PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS RIAU
Konsep produksi dan kepemilikan dalam ekonomi islam
-
Upload
unismabekasi -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Konsep produksi dan kepemilikan dalam ekonomi islam
KONSEP PRODUKSI DAN KEPEMILIKAN
DALAM EKONOMI ISLAM
1. Konsep Produksi Dalam Ekonomi Islam1.1 Definisi dan Perilaku Produksi
Produksi merupakan proses untuk menghasilkan suatu barang
dan jasa, atau proses peningkatan utility (nilai) suatu benda.
Dalam istilah ekonomi, produksi merupakan suatu proses
(siklus) kegiatan-kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang
atau jasa tertentu dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi
(amal/kerja, modal, tanah) dalam waktu tertentu.
Beberapa nilai yang dapat dijadikan sandaran oleh produsen
sebagai motivasi dalam melakukan produksi, yaitu:
Profit sebagai target utama dalam produksi, namun dalam
system ekonomi islam perolehan secara halal dan adil
dalam profit merupakan motifasi utama dalam berproduksi.
Produsen harus memperhatikan dampak social (social
return) sebagai akibat atas proses produksi yang
dilakukan. Dampak negative dari proses produksi yang
berimbas pada masyarakat dan lingkungan, seperti limbah
produksi, pencemaran lingkungan, kebisingan, maupun
gangguan lainnya. Produsen muslim tidak akan memproduksi
barang dan jasa yang bersifat tersier dan skunder selama
kebutuhan primer masyarkat terhadap barang dan jasa belum
terpenuhi.
Produsen harus memperhatikan nilai-nilai spiritualisme,
dimana nilai tersebut harus dijadikan sebagai penyeimbang
dalam melakukan produksi. Dalam menetapkan harga barang
dan jasa harus berdasarkan nilai-nilai keadilan. Upah
yang diberikan kepada karyawan harus mencerminkan daya
dan upaya yang telah dilakukan oleh karyawan, sehingga
tidak terdapat pihak yang tereksploitasi.
Dalam teori manajemen, ada beberapa langkah yang harus
ditempuh oleh produsen dalam menjaga eksistensi dan
keberlangsungan perusahaan. Langkah tersebut adalah: planning,
organizing, actuating, dan controlling (POAC).
Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara faktor
produksi (input) dan hasil produksi (output). Bila faktor
produksi tidak ada maka tidak ada proses produksi. Produksi
yang dihasilkan dengan menggunakan faktor alam disebut
produksi alami. Sedangkan jika produksi dilakukan dengan
memanipulasi faktor- faktor produksi disebut produksi
rekayasa.
Produksi yang bersifat alami tidak dapat dikontrol, baik
dari sisi efisiensi maupun efektivitasnya sebab ia bersifat
eksternal. Kelebihan dan kekurangan produksi alami merupakan
suatu yang seharusnya diterima oleh pemakai. Sedangkan
produksi rekayasa adalah produksi yang bersifat internal.
Produksi seperti ini dapat dikontrol oleh pemakai. Efektivitas
dan efisiensi produksi dapat diatur dengan menggunakan
teknologi.
Selain produksi mempunyai keterkaitan spiritual (ridha
Allah), juga terkait dengan kemaslahatan masyarakat. Seperti
halnya sesuatu yang membuat sebuah kewajiban tidak sempurna
tanpannya, maka sesuatu itu wajib adanya.
Berbagai usaha yang dipandang dari sudut ekonomi
mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencari keuntungan maksimum
dengan jalan mengatur penggunaan faktor-faktor produksi
seefisien mungkin, sehingga usaha untuk memaksimumkan
keuntungan dapat dicapai dengan cara yang paling efisien.
Dalam prakteknya bagi setiap perusahaan pemaksimuman
keuntungan belum tentu merupakan satu-satunya tujuan. Seorang
pengusaha muslim terikat dengan beberapa aspek dalam melakukan
produksi, antara lain:
Berproduksi merupakan ibadah, sehingga seorang muslim
berproduksi sama artinya dengan mengaktualisasikan
keberadaan Allah SWT yang telah diberikan kepada manusia.
Faktor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan
proses produksi sifatnya tidak terbatas, manusia perlu
berusaha mengoptimalkan segala kemampuannya yang telah
diberikan Allah SWT. Seorang muslim tidak akan kecil hati
bahwa Allah tidak akan memberikan rezeki kepadanya.
Seorang muslim yakin bahwa apapun yang diusahakannya
sesuai dengan ajaran Islam tidak akan membuat hidupnya
kesulitan.
Berproduksi bukan semata-mata karena keuntungan yang
diperolehnya tetapi uga seberapa penting manfaat dari
keuntungan tersebut untuk kemaslahatan umum. Dalam konsep
islam harta adalah titipan Allah yang dipercayakan untuk
diberikan kepada orang-orang yang tertentu, harta bagi
seorang muslim bermakna amanah.
Seorang muslim menghindari praktek produksi yang
mengandung unsur haram atau riba, pasar gelap dan
spekulasi
Dalam usahanya untuk meproduksi barang-barang yang
diperlukan masyarakat dan memperoleh keuntungan maksimum dari
usaha tersebut. Masalah pokok yang harus dipecahkan oleh
produsen adalah bagaimana komposisi dari faktor-faktor
produksi yang digunakan, dan untuk masing-masing faktor
produksi tersebut berapakah jumlah yang akan digunakan. Di
dalam memcahkan persoalan ini ada dua aspek yang harus
diperhatikan, yaitu:
Komposisi faktor produksi yang bagaimana bagi seorang
muslim untuk menciptakan tingkat produksi yang tinggi?
atau
Komposisi faktor produksi yang bagaimana seorang muslim
untuk meminimumkan biaya produksi yang dikeluarkan untuk
mencapai suatu tingkat produksi tertentu?
Di dalam memikirkan aspek yang kedua, sebagai seorang
muslim harus memperhatikan:
Besarnya pembayaran kepada faktor produksi tambahan yang
akan digunakan dan
Besarnya pertambahan hasil penjualan yang diwujudkan oleh
faktor produksi yang ditambah tersebut.
1.2 Faktor Produksi
Di kalangan para ekonomi Muslim, belum ada kesepakatan
tentang faktor-faktor produksi, karena terdapat perbedaan
pendapat dari para ulama. Menurut Al-Maududi dan Abu-Su’ud,
faktor produksi terdiri atas amal/kerja (labor), tanah (land),
dan modal (capital). Uraian ini berbeda dengan M.A. Mannan
yang menyatakan bahwa faktor produksi hanya berupa amal/kerja
dan tanah. Menurutnya capital (modal) bukanlah merupakan
faktor produksi yang independen, karena capital (modal)
bukanlah merupakan faktor dasar. Menerut An-Najjar, faktor
produksi hanya terdiri dari dua elemen, yaitu amal (labor) dan
capital. Abu Sulaiman menyatakan, amal bukanlah merupakan
faktor produksi. Dalam syariah islam, dasar hukum transaksi
(muamalah) adalah ibahah (diperbolehkan) sepanjang tidak
ditemukannya larangan dalam nash atau dalil.
a. Amal/Kerja (Labor)
Amal adalah segala daya dan upaya yang dicurahkan dalam
menghasilkan dan menigkatkan kegunaan barang dan jasa, baik
dalam bentuk teoretis (pemikiran, ide, konsep) maupun
aplikatif (tenaga, gerakan) yang sesuai dengan syariah. Pada
dasarnya, ada dua tujuan yang harus dicapai oleh produsen
dalam melakukan pekerjaan, yaitu materialisme dengan konotasi
ultinity, dan spiritualisme dengan konotasi ibadah.
b. Bumi/Tanah (Land)
Land (tanah) meliputi segala sesuatu yang ada di dalam
dan di luar ataupun disekitar bumi yang menjadi sumber-sumber
ekonomi, seperti pertambangan, pasir, tanah pertanian, sungai
dan lain sebagainnya. Bumi biasa diberdayakan untuk pertanian,
perternakan, pendirian kawasan industry, perdagangan, sarana
transportasi, ataupun pertambangan.
Mekanisme pemberdayaan bumi, ulama fiqh berbeda pendapat
tentang mekanisme pemberdayaan lahan pertanian oleh orang lain
dan penentuan return yang berhak diperoleh masing-masing
pihak. Sebagian berpendapat, bahwa mekanisme yang tepat adalah
muzara’ah. Akan tetapi, ulama yang lain menolaknya dan
menawarkan konsep penyewaan dengan sistem uang.
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik tanah memberikan
lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan
dipelihara Dengan imbalan bagian tertentu, misalnya setengah
atau sepertiga dari hasil panen sesuai dengan kesepakatan.
c. Modal (Capital)
Capital adalah bagian dari harta kekayaan yang digunakan
untuk menghasilkan barang dan jasa, seperti mesin, alat
produksi, equipment (peralatan), gedung, fasilitas kantor,
transportasi dan lain sebagainya. Dalam kapitalisme capital
berhak mendapat bunga sebagai kompensasi pinjaman (return of
loans).
