krim ekstrak lemon sebagai antioksidan
-
Upload
smkfarmasinasional -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of krim ekstrak lemon sebagai antioksidan
FORMULASI KRIM BUAH LEMON (Citrus Lemon L.) DAN APEL
(Malus sylvestris) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN VARIASI
KONSENTRASI EMULGATOR
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan
Program Pendidikan DIII Farmasi
Diajukan oleh:
Indah Ayu Wardani
NIM : 13249 FB
AKADEMI FARMASI NASIONAL
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir dan
menghancurkan radikal bebas sehingga atom dengan
elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan
elektron. Senyawa antioksidan merupakan suatu inhibitor
yang digunakan untuk menghambat antioksidasi. Radikal
bebas merupakan jenis oksigen yang memiliki tingkat
reaktif yang tinggi dan secara alami ada didalam tubuh
sebagai hasil dari reaksi biokimia didalam tubuh.
Radikal bebas juga terdapat di lingkungan sekitar yang
berasal dari populasi udara, asap tembakau, penguapan
alkohol yang berlebihan, bahan pengawet dan pupuk,
sinar ultraviolet, sinar X, dan ozon. Radikal bebas
dapat merusak sel tubuh apabila tubuh kekurangan zat
antioksidan atau saat tubuh kelebihan radikal bebas.
Hal ini dapat menyebakan berkembangnya sel kanker,
penyakit hati, arthritis, katarak, dan penyakit
degeneratif lainnya, bahkan juga mempercepat proses
penuaan. Peranan antioksidan sangat penting dalam
mentralkan dan menghancurkan radikal bebas yang dapat
menyebabkan kerusakan sel dan juga merusak biomolekul,
seperti DNA, protein, dan lipoprotein didalam tubuh
yang akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit
degeneratif seperti kanker, jantung, arthritis,
katarak, diabetes dan hati. Untuk menghindari hal
tersebut, dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar
atau antioksidan eksogen seperti asam malat, vitamin E,
vitamin C, komponen flavonoid, maupun obat kimiawi.
Selama ini masih banyak masyarakat yang gemar
mengkonsumsi bahan antioksidan yang terbuat dari bahan
kimiawi karena dianggap memiliki efek yang lebih cepat
daripada antioksidan yang bersifat alami. Hal tersebut
tentu mengkhawatirkan karena obat kimiawi berpotensi
menimbulkan efek samping berbahaya. Dengan demikian,
peneliti bermaksud memberikan alternatif baru kepada
masyarakat dalam penggunaan antioksidan alami berupa
krim ekstrak sari buah lemon (Citrus lemon L.) dan apel
(Malus sylvestris).
Jeruk lemon merupakan bahan alam yang poetnsial
untuk dijadikan bahan kosmetik karena mempunyai khasiat
sebagai antioksidan, mencegah penuaan dini,
antijerawat, dan untuk mencerahkan wajah. Kandungan
kimia dari jeruk lemon yaitu pektin, minyak atsiri,
felandren, koumarins, geranil asetat, asam asetat, asam
sitrat, linalil asetat, vitamin A, B1, B2, C, kalsium
fosfor, besi dan serat.
Buah apel merupakan bahan alami yang kaya akan
serat, fitokimia, dan flavonoid. Buah apel kaya
mengandung gula, karotena, vitamin kelompok B serta zat
kalsium, asam malat dan pektine. Salah satu zat aktif
dalam buah apel yang berfungsi sebagai anti oksidan
adalah asam malat. Asam malat adalah komponen organik
dengan rumus molekul HO2CCH2CHOHCO2H. Buah apel juga
mengandung fitokimia. Fitokimia merupakan antioksidan
untuk melawan radikal bebas. Zat ini juga berfungsi
untuk menekan jumlah kolesterol jahat (LDL) dalam tubuh
yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode maserasi dengan etanol 95%. Dipilih
metode maserasi karena metode ini merupakan cara
ekstraksi yang sederhana, murah dan mudah dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar
konsentrasi ekstrak buah lemon dan apel yang baik untuk
sediaan cream. Pemilihan krim sebagai bentuk sediaan
karena krim memiliki sifat mampu melekat pada permukaan
kulit dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan
tersebut dicuci atau dihilangkan. Manfaat dari
penilitian ini adalah memberi informasi kepada
masyarakat bahwa ektrak buah lemon dan apel dapat
dijadikan sebagai sediaan cream dan memberi informasi
kepada masyarakat kadar konsentrasi ekstrak buah lemon
dan apel yang baik untuk sediaan cream. Pemilihan jenis
dan konsentrasi emulgator mempengaruhi stabilitas fisik
krim. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi emulgator terhadap sifat fisik dan
aktivitas krim ekstrak sari buah lemon (Citrus lemon L.)
dan apel (Malus sylvestris), sehingga diharapkan dapat
mendukung pengembangan formulasi sediaan krim
antioksidan dan menambah informasi baru tentang
pengaruh konsentrasi emulgator terhadap sifat fisik
krim sebagai antioksidan serta membuat krim wajah yang
mengandung ekstrak sari buah lemon (Citrus lemon L.) dan
apel (Malus sylvestris) dengan kestabilan yang optimal.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak buah lemon dan apel dapat dibuat
sediaan cream?
2. Berapa kadar konsentrasi ekstrak buah lemon dan
apel yang baik untuk sediaan cream?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bahwa buah lemon dan apel dapat dibuat
sediaan cream.
2. Mengetahui kadar konsentrasi ekstrak buah lemon
dan apel yang baik untuk sediaan cream.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi kepada masyarakat bahwa ektrak
buah lemon dan apel dapat dijadikan sebagai
sediaan cream.
2. Memberi informasi kepada masyarakat kadar
konsentrasi ekstrak buah lemon dan apel yang baik
untuk sediaan cream
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KRIM
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV,
definisi krim adalah bentuk sediaan setengah padat
yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Sediaan ini merupakan sediaan setengah
padat (semisolid) dari emulsi yang terdiri dari
campuran antara fase minyak dan fase air (Anonim,
1995)
Krim merupakan suatu sistem emulsi yang tidak
stabil secara termodinamika dimana mengandung
paling sedikit dua fase yang tidak saling
bercampur. Salah satu fase bersifat polar (air)
dan fase yang lainnya bersifat nonpolar (minyak).
Krim dapat dibuat dengan beberapa jenis, yaitu
emulsi air dalam minyak (w/o atau a/m), dan emulsi
minyak dalam air (o/w atau m/a) (Ansel, 1999)
Secara garis besar krim terdiri dari 3
komponen, yaitu bahan aktif, bahan dasar, dan
bahan pembantu. Emulgator dalam surfaktan dalam
sediaan krim berfungsi unruk menurunkan teganagan
permukaan antara kedua fase yang tidak saling
bercampuran tersebut yang bekerja dengan
mengurangi daya tarik menarik antar molekul dari
kedua fase tersebut sehingga fungsi emulgator
tersebut berkenaan dengan peningkatan stabilitas.
Selain itu untuk meningkatkan stabilitas suatu
sediaan krim biasanya mengandung bahan – bahan
tambahan lain seperti pengawet, pengkhelat,
pengental, pelembab (humektan), pewarna, dan
pewangi serta bahan – bahan lain yang dapat
ditambahkan untuk memperoleh suatu sediaan krim
yang baik. (Imam jaya. R, 2007)
1. Formulasi krim
Sebagai bahan emulgator, yang digunakan dalam
penelitian ini adalah emulgator nonionik (dalam
medium air tidak membentuk ion). Pemilihan
emulgator nonionik ini karena emulgator ini
bereaksi netral, dapat sedikit dipengaruhi oleh
elektrolit dan selnjutnya netral terhadap pengaruh
kimia. Aktivitasnya relatif tidak dipengaruhi oleh
suhu (Voight, 1995) selain itu digunakan juga
bahan tambahan yang meliputi emolien, humektan,
antioksidan, dan pengawet. Profil dari bahan –
bahan yang digunakan dalam formula krim pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Span 80
Pada formulasi farmasetik, span 80 biasa
digunakan sebagai bahan pengemulsi untuk krim,
emulsi, dan salep untuk pengguanaan topikal.
Span 80 berbetuk padatan malam berwarna kuning
pucat dengan minyak yang lemah. Bahan ini larut
dalam minyak, dan juga sebagian besar pelarut
organik. Meskipun tidak larut dalam air, namun
akan cepat terdispersi. Umumnya bahan ini tidak
toksik dan tidak mengiritasi. Konsentrasi biasa
digunakan untuk emulsi air dalam minyak 1 – 15
% jika dikombinasi 1 – 10%. (Wade & Weller,
1994)
b. Tween 80
Sebagai pengemulsi untuk mendapatkan sediaan
emulsi yang stabil, biasa digunkanan tween 80
yang merupakan surfaktan hidrofilik nonionik.
Tween 80 berbentuk cairran berminyak berwarna
kuning. Bahan ini larut dalam etanol dan air.
Umunya bahan ini tidak toksik dan tidak
mengiritasi. Konsentrasi yang biasa digunakan
adalah 1 – 10%. (Wade & Weller, 1994)
c. Vasellin album
Vaselin mempunyai masa yang lunak, lengket,
bening, putih, sifat vaselin ini tetap setelah
zat dileburkan dan didiamkan hingga dingin
tanpa diaduk. Kelarutan vaselin yakni praktis
tidak larut dalam air dan etanol (95%), larut
dalam kloroform, eter, dan eter minyak tanah.
Vasellin sering digunakan sebagai emolien (Wade
& Weller, 1994)
d. Lanolin anhidrat
Lanolin digunkan sebagai bahan pengemulsi
yang biasanya digunkana dalam formulasi farmasi
topikal dan kosmetik. Lanolin juga dapat
digunakan sebagai hydrophobic vehicle dalam
pembuatan krim air dalam minyak dan salep.
Lanolin berwarna kuning pucat, mempunyai rasa
yang manis, dan berbentuk lilin dengan bau khas
yang lemah, lanolin yang dicairkan berupa ciran
jernih atau hampir jernih, cairan kuning. Bahan
ini sangat mudah larut dalam benzen, kloroform,
eter dan minyak bumi (petrolatum), sedikit
larut dalam etanol dingin (95%), lebih mudah
larut dalam etanol mendidih (95%), praktis
tidak larut dalam air (Wade & Weller, 1994)
e. Gliserin
Dalam formulasi sediaan topikal dan kosmetik,
gliserin biasa digunakan sebagai humektan dan
emolien. Gliserin merupakan larutan jernih,
tidak berwarna, tidak berbau, kental, dan
higroskopik. Bahan ini sedikit larut larut
dalam aseton, praktis tidak larut dalam
benzene, kloroform, dan minyak, dapat bercampur
dengan etanol, metanol dan air. Konsentrasi
gliserin yang biasa digunakan sebagai humektan
bisa digunakan kurang dari 30% (Wade & Weller,
1994)
f. Asam stearat
Asam stearat biasa digunakan dalam formulasi
sediaan oral dan topikal. Dalam sediaan topikal
asam stearat biasa dugunakan sebagai
emulsifying agent dan solubilizing agent. Asam
stearat merupakan bubuk putih keras, berwarna
putih atau agak kuning, sedikit mengkilap,
kristal padat putih atau kekuningan. Bahan ini
sangat mudah larut dalam benzene, klorofom,
eter dan larut dalam etanol (95%), heksana, dan
propilenglikol, praktis tidak larut dalam air.
Konsentrasi asam stearat yang biasa digunakan
sebagi solubilizing agent adalah 1 – 20 % (Wade
& Weller, 1994)
g. Metil paraben
Dalam formulasi farmasetika, produk makanan,
dan terutama kosmetika biasanya dugunakan metil
paraben sebagai pengawet, dengan aktivitas
paling efektif untuk jamur dan kapang.
Metillparaben larut dalam air, etanol (95%),
eter (1:10), dan metanol. Bahan ini dapat
digunakan tunggal maupun kombinasi dengan jenis
paraben lain. Efektivitas pengawet ini memiliki
rentang pH 4-8. Dalam sediaan topikal,
konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,02 –
0,3 % (Wade & Weller, 1994)
h. Aquadest
Air murni yang diperoleh dengan cara
penyulingan disebut aquadest. Air murni ini
dapat diperoleh dengan cara penyulingan,
pertukaran ion, osmosis tebaik, atau dengan
cara yang sesuai. Air murni lebih bebas dari
kotoran maupun mikroba. Air murni digunakan
dalam sediaan – sediaan yang membutuhkan air,
terkecuali untuk parenteral, aquadest tidak
padat digunakan (Ansel, 1989)
2. Stabilitas krim
Umunya suatu emulsi dianggap tidak stabil
secara fisika jika fase dalam atau fase
terdispersi pada pendiaman cenderung untuk
membentuk agregat dari bulatan – bulatan, jikan
bulatan – bulatan atau agregat darai agregat naik
ke permukaan atau turun kedasar emulsi tersebut
akan membentuk suatu lapisan berat dari fase
dalam, dan jika semua atau sebgian dari cairan
fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu
lapisan yang berbeda pada permukaan ataupada dasar
emulsi, yang merupakan hasil dari bergabungnya
bulatan – bulatan fase dalam. Diasmping itu suatu
emulsi sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan
pertumbuhan mikroba (Ansel, 2005)
Ketidakstabilan fiska dari sediaan ditandai
dengan adanya pemucata warna atau munculnya warna,
timbulnya bau, perubahan atau pemisahan fase,
pecahnya emulsi, pengendapan suspensi atau caking,
perubahan konsistensi, pertumbuhan kristal,
terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya.
Ketidakstabilan dari emulsi ditandai dengan tidak
adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya
creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna
dan fisik lainnya yang baik. (Martin, et al.,
1983).
Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai
dengan adanya pemucatan warna atau munculnya
warna, timul bau, perubahan atau emisahan fase,
pecahnya emulsi, pengendapan suspensi atau caking,
perubahan konsistensi, pertumbuhan kristal,
terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya.
Kestabilan dari emulsi ditandai dengan tidak
adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya
creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna
dan fisik lainnyayang baik (Martin, et al., 1983)
Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Flokulasi dan creaming
‘Creaming’ merupakan pemisahan dari emulsi
menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-
masing lapis mengandung fase dispersi yang
berbeda (Anief., 1987). Creaming ke arah atas
terjadi dalam suatu emulsi a/m atau m/a yang
tidak stabil dimana fase terdispersi mempunyai
kerapatan lebih kecil daripada kerapatan fase
luar. Creaming ke arah bawah dalam emulsi yang
tidak stabil dimana kerapatan fase dalam lebih
besar daripada kerapatan fase luar
(Ansel,.2005).
b. Koalesen dan pecahnya emulsi (crecking atau
breaking)
Creaming adalah suatu proses yang bersifat
dapat kembali, berbeda dengan proses creaking
(pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat
kembali (Anief.,1987). Hal ini dikarenakan
lapisan pelindung disekitar bulatan-bulatan
fase terdispersi tidak ada lagi (Ansel.,2005).
B. LEMON
Klasifikasi Jeruk lemon (Citrus Lemon L.)
Klasifikasi botani tanaman Citrus limon menurut
Manner et al, (2006) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida-Dicotyledons
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus limon L burm f
Lemon (Citrus limon) merupakan tanaman asli
Asia Tenggara (Manner et al, 2006). Lemon pertama
kali tumbuh di India, Burma utara dan Cina. Pada
tahun 1493, Christopher Colombus membawa biji
Citrus limon ke Hispaniola. Budidaya Citrus limon
pertama kali di Genoa pada pertengahan abad ke 15.
Pada abad ke 18 dan abad 19, Citrus limon ditanam
di Florida dan California. Bagian dari tanaman
Citrus limon yang sering dimanfaatkan adalah kulit
buah, bunga, daun, air perasan (Sauls, 1998).
Jeruk lemon (Citrus limon (L.) Burm. f.)
termasuk salah satu jenis tumbuhan perdu yang
banyak memiliki dahan dan ranting dengan tinggi
maksimal mencapai 10 sampai 15 kaki (3-6 m).
Citrus limon memiliki batang berduri, daun hijau
dan lonjong, bunga berbentuk oval dan berwarna
putih dengan garis-garis ungu didalamnya. Buah
Citrus limon berukuran 7-12 cm dan berbentuk bulat
telur dengan ujung yang runcing pada salah satu
ujungnya. Kulit Citrus limon berwarna kuning
terang, kadang terdapat garis berwarna hijau atau
putih dan mempunyai tebal sekitar 6-10 mm. Daging
buah Citrus limon berbulir, berwarna kuning pucat,
terdapat sekitar 8-10 segmen, bersifat juicy dan
mempunyai rasa asam (Morton, 1987, p.160).
C. APEL
Klasifikasi Tanaman Apel (Malus sylvestris Mill)
Klasifikasi botani tanaman Citrus limon menurut
Manner et al, (2006)
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae 5
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Rosaceae
Genus : Malus
Spesies : Malus sylvestris Mill
Apel adalah buah yang banyak dikonsumsi
orang di seluruh dunia, bukan hanya untuk pencuci
mulut tapi juga untuk menambah gizi pada tubuh.
Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal
dari pengunungan caucacus di Asia dan kemudian
menyebar ke seluruh pelosok Asia. Varietas apel
yang dikembangkan di Indonesia umumnya datang dari
Eropa dan Australia. Buah ini masuk ke Indonesia
pada tahun 1934 dan memiliki beberapa varietas
apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi,
Anna, Princess Noble dan Wangli atau Lali jiwo
(Shatikah 2010). Seorang pria bernama William
Blackstone termasuk orang yang berjasa dalam
penyebaran buah apel dengan membeli apel dari
Eropa dan membawanya pulang ke amerika
(Massachusetts) kemudian mengembangbiakkannya.
Apel hanya dapat hidup subur di daerah yang
mempunyai temperatur udara dingin. Apel
dibudidayakan terutama di daerah subtropis bagian
Utara di Eropa sedangkan apel lokal di Indonesia
terkenal berasal dari daerah Malang, Jawa Timur
dan berasal dari daerah Gunung Pangrango, Jawa
Barat (Shatikah 2010).
Apel dapat hidup subur di daerah yang
mempunyai temperatur udara dingin. Tumbuhan apel
di Eropa dibudidayakan terutama di daerah
subtropis bagian utara, sedangkan apel lokal di
Indonesia yang terkenal berasal dari daerah
Malang, Jawa Timur berasal dari daerah Gunung
Pangrango, Jawa Barat. Apel dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik apabila dibudidayakan pada
daerah yang mempunyai ketinggian sekitar 1200
meter di atas permukaan laut di Indonesia.
Tumbuhan apel dikatagorikan sebagai salah satu
anggota keluarga mawar-mawaran dan mempunyai
tinggi batang pohon mencapai 7-10 meter. Daun apel
sangat mirip dengan daun tumbuhan bunga mawar,
berbentuk bulat telur dan dihiasi gerigi-gerigi
kecil pada tepinya. Pada usia produktif, apel
biasanya akan berbunga sekitar bulan Juli (Zaifbio
2009).
D. ANTIOKSIDAN
1. Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat
menetralisir dan menghancurkan radikal bebas
sehingga atom dengan elektron yang tidak
berpasangan mendapat pasangan elektron. Senyawa
antioksidan merupakan suatu inhibitor yang
digunakan untuk menghambat antioksidasi.
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu
menghilangkan, membersihkan, menahan pembentukkan
ataupun memasdukan efek spesies oksigen reaktif.
Antioksidan merupakan senyawa pemberi donor
(electron donor) atau reduktan. Senyawa ini
memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu
menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi
dengan cara mencegah terbentuknya radikal.
Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal
saat ini semakin meluas seiring dengan semakin
besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya
dalam menghambat penyakit generatif seperti
penyakit jantung, arteriosclerosis, kanker, serta
gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan
dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai
inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh
radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu
pencetus penyakit-penyakit diatas. (Kuncahyo &
Sunardi., 2007; Winarsi 2007).
Antioksidan terbagi menjadi dua yakni
antioksidan enzim(superoksida dismutase (SOD),
katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx)) dan
antioksidan vitamin (alfa tokoferol/ vitamin E,
beta karoten dan asam askorbat/vitamin C) yang
banyak didapatkan dari tanaman dan hewan . Tubuh
mengasilkan senyawa antioksidan, tetapi jmlahnya
sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal
bebas yang masuk kedalam tubuh.Sebagai contoh
tubuh dapat menghasilkan glutathione, salah satu
antioksidan yang sangat kuat, hanya tubuh
memerlukan asupan vitamin C sebesar 100 mg untuk
memicu tubuh mengasilkan glutathione ini.
Kekurangan antioksidan dalam tubuh yakni
memerlukan asupan dari luar (Kuncahyo & Sunardi.,
2007; Winarsi 2007).
2. Radikal Bebas
Oksigen adalah atom yang sangat reaktif yang
mampu menjadi bagian dari molekul yang berpotensi
merusak yang biasa disebut "radikal bebas."
Radikal bebas mampu menyerang sel-sel sehat tubuh,
menyebabkan mereka kehilangan
struktur dan fungsi mereka (Percival, 1998).
Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang
sangat reaktif dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan (Corwin, 2007). Radikal bebas mencari
reaksi-reaksi agar dapat memperoleh kembali
elektron pasangannya. Radikal bebas sangat
reaktif, secara kimiawi tidak stabil, umumnya
terdapat hanya dalam kadar yang kecil, dan
cenderung ikut serta atau mengawali reaksi rantai
(Underwood, 1994). Serangkaian reaksi dapat
terjadi, yang menghasilkan serangkaian radikal
bebas. Setelah itu, radikal bebas dapat mengalami
tubrukan kaya energi dengan molekul lain, yang
merusak ikatan dalam molekul (Corwin, 2007).
Ketika hal tersebut terjadi di dalam tubuh, maka
dapat terjadi kerusakan pada sel, asam nukleat,
protein dan lemak dikarenakan serangan terhadap
molekul biologi akan menyebabkan kerusakan
jaringan sistem imun. Radikal bebas menyebabkan
lipid peroksidase yang dapat mempermudah proses
penuaan (Vimala, et al, 2003).
Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang
memiliki tingkat reaktif yang tinggi dan secara
alami ada didalam tubuh sebagai hasil dari reaksi
biokimia didalam tubuh. Radikal bebas juga
terdapat di lingkungan sekitar yang berasal dari
populasi udara, asap tembakau, penguapan alkohol
yang berlebihan, bahan pengawet dan pupuk, sinar
ultraviolet, sinar X, dan ozon. Radikal bebas
dapat merusak sel tubuh apabila tubuh kekurangan
zat antioksidan atau saat tubuh kelebihan radikal
bebas. Hal ini dapat menyebakan berkembangnya sel
kanker, penyakit hati, arthritis, katarak, dan
penyakit degeneratif lainnya, bahkan juga
mempercepat proses penuaan. Peranan antioksidan
sangat penting dalam mentralkan dan menghancurkan
radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel
dan juga merusak biomolekul, seperti DNA, protein,
dan lipoprotein didalam tubuh yang akhirnya dapat
memicu terjadinya penyakit degeneratif seperti
kanker, jantung, arthritis, katarak, diabetes dan
hati.Radikal bebas dapat timbul melalui dua
mekanisme utama yaitu, penimbunan energi (ionisasi
air oleh radiasi, elektron terepas, dan terjadi
radikal bebas) , dan interaksi antara oksigen
(substansi lain, dan elektron bebas dengan reaksi
oksidasi-reduksi) Dalam hal ini akan terbentuk
radikal superoksid (Underwood., 1994). Para ahli
biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan
salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif. Senyawa
ini terbentuk di dalam tubuh, dipicu oleh
bermacam-macam faktor. Radikal bebas bisa
terbentuk misalnya ketika komponen makanan diubah
menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme.
Pada proses metabolisme ini, seringkali terjadi
kebocoran elektron dan mudah terbentuknya radikal
bebas. Misalnya hidrogen peroksida (Winarsi,
2007).
Radikal bebas merupakan Reaktive Oxygen
species (ROS) yang akan menyerang molekul lain
disekitarnya sehingga menyebabkan reaksi berantai
terjadi dan menghasilkan radikal bebas yang
beragam, seperti anion peroksida (O2-), dan
hidrogen peroksida (H2O2) yang sudah dijelaskan
sebelumnya, hidrogen bebas (OH), asam hipoklorous
(HOCl), dan peroksinitrat (ONOO-) (Vimala, et
al., 2003).
E. KULIT
Kulit adalah lapisan atau jaringan yang
menutupi seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari
bahaya yang datang dari luar. Kult merupakan
bagian tubuh yang perlu mendapatkan perhatian
khusus untuk memperindah kecantikkan, selain itu
kulit dapat membantu menemukan penyakit yang
diderita pasien. Kulit mencakup kulit pembungkus
permukaan tubuh berikut turunannya termasuk kuku,
rambut, dan kelenjar. Kulit adalah lapisan
jaringan yang terdapat pada bagian luar untuk
menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Kulit
berhubungan dengan selaput lendir yang melapisi
rongga lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara
kelenjar keringat dan kelenjar mukosa. Kulit
disebut juga integumen atau kutis yang tumbuh dari
dua macam jaringan yaitu jaringan epitel yang
menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan
pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan
dermis (kulit dalam). Kulit mempunyai susunan
serabut saraf yang teranyam secara halus berguna
untuk merasakan sentuhan atau sebagai alat raba
dan merupakan indikator untuk memperoleh kesan
umum dengan melihat perubahan pada kulit
(Syaifuddin, 2009).
1. Lapisan Kulit
a. Epidermis
Lapisan paling luar yang terdiri atas lapisan
epitel gepeng. Unsur utamanya adalah sel-sel
tanduk (keratinosit) dan sel melanosit.
Lapisan epidermis tumbuh terus karena lapisan
sel induk yang berada dilapisan bawah
bermitosis terus-menerus, sedangkan lapisan
paling luar epidermis akan mengelupas dan
gugur. Epidermis dibina oleh sel-sel epidermis
terutama serat-serat kolagen dan sedikit serat
elastis. Dari sudut kosmetik, epidermis
merupakan bagian kulit yang menarik karena
kosmetik dipakai pada epidermis itu. Meskipun
ada beberapa jenis kosmetik yang digunakan
sampai ke dermis, namun tetap penampilan
epidermis menjadi tujuan utama. Ketebalan
epidermis berbeda-beda pada berbagai tubuh,
yang paling tebal berukuran 1 milimeter,
misalnya ada telapak kaki dan telapak tangan,
dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan
perut (Tranggono, & Latifah, 2007). Epidermis
terdiri atas beberapa lapisan sel. Sel-sel ini
berbeda dalam beberapa tingkat pembelahn sel
secara mitosis. Lapisan permukaan dianggap
sebagai akhir keaktifan sel, lapisan tersebut
terdiri dari 5 lapis (Syaifuddin, 2009).
1. Stratum korneum (Stratum corneum)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan
sel tanduk (keratinasi), gepeng, kering, dan
tidak berinti. Sitoplasmanya diisi dengan
serat keratin, makin ke luar letak sel makin
gepeng seperti sisik lalu terkelupas dari
tubuh. Sel yang terkelupas akan digantikan
oleh sel yang lain. Zat tanduk merupakan
keratin lunak yang susunan kimianya berada
dalam sel-sel keratin keras. Lapisan tanduk
hampir tidak mengandung air karena adanya
penguap air, elastisnya kecil, dan sangat
efektif untuk pencegahan penguapan air dari
lapisan yang lebih dalam (Syaifuddin, 2009).
2. Stratum lusidum (Stratum lucidum)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis
sel yang sangat gepeng dan bening. Membran
yang membatasi sel-sel tersebut sulit
terlihat sehingga lapisannya secara
keseluruhan seperti kesatuan yang bening.
Lapisan ini ditemukan pada daerah tubuh yang
berkulit tebal (Syaifuddin, 2009). Lapisan
ini terletak dibawah stratum corneum. Antara
stratum lucidum dan stratum granulosum
terdapat lapisan keratin tipis yang disebut
rein’s barrier (Szakall) yang tidak bisa
ditembus (impermeable) (Tranggono, & Latifah,
2007).
3. Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri atas 2-3 lapis sel
poligonal yang agak gepeng dengan inti
ditengah dan sitoplasma berisi butiran
(granula) keratohialin atau gabungan keratin
dengan hialin. Lapisan ini menghalangi
masuknya beda asing, kuman, dan bahan kimia
masuk ke dalam tubuh (Syaifuddin, 2009).
4. Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan
sel berbentuk kubus dan poligonal, inti
terdapat di tengah dan sitoplasmanya berisi
berkas-berkas serat yang terpaut pada
desmosom (jembatan sel). Seluruh sel terikat
rapat lewat serat- serat tersebut sehingga
secara keseluruhan lapisan sel-selnya
berduri. Lapisan ini untuk menahan gesekkan
dan tekanan dari luar, tebal dan terdapat di
daerah tubuh yang banyak bersentuhan atau
menahan beban dan tekanan seperti tumit dan
pangkal telapak kaki (Syaifuddin, 2009).
5. Stratum malpigi
Unsur-unsur lapis taju yang mempunyai
susunan kimia yang khas. Inti bagian basal
lapis taju mengandung kolesterol dan asam-
asam amino. Stratum malpigi merupakan lapisan
terdalam dari epidermis yang berbatasan
dengan dermis dibawahnya dan terdiri atas
selapis sel berbentuk kubus (batang)
(Syaifuddin, 2009).
6. Stratum basal (Stratum germinativum atau
membran basalis).
Lapisan terbawah epidermis. Di dalam
stratum germinativum juga terdapat sel-sel
melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami
keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk
pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-
sel keratinosit melalui dendrit-dendritnya.
Satu sel melanosit melayani sekitar 36 sel
keratinosit. Kesatuan ini diberi nama unit
melanin epidermal (Tranggono, & Latifah,
2007).
b. Dermis
Berbeda dengan epidermis yang tersusun
oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan,
Dermis terutama terdiri dari bahan dasar
serabut kolagen dan elastin, yang berada di
dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan
terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Batas
dermis sulit ditentukan karena menyatu dengan
lapisan subkutis (hipodermis), ketebalannya
antara 0,5-3 mm, beberapa kali lebih tebal dari
epidermis. Dermis bersifat ulet dan elastis
yang berguna untuk melindungi bagian yang lebih
dalam. Serabut kolagen dapat mencapai 72 persen
dari keseluruhan berat kulit manusia bebas
lemak. Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa
kulit seperti folikel rambut, papila rambut,
kelenjat keringat, saluran keringat, kelenjar
sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh
darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut
lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah
kulit (subkutis / hipodermis) (Tranggono, &
Latifah, 2007; Syaipfuddin, 2009).
c. Lapisan Subkutan
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit
(fasia superfisialis) yang terdiri atas
jaringan pengikat longgar, komponennya serat
longgar, elastis, dan sel lemak. Sel-sel lemak
membentuk jaringan lemak pada lapisan adiposa
yang terdapat susunan lapisan subkutan untuk
menentukan mobilitas kulit diatasnya, bila
terdapat lobulus lemak yang merata, hipodermis
membentuk bantal lemak yang disebut pannikulus
adiposa. Pada daerah perut, lapisan ini dapat
mencapai ketebalan 3 cm. Sedangkan pada kelopak
mata, penis, dan skortum, lapisan subkutan
tidak mengandung lemak. Dalam lapisan
hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri,
pembuluh vena, dan anyaman saraf yang berjalan
sejajar dengan permukaan kulit bawah dermis.
Lapisan ini mempunyai ketebalan bervariasi dan
mengikat kulit secara longgar terhadap jaringan
di bawahnya (Syaifuddin, 2009).
F. KOSMETIK
Kosmetik berasal dari kata yunani
“kosmetikos” yang berarti keterampilan
menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam
Peraturan Mentri Kesehatan RI
445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau
paduan bahan yang siap untuk digunakan pada
bagian luar badan (epidermis, rambur, kuku,
bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi,
dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah
daya tarik, mengubah penampakan, melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki
bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada
masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-
up, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang, melindungi kulit dan rambut dari
kerusakan sinar UV, polusi dan faktor
lingkungan yang lain, mencegah penuaan, dan
secara umum, membantu seseorang lebih menikmati
hidup.
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI,
penggolongan kosmetik menurut menurut
kegunaannya bagi kulit dibagi menjadi kosmetik
perawatan kulit (skin-care cosmetics) dan
kosmetik riasan (dekoratif atau make-up).
kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
terdiri dari kosmetik untuk membersihkan kulit
(cleanser) (sabun, cleansing cream, cleansing
milk, penyegar kulit (freshener)), kosmetik
untuk melembabkan kulit (moisturizer)
(moisturizing cream, night cream, anti
wrinkle cream), kosmetik pelindung kulit
(sunscreen cream, dan sunscreen foundation,
sun block cream/lotion), kosmetik untuk
menipiskan atau mengampelas kulit (peeling)
(scrub cream yang berisi butiran-butiran halus
yang berfungsi sebagai pengampelas
(abrasiver)). Kosmetik riasan (dekoratif atau
make-up) diperlukan untuk merias dan menutup
cacat pada kulit sehingga menghasilkan
penampilan yang menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri
(self confidence). Dalam kosmetik riasan, peran
zat pewarna dan zat pewangi sangat besar
(Tranggono, & Latifah, 2007).
G. EKSTRAKSI SIMPLISIA
1. Simplisia
Simplisa adalah bahan alam yang digunakan
sebagai obat, yang belum mengalami pengolahan
apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati
juga adalah simplisa berupa tanaman utuh atau
bagian tanaman dan eksudat tanaman. (Anonim,
1979)
2. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau
cair dibuat dengan menyari simplisia nabati
atau hewani menurut cara yang cocok diluar
pengaruh cahaya matahari langsung (Anonim,
1979)
3. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia
yang mengandung zat aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, sitrak, dan lain – lain
(Anonim, 1986).
H. HIPOTESIS
Krim buah lemon (Citrus Lemon L.) dan buah
apel (Malus sylvestris) dengan konsentrasi span80
dan tween 80 % menghasilkan sediaan krim
antioksidan kulit yang memenuhi syarat fisik
dan kualitas yang baik serta menghasilkan
sediaan krim yang stabil.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Jenis desain penelitian yang dilakukan
adalah eksperimental, karena krim ekstrak buah
lemon (Citrus Lemon L.) dan buah apel (Malus
sylvestris) yang diteliti dikenai perlakuan yang
berbeda yaitu dengan mengekstraksi kedua buah
dengan metode maserasi menggunakan etanol (95%)
dan dilakukan variasi konsentrasi emulgator
serta dilakukan uji kualitas fisik, dan uji
aseptabilitas pada kondisi dan periode waktu
tertentu. Hasil uji kualitas fisik dari krim
antioksidan ekstrak buah lemon (Citrus Lemon
L.) dan buah apel (Malus sylvestris) dari masing –
masing formulasi sebagai hasil dari penelitian.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Tempat penelitian dilakukan di B2P2TO2T dan
Laboratorium Teknologi Farmasi Akademi Farmasi
Nasional Surakarta. Dilaksanakan pada bulan
Oktober – Desember 2015.
C. POLPULASI DAN SAMPEL
Populasi pada penelitia ini meliputi buah
lemon (Citrus Lemon L.) dan buah apel (Malus
sylvestris) dalam basis vanishing krim . sedangkan
sampel pada penelitian ini adalah emulgator
yaitu span 80 dan tween 80 yang dioptimasi
dalam formulasi krim antioksidan ekstrak buah
lemon (Citrus Lemon L.) dan buah apel (Malus
sylvestris). Konsentrasi span 80 dan tween 80
adalah 4%, 6% dan 8%.
D. BESAR SAMPEL
Sampel diambil dengan teknik acak sederhana
(simple random sampling) dengan menggunakan
bilangan random.
E. KERANGKA PIKIR
penimbangan simplisia proses ekstraksihasil ekstraksipenimbangan bahan proses pembuatan basis krim dengan hasil ekstrakevaluasi sediaan krimuji stbilitas krimkesimpulan
F. CARA KERJA
1. Pembuatan Ekstrak buah lemon (Citrus Lemon
L.) dan buah apel (Malus sylvestris)
a. Menyiapkan sampel buah lemon dan buah apel
dan pelarut, masukkan kedalam wadah
b. Kemudian tambahkan etanol (95%), aduk
c. Diamkan selama 3 hari dalam wadah tertutup
baik, terlindung dari sinar matahari
langsung.
d. Setelah 3 hari dilakukan penyaringan.
Diambil sari cairan dan digunakan sebagai
bahan membuat krim antioksidan
2. Pembuatan formulasi krim Ekstrak buah lemon
(Citrus Lemon L.) dan buah apel (Malus
sylvestris)
a. Semua bahan ditimbang sesuai hasil
perhitungan. Komponen fase minyak
(Vasellin album, Asam stearat, Lanolin
Anhidrat, Span80, Metil paraben) dilebur
pada suhu 700 C diatas penangas sambil
diaduk.
b. Fase air (Tween80, Gliserin, Aquadest)
dilebur diatas penangas pada suhu 700 C
sambil diaduk
c. Campuran kedua (fase air) dimasukkan
sedikit demi sedikit kedalam campuran
pertama (fase minyak) pada suhu 700 C
kemudian campuran diaduk hingga homogen
d. Setelah itu masukkan ekstrak etanol buah
lemon (Citrus Lemon L.) dan buah apel
(Malus sylvestris) kemudian aduk sampai
homogen.
G. ANALISIS DATA
Pada penelitian ini dibuat 3 formulasi
krim dengan variasi konsentrasi emulgator yang
berdeda- beda. Kemudian data dianalisi
menggunakan data hasil anova. Analisa annova
adalah hasil akhir perhitungan anova yang akan
digunakan sebagai penentuan analisis terhadap
hipotesis yaitu dasar pengambilan keputusan
jika nilai signifikan >0,05 dari ketiga
formulasi krim yang sama table annova tidak
memberikan perbedaan yang nyata sebaliknya jika
nilai signifikan <0,05 dari ketiga formulasi
krim yang sam tabel amnova yang artinya yang
berbeda nyata berarti absorbs obat berbeda
nyata. Dari hasil penelitian setelah melalui
beberapa uji stabilititas sediaan didapatkan
hasil Krim buah lemon (Citrus Lemon L.) dan
buah apel (Malus sylvestris) dengan konsentrasi
span80 dan tween 80 % menghasilkan sediaan krim
antioksidan kulit yang memenuhi syarat fisik
dan kualitas yang baik serta menghasilkan
sediaan krim yang stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi
edisi keempat. Jakarta: UI Press
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi
Corwin. Jakarta: Aditya Media
Percival M. 1998. Antioxidants. Clinical Nutrition
Insight : 1-4.
Syaifuddin.(2009). Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta:
Salemba Medica
Tranggono, R.I., & Latifah, F. (2007). Buku
Pengantar Ilmu Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknolog Farmasi edisi
kelima terj. Soendani N. Yogyakarta: Gajah Mada
University
Vimala S, Adenan Mohd Ilham, Ahmad Abdull
Rashih and Shahdan Rohana. 2003. Nature`s Choice To
Wellness: Antioxidant Vegetables/Ulam. Malaysia, Kuala
Lumpur: Forest Research Institut.
Winarsi Herry.(2007). Antioksidan Alami dan radikal
Bebas. Yogyakarta : Kanisus.