Jurnal Tugas Akhir
Transcript of Jurnal Tugas Akhir
Jurnal Tugas Akhir
1
ANALISA PENGARUH TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA PENGELASAN BUTT JOINT DAN T JOINT DENGAN VARIASI TEBAL PLAT
Sri Yuni Setyawati1, Yeyes Mulyadi2, Gatot Dwi Winarto3
1Mahasiswa Teknik Kelautan,2Staf Pengajar Teknik Kelautan, 3Staf Pengajar Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
Abstrak Permasalahan utama proses pengelasan adalah terjadinya tegangan sisa dan distorsi. Analisa pengaruh tegangan sisa
ini dilakukan dengan eksperimen dan pemodelan pada pengelasan sambungan butt joint dan T joint dengan
memvariasikan ketebalan plat. Variasi ketebalan plat tersebut yaitu, 8 mm, 10 mm, 12 mm dan 14 mm. Pada
pengelasan butt joint dan T joint, distorsi terbesar terjadi pada pengelasan variasi I yakni dengan tebal plat 8 mm dan
distorsi terkecil terjadi pada variasi IV dengan tebal 14 mm. Tegangan sisa maksimum pada variasi I yakni tebal 8
mm dengan harga tegangan sisa untuk butt joint sebesar 0.52 MPa dan T joint sebesar 0.09 MPa. Tegangan sisa
minimum dialami variasi IV yakni dengan tebal 14 mm, dimana tegangan sisa untuk butt joint sebesar 0.47 MPa dan
T joint sebesar 0.06 MPa. Analisa hasil yang diperoleh dari pemodelan pada Ansys 11.0 model 3 dimensi yaitu
tegangan sisa maksimum terjadi pada sambungan butt joint dan T joint pada variasi I dan tegangan minimum pada
variasi IV. Konsentrasi tegangan dapat diamati pada sambungan pengelasan yang terjadi pada bagian dalam dan
permukaan sambungan. Dari hasil variasi tersebut, perhitungan dapat digunakan untuk memprediksi besarnya
tegangan sisa dan sudut distorsi untuk tebal pelat yang lain.
Kata kunci : pengelasan, tegangan sisa, distorsi, ,butt joint, T joint
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyambungan logam dengan sambungan las banyak digunakan dalam berbagai bidang manufaktur dan industri. Salah satu tipe sambungan yang banyak digunakan adalah sambungan tipe T dan plat datar (butt), terutama dalam bidang perkapalan dan konstruksi struktur jembatan.Pada saat pengelasan, sumber panas berjalan terus dan menyebabkan perbedaan distribusi temperature pada logam sehingga terjadi pemuaian dan penyusutan yang tidak merata. Akibatnya tegangan sisa dan distorsi akan timbul pada logam yang dilas.
Tegangan sisa timbul karena adanya
perbedaan temperatur yang besar sedangkan distorsi terjadi jika logam las dibiarkan bergerak leluasa selama proses pendinginan. Tegangan sisa yang terjadi pada kampuh las ini dapat menyebabkan kegagalan (fatigue) yang mana dapat mengurangi kekuatan dari struktur dan komponen. Oleh karena
itu tegangan sisa dalam pengelasan harus dikurangi sampai sekecil mungkin untuk mencegah kegagalan desain suatu komponen. Dengan mengerti mekanisme terjadinya tegangan sisa dapat dipelajari untuk mengambil langkah – langkah meminimalisasikan tegangan sisa yang terjadi pada saat pengelasan. II . DASAR TEORI
2.1 Pengelasan
Pengelasan adalah penyambungan dua buah logam
padat dengan mencairkannya melalui pemanasan.
Persyaratan berhasilnya penyambungan adalah
(Okumura, 1981):
1. Bahwa benda padat tersebut dapat cair saat
dipanaskan
Jurnal Tugas Akhir
2
2. Bahwa antara benda padat tersebut ada
kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak
melemahkan kekuatan sambungan
3. Bahwa cara sambungan harus sesuai dengan sifat
benda yang disambung.
Pengelasan dilakukan untuk menyambung
dua bagian logam menjadi satu, tanpa mengurangi
kekuatan & bentuk dari material logam tersebut.
