NILAI EKONOMI TARI CINGCOWONG KARYA DEDE NONO RUKMANA DI KABUPATEN KUNINGAN
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of NILAI EKONOMI TARI CINGCOWONG KARYA DEDE NONO RUKMANA DI KABUPATEN KUNINGAN
NILAI EKONOMI TARI CINGCOWONG KARYA DEDE NONO RUKMANA DIKABUPATEN KUNINGAN
Desby Nurischa
Seni Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta
Rawamangun Jakarta Timur
Email:[email protected]
Abstract
Issues raised in this study is the Economic Value of Work Dede DanceCingcowong Nono Rukmana.Metodologi used for ethnographic research. Thetime and place of the study began in 2012 to 2014 in the Studio DNR, Cijoho,and other Kuningan area. The stages of this research through data collectioninterviews, document study, and study the literature. Then analyze the data inthe form of data reduction, data display and conclusion. Last test the validity ofthe data with the persistence / constancy, triangulation theory andmethodology.
Results and discussion The analysis uses two theories, namely; about theeconomic value of dance Klamer, spending on the arts, measuring in money,measurement versus reciprocity, direct and indirect payments; analyzed theproduct management of resources, time, purpose and specific objectives.
The conclusion of this research that the efforts made in the work of artiststo production costs, it is impossible to produce without the expense. DanceCingcowong included in a project managed by Dede, therein set cost issue aswell. Judging from the characteristics of the project, there is the samediscussion with the theory belongs to Klamer, but there is also discussion thatclarify the content of the theory Klamer. Feature projects complement thecontent analysis of economic value Cingcowong dance.
PENDAHULUAN
Kesenian tradisional
sebagai hiburan dari sebuah
kebudayaan tidak akan lepas
dari sifat kebudayaan itu
sendiri yang dinamis.
Kedinamisannya ditandai
dengan perubahan, baik bentuk
maupun isi kesenian, yang
disesuaikan dengan kemajuan
atau perkembangan zaman.1
Perubahan yang terjadi
dilakukan oleh pelaku seni
untuk mengembangkan
keseniannya sehingga
munculnya karya-karya baru
namun tidak lepas dari
kesenian tradisional. Dede
Nono Rukmana seorang seniman
musik dan tari tradisional di
Kabupaten Kuningan melakukan
hal tersebut dengan
menciptakan sebuah karya yang
diangkat dari upacara ritual
Cingcowong menjadi Tari
Cingcowong.
Cingcowong merupakan
tradisi masyarakat di Desa
Luragung Landeuh dalam
bentuk upacara ritual minta
hujan pada saat kemarau
panjang. Dalam proses
ritualnya, upacara ini1 Agus Heryana,dkk. Mengungkap
Nilai Tradisi Pada Seni tari Rakyat Jawa Barat (Bandung : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, 2009) hal.3
memiliki unsur seni musik
yang berupa musik iringan dan
lirik nyanyian, serta seni
rupa diaplikasikan dengan
boneka yang digunakan sebagai
elemen utama dalam proses
ritual. Upacara ritual
Cingcowong sudah tidak
dilakukan lagi sehingga bisa
dibilang hampir punah hanya
dilakukan untuk kepentingan
tertentu, seperti penelitian,
pendokumentasian dan lain-
lain.
Tari Cingcowong pertama
kali ditampilkan pada
Festival Kesenian Jawa Barat
tahun 2006 di Bandung, pada
saat itu tari Cingcowong
memperoleh penghargaan
sebagai penata koreografi
terbaik dan penampilan
terbaik. Penghargaan yang
diraih menarik perhatian para
konsumen seni untuk kembali
menampilkan tari Cingcowong
pada acara-acara yang
diselenggarakan oleh para
konsumen. Selain itu tari
Cingcowong juga sering
dipentaskan dalam acara-acara
penting di Pemerintahan
Kabupaten Kuningan.
Sebenarnya banyak pihak
yang terlibat dalam proses
penggarapan, konsep garapan
keseluruahan dikoordinatori
oleh Tim STSI Bandung. Tim
tersebut ditugaskan untuk
membuat karya dari kebudayaan
yang hampir punah di daerah
yang dimana mereka
ditempatkan dan mereka
bekerjasama dengan Sanggar
DNR yang dikelola oleh Dede
Nono Rukmana. Tim STSI diajak
oleh Dede untuk mengenal
sebuah upacara ritual
Cingcowong yang hampir punah.
Akhirnya mereka sepakat untuk
menjadikan Upacara Ritual
Cingcowong sebagai ide
garapan dan Dede Nono Rukmana
sebagai komposer iringan
musiknya.
Setelah tugas dari Tim
STSI Bandung selesai, Dede
Nono Rukmana terus
melestarikan karya tersebut
sehingga masyarakat
mengenalnya bahwa tari
Cingcowong adalah karya Dede
Nono Rukmana. Pernyataan
tersebut didapatkan dari
salah satu penari tari
Cingcowong dan pelatih tari
di Sanggar DNR dan dibenarkan
oleh Pak Yosef Kepala Bidang
Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten
Kuningan. Kenyataannya dari
ucapan yang dilontarkon oleh
Dede Nono Rukmana memiliki
tujuan yang berbeda dari apa
yang pertama dilakukan oleh
TIM STSI yaitu Dede memiliki
tujuan bahwa tari Cingcowong
diciptakan karena unik,
banyak daya tarik sehingga
memiliki nilai jual.METODE PENELITIAN
Berdasarkan penjabaran
isi penelitian ini termasuk
dalam penelitian etnografi.
Etnografi merupakan pekerjaan
mendeskripsikan suatu
kebudayaan. Tujuan utama
aktifitas ini adalah memahami
suatu pandangan hidup dari
sudut pandang penduduk asli.
Sebagaimana dikemukakan oleh
Malinowski, tujuan etnografi
adalah memahami sudut pandang
penduduk asli, hubungannya
dengan kehidupan, untuk
mendapatkan pendangannya
mengenai dunianya.2
Inti dari etnografi
adalah upaya memperhatikan
makna tindakan dari kejadian
yang menimpa orang yang ingin
kita pahami.3 Penelitian ini
dilakukan untuk memperhatikan
tindakan Dede Nono Rukmana
dalam menciptakan Tari
Cingcowong yang mengarah pada
nilai ekonomi.
2Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta : Rineka Cipta, 2009) hal. 2523 James P. Spradle. Metode Etnografi(Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1997) hal. 5
Penelitian dilakukan
secara bertahap sejak tahun
2011, kemudian bulan April
2013 dan peneliti mengkaji
lebih dalam mulai bulan
April hingga Juni 2014
untuk melengkapi data
penulisan skripsi. Waktu
penelitian disesuaikan oleh
jadwal narasumber dan
informan yang terlibat,
selain menyesuikan jadwal,
ada beberapa informan yang
diwawancarai diselang waktu
ketika berkunjung ke tempat
narasumber. Peneliti juga
melakukan studi pustaka dan
studi dokumentasi sampai
informasi dikatakan lengkap
(tentative).
Lokasi penelitian ini
dilakukan di Kabupaten
Kuningan tepatnya di
Sanggar DNR Ciporang
kediaman koreografer Dede
Nono Rukmana beserta
keluarga selain
mewawancarai, beberapa
sumber buku diberikan untuk
melengkapi penulisan.
Penelitian selanjutnya
pergi ke Desa Lengkong
tempat berdiamnya salah
satu penari dan pelatih
Sanggar DNR yang bernama
Handini. Kemudian lokasi
selanjutnya di Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Kuningan tepatnya
di Ciloa bertemu dengan Pak
Yosef, S.Sos Kepala Bidang
Kebudayaan Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan, beliau
memberi buku kesenian
Kuningan untuk melengkapi
penulisan. Data mengenai
organisasi sosial
didapatkan di Dinas
Kependudukan dan Sosial.
Ada satu informan
berada di luar Kabupaten
Kuningan yaitu Asep
Setiawan yang berada di
Kayu Jati, Rawamangun,
Jakarta. Penelitian ini
juga menggunakan media
komunikasi, jadi lokasi
yang penelitian sesuai
dengan keberadaan peneliti
dan narasumber/informan
yaitu di Jakarta dan
Kabupaten Kuningan.
Menurut Lofland dan
Lofland sumber data utama
dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata, dan
tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain.
Jenis datanya dibagi ke
dalam kata-kata dan
tindakan, sumber data
tertulis, foto dan
statistik.4
Narasumber pada
penelitian ini ialah orang
4 Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012) hal. 57
yang berperan, berpengaruh
dan dalam Tari Cingcowong.
Berikut narasumber dalam
penelitian ini : Dede Nono
Rukmana, K.Kar., koregrafer
Tari Cingcowong dan
pemilik sanggar DNR di
Kabupaten Kuningan;
Handini, penari tari
Cingcowong dan pelatih tari
di sanggar DNR. Beliau
lulusan dari STSI Cirebon
dan mendalami ilmu tari.
Informan adalah orang
yang memberikan informasi
sebagai data pendukung
untuk melengkapi data hasil
penelitian. Adapun informan
yang dimaksud yaitu : Asep
Setiawan mahasiswa UNJ, ia
berasal dari Kabupaten
Kuningan, tepatnya di
Perumnas Ciporang dekat
dengan rumah dari orang tua
Dede Nono Rukmana;
Elisabeth Cristine istri
dari Dede Nono Rukmana,
beliau ikut serta dalam
mengelola sanggar DNR; Endi
Susilawandi, A.Ks, M.Si,
selaku Kepala Bidang
Rehabilitasi dan
Pemberdayaan Sosial pada
Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja; Deni Komara, S.Ip,
M.Si, selaku Kasubag
Publikasi dan Dokumentasi
Setda Kabupaten Kuningan;
Yosep Yanuar, S.Sos, selaku
Kepala Bidang Kebudayaan
Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan.
Analisis data pada
penulisan ini menggunakan
tehnik analisis menurut
Miles dan Huberman yaitu
berupa reduksi data,
penyajian data dan
penarikan kesimpulan.5
Berikut penjabaran yang
peneliti dapat dari Miles
dan Huberman .
Reduksi merupakan
bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang
tidak perlu dan
mengorganisasi data dengan
cara sedemikian rupa
sehingga kesimpulan akhir
dapat diambil. Data yang
diperoleh dari hasil
wawancara, studi pustaka
dan dokumen dijabarkan
dalam bentuk tulisan atau
bukti diatas kertas sesuai
dengan aslinya. Kemudian
setiap hasil data yang
ditulis diberi kategori
sesuai dengan isinya.
Kategori yang sudah dibuat
lalu digolongkan sesuai5 A. Michael Huberman dan MattewB. Miles. 1992. Analisis Data Kualitatif. (Jakarta : UI-PRESS, 1992) hal. 65
dengan pertanyaan rumusan
masalah. Kategorinya
mengenai Tari Cingcowong,
profil Dede Nono Rukmana
dan sanggarnya, kemudian
terakhir mengenai teori
Nilai ekonomi.
Penyajian data
merupakan kegiatan ketika
sekumpulan informasi
disusun sehingga memberi
kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan
(berupa teks naratif,
bagan, dll). Peneliti
melihat kategorisasi yang
telah dibuat, lalu data
asli yang didapatkan
diproses datanya sehingga
menjadi kata-kata yang
akademis. Data hasil
penelitian lalu dikaitkan
dengan teori-teori yang ada
yaitu tentang Nilai
Ekonomi.
Penarikan kesimpulan
dilakukan selama penelitian
berlangsung. Kesimpulan
masih bersifat sementara
awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak
ditemukan bukti yang kuat
dan mendukung pada tahap
pengumpulan data
berikutnya. Kesimpulan yang
diambil oleh peneliti
mengenai nilai ekonomi
dalam tari Cingcowong dari
hasil keterikatan hubungan
kausal atau interaktif,
hipotesis dan teori nilai
ekonomi dalam penelitian
ini.
Keabsahan data
merupakan konsep penting
yang diperbaharui dari
konsep kesahihan
(validitas) dan keandalan
(reabilitas) menurut versi
‘positivisme’ dan
menyesuaikan dengan
tuntutan pengetahuan,
kriteria dan paradigmanya.6
Ketekunan/Keajegan.
Pengamat berarti mencari
secara konsisten
interpretasi dengan
berbagai cara dalam kaitan
dengan proses analisis yang
konstan atau tentatif.
Peneliti mengadakan
pengamatan dengan teliti
dan rinci secara
berkesinambungan terhadap
faktor-faktor yang menonjol
mengenai objek yang
diteliti yaitu Tari
Cingcowong karya Dede Nono
Rukmana.
Dezin dalam buku yang
ditulis oleh Lexy Maleong
membedakan empat macam
triangulasi sebagai tehnik
pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan6 Lexy Moleong. Op.cit.
hal. 321
sumber, metode, penyelidik
dan teori.7 Triangulasi
yang digunakan dari keempat
tehnik yang disebutkan
yaitu triangulasi dengan
teori dan metode.
Triangulasi teori dilakukan
dengan cara membandingkan
teori nilai estetis dan
teori nilai ekonomi.
Setelah dilakukan
penelitian kembali, data-
data mengenai penelitian
ini ternyata lebih dominan
kepada teori nilai ekonomi.
Nilai estetis hanya
merupakan bagian awal yang
disandingkan dengan nilai
ekonomi, seperti apa yang
disampaikan oleh Klamer.
Triangulasi metode,
digunakan untuk
membandingkan dan memeriksa
keabsahan data yang
diperoleh dari beberapa
7 Ibid. hal. 330
tahapan metode pengumpulan
data yaitu wawancara, studi
pustaka dan studi dokumen.HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis terhadap nilai
ekonomi dari sisi manajemen
proyek, dan berdasarkan
dua orientasi k ajian yang
disebutkan Klamer
berdasarkan dua nilai
estetis dan nilai ekonomi,
nilai estetis berdasarkan
dari elemen tari, nilai
ekonomi bersumber dari
aktifitas dalam lingkungan
kerja budaya dikaitkan
dengan orientasi ekonomi.
1. Elemen-Elemen Tari
Sebagai Bagian Dari
Kualitas Estetis
Hans Abing, seorang
ekonom yang juga seniman
mengatakan bahwa dari sisi
kualitas estetis karya seni
tersebut bisa memiliki
kandungan the magic of the arts
jika disusun berdasarkan
artistic conscience. The magic of the
arts yaitu nilai-nilai
keajaiban dari sebuah karya
seni yang berisi nilai
estetis didalamnya
mencerminkan karakteristik
budaya dan mengandung
nilai-nilai bersama. Nilai
itu diwujudkan melalui
proses penjawatahan hati
nurani (artistic conscience).
Nilai estetis dari tari
Cingcowong merujuk pada
elemen-elemen tari yang
telah di deskripsikan.
Jumlah ragam gerak ada
21 gerakan, ada beberapa
ragam gerak yang didalamnya
terdapat 2 sampai 4 gerak.
Selain gerak, pola lantai
pun disajikan dalam tari
Cingcowong. Pola lantai
yang terdapat dalam seni
tari Cingcowong ada 10
bentuk, ada 4 pola lantai
yang sama hanya dibedakan
oleh arah yang berbeda
yaitu pola lantai 2,3,4,5.
Dominan bentuk dan arah
hadap pola lantai penari
berpusat pada 1 titik di
tengah.
Gerak tari
penjabarannya dijelaskan
melalui nama ragam gerak,
deskripsi gerak dan foto
gerakan. Ragam gerak yang
disajikan memiliki
karakter. Karakter
dianalisis dari bentuk
disain atas yang terdapat
pada ragam gerak. Disain
atas ada 19 bentuk, namun
disain atas pada ragam
gerak tari Cingcowong hanya
12 bentuk.
Ragam gerak masuk dan
pecut nangtung gerak I
sampai IV membentuk disain
asimetris. Karakter
asimetris ini menarik dan
dinamis tapi agak kurang
kokoh. Ragam gerak adeg-
adeg 1, putar, adeg-adeg 2
gerak II, ritual gerak IV,
nyisiran boneka dan menta
membentuk disain atas
simetris yang memberikan
kesan sederhana, kokoh,
tenang, tetapi kalau
terlalu banyak digunakan
menjadi menjemukan. Bentuk
simetris merupakan bentuk
yang paling dominan dan
banyak dalam tari
Cingcowong.
Ragam gerak adeg-adeg 2
gerak I dan sikap siap
gerak I membentuk disain
bersudut yang membuat efek
kesan penuh kekuatan. Gerak
adeg-adeg 3, ritual gerak
III, prosesi upacara dan
kesambet memberikan kesan
teratur karena berbentuk
disain atas statis.
Horizontal bentuk disain
atas yang memberikan kesan
tercurah terdapat pada
ragam gerak adeg adeg 2
gerak II dan sikap siap
gerak III. Kesan penuh dan
hidup terdapat pada gerak
ngaguling dan persiapan
upacara ritual ketika
penari membawa tangga dan
tikar bentuk disain atasnya
yaitu rendah.
Selanjutnya bentuk
disain atas vertikal
memberikan kesan egosentris
dan menyerah ada pada gerak
ritual boneka dan persiapan
upacara ritual ketika
penari membawa tangga dan
tikar yang sama dengan
disain rendah tapi pada
bagian gerak lainnya.
Karakter disain atas dari
spiral memiliki kekuatan
untuk menarik perhatian
penonton ke garis-garis
lingkaran itu ada pada
gerakan ritual I, II ,
lenggang dan putar. Ragam
gerak narik selendang
membentuk disain atas
tertunda, disain ini
menimbulkan daya tarik yang
sangat luar biasa, bagian
disain ini ada pada bagian
akhir sebelum penutup.
Kemudian disain atas
terakhir pada tari
Cingcowong ada yaitu
terlukis ada pada gerak
nyisiran boneka yang
terlukis dari geraknnya
sedang menyisir di depan
cermin, terakhir ada pada
gerak hujan yaitu
menggambarkan hujan dengan
menyebarkkan beras
disekelilingnya.
Disain dramatik tari
Cingcowong yaitu
menggunakan kerucut
berganda artinya titik
klimaks lebih dari satu.
Dilihat dari disain
dramatiknya titik klimaks
ada pada bagian (B), (D),
dan (G) klimaks paling
tinggi ada pada bagian (D)
ketika boneka Cingcowong
mulai kerasukan arwah,
gerakannya semakin cepat
lalu berhenti pada saat
gerakannya sangat cepat.
Bagian ini yang sangat
menarik penonton.
Dilihat dari
dinamikanya bagian yang
paling menjemukan ada pada
durasi ke 06:30 – 11:19
saat adegan prosesi
persiapan ritual minta
hujan yang dimainkan oleh
penari kuncen, boneka
Cingcowong dan penari
perempuan. Dinamika musinya
ritardando dan geraknya piano
dan staccato. Element tari
berikutknya yaitu komposisi
kelompok, tari Cingcowong
hanya menggunakan ada 2
yaitu unison dan broken.
Tari Cingcowong yang
digarap oleh Dede Nono
Rukmana termasuk kedalam
tema dramatari karena
memiliki alur cerita, yaitu
menceritakan tentang proses
upacara ritual Cingcowong
yang didahului dengan
gambaran masyarakat yang
memohon hujan dan pada
akhir cerita turunlah
hujan. Selain Cingcowong,
sebenarnya Dede tahu macam-
macam upacara ritual hujan
lainnya. Namun Dede
memiliki pandangan
tersendiri ketika mendengar
nama Cingcowong yang unik,
menarik dan bisa dijual.
2. Nilai Ekonomi Tari
Cingcowong Karya Dede
Nono Rukamana
Merujuk pada konsep
kebudayaan, Klamer
menyebutkan bahwa
kebudayaan sebenarnya tidak
muncul sejajar dengan nilai
ekonomi, namun seniman
memerlukan uang dari kaum
borjuis untuk kualitas
seninya. Klamer menyebutkan
bahwa karya seni yang
memilliki nilai ekonomi
dikaitkan dengan beberapa
hal yaitu : 8
a) Spending on the Arts
(pengeluaran seni)
Sebuah pementasan tari
Cingcowong melibatkan 25
pemain yang berperan
sebagai penari, pemusik,
dan vokal. Sebelum
mengadakan pementasan,
tarian yang melibatkan 25
orang ini, mengadakan
persiapan seminggu sebelum
pementasan. Persiapan
8 Arja Klamer. The Value of Culture On The Relationship Between Economics and Arts. (Amsterdam: Amsterdam University Press, 1996) hal. 15-24
tersebut berupa latihan
rutin di Sanggar DNR,
tentunya dalam sebuah
proses latihan para pemain
membutuhkan energi dengan
asupan makanan atau
minuman, sehingga makanan
dan minuman perlu
disediakan selama proses
latihan. Dede Nono Rukmana
ahli di bidang musik,
sedangkan untuk melengkapi
unsur tari pada tarian
Cingcowong, Dede
membutuhkan pelatih untuk
mengkoordinasikan
tariannya.
Semua pihak yang
terlibat akan
diperhitungkan tenaganya
dengan uang atau kata lain
dari diberi upah. Kecuali,
pemain musik milik Dede
Nono Rukama yang masih
duduk di bangku SD karena
mereka merupakan hasil
didikan dari Dede masih
dalam tahapan belajar.
Beberapa kelengkapan
lainnya yaitu kostum dan
make up pemain dibutuhkan
ketika hari pementasan.
Selain itu, properti yang
digunakan terkadang hilang
dan rusak, sehingga perlu
diperbaiki dan dilengkapi
agar penampilan semakin
maksimal.
Kelengkapan tersebut
harus dipenuhi agar
pementasan tari Cingcowong
bisa berlangsung. Pihak
sanggar memerlukan dana
untuk memenuhi kelengkapan
pementasan tari Cingcowong.
Hal ini membuktikan bahwa
seni memiliki nilai ekonomi
karena adanya biaya
produksi yang dikeluarkan.
b) Measuring in Money
(pengukuran uang)
Pertama kali tari
Cingcowong dipentaskan pada
Festival Kesenian Jawa
Barat di Bandung tahun
2006, kemudian mendapatkan
penghargaan sebagai penata
koreografi terbaik dan
penampilan terbaik. Setelah
itu banyaknya permintaan
pementasan tari Cingcowong.
Tari Cingcowong untuk
sebuah pementasan dihargai
senilai Rp 10.000.000,-
dengan pemain semua dewasa.
Namun, jika tari Cingcowong
dipentaskan untuk
penelitian, Dede
memberikan penurunan harga
sebesar Rp 5.000.000,-
ditambah makan siang,
perbedaannya pemain musik
dimainkan anak-anak dan
penari dimainkan oleh
dewasa.
Sebagai tanda jadi
untuk pementasan tari
Cingcowong, Dede meminta
pembayaran awal 85% dari
total harga pementasan.
Pembayaran awal tersebut
digunakan untuk proses
latihan dan DP pemain. Hal
ini sebagimana dikatakan
oleh Dede sebagai berikut :
masalahnya ini mah bwt
prosesnya penarinya mau
dipajerin juga mumpung lagi
kumpul....Neng ini mah
dadakan hari ini kirim aja
semuanya neng soalnya mau
pajerin pemainnya....Neng
kirimin aja 3,5 dulu
sisanya biar sama uang saku
saya....9
Pernyataan diatas
merupakan penggambaran
nyata, bahwa uang sebagai
alat tukar menukar sangat
diperlukan oleh seniman.
Artinya, secara ekonomi
karya seni diukur dengan
9 W2
uang karena dia memiliki
harga dalam sistem tukar
menukar. Pengukuran dalam
sistem tukar menukar
menggunakan uang sebagai
alat tukar menukar,
sehingga uang menjadi alat
ukur terhadap kualitas
karya seni yang dibendakan
dan memiliki harga.
c) Measurement versus Reciprocity
Biaya yang telah
disepakati ketika itu
menggunakan alat tukar
berbentuk uang. Dari uang
yang disepakati bersama,
saling menguntungkan antara
peneliti dan seniman.
Keuntungan peneliti yaitu
mendapatkan rekaman asli
pementasan tari Cingcowong
sehingga data untuk
penulisan penelitian
terpenuhi. Dede Nono
Rukmana sebagai seniman
mendapatkan keuntungan
berupa uang untuk mencukupi
kebutuhan rumah tangga atau
sanggarnya. Hal ini
dikuatkan dengan pernyataan
Klamer bahwa, transaksi
antara seniman dan penikmat
yang menggunakan uang
sebagai alat tukar memiliki
asas saling menguntungkan
antara dua pihak, seniman
mendapatkan nilai uang,
sementara penikmat
mendapatkan nilai dari
kualitas karya seni.
d) Direct and Indirect Payments
Transaksi antara
seniman dan penikmat bisa
menggunakan uang, namun
bisa juga menggunakan
sistem yang lain misalnya
penyediaan fasilitas, village
cardfree, dan sebagainya.
Ada salah satu pementasan
tari Cingcowong yang tidak
dibayar menggunakan uang.
Ketika Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten
Kuningan membawa
pertunjukan tari Cingcowong
di Bali. Namun seluruh
kebutuhan akomodasi yang
diperlukan oleh pemain
dipenuhi oleh pihak
penyelenggara. Penyataan
ini dikatakan oleh Handini
sebagai penari tari
Cingcowong :
Palingan lagi itu yang
nari di Bali, tapi itu mah
dari dinas terus minta
sanggar yang kelola, nari
Cingcowong, emang ga
dibayar sih tapi kita
disana udah gratis makan
penginapan segala macem,
yahh itung-itung jalan jalan
juga gitu.10
Terlihat bahwa
transaksi tanpa menggunakan
uang dapat diterima oleh
pelaku seni. Kebutuhan yang
10 W10
diperlukan selama proses
pementasan bahkan kebutuhan
tersier Handini sebagai
penari Cingcowong
terpenuhi.
3. Manajemen Proyek
Tari Cingcowong
termasuk ke dalam proyek
dibawah manajemen Dede Nono
Rukmana. Lima ciri proyek
yang dibahas yaitu sumber
daya, waktu tertentu, biaya
tertentu dan maksud dan
tujuan tertentu. Ada
beberapa hal yang berkaitan
dengan penjabaran nilai
ekonomi dari teori Klamer
yaitu ; sumber daya dengan
spending on the art perbedaannya
pada sumber daya pembahasan
dibagi menjadi lima bentuk
yaitu sumber daya barang,
bahan, orang, uang dan
waktu. Pembahasan tersebut
merupakan hal-hal yang
terkait untuk menentukan
berapa biaya yang
dibutuhkan; biaya tertentu,
pada ciri proyek ini isi
pembahasannya sama dengan
isi dari pembahasan
measuring in money pada teori
Klamer, sehingga biaya
tertentu pada manajemen
proyek, tidak dibahas
kembali karena isi
pembahasan sudah disajikan
pada teori Klamer.
Ciri umum proyek tari
Cingcowong karya Dede Nono
Rukmana sebagai berikut :
a. Sumber Daya
Pada pementasan tari
Cingcowong sumber daya
barang berupa konsumsi
untuk proses latihan,
kostum tari, dan alat make
up yang biasanya setiap
penari sudah mempunyai.
Sumber daya bahan/sediaan
berupa pijakan cerita yang
diangkat untuk dijadikan
sebuah karya, sumber daya
ini telah dilakukan pada
awal proses penciptaan tari
Cingcowong, sehingga tidak
perlu dilakukan lagi untuk
pementasan berikutnya.
Sumber daya berikutnya
yaitu orang, dibagi ke
dalam beberapa bagian.
Pertama sebagai penari
dengan total 10 orang
penari yang dibagi ke
beberapa peran. Kedua
sebagai pemusik yang
berjumlah 10 pemusik,
biasanya dilakukan oleh
anak-anak hasil didik Dede
Nono Rukmana. Ketiga
sebagai vokal berjumlah
sampai 5 orang, disesuaikan
dengan kebutuhan pementasan
(bisa dilihat pada halaman
61). Selain itu, pada
proses latihan ada beberapa
pihak yang bisa merupakan
salah satu dari pemusik dan
penari pada pementasan atau
bisa diluar dari bagian
pementasan, berperan
sebagai pelatih musik dan
tari.
Selanjutnya sumber daya
uang yaitu sumber dimana
uang bisa didapatkan yaitu
bersumber pada pihak yang
meminta pementasan tari
Cingcowong. Sumber daya
waktu, dibutuhkan
penjadwalan untuk latihan
dan pementasan. Terakhir
sumber daya alat, alat yang
dibutuhkan berupa
seperangkat alat musik
gamelan sunda (lihat
halaman 86) dan property
tari yang digunakan pada
pementasan (lihat halaman
92).
b. Waktu Tertentu
Festival Kesenian Jawa
Barat di Bandung pada tahun
2006 merupakan pertama kali
tari Cingcowong
dipentaskan, pada kegiatan
ini merupakan proyek besar
yang melibatan banyak
pihak. Proses latihan
berlangsung selama dua
minggu hal ini disampaikan
oleh penari Cingcowong.
Kemudian tari Cingcowong
sering dipentaskan di
beberapa tempat
diantaranya, di Universitas
Indonesia, pada acara
sambut Gubernur BI Tahun
2007 Kuningan, dan lain-
lain. Berikut penyataan
yang disampaikan Handini
salah satu penari
Cingcowong.
Teh setelah festival,
cingcowong banyak orderan
gitu ga,, maksudnya pentas
gitu?...Iya sering
banget..Teteh ikut nari
juga? Kemana aja teh
pentasnya?...Iya kalau lagi
bisa mah ikut, ke Cirebon,
Cilimus, terus Surabaya
kesanaannya gituu pokonya mah
Jawa gitu, terus ke Bali.11
Menyimak dari wawancara
diatas dapat disimpulkan
bahwa tari Cingcowong
dominan di pentaskan di
luar kabupaten Kuningan.
Nama kota yang disebutkan
oleh Handini merupakan
pementasan yang ketika itu
bisa diikuti oleh Handini,
artinya masih banyak lagi
pemntasan Cingcowong di
tempat dan waktu lainnya.
c. Maksud dan Tujuan
Tertentu
Tari Cingcowong
berpijak dari upacara
ritual Cingcowong. Upacara
tersebut dilakukan untuk
meminta hujan ketika
kemarau panjang tiba di
11 W6
desa Luragung Landeuh
Kabupaten Kuningan.
Kemudian Dede Nono Rukmana
beserta tim mahasiswa STSI
Bandung merencanakan untuk
menjadikan uapacara
tersebut menjadi sebuah
karya tari dalam bentuk
konvensional. Kegiatan
tersebut merupakan bagian
tugas KKN tim mahasiswa
STSI Bandung yang
ditugaskan untuk mengangkat
tradisi atau kesenian yang
hampir punah menjadi
garapan baru.
KESIMPULAN
Penelitian ini
dilakukan untuk mengangkat
sebuah penemuan yang
ternyata terdapat seniman
yang menjadikan karya
seninya sebagai benda untuk
diperjual belikan. Artinya
nilai seni dipandang untuk
mendapatkan nilai ekonomi
bagi seniman tersebut.
Seniman tersebut yaitu Dede
Nono Rukmana dan salah satu
karyanya yaitu tari
Cingcowong. Secara tidak
langsung usaha yang
dilakukan oleh Dede
memposisikan dirinya di
masyarakat bahwa tari
Cingcowong identik dengan
nama Dede Nono Rukmana.
Tetapi segala upaya yang
dilakukan seniman untuk
berkarya dan mencapai
kualitas seni yang baik
jika tanpa memikirkan
biaya, maka dilihat dari
teori nilai ekonomi Klamer,
ternyata biaya tetap
dibutuhkan untuk produksi,
tidak mungkin memproduksi
tanpa adanya biaya.
Tari Cingcowong
termasuk kedalam sebuah
proyek yang dikelola oleh
Dede, didalamnya mengatur
masalah biaya juga. Dilihat
dari ciri proyek, ada
pembahasan yang sama dengan
teori milik Klamer, namun
ada juga pembahasan yang
memperjelas isi dari teori
Klamer. Ciri proyek
melengkapi analisis isi
nilai ekonomi pada tari
Cingcowong.IMPLIKASI
Hasil penelitian
mengenai Nilai Ekonomi Seni
Tari Cingcowong memiliki
implikasi. Menejemen
sanggar dalam hal keuangan
baiknya merincikan
keperluan apa saja yang
dibutuhkan untuk sebuah
pementasan dari segala
aspek sehingga semua bisa
diperkirakan biaya yang
akan dibutuhkan. Sebagai
bahan pengembangan materi
dalam mata pelajaran seni
tari di sekolah tingkat SMP
dan SMA. Bisa sebagai bahan
pengayaan materi pada mata
kuliah management produksi.
SARAN
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah
dilakukan maka peneliti
memberikan beberapa saran
sebagai berikut :Perlunya
menjalin komunikasi yang
baik antar seniman dengan
konsumen khususnya ketika
membicarakan biaya, agar
keduabelah pihak sama-sama
mendapatkan apa yang
diinginkan.
Penelitian ini masih
terbatas pada satu seniman,
perlunya meneliti seniman
lain yang mempunyai
pandangan serupa agar bisa
mengungkapkan lebih banyak
mengenai nilai ekonomi pada
seni
.DAFTAR PUSTAKA
Adeng, et all. 2012.Cingcowong Upacara Memintahujan Pada MasyarakatKuningan. Bandung : BalaiPelestarian NilaiBudaya.
Darmadi, Hamdi. 2011.Metode Penelitian. Bandung :Alfabeta.
Hadi, Sumandiyo. 1996.Aspek-Aspek Dasar KoreografiKelompok. Yogyakarta:Manthili.
Hadi, Y. Sumandiyo. 1996.
Aspek-Aspek Kelompok.
Hawkin, Alma. 2003. BergerakMenurut Kata Hati Metoda BaruDalam Menciptakan Tari.
Heryana, Agus, dkk. 2009.Mengungkap Nilai Tradisi PadaSeni Pertunjukan Rakyat JawaBarat. Bandung : BalaiPelestarian NilaiBudaya.
Huberman, A. Michael danMetthew B. Milles. 1992.Analisis Data Kualitatif.Jakarta: UI-PRESS.
Jazuli,M. 1994. Telaah TeoritisSeni Tari. Semarang : IKIPSemarang Press.
JR, Wawan Hermawan. 2000.Kuningan Menembus Waktu.
Kuningan : Citra NuansaInfo Kuningan.
Kattsoff, Lowis.O. 2004.
Pengantar Filsafat.
Yogyakarta : Tiara
Wacana Yogya.
Klamer, Arja. 1996. TheValue of Culture On TheRelationship Between Economicsand Arts. Amsterdam:Amsterdam UniversityPress.
Koentjaraningrat. 2009.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta : Rineka Cipta.
Martono, Hendro. 2010.
Sekelumit Ruang dan Pentas.
Yogyakarta: Cipta Media
Moleong, Lexy. I. 2012.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung : RemajaRosdakarya.
Permas, Achan, dkk. 2003.
Manajemen Organisasi
Pertunjukan. Jakarta :
Penerbit PPM.
Sedyawati, Edy. 2009. SeniPertunjukan dan Seni Media.Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada.
Sicat, Gerrardo P. 1991.
Ilmu Ekonomi. Jakarta :
The Ford Foundation.
Smith, Jaqueline(terjemahan BenSuharto). 1985. KomposisiTari. Yogyakarta :Ikalasti
Soedarsono. Tari-TarianIndonesia I. Jakarta :Proyek PengembanganMedia KebudayaanDepartemen PendidikanDan Kebudayaan.
Spradle P.James. 1997.Metode Etnografi..Yogyakarta : TiaraWacana Yogya.