persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini ...
PERSEPSI ORANG TUA MENGENAI PENDIDIKAN
SEKS ANAK USIA DINI DI DESA JANGGA BARU
KECAMATAN BATIN XXIV KABUPATEN
BATANGHARI
SKRIPSI
ELBI ARDIYAH
NIM.209180044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2022
i
PERSEPSI ORANG TUA MENGENAI PENDIDIKAN
SEKS ANAK USIA DINI DI DESA JANGGA BARU
KECAMATAN BATIN XXIV KABUPATEN
BATANGHARI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan
ELBI ARDIYAH
NIM.209180044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2022
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk yang paling utama, sebuah sujud syukur kepada
Allah SWT yang telah memberikan ku kekuatan, membekaliku dengan ilmu sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Untuk kedua orang tuaku tercinta. Sebagai tanda hormat, rasa cinta dan terima kasih
tak terhingga kupersembahkan karya sederhana ini kepada bapak Casrudin dan ibu
Jamilah yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus hingga aku dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh pendidikan sarjanaku
yang merupakan salah satu cita-citaku.
Untuk adikku Ardan Adiguna yang telah banyak membantuku dan menemaniku
dalam menyelesaikan perkuliahanku dan orang-orang yang mencintai ilmu
pengetahuan.
vii
MOTTO
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya
adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” [Q.S At-Tahrim: 6] (Departemen
Agama RI, 2005: 561 ).
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha‘Alim
yang kita tidak mengetahui kecuali apa yang diajarkannya, atas iradahnya hingga
skripsi ini dapat dirampungkan. Salawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW
pembawa risalah pencerahan bagi manusia.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
akademik guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa penyelesaian skripsi ini tidak banyak melibatkan pihak yang telah
memberikan motivasi baik moril maupun materil, untuk itu melalui kolom ini
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi As’ari, M.A.,Ph. D, selaku Rektor UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
2. Ibu Dr. Hj. Fadlillah, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Ridwan, S. Psi., M. Psi., Psikolog dan Bapak Dr. Amirul Mukminin
Al-Anwari, M. Pd selaku Ketua dan Sekretaris Prodi Pendidikan Islam
Anak Usia Dini.
4. Bapak Ridwan, S. Psi., M. Psi., Psikolog selaku dosen Pembimbing I dan
Bapak Indra Bangsawan, M. Pd.I, sebagai Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan mencurahkan pemikirannya demi mengarahkan
Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Muhamad selaku Kepala Desa Jangga Baru yang telah memberikan
kemudahan kepada penulis dalam memperoleh data dilapangan.
6. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi tiada henti hingga
menjadi kekuatan pendorong bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan mahasiswa kelas B angkatan 2018 terkhusus
teman-teman tersayang Naelul Fauziyah, Lilia Nurramadani, Mita Aprilia
yang telah menjadi patner diskusi dalam penyusunan skripsi ini.
ix
8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu perasatu.
Akhirnya semoga Allah SWT berkenan membalasa segala kebaikan dan
amal semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu.
Jambi, 04 Maret 2022
Elbi Ardiyah
NIM. 209180044
x
ABSTRAK
Nama : Elbi Ardiyah
Program Studi : Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Judul : Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Anak Usia Dini di
Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari
Skripsi ini membahas tentang Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks
Anak Usia Dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari
dengan permasalahan (a) Bagaimana upaya orang tua dalam menyampaikan
pendidikan seks anak usia dini Bagaimana persepsi orang tua mengenai pendidikan
seks anak usia dini (b) Bagaimana persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak
usia dini (c) Apa faktor yang mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pendidikan
seks anak usia dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi
orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga Baru, bagaimana
pola penanaman pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga Baru, apa faktor yang
mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pendidikan seks anak usia dini di Desa
Jangga Baru. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, untuk
menemukan jawaban atas permasalahan yang telah diuraikan maka teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara observasi, wawancara dan
dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua telah melakukan
upaya pemberian pendidikan seks untuk anak usia dini dengan cara mengenalkan anak
tentang anggota tubuh, mengajarkan secara perlahan dan menggunakab bahasa yang
dapat dipahami anak. Persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di
RT 06 Desa Jangga Baru berbeda-beda, ada yang menganggapnya positif yaitu orang
tua mendukung adanya pendidikan seks untuk anak usia dini dan ada yang
menganggapnya negatif yaitu orang tua yang tidak setuju dengan adanya pendidikan
seks anak usia dini krena dinggap sebagai hal yang tabu. Faktor yang mempengaruhi
persepsi orang tua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal nya
meliputi latar belakang pendidikan orang tua dan pengalaman pribadi orang tua,
sedangkan faktor eksternalnya adalah lingkungan sosial atau tempat tinggal.
Kata Kunci: Persepsi Orang Tua, Pendidikan Seks
xi
ABSTRACT
Name : Elbi Ardiyah
Study Program : Early Childhood Islamic Education
Title : Parental Perception Regarding Early Childhood Sex Education in
Jangga Baru Village, Batin XXIV District, Batanghari Regency
This thesis discusses Parental Perceptions Regarding Early Childhood Sex
Education in Jangga Baru Village, Batin XXIV District, Batanghari Regency with
problems (a) How are the efforts of parents in delivering early childhood sex education
How are parents' perceptions of early childhood sex education (b) ) What is the
perception of parents regarding early childhood sex education (c) What are the factors
that influence parents in implementing early childhood sex education . This study aims
to find out how the perception of parents regarding early childhood sex education in
Jangga Baru Village, how the pattern of planting early childhood sex education in
Jangga Baru Village, what factors influence parents in implementing early childhood
sex education in Jangga Baru Village. This type of research is descriptive qualitative
research, to find answers to the problems that have been described, the data collection
techniques in this study used observations, interviews and documentation. The results
of this study indicate that parents have made efforts to provide sex education for early
childhood by introducing children to body parts, teaching slowly and using language
that children can understand. Parents' perceptions of early childhood sex education in
RT 06 Jangga Baru Village are different, some consider it positive, namely parents
support sex education for early childhood and some consider it negative, namely
parents who do not agree with the existence of child sex education. early age because
it is considered a taboo. Factors that influence the perception of parents are internal
factors and external factors. The internal factors include the educational background
of the parents and the personal experiences of the parents, while the external factors
are the social environment or place of residence.
Keywords: Parents Perception, Sex Education
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
NOTA DINAS ........................................................................................................ ii
PENGESAHAN .................................................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................... v
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi
MOTTO ............................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
ABSTRAK ............................................................................................................. x
ABSTRACT .......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Fokus Penelitian .......................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8
A. Kajian Teoritik ............................................................................................ 8
1. Hakikat Persepsi Orang Tua ..................................................................... 8
a. Pengertian Persepsi ........................................................................... 8
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ................................. 10
c. Pengertian Orang Tua ..................................................................... 14
2. Hakikat Pendidikan Seks Anak Usia Dini .............................................. 16
a. Pengertian Pendidikan Seks Anak Usia Dini .................................. 16
b. Tujuan Pendidikan Seks Anak Usia Dini ........................................ 21
c. Manfaat Pendidikan Seks Anak Usia Dini ...................................... 24
d. Tahapan Perkebangan Seks Anak Usia Dini ................................... 25
e. Cara Menyampaikan Pendidikan Seks Anak Usia Dini .................. 26
f. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seks Anak Usia Dini ............. 31
B. Studi Relevan ............................................................................................ 33
xiii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 35
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ............................................................ 35
B. Setting dan Subjek Penelitian.................................................................... 36
C. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 37
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 38
E. Teknik Analisis Data ................................................................................. 39
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ....................................................... 40
G. Jadwal Penelitian ....................................................................................... 42
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ....................................................... 44
A. Temuan Umum.......................................................................................... 44
B. Temuan Khusus dan Pembahasan ............................................................. 52
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 67
A. Kesimpulan ............................................................................................... 67
B. Saran .......................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Jangga Baru........................... 51
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Permusyawaratan Desa Jangga Baru ..... 52
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian................................................................................... 43
Tabel 4.1 Daftar nama kepala desa ...................................................................... 44
Tabel 4.2 Tingkat pendidikan penduduk ............................................................... 47
Tabel 4.3 Tingkat kesehatan masyarakat .............................................................. 47
Tabel 4.4 Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut ............................... 48
Tabel 4.5 Mata pencarian penduduk ..................................................................... 48
Tabel 4.6 Sumber daya sosial budaya ................................................................... 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan
bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi”.
Pendidikan adalah proses pengajaran, pelatihan, dan pembinaan yang
berusaha mewariskan pengetahuan dan pemahaman kepada generasi penerus
agar tidak terkecoh atau mengalami tantangan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan dapat diperoleh dari sekolah dan individu di sekitarnya, tetapi juga
dimungkinkan untuk belajar secara otodidak di bawah pengawasan keluarga
atau orang tua. Beberapa ayat Al-Qur'an menekankan pentingnya pendidikan,
terutama ayat 11 Surat Al-Mujadalah:
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu
“Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan,
“Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan. [Al-Mujadalah:11] (Departemen Agama RI, 2005: 543).
2
Seks sering dikenal sebagai gender, adalah konsep perbedaan biologis
atau fisik antara pria dan wanita. Faktor biologis dan hormonal juga terlibat.
Manusia diberkahi dengan berbagai macam organ tubuh. Mata melihat telinga
mendengar, mulut berbicara, tangan bergerak, kaki berjalan, dan sebagainya.
Kondisi organ biologis berbeda secara signifikan dari satu orang ke orang
lainnya. Tidak ada dua orang, bahkan kembar, yang identik karena setiap
manusia adalah unik dan berbeda.
Dalam Islam, pendidikan seks sangat penting untuk pendidikan iman,
moral, dan ibadah. Tanpa adanya ketiga faktor tersebut dalam pendidikan seks,
arah pendidikan seks menjadi tidak jelas. Memang, hal itu dapat menyebabkan
penyesatan dan penyimpangan dari tujuan awal perilaku seksual manusia
dalam konteks pengabdian agama. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan
seks tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip hukum Islam (el-Qudsy,
2012: 9).
Anak merupakan bagian penting dari masyarakat yang harus dijaga
dengan baik untuk menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Tuhan
telah mempercayakan anak-anak kepada kita, dan mereka harus dilindungi
secara fisik dan mental. Anak-anak menjadi ujian bagi orang tua untuk melihat
apakah mereka berhasil membesarkan orang-orang percaya yang baik terhadap
agama, keluarga, masyarakat, dan diri mereka sendiri (Roesli dkk., 2018: 337).
Dalam agama Islam, sejak anak usia dini harus sudah dilatih untuk
terbiasa mengenal jati dirinya atau gendernya. Sejak anak lahir, biasanya orang
tua akan memakaikan pakaian atau aksesoris yang sesuai dengan jenis gender
atau jenis kelamin sang anak. Pengenalan identitas gender pada anak tersebut
secara tidak langsung telah menjadi materi orang tua dalam menyampaikan
pendidikan seks kepada anaknya (Senja, 2020: 136).
Banyak orang percaya bahwa pendidikan seks hanya sebatas
mengajarkan bagaimana berhubungan seks. Pendidikan seks memberi anak-
anak pemahaman yang lebih baik tentang seks dan disesuaikan dengan usia
mereka. Selain itu, anak-anak menyadari fungsi organ seksual dan pentingnya
naluri yang dapat muncul kapan saja (Senja, 2012: 1).
3
Dengan adanya pendidikan seks ini maka menimbulkan berbagai
persepsi dikalangan masyarakat terutama pada orang tua. Persepi sendiri
memiliki arti penilaian atau pandangan seseorang mengenai hal yang menjadi
topik pembicaraan dan menafsirkannya dalam kehidupan. Sedangkan yang
dimaksud persepsi orang tua disini adalah cara pandang orang tua (ayah dan
ibu) yang ditangkap dari panca indera mereka dalam menafsirkan pengetahuan
yang mereka dapat dari hal yang menjadi topik pembicaraan.
Orang tua sebagai faktor utama harus memberikan pendidikan yang
terbaik untuk anaknya, terutama dalam hal pendidikan seks. Sejak usia dini,
anak-anak harus mendapatkan pendidikan seks karena ini merupakan
pendidikan yang sangat penting untuk mencegah berkembangnya pemikiran-
pemikiran negatif oleh anak, apalagi di sekarang ini anak sudah mulai
mengenal tontonan dan mendapat informasi-informasi dari berbagai media
seperti televisi dan gadget.
Semakin maju perkembangan globalisasi di bidang teknologi informasi
dan komunikasi saat ini memudahkan siapa saja dapat menjangkau informasi
dari berbagai belahan dunia. Semua jenis informasi berkembang pesat hingga
sulit untuk membatasi efek negatif yang ditimbulkan. Perkembangan tersebut
memunculkan berbagai fenomena di lingkungan masyarakat, khususnya pada
anak-anak. Informasi mengenai hal-hal yang berbau seksual mulai tampak di
luar batas. Hal ini dapat ditemui pada saat anak menonton televisi ataupun dari
gadget yang saat ini juga banyak digunakan anak-anak. Kondisi ini sangat sulit
kita bendung, apalagi kita hilangkan. Karena saat ini, anak juga perlu dibekali
untuk mengetahui berbagai teknologi yang berkembang terus menerus saat ini.
Dewasa kita sering mendengar cerita tentang pelecehan seksual
terhadap anak dari sosial-media, koran kabar ataupun televisi. Sangat
disayangkan sekali anak-anak yang belum mengerti menjadi korban pelecehan
seksual yang pada kenyataannya dilakukan oleh orang-orang kerabat korban
itu sendiri. Tidak hanya anak perempuan yang mendapat perlakuan pelecehan
seksual, sering juga anak laki-laki pun mendapatkan pelecehan seksual. Hal ini
menjadi bukti kurangnya pemahaman anak tentang sex yang seharusnya
4
diberitahukan dan diperbincangkan kepada anak oleh orang tua karena orang
tua berperan penting dalam menyampaikan pendidikan seks ini. Nilai benar
atau salah dan kemampuan mengendalikan perilaku juga perlu diajarkan untuk
mencegah tindakan asusila pada anak sejak dini. Tetapi minimnya pengetahuan
orang tua mengenai pendidikan seks menimbulkan persepsi yang berbeda, ada
yang memandangnya positif dan ada yang negatif.
Bagi orang tua, mendiskusikan seks adalah topik yang rumit untuk
dibicarakan. Pendidikan orang tua di masa lalu menjadikan seks sebagai topik
pembicaraan yang tabu, terutama di kalangan anak-anak. Orang tua cenderung
menghindari dan menutup diri ketika mendengar percakapan atau pertanyaan
tentang seks. Salah satu cara bagi orang tua untuk menyembunyikan
kecerobohan mereka adalah dengan melarang anak-anak mereka bertanya atau
berbicara tentang seks (Nadar, 2017: 79).
Mayoritas masyarakat kita, khususnya orang tua, menganggap
menampilkan seks dilarang. Dalam pandangan atau stigma orang tua atau
mayoritas orang, kata ini selalu berkonotasi atau berbau porno, jorok, vulgar,
dan sejenisnya. Sebenarnya, asumsi ini tidak akurat, dan bahkan mungkin
salah. Dalam konteks ini, pendidikan seks mengacu pada pengajaran,
pemahaman, dan penjelasan topik tentang seks, impuls, dan pernikahan kepada
anak-anak ketika pikiran mereka matang. Mereka siap untuk memahami hal di
atas (Yafie, 2017: 19).
Desa Jangga Baru pernah terjadi kasus pelecehan seksual terhadap anak
usia dini yang notabene dilakukan oleh kerabat dekatnya sendiri. Ini terjadi
karena kurangnya pengawasan orang tua mengenai pergaulan anak dengan
orang yang lebih dewasa dari dirinya dan juga karena kurangnya pengetahuan
anak tentang pendidikan seks. Pada saat pengamatan peneliti di wilayah Desa
Jangga Baru peneliti juga menjumpai anak usia dini melakukan ciuman bibir
dengan teman sebayanya yang dianggap sebagai ungkapan rasa saling
menyayangi, mirisnya hal ini diajarkan oleh orang tua anak itu sendiri. Padahal
hal ini tidak sewajarnya diajarkan kepada anak, karena hal ini akan tertanam
pada diri anak sampai ia dewasa nanti, jika tidak diberi edukasi yang benar dan
5
juga dapat menimbulkan penyakit yang kita tidak ketahui dari masing-masing
anak.
Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan penulis. Di wilayah
Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari yang
memiliki total penduduk sebanyak ± 3.145 jiwa dan dalam penelitian ini
peneliti melakukan penelitian di RT 06 Rw 01 yang terdapat 57 kepala keluarga
dengan jumlah 192 jiwa dan terdapat bahwa ada 5 keluarga yang memiliki anak
usia dini yang berusia 4 - 6 tahun dengan jumlah sebanyak 5 orang anak. Para
orang tua memiliki persepsi berbeda-beda mengenai pendidikan seks. Peneliti
melihat orang tua mengerti pentingnya pendidikan seks untuk anak usia dini.
Tetapi mereka tidak memahami apa itu pendidikan seks yang sesungguhnya
dan pada saat ditanya mengenai pendidikan seks mereka merasa segan untuk
menjelaskannya karena menurut mereka ini hal yang tabu.
Hasil wawancara awal peneliti menemui Ibu NR (inisial) dan beberapa
orang yang mempunyai anak usai 4 - 6 tahun, menurutnya pendidikan seks
untuk anak itu sebatas mengenal tentang jenis kelamin saja dan untuk hal-hal
lain yang berkaitan dengan seks anak dapat mengetahuinya seiring
bertambahnya usia. Sementara itu, menurut Ibu MH (inisial) pendidikan seks
itu penting tetapi ia kesulitan dalam menyampaikannya kepada anak
(Wawancara awal 22 Mei 2021).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana
pandangan orang tua terhadap pendidikan seks anak usia dini. Subjek
penelitian ini adalah “Persepsi Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Pada Anak
Usia Dini Di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari” menurut peneliti.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua tentang
pendidikan seks pada anak usia dini usia 4-6 tahun di Desa Jangga Baru
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari untuk memudahkan peneliti
melakukan penelitian.
6
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di
Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari?
2. Bagaimana upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks anak
usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari?
3. Apa faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua mengenai pendidikan
seks anak usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV
Kabupaten Batanghari?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, adapun tujuan pelaksanaan
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui persepsi orang tua mengenai Pendidikan seks anak
usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari.
b. Untuk mengetahui upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan
seks anak usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV
Kabupaten Batanghari.
c. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua
mengenai pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga Baru
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
sumber informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya tentang
7
tema dan masalah yang diangkat. Lebih lanjut, diharapkan
perbendaharaan seks publik semakin berkembang.
b. Secara Praktis
1) Bagi Peneliti
Temuan penelitian ini digunakan untuk memberikan
penjelasan, perspektif, pengalaman, dan pemahaman pribadi
yang lebih rinci tentang bagaimana orang tua memandang
pendidikan seks bagi anak-anaknya.
2) Bagi Orang Tua
Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran tentang pendidikan anak serta meningkatkan peran
dan keterlibatannya dalam memberikan stimulus yang baik bagi
perkembangan anak, memungkinkan anak untuk melindungi
dirinya sendiri dan mencegah berbagai bentuk pelecehan
seksual.
3) Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya untuk
penelitian pendidikan seksual anak usia dini.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik
1. Hakikat Persepsi Orang Tua
a. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah istilah yang dapat dijelaskan dalam berbagai cara,
yaitu proses mengumpulkan, mengidentifikasi, dan menafsirkan masukan
sensorik untuk mengembangkan gambaran umum lingkungan dikenal
sebagai persepsi (dari bahasa Latin "perceptio," "percipio") (Alizamar &
Couto, 2016: 14). Sedangkan Asri (2019: 7) menjelaskan bahwa, persepsi
adalah keseluruhan proses pemahaman dan cara pandang seseorang
terhadap suatu objek di lingkungannya karena pengamatan, pengetahuan,
dan pengalaman. Persepsi dapat didefinisikan dalam berbagai cara.
Menurut Saleh (2018: 79) proses penginderaan yang merupakan
tindakan manusia menerima rangsangan melalui panca indera, juga
dikenal sebagai proses sensorik datang sebelum persepsi. Prosesnya,
bagaimanapun, tidak selesai di sana; inspirasi dipertahankan, dan tahap
selanjutnya adalah proses persepsi. Sedangkan menurut Nadar (2017: 80)
persepsi adalah interpretasi yang ditangkap oleh individu atau seseorang
melalui perolehan dan penataan pengetahuan, yang kemudian digunakan
dalam bersikap dan berperilaku di masyarakat.
Persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu objek
rangsangan yang terjadi sepanjang proses kognisi dan mengarah pada
kesimpulan tentang hal tersebut. Variabel personal dan situasional
mempengaruhi persepsi yang secara sederhana ini adalah proses kognitif
yang dialami setiap orang ketika mencoba menyerap informasi tentang
lingkungan mereka, baik melalui pengamatan, apresiasi, atau berbagi
(Guspa & Rahmi, 2014: 4).
9
Persepsi digambarkan sebagai proses pemberian makna pada
persepsi dan perasaan yang dialami oleh individu, dan baik variabel
internal maupun eksternal sangat mempengaruhinya. (Arifin dkk., 2017:
91). Sedangkan dalam Al-Qur'an ada surat-surat yang berhubungan
dengan persepsi, seperti:
Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang
berasal) dari tanah (12). Kemudian, Kami menjadikannya air
mani di dalam tempat yang kukuh (rahim) (13). Kemudian, air
mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah). Lalu,
sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging.
Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu,
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian,
Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci
Allah sebaik-baik pencipta (14).” [Q.S Al-Mu’minun: 12-14]
(Departemen Agama RI, 2005: 343).
Dari ayat di atas telah disebutkan bahwa manusia diciptakan melalui
proses yang lengkap dan telah dianugerahi organ tubuh dengan fungsi-
fungsinya seperti penglihatan dan pendengaran yang dapat membantu
dalam proses pesepsi manusia untuk menilai baik-buruknya suatu hal
berdasarkan apa yang ia tangkap panca indera yang dikaruniakan Allah
SWT kepada manusia.
Sementara itu, menurut Asrori (2020: 51) Proses menerjemahkan
semua informasi yang diperoleh dari lingkungan, baik melalui
penglihatan, pendengaran, penghayatan, maupun perasaan, disebut
sebagai persepsi. Peneliti menyimpulkan bahwa, berdasarkan beberapa
definisi yang diberikan di atas, persepsi adalah sudut pandang atau
kacamata seseorang dalam menafsirkan suatu hal menggunakan
10
pancaindera dan apa yang ia ketahui tentang hal-hal tertentu berdasarkan
apa yang pernah dialaminya.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi dipengaruhi oleh dua variabel, menurut Walgito (1995),
kekuatan internal dan eksternal.
1) Pengaruh Internal
Kebutuhan psikologis, latar belakang pendidikan, organ indera,
susunan saraf atau pusat, kepribadian, dan pengalaman penerimaan
diri, serta keadaan tertentu pada waktu tertentu, merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi persepsi.
2) Pengaruh Eksternal
Komponen ini digunakan untuk menentukan ada tidaknya suatu
stimulus berdasarkan intensitas stimulus, lingkungan, dan kekuatan
stimulus (Thahir, 2014: 26).
Sedangkan menurut (Saleh, 2018: 80) beberapa hal mempengaruhi
persepsi, antara lain:
1) Organ indera
Organ sensorik yang menerima impuls dikenal sebagai organ indera
atau reseptor. Saraf sensorik juga diperlukan untuk menyampaikan
sinyal yang diterima oleh reseptor ke sistem saraf pusat, terutama
otak, yang berfungsi sebagai pusat kesadaran. Untuk melakukan
suatu reaksi diperlukan saraf motorik.
2) Perhatian
Perhatian diperlukan untuk mewujudkan atau membuat suatu
persepsi, yang merupakan langkah awal dalam membuat suatu
persepsi. Pemusatan atau pemusatan semua aktivitas individu yang
ditunjukkan pada sesuatu, atau kumpulan objek disebut sebagai
Perhatian. Dari pertimbangan tersebut dapat disimpulkan bahwa
beberapa faktor yang berperan dalam persepsi yang kesemuanya
adalah saraf, yaitu: (a) objek atau stimulus yang dirasakan (b) Organ
11
indera atau saraf dan sistem saraf pusat, keduanya merupakan saraf
fisiologis (c) Perhatian, yang merupakan saraf psikologis.
3) Proses terjadinya persepsi
Paragraf selanjutnya membahas proses persepsi. Item
menciptakan stimulus, dan organ indera atau reseptor menerima
pemicu. Sangat penting untuk diingat bahwa stimulus dan objek
adalah entitas independen, bahkan jika mereka dapat bertabrakan pada
waktu tertentu, seperti ketika sedang stres. Karena benda sebagai
benda yang bersentuhan erat dengan kulit, tekanan-tekanan ini akan
terasa.
Stimulasi indera dapat berupa alam atau fisik. Otak menerima
input perangkat melalui saraf sensorik. Proses fisiologis inilah yang
disebut. Manusia dapat mengenali apa yang mereka lihat, dengar, dan
rasakan berkat proses di otak yang berperan sebagai pusat kesadaran.
Pendekatan psikologis terjadi di otak, atau pusat kesadaran.
Akibatnya, adalah mungkin untuk menyatakan bahwa ujung otak dari
proses persepsi mengakui bahwa individu menyadari, misalnya, apa
yang dilihat, didengar, atau dirasakan, yaitu input sensorik. Langkah
ini, yang juga paling penting, mendekatkan proses persepsi. Orang
dapat bereaksi dengan berbagai cara sebagai akibat dari kesan mereka.
Banyak rangsangan lingkungan terus membanjiri individu.
Namun, tidak semua orang akan diakui atau menerima jawaban.
Individu memilih rangsangan yang dia hadapi dan mempertahankan
kendali atas perhatiannya. Manusia mengenali dan bereaksi terhadap
rangsangan karena inspirasi yang mereka pilih dan terima.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
hasil pengamatan dan rasa cara berpikir seseorang tentang suatu objek
masalah secara signifikan mempengaruhi persepsi. Al-Qur'an memuat
beberapa ayat tentang panca indera yang dimiliki manusia, antara lain:
12
Artinya: “Kemudian, Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh
(ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)-nya. Dia menjadikan
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani untukmu. Sedikit
sekali kamu bersyukur.” [Q.S As-Sajadah: 9] (Departemen
Agama RI, 2005: 416).
Artinya: “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu
bersyukur.” [Q.S An-Nahl: 78] (Departemen Agama RI,
2005: 268).
Dari beberapa ayat di atas dapat diketahui Allah SWT
menciptakan panca indera manusia dengan memiliki fungsi-fungsi
yang baik. Dan manusia ketika dilahirkan tidak mengetahui sesuatu
apapun, dengan adanya panca indera ini maka manusia bisa
mengetahui, merasakan dan mengenal lingkungannya serta dapat
hidup dalam lingkungan tersebut.
4) Organisasi Persepsi
Ketika seorang individu mempersepsikan sesuatu, muncul
masalah mengenai apa yang dirasakan terlebih dahulu: apakah bagian
itu dirasakan terlebih dahulu, diikuti oleh keseluruhannya, atau
keseluruhannya dipersepsikan terlebih dahulu, baru diikuti oleh
elemen-elemennya. Ini berkaitan dengan bagaimana seseorang
mengatur persepsi mereka.
Jika individu mempersepsikan terpisah terlebih dahulu baru
kemudian keseluruhan, ini menunjukkan bahwa bagian adalah hal
13
utama dan keseluruhan adalah hal sekunder, sedangkan jika total
dirasakan terlebih dahulu. Kemudian detail, keseluruhan, adalah hal
utama, dan detail adalah hal utama. Yang sekunder Ketika orang
berpikir tentang sepeda motor, misalnya. Individu pertama-tama dapat
memahami bagian-bagiannya sebelum pindah ke keseluruhan.
Namun, mungkin juga orang tersebut merasakan keseluruhannya
terlebih dahulu, diikuti oleh elemen-elemennya.
Dua teori terkait, teori elemen dan teori gestalt menunjukkan hal
ini. Menurut teori elemen, ketika seseorang mempersepsikan sesuatu,
bagian-bagiannya dirasakan terlebih dahulu, diikuti oleh keseluruhan
atau hal sekunder. Di sisi lain, teori gestalt menyatakan bahwa
seseorang mempersepsikan sesuatu yang primer sebagai keseluruhan
atau gestalt sedangkan bagian-bagiannya bersifat sekunder. Ketika
seorang individu mempersepsikan sesuatu, muncul masalah mengenai
apa yang dirasakan terlebih dahulu: apakah klaim tersebut dirasakan
terlebih dahulu, diikuti oleh keseluruhan, atau keseluruhan dirasakan
terlebih dahulu, diikuti oleh bagian-bagian. Ini berkaitan dengan
bagaimana seseorang mengatur persepsi mereka.
Jika individu mempersepsikan terpisah terlebih dahulu baru
kemudian keseluruhan, ini menunjukkan bahwa bagian adalah hal
utama dan keseluruhan adalah hal sekunder, sedangkan jika
keseluruhan dirasakan terlebih dahulu. Kemudian detail, total adalah
hal utama, dan bagian-bagian adalah hal utama. Yang sekunder Ketika
orang berpikir tentang sepeda motor, misalnya. Individu pertama-
tama dapat melihat detail sebelum pindah ke keseluruhan. Namun,
mungkin juga orang tersebut merasakan keseluruhannya terlebih
dahulu, diikuti oleh elemen-elemennya.
Dua teori terkait, teori elemen dan teori gestalt menunjukkan hal
ini. Menurut teori elemen, ketika seseorang mempersepsikan sesuatu,
bagian-bagiannya dirasakan terlebih dahulu, diikuti oleh keseluruhan
atau hal sekunder. Di sisi lain, teori gestalt menyatakan bahwa
14
seseorang mempersepsikan sesuatu yang primer sebagai keseluruhan
atau gestalt sedangkan bagian-bagiannya bersifat sekunder.
5) Objek Persepsi
Banyak objek dapat dirasakan, termasuk segala sesuatu yang dekat
dengan manusia. Subjek persepsi dapat berupa manusia itu sendiri.
Persepsi diri atau persepsi diri mengacu pada mereka yang
menganggap diri mereka sebagai objek persepsi. Karena ada begitu
banyak hal yang dapat dipersepsikan, objek-objek persepsi umumnya
diperjelas. Barang-barang non-manusia dan manusia dapat
didiskriminasikan saat mengamati objek. Persepsi entitas mirip
manusia disebut sebagai persepsi orang atau persepsi sosial,
sedangkan persepsi objek non-manusia disebut sebagai persepsi non-
sosial atau persepsi benda.
c. Pengertian Orang Tua
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan orang tua sebagai
“ayah dan ibu kandung” (KBBI). Sedangkan menurut Asri (2019:10),
orang tua adalah laki-laki dan perempuan yang telah menikah secara sah
yang hidup bersama sebagai ayah dan ibu bagi anak-anaknya. Sebagai
pendidik utama, mereka bertanggung jawab atas kehidupan sehari-hari dan
bertanggung jawab atas kebutuhan anak-anak mereka
Orang tua adalah orang yang lebih tua yang biasa disebut dengan
sesepuh. Namun, di sebagian besar peradaban, orang tua dianggap sebagai
orang yang melahirkan kita, yaitu Ibu dan Ayah. Karena orang tua adalah
inti dari keberadaan spiritual anak, pelajaran mereka akan mempengaruhi
reaksi dan pemikiran emosional mereka di masa depan. Akibatnya, orang
tua memainkan peran penting dan penting dalam pendidikan anak-anak
mereka. (Wahib A, 2015: 2).
Orang tua merupakan hasil dari suatu hubungan perkawinan yang
sah yang dapat membentuk suatu keluarga dan merupakan komponen
keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu. Orang tua bertanggung jawab atas
15
pendidikan, perawatan, dan bimbingan anak-anak mereka melalui
beberapa tahap perkembangan yang mempersiapkan mereka untuk
kehidupan sosial (Ruli, 2020: 144).
Orang tua menurut peneliti adalah dua orang yang berumah tangga
dan bertanggung jawab untuk memperhatikan, mengasuh, mengarahkan,
dan memberikan pendidikan serta penghidupan yang layak bagi anak yang
dititipkan Allah SWT kepada mereka agar anak berhasil dalam
melaksanakan tugasnya. Tanggung jawabnya adalah untuk terus eksis di
masa depan. Alangkah baiknya jika Anda menghormati orang tua Anda
sebagai seorang anak, sesuai dengan peringatan Allah SWT dalam Surah
Al-Isra' ayat 23:
Artinya : Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah
kepada keduanya perkataan yang baik.” [Al-Isra' :23]
(Departemen Agama RI, 2005: 283).
Agama bahkan melarang mengucapkan kata ah (atau istilah kasar
lainnya) kepada orang tua, apalagi memperlakukan mereka dengan kejam.
Oleh karena itu, marilah kita melakukan hal yang benar dan menghormati
orang tua kita, yang telah membesarkan dan merawat kita.
Menjadi orang tua berarti mengambil tanggung jawab yang
signifikan untuk anak yang telah Anda lahirkan. Peran paling penting
dalam pendidikan anak-anak mereka adalah orang tua. Oleh karena itu,
karena keluarga memiliki peran vital dalam pembentukan karakter,
kepribadian, dan masa depan anak, maka keluarga harus memberikan
pendidikan yang sebaik-baiknya. Sebagai makhluk hidup, seorang anak
16
akan dimintai pertanggungjawaban atas segala aktivitasnya selama berada
di dunia.
2. Hakikat Pendidikan Seks Anak Usia Dini
a. Pengertian Pendidikan Seks Anak Usia Dini
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.”
Seks mengacu pada perbedaan biologis atau fisik antara pria dan
wanita, juga dikenal sebagai gender, dipengaruhi oleh faktor alam dan
hormonal. Kita dapat melihat bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, dan hal yang sama dapat dikatakan untuk sistem reproduksi.
Istilah "pendidikan seks" memiliki beberapa definisi yang berbeda. Gender
adalah apa yang dimaksud dengan seks. Akibatnya, kebanyakan orang
menganggap pendidikan seks sebagai pengajaran tentang hubungan pria dan
wanita. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti 41% orangtua
mempersepsikan bahwa “Pendidikan seks” adalah pendidikan mengenai
hubungan antara pria dan wanita, seperti berpacaran atau berhubungan seks.
Sementara itu, sebanyak 33% orangtua yang lain beranggapan bahwa
pendidikan seks adalah mengajarkan mengenai organ-organ reproduksi dan
fungsinya, yang diberikan pada saat anak akan memasuki pubertas (Kurnia
& Tjandra, 2012: 3).
Menurut Gunarsa (2001), pendidikan seks harus dimasukkan dalam
proses pendidikan untuk memperkuat dasar-dasar pengetahuan dan
pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan seks merupakan
aspek penting dari upaya akademis secara keseluruhan. Pendidikan seks
dengan cara ini menumbuhkan sikap emosional yang sehat dan bertanggung
jawab tentang seks. Seks tidak dianggap sebagai fungsi yang kotor, bahkan
17
dilarang, dalam kehidupan manusia, melainkan sebagai sesuatu yang
penting dan terhormat. Pendidikan seks dimaksudkan untuk mengurangi
stres yang diakibatkan oleh persepsi orang tentang seks sebagai konsep yang
samar, menakutkan, dan menakutkan. Pendidikan seks ini juga diharapkan
dapat mengurangi rasa ingin tahu yang berlebihan tentang perilaku seksual.
(Mahluzatin, 2016: 23).
Kata-kata yang membentuk terminologi, terutama pendidikan dan
seks, juga dapat digunakan untuk pendidikan seks yang komprehensif.
Pendidikan dalam pandangan ini adalah suatu tindakan atau kegiatan yang
dilakukan agar anak dapat menumbuhkan pengetahuan, kemampuan,
moralitas, dan seluruh kepribadiannya. Pada saat yang sama, seks adalah
hasil dari gender. Perbedaan perilaku, sifat, tugas, pekerjaan, dan hubungan
antar jenis kelamin adalah bagian dari seks. Pemahaman yang berbeda
tentang konsep pendidikan seks akan menghasilkan persepsi yang keliru
dalam mengartikan kata pendidikan seks dan beranggapan bahwa
pendidikan seks mengajarkan hubungan seksual antara laki-laki dan
perempuan (Harianti & Rika, 2019: 3).
