PARTISIPASI MASYARAKAT MINANGKABAU DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI TRADISI LISAN PASAMBAHAN MELALUI...

20
PARTISIPASI MASYARAKAT MINANGKABAU DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI TRADISI LISAN PASAMBAHAN MELALUI TRANSFER OF INDIGENOUS KNOWLEDGE M. Fadli , Wina Erwina dan Nurmaya Prahatmaja Coresponding Author: [email protected] Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Konsistensi masyarakat dalam melestarikan tradisi lisan, memiliki korelasi terhadap eksistensi tradisi dalam khazanah budaya bangsa. Tradisi lisan pasambahan merupakan salah satu bentuk tacit knowledge, yang rentan hilang di tengah masyarakat (organizational memory loss), jika tidak segera dilestarikan. Globalisasi informasi dan modernisasi teknologi informasi berpengaruh besar terhadap minat generasi muda Ranah Minang untuk mempelajari tradisi lisam pasambahan secara khusus, karena tradisi lisan terkesan sulit yang diwarnai aturan sajak, bait dan irama serta teknik penyampaianya. Namun, dalam berbagai upacara adat, keagamaan dan pertemuan yang diadakan dalam sebuah forum masyarakat selalu diawali oleh tradisi pasambahan. Hal tersebut menuntut laki-laki dewasa di Minangkabau untuk memahami dan melakukan tradisi pasambahan, karena dalam kekerabatan matrilineal seorang laki-laki dewasa di Minangkabau memiliki dua posisi yaitu sebagai mamak (si pangka) di rumah kaumnya, dan urang sumando (si alek) di rumah istri. Untuk mempersiapkan generasi muda sebelum terjun ke kancah masyarakat melakukan pasambahan, masyarakat lokal membentuk kelompok khusus mempelajari seluk-beluk pasambahan yang berangotakan para generasi muda. SECI model, (socialization, externalization, combination and internalization) merupakan salah satu model konversi pengetahuan dan proses transfer indigenous knowledge tradisi pasambahan yang melibatkan para pemangku adat Minangkabau, pewaris pengetahuan dan para pelaku tradisi lisan pasambahan. Hal

Transcript of PARTISIPASI MASYARAKAT MINANGKABAU DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI TRADISI LISAN PASAMBAHAN MELALUI...

PARTISIPASI MASYARAKAT MINANGKABAU DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI TRADISI LISAN PASAMBAHAN

MELALUI TRANSFER OF INDIGENOUS KNOWLEDGE

M. Fadli , Wina Erwina dan Nurmaya Prahatmaja Coresponding Author: [email protected]

Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu KomunikasiUniversitas Padjadjaran

ABSTRAK

Konsistensi masyarakat dalam melestarikan tradisilisan, memiliki korelasi terhadap eksistensi tradisi dalamkhazanah budaya bangsa. Tradisi lisan pasambahan merupakansalah satu bentuk tacit knowledge, yang rentan hilang ditengah masyarakat (organizational memory loss), jika tidak segeradilestarikan. Globalisasi informasi dan modernisasiteknologi informasi berpengaruh besar terhadap minatgenerasi muda Ranah Minang untuk mempelajari tradisi lisampasambahan secara khusus, karena tradisi lisan terkesansulit yang diwarnai aturan sajak, bait dan irama sertateknik penyampaianya. Namun, dalam berbagai upacaraadat, keagamaan dan pertemuan yang diadakan dalam sebuahforum masyarakat selalu diawali oleh tradisi pasambahan.Hal tersebut menuntut laki-laki dewasa di Minangkabauuntuk memahami dan melakukan tradisi pasambahan, karenadalam kekerabatan matrilineal seorang laki-laki dewasa diMinangkabau memiliki dua posisi yaitu sebagai mamak (sipangka) di rumah kaumnya, dan urang sumando (si alek) di rumahistri. Untuk mempersiapkan generasi muda sebelum terjun kekancah masyarakat melakukan pasambahan, masyarakat lokalmembentuk kelompok khusus mempelajari seluk-belukpasambahan yang berangotakan para generasi muda. SECImodel, (socialization, externalization, combination and internalization)merupakan salah satu model konversi pengetahuan dan prosestransfer indigenous knowledge tradisi pasambahan yangmelibatkan para pemangku adat Minangkabau, pewarispengetahuan dan para pelaku tradisi lisan pasambahan. Hal

tersebut konsisten dilakukan masyarakat dari generasi kegenerasi untuk mempertahankan eksistensi tradisi lisanhingga generasi yang akan datang.

Kata-kata kunci: Indigenous Knowledge, Transfer Pengetahuan, Masyarakat Lokal, Tradisi Lisan, Minangkabau.

PARTISIPASI MASYARAKAT MINANGKABAU DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI TRADISI LISAN PASAMBAHAN

MELALUI TRANSFER OF INDIGENOUS KNOWLEDGE

Latar Belakang

Bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mupakaikkok bulek dapek digoloangkan, kok picak lah dilanyangkan, Kok tembak tantu baalamaik, kok cancang tantu balandasan.

Sepenggal bait tersebut bukanlah sekedar pantun biasa

yang merajut kata-kata indah untuk mengungkapkan sebuah

makna, namun tersimpan berbagai filosofis dibalik

rangkaian kata tersebut. Minilik perumpamaan-perumpamaan

yang digunakan penuturnya, tentu tentu pendengar dan

pembaca dapat mengira-gira bahasa yang digunakan adalah

bahasa Minang. Bulatnya air yang diumpamakan sesuai dengan

wadah atau media yang dialirinya, jika yang air tersebut

mengalir menuju pancuran dalam sebuah bambu maka air

tersebut akan berbentuk bulat. Demikian juga halnya dengan

kata mufakat, untuk mendapatkan sebuah kata mufakat perlu

duduk bersama dengan bermusyawarah. Jika para perserta

komunikasi dalam musyawarah tersebut telah sepakat, maka

kemanapun atau kepada siapapun ditanyakan tentang

kesepatakan yang dibuat akan diperoleh sebuah jawaban yang

sama. Sehingga masyarakat Minangkabau mengumpamakan bulat

sudah dapat digolongkan, dan pipih sudah dapat

dilayangkan.

Begitulah ciri khas masyarakat Minangkabau dalam

berkomunikasi, yang cenderung tidak menyatakan secara

langsung maksud dan tujuannya, akan tetapi disampaikan

dengan mengunakan ungkapan, perumpamaan, kiasan (kieh)

(Yusriwal 2005,1). Disamping itu, tak jarang keelokkan

alam berserta isinya dijadikan perumpamaan dalam bertutur

kata, sehingga dikenal filosofi masyarakat Minang “alam

takambang, jadi guru” yang berarti masyarakat berguru pada

fenomena-fenomena yang terdapat di alam semesta. Oleh

sebab itu, masyarakat luas sudah mengakui kepiawaian Rang

Minang (orang Minang) bernegosiasi, berdiplomasi bahkan

penyair-penyair besar banyak berasal dari Ranah Minang.

“Kok tembak tantu baalamaik, kok cancang tantu balandasan”,

agaknya inilah yang menjadi kepiawan Rang Minang dalam

berkomunikasi. Pesan yang disampaikan jelas kepada siapa

atau disebut baalamaik (beralamat), dan jika berpendapat,

menyampaikan informasi dalam forum atau pada seseorang

memiliki landasan yang jelas oleh sebab itu diumpamakan

kok cancang balandasan. Sehingga tidak heran lagi jika banyak

nama-nama besar dari Minangkabau eksis di tingkat nasional

dan internasional yang piawai dalam mengolah kata baik

secara lisan maupun tulisan memang tidak dapat diragukan

lagi, diplomat, penulis sastra, ulama bahkan proklamator

Republik Indonesia-pun berdarah Minang. seperti Drs. Moh.

Hatta, Prof. Buya Hamka, Taufik Ismail, Dino Pati Jalal,

Gamawan Fauzi, Akbar Tanjung dan berberapa nama lainnya.

Rangkaian pantun pembuka tulisan ini memang bukanlah

pantun biasa, namun serangkaian tuturan yang sampaikan

dalam tradisi pasambahan. Tradisi pasambahan ini merupakan

salah satu tradisi lisan yang sering ditemukan pada setiap

upacara adat, upacara kematian dan dibeberapa pertemuan

formal lainnya (Yusriwal 2005, 10). Tradisi pasambahan ini

dilakukan untuk menyampaikan maksud dan tujuan acara atau

maksud kedatangan si alek (tamu) kepada si pangka (tuan

rumah). Tradisi lisan merupakan salah satu bentuk

pengetahuan lokal (indigenous knowledge), karena pengetahuan

tersebut merupakan akumulasi pengetahuan, pengalaman

masyarakat lokal yang diwariskan secara turun-temurun dari

generasi ke generasi.

Eksistensi sebuah tradisi lisan dalam khazanah

kebudayaan nusantara, tentu dipelihara dan dilestarikan

oleh masyarakat pewaris pengetahuan tersebut. Hal tersebut

dilatarbelakangi masyarakat pewarislah yang mengetahui

nilai-nilai adat dan seluk beluk sebuah tradisi. Dewasa

ini terlihat agak sedikit berbeda, tradisi lisan

pasambahan seyogyanya digunakan untuk penyambutan tamu

dalam berbagai tradisi dan upacara adat. Namun jika kita

menilik lebih lanjut sebutlah upacara pernikahan, dewasa

ini masyarakat di perkotaan sudah mengadopsi konsep pesta

modern, sehingga hal ini tidak memberikan lagi ruang untuk

melakukan tradisi pasambahan sebagai wujud penghormatan

kepada si alek yang datang (Fadli, Erwina dan Prahatmaaja

2012).

Meskipun tradisi lisan sudah mulai terpinggirkan oleh

Rang Mudo Ranah Minang (anak muda ranah Minang), hal tersebut

disinyalir oleh terpaan modernisasi dan pesatnya

perkembangan teknologi informasi. Namun tak sama halnya

dengan sekelompok anak muda yang tergabung dalam komunitas

Group Pasambahan Cupak Nan Duo Kelurahan Koto Salaya Kurai

Limo Jorong Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Group

Pasambahan Cupak Nan Duo masih saja konsisten mentransfer

pengetahuan Pasambahan berserta nilai-nilai yang

terkandung didalamnya. Fenomena ini sejalan dengan

pendapat Paeni (2009, p.63) yang menyatakan tradisi lisan

yang masih hidup pada saat ini dalam komunitas-komunitas

adat tentunya memiliki fungsi yang signifikan bagi

masyarakat .

Upaya tersebut dilakukan untuk agar eksistensi

tradisi lisan Pasambahan yang berbentuk Intangible Heritage ini

tetap terjanga meskipun pengetahuan tersebut sebahagian

besar masih berbentuk tacit knowledge yang tersimpan dalam

memori pewaris pengetahuan. Jika pewaris pengetahuan

keluar dari organisasi masyarakat atau meninggal sebelum

ia sempat mewariskan pengetahuannya kepada masyarakat,

maka pengetahuan tersebut akan hilang juga dari masyarakat

pemilik pengetahuannya (organizational memory loss). Pengetahuan

lokal dalam bentuk intangible heritage yang sudah hilang tentu

akan sanggat susah untuk menelusurnya kembali. Hal ini

sejalan dengan penjelasan Prof. Dr. L. Jan Slikeeveer

(2012) dalam seminar mengenai Heath Indigenous Knowledge System

bahwa jika kita melihat masyarakat lokal, banyak

pengetahuan yang tidak ditemukan berbentuk buku (Fadli,

Erwina dan Prahatmaja 2012).

Partisipasi masyarakat lokal dalam mempertahankan

eksistensi tradisi lisan pasambahan yaitu dengan

mentransfer pengetahuan pasambahan t secara lisan antar

individu, individu didalam kelompok atau antar kelompok.

Karl Erick Sveiby (in Sangkala 2007, pp.138-139)

menjelaskan strategi dalam transfer pengetahuan

menghubungkan antara dua hal yaitu kemampuan individu

(individual competence) dengan struktur internal dan eksternal.

Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena pada latar belakang permasahan

tersebut, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut. Bagaimana parisipasi masyarakat lokal dalam

mempertahankan eksistensi tradisi lisan pasambahan melalui

kegiatan transfer of indigenous knowledge?. Fokus penelitian adalah

bagaimana transfer pengetahuan yang dilakukan oleh Group

Pasambahan Cupak Nan Duo secara (1) Socialization; (2)

Eksternalization; (3) Combination; dan (4) Internalization.

Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan

partisipasi masyarakat lokal dalam mempertahankan

eksistensi tradisi lisan melalui transfer of indigenous

knowledge. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan masukan dalam pengembangan keilmuan

informasi dan perpustakaan, khususnya dalam Knowledge

Managemen dengan fokus Traditional Knowledge System dan

Indigenous Knowledge.

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari

penelitian sebelumnya dengan judul Preservasi Pengetahuan

Masyarakat Minagkabau Tentang Tradisi Lisan Pasambahan

melalui Kegiatan Exchange of Indigenous Knowledge pada tahun

2012. Hasil penelitian tersebut menjukkan element yang

paling kuat dari enam tahapan exchange of indigenous knowledge

adalah transfer yang dilakukan dalam Group Pasambahan Cupak

Nan Duo. Transfer of knowledge secara lisan dan partisipasai

langsung para peserta komunitas merupakan salah satu

metode untuk melestarikan pengetahuan lokal tradisi lisan

(Fadli, Erwina dan Prahatmaja 2012).

Gambar 1.1 Model Preservasi Pengetahuan Tradisi Lisan Pasambahan melalui

Kegiatan Exchange of Indigenous Knowledge

(Sumber: Fadli

2012, 14)Berawal dari hasil penelitian tersebut, transfer

pengetahuan tradisi lisan memang dilakukan secara lisan

dari generasi ke generasi. Sejalan dengan hal tersebut,

Hart (1995) menjelaskan “An oral tradition is the passing of

knowledge from one generation to the next orally by speaking”. Dilihat

sepintas, transfer pengetahuan antar individu sepertinya

memang mudah misalnya dari orang tua kepada anak, dari

Mamak kepada kamanakan. Namun, jika transfer pengetahuan

lokal dalam bentuk tacit knowledge dilakukan didalam kelompok

atau sebuah organisasi merupakan sebuah tantangan dan

membutuhkan metode yang khusus.

Senada dengan hal itu World Bank (2008) dalam

Indigenous Knowledge For Development a Framework For Action

menjelaskan kegiatan transfer pengetahuan lokal dijelaskan

seperti berikut ini “The transfer of IK goes beyond conveying it to the

potential recipients. An important element of the transfer is to test the

knowledge in the new environment “ (p.9). Hal ini berarti

transfer pengetahuan dapat dilakukan dengan menyampaikan

pengetahuan kepada penerima yang potensial komunikasi

lisan maupun tulisan.

Untuk melihat proses konversi pengetahuan tacit ke

eksplisit dan ekplisit ke tacit Nonaka (1998) memperkenal

SECI Model menjabarkan proses konversi pengetahuan dapat

dilakukan melalui 4 cara yaitu, (1) Socialization proses

transfer pengetahuan dari satu individu kepada individu

lainya dalam bentuk tacit knowledge, (2) Externalization, proses

transformasi pengetahuan tacit yang terdapat dalam diri

individu yang telah diformulasikan dalam bentuk media lain

agar mudah dipelajari oleh individu lainya dalam sebuah

kelompok, (3) Combination, merupakan kegiatan

mengorganisasikan pengetahuan eksplisit dalam bentuk media

yang sistematis, yang dilakukan dalam beberapa kolompok

dalam sebuah organisasi , (4) Internalization, proses

transformasi pengetahuan dari bentuk ekspilisit kedalam

bentuk tacit proses ini dapat dicontohkan pada proses

belajar yang kemudiaan dapat diikuti (learning by doing).

Gambar.2 Spiral Evolution of Knowledge Conversion

and Self-transcending Process

(Nonaka 1998, 43)Metode Penelitian

Untuk menjawab fokus dan rumusan masalah penelitian,

metode yang digunakan kualitatif pendekatan studi kasus.

Data diperoleh melalui observasi dilapangan, wawancara

mendalam dan dokumentasi. Sumber data yang digunakan untuk

menjawab pertanyaan penelitian yaitu sumber data primer

diperoleh melalui wawancara dengan anggota Group Pasambahan

Cupak Nan Duo.

Objek kajian dalam penelitian ini adalah kegiatan

transfer of indigenous knowledge tradisi lisan pasambahan dalam

Group Pasambahan Cupak Nan Duo di Kelurahan Koto Salayan

Kurai Limo Jorong Kota Bukittinggi. Pemeriksaan keabsahan

data penelitian dilakukan dengan metode trianggulasi

sumber membandingkan hasil penelitian dilapangan, pendapat

pakar dan teori pendukung. Adapun pendapat pakar yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Siti Chaerani Djen

Amar, M.A., Ph.D dengan kepakaran indigenous communication.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

a. Socialization

Proses transfer pengetahuan secara socialization merupakan

transfer pengetahuan tacit dari seorang individu kepada

individu lainnya. Hal ini dijelaskan oleh Nonaka (1988)

sebagai berikut “socialization involves the sharing of tacit knowledge

between individuals. Here, Nishida’s concept of “pure experience”, which is

related to Zen learning, is important” (p.42).

Pada setiap pertemuan yang dilakukan satu kali dalam

satu minggu, setiap peserta berpasangan dengan seorang

guru pasambahan atau anggota dari kelompok yang merupakan

dewan guru. Dalam kegiatan ini, guru memberikan pengarahan

kepada individu mengenai ketetapan pemilihan sajak

berdasarkan maksud dan tujuan pasambahan. Tata krama dalam

menyampaikan pasambahan kepada posisi seseorang didalam

upacara adat, apakah orang yang dituju sebagai si pangka

(tuang rumah), penghulu adat, atau Niniak Mamak. Disamping

itu pengetahuan yang disampaikan juga terkait dengan

dimana sesorang menempatkan posisi dirinya dalam sebuah

upacara yaitu sebagai urang sumando (menantu dirumah

mertuanya) duduk pada deretan pintu kamar, demkian juga

jika ia berposisi sebagai Mamak, Datuak, dan si Alek (tamu).

Model transfer pengetahuan secara socialization merupakan

bentuk komunikasi langsung (direct communication). Model

komunikasi antar individu dalam Group Pasambahan Cupak Nan

Duo sama halnya dengan model komunikasi yang SMCR yang

dipopulerkan oleh Berlo (Mulyana 2007) yaitu Source

(sumber), Message (pesan), Channel (saluran) dan Receiver

(penerima).

Gambar.3Model Komunikasi SMCR

(Mulyana 2007, p.162)

Melalui gambar tersebut dapat dilihat Source dalam

transfer pengetahuan pasambahan adalah guru atau dewan guru

pasambahan yang memiliki skill serta pengetahuan adat

Minangkabau yang mamadai, Message yang disampaikan adalah

sturuktur pasambahan, isi, dan sikap dalam menyampaikan dan

menjawab pasambahan, Channel yaitu secra lisan, dan Reciever

adalah murid atau anggota kelompok yang masih belajar

yaitu para generasi muda kelurahan Koto Salayan Kurai Limo

Jorong Kota Bukittinggi.

b. Externalization

Konversi pengetahuan secara externalization merupakan

proses transformasi dari pengetahuan tacit kepada bentuk

eksplisit.

“externalization requires the expression of tacit knowledge and itstranslation into comprehensible forms that can be understood by other. Inphilosoplical terms, the individual transcends the inner and outer-boundaries of the self. During the externalization stage of the knowledgeprocess, an individual commints to the group and thus becomes one withthe group” (Nonaka 1998, 43).

Proses transformasi pengetahuan secara externalization

yang terjadi di Group Pasambahan Cupak Nan Duo adalah

individu melakukan praktek langsung pasambahan didalam

kelompok. Dalam hal ini terjadi konversi pengetahuan dari

tacit ke eksplisit yaitu para peserta komunikasi mencatat

apa yang disampaikan oleh peserta komunikasi lainya dalam

buku catatan. Disamping itu, terkadang dalam beberapa

bahasan khusus para dewan guru memberikan hand-out kepada

anggota sebagai bahan untuk dipelajari dan untuk

dipraktekkan pada minggu selanjutnya.

Dalam proses externalization ini terdapat proses

konversi pengetahuan antar individu didalam kelompok

tersebut, sehingga lebih menguatkan pemahaman individu

mengenai hal-hal yang belum dimengerti. Senada dengan hal

ini ibu Siti Chaerani Djen Amar, M.A., Ph.D (2012, Juni)

menjelaskan, ketika salah satu anggota dari kelompok

terlupa terhadap sesuatu hal dan disaat yang bersamaan

anggota kelompok lainnya menyampaikan itu maka dapat me-

recall pengetahuan sebelumnya. Externalization merupakan salah

satu cara yang efektif untuk memberikan masukan dan

pengetahuan baru didalam sebuah komunitas atau kelompok,

karena belum tentu setiap orang dapat memahami secara

langsung jika pengetahuan tersebut disampaikan satu kali.

Proses konversi pengetahuan tacit ke eksplisit ini

juga dilakukan oleh individu yang sudah terampil dalam

mengtahui seluk belum pasambahan dengan cara menulis

kumpulan pasambahan berdasarkan jenis upacara adatnya,

misalnya Pasambahan Batagak Gala, Pasambahan Malapeh Marapulai

dan lain sebagainya. Pengetahuan dalam bentuk tacit yang

dimiliki oleh individu telah diformulasikan kedalam bentuk

media lain bertujuan agar dapat dengan mudah dipahami oleh

anggota kelompok tersebut.

c. Combination

Proses combination ini merupakan kegiatan

mengorganisasikan kumpulan pengetahuan eksplisit kedalam

satu bentuk media yang sistematis. Nonaka (1998)

menjelaskan combinatioan dalam prakteknya dapat dilakukan

dalam 3 tahapan seperti berikut, yaitu menangkap dan

mengitegrasikan pengetahuan, mengumpulkan pengetahuan

lainnya dari luar organisasi, selanjutnya menyebarkan

pengetahuan eksplisit dengan cara mentransferkannya secara

langsung melalui persentasi pada sebuah pertemuan.

Terakhir dilakukan pengeditan atau memproses pengetahuan

eksplisit agar dapat dengan mudah digunakan.

Dalam hal ini belum dilakukan oleh Group Pasmahan Cupak

Nan Duo, namun penulisan secara sistematis dalam bentuk

buku, atau kaset telah dilakukan oleh para peneliti

terdahulu dan para pencinta tradisi lisan pasambahan.

Disamping itu, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau

(LKAAM) Kurai Limo Jorong Kota Bukittinggi meyebarluaskan

pengetahuan ekspilisit tersebut dengan melakukan seminar

dan pelatihan di Kota Bukittinggi. Penulisan buku

pasambahan yang telah diterbitkan yaitu Panitahan Kurai Limo

Jorong Kota Bukittinggi, berisikan berbagai macam pasambahan yang

dilakukan dalam upacara adat di Kota Bukittinggi.

d. Internalization

Internalization merupakan proses transformasi pengetahuan

dari bentuk ekspilisit kedalam bentuk tacit. Hal tersebut

dijelaskan oleh Nonaka sebagai berikut ini.

“the internalization of newly created knowledge is the conversion ofexplicit knowledge into organization’s tacit knowledge. This requires theindividual to identify the knowledge relevant for one’s self within theorganization knowledge. That again requires finding one’s self in a largerentity. Learning by doing, training, an exercises allow the individual toaccess the knowledge realm of the group and entire organization”(Nonaka 1998, 45)

Proses transfer secara Internalisasi pengetahuan yang

terjadi dalam Group Pasambahan Cupak Nan Duo, yaitu konsep

learning by doing. Para anggota dilibatkan langsung dalam

berbagai upacara adat dilingkungan kelurahan Koto Salayan.

Melalui tradisi lisan pasambahan yang dilakukan dalam

upacara adat tersebut para anggota dapat mepelajari

tuturan pasambahan yang digunakan sesuai dengan konteks

acara, cara para penutur pasambahan bersikap dalam

menyampaikan dan mengalamatkan pasambahan. Disamping itu,

mengajak para anggota Group Pasambahan Cupak Nan Duo terlibat

lansung agar perorangan dapat memahami pengetahuan

tersebut sehingga dapat mempraktekkanya dengan baik tanpa

harus melihat teks.

Konversi pengetahuan yang terjadi didalam organisasi

secara internalization merupakan salah satu bentuk proses

pengetahuan eksplisit ke pengetauan tacit. Pemahaman yang

di peroleh oleh masing-masing individu melalui

pembelajaran partisipasi langsung pada upacara adat akan

tersimpan dalam memori individu tersebut dalam bentuk tacit

knowledge.

Kesimpulan

Bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam

mempersiapkan generasi muda untuk mempertahankan

eksistensi tradisi lisan pasambahan yaitu membentuk

kelompok khusus mempelajari pengetahuan pasambahan.

Transfer pengetahuan yang dilakukan melalui SECI model,

(socialization, externalization, combination and internalization) melibatkan

para pemangku adat Minangkabau, pewaris pengetahuan dan

para pelaku tradisi lisan pasambahan. Hal tersebut

konsisten dilakukan masyarakat dari generasi ke generasi

untuk mempertahankan eksistensi tradisi lisan hingga

generasi yang akan datang.

Dengan demikian, transfer pengetahuan tradisi lisan

pasambahan dalam Group Pasambahan Cupak Nan Duo dilakukan

secara lisan dan tulisan. Konverspi pengetahuan secara (1)

Socialization, dilakukan antar individu secara lisan sesuai

dengan model komunikasi SMCR; (2) Externalization, terjadi

pertukaran informasi dalam kelompok dan pada tahapan ini

anggota kelompok membuat catatan sehingga pengetahuan

dapat dipelajari secara eksplisit; (3) Combination, yaitu

dengan mengumpulkan pengetahuan dalam media informasi

dalam bentuk buku; dan (4) Internalization, dilakukan dengan

learning by doing yaitu para anggota terlibat langsung dalam

kegiatan pasambahan sehingga dapat memahami dan melengkapi

pengetahuan belumnya serta dapat metransfer kepada

generasi selanjutnya.

Reference List

Amar, Siti Chaerani Djen. 2012. Wawancara 25 Juni 2012Pukul 09.36 WIB. Fadli, M. 2012. Preservasi Pengetahuan Masyarakat

Minangkabau Tentang Tradisi Lisan Pasambahan melaluiKegiatan Exchange of Indigenous Knowledge: Studi KasusKegiatan Exchange of Indigenous Knowledge Dalam PreservasiPengetahuan Masyarakat Minangkabau Tentang TradisiLisan Pasambahan Malapeh Marapulai Di Kelurahan KotoSelayan Kurai Limo Jorong Kota Bukittinggi. Skripsi.Fakultas Ilmu Komunikasi. Universitas Padjadjaran.

Fadli, M., Wina Erwina, dan Nurmaya Prahatmaja. 2012.Preservasi Pengetahuan Masyarakat Minangkabau TentangTradisi Lisan Pasambahan Melalui Kegiatan ‘Exchangeof Indigenous Knowledge’. Jurnal Kajian Ilmu Informasi danPerpustakaan. Vol 1(1): pp.67-72.

Hart, Elisa. 1995. Getting Started in Oral Traditions Research.Occasional Papers of the Prince Of Wales Northern HeritageCentre,Yellowknife:Goverment of the NorthwestTerritories.

Mulyana, Deddy. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Rosda Karya.

Nonaka, Ikujiro. 1998."The Concept of "Ba" Building A Foundation For Knowledge Creation." California Management Review Vol.4 No.3: 40-54.

Paeni, Mukhlis. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa,Sastra dan Aksara. Jakarta: Rajawali Pers.

Sangkala. 2007. Knowledge Management. Jakarta: Grafindo Persada.

Slikkeveer, L.J. 2012. Indigenous Knowledge System for Health Communication and Information in Indonesia.

World Bank. 1998. Indigenous Knowledge For Development A Framework For Action. Africa: Knowledge and Learning Center

Africa Region.

Yusriwal. 2005. Kieh Pasambahan Manjapuik Marapulai di Minangkabau: kajian estetika dan semiotika. Padang: Pusat Kajian Islam dan Minangkabau (PPIM) Sumatera Barat

Author Biographies

M.Fadli, S.Sos., merupakan mahasiswa Program Magister IlmuKomunikasi dengan bidang kajian Ilmu Informasi danPerpustakaan. Aktif diskusi ilmiah dan penelitian danpengabdian pada masyarakat dengan pendokumentasianpengetahuan lokal, pelestarian pengetahuan lokal dankegiatan kebudayaan lainnya. Beberapa diantaranya (1)Anggota tim penelitian pada masyarakat “Research of Phonology,Folklor and Theatre area Asam Pulau Kab. Padang Pariaman in WestSumatera” pada tahun 2007; (2) Penelitian “PreservasiPengetahuan Lokal Masyarakat Minangkabau Tentang TradisiLisan Pasambahan Melalui Kegiatan Exchange of IndigenousKnowledge” pada tahun 2012 yang diterbitkan di JurnalKajian Ilmu Informasi dan Perpustakaan Vol 1(1) Tahun2012; (3) Tim Penyusun Modul Panduan TeknisPendokumentasian Pengetahuan Lokal (Indigenous Knowledge)Dalam Bidang Pertanian, Kabupaten Tasikmalaya, 2013; dan(4) Peserta Program Student Exchange Indonesia- MalaysiaSisters Cities Negara Serumpun Bukittinggi- Seremban membawamisi kebudayaan pada tahun 2006.

Wina Erwina, M.A Dosen Departemen Ilmu Informasi danPerpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi, mengampu matakuliah Dokumentasi Budaya dan Kajian Informasi DalamBudaya. Aktif dalam pengembangan Ilmu Informasi danPerpustakaan, beberapa penelitian yang telah dilakukan,(1) Transfer of Indigenous Knowledge Agricultural Knowledge System In

Halimun: An approach to the communication process of indigenousagricultural knowledge systems in Sirnasara village Mount halimun area, WestJava, Indonesia. LEIDEN UNIVERSITY The Netherlands; (2) Menyampaikanmakalah Digital Archive Systems pada International Workshop ofDigitalization Human Evolution and Development Documentation & Archive diLeiden, Belanda Tahun 2011; (3) Project System DigitalizesHistorische Archive HEAD (Leiden University ) The Netherlands; dan (4)Tim Penyusun Modul Panduan Teknis PendokumentasianPengetahuan Lokal (Indigenous Knowledge) Dalam BidangPertanian, Kabupaten Tasikmalaya, 2013.

Nurmaya Prahatmaja, M.A Dosen Departemen Ilmu Informasidan Perpustakaan pada mata kuliah Dokumentasi, Kearsipan,dan Katalogisasi. Aktif dalam pengembangan Ilmu Informasidan Perpustakaan, beberapa penelitian yang telahdilakukan, (1) The Documentation of Traditional Culture in Enriching TheCulture Library: Case study on traditional culture of Java documentationefforst in Surakarta, Central Java, Indonesia. Gadjah Mada University,Yogyakarta; (2) Anggota Tim Project System Digitalizes HistorischeArchive HEAD (Leiden University) The Netherlands; dan (3)Ketua/Anggota Peneliti dalam bidang dokumentasi,kearsipan, perpustakaan, serta museum dari tahun 2005 –sekarang.