Perencanaan dan pembuatan mekanisme rol untuk produksi ...

51
2. TEORI DASAR Urutan produksi mi basah dimulai dengan pencampuran bahan baku berupa air, tepung terigu, garam dan kuning telur dengan perbandingan tertentu. Hasil pencampuran bahan baku tersebut adalah adonan mi yang berbentuk gumpalan- gumpalan yang dimensinya tidak beraturan. Adonan mi ini kemudian akan dimasukkan ke mekanisme melalui hopper untuk dibentuk menjadi mi. Pada dasarnya proses yang terjadi di dalam mekanisme adalah melewatkan adonan mi melalui sejumlah pasangan rol. Adonan mi dilewatkan pasangan-pasangan rol supaya terjadi efek penekanan dan penarikan yang menyebabkan glutine pada adonan mi menjadi sejajar. Setelah glutine menjadi sejajar, akan didapatkan adonan mi yang berbentuk lembaran dengan permukaan halus dan bersifat ulet. Adonan mi yang berbentuk lembaran ini kemudian akan dipotong dengan cara melewatkan lembaran melalui sepasang rol pemotong. Mekanisme untuk produksi mi basah yang dirancang terdiri dari beberapa komponen yang digerakkan oleh satu motor listrik. Komponen-komponen mekanisme yang dirancang adalah: aRol. b. Roda gigi lurus (spurr gear). c. Poros. d. Bantalan. e. V-belt dan puli. f. Mekanisme pendorong pada hopper. h. Ulir Pendorong. Secara garis besar cara kerja mekanisme untuk produksi mi basah dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Transcript of Perencanaan dan pembuatan mekanisme rol untuk produksi ...

2. TEORI DASAR

Urutan produksi mi basah dimulai dengan pencampuran bahan baku berupa

air, tepung terigu, garam dan kuning telur dengan perbandingan tertentu. Hasil

pencampuran bahan baku tersebut adalah adonan mi yang berbentuk gumpalan-

gumpalan yang dimensinya tidak beraturan. Adonan mi ini kemudian akan

dimasukkan ke mekanisme melalui hopper untuk dibentuk menjadi mi.

Pada dasarnya proses yang terjadi di dalam mekanisme adalah melewatkan

adonan mi melalui sejumlah pasangan rol. Adonan mi dilewatkan pasangan-pasangan

rol supaya terjadi efek penekanan dan penarikan yang menyebabkan glutine pada

adonan mi menjadi sejajar. Setelah glutine menjadi sejajar, akan didapatkan adonan

mi yang berbentuk lembaran dengan permukaan halus dan bersifat ulet. Adonan mi

yang berbentuk lembaran ini kemudian akan dipotong dengan cara melewatkan

lembaran melalui sepasang rol pemotong.

Mekanisme untuk produksi mi basah yang dirancang terdiri dari beberapa

komponen yang digerakkan oleh satu motor listrik. Komponen-komponen

mekanisme yang dirancang adalah:

aRol .

b. Roda gigi lurus (spurr gear).

c. Poros.

d. Bantalan.

e. V-belt dan puli.

f. Mekanisme pendorong pada hopper.

h. Ulir Pendorong.

Secara garis besar cara kerja mekanisme untuk produksi mi basah dapat dilihat pada

gambar berikut ini:

Gambar 2.1. Cara Kerja Mekanisme

2.1. Dasar-dasar teori proses rol

Dasar-dasar teori proses rol yang akan dibahas adalah:

a. Kecepatan aliran material pada saat masuk celah rol dan pada saat keluar celah rol.

b. Syarat jangkauan {gripping condition), sehingga material dapat masuk celah rol.

c. Analisa tegangan rol.

d. Analisa gaya rol.

e. Analisa momen torsi rol.

f. Analisa daya rol.

2.1.1. Kecepatan Aliran Material

Pada proses rol, sebagian permukaan benda mengalami suatu tekanan dari

rol, yang akan diteruskan ke dalam, sehingga menyebabkan material yang berada di

daerah pembentukannya berubah bentuk. Jika benda kerja yang dirol berbentuk

gumpalan-gumpalan dan alirannya kontinu pada celah masukkan, maka akan

terbentuk benda pipih yang alirannya kontinu pada celah keluaran. Jika benda kerja

yang dirol berbentuk benda pipih, dengan ketinggian tertentu dan alirannya kontinu

pada celah masukkan, maka akan terbentuk benda pipih, mempunyai ketinggian yang

berkurang, alirannya kontinu dan serat-serat materialnya tidak terputus. Pada proses

rol serat-serat materialnya menjadi tidak terputus karena ada efek penekanan dan

penarikan yang berlangsung bersamaan.

