MODEL DISTRIBUSI BIOMASSA KOMUNITAS IKAN DI WADUK IR. H. DJUANDA SEBAGAI KAJIAN DAMPAK INTRODUKSI

10
RM 23 FNPKSI - IV MODEL DISTRIBUSI BIOMASSA KOMUNITAS IKAN DI WADUK IR. H. DJUANDA SEBAGAI KAJIAN DAMPAK INTRODUKSI Dimas Angga Hedianto, Didik Wahju Hendro Tjahjo, dan Sri Endah Purnamaningtyas Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan [email protected] ABSTRAK Kestabilan komunitas ikan dapat digambarkan oleh suatu model distribusi berbasis biomassa. Adanya introduksi jenis ikan tertentu merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah komposisi dan kestabilan komunitas ikan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesehatan komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda akibat dampak introduksi melalui analisis model distribusi ekologi berbasis biomassa. Penelitian dilakukan pada tahun 2011 selama 10 bulan menggunakan metode survei. Pengambilan sampel ikan contoh dilakukan di enam stasiun yang mewakili alur Sungai Cilalawi (Stasiun Cilalawi), alur Sungai Citarum (Stasiun Bojong, Jamaras, dan Kerenceng), dan genangan utama (Stasiun Keramba Jaring Apung/KJA dan DAM) menggunakan jaring insang percobaan (ukuran mata jaring 1-4 inci dengan interval 0,5 inci). Model yang diujikan adalah model ekologi klasik yang meliputi Model Motomura (Model Geometrik), Model Preston (Model Log Normal), dan Model MacArthur (Model Broken Stick). Uji kesesuaian model menggunakan Uji jarak Matsuhita (D M ). Hasil penelitian didapatkan komposisi jenis ikan sebanyak 9 famili, 18 genus, dan 19 spesies dengan dominasi kelimpahan (50,33%) dan biomassa (41,73%) oleh ikan oskar (Amphilophus citrinellus). Secara keseluruhan, model yang sesuai untuk distribusi biomassa komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda adalah Model Preston (m=0,08; D M =0,15) yang merepresentasikan dalam komunitas ikan terdapat spesies yang melimpah dan akan menjadi mayoritas, sedangkan spesies dengan kelimpahan rendah akan menjadi minoritas dengan tekanan ekologis medium. Model yang sesuai untuk stasiun Bojong (D M =0,14) dan Cilalawi (D M =0,17) adalah Model Motomura. Stasiun Kerenceng (D M =0,10), KJA (D M =0,15), dan DAM (D M =0,15) sesuai untuk Model Preston, sedangkan stasiun Jamaras (D M =0,13) sesuai untuk Model MacArthur. Kata kunci: Model, distribusi, biomassa, introduksi, Waduk Ir. H. Djuanda PENDAHULUAN Model distribusi spesies merupakan salah satu pendekatan kuantitatif untuk memahami kesehatan dari struktur komunitas ikan dalam ekosistem (Austin, 2007). Kesehatan struktur komunitas ikan mencakup stabilitas dari diversitas jenis ikan (Magguran, 2004). Adanya introduksi jenis ikan tertentu merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah stabilitas komunitas ikan. Keberadaan ikan spesies asing pada umumnya dapat memberikan dampak negatif baik, secara ekologi maupun secara ekonomi (Mills et al., 1993). Hal ini karena masuknya jenis ikan baru pada suatu komunitas ikan tertentu dapat mengubah keseimbangan ekosistem dan biodiversitas yang telah ada (Helfman, 2007). Introduksi yang bersifat tidak disengaja (unintentional introduction) tercatat lebih banyak menyebabkan dampak negatif terhadap ekosistem akibat adanya penurunan bahkan kepunahan bagi eksistensi ikan asli, terlebih ikan endemik, yang berbanding terbalik dengan peningkatan populasi ikan spesies asing (Cowx, 1998 dalam Helfman, 2007). Model distribusi biomassa komunitas ikan digunakan untuk mengetahui pengaruh keberadaan adanya ikan introduksi terhadap kestabilan struktur komunitas. Model ekologi

