Karakteristik Efusi Pleura pada Anak di RSUP Sanglah ...

14
1 Karakteristik Efusi Pleura pada Anak di RSUP Sanglah Denpasar Oleh : dr. Ni Made Dwiyathi Utami Pembimbing : dr. Putu Siadi Purniti, SpA(K) dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, MSc, SpA(K) BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR JUNI 2015 Karakteristik Efusi Pleura pada Anak di RSUP Sanglah Denpasar Dwiyathi Utami, Siadi Purniti*, Ayu Setyorini Mestika Mayangsari* *Divisi Respirologi Bagian IKA FKUNUD/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali Abstrak Latar belakang. Efusi pleura merupakan akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura dan merupakan komplikasi dari infeksi pneumonia maupun penyakit sistemik. Tujuan. Penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dan etiologi dari efusi pleura. Metode. Penelitian adalah deskriptif observasional pada 14 pasien anak dengan efusi pleura. Cairan efusi pleura dan serum diperiksa. Data rekam medis pasien dicatat sampai dengan akhir periode perawatan dan diagnosis ditegakkan. Untuk membedakan kriteria eksudat dan

Transcript of Karakteristik Efusi Pleura pada Anak di RSUP Sanglah ...

1

Karakteristik Efusi Pleura

pada Anak di RSUP Sanglah

Denpasar

Oleh :

dr. Ni Made Dwiyathi Utami

Pembimbing :

dr. Putu Siadi Purniti, SpA(K)

dr. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari,

MSc, SpA(K)

BAGIAN/SMF ILMU

KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR

JUNI 2015

Karakteristik Efusi Pleura pada Anak

di RSUP Sanglah Denpasar

Dwiyathi Utami, Siadi Purniti*, Ayu

Setyorini Mestika Mayangsari*

*Divisi Respirologi Bagian IKA

FKUNUD/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali

Abstrak

Latar belakang. Efusi pleura merupakan

akumulasi cairan tidak normal di rongga

pleura diakibatkan oleh transudasi atau

eksudasi yang berlebihan dari permukaan

pleura dan merupakan komplikasi dari

infeksi pneumonia maupun penyakit

sistemik.

Tujuan. Penelitian ini untuk mengetahui

karakteristik dan etiologi dari efusi pleura.

Metode. Penelitian adalah deskriptif

observasional pada 14 pasien anak dengan

efusi pleura. Cairan efusi pleura dan serum

diperiksa. Data rekam medis pasien dicatat

sampai dengan akhir periode perawatan

dan diagnosis ditegakkan. Untuk

membedakan kriteria eksudat dan

2

transudat dipakai kriteria Light. Empiema

merupakan kumpulan cairan pada rongga

pleura dengan atau tanpa biakan organism

pada cairan efusi atau dijumpai pus secara

makroskopis.

Hasil. Terdapat 11 pasien efusi eksudat

dan 3 pasien efusi transudat. Karakteristik

dari efusi eksudat adalah unilateral,

dominan pada hemithorax kanan, bersifat

tidak masif, dan cairan dominan berwarna

kuning. Didapatkan 8 empiema dari 14

kasus efusi pleura dengan etiologi

terbanyak Streptococcus pneumoniae.

Hasil biakan bakteri didapatkan pula pada

efusi yang bersifat transudat. Efusi pleura

eksudat dengan biakan bakteri memiliki

nilai rasio protein dan protein pleura yang

lebih tinggi dibandingkan dengan

keganasan. Sedangkan rerata nilai glukosa

pleura lebih rendah dibandingkan dengan

keganasan.

Kesimpulan. Empiema didapatkan 8 dari

14 kasus efusi pleura dengan etiologi

terbanyak Streptococcus pneumoniae.

Hasil biakan bakteri didapatkan pula pada

efusi transudat

Kata kunci. Efusi pleura, transudat,

empiema

Characteristics of Pediatric’s Pleural

Efussion in Sanglah General Hospital

Denpasar

Dwiyathi Utami, Siadi Purniti*, Ayu

Setyorini Mestika Mayangsari*

*Department of Pediatric Respirology,

Medical School, Udayana University,

Denpasar, Bali

Abstract

Background. Pleural efussion is abnormal

accumulation of pleural fluid in pleural

cavity, which is caused by excessive

transudation or exudation from pleural

surface and as complication of pneumonia

or sistemic infection. T

Objective. The aim of this study was to

understand the characteristics and etiology

of pleural efussion in Sanglah general

hospital.

Methods. This study was an observational

descriptive in 14 children diognosed with

pleural efussion from clinically and

radiology finding. Pleural puncture was

done and simultaneously pleural fluid and

serum analysis was measured. Information

we take from medical records until

diagnosing was established. To

differentiate exudate and transudate we use

3

Light’s criteria. Empiema an exudate with

or without positive fluid culture for

bacterial, fungal, etc or with pus

appearance

Results. Of 11 patients with exudative

pleural efussion and 3 patients with

transudate pleural efussion. The

characteristics of exudate pleural efussion

is unilateral at left hemithorax, not

massive, and the colour is yellow.

Empiema was 8 from 14 cases of pleural

efussion and Streptococcus pneumoniae

was common etiology. Positive pleural

culture could be found in transudate

pleural efussion. Positif culture for exudate

has higher protein ratio and protein value

rather than malignancy. Mean glucose

value lower than malignancy.

Conclusions. Empiema was 8 from 14

cases of pleural efussion and

Streptococcus pneumoniae was common

etiology. Positive pleural culture for

bacteria could be found in transudate

pleural efussion.

Keywords : pleural efussion, transudate,

empyema.

Alamat Korespondensi :

Dr. Ni Made Dwiyathi Utami

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, RSUP

Sanglah Denpasar.

Jl. Pulau Nias 80114. Telp/Fax (0361)

244038 atau (0361) 257387 atau 081-384-

425-148

Email : [email protected]

4

Kepada :

Yth. Dr. Ayu Setyorini Mestika

Mayangsari, MSc, SpA(K)

Di tempat

Dengan hormat,

Berikut saya sampaikan perbaikan

makalah I penelitian kecil yang berjudul

“Karakteristik Efusi Pleura pada Anak di

RSUP Sanglah Denpasar” yang rencana

untuk publikasi Sari Pediatri, saya mohon

dokter berkenan memberikan koreksi dan

bimbingan dokter. Atas perhatian dokter

saya ucapkan terima kasih.

Hormat

saya,

Dwiyathi

Utami

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan

di rongga pleura akibat gangguan sekresi

dan absorpsi cairan pleura baik berupa

cairan bebas, lokal, maupun dalam

kapsul.1,2

Kondisi yang menyebabkan

peningkatan tekanan kapiler paru,

penurunan tekanan onkotik, peningkatan

permeabilitas membran kapiler, dan

obstruksi aliran limfa merupakan

penyebab terjadinya efusi pleura.3

Maher dkk2 mendapatkan efusi

luas disebabkan oleh keganasan pada 67%

kasus, efusi parapneumonia 49%, dan

empiema 22% kasus, sedangkan di negara

berkembang seperti Indonesia, 50-70%

kasus efusi pleura diakibatkan oleh

penyakit infeksi seperti tuberkulosis (TB)

dan pneumonia.2

Sensitivitas dan spesifisitas kriteria

Light dalam membedakan cairan efusi

transudat atau eksudat masing-masing

98% dan 83%.2

pendekatan etiologi efusi

pada dewasa berbeda daripada anak.

Penyebab paling sering efusi pleura pada

anak adalah infeksi. Empiema pada anak

menimbulkan mortalitas karena efusi

pleura anak jarang disertai dengan

5

kelainan paru. Mengetahui gambaran

klinis efusi pleura dapat memberikan

gambaran etiologi efusi pleura, sehingga

dapat menjadi pertimbangan pemberian

terapi pada pasien anak.

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan rancangan

deskriptif observasional, dengan

mengambil data sekunder dari rekam

medis pasien yang dirawat dengan efusi

pleura Januari 2012 sampai Mei 2015.