Selain itu, pengelasan cukup ekonomis & efisien
karena cara penyambungannya dengan cara tetap,
artinya tidak mudah untuk melepas atau membongkar
kembali. Dalam praktek, proses pengelasan sangat
banyak ragamnya demikian pula dengan bentuk
sambungan yang akan di las, jenis kampuh manik las
(weldment) dan posisi pengelasan yang akan
dilakukan.
2.2 Shielded Metal Arc Welding (SMAW
Proses pengelasan SMAW yang umumnya
disebut Las Listrik adalah proses pengelasan yang
menggunakan panas untuk mencairkan material dasar
dan elektroda. Panas tersebut ditimbulkan oleh
lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan
anoda (ujung elektroda dan permukaan plat yang
akan dilas ) dengan kata lain teknik pengelasan ini
memanfaatkan panas busur listrik yang timbul karena
perbedaan tegangan antara elektroda terbungkus
dengan material yang akan disambung. Panas yang
timbul dari lompatan ion listrik ini besarnya dapat
mencapai 4000o sampai 4500o Celcius. Sumber
tegangan yang digunakan ada dua macam yaitu listrik
AC ( Arus bolak balik ) dan listrik DC ( Arus searah
). (Modul Las SMAW, 2008)
Prinsip kerja pengelasan busur elektroda
terbungkus SMAW adalah pengelasan busur listrik
terumpan yang menggunakan elektroda yang
terbungkus fluks sebagai pembangkit busur dan
sebagai bahan pengisi. Panas yang timbul diantara
elektroda dan bahan induk mencairkan ujung
elektroda (kawat) las dan bahan induk, sehingga
membentuk kawah las yang cair, yang kemudian
membeku membentuk lasan. Bungkus (coating)
elektroda yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar
pada waktu proses berlangsung, gas yang terjadi akan
melindungi proses terhadap pengaruh udara luar
(Oksidasi) yang sekaligus berfungsi memantapkan
busur. Gas pelindung (Shielded Gas) timbul dari
lapisan pembungkus elektroda atau fluks yang terurai
(decomposition). (Okumura, 1994)
Gambar 2.1 Proses pengelasan SMAW
Fluks yang mencair akan terapung dan
kemudian membeku pada permukaan las berupa terak
(slag). Karena massa jenisnya lebih kecil dari logam
las maka fluks ini berada diatas logam las pada saat
cair . kemudian setelah membeku, fluks cair ini
berubah menjadi terak (slag) yang menutupi logam
las. Pada pengelasan ini yang terpenting adalah
memperhatikan bahan fluks dan jenis las listrik yang
digunakan. (Sonawan, 2003)
2.3 Teori Perpindahan Panas
2.3.1 Area Sebaran Panas
Panas yang terjadi akan mengalami
Jurnal Tugas Akhir
3
perpindahan secara konduksi, untuk melakukan
analisa terhadap hal tersebut maka yang perlu
diperhatikan adalah menentukan daerah temperature
media/material yang dihasilkan dari kondisi batas
tertentu. Oleh karena itu, perlu diketahui distribusi
temperature yang menunjukkan bagaimana variasi
temperatur sesuai fungsi posisi pada suatu medium.
Konduksi flux pada titik tertentu atau permukaan
suatu medium dapat ditentukan dengan menggunakan
hukum Fourier, apabila distribusi temperaturnya
sudah diketahui. Distribusi temperatur pada benda
pejal dapat digunakan untuk menganalisa besarnya
thermal stress, ekspansi dan defleksi struktur.
Pada proses pengelasan dihasilkan siklus
panas yang sangat rumit pada lasan. Siklus panas ini
menyebabkan perubahan struktur mikro material
pada daerah sekitar lasan (heat-affected zone) dan
transient thermal stress, hingga akhirnya tercipta
tegangan sisa (residual stress) dan perubahan bentuk
(distorsi). Sebelum menganalisa permasalahan ini,
harus dilakukan analisa pada aliran panas (heat flow)
selama proses pengelasan.
2.3 Distribusi Temperatur
Sumber panas pada proses pengelasan
berasal dari panas elektrode yang ada. Dimana panas
ini secara matematis dapat dihitung dengan
persamaan empiris (AWS vol I, 1996):
(2.1)
dimana :
���� : Energi input bersih ( J/mm).
E : Tegangan (Volt).
