Komparasi Penerapan Plat Pracetak vs Konvensional Pada Bangunan Gedung Bertingkat
PERBANDINGAN RESIKO SUKUK DAN OBLIGASI KONVENSIONAL
Transcript of PERBANDINGAN RESIKO SUKUK DAN OBLIGASI KONVENSIONAL
PERBANDINGAN RISIKO SUKUK DAN OBLIGASI KONVENSIONAL PERSPEKTIF FIQIH KONTEMPORER
Disusun Oleh:
Faridatuz ZakiyahF14224254
Dosen Pengampu:
Dr. H. Ahmad Imam Mawardi, M.A.
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014
PERBANDINGAN RISIKO SUKUK DAN OBLIGASI KONVENSIONAL
PERSPEKTIF FIQIH KONTEMPORER
Faridatuz ZakiyahMahasiswa Pascasarjana Program Studi Ekonomi Syariah UIN
Sunan Ampel Surabaya
Abstrak
Pertumbuhan sukuk yang semakin meningkat haruslah
dilihat sebagai perkembangan instrumen Ekonomi Islam
bagian dari penerapan perspektif Islam dalam bidang
Ekonomi. Sukuk merupakan obligasi yang berbasis Sharî‘ah
Islam, atau obligasi Syariah, dan tentunya sangat
berbeda dengan obligasi konvensional. Perbedaan itu
cukup banyak, diantaranya dari segi risiko dan
mashlahahnya. Sukuk dan obligasi konvensional merupakan
salah satu penyertaan yang di perdagangkan di pasar
sekunder (Bursa Efek Indonesia). Namun adakalanya
banyak yang masih bingung dengan perbedaan risiko
antara sukuk dan obligasi konvensional. Hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan antara teori investasi
sukuk dan obligasi konvensional yang menyatakan bahwa
high risk high return.1 Teori tersebut menyatakan bahwa
obligasi memiliki keuntungan yang tinggi tetapi
risikonya pun juga tinggi, sedangkan sukuk merupakan
instrumen investasi yang memiliki imbal hasil yang1 Affandi Wahdy, Perbandingan Resiko Dimbal Hasil Sukuk dan
Obligasi Konvensional di Pasar Sekunder: Studi Kasus di Bursa EfekSurabaya 2004-2006, Tesis S2. Universitas Indonesia
2
lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah. Paper ini
akan membahas bagian per bagian risiko sukuk dan
obligasi konvensional.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, tumbuh semangat cinta Islam
(ghîrah Islamiyah) dan kesadaran masyarakat di
sejumlah lapisan masyarakat muslim Indonesia,
khususnya kalangan muda dan terpelajar. Hal ini
cukup menggembirakan, karena potensi yang dimiliki
kaum muda merupakan salah satu syarat penegakan
Sharî’ah Islam.2 Kesadaran akan Sharî’ah Islam itu
juga terlihat dari antusiasme dalam bermuamalah
sesuai Sharî’ah Islam, salah satunya menggunakan
penyertaan sukuk atau investasi dengan menggunakan
instrumen sukuk.
Sukuk merupakan kekayaan pendukung,
pendapatan yang stabil, dapat diperdagangkan dan
sertifikat kepercayaan yang sesuai Sharî’ah.3 Selain
itu, sukuk yang disebut juga dengan cek oleh
ilmuwan Ekonomi Islam, Ahmad Y. Al-Hassan dan
2 Daud Rasyid, Peluang dan Tantangan Penerapan Syariat Islam diIndonesia (Jakarta: PT. Globalmedia Cipta Publishing, 2004), hlm. 59
3 Umi Karomah Yaumidin, Investasi Syariah: Implementasi Konsep padaKenyataan Empirik (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), hlm. 342
3
Donald R. Hill, berkembang sebagai pengganti uang
tunai. Cek atau cheque atau sukuk ini diciptakan
abad 7 Masehi, yang mencapai puncaknya pada abad 9
Masehi, dengan tujuan memenuhi kebutuhan dalam dan
luar negeri karena mata uang dinar dan dirham
dirasa memiliki banyak risiko dan tidak efisien.4
Perkembangan sukuk di dunia diawali oleh
Timur Tengah, hal itu menjadi kajian yang menarik,
apalagi sistem ekonomi Syariah terbukti tidak
terpengaruh oleh krisis dunia pada tahun 1998
lalu. Kemudian, sukuk berkembang secara signifikan
di dunia, investor sukuk dunia ini berasal dari
beberapa negara, diantaranya Saudi Arabia, Qatar,
Iran, Turki, UK, Perancis, Jerman, Jordan,
Bahrain, Hongkong, Jepang, Singapura, Korea
Selatan, Malaysia, dan Indonesia. Berikut
pertumbuhan sukuk yang meningkat cukup signifikan
di seluruh dunia.
4 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankandalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 364
4
Gambar 1Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Syariah
(termasuk sukuk) di seluruh dunia
Sumber: Seminar Bank Indonesia, Desember 2013
Di Indonesia, penerbitan sukuk pertama kali
diawali oleh PT Indosat pada tahun 2002, dapat
dilihat pada tabel 1. PT Indosat merupakan
perusahaan yang notabene konvensional bukan
perusahaan atau lembaga keuangan Syariah, dapat
dilihat pada tabel 2. Sedangkan perusahaan/
lembaga keuangan yang berbasis Syariah baru
menerbitkan sukuk pada tahun 2003, tercatat
penerbit pertama sukuk dari penerbit Syariah, dan
penerbit keempat dari penerbit pertama, yaitu oleh
5
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Pertumbuhan dan
perkembangan sukuk di Indonesia meningkat cukup
signifikan. Grafik 1 menggambarkan bahwa
perkembangan penerbitan sukuk selalu meningkat
setiap tahun, bahkan pada tahun 2008 dan 2009 saat
krisis sukuk juga mengalami peningkatan.
Menurut kompas.com 20 Maret 2014, selama
tahun 2013, terdapat 10 penerbitan sukuk korporasi
dan 16 sukuk negara dengan total nilai mencapai Rp
51,4 triliun.5 Sedangkan laporan yang dipetik dari
metrotv.com, 4 September 2014, penerbitan sukuk
global senilai US $ 1,5 miliar oleh pemerintah
Indonesia pada 10 September 2014, diminati oleh
kelompok investor domestik dan internasional.
Berdasarkan wilayahnya, sebaran investor sukuk
global ini meliputi 35% investor Syariah dan Timur
Tengah, 10% investor Indonesia, 20% investor Asia
selain Indonesia, 20% investor Amerika dan 15%
investor Eropa.6 Fakta tersebut menggambarkan
bahwa sukuk sudah mulai diterima dan menjadi
instrumen yang menarik di Indonesia.
Grafik 1Perkembangan Penerbitan Sukuk dan Sukuk Korporasi
Outstanding
5 www.kompas.com 20 Maret 2014, OJK: Potensi Sukuk di Indonesia Besar.
6 www.metrotvnews.com 4 September 2014, Sukuk Global RI BanjirPeminat.
6
Sumber: ojk.co.id7
Tabel 1Perkembangan Emisi Sukuk Korporasi
7 www.ojk.co.id, diakses pada 13 Desember 2014
7
Tabel 2Penerbitan Sukuk Pertama di Indonesia, dan sudah
dilunasi
No.
NamaSukuk
Struktur/Akad
NamaPenerbitEfek
TglEfektif
TglPncatatn
TglJatuhTempo
NilaiNominal
1 OS Mudharabah Indosatth 2002
Mudharabah
PT Indosat Tbk
30-Okt-02
8-Nov-02
6-Nov-07
175.000.000.000
2 OS BerlianLaju Tanker SyariahMudharabah th 2003
Mudharabah
PT Berlian Laju Tanker Tbk
12-Mei-03
2-Juni-03
28-May-08
60.000.000.000
3 OS Mudharabah Bank Bukopinth 2003
Mudharabah
PT Bank Bukopin Tbk
30-Juni-03
15-Juli-03
10-Jul-08
45.000.000.000
4 OS I Subordinasi Bank Muamalat Indonesia th 2003
Mudharabah
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk
30-Juni-03
21-Jul-03
15-Jul-09
200.000.000.000
5 OS Mudharabah Ciliandra Perkasath 2003
Mudharabah
PT Ciliandra Perkasa
18-Sept-03
1-Okt-03
26-Sept-08
60.000.000.000
9
6 OS Mudharabah Bank SyariahMandirith 2003
Mudharabah
PT Bank Syariah Mandiri
22-Okt-03
3-Nov-03
31-Okt-08
200.000.000.000
7 OS Mudharabah PTPN VII th 2004
Mudharabah
PT PTPN VII (Persero)
18-Maret-04
29-Maret-04
26-Maret-09
75.000.000.000
8 OS Ijarah I Matahari PutraPrima th 2004
Ijarah PT Matahari PutraPrimaTbk
28-April-04
12-Mei-04
11-Mei-09
150.000.000.000
9 OS Ijarah Sona Topas TourismIndustry th 2004
Ijarah PT Sona TopasTourism & Industry Tbk
14-Juni-04
28-Juni-04
25-Juni-09
100.000.000.000
10 OS Citra Sari Makmur I SyariahIjarah th 2004
Ijarah PT CitraSari Makmur
30-Juni-04
12-Juli-04
9-Juli-09
100.000.000.000
Sumber: ojk.co.id9
Pertumbuhan dan perkembangan sukuk tidak
terlepas dari hambatan, salah satu hambatannya
adalah risiko yang tidak dapat dikendalikan.
