PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS - OSF

34

Transcript of PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS - OSF

iii

Kepustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KTD) Drs. Murkilim, M.Ag, Ahmad Rivauzi, M.A., dan Muhammad Kosim, M.A.

Konsepsi dan Pemikiran Pendidikan Islam; Sebuah Bunga Rampai

Padang, CV Jasa Surya, Januari 2013

Ed. 1. Cet. 1,vii, 221hlm

2013, Murkilim, A. Rivauzi, M. Kosim EdisiPertama, Cetakan Ke-1 Disign Cover : Mardhiyati, A.Md Lay Out : Muhammad Kosim Penerbit : CV Jasa Surya Jl. Jati Adabiah Nomor 68 Padang Telp. (0751) 7879657 Fax. (0751) 25678 e-mail: [email protected] HakPenerbitanpada CV Jasa Surya

ISBN: 978-602-8860-18-5

HakCiptaDilindungiUndang-undang

All rights reserved

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin foto kopi, tanpa izin sah dari penerbit.

Rasulullah SAW Guru Profesional | 1

KEPRIBADIAN RASULULLAH SAW

SEBAGAI GURU PROFESIONAL

Oleh: Muhammad Kosim, MA

A. Pendahuluan

Nabi Muhammad SAW merupakan teladan (figur-central) bagi manusia hingga akhir zaman. Keteladanannya juga dikukuhkan dalam al-Qur’an dimana ia disebut sebagai uswatun hasanah,1 tidak hanya dipandang dari dimensi spiritual an sich, tetapi dapat ditinjau dari berbagai dimensi kehidupan; baik di bidang kepemimpinan, politik, ekonomi, strategi perang, dan sebagainya. Tegasnya Nabi Muhammad SAW merupakan model yang ideal bagi setiap umat yang beriman kepada Allah SWT.

Dalam konteks pendidikan Islam, Nabi Muhammad SAW adalah seorang pendidik yang ideal dan profesional. Meskipun kondisi masyarakat dari satu masa ke masa yang lain berbeda, akan tetapi beliau telah meletakkan dasar-dasar pendidikan Islam untuk dikembangkan dan diterapkan sesuai dengan tuntutan zaman. Terutama kepribadian Rasulullah SAW sebagai pendidik, sejatinya menjadi model utama bagi para pendidik kapan dan di mana pun. Tidak itu saja, kompetensi yang ia miliki pun tidak diragukan mengingat hasil yang telah dibuktikan dengan melakukan perubahan yang radikal terhadap tatanan kehidupan masyarakat yang sebelumnya dikenal dengan jahiliyah menjadi tatanan masyarakat yang madani, memiliki peradaban yang tinggi. Semua itu tidak terlepas dari profesionalisme Rasulullah SAW sebagai pendidik bagi sahabat-sahabatnya serta masyarakat di sekitarnya.

Isitilah profesional tentu tidak ditemukan dalam hadis Rasulullah SAW. Namun substansi dari profesionalisme yang diinginkan dalam kajian pendidikan modern, termasuk pendidikan nasional, juga mendapat perhatian yang amat besar dari Baginda Rasulullah SAW. Hal itu dapat dilihat dari sabdanya: ”jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.

Untuk merumuskan profesionalisme Rasulullah SAW sebagai pendidik, perlu dilakukan kajian terhadap hadis yang berkenaan dengan pendidikan, baik yang berhubungan dengan hadis berupa perkataan (hadis qauly) maupun perbuatan (hadis fi’ly). Analisis ini

2 | Muhammad Kosim, M.A.

perlu dilakukan mengingat pendidikan yang diterapkan pada masanya tidak ditemukan lembaga pendidikan formal (baca: sekolah) seperti yang disaksikan pada masa sekarang. Namun, bimbingan dan pembinaan yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap para sahabatnya sarat nilai (full values) dan tetap relevan untuk diterapkan dalam konteks kekinian dan kedisinian, termasuk di lembaga pendidikan formal, seperti sekolah yang telah ditata secara modern.

Tulisan ini akan membahas tentang kepribadian Rasulullah SAW sebagai guru profesional dalam perspektif hadis. Adapun persoalan yang ingin dijawab dalam makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan guru profesional? 2. Bagaimana kepribadian Rasulullah selaku guru profesional dalam

hadis? 3. Bagaimana karakteristik profesionalisme Rasulullah SAW sebagai

guru profesional dalam hadis? Adapun metode yang ditempuh dalam menyusun makalah ini

adalah metode deskriptif-analisis yang menggambarkan sosok pribadi Nabi SAW sebagi guru profesional melalui kajian yang bersifat analisis terhadap kitab-kitab hadis, seperti hadis Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Imam at-Tirmidzi, dan beberapa kitab hadis lainnya. Kemudian didukung pula oleh buku-buku yang relevan tentang hadis dan pendidikan.

Sedangkan pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan tematik dengan terlebih dahulu menentukan tema, lalu mengumpulkan hadis, membaca referensi yang terkait masalah, membuat kerangka, kemudian melakukan analisis dengan mengkomparasikan antara teori-teori yang ada. Setelah itu, dirumuskan dalam bentuk uraian sesuai dengan langkah-langkah sebelumnya lalu berakhir dengan kesimpulan sebagai jawaban atas masalah yang ada.

Diharapkan kajian ini mampu menjadi kontribusi pemikiran yang positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan Islam di Indonesia, yang berkaitan dengan komponen pendidik sebagai “penanggung jawab” pengembangan potensi peserta didik dan terwujudnya tujuan pendidikan.

B. Konsep Pendidik dalam Pendidikan Islam

Pendidik adalah orang yang mendidik. Dalam konteks pendidikan modern, terdapat beberapa istilah pendidik. Di Indonesia,

Rasulullah SAW Guru Profesional | 3

pendidik di tingkat pendidikan dasar dan menengah disebut guru, sedangkan pada perguruan tinggi disebut dengan dosen. Sementara di lembaga pendidikan tradisional, istilah pendidik juga beragam sesuai dengan kebiasaan di daerah setempat; lembaga pendidikan di tanah Jawa yang berupa pesantren dikenal sebutan Kiyai, di daerah Sumatera Barat yang berupa Surau dikenal sebutan Buya, dan sebagainya.

Dalam bahasa Arab, juga ditemukan beberapa istilah yang memiliki makna pendidik, yaitu ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib. Abuddin Nata mengemukakan bahwa kata ustadz jamaknya asātidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyiar. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instructor (pelatih), lecture (dosen). Sedangkan kata mu’allim yang juga berarti teacher (guru), instructor (pelatih), dan trainer (pemandu). Sementara kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau teacher in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur’an).

Adanya perbedaan dalam penggunaan istilah pendidik, juga berangkat dari penggunaan istilah pendidikan yang digunakan. Bagi orang yang berpendapat bahwa istilah yang tepat untuk menggunakan pendidikan adalah tarbiyah, maka seorang pendidik disebut murabbi, jika ta’līm yang dianggap lebih tepat, maka pendidiknya disebut mu’allim, dan jika ta’dīb yang dianggap lebih cocok untuk makna pendidikan, maka pendidik disebut dengan mu’addib.

Kata ”murabbi”, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknnya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak terpuji. Term mu’addib mengacu kepada guru yang memiliki sifat-sifat rabbany yaitu nama yang diberikan bagi orang-orang yang bijaksana dan terpelajar yang memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi serta mempunyai jiwa kasih sayng terhadap peserta didik. Sedangkan kata ”mu’allim” memberikan konsekuensi bahwa guru adalah seorang yang alim (ilmuan), menguasai ilmu pengetahuan, keratif dan memiliki komitmen dalam pengembangan ilmu. Dalam pengertian ini maka seorang guru harus kaya dengan ilmu dan aktivitas dan ia berusaha untuk memberikan pengetahuannya tersebut kepada peserta didiknya.2

4 | Muhammad Kosim, M.A.

Meskipun terdapat berbagai perbedaan istilah, yang jelasnya makna dasar dari masing-masing istilah tersebut terkandung di dalam konsep ”pendidik” dalam pendidikan Islam. Dengan demikian, ”pendidik” tidak hanya sebagai orang yang menyampaikan materi an sich kepada peserta didik (transfer of knowladge), tetapi lebih dari itu ia juga bertugas untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara optimal (tranformation of knowladge) serta menanamkan nilai (internalitation of values) yang berlandaskan kepada ajaran Islam. Tegasnya, seorang pendidik berperan besar dalam menumbuh-kembangkan berbagai potensi positif peserta didik secara optimal sehingga tujuan pendidikan Islam yang ideal dapat diraih.

Lebih jelas lagi, al-Qur’an mengisyaratkan Rasulullah SAW tidak hanya sebagai mu’allim, tetapi juga sebagai mutli dan muzakki (QS.

Al-Baqarah/2: 151).

Al-Qur’an juga memberikan informasi tentang siapa saja yang disebut pendidik. Menurut Abuddin Nata, setidaknya ada empat, yaitu: Pertama, Allah SWT sebagai pendidik bagi hamba-hamba dan sekalian makhluk-Nya (Qs. Al-’Alaq/96: 1-5 dan QS. Al-Fatihah/2: 2). Kedua, Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya telah menerima wahyu dari Allah kemudian bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya kepada seluruh manusia (Q.S. al-Baqarah/2: 151 dan an-Nisa’/4: 165). Ketiga, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga bagi anak-anaknya (QS. Bani Isra’il/17: 23 dan Luqman/31: 12). Keempat, orang lain, seperti Nabi Musa as. belajar kepada Nabi Khidir yang bertindak sebagai pendidik (Q.S. al-Kahfi/18: 60-82).3 Sementara Ramayulis menyebutkan pendidik yang keempat ini adalah guru sebagai pendidik di lingkungan pendidikan formal, seperti di sekolah atau madrasah.4 Namun pendidik yang lebih banyak dibicarakan dalam pembahasan ini adalah pendidik dalam bentuk yang kedua, yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai model pendidik ideal bagi pendidik atau guru-guru, khususnya yang beragama Islam sepanjang masa.