I : Arus (Ampere).
f1 : Efisiensi pemindahan panas
v : Kecepatan pengelasan (mm/s )
Tidak semua energi panas yang terbentuk
dari perubahan energi listrik diserap 100 % oleh
logam lasan, akan tetapi hanya sebagian besar saja.
Sehingga energi busur las dapat ditulis sebagai
berikut (Pilipenko, 2001):
Q = η U I (2.2)
dimana :
Q = net heat input (Watt)
η = Koefisien effisiensi (-)
U = Tegangan Busur (Volt)
I = Arus listrik (Ampere)
Harga koefisien efisiensi η untuk tiap-tiap tipe
pengelasan tentunya berbeda-beda. Sebagai contoh
harga η untuk pengelasan baja dengan cara shield
metal arc welding adalah antara 0,66 sampai dengan
0,85 (Pilipenko 2001).
2.4 Tegangan Termal Selama Pengelasan
Selama proses pemanasan dalam pengelasan
akan mengakibatkan suatu tegangan. Tegangan
akibat pemanasan ini dapat didiskripsikan dengan
membagi daerah lasan menjadi beberapa buah
potongan melintang sebagai berikut :
A-A : Daerah yang belum tersentuh panas,
B-B : Daerah yang mencair tepat pada busur las,
C-C : Daerah terjadinya deformasi plastis selama
proses pengelasan,
D-D : Daerah yang sudah mengalami pendinginan
Bila pengelasan berjalan dari potongan D-D ke
potongan B-B maka akan terjadi distribusi panas
sepanjang pengelasan. Sesaat pengelasan sampai
Jurnal Tugas Akhir
4
dititik O maka setiap potongan pada alur pengelasan
dapat dianalisa distribusi teganganya.
Besarnya tegangan yang terjadi karena adanya
perubahan temperatur selama proses pengelasan
ditunjukkan oleh gambar.
Gambar 2.2 Distribusi temperatur dan tegangan
selama proses pengelasan (AWS vol I, 1996)
Pada daerah A-A, dimana ∆T ≈ 0 maka disini tidak
terjadi tegangan, sedangkan pada daerah B-B yaitu
daerah yang mencair (terjadi suhu maksimum) tepat
pada garis lasan akan terjadi tegangan tekan
(compression) sedangkan disisi kanan dan sisi kiri
dari garis lasan akan terjadi tegangan tarik ( tension ).
Pada daerah C-C, dimana suhu sudah mulai turun,
pada daerah garis lasan akan terjadi tegangan tarik
dan pada daerah sisi kanan dan kirinya akan terjadi
tegangan tekan. Demikian pula pada daerah D-D
yaitu pada daerah yang sudah terjadi pendinginan
(∆T ≈ 0) maka pada garis lasan akan terjadi tegangan
tarik dan pada sisi kanan dan kiri dari garis lasan
akan mengalami tegangan tekan. Tegangan tarik yang
terjadi pada daerah D-D akan sifatnya tetap tinggal
pada material tersebut dan lebih sering disebut
tegangan sisa. (AWS vol I, 1996)
Sedangkan tegangan sisa karena pengaruh
pemanasan dapat dihitung dengan menggunakan
hubungan antara tegangan regangan yang disebabkan
oleh panas :
(2.3)
(2.4)
(2.5)
(2.6)
dengan :
σ = Tegangan sisa ( Pa )
E = Modulus elastisitas ( Pa )
= Panjang mula – mula ( m )
= Perubahan panjang ( m )
= Perubahan temperatur ( K )
α = Koefisien muai panjang (K-1 )
2.5 Tegangan Sisa
Tegangan sisa adalah gaya elastis yang
dapat mengubah jarak antar atom dalam bahan tanpa
adanya beban dari luar. Tegangan sisa ditimbulkan
karena adanya deformasi plastis yang tidak seragam
dalam suatu bahan, antara lain akibat perlakuan panas
yang tidak merata atau perbedaan laju pendinginan
pada bahan yang mengalami proses pengelasan.
Walaupun tegangan sisa secara visual tidak nampak,
namun sesungguhnya tegangan sisa tersebut juga
bertindak sebagai beban yang tetap yang akan
menambah nilai beban kerja yang diberikan dari luar.
2.5.1 Terjadinya Tegangan Sisa
Tegangan sisa selalu muncul apabila sebuah
material dikenai perubahan temperatur non-uniform,
tegangan-tegangan ini disebut tegangan panas.Untuk
Jurnal Tugas Akhir
5
membahas masalah pengelasan, tegangan sisa yang
akan ditinjau adalah tegangan sisa yang ditimbulkan
dari distribusi regangan non-elastik yang tidak merata
pada material.
Terjadinya tegangan sisa ditunjukkan pada gambar
2.3 di bawah ini, dimana daerah C mengembang pada
waktu pengelasan. Pengembangan pada daerah C
ditahan oleh daerah A, sehingga pada daerah C
terjadi tegangan tekan dan pada daerah A terjadi
tegangan tarik. Tetapi bila luas pada daerah A jauh
lebih besar dari daerah C, maka daerah C akan terjadi
perubahan bentuk tetap (distorsi), sedangkan pada
daerah A terjadi perubahan bentuk elastis. Ketika
proses pengelasan selesai, terjadi proses pendinginan
dimana daerah C menyusut cukup besar karena
disamping pendinginan juga karena tegangan tekan.
Penyusutan ini ditahan oleh daerah A, oleh sebab itu
daerah C akan terjadi tarik yang diimbangi oleh
tegangan tekan pada daerah A.
Gambar 2.3 Pembentukan tegangan sisa
(Wiryosumarto, 1981)
2.5.2 Pengukuran Besarnya Tegangan Sisa
Tegangan sisa dapat dihitung melalui
besarnya regangan sisa yang terjadi dengan
menggunakan hukum Hooke. Sedangkan besarnya
regangan sisa dapat diukur dari perubahan ukuran
antara batang sebelum dipotong, yaitu ukuran yang
digambarkan pada bagian yang akan ditentukan
tegangan sisanya dan ukuran sebenarnya yang
didapat setelah bagian yang akan diuji dipotong. Dari
hukum Hooke jelas bahwa perubahan ukuran ini
disebabkan oleh adanya tegangan, karena itu
besarnya tegangan dapat dihitung.
Dalam hal terjadi tegangan sisa dengan dua
dimensi dapat dilakukan perhitungan dengan
persamaan (2.9) dan (2.10)
(2.7)
(2.8)
Dengan :
= Tegangan tegak lurus garis las
= Tegangan searah garis las
= Regangan tegak lurus garis las
= Regangan searah garis las
= Angka perbandingan Poisson
2.6 Terjadinya Distorsi
Pada proses pengelasan, tegangan sisa dan
distorsi merupakan kejadian yang saling
Jurnal Tugas Akhir
6
berhubungan. Ketika siklus pemanasan dan
pendinginan yang berlangsung dalam proses
pengelasan, regangan panas muncul di antara weld
metal dan base metal pada daerah yang dekat dengan
weld bead. Peregangan ini menimbulkan suatu
tegangan dalam yang terdapat di dalam material dan
bisa menyebabkan terjadinya bending, buckling, dan
rotasi. Deformasi inilah yang disebut distorsi.
Distorsi terjadi jika logam las dibiarkan bergerak
leluasa selama proses pendinginan. Jadi distorsi
terjadi karena adanya pemuaian dan penyusutan yang
bebas akibat siklus termal las
Distorsi akan menyebabkan :
a. Bentuk akhir tidak memenuhi syarat baik
keindahan maupun letak
b. Terjadi misalignment
c. Dapat menjadi bagian terlemah
d. Mengganggu distribusi gaya
Macam-macam distorsi yang terjadi pada pengelasan
(lihat gambar 2. 4) :
a. Transverse shrinkage.
Penyusutan yang terjadi tegak lurus terhadap arah
garis las.
b. Angular change.
Distribusi panas yang tidak merata pada kedalaman
menyebabkan distorsi (perubahan sudut).
c. Rotational distortion.
Distorsi sudut dalam bidang plat yang berkaitan
dengan perluasan thermal.
d. Longitudinal shrinkage.
Penyusutan yang terjadi searah garis las.
e. Longitudinal bending distortion.
Distorsi dalam bidang yang melalui garis las dan
tegak lurus terhadap plat.
f. Buckling distortion.
Kompresi yang berkenaan dengan panas
menyebabkan ketidakstabilan ketika platnya tipis.
