pengalaman bidan dalam mempromosikan kesehatan - CORE

15
PENGALAMAN BIDAN DALAM MEMPROMOSIKAN KESEHATAN KEHAMILAN DAN PERSALINAN DI KECAMATAN BANGSALSARI, KABUPATEN JEMBER Oleh: Manik Madyni (071511533001) - A [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pengalaman bidan di Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember dalam mempromosikan kesehatan mengenai kehamilan dan persalinan. Kecamatan Bangsalsari merupakan kecamatan di Kabupaten Jember yang yang merupakan pedesaan, jauh dari pusat kota dengan kultur masyarakat yang masih tergantung kepada dukun bayi. Hal tersebut membuat peran bidan dalam promosi kesehatan menjadi lebih susah dibandingkan bidan di wilayah perkotaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah mini etnografi dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam kepada bidan desa, bidan koordinator, ibu hamil dan kader posyandu di Kecamatan Bangsalsari serta observasi langsung. Peneliti menemukan bahwasannya pendekatan promosi kesehatan yang digunakan oleh bidan di Kecamatan Bangsalsari ialah pendekatan pendidikan dan paksaan. Pendekatan pendidikan dilakukan dengan berkomunikasi menyampaikan pesan kepada empat pihak yang terbagi menjadi tiga sasaran promosi kesehatan, yakni ibu hamil, kader posyandu, dukun bayi, dan tokoh masyarakat. Komunikasi yang digunakan bidan untuk berkomunikasi kepada masing-masing sasaran berbeda-beda, baik komunikasi terapeutik, komunikasi kelompok, dan komunikasi antar persona. Pendekatan paksaan dilakukan dengan memberi denda kepada dukun bayi yang menolong persalinan. Pesan-pesan yang disampaikan tidak hanya pesan mengenai kesehatan ibu hamil, namun juga pesan yang berkaitan dengan kerja bidan serta jaminan kesehatan. Kata Kunci: Promosi Kesehatan, Komunikasi Kesehatan, Bidan, Komunikasi Terapeutik, Komunikasi Kelompok. ABSTRACT This study aims to describe how the experience of midwives in Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember in promoting health regarding pregnancy and childbirth. Kecamatan Bangsalsari is a sub-district in Kabupaten Jember which is a rural area, far from the city center with a community culture that is still dependent on traditional childbirth attendant. This makes the role of midwives in promoting health more difficult than midwives in urban areas. The approach used in this study is a qualitative approach with a descriptive research type. The method used in this study is mini-ethnography with data collecting techniques are in-depth interviews with village midwives, coordinating midwives, pregnant women and posyandu cadres in Bangsalsari Subdistrict and direct observation. The researcher found that the health promotion approach used by midwives in Bangsalsari District was education and coercion approach. The educational approach carried out by communicating the message to four parties which were divided into three health promotion targets, namely pregnant women, posyandu cadres, traditional childbirth attendant, and community leaders. Communication that is used by midwives to communicate with each target is different, both therapeutic communication, group communication, and interpersonal communication. The coercive approach is carried out by giving fines to traditional childbirth attendants who help deliver births. The messages delivered were not only messages about the health of pregnant women, but also messages relating to the work of midwives and health insurance. Keywords: Health Promotion, Health Communication, Midwife, Therapeutic Communication, Group Communication. brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk provided by Universitas Airlangga Repository

Transcript of pengalaman bidan dalam mempromosikan kesehatan - CORE

PENGALAMAN BIDAN DALAMMEMPROMOSIKAN KESEHATANKEHAMILAN DAN PERSALINAN DI KECAMATAN BANGSALSARI,

KABUPATEN JEMBER

Oleh: Manik Madyni (071511533001) - [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pengalaman bidan diKecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember dalam mempromosikan kesehatan mengenaikehamilan dan persalinan. Kecamatan Bangsalsari merupakan kecamatan di KabupatenJember yang yang merupakan pedesaan, jauh dari pusat kota dengan kultur masyarakat yangmasih tergantung kepada dukun bayi. Hal tersebut membuat peran bidan dalam promosikesehatan menjadi lebih susah dibandingkan bidan di wilayah perkotaan. Pendekatan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif.Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah mini etnografi dengan teknik pengumpulandata wawancara mendalam kepada bidan desa, bidan koordinator, ibu hamil dan kaderposyandu di Kecamatan Bangsalsari serta observasi langsung. Peneliti menemukanbahwasannya pendekatan promosi kesehatan yang digunakan oleh bidan di KecamatanBangsalsari ialah pendekatan pendidikan dan paksaan. Pendekatan pendidikan dilakukandengan berkomunikasi menyampaikan pesan kepada empat pihak yang terbagi menjadi tigasasaran promosi kesehatan, yakni ibu hamil, kader posyandu, dukun bayi, dan tokohmasyarakat. Komunikasi yang digunakan bidan untuk berkomunikasi kepada masing-masingsasaran berbeda-beda, baik komunikasi terapeutik, komunikasi kelompok, dan komunikasiantar persona. Pendekatan paksaan dilakukan dengan memberi denda kepada dukun bayi yangmenolong persalinan. Pesan-pesan yang disampaikan tidak hanya pesan mengenai kesehatanibu hamil, namun juga pesan yang berkaitan dengan kerja bidan serta jaminan kesehatan.Kata Kunci: Promosi Kesehatan, Komunikasi Kesehatan, Bidan, Komunikasi Terapeutik,Komunikasi Kelompok.

ABSTRACT

This study aims to describe how the experience of midwives in Kecamatan Bangsalsari,Kabupaten Jember in promoting health regarding pregnancy and childbirth. KecamatanBangsalsari is a sub-district in Kabupaten Jember which is a rural area, far from the citycenter with a community culture that is still dependent on traditional childbirth attendant. Thismakes the role of midwives in promoting health more difficult than midwives in urban areas.The approach used in this study is a qualitative approach with a descriptive research type. Themethod used in this study is mini-ethnography with data collecting techniques are in-depthinterviews with village midwives, coordinating midwives, pregnant women and posyanducadres in Bangsalsari Subdistrict and direct observation. The researcher found that the healthpromotion approach used by midwives in Bangsalsari District was education and coercionapproach. The educational approach carried out by communicating the message to four partieswhich were divided into three health promotion targets, namely pregnant women, posyanducadres, traditional childbirth attendant, and community leaders. Communication that is usedby midwives to communicate with each target is different, both therapeutic communication,group communication, and interpersonal communication. The coercive approach is carriedout by giving fines to traditional childbirth attendants who help deliver births. The messagesdelivered were not only messages about the health of pregnant women, but also messagesrelating to the work of midwives and health insurance.Keywords: Health Promotion, Health Communication, Midwife, TherapeuticCommunication, Group Communication.

brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by Universitas Airlangga Repository

PENDAHULUAN

Penelitian ini berfokus pada promosikesehatan yang dilakukan oleh bidan mengenaikehamilan dan persalinan. Peneliti membatasiobjek penelitian kepada bidan desa yangbertugas di Kecamatan Bangsalsari, KabupatenJember. Promosi kesehatan kehamilan danpersalinan, peneliti pilih karena masih tinginyaAngka Kematian Ibu di Indonesia.

Angka Kematian Ibu atau (AKI) yang jugadiikuti oleh Angka Kematian Bayi (AKB)masih menjadi permasalahan kesehatan dankependudukan di Indonesia. Data dariDepartemen Kesehatan yang dirilis dalam PusatData dan Informasi Kementrian KesehatanRepublik Indonesia melalui Survei Demografidan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu padatahun 2012 ialah 359 kematian per 100.000kelahiran hidup. Dalam data yang sama ditulisbahwa target pemeritah dalam hal iniKementrian Kesehatan ialah menurunkan AKIhingga sesuai dengan Target Global MDG’s(Millenials Development Goals)1 ke-5 yakni“to improve maternal health” dengan salah satuindikator yakni 102 kasus kematian ibu per100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu,menurut WHO (World Health Organization)dalam Pusat Data dan Informasi KementrianKesehatan Republik Indonesia (2012) ialah“Kematian selama kehamilan, atau dalamperiode 42 hari setelah berakhirnya kehamilanakibat semua sebab yang terkait, dengan ataudiperberat oleh kehamilan atau penanganannyatapi bukan disebabkan oleh kecelakaan ataucedera”.

