lingkungan dan kesehatan

45
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Kesehatan Masyarakat 2.1.1peradaban awal Secara umum, tidak ada catatan mengenai praktik kesehatan komunitas yang paling awal. Mungkin praktik tersebut berupa pantangan untu berdefekasi didalam wilayah permukiman suku atau didekat air minum. Mungkin juga berupa ritual yang berkaitan dengan pemakaman orang yang meninggal. Tentu saja, penggunaan ramuan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit dan bantuan masyarakat saat persalinan bayi merupakan praktik yang sudah ada mendahului keberadaan teknologi. 2.1.2masyarakat kuno (sebelum 500 SM) Temuan arkeologi dari lembah Indus di India Utara, bertanggal sekitar 2000 SM, memberikan bukti adanya kamar dan system drainase di dalam rumah dan saluran pembuangan air yang terletak lebih rendah dari permukaan jalan. System drainase juga ditemukan diantara reruntuhan Kerajaan Mesir Kuno pertengahan (2700-2000 SM). Orang-orang Myceneans, yang tinggal di Crete pada 1600 SM telah memiliki toilet, system pengontrolan, dan saluran pembuangan air. Resep onat tertulis untuk obat-obatan berhasil 2100 SM. Sampai akhir 1500 SM sudah lebih dari 700 obat yang telah dikenal orang Mesir. Tulisan paling awal yanh berkaitan dengan kesehatan masyarakat adalah Hukum Hammurabi (Code of Hammurabi), raja terkenal dari Babiliona, yang hidup 3900 tahun lalu. Hukum Hammurabi juga membuat undang-undang yang berkaitan dengan

Transcript of lingkungan dan kesehatan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kesehatan Masyarakat

2.1.1peradaban awal

Secara umum, tidak ada catatan mengenai

praktik kesehatan komunitas yang paling awal.

Mungkin praktik tersebut berupa pantangan untu

berdefekasi didalam wilayah permukiman suku atau

didekat air minum. Mungkin juga berupa ritual yang

berkaitan dengan pemakaman orang yang meninggal.

Tentu saja, penggunaan ramuan untuk pencegahan dan

pengobatan penyakit dan bantuan masyarakat saat

persalinan bayi merupakan praktik yang sudah ada

mendahului keberadaan teknologi.

2.1.2masyarakat kuno (sebelum 500 SM)

Temuan arkeologi dari lembah Indus di India

Utara, bertanggal sekitar 2000 SM, memberikan

bukti adanya kamar dan system drainase di dalam

rumah dan saluran pembuangan air yang terletak

lebih rendah dari permukaan jalan. System drainase

juga ditemukan diantara reruntuhan Kerajaan Mesir

Kuno pertengahan (2700-2000 SM). Orang-orang

Myceneans, yang tinggal di Crete pada 1600 SM

telah memiliki toilet, system pengontrolan, dan

saluran pembuangan air. Resep onat tertulis untuk

obat-obatan berhasil 2100 SM. Sampai akhir 1500 SM

sudah lebih dari 700 obat yang telah dikenal orang

Mesir.

Tulisan paling awal yanh berkaitan dengan

kesehatan masyarakat adalah Hukum Hammurabi (Code

of Hammurabi), raja terkenal dari Babiliona, yang

hidup 3900 tahun lalu. Hukum Hammurabi juga

membuat undang-undang yang berkaitan dengan

praktik dokter dan kesehatan. Bible’s of Book of

Leviticus, yang ditulis sekitar 1500 SM,

memberikan petunjuk mengenai kebersihan personal,

sanitasi perkemahan, desinfeksi sumur, isolasi

penderita lepra, pembuangan sampah dan hygiene

maternitas.

2.1.3budaya klasik (500 SM-500 M)

Ilmu pengetahuan dari orang Babiliona, Mesir,

Yahudi, dan suku lainnya di Mediterania timur

tercakup dalam filosofi kesehatan dan kedokteran.

Orang yunani juga aktif dalam menjalankan sanitasi

komunitas, mereka memasok sumur-sumur kota

setempat dnegan air yang diambil dari pegunungan.

Kemudian, orang Romawi mengembangkan teknologi

Yunani dengan membangun saluran air yang lebih

panjang, membangun system pembuangan air,

pembuangan sampah, pembersihan jalan dan

perbaikannya.

2.1.4abad pertengahan (500-1500 M)

Merupakan akhir dari kekaisaran romawi di

wilayah barat sampai tahun 1500 M dan disebut

“zaman kegelapan” karena banyak kepercayaan ritual

umat kristiani yang menyalahgunakan kekuatan

supranatural sebagai penyebab penyakit. Penyakit

epidemic yang paling mematikan adalah pes. Dengan

kata lain, era spiritual kesehatan masyarakat

(spiritual era of public health), dimana masa

selama ababd pertengahan saat penyebab penyakit

menular dikaitkan dengan dengan kekuatan spiritual.

2.1.5zaman renaissance dan penjajahan (1500-1700 M)

Dizaman ini muncullah pemikiran tentang

penyakit menular sejenis pes dikaenakan factor

lingkungan bukan factor spiritual, karena penyakit

pes menyerang orang yang suci dan orang pendosa.

Contoh, istilah malaria (yang berarti udara kotor)

merupakan sebutan khas untuk udara yang lembab dan

basah yang kerap menjadi sarang nyamuk yang

menularkan malaria. Observasi lebih lanjut

menemukan pengenalan gejala dan akibat suatu

penyakit. Observasi ini mengarah pada penyakit

batuk rejan, tifus,scarlet fever, malaria sebagai

penyakit khas yang berbeda. Epidemic penyakit

cacar, malaria, pes ditularkan oleh penjajah, awak

kapal kepada penduduk jajahanyan.

2.1.6abad kedeapan belas

Abad ini ditandai dengan perkembangan era

industry. Kondisi ini tidak kondusif untuk

kesehatan. Dan pada tahun 1796, Dr. Edward Jenner

berhasil memperagakan proses vaksinasi sebagai

perlindungan terhadap penyakit cacar. Untuk

mengatasi epidemic yang berkelanjutan dan banyak

masalah kesehatan lainnya, misalnya kebersihan dan

perlindungan tersediaan persedian air, dibentuklah

beberapa lembaga kesehatan pemerintah. Yakni

marine hospital service pada tahun 1798.

2.1.7abad kesembilan belas

Pada paruh waktu di abad ini terjadi kemajuan

luar biasa di bidang kesehatan. Karena metode

pertanian yang lebih baik menyebabakan perbaikan

gizi bagi banyak orang. Tapi, epedemi masih

berlanjut ikota besar Eropa dan Amerika. Tahun

1849, epidemic kolera menyerang London. Dr. John

Snow mempelajari epidemic ini dan mengajukan

hipotesis bahwa penyakit ini disebabkan oleh

konsumsi air dari pomo board street. Teori

tersebut disebut dengan “teori miasmas”, menut

teori ini uap dan bau tak sedap (miasmas) yang

keluar dari tanah merupakan sumber dari bahan

penyakit.

Era modern kesehatan masyarakat ditandai

dalam tahun 1850, tapi ada beberapa kendala pada

kembangan itu yaitu teori perkembangan spontan,

pemikiran ini menyatakan organisme hidup dapat

berkembang dari benda anorganik. Serupa dengan

teori ini adalah pemikiran bahwa satu jenis

mikroba dapat berubah menjadi organisme yang lain.

Periode bakteriologis kesehatan masyarakat

(bacteriological period of public health) pada periode 1875-

1900, yang selama itu banyak ditemukan penyebab

penyakit bacterial.

2.1.7abad kedua puluh

Saat dimulai abad ke-20, angka harapan hidup

masih kurang dari 50 ahun. Penyebaba kematian

adalah penyakit menular-influensa, pneumonia,

tuberkolosis, infeksi saluran pencernaan. Penyakit

menular lain yakni demam tifoif, malaria, difteri.

Jutaan anaka mengalami difensiai vitamin yang

berjalan lambat yang ditandai dengan gejala diare

tidak menular, gejala pellagra dan rakitis.

