lingkungan dan kesehatan
Transcript of lingkungan dan kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kesehatan Masyarakat
2.1.1peradaban awal
Secara umum, tidak ada catatan mengenai
praktik kesehatan komunitas yang paling awal.
Mungkin praktik tersebut berupa pantangan untu
berdefekasi didalam wilayah permukiman suku atau
didekat air minum. Mungkin juga berupa ritual yang
berkaitan dengan pemakaman orang yang meninggal.
Tentu saja, penggunaan ramuan untuk pencegahan dan
pengobatan penyakit dan bantuan masyarakat saat
persalinan bayi merupakan praktik yang sudah ada
mendahului keberadaan teknologi.
2.1.2masyarakat kuno (sebelum 500 SM)
Temuan arkeologi dari lembah Indus di India
Utara, bertanggal sekitar 2000 SM, memberikan
bukti adanya kamar dan system drainase di dalam
rumah dan saluran pembuangan air yang terletak
lebih rendah dari permukaan jalan. System drainase
juga ditemukan diantara reruntuhan Kerajaan Mesir
Kuno pertengahan (2700-2000 SM). Orang-orang
Myceneans, yang tinggal di Crete pada 1600 SM
telah memiliki toilet, system pengontrolan, dan
saluran pembuangan air. Resep onat tertulis untuk
obat-obatan berhasil 2100 SM. Sampai akhir 1500 SM
sudah lebih dari 700 obat yang telah dikenal orang
Mesir.
Tulisan paling awal yanh berkaitan dengan
kesehatan masyarakat adalah Hukum Hammurabi (Code
of Hammurabi), raja terkenal dari Babiliona, yang
hidup 3900 tahun lalu. Hukum Hammurabi juga
membuat undang-undang yang berkaitan dengan
praktik dokter dan kesehatan. Bible’s of Book of
Leviticus, yang ditulis sekitar 1500 SM,
memberikan petunjuk mengenai kebersihan personal,
sanitasi perkemahan, desinfeksi sumur, isolasi
penderita lepra, pembuangan sampah dan hygiene
maternitas.
2.1.3budaya klasik (500 SM-500 M)
Ilmu pengetahuan dari orang Babiliona, Mesir,
Yahudi, dan suku lainnya di Mediterania timur
tercakup dalam filosofi kesehatan dan kedokteran.
Orang yunani juga aktif dalam menjalankan sanitasi
komunitas, mereka memasok sumur-sumur kota
setempat dnegan air yang diambil dari pegunungan.
Kemudian, orang Romawi mengembangkan teknologi
Yunani dengan membangun saluran air yang lebih
panjang, membangun system pembuangan air,
pembuangan sampah, pembersihan jalan dan
perbaikannya.
2.1.4abad pertengahan (500-1500 M)
Merupakan akhir dari kekaisaran romawi di
wilayah barat sampai tahun 1500 M dan disebut
“zaman kegelapan” karena banyak kepercayaan ritual
umat kristiani yang menyalahgunakan kekuatan
supranatural sebagai penyebab penyakit. Penyakit
epidemic yang paling mematikan adalah pes. Dengan
kata lain, era spiritual kesehatan masyarakat
(spiritual era of public health), dimana masa
selama ababd pertengahan saat penyebab penyakit
menular dikaitkan dengan dengan kekuatan spiritual.
2.1.5zaman renaissance dan penjajahan (1500-1700 M)
Dizaman ini muncullah pemikiran tentang
penyakit menular sejenis pes dikaenakan factor
lingkungan bukan factor spiritual, karena penyakit
pes menyerang orang yang suci dan orang pendosa.
Contoh, istilah malaria (yang berarti udara kotor)
merupakan sebutan khas untuk udara yang lembab dan
basah yang kerap menjadi sarang nyamuk yang
menularkan malaria. Observasi lebih lanjut
menemukan pengenalan gejala dan akibat suatu
penyakit. Observasi ini mengarah pada penyakit
batuk rejan, tifus,scarlet fever, malaria sebagai
penyakit khas yang berbeda. Epidemic penyakit
cacar, malaria, pes ditularkan oleh penjajah, awak
kapal kepada penduduk jajahanyan.
2.1.6abad kedeapan belas
Abad ini ditandai dengan perkembangan era
industry. Kondisi ini tidak kondusif untuk
kesehatan. Dan pada tahun 1796, Dr. Edward Jenner
berhasil memperagakan proses vaksinasi sebagai
perlindungan terhadap penyakit cacar. Untuk
mengatasi epidemic yang berkelanjutan dan banyak
masalah kesehatan lainnya, misalnya kebersihan dan
perlindungan tersediaan persedian air, dibentuklah
beberapa lembaga kesehatan pemerintah. Yakni
marine hospital service pada tahun 1798.
2.1.7abad kesembilan belas
Pada paruh waktu di abad ini terjadi kemajuan
luar biasa di bidang kesehatan. Karena metode
pertanian yang lebih baik menyebabakan perbaikan
gizi bagi banyak orang. Tapi, epedemi masih
berlanjut ikota besar Eropa dan Amerika. Tahun
1849, epidemic kolera menyerang London. Dr. John
Snow mempelajari epidemic ini dan mengajukan
hipotesis bahwa penyakit ini disebabkan oleh
konsumsi air dari pomo board street. Teori
tersebut disebut dengan “teori miasmas”, menut
teori ini uap dan bau tak sedap (miasmas) yang
keluar dari tanah merupakan sumber dari bahan
penyakit.
Era modern kesehatan masyarakat ditandai
dalam tahun 1850, tapi ada beberapa kendala pada
kembangan itu yaitu teori perkembangan spontan,
pemikiran ini menyatakan organisme hidup dapat
berkembang dari benda anorganik. Serupa dengan
teori ini adalah pemikiran bahwa satu jenis
mikroba dapat berubah menjadi organisme yang lain.
Periode bakteriologis kesehatan masyarakat
(bacteriological period of public health) pada periode 1875-
1900, yang selama itu banyak ditemukan penyebab
penyakit bacterial.
2.1.7abad kedua puluh
Saat dimulai abad ke-20, angka harapan hidup
masih kurang dari 50 ahun. Penyebaba kematian
adalah penyakit menular-influensa, pneumonia,
tuberkolosis, infeksi saluran pencernaan. Penyakit
menular lain yakni demam tifoif, malaria, difteri.
Jutaan anaka mengalami difensiai vitamin yang
berjalan lambat yang ditandai dengan gejala diare
tidak menular, gejala pellagra dan rakitis.
Defisinsi vitamin adalah salah satu pemicunya,
kesehatan gigi yang buruk. Tidak tersediaan
layanan prenatal dan pascanatal menyebabkan
kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan
kelahiran.
2.1.8periode perkembangan sumber daya kesehatan (1900-
1960)
Pada tahun-tahun ini, ditandai dengan
pesatnya pertumbuhan fasilitas dan penyelenggaraan
layanan kesehatan. Fase reformasi kesehatan
masyarakat (reform phase of public health) periode tahun
1900-1920, ditandai dengan adanya pergerakan
social untuk meningkatkan kondisi kesehatan
masyarakat di kota dan di tempat kerja.
2.1.9periode rekayasa social (1960-1973)
Pada tahun 1960-an menandai awal suatu
periode dengan pemerintah federal yang mulai aktif
dalam menangani masalah kesehatan. Pada tahun
1935, kongres mengsahkan Medicare dan Medicaid bills.
Medicare membantu dalam asuransi kesehatan dari
pemerintah untuk lansia daan penyandang cacat.
Medicaid asuransi kesehatan dari pemerintah untuk
kaum miskin.
2.1.11 periode promosi kesehatan (1974-sekarang)
sebagian besar akademisi, pembuat keputusan
dan praktisi dalam bidang promosi kesehatan
memilih tahun 1974 sebagai titik balik yang
menandai dimulainya promosi kesehatan sebagai
komponen penting dalam kebijakan kesehatan
nasional di adab-20. Health people tahun 2010
merupakan kumpulan dari ketiga tujuan khusus
kesehatan pemerintah AS yang menetapkan agenda
kesehatan Nasional dan memandu kebijakan
ksehatannya (McKenzie, 2007).
2.1.11 Berikut sejarah perkembangan Kesehatan
masyarakat di Indonesia (Notoatmodjo, 2003)
Abad Ke-16, Pemerintahan Belanda mengadakan
upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat
ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga
berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah
Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya
kesehatan masyarakat. Tahun 1807, Pemerintahan
Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun
bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan
dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi
pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama,
karena langkanya tenaga pelatih. Tahun 1888,
Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung,
yang kemudian berkembang pada tahun-tahun
berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan
Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang
pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra,
cacar, gizi dan sanitasi. Tahun 1925, Hydrich,
seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda
mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan
propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di
Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka
kematian dan kesakitan.
Tahun 1927, STOVIA (sekolah untuk pendidikan
dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran
dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947
berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut
punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga
(dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan
masyarakat Indonesia. Tahun 1930, Pendaftaran
dukun bayi sebagai penolong dan perawatan
persalinan. Tahun 1935, Dilakukan program
pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan
penyemprotan DDT dan vaksinasi massal. Tahun 1951,
Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan)
oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian
dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek
kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan.
konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini
bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan
sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan
kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-
unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan
Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai
dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian
disebut Puskesmas. Tahun 1952, Pelatihan intensif
dukun bayi dilaksanakan. Tahun 1956, Dr.Y.Sulianti
mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek
percontohan/model pelayanan bagi pengembangan
kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah
model keterpaduan antara pelayanan kesehatan
pedesaan dan pelayanan medis. Tahun 1967, Seminar
membahas dan merumuskan program kesehatan
masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat
Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah
disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari
Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.
Tahun 1968, Rapat Kerja Kesehatan Nasional,
dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem
pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian
dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi
Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan
preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah
dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau
sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten. Tahun
1969, Sistem Puskesmas disepakati dua saja, yaitu
tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola
paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal
dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan
Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah
Kabupaten di tiap Propinsi. Tahun 1979, Tidak
dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada
satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang
dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat
baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya
Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial
yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan,
dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian
kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
Tahun 1984, Dikembangkan program paket
terpadu kesehatan dan keluarga berencana di
Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare,
Immunisasi). Awal tahun 1990-an, Puskesmas
menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran
serta masyarakat, selain memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di
wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok
(Annonymous,2012).
2.2 Definisi kesehatan masyarakat
Kata health berasal dari hal, yang berarti
“hale, sound, whole” (kuat, baik, utuh). Hal itu berkaitan
dengan kesehatan manusia. Kesehatan adalah kondisi
fisik, mental dan social bukan saja tidak terdapatnya
penyakit dan kelemahan fisik dan mental. Namun, kata
tersebut mengambil pendekatan yang lebih holistic;
Hanhn dan Payne menjelaskan kesehatan masyarakat dalam
bentuk enam dimensi
yang interaktif dan
dinamis, yakni
dimensi fisik,
emosional, social,
intelektual,
spiritual, dan
dimensi okupasional
(MkKenzie, 2007).
http://
Dimensi fisik, merupakan kesehatan fisik berfokus pada
tubuh: seberapa baik tubuh itu berfungsi dan seberapa
baik Anda merawatnya. Kesehatan fisik optimal meliputi
aktif secara fisik, makan bergizi, dan mendapatkan
tidur yang cukup, membuat putusan yang bijaksana
mengenai seks, minuman keras, dan obat-obatan
terlarang, dan mengambil langkah-langkah untuk
menghindari luka dan penyakit menular. Dimensi intelektual,
merupakan kesehatan intelektual ditandai dengan kemauan
untuk mengambil tantangan intelektual baru, suatu
keterbukaan terhadap ide-ide dan keterampilan-
keterampilan baru, suatu kemampuan untuk berpikir
secara kritis, dan suatu rasa humor dan ingin tahu.
Orang-orang yang memiliki kesehatan intelektual tingkat
tinggi tidak hanya mengenali masalah secara cepat,
melainkan juga mencari dan menciptakan solusi. Sifat-
sifat ini penting tidak hanya selama masa pendidikan
formal Anda, tetapi juga sepanjang hayat Anda. Dimensi
Psikologis, Kesehatan psikologis merupakan kategori luas
yang meliputi otonomi, penerimaan-diri, dan kemampuan
untuk menanggapi dengan tepat lingkungan kita. Kategori
ini juga mencakup kemampuan untuk mempertahankan
hubungan yang sehat dengan orang lain dan untuk
mengejar tujuan-tujuan yang bermakna. Akhirnya, orang-
orang yang sehat-psikologis itu merasa bahwa mereka
senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai individu.
Dimensi Spiritual, Terkait erat dengan kesehatan
psikologis ialah kesehatan spiritual, yang dipengaruhi
oleh kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai yang kita
anut dan cara-cara pengungkapan kita--contohnya dalam
kegiatan kemanusiaan, ibadah keagamaan, atau pun upaya
untuk menjaga kelestarian alam. Kesehatan spiritual itu
berkontribusi terhadap rasa makna hidup dan dapat
menjadi sumber dukungan ketika kita menghadapi
tantangan-tantangan. Dimensi Sosial, Kesehatan sosial
memaparkan kualitas interaksi dan hubungan kita dengan
orang-orang lain. Seberapa memuaskankah hubungan Anda
dengan keluarga, teman, dosen, dan orang-orang lain di
kehidupan Anda? Bagaimana perasaan Anda mengenai
kemampuan Anda untuk memenuhi peran sosial, misalnya
sebagai teman atau pun selaku sukarelawan di lingkungan
tempat tinggal Anda? Kesehatan sosial yang baik itu
juga ditandai dengan kemampuan untuk saling menyediakan
dan menerima dukungan dengan orang lain. Dimensi
lingkungan, kesehatan environmental memaparkan mutu
lingkungan rumah, pekerjaan, sekolah, dan sosial kita--
sebagaimana kesehatan planet kita. Kualitas udara,
ketersediaan air bersih dan makanan bergizi, tingkat
kejahatan, cuaca, polusi, dan keterlindungan terhadap
zat-zat kimia merupakan beberapa gelintir saja dari
variabel-variabel yang mempengaruhi kesehatan
environmental. Dimensi pekerjaan, kesehatan okupasional
memaparkan mutu hubungan Anda dengan pekerjaan Anda.
Pekerjaan itu bukan hanya yang mendapatkan bayaran.
"Pekerjaan" Anda bisa terdiri dari studi Anda, menjadi
ibu rumah tangga, atau apa pun yang Anda anggap
pekerjaan utama Anda. Apakah pekerjaan Anda ini terasa
memuaskan? Apakah Anda memiliki peluang untuk maju dan
belajar? Apakah Anda merasa dihargai oleh rekan kerja
Anda? Tantangan terhadap kesehatan okupasional itu
mencakup stres, kurangnya kepuasan kerja, hubungan yang
buruk dengan rekan kerja, kompensasi yang tidak
memadai, dan PHK mendadak (anonymous, 2013).
Jadi kesehatan adalah suatu kondisi atau keadaan
dinamis yang sifatnya multidimensional dan merupakan
hasil dari adaptasi seseorang terhadap lingkungannya;
kesehatan merupakan sumber bagi kehidupan da nada dalam
berbagai tingkatan. kesehatan masyarakat merupakan
status kesehatan sekelompok orang tertentu berikut
tindakan dan kondisi dari pihak pemerintah untuk
meningkatkan, melindungi, dan mempertahankan kesehatan
mereka (MkKenzie, 2007). Rangkaian Sakit-Bugar, Pada
tahun 1975, pelopor kebugaran John W. Travis, M.D.,
menerbitkan sebuah buku tentang rangkaian sakit-bugar
(the illness-wellness continuum). Ia memandang rangkaian itu
dengan dua ujung ekstrem: mati dini pada satu ujung dan
bugar tingkat-tinggi pada ujung lain. (Lihat gambar di
bawah ini.)
Hampir semua dari kita berada di antara keduanya,
beralih antara keadaan merasa sakit, "netral", dan
sehat walafiat. Arah umum Anda pada rangkaian tersebut
(entah menuju kebugaran optimal, entah menuju kematian
dini) itu lebih penting daripada posisi Anda pada waktu
kapan saja. Anda mungkin masuk-angin, misalnya, dan
terutama merasa tidak sehat--namun kalau Anda merawat
diri dan bersikap positif, maka arah umum Anda akan
menuju kebugaran yang lebih besar. Begitu pula, Anda
mungkin menganggap diri sehat--namun kalau Anda berada
di bawah tekanan, makan asal-asalan, dan minum minuman
keras berlebihan, maka arah umum Anda pada rangkaian
tersebut akan menuju berkurangnya kebugaran.
http://
2.3 Peran serta masyarakat dan filosofi kesehatan
2.3.1 peran serta masyarakat
Peran serta masyarakat dalam kesehatan di
atur dalam undang undang, yakni sebgai berikut:
PERAN SERTA MASYARAKAT (PSM) (D.A. Setyawan,
2008) adalah proses dimana individu, keluarga dan
lembaga masyarakat termasuk swasta:
1. Mengambil tanggung jawab atas kesehatan diri,
keluarga, dan masyarakat
Pasal 71
(1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan serta dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan beserta sumber dayanya.
(2) Pemerintah membina, mendorong, dan
menggerakkan swadaya masyarakat yang bergerak
di bidang kesehatan agar cepat lebih
berdayaguna dan berhasilguna.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
peran serta masyarakat di bidang kesehatan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerimah.
Pasal 72
(1) Peran serta masyarakat untuk memberikan
pertimbangan dalam ikut menentukan
kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan
UNDANG-UNDANG KESEHATANBAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
2. Mengembangkan kemampuan untuk menyehatkan
diri, keluarga, dan masyarakat
3. Menjadi pelaku perintis kesehatan dan
pemimpin yang menggerakkan kegiatan
masyarakat di bidang kesehatan berdasarkan
atas kemandirian dan kebersamaan.
2.3.2 filosofi kesehatan
Dasar filosofis kesehatan masyarakat
berdasarkan alur pemikiran filosofi memotong ranah
kesehatan masyarakat dari keseluruhan alam
ontologi, epistemologi, dan etika karena pijakan
dasar berfikir adalah bagaimana memahami dan
berusaha mengerti akan kesehatan masyarakat itu
sendiri. garis tebal dari dasar filosofis
kesehatan masyarakat adalah mengenai keseimbangan
antara kepentingan masyarakat, populasi dan
individu. kepentingan-kepentingan itu muncul dan
bermuara pada satu hal yaitu pencegahan penyakit
dan promosi kesehatan.metode ilmiah, analisis dan
sintesis memainkan peran kunci dalam filosofi
kesehatan masyarakat. kesehatan masyarakat
bergantung pada kekuatan kreatif seorang praktisi
kesehatan masyarakat, penemuan ilmiah dan
akumulasi pengetahuan yang secara obyektif
bertumpu pada peristiwa probabilistik.
Dalam perluasan berfikir maka filosofi
kesehatan masyarakat juga menggabungkan nilai dan
tradisi masyarakat yang relevan dan memberikan
landasaran intelektual untuk tindakan yang
terorganisir yang meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat itu sendiri. meskipun memiliki entitas
yang unik, filosofi kesehatan masyarakat terkait
erat dengan filsafat politik, ekonomi, sejarah,
dan hokum dan beberapa filosofi lainnya
(Anonymous,2012).
2.4 Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat
1. Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari
pola kesehatan dan penyakit serta fakor yang
terkait di tingkat populasi. Ini adalah model
corestone penelitian kesehatan masyarakat, dan
membantu menginformasikan kedokteran berbasis
bukti (eveidence based medicine) untuk
mengidentifikasikan faktor risiko penyakit serta
menentukan pendekatan penanganan yang optimal
untuk praktik klinik dan untuk kedokteran
preventif. Menurut Dr. Anton Muhibuddin
(Universitas Brawijaya), saat ini epidemiologi
telah berkembang pesat baik pendalaman ilmunya
maupun perluasan ilmunya. Perluasan ilmu
epidemiologi saat ini juga mencakup epidemiologi
bidang pertanian agrokompleks (termasuk perikanan,
perkebunan, prikanan) dan mikrobiologi. Perluasan
tersebut dirasa perlu karena manfaat epidemiolgi
sangat nyata dirasakan dalam bidang-bidang ilmu
tersebut. Pendalaman epidemiologi diantaranya
meliputi peramalan berbasis komputer dan
pengelolaan agroekosistem.
Epidemiologi menggunakan beragam alat-alat
ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai
sosiologi dan antropologi. Banyak penyakit
mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga
pemahaman tentang bagaimana penduduk bergerak
mengikuti musim sangat penting untuk memahami
penyebaran penyakit tertentu pada populasi
tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada
masalah penyebaran penyakit, tetapi juga dengan
cara penanggulangannya.
2. Biostatistik
Biostatistik adalah data atau informasi yang
berkaitan dengan masalah kesehatan.Statistik
kesehatan sangat bermanfaat untuk kepentingan
administratif, seperti merencanakan program
pelayanan kesehatan, menentukan
alternatif penyelesaian masalah kesehatan, dan
melakukan analisis tentang berbagai penyakit
selama periode waktu tertentu. Statistik kesehatan
dikenal dengan istilah “biostatistik”.
Biostatistik terdiri dari dua kata dasar yaitu bio
dan statistik. Bio berarti hidup, sedangkan
statistik adalah kumpulan angka-angka. Sehingga
secara harfiah biostatistik adalah kumpulan angka-
angka tentang kehidupan.
3. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan Lingkungan menurut WHO adalah
“Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan
sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg
bebas dari penyakit dan kecacatan.”. Sementara
pengertian Lingkungan Menurut A.L. Slamet Riyadi
(1976) adalah ”Tempat pemukiman dengan segala
sesuatunya dimana organismenya hidup beserta
segala keadaan dan kondisi yang secara langsung
maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat
kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan
derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di
samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan
kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan
memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya
masalah kesehatan masyarakat.
1) Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah :
a. Menurut WHO
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian
pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah
oleh ekskreta
manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang
berhubungan dengan
keadaanepidemi/wabah, bencana alam dan
perpindahan
penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
menjamin
lingkungan.
b. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan
(Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan
lingkungan sebagai berikut :
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal
Pasca bencana.
4. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku
Pendidikan kesehatan itu penting untuk
menunjang program-program kesehatan yang lain.
Akan tetapi program-program pelayanan kesehatan
kurang melibatkan pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi
masyarakat dan yang mudah dilihat atau diukur,
karena pendidikan merupakan behavioral investmen
jangka panjang.
Pengetahuankesehatan akan berpengaruh kepada
perilaku sebagai hasil jangka menengah dari
pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku
kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya
indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran
pendidikan kesehatan.
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat
dilihat dari berbagai dimensi antara lain dimensi
sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan,
dan dimensi tempat pelayanan kesehatan. Dari
dimensi sasarannya dapat, dapatdikelompokkan
menjadi 3 yaitu:
1. Pendidikan kesehatan individual, dengan
sasaran individu
2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran
kelompok
3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan
sasaran masyarakat luas.
Dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan
dapat berlangsung diberbagai tempat, dengan
sendirinya sasarannya berbeda pula. Dimensi
tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan
dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat
pencegahan:
1. Promosi kesehatan, diperlukan misalnya dalam
peningkatan gizi.
2. Perlindungan khusus, misalnya program
imunisasi.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera
4. Pembatasan cacat
5. Rehabilitasi, untuk memulihkan kecacatan dari
suatu penyakit tertentu.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu
respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Perilaku kesehatan itu mencakup:
(1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan
penyakit. Tingkat pencegahan penyakit:
Perilaku peningkatan pemeliharaan
kesehatan
Perilaku pencegahan penyakit
Perilaku sehubungan dengan
pencarian pengobatan
Perilaku pemulihan kesehatan
(2) Perilaku terhadap sistem pelayanan
kesehatan.
(3) Perilaku terhadap makanan
(4) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
Perubahan-perubahan perilaku dalam
diriseseorang dapat diketahui melalui persepsi.
Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan
melalui panca indera. Belajar adalah suatu
perubahan perilakku yang didasari oleh perilaku
terdahulu.
Faktor intern mencakup pengetahuan,
kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan
sebagainya yang berfungsi untuk mangolah
rangsangan dari luar. Sedangan faktor ekstern
meiputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-
fisik seperti iklim, manusia, sosial-ekonomi,
kebudayaan, dan sebagainya.
5. Administrasi Kesehatan Masyarakat
Jika dikaji secara mendalam batasan
administrasi kesehatan sebagaimana yang telah
dirumuskan oleh Kornisi Pendidikan Administrasi
Kesehatan Amerika Serikat tahun 1974, segera
terlihat bahwa ruang lingkup administrasi
kesehatan mencakup bidang yang amat luas, yang
jika disederhanakan dapat dibedakan atas dua macam
yakni:
1) Kegiatan Administrasi
Telah disebutkan bahwa melaksanakan
pekerjaan administrasi sama artinya dengan
melaksanakan sernua fungsi administrasi. Dengan
pengertian yang seperti ini menjadi jelas bahwa
kegiatan utama yang dilakukan pada administrasi
tidak lain adalah melaksanakan fungsi
administrasi itu sendiri, mulai dari fungsi
perencanan, pengorganisasian, pelaksanaan
sampai dengan fungsi pengawasan (Terry).
Karena kegiatan utama pada administrasi
adalah melaksanakan semua fungsi administrasi
maka jelas pula bahwa melaksanakan pekerjaan
administrasi tidak sama dengan melaksanakan
pekerjaan tata usaha. Pekerjaan administrasi
bukan sekedar mengetik, mengagenda dan ataupun
menyimpan arsip surat menyurat (office
work) yang merupakan pekerjaan pokok seorang
tata usaha.
Seseorang yang mengerjakan pekerjaan
administrasi berarti adalah seorang
administrator atau manajer, karena dalarn
mengerjakan administrasi, ia melakukan
perencanaan, pelaksanaan, penilaian untuk
kemudian perencanaan berikutnya.
2) Objek dan Subjek Administrasi
Telah disebutkan bahwa objek clan sgbjek
administrasi kesehatan adalah sistem kesehatan.
Ini berarti untuk dapat menyelenggarakan
administrasi kesehatan perlu dipahami dahulu
apa yang dimaksud dengan sistem kesehatan.
Pengertian tentang sistem kesehatan banyak
macamnya. Menjabarkan batasan sebagaimana yang
dirumuskan oleh WHO (1984), yang dimaksud
dengan sistem kesehatan adalah suatu kumpulan
dari berbagai faktor yang komplek clan saling
berhubungan yang terdapat pada suatu negara
clan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
clan tuntutan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok serta masyarakat pada setiap saat yang
dibutuhkan.
Sistem kesehatan itu sendiri mencakup hal
yang amat luas. Jika disederhanakan dapat
dibedakan atas dua subsistem. Pertama,
subsistem pelayanan kesehatan. Kedua, subsistem
pembiayaan kesehatan. Untuk dapat
terselenggaranya upaya kesehatan yang baik,
kedua subsistem ini perlu ditata clan dikelola
dengan sebaik baiknya.
6. Gizi Masyarakat
Kajian selanjutnya dari ruang lingkup
Kesehatan Masyarakat adalah Gizi. Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia tidak lepas dari makanan dan
minuman. Agar asupan makanan tersebut bermanfaat
untuk kelangsungan fungsi-fungsi tubuh, tentu haru
mengandung zat-zat yang baik atau disebut GIZI.
Disiplin ilmu yang mempelajari masalah asupan
makanan tersebut dalam kesehatan masyarakat
disebut ilmu Gizi dengan lingkup utamanya jelas
gizi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Beberapa pengertian tentang konsep dasar ilmu gizi
ini sangat sederhana, diantaranya:
Adapun ruang lingkup ilmu gizi keshatan masyarakat
adalah sebagai berikut:
Nutrition. Hubungan gizi dan kesehatan, daur
hidup, komposisi tubuh, zat-zat gizi (sumber &
RDA), konsep penyusunan menu dan biokimia gizi.
Nutrition PRACTICE. Mengidentifikasi zat gizi dalam
makanan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Gizi Masyarakat (Community Nutrition).
Mengidentifikasi berbagai masalah gizi di
masyarakat dan faktor penyebab masalah gizi
serta mengatasinya.
Ekologi Pangan dan Gizi (Food and Nutrition Ecology).
Mengidentifikasi dan menjelaskan keterkaitan
antara masalah gizi dengan lingkungan fisik,
biologi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
Pengawasan dan keamanan Pangan (Food safety
inspection). Mengidentifikasi ketidak-amanan
pangan dan faktor-faktor penyebabnya,
mengklasifikasikan tingkat ketidak-amanan
pangan, serta menerapkan prinsip pengawasan
pangan/ makanan.
Ketahanan Pangan (Food security). Mengidentifikasi
masalah yang terkait dengan ketersediaan pangan
(produksi, distribusi, konsumsi), serta
menetapkan kriteria kerawanan pangan.
Peniliaian Status Gizi (Nutrition Assessement).
Melakukan penilaian status gizi per individu
dan atau masyarakat dengan berbagai metode,
sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan
konseling gizi.
Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Program
Gizi (Planning, Implementation and Evaluation
of Nutrition Program)
Gizi Institusi (Nutrition in Institution). Merencanakan
dan menatalaksana-kan gizi dan makanan di
institusi (Rumah Sakit, panti sosial, hotel,
perusahaan, catering, dan lain-lain)
Epidemiologi Gizi dan Surveilans (Epidemiology
and Surveillance of Nutrition)
Dietetik Masyarakat (Community
Dietetic). Merencanakan/menyusun diet untuk
tindakan pencegahan, pemeliharaan maupun
perawatan/pengobatan, serta memberikan
penyuluhan gizi.
