Laporan Perjalanan Kuliah Lapangan Filologi (Pura Pakualaman dan Taman Siswa)

11
1 TUGAS AKHIR SEMESTER PENGANTAR TEORI FILOLOGI LAPORAN PERJALANAN (PURA PAKUALAMAN DAN MUSEUM DEWANTARA KIRTI GRIYA) Pura Pakualaman Eksistensi sebuah kerajaan terlihat secara kasat mata dari keraton yang dimilikinya. Beteng kokoh sekeliling istana menyekat dan membedakan mana area bangsawan dan mana area rakyat sekitar. Biasanya, arsitektur dan kemegahan bangunannya menunjukkan keangkeran dan keangkuhan feodalistis sang raja dan kerabatnya. Sampai pada era Paku Alam V (1878-1900), keadaan istana masih sederhana. Lampu penerangan yang digunakan adalah lampu-lampu gantung minyak tanah dan lampu-lampu kecil minyak kelapa bersumbu kapas. Istana Pakualaman juga pernah mengalami kerusakan hebat setelah terjadi gempa bumi dahsyat di Jogjakarta pada tahun 1864. Meskipun demikian, Pura Pakualaman tetaplah sebuah keraton yang megah di mata rakyat sekitar. Sebagai sebuah Kadipaten, Pakualaman mempunyai wilayah kekuasaan tersendiri. Daerah kekuasaan itu mencakup sebuah wilayah di dalam kota Jogjakarta dan wilayah-wilayah ”Adikarto” yang berada di daerah

Transcript of Laporan Perjalanan Kuliah Lapangan Filologi (Pura Pakualaman dan Taman Siswa)

1

TUGAS AKHIR SEMESTER PENGANTAR TEORI FILOLOGI

LAPORAN PERJALANAN

(PURA PAKUALAMAN DAN MUSEUM DEWANTARA KIRTI GRIYA)

Pura Pakualaman

Eksistensi sebuah kerajaan terlihat secara kasat

mata dari keraton yang dimilikinya. Beteng kokoh

sekeliling istana menyekat dan membedakan mana area

bangsawan dan mana area rakyat sekitar. Biasanya,

arsitektur dan kemegahan bangunannya menunjukkan

keangkeran dan keangkuhan feodalistis sang raja dan

kerabatnya.

Sampai pada era Paku Alam V (1878-1900), keadaan

istana masih sederhana. Lampu penerangan yang digunakan

adalah lampu-lampu gantung minyak tanah dan lampu-lampu

kecil minyak kelapa bersumbu kapas. Istana Pakualaman

juga pernah mengalami kerusakan hebat setelah terjadi

gempa bumi dahsyat di Jogjakarta pada tahun 1864.

Meskipun demikian, Pura Pakualaman tetaplah sebuah

keraton yang megah di mata rakyat sekitar.

Sebagai sebuah Kadipaten, Pakualaman mempunyai

wilayah kekuasaan tersendiri. Daerah kekuasaan itu

mencakup sebuah wilayah di dalam kota Jogjakarta dan

wilayah-wilayah ”Adikarto” yang berada di daerah

2

selatan Kulon Progo (Kapanewon, Temon, Wates, Panjatan,

Galur, dan Lendah).

Dalam konsep keraton, semakin banyak keturunan

bangsawan berarti semakin baik. Salah sebuah keris

pusaka kepunyaan Paku Alam VIII memiliki corak (pamor)

berbentuk ”beras wutah” (biji beras tumpah). Beras wutah

melambangkan putra-putri bangsawan. Semakin banyak

biji, semakin baik. Di museum Puro Pakualaman disimpan

gambar silsilah Pakualaman sepanjang 13 meter. Hal itu

menunjukkan bagaimana wangsa Pakualaman telah

berkembang menjadi sebuah kerabat yang besar.

Disamping Paku Alam itu sendiri, tokoh-tokoh besar

muncul dari kaum bangsawan ini. Ki Hadjar Dewantoro

(1899-1959) adalah tokoh pendidikan nasional yang

berasal dari keluarga Pakualaman. Ayahnya adalah

Soerjaningrat, putera dari Paku Alam III. Kakaknya yang

bernama R.M. Soerjopranoto juga dikenal sebagai tokoh

nasionalis yang peduli pada nasib rakyat kecil.

Soerjopranoto yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional

pernah dipenjara (1923 dan 1933) karena aktifitasnya

sebagai penggerak rakyat untuk melawan penjajah.

Kadipaten Pakualaman dengan Puronya itu merupakan

salah satu mata air kebudayaan Jawa. Beragam hasil

karya, rasa, dan cipta khas Jawa membual dari kawasan

ini. Pakualaman merupakan sebuah pusat kebudayaan yang

3

menjadi tiang penyangga bagi kelestarian hidup

kebudayaan Jawa. Berbagai unsur kebudayaan Jawa

dikreasi, disemaikan, dan disebarluaskan melalui pusat

kebudayaan ini. Kadipaten Pakualaman bukan hanya

merupakan sistem sosial-politik, namun juga merupakan

sistem kebudayaan yang kompleks.

Salah satu bukti bahwa Kadipaten Pakualaman

merupakan salah satu sumber kebudayaan Jawa adalah

dengan adanya perpustakaan, perpustakaan Pura

Pakualaman menyimpan kurang lebih 251 buku dan naskah

kuno yang sebagian besar naskah berbahasa dan berhuruf

Jawa. Sebagian besar isi perpustakaan berupa manuscript

atau naskah-naskah kuno bertuliskan aksara Jawa yang

ditulis sekitaran tahun 1813 hingga 1900-an.

Selain itu masih ada sekitar 30 naskah yang

tersimpan di perpustakaan pribadi Paduka Paku Alam.

Berdasarkan isinya meliputi sastra, babad, mitologi,

wayang, primbon, dan agama. Koleksi tertua naskah Pura

Pakualaman ditulis pada masa Paku Alam I. Keadaan

naskah yang tersimpan di Pura Pakualaman rata-rata

masih cukup baik. Koleksi naskah yang paling tebal

lebih dari 1000 halaman dan yang paling tipis sekitar

100 halaman.

Dalam penulisan naskah memerlukan minimal empat

orang yaitu Raja yang memberi prakarsa kepada abdi

4

dalem untuk menuliskan naskah, pembaca atau pamaos

bertugas membacakan naskah yang sudah dibuat Raja,

penulis atau carik bertugas menulis dan yang terakhir

juru gambar atau pangosean bertugas memberikan gambar

atau ilustrasi yang sesuai dengan isi pada naskah.

Salah satu koleksi naskah kuno Pakualaman

Proses pembuatan naskah kuno tersebut yang membuat

jarang ditemukan buku yang tercantum nama pengarangnya

secara jelas. Mayoritas penulisnya anonim. Karena

koleksi buku yang terdapat di perpustakaan Pakualaman

ini rata-rata ditulis oleh para abdi dalem yang hidup

pada masa pemerintahan Sri Paduka Paku Alam I hingga

Sri Paduka Paku Alam VII, dan ditulis atas prakarsa

Kanjeng Paduka Paku Alam yang bertahta.

5

Perawatan naskah-naskah yang menjadi koleksi Pakualaman

masih dilakukan dengan baik. Naskah-naskah disimpan

pada tempat yang benar-benar kering dan terhindar dari

sentuhan tangan secara langsung. Naskah-naskah kuno

disimpan di tempat khusus berupa karton tebal berwarna

hitam yang dipesan langsung dari Eropa. Selain itu, ada

peraturan khusus bagi pengunjung yang ingin memegang

naskah kuno, yaitu telapak tangan tidak boleh

berkeringat. Ada teknik khusus juga dalam membalikan

naskah agar naskah tidak cepat rusak, yaitu dengan

mengambil sudut kanan naskah, telapak tangan kanan

berada di balik naskah lalu telapak tangan kiri

mengapit naskah kemudian dibalik perlahan.

6

Kegiatan itu harus didampingi oleh pengelola

perpustakaan Pakualaman, Ibu Sri Ratna Saktimulya atau

Ibu Ukti. Perlakuan ini dibuat agar naskah tetap

terjaga dan tidak rusak. Karena kertas yang digunakan

juga tidak memiliki kualitas sebagus kertas Eropa. Dari

beberapa naskah ada yang sudah rusak karena kondisi

kertas yang sudah lama dan tidak memungkinkan lagi.

Naskah yang sudah rusak karena kualitas kertas yang

kurang baik

Perpustakaan Pakualaman juga memperbanyak

naskah dengan menulis kembali naskah dengan tangan atau

yang biasa disebut Mutrani. Penulisan naskah ini

7

dilakukan karena naskah asli sudah rapuh. Selain itu,

kegiatan memperbanyak naskah dilakukan dengan

menceritakannya ke dalam media kain yaitu membatik.

