Kajian Kritis PMA No. 912 tentang Kurikulum 2013

23
1 Kajian Kritis PMA RI No. 000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab Oleh: Djamaluddin Perawironegoro Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Diantara problem implementasi kurikulum 2013, sebagaimana dilansir dalam laman kemendikbud yang dikutip okezone.com adalah: 1. Tidak ada kajian terhadap penerapan kurikulum 2006 yang berujung pada kesimpulan urgensi perpindahan kepada kurikulum 2013. 2. Tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan kurikulum 2013 setelah setahun penerapan di sekolah-sekolah yang ditunjuk. 3. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan Juli 2014, sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat 14 Oktober 2014, yaitu enam hari sebelum pelantikan presiden baru (Peraturan Menteri No. 159). Penjelasan poin ini adalah, pada pasal 2 ayat 2 dalam peraturan Menteri Nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa evaluasi Kurikulum untuk mendapatkan informasi mengenai; kesesuaian antara Ide kurikulum dan Desain kurikulum; Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum; Kesesuaian antra Dokumen kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum. Kenyataannya, Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebeleum dievaluasi kesesuaian antara ide, desain, dokumen hingga dampak kurikulum. 4. Penyeragaman tema di seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan buu yang bersifat wajib sehingga terindikasi bertentangan dengan UU Sisdiknas. 5. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama sehingga menyebabkan ketidakselarasan.

Transcript of Kajian Kritis PMA No. 912 tentang Kurikulum 2013

1

Kajian Kritis PMA RI No. 000912 Tahun 2013

Tentang Kurikulum Madrasah 2013

Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab

Oleh: Djamaluddin Perawironegoro

Bab I

Pendahuluan

a. Latar Belakang

Diantara problem implementasi kurikulum 2013, sebagaimana dilansir

dalam laman kemendikbud yang dikutip okezone.com adalah:

1. Tidak ada kajian terhadap penerapan kurikulum 2006 yang berujung pada

kesimpulan urgensi perpindahan kepada kurikulum 2013.

2. Tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan kurikulum

2013 setelah setahun penerapan di sekolah-sekolah yang ditunjuk.

3. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan Juli 2014,

sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat 14 Oktober

2014, yaitu enam hari sebelum pelantikan presiden baru (Peraturan

Menteri No. 159). Penjelasan poin ini adalah, pada pasal 2 ayat 2 dalam

peraturan Menteri Nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa

evaluasi Kurikulum untuk mendapatkan informasi mengenai; kesesuaian

antara Ide kurikulum dan Desain kurikulum; Kesesuaian antara Desain

Kurikulum dan Dokumen Kurikulum; Kesesuaian antra Dokumen

kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan Kesesuaian antara Ide

Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum. Kenyataannya,

Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebeleum dievaluasi

kesesuaian antara ide, desain, dokumen hingga dampak kurikulum.

4. Penyeragaman tema di seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan

buu yang bersifat wajib sehingga terindikasi bertentangan dengan UU

Sisdiknas.

5. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak

seksama sehingga menyebabkan ketidakselarasan.

2

6. Kompetensi Spiritual dan Sikap terlalu dipaksakan sehingga mengganggu

substansi keilmuan dan menimbulkan kebingungan dan beban

administrative berlebihan bagi para guru.

7. Metode penilaiain sangat kompleks dan menyita waktu sehingga

membingungkan guru dan mengalihkan fokus dari memberi perhatian

sepenuhnya pada siswa.

8. Ketidaksiapan guru menerapkan metode pembelajaran pada Kurikulum

2013 yang menyebabkan beban juga tertumpuk pada siswa sehingga

menghabiskan waktu siswa di sekolah dan di luar sekolah.

9. Ketergesa-gesaan penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan,

pencetakan dan peredaran buku sehingga menyebabkan berbagai

permasalahan di ribuan sekolah akibat keterlambatan atau ketiadaan buku.

10. Berganti-gantinya regulasi kementrian akibat revisi yang berulang.

Beberapa problem tersebut menjadi kendala bagi implementasi Kurikulum

2013. Sehingga menjadi pedoman bagi Mentri Pendidikan Dasar Dan Menengah

Anies Baswedan dalam memberlakukan penerapan Kurikulum 2013 secara

terbatas pada sekolah yang telah memakainya selama tiga semester. Sedangkan

sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 selama satu semester diimbau

kembali ke KTSP. Dengan catatan bahwa pada tahun 2018, diharapkan seluruh

sekolah telah mengimplementasikan Kurikulum 2013.

Sejalan dengan hal tersebut, pada tanggal 31 Desember 2014 Menteri

Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, mengeluarkan kebijakan

yaitu Keputusan Menteri Agama Tentang Kurikulum Madrasah, yaitu KTSP 2006

dan Kurikulum 2013 pada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan

Madrasah Aliyah/Madrasah Aliyah Kejuruan, yaitu meliputi mata pelajaran

umum. Sedangkan, Kurikulum 2013 meliputi Mata Pelajaran Pendidikan Agama

Islam dan Bahasa Arab. Demikian itu tertuang dalam KMA RI No. 207 Tahun

2014 Tentang Kurikulum Madrasah.

Untuk menjamin keberlaksanaan Kurikulum Madrasah tersebut dikuatkan

dengan Surat Edaran Dirjen Pendis Nomor; SE/DJ.I/PP.00.6/1/2015. Yang di

antara isinya adalah “Penerapan Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Agama

3

Islam (PAI) dan Bahasa Arab materi pembelajaran mengacu pada KMA No. 165

Tahun 2014 Tanggal 17 Oktober 2014 tentang Pedoman Kurikulum Madrasah

2013 mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab untuk Madrasah

Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah”.

