LAPORAN TETAP MEDIUM DAN INOKULASI
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of LAPORAN TETAP MEDIUM DAN INOKULASI
1
LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES
IDENTITAS PRAKTIKAN
Nama : Nova Amanda
NIM : 03111003081
Kelompok / Hari : VI / Kamis, Jam
13.00
I. NAMA PERCOBAAN : Medium dan Inokulasi
II. TUJUAN PERCOBAAN
1. Dapat membuat media untuk menumbuhkan dan
mengembangbiakkan mikroba.
2. Mengetahui dan memahami fungsi, cara pengunaan,
cara mensterilkan dan prinsip kerja dari alat-alat
yang digunakan dalam laboratorium mikrobiologi.
3. Mengetahui jenis-jenis medium yang tepat untuk
pertumbuhan mikroba serta komposisinya masing-masing.
4. Dapat menghitung banyaknya jumlah mikroba dengan
menggunakan Haemacytometer.
III. DASAR TEORI
Medium adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran
zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme
memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil
yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media
pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme
2
menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi
media pertumbuhannya.
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan
pada suatu substrat yang disebut medium. Medium yang
digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan
mikroorganisme tersebut harus sesuai susunanya dengan
kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan.
Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium
yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam
anargonik di tambah sumber karbon organik seperti gula.
Mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium yang
sangat kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah
atau bahan-bahan kompleks lainnya.
III.1. Syarat dan Fungsi Medium
Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroba
diperlukan suatu substrat yang disebut medium. Medium
yang dijadikan tempat menumbuhkan dan mengembangkan
mikroba tersebut sebelum digunakan harus dalam keadaan
steril, artinya tidak ditumbuhi oleh mikroba lain yang
tidak diharapkan.
Susunan bahan, baik berbentuk bahan alami (seperti
tauge, ekstrak daging, telur, wortel dan sebagainya)
ataupun bahan buatan (berbentuk senyawa kimia, senyawa
organik, maupun senyawa anorganik) yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba,
3
dinamakan medium. Fungsi dari medium adalah sebagai
berikut :
1. Media basal dapat mendukung pertumbuhan berbagai
jenis spesies tanpa syarat nutrisi
2. Medium penghambat merupakan medium yang memuat
unsur pokok tertentu yang memiliki fungsi untuk
menghambat pertumbuhan dari jenis mikroorganisme
tertentu.
3. Medium pemeliharaan digunakan untuk pertumbuhan
awal dan penyimpanan selanjutnya, mempersiapkan
kultur organisme yang disimpan baik pada suhu ruang
atau suhu dingin.
Agar mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
di dalam media diperlukan persyaratan tertentu, yaitu:
1. Bahan yang terkandung di dalam media harus
memiliki semua unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba, seperti
air, vitamin, nitrogen, dan unsur hara.
2. Medium harus mempunyai tekanan osmosa,
tegangan permukaan dan pH sesuai dengan kebutuhan
mikroba.
3. Medium pertumbuhan harus dalam keadaan yang
steril, artinya sebelum ditanami mikroba, medium
tidak ditumbuhi oleh mikroba lain.
III.2. Bentuk, Susunan, dan Sifat Medium
III.2.1. Bentuk Medium
4
Untuk mengamati bakteri, bakteri harus dapat
ditumbuhkan di dalam suatu biakan murni. Untuk
melakukannya haruslah dimengerti jenis- jenis nutrient
yang disyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkungan
fisik yang mana dapat menyebabkan kondisi yang optimum
bagi pertumbuhannya tersebut. Bentuk, susunan, dan
sifat medium ditentukan oleh pemadat, seperti: agar-
agar, gelatin dan sebagainya. Bentuk medium
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
a. Medium Padat
Tambahkan 12-15 gram tepung agar-agar per 1000 ml
medium. Jumlah tepung agar-agar yang ditambahkan
tergantung jenis atau kelompok mikroba yang
ditanamkan. Ada yang memerlukan kadar air tinggi,
sehingga jumlah tepung agar-agar harus rendah, tetapi
ada pula yang memerlukan kandungan air rendah
sehingga penambahan tepung agar-agar agak banyak.
Media pada umumnya diperlukan untuk ragi, bakteri,
jamur dan kadang-kadang juga mikroalga.
b. Medium Cair
Apabila tidak ditambahkan zat pemadat, biasanya
media cair digunakan untuk membiakkan mikroalga,
mikroba lain seperti bakteri dan ragi dapat juga
dikembangbiakkan pada medium cair.
c. Medium Semi Padat dan Semi Cair
5
Penambahan zat pemadat hanya 50% atau kurang dari
seharusnya. Ini umumnya diperlukan untuk mikroba yang
banyak memerlukan kandungan air dan hidup anaerobik
atau fakultatif.
III.2.2. Susunan Medium
Sesuai dengan fungsiologis dari masing-masing unsur
hara yang terdapat dalam media, maka susunan media pada
semua jenis-jenis mempunyai kesamaan isi, yaitu:
a. Kandungan air.
b. Kandungan nitrogen.
c. Kandungan sumber energi/ unsur C.
d. Kandungan vitamin.