Berdasarkan jangka waktu penggunaan capital, asset
(kekayaan) biasa dibedakan menjadi dua macam, yaitu fixed
asset (asset tetap) dan variabel asset (asset berubah). Fised
asset adalah capital yang digunakan untuk beberapa proses
produksi dan tidak terjadi perubahan seperti bangunan, mesin,
dan peralatan. Variabel asset adalah capital yang digunakan
untuk proses produksi dan akan mengalami perubahan seiring
dengan perubahan proses produksi yang dilakukan seperti labor,
sumber energi, dan lainnya.
1.3 Perilaku Produsen
Di dalam memproduksi output produsen dapat menggunakan
faktor- faktor atau variabel yang mempengaruhinya. Dalam
memproduksi output dapat digunakan hanya satu variabel, namun
juga dapat dilakukan dengan lebih dari satu variabel.
a. Produksi Menggunakan Satu Variabel
Dalam produksi dengan satu variabel akan berlaku hukum
pertambahan hasil yang semakin berkurang (the law of
diminshing returns), yaitu jika variabel ditambah terus maka
output makin lama akan semakin turun secara rata- rata dan
secara total. Perhatikan gambar kurva produksi total semakin
menurun :
output
Gambar di atas menunjukkan bahwa tahap I adalah tahap di
mana produksi masih bisa ditingkatkan karena masih efisien,
demikian pula pada tahap II. Akan tetapi memasuki tahap III
tambahan input hanya memberikan tambahan output yang kecil,
manakala input sitambah terus, maka tampaknya seperti pada
tahap IV, di mana tambahan produksi justru turun.
Kesimpulan kurva di atas, adalah :
Pertama, apabila produsen itu menambah input secara
terus- menerus sementara salah satu faktor produksinya
tetap, maka pada tahap awal rata- rata produksi atau
output meningkat (X/O = AP). Demikian juga dengan
marginal produknya (Dx/Do = MP), dan marginal (MP) output
akan semakin besar bila input ditambah terus karena masih
banyaknya sumber daya yang terdapat dalam faktor produksi
yang dianggap tetap tersebut.
Kedua, pertambahan input secara terus- menerus justru
akan merugi karena meskipun secara riil produksi masih
terus bertambah tetapi rata- rata produksi marginal
produksinya justru akan menurun (perhatikan tahap III),
dan bila dipaksakan ditambah maka hasilnya justru akan
semakin menurun, karena kemampuan sumber daya tidak
seimbang dengan pengeksploitasiannya, sehingga
memungkinkan hasil produksinya minus bila dibandingkan
dengan produksi awal.
Oleh karena itu untuk kasus satu faktor produksi variabel
dan lainnya tetap, maka hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :
produksi dapat teruskan bila MP > AP
produksi akan mengalami keuntungan tertinggi pada saat MP
= AP, saat ini produksi masih bisa diteruskan
produksi akan maksimum pada saat MP = 0, dan AP akan
semakin menurun
a. Produksi Menggunakan Dua Variabel
Produksi dengan menggunakan dua variabel maksudnya adalah
terdapat kombinasi antara dua faktor produksi untuk
menghasilkan output (yang sama). Dalam berproduksi, produsen
akan berusaha mencari kombinasi terbaik antara dua faktor
input. Hasil produksi sama dalam teori ini ditunjukkan oleh
suatu kurva yang disebut isoquant curve (isoquant). Sedangkan
biaya yang digunakan dalam rangka menghasilkan produk tersebut
disebut isocost (biaya sama).
1) ISOQUANT (HASIL SAMA)
Isoquant adalah kurva yang menggambarkan kombinasi dua
macam input (faktor produksi) untuk menghasilkan output atau
produksi yang sama jumlahnya. Padat karya adalah suatu proses
produksi yang banyak menggunakan tenaga kerja (1 modal dan 20
tenaga kerja). Padat modal adalah sutu proses produksi yang
banyak menggunakan modal (1 tenaga kerja dan 20 modal).
Bentuk kurva isoquant bermacam- macam :
linier apabila kombinasi antara input tersebut akan
memberikan perubahan yang proporsional bila salah satunya
berubah
cembung seperti kurva indifference
Ridge line adalah garis yang membatasi batas atas dan bawah
produksi. Perhatikan kurva Isoquant dan Ridge Line (RL) pada gambar
berikut :
2) ISOCOST (BIAYA SAMA)
Isocost adalah yang membatasi dan membedakan kemampuan
produksi produsen. Makin besar isocostnya, maka makin besar
pula hasil yang akan dapat diperoleh dan sebaliknya. Kurva
isocost berslope negatif, yaitu penambahan setiap 1 unit input
akan menyebabkan penurunan pemakaian input lain, sebaliknya
bila input lain dikurangi maka akan menyebabkan input yang
satunya akan bertambah.
Isocost dapat juga berslope positif, karena bila produsen
menambahkan input yang satu, maka input yang lainnya juga
bertambah, sebaliknya bila yang satunya dikurangi, maka yag
lainnya juga berkurang yang diikuti oleh berkurangnya
produksi. Perhatikan kurva berbagai macam tingkatan isocost pada
gambar berikut :
1.4 MEKANISME PRODUKSI ISLAMI
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional
adalah pada filosofi ekonomi yang dianutnya dan bukan pada
ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan ruh pemikiran
dengan nilai- nilai islam dan batasan- batasan syari'ah.
Gambaran mekanisme produksi islami dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis kuva atau garis. Gambaran mekanisme
produksi adalah menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang
diproduksi dan biaya yang dikeluarkan.
a. Kurva Biaya (Cost)
Untuk memproduksi suatu produk tertentu dibutuhkan biaya
tetap (fixed cost = FC) dan biaya keseluruhan (total cost =
TC). Produk yang dihasilkan dijual untuk mendapatkan
penerimaan, maka akan di temukan total penerimaan dari hasil
penjualan produk atau disebut total revenue (TR). Hubungan
antara FC, TC dan TR dapat digambarkan dalam grafik Hubungan
Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi berikut :
Biaya yang dikeluarkan oleh produsen dibedakan menjadi
biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Fixed cost adalah
besaran biaya yang dikeluarkan tidak dipengaruhi oleh berapa
banyak output atau produk yang dihasilkan.
Variabel cost adalah biaya yang besarnya ditentukan
langsung oleh berapa banyak output yang dihasilkan. Total cost
adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
suatu barang (FC = FC + VC). Total penerimaan (total revenue)
adalah jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk
yang dapat dijual. Adanya beban bunga yang harus dibayar
produsen (sebagai biaya tetap), maka biaya tetap produsen
naik, yang gilirannya juga meningkatkan biaya total dari TC ke
Tci. Naiknya biaya total akan menggeser atau mendorong titik
i,pas (break even point) dari suatu Q ke Q berikutnya.
Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan
Pola Bunga berikut :
b. Kurva Penerimaan (Revenue)
Dalam kaitan dengan total penerimaan ada tiga model,
yaitu : Revenue Sharing (rs), Profit Sharing (ps) dan Profit
and Lose Sharing (pls).
1) Revenue Sharing
Dalam sistem bagi hasil yang berubah adalah kurva total
penerimaan (TR). Kurva ini akan berputar ke arah jarum jam
dengan titik O (origin) sebagai sumbu putarnya. Kurva TR ini
akan berputar sehingga dapat sampai mendekati sumbu horizontal
sumbu X.
Revenue Sharing adalah mekanisme bagi hasil di mana
seluruh biaya ditanggung oleh pengelola modal. Sementara
pemilik modal tidak menanggung biaya produksi. Titik BEP
adalah titik impas yang terjadi ketika TR berpotongan dengan
kurva TC (BEP terjadi ketika TR = TC). Perhatikan gambar
Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Revenue Sharing
berikut :
Mekanisme revenue sharing memiliki persamaan dan
perbedaan dengan mekanisme bunga. Persamaannya adalah
bergesernya Q ke Qi / Qrs (bahwa Qi > Q dan Qrs > Q) pada
kedudukannya di titik BEP. Sementara perbedaannya adalah jika
mekanisme bunga yang bergerak adalah kuva biaya tetap dan
biaya total, namun pada mekanisme revenue sharing kurva yang
bergeser adalah kurva total penerimaan (TR) searah jarum jam.
2) Profit Sharing
Dalam akad muamalah islam, dikenal akad mudharabah, yaitu
akad yang disepakati antara pemilik modal dengan pelaksana
usaha mengenai nisbah bagi hasil sebagai pedoman pembagian
keuntungan. Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah
Produksi dengan Pola Profit Sharing berikut :
Pada profit sharing seluruh biaya ditanggung oleh
pemodal, maka yang dibagi adalah keuntungan. Kurva TR pada
mekanisme bagi hasil akan berputar dengan poros titik BEP (BEP
sebagai tanda mulai terjadinya keuntungan).
Di samping akad mudharabah, ada akad musyarakah. Bagi
untung yang terjadi pada mulut buaya atas tidak perlu simetris
dengan bagi rugi yang terjadi pada mulut buaya bawah, karena
bagi untung berdasarkan nisbah sedangkan bagi rugi berdasarkan
penyertaan modal masing- masing.
3) Profit dan Loss Sharing
Dalam akad bagi untung dan bagi rugi dapat dilakukan pada
akad syirkah. Bagi untung dan bagi rugi tidak terjadi secara
simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi untung
didasarkan pada nisbah, sementara bagi rugi didasarkan pada
besaran penyertaan modal. Bagi untung terjadi antara kuva TR
dan TC dan bagi rugi terjadi antara kuva TC dan TR, dengan
sumbu putarnya dari titil 0. Obyek yang dibagihasilkan adalah
TR – TC.
1.5 Efisiensi Produksi
Efisiensi produksi menurut kriteria ekonomi harus
memenuhi salah satu dari dua kriteria berikut:
- minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama
Dengan membuat garis vertikal dari sumbu Q (jumlah produk
yang sama), maka total cost untuk revenue sharing lebih kecil
dibanding dengan total cost sistem bunga (TCrs < Tci).
- optimalisasi produksi dengan jumlah biaya yang sama
Pola yang sama dapat dilakukan untuk sistem yang lainnya,
yaitu profit sharing dan profit loss sharing. Perhatikan
gambar Perbandingan Efisiensi Produksi dengan Sistem Bunga, Revenue Sharing
dan Profit Sharing berikut:
Kurva di atas dapat diketahui, jumlah Qi < Qps < Qrs.
Besar kecilnya Qps dengan Qrs sangat dipengaruhi oleh besarnya
nisbah yang disepakati.
1.6 Dampak produksi bagi seorang muslim
a. Berproduksi merupakan bagian dari sikap syukur atas
nikmat Allah SWT. Anugerah yang diberikan Allah adalah
untuk keharmonisan dalam hidup dan kehidupan ini yang
mampu menjadikan suasan lebih kondusif dalam melakukan
usaha. Ada bebrapa dampak yang timbul bila seorang muslim
melakukan usaha sesuai dengan ajaran Islam, yaitu:
b. Menimbulkan sikap syukur yang timbul atas kesadaran bahwa
apa pun yang ia temui bisa dimanfaatkan sebagai input
produksi.
c. Ajaran Islam menjadikan manusia untuk tidak mudah putus
asa dalm produksi karena suatu alasan tidak terpenuhi
kebutuhan hidupnya sehingga produksi dalam Islam akan
mendorong seorang muslim untuk melakukan usaha yang lebih
kreatif.
d. Seorang muslim akan menjauhi praktek produksi yang
merugikan orang lain atau kepentingan-kepentingan sesaat,
contohnya riba.
e. Keuntungan dikenakan didasarkan atas keuntungan yang
tidak merugikan konsumen maupun produsen lain.
1.7 Faktor, Nilai dan Moral Produksi Dalam Islam
a. Nilai dan Moral Islam Dalam Bidang Produksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas produksi secara
ringkasnya dapat dikategorikan dalam dua factor, yaitu : Alam
dan Kerja. Qardhawi selanjutnya menjelaskan bahwa alam adalah
kekayaan yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan
manusia, ditaklukkan-Nya untuk merealisasikan cita-cita dan
tujuan manusia. Kerja adalah segala kemampuan dan kesungguhan
yang dikerahkan manusia baik jasmani maupun akal pikiran,
untuk mengolah kekayaan alam ini bagi kepentingannya. Bagi
Qardhawi dalam bentuk alat dan prasarana adalah hasil dari
kerja bukan merupakan factor produksi. Atas dasar itu, bumi
diolah dan dikeluarkan segala kebaikannya dan kemanfaatannya
sehingga menghasilkan produksi yang baik, sehingga nilai dan
moral Islam yang melekat dalam aktivitas produksi akan menjadi
aktivitas produksi yang efisien.
b. Factor-Faktor produksi dalam Ekonomi
Seperti yang telah dipelajari dalam ilmu Ekonomi, bahwa
faktor-faktor produksi berkisar pada: factor alam, factor
tenaga kerja, factor modal, dan factor manajemen.
1) Factor Alam
Dalam pandangan ekonomi klasik, tanah dianggap sebagai
suatu factor produksi penting mencakup semua sumber daya alam
yang digunakan dalam proses produksi. Islam mengakui tanah
sebagai factor produksi, namun tidak setepat dalam arti sama
yang digunakan di zaman modern. Lebih lanjut Mannan
menjelaskan, memang benar, tidak ada bukti bahwa Islam tidak
menyetujui definisi ilmu ekonomi modern mengenai Tanah sebagai
factor produksi. Islam mengakui diciptakannya manfaat yang
dapat memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Islam memberi terapi kepada alam sebagai salah satu
factor produksi, Islam mengizinkan pemilikannya agar produksi
bertambah, sebagaimana kita lihat pada usaha menghidupkan
tanah mati dan waris. Hal ini dimaksudkan untuk memberi
dorongan kepada seseorang dalam mengembangkan(mengelola)
tanah. Islam juga mengakui pemilikan tanah bukan penggarap,
maka diperkenankan memberikannya pada orang lain untuk
menggarapnya dengan menerima sebagian hasilnya atau uang, akan
tetapi bersamaan itu dianjurkan agar seorang yang mampu
sebaiknya meminjamkan tanahnya tanpa sewa kepada saudara-
saudaranya yang miskin.
2) Faktor Tenaga Kerja
Factor tenaga kerja dalam aktivitas produksi merupakan
upaya yang dilakukan manusia, baik berupa kerja pikiran maupun
kerja jasmani maupun kerja jasmani atau kerja pikir sekaligus
jasmani dalam rangka menghasilkan barang dan jasa ekonomi yang
dibutuhkan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan masalah tenaga kerja, Islam mengangkat
nilai tenaga kerja dan menyuruh orang bekerja, baik bekerja
untuk mencapai penghidupan yang layak dan menghasilkan barang
serta jasa yang menjadi keperluan manusia, maupun amal yang
bersifat ibadah semata-mata kepada Allah.
3) Faktor Modal
Modal adalah kekayaan yang member penghasilan kepada
pemiliknya. Di dalam system Islam, Modal(sebagai hak milik)
adalah amanah yang diberikan Allah yang wajib dikelola secara
baik. Manusia atau para pengusaha hanya diamanahi oleh Allah
untuk mengelola harta atau modal itu sehingga modal itu dapat
berkembang. Islam memberikan terapi sebagai berikut:
Islam mengharamkan penimbunan
Islam mengharamkan hak atas modal terpusat pada beberapa
tangan saja
Islam mengharamkan penggunaan modal dalam produksi secara
boros
Islam mengharamkan penguasaan modal selain dengan cara-cara
yang diizinkan Syari’ah
Islam mengharamkan peminjaman modal dengan cara menarik
bunga
Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan atau harta
produktif
4) Faktor Manajemen
Islam menyuruh melakukan manajemen dan mengharuskan
kepada manajer untuk mengikuti jalan keadilan dan menjauhi
jalan yang akan membahayakan masyarakat. Islam memang
menekankan manajemen, perhitungan dan mencari keuntungan,
tetapi menolak pendirian perusahaan bila tidak berasaskan
“Sama-sama mengalami untung dan rugi”. Sehingga kehidupan
perekonomian berjalan atas landasan-landasan yang sehat dan
tidak menimbulkan suatu goncangan ataupun krisis.
2.Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam2.1 Pendahuluan
Pola-pola yang berhubungan dengan masalah hak milik
(ownership) memiliki efek yang bersifat ekstensif maupun
intensif, yang tidak hanya pada aktivitas ekonomi masyarakat,
namun juga lembaga-lembaga yang akan berkembang di masyarakat
itu. Suatu pengantar yang tepat terhadap system Islami tentang
hak milik akan membantu kita dalam memahami struktur lembaga
yang diatur dalam masyarakat Islam. Batasan yang sesuai
mengenai hak milik juga menentukan perbedaan antara
biaya/keuntungan pribadi dan biaya/keuntungan masyarakat yang
akan melengkapi dasar untuk memahami pendekatan Islam terhadap
teori kesejahteraan dalam mikro ekonomi.
2.2 Konsep kepemilikan dan hak milik
Prinsip dasar yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadits sangat memperhatikan masalah perilaku ekonomi manusia
dalam posisi manusia atas sumber material yang diciptakan
Allah untuk manusia. Islam mengakui hak manusia untuk memiliki
sendiri untuk konsumsi dan untuk produksi namun tidak
memberikan hak itu secara absolute(mutlak). Penekanan
pembatasan hak milik absolute, Al-Qur’an menunjukkan pola
masalah penciptaan sumber-sumber ekonomi bagi Allah terdapat
dalam ayat-ayat Al-Qur’an (QS. 13:3; 67:15; 3:180; 4:5; 35:29;
35:30; 3:180; 28:77; 42:36).
Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak
miliknya yang disahkan Syari’ah. Kepemilikan berarti pula hak
khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia mempunyai hak
menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garis-
garis Syari’ah.
2.3 Sejarah
Al-Qur’an telah memberikan gambaran tentang asal usul
harta atau hak milik, yang pertama kali diberikan Allah kepada
manusia pertama kemudian turun-temurun kepada generasi
berikutnya. Dengan $demikian, awal sejarah kepemilikan sama
dengan awal manusia itu sendiri. Selama hidup, manusia tidak
akan pernah lepas dari masalah kepemilikan. Jadi sejarah
kepemilikan ini telah tercantum dalam Al-Quran.
2.4 Unsur – unsur Sistem Hak Milik Dalam Islam
Kita dapat membedakan antara tiga kategori hak milik,
yaitu Hak Milik Pribadi (Private Property), Hak Milik
Umum/Pemerintah (Public Ownership) dan Voluntary(Waqf).
2.5 Sebab-sebab Kepemilikan Dalam Islam
Kepemilikan yang sah menurut Islam adalah kepemilikan
yang terlahir dari proses yang disahkan Islam dan menurut
pandangan Fiqh Islam terjadi karena:
1. Menjaga hak Umum
2. Transaksi Pemindahan Hak
3. Penggantian Posisi Pemilikan
Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan bahwa sebab-sebab
kepemilikan seseorang atas suatu barang dapat diperoleh
melalui suatu lima sebab, yaitu:
1. Bekerja,
2. Warisan,
3. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup,
4. Harta pemberian Negara yang diberikan kepada rakyat,
5. Harta yang diperoleh seseorang tanpa mengeluarkan harta
atau tenaga apapun.
2.6 Bentuk-bentuk Hak Milik Pribadi Dalam Islam
Hak kepemilikan pribadi menurut pandangan (fiqh) Islam
berbeda dengan system kapitalis maupun sosialis. Salah satu
pembeda yang paling pokok dalam hal ini adalah karakteristik
peduli social dalam system kepemilikan social.
Islam mengakui dan mengabsahkan kepemilikan pribadi,
menghalalkan manusia untuk menabung, menyarankan manusia
berkreasi dan mengembangkan bakat dan bekerja, tetapi Islam
member pula berbagai aturan dan tekanan peduli social pada
individu pemilik, jangan sampai dalam investasi tidak
memperhatikan dampak negative terhadap orang lain.
2.7 Pembatasan Penggunaan Penggunaan Hak milik Pribadi Dalam
Islam
Islam hadir memperbolehkan kepemilikan Individu serta
membatasi kepemilikan tersebut dengan mekanisme tertentu yang
memperhatikan kaidah fitrah manusia, bukan dengan cara
perampasan. Di dalam kepemilikan atas suatu zat tertentu,
bukanlah semata-mata berasal dari zat itu sendiri, ataupun
dari karakter dasarnya, akan tetapi berasal dari adanya izin
yang diberikan oleh Syar’I, serta diperbolehkan oleh Syar’I
untuk memiliki zat tersebut.
2.8 Pengembangan Kepemilikan
Menurut Islam harta pada hakikatnya adalah hak milik
Allah. Namun karena Allah telah menyerahkan kekuasaannya atas
harta tersebut kepada manusia, maka perolehan seseorang
terhadap harta itu sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang untuk memanfaatkan serta mengembangkan harta. Sebab,
ketika seseorang memiliki harta, maka esensinya dia memiliki
harta tersebut hanya untuk dimanfaatkan dan terikat dengan
hukum-hukum syara’, bukan bebas mengelola secara mutlak.
Alasannya, ketika dia mengelola hartanya dengan cara yang
tidak sah menurut syara’, seperti menghambur-hamburkan,
maksiat, dan sebagainya. Maka Negara wajib mengawalnya dan
melarang untuk mengelolanya serta wajib merampas wewenang yang
telah diberikan Negara kepadanya.
Dengan demikian, mengelola harta dalam pandangan Islam
sama dengan mengelola dan memanfaatkan zat benda. Dan system
ekonomi Islam tidak membahas tentang pengembangan harta
melainkan hanya membahas tentang pengembangan kepemilikannya.
2.9 Perbandingan Hak Milik Pribadi Dalam Ekonomi : Islam,
Kapitalisme, Sosialisme
Kepemilikan Pribadi merupakan darah kehidupan bagi
kapitalisme. Oleh karena itu, barang siapa yang menguasai
factor produksi, maka ia akan menang. Demikian moto
Kapitalisme. Ekonomi kapitalisme berdiri berlandaskan hak
milik khusus atau hak milik individu. Ia memberikan kepada
setiap individu hak memiliki apa saja sesukanya dari barang-
barang yang produktif maupun yang konsumtif, tanpa ikatan
apapun atas kemerdekaannya dalam memiliki, membelanjakan,
maupun mengembangkan dan mengekploitasi kekayaannya.