Salah satu program yang mengajarkan, meningkatkan kesadaran, dan
menginformasikan kepada masyarakat tentang masalah seksual adalah
pendidikan seks. Materi meliputi informasi tentang fungsi dan moral organ
reproduksi, etika, komitmen, dan agama yang mengajarkan karakter, etika,
tugas, dan iman untuk mencegah "penyalahgunaan" organ reproduksi.
Akibatnya, pendidikan seks dapat dianggap sebagai pendahulu penting dari
pendidikan kehidupan keluarga (Ratnasari & Alias, 2016: 56).
Beberapa ayat Al-Qur'an menjelaskan perlunya pendidikan seks,
khususnya kewajiban untuk memusatkan perhatian pada alat kelamin lawan
jenis. Dalam keadaan ini, jelas bahwa kita harus menundukkan pandangan
dan mempertahankan martabat kita di hadapan lawan jenis. Dalam surat An-
Nur ayat 30-31, Allah SWT berfirman:
18
Artinya: “Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah
mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya),
kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami
mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka,
putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka,
putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara
perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba
sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula
mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada
Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.
Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu
dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” [Q.S An- Nur: 30-31] (Departemen Agama RI,
2005: 351).
Pendidikan seks, menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan, merupakan
upaya untuk mengajarkan, menciptakan kesadaran, dan memberikan
informasi tentang topik seksual kepada anak-anak sejak mereka memahami
seks, impuls, dan pernikahan (el-Qudsy, 2012: 9). Artinya pendidikan seks
19
diajarkan ketika anak sudah mulai bertanya atau ingin tahu tentang seks
dalam konteks yang sederhana sesuai usia mereka.
Banyak orang percaya bahwa pendidikan seks hanya tentang
mengajar individu bagaimana berhubungan seks. Pendidikan seks memberi
anak-anak pemahaman yang lebih baik tentang seksualitas dan disesuaikan
dengan usia mereka. Tak hanya itu, anak muda juga sadar akan aktivitas
organ seksual dan pentingnya naluri yang bisa muncul kapan saja.
Pendidikan seks anak seringkali berpusat pada pengakuan identitas anak
sebagai makhluk biologis dengan seks. Orang tua yang menyadari
pentingnya pendidikan seks biasanya telah merancang berbagai cara khusus
untuk membantu anak-anak mereka memahami materi pendidikan seks
yang diajarkan oleh orang tua mereka (Senja, 2012: 1–2).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, pendidikan seks adalah
suatu upaya untuk mengajarkan dan memberikan informasi tentang
masalah-masalah yang berkaitan dengan identitas atau gender anak sebagai
makhluk biologis yang harus dilestarikan demi generasi penerus agama,
bangsa, dan negara.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut”.
Anak adalah individu unik yang memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan atribut fisik, kognitif, sosial, emosional, kreativitas, bahasa,
dan komunikasi yang ditentukan oleh tahapan yang dilaluinya, menurut
pendidikan anak usia dini (Ridwan & Bangsawan, 2021a: 30).
Anak usia dini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
yang luar biasa. "Zaman keemasan" adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan periode kehidupan seseorang. Diet yang seimbang dan
20
sehat dan stimulasi intensif sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak (Istiana, 2014: 90).
Anak usia dini didefinisikan sebagai anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang
mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut definisi undang-
undang tentang anak usia dini, dimulai pada saat lahir dan berakhir ketika
seorang anak terdaftar di Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal.
National Association Education for Young Children (NAEYC)
mendefinisikan anak usia dini sebagai sekelompok orang yang berusia 0
sampai 8. Sekelompok orang yang masih tumbuh dan berkembang disebut
sebagai anak usia dini. Karena periode ini hanya terjadi sekali sepanjang
sejarah manusia, para ahli menyebutnya sebagai "zaman keemasan".
Perkembangan anak usia dini harus diarahkan pada keseimbangan fisik,
kognitif, sosio-emosional, bahasa, dan kreativitas yang sehat untuk
meletakkan dasar bagi pembentukan kepribadian yang utuh (Priyanto, 2014:
42).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak usia dini
adalah anak usia 0 sampai 8 tahun yang merupakan masa kritis, yang disebut
juga dengan “masa keemasan”, di mana mereka mengembangkan segala
aspek perkembangannya, termasuk di dalamnya. nilai-nilai agama dan
moral, keterampilan fisik-motorik, kemampuan kognitif, keterampilan
bahasa, perkembangan sosial-emosional, dan seni. Mereka adalah individu
yang unik yang memerlukan perhatian khusus dari orang tua dan lingkungan
sekitarnya untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Berdasarkan berbagai definisi pendidikan seks untuk anak usia dini,
peneliti menyimpulkan bahwa proses pengajaran tentang perilaku atau
penanaman nilai-nilai agama, moral agar anak dapat tumbuh dan
berkembang dengan kesiapan seksual berdasarkan iman, kemurnian jiwa,
dan akhlak mulia adalah apa yang dimaksud dengan pendidikan seks untuk
anak usia dini.
21
b. Tujuan Pendidikan Seks Anak Usia Dini
Dalam Islam, semua tindakan manusia harus memiliki tujuan yang
jelas dan dilakukan dengan niat yang terbaik sesuai dengan syariat. Umar
bin Khattab r.a. menceritakan sebuah hadits, “Aku mendengar Nabi saw.
bersabda, ‘Amalan-amalan itu bergantung pada niatnya. Dan setiap orang
hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barang siapa
yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu
karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang
ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya itu
pada apa yang dia tujukan atau niatkan.” [HR Bukhari dan Muslim] (el-
Qudsy, 2012: 20)
Menurut Abdullah Nasih Ulwan tujuan pendidikan seks;
1) Anak didik dapat memahami persoalan hidup, mengetahui mana yang
halal dan mana yang haram sehingga berperilaku Islami.
2) Mereka tidak mengikuti kehendak syahwat (hawa nafsu) dan tidak
menempuh jalan yang sesat (zina) (Hakiki, 2015: 47).
Tujuan pendidikan seks dimulai dengan anak-anak di usia muda
adalah untuk membantu mereka mendeteksi dan melindungi diri dari
perilaku seksual yang mungkin melukai mereka atau menyebabkan perilaku
berbahaya seperti pelecehan seksual anak. Perubahan terkait usia dalam
pendidikan seks juga diperhitungkan. Tujuannya adalah sebagai berikut:
1) Anak usia 0 sampai 2 tahun. Anak sudah dapat memahami gender dan
membedakannya dengan ciri fisik.
2) Usia 2 - 5 tahun. Anak seharusnya memahami konsep reproduksi paling
sederhana, yaitu jika mereka bersama, maka mereka dapat
“menciptakan bayi”.
3) Usia 6 - 8 tahun. Anak sudah memahami akan terjadi perubahan fisik
saat menginjak usia pubertas, memahami perbedaan jenis kelamin,
asalusul manusia, membersihkan alat genital dengan benar agar
terhindar dari kuman dan penyakit.
22
4) Usia 9-12 tahun. Ketika anak-anak mencapai pubertas, mereka harus
menerima perubahan bentuk tubuh mereka, memahami hubungan
lawan jenis, dan memahami akibat dari perilaku mereka.
5) Usia 13 sampai 18 tahun. Dalam hal seks, anak-anak cenderung
tertutup. Namun, jika orang tua sudah terbiasa pada awalnya, anak-anak
mereka akan lebih terbuka. Pada saat ini, pengembangan moral
difokuskan.
6) Usia sebelum menikah. Pembekalan tentang interaksi seks yang aman
dan benar bagi pasangan yang akan menikah.
7) Usia Anda setelah menikah. Seks yang berkualitas dapat membantu
memperkuat pernikahan (Harianti & Rika, 2019: 6–7).
Lebih jauh lagi, menurut Islam, banyak tujuan yang harus dipenuhi
ketika mengajarkan pendidikan seks kepada anak-anak, termasuk:
1) Nilai-nilai moral ditanamkan dan diperkuat sejak usia dini kepada anak
dan remaja dalam menghadapi masalah seksual agar tidak mudah
terjerumus pada pergaulan bebas atau pacaran. Diharapkan mereka
mebentengi diri dalam menghadapi perubahan-perubahan dorongan
seksual secara islami.
2) Menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan membesarkan keluarga
terhadap masa depan seksual anaknya sehingga remaja mampu
mengetahui secara benar tentang seksualitas dan akibat-akibatnya jika
dilakukan tanpa mematuhi aturan syara’. Jadi, ketika anak telah tumbuh
menjadi seorang pemuda dan pemudi, mereka dapat memahami urusan-
urusan kehidupan dan mengetahui apa yang diharamkan dan di halalkan
oleh syara’. Akhirnya mereka pun akan paham bahwa tidak ada seorang
pun berhak melakukan tindakan seksual atas dirinya tanpa pernikahan
yang sah.
3) Untuk memastikan bahwa anak-anak mengetahui norma-norma syara'
tentang seks sehingga mampu menjaga kehormatan diri dan memahami
tentang kesakralan sebuah perkawinan. Jangan sampai kesucian itu
ternodai oleh aktivitas seks di luar nikah yang jelas diharamkan oleh
23
agama. Begitu juga, perlu dijelaskan kepada anak bahwa masalah seks
bukan segala-galanya dalam hidup sehingga setiap penyimpangan akan
membawa akibat buruk pada kehidupan masa depan.
4) Dalam konteks moralitas agama, sebagai tindakan pencegahan
menghindarkan remaja dari pergaulan bebas dan penyimpangan
seksual. Dengan demikian, pendidikan ini bukanlah pendidikan tentang
how to do (bagaimana melakukan hubungan seks), tentang hubungan
seks aman, seks “sehat”, tidak hamil, dan lain sebagainya, melainkan
lebih pada penanaman moral agama agar tidak menimbulkan
kebobrokan moral kaum terpelajar yang makin merajalela.
5) Mengembangkan sikap emosional yang positif tentang masalah
seksual. Kemudian mereka bertugas membimbing anak muda dan
remaja menuju kehidupan dewasa yang sehat dan kehidupan seksual
mereka. Ini agar mereka tidak menganggap seks sebagai sesuatu yang
menjijikkan atau jorok. Namun, lebih seperti anugerah bawaan manusia
dari Tuhan yang memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup
manusia. Mereka juga dapat belajar untuk menghargai kemampuan
seksual mereka dan menyalurkan keinginan mereka untuk diridhai
Allah SWT. Artinya, melalui pernikahan bukan perzinahan, lesbian,
atau perilaku homoseksual.
6) Memberikan informasi seks yang akurat dan bertanggung jawab kepada
anak-anak dan remaja untuk menghindari menerima informasi yang
diperoleh dari sumber yang tidak dapat dipercaya. Lalu mengajarkan
masyarakat untuk melindungi diri mereka sendiri dan menghindari
eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan emosional
mereka dengan belajar tentang perilaku seksual dan penyimpangan.
7) Mengenali perbedaan mendasar dalam anatomi pria dan wanita, serta
peran masing-masing gender dalam reproduksi manusia sejak usia dini.
Kenali perubahan fisik dan psikologis yang akan terjadi, seperti
menstruasi, mimpi basah, keinginan mandi lama, pubertas,
24
pertumbuhan rambut tubuh, dan perubahan bau badan (el-Qudsy, 2012:
20–22).
Pendidikan seksual yang efektif keselamatan anak-anak dan remaja
dari perilaku seksual yang berbahaya dan memungkinkan mereka untuk
menikmati hubungan dan kemitraan seksual mereka di masa depan (Kurnia
& Tjandra, 2012: 16). Dengan adanya pendidikan seks yang diajakan sejak
dini maka dapat membantu mencegah terjadinya hal-hal menyimpang yang
berkaitan dengan seks ketika anak mulai tumbuh, masa kini dan masa depan
bertabrakan.
c. Manfaat Pendidikan Seks Anak Usia Dini
Pada zaman sekarang ini, seharusnya pembicaraan mengenai
pendidikan seks menjadi hal yang tidak tabu karena perkembangan era
globalisasi saat ini orang tua dituntut harus mengenalkan kepada anak
secara terbuka dengan adanya tuntutan teknologi dan media massa yang
menampilkan hal yang berkaitan dengan seks tersebut. Berikut adalah
beberapa manfaat yang diperoleh jika mengajari anak tentang pendidikan
seks:
1) Membantu dalam penyampaian materi dan masalah yang berhubungan
dengan seks. Orang tua harus secara terbuka dan jujur menjelaskan
kepada anak-anaknya untuk membina komunikasi dua arah.
2) Meningkatkan keterbukaan otak anak terhadap mata pelajaran yang
diajarkan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan seks. Anak
tidak akan malu lagi membicarakan seks dengan orang tuanya karena
pendidikan seks.
3) Menghilangkan rasa ingin tahu yang dapat membahayakan anak.
Kepentingan anak harus ditampung dalam wadah yang sesuai, seperti
pengawasan dan konseling yang diberikan setiap hari di sekolah dan di
rumah. Rasa ingin tahu akan membayar Anda dalam bentuk
pengetahuan yang diperoleh dari sumber terpercaya.
25
4) Meningkatkan rasa percaya diri. Ini membantu orang merasa baik untuk
mengetahui setiap bagian dari tubuh mereka. Anak-anak akan
memahami batasan kritis asosiasi tentang apa yang bisa dilakukan dan
apa yang tidak bisa.
5) Menyadari akan fungsi-fungsi seksualnya. Memperkenalkan fungsi-
fungsi seksual sedini mungkin akan membuat anak memiliki rasa
tanggungjawab terhadap orgam seksualnya sendiri. Misalnya,
pembersih yang lembut seperti sabun harus digunakan untuk
membersihkan alat kelamin pria (penis) setidaknya sekali atau dua kali
sehari, begitu juga untuk anak perempuan. Hindari pembersih yang
mengandung wewangian.
6) Kenali faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masalah-masalah
yang berhubungan dengan seks. Terlibat dalam hubungan seks sebelum
perkawinan disebut seks pranikah. Faktor yang menyebabkab anak
melakukan kegiatan seks dini adalah pubertas dini, tingkat pendidikan
yang rendah khususnya agama, riwayat kekerasan seksual, hubungan
ketidakharmonisan orang tua, perilakui implusif, suka mengambil
risiko dan tekanan kelompok sebaya. Agar tidak terjadi kasus bahkan
faktor-faktor pencetus terjadinya masalah di atas lakukan komunikasi
yang efektif dan pengenalan sedini mungkin agar anak bisa bersikap
terbuka bahkan tidak malu untuk mengungkapkannya (Harianti & Rika,
2019: 8).
d. Tahap Perkembangan Seks Anak Usia Dini
Ketika seorang anak lahir, ia memasuki tahap perkembangan seksual.
Langkah-langkah perkembangan seksual anak terjadi dalam setting yang
berbeda satu sama lain. Tahap oral, tahap anal, tahap falik, tahap laten, dan
tahap genital diidentifikasi oleh Sigmund Freud (Winata dkk., 2017: 347).
Menurut Sigmund Freud, seorang anak harus melalui lima tahap
perkembangan psikoseksual:
1) Fase Oral (0 – 11 Bulan), ini adalah tahap ketika seorang anak muda
menikmati mengisap, menggigit, makan, dan berbicara dengan
26
mulutnya (aktivitas oral). Seorang anak pada usia ini sangat tertarik
untuk memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Ini adalah tahap
pertama perkembangan psikoseksualnya.
2) Fase Anal (1 – 3 Tahun), kehidupan anak dipusatkan pada kesenangan
anak sepanjang fase kedua, yaitu tahun pertama hingga tahun ketiga,
terutama selama perkembangan otot sfingter. Anak-anak senang
memegang kotoran dan bahkan bermain dengannya jika mereka
menginginkannya. Akibatnya, pelatihan toilet adalah waktu terbaik
untuk melakukannya.
3) Fase Falik (3 – 6 Tahun), alat kelamin menjadi bagian tubuh yang
menarik dan sensitif saat ini. Mengetahui perbedaan antara pria dan
wanita membantu anak-anak mempelajari perbedaan antara jenis
kelamin. Saat alat kelamin dibelai atau disentuh, sensasi kenikmatan
dialami.
4) Fase Laten (5 – 12 Tahun), melalui aktivitas fisik dan sosial, anak-
anak menggunakan energi fisik dan psikologis untuk menggali
pengetahuan tentang kemajuan mereka selama periode laten. Anak
perempuan lebih menyukai teman wanita pada awal periode laten,
sedangkan anak laki-laki lebih menyukai teman pria. Sistem
reproduksi terkait dengan pertanyaan tentang anak.
5) Fase Genetalia (12 – 18 tahun) menurut Freud, tahap genetik terjadi
ketika seorang anak memasuki masa pubertas, ditandai dengan
munculnya organ reproduksi dan pembentukan hormon seks (Hety,
2017: 7).
e. Cara Menyampaikan Pendidikan Seks Anak Usia Dini
Tidak mudah mengajarkan pendidikan seks kepada anak. Dalam
memberikan pengajaran pendidikan seks kepada anak, orang tua dan
instruktur harus menyadari dan mempersiapkan berbagai faktor. Akibatnya,
ada banyak pendekatan yang mungkin digunakan orang tua atau guru dalam
pendidikan seks ini. Orang tua dan instruktur dapat menggunakan strategi
umum berikut:
27
1) Meningkatkan Pendidikan Agama
Dalam menghadapi perkembangan seksual mereka, anak-anak
membutuhkan pendidikan agama sebagai benteng. Karena perubahan
fisik dan hormonal, gairah seks akan meningkat. Selain pornografi yang
banyak beredar, gaya hidup individu yang tidak beragama memiliki
pengaruh yang kuat terhadap perilaku anak. Oleh karena itu, pendidikan
agama sangat penting bagi mereka untuk berkembang menjadi pribadi
yang tangguh, tangguh, kuat yang tidak mudah menyerah pada godaan
nafsu, jangan sampai mereka menjadi wabah yang mengancam masa
depan mereka. Di negara-negara barat, hal yang sama juga berlaku.
2) Mulailah sesegera mungkin
Norma-norma agama harus diperkuat pada anak-anak di usia muda
sebelum lingkungan dan masyarakat mempengaruhi mereka. Jelaskan
kepada anak-anak kita praktik keagamaan yang dapat diterima dan yang
dilarang. Mengapa Islam mengutuk asmara dan Allah melarang seks di
luar nikah, misalnya. Ini disarikan dari Al-A'raf ayat 33 dari Al-Qur'an
surat Al-A'raf:
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku
hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang tampak dan
yang tersembunyi, perbuatan dosa, dan perbuatan melampaui
batas tanpa alasan yang benar. (Dia juga mengharamkan)
kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
tidak menurunkan bukti pembenaran untuk itu dan
(mengharamkan) kamu mengatakan tentang Allah apa yang
tidak kamu ketahui”. [Q.S Al-A’raf: 33] (Departemen Agama
RI, 2005: 152).
Terbukti dari ayat di atas bahwa kita harus menghindari perilaku-
perilaku yang melanggar nilai-nilai agama. Ini harus diajarkan kepada
anak-anak kita di usia muda untuk memahami apa yang bisa dan tidak
28
bisa dilakukan dan batasan antara pria dan wanita dalam bahasa
sederhana.
3) Sesuai Umur dan Kebutuhan
Sangat penting untuk memberikan tema yang bervariasi
berdasarkan usia anak. Berikut adalah beberapa contoh yang dapat
digunakan dengan anak-anak dari berbagai usia.
a) Anak-anak diajari cara menyeka alat kelaminnya setelah hadas
kecil dan penting pada 5 atau 7 tahun. Sebelum berdoa atau
membaca Al-Qur'an, ada baiknya untuk membersihkan diri.
b) Ketika berusia 9 atau 10 tahun. Tidak perlu menjelaskan secara
menyeluruh perilaku atau perilaku dalam hubungan seksual pada
usia ini. Ini karena seluruh kepribadiannya belum matang sampai
pada titik di mana ia dapat menyerap deskripsi situasi secara rinci.
c) Antara usia 10 dan 14 tahun. Mandi janabah adalah topik yang
mungkin bisa didiskusikan dan dijelaskan—mulai ketika orang
mandi besar dan apa saja yang membuat mereka mandi besar,
seperti setelah mimpi basah, menstruasi, melahirkan, atau
berhubungan seks.
4) Terus dan Bertahap (Istiqamah)
Rasulullah telah menunjukkan kepada kita bagaimana mencapai
kesuksesan di sekolah. Salah satunya adalah transmisi informasi secara
bertahap dan berkelanjutan. Seperti ketika Nabi selama 23 tahun
berdakwah dan berpesan kepada umatnya. Demikian pula, memberikan
informasi seksual kepada anak-anak harus bertahap, konstan, dan
berulang-ulang untuk mengasimilasi informasi. Sesuai dengan tahapan
perkembangan yang dilaluinya, anak akan mengetahui apa yang harus
dilakukan atau dipelajari. Demikian pula untuk melihat seberapa jauh
seorang anak dapat mengasimilasi informasi baru.
5) Komunikasi dari Hati ke Hati dan Terbuka
Orang tua hanya dapat memberikan pendidikan seks yang tepat jika
mereka mengirimkan pesan yang tepat, baik secara terbuka maupun
29
implisit. Akibatnya, harus ada keterbukaan dan lingkungan keluarga
yang santai dan tidak dogmatis. Anak-anak akan merasakan bahwa
orang tua mereka saling mencintai dengan cara ini, dan mereka akan
menghargainya.
6) Jangan Menunggu Anak Bertanya
Jangan menunggu anak muda bertanya tentang seks sebelum
memberikan pendidikan seks. Pendidikan seks harus ditawarkan secara
terorganisir, dengan mempertimbangkan lingkungan dan kebutuhan
anak. Akibatnya, orang tua harus menyajikan kepada anak-anaknya
berbagai informasi terkait seks tanpa menunggu pertanyaan dari anak-
anak mereka.
7) Jangan Takut dengan Pertanyaan Anak
Banyak orang tua, terutama dalam budaya tertutup (maladaptif) saat
ini, menghindari pertanyaan tentang seksualitas anak-anak mereka.
Pertanyaan anak-anak menurut mereka adalah tabu dan melemahkan
otoritas orang tua. Metode ini tidak diragukan lagi salah. Menurut
Islam, orang tua harus memanfaatkan kesempatan untuk memberikan
informasi dan tanggapan yang akurat ketika anak-anak mereka bertanya
tentang masalah seks. Jika kita tampak menghindari pertanyaan anak,
anak akan mencari jawaban atas kesulitannya dari sumber yang tidak
dapat dipercayas.
8) Berkesinambungan
Pendidikan berkelanjutan harus diberikan melalui berbagai cara dan
peluang. Majalah, film, seminar, dan tausiah masjid adalah contohnya.
Nabi secara langsung menjelaskan berbagai masalah terkait seks di
masjid. Ia mencerahkan umatnya karena semuanya bermuara pada
ibadah manusia kepada Allah SWT, diatur dengan aturan. Jadi tidak
masalah jika kita membicarakannya di masjid.
9) Berikan contoh yang baik untuk anak-anak Anda.
Untuk memperkuat konsep pendidikan seks Islami dan mencegah
emosi pesimis atau menyendiri dalam mengamalkan nilai-nilai
30
agamanya, tidak cukup seorang remaja hanya memiliki teladan dalam
keluarganya. Dia juga membutuhkan sosialisasi dengan orang lain atau
rumah Muslim. Kaum muda juga harus menghubungi anak-anak dan
keluarga Muslim lain yang telah mengambil jalan yang sama dengan
mereka. Karena mereka mungkin memiliki teman sekelas dengan orang
tua gay, orang tua yang "berkumpul bersama", atau teman yang
hubungannya tidak mengikuti hukum dan standar yang ditetapkan di
rumah, anak akan merasa lebih alami dan percaya diri dengan ide-
idenya.
10) Persahabatan Keluarga Salehah
Tidaklah cukup bagi seorang remaja untuk hanya memiliki contoh
dalam keluarganya untuk memperkuat cita-cita pendidikan seks Islami
dan mencegah perasaan putus asa atau sendirian dalam menjalankan
nilai-nilai agama mereka. Dia juga membutuhkan paparan orang lain
atau rumah tangga Muslim. Anak muda juga harus memiliki
kesempatan untuk berinteraksi dengan anak-anak dan keluarga Muslim
lainnya yang telah mengikuti jalan yang sama. Karena dia mungkin
memiliki teman di sekolah yang orang tuanya gay, yang orang tuanya
"berkumpul bersama", atau teman yang hubungannya tidak sesuai
dengan aturan dan prinsip yang ditetapkan di rumah, anak akan merasa
lebih alami dan bangga dengan keyakinannya.
11) Mintalah saran dari para ahli
Jika anda ragu-ragu atau tidak mau membicarakan seks dengan anak
anda, mintalah saran dari seseorang yang anda percayai untuk diberi
tahu tentang masalah pendidikan seks alami. Orang itu harus berbagi
jenis kelamin anak kami, dan kami menganggap mereka sebagai ahli
seksualitas dan fiqh (agama). Bisa jadi profesor atau profesor. Anggota
keluarga yang Anda percayai, seperti paman, bibi, atau sepupu, bisa
menjadi sumber informasi yang berharga. Ia harus mampu
mengungkapkan persoalan kepada kaum muda dengan cara yang
31
mencegah misrepresentasi, di samping kedua kemampuan tersebut
(pendidikan seks dan fiqh/agama).
12) Ikut serta dalam Kegiatan Sekolah untuk Anak
Partisipasi orang tua secara teratur dalam banyak acara sekolah
anak-anak mereka akan memberikan kesempatan bagi orang tua untuk
mengekspresikan pandangan mereka tentang sistem sekolah, yang akan
mempengaruhi anak-anak kita dan anak-anak lain. Jika kita bergabung
dalam jangka panjang, suara kita akan lebih terdengar karena kita
terlibat dalam peningkatan kualitas sekolah secara umum, bukan hanya
dalam kasus anak-anak kita (el-Qudsy, 2012: 22–36).
Nasih Ulwan mengklasifikasikan pada usia anak dalam pemberian
materi pendidikan seks:
1) Usia 7-10 tahun, diajari tentang sopan santun masuk rumah dan
sopan santun memandang.
2) Usia 10-14 tahun, anak dijauhkan dari hal-hal yang membangkitkan
birahi.
3) Usia14-16 (usia remaja) anak diajari etika bergaul dengan lawan
jenis bila ia sudah matang untuk menempuh perkawinan.
4) Setelah melewati usia remaja (usia pemuda) anak diajari etika
menahan diri bila tidak mampu kawin (Hakiki, 2015: 48).
f. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seks Anak Usia Dini
Pendidikan seks dapat berlangsung di berbagai setting, termasuk
keluarga dan di luar rumah, seperti di sekolah. Siapapun dengan
kemampuan dan kewajiban untuk mengajar anak-anak tentang seks yang
baik dapat melakukannya. Meskipun banyak aspek masyarakat yang terlibat
dalam pendidikan seks, peran paling signifikan masih dimainkan oleh
orang-orang pertama yang terlibat dengan anak-anak, terutama orang tua.
Pendidikan seks dalam rumah tangga harus dimulai di rumah. Di rumah,
anak dapat dengan mudah berdiskusi dengan orangtua atau pengasuh secara
pribadi mengenai hal-hal spesifik, dapat menanyakan hal-hal yang mereka
32
pikirkan dengan lebih santai dan mendetail. Anak-anak dapat bercakap-
cakap mengenai sikap dan sudut pandang mereka. Pendidikan seks di rumah
juga dapat dilakukan dalam waktu yang lama sehingga dapat mendekatkan
hubungan antara anak dan orangtua (Kurnia & Tjandra, 2012: 21).
Dalam Islam, orang tua memikul tanggung jawab yang signifikan
untuk kehidupan masa depan anak-anak mereka. Hal ini sesuai dengan
perintah Allah SWT, yang ditemukan dalam Al-Qur'an dalam surat At-
Tharim ayat 6:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras.
Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” [Q.S At-Tahrim: 6] (Departemen Agama RI, 2005:
561).
Bagian ini menunjukkan bahwa orang tua memikul tanggung jawab
penuh untuk mendidik dan memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak
mereka, termasuk pendidikan seks yang layak. Ini memastikan bahwa
fondasi anak lebih kuat dalam hal kematangan pendidikan seks, yang akan
melindunginya dari penyimpangan seksual.
Orang tua harus memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk
memulai diskusi agar pendidikan seks lebih efektif. Agar pendidikan seks
efektif, orang tua dan anak-anak harus membangun keterampilan dasar
seperti komunikasi dan mendengarkan. Kemampuan tersebut dapat
digunakan secara efektif jika kedua orang tua dan anak memiliki sikap
saling percaya dan terbuka. Orang tua harus menyadari bahwa, selain
33
berkomunikasi dan menangani masalah seksual dengan anak-anak mereka,
mereka juga harus dapat meningkatkan kapasitas anak-anak mereka.
Kemampuan untuk bernegosiasi dengan orang lain, meminta dukungan dari
orang lain, dan mencari sumber bantuan dan nasihat adalah semua kualitas
yang harus ditanamkan orang tua sebagai bagian dari pendidikan seks
(Kurnia & Tjandra, 2012: 25).
Mengingat pentingnya orang tua dalam memberikan pendidikan
kepada anak-anaknya, maka sangatlah bijaksana bagi orang tua, khususnya
para ibu, untuk mendidik diri mereka sendiri tentang pendidikan seks untuk
mengajar anak-anak mereka di rumah. Namun, ini bukan semata-mata
tanggung jawab ibu; Untuk memberikan contoh yang baik bagi anaknya,
seorang ayah juga harus memahami arti pendidikan seks.
B. Studi Relevan
Berikut merupakan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan
dengan tema penelitian ini.
1. Dari jurnal hasil penelitian Wahyuni Nadar tahun 2017 tentang “Persepsi
Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini”. Menurut
temuan penelitian Wahyuni Nadar ini, persepsi orang tua terhadap
pendidikan seks anak usia dini di KB & TK Pesantren Bunga Bangsa masih
terbatas. Padahal 67,36 %masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan
seks. Dengan proporsi 76,4 %, orang tua sudah mengetahui tujuan
pendidikan seks untuk tumbuh kembang sejak dini, namun belum memiliki
konsep yang kuat tentang bagaimana memberikan pendidikan seks. Temuan
penelitian Wahyuni Nadar memiliki kesamaan tertentu dengan penelitian
ini, khususnya kebutuhan untuk meneliti perspektif orang tua tentang
pendidikan seks anak usia dini. Di sisi lain, penelitian sebelumnya berfokus
pada tinggi rendahnya persentase orang tua yang mengetahui pendidikan
seks. Penelitian penulis berfokus pada persepsi pendidikan seks anak usia
dini orang tua.
34
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hanung Astri Yanuarta pada tahun 2019
dengan judul “Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Seks Anak Usia
Dini di Kecamatan Patrang”. Hasil dari penelitian Hanung Astri Yanuarta
ini adalah persepsi orang tua di Wilayah Kecamatan Patrang menyatakan
setuju dengan jumlah rata-rata 58.25%, tetapi jika dilihat dari hasil dari
setiap pertanyaan di dalam instrumen angket, masih nampak beberapa orang
tua menunjukkan tidak setuju pada beberapa poin dari aspek upaya
pendidikan seks tahap awal dan metode pembekalan pendidikan seks untuk
anak usia dini. Dari hasil penelitian Hanung Astri Yanuarta memiliki
persamaan dengan penelitian ini yaitu ingin melakukan penelitian tentang
persepsi orang tua dengan pendidikan seks untuk anak usia dini. Namun
penelitian sebelumnya lebih melihat berapa persen orang tua yang setuju
untuk memberikan pendidikan seks sejak dini untuk anak. Sedangkan
penelitian penulis menekankan pada persepsi orang tua mengenai
pendidikan seks anak usia dini.
3. Selanjutnya penelitian dari Lailatul Masruroh yang berjudul “Peran
Orangtua Dalam Pendidikan Seks Terhadap Anak Usia Dini Pada
Keluarga Muslim di Kampung Bina Karya Baru Kecamatan Putra Rumbia
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2019”. Hasil penelitian dari Lailatul
Masruroh ini adalah peran orangtua di Kampung Bina Karya Baru orangtua
kurang berperan aktif, disebabkan oleh terbatasnya tingkat
pendidikan/pengetahuan tentang seks yang dimiliki oleh orangtua, sehingga
mengakibatkan kurangnya peran orangtua untuk memberikan informasi
pendidikan seks yang benar pada anak. Dari hasil penelitian Lailatul
Masruroh ini memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu ingin
melakukan penelitian tentang pendidikan seks. Namun penelitian
sebelumnya menekan pada peran orang tua dalam pendidikan seks untuk
anak usia dini di lingkungan keluarga muslim. Sedangkan peneitian penulis
menekankan pada persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia
dini.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Menurut Sugiyono (2019: 9) metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makana dari pada generalisasi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahas, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moleong, 2017: 6).
Dalam penggunaan pendekatan kualitatif ini, maka dalam proses
penggunaannya menggunakan beberapa metode dan teknik yang sesuai
dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini dibuat untuk
mendeskripsikan persepsi orang tua mengenai pendidikan seks untuk anak
usia dini.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Dalam penelitian ini peneliti harus mendeskripsikan suatu obyek,
fenomena, atau setting sosial yang akan dituangkan dalam tulisan yang
bersifat naratif. Arti dalam penulisannya data dan fakta yang dihimpun
berbentuk kata atau gambar daripada angka. Dalam penulisan laporan
penelitian kualitatif berisi kutipan-kutipan data (fakta) yang diungkap di
36
lapangan untuk memberikan dukungan terhadap apa yang disajikan dalam
laporannya (Anggito & Setiawan, 2018: 11).
B. Setting dan Subjek Penelitian
1. Setting Penelitian
Menurut Sugiyono (2019: 292) studi tentang konteks sosial akan
berlangsung dalam setting penelitian. Misalnya di sekolah, bisnis, kantor
pemerintahan, di jalan, dan di rumah. Penelitian ini mengambil lokasi di
Desa Jangga Baru, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari.
Penelitian ini dipilih karena fokus masalah yaitu tujuan penelitian berkaitan
dengan topik penelitian. Analisis konteks sosial akan dilakukan dalam
setting penelitian.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua dari RT 06 RW 01 Desa
Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari. Jumlah total
item atau orang dalam satu area topik penelitian yang memenuhi persyaratan
khusus yang terkait dengan masalah penelitian adalah populasi—mengenai
mereka yang ada dalam penelitian atau unit analitik yang diperiksa, yang
berkaitan dengan subjek dan objek (individu, kelompok, atau organisasi).
Sedangkan “apa” yang akan diteliti berkaitan dengan isi yaitu “data apa”,
serta keluasan dan durasinya (Ridwan & Bangsawan, 2021b: 46)). Populasi
penelitian adalah orang tua dari 57 KK di RT 06 RW 01 Desa Jangga Baru
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari.
Sampel penelitian adalah sebagian kecil dari populasi yang diambil
menggunakan teknik khusus untuk secara akurat mewakili seluruh populasi.
Dengan mengevaluasi sampel, hasilnya dimaksudkan untuk menghasilkan
kesimpulan dan deskripsi yang konsisten dengan ciri-ciri populasi. Ridwan
dan Bangsawan Ridwan & Bangsawan, 2021b: 47). Penelitian ini terdiri dari
5 orang tua dari 5 rumah tangga dengan anak usia 4-6 tahun yang tinggal di
RT 06 RW 01 Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari.
37
Purposive sampling digunakan sebagai pendekatan sampel dalam
penelitian ini. Pengambilan sampel purposive adalah strategi pengambilan
sampel data yang mempertimbangkan faktor-faktor tertentu. Pertimbangan
ini bisa jadi seseorang yang paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau
dia bisa menjadi penguasa, sehingga memudahkan peneliti untuk
menyelidiki objek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2019: 219)
(Sugiyono, 2019: 219).
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Peneliti mengumpulkan data dan informasi untuk penelitian ini dengan
menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.
a) Data primer
Data primer adalah informasi yang diterima dan dikumpulkan
langsung dari informan yang memberikan informasi terkini kepada
individu yang bersangkutan. Informan memberikan data yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah. Responden adalah informan
yang dituju dalam kasus ini. Dalam penelitian ini orang tua anak usia
dini 4- 6 tahun di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV
Kabupaten Batanghari menjadi informan.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data tertulis. Peneliti mengkaji data
tertulis dari literatur terkait dan materi pribadi berupa foto-foto yang
berkaitan dengan pandangan orang tua terhadap pendidikan seks anak
usia dini.
2. Sumber Data
Menurut Lofland, sumber data primer dalam penelitian kualitatif adalah
kata-kata dan tindakan, dengan perimbangan terdiri dari data tambahan
seperti dokumen dan sumber lainnya (Moleong, 2017: 157). Responden
adalah sumber data dalam suatu penelitian yang mengumpulkan data
melalui wawancara.
38
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam analisis ini, peneliti menggunakan
berbagai pendekatan untuk memperoleh data dan informasi yang akurat, antara
lain:
1. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan
orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek
alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila,
penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejalagejala
alan dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2019:
145).
Observasi adalah pengamatan langsung yang dilakukan peneliti
terhadap objek yang diteliti. Obesrvasi berguna untuk mendapatkan
informasi secara akurat melalui pengamatan langsung oleh peneliti. Jenis
instrument observasi yang digunakan adalah observasi terstruktur dan tak
terstruktur. Instrumen observasi yaitu peneliti membuat pedoman observasi
dengan menentukan domain-domain (Ridwan & Bangsawan, 2021b: 61).
Observasi penelitian ini dilakukan pada orang tua yang memiliki anak usia
dini 4-6 tahun di RT 06 RW 01 Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV
Kabupaten Batanghari berdasarkan pengertian di atas.
2. Wawancara
Wawancara atau interview dilakukan pewawancara dengan
narasumber untuk mendapatkan informasi timbal balik antara
pewawancara dengan narasumber mengenai topik yang dibahas dsebagai
sumber hasil penelitian, yang tidak dapat diperoleh melalui observasi atau
kuesioner (Raco, 2010: 116).
Wawancara ini dilakukan peneliti untuk dapat menilai keadaan
seseorang, seperti mendapatkan data tentang orang tersebut dan
pandangannya mengenai suatu topik. Proses wawancara ini dilakukan
39
peneliti dengan mewawancari orang tua/keluarga di Desa Jangga Baru RT
06 RW 01 dengan menggunakan sampel 5 keluarga. Peneliti
mewawancarai orang tua/keluarga tersebut secara langsung kepada
narasumber. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai Persepsi
Orang Tua mengenai Pendidikan Seks Anak Usia Dini di Desa Jangga
Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara yang digunakan oleh seorang peneliti untuk
mendapatkan data-data dari objek penelitian baik dalam bentuk gambar,
tulisan, atau karya yang lainnya. Dokumentasi sudah lama digunakan
dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen
sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan
meramalkan (Moleong, 2017: 217).
Peneliti melakukan penelitian di Desa Jangga Baru, Kecamatan Batin
XXIV, Kabupaten Batanghari, memperoleh informasi tentang sejarah
berdirinya, keadaan geografis, kondisi ekonomi dan sosial budaya sarana
dan prasarana, dan pemerintahan secara umum.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2019: 244). Penulis
penelitian ini menggunakan berbagai teknik analisis data, termasuk:
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi
peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat
mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui
diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat
40
mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori
ynag signifikan (Sugiyono, 2019: 249).
2. Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2019: 249).
3. Conclusion Drawing/verification
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel
(Sugiyono, 2019: 252).
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik dalam memeriksa
keabsahan data, yaitu:
1. Perpanjangan Pengamatan
Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneiliti masih dianggap
orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan belum
lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan.
Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah
data yang diperoleh selama ini merupakan data yang sudah benar atau
tidak. Bila data yang diperoleh selama ini setelah dicek kembali pada
sumber data asli atau data lain ternyata tidak benar, maka peneliti
melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga
diperoleh data yang pasti kebenarannya (Sugiyono, 2019: 271).
41
2. Ketekunan/Keajegan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan
unsurunsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu
yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci. Hal itu berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap
faktor-faktor yang menonjol. Kemudian ia menelaahnya secara rinci
sampai pada titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu
atau seluruh faktor yang telah ditelaah sudah dipahami dengan cara yang
biasa. Untuk keperluan itu teknik ini menuntut agar peneliti mampu
menguraikan secara rinci bagaimana proses penemuan secara tentatif dan
penelaah secara rinci tersebut dapat dilakukan (Moleong, 2017: 330).
3. Triangulasi
Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan
melalui sumber lainnya. Dalam hal ini, jika analisis telah menguraikan
pola, hubungan, dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis,
maka penting sekali untuk mencari tema atau penjelasan pembanding atau
penyaing. Hal itu dapat dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian
data yang barangkali mengarahkan pada upaya penemuan penelitian
lainnya. Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan
perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu
studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan
hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa triangulasi,
peneliti dapat merecheck temuannya dengan jalan membandingkannya
dengan berbagai sumber, metode, atau teori (Moleong, 2017: 330–332).
42
G. Jadwal Penelitian
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Tahun 2021
Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan
Judul
√
2. Pembuatan
Proposal
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tahun 2021
September Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
3. Seminar
Proposal
√
4. Perbaikan
hasil seminar
proposal
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5. Pengurusan
dan
penerbitan
izin
dilapangan
√
Tahun 2022
Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
6. Pengumpulan
data lapangan
√ √ √ √ √
7. Pengelolaan
dan analisis
data
√ √ √ √ √
8. Seminar hasil
ujian skripsi
√
9. Perbaikan
hasil ujian
skripsi
√ √
10. Pengesahan
hasil ujian
skripsi
√
11. Penggandaan
dan
penyerahan
laporan hasil
√
43
Penelitian akan berlangsung antara Mei 2021 hingga April 2022. Strategi
penelitian ini masih rentan terhadap perubahan atau bergantung pada situasi dan
kondisi lapangan saat ini.
44
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum
1. Sejarah Desa Jangga Baru
Penduduk asli Desa Jangga Baru didatangkan dari Pulau Jawa, antara
lain Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang diberangkatkan pada masa
Orde Baru, dan beberapa penduduk setempat, setelah Transmigrasi Perkebunan
Inti Rakyat (PIR) pada tahun 1983. Jangga Baru masih dianggap sebagai
bagian dari wilayah Durian Luncuk pada saat transmigrasi. Kawasan Durian
Luncuk membebaskan dan/atau melepaskan sebagian wilayahnya untuk
kawasan transmigrasi sebagai bagian dari program transmigrasi pemerintah
pada masa Orde Baru. Karena merupakan desa yang baru berdiri, maka diberi
nama JANGGA BARU. Istilah Jangga Baru berasal dari nama sungai yang
mengalir di tengah-tengah masyarakat, dimana daerah hilirnya bergabung
dengan desa, yaitu Desa Jangga (Desa Jangga Aur). Desa Jangga Baru
didirikan pada tahun 1983 dengan sekitar 500 kepala keluarga, yang sebagian
besar adalah transmigran, dan beberapa di antaranya adalah penduduk lokal.
Tabel 4.1
Daftar nama kepala desa Jangga Baru setiap periode
No Nama Jabatan Tahun Menjabat
1. Bapak Ibrahim PjS. Kepala
Desa
1983 s/d 1990
2. Bapak Imam Barowi Kepala Desa 1990 s/d 1998
3. Bapak Hadi Suyadi Kepala Desa 1998 s/d 2006
4. Bapak Muhammad PjS. Kepala
Desa
2006 s/d 2008
5. Bapak Khalimi Kepala Desa 2008 s/d 2011
6. Bapak Sukri PjS. Kepala
Desa
2011 s/d 2012
45
7. Bapak Yendra
Buana
Kepala Desa 2012 s/d 2014
8. Bapak Syaipul
Amrah, S.IP
PjS. Kepala
Desa
2014 s/d 2016
9. Bapak Muhamad Kepala Desa 2016 s/d 2022
Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022
2. Letak Geografis
a. Batas Wilayah Desa
Desa Jangga Baru terletak di bagian tenggara Kabupaten
Batanghari, dengan luas sekitar 3.084,73 hektar. Berada pada posisi
1020 Lintang Selatan sampai dengan 1040 Lintang Selatan, meliputi
10308 Bujur Timur sampai dengan 1030 75 Bujur Timur, dengan batas-
batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Jangga
Sebelah Selatan : Desa Terentang Baru
Sebelah Barat : Desa Jangga
Sebelah Timur : Desa Bulian Baru
b. Luas wilayah Desa Jangga Baru adalah ± 3,084,73 Hektar yang terdiri
dari:
1) Tanah pekarangan pemukiman Rakyat : ± 125 Ha.
2) Tanah Perkebunan plasma : ± 1.000 Ha.
3) Tanah Perkebunan lahan pangan : ± 375 Ha.
4) Tanah Kas Desa (TKD) : ± 10 Ha
5) Tanah Restan (R) : ± 182,23 Ha
6) Tanah Hutan Cagar Alam : ± 42,5 Ha.
7) Tanah HGU PTP Nusantara VI Durlu : ± 1.350 Ha.
c. Orbitasi
1) Jarak Desa Jangga Baru dengan Kecamatan sekitar 30 kilometer
menjadi salah satu tantangan pemerintah desa, terutama
mengingat jalur akses yang bobrok dan berlubang.
2) Jarak Desa Jangga Baru dan Kabupaten memiliki dua akses jalan
yaitu:
46
• Akses jalan dari desa ke kecamatan 35 KM, dan jarak dari
kecamatan ke kabupaten 40 KM, jadi akses jalan ini jika
melalui kecamatan berjarak 75 KM dan atau memakan waktu
2½ jam karena jalan ini seperti berbelok.
• Jalan akses langsung ke Kabupaten ini panjangnya sekitar 35
kilometer; merupakan jalan yang praktis dan paling banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat karena menempuh langsung
ke Kabupaten dan Provinsi dalam waktu 1½ jam. Kondisi
jalan yang rusak sangat berbeda akibat kepadatan.
d. Jumlah penduduk
1) Kepala keluarga : 969 KK
2) Laki-laki : 1.590 Jiwa
3) Perempuan : 1.555 Jiwa
3. Visi dan Misi
a. Visi
“Desa Jangga Baru yang Mandiri, Beriman dan Bertaqwa ”
b. Misi
1) Menyelenggarakan pemerintahan desa yang efisien, efektif, dan
bersih dengan mengutamakan masyarakat.
2) Meningkatkan sumber sumber pendanaan pemerintahan dan
pembangunan desa.
3) Mengembangkan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam
pelaksanaan pembangunan Desa.
4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan
Desa yang berkelanjutan.
5) Mengembangkan Perekonomian Desa.
6) Menciptakan rasa aman, tenteram, dalam suasana kehidupan Desa
yang Demokratis dan Agamis.
47
4. Pendidikan
Tabel 4.2
Tingkat pendidikan penduduk berdasarkan persentase
No Tingkat Pendidikan Persentase
(%)
1 Tamat SD 6
2 Tamat SMP 8
3 Tamat SMA 13
4 Tamat Perguruan Tinggi 4
5 Pelajar SD 18
6 Pelajar SMP 17
7 Pelajar SMA 15
8 Mahasiswa 6
9 Tidak sekolah & Putus sekolah 3
10 Belum sekolah 10
Jumlah 100 %
Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022
5. Kesehatan
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Desa Jangga Baru dapat
dilihat dari berbagai hal, antara lain status kesehatan dan tren penyakit.
Berbagai indikator kesehatan, seperti peningkatan harapan hidup dan
penurunan angka kematian bayi, dapat mengukur derajat kesehatan
masyarakat.
Tabel 4.3
Tingkat Kesehatan Masyarakat
Tahun Baik Kurang Buruk
2019 3.205 orang 37 orang 5 orang
2020 3.056 orang 15 orang 2 orang
Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022
48
6. Keagamaan
Tabel 4.4
Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut
No Agama Jumlah Penganut
1. Islam 2.990
2. Kristen 155
3. Katolik 0
4. Hindu 0
5. Budha 0
JUMLAH 3.076
Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022
7. Keadaan Ekonomi
Tabel 4.5
Mata pencarian penduduk Desa Jangga Baru
No Mata Pencaharian Jumlah (Orang)
1 Petani 862
2 Buruh Tani 202
3 Pedagang 119
4 Peternak 18
5 Serabutan 248
6 Perabot 10
7 PNS/TNI/POLRI 59
8 Tenaga Honor 31
9 Ibu Rumah Tangga 768
10 Sopir 55
11 Buruh Bangunan 60
12 Nelayan 0
13 Pertambangan 0
14 Bengkel 26
15 Belum bekerja 855
16 Tidak bekerja 197
Jumlah 3 076
Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022
49
8. Sumber Daya Sosial Budaya
Tabel 4.6
Sumber daya sosial budaya
No
Sumber Daya Sosial Budaya
Volume
Satuan
1. Seni Tari Kuda Kepang
(RONGGO WASKITO).
1 Grup
2. Seni Tari Kuda Lumping
(TURONNGO MULYO)
1 Grup
3. TP-PKK Desa 1 Desa
4. Karang Taruna 1 Desa
5. BKMT (Ibu-ibu Yasinan) 5 Dusun
6. Pengajian ISTIGHOZAH 1 Majelis
7. Yasinan Lingkungan 21 RT
8. Forum Pegawai Syara’ 1 Desa
9. Forum Guru PAMI 1 Desa
10. Forum MUI 1 Desa
Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022
9. Sarana dan Prasarana
a) Sarana
1) Sarana Pendidikan
RA Al-Fattah : 1 Unit RT. 21 / 03
DTA Tarbiyatul Muta’alimin : 1 Unit RT. 06 / 01
DTA Hidayatul Mubtadiin : 1 Unit RT. 07 / 02
DTA Mambaul Ulum : 1 Unit RT.17 / 04
SD Negeri 131/1 : 2 Unit RT. 07 / 02
Perumahan Guru SD. 131/1 : 4 Unit RT. 07 / 02
SD Negeri 138/1 : 3 Unit RT. 04 /01
SD Negeri 144/1 : 2 Unit RT. 25/05
MTs Negeri 8 Batanghari : 1 Unit RT. 06 / 01
SMP Negeri 24 Batanghari : 4 Unit RT. 07 / 02
Madrasah Aliyah Darussalam : 1 Unit RT. 06 / 01
50
2) Sarana Kesehatan
Puskesmas : 1 Paket RT. 07 / 02
Posyandu : 4 Unit RW 01, 02, 03, 04
Sumur Bor : 3 Paket RW 01, 02, 03
3) Sarana Perkantoran
Gedung Kapolpos :1 Unit RT. 06 / 01
Kantor Desa :1 Paket RT. 12 / 03
Balai Desa : 1 Unit RT. 12 / 03
Kantor PKK : 1 Unit RT. 12 / 03
Kantor BPD : 1 Unit RT. 21 / 03
4) Sarana Peribadatan
Masjid Jami’ Darussalam : 1 Paket RT 06 / 01
Masjid Al-ikhlas :1 Paket RT. 07 / 02
Masjid Miftahul Jannah : 1 Paket RT. 14 / 03
Masjid Baitussajidin : 1 Paket RT. 18 / 04
Masjid Al-Munawaroh :1 Paket RT. 22 / 05
Mushola : 17 Unit RT, 1, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 12,
13, 15, 16, 17, 19, 20, 20, 21
b) Prasarana
1) Prasarana Umum
Jalan poros/ aspal : 2.500 Meter RT. 01, 05, 06, 12, 21,
07, 08
TPU 1 : 3 Hektar RT.05
TPU 2 : 500 M2 RT. 20
Jalan Lingkungan/ sirtu : 1.500 Mete RT.03, 04, 06, 16, 17
Jembatan Beton : 3 Unit RT.01, 06 dan RT.12
Jembatan box : 4 Unit RT.02, 06, 17 dan 14
Saluran irigasi persawahan : 1 Unit RT.20
2) Prasarana Ekonomi
Los Pasar : 2 Unit RT. 21 / 03
51
10. Keadaan Pemerintahan
a) Pembagian Wilayah
1) Dusun Pandan Kuning, terdiri dari RT. 01, 02, 03, 04, 05 dan 06
2) Dusun Pandan Arum, terdiri dari RT 07, 08, 09, 10 dan 11
3) Dusun Pandan Sari, terdiri dari RT. 12, 13, 14, 15, 16 dan 21.
4) Dusun Pandan Wangi, terdiri dari RT.17, 18, 19 dan 20.
5) Dusun Biring Kuning, terdiri dari RT.22, 23, 24 dan 25.
b) Struktur Organisasi Desa
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Pemerintah Desa Jangga Baru
Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022
52
Gambar 4.2
Struktur Organisasi Badan Permusyawaratan Desa Jangga Baru
Sumber: RPJM Desa Jangga Baru tahun 2016-2022
B. Temuan Khusus dan Pembahasan
1. Persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di Desa
Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari
Persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap suau hal yang
sedang dibicarakan berdasarkan apa yang ia tangkap melalui pancaindera.
Dalam hal ini persepsi orang tua mengenai pendidikan seks untuk anak usia
dini adalah pandangan orang tua dalam memberikan pendidikan seks untuk
anak sejak dini atau anak yang berada dalam usia tingkat KB atau TK.
Pada umumnya orang tua ingin anaknya mendapatkan pendidikan
yang baik dan tidak ingin terjadi sesuatu terhadap anaknya. Dalam hal
seputar seks orang tua merasa khawatir karena belakangan ini banyak kasus
pelecehan seksual yang terjadi dan tidak sedikit terjadi pada anak-anak.
Dalam pembicaraan tentang pendidikan seks ada yang menganggap
53
kpendidikan seks untuk anak adalah hal yang positif dan ada yang
menganggapnya negatif.
Berikut hasil wawancara dengan beberapa orang tua tentang
persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga
Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari. Pertama, menurut Ibu
SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun) mengatakan bahwa:
“Anak dikasih pengertian tentang apa saja bagian tubuh yang boleh
dan tidak boleh disentuh orang lain”. (wawancara peneliti pada
tanggal 21 Januari 2022)
Hasil pengamatan peneliti melihat bahwa ibu SZ sudah memahami
tentang pendidikan seks anak usia dini, ia memberikan pengertian kepada
anaknya dengan mengajarkannya lewat lagu tentang anggota tubuh. Melalui
lagu ini dapat menambah wawasan anak dan anak mudah memahami
tentang anggota tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain serta
bagaimana cara mengatasinya.