Gambaran klinis dari efusi pleura meliputi

analisis cairan pleura kadar protein, pH,

LDH, glukosa, empiema, hasil roentgen

dada, dan data klinis pasien. Transudat

terjadi karena perbedaan tekanan

hidrostatik dan onkotik menyebabkan

filtrasi melebihi absorbsi. Eksudat

dikonfirmasi dengan didapatkannya salah

satu dari perbandingan protein cairan

pleura dibandingkan dengan protein serum

lebih dari 0,5 atau konsentrasi cairan laktat

dehidrogenase (LDH) pleura lebih dari 200

Unit/Liter atau perbandingan LDH cairan

pleura dibandingkan serum lebih dari 0,6.4-

6 Penghitungan besar sampel

menggunakan simple random sampling

didapatkan jumlah sampel 7. Sebanyak 35

anak terdiagnosis efusi pleura, namun

hanya 14 anak memilki data rekam medis

yang lengkap. Data diolah menggunakan

SPSS 16.0 dan disajikan dalam bentuk

frekuensi, persentase dan nilai rerata

dengan nilai sebaran.

Diagram A. Pemilihan sampel penelitian

HASIL PENELITIAN

Selama periode penelitian didapatkan 35

kasus dengan efusi pleura. Dari jumlah

tersebut didapatkan 21 rekam medis yang

lengkap dan hanya 14 data yang

menyertakan analisis cairan pleura.

Terdapat 10 pasien berjenis kelamin laki-

laki dan sebagian besar berusia lebih dari 5

Pasien < 12 tahun yang dirawat

oleh karena efusi pleura (35 anak)

21 anak dengan rekam medis yang

lengkap

14 anak dengan disertai data

analisis cairan pleura

6

tahun. Sebanyak 6 pasien memiliki gizi

baik, 6 pasien gizi kurang dan 2 pasien gizi

lebih. Seluruh sampel memiliki jaminan

kesehatan. Keluhan sesak napas

didapatkan 9 dari 14 pasien, keluhan nyeri

dada pada 1 pasien, panas badan sebanyak

2 pasien. Infeksi bakteri merupakan

penyebab dari 11 pasien efusi dan

didapatkan leukemia akut pada 3 pasien.

Terdapat 2 dari pasien LLA tersebut yang

memiliki data analisis cairan pleura. Gagal

ginjal didapatkan 1 pasien dan tidak

didapatkan juga data mengenai analisis

cairan pleuranya. Sebagian besar pasien

mendapatkan terapi antibiotik dan

tindakan pemasangan water sealed

drainage (WSD). Informasi tersebut dapat

dilihat dari tabel 1 di bawah ini

7

Dari 14 pasien tersebut didapatkan kasus

empiema sebanyak 8 pasien dengan hasil

biakan efusi dapat dilihat pada tabel 2

dibawah. Bakteri yang didapatkan pada

efusi meliputi Staphylococcus aureus,

Staphylococcus warney, Streptococcus

pneumoniae dan Bacillus sp. Terdapat 2

kasus empiema pada transudat dengan

biakan bakteri Streptococcus pneumoniae

dan Pseudomonas aeruginosa. Hampir

seluruh pasien mendapatkan pengobatan

antibiotik sebelum perawatan. Pada akhir

periode perawatan didapatkan 4 pasien

meninggal. Data karakteristik klinis, hasil

rontgen dada, dan mikrobiologi dari 14

pasien tersebut dapat dilihat dari Tabel 1 di

samping.

Pada jenis cairan eksudat sebagian

besar memiliki karakteristik radiologis

tidak masif, dan unilateral.

Bakteremia terjadi pada beberapa

pasien yang mana terdapat biakan bakteri

pada efusi pleura. Biakan bakteri pada

darah dan cairan efusi menunjukkan

bakteri yang berbeda. Staphylococcus

warney yang didapatkan pada biakan darah

namun tidak ada pada cairan efusi.

