PERANAN KELUARGA DALA!M PROSES SOSIALISASI ...

7
PERANAN KELUARGA DALA!M PROSES SOSIALISASI HUKUM Oleh: Prof. Dr. T.O. Ihromi, S:H. Kepribadian seorang anak amat dipengarubi oIeb proses sosialisasi yang dialaminya dalam keluarga. Proses sosialisasi ito tidak semata· mata didasarkan kepada keta atan'a!Ulkterbadap orang tua tetapi juga kepada 4i;llog antara orangtoa dan anak yang memungkinkan lterkembangnya penalaran aoak bersangkutan. Karangan ini mengungkapkan pentingnyapera, na n orang tua dalam proses sosialisasi bukum pada sang anak yang dimulai dari keluarga. , Motivasi untuk berlaku meniJrut bukum dasarnya dibina dalam lingkungan keluarga, da.Jlllt meDjadipenangkal yang kuat terbadap pengarub-pengaruo negatif. 3 I. Ada baiknya bila kami pada permulaan makalah ini menjelaskan sedikit me- ngenai istilah proses sosialisasi dan proses sosialisasi hukum. Kita mengetahui bahwa seomng bayi, pada waktu lahir sarna' sekali tidak memiliki sifat -sifat, kemampuan-kemampuan untuk melakukan berbagai hal yang diperlukan bagi pelaksanaan tuga s-tugas anggota kelompok atau ma syarakat. Dia hanya dapat menangis bila lapar, haus, dan kemudian tersenyum bila kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi. Namun berangsur-angsur seomng manusia yang dapat bercakap- cakap, dapat menangkap arti dari kalimat-kalimat yang diucapkan oleh anggota-anggota Kelompoknya, yang mencontoh cam-<:am berlakudari anggota ke lompoknya (keluarga, kemudian satuan sosiallairtnya) yang mengambil alih cara-<:ara berlaku, cam berpikir, yang terdorong lmtuk mengejar cita-<:ita yang dianutoleh sekitarnya, berkembangdari bayi yan¥ mula:mula tidak mengetahui apa-apa itu. Ketika bayi itu mencapai umur dia pada umumnya telah terbina menjadi seom ng pribadi yang cara beriakunya , yang cam berpikirnya, keyakinan-keyakinannya , kebiasaan-kebiasaan mhkannya tidak terlalu iauh ber- beda dari omng tuanya, saudara-saudaranya apa ydng disebut agen-agen sosialisasi dini, yaitu orang-orang yang sehari-hari mula-mula hanya berfungsi sebagai pem wat dan pemberi kasih sayang tetapi yang sesungguhnya pengasuh utama dan pmtama baginya. Tetapi jangan lah kita terlalu menekankan bahwa aDak it!, saja perannya dalam menjalani asOOan itu. Pada iJl11umnya kita menekilnkar penttngnya peranari para pengasuh yang kita anggap menuangkan semua ajaran, petuah, peogetahuan-pengetahuan misalnya pengetahuan menge- !,(' bmari J 989

Transcript of PERANAN KELUARGA DALA!M PROSES SOSIALISASI ...

PERANAN KELUARGA DALA!M PROSES SOSIALISASI HUKUM Oleh: Prof. Dr. T.O. Ihromi, S:H.

Kepribadian seorang anak amat dipengarubi oIeb proses sosialisasi yang dialaminya dalam keluarga. Proses sosialisasi ito tidak semata· mata didasarkan kepada keta atan'a!Ulkterbadap orang tua tetapi juga kepada 4i;llog antara orangtoa dan anak yang memungkinkan lterkembangnya penalaran aoak bersangkutan. Karangan ini mengungkapkan pentingnyapera, na n orang tua dalam proses sosialisasi bukum pada sang anak yang dimulai dari keluarga. , Motivasi untuk berlaku meniJrut bukum dasarnya dibina dalam lingkungan keluarga, da.Jlllt meDjadipenangkal yang kuat terbadap pengarub-pengaruo negatif.

