PROPOSAL TUGAS AKHIR

51
Pemilihan Subsektor Kerajinan Unggulan Sebagai Dasar Perumusan Strategi Pengembangannya di Kabupaten Bangkalan Proposal Skripsi Disusun Untuk Melengkapi Tugas Dan Menempuh Persyaratan Menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) Dan Menempuh Gelar Sarjana Teknik Industri Universitas Trunojoyo Madura Diajukan Oleh: SITI MUHIMATUL KHOIROH 10.04.211.00043 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

Transcript of PROPOSAL TUGAS AKHIR

Pemilihan Subsektor Kerajinan Unggulan

Sebagai Dasar Perumusan Strategi

Pengembangannya di Kabupaten Bangkalan

Proposal Skripsi

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Dan Menempuh Persyaratan

Menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) Dan Menempuh Gelar

Sarjana Teknik Industri Universitas Trunojoyo Madura

Diajukan Oleh:

SITI MUHIMATUL KHOIROH

10.04.211.00043

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuntutan perekonomian di era sekarang ini

mengharuskan setiap orang ataupun perusahaan berfikir

kreatif dan efisien untuk mempertahankan eksistensinya

dalam meghadapi persaingan global. Dalam

perkembanganya, perekonomian di Indonesia juga telah

berkembang industri kreatif diaman dalam pelaksanaanya

kreatifitas dan inovasi adalah kunci utama untuk

mejalankannya. Menurut Departemen Perdagangan Republik

Indonesia dalam buku “ Pengembangan Ekonomi Kreatif

Indonesia 2025” (2008: 23), keberadaan sektor industri

kreatif yang bermunculan diberbagai daerah di Indonesia

memiliki kontribusi yang signifikan bagi perekonomian

Indonesia, dapat menciptakan iklim bisnis yang positif,

dapat memperkuat citra dan identitas bangsa Indonesia,

mendukung pemanfaatan sumber daya terbarukan, merupakan

pusat penciptaan inovasi dan pembentukan kreativitas,

dan memiliki dampak sosial yang positif.

UK DCMS Task Force 1998, dalam buku Pengembangan

Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 (2008 : 4) menyatakan

bahwa industri kreatif adalah industri-industri yang

mana dengan memanfaatkan kemampuan masing-masing

kreativitas individual, ketrampilan dan bakat yang

berpotensi untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan

kesejahteraan bagi para anggotanya dari generasi ke

generasi melalui kemampuan daya cipta individu dalam

industri itu sendiri. Ekonomi kreatif terdiri dari

periklanan, arsitektur, seni, kerajinan, desain,

fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan,

penelitian dan pengembangan (R&D), perangkat lunak,

mainan dan permainan, televisi dan radio, dan permainan

radio (Howkinds John : 2002).

Menurut John Howkins dalam bukunya “The Craetive

Economy, How People make Money from Ideas,” (Penguin Books,

2002) mengelompokkan 15 (lima belas) kelompok industri

yang termasuk industri kreatif yakni 1) Advertising, 2)

Architecture, 3) Art, 4) Craft, 5) Design, 6) Fashion,

7) Film, 8) Music, 9) Performing Arts, 10) Publishing,

11) R&D, 12) Software, 13) Toys and Games, 14) TV &

Radio, 15) Video Games. Sedangkan Industri kreatif yang

berbasis kreativitas oleh Departemen Perdagangan RI

dikelompokkan menjadi empat belas sektor yaitu

periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik,

kerajinan, desain, fesyen, video, film dan fotografi,

permainan interaktif, musik, seni pertunjukan,

penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti

lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan

(Sumotarto Untung, 2010). Dari kedua teori

pengelompokan tersebut ternyata memiliki kesamaan hanya

berbeda pada poin toys and games yang dalam klasifikasi

Howkins dijadikan satu kelompok.

Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu daerah di

Jawa Timur yang meliki banyak IKM yang sudah terdaftar

di Dinas Perdagangan setempat. Dari banyaknya IKM dari

setiap sektor industri kreatif yang ada belum

difokuskan sektor industri yang mana yang merupakan

sektor unggulan sehingga belum adanya fokus pemerintah

untuk memberikan perhatian lebih agar sektor tersebut

dapat lebih dikembangkan untuk kemajuan masyarakat dan

pendapatan daerah Bangkalan.

Menurut Pradana (2013), subsektor kerajinan

merupakan sektor industri kreatif yang merupakan

kompetensi inti daerah Bangkalan yang paling banyak

diminati dibandingkan dengan sektor yang lainnya.

Selain itu, berdasarkan penelitian Indahsari Kurniyati

(2010), dengan menggunakan metode scoring menyatakan

bahwa ternyata industri yang menjadi kompetensi daerah

Bangkalan adalah industri tali agel, pecut, anyam

tikar, sangkar burung dan selebihnya adalah yang

berbahan dasar sumber daya alam seperti petis dan

kerupuk terung. Hasil penelitian lain yang menunjukkan

bahwa sektor kerajinan adalah sektor unggulan dan

kompetensi inti di Kabupaten Bangkalan adalah

penelitian Narita Putri (2010) dengan tema penelitian

pemilihan proritas pengembangan sektor industri kecil

yang menegaskan bahwa industri kerajinan merupakan

sektor yang direkomendasikan untuk dikembangkan.

Berdasarkan ketiga penelitian Narita Putri (2010),

Indahsari Kurniyati (2010) dan Pradana (2013),

peneliti berupaya melakukan penelitian lanjutan sebagai

bentuk tindak lanjut terhadap hasil penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa sektor kerajinan

adalah sektor unggulan di Kabupaten Bangkalan. Dengan

penelitian ini peneliti mencoba menggali lebih spesifik

dari beberapa subsektor kerajinan seperti emban cincin,

gedek, kusen kayu, kerajinan batu-batuan, pecut, perahu

kayu, perhiasan, meubel dan tikar yang merupakan

subsektor unggulan di Kabupaten Bangkalan dengan

menggunakan metode pembobotan AHP. Selanjutnya

dilakukan pembuatan rantai nilai untuk menjelaskan alur

proses penciptaan nilai yang terjadi dalam industri

kreatif unggulan sekaligus membantu stakeholder industri

kreatif untuk memahami posisi industri kreatif unggulan

yang terkait dengan kreasi, produksi, distribusi dan

komersialisasi dalam bentuk mapping . Tidak berehenti

sampai pada pembuatan rantai nilai, namun penelitian

ini berlanjut pada perumusan strategi pengembangan .

