1040 Lintang Selatan, meliputi

10308 Bujur Timur sampai dengan 1030 75 Bujur Timur, dengan batas-

batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Jangga

Sebelah Selatan : Desa Terentang Baru

Sebelah Barat : Desa Jangga

Sebelah Timur : Desa Bulian Baru

b. Luas wilayah Desa Jangga Baru adalah ± 3,084,73 Hektar yang terdiri

dari:

1) Tanah pekarangan pemukiman Rakyat : ± 125 Ha.

2) Tanah Perkebunan plasma : ± 1.000 Ha.

3) Tanah Perkebunan lahan pangan : ± 375 Ha.

4) Tanah Kas Desa (TKD) : ± 10 Ha

5) Tanah Restan (R) : ± 182,23 Ha

6) Tanah Hutan Cagar Alam : ± 42,5 Ha.

7) Tanah HGU PTP Nusantara VI Durlu : ± 1.350 Ha.

c. Orbitasi

1) Jarak Desa Jangga Baru dengan Kecamatan sekitar 30 kilometer

menjadi salah satu tantangan pemerintah desa, terutama

mengingat jalur akses yang bobrok dan berlubang.

2) Jarak Desa Jangga Baru dan Kabupaten memiliki dua akses jalan

yaitu:

46

• Akses jalan dari desa ke kecamatan 35 KM, dan jarak dari

kecamatan ke kabupaten 40 KM, jadi akses jalan ini jika

melalui kecamatan berjarak 75 KM dan atau memakan waktu

2½ jam karena jalan ini seperti berbelok.

• Jalan akses langsung ke Kabupaten ini panjangnya sekitar 35

kilometer; merupakan jalan yang praktis dan paling banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat karena menempuh langsung

ke Kabupaten dan Provinsi dalam waktu 1½ jam. Kondisi

jalan yang rusak sangat berbeda akibat kepadatan.

d. Jumlah penduduk

1) Kepala keluarga : 969 KK

2) Laki-laki : 1.590 Jiwa

3) Perempuan : 1.555 Jiwa

3. Visi dan Misi

a. Visi

“Desa Jangga Baru yang Mandiri, Beriman dan Bertaqwa ”

b. Misi

1) Menyelenggarakan pemerintahan desa yang efisien, efektif, dan

bersih dengan mengutamakan masyarakat.

2) Meningkatkan sumber sumber pendanaan pemerintahan dan

pembangunan desa.

3) Mengembangkan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam

pelaksanaan pembangunan Desa.

4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan

Desa yang berkelanjutan.

5) Mengembangkan Perekonomian Desa.

6) Menciptakan rasa aman, tenteram, dalam suasana kehidupan Desa

yang Demokratis dan Agamis.

47

4. Pendidikan

Tabel 4.2

Tingkat pendidikan penduduk berdasarkan persentase

No Tingkat Pendidikan Persentase

(%)

1 Tamat SD 6

2 Tamat SMP 8

3 Tamat SMA 13

4 Tamat Perguruan Tinggi 4

5 Pelajar SD 18

6 Pelajar SMP 17

7 Pelajar SMA 15

8 Mahasiswa 6

9 Tidak sekolah & Putus sekolah 3

10 Belum sekolah 10

Jumlah 100 %

Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022

5. Kesehatan

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Desa Jangga Baru dapat

dilihat dari berbagai hal, antara lain status kesehatan dan tren penyakit.

Berbagai indikator kesehatan, seperti peningkatan harapan hidup dan

penurunan angka kematian bayi, dapat mengukur derajat kesehatan

masyarakat.

Tabel 4.3

Tingkat Kesehatan Masyarakat

Tahun Baik Kurang Buruk

2019 3.205 orang 37 orang 5 orang

2020 3.056 orang 15 orang 2 orang

Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022

48

6. Keagamaan

Tabel 4.4

Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut

No Agama Jumlah Penganut

1. Islam 2.990

2. Kristen 155

3. Katolik 0

4. Hindu 0

5. Budha 0

JUMLAH 3.076

Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022

7. Keadaan Ekonomi

Tabel 4.5

Mata pencarian penduduk Desa Jangga Baru

No Mata Pencaharian Jumlah (Orang)

1 Petani 862

2 Buruh Tani 202

3 Pedagang 119

4 Peternak 18

5 Serabutan 248

6 Perabot 10

7 PNS/TNI/POLRI 59

8 Tenaga Honor 31

9 Ibu Rumah Tangga 768

10 Sopir 55

11 Buruh Bangunan 60

12 Nelayan 0

13 Pertambangan 0

14 Bengkel 26

15 Belum bekerja 855

16 Tidak bekerja 197

Jumlah 3 076

Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022

49

8. Sumber Daya Sosial Budaya

Tabel 4.6

Sumber daya sosial budaya

No

Sumber Daya Sosial Budaya

Volume

Satuan

1. Seni Tari Kuda Kepang

(RONGGO WASKITO).

1 Grup

2. Seni Tari Kuda Lumping

(TURONNGO MULYO)

1 Grup

3. TP-PKK Desa 1 Desa

4. Karang Taruna 1 Desa

5. BKMT (Ibu-ibu Yasinan) 5 Dusun

6. Pengajian ISTIGHOZAH 1 Majelis

7. Yasinan Lingkungan 21 RT

8. Forum Pegawai Syara’ 1 Desa

9. Forum Guru PAMI 1 Desa

10. Forum MUI 1 Desa

Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022

9. Sarana dan Prasarana

a) Sarana

1) Sarana Pendidikan

RA Al-Fattah : 1 Unit RT. 21 / 03

DTA Tarbiyatul Muta’alimin : 1 Unit RT. 06 / 01

DTA Hidayatul Mubtadiin : 1 Unit RT. 07 / 02

DTA Mambaul Ulum : 1 Unit RT.17 / 04

SD Negeri 131/1 : 2 Unit RT. 07 / 02

Perumahan Guru SD. 131/1 : 4 Unit RT. 07 / 02

SD Negeri 138/1 : 3 Unit RT. 04 /01

SD Negeri 144/1 : 2 Unit RT. 25/05

MTs Negeri 8 Batanghari : 1 Unit RT. 06 / 01

SMP Negeri 24 Batanghari : 4 Unit RT. 07 / 02

Madrasah Aliyah Darussalam : 1 Unit RT. 06 / 01

50

2) Sarana Kesehatan

Puskesmas : 1 Paket RT. 07 / 02

Posyandu : 4 Unit RW 01, 02, 03, 04

Sumur Bor : 3 Paket RW 01, 02, 03

3) Sarana Perkantoran

Gedung Kapolpos :1 Unit RT. 06 / 01

Kantor Desa :1 Paket RT. 12 / 03

Balai Desa : 1 Unit RT. 12 / 03

Kantor PKK : 1 Unit RT. 12 / 03

Kantor BPD : 1 Unit RT. 21 / 03

4) Sarana Peribadatan

Masjid Jami’ Darussalam : 1 Paket RT 06 / 01

Masjid Al-ikhlas :1 Paket RT. 07 / 02

Masjid Miftahul Jannah : 1 Paket RT. 14 / 03

Masjid Baitussajidin : 1 Paket RT. 18 / 04

Masjid Al-Munawaroh :1 Paket RT. 22 / 05

Mushola : 17 Unit RT, 1, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 12,

13, 15, 16, 17, 19, 20, 20, 21

b) Prasarana

1) Prasarana Umum

Jalan poros/ aspal : 2.500 Meter RT. 01, 05, 06, 12, 21,

07, 08

TPU 1 : 3 Hektar RT.05

TPU 2 : 500 M2 RT. 20

Jalan Lingkungan/ sirtu : 1.500 Mete RT.03, 04, 06, 16, 17

Jembatan Beton : 3 Unit RT.01, 06 dan RT.12

Jembatan box : 4 Unit RT.02, 06, 17 dan 14

Saluran irigasi persawahan : 1 Unit RT.20

2) Prasarana Ekonomi

Los Pasar : 2 Unit RT. 21 / 03

51

10. Keadaan Pemerintahan

a) Pembagian Wilayah

1) Dusun Pandan Kuning, terdiri dari RT. 01, 02, 03, 04, 05 dan 06

2) Dusun Pandan Arum, terdiri dari RT 07, 08, 09, 10 dan 11

3) Dusun Pandan Sari, terdiri dari RT. 12, 13, 14, 15, 16 dan 21.

