Penalaran Ituitif dan Penalaran Visual

29
PENALARAN VISUAL DAN PENALARAN INTUITIF SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER Johan Irawan, MAN Bangil Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur, [email protected] BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar oleh manusia. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan bisa mencapai taraf hidup yang lebih baik karena dalam pendidikan manusia akan diajarkan pada suatu proses pembentukan kepribadian, pematangan akal, dan pemecahan masalah melalui ilmu yang ada. Peningkatan kualitas pendidikan nasional khususnya pada bidang matematika merupakan suatu hal yang strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berorientasi pada peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan kualitas pendidikan nasional diperlihatkan pada penyempurnaan aspek-aspek pendidikan, antara lain seperti: kurikulum, sarana dan prasarana, dan tenaga pengajar. Salah satu aspek yang disempurnakan adalah kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan menjadi kurikulum 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), lalu KBK menjadi kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan saat ini kurikulum 2006 telah disempurnakan menjadi kurikulum 2013 yang penerapannya masih dilakukan secara bertahap. Orientasi kurikulum tersebut menekankan pada proses dengan tidak melupakan pencapaian hasil pembelajaran. Selain kurikulum, penyempurnaan juga dilakukan pada tujuan pembelajaran matematika.

Transcript of Penalaran Ituitif dan Penalaran Visual

PENALARAN VISUAL DAN PENALARAN INTUITIF SISWA SMP DALAMMEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN

GENDER

Johan Irawan, MAN Bangil Kabupaten Pasuruan Propinsi JawaTimur, [email protected]

BAB IPENDAHULUAN

A.Latar BelakangPendidikan merupakan harga mati yang tidak dapat

ditawar oleh manusia. Tanpa pendidikan, manusia tidakakan bisa mencapai taraf hidup yang lebih baik karenadalam pendidikan manusia akan diajarkan pada suatu prosespembentukan kepribadian, pematangan akal, dan pemecahanmasalah melalui ilmu yang ada.

Peningkatan kualitas pendidikan nasional khususnyapada bidang matematika merupakan suatu hal yangstrategis dalam meningkatkan kualitas sumber dayamanusia agar memiliki pengetahuan, keterampilan dansikap yang berorientasi pada peningkatan penguasaan ilmupengetahuan dan teknologi. Peningkatan kualitaspendidikan nasional diperlihatkan pada penyempurnaanaspek-aspek pendidikan, antara lain seperti: kurikulum,sarana dan prasarana, dan tenaga pengajar.

Salah satu aspek yang disempurnakan adalahkurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan menjadikurikulum 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK), lalu KBK menjadi kurikulum 2006 yang lebihdikenal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan), dan saat ini kurikulum 2006 telahdisempurnakan menjadi kurikulum 2013 yang penerapannyamasih dilakukan secara bertahap. Orientasi kurikulumtersebut menekankan pada proses dengan tidak melupakanpencapaian hasil pembelajaran. Selain kurikulum,penyempurnaan juga dilakukan pada tujuan pembelajaranmatematika.

Pada Kurikulum 2006 atau yang dikenal denganistilah KTSP [1] ditegaskan tentang tujuan pembelajaranmatematika diantaranya, adalah untuk (1) melatih caraberpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, melaluikegiatan seperti penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,menunjukkan kesamaan, dan perbedaan; (2) mengembangkanaktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi,dan penemuan yang bersifat divergen, orisinil, rasaingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba; (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah;dan (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasiatau mengkomunikasikan gagasan dengan lisan, grafik,peta, atau diagram.

Sementara itu, dalam Peraturan Menteri PendidikanNasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi [2],dijelaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika disekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagaiberikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskanketerkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsepatau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepatdalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran padapola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalammembuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskangagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalahyang meliputi kemampuan memahami masalah, merancangmodel matematika, menyelesaikan model dan menafsirkansolusi yang diperoleh; 4) Mengomunikasikan gagasandengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untukmemperjelas keadaan atau masalah; 5) Memiliki sikapmenghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitumemiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalammempelajari matematika, serta sikap ulet dan percayadiri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan pesan kurikulum tersebut diatas,berarti siswa dalam belajar matematika hendaknyadilatih dan dibiasakan untuk mempertajam aktivitasberpikir dan bernalar dengan menggunakan serangkaianaktivitas secara kreatif yang melibatkan kemampuanimajinatif, prediktif dan intuitif. Melalui kemampuan

imajinatif seseorang mampu membayangkan danmemvisualisasikan objek dari permasalahan yang sedangdihadapi, sehingga ia mampu memberikan interpretasi ataurepresentasi konsep dari masalah tersebut secara lebihjelas. Melalui kemampuan prediktif dapat mengarahkanseseorang untuk peka dan mampu menentukan alternatifsolusi dari masalah yang dihadapi. Sedangkan menurutFischbein (dalam Munir [3]) kemampuan intuitif dapatdijadikan sebagai jembatan pemahaman sesesorangsehingga dapat membantu dan memudahkan dalammengaitkan objek yang dibayangkan dengan alternatifsolusi yang diinginkan. Atau dengan kata lain mampuuntuk menentukan strategi atau langkah apa yang harusdilakukan untuk mencapai solusi tersebut.

Pada pembelajaran matematika ada siswa yang mampumenyelesaikan permasalahan matematika dengan cepat,tepat dan benar. Disisi lain tidak sedikit pula siswayang benar-benar tidak mampu menyelesaikan permasalahanmatematika dengan benar. Untuk dapat menyelesaikan suatupermasalahan terkait dengan matematika diperlukanpenguasaan dan pengembangan berbagai kemampuan,penalaran yang baik terhadap pemasalahan yang diberikanserta ketrampilan berhitung.

Menurut Zeev dan Star (dalam Munir [3]), Pada saatsiswa dihadapkan pada masalah matematika, yang menuntutuntuk segera ditemukan penyelesaiaannya, mungkin sajasiswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan“segera” apabila ia telah memiliki pengetahuan danpengalaman yang baik mengenai masalah yang diberikanatau bahkan ia mengalami kebuntuan dalammenyelesaikannya. Jika siswa mengalami kebuntuan, makasiswa akan cenderung berusaha menyajikan masalah denganperantara (baik melaui gambar, grafik, atau coretan-coretan lainya) agar secara intuitif mudah diterima dandipahami. Siswa yang telah menggunakan perantara berupagambar, grafik, diagram, ataupun coretan lainnya untukmerepresentasikan suatu masalah, maka dikatakan bahwasiswa tersebut telah melakukan penalaran visual(visualisasi). Disamping itu, jika representasi yang

dilakukan siswa merupakan suatu gagasan yang munculsecara tiba-tiba dengan sendirinya dan menyebabkan siswamampu membuat dugaan tentang permasalahan yang dihadapidengan cepat, maka dapat dikatakan bahwa siswa tersebuttelah melakukan penalaran intuitif.

Sumedi [4] menyebutkan bahwa penalaran merupakansuatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristiktertentu dalam menemukan kebenaran atau dalam menariksuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Karakteristikyang dimaksud oleh Sumedi adalah: 1) Adanya suatu polaberpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan 2)adanya sifat analitik dari proses berpikir.

