Pengaruh-Penalaran-Etis-Idealisme-Relativisme-Locus-of ...

29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Etika Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan untuk bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Kata etika memiliki keterkaitan dengan moral. Moral berasal dari kata latin yakni mos atau mores yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak dan cara hidup (Soekrisno Agoes, 2009: 26). Menurut Kamus Bahasa Indonesia, etika dirumuskan dalam beberapa pengertian sebagai berikut: a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari beberapa uraian diatas, etika dapat diartikan dalam dua hal berikut: a. Etika sebagai praksis; yakni sama dengan moral yang berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai, dan norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat.

Transcript of Pengaruh-Penalaran-Etis-Idealisme-Relativisme-Locus-of ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Etika

Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti tempat tinggal,

padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara

berpikir. Sedangkan untuk bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti

adat istiadat. Kata etika memiliki keterkaitan dengan moral. Moral berasal

dari kata latin yakni mos atau mores yang berarti adat istiadat, kebiasaan,

kelakuan, watak, tabiat, akhlak dan cara hidup (Soekrisno Agoes, 2009: 26).

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, etika dirumuskan dalam beberapa

pengertian sebagai berikut:

a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan

kewajiban moral (akhlak);

b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau

masyarakat.

Dari beberapa uraian diatas, etika dapat diartikan dalam dua hal

berikut:

a. Etika sebagai praksis; yakni sama dengan moral yang berarti adat

istiadat, kebiasaan, nilai, dan norma yang berlaku dalam kelompok atau

masyarakat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran atau penilaian

moral. Etika sebagai pemikiran bisa mencapai taraf ilmiah apabila

proses penalaran tersebut bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Dalam

hal terkait ilmiah, etika mencoba untuk mampu merumuskan suatu

teori, konsep, asas, atau prinsip tentang perilaku manusia yang

dianggap baik atau tidak baik. Dengan demikian, akan memunculkan

pertanyaan mengapa perilaku tersebut dianggap baik atau tidak baik,

mengapa menjadi baik itu sangat bermanfaat, dan sebagainya.

Persoalan etika dalam akuntansi dapat berfokus pada pengembangan

etika yang dapat mendasari proses penalaran etis (Jeffrey, 1996). Pendidikan

etika juga dapat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan terutama pada

masa muda sehingga dengan adanya intervensi etika sejak di bangku

sekolah akan menjadi suatu kebutuhan penting. Hal tersebut dikarenakan

pendidikan dapat menjadi suatu pedoman dalam menemukan identitas diri,

mengembangkan hubungan bermasyarakat dan mampu menghindari konflik

meskipun terkadang banyak pendapat menyatakan jika pengetahuan

mengenai etika atau moral tidak menjamin bahwa individu tersebut akan

berperilaku moral seperti yang ia yakini. Pokok dalam proses penalaran etis

juga dapat didasari dengan adanya pengembangan moral

2.1.2 Etika Profesi Akuntan

Akuntan merupakan mereka yang telah lulus dari pendidikan Strata

Satu (S1) program studi akuntansi dan telah memperoleh gelar profesi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Akuntan melalui pendidikan profesi akuntan yang diselenggarakan oleh

beberapa Perguruan Tinggi yang telah mendapat izin dari Departemen

Pendidikan Nasional atas rekomendasi dari organisasi profesi Institut

Akuntan Indonesia atau IAI (Agoes dan Ardana, 2009). Pertumbuhan

profesi akuntan mempunyai hubungan positif yang kuat dengan adanya

pertumbuhan ekonomi. Dalam masa sekarang ini, adanya kemajuan

pertumbuhan ekonomi sangat berdampak positif pada kemajuan profesi

akuntan di Indonesia.

Profesi akuntan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari praktik

bisnis dan penyelenggaraan administrasi pemerintahan, sehingga profesi ini

terkadang diharuskan dalam kondisi tekanan berat atas konflik kepentingan.

Dengan demikian banyak profesi akuntan yang terseret ke dalam praktik-

praktik yang tidak etis, seperti yang terjadi pada kasus praktik tidak etis

yang dilakukan beberapa KAP papan atas.

Pelanggaran etika sudah bukan menjadi hal baru di dalam lingkungan

masyarakat, sehingga pemahaman mengenai etika perlu diberikan perhatian

yang lebih karena mempengaruhi kehidupan bersama. Etika dianggap

sebagai hal penting karena (Martin, 1993) menjadi disiplin dalam ilmu yang

dapat bertindak sebagai indeks kinerja atau acuan sistem kontrol individu.

Jadi, etika harus diterapkan di setiap profesi karena menjadi ilmu tentang

apa yang baik atau buruk (Soepardan, 2007).

Etika profesi diperlukan dalam semua bidang konsentrasi ilmu

seseorang dalam menjalankan profesinya bagi masyarakat dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

lingkungannya sehingga perlu adanya kode etik profesi yang mengatur

aturan secara jelas mengenai tindakan etis dan tidak etis yang dilakukan

oleh profesional. Etika sebagai salah satu masalah yang sering dihadapi

dalam profesi akuntansi karena profesi akuntan bertanggungjawab terhadap

klien dan masyarakat atau publik. Menurut International Federation of

Accountants (dalam Regar, 2003), profesi akuntan adalah semua bidang

pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk

bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada

perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di

pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

Sejalan dengan berkembangnya ekonomi global dan dalam rangka

mengantisipasi keberadaan profesi akuntan bertaraf internasional, maka

organisasi IAI telah sepakat untuk mengadopsi standar audit, akuntansi, dan

kode etik internasional yang dikeluarkan oleh IFAC. Etika profesi akuntan

di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia yang bertujuan agar

profesi akuntansi dapat memenuhi tanggung jawab dengan

standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi dan

dengan orientasi kepada kepentingan publik. Etika profesi akuntan menurut

Institut Akuntan Indonesia (IAI) dibentuk didalam Kode Etik IAI yang

dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik

sebagai pihak praktisi yakni akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia

usaha, di instansi pemerintah; maupun sebagai pihak akademisi yakni di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab

profesionalnya.

Kode etik IAI dibagi menjadi empat bagian, meliputi (1) prinsip etika

yang memberikan kerangka dasar dalam mengatur pelaksanaan etika

pemberian jasa profesional (2) aturan etika yang memberikan aturan

mengenai setiap tindakan yang harus dilakukan profesi akuntan dan sebagai

penerapan dari prinsip etika (3) intepretasi etika yang memberikan panduan

dalam penerapan etika tanpa membatasi lingkup penerapannya (4) tanya

jawab etika yang berkaitan dengan isu-isu etika dan dapat dilakukan dengan

Dewan Standar Profesi yang dibentuk oleh pengurus institut yang

bersangkutan.

2.1.3 Pendidikan Etika Bisnis dan Profesi

Kesadaran sikap etis seseorang dipengaruhi dengan perkembangan

dunia pendidikan, dalam hal ini pendidikan akuntansi memiliki pengaruh

besar terhadap perilaku etis mahasiswa sebagai calon akuntan masa depan.

Terdapat empat alasan mengapa perlu mempelajari etika bisnis dan profesi

(Utami dan Indriawati, 2006: 5):

1. Etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang

dihadapi dalam kehidupan.

2. Etika merupakan pola perilaku yang didasarkan pada kesepakatan nilai-

nilai sehingga kehidupan yang harmonis dapat tercapai.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

3. Dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan nilai-

nilai moral sehingga perlu dilakukan analisa dan ditinjau ulang.

4. Etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami manusia

untuk sama-sama mencari, menemukan dan menerapkan nilai-nilai

hidup yang hakiki.

Tujuan dilaksanakannya pendidikan etika bisnis dan profesi antara

lain:

1. Menstimulir imajinasi moral.

2. Mengenal persoalan etis.

3. Menimbulkan suatu dorongan dalam perasaannya untuk kewajiban

moral (moral obligation).

4. Mengembangkan keahlian bisnis

5. Menahan dan mengurangi ketidaksetujuan (disagreement) dan

kerancuan (ambiguity)

6. Etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang

dihadapi dalam kehidupan.

7. Etika merupakan pola perilaku yang didasarkan pada kesepakatan nilai-

nilai sehingga kehidupan yang harmonis dapat tercapai.

Kemampuan seorang profesional dapat dikatakan peka terhadap

persoalan etika sangat dipengaruhi lingkungan dimana mereka berada. Hal

tersebut dikarenakan masih adanya keterbatasan dalam pendidikan etika

bisnis dan profesi akuntansi seperti banyaknya pendidik atau akademisi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

yang tidak mengajarkan secara formal serta kebanyakan pengetahuan

mengenai pendidikan etika bisnis maupun profesi masih sedikit dimasukkan

dalam mata kuliah yang diajarkan (Ristalata, 2005: 16). Dengan demikian,

perlu diperhatikan sejauh mana pendidikan etika bisnis maupun profesi telah

tercakup dalam berbagai mata kuliah yang diajarkan sehingga benar jika

dunia pendidikan akuntansi memiliki pengaruh yang besar bagi tumbuhnya

kesadaran etis mahasiswa akuntansi. Selain itu, dosen sebagai pengajar juga

dapat menentukan pembentukan etika melalui pendidikan tinggi akuntansi

2.1.4 Sensitivitas Etis

Penelitian di bidang akuntansi sedang berfokus pada kemampuan para

akuntan dalam membuat keputusan untuk berperilaku etis. Kesadaran para

individu sebagai agen moral menjadi faktor penting dalam menilai perilaku

etis. Kemampuan untuk menyadari adanya nilai etika dalam suatu keputusan

berperilaku etis.

Keputusan yang berkaitan dengan masalah moral mempunyai

konsekuensi dan harus melibatkan suatu pilihan dari individu yang membuat

keputusan tersebut. Hal tersebut dikarenakan seringkali keputusan memiliki

konsekuensi bagi pihak lain dan kerelaan untuk memilih pilihan yang

seringkali memiliki risiko yang besar. Menurut Jones (1991:367), keputusan

dinilai sebagai keputusan moral jika pada saat keputusan itu dibuat dengan

memperhitungkan atau memasukkan nilai-nilai moral.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Sensitivitas etis merupakan kemampuan individu untuk menafsirkan

situasi yang sedang terjadi dengan tetap mempertimbangkan apakah situasi

tersebut etis atau tidak etis. Kemampuan seorang profesional dapat

dipengaruhi oleh sensitivitas individu itu sendiri. Individu sebagai pelaku

moral dianggap memiliki kesadaran yang dinilai melalui kemampuan untuk

menyadari adanya nilai etis dalam suatu keputusan yang disebut sebagai

sensitivitas etis (Velasquez dan Rostankowski, 1985).

Sensitivitas etis mengacu pada kemampuan seseorang dalam

mengidentifikasi konten etika dengan mengingat situasi (Sparks dan Hunt,

1998). Hal tersebut diperjelas dengan adanya beberapa individu yang

terlibat dalam kegiatan yang tidak etis meskipun mereka memiliki

pengetahuan tentang sifat tidak etis dari perilaku mereka. Sensitivitas etis

menjadi faktor penting, selain variabel pribadi, dalam pengambilan

keputusan yang adil dan dipengaruhi oleh lingkungan ketika keputusan

dibuat (Hunt dan Vitell, 1993; Patterson, 2001).

Sensitivitas etis merupakan salah satu dari empat proses psikologi

dasar yang dilakukan individu untuk bertingkah laku secara moral. Model

empat komponen dasar tersebut telah digagas oleh Rest untuk meneliti

pertimbangan pemikiran dan tingkah laku moral individu. Rest (1983)

mengkonstruksikan empat komponen model terkait yang pada dasarnya

harus dilakukan individu dengan proses psikologi, antara lain: (1) moral

sensitivity (2) moral judgement (3) moral motivation (4) moral character.

Proses pertimbangan keputusan model, terdiri dari:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

a. Kesadaran moral. Mengidentifikasi sifat moral dari sebuah situasi

tertentu

b. Pertimbangan moral. Membuat keputusan yang secara moral benar

dalam konteks tersebut.

c. Niat moral. Memutuskan untuk menempatkan nilai yang lebih tinggi

pada norma lain.

d. Tindakan moral. Terlibat dalam perilaku moral (Rest, 1986; Butterfield

et al., 2000; Jones, 1991).

Sensitivitas etis menjadi cara individu dalam menafsirkan atau

mengintepretasikan situasi yang dapat mempengaruhi orang lain. Jadi dapat

dikatakan bahwa sensitivitas etis adalah kemampuan dalam mengetahui

masalah etika yang sedang terjadi dan mengevaluasi pengaruh atas pilihan

tindakan yang berpotensi pada kesejahteraan pihak yang terimbas. Jadi,

individu dengan sensitivitas etis yang baik akan mampu berperilaku lebih

etis karena mereka mampu mengetahui situasi yang etis yang terjadi.

Sensitivitas etis dapat dipengaruhi faktor seperti lingkungan budaya,

pengalaman pribadi, lingkungan industri, lingkungan organisasi yang

memungkinkan untuk mempengaruhi kemampuan profesi akuntan dalam

mengenali situasi terkait etika (Hunt dan Vitell, 1986). Masing-masing

individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengetahui adanya

masalah etika karena mereka dapat gagal ketika menafsirkan situasi yang

terjadi dalam keterbatasan sensitivitas mereka terhadap kebutuhan dan

kesejahteraan orang lain (Rest, 1986).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Setiap akuntan yang memiliki kemauan dalam menafsirkan dilema etis

yang terjadi dianggap mampu mengambil keputusan atas tindakan

profesional mereka secara etis. Kemampuan dalam memahami sifat dasar

etika dari suatu keputusan dinamakan sensitivitas etis, sehingga profesi

akuntan harus memahami skema moral yang mengarah pada masalah etis

(Jones, 1991). Dengan demikian, adanya etika profesi akuntan sangat

berguna dalam hal kemampuan akuntan ketika mengambil keputusan dan

perilaku etis mereka.

2.1.5 Penalaran Etis

Penalaran Etis adalah penalaran tentang perilaku manusia dengan

menggunakan beberapa alasan untuk menilai tindakan tersebut benar atau

salah. Penalaran etis mencerminkan penilaian seseorang dalam menghadapi

dilema etis dan pengambilan keputusan mereka ketika menghadapi situasi

dilematis tersebut. Penalaran etis lebih menekankan pada pertimbangan dan

alasan yang melatarbelakangi seseorang menilai baik atau buruk suatu

tindakan.

Penalaran etis dibutuhkan mahasiswa sebagai calon akuntan masa

depan untuk dapat menilai nilai-nilai etika mereka sendiri dalam konteks

masalah sosial, mengenali masalah etika dalam berbagai pengaturan,

berpikir tentang bagaimana perspektif etis yang berbeda bisa diterapkan

untuk dilema etika dan mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan

alternatif. Identitas diri etika mahasiswa dapat berkembang karena mereka

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

berlatih keterampilan pengambilan keputusan etis dan belajar bagaimana

untuk menggambarkan dan menganalisa posisi pada isu-isu etika.

Keputusan etis merupakan suatu keputusan yang harus dibuat oleh setiap

profesional yang mengabdi pada suatu bidang pekerjaan tertentu, contohnya

dalam bidang akuntansi.

Di Amerika pernah dilakukan survey O‟Clock dan Okleshen (1993)

dalam Darsinah (2005) yang menemukan bahwa profesi akuntan dianggap

sebagai salah satu profesi yang paling etis. Oleh karena itu dalam membuat

suatu keputusan etis, seorang profesional akuntansi pasti akan mengacu

pada kode etik profesi.

2.1.6 Orientasi Etis

Orientasi etis menjadi salah satu faktor pribadi dalam penelitian ini.

Dalam penelitian sebelumnya menyarankan variasi individu dibentuk

dengan pertimbangan etis yang mendeskripsikan ke dalam dua faktor yaitu

idealisme dan relativisme sebagai orientasi etis individu (Forsyth, 1980;

Schlenker dan Forsyth, 1977; Chan and Leung, 2006).

Idealisme mengacu pada sejauh mana seorang individu percaya bahwa

konsekuensi yang diinginkan selalu dapat diperoleh tanpa melanggar

pedoman moral. Idealis individu terkait mengenai tindakan individu dalam

melakukan sesuatu selalu memikirkan konsekuesi yang akan muncul atas

tindakan individu tersebut sehingga idealisme diartikan sebagai konsekuensi

yang positif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang

tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi yang atau hasil yang

diinginkan (Forsyth, 1980). Individu yang idealis memiliki prinsip bahwa

tindakan yang mereka lakukan tidak mengarah pada tindakan yang

berkonsekuensi negatif sehingga tidak merugikan individu lain. Sehingga,

apabila individu berada dipilihan yang dapat berakibat negatif terhadap

individu lain maka sebisa mungkin seorang idealis akan mengambil pilihan

yang paling sedikit mengakibatkan akibat buruk pada individu lain.

Individu yang idealis akan sangat memegang teguh perilaku etis

dalam profesi yang dijalankannya sehingga cenderung akan menjadi whistle

blower dalam menghadapi situasi yang didalamnya terdapat perilaku tidak

etis karena memiliki tingkat idealisme yang tinggi. Sedangkan, individu

dengan idealisme yang lebih rendah menganggap bahwa dengan patuh

terhadap semua prinsip moral yang ada dapat berakibat negatif sehingga

terkadang dibutuhkan sedikit tindakan negatif untuk mendapatkan hasil

terbaik.

Penelitian mengenai seorang idealis mengambil tindakan tegas

terhadap situasi yang dapat merugikan orang lain dan pandangan yang lebih

tegas terhadap individu yang melanggar perilaku etis dalam profesinya telah

banyak dilakukan. Idealis individu terkait mengenai tindakan individu

dalam melakukan sesuatu selalu memikirkan konsekuesi yang akan muncul

atas tindakan individu tersebut diartikan sebagai konsekuensi yang positif.

Dengan bersikap idealis diartikan profesi akuntan memiliki sikap tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

memihak dan terhindar dari berbagai kepentingan serta mampu untuk

menafsirkan situasi yang sedang terjadi dengan tetap mempertimbangkan

apakah situasi tersebut etis atau tidak etis.

Relativisme mengacu pada sejauh mana seorang individu menolak

aturan moral yang universal untuk memandu perilaku mereka. Relativis

individu terkait mengenai tindakan yang akan dilakukan individu pada

dasarnya tidak mempedulikan konsekuensi yang muncul atas tindakan yang

dilakukannya sehingga individu tidak peduli apakah tindakannya etis atau

tidak etis.

Perbedaan orientasi etis yang ada dapat menimbulkan perdebatan

terkait kesepakatan tentang tindakan etis mengenai situasi yang mana

seorang individu harus peka terhadap pertimbangan etis yang dibuatnya.

Untuk menghindari situasi konflik yang muncul maka orientasi etis menjadi

penting untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan orientasinya ketika

memeriksa kemampuan individu untuk menanggapi isu etis yang sedang

berkembang.

Dengan demikian, profesi akuntan diharuskan paham mengenai etika

profesi mereka karena dengan berperilaku etis menjadikan orientasi etis

akuntan sangat diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar ketika terjadi

konflik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

2.1.7 Locus of Control

Locus of control adalah keyakinan individu mengenai tindakan

individu menghubungkan peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan di

luar kendalinya (Rotter, 1966). Locus of control sebagai kendali individu

atas pekerjaan dan kepercayaan terhadap keberhasilan diri, sehingga (Tsui

dan Gul 1996) dapat diartikan sejauh mana individu dapat merasakan

hubungan kontinjensi antara tindakan dan hasil yang diperoleh. Locus of

control menjadi salah satu variabel kepribadian (personility), yang

didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya

mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner dan Kinicki, 2005).

Menurut Rotter (dalam Mearns, 2008) locus of control memiliki

empat konsep dasar, yaitu:

a. Potensi perilaku individu ( behaviour potential ) merupakan setiap

kemungkinan yang secara relatif muncul pada situasi tertentu berkaitan

dengan hasil yang diinginkan dalam kehidupan seseorang.

b. Harapan ( expectancy ) merupakan suatu kemungkinan dari berbagai

kejadian yang akan muncul dan dialami oleh seseorang.

c. Nilai penguatan ( reinforcement value ) merupakan pilihan terhadap

berbagai kemungkinan penguatan atas hasil dari beberapa penguat

hasil-hasil lainnya yang dapat muncul pada situasi serupa.

d. Suasana psikologis merupakan bentuk ransangan baik secara internal

maupun eksternal yang diterima seseorag pada suatu saat, yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya hasil

yang sangat diharapkan.

Locus of control dibedakan menjadi dua yakni (1) locus of control

internal (2) locus of control eksternal. Locus of control internal didefinisikan

sebagai kendali atas tindakan yang dilakukan individu di pegang oleh

individu itu sendiri, sedangkan locus of control eksternal adalah keyakinan

individu bahwa tindakan yang dilakukan pada diri mereka dikendalikan oleh

faktor luar dari diri mereka. Jadi, kendali individu tersebut dapat

menunjukkan tingkat keyakinan individu atas penentuan nasib mereka

sendiri (Robbins dan Judge, 2007).

Locus of contol internal dipercaya individu bahwa keberhasilan

mereka didapatkan dari aktifitas yang dilakukan dengan sendiri, sedangkan

locus of control eksternal dipercaya individu bahwa keberhasilan tindakan

mereka didapatkan dari faktor lingkungan mereka.

Perbedaan dari kedua jenis locus of control yang paling terlihat adalah

anggapan individu mengenai hasil atas tindakan mereka, yang mana hasil

atas tindakan sebagai internal diyakini individu didapatkan atas usaha

(effort), kemampuan (ability) dan keterampilan (skills). Sedangkan sebagai

eksternal diyakini individu bahwa penentuan hasil didapatkan dari faktor

lingkungan seperti nasib, takdir dan keberuntungan.

Locus of control dapat membantu pemahaman resolusi tambahan

akuntan dari munculnya konflik etis serta memberikan keyakinan akuntan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

atas pentingnya etika sebagai bimbingan yang berefek pada kepatutan

profesi akuntan dan audit.

2.1.8 Pengalaman Bekerja

Knoers dan Haditoni (1999) menyatakan bahwa pengalaman adalah

proses pembelajaran dan pertambahan potensi tingkah laku yang diperoleh

dari pendidikan formal maupun non formal. Pengalaman kerja adalah proses

pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu

pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas

pekerjaan (Manulang, 1984). Pengetahuan atau keterampilan yang telah

diketahui dan dikuasai seseorang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang

telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu disebut juga pengalaman

bekerja (Trijoko, 1980). Selain itu, menurut Ranupandojo (1984)

mengemukakan bahwa pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu

atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-

tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Semakin luas

pengalaman kerja seseorang maka semakin terampil seseorang dalam

melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pula pola berpikir dan sikap

dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Puspaningsih, 2004).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengalaman

kerja adalah tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang

dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja dan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Pengalaman kerja

seseorang sangat ditentukan rentan waktu lama seseorang dalam menjalani

pekerjaan tertentu dengan melihat pada banyaknya tahun, yaitu sejak

pertama kali diangkat menjadi karyawan atau staf pada suatu lapangan kerja

tertentu.

Pada penelitian Richmond (2003) dalam (Christmastuti dan

Purnamasari, 2006) menemukan bahwa variabel status mempunyai

pengaruh pada pembentukan sikap etis yang berarti bahwa faktor

pengalaman membentuk dan mengubah sifat dan sikap dalam menanggapi

kondisi yang dilematis dari sudut pandang etis. Dengan adanya pengalaman

menjadikan cara pembelajaran yang baik bagi Mahasiswa sebagai calon

akuntan untuk menjadikan kemampuannya dalam menguasai tugas dan

aktivitas yang berkaitan dengan tindakan professionalnya. Pengalaman akan

membentuk kemampuan akuntan dalam menghadapi dan menyeleseikan

hambatan maupun persoalan dalam pelaksanaan tugasnya, serta mampu

mengendalikan kecenderungan emosional terhadap pihak lain. Dengan

demikian, pengalaman mampu memberi kontribusi yang relevan dalam

peningkatan kompetensi akuntan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

2.2 Pengembangan Hipotesis

2.2.1 Perbedaan Sensitivitas Etis antara Mahasiswa Strata 1 (S1) dan

Mahasiswa Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAK)

Sensitivitas etis adalah kemampuan individu dalam menafsirkan

situasi yang terjadi dengan tetap mempertimbangkan situasi tersebut etis

atau tidak etis. Kemampuan seorang profesional dapat dipengaruhi oleh

sensitivitas individu itu sendiri. Individu sebagai pelaku moral dianggap

memiliki kesadaran yang dinilai melalui kemampuan untuk menyadari

adanya nilai etis dalam suatu keputusan yang disebut sebagai sensitivitas

etika (Velasquez dan Rostankowski, 1985).

Etika profesi akuntan berguna bagi akuntan dalam mengambil

keputusan dan perilaku etis mereka. Kemampuan memahami sifat dasar

etika dari keputusan dinamakan sensitivitas etika sehingga profesi akuntan

harus paham mengenai skema moral yang mengarah pada masalah etis

(Jones, 1991). Pendidikan etika akuntansi penting diberikan di Perguruan

Tinggi sehingga akan meningkatkan perilaku etis mahasiswa sebagai

akuntan di kemudian hari. Namun, pada kenyataannya sebagian besar

pendidikan etika secara penuh baru didapatkan ketika seorang akuntan harus

menempuh pendidikan profesi akuntan selama satu tahun.

Mahasiswa PPAK yang sudah pasti mendapatkan pendidikan etika

akan lebih mampu menilai perilaku etis atau tidak etis dibandingkan dengan

mahasiswa akuntansi S1. Alasan dari penilaian tersebut adalah ketika

seorang akuntan yang sudah menjadi anggota dalam suatu profesi harus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

mengikuti aturan dalam standar profesionalnya karena standar profesi

meliputi norma, nilai dan tujuan yang ingin dicapai profesi (Smith dan Hall,

2008). Jadi, selain pengetahuan yang dimiliki, seorang akuntan perlu

memiliki etika yang baik.

H1: Sensitivitas etis mahasiswa PPAK lebih tinggi daripada

mahasiswa Akuntansi S1.

2.2.2 Penalaran Etis dan Sensitivitas Etis

Penalaran etis mengacu pada pemikiran individu untuk menggunakan

persepsi mereka dalam menilai suatu kegiatan sebagai etika atau bukan

dengan menunjukkan cara individu dalam mengidentifikasi perilaku yang

mengarah apakah perilaku tersebut masuk ke dalam perilaku bermoral atau

tidak.

Penalaran etis berhubungan secara moderat dengan sensitivitas etis

(Rest, 1986). Hal tersebut dikarenakan individu dengan penalaran etis yang

baik pada akhirnya akan memposisikan diri bertindak secara moral sehingga

akan mampu melihat persoalan etika atau dapat dikatakan memiliki

sensitivitas etis yang baik. Penelitian yang telah dilakukan Arnold dan

Ponemon (1991) menunjukkan terdapat hubungan antara penalaran etis

dengan persepsi adanya whistle-blowing. Yang mana dilaporkan bahwa

auditor intern dengan tingkat penalaran etis lebih baik dapat mengetahui dan

mengidentifikasi perilaku yang kurang pantas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

H2: Penalaran etis memiliki pengaruh positif dengan sensitivitas

etis Mahasiswa Akuntansi.

2.2.3 Idealisme dan Sensitivitas Etis Mahasiswa

Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang

tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi yang atau hasil yang

diinginkan (Forsyth, 1992). Individu yang idealis memiliki prinsip bahwa

tindakan yang mereka lakukan tidak mengarah pada tindakan yang

berkonsekuensi negatif sehingga tidak merugikan individu lain. Sehingga,

apabila individu berada dipilihan yang dapat berakibat negatif terhadap

individu lain maka sebisa mungkin seorang idealis akan mengambil pilihan

yang paling sedikit mengakibatkan akibat buruk pada individu lain.

Individu yang idealis akan sangat memegang teguh perilaku etis

dalam profesi yang dijalankannya. Dengan bersikap idealis maka profesi

akuntan diartikan memiliki sikap tidak memihak dan terhindar dari berbagai

kepentingan serta mampu untuk menafsirkan situasi yang sedang terjadi

dengan tetap mempertimbangkan apakah situasi tersebut etis atau tidak etis.

H3: Idealisme memiliki pengaruh positif dengan sensitivitas etis

Mahasiswa Akuntansi.

2.2.4 Relativisme dan Sensitivitas Etis Mahasiswa

Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis yang beralasan

bahwa aturan etika sifatnya tidak universal karena dilatarbelakangi oleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

budaya yang mana masing-masing budaya memiliki aturan yang berbeda.

Relativisme mengacu pada sejauh mana seorang individu menolak aturan

moral yang universal untuk memandu perilaku mereka.

Relativisme etis sendiri merupakan teori atas tindakan yang dapat

dikatakan etis atau tidak, benar atau salah, yang mana tergantung pada

pandangan masyarakat itu (Forsyth, 1992). Jadi, relativis individu terkait

mengenai tindakan yang akan dilakukan individu pada dasarnya tidak

mempedulikan konsekuensi yang muncul atas tindakan yang dilakukannya

sehingga individu tidak peduli apakah tindakannya etis atau tidak etis.

H4: Relativisme memiliki pengaruh negatif dengan sensitivitas etis

Mahasiswa Akuntansi.

2.2.5 Locus of control dan Sensitivitas Etis Mahasiswa

Locus of control adalah keyakinan individu mengenai tindakan

individu menghubungkan peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan di

luar kendalinya (Rotter, 1966). Locus of control sebagai kendali individu

atas pekerjaan dan kepercayaan terhadap keberhasilan diri sehingga (Tsui

dan Gul, 1996) dapat diartikan sejauh mana seseorang dapat merasakan

hubungan kontinjensi antara tindakan dan hasil yang diperoleh. Locus of

control dapat membantu pemahaman akuntan atas munculnya konflik etis

serta memberikan keyakinan akuntan atas pentingnya etika sebagai

bimbingan yang berpengaruh pada kepatutan profesi akuntan dan audit.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Locus of control dapat berasal dari internal maupun eksternal individu.

Yang paling membedakan dari keduanya adalah hasil dari tindakan individu

tersebut. Seseorang yang dicirikan sebagai eksternal percaya bahwa dia

adalah korban dari nasib, kesempatan, kekuasaan yang lain dan bahwa dia

sedikit memiliki kontrol mengenai nasib baik atau keuntungan pada dirinya

(Iswarini dan Mutmainah, 2013). Hal ini diharapkan bahwa mahasiswa yang

internal lebih mengetahui masalah etika daripada mahasiswa yang eksternal

yang menerima setiap kejadian berasal dari tingkah laku di luar dirinya.

H5: Locus of control berpengaruh terhadap sensitivitas etis

Mahasiswa Akuntansi.

2.2.6 Perbedaan Sensitivitas Etis antara Mahasiswa Akuntansi yang

telah mempunyai pengalaman kerja dan yang belum mempunyai

pengalaman kerja

Sensitivitas etis dianggap sebagai kemampuan individu untuk

mengetahui situasi disekitarnya apakah etis atau tidak etis. Dengan

kemampuan tersebut akan dapat mempengaruhi cara individu tersebut

berperilaku etis untuk dirinya sendiri maupun lingkungan disekitarnya. Hal

ini menjadi penting bagi mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan untuk

memiliki kemampuan mengetahui situasi di lingkungan kerjanya sebagai

profesional. Pengalaman kerja dianggap penting untuk meningkatkan

sensitivitas etis karena semakin lama bekerja maka auditor lebih konservatif

dalam menghadapi dilema etika (Larkin, 2000).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Perilaku etis mahasiswa dan faktor-faktor yang diduga

mempengaruhinya yaitu usia, jenis kelamin, dan pengalaman kerja telah

diteliti oleh Borkowski and Ugras (1992). Penelitian ini membandingkan

antara mahasiswa akuntansi yang belum bekerja dan mahasiswa MBA yang

telah memiliki pengalaman kerja, diperoleh hasil bahwa mahasiswa

akuntansi bertindak lebih etis daripada mahasiswa MBA. Mahasiswa

akuntansi cenderung justice-oriented daripada mahasiswa yang telah

memiliki pengalaman kerja. Selain itu, Glover (2002) juga menyatakan

bahwa individu yang memiliki lebih banyak pengalaman kerja akan

cenderung mempunyai tanggapan etis yang lebih baik.

H6: Terdapat perbedaan sensitivitas etis antara mahasiswa

akuntansi yang belum mempunyai pengalaman kerja dengan

mahasiswa akuntansi yang telah mempunyai pengalaman

kerja.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

terkait dengan sensitivitas etis Mahasiswa Akuntansi untuk dapat

berperilaku etis telah dilakukan.

Shaub et al. (1993) melakukan penelitian tentang pengujian empiris

terkait faktor-faktor dari sensitivitas etis auditor. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengevaluasi efek dari orientasi etika individu, komitmen

profesional, dan komitmen organisasi pada kemampuan mereka untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

mengenali masalah etika dalam situasi profesional dan pada tingkat kognitif

perkembangan moral. Variabel diukur dengan menggunakan kuesioner yang

diberikan pada sampel dari 207 auditor di semua tingkat dari Delapan Besar

Kantor Akuntan Publik di bagian barat daya. Temuan penelitian

menunjukkan bahwa orientasi etika auditor pada saat memasuki perusahaan

mempengaruhi tingkat komitmen, namun tidak satupun dari ketiga faktor ini

yang mampu mempengaruhi etika. Dengan demikian, hasil studi ini

menunjukkan kebutuhan KAP untuk menekankan lebih besar pada

sensitivitas etis akuntan publik, program pendidikan serta untuk

mengevaluasi orientasi etis auditor.

Ustadi dan Ratnasari (2005) melakukan penelitian terkait analisis

faktor-faktor individual terhadap persepsi perilaku etis mahasiswa. Tujuan

dari penelitian ini adalah meneliti pengaruh perbedaan faktor individu

mahasiswa terhadap perilaku etis mereka, yang mana faktor individu terdiri

dari locus of control, disiplin ilmu, pengalaman kerja dan equity sensitivity.

Data dikumpulkan dengan menyebarkan sampel penelitian sebanyak 500

responden program S1 Jurusan Akuntansi dan Manajemen di Perguruan

Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Surakarta.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa (a) locus of control internal

mahasiswa akuntansi memiliki perilaku etis yang lebih baik dibandingkan

locus of control eksternalnya (b) mahasiswa akuntansi memiliki perilaku

lebih etis dibandingkan dengan mahasiswa manajemen (c) terdapat

perbedaan signifikasi antara perilaku etis mahasiswa yang belum bekerja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

dibandingkan dengan yang sudah bekerja (d) mahasiswa akuntansi yang

termasuk dalam kategori menerima suatu keadaan atau benevolent

cenderung lebih etis dibandingkan dengan mahasiswa dalam kategori lebih

banyak menuntut atau entitleds.

Chan dan Leung (2006) melakukan penelitian terkait pengaruh

penalaran etis dan faktor pribadi mahasiswa dengan sensitivitas mereka.

tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat perilaku etis individu dengan

menggunakan empat model proses psikologi Rest dan lebih

memfokuskannya pada satu komponen model tersebut yakni sensitivitas

etis. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan 156 kuesioner

kepada mahasiswa akhir di dua Universitas besar di Hongkong, yang mana

salah satunya tidak ada pelajaran etika sedangkan yang satunya ada.

Temuan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan t-test dan u-

test yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara penalaran

etis mahasiswa dengan sensitivitas etisnya.

Falah (2006) melakukan penelitian terkait pengaruh budaya etis

organisasi dan orientasi etis terhadap sensitivitas etis dengan mengambil

studi empiris dalam pemeriksaan internal. Tujuan dalam penelitian ini

adalah untuk menguji pengaruh budaya etis organisasi dan orientasi etis

(idealisme dan relativisme) terhadap sensitivitas etis. Pengumpulan data

dengan mendistribusikan kuesioner sebanyak 201 kepada para aparatur

Bawasda di Pemda Papua. Temuan penelitian ini dianalisis dengan analisis

path dan dioperasikan dengan bantuan program AMOS 4.01 yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

menyatakan bahwa orientasi etis berpengaruh terhadap sensitivitas etis,

khususnya relativisme.

Marwanto (2007) melakukan penelitian terkait dengan pengaruh

pemikiran moral, tingkat idealisme, tingkat relativisme, dan locus of control

terhadap sensitivitas, pertimbangan, motivasi dan karakter mahasiswa

akuntansi dengan mengambil studi eksperimental pada Politeknik Negeri

Samarinda. Pengumpulan data dengan membagikan kuesioner secara

langsung sebanyak 145 kuesioner sebagai sampel untuk analisis. Temuan

penelitian ini dianalisis datanya dengan regresi berganda dalam SPSS ver.

13 dan menyatakan bahwa pemikiran moral, tingkat idealisme, tingkat

relativisme, IPK B dan umur 22 keatas mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap kecenderungan mahasiswa dalam berperilaku etis.

Mahasiswa dengan karakter internal lebih dapat menemukan adanya

masalah etis dalam skenario audit dibandingkan yang berkarakter eksternal.

Dzakirin (2013) melakukan penelitian terkait orientasi idealisme,

relativisme, tingkat pengetahuan dan gender yang mempengaruhi persepsi

mahasiswa tentang krisis etika akuntan professional. Tujuan penelitian ini

mengetahui persepsi mahasiswa akuntansi terkait dengan krisis etika yang

melibatkan pelanggaran para akuntan. Pengumpulan data dilakukan dengan

mendistribusikan kuesioner sebanyak 143 ke PTN dan PTS di Malang yang

telah mengambil mata kuliah audit 1. Temuan dalam penelitian ini dianalisis

dengan menggunakan multiple regression yang menunjukkan bahwa tingkat

idealisme dan pengetahuan yang tinggi berpengaruh negatif atas opini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

mahasiswa terkait krisis etika akuntan professional, sedangkan yang

memiliki relativisme tinggi masih memperhatikan nilai etika yang berlaku

dalam merespon suatu masalah etis sehingga belum tentu memberikan

persepsi positif.

Iswarini dan Siti Mutmainah (2013) melakukan penelitian terkait

dengan pengaruh penalaran etis dan faktor pribadi terhadap sensitivitas etis

pada mahasiswa akuntansi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis

pengaruh penalaran etis dan faktor pribadi yang dimiliki mahasiswa

terhadap sensitivitas etisnya. Pengumpulan data dilakukan dengan

mendistribusikan 200 kuesioner ke beberapa Universitas di Semarang untuk

mahasiswa semester 6. Temuan penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan analisis multiple regression pada SPSS ver.17 yang

menyatakan bahwa penalaran etis dan faktor pribadi mahasiswa memiliki

pengaruh signifikan terhadap sensitivitas etis mereka.

TABEL 2.1

Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Tahun Operasional

Variabel

Data

Analisis Hasil Penelitian

1. Shaub et al 1993 - Locus of control

- Demografis

- Suasana etis

organisasi

- Moral reasoning

ANOVA Moral reasoning

dipengaruhi oleh LOC,

demografis dan suasana

etis organisasi.

2. Ustadi dan

Ratnasari

2005 - Perilaku etis

- Locus of control

- Equity sensitivity

- Pengalaman kerja

- Disiplin ilmu

t-test &

ANOVA

Mahasiswa dengan LOC

internal lebih

berperilaku etis;

mahasiswa akuntansi

lebih berperilaku etis

dibandingkan mahasiswa

manajemen; mahasiswa

yang belum bekerja lebih

berperilaku etis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

dibandingkan yang

sudah bekerja.

3. Chan dan Leung 2006 - Ethical sensitivity

- Ethical reasoning

- Ethical orientation

- Locus of control

- Demographic

t-test &

u-test

Tidak ada hubungan

signifikan antara

penalaran etis mahasiswa

dengan sensitivitas

etisnya.

4. Falah 2006 - Budaya etis

organisasi

- Idealisme

- Relativisme

- Sensitivitas etis

Path Orientasi etis yang

paling berpengaruh

terhadap sensitivitas etis

khususnya ialah

relativisme, sedangkan

idealisme tidak

signifikan.

5. Marwanto 2007 - Pemikiran moral

- Orientasi etis

- Locus of control

- Demografis

- Sensitivitas moral

- Perkembangan

moral

- Motivasi moral

- Karakter moral

Regresi

Berganda

Pemikiran moral,

idealisme, relativisme,

demografis (IPK dan

umur) memiliki

pengaruh signifikan

terhadap kecenderungan

mahasiswa dalam

berperilaku etis.

6. Dzakirin 2013 - Orientasi idealisme

- Orientasi relativisme

- Tingkat

pengetahuan

- Gender

- Persepsi mahasiswa

Multiple

Regression

Tingkat idealisme dan

pengetahuan yang tinggi

berpengaruh negatif atas

opini mahasiswa terkait

krisis etika akuntan

professional.

7. Iswarini dan Siti

Mutmainah

2013 - Penalaran etis

- Idealisme

- Relativisme

- Locus of control

- Demografis

- Sensitivitas etis

Regresi

Berganda

Hubungan penalaran etis

dan faktor pribadi

tersebut signifikan

terhadap sensitivitas etis

mahasiswa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

2.4 Kerangka Pemikiran

Gambar 1: Model Penelitian

Penalaran Etis

Sensitivitas

Etis

Idealisme

Relativisme

LOC

Pengalaman Kerja