Kegiatan membatik yang dilakukan mba Endang merupakan

upaya untuk menjaga kelestarian naskah agar tetap

terjaga. Biasanya, pola-pola batik yang dibuat

berdasarkan isi dari naskah, seperti gambar tumbuhan,

binatang, dan ilustrasi lainnya. Selain kegiatan

transeliterasi, penulisan kembali, dan membatik. Naskah

juga dilestarikan melalui seni tari.

8

Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa

Museum sebagai tempat penyimpanan benda-benda

bersejarah, mempunyai nilai kultural yang tinggi dan

menyimpan fakta sejarah yang mempunyai arti penting

bagi generasi selanjutnya. Oleh karena itu Ki Hajar

Dewantara mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya

bukanlah berlebihan atau bertujuan untuk mengkultuskan

diri. Dengan adanya museum, generasi muda bisa

memperlajari, memahami dan kemudian mewujudkan nilai-

nilai yang terkandung ke dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

Sejak awal berdirinya, Museum Dewantara Kirti

Griya merupakan museum memorial, yakni suatu tempat

atau suatu rumah bekas kediaman seorang tokoh penting

yang patut diabadikan dalam sejarah bangsa. Di dalam

museum ini disajikan gambaran riwayat hidup dan sejarah

perjuangan Ki Hadjar Dewantara sebagai bapak pendidikan

nasional.

Museum Dewantara Kirti Griya berlokasi di

komplek perguruan Tamansiswa yang menempati bekas rumah

9

Ki Hadjar Dewantara sekeluarga, di jalan Tamansiswa 31

Yogyakarta (dulu Gevagenis Laan Wirogunan). Rumah

tersebut resmi dihuni pada tanggal 16 November 1938,

bertepatan dengan diresmikannya pendapa agung

tamansiswa (monumen persatuan tamansiswa).

Bangunan rumah yang berdiri di atas tanah 5.594

meter persegi tersebut dibeli atas nama Ki Hadjar

Dewantara, Ki Sudarminto, Ki Supratolo dari Mas Adjeng

Ramsinah pada tanggal 14 Agustus 1935. Konon bangunan

tersebut didirikan pada tahun 1925 dengan gaya klasik

Hindia Belanda atau kolonial.

Pada tanggal 2 Mei 1970 bertepatan dengan hari

pendidikan nasional, museum diresmikan dan dibuka untuk

umum oleh Nyi Hadjar Dewantara sebagai pemimpin umum

tamansiswa. Museum diberi nama Dewantara Kirti Griya,

nama tersebut pemberian dari bapak Hadiwidjono seorang

ahli bahasa Jawa. Adapun keterangannya sebagai berikut.

Dewantara, diambil dari nama Ki Hadjar Dewantara.

Kirti, artinya pekerjaan. Griya, artinya rumah. Dengan

demikian arti dari Dewantara Kirti Griya adalah rumah

yang berisi hasil kerja Ki Hadjar Dewantara.

Melestarikan nilai-nilai perjuangan dan ajaran

hidup Ki Hadjar Dewantara dan Tamansiswa dalam

memperjuangkan pendidikan dan kebudayaan yang

berwawasan kebangsaan merupakan visi didirikannya

10

museum tersebut. Kemudian mengembangkan dan

menginfomasikan koleksi benda sejarah peninggalan Ki

Hadjar Dewantara dan Tamansiswa untuk kepentingan

studi, penelitian dan rekreasi kepada masyarakat adalah

misinya.

Koleksi museum berupa benda-benda asli milik Ki

Hadjar Dewantara di antaranya naskah tekstual,

manuskrip, pakaian, perabotan, perlengkapan kerja, film

dokumenter, surat-surat. Koleksi lainnya dari museum

Dewantara Kirti Griya yaitu berupa foto-foto, lukisan,

pajangan, majalah, kamus, buku-buku dalam bahasa

Belanda, Tionghoa ada juga sumbangsi dari cucu

Pakualaman ketiga. Dengan demikian koleksi museum

sebanyak 1.205 buah, koleksi perpustakaan museum

sebanyak 2.100 buku. Jumlah keseluruhan koleksi 3.305

buah.

11

Salah satu ruangan dalam museum – Ruang keluarga