Gizi Daur Hidup (Life Cycle Nutrition). Menghitung
kebutuhan/kecukupan zat gizi untuk berbagai
kelompok umur, jenis kelamin, kondisi
fisiologis dan kegiatan, pertumbuhan dan
perkembangan manusia dari janin, bayi sampai
dengan lanjut usia (lansia).
Teknologi Pangan dan Gizi (Food and Nutrition
Technology)
Komunikasi, informasi, edukasi dan koNseling
Gizi (communication, information, education and
conseling OF Nutrition)
CURRENTS ISSUE IN Nutrition. Mengidentifikasi,
menganalisis dan merumuskan serta
mempresentasikan masalah gizi kesehatan
masyarakat yang bersumber dari jurnal dan isu-
isu terkini yang ada dalam masyarakat.
Masalah Gizi masyarakat bukan menyangkut
aspek kesehatan saja, aspek lain seperti
ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
sebagainya juga saling terkait. Jadi setidaknya
yang perlu dikaji dan diperhatikan adalah
hubungan antara ilmu gizi dasar manusia dan
kesehatan masyarakat agar dapat tercapai
produktivitas. Di dalamnya tercakup konsep-
konsep mengenai usaha promotif dalam
mengembangkan konsep gizi seimbang (gizi makro
dan mikro) dan hidup sehat pada daur kehidupan
manusia. Ditekankan juga bagaimana menilai
status gizi dan mengetahui masalah gizi,
terutama kelompok golongan rawan gizi sebagai
upaya preventif, mengenal dan merencanakan
bermacam upaya gizi sebagai protektif agar
tetap produktif.
6. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah
bidang yang terkait
dengan kesehatan, keselamatan,
dan kesejahteraan manusia yang bekerja di
sebuah institusi maupun lokasi proyek. Tujuan
K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan
keselamatan lingkungan kerja.[1] K3 juga
melindungi rekan kerja, keluarga pekerja,
konsumen, dan orang lain yang juga mungkin
terpengaruh kondisi lingkungan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja cukup
penting bagi moral, legalitas, dan finansial.
Semua organisasi memiliki kewajiban untuk
memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang
terlibat tetap berada dalam kondisi aman
sepanjang waktu.[2] Praktek K3 (keselamatan
kesehatan kerja) meliputi pencegahan, pemberian
sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka
dan perawatan untuk pekerja dan
menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit.
K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik
keselamatan, teknik industri, kimia, fisika
kesehatan, psikologi organisasi dan
industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan
kerja.
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa
indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang
meliputi:
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang
yang berbahaya yang kurang diperhitungkan
keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak
pada tempatnya.
b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang
atau rusak.
2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa
pengaman yang baik Pengaturan penerangan.
7. Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan
kesehatan yang sempurna baik secara fisik,
mental, dan sosial dan bukan semata-mata
terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam
segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Sedangkan kesehatan reproduksi menurut WHO
adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial
yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan
dengan sistem reproduksi, fungsi serta
prosesnya.
Kesehatan reproduksi ini mencakup tentang
hal-hal sebagai berikut:
1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh
kehidupan seksual yang aman dan memuaskan
serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi.
2) Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau
seberapa banyak melakukannya.
3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh informasi serta memperoleh
aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau
baik secara ekonomi maupun kultural.
4) Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan
kesehatan yang memadai sehingga perempuan
mempunyai kesempatan untuk menjalani proses
kehamilan secara aman.
2.5 Masalah kesehatan masyarakat
2.5.1 Masalah perilaku
Perilaku kesehatan bila mengacu pada
penelitian Hendrik L. Blum di Amerika Serikat
memiliki urutan kedua faktor yang mempengaruhi
status kesehatan masyarakat setelah faktor
lingkungan. Di Indonesia diduga faktor perilaku
justru menjadi faktor utama masalah kesehatn
sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan
dan faktor kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin
terkait tingkat pendidikan yang mempengaruhi
pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat.
Terbentuknya perilaku diawali respon terhadap
stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan
terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan
respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap obyek
tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul
setelah respon pengetahuan dan sikap yang searah
(sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua
respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak
bertahan lama karena terbentuk tanda pemahaman
manfaat berperilaku tertentu.
Proses terbentuknya sebuah perilaku yang
diawali pengetahuan membutuhkan sumber pengetahuan
dan diperoleh dari pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada sasaran
sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu
masalah meningkat dengan harapan sasaran dapat
berperilaku sehat.Sikap setuju terhadap suatu
perilaku sehat dapat terbentuk bila pengetahuan
yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti
manfaat karena perilaku seseorang dilandasi motif.
Bila seseorang dapat menemukan manfaat dari
berperilaku sehat yang diharapkan oleh petugas
kesehatan maka terbentuklah sikap yang mendukung.
Perilaku sendiri menurut Lawrence Green
dilatarbelakangi 3 faktor pokok yaitu faktor
predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung
(enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing
factors). Oleh sebab tersebut maka perubahan
perilaku melalui pendidikan kesehatan perlu
melakukan intervensi terhadap ketiga faktor
tersebut di atas sehingga masyarakat memiliki
perilaku yang sesuai nilai-nilai kesehatan
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
2.5.2 Masalah kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh
positif terhadap terbentuknya derajat kesehatan
masyarakat yang optimum pula. Masalah kesehatan
lingkungan meliputi penyehatan lingkungan
pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan
limbah dan sampah serta pengelolaan tempat-tempat
umum dan pengolahan makanan.
1. Penyehatan lingkungan pemukiman
Lingkungan pemukiman secara khusus adalah
rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar
bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk
yang tidak diikuti pertambahan luas tanah
cenderung menimbulkan masalah kepadatan
populasi dan lingkungan tempat tinggal yang
menyebabkan berbagai penyakit serta masalah
kesehatan. Rumah sehat sebagai prasyarat
berperilaku sehat memiliki kriteria yang
sulit dapat dipenuhi akibat kepadatan
populasi yang tidak diimbangi ketersediaan
lahan perumahan. Kriteria tersebut antara
lain luas bangunan rumah minimal 2,5 m2 per
penghuni, fasilitas air bersih yang cukup,
pembuangan tinja, pembuangan sampah dan
limbah, fasilitas dapur dan ruang berkumpul
keluarga serta gudang dan kandang ternak
untuk rumah pedesaan. Tidak terpenuhi syarat
rumah sehat dapat menimbulkan masalah
kesehatan atau penyakit baik fisik, mental
maupun sosial yang mempengaruhi produktivitas
keluarga dan pada akhirnya mengarah pada
kemiskinan dan masalah sosial.
2. Penyediaan air bersih
Kebutuhan air bersih terutama meliputi air
minum, mandi, memasak dan mencuci. Air minum
yang dikonsumsi harus memenuhi syarat minimal
sebagai air yang dikonsumsi. Syarat air minum
yang sehat antara lain syarat fisik, syarat
bakteriologis dan syarat kimia. Air minum
sehat memiliki karakteristik tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa, suhu di bawah
suhu udara sekitar (syarat fisik), bebas dari
bakteri patogen (syarat bakteriologis) dan
mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang
dipersyaratkan (syarat kimia). Di Indonesia
sumber-sumber air minum dapat dari air hujan,
air sungai, air danau, mata air, air sumur
dangkal dan air sumur dalam. Sumber-sumber
air tersebut memiliki karakteristik masing-
masing yang membutuhkan pengolahan sederhana
sampai modern agar layak diminum. Tidak
terpenuhi kebutuhan air bersih dapat
menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit
seperti infeksi kulit, infeksi usus, penyakit
gigi dan mulut dan lain-lain.