4) Dusun Pandan Wangi, terdiri dari RT.17, 18, 19 dan 20.

5) Dusun Biring Kuning, terdiri dari RT.22, 23, 24 dan 25.

b) Struktur Organisasi Desa

Gambar 4.1

Struktur Organisasi Pemerintah Desa Jangga Baru

Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022

52

Gambar 4.2

Struktur Organisasi Badan Permusyawaratan Desa Jangga Baru

Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022

B. Temuan Khusus dan Pembahasan

1. Persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di Desa

Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari

Persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap suau hal yang

sedang dibicarakan berdasarkan apa yang ia tangkap melalui pancaindera.

Dalam hal ini persepsi orang tua mengenai pendidikan seks untuk anak usia

dini adalah pandangan orang tua dalam memberikan pendidikan seks untuk

anak sejak dini atau anak yang berada dalam usia tingkat KB atau TK.

Pada umumnya orang tua ingin anaknya mendapatkan pendidikan

yang baik dan tidak ingin terjadi sesuatu terhadap anaknya. Dalam hal

seputar seks orang tua merasa khawatir karena belakangan ini banyak kasus

pelecehan seksual yang terjadi dan tidak sedikit terjadi pada anak-anak.

Dalam pembicaraan tentang pendidikan seks ada yang menganggap

53

kpendidikan seks untuk anak adalah hal yang positif dan ada yang

menganggapnya negatif.

Berikut hasil wawancara dengan beberapa orang tua tentang

persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga

Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari. Pertama, menurut Ibu

SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun) mengatakan bahwa:

“Anak dikasih pengertian tentang apa saja bagian tubuh yang boleh

dan tidak boleh disentuh orang lain”. (wawancara peneliti pada

tanggal 21 Januari 2022)

Hasil pengamatan peneliti melihat bahwa ibu SZ sudah memahami

tentang pendidikan seks anak usia dini, ia memberikan pengertian kepada

anaknya dengan mengajarkannya lewat lagu tentang anggota tubuh. Melalui

lagu ini dapat menambah wawasan anak dan anak mudah memahami

tentang anggota tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain serta

bagaimana cara mengatasinya.

Kedua, pendapat dari Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4

tahun) mengatakan:

“Mbak belum ngerti pendidikan seks anak usia dini itu apa. Tapi kalo

tentang seks untuk anak usia dini itu pastinya bukan yang

berhubungan badan seperti orang dewasa, mungkin tentang

mengajarkan anak mengenal jenis kelaminnya, terus sebagai

perempuan itu harus berpakaian seperti apa.”. (wawancara peneliti

pada tanggal 23 Januari 2022)

Pada saat observasi peneliti di keluarga ibu MH bahwa ia

kebingungan saat ditanya tentang pendidikan seks, tetapi ia tahu maksud

dari pendidikan seks untuk anak usia dini. Ia pun mengaku bahwa

pendidikan seks itu penting untuk anak usia dini.

Ketiga, Ibu NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun) juga

berpendapat bahwa pendidikan seks yaitu:

“Supaya mereka tahu bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh

disentuh orang lain.”. (wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari

2022)

54

Hasil observasi peneliti melihat bahwa ibu NR mengetahui tentang

pendidikan seks anak usia dengan mengenalkan anggota tubuh anak yang

boleh dan tidak boleh disentuh orang lain.

Keempat berdasarkan hasil wawancara dengan ibu MY (35 tahun)

orang tua dari AH (6 tahun)) mengatakan bahwa pendidikan seks itu:

“Saya baru dengar kalo ada pendidikan seks untu anak. Tapi kalo

buat anak pastinya bukan ke yang berhubungan badan itu.”.

(wawancara peneliti tanggal 31 Januari 2022)

Berbeda dengan orang tua lainnya menurut Ibu RY (33 tahun) orang

tua dari AN (6 tahun) berpendapat bahwa pendidikan seks itu tabu dan tidak

ada untuk anak usia dini.

“Pendidikan seks untuk anak itu tidak ada, karena di sekolah aja

nggak ada pelajarannya, saru itu mah.” (wawancara peneliti pada

tanggal 23 Januari 2022)

Kemudian peneliti mewawancarai orang tua tentang apakah

pendidikan seks anak usia dini itu tabu untuk dibicarakan, sebagian dari

mereka ada yang menganggapnya bukan hal yang tabu lagi dan masih ada

yang menganggapnya tabu.

Menurut Ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun) mengatakan

bahwa:

“Tidak. Dari kecil kita harus mengajarkan mana bagian tubuh yang

boleh disentuh atau tidak boleh disentuh orang lain, kalo terjadi

sesuatu nanti bisa merusak mental dan masa depan anak”.

(wawancara peneliti pada tanggal 21 Januari 2022)

Menurut Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4 tahun)

mengatakan:

“Dulu memang seperti tabu untuk dibicarakan tapi sekarang ini kan

banyak kasus-kasus pelecehan seksual yang mbak lihat di TV jadi

harus dibicarakan.” (wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari

2022)

Berbeda dengan yang lainnya menurut Ibu RY (33 tahun) orang tua

dari AN (6 tahun) berpendapat bahwa:

55

“Iya lah tabu, saru anak diajarin kayak gitu mah.” (wawancara

peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)

Berikutnya menurut NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun)

juga mengatakan bahwa:

“Tidak. Kita memang harus memberikan pengarahan kepada anak.”

wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)

Sedangkan ibu MY (35 tahun) orang tua dari AH (6 tahun))

mengatakan bahwa:

“Ya bisa dibilang tabu tapi disesuaikan lah sama maksudnya itu

untuk apa.” (wawancara peneliti tanggal 31 Januari 2022)

Berdasarakan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan 5

orang tua yang mewakili dari 5 keluarga bahwa tidak semua orang tua

memiliki persepsi yang positif terhadap pendidikan seks untuk anak usia

dini. Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan seks untuk anak

usia dini itu merupakan hal yang tabu dan belum pantas untuk diajarkan

kepada anak dan mereka juga beranggapan bahwa di sekolah juga tidak ada

pelajaran yang mengajarkan hal itu sehingga pendidikan seks tidak penting

diajarakan kepada anak usia dini. Namun, orang tua yang memiliki

pemikiran cerdas menganggap bahwa pemberian pendidikan seks ini

penting dan harus diberikan sejak anak berusia dini.

Lebih jauh lagi, meskipun mereka menggambarkan bahwa

pendidikan seks adalah tentang anggota tubuh atau, lebih khusus, aspek

yang berkaitan dengan gender, banyak orang tua yang sadar akan

pendidikan seks untuk anak usia dini. Sebenarnya pendidikan seks

memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada anak dan

disesuaikan dengan usianya. Tak hanya itu, anak muda juga sadar akan

aktivitas organ seksual dan pentingnya naluri yang bisa muncul kapan saja.

Pendidikan seks anak seringkali berpusat pada pengakuan identitas anak

sebagai makhluk biologis dengan seks. Orang tua yang menyadari

pentingnya pendidikan seks biasanya telah merancang berbagai cara khusus

56

untuk membantu anak-anak mereka memahami konten pendidikan seks

yang diajarkan oleh orang tua mereka. (Senja, 2012: 1–2).

Pendidikan seks adalah program yang mendidik, menginformasikan,

dan mempromosikan kesadaran tentang masalah seksual. Informasi yang

diberikan meliputi pengetahuan tentang fungsi dan moral organ reproduksi,

etika, komitmen, dan agama, menanamkan moral, etika, tugas, dan iman

untuk mencegah "penyalahgunaan" organ reproduksi. Akibatnya,

pendidikan seks dapat dianggap sebagai pendahulu pendidikan kehidupan

keluarga, yang signifikan. (Ratnasari & Alias, 2016: 56).

2. Upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks anak usia dini

di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari

Upaya diperlukan saat menangani suatu masalah untuk mengatasi

atau mencegahnya. Orang tua atau pendidik harus mengetahui langkah-

langkah apa yang akan mereka ambil untuk memberikan pendidikan seks

pada anak usia dini dalam pendidikan seks ini.