Salah satu provinsi yang masih memilikiAngka Kematian Ibu yang tinggi di Indonesia

1 MDG’s (Millenial Development Goals) adalah 8 targetyyang disepakai untuk diusahakan tecapai pada tahun2015 oleh 191 Negara yang tergabung dalamPerserikatan Bangsa Bangsa (PBB). MDGs dibentukdibawah Badan PBB yakni WHO (World HealthOrganization) dan dideklarasikan bulan September tahun2000. Dalam deklarasinya para pemimpin duniaberkomitmenn untuk mengentaskan kemiskinan,kelaparan, rendahnya literasi, kerusakan lingkungan, dandiskriminasi terhadap perempuan.(http://www.who.int/topics/millennium_development_goals/about/en/)

adalah Provinsi Jawa Timur. Menurut dataProfil Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun2015, AKI di Jawa Timur masih berkisar padaangka 89,6 per 100.000 kelahiran hidup (DinasKesehatan Jawa Timur 2015). KabupatenJember merupakan salah satu Kabupatenpenyumbang AKI tertinggi di Jawa Timur.Salah satu penyebab tingginya AKI diKabupaten Jember ialah kurangnya pemahamanmengenai kasus kegawatdaruratan pada ibu danbayi yang baru lahir (Jawapos 2017). Dataterbaru yang dihimpun oleh Harian Surya, dariawal tahun 2018 hingga bulan September 2018,Jember menjadi kota atau kabupaten keduadengan Angka Kematian Ibu terbanyak di JawaTimur yakni sebanyak 33 kasus kematian(Wahyunik, 2018).

AIPI (Akademi Ilmu PengetahuanIndonesia) bekerja sama dengan USAID(United Stated Agency for InternationalDevelopment) melakukan penelitian untukmencari sebab masih tingginya AngkaKematian Ibu di Indonesia. Hasil dari penelitianAIPI, dipublikasikan dalam bentuk LaporanKonsensus ”Evidence Summit: MengurangiKematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia)yang diterbitkan Desember 2018. Melaluipenelusuran terhadap 7831 literatur sejak Juni2016 hingga Maret 2018, AIPI menemukanpemicu tingginya angka kematian ibu dan bayibaru lahir di Indonesia antara lain ialah kualitaspelayanan kesehatan, serta faktor budayadimana masih banyak perempuan hamil yangtidak bisa mengambil keputusan sendiri akanproses persalinannya (AIPI 2018).

Dalam sepuluh indikator pelayanankesehatan ibu dan anak oleh Dinas KeseatanKabupaten Jember, ada empat yang berkaitandengan kehamilan dan persalinan. Keempatindikator pelayanan kesehatan tersebut adalahcakupan pelayanan antenatal (masa kehamilan)yang paripurna, komplikasi kebidanan yangditangani, pelayanan nifas, serta cakupanpersalinan oleh tenaga kesehatan profesional.Tenaga kesehatan profesional penolongpersalinan yang dimaksud adalah doktermaupun bidan.

Ketertarikan peneliti terhadappermasalahan ini, karena peneliti menemukanbahwasanya Kecamatan Bangsalsari, di

Kabupaten Jember adalah satu kecamatan yangmemiliki riwayat buruk dalam cakupanpersalinan oleh tenaga kesehatan profesional.Menurut data profil kesehatan KabupatenJember tahun 2016 yang dirilis oleh DinasKesehatan Kabupaten Jember, dari seluruhpersalinan di yang terjadi, di KecamatanBangsalsari, hanya 81,92 % yang ditolong olehtenaga kesehatan profesional (Dinas KesehatanKabupaten Jember 2017, 52).

Penelitian mengenai kemitraan dukun bayidan Bidan di Bangsalsari, oleh Sofyan dkk(2015) juga memuat fakta bahwa pertolonganpersalinan oleh dukun bayi di KecamatanBangsalsari pada tahun 2012 mencapai 14.59 %(berarti 85.41 % pertolongan persalinan olehtenaga kesehatan profesional) dan tahun 2013mencapai 9.8% (berarti 90.2 % pertolonganpersalinan oleh tenaga kesehatan profesional).Jika dicocokkan dengan data profil kesehatanKabupaten Jember tahun 2016, berartiwalaupun cakupan pertolongan tenagakesehatan profesional pernah meningkat ditahun 2013, tapi kemudian berangsur turunhingga hanya 81,92 % di tahun 2016. Hinggatahun 2016, Kecamatan Bangsalsari menjadikecamatan dengan persalinan dukun yang masihtinggi diantara 30 kecamatan lain di KabupatenJember.

Pemerintah Kabupaten Jember, tentunyamemiliki beberapa program berkaitan denganAngka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayidi daerahnya. Menurut Sofyan dkk. (2015),mulai tahun 2008 berdasarkan KeputusanMenteri Kesehatan RI No.828/Menkes/SK/IX/2008 tentang PetunjukTeknis Standar Pelayanan Minimal BidangKesehatan di Kabupaten/Kota, menyatakankeharusan adanya hubungan kemitraan antarabidan dan dukun bayi. Dimana kerjasamatersebut secara ringkas meminta bidan untukmenyarankan ibu hamil secara berkala untukmemeriksakan kandungan ke bidan termasukuntuk mengantarkan ibu hamil memeriksakankandungan bahkan mengantarkan untukmelakukan proses persalinan. Kemudahanuntuk mengakses pelayanan kesehatan olehtenaga kesehatan profesional juga berusahadipermudah oleh Pemerintah Kabupaten Jemberdengan memperbanyak jumlah tenaga

kesehatan, menyediakan mobil ambulans untuksetiap desa, serta SPM (Surat PernyataanMiskin) yang bisa diakses untuk menggratiskanbiaya persalinan di fasilitas kesehatan.

Ada beberapa faktor yang mengakibatkanmasih banyaknya kasus AKI di KabupatenJember. Sekretaris Bidan Indonesia KabupatenJember, Sri Umini menjelaskan mengenai salahsatu faktor yang menyebabkan masih tingginyaangka kematian Ibu di Kabupaten Jember ialahlambatnya pengambilan keputusan tindakandikarenakan lambatnya keputusan keluarga dariibu bersalin (beritajatim.com 2017). Hal ini,menurut peneliti sesuai dengan faktor tingginyaAKI yang ditemukan oleh AIPI.

Dengan berbagai program yang sudahdilakukan oleh Kabupaten Jember dan pusat,pada kenyataannya, hingga saat ini, PemerintahKabupaten Jember masih menjadikanpermasalahan Kematian Ibu menjadi salah satufokus besar. Hal tersebut dibuktikan selain daripidato Bupati Jember, juga rencana DinasKesehatan Jember untuk mengadakan KongresIbu Hamil dalam upaya menurunkan AngkaKematian Ibu (Jawapos.com 2018). Hal-haldiatas menunjukkan sebuah ironi dari promosikeshehatan yang telah dilakukan olehKabupaten Jember khsusnya KecamatanBangsalsari.

Cadman (dalam Lucas & Lloyd 2005)menyebutkan secara eksplisit bahwa promosikesehatan secara sederhana ialah sebuah usahauntuk merubah norma sosial denganmengkomunikasikan pesan-pesan tentangbagaimana seseorang harus bertindak terkaitdengan kesehatan. Dimana ironi yang terjadidalam masyarakat Kecamatan Bangsalsari ialah,masyarakat masih belum mampu membuatkeputusan yang dirasa tepat dalam memilihpenolong persalinan yakni tenaga kesehatan,walaupun promosi kesehatan mengenaikehamilan dan persalinan telah lama dilakukan.Masyarakat Bangsalsari, secara umum telahmenerima pesan-pesan kesehatan berkaitandengan kehamilan dan persalinan, namun adasebagian dari masyarakat belum mampumelakukan decision making yang diharapkanoleh promotor kesehatan.

