keanekaragaman serangga (insecta) subkelas pterygota di ...

10
J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017 1 | Page KEANEKARAGAMAN SERANGGA (INSECTA) SUBKELAS PTERYGOTA DI HUTAN NANGA-NANGA PAPALIA Muhammad Uksim Alrazik 1 , Jahidin 2 , Damhuri 2 1 Alumni Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi, 2 Dosen Jurusan Pendidikan Biologi UHO Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman serangga yang terdapat di Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9 Juni sampai dengan 19 Juni 2016. Pengambilan sampel dengan metode eksplorasi dengan menggunakan jaring serangga dan perangkap jebak gantung (pitfall trap). Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu udara, kelembaban, dan intensitas cahaya mendukung bagi kehidupan dan perkembangan serangga. Secara keseluruhan serangga yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari 9 ordo dan 27 famili yaitu Caenagrionidae, Libellulidae, Chlorocypidae, Cimbicidae, Apidae, Tryphonidae, Ichneumonidae, Sphecidae, Acrididae, Phaneropteridae, Tetrigidae, Chrysomelidae, Cerambycidae, Meloidae, Miridae, Rediviidae, Cantharidae, Cecidomyiidae, Muscidae, Caliphoridae, Blattidae, Grillidae, Mantidae, Tettiginidae, Nymphalidae, Papilionidae, Hesperidae. Jumlah keseluruhan individu yang ditemukan dalam penelitian yaitu 358 individu dari 37 spesies serangga. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener spesies serangga yang memiliki keanekaragaman sedang terdapat pada vegetasi rumput yaitu 1,32, vegetasi semak dan pohon yaitu 1,33 dan vegetasi tegakan yaitu 1,30. Hal ini menunjukkan status ketiga vegetasi memiliki keanekaragaman ‘sedang’. Kata kunci : Keanekaragaman Serangga, Pterygota, Hutan Nanga-Nanga Papalia. PENDAHULUAN Hutan Nanga-Nanga Papalia merupakan salah satu hutan hujan tropis yang terletak di Sulawesi Tenggara. Hutan ini terletak pada ketinggian 25-500 m di atas permukaan laut dengan topografi landai, berbukit hingga bergunung serta jenis tanah permukaan kuning coklat. Berdasarkan data dari Balai Pusat Statistik (2010) bahwa curah hujan tahunan kawasan hutan Nanga- Nanga Papalia mencapai 2.384,9 mm dari 203 ha. Kawasan hutan Nanga-Nanga Papalia yang memiliki potensi flora dan fauna cukup tinggi dengan komposisi fauna yang beragam. Berdasarkan hasil observasi salah satu fauna yang terdapat pada kawasan hutan lindung ini terdapat jenis serangga terbang maupun serangga yang hidupnya pada permukaan tanah. Serangga memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Mendengar nama serangga, selalu diidentikkan dengan hama dibidang pertanian, disebabkan serangga dapat merusak tanaman sebagai hama dan sumber vektor penyakit pada manusia. Namun, tidak semua serangga bersifat sebagai hama atau vektor penyakit. Kebanyakan serangga juga sangat diperlukan dan berguna bagi manusia. Serangga dari kelompok lebah, belalang, jangkrik, kumbang, semut membantu manusia dalam proses penyerbukan tanaman. Keberadaan serangga dapat digunakan sebagai indikator keseimbangan ekosistem. Apabila di dalam ekosistem tersebut keanekaragaman serangga tinggi maka, dapat dikatakan lingkungan ekosistem tersebut seimbang atau stabil. Keanekaragaman serangga yang tinggi akan menyebabkan proses jaring-jaring makanan berjalan secara normal, begitu pula sebaliknya apabila di dalam ekosistem keanekaragaman serangga rendah maka lingkungan ekosistem tersebut tidak seimbang dan stabil. Jumlah jenis serangga yang terdapat pada suatu tempat tertentu memiliki keanekaragaman jenis. Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi dan interaksi akan melibatkan transfer energi

Transcript of keanekaragaman serangga (insecta) subkelas pterygota di ...

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

1 | P a g e

KEANEKARAGAMAN SERANGGA (INSECTA) SUBKELAS

PTERYGOTA DI HUTAN NANGA-NANGA PAPALIA

Muhammad Uksim Alrazik1, Jahidin2, Damhuri 2 1

Alumni Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi, 2Dosen Jurusan Pendidikan Biologi UHO

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman serangga yang terdapat di

Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9 Juni

sampai dengan 19 Juni 2016. Pengambilan sampel dengan metode eksplorasi dengan menggunakan

jaring serangga dan perangkap jebak gantung (pitfall trap). Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu

udara, kelembaban, dan intensitas cahaya mendukung bagi kehidupan dan perkembangan serangga.

Secara keseluruhan serangga yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari 9 ordo dan 27 famili yaitu

Caenagrionidae, Libellulidae, Chlorocypidae, Cimbicidae, Apidae, Tryphonidae, Ichneumonidae,

Sphecidae, Acrididae, Phaneropteridae, Tetrigidae, Chrysomelidae, Cerambycidae, Meloidae, Miridae,

Rediviidae, Cantharidae, Cecidomyiidae, Muscidae, Caliphoridae, Blattidae, Grillidae, Mantidae,

Tettiginidae, Nymphalidae, Papilionidae, Hesperidae. Jumlah keseluruhan individu yang ditemukan

dalam penelitian yaitu 358 individu dari 37 spesies serangga. Berdasarkan indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener spesies serangga yang memiliki keanekaragaman sedang terdapat pada vegetasi

rumput yaitu 1,32, vegetasi semak dan pohon yaitu 1,33 dan vegetasi tegakan yaitu 1,30. Hal ini

menunjukkan status ketiga vegetasi memiliki keanekaragaman ‘sedang’.

Kata kunci : Keanekaragaman Serangga, Pterygota, Hutan Nanga-Nanga Papalia.

PENDAHULUAN

Hutan Nanga-Nanga Papalia

merupakan salah satu hutan hujan tropis

yang terletak di Sulawesi Tenggara. Hutan

ini terletak pada ketinggian 25-500 m di

atas permukaan laut dengan topografi landai,

berbukit hingga bergunung serta jenis tanah

permukaan kuning coklat. Berdasarkan data

dari Balai Pusat Statistik (2010) bahwa

curah hujan tahunan kawasan hutan Nanga-

Nanga Papalia mencapai 2.384,9 mm dari

203 ha.

Kawasan hutan Nanga-Nanga Papalia

yang memiliki potensi flora dan fauna cukup

tinggi dengan komposisi fauna yang

beragam. Berdasarkan hasil observasi salah

satu fauna yang terdapat pada kawasan

hutan lindung ini terdapat jenis serangga

terbang maupun serangga yang hidupnya

pada permukaan tanah. Serangga memegang

peranan penting dalam kehidupan manusia.

Mendengar nama serangga, selalu

diidentikkan dengan hama dibidang

pertanian, disebabkan serangga dapat

merusak tanaman sebagai hama dan sumber

vektor penyakit pada manusia. Namun, tidak

semua serangga bersifat sebagai hama atau

vektor penyakit. Kebanyakan serangga juga

sangat diperlukan dan berguna bagi

manusia. Serangga dari kelompok lebah,

belalang, jangkrik, kumbang, semut

membantu manusia dalam proses

penyerbukan tanaman.

Keberadaan serangga dapat

digunakan sebagai indikator keseimbangan

ekosistem. Apabila di dalam ekosistem

tersebut keanekaragaman serangga tinggi

maka, dapat dikatakan lingkungan ekosistem

tersebut seimbang atau stabil.

Keanekaragaman serangga yang tinggi akan

menyebabkan proses jaring-jaring makanan

berjalan secara normal, begitu pula

sebaliknya apabila di dalam ekosistem

keanekaragaman serangga rendah maka

lingkungan ekosistem tersebut tidak

seimbang dan stabil. Jumlah jenis serangga

yang terdapat pada suatu tempat tertentu

memiliki keanekaragaman jenis.

Keanekaragaman jenis yang tinggi

menunjukan bahwa suatu komunitas

memiliki kompleksitas yang tinggi dan

interaksi akan melibatkan transfer energi

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

2 | P a g e

(jaring makanan), predasi, kompetisi, dan

pembagian relung. Odum (1971)

menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis

cenderung akan rendah dalam ekosistem

yang secara fisik terkendali yaitu yang

memiliki faktor pembatas fisik kimia yang

kuat dan akan tinggi dalam ekosistem yang

diatur secara alami.

Keberadaan serangga tergantung dari

makanan yang didapatkannya. Banyak

serangga khususnya serangga herbivora

yang hidup di hutan Nanga-Nanga Papalia

yang mendukung untuk dapat bertahan

hidup. Makanan serangga bermacam-macam

tergantung jenisnya. Ada jenis serangga

herbivora atau serangga pemakan tumbuhan

lainnya. Serangga jenis herbivora antara lain

belalang, larva kupu-kupu (ulat), dan

kumbang. Ada pula serangga karnivora atau

serangga pemakan hewan atau pemakan

serangga lainnya. Contoh serangga

karnivora antara lain, lalat, belalang, dan

beberapa jenis ulat pemangsa dan larva-

larva lalat.

Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan di hutan Nanga-Nanga Papalia

kelurahan Anduonohu kecamatan Poasia

kota Kendari dijumpai berbagai jenis

serangga khususnya serangga yang memiliki

sayap. Hutan Nanga-Nanga Papalia

memiliki beragam jenis tumbuhan salah

satunya tumbuhan yang disukai oleh

serangga herbivora yaitu Kembang telekan

yang sering dijumpai oleh serangga

herbivora. Akan tetapi banyak jenis

serangga yang belum diketahui secara jelas

jenis serangga apa saja yang hidup di daerah

ini.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode eksplorasi

dengan tiga stasiun pengamatan.

Pengambilan sampel dengan menggunakan

teknik perangkap jebak (pitfall trap) yang

berdiameter 8 cm dan tinggi 12 cm yang

diletakan secara acak pada plot pengamatan

berukuran 10x10 meter untuk setiap stasiun

dengan pengambilan sampel sebanyak 3

kali. Untuk serangga terbang ditangkap

dengan menggunakan jaring serangga.

Jaring serangga yang digunakan

dengan diameter 40 cm dan panjang jaring

80 cm serta tungkai jaring 100 cm.

Perangkap jebak (pitfall trap) dibuat dari

botol dengan diameter 8 cm yang diisi

larutan yang berisi air dan deterjen. Adapun

volume larutan perangkap yakni sebanyak

setengah tinggi botol perangkap jebak (± 4

cm).

Prosedur pengumpulan data pertama-

tama dilakukan dengan penentuan stasiun

penelitian. Kegiatan penelitian diawali

dengan melakukan survei lapangan untuk

mengamati secara langsung kondisi vegetasi

dan serangga bersayap subkelas Pterygota di

kawasan hutan lindung Nanga-Nanga

Papalia Kelurahan Anduonohu Kecamatan

Poasia Kota Kendari. Hal ini memudahkan

penelitian dalam menetapkan stasiun dari

lokasi penelitian. Setelah itu penentuan titik

pengambilan sampel. Penetuan titik

pengambilan sampel didasarkan pada

keadaan lingkungan tanah dengan melihat

jumlah serasah dan penutupan vegetasi yang

akan dijadikan lokasi pengambilan sampel

penelitian.

Dalam hal ini yang akan menjadi

stasiun pengamatan terdiri atas tiga yaitu :

1. Stasiun I: permukaan tanah yang berada

dibawah vegetasi rumput dimana

vegetasi rumput memiliki jumlah serasah

yang kurang. Pengambilan sampel pada

stasiun I dilakukan sebanyak tiga kali

pada tiga lokasi yang berbeda. Titik

pengambilan sampel pada setiap plot

pengamatan sebanyak 5 titik yang

digantung, sehingga jumlah titik

pencuplikan untuk stasiun I sebanyak 15

titik.

2. Stasiun II: permukaan tanah yang berada

di bawah vegetasi campuran semak dan

pohon dengan jumlah serasah yang

melimpah. Pengambilan sampel pada

stasiun II dilakukan sebanyak tiga kali

pada tiga lokasi yang berbeda. Titik

pengambilan sampel pada setiap plot

pengamatan sebanyak 5 titik yang

digantung, sehingga jumlah titik

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

3 | P a g e

pencuplikan untuk stasiun I sebanyak 15

titik.

3. Stasiun III: permukaan tanah yang

berada di bawah vegetasi tegakan pohon

dengan jumlah serasah yang sangat

melimpah. Jumlah pengambilan sampel

dan titik pencuplikan sama dengan

stasiun I dan stasiun II sebanyak 15 titik.

Pengambilan data pengamatan untuk

setiap stasiun terbagi atas dua pengamatan,

yaitu pengamatan pada siang hari dan

pengamatan pada malam hari. Perangkap

untuk siang hari dipasang selama satu hari

mulai pukul 07.00-17.00 WITA. Sedangkan

perangkap untuk malam hari dipasang

selama satu malam mulai pukul 17.00-07.00

WITA. Pengamatan untuk serangga terbang

ditangkap dengan menggunakan jaring

serangga dan perangkap jebak (pittfall trap)

gantung yang digantung dengan ketinggian

kurang lebih 120 cm.

Data dalam penelitian ini

dianalisis dengan menggunakan analisis

inferensial untuk mendapatkan

keanekaragaman serangga pada tiap stasiun

waktu pengamatan maka dapat digunakan

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

dengan rumus :

H’ = -

s

i

pi1

logpi

Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-

Wiener

pi = Jumlah jenis atau kelimpahan relatif

(ni/N)

ni = Jumlah individu

N = Jumlah total individu seluruh jenis

Kriteria indeks : jika

< 1 = Keanekaragaman rendah

1 – 2 = Keanekaragaman sedang

> 2 = Keanekaragaman tinggi

(Odum, 1992 )

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Sulawesi Tenggara merupakan suatu

daerah yang memiliki wilayah hutan yang

sangat luas, dengan beranekaragam jenis

tumbuh-tumbuhan. Salah satu hutan di

Sulawesi Tenggara adalah kawasan hutan

Nanga-Nanga Papalia yang terletak di

kelurahan Anduonohu kecamatan Poasia

kota Kendari.

Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan

No.465/Menhut.11/2011, kawasan hutan

Nanga-Nanga Papalia berada dalam

kompleks Hutan Papalia. Kompleks hutan

Nanga-Nanga Papalia terdiri atas 973 ha

hutan lindung dan 1.300 ha hutan produksi

(Dinas Kehutanan Kota dan Provinsi).

Kawasan hutan Nanga-Nanga Papalia

mencakup 10 Kelurahan dari 3 Kecamatan,

yaitu Kecamatan Abeli mencakup Kelurahan

Benuanirae, Tobimeita, Nambo, Sambuli

dan Tononggeu. Kecamatan Poasia

mencakup Kelurahan Anggoeya,

Rahandouna dan Andounohu. Kecamatan

Baruga mencakup Kelurahan Baruga.

Lokasi air terjun Nanga-Nanga papalia

secara administratif terletak di Kelurahan

Anduonohu, Kecamatan Poasia kota

Kendari (BPS. 2010 ).

2. Kondisi Faktor Lingkungan

Pengukuran faktor lingkungan pada setiap

stasiun di lokasi penelitian meliputi

kelembaban udara, suhu udara dan intensitas

cahaya.

Tabel 1. Kondisi Faktor Lingkungan

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa

kondisi lingkungan tiap vegetasi berbeda

karena setiap vegetasi memiliki karakter

yang berbeda-beda. Intensitas cahaya pada

tiap vegetasi yang tertinggi yaitu pada

vegetasi rumput yakni berkisar 7600-9600

Lux. Sedang pada vegetasi semak dan pohon

intensitas cahaya menurun cukup signifikan

dengan kisaran 4800-6610 lux. Sedang pada

vegetasi tegakan pohon nilai intensitas

cahaya rendah kisaran 3960-4800 lux.

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

4 | P a g e

Kelembaban udara pada vegetasi

yang tertinggi terdapat pada vegetasi

tegakan pohon berkisar 75-76%. Pada

vegetasi semak dan pohon kelembaban

udara menurun berkisar menjadi 74-75% .

Pada vegetasi rumput kelembaban udara

relatif berubah-ubah, dengan kisaran 68-

70%.

Suhu udara pada vegetasi yang

tertinggi terdapat pada vegetasi rumput

berkisar 26-27oC. Sedang pada vegetasi

semak dan pohon memiliki suhu udara yang

relatif berubah, pada pengukuran 1 memiliki

nilai 25oC, pengukuran 2 memiliki nilai

26oC dan pengukuran ke-3.

Berdasarkan Tabel 2 dilihat bahwa

pada vegetasi rumput pengamatan

ditemukan 28 jenis (9 ordo) yakni ordo

Hymenoptera, ordo Diptera, ordo

Lepidoptera, ordo Celeoptera, ordo Odonata,

ordo Orthoptera, ordo Blattaria, ordo

Mantodea dan ordo Hemiptera dengan

jumlah individu 154. Pada vegetasi semak

dan pohon ditemukan 24 jenis (8 ordo)

yakni ordo Hymenoptera, ordo Diptera, ordo

Lepidoptera, ordo Celeoptera, ordo Odonata,

ordo Orthoptera, ordo Blattaria dan ordo

Hemiptera dengan jumlah individu 95.

Sedangkan pada vegetasi tegakan pohon

ditemukan 22 jenis (6 ordo) yakni ordo

Diptera, ordo Ortoptera, ordo Odonata, ordo

Celeoptera, ordo Lepidoptera dan ordo

Blattaria dengan jumlah individu 10.

3. Jumlah Serangga yang Ditemukan Dalam Penelitian di Hutan Nanga-Nanga

Papalia Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari.

Tabel 2. Serangga yang ditemukan dalam penelitian di lokasi penelitian

No Spesies Famili

Jumlah individu

Vegetasi

Rumput

Vegetasi

Semak

Vegetasi

Tegakan

1. Argia translata Caenagrionidae 3 2 2

2. Agriocnemis femina Caenagrionidae 3 3 0

3. Neurothemis fluctuans Libellulidae 6 4 3

4. Orthetrum sabina Libellulidae 6 2 0

5. Rhinocypha monochroa Chlorocypidae 0 0 6

6. Abia lonicerae Cimbicidae 6 0 0

7. Apis nigrocincta Apidae 5 2 5

8. Heterotrigona itama Apidae 0 2 6

9. Lycorina glaucomata Tryphonidae 0 4 6

10. Phobocampe unicincta Ichneumonidae 5 4 3

11. Sphex pensylvanica Sphecidae 0 0 5

12. Pimpla sp. Ichneumonidae 0 3 2

13. Isodontia auripes Sphecidae 3 4 4

14. Aulacophora sp. Chrysomelidae 6 7 4

15. Corymbia rubra Cerambycidae 0 6 0

16. Chalepus sp. Chrysomelidae 0 0 4

17. Epicauta lemniscata Meloidae 3 3 6

18. Helopeltis sp. Miridae 8 9 6

19. Charidotella sexpunctata Chrysomelidae 0 1 0

20. Zelus longipes Rediviidae 9 4 4

21. Rhagonycha fulva Cantharidae 6 2 0

22. Anopheles sp. Cecidomyiidae 18 7 13

23. Musca domestica Muscidae 8 0 7

24. Lucilia sericata Caliphoridae 0 5 6

25. Blattella asahinai Blattidae 5 3 4

26. Grillus sp. Grillidae 4 6 5

27. Statilia maculata Mantidae 4 0 0

28. Melanoplus femurrubrum Acrididae 2 0 0

29. Neoconocephalus robustus Phaneropteridae 6 0 0

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

5 | P a g e

4. Indeks Keanekaragaman Serangga Bersayap Subkelas Pterygota di Hutan

Nanga-Nanga Papalia.

Berdasarkan hasil perhitungan

indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

(H’) menunjukan bahwa serangga bersayap

setiap vegetasi pengamatan memiliki tingkat

keanekaragaman yang sama. Adapun indeks

keanekaragaman serangga bersayap yang

ditemukan disetiap vegetasi pengamatan di

hutan Nanga-Nanga Papalia yaitu pada

vegetasi rumput adalah 1,32, vegetasi semak

dan pohon indeks keanekaragaman (H’)

yaitu 1,33 dan vegetasi tegakan pohon

indeks keanekaragaman (H’) yaitu 1,30. Hal

ini menunjukkan keanekaragaman serangga

secara keseluruhan vegetasi tergolong

sedang yaitu 1-2.

Tabel 3. Hasil Analisis Kelimpahan dan Keanekaragaman Serangga yang Ditemukan dalam Penelitian

No Spesies Famili

Jumlah individu

Vegetasi

Rumput

Vegetasi

Semak

Vegetasi

Tegakan

1. Argia translata Caenagrionidae 3 2 2

2. Agriocnemis femina Caenagrionidae 3 3 0

3. Neurothemis fluctuans Libellulidae 6 4 3

4. Orthetrum sabina Libellulidae 6 2 0

5. Rhinocypha monochroa Chlorocypidae 0 0 6

6. Abia lonicerae Cimbicidae 6 0 0

7. Apis nigrocincta Apidae 5 2 5

8. Heterotrigona itama Apidae 0 2 6

9. Lycorina glaucomata Tryphonidae 0 4 6

10. Phobocampe unicincta Ichneumonidae 5 4 3

11. Sphex pensylvanica Sphecidae 0 0 5

12. Pimpla sp. Ichneumonidae 0 3 2

13. Isodontia auripes Sphecidae 3 4 4

14. Aulacophora sp. Chrysomelidae 6 7 4

15. Corymbia rubra Cerambycidae 0 6 0

16. Chalepus sp. Chrysomelidae 0 0 4

17. Epicauta lemniscata Meloidae 3 3 6

18. Helopeltis sp. Miridae 8 9 6

19. Charidotella sexpunctata Chrysomelidae 0 1 0

20. Zelus longipes Rediviidae 9 4 4

21. Rhagonycha fulva Cantharidae 6 2 0

22. Anopheles sp. Cecidomyiidae 18 7 13

23. Musca domestica Muscidae 8 0 7

24. Lucilia sericata Caliphoridae 0 5 6

25. Blattella asahinai Blattidae 5 3 4

26. Grillus sp. Grillidae 4 6 5

27. Statilia maculata Mantidae 4 0 0

28. Melanoplus femurrubrum Acrididae 2 0 0

29.

Neoconocephalus robustus

Phaneropteridae 6 0 0

30. Melanoplus diferentialis Acrididae 7 0 0

31. Tetrix subulata Tetrigidae 7 0 0

30. Melanoplus diferentialis Acrididae 7 0 0

31. Tetrix subulata Tetrigidae 7 0 0

32. Conocephalus fasciatus Tettiginidae 6 0 0

33. Euploea crameri Nymphalidae 5 0 0

34. Dactilispa sp. Chrysomelidae 3 3 5

35. Graphium agamemnon Papilionidae 3 0 0

36. Coenonympha dorus Nymphalidae 4 5 3

37. Taractrocera archias Hesperidae 3 4 0

Jumlah 54 95 109

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

6 | P a g e

32. Conocephalus fasciatus Tettiginidae 6 0 0

33. Euploea crameri Nymphalidae 5 0 0

34. Dactilispa sp. Chrysomelidae 3 3 5

35. Graphium agamemnon Papilionidae 3 0 0

36. Coenonympha dorus Nymphalidae 4 5 3

37. Taractrocera archias Hesperidae 3 4 0

Jumlah 1,32 1,33 1,30

Pembahasan

Kelimpahan organisme adalah jumlah

individu pada suatu area. Cara menghitung

kelimpahan yang paling akurat adalah

dengan cara menghitung setiap individu

pada area tersebut. Kelimpahan jenis

serangga sangat ditentukan oleh aktivitas

reproduksinya yang didukung oleh kondisi

lingkungan yang sesuai dan tercukupinya

kebutuhan sumber makanannya.

Kelimpahan dan aktivitas reproduksi

serangga di daerah tropik sangat dipengaruhi

oleh musim, karena musim berpengaruh

terhadap ketersediaan bahan makanan dan

kemampuan hidup serangga yang secara

langsung dapat mempengaruhi kelimpahan.

Setiap ordo serangga mempunyai respon

yang berbeda terhadap perubahan musim

dan iklim. (Odum, 1992). Keanekaragaman

merupakan perbedaan-perbedaan makhluk

hidup yang berbeda jenis (s keragaman

merupakan suatu gabungan antara jumlah

jenis dan jumlah individu masing-masing

jenis dalam satu komunitas. Perbedaan itu

dapat dijumpai pada sifat-sifat yang tampak

antara lain: bentuk, warna, fungsi organ,

tempat hidup dan lain-lain. Sedangkan

perbedaan yang dijumpai pada individu-

individu sejenis dinamakan variasi.

Keanekaragaman sangat dipengaruhi

oleh jumlah jenis dan jumlah total individu

jenis pada suatu komunitas. Untuk

mengetahui keanekaragaman suatu

komunitas ditentukan oleh kelimpahan

spesies yang terdapat pada komunitas

tersebut. Menurut Soetjipta (1993) suatu

komunitas dikatakan mempunyai

keanekaragaman jenis yang tinggi karena

komunitas itu disusun oleh banyak spesies

(jenis) dengan kelimpahan spesies yang

sama atau hampir sama. Sebaliknya jika

komunitas itu disusun oleh beberapa spesies

dengan jumlah individu masing-masing

spesies rendah maka keanekaragaman

jenisnya rendah.

Keanekaragaman ini erat kaitannya

dengan pola aktivitas serangga pada kondisi

keterikatan dengan faktor lingkungan. Hal

ini sejalan dengan pendapat Aditama dan

Kurniawan (2013) yang menyatakan bahwa

keberadaan serangga di alam dipengaruhi

oleh keberadaan faktor abiotik atau unsur

iklim sebagai komponen suatu ekosistem

meliputi suhu, intensitas cahaya,

kelembaban udara. Serangga merupakan

bagian dari keanekaragaman hayati yang

harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

maupun penurunan keanekaragaman

jenisnya. Serangga memiliki nilai penting

antara lain nilai ekologi, endemisme,

konservasi, pendidikan, budaya, estetika,

dan ekonomi. Penyebaran serangga dibatasi

oleh faktor-faktor geologi dan ekologi yang

cocok, sehingga terjadi perbedaan

keragaman jenis serangga. Perbedaan ini

disebabkan adanya perbedaan iklim, musim,

ketinggian tempat, serta jenis makanannya.

Keanekaragaman serangga di semua

vegetasi baik vegetasi rumput, vegetasi

semak dan pohon maupun vegetasi tegakan

pohon memiliki kategori sedang berada pada

rentan indeks Shannon-Wiener 1-2. Pada

vegetasi rumput yaitu dengan nilai indeks

1,32 pada vegetasi semak dan pohon yaitu

dengan nilai indeks 1,33 dan pada vegetasi

tegakan pohon yaitu dengan nilai indeks

1,30.

Pada ketiga stasiun pengamatan

terdapat perbedaan iklim mikro lingkungan

berupa suhu udara, kelembaban udara dan

intensitas cahaya sehingga menyebabkan

serangga permukaan yang ditemukan

berbeda pula. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Suin (1997) bahwa keberadaan

populasi dalam suatu vegetasi juga

bergantung pada kerapatan vegetasi juga

bergantung pada suhu dan kelembaban.

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

7 | P a g e

Eksistensi suatu organisme tergantung pada

suatu keadaan lingkungan yang rumit.

Perubahan lingkungan sangat

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.

Perubahan yang terjadi pada lingkungan

hidup manusia, menyebabkan adanya

gangguan terhadap keseimbangan, karena

sebagian dari komponen lingkungan

menjadi berkurang fungsinya. Perubahan

lingkungan juga dapat terjadi karena campur

tangan manusia, namun dapat pula terjadi

karena faktor alami (Odum, 1971).

Berdasarkan hasil analisis pada

vegetasi rumput memiliki indeks

keanekaragaman yang sedang 1,32. Salah

satu jenis serangga yang mendominasi yang

terdapat pada vegetasi rumput yaitu ordo

Diptera dan ordo Orthoptera dikarenakan

jumlah serasah yang sangat kurang dan

presentasi penutupan vegetasi yang rendah

bahkan tidak ada sehingga menyebabkan

faktor lingkungan yang tidak mendukung

keberadaan atau variasi beberapa spesies

serangga. Ordo Orthoptera dari jenis

belalang ini termasuk spesies yang sukar

didekati, tetapi jika terbang menghindar,

biasanya hanya pada jarak - jarak 5-6 meter.

Tampaknya spesies ini lebih menyenangi

hinggap di permukaan tanah, di rerumputan,

dibanding dengan hinggap dihelai daun-

daun tumbuhan dan serangga ini aktif

disiang hari (diurnal). Tingkat presentase

penutupan tajuk yang tinggi mempengaruhi

suhu tanah dan suhu udara yang masuk pada

vegetasi tersebut. Semakin rendah suhu

udara berarti presentase penutupan tajuknya

tinggi sehingga mengakibatkan rendahnya

intensitas cahaya yang masuk. Menurut

Susniati dkk., (2005) menyatakan bahwa

pengaruh cahaya terhadap perilaku serangga

berbeda antara serangga yang aktif siang

hari dengan yang aktif pada malam hari.

Pada siang hari keaktifan serangga

dirangsang oleh keadaan intensitas maupun

panjang gelombang cahaya disekitarnya.

Sebaliknya ada serangga pada keadaan

cahaya tertentu justru menghambat

keaktifannya.

Pada vegetasi semak dan pohon

jumlah individu yang ditemukan yaitu 95

individu dengan indeks keanekaragaman

yaitu 1,33. Salah satu jenis serangga yang

mendominasi yang terdapat pada vegetasi

semak dan pohon yaitu famili Miridae

(Helopeltis sp.) sebanyak 9 individu.

Jumlah individu pada vegetasi semak dan

vegetasi tegakan yang relatif sama terkait

dengan bahan organik berupa serasah yang

melimpah sebagai sumber makanan atau

sebagai sarang dibandingkan vegetasi

rumput. Keanekaragaman vegetasi di hutan

alam menyediakan bahan organik berupa

serasah yang melimpah dan sangat

diperlukan oleh serangga sebagai sumber

makanan atau sebagai sarang.

Karakteristik biologis dari serangga

dipengaruhi terutama oleh suhu, kelembaban

relatif dan intensitas cahaya berbeda dengan

kelompok serangga yang memanfaatkan

cahaya matahari. Hal tersebut didukung juga

dengan kondisi vegetasi dalam hal ini

habitat serangga yang menurut Kamal dkk.,

(2011) melaporkan bahwa komponen

lingkungan (biotik dan abiotik) akan

mempengaruhi kelimpahan dan

keanekaragaman biota pada suatu tempat,

sehingga tingginya kelimpahan dan

keanekaragaman individu tiap jenis dapat

dipakai untuk menilai kualitas suatu habitat.

Pada vegetasi tegakan pohon yaitu

dengan nilai indeks keanekaragaman yaitu

1,30 dengan jumlah sebanyak 109 individu.

Jenis serangga yang mendominasi yang

terdapat pada vegetasi tegakan pohon yaitu

ordo Isoptera dan ordo Celeoptera. Jumlah

individu pada vegetasi semak dan vegetasi

tegakan yang relatif sama terkait dengan

bahan organik berupa serasah dan bahan

anorganik berupa sampah plastik yang

digunakan sebagai sumber makanan atau

sebagai sarang oleh serangga. Menurut

Jumar (2000) menyatakan bahwa kisaran

suhu yang ideal bagi serangga berada pada

rentan 150C-45

0C dengan suhu optimumnya

yakni 250C. Pada suhu optimum umumnya

serangga sangat melimpah karena

kecenderungan untuk berkembang biak.

Kemampuan serangga pada kisaran suhu

optimum dapa meningkatkan angka

reproduktif serta menekan angka kematian

dini. Kandungan uap air dan suhu

merupakan faktor yang paling penting yang

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

8 | P a g e

mempengaruhi ekologi mahluk hidup

daratan. Perbedaan kecil dalam kandungan

uap air seringkali menentukan apakah

habitat tersebut sesuai atau tidak untuk

sebuah spesies. Batasan toleransi terhadap

uap air merupakan salah satu faktor penentu

utama dalam penyebaran spesies.

Kelembaban udara menyatakan besarnya

kandungan uap air yang terkandung dalam

udara.

Ordo Hymenoptera, Orthoptera,

Celeoptera dan Hemiptera merupakan ordo

yang memiliki spesies dan jumlah individu

paling banyak dijumpai selama penelitian.

Hal ini berkaitan dengan tempat hidupnya

pada berbagai kondisi baik basah maupun

kering dan mempunyai kemampuan

bergerak dan melompat dengan baik. Seperti

halnya dijelaskan pada Borror (1996) bahwa

jumlah jenis dan individu serangga dari ordo

Hymenoptera, Orthoptera, Celeoptera dan

Hemiptera lebih banyak ditemukan

dibandingkan dengan ordo yang lain. Hal ini

dapat disebabkan karena serangga tersebut

merupakan serangga yang umum dan

banyak jumlah familinya yang beraktivitas

di permukaan tanah.

Famili Papilionidae merupakan

serangga yang memiliki spesies dan jumlah

individu paling sedikit yang dijumpai ketiga

stasiun selama penelitian. Hal ini berkaitan

dengan tempat hidupnya pada berbagai

kondisi. Kelembaban adalah salah satu

faktor iklim yang sangat penting bagi kupu-

kupu. Pada umumnya kupu-kupu menyukai

habitat yang mempunyai kelembaban tinggi,

seperti lokasi-lokasi yang ada dipinggir

sungai, dibawah tegakan pohon yang

lembab karena berair. Kehidupan dan

aktivitas kupu-kupu sangat dipengaruhi oleh

suhu dan kelembaban udara. Kupu-kupu

akan mencari makanan berkisar pada suhu

30oC. Suhu tubuh kupu-kupu saat terbang 5-

10oC diatas suhu lingkungan. Pencarian

makanan pada suhu yang rendah akan

membutuhkan energi yang banyak

(Suwarno, 2007).

Kupu-kupu beraktivitas pada

kelembaban udara yang sedang sekitar 60%

karena dapat mengurangi resiko kekurangan

air akibat terik matahari sehinnga ordo Lepidoptera jarang dijumpai khususnya

pada vegetasi rumput Kelembaban udara

dan intensitas cahaya merupakan dua faktor

lingkungan yang juga mempengaruhi

aktivitas kupu-kupu dalam mencari

makanan. Kupu-kupu dan ulat menghindari

tempat yang kering dan mencari tempat dan

kelembaban yang tinggi untuk beristrahat.

Jenis serangga yang ditemukan di

ketiga vegetasi pada siang hari juga terdapat

pada malam hari. Sehingga jenis serangga

tersebut akan selalu ditemukan pada tiap

vegetasi walaupun intensitas cahaya setiap

vegetasi berbeda baik siang dan malam hari.

Hal ini sejalan dengan Sugiyarto dkk.,

(2002) menyatakan bahwa jika serangga

ditemukan baik pada penangkapan malam

maupun siang hari maka serangga tersebut

termaksud jenis hewan aritmis atau

krepuskular. kebanyakan hewan mempunyai

daur kegiatan sehari-hari yang nyata, dengan

kegiatan paling besar dimalam hari, pada

siang hari atau sekitar fajar dan senja

(krepuskular) daur kegiatan ini jelas

berkaitan dengan cahaya siang dan

kegelapan.

Serangga memiliki mobilitas yang

tinggi dan kemampuan adaptif terhadap

faktor lingkungan yang ada. Adanya aliran

sungai yang melintasi kawasan hutan diduga

berpengaruh terhadap jumlah jenis serangga

yang mengunjungi habitat ini dengan variasi

lebih beragam yang merupakan makanan

serangga. Selain itu, menurut Borror (1989)

kelimpahan populasi serangga pada suatu

habitat ditentukan oleh adanya

keanekaragaman dan kelimpahan sumber

pakan maupun sumber daya lain yang

tersedia pada habitat tersebut. Serangga

menanggapi sumber daya tersebut dengan

cara yang kompleks.

Keadaan pakan yang berfluktuasi

secara musiman akan menjadi faktor

pembatas bagi keberadaan populasi hewan

di suatu tempat oleh adanya kompetisi antar

individu. Sejumlah organisme bergantung

pada sumber yang sama, persaingan akan

terjadi. Persaingan demikian dapat terjadi

antara anggota-anggota spesies yang

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

9 | P a g e

berbeda (persaingan interspesifik) atau

antara anggota spesies yang sama

(persaingan intraspesifik). Persaingan dapat

terjadi dalam mendapatkan makanan atau

ruang. Spesies yang bersaing untuk suatu

sumber tertentu tidak perlu saling

mengacuhkan. Organisme yang saling mirip

cenderung menempati habitat yang sama

dan membuat kebutuhan yang sama atas

lingkungan serta memodifikasi lingkungan

dengan cara yang sama. Persaingan diantara

hewan sering kali tidak langsung karena

daya geraknya. Tidaklah umum bagi hewan

bersaing untuk sumber yang sama dan

melanjutkan permusuhan langsung yang

menyebabkan pesaing cedera. Persaingan

intraspesifik pada hewan bertambah sering

bila populasi berkembang dan rapatannya

melebihi tingkat optimal.

Indeks keanekaragaman (H’)

serangga bersayap di kawasan hutan Nanga-

Nanga Papalia yang ditemukan secara

keseluruhan pada tiga vegetasi pengamatan

tergolong relatif sama yaitu sedang

disebabkan peningkatan aktivitas

masyarakat yang kini sedikit demi sedikit

khususnya kegiatan berladang dana

pembalakan. Aktivitas masyarakat seperti

yang dimaksud tentunya akan

mempengaruhi keberadaan organisme dan

tingkat keanekaragaman khususnya pada

kelompok serangga, dalam hal ini serangga

bersayap dimana seharusnya pada kawasan

hutan harus memiliki tingkat

keanekaragaman yang tinggi dengan adanya

daya dukung yang dibutuhkan oleh serangga

bersayap.

Jenis serangga yang ditemukan

memiliki daur hidup salah satunya famili

Muscidae Musca domestica (lalat)

merupakan insekta yang mengalami

metamorfosis yang sempurna, dengan

stadium telur, larva, kepompong dan

stadium dewasa. Hal ini menunjukkan

semua lalat mengalami metamorfosis

sempurna dalam perkembangannya.

Metamorfosis sempurna yang dialami lalat

adalah Stadium telur, stadium larva, stadium

kepompong dan terakhir stadium dewasa.

Siklus yang bervariasi ini bergantung pada

keadaan lingkungan perkembangbiakannya,

waktu yang dibutuhkan lalat menyelesaikan

siklus hidupnya dari sejak masih telur

sampai dengan dewasa antara 12 sampai 30

hari. Rata-rata perkembangan lalat

memerlukan waktu antara 7 sampai 22

haritergantung dari suhu dan makanan yang

tersedia (Hadi dkk., 2009).

Pada umumnya siklus hidup dan pola

hidup lalat rumah ini sama dengan siklus

dan pola hidup lalat pada umumnya, yakni

memerlukan suhu 300C untuk hidup dan

kelembaban yang tinggi, tertarik pada warna

terang sesuai dengan sifat fototrofiknya,

ukurannya yang berkisar 12-13 mm dan

seterusnya. Perbedaan dengan lalat jenis lain

yakni terletak pada beberapa bentuk

tubuhnya dan kebiasaannya tinggal.

Umumnya segala jenis atau spesies lalat

memiliki kecenderungan pola hidup dan

siklus hidup yang hampir sama. Namun

pada keadaan-keadaan tertentu dan tempat-

tempat tertentu ada lalat yang mampu

bertahan kuat dibandingkan dengan lalat-

lalat yang lainnya. Lalat yang merupakan

vektor pembawa penyakit dan merupakan

hewan pengganggu yang harus dikendalikan

sehingga perlu diketahui siklus dan pola

hidupnya agar mudah untuk dikendalikan.

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan dikawasan hutan lindung Nanga-

Nanga Papalia baik pada vegetasi rumput,

vegetasi semak dan pohon dan vegetasi

tegakan pohon ditemukan serangga bersayap

tergolong dalam filum Arthropoda kelas

insekta yang terdiri dari 9 ordo yaitu

Hymenoptera (8 spesies), Lepidoptera (4

spesies), Diptera (3 spesies), Odonata (5

spesies), Celeoptera (3 spesies),

Orthoptera (6 spesies), Blattaria (1

spesies), Mantodea (1 spesies) dan

Hemiptera (6 spesies) dan 27 famili yaitu

Caenagrionidae, Libellulidae, Chlorocypidae, Cimbicide, Apidae, Tryphonidae, Ichneumonidae, Sphecidae, Acrididae, Phaneropteridae, Tetrigidae, Chrysomelidae, Cerambycidae, Meloidae, Miridae, Rediviidae, Cantharidae, Cecidomyiidae, Muscidae, Caliphoridae, Blattidae, Grillidae, Mantidae, Tettiginidae, Nymphalidae, Papilionidae, Hesperidae.

J. A M P I B I 2 (1) hal. ( 1-10 ) Februari 2017

10 | P a g e

Jumlah keseluruhan individu serangga yang

ditemukan dalam penelitian ini yaitu 358

individu dari 37 spesies serangga selama

tiga kali pengambilan sampel.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisis

dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa berdasarkan indeks keanekaragaman

serangga subkelas Pterygota di kawasan

hutan Nanga-Nanga Papalia termaksud

dalam kategori sedang yakni vegetasi

rumput 1,32, vegetasi semak 1,33 dan

vegetasi tegakan 1,30 dengan jumlah

keseluruhan vegetasi H’ yakni sebesar 1,48.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama CR, dan Kurniawan N. 2013.

Struktur komunitas serangga

nokturnal areal pertanian padi

organik pada musim penghujan di

Kecamatan Lawang, Kabupaten

Malang. Jurnal Biotropika. 1(4) :

186-190.

Borror DJ, Triplehorn CA, dan Johnson NF.

1996. Pengenalan Pelajaran

Serangga. Edisi Keenam

(Terjemahan). Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Borror DJ, Triplehorn CA, dan Johnson NF.

1989. An Introduction to the Study

of Insects.7th edition. New York:

Saunders College Publishing.

Hadi M, Tarwotjo. U., Rahadyan. R. 2009.

Biologi Insekta (Entomologi).

Graha Ilmu. Yogyakarta.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka

Cipta. Jakarta.

Kamal M, Yustian I, dan Rahayu S. 2011.

Keanekaragaman jenis arthropoda

di Gua Putri dan Gua Selabe

Kawasan Karst Padang Bindu.

Jurnal Penelitian Sains. 14 (1): 33-

37.

Michael P. 1995. Metode Ekologi Untuk

Penyelidikan Ladang dan

Laboratorium. UI. Press. Jakarta.

Odum EP. 1971. Dasar-Dasar Ekologi Edisi

Ketiga. Gadjah Mada Univesity

Press. Yogyakarta.

Odum EP. 1992. Fundamentals of Ecology.

3rd Edition. W. B. Saunders Book

co. Philadelpia.

Soetjipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi

Hewan. Dirjen Dikti. Depdikbud.

Sugiyarto, Wijayah D, dan Rahayu SY.

2002. Biodiversitas. Hewan

permukaan tanah pada berbagai

tegakan hutan di sekitar Goa

Jepang, BKPH Nglerak, Lawu

Utara, Kabupaten Karanganyar. 1

(3).

Suin NM. 1997. Ekologi Hewan Tanah.

Bumi Aksara. Jakarta.

Susanto P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan.

Dirjen Dikti. Depdiknas.

Susniati N, Sumeno, dan Sudrajat. 2005.

Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan.

Universitas Padjajaran. Bandung.

Suwarno S. Salmah A. Hassan, dan Norani.

2007. Effect of different host plants

on the life cycle of papilio polytes

cramer (Lepidoptera : Papilionidae)

(Common Mormon Butterfly).

Journal of Bioscience.18 (1) : 35-

44.