Risiko itu pasti selalu ada pada setiap lingkup
9 Ibid.
10
kerja perusahaan, sehingga manajemen risiko
merupakan hal yang sangat penting. Jika risiko
tidak dapat dikendalikan, maka hasil yang dicapai
tidak akan sesuai harapan, bahkan ada kemungkinan
ia menyebabkan kerugian. Terdapat risiko yang
terkait dengan aktivitas lembaga keuangan yang
menerbitkan sukuk atau obligasi konvensional ini,
diantaranya risiko pasar, risiko pembiayaan,
risiko operasional, dan risiko reputasi. Menurut
Samsul dalam Indah Yuliana, kinerja dan risiko
yang dihadapi perusahaan dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal perusahaan.10
Pengendalian risiko itu juga telah dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW. ketika berdagang ke Syam.
Dalam sejarah perekonomian Islam, Nabi menerapkan
faktor kehati-hatian (prudential) dalam perniagaan
ke negeri Syam, hal ini dikategorikan sebagai
bentuk penanggulangan risiko.11
Bank Indonesia memperkuat screening terhadap
para bankir dan lembaga lainnya dalam mengelola
risiko atas perusahaannya. Bank Indonesia juga
mengharapkan pada perbankan Syariah dan lainnya
terus memperkuat kemampuan pengelolaan risiko,10 Indah Yuliana, Kinerja Keuangan Perusahaan terhadap Penetapan
Tingkat Sewa Obligasi Syarah Ijarah di Indonesia, Fakultas Ekonomi UIN MalikiMalang, tidak diterbitkan, hlm. 2
11 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankandalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 382
11
sejalan dengan prinsip-prinsip pengelolaan risiko
yang digariskan dalam regulasi Bank Indonesia.
Secara spesifik bank syariah dan lembaga keuangan
lainnya diarahkan agar melakukan pengendalian
risiko yang memadai dengan meningkatkan kualitas
penerapan manajemen risiko dalam rangka
kepentingan bank maupun nasabah terkait produk
atau aktivitas di bank yang antara lain dilakukan
melalui peningkatan kualitas pelaporan produk atau
aktivitas bank dengan tetap memperhatikan prinsip
kehati-hatian, aspek hukum, kompetensi pegawai,
dan kesiapan infrastruktur.12
Pada triwulan I tahun 2014 ini, April, OJK
juga telah melaksanakan serangkaian langkah untuk
mengoptimalkan pengawasan dan pengaturan secara
berkelanjutan terhadap industri Perbankan, Pasar
Modal dan IKNB, salah satunya adalah pembentukan-
pembentukan unit kerja pengawasan terintegrasi,
simulasi krisis dan penyusunan blueprint sistem
informasi Risk Based Supervision serta penyiapan
infrastruktur untuk mendukung implementasi pedoman
pemeriksaan berdasarkan risiko (Risk Based
Examination/RBE) bagi bank umum konvensional dan
penilaian tingkat kesehatan (TKS) bank syariah
12 Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2012, hlm. 29
12
berdasarkan risiko atau Risk Based Bank Rating (RBBR)
Syariah.13
Perusahaan, perbankan maupun pemerintah yang
menerbitkan sukuk maupun obligasi konvensional
memiliki risiko yang besar. Pengendalian yang
benar merupakan manajemen risiko yang harus
diutamakan oleh pelaku usaha, baik investor maupun
penerbit. Paper ini akan membahas kajian tentang
risiko secara umum, risiko sukuk dan obligasi dan
bagaimana cara mengendalikannya.
13 Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Triwulanan Otoritas Jasa KeuanganTriwulan I-2014, tidak diterbitkan, hlm. v
13
B. Rumusan Masalah
Dari hasil pemaparan latar belakang
sebelumnya, maka rumusan masalah yang didapat
adalah sebagai berikut:
1. Apa saja kajian risiko secara umum dan secara
Islami?
2. Bagaimana bentuk risiko sukuk dan
pengendaliannya, sehingga sistem sukuk ini
dapat diterima sesuai dengan mekanisme di
pasar sekunder/Bursa Efek yang tentunya tetap
menjalankan prinsip Sharî’ah?
3. Bagaimana bentuk dan risiko obligasi
konvensional?
4. Apakah obligasi konvensional memiliki resiko
yang sama besar atau lebih tinggi dari risiko
sukuk?
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Jenis-jenis Sukuk dan Obligasi
Konvensional
Menurut Ibnu Manzur dalam Nazaruddin, Sukuk
dari segi bahasa dapat diartikan sebagai akar kata
“sakk” jamak dari “sukuk” atau “sakaik” yang artinya
memukul atau membentur, bisa juga diartikan
“pencetakan atau menempa,” sehingga kalau
dikatakan “sakkan nukud” maka artinya pencetakan
14
atau penempahan uang.14 Menurut Firdaus dalam Wardi
Muslich, sukuk adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip Syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang sukuk yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang sukuk berupa bagi hasil/margin/fee serta
membayar kembali dana sukuk pada saat jatuh
tempo.15 Sedangkan menurut The Accounting and Auditing
Organisation of Islamic Financial Institutions (AAOIFI)
mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai
sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak
dibagikan atas suatu asset, hak manfaat, dan jasa-
jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan
investasi tertentu.
Jenis-jenis sukuk ada tiga bagian, pertama,
dari segi penerbitnya ada obligasi korporasi dan
obligasi negara. Kedua, obligasi negara ada empat
macam, yaitu obligasi rekap, obligasi ritel,
obligasi sukuk, dan Surat Utang Negara (SUN).
Ketiga, dari akadnya ada enam bagian, yaitu
obligasi syariah mudharabah, obligasi syariah
musyarakah, obligasi syariah murabahah, obligasi
14 Nazaruddin Abdul Wahid, Sukuk: Memahami & Membedah Obligasipada Perbankan Syariah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 92
15 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013),hlm. 582
15
syariah salam, obligasi syariah istishna, dan
obligasi syariah ijarah.16
Sedangkan obligasi konvensional adalah surat
pengakuan utang dari suatu perusahaan atau lembaga
yang sering disebut dengan istilah bonds issue.
Obligasi konvensional juga diartikan sebagai surat
berharga atau sertifikat yang berisi kontrak
antara pemberi pinjaman (pemodal) dengan yang
diberi pinjaman (emiten) dan memenuhi ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan, diantaranya mengenai
jatuh tempo, pelunasan utang, bunga yang
dibayarkan, besarnya pelunasan dan ketentuan
lainnya.17
Jenis-jenis obligasi konvensional ada tiga
bagian, pertama dari segi pengalihannya, ada
obligasi atas unjuk dan obligasi atas nama. Kedua,
obligasi dari segi jaminan, ada obligasi dengan
jaminan dan obligasi tanpa jaminan. Ketiga,
obligasi dari segi penetapan dan pembayaran ada 8
macam, yaitu obligasi dengan bunga tetap, obligasi
dengan bunga mengambang, obligasi tanpa bunga,
obligasi abadi, obligasi berdasarkan nilai
perusahaan, obligasi berdasarkan konvertibilitas,
16 Ibid., hlm. 584-585
17 Ibid., hlm. 573
16
obligasi berdasarkan badan penerbit, dan obligasi
berdasarkan waktu jatuh tempo.18
18 Ibid., hlm. 573-574
17
Tabel 3Perbedaan sukuk dan obligasi konvensional
Sukuk ObligasiKonvension
alSukuk Ijarah SukukMudharabah
Pengertian
Surat berharga atau sertifikatkepemilikan atas suatu aset
Surat berharga atau sertifikatkepemilikan atas suatu aset
Pengakuan utang
Penerbit 1. Pemerintah2. Korporat
1. Pemerintah2. Korporat
1. Pemerintah
2. Korporat
Metode Penerbitan
1. Lelang2. Book
Building3. Private
Placement
1. Lelang2. Book
Building3. Private
Placement
1. Lelang2. Book
Building
3. PrivatePlacement
Tipe Instrumen
Syariah /Konvensional
Syariah /Konvensional
Konvensional
Keuntungan Investor
Margin, Fee (upah) Bagi Hasil
Bunga/ kupon, capital gain
Dokumen yang Diperlukan
Dokumen Pasar Modal Syariah
Dokumen Pasar Modal Syariah
Dokumen Pasar Modal
Underlying Asset Perlu Perlu Tidak
PerluPenggunaan Hasil Penjualan
Harus sesuai Syariah
Harus sesuai Syariah Bebas
18
(Proceed)
Lembaga Terkait
SPV, Trustee, Agen Pembayaran
SPV, Trustee, Agen Pembayaran
Trustee, Agen Pembayaran
Pengesahan Dewan Syariah
Perlu Perlu Tidak Perlu
Akad (Transaksi)
Ijarah (Sewa/Lease)
Mudharabah (Bagi Hasil) Tidak Ada
Jenis Transaksi
Ertainty Contract
Uncertinty Contract -
Sifat Investasi Investasi Surat Utang
Harga Penawaran 100% 100% 100%
Pokok Obligasi saat Jatuh Tempo
100% 100% 100%
Kupon Imbalan/Fee Pendapatan/BagiHasil Bunga
Return Ditentukan Sebelumnya
Indikatif Berdasarkan Pendapatan/Income
Float/Tetap
Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 41/DSN-MUI/III/2004
No.33/DSN-MUI/IX/2002 Tidak Ada
Jenis Investor
Syariah/Konvensional
Syariah/Konvensional
Konvensional
Sumber: Laksono dan Achsien dalam Zuraidah19
19 Zuraidah, Sukuk Negara Sebagai Pendorong Pertumbuhan PasarKeuangan Syariah Indonesia, Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik IbrahimMalang, hlm. 5-6
19
Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi
konvensional, perbedaan pokoknya adalah penggunaan
konsep margin, fee (upah) dan bagi hasil sebagai
pengganti bunga, produk dan objek investasinya
halal/tidak mengandung ghârâr, adanya suatu
transaksi pendukung (underlying transaction) berupa
sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar
penerbitan sukuk, dan adanya akad atau penjanjian
antara para pihak yang disusun berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga
harus distruktur secara syariah agar instrumen
keuangan ini aman dan terbebas dari riba, ghârâr
dan maysîr.20
B. Kajian Risiko Secara Islami dan Umum
Dikatakan Islam merupakan agama yang
universal adalah benar, hal itu terlihat dari
adanya bentuk pengelolaan risiko yang dibahas di
dalam kitab suci al-Qur’an. Bentuk risiko ini
meliputi berbagai bentuk risiko, baik itu risiko
yang berhasil diatasi atau ditanggulangi maupun
bentuk risiko yang dihadapkan Tuhan kepada manusia
20 Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah DirektoratJenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Mengenal Sukuk:Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah, Tidak Dipublikasikan.
20
sebagai ujian hidup. Manajemen risiko versi al-
Qur’an meliputi berikut:21
1. Bentuk kealpaan terhadap risiko
a. Lalai terhadap larangan Tuhan
Ketika Nabi Adam dan Siti Hawa memakan
buah khuldi, maka risiko yang mereka hadapi
adalah tertanggalnya baju/terbukanya aurat
mereka, dan mereka harus meninggalkan surga
saat itu juga. Allah berfirman dalam QS.
Thaha (20): 117. QS. Thaha (20): 120.
Larangan memakan buah khuldi QS. Al-Baqarah
(2): 35. Akhirnya mereka mendapat hukuman QS.
A’raf (7): 22.
Kisah Nabi Adam dan Siti Hawa tersebut
dapat dikaitkan dengan moral hazard yang
terjadi di dunia usaha saat ini. Keinginan
memakan buah khuldi adalah hawa nafsunya Siti
Hawa, sedangkan hawa nafsunya Nabi Adam
adalah perempuan (Siti Hawa). Risiko yang
mereka hadapi terpikirkan tetapi tidak
dikendalikan dan tidak dihiraukan, akhinya
risiko yang mereka terima sangat besar, yaitu
dikeluarkan dari surga.
b. Meninggalkan tugas yang belum rampung
21 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankandalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 384
21
Kaum Nabi Yunus yang ingkar membuat Nabi
Yunus berputus asa dan berkata pada kaumnya
bahwa adzab Allah akan segera diturunkan,
kemudian Nabi Yunus meninggalkan mereka.
Namun, akhirnya kaumnya tersebut taubat dan
Allah mengampuninya dan termaktub dalam QS.
Yunus (10): 98. Sedangkan Nabi Yunus
melanjutkan perjalanannya tanpa berfikir
tentang risiko, Dia naik kapal dan tidak
terduga ada badai yang akhirnya salah satu
penumpangnya harus dibuang ke laut. Nabi
Yunus terpilih dan akhirnya dimakan oleh ikan
paus, hal itu sesuai dengan firman Allah
dalam QS. Ash-shaffat (37): 139-142. Akhirnya
Nabi Yunus bertaubat seperti dalam QS. Al-
Anbiya (21): 87.
22
c. Lupa terhadap komitmen awal
Kisah Nabi Musa yang berguru pada Nabi
Khidir, menggambarkan bahwa Nabi Khidir
menolak mengajarkan ilmu kepada Nabi Musa
karena Nabi Musa tidak akan dapat menahan
hawa nafsunya dalam menahan diri dan bersabar
atas apa yang dilihatnya. Hal ini termaktub
dalam QS. Al-Kahfi (18): 68. Nabi Musa tetap
bersikeras dan sungguh-sungguh ingin berguru.
Seperti dalam QS. Al-Kahfi (18): 69. Akhirnya
Nabi Khidir menyetujuinya dengan syarat, hal
ini seperti dalam firman Allah dalam QS. Al-
Kahfi (18): 70. Dan terbukti bahwa Nabi Musa
tidak dapat bersabar dan tidak dapat menahan
diri ketika berguru pada Nabi Khidir, kisah
tersebut ada dalam QS. Al-Kahfi (18): 71-82.
Manajemen risiko yang dapat diterapkan
Nabi Khidir ada tiga, pertama Nabi Khidir
melobangi kapal orang miskin adalah agar
terlihat jelek sehingga tidak dirampok oleh
orang dzalim. Risiko kerugian yang
diakibatkan Nabi Khidir jauh lebih kecil
daripada risiko yang diakibatkan oleh orang
dzalim yang akan merampok kapal. Kedua, Nabi
Khidir membunuh anak kecil yang dipastikan
akan menyesatkan orang tuanya ketika dewasa.
23
Risiko yang dikendalikan oleh Nabi Khidir
adalah meminimalisir kesesatan yang mungkin
akan terjadi di masa mendatang.
Ketiga, Nabi Khidir membangun rumah yang
hampir roboh tanpa upah sedikitpun adalah
meminimalisir risiko kerugian atas rumah yang
dibawahnya ada peninggalan harta warisan
untuk anak yatim. Jika rumah itu roboh, maka
harta warisan itu pun akan rusak atau musnah,
sehingga pengendalian risikonya adalah dengan
membangun rumah tersebut.
2. Bentuk kehati-hatian terhadap risiko
a. Program penyelamatan diri dari bahaya banjir
Nabi Nuh
Nabi Nuh diberikan kepekaan oleh Allah
terhadap risiko yang akan terjadi di masa
mendatang. Allah memberikan solusi dan
penanggulangan secara cerdas dan efektif. Hal
itu telah termaktub dalam QS. Al-Mukminun
(23): 27.
b. Program penyelamatan diri dari bahaya
kelaparan Nabi Yusuf
Ketika terjadi paceklik di Mesir, Nabi
Yusuf sudah tidak terbebani karena sudah
melakukan pengendalian risiko atas paceklik
tersebut. Allah memberikan tanda-tanda bahwa
24
akan ada paceklik lewat mimpi raja Mesair
yang ditakwil oleh Nabi Yusuf. Hal itu
seperti yang tertulis dalam QS. Yusuf (12):
43-49. Nabi Yusuf mengendalikan risiko atas
paceklik tersebut dengan solusi yang cerdas
dan luar biasa.
Nabi Yusuf memberikan gambaran bahwa
akan ada musim subur dan panen raya selama 7
tahun, kemudian akan ada paceklik selama 7
tahun. Sehingga solusi yang terbaik untuk
menanggulanginya adalah melipatgandakan hasil
pertanian dan menyimpannya untuk 7 tahun di
masa paceklik. Sehingga ketika musim paceklik
datang, akan terlewati dengan aman, damai dan
tenteram.
c. Program penyelamatan diri Nabi Musa dari
murka Fir’aun
Risiko yang dihadapi oleh Nabi Musa
sewaktu bayi adalah terbunuh oleh Fir’aun,
akibat ketakutan akan lahir laki-laki yang
akan menentangnya dan menghancurkan
singgasananya. Allah memberikan ilham kepada
ibu Nabi Musa untuk menghanyutkannya di
sungai, yang akhirnya ditemukan istri Fir’aun
dan diasuhnya seperti anaknya sendiri.
Manajemen risiko yang dilakukan ibunya Nabi
25
Musa dapat dijadikan hikmah dan pelajaran
bagaimana mengelola risiko agar terkendali
dengan benar.