Kecamatan Bangsalsari adalah sebuahkecamatan dengan keadaan lahan sawah dan

perkebunan yang jauh lebih luas dibandingkanpemukiman. Dengan kondisi demikian,masyarakat Kecamatan Bangsalsari mayoritasbermata pencaharian sebagai petani. Denganjarak tempuh sekitar 22 Km dari pusat kota,beberapa desa di Kecamatan Bangsalsari masihtergolong terpencil, sehingga tidak banyakpaparan infromasi kesehatan yang bisa diaksesbaik dari internet, buku, maupun sumber yanglain. Sehingga bidan bisa dikatakan sebagaisumber utama informasi kesehatan kehamilanbagi ibu hamil di Kecamatan Bangsalsari.

Tingkat pendidikan masyakarat KecamatanBangsalsari juga bisa digolongkan rendah.Menurut data dari Badan Pusat StatistikKabupaten Jember 2016, 37.05 % wargaKecamatan Bangsalsari hanya mengenyamsekolah dasar. Selain itu, 23.05% lainnyaterdata tidak pernah atau belum pernahmendapatkan pendidikan formal.Kondisi-kondisi tersebut, beriringan denganfakta masih tingginya persalinan dukun diKecamatan Bangsalsari membuuat penelitimeyakini bahwa usaha promosi yang dilakukanbidan Kecamatan Bangsalsari lebih beratdibandingkan bidan di daerah perkotaan.

Melalui preliminary research yang sudahdilaksanakan oleh peneliti selama mengikutiProgram Kuliah Kerja Nyata (KKN) diKecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jemberpada Bulan Januari 2018, peneliti menemukanbidan desa merupakan tenaga kesehatan yangpaling sering berhubungan langsung denganmasyarakat. Promosi kesehatan kehamilan danpersalinan menyangkut banyak pihak didalamnya, tentu saja bukan hanya bidan.Namun, sebagai tenaga kesehatan yang palingsering melakukan kontak langsung denganmasyarakat melalui pertemuan di puskesmasmaupun di posyandu, bidan desa dirasamemiliki peran lebih karena memilikikedekatan dengan masyarakat karenakarakteristiknya yang memang wajib tinggal didesa tersebut untuk memberi pelayanankesehatan ibu dan anak. Demikian, penelitiingin mengetahui bagaimana pengalaman bidandi Kecamatan Bangsalsari dalammempromosikan kesehatan kehmilan danpersalinan kepada masyarakat.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitiankualitatif deskriptif dengan metode minietnografi. Jenis penelitian deksriptif dipilihkarena peneliti ingin mendeskripsikanbagaimana pengalaman bidan di KecamatanBangsalsari dalam mempromosikan kesehatanberkaitan dengan kehamilan dan persalinan.Kepada siapa bidan berkomunikasi, pesan apayang disampaikan, bentuk komunikasi apa yangdigunakan, kapan penyampaian pesan dilakukanserta alasan mengapa hal-hal tersebut dilakukan.Metode penelitian mini etnografi dipilih karenapeneliti ingin menggali lebih dalam mengenaipengalaman bidan dalam mempromosikankesehatan di kecamatan bangsalsari, termasukjuga bagaimana nilai-nilai yang dipegang bidandalam mempromosikan kesehatan kehamilandan persalinan, serta bagaimana bidan sebagaikomunikator kesehatan yang bersinggunganlangsung dengan kehidupan masyarakat setiapharinya. Mini etnografi bisa dilakukan dalamskala waktu satu minggu, hingga beberapabulan (Storesund dan Murray dalam Fusch dkk2017: 926).

Teknik pengumpulan data yang dugunakandalam penelitian ini ialah wawancara mendalamkepada 13 informan penelitian, juga denganobservasi langsung.

Informan dari penelitian ini ialah 5 bidandesa di Kecamatan Bangsalsari yang desanyamemiliki kasus persalinan dukun tertinggidiantara 11 desa yang ada di KecamatanBangsalsari. Peneliti juga melakukanwawancara kepada 1 bidan koordinatorPuskesmas Bangsalsari. Kemudian peneliti jugamewawancarai 5 ibu hamil dari lima desatersebut yang terpapar promosi kesehatankehamilan dan persalinan oleh bidan yang telahdiwawancarai. Setalah berjalan, penelitiberinisiatif untuk melakukan wawancara kepada2 kader posyandu yang peneliti temui selamamelakukan pengumpulan data demimemperkaya data penelitian.

LANDASAN TEORI

Dua teori besar yang digunakan dalampenelitian ini ialah promosi kesehatan dan

komunikasi kesehatan. Selanjutnya, penelitimenggunakan pula sebuah model komunikasi,yakni Transteoritikal model (TTM) untukmembuat model dari usaha promosi kesehatankehamilan dan persalinan yang dilakukan bidandi Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember.

Promosi kesehatan merupakan konsep yangberkembang sejak awal kemunculannya.Promosi kesehatan, awalnya dideskripsikansebagai kegiatan apapun yang memperbaikistatus kesehatan. Dimana cara yang dilakukanuntuk memperbaiki kesehatan adalahmemberikan informasi-informasi kesehatan,atau memberi pendidikan kesehatan. Demikian,pandangan kontemporer menyatakan bahwapendidikan kesehatan ialah akar atau basis daripromosi kesehatan (Green & Tones 2010: 16).

Raingruber (2014) membedakan antarahealth promotion dan health education. Healtheducation menurut Raingruber (2014) ialahbagaimana memberikan pendidikan ataumengajarkan kesehatan kepada orang ataumasyarakat untuk mencapai tingkat kesehatanyang lebih baik. Sedangkan health promotionialah sebuah usaha yang mengaitkan lebih darihanya pendidikan, yakni determinan kesehatanyang lain seperti sosio-ekonomi dan lingkungan,sosio-politikal, dan budaya. Menurutnya, HealthPromotion adalah sesuatu yang lebih kompleks,dan pendidikan kesehatan adalah salah satubagian penyusun dari promosi kesehatan(Raingruber 2014: 2-3).

WHO menyatakan promosi kesehatan ialah“Process of enabling individuals andcommunities to encrease control over thedeterminants of healths and thereby improvetheir health”. Sedangkan Notoatmodjo sendiri(2012) menegaskan promosi kesehatanmenurutnya ialah sebuah revitalisasi pendidikankesehatan : “Promosi kesehatan bukan hanyaproses penyadaran masyarakat atau pemberiandan peningkatan pengetahuan masyarakat tetapijuga disertai upaya-upaya memfasilitasiperubahan perilaku”.

Dari definisi-definisi diatas, dapatdisimpulkan bahwa promosi kesehatan kinidimaknai sebagai usaha-usaha untukmemberikan kesehatan yang lebih baik kepadamasyarakat, termasuk kepada penyediaanlayanan, lingkungan, kebijakan, dan tidak hanya

terbatas pada pendidikan kesehatan. Promosikesehatan, telah didefinisikan sebagaikombinasi dari dua level tindakan, yakniedukasi kesehatan dan aksi-aksi lingkunganuntuk mendukung masyarakat berkehidupansehat (Fertman & Allensworth 2010: 15).Secara sederhana, Green dan Tonesmenyebutkan bahwa promosi kesehatan adalahusaha menyeluruh memperbaiki kesehatan yangmengombinasikan pendidikan dan kebijakankesehatan. Mereka membuat formula daripromosi kesehatan, sebagai berikut:Health Promotion = Health Eduction xHealth Public Policy (Green and Tones 2010:17).

Dari formula tersebut, kita mengetahuibahwasannya pendidikan kesehatan adalahbagian dari promosi kesehatan. Dalampenelitian ini peneliti akan melihat bagaimanaseorang bidan selaku tenaga kesehatan yangbersinggungan lansung dengan masyarakat,sebagai pihak yang memberikan edukasikesehatan melalui penyampaian pesan-pesankesehatan.

