persalinan dengan porcef, vacum dan sc
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of persalinan dengan porcef, vacum dan sc
PENATALAKSANAAN KLIEN DENGAN PARTUS
TINDAKAN PEMBEDAHAN : EF, VE, SC
Tugas ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas
Di susun oleh :
Neni Rochmayati NPM 220110140202
Erlin Marlinda NPM 220110140203
Ida Rosida NPM 220110140204
Ana Ratnaningsih NPM 220110140205
Rochmah NPM 220110140206
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT ,karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penatalaksanaan
klien dengan partus tindakan pembedahan : EF, VE, SC”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas
Dalam penyusunan makalah ini penyusun mendapat banyak bantuan,bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi untuk masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bandung, Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ..................................................................................... …… 1
2. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Penatalaksanaan Klien Dengan Tindakan Pembedahan : Ekstraksi
Forcep, Vakum Ekstraksi, Sectio Cesarea............................................. 3
1. Ekstraksi Forcep .............................................................................. 3
2. Vakum Ekstraksi.............................................................................. 7
3. Sectio Cesarea ................................................................................. 13
B. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Partus tindakan Ekstraksi
Forcep, Vakum Ekstraksi, Sectio Cesarea............................................ 16
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian............................................................................................. 41
B. Analisa Data.......................................................................................... 45
C. Diagnosa Keperawatan.......................................................................... 46
D. Intervensi................................................................................................46
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................................... 53
B. Saran ........................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan maternal-perinatal adalah pemberian layanan kesehatan yang
berkualitas dan profesional yang mengidentifikasi, berfokus dan beradaptasi
dengan kebutuhan fisik dan psikososial ibu bersalin, keluarga dan bayi baru lahir.
Persalinan proses yang dilalui oleh ibu hamil pada akhir trimester kehamilan
dimana terjadi pengeluaran janin melalui jalan lahir sampai dengan bayi dan ibu
dapat melangsungkan kehidupannya secara terpisah dengan atau tanpa penyulit
persalinan. . Setiap wanita hamil menginginkan proses persalinan yang normal,
namun karena berbagai penyebab dan factor resiko yang membahayakan baik bagi
ibu dan bayinya
Dari sudut praktis, memimpin persalinan adalah suatu seni, walaupun
memerlukan ilmu obsteri yang harus diketahui penolong. Oleh karena itu dukun
beranak masih mempunyai peranan penting dan memerlukan pendidikan dan
latihan, terutama dinegara-negara berkembang.
Kadang-kadang persalinan menemui hambatan yang tak terelakkan. Sebagai
contoh, saat panggul ibu terlalu kecil untuk dilewati bayi, atau bayi terlalu besar,
dsb. Saat itu, dibutuhkan bantuan supaya persalinan bisa berlanjut dan bayi bisa
lahir dengan selamat. Yang paling sering digunakan adalah persalinan dengan
vakum, forsep, atau sesar.
Pertolongan persalinan dengan tindakan pembedahan merupakan tindakan
untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Resiko infeksi setelah persalinan merupakan
ancaman yang dapat membahayakan sehingga perawatan setelah operasi
memerlukan perhatian dan penanganan yang tepat untuk menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian.
Seorang perawat mempunyai tugas untuk mempersiapkan pasien sebelum
pelaksanaan persalinan tindakan, untuk mengurangi resiko komplikasi yang tidak
diharapkan, maka perawat harus mengetahui penatalaksanaan tindakan
pembedahan vakum ekstrasi, ekstraksi forcep dan section caesarea. Sehingga
mampu memberikan komunikasi, informasi, edukasi dan motivasi kepada ibu dan
keluarga. Selain itu dalam rencana persalinan tindakan pembedahan tersebut perlu
diperhatikan bahwasanya operasi tersebut tidak menambah beratnya penderitaan
atau cacat. Maka dari itu perlu persiapan yang matang sehingga dapat dicapai
optimalisasi ibu maupun bayinya. Persiapan sebelum tindakan pembedahan
meliputi persiapan mental dan fisik penderita. Dengan tindakan pembedahan
diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang penatalaksanaan klien
dengan partus tindakan pembedahan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan klien dengan partus
tindakan ekstraksi forsep
b. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan klien dengan partus
tindakan ekstraksi vakum
c. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan klien dengan partus
tindakan seksio saesaria
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Penatalaksanaan Klien Dengan Partus Tindakan pembedahan : EF, VE,
SC
1. Ekstraksi Forcep
a. Pengertian
Forsep adalah tindakan obstetric yang bertujuan untuk mempercepat
kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala)
dengan alat cunam. (Abdul Bari, 2000)
Ekstraksi Forcep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
dengan cunam yang dipasang dikepalanya. Cunam yang umum dipakai
adalah cunam Niagle, sedang pada kepala yang menyusul dipakai
cunam piper dengan lengkung panggul agak datar dan tangkai yang
panjang, melengkung keatas dan terbuka. (Bobak, 2004 :798)
b. Jenis-jenis persalinan Estraksi forcep
Bentuk persalinan forsep dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1) Forcep rendah (low forcep)
Forcep yang digunakan telah dipasang pada kepala janin yang
berada sekurang-kurangnya pada Hodge III.
2) Forcep tengah (midforcep)
Pemasangan forcep pada saat kepala janin sudah masuk dan
menancap di panggul pada posisi antara Hodge II dan Hodge III.
3) Forcep tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara Hodge I atau Hodge II,
artinya ukuran terbesar kepala belum melewati pintu atas panggul
dengan perkataan lain kepala masih dapat digoyang. Forsep tinggi
saat ini sudah diganti dengan Sectio Cesarea.
c. Syarat Ekstraksi Forcep
Keadaan yang menjadi syarat untuk memutuskan partus dengan
ekstraksi forcep adalah sebagai berikut :
1) Pembukaan harus lengkap
Jika pembukaan belum lengkap bibir servik dapat terjepit antara
kepala anak dan sendok sehingga servik juga bisa robek yang sangat
membahayakan karena dapat menimbulkan perdarahan hebat.
2) Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
Jika ketuban belum pecah maka selaput janin ikut tertarik oleh
forcep dan dapat menimbulkan tarikan pada plasenta yang dapat
terlepas karenanya ( solution plasenta).
3) Ukuran terbesar kepala harus sudah melewati pintu atas panggul
Kepala sekurang-kurangnya sampai di Hodge III untuk letak
belakang kepala. Supaya tidak tersesat oleh caput succedanum
dalam menentukan turunnya kepala maka toucher harus selalu di
control oleh palpasi.
4) Kepala harus dapat dipegang oleh forcep
Forsep tidak boleh dipasang pada kepala yang luar biasa ukuran atau
bentuknya, seperti : premature, hidrochepal.
5) Panggul tidak boleh terlalu sempit
d. Indikasi Ekstraksi Forcep
1) Indikasi ibu
a) Persalinan distosia
(1) Persalinan terlantar
(2) Ruptur uteri imminen
(3) Kala dua lama
b) Ekslampsi / pre ekslampsi
c) Profilaksis penyakit sistemik ibu
(1) Gestosis
(2) Hipertensi
(3) Penyakit jantung
(4) Penyakit paru-paru
d) Ibu keletihan
2) Indikasi Janin
a) Janin yang mengalami disstress
b) Presentasi yang belum pasti
c) Janin berhenti rotasi
d) Kelahiran kepala pada presentasi bokong
3) Indikasi waktu :
a) Indikasi pinard ( 2 jam mengedan tidak lahir)
b) Modifikasi remeltz
(1) Setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitoksin
(2) Tunggu 1 jam tidak lahir dilakukan ekstraksi forsep
e. Kontra Indikasi Ekstraksi Forcep
Beberapa kondisi yang menjadi kontra indikasi ekstraksi forcep
yaitu :
1) Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagi
sehingga kepala sulit dipegang oleh forcep.
2) Anencephalus
3) Adanya disproporsi cepalo pelvic
4) Kepala masih tinggi
5) Pembukaan belum lengkap
6) Pasien bekas operasi vesiko vegina fistel
7) Jika lingkaran kontraksi patologis bandel sudah setinggi pusat atau
lebih.
f. Persiapan Ekstraksi Forcep
1) Persiapan untuk ibu
a) Rambut kemaluan dicukur
b) Kandung kemih dikosongkan
c) Atur posisi lithotomi
d) Perineum dan sekitarnya di desinfeksi
e) Pasang doek steril
2) Persiapan penolong
a) Cuci tangan secara furbringer
b) Memakai baju steril
c) Memakai sareng tangan steril
3) Persiapan alat
a) Doek steril
b) Sarung tangan steril
c) Alat persalinan normal
d) Alat forcep
e) Alat untuk episiotomy dan menjahit
f) Kateter
g) Obat-obatan desinfektan dan uterotonika
4) Persiapan untuk bayi
a) Penghisap lendir dan alat resusitasi lainnya
b) Alat pemanas bayi
g. Komplikasi Ekstraksi Forcep
Beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada tindakan ekstraksi
forcep yaitu:
1) Komplikasi pada ibu
a) Perdarahan yang disebabkan oleh retensio plasenta , atonia uteri
serta jahitan robekan jalan lahir yang lepas.
b) Infeksi
c) Trauma jalan lahir seperti terjadinya fistula vesiko vaginal,
fistula recto vaginal , fistula utero vaginal, rupture uteri, rupture
serviks, dan robekan perineum
2) Komplikasi pada bayi
a) Trauma ekstraksi forcep dapat menyebabkan cacat karena
aplikasi forcep
b) Infeksi yang berkembang menjadi sepsis dapat menyebabkan
kematian serta encephalitis sampai meningitis.
c) Gangguan susunan syaraf pusat yang dapat menimbulkan
gangguan intelektual
d) Gangguan pendengaran dan keseimbangan
2. Ekstraksi Vakum
a. Pengertian
Ekstraksi Vakum adalah metode pelahiran dengan memasang
sebuah mangkuk ( Cup ) vakum di kepala janin dan tekanan negatif.
(Bobak,Ledwig,Jensen, 2005, hal 799).