Selisih tinggi yang dapat dicapai pada proses rol dapat dianalisa seperti

berikut:

dimana a= sudut rol

h= selisih tinggi.

ho- tinggi masukkan

hi- tinggi keluaran

Gambar 2.2. Hubungan Sudut Rol dengan Ketinggian Benda Kerja

10

Benda kerja saat berada di dalam celah rol memiliki kecepatan berbeda-

beda. Pada saat benda kerja masuk ke dalam celah rol sampai bidang netral (neutral

plane) benda kerja akan memiliki kecepatan yang lebih lambat dibandingkan

kecepatan keliling rol. Sebaliknya benda kerja akan memiliki kecepatan yang lebih

cepat dibandingkan kecepatan keliling rol setelah melewati bidang netral. Tepat pada

bidang netral, benda keija akan memiliki kecepatan yang sama dengan kecepatan

keliling rol.

Perbedaan kecepatan benda kerja di dalam celah rol disebabkan karena pada

saat benda kerja masuk ke dalam celah rol sampai pada saat benda kerja keluar dari

celah rol akan bersinggungan dengan permukaan rol, sehingga timbul gaya gesek

antara keduanya. Pada saat benda kerja masuk ke dalam celah rol sampai benda kerja

mencapai bidang netral, gaya gesek yang terjadi antara benda kerja dan permukaan

rol bekerja berlawanan dengan arah aliran material. Sebaliknya gaya gesek yang

terjadi antara benda kerja dan permukaan rol setelah benda kerja melalui bidang

netral akan berabah arahnya, yaitu berlawanan arah terhadap gaya gesek yang timbul

pada saat benda kerja masuk kedalam celah rol. Perubahan ini terjadi pada bidang

netral.

2.1.2. Syarat Jangkauan {Gripping Condition)

Supaya benda kerja dapat masuk ke dalam celah rol, ukuran benda kerja

harus memenuhi syarat jangkauan (gripping condition). Syarat jangkauan supaya

benda kerja dapat masuk ke dalam celah rol digambarkan seperti berikut:

Gambar 2.3. Syarat Jangkauan (Gripping Conditiori)

11

Dari gambar di atas, dapat dituliskan persamaan:

Gambar 2.4. Segmen Kecil ABCD Di Dalam Celah Rol

12

Gambar 2.5. Tegangan-Tegangan yang Terjadi Pada Segmen Kecil ABCD Di Dalam

Celah Rol

Dari gambar di atas dapat ditulis persamaan:

14

Secara teori persamaan ini sulit dipecahkan, sehingga dalam aplikasinya digunakan

metode pendekatan yang dilakukan oleh Siebel, Bland dan Ford, yaitu:

Karena proses rol merupakan proses satu sumbu, tnaka syarat dari Tresca untuk

perubahan bentuk bentuk benda kerja elastis ke plastis atau syarat benda kerja mulai

mengalir pada proses ini dapat digunakan, yaitu tegangan yang bekerja:

15

Sehingga untuk daerah yang "mendahului", yaitu daerah setelah sumbu netral dapat

dituliskan:

1S

2.2. Analisa Poros

Poros adalah suatu elemen mesin yang berputar yang digunakan untuk

mentransmisikan daya. Pada poros dapat dipasang elemen-elemen mesin yang lain

seperti roda gigi dan pulli. Tegangan-tegangan yang bekerja pada poros dapat berupa

tegangan geser yang disebabkan oleh momen torsi, tegangan bending yang

19

disebabkan oleh momen bending, atau tegangan gabungan yang disebabkan oleh

momen torsi dan momen bending.

Dalam desain poros kasus-kasus yang terjadi antara lain poros hanya

dibebani oleh momen torsi saja, poros dibebani oleh momen bending saja, poros

dibebani oleh kombinasi momen torsi dan momen bending. Selanjutnya pembahasan

masing-masing kasus akan dilakukan seperti berikut ini.

2.2.1. Desain Poros Yang Dikenai Momen Torsi

Poros yang dikenai momen torsi saja disebut spindle. Bentuk poros ini pada

pendek, sehingga momen bending yang terjadi dapat diabaikan. Jika poros hanya

dikenai momen torsi saja, maka diameter poros dapat diperoleh dengan menggunakan

persamaan torsi.

22

Selanjutnya dengan mengganti yJmax dengan tegangan bending yang

diizinkan/Z>, persamaan (2.28) menjadi:

23

Gambar 2.6. Dimensi V-Belt dan V-Grooved

Sabuk-V dibuat menurut standar tertentu. Berdasarkan standar, sabuk-V

dibuat menjadi lima jenis, yaitu: A, B,C,D dan E. Dimensi standar sabuk-V

ditunjukkan pada tabel 2.1. Pulli untuk sabuk-V terbuat dari besi tuang atau baja

Dimensi standar V-grooved untuk pulli sabuk-V ditunjukkan pada tabel 2.2.

