Memahami Konteks Sosial Sekolah di Indonesia
-
Upload
universitasnegerimalang -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of Memahami Konteks Sosial Sekolah di Indonesia
MEMAHAMI KONTEKS SOSIAL SEKOLAH DI INDONESIA
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATAKULIAH
Landasan Pendidikan dan Pembelajaran
yang dibina oleh Dr. Sulthon, M. Pd.
Oleh :
DASA NOVI ARYATAMA
120341521841
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, sekolah seharunya menjadi cerminan
sebuah model interaksi sosial antara siswa, guru, dan
masyarakat di sekelilingnya. Sebuah sekolah selayaknya
menjadi percontohan bagaimana suatu nilai-nilai positif
dibangun dalam suasana akademis yang kental. Pembentukan
karakter bagi siswa yang sekarang sering digembar
gemborkan dalam pendidikan di Indonesia menjadi luaran
yang diharapkan dari suatu budaya pendidikan yang ada di
sekolah. Disamping itu, sekolah juga berlomba-lomba
membuat suatu kondisi sekolah seideal mungkin, misalnya
sekolah yang mencanangkan sekolah adiwiyata dimana
prinsip-prinsi pengelolaan sekolah diarahkan membentuk
karakter sekolah yang peduli lingkungan, demikian juga
membentuk rintisan sekolah berskala internasional (RSBI)
yang memasukkan program-progaram pendidikan yang diadopsi
dari pendidikan di negara-negara maju (OCED), masih
banyak pendekatan yang diambil sekolah untuk mendapatkan
strata sosial yang tinggi. Kondisi ideal yang diciptakan
dilakukan demi tercipatannya “branding” atau karakter
sekolah yang menegaskan eksistensi tradisi dan kultur di
suatu sekolah sehingga diharapkan masyarakat memberikan
perhatian lebih pada sekolah tersebut. Dalam konteks
sosial, hal ini akan menjadi suatu interaksi sosial
dengan berbagai dinamika didalamnya. Namun demikian,
kalau kita melihat secara lebih luas, ternyata masih
banyak sekolah yang identitasnya tidak terlalu kuat
bahkan lemah sama sekali. Ini dapat ditemukan di sekolah
pada daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) yang
minim perhatian dari masyarakat lebih-lebih oleh
pemerintah. Sekolah inilah yang seringkali hilang
identitas karakter, kultur dan tradisinya sehingga dalam
konteks sosial sekolah ini seringkali di marjinalkan,
meskipun di dalamnya kultur akademis tetap berjalan namun
dalam kondisi yang minimun sekali.
Sekolah yang strata sosialnya rendah akibat
kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM), kurangnya kemampuan
finansial sekolah akibat keterbatasan daerah dan
manajemen/administrasi sekolah yang jelek. Dalam hal,
dalam konteks sosial Indonesia, Pemerintah Indonesia
harus bertanggung jawab atas sekolah yang serba
kekuarangan ini karena membentuk identitas sosial sekolah
di Indonesia sama artinya juga membentuk identitas sosial
bangsa. Hal ini yang sekarang ini mulai direspon oleh
pemerintah dengan mengirim SDM berupa lulusan sarjana
pendidikan yang di tempatkan di daerah 3T (SM3T, PPGT).
Disamping itu pemerintah telah sedikit peduli dengan
menjalankan amanat UUD 45 untuk mengalokasikan APBN dalam
pembiayaan pendidikan.
Dalam konteks sosial, sekolah telah menjadi suatu
tempat dimana nilai-nilai sosial dapat ditumbuhkan, baik
kepada siswa dengan cara mendidik menjadi seorang yang
berkarakter sehingga dalam sistem sosial mempunyai tempat
yang penting. Sekolah dalam konteks sosial harus dapat
memberikan suatu interaksi yang baik dalam mencetak
generasi penerus bangsa sehingga dinamika sosial sekolah
menjadi miniatur dinamikan sosial bangsa yang bermartabat
dan berkarakter. Untuk itu perlu uraian yang lebih luas
untuk membahas bentuk sekolah yang unggul didasarkan
budaya sekolah yang dapat dibentuk serta bentuk
pengelolaan dan pembiayaan pendidikan tingkat sekolah di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana membentuk sekolah yang baik dan unggul?
2. Bagaimana budaya sekolah di Indonesia?
3. Siapa yang mengelola sekolah di Indonesia?
4. Bagaimana pembiayaan sekolah di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui strategi-strategi yang dapat
digunakan untuk membentuk sekolah yang baik dan
unggul.
2. Untuk mengetahui fungsi dan macam budaya sekolah di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui siapa dan perananannya dalam
pengelolaan sekolah.
4. Untuk mengetahui sistem pembiayaan
pendidikan/sekolah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bagaimana Membentuk Sekolah Yang Baik Dan Unggul
1. Karakteristik Sekolah Baik dan Unggul
Upaya membangun sekolah yang baik berada dalam dimensi
sebagai guru dan kepala sekolah dapat ditempuh dalam
empat strategi dasar yang dapat dilakukan. Yaitu,
pertama, Memperkuat penerapan empat pilar pendidikan
di sekolah. Kedua, membangun pusat-pusat keunggulan
(centre of excellence). Ketiga, melakukan penjaminan
mutu pendidikan sekolah. Terakhir, membangun budaya
akademik bagi guru dan siswa.
a. Empat Pilar Pendidikan
Penerapan empat pilar pendidikan yang dicanangkan
UNESCO menjadi satu sisi penting dalam membangun
budaya baik dan unggul. Keunggulan sekolah adalah
sebuah sinergi dan kolaborasi dari kumpulan
kecerdasan peserta didik yang terbangun secara baik
juga benar. Empat pilar pendidikan yang harus menjadi
roh dan orientasi proses pendidikan menuju keunggulan
sekolah mencakup, learning to know, learning to do, learning to be,
dan learning to live together.
1. Learning to know artinya belajar untuk mengetahui.
Implementasinya bagaimana agar siswa menguasai
bidang ilmu tertentu secara luas dan mendalam.
Strateginya bagaimana agar terjadi proses learn how
to learn bukan learn how to teach. Kuncinya, guru
harus mengetahui lebih banyak dan mendalam di
bidang ilmu masing-masing.
2. Learning to do, artinya belajar untuk melakukan
sesuatu. Peserta didik adalah subjek bukan lagi
objek. Karena itu, harus didorong untuk
mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari,
bekerja tim, serta belajar memecahkan masalah yang
dihadapi. Siswa didorong untuk benar-benar
melakukan dan berbuat sesuatu atau menghasilkan
karya dalam mengembangkan potensi kecerdasannya.
Strateginya, sekolah harus memfasilitasi dan
memberi ruang seluas-luasnya agar siswa
berkreativitas dan beraktivitas secara baik juga
terukur.
3. Learning to be, artinya belajar untuk menjadi
seseorang. Kemandirian, tanggung jawab, dan aspek
lain perlu didorong. Strateginya model serta metode
proses pendidikan harus membuat dan memunculkan
rasa percaya diri. Yakni menjadi pribadi dan diri
sendiri yang lebih baik. Artinya, menjadikan diri
siswa sebagai “sombody” bukan “nobody”. Sekolah harus
kaya dengan kreativitas, aktivitas, inovasi, dan
fasilitasi potensi minat, bakat, juga kemampuan
yang dimiliki siswa. Dihindari menjadi sekolah
miskin kreativitas dan aktivitas.
4. Learning to live together, artinya belajar untuk
menjalani kehidupan bersama. Kebiasaan hidup
bersama, saling menghargai, terbuka, menerima, dan
memberi harus diberi ruang yang cukup. Nilai-nilai
dan semangat kehidupan bersama harus ditumbuh
kembangkan. Strategi tingkatkan kegiatan
ekstrakurikuler yang berkualitas dan berorientasi
pada pengembangan kecerdasan intra maupun
interpersonal.
Penerapan empat pilar pendidikan dalam proses
pembelajaran di sekolah, merupakan implementasi
standar proses. Di mana, dalam PP No. 19/2005 pasal
19 ayat (1) dinyatakan, ’’proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik’’.
