Pneumococcal capsule synthesis locus cps as evolutionary ...
Pengaruh-Penalaran-Etis-Idealisme-Relativisme-Locus-of ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Pengaruh-Penalaran-Etis-Idealisme-Relativisme-Locus-of ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Etika
Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Sedangkan untuk bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti
adat istiadat. Kata etika memiliki keterkaitan dengan moral. Moral berasal
dari kata latin yakni mos atau mores yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
kelakuan, watak, tabiat, akhlak dan cara hidup (Soekrisno Agoes, 2009: 26).
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, etika dirumuskan dalam beberapa
pengertian sebagai berikut:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari beberapa uraian diatas, etika dapat diartikan dalam dua hal
berikut:
a. Etika sebagai praksis; yakni sama dengan moral yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, nilai, dan norma yang berlaku dalam kelompok atau
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran atau penilaian
moral. Etika sebagai pemikiran bisa mencapai taraf ilmiah apabila
proses penalaran tersebut bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Dalam
hal terkait ilmiah, etika mencoba untuk mampu merumuskan suatu
teori, konsep, asas, atau prinsip tentang perilaku manusia yang
dianggap baik atau tidak baik. Dengan demikian, akan memunculkan
pertanyaan mengapa perilaku tersebut dianggap baik atau tidak baik,
mengapa menjadi baik itu sangat bermanfaat, dan sebagainya.
Persoalan etika dalam akuntansi dapat berfokus pada pengembangan
etika yang dapat mendasari proses penalaran etis (Jeffrey, 1996). Pendidikan
etika juga dapat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan terutama pada
masa muda sehingga dengan adanya intervensi etika sejak di bangku
sekolah akan menjadi suatu kebutuhan penting. Hal tersebut dikarenakan
pendidikan dapat menjadi suatu pedoman dalam menemukan identitas diri,
mengembangkan hubungan bermasyarakat dan mampu menghindari konflik
meskipun terkadang banyak pendapat menyatakan jika pengetahuan
mengenai etika atau moral tidak menjamin bahwa individu tersebut akan
berperilaku moral seperti yang ia yakini. Pokok dalam proses penalaran etis
juga dapat didasari dengan adanya pengembangan moral
2.1.2 Etika Profesi Akuntan
Akuntan merupakan mereka yang telah lulus dari pendidikan Strata
Satu (S1) program studi akuntansi dan telah memperoleh gelar profesi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Akuntan melalui pendidikan profesi akuntan yang diselenggarakan oleh
beberapa Perguruan Tinggi yang telah mendapat izin dari Departemen
Pendidikan Nasional atas rekomendasi dari organisasi profesi Institut
Akuntan Indonesia atau IAI (Agoes dan Ardana, 2009). Pertumbuhan
profesi akuntan mempunyai hubungan positif yang kuat dengan adanya
pertumbuhan ekonomi. Dalam masa sekarang ini, adanya kemajuan
pertumbuhan ekonomi sangat berdampak positif pada kemajuan profesi
akuntan di Indonesia.
Profesi akuntan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari praktik
bisnis dan penyelenggaraan administrasi pemerintahan, sehingga profesi ini
terkadang diharuskan dalam kondisi tekanan berat atas konflik kepentingan.
Dengan demikian banyak profesi akuntan yang terseret ke dalam praktik-
praktik yang tidak etis, seperti yang terjadi pada kasus praktik tidak etis
yang dilakukan beberapa KAP papan atas.
Pelanggaran etika sudah bukan menjadi hal baru di dalam lingkungan
masyarakat, sehingga pemahaman mengenai etika perlu diberikan perhatian
yang lebih karena mempengaruhi kehidupan bersama. Etika dianggap
sebagai hal penting karena (Martin, 1993) menjadi disiplin dalam ilmu yang
dapat bertindak sebagai indeks kinerja atau acuan sistem kontrol individu.
Jadi, etika harus diterapkan di setiap profesi karena menjadi ilmu tentang
apa yang baik atau buruk (Soepardan, 2007).
Etika profesi diperlukan dalam semua bidang konsentrasi ilmu
seseorang dalam menjalankan profesinya bagi masyarakat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
lingkungannya sehingga perlu adanya kode etik profesi yang mengatur
aturan secara jelas mengenai tindakan etis dan tidak etis yang dilakukan
oleh profesional. Etika sebagai salah satu masalah yang sering dihadapi
dalam profesi akuntansi karena profesi akuntan bertanggungjawab terhadap
klien dan masyarakat atau publik. Menurut International Federation of
Accountants (dalam Regar, 2003), profesi akuntan adalah semua bidang
pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk
bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada
perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di
pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Sejalan dengan berkembangnya ekonomi global dan dalam rangka
mengantisipasi keberadaan profesi akuntan bertaraf internasional, maka
organisasi IAI telah sepakat untuk mengadopsi standar audit, akuntansi, dan
kode etik internasional yang dikeluarkan oleh IFAC. Etika profesi akuntan
di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia yang bertujuan agar
profesi akuntansi dapat memenuhi tanggung jawab dengan
standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi dan
dengan orientasi kepada kepentingan publik. Etika profesi akuntan menurut
Institut Akuntan Indonesia (IAI) dibentuk didalam Kode Etik IAI yang
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik
sebagai pihak praktisi yakni akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia
usaha, di instansi pemerintah; maupun sebagai pihak akademisi yakni di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab
profesionalnya.