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) di kepalanya. (Kapita selekta
Kedokteran : 331)
b. Syarat-syarat ekstraksi vakum
1) Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
2) Presentasi kepala, janin aterm, TBJ > 2500 g
3) Cukup bulan (tidak prematur)
4) Tidak ada sempit panggul
5) Kepala sudah masuk pintu atas panggul
6) Anak hidup dan tidak gawat janin
7) Penurunan sampai H III/IV (dasar panggul)
8) Kontraksi baik
9) Ibu kooperatif dan mampu untuk mengejan
10) Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
11) Analgesia yang sesuai
12) Kandung kencing ibu kosong
c. Indikasi
1) Partus tidak maju dengan anak hidup
2) Kala II lama dengan presentasi kepala belakang
d. Kontra indikasi
1) Ruptur uteri membakat, ibu tidak boleh mengejan, panggul sempit.
2) Bukan presentasi belakang kepala, presentasi muka atau dahi
3) Kepala belum masuk pintu atas panggul
4) Pembukaan serviks tidak lengkap
5) Bukti klinik adanya CPD
6) Tidak kooperatif
e. Persiapan ekstraksi vakum
Beberapa hal yang harus disiapkan sebelum tindakan ekstraksi
vakum yaitu:
1) Persiapkan ibu dalam posisi litotomi
2) Kosongkan kandung kemih dan rektum
3) Bersihkan vulva dan perineum dengan antiseptik
4) Pasang infus bila diperlukan
5) Siapkan alat-alat yang diperlukan
f. Teknik vakum ekstraksi
Sebelum dilaksanakan teknik vacum ekstrasi harus mengetahui
indikasi ekstraksi vacum terlebih dahulu yaitu Partus tidak maju dengan
anak hidup dan kala II lama dengan presentasi kepala belakang.
Persiapan adalah sama pada ekstrksi forcipal, cup dilicinkan dengan
minyak kemudian di masukan ke dalam jalan lahir dan diletakkan pada
kepala anak. Titik yang ada pada cup sedapat-dapatnya menunjukkan
ke ubun-ubun kecil. Sedapat-dapatnya digunakan cup yang terbesar
supaya tidak mudah terlepas. Dengan 2 jari cup ditekankan pada kepala
bayi sambil seorang asisten dengan perlahan-lahan memompa tekanan
sampai – 0,2 atmosfer, setelah itu dengan 1 jari kita periksa apakah
tidak ada jaringan cervix atau vagina yang terjepit. Tekanan – 0,2
atmosfer dipertahankan selama 2 menit kemudian diturunkan sampai -
0,5 atm, dua menit kemudian diturunkan lagi sampai -0,7 – (-0.75)atm.
Kita biarkan pada tekanan -0,7 atm,selama 5 menit agar caput terbentuk
dengan baik. Kita pasang pengait dan tangan kanan memegang pengait
tersebut untuk menarik. Tiga jari tangan kiri dimasukkan ke jalan lahir,
untuk mengarahkan tarikan, jari-jari telunjuk dan tengah diletakkan
pada pinggir cup sedangkan ibu jari pada bagian tengah cup, Penarikkan
dilakukan pada waktu his dan si ibu disuruh mengedan. Kadang-kadang
dapat dilakukan dorongan pada fundus uteri untuk memudahkan
ekstraksi. Arah tarikan adalah sesuai dengan penarikan forceps. Setelah
kepala lahir cup dilepaskan dengan menghilangkan vakum
Using the vacuum device for delivery. After determining position of the head, (A)
insert the cup into the vaginal vault, ensuring that no maternal tissues are trapped
by the cup. (B) Apply the cup to the flexion point 3 cm in front of the posterior
fontanel, centering the sagittal suture. (C) Pull during a contraction with a steady
motion, keeping the device at right angles to the plane of the cup. In
occipitoposterior deliveries, maintain the right angle if the fetal head rotates. (D)
Remove the cup when the fetal jaw is reachable.
Reprinted with permission from Damos JR, Bassett R. Chapter H: assisted vaginal
delivery. In: Advanced Life Support in Obstetrics (ALSO) Provider Syllabus. 4th ed.
Leawood, Kan.: American Academy of Family Physicians; 2003:3–8.
g. Kegagalan vakum ekstraksi dan penyebabnya
Ekstraksi vakum dianggap gagal bila ditemui kondisi seperti berikut
ini, yaitu : kepala tidak turun pada tarikan, jika tarikan sudah tiga kali
dan kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah 30 menit dan mangkok
lepas pada tarikan dengan tekanan maksimum.
Adapun hal-hal yang bisa menjadi penyebab kegagalan pada
ekstraksi vakum yaitu :
1) Tenaga vakum terlalu rendah
2) Tenaga negatif dibuat terlalu cepat
3) Selaput ketuban melekat
4) Bagian jalan lahir terjepit
5) Koordinasi tangan kurang baik
6) Traksi terlalu kuat
7) Cacat alat
8) Disproporsi sefalopelvik yag sebelumnya tidak diketahui.
h. Komplikasi dan upaya menghindarinya
Komplikasi yang bisa terjadi pada persalinan dengan bantuan
ekstraksi vakum yaitu :
1) Pada ibu : Bisa terjadi perdarahan akibat atonia uteri atau trauma,
trauma jalan lahir dan infeksi.
2) Pada janin : Aberasi dan laserasi kulit kepala, sefalhematoma yang
biasanya hilang dalam 3-4 minggu, nekrosis kulit kepala,
perdarahan intakranial (sangat jarang) jaundice, fraktur clavikula,
kerusakan N VI dan N VII.
Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam upaya menghindari
komplikasi yaitu : pastikan indikasi dan syarat penggunaannya,
penempatan magkuk yang tepat, hindari terjepitnya jarigan lunak ibu,
arah tarikan yang benar, hindari kekuatan tarikan yang berlebihan,
koordinasikan tarikan dengan usaha mengejan, awasi
penurunan/pengeluaran dan terapkan “the rule of threes” (penghentian
tindakan)
i. Keuntungan vakum ekstraksi
Beberapa keuntungan yang didapat dari vakum ekstraksi yaitu :
1) Cup dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau
kurang dengan demikian mengurangi frekuensi SC.
2) Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, Cup dapat
dipasang pada belakang kepala, samping kepala ataupun dahi.
3) Tarikan tidak dapat terla luberat. Dengan demikian kepala tidak
dapat dipaksakan melalui jalan lahir. Apabila tarikan terlampau berat
cup akan lepas dengan sendirinya.
4) Cup dapat dipasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya
pada pembukaan 8 – 9 cm, untuk mempercepat pembukaan.
5) Vakum ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar kepala
dan mengadakan fleksi kepala (misal pada letak dahi).
6) Lebih sedikit membutuhkan anastesi dibanding ekstraksi forcep.
7) Lebih sedikit trauma terhadap vagina / perineum ibu.
j. Kerugian vakum ekstraksi
Kerugian dari tindakan vakum ekstraksi adalah waktu yang
diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatip lebih
lama dari pada forceps (± 10 menit) cara ini tidak dapat dipakai apabila
ada indikasi untuk melahirkan anak dengan cepat seperti misalnya pada
fetal distress (gawatjanin). Selain itu alatnya relatif mahal dibanding
dengan forcep.
k. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tindakan vakum ekstraksi
1) Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubunbesar.
2) Penurunan tekanan harus berangsur-angsur.
3) Cup dengan tekanan negative tidak boleh dipasang lebih dari ½ jam.
4) Penarikan pada wakru ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his
dan ibu mengejan.
5) Apabila kepala masih agak tinggi(H III ) sebaiknya dipasang cup
yang terbesar (diameter 7 cm)
6) Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi.
7) Vakum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature.
l. Bahaya vakum ekstraksi
1) Terhadap ibu : Robekan bibir cervix atau vagina karena terjepit
antara kepala bayi dan cup.
2) Terhadap anak : Perdarahan dalam otak. Caput succedaneum
artificialis akan hilang dalam beberapa hari. Vakum ekstraktor dapat
juga dipergunakan untuk melahirkan kepala waktu Sectiocaecar.
3. Sectio Cesarea
a. Pengertian
Seksio Caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi trans abdomen
pada uterus. (Bobak,Ledwig,Jensen, 2005, hal 801)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding
uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
b. Indikasi Seksio Cesarea
1) Indikasi ibu :
a) Plasenta previa sentralis dan lateralis.
b) Panggul sempit dimana jenis panggul dengan konjungnatavera
kurang dari 8 cm bisa dipastikan tidak dapat melahirkan dengan
cara spontan.
c) Disproporsi sepalo pelvic yaitu ketidak mampuan kepala dan
panggul.
d) Distosiaservik
e) Pre eklamsi dan hipertensi
f) Mal presentasi janin
g) Partus lama
h) Distoksiaolehkarena tumor
i) Ruptur uteri yang mengancam
j) Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan,
apabila telah mengalami seksiosesaria atau menjalani operasi
kandungan sebelumnya.
2) Indikasi janin
a) Gawat Janin
b) Janin besar
c. Kontra indikasi
1) Janin mati
2) Syok, akibat anemia berat yang belum diatasi
3) Kelainan congenital berat.
d. Jenis-jenis SC
1) Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di
segmen bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik
melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b) Bahaya peritonitis tidak besar.
c) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti
korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2) Sectio cecaria klasik atau section cecaria korporal
Pada sectio cecaria klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di
selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio
cecaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen
atas uterus.
3) Sectio cecaria ekstra peritoneal
Section cecaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk
mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uterin berat.
4) Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a) Atonia uteri
b) Plasenta accrete
c) Myoma uteri
d) Infeksi intra uteri berat
Gambar: Skema Insisi Abdomen dan Rahim (Sumber: Obgyn.net)
e. Komplikasi SC
1) Pada ibu
Infeksi Puerperium (Nifas) merupakan kenaikan suhu beberapa
hari dalam masa nipas, dibagi menjadi :
a) Ringan
b) Pendarahan
c) Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong
saat melakukan seksiosesaria
d) Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada endometrium
e) Resikoruptura uteri padakehamilan
2) Pada bayi
Hipoxia, depresi pernapsan, sindrom gawat pernapasan,
trauma persalinan.