Risiko yang dihadapi lembaga keuangan, yang
berkaitan dengan sukuk dan obligasi konvensional
adalah penurunan nilai pendapatan dan nilai aset
bagi pihak-pihak yang berkontrak, yang dengannya
dapat menyebabkan kerugian. Penurunan nilai
pendapatan dan nilai aset itu dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya harga, kadar
faedah, perubahan nilai tukar asing ($), inflasi,
terganggunya penawaran atau permintaan dalam pasar
barang, dan bencana alam.
Perubahan harga maupun inflasi dapat
mempengaruhi perubahan pasar secara keseluruhan,
misalnya ketika harga pasar turun, maka harga
seluruh pasar akan turun pada kadar tertentu. Hal
itu akan mengakibatkan pendapatan yang diperoleh
institusi keuangan dan individu juga berkurang.
Hal itu juga berlaku ketika terjadi inflasi, maka
terjadi peningkatan harga secara umum yang
mengakibatkan berkurangnya nilai aset yang
dipegang, terutama aset dalam bentuk utang.
Risiko dilihat dari bentuk risiko, ada 3
macam:
1. Risiko yang dapat dikurangi.
26
2. Risiko yang dapat ditransfer kepada pihak
lain.
3. Risiko yang dapat dikelola oleh institusi
sendiri.
Risiko dilihat dari jenisnya ada dua, yaitu:
1. Risiko pengukuran (risk measurment),
berhubungan dengan kuantitas risiko yang
dihadapi.
2. Risiko manajemen (risk management), berhubungan
dengan keseluruhan proses yang dilakukan
institusi, baik itu menentukan strategi
mengidentifikasi risiko, kuantitas risiko
maupun memahami dan menghadapi risiko
tersebut.
Menurut Nazaruddin dalam disertasinya
mengatakan bahwa produk sukuk digemari oleh
penerbit dan investor karena manfaatnya lebih
besar dan risikonya relatif kecil, serta
pengurusannya lebih mudah.22 Risiko yang relatif
kecil itu akan menjadi besar jika tidak dipahami
cara pengendalian yang benar. Ada beberapa manfaat
bagi penerbit dan investor untuk memahami risiko
sukuk, yaitu:
22 Nazaruddin Abdul Wahid, Sukuk: Memahami & Membedah Obligasipada Perbankan Syariah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 260
27
1. Untuk menghindari para pihak dari kemungkinan
kerugian yang terjadi disebabkan kontrak
sukuk yang dilaksanakan.
2. Untuk kepentingan pihak penerbit bagi membuat
syarat-syarat kontrak sukuk masing-masing.
3. Untuk membuat kontrak sukuk lebih inovatif
dalam menghadapi komungkinan risiko.
4. Terhindar dari bentuk-bentuk kontrak sukuk
yang mengandung unsur ghârâr yang berlebihan,
sehingga menyebabkan tidak selaras dengan
ketentuan syara’.
C. Pandangan Fiqih Mengenai Risiko
Islam melihat bahwa risiko atau mukhatarah
adalah persoalan penting dalam sistem pembiayaan
Islam yang berhubungan dengan konsep harta (aset),
ketentuan harga (price), dan pengetahuan rekanan
dalam pembentukan suatu akad. Islam menganalisa
konsep yang berhubungan dengan risiko dengan
ghârâr, adh-dhaman, dan konsep khiyar.
1. Risiko yang disebabkan oleh ghârâr
Ghârâr berarti penipuan, keraguan,
ketidakpastian, dan bahaya. Ibnu Rusyd dalam
Nazaruddin memandang ghârâr memiliki tiga
tingkatan, yaitu ghârâr yang berlebihan (ghârâr
al-katsir), ghârâr yang sederhana (ghârâr al-
28
mutawassith) dan ghârâr yang sedikit (ghârâr al-
yasir). Ghârâr yang berlebihan dapat menyebabkan
batalnya akad, sehingga yang demikian dilarang
oleh Sharî’ah Islam. Ghârâr yang sederhana melihat
kepentingan atau hajat orang banyak, jika
dikehendaki banyak orang dibolehkan, namun jika
dijadikan helah untuk perniagaan maka
diharamkan. Sedangkan terhadap ghârâr yang
dimaafkan adalah yang sedikit dan diperlukan
oleh banyak orang, ghârâr itu pun sulit untuk
dihindari.
a. Ghârâr terhadap obyek akad
Ghârâr yang berlebihan itu menyebabkan
batalnya obyek akad. Ibnu Juzay mengatakan,
kontrak yang rusak itu ketika tidak dapat
terpenuhinya syarat-syarat yang telah
disepakati atau tidak dicapainya pengiriman
seperti jual beli kuda liar, jual beli
harganya atau obyeknya yang tidak diketahui,
jual beli tertunda yang periode penundaannya
tidak tertentu, jual beli binatang yang
sedang dalam keadaan sakit dan lainnya, jual
beli tersebut sudah dilakukan oleh orang-
orang Arab sebelum Islam.
Ada dua pandangan keberadaan objek akad
ini, yaitu pertama, bay’ ghârâr, seperti menjual
29
burung di udara atau menjual ikan di laut.
Kedua, bay’ majhul, seperti jual beli sesuatu
yang tersembunyi atau jual beli sesuatu dalam
karung. Kedua ghârâr tersebut sama namun
berbeda dalam hal lainnya, bay’ majhul
merupakan jual beli yang tidak mampu
dihadirkan dalam majlis akad, sedangkan bay’
ghârâr merupakan keraguan atas kempuan
menyerahkan barang tepat waktu. Menurut
Madzhab Maliki, kebanyakan ulama telah
melakukan bay’ al-majhul, yaitu melakukan konsep
tersebut dalam bentuk pertukaran dan tidak
terdapat kesalahan padanya. Ibnu Qayim Al-
Jauziyyah dan Al-Sanhuri mengatakan, bahwa
tidak ada dalil yang berisi larangan atas
jual beli yang tidak ada obyek jualnya, namun
Sharî’ah Islam hanya melarang ghârâr obyek
jualnya.
Ibnu Qayyim mengkritik larangan bay’ al-
ma’dum, yaitu jual beli yang obyek jualnya
tidak ada namun dipastikan akan ada di waktu
yang akan datang. Bay’ al-ma’dum dibagi menjadi
empat kategori, diantaranya:
1) Jika obyek jual pada dasarnya ada tetapi
ia hadir kemudian dalam bentuk yang
sesuai.
30
2) Jika obyek jual tidak ada pada saat
kontrak dibuat namun ia pasti ada dalam
waktu akan datang.
3) Jika obyek jual tidak ada pada saat
kontrak namun sebenarnya ada, tetapi
keberadaannya pada waktu akan datang
adalah tidak pasti.
4) Jika obyek jual tidak ada pada saat
kontrak dan dapat diperkirakan juga
untuk tidak ada pada masa akan datang.
Empat kategori yang ada tersebut ada dua
pertama yang terdapat ghârâr/risiko sedikit,
dan itu tidak membatalkan akad. Dalam konteks
bay’ al-ma’dum, dikaitkan dengan future trading
(jual beli yang akan datang) terhadap
komoditas. Ulama sudah mendalami kajian yang
terkait dengan future trading, yaitu keberadaan
komoditas, teknik jualan, prosedur
pelaksanaan, dan juga clearinghouse. Clearinghouse
ini dapat mencegah adanya ketidakpastian
prospek pengiriman, seperti kualitas barang,
waktu penyerahan, dan bayaran harga.
Jika bentuk future trading dihalalkan karena
mampu membebaskan kontrak dari sifat ghârâr,
maka bentuk kontrak sukuk salam, istishna dan
sebagian sukuk ijarah biasanya menganut
31
konsep future trading, dimana objek jual maupun
objek sewanya baru ada di waktu yang akan
datang. Segala konsekuensi risiko yang
dihadapi dapat diatasi dengan mekanisme
kontrak yang dibuat antara para pihak yang
terlibat.
b. Ghârâr terhadap harga
Pakar hukum Islam sepakat bahwa
persetujuan bersama hanya akan terwujud jika
para pihak mengetahui harga yang tepat dari
obyek yang diperjualbelikan dan harus
ditentukan pada saat kontrak dibuat. Harga
adalah sesuatu kadar tertentu yang cukup
jelas dipahami dan disetujui oleh para pihak
dan mampu menghindarkan konflik, jika tidak
disebutkan suatu bentuk harga yang tepat.
Ulama berpendapat jika terdapat kesamaan
dalam harga, maka ia termasuk dalam kategori
ghârâr yang berlebihan yang dapat merusakkan
jual beli. Penentuan harga merupakan suatu
kepastian nilai kesatuan mata uang atau kadar
yang pasti dari kedua jenis barang jika dalam
kasus barter. Menurut Madzhab Syafi’i,
Maliki, dan Zahiri sepakat bahwa pengabaian
harga akan merusakkan jual beli dan ia
termasuk kategori ghârâr yang dilarang.
32
Madzhab Hambali, Ibnu Taimiyyah, dan
Ibnu Qayyim sepakat bahwa cara penentuan
harga pada saat kontrak, yaitu dengan bentuk
tsaman al-mitsli. Tsaman al-mitsli adalah suatu harga
yang orang lain yang orang lain pun membayar
demikian atau disebut harga pasar, hal ini
cukup aman untuk mengurangi risiko kegagalan.