Terdapat pasien dengan bakteremia

Staphylococcus aereus namun pada efusi

pleura didapatkan infeksi oleh gram

Tabel 1. Karakteristik klinis dan laboratoris

pasien efusi pleura (n=14)

Parameter Transudat

(n=3)

Eksudat

(n=11)

Jenis kelamin

Lelaki

2

8

Status gizi

Gizi baik

Gizi kurang

Gizi lebih

3

0

0

3

6

2

Usia

< 1 Tahun

1-5 Tahun

> 5 Tahun

1

1

1

2

4

5

Keluhan utama

Sesak napas

Nyeri dada

Demam

Lain-lain

2

0

1

0

7

1

1

2

Etiologi

Infeksi bakteri

Keganasan

2

1

9

2

Biakan efusi pleura

Ya

2

6

Biakan darah 2 sisi

Ya

Tidak

Tidak dapat

dievaluasi

2

1

0

2

5

4

Hemitoraks yang

terkena

Unilateral salah

satu sisi

Bilateral kedua

sisi

2

1

8

3

Penggunaan

antibiotik

Ya

2

9

8

negatif oleh Pseudomonas Aeruginosa.

Bakteremia oleh Streptococcus pneumonia

didapakan efusi pleura yang disebabkan

oleh Acinetobacter haemoliticus. Dua data

efusi pleura oleh Streptococcus pneumonia

dan Staphylococcus aereus tidak

mengalami bakteremia. Data tersebut

disampaikan dalam tabel 2 di atas.

Rerata nilai LDH pada empiema

lebih rendah 2465 U/L dibandingkan pada

keganasan steril 3008 U/L. Nilai median

rasio LDH lebih rendah yakni 0,5 pada

empiema dibandingkan 1,3 pada

keganasan. Nilai rerata protein pleura

yang lebih tinggi 52,7 g/L dan glukosa

yang lebih rendah 47,8 mg/dL pada

empiema. Hasil sitologi didapatkan

dominan sel monosit pada empiema.

Warna cairan empiema dapat berwarna

kuning, merah, oranye dan putih.

Leukositosis lebih banyak terjadi pada

keganasan, dan trombositosis dapat terjadi

pada empiema dan keganasan. Data dapat

dilihat dari tabel 3 di bawah ini.

PEMBAHASAN

Rerata usia pasien pada penelitian ini

berusia 58,9 bulan. Pada penelitian ini

didapatkan pasien empiema lebih banyak

pada usia yang lebih tua dan berjenis

kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan

penelitian Balfour dkk18

dimana kejadian

empiema lebih banyak pada anak lelaki.

dan kejadian meningkat pada musim

dingin.

Penelitian ini konsisten juga

dengan penelitian Byington et al25

, yang

menyampaikan kasus empiema lebih

banyak terjadi pada anak dengan usia lebih

dari 3 tahun.

Tabel 2. Gambaran kultur cairan efusi dan kultur

darah pada pasien empiema

Kultur cairan efusi Kultur darah 2 sisi

Transudasi

S. pneumonia

P. aeruginosa

Steril

S. warney

S. aereus

Steril

Eksudasi

Moraxella sp.

S. maltophilia

A. haemoliticus

S. pneumoniae

S. pneumoniae

S.aereus

Steril

Steril

Steril

Tidak tersedia

Tidak tersedia

Steril

Steril

S. pneumoniae

Steril

Steril

Steril

Tidak tersedia

Tidak tersedia

Bacillus sp.

Tidak tersedia

Tidak tersedia

9

Francois dkk25

, menyimpulkan terjadinya

empiema berkaitan dengan usia yang lebih

tua, lamanya hari rawat dan penggunaan

banyak antibiotik sebelum masuk rumah

sakit. Demikian halnya pada penelitian ini

didapatkan riwayat penggunaan antibiotik

sebelum perawatan pada hampir seluruh

pasien dan kejadian empiema yang cukup

besar.

Keluhan utama saat datang

didapatkan paling banyak dengan keluhan

sesak napas yakni 9 dari 14 pasien. Satu

anak mengeluh nyeri dada dan demam

dikeluhkan pada 2 anak. Pada pasien

dengan eksudasi lebih sering mengeluh

sesak napas dan mengeluh nyeri dada.