Transcript of MODEL DISTRIBUSI BIOMASSA KOMUNITAS IKAN DI WADUK IR. H. DJUANDA SEBAGAI KAJIAN DAMPAK INTRODUKSI

RM 23

FNPKSI - IV

MODEL DISTRIBUSI BIOMASSA KOMUNITAS IKAN

DI WADUK IR. H. DJUANDA SEBAGAI KAJIAN DAMPAK INTRODUKSI

Dimas Angga Hedianto, Didik Wahju Hendro Tjahjo, dan Sri Endah Purnamaningtyas

Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan

[email protected]

ABSTRAK

Kestabilan komunitas ikan dapat digambarkan oleh suatu model distribusi berbasis biomassa. Adanya

introduksi jenis ikan tertentu merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah komposisi dan

kestabilan komunitas ikan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesehatan komunitas ikan

di Waduk Ir. H. Djuanda akibat dampak introduksi melalui analisis model distribusi ekologi berbasis

biomassa. Penelitian dilakukan pada tahun 2011 selama 10 bulan menggunakan metode survei.

Pengambilan sampel ikan contoh dilakukan di enam stasiun yang mewakili alur Sungai Cilalawi

(Stasiun Cilalawi), alur Sungai Citarum (Stasiun Bojong, Jamaras, dan Kerenceng), dan genangan

utama (Stasiun Keramba Jaring Apung/KJA dan DAM) menggunakan jaring insang percobaan (ukuran

mata jaring 1-4 inci dengan interval 0,5 inci). Model yang diujikan adalah model ekologi klasik yang

meliputi Model Motomura (Model Geometrik), Model Preston (Model Log Normal), dan Model

MacArthur (Model Broken Stick). Uji kesesuaian model menggunakan Uji jarak Matsuhita (DM). Hasil

penelitian didapatkan komposisi jenis ikan sebanyak 9 famili, 18 genus, dan 19 spesies dengan

dominasi kelimpahan (50,33%) dan biomassa (41,73%) oleh ikan oskar (Amphilophus citrinellus).

Secara keseluruhan, model yang sesuai untuk distribusi biomassa komunitas ikan di Waduk Ir. H.

Djuanda adalah Model Preston (m=0,08; DM=0,15) yang merepresentasikan dalam komunitas ikan

terdapat spesies yang melimpah dan akan menjadi mayoritas, sedangkan spesies dengan kelimpahan

rendah akan menjadi minoritas dengan tekanan ekologis medium. Model yang sesuai untuk stasiun

Bojong (DM=0,14) dan Cilalawi (DM=0,17) adalah Model Motomura. Stasiun Kerenceng (DM =0,10),

KJA (DM =0,15), dan DAM (DM =0,15) sesuai untuk Model Preston, sedangkan stasiun Jamaras

(DM=0,13) sesuai untuk Model MacArthur.

Kata kunci: Model, distribusi, biomassa, introduksi, Waduk Ir. H. Djuanda

PENDAHULUAN

Model distribusi spesies merupakan salah satu pendekatan kuantitatif untuk

memahami kesehatan dari struktur komunitas ikan dalam ekosistem (Austin, 2007).

Kesehatan struktur komunitas ikan mencakup stabilitas dari diversitas jenis ikan (Magguran,

2004). Adanya introduksi jenis ikan tertentu merupakan salah satu faktor yang dapat

mengubah stabilitas komunitas ikan. Keberadaan ikan spesies asing pada umumnya dapat

memberikan dampak negatif baik, secara ekologi maupun secara ekonomi (Mills et al.,

1993). Hal ini karena masuknya jenis ikan baru pada suatu komunitas ikan tertentu dapat

mengubah keseimbangan ekosistem dan biodiversitas yang telah ada (Helfman, 2007).

Introduksi yang bersifat tidak disengaja (unintentional introduction) tercatat lebih banyak

menyebabkan dampak negatif terhadap ekosistem akibat adanya penurunan bahkan

kepunahan bagi eksistensi ikan asli, terlebih ikan endemik, yang berbanding terbalik dengan

peningkatan populasi ikan spesies asing (Cowx, 1998 dalam Helfman, 2007).

Model distribusi biomassa komunitas ikan digunakan untuk mengetahui pengaruh

keberadaan adanya ikan introduksi terhadap kestabilan struktur komunitas. Model ekologi

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan – IV

RM 23

klasik yang biasa digunakan adalah Model Motomura (Model Geometrik), Model Preston

(Model Log Normal), dan Model MacArthur (Model Broken Stick) (Frontier, 1985). Lebih

lanjut, model distribusi biomassa spesies dapat menerangkan mekanisme pembagian dan

pemanfaatan sumber daya dalam komunitas. Model distribusi biomassa spesies pada

dasarnya menggunakan parameter ranking spesies, nilai biomassa observasi, nilai biomassa

teoritis, dan uji kesesuaian model untuk menghitung kesesuaian model yang mendekati

keadaan perairan sesungguhnya (Magurran, 2004).

Nilai biomassa suatu organisme dalam ekosistem merupakan suatu elemen yang

menunjukkan interaksi dan heterogenitas karakter fungsional (Margalef, 1979 dalam

Frontier, 1985). Biomassa pada komunitas ikan dapat diartikan secara ekologi sebagai

gambaran interaksi pertukaran energi dan materi dalam aliran jejaring trofik (Frontier, 1985).

Oleh karena itu, model distribusi yang digunakan untuk mengkaji kestabilan komunitas ikan

adalah berbasis biomassa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesehatan komunitas ikan

di Waduk Ir. H. Djuanda akibat dampak introduksi melalui analisis model distribusi ekologi

berbasis biomassa.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat pada tahun

2011 selama 10 bulan, kecuali bulan April dan Juni menggunakan metode survei secara

stratified sampling method (Nielsen & Johnson, 1985). Pengambilan sampel ikan contoh

dilakukan di enam stasiun yang mewakili alur Sungai Citarum (Stasiun Bojong, Jamaras, dan

Kerenceng), wilayah genangan utama waduk (Stasiun Keramba Jaring Apung/KJA dan

DAM), dan alur Sungai Cilalawi (Stasiun Cilalawi). Ikan contoh ditangkap menggunakan

jaring insang percobaan dengan ukuran mata jaring 1-4 inci (interval 0,5 inci). Jaring insang

dipasang sebanyak satu set di setiap stasiun penelitian secara sejajar garis pantai pada

kedalaman ±1m dari permukaan air. Jaring insang dipasang pada sore hari, kemudian

diangkat pada pagi hari. Lokasi pengambilan sampel ikan tersaji pada Gambar 1.

Ikan contoh yang tertangkap kemudian diukur panjang totalnya menggunakan papan

ukur dengan ketelitian 0,1 cm dan ditimbang berat tubuhnya menggunakan timbangan digital

dengan ketelitian 0,1 gram. Sampel ikan contoh yang diperoleh kemudian diawetkan dengan

formalin 10% untuk diidentifikasi dengan mengacu pada Kottelat et al. (1993) dan Fishbase

(Froese & Pauly, 2012). Identifikasi jenis ikan contoh dilakukan di laboratorium biologi

Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Jatiluhur.

Makalah Poster – Bidang Rehabilitasi dan Mitigasi

RM 23

Ket. Stasiun: (1) Bojong, (2) Jamaras, (3) Kerenceng, (4) Keramba

Jaring Apung/KJA, (5) DAM, (6) Cilalawi

Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel ikan di Waduk Ir. H. Djuanda

Model diversitas yang diujikan pada distribusi biomassa komunitas ikan adalah

model ekologi klasik yang meliputi Model Motomura (Model Geometrik), Model Preston

(Model Log Normal), dan Model MacArthur (Model Broken Stick) (Frontier, 1985;

Magurran, 2004). Model Motomura (Model Geometrik) diperkenalkan pertama kali oleh

Motomura pada tahun 1932. Model ini menggambarkan keadaan ekosistem dimana

organisasi komunitas bersifat kompetitif dan mengalami gangguan, produktifitas rendah,

pembagian relung dalam komunitas tidak merata (Frontier, 1985) dan dalam tingkat suksesi

awal atau lingkungan sangat terganggu (Magurran, 2004). Persamaan Model Motomura

adalah sebagai berikut:

Log qi = Log 1 + (i-1) Log m ....................................................(1)

Keterangan:

qi = Biomassa spesies ikan ke-i

l = Konstanta (a)

i = Ranking spesies ikan ke-i

m = Konstanta Motomura (anti log)

Model Preston diperkenalkan pertama kali oleh Preston pada tahun 1948 dengan

pendekatan pada logaritma distribusi normal (Preston, 1948). Model ini menggambarkan

organisasi komunitas yang layak/normal, pembagian relung yang merata, lingkungan perairan

yang stabil sehingga mencirikan suatu komunitas yang seimbang (Frontier, 1985; Magurran,

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan – IV

RM 23

2004). Apabila dikaitkan dalam komunitas ikan, maka dalam struktur ekologi komunitasnya

terdapat spesies yang melimpah dan akan menjadi mayoritas, sedangkan spesies dengan

kelimpahan rendah akan menjadi minoritas dengan tekanan ekologis medium. Persamaan

Model Preston adalah sebagai berikut:

Log2qi = a + σ.p(ki) ............................................................(2)

Keterangan:

qi = Biomassa spesies ikan ke-i

a dan σ = Konstanta

i = Ranking spesies ikan ke-i

p(ki) = Nilai probit ikan jenis ke-i

Nilai konstanta Preston (m) dihitung menggunakan formula:

m = 1/ σ2 ....................................................................(3)

Model MacArthur (Model Broken Stick) diperkenalkan pertama kali oleh MacArthur

pada tahun 1957. Model ini menggambarkan komunitas ikan yang cenderung stabil, tidak ada

persaingan yang tinggi antar jenis ikan, tidak ada relung yang kosong, dan diversitas yang

cenderung tetap (Frontier, 1985; Magurran, 2004). Persamaan Model Mac Arthur adalah

sebagai berikut (Baczkowski, 2000):

..................................................... (4)

Keterangan:

qi = Biomassa spesies ikan ke-i

Q = Jumlah total individu ikan

S = Jumlah spesies

r = Ranking spesies ikan ke-i

Untuk menentukan model yang paling mendekati keadaan yang sebenarnya,

digunakan uji jarak Matsushita. Nilai deret Matsuhita terkecil menunjukkan bahwa model

sesuai. Persamaan deret Matsushita sebagai berikut (Frontier, 1985):

......................................................(5)

Keterangan:

DM = Deret Matsushita

pi = Jumlah biomassa jenis ikan secara teori

ai = Jumlah biomassa jenis ikan yang diperoleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

komposisi jenis ikan yang tertangkap pada penelitian ini adalah sebanyak 9 famili, 18

genus, dan 19 spesies. Berdasarkan kelimpahannya, ikan oskar mendominasi hasil tangkapan

selama tahun 2011 sebesar 50,33%, diikuti oleh ikan seren (13,73%) dan golsom (11,07%)

(Tabel 1). Ikan famili Cichlidae mendominasi secara kumulatif kelimpahan untuk total hasil

tangkapan.

𝑞 = 𝑄

𝑆

1

𝑆 1 + 1

𝑟=𝑆+1

𝑟=1

Makalah Poster – Bidang Rehabilitasi dan Mitigasi

RM 23

Tabel 1. Kelimpahan jenis ikan yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda

Nama Lokal Nama Ilmiah Kelimpahan (ekor)

Total I II III IV V VI

Bandeng Chanos chanos 45 7 4 4 17 5 82

Betutu Oxyeleotris marmorata 1 6 - 4 13 - 24

Beunteur Puntius binotatus - - - 13 - 2 15

Genggehek Mystacoleucus marginatus - 3 1 1 - - 5

Golsom Hemichromis elongatus 64 46 24 18 8 6 166

Hampal Hampala macrolepidota 2 2

11 8 9 32

Kaca Parambassis siamensis - 1 1 1 - 1 4

Kebogerang Mystus nigriceps - - 1 1 6 - 8

Lalawak Puntius bramoides 4 - 1 7 13 59 84

Lele Clarias batrachus

- - - - 1 1

Lempuk Ompok bimaculatus 3 - - - - - 3

Marinir Parachromis managuensis

- - 1 1 - 2

Mas Cyprinus carpio 1 4 - 3 1 4 13

Nila Oreochromis niloticus 38 15 8 5 13 16 95

Nilem Osteochilus vittatus - - - - 2 1 3

Oskar Amphilophus citrinellus 29 47 44 157 412 66 755

Patin Pangasianodon hypophthalmus - - 1 - - - 1

Seren Cyclocheilichthys apogon 61 35 4 16 9 81 206

Tagih Hemibagrus nemurus - - 1 - - - 1

Total 248 166 90 242 503 251 1.500

Ket: I = Bojong, II = Jamaras, III = Kerenceng, IV = KJA, V = DAM, VI = Cilalawi

Rangking spesies ikan berdasarkan biomassa berbeda dengan kelimpahan. Ikan oskar

tetap mendominasi biomassa komunitas ikan sebesar 41,73%, namun diikuti oleh ikan

bandeng (15,11%) dan nila (15,07%) (Tabel 2). Hal ini berarti bahwa jenis ikan seren dan

golsom yang memiliki kelimpahan tertinggi kedua dan ketiga tergolong jenis ikan berukuran

kecil, karena memiliki kumulatif biomassa yang rendah. Ikan famili Cichlidae mendominasi

secara kumulatif biomassa untuk total hasil tangkapan.

Secara keseluruhan, model yang sesuai untuk distribusi biomassa komunitas ikan di

Waduk Ir. H. Djuanda pada tahun 2011 adalah Model Preston (Model Log Normal) (Gambar

2, Tabel 3). Kondisi ini merepresentasikan bahwa dalam komunitas ikan terdapat spesies

yang melimpah dan akan menjadi mayoritas, sedangkan spesies dengan kelimpahan rendah

akan menjadi minoritas dengan tekanan ekologis medium. Model ini menggambarkan

organisasi komunitas yang layak/normal dengan pembagian relung yang merata. Hal ini

ditunjang oleh kondisi lingkungan perairan yang stabil sehingga mencirikan suatu komunitas

yang seimbang (Frontier, 1985; Magurran, 2004).

Nilai deret Matsushita untuk keseluruhan distribusi biomassa komunitas ikan di

Waduk Ir. H. Djuanda untuk model antara Model Motomura dan Model Preston

menunjukkan nilai yang hampir sama, walaupun nilai tersebut lebih kecil untuk DM Model

Preston. Hal ini menunjukkan bahwa kestabilan komunitas ikan cenderung dapat berubah

menjadi bersifat sangat kompetitif dan mengalami gangguan dengan produktifitas rendah dan

pembagian relung dalam komunitas tidak merata (Frontier, 1985).

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan – IV

RM 23

Umur ekologis komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda berada pada tingkatan muda

hingga medium atau komunitas ikan mengalami tingkat suksesi awal hingga medium

(Magurran, 2004). Kondisi tersebut dimungkinkan oleh adanya beberapa jenis ikan yang

bersifat pionir. Jenis ikan pionir tersebut adalah jenis-jenis ikan introduksi yang mampu

beradaptasi dengan ketersediaan relung yang ada dan kondisi lingkungan di perairan Waduk

Ir. H. Djuanda, seperti jenis ikan dari famili Cichlidae (ikan oskar, nila, golsom, dan marinir)

dan Chanidae (bandeng). Ikan oskar sebagai ikan pionir sangat mempengaruhi kesesuaian

dari model distribusi biomassa komunitas ikan. Hal ini dikarenakan, keberadaan ikan oskar

(juga beberapa jenis ikan introduksi lainnya) berdampak secara ekologis terhadap kestabilan

komunitas ikan karena dominasi kelimpahan dan biomassanya (Hedianto &

Purnamaningtyas, 2011).

Tabel 2. Biomassa jenis ikan yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda

Nama Lokal Nama Ilmiah Biomassa (gram)

Total I II III IV V VI

Bandeng Chanos chanos 4.920,00 581,00 577,00 2.299,00 1.378,00 1.982,00 11.737,00

Betutu Oxyeleotris

marmorata 89,00 854,82 - 926,79 1.949,34 - 3.819,95

Beunteur Puntius binotatus - - - 151,95 - 25,71 177,66

Genggehek Mystacoleucus

marginatus - 75,00 8,00 18,64 - - 101,64

Golsom Hemichromis

elongatus 911,87 1.117,32 530,87 297,76 246,88 93,37 3.198,07

Hampal Hampala

macrolepidota 22,00 122,00 - 1.095,19 807,73 717,85 2.764,77

Kaca Parambassis

siamensis - 1,00 0,81 1,44 - 1,00 4,25

Kebogerang Mystus nigriceps - - 36,94 8,00 257,00 - 301,94

Lalawak Puntius bramoides 296,27 - 96,17 429,71 764,19 2.855,69 4.442,03

Lele Clarias batrachus - - - - - 90,20 90,20

Lempuk Ompok bimaculatus 138,12 - - - - - 138,12

Marinir Parachromis

managuensis - - - 113,00 28,00 - 141,00

Mas Cyprinus carpio 48,68 376,00 - 429,62 79,00 359,49 1.292,79

Nila Oreochromis

niloticus 3.968,70 1.403,73 1.007,99 865,93 2.693,90 1.767,62 11.707,87

Nilem Osteochilus vittatus - - - - 51,56 143,00 194,56

Oskar Amphilophus

citrinellus 1.800,16 2.667,60 3.944,96 6.165,41 13.308,76 4.524,78 32.411,67

Patin Pangasianodon

hypophthalmus - - 167,00 - - - 167,00

Seren Cyclocheilichthys

apogon 1.644,03 827,16 85,83 142,93 201,49 1.960,98 4.862,42

Tagih Hemibagrus

nemurus - - 124,54 - - - 124,54

Total 13.838,83 8.025,63 6.580,11 12.945,37 21.765,85 14.521,69 77.677,48

Ket: I = Bojong, II = Jamaras, III = Kerenceng, IV = KJA, V = DAM, VI = Cilalawi

Makalah Poster – Bidang Rehabilitasi dan Mitigasi

RM 23

Gambar 2.Model distribusi biomassa untuk keseluruhan komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda

Hasil analisis model distribusi biomassa komunitas ikan pada setiap stasiun

penelitian tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Model distribusi biomassa komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda

Lokasi Motomura Preston Mac Arthur Model yang

Sesuai* m DM m DM DM

Total 0,68 0,15 0,08 0,15* 0,39 Preston

Bojong 0,54 0,14* 0,09 0,21 0,25 Motomura

Jamaras 0,67 0,14 0,21 0,15 0,13* Mac Arthur

Kerenceng 0,57 0,19 0,09 0,10* 0,38 Preston

KJA 0,64 0,16 0,07 0,15* 0,31 Preston

DAM 0,61 0,24 0,11 0,15* 0,39 Preston

Cilalawi 0,60 0,17* 0,11 0,23 0,23 Motomura

Log qi = -0,168i + 4,520R² = 0,918

m = 0,6792DM = 0,15

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Lo

gari

tma

10

Bio

ma

ssa

Rangking Spesies

Model Motomura

log2qi = -3,570.p(ki) + 27,26

R² = 0,927m = 0,0785

DM = 0,15

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

Lo

gart

ima

2B

iom

ass

a

Nilai Probit

Model Preston

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Bio

ma

ssa

(gr

am

)

Rangking Spesies

Biomassa Teoritis

Biomassa Observasi

DM = 0,39

Model MacArthur

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan – IV

RM 23

Sama halnya dengan model untuk keseluruhan distribusi biomassa jenis ikan di

Waduk Ir. H. Djuanda, model yang sesuai untuk stasiun Kerenceng (DM = 0,10), KJA

(DM = 0,15), dan DAM (DM = 0,15) adalah Model Preston (Tabel 3). Stasiun-stasiun yang

terletak mendekati genangan utama cenderung memiliki komunitas ikan yang bersifat

mengikuti distribusi logaritma normal. Seluruh stasiun tersebut didominasi oleh ikan oskar

secara biomassa. Stasiun Kerenceng, KJA, dan DAM cenderung memiliki kedalaman yang

cukup dalam karena berdekatan dengan genangan utama, namun terdapat sejumlah KJA

sebagai pengkaya nutrien perairan. Oleh karena itu, sejumlah sumber daya pakan alami akan

terbentuk dengan dinamis pada lapisan perairan tertentu yang memungkinkan pemanfaatan

relung secara optimal oleh komunitas ikan. Spesies yang melimpah dan akan menjadi

mayoritas adalah jenis ikan yang mampu beradaptasi dengan baik, sedangkan spesies dengan

kemampuan adaptasi dan pemanfaatan relung yang rendah akan menjadi minoritas dengan

kelimpahan dan biomassa yang rendah. Tekanan ekologis pada ketiga stasiun cenderung

bersifat medium.

Stasiun Bojong (DM = 0,14) dan Cilalawi (DM = 0,17) sesuai untuk Model Motomura

(Tabel 3) yang menggambarkan keadaan ekosistem dimana organisasi komunitas ikan

bersifat sangat kompetitif, produktifitas rendah, pembagian relung dalam komunitas tidak

merata (Frontier, 1985), dan komunitas ikan dalam tingkat suksesi awal atau lingkungan

sangat terganggu (Magurran, 2004). Model Motomura merupakan model kebalikan dari

Model MacArthur yang dimana menunjukkan adanya distribusi biomassa ikan yang tidak

merata, diversitas yang rendah, dan ditandai oleh adanya spesies yang sangat mendominasi.

Spesies ikan yang mendominasi penggunaan relung yang ada dan tumpang tindih relung yang

sangat tinggi dengan spesies minoritas (Fangliang & Tang, 2008). Stasiun-stasiun yang

terletak berdekatan dengan inlet Waduk Ir. H. Djuanda cenderung memiliki komunitas ikan

yang didominasi oleh jenis ikan yang mampu beradaptasi dengan baik.

Komunitas ikan di stasiun Bojong didominasi oleh ikan bandeng, diikuti oleh ikan

nila dan oskar. Lokasi stasiun Bojong berdekatan dengan inlet dari Waduk Ir. H. Djuanda

(Sungai Citarum), selain itu juga merupakan outlet dari Waduk Cirata. Stasiun Bojong

cenderung memiliki kedalaman dangkal dengan arus yang masih cukup kuat dari outlet

Waduk Cirata. Hal ini menjadikan adanya dinamika ekosistem perairan yang lebih tinggi,

karena daur nutrien di permukaan dan dasar perairan sangat cepat. Oleh karena itu, struktur

komunitas ikan akan cenderung bersifat labil dan membutuhkan adaptasi tinggi akibat adanya

fluktuasi yang cepat dari ketersediaan sumber daya relung pakan. Menilai dari kesesuaian

model sebagai Model Motomura, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan di stasiun

Bojong tergolong kurang baik bagi kehidupan ikan bahkan cenderung subur. Oleh karena itu,

komunitas ikan didominasi oleh jenis ikan yang mampu beradaptasi di sana, terutama jenis

ikan planktivora maupun yang mampu memanfaatkan plankton seperti ikan bandeng, nila,

oskar, seren, dan lain sebagainya.

Komunitas ikan di stasiun Cilalawi didominasi oleh ikan oskar, diikuti oleh ikan

lalawak dan bandeng. Sama halnya dengan stasiun Bojong, lokasi stasiun Cilalawi

berdekatan dengan inlet dari Waduk Ir. H. Djuanda, yaitu Sungai Cilalawi yang lebih kecil

daripada sungai utamanya (Sungai Citarum). Masukan air inlet yang rendah dan padatnya

KJA diduga menjadikan kondisi lingkungan perairan di stasiun Cilalawi cenderung buruk.

Stasiun Cilalawi cenderung memiliki kedalaman dangkal dengan masukan air dari Sungai

Makalah Poster – Bidang Rehabilitasi dan Mitigasi

RM 23

Cilalawi yang tidak terlalu kuat (arus yang lambat). Hal ini menjadikan adanya dinamika

ekosistem perairan yang lebih tinggi, karena daur nutrien sangat cepat dan subur.

Hal ini menjadikan komunitas ikan didominasi oleh jenis ikan yang mampu

beradaptasi di sana, terutama jenis ikan yang mampu beradaptasi dengan tingkat kesuburan

perairan yang tinggi, seperti jenis ikan oskar, bandeng, nila dan beberapa jenis ikan

Cyprinidae (lalawak, seren, dan lain sebagainya) yang mampu memanfaatkan plankton dan

detritus. Komposisi komunitas ikan di stasiun Bojong dan Cilalawi ternyata banyak

tertangkap jenis ikan asli Sungai Citarum. Kondisi ini tentu dapat berdampak pada populasi

ikan asli untuk jangka panjang. Tekanan ekologi yang diterima ekosistem di stasiun Bojong

dan Cilalawi dapat mempengaruhi diversitas dari ikan asli yang hidup di sana.

Stasiun Jamaras (DM=0,13) merupakan satu-satunya lokasi yang sesuai untuk Model

MacArthur (Tabel 3) atau menggambarkan komunitas ikan yang cenderung stabil, tidak ada

persaingan yang tinggi antar jenis ikan, tidak ada relung yang kosong, dan diversitas yang

cenderung tetap (Frontier, 1985). Stasiun ini merupakan lokasi peralihan antara ekosistem

mengalir (riverine) menjadi tergenang (lacustrine). Hal ini menjadikan penguraian masukan

nutrien yang lebih tinggi, sehingga ketersediaan pakan alami lebih banyak. Masukan utama

untuk nutrien berasal dari buangan Waduk Cirata, karena jumlah KJA di stasiun Jamaras

cenderung tidak sebanyak stasiun lainnya. Oleh karena itu, komunitas ikan pengguna relung

ekologi di stasiun Jamaras cenderung stabil dan tidak ada persaingan yang tinggi antar jenis

ikan. Dominasi oleh salah satu jenis ikan tidak begitu mencolok.

Namun demikian, nilai deret Matsushita untuk keseluruhan distribusi biomassa

komunitas ikan di stasiun Jamaras menunjukkan nilai yang hampir sama untuk Model

Motomura, Model Preston, dan Model MacArthur, walaupun nilai tersebut lebih kecil untuk

DM Model MacArthur. Hal ini menunjukkan bahwa kestabilan komunitas ikan cenderung

dapat berubah menjadi bersifat sangat kompetitif dan adanya dominasi oleh satu jenis ikan,

dapat pula berubah mengikuti kaidah logaritma distribusi normal dimana pembagian relung

cenderung merata. Biomassa komunitas ikan di stasiun Jamaras tertinggi adalah ikan oskar,

diikuti oleh ikan nila dan golsom. Hal yang menjadikan Jamaras sesuai untuk Model

MacArthur karena tidak adanya dominasi yang menonjol, terutama dari ikan Cichlidae, pada

komunitas ikan yang ada.

KESIMPULAN

Komposisi jenis ikan yang tertangkap di perairan Waduk Ir. H. Djuanda adalah

sebanyak 9 famili, 18 genus, dan 19 spesies dengan dominasi kelimpahan (50,33%) dan

biomassa (41,73%) oleh ikan oskar (Amphilophus citrinellus). Secara keseluruhan, model

yang sesuai untuk distribusi biomassa komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda pada tahun

2011 adalah Model Preston. Model yang sesuai untuk stasiun Kerenceng (DM =0,10), KJA

(DM =0,15), dan DAM (DM =0,15) adalah Model Preston. Stasiun Bojong (DM=0,14) dan

Cilalawi (DM=0,17) sesuai untuk Model Motomura. Stasiun Jamaras (DM=0,13) merupakan

satu-satunya lokasi yang sesuai untuk Model MacArthur.

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan – IV

RM 23

DAFTAR PUSTAKA

Austin, M. 2007. Species distribution models and ecological theory: a critical assessment and

some possible new approaches. Ecological Modelling 200: 1-19.

Baczkowski, A. J. 2000. The broken-stick model for species abundances: an initial

investigation. Internal Report STAT 00/10. Department of Statistics, University of

Leeds. UK. 28 p.

Fangliang, H. & D. Tang. 2008. Estimating the niche preemption parameter of the geometric

series. Acta Oecologica 33: 105-107.

Froese, R. & D. Pauly. Eds. 2012. FishBase. World Wide Web electronic publication.

www.fishbase.org, version (10/2012).

Frontier, S. 1985. Diversity and structure in aquatic ecosystems. Oceanogr. Mar. Biol. Ann.

Rev. 23: 253-312.

Hedianto, D. A. & S. E. Purnamaningtyas. 2011. Penerapan kurva abc (rasio

kelimpahan/biomassa) untuk mengevaluasi dampak introduksi terhadap komunitas

ikan di Waduk Ir. H. Djuanda. Kartamihardja et al., 2011 (Eds). Prosiding Forum

Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III. POS-07. 11 p.

Helfman, G. S. 2007. Fish conservation-a guide to understanding and restoring global

aquatic biodiversity and fishery resources. Island Press, Washington, USA. 584p.

Kottelat, M., J. A. Whitten, S. N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of

Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. Hongkong. 377 p.

Magurran, A. E. 2004. Measuring biological diversity. Blackwell Science Ltd. 256 p.

Mills, E. L., J. H. Leach, J. T. Carlton & C. L. Secor. 1993. Exotic species in the great lakes:

A history of biotic crises and anthropogenic introduction. J. Great Lakes Res 19.

p. 1-54.

Nielsen, L. A. & D. L. Johnson. 1985. Fisheries techniques. American Fisheries Society,

Bethesda, Maryland. 468 p.

Preston, F. W. 1948. The commonness, and rarity, of species. Ecology 29 (3): 254–283.