LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

25
Bidang Unggulan : Unggulan Perguruan Tinggi Kode/Nama Rumpun Ilmu: 251/Kedokteran hewan LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI PENGEMBANGAN BUAH PINANG SEBAGAI ANTHELMINTIKA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK Tahun ke 2 dari Rencana 2 Tahun Tim Peneliti Drh.AA Gde Arjana, M.Kes NIDN:0026125608 Drh. I Made Sukada, MP NIDN:0024107308 Dr. drh. N. Adi Suratma, MP NIDN:0005036009 Dibiayai dari Dana BOPTN Universitas Udayana dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian No: 104.20/UN14.2/PNL.01.03.00/2014 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA 2014

Transcript of LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

Bidang Unggulan : Unggulan Perguruan TinggiKode/Nama Rumpun Ilmu: 251/Kedokteran hewan

LAPORAN

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PENGEMBANGAN BUAH PINANG SEBAGAI ANTHELMINTIKA

DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK

Tahun ke 2 dari Rencana 2 Tahun

Tim PenelitiDrh.AA Gde Arjana, M.Kes NIDN:0026125608Drh. I Made Sukada, MP NIDN:0024107308Dr. drh. N. Adi Suratma, MP NIDN:0005036009

Dibiayai dari Dana BOPTN Universitas Udayana dengan Surat PerjanjianPenugasan Penelitian No: 104.20/UN14.2/PNL.01.03.00/2014

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS UDAYANA

2014

i

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan

Yang Maha Esa, atas berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan

akhir penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi tahap 2 dengan judul : Pengembangan

Buah Pinang Sebagai Anthelmintika dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas

Ternak.

Dengan telah selasainya laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada

Rektor Universitas Udayana, Ketua Lembaga Penelitian Universitas Udayana atas

kesempatan dan dukungan dana yang diberikan. Ucapan yang sama disampaikan pula

kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah berkontribusi

sehingga pelaksanaan penelitian ini dapat berjalan lancar.

Semoga laporan hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca maupun peneliti

yang lain.

Tim Peneliti.

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iKATA PENGANTAR .......................................................................................... iiDAFTAR ISI ...................................................................................................... iiiDAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ivDAFTAR TABEL ............................................................................................... vABSTRAK ............................................................................................................. viBAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ………………………………………….. 11.2. Tujuan Penelitian …………………………………………………… 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 6

3.1. Ektraksi .............................................................................................. 63.2. Uji Efikasi Pada Infeksi Alami .......................................................... 63.3. Uji Toksisitas .................................................................................... 63.4. Pemeriksaan Histopatologi Hati ....................................................... 63.5. Pemeriksaan Histopatologi Ginjal .................................................... 73.6. Pemeriksaan SGOT dan SGPT ........................................................ 73.7. Pemeriksaan Kreatinin dan Ureum .................................................. 73.8. Analisis Data .................................................................................... 7

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………… ................................... 8BAB V. KESIMPULAN dan SARAN …………………………………………… 14DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 15LAMPIRAN ........................................................................................................... 17

iv

DAFTAR GAMBAR

Gb.1. Histopatologi hati tikus putih kontrol ..................................................... 10Gb. 2. Histopatologi hati tikus putih dosis 0,2 cc.............................................. 10Gb. 3. Histopatologi hati tikus putih dosis 0,4 cc ............................................ 10Gb. 4. Histopatologi hati tikus putih dosis 0,8 cc ........................................... 10Gb. 5. Histopatologi ginjal tikus putih kontrol .................................................. 11Gb. 6. Histopatologi ginjal tikus putih dosis 0,2 cc .......................................... 11Gb. 7. Histopatologi ginjal tikus putih dosis 0,4 cc ......................................... 11Gb. 8. Histopatologi ginjal tikus putih dosis 0,8 cc ......................................... 11Gb. 9. Ekstrak buah pinang ............................................................................. 17Gb. 10. Perlakuan hewan coba ....................................................................... 17Gb. 11. Perlakuan kambing in vivo ................................................................ 17

v

DAFTAR TABEL

Tabel. 1. Rata-rata kadar SGOT ......................................................................... 8Tabel. 2. Rata-rata kadar SGPT .......................................................................... 8Tabel. 3. Rata-rata kadar urea ............................................................................ 9Tabel. 4. Rata-rata kadar kreatinin .................................................................... 9Tabel. 5. Uji efikasi infeksi alami ..................................................................... 12

vi

ABSTRAK

Buah pinang(Areca cathecu L) dikenal sebagai obat tradisional yang berkhasiatsebagai anthelmintik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksisitas ekstrak buahpinang pada tikus putih dengan mengukur kadar SGOT.SGPT. Kreatinin, Urea dan perubahanpatologis hati, ginjal dan uji efikasi infeksi alami secara in vivo berdasarkan FECRT terhadapcacing Haemonchus contortus . Dosis ekstrak buah pinang yang digunakan untuk uji toksisitasadalah 0 cc, 0,2 cc, 0,4 cc, 0,8 cc dan untuk uji efikasi dengan konsentrasi 0%, 10%, 20% dan30%. Analisis data menggunakan ANOVA.

Hasil yang diperoleh ekstrak buah pinang tidak mengakibatkan terjadinya toksisitaspada tikus putih yaitu kadar SGPT, SGOT, Kreatinin dan Urea tidak terjadi peningkatan dantidak terjadi perubahan patologis pada hati dan ginjal. Uji efikasi secara in vivo berdasarkanFECRT konsentrasi 20% (77,5%) dan 30% (82,5%).Kata kunci : buah pinang, anthelmintik, Haemonchus contortus, toksisitas

ABSTRACT

Beetle nut (Areaca cathecu L) is famous for traditional medicine that is effective fortreatment against helmints. This research aims were to identify the toxicity effects of beetlenut extract in rats by measuring SGOT and SGPT, creatinin, ureum, and pathological changesof hepar, kidney and in vivo based on FECRT againts Haemonchus contortus. Doses of beetlenut extract that used for toxicity test were: 0 cc, 0.2 cc, 0.4 cc, 0.8 cc, while for efficacy testusing 0%, 10%, 20% and 30% concentrations. Data were analyzed using ANOVA.

The results showed no toxicity effect observed on SGPT, SGOT, as well as creatinine,and ureum were no increased observed. Additionally, no pathological changes occured onhepar and kidney of the rats. In vivo efficacy test based on FECRT at 20% concentration was77.5% and at 30% was 82.5%.

Key word : Beetle nut, anthelmintic, Haemonchus contortus, toxicity

.

1

BAB I .

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Penelitian

Infeksi cacing gastrointestinal pada ruminansia kecil menimbulkan kerugian ekonomi

yang cukup tinggi. Penyakit ini lebih sering ditemukan di negara-negara berkembang, yang

erat sekali hubungannya dengan manajemen penanganan penyakit yang rendah. Kondisi

seperti ini masih sering dijumpai pada peternakan kambing sekala kecil di Indonesia sehingga

produktivitas ternak kambing masih relatif rendah. Damriyasa dan Bauer (2007) melaporkan

100% dari 60 ekor kambing yang diperiksa melalui nekropsi dan koproskopis terinfeksi oleh

salah satu atau gabungan cacing gastrointestinal. Untuk itu perlu pendekatan yang

terintegrasi serta efektif dalam menangani penyakit tersebut. Gabungan antara manajemen

peternakan dan pemberian obat cacing merupakan langkah umum dalam pengendalian

penyakit tersebut. Untuk daerah pedesaan dan peternakan dengan sistem tradisional obat-

obatan sintetis modern relatif mahal sehingga tidak terjangkau oleh peternak skala kecil.

Penggunaan obat-obatan sintetis tidak terlepas dengan masalah baru yang ditimbulkan

misalnya terhadap pencemaran lingkungan, serta berbahaya juga terhadap konsumen apabila

residu obat cacing tersebut masih berada pada produk hasil ternak. Dampak berikutnya yang

cukup penting diperhatikan dari penggunaan obat-obatan sintetis adalah munculnya resistensi

sehingga otomatis akan menurunkan efektivitas dari obat tersebut. Masalah terakhir ini

merupakan masalah yang serius mendapat perhatian.

Pengobatan dengan menggunakan tanaman berkhasiat obat merupakan salah satu

alternatif yang dipilih untuk memperkecil adanya efek samping karena pemberian obat

sintetis. Telah banyak diketahui tanaman obat yang berkhasiat sebagai anthelmintik yang

banyak digunakan saat ini. Salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai anthelmintik

adalah buah pinang (Areca cathecu L)

Buah pinang (Areca cathecu L) secara empiris telah lama digunakan sebagai

anthelmintik. Buah pinang mengandung 0,3-0,6% alkaloid seperti arekolin, arekolidin,

arekain, guvakolin, guvasine, dan isoguvasin. Selain itu juga mengandung red tanin 15%,

lemak 14%. Selain sebagai anthelmintik buah pinang juga berkhasiat sebagai antioksidan,

immuno supresandan sebagai antifertilitas (Jaiswal, et al, 2011).

Toksisitas pada tanaman yang berkhasiat obat dapat terjadi apabila diberikan secara

berlebihan. Dalam jangka waktu yang lama pemberian tanaman yang berkhasiat obat

2

dikhawatirkan akan terakumulasi dalam jaringan atau organ tubuh seperti hati dan ginjal yang

dapat menyebabkan kerusakan pada organ tersebut. (Kunts, 1984).

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan mempunyai banyak fungsi dimana

salah satu fungsi utama nya adalah memetabolisme obat terutama yang diberikan secara oral.

Biasanya proses detoksifikasi dari berbagai komponen obat memproduksi komponen dengan

toksisitas yang lebih tinggi dan sering menyaebabkan terjadinya perubahabn patologis.

(Sherlock, 2004). Untuk mengetahui perubahan fungsi hati biasa dilakukan pemeriksaan

secara histopatologis dan pengukuran dari SGOT dan SGPT. Peningkatan kadar SGOT dan

SGPT menunjukkan perubahan fungsi hati. (Baynes dan Dominiczak, 2005).

Ginjal merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam tubuh, organ ini

berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin.Ginjal

merupakan organ tubuh yang rentan terhadap pengaruh zat-zat kimia karena ginjal berfungsi

menyaring sisa hasil metabolisme dari darah sehingga kemungkinan terjadinya perubahan

patologik sangat tinggi. (Corwin, 2001). Untuk mengetahui perubahan fungsi ginjal bisa

dilakukan pemeriksaan secara histopatologis dan pengukuran kadar kreatinin dan ureum.

Peningkatan kadar kreatinin dan ureum menunjukkan adanya perubahan fungsi ginjal

(Pravitasari, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Nuri (2007), pemberian buah pinang secara invitro

pada babi yang menderita infeksi Ascaris suum untuk mengetahui hasil terapi serta uji

toksisitas akut dan subakut tidak menunjukkan perubahan patologis pada hati, ginjal, otak dan

jantung.

Pada penelitian Tahap I didapatkan hasil Ekstrak buah pinang pada konsentrasi 20%

dan 30 % mempunyai daya vermisidal ,larvacidal dan ovisidal terhadap cacing dewasa, larva

dan telur cacing Haemonchus contortus secara invitro. Dalam aplikasi Efek vermisidal pada

kambing diperlukan keamanan penggunaan obat herbal (buah pinang) maka diperlukan uji

toksisitas.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian pengembangan buah pinang sebagai fitofarmaka dalam penanganan pada

hewan bertujuan untuk:

1. Mengetahui efek toksisitas pemberian buah pinang

2. Mengetahui efek efikasi buah pinang terhadap infeksi alami cacing H. contortus

3

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

Helminthiasis atau infeksi cacing pada ternak sampai saat ini masih merupakan

penyakit ternak yang mendapat perhatian penting akibat kerugian ekonomi yang

ditimbulkannya. Penyakit ini lebih sering ditemukan di negara-negara berkembang seperti

Indonesia yang lebih dikaitkan kurangnya manajemen serta tidak adanya program

penanggulangan terhadap penyakit tersebut. Hal ini disebabkan oleh obat-obatan sintetis

yang tersedia untuk itu kurang dapat terjangkau oleh masyarakat peternak skala kecil

sehingga kurang efisien dalam peningkatan produksi ternak. Permasalahan lain yang dihadapi

dalam penggunaan antelmintika kimiawi adalah munculnya spesies-spesies cacing tertentu

yang resisten terhadap obat tersebut, disamping juga masalah residu zat kimia dan toksisitas.

Oleh karena itu pada penelitian ini dikembangkan obat asal alam (buah pinang: Areca catechu

L) sebagai anthelmintika pada hewan.

Anthelmintik sintetik modern dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok sesuai

dengan kerja obat tersebut terhadap cacing, kelompok benzimidazole bekerja dengan merusak

betha-tubulin cacing, kelompok imidazothiazole bekerja pada reseptor nicotinic

achethylcholine sedangkan kelompok macrocyclice lactone bekerja pada channels glutamate-

gate chloride. Sampai saat ini belum ada kajian ilmiah yang mendalam tentang buah pinang

sebagai obat cacing khususnya pada hewan (Stefek et al. 2004).

Telah dilakukan penelitian pendahuluan pemberian serbuk buah pinang pada babi

yang terinfeksi secara alami oleh beberapa cacing nematoda pada saluran penceraan.

Penelitian ini dilakukan tahun 2006 yang didanai dari small research grant dari ACIAR. Pada

penelitian tersebut babi yang terinfeksi secara alami oleh Ascaris suum, Trichuris suis dan

Oesophagostomum spp diobati dengan serbuk buah pinang dengan dosis 15 dan 20 gram/50

kg berat badan. Efektifitas serbuk buah pinang terhadap cacing saluran pencernaan tersebut

diukur berdasarkan faecal egg count reduction test (FECRT) dan number of worm reduction

Test (NWRT). Hasil penelitian tersebut menunjukkan dosis 15 gram/50 kg berat badan efetif

menurunkan infeksi cacing gastrintestinal tersebut diatas.

Buah pinang (Areca cathecu L) secara empiris telah lama digunakan sebagai

anthelmintik. Buah pinang mengandung 0,3-0,6% alkaloid seperti arekolin, arekolidin,

arekain, guvakolin, guvasine, dan isoguvasin. Selain itu juga mengandung red tanin 15%,

lemak 14%. Selain sebagai anthelmintik buah pinang juga berkhasiat sebagai antioksidan,

immuno supresandan sebagai antifertilitas (Jaiswal, et al, 2011).

4

Anthelmintik sintetik modern dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok sesuai

dengan kerja obat tersebut terhadap cacing, kelompok benzimidazole bekerja dengan merusak

betha-tubulin cacing, kelompok imidazothiazole bekerja pada reseptor nicotinic

achethylcholine sedangkan kelompok macrocyclice lactone bekerja pada channels glutamate-

gate chloride. Sampai saat ini belum ada kajian ilmiah yang mendalam tentang buah pinang

sebagai obat cacing khususnya pada hewan (Stefek et al. 2004).

Telah dilakukan penelitian pendahuluan pemberian serbuk buah pinang pada babi

yang terinfeksi secara alami oleh beberapa cacing nematoda pada saluran penceraan.

Penelitian ini dilakukan tahun 2006 yang didanai dari small research grant dari ACIAR. Pada

penelitian tersebut babi yang terinfeksi secara alami oleh Ascaris suum, Trichuris suis dan

Oesophagostomum spp diobati dengan serbuk buah pinang dengan dosis 15 dan 20 gram/50

kg berat badan. Efektifitas serbuk buah pinang terhadap cacing saluran pencernaan tersebut

diukur berdasarkan faecal egg count reduction test (FECRT) dan number of worm reduction

Test (NWRT). Hasil penelitian tersebut menunjukkan dosis 15 gram/50 kg berat badan efetif

menurunkan infeksi cacing gastrintestinal tersebut diatas.

Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi berbagai organ. Hal yang

sering terjadi adalah keracunan pada hati, keracuna pada ginjal, pada syaraf, jantung (Dian

2010). Ada beberapa fakor yang mempengaruhi terjadinya toksisitas yaitu dosis, spesies,

lama pemberian, berat badan dan jenis kelamin. Penggunaan obat herbal yang tidak sesuai

dapat mengakibatkan keracunan akibat terjadinya interaksi kimia dalam tubuh.

Hati adalah organ yang sangat penting dan memliki aneka fungsi dalam proses

metabolisme sehingga organ ini sering terpapar zat kimia. Zat tersebut akan mengalami

detoksikasi dan inaktivasi sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tubuh. Kerusakan hati oleh

obat atau zat kimia dapat terjadi jika cadangan daya tahan hati berkurang dan kemampuan

regenerasi sel hati hilang dan selanjutnya akan mengalami kerukan permananen. (Linawati,

2000). Tipe kerusakan organ hati tergantung pada tipe agen toksikannya, berat intoksikasi dan

lama menderita baik akut maupun kronis (Hodgoson dan Levi, 2000). Hati mempunyai enzim

yang disebut SGOT dan SGPT. Enzim ini digunakan untuk mengetahui perubahan fungsi hati,

dimana kalau terjadi peningkatan SGOT dan SGPT menunjukkan adanya perubahan

hepatoseluler (Baynes dan Dominiczak, 2005).

Ginjal merupakan suatu sistem filtrasi alami tubuh yang mempunyai beberapa fungsi

utama yaitu menyaring produk hasil metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh, menjaga

5

keseimbangan cairan tubuh dan pH cairan tubuh. Dalam menjalankan fungsinya banyak

kondisi yang dapat yang dapat memmpengaruhi fungsi kerja ginjal baik secara akut maupun

kronis. Ginjal merupakan organ tubuh yang paling rentan terhadap pengaruh zat toksik dan

mudah terjadi gangguan fungsi ginjal yang menerima 25-30% sirkulasi darah serta sebagai

organ eksresi. (Retno dan Retno, 2006). Ginjal rawan terhadap zat-zat kimia. Oleh karena itu,

zat kimia yang banyak berada di dalam ginjal diduga akan mengakibatkan kerusakan sel,

seperti piknosis dan kongesti. Untuk mengetahui fungsi ginjal dengan melihat nilai kadar

kreatinin dan ureum. Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin dan arginin. Ureum

(Blood Urea Nitrogen) atau dikenal dengan BUN merupakan hasil metabolisme protein

normal. Pemeriksaan kadar kreatinin dan ureum (BUN) merupakan dua hal yang penting

dalam menentukan kelainan-kelainan fungsi ginjal, hal ini disebabkan karena apabila terjadi

peningkatan yang signifikan kedua komponen tersebut dalam darah merupakan akibat dari

kelainan fungsi ginjal. (Fajar, 2004)..

6

BAB III

METODA PENELITIAN

Penelitian Tahap 2

3.1. Ekstraksi.

Serbuk dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 95%. Sebanyak 500 g serbuk

simplisia dimasukkan ke dalam bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian penyari yaitu

etanol 95% (4,2L), ditutup dan dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya sambil

berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari sari diserkai , ampas diperas. Ampas ditambah 25

bagian cair penyari 1,3L (etanol 95%) lalu diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh

sari sebanyak 100 bagian . Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari

cahaya selama 2 hari. Endapan kemudian dipisahkan dan diperoleh ekstrak cair. Setelah itu

ekstrak yang diperoleh dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 30 -

40 C lalu dipekatkan lagi dengan menggunakan waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental

biji pinang.

3.2. Uji Efikasi Pada Infeksi Alami.

Uji efikasi pada kambing yang terinfeksi secara alami oleh cacing Haemonchus

contortus dilakukan pada 10 ekor kambing yang secara koproskopis positif terinfeksi Un H.

contortus dengan EPG diatas 500. Dosis yang digunakan disesuaikan dengan hasil yang

diperoleh pada penelitian tahun pertama yaitu konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Pada hari 14

pasca pengobatan terakhir dilakukan uji efektivitas dengan menentukan FECRT serta

dilkukan pemeriksaan post mortum untuk menentukan jumlah cacing yang masih tersisa.

3.3. Uji toksisitas

Uji toksisitas menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norverdicus) sebanyak 20

ekor

3.4. Pemeriksaan histopatologis hati.

Pembuatan preparat histopalogis dilakukan sesuai metode Kierman (1990). Yaitu

organ hati difiksasi dengan larutan Netral Buffer Formalin 10%. Kemudian dipotong-potong.

Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I

dan absolut II. Lalu dilakukan penjernihan dengan xylol dan dimasukkan ke blok-blok

parafin. Blok-blok parafin dipotong menggunakan mikrotom. Hasil potongan diapungkan

7

dalam waterbath. Sediaan diletakkan pada obyek gelas dan dilakukan pewrnaan HE

(Hematoxyline dan Eosin).. Sediaan kemudian dilihat dibawah mikroskop.

3.5. Pemeriksaan histopatologis ginjal

Pembuatan preparat histopalogis dilakukan sesuai metode Kierman (1990). Yaitu organ ginjal

difiksasi dengan larutan Netral Buffer Formalin 10%. Kemudian dipotong-potong.

Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I

dan absolut II. Lalu dilakukan penjernihan dengan xylol dan dimasukkan ke blok-blok

parafin. Blok-blok parafin dipotong menggunakan mikrotom. Hasil potongan diapungkan

dalam waterbath. Sediaan diletakkan pada obyek gelas dan dilakukan pewrnaan HE

(Hematoxyline dan Eosin). Sediaan kemudian dilihat dibawah mikrosko

3.6. Pemeriksaan SGOT dan SGPT.

Pemeriksaa SGOT dan SGPT menggunakan alat Reflovet Plus. Cara kerjanya

langkah 1 teteskan sampel pada kit. Dengan menggunakan pipet darah diambil sesuai ukuran

pipet , lalu darah tersebut akan dipipet ke tes kit SGOT (GOT) untuk mengecek kadar SGOT

dan SGPT (GPT) untuk mengecek kadar SGPT dalam darah. Langkah 2 uji penyisipan kit.

Masukkan tes kit SGOT (GOT) dan SGPT (GPT) ke dalam ruang pengukuran dari Reflovet

Plus dan menutup penutup ruang pengukuran, Langkah 3 menampilkan hasil . Setelah 2-3

menit Reflovet Plus akan mencetak dan menampilkan hasilnya.

3.7. Pemeriksaan kadar kreatinin dan ureum.

Pemeriksaan kadar kreatinin dan ureum menggunakan alat Reflovet Plus. Cara

kerjanya; langkah 1 teteskan sampel pada kit. Dengan menggunakan pipet darah diambil

sesuai ukuran pipet , lalu darah tersebut akan dipipet ke tes kit Creatinine (CREA) untuk

mengecek kadar kreatinin dan Blood Urea Nitrogen (BUN) untuk mengecek kadar ureum

dalam darah. Langkah 2 uji penyisipan kit. Masukkan tes kit Creatinine (CREA) dan Blood

Urea Nitrogen (BUN) ke dalam ruang pengukuran dari Refovet Plus dan menutup penutup

ruang pengukuran, Langkah 3 menampilkan hasil . Setelah 2-3 menit Reflovet Plus akan

mencetak dan menampilkan hasilnya.

3.8. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA-

8

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil kadar SGOT ekstrak buah pinang pada tikus putih dengan dosis 0, 0,2cc, 0,4cc dan 0,8cc (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata kadar SGOT

Dosis Ulangan Rata-rataI II III IV V

Kontrol 115 113 136 93,7 198 131,140,2 cc 112 120 103 108 140 116,60,4 cc 103 118 82,5 93,7 201 119,640,8 cc 116 102 103 96,9 105 104,58

Hasil kadar SGPT ekstrak buah pinang pada tikus putih dengan dosis 0, 0,2cc, 0,4 cc dan 0,8 cc (Tabel 2 ).

Tabel 2. Rata-rata kadar SGPT.

Dosis Ulangan Rata-rataI II III IV V

Kontrol 70,9 57,2 85,1 87,6 79,3 76,020,2 cc 98,1 79,5 75 80,7 94,8 85,620,4 cc 83,4 107 59,2 147 48,1 88,940,8 cc 81,6 77,5 92,4 75,4 82,7 81,92

Dari hasil analisis ANOVA terhadap rata-rata kadar SGOT dan kadar SGPT

antara kontrol dengan tiap-tiap dosis menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05). Enzim

transaminase yaitu SGOT dan SGPT merupakan suatu enzim yang bertindak sebagai

parameter kerusakan organ hati dan ini dapat diketahui dari perubahan aktivitas enzim enzim

dalam darah dengan mengamati zat-zat dalam darah yang dibentuk sel hati (Antai, 2009).

Kadar SGOT dan SGPT masih dalam standar normal akibat pemeberian buah pinang , hal ini

disebabkan sel hati masih berfungsi dengan baik. Fungsi ini dikerjakan sel kuffer yang

mempunyai kemampuan untuk fagositosis. Sel kuffer merupakan alat penyaring atau filtrasi

terhadap kuman-kuman atau benda asing yang masuk ke dalam hati lewat darah vena porta

(Harper, et al 1987). Studi tentang toksisitas pada pemberian ekstrak buah pinang pada tikus

putih selama 28 hari dengan dosis 100, 250 dan 500mg/kg BB menghasilkan kadar SGOT

dan SGPT masih nomal (Lohith et al, 2013).

9

Hasil kadar Urea ekstrak buah pinang pada tikus putih putih dengan dosis 0,

0,2 cc, 0,4 cc, 0,8 cc (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata kadar Urea

Dosis Ulangan Rata-rataI II III IV V

Kontrol 46 43,4 51,4 48,8 32 44,320,2 cc 41,1 40,5 41 38,9 41,9 40,680,4 cc 35,6 31,6 45,7 41,2 31,8 37,180,8 cc 48,5 35,2 36,7 37,2 38,5 39,22

Hasil kadar Kreatinin ekstrak buah pinang pada tikus putih dengan dosis 0,0,2 cc, 0,4 cc, 0,8 cc (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-rata kadar Kreatinin

Dosis Ulangan Rata-rataI II III IV V

Kontrol 0,501 0,578 0,500 0,502 0,500 0,5270,2 cc 0,558 0,500 0,554 0,583 0,518 0,553250,4 cc 0,501 0,500 0,538 0,500 0,541 0,5266670,8 cc 0,502 0,507 0,500 0,500 0,500 0,5045

Dari hasil analisis ANOVA terhadap rata-rata kadar urea dan kreatinin antara

kontrol dengan tiap-tiap dosis menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (p>0,05). Kadar

Kreatinin dan Urea masih dalam standar normal akibat pemeberian buah pinang . Kadar

kreatinin dan ureum merupakan dua hal yang penting dalam menentukan kelainan-kelainan

fungsi ginjal. Dalam menjalankan fungsinya banyak kondisi yang dapat mempengaruhi

fungsi kerja ginjal baik secara akut maupun kronis. Zat kimia yang banyak berada di dalam

ginjal diduga akan mengakibatkan kerusakan sel ginjal( Retno and Retno, 2006). Untuk

mengetahui fungsi ginjal dengan melihat nilai kadar kreatinin dan ureum. Kreatinin disintesis

di dalam hati dari metionin , glisin dan arginin. Ureum atau dikenal dengan BUN merupakan

hasil metabolisme protein normal (Fajar, 2004). Penelitian yang dilakukan Lohith et al

(2013) pada tikus putih yang diberikan ekstrak etanol buah pinang secara oral selama 28 hari

tidak menyebabkan kenaikan kadar kreatinin dan urea pada pemeriksaan fungsi ginjal.

Penelitian tentang toksisitas akut ekstrak etanol buah pinang pada hewan coba menunjukakan

bahwa ekstrak buah pinang digolongkan kedalam bahan yang tidak toksik (Sa’roni and

Adjirni, 2005).

10

Gb.1Histopatologi hati tikus putih padaKontrol (Normal).

Gb.2. Histopatologi hati tikus putihDosis 0,2cc (Normal).

Gb.3. Histopatologi hati tikus putihDosis 0,4 cc (Normal).

Gb.4. Histopatologi hati tikus putihDosis 0,8 cc (Normal).

Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi hati tikus putih tidak terdapat

perbedaan antara kontrol dan perlakuan (Gb 1, 2, 3, 4). Secara umum struktur jaringan hati

yang diberikan ekstrak etanol buah pinang pada kontrol dan perlakuan (0,2cc, 0,4cc dan 0,8

cc) dalam keadaan normal. Semua kelompok perlakuan tidak menyebabkan toksik. Hati

adalah organ yang sangat penting dan memiliki aneka fungsi dalam proses metabolisme

sehingga organ ini sering terpapar zat kimia. Zat tersebut akan mengalami detoksifikasi dan

inaktivasi sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tubuh (Linawati, 200) . Di dalam hati

terjadi proses penting yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein, penetralan

racun/obat. Obat-obatan akan mengalami metabolisme di hati dan akan terjadi perubahan

struktur kimia yang dikalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh sel mikrosom sel hepatosit

yang disebut biotranformasi. Obat-obatan akan diubah menjadi metabolit yang biasanya

11

kurang aktif (LPK, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Nuri (2007), pemberian buah

pinang secara in vivo pada babi yang menderita infeksi Ascaris suum untuk mengetahui hasil

terapi serta uji toksisitas akut dan subakut tidak menunjukkan perubahan patologis pada hati,

ginjal, otak dan jantung. Tanin yang terkandung pada buah pinang memiliki aktivitas

sebagai anti radang dan dapat bekerja sebagai hepatoprotektif yaitu dapat melindungi hati

(Pimolpan et al, 2009).

Gb.5. Histopatologi ginjal tikus putihKontrol (Normal)

Gb.6. Histopatologi ginjal tikus putihDosis 0,2 cc (Normal).

Gb.7. Histopatologi ginjal tikus putihDosis 0,4 cc (Normal).

Gb.8. Histopatologi ginjal tikus putihDosis 0,8 cc (Normal).

Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi ginjal tikus putih tidak terdapat

perbedaan antara control dan perlakuan (Gb. 5,6, 7, 8). Secara umum struktur jaringan ginjal

12

yang diberikan ekstrak etanol buah pinang pada control dan perlakuan (0,2 cc, 0,4 cc dan

0,8 cc) dalam keadaan normal. Semua perlakuan tidak menimbulkan toksik. Ginjal

merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam tubuh, organ ini berfungsi untuk

membuang sampah metabolosme dan racun tubuh dalam bentuk urin. Ginjal merupakan

organ tubuh yang rentan terhadap pengaruh zat-zat kimia karena ginjal berfungsi menyaring

sisa hasil metabolism dari darah sehingga kemungkinan terjadinya perubahan patologik

sangat tinggi (Corwin, 2001). Pemberian Indian Pam Masala yang mengandung buah pinang

selama 16 sampai 90 hari pada tikus putih tidak menimbulkan efek toksik yang

membahayakan pada organ ginjal, jantung, limfa dan hati (Suresh and Bhatt, 2013). Studi

histopatologi ekstrak buah pinang yang diberikan secara oral dengan dosis yang berbeda dan

pemberian selama 4 minggu tidak menimbulkan efek toksik pada ginjal (Lohith et al, 2013) .

Tabel 5. Uji Efikasi Infeksi Alami ekstrak buah pinang Terhadap Cacing Haemonchus

. contortus secara invivo berdasarkan FECRT

Konsentrasi ekstrak

buah pinang (%)

Ulangan FECRT

(%)

Rata-

rataI II III IV

0 % 0 14,28 5,56 0 19,84 4,96

10% 20 10 25 16,67 71,67 17,92

20% 75 85 80 70 310 77,5

30% 80 85 75 90 330 82,5

Dari analisis ANOVA terhadap rata-rata penurunan telur berdasarkan

FECRT antara kontrol dan tiap konsentrasi terdapat perbedaan sangat nyata (p<0,05),

sedangkan antara konsentrasi 20% dan 30% tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05).

Aktivitas anthelmintik suatu bahan obat herbal dikatakan efektif jika terjadi penurunan

jumlah telur cacing dengan menggunakan penghitungan Egg Per Gram Tinja (EPG), dimana

Fecal Egg Count Test nya (FECRT) lebih dari 70% (Vercruysse et al, 2002). Menurut Jaiswal

et al (2011), buah pinang dengan kandungan arekolin akan menyebabkan terjadinya paralisa

dan kematian pada cacing akibat terganggunya reseptor asetilkolin sehingga terjadi kerusakan

pada susunan syaraf pusat. Sebagai anthelmintik buah pinnag sangat efektif pada babi yang

menderita infeksi Ascaris suum dan Trichuris suis dengan FECRT mencapai 100% (Suyasa,

13

2007). Wiwien, dkk (2011) menyatakan bahwa terapi menggunakan buah pinang terhadap

penurunan telur cacing berdasarkan FECRT pada manusia memiliki persamaan hasil terapi

dengan pirantel pamoat pada infeksi Ascaris dan Hookworm serta memiliki hasil terapi yang

lebih baik pada infeksi Trichuris trichiura.

14

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan :

Ekstrak buah pinang yang diberikan secara oral dengan berbagai dosis yaitu

0,2 cc, 0,4 cc, 0,8 cc tidak menimbulkan toksisitas pada tikus putih.

Ekstrak buah pinang mempunyai efektivitas yang baik sebagai anthelmintik

secara in vivo pada konsentrasi 20% dan 30% mampu menurunkan jumlah telur per gram

(FECRT) pada kambing yang terinfeksi Haemonchus contortus secara alami

Saran

Ekstrak buah pinang sangat baik digunakan sebagai anthelmintik dan amandigunakan.

. .

15

DAFTAR PUSTAKA

Baynes, J.W. and M.H. Dominiczak. (2005). Medical Biochemesttry. SecondEdition.Philadelphia-London.

Corwin, E.J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Alih Bahasa Brahm. U. Pendit. Penerbit BukuKedokteran EGC Jakarta.

Damriyasa, IM. and Bauer C. 2007. Cross-sectional survey on helminth infections of goats inBali, Indonesia. Proc. The 21st. International Conference of the World Association forthe Advancement of Veterianary Parasitology, 19-23 August 2007, Gent/Belgium, p.258

Dian, R. (2010). Medikasi. http://unsoed.ac,id/newcmsfak/UserFile/FKIK/medikasi1.hmtl.Tanggal Akses 30 Maret 2010.

Fajar, R. (2004). Pengaruh Pemberian Lamtoro Merah (Acacia villosa) TerhadapHistopatologi Ginjal Tikus (Rattus ratus) .Skripsi. FKH IPB.

Harper, H.A, V.W. Rodwel, P.A. Moyes and D.K. Graner. (1987). Biokimia (Review ofBiochemestry) Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hodgson E, and Levi P.E. (2000). Target Organ Toxicity. In Textbookof ModernToxicology. Boston, 2nd ed. McGraw Hill. Pp102-247.

Jaiswal, P, P.Kumar, V.K. Singh and D.K. Singh. (2011). Areca cathecu L: A valuable herbalmedicine agains different health problems. Res. J. Med Plant,5: 145-152.

Kierman, J.A. (1993). Histological and Histochemical Methods Theory and Practice 2nd ED.Pergumon press 330-345

Kunts, T. (1984). Perkembangan Terakhir Diagnostik enzim dan Penyakit Hati. PT. RajawaliNusindo Indonesia.

Laboratorium Prodia Kronik (LPK) (2006). Kenalilah Hati Anda.http://www.prodia.co.id/info-terkini/isi hati.html. Diakses 1 Mei 2013.

Linawati , Y. (2000). Efek Hepetoprotektif Rebusan Herbal Putri Malu (Mimosa pigra L)Pada Tikus Putih Terangsang Parasetamol. Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta.

Lohith, T.S, N.B. Shridar, S.M. Dilip, P. Jayashree and K. Suhasini. (2013). Repated Dose28-Day Oral Toxicity Study of Raw Areca Nut Extract in Rats. Int.Res.J Pharm, 4(5):238-240.

16

Nuri. (2007). Pengembangan Formula Sediaan Fitoterapeutika Tersetandaruntuk Terapi dariTanaman Obat di Kabupaten Jember.Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember

Pimolpan. P, S. Nithitanakol and R. Bavovada (2009). Hepatoprotective Potential of Exstracsfrom Seed of Areca cathecu and Nutgalls of Ouerqus infectoria. Molecules, 14: 4987-5000.

Pravitasari L (2006). Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Daun Jambu Biji (Psidium GuajavaLinn) Terhadap Kadar Kreatinin dan Ureum Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan.KTI Farmasi UGM yogyakarta.

Retno, S.W, Retno, B. (2006). Uji Efek Samping Formula Pakan Komplit Terhadap FungsiHati dan Ginjal Pedet Sapi Friesian Holstein. Bagian Ilmu Kedokteran DasarVeteriner. FKH UNAIR.

Sa’roni dan Adjirni. (2005). Spesifikasi Simplisia Ekstrak etanol biji pinang (Areca catechuL) Asal Tawangmangu Serta Toksisitas Akut dan Khasiat Hemostatiknya PadaHewan Coba. Media Litbang Kesehatan Vol.XV. N0.1: 1-5.

Stepek, G., J.M Behnke, D. J. Buttle and R. Duce (2004), Natural plant cysteine proteinasesas anthelmintics, TREND in Parasitol 20: 7

Suyasa, O.I.M. (2007). Efektivitas Anthelmintik Buah Pinang (Areca cathecu L) TerhadapInfeksi Cacing Nematoda Gastrointestinal Pada Babi. Skripsi FKH UNUD.

Suresh, K.M and H.V. Bhatt (2013). Analysis and Toxicity od Plain (PM) and Blended(PMT) Indian Pan Masala (PM). The Eurasian Journal of Medicine, 45 : 21-33.

Vercrusysee, Holdsworth, P. Letonja, T. Conder, G. Hamamoto, K. Okano and K.Rehbein.(2002). International of Anthelmintic on Efficacy Guideline. Veterinary Parasitology(103); 277-297.

Wiwin. S.U, B Hermansyah, Nuri, Y. Wicaksono. (2011). Comparason of Beetle Nud Seed(Areca cathecu L) Extract Tablet Therapy Result in Infestation Intestinal Worm AtMumbulsari-Jember

17

LAMPIRANLampiran 1.

Gb. 9. Ekstrak buah pinang Gb.10. Perlakuan hewan coba

.

.

GB. 11. Perlakuan Kambing in vivo

18

Lampiran 2.

Organisasi Tim Peneliti

No Nama dan gelar BidangKeahlian

Pembagian Tugas

1

2.

3.

Drh. AA Gde Arjana, M.Kes

Dr.Drh. N.Adi Suratma, MP

Drh. I Made Sukada, M.P

Fermakologi

Parasitologi

Kesmavet

Semua tim peneliti ikut

didalam kegiatan pengambilan

sampel kelapangan dan ikut

didalam pemeriksaan

laboratorium.