Sebelum peneliti mewawancarai orang tua anak usia dini, peneliti

mewawancarai kepala Desa Jangga Baru bapak Muhamad tentang

bagaimana pendidikan seks anak usia dini dan upayanya di Desa Jangga

Baru beliau mengatakan bahwa:

“Ada himbauan supaya anak tidak terjebak di dunia kegelapan,

begitu orang tua yang punya pemikiran sehat. Kadang orang tua

tidak peduli sama anaknya. Anak keluar tidak dikawal, yang bagus

anak tetap dikawal demi keselamatannya. Pernah ada, tapi kalo

kasus untuk anak usia dini tidak banyak terjadi hanya sekali. Tetapi

saya tidak mau menceritakannya. Tapi dijadikan pelajaran lah buat

para orang tua. Kadang-kadang ada pelatihan dari BKKBN

penyuluhan terkait dengan seks tapi untuk anak-anak usia remaja.”

(wawancara pada tanggal 19 Januari 2022)

Selain itu peneliti juga mewawancarai ketua RT 06 bapak Mujiono

tentang bagaimana pendidikan seks anak usia dini di RT 06 beliau

mengatakan bahwa:

“Kelihatannya anak-anak disini sudah pada ngerti gimana cara

berteman dengan lawan jenisnya, juga mereka sekolah madrasah

sama ngaji pasti diajarin sama gurunya gimana bergaul yang baik.

57

Dulu pernah ada tapi tidak banyak yang mengetahui karena hanya

orang-orang yang dekat saja yang tau. Ini juga untuk menjaga mental

anaknya karena masih kecil belum tau apa-apa, untungnya nggak

parah seperti yang di TV. Tapi sekarang korban bersama keluargnya

sudah pindah tidak disini lagi dan masalahnya sudah diselesaikan

secara kekeluargaan.” (wawancara pada tanggal 19 Januari 2022)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti di atas maka

dapat disimpulkan bahwa pemerintah setempat telah melakukan upaya

pengajaran pendidikan seks kepada warganya, tetapi untuk anak usia dini

belum diberikan sosialisasi secara spesifik.

Setiap orang tua memiliki metode mereka sendiri dalam mendidik

anak-anak mereka, yang mungkin atau mungkin tidak termasuk pendidikan

seks. Orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Berikut hasil wawancara dengan beberapa orang tua tentang bagaimana

upaya orang tua menyampaikan pendidikan seks kepada anak. Hasil

wawancara dengan ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun)

mengatakan:

“Saya mengajarkan ke anak saya untuk bisa menjaga batasan antara

anak laki-laki dan anak perempuan bukan hanya kepada teman-

temannya saja tapi ke orang yang lebih tua juga dibatasi. Karena kan

dari berita-berita di TV orang yang lebih tua malah jadi pelakunya,

yg namanya kalo udah nafsu kan gak bisa di cegah.” (wawancara

pada tanggal 21 januari 2022)

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di keluarga ibu

SZ bahwa ia tidak selalu mengajarkan pendidikan seks kepada anak hanya

disaat-saat tertentu saja, misalnya ketika anak perempuannya terlalu sering

bermain dengan teman laki-lakinya ibu SZ baru menasehati anaknya bahwa

perempuan mainnya dengan anak perempuan saja.

Hasil wawancara dengan Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4

tahun) mengatakan bahwa:

“Mengenalkan anggota tubuh yang boleh dan tidak boleh kelihatan

orang lain, mengajarkan anak rasa malu, mengajarkan anak pakai

58

pakaian sesuai jenis kelaminnya.” (wawancara pada tanggal 23

Januari 2022)

Berdasarkan hasil observasi peneliti di keluarga ibu MH bahwa ia

memiliki tiga orang anak dan diantaranya satu anak perempuan yang

merupakan anak usia dini. Peneliti melihat bahwa anaknya AUN (4 tahun)

terkadang memakai pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. Ia

memakai pakaian kakak laki-lakinya yang sudah kecil dan karena muat di

anaknya yang kecil jadi dipakaikan.

Menurut ibu NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun)

mengatakan bahwa:

“Kita selalu memberikan pengarah kepada anak tentang anggota

tubuh mereka bahwa ada yang perlu di jaga agar tidak dilihat orang

lain, kalo pup di tempat yang tertutup, kalo keluar rumah pakai baju

yang sopan, bicara yang sopan tidak boleh mencarut, anak laki-laki

gak boleh cengeng.” (wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)

Berdasarkan hasil observasi peneliti bahwa ibu NR memiliki dua

orang anak laki-laki dan satu diantaranya merupakan anak usia dini. Dari

pengamatan peneliti di keluarga ibu NR bahwa ketika anak bersama ibu nya

di tempat ramai atau banyak orang anak berani berkata kasar mengganggu

temannya karena ia merasa ada banyak orang sehingga ibunya tidak akan

memarahinya di depan orang banyak, namun ketika anak dirumah bersama

ibu nya anak jadi penurut dan ketika dinasehati anak menjadi cengeng

karena merasa dimarahi orang tuanya.

Hasil wawancara dengan ibu MY (35 tahun) orang tua dari AH (6

tahun) berpendapat bahwa:

“Kalo anak perempuan pakai bajunya yang sopan kalo keluar rumah,

jangan mau diajak sama orang yang gak dikenal, kebetulan anak

saya pemalu orangnya jadi paling main sama anak-anak sini ya

banyak perempuannya juga.” (wawancara tanggal 31 Januari 2022)

Berdasarkan observasi peneliti di keluarga ibu MY bahwa ia

memiliki lima orang anak dan satu diantaranya anak perempuan yang

59

merupakan anak usia dini. AH (6 tahun) memang anaknya pemalu ia

bermain dengan anak-anak disekitar tempat tinggalnya.

Sedangkan menurut pendapat ibu RY (33 tahun) orang tua dari AN

(6 tahun) berpendapat bahwa:

“Enggak ada saya ajarkan ke anak karena saya gak tahu.”

(wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)

Berdasarkan observasi peneliti di keluarga ibu RY bahwa ia

memiliki dua orang anak, satu diantaranya anak perempuan berusia dini.

Peneliti melihat bahwa keluarga ibu RY belum mengerti yang termasuk

bagian dari pendidikan seks anak usia dini. Karena peneliti melihat bahwa

sudah ada beberapa pendidikan seks yang diberikan kepada anak mereka,

misalnya anak diberikan pakaian dan nama sesuai dengan jenis kelaminnya.

Berdasarkan temuan observasi dan wawancara sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa upaya mereka dalam menyampaikan pendidikan seks

yaitu dengan mengenalkan anak bahwa ada anggota tubuh mereka yang

harus di jaga dengan baik, mengajarkan anak menggunakan pakaian yang

sopan, mengajarkan batasan-batasan bergaul antara laki-laki dan

perempuan.

Hal ini sejalan dengan pendapat el-(2012) Qudsy dalam bukunya

“Ketika Anak Bertanya Tentang Seks” yang menyatakan bahwa pendidikan

seks anak usia dini dapat diajarkan dengan berbagai metode, antara lain

secara bertahap dan konsisten dengan menambahkan ajaran agama dan

moral.

Kemudian saat peneliti mewawancarai bagaimana cara mereka

menjawab pertanyaan anak yang berkaitan dengan seks mereka menjawab

sebagai berikut. Menurut pendapat ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6

tahun) mengatakan:

60

“Kalo anak nanya saya jawab sebisa saya aja, pake bahasa yang bisa

dimengerti anak juga ya bahasa anak-anak lah.” (wawancara pada

tanggal 21 januari 2022)

Berdasarkan hasil observasi peneliti bahwa ibu SZ dalam

memeberikan penjelasan hal yang berkaitan dengan pendidikan seks anak

usia dini ia menggunakan bahasa yang disesuaikan dengan umur anak dan

menjawabnya sesuai dengan pertanyaan anak.

Hasil wawancara dengan Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4

tahun) ia merasa khawatir dengan lingkungan tempat tinggalnya.

“Kalo anak nanya ya saya jawab sesuai pertanyaannya, kalo gak

bisa ya saya diem aja. (wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa ibu MH memberikan

jawaban pertanyaan anak menggunakan bahasa yang dapat dimengerti anak,

namun ketika ibu MH tidak bisa menjawabnya ia mengalihkan topik

pembicaraannya dengan mengalihkan perhatian anak.

Sedangkan menurut ibu RY (33 tahun) orang tua dari AN (6 tahun)

karena ia tidak mengajarkan pendidikan seks kepada anaknya maka ia

mengatakan bahwa:

“Belum tahu.” (wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)

Saat peneliti melakukan pengmatan di keluarga ibu RY peneliti

melihat bahwa ibu RY belum mengetahui pendidikan seks untuk anak usia

dini itu seperti apa. Ibu RY belum menerapkan pendidikan seks kepada

anaknya karena menurut ia pendidikan seks merupakan hal yang tabu.

