Pengaruh Giberelin dan Paklobutrazol terhadap Pemanjangan Batang Jagung
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of Pengaruh Giberelin dan Paklobutrazol terhadap Pemanjangan Batang Jagung
ACARA 3.2.1
PENGARUH GIBERELIN DAN PAKLOBUTRAZOL TERHADAP
PEMANJANGAN BATANG JAGUNG (Zea mays L.)
A. TUJUAN
Tujuan percobaan ini ialah untuk mengevaluasi
pengaruh giberelin dan paklobutrazol terhadap
pemanjangan ruas batang jagung (Zea mays L.).
B. TINJAUAN PUSTAKA
1) Giberelin
Giberelin (GA) pertama kali ditemukan oleh Eiichi
Kurowasa pada tahun 1926. Giberelin merupakan senyawa
diterpenoid. Semua kelompok terpenoid terbentuk dari
unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C). Unit-
unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan
monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-
20), dan triterpene (C-30) (Taiz & Zeiger, 2002).
Giberelin ialah senyawa kimia yang mempunyai
struktur ent-gibberellane. Davies (1995) menyatakan bahwa
24
Gambar 1. Struktur Giberelin (GA3). Sumber : Taiz
GA3 merupakan golongan hormon tumbuhan yang mempunyai
efek terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Giberelin dalam tumbuhan ditemukan dalam dua fase,
yaitu GA aktif dan GA non-aktif. Telah diketahui lebih
dari seratus jenis GA, namun hanya ada empat jenis yang
diketahui sebagai GA aktif, yaitu GA1, GA3, GA4, dan
GA7.
2) Biosintesis Giberelin
Biosintesis giberelin diawali dengan adanya
signal transduksi terlebih dahulu, kemudian
melibatkan transkripsi gen dan sintesis protein de
novo (Hedden, 1999). Setelah itu biosintesis giberelin
dapat terinduksi. Jalur biosintesis giberelin berasal
dari unit asetil koenzim A melalui lintasan asam
mevalonat. Biosintesis giberelin melibatkan 3 tahap
(Taiz dan Zeiger, 2002) (Gambar 3), yaitu :
1. Geranylgeranyl pyrophosphate (GGPP) diubah menjadi
ent-kaurene via copalyl pyrophosphate (CPP) di dalam
plastida. GGPP merupakan senyawa 20-karbon yang
bertindak sebagai donor bagi semua atom karbon
pada giberelin. Perubahan GGPP menjadi CPP
dikatalisis oleh enzim ent-copalyl diphosphate synthase
(CPS). Sedangkan perubahan CPP menjadi ent-kaurene
25
Gambar 2. Bentuk GA aktif (GA1, GA3, GA4). Sumber : Koning, 1994.
dikatalisis oleh enzim ent-kaurene synthase (KS).
Copalyl pyrophosphate memiliki sistem 2 cincin,
sedangkan ent-kaurene memiliki sistem 4 cincin.
2. Oksidasi terjadi di retikulum endoplasma
dengan perubahan ent-kaurene menjadi GA12 atau GA53.
Pada tahap ini menghasilkan senyawa antara berupa
kaurenol (jenis alkohol), kaurenal (aldehid), dan
asam kaurenoat. Perubahan ent-kaurene menjadi ent-
kaureonic acid dikatalisis oleh enzim ent-kaurene
oxidase (KO), kemudian perubahan ent-kaurene acid
menjadi GA12 dikatalisis oleh enzim ent-kaurenenoic
acid oxidase (KAO). GA12 merupakan senyawa pertama
dengan cincin giberelin sejati.
3. Pada umumnya, tanaman mengubah GA12 menjadi
GA53 oleh reaksi hidroksilasi pada C-13. GA12 atau
GA53 diubah menjadi GAs di sitosol. Reaksi
hidroksilasi pada C-13 menghasilkan GA9 dan GA20.
Kemudian GA9 diubah menjadi GA4 (bentuk GA aktif)
dan GA20 diubah menjadi GA1 (bentuk GA aktif)
melalui oksidasi pada karbon 3. GA aktif yang
terbentuk dapat inaktivasi dengan perubahan GA1
menjadi GA8 dan GA4 menjadi GA34 melalui proses
hidroksilasi C-2. Hidroksilasi ini juga dapat
menghilangkan GA20 dari jalur biosintesis
giberelin untuk diubah menjadi GA29 (bentuk GA
inaktif). Perubahan GA12 menjadi GA aktif
26
melibatkan enzim dioxygenase di dalam sitosol.
Enzim ini membutuhkan 2-oxoglutarate dan O2 sebagai
co-substrat serta menggunakan Fe2+ dan askorbat
sebagai kofaktor.
27
Giberelin disintesis pada daun yang sedang
berkembang (daun muda), primordium cabang, ujung akar
dan biji yang sedang berkembang. Sintesis giberelin
dipacu oleh hari panjang dan temperatur 20 – 30°C.
Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa
pengangkutan asam giberelat dalam tumbuhan tidak
terjadi secara polar. Pengangkutan berlangsung
melalui difusi. Selain itu, pengangkutan juga
berlangsung melalui berkas pengangkut (xilem & floem)
dan parenkim.
3) Pengaruh Giberelin pada Pertumbuhan Tanaman
Giberelin merupakan hormon pertumbuhan yang
memiliki berbagai macam fungsi. Menurut Davies
(1995), fungsi giberelin diantaranya :
a) Merangsang pemanjangan batang dengan merangsang
pembelahan sel dan pemanjangan sel
b) Mematahkan dormansi biji pada beberapa tanaman
c) Menginduksi enzim hidrolitik seperti α-amilase
dan protease pada perkecambahan biji rerumputan dan
sereal, untuk mobilisasi endosperm
28
Gambar 3. Skema biosintesis giberelin. Sumber : http://5e.plantphys.net/article.php?ch=2&id=366,
d) Penentuan jenis kelamin (menginduksi terbentuknya
bunga jantan pada tumbuhan berumah dua)
e) Menstimulasi proses pembungaan
f) Pengembangan buah partenokarpi
g) Penundaan senescence daun dan buah jeruk
Pengaruh giberelin terhadap pertambahan tinggi
tanaman sangat erat kaitannya dengan fungsi giberelin
yang dapat memperpanjang batang. Wattimena (1992)
menyatakan bahwa giberelin meningkatkan pertumbuhan
sel yang mengakibatkan pemanjangan batang dan
perkembangan daun-daun muda. Peran giberelin tersebut
pada pemanjangan sel melalui :
a. Peningkatan kadar auksin
giberelin akan memacu pembentukan enzim yang
melunakkan dinding sel terutama enzim
proteolitik yang akan melepaskan amino triptofan
(prekusor auksin) sehingga kadar auksin
meningkat
giberelin merangsang pembentukan polihidroksi
asam sinamat yaitu senyawa yang menghambat kerja
dari enzim IAA oksidase dimana enzim ini
merupakan enzim perusak auksin.
b. Giberelin merangsang terbentuknya enzim α-amilase,
dimana enzim ini akan menghidrolisis pati sehingga
kadar gula dalam sel akan naik sehingga
29
menyebabkan air dapat masuk lebih banyak ke dalam
sel sehingga sel memanjang.
Sedangkan menurut Lui dan Loy (1976) pada
penelitiannya, peran giberelin dalam pemanjangan
batang merupakan hasil dari 3 proses, yaitu :
1. Pembelahan di daerah ujung batang. Pembelahan sel
diakibatkan oleh stimulus giberelin terhadap sel
yang berada pada fase G1 agar segera memasuki fase
S dan memperpendek fase S. Peningkatan jumlah sel
akan menyebabkan pertumbuhan batang yang lebih
cepat, karena setiap sel akan tumbuh.
2. Giberelin memacu pertumbuhan sel dengan cara
meningkatkan hidrolilis amilum, fruktan dan
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa sehingga
dapat digunakan untuk respirasi yang menghasilkan
energi. Energi tersebut kemudian akan digunakan
untuk pembentukan dinding sel dan komponen-
komponen sel lain sehingga proses pembentukan sel
dapat berlangsung dengan cepat. Giberelin juga
menurunkan potensial air sehingga air dapat masuk
ke dalam sel dengan lebih cepat. Hal ini akan
menyebabkan sel menjadi lebih meluas dan dapat
mengencerkan gula yang terdapat di dalam sel,
sehingga terjadi pembentangan sel.
3. Giberelin meningkatkan plastisitas dinding sel.
Misalnya pada ruas tanaman oat, pertumbuhan sel
30
mudanya yang berasal dari meristem interkalar yang
terinduksi dengan pesat. Pada pertumbuhan sel ini
tidak terjadi pembelahan sel, tapi terjadi
pemanjangan sel yang disebabkan oleh GA3, dimana
pemanjangan menghasilkan 15 kali lipat
dibandingkan dengan potongan sel yang tidak
mendapat perlakuan. Pemanjangan sel membutuhkan
sejumlah sukrosa dan berbagai macam garam sebagai
sumber energi dan pencegah terjadinya pengenceran
yang berlebihan pada isi sel. Selain itu,
giberelin juga mengaktifkan enzim-enzim yang
berperan dalam plastisitas dinding sel, ketika
dinding sel plastis maka protein dapat masuk
dengan mudah dan menyebabkan sel membentang dan
kemudian terjadi peningkatan berat batang karena
sel memanjang.
Andriana (2005) menyatakan bahwa pemberian
giberelin 20 ppm dapat menghasilkan panjang batang semu
dan panjang batang pelepah terpanjang, sedangkan
pertambahan tinggi terbesar, jumlah akar terbanyak,
daun terlebar dan akar terpanjang dihasilkan oleh
giberelin 0 ppm. Interaksi antara jenis tunas tinggi
dan giberelin 20 ppm menghasilkan pertambahan tinggi
tanaman dan panjang batang semu terbesar pada tunas
pisang.
31
Selain berperan dalam pemanjangan batang, giberelin
juga berperan dalam pertumbuhan seluruh tubuh tumbuhan,
termasuk daun dan akar. Pemberian giberelin secara
langsung pada daun akan sedikit memicu pertumbuhannya
dan mempengaruhi bentuk daun, sedangkan pemberian pada
akar, hampir tidak terlihat efeknya pada akar itu
sendiri. Tapi, pemberian giberelin pada akar, akan
menyebabkan giberelin diangkut menuju apeks tajuk
sehingga terjadi peningkatan pembelahan sel dan
pemanjangan sel (Salisbury, 1992).
Kemampuan giberelin dalam meningkatkan plastisitas
dinding sel dan pembentukan enzim hidrolitik untuk
mendorong pemanjangan batang disebabkan karena adanya
giberelin dapat meningkatkan pengaktifan gen dan memacu
pembentukan enzim khusus yang menyebabkan
berlangsungnya proses fisiologis. Diduga giberelin
mampu mempercepat sintesis enzim hidrolase yang dapat
mencerna polisakarida dinding sel serta mempercepat
aktivasi enzim tersebut (Salisbury, 1992).
Giberelin aktif untuk merangsang perkembangan sel
serta dapat meningkatkan hasil tanaman. Perendaman
giberelin selain menambah tinggi tanaman juga menambah
luas daun yang berarti terdapat peningkatan aktivitas
fotosintesis. Aktivitas giberelin dalam menginduksi
pemanjangan batang dibantu oleh hormon yang lain,
32
terutama auksin yang berperan dalam menginduksi
pemanjangan sel (Braas, 2010).
4) Inhibitor Giberelin
Ada beberapa inhibitor biosintesis giberelin.
Inihibitor giberelin berupa komponen kimia yang
terbentuk baik secara sintetik maupun alami. Komponen
kimia ini disebut sebagai “growth retardant”, antara lain
AMO 1618, cycocel (chloromequat chloride), Phosphon D, dan
paclobutrazol. Fungsi retardan ini ialah untuk menghambat
pemanjangan internodus dan membentuk tanaman menjadi
kompak (Acquaah, 2002). AMO 1618, cycocel dan Phosphon D
menghambat sintesis giberelin pada tahap pertama dengan
cara mengeblok aktivitas enzim cyclase. Sedangkan
paclobutrazol, tetcyclacis dan uniconazole menghambat sintesis
giberelin pada tahap kedua dengan cara mengeblok
aktivitas enzim monooxygenase (Koning, 1994).
Penghambatan yang dilakukan oleh beberapa komponen
kimia tersebut akan kadar GA aktif menurun sehingga
menyebabkan terjadinya tanaman kerdil.
33
Menurut Taiz dan Zeiger (2010), selain adanya
growth retardant kekerdilan tanaman juga dapat disebabkan
oleh mutasi pada ent-copalyl diphosphate synthase (CPS) atau
ent-kaurene synthase (KS). Mutasi pada GA1 dan GA2 yang
mengkode kedua enzim tersebut pada biosintesis
giberelin di Arabidopsis, menyebabkan tanaman mengalami
kekerdilan yang ekstrem.
Di bawah ini akan dibahas lebih lanjut tentang
paklobutrazol dan mekanisme pengeblokan enzim pada
biosintesis giberelin.
5) Paklobutrazol
Paklobutrazol (C15H20CN3O) merupakan zat penghambat
tumbuh (growth retardant). Paklobutrazol bersifat
menghambat biosintesis giberelin pada tahap kedua di
retikulum endoplasma dengan cara mengeblok aktivitas
enzim monooxygenase. Enzim target yang akan dihambat
34
Gambar 4. Tahap biosintesis giberelin dan titik penghambatan oleh retardan.
oleh paklobutrazol adalah ent-kaurene oxidase (KO).
Penghambatan enzim ent-kaurene oxidase (KO) menyebabkan
terganggunya oksidasi ent-kaurene menjadi ent-kaurenoic acid
sehingga pembentukan ent-kaureonic acid menurun (Taiz dan
Zeiger, 2010). Hal ini akan menyebabkan penurunan laju
pembelahan sel. Sponel (1995) juga menyebutkan bahwa
pemberian paklobutrazol dapat menghambat perubahan ent-
kaurene menjadi asam ent-kaurenoid.
Ketika pembentukan ent-kaurene acid menurun maka
pembentukan GA12 juga akan menurun. Penurunan kadar GA12
berakibat pula pada penurunan pembentukan GA aktif
sehingga menyebabkan pemanjangan sel terhambat dan laju
pemanjangan batang menurun, dan menimbulkan tanaman
berfenotip kerdil. Penghambatan ini dapat dikembalikan
dengan pemberian GA aktif (GA3) (Khisnamoorthy, 1981
dalam Santiasrini dan Nurhajati (2009).
35
Gambar 5. Penghambatan paklobutrazol pada biosintesis giberelin.
Pemberian paklobutrazol akan menghambat
pertumbuhan dan meningkatkan jumlah gula tersimpan di
pucuk, pada umumnya terdapat di tanaman buah, kandungan
giberelin yang tinggi akan menghambat pembungaan dimana
giberelin menstimulasi pertumbuhan dan meningkatkan
suplai karbon pucuk, yang apabila diberi paklobutrazol
akan terjadinya penurunan drastis pada kandungan
giberelin (GA3, GA5, dan GA2) sehingga tanaman akan
menginduksi pembungaan (Rai, et al., 2004). Induksi
pembungaan akan meningkatkan produksi buah.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
paklobutrazol secara efektif dapat menurunkan
pertumbuhan vegetatif tanaman sehingga penggunaan zat
ini dapat merangsang pembungaan. Pada penelitian Medina
(2012) menunjukkan bahwa paklobutrazol dapat menurunkan
berat total tanaman, yang meliputi cabang, massa segar
dan jumlah akar tuber pada cassava (Manihot esculanta
Crantz cv. Rocha). Kombinasi antara waktu pemberian dan
konsentrasi paklobutrazol berpengaruh nyata pada luas
daun, diameter batang dan masa panjang bunga tanaman
Helianthus annus L. Semakin tinggi konsentrasi pemberian
paklobutrazol maka semakin kecil luas daun yang
dihasilkan karena penghambatan pada giberelin semakin
besar (Widaryanto dkk., 2011).
Paklobutrazol menghambat pertumbuhan pucuk secara
lebih efektif daripada pertumbuhan akar. Konsentrasi
36
paklobutrazol yang rendah (0,03-1µM) secara spesifik
menghambat produksi GA1 pada tanaman sehingga
menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Penurunan
pertumbuhan pucuk saat diberi perlakuan paklobutrazol
berkaitan dengan pengurangan kandungan GA1, efeknya
dapat dikembalikan dengan pemberian GA3. GA1 merupakan
regulator penting pada pertumbuhan pucuk pada tanaman
monokotil dan dikotil. Hal ini menunjukkan bahwa GAs
merupakan regulator penting pada pertumbuhan pucuk di
tanaman gandum. Penghambatan pertumbuhan akar pada
kecambah gandum yang diberi perlakuan paklobutrazol
berhubungan dengan menurunnya sintesis de novo (Hedden,
1999).
Watson (2006) menyatakan bahwa selain menekan
pertumbuhan vegetatif paklobutrazol juga dapat menekan
pengaruh asam absisat, etilen dan auksin pada tanaman.
Paklobutrazol juga dikenal dapat melindungi tanaman
dari cekaman stress dan dapat meningkatkan pertumbuhan
akar tanaman pada situasi tertentu. Pemberian
paklobutrazol pada tanaman akan mengakibatkan pori-pori
stomata menjadi lebih kecil, daun lebih tebal, jumlah
struktur tambahan pada permukaan daun meningkat.
Sehingga tanaman mampu beradaptasi untuk melawan
kondisi lingkungan dan lebih resistan pada serangan
jamur dan insekta (Braas, 2010).
37
Wang, Sun dan Faust (1986) menyebutkan dalam
penelitiannya mengenai translokasi paklobutrazol pada
perkecambahan apel, yaitu paklobutrazol diambil melalui
akar dan ditransportasikan secara primer di dalam xilem
melalui batang dan terakumulasi di daun. Pergerakan
basipetal paklobutrazol tidak ditemukan pada
perkecambahan apel.
C. METODOLOGI
1. Alat
Percobaan ini membutuhkan alat-alat di antaranya
yaitu : gelas ukur, gelas piala, penggaris, hand
spryer, polybag, bilah bambu, kertas label, mikroskop,
gelas benda, gelas penutup, silet, mikrometer.
2. Bahan
Serta bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain biji
jagung, larutan GA dengan konsentrasi 20 ppm dan 40
ppm, larutan paklobutrazol dengan konsentrasi 50 ppm
dan 100 ppm, media tanam yang berisi campuran kompos
dan tanah serta aquades.
3. Cara Kerja
Pada tanggal 26 November 2013 membuat media tanam
untuk penanaman jagung dengan mencampur tanah dan
kompos menggunakan perbandingan 1 :1, kemudian
memasukkan media tanam yang sudah tercampur rata ke
dalam polybag. Langkah selanjutnya ialah menyirami
38
media tanam dengan air lalu menanam biji jagung (Zea
mays L.) yang telah disiapkan (telah direndam air) ke
dalam media tanam, kemudian memberi label (nomor)
untuk masing-masing perlakuan tanaman. Penyiraman air
dilakukan setiap dua hari sekali agar kebutuhan air
tanaman tercukupi. Setelah tanaman berumur 1 minggu
(3 Desember 2013), peneliti menyiapkan larutan GA
dengan konsentrasi 0 ppm (sebagai kontrol), 20 ppm
dan 40 ppm serta paklobutrazol 50 ppm dan 100 ppm
kemudian memasukkan ke dalam hand spryer plastik yang
telah disediakan. Tanaman jagung (Zea mays L.) yang
berumur 1 minggu disemprot dengan masing-masing
konsentrasi perlakuan GA dan paklobutrazol setiap
minggu selama 3 minggu terhitung mulai tanggal 3
Desember sampai 17 Desember 2013. Selain proses
penyemprotan, tinggi batang tanaman jagung juga
diukur. Penyemprotan GA atau paklobutrazol dan
pengukuran dilakukan secara rutin setiap minggu
selama 3 minggu. Setelah melakukan pengukuran
kemudian menghitung rerata dari beberapa ulangan
percobaan. Setelah 4 minggu percobaan dengan
pengamatan pada 3 minggu terakhir, maka langkah
selanjutnya pada akhir eksperimen (17 Desember 2013)
ialah membuat sayatan epidermis batang jagung (Zea
mays L.) yang diperlakukan dengan GA, paklobutrazol
dan kontrol, kemudian meletakkan sayatan epidermis
39
pada gelas benda, memberi sedikit air dan menutup
dengan gelas penutup kemudian mengamati di bawah
mikroskop. Lalu mengukur panjang sel epidermis pada
setiap perlakuan dengan mikrometer. Kemudian membuat
grafik yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi
GA dan panjang batang tanaman serta konsentrasi
paklobutrazol dan panjang tanaman.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Hasil Pengamatan dan Analisis Data
Percobaan pengaruh GA dan paklobutrazol terhadap
panjang batang jagung (Zea mays L.) dimulai pada tanggal
26 November 2013, pengukuran panjang batang jagung (Zea
mays L.) dilakukan setelah satu minggu penanaman (3
Desember 2013). Data hasil pengamatan dapat dilihat
pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Data Pengamatan Pengaruh GA dan Paklobutrazolterhadap Pemanjangan Batang Jagung (Zea mays L.)
JenisPerlakuan
Konsentrasi
Ulangan
Tanaman ke-
Panjang Batang (cm)pada Pengamatan(Minggu Ke-)
1 2 3Kontrol 0 ppm
1
1 14 14 152 10 17 183 12 18 19,5
Rata-rata 12 16,3 17,5
2 1 8,5 12 16,52 8,5 11 13,5
40
3 9 9 10Rata-rata 8,7 10,7 13,3
Giberelin
20 ppm
1
1 10 13 142 12 17 19,53 11,5 15 18,5
Rata-rata 11,2 15 17,3
2
1 12 17,5 21,52 10,5 14,5 17,53 - - -
Rata-rata 11,25 16 19,5
40 ppm
1
1 8 8.5 11.52 14 16.5 203 21 23.2 26.5
Rata-rata 14,3 16,1 19,3
2
1 19 22.6 252 16.5 - -3 - - -
Rata-rata 17,75 22,6 25
Paklobutrazol
50 ppm
1
1 10 11 13,52 13 - -3 - - -
Rata-rata 11,5 11 13,5
2
1 13 9 112 4 13 13,53 13,5 - -
Rata-rata 10,2 11 12,25
100 ppm
1
1 12 13 162 12 13,5 153 9 12 13
Rata-rata 11 12,8 14,7
2 1 12 17,5 202 10 14 153 13,5 14 16
41
Rata-rata 11,8 15,2 17
Dari Tabel 1 dapat diringkas ke dalam Tabel 2 untuk
menunjukkan rerata tinggi batang jagung (Zea mays L.)
pada konsentrasi giberelin dan paklobutrazol yang
berbeda-beda. Berikut ini adalah Tabel 2.
Tabel 2. Rerata Tinggi Batang Jagung (Zea mays L.)
D a r i T a b e l 2 , d a p a t d i l i h a t p a d a m i n g g u k e - 1 ( 3
Desember 2013) menunjukkan panjang batang tanaman
jagung (Zea mays L.) saat diberi perlakuan giberelin dan
paklobutrazol memiliki rerata yang berbeda. Rerata
panjang batang jagung saat diberi perlakuan kontrol (GA
0 ppm) ialah 10,35 cm; perlakuan GA 20 ppm ialah 11,2
cm; perlakuan GA 40 ppm ialah 16 cm. Sedangkan
perlakuan dengan menggunakan paklobutrazol 50 ppm ialah
10,8 cm dan perlakuan paklobutrazol 100 ppm ialah 11,4
cm. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata
panjang batang tanaman jagung yang paling panjang ialah
perlakuan GA 40 ppm, dan rerata panjang batang tanaman
jagung yang paling rendah ialah perlakuan kontrol.
42
JenisPerlakuan
Konsentrasi
Rata-rata Panjang BatangJagung (cm) pada Pengamatan
(Minggu ke-)1 2 3
Kontrol 0 ppm 10,35 13,5 15,4
Giberelin 20 ppm 11,2 15,5 18,440 ppm 16 19,35 22,15
Paklobutrazol
50 ppm 10,8 11 12,9100 ppm 11,4 14 15,8
Pada minggu ke-2 (10 Desember 2013), dari hasil
pengukuran terlihat bahwa rerata panjang batang jagung
pada perlakuan kontrol (GA 0 ppm) ialah 13,5 cm;
perlakuan GA 20 ppm ialah 15,5 cm; perlakuan GA 40 ppm
ialah 19,35. Sedangkan perlakuan dengan menggunakan
paklobutrazol 50 ppm ialah 11 cm dan perlakuan
paklobutrazol 100 ppm ialah 14 cm. Dari hasil tersebut
menunjukkan bahwa rerata panjang batang tanaman jagung
yang paling panjang ialah perlakuan GA 40 ppm dan
rerata panjang batang tanaman jagung terendah ialah
perlakuan paklobutrazol 50 ppm.
Pada minggu ke-3 (17 Desember 2013), dari hasil
pengukuran terlihat bahwa rerata panjang batang jagung
pada perlakuan kontrol (GA 0 ppm) ialah 15,4 cm;
perlakuan GA 20 ppm ialah 18,4 cm; perlakuan GA 40 ppm
ialah 22,15. Sedangkan perlakuan dengan menggunakan
paklobutrazol 50 ppm ialah 12,9 cm dan perlakuan
paklobutrazol 100 ppm ialah 15,8 cm. Dari hasil
tersebut menunjukkan bahwa rerata panjang batang
tanaman jagung yang paling panjang ialah perlakuan GA
40 ppm dan rerata panjang batang tanaman jagung
terendah ialah perlakuan paklobutrazol 50 ppm.
Berdasarkan Tabel 2 maka dapat digambarkan grafik
hubungan antara konsentrasi giberelin (GA) dan panjang
batang tanaman jagung (Zea mays L.) di bawah ini.
43
0 20 400
5
10
15
20
25
Grafik Hubungan antara Konsentrasi GA dan Panjang Batang Tanaman
Minggu ke-1Minggu ke-2Minggu ke-3
Konsentrasi GA (ppm)
Panj
ang Ba
tang
Jagun
g (c
m)
Grafik 1. Hubungan antara konsentrasi GA dan panjangbatang jagung (Zea mays L.).
Grafik 1 menunjukkan bahwa pada minggu ke-1, dari
konsentrasi GA 0 ppm sampai 40 ppm menunjukkan grafik
yang naik, dengan panjang batang tanaman jagung (Zea
mays L.) tertinggi ialah perlakuan GA 40 ppm. Pada
minggu ke-2, grafik menunjukkan kenaikan panjang batang
tanaman jagung, dimana panjang tertinggi masih diduduki
oleh GA 40 ppm. Seperti halnya pada minggu ke-3,
panjang batang tanaman jagung tertinggi yaitu GA 40 ppm
dan panjang terendah ialah perlakuan kontrol. Grafik 1
merupakan grafik yang menunjukkan perbandingan
pertumbuhan (panjang batang) tanaman jagung dari minggu
ke-1 sampai minggu ke-3 dimana selalu menunjukkan
kenaikan pertumbuhan. Pada Grafik 1 juga dapat dilihat
44
bahwa kenaikan konsentrasi GA akan meningkatkan panjang
batang tanaman jagung.
Selanjutnya, pada Grafik 2 merupakan grafik yang
menunjukkan hubungan antara konsentrasi paklobutrazol
dan panjang batang tanaman jagung (Zea mays L), dengan
konsentrasi paklobutrazol 0 ppm, 50 ppm dan 100 ppm.
0 50 1000
5
10
15
20
Grafik Hubungan antara Konsentrasi Paklobutrazol dan Panjang Batang Tanaman
Minggu ke-1Minggu ke-2Minggu ke-3
Konsentrasi Paklobutrazol (ppm)
PAnj
ang Ba
tang
Jagun
g (c
m)
Grafik 2. Hubungan antara konsentrasi paklobutrazol danpanjang batang jagung
(Zea mays L.).
Grafik 2 menunjukkan bahwa pada minggu ke-1, dari
konsentrasi paklobutrazol 0 ppm sampai 100 ppm
menunjukkan grafik yang naik, dengan panjang batang
tanaman jagung (Zea mays L.) tertinggi ialah perlakuan
paklobutrazol 100 ppm. Kenaikan panjang batang jagung
antara konsentrasi paklobutrazol 0 pp, 50 ppm dan 100
ppm hanya sedikit (tidak secara nyata). Pada minggu ke-
2, grafik menunjukkan penuurnan panjang batang tanaman
45
jagung dari konsentrasi paklobutrazol 0 ppm ke
konsentrasi 50 ppm dan mengalami kenaikan dari
konsentrasi paklobutrazol 50 ppm ke 100 ppm, dimana
panjang tertinggi masih diduduki oleh paklobutrazol 100
ppm. Pada minggu ke-3, panjang batang tanaman jagung
mengalami penurunan dari konsentrasi paklobutrazol 0
ppm ke 50 ppm dan mengalami kenaikan dari konsentrasi
50 ppm ke konsentrasi 100 ppm, dan panjang tertinggi
masih diduduki oleh paklobutrazol 100 ppm. Grafik 2
merupakan grafik yang menunjukkan perbandingan
pertumbuhan (panjang batang) tanaman jagung dari minggu
ke-1 sampai minggu ke-3 dimana pertumbuhan bersifat
fluktuatif. Pada Grafik 2juga dapat dilihat bahwa
kenaikan konsentrasi paklobutrazol akan menurunkan
panjang batang tanaman jagung pada konsentrasi 50 ppm,
namun perlakuan paklobutrazol 100 ppm akan menaikkan
panjang batang tanaman jagung.
2) Data panjang sel epidermis batang jagung (Zea
mays L.)
Tabel 3. Panjang Sel Epidermis Batang Jagung (Zea maysL.) pada Konsentrasi GA dan Paklobutrazol yangberbeda
JenisPerlakuan
Konsentrasi(ppm)
PanjangSel
EpidermisBatang(mm)
Sayatan EpidermisBatang
46
Kontrol 0 2,48
Giberelin
20 3,35
40 3,5
Paklobutrazol
50 2,2
100 3,04
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa, panjang sel
epidermis batang jagung tertinggi dimiliki oleh
perlakuan GA 40 ppm, dimana pada Tabel 2 juga telah
disebutkan bahwa perlakuan GA 40 ppm menunjukkan
panjang batang tanaman jagung tertinggi. Sedangkan
panjang sel epidermis terendah dimiliki oleh perlakuan
paklobutrazol 50 ppm, dimana pada Tabel 2 juga
disebutkan bahwa panjang batang tanaman jagung terendah
47
dimiliki oleh perlakuan paklobutrazol 50 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa panjang batang tanaman jagung
menentukan panjang sel epidermis batang jagung. Semakin
panjang batang tanaman jagung, semakin panjang pula
panjang sel epidermis batang tanaman jagung.
3) Pembahasan
Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Salah satu peran giberelin ialah menginduksi
pemanjangan ruas batang. Pemberian giberelin eksogen
akan mempercepat proses pemanjangan ruas batang.
Sintesis giberelin terjadi pada daun yang sedang
berkembang (daun muda), primordium cabang, serta ujung
akar dan biji yang sedang berkembang.
Pertumbuhan tanaman tidak hanya terkait dengan
pemanjangan ruas batang, tapi juga terkait pertumbuhan
akar dan perkembangan daun. Pada beberapa spesies
tanaman, giberelin dapat memicu dan mempengaruhi
pertumbuhan dan bentuk daun. Namun, pada percobaan kali
ini, peneliti hanya menitikberatkan pada efek giberelin
pada pemanjangan ruas batang tanaman jagung (Zea mays
L.).
Dari hasil percobaan, telah didapatkan hasil
bahwa pemberian giberelin eksogen mampu meningkatkan
pemanjangan batang tanaman jagung selama 3 minggu
pengamatan. Dari minggu ke-1 menuju minggu ke-2,
48
pemberian GA 20 ppm dan GA 40 ppm menyebabkan panjang
batang jagung (Zea mays L.) lebih tinggi daripada
perlakuan kontrol. Hasil tersebut juga sama seperti
pada minggu ke-2 menuju minggu ke-3 yaitu pemberian GA
20 ppm dan GA 40 ppm menyebabkan panjang batang jagung
lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Selama 3
minggu pengamatan, secara berkelanjutan perlakuan GA 40
ppm menunjukkan panjang batang tanaman tertinggi
daripada GA 20 ppm. Sedangkan perlakuan kontrol
menunjukkan panjang batang terendah (Grafik 1).
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa
giberelin dapat meningkatkan panjang batang jagung
serta kenaikan konsentrasi GA mempengaruhi peningkatan
panjang batang tanaman jagung. Semakin tinggi
konsentrasi GA (dari 20 ppm – 40 ppm), semakin tinggi
pula nilai panjang batang tanaman jagung. Hal ini
sesuai dengan pernyatan Taiz dan Zeiger (2002) yang
menyebutkan bahwa giberelin dapat meningkatkan
pemanjangan sel dan pembelahan sel yang dapat terbukti
dari morfologi batang yang semakin panjang. Peningkatan
konsentrasi giberelin mampu meningkatkan pemanjangan
ruas batang. Semakin tinggi konsentrasi giberelin
eksogen yang diberikan, semakin tinggi pula nilai
panjang ruas batang tanaman.
Hasil percobaan ini sejalan dengan percobaan yang
dilakukan oleh Lui dan Loy (1976), dimana penambahan
49
giberelin akan meningkatkan pemanjangan sel sebesar 15
kali lipat dibandingkan sel yang tidak mendapat
perlakuan giberelin. Andriana (2005) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa pemberian giberelin 20
ppm dapat menghasilkan panjang batang semu dan panjang
batang pelepah terpanjang, sedangkan pertambahan tinggi
terbesar, jumlah akar terbanyak, daun terlebar dan akar
terpanjang dihasilkan oleh giberelin 0 ppm. Interaksi
antara jenis tunas tinggi dan giberelin 20 ppm
menghasilkan pertambahan tinggi tanaman dan panjang
batang semu terbesar pada tunas pisang. Selain itu,
didukung pernyataan Wattimena (1992) yang mengemukakan
bahwa giberelin mampu meningkatkan pertumbuhan sel yang
mengakibatkan pemanjangan batang dan perkembangan daun-
daun muda.
Peningkatan pemanjangan batang tanaman jagung
didukung dengan hasil pengamatan anatomi sel epidermis
batang tanaman jagung yang menunjukkan bahwa panjang
sel epidermis perlakuan GA 40 ppm (3,5 mm) dan GA 20
ppm (3,35 mm) lebih tinggi daripada perlakuan kontrol
(2,48 mm). Peningkatan panjang sel epidermis pada
perlakuan GA eksogen ini disebabkan karena kemampuan
giberelin dalam berbagai mekanisme pemanjangan sel.
Giberelin mampu menginduksi pembentukan enzim yang
dapat melunakkan dinding sel terutaman enzim
proteolitik, dimana akan melepaskan asam amino
50
triptofan sebagai prekursor auksin sehingga kadar
auksin meningkat. Ketika kadar auksin meningkat maka
akan terjadi induksi pembelahan sel, mengingat peran
auksin dalam proses pembelahan sel. Pada Gambar 6
terlihat mekanisme pemanjangan sel oleh auksin, dimana
berawal dari pengikatan auksin pada reseptor di membran
sel, kemudian signal ditransduksi ke dalam second
messenger ke dalam sel dan akan menginduksi berbagai
respon, diantaranya pompa proton menjadi aktif dan
mensekresikan asam (H+), H+ akan mengaktifkan protein
“expansins” yang berfungsi untuk menjadikan dinding sel
lebih plastis sehingga sel mampu memanjang; aparatus
Golgi diinduksi untuk melepaskan vesikel yang berisi
bahan-bahan untk penebalan dinding sel; jalur signal-
transduksi juga mengaktifkan DNA-binding proteins yang akan
menginduksi transkripsi gen spesifik untuk menghasilkan
growth protein yang berfungsi untuk pertumbuhan sel
(Davies, 1995).
51
Giberelin mampu menginduksi pembentukan enzim α-
amilase, enzim ini berfungsi dalam hidrolisis pati
sehingga kadar gula dalam sel meningkat. Saat kadar
gula meningkat maka akan menyebabkan penurunan
potensial air sehingga air lebih cepat masuk ke dalam
sel. Selain untuk mengencerkan kadar gula yang tinggi
di dalam sel, pemasukan air ini juga akan menyebabkan
sel menjadi lebih panjang sehingga terjadi pembentangan
sel (Wattimena, 1992).
Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa giberelin
mampu meningkatkan laju pembelahan sel (mitosis).
Giberelin memacu sel agar sel yang berada pada fase G1
akan segera memasuki fase S dan memperpendek fase S,
dengan cara menginduksi ekspresi gen cyclin-dependent
protein kinases (CDKs), dimana CDKs terlibat dalam
regulasi siklus sel. Akibat induksi giberelin maka
pembelahan sel meningkat sehingga jumlah sel juga
mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah sel akan
menyebabkan pertumbuhan batang yang lebih cepat.
