daya hasil dan analisis pertumbuhan jagung bermutu protein ...

30
0 DAYA HASIL DAN ANALISIS PERTUMBUHAN JAGUNG BERMUTU PROTEIN TINGGI EFISIEN NITROGEN DENGAN LIMBAH PERTANIAN IRADHATULLAH RAHIM / 0926117601 HALIMA TUSADIYAH / 0911037302 FAKULTAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

Transcript of daya hasil dan analisis pertumbuhan jagung bermutu protein ...

0

DAYA HASIL DAN ANALISIS PERTUMBUHAN JAGUNG

BERMUTU PROTEIN TINGGI EFISIEN NITROGEN DENGAN

LIMBAH PERTANIAN

IRADHATULLAH RAHIM / 0926117601

HALIMA TUSADIYAH / 0911037302

FAKULTAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

Halaman

PRAKATA

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

I. PENDAHULUAN

5

II. TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1. Jagung Bermutu Protein Tinggi

8

2.2. Nitrogen pada Tanaman Jagung 10

2.3. Limbah Pertanian 11

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 12

IV. METODE PENELITIAN 12

4.1. Waktu dan Tempat 12

4.2. Metode 13

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 14

5.1. Hasil 14

5.1.1. Pertumbuhan Tanaman Jagung 14

5.1.2. Produksi Tanaman Jagung 17

5.2. Pembahasan 19

VI. RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA 23

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 24

7.1. Kesimpulan 24

7.2. Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN TABEL 27

LAMPIRAN GAMBAR 31

LAMPIRAN LUARAN PENELITIAN 35

3

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Putih

BaruPanen 8

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Tinggi tanaman Jagung QPM pada akhir pengamatan 14

2. Pertambahan tinggi tanaman jagung QPM Tanpa Pupuk N 15

3. Pertambahan tinggi tanaman Jagung QPM pada perlakuan

Urea 100 kg.ha-1

15

4. Jumlah Daun Tanaman Jagung QPM pada berbagai

perlakuan dosis N pada pengamatan terakhir. 16

5. Berat Basah per Tongkol (g) Berbagai varietas jagung

QPM pada perlakuan dosis N 17

6. Berat basah per tongkol (g) empat varietas jagung QPM pada

berbagai dosis urea 18

7. Berat kering biji per tongkol berbagai varietas jagung QPM

pada berbagai dosis pupuk N 18

8. Jagung Srikandi Putih 1 pada perlakuan tanpa pupuk Urea

(A) dan pemberian urea 200 kg.ha -1 (B)

20

9. Tampilan buah jagung varietas Bima BQ pada perlakuan

tanpa Urea (A), urea 100 kg.ha-1 (B), urea 200 kg.ha-1 (C),

dan Urea300 kg.ha-1 (D).

21

10. Jagung QPM varietas Srikandi Kuning-2 tanpa Urea (a)

tampaklebih pucat dibanding Srikandi Kuning -2 dengan

urea 100 kg.ha-1 (b)dan 200 kg.ha-1 (c)

22

4

BAB. I. PENDAHULUAN

Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting di dunia,

setelah padi dan gandum. Di Indonesia, komoditi ini merupakan makanan

pokok kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan

ternak.Hal tersebut karena kandungan gizi dalam jagung cukup tinggi.

Dalam 100 gram jagung kuning baru panen terdapat 307 kalori, 7,9 g

protein, 3,4 g lemak, 63,6 g karbohidrat, 148 mg P, 2,1 mg Fe, Vitamin A

dan B 0,33 mg (Arianingrum, 2011).Tanaman ini potensial untuk

dikembangkan, hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan.

Selain sebagai bahan pangan dan pakan, tanaman jagung juga sudah

dapat dimanfaatkan untuk industri makanan, yaitu minyak dan tepung

jagung, pupuk organik, industri kertas, dan farmasi.

Dewasa ini para pemulia tanaman mengembangkan jagung

bermutu protein tinggi (Quality Protein Maize) disingkat QPM.QPM

memiliki beberapa kelebihan dibandingkan jagung biasa, yaitu dapat

meningkatkan nilai nutrisi pangan, meningkatkan nilai nutrisi pakan dan

mensubstitusi sumber protein untuk pakan dari bungkil kedelai dan tepung

ikan.Sehingga pakan lebih murah dan impor kedelai berkurang.Sebagai

salah satu bahan pangan, sumber protein, jagung memiliki kandungan

protein 8-11%.Namun, jagung biasa masih kekurangan dua asam amino

esensial, yaitu lysin dan triptofan. Jika jagung tersebut digunakan sebagai

pangan, maka manusia yang mengkonsumsinya akan kekurangan asam

amino tersebut. Selain manusia, kedua asam amino tersebut dibutuhkan

oleh ternak, terutama ternak seperti unggas dan babi yang tidak dapat

menghasilkan lysin dan triptofan sendiri, sehingga harus disuplai dari

bahan makanannya untuk produksi protein hewani (www.deptan.go.id,

2010).

Pengembangan jagung QPM telah dilaksanakan oleh Balitsereal

Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Uji multilokasi menunjukkan bahwa

jagung jenis ini memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi di lahan kering

pada berbagai wilayah di Indonesia, seperti Sumatera, Aceh, Lampung,

5

Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, dan NTT (Azrai, 2004; Sinar Tani, 2006;

www.deptan.go.id, 2010). Selain tinggi protein, jagung jenis ini juga

berumur genjah, dan tahan terhadap penyakit.Semua keunggulan genetik

tersebut dapat maksimal bila kondisi lingkungan agronomis

memungkinkan.

