Laporan pengawetan kulit

41
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemanfaatan kulit ternak/hewan untuk kepentingan manusia itu berjalan searah dengan perkembangan peradaban manusia. Dari keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit pada sapi, kambing dan kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh. Secara ekonomis kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak . Sejak masa prasejarah pemanfaatan kulit telah dikenal oleh masyarakat. Hal tersebut terbukti dari peninggalan tertulis maupun pahatan/relief pada batu yang menunjukkan bagaimana proses pengolahan kulit dan kegunaannya pada manusia sebagai pakaian serta rumah tenda dari bahan kulit (bangsa Indian). Di Semenanjung Asia terutama India dan China ditemukan bukti tertulis. Di Afrika khususnya Mesir ditemukan pakaian dari kulit yang dipakai untuk membungkus mummy. Di Eropa, pengembaraan bangsa Moor telah 1

Transcript of Laporan pengawetan kulit

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemanfaatan kulit ternak/hewan untuk

kepentingan manusia itu  berjalan searah

dengan perkembangan peradaban manusia. Dari

keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan

ternak, maka  kulit merupakan produk yang

memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. 

Berat kulit pada sapi, kambing  dan kerbau

memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh.

Secara ekonomis kulit memiliki harga berkisar

10-15% dari harga ternak .

 Sejak masa prasejarah  pemanfaatan kulit

telah dikenal oleh masyarakat.  Hal tersebut

terbukti dari peninggalan tertulis maupun

pahatan/relief pada batu yang menunjukkan

bagaimana proses pengolahan kulit dan

kegunaannya pada manusia sebagai pakaian

serta rumah tenda dari bahan kulit (bangsa

Indian). Di Semenanjung Asia terutama India

dan China ditemukan  bukti tertulis.  Di

Afrika khususnya Mesir ditemukan pakaian dari

kulit yang dipakai untuk membungkus mummy. 

Di Eropa, pengembaraan bangsa Moor telah1

membawa budayanya sampai Spanyol sehingga

teknologi pengolahan kulit berkembang sampai

negara-negara Eropa lainnya. Di Museum Berlin

disimpan batu yang menggambarkan proses

pengolahan kulit harimau.  Demikian pula di

British Museum kini tersimpan pakaian dan

sepatu dari kulit (mummy) dari masa

prasejarah.  Perkembangan proses pengolahan

kulit secara sederhana dan pemanfaatannya di

Asia disebarkan ke Asia dan Afrika oleh

Marcopolo.

Potensi hasil ikutan berupa kulit di

Indonesia masih sangat besar, hal ini

disebabkan masih sedikitnya industri besar

yang mengelola secara intensif.  Kalaupun ada

kapasitasnya belum mampu memenuhi permintaan

pasar.  Sebagai contoh industri kulit hanya

mampu menghasilkan 350.000.000 sqft/tahun

sedangkan permintaan untuk industri alas kaki

maupun untuk barang jadi sebesar 673.000.000

sqft/tahun sehingga setiap tahunnya  terjadi

kekurangan 323.000.000 sqft. Sebelum era

krisis moneter, pihak pemerintah dengan

syarat tertentu masih mengizinkan industri-

2

industri penyamakan kulit untuk mengimpor

kulit mentah dan awetan dari luar negeri,

dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan bahan

baku kulit dalam negeri yang sepenuhnya belum

mencukupi. Namun demikian sejak dimulainya

krisis moneter, pemerintah akhirnya

mengeluarkan suatu kebijakan untuk melarang

impor kulit mentah maupun kulit setengah jadi

dari luar negeri dengan alasan tingginya

harga dasar barang (naik + 300-400%) dan

pajak impor yang harus ditanggung oleh

importir akibat fluktuasi rupiah oleh mata

uang asing.  Dengan langkah kebijakan

tersebut para pengusaha dalam negeri tentunya

harus menyediakan bahan mentah untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri.  Masalah yang timbul,

apakah mutu kulit mentah maupun kulit awetan

yang dihasilkan oleh masyarakat di dalam

negeri sudah memenuhi standar yang sesuai

atau paling tidak telah mendekati standar

kualitas yang telah ditetapkan .  Sebuah

fenomena yang patut kita ingat bahwa pada

saat industri perkulitan mengalami kejayaan

pesat, ekspor kulit samak (leather) merupakan

3

sumber devisa negara non migas selain kayu,

tekstil dan elektronik.  Berdasarkan gambaran

tersebut, tentunya banyak hal yang harus

dikaji dan terpulang kepada, bagaimana

perkembangan ilmu dan teknologi khususnya

ilmu dan teknologi pengolahan kulit ke depan

serta kualitas SDM peternakan yang dimiliki. 

Pada bagian-bagian selanjutnya akan dikaji

mengenai teknik penanganan dan pengolahan

pada kulit antara lain:a) Teknologi Pengawetan pada Kulit Mentah 

Pengawetan kulit secara umum didefinisikan

sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah

terjadinya lisis atau degradasi komponen-

komponen dalam jaringan kulit.  Prinsip

pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi

yang tidak cocok bagi pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroorganisme perusak

kulit.  Hal tersebut dilakukan dengan

menurunkan kadar air sampai tingkat serendah

mungkin dengan batas tertentu sehingga

mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (± 5-

10%). 

4

Pengawetan kulit memiliki beberapa tujuan

antara lain :

1.Mempertahankan struktur dan keadaan kulit

dari pengaruh lingkungan untuk sementara

waktu  sebelum dilakukan proses

pengolahan/penyelesaian

2.Untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang

relatif lebih lama

3.Agar kulit dapat terkumpul sehingga dapat

dikelompokkan menurut besar dan

kualitasnya serta mengantisipasi

terjadinya over produksi karena stok kulit

yang terlalu banyak

Secara umum proses pengawetan kulit mentah

yang dikenal di Indonesia terdiri atas 4

macam, yakni :

1.    Pengawetan dengan cara pengeringan +

zat kimia

2.    Pengawetan dengan cara kombinasi

penggaraman dan pengeringan

3.    Pengawetan dengan cara garam basah

4.    Pengawetan dengan cara pengasaman

(pickling)

5

Dalam pengawetan kulit hewan terdapat

berbagai macam tipe sapi,kambing, dan ular

yang kulitnya sering di awetkan.Sapi mempunyai beberapa tipe di antaranya:

1. Sapi Limosin

Sapi Limousin kadang disebut juga Sapi Diamond

Limousine (termasuk Bos Taurus), dikembangkan

pertama di Perancis, merupakan tipe sapi pedaging

dengan perototan yang lebih baik dibandingkan Sapi

Simmental.

Secara genetik Sapi Limousin adalah sapi potong yang

berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi

tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar,

voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di

luar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan

metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata

laksana pemeliharaan lebih teratur. Sapi jenis

limousin ini merupakan salah satu yang merajai

pasar-pasar sapi di Indonesia dan merupakan sapi

primadona untuk penggemukan, karena perkembangan

tubuhnya termasuk cepat, bisa sampai 1,1 kg/hari

saat masa pertumbuhannya.Sapi lainnya yang juga

6

merajai pasar-pasar sapi adalah Sapi PO dan Sapi

Bali. Sapi jenis limousin ini sudah diternakkan di

DOMPI.

2. Sapi PO (Peranakan Ongole)

Sapi PO (singkatan dari Peranakan Ongole), di

pasaran juga sering disebut sebagai Sapi

Lokal atau Sapi Jawa atau Sapi Putih.

Sapi PO ini hasil persilangan antara pejantan

sapi Sumba Ongole (SO) dengan sapi betina

Jawa yang berwarna putih. Sapi Ongole (Bos

Indicus) sebenarnya berasal dari India,

termasuk tipe sapi pekerja dan pedaging yang

disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba

Ongole (SO).

Warna bulu sapi Ongole sendiri adalah putih

abu-abu dengan warna hitam di sekeliling

mata, mempunyai gumba dan gelambir yang besar

menggelantung, saat mencapai umur dewasa yang

jantan mempunyai berat badan kurang dari 600

7

kg dan yang betina kurang dari 450 kg .Bobot

hidup Sapi Peranakan Ongole (PO) bervariasi

mulai 220 kg hingga mencapai sekitar 600 kg.

Saat ini Sapi PO yang murni mulai sulit

ditemukan, karena telah banyak disilangkan

dengan sapi Brahman. Oleh karena itu sapi PO

sering diartikan sebagai sapi lokal berwarna

putih (keabu-abuan), berkelasa dan gelambir.

Sesuai dengan induk persilangannya, maka Sapi

PO terkenal sebagai sapi pedaging dan sapi

pekerja, mempunyai kemampuan adaptasi yang

tinggi terhadap perbedaan kondisi lingkungan,

memiliki tenaga yang kuat dan aktivitas

reproduksi induknya cepat kembali normal

setelah beranak, jantannya memiliki kualitas

semen yang baik.

Keunggulan sapi PO ini antara lain : Tahan

terhadap panas, tahan terhadap ekto dan

endoparasit; Pertumbuhan relatif cepat walau

pun adaptasi terhadap pakan kurang;

Prosentase karkas dan kualitas daging

baik.Sapi PO ini SUDAH diternakkan di DOMPI,

dan menjadi salah satu primadona utama,

relatif paling banyak dicari di pasaran.

8

3. Sapi Madura

Sapi Madura adalah salah satu sapi potong

lokal yang asli Indonesia, pada awalnya

banyak didapatkan di Pulau Madura, namun

sekarang sudah menyebar ke seluruh Jawa

Timur. Sapi Madura pada mulanya terbentuk

dari persilangan antara banteng dengan Bos

indicus atau sapi Zebu, yang secara genetik

memiliki sifat toleran terhadap iklim panas

dan lingkungan marginal serta tahan terhadap

serangan caplak.

Karakteristik sapi Madura sangat seragam,

yaitu bentuk tubuhnya kecil, kaki pendek dan

kuat, bulu berwarna merah bata agak

kekuningan tetapi bagian perut dan paha

sebelah dalam berwarna putih dengan peralihan

yang kurang jelas; bertanduk khas dan

jantannyabergumba.

Ciri-ciri umum fisik Sapi Madura adalah :9

Jantan maupun betinanya sama-sama berwarna

merah bata; Paha belakang berwarna putih;

Kaki depan berwarna merah muda; Tanduk pendek

beragam, pada betina kecil dan pendek

berukuran 10 cm, sedangkanpada jantannya

berukuran 15-20 cm; Panjang badan mirip Sapi

Bali tetapi memiliki punuk walaupun berukuran

kecil.

Secara umum, Sapi Madura memiliki beberapa

keunggulan antara lain mudah dipelihara;

Mudah berbiak dimana saja; Tahan terhadap

berbagai penyakit; Tahan terhadap pakan

kualitas rendah. Dengan keunggulan tersebut,

Sapi Madura banyak diminati oleh para

peternak bahkan para peneliti dari Negara

lain. Sudah banyak Sapi Madura dikirim ke

daerah lain .Sapi dalam kehidupan masyarakat

Madura, bukan hanya mempunyai tempat khusus

di kehidupan para petani di Madura, Sapi

Madura juga membawa pengaruh terhadap tradisi

budaya yang memberikan efek positip terhadap

kelestarian Sapi Madura ini. Sapi Madura

berjenis kelamin jantan, dimanfaatkan sebagai

"Sapi Kerapan" yang menjadi salah satu aset

10

pariwisata penting di Pulau Madura. Sapi

jenis ini belum diternakkan di DOMPI.

Tidak hanya sapi yang mempunyai beberapa tipe

kambing juga mempunyai tipe di antaranya:1. Kambing Kacang

Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama

kali dikembangkan di Indonesia. Kambing kacang merupakan

kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang

tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki

daya reproduksi yang sangat tinggi. Kambing kacang

jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing

pedaging.

Ciri-ciri kambing kacang :

a. Tubuh kambing relatif kecil dengan kepala ringan dan

kecil.

b. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek.

c. Pada umumnya memiliki warna bulu tunggal putih,

hitam, coklat, atau kombinasi ketiganya.

d. Kambing jantan maupun betina memiliki dua tanduk

pendek.

e. Berat tubuh jantan dewasa dapat mencapai 30 kg, serta

betina dewasa mencapai 25 kg. 11

f. Tinggi yang jantan 60 - 65 cm, sedangkan yang betina

56 cm.

g. Memiliki bulu pendek pada seluruh tubuh, kecuali pada

ekor dan dagu, pada kambing jantan juga tumbuh bulu

panjang sepanjang garis leher, pundak dan punggung

sampai ekor dan pantat.

2. Kambing Etawa (Kambing Jamnapari)

Kambing Ettawa atau dikenal juga dengan nama Kambing

Jamnapari, merupakan jenis kambing unggul yang memiliki

dua tipe fungsi yaitu sebagai kambing penghasil susu

maupun kambing untuk penghasil daging. Kambing Etawa

didatangkan ke Indonesia dari India.

Ciri-ciri kambing Etawa :

a. Badannya besar, tinggi gumba kambing jantan 90 cm

hingga 127 cm dan yang betina mencapai 92 cm.

b. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kg, sedangkan

betina hanya mencapai 63 kg.

c. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah.

d. Dahi dan hidungnya cembung.

e. Kambing jantan maupun betina bertanduk pendek.

12

f. Kambing Etawa mampu menghasilkan susu hingga tiga

liter per hari.

3. Kambing Kosta

Lokasi penyebaran kambing Kosta ada di sekitar

Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing ini

mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan

kadang-kadang ada yang melengkung, tanduk

pendek, bulu pendek. Kambing ini dulunya

terbentuk dari persilangan kambing Kacang dan

kambing Khasmir (kambing impor).

Warna dari kambing Kosta ini adalah coklat tua,

coklat muda, coklat merah, abu-abu sampai hitam.

Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna,

13

dan bagian yang belang umumnya didominasi oleh

warna putih. Kambing Kosta terdapat di Kabupaten

Serang, Pandeglang, dan disekitarnya serta

ditemukan pula dalam populasi kecil di wilayah

Tangerang dan DKI Jakarta. Selama ini masyarakat

hanya mengenal Kambing Kacang sebagai kambing

asli Indonesia, namun karena bentuk dan performa

Kambing Kosta menyerupai Kambing Kacang, sering

sulit dibedakan antara Kambing Kosta dengan

Kambing Kacang, padahal bila diamati secara

seksama terdapat perbedaan yang cukup

signifikan.

Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah

terdapatnya motif garis yang sejajar pada bagian

kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula

ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu

bulu rewos di bagian kaki belakang mirip bulu

rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun

tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE

dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus.

Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian

belakang sehingga cocok dan potensial untuk

dijadikan tipe pedaging. Saat ini populasi

Kambing Kosta terus menyusut.

14

Jenis-jenis ular yang kulitnya sering di awetkan

1. Ular Jali

Ular jali adalah sejenis ular pemakan tikus yang rakus,

karena itu kerap disebut pula sebagai ular tikus.

Namanya dalam bahasa lain adalah oray lingas (Sd.), ula

jali, ula koros atau ula kayu (Jw.), dan Indo-Chinese

rat snake (Ingg.). Nama ilmiahnya adalah Ptyas korrosSch

(legel, 1837).

Selain ular jali, ada beberapa jenis lain yang juga

dijuluki 'ular tikus'. Di antaranya adalah ular babi

(Elaphe flavolineata), ular sapi (Elaphe radiata) dan

ular hijau ekor coklat (Gonyosoma oxycephalum).

Kesemuanya adalah pemburu tikus yang efektif di sawah-

sawah, pekarangan rumah, bahkan sering hingga masuk ke

atap rumah.

Ular jali menyebar luas mulai dari India, Bangladesh,

Tiongkok (termasuk Hainan dan Hong Kong), Taiwan,

Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung

Malaya, Singapura, Sumatra, Jawa dan Bali; serta Borneo.

15

2 Ular Anang

Ular anang atau ular lanang (Ophiophagus hannah) adalah

ular berbisa terpanjang di dunia dengan panjang tubuh

keseluruhan mencapai sekitar 5,7 m. Akan tetapi panjang

hewan dewasa pada umumnya hanya sekitar 3 – 4,5 m

saja.Ular ini ditakuti orang karena bisanya yang

mematikan dan sifat-sifatnya yang terkenal agresif,

meskipun banyak catatan yang menunjukkan perilaku yang

sebaliknya.

Ular anang juga dikenal dengan beberapa nama lokal

seperti oray totog (sd.), ular tedung abu, tedung selor

dan lain-lain. Dalam bahasa inggris disebut king cobra

atau hamadryad.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Mengetahui teknik memotong /mematikan hewan

Pengulitan dari tubuh hewan.

Menentukan bahan kimia yang akan digunakan untuk

mengawetkan kulit16

Metode penyimpanan yang benar.

C. MANFAAT

Agar kami semua mengetahui bagaimana cara mengawetkan

kulit dengan cara penggaraman kering, jenuh, pengawetan

kering, dan pengasaman

PRAKTIKUM I

PENGAWETAN DENGAN GARAM JENUH

KULIT SAPI

A. TINJAUAN PUSTAKA

Pengawetan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk

membuat kulit mentah menjadi tahan terhadap pembusukan

atau kerusakan mikroorganisme selama jangka waktu

tertentu hingga dilakukannya proses penyamakan. adanya

tenggang waktu antara lain disebabkan oleh alasan

efisiensi proses. (Eddy Purnomo, 2002). Sehingga maksud

dari pengawetan adalah mencegah hidup (tumbuh) dan

berkembang biaknya bakteri perusak.

Pengawetan kulit dengan garam jenuh adalah pengawetan

kulit dengan menggunakan garam dapur, tetapi garam dapur

tersebut dibuat dalam bentuk larutan garm jenuh, yang17

mempunyai kepekatan 20 – 240Be (boume meter). Pengawetan

kulit dengan garam jenuh ini lebih tahan lama dari pada

dengan metodde garam tabur, namun membutuhkan garam yang

lebih banyak, karena pada pengawetan garam jenuh jugs

dilakukan penaburan garam. Metode ini juga lebih lama

pelaksanaanya dibanding metode garam tabur, karena harus

direndam kedalam larutan garam jenuh 1 – 2 malam.Cara ini

dapat dilakukan untuk mngawetkan kulit sapi, kerbau,

domba dan kambing. (Dwi wulandari, 2008).

Metode pengawetan dengan menggunakan garam jenuh ini

merupakan metode yang lebih baik daripada garam tabur,

namun yang harus diingat adalah garam (NaCl) sama sekali

tidak memberikan fungsi untuk membunuh bakteri tetapi

hanya mebrikan fungsi mengurangi kadar air didalam kulit

yaitu dengan menempati ruangan dalam kulit yang biasanya

ditempati oleh air. (BBKKP, 1989)

B. ALAT DAN BAHAN

1. Alat :

a. Pisau seset

b. Ember dan gayung plastik

c. Baumemeter

d. Pengaduk dari kayu

e. Timbangan

f. Kuda – kuda

g. Drum / bak perendaman18

2. Bahan :

a. Kulit sapi mentah segar

b. Air

c. Desinfektan

d. Preventol CR

C. CARA KERJA

1. Penyesetan

a. Menyeset kulit yang telah lepas dari tubuh hewan

guna menghilangkan sisa – sisa daging / lemak

b. Melakukan penyesetan diatas lantai dengan bagian

daging diatas menggunakan pisau seset yang tajam

2. Pencucucian

a.Menyiram kulit yang sudah diseset dengan menggunakan

air bersih sambil disikat serta disiram terus hingga

kotorannya hilang (sampai bersih dari noda darah,

debu, dll)

b.Membalik kulit sehingga bagian bulu diatas kemudian

menyirami serta menyikat bagian bulu sampai bersih

3. Pengetusan

a.Setelah kulit dalam keadaan bersih proses

selanjutnya adalah mengetus kulit diatas kuda – kuda

selama 25 menit

4. Penimbangan

a.Setelah proses pengetusan dianggap cukup,

selanjutnya yaitu menimbang kulit

5. Pembuatan larutan garam jenuh

19

a.Membuat larutan garam jenuh dengan formmulasi

sebagai berikut :

a) Air (H2O) 200%

b) Garam dapur100 %

c) Kepekatan garam 200 – 240 Be

(formulasi dibuat dua kali lipat,dikarenakan ukuran drum perendam

yang besar sehingga memungkinkan agar kulit terendam semua)

6. Perendaman

a.Memasukkan kulit yang sudah ditimbang kedalam

larutan jenuh dengan kepekatan 200 – 240Be

b.Apabila kepekatan larutan garam tersebut turun harus

menambah garam lagi hingga kepekatan yang dicapai

minimal 200Be

c. Menambahkan desinfektan 0,6%(formulasi dibuat dua kali lipat

dikarenakan ukuran drum perendam yang besar sehingga

memungkinkan agar kulit terendam semua)

d.Mengaduk larutan tersebut selama 60 menit

e.Megusahakan kulit terendam seluruhnya

f.Membiarkan selama 1 – 2 hari.

7. Pengetusan

a.Setelah 1 – 2 hari kulit direndam, proses

selanjutnya adalah meniriskan kulit selama 25 menit

8. Penggaraman

a.Membentangkan kulit diatas meja miring (150) yang

telah ditaburi garam

b.Membentangkan kulit dengan posisi bagian bulu

dibawah, kemudian bagian daging ditaburi garam dapur

sebanyak 30% dari berat kulit seluruhnya secara rata

20

c.Membiarkan kulit selama 1 malam

d.Setelah 1 malam, esok harinya menambahkan garam

sebanyak 20%

e.Mendiamkan beberapa hari (3 – 4 hari)

9. Penyimpanan

a.Setelah 4 hari kulit dilipat dengan bagian bulu

diluar kemudian menumpuk serta menyimpannya.

D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Pengamatan

Pada praktikum pengulitan dan pengawetan kulit sapi

dilakukan di RPH Giwangan, Yogyakarta kelompok kami

langsung melakukan penyesetan karena kami langsung

mendapatkan kulit yang sudah dikuliti dari tubuh

hewan.Keadaan kulit dalam kondisi baik, yakni tidak

banyak terdapat defek – defek kulit, namun ada

beberapa snei pada salah satu bagian tubuh sapi dan

masi banyak sisa-sisa daging dan lemak.Ini disebabkan

karena kesalahan pada waktu pengulitan. Dari hasil

penyesetan didapatkan berat kulit 13,9kg.

Setelah diketahui berat dari kulit tersebut,

langkah selanjutnya adalah pencucian kulit serta

membersihkannya dari noda darah dengan menyikatnya

terus menerus. Formulasi yang dipakai untuk membuat

larutan garam jenuh, yaitu :

a. Air 200%

b. Kepekatan garam 200 – 240 Be

21

c. Garam dapur / NaCl 100%

Sehingga perhitungan bahan kimia yang digunakan

adalah sebagai berikut :

a. Air = 200% x 13,9 kg = 27,8L (28 L)

b. NaCl = 100%x 13,9 kg = 13,9 kg

(Kepekatan garam yag digunakan adalah ±≤240Be)

Pada hari berikutnya kulit diangkat dari bak

perendaman kemudian ditiriskan di kuda – kuda selama

30’ atau dengan indikator lain bahwa air dalam kulit

sudah tidak menetes lagi. Pada praktikum garam jenuh

ini menggunakan dua kali cara pengawetan, yakni

meskipun sudah direndam menggunakan larutan garam

jenuh, namun masih memungkinkan untuk melakukan

penggaraman tabur. Adapun jumlah garam yang dipakai

sebagai garam tabur adalah sebagai berikut :

a. Tahap 1 : 30% x 13,9kg =4,17kg

b. Tahap 2 : 20% x 13,9kg =2,78kg

Tahap 1 dan tahap 2 dilakukan pada hari yang

berbeda dengan selang waktu 1 hari.

2. Pembahasan

Pada pengawetan dengan garam jenuh didapatkan berat

kulit sapi setelah dikuliti sebesar 14,4 Kg. Kulit

setelah dikuliti dari tubuh hewan perlu dilakukan

penyesetan atau pembuangan sisa-sia danging dan lemak,

hal ini karena sisa daging tersesbut dapat menghalangi

penetrasi garam ke dalam kulit. Setelah itu kulit22

dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa-sisa

pembuangan daging dan mebersihkan kulit dari darah dan

kotoran lain yang masih menempel di kulit, darah ini

harus segera dibersihkan karena dapat mengundang

datangnya bakteri yang nantinya dapat mempercepat

pembusukan kulit.

Kemudian dilakukan pembuatan larutan garam jenuh

dengan kepekatan 20-24Be. Garam dapur (NaCl) teknis

yang digunakan ukuran 1-2 mm atau sebesar butiran

beras. Garam dapur yang digunakan sebagai pengawet

kulit mentah bukanlah garam murni tetapi garam teknis

yang kadarnya ± 90% NaCl.Secara teknis, jumlah garam

yang dibutuhkan untuk mencapai 1Be adalah 1,5% dari

jumlah air yang digunakan. Jadi, untuk mencapai

kepekatan 20 Be dibutuhkan : 1,5% x 20 x 13,9 L = 4,17

kg NaCl. Lalu kulit direndam 1 malam (24 jam) dan

tidak lupa menambahkan 0,6% desinfektan ke dalam

larutan garam jenuh untuk mencegah timbulnya jamur /

bakteri. Esok harinya kulit di cek lagi kadar

kejenuhannya, jika turun maka harus ditambah garam

lagi hingga mencapai kejenuhan minimum 20 Be. Lalu

kulit direndam lagi dalam tong/drum selama 1 hari agar

garam dapat bekerja dengan maksimal.

Setelah 1 hari, kulit ditus kemudian dilakukan

penggaraman (tabur). Kulit dipentangkan pada meja

miring dengan kemiringan 15 yang telah ditaburi

garam pada permukaannya. Kulit dipentang dengan bagian

bulu di bawah, lalu bagian daging/flesh ditaburi garam

23

30% dari berat kulit.Kemudian esok harinya, kulit

ditaburi garam lagi 20% dari berat kulit basah.Kulit

yang telah ditaburi garam ini lalu didiamkan beberapa

hari (2hari-4 minggu), supaya air di dalam kulit

dapat keluar.

Pada proses pengawetan dengan garam jenuh ini

dibutuhkan banyak sekali garam, hal ini dikarenakan

untuk mencapai kejenuhan 20-24Be dan juga untuk

proses penggaraman. Kejenuhan yang dicapai minimal

20Be, karena semakin pekat konsentrasi garam yang

digunakan maka semakin baik penarikan air yang ada di

dalam kulit. Dimana nantinya akan terjadi proses tarik

menarik antara air dengan garam. Garam masuk kedalam

kulit sedangkan air keluar dari kulit. Perbedaan

konsentrasi ini akan terjadi terus-menerus dan lama-

kelamaan akan melambat dan akhirnya akan berhenti saat

konsentrasi didalam dan di luar kulit sama.

Cara penyimpanan dalam gudang, kulit-kulit yang

telah dilipat dan diikat ditumpuk, dengan tinggi

tumpukan tidak boleh lebih dari 1 meter agar kulit

tidak menjadi panas sehingga rusak. Selama dalam

gudang,kulit garaman harus dijaga supaya mutunya tetap

baik dengan cara setiap 15 hari tumpukan kulit

tersebut dibongkardan kulit bagian dagingnya ditaburi

garam lagi secukupnya, kemudian kulit diitumpuk

seperti semula.

E. KESIMPULAN

24

1. Pengawetan kulit dengan garam jenuh adalah pengawetan

kulit dengan menggunakan garam dapur, tetapi garam

tersebut dibuat dalam bentuk larutan garam jenuh, yang

mempunyai kepekatan 20-24Be.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya garam ke

kulit:

a. Konsentrasi

b. Suhu

c. Tebal tipisnya kulit

d. Kandungan lemak kulit

e. Kesegaran kulit

f. Pengawetan dengan garam jenuh ini memiliki kelebihan

dan kekurangan,yaitu:

3. Keuntungan menggunakan pengawetan garam tabur yaitu

memungkinkan daya tahan kulit yang lebih lama (daya

simpan)

4. Kerugian menggunakan pengawetan garam jenuh yaitu :

a. Membutuhkan biaya yang lebih banyak dibandingkan

dengan sistem pengawetan yang lainnya

b. Membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak

c. Membutuhkan kesabaran

F. DAFTAR PUSTAKA

- http://irmangasali.blogspot.com/2012/11/teknologi-

pengawetan-dan-pengolahan.html

- http://id.wikipedia.org/wiki/Kulit_sapi

25

- Wulandari, Dwi dan Wazah. 2014. Petunjuk Praktikum Teknik

Pengulitan Dan Pengawetan Kulit Semester I

Tpk/Kons.PenyamakanKulit/2 Sks Modul 1-7. Akademi Teknologi

Kulit Yogyakarta: Yogyakarta.

PRAKTIKUM KE II

PENGAWETAN KAMBING GARAMAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

Pengawetan dengan garam taburadalah pengawetan kulit

dengan menggunakan garam dapur/NaCl sebagai bahan kimia

26

utama dalam pengawetan. Sebagai bahan kimia (garam dapur)

mempunyai mekanisme kerja sebagai berikut. Selama proses

pengaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam kulit dan

keluarnya cairan dari dalam kulit, karena perbedaan

konsentrasi.

Bersama dengan keluarnya cairan dalam kulit,

partikel garam memasuki kulit lama kedalam kecepatan

proses pertukaran garam dan cairan tersebut semakin

lambat. Dengan menurunnya konsentrasi garam dalam kulit,

bahkan akhirnya pertukaran garam dan cairan tersebut

terhenti sama sekali, setelah terjadi keseimbangan

konsentrasi garam di dalam dan di luar kulit.

Cara kerja yang kedua sebagai bahan pengawet adalah

garam menyerap cairan kulit, sehingga proses metabolisme

bakteri terganggu karena kekurangan cairan, bahkan

akhirnya mematikan bakteri, selain menyerap cairan kulit.

Garam juga menyerap cairan tubuh bakteri, sehingga

bakteri akan mengalami kekeringan (plasmolisis) dan akhirnya

mati.

Tidak semua garam dapat digunakan untuk pengawetan

dengan garam tabur , garam yang digunakan setidaknya

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Kemurnian garam 70-80%

2. Ukuran garam sedang (seukuran butiran beras) ±1mm-3mm

3. Tidak boleh mengandung unsure Fe, Mg, Ca karena dapat

menyebabkan penetrasi lambat/garam sulit masuk.

Ca & Mg = penetrasi lambat

Ca, Mg &Fe = sangat higroskopis

27

CaSO4 = kulit putih dan kaku

Fe dan Ca = coklat kotor dan kuning

Kecepatan penetrasi garam dipengaruhi oleh :

a. Kadar lemak

b. Ketebalan kulit

c. Kesegran kulit

d.Suhu kulit

e.Konsentrasi larutan garam

B. ALAT DAN BAHAN

Praktek pengulitan di lakukan di Rumah Pemotongan

Hewan (RPH) Giwangan dan proses pengawetannya dikakukan

di Kampus I ATK Yogyakarta. Adapun alat dan bahan yang

digunakan adalah :

1. Alat :

a. Pisau seset

b. Ember

c. Gayung

d. Timbangan

e. Kuda-kuda

f. Meja miring

2. Bahan:

a. Kulit kambing mentah

b. NaCl dengan ukuran 1 – 2 mm (sebesar butiran beras)

c. Desinfektan

C. CARA KERJA

28

Untuk melakukan praktikum pengulitan dan pengawetan

dengan garam tabur kami melakukan beberapa proses tahapan

yaitu :

1. Penyesetan

a. Menyeset kulit yang telah lepas dari tubuh hewan

untuk menghilangkan sisa-sisa daging atau lemak

b. Penyesetan dilakukan diatas lantai dengan

menggunakan pisau seset

2. Pencucian

a. Kulit dimasukan kedalam ember yang berisi air

kemudian diaduk dengan tangan

b. Mengganti air bila telah kotor, sampai air bekas

cucian terhihat bersih

3. Pengetusan

a. Setelah dicuci kulit disampirkan di atas kuda-kuda

agar airnya menetes

b. Apabila airnya sudah tidak menetes mengetusan di

anggap cukup + 15 menit

4. Penimbangan

a. Penimbangan kulit sebagai acuan terhadap bahan

untuk proses selanjutnya

5 Pembuatan larutan racun

a. Menyiapkan Air 100% dari berat kulit

b. Menambahkan desinfektan 0,05% dari berat kulit

c. Kemudian mengaduknya hingga homogen

6. Peracunan

29

a. Memasukkan kulit ke dalam larutan racun, aduk dan

remas selama 10-15 menit.

b. Diusahakan kulit terendam seluruhnya agar

peracunannya sempurna (merata)

7. Pengetusan

a. Kemudian disampirkan lagi di atas kuda-kuda + 30

menit

b. Setelah airnya tidak menetes pengetusan dianggap

cukup

8. Penggaraman

a. Bentangkan kulit diatas meja miring (150) yang telah

ditaburi garam

b. Kulit paling bawah dibentang dengan bagian bulu di

bawah, lalu bagian dagingnya ditaburi dengan garam

30% c kulitnya

c. Kulit berikutnya ditaruh diatasnya dengan bagian

bulu di bawah dan bagian daging ditaburi garam 30%

seperi di atas, dan seterusnya

d. Kulit teratas digunakan sebagai penutup dengan

bagian bulu diatas

e. Biarkan semalam, kemudian esok harinya menambahkan

garam sebanyak 20% dari berat kulit dan di tumpuk

seperti semula

f. Diamkan beberapa hari (3 – 4 hari)

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

30

Pada saat melakukan praktikum kami langsung

melakukan penyesetan tanpa proses pengulitan karena

kelompok kami mendapatkan kulit yang sudah dikuliti.

Kulit yang kami proses awet garaman adalah :

a. Selembar kulit kambing dengan berat 1,3kg.

b. Kemudian dicuci dengan air

c. Dilakukan pengetusan selama + 15 menit

d. Setelah itu dilakukan peracunan

1) Air 100% x 1,3kg = 1,3 liter

2) Anti Bakteri 0,3% x 1,3= 0,0039kg

=3,9 gr

3) Kemudian aduk/remas selama 30 menit

e. Ditiriskan selama +30 menit

f. Penggaraman

1) Penggaraman di hari pertama30% x 1,3=0.39 kg

2) Penggaraman di hari kedua20% x 1,3 = 0,26 kg

2. Pembahasan

Pada proses pengawetan dengan garam tabur

didapatkan berat kulit kambing setelah disest sebesar

1,3 Kg. kemudian dilakukan penyesetan dan pencucian

dari sisa-sisa daging maupun lemak, darah dan kotoran

yang tersisa pada waktu proses pengulitan. Hal ini

dikarenakan supaya tidak menghambat penetrasi garam

ke dalam kulit yang disebabkan oleh adanya sisa-sisa

daging maupun lemak. Sedangkan penggunaaan

31

desinfektan dilakukan untuk menghambat tumbuhnya

mikroorganisme yang kemungkinan bisa tumbuh pada

kulit walaupun nantinya dilakukan penggaraman, hal

ini juga dapat memperkuat daya tahan kulit terhadap

proses pembusukan.

Proses pengetusandilakukan untuk mengurangi

kadar air diluar kulit dan agar garam yang akan

ditaburkan dapat bekerja dengan sempurna yaitu dapat

menyerap air yang ada di dalam kulit. Karena apabila

kandungan air yang terdapat di luar kulit masih

banyak maka garam sebagian besar akan menyerap air

yang ada diluar, sehingga dapat mengurangi daya

penetrasi garam kedalam kulit.

Garam yang dibutuhkan pada proses pengawetan

dengan metode garam tabur ini tidak begitu banyak

tetapi merata dan dilakukan secara bertahap karena

untuk memudahkan penetrasi garam ke dalam kulit serta

menghindari garam yang mencair sehingga perlu

ditambahkan garam lagi pada hari kedua. Begitu pula

proses pengerjaannya juga tidak membutuhkan

keterampilan khusus. Selain itu waktu yang dibutuhkan

juga tidak terlalu banyak. Sehingga proses pengawetan

dengan metode ini banyak digunakan untuk proses

pengawetan kulit di Indonesia.

Garam yang sudah digunakan sebaiknya tidak

digunakan lagi karena tentunya garam tersebut sudah

terkena bakteri yang ada pada kulit yang diawetkan

32

sebelumnya. Namun, garam tersebut masih bisa

digunakan lagi asalkan diangin-anginkan atau

dipanaskan terlebih dahulu agar bakteri yang ada

mati. Pada saat menggunakannya, sebaiknya ditambah

dengan garam baru kemudian garam bekas

digunakan/ditambahkan.

E. KESIMPULAN

1. Syarat garam yang digunakan untuk mengawetkan kulit

antara lain:

a. Kemurnian garam 70-80%

b. Ukuran garam sedang (1-3 mm)

c. Tidak boleh mengandung unsur Fe, Mg, dan Ca karena

dapat menyebabkan penetrasi lambat/garam sulit

masuk

2. Keuntungan pengawetan dengan garam tabur:

a. Membutuhkan garam yang tidak terlalu banyak

b. Tidak membutuhkan keterampilan khusus

c. Tidak membutuhkan waktu yang banyak

3. Kerugian pengawetan dengan garam tabur

Daya simpan/daya tahan kulit lebih pendek dari jenis

pengawetan lain yaitu sekitar 3 hari sampai dengan 1

minggu

F. DAFTAR PUSTAKA

- Wulandari, Dwi. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Pengulitan dan

Pengawetan Kulit. Akademi Teknologi Kulit : Yogyakarta.

33

- Khopkar, S.M. 1990. Konsep Pengawetan Kulit. Universitas

Indonesia-Press : Jakarta.

- http://202.152.31.169/kulit awet garaman.pdf

- http://mahlufiokey.blogspot.com/2007/12/tugas-tht.html

PRAKTIKUM KE III

PENGAWETAN KULIT ULAR KERING

34

A. TINJAUAN PUSTAKA

Supaya kulit mentah dapat disimpan lama, maka kulitmentah perlu diawetkan untuk mencegah (menghindari)kerusakan yang disebabkan oleh bakteri perusak. Jadimaksud dari pada pengawetan kulit mentah adalah mencegahhidup (tumbuh) dan berkembang biaknya bakteri perusak.

Pengawetan dengan kering matahari adalah pengawetankulit dengan pengurangan kadar air dengan caradikeringkan dengan mengunakan sinar matahari, kadar airkulit dengan cara ini lebih rendah dari pada pengawetandengan pengasaman.

Pengawetan dengan cara ini dilakukan didaerah tropisdan biasannya dikerjakan terhadap kulit besar yaitu sapi,untuk kulit hewan kecil biasanya dengan penggaraman.Waktu yang diperlukan untuk pengeringan terngantungpada tebal tipisnya kulit dan keadaan cuaca panasmatahari.

Pengawetan dengan cara ini banyak memakan tempat,waktudan terbatasnya stok kulit mentah untuk disamak.

Pengawetan ini dilakukan pada kulit fresh yang telahdikuliti dari hewannya lalu dikeringkan dibawah sinarmatahari, dengan maksud mengurangi kadar air didalamkulit hingga mencapai batas minimum kadar air yangdiperlukan untuk hidupnya bakteri perusak.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Bahan yang digunakan:

a. Kulit ular segar

b. Desinfektan : jenis penggunaan dan fungsi seperti

pada pengawetan kulit dengan cara pengeringan

2. Peralatan yang digunakan:

35

a. Pisau seset : untuk pengulitan menghilangkan sisa

daging dan lemak pada kulit segar

b. Ember : tempat untuk mencuci kulit

c. Pisau dapur : untuk membuat lubang pada bagian tepi

kulit

d. Paku besi : untuk merentangkan kulit di papan

pementangan

e. Pukul besi : untuk menancapkan paku di papan

pementangan

f. Papan landasan : untuk landasan pada waktu membuat

lubang pada kulit hewan besar

g. Kuda – kuda : untuk mengetus kulit setelah di racun

h. Timbangan bascule : untuk menimbang kulit

i. Ember : tempat meracun kulit

j. Rak : tempat menyimpan kulit

C. METODE PRAKTIKUM

1. Penyesetan

a. Kulit yang telah lepas dari tubuh hewan / markas

perlu diseset guna menghilangkan sisa – sisa daging

/ lemak (bila ada).

b. Lakukan penyesetan diatas lantai dengan bagian

daging diatas pisau seset.

2. Penimbangan

a. Setelah kulit diseset kemudian kulit ditimbang

dan diketahui beratnya adalah 0,46 kg.

3. Pencucian

a. Kulit dimasukan ke dalam ember yang telah berisi

air dan diaduk –aduk dengan tangan.36

b. mengganti air bila telah kotor, demikian seterusnya

sampai air bekas cucian bersih.

4. Pengetusan

a. Setelah dicuci kulit disampirkan diatas kuda – kuda

agar airnya menetes.

b. Pengetusan dianggap selesai bila air tidak menetes

lagi ( ± 15 menit )

5. Pembuatan Larutan Racun

a. Menimbang H2O : 100% X 0,46 = 460 liter

b. Menimbang preventol WB : 0,3% x 460gr = 1,38 gr

c. Campurkan dan di aduk selama 30 menit.

6. Peracunan

a. Masukan kulit kedalam larutan racun, diaduk – aduk

selama 10 – 15 menit

b. Usahakan kulit terendam seluruhnya.

7. Pementangan

a. Setelah peracunan selesai kulit ditandai dan kulit

dipentang di papan landasan, kemudian bagian

pinggir kulit dipaku dengan menggunakan pukul besi.

*kulit ditandai supaya bisa mengetahui berat kulitakhir.

b. Setelah kulit dipentang kulit di jemur dengan sinar

matahari sampai kadar air dalam kulit berkurang.

8. Penjemuran

Kulit yang sudah dipentang di jemur dengan sinarmatahari agar penguapan air merata penjemuran harusdi atur posisinya

a. Jam 08.00 – 11.00

37

Kulit dijemur dengan permukaan kulit tegak luruspada arah sinar matahari.

b. Jam 11.00 – 15.00

Kulit di jemur dengan permukaan kulit sejajardengan arah sinar matahari ( kulit diletakkan ditempat yang teduh ).

c. Jam 15.00 – 17.00

Kulit dijemur di permukaan kulit menghadap sinarmatahari penjemuran selesai bila :a. keadaan kulit tembus cahaya

b. kulit kaku

c. bagian daging ditekuk berbunyi nyaring

d. lama pengeringan 3 – 5 hari (terngantung cuaca )

d. Berat kulit 40% dari berat kulit basah yaitu kg

9. Penyimpanan

1. Setelah penjemuran dan pengeringan selesai kulit

dilepas dari papan landasan.

2. Gulung kulit dari ujung ekor sampai kepala dengan

bagian sebelah dalam.

3. Simpan kulit

D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Pengamatan

a. Berat kulit awal = 0,46 kg = 460 gr

b. Lama pengeringan 3 hari, kulit kaku, keadaan kulit

tebus cahaya.

c. Berat kulit akhir 40 % dari kulit basah = 0,184 kg

= 184 gr38

2. Pembahasan

Pada praktikum ini, bobot kulit ular secarakeseluruhan yang baru dilepas dari tubuh ulartersebut adalah 0,46 kg. Setelah diketahui berat darikulit tersebut, kulit diseset untuk menghilangkansisa-sisa daging dan lemak yang masih menempel padakulit.Hal ini dapat membantu dalam proses pengawetankarena daging dan lemak yang terlalu banyak menempelpada kulit dapat memperlambat atau mengganggu prosespengawetan. Langkah selanjutnya adalah pencuciankulit serta membersihkannya dari noda tanah dan darahsampai kulit berwarna putih (bersih dari darah maupunnoda-noda tanah).

Pengawetan kulit ular dengan pengeringanmenggunakan sinar matahari ini banyak dikerjakan diIndonesia. Hal ini disebabkan karena di Indonesiaterdapat cukup banyak sinar matahari bahkan bisadikatakan sepanjang tahun, selain itu karena murahnyatenaga kerja yang didapat. Ketika kulit sudahdipentang dipapan landasan dan siap untuk dijemur,diusahakan penguapan air dapat teratur dan merata disemua tempat/bagian kulit. Pengeringan/penjemuranyang dilakukan tidak boleh terlalu cepat ataupunterlalu lama. Pengeringan yang terlalu cepat akanmenyebabkan zat-zat kulit pada lapisan luar akanmengering lebih dahulu. Begitu juga sebaliknya,apabila pengeringan terlalu lama maka temperaturkulit terlalu tinggi sehingga menyebabkan berubahnyazat-zat kulit (collagen) menjadi galatin (gellatineren)yang akan menghalangi penguapan air dari lapisankulit yang bagian dalam. Apabila kulit di bagian luarsudah kering dan lapisan kulit bagian dalam masihbasah akan menyebabkan flek-flek busuk ketika kulitdisimpan lama. Sehingga penjemuran harus dilakukan

39

dengan baik dan perlu memperhatikan cara-cara sebagaiberikut:a. Penjemuran dimulai dengan bagian daging diarahkan

ke arah datangnya sinar matahari antara jam 08.00-

11.00. (Kulit tegak lurus pada arah sinar

matahari).

b. Pada waktu siang hari antara jam 11.00-15.00 kulit

didirikan hingga permukaan kulit sejajar dengan

arah datangnya/jatuhnya sinar matahari.

(Kulit diletakkan di tempat yang teduh)c. Pada jam 15.00-17.00, kulit dapat dijemur langsung

pada panas matahari

Kulit ular yang kami jemur dapat kering dalamwaktu 3 hari karena pada waktu itu panas dari sinarmataharinya bagus sekali maka kulit cepat kering.Sesudah kering, kulit kami lepas dari pentangan papanlandasan dan dilipat dua mebujur dari ekor ke arahbagian kepala, dengan bagian sisik di sebelah dalamuntuk kulit ular. Setelah itu kulit dapat disimpanlebih lama.

E. KESIMPULAN

1. Kulit yang diawet kering matahari tidak boleh terlalu

panas dan tidak boleh pula terlalu dingin dan tingkat

kekeringannya harus merata di seluruh bagian kulit.

2. Kulit dijemur dengan bantuan sinar matahari langsung

dan kulit harus dibolak-balik supaya kulit cepat

kering.

3. Pengawetan kulit dengan cara kering matahari hanya

cocok untuk di daerah tropis, karena di daerah

tropislah yang mendapatkan sinar matahari yang cukup.

40

4. Kelemahan dari pengawetan kulit dengan cara kering

matahari adalah kurang efektif dan efisien, tetapi

lebih ekonomis.

F. DAFTAR PUSTAKA

- http://id.wikipedia.org/wiki/Ular

- Wulandari Dwi, 2008, Petunjuk Praktikum Teknik Pengulitan dan

Pengawetan Kulit, Akademi Teknologi Kulit, Yogyakarta.

- Prastowo.1981.Pengawetan Kulit Mentah.Yogyakarta:Balai

Penelitian Kulit.

- Soebijarso,Koentoro.1989.Pedoman Pengawetan Kulit

Mentah.Yogyakart: Kanisius.

41