Sementara dalam Sosialisme: setiap orang akan mendapatkan
sesuai dengan apa yang dia kerjakan. Ekonomi ini mengedepankan
pada hak milik umum atau hak milik orang banyak yang
diperankan oleh Negara atas alat-alat produksi, tidak mengakui
hak milik individu,kecuali hal-hal yang berlainan dengan dasar
pokok yang umum itu. Negaralah pemilik satu-satunya alat
produksi, semua rencana dan pengabdian yang berguna bagi
seluruh bangsa. Orang tidak memiliki hak-hak, kecuali yang
diakui dan memenuhi syarat terpeliharanya orang banyak.
Sistem Ekonomi Islam memiliki sikap yang tersendiri
terhadap hak milik. Ekonomi Islam menganggap kedua macam hak
milik pada saat yang sama sebagai dasar pokok bukan sebagai
pengecualian. Hak milik dalam Ekonomi Islam, baik hak milik
khusus maupun hak milik umum, tidaklah mutlak, tetapi terikat
oleh ikatan-ikatan untuk merealisasikan kepentingan orang
banyak dan mencegah bahaya, yakni hal yang membuat hak milik
menjadi tugas masyarakat.
2.10 Konsep Kepemilikan Pengelolaan Harta Kekayaan
a) Konsep kepemilikan harta kekayaan
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep kepemilikan harta.
Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara sistem
ekonomi Sosialis dengan sistem ekonomi Kapitalis serta berbeda
juga dengan sistem ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang
dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi jumlah
(kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas)
memperoleh harta yang dimiliki. Artinya cara memperolehnya
dibebaskan dengan cara apapun yang yang dapat dilakukan.
Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah
(kuantitas) kepemilikan harta individu berikut cara
memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan
dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang
lain. Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta
dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi
dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta
(ada aturan halal dan haram).
Demikian juga pandangan tentang jenis kepemilikan harta.
Di dalam sistem ekonomi sosialis tidak dikenal kepemilikan
individu (private property). Yang ada hanya kepemilikan negara
(state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh
individu masyarakat. Kepemilikan negara selamanya tidak bisa
dirubah menjadi kepemilikan individu. Berbeda dengan itu di
dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal kepemilikan individu
(private property) serta kepemilikan umum (public property).
Perhatian Sistem Ekonomi Kapitalis terhadap kepemilikan
individu jauh lebih besar dibandingkan dengan kepemilikan
umum. Tidak jarang kepemilikan umum dapat diubah menjadi
kepemilikan individu dengan jalan privatisasi. Berbeda lagi
dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa
ada kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum
(public property) serta kepemilikan negara (state property).
Menurut Sistem Ekonomi Islam, jenis kepemilikan umum khususnya
tidak boleh diubah menjadi kepemilikan negara atau kepemilikan
individu.
b) Konsep Pengelolaan Harta Kekayaan
Perbedaan lainnya antara sistem ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep pengelolaan
kepemilikan harta, baik dari segi nafkah maupun upaya
pengembangan kepemilikan. Menurut sistem ekonomi kapitalis dan
sosialis, harta yang telah dimiliki dapat dipergunakan
(konsumsi) ataupun di kembangkan (investasi) secara bebas
tanpa memperhatikan aspek halal dan haram serta bahayanya bagi
masyarakat. Sebagai contoh, membeli dan mengkonsumsi minuman
keras (khamr) adalah sesuatu yang dibolehkan, bahkan upaya
pembuatannya dalam bentuk pendirian pabrik-pabrik minuman
keras dilegalkan dan tidak dilarang.
Sedangkan menurut Islam harta yang telah dimiliki,
pemanfaatan (konsumsi) maupun pengembangannya (investasi)
wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram. Dengan
demikian maka membeli, mengkonsumsi barang-barang yang haram
adalah tidak diperkenankan (dilarang). Termasuk juga upaya
investasi berupa pendirian pabrik barang-barang haram juga
dilarang. Karena itulah memproduksi, menjual, membeli dan
mengkonsumsi minuman keras adalah sesuatu yang dilarang dalam
sistem ekonomi Islam.
DAFTAR PUSTAKASudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta.
2007
Muhammad, Drs. Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta. 2004
www.google.com