Untuk memaksimalkan potensi genetik, seringkali tanaman harus

diberi input yang tinggi. Penggunaan secara luas terhadap benih hibrida

yang respons terhadap pemupukan seperti pada padi dan jagung,

menyebabkan tingginya pula tingkat kebutuhan akan pupuk, terutama

pupuk N (nitrogen). Jagung membutuhkan pupuk N dalam jumlah

banyak.Dibutuhkan 20-30% pada fase pertumbuhannya (Dai, 1998 dalam

Mi, 2010). Defisiensi N pada jagung menyebabkan produksi kering

setelah berbunga menjadi lebih rendah, proses penuaan lebih cepat

dengan penurunan klorofil dan kandungan protein, serta menurunkan

aktifitas phosphoenolpyruvate carboxylase (PEPcase), dan mempengaruhi

efisiensi maksimal proses fotokimia tanaman (Ding, et al, 2005). Tingginya

penggunaan unsur N dapat menyebabkan tingkat ketergantungan yang

cukup tinggi terhadap produsen pupuk.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan

menggunakan varietas jagung umur genjah dan toleran terhadap

pemupukan N rendah. Pada tanah Latosol, Volkanis, Mediteran dan

Podsolik, pemberian pupuk urea dengan takaran 200 –400 kg/ha

memberikan efisiensi pemupukan (kg hasil biji jagung yang diperoleh dari

setiap 1,0 kg pupuk urea yang diberikan) antara 6,0 sampai 7,5 (Subandi

et al., 2006). Efisiensi pemupukan N pada pertanaman jagung dinilai oleh

berbagai pihak tergolong rendah atau tidak efisien (Sudaryanto et al.,

1995).Toleransi tanaman terhadap kandungan nitrogen dalam media

tumbuh (tanah) yang rendah sangat ditentukan oleh status hara N dalam

media tumbuh tanaman dan batas kritis Nitrogen bagi tanamana

Jagung.Hasil penelitian Sirappa (2002) melaporkan pemberian pupuk

nitrogen pada tanah-tanah yang mempunyai status sangat rendah lebih

6

efektif dalam meningkatkan hasil dibanding tanah dengan status N rendah

dan rendah. Batas kritis krtitis N bagi tanaman jagung Batas kritis N untuk

jagung adalah 0,15 % dan dosis pemupukan nitrogen untuk jagung pada

Typic Usthorthents adalah 90 kg N, 75 kg N, dan 57 kg N/ha untuk

masing-masing status N sangat rendah, N rendah, dan N sedang.

Sehingga dibutuhkan varietas jagung yang toleran terhadap N rendah.

Penggunaan N anorganik pada pertanaman dapat menyebabkan

masalah lingkungan, seperti pencucian nitrat dan emisi nitrous oksida,

terutama pada saat terjadi hujan deras selama musim tanam jagung (Mi,

2010).Hal tersebut dapat menyebabkan tercemarnya air, tanah, dan

ekosistem.Selain itu berdampak terhadap kesehatan manusia.Padahal

diharapkan pengembangan usaha pertanian dilakukan untuk menghindari

konsekuensi negatif dan dilakukan sistem pengembangan

berkelanjutan.Di sekitar kita banyak sumber N organik yang belum

dimanfaatkan secara maksimal.

Bahan organik dapat diperoleh dengan memanfaatkan bahan-

bahan lokal dari daerah sekitar dengan biaya murah.Sulawesi Selatan

dikenal sebagai lumbung pangan menghasilkan limbah pertanian

melimpah. Limbah pertanian merupakan bahan baku pupuk organik

potensial kaya hara namun belum digarap secara optimal. Limbah kulit

buah kakao, dedak, sekam, jerami padi, berangkasan jagung, pupuk

kandang, sisa pangkasan, daun, dan kulit tanduk kopi, dapat diolah

menjadi pupuk organik berkualitas tinggi.Limbah pertanian yang biasanya

dibakar oleh petani kini dapat dikembalikan ke lahan pertanian.

Hasil panen padi sebanyak 5 ton gabah akan menyerap dari dalam

tanah 150 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S. Hampir semua unsur K dan

seperiga N, P, dan S tinggal dalam jerami padi. Hal tersebut menunjukkan

jerami padi mengandung hara makro yang baik. Pupuk kandang kering

mengurangi pengaruh kenaikan temperatur selama proses dekomposisi

dan terjadinya kekurangan nitrogen (Sutanto, 2002). Selain itu limbah

tanaman kopi menghasilkan unsur hara makro dan mikro yang cukup

7

tinggi. Daun kopi arabika, sisa pangkasan pulpa, dan perkamen buah kopi

mengandung unsur N, P, K, Mg, Ca, S, Fe, Mn, Zn, Cu, dan B (Indonesian

Coffee and Cacao Research Institute, 2003). Bokashi jerami yang

diberikan ke tanaman kentang memberi hasil tertinggi pada laju

transpirasi, laju tumbuh pertanaman dan indeks luas daun (Iradhatullah,

2005). Pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber N alami diharapkan

dapat mengurangi penggunaan pupuk N sintesis.