24

Tabel 2.1. Dimensi Standar Sabuk-V

Jenis Sabuk-V

A

B

C

D

E

Rentang Daya

(Hp)

1-5

3-20

10-100

30-200

40-500

Minimum Pitch

Diameter Pulli

(D) mm

75

125

200

355

500

Lebar Puncak

(b)mm

13

17

22

32

38

Ketebalan

(t)mm

8

11

14

19

23

Tabel 2.2. Dimensi Standar V-Grooved Untuk Pulli Sabuk-V (semua dimensi dalam

mm)

Jenis Sabuk-V

A

B

C

D

E

w

11

14

19

27

32

d

12

15

20

28

33

a

3.3

4.2

5.7

8.1

9.6

c

8.7

10.8

14.3

19.9

23.4

f

10

12.5

17

24

29

e

15

19

25.5

37

44.5

Jumlah

V-Grooved

(n)

6

9

14

14

20

Sudut

V-Groovea

(2P)

32,34,38

32,34,38

34,36,38

34,36,38

Dalam analisa sabuk-V ada beberapa hal yang penting, yaitu perbandingan

kecepatan, penentuan panjang sabuk-V, tegangan yang terjadi pada sisi tegang dan

25

sisi longgar sabuk-V. Selanjutnya akaii dibahas beberapa hal penting pada analisa

sabuk- V yang telah disebutkan.

2.3.1. AnalisaPerbandinganKecepatan Pada Transmisi Sabuk-V

Perbandingan kecepatan menyatakan perbandingan kecepatan antara

penggerak (driver) dan yang digerakkan (follower). Secara matematis dinyatakan

seperti berikut ini:

dl = diameter penggerak

d2 — diameter yang digerakkan

Nl= kecepatan penggerak dalam rpm

N2= kecepatan yang digerakkan dalam rpm

Panjang sabuk-V yang melalui driver dalam satu menit = mdl.Nl

Panjang sabuk-V yang melalui follower dalam satu menit = 7cd2.N2

Jika panjang sabuk-V yang melalui driver dalam satu menit sama dengan

panjang sabuk-V yang melalui follower dalam satu menit, maka:

Persamaan (2.30) menyatakan perbandingan kecepatan driver dan follower

berbanding terbalik dengan diameternya.

2.3.2. Penentuan Panjang Sabuk-V

Penentuan sabuk-V dapat dilakukan secara analitis, tetapi hasilnya harus

disesuaikan dengan panjang sabuk-V yang ada di pasaran. Jika panjang sabuk hasil

perhitungan secara analitis tidak sesuai dengan yang ada di pasaran, maka panjang

sabuk-V akan dipilih yang paling mendekati ukuran panjang sabuk-V yang ada di

pasaran. Selanjutnya dalam pemasangannya akan dilakukan dengan cara raengubah

jarak antara poros.

26

Gambar 2.7. Geometri V-Belt

Dari gambar di atas dapat dilihat kedua pulli akan berotasi pada arah yang

sama. Jika:

01 dan 02 = titik pusat kedua puli

Rl dan r2 = jari-jari puli besar dan puli kecil

x= jarak antara 01 dan 02

L = panjang sabuk secara keseluruhan

Sabuk-V akan masuk ke puli besar di G dan meninggalkan puli besar di E, sebaliknya

sabuk-V akan masuk puli kecil di F dan meninggalkan puli kecil di H. Dari titik 02

digambar garis 02M yang paralel FE. Dari geometri gambar, didapatkan 02M akan

tegak lurus OIE. Sudut M0201 = a radian. Dari pengamatan dapat diketahui

panjang belt adalah:

27

Kemudian persamaan (2.32) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.37) didapatkan:

28

Persamaan (2.38) menunjukkan persamaan panjang sabuk dengan variabel jari-jari,

dan persamaan (2.39) menunjukkan persamaan panjang sabuk dengan variabel

diameter.

Hasil perhitungan panjang sabuk dengan cara analitis di atas kemudian

disesuaikan dengan standar panjang sabuk yang ada di pasaran. Standar panjang

sabuk yang ada di pasaran dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3. Standar Sabuk-V Yang Dijual Di Pasaran

Jenis Sabuk-V

A

B

Standar Panjang Pitch Sabuk-V (mm)

645, 696, 747, 823, 848,925, 950,1001,10026,1051,1102,

1128,1204,1255,1331,1433,1458,1509,1560,1636,1661,

1687,1763,1814,1941, 2017,2068,2093,2195, 2322,2474,

2703,2880,3084, 3693

932,1008, 1059, 1110,1212,1262,1339,1415, 1440, 1466,

1567,1694,1770, 1821,1948,2024,2101,2202, 2329,2507,

2583,2710, 2888, 3091, 3294, 3701,4056, 4158, 4437,4615,

4996, 5377

29

Tabel 2.3. Standar Sabuk-V Yang Dijual Di Pasaran (lanjutan)

c

D

E

1275,1351, 1453,1580, 1681, 1783,1834,1961,2088,2113,

2215,2342, 2494, 2723,2901,3104,3205,3307, 3459, 3713,

4069,4171,4450,4628, 5009, 5390,6101, 68863,7625,

8387,9149

3127,3330,3763,4092,4194,4473,4651, 5032, 5413,

6124,6886,7648, 8410,9172,9934,10696,12220,

13744, 15268,16792

5426, 6137,6899, 7661, 8423,9185,9947,10709,12233,

13757,15283,16805

2.3.3. Analisa Tegangan Sabuk-V

Analisa tegangan sabuk-V dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

sisi tegang dan sisi longgar pada sabuk-V. Untuk mengawali analisa, akan dipelajari

dahulu gaya-gaya yang bekerja pada sabuk-V melalui gambar-gambar berikut ini.

30

Selanjutnya diambil segmen kecil POQ. Besamya gaya gesek adalah:

32

Persamaan (2.45) di atas merapakan persamaan yang menyatakan perbandingan

tegangan sabuk-V pada sisi yang tegang dan sisi yang longgar.

2.4. Analisa Roda Gigi Lurus (Spurr Gear)

Gerakan dan transmisi daya yang dilakukan oleh roda gigi secara kinematika

sama dengan transmisi yang oleh roda gesek. Agar transmisi daya dapat dipahami,

perhatikan gambar berikut.

Gambar 2.9. Roda Gesek

33

Perhatikan dua roda gesek A dan B yang terpasang pada poros. Kedua roda

gesek mempunyai kekasaran permukaan yang memadai dan saling menekan. Roda

gesek A terpasang pada poros pemutar dan roda gesek B terpasang pada poros yang

diputar. Roda gesek A akan memutar roda gesek B dalam arah yang berlawanan.

Roda gesek B akan diputar oleh roda gesek A sepanjang gaya tangensial yang

ditimbulkan oleh roda gesek A tidak melebihi tahanan gesek maksimum antara kedua

roda. Jika gaya tangensial melebihi tahanan gesek, akan terjadi slip antara kedua roda.

Agar slip tidak terjadi, sejumlah gigi seperti ditunjukkan dalam gambar 2.9.

ditambahkan. Bentuk roda gesek yang dilengkapi dengan gigi-gigi untuk mencegah

slip dinamakan gear atau roda gigi.

Gambar 2.10. Pasangan Roda Gigi

Roda gigi yang digunakan untuk mentransmisikan daya antara poros-poros

yang sejajar atau paralel dinamakan roda gigi lurus atau spurr gears. Tata nama roda

gigi lurus dapat dilihat pada gambar 2.11.

34

1 Gambar 2.11. Tata Nama Roda Gigi Lurus

Pitch circle atau lingkaran puncak adalah suatu lingkaran teoritis terhadap

mana semua perhitungan biasanya didasarkan. Pitch circle diameter (D) adalah

diameter lingkaran puncak. Lingkaran puncak dari sepasang roda gigi yang

berpasangan adalah saling bersinggungan satu terhadap yang lain. Pirtion adalah roda

gigi yang terkecil di antara dua roda gigi yang berpasangan. Yang lebih besar sering

disebut gear.

Circular pitch (pc) atau jarak: lengkung puncak adalah jarak yang diukur

pada lingkaran puncak, dari satu titik pada sebuah gigi ke suatu titik yang berkaitan

pada gigi di sebelahnya. Jadi jarak lengkung puncak sama dengan jumlah tebal gigi

(tooth thickness) dan lebar antara {width ofspace).

Module (m) atau modul adalah perbandingan antara diameter puncak dengan

jumlah gigi. Satuan panjang yang biasa dipakai adalah milimeter. Modul adalah

indeks dari ukuran gigi pada standar SI.

Pitch diametral (pd) atau puncak diametral adalah perbandingan antara

jumlah gigi pada roda gigi dengan diameter puncak. Jadi ini adalah kebah'kan dari

35

modul. Karena puncak diametral hanya digunakan dalam satuan Tnggris, ini

dinyatakan dalam jumlah gigi per inci.

Addendum (a) adalah jarak radial antara bidang atas (top land) dengan

lingkaran puncak. Dedendum (b) adalah jarak radial dari bidang bawah (bottom land)

ke lingkaran puncak. Tinggi keseluruhan (ht) atau whole depth adalah jumlah

addendum dan dedendum.

Clearance circle atau lingkaran kebebasan adalah lingkaran yang

bersinggungan dengan lingkaran addendum dari pasangan roda gigi tersebut.

Kebebasan (clearance) adalah besaran yang disediakan dedendum bagi addendwn

dari roda gigi pasangannya. Kibasan punggung {backlash) adalah besaran yang

diberikan oleh lebar antara dari suatu roda gigi kepada tebai gigi dari roda gigi

pasangannya diukur pada lingkaran puncak.

Berdasarkan definisi-defmisi di atas dapat dibentuk beberapa persamaan

untuk roda gigi lurus, yaitu:

36

Gambar 2.12. Kondisi Putaran Konstan Pada Pasangan Roda Gigi

Garis TT adalah garis tangen dan garis MN adalah garis normal pada titik

kontak Q. Dari pusat-pusat 01 dan 02 digambar 01M dan 02N tegak lurus MN.

Dengan sedikit pengamatan dapat diiihat bahwa titik Q akan bergerak dalam arah QC

jika diamati sebagai bagian dari titik pada roda 1 dan bergerak dalam arah QD jika

diamati sebagai bagian dari titik pada roda 2.

37

Jika vl dan v2 adalah kecepatan titik Q pada roda 1 dan roda 2, maka

komponen-komponen kecepatan vl dan v2 sepanjang garis normal MN harus sama

selama kedua gigi saling kontak.

Dari persamaan (2.55) dapat dilihat bahwa perbandingan kecepatan sudut

akan berbanding terbalik dengan perbandingan jarak P dengan pusat 01 dan pusat

02. Sehingga jika diinginkan perbandingan kecepatan sudut yang konstan untuk

setiap posisi, titik P harus merupakaii titik yang tetap untuk kedua roda. Titik ini

disebut titik puncak atau pitch point. Dengan kata lain garis normal pada titik kontak

sepasang gigi harus selalu melalui titik puncak atau pitch point. Jika D\ dan D2

adalah diameter lingkaran puncak dari roda gigi 1 dan roda gigi 2 yang mempunyai

gigi sebanyak M dan N2, maka persamaan (2.55) menjadi:

38

2.4.2. Gigi Involut

Kondisi yang telah dijabarkan pada subbab 2.4.1. dapat terpenuhi jika gigi-

gigi yang digunakan adalah bentuk gigi involut. Bentuk gigi involut dapat diperoleh

seperti gambar 2.13.

, Gambar 2 J 3. Konstruksi Gigi Involut

Pada gambar 2.13. titik A adalah awal titik involut. Lingkaran dasar (base

circle) dibagi menjadi beberapa bagian yang sama yaitu APl, P1P2, P2P3. Garis

tangen pada titik P l , P2, P3 digambar dan panjang P lAl , P2A2, P3A3 adalah sama

dengan panjang busur APl, AP2, AP3. Dengan menghubungkan A, Al, A2, A3

didapatkan kurva involut AR. Dengan sedikit pengamatan pada titik A3, garis tangen

A3T pada involut adalah tegak lurus P3A3, sehingga P3A3 adalah garis normal

involut di titik A3. Dengan kata lain garis normal pada setiap titik dari suatu involut

adalah membentuk tangen dengan lingkaran dasar.

39

Titik-titik 01 dan 02 adalah titik-titik pusat dari dua lingkaran dasar.

Involut-involut AB dan A'B' dalam keadaan saling kontak di titik Q. Garis MQ dan

garis NQ adalah garis-garis normal involut di titik Q dan garis-garis tersebut tangen

terhadap lingkaran dasar. Jika garis normal untuk suatu involut pada suatu titik adalah

tangen terhadap lingkaran dasar, maka garis normal MN pada titik Q juga merupakan

garis tangen terhadap kedua lingkaran dasar. Dari gambar 2.13. garis normal MN

berpotongan dengan garis yang menghubungkan pusat O1O2 pada suatu titik tetap P

(titik ini disebut titik puncak atau pitch point). Oleh karena itu gigi-gigi involut

memenuhi dasar kondisi perbandingan kecepatan konstan.

Dari segitiga02NP dan segitiga OIMP dapat dibentuk persamaan:

Berdasarkan gambar 2.13. serta persamaan-persamaan (2.57) dan (2.60)

dapat dilihat jika jarak pusat berabah, maka jari-jari lingkaran puncak juga berabah.

