Peraturan, Standar dan Baku Mutu Pencemaran Udara
Transcript of Peraturan, Standar dan Baku Mutu Pencemaran Udara
BAB IPENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Udara dimana di dalamnya terkandung sejumlah oksigen,
merupakan komponen esensial bagi kehidupan, baik manusia
maupun makhluk hidup lainnya. Udara merupakan campuran dari
gas, yang terdiri dari sekitar 78 % Nitrogen, 20 % Oksigen;
0,93 % Argon; 0,03 % Karbon Dioksida (CO2) dan sisanya
terdiri dari Neon (Ne), Helium (He), Metan (CH4) dan Hidrogen
(H2). Udara dikatakan "normal" dan dapat mendukung kehidupan
manusia apabila komposisinya seperti tersebut diatas.
Sedangkan apabila terjadi penambahan gas-gas lain yang
menimbulkan gangguan serta perubahan komposisi tersebut,
maka dikatakan udara sudah tercemar.
Akibat aktivitas perubahan manusia udara seringkali menurun
kualitasnya. Perubahan kualitas ini dapat berupa perubahan
sifat-sifat fisis maupun sifat-sifat kimiawi. Perubahan
kimiawi, dapat berupa pengurangan maupun penambahan salah
satu komponen kimia yang terkandung dalam udara, yang lazim
dikenal sebagai pencemaran udara. Kualitas udara yang
dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya.
Kemungkinan disuatu tempat dijumpai debu yang bertebaran
dimana-mana dan berbahaya bagi kesehatan. Demikian juga
suatu kota yang terpolusi oleh asap kendaraan bermotor atau
angkutan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Melihat
betapa pentingnya udara bagi kehidupan di bumi untuk itulah
diciptakan sebuah peraturan yang mengatur aktivitas yang
dapat mempengaruhi kualitas udara di bumi. Salah satunya
adalah peraturan dan baku mutu tentang penecemaran udara
yang akan dibahas pada makalah ini.
I.2 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pencemaran Udara. Selain itu, makalah ini juga
dapat memberikan sedikit kajian tentang beberapa peraturan
dan baku mutu tentang penecemaran udara.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Daftar Peraturan/ Standar/ Baku Mutu Pencemaran Udara
Dalam mata kuliah pencemaran udara, seorang mahasiswa Teknik
Lingkungan harus bisa mengetahui dan memahami Peraturan/
Standar/ Baku Mutu yang berkaitan dengan Pencemaran udara.
Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini akan dibahas
mengenai daftar Daftar Peraturan Perundang-undangan di
Bidang Lingkungan Hidup tentang Pengendalian
Pencemaran Udara:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara
2. Keputusan MENLH Nomor KEP-13/MENLH/03/1995 tentang
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
3. Keputusan MENLH Nomor KEP-48/MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan
4. Keputusan MENLH Nomor KEP-49/MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Getaran
5. Keputusan MENLH Nomor KEP-50/MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebauan
6. Keputusan Kepala Bapedal Nomor KEP-205/BAPEDAL/07/1996
tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak
7. Keputusan MENLH Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang
Indeks Standar Pencemar Udara
8. Keputusan Kepala Bapedal Nomor KEP-107/BAPEDAL/11/1997
tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta
Informasi Indeks Standar Pencemar Udara
9. Peraturan MENLH Nomor 05 Tahun 2006 tentang Ambang
Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
10. Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2007 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap
11. Peraturan MENLH Nomor 17 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Keramik
12. Peraturan MENLH Nomor 18 Tahun 2008 Baku Mutu
Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Carbon Black
13. Peraturan MENLH Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal
14. Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2009 tentang
Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe
Baru
15. Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2009 tentang
Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru
16. Peraturan MENLH Nomor 13 Tahun 2009 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
17. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah
18. Peraturan MENLH Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Halon
19. Peraturan MENLH Nomor 04 Tahun 2011 tentang
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi
Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran Udara
20. Peraturan MENLH Nomor 07 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Industri Rayon
21. Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2012 tentang Baku
Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru
Kategori L3
22. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penghitungan Beban Emisi Kegiatan Industri
Minyak dan Gas Bumi
23. Peraturan MENLH Nomor 23 Tahun 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan MENLH Nomor 10 Tahun 2012
tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Tipe Baru Kategori L3
2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara
Makalah ini akan membahas mngenai Baku mutu udara ambien
yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah sebagai
berikut:
CATATAN :(*) PM2,5 mulai berlaku tahun 2002Nomor 11 s/d 13 Hanya diberlakukan untuk daerah/kawasanIndustri Kimia Dasar.Contoh : - Industri Petrokimia- Industri Pembuatan Asam Sulfat
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara dapat dijelaskan mengandung
maksud yaitu udara mempunyai arti yang sangat penting di
dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda-benda
lainnya. Sehingga udara merupakan sumber daya alam yang
harus dilindungi untuk hidup dan kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatannya
harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk
mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang
diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat
penting untuk dilakukan.
Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara
sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya
yang akhirnya tidak dapat digunakan lagi sebagaimana
mestinya sesuai dengan fungsinya. Dalam pencemaran udara
selalu terkait dengan sumber yang menghasilkan pencemaran
udara yaitu sumber yang bergerak (umumnya kendaraan
bermotor) dan sumber yang tidak bergerak (umumnya kegiatan
industri) sedangkan pengendaliannya selalu terkait dengan
serangkaian kegiatan pengendalian yang bermuara dari batasan
baku mutu udara. Dengan adanya tolok ukur baku mutu udara
maka akan dapat dilakukan penyusunan dan penetapan kegiatan
pengendalian pencemaran udara. Penjabaran kegiatan
pengendalian pencemaran udara nasional merupakan arahan dan
pedoman yang sangat penting untuk pengendalian pencemaran
udara di daerah. Disamping sumber bergerak dan sumber tidak
bergerak seperti tersebut di atas, terdapat emisi yang
spesifik yang penanganan upaya pengendaliannya masih belum
ada acuan baik di tingkat nasional maupun internasional.
Sumber emisi ini adalah pesawat terbang, kapal laut, kereta
api, dan kendaraan berat spesifik lainnya.
Maka penggunaan sumber-sumber emisi spesifik tersebut di
atas harus tetap mempertimbangkan kaidah-kaidah pengelolaan
lingkungan hidup. Mengacu kepada Undang-undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup ditetapkan bahwa sasaran pengelolaan
lingkungan hidup adalah tercapainya keselarasan, keserasian
dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup dengan
memepertimbangkan generasi kini dan yang akan datang serta
terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
Pengendalian pencemaran udara mengacu kepada sasaran
tersebut sehingga pola kegiatannya terarah dengan tetap
memepertimbangkan hak dan kewajiban serta peran serta
masyarakat.
Selanjutnya ditegaskan pula bahwa hak setiap anggota
masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang
diikuti dengan kewajiban untuk memelihara dan melestarikan
fungsi lingkungan hidup. Sehingga setiap orang mempunyai
peran yang jelas di dalam hak dan kewajibannya mengelola
lingkungan hidup. Dalam peraturan pemerintah ini juga diatur
hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat serta setiap
pelaku usaha dan/atau kegiatan agar dalam setiap langkah
kegiatannya tetap menjaga dan memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Pengendalian pencemaran udara mencakup kegiatan-kegiatan
yang berintikan :
a. inventarisasi kualitas udara daerah dengan
mempertimbangkan berbagai kriteria yang ada dalam
pengendalian pencemaran udara;
b. penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi
yang digunakan sebagai tolok ukur pengendalian
pencemaran udara;
c. penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk
perencanaan pengalokasian kagiatan yang berdampak
mencemari udara;
d. pemantauan mutu kualitas udara baik ambien dan emisi
yang diikuti dengan evaluasi dan analisis;
e. pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian
pencemaran udara;
f. peran masyarakat dalam kepedulian terhadap
pengendalian pencemaran udara;
g. kebijakan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian
kegiatan terpadu dengan mengacu kepada bahan bakar
bersih dan ramah lingkungan.
h. penetapan kebijakan dasar baik teknis maupun non-
teknis dalam pengendalian pencemaran udara secara
nasional.
2.3 Keputusan MENLH Nomor KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat KebisinganMakalah ini akan membahas mngenai Baku mutu udara ambien
yang termuat dalam Keputusan MENLH Nomor
KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisinganadalah
sebagai berikut:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1996 metoda
pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan
lingkungan adalah sebagai berikut:
1.Metoda Pengukuran
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua
cara:
1. Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat
tekanan bunyi dB(A) selama 10 (sepuluh) menit
untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap
5 (lima) detik.
2. Cara Langsung
Dengan sebuah integrating sound level meter yang
mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu Leq
dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan
pengukuran selama 10 (sepuluh) menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM)
dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling
tinggi selama 16 jam (LS) pada selang waktu 06.00 - 22.00
dan aktivitas dalam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00
- 06.00.
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu
dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada
siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu
pengukuran, sebagai contoh:
o L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 -
09.00
o L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 -
11.00
o L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 -
17.00
o L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 -
22.00
o L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 -
24.00
o L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 -
03.00
o L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 -
06.00
Keterangan :
-Leq : Equivalent Continous Noise Level atau Tingkat
Kebisingan Sinambung Setara ialah nilai tingkat
kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah
(fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara
dengan tingkat kebisingan dari kebisingan yang
ajeg (steady) pada selang waktu yang sama.
Satuannya adalah dB(A).
-LTMS = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik
-LS = Leq selama siang hari
-LM = Leq selama malam hari
-LSM = Leq selama siang dan malam hari
2. Metode Perhitungan
(dari contoh)
LS dihitung sebagai berikut:
LS = 10 log 1/16 {T1.100,1 L1 + ... + T4.100,1 L4} dB(A)
LM dihitung sebagai berikut:
LM = 10 log 1/8 {T5.100,1 L5 + ... + T7.100,1 L7} dB(A)
Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui
tingkat kebisingan maka perlu dicari nilai LSM dari
pengukuran lapangan. LSM dihitung dari rumus:
LSM = 10 log 1/24 {16.100,1 LS + 8.100,1 (LM+5)} dB(A)
3. Metode Evaluasi
Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku
tingkat kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi + 3
db(A).
2.4 Peraturan Daerah Kota Padang Panjang Nomor 8 Tahun 2009
Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok Dan Kawasan Tertib Rokok
Peraturan Daerah Kota Padang Panjang Nomor 8 Tahun 2009
Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok Dan Kawasan Tertib Rokok
ini merupakan salah satu peraturan tentang pencemaran udara
yang ada di dareah di Sumatera Barat dimana peraturan ini
berisikan hal yaitu mengenai Pembangunan kesehatan sebagai
salah satu upaya pembangunan nasional
diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan
untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang
optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat tersebut, diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan dimana salah satu upaya dimaksud adalah pengamanan
zat adiktif yang diatur dalam Pasal 44 Undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Rokok merupakan salah satu
zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya
kesehatan bagi individu dan masyarakat, oleh karena dalam
rokok terdapat kurang lebih 4.000 (empat ribu) zat kimia
antara lain nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang
bersifat karsinogenik, yang dapat mengakibatkan berbagai
penyakit antara lain kanker, penyakit jantung, impotensi,
penyakit darah, enfisema, bronkitis kronik, dan gangguan
kehamilan. Dalam rangka peningkatan upaya penanggulangan
bahaya akibat merokok khususnya bagi perokok pasif dan juga
implementasi pelaksanaannya di lapangan lebih efektif,
efisien dan terpadu, diperlukan peraturan perundang-undangan
dalam bentuk Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Asap
Rokok dan Kawasan Tertib Rokok, dengan tujuan:
a. melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya akibat
merokok;
b. membudayakan hidup sehat;
c. menekan perokok pemula;
d. melindungi kesehatan perokok pasif.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentangPengendalian Pencemaran Udara
Keputusan MENLH Nomor KEP-48/MENLH/11/1996 tentang BakuTingkat Kebisingan
Peraturan Daerah Kota Padang Panjang Nomor 8 Tahun 2009Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok Dan Kawasan Tertib Rokok
MAKALAH PENCEMARAN UDARA
“PERATURAN/ STANDAR/ BAKU MUTU PENCEMARAN UDARA”
OLEH : KELOMPOK II
ANGGOTA : PUTRI AULIA (1310941041)
DILA YURIANTI RAHMAH (1310942003)
DOSEN : VERA SURTIA, PhD