Berdasarkan pada persyaratan tersebut susunan medium
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Media Alami
Media yang disusun oleh bahan alami, seperti: kentang
dan daging
b. Media Semisintetis
Media yang tersusun oleh campuran bahan-bahan alami
dan bahan-bahan sintetis, misalnya:
1. Kaldu nutrisi.
2. Touge agar.
3. Wortel agar.
c. Media Sintetik
6
Media yang disusun oleh senyawa kimia, seperti media
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan bakteri
Clostridium.
3.2.3. Sifat Medium
Penggunaan mikroba bukan hanya pertumbuhan dan
perkembangbiakkan mikroba, tetapi juga untuk tujuan
lain, yaitu: untuk isolasi, seleksi, evaluasi, dan
diferensiasi biakkan yang didapatkan. Berdasarkan pada
sifat-sifatnya, media dibedakan menjadi berikut:
a. Media Umum
Media ini digunakan untuk perkembangbiakkan dan
pertumbuhan satu atau lebih mikroba secara umum,
seperti kaldu nutrisi untuk bakteri. Contoh: agar
nutrisi untuk bakteri, agar tauge atau agar kentang
desktrose untuk jamur.
b. Media Pengaya
Media ini dipergunakan dengan maksud memberi
kesempatan kepada suatu jenis mikroba untuk tumbuh
dan berkembang lebih cepat dari jenis lainnya yang
sama berada dalam satu bahan, misalnya: kaldu
lelenit.
c. Media Selektif
Media yang hanya ditumbuhi oleh satu atau lebih
jenis mikroba tertentu tetapi mematikan untuk jenis-
jenis lainnya. Contoh: agar ENDO, agar SS, dan lain-
lain.
7
d. Media Differensial
Medium yang dapat ditumbuhi semacam mikroorganisme
dengan memberikan ciri tertentu. Mikroorganisme
tersebut mampu menguraikan salah satu bahan pembuat
medium dimana mikroorganisme yang lain yang sama-sama
tumbuh di situ tidak mampu. Contoh: agar darah, agar
cesin metilen biru, dan lain-lain.
e. Media Penguji
Media untuk pengujian senyawa tertentu dengan
bantuan mikroba, misalnya penguji vitamin.
f. Media Perhitungan
Media untuk menghitung jumlah mikroba pada suatu
bahan media ini dapat berbentuk media umum, selektif,
diferensial dan penguji.
3.2.4. Bahan Pembuat Medium
Adapun beberapa jenis bahan kompleks yang
digunakan sebagai pembuat medium menurut Pelczar
(1986):
1. Ekstrak daging sapi
Suatu ekstrak cair jaringan daging sapi yang empuk
dikonsentrasikan menjadi pasta. Mengandung substansi
jaringan hewan yang dapat larut dalam air, meliputi
karbohidrat, senyawa nitrogen organik, vitamin yang
dapat larut dalam air dan garam-garaman.
2. Pepton
8
Produk yang dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung protein, seperti daging, kasein, dan
gelatin. Pencernaan bahan-bahan protein dicapai
dengan asam atau enzim. Banyak peptone yang berbeda-
beda (bergantung pada protein yang digunakan dan
metode pencernaannya) tersedia utnuk digunakan dalam
media bakteriologis. Pepton berbeda-beda sebagai
sumber utama nutrien organik dapat pula mengandung
vitamin dan kadang-kadang karbohidrat.
3. Agar
Agar merupakan suatu karbohidrat kompleks yang
diperoleh dari algaemarine tertentu, diolah untuk
membuang substansi yang tidak dikehendaki digunakan
sebagai bahan pemadat media, agar yang lebur dalam
larutan cair akan membentuk gel bila suhu dikurangi
sampai dibawah 450C agar tidak merupakan sumber
nutrient bagi bakteri.
3.3. Metode Sterilisasi Medium
3.3.1. Pemanasan Mencapai Titik Didih
Mensterilkan medium cukup dengan mendidihkan medium
tersebut selama beberapa jam, maka semua benih
kehidupan akan mati, hal ini dilakukan oleh Spallanzani
(1729–1788) untuk membuktikan tidak mungkinnya teori
abiogenesis.
3.3.2. Tyndallisasi
9
Mendidihkan medium dengan uap air beberapa menit.
Diamkan 1 hari, setelah itu, maka akan dapat teramati
spora yang tumbuh menjadi bakteri vegetatif dan
kemudian medium dididihkan lagi dalam waktu beberapa
menit. Pada hari ketiga medium tersebut dididihkan
kembali, dan diperoleh medium yang steril.
3.3.3. Autoklaf
Autoklaf adalah alat serupa tangki yang diisi dengan
uap. Medium yang akan disterilkan ditempatkan dalam
autoklaf selama 15-20 menit, tergantung banyaknya
medium. Medium yang akan disterilkan sebaiknya
diletakkan dalam botol berukuran agak kecil, setelah
pintu autoklaf ditutup rapat, baru kran pipa uap dibuka
dan temperatur akan naik sampai 121oC. Setelah cukup
waktu untuk proses sterilisasi, kran uap ditutup,
temperatur di dalam autoklaf mulai turun sedikit demi
sedikit.
3.3.4. Penyaringan (Filtrasi)
Medium disaring dengan saringan porselin, maka zat
organik tidak mengalami penguraian sama sekali, sehabis
penyaringan medium masih perlu dipanasi dalam autoklaf
meskipun tidak selama 15 menit dan temperatur 121 oC.
Penyaringan dilakukan dengan saringan yang terbuat dari
asbes karena mudah untuk dibersihkan.
10
3.4. Penyimpanan Medium
Sebelum digunakan, medium yang sudah disterilkan,
baik medium cair maupun medium padat bisa disimpan
didalam tabung-tabung gelas berupa erlenmeyer atau
tabung reaksi sebanyak 10-15 ml untuk agar diri yang
nantinya diperlukan untuk mengisi cawan petri, atau
sebanyak 5-7 ml untuk membuat agar miring yang nantinya
diperlukan untuk menanam biakkan. Agar miring dibuat
dengan memiringkan tabung reaksi berisi medium setelah
disterilkan sebelum medium menjadi padat.
3.5. Fungi Cendawan (Jamur)
3.5.1. Sifat-Sifat, Morfologi dan Fisiologi Fungi
Fungi merupakan organisme yang tidak berklorofil,
sehingga bersifat heterotrof.
Fungi berkembang biak dengan 2 (dua) cara, yaitu:
1. Secara Tak kawin (Aseksual): dengan spora,
membelah didi, fragmentasi dan dengan konidium.
2. Secara Kawin (Seksual): dengan kojugasi, askospora
atau basisiospora.
Fungi termasuk divisi Thallophyta, terbagi atas 5
(lima) kelas, yaitu:
1. Myxomycetes (Jamur Lendir).
2. Deuteromycetes.
3. Ascomycetes.
4. Basidiomycetes.
5. Phycomycetes.
11
3.6. Bakteri
3.6.1. Sifat-sifat Bakteri
1. Merupakan makhluk hidup bersel satu.
2. Tidak mempunyai klorofil, pada umumnya bakteri
bersifat heterotrof.
3. Bakteri terdapat di udara, di air, dan di
darat baik sebagai sapropit atau parasit.
4. Inti selnya tidak mempunyai selaput inti atau
karioteka, dan termasuk Filum Schizophyta.
5. Berkembang biak secara kawin (membelah diri)
dan secara tak kawin (konjugasi).
3.6.2. Pengelompokan Bakteri
Pengelempokan berdasarkan cara hidupnya, yaitu:
1. Bakteri Heterotrof, bakteri yang hidupnya
tergantung makhluk hidup lain.
2. Bakteri Autotrof, bakteri yang mensintesis
makanan sendiri, dibagi atas, yaitu:
a. Kemoautotrof, mensintesis makanan dengan energi
kimia.
b. Fotoautotrof , mensintesis makanan dengan cahaya
matahari.
Pengelempokan bakteri berdasarkan bentuknya, yaitu:
1. Kokus, bakteri yang berbentuk bulat.
a. Diplokokus :bila bergandengan dua-dua.
b. Tetrakokus : bila berbentuk bujursangkar.
c. Treptokokus : bila berbentuk rantai.
12
d. Tafilokokus : bila bergerombol.
e. Sarcina : bila bergerombol mebentuk
kubus.
2. Basil (bacillus), bakteri yang berbentuk batang.
a. Monobasilus : bila hidup satu-satu atau
tunggal.
b. Diplobasilus : bila bergandengan dua-dua.
c. Streptobasilus : bila membentuk rantai.
3. Spiral, yaitu bakteri yang berbentuk bengkok ayau
lengkung,termasuk yang berbentuk koma (vibrion).
3.7. Inokulasi Bakteri
Inokulasi adalah proses pemindahan suatu biakan dari
suatu tempat berupa tabung reaksi ke tempat lain dengan
tujuan untuk mengembangbiakkan. Pekerjaan memindahkan
mikroorganisme dari medium yang lama ke medium yang
baru memerlukan banyak ketelitian dan kondisi
lingkungan yang steril untuk mencegah kontaminasi dari
mikroba lain. Terlebih dahulu harus diusahakan agar
seluruh alat yang berhubungan dengan medium dan
pekerjaan inokulasi steril. Syarat-syarat Inokulasi,
yaitu:
1. Menyiapkan Ruangan
Ruangan tempat inokulasi harus kecil, bersih, dan
bebas angin. Dinding ruangan harus dikondisikan tetap
kering, karena dinding yang basah akan menyebabkan
butiran debu menempel kepadanya. Debu yang menempel
13
dapat menyebabkan kontaminasi. Pada waktu
melaksanakan inokulasi, lebih baik jika meja tempat
inokulasi itu dialasi dengan kain basah.
2. Pemindahan dengan Pipet
Metode pemindahan mikroorganisme menggunakan pipet
ini dilakukan dalam penyelidikan air minum atau pada
penyelidikan untuk diambil 1 ml contoh yang akan
diencerkan oleh air sebanyak 99 ml murni.
3. Pemindahan dengan Kawat Inokulasi
Ujung kawat inokulasi sebaiknya dari platina dan
nikrom. Boleh lurus atau
berupa kolongan yang berdiameter 1-3 mm. Lebih dahulu
ujung kawat ini dipijarkan, sedangkan sisanya sampai
tangkai cukup dilewatkan pada nyala api saja. Setelah
dingin kembali, ujung kawat itu disentuhkan ke suatu
koloni, mulut tabung tempat pembiakan dipanasi setelah
sumbatnya dibuka. Ujung kawat yang ada sampel
mikroorganisme (inokulum), digesekkan pada medium.
Setelah penggesekan selesai, mulut tabung dipanasi
kembali. Kemudian disumbat seperti semula.
3.8. Teknik Inokulasi
Terdapat beberapa metode untuk menginokulasi bakteri
sesuai dengan jenis medium. Pada medium agar tegak,
dilakukan metode tusuk menggunakan jarum oase. Pada
medium agar miring, dilakukan metode gores dengan
menggunakan loop oase. Pada medium petridisk, dapat
14
digunakan metode streak plate (metode gores), pour plate
(metode tuang) atau spread plate (metode sebar) Setelah
inokulasi, dilakukan proses inkubasi, yaitu menyimpan
medium pada alat atau kontainer ada temperatur tertentu
dan periode tertentu, sehingga tercipta lingkungan yang
menyediakan kondisi cocok untuk pertumbuhan bakteri.
3.8.1. Metode gores
Teknik ini lebih menguntungkan jika ditinjau dari
sudut ekonomi dan waktu, tetapi memerlukan
keterampilan. Penggoresan yang sempurna akan
menghasilkan koloni yang terpisah. Inokulum digoreskan
di permukaan media agar nutrien dalam cawaan petri
dengan jarum pindah (lup inokulasi). Metode penggoresan
dilakukan pada medium pembiakan padat berbentuk
lempeng. Apabila dilakukan dengan baik teknik ini
merupakan salah satu metode yang paling praktis. Tujuan
dari metode ini, yaitu untuk membuat goresan sebanyak
mungkin pada lempeng medium pembiakan.
3.8.2. Metode Tebar
Setetes inokulum diletakkan dalam sebuah medium agar
nutrien dalam cawan petri dengan menggunakan batang
kaca yang bengkok dan steril. Mikroorganisme yang akan
diinokulasi disebarkan pada medium yang sama dapat
digunakan dapat menginokulasikan pinggan kedua untuk
dapat menjamin penyebaran bakteri yang merata dengan
15
baik. Pada pinggan akan terlihat koloni-koloni yang
terpisah-pisah.
3.8.3. Metode Tuang
Isolasi menggunakan media cair dengan cara
pengenceran. Dasar melakukan pengenceran adalah
penurunan jumlah mikroorganisme sehingga pada suatu
saat hanya ditemukan satu sel di dalam tabung.
3.8.4. Metode Tusuk
Metode tusuk yaitu dengan dengan cara meneteskan
atau menusukan ujung jarum oase yang didalamnya
terdapat inokolum, kemudian dimasukkan ke dalam media.
3.9. Macam Medium
Sifat-sifat suatu koloni adalah sifat yang ada
hubungannya dengan bentuk susunan, permukaan, dan
pengkilatan. Pengamatan sifat ini dapat dilakukan
dengan pandangan mata tanpa menggunakan mikroskop.
Pengamatan jenis ini disebut pengamatan Makroskopis.
Supaya sifat-sifat tersebut tampak jelas teramati,
mikroorganisme perlu ditumbuhkan pada media padat.
Terdapat 4 (empat) metode untuk menumbuhkan
mikroorganisme pada medium padat, yaitu :
1. Piaraan Lempengan (Plate Streak Culture)
Pada metode plate streak culture, biakan mikroorganisme
diperoleh dengan menggesek-gesekkan ujung kawat
inokulasi yang membawa jamur pada permukaan agar-agar
16
lempengan dalam cawan petri sampai meliputi seluruh
permukaan.
2. Piaraan Miring (Slant Culture)
Pada metode ini biakan diperoleh dengan menggesek-
gesekkan ujung kawat inokulasi yang membawa jamur
pada permukaan agar-agar miring.
3. Piaraan Tusukan (Stab Culture)
Pada metode stab culture, biakan mikroorganisme
diperoleh dengan cara menusukkan ujung kawat
inokulasi yang membawa jamur dalam agar-agar pada
tabung reaksi sedangkan permukaan agar ini tidak
miring.
4. Piaraan Adukan (Shake Culture)
Pada metode shake culture, mikroorganisme diperoleh
dengan cara mencampuraduk setetes suspensi jamur ke
dalam medium yang masih cair (belum membeku).
3.10. Sifat-Sifat Koloni
3.10.1. Sifat Koloni pada Medium Padat
Sifat-sifat yang perlu diperhatikan pada koloni
yang tumbuh di permukaan medium padat ini adalah:
1. Besar kecilnya koloni
Terdapat koloni yang hanya berupa titik saja, ada
yang melebar ke seluruh permukaan.
2. Bentuk
Koloni ada yang berbentuk bulat, memanjang, tepinya
rata atau tidak rata.
17
3. Kenaikan permukaan
Ada koloni yang rata dengan permukaan dan ada yang
timbul.
4. Halus kasar permukaan koloni
5. Wajah permukaan
Terdapat koloni yang memiliki permukaan yang
mengkilap dan ada pula koloni dengan permukaan dengan
warna yang suram.
6. Warna
Mayoritas koloni memiliki warna putih kekuningan,
namun terdapat juga yang memiliki warna coklat,
kehitaman, jingga, biru, hijau dan ungu..
7. Kepekatan
Terdapat koloni yang bersifat lunak, ada yang keras
dan terdapat juga koloni yang bersifat kering.
Sifat-sifat koloni yang tumbuh pada medium agar-agar
lempengan, miring dan pada metode tusukan gelatin,
yaitu:
1. Agar-Agar Lempengan
Pada kultur lempengan, bentuk koloni dapat diamati
dalam bentuk titik, bulat, berbenang, tak teratur,
serupa akar dan serupa kumparan. Permukaan koloni
memiliki keragaman bentuk. Bentuk yang dapat diamati
pada kultur jenis ini, yaitu datar, timbul mendatar,
timbul melengkung, membukit, mencembung dan serupa
kawah.
18
2. Agar-Agar Miring
Sifat-sifatnya ada yang serupa tasbih, pedang,
duri, akar, batang dan juga
serupa titik-titik.
3. Agar-Agar Tusukan
Bentuk koloni yang dapat mengencerkan gelatin bila
dilihat dari samping dapat berupa pedang, tasbih,
bertonjol-tonjol dan ada yang berjonjot, serupa
batang. Sedangkan bentuk koloni yang tidak dapat
mengencerkan gelatin dapat serupa kawah, serupa
mangkuk, corong, pundi-pundi dan berlapis. Selain
itu, bakteri yang mampu mencernakan gelatin,
koloninya ada yang serupa kawah, serupa mangkuk,
corong, pundi-pundi dan berlapis-lapis. Untuk
mengamati bentuk bakteri, harus digunakan mikroskop.
3.10.2.Sifat Koloni pada Medium Cair
Sifat-sifat koloni pada medium cair memperlihatkan
permukaannya yang serabut, cincin, langit-langit atau
selaput. Medium cair ini dapat dibuat dengan tidak
menambahkan atau mencampurkan agar-agar atau gelatin ke
dalamnya.
3.10.3.Sifat Mikroorganisme untuk Mutasi
Pada umumnya bakteri hanya mengenal satu macam
pembiakan saja yaitu dengan cara Aseksual atau
Vegetatif, yang pelaksanaan pembiakannya dengan
pembelahan diri atau Divisio. Sedangkan pada jamur
19
pembiakan dapat secara aseksual atau Vegetatif maupun
seksual atau Generatif.
Piaraan murni yang telah disimpan bertahun-tahun
memiliki mudah mengalami mutasi. Jika hal ini sampai
terjadi maka bukan lagi piaraan yang murni (kehilangan
tipe aslinya). Untuk menghindarkan atau paling sedikit
mengurangi terjadinya mutasi dalam piaraan simpanan,
perlu:
1. Pada waktu-waktu tertentu piaraan dipindahkan ke
medium yang baru.
2. Piaraan yang disimpan di dalam tempat yang bersuhu
rendah agar terhindar dari radiasi.
3. Bakteri diliofilisasikan, yaitu dimasukkan dalam
ampul yang berisi susu kering bercampur dengan CO2,
kemudian disimpan di tempat yang dingin.
3.11. Metode Perhitungan Mikroorganisme
Pengukuran kuantitatif populasi mikroba seringkali
sangat diperlukan dalam berbagai macam penelahaan
mikroorganisme. Pada hakekatnya terdapat dua macam
pengukuran dasar, yaitu:
1. Penentuan jumlah sel
2. Penentuan massa sel
Penentuan atau pengukuran jumlah sel biasanya
dilakukan untuk organisme bersel tunggal (misalnya
bakteri), sedangkan penentuan massa sel dapat dilakukan
bukan hanya untuk organisme bersel tunggal, tetapi juga
20
untuk organisme berfilamen (misalnya kapang). Ada
berbagai cara untuk mengukur jumlah sel antara lain:
1. Hitungan cawan (palt count) atau pengenceran
2. Hitungan mikroskopis langsung (direct microscopic count)
atau penggunaan ruang hitung
3. Secara elektronis dengan bantuan alat yang disebut
penghitung coulter (coulter Counter)
4. Penggunaan turbidometer / nefelometer
Cara lain untuk mengukur jumlah sel antara lain
dengan penyaring sampel dengan suatu saringan membran,
lalu diinkubasikan pada permukaan medium yang sesuai.
Jasad-jasad renik yang tertahan pada permukaan saringan
menyerap nutrien dari medium dan menghasilkan koloni-
koloni yang masing-masing berasal dari satu sel tunggal
yang dapat hidup.
Massa sel juga dapat ditentukan dengan beberapa
metode. Salah satu yang paling umum digunakan adalah
pengukuran kekeruhan suspensi sel. Cara lain adalah
mengukur berat kering sel atau filamen miselum sampel
dalam volume tertentu. Dalam penentuan yang disebutkan
terakhir ini sampel mula-mula disentrifugal atau
disaring, dicuci, dikeringkan lalu beratnya ditimbang.
3.11.1. Hitungan Cawan (Pengenceran)
Dengan pengenceran, disiapkan beberapa buah tabung
berisi aquadest steril sebanyak 9 ml. Masing-masing
21
tabung kemudian ditambahkan 1 ml sampel yang akan
diperiksa secara bertahap, yaitu :
1. 1 ml sampel ke dalam tabung pertama, sehingga
konsentrasi larutan di dalam tabung pertama menjadi
10-1.
2. 1 ml dari tabung pertama ke tabung kedua, sehingga
konsentrasi tabung kedua menjadi 10-2.
3. Dan seterusnya sampai mencapai larutan dengan
konsentrasi terendah.
Dari tiap-tiap tabung kemudian diambil 1 ml larutan
dan ditanamkan ke dalam cawan petri berisi media padat.
Pertumbuhan koloni yang kemudian timbul pada tiap-tiap
cawan dihitung. Cara perhitungan ini harus
memperhitungkan faktor kerapatan pertumbuhan koloni,
karena jika pertumbuhan koloni terlalu rapat sulit
untuk memvalidasi hasilnya.
3.11.2. Hitungan Mikroskopis Langsung
Pada metode mikroskopis langsung, sampel diletakkan
di ruang hitung (seperti hemasiotomeyer) dan jumlah sel
dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan
mikroskop.
Pada metode ini, hasil pengenceran tidak ditanamkan
pada media, tetapi diteteskan ke dalam ruang hitung.
Selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop terhadap
mikroba yang terdapat pada kolom perhitungan. Misalnya
22
didapatkan jumlah yang terhitung 12 sel, maka
perhitungan jumlah sel adalah:
Jumlah Sel = 12 x 25 x 50 x 103
= 1,5 x 107 sel/ ml
Dimana:
12 = Jumlah sel yang terhitung.
25 = Jumlah kotak pada ruang perhitungan.
50 = Volume tiap-tiap kotak.
103 = Pengenceran sampel.
Keuntungan metode ini adalah pelaksanannya yang
cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan. Namun
kelemahannya adalah tidak dapat membedakan sel-sel yang
hidup dan yang mati. Dengan kata lain hasil yang
diperoleh adalah jumlah total sel yang ada dalam
populasi. Sel mati akan menyerap warna biru, sedangkan
sel hidup mereduksi zat warna tersebut secara enzimatif
menjadi tidak berwarna, jadi sel-sel akan tampak biru.
Kelemahan lain dari metode hitungan mikroskopis
langsung adalah sulitnya menghitung sel yang berukuran
kecil seperti bakteri, karena ketebalan hemasitometer
tidak memungkinkan. Hal ini biasanya dapat diatasi
dengan mewarnai sel sehingga mudah dilihat. Kelemahan
lainnya adalah kadang-kadang sel cenderung bergumpal,
sehingga sukar untuk membedakan sel-sel individu. Cara
mengatasinya adalah dengan menceraiberaikan gumpalan
sel tersebut dengan menambahkan bahan anti gumpal,
23
seperti Dinatrium etilamina tetra asetat dan tween
sebanyak 0,1 %.
3.11.3.Penggunaan Nefelometer / Turbidometer
Cara ini merupakan perhitungan kerapatan materi
(sel) di dalam larutan, yang diberi cahaya. Kualitas
bias cahaya yang dilkakukan identik dengan kerapatan
materi sel yang berada dalam larutan.
22
IV. ALAT DAN BAHAN
IV.1. Alat yang digunakan:
1. Autoklaf
2. Tabung reaksi
3. Kapas
4. Cawan petri.
5. Jarum oase.
6. Burner.
IV.2. Bahan yang digunakan:
1. Kentang (200 g).
2. Desktrose (10 g)
3. Agar-agar (15 g).
4. Air Suling (1 liter).
5. Kultur murni.
6. Jarum/ kawat.
7. Alkohol.
V. PROSEDUR
V.1. Prosedur Pembuatan Medium
1. Agar Kentang Desktrosa (AKD)/ Potato
Desktrosa Agar (PDA) untuk menumbuhkan jamur.
a. Cucilah kentang, kemudian di potong-potong
kecil dan masak selama1 jam.Volume air dijaga
supaya tetap dengan menambahkan air suling.
b. Saringlah kentang yang telah dimasak tadi
dan masukkan desktrose kedalam filtrat kentang
serta agar-agar sampai larut dengan baik.
22
c. Tuangkan kedalam tabung sesuai dengan
kebutuhan, sumbatlah dengan kapas.
d. Sterilkan dalam autoklaf ( 121 oC/ 15 lbs)
selama 15 menit.
2. Sterilisasi Dengan Autoklaf
a. Isi Autoklaf dengan air suling sebanyak 3-5
liter, panaskan sampai semua udara keluar dari
autoklaf.
b. Siapkan alat/bahan yang akan disterilkan dan
letakkan pada rak di autoklaf.
c. Masukkan rak tersebut kedalam autoklaf, tutup
rapat kecuali klep udara supaya udara yang mungkin
masih ada dalam autoklaf dapat keluar, karena jika
dalam autoklaf masih ada udara sedangkan klep sudah
ditutup rapat, maka strerilisasi tidak dapat
mencapai suhu dan tekanan yang diharuskan. (121oC/
15 lbs).
V.2. Prosedur Inokulasi
1. Siapkan tabung yang berisi jamur dan tabung
medium.
2. Panaskan jarum oase sampai berpijar dan diamkan
sebentar.
3. Buka sumbat tabung jamur, kemudian lewatkan dekat
nyala bunsen.
4. Ambillah jamur dengan menggunakan jarum oase.
22
5. Buka sumbat tabung medium dan mulut tabung dilewatkan
pada nyala api bunsen.
6. Masukkan ujung jarum oase tadi yang telah membawa
jamur dengan menggesek-gesekkannya pada permukaan
medium dari kiri ke kanan dengan arah dari bawah ke
atas medium.
7. Tabung medium kemudian disumbat lagi.
8. Simpan tabung yang telah ditanami tadi.
9. Amatilah bentuk jamur yang terjadi.
VI. HASIL PENGAMATAN
6.1. Medium
Kaldu kentang = 250 ml
Agar-agar kering = 5 gram
22
Tabel 6.1. Hasil pengamatan Medium
No. Keterangan
Campuran kaldu kentang dan agar-
agar keringSebelum
dipanaskan
Setelah
dipanaskan1. Warna Kuning keruh Kuning keruh2. Kekentalan Encer Kental
Setelah disimpan selama 1 hari di lemari aseptik,
medium terlihat tetap berwarna kuning keruh dan padat
sehingga medium siap untuk perkembangbiakkan jamur.
6.2. Inokulasi
Tabel 6.2. Hasil pengamatan Inokulasi
Posisi miring Deskripsi Proses inokulasi ini yaitu
dengan menanamkan jamur (fungi)
kedalam medium dengan
menggunakan jarum oase.
Sebelum dimasukkannya jamur ke
dalam medium dengan jarum
oase, terlebih dahulu ujung
jarum tersebut disterilisasi
dengan cara dipanaskan di
bunsen. Lalu dengan
menggunakan jarum oase diambil
jamur pada tabung reaksi yang
22
tertanam jamur didalamnya
kemudian jamur tersebut
dipindahkan ke tabung reaksi
yang berisi medium PDA (Potato
Dekstrosa Agar) yang berposisi
miring dengan cara ditusuk
hingga ke bagian dalamnya
untuk penanaman atau
perkembangbiakkan jamur.
Koloni yang terbentuk adalah
berwarna hitam dan ditumbuhi
bakteri aerob.Posisi tegak Deskripsi
22
Proses inokulasi ini yaitu
dengan menanamkan jamur (fungi)
kedalam medium dengan
menggunakan jarum oase.
Sebelum dimasukkannya jamur ke
dalam medium dengan jarum
oase, terlebih dahulu ujung
jarum tersebut disterilisasi
dengan cara dipanaskan di
bunsen. Lalu dengan
menggunakan jarum oase diambil
jamur pada tabung reaksi yang
tertanam jamur didalamnya
kemudian jamur tersebut
dipindahkan ke tabung reaksi
yang berisi medium PDA (Potato
Dekstrosa Agar) yang berposisi
tegak dengan cara ditusuk
hingga ke bagian dalamnya
untuk penanaman atau
perkembangbiakkan jamur.
Jumlah koloni jamur lebih
sedikit dibandingkan dengan
agar miring, mikroba mengikuti
bentuk agar tegak, ditumbuhi
oleh mikroba anaerob.
22
VII. PERHITUNGAN
Diketahui : Jumlah Mikroba = 350 sel
Jumlah kotak besar = 15
Jumlah kotak kecil = 10x jumlah kotak
besar
= 150
Luas kotak kecil ( L ) = 1 mm2
22
Kedalaman kotak ( t ) = 0,1 mm
Faktor pengenceran (f) = 250 x
Jawab :
Volume kotak (V) = L x t = 1 mm2 x 0,1 mm
= 0.1 mm3
Jumlah sel rata-rata = jumlah bakteri∑kotakkecil
= 350150
= 2,33
Jumlah sel =∑sel rata−rataV kotak kecil
×faktor pengenceran
=
2,330,1 mm3
×250
= 5825 sel / mm3
= 5825 x 106 sel / lt
VIII. PEMBAHASAN
Praktikum medium dan inokulasi dilaksanakan dengan
tujuan memahami proses pembuatan medium untuk
menumbuhkan jamur dengan metode pemindahan biakan dari
medium lama ke medium baru. Medium yang digunakan
terbuat dari agar-agar dengan nutrisi kaldu kentang,
sehingga medium tergolong medium padat semi sintetis.
Rumput laut kering dimasak dengan kaldu hingga didapat
agar-agar berfase cair. Setelah rumput laut kering
22
larut sempurna pada kaldu kentang, maka agar-agar siap
untuk didinginkan. Medium agar-agar yang masih berfasa
cair kemudian dituangkan kedalam tabung reaksi yang
diposisikan datar dan miring. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan medium lempengan dan medium miring.
Selanjutnya, medium cair didinginkan selama 2 hari
dengan tujuan untuk mendapatkan medium dengan fase
padat.
Metode menumbuhkan dan mengembangbiakkan jamur pada
medium padat agar-agar kentang dekstrosa yang digunakan
adalah Piaraan Miring (Slant Culture) dan Piaraan Lempengan
(Plate Streak Culture). Hal ini karena proses inokulasi
dilakukan pada permukaan agar-agar yang miring dan
datar di dalam tabung reaksi. Medium yang dipakai
adalah Agar Kentang Dekstrosa (AKD). Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa medium AKD dapat digunakan
untuk menumbuhkan jamur.
Bentuk piaraan pada percobaan ini termasuk piaraan
murni yaitu hanya ada satu spesies saja berupa jamur
Aspergillus niger. Piaraan yang diperoleh ini dapat
disimpan dan tiap-tiap waktu tertentu harus diadakan
peremajaan kembali dengan jalan memindahkannya ke
medium baru. Biakan-biakan yang diperoleh dari biakan
yang pertama (primary culture) ini disebut biakan turunan
(sub-culture).Sifat-sifat jamur Aspergillus nigerberbentuk
kokus menyebar menutupi hampir seluruh permukaan medium
22
dan warnanya coklat kehitaman. Pada proses inokulasi,
jarum oase dipanaskan dengan tujuan agar jarum dalam
kondisi steril, sehingga tidak ada kontaminasi oleh
mikroba lain yang tidak diinginkan.
Semua prosedur inokulasi dilakukan dekat dengan
nyala bunsen. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
koloni jamur tidak terbawa udara luar ataupun mengotori
udara di laboratorium. Koloni yang keluar dari tabung
reaksi akan mati terkena nyala api bunsen atau udara
panas bunsen.Pada saat memasukkan ujung kawat oase yang
telah membawa jamur, kawat digoreskan pada permukaan
medium dari kiri ke kanan dengan arah dari bawah ke
atas mulut tabung. Hal ini dilakukan dengan tujuan
jamur tumbuh dan berkembang biak secara merata dan
tidak menggumpal.
Pada percobaan ini terdapat beberapa kekurangan,
seperti waktu yang kurang lama untuk mengamati
pertumbuhan jamur pada medium datar dan miring,
sehingga tidak didapat inokulum yang dapat diamati.
Waktu yang dibutuhkan untuk inokulum agar dapat
berkembang adalah minimal 10 hari, namun waktu
praktikum hanya diberikan 1 hari. Selain itu,
haemaecytometer seharusnya digunakan untuk menghitung
jumlah jamur pada medium. Namun dikarenakan alat
tersebut dalam kondisi rusak / kondisi yang kurang baik
dan jamur belum tumbuh dengan sempurna, maka diberikan
22
data untuk jamur pada piaraan lempengan dan miring.
Haemaecytometer khusus digunakan untuk menghitung jumlah
mikroorganisme dimana terdapat 25 kotak kecil dan
setiap satu kotak dibagi lagi menjadi 16 kotak sehingga
jumlah kotak tersebut sebanyak 400 kotak. Kotak-kotak
kecil tersebut mempunyai luas tiap kotak 1/400 m2 dan
kedalaman 0,1 mm. Setelah itu sampel jamur diamati
dengan menggunakan mikroskop. Kesalahan lainnya adalah
kurang tepatnya konsentrasi kaldu kentang yang didapat
dan salah dalam pengukuran jumlah agar yang dibutuhkan
dengan neraca.
Pada mikroskop akan terlihat sel mikroba yang dapat
dihitung jumlah sel mikroorganismenya pada tiap kotak.
Sebelum dilakukan pengamatan terlebih dahulu dilakukan
pengenceran sampel. Fungsi dari pengenceran sampel
adalah untuk mempermudah dalam proses pengamatan,
karena sampel memiliki viskositas tinggi. Pada
percobaan ini digunakan rumput laut kering dan bukan
agar-agar bubuk. Rumput laut kering dipilih sebagai
bahan pembuat medium karena dikhawatirkan agar-agar
bubuk sudah memiliki kandungan bahan-bahan kimia yang
ditambahkan oleh pabrik seperti pengawet yang kurang
baik bagi pertumbuhan Apergillus niger. Apabila agar-agar
mengandung bahan pengawet dikhawatirkan dapat
mengakibatkan kondisi yang kurang baik atau merugikan
bagi jamur untuk dapat berkembang biak dengan baik.
22
IX.KESIMPULAN DAN SARAN
VIII.1. Kesimpulan
1) Pembiakan Aspergilus niger akan berjalan baik bila
semua alat dan medium yang digunakan dalam keadaan
steril.
2) Pembiakan jamur Aspergilus niger termasuk piaraan
murni yang diperoleh dengan piaraan turunan.
3) Pembiakan jamur Aspergilus nigerdilakukan dengan
menggunakan medium padat semisintetis dan nutrisi
dari kaldu kentang.
4) Sterilisasi menggunakan autoklaf dilakukan untuk
sterilisasi alat gelas dengan menggunakan steam
bertekanan (121 oC dan 15 lbs).
5) Metode inokulasi yang digunakan yaitu metode gores
dengan medium miring (slant culture) dan medium
lempengan (plate streak culture)
6) Pemanasan jarum oase ini dilakukan agar jarum
benar-benar dalam keadaan steril sewaktu mengambil
jamur, sehingga tidak akan terkontaminasi oleh
spesies lain yang tidak diinginkan.
8.2. Saran
1) Peralatan yang digunakan harus dalam kondisi
steril agar tidak ada mikroba lain yang tidak
diinginkan ikut pada proses inokulasi.
22
2) Sebelum dan setelah melakukan inokulasi pastikan
untuk mencuci tangan untuk menjaga higienitas dan
mencegah terinfeksi bakteri.
3) Culture mikroba yang digunakan merupakan piaraan
murni dan bukan piaraan turunan.
4) Medium AKD (Agar Kentang Dekstrosa) sangat mudah
untuk padat, sehingga untuk mendapatkan medium miring
(slant culture) tabung reaksi harus cepat dimiringkan
agar medium tidak memadat pada posisi datar.
X. DAFTAR PUSTAKA
Ghoni, Achmad. 2012. Isolasi dan Inokulasi Bakteri.
http://www.achmadghoni .com/2012/05/isolasi-dan-
inokulasi-bakteri.html. Diakses pada 1 April 2014
Nurhaeria. 2013. Isolasi dan Inokulasi.
http://nurhaeria99.blogspot.
com/2013/10/mikrobiologi-isolasi-dan-inokulasi.html.
Diakses pada 1 April 2014
Syaputra, Surya Edma. 2012. Inokulasi dan Pemurnian Bakteri.
http://