Tetapi perbandingan OIP dan O2P tetap. Garis normal pada titik kontak tetap melalui

titik puncak, sehingga kedua roda gigi tetap bekerja secara tepat. Sedangkan sudut

tekan akan bertambah seiring dengan penambahan jarak pusat.

40

2.4.3. Proporsi Standar Sistem Roda Gigi

Tabel berikut akan menunjukkan proporsi standar sistem roda gigi yang

digunakan dalam modul (m).

Tabel 2.4. Proporsi Standar Sistem Roda Gigi

2.4.4. Interferensi Pada Roda Gigi Involut

Suatu roda gigi dipasangkan dengan pinion seperti ditunjukkan pada gambar

2.14. Garis MN adalah garis tangen terhadap lingkaran dasar dan KL adalah jejak

kontak antara dua gigi yang berpasangan. Dari pengamatan dapat dilihat jika jari-jari

lingkaran addendum dari pinion bertambah hingga OIN, titik kontak L akan bergerak

dari L ke N. Ketika jari-jari addendum pinion ini terus bertambali, titik kontak L akan

berada di dalam lingkaran dasar dari roda gigi dan tidak berada pada involut profil

gigi dari roda gigi. Kontak gigi dari pinion akan memotong gigi roda gigi padabagian

dasar dan akan menghilangkan bagian dari profil gigi involut dari roda gigi. Keadaan

ini disebut interferensi.

Sama halnya jika jari-jari addendum dari roda gigi bertambah sebelum O2M,

maka kontak gigi dari roda gigi akan mengakibatkan interferensi gigi pinion. Titik-

titik M dan N disebut titik-titik interferensi. Interferensi dapat dihindari jika jejak

41

kontak ada di antara titik-titik M dan N. Nilai batas jari-jari lingkaran addendum

untuk pinion adalah OIN dan untuk roda gigi adalah O2M.

Untuk menghindari interferensi nilai batas jari-jari lingkaran addendum

pinion 01N dan jari-jari lingkaran addendwn roda gigi 02M dapat diperoleh seperti

berikut:

Gambar 2.14. Interferensi Pada Roda Gigi Involut

Untuk menghindari interferensi dapat dilakukan dengan cara menetapkan

jumlah gigi minimum pinion. Tabel 2.5. berikut akan didaftarkan jumlah gigi

minimum untuk pinion supaya tidak terjadi interferensi.

L_

42

Tabel 2.5. Jumlah Gigi Minimum Pinion Untuk Menghindari Interferensi

2,4,5, Analisa Gaya

Sebelum memulai analisa gaya dari rangkaian roda gigi akan disepakati dulu

notasi yang dipakai. Angka 1 digunakan untuk rangka mesin, roda gigi masukkan

akan dinyatakan sebagai roda gigi 2, dan kemudian nomor roda gigi berikutnya 3, 4,

dan seterusnya sampai roda gigi terakhir dalam rangkaian. Berikutnya ada poros

dimana roda gigi terpasang. Poros akan dinyatakan dengan notasi bawah a, b, c, dan

seterusnya.

Dengan notasi tersebut sekarang dapat dikatakan gaya yang dilakukan roda

gigi 2 terhadap roda gigi 3 adalah F'23. Gaya yang dilakukan roda gigi 2 terhadap

poros a adalah F^a. Selanjutnya dapat juga dituliskan Fa% sebagai gaya yang dilakukan

poros a pada roda gigi 2. Arah koordinat akan dinyatakan dengan koordinat x, y, z,

dan arah radial dan tangensial akan dinyatakan dengan notasi atas r dan /. Dengan

notasi ini P43 adalah komponen tangensial dari roda gigi 4 yang bekerja pada roda

gigi 3.

Pada gambar 2.15.a menunjukkan sebuah pinion yang dipasangkan pada

poros a berputar searah jarum jam pada n2 rpm dan menggerakkan sebuah roda gigi

pada poros b pada putaran n3 rpm. Reaksi antara gigi-gigi yang berpasangan terjadi

di sepanjang garis tekan. Pada gambar 2.15.b pinion dipisahkan dari roda gigi dan

dari poros, dan pengaruh-pengaruhnya digantikan oleh gaya. Fa2 dan Ta2 adalah gaya

43

dan momen puntir, dimana masing-masing dihasilkan oleh poros a terhadap pinion 2.

F32 adalah gaya yang diberikan oleh roda gigi 3 pada pinion. Dengan cara yang sama

akan didapatkan diagram benda bebas dari roda gigi seperti terlihat pada gambar

2.15.C.

Gambar 2.15. Diagram Benda Bebas Dari Dua Roda Gigi

Pada gambar 2.16. diagram benda bebas dari pinion digambar kembali dan

gaya-gaya diuraikan dalam komponen tangensial dan radial. Sekarang dapat

ditetapkan:

sebagai beban yang dipindahkan. Sedangkan F32 tidak memindahkan daya

Hubungan antara momen puntir dengan beban yang dipindahkan adalah:

45

H =daya

D2 = diameter pinion

N2 = putaran, rpm

2.5. Perhitungan Massa Rol, Puli, dan Roda Gigi

2.5.1. MassaRol

Untuk menghitung massa rol secara teoritis, perlu diketahui macam-macam

bentuk rol yang digunakan. Pada mekanisme untuk produksi mi basah ini ada empat

macam bentuk rol yang digunakan, keempatnya dapat dilihat pada gambar 2.17 dan

gambar 2.18 berikut:

Gambar 2.17 Macam-Macam Bentuk Rol Yang Digunakan

Selanjutnya massa masing-masing bentuk rol dapat dicari dengan rumus-

rumus:

47

2.6. Bearing (Bantalan)

Bantalan berfungsi untuk menumpu poros dan memberi kemungkinan pada

poros untuk dapat berputar dengan leluasa dan dengan gesekan yang sekecil

mungkin.

Berbagai macam jenis bantalan yang ada, pada prinsipnya dapat digolongkan

menjadi:

• Bantalan luncur

• Bantalan gelinding (bantalan peluru dan bantalan rol)

• Bantalan dengan beban radial

• Bantalan dengan beban aksial

• Bantalan dengan beban campuran (aksial-radial)

Sedangkan pada pemilihan bantalan peluru dan rol harus diperhatikan hal-

hal sebagai berikut:

• Jenis bantalan (tahan beban radial-aksial atau gabungannya)

• Jenis beban

• Pemasangan, pelumasan dan service mudah

• Haras dapat terpasang dengan mudah dan kuat pada bloknya

• Daya tahan bantalan

• Jumlah putaran poros

2.7. Ulir Pendorong

Fungsi ulir pendorong digunakan untuk mengatur jarak celah rol. Untuk

menggerakkan ulir pendorong dilakukan dengan cara memutar dengan tangan.

Karena mekanisme ulir pendorong tidak digerakkan dengan motor, maka mekanisme

ini tidak menerima beban yang berasal dari putaran motor.

Bentuk-bentuk ulir yang dipakai pada ulir penggerak telah distandarkan,

yaitu:

1. Acme Screw Threads

2. Stub Acme Screw Threads

48

3. 60 Stub Acme Screw Threads

4. Modified Square Threads

5. Buttres Threads

Rancangan mekanisme ulir pendorong dapat dilihat pada gambar 2.18 dan

gambar2.19.

TAMPAK DEPAN

Gambar 2.18. Rancangan Mekanisme Ulir Pendorong Tampak Depan

Gambar 2.19 Rancangan Mekanisme Ulir Pendorong Tampak Samping

49

Pada gambar 2.18 dan gambar 2.19 dapat dilihat rancangan mekanisme ulir

pendorong yang sudah dipasang pada bodi mesin rol. Komponen-komponen

mekanisme ulir pendorong yaitu:

1. Pegangan untuk memutar mekanisme ulir pendorong.

2. Pegangan untuk memutar mekanisme ulir pendorong.

3. Sproket.

4. Sproket.

5. Sproket.

6. Rantai.

7. Rol.

8. Rol

9. Ulir pendorong.

10. Bodi mesin rol.

Urutan cara kerja rancangan mekanisme ulir pendorong pada gambar 2.18.

dan gambar 2.19. dapat dijelaskan seperti berikut:

1. Untuk memperkecil atau memperbesar jarak celah rol dapat dilakukan dengan cara

memutar pegangan 1 atau pegangan 2 searah atau berlawanan jarum jam.

2. Jika pegangan 1 atau pegangan 2 diputar maka rol 8 akan bergerak maju atau

mundur tergantung ke arah mana ulir diputar.

3. Fungsi rantai 6 adalah untuk menghubungkan sproket 3 dan sproket 4. Jika

pegangan 1 diputar, maka sproket 3 ikut berputar, dan berikutnya juga akan

memutar sproket 4. Demikian pula kebalikannya, jika pegangan 2 diputar, maka

sproket 4 ikut berputar, dan berikutnya juga akan memutar sproket 3.

4. Sproket 5 berfungsi sebagai penegang.

Pada gambar 2.18. dan gambar 2.19. dapat dilihat mekanisme ulir pendorong

dilekatkan pada bodi mesin. Supaya besarnya jarak celah rol dapat diatur dengan

menggunakan mekanisme ulir pendorong, maka pada perencanaan perlu diperhatikan

modul roda gigi yang digunakan.

