Keragaman Etnis

61
ETNIK GEOGRAFI: JALUR KEANEKARAGAMAN (KERAGAMAN ETNIS DI INDONESIA: STUDI KASUS DI JAKARTA) MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Kapita Selekta Geografi Manusia Yang dibina oleh Dr. I Nyoman Ruja, S.U Oleh Kelompok 5 Puspita Annaba Kamil (130721818330) Wakhidatus Sholikhah (130721818307)

Transcript of Keragaman Etnis

ETNIK GEOGRAFI: JALUR KEANEKARAGAMAN(KERAGAMAN ETNIS DI INDONESIA: STUDI KASUS DI JAKARTA)

MAKALAHUNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Kapita Selekta Geografi Manusia

Yang dibina oleh Dr. I Nyoman Ruja, S.U

Oleh Kelompok 5

Puspita Annaba Kamil (130721818330)Wakhidatus Sholikhah (130721818307)

UNIVERSITAS NEGERI MALANGPROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFIJanuari 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mayoritas penduduk dunia secara lahiriah terlihat homogen.

Mereka memiliki bentuk rumah etnik yang khas. Secara bersama-sama

mereka merasa terikat oleh asal mula (sejarah) yang sama dengan

ikatan budaya, ras, agama, bahasa, atau kebangsaan. Pada skala

yang lebih besar, seperti perbedaan bahasa dan agama dalam

masyarakat, pembauran penduduk tersebut tercover oleh "realm

budaya". Pergerakan yang berulang-ulang, persebaran, migrasi, dan

pencampuran orang-orang dari asal yang berbeda telah membentuk

etnis geografi di dunia. Dalam mempelajari etnis geografi perlu

memperhatikan distribusi spasial dan interaksi kelompok etnis,

karakteristik budaya yang mendasari mereka, serta bagaimana

lingkungan binaan (lingkungan yang dibuat oleh manusia)

mencerminkan jejak dari berbagai kelompok etnis.

Suatu komunitas etnik adalah komunitas yang mempercayai

dirinya memiliki asal-usul yang sama, kebiasaan-kebiasaan

kultural yang sama, mempunyai nenek moyang yang sama, serta

sejarah dan mitologi bersama. Sedangkan etnisitas dapat

didefinisikan sebagai kesadaran kolektif kelompok yang menanamkan

1

rasa memiliki yang berasal dari keanggotaan dalam komunitas yang

terikat oleh keturunan dan kebudayaan yang sama. Kelompok etnis

dapat dikenali melalui wilayah yang mereka tinggali, karena

wilayah dan etnis adalah konsep yang terpisahkan. Oleh karena itu

etnisitas menjadi perhatian penting dalam pola budaya keruangan

dan kajian geografi manusia.

Konsep melting-pot society, yang di dalamnya menjelaskan

terjadinya  peleburan berbagai elemen sosial budaya ke dalam

sebuah “campuran homogen” (homogeneus amalgam), menjadi pijakan

konseptual-praktis dalam membangun masyarakat multikultural

tersebut. Konsep melting-pot berhubungan dengan asumsi bahwa

negara hanya bisa jalan kalau masyarakat memiliki identitas yang

relatif homogen. Adapun yang dimaksud dengan masyarakat homogen

adalah masyarakat di mana institusi-institusi dan nilai-nilai

fundamental dibagi secara praktis oleh seluruh masyarakat.

Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak

dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman

masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok etnikbangsa,

masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah

bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai

kebudayaan kelompok etnikbangsa yang ada didaerah tersebut.

Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal

tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam

wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari

pegunungan, tepian hutan, pesisir,dataran rendah, pedesaan,

hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat

2

peradabankelompok-kelompok etnik bangsa dan masyarakat di

Indonesia yang berbeda.Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar

juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di

Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di

Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama

besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan

Indonesia sehingga mencerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa

dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat

keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi.

Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok etnik bangsa namun

juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradisional

hingga ke modern, dan kewilayahan.

Wilayah di Indonesia yang memiliki keragaman etnik berada di

provinsi DKI Jakarta. Pada awalnya, Jakarta dihuni oleh orang –

orang Sunda, Jawa, Bali, Melayu, Maluku, dan beberapa etnik lain.

Selain itu, ada juga orang – orang Cina, Portugis, Belanda, Arab,

dan India. Etnik yang dianggap sebagai penduduk asli Jakarta

adalah etnik Betawi. Etnik Betawi merupakan hasil perpaduan

antaretnis dan bangsa di masa lalu. Saat ini, etnik bangsa yang

ada lebih banyak lagi. Jakarta menjadi miniatur Indonesia.

Hampir semua etnik bangsa yang ada di Indonesia kita jumpai di

Jakarta. Dengan melihat Jakarta sebagai perkotaan yang merupakan

kota jasa dan pusat peradaban manusia dengan berbagai

aktivitasnya yang secara dinamis dan tumbuh dengan cepat membuat

tekanan besar bagi Jakarta dan wilayah sekitarnya. Perkembangan

Jakarta sebagai kawasan perkotaan menyebabkan timbulnya berbagai

3

permasalahan yang erat kaitannya dengan aspek lingkungan, sosial-

budaya dan ekonomi. Kualitas lingkungan yang menurun yang

ditandai dengan meningkatnya konversi lahan tidak terbangun

menjadi kawasan terbangun, yang juga berdampak pada semakin

berkurangnya ruang terbuka hijau, meningkatnya intensitas

kemacetan, polusi udara,  meningkatnya kawasan permukiman kumuh

perkotaan, dan sebagainya.  Permasalahan kawasan perkotaan juga

mencakup aspek sosial yang terus meningkat, seperti kemiskinan,

kekumuhan, sifat individualistik masyarakat, kriminalitas,

segregasi sosial dan lain sebagainya yang sampai kini belum

terselesaikan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi bahasan

dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persebaran etnik di Amerika menurut Fellman?

2. Bagaimana penyebaran etnik bangsa di Indonesia?

3. Bagaimana Pengelompokkan etnik di Jakarta?

4. Mengapa terjadi marjinalisasi etnik Betawi di Jakarta?

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui

persebaran etnik di Amerika menurut Fellmanpenyebaran, persebaran

etnik di Indonesia, pengelompokan etnik di Jakarta dan

marjinalisasi etnik pribumi di kota Jakarta (Etnik Betawi).

4

5

BAB IIPEMBAHASAN

A. Persebaran Etnik di Amerika menurut Fellman

Amerika merupakan suatu benua yang didalamnya terdapat

beragam etnik dan budaya. mayoritas penduduk di Amerika merupakan

imigran dari luar benua tersebut. Para imigran masuk ke wilayah

amerika melalui celah sempit di Pulau Ellis. Hal ini dimulai dari

beberapa abad yang lalu. Gelombang pertama mobilitas manusia

dengan menyeberangi lautan untuk menyelamatkan diri dari jebakan

kemiskinan yang melanda Eropa dan berusah mengubah nasib mereka

di Amerika. Orang Inggris, wales, Skotlandia, Irlandia, Jerman,

Swedia, Norwegia, Denmark, Yahudi, Itali, Bohemian, Serbia,

Suriah, Hungaria, Polandia, dan Yunani merupakan bangsa-bangsa

yang membuka pintu masuk bagi pencampuran berbagai etnis di

Amerika. Para imigran melakukan perjalanan meninggalkan tempat

asal dalam hitungan jam. Dalam hitungan tahun, mereka telah

mengubah negeri asing menjadi tempat tinggal mereka. Melalui

generasi penerusnya, para pendatang tersebut bergabung, dan

membaur bersama ras-ras yang lain.

Budaya adalah gabungan dari ciri-ciri yang membentuk tata

cara kehidupan manusia- termasuk keyakinan kolektif, simbol,

bentuk perilaku, dan yang sifatnya kompleks, seperti nonmaterial,

yaitu sifat-sifat sebagai kebiasaan sosial, bahasa, agama,

kebiasaan makan, alat-alat, dan segala sesuatu yang disukai. Hal

itulah yang membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya.

6

Budaya secara kolektif di buat dan diajarkan kepada keturunan

mereka hingga lama kelamaan menjadi ”way of life” di dalam

masyarakat. Pada dasarnya perbedaan etnis diidentifikasi pada

suatu kelompok melalui ciri budaya yang khas dan umum. Itu semua

selalu di dasari pada pemahaman yang kuat oleh anggota kelompok,

bahwa ada beberapa hal yang membedakan mereka dari kelompok

lainnya, yakni karakteristik dan warisan budaya. Etnis itu

diibaratkan seperti akar dalam konsep ruang. Kelompok etnis

berkumpul pada suatu wilayah baik tanah airnya sendiri maupun

yang tinggal di wilayah pedesaan dan perkotaan, kemudian mereka

menjadi penghuni primer/eksklusif dan menempatkan tanda budaya

yang khas.

Keragaman Etnis dan Separatisme.

Kelompok etnis terdiri dari individu-individu yang

mempunyai ciri penting atau karakteristik yang dapat

diidentifikasi melalui fisik maupun sosial, yang memisahkan

antara kelompok mayoritas dan minoritas di lingkungan mereka.

Pengenalan kelompok dapat melalui bahasa, agama, etnik bangsa

asli, dan pakaian adat.

Etnosentrisme adalah istilah yang menggambarkan

kecenderungan untuk mengevaluasi budaya lain terhadap standar

seseorang dan menyiratkan perasaan bahwa kelompok etnis sendiri

lebih unggul dibandingkan kelompok lainnya. Etnosentrisme

membentuk persaingan masyarakat multietnis dan memprovokasi

perpecahan sosial, spasial, dan isolasi. Namun bisa juga menjadi

7

sebuah pertahanan yang memberikan nilai-nilai akrab dan dukungan

bagi individu di lingkungan yang kompleks.

Isolasi teritorial adalah salah satu hal yang mendukung

separatisme etnis dan membantu kelompok individu untuk

mempertahankan identitas mereka. Di Eropa, Asia, dan Africa,

etnis dan teritorial tidak dapat dipisahkan. Etnis minoritas

membentuk wilayahnya sendiri. Hal ini terlihat di Welsh, Bretons,

dan Basques di Eropa Barat. Banyak kasus di Afrika dan Asia yang

merupakan negara dengan konflik antar kelompok yang serius jika

kontrol dari pemerintah pusat terpecah atau berkurang.

Gelombang Imigrasi

Keragaman etnis yang ditemukan di Anglo Amerika akhir-

akhir ini merupakan produk dari arus imigrasi yang terus menerus

dari periode yang berbeda-beda dan dari hampir seluruh ras di

dunia (sekitar 80 juta di awal abad 21). Gelombang imigrasi yang

pertama terjadi pada sekitar tahun 1870 yang kebanyakan dari

eropa barat dan utara (mayoritas Inggris dan Jerman). Gelombang

imigrasi yang kedua mulai tahun 1870 sampai 1914 merupakan

imigrasi besar-besaran dari Eropa selatan dan timur. Periode ini

berakhir di sekitar akhir abad ke 19 dengan adanya kongres system

kuota yang mengatur jumlah individu yang akan diterima dan

Negara-negara mana yang bisa datang. Perbedaan budaya di Amerika

telah banyak berubah sejak datangnya imigran dari Amerika Latin

dan Asia yang menggantikan dominasi warga Eropa.

8

Akulturasi dan Asimilasi

Di Amerika Serikat setidaknya beberapa imigrasi membuat

konsep minoritas ketika ada kelompok etnis tunggal mayoritas.

Selambat-lambatnya tahun 2050, diprediksikan Amerika akan menjadi

Negara multiras dengan tidak ada kelompok yang lebih dari 50%

dari total penduduk. Bahkan sekarang masyarakat Amerika adalah

gabungan dari keragaman imigran yang membentuk komunitas yang

lebih besar.

Teori penggabungan (Amalgamasi) adalah istilah resmi untuk

konsep tradisional “melting pot” yang merupakan penggabungan

budaya dari banyak etnis imigran kedalam arus percampuran utama.