Ini berarti, pembelajaran yang bermakna harus
dirancang dalam pola interaksi pembelajaran learning to
know, learning to do, learning be, dan learning to live together. Empat
pilar pendidikan ini jika diimplementasikan secara
optimal akan berdampak positif dan menyeluruh bagi
pertumbuhan juga perkembangan siswa.
b. Membangun Pusat Keunggulan
Strategi dalam membangun budaya unggul di sekolah
adalah mengupayakan terciptanya pusat-pusat
keunggulan (centre of excellence) di sekolah. Setiap
sekolah memiliki potensi dan kemampuan untuk
menjadikan potensi tersebut sebagai sebuah keunggulan
sekolah. Keunggulan sekolah harus dibangun dari dua
sisi. Yaitu keunggulan proses output/outcome. Budaya
unggul dibangun dan dikembangkan oleh SDM yang
unggul. Membangun budaya unggul di sekolah diawali
mendorong siswa, guru, karyawan, dan stakeholder
menjadi unggul.
c. Penjaminan Mutu Pendidikan di Sekolah
Paling tidak ada lima alasan secara faktual
penjaminan mutu pendidikan di sekolah penting dan
perlu dilakukan secara terencana, terprogram, dan
berkelanjutan. Alasan tersebut, adalah mengontrol
mutu agar tetap terjaga, melindungi konsumen dalam
hal ini peserta didik, adanya kompetisi global yang
dihadapi oleh peserta didik, pengakuan gelar, serta
akuntabilitas publik dalam pemenuhan delapan standar
nasional pendidikan.
d. Budaya Akademik bagi Guru dan Siswa
Meneliti bagi guru dan siswa, kompetisi OSN,
diskusi, workshop, pelatihan-pelatihan adalah langkah
konkret membangun budaya akademik dan budaya ilmiah.
Budaya akademik dan budaya ilmiah adalah ciri dan
indikator sebuah sekolah yang berorientasi pada
peningkatan mutu pendidikan. Guru dan siswa secara
bersama-sama dibangun kebiasaannya melalui program-
program tertentu yang mampu menginspirasi dan
memotivasi bagi pengembangan dirinya. Langkah
sederhana yang dilakukan melalui: workshop karya
tulis ilmiah bagi guru, pelatihan tentang PTK bagi
guru, workshop KIR bagi siswa, lomba-lomba ilmu
pengetahuan dan science, serta aktivitas lainnya di
programkan secara baik. Dengan kegiatan-kegiatan
tersebut akan membangun kultur akademik di sekolah.
B. Bagaimana Budaya Sekolah di Indonesia
Institusi pendidikan, terutama sekolah-sekolah di
Indonesia semestinya dalam hal tertentu dapat mengambil
alih fungsi-fungsi transmisi nilai dalam keluarga dan
masyarakat. Tentu saja, fungsi tersebut tidak seluruhnya
dapat dibebankan kepada sekolah, karena adanya berbagai
keterbatasan yang ada (Sairin, 2003). Sebagaimana halnya
dengan keluarga dan institusi sosial lainnya, sekolah
merupakan salah satu institusi sosial yang mempengaruhi
proses sosialisasi dan berfungsi mewariskan kebudayaan
masyarakat kepada anak. Sekolah merupakan sistem sosial
yang mempunyai organisasi yang unik dan pola relasi
sosial di antara para anggotanya yang bersifat unik pula.
Hal itu disebut kebudayaan sekolah. Namun, untuk
mewujudkannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak
sekolah. Sekolah dapat bekerjasama dengan pihak-pihak
lain, seperti keluarga dan masyarakat untuk merumuskan
pola kultur sekolah yang dapat menjembatani kepentingan
transmisi nilai. Dalam konteks sosial, interaksi inilah
yang semestinya dapat dimanfaatkan warga sekolah dan
masyarakat untuk mengambil perannya masing-masing.
Sekolah memiliki Komite sekolah yang dapat merumuskan
nilai dan norma yang dapat mencipatakan suatu kultur
sekolah yang baik dalam dalam interaksi sosial yang
dinamis.
Kebudayaan sekolah ialah a complex set of beliefs, values and
traditions, ways of thinking and behaving yang membedakannya dari
institusi-institusi lainnya (Vembriarto, 1993).
Kebudayaan sekolah memiliki unsur-unsur penting, yaitu :
1. Letak, lingkungan, dan prasarana fisik sekolah
gedung sekolah, mebelair, dan perlengkapan lainnya)
2. Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan
maupun fakta-fakta yang menjadi keseluruhan program
pendidikan
3. Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yang
terdiri atas siswa, guru, non teaching specialist, dan
tenaga administrasi
4. Nilai-nilai moral, sistem peraturan, dan iklim
kehidupan sekolah
Tiap-tiap sekolah mempunyai kebudayaannya sendiri yang
bersifat unik. Tiap-tiap sekolah memiliki aturan tata
tertib, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, mars/hymne
sekolah, pakaian seragam dan tradisi-tradisi sekolah yang
memberikan corak khas kepada sekolah yang bersangkutan.
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa kebudayaan
sekolah ini mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap
proses dan cara belajar siswa. Seperti dalam ungkapan
“children learn not was is taught, but what is caught”.
Tiap kebudayaan mengandung bentuk kelakuan tertentu
dari semua murid dan guru. Itulah yang menjadi norma bagi
setiap murid dan guru. Norma ini nyata dalam kelakuan
anak dan guru, dalam peraturan-peraturan sekolah, dalam
tindakan dan hukuman terhadap pelanggaran, juga dalam
berbagai kegiatan seperti upacara-upacara tradisi khas
sekolah lainnya.
C. Siapa Yang Mengelola Sekolah Di Indonesia
Sistem pendidikan nasional Indonesia diatur dalam
undang-undang Dasar 45. TAP MPR, dan peraturan-peraturan
lainnya yang di tetapkan oleh pemerintah. Dalam
penyelenggaraan pendidikan pemerintah melalui
kementeriannya (KEMENDIKBUD & KEMENAG) mengawasi jalannya
berbagai proses dan fasilitas pendidikan. Dalam batang
tubuh UU 1945 ayat 1 – 5 UUD 1945 ayat 1 – 5 yang
mengatur mengenai masalah pendidikan. Pada pasal tersebut
dikatakan bahwa:
a) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan
b) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan Negara wajib membiayainya
c) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dalam
undang-undang.
Pengelolaan sekolah di Indonesia merupakan salah
satu bentuk pengelolaan yang dilakukan secara
desentralisasi sesuai dengan amanat UU No.32 Tahun 2004
tentang Otonomi daerah ditingkat sekolah. Sekolah
dikelola oleh :
1. Kepala Sekolah berfungsi sebagai Edukator, Manager,
Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan
Motivator (EMASLIM). Kepala Sekolah selaku edukator
bertugas melaksanakan proses pengajaran secara
efektif dan efisien. Kepala Sekolah selaku manajer
mempunyai tugas : Menyusun perencanaan,
Mengorganisasikan kegiatan dll. Kepala Sekolah
selaku administrator bertugas menyelenggarakan
administrasi keuangan sekolah, tata usaha. Kepala
Sekolah selaku supervisor bertugas menyelenggarakan
supervisi mengenai proses belajar mengajar, kegiatan
bimbingan dll.
2. Wakil Kepala Sekolah berfungsi membantu Kepala
Sekolah dalam
3. Guru Mata Pelajaran bertugas membuat perangkat
pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran,
melaksanakan kegiatan penilaian proses belajar,
ulangan harian, ulangan umum, ujian akhir dll.
4. Wali Kelas bertugas melaksanakan Pengelolaan kelas,
Penyelenggaraan administrasi kelas meliputi : denah
tempat duduk siswa, papan absensi siswa, pembuatan
statistik bulanan siswa, pengisian buku laporan
penilaian hasil belajar dll.
D. Pembiayaan Sekolah Di Indonesia
Pembiayaan pendidikan di Indonesia merupakan proses
dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan
untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah.
Sistem pembiayaan pendidikan khususnya di sekolah sangat
bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara
seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan, kondisi
politik pendidikan, hokum pendidikan, ekonomi pendidikan,
program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah.
Pembiayaan pendidikan di Indonesia telah diatur dalam
UUD 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap
warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, setiap warga
Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya, pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang di atur
dengan undang-undang, Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari anggaran
pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia.
Pada peraturan pemerintah No. 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan terdapat kerancuan antara Bab pasal
1 Ayat (10) dan Bab Ayat (1) s/d (5) tentang ruang
lingkup standar pembiayaan. Ketentuan umum tentang
standar pembiayaan pada pasal 1 tampak lebih sempit dari
pasal 62 yaitu standar pembiayaan pada pasal 1 adalah
mencakup standar yang mengatur komponen dan besarnya
“biaya operasi” satuan pendidikan yang berlaku selama
satu tahun. Pada pasal 62 mencakup “biaya investasi,
biaya operasi dan biaya personal’. Bab IX: Standar
pembiayaan Pasal 62 disebutkan bahwa:
1. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi,
biaya operasi, dan biaya personal
2. Biaya infestasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal
kerja tetap.
3. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh
peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran
secara teratur dan berkelanjutan.
4. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi: Gaji pendidik dan tenaga
kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada
gaji, Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
biaya operasi pendidikan tak langsung.
BAB III
KESIMPULAN
1. Dalam membangun sekolah yang baik dan unggul di
Indonesia dapat dilakukan dalam empat strategi dasar
yaitu mengimplementasikan empat pilar pendidikan yang
di gagas oleh UNESCO, antara lain: How to know, How to do,
How to be and How to live together, mengembangkan pusat
keunggulan, melakukan penjaminan mutu pendidikan dan
terakhir adalah mengembangkan budaya akademik antara
guru dan siswa.
2. Tiap-tiap sekolah mempunyai budaya sekolahnya sendiri
yang bersifat unik karena dalam budaya sekolah
tersebut memiliki aturan tata tertib, kebiasaan-
kebiasaan dan mengandung bentuk kelakuan tertentu dari
semua murid dan guru. Itulah yang menjadi norma bagi
setiap murid dan guru.
3. Didalam sekolah, pengelolaan sekolah dilakukan oleh
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah, dibantu oleh
wakil kepala sekolah, guru mapel dan wali kelas,
didalam administrasi Kepala sekolah dibantu Tata
Usaha, laboran dan pustakawan. Sedangkan didalam
hirarki pendidikan di Indonesia, Pemerintah Republik
Indonesia dalam hal ini diwakilkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dan Meneteri Agama adalah
otoritas tertinggi dalam sistem pendidikan nasional.
4. Sistem Pembiayaan Pendidikan/Sekolah untuk tingkat
pendidikan dasar telah di akomodasi oleh APBN dalam
bentuk dana BOS. Pemerintah bertanggung jawab sesuai
dengan UUD 1945 untuk mengalokasikan dana APBN sebesar
20% untuk pendidikan. Pemerintah juga mengatur dalam
Peraturan pemerintah tentang Standar Nasional
Pendidikan tentang Standar Pembiayaan yang terdiri
atas biaya investasi, operasional dan personal.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Sistem Informasi Perundang-Undangan
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.(Online),
(http://sipuu.setkab.go.id), diakses 15 Desember
2012.
Sairin, S. 2003. Kultur Sekolah dalam Era Multikultural. Makalah
Seminar Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui
Pengembangan Kultur Sekolah, Pascasarjana, UNY,
Yogyakart, 12 Juni.
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sistem Informasi Perundang-Undangan Sekretariat
Kabinet Republik Indonesia.(Online),
(http://sipuu.setkab.go.id), diakses 15 Desember
2012.
Undang-Undang Dasar 1945. Sistem Informasi Perundang-
Undangan Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.
(Online), (http://sipuu.setkab.go.id), diakses 15
Desember 2012.
Vembriarto, S. 1993. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo.