Laporan pengawetan kulit
Transcript of Laporan pengawetan kulit
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemanfaatan kulit ternak/hewan untuk
kepentingan manusia itu berjalan searah
dengan perkembangan peradaban manusia. Dari
keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan
ternak, maka kulit merupakan produk yang
memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi.
Berat kulit pada sapi, kambing dan kerbau
memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh.
Secara ekonomis kulit memiliki harga berkisar
10-15% dari harga ternak .
Sejak masa prasejarah pemanfaatan kulit
telah dikenal oleh masyarakat. Hal tersebut
terbukti dari peninggalan tertulis maupun
pahatan/relief pada batu yang menunjukkan
bagaimana proses pengolahan kulit dan
kegunaannya pada manusia sebagai pakaian
serta rumah tenda dari bahan kulit (bangsa
Indian). Di Semenanjung Asia terutama India
dan China ditemukan bukti tertulis. Di
Afrika khususnya Mesir ditemukan pakaian dari
kulit yang dipakai untuk membungkus mummy.
Di Eropa, pengembaraan bangsa Moor telah1
membawa budayanya sampai Spanyol sehingga
teknologi pengolahan kulit berkembang sampai
negara-negara Eropa lainnya. Di Museum Berlin
disimpan batu yang menggambarkan proses
pengolahan kulit harimau. Demikian pula di
British Museum kini tersimpan pakaian dan
sepatu dari kulit (mummy) dari masa
prasejarah. Perkembangan proses pengolahan
kulit secara sederhana dan pemanfaatannya di
Asia disebarkan ke Asia dan Afrika oleh
Marcopolo.
Potensi hasil ikutan berupa kulit di
Indonesia masih sangat besar, hal ini
disebabkan masih sedikitnya industri besar
yang mengelola secara intensif. Kalaupun ada
kapasitasnya belum mampu memenuhi permintaan
pasar. Sebagai contoh industri kulit hanya
mampu menghasilkan 350.000.000 sqft/tahun
sedangkan permintaan untuk industri alas kaki
maupun untuk barang jadi sebesar 673.000.000
sqft/tahun sehingga setiap tahunnya terjadi
kekurangan 323.000.000 sqft. Sebelum era
krisis moneter, pihak pemerintah dengan
syarat tertentu masih mengizinkan industri-
2
industri penyamakan kulit untuk mengimpor
kulit mentah dan awetan dari luar negeri,
dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku kulit dalam negeri yang sepenuhnya belum
mencukupi. Namun demikian sejak dimulainya
krisis moneter, pemerintah akhirnya
mengeluarkan suatu kebijakan untuk melarang
impor kulit mentah maupun kulit setengah jadi
dari luar negeri dengan alasan tingginya
harga dasar barang (naik + 300-400%) dan
pajak impor yang harus ditanggung oleh
importir akibat fluktuasi rupiah oleh mata
uang asing. Dengan langkah kebijakan
tersebut para pengusaha dalam negeri tentunya
harus menyediakan bahan mentah untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Masalah yang timbul,
apakah mutu kulit mentah maupun kulit awetan
yang dihasilkan oleh masyarakat di dalam
negeri sudah memenuhi standar yang sesuai
atau paling tidak telah mendekati standar
kualitas yang telah ditetapkan . Sebuah
fenomena yang patut kita ingat bahwa pada
saat industri perkulitan mengalami kejayaan
pesat, ekspor kulit samak (leather) merupakan
3
sumber devisa negara non migas selain kayu,
tekstil dan elektronik. Berdasarkan gambaran
tersebut, tentunya banyak hal yang harus
dikaji dan terpulang kepada, bagaimana
perkembangan ilmu dan teknologi khususnya
ilmu dan teknologi pengolahan kulit ke depan
serta kualitas SDM peternakan yang dimiliki.
Pada bagian-bagian selanjutnya akan dikaji
mengenai teknik penanganan dan pengolahan
pada kulit antara lain:a) Teknologi Pengawetan pada Kulit Mentah
Pengawetan kulit secara umum didefinisikan
sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah
terjadinya lisis atau degradasi komponen-
komponen dalam jaringan kulit. Prinsip
pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi
yang tidak cocok bagi pertumbuhan dan
perkembangbiakan mikroorganisme perusak
kulit. Hal tersebut dilakukan dengan
menurunkan kadar air sampai tingkat serendah
mungkin dengan batas tertentu sehingga
mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (± 5-
10%).
4
Pengawetan kulit memiliki beberapa tujuan
antara lain :
1.Mempertahankan struktur dan keadaan kulit
dari pengaruh lingkungan untuk sementara
waktu sebelum dilakukan proses
pengolahan/penyelesaian
2.Untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang
relatif lebih lama
3.Agar kulit dapat terkumpul sehingga dapat
dikelompokkan menurut besar dan
kualitasnya serta mengantisipasi
terjadinya over produksi karena stok kulit
yang terlalu banyak
Secara umum proses pengawetan kulit mentah
yang dikenal di Indonesia terdiri atas 4
macam, yakni :
1. Pengawetan dengan cara pengeringan +
zat kimia
2. Pengawetan dengan cara kombinasi
penggaraman dan pengeringan
3. Pengawetan dengan cara garam basah
4. Pengawetan dengan cara pengasaman
(pickling)
5
Dalam pengawetan kulit hewan terdapat
berbagai macam tipe sapi,kambing, dan ular
yang kulitnya sering di awetkan.Sapi mempunyai beberapa tipe di antaranya:
1. Sapi Limosin
Sapi Limousin kadang disebut juga Sapi Diamond
Limousine (termasuk Bos Taurus), dikembangkan
pertama di Perancis, merupakan tipe sapi pedaging
dengan perototan yang lebih baik dibandingkan Sapi
Simmental.
Secara genetik Sapi Limousin adalah sapi potong yang
berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi
tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar,
voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di
luar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan
metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata
laksana pemeliharaan lebih teratur. Sapi jenis
limousin ini merupakan salah satu yang merajai
pasar-pasar sapi di Indonesia dan merupakan sapi
primadona untuk penggemukan, karena perkembangan
tubuhnya termasuk cepat, bisa sampai 1,1 kg/hari
saat masa pertumbuhannya.Sapi lainnya yang juga
6
merajai pasar-pasar sapi adalah Sapi PO dan Sapi
Bali. Sapi jenis limousin ini sudah diternakkan di
DOMPI.
2. Sapi PO (Peranakan Ongole)
Sapi PO (singkatan dari Peranakan Ongole), di
pasaran juga sering disebut sebagai Sapi
Lokal atau Sapi Jawa atau Sapi Putih.
Sapi PO ini hasil persilangan antara pejantan
sapi Sumba Ongole (SO) dengan sapi betina
Jawa yang berwarna putih. Sapi Ongole (Bos
Indicus) sebenarnya berasal dari India,
termasuk tipe sapi pekerja dan pedaging yang
disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba
Ongole (SO).
Warna bulu sapi Ongole sendiri adalah putih
abu-abu dengan warna hitam di sekeliling
mata, mempunyai gumba dan gelambir yang besar
menggelantung, saat mencapai umur dewasa yang
jantan mempunyai berat badan kurang dari 600
7
kg dan yang betina kurang dari 450 kg .Bobot
hidup Sapi Peranakan Ongole (PO) bervariasi
mulai 220 kg hingga mencapai sekitar 600 kg.
Saat ini Sapi PO yang murni mulai sulit
ditemukan, karena telah banyak disilangkan
dengan sapi Brahman. Oleh karena itu sapi PO
sering diartikan sebagai sapi lokal berwarna
putih (keabu-abuan), berkelasa dan gelambir.
Sesuai dengan induk persilangannya, maka Sapi
PO terkenal sebagai sapi pedaging dan sapi
pekerja, mempunyai kemampuan adaptasi yang
tinggi terhadap perbedaan kondisi lingkungan,
memiliki tenaga yang kuat dan aktivitas
reproduksi induknya cepat kembali normal
setelah beranak, jantannya memiliki kualitas
semen yang baik.
Keunggulan sapi PO ini antara lain : Tahan
terhadap panas, tahan terhadap ekto dan
endoparasit; Pertumbuhan relatif cepat walau
pun adaptasi terhadap pakan kurang;
Prosentase karkas dan kualitas daging
baik.Sapi PO ini SUDAH diternakkan di DOMPI,
dan menjadi salah satu primadona utama,
relatif paling banyak dicari di pasaran.
8
3. Sapi Madura
Sapi Madura adalah salah satu sapi potong
lokal yang asli Indonesia, pada awalnya
banyak didapatkan di Pulau Madura, namun
sekarang sudah menyebar ke seluruh Jawa
Timur. Sapi Madura pada mulanya terbentuk
dari persilangan antara banteng dengan Bos
indicus atau sapi Zebu, yang secara genetik
memiliki sifat toleran terhadap iklim panas
dan lingkungan marginal serta tahan terhadap
serangan caplak.
Karakteristik sapi Madura sangat seragam,
yaitu bentuk tubuhnya kecil, kaki pendek dan
kuat, bulu berwarna merah bata agak
kekuningan tetapi bagian perut dan paha
sebelah dalam berwarna putih dengan peralihan
yang kurang jelas; bertanduk khas dan
jantannyabergumba.
Ciri-ciri umum fisik Sapi Madura adalah :9
Jantan maupun betinanya sama-sama berwarna
merah bata; Paha belakang berwarna putih;
Kaki depan berwarna merah muda; Tanduk pendek
beragam, pada betina kecil dan pendek
berukuran 10 cm, sedangkanpada jantannya
berukuran 15-20 cm; Panjang badan mirip Sapi
Bali tetapi memiliki punuk walaupun berukuran
kecil.
Secara umum, Sapi Madura memiliki beberapa
keunggulan antara lain mudah dipelihara;
Mudah berbiak dimana saja; Tahan terhadap
berbagai penyakit; Tahan terhadap pakan
kualitas rendah. Dengan keunggulan tersebut,
Sapi Madura banyak diminati oleh para
peternak bahkan para peneliti dari Negara
lain. Sudah banyak Sapi Madura dikirim ke
daerah lain .Sapi dalam kehidupan masyarakat
Madura, bukan hanya mempunyai tempat khusus
di kehidupan para petani di Madura, Sapi
Madura juga membawa pengaruh terhadap tradisi
budaya yang memberikan efek positip terhadap
kelestarian Sapi Madura ini. Sapi Madura
berjenis kelamin jantan, dimanfaatkan sebagai
"Sapi Kerapan" yang menjadi salah satu aset
10
pariwisata penting di Pulau Madura. Sapi
jenis ini belum diternakkan di DOMPI.
Tidak hanya sapi yang mempunyai beberapa tipe
kambing juga mempunyai tipe di antaranya:1. Kambing Kacang
Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama
kali dikembangkan di Indonesia. Kambing kacang merupakan
kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang
tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki
daya reproduksi yang sangat tinggi. Kambing kacang
jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing
pedaging.
Ciri-ciri kambing kacang :
a. Tubuh kambing relatif kecil dengan kepala ringan dan
kecil.
b. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek.
c. Pada umumnya memiliki warna bulu tunggal putih,
hitam, coklat, atau kombinasi ketiganya.
d. Kambing jantan maupun betina memiliki dua tanduk
pendek.
e. Berat tubuh jantan dewasa dapat mencapai 30 kg, serta
betina dewasa mencapai 25 kg. 11
f. Tinggi yang jantan 60 - 65 cm, sedangkan yang betina
56 cm.
g. Memiliki bulu pendek pada seluruh tubuh, kecuali pada
ekor dan dagu, pada kambing jantan juga tumbuh bulu
panjang sepanjang garis leher, pundak dan punggung
sampai ekor dan pantat.
2. Kambing Etawa (Kambing Jamnapari)
Kambing Ettawa atau dikenal juga dengan nama Kambing
Jamnapari, merupakan jenis kambing unggul yang memiliki
dua tipe fungsi yaitu sebagai kambing penghasil susu
maupun kambing untuk penghasil daging. Kambing Etawa
didatangkan ke Indonesia dari India.
Ciri-ciri kambing Etawa :
a. Badannya besar, tinggi gumba kambing jantan 90 cm
hingga 127 cm dan yang betina mencapai 92 cm.
b. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kg, sedangkan
betina hanya mencapai 63 kg.
c. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah.
d. Dahi dan hidungnya cembung.
e. Kambing jantan maupun betina bertanduk pendek.
12
f. Kambing Etawa mampu menghasilkan susu hingga tiga
liter per hari.
3. Kambing Kosta
Lokasi penyebaran kambing Kosta ada di sekitar
Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing ini
mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan
kadang-kadang ada yang melengkung, tanduk
pendek, bulu pendek. Kambing ini dulunya
terbentuk dari persilangan kambing Kacang dan
kambing Khasmir (kambing impor).
Warna dari kambing Kosta ini adalah coklat tua,
coklat muda, coklat merah, abu-abu sampai hitam.
Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna,
13
dan bagian yang belang umumnya didominasi oleh
warna putih. Kambing Kosta terdapat di Kabupaten
Serang, Pandeglang, dan disekitarnya serta
ditemukan pula dalam populasi kecil di wilayah
Tangerang dan DKI Jakarta. Selama ini masyarakat
hanya mengenal Kambing Kacang sebagai kambing
asli Indonesia, namun karena bentuk dan performa
Kambing Kosta menyerupai Kambing Kacang, sering
sulit dibedakan antara Kambing Kosta dengan
Kambing Kacang, padahal bila diamati secara
seksama terdapat perbedaan yang cukup
signifikan.
Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah
terdapatnya motif garis yang sejajar pada bagian
kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula
ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu
bulu rewos di bagian kaki belakang mirip bulu
rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun
tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE
dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus.
Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian
belakang sehingga cocok dan potensial untuk
dijadikan tipe pedaging. Saat ini populasi
Kambing Kosta terus menyusut.
14
Jenis-jenis ular yang kulitnya sering di awetkan
1. Ular Jali
Ular jali adalah sejenis ular pemakan tikus yang rakus,
karena itu kerap disebut pula sebagai ular tikus.
Namanya dalam bahasa lain adalah oray lingas (Sd.), ula
jali, ula koros atau ula kayu (Jw.), dan Indo-Chinese
rat snake (Ingg.). Nama ilmiahnya adalah Ptyas korrosSch
(legel, 1837).
Selain ular jali, ada beberapa jenis lain yang juga
dijuluki 'ular tikus'. Di antaranya adalah ular babi
(Elaphe flavolineata), ular sapi (Elaphe radiata) dan
ular hijau ekor coklat (Gonyosoma oxycephalum).
Kesemuanya adalah pemburu tikus yang efektif di sawah-
sawah, pekarangan rumah, bahkan sering hingga masuk ke
atap rumah.
Ular jali menyebar luas mulai dari India, Bangladesh,
Tiongkok (termasuk Hainan dan Hong Kong), Taiwan,
Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung
Malaya, Singapura, Sumatra, Jawa dan Bali; serta Borneo.
15
2 Ular Anang
Ular anang atau ular lanang (Ophiophagus hannah) adalah
ular berbisa terpanjang di dunia dengan panjang tubuh
keseluruhan mencapai sekitar 5,7 m. Akan tetapi panjang
hewan dewasa pada umumnya hanya sekitar 3 – 4,5 m
saja.Ular ini ditakuti orang karena bisanya yang
mematikan dan sifat-sifatnya yang terkenal agresif,
meskipun banyak catatan yang menunjukkan perilaku yang
sebaliknya.
Ular anang juga dikenal dengan beberapa nama lokal
seperti oray totog (sd.), ular tedung abu, tedung selor
dan lain-lain. Dalam bahasa inggris disebut king cobra
atau hamadryad.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Mengetahui teknik memotong /mematikan hewan
Pengulitan dari tubuh hewan.
Menentukan bahan kimia yang akan digunakan untuk
mengawetkan kulit16
Metode penyimpanan yang benar.
C. MANFAAT
Agar kami semua mengetahui bagaimana cara mengawetkan
kulit dengan cara penggaraman kering, jenuh, pengawetan
kering, dan pengasaman
PRAKTIKUM I
PENGAWETAN DENGAN GARAM JENUH
KULIT SAPI
A. TINJAUAN PUSTAKA
Pengawetan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
membuat kulit mentah menjadi tahan terhadap pembusukan
atau kerusakan mikroorganisme selama jangka waktu
tertentu hingga dilakukannya proses penyamakan. adanya
tenggang waktu antara lain disebabkan oleh alasan
efisiensi proses. (Eddy Purnomo, 2002). Sehingga maksud
dari pengawetan adalah mencegah hidup (tumbuh) dan
berkembang biaknya bakteri perusak.
Pengawetan kulit dengan garam jenuh adalah pengawetan
kulit dengan menggunakan garam dapur, tetapi garam dapur
tersebut dibuat dalam bentuk larutan garm jenuh, yang17
mempunyai kepekatan 20 – 240Be (boume meter). Pengawetan
kulit dengan garam jenuh ini lebih tahan lama dari pada
dengan metodde garam tabur, namun membutuhkan garam yang
lebih banyak, karena pada pengawetan garam jenuh jugs
dilakukan penaburan garam. Metode ini juga lebih lama
pelaksanaanya dibanding metode garam tabur, karena harus
direndam kedalam larutan garam jenuh 1 – 2 malam.Cara ini
dapat dilakukan untuk mngawetkan kulit sapi, kerbau,
domba dan kambing. (Dwi wulandari, 2008).
Metode pengawetan dengan menggunakan garam jenuh ini
merupakan metode yang lebih baik daripada garam tabur,
namun yang harus diingat adalah garam (NaCl) sama sekali
tidak memberikan fungsi untuk membunuh bakteri tetapi
hanya mebrikan fungsi mengurangi kadar air didalam kulit
yaitu dengan menempati ruangan dalam kulit yang biasanya
ditempati oleh air. (BBKKP, 1989)
B. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
a. Pisau seset
b. Ember dan gayung plastik
c. Baumemeter
d. Pengaduk dari kayu
e. Timbangan
f. Kuda – kuda
g. Drum / bak perendaman18
2. Bahan :
a. Kulit sapi mentah segar
b. Air
c. Desinfektan
d. Preventol CR
C. CARA KERJA
1. Penyesetan
a. Menyeset kulit yang telah lepas dari tubuh hewan
guna menghilangkan sisa – sisa daging / lemak
b. Melakukan penyesetan diatas lantai dengan bagian
daging diatas menggunakan pisau seset yang tajam
2. Pencucucian
a.Menyiram kulit yang sudah diseset dengan menggunakan
air bersih sambil disikat serta disiram terus hingga
kotorannya hilang (sampai bersih dari noda darah,
debu, dll)
b.Membalik kulit sehingga bagian bulu diatas kemudian
menyirami serta menyikat bagian bulu sampai bersih
3. Pengetusan
a.Setelah kulit dalam keadaan bersih proses
selanjutnya adalah mengetus kulit diatas kuda – kuda
selama 25 menit
4. Penimbangan
a.Setelah proses pengetusan dianggap cukup,
selanjutnya yaitu menimbang kulit
5. Pembuatan larutan garam jenuh
19
a.Membuat larutan garam jenuh dengan formmulasi
sebagai berikut :
a) Air (H2O) 200%
b) Garam dapur100 %
c) Kepekatan garam 200 – 240 Be
(formulasi dibuat dua kali lipat,dikarenakan ukuran drum perendam
yang besar sehingga memungkinkan agar kulit terendam semua)
6. Perendaman
a.Memasukkan kulit yang sudah ditimbang kedalam
larutan jenuh dengan kepekatan 200 – 240Be
b.Apabila kepekatan larutan garam tersebut turun harus
menambah garam lagi hingga kepekatan yang dicapai
minimal 200Be
c. Menambahkan desinfektan 0,6%(formulasi dibuat dua kali lipat
dikarenakan ukuran drum perendam yang besar sehingga
memungkinkan agar kulit terendam semua)
d.Mengaduk larutan tersebut selama 60 menit
e.Megusahakan kulit terendam seluruhnya
f.Membiarkan selama 1 – 2 hari.
7. Pengetusan
a.Setelah 1 – 2 hari kulit direndam, proses
selanjutnya adalah meniriskan kulit selama 25 menit
8. Penggaraman
a.Membentangkan kulit diatas meja miring (150) yang
telah ditaburi garam
b.Membentangkan kulit dengan posisi bagian bulu
dibawah, kemudian bagian daging ditaburi garam dapur
sebanyak 30% dari berat kulit seluruhnya secara rata
20
c.Membiarkan kulit selama 1 malam
d.Setelah 1 malam, esok harinya menambahkan garam
sebanyak 20%
e.Mendiamkan beberapa hari (3 – 4 hari)
9. Penyimpanan
a.Setelah 4 hari kulit dilipat dengan bagian bulu
diluar kemudian menumpuk serta menyimpannya.
D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
1. Pengamatan
Pada praktikum pengulitan dan pengawetan kulit sapi
dilakukan di RPH Giwangan, Yogyakarta kelompok kami
langsung melakukan penyesetan karena kami langsung
mendapatkan kulit yang sudah dikuliti dari tubuh
hewan.Keadaan kulit dalam kondisi baik, yakni tidak
banyak terdapat defek – defek kulit, namun ada
beberapa snei pada salah satu bagian tubuh sapi dan
masi banyak sisa-sisa daging dan lemak.Ini disebabkan
karena kesalahan pada waktu pengulitan. Dari hasil
penyesetan didapatkan berat kulit 13,9kg.
Setelah diketahui berat dari kulit tersebut,
langkah selanjutnya adalah pencucian kulit serta
membersihkannya dari noda darah dengan menyikatnya
terus menerus. Formulasi yang dipakai untuk membuat
larutan garam jenuh, yaitu :
a. Air 200%
b. Kepekatan garam 200 – 240 Be
21
c. Garam dapur / NaCl 100%
Sehingga perhitungan bahan kimia yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Air = 200% x 13,9 kg = 27,8L (28 L)
b. NaCl = 100%x 13,9 kg = 13,9 kg
(Kepekatan garam yag digunakan adalah ±≤240Be)
Pada hari berikutnya kulit diangkat dari bak
perendaman kemudian ditiriskan di kuda – kuda selama
30’ atau dengan indikator lain bahwa air dalam kulit
sudah tidak menetes lagi. Pada praktikum garam jenuh
ini menggunakan dua kali cara pengawetan, yakni
meskipun sudah direndam menggunakan larutan garam
jenuh, namun masih memungkinkan untuk melakukan
penggaraman tabur. Adapun jumlah garam yang dipakai
sebagai garam tabur adalah sebagai berikut :
a. Tahap 1 : 30% x 13,9kg =4,17kg
b. Tahap 2 : 20% x 13,9kg =2,78kg
Tahap 1 dan tahap 2 dilakukan pada hari yang
berbeda dengan selang waktu 1 hari.
2. Pembahasan
Pada pengawetan dengan garam jenuh didapatkan berat
kulit sapi setelah dikuliti sebesar 14,4 Kg. Kulit
setelah dikuliti dari tubuh hewan perlu dilakukan
penyesetan atau pembuangan sisa-sia danging dan lemak,
hal ini karena sisa daging tersesbut dapat menghalangi
penetrasi garam ke dalam kulit. Setelah itu kulit22
dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa-sisa
pembuangan daging dan mebersihkan kulit dari darah dan
kotoran lain yang masih menempel di kulit, darah ini
harus segera dibersihkan karena dapat mengundang
datangnya bakteri yang nantinya dapat mempercepat
pembusukan kulit.
Kemudian dilakukan pembuatan larutan garam jenuh
dengan kepekatan 20-24Be. Garam dapur (NaCl) teknis
yang digunakan ukuran 1-2 mm atau sebesar butiran
beras. Garam dapur yang digunakan sebagai pengawet
kulit mentah bukanlah garam murni tetapi garam teknis
yang kadarnya ± 90% NaCl.Secara teknis, jumlah garam
yang dibutuhkan untuk mencapai 1Be adalah 1,5% dari
jumlah air yang digunakan. Jadi, untuk mencapai
kepekatan 20 Be dibutuhkan : 1,5% x 20 x 13,9 L = 4,17
kg NaCl. Lalu kulit direndam 1 malam (24 jam) dan
tidak lupa menambahkan 0,6% desinfektan ke dalam
larutan garam jenuh untuk mencegah timbulnya jamur /
bakteri. Esok harinya kulit di cek lagi kadar
kejenuhannya, jika turun maka harus ditambah garam
lagi hingga mencapai kejenuhan minimum 20 Be. Lalu
kulit direndam lagi dalam tong/drum selama 1 hari agar
garam dapat bekerja dengan maksimal.
Setelah 1 hari, kulit ditus kemudian dilakukan
penggaraman (tabur). Kulit dipentangkan pada meja
miring dengan kemiringan 15 yang telah ditaburi
garam pada permukaannya. Kulit dipentang dengan bagian
bulu di bawah, lalu bagian daging/flesh ditaburi garam
23
30% dari berat kulit.Kemudian esok harinya, kulit
ditaburi garam lagi 20% dari berat kulit basah.Kulit
yang telah ditaburi garam ini lalu didiamkan beberapa
hari (2hari-4 minggu), supaya air di dalam kulit
dapat keluar.
Pada proses pengawetan dengan garam jenuh ini
dibutuhkan banyak sekali garam, hal ini dikarenakan
untuk mencapai kejenuhan 20-24Be dan juga untuk
proses penggaraman. Kejenuhan yang dicapai minimal
20Be, karena semakin pekat konsentrasi garam yang
digunakan maka semakin baik penarikan air yang ada di
dalam kulit. Dimana nantinya akan terjadi proses tarik
menarik antara air dengan garam. Garam masuk kedalam
kulit sedangkan air keluar dari kulit. Perbedaan
konsentrasi ini akan terjadi terus-menerus dan lama-
kelamaan akan melambat dan akhirnya akan berhenti saat
konsentrasi didalam dan di luar kulit sama.
Cara penyimpanan dalam gudang, kulit-kulit yang
telah dilipat dan diikat ditumpuk, dengan tinggi
tumpukan tidak boleh lebih dari 1 meter agar kulit
tidak menjadi panas sehingga rusak. Selama dalam
gudang,kulit garaman harus dijaga supaya mutunya tetap
baik dengan cara setiap 15 hari tumpukan kulit
tersebut dibongkardan kulit bagian dagingnya ditaburi
garam lagi secukupnya, kemudian kulit diitumpuk
seperti semula.
E. KESIMPULAN
24
1. Pengawetan kulit dengan garam jenuh adalah pengawetan
kulit dengan menggunakan garam dapur, tetapi garam
tersebut dibuat dalam bentuk larutan garam jenuh, yang
mempunyai kepekatan 20-24Be.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya garam ke
kulit:
a. Konsentrasi
b. Suhu
c. Tebal tipisnya kulit
d. Kandungan lemak kulit
e. Kesegaran kulit
f. Pengawetan dengan garam jenuh ini memiliki kelebihan
dan kekurangan,yaitu:
3. Keuntungan menggunakan pengawetan garam tabur yaitu
memungkinkan daya tahan kulit yang lebih lama (daya
simpan)
4. Kerugian menggunakan pengawetan garam jenuh yaitu :
a. Membutuhkan biaya yang lebih banyak dibandingkan
dengan sistem pengawetan yang lainnya
b. Membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak
c. Membutuhkan kesabaran
F. DAFTAR PUSTAKA
- http://irmangasali.blogspot.com/2012/11/teknologi-
pengawetan-dan-pengolahan.html
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kulit_sapi
25
- Wulandari, Dwi dan Wazah. 2014. Petunjuk Praktikum Teknik
Pengulitan Dan Pengawetan Kulit Semester I
Tpk/Kons.PenyamakanKulit/2 Sks Modul 1-7. Akademi Teknologi
Kulit Yogyakarta: Yogyakarta.
PRAKTIKUM KE II
PENGAWETAN KAMBING GARAMAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
Pengawetan dengan garam taburadalah pengawetan kulit
dengan menggunakan garam dapur/NaCl sebagai bahan kimia
26
utama dalam pengawetan. Sebagai bahan kimia (garam dapur)
mempunyai mekanisme kerja sebagai berikut. Selama proses
pengaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam kulit dan
keluarnya cairan dari dalam kulit, karena perbedaan
konsentrasi.
Bersama dengan keluarnya cairan dalam kulit,
partikel garam memasuki kulit lama kedalam kecepatan
proses pertukaran garam dan cairan tersebut semakin
lambat. Dengan menurunnya konsentrasi garam dalam kulit,
bahkan akhirnya pertukaran garam dan cairan tersebut
terhenti sama sekali, setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi garam di dalam dan di luar kulit.
Cara kerja yang kedua sebagai bahan pengawet adalah
garam menyerap cairan kulit, sehingga proses metabolisme
bakteri terganggu karena kekurangan cairan, bahkan
akhirnya mematikan bakteri, selain menyerap cairan kulit.
Garam juga menyerap cairan tubuh bakteri, sehingga
bakteri akan mengalami kekeringan (plasmolisis) dan akhirnya
mati.
Tidak semua garam dapat digunakan untuk pengawetan
dengan garam tabur , garam yang digunakan setidaknya
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Kemurnian garam 70-80%
2. Ukuran garam sedang (seukuran butiran beras) ±1mm-3mm
3. Tidak boleh mengandung unsure Fe, Mg, Ca karena dapat
menyebabkan penetrasi lambat/garam sulit masuk.
Ca & Mg = penetrasi lambat
Ca, Mg &Fe = sangat higroskopis
27
CaSO4 = kulit putih dan kaku
Fe dan Ca = coklat kotor dan kuning
Kecepatan penetrasi garam dipengaruhi oleh :
a. Kadar lemak
b. Ketebalan kulit
c. Kesegran kulit
d.Suhu kulit
e.Konsentrasi larutan garam
B. ALAT DAN BAHAN
Praktek pengulitan di lakukan di Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) Giwangan dan proses pengawetannya dikakukan
di Kampus I ATK Yogyakarta. Adapun alat dan bahan yang
digunakan adalah :
1. Alat :
a. Pisau seset
b. Ember
c. Gayung
d. Timbangan
e. Kuda-kuda
f. Meja miring
2. Bahan:
a. Kulit kambing mentah
b. NaCl dengan ukuran 1 – 2 mm (sebesar butiran beras)
c. Desinfektan
C. CARA KERJA
28
Untuk melakukan praktikum pengulitan dan pengawetan
dengan garam tabur kami melakukan beberapa proses tahapan
yaitu :
1. Penyesetan
a. Menyeset kulit yang telah lepas dari tubuh hewan
untuk menghilangkan sisa-sisa daging atau lemak
b. Penyesetan dilakukan diatas lantai dengan
menggunakan pisau seset
2. Pencucian
a. Kulit dimasukan kedalam ember yang berisi air
kemudian diaduk dengan tangan
b. Mengganti air bila telah kotor, sampai air bekas
cucian terhihat bersih
3. Pengetusan
a. Setelah dicuci kulit disampirkan di atas kuda-kuda
agar airnya menetes
b. Apabila airnya sudah tidak menetes mengetusan di
anggap cukup + 15 menit
4. Penimbangan
a. Penimbangan kulit sebagai acuan terhadap bahan
untuk proses selanjutnya
5 Pembuatan larutan racun
a. Menyiapkan Air 100% dari berat kulit
b. Menambahkan desinfektan 0,05% dari berat kulit
c. Kemudian mengaduknya hingga homogen
6. Peracunan
29
a. Memasukkan kulit ke dalam larutan racun, aduk dan
remas selama 10-15 menit.
b. Diusahakan kulit terendam seluruhnya agar
peracunannya sempurna (merata)
7. Pengetusan
a. Kemudian disampirkan lagi di atas kuda-kuda + 30
menit
b. Setelah airnya tidak menetes pengetusan dianggap
cukup
8. Penggaraman
a. Bentangkan kulit diatas meja miring (150) yang telah
ditaburi garam
b. Kulit paling bawah dibentang dengan bagian bulu di
bawah, lalu bagian dagingnya ditaburi dengan garam
30% c kulitnya
c. Kulit berikutnya ditaruh diatasnya dengan bagian
bulu di bawah dan bagian daging ditaburi garam 30%
seperi di atas, dan seterusnya
d. Kulit teratas digunakan sebagai penutup dengan
bagian bulu diatas
e. Biarkan semalam, kemudian esok harinya menambahkan
garam sebanyak 20% dari berat kulit dan di tumpuk
seperti semula
f. Diamkan beberapa hari (3 – 4 hari)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
30
Pada saat melakukan praktikum kami langsung
melakukan penyesetan tanpa proses pengulitan karena
kelompok kami mendapatkan kulit yang sudah dikuliti.
Kulit yang kami proses awet garaman adalah :
a. Selembar kulit kambing dengan berat 1,3kg.
b. Kemudian dicuci dengan air
c. Dilakukan pengetusan selama + 15 menit
d. Setelah itu dilakukan peracunan
1) Air 100% x 1,3kg = 1,3 liter
2) Anti Bakteri 0,3% x 1,3= 0,0039kg
=3,9 gr
3) Kemudian aduk/remas selama 30 menit
e. Ditiriskan selama +30 menit
f. Penggaraman
1) Penggaraman di hari pertama30% x 1,3=0.39 kg
2) Penggaraman di hari kedua20% x 1,3 = 0,26 kg
2. Pembahasan
Pada proses pengawetan dengan garam tabur
didapatkan berat kulit kambing setelah disest sebesar
1,3 Kg. kemudian dilakukan penyesetan dan pencucian
dari sisa-sisa daging maupun lemak, darah dan kotoran
yang tersisa pada waktu proses pengulitan. Hal ini
dikarenakan supaya tidak menghambat penetrasi garam
ke dalam kulit yang disebabkan oleh adanya sisa-sisa
daging maupun lemak. Sedangkan penggunaaan
31
desinfektan dilakukan untuk menghambat tumbuhnya
mikroorganisme yang kemungkinan bisa tumbuh pada
kulit walaupun nantinya dilakukan penggaraman, hal
ini juga dapat memperkuat daya tahan kulit terhadap
proses pembusukan.
Proses pengetusandilakukan untuk mengurangi
kadar air diluar kulit dan agar garam yang akan
ditaburkan dapat bekerja dengan sempurna yaitu dapat
menyerap air yang ada di dalam kulit. Karena apabila
kandungan air yang terdapat di luar kulit masih
banyak maka garam sebagian besar akan menyerap air
yang ada diluar, sehingga dapat mengurangi daya
penetrasi garam kedalam kulit.
Garam yang dibutuhkan pada proses pengawetan
dengan metode garam tabur ini tidak begitu banyak
tetapi merata dan dilakukan secara bertahap karena
untuk memudahkan penetrasi garam ke dalam kulit serta
menghindari garam yang mencair sehingga perlu
ditambahkan garam lagi pada hari kedua. Begitu pula
proses pengerjaannya juga tidak membutuhkan
keterampilan khusus. Selain itu waktu yang dibutuhkan
juga tidak terlalu banyak. Sehingga proses pengawetan
dengan metode ini banyak digunakan untuk proses
pengawetan kulit di Indonesia.
Garam yang sudah digunakan sebaiknya tidak
digunakan lagi karena tentunya garam tersebut sudah
terkena bakteri yang ada pada kulit yang diawetkan
32
sebelumnya. Namun, garam tersebut masih bisa
digunakan lagi asalkan diangin-anginkan atau
dipanaskan terlebih dahulu agar bakteri yang ada
mati. Pada saat menggunakannya, sebaiknya ditambah
dengan garam baru kemudian garam bekas
digunakan/ditambahkan.
E. KESIMPULAN
1. Syarat garam yang digunakan untuk mengawetkan kulit
antara lain:
a. Kemurnian garam 70-80%
b. Ukuran garam sedang (1-3 mm)
c. Tidak boleh mengandung unsur Fe, Mg, dan Ca karena
dapat menyebabkan penetrasi lambat/garam sulit
masuk
2. Keuntungan pengawetan dengan garam tabur:
a. Membutuhkan garam yang tidak terlalu banyak
b. Tidak membutuhkan keterampilan khusus
c. Tidak membutuhkan waktu yang banyak
3. Kerugian pengawetan dengan garam tabur
Daya simpan/daya tahan kulit lebih pendek dari jenis
pengawetan lain yaitu sekitar 3 hari sampai dengan 1
minggu
F. DAFTAR PUSTAKA
- Wulandari, Dwi. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Pengulitan dan
Pengawetan Kulit. Akademi Teknologi Kulit : Yogyakarta.
33
- Khopkar, S.M. 1990. Konsep Pengawetan Kulit. Universitas
Indonesia-Press : Jakarta.
- http://202.152.31.169/kulit awet garaman.pdf
- http://mahlufiokey.blogspot.com/2007/12/tugas-tht.html
PRAKTIKUM KE III
PENGAWETAN KULIT ULAR KERING
34
A. TINJAUAN PUSTAKA
Supaya kulit mentah dapat disimpan lama, maka kulitmentah perlu diawetkan untuk mencegah (menghindari)kerusakan yang disebabkan oleh bakteri perusak. Jadimaksud dari pada pengawetan kulit mentah adalah mencegahhidup (tumbuh) dan berkembang biaknya bakteri perusak.
Pengawetan dengan kering matahari adalah pengawetankulit dengan pengurangan kadar air dengan caradikeringkan dengan mengunakan sinar matahari, kadar airkulit dengan cara ini lebih rendah dari pada pengawetandengan pengasaman.
Pengawetan dengan cara ini dilakukan didaerah tropisdan biasannya dikerjakan terhadap kulit besar yaitu sapi,untuk kulit hewan kecil biasanya dengan penggaraman.Waktu yang diperlukan untuk pengeringan terngantungpada tebal tipisnya kulit dan keadaan cuaca panasmatahari.
Pengawetan dengan cara ini banyak memakan tempat,waktudan terbatasnya stok kulit mentah untuk disamak.
Pengawetan ini dilakukan pada kulit fresh yang telahdikuliti dari hewannya lalu dikeringkan dibawah sinarmatahari, dengan maksud mengurangi kadar air didalamkulit hingga mencapai batas minimum kadar air yangdiperlukan untuk hidupnya bakteri perusak.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Bahan yang digunakan:
a. Kulit ular segar
b. Desinfektan : jenis penggunaan dan fungsi seperti
pada pengawetan kulit dengan cara pengeringan
2. Peralatan yang digunakan:
35
a. Pisau seset : untuk pengulitan menghilangkan sisa
daging dan lemak pada kulit segar
b. Ember : tempat untuk mencuci kulit
c. Pisau dapur : untuk membuat lubang pada bagian tepi
kulit
d. Paku besi : untuk merentangkan kulit di papan
pementangan
e. Pukul besi : untuk menancapkan paku di papan
pementangan
f. Papan landasan : untuk landasan pada waktu membuat
lubang pada kulit hewan besar
g. Kuda – kuda : untuk mengetus kulit setelah di racun
h. Timbangan bascule : untuk menimbang kulit
i. Ember : tempat meracun kulit
j. Rak : tempat menyimpan kulit
C. METODE PRAKTIKUM
1. Penyesetan
a. Kulit yang telah lepas dari tubuh hewan / markas
perlu diseset guna menghilangkan sisa – sisa daging
/ lemak (bila ada).
b. Lakukan penyesetan diatas lantai dengan bagian
daging diatas pisau seset.
2. Penimbangan
a. Setelah kulit diseset kemudian kulit ditimbang
dan diketahui beratnya adalah 0,46 kg.
3. Pencucian
a. Kulit dimasukan ke dalam ember yang telah berisi
air dan diaduk –aduk dengan tangan.36
b. mengganti air bila telah kotor, demikian seterusnya
sampai air bekas cucian bersih.
4. Pengetusan
a. Setelah dicuci kulit disampirkan diatas kuda – kuda
agar airnya menetes.
b. Pengetusan dianggap selesai bila air tidak menetes
lagi ( ± 15 menit )
5. Pembuatan Larutan Racun
a. Menimbang H2O : 100% X 0,46 = 460 liter
b. Menimbang preventol WB : 0,3% x 460gr = 1,38 gr
c. Campurkan dan di aduk selama 30 menit.
6. Peracunan
a. Masukan kulit kedalam larutan racun, diaduk – aduk
selama 10 – 15 menit
b. Usahakan kulit terendam seluruhnya.
7. Pementangan
a. Setelah peracunan selesai kulit ditandai dan kulit
dipentang di papan landasan, kemudian bagian
pinggir kulit dipaku dengan menggunakan pukul besi.
*kulit ditandai supaya bisa mengetahui berat kulitakhir.
b. Setelah kulit dipentang kulit di jemur dengan sinar
matahari sampai kadar air dalam kulit berkurang.
8. Penjemuran
Kulit yang sudah dipentang di jemur dengan sinarmatahari agar penguapan air merata penjemuran harusdi atur posisinya
a. Jam 08.00 – 11.00
37
Kulit dijemur dengan permukaan kulit tegak luruspada arah sinar matahari.
b. Jam 11.00 – 15.00
Kulit di jemur dengan permukaan kulit sejajardengan arah sinar matahari ( kulit diletakkan ditempat yang teduh ).
c. Jam 15.00 – 17.00
Kulit dijemur di permukaan kulit menghadap sinarmatahari penjemuran selesai bila :a. keadaan kulit tembus cahaya
b. kulit kaku
c. bagian daging ditekuk berbunyi nyaring
d. lama pengeringan 3 – 5 hari (terngantung cuaca )
d. Berat kulit 40% dari berat kulit basah yaitu kg
9. Penyimpanan
1. Setelah penjemuran dan pengeringan selesai kulit
dilepas dari papan landasan.
2. Gulung kulit dari ujung ekor sampai kepala dengan
bagian sebelah dalam.
3. Simpan kulit
D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
1. Pengamatan
a. Berat kulit awal = 0,46 kg = 460 gr
b. Lama pengeringan 3 hari, kulit kaku, keadaan kulit
tebus cahaya.
c. Berat kulit akhir 40 % dari kulit basah = 0,184 kg
= 184 gr38
2. Pembahasan
Pada praktikum ini, bobot kulit ular secarakeseluruhan yang baru dilepas dari tubuh ulartersebut adalah 0,46 kg. Setelah diketahui berat darikulit tersebut, kulit diseset untuk menghilangkansisa-sisa daging dan lemak yang masih menempel padakulit.Hal ini dapat membantu dalam proses pengawetankarena daging dan lemak yang terlalu banyak menempelpada kulit dapat memperlambat atau mengganggu prosespengawetan. Langkah selanjutnya adalah pencuciankulit serta membersihkannya dari noda tanah dan darahsampai kulit berwarna putih (bersih dari darah maupunnoda-noda tanah).
Pengawetan kulit ular dengan pengeringanmenggunakan sinar matahari ini banyak dikerjakan diIndonesia. Hal ini disebabkan karena di Indonesiaterdapat cukup banyak sinar matahari bahkan bisadikatakan sepanjang tahun, selain itu karena murahnyatenaga kerja yang didapat. Ketika kulit sudahdipentang dipapan landasan dan siap untuk dijemur,diusahakan penguapan air dapat teratur dan merata disemua tempat/bagian kulit. Pengeringan/penjemuranyang dilakukan tidak boleh terlalu cepat ataupunterlalu lama. Pengeringan yang terlalu cepat akanmenyebabkan zat-zat kulit pada lapisan luar akanmengering lebih dahulu. Begitu juga sebaliknya,apabila pengeringan terlalu lama maka temperaturkulit terlalu tinggi sehingga menyebabkan berubahnyazat-zat kulit (collagen) menjadi galatin (gellatineren)yang akan menghalangi penguapan air dari lapisankulit yang bagian dalam. Apabila kulit di bagian luarsudah kering dan lapisan kulit bagian dalam masihbasah akan menyebabkan flek-flek busuk ketika kulitdisimpan lama. Sehingga penjemuran harus dilakukan
39
dengan baik dan perlu memperhatikan cara-cara sebagaiberikut:a. Penjemuran dimulai dengan bagian daging diarahkan
ke arah datangnya sinar matahari antara jam 08.00-
11.00. (Kulit tegak lurus pada arah sinar
matahari).
b. Pada waktu siang hari antara jam 11.00-15.00 kulit
didirikan hingga permukaan kulit sejajar dengan
arah datangnya/jatuhnya sinar matahari.
(Kulit diletakkan di tempat yang teduh)c. Pada jam 15.00-17.00, kulit dapat dijemur langsung
pada panas matahari
Kulit ular yang kami jemur dapat kering dalamwaktu 3 hari karena pada waktu itu panas dari sinarmataharinya bagus sekali maka kulit cepat kering.Sesudah kering, kulit kami lepas dari pentangan papanlandasan dan dilipat dua mebujur dari ekor ke arahbagian kepala, dengan bagian sisik di sebelah dalamuntuk kulit ular. Setelah itu kulit dapat disimpanlebih lama.
E. KESIMPULAN
1. Kulit yang diawet kering matahari tidak boleh terlalu
panas dan tidak boleh pula terlalu dingin dan tingkat
kekeringannya harus merata di seluruh bagian kulit.
2. Kulit dijemur dengan bantuan sinar matahari langsung
dan kulit harus dibolak-balik supaya kulit cepat
kering.
3. Pengawetan kulit dengan cara kering matahari hanya
cocok untuk di daerah tropis, karena di daerah
tropislah yang mendapatkan sinar matahari yang cukup.
40
4. Kelemahan dari pengawetan kulit dengan cara kering
matahari adalah kurang efektif dan efisien, tetapi
lebih ekonomis.
F. DAFTAR PUSTAKA
- http://id.wikipedia.org/wiki/Ular
- Wulandari Dwi, 2008, Petunjuk Praktikum Teknik Pengulitan dan
Pengawetan Kulit, Akademi Teknologi Kulit, Yogyakarta.
- Prastowo.1981.Pengawetan Kulit Mentah.Yogyakarta:Balai
Penelitian Kulit.
- Soebijarso,Koentoro.1989.Pedoman Pengawetan Kulit
Mentah.Yogyakart: Kanisius.
41