Menurut ibu ibu NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun)

mengatakan bahwa:

“Ya menjelaskannya pelan-pelan, pakai bahasa yang dingerti anak.”

(wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)

Selanjutnya wawancara dengan ibu MY (35 tahun) orang tua dari

AH (6 tahun) berpendapat bahwa:

61

“Iya dijawab sesuai pertanyaannya, kalo gak bisa atau saya ga ngerti

cara ngomongnya saya bilang aja nanti kalo udah gede baru tahu

sendiri.” (wawancara tanggal 31 Januari 2022)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas maka dapat

disimpulkan bahwa upaya orang tua dalam menjawab pertanyaan anak yang

berkaitan dengan seks kebanyakan dari mereka menjawabnya menggunakan

bahasa yang mudah dipahami anak-anak sesuai usia mereka, menjawabnya

secara perlahan-lahan, namun ada juga orang tua yang diam saja karena

tidak tahu cara menjelaskan ke anak atau mengalihkan perhatian anak

dengan mengatakan bahwa mereka akan tahu sendiri saat dewasa nanti.

Berdasarkan temuan wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa hal

ini sejalan dengan keyakinan el-Qudsy (2012) bahwa salah satu cara untuk

memberikan pendidikan seks yang memadai kepada anak adalah dengan

memberikan pemahaman yang relevan dengan usia dan kebutuhan anak.

Terkait bahasan ini, bahwa upaya orang tua dalam meyampaikan

pendidikan seks anak usia dini adalah dengan menanamkan pendidikan

moral agama, mengenalkan jenis kelamin, dilakukan secara bertahap dan

konsisten, memberikan pengertian yang disesuaikan dengan pertumbuhan

dan perkembangan anak. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus

dilakukan orang tua adalah memahami tujuan pendidikan seks terlebih

dahulu agar dapat diterapkan secara efektif kepada anak di masa depan.

Hal ini sesuai dengan hipotesis (Gunarsah: 2001), yang menyatakan

bahwa pendidikan seks diberikan dengan harapan dapat meminimalisir

ketegangan yang terjadi akibat pendidikan seks yang dianggap tabu, tidak

jelas, bahkan menjijikan, serta mengurangi sikap berlebihan pada anak. rasa

ingin tahu tentang perilaku seksual (Mahluzatin, 2016: 23).

62

3. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua mengenai pendidikan

seks anak usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV

Kabupaten Batanghari

Orang tua memiliki tanggung jawab dan peran yang signifikan

dalam pendidikan anak-anak mereka karena mereka adalah guru pertama

dan utama bagi anak-anak mereka. Pendidikan bagi anak tidak dapat

dipisahkan dari berbagai elemen yang mempengaruhi keberhasilan atau

kegagalannya. Persepsi dipengaruhi oleh beberapa ciri, antara lain faktor

internal dan lingkungan.

Menurut observasi penelitian yang dilakukan dengan orang tua anak

kecil di desa Jangga Baru, latar belakang pendidikan, pengalaman pribadi,

dan lingkungan sosial adalah semua elemen yang mempengaruhi mereka.

Hal ini dikelompokkan dalam dua faktor yaitu, faktor internal (latar

belakang pendidikan, pengalaman pribadi) dan faktor eksternal

(lingkungan).

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri

seseorang. Faktor internal dalam persepsi diri mengacu pada hal-hal

seperti psikologi, pendidikan, organ sensorik, saraf atau sistem saraf

pusat, kepribadian, dan penerimaan diri dan pengalaman kondisi.

Ketika ditanya dari mana mereka memperoleh informasi tentang

pendidikan seks anak usia dini, orang tua memberikan berbagai

tanggapan.

Ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun) juga mengatakan

bahwa:

“Kalau saya tau karena di TK ada pelajarannya tentang anggota

tubuh jadi saya juga terapkan ke anak.” (wawancara peneliti

pada tanggal 23 Januari 2022)

Menurut Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4 tahun)

mengatakan bahwa:

63

“Kalo mbak taunya berdasarkan pengalaman mbak sendiri,

waktu mbak kecil kan orang tua ngajarin kalo anak perempuan

pakai pakaian yang sopan, tingkah laku nya juga harus di jaga,

boleh main sama anak laki-laki tapi harus ada teman

perempuannya juga jangan perempuan sendirian. (wawancara

peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)

Ibu NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun) sependapat

dengan ibu MH ia mengatakan bahwa:

“Kalau saya tahunya karena orang tua ngajarin juga dulu terus

di dalam agama Islam kan juga diajarin tentang batasan antara

laki-laki dan perempuan.” (wawancara peneliti pada tanggal 23

Januari 2022)

Hasil wawancara dengan ibu MY (35 tahun) ia mengatakan

bahwa:

“Saya enggak tahu kalo pendidikan seks itu ada yang untuk

anak, soalnya sayabelum pernah belajar waktu di sekolah.”

(wawancara peneliti tanggal 31 Januari 2022)

Sedangkan hasil wwancara dengan ibu RY (33 tahun) orang tua

dari AN (6 tahun) berpendapat bahwa:

“Saya belum tahu, baru denger ini malahan.” (wawancara

peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)

Ketika peneliti mewawancari orang tua tentang kendala yang di

alami dalam mengajarkan pendidikan seks kepada anak usia dini, orang

tua memiliki jawaban yang berbeda-beda.

Hasil wawancara dengan ibu RY (33 tahun) orang tua dari AN

(6 tahun) mengatakan bahwa ia tidak memiliki kendala karena ia tidak

mengajarkan pendidikan seks kepada anaknya:

“Enggak ada.” (wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari

2022)

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu NR (33 tahun) orang

tua dari MAJ (5 tahun) sependapat dengan ibu MH ia mengatakan

bahwa:

64

“Anak kadang mudah dan kadang susah juga kalo dikasih tahu,

harus sering diingatin terus. Kalo saya kurang egitu tahu

pendidikan seks sekarang yang bagus itu kayak mana tapi saya

ngajarinnya sesuai dengan yang ada di agama Islam.”

(wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)

Hasil wawancara dengan ibu MY (35 tahun) ia mengatakan

bahwa:

“Kendala nya saya sendiri belum paham pendidikan seks untu

anak itu kayak gimana, jadi saya nggak tahu gimana

ngomongnya ke anak kan belum ngerti.” (wawancara peneliti

tanggal 31 Januari 2022)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan

orang tua balita di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV

Kabupaten Batanghari, cara pandang orang tua tentang pendidikan seks

anak usia dini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman

orang tua.

Pendidikan menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi

akhlak manusia, faktor pendidikan ini memang mampu memberikan

perubahan akhlak pada anak, biasanya akhlak yang diajarkabn dalam

dunia pendidikan adalah akhlak yang baik. Setiap sekolah di Indonesia

pun saat ini juga sudah mengajarkan pendidikan akhlak kepada setiap

siswanya (Senja, 2020: 129).

Salah satu faktor yang juga mempengaruhi akhlak yaitu

kebiasaan atau pengalaman, faktor ini meliputi suatu kegiatan atau hal

yang disukai oleh anak dan cenderung dilakukan secara berulang,

misalnya anak menyukai memakai pakaian yang sopan. Maka, hingga

dewasa nanti mereka akan cenderung menyukai memakai pakaian yang

sopan-sopan, begitu juga sebaliknya (Senja, 2020: 128).

65

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar kendali

seseorang. Faktor eksternal dalam persepsi meliputi keadaan atau orang

yang dipersespsikan, intensitas rangsangan, maupun lingkungan sekitar

yang berkaitan dengan hubungan sosial atau kondisi tempat tinggal.

Peneliti mewawancari orang tua tentang kendala yang di alami

dalam mengajarkan pendidikan seks kepada anak usia dini, mereka

memiliki jawaban yang berbeda-beda.

Menurut ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun) juga

mengatakan bahwa:

“Kalo saya ada sedikit, paling anaknyaharus diingetin terus-

terusan ya namanya juga anak kecil biasa lah kalo kayak gitu.