Adapun Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama

Islam dan Bahasa Arab tertulis dalam Peraturan Menteri Agama Republik

Indonesi (PMA RI) Nomor 000912 Tahun 2013. Di dalamnya terdapat tentang (1)

pemberlakuan Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam

dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah

Aliyah yang berlaku secara nasional, mencakup Kerangka Dasar dan Struktur

Kurikulum, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan Agama

Islam dan Bahasa Arab. Dan (2) Mencabut atau menyatakan tidak berlaku Nomor

02 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan

Agama Islam dan Bahasa Arab.

Perubahan kurikulum yang disahkan oleh Mentri Agama merupakan suatu

usaha untuk mengembangkan peserta didik pengembangan ketercapaian

pembelajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini para peserta didik hanya

mempelajari agama sebagai ilmu pengetahuan, dan jauh dari praktek. Maka yang

terjadi saat ini adalah suatu peningkatan pengetahuan yang pesat, namun tidak

merubah peserta didik.

Pendidikan yang diharapkan sebagai motor perubahan sikap dan perilaku

telah keluar dari khitthoh yaitu memproduk manusia yang memiliki integritas,

jujur, amanah, kreatif, dan lain-lain sebagaimana dalam tujuan pendidikan

nasional. Menjadi manusia-manusia yang kaya akan pengetahuan dalam berbagai

bentuk ilmu termasuk ilmu agama, namun tidak membentuk sikap dan perilaku

yang positif jauh dari fitrah manusia, dan bahkan cenderung hayawany. Nampak

saat ini apa yang dikatakan dengan krisis multidimensi, yang dapat dilihat saat ini

dari mulai krisis ekonomi, krisis sosial, krisis budaya, krisis kepercayaan, dan

berbagai krisis-krisis yang lain. Yang demikian itu jika ditelisik lebih mendalam

adalah krisis pada diri manusia itu sendiri. Dari krisis pada diri manusia sebagai

individu berdampak secara global pada krisis organisasi, berkembang menjadi

4

penyakit dalam lembaga. Dan jika diperluas menjadi krisis nasional. Demikian itu

menjadi keprihatinan bagi semua warga Negara lebih utamanya umat Islam, yang

menjadi warga mayoritas bagi pelaku dan penerima kebijakan yang diberikan oleh

Negara.

Pendidikan adalah salah satu media atau alat yang dapat memberikan

pencerahan terhadap kondisi masyarakat yang sedemikian rupa. Terlebih

pendidikan agama Islam, karena pada prinsipnya pendidikan Agama dapat

membentuk karakter peserta didik sebagaimana diharapkan.

Kurikulum 2013 adalah suatu usaha untuk memberikan perubahan

terhadap output peserta didik, dengan menekankan pada aspek afektif dan

psikomotorik. Dengan penekanan pada dua aspek tersebut dan dibekali dengan

aspek kognitif, diharapkan peserta didik dapat menunjukkan perilaku atau sikap

yang baik dalam proses pembelajaran. Sehingga demikian itu menjadi hal yang

dibiasakan atau habitual dalam kesehariannya. Untuk itu, pemerintah dalam hal

ini Kementrian Agama menerbitkan kurikulum 2013 yang dituangkan dalam

PMA No. 912 tahun 2013.

Makalah ini hendak menganlisis kebijakan pemerintah, dalam hal ini

Kebijakan Mentri Agama RI No. 912 tahun 2013 tentang SKL. Mengingat

banyaknya content terkait dengan mata pelajaran PAI dan jenjang yang bervariasi

dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Maka

makalah ini hendak memfokuskan pada mata pelajaran Qur’an Hadits dan Bahasa

Arab.

b. Fokus Kajian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka makalah ini tertuju pada

beberapa fokus sebagai berikut:

1. Deskripsi naskah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.

000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran

Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah

2. Analisis Teoritis tentang hubungan perkembangan peserta didik usia

SD/MI, dan Taksonomi Bloom.

5

3. Analisis Kritis terhadap PMA No. 00912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum

Madrasah 2013 Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab untuk

Madrasah Ibtidaiyah.

Bab II

Fokus Kebijakan, Kajian Teoritis, dan Analisis Kebijakan

a. Fokus Kebijakan

Fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam

UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 adalah:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Untuk menjamin ketercapaian tujuan dan fungsi tersebut, maka pemerintah

merumuskan Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria minimal

tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

Adapun komponen dalam SNP tersebut adalah (1) Standar Kompetensi Lulusan,

(2) Standar Isi, (3) Standar Proses, (4) Standar Pendidik dan Kependidikan, (5)

Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan,

dan (8) Standar Penilaian.

Dalam PP No. 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan

disebutkan definisi beberapa istilah yang nantinya akan terkait dengan

pembahasan PMA No. 912 Tahun 2013, demikian itu karena istilah-istilah berikut

juga digunakan untuk memahami PMA No. 912, istilah-istilah tersebut adalah:

1. Kompetensi adalah seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan

yang harus dimiliki dan dikuasai oleh Peserta Didik setelah mempelajarai

suatu muatan pembelajaran dan menamatkan suatu program, atau

menyelesaikan satuan pendidikan tertentu.

6

2. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi

kemampuan lulusan yangmencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

3. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat

kompetensi untuk mencapai Kompetensi Lulusan pada jenjang jenis

pendidikan tertentu.

4. Kompetensi Inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar

Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang Peserta didik pada setiap

tingkat kelas atau program.

5. Kompetensi Dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti

yang harus diperoleh Peserta didik melalui pembelajaran.

Sebagaimana diungkapkan dalam PMA No 912 Tahun 2013 dalam Bab II

tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab

untuk Madrasah Ibtidaiyah adalah:

Setelah menjalani proses pembelajaran secara integral, lulusan Madrasah

Ibtidaiyah diharapkan memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai

berikut:

Madrasah Ibtidaiyah

Dimensi Kualifikasi Kemampuan

Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan orang beriman,

berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab,

dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan

alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.

Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa

ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan

budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,

dan peradaban terkait fenomena dan kejadian lingkungan

rumah, sekolah, dan tempat bermain.

Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan

kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang

ditugaskan kepadanya.

7

Struktur kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa

Arab dalam kurikulum madrasah ibtidaiyah meliputi; 1) Al-Qur’an Hadits; 2)

Akidah Akhlaq; 3) Fikih; 4) Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) ; dan (5) Bahasa

Arab. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait dan

melengkapi.

Tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa

Arab Madrasah Ibtidaiyah adalah:

1. Al-Qur’an Hadits

Mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk:

a) Memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca,

menulis, membiasakan, dan meggemari membaca Al-Qur’an-Hadits.

b) Memberikan pengertian, pemahaman, penghayatan, isi kandungan ayat-

ayat al-Qur’an-Hadits melalui keteladanan dan pembiasaan.

c) Membina dan membimbing perilaku peserta didik dengan berpedoman

pada isi kandungan ayat Al-Qur’an dan Hadits.

Adapun ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits:

a) Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai

dengan kaidah ilmu tajwid.

b) Hafalan surat-surat pendek dalam Al-Qur’an dan pemahaman sederhana

tentang arti dan makna kandungannya serta pengalamannya melalui

keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

c) Pemahaman dan pengamalan melalui keteladanan dan pembiasaan

mengenai hadis-hadis yang berkaitan dengan kebersihan, niat,

menghormati orang tua, persaudaraan, silaturahmi, takwa, menyayangi

anak yatim, salat berjama’ah, ciri-ciri orang munafik, dan amal shalih.

2. Bahasa Arab

Mata pelajaran Bahasa Arab memiliki tujuan sebagai berikut:

a) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik

lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni

8

menyimak (istima‟), berbicara (kalam), membaca (qira‟ah), dan menulis

(kitabah).

b) Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah

satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam

mengkaji sumber-sumber ajaran Islam.

c) Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahasa dan

budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian, peserta

didik diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri

dalam keragaman budaya.

Ruang lingkup pelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah meliputi

tema-tema tentang perkenalan, peralatan madrasah, pekerjaan, alamat, keluarga,

anggota badan, di rumah, di kebun, di madrasah, di laboratorium, di perpustakaan,

di kantin, jam, kegiatan sehari-hari, pekerjaan, rumah, dan rekreasi.

b. Kajian Teori

1. Perkembangan Peserta Didik Usia SD/MI (6 – 12 Tahun)

Dalam teori Piaget usia antara 7 hingga 11 tahun adalah termasuk dalam

Tahapan Operasional Konkret. Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan

pemikiran intuitif asalkan pemikiran tersebut dapat diaplikasikan menjadi contoh-

contoh yang konkret atau spesifik. Contohnya, para pemikir operasional konkret

tidak dapat membayangkan langkah-langkah penting untuk melengkapi

persamaan al-Jabar, yang terlalu abstrak bagi perkembangan pemikiran tahapan

ini. Anak-anak pada tahapan ini dapat menunjukkan operasi-operasi konkret yang

merupakan tindakan mental dua-arah (reversible) terhadap objek-objek rill dan

konkret.1

Pada tahapan ini beberapa tindakan yang dilakukan anak adalah:

Konservasi, dan klasifikasi. Konservasi adalah mendemonstrasikan kemampuan

anak dalam melakukan operasi-operasi konkret. Klasifikasi adalah kemampuan

untuk mengklasifikasikan benda dan memahami relasi antar benda tersebut.

Secara khusus, anak-anak operasional konkret akan dapat memahami (1)

1John W. Santrock, Perkembangan Anak Edisi Kesebelas, jilid 1, Alih bahasa Mila Rachmawati

dan Anna Kuswanti, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 255

9

Keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan, (2) Seriation, yaitu operasi

konkret meliputi pengurutan stimuli sepanjang dimensi kuantitatif, (3)

Transitivity, yaitu kemampuan memikirkan relasi gabungan secara logis. Piaget

yakin bahwa pemahaman transitivity adalah tanda pemikiran operasi yang

konkret.2

Sedangkan tahapan yang juga termasuk dalam usia SD adalah kategori

Tahapan Operasional Formal dalam Teori Piaget. Tahapan operasional formal

yang muncul antara usia 11 hingga 15 tahun adalah tahapan teori Piaget yang

keempat dan terakhir. Dalam tahapan ini, individu bergerak melalui pengalaman-

pengalaman konkret dan berpikir dalam cara-cara yang abstrak dan lebih logis.

Sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstrak, mereka mengembangakn

gambaran-gambaran tentang situasi-situasi ideal. 3

Karakteristik tahapan ini: Pemikiran Abstrak, Idealis, dan Logis. Kualitas

abstraksi pemikiran pada tingkat operasional formal terlihat jelas dalam

kemampuan remaja menyelesaikan masalah verbal. Egosentrisme Remaja yaitu

kesadaran diri yang bertambah tinggi pada remaja, yang menganggap semua

orang tertarik pada diri mereka, disertai munculnya perasaan unik dan tidak

terkalahkan. Elkind yakin bahwa egosentrisme remaja dapat dibagi menjadi dua

tipe pemikiran sosial – penonton imajinatif dan fable personal. Penonton

imajinatif mengacu pada aspek egosentrisme remaja yang meliputi prilaku

mencari perhatian – usaha untuk diperhatikan, diliha, dan “di atas panggung.”