Keluhan nyeri dada meskipun jarang

dikeluhkan merupakan gambaran sugestif

untuk peradangan pleura.23

Sampel penelitian ini merupakan

pasien rujukan dari beberapa rumah sakit

kota Denpasar dengan rerata lama rawat

35 hari dan hampir seluruhnya

mendapatkan antibiotik sebelum dirujuk

ke RSUP Sanglah. Penelitian oleh Balfour

dkk18

yang mendapatkan peningkatan

insiden empiema dipengaruhi oleh

penggunaan antibiotik pada tingkat

Tabel 3. Perbandingan parameter dari cairan eksudat

Parameter Empiema (n=6) Keganasan (n=2)

Cairan pleura (rerata, SD) LDH (U/L) 2465 (+1150) 3008 (+208,8)

Protein (g/L) 52,7 (+23,7) 33,1

Glukosa (mg/dL) 47,8 (+55,5) 79,5 (+16,3)

Rasio protein 1(+0,4) 0,7

Cairan pleura (median,

simpangan baku)

Rasio LDH 0,5 (0,02-11) 1,3 (0,9-1,7)

pH 9 (7-9) -

Jumlah sel 1156 (299-2160) 1260 (79-2780)

Jenis sel efusi Monosit (jumlah)

Sel lain (jumlah)

4

2

3

0

Warna cairan pleura Kuning (jumlah)

Merah (jumlah)

Oranye (jumlah)

Putih (jumlah)

2

2

1

1

3

0

0

0

Darah tepi (rerata, SD) Leukosit (103/uL) 11,1 (+3,3) 13,44 (+3,8)

Hemoglobin (g/dL) 10,5 (+1,6) 11,43 (+1,05)

Trombosit (103/uL) 303,4 (+162,8) 300 (+242,7)

10

pelayanan primer dan terlambat merujuk

serta tidak mendapatkan vaksin

pneumokokus polivalen.18

Penggunaan

antibiotik yang lebih awal lebih sering

menyebabkan cairan pleura yang steril,

Metode polymerase chain reaction dapat

mendeteksi Streptococcus pneumoniae

pada kultur efusi yang negatif.

Pada penelitian ini didapatkan 81%

subjek dengan eksudasi. Penelitian yang

dilakukan dengan prevalensi TB yang

tinggi didapatkan efusi eksudasi yang lebih

tinggi dibandingkan transudasi.

Sebaliknya di negara dengan prevalensi

TB rendah, efusi eksudasi didapatkan lebih

rendah seperti Leers dkk29

mendapatkan

74% eksudasi. Transudasi dengan jumlah

minimal biasanya tidak dilakukan aspirasi

dan memberikan respons yang baik

terhadap terapi antibiotik.2

Pada negara berkembang seperti

Afrika, Timur Tengah dan Asia etiologi

empiema yang sering didapatkan

Staphylococcus aereus sekitar 20-77 %.

Infeksi ini lebih sering terjadi pada anak

yang lebih muda dan pada musim panas

karena infeksi kulit kejadiannya banyak.

Menurut Gonzales dkk25

dalam

pembahasan hasil penelitiannya infeksi

Staphylococcus aereus lebih banyak

terdapat pada usia yang lebih muda (< 3,5

tahun) dan empiema terjadi karena

komplikasi infeksi pada tulang dan sendi

melalui emboli vena dalam. Pada

penelitian ini didapatkan satu empiema

oleh karena Staphylococcus aereus namun

tidak terdapat fokus primer infeksi pada

tulang dan sendi, kemungkinan empiema

terjadi primer.25

Bakteri lain yang menyebabkan

empiema seperti golongan

Enterobacteriaceaae, Eschericia coli,

Klebsiella dan Pseudomonas . Bakteri

tersebut juga dilaporkan sebagai penyebab

empiema yang sering di negara

berkembang dan kejadiannya meningkat

pada kondisi anak dengan malnutrisi. Pada

penelitian ini juga didapatkan etiologi

bakteri Pseudomonas aeruginosa sebagai

11

penyebab empiema namun sampel tidak

mengalami malnutrisi18

.

Sebagian besar kasus empiema

tidak menunjukkan bakteremia.

Bakteremia dapat ditemukan pada 10-22%

kasus empiema. Pada penelitian ini dari 8

empiema hanya didapatkan 4 dengan

bakteremia.

Trombositosis sekunder terjadi

pada penelitian ini yang merupakan bagian

dari respon inflamasi terhadap infeksi.

Nilai rerata trombosit tidak terlalu berbeda

diantara empiema dan keganasan. Clark

dkk16

menyampaikan trombositosis

merupakan faktor prognosis yang buruk

pada anak dengan infeksi pneumonia

komunitas, meskipun tidak disarankan

terapi anti platelet pada kasus ini16

.

Pada penelitian ini didapatkan 2

empiema dengan biakan bakteri pada

transudasi dan 6 empiema dengan biakan

bakteri pada eksudasi. Perubahan nilai

biokimia cairan efusi terjadi oleh karena

aktivitas bakteri akan menyebabkan

akumulasi asam laktat. Disamping terjadi

gangguan difusi glukosa dan menyebabkan

pH < 7,3, kondisi peradangan pleura yang

parah oleh sekresi Interleukin-8, dan

Tumour Necrosis Factor-α meningkatkan

kadar protein pleura yang lebih tinggi > 30

gram/dL. Peningkatan derajat inflamasi

ditandai dengan peningkatan LDH dan

nilai glukosa yang lebih rendah.

Empiema yang didapatkan pada 2

efusi transudasi, sehingga penanda dari

aktivitas bakteri belum dapat

menyimpulkan ada atau tidaknya bakteri di

dalam cairan efusi. Hal ini dapat terjadi

ketika pembentukan awal cairan efusi

pleura pada stadium eksudasi terjadi

aspirasi mikroorganisme ke alveoli

subpleura. Peningkatan permeabilitas

kapiler yang terjadi menyebabkan kuman

dari intersititial dapat berpindah ke rongga

pleura, sehingga didapatkan biakan bakteri

cairan efusi namun hasil kimia pleura

normal (transudat).19,22,25

Pada penelitian ini tidak terdapat

perbedaan nilai pH, berbeda dengan hasil

penelitian Maskell dkk17

yang

12

mendapatkan nilai pH <7,3 signifikan

terdapat pada empiema. Sejalan dengan

Heffnr dkk17

menyampaikan bahwa nilai

pH superior untuk mendiagnosis

transudasi maupun eksudasi dibandingkan

LDH dan protein. Perhitungan pH saja

dinilai cukup untuk mengambil

kesimpulan bila dilakukan pengukuran

dengan cara yang benar. Pada pasien ini

didapatkan nilai LDH dan rasio LDH yang

lebih rendah pada empiema, hal ini

mungkin dikarenakan peningkatan LDH

pada keganasan terjadi hemolisis darah14

.

KESIMPULAN

Efusi pleura terbanyak bersifat eksudasi

dan disebabkan oleh infeksi bakteri.

Karakteristik efusi eksudasi adalah

unilateral pada sisi hemithoraks kanan dan

tidak bersifat luas. Empiema didapatkan

pula pada efusi transudasi.

Banyak informasi gambaran klinis,

laboratorium dan hasil rontgen dada yang

diperoleh bila penelitian dilakukan

prospektif dan akan lebih baik

menggambarkan kondisi anak dengan

efusi pleura. Penggunaan satu kriteria

tidak dapat menyimpulkan suatu etiologi,

karena diperlukan kriteria lain dan harus

saling mendukung.

Penelitian ini bermakna secara

klinis namun tidak signifikan secara

statistik. Hal ini dikarenakan banyak data

pendukung yang tidak tersedia pada rekam

medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ali J, Summer WR. Pulmonary

patophysiology: 2nd ed. Lange Medical

Books/McGraww-Hill, 1999; 212-18.

2. Maher MH, Farshi MR, Bilan N,

Binazar MJ, Dereshki AT, Abdinia B.

Evaluation and outcomes of pediatric

pleural efussions in over 10 years in

northwest. IJP 2014; 20: 41-6.

3. Rahman NM, Chapman SJ, Davies RJ.

Pleural effusion:a structured approach

to care. Br Med Bull 2005; 72: 31-47.

4. Porcel JM, Vives M. Etiology and

pleural fluid characteristics of large and

massive effusions. Chest 2003; 124:

978-83.

13

5. Roth BJ, O’meara TF, Cragun WH. The

serum efussion albumin gradient in the

evaluation of pleural efussions. Chest

1990; 5: 546-49.

6. Mcgrath E, Anderson PB. Diagnosis

of pleural efussions a systematic

approach. American Journal of Critical

Care 201; 20: 119-126.

7. Lght RW. Undiagnosed pleural efison.

Chest Med Clinics 2006; 26: 309-19.

8. Hassan T, Alawi M, Chotirmall SH, Mc

Elvaney NG. Pleural fluid analysis :

Standstill or a work in progress.

Hindawi 2012; 2012: 1-8.

9. Porcel JM, Vives M. Differentiating

tuberculous from malignant pleural

efussions : a scoring model. Med Sci

Monit 2003; 9: 227-32.

10. Maskell NA, Christopher WH, Davies

MD, Andrew J, Nunn, Emma LUK.

Controlled trial of intrapleural

streptokinase for pleural infecton. 2005;

3: 865-74.

11. Yu J, Salamon D, Marcon M, Marcon

M, Nahm MH. Pneumococcal serotypes

causing pneumonia with pleural

effusion in pediatic patient. JCM 2011;

49: 534-38.

12. Khairani R, Syahruddin E,

Partakusuma LG. Karakteristik Efusi

pleura di rumah sakit persahabatan. J

Respir Indo 2012; 32: 155-160.

13. Tan TQ, Mason EO, Wald ER, Barson

WJ, Schutze GE, Bradley JS. Clinical

characteristics of children with

complicated pneumonia caused by

streptococcus pneumonia. Pediatrics

2002; 110: 1-6.

14. Eastham KM, Freeman R, Kearns

AM, Eltringham G, Clark J, Leeming J,

Spencer DA. Clinical features,

aetiology and outcome of empiema in

children in the north east of england.

Thorax 2004; 59: 522-25.

15. Sonnapa S, Cohen G, Owens CM,

Doorn CV, Cairns J, Stanojevic S,

Elliot MJ, Jaffe A. Comparison of

urokinase and video assisted.

thoracoscopy surgery for treatment of

14

childhood empiema. Am J Respir Crit

Care Med 2006; 174: 221-27.

16. Pabary R, Lynn MB. Complicated

pneumonia in children. Breathe 2013;

9: 211-22.

17. Shen Y, Zhu H, Wan C, Chen L,

Wang T, Yang T, Wen D. Can

cholesterol be used to distinguish

pleural exudates from transudates?

Evidence from a bivariate meta

analysis. BMC Pulmonary Medicine

2014; 14: 2-9.

18. Zampoli M, Zar HJ. Empiema and

parapneumonic efussions in children:

an update. SAJH 2007; 1: 121-128.

19. Yu, H. Management of pleural

effusion, empiema, and lung abcess.

Semin Intervent Radiol 2011; 28: 75-

86.

20. Porcel JM. Pleural fluid biomarkers

beyond the light criteria. Clin Chest

2013; 34: 27-37.

21. Fischer GB, Andrade CF, Lima JB.

Pleural tuberculosis in children. Pediatr

Respir Rev 2011; 12: 27-30.

22. Avansino JR, Goldman B, Sawin RS,

Flum DR. Primary operative versus

nonoperative therapy for pediatric

empiema: meta anlysis. Pediatrics

2005; 115: 1652-8.

23. Byington CL, Spencer LY, Johnson

TA, Pavia AT, Allen D, Mason EO, et

al. An epidemiological investigation of

a sustained high rate of pediatric

parapneumonic empiema: risk factors

and microbiological associations. Clin

Infect Dis 2002; 34: 434-40.

24. Elemraid MA,Thomas MF, Blain AP,

Rushton SP, Spencer DA, Gennery AR.

Risk factors for development of pleural

empiema in children. Pediatric

Pulmonology 2015; 50: 721-6

25. Gonzales BE, Hulten KG, Dishop

MK, Lamberth LB, Hammerman WA,

Mason EO. Pulmonary manifestations

in children with invasive community

acquired staphylococcus aureus

infection. Clin Infect Dis 2005; 41:

583-590.