Terus juga teman-temannya kadang ada anak yang suka

megangin burungnya.” (wawancara peneliti pada tanggal 23

Januari 2022)

Sedangkan menurut Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4

tahun) mengatakan bahwa:

“Anaknya susah kalau dikasih tahu, ndableg. Sebenernya mbak

nih takut sama si ** soalnya dia kan orangnya kayak gitu mauan

juga orangnya.” (wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari

2022)

Lingkungan merupakan keadaan tempat tinggal seseorang yang

berpengaruh cukup kuat dalam menentukan keberhasilan suatu

pendidikan. Berdasarkan hasil observasi peneliti orang tua beranggapan

bahwa lingkungan mempengaruhi dalam hal pendidikan seks itu

sendiri, karena dengan siapa kita bergaul dapat memiliki pengaruh baik

ataupun buruk dalam diri seseorang.

Menurut wawancara dengan peneliti di atas, lingkungan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan pendidikan seks yang

dididik orang tua kepada anaknya. Sebaik apapun pendidikan seorang

anak, jika lingkungan sosialnya buruk, anak dapat terpengaruh secara

66

negatif, dan sebaliknya jika anak dalam suasana yang baik, anak dapat

terpengaruh secara positif.

Faktor internal, seperti pendidikan dan pengalaman orang tua,

mempengaruhi kesan orang tua tentang pendidikan seks, menurut hasil

observasi peneliti. Lingkungan hidup merupakan aspek interior. Hal ini

sejalan dengan tesis Walgito (1995) yang menyatakan bahwa persepsi

dipengaruhi oleh dua variabel yaitu kekuatan internal dan eksternal.

1) Faktor Internal

Kebutuhan psikologis, latar belakang pendidikan, organ indera,

susunan saraf atau pusat, kepribadian, dan pengalaman

penerimaan diri, serta keadaan tertentu pada waktu tertentu,

merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.

2) Faktor Eksternal

Komponen ini digunakan untuk menentukan ada tidaknya suatu

stimulus berdasarkan intensitas stimulus, lingkungan, dan

kekuatan stimulus (Thahir, 2014: 26).

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan lapangan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Persepsi orang tua mengenai pendididikan seks anak usia dini di Desa

Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari bahwa orang

tua memiliki persepsi yang berbeda-beda, ada yang menganggapnya hal

yang positif dan ada yang menganggapnya hal yang negatif. Orang tua

yang menganggap positif tentang pendidikan seks ini mereka memahami

pendidikan seks untuk anak usia dini itu seperti apa dan mereka memahami

pentingnya pendidikan seks di masa sekarang ini. Ada pula orang tua yang

baru tahu mengenai ada nya pendidikan seks anak usia dini. Dan ada orang

tua yang menganggap pendidikan seks ini negatif atau tidak perlu

diajarkan kepada anak karena merupakan hal yang tabu atau saru

dibicarakan kepada anak kecil karena orang tua menganggap yang

dimaksud pendidikan seks adalah tentang hubungan antar jenis kelamin.

2. Upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks anak usia dini di

Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari adalah

dengan menyampaikannya dengan bahasa yang dapat dimengerti anak

atau sesuai dengan usia anak, mengenalkan anak bahwa ada anggota tubuh

mereka yang harus di jaga dengan baik, mengajarkan anak menggunakan

pakaian yang sopan, mengajarkan batasan-batasan dalam bergaul antara

laki-laki dan perempuan dan tidak berbicara kotor.

3. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua mengenai pendidikan seks

anak usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten

Batanghari ada beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal nya meliputi latar belakang pendidikan orang tua dan

68

pengalaman pribadi orang tua itu sendiri, sedangkan faktor eksternalnya

adalah lingkungan sosial tempat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian penulis dan pembahasan yang bersifat

teori maupun hasil penelitian, maka penulis ingin memberikan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Orang tua harus mengenali karakter anaknya dengan baik sehingga dalam

memberikan pendidikan seks kepada anak, orang tua mengajarkan sesuai

dengan karakter anak dan tingkat pemahaman anak berdasarkan umur,

karena pendidikan seks ini akan menjadi bekal untuk anak dalam menjaga

diri dari perbuatan yang menyimpang dan merugikan dirinya sendiri.

2. Kepada pemerintah desa untuk dapat memberikan sosialisasi kepada orang

tua agar mereka dapat mengetahui informasi tentang mengajarkan

pendidikan seks kepada anak dan memahami betapa pentingnya

pendidikan seks untuk diajarkan kepada anak sejak usia dini.

69

DAFTAR PUSTAKA

Alizamar, & Couto, N. (2016). Persepsi & Desain Infromasi. Yogyakarta: Media

Akademi.

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metode Penelitian Kualiatif. Jawa Barat: CV

Jejak.

Arifin, H., Fuady, I., & Kuswarno, E. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi

Persepsi Mahasiswa Untirta Terhadap Keberadaan Perda Syariah Di Kota

Serang. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 21(1), 123770.

Asri, W. (2019). Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini Di

Desa Suak Putat Kabupaten Muaro Jambi’’. Skripsi. UIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi.

Asrori. (2020). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner. Jawa Tengah:

CV. Pena Persada.

Bangsawan, Indra., Ridwan., & Oktarina, Y. (2021). Tanggung Jawab Orang Tua

Terhadap Anak Usia Dini dalam Tunjuk Ajar Melayu Karya Tenas Efendy.

Journal of Islamic Early Childhood Education, 4(2), 235-244. doi:

http://dx.doi.org/10.24014/kjiece.v4i2.13284

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung: CV Penerbit

(J-Art)

el-Qudsy, H. (2012). Ketika Anak Bertanya tentang Seks. Solo: Tinta Medina.

Fadlillah, Ridwan, dkk. (2021). Pedoman Penulisan Skripsi . Jambi: Anugerah

Pratama Press

Guspa, A., & Rahmi, T. (2014). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Financial

Reward dengan Komitmen Kerja pada Atlet. Jurnal RAP UNP, 5(1), 1–11.

Hakiki, M. K. (2015). Hadits-Hadits Tentang Pendidikan Seks. Jurnal Al-Dzikra, 9

(1), 46-56.

Harianti, R., & Rika, M. (2019). Pendidikan Seks Usia Dini. Yogyakarta: Trans

medika.

Hety, D. S. (2017). Pengetahuan Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Dini Pada

Anak Usia Pra Sekolh (3-6 Tahun) di TK Tunas Jayabangsal Mojokerto.

Jurnal Hospital Majapahit, 9(2), 1–12.

Istiana, Y. (2014). Konsep-Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Didaktika,

20(2), 1–9.

70

Kurnia, N., & Tjandra, E. (2012). Bunda, Seks itu Apa Sih? Cara Cerdas dan Bijak

Menjelaskan SEKS pada Anak. Jakarta: PT Gramedia.

Mahluzatin, Erwinda (2016). Persepsi Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Anak

Usia Dini. Skripsi. UIN Sunan Ampel Surabaya.

Moleong, L. J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosadakarya.

Nadar, W. (2017). Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Untuk Anak

Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1, 77–90.

Priyanto, A. (2014). Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui

Aktivitas Bermain. Jurnal Ilmiah Guru Caraka Olah Pikir Edukatif, 0(2).

Raco, J. . (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Ratnasari, R. F., & Alias, M. (2016). Pentingnya Pendidikan Seks Untuk Anak Usia

Dini. JurnalTarbawi Khatulistiwa, 2(2), 55–59.

Ridwan, & Astuti, Susi Dwi. (2021). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Anak Usia

Dini. Jambi: Anugerah Pratama Press.

Ridwan, & Bangsawan, Indra. (2021). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.

Jambi: Anugerah Pratama Press.

______, & _____________. (2021). Konsep Metodologi Penelitian Bagi Pemula.

Jambi: Anugerah Pratama Press.

______, & _____________. (2021). Pendidikan Anak Berkebuthan Khusus. Jambi:

Anugerah Pratama Press.

______, & _____________. (2021). Seni Bercerita, Bermain dan Bernyanyi.

Jambi: Anugerah Pratama Press.

Ridwan, & Mardhatillah, F. (2021). Seni Rupa Anak Usia Dini. Jambi: Anugerah

Pratama Press.

Roesli, M., Syafi, A., & Amalia, A. (2018). Kajian Islam Tentang Partisipasi Orang

Tua Dalam Pendidikan Anak. Jurnal Darussalam; Jurnal Pendidikan,

Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam, IX(2), 2549–4171.

