NATA DE LERI

24
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beranekaragam makanan, mulai dari makanan tradisional hingga makanan modern yang pembuatannya sudah melalui bantuan teknologi. Pembuatan makanan dengan menggunakan bantuan teknologi dewasa ini memang sedang menjadi bahan perbincangan. Makanan yang dibuat dengan bantuan teknologi bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi dari makanan tersebut. Cara fermentasi merupakan salah satu teknologi yang digunakan dalam membuat makanan. Fermentasi menggunakan bantuan mikroorganisme. Salah satu contohnya adalah Nata De Coco. Nata adalah bahan pangan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum yang menghasilkan lembaran gel di permukaan substrat yang berupa selulosa ( Arviyanti, dkk., 2009). Media yang diperlukan untuk pembuatan nata harus mengandung zat- zat berikut antara lain : gula, vitamin, yeast, N a NO 3, karbohidrat, protein, dan 2H 2 O ( Nurhayati, 2005). Nata yang awalnya hanya dibuat dengan menggunakan air kelapa sebagai medianya sekarang sudah banyak ditemukan media lain yang digunakan untuk membuatnya. Salah satunya adalah dengan air cucian beras. Beras mengandung protein, vitamin, dan mineral. Pada proses pengolahan beras menjadi nasi, beras biasanya akan dicuci berulang kali hingga dianggap bersih. Air cucian beras biasanya akan langsung dibuang karena dianggap tidak

Transcript of NATA DE LERI

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki beranekaragam makanan, mulai dari

makanan tradisional hingga makanan modern yang pembuatannya

sudah melalui bantuan teknologi. Pembuatan makanan dengan

menggunakan bantuan teknologi dewasa ini memang sedang

menjadi bahan perbincangan. Makanan yang dibuat dengan

bantuan teknologi bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi

dari makanan tersebut. Cara fermentasi merupakan salah satu

teknologi yang digunakan dalam membuat makanan. Fermentasi

menggunakan bantuan mikroorganisme. Salah satu contohnya

adalah Nata De Coco.

Nata adalah bahan pangan hasil fermentasi bakteri

Acetobacter xylinum yang menghasilkan lembaran gel di permukaan

substrat yang berupa selulosa (Arviyanti, dkk., 2009). Media

yang diperlukan untuk pembuatan nata harus mengandung zat-

zat berikut antara lain : gula, vitamin, yeast, NaNO3,

karbohidrat, protein, dan 2H2O (Nurhayati, 2005). Nata yang

awalnya hanya dibuat dengan menggunakan air kelapa sebagai

medianya sekarang sudah banyak ditemukan media lain yang

digunakan untuk membuatnya. Salah satunya adalah dengan air

cucian beras.

Beras mengandung protein, vitamin, dan mineral. Pada

proses pengolahan beras menjadi nasi, beras biasanya akan

dicuci berulang kali hingga dianggap bersih. Air cucian

beras biasanya akan langsung dibuang karena dianggap tidak

memiliki nilai penting, padahal sebenarnya air cucian beras

masih mengandung nilai gizi.

Air cucian beras yang menjadi medium bagi pertumbuhan

bakteri Acetobacter xylinum yang ada pada starter nata memiliki

kandungan gizi seperti karbohidrat, protein, dan vitamin B1

atau thiamin yang sebagian besar terdapat pada pericarpus dan

aleuron yang ikut terkikis (Rachmat, dkk., 2007). Besarnya

kandungan karbohidrat dan zat-zat lain di dalam air cucian

beras membuatnya berpotensi sebagai media untuk pembentukan

selulosa (nata) (Fitriah, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan

masalah pada penelitian yang akan dilakukan adalah Bagaimana

perbedaan karakteristik Nata yang dihasilkan dari air cucian beras dengan

konsentrasi starter yang berbeda?

1.3 Pertanyaan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut maka dikemukakan beberapa

pertanyaan penelitian yaitu :

a. Bagaimana karakteristik Nata yang dihasilkan dari air

cucian beras dengan konsentrasi starter 5% ?

b. Bagaimana karakteristik Nata yang dihasilkan dari air

cucian beras dengan konsentrasi starter 10% ?

c. Bagaimana karakteristik Nata yang dihasilkan dari air

cucian beras dengan konsentrasi starter 15% ?

d. Konsentrasi manakah yang menghasilkan karakteristik Nata

yang paling baik ?

1.4 Batasan Masalah

a. Air cucian beras yang digunakan berasal dari cucian beras

yang sama dengan banyaknya beras yang dicuci adalah 6

gelas dan airnya sebanyak 3 liter. Cucian beras kemudian

di masak hingga mendidih selanjutnya di bagi kedalam

wadah masing-masing untuk setiap perlakuan dan

pengulangannya.

b. Perbedaan konsentrasi starter yang diberikan yaitu 5%,

10%, dan 15% dengan masing-masing volume dari tiap

perlakuan yaitu sebanyak 300 ml.

c. Parameter yang diuji dalam penelitian ini yaitu ketebalan

Nata, warna Nata, dan berat basah Nata.

d. Starter yang digunakan mengandung bakteri Acetobacter

xylinum.

1.5 Hipotesis

Ho = Tidak terdapat perbedaan karakteristik Nata yang

dihasilkan dari air cucian beras dengan konsentrasi starter

yang berbeda.

H1 = Terdapat perbedaan karakteristik Nata yang dihasilkan

dari air cucian beras dengan konsentrasi starter yang

berbeda.

1.6 Tujuan

a. Untuk mengetahui karakteristik Nata yang dihasilkan dari

air cucian beras dengan konsentrasi starter yang berbeda.

b. Untuk mengetahui konsentrasi starter yang menghasilkan

karakteristik Nata yang paling baik.

1.7 Manfaat

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai pembuatan Nata dengan menggunakan air cucian beras

yang masih mengandung banyak nilai gizi.

BAB II

Pembuatan Nata dengan Menggunakan Medium Air Cucian Beras

2.1. Bakteri Acetobacter xylinum

Acetobacter xylinum merupakan jenis bakteri yang menghasilkan

selulosa dengan sifat fisik yang menguntungkan

(Suwannapinunt et al., 2007 dalam Lestari, Puji, 2013).

Acetobacter xylinum diidentifikasi sebagai gram bakteri negatif

dengan bentuk batang (bacill) pendek, yang mampu

mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan organik

secara bersamaan. Bakteri ini disebut juga sebagai bakteri

selulosa (Bacterial Cellulose/BC) telah dikenal sebagai metabolit

sekunder dari glukosa dengan pelepasan asam asetat ke dalam

lingkungan (Tomita dan Kondo, 2009 dalam Lestari, Puji,

2013). Berbeda dengan selulosa dari pulp kayu, Acetobacter

xylinum ini memiliki kemurnian tinggi, kekuatan yang unik,

struktur ultra-halus dan biodegradable. Isolasi dan pemurnian

bakteri ini juga sangat sederhana. Selain mengeluarkan

metabolisme sekunder berupa asam asetat, sesuai dengan

namanya yaitu sebagai bakteri selulosa, sifat yang paling

menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk

mempolimerisasi glukosa yang ada di lingkungan tempat

hidupnya sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa

tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Putri,

Indah, 2013). Menurut Palungkun (2001) dalam Suparti, et al..

(2007) Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang membentuk

nata karena adanya kandungan air sebanyak 91.23%, protein

0,29%, lemak 0.15%, karbohidrat 7,27%, juga nutrisi-nutrisi

lain seperti vitamin.

Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada

kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-

sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk

lapisan yang menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan

koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48

jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat

dengan mudah diambil dengan jarum os (Putri, Indah, 2013).

Gambar 2.1.1. Morfologi Acetobacter xylinum

(Sumber : Anonim, 2012)

Kingdom : BacteriaPhyllum :ProteobacteriaClassis :AlphaproteobacteriaOrdo :Rhodospirillales

2.2. Karakteristik Nata

Nata merupakan selulosa sintetik yang dihasilkan oleh

bakteri Acetobacter

xylinum. Bakteri nata ini berasal dari biakan murni atau

bibit. Biakan murni merupakan bakteri yang berada dalam

kondisi dormansi (istirahat) dan belum terkontaminasi

mikroorganisme lainnya. Biakan murni ini perlu diaktifkan

terlebih dahulu, yakni dengan menyediakan kondisi

lingkungan (suhu dan pH) yang optimal dan makanan yang

dibutuhkan (Warisno, 2009 dalam Yusak,2011).

Kenampakan nata adalah seperti sel, warna putih hingga

abu-abu muda, aroma asam, rasa tawar atau agak manis,

tembus pandang dan teksturnya kenyal seperti kolang-kaling

(daging buah enau muda). Dalam keadaan dingin, nata agak

berserat dan agak rapuh pada saat panas (eBookPangan,

2006).

Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Susanti,

2005 dalam Putri, Indah, 2013). Nata sangat baik dikonsumsi

terutama oleh mereka yang diet rendah kalori atau diet

tinggi serat, kandungan air yang tinggi berfungsi untuk

memperlancar proses metabolisme tubuh. Serat nata di dalam

tubuh manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil

pembakaran yang tidak diserap oleh tubuh, kemudian dibuang

melalui anus berupa tinja atau bolus (Kusharto, 2006 dalam

Putri, Indah, 2013).

Nata De Leri merupakan produk nata yang dihasilkan dari

air cucian beras sebagai media dari pertumbuhan bakteri

Acetobacter xylinum. Komposisi nilai gizi air cucian beras

sehingga dapat menjadi media tumbuh yang optimum untuk

bakteri Acetobacter xylinum yaitu karbohidrat, protein, dan

vitamin B1 atau thiamin yang sebagian besar terdapat pada

pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis (Rachmat, et al.,

2007).

2.3. Air Cucian Beras

Beras yang mengalami pengolahan lebih lanjut, akan

melalui proses pencucian. Proses pencucian ini menghasilkan

limbah berupa air cucian beras. Air cucian beras ini

mengandung karbohidrat jenis pati sebanyak 76% pada beras

pecah kulit. Karbohidrat sebagai perantara hormon auksin dan

giberelin dalam pertumbuhan tanaman. Selain karbohidrat, air

cucian beras juga mengandung vitamin B1, fosfor, dan

nitrogen sehingga digunakan untuk menyiram tanaman.

Kandungan karbohidrat ini memenuhi syarat pertumbuhan

bakteri Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata. Bakteri

akan mensintesa selulosa dari karbohidrat yang terkandung

dalam air cucian beras (M. Nur Chamsyah dan Yoga Adesca,

2012 dalam Arisa, 2012). Jenis karbohidrat dalam beras

berupa pati. Pati dapat terbuang bersama air ketika proses

pencucian. Pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer

molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin

(amylopectin). Amilosa memiliki struktur linier, dengan

berat molekul sekitar 30.000-1 juta, namun yang umum

memiliki berat molekul 200.000- 300.000. Perbedaannya dengan

selulosa ada pada ikatan glikosidanya, amilosa merupakan

polimer linier dari α-D-glukopiranosa, sedangkan selulosa

dari β-D-glukopiranosa (Fessenden, 1986 dalam Arisa, 2012).

Amilopektin memiliki struktur bercabang melalui karbon 6 dan

memiliki berat molekul di atas 1 juta. Amilopektin terdiri

dari 20-25 unit glukosa yang terikat pada karbon 1 dan 4,

sebagaimana dalam amilosa, tetapi dengan rantai-rantai yang

tersambungkan satu sama lain melalui ikatan 1,6. Jumlah

amilopektin sekitar tiga kali lebih banyak dibandingkan

amilosa di alam, meskipun terdapat juga proposi salah

satunya yang jauh lebih tinggi pada beberapa tumbuhan

(Stevens, 2007 dalam Arisa, 2012).

2.4. Proses Biokimia Nata

Pembentukan selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum tidak

lepas dari peran gula sebagai sumber nutrisi bagi bakteri.

Gula pasir merupakan sukrosa yang bersumber dari tebu.

Sukrosa dapat mengalami hidrolisis dan terpecah menjadi

fruktosa dan glukosa. Hasil dari hidrolisis ini merupakan

gula invert (Anna P., 1994 dalam Arisa, 2012). Adanya enzim

sukrase akan mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa.

Setelah proses hidrolisis berlangsung, glukosa akan diubah

menjadi glukosa-6-fosfat dengan adanya ATP (adenosine

triphosphat). Glukosa yang digunakan dalam proses

pembentukan selulosa adalah glukosa tipe β sehingga semua

glukosa tipe α akan diubah menjadi bentuk β dengan enzim

isomerase (Indarti dan Asnawati, 2011). ATP yang kehilangan

satu fosfatnya akan berubah menjadi ADP (adenosine

diphosphat). Reaksi ini melibatkan enzim heksokinase. Enzim

heksokinase dapat dihambat sendiri oleh produk yang

dihasilkan. Enzim heksokinase untuk fosforilasi glukosa

disebut glukokinase (GK) (Stanislaw B. et al., 2002 dalam

Arisa, 2012). Glukosa-6-fosfat akan menghambat pembentukan

enzim. Ketika jumlah glukosa glukosa-6-fosfat menurun, enzim

heksokinase akan aktif kembali (Ana P., 1994). Fruktosa

hasil hidrolisis akan mengalami fosforilasi sama seperti

glukosa. Enzim heksokinase untuk fosforilasi fruktosa

disebut fruktokinase (FK) (Stanislaw B. et al., 2002 dalam

Arisa, 2012). Enzim ini mengubah fruktosa menjadi fruktosa-

6-fosfat dengan bantuan ATP. ATP juga akan berubah menjadi

ADP. Fruktosa-6-fosfat dapat mengalami isomerasi dengan

glukosa-6- fosfat dengan melibatkan enzim

fosfoglukosisomerase. Reaksi ini bersifat bolak-balik.

Glukosa-6-fosfat yang terbentuk baik dari hasil isomerasi

maupun hasil fosforilasi akan berubah menjadi glukosa-1-

fosfat dengan melibatkan enzim fosfoglukomutase. Glukosa-1-

fosfat bereaksi dengan enzim UGP (pyrophosphorylase uridine

diphosphoglucose) menjadi UDPG (uridine diphosphoglucose). UDPG

membentuk rantai menjadi selulosa dengan melibatkan enzim CS

(cellulose synthase) (Arisa, 2012).

Gambar 2.4.1. Proses Biokimia Pembentukan Selulosa

Sumber : Arisa, 2012

Tahap terakhir adalah tahap polimerisasi yaitu

pembentukan selulosa. Polimerisasi ini terjadi melalui enzim

polimerisasi yang ada pada bakteri Acetobacter xylinum. Secara

fisik pembentukan selulosa adalah terbentuknya pellicle. Dengan

demikian ketebalan yang berbeda pada variasi waktu inkubasi

berkaitan proses polimerisasi oleh aktifitas bakteri yang

terus berlangsung (Indarti dan Asnawati, 2011).

Gambar 2.4.2. Proses Polimerisasi

Sumber : Indarti dan Asnawati, 2011

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata

Untuk menghasilkan produksi nata yang maksimal perlu

diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut (Misgiyarta,

2012).

1. Temperatur ruang inkubasi

Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena

berkaitan dengan pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum dapat

tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada umumnya suhu

fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar

(28˚C). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan

mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang

akhirnya juga menghambat produksi nata (Budiyanto, 2004

dalam Misgiyarta, 2012).

2. Jenis dan konsentrasi Medium

Medium fermentasi ini harus banyak mengandung karbohidrat

(gula) di samping vitamin dan mineral, karena pada

hakekatnya nata tersebut adalah slime (menyerupai lendir)

dari sel bakteri yang kaya selulosa yang diproduksi dari

glukosa oleh bakteri Acetobacter Xylinum. Bakteri ini dalam

kondisi yang optimum memiliki kemampuan yang luar biasa

untuk memproduksi slime sehingga slime tersebut terlepas

dari sel vegetatif bakteri dan terapung-apung di

permukaan medium. Pembentukan nata terjadi karena proses

pengambilan glukosa dari larutan gula yang kemudian

digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor (penciri

nata) pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya

dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim

mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa yang merupakan

bahan dasar pembentukan slime. Kadar karbohidrat optimum

untuk berlangsungnya produksi nata adalah 10% (Palungkun,

1992 dalam Misgiyarta, 2012).

3. Jenis dan konsentrasi stater

Pada umumnya Acetobacter Xylinum merupakan stater yang lebih

produktif dari jenis stater lainnya, sedang konsentrasi

5-10% merupakan konsentrasi yang ideal (Rahman, 1992

dalam Misgiyarta, 2012).

4. Kebersihan alat

Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Acetobacter Xylinum. Sedangkan alat-alat yang steril

dapat mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum.

5. Waktu fermentasi

Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata

umumnya 2-4 minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi

merupakan waktu yang maksimal produksi nata, yang berarti

lebih dari 4 minggu, maka kualitas nata yang diproduksi

akan menurun.

6. pH fermentasi

Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata

adalah 3-5 atau dalam suasana asam. Pada kedua kondisi pH

optimum, aktifitas enzim seringkali menurun tajam. Suatu

perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar

pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang amat

penting bagi organisme.

7. Tempat fermentasi

Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam

karena mudah korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan

mikroorganisme pembentuk nata. Di samping itu tempat

fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari

langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam

kondisi steril.

BAB III

Metode Penelitian

1.

2.

3.

3.1. Waktu Pelaksanaan

Waktu : 19 November – 08 Desember 2014

Tempat : Laboratorium Mikrobiologi dan Kosan Meidita di

Gang Cempaka

3.2. Alat dan Bahan

Tabel 3.2.1. Daftar alat yang digunakan dalam miniriset

No Nama alat Jumlah(buah)

1 Baskom 12 Toples 103 Gelas ukur 100 ml 24 Sendok 25 Kompor 16 Kertas Saring 1 gulung7 Timbangan

Analitik1

8 pH Indikator 59 Stopwatch 110 Thermometer 911 Pisau 2

Tabel 3.2.2. Daftar bahan yang digunakan dalam miniriset

No Nama alat Jumlah1 Air cucian beras 3 L2 Stater dari Acetobacter

xylinum1 botol

3 Gula 1 kg4 Cuka 1 botol5 Tisu 1 pak

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Tahap persiapan

Alat dan bahan dipastikan kembali agar tidak terjadi

kesalahan prosedur. Alat-alat dan bahan yang akan

digunakan dalam penelitian dimasukkan ke dalam plastik

tahan panas lalu di autoclave selama 15-20 menit pada

suhu 121 oC dan dalam tekanan 15 atm.

3.3.2. Tahap pelaksanaan

1. Mendidihkan air cucian beras 3 L dalam beaker glass

selama 15 menit, kemudian menambahkan gula pasir

sebanyak 75 gram/liter air cucian beras. Kemudian

menyaringnya dengan menggunakan kertas saring.

2. Mengukur pH dari air cucian beras di atas, hingga pH-

nya di atas 4-4,5 dan menambahkan asam cuka atau asam

asetat glasial sampai pH-nya antara 4-4,5.

3. Memasukkan cairan bibit dengan konsentrasi yang

berbeda-beda yaitu 5%, 10%, dan 15%, dengan masing-

masing konsentrasi 3 kali pengulangan.

4. Memasukkan air cucian beras yang mengandung bibit

tersebut ke dalam keler atau waskom sebanyak 9 buah,

kemudian tutup dengan kertas bersih dan beri

keterangannya, kemudian simpan selama 15 hari.

5. Setelah 15 hari, keler yang berisi nata akan terbentuk

lapisan putih pada permukaannya. Mengangkut lapisan

tersebut dengan senduk bersih dengan hati-hati karena

lapisan bawahnya masih bisa digunakan sebagai bibit

nata de leri berikutnya.

6. Membuang lapisan atau selaput tipis yang melekat pada

bagian bawah lapisan putih tadi, kemudian potong-potong

lapisan yang diperoleh sesuai dengan bentuk yang

diinginkan, lalu dicuci hingga bersih.

7. Merendam potongan-potongan dari lapisan putih tadi

selama 2-3 hari di air biasa untuk menghilangkan

asamnya, kemudian ditiriskan. Setiap hari air rendaman

harus diganti dengan air yang baru. Bila pada hari

ketiga masih terasa asam, didihkan selama 30 menit,

kemudian ditiriskan kembali.

8. Nata de leri siap untuk diolah dengan bahan yang lain.

BAB IV

Hasil dan Pembahasan

4.

4.1. Hasil

Tabel 4.1.1. Hasil Kuantitatif Parameter yang diuji

No.

Parameter 5 %

Rata-rata

10 %

Rata-rata

15 %

Rata-rata

1BeratBasah(gram)

43 49 54 48,

7 78 73 76 75,

7100

100

100 100

2 Ketebalan (mm) 1 0,

70,7 0,8 1,

35 2 1,4 1,6 2 2 2 2

3 Warna Putih kekuningan

4.2. Pembahasan

Hasil yang diperoleh dari konsentrasi starter 5% adalah

yang terburuk, karena nilai ketebalan dan berat basah sangat

kecil bila dibandingkan dengan literatur. Rata-rata nilai

berat basah untuk konsentrasi 5% adalah 48,7 gram, sedangkan

untuk rata-rata ketebalannya yaitu 0,8 mm.

Adapun pada konsentrasi starter 10% karakteristiknya

menunjukkan tingkat menengah karena nilai berat basah tidak

terlalu jauh dengan literatur yang memiliki nilai berat

basah 120 gram. Nilai berat basah yang dimiliki oleh

konsentrasi starter 10% adalah 75,7 gram sedangkan untuk

nilai ketebalannya yaitu 1,6 mm.

Gambar 4.1.1.Warna Nata yangdihasilkan

Sumber : Dokumentasi pribadi,

Gambar 4.1.2.Ketebaln Natayang dihasilkan

Sumber : Dokumentasi pribadi,

Untuk konsentrasi starter 15% menunjukkan karakteristik

terbaik yang ditandai dengan berat dan ketebalan nilai basah

adalah yang tertinggi dari konsentrasi starter lain dan

berat basah nilai paling dekat dengan hasil dari literatur.

Nilai berat basahnya yaitu 100 gram dan nilai ketebalannya

yaitu 2 mm.

Adapun warna semua perlakuan menunjukkan hasil yang sama

yaitu putih kekuningan. Warna tersebut menunjukkan warna

yang termasuk dalam karakteristik baik pada hasil nata.

Karena seperti telah disebutkan bahwa warna nata yang baik

adalah berwarna putih, putih kekuningan, hingga putih

keabu-abuan. Jadi warna nata yang dihasilkan pada mini

riset ini menunjukkan warna nata yang baik.

Namun untuk semua ketebalan pada tiga perlakuan menunjukkan

hasil yang sangat sedikit, sangat berbeda dari hasil pada

literatur. Hal ini dapat terjadi karena mungkin medium

tumbuh bakteri Acetobacter xylinum yang kurang substrat yaitu

dalam bentuk gula yang berfungsi sebagai makanan bagi

bakteri, dan starter Nata. Kadar gula reduksi yang ada di

air kelapa kecil tapi gula pereduksi dapat langsung

digunakan oleh bakteri Acetobacter xylinum sedangkan kandungan

karbohidrat dalam air beras meskipun setinggi 76% namun

karbohidrat ini harus diuraikan terlebih dahulu menjadi gula

pereduksi dan untuk mengubah karbohidrat menjadi gula

pereduksi bakteri membutuhkan energi sehingga karbohidrat

dalam air beras tidak dapat secara efektif digunakan oleh

bakteri (Misgiyarta, 2012).

Tidak ditambahkannya sumber nitrogen pada medium diduga

menjadi penyebab lain dari tipisnya ketebalan nata yang

dihasilkan pada mini riset ini. Sumber nitrogen bisa

digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang

baik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum dan pembentukan nata

adalah ekstrak yeast dan kasein. Namun, amonium sulfat dan

amonium fosfat (di pasar dikenal dengan ZA) merupakan bahan

yang lebih cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan

kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber N lain yang

dapat digunakan dan murah seperti urea (Misgiyarta, 2012).

Penambahan sumber nitrogen sangat diperlukan untuk

pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen

menyebabkan sel tumbuh dengan kurang baik dan menghambat

pembentukan enzim yang diperlukan, sehingga proses

fermentasi dapat mengalami kegagalan atau tidak sempurna

(Misgiyarta, 2012).

Menurut Palungkun (2001) dalam Suparti, dkk. (2007)

Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang membentuk nata

karena adanya kandungan air sebanyak 91,23%, protein 0,29%,

lemak 0,15%, gula reduksi 7,27%, juga nutrisi-nutrisi lain

seperti vitamin.

BAB V

Kesimpulan

Dari hasil mini riset ini dapat disimpulkan bahwa

konsentrasi starter 5% menunjukkan hasil karakteristik

terburuk, sedangkan untuk konsentrasi starter Nata 10%

karakteristik yang dihasilkan cukup baik, dan konsentrasi 15%

menunjukkan hasil terbaik karena memiliki ketebalan dan berat

basah tertinggi di antara perlakuan lainnya. Sehingga untuk

menghasilkan nata dari air cucian beras lebih baik menggunakan

starter dengan konsentrasi 15% dan hal-hal seperti gula, cuka,

dan urea yang merupakan sumber makanan untuk bakteri Acetobacter

xylinum harus diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Acetobacter xylinum. [Online] Tersedia :

http://somphyto.es.gongchang.com/ ( diakses pada 04

September 2014)

Arisa. (2012). Pembuatan Bioplastik Dari Limbah Rumah Tangga Air Cucian

Beras Dan Diolah Dengan Bantuan Bakteri Acetobacter xylinum. [Online]

Tersedia di: www.repository.usu.ac.id (diakses pada 14

Desember 2014)

Arviyanti et al.. (2009).

eBookPangan. (2006). Teknologi Pangan. [Online] Tersedia di:

http://tekpan.unimus.ac.id/ (diakses pada 04 September

2014)

Fitriah. (2007).

Indarti dan Asnawati. (2011). Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict

secara Adsorpsi

untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Jurnal Ilmu Dasar, 12 (2), hlm.

200-209.

Lestari, Puji. (2013). Study on The Production of Bacterial Cellulose from

Acetobacter xylinum using Agro-Waste. Jordan Journal of Biological Science,

7 (1).

Misgiyarta. (2012). Produksi Nata De Soya Dengan Substrat Limbah Cair

Industri Tahu. Badan Litbang Pertanian.

Nurhayati.. (2005).

Putri, Indah. (2013). Fermentasi Nata De Coco. [Online] Tersedia

di: http://digilib.unimus.ac.id/ (diakses pada 04

September 2014)

Rachmat et al.. (2007).

Suparti et al.. (2007). Pemanfaatan Ampas Buah Sirsak (Annona muricata)

Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Nata Dengan Penambahan Gula Aren.

Jurnal MIPA, 17 (1).

Yusak. (2011). Pemanfaatan Pulp Buah Semangka Sebagai Bahan Baku

Pembuatan Nata. [Online] Tersedia di: repository.usu.ac.id

(diakses pada 14 Desember 2014)