52
Gambar 6. Mekanisme stimulasi pemanjangan sel oleh auksin. Sumber : http://www.cartage.org.lb/en/themes/sciences/botanicalsciences/plantreproduction/PlantBehavior/PlantBehavior.htm
Selain itu, giberelin juga dapat meningkatkan
plastisitas dinding sel. Ketika dinding sel plastis
maka protein dapat masuk dengan mudah dan menyebabkan
sel membentang dan kemudian terjadi peningkatan panjang
batang (Lui dan Loy, 1976).
Selain berperan dalam pemanjangan batang, giberelin
juga berperan dalam pertumbuhan seluruh tubuh tumbuhan,
termasuk daun dan akar. Pemberian giberelin secara
langsung pada daun akan sedikit memicu pertumbuhannya
dan mempengaruhi bentuk daun, sedangkan pemberian pada
akar, hampir tidak terlihat efeknya pada akar itu
sendiri. Tapi, pemberian giberelin pada akar, akan
menyebabkan giberelin diangkut menuju apeks tajuk
sehingga terjadi peningkatan pembelahan sel dan
pemanjangan sel (Salisbury, 1992). Pada percobaan ini,
giberelin eksogen diberikan dengan cara penyemprotan
menggunakan hand spryer pada seluruh bagian tanaman,
dimungkinkan induksi pemanjangan dan pembelahan sel
juga terjadi pada daun. Namun, peneliti hanya
menitikberatkan pada pengukuran panjang batang tanaman
jagung untuk mengevaluasi efek giberelin.
Paklobutrazol (C15H20CN3O) merupakan zat penghambat
tumbuh (growth retardant). Dari hasil percobaan,
didapatkan hasil bahwa perlakuan paklobutrazol 50 ppm
menurunkan panjang batang tanaman jagung selama 3
minggu pengamatan. Dari minggu ke-1 menuju minggu ke-2,
53
pemberian paklobutrazol 50 ppm menyebabkan panjang
batang jagung (Zea mays L.) lebih rendah daripada
perlakuan kontrol. Hasil tersebut juga sama seperti
pada minggu ke-2 menuju minggu ke-3 yaitu pemberian
paklobutrazol 50 ppm menyebabkan panjang batang jagung
lebih rendah daripada perlakuan kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan paklobutrazol 50 ppm dapat
menurunkan panjang batang tanaman jagung. Penurunan
panjang tanaman jagung didukung oleh penurunan panjang
sel epidermis batang jagung, dimana panjang sel
epidermis perlakuan paklobutrazol 50 ppm (2,2 mm) lebih
rendah daripada panjang sel epidermis kontrol (2,48
mm). Hasil percobaan dengan pemberian paklobutrazol 50
ppm sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Davis &
Curry (1991); Rossini Pinto et al., (2005) bahwa
pemberian paklobutrazol mampu menurunkan panjang
internodus. Hampton & Hebblethwaite (1985) juga
menyatakan bahwa paklobutrazol mengurangi panjang
internodus batang dan memperkuat dasar batang karena
diameter batang membesar.
Paklobutrazol menghambat pertumbuhan tanaman
dengan cara menghambat biosintesis giberelin (Golsmith
et al., 1983). Penghambatan oleh paklobutrazol terjadi
pada tahap oksidasi ent-kaurene menjadi asam ent-kaurenoid
(Sponel, 1995). Paklobutrazol menghambat aktivitas ent-
kaurene oxidase (enzim yang mengkatalisis ent-kaurene
54
menjadi ent-kaurenoic acid) (Gambar 7). Pada perlakuan
paklobutrazol, sintesis GA12 akan menurun karena
terjadi penurunan pengubahan ent-kaurene menjadi ent-
kaureonic acid. Saat jumlah GA12 menurun, maka akan
menyebabkan GA aktif yang terbentuk juga menurun.
Karena GA12 inilah yang akan digunakan sebagai
prekursor untuk pembentukan GA aktif, diantaranya GA1
dan GA4.
Ketika kadar GA aktif menurun, maka proses
pemanjangan sel juga menurun karena penurunan kadar
giberelin akan menurunkan proses-proses fisiologis
terkait dengan pemanjangan sel (Widaryanto dkk., 2011).
Penurunan giberelin menyebabkan penurunan plastisitas
dinding sel sehingga potensial air naik dan air sulit
untuk masuk ke dalam sel dan sel tidak akan memanjang;
rendahnya laju pembelahan sel karena induksi ekspresi
gen cyclin-dependent protein kinases (CDKs) oleh giberelin
55
Gambar 7. Penghambatan paklobutrazol pada biosintesis giberelin.
juga rendah, saat laju pembelahan sel lambat berarti
jumlah sel mengalami penurunan dan secara morfologi
pertumbuhan tanaman akan terhambat, hal ini terkait
dengan pernyataan Watson (2006) bahwa paklobutrazol
dapat menekan pengaruh asam absisat, etilen dan auksin
pada tanaman. Penurunan kadar auksin akan menyebabkan
penurunan laju pembelahan sel. Selain itu, pemberian
paklobutrazol tidak hanya menghambat pemanjangan batang
tetapi juga dapat mereduksi pembentukan akar (Rieger
dan Scalabrelli, 1990). Ketika jumlah akar tanaman
berkurang maka kemampuan pengambilan nutrisi di dalam
tanah oleh tanaman juga akan berkurang sehingga
pertumbuhan akan terhambat.
Pada percobaan ini, peningkatan konsentrasi
paklobutrazol tidak secara signifikan dalam menurunkan
panjang batang tanaman jagung. Terlihat pada hasil
percobaan dengan perlakuan paklobutrazol 100 ppm yang
tidak menyebabkan penurunan panjang batang. Panjang
batang jagung perlakuan paklobutrazol 100 ppm (15,8 cm)
lebih tinggi daripada kontrol (15,4 cm ), dengan
panjang sel epidermis perlakuan paklobutrazol 100 ppm
(3,04 mm) juga lebih tinggi daripada kontrol (2,38 mm),
meskipun selisih panjang bantang tidak berbeda secara
nyata.
Hasil perlakuan paklobutrazol 100 ppm yang tidak
sesuai dengan teori Hampton & Hebblethwaite (1985)
56
tentang paklobutrazol dapat mengurangi panjang
internodus batang dikarenakan mungkin selama percobaan
penyemprotan paklobutrazol dilakukan di area daun dan
hanya sedikit yang mengenai batang tanaman jagung,
mengingat morfologi batang jagung juga dimana ditutupi
oleh pelepah daun sehingga paklobutrazol yang
disemprotkan hanya sedikit yang mengenai batang.
Padahal menurut Shiow (1986) bahwa pemberian
paklobutrazol di area akar dan batang secara efektif
dapat menghambat pemanjangan batang daripada pemberian
paklobutrazol di area daun. Hal ini terkait dengan
translokasi molekul-molekul paklobutrazol yang
ditransportasikan secara primer di dalam xilem melalui
batang dan terakumulasi di daun atau dapat dikatakan
pergerakan paklobutrazol terjadi secara akropetal
(Wang, Sun dan Faust, 1986). Jadi, ketika paklobutrazol
diberikan pada area daun dan sedikit yang mengenai
batang maka efek paklobutrazol tidak secara efektif
dalam menghambat pemanjangan internodus batang.
Efek paklobutrazol dalam menurunkan panjang
batang tergantung jenis spesies dan sensitivas jaringan
(Chaney, 2004). Diduga tanaman jagung sudah cukup
sensitif pada perlakuan paklobutrazol dengan
konsentrasi yang rendah, sehingga ketika diberi
paklobutrazol 100 ppm maka respon yang muncul tidak
terlihat secara signifikan dalam hal penurunan panjang
57
batang. Adapun sebab lain, mungkin dikarenakan
konsentrasi paklobutrazol yang terlalu pekat (100 ppm)
menyebabkan sel-sel tumbuhan tidak mampu menyerap
molekul-molekul paklobutrazol. Jika hanya sedikit atau
bahkan tidak ada molekul paklobutrazol yang dapat
ditransport menuju bagian tumbuhan maka dapat
dipastikan penghambatan terhadap biosintesis giberelin
endogen pun rendah atau tidak terjadi penghambatan.
Sehingga biosintesis giberelin dapat berjalan dengan
normal tanpa hambatan dan kadar giberelin endogen akan
meningkat, dan menyebabkan tanaman akan tumbuh normal,
dapat melakukan proses pembelahan dan pembentangan sel
secara normal.
E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini
yaitu :
1. Giberelin dan paklobutrazol mempengaruhi
pemanjangan batang tanaman jagung (Zea mays L.)
2. Giberelin dapat meningkatkan pemanjangan batang
tanaman jagung (Zea mays L.) pada konsentrasi 20
ppm dan 40 ppm dengan panjang batang masing-masing
secara berurutan sebesar 18,4 cm dan 22,15 cm.
3. Paklobutrazol dapat menghambat pemanjangan batang
tanaman jagung (Zea mays L.) pada konsentrasi 50
ppm dengan panjang batang sebesar 12,9 cm.
58
F. DAFTAR PUSTAKA
Braas, Lauren. 2010. The Effect of Gibberellic Acid andPaclobutrazol Levels on Pisum sativum (online).http://www.personal.psu.edu/leb5185/blogs/e-portfolio/Plant%20Hormone%20Lab%20Report.pdf,diakses 24 Desember 2013.
Davies, Peter J. 1995. Plant Hormones : Physiology,Biochemistry and Molecular Biology Second Edition. London :Kluwer Academic Publishers.
Faust, Hames E. Dan Robert Klein. 2001. Effects ofPaclobutrazol drench Application Date onPoinsettia Height and Flowering. HorTechnology. 4 :111 – 125.
Hasan, Rachmi Hariaty, Sarawa, dan I Gusti R.Sadimantara. 2012. Respon Tanaman AnggrekDendrobium sp. terhadap Pemberian Paklobutrazoldan Pupuk Organik Cair. Berkala Penelitian Agronomi. 1(1) : 71 – 78.
Koning, Ross E. 1994. Gibberellins (online).http://plantphys.info/plant_physiology/gibberellin.shtml, diakses 24 Desember 2013.
Marshall, John et al. 2000. The effect of paclobutrazol,abscisic acid, and gibberellin on germintaion andearly growth in silver, red, and hybrid maple.Forest Research. 30 : 557 – 565.
Medina, R. et al. 2012. Effects of chlorocholinechloride and paclobutrazol on cassava (Manihotesculanta Crants cv. Rocha) plant growth andtuberous root quality. Agriscientia. 29 : 51 – 58.
Opik, Helgi dan Stephen Rolfe. 2005. The Physiology ofFlowering Plants 4th Edition. New York : Cambridge.
59
Rademacher, Wilhelm. 2000. Growth Retardants : Effectson Gibberellin Biosynthesis and Other MetabolicPathways. Plant Physiology. 51 : 501 – 531.
Rademacher, Wilhelm. 2000. Growth Retardants : Effectson Gibberellin Biosynthesis and Other MetabolicPathways. Plant Physiology. 51 : 501 – 531.
Salisbury, Frank B. dan Cleon W. Ross. 1992. FisiologiTumbuhan Jilid 3. Terjemahan Diah R., Lukman danSumaryono. Bandung : ITB.
Taiz, L. dan Zeiger. E. 2002. Plant Physiology (3rdEdition). Massachusetts : Sinauer Associates,Inc. Publishers.
Taiz, Lincoln dan Eduardo Zeiger. 2010. GibberellinBiosynthesis (online).http://5e.plantphys.net/article.php?ch=2&id=366,diakses 24 Desember 2013.
Taiz, Lincoln dan Eduardo Zeiger. 2010. PlantPhysiology, Fifth Editionhttp://5e.plantphys.net/article.php?ch=2&id=366,diakses 24 Desember 2013.
Valle, Raul R., Alex Alan F. Dan De Almeida. 1991.Growth Reduction Effects of PaclobutrazolAppllied at Different Cacao Seedling Stages.Brasflia. 26 (11) : 1911 – 1917.
Wang SY, Sun T., dan Faust M. 1986. Translocation ofPaclobutrazol, a Gibberellin BiosynthesisInhibitor, in Apple Seedlings. Plant Physiology. 82 :11 – 14.
Widaryanto, Eko, Medha Baskara dan Agus Suryanto. 2011.Aplikasi Paklobutrazol pada Tanaman BungaMatahari (Helianthus annuus L. cv. Teddy Bear)sebagai Upaya Menciptakan Tanaman Hias Pot.Perhorti. 1 : 1 – 12.
60