Ruli, E. (2020). Tugas dan peran orang tua dalam mendidk anak. Jurnal Edukasi

Nonformal, 1(2), 143–146.

Saleh, A. A. (2018). Pengantar Psikologi. Makassar: Aksara Timur.

71

Senja, A. (2020). The Important Of Sex Education For Kids. Yogyakarta: Briliant.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Thahir, A. (2014). Psikologi Belajar: Buku Pengantar dalam Memahami Psikologi

Belajar. LP2M: UIN Raden Intan Lampung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional

Wahib A. (2015). Konsep Orang Tua Dalam Membangun Kepribadian Anak.

Jurnal Paradigma, 2(1).

Winata, W., Khaerunnisa, & Farihen. (2017). Perkembangan Seksual Anak Usia

Dua Tahun ( Studi KUalitatif Perkembangan Seksual Pada Zakia ). Jurnal

Pendidikan Anak Usia Dini Usia Dini, 11(2), 342–357.

Yafie, E. (2017). Peran Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak

Usia Dini. Jurnal CARE (Children Advisor Research and Education), 4, 19.

L

A

M

P

I

R

A

N

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

A. Instrumen penelitian

Dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi instrumen

penelitian adalah manusia atau peneliti itu sendiri. Namun setelah fokus

penelitian sudah ditentuan dengan jelas maka dapat dikembangkan melalui

beberapa instrumen penelitian yang dapat membantu melengkapi data yang

telah ditemukan melalui wawancara dan observasi.

1. Pedoman Observasi atau Pengamatan

Pedoman observasi merupakan pedoman penelitian yang digunakan

untuk mengamati tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan topik

penelitian. Berikut adalah pedoman observasi peneliti yang digunakan

untuk observasi di lapangan:

Tabel 1 Pedoman Observasi

Persepsi Orang Tua

Mengenai

Pendidikan Seks

Anak Usia Dini

Kegiatan

Mengamati situasi dan kondisi secara langsung ke

Desa Jangga Baru.

Mengamati secara langsung ke lingkungan

masyarakat

Mengamati secara langsung ke orang tua di RT

06/01 Desa Jangga Baru.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi

dari informan dan responden penelitian. Informan dalam penelitian ini

adalah orang tua anak di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV

Kabupaten Batang Hari. Responden dalam penelitian ini adalah kepala desa,

kertua RT dan orang tua anak usia 4 – 6 tahun di RT 06 Desa Jangga Baru

Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batang Hari. Pedoman wawancara

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Kisi-kisi pedoman wawancara

Aspek yang dikaji Indikator Sumber data

Upaya orang tua

dalam

menyampaikan

pendidikan seks

kepada anak

1. Pemberian pemahaman

tentang seks terhadap

anak.

2. Penyesuaian penjelasan

dengan tingkat

pemahaman anak.

3. Pembatasan dalam

menjawab pertanyaan

tentang seks kepada

anak.

Orang tua yang

memiliki anak usia

4 - 6 tahun

Persepsi orang tua

mengenai

pendidikan seks

anak usia dini

1. Pengertian pendidikan

seks

2. Persepsi orang tua

mengenai pendidikan

seks

Faktor yang

mempengaruhi

persepsi orang tua

1. Faktor internal

a. Kebutuhan psikologis

b. Latar belakang

pendidikan

c. Alat indera, syaraf

atau pusat susunan

syaraf

d. Kepribadian

e. Pengalaman

2. Faktor eksternal

a. Keadaan

b. Intensitas rangsangan

c. Lingkungan

d. Kekuatan rangsangan

a) Pertanyaan wawancara dengan kepala desa:

1) Bagaimana pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga Baru?

2) Apakah pernah terjadi kasus penyimpangan seksual anak usia dini di Desa

Jangga Baru?

3) Apa pemerintah di Desa Jangga Baru pernah melakukan kegiatan sosialisasi

tentang pendidikan seks anak usia dini?

b) Pertanyaan wawancara dengan ketua RT:

1) Bagaimana pendidikan seks anak usia dini di lingkungan RT 06?

2) Apakah pernah terjadi kasus penyimpangan seksual anak usia dini di

lingkungan RT 06?

c) Pertanyaan wawancara dengan orang tua:

1) Upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks kepada anak

a. Adakah pendidikan seks di keluarga bapak/ibu?

b. Bagaimana pendidikan seks yang bapak/ibu ajarkan kepada anak?

c. Mengapa bapak/ibu mengajarkan pendidikan seks untuk anak usia dini?

d. Saat anak bertanya seputar seks, bagaimana bapak/ibu menjawabnya?

2) Persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini

a. Apa pekerjaan bapak/ibu?

b. Apa pendidikan terakhir bapak/ibu?

c. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang pendidikan seks untuk anak usia

dini?

d. Apakah Bapak/Ibu menganggap bahwa pendidikan seks itu merupakan

hal yang tabu untuk dibicarakan?

3) Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua mengenai pendidikan seks

anak usia dini

a. Bagaimana tanggapan bapak/ibu tentang adanya pendidikan seks anak

usia dini ini?

b. Darimana bapak/ibu mengetahui informasi tentang pendidikan seks

untuk anak usia dini?

c. Apakah ada kendala yang bapak/ibu alami dalam mengajarkan

pendidikan seks kepada anak usia dini?

d. Menurut bapak/ibu kapan waktu yang tepat untuk mengajarkan

pendidikan seks kepada anak usia dini?

3. Pedoman Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini didapat dari hasil dokumen

peneliti dan dokumen Desa Jangga Baru yang dapat berupa dokumentasi

tertulis. Berikut adalah pedoman peneliti yang digunakan untuk

dokumentasi di lapangan:

Tabel 3 Pedoman Dokumentasi

Aspek yang dicari Indikator

Dokumentasi

Tertulis

a. Sejarah Desa Jangga Baru Kecamatan

Batin XXIV Kabupaten Batanghari.

b. Kondisi Geografis Desa Jangga Baru

Kecamatan Batin XXIV Kabupaten

Batanghari.

c. Keadaan Perekonomian dan Sosial Budaya

Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV

Kabupaten Batanghari.

d. Sarana dan Prasarana Desa Jangga Baru

Kecamatan Batin XXIV Kabupaten

Batanghari.

e. Pemerintahan Umum Desa Jangga Baru

Kecamatan Batin XXIV Kabupaten

Batanghari.

4. Daftar Responden

No Nama Keterangan

1. Muhamad Kepala Desa Jangga Baru

2. Mujiono Ketua RT 06

3. Siti Zairoh Orang tua Durottun Nafisah

4. Mugi Harti Orang tua Azrina Ulfiatun Nisa

5. Rina Yulastri Orang tua Akifah Naila

6. Nur Ro’iyah Orang tua Anam Jahuari

7. Mega Yanti Orang tua Azizah Humairoh

LEMBAR WAWANCARA KEPALA DESA

No Pertanyaan Jawaban

1. Bagaimana pendidikan seks

anak usia dini di Desa Jangga

Baru?

Ada himbauan supaya anak tidak terjebak

di dunia kegelapan, begitu orang tua yang

punya pemikiran sehat. Kadang orang tua

tidak peduli sama anaknya. Anak keluar

tidak dikawal, yang bagus anak tetap

dikawal demi keselamatannya.

2. Apakah pernah terjadi kasus

penyimpangan seksual anak

usia dini di Desa Jangga

Baru?

Kalo dibilang pernah iya ada, tapi kalo

kasus untuk anak usia dini tidak banyak

terjadi hanya sekali. Tetapi saya tidak mau

menceritakannya. Tapi dijadikan

pelajaran lah buat para orang tua.

3. Apa pemerintah di Desa

Jangga Baru pernah

melakukan kegiatan

sosialisasi tentang pendidikan

seks anak usia dini?

Kadang-kadang ada pelatihan dari

BKKBN penyuluhan terkait dengan seks

tapi untuk anak-anak usia remaja.

LEMBAR WAWANCARA KETUA RT 06

No Pertanyaan Jawaban

1. Bagaimana pendidikan seks

anak usia dini di lingkungan

RT 06?

Kelihatannya anak-anak disini sudah pada

ngerti gimana cara berteman dengan

lawan jenisnya, juga mereka sekolah

madrasah sama ngaji pasti diajarin sama

gurunya gimana bergaul yang baik.

2. Apakah pernah terjadi kasus

penyimpangan seksual anak

usia dini di lingkungan RT

06?

Dulu pernah ada tapi tidak banyak yang

mengetahui karena hanya orang-orang

yang dekat saja yang tau. Ini juga untuk

menjaga mental anaknya karena masih

kecil belum tau apa-apa, untungnya nggak

terlalu parah seperti yang di TV. Tapi

sekarang korban bersama keluargnya

sudah pindah tidak disini lagi dan

masalahnya sudah diselesaikan secara

kekeluargaan.

LEMBAR WAWANCARA ORANG TUA

A. DATA RESPONDEN

1. Nama : Siti Zairoh

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Usia : 42 Tahun

4. Orang Tua dari : Durrotun Nafisah (6 tahun)

B. DAFTAR PERTANYAAN

No Pertanyaan Jawaban

1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Pekerjaan saya guru TK dan guru

DTA.

2. Apa pendidikan terakhir

bapak/ibu?

Pendidikan terakhir saya S1 PAUD di

UT.

3. Apa yang bapak/ibu ketahui

tentang pendidikan seks untuk

anak usia dini?

Anak dikasih pengertian tentang apa

saja bagian tubuh yang boleh dan

tidak boleh disentuh orang lain.

4. Apakah Bapak/Ibu menganggap

bahwa pendidikan seks itu

merupakan hal yang tabu untuk

dibicarakan?

Tidak. Dari kecil kita harus

mengajarkan mana bagian tubuh

yang boleh disentuh atau tidak boleh

disentuh orang lain, kalo terjadi

sesuatu nanti bisa merusak mental

dan masa depan anak.

5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu

tentang adanya pendidikan seks

anak usia dini ini?

Bagus diajarin ke anak, diajarin mulai

dari pengenalannya dulu seperti

bahwa ada anggota tubuh mana yang

harus dijaga.

6. Darimana bapak/ibu mengetahui

informasi tentang pendidikan

seks untuk anak usia dini?

Kalo saya tau karena di TK ada

pelajarannya tentang anggota tubuh

jadi saya juga terapin ke anak.

7. Apakah ada kendala yang

bapak/ibu alami dalam

Kalo saya ada sedikit, paling anaknya

harus diingetin terus-terusan ya

mengajarkan pendidikan seks

kepada anak usia dini?

namanya juga anak kecil biasa lah

kalo kayak gitu. Terus juga teman-

temannya kadang ada anak yang suka

megangin burungnya.

8. Menurut bapak/ibu kapan waktu

yang tepat untuk mengajarkan

pendidikan seks kepada anak

usia dini?

Dari anak usia TK sudah bisa

diajarkan.

9. Adakah pendidikan seks di

keluarga bapak/ibu?

Iya, ada.

10. Mengapa bapak/ibu

mengajarkan pendidikan seks

untuk anak usia dini?

Karena pendidikan seks itu penting

supaya anak tidak terjerumus ke hal-

hal yang mengarah ke seksual itu.

Apalagi saya lihat berita-berita di TV

sekarang jadi ngeri.

11. Bagaimana pendidikan seks

yang bapak/ibu ajarkan kepada

anak?

Saya mengajarkan ke anak saya

untuk bisa menjaga batasan antara

anak laki-laki dan anak perempuan

bukan hanya kepada teman-temannya

saja tapi ke orang yang lebih tua juga

dibatasi. Karena kan dari berita-berita

di TV orang yang lebih tua malah jadi

pelakunya, yg namanya kalo udah

nafsu kan gak bisa di cegah.

12 Saat anak bertanya seputar seks,

bagaimana bapak/ibu

menjawabnya?

Kalo anak nanya saya jawab sebisa

saya aja, pake bahasa yang bisa

dimengerti anak juga ya bahasa anak-

anak lah.

LEMBAR WAWANCARA

A. DATA RESPONDEN

1. Nama : Mugi Harti

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Usia : 36 Tahun

4. Orang Tua dari : Azrina Ulfiatun Nisa (4 Tahun)

B. DAFTAR PERTANYAAN

No Pertanyaan Jawaban

1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Pekerjaan mbak ibu rumah tangga

(IRT) tapi saya juga jualan gorengan

di rumah.

2. Apa pendidikan terakhir

bapak/ibu?

Lulusan Madrasah Aliyah.

3. Apa yang bapak/ibu ketahui

tentang pendidikan seks untuk

anak usia dini?

Mbak belum ngerti pendidikan seks

anak usia dini itu apa. Tapi kalo

tentang seks untuk anak usia dini itu

pastinya bukan yang berhubungan

badan seperti orang dewasa, mungkin

tentang mengajarkan anak mengenal

jenis kelaminnya, terus sebagai

perempuan itu harus berpakaian

seperti apa.

4. Apakah Bapak/Ibu menganggap

bahwa pendidikan seks itu

merupakan hal yang tabu untuk

dibicarakan?

Dulu memang seperti tabu untuk

dibicarakan tapi sekarang ini kan

banyak kasus-kasus pelecehan

seksual yang mbak lihat di TV jadi

harus dibicarakan.

5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu

tentang adanya pendidikan seks

anak usia dini ini?

Kalo menurut mbak sih bagus

diajarkan ke anak.

6. Darimana bapak/ibu mengetahui

informasi tentang pendidikan

seks untuk anak usia dini?

Kalo mbak taunya berdasarkan

pengalaman mbak sendiri, waktu

mbak kecil kan orang tua ngajarin

kalo anak perempuan pakai pakaian

yang sopan, tingkah laku nya juga

harus di jaga, boleh main sama anak

laki-laki tapi harus ada teman

perempuannya juga jangan

perempuan sendirian.

7. Apakah ada kendala yang

bapak/ibu alami dalam

mengajarkan pendidikan seks

kepada anak usia dini?

Anaknya susah kalo di omongin,

ndableg. Sebenernya mbak nih takut

sama si ** soalnya dia kan orangnya

kayak gitu mauan juga orangnya.

8. Menurut bapak/ibu kapan waktu

yang tepat untuk mengajarkan

pendidikan seks kepada anak

usia dini?

Dari anak usia 5 tahun.

9. Adakah pendidikan seks di

keluarga bapak/ibu?

Iya ada.

10. Mengapa bapak/ibu

mengajarkan pendidikan seks

untuk anak usia dini?

Karena bagus jadi anak udah tahu,

nanti kalo udah gede bisa jaga diri.

11. Bagaimana pendidikan seks

yang bapak/ibu ajarkan kepada

anak?

Mengenalkan anggota tubuh yang

boleh dan tidak boleh kelihatan orang

lain, mengajarkan anak rasa malu,

mengajarkan anak pakai pakaian

sesuai jenis kelaminnya .

12 Saat anak bertanya seputar seks,

bagaimana bapak/ibu

menjawabnya?

Kalo anak nanya ya saya jawab sesuai

pertanyaannya, kalo gak bisa ya saya

diem aja.

LEMBAR WAWANCARA

A. DATA RESPONDEN

1. Nama : Rina Yulastri

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Usia : 33 Tahun

4. Orang Tua dari : Akifah Naila (6 Tahun)

B. DAFTAR PERTANYAAN

No Pertanyaan Jawaban

1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Saya ibu rumah tangga (IRT) tapi

saya dirumah jualan sayur buat

nambah-nanbah kebutuhan juga.

2. Apa pendidikan terakhir

bapak/ibu?

Saya tamatan SMA.

3. Apa yang bapak/ibu ketahui

tentang pendidikan seks untuk

anak usia dini?

Pendidikan seks untuk anak itu tidak

ada, karena di sekolah aja nggak ada

pelajarannya, saru itu mah.

4. Apakah Bapak/Ibu menganggap

bahwa pendidikan seks itu

merupakan hal yang tabu untuk

dibicarakan?

Iya lah tabu, saru anak diajarin kayak

gitu mah.

5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu

tentang adanya pendidikan seks

anak usia dini ini?

Saru, belum pantes anak kecil

diajarin. Nanti kalo udah gede ngerti

sendiri lah.

6. Darimana bapak/ibu mengetahui

informasi tentang pendidikan

seks untuk anak usia dini?

Saya belum tahu, baru denger ini

malahan.

7. Apakah ada kendala yang

bapak/ibu alami dalam

mengajarkan pendidikan seks

kepada anak usia dini?

Enggak ada.

8. Menurut bapak/ibu kapan waktu

yang tepat untuk mengajarkan

pendidikan seks kepada anak

usia dini?