3.Pengelolaan limbah dan sampah
Limbah merupakan hasil buangan baik
manusia (kotoran), rumah tangga, industri atau
tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan
bahan atau benda padat yang dibuang karena
sudah tidak digunakan dalam kegiatan manusia.
Pengelolaan limbah dan sampah yang tidak
tepat akan menimbulkan polusi terhadap
kesehatan lingkungan. Pengolahan kotoran
manusia membutuhkan tempat yang memenuhi
syarat agar tidak menimbulkan kontaminasi
terhadap air dan tanah serta menimbulkan
polusi bau dan mengganggu estetika. Tempat
pembuangan dan pengolahan limbah kotoran
manusia berupa jamban dan septic tank harus
memenuhi syarat kesehatan karena beberapa
penyakit disebarkan melalui perantaraan
kotoran.
Pengelolaan sampah meliputi sampah
organik, anorganik serta bahan berbahaya,
memiliki 2 tahap pengelolaan yaitu pengumpulan
dan pengangkutan sampah serta pemusnahan dan
pengolahan sampah. Pengelolaan limbah
ditujukan untuk menghindarkan pencemaran air
dan tanah sehingga pengolahan limbah harus
menghasilkan limbah yang tidah berbahaya.
Syarat pengolahan limbah cair meliputi syarat
fisik, bakteriologis dan kimia. Pengolahan air
limbah dilakukan secara sederhana dan modern.
Secara sederhana pengolahan air limbah dapat
dilakukan dengan pengenceran (dilusi), kolam
oksidasi dan irigasi, sedangkan secara modern
menggunakan Sarana atau Instalasi Pengolahan
Air Limbah (SPAL/IPAL).
4. Pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahanmakanan
Pengelolaan tempat-tempat umum meliputi
tempat ibadah, sekolah, pasar dan lain-lain
sedangkan pengolahan makanan meliputi tempat
pengolahan makanan (pabrik atau industri
makanan) dan tempat penjualan makanan (toko,
warung makan, kantin, restoran, cafe, dll).
Kegiatan berupa pemeriksaan syarat bangunan,
ketersediaan air bersih serta pengolahan
limbah dan sampah.
2.5.3 Masalah pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan
merupakan hak dasar masyarakat
yang harus dipenuhi dalam
pembangunan kesehatan. Hal
tersebut harus dipandang
sebagai suatu investasi untuk
peningkatan kualitas sumber
daya manusia dan mendukung
pembangunan ekonomi, serta
memiliki peran penting dalam
upaya penanggulangan
kemiskinan.
Berbagai permasalahan penting dalam pelayanan
kesehatan antara lain disparitas status kesehatan;
beban ganda penyakit; kualitas, pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan
masyarakat di bidang obat dan makanan; serta
perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah
penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah
peningkatan akses penduduk miskin terhadap
pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi
buruk, penanggulangan wabah penyakit menular,
pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan
pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan.
Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah
peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk
miskin melalui pelayanan kesehatan gratis;
peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit
menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan
kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan
kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan
kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu,
keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan
kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Sebagai tindak lanjut, pembangunan kesehatan
diarahkan untuk meningkatkan pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan; meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan; meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat; meningkatkan
upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit;
meningkatkan keadaan gizi masyarakat; dan
meningkatkan penanganan masalah kesehatan di
daerah bencana.
A. Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan utama pelayanan kesehatan
saat ini antara lain adalah masih tingginya
disparitas status kesehatan antar tingkat
sosial ekonomi, antar kawasan, dan antara
perkotaan dengan perdesaan. Secara umum status
kesehatan penduduk dengan tingkat sosial
ekonomi tinggi, di kawasan barat Indonesia, dan
di kawasan perkotaan, cenderung lebih baik.
Sebaliknya, status kesehatan penduduk dengan
sosial ekonomi rendah, di kawasan timur
Indonesia dan di daerah perdesaan masih
tertinggal.
Permasalahan penting lainnya yang dihadapi
adalah terjadinya beban ganda penyakit, yaitu
belum teratasinya penyakit menular yang
diderita oleh masyarakat seperti tuberkulosis
paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA),
malaria, dan diare, serta munculnya kembali
penyakit polio dan flu burung. Namun, pada
waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular seperti penyakit jantung
dan pembuluh darah, serta diabetes melitus dan
kanker.
Di sisi lain, kualitas, pemerataan, dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan juga masih
rendah. Kualitas pelayanan menjadi kendala
karena tenaga medis sangat terbatas dan
peralatan kurang memadai. Dari sisi jumlah,
rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk
yang harus dilayani masih rendah.
Keterjangkauan pelayanan terkait erat dengan
jumlah dan pemerataan fasilitas kesehatan. Pada
tahun 2002, untuk setiap 100.000 penduduk hanya
tersedia 3,5 Puskesmas. Itu pun sebagian
penduduk, terutama yang tinggal daerah
terpencil, tidak memanfaatkan Puskesmas karena
keterbatasan sarana transportasi dan kendala
geografis.
Pelindungan masyarakat di bidang obat dan
makanan masih rendah. Dalam era perdagangan
bebas, kondisi kesehatan masyarakat makin
rentan akibat meningkatnya kemungkinan konsumsi
obat dan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan. Ketersediaan,
mutu, keamanan obat, dan perbekalan kesehatan
masih belum optimal serta belum dapat dijangkau
dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu, obat
asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya
dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang
dimiliki sangat besar.
Perilaku masyarakat juga sering tidak
mendukung hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat
terlihat dari meluasnya kebiasaan merokok,
rendahnya pemberian air susu ibu (ASI)
eksklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan
gizi lebih pada balita, serta kecenderungan
meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS,
penderita penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, zat adiktif (Napza), dan kematian
akibat kecelakaan.
Selain permasalahan mendasar seperti itu,
dalam sepuluh bulan terakhir, paling tidak
terdapat lima isu penting di bidang kesehatan
yang perlu penanganan segera, yaitu penjaminan
akses penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan, penanganan masalah gizi buruk,
penanggulangan wabah penyakit menular,
pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan
pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga
kesehatan.
1) Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin
Secara nasional status kesehatan
masyarakat telah meningkat. Akan tetapi,
disparitas status kesehatan antara penduduk
mampu dan penduduk miskin masih cukup besar.
Berbagai data menunjukkan bahwa status
kesehatan penduduk miskin lebih rendah jika
dibandingkan dengan penduduk kaya. Hal ini
antara lain dapat dilihat dari tingginya
angka kematian bayi dan angka kematian balita
pada kelompok penduduk miskin. Menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002-2003, angka kematian bayi pada kelompok
termiskin adalah 61 berbanding 17 per 1.000
kelahiran hidup pada kelompok terkaya.
Demikian juga, angka kematian balita pada
penduduk termiskin (77 per 1.000 kelahiran
hidup) jauh lebih tinggi daripada angka
kematian balita pada penduduk terkaya (22 per
1.000 kelahiran hidup). Penyakit infeksi yang
merupakan penyebab kematian utama pada bayi
dan balita, seperti ISPA, diare, tetanus
neonatorum dan penyulit kelahiran, juga lebih
sering terjadi pada penduduk miskin.