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung Berprotein Tinggi

Jagung(Zea mays L.) merupakan salah satu komoditi

pentingpangan dunia, selain gandum dan padi. Sebagai sumber

karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi

alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah

di Indonesia, misalnya di Madura dan Nusa Tenggara, juga

menggunakan jagung sebagai pangan pokok.Selain mengandung

karbohidrat, banyak senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan

terkandung didalamnya, antara lain protein, lemak, kalsium (Ca) , fosfor

(P), vitamin, dan senyawa lainnya. Bagian yang kaya akan karbohidrat

adalah biji. Sebagian besar karbohidrat berada pada endospermium.

Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering

biji. Karbohidrat dalam bentuk patiumumnya berupa campuran amilosa

dan amilopektin. Sedangkan kandungan protein dalam 100 g jagung

sebesar 7,9 g (Arianingrum, 2011). Kandungan komponen jagung putih

dapat dilihat pada Tabel 1.

8

Tabel 1. Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Putih Baru Panen

Komponen Kadar Komponen Kadar

Air (g) 24 P (mg) 148

Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1

Protein (g) 7,9 Vitamin A (SI) 0

Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33

Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0

Ca (mg) 9

Sebagai salah satu bahan pangan, dan sumber protein, jagung

memiliki kandungan protein 8-11%. Namun pada jagung biasa memiliki

kekurangan dua asam amino esensial, yaitu lisin dan triptofan masing-

masing hanya 0,05% dan 0,225% dari total protein biji. Angka ini kurang

dari separuh konsentrasi yang disarankan oleh FAO. Para pemulia

kemudian mengembangkan jagung hasil introduksi beberapa genotipe

jagung dengan protein bermutu tinggi berbiji kuning dan putih dari

CIMMYT yang dikenal dengan nama QPM (Quality Protein Maize). Jagung

QPM dapat digunakan sebagai bahan pangan dan pakan yang bergizi,

meningkatkan nilai nutrisi pangan dan pakan, mensubstitusi sumber

protein untuk pakan dari bungkil kedelai dan tepung ikan, sehingga pakan

lebih murah dan impor kedelai berkurang (Azrai, 2004, www.deptan.go.id,

2010).

Hal ini makin penting artinya apabila dikaitkan dengan masih

banyaknya penduduk Indonesia yang menderita kekurangan gizi protein,

yaitu sekitar 100 juta jiwa (Untoro 2002 dalam Azrai, 2004), jagung QPM

juga telah menyelamatkan NTT dari ancaman gizi buruk (Sinar Tani,

2006). Kandungan lisin dan triptofan jagung QPM dua kali lebih tinggi

daripada jagung biasa, masing-masing 0,11% dan 0,48% dan kandungan

protein kasarnya juga lebih tinggi, yaitu 11,0-13,5% (Cordova 2001).

9

2.2. Nitrogen pada Tanaman Jagung

Nitrogen adalah unsur hara yang paling dinamis di alam.

Ketersediaannya di tanah dipengaruhi oleh keseimbangan antara input

dan output dalam sistem tanah. Unsur N mudah hilang dari tanah melalui

volatilisasi atau perkolasi air tanah, mudah berubah bentuk, dan mudah

pula diserap tanaman (Shellp 1987; Mattason dan Schjoerring (2002)

dalam Suwandi, 2009).Tanaman menyerap unsur N dalam bentuk

amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Keberadaan NH4+ sangat dinamis

karena mudah berubah bentuk menjadi nitrat nitrogen (NO3-) akibat

proses nitrifikasi oleh organisme tanah. Nitrogen mempunyai peranan

penting untuk berlansungnya fotosntesis. Asimilat hasil fotosintesis pada

setiap lembar daun selanjutnya akan didistribusi kejaringan tanaman yang

terdekat dari jaringan yang berfotosintesis sehingga jaringan tanaman

akan mengalami persaingan internal dalam memperoleh asimilat

(Nasaruddin, 2005).

Tanaman jagung dalam pertumbuhan pada fase awal sampai

masak fisiologis membutuhkan nitrogen sekitar 120-180 kg/ha (Halliday

dan Trenkel 1992) sedangkan N yang terangkut ke tanaman jagung

hingga panen sekitar 129-165 kg N/ha dengan tingkat hasil 9,5 t/ha

(Barber dan Olson 1968 dalam Halliday dan Trenkel 1992). Nitrogen yang

diserap pada tanaman tersebut merupakan hara esensial yang berfungsi

sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang

penting dalam proses fotosintesis serta bahan penyusun komponen inti sel

(Jones et al. 1991; Hopkins 1999 dalam Suwardi dan Efendi, 2009).

Defisiensi N pada jagung menyebabkan produksi kering setelah

berbunga menjadi lebih rendah, proses penuaan lebih cepat dengan

penurunan klorofil dan kandungan protein, serta menurunkan aktifitas

phosphoenolpyruvate carboxylase (PEPcase), dan mempengaruhi

efisiensi maksimal proses fotokimia tanaman. Namun, tidak ada

10

perbedaan yang signifikan dalam indeks panen, laju fotosintesis jenuh

cahaya sebelum berbunga (Ding, et al, 2005).

2.3. Limbah Pertanian

Limbah pertanian bisa diartikan sebagai “bahan yang dibuang” di

sektor pertanian.Secara garis besar limbah pertanian itu dibagi ke dalam

limbah pra dan saat panen serta limbah pasca panen.Limbah pasca

panen juga bisa terbagi ke dalam kelompok limbah sebelum diolah dan

limbah setelah diolah atau limbah industri pertanian.Penanganan limbah

didasari pada asas manfaat. Manfaat supaya tidak menjadikan masalah

(lingkungan, penyakit, estetika) serta manfaat limbah dijadikan sebagai

bahan baku industri (dimanfaatkan tanaman, hewan ternak dan manusia).

Ternyata limbah pertanian dari kuantumnya mempunyai potensi

yangsangat besar, bahkan dari sudut volume limbah pertanian dapat

melebihi volume bahan dasar aslinya (raw material). Sebagai misal dari

satu kilogram kedelai kering olah pada pembuatan tahu dihasilkan 1,5 –

1,8 kilogram ampas tahu basah (Sumanti dan Rialita, 2010)

Suplai N merupakan faktor yang sangat penting dalam

pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah.Rendahnya N tersedia di

dalam tanah terutama disebabkan oleh pengangkutan melalui panen

berkali-kali yang dilakukan tanpa pengembalian unsur hara tersebut ke

dalam tanah. Pada umumnya senyawa organik dalam tanaman berupa

asam amino, asam nukleat, enzim-enzim, dan bahan-bahan yang

menyalurkan energi seperti klorofil, NADP, dan ADP mengandung N. Hasil

panen padi sebanyak 5 ton gabah akan menyerap dari dalam tanah

sebanyak 150 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S. Hampir semua unsur K dan

sepertiga N, P, K, dan S tinggal dalam jerami padi. Artinya jerami padi

mengandung unsur hara makro yang baik (Sutanto, 2002).

Penelitian Goulding et al. (2001) menunjukkan pupuk organik dari

limbah pertanian juga meningkatkan efisiensi penggunaan K hingga 100%

pada dosis 70 kg K/ha. Bila hanya dilakukan aplikasi pupuk biasa tanpa

11

bahan organik, efisiensinya hanya 60% pada dosis yang sama. Sekam

padi dapat berfungsi sebagai pembenah tanah, yang menurunkan

pengaruh negatif dan memperlebar ketersediaan optimal lengas tanah,

serta memperbaiki sifat fisik tanah.Penambahan N lewat pupuk hijau ini

dapat menciptakan lingkungan kondusif bagi perkembangan

mikroorganisme tanah dan mengembalikan unsur hara yang tercuci

(Greenland dalam Sutanto, 2002). Bokashi pupuk kandang dapat

meningkatkan produksi kentang di Desa Baroko Kabupaten Enrekang

hingga 19,83 tonha-1 (Karmin, 2003).Selain itu, penelitian dengan

pemberian bahan organik limbah pertanian pada tanaman kentang

menunjukkan bokashi jerami memberi hasil tertinggi pada CO2 internal,

konduktan stomata, dan laju transpirasi, laju tumbuh pertanaman, indeks

luas daun, dan laju asimilasi netto (Iradhatullah, 2005).Hal tersebut

menunjukkan limbah hasil pertanian sangat potensial untuk dijadikan

pupuk N untuk subtitusi N sintesis pada tanaman jagung.

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah:

1. Menghasilkan komoditi jagung yang mempunyai protein tinggi

yang toleran pada N rendah.

2. Mengetahui dinamika pertumbuhan dan produksi tanaman

jagung bermutu protein tinggi yang diberi cekaman N rendah.

Kegunaan penelitian adalah untuk memberi informasi tentang

varietas jagung QPM yang toleran terhadap N rendah, yang nantinya

dapat digunakan untuk pemenuhan gizi masyarakat di derah-daerah

bercuaca panas.

BAB. IV. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

12

Penelitian berlangsung di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian,

Peternakan, dan Perikanan Kampus II Universitas Muhammadiyah

Parepare dan Laboratorium Fapetrik Umpar.Berlangsung mulai Juni

sampai Oktober 2013.

B. Metode

Pengujian multilokasi jagung bermutu protein tinggi (Quality Protein

Maize), hasil pengembangan jagung introduksi dari CIMMYT Mexico, telah

dilaksanakan oleh Balitsereal Maros.QPM mampu beradaptasi baik pada

lahan kering di berbagai daerah di Indonesia. Pada penelitian tahap

pertama ini dilakukan pengujian tingkat toleransi N rendah pada 7 Galur

dan 3 varietas QPM yang telah dikembangkan oleh Balitsereal Maros.