C. Konsep Guru Profesional secara Umum

Secara etimilogi, profesi berasal dari istilah bahasa inggris profession atau bahasa latin profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu.5 Menurut Dictionary of education, yang dikutip Syafruddin Nurdin:

Rasulullah SAW Guru Profesional | 5

“Profession is an occupation usually involving relatively long and specialized preparation on the level higher education and governed by its own code of ethic; profession is one who has acquired skill and conforms to ethical standard of the profession in which the practice to skill.”6

Jadi, profesional adalah sebuah pekerjaan yang membutuhkan keahlian atau skill sesuai dengan standar kerja yang ditanganinya.

Pendidik yang profesional juga menjadi perhatian serius dalam Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Di sini dijelaskan bahwa pendidik yang profesional adalah pendidik yang memiliki kompetensi. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1 ayat 10: ”Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Pada pasal 8 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kompetensi di samping kewajiban-kewajiban lainnya: ”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Sedangkan pada pasal 10 ditegaskan lagi tentang kompetensi: ”(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

Perlu pula ditegaskan bahwa kompetensi kepribadian/ personal sangat berperan di antara kompetensi yang lain. Untuk itu seorang guru profesional mesti lebih memperhatikan kompetensi kepribadian untuk dimiliki. Bukankah guru adalah orang yang akan digugu dan ditiru oleh peserta didiknya? Bahkan dalam kajian pendidikan Islam, adab atau akhlak dipandang lebih tinggi nilainya dari pada ilmu. Ada perkataan hikmah yang menyebutkan: ”al-adabu fauqal ilmi”, adab itu lebih tinggi dari pada ilmu. Oleh karena itu, dalam hadis banyak ditemukan yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki kepribadian yang sempurna sebagai seorang guru.

Isitilah guru profesional tentu tidak ditemukan dalam hadis Rasulullah SAW. Namun substansi dari profesionalisme yang diinginkan dalam kajian pendidikan modern, termasuk pendidikan nasional, juga mendapat perhatian yang amat besar dari Baginda Rasulullah SAW. Hal itu dapat dilihat dari sabdanya: ”jika sutau urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. Jika

6 | Muhammad Kosim, M.A.

Nabi Muhammad SAW sebagai guru bagi sahabat-sahabat dan umatnya, tentu beliau ahli (profesional) di bidang tersebut. Mengenai Nabi Muhammad SAW sebagai guru profesional ini akan diuraikan di bawah ini.

D. Nabi Muhammad SAW sebagai Pendidik Profesional

1. Kebijakan Pendidikan Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang jenius dan bijak dalam memecahkan berbagai persoalan. Kejeniusan Muhammad tidak hanya dikarenakan ia sebagai Rasulullah an sich, sebab di samping sebagai Rasulullah, Muhammad juga manusia biasa.

ا إلكم ا أنا بشر مث لكم يوحى إلم أنم إله واحد قل إنم

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". …. (Q.s. al-Kahfi/18: 110).

Menurut Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah, kata basyar dalam ayat di atas menunjukkan bahwa Muhammad sebagai manusia biasa.7 Sementara dalam Wawasan al-Qur’an ia menegaskan:

Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan dan kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam bahasa tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah basyariyah bukan pada insaniyah." Perhatikan bunyi firman tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.8

Di sisi lain, beliau juga sebagai Rasulullah dan harus diikuti oleh umat yang beriman kepada Allah SWT (Q.s. al-Fath/48: 29). Agar risalah yang ia bawa diterima dan diikuti oleh umatnya, maka pendidikan sangat dibutuhkan. Namun, tidak semua yang dilakukan oleh nabi Muhammad mendapat bimbingan secara langsung dari Allah. Disinilah perbedaannya; dalam posisi sebagai manusia biasa, maka Nabi Muhammad berijtihad dalam memutuskan suatu perkara. Sementara sebagai Rasulullah, ia menyelesaikan suatu perkara dengan tuntunan wahyu dari Allah SWT. Salah satu kisah ijtihad nabi adalah

Rasulullah SAW Guru Profesional | 7

dalam kisah perjanjian Hudaibiyah. Ketika Nabi menyetujui perjanjian/gencatan senjata tersebut, sahabat yang lain merasa tidak senang. Ada yang kecewa karena tidak jadi berkunjung ke Baitullah di Mekkah. Namun, keputusan yang diambil oleh nabi Muhammad itu justru akhirnya membawa keberuntungan di pihak umat Islam di mana orang-orang kafir Quraisy berupaya keras memusuhi umat Islam menyatakan dirinya untuk melakukan gencatan senjata. Dengan demikian, selama waktu tertentu musuh umat Islam berkurang dan dakwah dapat dilakukan.9

Begitu pula dalam bidang pendidikan, terdapat beberapa kebijakan Nabi Muhammad SAW yang diambil sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu. Setidaknya ada dua kebijakan yang mendasar Nabi Muhammad di bidang pendidikan: pertama, membangun masjid Quba, sebuah kota yang terletak dekat dengan Madinah dan dilanjutkan dengan membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah, sejalan dengan dengan berkembangnya Islam di Madinah yang semakin pesat. Melalu masjid Rasulullah SAW melakukan pembinaan moral, spiritual, mengajarkan agama kepada kaum Muhajirin dan Anshar, membina sikap kebangsaan (nation building). Tegasnya, masjid merupakan lembaga pendidikan yang efektif untuk menghimpun potensi ummat.

Kedua, mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih populer disebut Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Piagam Madinah ini diterima oleh seluruh komunitas dan menjadi acuan bagi Nabi untuk mempersatukan seluruh penduduk Madinah dan mengatur kehidupan sosial-politik bersama kaum muslimin dan non-muslim.10

Lahirnya piagam Madinah sering dilihat dari segi politik karena telah membawa stabilitas politik umat Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di tengah masyarakat yang plural. Namun, secara substanstif, kebijakan itu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan pendidikan. Sebab, adanya Piagam Madinah telah menciptakan suasana yang damai, aman dan tenaang. Kondisi itu sangat dibutuhkan dalam kelangsungan pendidikan Islam.

Adanya kondisi di atas, Nabi Muhammad SAW melaksanakan kegiatan pendidikan secara leluasa. Di Masjid, Nabi pun bertindak

8 | Muhammad Kosim, M.A.

sebagai guru dalam mendidik para sahabat untuk memahami al-Qur’an. Di samping mengajar, ia juga tampil sebagai tokoh yang terlibat dalam memecahkan berbagai masalah (problem solving), seperti masalah kemasyarakatan, sosial, keagamaan, dan sebagainya yang muncul di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan petunjuk Allah dalam al-Qur’an.11 Dalam kondisi ini pulalah Nabi Muhammad SAW mendidik para sahabat sehingga akhirnya menjadi da’i yang diap diutus ke berbagai daerah untuk mengajarkan ajaran Islam.

Selain materi yang berkenaan dengan ajaran agama, Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya materi keterampilan dan olah raga, seperti menunggang kuda, berenang, memanah, dan sebagainya. Kemudian, dalam sejarah juga disebutkan bahwa banyak orang dari berbagai daerah bermukim di Suffah, sehingga keadaan Suffah mirip dengan asrama atau pemondokan. Mereka banyak mencurahkan perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan dan terus menetap di dalam masjid untuk beribadah. Akan tetapi mereka juga bergaul di tengah-tengah masyarakat, bahkan ada yang berprestasi dalam bidang sosial dan perjuangan Islam.

Demikianlah perhatian Nabi Muhammad SAW dalam bidang pendidikan. Kebijakan yang ia ambil sangat mendukung terselenggaranya pendidikan Islam di masa itu sehingga menghasilkan para sahabat yang berilmu dan berakhlak mulia secara integral.

2. Kemampuan Rasulullah dalam Menguasai Teknik Merubah Sikap (Kompetensi Didaktik-Metodik)

Jika ditelusuri dalam sirah nabi, banyak terdapat kisah yang mengagumkan tentang keberhasilan Rasulullah SAW dalam mengubah sikap kaumnya yang sebelumnya kasar lagi jahil menjadi sahabat yang lemah lembut lagi cerdas. Umar bin Khattab, misalnya, pada awalnya Umar termasuk tokoh yang disegani di kalangan suku Quraisy, sikapnya yang sangat temperamental selalu menunjukkan permusuhannya terhadap Rasulullah beserta sahabatnya. Namun, ketika keislamannya, ia tampil menjadi sahabat yang setia, tegas terhadap kejahatan, dan selalu tampil terdepan membela agama Islam. Perubahan sikap ini tentu tidak terlepas dari kepiawaian Rasulullah SAW menanamkan keimanan kepada para sahabatnya, termasuk Umar ibn Khattab.

