Laporan Sea Ranching dan Sea Farming

36
1 LAPORAN PRAKTIKUM SEA FARMING DAN SEA RANCHING Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Sea Farming dan Sea Ranching OLEH : ARDANA KURNIAJI I1A2 10 097 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2013

Transcript of Laporan Sea Ranching dan Sea Farming

1

LAPORAN PRAKTIKUM

SEA FARMING DAN SEA RANCHING

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan pada

Mata Kuliah Manajemen Sea Farming dan Sea Ranching

OLEH :

ARDANA KURNIAJI

I1A2 10 097

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2013

2

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Laporan Lengkap Praktikum Sea Ranching dan Sea

Farming

Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata kuliah

Sea Ranching dan Sea Farming

Nama : Ardana Kurniaji

Stambuk : I1A2 10 097

Program Studi : Budidaya Perairan

Laporan ini

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :

Dosen Koordinator Mata Kuliah

Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc

NIP. 19661210 199403 1 005

Dosen Pembimbing Praktikum

Ir. Irwan Junaidi Effendy, M.Sc NIP. 19690418 199403 1 001

Kendari,….. Desember 2013

Tanggal Pengesahan

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas keridhoaan

serta keberkahannya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum

Manajemen Sea Ranching dan Sea Farming. Laporan ini disusun dengan harapan

nantinya laporan ini dapat menjadi bahan untuk menambah wawasan praktikan

dan seluruh mahasiswa dalam dunia akademik. Kami menyadari bahwa dalam

penyusunan Laporan Praktikum Manajemen Sea Ranching dan Sea Farming ini

tidak dapat tersusun karena bantuan berbagai pihak, oleh sebab itu kami

menyampaikan terima kasih kepada para Dosen dan seluruh mahasiswa yang telah

membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan

yang kami miliki. Maka dari itu, kami harapkan agar segala saran dan masukan

yang membangun dapat disampaikan kepada kami guna perbaikan laporan

selanjutnya. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah

memberikan bantuan kepada praktikan dan semoga Laporan Praktikum

Manajemen Sea Ranching dan Sea Farming ini dapat memberikan manfaat

sebaimana yang diharapkan.

Kendari, Desember 2013

Penulis

4

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Tujuan dan Manfaat ........................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3

A. Klasifikasi ......................................................................................... 3

B. Morfologi dan Anatomi..................................................................... 4

C. Habitat dan Penyebaran..................................................................... 5

D. Reproduksi ........................................................................................ 7

E. Kebiasaan makan ............................................................................... 8

F. Sae Farming dan Sea Ranching.......................................................... 9

III. METODE PRAKTIKUM .................................................................. 11

A. Waktu dan Tempat ............................................................................. 11

B. Alat dan Bahan ................................................................................... 11

C. Prosedur Kerja ................................................................................... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 13

A. Farming Center.................................................................................. 13

B. Intermediate Rearing ......................................................................... 20

C. Release ............................................................................................... 22

D. Growth ............................................................................................... 23

E. Harvest ............................................................................................... 26

F. Market ................................................................................................ 26

V. KESIMPULAN ................................................................................... 28

5

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1 Alat dan bahan yang diguanakan serta kegunaannya……........... 11

6

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1 Tiram (S.cacculata)................................................................... 3

2 Tiram (S.cucullata) yang menempel diakar mangrove.....…….. 6

3 Simulasi Sea Farming................................................................ 9

4 Desain Layout Balai Benih Tiram............................................. 14

5 Induk Tiram menempel diakar pohon bakau............................. 15

6 Tiram yang telah diambil di alam.............................................. 16

7 Bak Pemeliharaan Induk Tiram.................................................. 17

8 Waring yang digunakan.............................................................. 21

9 Kontruksi Waring yang digunakan.............................................. 21

10 Waring yang telah siap digunakan.............................................. 22

11 Lokasi Pelepasan Tiram.............................................................. 23

12 Olahan Tiram sebagai Makanan.................................................. 27

7

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lautan hampir 80%

dari total seluruh habitat laut. Dengan luas lautan ini, pengembangan teknologi

perikanan sangat mungkin dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Diantara sistem perikanan yang dikembangkan adalah sistem budidaya sea

ranching dan sea farming. Dua sistem yang tidak terpisahkan ini memberikan

dampak positif terhadap keberlanjutan perikanan dan memicu perkembangan

teknologi yang lebih maju dari penerapannya. Sea Farming dan Sea Ranching

dapat didefinisikan sebagai sistem aktifitas berbasis marikultur dengan tujuan

akhir pada peningkatan stok sumberdaya perikanan dan menjadi pendukung bagi

kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan lainnya seperti penangkapan ikan dan

pariwisata (Rio, 2009).

Telah banyak kegiatan pengembangan Sea Farming dan Sea Ranching

yang dilakukan pada beberapa organisme akuatik, salah satunya adalah organisme

yang berasal dari kerang-kerangan (gastropoda). Kebiasaan hidup yang tidak

berimigrasi jauh dan nilai eknominya yang tinggi, menjadikan kerang-kerangan

dapat dijadikan komoditas untuk kegiatan Sea Farming dan Sea Ranching.

Diantara jenis kerang-kerangan tersebut adalah jenis tiram laut (Saccostrea

cucculata. Tiram ini termasuk jenis kerang edible dan kosmopolit. Dijumpai

hampir di semua habitat pantai. Salah satu keping cangkangnya menempel pada

substrat dengan bantuan zat semacam semen.