Ahmad Yusuf Sulaiman dan Ahmad Hasan juga
mendukung kesepakatan tersebut, bahwa jual
beli itu sah jika didasarkan ketentuan harga
pasar.
Berkaitan dengan penentuan harga,
mengenai konsep deposit yang sering digunakan
peniaga khususnya dalam future contract, maka
diberlakukan konsep bay’ urbun. Deposit atau
bayaran yang didahulukan dalam kontrak jual
beli merupakan masalah yang sesuai dengan
syara’, sebab yang demikian itu dianggap
sebagai suatu kebaikan pembeli. Deposit dalam
bentuk jual beli tertunda biasanya dalam
bentuk sukuk ijarah, sukuk murabahah, dan
sukuk istishna. Ketika terjadi fluktuasi
harga, maka deposit bisa meningkat bersamaan
dengan meningkatnya harga (underlying
commodity).
33
Contoh sukuk istishna yang memakai
konsep bay’ urbun, calon pembeli proyek
mendepositkan dananya terlebih dahulu untuk
pernyataan kepastian akan membeli proyek yang
disediakan penyuplai. Deposit demikian
membayar harga secara angsuran sesuai kadar
proyek yang telah selesai dibangun.
Kemungkinan risiko penyuplai adalah jika
terjadi kegagalan pelunasan harga disebabkan
kelalaian pihak pembeli. Hal tersebut dapat
terjadi jika proyek tidak sesuai dengan
kriteria yang dimaksudkan pembeli, atau
pembeli enggan melunasi sisa harga kepada
penyuplai.
34
c. Ghârâr terhadap pengetahuan counterpart
Para pihak yang menjual dan membeli
diwajibkan untuk saling mengetahui tentang
substansi obyek jual dan nilai harganya,
pengetahuan ini yang dapat mengurangi adanya
risiko kegagalan yang timbul terhadap akad.
Madzhab Hanafi mengatakan bahwa jual beli
tidak melihat obyek jualnya tidak akan
merusakkan akad, itu sudah lazim dan biasa,
dan pihak pembeli pun memberikan jaminan.
Sedangkan madzhab Syafi’i mengatakan bahwa
pengetahuan obyek dan harga merupakan syarat
sah dan mutlak suatu jual beli, jika pembeli
tidak melihat obyek jual maka jual beli
menjadi fasik/batal karena ghârâr yang
berlebihan. Sedangkan Imam Malik mengatakan
bahwa hal demikian ghârâr-nya hanya sedikit.
Berkaitan dengan sukuk dan obligasi
konvensional, sertifikat yang dipegang oleh
investor memenuhi dari syarat aset riil. Namun,
perlu diketahui bahwa investor tidak pernah
melihat aset yang akan dibeli dan hanya
percaya pada Special Purpose Vehicle (SPV) sebagai
trustee acency dalam risiko kegagalan penyerahan
aset originator.
35
2. Risiko dalam konsep adh-dhaman
Adh-dhaman artinya pemindahan suatu
tanggungjawab dari debitur (orang yang dijamin)
kepada penjamin. Pengertiannya, dengan jaminan
ini maka debitur terbebas dari tanggungjawab,
sekiranya jaminan diberikan dalam bentuk utang
maka debitur terbebas dari utang dan mengalihkan
kepada penjamin.
Ibnu Qudamah dalam Nazaruddin mengatakan
bahwa ada tiga bentuk jaminan, yaitu:
a. Jaminan atas barang, adalah memberikan
suatu jaminan terhadap barang atau aset
yang digunakan oleh orang lain, dengan
syarat penjamin akan menggantikan
sekiranya barang itu rusak atau hilang,
bukan disebabkan kelalaian pengguna.
b. Jaminan atas penjual, adalah jaminan yang
diberikan kepada pihak pembeli atas akibat
membeli barang dari salah seornag yang
tidak mengenalnya, atau membeli barang
curian.
c. Jaminan atas kecacatan, adalah jaminan
terhadap kecacatan obyek jual atau disebut
juga dengan garansi.
Surat jaminan dipersamakan dengan adh-
dhaman atau kafalah, karena keduanya menguatkan
36
kedudukan modal pihak yang dijamin (investor)
oleh pihak yang mengambil manfaat modal
(penerbit) dimaksud dalam memberikan jaminan
ketenteraman dari risiko yang dihadapi.
3. Risiko dalam konsep al-khiyar
Ibnu Rusyd dalam Nazaruddin mengatakan
bahwa Abu Hanifah berpendapat mengenai para
pihak dalam kontrak jual beli yang tidak akan
mengalami kerugian selama pembeli dijamin
dengan pilihan (options).23 Kajian mendalam
mengenai jenis-jenis options ini diantaranya: call
options (ikhtiyar at-thalab), put options (ikhtiyar al-daf),
options period (fatrah al-ikhtiyar ), simple options (ikhtiyar al-
basitah), double options (ikhtiyar al-murakabah), dan double
quantity options (ikhtiyar al-mudafa’ah).
Kebolehan options dalam kontrak pembiayaan
Islam karena transaksi ini termasuk dalam khiyar,
ada yang mengatakan sebagai bay’ urbun, ada juga
ynag mengatakan sebagai bay’ al-manfaah. Adiwarman
Karim mengatakan bahwa jika sekiranya transaksi
options ini tidak ada tuntutan sejumlah
kompensasi uang sebagai hak yang diberikan
kepada penjual, maka transaksi options dalam
berbagai jenis dibolehkan.23 Nazaruddin Abdul Wahid, Sukuk: Memahami & Membedah Obligasi
pada Perbankan Syariah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 274
37
Berkaitan dengan sukuk, jika memasukkan
khiyar dalam kontrak sukuk maka tidak ada yang
akan mengalami kerugian. Contohnya, sukuk
dengan model call options maka sukuk holders dapat
memilih untuk meneruskan kontrak sampai masa
mendatang, atau membatalkan kontrak dengan
melakukan likuiditas baik likuiditas dalam
bentuk menjual kembali kepada penerbit atau
menjualnya dalam mekanisme pasar modal.
D. Analisis Risiko Sukuk dan Obligasi Konvensional
Analisis risiko secara umu ada dua bagian,
yaitu:24
1. Analisis Sensitivitas yaitu menilai risiko yang
terjadi diluar perhitungan, misalnya terjadi
cost over run sebagai akibat meningkatnya
harga/inflasi atau tidak/belum
diperhitungkannya komponen biaya tertentu
(biaya tidak resmi) dalam capital cost.
2. Analisis Probabilitas yaitu penilaian yang
didasarkan pada perhitungan statistik bahwa
setiap proyek mempunyai unsur probability yang
menunjukkan suatu forecast apakah suatu proyek
riskan atau tidak.
24 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 241
38
Risiko Sukuk terbagi menjadi beberapa bagian,
diantaranya:
1. Risiko Kontrak Sukuk
Kontrak sukuk biasanya melibatkan pihak-
pihak dan melalui tahapan-tahapan tertentu,
yang menimbulkan risiko yang akan dialami oleh
masing-masing pihak yang berkontrak. Tahapan-
tahapan yang dimaksud adalah:
a. Kontrak sukuk melibatkan partnership
(originator, SPV, dan investor), keadaan
risiko semacam ini disebut counterparty risks.
Risiko lainnya adalah moral hazard, hal itu
disebabkan oleh kelalaian kemitraan dalam
melaksanakan kewajiban.
b. Kontrak sukuk melibatkan tiga tahapan, yaitu:
1) antara originator dengan SPV pada saat
pembentukan underlying assets,
2) kontrak antara sejumlah SPV dengan
sejumlah investor saat pengeluaran dan
penjualan sertifikat sukuk,
3) kontrak saat penebusan setelah jatuh
tempo.
c. Kontrak sukuk yang melibatkan aset riil
sebagai objek akad, ketika objek jual atau
aset hilang dan musnah karena bencana alam,
perpindahan hak milik (warisan), kematian,
39
pengurangan nilai aset akibat perubahan harga
(inflasi), maka akan memberikan pengaruh pada
underlying assets dalam bentuk risiko aset dan
risiko pasar.
d. Pengeluaran sukuk oleh SPV menggunakan
kontrak baik ijarah, musyarakah, mudharabah,
salam maupun istishna masih menjadi
perdebatan yang beragam hukumnya.
e. Sukuk yang dijual antar negara berarti
menggunakan mata uang US dollar. Risiko yang
ditimbulkan oleh penjualan sukuk antarnegara
tersebut adalah kesesuaian undang-undang
antarnegara, hubungan politik dari satu
bangsa ke lain bangsa, dan risiko kadar tukar
mata uang asing.
f. Jika investor ingin mencairkan dananya
sebelum jatuh tempo, maka investor akan
mengalami risiko likuiditas atau investor
tidak dapat menukar bentuk investasi baru
yang lebih unggul. Contohnya, investor
memiliki sukuk mudharabah, namun karena sukuk
ijarah lebih menguntungkan, maka investor
ingin mencairkan dananya sebelum jatuh tempo
dan ingin menukarkan pada sukuk ijarah, dan
hal itu sulit dilakukan.
40
g. Risiko terakhir adalah penebusan oleh SPV
kepada investor ketika jatuh tempo, risiko
yang mungkin timbul adalah jika SPV gagal
membayar modal dan keuntungan kepada
investor. Hal ini disebut risiko kredit dan
risiko operasional.
Oleh karena itu, berdasarkan bentuk
kontrak dan hubungan para pihak, maka risiko
sukuk secara keseluruhan dapat dikelompokkan ke
dalam beberapa risiko, diantaranya:
Gambar 2Risiko Sukuk dalam Pasar Modal
a. Risiko pasar
Risiko pasar secara sistematis
disebabkan oleh pergerakan harga pasar secara
menyeluruh. Sedangkan risiko pasar secara
tidak sistematis disebabkan oleh beberapa
faktor yang menjadi penyebab utamanya, yaitu
41
risiko nilai tukar asing, risiko kadar
faedah, dan risiko likuiditas.25
Risiko nilai tukar asing adalah suatu
konsekuensi sehubungan dengan pergerakan atau
fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba
bank. Meskipun sukuk tidak berpengaruh
terhadap kurs secara langsung karena ada
syarat tidak boleh ada transaksi yang
bersifat spekulasi (seperti forward, margin
trading, option, dan swap), tetapi transaksi
sukuk tetap tidak akan bisa terlepas dari
valuta asing.26 Dalam sukuk, transaksi yang
diperbolehkan adalah untuk kebutuhan
transaksi dan berjaga-jaga (simpanan) dan
transaksi harus tunai atau spot. Tunai ialah
pembayaran cek, pemindahbukuan, transfer dan
sarana pembayaran tunai lainnya.
Risiko pasar dapat disebabkan juga oleh
perubahan harga aset, yang mengakibatkan
kemungkinan, yaitu jika pensekuritian aset
menggunakan bay’ al-wafa’, dan jika
pensekuritian aset menggunakan bay’ mutlaqah.
25 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankandalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 426
26 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 474
42
Risiko likuiditas adalah risiko yang
disebabkan oleh ketidakcakapan syarat-syarat
operasional yang dijalankan suatu firma
sehingga dapat mengurangi kemampuan
mendapatkan cash pada kadar biaya yang layak
atau kesukaran menjual aset dalam waktu
singkat atay ketika jatuh tempo. Berkaitan
dengan sukuk, yaitu terjadi disebabkan
kemampuan mendapatkan cash secara utang yang
didasarkan faedah merupakan sesuatu yang
dilarang Sharî’ah Islam.
b. Risiko Operasional27
Risiko operasional merupakan risiko yang
diakibatkan oleh lemahnya sistem informasi
atau sistem pengawasan intern perusahaan.
Risiko ini disebabkan oleh kesalahan manusia
(human error) atau disebut juga moral hazard.
c. Risiko kredit
Risiko yang dihubungkan dengan kualitas
aset atau pinjaman yang kemungkinan tidak
dapat diperoleh lagi, apabila terjadi
kelalaian para pihak dalam penyelesaiannya.
Risiko dalam hal ini dapat terjadi karena
beberapa sebab, diantaranya 1) risiko
kegagalan proses, 2) risiko pengurangan27 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan
dalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 431
43
nilai, 3) risiko counterparty, dan 4) risiko
penyelesaian kontrak.
d. Risiko aset
Risiko aset dapat dilihat berdasarkan
benda aset (akibat bencana alam, kebakaran
dll) dan nilai aset (perubahan harga/inflasi
dll). Oleh karena itu jika aset turun nilai,
maka pemilik asal aset akan mengalami
kerugian disebabkan ia melakukan kontrak
tersebut. Risiko lainnya adalah ketika aset
yang telah dijadikan jaminan sukuk tidak
dapat dijual, disewakan, atau dijadikan
sebagai jaminan dalam kontrak lain, sekalipun
dalam pengawasan pihak SPV.
e. Risiko negara
Risiko negara disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya perbedaan jenis mata
uang, perbedaan undang-undang cukai,
perbedaan hak kepemilikan bagi penduduk
asing, perbedaan penggunaan standar hukum
Syariah, perbedaan aturan regulasi dan aturan
mengenai financial reporting.
f. Risiko counterparty
Moral hazard mendominasi dalam bentuk
risiko ini, dimana pihak yang berkontrak
44
dituntut menjalankan tanggungjawab secara
benar dan jujur karena ia merupakan amanah.
g. Risiko kesesuaian Syariah
Risiko ini timbul akibat pemahaman
teoritikal fiqih yang beragam, akibatnya akan
berpengaruh terhadap sukuk yang diamalkan.
Contohnya, menurut sarjana Muslim kontrak
sukuk murabahah hanya mengikat penjual dan
tidak mengikat pembeli. Sedangkan pakar fiqih
lainnya berpendapat bahwa sukuk murabahah
mengikat keduanya dalam pembentukan kontrak.
Risiko terbesarnya adalah pembeli dapat kapan
saja membatalkan konraknya secara sepihak,
hal itu dapat mengakibatkan pihak lain
mengalami kerugian.
2. Risiko Khusus SPV pada Sukuk
Risiko yang mungkin dihadapi oleh SPV
adalah bentuk kegagalan pihak-pihak lain
seperti originator dan investor dalam
melaksanakan tanggungjawabnya masing-masing.
Kegagalan investor mentrasfer aset, kelalaian
membayar keuntungan, sewa, mark-up, ataupun
diskon yang mengakibatkan SPV menghadapi
kerugian.
3. Risiko Obligasi Konvensional
45
Obligasi merupakan salah satu jenis efek
yang memberikan pendapatan tetap (fixed income
securities/FIS). Namun, dengan pendapatan tetap
risiko yang dimiliki obligasi relatif besar.
Obligasi konvensional diterbitkan oleh
pemerintah, perusahaan, pemerintah negara
bagian dan atau pemerintah asing/perusahaan
asing. Risiko obligasi konvensional ada 10
macam, diantaranya risiko tingkat bunga pasar,
risiko daya beli, risiko wanprestasi, risiko
likuiditas, risiko jangka waktu jatuh tempo
(maturity risk), risiko mata uang, risiko call,
political risk, dan industry sector risk.28
a. Risiko suku bunga,29
Merupakan resiko penurunan obligasi yang
disebabkan karena penurunan suku bunga.
Resiko suku bunga berhubungan dengan nilai
obligasi dalam portofolio.
b. Resiko tingkat reinvestasi,30
Merupakan resiko penurunan suku bunga
yang akan menyebabkan penurunan pendapatan
dari portofolio obligasi. Pemegang obligasi
28 M. Kurnia Rahman Abadi, Obligasi (Bond), disampaikan dalammata kuliah Manajemen Investasi Pasar Modal, Program StudiKeuangan Islam, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tidak diterbitkan.
29 Ibid.
30 Ibid.
46
jangka panjang akan menghadapi resiko suku
bunga, namun tidak menghadapi resiko tingkat
investasi. Pemegang obligasi jangka pendek
terjadi sebaliknya.
c. Resiko kegagalan,31
Adalah resiko yang disebabkan karena
kegagalan penerbitnya. Risiko kegagalan
dipengaruhi oleh kekuatan keuangan penerbit
obligasi maupun jangka waktu kontrak
obligasi, terutama apakah jaminan telah
disediakan untuk menjamin obligasi yang
diterbitkannya.
d. Risiko waktu,32
Adalah risiko ini melekat pada callable
bonds, yakni obligasi yang dapat ditarik
sewaktu-waktu oleh emitennya dengan harga
yang telah ditetapkan. Risiko waktu terjadi
jika: pola aliran kas emiten tidak pasti,
penarikan dilakukan pada saat suku bunga
rendah dan potensi kenaikan harga obligasi
lebih tinggi dari harga call-nya.
e. Risiko inflasi,
Adalah risiko inflasi disebut pula
risiko terhadap daya beli. Risiko inflasi
31 Ibid.
32 Fabozzi, (2000), hlm.
47
merupakan risiko bahwa return yang
direalisasikan dalam investasi obligasi tidak
akan cukup untuk menutupi kerugian menurunnya
daya beli yang disebabkan inflasi. Bila
inflasi meningkat dan tingkat bunga obligasi
tetap, maka terjadi penurunan daya beli yang
harus ditanggung investor.
f. Risiko kurs valuta asing,
Jual beli obligasi di perusahaan berbeda
negara akan mengalami kerugian perbedaan kurs
valuta asing (foreign exchange risk).
g. Risiko likuidasi,
Risiko yang mengacu pada seberapa mudah
investor dapat menjual obligasinya, sedekat
mungkin dengan nilai dari obligasi tersebut.
Cara untuk mengukur likuiditas adalah dengan
melihat besarnya spread (selisih) antara harga
permintaan dan harga penawarannya yang
dipasang oleh perantara pedagang efek.