Rasulullah SAW Guru Profesional | 9

Tampaknya, teknik yang digunakan Rasulullah SAW dalam merubah sikap para sahabatnya adalah memahami psikologis sahabatnya lalu berdasarkan psikologis itu ia gunakan metode dan pendekatan yang tepat.

a. Memahami Psikologis Peserta Didik

Seorang guru yang profesional harus mampu mengenal psikologis anak didiknya. Dengan pengenalan yang baik terhadap psikologi peserta didik, maka perlakuan seorang guru harus disesuaikan dengan kondisi psikologis anak tersebut.

Rasulullah SAW juga memahami benar psikologis para sahabatnya. Hal itu dapat dilihat dari kaidah yang digunakannya dalam memberi tugas sesuai dengan kemampuan. Kemampuan tersebut tentu tidak hanya dilihat dari segi fisik, tetapi juga kesanggupan sesuai dengan perkembangan psikologisnya. Sabdanya:

فإذ امرتكم بشيء فأتوا منه ماستطعتم

Jika saya memerintahkan sesuatu kepada kaliah, maka tunaikanlah sesuai dengan kemampuan kamu (yang paling maksimal). (H.R. Muslim)12

Selain itu, juga ditemukan beberapa kisah yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memahami kondisi psikologis sahabatnya sehingga ia memperlakukannya secara bijak. Seperti kisah seorang Baduwi yang tidak mengetahui tata krama. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: ketika itu kami duduk di masjid bersama Rasulullah, tiba-tiba seorang Badui datang dan berdiri kencing di masjid. Para sahabat marah dan berteriak, ”hei, hei...!”. Tetapi Rasulullah bersabda: ”Jangan kalian hentikan kencingnya, biarkan dia”. Setelah ia selesai kencing, Rasulullah memanggilnya seraya menasehati:

إن هذه املساجد ال تصلح لشيء من هذا البول وال القذر إنا هي لذكر اهلل عز وجل والصالة وقراءة القران

”Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk sesuatu seperti kencing ini dan kotoran. Ia adalah (tempat) untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca al-Qur’an.” Rasul pun menyuruh salah seorang sahabat untuk menyiram kencing orang badui tersebut. (H.R. Muslim).13

Setelah itu, orang Budui tersebut pun tidak lagi mengulangi perbuatannya. Jadi Rasulullah SAW memahami kondisi orang Badui

10 | Muhammad Kosim, M.A.

tersebut yang masih awam dan rendah intelektualnya sehingga nabi pun tidak kasar dan tidak pula menghukumnya. Perlakuan nabi itu menimbulkan kesan yang amat positif bagi orang Badui tersebut. Dengan demikian, Rasulullah telah berhasil mengubah tingkah laku orang Badui tersebut.

Demikian pula kepada musuh-musuhnya, juga banyak ditemukan kisah tentang keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam mengubah tingkah laku mereka. Suatu ketika beliau menunggu kering pakaian yang dijemur dan melepas pedangnya, tiba-tiba seorang kafir Da`tsur mengambil pedangnya dan menodongkan ke lehernya. Da`tsur pun membentak, "Sekarang aku akan memotong lehermu. Siapa yang akan menolongmu?" Rasulullah pun dengan tenang mengatakan, "Allah". Mendengar jawaban Nabi, tangan Da`tsur gemetar, keringat meleleh dari sekujur tubuh, dan lemas lunglai. Pedang yang di tangan pun jatuh. Kini keadaan berbalik. Pedang dipegang Nabi. Meskipun Rasulullah bisa memotong leher orang yang sudah menyerah ini, namun Rasulullah kemudian memaafkannya. Datsur pun mendapatkan hidayah dan masuk Islam.14

Kisah yang terakhir ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki kekuatan spiritual yang dahsyat. Hanya dengan mengucapkan kata “Allah” membuat Da’tsur gemetar dan berbalik menjadi posisi terancam. Namun, lagi-lagi di saat kritis tersebut, Nabi Muhammad SAW menunjukkan kepribadiannya yang pemaaf sehingga Da’tsur menyatakan keislamannya. Dengan demikian, kemampuan beliau dalam mengubah sikap seseorang bukan dikarenakan sihir--seperti yang dituduhkan oleh musuh-musuhnya--akan tetapi menurut hemat penulis didasari oleh kemampuannya dalam menggunakan metode pendidikan serta integritas kepribadian yang dimilikinya.

Dengan demikian, kemampuan Rasulullah SAW dalam memahami psikologis peserta didik lalu kemampuannya menggunakan pendekatan dan metode membuktikan bahwa Nabi SAW memiliki kompetensi didaktik-metodik atau bisa juga disebut kompetensi paedagogik.

b. Kemampuan Nabi Muhammad SAW dalam Menentukan Pendekatan dan Metode Pendidikan

Rasulullah SAW Guru Profesional | 11

Kemampuan seorang guru yang profesional dalam memahami kondisi psikologis seseorang, akan berimplikasi pada kemampuannya dalam memilih dan menetapkan metode. Nabi Muhammad SAW juga banyak menggunakan metode yang erat kaitannya dengan psikologis seseorang. Jadi, keberhasilan Rasulullah SAW dalam mengubah sikap seseorang tidak terlepas dari kemampuan (kompetensi) beliau dalam memilih dan menentukan metode pendidikan. Terdapat banyak metode yang dipraktekkannya. Akan tetapi metode itu diterapkan berdasarkan situasi psikologis seseorang dan berdasarkan persoalan yang ia hadapi. Kadang kala ia menggunakan pendekatan lemah lembut, seperti kisah Badui yang kencing di Masjid di atas.

Nabi Muhammad SAW juga pernah menggunakan pendekatan emosional kepada para sahabatnya sehingga mereka lebih terkesan, misalnya memegang bagian tubuh sahabat. Hal ini dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibn Mas'ud, ia berkata:

علممن رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم وكفي ب ي كفميه التم شهد كما ات هلل والصملوات والطميبات, السمالم ي علمن السورة من القرآن: "التمحيم

نا وعلى عباد اهلل عليك أي ها النمب ورحة اهلل وب ركاته, السمالم علي ه" وهو الم اهلل وأشهد أنم مممدا عبده ورسول اله إ الصمالي, أشهد أن ال

نا, ف لمما قبض ق لنا: السمالم يعن علي المنب صلمى اهلل عليه ب ي ظهران ي وسلمم.

Hadis di atas menyebutkan bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata: ”Rasulullah mengajarkan saya tasyahud sedangkan telapak tangan saya di antara kedua telapak tangan beliau sebagaimana beliau mengajarkan saya surat dari al-Qur’an”.15 Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW membangun keakraban kepada sahabatnya sehingga menimbulkan rasa senang dan apa yang diajarkan pun mudah dikuasai.

Dalam hadis lain juga ditemukan bahwa Rasulullah SAW memegang pundak sahabatnya. Seperti Abdullah bin Umar juga pernah bercerita, ”Rasulullah pernah memegang pundakku dan

12 | Muhammad Kosim, M.A.

bersabda: ن يا كأنمك غريب أو عابر سبيل Jadilah kam di dunia ini) كن ف الد

laksana orang asing atau seorang pengembara).16

Beliau juga menggunkana metode yang bervariasi sesuai dengan kondisi sahabat. Nabi pernah menggunakan metode dialog, perumpamaan, kiasan, keteladanan, deduktif, kisah, perbandingan dan sebagainya.17 Kemampuan ini turut menentukan keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam mendidik para sahabatnya sehingga menjadi sahabat yang kekokohan iman, ketaatan dalam beribadah, dan kemuliaan dalam bersikap.

3. Akhlak Rasulullah sebagai Guru (Kompetensi Kepribadian dan Sosial)

Faktor yang amat menentukan keberhasilan Rasulullah dalam mendidik para sahabatnya adalah akhlak yang ia tampilkan dalam konteks sebagai guru. Sebagaimana yang telah penulis singgung sebelumnya bahwa kompetensi kepribadian menjadi kompetensi utama sekaligus menjadi syarat mutlak bagi seorang guru yang profesional; terutama ketika guru tersebut komit menjadi orang yang akan di-gugu dan di-tiru.

Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa akhlak Nabi Muhammad SAW itu agung. Seperti firman Allah: "Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung" (QS Al-Qalam [68]: 4). Kata "di atas" tentu mempunyai makna yang sangat dalam, melebihi kata lain, misalnya, pada tahap/dalam keadaan akhlak mulia.

Adapun kemuliaan akhlak Rasulullah SAW tersebut dapat dilihat dari empat sifat wajib yang dimiliki oleh setiap Rasul, yaitu shiddiq (selalu berkata benar), amanah (selalu memelihara dan melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanay secara benar), tabligh (selalu menyampaikan ajaran dari Tuhan kepada umatnya tanpa ada yang disembunyikan atau disimpan sedikit pun) dan fathanah (selalu memiliki kepekaan dan kecerdasan dalam memecahkan masalah yang ada di sekitarnya).18

Sifat shiddiq harus dimiliki oleh seorang guru. Begitu pentingnya sifat ini, Rasulullah bersabda:

إنم الصدق ي هدي إل الب وإنم البم ي هدى ال اجلنمة...