Promosi kesehatan sangat berkaitan denganilmu perilaku, karena tujuan akhir dari promosikesehatan ialah untuk membuat masyarakatmenerima atau mengadopsi perilaku kesehatan.Blum (1974) dalam Notoatmodjo (2005: 21)berpendapat bahwa perilaku adalah faktor keduasetelah lingkungan, yang memengaruhikesehatan individu, kelompok, maupunmasyarakat. Menurut Notoatmodjo (2005:26 ,2007: 16, 2012: 18) dituliskan olehnya bahwapendektan yang yang digunakan untukmengintervensi perilaku masyarakat agarmengadopsi pesan kesehatan dibagi menjadiupaya paksaan dan upaya pendidikan.

Upaya atau pendekatan paksaan juga seringdisebut dengan upaya koersi. Dalam upaya ini,promotor kesehatan berusaha mengubahperilaku kesehatan, atau membuat masyakatmengadopsi sebuah perilaku kesehatan denganjalan paksaan. Upaya koersi ini bisa dilakukandalam bentuk kebijakan-kebijakan atauperaturan-peraturan (law enforcement),instruksi-instruksi, atau sanksi-sanksi(Notoatmodjo 2005: 15, 2012: 17). Dalamupaya pendidikan, promosi kesehatanmengupayakan agar masyarakat mengadopsi

sebuah perilaku kesehatan memiliki dengan caramemberi informasi, menyampaikan pesanberupa imbauan maupun bujukan. Promotorkesehatan dalam upaya pendidikan kerapdisebut edukator kesehatan (Notoatmmodjo2012:18).

Promosi kesehatan untuk merubah perilaku,dilakukan promotor kesehatan dengan jugamempertimbangkan faktor-faktor yangmemengaruhi perilaku.

Gambar 1Hubungan antara promosi kesehatan dengan

determinan perilakuSumber: Buku Promosi Kesehatan, Notoarmodjo

(2005: 30)

Sesuai gambar 1, menurut Notoatmodjo ada 3 faktoryang memengaruhi perilaku kesehatan yaknipredisposing factor, enabling factor, dan reinforcingfactor. Predisposing factor ialah Faktor yang bisamempermudah terjadinya perilaku oleh individumaupun kelompok ialah pengetahuan dan skiapseseorang atau kelompok terhadap apa yang ialakukan. Enabling factor ialah tersedianya fasilitasatau peralatan yang dibutuhkan untukmelakukan perilaku kesehatan. Reinforcing factorialah faktor penguat yang dapat mendukungperubahan kearah perilaku yang lebih sehatmeliputi sikap tokoh masyarakat, pemukaagama sekitar, serta termasuk juga sikap tenagakesehatan (Riyadi 2016: 337, Notoatmodjo2005: 26).

Promosi kesehatan dalam upaya pendidikanbiasa dilakukan atau dijalankan kepada tigajenis sasaran, yakni sasaran primer, sekunderdan tersier.

1. Sasaran primer, ialah masyarakat yangmenjadi tujuan langsung dari programpromosi kesehatan.2. Sasaran sekunder, ialah individu ataukelompok yang memiliki pengaruh

terhadap sasaran primer dalam kaitandengan program promosi kesehatan.3. Sedangkan sasaran tersier, adalah parapemangku jabatan dalam kaitan keputusanpembuatan kebijakan, serta pendanaan.Sasaran tersier, berkaitan dengan promosikesehatan yang mencakup kepadakebijakan kesehatan

(Notoatmodjo 2012: 41, Wardani et al. 2016: 5,Mubarak 2011: 12, Novita & Franciska 2011:4).

Dalam memberikan pendidikankesehatan, bidan dapat dikatakan melakukankomunikasi kesehatan. Komunikasi kesehatanmenurut Liliweri (2010: 46) ialah Studi yangdidalamnya mempelajari bagaimana caramenggunakan strategi komunikasi untukmenyebarluaskan informasi kesehatan yangmampu untuk memengaruhi individu dankomunitas sehingga mereka dapat membuatkeputusan yang tepat berkaitan denganpengelolaan kesehatan. Menurut Handajani(2016: 25), ada dua jenis komunikasi yangumum dilakukan bidan dalam praktekkeseharian. Kedua jenis komunikasi tersebutialah komunikasi terapeutik dan komunikasikelompok.

Handajani menyatakan komunikasiterapeutik adalah bentuk komunikasi khusus, iamenyatakan:

“komunikasi terpeutik dapat diartikan sebagaisuatu keterampilan atau proses interaksi secarasadar yang dilakukan oleh bidan pada klienuntuk beradaptasi terhadap gangguan baiksecara fisik maupun psikologi sehingga bisamembantu klien untuk mencapai kesembuhanatau mengatasi masalahnya” (2016: 27).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasikhusus yang dilakukan tenaga kesehatan denganpasien. Dalam komunikasi terapeutik terdapatbeberapa konsep lagi, yakni komunikasiterapeutik dilakukan dalam komunikasi verbaldan nonverbal, komunikasi terapeutik dilakukandengan teknik-teknik khusus, serta komunikasiterapeutik dilakukan dalam empat tahap.Keempat tahapan komunikasi terapeutiktersebut ialah:

1. Fase Pra-InteraksiTahap ini merupakan tahap

persiapan dari tenaga kesehatan sebelum

bertemu atau melakukan komunikasidengan pasien.

2. Fase OrientasiTahap ini adalah tahap yang

dilakukan pertama kali saat tenagakesehatan bertemu dengan pasien.

3. Fase KerjaDalam tahap ini, adaah inti

hubungan antara tenaga kesehatandengan pasien. Tahap ini terkait denganpelaksanaan rencana tindakan.

4. Fase TerminasiDalam tahap ini, biasanya hal-hal

yang dilakukan adalah evaluasi hasil,tindak lanjut, juga menetapkan kontrakdari pertemuan yang akan datang.(Stuart dan Sundeen dalam Damaiyanti2010: 21-28).

Selain dilalui dlam empat tahap, komunikasiterapeutik juga memliki teknik-teknik khusus,yakni: mendengarkan dengan penuh perhatian,menunjukkan penerimaan, menyampaikanpertanyaan yang berkaitan, mengutarakanpertanyaan terbuka, mengulang ucapan pasiendengan kata-kata sendiri, melakukan klarifikasi,memfokuskan, menyatakan hasil dari observasi,menawarkan informasi, diam untuk memeliharaketenangan, meringkas perkataan pasien,memberikan penghargaan kepada pasien,menawarkan diri pada pasien, memberi pasienkesempatan untuk emmulai percakapan,memberi anjuran untuk meneruskan percakapan,menempatkan kejadian secara runtut, merefleksipernyataan pasien, menyatakan ketegasan, sertamenyelipkan humor (Wilson dan Kneist dalamDamaiyanti (2010: 14-20).

Komunikasi kelompok didefinisikan oleh(Singgih dalam Handajani, 2016: 38) sebagai :“suatu bentuk komunikasi antara tiga orang ataulebih yang berinteraksi satu dengan lainnyauntuk satu tujuan. Orang-orang yang terlibatbiasanya mengisi peran-peran dan mentaatiperaturan-peraturan serta norma-norma yangsecara implisit atau eksplisit disetujui paraanggotanya”. Menurut Bungin (2008: 68),komunikasi kelompok memungkinkanunsur-unsur kebudayaan, norma sosial, kondisisituasional, sikap mental, konteks tradisikultural maupun pengaruh ritual semuanyaberproses menentukan proses komunikasi.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihatkepada siapa bidan menggunakan komunikasiterapeutik dan kepada siapa bidanmenggunakan komunikasi kelompok.

Selain mencoba menjabarkan bagaimanakomunikasi kesehatan yang dilakukan bidandalam promosi kesehatan, peneliti inginmemodelkan usaha tersebut kedalam sebuahmodel komunikasi yakni model komunikasikesehatan transteoretik

Model transteoretik atau model bertahap,atau dikenal juga dengan sebutan stage ofchange mencoba menerangkan serta merupakanmodel yang dicetuskan oleh Prochaska dankawan-kawan (Graeff, Elder, dan Booth 1996:28)

Gambar 2Transteorikal Model

Sumber: Buku Communicating Health, Nova Corcoran2007: 17

Model ini menyatakan bahwa orang-orangmengubah perilaku mereka dalam tahap-tahaptertentu di dalam hidup, jadi perubahandilakukan tahap demi tahap tidak langsungperubahan yang besar dalam satu waktu(Corcoran 2007: 18). Seperti yangdigambarkan dalam gambar 1.3, Prochaskamenyatakan bahwa setiap orang ada dalamtahap yang berbeda dalam kesiapannya untukberubah, dan dalam prosesnya berubahseseorang berpindah dari tahap satu ke lainnya.

Tahap-tahap perubahan dalam modeltransteoretik ialah prekontemplasi (belum siapuntuk berubah) ke kontemplasi (berpikir untukberubah), ke persiapan(bersiap untuk berubah),ke aksi (melakukan perubahan), ke pengelolaan(melanjutkan perubahan), ke relapse ataukembali awal (menolak perubahan dan kembalike perilaku awal). Setiap orang bisa memulai

dari tahap yang berbeda beda sesuai dengankesiapannya (Corcoran 2011:35).

PEMBAHASAN

1. Upaya Pendidikan dan Paksaan dalamPromosi Kesehatan Kehamilan danPersalinan oleh Bidan

Dalam upaya pendidikan, bidan ditantanguntuk membuat pesan-pesan yang dapatditerima oleh komunikannya, utamanya ibuhamil. Masyarakat Kecamatan Bangsalsarimemiliki karakteristik yang masih kerapmenolak intervensi kebijakan kesehatanpemerintah, memiliki tingkat pendidikan rendah,mudah percaya dan tersinggung. Bidan yangmenjadi informan penelitian menyampaikanbahwa mereka harus membuat pesan denganlevel abstraksi yang rendah hingga mudahdimengerti oleh ibu hamil. Bidan jugamenyampaikan bahwa mereka harus amatmenghargai dan menghormatipendapat-pendapat ibu hamil, tidak bolehterkesan menggurui karena bisa membuat ibuhamil tersinggung dan kehilangan kepercayaanpada bidan.

Dalam upaya pendidikan, promosikesehatan dapat ditelaah menjadi siapa targetyang dituju dalam promosi kesehatantersebut.Taget dalam promosi kesehatan bisadibagi menjadi menjadi primer, sekunder, sertatersier. Sehingga, frekuensi komunikasi sertapesan-pesan yang disampaikan kepada setiaptaget tentunya berbeda.

Ibu hamil adalah sasaran primer daripromosi kesehatan kehamilan dan persalinankarena merekalah yang menjadi tujuanlangsung dari kegiatan-kegiatan yang diadakan.Tujuan promosi kesehatan kehamilan adalahuntuk merawat kehamilan sehingga ibu hamilmemiliki masa kehamilan yang sehat untukkemudian dapat melakukan persalinan denganselamat. Bidan dan ibu hamil bertemusetidaknya satu bulan sekali di posyandu.Pertemuan bidan dan ibu hamil juga bisa lebihdari satu bulan sekali ketika ibu hamil memilikikeluhan dan memeriksakannya ke Puskesmas.

Pesan-pesan yang disampaikan bidandalam promosi kesehatan tidak hanya pesan

mengenai kesehatan kehamilan, melainkan jugamengenai kebijakan-kebijakan yang telahdisediakan pemerintah untuk memudahkan ibuhamil mendapatkan pelayanan kesehatan sertapertolongan persalinan dari tenaga kesehatanprofesional. Pesan lain yang bidan sampaikanialah untuk tidak meminta pertolonganpersalinan dengan dukun bayi, sertamenyampaikan bahwasanya ada surat-surat(jaminan kesehatan) seperti SPM dan BPJSyang bisa ibu hamil urus untuk meringankanbiaya persalinan mereka. Karena bidanmenyadari bahwasannya banyak ibu hamil diKecamatan Bangsalsari yang menghawatirkanbiaya persalinan di tenaga kesehatan.

Peneliti mengidentifikasi kader posyandusebagai sasaran promosi kesehatan sekunderkarena perannya yang dinilai sentral dalamjalannnya promosi kesehatan kehamilan danpersalinan oleh bidan di Kecamatan Bangsalsari.Peneliti melihat bahwasanya kerja kaderbenar-benar menjadi rekan bidan dalammenyelenggarakan posyandu. Bidan Yeni,mengatakan bahwa saking sentralnya perankader ia tidak bisa bekerja tanpa kader.

Karena kader Posyandu sama-sama hidupdalam satu lingkungan oleh ibu hamil, penelitimelihat bidan berpesan kepada mereka untukmemerhatikan lingkungan sekitarnya. Dalamartian, kader harus peka terhadap tanda-tandaibu hamil, mereka juga dipesankan oleh bidanuntuk memperhatikan ibu hamil berisiko atauhamil normal yang sudah hamil besar danmendekati waktu hari prakiraan persalinan. Haltersbut dimaksudkan agar kader segera bisamelapor jika ada tanda-tanda ibu hamil tersebutpergi ke dukun bayi untuk meminta pertolonganpersalinan, sehingga kejadian persalinan denganpertolongan dukun bayi bisa dicegah.“Titip kekader. Kalau ada keluhan apa-apa titip ke kader.Telefon bidan ya. Meskipun ibu hamilnya tidakmenelefon kader tolong telefon saya. Kalau sudahsembilan bbulan, kalau lihat dukun ke rumah ibuhamil segera telefon saya.” (Nurhayati)

Sasaran Tersier yang peneliti identifikasidalam penelitian ini ialah tokoh masyarakat.Dalam promosi kesehatan kehamilan danpersalinan di Kecamatan Bangsalsari, tokohmasyarakat yang digandeng oleh bidan ialahLintas Sektor yang terdiri dari Kepala Camat,

Kepala Desa, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa.Pesan-pesan yang disampaikan bidan kepadaLintas sektor hanya sebatas permintaanpertolongan untuk fasilitas ibu hamil yang akanmelakukan persalinan.“Kalau lintas sektor itu yamereka bilangnya kita akan membantu. Kalauambulance nya kurang mobil polisi mau dikasihkan.Kita membantu semuanya. Lalu kita ya terimakasih.Kalau ada kesulitan mereka bilang mau datang.(Lilik).

Temuan dalam penelitian ini, ialah dalampromosi kesehatan kehamilan dan persalinan diKecamatan Bangsalsari ternyata bidan tidakhanya menggunakan upaya atau pendekatanpendidikan, namunjuga pendekatan paksaanatau koersif. Bidan dengan persetujuan lintassektor, akhirnya menerapkan cara baru, sebuahkebijakan baru yakni denda. Menurutpernyataan dari Informan Nurhayati, sanksidenda ini diterapkan baru mulai Bulan Agustus2018.

“Kalau dukun di sini sampaidiberi sanksi mulai BulanAgustus kemarin. Kansebelumnya hanyapernyataan-pernyataan saja.Karena nggak takut-takut. Nggakberhenti-berhenti menolongakhrinya di sanksi kalaumenolong persalinan denda 400ribu.” (Nurhayati).

Dari pernyataan Nurhayati, dapat kita lihatbahwasanya dukun bayi di wilayah kerjanya,yakni Desa Curhakalong masih belumberkompromi dengan baik hingga saat inidimulai dari program kemitraan dijalankansekitar tahun 2008. Karena denganperingatan-peringatan verbal tidak diperolehhasil maksimum, kemudian denda mulaiditerapkan jika ada persalinan yang ditolongoleh dukun bayi

Yeni, Bidan Desa Bangsalsari menyatakanbahwa besaran denda yang dikenakan adalahsebesar Rp600.000,-. Ia juga menyatakanbahwa denda ini sudah disosialiasikan kepadapara dukun

“Ya nanti kalau ada kematian ibukalau njenengan menolong laginanti di denda 600 ribu. Untukseluruh wilayah PuskesmasBangsalsari itu kalau

adapersalinan dukun, di denda600 ribu per kelahiran. (Yeni)

Besaran denda yang diterapkan berbeda sesuaidengan wilayah puskesmas. 600 ribu rupiahuntuk desa dibawah wilayah PuskesmasBangsalsari, dan 400 ribu rupiah untuk desadibawah wilayah Puskesmas Sukorejo (ada 2Puskesmas yang beroperasi di KecamatanBangsalsari).

2. Praktek Persalinan Dukun Bayi diKecamatan Bangsalsari

Promosi kesehatan kehamilan danpersalinan pada setiap wilayah atau daerahmemiliki fokus yang berbeda-beda, meskipunpada umunya tujuan akhir dariprogram-program promosi kesehatan kehamilandan persalinan adalah meniadakan kematian ibu,dan kematian bayi. Peneliti tertarik untukmelakukan penelitian mengenai promosikesehatan kehamilan dan persalinan diKecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember,dikarenakan angka persalinan dukun yang tinggidan belum kunjung menurun sesuai yangdiharapkan bahkan setelah 10 tahun programkemitraan dukun berjalan.

Pada tahun 2008, melalui KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia No.828/Menkes/SK/IX/2008 mengenai PetunjukTeknis Standar Pelayanan Minimal BidangKesehatan di Kota maupun Kabupaten,disampaikan salah satu variabel untuk mencapaitujuan pertolongan persalinan oleh tenagakesehatan profesional adalah programkemitraan dukun bayi. (Sofyan et al. 2015: 335).Program kemitraan antara bidan dan dukunberusaha untuk mengalihkan fungsi dukun bayiyang sebelumnya adalah penolong persalinanmenjadi mitra atau rekan bidan untuk merawatibu hamil dan bayi, dimana seharusnya dukuntidak lagi menolong persalinan.

Pada Tahun 2013 tercatat ada 35 dukun diwilayah kerja Puskesmas Bangsalsari dimana 30diantaranya telah berpartisipasi aktif dalamprogram kemitraan dan 5 lainnya tidak (Sofyan2014: 3). Dalam wawancara penelti denganBidan Koordniator ia menyatakan bahwa adakurang lebih 60 Dukun bayi yang ada diKecamatan Bangsalsari.

Bidan Desa Bangsalsari, Yeni memberiketerangan bahwa Kecamatan Bangsalsarimemang terkenal dengan banyaknya dukunbayi.“Bangsalsari paling terkenal sudah samadukunnya. Dulu disini sampai ada dukun yangpunya praktek. Jadi sampai ada kamar-kamarbersalinnya begitu. Seluruh jember itu tau,terkenal sekali Bangsalsari. Terus beliau nyadukunnya itu meninggal, sekarang anaknya iniyang lihai “ (Yeni)

Selain sempat ada praktek persalinan dukunbayi yang memiliki tempat layaknya tenagakesehatan profesional, dukun di KecamatanBansgalsari juga telah dipercaya dalam jangkawaktu yang lama serta selalu ada yangmeanjutkan jika ada dukun yang meninggal.Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakatKecamatan Bangsalsari masih sangatbergantung kepada jasa dukun bayi.

Ada empat faktor setidaknya yang penelitiidentifikasi menjadi sebab dari masihdibutuhkannya jasa pertolongan persalinandengan dukun bayi di Kecamatan Bangsalsari.Pertama ialah faktor ekonomi. Sebagian besarmasyarakat Kecamatan Bangsalsari bekerjasebagai buruh tani, atau petani. Denganpemasukan harian yang terbatas, dukun bayiyang tidak memasang tarif atas jasanya menjadialternatif yang lebih mudah dijangkau. Faktorkedua adalah geografis wilayah KecamatanBangsalsari yang dipenuhi perkebunan dansawah membuat ibu hamil harus menempuhjarak cukup jauh dengan medan yang cukupsusah untuk sampai ke fasilitas kesehatan,sedangkan dukun bayi lebih mudah ditemuikarena hidup berdampingan. Ketiga ialah faktorpendidikan dimana separuh dari masyarakatKecamatan Bangsalsari hanya pernahbersekolah hingga sekolah dasar, maka lebihsusah untuk bidan menanamkanpengetahuan-pengethuan baru serta pemahamanuntuk membuat keputusan yang sesuai beraitandengan perilaku kesehatan. Keempat adalahmasih dipercayanya mitos-mitos sepertikehamilan akan gugur jika diketahui orangmaka dukun bayi lebih dipilih dibandingkanbidan.

Bidan berkomunikasi dengn dukun bayidengan tiga cara. Pertama ialah mengumpulkandukun bayi dalam rapat-rapat awal program

kemitraan bidan dan dukun bayi. Dalamrapat-rapat tersebut bidan menyatakan dukunbayi juga diberikan hadiah dan uang sakusebagai pre giving dengan tujuan agar mauberkompromi dengan program kemitraan.

Cara kedua adalah mengunjungi dukun kekediaman mereka bersama dengan tokohmasyarakat. Menurut peneliti, bidanmemanfaatkan legitimate power dari tokohmasyarakat untuk membut dukun lebih maumenjalankan pesan yang disampaikan bidan.

“Kalau ke dukun kita sama bikorsudah. Bikor sudah kunjungansama Pak Camat Pak Kapolsekke desa ke dukun sudah pernah.Tapi ya begitu, di desa saya inisusah. Kalau saya sendiri nggakmempan. Sama lintas sektorbilangnya iya tapi ya tetapsusah.” (Novika)

Legitimate Power adalah salah satu jeniskekuasaan dalam hubungan interpersonal yangdirumuskan oleh Joseph DeVito. Tujuan darikomunikasi antar persona salah satunya ialahuntuk memengaruhi. Dalam bukunya TheInterpersonal Communication Book, DeVitomenuliskan bahwa dalam hubungan dankomunikasi antar persona ada 3 jeniskekuasaan yang memungkinkan untukmembuat sebuah pesan lebih mudah diterima.Ada tiga jenis kekuasaan atau power, ketigajenis tersebut ialah kekuasaan dalam hubungan,kekuasaan dalam persona, serta kekuasaan ataukekuatan dalam pesan. Kekuasaan dalampersona dibagi menjadi enam, dimana salahsatunya ialah legitimate power. Seseorangdikatakan memiliki legitimate power jikaseseorang memiliki sebuah posisi atau jabatandimana orang lain mepercayai bahwa orangtersebut memiliki hak memengaruhi orang lainkarena memiliki kekuasaan yang sah (DeVito2013: 317-318).

Saat menemui dukun dalampertemuan-pertemuan awal program kemitraandan saat mengunjungi dukun bersama lintassektor, pesan utama yang dibawa bidan adalahagar dukun mau untuk tidak lagi menolongpersalinan.

Cara ketiga bidan dalam berkomunikasidengan dukun ialah menemui dukun sevarapribadi. Dalam melakukan komunikasi antar

persona antara bidan degan dukun, pesan-pesanyang disampaikan bidan tidak berfokus dengandukun tidak boleh menolong persalinan. Namun,peneliti melihat bahwa pesan-pesan yangdisampaikan cenderung mengingatkan dukununtuk menginformasikan kepada bidan jika adakasus-kasus kehamilan yang mereka temui.Bidan juga mengingatkan kepada dukunmengenai peran mereka dalam programkemitraan dukun dan bidan yakni untukmembantu merawat ibu hamil dan bayi barulahir. Singkatnya, bersama lintas sektor bidanberusaha menekan perilaku dukun yangmenentang kebijakan, yakni berusaha menekandukun agar tidak lagi menolong persalinan. Saattidak bersama lintas sektor, bidan mengingatkandukun kembali akan peran-perannya yangsudah ia lakukan, dan mengingatkan untukmemberi kabar kepada bidan jika ada kasusberat dalam kehamilan yang dukun temui.

3. Komunikasi Terapeutik Bidan

Komunikasi terapeutik terjadi ketikapemeriksaan individu ibu hamil oleh bidan.Komunikasi terapeutik yang terjadi antara bidandengan ibu hamil dilalui dalam empat tahapanyakni tahap pra interaksi, orientasi, kerja danterminasi.

Menurut Nasir dkk. (2009: 169-71) dalamfase pra interaksi atau tahap yang pertama iniunsur yang perlu dipersiapkan ialah baik daritenaga kesehatan dan pasiennya, dalam kontekspenelitian ini ialah persiapan pribadi bidan danibu hamil. Menurut bidan, tidak terlalu banyakpersiapan yang mereka lakukan. Merekamenjelaskan bahwasanya persiapan yang biasadilakukan ialah menghubungi kader Posyanduuntuk berkoordinasi mengenai penyelenggaraanPosyandu.

“Ya biasa mbak. Kan sudah hafalsama ibu hamilnya saya orangsini. Saya pergi ke posyandu,sebelumnya ya koordinasi samakader pelaksanaanya kapanbegitu.” (Nurhayati)

Sementara persiapan dari unsur bidan, merekamengaku kerap membaca ulang buku KIA(kesehatan ibu dan anak) sebagai panduanberkomunikasi dengan ibu hamil. Namun para

bidan di Kecamatan Bangsalsari mengakusudah banyak hafal karen telah menjadi bidanbertahun-tahun.

Tahap kedua komunikasi terapeutikadalah fase orientasi. Hal-hal yang biasadilakukan dalam tahapan orientasi ialahmemberi salam, memvalidasi keadaan pasiendengan bertanya atau membiarkan pasienbercerita, juga mengingat kontrak pertemuanatau janji yang telah dibuat dalam pertemuansebelumnya (Damaiyanti 2010: 24).

“Ya biasa saja. Ya kalau diacerita kita dengarkan baik-baik.Kalau dia cerita seperti “sayasudah begini bu sudah beginibegitu”, ya seperti saya hargai“pinter mbak, terusno lhomangan sing (diteruskan makanyang ) sehat gitu.” (Yeni)

Setelah menncari tahu keadaan ibu hamildalam tahap orientasi, selanjutnya bidanmelakukan tahap ketiga dari komunikasiterapeutik yakni tahap atau fase kerja. Tahapkerja yang biasa dilakukan bidan ialahpemeriksaan kandungan sekaligus pemberianedukasi mengenai kesehatan kehamilan.

“Pemeriksaan perut itu sudah.Saya berikan edukasi sesuaiusia kehamilannya. Selain ituya sesuai keluhannya apa.”(Nurhayati)

Pada tahap kerja lah bidan menyelipkanedukasi-edukasi kesehatan. Namun oleh bidandi Kecamatan Bangsalsari yang mereksampaikan juga mengenai jaminan kesehatan,mengingatkan ibu hamil untuk rajin melakukanpemeriksaans erta mengimbau ataumemersuasi agar ibu hamil tidak memintapertolongan persalinan kepada dukun bayi,

Tahap terakhir dari komunikasi terapeutikialah fase atau tahap terminasi. Dalam tahap ini,bidan mengakhiri komunikasi dengan ibu hamil.Dalam tahap terminasi biasanya hal-hal yangdilakukan oleh bidan ialah mengevaluasi hasilpertemuan, tindak lanjut dari pertemuan yangdilakukan, serta menetapkan kontrak pertemuanyang akan datang. Para bidan menyatakanbiasanya yang mereka lakuan saat mengakhiripertemuan ialah memastikan ibu hamil tersebutmengerti akan pesan-pesan yang telah iasampaikan.

Setiap bidan memiliki gaya tersendiridalam melakukan komunikasi terapeutik,dengan melihat bedanya teknik terapeutik yangdigunakan oleh masing-masing bidan. Selainmenggunakan pesan verbal, bidan jugamenggunakan pesan non verbal seperti ekspresiwajah dan sentuhan dalam komunikasiterapeutiknya

4. Komunikasi Kelompok BidanSelain menggunakan komunikasi terapeutik,

bidan juga menggunakan komunikasi kelompok.Selain kepada dukun bayi saat melakukanpertemuan-pertemuan, bidan menggunakankomunikasi kelompok kepada setiap sasaranpromosi kesehatan pula, ibu hamil, kaderposyandu, serta lintas sektor atau tokohmasyarakat.

Komunikasi kelompok antara bidan dan ibuhamil terjadi pada Kelas Ibu Hamil (KIH).Dalam kegiatan tersebut, bidan memberikanpesan kesehatan menggunakan alat bantuberupa lembar balik dan buku KIA. Komunikasiterapeutik saat pemeriksaan kehamilan danpendidikan kesehatan dalam KIH merupakanbagian dari pelayanan antenatal. Namun, selainitu bidan desa Kecamatan Bangsalsari jugamelakukan komunikasi kelompok di Posyanduseusai pemeriksaan individual, walaupun haltersebut tidak terdapat dalam SOP pelayananantenatal harus dilakukan.

Komunikasi antara bidan dan kaderposyandu dilakukan dengan komunikasikelompok saat rapat evaluasi yang merekaadakan. Kader Posyandu di KecamatanBangsalsari juga memiliki tugas lebih, yaknimemerhatikan Ibu hamil dan perempuan yangtelah menikah di sekitar kediaman mereka agarbisa melaporkan ke bidan jikalau ada tandakehamilan, maupun tanda saat ibu hamil inginpergi ke dukun bayi untuk meminta pertolonganbersalin. Hal lain yang dilakukan kaderPosyandu ialah menjemput ibu hamil yang tidakmenghadiri posyandu pada jadwal yangditentukan, serta mengantar ibu hamil yangingin melakukan pemeriksaan atau bersalin diPuskesmas. Semua tugas tambahan tersebut,disampaikan bidan kepada kader Posyandu saatrapat evaluasi.

Pesan yang bidan sampaikan kepada lintassektor ialah untuk membantu menyediakantransportasi untuk ibu hamil yang akan bersalin.Hal tersebut berkaitan dengan kondidi geografisKecamatan Bangsalsari yang memiliki banyakperkebunan dan sawah, sehingga tempatpelayanan kesehatan sedikit susah dijangkauoleh ibu hamil. Pertemuan lintas sektor danbidan terjadi pada pertemuan-pertemuan sepertirapat desa dan MMD (musyawarah mufakatdesa). Namun, bidan mengaku tidak antarapertemuan khusus antara bidan dan lintassektor.

5. Model Transteoretik Promosi KesehatanKehamilan dan Persalinan oleh Bidan

Gambar 3Penerapan TTM dalam promosi kesehatan kehamilan dan

persalinan oleh bidan di Kecamatan BangsalsariSumber: Olahan peneliti

Tahapan pertama dari transteoretikal modeladalah keadaan belum siap untuk berubah.Dimana dalam konteks masyarakat KecamatanBangsalsari, tahap ini ialah saat persalinandengan bantuan dukun lebih banyakdibandingkan persalinan yang dibantu olehtenaga kesehatan.“Lama dulu. Sewaktu dulu sayamasuk ke desa tersebut itu (2009) masih banyaksekali partis dukun itu masih banyak sekali. Kalausekarang kadang satu bulan ada kadang tidak adakadang satu dua. Kalau dulu kebalikannya. Kalaudulu yang melahirkan ke bidan satu dua.” (Yayuk)

Tahap kedua dalam TTM ialah tahappersiapan untuk berubah atau bersiap untukmelakukan aksi perubahan. Dengandiadakannya program kemitraan antara bidandengan dukun bayi di tahun 2008, maka

usaha-usaha yang dilakukan pertma ialahmemberitahukan dan mengajak dukun bayiuntuk bekerjasama dalam naungan programkemitraan tersebut.

Tahap ketiga dalam TTM ialah readiness tochange atau bersiap untuk berubah. Tahapketiga ini, peneliti identifikasi dimana saat-saatbidan mulai melakukan pendekatan bersifatedukatif ke masyarakat. Bidan mulai memberitahu masyarakat bahwasanya mereka tidakboleh lagi meminta pertolongan ke dukun bayiuntuk menolong persalinan mereka. “Ke dukundulu waktu itu, ke ibu hamil, baru ke kader. Yawanti-wanti ke dukun itu jangan menolong janganmenolong” (Nurhayati)

Tahap keempat dalam TTM ialah aksiperubahan. Dimana dalam tahap ini perilakukesehatan yang diinginkan untuk diadopsi olehmasyarakat sudah mulai dijalankan ataudilakukan. Dalam konteks penelitian ini,masyarakat sudah mulai banyak melahirkan kefasilitas kesehatan, dan proses persalinannyadibantu oleh tenaga kesehatan profesional. Saatkeadaan ini sudah terjadi, maka bidan memintabantuan kepada tokoh masyarakat atau lintassektor untuk menyediakan fasilitas berupaakomodasi untuk membantu ibu hamil yangakan melakukan persalinan dari kediamannyake fasilitas kesehatan.

Tahap kelima dari TTM ialah mengelolaatau memelihara perubahan yang sudah terjadi.Dalam penelitian ini, berarti mengelola agar ibuhamil yang sudah berangsur memilih bidanmauapun tenaga kesehatan profesional yang lainuntuk menjadi penolong persalinan, dari yangawalnya lebih banyak meminta pertolongan kedukun. Tahapan kelima ini dalam promosikesehatan dan kehamilan oleh bidan diKecamatan Bangsalsari peneliti identifikasisebagai tahapan dimana bidan memintabantuuan Kader Posyandu sebagai perpanjanganbidan untuk mengawasi ibu hamil di sekitarmereka. Maksud dari pengawasan ini ialahbidan memberi pesan kepada dukun untukmengawasi ibu hamil tua (usia kehamilan tuamendekati hari prakiraan lahir) dan segeramelapor ke bidan jika ada tanda-tanda ibu hamiltersebut menjelang bersalin.

Tahap keenam dari TTM ialah relapse ataumencegah kembalinya perilaku yang sudah

berubah untuk kembali ke perilaku awal. Dukunbayi di Kecamatan Bangsalsari saat ini sudahlebih banyak yang mau berkooperasi denganbidan untuk tidak lagi menolong persalinan. Ibuhamil juga sudah lebih banyak yang memintapertolongan bidan dan tenaga kesehatan lainuntuk menolong persalinan dibandingkanmeminta pertolongan dukun bayi. Dalamsemangat untuk mencegah dukun-dukun yangtelah berhenti menolong persalinan, jugamembuat dukun yang masih menolongpersalinan jera dan tidak lagi menolong,diadakanlah kebijakan denda bagi dukun bayisebesar 400 ribu atau 600 ribu per kelahiran.

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah danpembahasan dalam penelitian ini, peneliti dapatmenyimpulkan bahwasannya selama ini, usahapromosi kesehatan yang dilakukan oleh bidan diKecamatan Bangsalsari ialah promosi kesehatanuntuk merubah perilaku kesehatan yaknimerubah kebiasaan masyarakat KecamatanBangsalsari meminta pertolongan persalinankepada dukun bayi.

Dalam mempromosikan kesehatankehamilan dan persalinan, bidan berkomunikasisetidaknya kepada empat pihak yang dapatdikategorikan dalam tiga sasaran promosikesehatan. Keempat pihak tersebut ialah ibuhamil sebagai sasaran utama, kader posyandudan dukun bayi sebagai sasaran sekunder, sertalintas sektor atau tokoh masyarakat sebagaisasaran sekunder.

Bidan menggunakan komunikasi terapeutikdalam berkomunikasi dengan ibu hamil saatpemeriksaan di posyandu maupun puskesmas.Komunikasi kelompok digunakan bidan saatberkomunikasi dengan kader posyandu, lintassektor, serta dukun bayi. Komunikasi bidandengan kader posyandu terjadi pada rapatevaluasi, sedangka dengan dukun bayi danlintas sektor, bidan tidak memiliki pertemuankusus yang kontinyu. Bidan juga menggunakankomunikasi kelompok saat berkomunikasidengan ibu hamil saat ibu hamil dikumpulkansetelah posyandu maupun pada kelas ibu hamil(KIH).

Pesan-pesan yang disampaikan bidan dalammempromosikan kehamilan dan persalinan diKecamatan Bangsalsari tidak hanya berkaitandengan kandungan ibu hamil saja, namun jugamengenai jaminan kesehatan, serta imbauanuntuk tidak meminta pertolongan persalinan kedukun bayi.

Upaya paksaan juga dilakukan bidan dalammempromosikan kesehatan kehamilan danpersalinan di Kecamatan Bangsalsari, yaknidengan menerapkan denda untuk dukun bayi.

Dalam mempromosikan kesehatankehamilan di Kecamatan Bangsalsari, bidantidak hanya menyampaikan pesan namun jugaterlibat aktif dalam usaha membuat ibu hamilmampu bersalin dengan tenaga kesehatan,seperti membantu kepengurusan jaminankesehatan, serta membantu menyampaikankepada berbagai pihak mengenai akomodasiagar ibu hamil dapat meraih pelayanankesehatan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2008).Evidence Summit: Mengurangi KematianIbu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia.Jakarta: AIPI. Hal 12-14.

Bungin, B. (2008). Sosiologi Komunikasi. Jakarta:Kencana.

Cadman, S.P. (2005). Health and healthpromotion: ‘Theory’, models and approaches.In Kevin Lucas and Barbara Lloyd, HealthPromotion: Evidence and experience. Hal 13.London: SAGE.

Corcoran, N. (2007). Communicating Health.California: Sage.

Damaiyanti, M. (2010). Komunikasi Terapeutik.Bandung: Refika Aditama.

DeVito, JA. (2013). The InterpersonalCommunication Book 13th Edition. NewJersey: Pearson.

Fertman, C. I. & Allensworth, D. D. (2010). Healthpromotions program. San Fransisco, CA:Jossey-Bass.

Fusch, PI. Et al. (2017). How to conduct amini-ethnographic case study: a guide fornovice researchers. The qualitative report,22(3), hal. 923-941.

Graeff, J. A. et al. (1996). Komunikasi untukperubahan kesehatan dan perubahan perilaku.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Green, J & Tones, K. (2010). Health Promotion.Great Britain: SAGE.

Handajani, S. S. (2016). Komunikasi dalam praktikkebidanan. Jakarta: Kementrian KesehatanRepublik Indonesia.

Liliweri, A. (2010). Dasar-Dasar KomunikasiKesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mubarak, W.I. (2011). Promosi kesehatan untukkebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Nasir, A. dkk. (2009). Komunikasi dalamkeperawatan teori dan aplikasi. Jakarta:Penerbit Salemba Medika.

Notoatmodjo, S (2005). Promosi Kesehatan teoridan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S (2007). Promosi Kesehatan danilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan danPerilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novita, N & Franciska, Y. (2011). Promosikesehatan dalam pelayanan kebidanan. Jakarta:Salemba Medika.

Profil Kesehatan Kabupaten Jember 2014.(2015). Jember: Dinas KesehatanKabupaten Jember.

Profil Kesehatan Kabupaten Jember 2016.(2017). Jember: Dinas KesehatanKabupaten Jember.

Pusat Data dan Informasi Kementrian KesehatanRepublik Indonesia 2012. (2014). Jakarta:Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Raingruber, B. (2014). Contemporary HealthPromotion. Burlington, MA: Jones & BartlettLearning.

Riyadi, ALS. (2016). Ilmu Kesehatan Masyarakat.Yogyakarta : Penerbit Andi.

Setia D.A. (2018, Mar 5) . Tekan AKI, GelarKongres Ibu Hamil. Jawapos Radar Jember.Retrieved fromhttps://www.jawapos.com/radarjember/read/2018/03/05/54269/tekan-aki-gelar-kongres-ibu-hamil

Sofyan, D. A. S. dkk. (2015). Peran Dukundalam Implementasi Kemitraan Bidan danDukun di Wilayah Kerja PuskesmasBangsalsari Kabupaten Jember. eJournalPustaka Kesehatan, 3(2), hal. 355.

Wahyunik, S. (2018, Sep 13). Angka kematian ibuhamil dan melahirkan di jember tinggi, tapiangka kematian bayi turun. Retrieved fromhttp://surabaya.tribunnews.com/2018/09/13/angka-kematian-ibu-hamil-dan-melahirkan-di-jember-tinggi-tapi-angka-kematian-bayi-turun

Wardani et al. (2016). Buku ajar promosi kesehatanuntuk mahasiswa kebidanan. Jakarta: CVTrans Info Media.

Wirawan, OA. (2017, Mar 15). Angka Kematian IbuSaat Melahirkan di Jember CenderungMeningkat. Beritajatim. Retrieved fromhttp://www.beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/292596/angka_kematian_ibu_saat_melahirkan_di_jember_cenderung_meningkat.html