pemetaan karakteristik tanah gambut di - Repository Unja

88
PEMETAAN KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI WILAYAH KANAL PANGGULONAN PANJANG DESASEPONJENKECAMATAN KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI IYUT MARETA FITRAH PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2021

Transcript of pemetaan karakteristik tanah gambut di - Repository Unja

PEMETAAN KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI

WILAYAH KANAL PANGGULONAN PANJANG

DESASEPONJENKECAMATAN KUMPEH

KABUPATEN MUARO JAMBI

IYUT MARETA FITRAH

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021

PEMETAAN KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI

WILAYAH KANAL PANGGULONAN PANJANG

DESA SEPONJEN KECAMATAN KUMPEH

KABUPATEN MUARO JAMBI

IYUT MARETA FITRAH

J1B115001

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawahini:

Nama : Iyut Mareta Fitrah

Nim : J1B115001

Jurusan : Teknik Pertanian

Judul Skripsi : Pemetaan Karakteristik Tanah Gambut di Wilayah Kanal

Panggulonan Panjang Desa Seponjen Kecamatan Kumpeh

Kabupaten Muaro Jambi

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli penulis tersebut di atas dan belum

pernah diajukan atau tidak dalam proses pengajuan dimanapun.

2. Sumber kepustakaan dan bantuan dari berbagai pihak yang diterima

selama penelitian dan penyusunan skripsi ini telah

dicantumkan/dinyatakan pada bagian yang relevan.

3. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya

bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku. Atau Apabila di

kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini telah diajukan atau dalam

proses pengajuan oleh pihak lain dan/atau terdapat plagiarisme di

dalam skripsi ini, maka saya bersedia dituntut sesuai pasal 12 ayat 1

butir g Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.17 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi,

yakni pembatalanijazah.

Jambi, Juli 2021

Penulis

Iyut Mareta FItrah

J1B115001

4

HALAMAN PENGESAHAN

PEMETAAN KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI

WILAYAH KANAL PANGGULONAN PANJANG

DESA SEPONJENKECAMATAN KUMPEH

KABUPATEN MUARO JAMBI

IYUT MARETA FITRAH

J1B115001

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

di Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Jambi

Menyetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Aswandi., M.Si

NIP.196212271990011001

Nur Hasnah AR, S.TP., M.Si

NUP. 9900008919

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Dr.Ir. Sahrial, M.Si

NIP.196611031992031005

09 Juli 2021

5

Iyut Mareta Fitrah. J1B115001. Pemetaan Karakteristik Tanah Gambut Di

Wilayah Kanal Panggulonan Panjang Desa Seponjen Kecamatan Kumpeh

Kabupaten Muaro Jambi. Pembimbing : Dr.Ir.Aswandi., M.Si dan Nur

Hasnah AR, S.TP., M.Si.

RINGKASAN

Tanah gambut memiliki berbagai keunggulan diantaranya kapasitas menahan air

dan udara yang tinggi persatuan volumenya dibandingkan dengan tanah mineral, struktur

yang remah memungkinkan pertumbuhan akar lebih cepat, bebas dari batuan di samping

itu gambut juga memilki kelemahan yaitu pH gambut yang rendah, kandungan unsur hara

yang relatif rendahdan sulitnya gambut basah kembali. Pemanfaatan lahan gambut

mendapat perhatian besar terutama untuk budidaya tanaman perkebunan. Desa Seponjen

merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kumpeh Muaro Jambi, dimana

penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani yang memfaatkan lahan gambut

sebagai lahan pertanian yang tersebar hampir seluruh wilayah Desa. Namun, pemanfaatan

lahan gambut di Desa Seponjen belum dilakukan secara maksimal karena kurangnya

informasi dan pengetahuan warga Seponjen atas potensi sumber daya yang terdapat di

desanya. Untuk itu salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan

menganalisis karakteristik tanah gambut agar masyarakat sekitar bisa memanfaatkan

lahan tersebut dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan. Tujuan dari penelitian ini

yaitu untuk mengetahui sifat fisik dan kimiatanah gambut di Wilayah Kanal Panggulonan

Panjang Desa Seponjen Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi.

Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel pada titik yang telah ditetapkan

dengan metode grid (titik pengamatan). Titik pengamatan berdasarkan jalur transek tegal

lurus dengan tanggul sungai atau arah kontur dengan jarak titik pengamatan adalah 200 X

200 cm. Selanjutnya dilakukan uji analisis di lapangan dengan pengukuran pH,

kematangan gambut dan ketebalan gambut (cm) dengan pengeboran langsung dilapangan.

Sedangkan uji analisis laboratorium yang diamati yaitu bobot isi (BD) (gr/cm3) dan kadar

air (%) menggunakan metode gravimetrik, uji C-organik, KTK (kapasitas tukar kation),

dan N-total.

Hasil penelitian yang diamati dilapangan bahwa ketebalan gambut >3 m,

kematangan gambut lapiran permukaan (0-60cm) dominan yaitu kematangan saprik

terdapat pada lahan kelapa sawit dan semak belukar. Hasil penelitian yang diamati

dilaboratorium bahwa nilai bobot volume relatif tinggi (0,2892 g/cm3 , C-organik (52,

38-55, 79%), dan kadar air pada tiap penggunaan lahan tergantung pada tingkat

kematangan lapisan permukaannya di mana mendapatkan nilai sebesar (640%). Semakin

matang gambut maka nilai bobot isi akan semakin tinggi, nilai C-organik, N-total

semkain rendah dan kadar air juga semakin rendah. Begitu pula dengan nilai kemasaman

tanah disebabkan oleh tingginya kandungan asam-asam organik dan ion hydrogen ari

pelapikan bahan organik (3-5). Dan hasil KTK semakin tinggi (62, 32-76, cmol+kg-1)

disebabkan nilai kemasaman yang masih sangat masam. Pada kedalaman gambut besar

dari >300 cm tidak direkomendasikan untuk lahan pertanian ataupun perkebunan

melaiankan direkomendasikan sebagai lahan konservasi.

Kata kunci :Pemetaan, Karakterisik Tanah Gambut, Desa Seponjen

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Iyut Mareta Fitrah, dilahirkan

pada tanggal 15 maret 1997 di Sungai Penuh, Kota

Sungai Penuh, Provinsi Jambi.Penulis merupakan anak

kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak

Azwar Sidin dan Ibu Herlina.Penulis memulai

pendidikan dasar di SD Negeri 98/III Seberang pada

Tahun 2003-2009.Kemudian penulis melanjutkan

pendidikan menengah pertama di SMPN 7 Sungai

Penuh pada Tahun 2009-2012.

Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA N 4

Sungai Penuh pada Tahun 2012-1015. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan

studi ke jenjang Perguruan Tinggi dan diterima di Program Studi Teknik

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi pada tahun 2015 melalui jalur

SNMPTN.

Selama di perguruan tinggi, penulis pernah bergabung dalam organisasi

kemahasiswaan.Dimulai dari tahun 2015 – 2017 sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMAKTEKTAN). Selain itu, penulis juga pernah

berganung di organisasi IMSL-J (Ikatan Mahasiswa Sungai Liuk – Jambi) san

penulis sebagai sekretaris pada tahun 2015 dan 2017.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN6 Unit

Usaha Kayu Aro Jambi-Sumbar pada periode juni hingga agustus 2018 dengan

judul “ Analisa Kerja Mesin Pelayuan Withering Trough Di PT. Perkebunan

Nusantara VI Usaha Kayu Aro”.

Dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi, penulis melakukan penelitian

pada bulan November 2019-februari 2020 dengan judul skripsi “ Pemetaan

Karakteristik Tanah Gambut Di Wilayah Kanal Desa Seponjen Kecamatan

Kumpeh Kabupaten Muro Jmabi” di bawah bimbingan bapak Dr.Ir.Aswandi,

M.,Si dan ibu Nur Hasnah AR, S.TP., M.Si. pada tanggal 9 juli 2021 penulis

melaksanakan ujian skripsi dan dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik

Pertanian.

7

bissmillahhirohmanirrohim

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

(Q.S Al-Baqarah : 153)

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuanya.

(Q.S Al-Baqarah : 286)

Dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang sabar.

(Q.S Al-Anfaal : 46)

Persembahan

Sembah, sujud, dan syukur kepada Allah SWT berkat dan karunia serta kemudahan yang engkau berikan sehingga skripsi ini dapat

kupersembhakan kepada orang-orang yang aku sayangi. tak lupa sholawat beriring salam dihadiahkan pada junjungan alam Nabi besar

Muhammad SAW.

Ku persembahkan karya tulis ini teruntuk :

Abak dan Mak

Yang tidak pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat, dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak

tergantikan hingga aku sellau kuat menjalani setiap rintangan dan cobaan yang ada didepanku dan terima kasih selalu bersedia mendengarkan

ceritaku, keluh dan kesahku…teruntuk abak terima lah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu dalam hidupmu

demi hidupku kalianikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa kenal lelah…teruntuk mak yang ada di Syurganya Allah SWT kukirimkan kado

kecil ini sebagai hadiah untuk jarak yang begitu jauh ini…maafkan anakmu abak mak yang masih saja selalu menyusahkan abak mak.

Untuk saudara kandungku abang ( eric prananda, S.Pd) dan seluruh Keluargaku yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyum dan

doanya untuk keberhasilan ini, terima kasih dan rasa sayangku untuk kalian.

Terima kasih untuk pembimbingku bapak Dr.Ir.Aswandi, M.,Si dan ibu Nur Hasnah AR, S.TP.,M.Si serta Dosen penguji ibu Dr. Eva Achmad, S.Hut.,

M.Sc dan ibu Nurfaijah, S.TP.,M.Si atas bimbingan ilmu semangat dan motivasinya selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi ini.

8

Selanjutnya teruntuk semua dosen jurusan teknologi pertanian yang telah memberikan pelajaran dan ilmunya.

Untuk Teman Seperjuangan

Team Gambut

Halimah, Feri, Reza, Yogi. Terimakasih untuk cerita, pengalaman, kerja sama dan bantuannnya baik selama penelitian. Semoga sukses untuk kita

semua.

Team PT. Perkebunan NusantaraVI

FriskaHutabarat,IyutMaretaFitrah,EkaPutriUtami,IndahTriUtari,Siti Dina Nursya’adah, Putri Tresia Manurung,Oline Yatinko Tanjung, Avil

Rozendo,SeriMulianti,IndahSartikaTerimaksaihsudahmenjaditaemyang kompak,keseruankaliandankebersamaannyaselamaduabulan.

Queen_Cay Squad FemaSriWahyuni,FentiNadiaFista,HusnulKhotimah,IyutMaretaFitrah,

NonikWidyaFirma,Sriyuna,WaraDetriHanipaTerimakasihTelahmenjadi sahabat dan keluargaku selama diperantauan ini, berbagi suka duka

bersama.

Sahabat-sahabat Seperjuangan TEP 2015

Aan, masitah, hindun,juli, elwena, siska S, asma, alwin, wahyu, eikel, yenni, ani, aris, shirly, clara, atun, nisa, bernardo, diah, desy, cindy, pebri,

estrekita, enjel, panro, tomi, fachrian, randa, ilham, dabanus, addre, rizki, reza, abi, yusuf, halimah, lusita, ratih, rebut, ardianto, andre, krisna, robi,

hasbi, syamsul, yogi, siska L, imam, rega, jimmy, ardi, januar. Terima kasih atas kebaikan, semangat, dan canda tawa suka duka yang sangat

mengesankan selama perkuliahan.

See You on The Top

Keluarga Besar Himaktektan

Terima kasih untuk keluarga besat Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMAKTEKTAN) Universitas Jambi atas pelajaran, pengalaman, semangat

dan canda tawa yang kalian berikan. Semoga persaudaraan kita tidak luntur karna jarak dan waktu. Semoga kita menjadi orang sukses dan

bermanfaat.

Salam HIMAKTEKTAN !!!

Terakhir, terima kasih untuk semua pihak yang tidak dapat saya cantumkan satu per satu, orang-orang dibalik semua kesuksesan

perjuangan ditahap ini. Terima kaish untuk bantuan, doa, dukungan, dan motivasinya.

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat rahmat dan hidayahnya telah membukakan hati dan pikiran penulis,

sehingga dapat menyelesaikan penulisan proposal penelitian yang berjudul

“Pemetaan Karakteristik Tanah Gambut di Wilayah Kanal Panggulonan

Panjang Desa Seponjen Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro

Jambi”dengan baik dan tepat waktu.

Dalam proposal penelitian ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga proposal penelitian ini dapat

diselesaikan, terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suandi, M.Si Selaku Dekan Fakultas Pertanian.

2. Bapak Dr. Ir. Sahrial, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian.

3. Ibu Dr. Fitry Tafzi. S.TP, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian

sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan

bimbingan, motivasi, dan arahan selama proses perkuliahan.

4. Bapak Dr. Ir. Aswandi, M.Si selaku Pembimbing skripsi I yang telah

membimbing dan memberikan arahan dalam penyempurnaan

penulisan skripsi ini.

5. Ibu Nur Hasnah AR,S. TP.,M.Si selaku dosen pembimbing skripsi II

yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam

penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga memohon maaf apabila dalam skripsi ini terdapat

kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan. Semoga

skripsi ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, khususnya bagi penulis

pribadi dan bagi jurusan Teknik Pertanian Universitas Jambi.

Jambi, J2021

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL .........................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Tujuan ...................................................................................................... 4

1.3 Hipotesis ................................................................................................... 4

1.4 Manfaat .................................................................................................... 4

BAB II, TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5

2.1 Tanah Gambut .......................................................................................... 5

2.2 Sifat Fisik Tanah Gambut ....................................................................... 10

2.3 Sifat Kimia Tanah Gambut ..................................................................... 15

BAB III , METODELOGI PENELITIAN ................................................ 21

3.1 Waktu Dan Tempat .................................................................................. 21

3.2 Bahan Dan Alat ....................................................................................... 21

3.3 Metode Penelitian .................................................................................... 21

3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 22

3.4.1 Tahap Persiapan .............................................................................. 22

3.4.2 Surpey Pendahuluan ........................................................................ 22

3.4.3 Pengamatan ..................................................................................... 22

3.4.4 Pasca Surpei Lapangan .................................................................... 23

3.5 Parameter Yang Diamati ......................................................................... 23

3.6 Analisis Data ........................................................................................... 28

BAB IV , HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 29

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 29

4.2 Parameter Yang Diamati ......................................................................... 29

4.2.1 Ketebalan Gambut .......................................................................... 29

4.2.2 Kematangan Gambut ....................................................................... 31

4.2.3 Bobot Isi (BD) & Kadar Air ............................................................. 32

4.2.4 Kemasaman Tanah ......................................................................... 34

4.2.5 C-Organik ........................................................................................ 36

4.2.6 N-Total ............................................................................................ 37

4.2.7 Ktk ( Kapasitas Tukar Kation) ........................................................ 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 40

5.1 KESIMPULAN ....................................................................................... 40

5.2 SARAN .................................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 41

LAMPIRAN ................................................................................................. 45

iii

DAFTARTABEL

Tabel : Halaman

1. Luas Total Lahan Gambut & Yang Layak Untuk Pertanian

Serta Sebarannya ..................................................................................... 6

2. Tabel ketabalan tanah gambut lok. Penelitian ........................................ 30

3. Tingkat kematangan lapisan permukaan ................................................. 32

4. Bobot isi (BD) Tanah gambut dari lapisan 0 smpai 60 cm .................... 34

5. Krtiteria penilaian kemasaman tanah (PH) ............................................ 35

6. C-Organik ............................................................................................... 36

7. Kriteria penilaian N-Total & KTK ( kapasitas tukar kation) ................. 38

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar : Halaman

1. Pembentukan tanah gambut ....................................................................... 8

2. Diagram alir pelaksanaan penelitian...........................................................22

3. Kedalaman Gambut .................................................................................... 31

4. Pengamatan tingkat dekomposisi lampiran Permukaan .......................... 32

5. Kemanagan Gambut ................................................................................... 33

6. Pengematan PH .......................................................................................... 35

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran : Halaman

1. Diagram Alir Metode Penelitian ............................................................ 45

2. Peta Administrasi......................................................................................46

3. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................ 47

4. Peta Ketebalan Gambut .......................................................................... 48

5. Peta Kematangan Gambut ...................................................................... 49

6. Kriteria Tingkat Dekomposisi Bahan Organik Menurut

Metode Perasvanpos ............................................................................... 50

7. Hasil Analisis N- Total & Ktk ................................................................ 51

8. Hasil Pengematan Kemasaman Tanah ................................................... 52

9. Bobot Isi (BD) & Kadar Air Tanah ........................................................ 53

10. C-Organik ............................................................................................... 64

11. Dokumentasi Penelitian .......................................................................... 74

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu

sekitar 14,91juta ha. Upaya pemanfaatan lahan gambut yang yang paling

menonjol saat ini adalah alih fungsi lahan gambut untuk HTI (Hutan Tanaman

Industri) dan perkebunan kelapa sawit (Widyati, 2011). Perkebunan kelapa sawit

paling luas berada di Sumatera (69,1% dari luas kebun kelapa sawit di Indonesia)

terutama di Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera selatan serta Kalimantan

(Wahyunto et al., 2013).

Lahan gambut merupakan lahan hasil akumulasi timbunan bahan organik

yang berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh disekitarnya dan terbentuk

secara alami dalam jangka waktu yang lama. Tanah gambut adalah tanah yang

memiliki kandungan utama berupa bahan organik yang tinggi yang berasal dari

sisa-sisa jaringan tanaman. Gambut memiliki berbagai keunggulan, diantaranya

kapasitas menahan air dan udara yang tinggi persatuan volume dibandingkan

dengan tanah mineral, struktur yang remah yang memungkinkan pertumbuhan

akar lebih cepat, bebas dari batuan/kerikil yang dapat memungkinkan kualitas

tanah lebih baik dan ringan (bobot isi rendah). Di samping itu, gambut juga

memiliki beberapa kelemahan bila digunakan sebagai media tumbuh tanaman,

yaitu pH gambut yang sangat rendah, kandungan unsur haranya relatif rendah, dan

sulitnya gambut basah kembali setelah mengalami kekeringan. Dalam usaha

perbaikan sifat fisik dan kimia gambut untuk media tumbuh diperlukan

penambahan unsur Ca (Kalsium) dan Mg (Magnesium), khususnya untuk

meningkatkan pH dan persen kejenuhan basa (satari, 1988). Menurut Madiapura,

Amir dan Zulfahmi (1977, dalam soepardi, 1983), dua buah kation yang paling

cocok untuk mengurangi kemasaman tanah, ialah Kalsium dan Magnesium.

Kedua kation tersebut mudah dijumpai di alam dalam jumlah banyak dan

memberikan efek menguntungkan terhadap sifat fisik tanah.

Pemanfaatan lahan gambut mendapat perhatian besar, terutama untuk

budidaya tanaman perkebunan. Selain itu, lahan gambut juga berpotensi besar

untuk budidaya tanaman pangan (Utama dan Haryoko, 2009). Sedangkan menurut

2

Sagiman (2007) pengembangan lahan gambut untuk pertanian tidak hanya

ditentukan sifat-sifat fisik maupun kimia gambut, namun dipengaruhi pula oleh

manajemen usaha tani yang akan diterapkan. Sifat fisik tanah merupakan kunci

penentu kualitas suatu lahan dan lingkungan. Lahan dengan sifat fisika yang baik

akan memberikan kualitas lingkungan yang baik juga. Sifat kimia tanah diambil

sebagai pertimbangan pertama dalam menetapkan suatu lahan untuk pertanian

(Yulnafatmawati et al., 2007). Sifat fisika tanah gambut merupakan bagian dari

morfologi tanah yang penting peranannya dalam penyediaan sarana tumbuh

tanaman (Suswati et al., 2011).

Menurut penelitian Arminudin et al., (2015) hasil terbaik pada analisis sifat

fisik tanah gambut provinsi Riau pada kedalaman 0-50 cm dan 50-100 cm

tergolong gambut hemik dengan kadar serat masing-masing 41% dan 61%,

sedangkan kedalaman 100-150 cm tergolong gambut fibrik kadar serat yang

didapatkan 70,25%. Sedangkan pada penelitian Dikas (2010) untuk karakteristik

fisik gambut di Riau pada fisiografis hutan sekunder hasil terbaik untuk kadar

serat di dapatkan pada kedalaman 120-250 cm yakni 70% dan kedalaman 250-350

cm kadar serat yang didapatkan adalah 80%. Identifikasi sifat fisik lahan gambut

untuk pengembangan jagung, tanah saprik didapat pada ketebalan gambut 50-100

cm dan pada kedalaman 54-120 cm menghasilkan warna coklat gelap (Indradewa

et al., 2011).

Menurut Nugroho et al. (2013) konversi hutan gambut sekunder menjadi

perkebunan kelapa sawit menyebabkan perubahan sifat kimia tanah gambut

dengan peningkatan pH (1,19%),penurunanC-organik (17,94%),N-total

(0,23%),Mg-dd (62,54%) dan Na-dd (0,13%), serta dengan ditandai peningkatan

pada kelapa sawit usia 6 tahun dan penurun pada kelapa sawit usia 26tahun

untuk KTK sebesar (11,87% dan 3.44%), K-dd (0,05% dan 0,09%) dan Ca-dd

(13,89 dan 63,2%).

Keberadaan lahan gambut saat ini semakin terancam karena mendapat

tekanan dari berbagai aktivitas manusia. Pengembangan lahan gambut saat ini

dimanfaatkan untuk komoditi tanaman tahunan( pertanian atau perkebunan dan

hutan tanaman industri). Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian pangan

ataupun perkebunan tergolong sangat rawan, terutama jika dilaksanakan pada

3

gambut tebal di daerah pedalaman ( gambut dalam) akan berdampak buruk ada

lahan gambut itu sendiri (Limin, 2006). Sesungguhnya, lahan-lahan gambut

terutama di Indonesia telah sejak lama diusahakan sebagai lahan pertanian oleh

penduduk lokal dan belakangan ini semakin banyak pula lahan gambut yang

dibuka untuk budidaya tanamana pangan, holtikultura, dan perkebunan. Namun

demikian, keberhasilan budidaya tanaman pada lahan-lahan gmabut tersebut

masih sangat beragam dan rata-rata masih rendah karena terdapatnya berbagai

kendala yang belum sepenuhnya dapat diatasi termasuk yang bersifat bawaan

(inherent) maupun yang bersumber dari konversi lahan gambut (Radjagukguk B,

2000).

Salah satu daerah yang memanfaatkan lahan gambut sebagai kawasan

pertanian adalah Desa Seponjen yang terletak di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten

Muaro Jambi. Dimana penduduknyasebagian besar berprofesi sebagai petani yang

memanfaatkan lahan gambut yang tersebar hampir seluruh wilayah desa. Akan

tetapi, sebagian lahan yang dimanfaatkan tersebut berada pada wilayah gambut

sangat dalam (>300cm) yang tergolong kedalam wilayah konservasi dan terdapat

juga di beberapa lahan yang di drainase atau dilakukan pembuatan kanal sehingga

akan berdampak pada beberapa sifat fisik dan kimia yang ada pada lahan tersebut.

Menurut Furukawa (2003) sistem kanal yang terbuka lebar, dalam dan panjang

telah memberikan dampak negatif terhadap lahan gambut yang tereklamasi karena

yang pertama kanal-kanal yang dalam telah mempercepat proses pengeringan

lahan, mempercepat proses dekomposisi lapisan gambut dan pengeluaran sulfur

dalam jumlah yang sangat besar. Yang kedua, kanal yang panjang mempengaruhi

arus air dalam kanal dengan gradien hidrolik yang rendah, sehingga

memperlambat arus air dan membuat prosespencucian bahan-bahan berbahaya

yang terdapat di air oleh air tawar yang baru terhambat. Kemudian yang ketiga,

kanal terbuka akan memperburuk proses lebih lanjut pada saat pasang tinggi arus

air yang masuk saling menganggu sehingga aliranair baik mengalami gangguan,

sedangkan pada saat pasang rendah maka akan terjadi pendrainasean air dari dua

sisi ujung kanal, sehingga menyebabkan penurunan yang cepat gradien hidraulis

yang mana dapat mengurang efektivitas aliran air balik ke kanal.

4

Tanah gambut di Desa Seponjen merupakan jenis tanah yang topogen.

Dengan demikian, tanah gambut di Desa Seponjen secara tidak langsung akan

dipengaruhi oleh luapan banjir dari sungai yang mengakibatkan terjadinya

degradasi pada lapisan permukaan tanah gambut. Berdasarkan uraian diatas maka

penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “ Pemetaan Karakteristik

Tanah Gambut di Wilayah Kanal Panggulonan Panjang Desa Seponjen

Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi “

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui sifat fisik dan

kimiatanah gambut di Wilayah Kanal Panggulonan Panjang Desa Seponjen

Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi.

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sifat fisik dan kimia tanah gambut

berpengaruh terhadap kualitas tanah di Wilayah Kanal Panggulonan Panjang Desa

Seponjen Kabupaten Muaro Jambi.

1.4 Manfaat

Dengan dilakukannya penelitian ini dapat diketahui sifat sifik, kimia tanah

gambut di kawasan sungai panggulonan panjang sehingga dapat di manfaatkan

oleh penduduk sekitar wilayah di Desa Seponjen Kecamatan Kumpeh Kabupaten

Muaro Jambi.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Gambut

Tanah gambut banyak istilahdalam bahasa inggris, antara lain disebut peat,

bog, moor, mire atau fen. Istilah-istilah ini berkenaan dengan perbedaan jenis atau

sifat gambut antara satu tempat ke tempat lainnya. Gambut diartikan sebagai

material atau bahan organik yaag tertimbun secara alami dalam keadaan basah

berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

perombakan (Noor, 2001).

Menurut Andriesse (1992) dalam Noor (2001), gambut adalah tanah

organik (organic soils). Tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah gambut.

Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga

bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi

disebut tanah bergambut (muck, peaty, muck, mucky). Tanah organik (gambut)

merupakan suatu nama umum yang digunakan untuk menunjuk tanah-tanah yang

berkembang pada loka-loka pelenggokan bahan organik dalam takaran melimpah.

Tanah gambut (tanah organik) atau tanah orgonosol adalah tanah yang

berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa,

dengan ciri dan sifat tidak terjadi difrensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih

dari 0,5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak

berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30%

untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah pasir, umumnya

bersifat sangat masam (pH 4,0) dan kandungan unsur hara rendah.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (Ritung et al., 2011),

melakukan updating peta lahan gambut terbitan Wetland Internasional dengan

menggunkan data warisan tanah (legacy soil data), data-data hasil survey dan

pemetaan tanah sampai tahun 2011 serta analisis citra satelit (Landsat TM, ALOS,

SPOT), luas lahan gambut terhitung terhitung 14, 91 jt ha. Data lahan gambut

versi terakhir ini digunkan untuk mendukung pelaksanaan Inpres No. 10 tahun

2011 dan No. 6 tahun 2013, tentang penundaan ijin baru pembukaan hutan

alam/primer dan lahan gambut. Tanah gambut paling luas terdapat di Sumatera,

6

disusul Kalimantan dan Papua. Sumatera penyebaran terluas lahan gambut

terdapat sepanjang pantai timur,yaitu di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi

dan Aceh. Juga terdapat di dataran sempit pantai barat Sumatera yaitu Kabupaten

Pesisir Selatan, Agam dan Pasaman dan muko-muko (Bengkulu). Di kalimantan,

penyebaran gambut cukup luas terdapat di sepanjang pantai barat wilayah

Provinsi Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Mempawah, Ketapang,

Sambas, Kubu Raya, dan Pontianak. Di papua, penyebaran gambut cukup luas

terdapat di sepanjang daratanpantai selatan sekitar Kota Agats.

Tabel 1. Luas Total Lahan Gambut dan yang Layak untuk Pertanian Serta

Sebarannya di Indonesia

Provinsi/ Pulau Luas (Ha) Luas (%)

Aceh 215.704 3,35

Sumatera Utara 261.234 4,06

Sumatera Barat 100.687 1,56

Riau 3.867.413 60,08

Kepulauan Riau 8.186 0,13

Jambi 621.089 9,65

Bengkulu 8.052 0,13

Sumatera Selatan 1.262.385 19,61

Kep. Bangka Belitung 42.568 0,66

Lampung 49.331 0,77

Sumatera 6.436.649 100

Kalimantan Barat 1.680.135 35,16

Kalimantan Tengah 2.659.234 55,66

Kalimantan Selatan 106.271 2,22

Kalimantan Timur 332.265 6,96

Kalimantan 4.777.905 100

Papua 2.644.438 71,65

Papua Barat 1.046.483 28,35

Papua 3.690.921 100

Luas Total 14.905.475

Sumber : Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (Ritung et al., 2011)

2.1.1 Pembentukan Tanah Gambut di Indonesia

Pembentukan gambut di beberapa daerah pantai Indonesia di perkirakan

dimulai sejak zaman glasial akhir sekitar 3.000-5.000 tahun yang lalu, sedangkan

7

proses pembentukan gambut pedalaman sekitar lebih lama, sekitar 10.000 tahun

yang lalu (Wahyunto, 2005).

Seperti gambut tropis lainya, gambut di Indonesia dibentuk oleh akumulasi

residu vegetasi tropis yang kaya kandungan lignim dan selulosa. Akibat

lambatnya proses dekomposisi, ekosistem rawa gambut masih dapat dijumpai

batang, cabang, dan akar tumbuhan yang besar. Secara umum, pembentukan dan

pematangan gambut berjalan melalui tiga proses yaitu pematangan fisik,

pematangan kimia, dan pematangan biologi. Kecepatan proses pematangan

tersebut dipengaruhi oleh iklim (suhu dan curah hujan), susunan bahan organik,

aktivitas organisme, dan waktu (Andriesse, 1988). Pematangan gambut melalui

proses pematangan fisik terjadi dengan adanya pelepasan air karena drainase,

evaporasi, dan dihisap oleh akar. Proses ini ditandai dengan penurunan dan

perubahan warna tanah, sedangkan pematangan kimia terjadi melalui peruraian

bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Proses

pematangan ini akan melepaskan senyawa-senyawa asam-asam organik yang

beracun bagi tanaman dan membuat suasana tanah menjadi asam. Gambut yang

telah mengalami kematangan kimia secara sempurna akhirnya akan membentuk

bahan organik baru yang disebut sebagai humus. Terakhir adalah kematangan

biologi adalah proses yang disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme tanah.

Proses ini biasanya akan lebih cepat terjadi setelah pembuatan saluran drainase

karena terjadinya oksigen yang cukup menguntungkan bagi pertumbuhan

mikroorganisme.

Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang

secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman

yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian

menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan lapisan dibawahnya berupa

tanah mineral. Selanjutnya, tanaman tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari

danau dangkal dan membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut

menjadi penuh (Agus dan Subsika, 2008). Proses pembentukan tanah gambut

dapat dilihat pada Gambar 1.

8

Sumber:Darmatin.Proses Pembentukan Lahan Gambut.[1]

Gambar 1. Pembentukan Tanah Gambut

Menurut Driessen (1978) pembentukan tanah gambut terjadi dibawah

kondisi jenuh air seperti pada daerah depresi, danau atau pantai yang banyak

menghasilkan bahan organik yang melimpah oleh vegetasi yang telah beradaptasi

seperti mangrove, rumput-rumputan atau hutan rawa. Pada daerah depresi tersebut

terjadi genangan air terutama dari luapan air sungai dan air hujan. Akibat dari

penggenangan ini, maka proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat dan

terjadilah penimbunan bahan organik. Selama penimbunan bahan organik,

komposisi vegetasi berubah secara bertahap sampai akhir terbentuk gambut yang

berkembang dibawah pengaruh air tanah gambut topogen atau gambut air tanah.

Jika curah hujan cukup tinggi, keadaan yang sangat basah pada tanah

gambut tetap terjaga, dengan demikian pelapukan bahan organik menjadi

terhambat dan penimbunan bahan organik berlangsung terus akibatnya permukaan

tanah gambut meningkat dan membentuk gambut yang tebal. Tanah gambut yang

tebal ini dikenal sebagai tanah gambut ombrogen atau gambut air hujan, yaitu

tanah gambut yang pembentukannya hanya dipengaruhi oleh air hujan (Andriesse,

1974; Ismunadji dan Soepardi, 1983). Dengan demikian semakin tebal tanah

gambut, akar tanaman akan sulit mencapai lapisan tanah mineral dibawah tanah

gambut tersebut, dan akhirnya akar-akar tanaman hanya mendapatkan unsur hara

yang berada di lapisan tanah gambut yang semakin miskin tidak mendapat

persediaan hara dari air tanah (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).

2.1.2 Klasifikasi Tanah Gambut

9

Sistem klasifikasi tanah yang sering dijadikan acuan dalam tata nama

tanah-tanah tropik adalah yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Menurut

Soepardi (1983) dalam Iswanto (2005), tanah organik diidentifikasikan sebagai

golongan histosol berdasarkan sistem klasifikasi komprehensif.

Untuk mencegah terjadinya pengklasifikasian kembali setelah tanah

diusahakan tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam klasifikasi hitosol

(Hardjowigeno, 1993), yaitu :

a. Kandungan minimum bahan organik.

b. Ketebalan lapisan bahan organik.

c. Kemungkinan terjadinya subsiden bila drainase diperbaiki.

Menurut Noor (2001), jenis gambut dapat dibedakan berdasarkan bahan

asal atau penyusunannya, tingkat kesuburan, wilayah iklim, proses pembentukan,

lingkungan pembentukan, tingkat kematangan dan ketebalan lapisan bahan

organiknya. Sudah tentu terdapat keterkaitan antara bahan asal atau lingkungan

pembentukannya dan tingkat kesuburannya. Demikian juga, ketebalan gambut

berhubungan dengan kematangannya sekaligus dengan tingkat kesuburannya.

Oleh karena itu, gambut yang sama dapat mempunyai lebih dari satu sebutan atau

istilah.

Berdasarkan bahan asal atau penyusunannya, gambut dibedakan menjadi :

a. Gambut lumutan (sedimentairy/sedge peat) adalah gambut yang terdiri

atas campuran tanaman air (family liliceae) termasuk plankton dan

sejenisnya.

b. Gambut seretan (fibrous/sedge peat) adalah gambut yang terdiri atas

campuran tanaman sphagnum dan rumputan.

c. Gambut kayuan (woody peat) adalah gambut yang berasal dari jenis

pohon-pohonan (hutan tiang) beserta tanaman semak (paku-pakuan)

dibawahnya.

Sebagian besar lahan gambut di kawasan tropik Indonesia tergolong

gambut kayuan dan sebagian kecil gambut serat. Gambut seretan yang terdiri atas

tanaman sphagnum umumnya tersebar dikawasan iklim sedang atau dingin dan

10

sebagian dilaporkan terdapat juga dikawasan sub-tropik. Gambut yang berasal

dari kayu-kayuan tergolong oligotrofik/mesotrofik, sedangkan gambut yang

berasal dari serat-seratan tergolong eutrofik.

2.1.3 Karakteristik Gambut

Karakteristik gambut berdasarkan proses awal pembentukannya sangat

ditentukan oleh unsur dan faktor berikut :

a. Jenis tumbuhan (evolusi pertumbuhan flora), seperti lumut (moss), rumput

(herbaceous) dan kayu (wood).

b. Proses humifikasi (suhu/iklim).

c. Lingkungan pengendapan (paleogeografi).

Semua sebaran endapan gambut berada pada kelompok sedimen alluvium

rawa zaman kuater holosen. Lokasi gambut umumnya berada dekat pantai hingga

puluhan kilometer ke pedalaman. Ketebalan maksimum gambut pernah diketahui

mencapai 15 m di Riau (Tjahjono, 2007). Endapan gambut terdapat di atas

permukaan bumi, sehingga endapan gambut dikenal dan dibedakan secara

megaskopis dilapangan. Salah satu cara mengenal endapan gambut secara

megaskopis adalah berdasarkan ciri sifat fisiknya yang sangat lunak menyurupai

tanah, lumpur atau humus yang berasal dari gabungan bagian tumbuhan yang

sudah membusuk seperti daun, batang, ranting dan akar. Tingkat pembusukan

tumbuhan umumnya ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik

maupun abiotik. Faktor biotik seperti mikroba tanah yang bersifat anaerob

maupun aerob yang berguna untuk mendekomposisi bahan-bahan organik (lignin,

selulosa, kitin, asam humik, dan lain-lain) menjadi mineral tanah (Yuleli, 2009).

2.2 Sifat Fisik Tanah Gambut

Endapan gambut umumnya berwarna coklat muda hingga coklat tua

sampai gelap kehitaman, sangat lunak, mudah ditusuk, mengotori tangan, bila

diperas mengeluarkan cairan gelap dan meninggalkan ampas sisa tumbuhan yang

didapat dari permukaan bumi hingga beberapa meter tebalnya. Endapan gambut di

permukaan dapat ditumbuhi berbagai spesies tumbuhan mulai dari spesies lumut,

semak hingga pepohonan besar. Gambut yang berwarna lebih gelap biasanya

11

menunjukkan tingkat pembusukan lebih cepat. Secara makroskopis gambut tropis

umunya terdiri atas sisa akar, batang dan daun di dalam jumlah yang berlimpah,

sebaliknya gambut lumut didominasi oleh sisa tumbuhan lumut seperti yang

terdapat di Finlandia (Tjahjono, 2007).

Sifat fisik gambut penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi

kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity),

subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irreversible drying)

(Agus dan Subsika, 2008). Sifat fisik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan

dan produksi tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar di dalam

tanah, retensi, air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman. Sifat fisik tanah juga

mempengaruhi sifat-sifat kimia dan bilogi (Hakim et al., 1986). Selanjutnya

menurut Hakim et al. (1986), sifat fisik tanah tergantung pada jumlah, ukuran,

bentuk, susunan dan komposisi mineral dari partikel-partikel tanah, macam dan

jumlah bahan organik, volumedan bentuk pori-porinya serta perbandingan air dan

udara menempati pori-pori pada waktu tertentu.

Sifat fisik tanah gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk

pertanian meliputi kadar air, borot isi (bulk density, BD), daya menahan beban,

subsiden (penurunan permukaan tanah), dan mengering tidak balik (irreversible

drying). Kadar air gambut berkisar 100-1300% dari berat keringnya (Mutalib el

al., 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya,

sehingga gambut dapat dikatakan bersifat hidrofilik. Kadar airyang tinggi

menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembekdan daya menahan

bebannya rendah (Nugroho et al., 1997; Widjaja-Adhi, 1988). Berat isi (BD)

tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1-0,2 g/cm3 tergantung pada tingkat

dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki

< dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa

memiliki BD < 0,2 g/cm3 (Tie and Lim, 1991), karena adanya pengaruh tanah

mineral. Volume gambut akan menyusut bila lahan gambut didrainase, sehingga

terjadi penurunan permukaan tanah (subsiden). Selain karena pemadatan gambut,

subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun

pertama setelah gambut didrainase, laju subsiden bisa mencapai 50 cm/tahun.

12

Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2-6 cm/tahun tergantung kematangan

gambut dan kedalaman saluran drainase.

Sifat fisik tanah gambut antara satu dan lainnya saling berhubungan dan

saling memperngaruhi sehingga antara setiap fisik tanah tidak dapat dipisahkan.

Adapun sifat fisik tanah yang penting mencakup yaitu :

a. Kerapatan lindak (bulk density)

Kerapatan lindak (bulk density) merupakan nisbah berat tanah tergregasi

terhadap volumenya, dengan satuan g/cm3 atau g/cc. Kepadatan tanah

mengendalikan kesarangan dan kapasitas sekap air. Bobot isi (bulk

density) merupakan petunjuk tidak langsung arah kepadatan tanahnya,

udara dan air, dan penerobosan akar tumbuhan tanaman ke dalam tubuh

tanah. Keadaan tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan

tanaman karena akar-akarnya tidak berkembangdengan baik (Baver et

al.,1987 dalam purwowidodo 2005).

Bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu dari lapisan ke

lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah.

Keragaman itu mencerminkan derajat kepadatan tanah. Tanah dengan

ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah

menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah. Tanah yang mempunyai

bobot besar akan sulit meneruskan air atau sukar di tembus akar tanaman,

sebaliknya tanah dengan bobot isi rendah, akar tanaman lebih mudah

berkembang (Harjdowigeno, 2003).

Bobot isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering

dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah, biasanya

dinyatakan dalam g/cm3 (Hakim et al., 1986). Makin padat suatu tanah

makin tinggi bobot isi tanahnya yang berarti semakin sulit meneruskan air

atau di tembus akar tanaman.

Kerapatan lindak tanah gambut beragam antara 0,01 – 0,20 g/cc,

tergantung pada kematangan bahan organik penyusunnya. Kerapatan

lindak yang rendah dari gambut ini memberikan konsekuensi rendahnya

13

daya tumpu tanah gambut. Makin rendah kematangan gambut (mentah),

maka makin rendah nilai kerapatan lindak.

b. Porositas Tanah

Ruang pori total merupakan volume ruang tanah yang ditempati oleh

udara dan air. Persentase volume pori total disebut porisitas tanah. Pori-

pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar dan pori-pori halus.

Pori kasar berisi udara atau air gravitasi, sedangkan pori halus berisi air

atau kapiler atau udara. Tanah berpasir mempunyai pori-pori kasar banyak

dibandingkan tanah liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit

menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Tanah liat mempunyai

pori total lebih tinggi dibandingkan tanah berpasir. Porisitas tanah

dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanahdan tekstur

tanah. Porisitas tanah tinggi jika bahan organiknya tinggi. Tanah dengan

struktur remah atau granuler mempunyai porositas tanah yang lebih tinggi

dari pada tanah-tanah dengan struktur pejal (Hardjowigeno, 2005).

c. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas merupakan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada

suatu media dengan keadaan jenuh. Permeabilitas ini sangat penting

perannya dalam pengelolaan tanah dan air (Haridjaja 1983 dalam Sianturi

2006). Selanjutnya Russel (1956) menyatakan bahwa permeabilitas tanah

sebagai kecepatan air melalui tanah dalam keadaan jenuh pada periode

tertentu dan dinyatakan dalam cm/jam. Permeabilitas merupakan sifat fisik

yang langsung dipengaruhi oleh pengelolaan tanah (Baver 1961 dalam

Sianturi 2006).

Faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah diantaranya adalah

tekstur, porositas tanah serta distribusi ukuran pori, stabilitas agregat,

struktur tanah dan kandungan bahan organik (Hillel 1980 dalam Sianturi

2006). Menurut Noor (2001), besar permeabilitas tanah gambut ditentukan

oleh jenis gambut, tingkat kematangan gambut, kerapatan lindak dan jeluk.

Makin tinggi laju permeabilitas maka makin mentah gambut (gambut pada

kedalaman< 2 m tergolong fibrik).

14

d. Air Tersedia

Air tanah merupakan sebagian fase cair tanah yang mengisi sebagian

atau seluruh ruang pori tanah. Air tanah berperan penting dari segi

pedogenesis maupun dalam hubunganya dengan pertumbuhan tanaman.

Pertukaran kation, dekomposisi bahan organik, pelarut unsur hara dan

kegiatan jasad-jasad mikro hanya akan berlangsung dengan baik apabila

tersedia air dan udara yang cukup (Haridjaja et al., 1983).

Diantara tanah yang berpengaruh terhadap jumlah air yang tersedia

adalah daya hisap (matrik dan osmotic), kedalaman tanah dan pelapisan

tanah. Daya hisap matrik/partikel tanah sangat jelas mempengaruhi jumlah

air tersedia. Faktor faktos yang berpengaruh terhadap daya menahan air

pada kapasitas lapang dan be juga terhadap daya menahan air yang

tersedia. Faktor-faktor tersebut antaralain tekstur, struktur dan bahan

organik (Hakim et al., 1986).

Kemampuan menyerap dan memegang air dari gambut tergantung

pada tingkat kematangannya. Kemampuan gambut dalam memegang air

mempunyai arti penting bagi pengelolaan lahan gambut. Nilai pegang air

dinyatakan dalam berbagai satuan, antara lain dalam % volume, % bobot

kering atau % bobot basah. Kadar lengas tanah gambut jauh lebih besar

dibandingkan dengan tanah mineral . kadar lengas gambut yang belum

mengalami perombakan berkisar 500% - 1000% bobot, sedangkan yang

telah mengalami perombakan berkisar 200% - 600% bobot (Boelter,

1969).

e. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan nisbi aneka kelompok ukuran

jarak/pisahan tanah yang menyusun massa tanah suatu bagian tubuh tanah.

Pisahan tanah yang digunakan memberikan tekstur adalah : pasir, yaitu

jarak-jarak tanah dengan ukuran Ø 0,2 – 2,0 mm, debu yaitu jarak-jarak

tanah dengan ukuran Ø0,002 – 0,2 mm dan lempung yaitu jarak-jarak

tanah dengan ukuran Ø0,02 mm. Tubuh tanah yang telah berkembang

memperlihatkan perbedaan teksturantar horizon penyusunannya dan

15

perbedaan tersebut dinyatakan dalam bahasa kelas tekstur tanah

(Purwowidodo, 2005).

Tanah disusun oleh partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran

yang beragam. Tekstur tanah adalah kehalusan atau kekasaran bahan tanah

pada perabaan berkenaan dengan perbandingan berat antar fraksi tanah.

Dalam hal ini fraksi lempung lebih unggul dibandingkan dengan fraksi

debu dan pasir, tanah dikatakan berstruktur halus dan lempungan sehingga

bersifat berat diolah karena sangat liat dan lekat sewaktu basah dankeras

sewaktu kering, tanah yang unggul seperti fraksi lempung juga disebut

berstruktur berat. Sedangkan tanah yang fraksi pasir disebut kasar, pasiran

atau ringan (mudah diolah, karena longgar dan gembur)

(Notohhardiprawiro, 1999).

Arsyad (2000) mengemukakan bahwa struktur tanah yang penting

dalam mempengaruhi infiltrasi adalah ukuran pori dan kemantapan pori.

Pori-pori yang mempunyai diameter besar (0,06 mm atau lebih)

memungkinkan air keluar dengan cepat sehingga tanah teraerasi baik, pori-

pori tersebut juga memungkinkan udara keluar dari tanah sehingga air

dapat masuk.

Tanah-tanah yang berstruktur halus mempunyai luas permukaan

yang kecil sehingga sulit menyerap dan menahan air atau unsur. Tanah-

tanah yang berstruktur liat mempunyai luas permukaan yang besar

sehingga kemampuan menahan dan menyimpan unsur hara tinggi

(Hardjowigeno, 2003).

2.3 Sifat Kimia Tanah Gambut

Sifat kimia tanah merupakan semua peristiwa yang bersifat kimia yang

terjadi pada tanah, baik pada permukaan maupun dalamnya. Rentetan peristiwa

kimia inilah yang akan yang akan menentukan ciri dan sifat tanah yang akan

terbentuk atau berkembang (Hakim et al., 1986).

Susunan kimia dan kesuburan tanah gambut ditentukan oleh ketebalan

lapisan gambut dalam proses pembentukan dan pematangannya (Widjaya, 1986).

Sifat kimia tanah gambut dicirikan dengan nilai pH dan ketersediaan

16

unsurnitrogen, fosfor dan kalium rendah, kejenuhan kalsium dan magnesium

rendah, diikuti dengan pertukaran Al, Fe, Mg yang cukup tinggi sehingga akan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Hakim et al., 1986).

Menurut Saharjo et al. (2000) kondisi tanah setelah terbakar menunjukkan

pH dan P akan naik, C-organik dan NH4+ akan turun, NO3

- tanah tetap dan kadar

abu akan naik, semua faktor yang disebutkan dapat meningkatkan pertumbuhan

tanaman dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang kondisi tanah akan

kembali pada kondisi yang tidak menunjang bagi pertumbuhan tanaman.

Sifat kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan

mineral, ketebalan. Jenis mineral pada sub stratum (didasar gambut), dan tingkat

dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang

dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-

senyawa humat sekitar 10-20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin,

selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya

(Agus dan Subsika, 2008).

Kesuburan alamiah tanah gambut dapat berbeda antara satu dan lainya

diakibatkan adanya perbedaan ketebalan lapisan gambut, tingkat dekomposisi,

komposisi tanaman penyusun gambut serta lapisan tanah mineral yang berada

dibawahnya. Secara kimiawi, tanah gambut umunya bereaksi masam dengan pH

3-4,5. Gambut dangkal umumnya memiliki pH lebih tinggi (pH 4-5,1) dari pada

gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan N total pada tanah gambut termasuk

tinnggi namun kurang tersedia bagi tanaman karena nisbah C/N yang tinggi.

Kadar abu merupakan petunjuk yang tepat untuk mengetahui tingkat keseburan

alami gambut. Pada umunya gambut dangkal yang terdapat pada tepi kubah

memiliki kadar abu sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1-3 meter

berkadar sekitar 10% dan kubah yang lebih tebal dari 3 meter berkadar kurang

dari 10% bahkan hingga kurang dari 5%. Kapasitas tukar kation tanah gambut

umunya sangat tinggi (90-200me/100g) tetapi kejenuhan basa sangat rendah

(BBSDLP, 2008).

17

Adapun sifat kimia tanah yang terpenting mencakup :

a. Kemasaman Tanah (pH)

Keasaman tanah (pH) adalah suatu parameter penunjuk keaktifan

ion-ion H+ dalam larutan tanah. Ion-ion tersebut berkeseimbangan dengan

H tidak terdisosiasi senyawa-senyawa dapat larut dan tidak dapat larut

yang terdapat dalam sistem tanah itu. Nilai pHmenunjukkan intensitas ion-

ion H+ terdisosiasi dan tidak terdisosiasi disebut kapasitas kemasaman

tanah. Nilai pH tanah-tanah masam terutama dikendalikan oleh ion-ion

H+, Al3+ dan Fe3

+ dalam larutan dan komplek jerapan sedangkan pada

tanah-tanah netral atau alkalis dikendalikan terutama oleh ion-ion Ca2+

dalam larutan dan komplek jerapan. Cara ion-ion itu mengendalikan pH

adalah berbeda-beda, yang berkaitan dengan perbedaan sumber dan watak

muatan negatif yang disandangnya (Purwowidodo 2005).

Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman

pada tanah gambut adalah pirit (senyawa sulfur) dan asam-asam organik.

Tingkat keasaman tanah gambut mempunyai kisaran sangat lebar.

Umumnya tanah gambut tropik, terutama gambut ombrogen (oligotrofik),

mempunyai kisaran pH 3,0 – 4,5, kecuali yang mendapatkan pengaruh

penyusupan air laut atau payau. Keasaman tanah cenderung makin tinggi

jikagambut tersebut makin tebal (Noor,2001).

b. Bahan Organik

Pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya

terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai granulator yaitu

memperbaiki struktur tanah, sumber hara, unsur hara N, P,S, unsur mikro,

menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan

tanah untuk menahan unsur-unsur hara dan sumber energi bagi

mikroorganisme. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah,

jumlahnya tidak besar hanya 3 – 5 % saja tetapi pengaruhnya terhadap

sifat-sifat tanah sangat besar (Hardjowigeno 2003).

c. Kapasitas Tukar Kation

Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah gambut lebih besar

dibandingkan tanah mineral. Nilai KTK memegang peranan penting dalam

18

pengelolaan tanah dan dapat menjadiciri kesuburan tanah. KTK tanah pada

jumlah muatan negatif yang berada pada kontak jerapan (Hardjowegeno

1989).

KTK tanah gambut berkisar dari <50 – 100 cmol (+) kgbila

dinyatakan atas dasar berat, tetapi relatif rendah bila dinyatakan atas dasar

volume (Radjagukguk 2007 dalamNoor 2001). KTK gambut terutama

ditentukan oleh fraksi lignin dan substansi humat yang relatif stabil,

termasuk asam-asam humat dan fulvat yang bersifat hidrofilik dan agresif

yang biasanya membentuk kompleks stabil dengan ion-ion logam (Noor

2001).

d. Nisbah C/N

Menurut Broadbent (1957) dan Schroeder dalamNotohadiprawiro

(1999), nisbah C/N berguna sebagai penanda kemudahan perombakan

bahan organik dan kegiatan jasad renik tanah. Nisbah C/N berkisar antara

31 – 49. Bila nilai C/N rasio lebih besar dari 30 akan terjadi immobilisasi

N oleh mikrobiologi tanah untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya.

Sedangkan, bila rasio C/N antara 20 -30, dapat terjadi immobilisasi

maupun pembebasan N ke dalam tanah gambut. Dengan rasio C/N tanah

gambut di atas 30 maka N pada tanah gambut ini sukar tersedia bagi

tanaman (Barchia 2006).

Meskipun kandungan N-total gambut terkategori tinggi, namun unsur hara

N relatif kurang tersedia bagi tanaman karena N dalam bentuk N-organik

dan pada tingkatan C/N rasio yang tinggi tersebut, terjadi proses

immobilisasi N oleh mikrobiologi tanah (Barchia 2006).

e. Unsur Makro Tanah

1. Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan hara yang paling banyak mendapat perhatian,

karena jumlah nitrogen yang terdapat di dalam tanah sedikit sedangkan

yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim cukup banyak.

Disamping itu senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang

ke atmosfer. Selanjutnya efek nitrogen terhadap pertumbuhan akan jelas

dan cepat. Dengan demikian dari banyak segi jelas bahwa unsur nitrogen

19

ini merupakan unsur yang berdaya besar yang tidak saja harus diawetkan

tetapi harus dikendalikan pemakaiannya (Hakim et al. 1986).

Menurut Hakim et al. (1986), nitrogen masuk ke dalam tanah akibat

dari kegiatan jasad renik, baik yang hidup bebas maupun yang

bersimbiosis dengan tanaman. Dalam hal yang terakhir nitrogen yang

diikat digunakan dalam sintesa asam amino dan protein oleh tanaman

inang. Jika tanaman atau jasad renik pengikut nitrogen bebas mati, bakteri

pembusuk membebaskan asam amino dari protein, bakteri amonifikasi

membebaskan amonium dari grup amono, yang kemudian dilarutkan

dalam larutan tanah. Amonium diserap tanaman, atau diserap setelah

nitrogen tanah adalah akibat loncatan suatu listrik di udara. Nitrogen dapat

masuk melalui air hujan dalam bentuk nitrat, jumlah ini sangat tergantung

kepada tempat dan iklim.

2. Fospor (P)

Menurut Hakim et al. (1986), fosfor merupakan unsur hara makro

dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Fosfordalam tanah tidak semua

dapat segera tersedia, hal ini tergantung pada sifat dan ciri tanah serta

pengelolaan tanah. Fosfor bersumber dari deposit batuandan mineral yang

mengandung fosfor di dalam kerak bumi yang diduga mengandung kurang

lebih 0,21% fosfor. Tanaman akan menyerap fosfor dalam bentuk

orthophospat (H2PO4, HPO4dan PO4). Jumlah masing-masing bentuk

sangat tergantung pada pH tanah. Fosfor tersedia di dalam tanah dapat

diartikan sebagai P tanah yang dapat diekstrasikan oleh air dan asam nitrat.

Penambahan unsur ini diharapkan berasal dari pupuk fosfat, pelapukan

mineral-mineral fosfat dan residu hewan serta tanaman. Sedangkan

kehilangan P dapat terjadi karena terangkut tanaman, tercuci dan tererosi.

3. Kalium (K)

Kalium merupakan unsur hara ketigasetelah nitrogen dan fosfor yang

diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari kalium

akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan

negatif nitrat, fosfat atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan

bahwa ketersediaan kalium merupakan kalium yang dapat dipertukarkan

20

dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi

oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.

Kalium tanah terbentuk dari pelapukanbatuan dan mineral-mineral

yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan

jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya

sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosidan

kehilangan ini dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik.

Beberapa tipe tanah mempunyai kandungankalium yang melimpah.

Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan

melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan

cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung

sedikit kalium.

4. Kalsium (Ca)

Sumber utama kalsium tanah adalah kerak bumi yang didalamnya

mengandung 3,6% kalsium. Mineral utama yang banyak mengandung

kalsium tanah adalah kalsit (CaCO3) dan dolomitc CaMg(CO3)2. Kadar

kalsium tanah mineral rata-rata adalah 0,4% pada lapisan tanah atas,

sedangkan pada tanah-tanah organik kadarnya lebih tinggi, yaitu dapat

mencapai 2,8%.Mudah tidaknya kalsium dibebaskan tergantung dari

mineral apa dan tingkat kehancurannya (Soepardi 1983).

5. Magnesium (Mg)

Menurut Hakim et al. (1986), sumber utama magnesium tanah adalah

hancurnya mineral primer yang mengandung magnesium, misalnya biotit,

dolomite, holorit, olivine dan lainnya. Kadar rata-rata 0,3% dari total berat.

Ketersediaan magnesium terjadi karena proses pelapukan dari mineral-

mineral yang mengandung magnesium.

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian inidilaksanakan pada bulanNovember 2019-Februari 2020 di

wilayah Kanal Panggulonan Panjang Desa Sepojen Kecamatan Kumpeh,

Kabupaten Muaro Jambi. Serta uji analisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian, Universitas Jambi.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah gambut dari

daerah penelitian, peta lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran 2, aquades,

K2Cr2O7, CuSO4, NaSO4, H2SO4, NH4CH3CO2, KCl, dan alkohol. Alat yang

digunakan diantaranya adalah bor gambut berpisau, cangkul, ring sampel, GPS

(global position system), parang, tali rafia, kertas label, kantong plastik, meteran,

pH meter, alat dokumentasi, alat-alat tulis. Sedangkan alat yang digunakan di

laboratorium yaitu oven, cawan, desikator, timbangan analitik, kuvet, PH meter,

spektrofotometer, dan kertas whatman (kertas saring).

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel pada titik yang telah

ditetapkan dengan metode grid (titik pengamatan). Titik pengamatan berdasarkan

jalur transek tegal lurus dengan tanggul sungai atau arah kontur dengan jarak titik

pengamatan adalah 200 X 200 cm. pengamatan tanah di lapangan dilakukan

dengan pemboboran yang dilakukan untuk mengetahui ketebalan gambut,

kematangan gambut (0-60 cm) dan pengukuran pH (pH meter). Kemudian

mengambil sampel tanah utuh (tidak tenganggu) dengan ring sampel (0-60 cm)

yang di analisis laboratorium yang diamati yaitu bobot isi (BV) (gr/cm3) dan

kadar air (%) menggunakan metode gravimetrik. Selanjutnya mengambil tanah

secara komposit (terganggu) dengan kedalaman 0-60 cm dan di analisis C-

organik, KTK (kapasitas tukar kation), dan N-total.

22

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksaan penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap utama yaitu, (1) tahap

persiapan, (2) survei pendahuluan, (3) pengamatan, (4) tahap analisis. Diagram

alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Tahap Persiapan

Persiapan penelitian yang akan dilakukan yaitu meliputi persiapan, (1)

studi pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian, (2) mengumpulkan

informasi dan peta lokasi penelitian, (3) pembuatan titik pengamatan untuk peta

kerja dengan jarak 200 x 200 m. Titik pengamatan dibuat berdasarkan jalur

transek tegak lurus dengan tanggul sungai.

23

3.4.2 Survei Pendahuluan

kegiatan survei pendahuluanpada penelitian ini meliputi, (1) pengurusan

izin survei dan kerja lapangan dari pihak fakultas dan pengurus Desa Seponjen

sebagai lokasi penelitian, (2) melakukan survei lapangan ke daerah penelitian

untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dan resiko yang akan dihadapi,

(3) melakukan pengecekan lapangan sesuai peta kerja dan (4) menyiapakan

perlengkapan survei untuk kelancaran penelitian di lapangan.

3.4.3 Pengamatan

Pada pengamatan ini merupakan kegiatan pengukuran langsung di

lapangan dan pengambilan tanah komposit (terganggu) dan utuh pada titik

pengamatan yang telah ditentukan. Kegiatan pengamatan ini yang akan dilakukan

yaitu :

1. Memasukkan koordinat titik pengamatan yang telah ditentukan

sebelumnya pada peta kerja ke dalam GPS dengan sistem koordinat

universal transverse mercator (UTM).

2. Melakukan deskripsi tentang kondisi fisik lahan meliputi vegetasi atau

penggunaan lahan.

3. Melakukan pengeboran untuk mendapatkan deskripsi tanah seperti

kematangan gambut, ketebalan gambut.Setelah melakukan pengeboran

satu titik pengamatan dan dilanjutkan pada titik pengamatan berikutnya.

4. Pengambilan sampel tanah diambil pada setiap titik lalu dikompositkan

berdasarkan wilayah dengan ketebalan 0-50 cm, 50-100 cm, 100-150 cm,

150-200 cm.

5. Pengambilan sampel tanah utuh menggunakan ring cincin dilakukan pada

satu lokasi dengan kedalaman 60 cm berdasarkan kedalaman gambut yang

dibagi tiga, untuk pengambilan sampel tergantung kondisi tanah dengan

dua kali ulangan untuk perhitungan bobot isi (BV) dan C-organik.

pengambilan sampel diawali dengan diambil 10 cm dari atas permukaan.

6. Pengambilan sampel tanah komposit (terganggu) padatitik dengan

kedalaman 0-60 cm dengan dua kali pengulangan untuk perhitunganN-

total, dan kapasitas tukar kation (KTK).

24

7. Melakukan pengukuran pH tanah gambut di lapangan langsung

menggunakan pH meter.

3.4.4 Pasca Survei Lapangan

Kegiatan pasca (setelah) survei lapangan meliputi :

Melakukan tubulasi dan identifikasi data dari pengamatan secara

keseluruhan pada setiap titik untuk melakukan deleniasi penggunaan

lahan, ketebalan gambut, kematangan gambut, keasaman tanah.

Data-data hasil pengamatan di lapangan dan analisis tanah di laboratorium

diolah untuk dilakukan penelitian sifat fisik dan kimia tanah.

Data-data hasil pengamatan di Lapangan diolah dengan menggunakan

Software ArcGIS untuk pembuatan peta seperti peta kedalaman gambut

dan peta kematngan gambut.

3.5 Parameter yang Diamati

3.5.1 Ketebalan Gambut

Bila lapisan gambut lebih tipis dari 50 cm, maka tidak disebut dengan tanah

gambut. Untuk tanah gambut di klasifikasikan kedalam 4 kelas yaitu :

Gambut tipis 50-100 cm

Gambut sedang 101-200 cm

Gambut dalam 201-300 cm

Gambut sangat dalam > 300 cm

Pengukuran ketebalan gambut menggunakan bor gambut yang dilakukan

langsung di lapangan pada setiap titik yang sudah ditentukan. Dengan cara

pertama memasukkan mata bor gambut ke dalam tanah gambut kemudian

diangkat apabila belum ada tanah mineral yang terangkat, maka mata bor

dimasukkan kembali dengan penambahan batang bor dan angkat lagi, apabila

tanah mineral belum ada maka mata bor dimasukkan kembali dengan penambahan

batang bor, hal ini dilakukan terus menerus secara bertahap sampai mata bor

menyentuh tanah mineral setelah itu baru dicatat ketebalannya gambutnya.

25

3.5.2 Kematangan Gambut

Tingkat kematangan gambut disebut fibrik apabila bahan organiknya

megandung kadar serat tunggi (>75%) dan disebut hermik apabila

megandungkadar serat sedang (17-75%) serta disebut saprik apabila mengandung

kadar serat rendah (<17%) (soil Taxonomy, 1996).

Pengukuran kematangan gambut dilakukan dengan mengambil sejumlah

massa tanah gambut (misalnya satu genggaman tangan) pada setiap titik,

kemudian dipisahkan materi yang masih berupa serat dari massa tanah gambut

tersebut. Selanjutnya perbandingkan jumlah materi serat tersebut terhadap volume

total.

3.5.3 Bobot Isi (BD)

Bobot isi tanah ataubulk density adalah perbandingan antara berat suatu

masa tanah kering mutlak dengan volume total tanah. Tanah tersebut harus dalam

keadaan tidak terganggu (utuh). Satuan bobot isi tanah dinyatakan dalam g/cm3.

Sampel tanah yang akan diuji harus dalam keadaan alami dan struktur tidak

terganggu. Sampel tanah yang diambil dengan core sample akan memudahkan

dalam perhitungan volume dan bobot isi tanah tersebut. Bila sampel tanah hanya

merupakan bongkahan (clod) yang bentuknya tidak beraturan, maka penetapan

volumenya dilakukan dengan cara menimbang berat bongkah tanah tersebut di

dalam air, yang sebelumnya dilapisi dulu dengan lilin/paraffin untuk menghindari

penyerapan.

Pengukuran bobot isi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu dengan cara

pengambilan sampel tanah utuh yang diambil di lapangan. Sampel tanah

dimasukkan ke dalam oven dengan pemanasan 105ºC selama 2 kali 24 jam atau

sampai berat tanah konstan.

Bobot isi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝑰𝒔𝒊 = 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 𝒎𝒖𝒕𝒍𝒂𝒌

𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒈/𝒄𝒎3 ................................................... (1)

26

3.5.4 Kadar Air

Kadar air tanah dinyatakan sebagai perbandingan antara massa/berat air

yang ada sebelum pengeringan dan setelah pengeringan sampai mencapai

massa/berat air yang tetap pada suhu 105 ̊ C. pengukuran penetapan kadar air

tanah dilakukan di laboratorium. Prosedur pengujian yakni letakkan 30-50 g tanah

gambut pada cawan timbang. Timbang secara hati-hati sampai ketelitiannya 1 atau

0,1 mg. keringkan cawan timbang beserta isi pada suhu 105̊ C selama 24 jam

dalam oven. Setelah 24 jam dinginkan sampel tanah dalam desikator selama 15

menit kemudian timbang sampel tanah dan di catat sebagai berat tanah kering.

Ulangi pengovenan selama 30 menit dan di dinginkan dalam desikator kembali

selama 15 menit kemudian di timbang. Ulangi prosedur tersebut hingga berat

konstan kurang lebih 0,002 g. pungukuran tersebut menggunakan persamaan

sebagai berikut :

Kadar air tanah (% berat) = berat basah−berat kering

berat kering X 100%................................(2)

Keterangan :

Berat basah = (berat tanah + berat cawan) sebelum dioven – berat cawan

Berat kering = (berat tanah + berat cawan setelah dioven – berat cawan)

3.5.5 Kemasaman Tanah

Ph tanah menunujukkan banyaknya ion hidrogen (di dalam tanah). Makin

tinggi kadar ion didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Bila kandungan H

sama maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai Ph = 7 (Hardjowigeno, 2010).

Pengukuran penetapan Ph tanah dilakukan di lapangan langsung

menggunakan Ph meter.

3.5.6 C-organik

Penetapan C-organik dilakukan dengan beberapa tahap : sampel tanah

dikeringkan dengan oven sehingga didapatkan berat kering mutlak tanah. Sampel

tanah yang kering mutlak dimasukkan kedalam furnace pada suhu 550°C untuk

pembakaran.Pembakaran dan pengabuan dilakukan selama 4-6 jam sampai

seluruh karbon pada gambut hilang hingga yang tersisa adalah bahan mineral yang

27

terkandung di dalam gambut. Kadar C-organik dihitung mengunakan rumus

sebagai berikut:

Bahan organik (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑔𝑟)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔𝑟)

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑔𝑟)× 100 %

C-organik = 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘

1,724 …………………………………………………… (3)

Adapun langkah kerja perhitungan C-organik tanah sebagai berikut,

Analisis C-organik, sampel yang digunakan adalah sampel tanah utuh yang sudah

dikeringkan dengan oven dan untuk tanah komposit di kering anginkan terlebih

dahulu, kemudian di oven agar kering mutlak. Pisahkan sampel setiap lapisan

permukaan, kemudian ditimbuk untuk menghancurkan tanah-tanah yang

mengumpal dan kayu-kayu didalamnya dan begitu untuktanah komposit tiap

wilayah kedalaman yang berbeda.Masukkan sampel tanah kedalam cawan

sebanyak 10 g dan kemudian dicatat berat cawan + tanah, setelah semua sampel

dimasukan kedalam cawan, masukkan cawan ke dalam furnace, dan atur posisi

didalamnya agar pada saat pengambilan tidak tertukar. Setelah di furnace selama

6 jam dengan suhu 550°C, matika furnace dan biarkan selama 12 jam sampai suhu

didalamnya normal. Angkat semua sampel keluar lalu ditimbang sehingga didapat

jumlah bahan organik didalam tanah tersebut. Perhitungan C-organik tinggal

mengkonversikan dengan rumus yang sudah ditetapkan.

3.5.7 Analisis N-Total

Langkah kerja analisis N-total adalah 1 g sampel tanah, 0,1 selenium black,

0,1 g cupry sulfate (CuS04) dan 2 g natrium sulfat (Na2SO4) dalam cawan

porselen. Lalu masukkan dalam tabung digester, tambahkan 6 ml asam sulfat

(H2SO4) dan destruksi sampel tanah dalam heating black selama 270 menit

dengan suhu 380 ᶱC setelah selesai proses destruksi tambahkan 10 ml aquades,

larutan hasil destruksi dalam tabung digester dimasukkan dalam kjeltec destilasi

untuk proses destilasi. Larutan hasil destilasi berwarna biru yang tertampung

dalam erlemenyer 250 ml dititrasi menggunakn larutan asam sulfat (H2SO4) 0,02

N. Catat volume larutan asam sulfat (H2SO4) 0,02 N yang digunakan. Perhitungan

N-total dapat di hitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

28

N-total = 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑋 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐻2𝑆𝑜4 𝑥 0,014

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%.....................................(4)

Keterangan :

Hasil titrasi : Banyaknya larutan H2SO4 yang digunakan pada saat titrasi

Kosentrasi H2SO4 : 0,0199

Berat sampel : 3

0,014 : Berat atom N/100

3.5.8 KTK (Kapasitas Tukar Kation)

Proses pengujiannya yakni timbang sampel tanah kemudian di masukkan ke

dalam tabung kocok, berikan ammonium acetate, kocok selama 2 jam lalu saring

kedalam tabung kocok menggunkaan kertas whatman nomor 42. Tanah yang

tinggal di kertas di bilas menggunakan alkohol. Tanah yang tertinggal di kertas

saring yang telah di bilas menggunakan alkohol kemudian dikeringkan anginkan

lalu di bersihkan menggunakan KCl, kocok menggunakan mesin shaker selama 1

jam, saring kembali menggunakan kertas whatman nomor 42 ke dalam labu ukur

dan tambahkan KCl sampai batas tanda garis. Larutan dalam labu dimasukkan

dalam tabung digester untuk destilasi menggunakan alat kjeltec destilasi. Terakhir,

larutan hasil destilasi berwarna biru yang tertampung dalam erlemenyer dititrasi

menggunakan larutan asam sulfat (H2SO4) 0,02 N. Adapun untuk menghitung

KTK dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

N = Hasil Titrasi – Blanko X 0,8............................................................(5)

Keterangan :

Hasil titrasi : banyaknya larutan H2SO4yang digunakan pada saat titrasi

Blanko : 0,7

3.6 Analisis data

Data karakteristik tanah gambut yang diperoleh dianalisis secara deskriptif

dan dicocokkan secara matching dengan tingkat kematangan, ketebalan gambut,

bobot isi (BD), C-Organik, ph tanah, N-total dan KTK untuk melihat apakah ada

perubahan akibat penggunaan lahan.

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara umum lokasi penelitian merupakan hamparan lahan gambut yang

telah dimanfaatkan oleh masyarkat sekitarnya untuk lahan pertanian. Komoditas

pertanian yang terdapat pada lokasi pertanian umumnya berupa perkebunan sawit

dan karet baik itu milik perusahaan maupun milik masyarakat sekitar. Secara

administrasi berada di Desa Seponjen Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro

Jambiyang mana berbatasan dengan Desa Air Hitam Laut di sebelah Timur, Desa

Sogo di sebelah Utara, di Desa Rantau Panjang di sebelah Barat dan Desa Bungur

disebelah Selatan. Secara geografis Desa Seponjen terletak pada posisi 1°28’20”-

1°30’20” Lintang Selatan dan diantara 103°59’05’’-104°00’11” Bujur Timur.

Desa seponjen merupakan salah satu desa Kecamatan Kumpeh yang juga

dialiri Sungai Kumpeh. Lokasi penelitian berbatasan dengan PT. Bukit Bintang

Sawit pada sebelah utara, berbatasan dengan PT. Wana Seponjen Indah pada

sebelah selatan, berbatasan dengan kebun sawit rakyat pada sebelah barat, dan

berbatasan dengan Taman Hutan Raya pada sebelah timur. Lokasi penelitian

berjarak ± 62 km dari ibukota Provinsi Jambi dan dapat menggunakan kendaraan

roda dua ataupun roda empat dengan memakan waktu ± 2 jam perjalanan.

5.1.1 Ketebalan Gambut

Berdasarkan kriteria kedalamannya, gambut dapat diklasifikasikan sebagai

gambut tipis (50-100 cm), sedang (100-200 cm), dalam (200-300 cm), dan sangat

dalam ( > 300 cm) ( Dariah dkk., 2011). Hasil dari pengukuran dilapangan

diperoleh pada lahan gambut bervegetasi sawit, pinang, karet, semak belukar

(pakis), dan lahan campuran. Ketebalan tanah gambut pada lokasi penelitian dapat

dilihat pada Tabel 2.

30

Tabel 2. Ketebalan Tanah Gambut Lokasi Penelitian

Wilayah Ketebalan

(cm)

Kode Titik Boring

(TB) Kategori

300-400 TB0.1, TB0.2, Dalam

>400-500 TB0.3, TB1.3, TB1.2,

TB1.1, TB1.0, Sangat Dalam

>500-600 TB0.4, TB1.4, TB2.4,

TB3.4, TB2.0, TB2.1,

TB2.2, TB2.3

Sangat Dalam

>600 TB4.4, TB4.3, TB3.3,

TB3.2 Sangat Dalam

Sumber: Hasil Pemboran November 2019 – Januari 2020

Ketebalan gambut pada Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum

kedalaman gambut di lokasi penelitian termasuk kategori sangat dalam dimana

dengan ketebalan >300 cm. sebaran kedalaman gambut di lokasi penelitian ini

dipengaruhi oleh sungai utama (sungai kumpeh), sehingga jauh jarak dari sungai

maka kedalaman gambutnya akan semakin dalam, hal tersebut dapat dilihat pada

peta kedalaman gambut (Gambar 3). Hasil penelitian Indrayanti et al (2015)

menunjukkan bahwa jarak sungai tidak mempengaruhi sebaran kedalaman

gambut, perbedaan kedalaman gambut diduga disebabkan adanya perbedaan

tutupan lahan sehingga menyebabkan akumulasi bahan 30rganic gambut juga

berbeda. Faktor lain yang menjadi perbedaan kedalaman gambut yaitu keadaan

lapisan mineral dibawah tanah gambut yang tidak beraturan atau bergelombang.

Keda;aman gambut juga dapat menggambarkan proses terjadinya pembentukan

gambut.

Gambut dengan ketebalan >300 cm diperuntukan sebagai kawasan

konservasi sesuai dengan keputusan presiden No. 32/1990. Hal ini disebabkan

oleh semakin tebal gambut, maka semakin penting pula fungsinya dalam

memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan sebaliknya kondisi

lingkungan lahan gambut semakin rapuh apabila dikonversi menjadi lahan

pertanian. Pertanian dilahan gambut tebal lebih sulit pengelohannya dan mahal

biayanya karena kesuburannya rendah dan daya dukung tanahnya rendah sehingga

sulit dilalui kendaraan pengangkutan sarana pertanian dan hasil panen (Agus dan

Subsika, 2008). Semakin tebal lapisan gambut maka kesuburan tanahnya semakin

31

semakin menurun sehingga tanaman sulit mencapai lapisan mineral yang berada

dibawahnya. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu serta

mengakibatkan tanaman mudah condong dan roboh khususnya pada tanaman

tahunan atau tanaman perkebunan (Suswati et all, 2011) .

Gambar 3. Peta Kedalaman Gambut

5.1.2 Kematangan Gambut

Berdasarkan tingkat kematangan /dekomposisi bahan organik, gambut

dibedakan atas 3 jenis yaitu fibrik (gambut mentah), hemik (gambung setengah

matang), dan saprik (gambut matang) (Gambar 5). Di Lapagan, tingkat

kematangan gambut ditentukan dengan metode perasan yang dapat ditunjukkan

dengan melihat hasil cairan dan sisa bahan perasan dengan tangan. Tingkat

kematangan gambut bervariasi karena terbentuk dari bahan, kondisi lingkungan

dan waktu yang berbeda. Tanah gambutyang matang akan cenderung lebih halus

dan lebih subur sebaliknya yang belum matang, banyak mengandung serat dan

kurang subur (Najiyati,. Dkk 2005).Tingkat kematangan lapisan permukaan

dilapangan ditentukan dengan menggunakan metode peras (Van Pos). Gambar

pengamatan tingkat dekomposisi lapisan permukaan dapat dilihat pada gambar 3.

32

Gambar 4. Pengamatan tingkat dekomposisi lapisan permukaan

Table 3. Tingkat Kematangan Lapisan Permukaan

No Kematangan Lapisan

Permukaan (0-60 cm)

Kode Titik Boring

1 Hemik TB0.1, TB0.2, TB1.1, TB1.2, TP2.0,

TB2.1, TB3.1,

2 Saprik TB0.3, TB0.4, TB1.0, TB1.3, TB1.4,

TB2.2, TB2.3, TB2.4, TB3.2, TB3.3,

TB3.4, TB4.3, TB4.4

Sumber: Hasil pengamatan lapangan November 2019-Januari 2020

Pada Tabel 3 data yaag diperoleh dilapangan bahwa tingkat kematangan

pada lapisan permukaan di lokasi penelitian telah mengalami proses dekomposisi

lanjut, sehingga tingkat kematangan pada lapisan permukaan lebih matang.

Bervariasinya tingkat kematangan lapisan permukaan dipengaruhi oleh tinggi

muka air gambut. Ketinggian muka air gambut akan mempengaruhi tingkat

kematangan lapisan permukaan dan laju dekomposisi tanah gambut pada lapisan

permukaan. Secara umum tingkat dekomposisi pada lapisan gambut pada lapisan

atas dan di atas permukaan air tanah atau tinggi atau lebih lanjut daripada lapisan

gambut di bawah muka air tanah. Berdasarkan penilaian terhadap perubahan

kematangan maka secara ekologis yang menjadi faktor utama yang mempengaruhi

adalah tinggi muka air tanah (water level) (Suwondo et all, 2010).

Berdasarkan Las et all (2008) menyatakan bahwa pengaturan tata air

makro maupun mikro sangat mempengaruhi karakteristik lahan gambut.

Penurunan muka air tanah menyebabkan lapisan gambut di atas muka air yang

mengalami proses dekomposisi yang lebih lanjut daripada lapisan gambut di

bawah muka air tanah. Pada kematangan fibrik, air tanah berada dekat dengan

permukaan tanah bahkan relative lebih sering tergenang sehingga bahan organik

sulit terdekomposisi. Kematangan hemik merupakan zona naik turunya muka iar

33

tanah sehingga sebagian bahan tanah organik sudah lanjut terdekomposisi dan

sebagian belum terdekomposisi lanjut pada kematangan saprik tinggi muka air

tanah berada di bawah permukaan tanah gambut dan dalam kondisi aerobic

sehingga sebagian besar bahan organik telah terdekomposisi sempurna (Nugroho

dan Budi, 2012).

Gambar 5. Keamatangan Gambut

5.1.3 Bobot Isi (BD)

Bobot isi (BD) suatu tanah gambut merupakan parameter yang paling

penting. Bobot isi (BD) tanah gambut sangat rendah berkisar antara 0,1 sampai

0,3 g.cm-3 dan dipengaruhi tingkat kematangan gambut, campuran dengan bahan

mineral, kadar lengas, dan kadar abu. Tanah yang mempunyai kadar abu ynag

tinggi dan makin banyak bercampur terdekomposisi, berat volumenya semakin

besar (Radjagukguk, 1997).

Menurut Kurnain (2010) menyatakan bahwa bobot isi (BD) dapat

digunakan untuk menilai tingkat kematangan gambut < 0,075 g.cm-3 termasuk

tingkat kematangan fibrik, BV > 0,195 g.cm-3 termasuk tingkat kematangan

saprik, sedangkan tingkat kematangan hemik berada diantara keduanya. Nilai

bobot isi (BD) tanah diambil pada masing-masing titik dengan kedalaman sampai

60 cm, dapat dilihat pada Tabel 4.

34

Tabel 4. Bobot Isi (BD) Tanah Gambut dari Lapisan 0-60 cm

No Kode Titik

Boring

Bobot Isi (BD) Tanah (g/cm3)

Kadar Air (%)

Lapisan (cm)

0-20 20-40 40-60

1 TB 0.1 0.14 0.23 0.17 416

2 TB 0.2 0.27 0.28 0.37 324

3 TB 0.3 0.43 0.29 0.45 63

4 TB 0.4 0.50 0.37 0.31 192

5 TB 1.0 0.13 0.18 0.14 517

6 TB 1.1 0.15 0.15 0.15 480

7 TB 1.2 0.20 0.15 0.15 410

8 TB 1.3 0.22 0.14 0.14 410

9 TB 1.4 0.18 0.19 0.16 462

10 TB 2.0 0.13 0.17 0.16 473

11 TB 2.1 0.12 0.12 0.17 283

12 TB 2.2 0.19 0.14 0.15 502

13 TB 2.3 0.18 0.14 0.14 466

14 TB 2.4 0.23 0.20 0.14 510

15 TB 3.1 0.15 0.13 0.17 470

16 TB 3.2 0.13 0.11 0.14 557

17 TB 3.3 0.15 0.12 0.11 643

18 TB 3.4 0.19 0.10 0.14 605

19 TB 4.3 0.12 0.12 0.12 640

20 TB 4.4 0.14 0.13 0.15 530

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Partanian (UNJA)

Nilai bobot isi (BD) tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat

kematangan gambut dan kedalaman gambut.Tabel 4 menunjukkan dari hasil

penelitian, lapisan atas gambut ternyata memiliki nilai bobot isi(BD) yang relatif

tinggi bila dibanding dengan lapisan bawah gambut.Nilai bobot isi(BD) gambut

dilokasi penelitian mendekati nilai bobot isi(BD) tanah gambut pada umumnya

yaitu berkisar antara 0.01 – 0.2 g/𝑐𝑚3. Proses dekomposisi yang terjadi pada tiap

kedalaman berbeda-beda. Nilai bobot isi yang rendah diakibatkan oleh adanya

rongga pada gambut yang dipengaruhi oleh adanya akar-akar tumbuhan maupun

dari kayu pepohonan. Nilai bobot isi yang tinggi diakibatkan oleh terjadinya

pemadatan dan pengaruh lapisan liat (Batubara, 2009). Selanjutnya Noor (2001),

menyatakan bahwa bobot isi gambut yang rendah mengakibatkan daya dukung

35

tanah rendah sehingga tanaman mengalami kendala dalam menjangkarkan

akarnya akibatnya banyak tanaman tahunan yang tumbuh condong dan tumbang.

Dilihat pada Tabel 4 tanah gambut mempunyai kapasitas mengikat air atau

memegang air yang relatif sangat tinggi atas dasar berat kering. Noor (2001)

menyatakan bahwa kemampuan menyerap air pada tanah gambut tergantung pada

tingkat kematangannya. Nilai kadar air juga tergantung terhadap tinggi rendahnya

kondisi tinggi muka air gambut. Kadar air pada kematangan pada masing- masing

titik bobot berkisar 192 -640 % dari kriteria hemik sampai saprik. Sedangkan

menurut Saribun (2007), ketersediaan air tanah bukan hanya berdasarkan

kematangan saja tetapi di pengaruhi juga oleh curah hujan atau air irigasi.

5.1.4 Kemasaman Tanah (pH)

Kemasaman tanah merupakan salah satu parameter penting dalam analisis

karakteristik suatu tanah gambut. Hal ini disebakan karena adanya korelasi yang

erat antar nilai pH dengan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Peningkatan

nilai pH tanah yang masih tergolong sangat asam diduga karena adanya proses

dekomposisi yang sedang berlanjut pada lahan gambut ( Rini et al, 2009),

menyatakan bahwa proses dekomposisi yang sedang terjadi pada lahan gambut

menghasilkan asam-asam organik yang bersifat asam. Berdasarkan hasil analisis,

dilihat pada tabel 5 rata-rata pH tanah di kawasan lahan penelitian mulai dari agak

masam sampai sangat masam (3-5). Hal ini sejalan dengan pendapat Hartatik et

all.(2004) bahwa lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang

relatif tinggi dengan kisaran pH 3-5.

Gambar 6. Pengamatan pH

Tabel 5. Kriteria penilaian kemasaman tanah (pH)

36

No Kode Titik Boring Nilai Rata-rata Ph

1 TGVSP 4.33

2 TGVSI 5.00

3 TGVP 4.00

4 TGVC 4.5

5 TGVK 3.83

6 TGVSB 3.5

7 TGVSP 3.66

Sumber : Hasil pengamatan lapangan November 2019-Januari 2020

Berdasarkan Tabel 5, tanah gambut di lokasi penelitian tergolong sangat

asam dimana nilai pH berkisar 3-5 sama seperti halnya ditemukan pada tanah

gambut di daerah lainnya. Nilai pH yang sangat masam terdapat pada TGVSB

dengan nilai 3,5. Kemudian dilanjutkan TGVSP dengan nilai 3,66 selanjutnya

pada TGVSK mendapatkan nilai sebesar 3,83. Pada TGVP mendapatkan nilai

sebesar 4 dan pada TGVSP mendapatkan nilai sebesar 4,33 selanjutnya pada

TGVC mendapatkan nilai sebesar 4,5. Kemudian nilai pH yang masam terdapat

pada TGVSI dengan nilai sebesar 5. Tingginya kemasaman tanah gambut

disebabkan oleh tingginya kandungan asam-asam organik dan ion hydrogen dari

pelapukan bahan organik dalam kondisi anaerob. Seperti ynag dikemukakan oleh

Noor (2001) bahwa organik yang telah mengalami dekomposisi menghasilkan

asm-asam organik yang mempunyai gugus reaktif, seperti Karboksil (-COOH)

dan fenol (OH) yang mendominasi kompleks pertukaran dan bertindak sebagai

asam lemah sehingga dapat terdisosiasi dan menghasilkan ion H+ dan jumlah yang

besar, sehingga pH gambut sangat rendah. Kemasaman tanah gambut cenderung

makin tinggi jika gambut makin tebal. Hasil survey di daerah penelitian memiliki

ketebalan gambut >300 cm dan sangat dalam, sehingga nilai pHnya menjadi

sangat rendah artinya tingkat kemasaman ekstrim (sangat masam).

5.1.5 C-organik

C- organik merupakan indikator dalam penentuan kualitas bahan organik

yang sangat berkaitan dengan laju dekomposisi (Huda et all., 2012). C-organik

menunjukkan kadar bahan organik yang terkandung di dalam tanah tersebut.

Tanah gambut mempunyai tingkat kadar C-organik yang tinggi sampai sangat

tinggi (Soewandita, 2008).

37

Tabel 6. % C-Organik

No Kode Titik Boring Rata-Rata % C-Organik

1 TB 0.1 39.54

2 TB 0.2 35.10

3 TB 0.3 31.43

4 TB 0.4 22.90

5 TB 1.0 53.37

6 TB 1.1 49.87

7 TB 1.2 38.00

8 TB 1.3 44.79

9 TB 1.4 45.29

10 TB 2.0 46.63

11 TB 2.1 52.38

12 TB 2.2 53.71

13 TB 2.3 53.78

14 TB 2.4 52.51

15 TB 3.1 48.09

16 TB 3.2 54.42

17 TB 3.3 55.51

18 TB 3.4 52.62

19 TB 4.3 55.79

20 TB 4.4 53.28

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Partanian (UNJA)

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai kandungan C-Organik pada

kriteria yang sangat tinggi pada masing- masing titik bobot yaitu dengan nilai

sebesar 52, 38 – 55, 79 % sedangkan criteria penilaian kandungn C-Organik tinggi

terdapat pada masing- masing bobot yaitu nilai sebesar 22, 90- 49, 87%.

Kanduangan C-organik tidak memiliki pola yang jelas apabila dibandingkan

antara gambut dengan tingkat kemangan hemik dan saprik, untuk tingkat

kematangan permukaan didominasi saprik, namun pada kedalaman 100 cm

didominasi tingkat kematangan hemik. Berdasarkan hasil pengamatan Suhardjo

dan Widjaja-Adhi 1976 ( dalam safitri 2010) bahwa kandungan C-Organik

gambut meningkat setiap peningkatan ketebalan gambut. Semakin tebal tanah

gambut maka memiliki volume tanah yang besar sehingga kandungan bahan

organik dan C-Organik semakin meningkat.

38

Konversi hutan gambut sekunder menjadi perkebunan kelapa sawit, karet

dan lain sebagainya mengakibatkan terjadinya degradasi kandungan C-Organik

dan bahan organik tanah masih pada kategori sangat tinggi. Degradasi ini diduga

terjadi karena adanya aktifitas dekomposisi oleh mikroorganisme tanah, erosi dan

subsiden yang terjadi akibat aktifitas pada lahan gambut. Kondisi lahan gambut

yang telah didrainase akan merubah anaerob menjadi aerob. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Subandar (2011) yang menerangkan bahwa perubahan kondisi anaerob

menjadi aerob pda lahan gambut akan mendorong aktifitas mikroorganisme

perombak bahan organik tanah.

5.1.6 N-total

Menurut Hartatik et all (2011), dalam tanah gambut ketersediaan N untuk

tanaman relatif rendah karena N tanah gambut tersedia dalam bentuk N-organik.

kandungan nitrogen N-total tanah gambut tropis dibeberapa daerah di Iindonesia

tergolong rendah yang berkisar antara 0,3 dan 2,1% (Dohong, 1999), hal yang

sama, yaitu kandungan N-total rendah juga ditemukan Riwandi (2000), yaitu pada

gambut Jambi 0, 54 - 0,70%. Hasil dari pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria penilaian N-total dan KTK (Kapasitas Tukar Kation)

No Kode Titik Boring N-TOTAL KTK

% cmol+.kg-1

1 TGVSP 0.54 63.15

2 TGVSI 0.43 65.65

3 TGVP 0.46 72.4

4 TGVCV 0.34 73.38

5 TGVK 0.57 67.17

6 TGPSB 0.43 76.36

7 TGVSP 0.17 62.32 Sumber : Hasil analisis Laboratorium BPTP Provinsi Jambi

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai N-total di daerah penelitian

termasuk dalam kategori rendah sampai kategori sedang (0,17-0,57%). Nilai N-

total dengan kategori rendah yaitu TGVSP sebesar 0,17%, kemudian masih

kategori rendah yaitu TGVCV sebesar 0,34% dan selanjutnya mendapatkan nilai

yang sama dengan kategori sedang yaitu TGVSI dan TGVSB sebasar 0,43%.

39

Kemudian, nilai N-total masih dengan kategori sedang yaitu pada TGVP sebesar

0,46%, TGVSP sebesar 0,54% dan pada TGVK sebesar 0,57%. Meskipun nilai N

total tinggi namun tidak menjamin ketersediaan nitrogen yang cukup bagi

tanaman, hal ini disebabkan oleh terhambatnya mineralisasi dan humifikasi

(Soepardi, 1983). Kandungan N-total hanya akan tersedia setelah tanah gambut

mengalami proses mineralisasi (Radjaguguk, 1991).

Menurut Nugroho et all (2013), hutan gambut sekunder yang dikonversi

menjadi perkebunan kelapa sawit mengalami perubahan kandungan N-total,

namun masih dalam kategori sedang (0,47-0,24%). Pada kelapa sawit usia 26

tahun di kedalaman 100 cm kandungan N-total tergolong rendah (0,2%). Hasil

analisis menunjukkan bahwa kandungan N-total di kedalaman 50cm mengalami

peningkatan pada kebun usia 6 tahun sebesar 0,01% dan kembali turun di usia 26

tahun sebesar 0,24%. Sedangkan pada kedalaman 100cm N-total mengalami

penurunan seiring dengan bertambahnya usia kelapa sawit.

5.1.7 KTK (Kapasitas Tukar Kation)

Kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah gambut sangat tinggi, berkisar

100-300 me100g-1 berdasarkan berat kering mutlak tanah gambut (Hartatik dan

Suriadikarta, 2006). Tingginya nilai KTK tersebut disebabkan oleh muatan

negative tergantung pH yang sebagian besar berasal dari gugus karboksilat dan

fenolat, dengan kontribusi terhadap KTK sebesar 10-30% dan penyumbang

terbesarnya adalah derivate fraksi lignin yang tergantung muatan 64-74%

(Charman, 2002).

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai KTK di daerah penelitian

tergolong dalam nilai sangat tinggi (62,32-76,36 cmol+kg-1) dengan tutupan lahan

semak belukar, kebun karet, kebun kelapa sawit, kebun pinang, kebun campuran.

Kami menduga nilaim KTK di daerah penelitian jika dihubungkan dengan nilai

pH hasil analisis di laboratorium maka nilai yang tertinggi hanya mencapai 76,36

cmol+kg-1 kurang tepat, jika nilai pH hasil analisis lebih tinggi maka nilai KTK

bisa mencapai 100-300 cmol+kg-1, karena muatan negative (yang menentukan

KTK) pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tegantung pH (pH dependent

charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan. Muatan negative

yang terbentuk adalah hasil disosiasi hidroksil pada gugus karboksilat dan fenol.

40

Oleh karena itu, penetapan KTK menggunakan pengekstrak ammonium acetat pH

7 akan menghasilkan nilai KTK yang tinggi, sedangkan penetapan KTK dengan

pengekstrak ammonium klorida (pada pH aktual) akan menghasilkan nilai yang

lebih rendah. KTK tinggi menunjukkan kapasitas jerapan (soption power) lemah,

sehingga kation-kation K, Ca, Mg, dan Na yang tidak membentuk ikatan

koordinasi akan mudah tercuci.

Perubahan nilai kapasitas tukar kation yang masih dalam kategori sangat

tinggi diduga karna kondisi pH tanah yang masih tegolong sangat masam. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Winarso (2005) yang mengatakan bahwa perubahan

nilai pH. Tingginya nilai KTK menyebabkan reaksi asam-basa dalam larutan

tanah untuk mencapai keseimbangan memerlukan lebih banyak rektan

(ameliorant) (Maas, 1997). Gambut ombrogen di Indonesia sebagian besar nilai

tukar kationnya ditentukan oleh fraksi lignin dan senyawa humat (Hartatik et all.,

2011). KTK tanah gambut umumnya tinggi dan semakin meningkat sesuai dengan

meningkatnya kandungan bahan organik. adanya intrusi garam dibeberapa tempat

dapat menaikkan nilai KTK (Wahyunto et all., 2015).

41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tanah

gambut di Desa Seponjen antara lain :

1. Pada lahan penelitian menunjukkan bahwa kedalaman gambut di

lokasi penelitian termasuk kategori sangat dalam dimana dengan

ketebalan >300 cm. Lahan penelitian mempunyai sifat fisik

diantaranya bobot isi (BD) yang menunjukkan gambut ternyata

memiliki berat volume yang sangat tinngi dimana mendapatkan nilai

sebesar 0,2892 g/m3.

2. Lahan penelitian mempunyai sifat kimia diantaranya pH sangat masam

dengan nilai pH sebesar 5. Nilai C-Organik dalam kategori tinggi

dengan nilai 55, 79% begitu juga dengan N-Total dalam kategori yang

sama.

5.2 SARAN

Pengelolaan lahan gambut di Desa Seponjen sudah berlangsung lama

dengan menurunkan TMA (Tinggi Muka Air) sehingga sifat fisik dan kimia

tanah berubah, maka disarankan untuk melakukan pengaturan TMA (Tinggi

Muka Air) dengan sekat kanal atau pintu air agar kerusakan dapat

diminimalisassi.

42

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., K. Hiriah, Dan A. Mulyani. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon. Balai

Penelitian Tanah. Bogor.

Agus,F. dan I.G.M.Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk pertanian dan

aspek lingkungan. Balai Penelitian tanah dan World Agroforestry Centre

(ICRAFT) Bogor, Indonesia.

Andriesse, J.P. 1988. Natural and Management Of Tropical Peat Soil. Bulletin

Fao Soil. Vol : 59..

Armudin, T.A., Susandi. Dan Oksana. 2017. Analisis Sifat Fisika Tanah Gambut

Pada Hutan Gambut Di Kecematan Tambang Kabupaten Kampar Provinsi

Riau. Jurnal Agroteknologi. Vol 5. No 2 : 23-28

Arsyad, S. 2000. Konservasi tanah dan air. Ipb press. Bogor.

Aswandi, M. Syarif, Endriani, M. Zuhdi, R.A. Lestari, Sugino.2017. Strategi

Pengelolaan Sekat Kanal Di Desa Seponjen Kumpeh Kabupaten Muaro

Jambi. Laporan Akhir Hasil Penelitian Pilot Project.Universitas Jambi .

Barchia, M. F. 2006. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon. UGM

Press. Yogyakarta.

BB Litbang SDLP. 2008. Laporan Tahunan 2008, Konsorsium Penelitian Dan

Pengembangan Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian. Balai Besar

Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor.

Boelter, D. H. 1969. Physical properties of peat as related to degree of

decomposition. Proc. Of the soil sci. soc. Of am. No 33: 606-609

Charman D. 2002. Peatlands and Environmental Change. Jhon Wiley & sons. Ltd.

England.

Dikas, T. M. 2010. Karakteristik fisik gambut di riau pada ekosistem (marine,

payau, dan air tawar). Skripsi. Program studi manajemen sumber daya lahan

departemen ilmu tanah dan sumber daya lahan. Fakultas pertanian. Institut

pertanian bogor. Bogor.

Distribusi Ketebalan dan Sifat-sifat Tanah di Hutan Gambut Kalampangan,

Klaimantan Tengah. Jurnal Wanatropika,5(1).

Dohong S. 1999. Peningkatan Produktivitas Tanah Gambut Yang Disawahkan

Dengan Pemberian Bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi.

Institut Pertanian Bogor. Bogor. 171 Halaman.

Driessen, P. M. and M. Soepraptohardjo. 1974. Soil for agriculture expansion in

Indonesia. Bogor soil research institute. Bogor.

Driessen, P.M. 1978. Peat Soils. In: IRRI. Soil and Rice. IRRI. Los Banos.

Philipines. 763-779.

Hakim, N., M. N. Nnyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. R. Saul., M. A.

Diha., G. B. Hong., dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar ilmu tanah.

Unilam. Lampung

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akedemi Pressindo. Jakarta

43

Hardjowigeno, s., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika

Pressindo. Jakarta.

Huda N, Alistair TLJ, Lim HW dan Nopianti R. 2012. Some Quality

Characteristic Of Malaysian Commercial Fish Sausage. Pak J Nutr 11(8):

700-800. ISSN 1680-5194.

Indradewa, D., D. Suswati., B. Hendro., dan D. Shiddieq. 2011. Identifikasi sifat

fisik lahan gambut rasau jaya iii kabupaten kubu raya untuk pegembangan

jagung. Jurnal teknik perkebunan dan PSDL. Vol 1. No 2: 31-40.

Indrayanti L, S.N Marsoem, T.A Prayitno, H. Supriyo dan B Radjagukguk. 2015.

Ismunadji, m. and G. Soepardi.1984. peat soils problems and crop production. In:

organic matter and rice. IRRI. Los Banos. Philiphines. 489-502.

Kurnain A. 2005. Dampak Kegiatan Pertanian dan Kebakaran atas Watak Gambut

Ombrogen. Disertai Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Maas A. 1997. Pengelolaan Lahan Gambut Yang Berkelanjutan dan Berwawasan

Lingkungan. Jurnal Alami. 2(1) : 12-16

Mutalib, A.A., Lim, J.S., Wong, M.H Dan Koonvai, L. 1991. Characterization,

Distribution And Utilization Of Peat In Malaysia. Prosiding International

Symposium On Tropical Peatland. Malaysia.

Najiyati S, L Muslihat, dan Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan Pengelolaan

Lahan Gambut Untuk Pertanian Berkelanjutan Proyek Climate Change,

Forests and Peatlands In Indonesia. Weatlands Internasional- Indonesia

Programme and Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Kanisius. Yogyakarta.

Notohadiprawito. 1999. Tanah dan lingkungan. direktorat jenderal pendidikan

tinggi. departemen pendidikan dan kebudayaan. Jakarta.

Nugroho T dan M Budi. 2012. Pengaruh Penurunan Muka Air Tanah Terhadap

Karakteristik Gambut. Fakultas Pertanian. Insitut Pertanian. Bogor.

Nugroho, T. C., Oksana. Dan Aryanti, E. 2013. Analisis Sifat Kimia Tanah Yang

Di Konversi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Kampar.

Jurnal Agroteknologi. Vol 4. No 1 : 25-30

Purwowidodo. 2005. Mengenal Tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan Jurusan

Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Radjagukguk, B. 2000. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut Akibat

Reklamasi Lahan Gambut Untuk Pertanian. Jurusan Ilmu Tanah,

Universitas Gadjah mada. Indonesia. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan

Vol.2. No 1:1-15.

Rais, D. S. 2011. Hidrologi Lahan Gambut Dan Peranannya Dalam Kelestarian

Lahan Gambut Tropis. Prosiding Simposium Nasional Ekohidrologi. Jakarta

Riwandi. 2000. Kajian Stabilitas Gambut Tropika Indonesia Berdasarkan Analisis

Kehilangan Karbon Organik, Sifat Fisikomia dan Komposisi Bahan

Gambut. Disertai Doktor. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

44

Sagiman, S. 2007. Pemanfaatan Lahan Gambut Dengan Perspektif Pertanian

Berkelanjutan. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Saribun. 2007. Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng

Terhadap Bobot Isi, Porositas Total, dan Kadar Air Tanah Pada Sub-DAS

Cikapundung Hulu. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah Fkultas Pertanian.

Universitas Padjajaran.

Sianturi, F. 2006. Perubahan sifat fisik dan kimia tanah pada areal bekas terbakar

di tegakan puspa (schima wallichii korth). Skripsi. Jurusan budidaya hutan.

Fakultas kehutanan. Institute pertanian bogor.

Soepardi. Goeswono. 1983. Sifat Dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah.

Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Soewandita H. 2008. Studi Muka Air tanah Gmabut dan Implikasinya Terhadap

Degradasi Lahan Pada Beberapa Kubah Gambut di Kabupaten Siak.

Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Analisis kimia tanah, tanaman, air pupuk.

Balai Pelatihan Tanah. Bogor.

Suswati, D., B. Hendro, D. Shiddieq, Dan D. Indradewa.2011. Identifikasi Sifat

Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III Kabupaten Kubu Raya Untuk

Pengembangan Jagung. Jurnal Perkebunan Dan Lahan Tropika. No 1: 31-

40.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Suwondo D, S Sabiham, Sumardjo dan B Paramudya. 2010. Analisis Lingkungan

Biofisik Lahan Gambut Pada Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Hidrolitan,

1(3) :20-28.

Tie, Y. L. And J.S. Lim. 1991. Characteristic And Classification Of Organic Soil

On Malaysia. Proc. Internasioanal Symposium On Tropical Peatland.6-10

May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia.

Utama, M.Z.H. Dan W. Haryoko. 2009. Pengujian Empat Varietas Padi Unggul

Pada Sawah Gambut Bukaan Baru Di Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal

Akta Agrosia. Vol 12. No 1: 56 – 61.

Wahyunto, D., A. Pitono, D., Dan Sarwani, M. 2013. Prospek Pemanfaatan Lahan

Gambut Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia. Perspektif Vol. 12

No.1: Hal 11-22.

Waraningtyas, I. 2017. Ketebalan Gambut Berdasarkan Jarak Dari Sungai

Indragiri Serta Hubunganya Dengan Sifat Kimia Tanah. Departemen Ilmu

Tanah Dan Sunberdaya Lahan. Fakultas Pertanian.IPB. Bogor.

Widjaja-Adhi, I. P.G. 1988. Physical and chemical characteristic og peat soil of

Indonesia. Indonesia Agricultural Development. No 10 : 59-64

Widyati, E. 2011. Kajian Optimalisasi Pengelolaan Lahan Gambut Dan Isu

Perubahan Iklim. Pusat Litbang Konservasi Dan Rehabilitasi. Tekno Hutan

Tanaman. Vol.4 No.2: 57-68.

45

Yuleli. 2009. Penggunaan beberapa jenis fungsi untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman karet (Hevea brasiliensi) di tanah gambut.Tesis.

sekolah pasca sarana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Yulnafatmawati, U., Luki, Dan A. Yana. 2007. Kajian Sifat Fisika Tanah

Beberapa Penggunaan Lahan Di Bukit Gajabuih Kawasan Hutan Hujan

Tropik Gunung Gadut Padang. Jurnal Solum. Vol 4. No 2: 49-61.

46

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Mulai

Persiapan

Persiapan bahan dan alat, studi pustaka, pegumpulan

informasi dan peta, pembuatan peta titik pengaman

Survei Pendahuluan

Pengurusan izin lokasi, Ground check peta kerja,

menyiapkan perlengkapan pengamatan

Pengamatan

Pengumpulan data

Fisika Kimia

Ketebalan Gambut

Kematangan Gambut

Bobot Isi

Kadar Air Tanah

Kemasaman Tanah (pH)

C-Organik

N-Total

KTK (kapasitas tukar

Kation)

Analisis Data

Selesai

47

Lampiran 2. Peta Administrasi wilayah

48

Lampiran 3. Peta lokasi penelitia

49

Lampiran 4. Peta ketebalan gambut

50

Lampiran 5. Peta kematangan gambut

51

Lampiran 6. Kriteria Tingkat Dekomposisi Bahan Organik Menurut Metode

Peras Van Pos

Kode Hasil Peras Bahan organic

H1

Sisa tanaman yang tidak terdekomposisi sempurna, air peras

gambut hanya bewarna sedikit (warna pucat)

H2

Sisa tanaman yang terdekomposisi agak sempurna, air perasan

gambut bewarna coklat muda

H3

Sisa tanaman yang terdekomposisi sangat lemah, air perasan

gambutbewarna coklat dan keruh.

H4

Sisa tanaman yang terdekomposisi lemah, air perasan bewarna

coklat tua dan sangat keruh.

H5

Sisa tanaman yang terdekomposisi agak kuat, tetapi struktur asli

masih dapat terlihat bubur gambut diantara jari ketika diperas.

H6

Sisa tanaman yang terdekomposisi agak kuat, tetapi struktur asli

tanaman tidak jelas, kurang lebih 1/3 bubur gambut keluar dari

sela-sela jari ketika diperas.

H7

Sisa tanaman yang terdekomposisi kuat, kurang lebih ½ bubur

gambut keluar dari sela-sela jari ketika diperas.

H8

Sisa tanaman yang terdekomposisi sangat kuat, kurang lebih 2/3

bubur gambut keluar dari sela-sela jari ketika diperas.

H9

Sisa tanaman yang terdekomposisi hampir sempurna, hampir

seluruh bubur gambut keluar dari sela-sela jari ketika diperas.

H10

Sisa tanaman yang terdekomposisi sempurna, semua bubur gambut

keluar dari sela-sela jari ketika diperas.

Sumber: Muhammad Noor, 2001. Pertanian lahan gambut, Potensi dan Kendala. Kanisius.

Yogyakarta.

Keterangan : H1-H3 : Fibrik (tidak terdekomposisi sempurna/mentah)

H4-H7 : Hemik (Terdekomposisi lemah/setengah matang)

H8-H10 : Saprik (Terdekomposisi sempurna/matang

52

Lampiran 7. Hasil analisis N-total dan KTK

53

Lampiran 8. Hasil pengamatan kemasaman tanah

No TITIK

BORING

Nilai Ph Nilai Rata-

rata pH Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 TGVSP 5 4 4 4.33

2 TGVSI 5.5 4 5.5 5.00

3 TGVP 3 5 4 4.00

4 TGVCV 5 4.5 4 4.05

5 TGVK 4 4.5 3 3.83

6 TGPSB 3.5 3.5 3.5 3.05

7 TGVSB 4 3 4 3.67 Sumber : lahan penelitian di Desa Seponjen

54

Lampiran 9. Bobot Isi (BD) Dan Kadar Air Tanah

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan (g)

Volume Ring

(g/cm3)

Berat

Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

kadar air

( %)

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata BV

tanah (g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 0.1 0 - 20 A 5.1 260.85 201.9 34.2 490 0.13 0.14 481

0 - 20 B 2.6 260.85 214.9 37.6 471 0.14

20 - 40 A 2.7 260.85 217.2 61.6 252 0.24 0.24 321

20 - 40 B 2.7 260.85 240.45 62 287 0.24

40 - 60 A 2.6 260.85 239.8 49 389 0.19 0.17 448

40 - 60 B 5.1 260.85 245 40.4 506 O.15

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan (g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat

Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

kadar air

( %)

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata BV

tanah (g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 0.2 0 - 20 A 2.6 260.85 241.7 67.2 259 0.26 0.27 252

0 - 20 B 2.7 260.85 254.1 73.8 244 0.29

20 - 40 A 2.6 260.85 265 68.9 285 0.26 0.28 276

20 - 40 B 2.5 260.85 277.6 75.5 268 0.30

40 - 60 A 2.7 260.85 255.5 47.6 437 0.18 0.36 447

40 - 60 B 2.6 260.85 270.9 48.7 456 0.19

55

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat

Basah(g)

Berat

Kering (g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 0.3 0 - 20 A 2.8 260.85 297.7 112.6 164 0.43 0.43 161

0 - 20 B 2.5 260.85 293.2 113.6 159 0.44

20 - 40 A 2.6 260.85 265 69 284 0.26 0.29 269

20 - 40 B 2.5 260.85 288.8 81.9 252 O.31

40 - 60 A 2.7 260.85 255.5 47.6 437 0.18 0.46 3.60

40 - 60 B 2.6 260.85 275.4 71.8 284 0.28

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

kadar air

( %)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata BV

tanah (g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 0.4 0 - 20 A 4.9 260.85 297.3 129 130 0.49 0.50 128

0 - 20 B 5.1 260.85 300 133.3 125 0.51

20 - 40 A 5.1 260.85 297.2 98.3 202 0.38 0.37 192

20 - 40 B 5.3 260.85 273 96.7 182 0.37

40 - 60 A 4.4 260.85 289.5 85.7 238 0.32 0.30 255

40 - 60 B 5.6 260.85 276 74.2 272 0.28

56

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

kadar air

( %)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 1.0 0 - 20 A 2.6 260.85 225.8 37.5 502 0.14 0.13 535

0 - 20 B 2.6 260.85 218.5 32.7 567 0.12

20 - 40 A 2.5 260.85 228.4 62.3 267 0.24 0.18 445

20 - 40 B 2.7 260.85 237.3 32.8 623 0.13

40 - 60 A 2.5 260.85 244.5 33.2 636 0.13 0.14 571

40 - 60 B 5.1 260.85 245 40.4 506 O.15

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

kadar air

( %)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 1.1 0 - 20 A 2.6 260.85 214.9 39.3 447 O.15 0.15 459

0 - 20 B 2.7 260.85 223.7 39.3 470 O.15

20 - 40 A 2.6 260.85 215.5 39 452 0.14 0.14 443

20 - 40 B 260.85 207.8 38.9 434 0.14

40 - 60 A 4.8 260.85 254.7 38.2 568 0.14 0.15 536

40 - 60 B 5.1 260.85 245 40.4 510 0.15

57

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

kadar air

( %)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 1.2 0 - 20 A 5.2 260.85 236.3 46.1 413 0.18 0.20 371

0 - 20 B 5.1 260.85 260.3 60.5 330 0.23

20 - 40 A 4.9 260.85 245.1 48.2 408 0.18 0.16 522

20 - 40 B 5 260.85 247.2 33.6 636 0.13

40 - 60 A 4.8 260.85 257.6 37.1 594 0.14 0.15 595

40 - 60 B 5.2 260.85 289.5 41.6 596 0.16

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

kadar air

( %)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 1.3 0 - 20 A 5.4 260.85 272.2 63.6 328 0.24 0.21 379

0 - 20 B 4.9 260.85 253.8 47.9 430 0.18

20 - 40 A 5 260.85 218.5 37 490 0.14 0.14 519

20 - 40 B 5.1 260.85 228.9 35.4 547 0.13

40 - 60 A 5.2 260.85 279.5 36.7 661 0.14 0.14 334

40 - 60 B 5.2 260.85 269.7 35.1 668 0.13

58

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 1.4 0 - 20 A 2.6 260.85 225.9 44.8 404 0.17 0.18 373

0 - 20 B 2.5 260.85 217.1 49 343 0.18

20 - 40 A 5.2 260.85 267.8 50 435 0.19 0.19 445

20 - 40 B 5.5 260.85 274.1 49.3 455 0.18

40 - 60 A 5.3 260.85 275 42.6 545 0.16 0.16 568

40 - 60 B 5 260.85 269.5 39 591 0.15

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 2.0 0 - 20 A 5.1 260.85 201.9 34.2 490 0.13 0.12 497

0 - 20 B 4.9 260.85 188.3 31.1 505 0.12

20 - 40 A 5.3 260.85 249.4 45.8 445 0.17 0.17 471

20 - 40 B 5.3 260.85 260 43.5 497 0.16

40 - 60 A 5.3 260.85 221.1 44.7 394 0.17 0.16 450

40 - 60 B 5.1 260.85 245 40.4 506 0.15

59

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 2.1 0 - 20 A 5.1 260.85 189.9 36.8 416 0.14 0.18 326

0 - 20 B 5.2 260.85 207.4 61.7 236 0.23

20 - 40 A 5.2 260.85 200.4 32.3 520 0.12 0.12 523

20 - 40 B 5.2 260.85 197.9 31.6 526 0.12

40 - 60 A 6 260.85 238.5 31.7 652 0.12 0.17 481

40 - 60 B 5 260.85 245 59.7 310 0.22

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 2.2 0 - 20 A 5.2 260.85 199.2 48.4 311 0.18 0.18 289

0 - 20 B 5.9 260.85 171.7 46.7 268 0.17

20 - 40 A 6.1 260.85 245.2 37.1 560 0.14 0.14 598

20 - 40 B 5.1 260.85 273.7 37.2 635 0.14

40 - 60 A 5.2 260.85 283.2 41.6 580 0.15 0.15 619

40 - 60 B 5 260.85 282.9 37.3 658 0.14

60

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 2.3 0 - 20 A 5.2 260.85 148.9 45.6 226 0.17 0.17 274

0 - 20 B 6.1 260.85 193.3 45.8 322 0.17

20 - 40 A 4.8 260.85 203.5 36.7 454 0.14 0.14 458

20 - 40 B 5.4 260.85 207.2 36.8 463 0.14

40 - 60 A 5.8 260.85 277.9 35.8 676 0.13 0.13 665

40 - 60 B 6 260.85 271.7 36 654 0.13

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 2.4 0 - 20 A 6 260.85 187.5 60 212 0.23 0.23 271

0 - 20 B 5.1 260.85 260.3 60.5 330 0.23

20 - 40 A 5.4 260.85 240.5 34.2 603 0.13 0.12 619

20 - 40 B 4.8 260.85 245.7 33.4 635 0.12

40 - 60 A 6 260.85 269.1 37 627 0.14 0.13 637

40 - 60 B 6 260.85 260.6 34.9 646 0.13

61

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

BV Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 3.1 0 - 20 A 5.1 260.85 208 40.7 411 0.15 0.15

459 0 - 20 B 5.4 260.85 234.4 38.6 507 0.14

20 - 40 A 5.3 260.85 234 46.7 401 0.14 0.14

446 20 - 40 B 5.2 260.85 210.5 35.6 491 0.13

40 - 60 A 4.9 260.85 273.4 36.9 640 0.14 0.16

505 40 - 60 B 5.3 260.85 225.4 47.9 370 0.18

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 3.2 0 - 20 A 5.3 260.85 215 35.6 503 0.13 0.13 505

0 - 20 B 5.3 260.85 198.6 32.7 507 0.12

20 - 40 A 5.2 260.85 208.7 29.9 598 0.11 0.11 593

20 - 40 B 5.4 260.85 210 30.5 588 0.11

40 - 60 A 5 260.85 245 34.3 614 0.13 0.13 573

40 - 60 B 5.3 260.85 239.5 37.8 533 0.14

62

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 3.3 0 - 20 A 5.1 260.85 186.2 38.2 387 0.14 0.15 382

0 - 20 B 5.9 260.85 194.5 40.7 379 0.15

20 - 40 A 5.1 260.85 242.2 34.3 606 0.13 0.12 645

20 - 40 B 5.4 260.85 227.1 28.9 685 0.11

40 - 60 A 6 260.85 269.8 24.5 102 0.10 0.10 720

40 - 60 B 4.8 260.85 272.6 30.3 799 0.11

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 3.4 0 - 20 A 4.8 260.85 198.8 46.3 329 0.17 0.18 334

0 - 20 B 5.9 260.85 217.6 49.4 340 0.18

20 - 40 A 6 260.85 264.6 28.7 821 0.11 0.11 829

20 - 40 B 6 260.85 256.7 27.4 836 0.10

40 - 60 A 4.8 260.85 278.3 36.7 658 0.14 0.14 652

40 - 60 B 5.2 260.85 276.7 37.1 645 0.14

63

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 4.3 0 - 20 A 2.7 260.85 225 30.4 640 0.11 0.11 655

0 - 20 B 2.6 260.85 243.5 31.6 670 0.12

20 - 40 A 2.6 260.85 228.6 28.7 696 0.11 0.11 641

20 - 40 B 2.5 260.85 231.8 33.8 585 0.12

40 - 60 A 2.6 260.85 225 30.5 637 0.11 0.12 626

40 - 60 B 2.7 260.85 230.9 32.3 614 0.12

Titik

Boring

Kedalaman

(cm)

Berat

Cawan

(g)

Volume

Ring

(g/cm3)

Berat Basah

(g)

Berat

Kering

(g)

Kadar Air

(%)

BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata BV

Tanah

(g/cm3)

Rata-Rata

Kadar Air

Tanah (%)

Titik 4.4 0 - 20 A 5.2 260.85 213.7 46.5 359 0.17 0.14 598

0 - 20 B 6 260.85 256.7 27.4 836 0.10

20 - 40 A 5.4 260.85 196.6 35.4 455 0.13 0.13 495

20 - 40 B 5.1 260.85 221.7 34.9 535 0.13

40 - 60 A 5.9 260.85 226.7 36.1 527 0.13 0.15 498

40 - 60 B 60 260.85 257.8 45.3 469 0.17

64

Lampiran 10. C-organik

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik 0.1 0 - 20 A 25.67 10 27.54 1.87 81.3 47.15

39.54

0 - 20 B 20.8 10 22.44 1.64 83.6 48.49

20 - 40 A 26.92 10 31.65 4.73 52.7 30.56

20 -40 B 26.21 10 30.18 3.97 60.3 34.97

40 - 60 A 26.89 10 29.92 3.03 69.7 40.42

40 - 60 B 26.1 10 29.96 3.86 61.4 35.61

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

0.2 0 - 20 A 29.57 10 33.71 4.14 58.6 33.99

35.10

0 - 20 B 27.18 10 31.98 4.8 52 30.16

20 - 40 A 26.18 10 30.77 4.59 54.1 31.38

20 -40 B 23.8 10 27.78 3.98 60.2 34.91

40 - 60 A 26.46 10 29.41 2.95 70.5 40.89

40 - 60 B 26.46 10 29.69 3.23 67.7 39.26

65

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

0.3 0 - 20 A 27.96 10 33.62 5.66 43.4 25.17

31.42

0 - 20 B 23.33 10 28.27 4.94 50.6 29.35

20 - 40 A 27.21 10 31.81 4.6 54 31.32

20 -40 B 25.13 10 29.35 4.22 57.8 33.52

40 - 60 A 25.55 10 29.55 4 60 34.80

40 - 60 B 25.75 10 29.82 4.07 59.3 34.39

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

0.4 0 - 20 A 26.89 10 34.05 7.16 28.4 16.47

22.90

0 - 20 B 23.77 10 31 7.23 27.7 16.06

20 - 40 A 21.19 10 27.07 5.88 41.2 23.89

20 -40 B 29.62 10 35.91 6.29 37.1 21.51

40 - 60 A 21.94 10 27.06 5.12 48.8 28.30

40 - 60 B 26.45 10 31.08 4.63 53.7 31.14

66

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

1.0 0 - 20 A 21.22 10 21.86 0.64 93.6 54.29

53.37

0 - 20 B 26.08 10 26.5 0.42 95.8 55.56

20 - 40 A 24.8 10 25.53 0.73 92.7 53.77

20 -40 B 26.87 10 27.4 0.53 94.7 54.93

40 - 60 A 26.56 10 28.54 1.98 80.2 46.51

40 - 60 B 21.13 10 21.62 0.49 95.1 55.16

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) % BO

% C-

Organik Rata-Rata % C-

Organik

Titik

1.1 0 - 20 A 21.86 10 23.22 1.36 86.4 50.11

49.86

0 - 20 B 23.78 10 24.65 0.87 91.3 52.95

20 - 40 A 21.11 10 22.81 1.7 83 48.14

20 -40 B 22.65 10 23.96 1.31 86.9 50.40

40 - 60 A 21.83 10 23.81 1.98 80.2 46.51

40 - 60 B 21.78 10 22.98 1.2 88 51.04

67

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%) Rata-Rata % C-

Organik

Titik

1.2 0 - 20 A 26.86 10 30.48 3.62 63.8 37.71

38.28

0 - 20 B 25.78 10 29.25 3.47 65.3 37.87

20 - 40 A 26.11 10 29.43 3.32 66.8 38.74

20 -40 B 26.45 10 30.23 3.78 62.2 36.07

40 - 60 A 27.23 10 30.69 3.46 65.4 37.93

40 - 60 B 28.48 10 31.52 3.04 69.6 40.37

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

1.3 0 - 20 A 27.52 10 29.66 2.14 78.6 45.59

44.78

0 - 20 B 26.63 10 29.11 2.48 75.2 43.61

20 - 40 A 27.98 10 30.63 2.65 73.5 42.63

20 -40 B 27.84 10 30.12 2.28 77.2 44.77

40 - 60 A 27.58 10 29.87 2.29 77.1 44.72

40 - 60 B 29.11 10 30.94 1.83 81.7 47.38

68

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%) Rata-Rata % C-

Organik

Titik

1.4 0 - 20 A 29.63 10 31.5 1.87 81.3 47.15

45.28

0 - 20 B 21.97 10 24.38 2.41 75.9 44.02

20 - 40 A 26.89 10 29.32 2.43 75.7 43.90

20 -40 B 23.29 10 25.44 2.15 78.5 45.53

40 - 60 A 26.89 10 29.32 2.43 75.7 43.90

40 - 60 B 27.95 10 29.82 1.87 81.3 47.15

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

2.0 0 - 20 A 22.88 10 25.37 2.49 75.1 43.56

46.62

0 - 20 B 22.88 10 25.48 2.6 74 42.92

20 - 40 A 21.2 10 22.77 1.57 84.3 48.89

20 -40 B 23.76 10 26.14 2.38 76.2 44.19

40 - 60 A 21.11 10 22.56 1.45 85.5 49.59

40 - 60 B 21.81 10 23.09 1.28 87.2 50.58

69

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

2.1 0 - 20 A 26.09 10 27.22 1.13 88.7 51.45

52.37

0 - 20 B 26.08 10 27.26 1.18 88.2 51.16

20 - 40 A 27.93 10 28.79 0.86 91.4 53.01

20 -40 B 26.46 10 27.27 0.81 91.9 53.30

40 - 60 A 21.85 10 22.73 0.88 91.2 52.90

40 - 60 B 25.11 10 26.07 0.96 90.4 52.43

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

2.2 0 - 20 A 29.58 10 30.5 0.92 90.8 52.66

53.71

0 - 20 B 26.9 10 27.6 0.7 93 53.94

20 - 40 A 27.37 10 28.42 1.05 89.5 51.91

20 -40 B 26.97 10 27.93 0.96 90.4 52.43

40 - 60 A 27.95 10 28.55 0.6 94 54.52

40 - 60 B 26.1 10 26.31 0.21 97.9 56.78

70

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

2.3 0 - 20 A 26.46 10 27.16 0.7 93 53.94

53.77

0 - 20 B 27.2 10 28.12 0.92 90.8 52.66

20 - 40 A 26.91 10 27.79 0.88 91.2 52.90

20 -40 B 26.07 10 26.6 0.53 94.7 54.93

40 - 60 A 25.1 10 25.7 0.6 94 54.52

40 - 60 B 26.9 10 27.64 0.74 92.6 53.71

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

2.4 0 - 20 A 23.3 10 24.72 1.42 85.8 49.76

52.51

0 - 20 B 23.12 10 24.47 1.35 86.5 50.17

20 - 40 A 23.47 10 24 0.53 94.7 54.93

20 -40 B 27.95 10 28.62 0.67 93.3 54.11

40 - 60 A 23.76 10 24.6 0.84 91.6 53.13

40 - 60 B 26.43 10 27.3 0.87 91.3 52.95

71

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g)

BC+Abu(g)

Abu

(g) BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

3.1 0 - 20 A 26.96 10 28.69 1.73 82.7 47.96

48.08

0 - 20 B 25.12 10 26.98 1.86 81.4 47.21

20 - 40 A 23.29 10 25.07 1.78 82.2 47.67

20 -40 B 26.11 10 27.73 1.62 83.8 48.60

40 - 60 A 26.13 10 27.66 1.53 84.7 49.12

40 - 60 B 27.21 10 28.95 1.74 82.6 47.91

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

3.2 0 - 20 A 25.61 10 26.57 0.96 90.4 52.43

54.41

0 - 20 B 27.19 10 27.89 0.7 93 53.94

20 - 40 A 25.43 10 25.99 0.56 94.4 54.75

20 -40 B 28.58 10 29.14 0.56 94.4 54.75

40 - 60 A 27.75 10 28.4 0.65 93.5 54.23

40 - 60 B 27.9 10 28.18 0.28 97.2 56.38

72

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

3.3 0 - 20 A 25.11 10 25.57 0.46 95.4 55.33

55.51

0 - 20 B 27.19 10 27.6 1.41 85.9 49.82

20 - 40 A 25.43 10 25.59 0.01 99.9 57.94

20 -40 B 29.58 10 29.9 0.32 96.8 56.14

40 - 60 A 23.3 10 23.4 0.1 99 57.42

40 - 60 B 27.9 10 28.18 0.28 97.2 56.38

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

3.4 0 - 20 A 27.67 10 28.98 1.31 86.9 50.40

52.61

0 - 20 B 27.26 10 28.75 1.49 85.1 49.36

20 - 40 A 28.65 10 29.76 1.11 88.9 51.56

20 -40 B 28.41 10 29.1 0.69 93.1 54.00

40 - 60 A 27.97 10 28.5 0.53 94.7 54.93

40 - 60 B 27.54 10 27.98 0.44 95.6 55.45

73

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

4.3 0 - 20 A 25.63 10 26.1 0.47 95.3 55.27

55.78

0 - 20 B 27.52 10 27.9 0.38 96.2 55.80

20 - 40 A 27.97 10 28.29 0.32 96.8 56.14

20 -40 B 26.59 10 26.96 0.37 96.3 55.85

40 - 60 A 27.97 10 28.31 0.34 96.6 56.03

40 - 60 B 25.58 10 26 0.42 95.8 55.56

Kode

Kedalaman

(cm) BC (g) TK (g) BC + Abu (g)

Abu

(g)

BO(%)

C-

Organik(%)

Rata-Rata % C-

Organik

Titik

4.4 0 - 20 A 23.77 10 24.9 1.13 88.7 51.45

53.27

0 - 20 B 24.6 10 25.65 1.05 89.5 51.91

20 - 40 A 23.76 10 24.58 0.82 91.8 53.24

20 -40 B 24.84 10 25.8 0.96 90.4 52.43

40 - 60 A 23.98 10 24.6 0.62 93.8 54.40

40 - 60 B 24.67 10 24.98 0.31 96.9 56.20

74

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian

Gambaran umum lokasi

penelitian

Gambaran umum lokasi

penelitian

Gambaran umum lokasi

penelitian

Titik boring Pengoboran kedalaman tanah Pengambilan sampel tanah

Sampel tanah Penimbangan sampel basah Proses pengovenan tanah

75

Penimbangan sampel kering Proses penghancuran Hasil penghalusan

Pengabuan dalam Furnance Hasil pengabuan