Penelitian disusun secara faktorial 2 faktor berdasarkan pola

rancangan acak kelompok ; Faktor I adalah Jagung QPM yang terdiri dari

4 varietas, terdiri dari Srikandi Putih-1 (Q1), Srikandi Kuning 2 (Q2)

Srikandi Kuning-3 (Q3), dan Bima BQ (Q4). Faktor ke dua adalah Dosis

pupuk Nitrogen yang terdiri dari tanpa Urea (D1), 100kg Urea/ha(D2), 200

kg Urea/ha(D3) dan 300 kg Urea/ha(D4). Setiap kombinasi perlakuan

ditanam sebanyak 6 baris pada setiap plot percobaan dengan panjang plot

masing-masing 6 m. Dengan demikian akan di peroleh 20 kombinasi

perlakuan yang di ulang 3 kali sehingga terdapat digunakan sebanyak

630plot percobaan. Untuk menilai pengaruh perlakuan, dilakukan

pengamatan terhadap:

a. Rata-rata Tinggi tanaman, diukur setiap dua minggu setelah

tanaman sampai dua minggu sebelum panen.

b. Rata-rata Jumlah Daun, dihitung setiap dua minggu setelah

tanaman sampai dua minggu sebelum panen.

c. Rata-rata Bobot Basah per tongkol (g) diukur saat panen.

d. Rata-rata jumlah tongkol per pohon, dihitung semua tongkol

yang terbentuk dan sejak terbentuknya tongkol.

e. Rata-rata diameter dan panjang tongkol dengan klobot. Diamati

satu minggu sebelum panen.

13

Q1

Q2

Q3

Q4 Series1 206,52 181,50 173,09 183,95

Tin

ggi T

anam

an (c

m)

f. Rata-rata Jumlah baris per tongkol, dihitung jumlah baris setiap

tongkol sebelum di lakukan pemipilan

g. Rata-rata produksi jagung pipil kadar air 14 %.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

5.1.1. Pertumbuhan Tanaman Jagung

a. Tinggi Tanaman

Analisis data pengamatan menunjukkan perlakuan varietas

memberi pengaruh yang sangat nyata pada setiap

pengamatan.Sedangkan perlakuan dosis pupuk N berpengaruh nyata

hanya pada pengamatan ketiga.Interaksi keduanya tidak berpengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman.

a 210

200

190 b b

180 b

170

160

150

Ket: Diagram yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 1%

Gambar 1. Tinggi tanaman Jagung QPM pada akhir pengamatan (70 hst)

Gambar 1 menunjukkan varietas(Srikandi Putih 1) berbeda nyata

dengan Q2,Q3, dan Q4 (masing-masing Srikandi Kuning 2, Srikandi

14

Tin

ggi T

anam

an (

cm)

Tin

ggi t

anam

an

Kuning 3, dan Bima BQ).Q1 merupakan varietas dengan tinggi tanaman

terbaik dibandingkan perlakuan lainnya.

250,00

200,00

150,00 Q1

Q2

100,00 Q3

Q4

50,00

0,00

1 2 Pengam3atan ke- 4 5

Gambar 2.Pertambahan tinggi tanaman jagung QPM pada perlakuan

Tanpa Pupuk N

Gambar 2 menunjukkan tanpa pemberian pupuk N, semua varietas

bertambanh tingginya seiring dengan pertambahan waktu.Q1 (Srikandi

Putih) mempunyai tinggi yang terbaik, disusul berturut-turut oleh Q4 (Bima

BQ), Q3 (Srikandi Kunig 2), dan Q2 (Srikandi Kuning 1).

250,00

200,00

150,00 Q1

Q2

100,00 Q3

50,00 Q4

0,00

1 2 3 4 5

Pengamatan ke-

15

Q1

Q2

Q3

Q4 varietas 16,42 14,18 13,93 14,07

Ju

mla

h D

au

n

Gambar3.Pertambahan tinggi tanaman Jagung QPM pada perlakuan Urea

100 kg.ha-1

Gambar 3 menunjukkan tinggi tanaman tertinggi dengan pemberian

urea 100 kg.ha-1 atau 0.87 g.tan-1 adalah Q1 (Srikandi Putih).Varietas

dengan tinggi tanaman tertinggi berturut-turut adalah Q3, Q4, dan Q2.

b. Jumlah Daun

Pada pengamatan terakhir, perlakuan varietas jagung QPM

berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, sedangkan dosis N tidak

berpengaruh nyata .Interaksi antara kedua perlakuan tersebut juga tidak

berpengaruh nyata.

a

16,50

16,00

15,50

15,00 b

14,50 b b

14,00

13,50

13,00

12,50

Ket: Diagram yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 1%

Gambar 4.Jumlah Daun Tanaman Jagung QPM pada berbagai perlakuan

dosis N pada pengamatan terakhir.

Gambar 4 menunjukkan Q1 mempunyai jumlah daun tertinggi dan

berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.Jumlah daun tertinggi berikutnya

berturut-turut adalah Q2, Q4, dan Q3.

16

Q1

Q2

Q3

Q4

Varietas 162,80 153,91 102,03 113,15

Ber

at B

asah

per

To

ngk

ol

5.1.2. Produksi Tanaman Jagung

5.1.2.2. Berat Basah per Tongkol

Analisis data menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh sangat

nyata terhadap berat basah per tongkol (g).Sedangkan perlakuan Pupuk N

dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata.

180,00

160,00

140,00

120,00

100,00

80,00

60,00

40,00

20,00

0,00

Gambar 5. Berat Basah per Tongkol (g) Berbagai varietas jagung

QPM pada perlakuan dosis N

Gambar 5 menunjukkan Q1 mempunyai bobot basah

tertinggi dibanding perlakuan lainnya walaupun tidak berbeda nyata

dengan perlakuan varietas lainnya.

Perlakuan tanpa pemberian pupuk urea (D1), Q1

mempunyai berat basah tertinggi dibanding perlakuan lainnya.