8

Kebanyakan tiram ini tumbuh menempel pada batu dan akar pohon

mangrove. Kerang jenis ini memiliki karakteristik cangkangnya yang keras

dengan bentuk tubuh yang tidak sama sisi dan bervariasi. Selain itu tiram juga

dapat hidup berkoloni dan tubuhnya terhubung satu sama lain. Secara umum,

tiram dapat menjadi organisme yang dapat dikembangbiakkan dalam sistem Sea

Farming dan Sea Ranching agar keberadaannya dialam dapat terus bertahan.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah praktikum ini untuk mengetahui

mengenai proses penanganan tiram dalam sistem Sea Ranching dan Sea Farming.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui metode

pengembangan organisme akuatik khususnya tiram (S.cucculata) dalam upaya

penerapan sistem Sea Ranching dan Sea Farming.

Adapun manfaat yang dapat dicapai dari pelaksanaan praktikum ini adalah

mahasiswa dapat menambah wawasannya mengenai teknik pengembangan

organisme akuatik khususnya tiram (S.cucculata) dalam sistem berbasis Sea

Ranching dan Sea Farming.

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi

Tiram (Saccostrea sp.) memiliki kulit yang keras tidak beraturan dan

memiliki warna biru keputihan. Habitat tiram ada di dasar karang di dekat pantai

dan menempel pada batu-batu karang. Tiram komersil memiliki beberapa nama

ilmiah, seperti Saccostrea commersialis, Crassostrea sp., Ostrea virginica,

Saxostrea sp., Saccostrea cacculata (Bahar, 2006).

Klasifikasi Tiram (Saccostrea sp.) menurut Born (1778) adalah sebagai

berikut:

Kingdom: Animalia

Phylum: Mollusca

Class: Bivalvia

Order: Ostreoida

Family: Ostreidae

Genus: Saccostrea

Species: S.cucullata

Gambar 1. Tiram (S.cacculata) (Keng, 2013)

10

B. Morfologi dan Anatomi

Secara Umum hewan kelas Pelecypoda (sekitar 20.000 jenis)

mempunyai dua buah cangkang yang setangkup (disebut juga kelas bivalvia)

dengan variasi pada bentuk maupun ukurannya. Hewan tidak berkepala dan tidak

bermulut. Kaki berbentuk seperti Kapak (Pelecypoda). Insang tipis dan berlapis-

lapis (disebut juga kelas lamellibranchiate) terletak di antara mantel kedua

cangkang dapat ditutup buka dengan cara mengencangkan dan mengendurkan

otot-otot adukator dan retractor. Mantel pada lobus kiri dan kanan memipih; sifon

dua buah terdapat disisi posterior; insang umumnya berbentuk lempengan

berjumlah satu atau dua pasang; kepala tidak ada, mulut dilengkapi labial palp,

tanpa rahang atau radula; organ reproduksi biasanya berumah dua. Beberapa jenis

bersifat protandri, gonad terbuka ke dalam rongga mantel, larva berupa veliger

atau glocchidium (Umaryati, 1990 dalam Sitorus, 2008).

Cangkang biasanya simetris berjumlah dua buah yang dapat dibuka tutup

oleh otot aduktor dan otot retraktor, pada bagian dorsal cangkang terdapat gerigi

hinge yang berfungsi sebagai tumpuan ketika cangkang membuka dan menutup,

ligament hinge jaringan yang menyambungkan cangkang kiri dan kanan, umbo

sebagai pusat pertumbuhan cangkang (Hickman, 1996 dalam Sitorus, 2008).

Kerang jenis ini memiliki cangkang yang keras (padat) dengan sisi yang

tidak beraturan. Bentuknya yang bervariasi dapat menempel pada substrat yang

keras. Bagian substratum dan biotopenya berbentuk melingkar/oval dengan garis

tidak teratur. Selain itu bagian radialnya berdidinding kuat dan berduri, memiliki

bentuk cangkang yang lebih besar pada cangkan atas dan cembung pada bagian

11

umbo. Sedangkan pada bagian dalamnya memiliki engsel dan ligamen internal

yang berfungsi sebagai tempat melekatnya otot, ginjal dan pallial. Selain bagian

morfologi, hewan ini memiliki warna luar tubuh ungu kecokelatan dengan bagian

dalam berwarna putih dan memiliki zona ungu-hitam dipinggirnya. Ukurannya

dapat mencapai 40-60 mm (Born, 1778).

Permukaan cangkang (katup) kiri menonjol dengan bagian dalamnya

terdapat nodulose yang lebar. Pada permukaan cangkannya ini, tiram berbentuk

tidak sama dan beberapa bagian meruncing tajam. Sedangkan pada ototnya

digunakan sebagai alat gerak untuk bergerak. Cangangnya yang saling terhuung

satu sama lain menjadi substrat yang dapat digunakan spesies lain tumbuh seperti

dari golongan invertebrata secara tidak langsung (Roustaian, 1994).

Bentuk tiram (S.cucullata) beragam dan bervariasi, bentuknya kadang-

kadang hampir bundar atau lonjong dan bahkan kira-kira oval, sering juga

memiliki garis tubuh yang tidak teratur. Di Mediterania, tiram dapat tumbuh

hingga mencapai ukuran 4-6 cm (1,6-4 inc), tetapi dapat mencapai ukuran dua kali

lipat pada tiram yang tumbuh di samudra pasifik. Bagian cangkangnya keras dan

padat dengan bagian umbo yang agak cembung. Bagian otot oduktor tunggalnya

besar dan menghubungkan satu cangkang dengan cangkang lain sehingga seperti

engsel yang membuka dan menutup cangkang (Gofas, 2012).

C. Habitat dan Penyebaran

Pelecypoda memilih habitat dalam lumpur dan pasir dalam laut serta

danau, tersebar pada kedalaman 0,01 sampai 5000 meter dan termasuk kelompok

organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak. Anggota kelas

12

Pelecypoda mempunyai cara hidup yang beragam ada yang membenamkan diri,

menempel pada substrat dengan benang bisus (byssus) atau zat perekat lain,

bahkan ada yang berenang aktif. Biasanya hidup dengan menguburkan diri di

dalam habitatnya dan berpindah dari satu tempat ketempat yang lain dengan satu

kaki yang dapat dijulurkan di sebelah anterior cangkangnya (Nybakke, 1992

dalam Sitorus, 2008).

Menurut Roustain (1994) tiam dapat hidup pada habitat yang memiliki

sibstrat keras seperti batu dan hidup dizona intertidal. Sedangkan menurut Born

(1778) tiram terdapat di daerah intertidal tinggi dipantai berbatu dan mampu

hidup pada kedalaman 1-15 meter tertutupi oleh makroalga.

Gambar 2. Tiram (S.cucullata) yang menempel diakar mangrove (Tapilatu dan

Pelasula, 2012)

Dalam distribusinya, tiram dapat hidup sepanjang areal pesisir dan bahkan

diareal estuari. Adanya pencemaran lingkungan biasanya menjadi alasan utama

terjadinya penurunan kualitas lingkungan, namun keberadaan tiram diperairan

dapat menstabilkan kualitas air melalui kemampunya mengakumulasi logam-

logam berat dan dapat mematikan bagi hewan-hewan lain (Kazemi dkk., 2013).

13

Tiram adalah organisme yang hidup diperairan laut dengan kedalaman 1

sampai 15 meter (49 kaki), dan biasanya ditemukan diantara rumput laut, di

dinding-dinding pelabuhan, tiang dan stratruktur bawah laut lainnya. Tiram hidup

sebagai filter feeder yang dapat memompa air melalui insang dan memakan

fitoplankton. Diperairan tercemar logam berat, tiram dapat menjadi organisme

yang mampu mengakumulasi secara langsung senyawa logam berat tersebut.

Tiram biasanya hidup dibatu atau cabang akar mangrove bahkan kadang juga

tumbuh pada gastropoda yang lebih besar (Gofas, 2012).

Area intertidal atas biasanya memiliki hantaman gelombang yang paling

kuat sehingga semua species harus memiliki kemampuan untuk melekat kuat pada

substrat. Saccostrea menempel dengan salah satu cangkang melekat pada substrat

bebatuan, Tetraclita dan Cthamalus melekatkan diri pada batu dengan suatu

lapisan mirip semen yang terdapat di bagian bawah cangkangnya. Lepas memiliki

suatu tangkai yang mendukung cangkang, dimana pada bagian bawah tangkai

tersebut juga terdapat lapisan perekat untuk melekat pada subtrat. Limpet

termasuk Gastropoda, biota ini dapat melekat kuat pada substrat dengan

menggunakan kakinya yang memiliki otot yang kuat. Untuk mengatasi cekaman

kekeringan dan panas saat air laut surut, species-species tersebut juga dapat

menutup cangkang dengan sangat kuat sehingga dapat meminimalisasi kehilangan

air (Muzaki, 2012).

D. Reproduksi

Tiram merupakan jenis organisme epifaunal yang dapat membentuk

suspensi. Tiram memiliki periode pemijahan tertentu yakni dari bulan Juni sampai

14

pertengahan Oktober, diaman suhu optimum untuk reproduksi adalah 20-30 ° C.

Hewan ini dapat mentolerir perubahan-perubahan temperatur, yakni antara 5 dan

hampir 40 °C. Sedangkan untuk Gametogenesis dapat terbentuk pada salinitas

yang lebih tinggi (33,37-34,65 ‰) dan pematangan penuh dicapai ketika salinitas

maksimum (35‰) (Born, 1778).

Fertilisasi dari spesies ini dilakukan secara eksternal atau terjadi diluar

tubuh. Reproduksi ini terjadi saatt organisme jantan memproduksi sperma yang

dilepaskan ke perairan kemudian membuahi sel telur yang juga dilepaskan oleh

organisme betina di perairan sehingga akan terjadi pembuahan diluar tubuh

(Qualyle dan Newkirk, 1989).

E. Kebiasaan Makan

Tiram jenis Crassostrea iredalei dan Saccostrea cucullata hidup di

perairan payaumemiliki kebiasaan makan sebagai feeding filter yaitu menyaring

makananya berupa plankton dan nutrien dengan mengibaskan bulu getarnya,

sehingga makanan dapat dengan mudah diserap. Kebiasaan makan ini

mengakibatkan tiram juga menjadi salah satu organisme yang mampu

mengakumulasi bahan-bahan kimia dalam jaringan tubuhnya, oleh karena itu

tiram sebagai penyaring makanan dapat membawa sebagian nutrien termasuk ion

Fe kedalam tubuhnya (Pantjara dkk., 2010).

Tiram termasuk spesies macrofauna benthik, merupakan salah satu

bioindikator terbaik untuk mengetahui tingkat kontaminasi logam berat di suatu

daerah. Tiram merupakan biota yang potensial terkontaminasi logam berat, karena

sifatnya yang filter feeder, sehingga biota ini sering digunakan sebagai hewan uji

15

dalam pemant `auan tingkat akumulasi logam berat pada organisme laut. Tiram

merupakan biota yang potensial terkontaminasi logam berat, karena sifatnya yang

filter feeder atau menyerap makanannya termasuk kontaminan logam berat.

Organisme yang hidup sedentary atau menetap, tidak bisa menghindar dari

kontaminan dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam

tertentu sehingga dapat mengakumulasi logam lebih besar dari hewan lainnya

(Wulandari dkk., 2012).

F. Sea Farming dan Sea Ranching

Sea Farming (SF) yang dapat didefinisikan sebagai sistem aktifitas

berbasis marikultur dengan tujuan akhir pada peningkatan stok sumberdaya

perikanan dan menjadi pendukung bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya

perairan lainnya seperti penangkapan ikan dan pariwisata. Dengan demikian, SF

pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang terdiri dari tiga sub-sistem yaitu

sub-sistem input, sub-sistem marikultur (proses) dan sub-sistem output (Rio,

2009).

Gambar 3. Simulasi Sea Farming (PKSPL-IPB, 2006 dalam Rio, 2009)

16

Konsep sea ranching yang diterapkembangkan bertujuan untuk

menggabungkan antara perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Dalam hal ini

perikanan budidaya diyankini telah mampu mensuplai kebutuhan konsumen

karena produksinya yang mengalami peningkatan, sedangkan untuk penangkapan

tidak lagi bisa menjadi harapan dimasa mendatang. Untuk itulah secara khusus

penerapan sea ranching dapat dilakukan untuk pengkayaan organisme akibat

penangkapan yang berlebihan (Bell, 2008).

Sea farming berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata sea berarti

laut dan farming yang berarti berusaha tani, sehingga secara harfiah berarti

berusaha tani di laut dalam rangka memproduksi ikan. Laut dijadikan ladang atau

lahan untuk memproduksi ikan dengan menerapkan prinsip usaha tani. Di Jepang,

negara yang diperkirakan paling berhasil menerapkan sea farming, sea farming

didefinisikan sebagai kegiatan memproduksi benih (seed production), kemudian

melepaskan benih tersebut ke laut (releasing atau restocking) dan selanjutnya

menangkap kembali ikan tersebut (recapturing atau harvesting) untuk dijual

sebagai produk perikanan laut. Peraian laut untuk restocking ini dianggap sebagai

kawasan sea ranching, bisa berupa teluk atau gosong (laut dangkal terlindung)

dengan luas ratusan hingga ribuan hektar (Sopian, 2010).

17

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu-Sabtu, tanggal 08-21

Desember 2013, bertempat di Hatcheri Abalon Desa Tapulaga, Kecamatn Soropia

Kabupaten Konawe. Provinsi Sulawesi Tenggara.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel

1 Berikut:

Tabel 1. Alat dan Bahan Pada Praktikum Serta Kegunaanya

No Nama Alat dan Bahan Kegunaan

A.

B

Alat

1. Parang

2. Karung

3. Waring

4. Alat Jahit Waring

5. Botol Minumen

Mineral

6. Pipa Paralon

7. Alat tulis

8. Kamera

Bahan

1. Tiram (S.cucullata)

Untuk mengambil tiram di batang mangrove

Untuk wadah penyimpanan tiram

Untuk pemeliharaan tiram

Untuk membuat waring persegi

Sebagai pelampung waring

Untuk membuat waring persegi

Untuk mencatat hasil pengamatan

Untuk mengambil gambar lokasi

Obyek yang diamati

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktek lapang marikultur ini adalah

sebagai berikut:

1. Pembuatan Waring Pemeliharaan

a. Menyiapkan peralatan untuk pembuatan waring pemeliharaan.

18

b. Memotong persegi waring yang akan dijahit dengan lebar 1 meter dan

panjang 1 meter sebanyak 5 buah untuk membuat waring persegi empat.

c. Menjahit setiap sisi waring agar terhubung satu sama lain, dan terakhir

bagian bawah jaring sehingga membentuk persegi empat dengan bagian atas

yang terbuka.

d. Memotong pipa paralon dengan panjang 1 meter sebanyak 4 buah.

e. Menghubungkan setiap paralon dengan sambungan “L” pipa paralon agar

membentuk segi empat.

f. Menjahit pipa dibagian atas waring untuk memperkuat posisi persegi

waring.

g. Memasang botol minuman mineral sebagai pelampung waring.

2. Pengambilan Bibit Tiram (S.cucullata)

a. Menyiapkan alat yang akan digunakan untuk pengambilan bibit yakni

parang dan karung.

b. Mengambil bibit tiram yang menempel di akar pohon mangrove secara

perlahan agar tidak merusakan cangkang tiram.

c. Memasukkan tiram yang telah diambil didalam karung untuk selanjutnya

dibawa ke lokasi penebaran.

3. Pemeliharaan

a. Menyimpan bibit yang telah diambil dalam karung diareal pemeliharaan

untuk penyesuaian lingkungan.

b. Setelah itu, memasukkan tiram dalam waring secara perlahan.

c. Mengontrol pemeliharaan tiram dalam waring.

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam Sistem sea ranching dan sea farming terdapat dua bentuk tujuan

yang diterapkembangkan. Untuk tujuan Harvest type, sea farming dan sea

ranching diarahkan pada tujuan untuk pemanenan secara menyeluruh atau total

guna mencapai profit. Sedangkan untuk tujuan Reqruite type pemanenan hanya

dilakukan sebagian dengan harapan sebagian organisme lainnya dapat

menghasilkan generasi baru, sehingga konsep ini lebih mengarah pada restocking

yang konservatif.

Sistem sea ranching dan sea farming ini tidak dapat dipisahkan karena

berjalan secara sistematis dan saling berkaitan satu sama lain. Beberapa organisme

yang menjadi komoditas unggulan dan bernilai ekonomis tinggi menjadi sasaran

dalam penerapan sistem ini, selain itu organisme tersebut harus dapat bertahan

hidup dalam kondisi alamiah dan tidak jauh bermigrasi. Pada praktikum ini

digunakan tipe harvest untuk kegiatan sea farming dan sea ranching Tiram

(S.cucullata). Adapun tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut:

A. Farming Center (Pembenihan)

Farming center adalah suatu tempat atau bangunan yang berfungsi sebagai

tempat memproduksi benih mulai dari pemijahan sampai menghasilkan larva.

Tujuan dari tahapan ini adalah menghasilkan individu baru yang akan dipelihara

dialam. Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini adalah

ketersediaan sarana dan prasarana guna menunjang produksi benih yang

dilakukan. Adapun layout dari balai benih ini dapat dilihat pada gambar berikut:

20

Gambar 4. Desain Lokasi Balai Benih Tiram (S.cucullata)

1. Broodstock (Induk)

Penyediaan induk dilakukan sebagai tahapan awal dalam farming center.

Bibit yang akan dihasilkan sangat tergantung dari kondisi induk yang dipijahkan,

adapun tahapan penyediaan induk adalah sebagai berikut:

a. Pengambilan Indusk

Tiram (S.cucullta) yang akan digunakan sebagai induk dapat berasal dari

alam dan hasil pembenihan. Induk yang diambil dari alam biasanya perlu

5

8

11

10

9

6

3

4

7

1 2

Keterangan:

1. Kantor

2. Asrama

3. Penampungan Air

4. Bak Filter

5. Bak Pemeliharaan

6. Pompa Aerasi

7. Bak Larva

8. Bak Pemijahan

9. Bak Pakan

Alami

10. Bak Induk

Matang Gonad

11. Bak Induk

Setelah

Memijah

21

diaklimatisasi, karena induk tersebut habitatnya berasal dari laut pada kedalaman

1 meter, atau biasanya menempel pada substrat keras seperti batu dan akar pohon,

dipindahkan ke tempat budidaya atau balai benih, sehinga tiram perlu

menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan hidup yang baru. Sedangkan induk

yang berasal dari hatchery biasanya langsung dapat dipijahkan, karena sudah

terbiasa dengan kondisi lingkungan budidayanya dan ukurannya seragam.

Gambar 5. Induk Tiram Menempel di akar pohon bakau

Induk tiram diaklimatisasi selama 1 – 2 bulan, dipelihara menggunakan

pocket keranjang dan digantung pada rakit apung dikedalaman 1 – 2 meter. Satu

pocket keranjang di isi 8 – 10 ekor tiram. Secara priodik antara 1 – 2 bulan sekali,

induk dibersihkan dari kotoran dan organisme yang menempel dengan

menggunakan pisau dan sikat, kemudian dimasukkan kembali ke dalam pocket

keranjang yang bersih dan digantung pada rakit dengan kedalaman 1 – 2 meter.

22

Apabila kita mendapatakan atau mengambil induk dari luar daerah,

maka yang harus diperhatikan adalah ;

Pengangkutan atau pengiriman induk dapat dilakukan dengan menggunakan

metode pengangkutan kering (Dry method)

Induk dimasukkan pada kotak styropoam

Lapisi dasar styropoam dengan menggunakan handuk atau busa yang

dibasahi air laut.

Susun induk secara sejajar dan searah (bagian anterior tiram yang satu

ditindih bagian dorsal tiram yang lain)

Setiap satu lapisan tiram diselingi dengan lapisan handuk atau busa yang

dibasahi air laut, begitu seterusnya hingga wadah penuh.

Selipkan Es batu air laut yang dibungkus plastic untuk menjaga suhu rendah

agar tetap stabil selama perjalanan.

Gambar 6. Tiram yang telah diambil dari alam

23

b. Pemeliharaan Induk

Pemeliharaan Induk di Laboratorium berbeda dengan pemeliharaan induk

di laut, dimana pemeliharaan Induk di Laboratorium menggunakan bak yang

terbuat dari bahan fiber glass untuk menempatkan induk tiram, dengan suhu air

media antara 25 – 280C dan kondisi ruangan yang terkendali. Induk tiram diberi

pakan berupa campuran beberapa jenis mikroalga dengan ratio 2 liter per

ekor/hari. Tiram dengan gonad matang penuh yang diberi formulasi pakan

tersebut akan menunjukkan respon memijah setelah 45 hari dari perlakuan dengan

tingkat respon 30%.

Gambar 7. Bak Pemeliharaan Induk Tiram

c. Seleksi Induk

Seleksi induk dilakukan dengan mengamati kematangan gonadnya.

Persyaratan yang paling penting adalah tingkat kematangan gonad, induk yang

baik kondisi gonadnya matang penuh atau stadia IV (Winanto, 2004). Induk –

induk yang telah memenuhi syarat seleksi segera dibawa ke laboratorium untuk di

24

pijahkan. Seleksi kematangan gonad dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali untuk

memastikan bahwa induk tersebut siap dipijahkan atau tidak. Kematangan gonad

tiram hanya dapat dipastikan dengan membuka cangkang atas atau melubangi

cangkang, namun kedua cara tersebut menyebabkan tiram mengalami stress dan

mati. Oleh sebab itu telah dilakukan studi pendahuluan (Santoso, 2010) bahwa

Induk siap pijah memiliki ciri-ciri (TKG III) sesuai petunjuk Quayle & NewKirk

(1989) dalam Santoso (2010) yaitu gonad terlihat gembung dan berisi telur yang

siap dibuahi atau sperma yang aktif.

2. Seed Production (Produksi Benih)

Setelah matang gonad, induk yang telah diseleksi kemudian dimasukkan

kedalam bak pemijahan untuk dipijahkan. Pemijahan tiram dilakukan secara

langsung dengan mengkondisikan lingkungan perairannya agar dapat merangsang

tiram memijah. Pemijahan dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pendekatan

lingkungan dan secara kimiawi:

a. Pendekaan lingkungan yang sering diliakukan adalah dengan thermal

stimulation atau mengadakan perubahan suhu secara bertahap dari 28oC

sampai 35oC, hingga tiram memijah atau dengan mengalirkan air laut secera

terus-menerus.

b. Pemijahan dengan bahan kimia dengan menuntikkan ammonium hidroksida

0,2 ml ke dalam otot adduktor tiram mutiara atau dengan campuran hidrogen

peroksida 3-6 ppm dengan air laut ber ph 9,1.

25

c. Pembuahan (fertilisasi) terjadi secara eksternal dalam media air didahului

dengan pengeluaran sperma dari tiram yang jantan, telur keluar 45 menit

kemudian dengan diameter ±47,5 mikron.

3. Nursing

Tiram yang telah memijah kemudian menghasilkan telur yang akan

diinkubasi dalam bak inkubasi telur sampai telur tersebut menetas dan

menghasilkan larva. Pada saat ini larva akan dipindahkan pada bak pemeliharaan

larva yang telah dilengkapi dengan substrat-substrat keras berupa potongan kayu

atau beton yang agak kasar permukaannya. Substrat ini sebagai tempat tiram

menempel. Pakan utama larva tiram adalah dari jenis alga Isochrysis

galbana dan Monochrysis lutherisebagai makanan awal. Larva lebih menyuikai

tempat gelap dan remang-remang, maka tempat pemeliharaan di tutup dengan

plastik gelap. Kepadatannya ±200 ekor /liter. Kepadatan yang tinggi akan

mengurangi pertumbuhan normal, dan bisa kematian.

Larva yang telah bertumbuh dan mencapai ukuran benih (spat),

dipindahkan ke bak pendederan, dengan kepadatan 100-150 ekor/ liter dan

pakannya alga jenis Cchaeoceros sp. Umur 60 hari siap dipelihara pada empat

pembesaran, dengan sirkulasi air tetap dipertahankan. Untuk menghilangkan

kotoran yang menempel yang dapat mempengaruhi pertumbuhan spat. Selama

masa pemeliharaan spat perlu diperhatikan suplai oksigen agar tiram dapat

tumbuh dengan baik, selain itu pula perlu dilakukan pemberian pakan secara

teratur untuk mempercepat pertumbuhan tiram.

26

B. Intermediate Rearing

Dalam tahapan ini tiram yang telah mencapai ukuran bibit dan telah siap

untuk dilepas dialam terlebih dahulu dipelihara diwaring untuk menyesuaikan

kondisi lingkungannya. Parameter lingkungan dari balai benih berbeda dengan

kondisi di alam, dimana akan terjadi perubahan-perubahan parameter air dan

kehadiran predator akan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup tiram. Oleh

sebab itu dilakukan tahapan penyesuaian lingkungan untuk mengontrol bibit tiram

sebelum dilepas dialam, adapun tahapannya adalah sebagai berikut:

Penyesuaian lingkungan pada tiram (S.cucullata) yang dilakukan dalam

praktikum ini adalah pada wadah waring.

1. Pemilihan Lokasi

Dalam intermediate rearing ini perlu dilakukan pemilihan lokasi. Hanya

saja dalam pemeliharaan tiram (s.cucullata) ini tidak sulit karena tiram dapat

hidup pada daerah yang fluktuasinya tinggi sekalipun. Begitu halnya tiram ini

juga dapat hidup pada daerah yang tersemari oleh logam-logam berat. Hal ini

karena kemampuannya mengakumulasi bahan kimia berbahaya dan

keberadaannya didaerah estuari yang dapat mentoleransi perubahan salinitas

(Euryhaline). Lokasi yang menjadi kawasan pengembangan budidaya tiram hanya

perlu memiliki substrat yang keras atau daerah bebatuan. Pada praktikum ini

dilakukan pembesaran di Kolam pembesaran hatcheri Abalone Desa Tapulaga.

27

2. Wadah Pemeliharaan untuk Intermediate Rearing

Pada praktikum ini pembesaran dilakukan diwaring berukuran 1x1 meter

dan kedalaman 1 meter.

Gambar 8. Waring yang digunakan dalam tahapan intermediate rearing

Waring seperti pada gambar, dijahit dan dibuat persegi 4 untuk wadah

pemeliharaan. Pada ujung atas waring juga dipasang pipa dan pelampung untuk

memudahkan kontruksi waring digunakan dalam air. Adapun konstruksinya dapat

dilihat pada gambar berikut:

1 m

1 m

Gambar 9. Kontruksi waring yang digunakan

A

B

Keterangan:

A = Pelampung

B = Pipa Paralon

28

Spat tiram yang telah diambil dialam kemudian dilepas di dalam waring

untuk penyesuaian lingkungan. kegiatan ini ditujukan untuk penempatan sistem

sea ranching dan sea farming yang nantinya akan dilepas dialam.

Gambar 10. Waring yang telah siap digunakan

C. Release (Pelepasan)

Tiram (S.cucullata) yang telah diadaptasikan (intermediate rearing)

dilepas secara langsung dialam untuk masa pertumbuhan. Dalam pelepasan ini

perlu dilakukan pemilihan lokasi yang tepat untuk pertumbuhan tiram. Menurut

Born (1778) tiram (s.cucullata) dapat tumbuh disekitar areal intertidal dengan

pengaruh pasang surut dan menempel diakar pohon bakau. Hal ini dimanfaatkan

tiram untuk membersihkan diri dari kotoran-kotoran dan memudahkannya

memperoleh oksigen saat air surut. Oleh sebab itu sebaiknya tiram dilepas pada

daerah intertidal utamanya diareal hutan bakau yang kaya akan unsur hara, selain

karena hutan mangrove adalah salah satu habitat dari tiram (S.cucullata), diarea

ini juga akan tersedia kebutuhan tiram untuk kelangsungan hidupnya.

29

Gambar 11. Lokasi Pelepasan Tiram

Pelepasan tiram memperhatikan kondisi substrat yang ada, dalam hal ini

tiram yang dilepas masih menempel pada substrat saat masih berada di balai

pembenihan. Kebiasaan tiram menempel pada substrat dan melepaskan cairan

yang akan mengeras seperti semen menjadi alasan utama pelepasan tiram di alam

harus dalam kondisi tiram memiliki substrat atau tidak melepaskan substrat tiram

dari balai pembenihan.

D. Growth (Pertumbuhan)

Setelah pelepasan di alam, tiram akan tumbuh secara alamiah tanpa

pengontrolan sepeti layaknya kegiatan budidaya (marikultur). Pertumbuhan tiram

sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dinataranya adalah parameter

kualitas air. Adapun parameter kualitas air yang sesuai untuk pertumbuhan tiram

adalah sebagai berikut:

30

1. Suhu

Suhu air pada perairan akan mempengaruhi pertumbuhan suatu organisme,

setiap kenaikan suhu akan meningkatkan laju metabolisme suatu organisme.

Untuk pertumbuhan tiram, suhu yang optimum adalah 27-31oC (Winanto, 2004).

Tiram biasanya tumbuh diareal intertidal dimana terjadi pengaruh pasang surut

terhadap parameter perairan, oleh karenanya suhu air di kawasan ini dipengaruhi

oleh perubahan air pasang surut serta suhu air laut dan sungai yang bersambung

dengannya.

2. Salinitas

Salinitas atau kadar garam juga mempengaruhi pertumbuhan tiram,

meskipun memiliki ketahanan tubuh yang kuat, namun tiram adalah organisme

laut yang mengalami proses osmoregulasi. Menurut Sumawijaya (1984) dalam

Widiyastuti (1998) bahwa salinitas dapat mempengaruhi organisme yakni pada

pengaturan osmosis dan zat-zat hara yang terkandung didalamnya mempengaruhi

sifat komunitas organisme tertentu. Menurut Romimohtarto (1985) variasi

salinitas di Indonesia berkisar antara 15-32 ppt. Sehingga tiram yang tumbuh pada

salinitas tersebut akan terus bertahan hingga menjadi dewasa.

3. pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam

larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hodrogen (dalam mol per

liter) pada suhu tertentu. Nilai pH pada banyak perairan alam berkisar antara 4-9,

walaupun demikian, pada perairan di daerah rawa-rawa, pH dapat mencapai nilai

sangat rendah karena kandungan asam sulfat pada tanah dasar perairan tersebut

31

tinggi (Kordi, 2010). Menurut Winanto (2004), derajat keasaman air yang layak

untuk kehidupan tiram berkisar 7,8-8,6.

4. Total Suspended Solid

TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan

yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganic yang

dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang

tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi

penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang

menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser (Huda, 2009).

Tiram akan tumbuh dengan baik jika TSS perairan rendah, hanya saja untuk jenis

tiram S.cucullata akan bertahan walaupun dengan kondisi TSS yang tinggi

sekalipun.

5. Oksigen Terlarut

Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernapasannya harus dalam

kondisi terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas

sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota

budidaya maka segala aktivitas biota akan terlambat (Kordi, 2010).

Oksigen terlarut dapat membentuk presipitasi (endapan) dengan besi dan

mangan. Kedua unsur tersebut menimbulkan rasa yang tidak enak pada air. Untuk

keperluan air perairan biasanya memiliki nilai jenuh kecuali untuk kadar oksigen

yang tinggi akibat peningkatan korosivitas. Profil sebaran vertikal oksigen terlarut

pada kolam air dapat mengambarkan tingkat kesuburan perairan. Kadar oksigen

terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologi. Ikan dan organisme

32

akuatik membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup. Kebutuhan oksigen

sangat dipengaruhi oleh suhu, dan bervariasi antara organisme. Keberadaan logam

berat yang berlebihan di perairan mempengaruhi sistem respirasi organisme

akuatik sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat

dengan konsentrasi tinggi (Effendi, 2003). Kehidupan di air dapat bertahan jika

ada oksigen terlarut minimum sebanyak 4 mg/l, selebihnya tergantung kepada

ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur air dan

sebagainya termasuk untuk kehidupan tiram.

E. Harvest (Panen)

Pemanenan dilakukan setelah tiram mencapai ukuran dewasa, dalam hal

ini tiram telah siap untuk dipasarkan. Pemanenan ini dilakukan secara keseluruhan

(harvest type) atau dengan tidak menunggu tiram memijah sekali sebelum

pemanenan. Untuk memudahkan, kegiatan pemanenan dilakukan saat kondisi air

surut sehingga seluruh tiram dapat diambil secara langsung dan disimpan dalam

wadah penampungan yang berisi air laut untuk menjaga agar tiram masih tetap

hidup sampai tahapan pemasaran.

F. Market (Pemasaran)

Tiram yang telah dipanen dan ditempatkan dibak penampungan, kemudian

langsung dipasarkan kepada konsumen. Pemasaran tiram dilakukan pada beberapa

tempat yang menggunakan tiram sebagai bahan makanan, maupun olahan

makanan (sea food). Selain itu, biasanya tiram akan dijual ke pengepul yang

memerlukan tiram untuk diekspor kepada negara-negara yang mengkonsumsi

tiram.