Kode etik IAI dibagi menjadi empat bagian, meliputi (1) prinsip etika
yang memberikan kerangka dasar dalam mengatur pelaksanaan etika
pemberian jasa profesional (2) aturan etika yang memberikan aturan
mengenai setiap tindakan yang harus dilakukan profesi akuntan dan sebagai
penerapan dari prinsip etika (3) intepretasi etika yang memberikan panduan
dalam penerapan etika tanpa membatasi lingkup penerapannya (4) tanya
jawab etika yang berkaitan dengan isu-isu etika dan dapat dilakukan dengan
Dewan Standar Profesi yang dibentuk oleh pengurus institut yang
bersangkutan.
2.1.3 Pendidikan Etika Bisnis dan Profesi
Kesadaran sikap etis seseorang dipengaruhi dengan perkembangan
dunia pendidikan, dalam hal ini pendidikan akuntansi memiliki pengaruh
besar terhadap perilaku etis mahasiswa sebagai calon akuntan masa depan.
Terdapat empat alasan mengapa perlu mempelajari etika bisnis dan profesi
(Utami dan Indriawati, 2006: 5):
1. Etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang
dihadapi dalam kehidupan.
2. Etika merupakan pola perilaku yang didasarkan pada kesepakatan nilai-
nilai sehingga kehidupan yang harmonis dapat tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3. Dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan nilai-
nilai moral sehingga perlu dilakukan analisa dan ditinjau ulang.
4. Etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami manusia
untuk sama-sama mencari, menemukan dan menerapkan nilai-nilai
hidup yang hakiki.
Tujuan dilaksanakannya pendidikan etika bisnis dan profesi antara
lain:
1. Menstimulir imajinasi moral.
2. Mengenal persoalan etis.
3. Menimbulkan suatu dorongan dalam perasaannya untuk kewajiban
moral (moral obligation).
4. Mengembangkan keahlian bisnis
5. Menahan dan mengurangi ketidaksetujuan (disagreement) dan
kerancuan (ambiguity)
6. Etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang
dihadapi dalam kehidupan.
7. Etika merupakan pola perilaku yang didasarkan pada kesepakatan nilai-
nilai sehingga kehidupan yang harmonis dapat tercapai.
Kemampuan seorang profesional dapat dikatakan peka terhadap
persoalan etika sangat dipengaruhi lingkungan dimana mereka berada. Hal
tersebut dikarenakan masih adanya keterbatasan dalam pendidikan etika
bisnis dan profesi akuntansi seperti banyaknya pendidik atau akademisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
yang tidak mengajarkan secara formal serta kebanyakan pengetahuan
mengenai pendidikan etika bisnis maupun profesi masih sedikit dimasukkan
dalam mata kuliah yang diajarkan (Ristalata, 2005: 16). Dengan demikian,
perlu diperhatikan sejauh mana pendidikan etika bisnis maupun profesi telah
tercakup dalam berbagai mata kuliah yang diajarkan sehingga benar jika
dunia pendidikan akuntansi memiliki pengaruh yang besar bagi tumbuhnya
kesadaran etis mahasiswa akuntansi. Selain itu, dosen sebagai pengajar juga
dapat menentukan pembentukan etika melalui pendidikan tinggi akuntansi
2.1.4 Sensitivitas Etis
Penelitian di bidang akuntansi sedang berfokus pada kemampuan para
akuntan dalam membuat keputusan untuk berperilaku etis. Kesadaran para
individu sebagai agen moral menjadi faktor penting dalam menilai perilaku
etis. Kemampuan untuk menyadari adanya nilai etika dalam suatu keputusan
berperilaku etis.
Keputusan yang berkaitan dengan masalah moral mempunyai
konsekuensi dan harus melibatkan suatu pilihan dari individu yang membuat
keputusan tersebut. Hal tersebut dikarenakan seringkali keputusan memiliki
konsekuensi bagi pihak lain dan kerelaan untuk memilih pilihan yang
seringkali memiliki risiko yang besar. Menurut Jones (1991:367), keputusan
dinilai sebagai keputusan moral jika pada saat keputusan itu dibuat dengan
memperhitungkan atau memasukkan nilai-nilai moral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Sensitivitas etis merupakan kemampuan individu untuk menafsirkan
situasi yang sedang terjadi dengan tetap mempertimbangkan apakah situasi
tersebut etis atau tidak etis. Kemampuan seorang profesional dapat
dipengaruhi oleh sensitivitas individu itu sendiri. Individu sebagai pelaku
moral dianggap memiliki kesadaran yang dinilai melalui kemampuan untuk
menyadari adanya nilai etis dalam suatu keputusan yang disebut sebagai
sensitivitas etis (Velasquez dan Rostankowski, 1985).
Sensitivitas etis mengacu pada kemampuan seseorang dalam
mengidentifikasi konten etika dengan mengingat situasi (Sparks dan Hunt,
1998). Hal tersebut diperjelas dengan adanya beberapa individu yang
terlibat dalam kegiatan yang tidak etis meskipun mereka memiliki
pengetahuan tentang sifat tidak etis dari perilaku mereka. Sensitivitas etis
menjadi faktor penting, selain variabel pribadi, dalam pengambilan
keputusan yang adil dan dipengaruhi oleh lingkungan ketika keputusan
dibuat (Hunt dan Vitell, 1993; Patterson, 2001).
Sensitivitas etis merupakan salah satu dari empat proses psikologi
dasar yang dilakukan individu untuk bertingkah laku secara moral. Model
empat komponen dasar tersebut telah digagas oleh Rest untuk meneliti
pertimbangan pemikiran dan tingkah laku moral individu. Rest (1983)
mengkonstruksikan empat komponen model terkait yang pada dasarnya
harus dilakukan individu dengan proses psikologi, antara lain: (1) moral
sensitivity (2) moral judgement (3) moral motivation (4) moral character.
Proses pertimbangan keputusan model, terdiri dari:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
a. Kesadaran moral. Mengidentifikasi sifat moral dari sebuah situasi
tertentu
b. Pertimbangan moral. Membuat keputusan yang secara moral benar
dalam konteks tersebut.
c. Niat moral. Memutuskan untuk menempatkan nilai yang lebih tinggi
pada norma lain.
d. Tindakan moral. Terlibat dalam perilaku moral (Rest, 1986; Butterfield
et al., 2000; Jones, 1991).
Sensitivitas etis menjadi cara individu dalam menafsirkan atau
mengintepretasikan situasi yang dapat mempengaruhi orang lain. Jadi dapat
dikatakan bahwa sensitivitas etis adalah kemampuan dalam mengetahui
masalah etika yang sedang terjadi dan mengevaluasi pengaruh atas pilihan
tindakan yang berpotensi pada kesejahteraan pihak yang terimbas. Jadi,
individu dengan sensitivitas etis yang baik akan mampu berperilaku lebih
etis karena mereka mampu mengetahui situasi yang etis yang terjadi.
Sensitivitas etis dapat dipengaruhi faktor seperti lingkungan budaya,
pengalaman pribadi, lingkungan industri, lingkungan organisasi yang
memungkinkan untuk mempengaruhi kemampuan profesi akuntan dalam
mengenali situasi terkait etika (Hunt dan Vitell, 1986). Masing-masing
individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengetahui adanya
masalah etika karena mereka dapat gagal ketika menafsirkan situasi yang
terjadi dalam keterbatasan sensitivitas mereka terhadap kebutuhan dan
kesejahteraan orang lain (Rest, 1986).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Setiap akuntan yang memiliki kemauan dalam menafsirkan dilema etis
yang terjadi dianggap mampu mengambil keputusan atas tindakan
profesional mereka secara etis. Kemampuan dalam memahami sifat dasar
etika dari suatu keputusan dinamakan sensitivitas etis, sehingga profesi
akuntan harus memahami skema moral yang mengarah pada masalah etis
(Jones, 1991). Dengan demikian, adanya etika profesi akuntan sangat
berguna dalam hal kemampuan akuntan ketika mengambil keputusan dan
perilaku etis mereka.
2.1.5 Penalaran Etis
Penalaran Etis adalah penalaran tentang perilaku manusia dengan
menggunakan beberapa alasan untuk menilai tindakan tersebut benar atau
salah. Penalaran etis mencerminkan penilaian seseorang dalam menghadapi
dilema etis dan pengambilan keputusan mereka ketika menghadapi situasi
dilematis tersebut. Penalaran etis lebih menekankan pada pertimbangan dan
alasan yang melatarbelakangi seseorang menilai baik atau buruk suatu
tindakan.
Penalaran etis dibutuhkan mahasiswa sebagai calon akuntan masa
depan untuk dapat menilai nilai-nilai etika mereka sendiri dalam konteks
masalah sosial, mengenali masalah etika dalam berbagai pengaturan,
berpikir tentang bagaimana perspektif etis yang berbeda bisa diterapkan
untuk dilema etika dan mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan
alternatif. Identitas diri etika mahasiswa dapat berkembang karena mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
berlatih keterampilan pengambilan keputusan etis dan belajar bagaimana
untuk menggambarkan dan menganalisa posisi pada isu-isu etika.
Keputusan etis merupakan suatu keputusan yang harus dibuat oleh setiap
profesional yang mengabdi pada suatu bidang pekerjaan tertentu, contohnya
dalam bidang akuntansi.
Di Amerika pernah dilakukan survey O‟Clock dan Okleshen (1993)
dalam Darsinah (2005) yang menemukan bahwa profesi akuntan dianggap
sebagai salah satu profesi yang paling etis. Oleh karena itu dalam membuat
suatu keputusan etis, seorang profesional akuntansi pasti akan mengacu
pada kode etik profesi.
2.1.6 Orientasi Etis
Orientasi etis menjadi salah satu faktor pribadi dalam penelitian ini.
Dalam penelitian sebelumnya menyarankan variasi individu dibentuk
dengan pertimbangan etis yang mendeskripsikan ke dalam dua faktor yaitu
idealisme dan relativisme sebagai orientasi etis individu (Forsyth, 1980;
Schlenker dan Forsyth, 1977; Chan and Leung, 2006).
Idealisme mengacu pada sejauh mana seorang individu percaya bahwa
konsekuensi yang diinginkan selalu dapat diperoleh tanpa melanggar
pedoman moral. Idealis individu terkait mengenai tindakan individu dalam
melakukan sesuatu selalu memikirkan konsekuesi yang akan muncul atas
tindakan individu tersebut sehingga idealisme diartikan sebagai konsekuensi
yang positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang
tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi yang atau hasil yang
diinginkan (Forsyth, 1980). Individu yang idealis memiliki prinsip bahwa
tindakan yang mereka lakukan tidak mengarah pada tindakan yang
berkonsekuensi negatif sehingga tidak merugikan individu lain. Sehingga,
apabila individu berada dipilihan yang dapat berakibat negatif terhadap
individu lain maka sebisa mungkin seorang idealis akan mengambil pilihan
yang paling sedikit mengakibatkan akibat buruk pada individu lain.
Individu yang idealis akan sangat memegang teguh perilaku etis
dalam profesi yang dijalankannya sehingga cenderung akan menjadi whistle
blower dalam menghadapi situasi yang didalamnya terdapat perilaku tidak
etis karena memiliki tingkat idealisme yang tinggi. Sedangkan, individu
dengan idealisme yang lebih rendah menganggap bahwa dengan patuh
terhadap semua prinsip moral yang ada dapat berakibat negatif sehingga
terkadang dibutuhkan sedikit tindakan negatif untuk mendapatkan hasil
terbaik.
Penelitian mengenai seorang idealis mengambil tindakan tegas
terhadap situasi yang dapat merugikan orang lain dan pandangan yang lebih
tegas terhadap individu yang melanggar perilaku etis dalam profesinya telah
banyak dilakukan. Idealis individu terkait mengenai tindakan individu
dalam melakukan sesuatu selalu memikirkan konsekuesi yang akan muncul
atas tindakan individu tersebut diartikan sebagai konsekuensi yang positif.
Dengan bersikap idealis diartikan profesi akuntan memiliki sikap tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
memihak dan terhindar dari berbagai kepentingan serta mampu untuk
menafsirkan situasi yang sedang terjadi dengan tetap mempertimbangkan
apakah situasi tersebut etis atau tidak etis.
Relativisme mengacu pada sejauh mana seorang individu menolak
aturan moral yang universal untuk memandu perilaku mereka. Relativis
individu terkait mengenai tindakan yang akan dilakukan individu pada
dasarnya tidak mempedulikan konsekuensi yang muncul atas tindakan yang
dilakukannya sehingga individu tidak peduli apakah tindakannya etis atau
tidak etis.
Perbedaan orientasi etis yang ada dapat menimbulkan perdebatan
terkait kesepakatan tentang tindakan etis mengenai situasi yang mana
seorang individu harus peka terhadap pertimbangan etis yang dibuatnya.
Untuk menghindari situasi konflik yang muncul maka orientasi etis menjadi
penting untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan orientasinya ketika
memeriksa kemampuan individu untuk menanggapi isu etis yang sedang
berkembang.
Dengan demikian, profesi akuntan diharuskan paham mengenai etika
profesi mereka karena dengan berperilaku etis menjadikan orientasi etis
akuntan sangat diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar ketika terjadi
konflik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
2.1.7 Locus of Control
Locus of control adalah keyakinan individu mengenai tindakan
individu menghubungkan peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan di
luar kendalinya (Rotter, 1966). Locus of control sebagai kendali individu
atas pekerjaan dan kepercayaan terhadap keberhasilan diri, sehingga (Tsui
dan Gul 1996) dapat diartikan sejauh mana individu dapat merasakan
hubungan kontinjensi antara tindakan dan hasil yang diperoleh. Locus of
control menjadi salah satu variabel kepribadian (personility), yang
didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya
mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner dan Kinicki, 2005).
Menurut Rotter (dalam Mearns, 2008) locus of control memiliki
empat konsep dasar, yaitu:
a. Potensi perilaku individu ( behaviour potential ) merupakan setiap
kemungkinan yang secara relatif muncul pada situasi tertentu berkaitan
dengan hasil yang diinginkan dalam kehidupan seseorang.
b. Harapan ( expectancy ) merupakan suatu kemungkinan dari berbagai
kejadian yang akan muncul dan dialami oleh seseorang.
c. Nilai penguatan ( reinforcement value ) merupakan pilihan terhadap
berbagai kemungkinan penguatan atas hasil dari beberapa penguat
hasil-hasil lainnya yang dapat muncul pada situasi serupa.
d. Suasana psikologis merupakan bentuk ransangan baik secara internal
maupun eksternal yang diterima seseorag pada suatu saat, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya hasil
yang sangat diharapkan.
Locus of control dibedakan menjadi dua yakni (1) locus of control
internal (2) locus of control eksternal. Locus of control internal didefinisikan
sebagai kendali atas tindakan yang dilakukan individu di pegang oleh
individu itu sendiri, sedangkan locus of control eksternal adalah keyakinan
individu bahwa tindakan yang dilakukan pada diri mereka dikendalikan oleh
faktor luar dari diri mereka. Jadi, kendali individu tersebut dapat
menunjukkan tingkat keyakinan individu atas penentuan nasib mereka
sendiri (Robbins dan Judge, 2007).
Locus of contol internal dipercaya individu bahwa keberhasilan
mereka didapatkan dari aktifitas yang dilakukan dengan sendiri, sedangkan
locus of control eksternal dipercaya individu bahwa keberhasilan tindakan
mereka didapatkan dari faktor lingkungan mereka.
Perbedaan dari kedua jenis locus of control yang paling terlihat adalah
anggapan individu mengenai hasil atas tindakan mereka, yang mana hasil
atas tindakan sebagai internal diyakini individu didapatkan atas usaha
(effort), kemampuan (ability) dan keterampilan (skills). Sedangkan sebagai
eksternal diyakini individu bahwa penentuan hasil didapatkan dari faktor
lingkungan seperti nasib, takdir dan keberuntungan.
Locus of control dapat membantu pemahaman resolusi tambahan
akuntan dari munculnya konflik etis serta memberikan keyakinan akuntan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
atas pentingnya etika sebagai bimbingan yang berefek pada kepatutan
profesi akuntan dan audit.
2.1.8 Pengalaman Bekerja
Knoers dan Haditoni (1999) menyatakan bahwa pengalaman adalah
proses pembelajaran dan pertambahan potensi tingkah laku yang diperoleh
dari pendidikan formal maupun non formal. Pengalaman kerja adalah proses
pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu
pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas
pekerjaan (Manulang, 1984). Pengetahuan atau keterampilan yang telah
diketahui dan dikuasai seseorang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang
telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu disebut juga pengalaman
bekerja (Trijoko, 1980). Selain itu, menurut Ranupandojo (1984)
mengemukakan bahwa pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu
atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-
tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Semakin luas
pengalaman kerja seseorang maka semakin terampil seseorang dalam
melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pula pola berpikir dan sikap
dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Puspaningsih, 2004).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengalaman
kerja adalah tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang
dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja dan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Pengalaman kerja
seseorang sangat ditentukan rentan waktu lama seseorang dalam menjalani
pekerjaan tertentu dengan melihat pada banyaknya tahun, yaitu sejak
pertama kali diangkat menjadi karyawan atau staf pada suatu lapangan kerja
tertentu.
Pada penelitian Richmond (2003) dalam (Christmastuti dan
Purnamasari, 2006) menemukan bahwa variabel status mempunyai
pengaruh pada pembentukan sikap etis yang berarti bahwa faktor
pengalaman membentuk dan mengubah sifat dan sikap dalam menanggapi
kondisi yang dilematis dari sudut pandang etis. Dengan adanya pengalaman
menjadikan cara pembelajaran yang baik bagi Mahasiswa sebagai calon
akuntan untuk menjadikan kemampuannya dalam menguasai tugas dan
aktivitas yang berkaitan dengan tindakan professionalnya. Pengalaman akan
membentuk kemampuan akuntan dalam menghadapi dan menyeleseikan
hambatan maupun persoalan dalam pelaksanaan tugasnya, serta mampu
mengendalikan kecenderungan emosional terhadap pihak lain. Dengan
demikian, pengalaman mampu memberi kontribusi yang relevan dalam
peningkatan kompetensi akuntan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
2.2 Pengembangan Hipotesis
2.2.1 Perbedaan Sensitivitas Etis antara Mahasiswa Strata 1 (S1) dan
Mahasiswa Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAK)
Sensitivitas etis adalah kemampuan individu dalam menafsirkan
situasi yang terjadi dengan tetap mempertimbangkan situasi tersebut etis
atau tidak etis. Kemampuan seorang profesional dapat dipengaruhi oleh
sensitivitas individu itu sendiri. Individu sebagai pelaku moral dianggap
memiliki kesadaran yang dinilai melalui kemampuan untuk menyadari
adanya nilai etis dalam suatu keputusan yang disebut sebagai sensitivitas
etika (Velasquez dan Rostankowski, 1985).
Etika profesi akuntan berguna bagi akuntan dalam mengambil
keputusan dan perilaku etis mereka. Kemampuan memahami sifat dasar
etika dari keputusan dinamakan sensitivitas etika sehingga profesi akuntan
harus paham mengenai skema moral yang mengarah pada masalah etis
(Jones, 1991). Pendidikan etika akuntansi penting diberikan di Perguruan
Tinggi sehingga akan meningkatkan perilaku etis mahasiswa sebagai
akuntan di kemudian hari. Namun, pada kenyataannya sebagian besar
pendidikan etika secara penuh baru didapatkan ketika seorang akuntan harus
menempuh pendidikan profesi akuntan selama satu tahun.
Mahasiswa PPAK yang sudah pasti mendapatkan pendidikan etika
akan lebih mampu menilai perilaku etis atau tidak etis dibandingkan dengan
mahasiswa akuntansi S1. Alasan dari penilaian tersebut adalah ketika
seorang akuntan yang sudah menjadi anggota dalam suatu profesi harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
mengikuti aturan dalam standar profesionalnya karena standar profesi
meliputi norma, nilai dan tujuan yang ingin dicapai profesi (Smith dan Hall,
2008). Jadi, selain pengetahuan yang dimiliki, seorang akuntan perlu
memiliki etika yang baik.
H1: Sensitivitas etis mahasiswa PPAK lebih tinggi daripada
mahasiswa Akuntansi S1.
2.2.2 Penalaran Etis dan Sensitivitas Etis
Penalaran etis mengacu pada pemikiran individu untuk menggunakan
persepsi mereka dalam menilai suatu kegiatan sebagai etika atau bukan
dengan menunjukkan cara individu dalam mengidentifikasi perilaku yang
mengarah apakah perilaku tersebut masuk ke dalam perilaku bermoral atau
tidak.
Penalaran etis berhubungan secara moderat dengan sensitivitas etis
(Rest, 1986). Hal tersebut dikarenakan individu dengan penalaran etis yang
baik pada akhirnya akan memposisikan diri bertindak secara moral sehingga
akan mampu melihat persoalan etika atau dapat dikatakan memiliki
sensitivitas etis yang baik. Penelitian yang telah dilakukan Arnold dan
Ponemon (1991) menunjukkan terdapat hubungan antara penalaran etis
dengan persepsi adanya whistle-blowing. Yang mana dilaporkan bahwa
auditor intern dengan tingkat penalaran etis lebih baik dapat mengetahui dan
mengidentifikasi perilaku yang kurang pantas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
H2: Penalaran etis memiliki pengaruh positif dengan sensitivitas
etis Mahasiswa Akuntansi.
2.2.3 Idealisme dan Sensitivitas Etis Mahasiswa
Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang
tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi yang atau hasil yang
diinginkan (Forsyth, 1992). Individu yang idealis memiliki prinsip bahwa
tindakan yang mereka lakukan tidak mengarah pada tindakan yang
berkonsekuensi negatif sehingga tidak merugikan individu lain. Sehingga,
apabila individu berada dipilihan yang dapat berakibat negatif terhadap
individu lain maka sebisa mungkin seorang idealis akan mengambil pilihan
yang paling sedikit mengakibatkan akibat buruk pada individu lain.
Individu yang idealis akan sangat memegang teguh perilaku etis
dalam profesi yang dijalankannya. Dengan bersikap idealis maka profesi
akuntan diartikan memiliki sikap tidak memihak dan terhindar dari berbagai
kepentingan serta mampu untuk menafsirkan situasi yang sedang terjadi
dengan tetap mempertimbangkan apakah situasi tersebut etis atau tidak etis.
H3: Idealisme memiliki pengaruh positif dengan sensitivitas etis
Mahasiswa Akuntansi.
2.2.4 Relativisme dan Sensitivitas Etis Mahasiswa
Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis yang beralasan
bahwa aturan etika sifatnya tidak universal karena dilatarbelakangi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
budaya yang mana masing-masing budaya memiliki aturan yang berbeda.
Relativisme mengacu pada sejauh mana seorang individu menolak aturan
moral yang universal untuk memandu perilaku mereka.
Relativisme etis sendiri merupakan teori atas tindakan yang dapat
dikatakan etis atau tidak, benar atau salah, yang mana tergantung pada
pandangan masyarakat itu (Forsyth, 1992). Jadi, relativis individu terkait
mengenai tindakan yang akan dilakukan individu pada dasarnya tidak
mempedulikan konsekuensi yang muncul atas tindakan yang dilakukannya
sehingga individu tidak peduli apakah tindakannya etis atau tidak etis.
H4: Relativisme memiliki pengaruh negatif dengan sensitivitas etis
Mahasiswa Akuntansi.
2.2.5 Locus of control dan Sensitivitas Etis Mahasiswa
Locus of control adalah keyakinan individu mengenai tindakan
individu menghubungkan peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan di
luar kendalinya (Rotter, 1966). Locus of control sebagai kendali individu
atas pekerjaan dan kepercayaan terhadap keberhasilan diri sehingga (Tsui
dan Gul, 1996) dapat diartikan sejauh mana seseorang dapat merasakan
hubungan kontinjensi antara tindakan dan hasil yang diperoleh. Locus of
control dapat membantu pemahaman akuntan atas munculnya konflik etis
serta memberikan keyakinan akuntan atas pentingnya etika sebagai
bimbingan yang berpengaruh pada kepatutan profesi akuntan dan audit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Locus of control dapat berasal dari internal maupun eksternal individu.
Yang paling membedakan dari keduanya adalah hasil dari tindakan individu
tersebut. Seseorang yang dicirikan sebagai eksternal percaya bahwa dia
adalah korban dari nasib, kesempatan, kekuasaan yang lain dan bahwa dia
sedikit memiliki kontrol mengenai nasib baik atau keuntungan pada dirinya
(Iswarini dan Mutmainah, 2013). Hal ini diharapkan bahwa mahasiswa yang
internal lebih mengetahui masalah etika daripada mahasiswa yang eksternal
yang menerima setiap kejadian berasal dari tingkah laku di luar dirinya.
H5: Locus of control berpengaruh terhadap sensitivitas etis
Mahasiswa Akuntansi.
2.2.6 Perbedaan Sensitivitas Etis antara Mahasiswa Akuntansi yang
telah mempunyai pengalaman kerja dan yang belum mempunyai
pengalaman kerja
Sensitivitas etis dianggap sebagai kemampuan individu untuk
mengetahui situasi disekitarnya apakah etis atau tidak etis. Dengan
kemampuan tersebut akan dapat mempengaruhi cara individu tersebut
berperilaku etis untuk dirinya sendiri maupun lingkungan disekitarnya. Hal
ini menjadi penting bagi mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan untuk
memiliki kemampuan mengetahui situasi di lingkungan kerjanya sebagai
profesional. Pengalaman kerja dianggap penting untuk meningkatkan
sensitivitas etis karena semakin lama bekerja maka auditor lebih konservatif
dalam menghadapi dilema etika (Larkin, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Perilaku etis mahasiswa dan faktor-faktor yang diduga
mempengaruhinya yaitu usia, jenis kelamin, dan pengalaman kerja telah
diteliti oleh Borkowski and Ugras (1992). Penelitian ini membandingkan
antara mahasiswa akuntansi yang belum bekerja dan mahasiswa MBA yang
telah memiliki pengalaman kerja, diperoleh hasil bahwa mahasiswa
akuntansi bertindak lebih etis daripada mahasiswa MBA. Mahasiswa
akuntansi cenderung justice-oriented daripada mahasiswa yang telah
memiliki pengalaman kerja. Selain itu, Glover (2002) juga menyatakan
bahwa individu yang memiliki lebih banyak pengalaman kerja akan
cenderung mempunyai tanggapan etis yang lebih baik.
H6: Terdapat perbedaan sensitivitas etis antara mahasiswa
akuntansi yang belum mempunyai pengalaman kerja dengan
mahasiswa akuntansi yang telah mempunyai pengalaman
kerja.
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
terkait dengan sensitivitas etis Mahasiswa Akuntansi untuk dapat
berperilaku etis telah dilakukan.
Shaub et al. (1993) melakukan penelitian tentang pengujian empiris
terkait faktor-faktor dari sensitivitas etis auditor. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi efek dari orientasi etika individu, komitmen
profesional, dan komitmen organisasi pada kemampuan mereka untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
mengenali masalah etika dalam situasi profesional dan pada tingkat kognitif
perkembangan moral. Variabel diukur dengan menggunakan kuesioner yang
diberikan pada sampel dari 207 auditor di semua tingkat dari Delapan Besar
Kantor Akuntan Publik di bagian barat daya. Temuan penelitian
menunjukkan bahwa orientasi etika auditor pada saat memasuki perusahaan
mempengaruhi tingkat komitmen, namun tidak satupun dari ketiga faktor ini
yang mampu mempengaruhi etika. Dengan demikian, hasil studi ini
menunjukkan kebutuhan KAP untuk menekankan lebih besar pada
sensitivitas etis akuntan publik, program pendidikan serta untuk
mengevaluasi orientasi etis auditor.
Ustadi dan Ratnasari (2005) melakukan penelitian terkait analisis
faktor-faktor individual terhadap persepsi perilaku etis mahasiswa. Tujuan
dari penelitian ini adalah meneliti pengaruh perbedaan faktor individu
mahasiswa terhadap perilaku etis mereka, yang mana faktor individu terdiri
dari locus of control, disiplin ilmu, pengalaman kerja dan equity sensitivity.
Data dikumpulkan dengan menyebarkan sampel penelitian sebanyak 500
responden program S1 Jurusan Akuntansi dan Manajemen di Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Surakarta.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa (a) locus of control internal
mahasiswa akuntansi memiliki perilaku etis yang lebih baik dibandingkan
locus of control eksternalnya (b) mahasiswa akuntansi memiliki perilaku
lebih etis dibandingkan dengan mahasiswa manajemen (c) terdapat
perbedaan signifikasi antara perilaku etis mahasiswa yang belum bekerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dibandingkan dengan yang sudah bekerja (d) mahasiswa akuntansi yang
termasuk dalam kategori menerima suatu keadaan atau benevolent
cenderung lebih etis dibandingkan dengan mahasiswa dalam kategori lebih
banyak menuntut atau entitleds.
Chan dan Leung (2006) melakukan penelitian terkait pengaruh
penalaran etis dan faktor pribadi mahasiswa dengan sensitivitas mereka.
tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat perilaku etis individu dengan
menggunakan empat model proses psikologi Rest dan lebih
memfokuskannya pada satu komponen model tersebut yakni sensitivitas
etis. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan 156 kuesioner
kepada mahasiswa akhir di dua Universitas besar di Hongkong, yang mana
salah satunya tidak ada pelajaran etika sedangkan yang satunya ada.
Temuan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan t-test dan u-
test yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara penalaran
etis mahasiswa dengan sensitivitas etisnya.
Falah (2006) melakukan penelitian terkait pengaruh budaya etis
organisasi dan orientasi etis terhadap sensitivitas etis dengan mengambil
studi empiris dalam pemeriksaan internal. Tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk menguji pengaruh budaya etis organisasi dan orientasi etis
(idealisme dan relativisme) terhadap sensitivitas etis. Pengumpulan data
dengan mendistribusikan kuesioner sebanyak 201 kepada para aparatur
Bawasda di Pemda Papua. Temuan penelitian ini dianalisis dengan analisis
path dan dioperasikan dengan bantuan program AMOS 4.01 yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
menyatakan bahwa orientasi etis berpengaruh terhadap sensitivitas etis,
khususnya relativisme.
Marwanto (2007) melakukan penelitian terkait dengan pengaruh
pemikiran moral, tingkat idealisme, tingkat relativisme, dan locus of control
terhadap sensitivitas, pertimbangan, motivasi dan karakter mahasiswa
akuntansi dengan mengambil studi eksperimental pada Politeknik Negeri
Samarinda. Pengumpulan data dengan membagikan kuesioner secara
langsung sebanyak 145 kuesioner sebagai sampel untuk analisis. Temuan
penelitian ini dianalisis datanya dengan regresi berganda dalam SPSS ver.
13 dan menyatakan bahwa pemikiran moral, tingkat idealisme, tingkat
relativisme, IPK B dan umur 22 keatas mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kecenderungan mahasiswa dalam berperilaku etis.
Mahasiswa dengan karakter internal lebih dapat menemukan adanya
masalah etis dalam skenario audit dibandingkan yang berkarakter eksternal.
Dzakirin (2013) melakukan penelitian terkait orientasi idealisme,
relativisme, tingkat pengetahuan dan gender yang mempengaruhi persepsi
mahasiswa tentang krisis etika akuntan professional. Tujuan penelitian ini
mengetahui persepsi mahasiswa akuntansi terkait dengan krisis etika yang
melibatkan pelanggaran para akuntan. Pengumpulan data dilakukan dengan
mendistribusikan kuesioner sebanyak 143 ke PTN dan PTS di Malang yang
telah mengambil mata kuliah audit 1. Temuan dalam penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan multiple regression yang menunjukkan bahwa tingkat
idealisme dan pengetahuan yang tinggi berpengaruh negatif atas opini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
mahasiswa terkait krisis etika akuntan professional, sedangkan yang
memiliki relativisme tinggi masih memperhatikan nilai etika yang berlaku
dalam merespon suatu masalah etis sehingga belum tentu memberikan
persepsi positif.
Iswarini dan Siti Mutmainah (2013) melakukan penelitian terkait
dengan pengaruh penalaran etis dan faktor pribadi terhadap sensitivitas etis
pada mahasiswa akuntansi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
pengaruh penalaran etis dan faktor pribadi yang dimiliki mahasiswa
terhadap sensitivitas etisnya. Pengumpulan data dilakukan dengan
mendistribusikan 200 kuesioner ke beberapa Universitas di Semarang untuk
mahasiswa semester 6. Temuan penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan analisis multiple regression pada SPSS ver.17 yang
menyatakan bahwa penalaran etis dan faktor pribadi mahasiswa memiliki
pengaruh signifikan terhadap sensitivitas etis mereka.
TABEL 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti Tahun Operasional
Variabel
Data
Analisis Hasil Penelitian
1. Shaub et al 1993 - Locus of control
- Demografis
- Suasana etis
organisasi
- Moral reasoning
ANOVA Moral reasoning
dipengaruhi oleh LOC,
demografis dan suasana
etis organisasi.
2. Ustadi dan
Ratnasari
2005 - Perilaku etis
- Locus of control
- Equity sensitivity
- Pengalaman kerja
- Disiplin ilmu
t-test &
ANOVA
Mahasiswa dengan LOC
internal lebih
berperilaku etis;
mahasiswa akuntansi
lebih berperilaku etis
dibandingkan mahasiswa
manajemen; mahasiswa
yang belum bekerja lebih
berperilaku etis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dibandingkan yang
sudah bekerja.
3. Chan dan Leung 2006 - Ethical sensitivity
- Ethical reasoning
- Ethical orientation
- Locus of control
- Demographic
t-test &
u-test
Tidak ada hubungan
signifikan antara
penalaran etis mahasiswa
dengan sensitivitas
etisnya.
4. Falah 2006 - Budaya etis
organisasi
- Idealisme
- Relativisme
- Sensitivitas etis
Path Orientasi etis yang
paling berpengaruh
terhadap sensitivitas etis
khususnya ialah
relativisme, sedangkan
idealisme tidak
signifikan.
5. Marwanto 2007 - Pemikiran moral
- Orientasi etis
- Locus of control
- Demografis
- Sensitivitas moral
- Perkembangan
moral
- Motivasi moral
- Karakter moral
Regresi
Berganda
Pemikiran moral,
idealisme, relativisme,
demografis (IPK dan
umur) memiliki
pengaruh signifikan
terhadap kecenderungan
mahasiswa dalam
berperilaku etis.
6. Dzakirin 2013 - Orientasi idealisme
- Orientasi relativisme
- Tingkat
pengetahuan
- Gender
- Persepsi mahasiswa
Multiple
Regression
Tingkat idealisme dan
pengetahuan yang tinggi
berpengaruh negatif atas
opini mahasiswa terkait
krisis etika akuntan
professional.
7. Iswarini dan Siti
Mutmainah
2013 - Penalaran etis
- Idealisme
- Relativisme
- Locus of control
- Demografis
- Sensitivitas etis
Regresi
Berganda
Hubungan penalaran etis
dan faktor pribadi
tersebut signifikan
terhadap sensitivitas etis
mahasiswa.