Rasulullah SAW Guru Profesional | 13

“Sesungguhnya jujur/benar membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa kepada surga...” (HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud)19

Sementara sifat amanah juga patut dimiliki oleh seorang guru. Nabi Muhammad SAW sendiri dijuluki sebagai ash-shaadiqul amiin, “jujur lagi terpercaya”.20 Ibn Katsir, seperti yang dikutip Marzuq Ibrahim, berkata: "Allah SWT telah menjaga dan memelihara beliau sejak kecil, mensucikan beliau dari noda Jahiliyah dan dari segala cela, serta memberikan kepada beliau semua akhlak yang indah sehingga beliau tidak dikenal di kalangan kaumnya kecuali dengan al-Amin (yang dapat dipercaya)".21

Sedangkan sifat tabligh juga ia pesankan lewat sabdanya: ballighuni walau ayat, “sampaikan apa yang kamu peroleh dariku, walaupun satu ayat”. Adapun sifat fathanah telah tergambar dalam kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh Rasulullah SAW, seperti dalam bidang pendidikan yang telah disinggung pada bagian sebelumnya.

Keempat sifat ini sejatinya dimiliki oleh setiap guru sehingga perannya tidak sekedar memindahkan ilmu (transfer of knoladge), tetapi yang terpenting adalah menanamkan nilai-nilai keimanan dan kebenaran dalam kepribadian peserta didik sehingga mereka menjadi cerdas, beriman, gemar beramal, dan berakhlak mulia.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga memiliki akhlak lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya seorang guru dalam mendidik, di antaranya:

a. Kasih Sayang

Kasih sayang (rahmah) adalah sifat yang wajib dimiliki oleh setiap pendidik. Karenanya orang yang hatinya keras tidak layak menjadi pendidik. Sebab, kasih sayang yang merupakan gerakan kalbu adalah modal perasaan yang secara otomatis bisa mendorong pendidik, dan menolak untuk tidak suka meringankan beban orang yang didik.22

Dari beberapa literatur sejarah, banyak ditemukan kisah Rasulullah SAW yang menyayangi keluarga dan para sahabatnya. Ia pernah memendekkan shalatnya hanya karena kasih sayang beliau kepada seorang ibu yang merasakan kepedihan atas tangisan bayinya ketika shalat sedang berlangsung. Hadis ini diriwayatkan Anas bin Malik r.a., dia bekata:

14 | Muhammad Kosim, M.A.

ماصلميت وراء امام قط اخفم صالة وال اتم من النمب صلمى اهلل عليه وسلمم وان كان يسمع بكاء الصمب ف يخفف مافة ان ت فت امه.

"Saya tidak pernah shalat di belakang iman yang lebih ringan dan lebih sempurna dari pada Nabi SAW. Dan pernah beliau mendengar tangis seorang bayi lalu mempercepatnya karena khawatir ibunya terganggu." (H.R. Bukhari)23

Begitu pula dalam mendidik, Rasulullah SAW senantiasa mendidik para sahabatnya dengan penuh kasih sayang. Dalam suatu majlis, umpamanya, jika ada sahabat yang tidak datang, maka beliau akan mempertanyakannya. Hal ini pernah terjadi dengan sahabatnya Tsabit bin Qays. Suatu ketika Tsabit bin Qays tidak mau datang ke majlis Nabi SAW karena merasa bersalah dimana beliau pernah meninggikan suaranya di hadapan Nabi, sementara beliau mempertanyakan ketidakhadiran Tsabit. Rasulullah SAW tidak berhenti bertanya di situ saja, tetapi ia mengutus sahabat lain untuk menanyakan keadaannya. Setelah di utus, Tsabit pun menolak lalu menjelaskan rasa bersalahnya. Mendengar jawaban itu, Nabi pun kembali menyuruh sahabat untuk kedua kalinya dengan membawa kabar gembira yang luar biasa, dan Rasulullah SAW:

إليه ف قل: إنمك لست من أهل النمار ولكن من أهل اجلنمة إذهب

”Pergilah kepadanya dan katakan, 'Sesungguhnya anda bukan termasuk penghuni neraka, tetapi termasuk penghuni surta". (H.R. Bukhari)24

Sikap kasih sayang dalam mendidik ini, juga diakui oleh para pemuda yang pernah ia ajari, seperti Malik bin Huwairits r.a., ia berkata:

نا إل النمب صلمى اهلل عليه وسلمم ونن شببة مت قارب ون, فأقمنا عنده عشرين أت ي لة, و قا, ف لمما ظنم أنما ي وما ولي كان رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم رحيما رفي

نا أهلنا, أو قد اشت قنا, سألنا عممن ت ركنا ب عدنا فأخب رناه, قال: قد اشت هي يهم وعلموهم ومروهم(. وذكر أشياء أحفظها أو )إرجعوا إل اهليكم فأقيموا ف

صلي, فإذا حضرت الصمالة ف لي ؤذن لكم ال أحفظها: )وصلوا كما رأي تمون أ أحدكم ولي ؤممكم أكب ركم(.

Rasulullah SAW Guru Profesional | 15

"Kami mendatangi Rasulullah SAW dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama 20 malam. Rasulullah SAW adalah seorang penyayang. Ketika beliau menduga kami telah menghendaki ingin pulang dan rindu keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda: 'Kembalilah kepada keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka.' Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hafal dan tidak saya hafal. 'Dan shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat. Bila (waktu) shalat tiba, maka hendaklah salah satu dari kalian adzan dan yang paling dewasa menjadi iman." (H.R. Bukhari)25

Perilaku kasih sayang ini tetap relavan dengan konsep pendidikan modern. Bahkan salah satu indikator kompetensi personal dan sosial seorang pendidik adalah sikap kasih sayang yang dimilikinya.

b. Lemah Lembut

Sikap lemah lembut merupakan sikap yang tidak bisa dipisahkan dari sikap kasih sayang yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Demikian halnya Rasulullah SAW, sebagai pendidik umat sepanjang zaman, juga memiliki akhlak yang lemah lembut. Akhlak ini memang telah dianugerahkan Allah kepada para Nabi-Nya, firman-Nya:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka... (Qs. Ali Imran/3: 159)

Dalam mendidik para sahabatnya, Rasulullah SAW senantiasa memperlihatkan sikap yang lemah lembut ini. Hal ini diakui oleh Umar bin Abi Salamah r.a., ia berkata: "Saya masih kecil dan berada di dalam asuhan Rasulullah SAW. Tanganku mengambil dengan acak (makanan) di nampan (piring besar yang cukup untuk lima orang). Rasulullah SAW bersabda kepadaku:

ياغالم سم اهلل وكل بيمينك وكل مما يليك 'Wahai anak, bacalah Bismillah. Makanlah dengan tangan kanan dan makanlah yang dekat denganmu."

16 | Muhammad Kosim, M.A.

Jika dilihat dari bahasa yang ucapkan Rasulullah SAW, begitu santun dan lemah lembutnya bahasa itu. Ucapan itu pun amat berpengaruh pada diri Umar bin Abi Salamah dengan pengakuannya:

فمازالت تلك طعمت ب عد Senantiasa seperti inilah cara makanku setelah itu" (H.R. Bukhari)26

c. Sabar

Sabar adalah bekal setiap pendidik. Seorang pendidik yang tidak berbekal kesabaran, ibarat musafir yang melakukan perjalanan tanpa bekal. Bisa jadi dia akan gagal, atau kembali sebelum sampai ke tempat tujuan.27

Sebagai seorang nabi, jelaslah banyak cobaan yang dialami oleh Rasulullah SAW. Namun, ia hadapi berbagai cobaan itu dengan penuh kesabaran. Ujian itu tidak hanya berupa musibah menyangkut kehidupannya di masa kecil, seperti ditinggal ibunya di saat kanak-kanak, akan tetapi ujian itu juga berkenaan dengan pendidikan yang ia jalankan. Ketika ia berdakwah dan membimbing umatnya agar menegakkan ajaran tauhid, namun berbagai tantangan yang ia hadapi. Cercaan, hinaan, bahkan siksaan dan pemboikotan ia alami akan tetapi ia hadapi dengan sifat sabar. Dalam hal ini Allah berfirman:

رك إالم بالله وال تزن عليهم وال تك ف ضيق مما يكرون واصب وما صب

Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (QS. An-Nahl/16: 127)

Mengenai kesabaran nabi ini, al-Qarni menyebutkan bahwa beliau menjadi contoh yang ideal dalam kelapangan dada, kesabaran yang agung, ketabahan yang besar, dan ketegaran hati.28

Begitu juga dalam mendidik para sahabatnya, Nabi Muhammad SAW senantiasa bersabar dalam menghadapi mereka. ketika peristiwa hijrah ke Thaif, misalnya, beliau dilempar dan dianiaya penduduk setempat sehingga datanglah malaikat yang menawarkan agar beliau memerintahkannya mengangkat gunung dan menghancurkan suku Tsaqif, Thaif, yang telah menganiaya itu. Namun, sifat sabar yang memenuhi kalbunya, sang pendidik yang

Rasulullah SAW Guru Profesional | 17

agung itu menolak tawaran tersebut, bahkan mengubah adzab itu dengan doa yang bisa menyelamatkan mereka:

اهلل ان خيرج من اصالهبم من لعل يعبد اهلل تعال"Semoga Allah melahirkan dari generasi mereka, orang yang menyembah-Nya"29

d. Pemaaf

Selain bersifat sabar, ia juga bersifat pemaaf. Dalam sejarah juga terungkap bahwa ketika peristiwa fathu makkah, Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya punya kesempatan yang besar untuk membalas kezaliman yang pernah dilakukan oleh penduduk Quraisy. Namun yang dilakukan oleh Rasulullah justru sebaliknya, ia memaafkan Abu Sufyan yang berambisi untuk membunuhnya, Hindun yang telah mencabik-cabik dan memakan jantung pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, juga Wasyi yang bertindak sebagai pembunuh Hamzah. Dengan sifat pemaaf ini, membuat mereka simpati kepada kepribadian nabi yang pada akhirnya menyatakan keislamannya.30 Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang termasuk pejuang Islam di akhir hayat mereka. Seandainya Nabi tidak memiliki sifat pemaaf ini, maka perkembangan Islam tidak akan seperti saat ini.