33

Gambar 12. Olahan Tiram sebagai makanan

Hal utama yang perlu dilakukan sebelum kegiatan sea farming dan sea

ranching untuk tiram adalah target pemasaran. Dalam hal ini penetapan target

pasar harus telah ada, sehingga pada saat pemanenan tiram dapat langsung dijual

kepada konsumen.

34

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Tiram (S.cucullata) dapat dikembang dalam sistem Sea Ranching dan Sea

Farming melalui beberapa tahapan, yakni penyediaan benih pada farming

center dengan proses pengambilan induk, pemijahan dan pemeliharaan spat.

Kemudian pelepasan dialam dengan terlebih dahulu melakukan adaptasi

organisme terhadap parameter lingkungan pada wadah waring.

2. Pertumbuhan tiram dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah

parameter kualitas air seperti suhu, salinitas, derajat keasaman, padatan

tersuspensi dan oksigen terlarut. Tiram yang akan ditumbuhkan dialam,

dilepas diareal hutan mangrove.

3. Pemanenan dapat dilakukan secara langsung saat air surut, dan pemasaran

tiram dilakukan pada konsumen yang memerlukan tiram sebagai bahan

olahan makanan.

4. Penyediaan bibit yang diambil secara langsung di alam melalui metode

pengumpulan (kolektor) dan dipelihara terlebih dahulu di dalam waring

sebelum pelepasan di alam. Tiram dapat tumbuh dan bertahan hidup dalam

kondisi parameter perairan yang fluktuatif sekalipun dengan substrat yang

keras untuk tempat penempelannya.

35

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Burhan. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk

Perikanan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Bell, J., Kenneth, M., Leber, H., Lee B., Neil R., Loneragan, dan Masuda, R.

2008. New Era for Restocking, Stock Enhancement and Sea

Ranching of Coastal Fisheries Resources. The WorldFish Center,

Pacific Office, Noumea Cedex, New Caledonia.

Born. 1778. Oistreidae-Oyster. Articel. Mediterranean record. Southern Turkey. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Gofas, serge. 2012. "Saccostrea cucullata (Born, 1778)" World Register of

Marine Species. Retrieved 2012-05-24.

Huda. 2009. Hubungan Antara Total Suspended Solid dengan turbidity dan

dissolved oxygen. http://thorik.staff.uii.ac.id. Dikases pada tanggal 27

Desember 2013.

Kazemi, A. Bakhtiar, A. R., Kheirabadi, N., Karimi, A. M. 2013. Distribution of

Pb in Sediment and Shell of Rocky Oysters (Saccostrea cucullata)

of Lengeh Port, Qeshm and Hormoz Islands in Persian Gulf, Iran.

Ecopersia. 1 (2), 191-198.

Keng, W. L. 2012. http://rmbr.nus.edu.sg/dna/organisms/details/98. Diakses pada

tanggal 22 Desember 2013.

Koordi, M. G. H. 2010. Panduan Lengkap memelihara Ikan Air Tawar di Kolam

Terpal. Lily Publiser. Yogyakarta.

Muzaki, Farid. 2012. Fauna Mangrove. http://faridmuzaki.blogspot.com. Diakses

Pada Tanggal 22 Desember 2013.

Rio. 2009. Pemberdayaan komunitas nelayan melalui Penerapan program sea

farming. Skripsi. Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Pnstitut

Pertanian Bogor. Bogor.

Romimohtarto K. 1985. Kualitas Air dalam Budidaya Laut. Badan Penyimpanan

Dokumen FAO Laporan Kerja Budidaya Laut, Bandar Lampung,

28 Oktober – 1 November 1985.

Roustaian, P., 1994. Preliminary notes on reproductive biology of the edible

oyster Saccostrea cucullata at Kohin, on the northeastern coast of

the Persian Gulf. Journal of aquaculture in

the tropics, Calcutta, 9(4): 329-334.

Santoso, Priyo. 2010. Pengaruh Kejut Salinitas Terhadap Pemijahan Tiram

(Saccostrea cucullata Born). Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas

Pertanian, Universitas Nusa Cendana. Nusa Tenggara Timur

Sitorus, D. BR. 2008. Keanekaragaman dan distribusi bivalvia serta kaitannya

dengan faktor Fisik dan Kimia di perairan pantai labu kabupaten

deli serdang. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera

Utara. Medan.

36

Sopian, Ahmad. 2010. Riset Terapan Sea Farming di Kepulauan Seribu.

http://ianahmadsopian.blogspot.com. Diakses pada tanggal 27

Desember 2013. Tapilatu, Y. dan Pelasua, D. 2012. biota penempel yang berasosiasi dengan

mangrove di teluk ambon bagian dalam fouling organisms

associated with mangrove in ambon inner. Jurnal Ilmu dan

Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hal. 267-279. Ambon.

Pantjara, B., Hendrajat, E. A., Suwoyo, H. S. 20012. Pemanfaatan Biofilter Pada

Budidaya Udang Windu di Tambak Marjinal. Prosiding Inovasi

Teknologi Akuakultur. Balai Penelitian dan Pengembangan

Budidaya Air Payau. Maros.

Widiyastuti, E. 1998. Distribusi dan Populasi Tiram (Crasostrea cucullata) di

tegakan Mangrove. Laporan Kegiatan. Universita Diponegoro.

Semarang.

Winanto, 2004. “Memproduksi Benih Tiram”. Depok.: Penebar Swadaya.

Wulandari, E., Herawati, E. Y., Arfianti, D. 2012. Kandungan Logam Berat Pb

pada Air laut dan Tiram Saccostrea glomerata sebagai Bioindikator

Kualitas Perairan Prigi, Trenggalek, Jawa timur. Jurnal Penelitian

Perikanan 1 (1), 10-14. Universitas Brawijaya.