3

I. Ada baiknya bila kami pada permulaan makalah ini menjelaskan sedikit me­ngenai istilah proses sosialisasi dan proses sosialisasi hukum. Kita mengetahui bahwa seomng bayi, pada waktu lahir sarna' sekali tidak memiliki sifat-sifat, kemampuan-kemampuan untuk melakukan berbagai hal yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas-tugas anggota kelompok atau masyarakat. Dia hanya dapat menangis bila lapar, haus, dan kemudian tersenyum bila kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi. Namun berangsur-angsur seomng manusia yang dapat bercakap­cakap, dapat menangkap arti dari kalimat-kalimat yang diucapkan oleh anggota-anggota Kelompoknya, yang mencontoh cam-<:am berlakudari anggota kelompoknya (keluarga, kemudian satuan sosiallairtnya) yang mengambil alih cara-<:ara berlaku, cam berpikir, yang terdorong lmtuk mengejar cita-<:ita yang dianutoleh sekitarnya, berkembangdari bayi yan¥ mula:mula tidak mengetahui apa-apa itu. Ketika bayi itu mencapai umur de~sa, dia pada umumnya telah terbina menjadi seom ng pribadi yang cara beriakunya, yang cam berpikirnya, keyakinan-keyakinannya , kebiasaan-kebiasaan mhkannya tidak terlalu iauh ber­beda dari omng tuanya, saudara-saudaranya ata~ apa ydng disebut agen-agen sosialisasi dini, yaitu orang-orang yang sehari-hari mula-mula hanya berfungsi sebagai pem wat dan pemberi kasih sayang tetapi yang sesungguhnya pengasuh utama dan pmtama baginya. Tetapi jangan lah kita terlalu menekankan bahwa aDak it!, ~ pa.ip' saja perannya dalam menjalani asOOan itu. Pada iJl11umnya kita menekilnkar penttngnya peranari para pengasuh yang kita anggap menuangkan semua ajaran, petuah, peogetahuan-pengetahuan misalnya pengetahuan menge-

!,('bmari J 989

4 Ilukum dan Pembangllfan

nal aturan dan kelak, bukwp'll"daranak didik, dan anaR didik kita anggap menerima Slia hal-hal yang dilatihkah, yang diasubkan. Padahal katau kita perhahkan lebih sekSlma, maka kita dapat melihat bahwa setiap anak didik Slngat aktip pemnannya dalam proses asuban itu. Mula-mula mungkin pemnannya tidak terlalu besar, namUfl bila seomng anak yang kalau iliben kesempatap OanyaK oleb Ibunya atau omng Jam untUk aiajak "ngoce!l~ diperhatikan maka kita hemn bahwa benak si anak itu sangat aktip. Pertanyaan bertubi-tubi dan omng dewasa sering kewalahan menjawabnya dan kalau pengasubnya sibuk atau menganggap' ocehan itu ocehan inguSin saja, maka Ji:esempatan baik untuk belajar itu dilewatkan karena dijawab kuran& baik. JI$i'U' anak itu dapat belajar dengan baik, melalui interaksi atau hubungan yang be'rlangsung antara anak didik dari orang-<>mng di sekitamya. Ana.k didik

. momsa diSlyangi, me~sa diperhatikan, reaksi-reaksi dari .om ng di se~itamya dirasakan sebagai reaksi yang mesra, dan karena suasana hangat ini dominan, dia semakin berkembang dia merasa terdorong untuk melakukan berbagai hal menurut cara yang dicontohkan, menurut apa yang diajarkan. Proses belajar yang telah dijatani oleh setiapanak yang akan memungkinkan di,a berkembang dari Seorang anak yang tidak mempunyai kemahiran-kemahiran sosial, pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, motivasi-motivasi yang diperlukan untuk dapat melakukan hal-hal yang baik menurutadat, hukum dan agama, disebut proses sosialisasi. Secara haraftah proses ini sebenamya tidak pernah bemkhir, karena orang-<>rang dewasapun masih tetap terbuka untuk belajar, berobah kareria dalam berbagai kejadian yang dialaminya, dalam berbagai kontak atau interaksi dengan okng lain dia teta·p dapat mempelajari hal baru. Namun pada umumnya sosiatisasi yang dijalani oleh seseorang sampai dia dianggap dewaSi dalam masyarakatnya adalah tahap sosialisasi yang Slngat menentukan. Dalam pengkajian i1mu-ilmu yang mepyoroti perilaku manusia, proses sosiali­sasi merupakan topik yang dianggap penting, Dianggap penting karena dapat dikaji bagaimanakah proses perkembangan dari para anggota masyarakat sehingga menjadi pribadi deoosa. Misalnya datam antropologi budaya ingin diketahui apakah kepribadian yang berkembang memperoleh warm tertentu dari kebudayaan 1. Atau lebih konkrit lagi, apakah cara-cara dari orang tua yang secara budaya masih kuat menghayati nilai-nilai budaya Jawa atau Sunda atau Batak, memberi cap tertentu pada anak yang berkembang sehingga kepribadian sebenamya sangat erat kaitannya dengan kebudayaan 1

Apakah suaSina sosialiSisi yang berlangsung di ~alam keluarga (keluarga inti, bukan keluarga besar) mempunyai pengarub tertentu pada proses belajar, proses asuban mengenai hukum yang dialami oleh seomng anak 1.

II. Saya kim ada baiknya sebentar menjelaskan. apa sajakah yang menumt kilo

Peronan keJuorga 5

semestiny.l telah tereapai bila seSl'orang kita anggap telah menjalani proses sosialisasi hukum secara eukup memadai. Saya kira dapatlah dikatakan seseo­rang telah menjalani proses sosialisasi hukum bila dia mengetahui secara umum adany.l hukuJl1, dia agak mengetahui bahwa kalau hukum tidak diindahkan dapat limbul gangguan-gangguan pada kehidupan masyarakat, dia mempuny.li kesadaran bahwa penting baginya untuk mengindahkan hukum bila dia bertin­dak, dan dia memiliki kecenderungan atau motiWlsi untuk mengikuti atau memperhalikan aturan-aturan hukum dalam kehidupanny.l. Bila itu yang merupakan Illnda-tanda telah dijalaniny.l proses sosialisasi hukum itu rnaka masalahny.l adalah: sampai berapajauhkan proses sosiaUsasi hukum dibantu keberbasilanny.l oleh proses sosialisasi y.lng dijalani oleh para warga suatu kelompok, para warga suatu masy.lrakat ? Dalam masy.lrakat kita saya kira dapat diamati adany.l sejumlah pranata atau lembaga y.lng menjalankan fungsi pengasuhan atau sosialisasi pada anak yaitu keluarga inti (keluarga keeil), keluarga luas (bibi, paman, kakek, nenek) ling­kungan tetangga dan ternan-ternan sepermainan (meliputi juga yang lebih tua dari aoak) sekolah dan media masa. . Pada masa sosialisasi ini keluarga merupakan agen sosialisasi y.lng paling besar pengaruhny.l terhadap anak. Kehangatan huhungan yang dirasakan oleh anak, kemesraan yang dialaminya melalui kontak badani, sentuhan-sentuhan, belaian-belaian, suara merdu yang semua diassosiasikan dengan perhatian, raw'atan manis dan" cinta, merupakan kondisi yang memungkinkan terbinanya suatu dasar kokoh, bagi perkembangan pribadi y.lng akan mampu berinteraksi seeara berarti dalam kehidupan sosial. Ada para peneliti yang menghasilkan keterangan-keterangan tentang bagaimana hubungan antara eara-cara mengasuh anak dan kemampuan anak untuk berin­teraksi sosial. Diana Baumrind (dikutip dalam Crider dkk 1983 hal. 342) mengidentifikasi 4 jenis pengasuhan orang tua sebagai berikut : 1. mengendalikan. Dalam jenis ini para orang tua berupaya untuk memberi

bentuk ata u merevisi expressi ::. kela)<uan anak berupa kelakuan tergantung pada orang tua, agressif, atau sangat eenderung bermain.

2. menuntun anak supaya dewasa, atau meinberi tekanan-tekanansupaya anak berlaku menurut standard-standard tertenlu.

3. kejelasan dalam komunikasi. Dalamjenisini para orang tua berupaya supaya mendengar pendapat anak, dan menggunakan penalaran bila hendak meminlll aoak mengikuti luntullln-l.untl/tan terlentU.

4. rangkulan (nurturanee). Dalamjenis ini para orang·tua menunjukkan k~ha­

ngatan jiwa terhadap anaknya dan menunjukkan kebanggaannya mengenai hal-hal yang tereapai oleh anaknya.

Baumrind mewa wancarai para orang tua, mengamati mereka berkali-kali dan selama waktu yang eukup panjang ketika berinteraksi dengan anak-anak me­reka. Dia meneinukan bahwa ada hubungan di antara eara pengasuhan orang tua dan kelakuan aoak. . .

Pebmarj J 989

6 HI/klml dan Ihnl)(/flg lU/tJlI

Dia menemukan adanya tiga jenis kelompok.Kelooipok per!amaterdiri dari anak-anak yang mempunyai kepercayaan diri yang t1nggi,-mampu berinteraksi sosial dengan para temannya termasuk yang lebih tUl\ dan d,ngan para gurunya. Para ornng tua dari anak-anak ini ternyata sangat mesra hubungannya dengan anak mereka, menunjukkan perasaan kasihnya, mendengar omongan-om'ongan anaknya tetapi juga tegas meniinta anaknyal W!tuk mengikuti .garis-garis kela­kuan atau aturan-aturan tertentu.!-Kelo!!1~~!tkedua, anak':'~nak yang' mcmi liki rasa percaya diri yang be~!-_ dan di"i'ittnengandalkan diri sendiri, namun dalam berh ubungan dengan orang lain mereka menarik diri dan menarub curiga terhadap orang lain. Para orang tua anak-anak tersebut sangat mengendalikan anak itu dan tidak terlalu cenderung menunjukkan perasaan kehangatan terhadap anak mereka; dan .haQ1pir tidak pernah berupaya untuk mendengarkanpendapat anak-anaknya. Kelonipoklketiga adalah anak-anak yang sangat tidak dewasa, artinya anak­anak itu' singat tergantung pada orang tuanya, sangat passif. Para orang tua mereka tidak banyak memberi perangsang untuk berpikir untuk mengambil inisiatip; amk-anak itu memang dirangkul diberi kehangatan, tetapi para orang tua sangat permissive, memanjakannya dan tidak konsisten menuntut supaya berdisiplin.

-Baumrind kemudian mengadakan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk (m~­pgeteSihypotesanya dan dia menyimpulkan bahwa anak-anak yang berkompe­tensi sosial, artinya dapat berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya dan yang dewasa atau dapat berdiri sendiri dan percaya diri, memiliki orang tua yang dalam pengasuban menunjukkan kemesraan terhadap anak, mengekspressikan kasihnya, perduli terhadap pendapat anak-anaknya tetapi juga sangat tegas mengenaiapa yang mereka anggap sebagai cara berlaku yang te.P"t atauaturan­aturan yang harus dipatubi. Rupa-rupanya fondamen utama dari kepribadian seseorang terbentuk pada masa sosiali&lsi dini itll, dan bila para orang tua berhasil memainkan peranan dimana seorang anak dapat dibeii perangsang untuk berkembang menurut bakat-bakat yang.ada pada dirinya maka ada kecenderungan bahwa anakdapat mewujudkan sifat-sifat yang menjadikannya mampu berinteraksi seeara berarti dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekitarny... Kita melihat bahwa situasi saling mendengar adalah unsur yang penting, dan bahwa ada usaha dari para orang tua untuk melibatkanpenalaran anak, sehingga ada kesempatan bagi anak untuk merenungkan apa-apa yang dituntut dari padanya dan kemudian dia membina pacta dirinya sendiri motivasi-motivasi untuk mewujudkan cara ber­laku yang direstui dalam kelompoknya, dalam masyarakatnya.

-Sebaliknya bila dia dianggap sebagai ornng yang hanya perlu menurut saja, tidak banyak keSempatan untuk mengembangkan keterlibatan yang aktip, anak se­cara passip saja berperan dalam hidupnya. Bila kita meinperhatikan·hal-hal yang telahditulisdimuka mengenai apa sajakah yang dapat kita anggap sebagai tanda dari selesainya proses sosialisasi hukum, maka bila anak berkesempatan berkemhang menjadi anak menurut tipe satu

Peronall keluarga 7

tadi, roak. dasar yang baik telah diletakkan bagi kepribadian yang dapa! menyerapi hal-hal yang diinginkan untuk meneapai keberhasilan dari sosialisasi hukum. Itu berarti bahwa sikap yang tegas mengenai apakah aturan-aturan yang menu­rut orang tua perlu diperhatikan, harus diungkapkan, namun upaya untuk menyadarkan itu akan sia-sia bila ditekankan pada ketaatan yang menurut saja. Penalaran aoak harus ditampung dan dibiarkan berkembang, anak dan orang tua harus dibiasakan untuk berbineang-bineang. Waktu anak masih keeil per­bineanganjuga sudah mulai dibiasakan, walaupun mungkin masih sederhana sifatnya , dan bila kemampuan anak untuk menalar, dan pengetahuannya serna kin luas, maka pembiearaan dapat dilangsungkan secara lebih meluas dan penuh ' arti .