Defisinsi vitamin adalah salah satu pemicunya,

kesehatan gigi yang buruk. Tidak tersediaan

layanan prenatal dan pascanatal menyebabkan

kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan

kelahiran.

2.1.8periode perkembangan sumber daya kesehatan (1900-

1960)

Pada tahun-tahun ini, ditandai dengan

pesatnya pertumbuhan fasilitas dan penyelenggaraan

layanan kesehatan. Fase reformasi kesehatan

masyarakat (reform phase of public health) periode tahun

1900-1920, ditandai dengan adanya pergerakan

social untuk meningkatkan kondisi kesehatan

masyarakat di kota dan di tempat kerja.

2.1.9periode rekayasa social (1960-1973)

Pada tahun 1960-an menandai awal suatu

periode dengan pemerintah federal yang mulai aktif

dalam menangani masalah kesehatan. Pada tahun

1935, kongres mengsahkan Medicare dan Medicaid bills.

Medicare membantu dalam asuransi kesehatan dari

pemerintah untuk lansia daan penyandang cacat.

Medicaid asuransi kesehatan dari pemerintah untuk

kaum miskin.

2.1.11 periode promosi kesehatan (1974-sekarang)

sebagian besar akademisi, pembuat keputusan

dan praktisi dalam bidang promosi kesehatan

memilih tahun 1974 sebagai titik balik yang

menandai dimulainya promosi kesehatan sebagai

komponen penting dalam kebijakan kesehatan

nasional di adab-20. Health people tahun 2010

merupakan kumpulan dari ketiga tujuan khusus

kesehatan pemerintah AS yang menetapkan agenda

kesehatan Nasional dan memandu kebijakan

ksehatannya (McKenzie, 2007).

2.1.11 Berikut sejarah perkembangan Kesehatan

masyarakat di Indonesia (Notoatmodjo, 2003)

Abad Ke-16, Pemerintahan Belanda mengadakan

upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat

ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga

berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah

Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya

kesehatan masyarakat. Tahun 1807, Pemerintahan

Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun

bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan

dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi

pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama,

karena langkanya tenaga pelatih. Tahun 1888,

Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung,

yang kemudian berkembang pada tahun-tahun

berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan

Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang

pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra,

cacar, gizi dan sanitasi. Tahun 1925, Hydrich,

seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda

mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan

propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di

Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka

kematian dan kesakitan.

Tahun 1927, STOVIA (sekolah untuk pendidikan

dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran

dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947

berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut

punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga

(dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan

masyarakat Indonesia. Tahun 1930, Pendaftaran

dukun bayi sebagai penolong dan perawatan

persalinan. Tahun 1935, Dilakukan program

pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan

penyemprotan DDT dan vaksinasi massal. Tahun 1951,

Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan)

oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian

dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa

dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek

kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan.

konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini

bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan

sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan

kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-

unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan

Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai

dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian

disebut Puskesmas. Tahun 1952, Pelatihan intensif

dukun bayi dilaksanakan. Tahun 1956, Dr.Y.Sulianti

mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek

percontohan/model pelayanan bagi pengembangan

kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah

model keterpaduan antara pelayanan kesehatan

pedesaan dan pelayanan medis. Tahun 1967, Seminar

membahas dan merumuskan program kesehatan

masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat

Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah

disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari

Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.

Tahun 1968, Rapat Kerja Kesehatan Nasional,

dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem

pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian

dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi

Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan

kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan

preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah

dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau

sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten. Tahun

1969, Sistem Puskesmas disepakati dua saja, yaitu

tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola

paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal

dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan

Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah

Kabupaten di tiap Propinsi. Tahun 1979, Tidak

dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada

satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang

dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat

baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya

Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial

yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan,

dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian

kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.

Tahun 1984, Dikembangkan program paket

terpadu kesehatan dan keluarga berencana di

Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare,

Immunisasi). Awal tahun 1990-an, Puskesmas

menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan

fungsional yang merupakan pusat pengembangan

kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran

serta masyarakat, selain memberikan pelayanan

secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di

wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok

(Annonymous,2012).

2.2 Definisi kesehatan masyarakat

Kata health berasal dari hal, yang berarti

“hale, sound, whole” (kuat, baik, utuh). Hal itu berkaitan

dengan kesehatan manusia. Kesehatan adalah kondisi

fisik, mental dan social bukan saja tidak terdapatnya

penyakit dan kelemahan fisik dan mental. Namun, kata

tersebut mengambil pendekatan yang lebih holistic;

Hanhn dan Payne menjelaskan kesehatan masyarakat dalam

bentuk enam dimensi

yang interaktif dan

dinamis, yakni

dimensi fisik,

emosional, social,

intelektual,

spiritual, dan

dimensi okupasional

(MkKenzie, 2007).

http://

Dimensi fisik, merupakan kesehatan fisik berfokus pada

tubuh: seberapa baik tubuh itu berfungsi dan seberapa

baik Anda merawatnya. Kesehatan fisik optimal meliputi

aktif secara fisik, makan bergizi, dan mendapatkan

tidur yang cukup, membuat putusan yang bijaksana

mengenai seks, minuman keras, dan obat-obatan

terlarang, dan mengambil langkah-langkah untuk

menghindari luka dan penyakit menular. Dimensi intelektual,

merupakan kesehatan intelektual ditandai dengan kemauan

untuk mengambil tantangan intelektual baru, suatu

keterbukaan terhadap ide-ide dan keterampilan-

keterampilan baru, suatu kemampuan untuk berpikir

secara kritis, dan suatu rasa humor dan ingin tahu.

Orang-orang yang memiliki kesehatan intelektual tingkat

tinggi tidak hanya mengenali masalah secara cepat,

melainkan juga mencari dan menciptakan solusi. Sifat-

sifat ini penting tidak hanya selama masa pendidikan

formal Anda, tetapi juga sepanjang hayat Anda. Dimensi

Psikologis, Kesehatan psikologis merupakan kategori luas

yang meliputi otonomi, penerimaan-diri, dan kemampuan

untuk menanggapi dengan tepat lingkungan kita. Kategori

ini juga mencakup kemampuan untuk mempertahankan

hubungan yang sehat dengan orang lain dan untuk

mengejar tujuan-tujuan yang bermakna. Akhirnya, orang-

orang yang sehat-psikologis itu merasa bahwa mereka

senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai individu.

Dimensi Spiritual, Terkait erat dengan kesehatan

psikologis ialah kesehatan spiritual, yang dipengaruhi

oleh kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai yang kita

anut dan cara-cara pengungkapan kita--contohnya dalam

kegiatan kemanusiaan, ibadah keagamaan, atau pun upaya

untuk menjaga kelestarian alam. Kesehatan spiritual itu

berkontribusi terhadap rasa makna hidup dan dapat

menjadi sumber dukungan ketika kita menghadapi

tantangan-tantangan. Dimensi Sosial, Kesehatan sosial

memaparkan kualitas interaksi dan hubungan kita dengan

orang-orang lain. Seberapa memuaskankah hubungan Anda

dengan keluarga, teman, dosen, dan orang-orang lain di

kehidupan Anda? Bagaimana perasaan Anda mengenai

kemampuan Anda untuk memenuhi peran sosial, misalnya

sebagai teman atau pun selaku sukarelawan di lingkungan

tempat tinggal Anda? Kesehatan sosial yang baik itu

juga ditandai dengan kemampuan untuk saling menyediakan

dan menerima dukungan dengan orang lain. Dimensi

lingkungan, kesehatan environmental memaparkan mutu

lingkungan rumah, pekerjaan, sekolah, dan sosial kita--

sebagaimana kesehatan planet kita. Kualitas udara,

ketersediaan air bersih dan makanan bergizi, tingkat

kejahatan, cuaca, polusi, dan keterlindungan terhadap

zat-zat kimia merupakan beberapa gelintir saja dari

variabel-variabel yang mempengaruhi kesehatan

environmental. Dimensi pekerjaan, kesehatan okupasional

memaparkan mutu hubungan Anda dengan pekerjaan Anda.

Pekerjaan itu bukan hanya yang mendapatkan bayaran.

"Pekerjaan" Anda bisa terdiri dari studi Anda, menjadi

ibu rumah tangga, atau apa pun yang Anda anggap

pekerjaan utama Anda. Apakah pekerjaan Anda ini terasa

memuaskan? Apakah Anda memiliki peluang untuk maju dan

belajar? Apakah Anda merasa dihargai oleh rekan kerja

Anda? Tantangan terhadap kesehatan okupasional itu

mencakup stres, kurangnya kepuasan kerja, hubungan yang

buruk dengan rekan kerja, kompensasi yang tidak

memadai, dan PHK mendadak (anonymous, 2013).

Jadi kesehatan adalah suatu kondisi atau keadaan

dinamis yang sifatnya multidimensional dan merupakan

hasil dari adaptasi seseorang terhadap lingkungannya;

kesehatan merupakan sumber bagi kehidupan da nada dalam

berbagai tingkatan. kesehatan masyarakat merupakan

status kesehatan sekelompok orang tertentu berikut

tindakan dan kondisi dari pihak pemerintah untuk

meningkatkan, melindungi, dan mempertahankan kesehatan

mereka (MkKenzie, 2007). Rangkaian Sakit-Bugar, Pada

tahun 1975, pelopor kebugaran John W. Travis, M.D.,

menerbitkan sebuah buku tentang rangkaian sakit-bugar

(the illness-wellness continuum). Ia memandang rangkaian itu

dengan dua ujung ekstrem: mati dini pada satu ujung dan

bugar tingkat-tinggi pada ujung lain. (Lihat gambar di

bawah ini.)

Hampir semua dari kita berada di antara keduanya,

beralih antara keadaan merasa sakit, "netral", dan

sehat walafiat. Arah umum Anda pada rangkaian tersebut

(entah menuju kebugaran optimal, entah menuju kematian

dini) itu lebih penting daripada posisi Anda pada waktu

kapan saja. Anda mungkin masuk-angin, misalnya, dan

terutama merasa tidak sehat--namun kalau Anda merawat

diri dan bersikap positif, maka arah umum Anda akan

menuju kebugaran yang lebih besar. Begitu pula, Anda

mungkin menganggap diri sehat--namun kalau Anda berada

di bawah tekanan, makan asal-asalan, dan minum minuman

keras berlebihan, maka arah umum Anda pada rangkaian

tersebut akan menuju berkurangnya kebugaran.

http://

2.3 Peran serta masyarakat dan filosofi kesehatan

2.3.1 peran serta masyarakat

Peran serta masyarakat dalam kesehatan di

atur dalam undang undang, yakni sebgai berikut:

PERAN SERTA MASYARAKAT (PSM) (D.A. Setyawan,

2008) adalah proses dimana individu, keluarga dan

lembaga masyarakat termasuk swasta:

1. Mengambil tanggung jawab atas kesehatan diri,

keluarga, dan masyarakat

Pasal 71

(1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk

berperan serta dalam penyelenggaraan upaya

kesehatan beserta sumber dayanya.

(2) Pemerintah membina, mendorong, dan

menggerakkan swadaya masyarakat yang bergerak

di bidang kesehatan agar cepat lebih

berdayaguna dan berhasilguna.

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara

peran serta masyarakat di bidang kesehatan

ditetapkan dengan Peraturan Pemerimah.

Pasal 72

(1) Peran serta masyarakat untuk memberikan

pertimbangan dalam ikut menentukan

kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan

UNDANG-UNDANG KESEHATANBAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

2. Mengembangkan kemampuan untuk menyehatkan

diri, keluarga, dan masyarakat

3. Menjadi pelaku perintis kesehatan dan

pemimpin yang menggerakkan kegiatan

masyarakat di bidang kesehatan berdasarkan

atas kemandirian dan kebersamaan.

2.3.2 filosofi kesehatan

Dasar filosofis kesehatan masyarakat

berdasarkan alur pemikiran filosofi memotong ranah

kesehatan masyarakat dari keseluruhan alam

ontologi, epistemologi, dan etika karena pijakan

dasar berfikir adalah bagaimana memahami dan

berusaha mengerti akan kesehatan masyarakat itu

sendiri. garis tebal dari dasar filosofis

kesehatan masyarakat adalah mengenai keseimbangan

antara kepentingan masyarakat, populasi dan

individu. kepentingan-kepentingan itu muncul dan

bermuara pada satu hal yaitu pencegahan penyakit

dan promosi kesehatan.metode ilmiah, analisis dan

sintesis memainkan peran kunci dalam filosofi

kesehatan masyarakat.  kesehatan masyarakat

bergantung pada kekuatan kreatif seorang praktisi

kesehatan masyarakat, penemuan ilmiah dan

akumulasi pengetahuan yang secara obyektif

bertumpu pada peristiwa probabilistik.

Dalam perluasan berfikir maka filosofi

kesehatan masyarakat juga menggabungkan nilai dan

tradisi masyarakat yang relevan dan memberikan

landasaran intelektual untuk tindakan yang

terorganisir yang meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat itu sendiri. meskipun memiliki entitas

yang unik, filosofi kesehatan masyarakat terkait

erat dengan filsafat politik, ekonomi, sejarah,

dan hokum dan beberapa filosofi lainnya

(Anonymous,2012).

2.4 Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat

1. Epidemiologi

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari

pola kesehatan dan penyakit serta fakor yang

terkait di tingkat populasi. Ini adalah model

corestone penelitian kesehatan masyarakat, dan

membantu menginformasikan kedokteran berbasis

bukti (eveidence based medicine) untuk

mengidentifikasikan faktor risiko penyakit serta

menentukan pendekatan penanganan yang optimal

untuk praktik klinik dan untuk kedokteran

preventif. Menurut Dr. Anton Muhibuddin

(Universitas Brawijaya), saat ini epidemiologi

telah berkembang pesat baik pendalaman ilmunya

maupun perluasan ilmunya. Perluasan ilmu

epidemiologi saat ini juga mencakup epidemiologi

bidang pertanian agrokompleks (termasuk perikanan,

perkebunan, prikanan) dan mikrobiologi. Perluasan

tersebut dirasa perlu karena manfaat epidemiolgi

sangat nyata dirasakan dalam bidang-bidang ilmu

tersebut. Pendalaman epidemiologi diantaranya

meliputi peramalan berbasis komputer dan

pengelolaan agroekosistem.

Epidemiologi menggunakan beragam alat-alat

ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai

sosiologi dan antropologi. Banyak penyakit

mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga

pemahaman tentang bagaimana penduduk bergerak

mengikuti musim sangat penting untuk memahami

penyebaran penyakit tertentu pada populasi

tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada

masalah penyebaran penyakit, tetapi juga dengan

cara penanggulangannya.

2. Biostatistik

Biostatistik adalah data atau informasi yang

berkaitan dengan masalah kesehatan.Statistik

kesehatan sangat bermanfaat untuk kepentingan

administratif, seperti merencanakan program

pelayanan kesehatan, menentukan

alternatif penyelesaian masalah kesehatan, dan

melakukan analisis tentang berbagai penyakit

selama periode waktu tertentu. Statistik kesehatan

dikenal dengan istilah “biostatistik”.

Biostatistik terdiri dari dua kata dasar yaitu bio

dan statistik. Bio berarti hidup, sedangkan

statistik adalah kumpulan angka-angka. Sehingga

secara harfiah biostatistik adalah kumpulan angka-

angka tentang kehidupan.

3. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan Lingkungan menurut WHO adalah

“Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan

sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg

bebas dari penyakit dan kecacatan.”. Sementara

pengertian Lingkungan Menurut A.L. Slamet Riyadi

(1976) adalah ”Tempat pemukiman dengan segala

sesuatunya dimana organismenya hidup beserta

segala keadaan dan kondisi yang secara langsung

maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat

kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan

derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di

samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan

kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan

memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya

masalah kesehatan masyarakat.

1) Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah :

a. Menurut WHO

1) Penyediaan Air Minum

2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian

pencemaran

3) Pembuangan Sampah Padat

4) Pengendalian Vektor

5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah

oleh ekskreta

manusia

6) Higiene makanan, termasuk higiene susu

7) Pengendalian pencemaran udara

8) Pengendalian radiasi

9) Kesehatan kerja

10) Pengendalian kebisingan

11) Perumahan dan pemukiman

12) Aspek kesling dan transportasi udara

13) Perencanaan daerah dan perkotaan

14) Pencegahan kecelakaan

15) Rekreasi umum dan pariwisata

16) Tindakan-tindakan sanitasi yang

berhubungan dengan

keadaanepidemi/wabah, bencana alam dan

perpindahan

penduduk.

17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk

menjamin

lingkungan.

b. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan

(Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan

lingkungan sebagai berikut :

1) Penyehatan Air dan Udara

2) Pengamanan Limbah padat/sampah

3) Pengamanan Limbah cair

4) Pengamanan limbah gas

5) Pengamanan radiasi

6) Pengamanan kebisingan

7) Pengamanan vektor penyakit

8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal

Pasca bencana.

4. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku

Pendidikan kesehatan itu penting untuk

menunjang program-program kesehatan yang lain.

Akan tetapi program-program pelayanan kesehatan

kurang melibatkan pendidikan kesehatan. Pendidikan

kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi

masyarakat dan yang mudah dilihat atau diukur,

karena pendidikan merupakan behavioral investmen

jangka panjang.

Pengetahuankesehatan akan berpengaruh kepada

perilaku sebagai hasil jangka menengah dari

pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku

kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya

indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran

pendidikan kesehatan.

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat

dilihat dari berbagai dimensi antara lain dimensi

sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan,

dan dimensi tempat pelayanan kesehatan. Dari

dimensi sasarannya dapat, dapatdikelompokkan

menjadi 3 yaitu:

1. Pendidikan kesehatan individual, dengan

sasaran individu

2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran

kelompok

3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan

sasaran masyarakat luas.

Dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan

dapat berlangsung diberbagai tempat, dengan

sendirinya sasarannya berbeda pula. Dimensi

tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan

dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat

pencegahan:

1. Promosi kesehatan, diperlukan misalnya dalam

peningkatan gizi.

2. Perlindungan khusus, misalnya program

imunisasi.

3. Diagnosis dini dan pengobatan segera

4. Pembatasan cacat

5. Rehabilitasi, untuk memulihkan kecacatan dari

suatu penyakit tertentu.

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu

respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Perilaku kesehatan itu mencakup:

(1)  Perilaku seseorang terhadap sakit dan

penyakit. Tingkat pencegahan penyakit:

Perilaku peningkatan pemeliharaan

kesehatan

Perilaku pencegahan penyakit

Perilaku sehubungan dengan

pencarian pengobatan

Perilaku pemulihan kesehatan

(2)   Perilaku terhadap sistem pelayanan

kesehatan.

(3)   Perilaku terhadap makanan

(4)   Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

Perubahan-perubahan perilaku dalam

diriseseorang dapat diketahui melalui persepsi.

Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan

melalui panca indera. Belajar adalah suatu

perubahan perilakku yang didasari oleh perilaku

terdahulu.

Faktor intern mencakup pengetahuan,

kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan

sebagainya yang berfungsi untuk mangolah

rangsangan dari luar. Sedangan faktor ekstern

meiputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-

fisik seperti iklim, manusia, sosial-ekonomi,

kebudayaan, dan sebagainya.

5. Administrasi Kesehatan Masyarakat

Jika dikaji secara mendalam batasan

administrasi kesehatan sebagaimana yang telah

dirumuskan oleh Kornisi Pendidikan Administrasi

Kesehatan Amerika Serikat tahun 1974, segera

terlihat bahwa ruang lingkup administrasi

kesehatan mencakup bidang yang amat luas, yang

jika disederhanakan dapat dibedakan atas dua macam

yakni:

1) Kegiatan Administrasi

Telah disebutkan bahwa melaksanakan

pekerjaan administrasi sama artinya dengan

melaksanakan sernua fungsi administrasi. Dengan

pengertian yang seperti ini menjadi jelas bahwa

kegiatan utama yang dilakukan pada administrasi

tidak lain adalah melaksanakan fungsi

administrasi itu sendiri, mulai dari fungsi

perencanan, pengorganisasian, pelaksanaan

sampai dengan fungsi pengawasan (Terry).

Karena kegiatan utama pada administrasi

adalah melaksanakan semua fungsi administrasi

maka jelas pula bahwa melaksanakan pekerjaan

administrasi tidak sama dengan melaksanakan

pekerjaan tata usaha. Pekerjaan administrasi

bukan sekedar mengetik, mengagenda dan ataupun

menyimpan arsip surat menyurat (office

work) yang merupakan pekerjaan pokok seorang

tata usaha.

Seseorang yang mengerjakan pekerjaan

administrasi berarti adalah seorang

administrator atau manajer, karena dalarn

mengerjakan administrasi, ia melakukan

perencanaan, pelaksanaan, penilaian untuk

kemudian perencanaan berikutnya.

2) Objek dan Subjek Administrasi

Telah disebutkan bahwa objek clan sgbjek

administrasi kesehatan adalah sistem kesehatan.

Ini berarti untuk dapat menyelenggarakan

administrasi kesehatan perlu dipahami dahulu

apa yang dimaksud dengan sistem kesehatan.

Pengertian tentang sistem kesehatan banyak

macamnya. Menjabarkan batasan sebagaimana yang

dirumuskan oleh WHO (1984), yang dimaksud

dengan sistem kesehatan adalah suatu kumpulan

dari berbagai faktor yang komplek clan saling

berhubungan yang terdapat pada suatu negara

clan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

clan tuntutan kesehatan perorangan, keluarga,

kelompok serta masyarakat pada setiap saat yang

dibutuhkan.

Sistem kesehatan itu sendiri mencakup hal

yang amat luas. Jika disederhanakan dapat

dibedakan atas dua subsistem. Pertama,

subsistem pelayanan kesehatan. Kedua, subsistem

pembiayaan kesehatan. Untuk dapat

terselenggaranya upaya kesehatan yang baik,

kedua subsistem ini perlu ditata clan dikelola

dengan sebaik baiknya.

6. Gizi Masyarakat

Kajian selanjutnya dari ruang lingkup

Kesehatan Masyarakat adalah Gizi. Dalam kehidupan

sehari-hari, manusia tidak lepas dari makanan dan

minuman. Agar asupan makanan tersebut bermanfaat

untuk kelangsungan fungsi-fungsi tubuh, tentu haru

mengandung zat-zat yang baik atau disebut GIZI.

Disiplin ilmu yang mempelajari masalah asupan

makanan tersebut dalam kesehatan masyarakat

disebut ilmu Gizi dengan lingkup utamanya jelas

gizi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

Beberapa pengertian tentang konsep dasar ilmu gizi

ini sangat sederhana, diantaranya:

Adapun ruang lingkup ilmu gizi keshatan masyarakat

adalah sebagai berikut:

Nutrition. Hubungan gizi dan kesehatan, daur

hidup, komposisi tubuh, zat-zat gizi (sumber &

RDA), konsep penyusunan menu dan biokimia gizi.

Nutrition PRACTICE. Mengidentifikasi zat gizi dalam

makanan secara kualitatif maupun kuantitatif. 

Gizi Masyarakat (Community Nutrition).

Mengidentifikasi berbagai masalah gizi di

masyarakat dan faktor penyebab masalah gizi

serta mengatasinya.

Ekologi Pangan dan Gizi (Food and Nutrition Ecology).

Mengidentifikasi dan menjelaskan keterkaitan

antara masalah gizi dengan lingkungan fisik,

biologi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Pengawasan dan keamanan Pangan (Food safety

inspection). Mengidentifikasi ketidak-amanan

pangan dan faktor-faktor penyebabnya,

mengklasifikasikan tingkat ketidak-amanan

pangan, serta menerapkan prinsip pengawasan

pangan/ makanan.

Ketahanan Pangan (Food security). Mengidentifikasi

masalah yang terkait dengan ketersediaan pangan

(produksi, distribusi, konsumsi), serta

menetapkan kriteria kerawanan pangan.

Peniliaian Status Gizi (Nutrition Assessement).

Melakukan penilaian status gizi per individu

dan atau masyarakat dengan berbagai metode,

sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan

konseling gizi.

Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Program

Gizi (Planning, Implementation and Evaluation

of Nutrition Program)

Gizi Institusi (Nutrition in Institution). Merencanakan

dan menatalaksana-kan gizi dan makanan di

institusi (Rumah Sakit, panti sosial, hotel,

perusahaan, catering, dan lain-lain)

Epidemiologi Gizi dan Surveilans (Epidemiology

and Surveillance of Nutrition)

Dietetik Masyarakat (Community

Dietetic). Merencanakan/menyusun diet untuk

tindakan pencegahan, pemeliharaan maupun

perawatan/pengobatan, serta memberikan

penyuluhan gizi.

Gizi Daur Hidup (Life Cycle Nutrition). Menghitung

kebutuhan/kecukupan zat gizi untuk berbagai

kelompok umur, jenis kelamin, kondisi

fisiologis dan kegiatan, pertumbuhan dan

perkembangan manusia dari janin, bayi sampai

dengan lanjut usia (lansia).

Teknologi Pangan dan Gizi (Food and Nutrition

Technology)

Komunikasi, informasi, edukasi dan koNseling

Gizi (communication, information, education and

conseling OF Nutrition)

CURRENTS ISSUE IN Nutrition. Mengidentifikasi,

menganalisis dan merumuskan serta

mempresentasikan masalah gizi kesehatan

masyarakat yang bersumber dari jurnal dan isu-

isu terkini yang ada dalam masyarakat.

Masalah Gizi masyarakat bukan menyangkut

aspek kesehatan saja, aspek lain seperti

ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan

sebagainya juga saling terkait. Jadi setidaknya

yang perlu dikaji dan diperhatikan adalah

hubungan antara ilmu gizi dasar manusia dan

kesehatan masyarakat agar dapat tercapai

produktivitas. Di dalamnya tercakup konsep-

konsep mengenai usaha promotif dalam

mengembangkan konsep gizi seimbang (gizi makro

dan mikro) dan hidup sehat pada daur kehidupan

manusia. Ditekankan juga bagaimana menilai

status gizi dan mengetahui masalah gizi,

terutama kelompok golongan rawan gizi sebagai

upaya preventif, mengenal dan merencanakan

bermacam upaya gizi sebagai protektif agar

tetap produktif.

6. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah

bidang yang terkait

dengan kesehatan, keselamatan,

dan kesejahteraan manusia yang bekerja di

sebuah institusi maupun lokasi proyek. Tujuan

K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan

keselamatan lingkungan kerja.[1] K3 juga

melindungi rekan kerja, keluarga pekerja,

konsumen, dan orang lain yang juga mungkin

terpengaruh kondisi lingkungan kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja cukup

penting bagi moral, legalitas, dan finansial.

Semua organisasi memiliki kewajiban untuk

memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang

terlibat tetap berada dalam kondisi aman

sepanjang waktu.[2] Praktek K3 (keselamatan

kesehatan kerja) meliputi pencegahan, pemberian

sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka

dan perawatan untuk pekerja dan

menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit.

K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik

keselamatan, teknik industri, kimia, fisika

kesehatan, psikologi organisasi dan

industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan

kerja.

Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa

indikator penyebab keselamatan kerja adalah:

a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang

meliputi:

1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang

yang berbahaya yang kurang diperhitungkan

keamanannya.

2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak

3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak

pada tempatnya.

b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang

atau rusak.

2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa

pengaman yang baik Pengaturan penerangan.

7. Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan

kesehatan yang sempurna baik secara fisik,

mental, dan sosial dan bukan semata-mata

terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam

segala aspek yang berhubungan dengan sistem

reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Sedangkan kesehatan reproduksi   menurut WHO

adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial

yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau

kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan

dengan sistem reproduksi, fungsi serta

prosesnya.

Kesehatan reproduksi ini mencakup tentang

hal-hal sebagai berikut:

1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh

kehidupan seksual yang aman dan memuaskan

serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi.

2) Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau

seberapa banyak melakukannya.

3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk

memperoleh informasi serta memperoleh

aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau

baik secara ekonomi maupun kultural.

4) Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan

kesehatan yang memadai sehingga perempuan

mempunyai kesempatan untuk menjalani proses

kehamilan secara aman.

2.5 Masalah kesehatan masyarakat

2.5.1 Masalah perilaku

Perilaku kesehatan bila mengacu pada

penelitian Hendrik L. Blum di Amerika Serikat 

memiliki urutan kedua faktor yang mempengaruhi

status kesehatan masyarakat setelah faktor

lingkungan. Di Indonesia diduga faktor perilaku

justru menjadi faktor utama masalah kesehatn

sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan

dan faktor kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin

terkait tingkat pendidikan yang mempengaruhi

pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat.

Terbentuknya perilaku diawali respon terhadap

stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan

terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan

respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap obyek

tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul

setelah respon pengetahuan dan sikap yang searah

(sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua

respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak

bertahan lama karena terbentuk tanda pemahaman

manfaat berperilaku tertentu.

Proses terbentuknya sebuah perilaku yang

diawali pengetahuan membutuhkan sumber pengetahuan

dan diperoleh dari pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha

menyampaikan pesan kesehatan kepada sasaran

sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu

masalah meningkat dengan harapan sasaran dapat

berperilaku sehat.Sikap setuju terhadap suatu

perilaku sehat dapat terbentuk bila pengetahuan

yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti

manfaat karena perilaku seseorang dilandasi motif.

Bila seseorang dapat menemukan manfaat dari

berperilaku sehat yang diharapkan oleh petugas

kesehatan maka terbentuklah sikap yang mendukung.

Perilaku sendiri menurut Lawrence Green

dilatarbelakangi 3 faktor pokok yaitu faktor

predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung

(enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing

factors). Oleh sebab tersebut maka perubahan

perilaku melalui pendidikan kesehatan perlu

melakukan intervensi terhadap ketiga faktor

tersebut di atas sehingga masyarakat memiliki

perilaku yang sesuai nilai-nilai kesehatan

(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

2.5.2 Masalah kesehatan lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh

positif terhadap terbentuknya derajat kesehatan

masyarakat yang optimum pula. Masalah kesehatan

lingkungan meliputi penyehatan lingkungan

pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan

limbah dan sampah serta pengelolaan tempat-tempat

umum dan pengolahan makanan.

1. Penyehatan lingkungan pemukiman

Lingkungan pemukiman secara khusus adalah

rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar

bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk

yang tidak diikuti pertambahan luas tanah

cenderung menimbulkan masalah kepadatan

populasi dan lingkungan tempat tinggal yang

menyebabkan berbagai penyakit serta masalah

kesehatan. Rumah sehat sebagai prasyarat

berperilaku sehat memiliki kriteria yang

sulit dapat dipenuhi akibat kepadatan

populasi yang tidak diimbangi ketersediaan

lahan perumahan. Kriteria tersebut antara

lain luas bangunan rumah minimal 2,5 m2 per

penghuni, fasilitas air bersih yang cukup,

pembuangan tinja, pembuangan sampah dan

limbah, fasilitas dapur dan  ruang berkumpul

keluarga serta gudang dan kandang ternak

untuk rumah pedesaan. Tidak terpenuhi syarat

rumah sehat dapat menimbulkan masalah

kesehatan atau penyakit baik fisik, mental

maupun sosial yang mempengaruhi produktivitas

keluarga dan pada akhirnya mengarah pada

kemiskinan dan masalah sosial.

     2. Penyediaan air bersih

Kebutuhan air bersih terutama meliputi air

minum, mandi, memasak dan mencuci. Air minum

yang dikonsumsi harus memenuhi syarat minimal

sebagai air yang dikonsumsi. Syarat air minum

yang sehat antara lain syarat fisik, syarat

bakteriologis dan syarat kimia. Air minum

sehat memiliki karakteristik tidak berwarna,

tidak berbau, tidak berasa, suhu di bawah

suhu udara sekitar (syarat fisik), bebas dari

bakteri patogen (syarat bakteriologis) dan

mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang

dipersyaratkan (syarat kimia). Di Indonesia

sumber-sumber air minum dapat dari air hujan,

air sungai, air danau, mata air, air sumur

dangkal dan air sumur dalam. Sumber-sumber

air tersebut memiliki karakteristik masing-

masing yang membutuhkan pengolahan sederhana

sampai modern agar layak diminum. Tidak

terpenuhi kebutuhan air bersih dapat

menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit

seperti infeksi kulit, infeksi usus, penyakit

gigi dan mulut dan lain-lain.

3.Pengelolaan limbah dan sampah

Limbah merupakan hasil buangan baik

manusia (kotoran), rumah tangga, industri atau

tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan

bahan atau benda padat yang dibuang karena

sudah tidak digunakan dalam kegiatan manusia.

Pengelolaan limbah dan sampah  yang tidak

tepat akan menimbulkan polusi terhadap

kesehatan lingkungan. Pengolahan kotoran

manusia membutuhkan tempat yang memenuhi

syarat agar tidak menimbulkan kontaminasi

terhadap air dan tanah serta menimbulkan

polusi bau dan mengganggu estetika. Tempat

pembuangan dan pengolahan limbah kotoran

manusia berupa jamban dan septic tank harus

memenuhi syarat kesehatan karena beberapa

penyakit disebarkan melalui perantaraan

kotoran.

Pengelolaan sampah meliputi sampah

organik, anorganik serta bahan berbahaya,

memiliki 2 tahap pengelolaan yaitu pengumpulan

dan pengangkutan sampah serta pemusnahan dan

pengolahan sampah. Pengelolaan limbah

ditujukan untuk menghindarkan pencemaran air

dan tanah sehingga pengolahan limbah harus

menghasilkan limbah yang tidah berbahaya.

Syarat pengolahan limbah cair meliputi syarat

fisik, bakteriologis dan kimia. Pengolahan air

limbah dilakukan secara sederhana dan modern.

Secara sederhana pengolahan air limbah dapat

dilakukan dengan pengenceran (dilusi), kolam

oksidasi dan irigasi, sedangkan secara modern

menggunakan Sarana atau Instalasi Pengolahan

Air Limbah (SPAL/IPAL).

4. Pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahanmakanan

Pengelolaan tempat-tempat umum meliputi

tempat ibadah, sekolah, pasar dan lain-lain

sedangkan pengolahan makanan meliputi tempat

pengolahan makanan (pabrik atau industri

makanan) dan tempat penjualan makanan (toko,

warung makan, kantin, restoran, cafe, dll).

Kegiatan berupa pemeriksaan syarat bangunan,

ketersediaan air bersih serta pengolahan

limbah dan sampah.

2.5.3 Masalah pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan

merupakan hak dasar masyarakat

yang harus dipenuhi dalam

pembangunan kesehatan. Hal

tersebut harus dipandang

sebagai suatu investasi untuk

peningkatan kualitas sumber

daya manusia dan mendukung

pembangunan ekonomi, serta

memiliki peran penting dalam

upaya penanggulangan

kemiskinan.

Berbagai permasalahan penting dalam pelayanan

kesehatan antara lain disparitas status kesehatan;

beban ganda penyakit; kualitas, pemerataan dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan

masyarakat di bidang obat dan makanan; serta

perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah

penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah

peningkatan akses penduduk miskin terhadap

pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi

buruk, penanggulangan wabah penyakit menular,

pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan

pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan.

Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah

peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk

miskin melalui pelayanan kesehatan gratis;

peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit

menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan

kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan

kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan

kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu,

keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan

kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan

promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai tindak lanjut, pembangunan kesehatan

diarahkan untuk meningkatkan pemerataan dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan; meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan; meningkatkan

perilaku hidup bersih dan sehat; meningkatkan

upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit;

meningkatkan keadaan gizi masyarakat; dan

meningkatkan penanganan masalah kesehatan di

daerah bencana.

A. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan utama pelayanan kesehatan

saat ini antara lain adalah masih tingginya

disparitas status kesehatan antar tingkat

sosial ekonomi, antar kawasan, dan antara

perkotaan dengan perdesaan. Secara umum status

kesehatan penduduk dengan tingkat sosial

ekonomi tinggi, di kawasan barat Indonesia, dan

di kawasan perkotaan, cenderung lebih baik.

Sebaliknya, status kesehatan penduduk dengan

sosial ekonomi rendah, di kawasan timur

Indonesia dan di daerah perdesaan masih

tertinggal.

Permasalahan penting lainnya yang dihadapi

adalah terjadinya beban ganda penyakit, yaitu

belum teratasinya penyakit menular yang

diderita oleh masyarakat seperti tuberkulosis

paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA),

malaria, dan diare, serta munculnya kembali

penyakit polio dan flu burung. Namun, pada

waktu yang bersamaan terjadi peningkatan

penyakit tidak menular seperti penyakit jantung

dan pembuluh darah, serta diabetes melitus dan

kanker.

Di sisi lain, kualitas, pemerataan, dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan juga masih

rendah. Kualitas pelayanan menjadi kendala

karena tenaga medis sangat terbatas dan

peralatan kurang memadai. Dari sisi jumlah,

rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk

yang harus dilayani masih rendah.

Keterjangkauan pelayanan terkait erat dengan

jumlah dan pemerataan fasilitas kesehatan. Pada

tahun 2002, untuk setiap 100.000 penduduk hanya

tersedia 3,5 Puskesmas. Itu pun sebagian

penduduk, terutama yang tinggal daerah

terpencil, tidak memanfaatkan Puskesmas karena

keterbatasan sarana transportasi dan kendala

geografis.

Pelindungan masyarakat di bidang obat dan

makanan masih rendah. Dalam era perdagangan

bebas, kondisi kesehatan masyarakat makin

rentan akibat meningkatnya kemungkinan konsumsi

obat dan makanan yang tidak memenuhi

persyaratan mutu dan keamanan. Ketersediaan,

mutu, keamanan obat, dan perbekalan kesehatan

masih belum optimal serta belum dapat dijangkau

dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu, obat

asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya

dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang

dimiliki sangat besar.

Perilaku masyarakat juga sering tidak

mendukung hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat

terlihat dari meluasnya kebiasaan merokok,

rendahnya pemberian air susu ibu (ASI)

eksklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan

gizi lebih pada balita, serta kecenderungan

meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS,

penderita penyalahgunaan narkotika,

psikotropika, zat adiktif (Napza), dan kematian

akibat kecelakaan.

Selain permasalahan mendasar seperti itu,

dalam sepuluh bulan terakhir, paling tidak

terdapat lima isu penting di bidang kesehatan

yang perlu penanganan segera, yaitu penjaminan

akses penduduk miskin terhadap pelayanan

kesehatan, penanganan masalah gizi buruk,

penanggulangan wabah penyakit menular,

pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan

pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga

kesehatan.

1) Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin

Secara nasional status kesehatan

masyarakat telah meningkat. Akan tetapi,

disparitas status kesehatan antara penduduk

mampu dan penduduk miskin masih cukup besar.

Berbagai data menunjukkan bahwa status

kesehatan penduduk miskin lebih rendah jika

dibandingkan dengan penduduk kaya. Hal ini

antara lain dapat dilihat dari tingginya

angka kematian bayi dan angka kematian balita

pada kelompok penduduk miskin. Menurut Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2002-2003, angka kematian bayi pada kelompok

termiskin adalah 61 berbanding 17 per 1.000

kelahiran hidup pada kelompok terkaya.

Demikian juga, angka kematian balita pada

penduduk termiskin (77 per 1.000 kelahiran

hidup) jauh lebih tinggi daripada angka

kematian balita pada penduduk terkaya (22 per

1.000 kelahiran hidup). Penyakit infeksi yang

merupakan penyebab kematian utama pada bayi

dan balita, seperti ISPA, diare, tetanus

neonatorum dan penyulit kelahiran, juga lebih

sering terjadi pada penduduk miskin.

Rendahnya status kesehatan penduduk

miskin terkait erat dengan terbatasnya akses

terhadap pelayanan kesehatan, baik karena

kendala geografis maupun kendala biaya (cost

barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan

bahwa kendala terbesar yang dihadapi penduduk

miskin untuk mendapatkan fasilitas pelayanan

kesehatan adalah ketiadaan uang (34 persen),

jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan yang

terlalu jauh (18 persen), serta adanya

hambatan dengan sarana angkutan atau

transportasi (16 persen).

Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa

kendala biaya menjadi permasalahan yang cukup

serius, terutama bagi penduduk miskin, karena

selama ini sebagian besar (87,2 persen)

pembiayaan kesehatan bersumber dari

penghasilan penduduk sendiri. Pembiayaan yang

berasal dari jaminan pemeliharaan kesehatan

(kartu sehat yang dikeluarkan Pemerintah)

hanya sebesar 6,3 persen dan yang berasal

dari asuransi sebesar 5,2 persen. Artinya,

penduduk harus menanggung biaya yang besar

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal

ini tentu amat memberatkan bagi penduduk

miskin karena mereka harus mengeluarkan biaya

yang besar untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang layak.

2) Masalah Gizi Buruk

Masalah kesehatan yang menimbulkan

perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir

ini adalah masalah gizi kurang dan gizi

buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah

terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang

relatif tajam, mulai tahun 1999 penurunan

prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada

balita relatif lamban dan cenderung tidak

berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi dengan

prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan

ada yang di atas 40 persen, yaitu di Provinsi

Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa

Tenggara Timur (NTT), dan Papua.

Kurang energi dan protein pada tingkat

parah atau lebih populer disebut busung

lapar, dapat menimbulkan permasalahan

kesehatan yang besar dan bahkan dapat

menyebabkan kematian pada anak. Menurut data

Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta

(27,5 persen) anak balita menderita gizi

kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di

antaranya menderita gizi buruk. Data

Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16

persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu

anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada

tahun 2005 dilaporkan adanya kasus gizi buruk

tingkat parah atau busung lapar di Provinsi

NTB dan NTT, serta beberapa provinsi lainnya.

Penderita kasus gizi buruk terbesar yang

dilaporkan terjadi di Provinsi NTB, yaitu

terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit

sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah

kasus di sembilan provinsi sampai Juni 2005

dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk

dan 49 di antaranya meninggal dunia.

Munculnya kejadian gizi buruk ini

merupakan “fenomena gunung es” yang

menunjukkan bahwa masalah gizi buruk yang

muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah

gizi buruk yang sebenarnya terjadi. Di

Provinsi NTB, misalnya, berdasarkan hasil

pencatatan dan pelaporan sejak Januari-Juni

2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus.

Namun, diperkirakan terdapat 2.200

balita marasmus kwashiorkor. Masalah busung

lapar terutama dialami oleh anak balita yang

berasal dari keluarga miskin.

Dua faktor penyebab utama terjadinya

gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi

energi dan protein dalam makanan sehari-hari

dan terjadi dalam kurun waktu yang lama.

Penyebab kedua adalah terjadinya serangan

penyakit infeksi yang berulang. Kedua faktor

ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak

langsung, yaitu (1) ketersediaan pangan yang

rendah pada tingkat keluarga; (2) pola asuh

ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai;

dan (3) ketersediaan air bersih, sarana

sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan

dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung

tersebut merupakan konsekuensi dari pokok

masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya

pengangguran, tingginya kemiskinan, dan

kurangnya pangan.

3) Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular

Masalah kesehatan lainnya yang menjadi

keprihatinan masyarakat adalah terjadinya KLB

berbagai penyakit menular. Penyakit menular

yang diderita oleh masyarakat sebagian besar

adalah penyakit infeksi seperti tuberkulosis

paru yang saat ini menduduki urutan ke-3

terbanyak di dunia, infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA), malaria, dan diare.

Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging

diseases (penyakit yang baru berkembang)

seperti HIV/AIDS dan Severe Acute Respiratory

Syndrom (SARS) dan re-emerging

diseases (penyakit yang sebelumnya mulai

menurun, tetapi meningkat kembali) seperti

demam berdarah dengue (DBD) dan TB paru.

Salah satu penyakit menular yang akhir-

akhir ini menonjol adalah munculnya kasus

polio di beberapa wilayah seperti Provinsi

Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Lampung, dan

DKI Jakarta. Polio merupakan penyakit menular

yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh

virus yang menyerang sistem syaraf dan bisa

menyebabkan kelumpuhan menetap atau kematian.

Satu dari 200 kasus infeksi virus akan

menyebabkan kelumpuhan, 5–10 persen pasien

meninggal dunia akibat kelumpuhan pada otot

pernapasan. Tidak ada obat untuk penyakit

polio. Penyakit ini hanya bisa dicegah dengan

imunisasi. Vaksin untuk imunisasi ini aman

dan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

dinyatakan halal.

Sejak tahun 1995, kasus polio liar tidak

pernah ditemukan lagi di Indonesia. Akan

tetapi, Indonesia masih memiliki risiko

terhadap virus polio impor dan risiko

terhadap Vaccine Derived Polio Virus (VDPV)

di daerah cakupan imunisasi rendah. Virus

polio liar yang kembali muncul akhir-akhir

ini di Indonesia diperkirakan berasal dari

negara lain.

Kasus polio pertama dilaporkan pada

bulan April 2005 pada anak umur 20 bulan di

Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten

Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Setelah

dilakukan surveilans epidemiologi, kasus

polio juga ditemukan di Kabupaten Lebak, Jawa

Barat. Penularan kasus polio liar berkembang

sangat cepat dan hingga saat ini sudah

menyebar di lima provinsi yaitu Lampung,

Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI

Jakarta. Jumlah kasus positif yang dilaporkan

sampai 1 Agustus 2005 berjumlah 189 kasus

dengan 8 kasus di antaranya meninggal dunia.

Selain polio, penyakit menular yang

cukup menjadi perhatian adalah flu burung

(avian influenza). Penyakit ini dilaporkan

mulai menyerang ayam ternak di Provinsi Bali,

Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan

Kalimantan Barat pada tahun 2003 dan awal

tahun 2004. Pada awal Juli 2005, ditemukan 3

kasus korban jiwa manusia yang positif

menderita flu burung yang terjadi di

Tangerang, Banten. Selain dampak kesehatan,

kejadian ini juga mengakibatkan keresahan

masyarakat dan kerugian ekonomi yang cukup

besar, khususnya bagi peternak.

Berbagai emerging dan re-emerging

diseases, kasus polio, dan flu burung dapat

terjadi antara lain karena tingginya

mobilitas penduduk antarnegara. Dengan

demikian penularan penyakit antarnegara

(transnasional) ini dapat terjadi dengan

mudah, mengingat semakin mudahnya

transportasi manusia, hewan, dan lain-lain

antar negara.

Selain penyakit polio dan flu burung,

penyakit DBD, malaria, TB paru, dan HIV/AIDS

perlu pula mendapat penanganan yang memadai.

Sejak pertama kali ditemukan kasus DBD di

Indonesia, jumlah kasus dan daerah terjangkit

terus meningkat meskipun kasus kematian

akibat DBD dapat ditekan. Sementara itu,

meskipun angka kesakitan malaria cenderung

menurun, prevalensi malaria masih cukup

tinggi. Beberapa provinsi dengan angka

kesakitan malaria yang tinggi adalah Provinsi

Papua, Maluku, NTT, Sulawesi Tengah, dan

Bangka Belitung. Dalam hal jumlah kasus

penyakit TB paru, Indonesia menduduki

peringkat ke-3 terbesar di dunia, setelah

India dan Cina. Semua provinsi di Indonesia

sampai dengan bulan Juni 2005, telah

melaporkan penduduk yang terinfeksi HIV.

Jumlah kumulatif penderita AIDS di Indonesia

telah mencapai lebih dari 3.000 penderita.

4) Penanganan Masalah Kesehatan di Daerah

Bencana

Bencana alam gempa dan tsunami yang

terjadi di Aceh, Nias, Alor, dan Nabire telah

menimbulkan dampak yang besar di bidang

kesehatan. Banyak sekali korban yang

meninggal, hilang, dan luka-luka. Sarana dan

prasarana pelayanan kesehatan banyak yang

hancur dan tidak berfungsi secara optimal,

seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas

pembantu, kantor dinas kesehatan, balai

laboratorium kesehatan (BLK), gudang farmasi,

gudang vaksin, politeknik kesehatan

(poltekes), dan kantor kesehatan pelabuhan.

Bencana tsunami di Aceh mengakibatkan

kerusakan pada 9 rumah sakit, 43 puskesmas,

59 puskesmas pembantu, 700 poliklinik desa,

dan 55 pusksemas keliling, dan sarana lain

seperti rumah sakit, laboratorium dan kantor

dinas kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan yang

meninggal atau hilang adalah 683 orang.

5) Masalah Tenaga Kesehatan

Indonesia saat ini mengalami kekurangan

pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang

diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per

100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 7,7

dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0 dokter

spesialis, dan 8,0 bidan. Untuk tenaga

kesehatan masyarakat, per 100.000 penduduk

baru dapat dilayani oleh 0,5 sarjana

kesehatan masyarakat, 1,7 apoteker, 6,6 ahli

gizi, 0,1 tenaga epidemiologi, dan 4,7 tenaga

sanitasi. Kondisi tenaga kesehatan pada tahun

2004 tidak jauh berbeda dengan itu karena

sistem pendidikan masih belum bisa

menghasilkan tenaga kesehatan dalam jumlah

yang mencukupi, serta sistem perekrutan dan

pola insentif bagi tenaga kesehatan kurang

optimal. Di samping itu, jumlah dan

penyebaran tenaga kesehatan masyarakat masih

belum memadai sehingga banyak puskesmas belum

memiliki dokter dan tenaga kesehatan

masyarakat. Keterbatasan ini diperburuk oleh

distribusi tenaga kesehatan yang tidak

merata. Misalnya, lebih dari dua pertiga

dokter spesialis berada di Jawa dan Bali.

Disparitas rasio dokter umum per 100.000

penduduk antarwilayah juga masih tinggi dan

berkisar dari 2,3 di Lampung hingga 28,0 di

DI Yogyakarta.

Kualitas tenaga kesehatan juga masih

perlu ditingkatkan. Saat ini, misalnya, masih

banyak puskesmas yang tidak mempunyai dokter

umum. Akibatnya, banyak puskesmas, terutama

di daerah terpencil yang hanya dilayani oleh

perawat atau tenaga kesehatan lainnya.

Susenas 2004 menunjukkan bahwa masih banyak

penduduk (29,8 persen) yang harus menunggu

setengah hingga satu jam untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan rawat jalan. Sebagian

masyarakat (8,1 persen) menyatakan kurang

atau tidak puas dengan pelayanan kesehatan

dan 33,21 persen menyatakan cukup puas.

6) Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil

yang Dicapai

Untuk mengatasi berbagai permasalahan

kesehatan, kebijakan umum pembangunan

kesehatan diarahkan pada

1. peningkatan upaya pemeliharaan,

pelindungan, dan peningkatan derajat

kesehatan dan status gizi terutama bagi

penduduk miskin dan kelompok rentan;

2. peningkatan upaya pencegahan dan

penyembuhan penyakit baik menular maupun

tidak menular;

3. peningkatan kualitas, keterjangkauan,

dan pemerataan pelayanan kesehatan di

fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan

rujukan terutama bagi keluarga miskin,

kelompok rentan dan penduduk di daerah

terpencil, perbatasan, rawan bencana dan

konflik;

4. peningkatan kualitas dan kuantitas

tenaga kesehatan terutama untuk

pelayanan kesehatan di daerah terpencil,

tertinggal, dan perbatasan;

5. penjaminan mutu, keamanan dan khasiat

produk obat, kosmetik, produk komplemen,

dan produk pangan yang beredar, serta

mencegah masyarakat dari penyalahgunaan

obat keras, narkotika, psikotropika, zat

adiktif, dan bahan berbahaya lainnya;

dan

6. peningkatan promosi kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat dalam perilaku

hidup bersih dan sehat.

2.5.4 Terberantasnya penyakit menular

Penyakit menular (infeksius) bukan lagi

penyebab utama kematian, tetapi penyakit itu

menjadi alasan utama hari absen-absen disekolah

maupun kantor. Kesuksesan dalam mengurangi sifat

yang mengancam dari penyakit tersebut dengan cara

vaksinasi atau cara lain untuk menangani kasus

ini. Dengan pengecualian cacar, tidak satupun

penyakit tersebut yang dimusnahkan, walaupun

beberapa diantaranya harus dimusnahkan misalnya

campak. Lagipula, penyakit menular baru

bermunculan dan penyakit lama yang bangkit

kembali, terkadang dalam bentuk yang sudah kebal

terhadap obat, memperlihatkan penyakit menular

masih merupkan masalah kesehatan masyarakat yang

serius.

2.5.5 Tersedianya usaha kesehatan yang dibutuhkan

masyarakat

Kesadaran akan pentingnya kebersihan

lingkungan tentunya harus diimbangi dengan adanya

usaha kesehatan yang sesuai yang dibutuhkan

masyarakat. Keberadaan puskesmas, posyandu atau

pun klinik yang dapat dijangkau oleh semua lapisan

masyarakat tentunya diharapkan agar tujuan

kesehatan masyarakat dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

McKenzie, dkk. 2007. Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Soemirat, J.S.1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kurniawan, handri. 2013. Kesehatan masyarakat. (http://handri-kurniawan.blogspot.com/2013/04/makalah-kesehatan-masyarakat.html). Diakses pada tanggal 22 September 2014.

Linda,ayu.2012. masalah kesehatan masyarakat indonesia (http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/masalah-kesehatan-masyarakat-di-indonesia/ ). Diakses pada tanggal 22 September 2014.

Annonymous, 2012. Pengertian kesehatan. Oline. http://kuliah3.blogspot.com/2013/10/pengertian-kesehatan-itu-apa.html (diakses pada 2 oktober 2014)

Anonymous. 2012. Filosofi kesehatan masyarakat. Online http://iaridlo.wordpress.com/2012/10/30/filosofi-kesehatan-masyarakat-rethinking-public-health-part-1/ (diakses pada tanggal 2 oktober 2014)

http://dwisriastuti.blogspot.com/p/ruang-lingkup- kesehatan-masyarakat.html

http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/masalah- kesehatan-masyarakat-di-indonesia/

buku PENDIDIKAN DAN PERILAKU KESEHATAN : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo 2011

http://kebunhadi.blogspot.com/2012/11/konsep-dan-ruang-lingkup-administrasi.htmlhttp://husnhy.blogspot.com/2013/11/gizi-dalam-kesehatan-masyarakat.htmlhttp://belajarpsikologi.com/kesehatan-reproduksi-remaja/

http://fdwiyanto.blogspot.com/2011/10/masalah-mendasar-pelayanan-kesehatan-di.html

http://jhesenputra.blogspot.com/2013/11/makalah-biostatistik.html

NB : Kertas A4 Spasi 1,5

Margin 4-4-3-3 Jumlah halaman minimal 17 Minimal 2 pustaka bahasa asing