Semakin besar spread tersebut, makin besar
risiko likuiditas yang dihadapi.
h. Event risk,
Seringkali kemampuan emiten untuk
membayar bunga dan pokok hutang tanpa terduga
berubah karena bencana alam dan pengambil-
alihan.
48
E. Solusi Menghadapi Risiko Sukuk
Bentuk dan risiko sukuk sudah dikenal pasti,
sudah dijelaskan pula pada bahasan sebelumnya,
sehingga pada bahasan ini akan mengulas tentang
solusinya dalam mengendalikan risiko, antara lain.
1. Mengendalikan risiko pasar
Dalam membahas cara mengendalikan risiko
pasar, maka akan dibahas satu per satu dari
tiga bagian risiko pasar. Pertama, untuk
mengendalikan risiko kadar faedah ada dua
cara, yaitu 1) menggunakan kaidah floating rate
return (kadar keuntungan terapung), dan 2)
melakukan evaluasi dalam jangka masa tertentu
dan memperbarui kontrak sesuai harga terbaru.
Kedua, untuk mengendalikan risiko nilai
pertukaran asing dapat menggunakan standard
LIBOR, dimana kontrak sukuk dihubungkan
sesuai nilai tukar (harga pasar) atau
banchmarck, dalam hal ini menggunakan konsep
urbun dan band al-ihsan.
Ketiga, cara mengatasi risiko likuiditas
adalah tersedia fasilitas liquidity (kecairan)
bagi produk sukuk dengan nilai likuiditas
yang tinggi di pasar. Ali Arsalan Tariq dan
Humayon Dar dalam penelitiannya memberikan
49
referensi agar harga pasar menggunakan LIBOR,
yang mana ada kompetisi yang sehat, return
sukuk disepakati pada underlying assets atau
sesuai nilai tukar harga pasar yang berlaku
saat itu.33
33 Ali Arsalan Tariq dan Humayon Dar, Risks of SukukStructures: Implications for Resource Mobilization, thunderbirdInternational Business Review, Vol. 49 (2) 203-223, March-April2007, hlm. 206
50
2. Mengendalikan risiko kredit
Untuk mengatasi risiko kredit juga bisa
dilakukan kontrak swaps, dimana kesepakatan
antara dua firma untuk menukar cash flows pada
masa sebelumnya dengan masa yang akan datang.
Kontrak sukuk ini dihubungkan dengan kaidah
sebagai berikut; 1) floating rate sukuk (FRS), 2)
Zero-coupon sukuk (ZCS).
3. Mengendalikan risiko aset
Untuk mengendalikan risiko aset adalah
dilakukan pensekuritian, yaitu memastikan
nilai aset boleh diperjualbelikan. Sedangkan
untuk mengendalikan risiko perubahan harga
aset atau pengurangan nilai harga aset dapat
dilakukan dengan menyandarkan aset pada kadar
nilai pasaran atau menyandarkan pada alat
tukar yang mempunyai nilai tetap (seperti
emas).
4. Mengendalikan risiko negara
Untuk mengendalikan risiko negara dapat
dilakukan dengan kontrak dan perjanjian yang
disetujui bersama. Perjanjian ini dibenarkan
oleh Sharî’ah Islam dan undang-undang sipil.
Ada beberapa penguatan infrastruktur yang
diperlukan untuk menanggulangi risiko sukuk
negara, yaitu:
51
a. Memperkuat infrastruktur pendukung proses
teknis yang berhubungan dengan pembiayaan
sukuk.
b. Menyediakan persediaan infrastruktur pasar
uang intar-bank yang kuat.
c. Menyediakan aturan standar praktik
regulasi, akunting, dan auditing yang baik
dan seragam.
d. Memperkuat dukungan secara undnag-undang,
khususnya terhadap kelalaian yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
e. Memperkuat sarana promosi dan
infrastruktur monitoring terhadap
pembiayaan sukuk.
f. Penyediaan undang-undang pasar likuiditas
yang sempurna yang didukung oleh ketentuan
pasar modal antarbangsa.
5. Mengendalikan risiko counterparty
Suatu cara untuk menanggulangi adanya
moral hazard adalah institusi keuangan Islam
bertindak sebagaimana institusi keuangan
konvensional yaitu meminta jaminan yang
berbentuk ekuitas atau berbentuk garantor,
tujuannya adalah untuk menghindari moral
hazard.
52
6. Mengendalikan risiko operasional34
Berikut ini berbagai istilah yang
digunakan untuk pengendalian risiko
operasional:
a. Hazard,yaitu kondisi yang potensial dapat
menyebabkan terjadinya kerugian atau
kerusakan.
b. Exposure, yaitu sumber-sumber risiko yang
kemungkinan besar diakibatkan oleh
peristiwa yang telah terjadi atau
pengulangan kejadian yang sama.
c. Risk control, yaitu tindakan yang dirancang
untuk mengurangi risiko seperti
perubahan prosedur, perbaikan fasilitas
dan lain sebagainya.
d. Risk management, yaitu pengambilan
keputusan yang rasional dalam
keseluruhan proses penanganan risiko.
e. Gambling, yaitu pengambilan keputusan
risiko tanpa adanya assessment yang
rasional atau prudent, ataupun
keterlibatan manajemen risiko.
7. Mengendalikan risiko kesesuaian Syariah
Untuk menanggulangi risiko sukuk bagian
kesesuaian Syariah ini adalah dengan34 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankan
dalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 431-432
53
membentuk suatu bentuk regulasi yang sesuai
standar fiqih untuk setiap jenis kontrak
sukuk. Standar regulasi diperlukan untuk
menjadi alat evaluasi terhadap jenis-jenis
sukuk yang berkembang di pasar. Standar
regulasi tersebut telah tersedia dalam
AAOIFI, namun belum semua pihak telah terikat
dalam standar tersebut.
Pada zaman Nabi, sistem pengendalian risiko
ini sudah menjadi salah satu faktor utama yang
perlu diterapkan dengan benar. Sistem pengendalian
yang diterapkan Nabi Muhammad SAW. diantaranya
adalah:35
1. Menempatkan Maesaroh sebagai pemantau, yang
mengamati dan mengingatkan Nabi ketika
teledor. Pengawasan ini dapat dikatakan
sebagai sistem pengawasan dini (early warning
system).
2. Adanya sensitivitas yang tinggi terhadap
risiko dan hambatan lalu lintas dalam
perdagangan, yaitu dengan menguasai peta bumi
dan jalur perdagangan, memahami suku/adat
suku Badui, seluk beluk unta sebagai alat
transportasi, besar kecilnya kafilah dan
35 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankandalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 382-383
54
karakteristik komoditas yang diperdagangkan
di pasar dunia.
3. Upaya Nabi merealisir turn over yang tinggi,
namun dalam batas-batas yang menguntungkan,
hal ini sebagai bentuk kehati-hatian terhadap
barang yang rusak atau hilang.
4. Meningkatkan efektivitas bagi hasil.
5. Sikap dan akhlak Nabi Muhammad SAW. sebagai
pelaku usaha yang jujur, ulet, perencanaan
yang baik, tingkat kehati-hatian yang tinggi
yang akhirnya mendapat berkah dari Tuhan.
Risiko terbesar dari risiko ini adalah moral
hazard, hal ini yang sekarang menjadi
tantangan terbesar untuk melahirkan generasi
yang bersikap baik/berakhlak mulia.
Ada satu hadits mengenai perdagangan dengan
syarat (mudhârabah) yang ditawarkan Abbas bin
Abdul Munthalib, contoh tersebut menggambarkan
langkah yang konkrit untuk memperkecil risiko.