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Partus Tindakan EF,VE, SC
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Kesehatan
c. Keluhan utama
Biasanya mengeluh nyeri (daerah luka operasi, laserasi jalan lahir),
cemas dll.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Pengembangan dari keluhan utama, misalnya: nyeri yang dikaji
dengan PQRST.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Untuk mendapatkan informasi mengenai masalah klien yang
mungkin menyertai dan menyebabkan dilakukan tindakan
pembedahan, seperti ca servik.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang mempunyai penyakit keturunan
seperti hipertensi, DM, jantung. atau riwayat penyakit menular
seperti hepatitis dan TBC dan riwayat persalinan misalnya secsio
karena panggul sempit
g. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
1) Riwayat Ginekologi
a) Riwayat Menstruasi
Usia pertama kali haid, siklus dan lamanya haid, warna dan
jumlah, HPHT dan tapsiran persalinan.
b) Riwayat Perkawinan
Usia saat menikah dan usia pernikahan, pernikahan ke berapa
bagi klien dan suami.
c) Riwayat Keluarga Berencana
Jenis kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil, waktu dan
lamanya, apakah ada masalah, jenis kontrasepsi yang akan
digunakan.
2) Riwayat Obstetri
a) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
b) Tahun persalinan, tempat persalinan, umur kehamilan, jenis
kelamin anak, BB anak, keluhan saat hamil, dan keadaan
anak sekarang.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Head to to atau per sistem.
2) Sama seperti pemeriksaan ibu hamil lainnya.
3) Masalah perlu dikaji kesiapan untuk tindakan pembedahan.
i. Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan HB dan leukosit menjadi hal yang harus
diperhatikan untuk melihat adakah tanda anemia dan infeksi.
Golongan darah, urine: untuk menentukan kadar albumin atau
glukosa
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
a. Pre Tindakan
1) Kurang pengetahuan mengenai prosedur pembedahan atau
pemasangan alat forcep dan vakum berhubungan dengan kurang
pemajanan / tidak mengenal informasi, kesalahan interpretasi.
2) Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot uterus yang lebih lama.
3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman konsep diri,
ancaman yang dirasakan actual dari kesejahteraan maternal dan
janin, transmisi interpersonal.
4) Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas terhadap janin
berhubungan dengan perubahan aliran darah ke plasenta dan atau
melalui tali pusat.
b. Pasca Tindakan
1) Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek
anesthesi, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/ andomen
atau perlukaan jalanlahir akibat invasive alat forcep dan vakum.
2) Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep
diri, transmisi atau kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpeuhi.
3) Resiko injuri pada ibu dan janin berhubungan dengan trauma
jaringan akibat pemasangan alat forsep dan tindakan pembedahan.
4) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma
gangguan integritas kulit akibat prosedur pambedahan atau
perlukaan jalan lahir akibat penggunaan alat forsep.
5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis
reksti, kelebihan analgetik atau anestesi, efek-efek progesteron,
dehidrasi, diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri perineal atau
infeksi).
6) Kurangnya pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode
pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang mengingat, kesalahan interpretasi,
tidak mengenal sumber-sumber
7) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi
mekanis, eek-efek hormonal (perpindahan cairan dan peningkatan
aliran plasma ginjal), efek-efek anestesi
8) Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anesthesi,
penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik
3. Perencanaan Keperawatan
a. Pre Tindakan
1) Kurang pengetahuan mengenai prosedur pembedahan atau
pemasangan alat forcep dan vakum berhubungan dengan kurang
pemajanan /tidak mengenal informasi, kesalahan interpretasi.
Tujuan : klien mengetahui tentang prosedur pembedahan atau
pemasangan alat forcep dan vakum.
Kriteria hasil :
a) Klien mengungkapkan pemahaman tentang indikasi kelahiran
sesaria, atau persalinan dengan forsep atau vakum.
b) Mengenali ini sebagai metode alternative kelahiran bayi.
Intervensi Rasional
a) Kaji kebutuhan belajar
b) Catat tingkat stress dan
apakah prosedur
direncanakan atau tidak
c) Berikan informasi akurat
dengan istilah-istilah
sederhana, anjurkan
pasangan untuk mengajukan
pertanyaan dan
mengungkapkan
pemahaman mereka
d) Gambarkan prosedur pra
operatif dengan jelas, atau
prosedur pemasangan
forcep atau vakum dengan
jelas, dan berikan rasional
dengan tepat.
e) Berikan penyuluhan
pascaoperatif; termasuk
instruksi latihan kaki, batuk,
a) Metode kelahiran alternative ini
biasanya sudah didiskusikan
dengan dokter bila ditemukan
adanya indikasi namun ada yang
belum atau klien yang mengalami
lagi kelahiran dengan sesaria tidak
dapat mengingat dengan jelas atau
memahami detil-detil melahirkan
sebelumnya.
b) Mengidentifikasi kesiapan
klien/pasangan untuk menerima
informasi
c) Memberikan informasi dan
mengklarifikasi kesalahan konsep.
Memberikan kesempatan untuk
mengevaluasi pemahaman
klien/pasangan terhadap situasi.
d) Informasi memungkinkan klien
mengantisipasi kejadian dan
memahami alasan
intervensi/tindakan.
e) Memberikan tehnik untuk
mencegah komplikasi yang
berhubungan dengan statis vena dan
pneumonia hipostatik dan
dan nafas dalam; teknik
pembebatan; dan latihan
pengetatan abdomen.
menurunkan stress pada sisi
operasi.
2) Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot uterus
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan rasa nyeri
Kriteria hasil :
Klien dapat mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan/nyeri
Intervensi Rasional
a) Kaji lokasi, sifat, dan durasi
nyeri, khususnya saat
berhubungan dengan indikasi
kelahiran sesaria, atau
persalinan dengan forcep atau
vakum
b) Hilangkan factor-faktor yang
menghasilkan ansietas (mis
kehilangan kontrol) berikan
informasi akurat, dan anjurkan
keberadaan pasangan.
c) Instruksikan teknik relaksasi;
posisikan senyaman mungkin.
d) Kolaboratif berikan sedative,
narkotik, atau obat praoperatif
a) Menandakan ketepatan pilihan
tindakan.
b) Tingkat toleransi ansietas
adalah individual dan
dipengaruhi oleh berbagai
factor. Ansietas berlebihan
pada respon terhadap situasi
darurat dapat meningkatkan
ketidak nyamanan karena rasa
takut, tegang dan nyeri yang
saling berhubungan dan
merubah kemampuan klien
untuk mengatasi.
c) Dapat membantu dalam
reduksi ansitas dan ketegangan
dan meningkatkan
kenyamanan.
d) Meningkatkan kenyamanan
dengan memblok impuls nyeri.
Mempunyai potensial kerja
agen anestetik.
3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman konsep diri,
ancaman yang dirasakan actual dari kesejahteraan maternal dan
janin, transmisi interpersonal
Tujuan : Ansietas berkurang.
Kriteria hasil :
a) Klien dapat mengungkapkan rasa takut pada keselamatan klien
dan janin.
b) Klien mendiskusikan perasaan tentang kelahiran sesaria.
c) Klien tampak benar-benar rileks.
d) Klien dapat menggunakan sumber/system pendukung dengan
efektif.
Intervensi Rasional
a) Kaji respon psikologi pada
kejadian dan ketersediaan system
pendukung
b) Pastikan apakah prosedur
direncanakan atau tidak
direncanakan.
c) Tetap bersama klien dan tetap
tenang. Bicara perlahan.
Tunjukkan empati.
d) Beri penguatan aspek positif dari
ibu dan kondisi janin.
a) Makin klien merasakan
ancaman, makin besar tingkat
ansietas.
b) Pada kelahiran sesaria yang
tidak direncanakan,
klien/pasangan biasanya tidak
mempunyai waktu untuk
persiapan secara psikologi atau
fisiologis.
c) Membantu membatasi
transmisi ansietas interpersonal
dan mendokumentasikan
perhatian terhadap
klien/pasangan.
d) Memfokuskan pada
kemungkinan keberhasilan
e) Dukung/arahkan kembali
mekanisme koping yang
diekspresikan.
f) Diskusikan pengalaman/harapan
kelahiran anak pada masa lalu,
bila tepat.
hasil akhir dan membantu
membawa ancaman yang
dirasakan /actual ke dalam
perspektif.
e) Mendukung mekanisme koping
dasar dan otomatik,
meningkatkan kepercyaan diri
dan penerimaan, dan
menurunkan ansietas.
f) Klien dapat mengalami
penyimpangan memori dari
melahirkan masa lalu atau
persepsi tidak realistis dari
abnormalitas kelahitan sesaria
yang akan meningkatkan
ansietas.
4) Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas terhadap janin berhubungan
dengan perubahan aliran darah ke plasenta dan atau melalui tali
pusat.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan gas terhadap janin
Kriteria hasil :
a) Janin menunjukkan denyut jantung janin (DJJ) dalam batas
normal.
b) Janin memanifestasikan variabilitas normal pada strip
pemantau.
c) Janin bebas dari deselerasi variable lambat atau lama.
Intervensi Rasional
a) Perhatikan adanya pada ibu
factor-faktor yang secara
negative mempengaruhi
a) Penurunan volume sirkulasi
atau vasospasme dalam
plasenta menurunkan
sirkulasi plasenta dan
oksigenasi janin.
b) Lanjutkan pemantauan DJJ,
perhatikan perubahan denyut
per denyut atau deselerasi
selama dan setelah kontraksi.
c) Perhatikan adanya variabel
deselarasi; perubahan posisi
klien dari sisi ke sisi.
d) Perhatikan warna dan jumlah
cairan amnion bila pecah
ketuban.
e) Auskultasi jantung janin bila
ketuban pecah.
f) Pantau respons jantung janin
untuk obat praoperasi atau
anastesi regional.
ketersediaan oksigen untuk
ambilan janin.
b) Distres janin dapat terjadi,
karena hipoksia; mungkin
dimanifestasikan dengan
penurunan variabilitas,
deselerasi lambat, dan
takikardia yang diikuti dengan
bradikardia.
c) Kompresi tali pusat diantara
jalan lahir dan bagian
presentasi dapat dihilangkan
dengan perubahan posisi.
d) Distres janin pada presentasi
vertex dimanifestasikan dengan
kandungan mekonium, yang
merupakan akibat dari respon
vagal pada hipoksia.
e) Prolaps terlihat atau samar dari
tali pusat pada tidak adanya
dilatasi serviks penuh dapat
memerlukan kelahiran sesaria.
f) Narkotik biasanya menurunkan
variabilitas DJJ dan
memerlukan pemberian
nalokson(Narcan) setelah
melahirkan untuk memperbaiki
depresi pernapasan narkotik.
Hipotensi maternal pada respos
terhadap anesthesia secara
g) Kolaborasi
Berikan lead internal, dan
pemantauan janin elektronik
sesuai indikasi.
Bantu dokter dengan
peninggian verteks,bila
diperlukan
Atur adanya dokter anak dan
perawat perawatan intensif
neonatal pada ruang
melahirkan untuk jadual dan
kelahiran sesaria darurat.
umum menyebabkan
bradikardia janin sementara,
menurunkan variabilitas, dan
tidur.
g) kolaborasi
Memberikan pengukuran
lebih akurat dari respons dan
kondisi janin.
Perubahan posisi dapat
menghilangkan tekanan
pada tali pusat.
Bayi mungkin praterm atau
dapat mengalami perubahan
respons, karena kondisi
dasar maternal dan/atau
perubahan proses kelahiran,
memerlukan perawatan
segera/resusitasi.
b. Pasca Tindakan
1) Nyeri berhubungan dengan dengan trauma pembedahan, efek-efek
anesthesi, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/andomen . atau
perlukaan jalan lahir akibat invasive alat forcepdan vakum
Tujuan: rasa nyaman terpenuhi dan tidak terasa nyeri
Kriteria:
a) Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengtatasi
nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat.
b) Mengungkapkan berkurangnya nyeri.
c) Tampak relaks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi Rasional
a) Tentukan karakteristik dan lokasi
ketidaknyamanan. Perhatikan
isyarat verbal dan nonverbal
seperti meringis, kaku dan
gerakan melindungi atau terbatas.
b) Berikan informasi dan petunjuk
antisipasi mengenai penyebab
ketidaknyamanan dan intervensi
yang tepat
c) Observasi tanda-tanda vital.
d) Perhatikan nyeri tekan uterus dan
adanya karakteristik nyeri klien:
perhatikan infus oksitosin pasca
operasi.
e) Ubah posisi klien, kurangi
rangsangan yang berbahaya dan
berikan gosokan punggung.
f) Anjurkan penggunaan pernafasan
relaksasi dan distraksi.
a) Meningkatkan pemecahan
masalah, membantu mengurangi
nyeri berkenaan dengan ansietas
dan ketakutan karena
ketidaktahuan dan memberikan
rasa kontrol.
b) Pada banyak klien, nyeri dapat
menyebabkan gelisah serta dapat
meningkatkan TD dan nadi.
c) Selama 12 jam pertama
pascapartum kondisi uterus kuat
dan teratur dan ini berlanjut selama
dua sampai tiga hari berikutnya,
meskipun frekuensi dan
intensitasnya dikurangi. Faktor
yang memperberat nyeri penyerta
meliputi multipara, overdistensi
uterus, menyusui dan pemberian
preparat ergot dan oksitosin.
d) Meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan distraksi tidak
menyanangkan, meningkatkan
rasa sejahtera.
e) Relaksasi otot dan mengalihkan
perhatian dari sensasi nyeri
f) Nafas dalam meningkatkan upaya
pernafasan. Pembebatan
menurunkan ketegangan area
g) Lakukan latihan nafas dalam,
spirometri insentif dan batuk
dengan menggunakan prosedur-
prosedur pembebatan dengan
tepat, 30 menit setelah pemberian
analgesik
h) Anjurkan ambulasi dini.
Anjurakan menghindari makanan
atau cairan pembentuk gas.
i) Anjurkan penggunaan posisi
rekumben lateral kiri.
j) Inspeksi hemoroid pada perineum.
Anjurkan penggunaan kompres es
selama 20 menit setiap 4 jam,
penggunan kompres witch hazel
dan peninggian pelvis pada bantal
sesuai kebutuhan.
k) Palpasi kandung kemih,
perhatikan adanya rasa penuh.
Memudahkan berkemih periodik
insisi dan mengurangi nyeri dan
ketidaknyamanan berkenaan
dengan gerakan otot abdomen.
Batuk Diindikasikan bila sekresi
atau ronchi terdengar.
g) Menurunkan pembentukan gas dan
meningkatkan peristaltik untuk
menghilangkan ketidaknyamanan
akibat akumulasi gas yang sering
memuncak pada hari ketiga setelah
kelahiran plasenta.
h) Memungkinkan gas meningkat
dari kolon desendens ke sigmoid,
memudahkan pengeluaran
i) Membantu regresi hemoroid dan
varises vulva dengan
meningkatkan vasokonstriksi
menurunkan
ketidaknyamanandan gatal dan
meningkatkan kembalinya fungsi
usus normal.
j) Kembalinya fungsi kandung
kemih normal memerlukan empat
sampai tujuh hari dan over
distensi kandung kemih
menciptakan perasaan dorongan
dan ketidaknyamanan.
k) Kebocoran cairan serebrospinal
melalui duramater ke dalam ruang
ekstradural menurunkan volume
yang diperlukan untuk
setelah pengangkatan kateter
indwelling.
l) Evaluasi terhadap sakit kepala
khususnya setelah anestesi
subarakhnoid.
m) Anjurkan tirah baring pada posisi
datar berbaring, timgkatkan
cairan, berikan minuman
berkafein, bantu sesuai kebutuhan
pada perawatan klien dan bayi dan
berikan ikatan abdominal bila
klien tegak, pada adanya sakit
kepala spinal.
n) Inspeksi jaringan payudara dan
puting; kaji terhadap adanya
pembesaran atau puting pecah.
o) Anjurkan menggunakan bra
penyokong
menyokong jaringan otak,
menyebabkan batang otak turun
ke dasar tengkorak bila klien pada
posisi tegak.
l) Menurunkan beratnya sakit
kepala dengan meningkatkan
cairan yang ada untuk produksi
CSS dan membatasi perpindahan
posisi otak. Sakit kepala berat
dapat mengganggu kemampuan
klien untuk melakukan perawatan
diri dan perawatan bayi.
m) Pada 24 jam pascapartum,
payudara harus lunak dan tidak
nyeri tekan, dengan puting bebas
dari area pecah-pecah atau adanya
kemerahan. Pembesaran
payudara, nyeri tekan puting atau
adanya pecah-pecah pada puting
(bila klien menyusui) dapat
terjadi dua sampai hari pasca
partum dan memerlukan
intervensi segera untuk
memudahkan kontinuitas
menyusui dan mencegah
komplikasi lebih serius.
n) Mengangkat payudara ke dalam
dan ke atas, mengakibatkan posisi
lebih nyaman dan menurunkan
kelelahan otot.
o) Membantu laktasi klien
merangsang aliran ASI dan
p) Berikan informasi tentang
menyusui: frekuensi pemberian
makan, memberikan kompres
panas pada payudara sebelum
menyusui, posisi yang tepat pada
bayi dan mengeluarkan ASI
secara manual
q) Anjurkan klien mulai memberi
makan dari puting yang tidak
nyeri tekan selama beberapa kali
pemberian makan secara berkala
bila hanya satu puting,
r) Berikan kompres es pada area
aksila payudara bila klien tidak
merencanakan menyusui. Berikan
kompresi ketat dengan pengiikat
selama 72 jam atau penggunaan
bra penyokong ketat. Hindari
pemajanan berlebihan payudara
terhadap panas atau rangsangan
payudara oleh bayi, pasangan
menghilangkan stasis dan
ketegangan. Penggunaan
“gendongan Football”
mengarahkan kaki bayi menjauh
dari abdomen. Bantal membantu
menyokong bayi dan melindungi
insisi dalam posisi duduk atau
miring.
p) Respon menghisap pertama kuat
dan mungkin nyeri. Mulai
memberikan makan dengan
payudara yang tidak sakit
kemudian dilanjutkan pada
payudara yang sakit mungkin
mengurangi nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.
q) Pengikatan dan kompres es
mencegah laktasi dengan cara–
cara mekanis dan metode yang
disukai untuk supresi laktasi.
Ketidaknyamanan berakhir kira-
kira 48 sampai 72 jam, tetapi
berkurang atau hilang dengan
menghindari stimulasi puting.
r) Meningatkan kenyamanan, yang
memperbaiki status psikologis
dan meningkatkan morbilitas.
Penggunaaan obat yang bijaksana
memungkinkan ibu yang
menyusui menikmati dalm
memberikan makan tanpa efek-
efek samping pada bayi.
seksual atau klien sampai supresi
selesai. (Kira-kira satu minggu )
s) Kolaborasi pemberian analgetik
setiap tiga sampai empat jam,
berlanjut dari rute IV atau IM
sampai ke rute oral. Berikan obat
pada klien yang menyusui 48
sampai 60 menit sebelum
menyusui.
2.) Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri,
transmisi atau kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpeuhi.
Tujuan: rasa aman klien terpernuhi: cemas hilang
Kriteria:
a) Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas
b) Mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan
ansietas
c) Melaporkan bahwa ansietas sudah menurun ke tingkat yang dapat
diatasi
d) Kelihatan rileks, dapat tidur/istirahat dengan benar.
Intervensi Rasional
a) Kaji tingkat kecemasan klien
dan sumber masalah
b) Dorong klien atau pasangan
untuk mengungkapkan
perasaan.
c) Bantu klien atau pasangan
dalam mengidentifikasi
a) Untuk mengetahui tingkat
kecemasan ringan, sedang atau
berat sehingga memudahkan
untuk menentukan intervensi
b) Klien akan terasa lega setelah
mengungkapkan perasaannya.
c) Membantu memfasilitasi
adaptasi yang positif terhadap
mekanisme koping yang
lazim dan perkembangan
strategi koping baru jika
dibutuhkan.
d) Berikan informasi yang
akurat tentang keadaan klien
dan bayi
e) Mulai kontak antara
klien/pasangan dengan bayi
sesegera mungkin.
peran baru : mengurangi
perasaan ansietas.
d) Khayalan yang disebabkan oleh
kurangnya informasi atau
kesalahfahaman dapat
meningkatkan tingkat
kecemasan.
e) Mengurangi ansietas yang
mungkin berhubungan dengan
penanganan bayi.
3). Resiko injuri pada ibu dan janin berhubungan dengan trauma jaringan
akibat pemasangan alat forsep dan tindakan pembedahan.
Tujuan: injuri tidak terjadi
Kriteria:
a) Mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor resiko
dan/atau perlindungan diri.
b) Bebas dari komplikasi
Intervensi Rasional
a) Tinjau ulang catatan prenatal
dan intranatal terhadap
faktor-faktor yang
mempredisposisikan klien
pada komplikasi. Catat kadar
Hb dan kehilangan darah
operatif
a) Adanya faktor-faktor resiko
seperti kelelahan miometrial ,
distensi uterus berlebihan,
stimulasi oksitosin lama atau
tromboflebitis prenatal
memungkinkan klien lebih
rentan tehadap komplikasi pasca
operasi.
b) Observasi tanda-tanda vital
c) Inspeksi balutan terhadap
perdarahan berlebihan
d) Perhatikan karakter dan
jumlah aliran lochea dan
konsistensi fundus.
e) Pantau intake-output,
(perhatikan penampilan,
warna, konsentrasi dan berat
jenis urine)
f) Anjurkan ambulasi dini dan
latihan.
g) Pemasangan alat forsep atau
vakum dengan teknik yang
benar
b) Meningkatnya tanda-tanda vital
menunjukkan adanya hipertensi.
c) Luka bedah dengan drain dapat
membasahi balutan, namun
rembesan biasanya tidak terlihat
dan dapat menunjukkan
terjadinya komplikasi.
d) Tonjolan uterus mengakibatkan
peningkatan aliran dan
kehilangan darah.
e) Bila pengeluaran menurun,
berat jenis meningkat, dan
sebaliknya. Urine yang
mengandung darah atau bekuan
menunjukan kemungkinan
truma kandung kemih
berkenaan dengan intervensi
pembedahan.
f) Meningkatkan sirkulasi dan
aliran balik vena dari
ekstremitas bawah, menurunkan
resiko pembentukkan thrombus
yang berkenaan dengan stasis.
g) Untuk mengurangi risiko trauma
jaringan pada ibu dan janin
4).Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma gangguan
integritas kulit akibat prosedur pambedahan . atau perlukaan jalan lahir
akibat penggunaan alat forsep.
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria:
a) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko dan
meningkatkan penyembuhan
b) Menunjukkan luka bebas dari drainage purulen dengan tanda awal
penyembuhan, uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan
karakter lochea normal.
c) Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisius
dan urine jernih kuning pucat.
Intervensi Rasional
a. Anjurkan dan gunakan teknik
mencuci tangan dengan cermat
dan pembuangan pengalas
kotoran, pembalut perineal, dan
linen terkontaminasi dengan
tepat.
b. Tinjau ulang Hb/Ht prenatal:
perhatikan adanya kondisi yang
mempredisposisikan klien pada
infeksi pasca operasi.
c. Kaji status nutrisi klien.
d. Anjurkan masukan cairan oral
dan diet tinggi protein, vitamin
C dan besi.
a. Membantu mencegah dan
membatasi penyebaran
infeksi.
b. Anemia, diabetes, dan
persalinan yang lama sebelum
kelahiran sesarea
meningkatkan resiko infeksi
dan perlambatan
penyembuhan.
c. Klien yang BB-nya 20 % di
bawah berat normal atau yang
anemia atau malnutrisi lebih
rentan terhadap infeksi pasca
partum
d. Mencegah dehidrasi,
memaksimalkan volume
sirkulasi dan aliran urine.
e. Inspeksi balutan abdominal
terhadap eksudat atau
rembesan.
f. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel
darah putih.
g. Kaji lokasi dan kontraktilitas
uterus; perhatikan involusi atau
adanya nyeri tekan uterus
ekstrem.
h. Perhatikan jumlah dan bau
rabas lochea atau perubahan
pada kemajuan normal dari
rubra menjadi serosa
Protein dan vitamin C
diperlukan untuk
pembentukkan kolagen; besi
diperlukan untuk sintesis Hb.
e. Rembesan dapat menandakan
hematoma, gangguan
penyatuan jaringan atau
dehisens luka, memerlukan
intervensi lanjut.
f. Demam setelah pasca operasi
hari ketiga, leukositosis dan
takhikardi menunjukan
infeksi. Peningkatan suhu
sampai 38,30C dalam 24 jam
pertama sangat
mengindikasikan infeksi,
peningkatan sampai 380C
pada hari kedua dalam
sepuluh hari pertama pasca
partum adalah bermakna.
g. Perlambatan involusi
meningkatkan resiko
endometritis. Perkembangan
nyeri tekan ekstrim
menandakan kemungkinan
jaringan plasenta tertahan
atau infeksi.
h. Secara normal lochea berbau
amis; namun pada
endometritis rabas mungkin
purulen dan berbau busuk dan
i. Lakukan teknik septic dan
aseptic pada pemasangan alat
forsep atau vakum.
j. Lakukan persiapan pre operasi
dengan mencukur daerah insisi
pembedahan, pengosongan
kolon dan kandung kemih,
serta puasa untuk pengosongan
lambung.
dapat gagal menunjukkan
kemajuan dari lokhea rubra
menjadi serosa sampai alba.
i. Untuk mencegah masuknya
kuman melalui perlukaan
jalan lahir
j. Untuk mencegah infeksi
akibat insisi dan pengeluaran
feces dan isi lambung,
5) Gangguan eliminasi: konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus
otot (diastasis reksti, kelebihan analgetik atau anestesi, efek-efek
progesteron, dehidrasi, diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri
perineal atau infeksi).
Tujuan: Konstipasi tidak terjadi
Kriteria:
a) Mendemonstrasikan kembali motilitas usus dibuktikan oleh bising
usus aktif dan keluarnya flatus.
b) Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam
empat hari pasca partum.
Intervensi Rasional
a) Auskultasi bising usus tiap 4
jam setelah kelahiran saesaria
a) Menentukan kesiapan terhadap
pemberian makan peroral dan
kemungkinan terjadinya
komplikasi
b) Palpasi abdomen, perhatikan
distensi atau ketidaknyamanan
c) Anjurkan cairan oral yang
adekuat. Anjurkan diet
makanan kasar dan buah-
buahan dan sayuran dengan
bijinya.
d) Anjurkan latihan kaki dan
pengencangan abdominal,
tingkatkan ambulasi dini.
e) Identifikasi aktivitas-aktivitas
dimana klien dapat
menggunakannya di rumah
untuk merangsang kerja usus
f) Kolaborasi pemberian
analgesik 30 menit sebelum
ambulasi.
g) Kolaborasi pemberian pelunak
faeces atau katartik ringan
b) Menandakan pembentukan gas
dan akumulasi atau
kemungkinan ilieus paralitik
c) Makanan kasar (buah, sayur
khususnya kulit dan bijinya)
dan meningkatnya cairan,
merangsang eliminasi dan
mencegah terjadinya
konstipasi defekasi
d) Latihan kaki mengencangkan
otot-otot abdomen dan
memperbaiki motilitas
abdomen. Ambulasi progresif
setelah 24 jam meningkatkan
peristaltik dan pengeluaran gas
dan menghilangkan atau
mencegah nyeri karena gas.
e) Membantu dalam menciptakan
kembali pola evakuasi normal
dan meningkatkan
kemandirian.
f) Memudahkan kemampuan
klien untuk ambulasi namun
narkotik bila digunakan dapat
menurunkan motilitas usus.
g) Melunakkan faeces,
merangsang peristaltiik dan
membantu mengembalikan
fungsi usus.
h) Berikan sabun hipertonik atau
kecil untuk enema
h) Meningkatkan evakuasi usus
dan menghilangkan distensi
karena gas.
6) Kurangnya pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode
pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan
dengan kurang mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber-sumber.
Kriteria:
a) Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,
kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
b) Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu dengan benar
dan penjelasan untuk alasan tindakan.
Intervensi Rasional
a) Kaji kesiapan dan motivasi
klien untuk belajar. Bantu klien
dan pasangan dalam
mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan
b) Berikan rencana penyuluhan
tertulis
a) Periode paska partum dapat
menjadi pengalaman positif
bila kesempatan penyuluhan
diberikan untuk membantu
mengembangkan pertumbuhan
ibu, maturasi, dan kompetensi.
b) Membantu menjamin
kelengkapan informasi yang
diterima orang tua dari anggota
staf dan menurunkan konfusi
klien yang disebabkan oleh
desiminasi nasihat atau
informasi yang menimbulkan
konflik
c) Perhatikan status psikologis
dan respon terhadap kelahiran
sesarea serta peran menjadi ibu
d) Berikan informasi yang
berhubungan dengan
perubahan fisiologis dan
psikologis yang normal
berkenaan dengan kelahiran
sesarea dan kebutuhan-
kebutuhan berkenaan dengan
periode paska partum.
e) Demonstrasikan teknik-teknik
perawatan bayi. Observasi
demonstrasi ulang oleh klien
dan pasangan
f) Tinjau ulang informsi
berkenaan dengan pilihan tepat
untuk pemberian makan bayi,
misal: fisiologi menyusui,
pengubahan posisi, perawatan
paayu dara dan puting, diet, dan
pengangkatan bayi dari
payudara: jenis-jenis formula
c) Ansietas yang berhubunan
dengan kemampuan untuk
merawat diri sendiri dan
anaknya, kekecewaan pada
pengalaman kelahiran, atau
masalah-masalah berkenaan
dengan perpisahannya dari
anak dapat mempunyai
dampak negative pada
kemampuan belajar dan
kesiapan klien
d) Membantu klien mengenali
perubahan normal dari respon-
respon abnorma yang mungkin
memerlukan tindakan.
e) Membantu orang tua dalam
penguasaan tugas-tugas baru
f) Meningkatkan kemandirian
dan pengalaman pemberian
makan optimal.
atau preparat dan posisi bayi
selama menyusu dari botol.
g) Diskusikan rencana-rencana
untuk penatalaksanaan
dirumah: membantu pekerjaan
rumah, susunan fisik rumah,
pengaturan tidur bayi.
h) Diskusikan memulai hubungan
koitus seksual lagi dan rencana-
rencana kontrasepsi. Berikan
informasi tentang metoda yang
tersedia, termasuk keuntungan
dan kerugian
i) Berikan atau kuatkan informasi
yang berhubungan dengan
pemeriksaan pasca partum
lanjutan
g) Klien yang telah menjalani
kelahiran sesarea memerlukan
bantuan lebih banyak bila
pertama kali di rumah daripada
klien yang mengalami
kelahiran pervagina.
h) Hubungan dapat dilakukan
kembali sesegera mungkin saat
klien mulai merasa nyaman
dan pemulihan telah
mengalami kemajuan,
umumnya enam minggu pasca
partum. Pasangan mungkin
perlu mengklarifikasi
ketersediaan metoda-metoda
kontrasepsi dan kenyatan
bahwa kehamilan dapat terjadi
bahkan pada kandungan enam
minggu
i) Evaluasi pasca partum untuk
klien yang telah mengalami
kelahiran sesarea mungkin
dijadwalkan minggu ketiga
daripada minggu keenam
karena peningkatan resiko
infeksi dan pelambatan
pemulihan
7) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis,
efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan peningkatan aliran plasma
ginjal), efek-efek anestesi
Kriteria:
a) Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah
pengangkatan kateter
b) Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
Intervensi Rasional
a) Pehatikan dan catat jumlah,
warna, dan konsentrasi
drainage urin
b) Tes urine terhadap albumin
dan aseton
c) Berikan cairan peroral: misal
enam sampai delapan gelas
perhari bila tepat.
d) Palpasi kandung kemih.
Pantau tinggi fundus dan
a) Oliguria (keluaran kurang dari
30 ml perjam) mungkin
disebabkan oleh kelebihan
kehilangan cairan,
ketidakadekuatan penggantian
cairan, atau efek-efek anti
diuretik dari infus oksitosin
b) Proses katalitik berkenaan
dengan involusi uterus dapat
mengakibatkan proteinuria
normal (positif satu) setelah dua
hari pertama pasca partum.
Aseton dapat menandakan
dehidrasi berkenaan dengan
persalinan yang lama dan atau
kelahiran lama
c) Cairan meningkatkan hidrasi
dan fungsi ginjal, dan
membantu mencegah statis
kandung kemih.
d) Aliran plasma ginjal, yang
meningkat 25 % sampai 50%
selama periode prenatal, tetap
lokasi serta jumlah aliran
lochea
e) Perhatikan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih ( ISK).
f) Gunakan metoda-metoda
untuk memudahkan
pengangkatan kateter setelah
berkemih
g) Anjurkan klien untuk
melakukan kegel exercise
setiap hari setelah efek-efek
anestesi berkurang
h) Petahankan infuse intravena
selama 24 jam setelah
pembedahan, sesuai
indikasi. Tingkatkan jumlah
cairan infus jika haluaran 30
ml perjam atau kurang.
i) Lepaskan kateter perprotokol
sesuai indikasi
tinggi pada minggu petama
pasca partum, mengakibatkan
meningkatkan pengisian
kandung kemih.
e) Adanya kateter indwelling
mempredisposisikan klien pada
masuknya bakteri dan ISK
f) Klien harus berkemih dalam
enam sampai delapan jam
setelah pengangkatan kateter,
masih mungkin mengalami
kesulitan pengosongan kandung
kemih secara lengkap
g) Melakukan latihan kegel 100
kali perhari meningkatkan
sirkulasi ke perineum,
membantu memulihkan dan
menyembuhkan tonus otot
pubokkoksigeal, dan mencegah
atau menurunkan stres
inkontinensia
h) Biasanya, tiga liter cairan,
meliputi larutan ringer laktat,
adekuat untuk menggantikan
kehilangan aliran ginjal
i) Secara umum kateter mungkin
aman dilepaskan antara enam
sampai 12 jam pasca partum:
tetapi sebaiknya tidak
j) Pantau tes hasil
laboratorium, seperti BUN
dan urine 24 jam untuk
protein total, klirens
kreatinin, dan asam urat
sesuai indikasi
dilepaskan sampai pagi hari
setelah pembedahan.
j) Pada klien yang telah
mengalami HKK, gangguan
ginjal atau vaskuler dapat
menetap, atau ini tampak
pertama kali selama periode
pasca partum. Bila kadar steroid
menurun setelah kelahiran,
fungsi ginjal, dibuktikan oleh
BUN dan klirens kreatinin,
mulai kembali pada normal
dalam satu minggu: perubahan
anatomi (missal dilatasi ureter
dan pelvis ginjal) memerlukan
waktu sampai satu bulan untuk
kembali ke normal
8) Gangguan pemenuhan ADL: perawatan diri berhubungan dengan efek-
efek anesthesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan
fisik
Kriteria:
a) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan perawatan diri
b) Mengidentifikasi/mengguanakan sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi Rasional
a. Pastikan berat/durasi
ketidaknyamanan. Perhatikan
adanya sakit kepala pasca
spinal
a) Nyeri berat mempengaruhi
respon emosi dan perilaku,
sehingga klien mungkin tidak
berfokus pada aktifitas
b. Kaji status psikologis klien
c) Tentukan tipe-tipe anestesi:
perhatikan adanya pesanan
atau protocol mengenai
pengubahan posisi.
d) Ubah posisi klien setiap satu
sampai dua jam: Bantu dalam
latihan paru, ambulasi dan
latihan kaki
e) Berikan bantuan sesuai
kebutuhan dengan hygiene
(misal perawatan mulut,
mandi, gosokan punggung dan
perawatan perineal)
f) Berikan analgesic setiap tiga
sampai empat jam, sesuai
kebutuhan
perawatan diri sampai
kebutuhan fisiknya terhadap
kenyamanan terpenuhi
b) Pengalaman nyeri fisik
mungkin disertai dengan nyeri
mental yang mempengaruhi
keinginan klien dan motivasi
untuk mendapatkan otonomi
c) Klien yang telah menjalani
anestesi spinal dapat diarahkan
untuk berbaring datar dan tanpa
bantal untuk enam sampai
delapan jam setelah pemberian
anestesi
d) Membantu mencegah
komplikasi bedah seperti
phlebitis atau pneumonia, yang
dapat terjadi bila
ketidaknyamanan
mempengaruhi
pengubahan/aktifitas normal
klien
e) Memperbaiki harga diri:
menngkatkan perasaan
kesejahteraan.
f) Menurunkan ketidaknyamanan,
yang dapat mempengaruhi
kemampuan untuk
melaksanakan perawatan diri
4. Implementasi
Pelaksanaan pada klien post partum dengan section caesaria
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi
tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan
keadaan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan
melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan
proses yang menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Umur : 26 yahun
Agama : Islam
Suku/bangsa : Sunda/ Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Tanggal masuk RS : 2 Maret 2015
Tanggal pengkajian : 4 Maret 2015
Diagnosa medis : Post SC a/i gagal drip POD 1
Alamat : Jn Sekepeer RT 04 RW 05 Kelurahan
sindang jaya- Mandalajati Bandung
b. Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Suku/bangsa : Sunda/ Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Jln Sekepeer RT 04 RW 05 kelurahan
sindangjaya – Mandalajati
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri daerah operasi
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri daerah luka operasi yang dirasakan bertambah apabila bergerak
atau batuk, dan berkurang apabila diam atau diistirahatkan. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk benda tajam dan mengganggu aktifitas. Nyeri
terfokus pada daerah luka op saja tidak menyebar ke daerah lain. Nyeri
yang dirasakan berada pada skala 7 dari rentang 1-10. Nyeri datang
secara terus menerus.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya,
klien juga meyangkal pernah menderita penyakit yang
menghruskannnya dirawat. Kalaupun sakit hanya flu ringan yang
sembuh dengan obat warung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Menurut pengakuan klien, di dalam keluargana tidak ada yang
mempunyai penyakit keturunan seperti: hypertensi, DM, asma, jantung
atau riwayat penyakit menular seperti: hepatitis dan TBC juga tidak ada
riwayat melahirkan bayi kembar.
e. Riwayat obstetri dan ginekologi
1) Riwayat ginekologi
a) Riwayat menstruasi
Klien mengatakan pertama kali haid pada usia 13 tahun dengan
siklus 28 hari dengan lama haid sekitar 5-7 hari.
HPHT tanggal 19 mei 2014 dengan taksiran persalinan tanggal
26 februari 2015.
b) Riwayat perkawinan
Klien menikah pada usia 21 tahun dan ini merupakan
pernikahan pertama baik untuk kien dan suaminya.
c) Riwayat keluarga berencana
Klien mengatakan setelah kelahiran anak pertama
menggunakan KB IUD selama satu tahin dan di buka karena
ingin merencanakan kehamilan kedua. Selama di KB klien
tidak merasakan keluhan apa-apa.
Setelah persalian kedua klien langsung menggunakan IUD.
2) Riwayat obstetri
a) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Pada kehamilan dahulu klien rajin memeriksakan
kehamilannya ke rumah sakit. Keluhan yang dirasakan selam
hamil merupakan keluhan yang umum dirasakan pada ibu
hamil seperti: mual, pusing dan muntah tetapi tidak sampai
mengganggu aktifitas. Persalinan yang dulu ditolong oleh
bidan di rumah sakit secara spontan, selama persalinan tidak
ada hambatan baik intrapartum maupun postpartum.
b) Riwayat persalinan sekarang
Klien melahirkan secara SC pada tanggal 3 maret 2015 jam
10:42 WIB dengan indikasi gagal drip pada umur kehamilan
39 minggu. Bayi yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki
dengan berat badan 2980 gram dan panjang badan 48 cm. Pada
saat lahir apgar score 7-9.
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHG
Nadi : 76 kali permenit
Suhu : 36,7 C
Respirasi : 20 kali permenit
b. Kepala dan leher
Rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok, tidak ada
lesi dan tidak ada keluhan pusing.
Wajah tidak oedema, tidak ada kloasma gravidarum, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, terkadang terlihat meringis karena
menahan nyeri.
Bibir lembab, gigi tidak caries.
Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan peningkatan JVP.
Reflek menelan tidak ada keluhan
c. Dada
Pergerakan dada simetris, suara napas vesikuler dan tidak ada
pembesaran jatung.
Payudara tampak terlihat simetris antara kiri dan kanan, puting
menonjol, aerola tampak lebih hitam dan kolostrum sudah keluar.
d. Abdomen
Ada luka operasi arah transversal perut bagian bawah sepanjang ± 10
cm dan terlihat adanya striae albikan.
e. Genetalia dan anus
Terdapat lochea rubra, tidak terlihat adanya varises.
Anus tidak ada haemorrhoid
f. Ekstremitas atas dan bawah
Ektremitas: tidak oedema, tidak ada varices, kekuatan otot
4 4
4 4
B. ANALISA DATA
No Data Penyebab Masalah
1 |DS : Klien mengeluh
nyeri pada daerah op.
Nyeri yang dirasakan
berada pada skala 7 dari
rentang 1-10. Nyeri
datang secara terus
menerus.
DO : - Terdapat luka op
didaerah abdomen bawah
arah transversal bawah
sepanjang ± 10 cm
- Ekspresi wajah
kadang terlihat
meringis karena
menahan nyeri.
Tindakan post SC
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Pengeluaran zat vasoaktif
(histamin, bradikinin da
serotonin
Merangsang reseptor nyeri
pd ujung-ujung saraf bebas
Nyeri dihantarkan ke spinal
cord talamus cortek
serebri
Nyeri dipersepsikan
Nyeri
2 DS : -
DO : - Terdapat luka op
didaerah abdomen bawah
arah transversal bawah
sepanjang ± 10 cm.
Tindakan pembedahan
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Hilangnya fungsi kulit
sebagai proteksi
Memungkinkan masuk
mikroorganisme ke tubuh
Resiko terjadi infeksi
Resiko tinggi
infeksi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan dengan trauma pembedahan
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma gangguan
integritas kulit akibat prosedur pambedahan
D. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan dengan trauma pembedahan
Tujuan: rasa nyaman terpenuhi dan tidak terasa nyeri
Kriteria:
a. Megidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat.
b. Mengungkapkan berkurangnya nyeri.
c. Tampak relaks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi Rasional
a) Tentukan karakteristik dan
lokasi ketidaknyamanan.
Perhatikan isyarat verbal dan
nonverbal seperti meringis,
kaku dan gerakan melindungi
atau terbatas.
b) Berikan informasi dan
petunjuk antisipasi mengenai
penyebab ketidaknyamanan
dan intervensi yang tepat
c) Observasi tanda-tanda vital.
a) Meningkatkan pemecahan
masalah, membantu
mengurangi nyeri berkenaan
dengan ansietas dan ketakutan
karena ketidaktahuan dan
memberikan rasa kontrol.
b) Pada banyak klien, nyeri dapat
menyebabkan gelisah serta
dapat meningkatkan TD dan
nadi.
c) Selama 12 jam pertama
pascapartum kondisi uterus
kuat dan teratur dan ini
berlanjut selama dua sampai
tiga hari berikutnya, meskipun
d) Perhatikan nyeri tekan uterus
dan adanya karakteristik nyeri
klien: perhatikan infus
oksitosin pasca operasi.
e) Ubah posisi klien, kurangi
rangsangan yang berbahaya
dan berikan gosokan
punggung.
f) Anjurkan penggunaan
pernafasan relaksasi dan
distraksi.
g) Lakukan latihan nafas dalam,
spirometri intentif dan batuk
dengan menggunakan
prosedur-prosedur pembebatan
dengan tepat, 30 menit setelah
pemberian analgesik
frekuensi dan intensitasnya
dikurangi. Faktor yang
memperberat nyeri penyerta
meliputi multipara,
overdistensi uterus, menyusui
dan pemberian preparat ergot
dan oksitosin.
d) Meningkatkan kenyamanan
dan menurunkan distraksi tidak
menyanangkan, meningkatkan
rasa sejahtera.
e) Relaksasi otot dan
mengalihkan perhatian dari
sensasi nyeri
f) Nafas dalam meningkatkan
upaya pernafasan. Pembebatan
menurunkan ketegangan area
insisi dan mengurangi nyeri
dan ketidaknyamanan
berkenaan dengan gerakan otot
abdomen. Batuk Diindikasikan
bila sekresi atau ronchi
terdengar.
g) Menurunkan pembentukan gas
dan meningkatkan peristaltik
untuk menghilangkan
ketidaknyamanan akibat
akumulasi gas yang sering
memuncak pada hari ketiga
setelah kelahiran plasenta.
h) Anjurkan ambulasi dini.
Anjurakan menghindari
makanan atau cairan
pembentuk gas.
i) Anjurkan penggunaan posisi
rekumben lateral kiri.
j) Inspeksi hemoroid pada
perineum. Anjurkan
penggunaan kompres es
selama 20 menit setiap 4 jam,
penggunan kompres witch
hazel dan peninggian pelvis
pada bantal sesuai kebutuhan.
k) Palpasi kandung kemih,
perhatikan adanya rasa penuh.
Memudahkan berkemih
periodik setelah pengangkatan
kateter indwelling.
l) Evaluasi terhadap sakit kepala
khususnya setelah anestesi
subarakhnoid.
h) Memungkinkan gas meningkat
dari kolon desendens ke
sigmoid, memudahkan
pengeluaran
i) Membantu regresi hemoroid
dan varises vulva dengan
meningkatkan vasokonstriksi
menurunkan
ketidaknyamanandan gatal dan
meningkatkan kembalinya
fungsi usus normal.
j) Kembalinya fungsi kandung
kemih normal memerlukan
empat sampai tujuh hari dan
over distensi kandung kemih
menciptakan perasaan
dorongan dan
ketidaknyamanan.
k) Kebocoran cairan
serebrospinal melalui
duramater ke dalam ruang
ekstradural menurunkan
volume yang diperlukan untuk
menyokong jaringan otak,
menyebabkan batang otak
turun ke dasar tengkorak bila
klien pada posisi tegak.
l) Menurunkan beratnya sakit
kepala dengan meningkatkan
cairan yang ada untuk produksi
m) Anjurkan tirah baring pada
posisi datar berbaring,
timgkatkan cairan, berikan
minuman berkafein, bantu
sesuai kebutuhan pada
perawatan klien dan bayi dan
berikan ikatan abdominal bila
klien tegak, pada adanya sakit
kepala spinal.
n) Inspeksi jaringan payudara dan
puting; kaji terhadap adanya
pembesaran atau puting pecah.
o) Anjurkan menggunakan bra
penyokong
CSS dan membatasi
perpindahan posisi otak. Sakit
kepala berat dapat
mengganggu kemampuan
klien untuk melakukan
perawatan diri dan perawatan
bayi.
m) Pada 24 jam pascapartum,
payudara harus lunak dan tidak
nyeri tekan, dengan puting
bebas dari area pecah-pecah
atau adanya kemerahan.
Pembesaran payudara, nyeri
tekan puting atau adanya
pecah-pecah pada puting (bila
klien menyusui) dapat terjadi
dua sampai hari pasca partum
dan memerlukan intervensi
segera untuk memudahkan
kontinuitas menyusui dan
mencegah komplikasi lebih
serius.
n) Mengangkat payudara ke
dalam dan ke atas,
mengakibatkan posisi lebih
nyaman dan menurunkan
kelelahan otot.
o) Membantu laktasi klien
merangsang aliran ASI dan
menghilangkan stasis dan
ketegangan. Penggunaan
p) Berikan informasi tentang
menyusui: frekuensi
pemberian makan,
memberikan kompres panas
pada payudara sebelum
menyusui, posisi yang tepat
pada bayi dan mengeluarkan
ASI secara manual
q) Anjurkan klien mulai memberi
makan dari puting yang tidak
nyeri tekan selama beberapa
kali pemberian makan secara
berkala bila hanya satu puting,
r) Berikan kompres es pada area
aksila payudara bila klien tidak
merencanakan menyusui.
Berikan kompresi ketat dengan
pengiikat selama 72 jam atau
penggunaan bra penyokong
ketat. Hindari pemajanan
“gendongan Football”
mengarahkan kaki bayi
menjauh dari abdomen. Bantal
membantu menyokong bayi
dan melindungi insisi dalam
posisi duduk atau miring.
p) Respon menghisap pertama
kuat dan mungkin nyeri. Mulai
memberikan makan dengan
payudara yang tidak sakit
kemudian dilanjutkan pada
payudara yang sakit mungkin
mengurangi nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.
q) Pengikatan dan kompres es
mencegah laktasi dengan cara–
cara mekanis dan metode yang
disukai untuk supresi laktasi.
Ketidaknyamanan berakhir
kira-kira 48 sampai 72 jam,
tetapi berkurang atau hilang
dengan menghindari stimulasi
puting.
r) Meningatkan kenyamanan,
yang memperbaiki status
psikologis dan meningkatkan
morbilitas. Penggunaaan obat
yang bijaksana memungkinkan
ibu yang menyusui menikmati
berlebihan payudara terhadap
panas atau rangsangan
payudara oleh bayi, pasangan
seksual atau klien sampai
supresi selesai. (Kira-kira satu
minggu )
s) Kolaborasi pemberian
analgetik setiap tiga sampai
empat jam, berlanjut dari rute
IV atau IM sampai ke rute oral.
Berikan obat pada klien yang
menyusui 48 sampai 60 menit
sebelum menyusui.
dalm memberikan makan tanpa
efek-efek samping pada bayi.
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma gangguan
integritas kulit akibat prosedur pambedahan .
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria:
a. Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko dan
meningkatkan penyembuhan
b. Menunjukkan luka bebas dari drainage purulen dengan tanda awal
penyembuhan, uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter
lochea normal.
c. Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisius dan
urine jernih kuning pucat.
Intervensi Rasional
a) Anjurkan dan gunakan teknik
mencuci tangan dengan cermat
a) Membantu mencegah dan
membatasi penyebaran infeksi.
dan pembuangan pengalas
kotoran, pembalut perineal, dan
linen terkontaminasi dengan tepat.
b) Tinjau ulang Hb/Ht prenatal:
perhatikan adanya kondisi yang
mempredisposisikan klien pada
infeksi pasca operasi.
c) Kaji status nutrisi klien.
d) Anjurkan masukan cairan oral dan
diet tinggi protein, vitamin C dan
besi.
e) Inspeksi balutan abdominal
terhadap eksudat atau rembesan.
f) Kaji suhu, nadi dan jumlah sel
darah putih.
b) Anemia, diabetes, dan persalinan
yang lama sebelum kelahiran
sesarea meningkatkan resiko
infeksi dan perlambatan
penyembuhan.
c) Klien yang BB-nya 20 % di
bawah berat normal atau yang
anemia atau malnutrisi lebih
rentan terhadap infeksi pasca
partum
d) Mencegah dehidrasi,
memaksimalkan volume sirkulasi
dan aliran urine. Protein dan
vitamin C diperlukan untuk
pembentukkan kolagen; besi
diperlukan untuk sintesis Hb.
e) Rembesan dapat menandakan
hematoma, gangguan penyatuan
jaringan atau dehisens luka,
memerlukan intervensi lanjut.
f) Demam setelah pasca operasi hari
ketiga, leukositosis dan
takhikardi menunjukan infeksi.
Peningkatan suhu sampai 38,30C
dalam 24 jam pertama sangat
mengindikasikan infeksi,
peningkatan sampai 380C pada
hari kedua dalam sepuluh hari
g) Kaji lokasi dan kontraktilitas
uterus; perhatikan involusi atau
adanya nyeri tekan uterus ekstrem.
h) Perhatikan jumlah dan bau rabas
lochea atau perubahan pada
kemajuan normal dari rubra
menjadi serosa
i) Lakukan teknik septic dan aseptic
pada pemasangan alat forsep atau
vakum.
j) Lakukan persiapan pre operasi
dengan mencukur daerah insisi
pembedahan, pengosongan kolon
dan kandung kemih, serta puasa
untuk pengosongan lambung.
pertama pasca partum adalah
bermakna.
g) Perlambatan involusi
meningkatkan resiko
endometritis. Perkembangan
nyeri tekan ekstrim menandakan
kemungkinan jaringan plasenta
tertahan atau infeksi.
h) Secara normal lochea berbau
amis; namun pada endometritis
rabas mungkin purulen dan
berbau busuk dan dapat gagal
menunjukkan kemajuan dari
lokhea rubra menjadi serosa
sampai alba.
i) Untuk mencegah masuknya
kuman melalui perlukaan jalan
lahir
j) Untuk mencegah infeksi akibat
insisi dan pengeluaran feces dan
isi lambung,
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Leveno, dkk,2009, Obstetri Williams, Panduan ringkas edisi
21, EGC, Jakarta.
Bobak. lowdermilk, 2005, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, EGC,
Jakarta.
Doenges,Marilynn E, 2001, Rencana perawatan maternal/bayi : Pedoman
untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan klien,Penerbit Buku
kedokteran EGC,Jakarta.
http//indaahdianhusada.blogspot.com/p/forcep-Ekstraksi.html. diunduh
tanggal 5 maret 2015.
http//suherna-kasmia.blogspot.com/2011/07/09/persalinan-dengan-vacum-
ekstraksi.html. diunduh tanggal 5 maret 2015.
Manuaba. Ida Bagus Gede, 2002, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, EGC, Jakarta
Saifuddin.Abdul Bari, 2006, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.
SOAL-SOAL LATIHAN MATERNITAS : EF, VE, SC
1. Ny. B, 1 hari pasca operasi section saecaria. Jam 3 pagi ia terbangun dan
terlihat kelelahan. Dari pemeriksanan, tanda vital stabil, tetapi Ny. B mengeluh
tidak bisa tidur, merasa sakit pada bagian jahitan dan takut untuk bergerak
miring kiri/kanan. Ny. B tidak mendapatkan obat anti nyeri sejak jam 9 malam.
Manakah tindakan terbaik perawat yang seharusnya?
a. Memberikan obat anti nyeri agar cepat tidur
b. Menjelaskan keadaan luka operasi, mendiskusikan cara mengurangi nyeri
pada jahitan operasi
c. Memberikan minum susu hangat dan makanan ringan untuk merangsang
kantuk
d. Membantu merubah posisi, memijat punggung dan memberikan obat anti
nyerinya
e. Menghubungi dokter untuk meminta advice obat anti nyeri
2. Ny. G, 29 tahun, post partum yang kedua dengan tindakan ekstraksi forcep,
perawatan segera paska melahirkan yang tepat adalah, KECUALI
a. Palpasi fundus uteri setiap 15 menit
b. Pemantauan tanda vital tiap 15 menit
c. Pemeriksaan perdarahan balutan luka dan perineal tiap 15 menit
d. Mengusap fundus uteri agar tetap nyaman tiap 15 menit
e. Memberikan minum untuk test feeding setiap 15 menit.
3. Seorang perempuan berusia 25 tahun G1P0A0, usia kehamilan 12 minggu
datang ke UGD RS dengan keluhan mual muntah yang sering, hampir 6 kali
sehari, tidak mau makan, nyeri epigastrium, pusing dan cepat letih. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan turgor kulit berkurang, mata cekung, nafas
berbau aseton. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan aseton dalam
urin positif. Apakah Diagnosa keperawatan yang utama pada pasien tersebut?
a. Gangguan rasa nyaman nyeri
b. Gangguan pemenuhan nutrisi
c. Gangguan istirahat dan tidur
d. Gangguan pemenuhan cairan dan elektrolit
e. Gangguan pola aktifitas
4. Perempuan berusia 32 tahun, post SC hari ke-2. Hasil pemeriksaan fisik : KU
baik, TD 110/70 mmHg, Nadi 80 X/menit, Respirasi 20 X/menit, Suhu 37°C,
kondisi luka post operasi : jahitan luka belum kering. Klien mau menghabiskan
diet yang disajikan, namun mengeluh belum BAB, disertai rasa tidak nyaman.
Klien belum duduk, hanya miring kanan dan kiri. Apakah kemungkinan
penyebab klien belum bisa BAB pada kasus diatas?
a. Frekuensi dan kualitas ambulasi yang tidak adekuat.
b. Penurunan peristaltik usus karena anastesi.
c. Kurang pemasukan nutrisi
d. Komplikasi operasi Seksio Caesaria
e. Ketidakcukupan diet tinggi serat
5. Ny. N berusia 18 tahun, post VE hari ke-3. Saat ini klien sudah diperbolehkan
untuk pulang, namun karena biaya yang tidak dapat diperolehnya untuk
membiayai perawatan dan suaminya juga tidak bertanggung jawab, klien
akhirnya berniat menjual bayinya. Tindakan perawat yang tepat terhadap kasus
diatas adalah
a. Menganjurkan orang tua klien/penanggung jawab untuk menghubungi
pihak pelayanan
b. Menganjurkan klien untuk tetap merawat bayinya di rumah
c. Menasihati klien agar dapat menerima kenyataan
d. Membantu klien secara materi
e. Menjelaskan kepada klien tentang pentingnya merawat bayinya
6. Ny. S usia 30 tahun G2P0A1 usia kehamilan 38 minggu mengeluh perutnya
terasa mules-mules, keluaran cairan dari jalan lahir sejak semalam datang ke
poli kebidanan masuk ke UGD dilakukan pemeriksaan kehamilan, hasil
pemeriksaan TB 145 cm, BB 65 kg, TD 110/80 mmHg, Nadi 80x/menit,
pembukaan 7 cm, DJJ 146 x/menit. Sesuai dengan hasil pemeriksaan, Ny S
harus menjalani persalinan dengan cara...
a. Sectio caesaria
b versi ekstraksi
c. forcep ekstraksi
d.vaccum ekstraksi
e. induksi persalinan
7. Ny. N usia 28 tahun post partum melalui SC POD ke 5, keluarganya melarang
Ny. N untuk makan makanan yang mengandung protein tinggi seperti ikan dan
daging karena bisa menyebabkan gatal-gatal pada daerah op, sehingga selama
post op Ny. N hanya mengkonsumsi nasi dengan sayuran dan protein nabati.
Sebagai seorang perawat apa yang semestinya anda lakukan apabila
mengetahui permasalahan di atas.
a. Membiarkan saja, karena itu merupakan keyakinannya.
b. Menyuruh Ny.N untuk tidak mengindahkan keyakinan tersebut, karena hal
tersebut salah.
c. Menjelaskan hal yang sebenarnya tanpa menyalahkan apa yang diyakini
keluarga.
d. Dengan sembunyi-sembunyi memberikan daging dan ikan kepada Ny. N
tanpa sepengetahuan keluarga.
e. Pura-pura tidak tahu untuk menghormati keyakinan keluarga.
8. Seorang ibu dengan hamil term G3P2A0 hendak melahirkan di bidan. Bidan
menyarankan untuk melahirkan di RS karena TFU sudah 40 cm dan hasil USG
BB bayi 4,2 kg. Ketika sudah tiba waktunya bersalin, keluarga menyarankan
untuk melahirkan di Bidan tersebut karena kehamilan sebelumnya juga
melahirkan di tempat tersebut dan bidan menyanggupinya karena merasa
mampu menolong karena riwayat persalinan sebelumnya. Ketika proses
persalinan terjadi distosia bahu, kepala bisa lahir, tetapi bahu tidak bisa lahir
akhirnya bidan merujuk ke RS, tetapi sampai di RS bayi meninggal dan
dilahirkan secara spontan dengan berat bayi lahir 5,3 kg. pernyataan dibawah
ini yang seharusnya dilakukan oleh bidan diantarnya, kecuali :
a. Bidan tsb melanggar kode etik kebidanan karena menolong persalinan
dengan penyulit
b. Ada bukti penolakan dirujuk dari keluarga (informed concent)
c. Bidan tsb mampu memberikan informasi dan motivasi tentang kondisi
pasien terutama tetnang alasan dirujuk ,bahayanya bila tidak dirujuk dan
menjelaskan tetnang kewenangan bidan
d. Bidan harus mampu meyakinkan pasein dan keluarga tentang kondisi
pasien dan tindakan yang dilakukan sehingga pasien mengerti dan mau
melakkukan apa yang disarankan bidan
e. Harusnya bidan merujuk pasien ke rumah sakit walaupun pasien dan
keluarga menolak.
9. Tn. A usia 35 thn adalah suami dari Ny. L yang telah melahirkan anak
pertamanya dengan tindakan ektraksi vakum, karena melihat kepala bayinya
terdapat luka akibat trauma pada saat persalinan, Tn. A tidak mau menerima
dan marah-marah karena merasa tidak mendapat penjelasan efek terhadap
bayinya. Tindakan perawat sebaiknya adalah
a. Mendengarkan semua keluhan Tn. A dan mencoba memberikan
penjelasan
b. Menghadirkan pihak ketiga yang lebih powerfull untuk menjelaskan
keadaan yang sebenarnya
c. Menyarankan Tn. A agar tetap tenang
d. Meminta Tn. A untuk bertanya langsung kepada dokter operator
e. Membiarkan Tn A marah-marah
10. Ny. A postpartum Post Extraksi Vakum hari ke 3 dengan terdapat luka
episiotomy yang cukup lebar dan sudah berada di rumah, menurut kebiasaan
masyarakat di tempat itu klien harus duduk di atas genteng yang sudah
dipanaskan agar luka episiotomi segera kering. Sikap yang tepat sebagai
perawat di masyarakat tersebut adalah
a. Menyarankan Ny. A tidak melakukan hal tersebut
b. Menjelaskan kepada Ny. A dan masyarakat hal tersebut dapat berdampak
putusnya jahitan pada perineum
c. Menjelaskan hal tersebut tidak berdampak segera dapat mempercepat
proses keringnya jahitan epis
d. Menawarkan alternative yang lebih aman tanpa harus melakukan
kebiasaan tersebut.
e. Membiarkan Ny. A melakukan apapun keinginannya.