Mengenai sikap Rasul yang memaafkan penduduk Mekah ini, beliau bersabda:

, ماترون أن فاعل فيكم؟ قالوا خريا, أخ كرمي, وابن أخ كرمي. قال: يامعسر قريش اذهبوا فانتم الطلقاء

Wahai orang-orang Quraisy, bagaimana pendapat kalian mengenai apa yang saya lakukan terhadap kalian? Mereka menjawab: 'baik, wahai saudara yang mulia, dan keponakan yang mulia.' Beliau bersabda: Pergilah, kalian semuanya bebas.31

Sikap pemaaf Rasulullah SAW juga diakui oleh istrinya, Aisyah r.a, ia berkata:

ل يكن رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم فاحشا وال مت فحشا, والضخمابا ف , واليزئ بالسميئة, ولكن ي عفو ويصفح األسواق

18 | Muhammad Kosim, M.A.

Rasulullah SAW bukanlah seorang yang keji atau yang membuat kekejian dan juga bukan yang berteriak-teriak di pasar serta yang tidak membalas dengan kejahatan, tetapi beliau adalah seorang yang pemaaf dan baik hati." (HR. Imam at-Tirmidzi)32

Begitu besarnya manfaat sifat pemaaf ini, Nabi Muhammad SAW pun mengajarkan agar umatnya bersifat pemaaf, meskipun kepada orang yang telah menzalimi. Dari Abu Hurairah r.a. beliau bersabda:

را وأدخله اجلنمة: ت عطى من حرمك, ثالث من كنم ف يه حاسبه اهلل حسابا يسي وت عفو عممن ظلمك, وتصل من قطعك

Ada tiga perkara, bila ketiganya berada dalam dirinya niscara Allah akan menghisabnya dengan penghisaban yang ringan dan akan dimasukkan ke dalam surga, yaitu: hendaknya Engkau memberi kepada orang yang tidak memberimu, hendaknya Engkau memaafkan, meskipun kepada orang yang menzhalimimu, dan hendaknya Engkau menghubungkan silaturrahmi dengan orang yang memutuskannya darimu. (H.R. Hakim)33

e. Tawadhu’

Rasulullah SAW juga dikenal sebagai guru yang tawadhu’. Hal itu dapat dilihat dari sikap ketika memasuki suatu majlis, beliau tidak suka disambut atau dihormati dengan cara berdiri. Dari Anas bin Malik r.a. dijelaskan:

ل يكن شخص أحبم إليهم من رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم قال: وكان وا إذا رأوه ل ي قوموا لما ي علمون من كراهته لذلك

Tidak ada yang paling dicintai oleh para sahabat melebihi Rasulullah SAW. Lalu Anas berkata: "Walau demikian ketika melihat Rasulullah SAW mereka tidak berdiri, karena mengetahui bahwa beliau (Rasulullah) tidak menyukai hal itu”. (H.R. Imam at-Tirmidzi)34

Hadis lain yang menjelaskan ketawadhu'an Rasulullah SAW juga diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., ia berkata:

أنم امرأة جاءت إل النمب صلمى اهلل عليه وسلمم ف قالت له: إنم ل إليك حاجة. ف قال: اجلسي ف أي طريق المدي نة شئت أجلس إليك

Seorang perempuan datang kepada Nabi SAW dan berkata kepada beliau, "Sesungguhnya aku mempunyai kepentingan terhadapmu." Lalu Rasulullah SAW

Rasulullah SAW Guru Profesional | 19

menjawab, "Duduklah di tempat dimana dari kota Madinah yang Engkau inginkan, maka aku akan duduk bersamamu." (H.R. Imam at-Tirmidzi)35

Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW begitu tawadhu' di hadapan para sahabatnya. Sikap ini rendah hati itu bukan membuat Nabi semakin dihormati dan disegani. Dalam perspektif pendidikan, sikap ketawadhu'an itu bisa membuat peserta didik semakin terkesan dan menambah suasana keakraban di antara mereka sehingga apa yang diajarkan oleh Nabi SAW mudah dipahami.

f. Fasih dan Berwibawa

Kefasihan adalah sifat yang berkaitan dengan ucapan atau pembicaraan, cara berbicara, dan objek pembicaraan. Kefasihan seperti inilah yang dimiliki oleh Rasulullah SAW. Aisyah pernah berkata: “Rasulullah tidak pernah bertele-tele dalam berbicara seperti yang kalian lakukan ini. Beliau berbicara dengan perkataan yang jelas sehingga dapat dihafal oleh orang yang duduk bersamanya.”36

Kefasihan Rasulullah SAW juga terlihat ketika ia membaca al-Qur'an. Dari Ya'la Ibn Mamlak,

عت سأل أم سلمة عن قرءة رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم؟ فإذا هي ت ن قراءة مفسمرة حرفا حرفا.

Dia bertanya kepada Ummu Salamah tentang bacaan al-Qur'an Rasulullah SAW, maka dia menirukannya dengan bacaan yang jelas dan tartil, kata demi kata". (H.R. Imam at-Turmidzi)37

Dengan kefasihan seperti ini akan memperkuat kewibawaan nabi. Kefasihan dan kewibawaan ini juga berperan penting dalam pelaksanaan pendidikan yang diterapkan agar mudah dipahami oleh peserta didik atas apa yang telah disampaikan.

g. Toleransi

Dalam mendidik, Rasulullah SAW juga bersifat toleransi. Misalnya, suatu ketika seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan ia berkata: “Saya tidak bisa membaca sesuatu dari al-Qur’an, ajarilah sesuatu yang bisa menggantikannya (sementara)!” Rasululah SAW bersabda: katakanlah!

20 | Muhammad Kosim, M.A.

ى سبحان اهلل والمد هلل وال اله االم اهلل و اهلل اكب ر والحول وال ق ومة االم باهلل العل العظيم

Ia berkata, “Wahai Rasulullah, ini untuk Allah, lalu apa untuk saya?” Rasulullah bersabda, katakanlah:

اللمهمم ارحن وارزقن وعافن واهدن Ketika orang itu beranjak pergi, Rasulullah SAW bersabda: “Adapun

orang ini ia telah memenuhi tangannya dengan kebaikan”.38

Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi mengajar para sahabatnya untuk melakukan suatu kebaikan dan mentolerir masing-masing kemampuan sahabatnya tersebut.

Toleransi nabi juga terlihat dalam hadis tentang orang yang bersetubuh di siang hari Ramadhan dalam keadaan puasa. Hadis ini diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata:

نما نن جلوس عند النمب صلمى اهلل عليه وسلمم, إذ جاءه رجل ف قال: ب ي يارسول اهلل, هلكت. قال: مالك؟ قال: وق عت على امرأت وأنا صائم.

ل تد رق بة ت عتقها؟ قال: ال. ف قال رسول اهلل صلىم اهلل عليه وسلمم: ه قال: ف هل تستطيع أن تصوم شهرين متتابعي؟ قال: ال. ف قال: ف هل تد نا؟ قال: ال, قال: فمكث النمبم صلمى اهلل عليه وسلمم. إطعام ست ي مسكي

ها تر, قال: ف ب ينا نن على ذلك أت النمب صلمى اهلل عليه وسلمم بعرق في أين السمائل؟ ف قال: أنا. قال: خذها ف تصدمق به. ف قال المرجل: أعل

ر من يارسول اهلل؟ ف و اهلل ماب ي ها, يريد الرمت ي, أهل ب يت أفق الب ت ي أف قر من أهل ب يت. فضحك النمب صلمى اهلل عليه وسلمم حتم بدت أن يابه

ثم قال: أطعمه أهلك.

"Ketika kami duduk di sisi Nabi SAW, tiba-tiba datanglah seseorang lalu berkata: 'Ya Rasulullah, celakalah aku'. Rasul bertanya: 'Apa yang

Rasulullah SAW Guru Profesional | 21

mencelakakanmu?' Ia menjawab: 'Saya menggauli istri Saya, sedangkan Saya berpuasa (Ramadhan). Rasulullah SAW bertanya: 'Apakah kamu memiliki sesuatu untuk memerdekakan budak?' Ia menjawab: 'Tidak', Rasulullah SAW bertanya lagi: 'Apakah kamu bisa berpuasa dua bulan berturut-turut?', Ia menjawab: 'Tidak', Rasulullah SAW bertanya lagi: 'Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang miskin?' Ia pun menjawab: 'Tidak'. Berkata Abu Hurairah, 'Maka pergi Nabi SAW, sesaat kemudian kami melihat Nabi SAW datang membawa sekerangjang kurma', Nabi bertanya: 'Manakah orang yang bertanya tadi?' Maka dia menjawab: 'Saya', Bersabda Nabi: 'Ambillah olehmu kurma ini, maka sedekahkanlah' Maka bertanya laki-laki itu: 'Apakah ada orang yang lebih faqir dariku wahai Rasulullah? Maka demi Allah, tidak ada orang di antara dua bukit (kota Madinah) yang lebih faqir dari pada keluargaku'. Maka tertawalah Nabi SAW sehingga kelihatan giginya, lalu ia bersabda: 'Berilah makan keluargamu dengannya'". (H.R. Bukhari)39