ت�رط ع�لى ان� ي� ش�� ه ك��� ه )ان���� ى ال�ل��ه ع�ن��� ام رض��� ز� ن� ح��� م ب�" وع�ن� ح�كيد ى ك�ب����" الى ف� ع����ل م����� ج" ه� ان� لات�� ارض����� الا م�ق� ا اع�ط����اه م����� ل اذ� ال�رح�����"
55
ن� ا@ ل, ف����� طن� م�س���ب ى ب�" ه ف� ل ن����" ت�ر� HI���ن ح���ز, ولا ى ت�" حمل���ه ف� , ولات�� ه� رط�ن���"ط��ن�ى, دار ق�� الى( رواه ال��� من�ت� م��� د ض�� ق� ل�كW ف�� ا م�ن� ذ� Yب ي علت� ش� ف��
د ن� ع�ب�" ا@ ع�ن� ال�علاء اب�" ى ال�موط�� ال م�ال�كW ف� , وف�� ات� ق� اله ث� ورح�"ال ى م��� ه ع�م��ل ف� ده )ان���� ه ع�ن� ح���" ن�� iIب وت" ع�ن� ا عق��� رح�من� اب�"ن� ث� ال���
ح. وف� ص�حي هما( وه�و م�وق� ن� yي iح ب� 36ل�عثمان� ع�لى ان� ال�رت}"
Dari Hakim Ibnu Hizam RA. bahwa “Sesungguhnya ada
seseorang yang mensyaratkan pada orang yang dipinjamkan hartanya
sebagai qiradh, yaitu tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit/tidak
dapat bergerak/tidak dapat berjalan, tidak menyeberangi lautan, dan
tidak memindahkannya ke tengah air yang mengalir. Jika engkau
melakukan salah satunya, maka engkaulah yang menanggungnya”
Riwayat Dar Quthni dengan perawi yang dapat dipercaya,
Malik berkata dalam kitab Muwaththa’ dari Ala’ Ibnu
Abdurrahman Ibnu Ya’qub dari bapaknya dari kakeknya:
”sesungguhnya dia pernah menjalankan modal Utsman dan mereka
36 Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqâlani, Bulughûl Marâm (Beirut:Maktabah Al-Tijariyah Al-Kubro, 1956), hlm. 193
56
Gambar 2Perbandingan Manajemen Risiko Operasional antara Bank Shariah
dan Konvensional
Identifikasi Risiko
General Banking ResponseSyariah Banking Response
General Banking
ActivitiesSyariah Spesific Activities
Monitoring Risiko
Antisipasi Risiko
Penilaian Risiko
Monitoring Risiko
Antisipasi Risiko
Penilaian Risiko
Penilaian Risiko
Shari’ah Specific Risk
General Banking Risk
General Banking
Konvensional Shâri’ah
memperoleh keuntungan yang dibagi keduanya”. Hadits Mauquf
Shohih.
Dilihat dari segi risiko, syarat tersebut
bertujuan untuk meminimalisir risiko, baik risiko
jiwa maupun materi. Tujuan lainnya adalah untuk
menghindari moral hazard, setiap orang cenderung
menghindar dan tidak berupaya untuk menghadapinya
dengan hati-hati dan penuh perhitungan.37
Gambar 2 berikut menjelaskan mengenai
pendapat Adiwarman Karim bagaimana manajemen
risiko yang ada di bank konvensional dan bank
Sharî’ah.38
37 Husaini Mandur dan Dhani Gunawan Idat, Dimensi Perbankandalam Al-Qur’an (Jakarta: PT. Visi Cita Kreasi, 2007), hlm. 383
38 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 256
57
Yusuf Kalla mengatakan bahwa ada carameminimalisir semua jenis risiko keuangan yangmengarah pada krisis, yaitu dengan good corporategovernance (GCG). Pengelolaan perusahaan denganbaik merupakan satu hal utama yang harusditerapkan sejak awal.39
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak zaman Nabi risiko sudah menjadi bagian
tersendiri ynag tidak boleh diabaikan oleh pelaku
usaha bahkan oleh siapapun yang menjalani
kehidupan di dunia ini. Hal itu juga berlaku untuk
sukuk dan obligasi konvensional. Seiring
perkembangan sukuk dan obligasi konvensional yang
pesat dengan situasi lingkungan internal dan
eksternal, penerbit dan investor selalu berhadapan
39 www.republika.co.id 18 November 2014, JK: Mengelola RisikoKeuangan Melalui GCG, diakses pada tanggal 15 Desember 2014 pukul13:50
58
dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat
kompleksitas yang beragam.
Berikut bentuk-bentuk risiko sukuk beserta
pengendaliannya, antara lain.
1. risiko pasar, cara pengendaliannya adalah
dengan membuat kontrak baru sesuai harga
pasar yang berlaku.
2. risiko aset, cara pengendaliannya adalah
dengan pensekuritian, sedangkan pada risiko
nilai aset yaitu dengan menyandarkan pada
kadar nilai pasaran atau pada alat yang
niainya tetap seperti emas.
3. risiko kredit, cara pengendaliannya adalah
dengan kontrak swaps.
4. risiko negara, cara pengendaliannya adalah
dengan membuat kontrak/perjanjian yang
disepakati bersama.
5. risiko counterpart, cara pengendaliannya adalah
dengan meminta jaminan berupa ekuitas.
6. risiko kesesuaian Syariah/kepatuhan, cara
pengendaliannya adalah dengan membentuk
standar regulasi, seperti AAOIFI, tetapi
karena belum memadai maka perlu dibentuk yang
lebih memadai.
Sedangkan untuk risiko obligasi konvensional
diantaranya risiko tingkat bunga pasar, risiko
59
daya beli, risiko wanprestasi, risiko likuiditas,
risiko jangka waktu jatuh tempo (maturity risk),
risiko mata uang, risiko call, political risk, dan
industry sector risk.
Risiko sukuk lebih rendah dari risiko
obligasi konvensional, dan return dari sukuk juga
lebih tinggi dari return obligasi. Ada beberapa
alasan mengenai itu, pertama di dalam obligasi
Shâri’ah ada pengendalian moral bagi
pelakunya/pegawainya sehingga risiko counterpart
dapat diminimalisir. Kedua, meskipun dalam
obligasi Shâri’ah ada risiko inflasi tetapi tidak
memiliki pengaruh yang cukup tinggi, begitu juga
suku bunga yang bukan menjadi tolak ukur dalam
sukuk/ obligasi Shâri’ah. Ketiga, sukuk tidak
memperbolehkan adanya transaksi yang mengandung
ghârâr, riba, maupun spekulasi. Produk/transaksi yang
dibiayai oleh sukuk adalah usaha yang riil/nyata dan
proyek/transaksi yang halal. Sukuk juga tidak
memperbolehkan adanya spekulasi, seperti margin
trading, forward dan option. Hal itu berbeda dengan
obligasi konvensional, yang memperbolehkan segala
bentuk transaksi atau proyek yang didanai.
Dewasa ini, baru diketahui bahwa adanya
instrumen sukuk akibat dari desakan investor
60
muslim yang tidak ingin melakukan investasi di
dalam aktivitas ghârâr, riba dan syûbhat. Oleh
karena itu, perlu dikaji ulang dan ditingkatkan
lagi mengenai ke-shâri’ah-an sukuk ini.
61
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim.
Bank Indonesia. Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2012..
Otoritas Jasa Keuangan. Laporan Triwulanan I – 2014.
Otoritas Jasa Keuangan. Statistik Pasar Modal Syariah.
Muslich, Ahmad Wardi. 2013. Fiqh Muamalat. Jakarta:
Amzah.
Al-Khalil, Ahmad bin Muhammad. 1424 H. Al-Asham wa As-
Sanadat wa Ahkamuha fi al-Fiqhi al-Islamy. Dar Ibnu Al-
Jauzi.
Ibnu Hajar Al-Atsqâlani, Al-Hafidz. 1956. Bulughûl Marâm.
Beirut: Maktabah Al-Tijariyah Al-Kubro.
Karomah, Umi Yaumidin. 2008. Investasi Syariah: Implementasi
Konsep pada Kenyataan Empirik. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Mandur, Husaini dan Gunawan, Dhani Idat. 2007. Dimensi
Perbankan dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT. Visi Cita
Kreasi.
Karim, Adiwarman A.. 2006. Bank Islam: Analisis Fiqih dan
Keuangan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sudaryanti, Neneng dan Affandi, Akhmad Mahfidz dan
Wulandari Ries. “Analisis Determinan Peringkat
62
Sukuk dan Peringkat Obligasi di Indonesia.” Jurnal
TAZKIA: Islamic Finance & Business Review, Vol. 6 No. 2,
Agustus – Desember 2011.
Wahdy, Affandi. Perbandingan Resiko Imbal Hasil Sukuk
dan Obligasi Konvensional di Pasar Sekunder: Studi
Kasus di Bursa Efek Surabaya 2004-2006. Tesis.
Jakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Rasyid, Daud. 2004. Peluang dan Tantangan Penerapan Sharî’ah
Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Globalmedia Cipta
Publishing.
Yuliana, Indah. Kinerja Keuangan Perusahaan terhadap Penetapan
Tingkat Sewa Obligasi Syarah Ijarah di Indonesia. Fakultas
Ekonomi UIN Maliki Malang. Tidak Diterbitkan.
Abdul Wahid, Nazaruddin. 2010. Sukuk: Memahami & Membedah
Obligasi pada Perbankan Syariah. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Zuraidah. Sukuk Negara Sebagai Pendorong Pertumbuhan Pasar
Keuangan Syariah Indonesia. Fakultas Ekonomi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang. Tidak Diterbitkan.
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan.
Mengenal Sukuk: Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis
Syariah, Tidak Dipublikasikan.
63
Abadi, M. Kurnia Rahman. 2011. Obligasi (Bond).
disampaikan dalam mata kuliah Manajemen Investasi
Pasar Modal. Program Studi Keuangan Islam, UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tidak diterbitkan.
www.liputan6.com 5 Februari 2014, Pemerintah Biayai 3 Proyek
dengan Sukuk.
www.liputan6.com 18 Juni 2014, Sukuk Bantu Perkembangan
Industri Keuangan Syariah.
www.metrotvnews.com 04 September 2014, Sukuk Global RI
Banjir Peminat.
64