III. Kami masih ingin menjelaskan lebih lanjut apa yang kami anggap sebagai tanda-tanda dari tereapainya titik akhir dari proses sosialisasi hukum seperti yang !flah dikemukakan tadi,justeru karena kami hendak menguraikan lebih mel"!dcteil perana nom ng ttla dalam pro~s sosiali~si huk4m itu. Kami mengemukakan bahwa anak yang sudah seIesai snsialisasi hukum, telah sadar akan perlunya hukum diikuti dan eenderung mempunyai motivasi untuk memperhatikan hukum. Apakahdia akan n)!lta-nyata mengikuti hukum dalam hidupnya kelak bila sudah terjun kemasyarakat? Bisa saja dia berhadapan dengan suatu kondisi dalam hubungan dengan agen-agen snsialisasi lain, seperti sekolah, lingkungan ternan, hal-hal yang kuat ditonjolkan dalam media massa, sehingga motivasinya untuk berlaku menurut huklim menjadi melema~, namun dasar yang sudah dibina",masapi lingkungan keluarga diharapkan akan dapat menjadi penangkal kuat terhadap pengaruh-pengaruh yang negatip. Dengan kalimat-kalimat ini kami ingin llrgi memberi illustrasi bahwa proses sosialisasi berlangs'ung terus,j uga setelah anak dewasa dan menjadi pribadi yang mandiri. lnteraksi-interaksi di mana dia terlibat, orang-orang dengan siapa dia berhubungan mempengaruhinYd dan dia juga mempengaruhi orang tersebut, dan keputusan-keputusan yang diambilnya dapat memperkuat kcyakinan­keyakinan yang telah terbentuk pada dirinyaatau ada kemungkinanjuga bahwa dia mengalami pemerosotan dalam ketaatannyapada aturan-aturan yang sudah 'dibina sejak kedl dengan bamuan orang tuanya. Namun bila prinsip-prinsip yang sudah tertanam sejak kecil tetap kuat, dan dalam kehidupannya sehari-hari prinsip-prinsip penting itu selalu diperkuat kembali melalui eontoh-contoh, teladan kehidupa~ orang tua, maka dasar­dasar, keeenderungan yang sudah dipelajari sejak masa sosialisasi dini akan eenderung bertahan terus pada diri seorang individu. Bila kita berbieara mengenai sosialisasi hukum, maka yang terutama terlintas adalah pengasuhan anak sehingga dia akan eenderung mewujudkan cara ber­laku yang taat pada hukum.· Dan hukum di sini lebih diartikan sebagai aturan­aturan Yang secara konkril memuat pedoman berlaku berkenaan denganhal-hal konkrit tertentu. Jadi di sin; yang diingat bukanlah hukum sebagai keseluruhan

Pebruari J 989

8 JiukWll dan Pembang:UJ1an

dari prinSlp-prinsip yang diwujudkan dalam berbagai peraturan dan keputusan yang tujuan akhimya allalah meneapai keteraturan dalam masyarakat dengan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan. Pengertian demikian, dan kesadaran hukum dalam pcngellian hukum yang demikian akan diharapkan, berkembang semakin manlap ketlka anak akan semakin menanjak dalam jenjang kedewa­saan, dan lahap itupun baru akan dapat berkembang baik bila para orang tua terus berperan reeara aktip dalam meneiplakan kondisi yang subur bagi peman­lapan kesadaran hukum itu. Untuk itu maka orang tua termasuk para ibu harus terus mengambil kesempa1an untuk berdiskusi dengan anak mengenai berbagai perkembangan yang sedang berlangsung, dar karena itula~ maka penyuluhan hukum perlu dilakukan dengan cara yang mampu menimbulkan kegairahan untuk berpartisipasi dikalangan khalayak 'i3sarannya. Hal ini semakin perlu disadari kepentingannya oleh para orang tua,j usteru karena ad~ saingan-saingan kuat, yaitu ternan-ternan sepermainan anak, ~ekolah dan media massa. Pranala ata u lembaga terse but memainkan Pfngaruh yang kUat pada anak kila. Kita.perlu memperhatikan kepribadian anak yang sedang berkembang itu seeara seksama. Namun klla harus memenangkan kepercayaannya, sehingga kita se- . eara suka rela 'diberinya infoomasi mengenai teman-temannya, kerisauan­kerisauannya, aspirasi-aspirasinya, sehingga 'liill) tetap daIll! berkomunikasi dengan baik dan tidak dihadapkan pada "surpri:!e" yang merugikan anak dan orang tua. Bila kila,berbicara mengen" nukum, kesadaran hukum yang hendak ingin kita lihat te1bina pada diri anak didik, !Daka pertanyaan mengenai apakah hubungan hukum dengan moralitas tentu timbul. Seeara analitis kita dapat memisahkan moral dari hukum. Moral berkaitan dengan ukuran-ukuran tentang apakah yang baik dan buruk d~ri: setiap anggota masyarakat, setiap manusia harus mempunyai kemampuan urttuk.; membeda­kan apa yang baik dan buruk. Standard mengenai apa yang baik dan buruk itu bagi orang yang beragama untuk bagian terbesar berkaitan dengan prinsip­prinsip keyakinan yang digariskan 'dalam agama yang dianutnya, namun moral positip sebagianjuga dapat berakar pada ukuran-ukuran baikdan burukseperti yang sudah mengendap dalam sistim nilai yang hidup dalam suatu masyarakat atau kelompok. Selama seseorang menjalani proses Sosialisasi maka dia juga mengalami p;oses mempelajari bagaimanakhh slandard baik dan buruk yang hidup dalam kelompoknya, dalam masyanlkatnya dan dia akan menjadikan standard itu milik bathinnya. Aturan-aturan!yagg hidup pada diri orang-orang

. ' yang,terdekat padanya, seperll para Qrang tua tentu berpengaruh dalam menen-tukan pilihannya mengenai ukuran mana yang akan dianutnya, yang akan menjadi milik bathinnya atau kode-kode moral yang akan menjadi pedoman hidupnya: Kode moral dia ikuti karena dia /neyakininya sebagai prinsip yang harus dipatuhinya, karena dia mau meningkat dalam kadar kesempurnaan jiwanya bukan karena ada sanksi dalam bentuk hukuman dari faktor di luar dirinya. I

Aturan hukum merupakan aturan yang dikeluarkan oleh suatu kekua,saan di

Peranan keluarga 9

luar diri manusia yang dituntut harus tunduk pada atumn itu. Maksud atumn itu adalab supa ya hidup kemasyarakatan akan berlangsung secam damai, secara tertib, pendek kata untuk kebaikan sosial dan kalau dilanggar umumnya. ada sanksi sosia!. Biasanya bila seomng warga masyarakat telah mematuhi hukum, tidak terlalu dipermasalahkan lagi apakah secara moml, secara bath in, omngnya hanya mentaati karena takut atau karena yakin. Namun bila terjadi pelanggiran terhadap hukum, maka sering menjadi penting untuk memperhatikan iktikad atau apa yang menjadi motip pelaku, dan di sini knde moml menjadi relevan untuk· diperhatikan. Maka di sinipun pemnan suasana dalam keluarga,j usteru sangat kuat pengarub­nya karena kadar momlitas baru akan terasakan bila kadar kehidupan para agen sosiatiSlsi benar-benar memantulkannya. Sebagai contoh akhir dapatlah dikemukakan bah"" proses sosialisasi yang memungkinkan kepribadian anak berkembang menjadi pribadi yang mandiri, yang'percaya diri dan dibiasakan untuk menyadari adanya sejumlah standard atumn yang perlu ditaati, adalah prosesasuhan di mana para orang tua melaku­kan pemn pengasuh yang mampu memberi pemngsang-perangsang sehingga anak berkemballg kearah yang demikian. Proses sosialisasi hukum akan dapat berlangsung baik, bila proses seperti yang dikemukakan tadi dapat terwujud. Kemungkinan pengaruh-pengaruh negatip dapat saja berdatangan akibat dari kekuatan-kekuatan dari luar keluarga, apalagi dalam suatu proses perobahan yang cepat dan bila ada ketidak pastian yang dialami oleh anak didik. Para omng tua, termasuk ibu hendaknya selalu . ""spada terbadap kemung: kinan-kemungkinan demikian, dan mel.lui pengetahuan yang dikembangkan · mengenai berbagai lantilOgan perkembangan baru yang mung kin besar dampak­nya terhadap anak, terhadap pemahaman atau persepsi berbagai nilai, para omng tua ·hendaknya lebih siap uotuk berkomunikasi secara berkesinambungan dengan anak-anaknya.

• ••

Di bawall pemerintGhtm 0I'0RIl-01'0III. b_. pens /ebih berkllGlG daripada pedang,

(Baron Lytton 1803-1873)

If a man will· begin with ceTtantfe" he whall end in doubt': but if he will be content to begin with doubti. wUl end in certainties.

(Fmncis Bacon).

J\'hmori 1989