Nanti kalo anak udah gede pasti tahu

sendiri.

9. Adakah pendidikan seks di

keluarga bapak/ibu?

Enggak ada.

10. Mengapa bapak/ibu

mengajarkan pendidikan seks

untuk anak usia dini?

Belum ada ngajarin.

11. Bagaimana pendidikan seks

yang bapak/ibu ajarkan kepada

anak?

Enggak ada saya ajarkan ke anak

karena saya gak tahu.

12 Saat anak bertanya seputar seks,

bagaimana bapak/ibu

menjawabnya?

Belum tahu.

LEMBAR WAWANCARA

A. DATA RESPONDEN

1. Nama : Nur Roi’yah

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Usia : 33 Tahun

4. Orang Tua dari : Anam Jauhari (5 Tahun)

B. DAFTAR PERTANYAAN

No Pertanyaan Jawaban

1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Saya ibu rumah tangga (IRT) sama

ngajar ngaji kalo malam.

2. Apa pendidikan terakhir

bapak/ibu?

Saya tamatan Aliyah di pondok.

3. Apa yang bapak/ibu ketahui

tentang pendidikan seks untuk

anak usia dini?

Supaya mereka tahu bagian tubuh

mana yang boleh dan tidak boleh

disentuh orang lain.

4. Apakah Bapak/Ibu menganggap

bahwa pendidikan seks itu

merupakan hal yang tabu untuk

dibicarakan?

Tidak. Kita memang harus

memberikan pengarahan kepada

anak.

5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu

tentang adanya pendidikan seks

anak usia dini ini?

Bagus. Supaya mereka lebih

mengenal bagian tubuh yang sensitif

sehingga dijaga dengan baik.

6. Darimana bapak/ibu mengetahui

informasi tentang pendidikan

seks untuk anak usia dini?

Kalo saya tahunya karena orang tua

ngajarin juga dulu terus di dalam

agama Islam kan juga diajarin tentang

batasan antara laki-laki dan

perempuan.

7. Apakah ada kendala yang

bapak/ibu alami dalam

Anak kadang mudah dan kadang

susah juga kalo dikasih tahu, harus

sering diingatin terus. Kalo saya

mengajarkan pendidikan seks

kepada anak usia dini?

kurang begitu tahu pendidikan seks

sekarang yang bagus itu kayak mana

tapi saya ngajarinnya sesuai dengan

yang ada di agama Islam.

8. Menurut bapak/ibu kapan waktu

yang tepat untuk mengajarkan

pendidikan seks kepada anak

usia dini?

Ketika anak berumur 5 tahun jadi kan

anak lebih bisa diarahkan di umur

segitu.

9. Adakah pendidikan seks di

keluarga bapak/ibu?

Iya ada.

10. Mengapa bapak/ibu

mengajarkan pendidikan seks

untuk anak usia dini?

Karena bagus kalo anak diajarkan

sejak dini, jadi kalo anak udah

dewasa nanti bisa ngerti cara bergaul

dengan lawan jenisnya seperti apa

dan bisa jaga diri lah pokoknya biar

jauh-jauh dari hal yang kayak gitu.

11. Bagaimana pendidikan seks

yang bapak/ibu ajarkan kepada

anak?

Kita selalu memberikan pengarah

kepada anak tentang anggota tubuh

mereka bahwa ada yang perlu di jaga

agar tidak dilihat orang lain, kalo pup

di tempat yang tertutup, kalo keluar

rumah pakai baju yang sopan, bicara

yang sopan tidak boleh mencarut.

12 Saat anak bertanya seputar seks,

bagaimana bapak/ibu

menjawabnya?

Ya menjelaskannya pelan-pelan,

pakai bahasa yang dingerti anak.

LEMBAR WAWANCARA

A. DATA RESPONDEN

1. Nama : Mega Yanti

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Usia : 35 Tahun

4. Orang Tua dari : Azizah Humairah (6 Tahun)

B. DAFTAR PERTANYAAN

No Pertanyaan Jawaban

1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Kerja saya ibu rumah tangga (IRT), di

rumah jual sayur, kadang ikut suami

ke ladang.

2. Apa pendidikan terakhir

bapak/ibu?

Saya lulus SMP.

3. Apa yang bapak/ibu ketahui

tentang pendidikan seks untuk

anak usia dini?

Saya baru dengar kalo ada pendidikan

seks untu anak. Tapi kalo buat anak

pastinya bukan ke yang berhubungan

badan itu.

4. Apakah Bapak/Ibu menganggap

bahwa pendidikan seks itu

merupakan hal yang tabu untuk

dibicarakan?

Ya bisa dibilang tabu tapi disesuaikan

lah sama maksudnya itu untuk apa.

5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu

tentang adanya pendidikan seks

anak usia dini ini?

Ooh, kalo yang ngajarin kayak

ngenalin jenis kelamin antara laki-

laki dan perempuan ya itu bagus biar

anak mengenal dirinya sendiri.

6. Darimana bapak/ibu mengetahui

informasi tentang pendidikan

seks untuk anak usia dini?

Saya enggak tahu kalo pendidikan

seks itu ada yang untuk anak, soalnya

saya belum pernah belajar waktu di

sekolah.

7. Apakah ada kendala yang

bapak/ibu alami dalam

mengajarkan pendidikan seks

kepada anak usia dini?

Kendala nya saya sendiri belum

paham pendidikan seks untuk anak

itu kayak gimana, jadi saya nggak

tahu gimana ngomongnya ke anak

kan belum ngerti.

8. Menurut bapak/ibu kapan waktu

yang tepat untuk mengajarkan

pendidikan seks kepada anak

usia dini?

Kalo yang tepatnya saya nggak tahu,

yang penting kalo anak diajarin

anaknya ngerti.

9. Adakah pendidikan seks di

keluarga bapak/ibu?

Kalo ngajarin mengenal dirinya jenis

kelaminnya apa iya ngajarin.

10. Mengapa bapak/ibu

mengajarkan pendidikan seks

untuk anak usia dini?

Kalo ngajarin mengenal dirinya

sebagai perempuan itu harus kayak

gimana, bajunya harus gimana itu

yang paling penting.

11. Bagaimana pendidikan seks

yang bapak/ibu ajarkan kepada

anak?

Kalo anak perempuan pakai bajunya

yang sopan kalo keluar rumah, jangan

mau diajak sama orang yang gak

dikenal, kebetulan anak saya pemalu

orangnya jadi paling main sama anak-

anak sini ya banyak perempuannya

juga.

12 Saat anak bertanya seputar seks,

bagaimana bapak/ibu

menjawabnya?

Iya dijawab sesuai pertanyaannya,

kalo gak bisa atau saya ga ngerti cara

ngomongnya saya bilang aja nanti

kalo udah gede baru tahu sendiri.

DOKUMENTASI

Wawancara dengan bapak Muhamad (Kepala Desa Jangga Baru)

Wawancara dengan bapak Mujiono (ketua RT 06)

Wawancara dengan Ibu SZ

Wawancara dengan Ibu MH

Wawancara dengan Ibu RY

Wawancara dengan Ibu NR

Wawancara dengan ibu MY

Anak yang sudah belajar menutup auratnya

Anak yang diajarkan pendidikan agama

Anak yang berpakaian sopan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

Nama : Elbi Ardiyah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir: Batanghari, 14 November 2000

Alamat : Jln. Rambutan RT. 06/01

Desa Jangga Baru Kec. Batin XXIV

Kab. Batanghari

Pekerjaan : Mahasiswi

Email : [email protected]

No. Kontak : 082282027718

Pengalaman-Pengalaman Pendidikan Formal :

1. SD Negeri 138/1 Jangga Baru : Lulus Tahun 2012

2. MTs Negeri Batin XXIV : Lulus Tahun 2015

3. SMA Negeri 9 Batanghari : Lulus Tahun 2018

Pendidikan Non Formal: (Pelatihan, kursus, dll)

1. The Eagle English Course : Tahun 2019

Pengalaman Organisasi

1. Himpunan Mahasiswa Batanghari : Tahun 2019 – Sekarang

2. KOPMA UIN STS Jambi : Tahun 2019

3. HMI Komisariat Tarbiyah dan Keguruan : Tahun 2020 – Sekarang

4. Sanggar seni “Contemporary Art” : Tahun 2020 – Sekarang

Motto Hidup :

“Telur hari ini lebih baik daripada ayam esok hari.”