Amalgamasi juga lebih dikenal dengan perkawinan antar etnis.

Konsep ini telah popular dan diterima di akhir abad 19 dan awal

abad 20. Namun kini teori tersebut telah ditolak karena dianggap

tidak realistis mengingat ketegangan sosial dan budaya yang

tersebar luas saat ini. Konsep “melting pot” di Amerika sebagian

besar telah dibubarkan, diganti dengan penekanan yang lebih besar

pada pelestarian warisan budaya yang beragam dari banyak komponen

etnis negara. Konsep lain yang lebih diterima adalah akulturasi.

Proses akulturasi mengadopsi nilai-nilai, sikap, cara, dan

perilaku, oleh imigran yang diambil dari penduduk asli.

Akulturasi kebanyakan berkaitan dengan kelompok minoritas

yang mengadopsi pola hidup dari kelompok dominan. Namun tidak

menutup kemungkinan terjadi hal yang sebaliknya bahwa kelompok

dominan mengadopsi beberapa pola dan praktek dari kelompok

minoritas yang baru. Akulturasi ini biasanya berjalan lambat

9

terutama terkait dengan bahasa. Setelah pengintegrasian budaya

tersebut komplit maka akan terjadi asimilasi. Asimilasi lengkap

dapat dilihat sebagai proses dari dua bagian. Asimilasi perilaku

adalah setara dengan akulturasi kasar, hal ini berarti integrasi

budaya ke dalam kehidupan umum melalui berbagi pengalaman,

seperti bahasa, perkawinan, dan sejarah. Asimilasi struktural

mengacu pada peleburan etnis imigran dengan kelompok, sistem

sosial, dan pekerjaan dari masyarakat tuan rumah serta adopsi

sikap dan nilai-nilai bersama.

Asimilasi tidak selalu berarti bahwa kesadaran etnis atau

kesadaran perbedaan ras dan budaya hilang. Teori kompetisi, pada

kenyataannya menunjukkan bahwa sebagai etnis minoritas mereka

berhasil masuk ke dalam kehidupan sosial dan ekonomi kelompok

mayoritas dengan kesadaran perbedaan etnis yang masih tinggi.

Identitas etnis sering dialami dan diungkapkan dengan jelas oleh

orang-orang yang paling berhasil mengasimilasi budaya tetapi

memilih untuk mempromosikan gerakan kesadaran dan mobilisasi

etnis.

Perbandingan Asia

Sejak adanya undang-undang imigrasi tahun 1965 dan

penghapusan dari pembatasan imigrasi yang sebelumnya, populasi

orang Asia-Amerika telah bertambah dari 1,5 juta menjadi hampir

15 juta (termasuk ras campuran) pada 2006; hal tersebut

diprediksi akan bertambah hingga 25 juta di tahun 2020. Suatu

waktu keturunan Amerika didominasi oleh orang keturunan Jepang

10

dan Cina. Populasi orang Asia-Amerika sekarang banyak berasal

dari keturunan asing dan berasal dari beragam negara. Mayoritas

negara asal tersebut adalah Korea, Filipina, Vietnam, India,

Thailand, dan Pakistan, juga tambahan terus berdatangan dari

Cina. Walaupun dengan jumlah masih nomor dua setelah keturunan

Latin untuk pendatang baru, orang Asia masih menyumbang hampir

satu pertiga dari arus imigrasi resmi ke Amerika antara tahun

1990 hingga 2000.

Kepindahan mereka dilatar belakangi, pertama, oleh perubahan

undang-undang imigrasi yang menghapuskan kuota negara asal yang

terdahulu dan penyatuan kembali keluarga sebagai kriteria izin

masuk. Orang-orang Asia yang terpelajar, mengambil keuntungan

pada kategori pilihan professional yang terdapat pada undang-

undang imigrasi untuk pindah ke Amerika (atau bertahan di Amerika

dengan visa pelajar biasa). Mereka bisa menjadi penduduk Amerika

setelah 5 tahun dan meminta keluarga dan kerabat yang lain untuk

datang. Keluarga mereka, pada gilirannya, setelah 5 tahun, bisa

membawa masuk kerabat yang lain.

Kedua, banjir pengungsi di Asia Tenggara yang diakui selama

tahun 1975-1980 dibawah program transmigrasi pengungsi setelah

perang Vietnam yang berakibat pada pembengkakan jumlah orang Asia

di Amerika yang semula lebih dari 400.000 hingga 2,4 juta imigran

Asia dan diakui antara 1980 hingga 1990. Pada awal abad ke-21,

hampir 28% populasi keturunan asing Amerika adalah dari Asia.

Kanada menunjukkan kenaikan yang sama pada arus imigrasi dari

benua tersebut. Walaupun pembagian imigran tahunan yang datang

11

dari Asia ke Kanada tidak pernah melebihi 5% selama tahun 50-an,

antara tahun 1991 hingga 2001, 58% penduduk baru adalah keturunan

Asia.

Meskipun menetap di berbagai tempat di negara bagian, orang

Asia-Amerika secara keseluruhan cukup terpusat di pemukiman

(lebih jauh dari populasi yang lain). Dengan pengecualian dari

orang Jepang Amerika, kebanyakan orang Asia Amerika berbicara

bahasa asli mereka di rumah dan mempertahankan kebudayaan etnis,

nilai-nilai, dan adat mereka yang unik, mengisyaratkan antara

kesulitan dalam menyesuaikan dengan kebiasaan orang Amerika atau

dengan sengaja menolak asimilasi.

Gerbang Imigrasi dan Pengelompokan

Para imigran baru pada akhirnya mencari pemukiman di seluruh

bagian di Amerika dalam waktu yang singkat. Pada awalnya,

kebanyakan imigran cenderung untuk menetap dekat dengan titik

kedatangan mereka (yaitu yang terdekat dengan negara asal mereka)

atau dikomunitas imigran yang sudah ada. Pertalian keluarga dan

ketersediaan perkerjaan mungkin menggantikan atau menguatkan

gambaran utama tersebut. Lima negara bagian (California, Texas,

New York, Illinois, and New Jersey) telah mengalami peningkatan

terbesar pada populasi keturunan asing. Secara bersamaan, mereka

memondokkan hampir 70% dari jumlah total imigran Amerika, namun

hanya 36% dari pemukiman keturunan asli.

12

Area metropolitan tertentu secara bersamaan mengalami

ketidak seimbangan kenaikan imigran selama tahun 1990-an. New

York dan Los Angeles menerima paling banyak keturuan asing,

disusul oleh San Fransisco, Chicago, Miami, Dallas, Houston, dan

Washington. Sebagai sebuah kelompok, delapan area metropolitan

ini tercatat sebagai separuh dari pertumbuhan keturunan asing di

negara pada sepuluh tahun terakhir dari abad ke-20 dan

memondokkan 57% dari populasi keturuan Amerika asing. Kota-kota

magnet ini mempunyai jaringan imigran yang telah didirikan yang

menawarkan bantuan sosial dan ekonomi pada pendatang baru yang

dibawa pada mereka oleh arus jaringan migrasi. Ketertarikan

tersebut tidaklah permanen dan bukti sensus menunjukkan bahwa

penyebaran imigran muncul pada area dimana pasokan tenaga kerja

keturunan asli tidak bisa memenuhi permintaan pasar untuk mereka

yang berpengalaman maupun tidak, dan sebagaimana kondisi sosial

ekonomi dari imigran meningkat sedangkan pilihan tempat tinggal

mereka lebih sedikit dipengaruhi oleh pertimbangan komunitas

etnis.

Keseragaman Perancis

Orang Kanada di Quebec merupakan kelompok utama dari Kanada

bagian timur dan selama sekitar 200 tahun mengendalikan populasi.

Mereka hanya berjumlah sekitar 65.000 saat Traktat Paris

mengakhiri perang Amerika Utara antara orang Inggris dan Perancis

di tahun 1763. Bagaimanapun juga traktat tersebut memberi mereka

kendali untuk lebih dari tiga aspek budaya dan kehidupan mereka

13

yaitu bahasa, agama dan kepemilikan tanah. Berawal dari itu,

mereka menciptakan provinsi etnis yang khusus dan terus bertahan

pada sekitar 1,5 juta kilometer persegi dan 7,4 juta orang dan

lebih dari 80% bagi mereka yang berbahasa Perancis sebagai bahasa

asli dan menganut agama Katolik Roma. Kota Quebec adalah jantung

budaya dari Perancis Kanada, dengan area metropolis bilingual,

Montreal, yang berpenduduk 3,5 juta sebagai pusat kota terbesar

dari provinsi Quebec. Hukum, pengakuan dan penguatan jaminan

untuk bahasa dan budaya Perancis di dalam provinsi ini menjamin

pelestarian wilayah budaya di Amerika Utara.

Perbedaan Dan Pemisahan Etnis Urban

“Havana Kecil” dan “Korea Kecil” telah bergabung dengan

“Pecinan”, “Itali Kecil” dengan “Kota German” di tahun yang lebih

awal sebagai bagian dari pemandangan kota Amerika. Praktek

tradisional dari konsentrasi seleksi etnis-etnis di kelompok

pokok yang sudah dikenal adalah bukti sosial geografis yang

semakin luas dan dengan jelas ditetapkan di kota Amerika, dimana

lingkungan etnis telah menjadi sisi yang dikenal dan bertahan.

Setiap individu pendatang baru mencari akomodasi dalam acuan

urban yang telah didirikan oleh kelomok utama dan hubungan yang

cocok dengan imigran dari kelompok etnis yang lain. Akomodasi

tersebut telah diperoleh berdasarkan karakteristik dengan

mendirikan kelompok atau lingkungan etnis. Wilayah seperti ini

didalam kota di mana kelompok budaya tertentu berkumpul, yang

mana mendominasi, dan mungkin bisa menjadi lokasi utama dari

14

penggabungan dan penyatuan dengan lingkungan asli bisa tercipta.

Alur urbanisasi yang cepat, masyarakat industri dari abad ke-19

di Amerika menjadi mosaik untuk kelompok etnis berkuasa yang

lain. Penjagaan mereka sebagai kesatuan yang secara sosial dan

tempat istimewa bergantung pada tingkat sebagaimana asimilasi

dari populasi mereka muncul.

Lingkungan imigran adalah suatu ukuran dari lingkup sosial

yang memisahkan antar kelompok minoritas dengan kelompok utama.

Semakin besar perbedaan yang dirasa diantara kedua kelompok,

semakin besar pula jarak sosial dan sepertinya semakin rendah

kelompok utama untuk mudah menerima atau mengerti pendatang baru.

Konsekuensinya, kelompok etnis tersebut semakin lama akan

bertahan sebagai imigran pengungsi atau mengalami pemisahan.

Pemisahan adalah expresi singkat untuk sejumlah anggota dari

kelompok etnis yang tidak berbagi keseragaman dalam hubungan

dengan populasi yang lain. Ukuran yang umum diterapkan mengukur

tingkat dimana kelompok istimewa dipisahkan adalah index

pemisahan atau index perbedaan tempat tinggal. Hal itu mengindikasikan

persen (%) perbedaan antara distribusi komponen kedua kelompok

pada suatu populsi, dengan nilai jarak teori dari 0 (tidak ada

pemisahan) hingga 100 (pemisahan utuh). Sebagi contoh, menurut

sensus tahun 2000, index perbedaan di area kota metropolitan New

York sangat tinggi 81,8, berarti bahwa hampir 82% dari semua

penduduk kulit hitam atau putih mungkin akan pindah ke bidang

sensus yang berbeda sebelum kedua kelompok dibagi secara merata

melewati tatanan bidang tersebut.

15

Bukti dari kota-kota besar di seluruh dunia memperjelas

bahwa hampir semua etnis minoritas cenderung dipisahkan dari

kelompok utama dan pemisahan tersebut berdasarkan ras dan garis

etnis yang biasanya lebih besar dari yang bisa diantisipasi dari

level sosial ekonomi oleh kelompok yang bersangkutan. Tambahan

lagi, tingkat pemisahan bermacam-macam antara kota di satu negara

dan antara campuran etnis yang berbeda pada satu kota.

Keseluruhannya, riset Brookings Institute menemukan bahwa

meskipun angka pemisahan masih tinggi di Amerika, namun menurun

dengan pasti antara tahun 1970 dan 2000. Hampir semua kota dengan

pemisahan yang tinggi di Barat dan Selatan menjadi sedikit

bersatu selama lebih dari 30 tahun.

Setiap daerah di dunia dan tiap negara mempunyai pola mereka

tersendiri tentang imigrasi nasional, urbanisasi, dan pola

pemukiman imigran. Bahkan ketika gerakan populasi tersebut

melibatkan kelompok etnis yang istimewa dan berbeda, pembedaan

wilayah model Amerika mungkin tidak bisa diterapkan.

Migran asing ke kota-kota di Eropa barat, contohnya, sering

tidak memiliki harapan yang sama untuk tempat tinggal permanen

dan proses pencampuran akhir dengan masyarakat asli sebagai rekan

Amerika mereka. Banyak yang datang dibawah kontrak kerja tanpa

jaminan hukum untuk tempat tinggal tetap. Meskipun banyak dari

mereka kini yang bergabung dengan kerabat, mereka mengalami

kesulitan untuk mendapatkan hak kewarganegaraan. Di Jerman,

bahkan anak keturunan Jerman dari “Pekerja Tamu” digolongkan

orang asing. Pilihan tempat tinggal yang seperti itu sebagai

16

akibat pengaruh kesulitan dari pencampuran, tingkat identitas

migran yang tinggi, pembatasan unit rumah atau jalan yang

disediakan untuk mereka, dan ketertarikan lokasi dari rantai

imigrasi. Budaya dan agama sangat penting diperhatikan bahkan

kelompok kecil etnis homogen.

Populasi orang muslim dari Afrika Utara dan Turki cenderung

berkelompok lebih ketat dan bertahan melawan budaya mayoritas

sekitar di kota Eropa Barat dari pada yang dilakukan migran

Kristen Afrika atau Eropa timur dan Selatan. Perancis, dengan

sekitar 5 juta penduduk muslim, banyak dari mereka berasal dari

Afrika Timur, cenderung untuk menciptakan kawasan yang suram di

luar kota kulit hitam di mana migran Arab yang resmi dan tidak

sebagian besar terisolasi dari jalur utama kehidupan di Perancis.

Pemisahan etnis dan ras muncul terpecah belah dan serius

khususnya di Inggris. Pemerintah Inggris melaporkan pada tahun

2001 bahwa orang kulit putih dan kelompok etnis minoritas

menjalani hidup terpisah tanpa kontak sosial atau budaya dan rasa

nasionalisme pada negara yang sama. Pemisahan tempat tinggal pada

perumahan umum dan area dalam kota ditambah oleh pengelompokan

sosial yang ekstrem. Populasi 7,1% (2001) dari populasi Inggris

yang merupakan non kulit putih – sebagian besar yang berasal dari

Karibia dan Asia – dan mayoritas kulit putih. Laporan tersebut

disimpulkan dengan, “ menjalani hidup pada dasar kehidupan

paralel yang sangat jarang, bahkan tidak pernah bersentuhan pada

titik manapun.” Menyalahkan situasi pada “komunitas yang memilih

untuk hidup terpisah dari pada bersatu” (lihat “The Caribbean Map

17

in London”). Home Secretary mengamati pada dasar laporan bahwa

banyak “kota kecil dan besar kekurangan rasa identitas

kewarganegaraan atau nilai bersama”. Total pemisahan minoritas

serupa adalah bukti di Sydney, Australia, pinggir kota Redfern,

di mana populasi orang Aborigin yang jarang mengambil resiko

untuk bekerja atau bergaul dengan orang kulit putih di sekitar

dan orang kulit putih Australia menghindari dan mengabaikan.

Pemisahan spasial juga tumbuh di negara berkembang.

Urbanisasi yang cepat di multi etnis India telah berimbas pada

perbedaan sosial dan budaya yang ekstrim di kota tersebut. Secara

meningkat, segi kota-kota di India menetukan pemisahan kelompok

pemukiman berdasarkan desa dan kasta asal imigran. Rantai

imigrasi telah meredakan gelombang pendatang baru ke wilayah kota

lama dan baru; bahasa, adat, agama dan tradisi membatasi mereka.

Di Mumbai, sebagai contoh, di Dharavi – dianggap daerah paling

miskin di dunia – bahasa utama adalah tamil, bukan Hindi. Di lain

tempat, imigran Bangkok, Thailand, Burma sebagian besar dibatasi

di daerah miskin yang lain di Tlong Toey. Populasi di Hillbrow,

penghuni liar di daerah miskin di Johannesburg, Afrika Selatan,

sebagian besar terdiri dari imigran Nigeria dan orang Afrika yang

berbahasa Perancis; dan pemukiman liar di perumahan di San Jose,

Costa Rica, sebagian besar datang dari Nicaragua.

Desakan pada asimiliasi, diskriminasi, dan pemisahan yang

berkepanjangan lebih dirasakan oleh sebagian minoritas. Secara

umum, rata-rata asimilasi dari etnis minoritas dengan budaya asli

tergantung pada dua kendali: external, termasuk sikap terhadap

18

minoritas yang dilakukan oleh kelompok utama dan kelompok etnis

lain yang juga berkompetisi, dan kendali internal yaitu kemampuan

bersatu dan bertahan dari suatu kelompok.

Kendali eksternal

Ketika budaya (kelompok) mayoritas merasa sebuah kelompok

sebagai ancaman, kelompok tersebut cenderung diisolasi secara

spasial oleh taktik “blokir” eksternal yang dirancang untuk

membatasi minoritas yang ditolak dan menentang “serangan” dari

lingkungan urban yang sudah mendiami daerah tersebut. Ketika

kelompok ancaman semakin kuat bersatu dan semakin bertahan, saat

ukuran konfrontasi (termasuk mungkin, ancaman dan vandalisme)

gagal, serangan ke kawasan kelompok utama oleh kelompok minoritas

yang ditolak berlangsung hingga ke persentase kritis, pada level

tersebut, titik puncak, menimbulkan kepindahan yang cepat oleh

populasi mayoritas yang dahulu. Serangan, diikuti dengan

penggantian, yang berakibat pada pola spasial yang baru dari

dominasi etnis menurut model geografi sosial urban yang

dikembangkan untuk kota-kota di Amerika dan dibahas di bab 11,

model seperti ini sedikit diterapkan di Eropa.

Diskriminasi etnis dan ras, pada daerah urban secara umum

menunjukkan daerahnya sebagai daerah pengasingan dari

ketersediaan perumahan yang paling baru, paling asing, minoritas,

paling ditolak, hingga paling miskin. Pekerjaan illegal, kasar,

dan buruh pabrik yang tidak menarik bagi kelompok utama tersedia

bagi pendatang baru bahkan saat kesempatan yang lain tertutup.

19

Pekerja dek, pembersih jalan, pekerja rumah jagal, dan pegawai

pabrik baju di awal masa Amerika dan rekan mereka di negara

bagian yang lain. Di Inggris, gelombang pengambil alihan di India

Barat dan negara persemakmuran Asia mengambil bagian di hotel

dengan upah rendah seperti pekerja pelayan restoran, pegawai

transit, pengumpul sampah, buruh manual, dan sejenisnya. Orang

Turki di kota-kota di Jerman dan Afrika Utara di Perancis

berperan sebagai pegawai dengan status rendah.

Di Amerika, telah ada perkumpulan spasial antara lokasi dari

kesempatan berkerja semacam itu – distrik pusat bisnis di dalam

kota dan pinggirnya – dan lokasi perumahan yang paling tua,

rusak, dan tidak diminati. Perkiraan akan kesempatan kerja dan

ketersediaan rumah murah disekitar distrik pusat bisnis, yang

kemudian dikombinasikan untuk memusatkan daerah miskin imigran di

Amerika sekitar jantung kota di abad ke-19.

Pada pertengahan abad ke-20, peminggiran pekerjaan, tingkat

pekerjaan beresiko yang dibutuhkan di kantor-kantor distrik pusat

bisnis (CBD) adalah pengasingan yang efektif dari penduduk dalam

kota dengan ketiadaan transportasi umum atau ketidak mampuan

mereka untuk membayar transport pribadi, mengatur kelompok dari

minoritas yang paling sedikit bersaing dan area perumahan yang

paling sedikit diminati. Namun sekarang, lokasi tersebut kurang

menjanjikan untuk level pekerjaan awal yang lebih dahulu diminati

ditutup segera.

Kendali Internal

20

Meskipun sebagian dari pola Amerika untuk pemisahan

perumahan mungkin bisa dijelaskan dengan kendali eksternal dari

pertahanan dan diskriminasi budaya asli, pengelompokan kelompok

tertentu hingga mempunyai ciri-ciri tersendiri, lingkungan etnis

homogen paling bisa dimengerti sebagai hasil dari kendali

internal dari pertahanan dan kekolotan kelompok. Pemisahan atau

kemauan sendiri oleh kelompok etnis bisa dilihat untuk

menunjukkan empat fungsi prinsip – bertahan, membantu, menjaga,

dan “menyerang”.

Prinsip yang pertama adalah bertahan, mengurangi isolasi dan

pembukaan imigran secara individu oleh kelompok fisik pada area

tertentu. Area tempat tinggal orang Yahudi yang bertembok dan

berpagar dari kota-kota di Eropa abad pertengahan saat ini

mempunyai rekanan mereka di darah yang dengan jelas ditetapkan

dan bertanda “tufs” oleh sebuah anggota geng jalanan dan markas

ekslusif dari “komunitas orang kulit hitam”, “Pecinan” dan

lingkungan etnis atau ras lain. Di kota-kota di Inggris, telah

diteliti bahwa orang-orang India Barat dan Asia mengisi celah

yang sama di ekonomi Inggris dan bermukim di area semacam itu,

tapi mereka cenderung menghindari tinggal di area yang sama.

Orang India Barat menghindari orang Asia; orang penganut paham

Sikh menutup diri mereka dari orang muslim, orang Bengali

menghindari orang Punjabi. Di London, pola isolasi pemukiman

bahkan meluas hingga ke India Barat sebagai pulau tanah air yang

terpisah seperti yang dijelaskan “The Caribbean Map in London”.

21

Kedua, lingkungan etnis menyediakan bantuan pada penduduk

mereka dengan berbagai cara. Area tersebut menyediakan lingkungan

pertengahan antara asal dengan masyarakat asing, dimana akhirnya

akan mendapat pengakuan. Daerah itu berperan sebagai sebuah

tempat permulaan dan penanaman doktrin, menyediakan sandaran

bantuan, institusi agama etnis, bisnis yang terkenal, kesempatan

kerja di mana kendala bahasa sangat minim, dan persahabatan serta

kekeluargaan yang erat untuk meringankan perbedaan di lingkungan

yang baru.

Ketiga, lingkungan etnis mungkin menyediakan fungsi

pelestarian, merujuk pada maksud positif dari sebuah kelompok

untuk melestarikan dan mempromosikan beberapa element penting

dari warisan budaya mereka seperti agama dan bahasa. Fungsi

pelestarian ini mewakili rasa enggan untuk sepenuhnya membaur

dengan lingkungan utama dan keinginan untuk tetap menjaga adat

tersebut dan kelompok tersebut merasa lebih perlu menjaga

kelompok tersebut. Sebagai contoh, peraturan makanan orang Yahudi

lebih mudah diamati atau pembongkaran partner menikah yang

potential dengan yang berkepercayaan sama adalah keharusan,

kelompok yang berhubungan erat daripada individu yang terpecah

belah.

Yang terakhir, konsentrasi spasial etnis bisa menyediakan

apa yang telah dikatakan sebagai fungsi pernyataan atau

penyerangan, pencarian yang sah dan aman, khususnya, perwakilan

politik dari sebuah konsentrasi kekuasaan yang terpilih.

Pendaftaran pemilih bergerak diantara orang Afrika dan keturunan

22

Latin Amerika mewakili usaha bersama untuk mencapai promosi dari

kepentingan kelompok pada semua level pemerintahan.

Perubahan Konsentrasi Etnis

Sebuah komunitas etnis tidak selalu dibentuk permanen. Bagi

orang Eropa yang datang pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 dan

yang paling baru imigran keturunan Latin dan Asia, Konsentrasi

tinggi muncul di perkampungan pertama. Generasi lingkungan kedua

biasanya menjadi lebih beragam. Sensus tahun 2000 mengungkapkan

kelompok etnis urban dominan yang telah lebih dahulu bertempat,

sebagai contoh, “Itali Kecil” jarang ada yang melampaui 50%

sebagai anggota gelombang cepat imigran kelas menengah dan

menengah keatas. Pola pergerakan muncul berulang diantara

kelompok orang Asia dan Latin, namun yang paling jelas kelompok

tersebut dihitung secara kolektif sebagai bagian yang cukup kecil

dari total populasi di daerah metropolitan. Pemisahan orang kulit

hitam dari komunitas kulit hitam, sebaliknya, muncul lebih

terkenal dan permanen. Berlanjut pada konsentrasi ras atau

etnis,sekitar 80% atau 90% muncul hampir secara terpisah di

lingkungan Afrika Amerika dimana kelompok yang dominan tetap

diasingkan oleh pemisahan dan pergerakan kulit putih.

Kumpulan etnis awalnya diidentifikasi dengan area pusat kota

tertentu biasanya digantikan kelompok pendatang baru. Dengan

pembedaan imigrasi terbaru, lingkungan etnis homogen yang sudah

lama ada terbagi lagi dan menjadi multi etnis. Di Los Angeles,

sebagai contoh, gelombang besar imigrasi dari Mexico, Amerika

23

Tengah, dan Asia telah mendorong orang Afrika Amerika untuk

keluar dari Watts dan komunitas kulit hitam terkenal yang lain,

mengubah mereka dari daerah ras yang awalnya berdiri sendiri

menjadi multibudaya. Di New York, wilayah Queens, pernah menjadi

benteng yang kuat oleh etnis Eropa, yang sekarang menjadi rumah

bagi lebih dari 110 kewarganegaan berbeda yang umumnya non Eropa.

Selanjutnya, lingkungan etnis baru telah bercampur

sebagaimana daerah kekuasaan diawal abad ke-20 yang tidak pernah

ada. Restoran, toko kue, sembako, toko unik, pemilik dan

pelanggan mereka yang berasal dari negara dan bahkan benua yang

berbeda kini bisa ditemukan dalam radius dua atau tiga blok. Di

jalan raya Kenmore, wilayah timur Los Angeles, sebagai contoh, di

area seluas setengah mil dari yang tadinya lingkungan Anglo,

sekarang perumahan sebanyak lebihdari 9000 penduduk mewakili

keturunan Latin, Asia, juga bervariasi bersama penduduk Pasifik,

Indian Amerika, Afrika Amerika dan beberapa kulit pusih keturunan

asli. Pelajar di lingkungan sekolah datang dari 43 negara dan

berbicara dalam 23 bahasa, tidak diketahui percampuran etnis

lokal pada komunitas etnis tunggal.

Perubahan pola etnis spasial belum jelas atau pasti.

Perbedaan etnis yang semakin meningkat bergandengan dengan arus

imigrasi yang terus berlangsung. Kecenderungan kelompok etnis

untuk berpisah untuk alasan keamanan, ekonomi, dan sosial tidak

bisa berhasil jika kelompok etnis yang cukup kecil dan berbeda

menemukan kenyamanan pada tata kota tunggal. Pencampuran tidak

bisa dielakkan ketika kelompok individu tidak mendapatkan

24

kebutuhan penting dalam jumlah besar untuk menentukan ciri-ciri

komunitas independen yang sejati. Sensus tahun 2000 secara jelas

menunjukkan di wilayah New York, contohnya, menjadi beragam

secara etnis dan lebih terpisah-pisah dari yang diharapkan selama

tahun 1990-an, dengan kelompok penguasa dan daerah yang beragam

dan diakui dengan jelas untuk komposisi dan karakter etnis mereka

yang beragam. Pertumbuhan imigrasi selama sepuluh tahun awal

tidak hanya menghasilkan keragaman etnis yang lebih besar namun

juga permisahan yang juga lebih besar.

“Pecinan Satellite” adalah contoh migrasi dari pusat kota ke

pinggiran atau wilayah luar (di San Gabrial Valley di Los

Angeles). Di kota New York, pergerakan satelit area dari Canal

Street yang masih berkembang ke Manhattan hingga Flushing sekitar

sejauh 15 mil dan ke Elmhurst dimana imigran dari 114 negara

berbeda, adalah lingkungan dengan perbedaan etnis paling banyak

di kota. Salah satu hasilnya adalah ethnoburb, komunitas pinggiran

kota yang sepenuhnya terstruktur secara ekonomi dan politik

dengan konsentrasi kelompok etnis tunggal yang signifikan. Untuk

beberapa etnis, pencampuran komunitas dan pekerjaan tidak

mengurangi kebutuhan akan identitas kelompok.

Hasil Tipologi dan Spasial

Ketika kedua kelompok utama dan etnis merasa bahwa jarak

sosial yang memisahkan mereka menjadi semakin kecil, kumpulan

pemukiman etnis dengan cepat memberi jalan untuk pencampuran

25

penuh. Mereka bertahan dengan harapan bahwa pendatang baru

mengekalkan kebutuhan mereka. Di kota-kota di Amerika, banyak

koloni etnis orang Eropa mulai kehilangan semangat dan tujuan

dengan adanya pengurangan arus imigrasi Eropa setelah tahun 1920-

an.

Ketika sebuah perkumpulan etnis bertahan karena penghuni

memilih untuk menjaganya, sikap mereka mencerminkan hubungan

internal dalam kelompok dan keinginan untuk mempertahankan

kekuasaan etnis atau lingkungan. Ketika perkumpulan diabadikan

oleh batasan luar dan aksi diskriminasi, maka hal tersebut telah

dikategorikan sebagai tempat tinggal minorias.

Diskriminasi dan voluntarisme menentukan pola perubahan

perkumpulan etnis di dalam area metropolitan. Dimana pemisahan

yang dipaksakan membatasi pilihan pemukiman, etnis atau ras

minoritas mungkin membatasi pada area perumahan yang kuno dan

murah dekat dengan pusat kota. Kelompok etnis berkembang yang

mengatur asosiasi spasial sukarela sering meluas ke area dari

dominasi merela dengan tumbuh keluar dari pusat kota dengan pola

radial.

Afrika Amerika secara tradisional telah menemukan pertahanan

yang kuat pada ekspansi wilayah dari kelompok utama Anglo,

melalui hubungan urban kulit putih dengan hitam dan pola formasi

kulit hitam minoritas dan perluasan berbeda di setiap negara

bagian yang berbeda pula. Di selatan, mayoritas kulit putih,

dengan kendali penuh untuk pasar perumahan, sanggup untuk

memberikan ruang pemukiman kepada orang kulit hitam berdasarkan

26

keinginan pribadi orang kulit putih tersebut bukan kulit hitam.

Pada awal daerah selatan yang miskin pada saat sebelum kota-kota

perang sipil seperti Charleston dan New Orleans, orang Afrika

Amerika diberi tempat tinggal kecil di gang dan jalan belakang

tidak melebihi perbatasan dengan komuitas kulit putih di mana

orang kulit hitam bekerja sebagai budak di rumah dan tukang

kebun. Daerah miskin klasik di selatan untuk orang kulit hitam

yang baru bebas menyusun sebuah perumaha yang dibangun khusus

dengan kualitas rendah di tanah yang tidak diminati – daerah rawa

atu mungkin dekat dengan daerah industri dan jalan kereta api –

dan cukup jauh dari kualitas perumahan kulit putih yang lebih

baik untuk mengatur pemisahan penuh sosial dan spasial.

Di utara, orang Afrika Amerika membuka pesaing dengan

penuntut yang lain untuk pasar perumahan yang sama rata.

Pemukiman bagian utara pada masa awal mewakili tempat “berpijak”

yang kuat di perumahan yang padat penduduk, kuno dan dibawah

standar di pinggir daerah pusat bisnis. Pemukiman bagian utara

klasik dengan perluasan terbaru dari penguasa awal untuk

mengelilingi daerah CBD dan untuk memasuki, melalu invasi dan

beriringan, area yang bersebelahan sebanyak jumlah dan kemampuan

membayar sewa yang mampu ditanggung dari kelompok Afrika Amerika

yang berkembang. Akhirnya, di kota di bagian barat dan barat daya

yang baru tidak dikepung secara ketat oleh lingkungan kulit

putih yang bertahan atau daerah pinggiran, komunitas kulit hitam

akan memperlihatkan perluasan linear dari daerah CBD ke garis

pinggir kota.

27

Pengusiran Keturunan Asli

Gelombang imigrasi ke Amerika selama tiga tahun terakhir di

abad ke-20 – tidak seperti periode imigrasi masa sebelumnya,

telah mempengaruhi pencapaian daerah etnis yang luas di Amerika

dan pola migrasi internal dari keturunan pribumi Amerika.

Konsekuensi spasial telah dianugrahi “Balkanisasi demografi”,

areal permisahan yang menguat dan terkenal dari suatu populasi

etnis atau ras, status ekonomi, lintas usia memperpanjang area

metropolitan dan wilayah yang lebih luas di negara.

Diawal abad ke-20 gelombang imigrasi berakibat pada

pemisahan etnis sementara oleh lingkungan urban dan antara pusat

kota dengan pingggiran. Perundang-undangan imigrasi di tahun 1965

menjatuhkan kuota asal negara yang sebelumnya diminati imigran

Eropa, digantikan dengan formula yang menekankan pada penyatuan

kembali keluarga. Perubahan tersebut, ditambah dengan tekanan

ekonomi dan politis di banyak negara di Asia dan Amerika Latin,

telah menambah pemasukan orang Asia dan keturunan Latin yang

lebih miskin dan kurang terlatih. Ketergantungan yang tinggi

terhadap anggota keluarga dan teman untuk menggabungkan dari

pasar kerja Amerika yang tidak formal ke yang formal, pendatang

baru ditarik menuju tempat masuk metropolitan area yang utama

oleh jaringan rantai migrasi.

Konsekuensi spasial yang paling nyata dari pola imigrasi dan

pemukiman terbaru di Amerika adalah penurunan asimilasi imigran

yang ideal dan nyata dari percampuran budaya urban dan ras.

28

Sebaliknya, pola yang muncul adalah peningkatan pemisahan secara

besar-besaran dan pengasingan oleh area metropolitan dna beberapa

negara bagian. Asimilasi imigran sekarang semakin sulit dari pada

masa lalu dan bagian politik dan sosial lebih terkenal dan

bertahan.

Perpindahan budaya

Kelompok imigran tiba di tempat tujuan mereka dengan

keterampilan dan teknik produksi yang telah mereka miliki. Mereka

membawa pemikiran yang telah dibentuk tentang gaya pakaian,

makanan, dan perumahan yang “pantas” dan mereka memiliki agama,

adat pernikahan dan praktek adat yang lain pada tempatnya dan

telah mendarah daging. Itulah mengapa imigran membawa serta

kelengkapan artitefak, sosiofak dan merntifak ke dalam rumah baru

mereka. Mereka mungkin mengubah, mengabaikan, atau bahkan

menyebarkan budaya tersebut ke budaya asli, tergantung seberapa

jauh pengaruh interaksi mereka: (1) alasan kedatangan kelompok;

(2) jarak sosial kelompok tersebut dari kelompok utama; (3)

perbedaan antara kondisi tempat tinggal baru dengan lingkung

daerah asal; (4) kepentingan yang diberikan migran pada motivasi

ekonomi, politik, dan agama yang menyebabkan kepindahan mereka;

dan (5) berbagai macam tekanan yang muncul yang mendorong

penyesuaian pada perseorangan, sosial dan teknikal di tempat

kedatangan.

Kelompok imigran jarang menyebarkan ciri budaya mereka

secara utuh di Amerika Utara. Secara beragam, telah ada beberapa

29

perubahan sebagai bentuk dari penyesuaian yang penting pada

situasi yang beru atau kondisi fisik. Umumnya, bila ciri budaya

yang telah disebarkan digunakan di tempat yang baru, budaya

tersebut akan terpelihara. Inersia sederhana menyatakan bahwa ada

sedikit alasan untuk mengabaikan budaya yang nyaman dan sudah

dikenal bila tidak ada tambahan keuntungan. Namun, praktek dan

kebiasaan yang tidak cocok akan ditinggalkan bila kebiasaan orang

Amerika superior telah masuk dan kebiasaan yang benar-benar tidak

pantas akan dibuang. Penduduk Jerman di Texas, sebagai contoh,

menemukan bahwa anggur dan buah-buahan asli negara mereka tidak

ada di sana. Mereka menyadari bahwa tradisi negara agraris tua

tidak bisa disebarkan dan harus diubah.

Akhirnya, bahkan elemen budaya yang paling utama mungkin

akan diubah untuk menghadapi perlawanan budaya abadi dari

populasi mayoritas. Meskipun budaya Amerika asli, anggota gereja

Tuhan Yesus dari Latter-day Saint (gereja Mormon) digolongkan

sebagai kelompok aneh yang mana praktek poligami dianggap asing

dan menjijikkan. Untuk mengamankan penerimaan politis dan sosial,

pemimpin gereja melaporkan segi-segi kepercayaan agama. enyadari

bahwa praktek tradisional mereka akan penggunaan opium sebagai

obat, “penangkapan” pengantin perempuan muda, ritual pembantaian

binatang menyebabkan mereka bermasalah dengan hukum dan adat

Amerika, dengan demikian semakin banyak anggota mereka yang ber-

Amerikanisasi. Akulturasi cenderung memihak pada keuntungan

ekonomi dan akan dipercepat bila kelompok imigran pada sifat

dasar mereka hampir mirip dengan kelompok asli, bila mereka rata-

30

rata dari kelompok terpelajar, kaya, dan menyadari keuntungan

sosial dan politis dengan ber-Amerikanisasi.

Faktor internal penolakan pada suatu kelompok yang membantu

pada pertahanan identifikasi budaya mereka meliputi unsur

pengasingan. Kelompok imigran mungkin menemukan pemisahan fisik

di daerah terpencil atau rintangan membesarkan keturunan dari

alam sosial untuk menyakinkan permisahan mereka dari perngaruh

yang merusak. Pengasingan sosial merupakan cara yang efektif

bahkan di lingkungan urban yang padat walaupun hal tersebut

ditunjang dengan kostum, ritual dan agama yang khusus.

Faktor-faktor penolakan juga melibatkan pantulan budaya,

adopsi yang terlambat dari kesadaran dan pendirian kembali

identitas karakteristik kelompok. Hal ini merupakan sebuah upaya

untuk nilai-nilai kuno dan untuk mencapai pemisahan sosial.

Pemakaian dasikls, pakaian keturunan asli Ghana yang populer,

atau perayaan Kwanzaa oleh orang kulit hitam Amerika untuk

mencari identitas diri sebagai keturunan Afrika adalah contoh

dari pantulan budaya. Identitas etnis yang dikembangkan oleh

keluarga inti dan hubungan kekeluargaan, khususnya ketika

diperkuat oleh kedekatan pemukiman.

Gambaran Etnis

Gambaran etnis bagaimanapun juga mencerminkan cara lama yang

tidak lagi digunakan. Hal tersebut mungkin berisi bukti artefak

atau barang yang dibawa masuk dan dipertahankan. Pada beberapa

contoh, ritual dan hukum adat yang dipertahankan dari suatu etnis

31

mungkin akan tetap unik untuk satu atau beberapa komunitas. Pada

kelompok lain, pencampuran ritual dan gagasan mungkin akan

mengenalkan ke area diatas daerah kekuasaan mereka. Gambaran dan

buktinya yang ditemukan oleh ahli geografi budaya sangat banyak

dan beragam. Paragraf di bawah ini akan berpusat pada pencarin

untuk menjelaskan beragam topik yang dikejar pada bukti gambaran

pengaruh yang kuat dari perbedaan budaya Anglo Amerika.

Survey Lahan

Kelompok utama di wilayah manapun mempunyai pilihan untuk

membuat sebuah sistem pengakuan dan kepemilikan tanah yang pantas

untuk kebutuhan dan tradisi mereka. Pada hampir semua bagian,

orang Inggris menciptakan aturan pembagian tanah di daerah koloni

pesisir Atlantic. Di New England, jaminan tanah awal adalah untuk

“kota”, pada umumnya kawasan padat penduduk sebesar 6 mil.

Pendirian pusat pedesaan, lengkap dengan tempat rapat dan wilayah

yang umum, dikelilingi oleh lahan yang lebih luas yang dibagi

lagi menjadi petak-petak untuk diberikan kepada anggota

komunitas. Hasilnya adalah pola yang khusus dari pedesaan inti

dan pertanian yang terbagi-bagi.

Dari Pennsylvania ke barat, penjamin tanah kerajaan yang

asli dibuat untuk “pemilik”, yang kemudian menjual atau

memberikan pegangan pada penghuni rumah. Pada Koloni bagian

selatan, pemilik mengakui tanah sejumlah yang disetujui oleh yang

berwenang namun lokasinya tidak pasti. Tanah tersebut ditaksir

sebagai yang paling baik bila diakui, tanah yang miskin

diabaikan, dan pematokan perbatasan tidak teratur dan sistematis.

32

Sistem pembagian dan pembatasan dari gambaran tanah di suatu

daerah, berdasarkan besarnya bentuk tanah atau pengairan atau

komponen lahan sementara seperti pohon, bebatuan, atau timbunan

batu menyebabkan ketidak pastian dan perselisihan untuk menetukan

perbatasan.

Di tempat lain di Amerika Utara, orang Perancis dan Spanyol

merupakan bagian dari kelompok utama dan menciptakan tradisi

mereka sendiri tentang pembagian dan kepemilikan tanah. Pengaruh

orang Perancis hanya bertahan sebagian. Sistem Kapling Panjang

diperkenalkan di St. Lawrence Valley dan diikuti oleh penduduk

Perancis dimanapun mereka mendirikan koloni di New World: lembah

Missisipi, Detroit, Louisina dna lain sebagainya. Kapling panjang

adalah tinjauan perpanjangan kepemilikan biasanya sekitar 10 kali

lebih panjang dari pada luas, membentang ke belakang dari bagian

depan sunggai yang sempit (gambar 6.27). Garis sungai ditandai

dengan rangkaian kedua dari kapling panjang. Keuntungan sistem

seperi ini adalah menyediakan setiap penghuni akses yang cukup

menuju tanah yang subur di sepanjang tanah yang rendah, tanah

bantaran sungai yang berkualitas rendah, dan lereng bukit di area

belakang yang miskin yang digunakan sebagai penyimpanan kayu.

Perumahan dibangun dibagian depan tanah yang dimiliki, pada garis

perkampungan yang kosong yang disebut cote, dimana aksesnya mudah

dan dekat dengan tetangga.

Walaupun orang Inggris Kanada menerapkan sistem pengkajian

rektangular, kapling panjang menjadi aturan yang resmi di Quebec

French, dimana sistem tersebut mengendalikan pengkajian tanah

33

bahkan di tempat dimana akses sungai tidak penting. Di Rio Grande

valley di New Mexico dan Texas, koloni orang Spanyol

memperkenalkan sistem kapling tanah yang serupa.

Pola pemukiman

Pola pemukiman pedesaan di Amerika telah didominasi oleh

tanah dan rumah pertanian yang terasing. Sistem tersebut

merupakan sebuah penataan berdasarkan kondisi pola pemetaaan dari

pengkajian tanah, berdasarkan tradisi rumah dan pekarangan, serta

berdasarkan pola umum jalan pedesaan. Sistem pengkajian yang

lain, tentu saja, pilihan pemukiman resmi yang telah berakar

secara budaya. Kapling panjang orang keturunan Latin dan Spanyol

mendorong penjajaran ruang yang rapat namun terpisah berupa rumah

dan pekarangan di sepanjang sungai dan jalan depan. Pedesaan New

England menujukkan tradisi Inggris yang telah diterapkan.

Sifat Kedaerahan Etnis

Gambaran wilayah di dunia lain memiliki perbedaan pada

bangunan rumah yang mencerminkan pola daerah asal. Di wilayah

yang penduduknya beragam dan rumit – Eropa bagian timur dan timur

laut sebagai contoh – tipe perumahan yang berbeda, rancangan

rumah pertanian, bahkan penggunaan warna bisa digunakan untuk

membedakan populasi ke-etnisan lokal bagi peneliti yang

mengetahui. Salah satu rumah satu loteng, “ ruang merokok” di

utara Slavs dengan aula utama dan kokoh di bawah satu atap,

menandai area permukiman mereka bahkan di selatan Sungai Danube.

34

Rumah satu loteng bercat biru dengan atap jerami menunjukkan

komunitas Kroasi. Di Basin Danube, area pemukiman Slovene

dibedakan dengan rumah kayu dan lumpur jerami Pannonian. Di

Spanyol, halaman rumah pertanian menandai wilayah dari yang

merupakan pengaruh dari kaum Moorish seperti semen putih yang

dihiasi dengan cat hijau tua atau kuning tua pada daun jendela

menunjukkan pemukiman kaum Basque.

Sulit untuk menggambarkan wilayah etnis di Amerika yang

cocok pada daratan khusus yang diciptakan oleh kelompok budaya

Eropa dengan perbedaan yang mencolok atau dengan daerah di Negara

lain. Alasannya karena pergerakan orang Amerika, tingkat

akulturasi, dan asimilasi imigran dengan anak-anak mereka. Apa

yang bisa dicapai dengan pembatasan wilayah di mana kelompok

imigran tertentu telah memerankan peran yang bisa diakui atau

penting dalam membentuk gambaran nyata dan “Karakter” wilayah

yang tidak nyata.

B. Persebaran Etnik di Indonesia

Etnik bangsa mempunyai ciri-ciri mendasar yang berkaitan

dengan asal-usul dan kebudayaan. Ada beberapa ciri yang dapat

digunakan untuk mengenal suatu etnik bangsa, yaitu: ciri fisik,

agama, bahasa, adat istiadat, dan kesenian yang sama. Ciri-ciri

inilah yang membedakan satu etnik bangsa dengan etnik bangsa

lainnya. Etnik bangsa merupakan kumpulan kerabat (keluarga) luas.

Mereka percaya bahwa mereka berasal dari keturunan yang sama.

Mereka juga merasa sebagai satu golongan. Dalam kehidupan sehari-

35

hari, mereka mempunyai bahasa dan adat istiadat sendiri yang

berasal dari nenek moyang mereka. 

Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Campa,

Cochin China, Kamboja, dan daerah-daerah di sepanjang pantai di

Teluk Tonkin. Sementara itu, kalau dilihat dari pangkal

kebudayaannya, mereka berasal dari wilayah Yunnan di Tiongkok

Selatan. Mereka termasuk rumpun bangsa Austronesia. Rumpun bangsa

Austronesia terdiri atas dua subspesies/ras, yaitu ras Mongoloid

dan ras Austro Melanesoid. Mereka inilah nenek moyang bangsa

Indonesia sesungguhnya. Sebenarnya, sebelum bangsa melayu

Austronesia datang. Di Indonesia telah berdiam etnik Wedoid dan

Negrito. Setelah bangsa Austronesia datang, kedua etnik tersebut

terasing dan menutup diri. Sisa-sisa etnik Wedoid yang sekarang

masih bertahan hidup adalah etnik Sakai di Siak, etnik Kubu di

Jambi, dan etnik Lubu di Palembang. Adapun sisa-sisa etnik

Negrito dikatakan telah lenyap di Indonesia.

Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia tidak serempak.

Mereka datang secara bergelombang yang secara garis besar terbagi

dalam dua gelombang. 

a. Gelombang Pertama

Gelombang pertama diperkirakan datang sekitar tahun 2000 SM–

1500 SM. Dari Vietnam ini, rombongan orang-orang dari Yunan

terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama meneruskan

perjalanan dan berlayar sampai ke Malaka, Sumatra, Jawa, Bali,

dan tempat-tempat lain, seperti di Kalimantan Barat. Kemudian,

kelompok yang lain (kelompok kedua) berlayar ke arah perairan

36

Laut Cina Selatan, terus ke Kepulauan Filipina, Sulawesi, Maluku

sampai ke Irian.

Kelompok pertama yang berlayar ke wilayah Malaka, Sumatra,

Jawa, Bali, dan tempat-tempat lain, seperti di Kalimantan Barat

termasuk ras Mongoloid. Mereka inilah yang membawa dan

menyebarkan beliung atau kapak persegi ke berbagai daerah

tersebut. Kapak persegi adalah alat yang sangat mendukung untuk

mengerjakan sawah (untuk kegiatan pertanian). Daerah-daerah yang

dilewati dan ditempati ras Mongoloid, seperti Malaka, Jawa, dan

Sumatra merupakan daerah perkembangan pertanian. Kelompok kedua

yang bergerak dan berlayar sampai ke Sulawesi, Maluku, Irian, dan

sekitarnya adalah orang-orang Ras Austro Melanesoid. Mereka

inilah yang membawa dan menyebarkan kapak lonjong. Kapak lonjong

ini umumnya menyebar di Indonesia bagian timur. Kapak lonjong

banyak digunakan untuk bekerja di ladang, perkebunan, atau hutan.

b. Gelombang Kedua

Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia gelombang kedua

diperkirakan terjadi sekitar tahun 500 SM. Pada waktu itu, orang-

orang Austronesia bergerak dari Tonkin, terus melewati Malaka

(Malaysia) Barat. Mereka menyebar ke Sumatra, Jawa, Madura, Bali,

Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan sekitarnya. Dengan

demikian, dapat ditegaskan bahwa kedatangan nenek moyang bangsa

Indonesia gelombang kedua ini hanya satu kelompok besar, yaitu

orang-orang Austronesia. Mereka menyebar ke Indonesia melalui

Indonesia bagian barat.

37

Orang-orang Yunnan ataupun Tonkin yang termasuk rumpun

bangsa Austronesia, baik itu Ras Mongoloid maupun Austro

Melanesoid, baik yang datang pada gelombang pertama maupun yang

datang pada gelombang kedua, menetap di Kepulauan Indonesia.

Mereka bercampur dan berpadu membentuk komunitas di Kepulauan

Indonesia. Merekalah yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia.

Diperkirakan pada masa tersebut situasi di Asia Tengah (termasuk

daerah Yunnan) terjadi persaingan ketat antaretnik. Akibatnya,

nenek moyang kita menyingkir untuk mencari kehidupan yang lebih

aman. Selain itu, mereka juga ingin mendapatkan daerah baru yang

lebih makmur untuk memenuhi kehidupannya. Karena dorongan untuk

maju itulah, nenek moyang rela melakukan perjalanan jauh dengan

peralatan sederhana. Padahal, mereka menghadapi rintangan yang

ganas dan sulit. Masyarakat Indonesia terdiri atas bermacam-

macam etnik bangsa. Di Indonesia terdapat kurang lebih 300 etnik

bangsa. Setiap etnik bangsa hidup dalam kelompok masyarakat yang

mempunyai kebudayaan berbeda-beda satu sama lain. Adapun etnik

bangsa yang ada di Indonesia persebarannya dapat di lihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 1: Persebaran Etnik di Indonesia Tiap Provinsi

No Provinsi Nama Etnik

1 Aceh Aceh, Gayo, Alas, Kluet, Tamiang, Singkil, Anak 38

Jamee, Simeuleu, Pulo2 Sumatera Utara Angkola, Batak Toba, Melayu, Nias, Batak

Mandailing dan Etnik Maya-maya3 Sumatera Barat Minangkabau, Melayu, Mentawai, Tanjong Kato,

Panyali, Chaniago, Sikumbang, Gusci4 Riau Melayu, Akit, Talang Mamak, Orang Utan Bonai,

Sakai, Laut, Bunoi5 Riau Kepulauan Melayu, Siak, Sakai6 Jambi Batin, Kerinci, Penghulu, Pedah, Melayu, Jambi,

Kubu, Bajau7 Bengkulu Muko-muko, Pekal, Serawai, Pasemah, Enggano,

Kaur, Rejang, dan Lembak.8 Sumatera Selatan Lintang, Pegagah, Rawas, Sekak Rambang, Lembak,

Kubu, Ogan, Penesek Gumay, Panukal, Bilida, Musi9 Lampung Pesisir, Pubian, Sungkai, Semenda, Seputih,

Tulang Bawang, Krui Abung, dan Pasemah10 Bangka Belitung Bangka, Melayu, Tionghoa11 Banten Baduy, Sunda, Banten12 DKI Jakarta Betawi13 Jawa Barat Sunda 14 Jawa Tengah Jawa, Karimun, Samin15 D.I Yogyakarta Jawa 16 Jawa Timur Jawa, Madura , Tengger, Osing17 Bali Bali Aga dan Bali Majapahit18 Nusa Tenggara

BaratBali, Sasak, Samawa, Mata, Dongo, Kore, Mbojo, Dompu, Tarlawi, Sumba

19 Nusa Tenggara Timur

Melus, Bima, Alor, Lie, Kemak, Lamaholot, Sikkai, Manggarai, Krowe, Ende, Bajawa, Nage, Riung, Flores

20 Kalimantan Barat Kayau, Ulu Aer, Mbaluh, Manyuke, Skadau, Melayu-Pontianak, Punau, Ngaju

21 Kalimantan Tengah

Kapuas, Ot Danum, Ngaju, Lawangan, Dusun, Maanyan, Katingan

22 Kalimantan Selatan

Ngaju, Laut, Maanyan, Bukit, Dusun, Deyah, Balangan, Aba, Melayu, Banjar, Dayak

23 Kalimantan Timur Ngaju, Otdanum, Apokayan, Punat, Murut, Dayak, Kutai, Kayan, Bugis

24 Sulawesi Selatan

Mandar, Bugis, Toraja, Sa’dan, Bugis, Makassar

25 Sulawesi Tenggara

Kabaina, Butung, Muna, Bungku, Buton, Wulio, Bugis

26 Sulawesi Barat Mandar, Mamuju, Bugis, Mamasa

39

27 Sulawesi Tengah Pamona, Suluan, Mori, Bungku, Balantak, Banggai,Balantar

28 Gorontalo Gorontalo 29 Sulawesi Utara Gorontalo, Sangir, Ternate, Togite, Morotai,

Loda, Halmahera, Tidore, Obi30 Maluku Buru, Banda, Seram,Kei, Ambon31 Maluku Utara Halmahera, Obi, Morotai, Ternate, Bacan32 Papua Barat Mey Brat, Arfak, Asmat, Dani, Sentani33 Papua Sentani, Dani, Amungme, Nimburan, Jagai, Asmat,

Tobati

Berdasarkan tabel di atas terlihat keragaman etnik bangsa

masyarakat Indonesia. Konsep keanekaragaman secara etnik bangsa

atau kebudayaan etnik bangsa yang menjadi ciri masyarakat

majemuk. faktor lingkungan geografis yang menyebabkan

keanekaragaman etnik bangsa antara lain sebagai berikut. Negara

Indonesia berbentuk kepulauan. Penduduk yang tinggal di satu

pulau terpisah dengan penduduk yang tinggal di pulau lain.

Penduduk tiap pulau mengembangkan kebiasaan dan adat sendiri.

Dalam waktu yang cukup lama akan berkembang menjadi kebudayaan

yang berbeda. Perbedaan bentuk muka bumi, seperti daerah pantai,

dataran rendah, dan pegunungan.

Penduduk beradaptasi dengan kondisi geografis alamnya.

Adaptasi itu dapat terwujud dalam bentuk perubahan tingkah laku

maupun perubahan ciri fisik. Penduduk yang tinggal di daerah

pegunungan misalnya, akan berkomunikasi dengan suara yang keras

supaya dapat didengar tetangganya. Penduduk yang tinggal di

daerah pantai atau di daerah perairan akan mengembangkan keahlian

menangkap ikan, dan sebagainya. Perubahan keadaan alam dan proses

adaptasi inilah yang menyebabkan adanya keanekaragaman etnik

40

bangsa di Indonesia. Besar kecilnya etnik bangsa yang ada di

Indonesia tidak merata. Etnik bangsa yang jumlah anggotanya cukup

besar, antara lain etnik bangsa Jawa, Sunda, Madura, Melayu,

Bugis, Makassar, Minangkabau, Bali, dan Batak. Namun tidak selalu

demikian, orang Jawa, orang Batak, orang Bugis, dan orang Minang

misalnya, banyak yang merantau ke wilayah lain.

C. Pengelompokan Etnik di Jakarta

Jakarta merupakan kota yang menarik dalam segi sejarah

perkotaan, perkembangan, dan urbanisasi. Dari segi sejarah, asal-

usul Jakarta dimulai ketika Fatahillah yang merupakan menantu

Sultan Demak berhasil menghancurkan Angkatan Laut Portugis pada

tanggal 22 Juni 1527 di Sunda Kelapa (Marbun, 1979). Pada tahun

yang sama, nama Sunda Kelapa berubah menjadi Jayakarta. Kemudian

nama tersebut berubah menjadi Batavia pada tahun 1619, berubah

menjadi Djakarta pada tahun 1942, dan akhirnya menjadi Jakarta

pada tahun 1972. Pada sejarah Jakarta, hari dilakukannya

perebutan Sunda Kelapa oleh Fatahillah dijadikan sebagai hari

jadi kota Jakarta.

Jakarta mengalami pemekaran yang cukup pesat mulai tahun

1627. Pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk memaksa

pemerintah kota Jakarta untuk melakukan pemekaran kota Jakarta

dari Pasar Ikan ke Selatan Ciliwung (daerah Gambir, Tanah Abang,

Kemayoran, dan Jatinegara). Rencana pemekaran Jakarta yang cukup

besar adalah ke daerah Kebayoran yang luasnya sekitar 730 Ha.

Perkembangan pemukiman di Jakarta mengalami peningkatan yang

41

cukup pesat mulai tahun 1972. Peta perkembangan pemukiman

penduduk di Jakarta dapat dilihat pada gambar 1.

Salah satu ciri Jakarta yang tidak dimilliki oleh kota

lain di Indonesia adalah mayoritas penduduknya yang berupa migran

dari daerah luar Jakarta. Peran Jakarta sebagai pusat

pemerintahan dan pusat ekonomi telah membuat kota ini menjadi

tujuan migrasi nomor 1 di Indonesia. Selain itu ikatan

kekeluargaan dan hubungan baik antara orang yang sudah berhasil

di Jakarta dengan orang yang ditinggalkan di daerah asal juga

merupakan daya tarik tersendiri bagi pendatang baru (Setiawati,

1990). Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Jakarta 9.607.787 jiwa

dengan konsentrasi terbesar di Jakarta Timur (BPS, 2010). Dari

jumlah tersebut penduduk musiman yang terdapat di Jakarta sebesar

2.355.700 jiwa (suara pembaruan, 2010). Guna menjaga ketertiban

administrasi kependudukan, pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan

kartu identitas penduduk musiman (Kipem) untuk para migran

musiman.

Pada umumnya migran musiman tinggal secara mengelompok di

pinggiran kota atau di pemukiman kumuh. Pengelompokan mereka

biasanya didasarkan pada kesamaan asal daerah. Mereka juga

cenderung memiliki kegiatan informal yang sejenis. Penduduk

migran ini tersebar diseluruh Jakarta. Pada tahun 1979, sebesar

25,5% penduduk musiman berada di Jakarta Pusat, 22,5% di Jakarta

Timur, 21,2% di Jakarta Barat, 19,4% di Jakarta Selatan, dan

11,3% di Jakarta Utara (Setiawati, 1990).

42

Gambar 1: perkembangan pemukiman di Jakarta

43

Besarnya migrasi ke Jakarta menjadikan kota ini memiliki

etnis yang beragam. Etnis yang terdapat di Jakarta antara lain,

yaitu: Jawa, Betawi, Sunda, Tionghoa, Batak, Minangkabau, Melayu,

Bugis, Madura, Banten, Banjar, dan Minahasa. Jumlah persentase

perkembangan etnis di Jakarta di tampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 2: Etnis di Jakarta tahun 1930, 1961, dan 2000

Etnis Tahun1930

Tahun1961

Tahun2000

Jawa 11,01% 25,4% 35,16%Betawi 36,19% 22,9% 27,65%Sunda 25,37% 32,85% 15,27%Tionghoa 14,67% 10,1% 5,53%Batak 0,23% 1,0% 5,53%Minangkabau 0,60% 2,1% 3,61%Melayu 1,13% 2,8% 1,62%Bugis - 0,6% 0,59%Madura 0,05% - 0,57%Banten - - 0,25%Minahasa 0,70% 0,70% -Banjar - 0,20% 0,10%Sumber: Wikipedia, 2014

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase etnik

jawa di Jakarta mengalami kenaikan dari waktu ke waktu hingga

menggeser dominasi etnik betawi. Hal ini dapat dipahami dengan

melihat besarnya dominasi etnik jawa di Indonesia yaitu sebesar

41,71%. Jumlah tersebut mayoritas terdapat di pulau Jawa

khususnya di propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY. Tekanan

lingkungan dan ekonomi membuat etnik jawa melakukan migrasi ke

berbagai tempat, termasuk ke Jakarta. Dominasi etnik jawa di

Jakarta juga tidak terlepas dari sejarah kepemimpinan di

Indonesia. Mulai presiden pertama hingga presiden saat ini

44

(kecuali Habibi) berasal dari etnik jawa. Dominasi kekuasaan di

kepemerintahan dan politik menjadikan etnik jawa berkembang

dengan pesat di Jakarta yang nota bene merupakan pusat

pemerintahan.

Pengelompokan etnis di Jakarta juga hampir sama dengan

yang terjadi di Amerika. Para imigran biasanya akan membentuk

kelompok sendiri untuk mempertahankan budaya mereka. Misalnya

kelompok masyarakat Tamil dari India Selatan yang menetap di

Jakarta membentuk organisasi yang bernama Indonesia Tamil Tamram.

Organisasi ini bergerak dalam pelestarian bahasa dan budaya

Tamil, membangun saling pengertian antara orang India dan

Indonesia, dan memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak Tamil

di Indonesia untuk belajar bahasa ibu mereka (Wikipedia, 2013).

Untuk migran dalam negeri, pola pemukiman mereka pada umumnya

mengelompok dengan etnik atau daerah tempat asal mereka.

Pengelompokan ini terutama terjadi pada migran musiman.

Beragamnya etnik di Jakarta juga sering menimbulkan

konflik. Diantaranya adalah yang terjadi pada tahun 2002 antara

etnik Madura dan Banten di pasar Kramat Jati di Ujung Menteng.

Konflik ini disebabkan oleh pelanggaran hukum perjanjian jual

beli tanah atau sewa-menyewa dan tindakan agresif serta kasar

dari etnik pendatang. Konflik antar etnik juga biasanya terjadi

karena adanya kecemburuan sosial. Misalnya kekerasan yang terjadi

pada etnis Cina atau Tionghoa di Jakarta tahun 1998.

Tingginya angka migrasi ke Jakarta tidak hanya menimbulkan

konflik sosial tetapi juga menimbulkan penurunan kualitas

45

lingkungan hidup. Hal ini terlihat dari banyaknya bencana banjir

dan tanah longsor yang terjadi di Jakarta. Banjir bertambah parah

setiap tahun. Hal ini terlihat dari titik lokasi banjir yang

semakin meluas. Perhatikan peta prsebaran banjir tahun 2005 dan

tahun 2013 berikut.

Gambar 2. Peta persebaran banjir di Jakarta tahun 2005

Sumber: sainsfilteknologi, 2009

46

Gambar 3. Peta persebaran banjir di Jakarta tahun 2013

Sumber: Hermawan, 2013

Perluasan wilayah banjir di Jakarta tidak terlepas dari

bertambahnya bangunan penutup lahan dan berkurangnya kawasan

terbuka hijau di Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari gambar 1

yang menunjukkan perubahan kawasan pemukiman dan berkurangnya

lahan hijau di Jakarta. Selain itu banyaknya pemukiman kumuh di

47

bantaran sungai dan perubahan penggunaan lahan di wilayah sekitar

Jakarta seperti Bogor juga berperan besar dalam bertambahnya

banjir di kota metropolitan ini. Jika membandingkan peta

persebaran lokasi banjir dan peta rencana tata ruang wilayah di

Jakarta (lihat pada gambar 4), akan dapat diketahui bahwa banjir

tersebut mayoritas berlokasi di daerah pemukiman.

Gambar 4. Rencana Tata Ruang Wilayah JakartaSumber: Nurwanto, 2011

Permasalahan banjir dan konflik etnis di Jakarta tentu

tidak bisa dibiarkan. Hal ini harus mendapatkan perhatian lebih

dari semua elemen masyarakat. Pemerintah dan warga Jakarta harus

bekerja sama guna menangani masalah tersebut. Toleransi antar

48

etnis, pengendalian diri, dan nasionalisme harus terus

ditingkatkan pada diri tiap masyarakat agar tidak terjadi lagi

kerusuhan ataupun kekerasan kepada etnis tertentu. Daerah resapan

air dan kawasan hijau harus ditambah di Jakarta khususnya pada

titik-titik terjadinya banjir. Jika banjir terjadi di kompleks

pemukiman, maka sanitasi dan system drainase harus diperbaiki.

Jika banjir terjadi di sekitar sungai maka daerah aliran sungai

(DAS) harus dikelola kembali dan dikembalikan fungsinya.

D. Marjinalisasi Etnik Betawi

Marjinal berarti wilayah pinggiran atau daerah

tepian. Marjinalitas mempunyai arti yang menunjuk pada suatu

kondisi atau situasi dari seseorang atau kelompok yang berada

pada posisi marjinal dari komunitas atau sistem dimana mereka

hidup dan tinggal. Marjinalisasi menghasilkan orang-orang

atau individu (atau pun kelompok baru) yang marjinal; yaitu

mereka yang terpasung dalam ketidakpastian psikologis di antara

dua (atau lebih) komunitas masyarakat/sosial, sehingga mereka

penuh dengan ketidakmampuan mengekspresikan diri serta terbatas

(karena dibatasi) daya jangkaunya.

Identitas etnis adalah sebuah atribut yang sudah melekat

pada sekelompok komunitas dengan ciri-ciri khas tertentu.

Identitas ini pada dasarnya akan melekat secara mendasar dan

kemudian menjadi penanda yang paling dominan dalam berbagai

aktifitas etnis tersebut. Amartya Sen pernah berkata bahwa

49

identitas etnis menjadi sesuatu yang sangat penting bagi

komunitas saat ini dan terkadang menjadi sebuah ikatan yang

sangat kuat sebagai pembeda dengan etnis lainnya. Identitas etnik

yang ada di sebuah wilayah muncul dari sebuah rangkaian proses

interaksi antara masing-masing anggotanya maupun dengan kelompok

lainnya. Proses konstruksi identitas ini tidak berlangsung

sebentar, namun berproses dalam sebuah rentang perjalanan waktu.

Termasuk dalam hal ini adalah identitas etnik Betawi di wilayah

Kota Jakarta.

Sebuah penelitian pada tahun 1989-1990 dan 1991-1992

menunjukkan bahwa penduduk asli kota Jakarta yang biasa dipanggil

sebagai orang Betawi dapat dibedakan atas macam-macam kelompok.

Mereka cukup berbeda dalam arti latar belakang sosial-ekonomi

serta lokasi distribusi sebagai akibat perjalanan sejarah yang

berbeda.

Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan

(1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia,

sehingga orang Betawi — dalam arti apapun juga — tinggal sebagai

minoritas. Pada tahun 1961, 'etnik' Betawi mencakup kurang lebih

22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu.

Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur

dan tergusur ke luar Jakarta. Proses asimilasi dari berbagai

etnik yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan

melalui proses panjang itu pulalah salah satu caranya ’etnik’

Betawi hadir di bumi Nusantara.

50

Etnik Betawi berasal dari percampuran berbagai macam etnik

yang datang ke Betawi atau Jakarta selama berabad-abad yang

mengakibatkan semua pendatang ini kemudian membentuk suatu

kebudayaan baru. Masyarakat Betawi mempunyai ciri-ciri yang

menonjol, di antaranya dari logat bahasa dalam berbicara dimana

banyak kata yang digunakan berakhiran –e, dan dari kebudayaanya

dapat dilihat pada pakaian, tarian, dan kesenianya. Selain itu

juga dari bentuk rumah adatnya.

Populasi penduduk asli Betawi yang bermukim di daerah kota

saat ini sedikit sekali. Kebanyakan dari mereka tinggal secara

berkelompok dari satu keturunan atau kerabat. Saat ini mereka

masih terlihat di daerah Sawah Besar, sebagian kecil di Taman

Sari, Gang Ketapang, Kebon Jeruk, Krukut dan daerah

Pekojan. Sebagian dari mereka masih menganut beberapa gaya hidup

tempo dulu. Hal ini dapat kita lihat pada acara-acara perkawinan,

lebaran, khitanan, maupun didalam kehidupan mereka

bermasyarakat. 

Walaupun ada pergeseran budaya pada generasi muda Betawi,

baik itu pria maupun wanita namun dalam soal agama mereka tetap

memegang teguh, seperti mengaji bagi anak-anak usia belasan

tahun, majlis ta'lim bagi kaum ibu dan tadarusan bagi kaum pria.

Bahasa yang seringkali digunakan oleh mereka adalah dialek Betawi

Tengah.

Mereka yang termasuk Betawi Tengah adalah mereka yang dalam

sejarah perkembangan orang Betawi berawal menetap dibagian kota

Jakarta yang dulu dinamakan keresidenan Batavia dan sekarang

51

termasuk Jakarta Pusat. Lokasi ini merupakan bagian dari kota

Jakarta yang paling urban sifatnya. Bagian inilah yang dalam

tahap-tahap permulaan kota Jakarta dilanda arus urbanisasi dan

modernisasi yang paling tinggi. Salah satu akibatnya adalah orang

Betawi yang tinggal di daerah ini adalah orang yang paling tinggi

tingkat kawin campurnya bila dibandingkan dengan orang-orang

Betawi yang tinggal di bagian pinggir kota Jakarta ataupun etnik-

etnik lainnya di Jakarta. 

Berdasarkan tingkat ekonomi mereka, orang Betawi yang

tinggal di tengah-tengah kota Jakarta bisa dibedakan, orang

gedong ataupun sebagai orang kampung. Pemberian istilah ini

tampaknya berdasarkan tempat tinggal mereka. Dalam arti ke-

Betawian maka keberadaan orang gedong disadari ataupun tidak akan

kurang diakui oleh orang kampung. Tetapi tidak demikian dengan

orang kampung, dikarenakan gaya hidupnya menyebabkan kehadiran

mereka sebagai etnik Betawi cukup dirasakan sebagai bagian dari

tradisi.