Dengan berdasarkan value chain mapping tersebut dilakukan

pembobotan dengan metode ANP (Analytical Hierarchy Process). ANP

merupakan sebuah metode yang digunkaan untuk

menyelesaikan permasalahan Multy Criteria Decision Making

(Saaty 2006; Singgih 2009). Metode ini digunakan untuk

merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai

alternatif solusi berdasarkan pertimbangan keterkaitan

antar kriteria dan sub kriteria yang ada (Saaty, 2006;

Sapto, 2008; Suswono, 2010).

Oleh karena itu, berdasrkan latar belakang diatas

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini

sebagai syarat penyelesaian studi sekaligus sebagi

langkah continuious research agar penelitian sebelumnya

dapat dikembangkan dalam sebuah laporan yang berjudul

“Pemilihan Subsektor Kerajinan Unggulan Sebagai Dasar

Perumusan Strategi Pengembangnnya di Kabupaten

Bangkalan”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan

permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana

memilih subsektor unggulan pada sektor industri

kreatif kerajinan dan merumuskan strategi

pemngembangannya.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mendapatkan subsektor kerajinan unggulan pada

industri kreatif di Kabupaten Bangkalan.

2. Mengidentifikasi rantai nilai (value chain) industri

kreatif unggulan dari sektor kerajinan yang ada di

Bangkalan.

3. Membuatkan rumusan strategi pengembangan untuk

subsektor kerajinan unggulan di Bangkalan.

4. Menganalisis startegi paling tepat untuk industri

kreatif unggulan sektor kerajinan di Bangkalan

menggunakan metode ANP.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara

lain sebagai berikut :

1. Memberikan gambaran tentang Industri Kreatif

subsektor kerajinan unggulan yang ada di Bangkalan

bagi Desperindag kabupaten Bangkalan.

2. Memberikan informasi strategi pemasaran bagi

pemerintah Bangkalan untuk meningkatkan sektor IKM

di Bangkalan sehingga dapat meningkatkan

pendapatan daerah Bangkalan dan memperluas

jangkauan sektor unggulan yang ada di Bangkalan.

1.5 Batasan

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Data yang digunakan adalah data sektor kerajinan

di Bangkalan.

2. IKM yang diteliti hanya yang terdaftar di

Desperindag

1.6 Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Industri kecil menengah yang menjadi alternatif

dalam penelitian ini terus berjalan hingga

penelitian ini berakhir.

2. Tidak ada perubahan kebijakan yang berarti selama

penelitian berlangsung untuk industri kreatif

khususnya sektor kerajinan

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penulisan laporan

penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, batasan masalah, asumsi penelitian

dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori-teori dari berbagai sumber

tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan

sebagai landasan dalam penentuan topik

permasalahan yang akan dilakukan. Sumber teori

bisa didapatkan dari buku, internet, maupun

nara sumber yang terkait dengan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi tentang objek dan lokasi penelitian,

populasi dan sampel penelitian, Jenis data dan

sumber data, teknik pengumpulan data, dan

metode analisis data.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang pengolahan data, hasil analisis

data dan pembahasannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dari hasil

penelitian yang dapat menjawab tujuan

dilaksanakannya penelitian disertai saran-

saran yang membangun.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Industri Kreatif

Pengertian Industri kreatif muncul seiring dengan

perkembangan evolusi perekonomian dunia. Menurut

Hesmondhalgh, David (2002) The Cultural Industries, Industri

Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas

ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan

pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga

dikenal dengan nama lain Industri Budaya (terutama di

Eropa atau juga Ekonomi Kreatif . Menurut John Howkins

dari buku “The Creative Economy: How People Make Money from

Ideas”, Ekonomi Kreatif terdiri dari periklanan,

arsitektur, seni, kerajinan. desain, fashion, film,

musik, seni pertunjukkan, penerbitan, Penelitian dan

Pengembangan (R&D), perangkat lunak, mainan dan

permainan, Televisi dan Radio, dan Permainan Video.

Definisi Industri Kreatif berdasarkan UK DCMS Task

Force 1998 dalam buku “ Pengembangan Ekonomi Kreatif

Indonesia 2025” , industri kreatif adalah “Creative

Industries as those industries which have their origin in individual

creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job

creation through the generation and exploitation of intellectual property

and content”. Departemen Perdagangan Republik Indonesia

sendiri telah melakukan studi pemetaan terhadap

industri kreatif yang ada di Indonesia pada tahun 2007

dengan menggunakan acuan definisi industri kreatif yang

sama, yaitu “ Industri yang berasal dari pemanfaatan

kreativitas, ketrampilan, serta bakat individu untuk

menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan

melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya

cipta individu tersebut”.

Berdasarkan beberapa devinisi diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa industri keratif adalah industri yang

memanfaatkan kemampuan setiap individu baik

kreativitas, ketrampilan serta bakat daya cipta yang

dimiliki untuk membangun lapangan pekerjaan dan

kesejahteraan anggotanya dengan informasi dan

pengetahuan yang dimiliki.

2.2 Sektor-Sektor dalam Industri Kreatif Indonesia

Menurut John Howkins dalam bukunya “The Craetive

Economy, How People make Money from Ideas,” (Penguin Books,

2001) mengelompokkan 15 (lima belas) kelompok industri

yang termasuk industri kreatif yakni 1) Advertising, 2)

Architecture, 3) Art, 4) Craft, 5) Design, 6) Fashion,

7) Film, 8) Music, 9) Performing Arts, 10) Publishing,

11) R&D, 12) Software, 13) Toys and Games, 14) TV &

Radio, 15) Video Games.

Sedangkan Industri kreatif yang berbasis

kreativitas oleh Departemen Perdagangan RI

dikelompokkan menjadi empat belas sektor yaitu

periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik,

kerajinan, desain, fesyen, video, film dan fotografi,

permainan interaktif, musik, seni pertunjukan,

penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti

lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan

(Sumotarto Untung, 2010). Dari kedua teori

pengelompokan tersebut ternyata memiliki kesamaan hanya

berbeda pada poin toys and games yang dalam klasifikasi

Howkins dijadikan satu kelompok.

Berikut ini penjelasan lebih detail dari ke-14

sektor industri kreatif berdasarkan ketentuan

Departemen Perdagangan RI (2008):

1. Periklanan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan

kreasi dan produksi iklan, antara lain: riset pasar,

perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang,

produksi material iklan, promosi, kampanye relasi

publik, tampilan iklan di media cetak dan

elektronik.

2. Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan

cetak biru bangunan dan informasi produksi antara

lain: arsitektur taman, perencanaan kota,

perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan

warisan, dokumentasi lelang, dll.

3. Pasar seni dan barang antik: kegiatan kreatif yang

berkaitan dengan kreasi dan perdagangan, pekerjaan,

produk antik dan hiasan melalui lelang, galeri,

toko, pasar swalayan, dan internet.

4. Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan

kreasi dan distribusi produk kerajinan antara lain

barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga,

aksesoris, pandai emas, perak, kayu, kaca, porselin,

kain, marmer, kapur, dan besi.

5. Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi

desain grafis, interior, produk, industri,

pengemasan, dan konsultasi identitas perusahaan.

6. Desain Fesyen: kegiatan kreatif yang terkait dengan

kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain

aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan

aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta

distribusi produk fesyen.

7. Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang

terkait dengan kreasi produksi Video, film, dan jasa

fotografi, serta distribusi rekaman video,film.

Termasuk didalamnya penulisan skrip, dubbing film,

sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.

8. Permainan interaktif: kegiatan kreatif yang

berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi

permainan komputer dan video yang bersifat hiburan,

ketangkasan, dan edukasi.

9. Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan

kreasi, produksi, distribusi, dan ritel rekaman

suara, hak cipta rekaman, promosi musik, penulis

lirik, pencipta lagu atau musik, pertunjukan musik,

penyanyi, dan komposisi musik.

10. Seni Pertunjukan: kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan

konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet,

tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik

tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik

etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata

panggung, dan tata pencahayaan.

11. Penerbitan &Percetakan : kegiatan kreatif yang

terkait dengan dengan penulisan konten dan

penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid,

dan konten digital serta kegiatan kantor berita.

12. Layanan Komputer dan piranti lunak: kegiatan

kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi

informasi termasuk jasa layanan komputer,

pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain

dan analisis sistem, desain arsitektur piranti

lunak, desain prasarana piranti lunak & piranti

keras, serta desain portal.

13. Televisi & radio: kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan,

penyiaran, dan transmisi televisi dan radio.

14. Riset dan Pengembangan: kegiatan kreatif yang

terkati dengan usaha inovatif yang menawarkan

penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan

pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan

kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat

baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat

memenuhi kebutuhan pasar.

2.3 Indikator Pemetaan Industri Kreatif di Indonesia

2.3.1 Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua

barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah

tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya

pertahun). PDB berbeda dari Produk Nasional Bruto

karena memasukkan pendapatanfaktor produksi dari luar

negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB

hanya menghitung total produksi dari suatu negara

tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan

dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau

tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor

produksi yang digunakan.

PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga

Berlaku) merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan

pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB

Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB

nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. PDB

dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu

pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.

Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran

adalah:

PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor

Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang

dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor

usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, ekspor

dan impor melibatkan sector luar negeri, sementara

pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang

diterima factor produksi:

PDB = sewa + upah + bunga + labaDi mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor

produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenagakerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untukpengusaha. Secara teori, PDB dengan pendekatanpengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angkayang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDBdengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, makayang sering digunakan adalah dengan pendekatanpengeluaran (Wikipedia, 2007)

2.3.2 Ketenagakerjaan

Jumlah Tenaga Kerja (Employement Number) adalah

angka yang menunjukkanjumlah pekerja tetap yang berada

pada seluruh lapangan pekerjaan/usaha diindustri

kreatif. Sesuai dengan definisi Badan Pusat Statistik,

pekerja tetapadalah mereka yang bekerja lebih besar

dari 35 jam seminggu, sebelum survey ketenagakerjaan

dilakukan. Semakin besar Jumlah Tenaga Kerja, secara

relative dapat mengindikasikan semakin penting peranan

industri kreatif dalam perekonomian.

2.3.3 Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional dapat diartikan

sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi

negara yang satu dengan subyek ekonomi negara

yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa-jasa.

Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk

yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan

ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri,

perusahaan negara ataupun departemen pemerintah.

Perdagangan atau pertukaran dapat diartikan

sebagai proses tukar menukar yang didasarkan

atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak.

Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk

menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut,

dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian

menetukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau

tidak (Boediono, 2000). Pada dasarnya ada dua teori

yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan

internasional.

2.3.4 Jumlah Perusahaan

Jumlah perusahaan adalah jumlah firm yang ada di

setiap kelompokindustry kreatif. Misalnya, jumlah

perusahaan periklanan di industri

periklananIndonesia. Semakin besar nilai indikator

jumlah perusahaan (Number of Firm)dalam suatu industri,

maka semakin dekat karakteristik pasar/industri

kepadapasar persaingan sempurna, semakin tinggi

intensitas persaingan, dankesejahteraan yang terjadi

di pasar/industri akan semakin besar.

Denganmembandingkan angka jumlah perusahaan ini

dengan total jumlah perusahaandalam industri, serta

angka penyerapan tenaga kerjanya, dapat

mengindikasikanbesarnya peran industri kreatif dalam

perekonomian nasional.Total jumlah perusahaan yang

terlibat dalam 14 lapangan usaha merupakan JPatau NoF

industri kreatif.

2.4 Kerajinan

Jumlah perusahaan adalah jumlah firm yang ada di

setiap kelompokindustry kreatif. Misalnya, jumlah

perusahaan periklanan di industri periklananIndonesia.

