Pelayanan Obstetrik dan Neonatal

22
MAKALAH KESEHATAN MATERNAL PELAYANAN OBSTETRIK DAN NEONATAL Oleh : Ahmad Irham G1B012090 Isni Kurnia Dewi G1B012090 Qorin Annisa G1B012090 Widya Nevri Nuraeni G1B012090 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2014

Transcript of Pelayanan Obstetrik dan Neonatal

MAKALAH

KESEHATAN MATERNAL

PELAYANAN OBSTETRIK DAN NEONATAL

Oleh :

Ahmad Irham G1B012090

Isni Kurnia Dewi G1B012090

Qorin Annisa G1B012090

Widya Nevri Nuraeni G1B012090

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan, terutama

kematian ibu dan bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya

kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

dihadapi berbagai negara di dunia terutama negara ASEAN seperti Indonesia,

Thailand, Malaysia dan Fhilipina (Depkes, 2006).

Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas merupakan penyebab terbesar

kematian ibu di Indonesia. Penyebab kematian ibu yang paling umum antara lain

adalah penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi

24 %, infeksi 11 %, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5

% dan lain – lain 11 % (WHO, 2007). Faktor lain penyebab tingginya angka

kematian ibu antara lain, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar

belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat. Pandangan

masyarakat yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah

secara sosiokultural agar perempuan mendapat perhatian yang lebih dari

masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik

oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat (Depkes, 2007).

Berdasarkan data SDKI tahun 2012 angka kematian ibu meningkat menjadi

359 per 100.000 kelahiran hidup daripada tahun 2007 yang hanya sebesar 228 per

100.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2013).

Ibu hamil dengan resiko tinggi adalah ibu yang mempunyai resiko atau bahaya

yang lebih besar pada kehamilan/persalinan dibandingkan dengan

kehamilan/persalinan normal. Ibu hamil dengan resiko tinggi dapat menyebabkan

kejadian bayi lahir belum cukup bulan,berat badan bayi lahir rendah, keguguran,

persalinan tidak lancar, perdarahan sebelum dan sesudah persalinan , janin mati

dalam kandungan, ibu hamil/bersalin meninggal, keracunan kehamilan. Ibu hamil

dengan resiko tinggi harus mempersiapkan diri dengan memperhatikan kesehatan

kehamilannya (Suririnah, 2007). Oleh karena itu, upaya penurunan AKI dan AKB

serta peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak tetap merupakan salah satu

prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan.

Upaya dalam menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi salah

satunya adalah dengan meningkatkan akses maternal dan neonatal melalui program

penanganan komplikasi pada ibu hamil dan bayi baru lahir. penanganan komplikasi

tersebut melalui penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar

(PONED) di tingkat Puskesmas dan Pelayanan Obtetrik Neonatal Emergensi

Komprehensif (PONEK).

BAB II

DESKRIPSI KASUS

Contoh kasus pelayanan obsetrik dan neonatus yang kami ambil dari situs

berita online okezon (http://jakarta.okezone.com) yaitu kasus yang di alami oleh

ibu mimin. Ibu mimin yang berumur 36 tahun dan bayinya meninggal diduga

karena mendapatkan pelayanan yang kurang maksimal dari RSUD Leuwiliaang,

Bogor. Menurut Keluarga korban, Jaya, yang berusia 40 tahun menjelaskan bahwa

kejadian ini bermula saat ibu mimin yang tinggal kampung Ciasahan, Desa

Sukamaju, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor mengeluhkan bayi yang

dikandungnya sudah berusia delapan bulan namun tidak pernah bergerak. Untuk

memastikan keadaan bayinya , ibu mimin memeriksakan kandungannya ke

Puskesmas Cigudeg dan atas saran dari Puskesmas, ibu mimin dirujuk ke RSUD

Leuwiliang. Berdasarkan hasil USG di RSUD Leuwiliang menyatakan bahwa bayi

dalam kandungan ibu mimin sudah meninggal. Setelah mengetahui hal ini, keluarga

dan ibu mimin meminta agar dokter mengangkat bayi tersebut dengan cara caesar.

Namun pihak dokter mengatakan masih ada cara selain dengan caesar.

Pihak rumah sakit kemudian memberikan obat kepada ibu mimin dan sehari

kemudian bayi yang sudah meninggal dalam kandungan tersebut keluar. Pada saat

bayi tersebut dikuburkan, keluarga mendapat informasi bahwa ibu mimin juga

meninggal akibat pendarahan. Keluarga sangat menyesalkan atas pelayanan yang

diberikan RSUD Luwiliang. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor,

bapak Wasto Suamarno sangat menyesalkan peristiwa meninggalnya ibu dan bayi

saat melahirkan di RSUD Leuwiliang. Seharusnya, menurut bapak Wasto,

pertistiwa tersebut tidak terjadi karena perlindungan terhadap ibu hamil dan

melahirkan dijamin pemerintah melalui program Jampersal dan meminta agar kasus

tersebut ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap

rumah sakit. Sedangkan menurut Dessy, Relawan Peduli Bogor Barat mengatakan

bahwa peristiwa yang menyebabkan meninggalnya ibu dan anak saat melahirkan

tidak akan terjadi bila pihak rumah sakit memberikan pelayanan yang terbaik untuk

pasien tanpa memandang status kaya dan miskin.

BAB III

LITERATUR REVIEW

Kematian Maternal

Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The

International Classification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang

terjadi pada saat kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan,

tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang

berhubungan dengan kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut atau

penanganannya, tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau

kebetulan (WHO, 2007).

Salah satu penyebab kematian maternal adalah perdarahan yang dialami ibu

ketika menjelang, saat dan pasca melahirkan. Sebab – sebab perdarahan yang

berperan penting dalam menyebabkan kematian maternal selama kehamilan adalah

perdarahan, baik yang terjadi pada usia kehamilan muda/trimester pertama, yaitu

perdarahan karena abortus (termasuk di dalamnya adalah abortus provokatus karena

kehamilan yang tidak diinginkan) dan perdarahan karena kehamilan ektopik

terganggu (KET), maupun perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut akibat

perdarahan antepartum. Perdarahan juga dapat terjadi setelah persalian berlangsung

atau perdarahan post partum (Saifudin, 1997).

Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum

dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.

Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak

bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung,

pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot (Monintja, 2005)

Menurut Mochtar (2004), beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan

kematian janin dalam kandungan, antara lain.

a. Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.

b. Preeklampsi dan eklampsia

c. Penyakit-penyakit kelainan darah.

d. Penyakit infeksi dan penyakit menular

e. Penyakit saluran kencing

f. Penyakit endokrin: diabetes melitus

g. Malnutrisi

Pemeriksaan Diagnosis meliputi:

1. Anamnesis

a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin

sangat berkurang.

b. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau

kehamilan tidak seperti biasa.

c. Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa

sakit-sakit seperti mau melahirkan.

2. Inspeksi

Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama

pada ibu yang kurus.

3. Palpasi

a. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba

gerakan-gerakan janin.

b. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang

kepala janin.

4. Auskultasi

Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar

denyut jantung janin (DJJ)

5. Reaksi kehamilan

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam

kandungan.

Puskesmas PONED

Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan

serta fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal siap 24 jam untuk

memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta

kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau

atas rujukan kader atau masyarakat, bidan di desa, dan puskesmas (Depkes, 2004).

Puskesmas PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dan komplikasi tertentu

sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan ke

rumah sakit atau rumah sakit PONEK (Depkes, 2009).

Menurut Paxton (2006) Puskesmas PONED adalah unit pelayanan yang

memberikan serangkaian layanan kesehatan yang memberikan 6 fungsi mendasar

yakni pemberian obat antibiotika, oksitosin, dan antikonvulsan secara parenteral,

manual plasenta, membersihkan jaringan sisa dan pertolongan persalinan secara

vakum ekstraksi (Paxton, 2006).

Kriteria Puskesmas mampu PONED.

a. Mempunyai Tim inti yang terdiri atas Dokter, Perawat dan Bidan sudah

dilatih PONED, bersertifikat dan mempunyai kompetensi PONED, serta

tindakan mengatasi kegawatdaruratan medik umumnya dalam rangka

mengkondisikan pasien emergensi/komplikasi siap dirujuk dalam kondisi

stabil.

b. Mempunyai cukup tenaga Dokter, Perawat dan Bidan lainnya, yang akan

mendukung pelaksanaan fungsi PONED di Puskesmas/ Fasyankes � ngkat

dasar.

c. Difungsikan sebagai Pusat rujukan antara kasus obstetri dan neonatal

emergensi/komplikasi, dalam satu regional wilayah rujukan kabupaten

d. Puskesmas telah mempunyai peralatan medis, non medis, obat-obatan dan

fasilitas tindakan medis serta rawat inap, minimal untuk mendukung

penyelenggaraan PONED (terlampir).

e. Kepala Puskesmas mampu PONED sebagai penanggungjawab program

harus mempunyai kemampuan manajemen penyelenggaraan PONED

f. Puskesmas mampu PONED mempunyai komitmen untuk menerima

rujukan kasus kegawat-daruratan medis kasus obstetri dan neonatal dari

Fasyankes di sekitarnya.

g. Adanya komitmen dari para stakeholders yang berkaitan dengan upaya

untuk memfungsikan Puskesmas mampu PONED dengan baik yaitu:

1. RS PONEK terdekat baik milik pemerintah maupun swasta, bersedia

menjadi pengampu dalam pelaksanaan PONED di Puskesmas

2. Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota bersama RS kabupaten/kota dan

RS PONEK terdekat dalam membangun sistem rujukan dan pembinaan

medis yang berfungsi efektif-efisien.

3. Adanya komitmen dukungan dari BPJS Kesehatan untuk mendukung

kelancaran pembiayaan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam

rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

4. Dukungan Bappeda dan Biro Keuangan Pemda dalam pengintegrasian

perencanaan pembiayaan Puskesmas mampu PONED dalam sistem yang

berlaku.

5. Dukungan Badan Kepegawaian Daerah dalam kesinambungan

keberadaan tim PONED di Puskesmas

6. Dukungan politis dari Pemerintah daerah dalam bentuk regulasi (Perbup,

Perwali atau SK Bupati /Walikota) dalam mempersiapkan sumber daya

dan atau dana operasional, untuk berfungsinya Puskesmas mampu

PONED secara efektif dan efisien.

Pelayanan yang Diberikan Puskesmas PONED

Pelayanan yang dapat diberikan puskesmas PONED yaitu pelayanan dalam

menangani kegawatdaruratan ibu dan bayi meliputi kemampuan untuk

menangani dan merujuk:

1. Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia)

2. Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada

Pertolongan Persalinan

3. Perdarahan post partum

4. infeksi nifas

5. BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah

pemberian minum pada bayi

6. Asfiksia pada bayi

7. Gangguan nafas pada bayi

8. Kejang pada bayi baru lahir

9. Infeksi neonatal

10. Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri – Neonatal antara

lain Kewaspadaan Universal Standar.

Sistem Rujukan PONED

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang

melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap kasus

penyakit atau masalah kesehatan baik secara vertikal dalam arti dari unit yang

berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal

dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya.

1. Kasus yang dirujuk ke Puskesmas mampu PONED, kemungkinan berasal

dari:

a. Rujukan masyarakat:

1. Datang sendiri sebagai pasien perorangan atau keluarga

2. Diantar/dirujuk oleh kader Posyandu, Dukun Bayi,dan lainnya

3. Dirujuk dari institusi masyarakat, seperti Poskesdes, Polindes, dll.

b. Rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama dari

wilayah kerja Puskesmas mampu PONED ,antara lain dari:

1. Unit rawat jalan Puskesmas, Puskesmas pembantu/ keliling.

2. Praktek dokter atau bidan mandiri

3. Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama lainnya

c. Rujukan dari Puskesmas sekitar

Sistem Rujukan PONED

Pemeriksaan Fisik dan

Penunjang

Pemeriksaan Fisik dan

Penunjang

Diagnosa & Assesment apakah

kasus dapat ditangani oleh tim

Kasus dapat

ditangani Tim

PONED

Tindakan/Yankes

Sesuai SPO &

bimbingan

kemandirian klg

Kasus tdk dapat

ditangani Tim

PONED

Dirujuk ke RS

Rujukan terdekat

Kasus dapat

ditangani dengan

tuntunan dari RS

rujukan

Tindakan/Yankes

Sesuai SPO, dgn

bimbingan dari RS

Rujukan terdekat,

melalui komunikasi

radio medik atau e-

Health Hasil Monev

baik, pasien

dikembalikan ke

Puskesmas Monev hasil tindakan yankes

di Puskesmas

Pasien Sembuh,

pulang, dilayani

Puskesmas

Belum Sembuh,

dirujuk ke RS

Rujukan

KASUS DATANG

Wilayah puskesmas

perlu rujukan

Luar Wilayah

puskesmas perlu

rujukan

Puskesmas mampu

PONED

Rumah Sakit PONEK

Rumah Sakit Mampu PONEK merupakan Rumah Sakit 24 jam yang memiliki

tenaga dengan kemampuan serta sarana dan prasarana penunjang yang memadai

untuk memberikan pelayanan pertolongan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal

dasar maupun komprehensif untuk secara langsung terhadap ibu hamil/ibu bersalin

dan ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, Bidan

di desa, Puskesmas dan Puskesmas mampu PONED (Depkes RI, 2008)

KRITERIA UMUM RUMAH SAKIT PONEK

Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi

baik secara umum maupun emergency obstetrik – neonatal.

Dokter, bidan dan perawat telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah

sakit meliputi resusitasi neonatus, kegawat-daruratan obstetrik dan

neonatus.

Mempunyai Standar Operating Prosedur penerimaan dan penanganan

pasien kegawat-daruratan obstetrik dan neonatal.

Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawat-daruratan obstetrik

dan neonatal.

Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang tertentu.

Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar

bersalin kurang dari 30 menit, pelayanan darah kurang dari 1 jam.

Tersedia kamar operasi yang siap (siaga 24 jam) untuk melakukan operasi,

bila ada kasus emergensi obstetrik atau umum.

Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi dalam waktu

kurang dari 30 menit.

Memiliki kru/awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan tugas

sewaktu-waktu,meskipun on call.

Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK, antara lain

dokter kebidanan, dokter anak, dokter / petugas anestesi, dokter penyakit

dalam, dokter spesialis lain serta dokter umum, bidan dan perawat.

Tersedia pelayanan darah yang siap 24 jam.

(Depkes RI, 2008)

LINGKUP PELAYANAN RUMAH SAKIT PONEK

A. PONEK RUMAH SAKIT KELAS C

1. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Fisiologis

Meliputi : pelayanan kehamilan, pelayanan persalinan, pelayanan nifas,

asuhan bayi baru lahir (level 1), immunisasi dan stimulasi, deteksi,

intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK)

2. Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal dengan risiko tinggi

Masa antenatal

meliputi : perdarahan pada kehamilan muda, nyeri perut dalam

kehamilan muda dan lanjut, gerak janin tidak dirasakan, demam

dalam kehamilan dan persalinan, kehamilan ektopik (KE) &

kehamilan ektopik terganggu (KET), kehamilan dengan nyeri

kepala, gangguan penglihatan, kejang dan/koma, serta tekanan darah

tinggi

Masa intranatal

meliputi : persalinan dengan parut uterus, persalinan dengan distensi

uterus, gawat janin dalam persalinan, pelayanan terhadap syok,

ketuban pecah dini, persalinan lama, induksi dan akselerasi

persalinan, aspirasi vakum manual, ekstraksi cunam, seksio sesarea,

epiosotomi, kraniotomi dan kraniosentesis, malpresentasi dan

malposisi, distosia bahu, prolapsus tali pusat, plasenta manual,

perbaikan robekan serviks, perbaikan robekan vagina dan perineum,

perbaikan robekan dinding uterus, eposisi inersio uteri ßhisterektomi

, sukar bernapas, kompresi bimanual dan aorta, dilatasi dan kuretase,

ligase arteri uterina, bayi baru lahir dengan asfiksia, bblr, resusitasi

bayi baru lahir, anestesia umum dan lokal untuk seksio sesaria,

anestesia spinal, ketamin, blok paraservikal, serta blok pudendal

(bila memerlukan pemeriksaan spesialistik, dirujuk ke RSIA/ RSU)

Masa Post Natal

meliputi : masa nifas, demam pasca persalinan, perdarahan pasca

persalinan, nyeri perut pasca persalinan, keluarga berencana, asuhan

bayi baru lahir sakit (level 2)

3. Pelayanan Kesehatan Neonatal

Meliputi : hiperbilirubinemi, asfiksia, trauma kelahiran, hipoglikemi,

kejang, sepsis neonatal, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

gangguan pernapasan, kelainan jantung (payah jantung, payah jantung

bawaan, PDA), gangguan pendarahan, renjatan (shock), aspirasi

mekonium, koma, inisiasi dini ASI (Breast Feeding), Kangaroo Mother

Care, Resusitasi Neonatus, penyakit membran hyalin, pemberian

minum pada bayi risiko tinggi.

4. Pelayanan Ginekologis

Meliputi : kehamilan ektopik, perdarahan uterus disfungsi, perdarahan

menoragia, kista ovarium akut, radang pelvik akut, abses pelvik, infeksi

saluran genitalia, hiv- aids

5. Perawatan Khusus / High Care Unit dan Transfusi Darah

B. PONEK RUMAH SAKITKELAS B

1. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Fisiologis

meliputi : pelayanan kehamilan, pelayanan persalinan normal dan

persalinan dengan tindakan operatif, pelayanan nifas, asuhan bayi baru

lahir (Level 2), Immunisasi dan Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini

Tumbuh Kembang (SDIDTK), Intensive Care Unit (ICU), NICU,

Endoskopi

2. Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal dengan risiko tinggi

Masa antenatal

Meliputi : perdarahan pada kehamilan muda / abortus, nyeri perut

dalam kehamilan muda dan lanjut / kehamilan ektopik, kehamilan

ektopik (KE) & kehamilan ektopik terganggu (KET), hipertensi,

preeklampsi / eklampsi, ßPerdarahan pada masa kehamilan,

kehamilan metabolik, kelainan vaskular / jantung

Masa intranatal

Meliputi : persalinan dengan parut uterus, persalinan dengan distensi

uterus, gawat janin dalam persalinan, pelayanan terhadap syok,

ketuban pecah dini, persalinan macet, induksi dan akselerasi

persalinan, aspirasi vakum manual, ekstraksi cunam, seksio sesarea,

episiotomi, kraniotomi dan kraniosentesis, malpresentasi dan

malposisi, distosia bahu, prolapsus tali pusat, plasenta manual,

perbaikan robekan serviks, perbaikan robekan vagina dan perineum,

perbaikan robekan dinding uterus, reposisi inersio uteri,

histerektomi, sukar bernapas, kompresi bimanual dan aorta, dilatasi

dan kuretase, ligase arteri uterina, anestesia umum dan lokal untuk

seksio sesaria, anestesia spinal, ketamin, blok pudendal masa post

natal, masa nifas, demam pasca persalinan, perdarahan pasca

persalinan, nyeri perut pasca persalinan, keluarga berencana, asuhan

bayi baru lahir sakit (level 2)

3. Pelayanan Kesehatan Neonatal

Meliputi : hiperbilirubinemi, asfiksia, trauma kelahiran, hipoglikemi,

kejang, sepsis neonatal, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

gangguan pernapasan, kelainan jantung (payah jantung, payah jantung

bawaan, PDA), gangguan pendarahan, renjatan (shock), aspirasi

mekonium, koma, Inisiasi dini ASI (Breast Feeding), Kangaroo Mother

Care, resusitasi neonatus, penyakit membran hyalin, pemberian minum

pada bayi risiko tinggi, pemberian cairan parenteral, kelainan bawaan.

4. Pelayanan Ginekologis

Meliputi : kehamilan ektopik, perdarahan uterus disfungsi, perdarahan

menoragia, kista ovarium akut, radang pelvik akut, abses pelvik, infeksi

saluran genitalia, hiv- aids

5. Perawatan Intensif Neonatal

BAB IV

PEMBAHASAN

Kehamilan merupakan fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum yang

dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan janin

intra uterine di mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan

(Hanafiah, 2008). Kehamilan adalah anugrah dari Tuhan yang perlu mendapatkan

perhatian dan dukungan dari semua anggota keluarga (BKKBN, 2003). Namun

dalam proses kehamilan dapat terjadi gangguan. Gangguan dan penyulit pada

kehamilan umumnya ditemukan pada kehamilan resiko tinggi. Secara garis besar,

kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada keadaan dan kesehatan ibu,

plasenta dan keadaan janin.

Pertumbuhan dan perkembangan janin sebaiknya selalu dipantau dengan baik.

Adanya kelainan pertumbuhan janin seperti KMK (kecil untuk masa kehamilan ),

BMK ( besar untuk masa kehamilan ), kelainan bawaan seperti hidrosefalus,

hidramnion, kehamilan ganda maupun kelainan letak janin sedini mungkin harus

segera dideteksi. Bila keadaan ini baru di diagnosa pada kehamilan lanjut, maka

akan terjadi gangguan dan penyulit pada kehamilan maupun persalinan. Seperti

kasus yang terjadi pada Ibu Mimin dan bayinya. Ibu Mimin meninggal karena

pendarahan setelah melahirkan bayinya yang sudah meninggal terlebih dahulu

dalam kandungan.

Peristiwa meninggalnya bayi ibu mimin termasuk ke dalam Intrauterine fetal

death (IUFD). WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist

menyatakan IUFD adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat 500 gram atau

lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Berdasarkan hasil penelitian dari Jahanfar terdapat beberapa faktor yang dapat

menyebabkan kematian bayi dalam kandungan yaitu usia kehamilan dan tidak

menerima perawatan prenatal, hubungan keluarga dengan suami, kelainan

struktural, jenis kelamin janin, perdarahan pada trimester pertama dan komplikasi

plasenta dan tali pusat ditemukan menjadi faktor risiko untuk IUFD (Jahanfar dkk,

2005).

Depkes RI mengelompokkan faktor risiko kematian ibu menjadi tiga, yaitu:

1) Faktor medik

Terdiri dari umur ibu yang terlalu muda atau tua pada waktu hamil, jumlah

anak terlalu banyak, jarak antar kehamilan terlalu dekat, adanya komplikasi yang

terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan nifas serta beberapa keadaan yang

memperberat derajat kesehatan ibu selama hamil seperti kekurangan gizi dan

anemia.

Hal yang terjadi pada kasus ibu mimin yaitu ibu mimin yang sudah berusia

di atas 35 tahun. Pada saat hamil ibu mimin berusia 36 tahun. Umur reproduksi

yang sehat dan aman adalah umur 20 sampai 35 tahun. Pada kehamilan diusia

kurang dari 20 tahun secara fisik dan psikis masih kurang, misalnya dalam

perhatian untuk memenuhi kebutuhan zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan

pada usia lebih dari 35 tahun berkaitan dengan kemunduran dan penurunan daya

tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini seperti

diabetes, hipertensi (Widyastuti, dkk, 2009).

Faktor medik lainnya yaitu terjadinya komplikasi pasca melahirkan yang

menyebabkan kematian pada ibu mimin. Seperti yang telah diketahui, Ibu Mimin

meninggal setelah terjadi pendarahan pasca persalinan.

2) Faktor non medik

Yaitu kurangnya akses ibu dalam mendapatkan antenatal care, terbatasnya

pengetahuan ibu tentang tanda-tanda bahaya (kehamilan, persalinan maupun

nifas), ketidakberdayaan ibu hamil dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk,

dirujuk serta ketidakmampuan ibu hamil untuk membayar biaya transpor dan

perawatan di rumah sakit.

Faktor non medik yang dimungkinkan terjadi pada ibu mimin yaitu

kurangya kesadaran ibu mimin untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Hal ini

dapat dibuktikan dengan ibu mimin baru memeriksakan kandungannya setelah

merasakan bayinya yang tidak bergerak di usia delapan bulan ke Puskesmas

Cigudeg. Terbatasnya pengetahuan ibu mimin akan resiko kehamilannya,

membuat ibu mimin tidak memeriksakan kandungannya secara rutin. Seperti

yang telah diketahui, ibu mimin mengandung di usia 36 tahun yang berarti

memiliki resiko tinggi terjadinya gangguan dan penyulit pada masa kehamialn,

persalinan dan nifas. Ibu hamil dengan resiko tinggi seharusnya mempersiapkan

diri dengan memperhatikan kesehatan kehamilannya.

3) Faktor pelayanan kesehatan,

Yang terdiri dari penolong persalinan, tempat persalinan, cara persalinan,

penanganan medis pada kasus rujukan, penerapan prosedur tetap penanganan

kasus gawat darurat kebidanan belum dilakukan secara konsisten, kemampuan

bidan di desa yang belum optimal dalam menangani kasus kegawadaruratan

kebidanan.

Faktor pelayanan kesehatan yang mungkin terjadi pada ibu mimin yaitu

pelayanan yang kurang maksimal yang diberikan oleh RSUD Leuwiliang,

Bogor. Ibu mimin mengeluhkan bayi yang dikandungnya sudah berusia delapan

bulan namun tidak pernah bergerak. Untuk memastikan keadaan bayinya, ibu

mimin memeriksakan kandungannya ke Puskesmas Cigudeg dan atas saran dari

Puskesmas, ibu mimin dirujuk ke RSUD Leuwiliang.

Upaya dalam menurunkan AKI dan AKB salah satunya melalui

penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di

tingkat Puskesmas dan Pelayanan Obtetrik Neonatal Emergensi Komprehensif

(PONEK) di tingkat rumah sakit . Dalam kasus ibu mimin, Puskesmas Cigudeg

sudah menyelenggarakan kegiatan PONED yaitu sistem rujukan. Mengetahui

keluhan ibu mimin, puskesmas segera merujuknya ke RSUD Leuwiliang.

Namun pelayanan yang diberikan oleh RSUD Leuwiliang kepada ibu mimin

kurang maksimal sehingga ibu mimin meninggal karena pendarahan.

Pemeriksaan penunjang pada janin yang sudah meninggal dalam kandungan

dilakukan dengan:

1. Ultrasonografi

yaitu untuk melihat denyut jantung janin maupun gerakan janin, janin yang

sudah meninggal seringkali tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya

tulang tengkorak sering dijumpai overlapping cairan ketuban berkurang.

2. Rontgen foto abdomen

a. Tanda Spalding

Tanda Spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling

tumpang tindih (overlapping) karena otak bayi yang sudah mencair, hal ini

terjadi setelah bayi meninggal beberapa hari dalam kandungan.

b. Tanda Nojosk

Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling melenting

(hiperpleksi).

c. Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.

d. Tampak udema di sekitar tulang kepala

3. Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kadar fibrinogen rendah

(Achadiat, 2004)

RSUD Leuwiliang hanya menggunakan pemeriksaan USG saja pada ibu

mimin, seharusnya juga dilakukan pemeriksaan darah yaitu fibrinogen untuk

mengetahui ada tidaknya permasalahan pada faktor pembekuan darah dari faktor

janin terhadap maternal. Jika fibrogen ibu rendah, akan terjadi perdarahan yang

tidak bisa berhenti. Kemungkinan nyawa ibu melayang akibat

perdarahan yang hebat bisa terjadi. Hal ini terjadi pada ibu mimin.

Rumah Sakit PONEK 24 jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam

pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan

dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Kunci keberhasilan

PONEK adalah ketersediaan tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi,

prasarana,sarana dan manajemen yang handal (Depkes RI, 2008). Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan kualitas pelayanan kesehatan dapat memberikan

kontribusi terbesar terhadap kejadian komplikasi persalinan pada ibu melahirkan

(Misar dkk, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Nigeria bahwa kematian ibu

disebabkan karena partus lama, paritas yang tinggi, dan untuk menangani

kegawatan obstetrik diperlukan peningkatan pelayanan perawatan obstetrik

darurat, meningkatkan subsidi untuk ibu hamil, serta meningkatkan pendidikan

perempuan reproduksi dan pasangan tentang pentingnya perawatan antenatal

secara rutin dan keluarga berencana (Olopade dkk, 2008).

Apabila dokter dan tenaga medis lainnya memilki kemampuan yang

memadai dan memberikan pelayanan maksimal kepada ibu mimin pada saat pra

persalinan, persalinan dan nifas maka ibu mimin tidak akan meninggal akibat

melahirkan dan terjadi pendarahan pasca melahirkan bayinya. Sehingga dapat

dikatakan rumah sakit belum memberikan PONEK yang baik kepada pasien

yaitu ibu mimin.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan

serta fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal siap 24 jam

2. Rumah Sakit Mampu PONEK merupakan Rumah Sakit 24 jam yang memiliki

tenaga dengan kemampuan serta sarana dan prasarana penunjang yang

memadai untuk memberikan pelayanan pertolongan kegawatdaruratan

obstetrik dan neonatal dasar maupun komprehensif.

3. Faktor penyebab kematian dalam kasus ibu mimin yaitu faktor medik, non

medik dan faktor pelayanan kesehaan

4. Rumah sakit belum memberikan PONEK yang baik dan makasimal kepada

pasien dalam kasus ibu mimin.

B. Saran

Sebaiknya ibu yang sedang hamil memeriksakan kandungannya secara rutin

agar dapat di deteksi dini kemungkinan adanya komplikasi obstetrik dan

neonatus. Dari tenaga kesehatan sebaiknya memberikan pendidikan mengenai

pentingnya pelayanan obstetrik dan neonatus.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. (1997). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.

Yogyakarta: Pustaka PelajarWHO, 2007

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 2003.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 2013. Survey

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Jakarta: BKKBN.

Departemen Kesehatan RI, 2007. Tentang Pedoman Operasional Keluarga

Sadar Gizi di Desa Siaga. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

Depkes RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional 2004, Jakarta.

Depkes RI, 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.

Ditjen P2M dan PLP, Jakarta.

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.Gunawan, E. 2013.

Depkes RI. 2007. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta

Depkes RI. 2008. Pedoman Rumah Sakit Pelayanan Obstetri Neonatal

Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 Jam. Jakarta: Depkes RI

Gunawan, E. 2013. Pelayanan Buruk, Ibu & Bayi Meninggal Saat Melahirkan.

http://jakarta.okezone.com. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2014 pada

pukul 12.40

Hanafiah, M.J & Amir, A. (2008), Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan,

Ed.4, EGC, Jakarta, 72-77

Jahanfar, Ghiyasi, Haghani. 2005. Risk Factors Related To Intra Uterine Fetal

Death In Iran, A Case-Control Study. Shiraz E-Medical Journal . Vol.

6 No. 3 & 4 Hal: 1-14

Misar, Masni, Zulkifli. 2012. Faktor Risiko Komplikasi Persalinan Pada Ibu

Melahirkan Di Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2012. Gorontalo

Utara: Puskesmas Gentuma

Mochtar, R. (2004), Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Edisi III, EGC,

Jakarta.

Monintja, H.E. (2005), Penyakit-Penyakit Dalam Masa Neonatal, dalam Ilmu

Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Paxton, 2006

Olopade, F.E. and Lawoyin, T.O. 2008. Maternal Mortality in a Nigerian

Maternity Hospital. African Journal of Biomedical Research. Vol. 11

Hal 267 – 273

Paxton dkk, 2006. World Legislatur. London and Basingstoke: The MacMillan

Press

Suririnah.2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

WHO, 2007. Cancer Control Knowledge Into Action. Geneva.

http://www.who.int

Widyastuti, Yani dkk.2009.Kesehatan Reproduksi.Yogyakarta:Fitramaya.