Rendahnya status kesehatan penduduk
miskin terkait erat dengan terbatasnya akses
terhadap pelayanan kesehatan, baik karena
kendala geografis maupun kendala biaya (cost
barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan
bahwa kendala terbesar yang dihadapi penduduk
miskin untuk mendapatkan fasilitas pelayanan
kesehatan adalah ketiadaan uang (34 persen),
jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
terlalu jauh (18 persen), serta adanya
hambatan dengan sarana angkutan atau
transportasi (16 persen).
Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa
kendala biaya menjadi permasalahan yang cukup
serius, terutama bagi penduduk miskin, karena
selama ini sebagian besar (87,2 persen)
pembiayaan kesehatan bersumber dari
penghasilan penduduk sendiri. Pembiayaan yang
berasal dari jaminan pemeliharaan kesehatan
(kartu sehat yang dikeluarkan Pemerintah)
hanya sebesar 6,3 persen dan yang berasal
dari asuransi sebesar 5,2 persen. Artinya,
penduduk harus menanggung biaya yang besar
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal
ini tentu amat memberatkan bagi penduduk
miskin karena mereka harus mengeluarkan biaya
yang besar untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang layak.
2) Masalah Gizi Buruk
Masalah kesehatan yang menimbulkan
perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir
ini adalah masalah gizi kurang dan gizi
buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah
terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang
relatif tajam, mulai tahun 1999 penurunan
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada
balita relatif lamban dan cenderung tidak
berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi dengan
prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan
ada yang di atas 40 persen, yaitu di Provinsi
Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa
Tenggara Timur (NTT), dan Papua.
Kurang energi dan protein pada tingkat
parah atau lebih populer disebut busung
lapar, dapat menimbulkan permasalahan
kesehatan yang besar dan bahkan dapat
menyebabkan kematian pada anak. Menurut data
Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta
(27,5 persen) anak balita menderita gizi
kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di
antaranya menderita gizi buruk. Data
Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada
tahun 2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16
persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu
anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada
tahun 2005 dilaporkan adanya kasus gizi buruk
tingkat parah atau busung lapar di Provinsi
NTB dan NTT, serta beberapa provinsi lainnya.
Penderita kasus gizi buruk terbesar yang
dilaporkan terjadi di Provinsi NTB, yaitu
terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit
sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah
kasus di sembilan provinsi sampai Juni 2005
dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk
dan 49 di antaranya meninggal dunia.
Munculnya kejadian gizi buruk ini
merupakan “fenomena gunung es” yang
menunjukkan bahwa masalah gizi buruk yang
muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah
gizi buruk yang sebenarnya terjadi. Di
Provinsi NTB, misalnya, berdasarkan hasil
pencatatan dan pelaporan sejak Januari-Juni
2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus.
Namun, diperkirakan terdapat 2.200
balita marasmus kwashiorkor. Masalah busung
lapar terutama dialami oleh anak balita yang
berasal dari keluarga miskin.
Dua faktor penyebab utama terjadinya
gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari
dan terjadi dalam kurun waktu yang lama.
Penyebab kedua adalah terjadinya serangan
penyakit infeksi yang berulang. Kedua faktor
ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak
langsung, yaitu (1) ketersediaan pangan yang
rendah pada tingkat keluarga; (2) pola asuh
ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai;
dan (3) ketersediaan air bersih, sarana
sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan
dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung
tersebut merupakan konsekuensi dari pokok
masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya
pengangguran, tingginya kemiskinan, dan
kurangnya pangan.
3) Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular
Masalah kesehatan lainnya yang menjadi
keprihatinan masyarakat adalah terjadinya KLB
berbagai penyakit menular. Penyakit menular
yang diderita oleh masyarakat sebagian besar
adalah penyakit infeksi seperti tuberkulosis
paru yang saat ini menduduki urutan ke-3
terbanyak di dunia, infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), malaria, dan diare.
Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging
diseases (penyakit yang baru berkembang)
seperti HIV/AIDS dan Severe Acute Respiratory
Syndrom (SARS) dan re-emerging
diseases (penyakit yang sebelumnya mulai
menurun, tetapi meningkat kembali) seperti
demam berdarah dengue (DBD) dan TB paru.
Salah satu penyakit menular yang akhir-
akhir ini menonjol adalah munculnya kasus
polio di beberapa wilayah seperti Provinsi
Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Lampung, dan
DKI Jakarta. Polio merupakan penyakit menular
yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh
virus yang menyerang sistem syaraf dan bisa
menyebabkan kelumpuhan menetap atau kematian.
Satu dari 200 kasus infeksi virus akan
menyebabkan kelumpuhan, 5–10 persen pasien
meninggal dunia akibat kelumpuhan pada otot
pernapasan. Tidak ada obat untuk penyakit
polio. Penyakit ini hanya bisa dicegah dengan
imunisasi. Vaksin untuk imunisasi ini aman
dan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dinyatakan halal.
Sejak tahun 1995, kasus polio liar tidak
pernah ditemukan lagi di Indonesia. Akan
tetapi, Indonesia masih memiliki risiko
terhadap virus polio impor dan risiko
terhadap Vaccine Derived Polio Virus (VDPV)
di daerah cakupan imunisasi rendah. Virus
polio liar yang kembali muncul akhir-akhir
ini di Indonesia diperkirakan berasal dari
negara lain.
Kasus polio pertama dilaporkan pada
bulan April 2005 pada anak umur 20 bulan di
Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Setelah
dilakukan surveilans epidemiologi, kasus
polio juga ditemukan di Kabupaten Lebak, Jawa
Barat. Penularan kasus polio liar berkembang
sangat cepat dan hingga saat ini sudah
menyebar di lima provinsi yaitu Lampung,
Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI
Jakarta. Jumlah kasus positif yang dilaporkan
sampai 1 Agustus 2005 berjumlah 189 kasus
dengan 8 kasus di antaranya meninggal dunia.
Selain polio, penyakit menular yang
cukup menjadi perhatian adalah flu burung
(avian influenza). Penyakit ini dilaporkan
mulai menyerang ayam ternak di Provinsi Bali,
Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Kalimantan Barat pada tahun 2003 dan awal
tahun 2004. Pada awal Juli 2005, ditemukan 3
kasus korban jiwa manusia yang positif
menderita flu burung yang terjadi di
Tangerang, Banten. Selain dampak kesehatan,
kejadian ini juga mengakibatkan keresahan
masyarakat dan kerugian ekonomi yang cukup
besar, khususnya bagi peternak.
Berbagai emerging dan re-emerging
diseases, kasus polio, dan flu burung dapat
terjadi antara lain karena tingginya
mobilitas penduduk antarnegara. Dengan
demikian penularan penyakit antarnegara
(transnasional) ini dapat terjadi dengan
mudah, mengingat semakin mudahnya
transportasi manusia, hewan, dan lain-lain
antar negara.
Selain penyakit polio dan flu burung,
penyakit DBD, malaria, TB paru, dan HIV/AIDS
perlu pula mendapat penanganan yang memadai.
Sejak pertama kali ditemukan kasus DBD di
Indonesia, jumlah kasus dan daerah terjangkit
terus meningkat meskipun kasus kematian
akibat DBD dapat ditekan. Sementara itu,
meskipun angka kesakitan malaria cenderung
menurun, prevalensi malaria masih cukup
tinggi. Beberapa provinsi dengan angka
kesakitan malaria yang tinggi adalah Provinsi
Papua, Maluku, NTT, Sulawesi Tengah, dan
Bangka Belitung. Dalam hal jumlah kasus
penyakit TB paru, Indonesia menduduki
peringkat ke-3 terbesar di dunia, setelah
India dan Cina. Semua provinsi di Indonesia
sampai dengan bulan Juni 2005, telah
melaporkan penduduk yang terinfeksi HIV.