50

2.8. Merencanakan Daya Motor

Sebelum merencanakan besamya daya motor, penulis akan melakukan

percobaan. Tujuan penulis melakukan percobaan adalah untuk menentukan besamya

gaya yang diperlukan untuk menekan benda kerja dari ketebalan 6 mm menjadi 1,5

mtn. Percobaan yang dilakukan penulis adalah dengan cara menekan benda kerja

yang memiliki ketebalan 6 mm dengan beban yang mempunyai berat tertentu,

kemudian mengukur ketebalan benda kerja setelah ditekan. Ketebalan benda kerja

akan dicatat oleh penulis.

Kegiatan ini akan dilakukan dengan menggimakaTi beberapa benda kerja

yang memiliki ketebalan 6 mm dan beberapa beban yang beratnya berbeda. Pada

percobaan ini luas penampang benda kerja sama dengan luas penampang beban

supaya dapat diketahui besarnya tegangan tekan per satuan luas. Analogi percobaan

dapat dilihat pada gambar 2.20.

Gambar 2.20. Analogi Percobaan Untuk Menentukan

Besarnya Tegangan Tekan

51

Selama melakukan percobaan, penulis akan menuliskan hasil-hasil

percobaan pada tabel tabel. Bentuk tabel yang akan digunakan penulis untuk mengisi

hasil-hasil percobaan dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6. Percobaan Tekan

Luas penampang (A) = mm

Percobaan

1

2

3

4

5

Massa Beban

(kg)

Berat Beban

(N)

Ketebalan Akhir

(mm)

Tegangan

(N/mm2)

Hasil-hasil percobaan yang dituliskan pada tabel 2.6. akan digunakan

sebagai acuan untuk menghitung berapa besamya tegangan yang diperlukan untuk

mengubah ketebalan benda kerja dari ketebalan 6 mm menjadi 1,5 mm. Hasil-hasil

percobaan pada tabel 2.6. akan dicari regresi lineamya. Persamaan regresi linear

adalah:

52

Setelah melakukan regresi linier, besarnya konstanta A dan B dapat

diketahui. Selanjutnya dengan menggunakan kembali persamaan (2.76) dengan

konstanta A dan B yang sudah diketahui serta data masukkan berupa ketebalan akhir

benda kerja yang diinginkan yaitu x = 1,5 mm, besamya tegangan tekan yang

diperlukan dapat dicari.

Pada saat proses rol berlangsung, terjadi kontak antara benda kerja dengan

rol. Kontak teijadi sepanjang permukaan kontak rol dan benda kerja. Pada permukaan

kontak tersebut teijadi tegangan normal seperti gambar 2.2 i.

Gambar 2.21. Tegangan Tekan Pada Permukaan Kontak

Benda kerja dan Rol

Tegangan tekan pada rol merupakan tegangan tekan benda kerja pada rol. Sebaliknya

tegangan tekan pada benda kerja adalah tegangan tekan rol pada benda kerja

Sedangkan tegangan tekan yang didapatkan dari percobaan adalah oy jika dibagi

dengan luasan kontak akan didapatkan gaya tekan:

54

Gambar 2.22. Percobaan Menentukan Koefisien Gesek

Langkah-langkah percobaan yang dilakukan adalah:

1. Melekatkan benda kerj a pada balok kayu.

2. Balok kayu yang telah dilekati benda kerja diberi pemberat.

3. Menimbang massa M1 (balok kayu, pemberat, benda kerja).

4. Menimbang massa pemberat M2.

5. Menghubungkan Ml dan M2 dengan tali seperti pada gambar 2.22.

6. Mengukurjarakx.

7. Melepas M2 dan mencatat waktu yang dibutuhkan Ml untuk menempuh jarak x

55

8. Mengisi tabel 2.7.

9. Mengganti beban M2 dan mengisi tabel 2.7.

10. Mengulang langkah 7, 8, 9 sampai tabel terisi semua.

Tabel 2.7. Percobaan Koefisien Gesek

Ml= kg

Percobaan

1

2

3

4

5

Ml

(kg)

Wl

(N)

M2

(kg)

W2

(N)

t

(s)

a

(m/s2)

V

(m/s)

Tabel 2.7. dapat diisi dengan menganalisa diagram bodi bebas pada gambar

2.25. berikut ini.

Gambar 2.23. Diagram Bodi Bebas Percobaan

Koefisien Gesekan

57

Dengan demikian tabel 2.7. dapat diisi secara lengkap, kemudian dibuat

regresi liniernya seperti persamaan (2.76) dengan sumbu y adalah p dan sumbu x

adalah v, sehingga nilai A dan B dapat ditemukan. Jika kecepatan putaran rol adalah N

rpm, maka: