NATA DE LERI
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of NATA DE LERI
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki beranekaragam makanan, mulai dari
makanan tradisional hingga makanan modern yang pembuatannya
sudah melalui bantuan teknologi. Pembuatan makanan dengan
menggunakan bantuan teknologi dewasa ini memang sedang
menjadi bahan perbincangan. Makanan yang dibuat dengan
bantuan teknologi bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi
dari makanan tersebut. Cara fermentasi merupakan salah satu
teknologi yang digunakan dalam membuat makanan. Fermentasi
menggunakan bantuan mikroorganisme. Salah satu contohnya
adalah Nata De Coco.
Nata adalah bahan pangan hasil fermentasi bakteri
Acetobacter xylinum yang menghasilkan lembaran gel di permukaan
substrat yang berupa selulosa (Arviyanti, dkk., 2009). Media
yang diperlukan untuk pembuatan nata harus mengandung zat-
zat berikut antara lain : gula, vitamin, yeast, NaNO3,
karbohidrat, protein, dan 2H2O (Nurhayati, 2005). Nata yang
awalnya hanya dibuat dengan menggunakan air kelapa sebagai
medianya sekarang sudah banyak ditemukan media lain yang
digunakan untuk membuatnya. Salah satunya adalah dengan air
cucian beras.
Beras mengandung protein, vitamin, dan mineral. Pada
proses pengolahan beras menjadi nasi, beras biasanya akan
dicuci berulang kali hingga dianggap bersih. Air cucian
beras biasanya akan langsung dibuang karena dianggap tidak
memiliki nilai penting, padahal sebenarnya air cucian beras
masih mengandung nilai gizi.
Air cucian beras yang menjadi medium bagi pertumbuhan
bakteri Acetobacter xylinum yang ada pada starter nata memiliki
kandungan gizi seperti karbohidrat, protein, dan vitamin B1
atau thiamin yang sebagian besar terdapat pada pericarpus dan
aleuron yang ikut terkikis (Rachmat, dkk., 2007). Besarnya
kandungan karbohidrat dan zat-zat lain di dalam air cucian
beras membuatnya berpotensi sebagai media untuk pembentukan
selulosa (nata) (Fitriah, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan
masalah pada penelitian yang akan dilakukan adalah Bagaimana
perbedaan karakteristik Nata yang dihasilkan dari air cucian beras dengan
konsentrasi starter yang berbeda?
1.3 Pertanyaan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut maka dikemukakan beberapa
pertanyaan penelitian yaitu :
a. Bagaimana karakteristik Nata yang dihasilkan dari air
cucian beras dengan konsentrasi starter 5% ?
b. Bagaimana karakteristik Nata yang dihasilkan dari air
cucian beras dengan konsentrasi starter 10% ?
c. Bagaimana karakteristik Nata yang dihasilkan dari air
cucian beras dengan konsentrasi starter 15% ?
d. Konsentrasi manakah yang menghasilkan karakteristik Nata
yang paling baik ?
1.4 Batasan Masalah
a. Air cucian beras yang digunakan berasal dari cucian beras
yang sama dengan banyaknya beras yang dicuci adalah 6
gelas dan airnya sebanyak 3 liter. Cucian beras kemudian
di masak hingga mendidih selanjutnya di bagi kedalam
wadah masing-masing untuk setiap perlakuan dan
pengulangannya.
b. Perbedaan konsentrasi starter yang diberikan yaitu 5%,
10%, dan 15% dengan masing-masing volume dari tiap
perlakuan yaitu sebanyak 300 ml.
c. Parameter yang diuji dalam penelitian ini yaitu ketebalan
Nata, warna Nata, dan berat basah Nata.
d. Starter yang digunakan mengandung bakteri Acetobacter
xylinum.
1.5 Hipotesis
Ho = Tidak terdapat perbedaan karakteristik Nata yang
dihasilkan dari air cucian beras dengan konsentrasi starter
yang berbeda.
H1 = Terdapat perbedaan karakteristik Nata yang dihasilkan
dari air cucian beras dengan konsentrasi starter yang
berbeda.
1.6 Tujuan
a. Untuk mengetahui karakteristik Nata yang dihasilkan dari
air cucian beras dengan konsentrasi starter yang berbeda.
b. Untuk mengetahui konsentrasi starter yang menghasilkan
karakteristik Nata yang paling baik.
1.7 Manfaat
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pembuatan Nata dengan menggunakan air cucian beras
yang masih mengandung banyak nilai gizi.
BAB II
Pembuatan Nata dengan Menggunakan Medium Air Cucian Beras
2.1. Bakteri Acetobacter xylinum
Acetobacter xylinum merupakan jenis bakteri yang menghasilkan
selulosa dengan sifat fisik yang menguntungkan
(Suwannapinunt et al., 2007 dalam Lestari, Puji, 2013).
Acetobacter xylinum diidentifikasi sebagai gram bakteri negatif
dengan bentuk batang (bacill) pendek, yang mampu
mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan organik
secara bersamaan. Bakteri ini disebut juga sebagai bakteri
selulosa (Bacterial Cellulose/BC) telah dikenal sebagai metabolit
sekunder dari glukosa dengan pelepasan asam asetat ke dalam
lingkungan (Tomita dan Kondo, 2009 dalam Lestari, Puji,
2013). Berbeda dengan selulosa dari pulp kayu, Acetobacter
xylinum ini memiliki kemurnian tinggi, kekuatan yang unik,
struktur ultra-halus dan biodegradable. Isolasi dan pemurnian
bakteri ini juga sangat sederhana. Selain mengeluarkan
metabolisme sekunder berupa asam asetat, sesuai dengan
namanya yaitu sebagai bakteri selulosa, sifat yang paling
menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk
mempolimerisasi glukosa yang ada di lingkungan tempat
hidupnya sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa
tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Putri,
Indah, 2013). Menurut Palungkun (2001) dalam Suparti, et al..
(2007) Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang membentuk
nata karena adanya kandungan air sebanyak 91.23%, protein
0,29%, lemak 0.15%, karbohidrat 7,27%, juga nutrisi-nutrisi
lain seperti vitamin.
Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada
kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-
sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk
lapisan yang menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan
koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48
jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat
dengan mudah diambil dengan jarum os (Putri, Indah, 2013).
Gambar 2.1.1. Morfologi Acetobacter xylinum
(Sumber : Anonim, 2012)
Kingdom : BacteriaPhyllum :ProteobacteriaClassis :AlphaproteobacteriaOrdo :Rhodospirillales
2.2. Karakteristik Nata
Nata merupakan selulosa sintetik yang dihasilkan oleh
bakteri Acetobacter
xylinum. Bakteri nata ini berasal dari biakan murni atau
bibit. Biakan murni merupakan bakteri yang berada dalam
kondisi dormansi (istirahat) dan belum terkontaminasi
mikroorganisme lainnya. Biakan murni ini perlu diaktifkan
terlebih dahulu, yakni dengan menyediakan kondisi
lingkungan (suhu dan pH) yang optimal dan makanan yang
dibutuhkan (Warisno, 2009 dalam Yusak,2011).
Kenampakan nata adalah seperti sel, warna putih hingga
abu-abu muda, aroma asam, rasa tawar atau agak manis,
tembus pandang dan teksturnya kenyal seperti kolang-kaling
(daging buah enau muda). Dalam keadaan dingin, nata agak
berserat dan agak rapuh pada saat panas (eBookPangan,
2006).
Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Susanti,
2005 dalam Putri, Indah, 2013). Nata sangat baik dikonsumsi
terutama oleh mereka yang diet rendah kalori atau diet
tinggi serat, kandungan air yang tinggi berfungsi untuk
memperlancar proses metabolisme tubuh. Serat nata di dalam
tubuh manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil
pembakaran yang tidak diserap oleh tubuh, kemudian dibuang
melalui anus berupa tinja atau bolus (Kusharto, 2006 dalam
Putri, Indah, 2013).
Nata De Leri merupakan produk nata yang dihasilkan dari
air cucian beras sebagai media dari pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum. Komposisi nilai gizi air cucian beras
sehingga dapat menjadi media tumbuh yang optimum untuk
bakteri Acetobacter xylinum yaitu karbohidrat, protein, dan
vitamin B1 atau thiamin yang sebagian besar terdapat pada
pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis (Rachmat, et al.,
2007).
2.3. Air Cucian Beras
Beras yang mengalami pengolahan lebih lanjut, akan
melalui proses pencucian. Proses pencucian ini menghasilkan
limbah berupa air cucian beras. Air cucian beras ini
mengandung karbohidrat jenis pati sebanyak 76% pada beras
pecah kulit. Karbohidrat sebagai perantara hormon auksin dan
giberelin dalam pertumbuhan tanaman. Selain karbohidrat, air
cucian beras juga mengandung vitamin B1, fosfor, dan
nitrogen sehingga digunakan untuk menyiram tanaman.
Kandungan karbohidrat ini memenuhi syarat pertumbuhan
bakteri Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata. Bakteri
akan mensintesa selulosa dari karbohidrat yang terkandung
dalam air cucian beras (M. Nur Chamsyah dan Yoga Adesca,
2012 dalam Arisa, 2012). Jenis karbohidrat dalam beras
berupa pati. Pati dapat terbuang bersama air ketika proses
pencucian. Pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer
molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin
(amylopectin). Amilosa memiliki struktur linier, dengan
berat molekul sekitar 30.000-1 juta, namun yang umum
memiliki berat molekul 200.000- 300.000. Perbedaannya dengan
selulosa ada pada ikatan glikosidanya, amilosa merupakan
polimer linier dari α-D-glukopiranosa, sedangkan selulosa
dari β-D-glukopiranosa (Fessenden, 1986 dalam Arisa, 2012).
Amilopektin memiliki struktur bercabang melalui karbon 6 dan
memiliki berat molekul di atas 1 juta. Amilopektin terdiri
dari 20-25 unit glukosa yang terikat pada karbon 1 dan 4,
sebagaimana dalam amilosa, tetapi dengan rantai-rantai yang
tersambungkan satu sama lain melalui ikatan 1,6. Jumlah
amilopektin sekitar tiga kali lebih banyak dibandingkan
amilosa di alam, meskipun terdapat juga proposi salah
satunya yang jauh lebih tinggi pada beberapa tumbuhan
(Stevens, 2007 dalam Arisa, 2012).
2.4. Proses Biokimia Nata
Pembentukan selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum tidak
lepas dari peran gula sebagai sumber nutrisi bagi bakteri.
Gula pasir merupakan sukrosa yang bersumber dari tebu.
Sukrosa dapat mengalami hidrolisis dan terpecah menjadi
fruktosa dan glukosa. Hasil dari hidrolisis ini merupakan
gula invert (Anna P., 1994 dalam Arisa, 2012). Adanya enzim
sukrase akan mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa.
Setelah proses hidrolisis berlangsung, glukosa akan diubah
menjadi glukosa-6-fosfat dengan adanya ATP (adenosine
triphosphat). Glukosa yang digunakan dalam proses
pembentukan selulosa adalah glukosa tipe β sehingga semua
glukosa tipe α akan diubah menjadi bentuk β dengan enzim
isomerase (Indarti dan Asnawati, 2011). ATP yang kehilangan
satu fosfatnya akan berubah menjadi ADP (adenosine
diphosphat). Reaksi ini melibatkan enzim heksokinase. Enzim
heksokinase dapat dihambat sendiri oleh produk yang
dihasilkan. Enzim heksokinase untuk fosforilasi glukosa
disebut glukokinase (GK) (Stanislaw B. et al., 2002 dalam
Arisa, 2012). Glukosa-6-fosfat akan menghambat pembentukan
enzim. Ketika jumlah glukosa glukosa-6-fosfat menurun, enzim
heksokinase akan aktif kembali (Ana P., 1994). Fruktosa
hasil hidrolisis akan mengalami fosforilasi sama seperti
glukosa. Enzim heksokinase untuk fosforilasi fruktosa
disebut fruktokinase (FK) (Stanislaw B. et al., 2002 dalam
Arisa, 2012). Enzim ini mengubah fruktosa menjadi fruktosa-
6-fosfat dengan bantuan ATP. ATP juga akan berubah menjadi
ADP. Fruktosa-6-fosfat dapat mengalami isomerasi dengan
glukosa-6- fosfat dengan melibatkan enzim
fosfoglukosisomerase. Reaksi ini bersifat bolak-balik.
Glukosa-6-fosfat yang terbentuk baik dari hasil isomerasi
maupun hasil fosforilasi akan berubah menjadi glukosa-1-
fosfat dengan melibatkan enzim fosfoglukomutase. Glukosa-1-
fosfat bereaksi dengan enzim UGP (pyrophosphorylase uridine
diphosphoglucose) menjadi UDPG (uridine diphosphoglucose). UDPG
membentuk rantai menjadi selulosa dengan melibatkan enzim CS
(cellulose synthase) (Arisa, 2012).
Gambar 2.4.1. Proses Biokimia Pembentukan Selulosa
Sumber : Arisa, 2012
Tahap terakhir adalah tahap polimerisasi yaitu
pembentukan selulosa. Polimerisasi ini terjadi melalui enzim
polimerisasi yang ada pada bakteri Acetobacter xylinum. Secara
fisik pembentukan selulosa adalah terbentuknya pellicle. Dengan
demikian ketebalan yang berbeda pada variasi waktu inkubasi
berkaitan proses polimerisasi oleh aktifitas bakteri yang
terus berlangsung (Indarti dan Asnawati, 2011).
Gambar 2.4.2. Proses Polimerisasi
Sumber : Indarti dan Asnawati, 2011
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata
Untuk menghasilkan produksi nata yang maksimal perlu
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut (Misgiyarta,
2012).
1. Temperatur ruang inkubasi
Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena
berkaitan dengan pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada umumnya suhu
fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar
(28˚C). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan
mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang
akhirnya juga menghambat produksi nata (Budiyanto, 2004
dalam Misgiyarta, 2012).
2. Jenis dan konsentrasi Medium
Medium fermentasi ini harus banyak mengandung karbohidrat
(gula) di samping vitamin dan mineral, karena pada
hakekatnya nata tersebut adalah slime (menyerupai lendir)
dari sel bakteri yang kaya selulosa yang diproduksi dari
glukosa oleh bakteri Acetobacter Xylinum. Bakteri ini dalam
kondisi yang optimum memiliki kemampuan yang luar biasa
untuk memproduksi slime sehingga slime tersebut terlepas
dari sel vegetatif bakteri dan terapung-apung di
permukaan medium. Pembentukan nata terjadi karena proses
pengambilan glukosa dari larutan gula yang kemudian
digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor (penciri
nata) pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya
dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim
mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa yang merupakan
bahan dasar pembentukan slime. Kadar karbohidrat optimum
untuk berlangsungnya produksi nata adalah 10% (Palungkun,
1992 dalam Misgiyarta, 2012).
3. Jenis dan konsentrasi stater
Pada umumnya Acetobacter Xylinum merupakan stater yang lebih
produktif dari jenis stater lainnya, sedang konsentrasi
5-10% merupakan konsentrasi yang ideal (Rahman, 1992
dalam Misgiyarta, 2012).
4. Kebersihan alat
Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Acetobacter Xylinum. Sedangkan alat-alat yang steril
dapat mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum.
5. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata
umumnya 2-4 minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi
merupakan waktu yang maksimal produksi nata, yang berarti
lebih dari 4 minggu, maka kualitas nata yang diproduksi
akan menurun.
6. pH fermentasi
Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata
adalah 3-5 atau dalam suasana asam. Pada kedua kondisi pH
optimum, aktifitas enzim seringkali menurun tajam. Suatu
perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar
pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang amat
penting bagi organisme.
7. Tempat fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam
karena mudah korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan
mikroorganisme pembentuk nata. Di samping itu tempat
fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari
langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam
kondisi steril.
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi dan Kosan Meidita di
Gang Cempaka
3.2. Alat dan Bahan
Tabel 3.2.1. Daftar alat yang digunakan dalam miniriset
No Nama alat Jumlah(buah)
1 Baskom 12 Toples 103 Gelas ukur 100 ml 24 Sendok 25 Kompor 16 Kertas Saring 1 gulung7 Timbangan
Analitik1
8 pH Indikator 59 Stopwatch 110 Thermometer 911 Pisau 2
Tabel 3.2.2. Daftar bahan yang digunakan dalam miniriset
No Nama alat Jumlah1 Air cucian beras 3 L2 Stater dari Acetobacter
xylinum1 botol
3 Gula 1 kg4 Cuka 1 botol5 Tisu 1 pak
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Tahap persiapan
Alat dan bahan dipastikan kembali agar tidak terjadi
kesalahan prosedur. Alat-alat dan bahan yang akan
digunakan dalam penelitian dimasukkan ke dalam plastik
tahan panas lalu di autoclave selama 15-20 menit pada
suhu 121 oC dan dalam tekanan 15 atm.
3.3.2. Tahap pelaksanaan
1. Mendidihkan air cucian beras 3 L dalam beaker glass
selama 15 menit, kemudian menambahkan gula pasir
sebanyak 75 gram/liter air cucian beras. Kemudian
menyaringnya dengan menggunakan kertas saring.
2. Mengukur pH dari air cucian beras di atas, hingga pH-
nya di atas 4-4,5 dan menambahkan asam cuka atau asam
asetat glasial sampai pH-nya antara 4-4,5.
3. Memasukkan cairan bibit dengan konsentrasi yang
berbeda-beda yaitu 5%, 10%, dan 15%, dengan masing-
masing konsentrasi 3 kali pengulangan.
4. Memasukkan air cucian beras yang mengandung bibit
tersebut ke dalam keler atau waskom sebanyak 9 buah,
kemudian tutup dengan kertas bersih dan beri
keterangannya, kemudian simpan selama 15 hari.
5. Setelah 15 hari, keler yang berisi nata akan terbentuk
lapisan putih pada permukaannya. Mengangkut lapisan
tersebut dengan senduk bersih dengan hati-hati karena
lapisan bawahnya masih bisa digunakan sebagai bibit
nata de leri berikutnya.
6. Membuang lapisan atau selaput tipis yang melekat pada
bagian bawah lapisan putih tadi, kemudian potong-potong
lapisan yang diperoleh sesuai dengan bentuk yang
diinginkan, lalu dicuci hingga bersih.
7. Merendam potongan-potongan dari lapisan putih tadi
selama 2-3 hari di air biasa untuk menghilangkan
asamnya, kemudian ditiriskan. Setiap hari air rendaman
harus diganti dengan air yang baru. Bila pada hari
ketiga masih terasa asam, didihkan selama 30 menit,
kemudian ditiriskan kembali.
8. Nata de leri siap untuk diolah dengan bahan yang lain.
Tabel 4.1.1. Hasil Kuantitatif Parameter yang diuji
No.
Parameter 5 %
Rata-rata
10 %
Rata-rata
15 %
Rata-rata
1BeratBasah(gram)
43 49 54 48,
7 78 73 76 75,
7100
100
100 100
2 Ketebalan (mm) 1 0,
70,7 0,8 1,
35 2 1,4 1,6 2 2 2 2
3 Warna Putih kekuningan
4.2. Pembahasan
Hasil yang diperoleh dari konsentrasi starter 5% adalah
yang terburuk, karena nilai ketebalan dan berat basah sangat
kecil bila dibandingkan dengan literatur. Rata-rata nilai
berat basah untuk konsentrasi 5% adalah 48,7 gram, sedangkan
untuk rata-rata ketebalannya yaitu 0,8 mm.
Adapun pada konsentrasi starter 10% karakteristiknya
menunjukkan tingkat menengah karena nilai berat basah tidak
terlalu jauh dengan literatur yang memiliki nilai berat
basah 120 gram. Nilai berat basah yang dimiliki oleh
konsentrasi starter 10% adalah 75,7 gram sedangkan untuk
nilai ketebalannya yaitu 1,6 mm.
Gambar 4.1.1.Warna Nata yangdihasilkan
Sumber : Dokumentasi pribadi,
Gambar 4.1.2.Ketebaln Natayang dihasilkan
Sumber : Dokumentasi pribadi,
Untuk konsentrasi starter 15% menunjukkan karakteristik
terbaik yang ditandai dengan berat dan ketebalan nilai basah
adalah yang tertinggi dari konsentrasi starter lain dan
berat basah nilai paling dekat dengan hasil dari literatur.
Nilai berat basahnya yaitu 100 gram dan nilai ketebalannya
yaitu 2 mm.
Adapun warna semua perlakuan menunjukkan hasil yang sama
yaitu putih kekuningan. Warna tersebut menunjukkan warna
yang termasuk dalam karakteristik baik pada hasil nata.
Karena seperti telah disebutkan bahwa warna nata yang baik
adalah berwarna putih, putih kekuningan, hingga putih
keabu-abuan. Jadi warna nata yang dihasilkan pada mini
riset ini menunjukkan warna nata yang baik.
Namun untuk semua ketebalan pada tiga perlakuan menunjukkan
hasil yang sangat sedikit, sangat berbeda dari hasil pada
literatur. Hal ini dapat terjadi karena mungkin medium
tumbuh bakteri Acetobacter xylinum yang kurang substrat yaitu
dalam bentuk gula yang berfungsi sebagai makanan bagi
bakteri, dan starter Nata. Kadar gula reduksi yang ada di
air kelapa kecil tapi gula pereduksi dapat langsung
digunakan oleh bakteri Acetobacter xylinum sedangkan kandungan
karbohidrat dalam air beras meskipun setinggi 76% namun
karbohidrat ini harus diuraikan terlebih dahulu menjadi gula
pereduksi dan untuk mengubah karbohidrat menjadi gula
pereduksi bakteri membutuhkan energi sehingga karbohidrat
dalam air beras tidak dapat secara efektif digunakan oleh
bakteri (Misgiyarta, 2012).
Tidak ditambahkannya sumber nitrogen pada medium diduga
menjadi penyebab lain dari tipisnya ketebalan nata yang
dihasilkan pada mini riset ini. Sumber nitrogen bisa
digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang
baik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum dan pembentukan nata
adalah ekstrak yeast dan kasein. Namun, amonium sulfat dan
amonium fosfat (di pasar dikenal dengan ZA) merupakan bahan
yang lebih cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan
kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber N lain yang
dapat digunakan dan murah seperti urea (Misgiyarta, 2012).
Penambahan sumber nitrogen sangat diperlukan untuk
pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen
menyebabkan sel tumbuh dengan kurang baik dan menghambat
pembentukan enzim yang diperlukan, sehingga proses
fermentasi dapat mengalami kegagalan atau tidak sempurna
(Misgiyarta, 2012).
Menurut Palungkun (2001) dalam Suparti, dkk. (2007)
Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang membentuk nata
karena adanya kandungan air sebanyak 91,23%, protein 0,29%,
lemak 0,15%, gula reduksi 7,27%, juga nutrisi-nutrisi lain
seperti vitamin.
BAB V
Kesimpulan
Dari hasil mini riset ini dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi starter 5% menunjukkan hasil karakteristik
terburuk, sedangkan untuk konsentrasi starter Nata 10%
karakteristik yang dihasilkan cukup baik, dan konsentrasi 15%
menunjukkan hasil terbaik karena memiliki ketebalan dan berat
basah tertinggi di antara perlakuan lainnya. Sehingga untuk
menghasilkan nata dari air cucian beras lebih baik menggunakan
starter dengan konsentrasi 15% dan hal-hal seperti gula, cuka,
dan urea yang merupakan sumber makanan untuk bakteri Acetobacter
xylinum harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Acetobacter xylinum. [Online] Tersedia :
http://somphyto.es.gongchang.com/ ( diakses pada 04
September 2014)
Arisa. (2012). Pembuatan Bioplastik Dari Limbah Rumah Tangga Air Cucian
Beras Dan Diolah Dengan Bantuan Bakteri Acetobacter xylinum. [Online]
Tersedia di: www.repository.usu.ac.id (diakses pada 14
Desember 2014)
Arviyanti et al.. (2009).
eBookPangan. (2006). Teknologi Pangan. [Online] Tersedia di:
http://tekpan.unimus.ac.id/ (diakses pada 04 September
2014)
Fitriah. (2007).
Indarti dan Asnawati. (2011). Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict
secara Adsorpsi
untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Jurnal Ilmu Dasar, 12 (2), hlm.
200-209.
Lestari, Puji. (2013). Study on The Production of Bacterial Cellulose from
Acetobacter xylinum using Agro-Waste. Jordan Journal of Biological Science,
7 (1).
Misgiyarta. (2012). Produksi Nata De Soya Dengan Substrat Limbah Cair
Industri Tahu. Badan Litbang Pertanian.
Nurhayati.. (2005).
Putri, Indah. (2013). Fermentasi Nata De Coco. [Online] Tersedia
di: http://digilib.unimus.ac.id/ (diakses pada 04
September 2014)
Rachmat et al.. (2007).
Suparti et al.. (2007). Pemanfaatan Ampas Buah Sirsak (Annona muricata)
Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Nata Dengan Penambahan Gula Aren.
Jurnal MIPA, 17 (1).
Yusak. (2011). Pemanfaatan Pulp Buah Semangka Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Nata. [Online] Tersedia di: repository.usu.ac.id
(diakses pada 14 Desember 2014)