Ada dua tipe Betawi Udik, yaitu mereka yang tinggal di

daerah bagian Utara Jakarta dan bagian Barat Jakarta maupun

Tangerang, mereka sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Cina. Dan

lainnya adalah mereka Yang ditinggal di sebelah timur maupun di

Selatan Jakarta, Bekasi dan Bogor Yang sangat dipengaruhi oleh

kebudayaan Sunda. Mereka umumnya berasal dari kelas ekonomi bawah

Yang pada umumnya lebih bertumpu pada bidang pertanian. Taraf

pendidikan mereka sangatlah rendah bila dibandingkan dengan tahap

52

pendidikan yang dicapai oleh orang Betawi Tengah dan Betawi

Pinggir.

Peran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari orang Betawi

Udik berbeda dengan peran agama Islam di antara orang Betawi

Tengah dan Betawi Pinggir di mana pada kedua kelompok Betawi

terakhir tersebut agama Islam memegang peran yang amat sangat

penting dan menentukan dalam tingkah laku pola kehidupan mereka

sehari-hari.  Perlu dicatat bahwa kini telah terjadi perubahan

dalam pekerjaan dan pendidikan di antara orang Betawi Udik di

mana secara perlahan-lahan tingkat dan pola pekerjaan mereka

mendekati pola pekerjaan dan pola pendidikan orang Betawi Tengah

dan Betawi Pinggir. Etnis Betawi juga tertinggal dari rencana

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah (Knorr, 2007).

Secara geografis daerah Betawi atau Jakarta berada di

wilayah Sunda atau Jawa Barat. Namun masyarakat Betawi sering

dikenal sebagai masyarakat yang lain dari masyarakat di “daratan”

Sunda. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan kebudayaan

Betawi, dengan kebudayaan Sunda dan bahasa, pada umumnya

(Munadjir, 2000). Rahmat (1999) menyebutkan bahwa selama lebih

dari empat abad para pendatang datang ke Jakarta sehingga

secara perlahan terjadi pembauran yang mengakibatkan masing-

masing etnik atau bangsa kehilangan ciri khas budayanya. Pada

akhirnya lahirlah ragam etnik baru yang disebut masyarakat

Betawi.

Masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri yang

khas dan mudah dikenali. Terutama dikenal dari dialek bahasa,

53

pergaulanya, pakaian adat dan bentuk kesenianya. Berdasarkan

latar belakangnya, kebanyakan masyarakat Betawi berasal dari para

budak dan pekerja. Masyarakat Betawi sulit untuk melakukan

modernisasi. Sebagai budak dan pekerja, mereka sangat sulit untuk

mendapatkan akses pendidikan modern dan kepercayaan mereka yang

mayoritas Muslim menyebabkan mereka tidak dekat dengan para

penjajah dan sistem pendidikan mereka. Orang Betawi hanya

mengirim anak-anak mereka ke pesantren, yang mengajarkan tentang

ilmu agama. Hasilnya sangat sedikit orang Betawi yang menjadi

orang penting saat Indonesia merdeka. (Knorr, 2007). Padahal

pendidikan sangatlah penting karena pendidikan merupakan suatu

cara untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan, dan sikap-sikap

yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga Negara yang

baik.

Ditinjau dari aspek-aspek yang ada dalam diri manusia,

tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan dan kalau perlu

mengubah kognisi, afeksi, dan konasi seseorang. dari sudut

pandang psikologis, pendidikan mencakup perubahan yang dapat

dinyatakan sebagai suatu proses dan sebagai suatu hasil atau

produk. Sebagai proses, pendidikan mencakup segala bentuk

aktifitas yang akan memudahkan bagi individu dalam kehidupan

bermasyarakat. Dan sebagai produk, pendidikan mencakup segala

perubahan yang terjadi sebagai konsekuensi dari partisipasi

individu dalam kegiatan belajar (Prabowo 1997) Aspek pendidikan

inilah yang tidak terpenuhi oleh orang Betawi. Sehingga mereka

tertinggal dan terpinggirkan dari rencana pembangunan yang

54

dilakukan oleh pemerintah (Knorr, 2007). Secara ekonomi,

mayoritas mengalami kekurangan, mereka tidak punya wakil dalam

bidang politik. Hal ini mengakibatkan munculnya kegelisahan dalam

orang Betawi. Banyak dari mereka yang melakukan perjuangan dengan

cara-cara yang keras (Wilson, 2007).

Forum Betawi Rembug (FBR), adalah organisasi yang muncul

sebagai jawaban dari tidak terpenuhinya aspirasi masyarakat

betawi pada umumnya. FBR banyak merekrut orang-orang miskin dan

tidak mempunyai pekerjaan. Strategi ini berhasil, sejak FBR

didirikan pada tahun 2001. Sekarang FBR sudah beranggotakan

sekitar 80.000-100.000 orang. Mereka tersebar hampir di seluruh

wilayah Jakarta. Kebanyakan anggota mereka adalah pria berusia

20-40 tahun, yang mana 50%-nya tidak mempunyai pekerjaan.

(Wilson, 2007). Pemarjinalisasi yang di alami oleh orang Betawi

membuat mereka mencurigai para pendatang. Mereka takut kalau

pendatang tersebut mengambil mata pencaharian mereka. Mereka

takut kalau mereka akan tersingkir lebih jauh. Maka muncullah

suatu sikap di antara mereka untuk tidak menyukai para pendatang,

dengan demikian mempertahankan tujuan mereka (Wilson, 2007).

55

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masyarakat Indonesia mempunyai tingkat keragaman yang

sangat kompleks atau lebih dikenal dengan masyarakat

multicultural. Pada dasarnya multikuluralisme yang terjdi di

Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupaun

geografis yang beragam. Menurut kondisi geografis, Indonesia

memiliki banyak pulau dimana setiap pulau tersebut dihuni oleh

sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Hasil

interaksi antara masyarakat tersebut pada akhirnya membentuk

beragam kebudayaan. Di Indonesia etnis jawa merupakan etnis

terbesar dengan persentase sekitar 41,71%. Jumlah tersebut

terkonsentrasi di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY). Sedangkan Jawa Barat mayoritas dihuni

oleh etnik Sunda yang merupakan etnik kedua terbesar setelah Jawa

dengan jumlah 15,40%. Hal ini menyebabkan pulau Jawa menjadi

pulau terpadat penduduknya di Indonesia. Factor lain yang

menyebabkan kepadatan penduduk di pulau Jawa adalah terdapatnya

pusat pemerintahan yaitu di Jakarta. Sebagai pusat pemerintahan,

Jakarta memiliki fasilitas publik yang memadai serta kegiatan

ekonomi yang beragam. Hal ini memicu migrasi penduduk dari

berbagai wilayah ke Jakarta, dan oleh karena itu beragam etnik

dan etnis berkumpul di Jakarta.

56

Beragamnya etnik dan banyaknya populasi penduduk di

Jakarta banyak menimbulkan masalah baik sosial maupun lingkungan.

Masalah sosial diantaranya adalah bentrok antara etnik Madura dan

Betawi, serta kekerasan terhadap etnik Tionghoa. Masalah

lingkungan yang paling sering terjadi adalah banjir. Banjir yang

terjadi di Jakarta terus bertambah tiap tahun seiring dengan

bertambah padatnya pemukiman dan berkurangnya ruang terbuka

hijau.

Fenomena migrasi di Jakarta juga mengakibatkan

berkurangnya dominasi etnik Betawi. Betawi merupakan etnik asli

di Jakarta. Pada awal pebentukan kota Jakarta etnik Betawi masih

mendominasi, namun seiring berkembangnya kota Jakarta, banyak

migran dari luar daerah yang masuk hingga menggeser dominasi

etnik Betawi. Sekarang etnik yang dominan di Jakarta adalah etnik

Jawa dengan jumlah sekitar 35,16%. Dominasi etnik Jawa di Jakarta

ini selain karena jumlah yang besar, juga tidak terlepas dari

sejarah kepemimpinan Negara Indonesia. Sedangkan marjinalisasi

etnik Betawi di Jakarta lebih disebabkan oleh kurangnya daya

saing mereka dalam perekonomian dan politik.

B. Saran

Permasalahan yang terjadi di Jakarta baik berupa masalah

sosial maupun lingkungan yang disebabkan oleh beragamnya etnik

dan padatnya pemukiman penduduk, perlu mendapatkan perhatian dari

semua elemen masyarakat. Bukan hanya pemerintah, warga Jakarta

pun harus sadar bahwa aktivitas mereka menyebabkan masalah sosial

dan lingkungan. Pemerintah perlu memperketat peraturan mengenai

57

migrasi dari luar wilayah Jakarta, menaati tata ruang wilayah

yang sudah dibuat, memperketat peraturan mengenai perubahan

penggunaan lahan, dan penertiban pemukiman di sekitar sungai.

Untuk warga Jakarta, toleransi antar umat beragama dan etnik

bangsa harus lebih ditekankan, pengendalian ego diri dan

keetnikan, lebih menaati peraturan yang ada, serta menjaga

lingkungan sekitar.

58

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia. 2010. Keanekaragaman Etnik Bangsa Di Indonesia. (Online), (http://aprilia180490.wordpress.com/2010/05/29/keanekaragaman-etnik-bangsa-di-indonesia/), Diakses 28 Januari 2014.

Anonym.2013. Kontruksi Identitas Etnis Dalam Komunikasi Antar Budaya. (Online). (http://asagenerasiku.blogspot.com/2012/03/budaya-dan-persebaran-etnik-di-indonesia.html). Diakses 28 Januari 2014.

Badan Pusat Statistik. 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (Online), (http://jakarta.bps.go.id/index.php?), diakses 28 Januari 2014.

Getis, A., Getis, J. dan Fellmann, J.1986. Human Geography: Landscapes Of Human Activities. Mcmillan Publishing Company:New york. Isaac, Harold R. 1975. Pemujaan Terhadap Kelompok Etnis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Knorr. J. 2007. Creole Identity and Postcolonial Nation-Building Examples FromIndonesia and Sierra Leone . Serie Antropologia Vol. 416. Brasilia : departemento de antropologia universidade de brasilia, 2007.pp. 6-17. (online), (http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1107/1/10506242.pdf), diakses 28 Januari 2014

Hermawan. 2013. Peta Banjir Wilayah Jakarta Versi BPDB. (Online), (http://uniqpost.com/62117/peta-banjir-wilayah-jakarta-versi-bpdb/), diakses 29 Januari 2014.

Marbun. B.N. 1979. Kota Indonesia Masa Depan: Masalah dan Prospek. Jakarta: Erlangga.

Munadjir. (2000). Bahasa Betawi : sejarah dan perkembanganya. Jakarta. Yayasan obor Indonesia.

59

Nurwanto. 2011. Kritik Arsitektur “Rencana Pola Ruang Daratan Provinsi DKI Jakarta 2030”. (Online), (http://nurwantoblogs.blogspot.com/2011/11/dinas-tata-ruang-dki-jakarta-sedang.html), diakses 29 Januari 2014.

Ojak.2012. Budaya dan Persebaran Etnik Di Indonesia. (Online). (http://asagenerasiku.blogspot.com/2012/03/budaya-dan-persebaran-etnik-di-indonesia.html). Di akses 28 Januari 2014.

Puspitawati, I & Prabowo, H. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gunadarma.

Rahmat, T. Mustafa, S.& Atmani, R. (1999). Gado-gado Betawi: masyarakat dan ragam budayanya. Jakarta. Grasindo.

Sainsfilteknologi. 2009. Prediksi Banjir Jakarta tahun 2009. (Online), (http://sainsfilteknologi.wordpress.com/2009/01/12/curah-hujan-puncak-di-jakarta-pada-tahun-2009-prediksi-banjir-jakarta-tahun-2009/), diakses 29 Januari 2014.

Setiawati, Lindyastuti, dkk. 1990. Adaptasi Migran Musiman Terhadap Lingkungan Tempat Tinggalnya (Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya). Jakarta: Depdikbud

Wilson, D. S. (2007). Evolution for Everyone: How Darwin’s Theory Can Change the Way We Think About Our Lives. New York: Delacorte Press  .  

Wikipedia, 2014. Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta), diakses 29 Januari 2014.

Wikipedia. 2013. India-Indonesia. (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/India-Indonesia), diakses 29Januari 2014.

60