Jumlah kumulatif penderita AIDS di Indonesia
telah mencapai lebih dari 3.000 penderita.
4) Penanganan Masalah Kesehatan di Daerah
Bencana
Bencana alam gempa dan tsunami yang
terjadi di Aceh, Nias, Alor, dan Nabire telah
menimbulkan dampak yang besar di bidang
kesehatan. Banyak sekali korban yang
meninggal, hilang, dan luka-luka. Sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan banyak yang
hancur dan tidak berfungsi secara optimal,
seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas
pembantu, kantor dinas kesehatan, balai
laboratorium kesehatan (BLK), gudang farmasi,
gudang vaksin, politeknik kesehatan
(poltekes), dan kantor kesehatan pelabuhan.
Bencana tsunami di Aceh mengakibatkan
kerusakan pada 9 rumah sakit, 43 puskesmas,
59 puskesmas pembantu, 700 poliklinik desa,
dan 55 pusksemas keliling, dan sarana lain
seperti rumah sakit, laboratorium dan kantor
dinas kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan yang
meninggal atau hilang adalah 683 orang.
5) Masalah Tenaga Kesehatan
Indonesia saat ini mengalami kekurangan
pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang
diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per
100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 7,7
dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0 dokter
spesialis, dan 8,0 bidan. Untuk tenaga
kesehatan masyarakat, per 100.000 penduduk
baru dapat dilayani oleh 0,5 sarjana
kesehatan masyarakat, 1,7 apoteker, 6,6 ahli
gizi, 0,1 tenaga epidemiologi, dan 4,7 tenaga
sanitasi. Kondisi tenaga kesehatan pada tahun
2004 tidak jauh berbeda dengan itu karena
sistem pendidikan masih belum bisa
menghasilkan tenaga kesehatan dalam jumlah
yang mencukupi, serta sistem perekrutan dan
pola insentif bagi tenaga kesehatan kurang
optimal. Di samping itu, jumlah dan
penyebaran tenaga kesehatan masyarakat masih
belum memadai sehingga banyak puskesmas belum
memiliki dokter dan tenaga kesehatan
masyarakat. Keterbatasan ini diperburuk oleh
distribusi tenaga kesehatan yang tidak
merata. Misalnya, lebih dari dua pertiga
dokter spesialis berada di Jawa dan Bali.
Disparitas rasio dokter umum per 100.000
penduduk antarwilayah juga masih tinggi dan
berkisar dari 2,3 di Lampung hingga 28,0 di
DI Yogyakarta.
Kualitas tenaga kesehatan juga masih
perlu ditingkatkan. Saat ini, misalnya, masih
banyak puskesmas yang tidak mempunyai dokter
umum. Akibatnya, banyak puskesmas, terutama
di daerah terpencil yang hanya dilayani oleh
perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
Susenas 2004 menunjukkan bahwa masih banyak
penduduk (29,8 persen) yang harus menunggu
setengah hingga satu jam untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan rawat jalan. Sebagian
masyarakat (8,1 persen) menyatakan kurang
atau tidak puas dengan pelayanan kesehatan
dan 33,21 persen menyatakan cukup puas.
6) Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil
yang Dicapai
Untuk mengatasi berbagai permasalahan
kesehatan, kebijakan umum pembangunan
kesehatan diarahkan pada
1. peningkatan upaya pemeliharaan,
pelindungan, dan peningkatan derajat
kesehatan dan status gizi terutama bagi
penduduk miskin dan kelompok rentan;
2. peningkatan upaya pencegahan dan
penyembuhan penyakit baik menular maupun
tidak menular;
3. peningkatan kualitas, keterjangkauan,
dan pemerataan pelayanan kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan terutama bagi keluarga miskin,
kelompok rentan dan penduduk di daerah
terpencil, perbatasan, rawan bencana dan
konflik;
4. peningkatan kualitas dan kuantitas
tenaga kesehatan terutama untuk
pelayanan kesehatan di daerah terpencil,
tertinggal, dan perbatasan;
5. penjaminan mutu, keamanan dan khasiat
produk obat, kosmetik, produk komplemen,
dan produk pangan yang beredar, serta
mencegah masyarakat dari penyalahgunaan
obat keras, narkotika, psikotropika, zat
adiktif, dan bahan berbahaya lainnya;
dan
6. peningkatan promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat dalam perilaku
hidup bersih dan sehat.
2.5.4 Terberantasnya penyakit menular
Penyakit menular (infeksius) bukan lagi
penyebab utama kematian, tetapi penyakit itu
menjadi alasan utama hari absen-absen disekolah
maupun kantor. Kesuksesan dalam mengurangi sifat
yang mengancam dari penyakit tersebut dengan cara
vaksinasi atau cara lain untuk menangani kasus
ini. Dengan pengecualian cacar, tidak satupun
penyakit tersebut yang dimusnahkan, walaupun
beberapa diantaranya harus dimusnahkan misalnya
campak. Lagipula, penyakit menular baru
bermunculan dan penyakit lama yang bangkit
kembali, terkadang dalam bentuk yang sudah kebal
terhadap obat, memperlihatkan penyakit menular
masih merupkan masalah kesehatan masyarakat yang
serius.
2.5.5 Tersedianya usaha kesehatan yang dibutuhkan
masyarakat
Kesadaran akan pentingnya kebersihan
lingkungan tentunya harus diimbangi dengan adanya
usaha kesehatan yang sesuai yang dibutuhkan
masyarakat. Keberadaan puskesmas, posyandu atau
pun klinik yang dapat dijangkau oleh semua lapisan
masyarakat tentunya diharapkan agar tujuan
kesehatan masyarakat dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
McKenzie, dkk. 2007. Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Soemirat, J.S.1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kurniawan, handri. 2013. Kesehatan masyarakat. (http://handri-kurniawan.blogspot.com/2013/04/makalah-kesehatan-masyarakat.html). Diakses pada tanggal 22 September 2014.
Linda,ayu.2012. masalah kesehatan masyarakat indonesia (http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/masalah-kesehatan-masyarakat-di-indonesia/ ). Diakses pada tanggal 22 September 2014.
Annonymous, 2012. Pengertian kesehatan. Oline. http://kuliah3.blogspot.com/2013/10/pengertian-kesehatan-itu-apa.html (diakses pada 2 oktober 2014)
Anonymous. 2012. Filosofi kesehatan masyarakat. Online http://iaridlo.wordpress.com/2012/10/30/filosofi-kesehatan-masyarakat-rethinking-public-health-part-1/ (diakses pada tanggal 2 oktober 2014)
http://dwisriastuti.blogspot.com/p/ruang-lingkup- kesehatan-masyarakat.html
http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/masalah- kesehatan-masyarakat-di-indonesia/
buku PENDIDIKAN DAN PERILAKU KESEHATAN : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo 2011
http://kebunhadi.blogspot.com/2012/11/konsep-dan-ruang-lingkup-administrasi.htmlhttp://husnhy.blogspot.com/2013/11/gizi-dalam-kesehatan-masyarakat.htmlhttp://belajarpsikologi.com/kesehatan-reproduksi-remaja/
http://fdwiyanto.blogspot.com/2011/10/masalah-mendasar-pelayanan-kesehatan-di.html
http://jhesenputra.blogspot.com/2013/11/makalah-biostatistik.html
NB : Kertas A4 Spasi 1,5