Fabel personal adalah bagian egosentrisme yang melibatkan kesadaran para

remaja akan keunikan dan kedigjayaan pribadi. Rasa keunikan ini membuat

mereka merasa bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memahami bagaimana

sesungguhnya perasaan mereka.4

2. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pendidikan nasional pada prinsipnya telah mencakup tiga

kompetensi dalam pendidikan, baik itu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah

2 Santrock, hal. 257

3 Santrock, hal. 257

4 Santrock, hal. 259

10

afektif adalah (1) beriman, (2) bertakwa, (3) berakhlak mulia, dan (4) sehat.

Ranah kognitif adalah (1) berilmu, dan (2) cakap. Sedangkan ranah psikomotorik

adalah (1) kreatif, (2) mandiri, dan (3) menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab.

Melalui proses pembelajaran diharapkan peserta didik mencapai tujuan

tersebut, yaitu melalui penguasaan tiga kompetensi. Adapun teori umum yang

relevan sampai saat ini adalah teori Benjamin S. Bloom yang popular dengan

Taksonomi Bloom. Dalam Taksonomi tersebut Bloom -sebagaimana diungkapkan

oleh Wiles dan Bondi- membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga, kognitif,

afektif, dan psikomotorik, yang masing-masing memiliki 6, 5, dan 4 level

kompetensi.

a) Kompetensi Kognitif

1) Knowledge, yakni kemampuan untuk mengingat, dan mengetahui

secara benar.

2) Comprehension, yakni kemampuan untuk memahami apa yang sedang

dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus

mengaitkannya dengan ide lain, dan juga tanpa harus melihat ide itu

secara mendalam. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge.

3) Application, yakni kemampuan untuk menggunakan sebuah ide,

prinsip-prinsip dan teori-teori pada kasus baru pada situasi yang

spesifik. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge, dan

comprehension.

4) Analysis, yakni kemampuan untuk menguraikan ide-ide pada bagian-

bagian konstituen, agar semua unsur dalam organisasi itu menjadi

jelas. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge,

comprehension, dan application.

5) Synthesis, yakni kemampuan untuk memosisikan seluruh bagian

menjadi satu kesatuan yang utuh. Untuk level ini diperlukan dukungan

knowledge, comprehension, application, dan analysis.

6) Evaluation, yakni kemampuan untuk menilai apakah ide, prosedur, dan

metode yang digunakan itu sudah sesuai dengan kriteria atau belum.

11

Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge, comprehension,

application, dan synthesis.5

b) Kompetensi Afektif

1) Receiving, yakni mendatangi, menjadi peduli terhadap sebuah ide,

sebuah proses atau sesuatu yang lain, dan ada keinginan untuk

memerhatikan sebuah fenomena yang khusus.

2) Responding, yakni memberikan respons pada tahap pertama dengan

kerelaan, dan berikutnya dengan keinginan untuk menerima dengan

penuh kepuasan. Untuk level responding diperlukan dukungan

receiving.

3) Valuing, yakni menerima nilai dari sesuatu, ide, atau perilaku, memilih

salah satu nilai ang menurutnya paling benar, selalu konsisten dalam

menerimanya, dan bahkan terus berupaya untuk meningkatkan

konsistensinya. Untuk pengembangan level valuing diperlukan

dukungan receiving dan responding.

4) Organization, yakni kemampuan mengorganisasikan nilai-nilai,

menentukan pola-pola hubungan antara satu nilai dengan lainnya, dan

mengadaptasikan perilaku pada sistem nilai. Untuk level ini diperlukan

dukungan receiving dan responding, dan valuing.

5) Characterization, yakni kemampuan mengeneralisasikan nilai-nilai

dalam tendensi control, penekanan pada konsistensi, dan kemudian

mengintegrasikan semua nilai menjadi filosofi hidup atau worldview

mereka. Untuk level ini diperlukan dukungan receiving dan

responding, valuing , dan organizing of values.6

c) Kompetensi Psikomotorik

1) Observing, yakni mengamati proses, memberikan perhatian terhadap

step-step dan teknik-teknik yang dilalui dan yang digunakan dalam

5 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam

Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 68 6 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; hal. 69

12

menyelesaikan sebuah pekerjaan atau mengartikulasikan sebuah

perilaku.

2) Imitating, yakni mengikuti semua arahan, tahap-tahap dan teknik-

teknik yang diamatinya dalam menyelesaikan sesuatu, dengan penuh

kesadaran dan dengan usaha yang sungguh-sungguh. Untuk level ini

perlu dukungan observing.

3) Practicing, mengulang tahap-tahap dan teknik-teknik ang dicoba

diikutinya itu, sehingga menjadi kebiasaan. Untuk ini diperlukan

kesungguhan upaya, dan memperlancar langkah-langkah tersebut

melalui pembiasaan terus-menerus. Untuk ini diperlukan dukungan

observing, dan imitating.

4) Adapting, yakni melakukan penyesuaian individual terhadap tahap-

tahap dan teknik-teknik yang telah dibiasakannya, agar sesuai dengan

kondisi dan situasi pelaku sendiri. Untuk level ini diperlukan dukungan

observing, imitating, dan practicing.7

Dari pemaparan tersebut, dapat difahami bahwa dalam pencapaian setiap

kompetensi dimulai dari tahap yang paling rendah, berlanjut hingga yang

tertinggi. Dan ketercapaian tiap tahap menjadi dasar untuk mencapai tahapan yang

berikutnya yang lebih tinggi.

Pada proses pembelajaran, dalam satu materi atau bahan ajar seorang guru

atau pendidik dapat secara bersamaan mengintegrasikan tujuan-tujuan tersebut

dalam satu bahasan pelajaran. Contoh; Dalam pelajaran Al-Qur’an-Hadits

membahas satu surah yaitu surah Al-Fatihah, tujuan dari pembelajaran surah Al-

Fatihah dapat mencakup tiga kompetensi tersebut. Dalam ranah kognitif dapat

mencakup 6 level, dalam ranah afektif dapat mencakup 5 level, dan dalam ranah

psikomotorik dapat mencakup 4 level tersebut.