Kedua, pendapat dari Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4
tahun) mengatakan:
“Mbak belum ngerti pendidikan seks anak usia dini itu apa. Tapi kalo
tentang seks untuk anak usia dini itu pastinya bukan yang
berhubungan badan seperti orang dewasa, mungkin tentang
mengajarkan anak mengenal jenis kelaminnya, terus sebagai
perempuan itu harus berpakaian seperti apa.”. (wawancara peneliti
pada tanggal 23 Januari 2022)
Pada saat observasi peneliti di keluarga ibu MH bahwa ia
kebingungan saat ditanya tentang pendidikan seks, tetapi ia tahu maksud
dari pendidikan seks untuk anak usia dini. Ia pun mengaku bahwa
pendidikan seks itu penting untuk anak usia dini.
Ketiga, Ibu NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun) juga
berpendapat bahwa pendidikan seks yaitu:
“Supaya mereka tahu bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh
disentuh orang lain.”. (wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari
2022)
54
Hasil observasi peneliti melihat bahwa ibu NR mengetahui tentang
pendidikan seks anak usia dengan mengenalkan anggota tubuh anak yang
boleh dan tidak boleh disentuh orang lain.
Keempat berdasarkan hasil wawancara dengan ibu MY (35 tahun)
orang tua dari AH (6 tahun)) mengatakan bahwa pendidikan seks itu:
“Saya baru dengar kalo ada pendidikan seks untu anak. Tapi kalo
buat anak pastinya bukan ke yang berhubungan badan itu.”.
(wawancara peneliti tanggal 31 Januari 2022)
Berbeda dengan orang tua lainnya menurut Ibu RY (33 tahun) orang
tua dari AN (6 tahun) berpendapat bahwa pendidikan seks itu tabu dan tidak
ada untuk anak usia dini.
“Pendidikan seks untuk anak itu tidak ada, karena di sekolah aja
nggak ada pelajarannya, saru itu mah.” (wawancara peneliti pada
tanggal 23 Januari 2022)
Kemudian peneliti mewawancarai orang tua tentang apakah
pendidikan seks anak usia dini itu tabu untuk dibicarakan, sebagian dari
mereka ada yang menganggapnya bukan hal yang tabu lagi dan masih ada
yang menganggapnya tabu.
Menurut Ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun) mengatakan
bahwa:
“Tidak. Dari kecil kita harus mengajarkan mana bagian tubuh yang
boleh disentuh atau tidak boleh disentuh orang lain, kalo terjadi
sesuatu nanti bisa merusak mental dan masa depan anak”.
(wawancara peneliti pada tanggal 21 Januari 2022)
Menurut Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4 tahun)
mengatakan:
“Dulu memang seperti tabu untuk dibicarakan tapi sekarang ini kan
banyak kasus-kasus pelecehan seksual yang mbak lihat di TV jadi
harus dibicarakan.” (wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari
2022)
Berbeda dengan yang lainnya menurut Ibu RY (33 tahun) orang tua
dari AN (6 tahun) berpendapat bahwa:
55
“Iya lah tabu, saru anak diajarin kayak gitu mah.” (wawancara
peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)
Berikutnya menurut NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun)
juga mengatakan bahwa:
“Tidak. Kita memang harus memberikan pengarahan kepada anak.”
wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)
Sedangkan ibu MY (35 tahun) orang tua dari AH (6 tahun))
mengatakan bahwa:
“Ya bisa dibilang tabu tapi disesuaikan lah sama maksudnya itu
untuk apa.” (wawancara peneliti tanggal 31 Januari 2022)
Berdasarakan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan 5
orang tua yang mewakili dari 5 keluarga bahwa tidak semua orang tua
memiliki persepsi yang positif terhadap pendidikan seks untuk anak usia
dini. Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan seks untuk anak
usia dini itu merupakan hal yang tabu dan belum pantas untuk diajarkan
kepada anak dan mereka juga beranggapan bahwa di sekolah juga tidak ada
pelajaran yang mengajarkan hal itu sehingga pendidikan seks tidak penting
diajarakan kepada anak usia dini. Namun, orang tua yang memiliki
pemikiran cerdas menganggap bahwa pemberian pendidikan seks ini
penting dan harus diberikan sejak anak berusia dini.
Lebih jauh lagi, meskipun mereka menggambarkan bahwa
pendidikan seks adalah tentang anggota tubuh atau, lebih khusus, aspek
yang berkaitan dengan gender, banyak orang tua yang sadar akan
pendidikan seks untuk anak usia dini. Sebenarnya pendidikan seks
memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada anak dan
disesuaikan dengan usianya. Tak hanya itu, anak muda juga sadar akan
aktivitas organ seksual dan pentingnya naluri yang bisa muncul kapan saja.
Pendidikan seks anak seringkali berpusat pada pengakuan identitas anak
sebagai makhluk biologis dengan seks. Orang tua yang menyadari
pentingnya pendidikan seks biasanya telah merancang berbagai cara khusus
56
untuk membantu anak-anak mereka memahami konten pendidikan seks
yang diajarkan oleh orang tua mereka. (Senja, 2012: 1–2).
Pendidikan seks adalah program yang mendidik, menginformasikan,
dan mempromosikan kesadaran tentang masalah seksual. Informasi yang
diberikan meliputi pengetahuan tentang fungsi dan moral organ reproduksi,
etika, komitmen, dan agama, menanamkan moral, etika, tugas, dan iman
untuk mencegah "penyalahgunaan" organ reproduksi. Akibatnya,
pendidikan seks dapat dianggap sebagai pendahulu pendidikan kehidupan
keluarga, yang signifikan. (Ratnasari & Alias, 2016: 56).
2. Upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks anak usia dini
di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari
Upaya diperlukan saat menangani suatu masalah untuk mengatasi
atau mencegahnya. Orang tua atau pendidik harus mengetahui langkah-
langkah apa yang akan mereka ambil untuk memberikan pendidikan seks
pada anak usia dini dalam pendidikan seks ini.
Sebelum peneliti mewawancarai orang tua anak usia dini, peneliti
mewawancarai kepala Desa Jangga Baru bapak Muhamad tentang
bagaimana pendidikan seks anak usia dini dan upayanya di Desa Jangga
Baru beliau mengatakan bahwa:
“Ada himbauan supaya anak tidak terjebak di dunia kegelapan,
begitu orang tua yang punya pemikiran sehat. Kadang orang tua
tidak peduli sama anaknya. Anak keluar tidak dikawal, yang bagus
anak tetap dikawal demi keselamatannya. Pernah ada, tapi kalo
kasus untuk anak usia dini tidak banyak terjadi hanya sekali. Tetapi
saya tidak mau menceritakannya. Tapi dijadikan pelajaran lah buat
para orang tua. Kadang-kadang ada pelatihan dari BKKBN
penyuluhan terkait dengan seks tapi untuk anak-anak usia remaja.”
(wawancara pada tanggal 19 Januari 2022)
Selain itu peneliti juga mewawancarai ketua RT 06 bapak Mujiono
tentang bagaimana pendidikan seks anak usia dini di RT 06 beliau
mengatakan bahwa:
“Kelihatannya anak-anak disini sudah pada ngerti gimana cara
berteman dengan lawan jenisnya, juga mereka sekolah madrasah
sama ngaji pasti diajarin sama gurunya gimana bergaul yang baik.
57
Dulu pernah ada tapi tidak banyak yang mengetahui karena hanya
orang-orang yang dekat saja yang tau. Ini juga untuk menjaga mental
anaknya karena masih kecil belum tau apa-apa, untungnya nggak
parah seperti yang di TV. Tapi sekarang korban bersama keluargnya
sudah pindah tidak disini lagi dan masalahnya sudah diselesaikan
secara kekeluargaan.” (wawancara pada tanggal 19 Januari 2022)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti di atas maka
dapat disimpulkan bahwa pemerintah setempat telah melakukan upaya
pengajaran pendidikan seks kepada warganya, tetapi untuk anak usia dini
belum diberikan sosialisasi secara spesifik.
Setiap orang tua memiliki metode mereka sendiri dalam mendidik
anak-anak mereka, yang mungkin atau mungkin tidak termasuk pendidikan
seks. Orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Berikut hasil wawancara dengan beberapa orang tua tentang bagaimana
upaya orang tua menyampaikan pendidikan seks kepada anak. Hasil
wawancara dengan ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun)
mengatakan:
“Saya mengajarkan ke anak saya untuk bisa menjaga batasan antara
anak laki-laki dan anak perempuan bukan hanya kepada teman-
temannya saja tapi ke orang yang lebih tua juga dibatasi. Karena kan
dari berita-berita di TV orang yang lebih tua malah jadi pelakunya,
yg namanya kalo udah nafsu kan gak bisa di cegah.” (wawancara
pada tanggal 21 januari 2022)
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di keluarga ibu
SZ bahwa ia tidak selalu mengajarkan pendidikan seks kepada anak hanya
disaat-saat tertentu saja, misalnya ketika anak perempuannya terlalu sering
bermain dengan teman laki-lakinya ibu SZ baru menasehati anaknya bahwa
perempuan mainnya dengan anak perempuan saja.
Hasil wawancara dengan Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4
tahun) mengatakan bahwa:
“Mengenalkan anggota tubuh yang boleh dan tidak boleh kelihatan
orang lain, mengajarkan anak rasa malu, mengajarkan anak pakai
58
pakaian sesuai jenis kelaminnya.” (wawancara pada tanggal 23
Januari 2022)
Berdasarkan hasil observasi peneliti di keluarga ibu MH bahwa ia
memiliki tiga orang anak dan diantaranya satu anak perempuan yang
merupakan anak usia dini. Peneliti melihat bahwa anaknya AUN (4 tahun)
terkadang memakai pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. Ia
memakai pakaian kakak laki-lakinya yang sudah kecil dan karena muat di
anaknya yang kecil jadi dipakaikan.
Menurut ibu NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun)
mengatakan bahwa:
“Kita selalu memberikan pengarah kepada anak tentang anggota
tubuh mereka bahwa ada yang perlu di jaga agar tidak dilihat orang
lain, kalo pup di tempat yang tertutup, kalo keluar rumah pakai baju
yang sopan, bicara yang sopan tidak boleh mencarut, anak laki-laki
gak boleh cengeng.” (wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)
Berdasarkan hasil observasi peneliti bahwa ibu NR memiliki dua
orang anak laki-laki dan satu diantaranya merupakan anak usia dini. Dari
pengamatan peneliti di keluarga ibu NR bahwa ketika anak bersama ibu nya
di tempat ramai atau banyak orang anak berani berkata kasar mengganggu
temannya karena ia merasa ada banyak orang sehingga ibunya tidak akan
memarahinya di depan orang banyak, namun ketika anak dirumah bersama
ibu nya anak jadi penurut dan ketika dinasehati anak menjadi cengeng
karena merasa dimarahi orang tuanya.
Hasil wawancara dengan ibu MY (35 tahun) orang tua dari AH (6
tahun) berpendapat bahwa:
“Kalo anak perempuan pakai bajunya yang sopan kalo keluar rumah,
jangan mau diajak sama orang yang gak dikenal, kebetulan anak
saya pemalu orangnya jadi paling main sama anak-anak sini ya
banyak perempuannya juga.” (wawancara tanggal 31 Januari 2022)
Berdasarkan observasi peneliti di keluarga ibu MY bahwa ia
memiliki lima orang anak dan satu diantaranya anak perempuan yang
59
merupakan anak usia dini. AH (6 tahun) memang anaknya pemalu ia
bermain dengan anak-anak disekitar tempat tinggalnya.
Sedangkan menurut pendapat ibu RY (33 tahun) orang tua dari AN
(6 tahun) berpendapat bahwa:
“Enggak ada saya ajarkan ke anak karena saya gak tahu.”
(wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)
Berdasarkan observasi peneliti di keluarga ibu RY bahwa ia
memiliki dua orang anak, satu diantaranya anak perempuan berusia dini.
Peneliti melihat bahwa keluarga ibu RY belum mengerti yang termasuk
bagian dari pendidikan seks anak usia dini. Karena peneliti melihat bahwa
sudah ada beberapa pendidikan seks yang diberikan kepada anak mereka,
misalnya anak diberikan pakaian dan nama sesuai dengan jenis kelaminnya.
Berdasarkan temuan observasi dan wawancara sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa upaya mereka dalam menyampaikan pendidikan seks
yaitu dengan mengenalkan anak bahwa ada anggota tubuh mereka yang
harus di jaga dengan baik, mengajarkan anak menggunakan pakaian yang
sopan, mengajarkan batasan-batasan bergaul antara laki-laki dan
perempuan.
Hal ini sejalan dengan pendapat el-(2012) Qudsy dalam bukunya
“Ketika Anak Bertanya Tentang Seks” yang menyatakan bahwa pendidikan
seks anak usia dini dapat diajarkan dengan berbagai metode, antara lain
secara bertahap dan konsisten dengan menambahkan ajaran agama dan
moral.
Kemudian saat peneliti mewawancarai bagaimana cara mereka
menjawab pertanyaan anak yang berkaitan dengan seks mereka menjawab
sebagai berikut. Menurut pendapat ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6
tahun) mengatakan:
60
“Kalo anak nanya saya jawab sebisa saya aja, pake bahasa yang bisa
dimengerti anak juga ya bahasa anak-anak lah.” (wawancara pada
tanggal 21 januari 2022)
Berdasarkan hasil observasi peneliti bahwa ibu SZ dalam
memeberikan penjelasan hal yang berkaitan dengan pendidikan seks anak
usia dini ia menggunakan bahasa yang disesuaikan dengan umur anak dan
menjawabnya sesuai dengan pertanyaan anak.
Hasil wawancara dengan Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4
tahun) ia merasa khawatir dengan lingkungan tempat tinggalnya.
“Kalo anak nanya ya saya jawab sesuai pertanyaannya, kalo gak
bisa ya saya diem aja. (wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa ibu MH memberikan
jawaban pertanyaan anak menggunakan bahasa yang dapat dimengerti anak,
namun ketika ibu MH tidak bisa menjawabnya ia mengalihkan topik
pembicaraannya dengan mengalihkan perhatian anak.
Sedangkan menurut ibu RY (33 tahun) orang tua dari AN (6 tahun)
karena ia tidak mengajarkan pendidikan seks kepada anaknya maka ia
mengatakan bahwa:
“Belum tahu.” (wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)
Saat peneliti melakukan pengmatan di keluarga ibu RY peneliti
melihat bahwa ibu RY belum mengetahui pendidikan seks untuk anak usia
dini itu seperti apa. Ibu RY belum menerapkan pendidikan seks kepada
anaknya karena menurut ia pendidikan seks merupakan hal yang tabu.
Menurut ibu ibu NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun)
mengatakan bahwa:
“Ya menjelaskannya pelan-pelan, pakai bahasa yang dingerti anak.”
(wawancara pada tanggal 23 Januari 2022)
Selanjutnya wawancara dengan ibu MY (35 tahun) orang tua dari
AH (6 tahun) berpendapat bahwa:
61
“Iya dijawab sesuai pertanyaannya, kalo gak bisa atau saya ga ngerti
cara ngomongnya saya bilang aja nanti kalo udah gede baru tahu
sendiri.” (wawancara tanggal 31 Januari 2022)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas maka dapat
disimpulkan bahwa upaya orang tua dalam menjawab pertanyaan anak yang
berkaitan dengan seks kebanyakan dari mereka menjawabnya menggunakan
bahasa yang mudah dipahami anak-anak sesuai usia mereka, menjawabnya
secara perlahan-lahan, namun ada juga orang tua yang diam saja karena
tidak tahu cara menjelaskan ke anak atau mengalihkan perhatian anak
dengan mengatakan bahwa mereka akan tahu sendiri saat dewasa nanti.
Berdasarkan temuan wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa hal
ini sejalan dengan keyakinan el-Qudsy (2012) bahwa salah satu cara untuk
memberikan pendidikan seks yang memadai kepada anak adalah dengan
memberikan pemahaman yang relevan dengan usia dan kebutuhan anak.
Terkait bahasan ini, bahwa upaya orang tua dalam meyampaikan
pendidikan seks anak usia dini adalah dengan menanamkan pendidikan
moral agama, mengenalkan jenis kelamin, dilakukan secara bertahap dan
konsisten, memberikan pengertian yang disesuaikan dengan pertumbuhan
dan perkembangan anak. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus
dilakukan orang tua adalah memahami tujuan pendidikan seks terlebih
dahulu agar dapat diterapkan secara efektif kepada anak di masa depan.
Hal ini sesuai dengan hipotesis (Gunarsah: 2001), yang menyatakan
bahwa pendidikan seks diberikan dengan harapan dapat meminimalisir
ketegangan yang terjadi akibat pendidikan seks yang dianggap tabu, tidak
jelas, bahkan menjijikan, serta mengurangi sikap berlebihan pada anak. rasa
ingin tahu tentang perilaku seksual (Mahluzatin, 2016: 23).
62
3. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua mengenai pendidikan
seks anak usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV
Kabupaten Batanghari
Orang tua memiliki tanggung jawab dan peran yang signifikan
dalam pendidikan anak-anak mereka karena mereka adalah guru pertama
dan utama bagi anak-anak mereka. Pendidikan bagi anak tidak dapat
dipisahkan dari berbagai elemen yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalannya. Persepsi dipengaruhi oleh beberapa ciri, antara lain faktor
internal dan lingkungan.
Menurut observasi penelitian yang dilakukan dengan orang tua anak
kecil di desa Jangga Baru, latar belakang pendidikan, pengalaman pribadi,
dan lingkungan sosial adalah semua elemen yang mempengaruhi mereka.
Hal ini dikelompokkan dalam dua faktor yaitu, faktor internal (latar
belakang pendidikan, pengalaman pribadi) dan faktor eksternal
(lingkungan).
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang. Faktor internal dalam persepsi diri mengacu pada hal-hal
seperti psikologi, pendidikan, organ sensorik, saraf atau sistem saraf
pusat, kepribadian, dan penerimaan diri dan pengalaman kondisi.
Ketika ditanya dari mana mereka memperoleh informasi tentang
pendidikan seks anak usia dini, orang tua memberikan berbagai
tanggapan.
Ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun) juga mengatakan
bahwa:
“Kalau saya tau karena di TK ada pelajarannya tentang anggota
tubuh jadi saya juga terapkan ke anak.” (wawancara peneliti
pada tanggal 23 Januari 2022)
Menurut Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4 tahun)
mengatakan bahwa:
63
“Kalo mbak taunya berdasarkan pengalaman mbak sendiri,
waktu mbak kecil kan orang tua ngajarin kalo anak perempuan
pakai pakaian yang sopan, tingkah laku nya juga harus di jaga,
boleh main sama anak laki-laki tapi harus ada teman
perempuannya juga jangan perempuan sendirian. (wawancara
peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)
Ibu NR (33 tahun) orang tua dari MAJ (5 tahun) sependapat
dengan ibu MH ia mengatakan bahwa:
“Kalau saya tahunya karena orang tua ngajarin juga dulu terus
di dalam agama Islam kan juga diajarin tentang batasan antara
laki-laki dan perempuan.” (wawancara peneliti pada tanggal 23
Januari 2022)
Hasil wawancara dengan ibu MY (35 tahun) ia mengatakan
bahwa:
“Saya enggak tahu kalo pendidikan seks itu ada yang untuk
anak, soalnya sayabelum pernah belajar waktu di sekolah.”
(wawancara peneliti tanggal 31 Januari 2022)
Sedangkan hasil wwancara dengan ibu RY (33 tahun) orang tua
dari AN (6 tahun) berpendapat bahwa:
“Saya belum tahu, baru denger ini malahan.” (wawancara
peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)
Ketika peneliti mewawancari orang tua tentang kendala yang di
alami dalam mengajarkan pendidikan seks kepada anak usia dini, orang
tua memiliki jawaban yang berbeda-beda.
Hasil wawancara dengan ibu RY (33 tahun) orang tua dari AN
(6 tahun) mengatakan bahwa ia tidak memiliki kendala karena ia tidak
mengajarkan pendidikan seks kepada anaknya:
“Enggak ada.” (wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari
2022)
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu NR (33 tahun) orang
tua dari MAJ (5 tahun) sependapat dengan ibu MH ia mengatakan
bahwa:
64
“Anak kadang mudah dan kadang susah juga kalo dikasih tahu,
harus sering diingatin terus. Kalo saya kurang egitu tahu
pendidikan seks sekarang yang bagus itu kayak mana tapi saya
ngajarinnya sesuai dengan yang ada di agama Islam.”
(wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari 2022)
Hasil wawancara dengan ibu MY (35 tahun) ia mengatakan
bahwa:
“Kendala nya saya sendiri belum paham pendidikan seks untu
anak itu kayak gimana, jadi saya nggak tahu gimana
ngomongnya ke anak kan belum ngerti.” (wawancara peneliti
tanggal 31 Januari 2022)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
orang tua balita di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV
Kabupaten Batanghari, cara pandang orang tua tentang pendidikan seks
anak usia dini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman
orang tua.
Pendidikan menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi
akhlak manusia, faktor pendidikan ini memang mampu memberikan
perubahan akhlak pada anak, biasanya akhlak yang diajarkabn dalam
dunia pendidikan adalah akhlak yang baik. Setiap sekolah di Indonesia
pun saat ini juga sudah mengajarkan pendidikan akhlak kepada setiap
siswanya (Senja, 2020: 129).
Salah satu faktor yang juga mempengaruhi akhlak yaitu
kebiasaan atau pengalaman, faktor ini meliputi suatu kegiatan atau hal
yang disukai oleh anak dan cenderung dilakukan secara berulang,
misalnya anak menyukai memakai pakaian yang sopan. Maka, hingga
dewasa nanti mereka akan cenderung menyukai memakai pakaian yang
sopan-sopan, begitu juga sebaliknya (Senja, 2020: 128).
65
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar kendali
seseorang. Faktor eksternal dalam persepsi meliputi keadaan atau orang
yang dipersespsikan, intensitas rangsangan, maupun lingkungan sekitar
yang berkaitan dengan hubungan sosial atau kondisi tempat tinggal.
Peneliti mewawancari orang tua tentang kendala yang di alami
dalam mengajarkan pendidikan seks kepada anak usia dini, mereka
memiliki jawaban yang berbeda-beda.
Menurut ibu SZ (42 tahun) orang tua dari DN (6 tahun) juga
mengatakan bahwa:
“Kalo saya ada sedikit, paling anaknyaharus diingetin terus-
terusan ya namanya juga anak kecil biasa lah kalo kayak gitu.
Terus juga teman-temannya kadang ada anak yang suka
megangin burungnya.” (wawancara peneliti pada tanggal 23
Januari 2022)
Sedangkan menurut Ibu MH (36 tahun) orang tua dari AUN (4
tahun) mengatakan bahwa:
“Anaknya susah kalau dikasih tahu, ndableg. Sebenernya mbak
nih takut sama si ** soalnya dia kan orangnya kayak gitu mauan
juga orangnya.” (wawancara peneliti pada tanggal 23 Januari
2022)
Lingkungan merupakan keadaan tempat tinggal seseorang yang
berpengaruh cukup kuat dalam menentukan keberhasilan suatu
pendidikan. Berdasarkan hasil observasi peneliti orang tua beranggapan
bahwa lingkungan mempengaruhi dalam hal pendidikan seks itu
sendiri, karena dengan siapa kita bergaul dapat memiliki pengaruh baik
ataupun buruk dalam diri seseorang.
Menurut wawancara dengan peneliti di atas, lingkungan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan pendidikan seks yang
dididik orang tua kepada anaknya. Sebaik apapun pendidikan seorang
anak, jika lingkungan sosialnya buruk, anak dapat terpengaruh secara
66
negatif, dan sebaliknya jika anak dalam suasana yang baik, anak dapat
terpengaruh secara positif.
Faktor internal, seperti pendidikan dan pengalaman orang tua,
mempengaruhi kesan orang tua tentang pendidikan seks, menurut hasil
observasi peneliti. Lingkungan hidup merupakan aspek interior. Hal ini
sejalan dengan tesis Walgito (1995) yang menyatakan bahwa persepsi
dipengaruhi oleh dua variabel yaitu kekuatan internal dan eksternal.
1) Faktor Internal
Kebutuhan psikologis, latar belakang pendidikan, organ indera,
susunan saraf atau pusat, kepribadian, dan pengalaman
penerimaan diri, serta keadaan tertentu pada waktu tertentu,
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.
2) Faktor Eksternal
Komponen ini digunakan untuk menentukan ada tidaknya suatu
stimulus berdasarkan intensitas stimulus, lingkungan, dan
kekuatan stimulus (Thahir, 2014: 26).
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan lapangan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Persepsi orang tua mengenai pendididikan seks anak usia dini di Desa
Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari bahwa orang
tua memiliki persepsi yang berbeda-beda, ada yang menganggapnya hal
yang positif dan ada yang menganggapnya hal yang negatif. Orang tua
yang menganggap positif tentang pendidikan seks ini mereka memahami
pendidikan seks untuk anak usia dini itu seperti apa dan mereka memahami
pentingnya pendidikan seks di masa sekarang ini. Ada pula orang tua yang
baru tahu mengenai ada nya pendidikan seks anak usia dini. Dan ada orang
tua yang menganggap pendidikan seks ini negatif atau tidak perlu
diajarkan kepada anak karena merupakan hal yang tabu atau saru
dibicarakan kepada anak kecil karena orang tua menganggap yang
dimaksud pendidikan seks adalah tentang hubungan antar jenis kelamin.
2. Upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks anak usia dini di
Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari adalah
dengan menyampaikannya dengan bahasa yang dapat dimengerti anak
atau sesuai dengan usia anak, mengenalkan anak bahwa ada anggota tubuh
mereka yang harus di jaga dengan baik, mengajarkan anak menggunakan
pakaian yang sopan, mengajarkan batasan-batasan dalam bergaul antara
laki-laki dan perempuan dan tidak berbicara kotor.
3. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua mengenai pendidikan seks
anak usia dini di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari ada beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal nya meliputi latar belakang pendidikan orang tua dan
68
pengalaman pribadi orang tua itu sendiri, sedangkan faktor eksternalnya
adalah lingkungan sosial tempat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis dan pembahasan yang bersifat
teori maupun hasil penelitian, maka penulis ingin memberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Orang tua harus mengenali karakter anaknya dengan baik sehingga dalam
memberikan pendidikan seks kepada anak, orang tua mengajarkan sesuai
dengan karakter anak dan tingkat pemahaman anak berdasarkan umur,
karena pendidikan seks ini akan menjadi bekal untuk anak dalam menjaga
diri dari perbuatan yang menyimpang dan merugikan dirinya sendiri.
2. Kepada pemerintah desa untuk dapat memberikan sosialisasi kepada orang
tua agar mereka dapat mengetahui informasi tentang mengajarkan
pendidikan seks kepada anak dan memahami betapa pentingnya
pendidikan seks untuk diajarkan kepada anak sejak usia dini.
69
DAFTAR PUSTAKA
Alizamar, & Couto, N. (2016). Persepsi & Desain Infromasi. Yogyakarta: Media
Akademi.
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metode Penelitian Kualiatif. Jawa Barat: CV
Jejak.
Arifin, H., Fuady, I., & Kuswarno, E. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Persepsi Mahasiswa Untirta Terhadap Keberadaan Perda Syariah Di Kota
Serang. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 21(1), 123770.
Asri, W. (2019). Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini Di
Desa Suak Putat Kabupaten Muaro Jambi’’. Skripsi. UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
Asrori. (2020). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner. Jawa Tengah:
CV. Pena Persada.
Bangsawan, Indra., Ridwan., & Oktarina, Y. (2021). Tanggung Jawab Orang Tua
Terhadap Anak Usia Dini dalam Tunjuk Ajar Melayu Karya Tenas Efendy.
Journal of Islamic Early Childhood Education, 4(2), 235-244. doi:
http://dx.doi.org/10.24014/kjiece.v4i2.13284
Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung: CV Penerbit
(J-Art)
el-Qudsy, H. (2012). Ketika Anak Bertanya tentang Seks. Solo: Tinta Medina.
Fadlillah, Ridwan, dkk. (2021). Pedoman Penulisan Skripsi . Jambi: Anugerah
Pratama Press
Guspa, A., & Rahmi, T. (2014). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Financial
Reward dengan Komitmen Kerja pada Atlet. Jurnal RAP UNP, 5(1), 1–11.
Hakiki, M. K. (2015). Hadits-Hadits Tentang Pendidikan Seks. Jurnal Al-Dzikra, 9
(1), 46-56.
Harianti, R., & Rika, M. (2019). Pendidikan Seks Usia Dini. Yogyakarta: Trans
medika.
Hety, D. S. (2017). Pengetahuan Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Dini Pada
Anak Usia Pra Sekolh (3-6 Tahun) di TK Tunas Jayabangsal Mojokerto.
Jurnal Hospital Majapahit, 9(2), 1–12.
Istiana, Y. (2014). Konsep-Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Didaktika,
20(2), 1–9.
70
Kurnia, N., & Tjandra, E. (2012). Bunda, Seks itu Apa Sih? Cara Cerdas dan Bijak
Menjelaskan SEKS pada Anak. Jakarta: PT Gramedia.
Mahluzatin, Erwinda (2016). Persepsi Orang Tua Tentang Pendidikan Seks Anak
Usia Dini. Skripsi. UIN Sunan Ampel Surabaya.
Moleong, L. J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosadakarya.
Nadar, W. (2017). Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Untuk Anak
Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1, 77–90.
Priyanto, A. (2014). Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui
Aktivitas Bermain. Jurnal Ilmiah Guru Caraka Olah Pikir Edukatif, 0(2).
Raco, J. . (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Ratnasari, R. F., & Alias, M. (2016). Pentingnya Pendidikan Seks Untuk Anak Usia
Dini. JurnalTarbawi Khatulistiwa, 2(2), 55–59.
Ridwan, & Astuti, Susi Dwi. (2021). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Anak Usia
Dini. Jambi: Anugerah Pratama Press.
Ridwan, & Bangsawan, Indra. (2021). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jambi: Anugerah Pratama Press.
______, & _____________. (2021). Konsep Metodologi Penelitian Bagi Pemula.
Jambi: Anugerah Pratama Press.
______, & _____________. (2021). Pendidikan Anak Berkebuthan Khusus. Jambi:
Anugerah Pratama Press.
______, & _____________. (2021). Seni Bercerita, Bermain dan Bernyanyi.
Jambi: Anugerah Pratama Press.
Ridwan, & Mardhatillah, F. (2021). Seni Rupa Anak Usia Dini. Jambi: Anugerah
Pratama Press.
Roesli, M., Syafi, A., & Amalia, A. (2018). Kajian Islam Tentang Partisipasi Orang
Tua Dalam Pendidikan Anak. Jurnal Darussalam; Jurnal Pendidikan,
Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam, IX(2), 2549–4171.
Ruli, E. (2020). Tugas dan peran orang tua dalam mendidk anak. Jurnal Edukasi
Nonformal, 1(2), 143–146.
Saleh, A. A. (2018). Pengantar Psikologi. Makassar: Aksara Timur.
71
Senja, A. (2020). The Important Of Sex Education For Kids. Yogyakarta: Briliant.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Thahir, A. (2014). Psikologi Belajar: Buku Pengantar dalam Memahami Psikologi
Belajar. LP2M: UIN Raden Intan Lampung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Wahib A. (2015). Konsep Orang Tua Dalam Membangun Kepribadian Anak.
Jurnal Paradigma, 2(1).
Winata, W., Khaerunnisa, & Farihen. (2017). Perkembangan Seksual Anak Usia
Dua Tahun ( Studi KUalitatif Perkembangan Seksual Pada Zakia ). Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini Usia Dini, 11(2), 342–357.
Yafie, E. (2017). Peran Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak
Usia Dini. Jurnal CARE (Children Advisor Research and Education), 4, 19.
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)
A. Instrumen penelitian
Dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi instrumen
penelitian adalah manusia atau peneliti itu sendiri. Namun setelah fokus
penelitian sudah ditentuan dengan jelas maka dapat dikembangkan melalui
beberapa instrumen penelitian yang dapat membantu melengkapi data yang
telah ditemukan melalui wawancara dan observasi.
1. Pedoman Observasi atau Pengamatan
Pedoman observasi merupakan pedoman penelitian yang digunakan
untuk mengamati tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan topik
penelitian. Berikut adalah pedoman observasi peneliti yang digunakan
untuk observasi di lapangan:
Tabel 1 Pedoman Observasi
Persepsi Orang Tua
Mengenai
Pendidikan Seks
Anak Usia Dini
Kegiatan
Mengamati situasi dan kondisi secara langsung ke
Desa Jangga Baru.
Mengamati secara langsung ke lingkungan
masyarakat
Mengamati secara langsung ke orang tua di RT
06/01 Desa Jangga Baru.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi
dari informan dan responden penelitian. Informan dalam penelitian ini
adalah orang tua anak di Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV
Kabupaten Batang Hari. Responden dalam penelitian ini adalah kepala desa,
kertua RT dan orang tua anak usia 4 – 6 tahun di RT 06 Desa Jangga Baru
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batang Hari. Pedoman wawancara
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Kisi-kisi pedoman wawancara
Aspek yang dikaji Indikator Sumber data
Upaya orang tua
dalam
menyampaikan
pendidikan seks
kepada anak
1. Pemberian pemahaman
tentang seks terhadap
anak.
2. Penyesuaian penjelasan
dengan tingkat
pemahaman anak.
3. Pembatasan dalam
menjawab pertanyaan
tentang seks kepada
anak.
Orang tua yang
memiliki anak usia
4 - 6 tahun
Persepsi orang tua
mengenai
pendidikan seks
anak usia dini
1. Pengertian pendidikan
seks
2. Persepsi orang tua
mengenai pendidikan
seks
Faktor yang
mempengaruhi
persepsi orang tua
1. Faktor internal
a. Kebutuhan psikologis
b. Latar belakang
pendidikan
c. Alat indera, syaraf
atau pusat susunan
syaraf
d. Kepribadian
e. Pengalaman
2. Faktor eksternal
a. Keadaan
b. Intensitas rangsangan
c. Lingkungan
d. Kekuatan rangsangan
a) Pertanyaan wawancara dengan kepala desa:
1) Bagaimana pendidikan seks anak usia dini di Desa Jangga Baru?
2) Apakah pernah terjadi kasus penyimpangan seksual anak usia dini di Desa
Jangga Baru?
3) Apa pemerintah di Desa Jangga Baru pernah melakukan kegiatan sosialisasi
tentang pendidikan seks anak usia dini?
b) Pertanyaan wawancara dengan ketua RT:
1) Bagaimana pendidikan seks anak usia dini di lingkungan RT 06?
2) Apakah pernah terjadi kasus penyimpangan seksual anak usia dini di
lingkungan RT 06?
c) Pertanyaan wawancara dengan orang tua:
1) Upaya orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks kepada anak
a. Adakah pendidikan seks di keluarga bapak/ibu?
b. Bagaimana pendidikan seks yang bapak/ibu ajarkan kepada anak?
c. Mengapa bapak/ibu mengajarkan pendidikan seks untuk anak usia dini?
d. Saat anak bertanya seputar seks, bagaimana bapak/ibu menjawabnya?
2) Persepsi orang tua mengenai pendidikan seks anak usia dini
a. Apa pekerjaan bapak/ibu?
b. Apa pendidikan terakhir bapak/ibu?
c. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang pendidikan seks untuk anak usia
dini?
d. Apakah Bapak/Ibu menganggap bahwa pendidikan seks itu merupakan
hal yang tabu untuk dibicarakan?
3) Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua mengenai pendidikan seks
anak usia dini
a. Bagaimana tanggapan bapak/ibu tentang adanya pendidikan seks anak
usia dini ini?
b. Darimana bapak/ibu mengetahui informasi tentang pendidikan seks
untuk anak usia dini?
c. Apakah ada kendala yang bapak/ibu alami dalam mengajarkan
pendidikan seks kepada anak usia dini?
d. Menurut bapak/ibu kapan waktu yang tepat untuk mengajarkan
pendidikan seks kepada anak usia dini?
3. Pedoman Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini didapat dari hasil dokumen
peneliti dan dokumen Desa Jangga Baru yang dapat berupa dokumentasi
tertulis. Berikut adalah pedoman peneliti yang digunakan untuk
dokumentasi di lapangan:
Tabel 3 Pedoman Dokumentasi
Aspek yang dicari Indikator
Dokumentasi
Tertulis
a. Sejarah Desa Jangga Baru Kecamatan
Batin XXIV Kabupaten Batanghari.
b. Kondisi Geografis Desa Jangga Baru
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari.
c. Keadaan Perekonomian dan Sosial Budaya
Desa Jangga Baru Kecamatan Batin XXIV
Kabupaten Batanghari.
d. Sarana dan Prasarana Desa Jangga Baru
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari.
e. Pemerintahan Umum Desa Jangga Baru
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten
Batanghari.
4. Daftar Responden
No Nama Keterangan
1. Muhamad Kepala Desa Jangga Baru
2. Mujiono Ketua RT 06
3. Siti Zairoh Orang tua Durottun Nafisah
4. Mugi Harti Orang tua Azrina Ulfiatun Nisa
5. Rina Yulastri Orang tua Akifah Naila
6. Nur Ro’iyah Orang tua Anam Jahuari
7. Mega Yanti Orang tua Azizah Humairoh
LEMBAR WAWANCARA KEPALA DESA
No Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana pendidikan seks
anak usia dini di Desa Jangga
Baru?
Ada himbauan supaya anak tidak terjebak
di dunia kegelapan, begitu orang tua yang
punya pemikiran sehat. Kadang orang tua
tidak peduli sama anaknya. Anak keluar
tidak dikawal, yang bagus anak tetap
dikawal demi keselamatannya.
2. Apakah pernah terjadi kasus
penyimpangan seksual anak
usia dini di Desa Jangga
Baru?
Kalo dibilang pernah iya ada, tapi kalo
kasus untuk anak usia dini tidak banyak
terjadi hanya sekali. Tetapi saya tidak mau
menceritakannya. Tapi dijadikan
pelajaran lah buat para orang tua.
3. Apa pemerintah di Desa
Jangga Baru pernah
melakukan kegiatan
sosialisasi tentang pendidikan
seks anak usia dini?
Kadang-kadang ada pelatihan dari
BKKBN penyuluhan terkait dengan seks
tapi untuk anak-anak usia remaja.
LEMBAR WAWANCARA KETUA RT 06
No Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana pendidikan seks
anak usia dini di lingkungan
RT 06?
Kelihatannya anak-anak disini sudah pada
ngerti gimana cara berteman dengan
lawan jenisnya, juga mereka sekolah
madrasah sama ngaji pasti diajarin sama
gurunya gimana bergaul yang baik.
2. Apakah pernah terjadi kasus
penyimpangan seksual anak
usia dini di lingkungan RT
06?
Dulu pernah ada tapi tidak banyak yang
mengetahui karena hanya orang-orang
yang dekat saja yang tau. Ini juga untuk
menjaga mental anaknya karena masih
kecil belum tau apa-apa, untungnya nggak
terlalu parah seperti yang di TV. Tapi
sekarang korban bersama keluargnya
sudah pindah tidak disini lagi dan
masalahnya sudah diselesaikan secara
kekeluargaan.
LEMBAR WAWANCARA ORANG TUA
A. DATA RESPONDEN
1. Nama : Siti Zairoh
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 42 Tahun
4. Orang Tua dari : Durrotun Nafisah (6 tahun)
B. DAFTAR PERTANYAAN
No Pertanyaan Jawaban
1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Pekerjaan saya guru TK dan guru
DTA.
2. Apa pendidikan terakhir
bapak/ibu?
Pendidikan terakhir saya S1 PAUD di
UT.
3. Apa yang bapak/ibu ketahui
tentang pendidikan seks untuk
anak usia dini?
Anak dikasih pengertian tentang apa
saja bagian tubuh yang boleh dan
tidak boleh disentuh orang lain.
4. Apakah Bapak/Ibu menganggap
bahwa pendidikan seks itu
merupakan hal yang tabu untuk
dibicarakan?
Tidak. Dari kecil kita harus
mengajarkan mana bagian tubuh
yang boleh disentuh atau tidak boleh
disentuh orang lain, kalo terjadi
sesuatu nanti bisa merusak mental
dan masa depan anak.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu
tentang adanya pendidikan seks
anak usia dini ini?
Bagus diajarin ke anak, diajarin mulai
dari pengenalannya dulu seperti
bahwa ada anggota tubuh mana yang
harus dijaga.
6. Darimana bapak/ibu mengetahui
informasi tentang pendidikan
seks untuk anak usia dini?
Kalo saya tau karena di TK ada
pelajarannya tentang anggota tubuh
jadi saya juga terapin ke anak.
7. Apakah ada kendala yang
bapak/ibu alami dalam
Kalo saya ada sedikit, paling anaknya
harus diingetin terus-terusan ya
mengajarkan pendidikan seks
kepada anak usia dini?
namanya juga anak kecil biasa lah
kalo kayak gitu. Terus juga teman-
temannya kadang ada anak yang suka
megangin burungnya.
8. Menurut bapak/ibu kapan waktu
yang tepat untuk mengajarkan
pendidikan seks kepada anak
usia dini?
Dari anak usia TK sudah bisa
diajarkan.
9. Adakah pendidikan seks di
keluarga bapak/ibu?
Iya, ada.
10. Mengapa bapak/ibu
mengajarkan pendidikan seks
untuk anak usia dini?
Karena pendidikan seks itu penting
supaya anak tidak terjerumus ke hal-
hal yang mengarah ke seksual itu.
Apalagi saya lihat berita-berita di TV
sekarang jadi ngeri.
11. Bagaimana pendidikan seks
yang bapak/ibu ajarkan kepada
anak?
Saya mengajarkan ke anak saya
untuk bisa menjaga batasan antara
anak laki-laki dan anak perempuan
bukan hanya kepada teman-temannya
saja tapi ke orang yang lebih tua juga
dibatasi. Karena kan dari berita-berita
di TV orang yang lebih tua malah jadi
pelakunya, yg namanya kalo udah
nafsu kan gak bisa di cegah.
12 Saat anak bertanya seputar seks,
bagaimana bapak/ibu
menjawabnya?
Kalo anak nanya saya jawab sebisa
saya aja, pake bahasa yang bisa
dimengerti anak juga ya bahasa anak-
anak lah.
LEMBAR WAWANCARA
A. DATA RESPONDEN
1. Nama : Mugi Harti
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 36 Tahun
4. Orang Tua dari : Azrina Ulfiatun Nisa (4 Tahun)
B. DAFTAR PERTANYAAN
No Pertanyaan Jawaban
1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Pekerjaan mbak ibu rumah tangga
(IRT) tapi saya juga jualan gorengan
di rumah.
2. Apa pendidikan terakhir
bapak/ibu?
Lulusan Madrasah Aliyah.
3. Apa yang bapak/ibu ketahui
tentang pendidikan seks untuk
anak usia dini?
Mbak belum ngerti pendidikan seks
anak usia dini itu apa. Tapi kalo
tentang seks untuk anak usia dini itu
pastinya bukan yang berhubungan
badan seperti orang dewasa, mungkin
tentang mengajarkan anak mengenal
jenis kelaminnya, terus sebagai
perempuan itu harus berpakaian
seperti apa.
4. Apakah Bapak/Ibu menganggap
bahwa pendidikan seks itu
merupakan hal yang tabu untuk
dibicarakan?
Dulu memang seperti tabu untuk
dibicarakan tapi sekarang ini kan
banyak kasus-kasus pelecehan
seksual yang mbak lihat di TV jadi
harus dibicarakan.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu
tentang adanya pendidikan seks
anak usia dini ini?
Kalo menurut mbak sih bagus
diajarkan ke anak.
6. Darimana bapak/ibu mengetahui
informasi tentang pendidikan
seks untuk anak usia dini?
Kalo mbak taunya berdasarkan
pengalaman mbak sendiri, waktu
mbak kecil kan orang tua ngajarin
kalo anak perempuan pakai pakaian
yang sopan, tingkah laku nya juga
harus di jaga, boleh main sama anak
laki-laki tapi harus ada teman
perempuannya juga jangan
perempuan sendirian.
7. Apakah ada kendala yang
bapak/ibu alami dalam
mengajarkan pendidikan seks
kepada anak usia dini?
Anaknya susah kalo di omongin,
ndableg. Sebenernya mbak nih takut
sama si ** soalnya dia kan orangnya
kayak gitu mauan juga orangnya.
8. Menurut bapak/ibu kapan waktu
yang tepat untuk mengajarkan
pendidikan seks kepada anak
usia dini?
Dari anak usia 5 tahun.
9. Adakah pendidikan seks di
keluarga bapak/ibu?
Iya ada.
10. Mengapa bapak/ibu
mengajarkan pendidikan seks
untuk anak usia dini?
Karena bagus jadi anak udah tahu,
nanti kalo udah gede bisa jaga diri.
11. Bagaimana pendidikan seks
yang bapak/ibu ajarkan kepada
anak?
Mengenalkan anggota tubuh yang
boleh dan tidak boleh kelihatan orang
lain, mengajarkan anak rasa malu,
mengajarkan anak pakai pakaian
sesuai jenis kelaminnya .
12 Saat anak bertanya seputar seks,
bagaimana bapak/ibu
menjawabnya?
Kalo anak nanya ya saya jawab sesuai
pertanyaannya, kalo gak bisa ya saya
diem aja.
LEMBAR WAWANCARA
A. DATA RESPONDEN
1. Nama : Rina Yulastri
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 33 Tahun
4. Orang Tua dari : Akifah Naila (6 Tahun)
B. DAFTAR PERTANYAAN
No Pertanyaan Jawaban
1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Saya ibu rumah tangga (IRT) tapi
saya dirumah jualan sayur buat
nambah-nanbah kebutuhan juga.
2. Apa pendidikan terakhir
bapak/ibu?
Saya tamatan SMA.
3. Apa yang bapak/ibu ketahui
tentang pendidikan seks untuk
anak usia dini?
Pendidikan seks untuk anak itu tidak
ada, karena di sekolah aja nggak ada
pelajarannya, saru itu mah.
4. Apakah Bapak/Ibu menganggap
bahwa pendidikan seks itu
merupakan hal yang tabu untuk
dibicarakan?
Iya lah tabu, saru anak diajarin kayak
gitu mah.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu
tentang adanya pendidikan seks
anak usia dini ini?
Saru, belum pantes anak kecil
diajarin. Nanti kalo udah gede ngerti
sendiri lah.
6. Darimana bapak/ibu mengetahui
informasi tentang pendidikan
seks untuk anak usia dini?
Saya belum tahu, baru denger ini
malahan.
7. Apakah ada kendala yang
bapak/ibu alami dalam
mengajarkan pendidikan seks
kepada anak usia dini?
Enggak ada.
8. Menurut bapak/ibu kapan waktu
yang tepat untuk mengajarkan
pendidikan seks kepada anak
usia dini?
Nanti kalo anak udah gede pasti tahu
sendiri.
9. Adakah pendidikan seks di
keluarga bapak/ibu?
Enggak ada.
10. Mengapa bapak/ibu
mengajarkan pendidikan seks
untuk anak usia dini?
Belum ada ngajarin.
11. Bagaimana pendidikan seks
yang bapak/ibu ajarkan kepada
anak?
Enggak ada saya ajarkan ke anak
karena saya gak tahu.
12 Saat anak bertanya seputar seks,
bagaimana bapak/ibu
menjawabnya?
Belum tahu.
LEMBAR WAWANCARA
A. DATA RESPONDEN
1. Nama : Nur Roi’yah
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 33 Tahun
4. Orang Tua dari : Anam Jauhari (5 Tahun)
B. DAFTAR PERTANYAAN
No Pertanyaan Jawaban
1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Saya ibu rumah tangga (IRT) sama
ngajar ngaji kalo malam.
2. Apa pendidikan terakhir
bapak/ibu?
Saya tamatan Aliyah di pondok.
3. Apa yang bapak/ibu ketahui
tentang pendidikan seks untuk
anak usia dini?
Supaya mereka tahu bagian tubuh
mana yang boleh dan tidak boleh
disentuh orang lain.
4. Apakah Bapak/Ibu menganggap
bahwa pendidikan seks itu
merupakan hal yang tabu untuk
dibicarakan?
Tidak. Kita memang harus
memberikan pengarahan kepada
anak.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu
tentang adanya pendidikan seks
anak usia dini ini?
Bagus. Supaya mereka lebih
mengenal bagian tubuh yang sensitif
sehingga dijaga dengan baik.
6. Darimana bapak/ibu mengetahui
informasi tentang pendidikan
seks untuk anak usia dini?
Kalo saya tahunya karena orang tua
ngajarin juga dulu terus di dalam
agama Islam kan juga diajarin tentang
batasan antara laki-laki dan
perempuan.
7. Apakah ada kendala yang
bapak/ibu alami dalam
Anak kadang mudah dan kadang
susah juga kalo dikasih tahu, harus
sering diingatin terus. Kalo saya
mengajarkan pendidikan seks
kepada anak usia dini?
kurang begitu tahu pendidikan seks
sekarang yang bagus itu kayak mana
tapi saya ngajarinnya sesuai dengan
yang ada di agama Islam.
8. Menurut bapak/ibu kapan waktu
yang tepat untuk mengajarkan
pendidikan seks kepada anak
usia dini?
Ketika anak berumur 5 tahun jadi kan
anak lebih bisa diarahkan di umur
segitu.
9. Adakah pendidikan seks di
keluarga bapak/ibu?
Iya ada.
10. Mengapa bapak/ibu
mengajarkan pendidikan seks
untuk anak usia dini?
Karena bagus kalo anak diajarkan
sejak dini, jadi kalo anak udah
dewasa nanti bisa ngerti cara bergaul
dengan lawan jenisnya seperti apa
dan bisa jaga diri lah pokoknya biar
jauh-jauh dari hal yang kayak gitu.
11. Bagaimana pendidikan seks
yang bapak/ibu ajarkan kepada
anak?
Kita selalu memberikan pengarah
kepada anak tentang anggota tubuh
mereka bahwa ada yang perlu di jaga
agar tidak dilihat orang lain, kalo pup
di tempat yang tertutup, kalo keluar
rumah pakai baju yang sopan, bicara
yang sopan tidak boleh mencarut.
12 Saat anak bertanya seputar seks,
bagaimana bapak/ibu
menjawabnya?
Ya menjelaskannya pelan-pelan,
pakai bahasa yang dingerti anak.
LEMBAR WAWANCARA
A. DATA RESPONDEN
1. Nama : Mega Yanti
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 35 Tahun
4. Orang Tua dari : Azizah Humairah (6 Tahun)
B. DAFTAR PERTANYAAN
No Pertanyaan Jawaban
1. Apa pekerjaan bapak/ibu? Kerja saya ibu rumah tangga (IRT), di
rumah jual sayur, kadang ikut suami
ke ladang.
2. Apa pendidikan terakhir
bapak/ibu?
Saya lulus SMP.
3. Apa yang bapak/ibu ketahui
tentang pendidikan seks untuk
anak usia dini?
Saya baru dengar kalo ada pendidikan
seks untu anak. Tapi kalo buat anak
pastinya bukan ke yang berhubungan
badan itu.
4. Apakah Bapak/Ibu menganggap
bahwa pendidikan seks itu
merupakan hal yang tabu untuk
dibicarakan?
Ya bisa dibilang tabu tapi disesuaikan
lah sama maksudnya itu untuk apa.
5. Bagaimana tanggapan bapak/ibu
tentang adanya pendidikan seks
anak usia dini ini?
Ooh, kalo yang ngajarin kayak
ngenalin jenis kelamin antara laki-
laki dan perempuan ya itu bagus biar
anak mengenal dirinya sendiri.
6. Darimana bapak/ibu mengetahui
informasi tentang pendidikan
seks untuk anak usia dini?
Saya enggak tahu kalo pendidikan
seks itu ada yang untuk anak, soalnya
saya belum pernah belajar waktu di
sekolah.
7. Apakah ada kendala yang
bapak/ibu alami dalam
mengajarkan pendidikan seks
kepada anak usia dini?
Kendala nya saya sendiri belum
paham pendidikan seks untuk anak
itu kayak gimana, jadi saya nggak
tahu gimana ngomongnya ke anak
kan belum ngerti.
8. Menurut bapak/ibu kapan waktu
yang tepat untuk mengajarkan
pendidikan seks kepada anak
usia dini?
Kalo yang tepatnya saya nggak tahu,
yang penting kalo anak diajarin
anaknya ngerti.
9. Adakah pendidikan seks di
keluarga bapak/ibu?
Kalo ngajarin mengenal dirinya jenis
kelaminnya apa iya ngajarin.
10. Mengapa bapak/ibu
mengajarkan pendidikan seks
untuk anak usia dini?
Kalo ngajarin mengenal dirinya
sebagai perempuan itu harus kayak
gimana, bajunya harus gimana itu
yang paling penting.
11. Bagaimana pendidikan seks
yang bapak/ibu ajarkan kepada
anak?
Kalo anak perempuan pakai bajunya
yang sopan kalo keluar rumah, jangan
mau diajak sama orang yang gak
dikenal, kebetulan anak saya pemalu
orangnya jadi paling main sama anak-
anak sini ya banyak perempuannya
juga.
12 Saat anak bertanya seputar seks,
bagaimana bapak/ibu
menjawabnya?
Iya dijawab sesuai pertanyaannya,
kalo gak bisa atau saya ga ngerti cara
ngomongnya saya bilang aja nanti
kalo udah gede baru tahu sendiri.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)
Nama : Elbi Ardiyah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir: Batanghari, 14 November 2000
Alamat : Jln. Rambutan RT. 06/01
Desa Jangga Baru Kec. Batin XXIV
Kab. Batanghari
Pekerjaan : Mahasiswi
Email : [email protected]
No. Kontak : 082282027718
Pengalaman-Pengalaman Pendidikan Formal :
1. SD Negeri 138/1 Jangga Baru : Lulus Tahun 2012
2. MTs Negeri Batin XXIV : Lulus Tahun 2015
3. SMA Negeri 9 Batanghari : Lulus Tahun 2018
Pendidikan Non Formal: (Pelatihan, kursus, dll)
1. The Eagle English Course : Tahun 2019
Pengalaman Organisasi
1. Himpunan Mahasiswa Batanghari : Tahun 2019 – Sekarang
2. KOPMA UIN STS Jambi : Tahun 2019
3. HMI Komisariat Tarbiyah dan Keguruan : Tahun 2020 – Sekarang
4. Sanggar seni “Contemporary Art” : Tahun 2020 – Sekarang
Motto Hidup :
“Telur hari ini lebih baik daripada ayam esok hari.”