Begitu pula pada pemberian urea dengan dosis Urea 100 kg.ha-1

(D2), namun menurun pada perlakuan Urea 200 kg.ha-1 (D2) dan

Urea 300 kg.ha-1 (D3). Pada perlakuan D3 dan D4, perlakuan Q3

(Srikandi Kuning 3) mempunyai bobot basah tertinggi dibandingkan

perlakuan lainnya.Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

17

Be

rat

Bas

ah

pe

r T

on

gk

ol

(g)

300,00

250,00

200,00

Q1

150,00 Q2

100,00 Q3

Q4

50,00

0,00

D1 D2 D3 D4

Dosis N

Gambar 6. Berat basah per tongkol (g) empat varietas jagung QPM

pada berbagai dosis urea

5.1.2.3. Bobot Biji Kering per Tongkol

Analisis data yang dilakukan pada pengamatan bobot biji kering per

tongkol diketahui bahwa perlakuan berbagai varietas, dosis Nitrogen, dan

interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot biji kering per

tongkol.

90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00

0,00

18

Gambar 7. Berat kering biji per tongkol berbagai varietas jagung QPM

pada berbagai dosis pupuk N

Gambar 7 menunjukkan perlakuan Q4D3 (Bima BQ, dosis 200

kg urea ha-1.Perlakuan lainnya yang mempunyai bobot biji kering tertinggi

adalah Q2D4 (Srikandi Kuning-2 dengan dosis 200 kg urea ha-1).

5.2. Pembahasan

Nitrogen adalah hara makro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman

jagung.Tidak terkecuali oleh jagung QPM (Quality Protein Maize) atau

jagung bermutu protein tinggi.Jagung yang mempunyai kandungan protein

dua kali lipat dibandingkan jagung jenis lainnya diintroduksi dari Meksiko

oleh Balitsereal Kabupaten Maros.Berbagai varietas QPM dikembangkan

oleh Balitsereal kabupaten Maros Sulawesi Selatan.Beberapa diantaranya

adalah Srikandi kuning, srikandi putih, dan Bima.

Gambar 1 menunjukkan varietas Srikandi Putih 1 mempunyai tinggi

tanaman terbaik dibandingkan varietas lainnya.Srikandi putih 1 telap

diadaptasi pada berbagai lokasi di Jawa dan Bali.Srikandi Putih 1

mempunyai tampilan yang baik dan cocok ditanam pada lokasi-lokasi

tersebut (Azrai, 2004).Tanaman yang mencapai tinggi sekitar 2 meter ini

mampu memanfaatkan ngan baik pupuk N yang diberikan.Hal ini terlihat

pada Gambar 2 dan Gambar 3. Tinggi tanaman makin meningkat seiring

bertambahnya waktu. Hal yang sama ditunjukkan oleh jumlah daun

tanaman jagung. Srikandi Putih 1 menunjukkan jumlah daun terbanyak.

Srikandi Putih 1 dilepas pada tahun 2004 yang dintroduksi dari

CIMMYT Mexico, yang dibentuk dari saling silang 8 inbrida yang memiliki

dayagabung umum bagus dalam sifat hasil (yield). Inbrida tersebut berasal

dari beberapa populasi QPM putih dengan adaptasi lingkungan tropis

(Balai Penelitian Tanaman Seralia, 2012).

19

A B

Gambar 8. Jagung Srikandi Putih 1 pada perlakuan tanpa pupuk Urea (A)

dan pemberian urea 200 kg.ha -1 (B).

Produksi jagung Srikandi Putih 1 juga menunjukkan hasil tertinggi

dibandingkan varietas lainnya (Gambar 5). Walaupun selisihnya tidak jauh

berbeda dengan Srikandi Kuning 2. Ini sejalan dengan hasil uji multilokasi

yang dilakukan oleh Azrai (2004), hasil varietas Srikandi Putih-1 rata-rata

30% lebih tinggi daripada jagung putih varietas unggul Bayu. Hal ini

menunjukkan bahwa varietas Srikandi Putih-1 dapat beradaptasi baik

pada semua lingkungan pengujian.Terdapat kecenderungan bahwa

keragaman hasil yang diperoleh pada lokasi yang berbeda disebabkan

oleh faktor lingkungan antarlokasi.

Varietas Bima BQ adalah varietas yang mempunyai pertumbuhan

yang lebih baik dibandingkan varietas Srikandi Kuning. Hal ini terlihat dari

tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih baik dibanding Srikandi Kuning

2 dan Srikandi Kuning 3 (Gambar 1 dan Gambar 2). Varietas ini

mempunyai bobot basah per tongkol tertinggi pada pemberian Urea

dengan dosis 200 kg.ha -1. Sedangkan pada dosis lainnya, produksinya di

bawah Srikandi Kuning 2. Itu artinya dosis Urea terbaik untuk jagung

varietas Bima BQ adalah 200 kg.ha-1 dibanding dosis lainnya. Hal tersebut

juga ditunjukkan pada pengamatan bobot kering biji per tongkol, tertinggi

20

pada perlakuan varietas Bima BQ dengan urea 200 kg.ha-1 . Pemberian

urea yang merupakan pupuk yang mengandung unsur N sangat

dibutuhkan oleh tanaman jagung. Nitrogen pada awal pertumbuhan

jagung, diakumulasi relatif lambat.Pada saat pembungaan, tanaman

jagung mengabsorbsi nitrogen 50% dari seluruh kebutuhannya.

Menurut Soepardi (1983), unsur Nitrogen memberi pengaruh paling

cepat dan peling menyolok pada tanaman dibandingkan unsur lainnya. N

berfungsi merangsang pertumbuhan di atas tanah, memberi warna hijau

pada daun, memperbesar bulir, dan meningkatkan kandungan protein

pada tanaman.

A B C D

Gambar 9. Tampilan buah jagung varietas Bima BQ pada perlakuan tanpa

Urea (A), urea 100 kg.ha-1 (B), urea 200 kg.ha-1 (C), dan Urea

300 kg.ha-1 (D).

Penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2003), menunjukkan

pemupukan N memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan

bobot tongkol ½ kupas jagung semi.Dengan bertambahnya pemberian

dosis pupuk N menyebabkan berat tongkol bertambah besar. Pemupukan

90 kg N.ha -1

menghasilkan berat tongkol setengah kupas sebesar 4.29

ton.ha -1, sedangkan pemberian 45 kg N.ha -1 menghasilkan bobot 3.8

ton.ha -1

Jagung varietas Srikandi awalnya yang akan dicobakan pada

penelitian ini adalah Srikandi Kuning 1, Srikandi Kuning 2, dan Srikandi

21

Kuning 3. Namun setelah ditanam selama 7 hari benih jagung varietas

Srikandi 1 tidak kunjung tumbuh, bahkan membusuk. Sehingga hanya

Srikandi Kuning 2 dan Srikandi kuning 3 yang dijadikan bahan percobaan

sampai akhir penelitian. Menurut Azrai (2004), Srikandi Putihberbeda

dengan varietas Srikandi Kuning-1yang di beberapa lokasi hasilnya lebih

rendah daripada varietas unggul Lamuru. Pada beberapa lokasi, namun

rata-rata hasilnya di semua lokasi sekitar 4% lebih tinggi.Di

JambegedeMalang hasil varietas Srikandi Kuning-1 bahkan 78% lebih

tinggi dariVarietas Lamuru.Menurut Sumarno (1984) tidaksemua varietas

unggul introduksiDapat beradaptasi baik di Indonesia, namun beberapa di

antaranya memperlihatkan dayaHasil yang tinggi pada beberapa daerah.

b c

a d e

Gambar 10. Jagung QPM varietas Srikandi Kuning-2 tanpa Urea (a)

tampak lebih pucat dibanding Srikandi Kuning -2 dengan

urea 100 kg.ha-1

(b) dan 200 kg.ha-1

(c) dan Srikandi

Kuning-3 dengan urea 100 kg.ha-1 (d) dan 200 kg.ha-1 (e).

Secara garis besarnya, pupuk N pada tanaman jagung sangat

mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung QPM.Namun analisis

data secara statistik menunjukkan pemberian Urea sebagai sumber

Nitrogen tidak berpengaruh nyata pada komponen pengamatan.Hal ini

dapat saja terjadi karena pada penelitian ini terjadi keterlambatan aplikasi

22

urea yang kedua, karena masalah teknis.Selain itu, cuaca yang sangat

kering dan panas dengan evaporasi yang sangat tinggi terjadi pada saat

tanaman jagung mulai berbunga.

BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Luaran yang diperoleh pada penelitian tahap pertama adalah

adanya benih jagung QPM yang toleran terhadap cekaman N. Selain itu

luaran berupa artikel ilmiah yang telah dipublikasi pada Jurnal Galung

Maloang Fapetrik UMPAR.

Benih jagung Quality Protein Maize yang dikembangkan oleh

Balitsereal Kabupaten Maros adalah hasil pemuliaan dengan komoditi

jagung yang mengandung protein 2 kali lipat dibanding jagung biasa.Dari

peneltian tahap pertama diperoleh 3 varietas yang paling toleran terhadap

cekaman N, yaitu Srikandi Putih-1, Srikandi Kuning-3, dan Bima BQ.

Ketiga varietas tersebut akan ditanam menggunakan 3 macam pupuk

organik limbah pertanian pada 2 lokasi berbeda pada tahun kedua. Pada

tahun kedua ini, jagung QPM akan diuji pertumbuhannya pada berbagai

jenis limbah pertanian terfermentasi. Perlakuan yang kan dicobakan terdiri

dari 2 faktor, yaitu:

1. Faktor varietas:

V1 = Srikandi Putih-1

V2 = Bima BQ

V3 = Srikandi Kuning-2

2. Faktor Bokashi Limbah Pertanian :

L1 = Bokashi Jerami Padi

L2 = Bokashi Jerami Padi

L3 = Bokashi Kulit Kakao

Terdapat 9 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali, sehingga terdapat 27

unit percobaan.Unit percobaan ini dibuat dalam bedengan dengan jarak

tanam jagung (40 x 75 )cm.

23

Diharapkan dari tahap kedua diperoleh varietas QPM yang

mempunyai pertumbuhan dan produksi terbaik pada salah satu jenis

limbah pertanian dan cocok untuk dikembangkan sebagai jagung organik.

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Perlakuan varietas sangat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan

dan produksi jagung QPM pada berbagai dosis pupuk N

2. Varietas Srikandi Putih-1 mempunyai pertumbuhan dan produksi

terbaik dibandingkan varietas Srikandi Kuning 2, Srikandi Kuning 3,

dan Bima BQ.

3. Varietas yang toleran terhadap N rendah berturut-turut adalah Srikandi

Putih 1, Srikandi Kuning 2, Bima BQ, dan Srikandi Kuning 3.

7.2. Saran

Disarankan menanam jagung QPM varietas Srikandi Putih-1

apabila ingin memanfaatkan lahan-lahan marginal di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Arianingrum, 2011.Kandungan Kimia Jagung dan Manfaatnya Bagi

Kesehatan. (onlinewww.staff.uny.ac.id ) diakses 20 Maret 2012.

Azrai, M., 2004. Penampilan Varietas Jagung Unggul Baru Bermutu

Protein Tinggi di Jawa dan Bali, Buletin Plasma Nutfah Vol.10 No.2

Th.2004 hal:49-55.

Balai Penelitian Tanaman Seralia, Balitbang Pertanian, 2012. Srikandi-

Putih-1(Jagung Komposit). balitsereal.litbang.deptan.go.id

24

Cordova, H. 2001. Quality protein maize: Improved nutrition and

livelihoods for the poor. Maize Research Highlights.1999-200.

CIMMYT. p. 27-31.

Ding L, K.J Wang, G.M.J Iang, D.K.Biswas, H.Xui, L.F.Li , Y.H.Li, 2005.

Effects of Nitrogen Deficiency on Photosynthetic Traits of Maize

Hybrids Released in Different Years. J.Annals of Botany 96: 925–

930.

Goulding, K.W.T, D.V. Murphy, A. Macdonald, E.A. Stockdale, J.L. Gaunt,

L. Blake, G.Ayaga, and P.Brookes, 2001. The Role of Soil Organic

Matterr and Manures in Sustainable Nutrient Cycling.Sustainable

Management of Soil Organic Matter.CAB International R.M. Ress,

B.C. Ball, C.D. Campbell and C.A. Watson (eds)

Halliday, D.J. dan M.E. Trenkel. 1992. IFA World Fertilizer Use Manual.

International Fertilizer Industry Association, Paris.

Indonesian Coffee and Cacao Research Institute, 2003.Coffee Nutrient.

(on line)(http://www.iccri.net. Diakses 31 Agustus 2005)

Iradhatullah, 2005. Aktivitas Fisiologis, Dinamika Pertumbuhan, dan

Produksi Kentang yang Diberi Mikoriza VA dan Limbah Pertanian.

Penelitian, Tidak Dipublikasikan.

Karmin, 2003.Pengaruh Jenis Bokashi terhadap Pertumbuhan dan

Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). Skripsi Tidak

Diterbitkan. Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Peternakan dan

Perikanan UMPAR, Parepere.

Mi, G, F.Chen, F.Zhang, 2010.Physiological and Genetic Mechanisms for

Nitrogen-Use Efficiency in Maize.J. Crop Sci. Biotech. 10 (2) : 57-

63

Nasaruddin, 2005.Percobaan Paket Pemupukan pada berbagai varietas

Tanaman Jagung.IFC-PENSA Makassar.

Schröder J.J, JJ Neeteson, O Oenema, P.C Struik, Does the crop or the soil indicate how to save nitrogen in maize production?: Reviewing the state of the art. Field Crops Research, Vol.66 Issue 2, May 2000 p 151-164

Sumanti, D, dan Rialita, L., 2010. Bahan Kuliah Pengolahan Limbah

Industri Pangan. FTIP.

Sinar Tani, 2006. Jagung Srikandi Menyelamatkan NTT dari Ancaman Gizi Buruk, Sinar Tani Edisi 17-23 Mei 2006.

Suwandi, 2009.Menakar Kebutuhan Hara Tanaman dalam

Pengembangan Inovasi Budidaya Sayuran Berkelanjutan.J.Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (2) hal.131- 147.

Subandi, Zubachtirodin, S. Saenong dan I. U. Firmansyah. 2006.

Ketersediaan teknologi produksi dan program penelitian jagung. Prosiding Seminar jagung, 29-30 September 2005 di Makassar.Pusat Penelitian dan Pengem-bangan tanaman Pangan. Bogor. P. 11-14 .

Sudaryanto, A. Taufiq, M.J. Mejaya dan Sugi-yatni Slamet. 1995.

Peningkatan Produktivitas Tanaman Jagung di Timor Timur. Teknologi untuk me-ningkatkan produktivitas tanaman pangan di Provinsi Timor Timur.Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Ubi-Ubian.

Suwardi dan Roy Efendi, 2009.Efisiensi Penggunaan Pupuk N pada Jagung Komposit Menggunakan Bagan Warna Daun.Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009.

www.deptan.go.id., 2010.Mengenal Jagung Bermutu Protein Tinggi. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia.

Sirappa, 2002.Penentuan batas kritis dan dosis pemupukan n untuk

tanaman jagung di lahan kering pada tanah typic usthorthents. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (2) (2002) pp 25-37

Sumarno. 1984. Penampilan kedelai introduksi dariprogram INTSOY.

Penelitian Pertanian (4)1:31-35.

Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan

Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta

Soepardi, G., 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor, IPB.