Hampir semua pembahasan mengenai surah-surah dalam Al-Qur’an dapat

dicapai kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Namun permasalahannya

adalah, dalam merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran yang berdasarkan tiga

7 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis;hal. 70-71

13

kompetensi tersebut harus memperhatikan pola perkembangan peserta didik.

Sehingga tidak menjadi beban bagi peserta didik.

Perhatian antara kesesuaian indicator kompetensi dengan perkembangan

peserta didik adalah penting. Mengingat bahwa peserta didik masih dalam tahap

pertumbuhan yang sangat mungkin untuk berkembang. Apabila tidak terjadi

penyesuaian, maka yang terjadi adalah peserta didik menjadi keberatan dan

menghindar untuk mendalami pelajaran tersebut.

c. Analitis Kritis

Dari pemaparan kajian teori tersebut dapat dikritisi beberapa hal diantaranya:

1. Terdapat perubahan alur pikir pencapaian SKL antara kurikulum KTSP

2004, 2006 dan Kurikulum 2013.

Pada kurikulum KTSP 2004 dan 2006 kerangka penyusunannya adalah

dari (1) Tujuan Pendidikan Nasional diturunkan menjadi (2) kerangka

dasar kurikulum yang berisi muatan filosofis, yuridis, dan konseptual.

Kemudian diturunkan menjadi (3) standar isi yang di dalamnya terdapat

SKL Mapel termasuk SK dan KD. Dari standar isi tersebut diturunkan

secara bersamaan yaitu (4) standar proses, (5) standar kompetensi lulusan,

dan (6) standar penilaian. Kemudian diturunkan darinya (7) pedoman, dan

berikutnya (8) syllabus. Dari syllabus tersebut guru merumuskan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran, Buku Teks Siswa, dan Pembelajaran dan

Penilaian. Sedangkan, titik pembeda antara KTSP 2004 dan 2006 adalah

bahwa pada KTSP 2006 Syllabus berikut turunannya di susun oleh Satuan

Pendidikan/Guru. Dan titik persamaannya adalah bahwa Standar Isi

sebagai sumber standar proses, kompetensi lulusan, dan penilaian.

Pada Kurikulum 2013 Standar Kompetensi Lulusan sebagai sumber

standar proses, Isi, dan penilaian. Adapun alur berfikir pada Kurikulum

2013 adalah; (1) Kesiapan Peserta Didik, (2) Tujuan Pendidikan Nasional,

dan (3) Kebutuhan, menghasilkan (4) standar kompetensi lulusan satuan

pendidikan. Dari SKL tersebut menurunkan (5) kerangka dasar kurikulum,

kemudian menurunkan (6) struktur kurikulum, (7) Kompetensi Inti kelas

14

dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran, secara bersamaan dengan standar

proses dan standar penilaian. Dan kemudian menghasilkan (8) syllabus,

dari syllabus tersebut disusun oleh pemerintah berikut buku pegangan

murid dan buku pegangan guru. Sedangkan oleh guru, yaitu membuat

Rencana Pembelajaran, Pelaksanaan Pembelajaran, Penilaian

Pembelajaran, dan buku pengayaan.

2. Sebagaimana diungkapkan dalam tujuan pembelajaran Al-Qur’an dan

Hadits untuk Madrasah Ibtidaiyah yaitu: “Memberikan kemampuan dasar

kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan, dan

meggemari membaca Al-Qur’an-Hadits.” Dalam ruang lingkup mata

pelajaran Al-Qur’an dan Hadits disebutkan “Pengetahuan dasar membaca

dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.”

Faktanya adalah bahwa dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar yang

dilampirkan dalam PMA 912 tidak menunjukkan satu indikatorpun yang

menunjukkan satu pembelajaran tentang baca tulis Al-Qur’an dan Hadits

yang terstruktur dari pengenalan huruf hijaiyah dan tanda bacanya,

penulisan huruf hijaiyah dan tanda bacanya. Yang ditekankan di dalamnya

adalah kemampuan untuk melafalkan, menghafalkan, dan membaca huruf

hijaiyah melalui surah-surah pendek,

Penekanan pada pembelajaran model hafalan memberikan kesulitan

tersendiri bagi peserta didik, dikarenakan pengetahuannya tentang huruf

hijaiyah dan atribut yang terkait dengannya tidak dimiliki. Dan pada

hasilnya, peserta didik hanya ikut melafalkan, dan yang terbaik

diantaranya adalah mampu untuk menghafalkan. Akan tetapi, untuk

membaca surah-surah yang lain akan kesulitan.

Demikian itu tentu menghambat ketercapaian tujuan dan standar

kompetensi lulusan yang diharapkan.

3. Mata pelajaran Bahasa Arab memiliki tujuan “Mengembangkan

kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis,

yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak (istima‟),

berbicara (kalam), membaca (qira‟ah), dan menulis (kitabah)”. Dan untuk

15

ruang lingkupnya disebutkan “tema-tema tentang perkenalan, peralatan

madrasah, pekerjaan, alamat, keluarga, anggota badan, di rumah, di kebun,

di madrasah, di laboratorium, di perpustakaan, di kantin, jam, kegiatan

sehari-hari, pekerjaan, rumah, dan rekreasi.”

Dalam lampiran PMA No. 912 telah dituliskan tentang kompetensi dasar

dan kompetensi inti yang menjadi panduan pada pembelajaran bahasa

Arab di Madrasah Ibtidaiyah. Kompetensi inti dan kompetensi dasar yang

dituliskan lebih cenderung untuk mempelajari bahasa melalui pembiasaan

istima‟ dan kalam , sedikit menyentuh aspek qira‟ah dan kitabah.