Semakin besar nilai indikator jumlah perusahaan (Number

of Firm)dalam suatu industri, maka semakin dekat

karakteristik pasar/industri kepadapasar persaingan

sempurna, semakin tinggi intensitas persaingan,

dankesejahteraan yang terjadi di pasar/industri akan

semakin besar. Denganmembandingkan angka jumlah

perusahaan ini dengan total jumlah perusahaandalam

industri, serta angka penyerapan tenaga kerjanya, dapat

mengindikasikanbesarnya peran industri kreatif dalam

perekonomian nasional.Total jumlah perusahaan yang

terlibat dalam 14 lapangan usaha merupakan JP atau NoF

industri kreatif.

2.5 Rantai Nilai (Value Chain)

Menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia

dalam buku “ Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia

2025” (2008: 81), Rantai nilai

yang dimaksudkan dalam hal ini adalah rantai proses

penciptaan nilai yang umumnya terjadi di industri

kreatif. Pada industri kreatif biasanya rantai nilai

cenderung dalam hal bagaimana mengatur input berupa

akuisi dan konsumsi produk-produk fisikal sebagai

sumber dayanya (bahan baku). Sedangkan rantai nilai

yang berkaitan dengan industri kreatif yang

mengutamakan desain dalam proses produksinya lebih

mengarah pada pemanfaatan daya cipta atau

kreatifitas individunya. Dengan rantai nilai akan

mempermudah bagi stakeholder industri kreatif untuk

memahami posisi industri kreatif sehingga

mempermudah fokus pengembangannya yang terdiri dari

empat faktor yaitu kreasi, produksi, distribusi dan

komersialisasi seperti pada gambar berikut:

2.6 AHP

Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki

Analitik dalam buku “ Proses Hirarki Analitik Dalam

Pengambilan Keputusan Dalam Situasi yang

Kompleks”(Saaty, 1986), adalah suatu metode yang

sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas

dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Metode ini

merumuskan masalah dalam bentuk hierarki dan masukan

pertimbangan– pertimbangan untuk menghasilkan skala

prioritas relatif. Dalam penyelesaian persoalan dengan

metode AHP dalam buku Saaty (1986) tersebut, dijelaskan

pula beberapa prinsip dasar Proses Hirarki Analitik

yaitu :

1. Dekomposisi. Setelah mendifinisikan permasalahan,

maka perlu dilakukan dekomposisi yaitu memecah

persoalan utuh menjadi unsur-unsurnya sampai yang

sekecil kecilnya.

2. Comparative Judgment. Prinsip ini berarti membuat

penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada

suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan

tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti

dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas

elemen-elemen.

3. Synthesis of Priority. Dari setiap matriks pairwise

comparison vector eigen-nya mendapat prioritas lokal,

karena pairwise comparison terdapat pada setiap

tingkat, maka untuk melakukan global harus dilakukan

sintesis diantara prioritas lokal. Prosedur melakukan

sintesis berbeda menurut bantuk hirarki.

4. Logical Consistency. Konsistensi memiliki dua makna yang

pertama bahwa obyek-obyek yang serupa dapat

dikelompokkan sesuai keragaman dan relevansinya.

Kedua adalah tingkat hubungan antar obyek-obyek yang

didasarkan pada kriteria tertentu.

Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat

analisis adalah :

1. Dapat memberi model tunggal yang mudah dimengerti,

luwes untuk beragam persoalan yang tak

berstruktur.

2. Dapat memadukan rancangan deduktif dan rancangan

berdasarkan sistem dalam memecahkan persolan

kompleks.

3. Dapat menangani saling ketergantungan elemen–

elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan

pemikiran linier.

4. Mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk

memilah–milah elemanelemen suatu sistem dalam

berbagai tingkat belaian dan mengelompokan unsur-

unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

5. Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang

tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas.

6. Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-

pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan

berbagai prioritas.

7. Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang

kebijakan setiap alternatif.

8. Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari

berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang

memilih alternatif terbaik berdasarkan

tujuantujuan mereka.

9. Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis

suatu hasil representatif dari penilaian yang

berbeda-beda.

10. Memungkinkan orang memperluas definisi mereka

pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan

serta pengertian mereka melalui pengulangan.

AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai

masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumber daya,

analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan

peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan

ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan

prioritas pengembangan suatu unit usaha dan

permasalahan kompleks lainnya

(http://www.itelkom.ac.id/ahp/library/1998).

Hirarki adalah alat yang paling mudah untuk

memahami masalah yang kompleks dimana masalah tersebut

diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan,

menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarki dan

akhirnya melakukan penilaian atas elemen tersebut

sekaligus menentukan keputusan mana yang diambil.

Proses penyusunan elemen secara hirarki meliputi

pengelompokan elemen komponen yang sifatnya homogen dan

menyusunan komponen tersebut dalam level hirarki yang

tepat. Hirarki juga merupakan abstraksi struktur suatu

sistem yang mempelajari fungsi interaksi antara

komponen dan dampaknya pada sistem. Abstraksi ini

mempunyai bentuk yang saling terkait tersusun dalam

suatu sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub

tujuan, ke pelaku (aktor) yang memberi dorongan dan

turun ke tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan,

strategi-strategi tersebut. Adapun abstraksi susunan

hirarki keputusan seperti yang diperlihatkan pada

Gambar 2.1. berikut ini :

Level 1 : Fokus/sasaran/goal

Level 2 : Faktor/kriteria

Level 3 : Alternatif/subkriteria

Sedangkan kelemahan metode AHP adalah :

ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input

utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam

hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu

juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut

memberikan penilaian yang keliru.

Beberapa contoh aplikasi AHP adalah sebagai berikut:

1. Membuat suatu set alternatif.

2. Perencanaan, merancang system.

3. Menentukan prioritas.

4. Memilih kebijakan terbaik setelah menemukan satu set

alternatif.

5. Alokasi sumber daya dan memastikan stabilitas

sistem.

6. Menentukan kebutuhan/persyaratan.

2.6.1 Penentuan Prioritas dalam Metode AHP

Dalam pengambilan keputusan hal yang perlu

diperhatikan adalah pada saat pengambilan data, dimana

data ini diharapkan dapat mendekati nilai sesungguhnya.

Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dengan

pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandingan

berpasangan sering digunakan untuk menentukan

kepentingan relatif dari elemen dan kriteria yang ada.

Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua

elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling

tinggi adalah pilihan keputusan yang layak

dipertimbangkan untuk diambil. Untuk setiap kriteria

dan alternatif kita harus melakukan perbandingan

berpasangan (Pairwise comparison) yaitu membandingkan

setiap elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki

secara berpasangan sehingga nilai tingkat kepentingan

elemen dalam bentuk pendapat kualitatif.

Untuk mengkuantitifkan pendapat kualitatif

tersebut digunakan skala penilaian sehingga akan

diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka

(kualitatif). Menurut Saaty (1986) untuk berbagai

permasalahan skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala

terbaik dalam mengkualitatifkan pendapat, dengan

akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square

Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan

difinisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan

Saaty seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.1.

2.6.2 Proses-proses dalam Metode Analytical Hierarchy

Process (AHP)

Adapun Proses-proses yang terjadi pada metode AHP

adalah sebagai berikut (Saaty, 1986) :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang

diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali tujuan umum

dilanjutkan dengan kriteria dan kemungkinan

alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah.

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang

menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh

setiap elemen terhadap kriteria yang setingkat di

atasnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga

diperoleh judgment (keputusan) sebanyak n x ((n-

1)/2)bh, dengan n adalah banyaknya elemen yang

dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya

jika tidak konsisten maka pengambilan data

diulangi lagi.

6. Mengulangi langkah 3,4 dan 5 untuk setiap

tingkatan hirarki.

7. Menghitung vector eigen dari setiap matrik

perbandingan berpasangan.

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih

dari 10 persen maka penilaian data judgment harus

diperbaiki.

2.6.3 Matrik Perbandingan Berpasangan

Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada

nilai–nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari

nilai 1 untuk sama penting sampai 9 untuk sangat

penting sekali sesuai dengan Tabel 2.1 (Skala Matrik

Perbandingan Berpasangan). Dari susunan matrik

perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah prioritas

yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada

elemen di dalam tingkat yang ada diatasnya. Perhitungan

eigen vector dengan mengalikan elemen-elemen pada setiap

baris dan mengalikan dengan akar n, dimana n adalah

elemen. Kemudian melakukan normalisasi untuk menyatukan

jumlah kolom yang diperoleh. Dengan membagi setiap

nilai dengan total nilai pembuat keputusan bisa

menentukan tidak hanya urutan ranking prioritas setiap

tahap perhitungannya tetapi juga besaran prioritasnya.

Kriteria tersebut dibandingkan berdasarkan opini setiap

pembuat keputusan dan kemudian diperhitungkan

prioritasnya. Perbandingan Kriteria berpasangan seperti

yang diperlihatkan pada Tabel 2.2.

2.6.4 Perhitungan Bobot Elemen

Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan

menggunakan suatu matriks. Bila dalam suatu sub sistem

operasi terdapat ‘n” elemen operasi yaitu elemenelemen

operasi A1, A2, A3, ...An maka hasil perbandingan

secara berpasangan elemen-elemen tersebut akan

membentuk suatu matrik pembanding. Perbandingan

berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi,

dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan

perbandingan. Bentuk matrik perbandingan berpasangan

bobot elemen seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.3.

Bila elemen A dengan parameter i, dibandingkan dengan

elemen operasi A dengan parameter j, maka bobot

perbandingan elemen operasi Ai berbanding Aj

dilambangkan dengan Aij maka :

(ij) = Ai / Aj, dimana : i,j = 1,2,3,...n

Bila vektor-vektor pembobotan operasi A1,A2,... An

maka hasil perbandingan berpasangan dinyatakan dengan

vektor W, dengan W = (W1, W2,

W3....Wn) maka nilai Intensitas kepentingan elemen

operasi Ai terhadap Aj yang

dinyatakan sama dengan aij.

Dari penjelasan tersebut diatas maka matrik

perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrik), dapat

digambarkan menjadi matrik perbandingan preferensi

seperti diperlihatkan pada Tabel 2.4.

Nilai Wi/Wj dengan i,j = 1,2,…,n dijajagi dengan

melibatkan Responden yang memiliki kompetensi dalam

permasalahan yang dianalisis. Matrik perbandingan

preferensi tersebut diolah dengan melakukan perhitungan

pada tiap baris tersebut

dengan menggunakan rumus :

Wi = n√(ai1 x ai2 x ai3,….x ain)

Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigen vector

yang juga merupakan bobot kriteria. Bobot kriteria atau

Eigen Vektor adalah ( Xi), dimana :

Xi = (Wi / Σ Wi)

Dengan nilai eigan vector terbesar (λmaks)

dimana :

λmaks = Σ aij.Xj

2.6.5 Perhitungan Konsistensi Dalam Metode AHP

Matrik bobot yang diperoleh dari hasil

perbandingan secara berpasangan tersebut harus

mempunyai hubungan kardinal dan ordinal sebagai

berikut:

1. Hubungan Kardinal : aij – ajk = aik

2. Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak

Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai

berikat :

a) Dengan melihat preferensi multiplikatif misalnya

keselamatan lalu lintas lebih penting 4 kali dari

kerusakan jalan, dan kerusakan jalan lebih penting

2 kali dari kemacetan maka keselamatan lalu lintas

lebih penting 8 kali dari kemacetan.

b) Dengan melihat preferensi trasitif, misalnya keselamatan

lalu lintas lebih penting dari kerusakan jalan dan

kerusakan jalan lebih penting dari kemacetan, maka

keselamatan lalu lintas lebih penting dari

kemacetan.

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa

penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matrik

tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat

terjadi karena tidak konsisten dalam preferensi

seseorang, contoh konsistensi matrik sebagaimana

diperlihatkan pada Gambar 2.2

Matrik A tersebut konsisten karena :

aij x ajk = aik ---- = 4 x ½ = 2

aik x akj = aij ---- = 2 x 2 = 4

ajk x aki = aji ---- = ½ x ½ = ¼

Permasalahan di dalam metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) pengukuran pendapat terhadap responden,

karena konsistensi tidak dapat dipaksakan. Pengumpulan

pendapat antara satu kriteria dengan kriteria yang lain

adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah

pada tidak konsistennya jawaban yang diberikan.

Pengulangan wawancara pada sejumlah responden

dalam waktu yang sama kadang diperlukan apabila derajat

tidak konsestennya atau penyimpangan terhadap

konsistensi dinilai besar.

Penyimpangan terhadap konsistensi dinyatakan

dengan indeks konsistensi didapat rumus :

Dimana :

Matrik random dengan skala penilaian 1 sampai

dengan 9 beserta kebalikannya sebagai Indeks Random

(RI). Dengan Indeks Random (RI) setiap ordo matriks

seperti diperlihatkan pada Tabel 2.5.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan 500

sampel, jika keputusan numerik diambil secara acak dari

skala 1/9, 1/8, ..,1, 2, …,9 akan memperoleh rata-rata

konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda.

Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks

didefinisikan sebagai Ratio Konsistensi (CR). Untuk

model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai

ratio konsisten tidak lebih dari 10% atau sama dengan

0,1

2.6.6 Pembobotan Kriteria Total Responden

Pembobotan kriteria dari masing-masing responden

telah diperoleh

perhitungan dan dilanjutkan dengan menjumlahkan tiap

kriteria pada masingmasing responden. Nilai ini

kemudian dirata-ratakan dengan cara membaginya dengan

jumlah responden, seperti yang diperlihatkan pada Tabel

2.6.

Tabel 2.6 Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden

2.7 ANP

Analytical Network Process (ANP) adalah suatu

teori pengukuran yang umumnya diaplikasikan pada

dominasi suatu pengaruh terhadap beberapa stakeholder

atau alternatif melalui suatu atribut atau kriteria

(Saaty, 2001). Menurut Profesor Thomas L. Saaty, pakar

riset dari Pittsburgh University, The Analytical

Network Process (ANP) adalah generalisasi dari

Analytical Hierarchy Process (AHP) dan merupakan

pendekatan baru metode kualitatif, dengan

mempertimbangkan ketergantungan antara unsur-unsur

hirarki. Banyak masalah keputusan tidak dapat

terstruktur secara hierarki karena mereka melibatkan

interaksi dan ketergantungan unsur-unsur yang lebih

tinggi dalam hirarki di lower level elemen.

Menurut Saaty (1988), dengan jaringan hubungan

antara komponen dapat teridentifikasi melalui pemikiran

seseorang relatif tidak terikat oleh aturan. ANP

khususnya sangat sesuai untuk memodelkan hubungan

interdependensi. Pendekatan ANP didefinisikan sebagai

hubungan jaringan nonlinier antara berbagai faktor.

Melalui metode ANP, akan diprediksi dan dipresentasikan

kompetitor atau cluster (klaster) disertai dengan

dugaan akan adanya interaksi diantara kompetitor-

kompetitor tersebut dan elemen anggotanya termasuk

kekuatan relatif dari interaksi-interaksi tersebut

dalam usaha untuk saling mempengaruhi dalam mengambil

keputusan (Saaty, 2001).

Pada ANP, level-level dalam sistem tidak lagi

lebih tinggi atau lebih rendah, karena sebuah level

dapat mendominasi ataupun didominasi secara langsung

maupun secara tidak langsung oleh level yang lain

sehingga model ANP tidak direpresentasikan dalam bentuk

hierarki, tetapi bentuk jaringan (network).

Dalam membuat keputusan, perlu dibedakan antara

struktur hirarki dan jaringan yang digunakan untuk

mencerminkan bagian-bagiannya. Dalam hirarki level

disusun secara descending menurut pengaruhnya. Pada

jaringan, komponen (sebutan level pada jaringan) tidak

disusun pada urutan tertentu, namun dihubungkan secara

berpasangan dengan garis lurus. Arah panah mencerminkan

pengaruh dari sebuah komponen terhadap komponenyang

lain. Perbandingan berpasangan dalam suatu komponen

dibuat menurut dominasi pengaruh dari setiap pasangan

elemen dalam sistem. Dalam jaringan sistem komponen

dapat dianggap sebagai elemen yang berinteraksi dan

mempengaruhi satu sama lain dengan mengacu pada suatu

kriteria.

Gambar 2.3 Perbedaan antara hierarki linear dengan

bentuk jaringan (Murat & Sucu, 2003)

Hierarki hanya menggambarkan suatu hubungan

ketergantungan fungsional satu arah, yaitu

ketergantungan fungsional (level) bagian bawah terhadap

komponen (level) bagian atas. Jaringan mampu

mengakomodasi ketergantungan fungsional dua arah, yaitu

komponen bagian bawah dan bagian atas saling tergantung

secara fungsional. Namun baik di dalam hierarki maupun

jaringan, elemen-elemen di dalam setiap komponen

diperbolehkan saling bergantung (inner dependent).

2.7.1 Prinsip Pokok Analytical Network Process

Pengambilan keputusan dalam metodologi ANP

didasarkan pada beberapa prinsip pokok, yaitu:

1. Penyusunan jaringan (Network)

Dilakukan oleh pengambil keputusan yang mengetahui

permasalahan secara mendalam. Para ahli harus

mengetahui elemen-elemen yang setara dalam

kualitas ke dalam satu komponen serta mampu

menyatakan apakah terdapat hubungan ketergantungan

atau tidak antarkomponen maupun antarelemen sistem

sendiri.

2. Penentuan bobot elemen terhadap komponen acuan

Dilakukan dengan menggunakan matriks perbandingan

berpasangan seperti pada AHP untuk memperoleh

bobot elemen-elemen dalam suatu komponen terhadap

tiap elemen dalam komponen acuan. Matriks ini juga

dilacak konsistensinya.

2.7.2 Kelebihan Metode ANP

Metode yang selama ini diterapkan menggunakan

beragam pendekatan yang berkisar mulai dari metode-

metode matriks dan penentuan skor sederhana sampai

pendekatanpendekatan pemrograman matematis tingkat

tinggi. ANP ini berada diantara kedua jenis teknik

tersebut, yang tidak membutuhkan kerumitan dari model-

model matematis, tetapi menyediakan suatu solusi yang

lebih kokoh dibanding metode penentuan skor yang

sederhana. ANP secara eksplisit mempertimbangkan antar

hubungan di antara faktor-faktor melalui perbandingan-

perbandingan berpasangan. ANP lebih bagus karena

memungkinkan pengambil keputusan untuk mempertimbangkan

pengukuran strategis, operasional, tangible

(kuantitatif) dan intangible (kualitatif) dalam proses

evaluasi (Sarkis; Talluri, 2002).

Kelebihan ANP dari metodologi yang lain adalah

kemampuannya untuk membantu dalam melakukan pengukuran

dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau

jaringan. Tidak ada metodologi lain yang mempunyai

fasilitas sintesis seperti metodologi ANP. Sementara

itu, kesederhanaan metodologinya membuat ANP menjadi

metodologi yang lebih umum dan lebih mudah

diaplikasikan untuk studi kualitatif yang beragam,

seperti pengambilan keputusan, forecasting, evaluasi,

mapping, strategizing, alokasi sumber daya, dan lain

sebagainya. ANP juga membebaskan kebutuhan untuk

menyusun komponen dalam bentuk rantai lurus seperti

dalam hirarki. ANP memungkinkan struktur untuk

berkembang lebih alami sehingga merupakan cara yang

lebih baik dalam mendeskripsikan apa yang terjadi di

dunia nyata. Dengan memasukkan dependensi, feedback,

dan siklus pengaruh pada supermatriks, ANP lebih

obyektif dan lebih memungkinkan untuk menangkap apa

yang terjadi pada dunia nyata. Secara keseluruhan ANP

merupakan alat pengambilan keputusan yang baik, namun

memerlukan kerja lebih untuk menangkap fakta dan

interaksi.

2.73 Penyusunan Prioritas

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus

diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuan

adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak –

pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap

kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara

keseluruhan. Langkah pertama dilakukan dalam menentukan

prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan

berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk

berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem

hirarki. Perbadingan tersebut kemudian

ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan

berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan terhadap

sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n

alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar

alternatif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat

dalam bentuk matris n x n, seperti pada dibawah ini.

Tabel 2.7 Matriks Perbandingan Berpasangan

Nilai adalah a11 nilai perbandingan elemen (baris)

terhadap (kolom) yang menyatakan hubungan :

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan (baris) terhadap

kriteria C dibandingkan dengan (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi (baris) terhadap (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada

(baris) dibandingkan dengan (kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh

perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai

9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel

berikut ini :

TABEL 2.8 Matriks Perbandingan Berpasangan (Sumber

: Saaty, 1990)

Seorang pengambil keputusan akan memberikan

penilaian, mempersepsikan ataupun memperkirakan

kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi.

Penilaian tersebut akan dibentuk kedalam matriks

perbandingan berpasangan pada setiap level hirarki.

Gambar 2.4 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan pada

Suatu level hirarki

2.7.4 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Salah satu keutamaan model ANP yang membedakannya

dengan model – model pengambilan keputusan yang lain

adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan

model ANP yang memakai persepsi decision maker sebagai

inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena

manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan

persepsinya secara konsisten terutama kalau harus

membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini

maka pengambil keputusan dapat menyatakan persepsinya

tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran

konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan

atas eigen value maksimum. Thomas L. Saaty telah

membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matriks

berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai

berikut :

CI = Rasio Penyimpangan (deviasi) konsistensi

(consistency indeks)

Lamda max= Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n

n = Orde matriks

Apabila CI bernilai nol, maka matriks pair wise

comparison tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan

(inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L.

Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi

(CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan

nilai Random Indeks (RI) yang didapatkan dari suatu

eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory yang

kemudian dikembangkan oleh Wharton School. Nilai ini

bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio

Konsitensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

CR = Rasio Konsistensi

RI = Indeks Random

Bila matriks matriks perbandingan berpasangan (pair-

wise comparison) dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100

maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker

masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu

diulang.

2.8 Strategi Pengembangan (manajemen strategi)

2.8.1 Manajemen Strategi

Manajemen strategis merupakan serangkaian tindakan

yang digunakan untuk merumuskan, mengimplementasikan,

dan mengevaluasi keputusan manajerial dalam mencapai

sasaran perusahaan (Hunger & Wheelen, 2003; Hunger &

Wheelen, 2007). Strategi memiliki keterkaitan yang erat

hubungannya dengan konsep perencanaan dan pengambilan

keputusan, sehingga pada akhirnya strategi bekembang

menjadi manajemen strategi. Proses manajemen strategi

terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya pengamatan

lingkungan, perumusan strategi, implementasi strategi

dan evaluasi strategi (David, 2004; Hunger & Wheelen,

2007).

Tahap pengamatan lingkungan dilakukan untuk

mengidentifikasi berbagai peristiwa, perkembangan dan

perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi

organisasi (Hunger & Wheelen, 2003; Hunger & Wheelen,

2007; Hill & Jones, 2009). Tahap perumusan strategi

adalah tahap pemilihan keputusan dalam pemilihan

alternatif strategi yang akan digunakan oleh

organisasi. Strategi yang dipilih merupakan hasil dari

pengamatan terhadap lingkungan organisasi (Hunger &

Wheelen, 2007; Thompson, 2010).

Tahap selanjutnya adalah tahap implementasi

strategi, yaitu tahap pelaksanaan strategi yang telah

dirumuskan atau direncanakan. Implementasi strategi

merupakan proses dimana manajemen mewujudkan strategi

dan kebijakannya melalui pembangunan program, anggaran

dan prosedur (David, 2004; Harrison & John, 2009).

Tahap terakhir ialah evaluasi dan pengendalian yaitu

melakukan perbandingan hasil yang diperoleh dengan

hasil yang diinginkan untuk memberikan umpan balik yang

diperlukan bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi dan

mengambil tindakan perbaikan bila diperlakukan (Hunger

& Wheelen, 2007; Kossowski, 2007; Hill & Jones, 2009).

2.9 SOTA (State Of The Art)

SOTA (State of The Art) adalah penelitian terdahulu yang menjadi landasan penelitian yang dilakukanuntuk menentukan posisi penelitian yang kita lakukan seperti yang ada pada tabel Tabel XXX berikut:

No Nama Peneliti Judul Masalah yang dibahas Tujuan Metode

1.

Indahsari (2010) Model Penentuan Kompotensi Penentuan kompetensi inti industri daerah Menentukan kompetensi inti surve ke dinas terkait,Inti Industri Daerah bangkalan dan ditentukan oleh macam- industri kreatif daerah scoring data variabel

macam IMKM di berbagai daerah di Bangkalan kabupaten Bangkalan kompetensi inti daerah

2.

Pusparini (2011) Strategi Pengembangan Industri Pemetaan dan strategi pengembangan Mendeskripsikan industri kreatif wawancara, kuisioner, Kreatif Di Sumatera Barat industri kreatif pada subsektor kerajinan subsektor kerajinan, mengidentifikasi(Studi Kasus Industri Kreatif industri bordir/sulaman dan pertenunan rantai nilai industri kreatif subsektor Subsektor Kerajinan) kerajinan, strategi pengembangan,

mengetahui peran cendekiawan, bisnis dan pemerintah.

3.

Pradana (2013) Analisis Potensi Industri Kreatif Pemetaan Industri kreatif berdasarkan Mendeskripsikan pemetaan potensi pemetan industri kreatifSebagai Dasar Penentuan Kompetensi Klasifikasi Buku Lapangan usaha Indonesia industri kreatif dan penentuan berdasar variabel-variabInti Daerah Kabupaten dan menentukan kompetensi inti daerah kompetensi inti Bangkalan Depdag, dan menentukan Bangkalan di kabupaten Bangkalan kompetensi inti daerah

menggunakan metode promethee II

4.

Agustiansyah, Riza (201Penerapan Metode (ANP) Penentuan prioritas perbaikan jalan di Dinas menerapkan metode Analytic Network AHP dan ANPAnalytic Network Process Untuk Pekerjaan Umum, memberikan informasi pada Process (ANP) untuk menentukan Menentukan Prioritas Perbaikan Jalamasyarakat tentang kondisi jalan dan program prioritas perbaikan jalan di Dinas Di Dinas Pekerjaan Umum Kota Bogor rehabilitasi untuk menanganinya Pekerjaan Umum Kota Bogor

5.

Dewa Ayu, I (2011) Penentuan Skala Prioritas PenanganaPenentuan urutan prioritas penanganan jalan di Menentukan urutan prioritas penanganan AHPJalan Kabupaten Di Kabupaten BangliKabupaten Bangli berdasarkan SK dari Bina berdasarkan SK Dirjen Bina Marga, metode

Marga yaitu SK No. 77/KPTS/Db/1990, AHP, membandingkan hasil urutan prioritas,urutan prioritas dengan AHP, perbandingan prioritamengetahui kelebihan dan kekurangan skalaberdasar SK dan kelebihan kelemahan skala prioritasprioritas penanganan jalan.

6.

Azmi, Alvian (20xx) Perencanaan Strategi Pengembangan Alterntif perancangan strategi yang tepat dengan Mengetahui alternatif perencanaan strategi SWOT dan ANP Industri Rumah tangga Gula Kelapa SWOT dan mengetahui prioritas strategi yang tepat untuk pengembangan usaha gula

pengembangan IRT gula kelapa desa Gledug dengan dengan SWOT, mengetahui prioritas strategi metode ANP pengembangan IRT gula dengan ANP.

7.

Muhimatul, Siti (2013Pemilihan Subsektor Kerajinan UngguMemilih subsektor unggulan pada sektor industri Mendapatkan subsektor kerajinan unggulan Rantai Nilai, AHP dan ANSebagai Dasar Perumusan Strategi kreatif kerajinan dan perumusan strategi pada industri kreatif Bangkalan, Pengembangannya di Kabupaten pengembangnnya mengidentifikasi rantai nilai dan membuatBangkalan rumusan strategi pengembangan serta

menentukan strategi unggulan dengan ANP

BAB III

METODE PENELITIAN

2.7 Flowchart penelitian

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Agustiansyah, Riza., Ambarsari, Nia. 2012. Penerapan

Metode Analytic Network Process (ANP) Untuk Menentukan Prioritas

Perbaikan Jalan Di Dinas Pekerjaan Umum Kota Bogor. Fakultas

Rekayasa Industri. Institut Teknologi Telkom.

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2008.

Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025: Rencana

Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015.

Dewa Ayu, I. 2011. Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten Di Kabupaten Bangli. Thesis. Universitas

Udayana. Denpasar.

Howkinds, John. 2002. The Creative Economy: How People Make

Money from Ideas. Penguin Books. England.

http://www.itelkom.ac.id/ahp/library/1998.

Indahsari, K. 2010. Model Penentuan Kompetensi Inti Industri

Daerah (Studi Kasus Kabupaten Bangkalan). Fakultas Ekonomi

Universitas Trunojoyo: Madura

Sumotarto, U. 2010. Industri Kreatif Berbasis Sumber Daya Alam.

Simposium Nasional Menuju Purworejo Dinamis dan

kreatif. Badan Pengkajian Penerapan Teknologi

(BPPT), Jakarta.

Pradana, Tegar. 2013. Analisis Potensi Industri Kreatif Sebagai

Dasar Penentuan Kompetensi Inti Daerah Di Kabupaten Bangkalan.

Teknik Industri. Universitas Trunojoyo Madura.

Pusparini, H. 2011. StrategiPengembanganIndustriKreatif di

Sumatra Barat (Studi Kasus Industri Kreatif Subsektor Kerajinan):

Industri Bordir/ Sulaman dan Pertenunan). Perancanaan

Pembangunan Pascasarjana Universitas Andalas:

Padang

Narita, Putri., Ciptomulyo, Udisubakti. 2010. Pemilihan

Prioritas Pengembangan Sektor Industri Kecil Menengah Potensial Di

Kabupaten Bangkalan Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu

Dengan Metode Dhelpi Dan ANP. Teknik Industri. Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.