Sedangkan penalaran visual sendiri dapatdidefinisikan sebagai sesuatu pemikiran yang aktifsebagai bentuk interaksi antara melihat, membayangkan,dan menggambarkan suatu tujuan serta proses analitisuntuk memahami, menafsirkan dan memproduksi pesan visualyang biasa berupa gambar dua dimensi maupun tigadimensi. Giaquinto (dalam Bråting [5]) menyatakan bahwapenalaran visual pada matematika dapat digunakan secarakhusus untuk "menemukan" kebenaran dalam geometri tetapihanya untuk beberapa kasus khusus dalam analisismatematis. Gardner (dalam Yustisia [6]) mengungkapkanbahwa seorang anak yang memiliki kecerdasan visual ataupenalaran visual yang tinggi akan dapat menyelesaikanmasalah ruang (spasial) dengan lebih mudah dibandingdengan anak-anak lain. Selain itu, mereka mampumengamati dunia spasial secara akurat, bahkanmembayangkan bentuk-bentuk geometri dan dimensi tiga,serta mampu memvisualisasikan dengan grafik atau idekeruangan (spasial).

Akan tetapi Bråting [5] mengemukakan bahwaindividu-individu perseorangan dapat berinteraksi denganvisualisasi matematika dengan cara yang lebih baik ataulebih buruk tergantung pada pengetahuan sebelumnya dantergantung pada konteks yang dipelajari. Seseorangdengan sedikit Pengalaman matematika mungkin tidakmenyadari bahwa visualisasi dapat direpresentasikandengan lebih dari satu cara, dan dapat memberikan hasil

yang berbeda. Dengan pengalaman yang dimiliki, seseorangbisa belajar untuk menafsirkan visualisasi dengan carayang berbeda, tergantung pada apa yang dituju. Semakinakrab, seseorang dapat "membaca" visualisasi menjadilebih dari apa yang mungkin. Dan pada intinya menurutBråting [5] adalah bahwa visualisasi pasti cukup untukmeyakinkan diri sendiri tentang kebenaran dari sebuahpernyataan dalam matematika, asalkan seseorang memilikipengetahuan yang cukup tentang apa yang merekarepresentasikan.

Sedikit berbeda dengan penalaran visual, melaluipenalaran intuitif yang baik, seseorang dapat membuatdugaan dengan cepat, menghasilkan gagasan yang menariksebelum disadari manfaatnya, dan mendapatkan akaldalam pembuktian. Penalaran intuitif seperti ini dekatdengan suasana permainan, dimana kesalahan dapatditerima sebagai sesuatu yang wajar. Dan Intuisimerupakan kegiatan yang lebih menghargai prosesbermatematika, yang tidak hanya menekankan pentingnyajawaban benar saja, tetapi juga menghargai proses yangtelah dilalui seseorang untuk menemukan sebuah jawaban.

Fischbein (dalam Munir [3]) menawarkan pengertianintuisi ditinjau dari sifatnya. Dari sifatnya, intuisidigunakan untuk mengantisipasi suatu hal yang dapatterjadi dalam suatu kegiatan. Berdasarkan sifat ini,dapat dikatakan bahwa intuisi dapat memberikan inspirasiserta mengarahkan dalam menentukan langkah-langkah untukmengkonstruksi dan menemukan solusi dari suatupermasalahan termasuk dalam masalah matematika.

Banyak hasil penelitian dari para ahli matematikayang menunjukkan adanya keragaman mengenai perangender dalam pembelajaran matematika. Beberapa hasilmenunjukkan adanya faktor gender dalam pembelajaranmatematika, namun pada sisi lain, beberapa penelitianmengungkapkan bahwa gender tidak berpengaruh signifikandalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, cukupmenarik dilakukan penelitian untuk melihat bagaimanaperan gender dalam penalaran, khususnya dalammenggunakan penalaran visual dan penalaran intuitif

dalam memecahkan masalah matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik

untuk mengkaji tentang penalaran visual dan penalaranintuitif siswa SMP dalam memecahkan masalah matematikaditinjau dari segi perbedaan gender.

B.Pertanyaan Dalam MakalahBerdasarkan uraian pada latar belakang masalah,

pertanyaan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:1. Bagaimana kharakteristik penalaran visual siswa laki-

laki tingkat SMP dalam memecahkan masalah matematika?2. Bagaimana kharakteristik penalaran visual siswa

perempuan tingkat SMP dalam memecahkan masalahmatematika?

3. Bagaimana kharakteristik penalaran intuitif siswalaki-laki tingkat SMP dalam memecahkan masalahmatematika?

4. Bagaimana kharakteristik penalaran intuitif siswaperempuan tingkat SMP dalam memecahkan masalahmatematika?

C.Tujuan Penulisan MakalahBerkaitan dengan rumusan pertanyaan yang diajukan,

maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagaiberikut:1. Untuk mendiskripsikan kharakteristik penalaran visual

siswa laki-laki tingkat SMP dalam memecahkan masalahmatematika.

2. Untuk mendiskripsikan kharakteristik penalaran visualsiswa perempuan tingkat SMP dalam memecahkan masalahmatematika.

3. Untuk mendiskripsikan kharakteristik penalaranintuitif siswa laki-laki tingkat SMP dalam memecahkanmasalah matematika.

4. Untuk mendiskripsikan kharakteristik penalaranintuitif siswa perempuan tingkat SMP dalam memecahkanmasalah matematika.

D.Definisi OperasionalUntuk menghindari adanya perbedaan penafsiran

makna dalam makalah ini, maka diperlukan definisioperasional sebagai berikut :1. Penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berpikir

untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatuperyataan baru yang benar berdasarkan beberapaperyataan yang kebenarannya telah dibuktikan ataudiasumsikan sebelumnya.

2. Penalaran visual adalah sesuatu pemikiran yang aktifsebagai bentuk interaksi antara melihat, membayangkan,dan menggambarkan suatu tujuan serta proses analitisuntuk memahami, menafsirkan dan memproduksi pesanvisual yang biasa berupa gambar dua dimensi maupuntiga dimensi.

3. Penalaran intuitif adalah kesadaran yang diterimalangsung oleh seseorang tanpa kebutuhan untukmenjastifikasi atau menginterpretasi secara eksplisitkesadaran tersebut dan dapat digunakan sebagai suatusarana untuk memudahkan seseorang memahami objek ataukonsep secara intuitif, pada saat objek atau konseptersebut sulit untuk dipahami atau dibayangkan.

4. Masalah matematika adalah soal-soal non rutin yangbelum diketahui prosedur pemecahannya oleh siswa. Danpada makalah ini soal-soal tersebut difokuskan padasoal-soal yang berkaitan dengan geometri.

5. Pemecahan masalah matematika adalah upaya memperolehsolusi masalah dengan menerapkan pengetahuanmatematika dan melibatkan keterampilan berpikir danbernalar yang telah dimiliki sebelumnya.

6. Perbedaan Gender adalah perbedaan jenis kelamin, yaituantara laki-laki dan perempuan.

BAB IILANDASAN TEORI

A.Penalaran MatematisTurmudi (dalam Wahidin [7]) menyatakan bahwa

penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu carauntuk mengembangkan wawasan siswa tentang fenomena. Orangyang nalar dan berpikirnya analitik cenderung mencatatpola, struktur, dan keteraturan dalam situasi nyata (real-world) dan benda-benda simbolik. Secara umum permasalahandalam dunia matematika adalah bagaimana menghasilkansuatu konsep dari konsep yang sudah diketahui, dan untukmemecahkan masalah ini, dibutuhkan kemampuan penalaranyang memadai sehingga langkah demi langkahpenyelesaiannya akan terarah dan sistematis.

Penalaran sering dikenal dengan istilah reasoning.Shodiq (dalam Hayanti [8]) menyebutkan penalaran adalahsalah satu kompetensi dasar matematis disampingpemahaman, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalahyang berhubungan dengan proses mental dalam mengembangkanpikiran dari beberapa fakta dan prinsip. Penalaran jugamerupakan suatu proses atau aktivitas berpikir untukmenarik suatu kesimpulan atau membuat suatu peryataanbaru yang benar berdasarkan beberapa peryataan yangkebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikansebelumnya.

Sedangkan Sumedi [4] menyebutkan bahwa penalaranmerupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyaikarakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran ataudalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.Karakteristik yang dimaksud oleh Sumedi adalah: 1) Adanyasuatu pola berpikir yang secara luas dapat disebutlogika, 2) adanya sifat analitik dari proses berpikir.

Menurut Keraf (dalam Wahidin [7]), penalaran adalahproses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta yangdiketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Sebagai contoh,jika diketahui besar dua sudut dalam suatu segitigaadalah 30o dan 45o, maka dapat disimpulkan atau dibuatpernyataan bahwa sudut yang ketiga dalam segitigatersebut besarnya adalah 105o.

Schonfeld (dalam Sumarmo [9]) menyatakan bahwamatematika merupakan proses yang aktif, dinamik,generatif dan eksploratif. Hal ini berarti bahwa prosesmatematika dalam penarikan kesimpulan merupakan kegiatanyang membutuhkan pemikiran dan penalaran tingkat tinggi.Beberapa indikator penalaran matematik dalam pembelajaranmatematika menurut Sumarmo [9] antara lain, siswa dapat:1) Menarik kesimpulan logik, 2) Memberikan penjelasandengan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan, 3)Memperkirakan jawaban dan proses solusi, 4) Mengunakanpola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik,5) Menyusun dan menguji konjektur, 6) Merumuskan lawancontoh (counter example), 7) Mengikuti aturan inferensi;memeriksa validitas argumen, 8) Menyusun argumen yangvalid, 9) Menyusun pembuktian langsung, tak langsung danmenggunakan induksi matematik.

B.Penalaran Visual (Visualisasi) Penalaran visual merupakan kemampuan penalaran

seseorang dalam memahami bangun tiga dimensi atau ruangsecara tepat. Seseorang yang memiliki penalaran visualyang baik akan memiliki kepekaan terhadap unsur garis,warna, bentuk, ruang, dan hubungan antara unsur-unsurtersebut, seseorang seperti ini biasanya mempunyai

kemampuan untuk membayangkan dan menyampaikan ataumenerjemahkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dalambentuk gambar dua dimensi atau bahkan tiga dimensi.Selain itu, mereka mempunyai kemampuan yang kuat untukmenciptakan imajinasi dalam pikirannya serta mempunyaipemahaman yang lebih baik tentang arah, tata letak, danposisi jika dibandingkan dengan orang lain pada umumnya.Menurut Gardner (dalam Yustisia [6]), seorang anak yangmemiliki kecerdasan visual atau penalaran visual yangtinggi akan dapat menyelesaikan masalah ruang (spasial)dengan lebih mudah dibanding dengan anak-anak lain.Selain itu, mereka mampu mengamati dunia spasial secaraakurat, bahkan membayangkan bentuk-bentuk geometri dandimensi tiga, serta mampu memvisualisasikan dengan grafikatau ide keruangan (spasial).

Penalaran visual sendiri dapat didefinisikan sebagaisesuatu pemikiran yang aktif sebagai bentuk interaksiantara melihat, membayangkan, dan menggambarkan suatutujuan serta proses analitis untuk memahami, menafsirkandan memproduksi pesan visual. Giaquinto (dalam Bråting[5]) menyatakan bahwa penalaran visual pada matematikadapat digunakan secara khusus untuk "menemukan" kebenarandalam geometri tetapi hanya untuk beberapa kasus khususdalam analisis matematis.

Goldsmchmidt (dalam Surya [10]) menyatakan bahwapenalaran visual mengandalkan proses berpikir denganbahasa gambar visual, bentuk, pola, tekstur, dan symbol.Sedangkan Zimmerman dan Cunningham (dalam Surya [10])menyebutkan bahwa visualisasi adalah suatu tindakandimana seseorang individu membentuk hubungan yangkuat antara proses internal dalam dirinya dengan objekatau peristiwa eksternal yang dirasakan oleh dirinya.Objek atau peristiwa eksternal ini diakses melalui alatindra dan kemudian disambungkan dengan kontruksi mentaldalam pikiran.

Arcavi (dalam Surya [10]) mengistilahkan penalaranvisual dengan kiasan “melihat yang gaib”. Iamenganggap bahwa matematika merupakan dunia yang“abstrak” dan berkaitan dengan benda-benda atau entitas

yang cukup berbeda dari fenomena fisik, sehingga sangatbergantung pada visualisasi dalam bentuk yang berbeda danpada tingkat yang berbeda.

Terkait dengan penalaran visual, Yustisia [6]mengemukaan empat kemampuan yang sangat terkait denganpenalaran visual yaitu: 1) Kemampuan untuk mengenalbentuk-bentuk bangun, seperti lingkaran, bola, balok,kubus, prisma, limas, dan sebagainya; 2) Kemampuan untukmembuat bentuk atau rancangan suatu bangun; 3) Kemampuanuntuk mengenal warna dengan baik, dan; 4) Kepekaanterhadap garis yang tinggi.

C.Peran Penalaran VisualPosisi penalaran visual dalam matematika telah

bervariasi dari waktu ke waktu. Mancosu (dalam Bråting[5]) menunjukkan bahwa selama abad ke-19 berpikir visualjatuh ke dalam kehinaan. Alasannya karena matematikatelah diklaim secara jelas berkaitan dengan perhitunganintuitif dan visualisasi secara langsung, tetapikenyataannya pandangan ini menjadi keliru ketika metodematematis yang baru diterapkan dan matematika tidak hanyaberhubungan dengan perhitungan intuitif dan visualisasisemata.

Penalaran visual memainkan fungsi atau peran yangberbeda pada siswa yang menggunakan penalaran visualuntuk memecahkan masalah. Presmeg (dalam Surya [10])mengungkapkan bahwa ada tujuh peran penalaran visualyaitu: 1) Untuk memahami masalah. Dengan merepresentasimasalah secara visual, siswa dapat memahami bagaimanaunsur-unsur dalam masalah berhubungan satu sama lain; 2)Untuk menyederhanakan masalah. Penalaran visualmemungkinkan siswa untuk mengidenfikasi masalah secaralebih sederhana dan mengidentifikasi metode yang akandigunakan untuk memecahkan masalah tersebut; 3) Untukmelihat keterkaitan (koneksi) antara masalah denganmasalah lain yang telah dialami sebelumnya; 4) Untukmemenuhi gaya belajar individual yaitu gaya belajarvisual; 5) Sebagai pengganti komputasi/perhitungan.

Jawaban masalah dapat diperoleh secara langsung darirepresentasi visual itu sendiri, tanpa memerlukankomputasi secara detail; 6) Sebagai alat untuk memeriksasolusi. Representasi visual dapat digunakan untukmemeriksa kebenaran dari jawaban yang diperoleh; 7) Untukmengubah masalah ke dalam bentuk matematis. Bentukmatematis dapat diperoleh dari representasi visual untukmemecahkan masalah.

Tanpa adanya penalaran visual siswa atau bahkan gurusendiri sering terjebak dalam berpikir rutin, maka dariitu penalaran visual juga perlu dikembangkan. Pada contohberikut memperlihatkan bagaimana siswa seringkaliterjebak dalam berpikir rutin.Misalnya diketahui sebuah lingkaran memiliki jari-jarisepanjang r, kemudian lingkaran tersebut dipotongseperempat daerahnya. Tentukan luas dan kelilinglingkaran tersebut setelah dipotong!. (diolah dari Surya[10])Siswa yang terbiasa berpikir rutin maka akan dengansangat yakin mungkin akan menjawab: luas lingkaran setelah dipotong =

keliling lingkaran menjadi

inilah letak kesalahan yang mungkin terjadi jika kitatidak melakukan penalaran visual. Secara visual lingkaranyang dimaksud akan tampak seperti berikut

Gambar sebuah lingkaran utuh Gambar tiga perempatlingkaran

(lingkaran dipotong seperempatbagian)Melalui representasi visual terlihat bahwa seharunyakeliling lingkaran yang dimaksud adalah

Sementara itu, Bråting [5] mengemukakan bahwaindividu-individu perseorangan dapat berinteraksi denganvisualisasi matematika dengan cara yang lebih baik ataulebih buruk tergantung pada pengetahuan sebelumnya dantergantung pada konteks yang dipelajari. Seseorang dengansedikit Pengalaman matematika mungkin tidak menyadaribahwa visualisasi dapat direpresentasikan dengan lebihdari satu cara, dan dapat memberikan hasil yang berbeda.Sebagai contoh konkret, Bråting [5] memberikan ilustrasimengenai apa yang terjadi ketika seorang gurumenggambarkan lingkaran dengan menggambar di papan tulis,seperti Gambar di bawah ini.

Gambar " Lingkaran di papan tulis " .Gambar di papan tulis tersebut bukanlah sebuah

lingkaran, karena tidak mungkin untuk menggambarlingkaran secara sempurna. Akan tetapi bagi seseorangyang tahu bahwa lingkaran adalah himpunan titik-titikpada bidang datar yang berjarak sama dari suatu titiktengah, gambar di papan tulis sudah cukup untukdipamahami bahwa guru berbicara tentang lingkaran"matematika". Namun demikian, untuk anak yang belumpernah mendengar tentang lingkaran sebelumnya, gambar dipapan tulis mungkin dapat berarti sesuatu yang lain.Dengan melihat lingkaran pada Gambar diatas, anak bahkanmungkin berpikir bahwa lingkaran adalah sebuah cincinyang tidak terhubung (terbuka) di bagian atasnya.

Dengan pengalaman yang dimiliki, seseorang bisabelajar untuk menafsirkan visualisasi dengan cara yangberbeda, tergantung pada apa yang dituju. Semakin akrab,seseorang dapat "membaca" visualisasi menjadi lebih dariapa yang mungkin. Dan pada intinya menurut Bråting [5]adalah bahwa visualisasi pasti cukup untuk meyakinkandiri sendiri tentang kebenaran dari sebuah pernyataan

dalam matematika, asalkan seseorang tersebut memilikipengetahuan yang cukup tentang apa yang merekarepresentasikan

D.Penalaran Intuitif Menurut Zeev dan Star (dalam Munir [3]), Pada saat

siswa dihadapkan pada masalah matematika, yang menuntutuntuk segera ditemukan penyelesaiaannya, mungkin sajasiswa tersebut dapat menyelesaikan masalah tersebutdengan segera apabila ia telah memiliki pengetahuan danpengalaman yang baik mengenai masalah yang diberikan ataubahkan ia mengalami kebuntuan dalam menyelesaikannya,tentu ia akan cenderung berusaha menyajikan denganperantara (gambar, grafik, atau coretan-coretan lainya)agar secara intuitif mudah diterima dan dipahami. Olehkarena itu, penalaran intuitif dapat diartikan sebagaisuatu sarana untuk memudahkan seseorang memahami objekatau konsep secara intuitif, pada saat objek atau konseptersebut sulit untuk dipahami atau dibayangkan.

Menurut Taber (dalam Munir [3]), Penalaran intuitifbisa bermula dari realitas konkret menjadi bentuk abstrakdan juga bisa sebaliknya dari bentuk abstrak suatufenomena menjadi representasi konkret. Sebagai contoh

misalnya rumus fungsi kuadrat s =½ a t2 adalah modelabstrak dari fenomena nyata tentang jarak tempuh bendayang diperoleh dari gerak yang dipercepat denganpercepatan a dalam waktu t unit waktu. Pada sisi lain,penalaran intuitif tidak harus berupa refleksilangsung dari realitas konkret, namun juga bisaberdasarkan interpretasi abstrak dari suatu realitas.Sebagai contoh, grafik yang merepresentasikan sebuahfungsi merupakan model penalaran intuitif untuk fungsi,dan fungsi tersebut merupakan bentuk abstrak darisebuah fenomena tertentu. Seperti halnya fenomenajatuhnya benda yang direpresentasikan dengan fungsikuadrat adalah bentuk dari model abstrak, kemudian dibuatgrafik fungsi yang merupakan representasi dari hubunganvariabel yang terkandung di dalamnya adalah bentuk dari

model penalaran intuitif. Begitu juga halnya dengan konsep-konsep geometri, seperti gambar-gambar garis, sudut,segitiga, segiempat, kubus, kerucut dan sebagainya,adalah merupakan representasi konkret dari bentuk abstrak.

Menurut Fiscbein (dalam Munir [3]) tidak adadefinisi intuisi yang diterima secara bersama-sama olehpara ahli. Namun demikian para ahli menerima sifat-sifatimplisit intuisi yaitu yang dikenal dengan istilah selfevident (kejelasan secara pribadi) yang berlawanan denganusaha secara logis dan analitis. Banyak filosof dan ahlipendidikan memandang intuisi sebagai strategi mental ataumetode yang memungkinkan seseorang menyatakanesensi/intisari suatu fenomena. Bahkan Poincare (dalamUsodo [11]) menyatakan bahwa tidak ada aktivitas yangbenar-benar kreatif dalam sains dan matematika tanpaadanya intuisi.

Fischbein sendiri (dalam Munir [3]) mendefinisikanintuisi sebagai immediate cognition (kesadaran yang tiba-tiba)yang disetujui secara langsung tanpa proses pembenaran.Begitu juga Piaget (dalam Usodo [11]) memandang intuisisebagai kesadaran yang diterima langsung tanpa kebutuhanuntuk menjastifikasi atau menginterpretasi secaraeksplisit.

Menurut Bruner (dalam Usodo [11]), penalaranintuitif adalah tindakan seseorang menggapai suatu maknaatau struktur suatu masalah, yang tidak bergantungsecara eksplisit pada analisis dalam bidang keahliannya.Membuat dugaan dengan cepat, menghasilkan gagasan yangmenarik sebelum disadari manfaatnya, dan mendapatkanakal dalam pembuktian, merupakan contoh-contohintuisi. Intuisi dekat dengan suasana permainan, dimanakesalahan dapat diterima sebagai sesuatu yang wajar.Intuisi merupakan kegiatan yang lebih menghargai prosesbermatematika, yang tidak hanya menekankan pentingnyajawaban benar saja.

Adapun klasifikasi model penalaran intuitif yangdikemukakan oleh Fischbein (dalam Munir [3]), mencakup 4model yaitu: 1) model eksplisit dan implicit (tacit); 2) modelanalogy; 3) model paradigmatic; dan (4) model diagrammatic.

Model eksplisit dan implicit (model tacit) seringdigunakan oleh seseorang manakala mencari dan menentukanmodel yang memudahkan atau mengarahkan dalammenyelesaikan masalah, model ini dipilih dan dibuatsecara sengaja diarahkan secara tegas untuk membantumenemukan solusi. Sebagai contoh, seseorang membuat alatperaga atau bentuk simulasi untuk keperluan penelitianseperti gambar grafik, diagram, dan histogram. Akantetapi tidak jarang juga dijumpai suatu model diciptakansecara otomatis dan secara implisit (tacit) dikaitkan ataudihubungkan dengan realitas tertentu. Dengan kata lainkita boleh percaya bahwa penyelesaian masalah memilikitujuan yang terkait dengan fenomena tertentu.

Model analogy adalah model yang dipandang darikaitannya dengan sistem yang dimodelkan. Model analogydiartikan sebagai model yang digunakan untuk dua konsepyang berbeda, namun sistem konsep yang satu juga dimilikioleh sistem yang lain. Sebagai contoh, secara intuitifdapat dipercaya bahwa konsep penjumlahan memilikisistem yang relatif sama dengan konsep gabungan (union)beberapa himpunan yang saling disjoint. Ini berartibahwa pada saat siswa melakukan penjumlahan, ia akanmelakukan penggabungan dari objek-objek tersebut untukmemudahkan proses penghitungannya. Begitu juga untukkonsep perkalian, yang dipandang sebagai penjumlahanberulang dapat dimodelkan serupa dengan penjumlahan,misalnya dengan menggabung beberapa himpunan yangmemiliki banyak elemen sama. Contoh lain adalah padasaat seseorang diminta untuk mencari luas JajaranGenjang, ia menggunakan rumus bahwa luas Jajaran Genjangsama dengan alas kali tinggi (ditulis L = a.t), iamenganalogikan bahwa Jajaran Genjang sebagai bentuk daridua Segitiga, sehingga diperoleh rumusnya adalah duakali luas segitiga atau L = 2.½.a.t = a.t. Bentuk laindari model intuisi analogi juga dapat digunakan untukmenentukan volume Tabung, dengan menggunakan analogi dariPrisma.

Pada sisi lain, manakala suatu model termuatsebagai subkelas dari sistem yang dimodelkan, kita

menyebutnya model paradigmatic. Sebagai contoh, seorangmahasiswa mempelajari sifat-sifat grup bilangan bulatdengan operasi penjumlahan, lalu menyimpulkan secaraumum bahwa sifat-sifat grup tersebut juga berlakuuntuk sembarang himpunan bilangan yang mencakup bilanganbulat. Bagi mahasiswa tersebut grup bilangan bulatmerupakan model paradigmatic untuk grup sembarang himpunanyang mencakup bilangan bulat. Contoh lain ketika seoranganak menganggap zat cair adalah air, air adalah modelparadigmatic untuk zat cair. Sama halnya “lelehan lilin”merupakan model paradigmatic untuk zat cair, disebabkankarena ia mengalir dan tidak terbakar sebagai halnyasifat air.

Model penalaran intuitif yang terakhir adalah modeldiagrammatic. Model ini menganggap bahwa diagram ataugrafik merupakan representasi dari suatu fenomena danketerkaitannya. Sebagai contoh yang memenuhi kategori iniseperti halnya diagram Venn, diagram pohon, dan histogramyang digunakan untuk representasi statistik. Dalam halini diagram dipandang memiliki peran penting bagimunculnya intuisi seseorang, karena diagram adalahmerupakan alat yang ideal (sangat baik) untukmenjembatani antara interpretasi konsep dan ekspresipraktis dalam realita tertentu. Sebagai contoh, untukmenunjukkan bahwa himpunan A merupakan himpunan bagianB ditulis dengan , artinya bahwa setiap elemenA merupakan elemen B. Untuk memudahkan dalam memahamikonsep ini kita dapat merepresentasikannya dengandiagram, yang biasa dikenal dengan sebutan diagram Vennseperti berikut:

Gambar diagram Venn dari

A

B

AB

Berdasarkan diagram di atas, seseorang akan lebih mudahmemahami posisi A. apabila dikembangkan ke konsep padalevel berikutnya, misalnya jika maka atau

, untuk memahami masalah diatas secara intuitifdapat dengan cara mengamati daerah arsiran pada diagramtersebut.

Lebih lanjut Fischbein (dalam Usodo [11]) menyajikan5 karakteristik umum penalaran intuitif dalam matematikasebagai berikut:1. Direct and self evident cognitions (kesadaran langsung dan

kejelasan secara pribadi)Kesadaran langsung dan self evident yang dimaksud adalahbahwa intuisi adalah kesadaran yang diterima sebagaifeeling individual tanpa membutuhkan pengecekan danpembuktian lebih lanjut. Sebagai contoh: jarakterdekat antara dua titik adalah garis lurus, hal iniadalah self evident, pernyataan yang diterima secaralangsung.

2. Intrinsic certaintyKepastian penalarn intuitif biasanya dihubungkandengan perasaan tertentu akan kepastian intrinsik.Pernyataan tentang garis lurus di atas adalahsubjektif, terasa seperti sudah menjadi ketentuan.Intrinsik bermakna bahwa tidak ada pendukung eksternalyang diperlukan untuk memperoleh kepastian langsung(baik secara formal atau empiris)

3. CoercivenessPenalaran intuitif mempunyai sifat menggiring kearahsesuatu yang diyakini. Hal ini berarti bahwa individucenderung menolak interpretasi alternatif yang akanmengkontradiksi intuisinya. Sebagai contoh biasanyasiswa dan bahkan orang dewasa percaya bahwa perkalianakan menjadikan lebih besar dan pembagian akanmenjadikan lebih kecil. Hal ini karena pada masakanak-kanak terbiasa dengan mengoperasikan bilanganasli. Di kemudian hari setelah belajar bilanganrasional masih dirasa untuk memperoleh keyakinan yangsama, yang secara jelas sudah tidak sesuai lagi.

4. ExtrapolativenessSifat penting penalaran intuitif adalah kemampuanuntuk meramalkan di balik suatu pendukung empiris.Sebagai contoh: pernyataan ”melalui satu titik di luargaris hanya dapat digambar satu dan hanya satu garissejajar dengan garis tersebut” mengekspresikankemampuan ekstrapolasi dari intuisi. Tidak ada buktiempiris dan formal yang dapat mendukung pernyataantersebut. Walaupun demikian, hal tersebut dapatditerima secara intuitif sebagai suatu kepastian atauself evident.

5. GlobalityPenalaran intuitif dalah kesadaran umum yangberlawanan dengan kesadaran yang diperoleh secaralogis, berurutan dan secara analitis. Sebagai contoh:salah satu anak berumur 4 – 5 tahun diberikan dualembar kertas A dan B yang sama. Pada kertas A anaktersebut diminta menggambar titik (P1) dan selanjutnyadi minta untuk menggambar titik (P2) pada kertas Byang letaknya sama persis dengan titik P1 di lembar A.Anak tersebut biasanya akan menggambar titik P2 padalembar B kurang lebih tempatnya sama. Jika anaktersebut diminta untuk menjelaskan mengapa iameletakkan titik tersebut di lembar B, anak tersebuttidak dapat memberikan penjelasan. Dia memecahkanmasalah tersebut langsung secara intuitif melaluiperkiraan secara umum.

E.Pemecahan Masalah MatematikaMasalah dalam matematika merupakan soal-soal non

rutin yang belum diketahui prosedur pemecahannya olehsiswa. Pemecahan masalah merupakan upaya memperolehsolusi masalah dengan menerapkan pengetahuan matematikadan melibatkan keterampilan berpikir dan bernalar siswa.Menurut Stanick dan Kilpatrick (dalam Sofan [12]),pemecahan masalah matematika dapat berfungsi sebagaikonteks (problem solving as context), sebagai keterampilan(problem solving as skill), dan sebagai seni dari matematika

(problem solving as art) atau mengistilahkannya sebagai heart ofmathematics.

Kemampuan untuk memecahkan masalah adalah jantungmatematika, dan visualisasi merupakan inti pemecahanmasalah matematika. Visualisasi adalah kemampuan untukmelihat dan memahami situasi masalah. Menurut Moe (dalamSurya [10]), memvisualisasikan suatu situasi atau objekmelibatkan “Manipulasi mental” sebagai altenatif untukmemecahkan masalah yang berkaitan dengan suatu situasiatau objek. Visualisasi dapat menjadi alat kognitif yangkuat dalam pemecahan masalah matematika karena merupakansalah satu ketrampilan yang penting dalam pembelajarandan penerapan matematika serta dapat membangun karakterpositif bagi siswa.

Pemecahan masalah diajarkan dan secara eksplisitmenjadi tujuan pembelajaran matematika dan tertuang dalamkurikulum matematika. Hal tersebut menurut Pehkonen(dalam Siswono [13]), dikarenakan pemecahan masalahmemiliki beberapa manfaat, antara lain yaitu: (1)mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, (2)mendorong kreativitas, (3) pemecahan masalah merupakanbagian dari proses aplikasi matematika, dan (4)memotivasi siswa untuk belajar matematika. Berdasarpenjelasan tersebut, maka pemecahan masalah merupakansalah satu cara untuk mendorong kreativitas sebagaiproduk berpikir kreatif siswa.

Pemecahan masalah matematika seperti halnyapemecahan masalah pada umumnya mempunyai berbagaiinterpretasi. Menurut Branca (dalam Sofan [12]) ada tigajenis interpretasi pemecahan masalah matematia yaitu:sebagai tujuan, proses, dan keterampilan dasar.Interpretasi lain menurut Baroody (dalam Sofan [12]),pemecahan masalah dapat dianggap sebagai pendekatan,proses, dan tujuan pembelajaran.

Dalam makalah ini, pemecahan masalah matematikadiinterpretasikan sebagai pendekatan, proses, dan tujuan.Interpretasi ini didasarkan pada pendapat bahwa pemahamansuatu konsep atau pengetahuan dibangun sendiri olehsiswa. Dengan kata lain, suatu rumus, konsep, atau

prinsip dalam matematika seyogyanya ditemukan kembalioleh siswa di bawah bimbingan guru. Dengan demikianpemecahan masalah matematika dapat dilihat sebagai upayamencari jalan keluar yang dilakukan siswa denganmenggunakan pengetahuan matematika yang dimilikinya. Halini dikarenakan kemampuan dalam pemecahan masalahmatematika merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasaioleh siswa dan mencakup proses berpikir siswa tentangkemampuan dirinya dalam membangun strategi untukmemecahkan masalah.

Di lain pihak, proses pemecahan masalah matematika,berkaitan erat dengan tahap-tahap pemecahan masalah yangdilakukan. Polya (dalam Usodo [11]) menyusun prosedurmemecahkan masalah dalam empat langkah, yaitu: (1) analyzingand understanding problem (pemahaman dan analisis masalah); (2)designing and planning a solution (mendesain dan merencanakansolusi pemecahan masalah); (3) explorating solutions to difficultproblems (mencoba solusi pada masalah yang lebih rumit);dan (4) verifying a solution (memverivikasi solusi yang diberikan).Walaupun siswa menguasai langkah-langkah penyelesaianmasalah, terkadang sering mengalami kesulitan dalammemecahkan masalah. Berkaitan dengan penggunaan penalaranintuitif dalam pemecahan masalah, maka keberadaanpenalaran intuitif dalam proses pemecahan masalah dapatdilacak dari tahap-tahap pemecahan masalah.

Namun pada kenyataannya siswa seringkali mengalamikesulitan dalam pemecahan masalah, salah satu penyebabnyaadalah kurangnya penalaran yang dilakukan siswa baik itupenalaran visual maupun penalaran intuitif. Berikut inicontoh masalah matematika dan berdasarkan penelitiansebagian besar siswa yang diteliti mengalami kegagalandalam memecahkan masalah tersebut.

Kasus masalah Aplikasi MatematikaSebuah kolam renang memiliki panjang 60 meter, lebar 20meter, dan kedalaman berbeda dari yang paling dangkal 1meter dan paling dalam 5 meter.Dasar kolam renang landai dari yang dangkal hingga yangdalam. Jika kolam diisi penuh air. Permasalahan yang

diberikan kepada siswa: a) Gambarlah situasi kolamrenang tersebut. b) Tentukan volume air kolam renangtersebut. (diolah dari Surya [10])

Hasil yang diperoleh pada kasus ini : Siswa danguru tidak dapat berpikir visual atau mempresentasikankasus tersebut dan memecahkan masalah kolam renangtersebut. Berdasarkan subjek yang diteliti ditemukan 75%guru SMP dari 40 guru yang diteliti kesulitanmenggambarkan visualisasi masalah kolam renang tersebutdan salah dalam memecahkan permasalahan kasus itu. SertaHampir keseluruhan siswa (60 siswa) juga keliru dalammenggambarkan kasus kolam renang itu. Hal ini dapatterjadi karena pembelajaran di sekolah berdasarkan textbook (buku pegangan), guru terbiasa mengajarkan konsep,rumus, contoh soal dan memberikan latihan berdasarkanyang ada di buku matematika pegangan siswa. dan tidakterbiasa memecahkan masalah matematika berdasarkanmasalah kehidupan sehari-hari.

Kesulitan yang dialami siswa dalam belajarmatematika dan rendahnya hasil yang diperoleh dapatdisebabkan karena metode pembelajaran yang tidak sesuaidengan kemampuan peserta didik. Seperti yang diungkapkanoleh Hudojo (dalam Surya [10]) bahwa: ”Nampaknyamatematika bukanlah suatu bidang studi yang sulitdipelajari, asalkan strategi penyampaiannya cocok dengankemampuan yang mempelajarinya”. Oleh karena itu seorangguru dituntut untuk mencari dan menemukan suatu cara yangdapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik.Pengertian ini mengandung makna bahwa guru diharapkandapat mengembangkan, menemukan, menyelidiki danmengungkapkan ide peserta didik itu sendiri. Seperti yangdikemukakan oleh Slameto (dalam Surya [10]) bahwa: ”Agarsiswa dapat belajar dengan baik maka metode mengajarharus diusahakan yang tepat, seefisien dan seefektifmungkin”. Pembelajaran yang dilaksanakan oleh gurumatematika haruslah pembelajaran yang mengaktifkan siswa,menyenangkan dan membuat tidak bosan bagi siswa serta

guru dapat menarik minat siswa dan membuat siswa belajarbaik mandiri maupun secara berkelompok.

F.Perbedaan GenderPerbedaan gender seringkali disebut-sebut sebagai

salah satu faktor yang mempengaruhi perkembanganseseorang, baik dari segi perkembangan fisik maupun segiperkembangan kognitifnya. Dalam hal ini yang dimaksuddengan perbedaan gender adalah perbedaan jenis kelamin,yaitu laki-laki dan perempuan. Witelson (dalam Ningrum[14]) menemukan bahwa otak perempuan secara keseluruhanlebih kecil daripada otak laki-laki. Lobus parital bawahpada laki-laki lebih besar daripada perempuan sehinggapenguasaan terhadap pengenalan ruang dimensi tiga laki-laki lebih unggul. Ukuran dan bentuk otak yang berbeda,secara otomatis membedakan perempuan dan laki-laki dalamcara dan gaya berpikir, termasuk kemampuan-kemampuankhusus keduanya. Implikasi perbedaan struktur tersebutterjadi pada cara dan gaya melakukan sesuatu. Lelaki danperempuan cenderung menunjukkan perbedaan dalam beberapahal, meliputi emosi, tingkah laku seksual, prosesberbahasa, kemampuan visual dan problem-problemmatematis.

Kartono (dalam Ningrum [14]) menyatakan bahwaperempuan pada umumnya lebih akurat dan lebih mendetaildalam memperhatikan sesuatu dibandingkan laki-laki.Namun, perempuan cenderung kurang kritis sehingga kurangmampu membedakan antara bagian-bagian yang penting danbagian yang kurang pokok. Sedangkan Dagun (dalam Ningrum[14]) berpendapat bahwa anak perempuan memiliki skor yanglebih tinggi di bidang tertentu dibandingkan anak laki-laki. Kemampuan verbal perempuan lebih baik dibandingkanlaki-laki, meskipun kemampuan spasialnya rendah.Selanjutnya menurut Dagun, pada usia 11 tahun keatas,anak laki-laki memiliki kemampuan matematika yang jauhlebih baik dibandingkan anak perempuan. Hal inidipengaruhi oleh cara berpikir laki-laki dan perempuanyang berbeda, yakni pria lebih analisis dan fleksibeldibandingkan perempuan.

Selanjutnya menurut Maccoby dan Jacklin (dalam dalamNingrum [14]) menyatakan bahwa perempuan memilikikemampuan verbal lebih tinggi daripada laki-laki selamaperiode awal sekolah sampai masa remaja. Kemampuan verbalyang dimaksud adalah kemampuan memahami kosa kata danhubungan antar kata dalam kalimat. Laki-laki lebih ungguldalam kemampuan visual-spasial (penglihatan ruang)daripada perempuan, kemampuan visual spasial pada laki-laki ditemukan secara konsisten pada masa remaja dandewasa (sekitar 12 tahun ke atas) dan kurang terlihatpada masa anak-anak. Namun laki-laki dan perempuan akanmempunyai kemampuan yang hampir sama dalam hal “analytic andnon analytic spatial”.

Selain perbedaan diatas, laki-laki cenderung lebihunggul dalam kemampuan matematika. Pada masa sekolahdasar, antara laki-laki dan perempuan akan sama dalamkonsep kuantitatif mereka dan dalam penguasaan aritmatikamereka. Akan tetapi mulai kira-kira umur 12-13 tahun,keterampilan matematika siswa laki-laki cenderungmeningkat lebih cepat daripada perempuan. Malhotra (dalamdalam Ningrum [14]) mengemukakan bahwa memang terdapatperbedaan yang signifikan pada kemampuan interaksi dankemampuan menyelesaikan soal-soal matematika pada laki-laki dan perempuan, tetapi tidak ada perbedaan yangmencolok yang terlihat ketika mereka menyelesaikanpermasalahan-permasalahan yang berhubungan denganpenalaran analogi.

Bila diperhatikan secara seksama, banyak siswa pandaidalam memecahkan soal matematika sering menggunakancara-cara yang cerdas di luar dugaan dan kebiasaan,sehingga mampu memberikan jawaban yang singkat dan akurat.Sebaliknya pada siswa yang mempunyai kemampuan matematikasedang atau rendah, cara yang digunakan untuk memecahkansoal, cenderung memberikan jawaban yang panjang lebardan terkadang kurang akurat, bahkan banyak siswa yangkemampuan matematika rendah mengalami kesulitan untukmenemukan cara dalam memecahkan masalah matematika. Haltersebut menunjukkan ada kaitan antara kemampuanmatematika yang dimiliki siswa dengan penalaran intuitif

yang digunakan siswa dalam memecahkan masalah matematika.Dari hasil penelitian Fischbein dan Grossman (dalam Usodo[11]), penalaran intuitif selalu didasarkan pada strukturskemata tertentu. Selain itu ditemukan bahwa penalaranintuitif sebagai dugaan spontan yang merupakan fakta dibalik layar skemata.

Di sisi lain, perbedaan gender dalam mempelajarimatematika dan sains dalam penelitian di awal tahun 1980-an menunjukkan dominasi laki-laki dalam matematika dansains ditemukan dalam beberapa penelitian. Hal inidapat dilihat dari penelitian Benbow & Stanley, 1988;Halpern, 1986; Hyde, Fennema, & Lamon, 1990; Reis & Park,2001. Setelah itu beberapa penelitian menunjukkan hasilberbeda. Hightower (dalam Usodo [11]) menemukan bahwaperbedaan gender tidak berperan dalam kesuksesan belajar,dalam artian tidak dapat disimpulkan dengan jelas apakahlaki-laki atau perempuan yang lebih baik dalam belajarmatematika, dan fakta menunjukkan bahwa ada banyakperempuan yang sukses dalam karir matematikanya.

Beberapa peneliti percaya bahwa pengaruh faktorgender (perbedaan laki-laki dan perempuan) dalammatematika adalah karena adanya perbedaan biologis dalamotak laki-laki dan perempuan yang diketahui melaluiobservasi. Maccoby dan Jacklin (dalam dalam Ningrum [14])menatakan bahwa anak perempuan, secara umum lebih ungguldalam bidang bahasa dan menulis, sedangkan anak laki-lakilebih unggul dalam bidang matematika karena kemampuan-kemampuan ruangnya yang lebih baik.

Hasil-hasil penelitian yang diuraikan menunjukkanadanya keragaman mengenai peran gender dalampembelajaran matematika. Beberapa hasil menunjukkanadanya faktor gender dalam pembelajaran matematika, namunpada sisi lain, beberapa penelitian mengungkapkan bahwagender tidak berpengaruh signifikan dalam pembelajaranmatematika. Oleh karena itu, cukup menarik dilakukanpenelitian untuk melihat bagaimana peran gender dalampenggunaan penalaran, khususnya dalam menggunakanpenalaran intuitif atau intuisi dalam memecahkan masalahmatematika.

BAB IIIKESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis dapatmenyimpulkan jawaban atas pertanyaan dalam makalah iniadalah sebagai berikut:1. Karakteristik penalaran visual yang digunakan oleh

siswa laki-laki tingkat SMP dalam menyelesaikan masalahmatematika adalah siswa laki-laki mampu berpikir lebihkritis dan lebih fleksibel dalam melakukan analisispermasalahan sehingga mereka lebih mampu untuk menemukanbagian-bgian penting dalam permasalahan, akan tetapisiswa laki-laki cenderung tidak menuliskan secara detaillangkah-langkah dalam penyelesaian soal dan merekakurang mampu dalam mengkomunikasikan secara verbalgagasan yang dimiliki.

2. Karakteristik penalaran visual yang digunakan olehsiswa perempuan tingkat SMP dalam menyelesaikan masalahmatematika adalah siswa perempuan cenderung menuliskanlangkah-langkah penyelesaian soal secara lebih mendetaildan mereka lebih dapat mengkomunikasikan secara verbalgagasan yang dimiliki, akan tetapi siswa perempuancenderung kurang kritis dan kurang teliti dalam

melakukan analisis sehingga siswa perempuan kurang mampuuntuk membedakan antara bagian-bagian yang penting danbagian-bagian yang kurang penting dalam masalah yangdihadapi.

3. Karakteristik penalaran intuitif yang digunakanoleh siswa laki-laki tingkat SMP dalam menyelesaikanmasalah matematika cenderung mengarah pada modeltacit/implisit, dan model diagrammatic, yaitu siswa cenderungberpikir pada alat peraga atau diagram berkaitan denganmasalah matematika yang dihadapi dan sering menggunakanbantuan gambar untuk mempermudah dalam pengerjaan soal.

4. Karakteristik penalaran intuitif yang digunakanoleh siswa perempuan tingkat SMP dalam menyelesaikanmasalah matematika cenderung mengarah pada semua modelpenalaran intutif yaitu model tacit/implisit, model analogi danmodel diagrammatic, artinya selain menggunakan bantuangambar atau diagram, siswa perempuan lebih mengarah padametode dan langkah-langkah yang telah dipelajarisebelumnya dalam penyelesaian soal.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan MataPelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: depdiknas.

[2] Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar danMenengah. Jakarta : Kemendiknas – Depdiknas.

[3] Munir. 2012. Model Penalaran Intuitif Siswa. Diakses padatanggal 02 Oktober 2013 pukul 19.30 WIB darihttp://eprints.uny.ac.id/7555/1/P%20-%2027.pdf

[4] Sumedi, Pudjo & Mustakim. 2008. Penalaran Deduktif danInduktif. Diakses pada tanggal 21 November 2013 pukul13.43 WIB darihttp://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/09/penalaran/

[5] Bråting, Kajsa. 2012. Visualizations and intuitive reasoning inmathematics. The Mathematics Enthusiast, ISSN 1551-3440,Vol. 9, nos.1&2, pp.1-18. Diakses pada tanggal 16September 2013 pukul 15.20 WIB darihttp://search.proquest.com/socialsciences/docview/1435753256/fulltextPDF/14230BC2BB756E4D3C5/1?accountid=139588

[6] Yustisia, N. 2013. 75 Rahasia Anak Cerdas: Mengenali Potensi danStrategi Mengembangkan Kecerdasan Buah Hati. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

[7] Wahidin. 2010. Analisis Metapedadidaktik Kemampuan PenalaranMatematik Mahasiswa PGSD FKIP UHAMKA, Ditinjau dari AspekPembelajaran Metode Laboratorium. Diakses pada tanggal 10Oktober 2013 pukul 14.30 WIB darihttp://www.slideshare.net/WahidinHeadi/analisis-kemampuan-penalaran-mat-pgsd

[8] Hayanti, Novi Dwi. 2012. Pembelajaran Berbasis Masalah untukMengukur Penalaran Matematis. Diakses pada tanggal 28November 2013 pukul 12.24 WIB darihttp://novidwihayanti.blogspot.com/2012/01/pembelajaran-berbasis-masalah-untuk.html

[9] Sumarmo, Utari. 2010. Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa,Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Artikelpada FPMIPA UPI Bandung. Diakses pada tanggal 16November 2013 pukul 15.20 WIB darihttp://math.sps.upi.edu/?p=58.

[10] Surya, Edi. 2008. Visual Thinking dalam MemaksimalkanPembelajaran Matematika Siswa Dapat Membangun Karakter Bangsa.Diakses pada tanggal 16 November 2013 pukul 13.27 WIBdari http://jurnal.upi.edu/file/Edi_S.pdf

[11] Usodo, Budi. 2011. Karakteristik Intuisi Siswa SMA dalamMemecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari KemampuanMatematika dan Perbedaan Gender. Diakses pada tanggal 16November 2013 pukul 13.49 WIBhttp://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AKSIOMA/article/view/1268/922

[12] Sofan, Agus Nur. 2012. Karakteristik Penalaran Siswa SMAProgram IPA dalam Memecahkan Masalah ditinjau dari PerbedaanKemampuan Matematika. Proposal Tesis. Surabaya : JurusanPendidikan Matematika Program Pasca Sarjana UNESA.

[13] Siswono, Tatag Y.E.. 2009. Meningkatkan KemampuanBerpikir Kreatif   Siswa . Diakses pada tanggal 16 November 2013pukul 15.23 WIB darihttp://suaraguru.wordpress.com/2009/02/23/meningkatkan-kemampuan-berpikir-kreatif-siswa/

[14] Ningrum, Retno Kusuma & Abdul Haris Rosyidi.2012. Profil Penalaran Permasalahan Analogi Siswa SMP Ditinjau dariPerbedaan Gender. Diakses pada tanggal 16 November 2013pukul 15.16 WIB darihttp://www.scribd.com/doc/161534249/Untitled#