Sehingga yang muncul adalah kebiasaan untuk menghafal materi,

kemudian untuk mempraktekkannya. Dan untuk menulis dan membaca

menjadi hal yang kurang diperhatikan.

Implikasi dari kurikulum ini jika dilakukan adalah peserta didik hanya

akan mampu untuk melafalkan dan mengungkapkan untuk materi yang

dipelajarinya, selebihnya untuk menulis apa yang ia ucapkan atau

mengembangkannya menjadi kesulitan tersendiri.

Dalam kurikulum ini juga tidak disampaikan dengan jelas tentang

pembelajaran menulis bahasa Arab. Mengingat bahasa Arab memiliki

kerumitan tersendiri dalam penulisannya dimana huruf Arab berbeda

ketika berada di depan, di akhir, dan di tengah. Kemudian juga beberapa

huruf Arab tidak dapat disambungkan dengan huruf lainnya dan

mengharuskan untuk tidak disambung. Demikian itu penting untuk

dipelajari bagi peserta didik di tingkat dasar. Mengingat kemampuan

menulis adalah kemampuan dasar.

Dalam aspek qira‟ah juga masih belum menjadi perhatian dalam

kurikulum ini, membaca masih di dasari dari pelafalan guru atas suatu

bacaan, tidak dimulai dari membaca huruf hijaiyah. Guru akan bisa

menyampaikannya dengan baik, namun guru akan melafalkan berulang-

ulang dan cenderung tidak efektif.

Tentu berbeda ketika guru mengajarkan bahasa Arab dimulai dengan

membaca huruf hijaiyah dan mengenali harakah-harakahnya. Ketika

16

peserta didik mampu untuk membaca dengan sendirinya, beban guru akan

berkurang. Guru hanya perlu untuk melafalkan dalam rangka mengenalkan

lahjah „araby dan ekspresi yang terkait dengan bacaan. Dengan demikian

untuk berikutnya guru bisa memberikan tugas untuk pengembangan

berikutnya pada peserta didik.

4. Pada aspek afektif kurikulum 2013 untuk Madrasah Ibtidaiyah telah

dipaparkan dengan baik yaitu diantaranya adalah agar peserta didik

terbiasa mengamalkan ajaran dari surah-surah dan Hadits yang

disampaikan pada proses pembelajaran. Tentu hal ini menjadi baik dan

bahkan harapan setiap orang tua muslim agar anaknya yang diamanahkan

di lembaga pendidikan Islam berperilaku sebagaimana Allah Swt dan

Rasul-Nya memerintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Hal ini menjadi problem ketika guru tidak memiliki pengetahuan yang luas

mengenai Ulumu-l-Qur‟an. Kecenderungan guru untuk memberikan

terjemah surah-surah pendek kepada peserta didik dan memerintahkan

untuk menghafalkannya berpengaruh kepada sikap peserta didik untuk

mempraktikkan apa yang difahaminya dari terjemah tersebut secara lafdzi.

Hal ini menjadi baik untuk beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits yang tidak

membutuhkan penjelasan sikap terkait dengannya, namun akan menjadi

problem ketika untuk beberapa ayat Al-Qur’an untuk dijelaskan sikap

yang dilakukan sesuai dengan ayat tersebut. Contoh; dalam surah Al-

Kafiruun disebutkan “Lakum diinukum wa liyadiin” adalah baik jika

diambil makna lafdzi darinya yaitu “bagimu adalah agamamu dan bagiku

agamaku”. Mengamalkan ayat ini di Indonesia yang multi agama tentu

dibutuhkan, namun jika tidak diberikan penjelasan bahwa dalam

memberikan penolakan juga harus disertai dengan sikap atau cara yang

baik dan jauh dari kekerasan baik itu secara verbal ataupun fisik, maka

yang terjadi adalah suatu model pembelajaran intoleransi kepada

masyarakat yang beragama lain.

Demikian itu tentu menjadi perhatian bagi para perumus kurikulum di

pemerintah pusat, agar SKL yang direncanakan dapat dicapai.

17

5. Dalam aspek afektif dan keterampilan juga disebutkan tentang

kemampuan dasar menulis dan membaca di Madrasah Ibtidaiyah.

Kompetensi dasar yang dipaparkan adalah peserta didik diharapkan

mampu untuk menulis dan membaca dengan materi dari surah-surah

pendek dalam Al-Qur’an. Demikian itu akan memberikan kesulitan

tersendiri bagi guru maupun peserta didik. Sehingga kalau boleh dikatakan

bahwa pendekatan untuk pembentukan sikap dan keterampilan berbasis

pada hafalan.

Proses pembelajaran demikian baik saja untuk kepentingan pragmatis, asal

peserta didik hafal ayat, hadits, dan terjemahnya, peserta didik akan

mendapatkan pengetahuan dan dengan demikian dia akan merubah

sikapanya. Tentu demikian itu baik untuk waktu singkat, yaitu menghafal

dan mengingat. Tetapi jika tidak dibarengi dengan kemampuan membaca

dan menulis yang baik akan menjadi problem di masa yang akan datang.

6. Dalam menyusun SKL, KI, dan KD, pemerintah belum menyusun secara

sistematis dalam mengembangkan dari SKL, menjadi KI, dan berikutnya

menjadi KD. KI dan KD yang terdapat dalam lampiran PMA No.912 tidak

memberikan arahan untuk pengembangan peserta didik, jika dilihat dari

pengembangan peserta didik dengan taksonomi bloom. Hal ini dapat

dilihat kemiripannya KI dan KD pada setiap jenjang di tingkat Madrasah

Ibtidaiyah. Perubahan pada setiap jenjang hanya pada materi surah-surah

dan hadits yang disampaikan. Demikian itu tentu tidak tepat, mengingat

kandungan setiap surah dalam Al-Qur’an memiliki makna yang berbeda-

beda. Contoh: memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,

peduli, dan percaya diri, tentu tidak semua surah mengandung sikap-sikap

tersebut, surah tertentu penekanannya adalah kejujuran, surah yang lain

pentingnya tanggung jawab. Demikian juga terhadap karakter-karakter

yang lain. Menyamakan semua karakter untuk semua surah tentu menjadi

keberatan tersendiri bagi peserta didik di tingkat Madrasah Ibtidaiyah.

Demikian itu karena daya abstraksi peserta didik belum berkembang

dengan baik pada siswa Madrasah Ibtidaiyah.

18

7. Jumlah hadits yang dipelajari lebih sedikit sekali, dibandingkan dengan

jumlah ayat-ayat Al-Qur’an. Apalagi fokus pemerintah adalah peningkatan

aspek afektif dan sikap, baiknya adalah dengan mengambil hadits tentang

akhlak. Hadits Nabi Saw, lebih mudah untuk difahami daripada ayat-ayat

Al-Qur’an.

Peserta didik pada usia Madrasah Ibtidaiyah adalah masa yang baik untuk

pembentukan sikap. Sebagaimana dalam teori perkembangan kognitif

Piaget yang menyebutkan “Pada tahapan ini, pemikiran logis

menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran tersebut dapat

diaplikasikan menjadi contoh-contoh konkret atau spesifik”. Pada masa ini

juga adalah masa social imitation, peserta didik akan mengimitasi sikap

orang-orang dewasa di sekitarnya.

Ketika peserta didik dalam kondisi ini, maka pembelajaran hadits-hadits

yang pendek dan bernilai prilaku sangat menguatkan pemikiran dan

kesadaran peserta didik.

8. Perlu diupayakan usaha sinkronisasi antara SKL, KI, dan KD. Mengingat

perubahan paradigma kurikulum 2013 yang berbeda dengan kurikulum

KTSP. Perbedaan itu terletak pada SKL yang diturunkan menjadi KI dan

KD pada Kurikulum 2013, sedangkan dalam KTSP SK dan KD

merupakan jalan menuju SKL.

Sinkronisasi SKL, KI, dan KD ini menjadi penting, karena keterkaitan

yang direncanakan. Dengan itu diharapkan ketercapaian SKL dapat fokus

dan terarah.

19

Bab III

Alternatif Pemecahan dan Kebijakan Ideal

Dari berbagai problem tersebut, alternative berikut dapat dijadikan pilihan

sebagai kebijakan yang ideal:

1. Perubahan paradigma dalam Kurikulum 2013 perlu disosialisasikan

dengan baik kepada seluruh guru madrasah di Indonesia. Demikian itu

mengingat perbedaan yang mendasar antara kurikulum 2013 dengan

kurikulum KTSP tentang SKL.

2. Sebagaimana tujuan pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits, dan Bahasa Arab

adalah agar peserta didik mampu untuk membaca dan menulisa Al-Qur’an

dan Hadits, dan Bahasa Arab. Maka diharapkan kepada para perumus

kebijakan tentang kurikulum menekankan pada kemampuan dasar

membaca dan menulis, bukan kemampuan melafalkan dan menghafalkan.

3. Tujuan dari pembelajaran Bahasa Arab adalah meningkatkan kemampuan

peserta didik dalam qira‟ah, kitabah, istima‟ dan kalam. Tidak ada hal

yang terpenting dan mendasar dari semua itu adalah kecuali dengan

kemampuan baca tulis huruf hijaiyah. Maka untuk peserta didik jenjang

Madrasah Ibtidaiyah, diharapkan mampu untuk menulis dan membaca

huruf hijaiyah dengan benar. Untuk itu kemampuan membaca dan menulis

huruf hijaiyah harus menjadi bagian awal dari KI dan KD pada

pembelajaran bahasa Arab, bukan kemampuan menghafal.

4. Diantara tujuan Kurikulum 2013 adalah pengembangan sikap afektif,

untuk mengambil sikap afektif dari surah-surah pendek dalam Al-Qur’an

yang menjadi KD dibutuhkan kemampuan guru dalam bidang ulumu-l-

Qur‟an. Oleh karena itu, Kementrian Agama atau dalam hal ini MGMP

Al-Qur’an dan Hadits untuk memberikan seminar atau diskusi mengenai

tafsir dari surah-surah pendek yang menjadi KD.

5. Menulis dan membaca bahasa Arab merupakan dasar untuk

mengembangan pengetahuan peserta didik terutama dalam aspek sikap.

Karena dengan kemampuan menulis dan membaca, peserta didik akan

20

dilatih untuk belajar secara mandiri dan mengelola pengetahuan yang

dimilikinya. Dan dengan kemampuan tersebut, peserta didika akan

mencari, membaca, menemukan, dan menganalisa bacaan tersebut,

kemudian menuliskannya. Untuk itu kemampuan membaca dan menulis

hendaknya menjadi prioritas dalam membuat kebijakan.

6. Penyusunan SKL, SK, KD yang sistematis akan membantu guru-guru

dalam menyampaikan mata pelajaran dan memberikan evaluasi terkait

dengannya. Dalam penyusunan tiga hal tersebut, pemerintah diharapkan

untuk selalu melibatkan guru yang mewakili berbagai daerah khususnya

daerah-daerah 3T.

7. Jumlah Hadits pada pelajaran Qur’an dan Hadits terlalu sedikit jika

dibandingkan dengan surah-surah pendek yang diajarkan, oleh karena itu

perlu ditambah hadits-hadits pilihan. Utamanya adalah hadits-hadits

tentang akhlaq.

8. Kepada pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama hendaknya membuat

satu kajian khusus tentang kurikulum yang telah dilaksanakannya dan

yang akan dilaksanakannya. Dengan kata lain evaluasi kurikulum, dengan

evaluasi tersebut diharapkan pemetaan peserta didik di Madrasah dapat

dimonitoring untuk ditingkatkan mutu dan pengembangannya.

9. Upaya sinkronisasi SKL, KI, dan KD merupakan hal mutlak yang harus

dilakukan oleh Pemerintah. Utamanya adalah antara Kompetensi Inti dan

Kompetensi Dasar. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi

Dasar yang tidak seksama sehingga menyebabkan ketidakselarasan. Oleh

karena itu, Kementrian Agama hendaknya melibatkan guru-guru.

10. Kurikulum yang akan diterapkan hendaknya melalui proses ujicoba,

sebelum diberlakukan secara nasional di seluruh Indonesia. Demikian itu

penting, mengingat keanekaragaman dan keberagaman warga Negara

Republik Indonesia.

21

Bab IV

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari pembahasan yang ringkas tersebut kiranya dapat disimpulkan

beberapa hal:

1. Kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama adalah tepat

kiranya untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 untuk mata

pelajaran agama Islam dan bahasa Arab.

2. Ketidakselarasan nilai-nilai dalam implementasi Kurikulum 2013

untuk mata pelajara PAI dan Bahasa Arab merupakan tanggungjawab

pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama untuk memberikan

evaluasi-evaluasi terkait hubungan antara Standar Kompetensi Lulusan

dan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.

3. Dalam merumuskan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar,

pemerintah hendaknya memperhatikan aspek perkembangan peserta

didik baik itu untuk Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan

Madrasah Aliyah.

4. Diperlukan suatu kurikulum yang terintegrasi untuk Pendidikan

Agama Islam dan Bahasa Arab, dari jenjang Madrasah Ibtidaiyah

hingga jenjang Madrasah Aliyah. Dengan demikian ketercapaian

tujuan pendidikan nasional dan diukur dengan efektif dan efisien.

5. Mata pelajaran Al-Qur’an Hadits dan Bahasa Arab merupakan mata

pelajaran penting bagi madrasah, karena dengan dua hal tersebut

berbagai pengetahuan tentang Islam dapat dibuka wawasannya. Maka

pembelajaran yang terstruktur mengenai baca-tulis bahasa Arab atau

Al-Qur’an adalah mutlak diperlukan.

6. Kurikulum Al-Qur’an dan Hadits untuk tingkat dasar adalah

kemampuan menulis dan membaca bahasa Arab. Oleh karena itu,

kepada pemerintah untuk merubah kurikulumnya pada aspek

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar untuk jenjang Madrasah

22

Ibtidaiyah pada kemampuan untuk menulis dan membaca huruf

hijaiyah.

Adapun rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Kepada pemerintah diharapkan untuk selalu mensosialisasikan hakikat

perubahan kurikulum dari KTSP menjadi kurikulum 2013. Dimana

perubahan itu tidak sekedar nama, namun juga terkait dengan capaian yang

akan dihasilkan tekait ketercapaian SKL.

2. Kepada guru-guru diharapkan untuk diberikan bekal dalam memahami

SKL dan turunannya, benar bahwa yang demikian itu dari pemerintah,

namun dengan memiliki bekal, guru dapat memberikan koreksi yang

sesuai untuk ketercapaian tujuan pendidikan.

3. Kepada Pemerintah dalam hal ini kementrian Agama, hendaknya memiliki

satu instrument untuk menguji ketercapaian kurikulum yang

dicanangkannya, sehingga kebijakan perubahan kurikulum tidak terkesan

“mengikuti” kebijakan Mentri Pendidikan Dasar dan Menengah.

Mengingat domain yang berbeda antara ilmu pengetahuan exact dengan

pengetahuan Agama Islam dan Bahasa Arab.

4. Kepada guru-guru untuk memberikan pembelajaran baca-tulis bahasa Arab

dengan baik dan benar sejak dini, mengingat fenomena saat ini, bahwa

banyak lembaga pendidikan Islam bangga dengan lulusan yang mampu

menghafal Al-Qur’an, namun ketika disajikan bacaan berbahasa arab,

peserta didik tersebut merasa kesulitan untuk membacanya. Pada

prinsipnya, hemat penulis bahwa pendidikan dasar adalah untuk

kemampuan membaca dan menulis.

5. Pada aspek afektif dan sikap, Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

hendaknya memperhatikan juga psikologi perkembangan peserta didik,

baik itu sosial, emosional, dan psikoemosional. Demikian itu agar tercapai

proses pembelajaran yang terukur.

23

DAFTAR RUJUKAN

Chan, Sam M. ed.all. Isu-Isu Kritis Kebijakan Penddiikan Era Otonomi Daerah,

Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Irianto,Yoyon Bahtiar, Kebijakan Pembaruan Pendidikan; Konsep, Teori, dan

Model, Jakarta: Rajawali Press, 2011

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan

hingga Manajemen Kelembagaan, Kurikulum dan Strategi Pembelajaran.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2013

Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo, 2011

Santrock, John W. Perkembangan Anak Edisi Kesebelas, jilid 1, Alih bahasa Mila

Rachmawati dan Anna Kuswanti, Jakarta: Erlangga, 2007

Tilaar, H.A. R. dan Nugroho, Riant, Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk

Memahami Kebijakan Pendidiakn dan Kebijakan Pendidiakn Sebagai

Kebijakan Publik, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Referensi Internet:

www.okezone.com

Referensi Undang-Undang:

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

PMA RI No. 000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013.

KMA RI No. 207 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Madrasah.

Surat Edaran Dirjen Pendis Nomor; SE/DJ.I/PP.00.6/1/2015.