NILAI EKONOMI TARI CINGCOWONG KARYA DEDE NONO RUKMANA DI KABUPATEN KUNINGAN

23
NILAI EKONOMI TARI CINGCOWONG KARYA DEDE NONO RUKMANA DI KABUPATEN KUNINGAN Desby Nurischa Seni Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta Rawamangun Jakarta Timur Email:[email protected] Abstract Issues raised in this study is the Economic Value of Work Dede Dance Cingcowong Nono Rukmana.Metodologi used for ethnographic research. The time and place of the study began in 2012 to 2014 in the Studio DNR, Cijoho, and other Kuningan area. The stages of this research through data collection interviews, document study, and study the literature. Then analyze the data in the form of data reduction, data display and conclusion. Last test the validity of the data with the persistence / constancy, triangulation theory and methodology. Results and discussion The analysis uses two theories, namely; about the economic value of dance Klamer, spending on the arts, measuring in money, measurement versus reciprocity, direct and indirect payments; analyzed the product management of resources, time, purpose and specific objectives. The conclusion of this research that the efforts made in the work of artists to production costs, it is impossible to produce without the expense. Dance Cingcowong included in a project managed by Dede, therein set cost issue as well. Judging from the characteristics of the project, there is the same discussion with the theory belongs to Klamer, but there is also discussion that clarify the content of the theory Klamer. Feature projects complement the content analysis of economic value Cingcowong dance. PENDAHULUAN Kesenian tradisional sebagai hiburan dari sebuah kebudayaan tidak akan lepas dari sifat kebudayaan itu sendiri yang dinamis. Kedinamisannya ditandai dengan perubahan, baik bentuk

Transcript of NILAI EKONOMI TARI CINGCOWONG KARYA DEDE NONO RUKMANA DI KABUPATEN KUNINGAN

NILAI EKONOMI TARI CINGCOWONG KARYA DEDE NONO RUKMANA DIKABUPATEN KUNINGAN

Desby Nurischa

Seni Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta

Rawamangun Jakarta Timur

Email:[email protected]

Abstract

Issues raised in this study is the Economic Value of Work Dede DanceCingcowong Nono Rukmana.Metodologi used for ethnographic research. Thetime and place of the study began in 2012 to 2014 in the Studio DNR, Cijoho,and other Kuningan area. The stages of this research through data collectioninterviews, document study, and study the literature. Then analyze the data inthe form of data reduction, data display and conclusion. Last test the validity ofthe data with the persistence / constancy, triangulation theory andmethodology.

Results and discussion The analysis uses two theories, namely; about theeconomic value of dance Klamer, spending on the arts, measuring in money,measurement versus reciprocity, direct and indirect payments; analyzed theproduct management of resources, time, purpose and specific objectives.

The conclusion of this research that the efforts made in the work of artiststo production costs, it is impossible to produce without the expense. DanceCingcowong included in a project managed by Dede, therein set cost issue aswell. Judging from the characteristics of the project, there is the samediscussion with the theory belongs to Klamer, but there is also discussion thatclarify the content of the theory Klamer. Feature projects complement thecontent analysis of economic value Cingcowong dance.

PENDAHULUAN

Kesenian tradisional

sebagai hiburan dari sebuah

kebudayaan tidak akan lepas

dari sifat kebudayaan itu

sendiri yang dinamis.

Kedinamisannya ditandai

dengan perubahan, baik bentuk

maupun isi kesenian, yang

disesuaikan dengan kemajuan

atau perkembangan zaman.1

Perubahan yang terjadi

dilakukan oleh pelaku seni

untuk mengembangkan

keseniannya sehingga

munculnya karya-karya baru

namun tidak lepas dari

kesenian tradisional. Dede

Nono Rukmana seorang seniman

musik dan tari tradisional di

Kabupaten Kuningan melakukan

hal tersebut dengan

menciptakan sebuah karya yang

diangkat dari upacara ritual

Cingcowong menjadi Tari

Cingcowong.

Cingcowong merupakan

tradisi masyarakat di Desa

Luragung Landeuh dalam

bentuk upacara ritual minta

hujan pada saat kemarau

panjang. Dalam proses

ritualnya, upacara ini1 Agus Heryana,dkk. Mengungkap

Nilai Tradisi Pada Seni tari Rakyat Jawa Barat (Bandung : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, 2009) hal.3

memiliki unsur seni musik

yang berupa musik iringan dan

lirik nyanyian, serta seni

rupa diaplikasikan dengan

boneka yang digunakan sebagai

elemen utama dalam proses

ritual. Upacara ritual

Cingcowong sudah tidak

dilakukan lagi sehingga bisa

dibilang hampir punah hanya

dilakukan untuk kepentingan

tertentu, seperti penelitian,

pendokumentasian dan lain-

lain.

Tari Cingcowong pertama

kali ditampilkan pada

Festival Kesenian Jawa Barat

tahun 2006 di Bandung, pada

saat itu tari Cingcowong

memperoleh penghargaan

sebagai penata koreografi

terbaik dan penampilan

terbaik. Penghargaan yang

diraih menarik perhatian para

konsumen seni untuk kembali

menampilkan tari Cingcowong

pada acara-acara yang

diselenggarakan oleh para

konsumen. Selain itu tari

Cingcowong juga sering

dipentaskan dalam acara-acara

penting di Pemerintahan

Kabupaten Kuningan.

Sebenarnya banyak pihak

yang terlibat dalam proses

penggarapan, konsep garapan

keseluruahan dikoordinatori

oleh Tim STSI Bandung. Tim

tersebut ditugaskan untuk

membuat karya dari kebudayaan

yang hampir punah di daerah

yang dimana mereka

ditempatkan dan mereka

bekerjasama dengan Sanggar

DNR yang dikelola oleh Dede

Nono Rukmana. Tim STSI diajak

oleh Dede untuk mengenal

sebuah upacara ritual

Cingcowong yang hampir punah.

Akhirnya mereka sepakat untuk

menjadikan Upacara Ritual

Cingcowong sebagai ide

garapan dan Dede Nono Rukmana

sebagai komposer iringan

musiknya.

Setelah tugas dari Tim

STSI Bandung selesai, Dede

Nono Rukmana terus

melestarikan karya tersebut

sehingga masyarakat

mengenalnya bahwa tari

Cingcowong adalah karya Dede

Nono Rukmana. Pernyataan

tersebut didapatkan dari

salah satu penari tari

Cingcowong dan pelatih tari

di Sanggar DNR dan dibenarkan

oleh Pak Yosef Kepala Bidang

Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Kabupaten

Kuningan. Kenyataannya dari

ucapan yang dilontarkon oleh

Dede Nono Rukmana memiliki

tujuan yang berbeda dari apa

yang pertama dilakukan oleh

TIM STSI yaitu Dede memiliki

tujuan bahwa tari Cingcowong

diciptakan karena unik,

banyak daya tarik sehingga

memiliki nilai jual.METODE PENELITIAN

Berdasarkan penjabaran

isi penelitian ini termasuk

dalam penelitian etnografi.

Etnografi merupakan pekerjaan

mendeskripsikan suatu

kebudayaan. Tujuan utama

aktifitas ini adalah memahami

suatu pandangan hidup dari

sudut pandang penduduk asli.

Sebagaimana dikemukakan oleh

Malinowski, tujuan etnografi

adalah memahami sudut pandang

penduduk asli, hubungannya

dengan kehidupan, untuk

mendapatkan pendangannya

mengenai dunianya.2

Inti dari etnografi

adalah upaya memperhatikan

makna tindakan dari kejadian

yang menimpa orang yang ingin

kita pahami.3 Penelitian ini

dilakukan untuk memperhatikan

tindakan Dede Nono Rukmana

dalam menciptakan Tari

Cingcowong yang mengarah pada

nilai ekonomi.

2Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta : Rineka Cipta, 2009) hal. 2523 James P. Spradle. Metode Etnografi(Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1997) hal. 5

Penelitian dilakukan

secara bertahap sejak tahun

2011, kemudian bulan April

2013 dan peneliti mengkaji

lebih dalam mulai bulan

April hingga Juni 2014

untuk melengkapi data

penulisan skripsi. Waktu

penelitian disesuaikan oleh

jadwal narasumber dan

informan yang terlibat,

selain menyesuikan jadwal,

ada beberapa informan yang

diwawancarai diselang waktu

ketika berkunjung ke tempat

narasumber. Peneliti juga

melakukan studi pustaka dan

studi dokumentasi sampai

informasi dikatakan lengkap

(tentative).

Lokasi penelitian ini

dilakukan di Kabupaten

Kuningan tepatnya di

Sanggar DNR Ciporang

kediaman koreografer Dede

Nono Rukmana beserta

keluarga selain

mewawancarai, beberapa

sumber buku diberikan untuk

melengkapi penulisan.

Penelitian selanjutnya

pergi ke Desa Lengkong

tempat berdiamnya salah

satu penari dan pelatih

Sanggar DNR yang bernama

Handini. Kemudian lokasi

selanjutnya di Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan

Kabupaten Kuningan tepatnya

di Ciloa bertemu dengan Pak

Yosef, S.Sos Kepala Bidang

Kebudayaan Dinas Pariwisata

dan Kebudayaan, beliau

memberi buku kesenian

Kuningan untuk melengkapi

penulisan. Data mengenai

organisasi sosial

didapatkan di Dinas

Kependudukan dan Sosial.

Ada satu informan

berada di luar Kabupaten

Kuningan yaitu Asep

Setiawan yang berada di

Kayu Jati, Rawamangun,

Jakarta. Penelitian ini

juga menggunakan media

komunikasi, jadi lokasi

yang penelitian sesuai

dengan keberadaan peneliti

dan narasumber/informan

yaitu di Jakarta dan

Kabupaten Kuningan.

Menurut Lofland dan

Lofland sumber data utama

dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata, dan

tindakan, selebihnya adalah

data tambahan seperti

dokumen dan lain-lain.

Jenis datanya dibagi ke

dalam kata-kata dan

tindakan, sumber data

tertulis, foto dan

statistik.4

Narasumber pada

penelitian ini ialah orang

4 Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012) hal. 57

yang berperan, berpengaruh

dan dalam Tari Cingcowong.

Berikut narasumber dalam

penelitian ini : Dede Nono

Rukmana, K.Kar., koregrafer

Tari Cingcowong dan

pemilik sanggar DNR di

Kabupaten Kuningan;

Handini, penari tari

Cingcowong dan pelatih tari

di sanggar DNR. Beliau

lulusan dari STSI Cirebon

dan mendalami ilmu tari.

Informan adalah orang

yang memberikan informasi

sebagai data pendukung

untuk melengkapi data hasil

penelitian. Adapun informan

yang dimaksud yaitu : Asep

Setiawan mahasiswa UNJ, ia

berasal dari Kabupaten

Kuningan, tepatnya di

Perumnas Ciporang dekat

dengan rumah dari orang tua

Dede Nono Rukmana;

Elisabeth Cristine istri

dari Dede Nono Rukmana,

beliau ikut serta dalam

mengelola sanggar DNR; Endi

Susilawandi, A.Ks, M.Si,

selaku Kepala Bidang

Rehabilitasi dan

Pemberdayaan Sosial pada

Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja; Deni Komara, S.Ip,

M.Si, selaku Kasubag

Publikasi dan Dokumentasi

Setda Kabupaten Kuningan;

Yosep Yanuar, S.Sos, selaku

Kepala Bidang Kebudayaan

Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan.

Analisis data pada

penulisan ini menggunakan

tehnik analisis menurut

Miles dan Huberman yaitu

berupa reduksi data,

penyajian data dan

penarikan kesimpulan.5

Berikut penjabaran yang

peneliti dapat dari Miles

dan Huberman .

Reduksi merupakan

bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang

tidak perlu dan

mengorganisasi data dengan

cara sedemikian rupa

sehingga kesimpulan akhir

dapat diambil. Data yang

diperoleh dari hasil

wawancara, studi pustaka

dan dokumen dijabarkan

dalam bentuk tulisan atau

bukti diatas kertas sesuai

dengan aslinya. Kemudian

setiap hasil data yang

ditulis diberi kategori

sesuai dengan isinya.

Kategori yang sudah dibuat

lalu digolongkan sesuai5 A. Michael Huberman dan MattewB. Miles. 1992. Analisis Data Kualitatif. (Jakarta : UI-PRESS, 1992) hal. 65

dengan pertanyaan rumusan

masalah. Kategorinya

mengenai Tari Cingcowong,

profil Dede Nono Rukmana

dan sanggarnya, kemudian

terakhir mengenai teori

Nilai ekonomi.

Penyajian data

merupakan kegiatan ketika

sekumpulan informasi

disusun sehingga memberi

kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan

(berupa teks naratif,

bagan, dll). Peneliti

melihat kategorisasi yang

telah dibuat, lalu data

asli yang didapatkan

diproses datanya sehingga

menjadi kata-kata yang

akademis. Data hasil

penelitian lalu dikaitkan

dengan teori-teori yang ada

yaitu tentang Nilai

Ekonomi.

Penarikan kesimpulan

dilakukan selama penelitian

berlangsung. Kesimpulan

masih bersifat sementara

awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak

ditemukan bukti yang kuat

dan mendukung pada tahap

pengumpulan data

berikutnya. Kesimpulan yang

diambil oleh peneliti

mengenai nilai ekonomi

dalam tari Cingcowong dari

hasil keterikatan hubungan

kausal atau interaktif,

hipotesis dan teori nilai

ekonomi dalam penelitian

ini.

Keabsahan data

merupakan konsep penting

yang diperbaharui dari

konsep kesahihan

(validitas) dan keandalan

(reabilitas) menurut versi

‘positivisme’ dan

menyesuaikan dengan

tuntutan pengetahuan,

kriteria dan paradigmanya.6

Ketekunan/Keajegan.

Pengamat berarti mencari

secara konsisten

interpretasi dengan

berbagai cara dalam kaitan

dengan proses analisis yang

konstan atau tentatif.

Peneliti mengadakan

pengamatan dengan teliti

dan rinci secara

berkesinambungan terhadap

faktor-faktor yang menonjol

mengenai objek yang

diteliti yaitu Tari

Cingcowong karya Dede Nono

Rukmana.

Dezin dalam buku yang

ditulis oleh Lexy Maleong

membedakan empat macam

triangulasi sebagai tehnik

pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan6 Lexy Moleong. Op.cit.

hal. 321

sumber, metode, penyelidik

dan teori.7 Triangulasi

yang digunakan dari keempat

tehnik yang disebutkan

yaitu triangulasi dengan

teori dan metode.

Triangulasi teori dilakukan

dengan cara membandingkan

teori nilai estetis dan

teori nilai ekonomi.

Setelah dilakukan

penelitian kembali, data-

data mengenai penelitian

ini ternyata lebih dominan

kepada teori nilai ekonomi.

Nilai estetis hanya

merupakan bagian awal yang

disandingkan dengan nilai

ekonomi, seperti apa yang

disampaikan oleh Klamer.

Triangulasi metode,

digunakan untuk

membandingkan dan memeriksa

keabsahan data yang

diperoleh dari beberapa

7 Ibid. hal. 330

tahapan metode pengumpulan

data yaitu wawancara, studi

pustaka dan studi dokumen.HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis terhadap nilai

ekonomi dari sisi manajemen

proyek, dan berdasarkan

dua orientasi k ajian yang

disebutkan Klamer

berdasarkan dua nilai

estetis dan nilai ekonomi,

nilai estetis berdasarkan

dari elemen tari, nilai

ekonomi bersumber dari

aktifitas dalam lingkungan

kerja budaya dikaitkan

dengan orientasi ekonomi.

1. Elemen-Elemen Tari

Sebagai Bagian Dari

Kualitas Estetis

Hans Abing, seorang

ekonom yang juga seniman

mengatakan bahwa dari sisi

kualitas estetis karya seni

tersebut bisa memiliki

kandungan the magic of the arts

jika disusun berdasarkan

artistic conscience. The magic of the

arts yaitu nilai-nilai

keajaiban dari sebuah karya

seni yang berisi nilai

estetis didalamnya

mencerminkan karakteristik

budaya dan mengandung

nilai-nilai bersama. Nilai

itu diwujudkan melalui

proses penjawatahan hati

nurani (artistic conscience).

Nilai estetis dari tari

Cingcowong merujuk pada

elemen-elemen tari yang

telah di deskripsikan.

Jumlah ragam gerak ada

21 gerakan, ada beberapa

ragam gerak yang didalamnya

terdapat 2 sampai 4 gerak.

Selain gerak, pola lantai

pun disajikan dalam tari

Cingcowong. Pola lantai

yang terdapat dalam seni

tari Cingcowong ada 10

bentuk, ada 4 pola lantai

yang sama hanya dibedakan

oleh arah yang berbeda

yaitu pola lantai 2,3,4,5.

Dominan bentuk dan arah

hadap pola lantai penari

berpusat pada 1 titik di

tengah.

Gerak tari

penjabarannya dijelaskan

melalui nama ragam gerak,

deskripsi gerak dan foto

gerakan. Ragam gerak yang

disajikan memiliki

karakter. Karakter

dianalisis dari bentuk

disain atas yang terdapat

pada ragam gerak. Disain

atas ada 19 bentuk, namun

disain atas pada ragam

gerak tari Cingcowong hanya

12 bentuk.

Ragam gerak masuk dan

pecut nangtung gerak I

sampai IV membentuk disain

asimetris. Karakter

asimetris ini menarik dan

dinamis tapi agak kurang

kokoh. Ragam gerak adeg-

adeg 1, putar, adeg-adeg 2

gerak II, ritual gerak IV,

nyisiran boneka dan menta

membentuk disain atas

simetris yang memberikan

kesan sederhana, kokoh,

tenang, tetapi kalau

terlalu banyak digunakan

menjadi menjemukan. Bentuk

simetris merupakan bentuk

yang paling dominan dan

banyak dalam tari

Cingcowong.

Ragam gerak adeg-adeg 2

gerak I dan sikap siap

gerak I membentuk disain

bersudut yang membuat efek

kesan penuh kekuatan. Gerak

adeg-adeg 3, ritual gerak

III, prosesi upacara dan

kesambet memberikan kesan

teratur karena berbentuk

disain atas statis.

Horizontal bentuk disain

atas yang memberikan kesan

tercurah terdapat pada

ragam gerak adeg adeg 2

gerak II dan sikap siap

gerak III. Kesan penuh dan

hidup terdapat pada gerak

ngaguling dan persiapan

upacara ritual ketika

penari membawa tangga dan

tikar bentuk disain atasnya

yaitu rendah.

Selanjutnya bentuk

disain atas vertikal

memberikan kesan egosentris

dan menyerah ada pada gerak

ritual boneka dan persiapan

upacara ritual ketika

penari membawa tangga dan

tikar yang sama dengan

disain rendah tapi pada

bagian gerak lainnya.

Karakter disain atas dari

spiral memiliki kekuatan

untuk menarik perhatian

penonton ke garis-garis

lingkaran itu ada pada

gerakan ritual I, II ,

lenggang dan putar. Ragam

gerak narik selendang

membentuk disain atas

tertunda, disain ini

menimbulkan daya tarik yang

sangat luar biasa, bagian

disain ini ada pada bagian

akhir sebelum penutup.

Kemudian disain atas

terakhir pada tari

Cingcowong ada yaitu

terlukis ada pada gerak

nyisiran boneka yang

terlukis dari geraknnya

sedang menyisir di depan

cermin, terakhir ada pada

gerak hujan yaitu

menggambarkan hujan dengan

menyebarkkan beras

disekelilingnya.

Disain dramatik tari

Cingcowong yaitu

menggunakan kerucut

berganda artinya titik

klimaks lebih dari satu.

Dilihat dari disain

dramatiknya titik klimaks

ada pada bagian (B), (D),

dan (G) klimaks paling

tinggi ada pada bagian (D)

ketika boneka Cingcowong

mulai kerasukan arwah,

gerakannya semakin cepat

lalu berhenti pada saat

gerakannya sangat cepat.

Bagian ini yang sangat

menarik penonton.

Dilihat dari

dinamikanya bagian yang

paling menjemukan ada pada

durasi ke 06:30 – 11:19

saat adegan prosesi

persiapan ritual minta

hujan yang dimainkan oleh

penari kuncen, boneka

Cingcowong dan penari

perempuan. Dinamika musinya

ritardando dan geraknya piano

dan staccato. Element tari

berikutknya yaitu komposisi

kelompok, tari Cingcowong

hanya menggunakan ada 2

yaitu unison dan broken.

Tari Cingcowong yang

digarap oleh Dede Nono

Rukmana termasuk kedalam

tema dramatari karena

memiliki alur cerita, yaitu

menceritakan tentang proses

upacara ritual Cingcowong

yang didahului dengan

gambaran masyarakat yang

memohon hujan dan pada

akhir cerita turunlah

hujan. Selain Cingcowong,

sebenarnya Dede tahu macam-

macam upacara ritual hujan

lainnya. Namun Dede

memiliki pandangan

tersendiri ketika mendengar

nama Cingcowong yang unik,

menarik dan bisa dijual.

2. Nilai Ekonomi Tari

Cingcowong Karya Dede

Nono Rukamana

Merujuk pada konsep

kebudayaan, Klamer

menyebutkan bahwa

kebudayaan sebenarnya tidak

muncul sejajar dengan nilai

ekonomi, namun seniman

memerlukan uang dari kaum

borjuis untuk kualitas

seninya. Klamer menyebutkan

bahwa karya seni yang

memilliki nilai ekonomi

dikaitkan dengan beberapa

hal yaitu : 8

a) Spending on the Arts

(pengeluaran seni)

Sebuah pementasan tari

Cingcowong melibatkan 25

pemain yang berperan

sebagai penari, pemusik,

dan vokal. Sebelum

mengadakan pementasan,

tarian yang melibatkan 25

orang ini, mengadakan

persiapan seminggu sebelum

pementasan. Persiapan

8 Arja Klamer. The Value of Culture On The Relationship Between Economics and Arts. (Amsterdam: Amsterdam University Press, 1996) hal. 15-24

tersebut berupa latihan

rutin di Sanggar DNR,

tentunya dalam sebuah

proses latihan para pemain

membutuhkan energi dengan

asupan makanan atau

minuman, sehingga makanan

dan minuman perlu

disediakan selama proses

latihan. Dede Nono Rukmana

ahli di bidang musik,

sedangkan untuk melengkapi

unsur tari pada tarian

Cingcowong, Dede

membutuhkan pelatih untuk

mengkoordinasikan

tariannya.

Semua pihak yang

terlibat akan

diperhitungkan tenaganya

dengan uang atau kata lain

dari diberi upah. Kecuali,

pemain musik milik Dede

Nono Rukama yang masih

duduk di bangku SD karena

mereka merupakan hasil

didikan dari Dede masih

dalam tahapan belajar.

Beberapa kelengkapan

lainnya yaitu kostum dan

make up pemain dibutuhkan

ketika hari pementasan.

Selain itu, properti yang

digunakan terkadang hilang

dan rusak, sehingga perlu

diperbaiki dan dilengkapi

agar penampilan semakin

maksimal.

Kelengkapan tersebut

harus dipenuhi agar

pementasan tari Cingcowong

bisa berlangsung. Pihak

sanggar memerlukan dana

untuk memenuhi kelengkapan

pementasan tari Cingcowong.

Hal ini membuktikan bahwa

seni memiliki nilai ekonomi

karena adanya biaya

produksi yang dikeluarkan.

b) Measuring in Money

(pengukuran uang)

Pertama kali tari

Cingcowong dipentaskan pada

Festival Kesenian Jawa

Barat di Bandung tahun

2006, kemudian mendapatkan

penghargaan sebagai penata

koreografi terbaik dan

penampilan terbaik. Setelah

itu banyaknya permintaan

pementasan tari Cingcowong.

Tari Cingcowong untuk

sebuah pementasan dihargai

senilai Rp 10.000.000,-

dengan pemain semua dewasa.

Namun, jika tari Cingcowong

dipentaskan untuk

penelitian, Dede

memberikan penurunan harga

sebesar Rp 5.000.000,-

ditambah makan siang,

perbedaannya pemain musik

dimainkan anak-anak dan

penari dimainkan oleh

dewasa.

Sebagai tanda jadi

untuk pementasan tari

Cingcowong, Dede meminta

pembayaran awal 85% dari

total harga pementasan.

Pembayaran awal tersebut

digunakan untuk proses

latihan dan DP pemain. Hal

ini sebagimana dikatakan

oleh Dede sebagai berikut :

masalahnya ini mah bwt

prosesnya penarinya mau

dipajerin juga mumpung lagi

kumpul....Neng ini mah

dadakan hari ini kirim aja

semuanya neng soalnya mau

pajerin pemainnya....Neng

kirimin aja 3,5 dulu

sisanya biar sama uang saku

saya....9

Pernyataan diatas

merupakan penggambaran

nyata, bahwa uang sebagai

alat tukar menukar sangat

diperlukan oleh seniman.

Artinya, secara ekonomi

karya seni diukur dengan

9 W2

uang karena dia memiliki

harga dalam sistem tukar

menukar. Pengukuran dalam

sistem tukar menukar

menggunakan uang sebagai

alat tukar menukar,

sehingga uang menjadi alat

ukur terhadap kualitas

karya seni yang dibendakan

dan memiliki harga.

c) Measurement versus Reciprocity

Biaya yang telah

disepakati ketika itu

menggunakan alat tukar

berbentuk uang. Dari uang

yang disepakati bersama,

saling menguntungkan antara

peneliti dan seniman.

Keuntungan peneliti yaitu

mendapatkan rekaman asli

pementasan tari Cingcowong

sehingga data untuk

penulisan penelitian

terpenuhi. Dede Nono

Rukmana sebagai seniman

mendapatkan keuntungan

berupa uang untuk mencukupi

kebutuhan rumah tangga atau

sanggarnya. Hal ini

dikuatkan dengan pernyataan

Klamer bahwa, transaksi

antara seniman dan penikmat

yang menggunakan uang

sebagai alat tukar memiliki

asas saling menguntungkan

antara dua pihak, seniman

mendapatkan nilai uang,

sementara penikmat

mendapatkan nilai dari

kualitas karya seni.

d) Direct and Indirect Payments

Transaksi antara

seniman dan penikmat bisa

menggunakan uang, namun

bisa juga menggunakan

sistem yang lain misalnya

penyediaan fasilitas, village

cardfree, dan sebagainya.

Ada salah satu pementasan

tari Cingcowong yang tidak

dibayar menggunakan uang.

Ketika Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Kabupaten

Kuningan membawa

pertunjukan tari Cingcowong

di Bali. Namun seluruh

kebutuhan akomodasi yang

diperlukan oleh pemain

dipenuhi oleh pihak

penyelenggara. Penyataan

ini dikatakan oleh Handini

sebagai penari tari

Cingcowong :

Palingan lagi itu yang

nari di Bali, tapi itu mah

dari dinas terus minta

sanggar yang kelola, nari

Cingcowong, emang ga

dibayar sih tapi kita

disana udah gratis makan

penginapan segala macem,

yahh itung-itung jalan jalan

juga gitu.10

Terlihat bahwa

transaksi tanpa menggunakan

uang dapat diterima oleh

pelaku seni. Kebutuhan yang

10 W10

diperlukan selama proses

pementasan bahkan kebutuhan

tersier Handini sebagai

penari Cingcowong

terpenuhi.

3. Manajemen Proyek

Tari Cingcowong

termasuk ke dalam proyek

dibawah manajemen Dede Nono

Rukmana. Lima ciri proyek

yang dibahas yaitu sumber

daya, waktu tertentu, biaya

tertentu dan maksud dan

tujuan tertentu. Ada

beberapa hal yang berkaitan

dengan penjabaran nilai

ekonomi dari teori Klamer

yaitu ; sumber daya dengan

spending on the art perbedaannya

pada sumber daya pembahasan

dibagi menjadi lima bentuk

yaitu sumber daya barang,

bahan, orang, uang dan

waktu. Pembahasan tersebut

merupakan hal-hal yang

terkait untuk menentukan

berapa biaya yang

dibutuhkan; biaya tertentu,

pada ciri proyek ini isi

pembahasannya sama dengan

isi dari pembahasan

measuring in money pada teori

Klamer, sehingga biaya

tertentu pada manajemen

proyek, tidak dibahas

kembali karena isi

pembahasan sudah disajikan

pada teori Klamer.

Ciri umum proyek tari

Cingcowong karya Dede Nono

Rukmana sebagai berikut :

a. Sumber Daya

Pada pementasan tari

Cingcowong sumber daya

barang berupa konsumsi

untuk proses latihan,

kostum tari, dan alat make

up yang biasanya setiap

penari sudah mempunyai.

Sumber daya bahan/sediaan

berupa pijakan cerita yang

diangkat untuk dijadikan

sebuah karya, sumber daya

ini telah dilakukan pada

awal proses penciptaan tari

Cingcowong, sehingga tidak

perlu dilakukan lagi untuk

pementasan berikutnya.

Sumber daya berikutnya

yaitu orang, dibagi ke

dalam beberapa bagian.

Pertama sebagai penari

dengan total 10 orang

penari yang dibagi ke

beberapa peran. Kedua

sebagai pemusik yang

berjumlah 10 pemusik,

biasanya dilakukan oleh

anak-anak hasil didik Dede

Nono Rukmana. Ketiga

sebagai vokal berjumlah

sampai 5 orang, disesuaikan

dengan kebutuhan pementasan

(bisa dilihat pada halaman

61). Selain itu, pada

proses latihan ada beberapa

pihak yang bisa merupakan

salah satu dari pemusik dan

penari pada pementasan atau

bisa diluar dari bagian

pementasan, berperan

sebagai pelatih musik dan

tari.

Selanjutnya sumber daya

uang yaitu sumber dimana

uang bisa didapatkan yaitu

bersumber pada pihak yang

meminta pementasan tari

Cingcowong. Sumber daya

waktu, dibutuhkan

penjadwalan untuk latihan

dan pementasan. Terakhir

sumber daya alat, alat yang

dibutuhkan berupa

seperangkat alat musik

gamelan sunda (lihat

halaman 86) dan property

tari yang digunakan pada

pementasan (lihat halaman

92).

b. Waktu Tertentu

Festival Kesenian Jawa

Barat di Bandung pada tahun

2006 merupakan pertama kali

tari Cingcowong

dipentaskan, pada kegiatan

ini merupakan proyek besar

yang melibatan banyak

pihak. Proses latihan

berlangsung selama dua

minggu hal ini disampaikan

oleh penari Cingcowong.

Kemudian tari Cingcowong

sering dipentaskan di

beberapa tempat

diantaranya, di Universitas

Indonesia, pada acara

sambut Gubernur BI Tahun

2007 Kuningan, dan lain-

lain. Berikut penyataan

yang disampaikan Handini

salah satu penari

Cingcowong.

Teh setelah festival,

cingcowong banyak orderan

gitu ga,, maksudnya pentas

gitu?...Iya sering

banget..Teteh ikut nari

juga? Kemana aja teh

pentasnya?...Iya kalau lagi

bisa mah ikut, ke Cirebon,

Cilimus, terus Surabaya

kesanaannya gituu pokonya mah

Jawa gitu, terus ke Bali.11

Menyimak dari wawancara

diatas dapat disimpulkan

bahwa tari Cingcowong

dominan di pentaskan di

luar kabupaten Kuningan.

Nama kota yang disebutkan

oleh Handini merupakan

pementasan yang ketika itu

bisa diikuti oleh Handini,

artinya masih banyak lagi

pemntasan Cingcowong di

tempat dan waktu lainnya.

c. Maksud dan Tujuan

Tertentu

Tari Cingcowong

berpijak dari upacara

ritual Cingcowong. Upacara

tersebut dilakukan untuk

meminta hujan ketika

kemarau panjang tiba di

11 W6

desa Luragung Landeuh

Kabupaten Kuningan.

Kemudian Dede Nono Rukmana

beserta tim mahasiswa STSI

Bandung merencanakan untuk

menjadikan uapacara

tersebut menjadi sebuah

karya tari dalam bentuk

konvensional. Kegiatan

tersebut merupakan bagian

tugas KKN tim mahasiswa

STSI Bandung yang

ditugaskan untuk mengangkat

tradisi atau kesenian yang

hampir punah menjadi

garapan baru.

KESIMPULAN

Penelitian ini

dilakukan untuk mengangkat

sebuah penemuan yang

ternyata terdapat seniman

yang menjadikan karya

seninya sebagai benda untuk

diperjual belikan. Artinya

nilai seni dipandang untuk

mendapatkan nilai ekonomi

bagi seniman tersebut.

Seniman tersebut yaitu Dede

Nono Rukmana dan salah satu

karyanya yaitu tari

Cingcowong. Secara tidak

langsung usaha yang

dilakukan oleh Dede

memposisikan dirinya di

masyarakat bahwa tari

Cingcowong identik dengan

nama Dede Nono Rukmana.

Tetapi segala upaya yang

dilakukan seniman untuk

berkarya dan mencapai

kualitas seni yang baik

jika tanpa memikirkan

biaya, maka dilihat dari

teori nilai ekonomi Klamer,

ternyata biaya tetap

dibutuhkan untuk produksi,

tidak mungkin memproduksi

tanpa adanya biaya.

Tari Cingcowong

termasuk kedalam sebuah

proyek yang dikelola oleh

Dede, didalamnya mengatur

masalah biaya juga. Dilihat

dari ciri proyek, ada

pembahasan yang sama dengan

teori milik Klamer, namun

ada juga pembahasan yang

memperjelas isi dari teori

Klamer. Ciri proyek

melengkapi analisis isi

nilai ekonomi pada tari

Cingcowong.IMPLIKASI

Hasil penelitian

mengenai Nilai Ekonomi Seni

Tari Cingcowong memiliki

implikasi. Menejemen

sanggar dalam hal keuangan

baiknya merincikan

keperluan apa saja yang

dibutuhkan untuk sebuah

pementasan dari segala

aspek sehingga semua bisa

diperkirakan biaya yang

akan dibutuhkan. Sebagai

bahan pengembangan materi

dalam mata pelajaran seni

tari di sekolah tingkat SMP

dan SMA. Bisa sebagai bahan

pengayaan materi pada mata

kuliah management produksi.

SARAN

Berdasarkan hasil

penelitian yang telah

dilakukan maka peneliti

memberikan beberapa saran

sebagai berikut :Perlunya

menjalin komunikasi yang

baik antar seniman dengan

konsumen khususnya ketika

membicarakan biaya, agar

keduabelah pihak sama-sama

mendapatkan apa yang

diinginkan.

Penelitian ini masih

terbatas pada satu seniman,

perlunya meneliti seniman

lain yang mempunyai

pandangan serupa agar bisa

mengungkapkan lebih banyak

mengenai nilai ekonomi pada

seni

.DAFTAR PUSTAKA

Adeng, et all. 2012.Cingcowong Upacara Memintahujan Pada MasyarakatKuningan. Bandung : BalaiPelestarian NilaiBudaya.

Darmadi, Hamdi. 2011.Metode Penelitian. Bandung :Alfabeta.

Hadi, Sumandiyo. 1996.Aspek-Aspek Dasar KoreografiKelompok. Yogyakarta:Manthili.

Hadi, Y. Sumandiyo. 1996.

Aspek-Aspek Kelompok.

Hawkin, Alma. 2003. BergerakMenurut Kata Hati Metoda BaruDalam Menciptakan Tari.

Heryana, Agus, dkk. 2009.Mengungkap Nilai Tradisi PadaSeni Pertunjukan Rakyat JawaBarat. Bandung : BalaiPelestarian NilaiBudaya.

Huberman, A. Michael danMetthew B. Milles. 1992.Analisis Data Kualitatif.Jakarta: UI-PRESS.

Jazuli,M. 1994. Telaah TeoritisSeni Tari. Semarang : IKIPSemarang Press.

JR, Wawan Hermawan. 2000.Kuningan Menembus Waktu.

Kuningan : Citra NuansaInfo Kuningan.

Kattsoff, Lowis.O. 2004.

Pengantar Filsafat.

Yogyakarta : Tiara

Wacana Yogya.

Klamer, Arja. 1996. TheValue of Culture On TheRelationship Between Economicsand Arts. Amsterdam:Amsterdam UniversityPress.

Koentjaraningrat. 2009.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta : Rineka Cipta.

Martono, Hendro. 2010.

Sekelumit Ruang dan Pentas.

Yogyakarta: Cipta Media

Moleong, Lexy. I. 2012.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung : RemajaRosdakarya.

Permas, Achan, dkk. 2003.

Manajemen Organisasi

Pertunjukan. Jakarta :

Penerbit PPM.

Sedyawati, Edy. 2009. SeniPertunjukan dan Seni Media.Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada.

Sicat, Gerrardo P. 1991.

Ilmu Ekonomi. Jakarta :

The Ford Foundation.

Smith, Jaqueline(terjemahan BenSuharto). 1985. KomposisiTari. Yogyakarta :Ikalasti

Soedarsono. Tari-TarianIndonesia I. Jakarta :Proyek PengembanganMedia KebudayaanDepartemen PendidikanDan Kebudayaan.

Spradle P.James. 1997.Metode Etnografi..Yogyakarta : TiaraWacana Yogya.