Dua hadis di atas menunjukkan kebijaksanaan sekaligus sikap toleransi Nabi kepada para sahabatnya. Nabi SAW memahami kondisi dan kemampuan masing-masing sahabat dan tidak menerapkan hukum yang kaku tanpa melihat persoalan yang sesungguhnya. Begitulah Rasulullah SAW membina kepribadian sahabat sehingga mereka taat melaksanakan risalah yang dibawanya dengan suka hati, tanpa merasa terpaksa.

h. Demokratis dan Terbuka

Sebagai seorang guru yang bijaksana, Rasulullah SAW memiliki sifat yang demokratis dan terbuka kepada sahabat-sahabatnya. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid, ia berkata,

, ف لمما ب لغ رسول اهلل ردفت رسول اهلل صلمى اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم من عرفات زدلفة, أناخ ف بال ثم جاء, فصببت عليه

عليه وسلمم الشعب األيسر, المذي دون امل

فا, ف قلت: الصمالة يارسول اهلل؟ قال: الصمالة أمامك. الوضوء, ت وضمأ وضوأ خفي ول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم حتم أت المزدلفة فصلمى, ثم ردف الفضل ف ركب رس

. رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم غداة جع “Saya pernah dibonceng oleh Rasulullah SAW dari Arafah. Ketika Rasulullah sampai di bukit sebelah kiri dan arah Muzdalifah, beliau berhenti (lalu menyendiri) buang air kecil. Beliau datang dan saya tuangkan air wudhu’nya. Beliau berwudhu’ yang ringan. Saya berkata, “Shalat wahai Rasulullah.”

22 | Muhammad Kosim, M.A.

Beliau bersabda “Kita shalat di (tempat) di depanmu.” Beliau naik kendaraannya hingga sampai di Muzdalifah, kemudian shalat.”40

Imam an-Nawawi dalam menjelaskan hadis ini mengatakan, Usamah mengingatkan Nabi untuk shalat Maghrib karena ia menyangka Nabi lupa. Padahal shalat pada malam itu disyariatkan untuk dilaksanakan di tempat/di depannya, yaitu Muzdalifah. Meskipun demikian, respon yang dimunculkan nabi menunjukkan bahwa ia bersifat demokratis dan terbuka jika ingin diingatkan, atau pun dikritik. Dalam hal ini, Fadhl Ilahi menyimpulkan: “Rasulullah SAW mengizinkan kepada muridnya untuk mengingatkan beliau bila ia melupakan sesuatu atau lalai darinya. Bahkan beliau menganjurkan untuk itu. Beliau menerima apa yang diperingatkan, jika orang itu benar. Ini berbeda dengan sebagian guru yang tidak kuat menerima peringatan atau pengingkaran atas apa yang dia katakan atau dia perbuat.41

i. Punya selera humor (sens of humor)

Selain dari sifat-sifat di atas, Rasulullah SAW sebagai guru juga mempunyai selera humor yang tentunya mengandung nilai-nilai edukatif. Pribadi Rasulullah SAW sendiri sebenarnya selalu tersenyum, terutama dalam melakukan interaksi-edukatif dengan para sahabatnya. Dari Abdullah Ibn Harits Ibn Jaz'i r.a., ia berkata:

مارأيت أحدا أكث ر ت بسما من رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم "Aku tidak pernah melihat seseorang yang banyak tersenyum kecuali Rasulullah SAW.42

Canda Rasulullah SAW juga dapat dilihat dari interaksinya dengan seorang nenek. Dari Hasan r.a., ia berkata:

أتت عجوز إل النمب صلمى اهلل عليه وسلمم ف قالت: يارسول اهلل! ادع اهلل أن ! إنم اجلنمة ال تدخلها عجوز. قال: ف ولم ت ب كي يدخلن اجلنمة. ف قال: يا أمم فالن

ف قال: أخب روها إن مها التدخلها وهي عجوز, إنم اهلل ت عال ي قول: إنما أنشأناهنم إنشاء. فجعلناهنم أبكارا. عربا أت رابا.

Seorang nenek datang kepada Nabi SAW lalu dia berkata, 'Ya Rasulullah! Mohonkanlah kepada Allah agar aku masuk surga'. Rasulullah SAW menjawab:

Rasulullah SAW Guru Profesional | 23

'Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya surga tidak akan dimasuki oleh orang tua'. Dikatakan bahwa orang tua itu pergi sambil menangis. Lalu Nabi SAW memerintahkan: 'Beritahulah, sesungguhnya dia akan masuk surga bukan dalam keadaan nenek-nenek, ALlah SWT telah berfirman, "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta, dan sebaya umurnya.” (H.R. Imam at-Tirmidzi).43

Dari hadis di atas tampak jelas bahwa Rasulullah SAW punya sense of humor dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Ia selalu tersenyum sehingga tampil menyenangkan di hadapan mereka. Bahkan para sahabat itu merasa tentram bersamanya dan senantiasa rindu bertemu dalam setiap majlisnya.

Masih banyak sifat-sifat lain yang dimiliki oleh Rasulullah SAW dan sifat tersebut erat kaitannya dengan kesuksesan beliau dalam mendidik, seperti berpandangan ke depan, melindungi, egaliter, dan sebagainya. Namun dalam kajian yang relatif terbatas ini hanya menampilkan beberapa saja di antaranya. Meskipun demikian, dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki kompetensi kepribadian yang sempurna.

E. Karakteristik Profesionalisme Rasulullah SAW sebagai Pendidik

Dari penjelasan sebelumnya, dapat dipahami bahwa kepribadian Rasulullah SAW sebagai pendidik begitu sempurna. Profesionalisme Rasulullah SAW tidak akan tertandingi oleh siapa pun hingga akhir zaman, terutama dari segi kepribadiannya. Dengan profesionalisme itu, ia sanggup melakukan perubahan yang radikal dan spektakuler dari kehidupan yang jahiliyah kepada tatanan kehidupan yang berperadaban (madany).

Untuk lebih mengenal sosok kepribadian Rasulullah SAW sebagai guru profesional, dalam makalah ini perlu dirumuskan karakteristik profesionalisme Rasul tersebut, di antaranya yaitu:

1. Krakter Profesionalisme Nabi SAW Melekat Visi Transendental

Sifat-sifat Nabi Muhammad SAW yang agung lagi sempurna itu menjadi penentu utama dalam keberhasilan Rasulullah mendidik para sahabatnya. Namun, semua sifat dan upaya yang dilakukan Rasulullah SAW pada dasarnya melekat tugasnya sebagai seorang nabi. Beliau tidak hanya mendidik manusia agar bahagia di dunia an sich, akan tetapi mendidik mereka agar memperoleh kebahagiaan

24 | Muhammad Kosim, M.A.

hakiki, yaitu di akhirat nanti. Oleh karena, itu dalam pola pendidikan Rasulullah SAW senantiasa mengarahkan manusia untuk dekat dengan Allah SWT. Adapun visi transendental itu dapat dilihat dari firman-Nya:

Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Qs. al-Baqarah/2: 151)

Dengan demikian, Rasulullah SAW senantiasa membawa pencerahan ruhaniyah kepada para sahabatnya. Kecerdasan intelektual, keterampilan dalam bekerja, kesuksesan dalam dunia usaha, semuanya harus bermuara kepada keimanan yang sempurna kepada Allah SWT.

Visi transendental yang melekat dengan karakter pendidikan Nabi SAW ini telah membedakannya dengan konsep pendidikan sekuler. Pendidikan sekuler yang berkembang di Barat dan sering dianggap sebagai pendidikan modern hanya memahami manusia dari segi jasad dan psikis dalam artian sempit, dan kurang menyentuh dimensi ruhaniyah, seperti fitrah beragama yang bersifat transendental.44 Akibatnya, karakter manusia yang dihasilkan oleh pendidikan sekuler tersebut mengalami kehampaan spiritual tanpa menemukan kebahagiaan hakiki dalam kehidupannya.

2. Pendidikan Nabi SAW bercorak Humanis-Religius atau Teo-antropocentris

Salah satu satu tujuan pendidikan adalah "memanusiakan manusia". Artinya, pendidikan berupaya untuk mengembangkan berbagai potensi yang ada secara optimal, sebab potensi tersebut laksana embrio yang harus dipupuk dan dikembangkan lewat upaya pendidikan. Selain itu, pendidikan berupaya untuk mengawal pertumbuhan dan perkembangan manusia agar tetap sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk yang terhormat, mulia dan merdeka.

Rasulullah SAW Guru Profesional | 25

Namun, karakter Rasulullah SAW sebagai pendidik tidak hanya mementingkan pendidikan humanis, tetapi proses humanisasi itu harus berlandaskan kepada nilai-nilai religius. Pendidikan Nabi SAW yang bercorak teo-antroposentris ini dapat dilihat dari ayat pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (Qs. al-'Alaq/96: 1)

Perintah Iqra' mengisyaratkan agar manusia menjadi cerdas, berilmu, dan terhormat yang pada gilirannya akan memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan ini. Namun, proses "membaca" itu mesti "dengan nama Tuhan". Adanya syarat ini mengisyaratkan pendidikan yang dikembangkan harus bercorak teo-antroposentris.