Gambar 2. 4 Macam – macam distorsi yang terjadi pada pengelasan
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Spesimen Pada penelitian ini material yang digunakan adalah material ship plate grade DH36 dengan memvariasikan ketebalan plat yaitu, 8 mm, 10 mm, 12 mm dan 14 mm. Pengelasan yang dilakukan adalah pengelasan butt joint dan T joint dengan proses SMAW. Dimensi material yang dipakai dalam pengerjaan Tugas Akhir ini adalah : o Butt Joint dengan ukuran panjang dan lebar
adalah @ 300 mm x 300 mm
o T-Joint dengan ukuran panjang fillet, lebar flange, dan tinggi web adalah @ 300 x 200 x 150 mm
Detail gambar dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Jurnal Tugas Akhir
7
Gambar 3.1 material uji untuk sambungan fillet T joint
Gambar 3.2 material uji untuk sambungan Butt joint
IV. PEMBAHASAN 4.1 Distorsi Nilai distorsi pada pengelasan butt joint dan T joint dapat diukur dengan alat pengukur distorsi atau disebut dengan dengan alat dial gauge. Dan dapat diketahui bahwa jenis distorsi yang terjadi pada pengelasan butt joint dan T joint adalah kombinasi antara bending distortion dan angular shrinkage atau disebut dengan distorsi sudut. Berikut merupakan gambaran umum tentang jenis distorsi angular shrinkage yang terjadi pada pengelasan butt joint dan T joint.
Gambar 4.1 Angular Shrinkage pada pengelasan butt
joint
Gambar 4. 2 Angular shrinkage pada pengelasan T
joint
Grafik Perbandingan nilai distorsi dan tebal plat.
Gambar 4.3 Nilai distorsi pada sambungan butt joint
dan T joint
4.2 Tegangan sisa
4.2.1 Perhitungan Tegangan Sisa 2 Dimensi
Hasil dari perhitungan tegangan sisa tersebut di dapatkan suatu grafik hubungan antara tebal plat dan tegangan sisa seperti yang tercantum di bawah ini :
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
6 11 16
Te
ba
l P
lat
(mm
)
Nilai Distorsi (mm)
Tebal Plat vs nilai distorsi
Butt Joint
T Joint
Jurnal Tugas Akhir
8
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan nilai tegangan sisa dan tebal plat pada butt joint dan T joint
4.3 Hasil Pemodelan
Pada bagian ini akan dibahas hasil dari permodelan 3 dimensi yang telah dilakukan dengan software ANSYS 11, yaitu model untuk analisa thermal structural pada material akibat pengelasan. Sesuai dengan sifat pembebanan yang dinamik yaitu perubahan beban berdasarkan fungsi posisi dan waktu maka analisa yang dilakukan adalah analisis transient full solution method.
Pemodelan pengelasan yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah dengan pemberian beban heat flux transient. Artinya perubahan beban berdasarkan fungsi waktu dan posisi. Analisa thermal yang dilakukan akan menghasilkan tegangan panas transient, yang kemudian di masukkan dalam analisa structural sebagai beban dinamis. Output akhirnya adalah berupa transient stress dan total stress pada struktur akibat pengelasan. Variasi yang dilakukan dalam pemodelan ini adalah variasi tebal plat dengan asumsi kondisi pengelasan tidak berubah, yang kemudian akan ditinjau hubungan antara perubahan tebal plat dengan perubahan sudut distorsi serta tegangan sisa yang dihasilkan.
4.3.1 Pada Pengelasan Butt Joint
4.3.1.1 Hasil Pemodelan Variasi I
Variasi ini menggunakan plat dengan ketebalan 8 mm
Pengelasan Variasi I menghasilkan tegangan sisa seperti gambar dibawah ini :
Berdasarkan pola distribusi tegangan total (von missed stress) tersebut dapat diamati posisi titik (node) dan harga tegangan maksimum yang terjadi tetap pada sambungan-Butt. Pola distribusi tegangan menunjukkan harga tegangan sisa pada daerah HAZ dan berangsur berkurang pada material induk. Tegangan sisa maksimum sebesar 0.372 MPa terjadi pada pertemuan las dan batas material induk dan merupakan titik dan daerah kritis dari sambungan-Butt.
4.3.1.1 Hasil Pemodelan Variasi IV
Variasi ini menggunakan plat dengan ketebalan 14 mm
Pengelasan Variasi IV menghasilkan tegangan sisa seperti gambar dibawah ini :
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
7 9 11 13 15
Nil
ai
Te
ga
ng
an
Sis
a (
MP
a)
Tebal Plat (mm)
TeganganSisa vs Tebal Plat
Teg Sisa Butt
joint searah x
Teg Sisa Butt
Joint searah y
Teg Sisa T
Joint searah x
Teg Sisa T
Joint searah y
Gambar 4.5 Tegangan total (von missed
stress) pada pengelasan variasi I
Gambar 4.6 Detail Tegangan total (von missed stress)pada pengelasan variasi I
Gambar 4.7 Tegangan total (von missed stress)
pada pengelasan variasi IV
Jurnal Tugas Akhir
9
Berdasarkan pola distribusi tegangan total (von missed stress) tersebut dapat diamati posisi titik (node) dan harga tegangan maksimum yang terjadi tetap pada sambungan-Butt. Pola distribusi tegangan menunjukkan harga tegangan sisa pada daerah HAZ dan berangsur berkurang pada material induk. Tegangan sisa maksimum sebesar 0.108 MPa terjadi pada pertemuan las dan batas material induk dan merupakan titik dan daerah kritis dari sambungan-Butt.
4.4. Pada Pengelasan T Joint
4.4.1 Hasil Pemodelan Variasi I
Variasi ini menggunakan plat dengan ketebalan 8 mm
Pengelasan Variasi I menghasilkan tegangan sisa seperti gambar dibawah ini :
Berdasarkan pola distribusi tegangan total (von missed stress) tersebut dapat diamati posisi titik (node) dan harga tegangan maksimum yang terjadi pada sambungan tipe T. Pola distribusi tegangan menunjukkan harga tegangan sisa antara 7.2x10-5 – 0.23 Mpa. Tegangan sisa yang besar terjadi pada daerah dimana pelat dijepit dan ditumpu. Di daerah HAZ tegangan berangsur berkurang pada material induk.
4.4.2 Hasil Pemodelan Variasi IV
Variasi ini menggunakan plat dengan ketebalan 8 mm
Pengelasan Variasi IV menghasilkan tegangan sisa seperti gambar dibawah ini :
Gambar 4.8 Detail tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi IV
Gambar 4.9 Tegangan total (von missed stress)
pada pengelasan variasi I
Gambar 4.10 Detail tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi I
Gambar 4.11 Tegangan total (von missed
stress) pada pengelasan variasi I
Jurnal Tugas Akhir
10
Berdasarkan pola distribusi tegangan total (von missed stress) tersebut dapat diamati posisi titik (node) dan harga tegangan maksimum yang terjadi pada sambungan tipe T. Pola distribusi tegangan menunjukkan harga tegangan sisa antara 3.19x10-5 – 0.095 Mpa. Tegangan sisa yang besar terjadi pada daerah dimana pelat dijepit dan ditumpu. Di daerah HAZ tegangan berangsur berkurang pada material induk.
4.5 Grafik Hasil Pemodelan Butt joint dan T joint
Gambar 4.13 Grafik Phasil pemodelan butt joint dan T joint
Dari nilai distorsi dan tegangan sisa yang telah di dapatkan, dari eksperimen pengelasan sambungan Butt Joint dan T Joint maka semakin tebal pelat tersebut maka distorsi yang terjadi semakin kecil. Hal ini dapat dimengerti karena berdasarkan analisa tegangan sisa (von missed stress) menjelaskan bahwa semakin tebal plat yang digunakan semakin dapat mereduksi tegangan sisa hingga mencapai batas aman. Hal ini dikarenakan nilai tegangan yang dihantarkan pada material terbagi secara merata pada keseluruhan volume material induk, sehingga dengan
beban yang sama tapi di salurkan pada material bervolume lebih besar sudah barang tentu membuat tegangan yang diterima node-node / elemen-elemen pada material akan semakin mengecil.
V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh tegangan dan distorsi yang terjadi pada material ship plate gr.DH36, maka dapat disimpulkan :
• Dari nilai distorsi yang telah di dapatkan dari eksperimen pengelasan sambungan Butt Joint dan T Joint maka semakin tebal pelat tersebut maka distorsi yang terjadi semakin kecil. Hal ini sesuai dengan analisa tegangan sisa (von missed stress) menjelaskan bahwa semakin tebal plat yang digunakan semakin dapat mereduksi tegangan sisa hingga mencapai batas aman.
• Pada pemodelan, diperoleh hasil tegangan sisa lebih besar daripada eksperimen, hal ini karena pada eksperimen dilakukan perhitungan secara 2 dimensi sedangkan pada pemodelan dilakukan secara 3 dimensi dengan material properties lebih detail dan pembebanan dilakukan pada tiap elemen
• Bentuk sambungan pengelasan mempengaruhi besarnya tegangan sisa yang terjadi, yaitu pada pengelasan butt joint mengalami distorsi yang lebih besar dibandingkan pada pengelasan T joint.
• Presentase setiap perubahan ketebalan plat 2 mm terhadap terjadinya tegangan sisa dan distorsi, yaitu:
- Pada pengelasan butt joint, selisih presentase terjadinya tegangan sisa 9.28 % dan untuk distorsi sebesar 4.23 %
- Pada pengelasan T joint, selisih presentase terjadinya tegangan sisa yaitu 5.54 % dan untuk distorsi sebesar 3.46 %
Dari nilai presentase tersebut kita dapat memprediksi besarnya tegangan sisa dan distorsi pada ketebalan plat yang lain.
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
7 9 11 13 15
Nil
ai
Te
ga
ng
an
Sis
a (
MP
a)
Tebal Plat (mm)
Butt
JointT Joint
Gambar 4.12 Detail tegangan total (von missed stress) pada pengelasan variasi I
Jurnal Tugas Akhir
11
5.2 Saran 1. Hendaknya di lakukan eksperimen pada
pengelasan butt joint di las pada satu sisi dan pada T joint di las pada dua sisi untuk mengetahui pengaruh tegangan sisa dan distorsi pada urutan pengelasan.
2. Agar analisa yang dilakukan lebih teliti maka ukuran meshing pada pemodelan lebih diperkecil.
3. Elektroda yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis AWS E 7016 dan E 7018. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat dilakukan dengan jenis elektroda yang lain.
4. Hendaknya dilakukan pengujian yang lainnya seperti: uji impact, uji fracture toughness, uji fatigue, dan lain sebagainya untuk mengetahui besarnya pengaruh tegangan sisa dan distorsi pada kekuatan struktur.
DAFTAR PUSTAKA
American Bureau of Shipping ( ABS) . 2001 . United Stated. Act of Legislature of Thr State of New York
Anggono, Juliana. 1999. “Pengaruh Besar Input Panas Pengelasan SMAW Terhadap Distorsi Sambungan T Baja Lunak SS 400“. Jurnal Teknik Mesin 1: 45 – 54.
Firmandha, Topan. (2007). “Analisa Perilaku Tegangan Sisa Dan Perubahan Sudut Distorsi Pada Sambungan Tumpul Dengan Variasi Tebal Plat Menggunakan Metode Elemen Hingga, Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Futichah, Rifa’i Muslich. (2007).“Korelasi antara Arus Pengelasan dengan Tegangan Sisa pada Sambungan Las Tutup Kelongsong Elemen Bakar Nuklir Zircaloy-2”.Jurnal. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir – BATAN. Serpong.
Moaveni, Saeed. 2003. ”Finite Element Analysis: Theory and Application with ANSYS”. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Perdana Putra, Yudhistira. (2005). “Analisa Tegangan Sisa dan Distorsi pada
Penngelasan Fillet T-Joint denngan Metode Elemen Hingga”. Jurnal Teknik Material & Metalurgi. Fakultas Teknologi Industri. ITS. Surabaya.
Pilipenko, Artem, 2001. “Computer Simulation of Residual Stress and Distortion of Thick Plates in Multi-Electrode Submerged Arc Welding”.Department of Machine Design and Material Technology, Norway.Surabaya.
Saiful Anam, Muhammad. (2008). “Analisa Perilaku Tegangan Sisa dan Sudut Distorsi pada Sambungan Fillet dengan Variasi Tebal Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Surabaya
Sorensen, Martin B, 1999. Simulation of Welding
Distortions in Ship Section. Departement of Naval Architecture and Offshore Engineering, Technical University of Denmark.
Wiryosumarto, H dan Okumura, T. (1996). “Teknologi Pengelasan Logam”. Jakarta: Pradnya Paramita.
________, 1991. “Welding Handbook vol. I & II”. Miami : American Welding Society