Bukti lain yang menunjukkan karakter kedua ini adalah tentang akhlak Rasulullah SAW. Salah satu bentuk pendidikan humanis adalah tampilnya perilaku yang baik dalam diri seseorang dan berinteraksi dengan orang lain sehingga menimbulkan kedamaian, terhindar dari peperangan dan pengrusakan di muka bumi. Dalam bahasa agama disebut "akhlak". Dalam hal ini, Rasulullah SAW menegaskan:

ا بعثت التم مكارم االخالق انم"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (manusia)".

Akhlak yang dididik oleh Rasulullah SAW itu bukan saja perilaku yang diakui kebenarannya oleh masyarakat tertentu secara turun-temurun atau yang berkaitan dengan tradisi, akan tetapi akhlak tersebut berdasarkan tuntunan dari Allah SWT, sebagai Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta. Bahkan ketika Aisyah r.a.

ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, dengan tegas ia berkata: كانلقرآن خلقه ا , "Akhlaknya adalah al-Qur'an"

Jawaban itu menunjukkan bahwa akhlak yang dididik oleh Rasulullah SAW itu adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran al-Qur'an, sementara al-Qur'an itu adalah wahyu (kalam) Allah Ta'ala. Jadi bisa juga disebutkan bahwa al-Qur'an sebagai landasan filosofis pendidikan Nabi SAW.45

26 | Muhammad Kosim, M.A.

3. Rasulullah SAW memiliki Kepribadian yang Integritas

Sifat-sifat Rasulullah SAW yang amat mulia sebagaimana yang telah disebutkan di atas, dimilikinya secara integral. Rasul tidak pernah memiliki kepribadian ganda yang sewaktu-waktu berprilaku baik sementara di waktu lain berprilaku buruk. Akan tetapi setiap ucapannya sesuai dengan perbuatan, sifat-sifat yang baik terintegrasi dalam kepribadiannya.

Dengan integritas kepribadian yang luhur ini, Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya. Dan keteladanan merupakan cara yang paling efektif dan tetap diakui hingga saat ini dalam mendidik dan merubah perilaku seseorang ke arah yang lebih baik. Mengenai keteladanan ini Allah SWT telah berfirman:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Qs. al-Ahzab/33: 21)

Penetapan Rasulullah SAW sebagai teladan ini tentu berawal dari kesempurnaan akhlak yang dimilikinya. Kesempurnaan akhlak

Rasulullah SAW ini juga diakui dalam al-Qur'an: إنمك لعلى خلق عظيم و

(Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.46

Kesempurnaan akhlak tersebut juga banyak dibuktikan dalam perjalanan hidup (sirah) Nabi Muhammad SAW. Seperti pengakuan Anas bin Malik r.a., ia berkata:

رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم عشر سني, فما قال ل أف قط, وما خدمت قال ل لشيء صن ع ته: ل صن ع ته, وال لشيء ت ركته: ل ت ركته, وكان رسول اهلل

حسن النماس خلقا, وال مسست خزا وال حري را والشيئا صلمى اهلل عليه وسلمم من أ كان ألي من كف رسول اهلل صلمى اهلل عليه وسلمم, وال شمت مسكا قط والعطرا

لمم كان أطيب من عرق النمب صلمى اهلل عليه وس

Rasulullah SAW Guru Profesional | 27

"Aku telah melayani Rasulullah SAW selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah mengatakan Uf kepadaku, dan tidak pernah mengatakan kepadaku terhadap apa yang telah aku kerjakan, 'Mengapa engkau melakukannya', atau terhadap apa yang aku tinggalkan, 'Mengapa engkau meninggalkannya?' Rasulullah SAW adalah manusia yang sebaik-baik akhlaknya. Aku tidak pernah menyentuh kain yang terbuat dari wool ataupun sutra, ataupun sesuatu yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah SAW. Aku tidak pernah mencium minyak misik ataupun minyak wangi yang lebih wangi dari keringat Nabi SAW". (HR. Imam at-Tirmidzi)47

Pernyataan Anas bin Malik r.a. di atas menunjukkan begitu mulianya Nabi Muhammad SAW. Padahal Anas ketika itu hanyalah seorang pelayan, namun ia tidak pernah diperlakukan dengan kasar, bahkan dengan perkataan Uf/ah sekali pun. Dari beberapa akhlak yang diuraikan di atas membuktikan bahwa Rasulullah SAW memiliki kompetensi personal/kepribadian yang sempurna sekaligus kompetensi sosial. Kesempurnaan kepribadiannnya juga berpengaruh kepada para sahabat dan generasi sesudanya yang senantiasa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya lalu berupaya untuk meneladaninya.

Demikianlah sosok kepribadian Rasulullah SAW sebagai guru. Maka pantaslah jika beliau disebut sebagai "Guru Profesional". Bahkan keprofesionalan Rasulullah SAW melebihi dari konsep guru profesional yang ditawarkan oleh pendidikan modern. Selain dari dari kesempurnaan akhlak yang dimilikinya, keistimewaan profesionalisme Rasulullah SAW sebagai pendidik juga didukung oleh visi transendental yang melekat dalam pelaksanaan pendidikan yang dilakukannya serta pendidikan yang bercorak humanis-religius atau teo-antropecentris. Oleh karenanya, para pendidik muslim sejatinya meneladani sosok kepribadian Nabi SAW sebagai "Guru Profesional Sejati". Meskipun beliau SAW seorang utusan Allah (Rasulullah), akan tetapi kepiawaiannya dalam mendidik akan tetap dapat diteladani oleh umat Islam yang komitmen dan konsisten dalam mensyi'arkan ajarannya.

F. Penutup

Dari paparan di atas, penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Secara sederhana, guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi personal, paedagogik, profesional, dan sosial serta ahli dalam menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Profesionalisme guru sangat dibutuhkan dalam mendidik dan mengembangkan

28 | Muhammad Kosim, M.A.

potensi peserta didik secara maksimal sehingga tujuan pendidikan dapat diraih secara efektif dan efisien.

2. Dari analisis yang dilakukan, ternyata kepribadian Rasulullah SAW yang agung itu membuatnya pantas disebut sebagai Guru Profesional, bahkan melebihi dari konsep profesionalisme guru yang ditawarkan oleh pendidikan modern. Hal itu dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

a. Nabi Muhammad SAW telah melahirkan berbagai kebijakan pendidikan di masanya yang sangat dibutuhkan oleh para sahabat, seperti pembangunan masjid dan menjadikannya sebagai pusat pendidikan dan merumuskan konstitusi pemersatu yang dikenal dengan piagam madinah. Kebijakan itu punya andil besar dalam mensukseskan revolusi perubahan dari kehidupan jahiliyah kepada tatanan masyarakat yang berperadaban (madany);

b. Kemampuan Nabi Muhammad SAW dalam mengubah prilaku sahabat-sahabatnya didasarkan kepada kemampuannya dalam memahami psikologis dari setiap sahabat atau orang lain yang sedang berada pada posisi peserta didiknya. Dengan memahami dimensi psikologis ini, maka nabi pun mampu memilih dan menggunakan berbagai bentuk pendekatan dan metode sesuai dengan psikologis peserta didiknya. Dalam hal ini, dapat dikatakan nabi memiliki kemampuan mengajar (teaching skill) dengan baik.

c. Nabi Muhammad SAW memiliki kepribadian yang sempurna. Hal ini dapat dilihat dari akhlak terintegrasi dalam dirinya dalam setiap aktivitasnya, termasuk di bidang pendidikan. Kepribadian ini bisa dikategorikan dengan kompetensi kepribadian dalam kajian pendidikan modern. Namun, kepribadian yang dimiliki oleh Nabi jauh lebih luas dan mendalam dari konsep kompetensi kepribadian tersebut; sebab nabi tidak hanya sebagai mu’allim dan mutli, tetapi bertindak sekaligus sebagai muzakki sebagaimana yang disinggung dalam Q.S. al-Baqarah/2: 151. Menurut hemat penulis, kepribadian sempurna inilah yang menjadi ciri utama keprofesionalan Rasulullah SAW sehiangga muncul daya tarik yang amat kuat bagi peserta didiknya untuk meneladaninya.

d. Nabi Muhammad SAW mampu menjalin keakraban dan menumbuhkan rasa cinta dari sahabatnya sehingga setiap

Rasulullah SAW Guru Profesional | 29

pendidikan yang ia terapkan mudah dipahami dan amalkan oleh sahabat tersebut. Bahkan ia berhasil mengubah lawan menjadi kawan, dari benci menjadi senang, dari peneror menjadi pembela. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi Rasulullah melebihi kompetensi sosial yang diinginkan. Rasulullah tidak hanya mampu berinteraksi secara baik, tetapi ia mampu menumbuhkan ikatan persaudaraan yang amat kuat dan sulit terpisahkan.

3. Karakter profesionalisme Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik meliputi karakter yang melekat dengan visi transendental, bercorak humanis-religius atau teo-antropocentris, dan kepribadian yang integritas. Dengan begitu, beliau telah mampu menyentuh dimensi spiritual/ruhaniyah peserta didik, di samping dimensi akal dan jasad, sehingga mereka menemukan hakikat hidup yang sesungguhnya sekaligus mengantarkan mereka kepada kebahagiaan yang hakiki. Di sinilah perbedaan kompetensi nabi sebagai guru profesional dengan konsep pendidikan modern. Konsep pendidikan modern lebih mengarahkan kemampuan guru untuk memahami dimensi psikologis dalam artian sempit, tetapi kurang memperhatikan dimensi ruhaniyah yang identik dengan keyakinan dan pengakuan terhadap hal-hal yang bersifat transendental. Tegasnya, Rasulullah SAW mampu mengembangkan fitrah keberagamaan peserta didiknya dengan baik.

Catatan Kaki

1 Dalam al-Qur’an ada dua nabi yang secara tegas disebut sebagai uswatun hasanah, yaitu Rasulullah Muhammad SAW (Q.s. al-Ahzab/33: 21) dan Nabi Ibrahim as (Q.s. al-Mumtahanah/60: 4).

2 Ramayulis, Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, (Padang, Diktat, 2007), hal. 105-106

3 Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),h. 208-213

4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 59-60 5 Sudarman Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme

Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Pustaka setia, 2002), cet. ke-1, h. 20-21. 6 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Padang: IAIN

Press, 1999), cet. ke-1, h. 12. 7 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), jilid 8, hal. 440 8 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Nabi Muhammad SAW;

(www.media.isnet.org/islam/Quraish/ Wawasan/index.html )

30 | Muhammad Kosim, M.A.

9 Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Penj. Kathur Suhardi,

(Jakarta: Pustaka al-Kautsasr, 2007), hal. 398-404 10 Abuddin Nata dan Fauzan, op. cit., hal. 22 11 Ibid., hal. 24 12 Imam Muslim bin Hajjaj An-Naisyaburi, Shahih Muslim, Kitab Haji, Tarqiq

Syaikh Fuaad Abdul Baqi, (Saudi Arabia: t.pn, 1400 H). No. 2380 13 Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab ath-Thaharah, Bab Wujub Ghaslil Bawli wa

Ghairihi minan Najasaat Idza Hashalat fil Masjid, No. 100 (285), 1/236-237 14 Wakhudin, Berkuasa, (www.pikiran-rakyat.co.id) Jum'at, 24 Oktober 2008 15 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 4, kitab al-Isti'dzan, nomor: 6265 (Beirut: Dar

al-Kitab al-'Ilmiyah, 1997), hal. 153 16 Ibid., Kitab ar-Riqaq, hadis nomor: 6416, hal. 190 17 Mengenai metode-metode yang pernah diterapkan oleh Nabi, lebih lanjut lihat

buku Fadhl Ilahi, Muhammad SAW Sang Guru yang Hebat, Penj. Nurul Mukhlisin Asyraf, (Surabaya: eLBA, 2006), Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi SAW; Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf, Penj. Salafuddin Abu Sayyid, (Solo: Pustaka Arafah, 2003).

18 Abuddin Nata dan Fauzann, op.cit., hal. 28 19 Syekh al-Hafiedh Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani, Bulughul Maram, Penj. Masrap

Suhaemi dan Abu Laily Istiqamah, (Surabaya: "Al-Ikhlas", 1993), hal. 976 20 Fu’ad Asy Syalhub, Guruku Muhammad,Penj. Nashirul Haq, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2006), hal. 9 21 Marazuq Ibrahim adz-Dzufairi, Manhajun Nabiy SAW fii Tarbiyati an-Nasy-i,

Penj. Abu Usamah Fatkhur Rahman, (Bogor: Pustaka Ibn Katsir, 2006), hal. 57 22 Hafidz Abdurrahman, Membangun Kepribadian Pendidik Umat, Ketauladanan

Rasulullah SAW di Bidang Pendidikan, (Jakarta: Wadi Press, 2005), hal. 24 23 Imam Bukhari, Kitab al-Adzan, Nomor: 708, Jilid 1, op.cit., hal. 171 24 Ibid, Kitab al-Manaqib, Jilid 2, Nomor 3613, hal. 440 25 Ibid, Kitab Akhbar al-Ahad, Jilid 4, Nomor 7246, hal. 404 26 Ibid, Kitab al-Ath'imah, Jilid 3, Nomor 5376, hal. 445-446 27 Hafidz Abdurrahman, op.cit., hal. 25 28 ‘Aidh bin Abdullah al-Qarni, Visualisasi Kepribadian Muhammad SAW, Penj.

Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006), hal. 51 29 Rawwas Qal'ah, Dirāsah Tahlīliyah li Syakhsiyyah ar-Rasūl SAW, (Beirut: Dar an-

Nafāis, 1996), cet. ke-2, hal. 265 30 Idrus Shahab, Sesungguhnya Dialah Muhammad; Sebuah Novel, (Bandung:

Pustaka Hidayah, 2003), hal. 199 31 Hadits Ibn Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, (Beirut: Dār Ihyā at-Turāts al-'Arabi,

1997), Juz IV, cet. ke-2, hal. 61 32 Imam Abu Isa Muhammad Ibnu Saurah at-Tirmidzi, Mukhtashar asy-Syamail al-

Muhammaadiyah, Peneliti: Muhammad Nashiruddin al-Albani, Penj. Abu Fahmi Huadi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), hal. 244

33 Sayid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtarul Ahadis, Penj. Mahmud Zaini, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), hal. 188

34 Imam Abu Isa Muhammad Ibnu Saurah at-Tirmidzi, op.cit., hal. 238 35 Ibid., hal. 235 36 Abbas Mahmud al-Aqqad, Kejeniusan Rasulullah SAW, (Jakarta: Pustaka Azzam,

t.th.), hal. 38 37 Imam Abu Isa Muhammad Ibnu Saurah at-Tirmidzi, op.cit., hal. 222

Rasulullah SAW Guru Profesional | 31

38 Fadl Ilahir, op.cit., hal. 324 39 Imam Bukhari, Kitab ash-Shaum, Nomor: 1932, op.cit., Jilid 1, hal. 477 40 Ibid., Kitab al-Haj, Nomor 1669, Jilid 1, hal. 412 41 Fadhl Ilahi, op.cit., hal. 235 42 Imam Abu Isa Muhammad Ibnu Saurah at-Tirmidzi, op.cit., hal. 194 43 Ibid., hal. 172 44 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial,

(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hal. 213-216 45 Moh. Slamet Untung, op.cit., hal. 63 46 Qs. Qalam/68: 4 47 Imam Abu Isa Muhammad Ibnu Saurah at-Tirmidzi, op.cit., hal. 243

DAFTAR BACAAN

Al-Qur'an al-Karim

Abdurrahman, Hafidz, Membangun Kepribadian Pendidik Umat, Ketauladanan Rasulullah SAW di Bidang Pendidikan, Jakarta: Wadi Press, 2005

al-Aqqad, Abbas Mahmud, Kejeniusan Rasulullah SAW, Jakarta: Pustaka Azzam, t.th.

al-Atsqalani, Syekh al-Hafiedh Imam Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Penj. Masrap Suhaemi dan Abu Laily Istiqamah, Surabaya: "Al-Ikhlas", 1993

Baqi, Muhammad Fu'ad Abdul, Al-Lu'lu' Wal Marjan, Penj. Muslich Shabir, Semarang: Al-Ridha, 1993

adz-Dzufairi, Marazuq Ibrahim, Manhajun Nabiy SAW fii Tarbiyati an-Nasy-i, Penj. Abu Usamah Fatkhur Rahman, Bogor: Pustaka Ibn Katsir, 2006

al-Hasyimi, Sayid Ahmad, Mukhtarul Ahadis, Penj. Mahmud Zaini, Jakarta: Pustaka Amani, 1995

Hisyam, Hadits Ibn, as-Sirah an-Nabawiyah, Beirut: Dār Ihyā at-Turāts al-'Arabi, 1997, cet. ke-2

Ilahi, Fadhl, Muhammad SAW Sang Pendidik yang Hebat, Penj. Nurul Mukhlisin Asyraf, Surabaya: eLBA, 2006

Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMP, Jakarta, 2011

Kesuma, Dharma, dkk., Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, cet.ke-2

32 | Muhammad Kosim, M.A.

Langgulung, Hasan, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains

Sosial, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002

Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011

al-Mubarakfuri, Syafiyyurrahman, Sirah Nabawiyah, Penj. Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka al-Kautsasr, 2007

An-Naisyaburi, Imam Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Haji, Tarqiq Syaikh Fuaad Abdul Baqi, Saudi Arabia: t.pn, 1400 H

Qal'ah, Rawwas, Dirāsah Tahlīliyah li Syakhsiyyah ar-Rasūl SAW, Beirut: Dar an-Nafāis, 1996, cet. ke-2

al-Qarni, ‘Aidh bin Abdullah, Visualisasi Kepribadian Muhammad SAW, Penj. Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002

_____________, Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Padang, Diktat, 2007

Sertifikasi Pendidik, (http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/opendoc.php), Jum'at, 24 Oktober 2008

Shahab, Idrus, Swesungguhnya Dialah Muhammad; Sebuah Novel, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), hal. 199

Suwaid, Muhammad, Mendidik Anak Bersama Nabi SAW; Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf, Penj. Salafuddin Abu Sayyid, Solo: Pustaka Arafah, 2003

Asy-Syalhub, Fu’ad, Pendidikku Muhammad,Penj. Nashirul Haq, Jakarta: Gema Insani Press, 2006

at-Tirmidzi, Imam Abu Isa Muhammad Ibnu Saurah, Mukhtashar asy-Syamail al-Muhammaadiyah, Peneliti: Muhammad Nashiruddin al-Albani, Penj. Abu Fahmi Huadi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002

Wakhudin, Berkuasa, (www.pikiran-rakyat.co.id) Jum'at, 24 Oktober 2008

Tim Direktorat Pendidikan Madrasah, Wawasan Pendidikan Karakter dalam Islam, Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah Kementerian Agama, 2010