Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

60

Transcript of Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

i

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058

ii

Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

DITERBITKAN OLEH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TIMOR

Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

iii

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058

iv

Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

ISSN: 2527-4058 ===================

SUSUNAN REDAKSI

PENANGGUNG JAWAB Blasius Atini, M.Sc. | Universitas Timor PEMIMPIN REDAKSI Giri Indra Kharisma, M.Pd. | Universitas Timor EDITOR Muh. Ardian Kurniawan | Universitas Timor; Nila Puspita Sari | Universitas Timor; Imaniah Kusuma Rahayu | Universitas Timor; Maria Rosalinda Talan | Universitas Timor; Riyana Rizki Yuliatin |Universitas Hamzanwadi MITRA BESTARI Dharma Satrya HD |Universitas Hamzanwadi; Faizal Arvianto |Universitas Timor; Eric Kunto Aribowo | Universitas Widya Dharma Klaten; Sudaryanto | Universitas Ahmad Dahlan DESAIN SAMPUL DAN TATA LETAK ©Ardian-DzgnIT SEKRETARIAT Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan,Universitas Timor Jl. El Tari KM 9, Kelurahan Sasi, Kota Kefamenanu, Timor Tengah Utara, 85613 KONTAK REDAKSI Pos-el : [email protected] Ponsel : 081333247390 URL : https://jurnal.unimor.ac.id/JBI

Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

v

PENGANTAR REDAKSI

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-Nya, Jubindo: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menerbitkan volume 4, Nomor 2, Agustus 2019. Melalui terbitan ini, Jubindo terus berupaya berkontribusi dalam menyampaikan perkembangan ilmu di bidang linguistik, sastra, dan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia kepada masyarakat. Dalam nomor terbitan kali ini, redaksi Jubindo menyajikan lima buah artikel dengan topik yang beragam.

Penghargaan yang tinggi redaksi berikan kepada pihak-pihak yang telah banyak berkontribusi dalam terbitan kali ini. Kepercayaan para penulis untuk menerbitkan naskahnya melalui Jubindo sangat redaksi hargai. Tim redaksi juga mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang mau meluangkan waktu dan tenaga untuk menelaah naskah yang hendak terbit kali ini.

Kepada para pembaca, penulis, dan pihak lainnya di Jubindo, tim redaksi memohon maaf jika ada kekurangan dalam terbitan kali ini. Tim redaksi berharap adanya saran dan kritikan demi kemajuan Jubindo ke depannya. Semoga Jubindo dapat menjadi sumber inspirasi dalam berkarya dan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ilmu di bidang pendidikan bahasa dan sastra indonesia. Wassalam.

Redaksi

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058

vi

DAFTAR ISI

Problematik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMAK Suria Atambua Jose Da Conceicao Verdial ............................................................................................................ 61 Problematik Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Ferdinandus Siki .......................................................................................................................... 71 Struktur Percakapan Guru dengan Siswa dalam Interaksi Pembelajaran Bahasa Indonesia Maria Rosalinda Talan ................................................................................................................. 77 Kesalahan Penggunaan Bahasa pada Iklan Komersial Media Luar Ruang di Kabupaten Kediri Ervina Damayanti ........................................................................................................................ 85 Bentuk Bahasa Kasual Guyup Tutur di Wilayah Perumahan BTN Kefamenanu Joni Soleman Nalenan ................................................................................................................... 103

Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

vii

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 | DOI: 10.32938/jbi.v4i2.203 Halaman 61-70

61

PROBLEMATIK PERENCANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMAK SURIA ATAMBUA

PROBLEMATIC OF INDONESIAN LANGUAGE LEARNING PLANNING

AT SMAK SURIA ATAMBUA

Jose Da Conceicao Verdial Universitas Timor

[email protected]

Abstrak Pembelajaran bahasa Indonesia saat ini, baik di kota-kota besar maupun di dareah terpencil, masih menghadapi berbagai problematik, baik secara internal (diri pendidik dan peserta didik) maupun eksternal, seperti perencanaan pembelajaran. Berdasarhan hal tersebut, maka perlu diadakan penelitian dengan judul “Problematik Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMAK Suria Atambua”. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan problematik perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia di SMAK Suria Atambua, Sumber data berupa aktivitas pendidik dalam merencanakan kegiatan pembelajaran. Data berupa dokumentasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh pendidik dan dari hasil wawancara. Data yang telah diperoleh diindetifikasi, diklasifikasi, dan dianalisis berdasarkan rumusan masalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidik yang mengajar pada SMAK Suria Atambua masih terdapat problematik pada perencanaan, berupa ketidaklengkapan unsur RPP pada identitas, ketidaklengkapan unsur RPP pada materi pembelajaran, ketidaksistematisan unsur RPP pada rincian alokasi waktu, ketidaktepatan unsur RPP pada pemilihan media pembelajaran, dan ketidaklengkapan unsur RPP pada penilaian hasil belajar. Kata Kunci: problematik, perencanaan pembelajaran, bahasa Indonesia

Abstract

Indonesian language learning in schools both in cities and remote areas still faces a variety of problems, both internally (self-educators and students) and externally, such as learning planning. Based on that, a study was held with the title “Problematic of Indonesian Language Learning Planning at SMAK Suria Atambua”. This study aims to describe the problematic planning of learning Indonesian at SMAK Suria Atambua, the source of data was in the form of educators’ activities in planning learning activities. Data were in the form of Lesson Plan (RPP) documentation compiled by educators and the result of interviews. The data that had been obtained were identified, classified, and analyzed based on the problem statement. The results showed that the educators who taught at SMAK Suria Atambua still had problems in planning, in the form of incomplete RPP elements on identity, incomplete elements in learning materials, unsystematic elements time allocation, inaccuracies in learning media selection, and incomplete elements in the assessment of learning outcomes. Keywords: Problematic, Learning Planning, bahasa PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengubah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Menurut Slavin (2011:177), pembelajaran sebagai perubahan dalam diri yang disebabkan oleh pengalaman yang besifat permanen. Artinya, perubahan terjadi bukan secara serta-merta melainkan

Jose Da Conceicao Verdial Universitas Timor

62

melalui interaksi. Hal ini terjadi dalam bentuk tiga ranah kompetensi, yaitu ranah afektif (sikap), ranah psikomotorik (keterampilan), dan ranah kognitif (pengetahuan).

Pembelajaran juga merupakan proses kombinasi antara aspek belajar dan mengajar. Menurut Jihad dan Haris (2009:11), belajar merujuk pada apa yang dilakukan oleh peserta didik dan mengajar merujuk pada apa yang dilakukan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Hal itu menurut pendapat Suherman (Jihad dan Haris, 2009:11) bahwa pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dan peserta didik dalam rangka perubahan perilaku. Artinya, pembelajaran sebagai proses komunikasi dengan tujuan mencapai perubahan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.

Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran merupakan bagian terpenting untuk menciptakan luaran dan capaian peserta didik. Untuk menyikapi hal ini, pembelajaran berjalan secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Selain itu, paradigma perubahan pembelajaran dituntut untuk menghadapi perubahan dan beradaptasi pada kebutuhan jaman. Untuk itu pendidik diminta memberikan penangan dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi perubahan tersebut.

Selain itu, pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik secara terprogram dan didesain secara instruksional untuk membuat peserta didik aktif belajar. Pendidik dan peserta didik dalam konteks ini memiliki peran masing-masing. Pendidik sebagai fasilitator atau penyedia fasilitas dalam proses pembelajaran, sedangkan peserta didik sebagai pelaku penerima pembelajaran. Dalam proses belajar, ada tujuan yang dicapai oleh pendidik maupun peserta didik berdasarkan pengalaman. Pendidik memiliki peran untuk mengarahkan peserta didik dalam proses belajar mengajar, sehingga terjadi proses belajar yang terarah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Artinya, pembelajaran dialami peserta didik tidak terlepas dari proses untuk melihat, mengamati, maupun memahami tentang sesuatu yang dipelajari dalam pembelajaran.

Berdasarkan hal itu, agar terjadi proses pembelajaran yang terarah, pendidik menyiapkan rencana pembelajaran. Proses belajar mencakup tiga unsur utama yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksaan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Ketiga unsur tersebut dipersiapkan secara matang oleh pendidik dengan maksud mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai peserta didik. Rencana pembelajaran dipersiapkan oleh pendidik dan disusun berdasarkan silabus serta disesuaikan dengan kalender pendidikan. Hal ini, merupakan faktor yang mendukung kondisi belajar-mengajar antara pendidik dan peserta didik di kelas. Menurut pendapat Akhlan dan Rahman (2007: 16) perencanaan pendidik dalam mengimplementasikan proses belajar-mengajar yakni a) perencanaan instruksional, b) organisasi belajar, c) mengarahkan anak didik, d) supervisi dan pengawasan, e) assesment. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang menghasilkan data tertulis maupun lisan dan perilaku yang dapat diobsevasi. Hal ini, menurut pendapat Taylor dan Bogdan (2016: 7), pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Jadi, penelitian kualitatif digunakan dengan bertujuan memberikan gambaran data di lapangan berdasarkan hasil yang diperoleh dari aktivitas pendidik dalam membuat perencanaan pembelajaran. Peneliti memilih pendekatan deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan setiap data yang diperoleh.

Data penelitian ini berupa data tertulis mengenai problematik perencanaan pembelajaran. Sumber data yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.203

63

oleh pendidik. Data tersebut diambil melalui teknik dokumentasi dan wawancara. Teknik dokumentasi digunakan untuk menghimpun data dari RPP. Teknik wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada pendidik secara mendalam (deep interviuw). Tujuannya adalah mendapatkan informasi yang lengkap dari pendidik untuk mengetahui proses perencanaan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dengan cara proses penyusunan data, penyajian data, interprestasi data, dan penarikan kesimpulan. Data yang yang telah direduksi dimasukkan ke tabel analisis data. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data pengamatan terhadap RPP yang disusun oleh pendidik, tampak bahwa problematik perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia yakni ketidaklengkapan identitas, ketidaklengkapan materi pembelajaran, ketidakkonsistenan alokasi waktu, ketidaktepatan pemilihan media pembelajaran, dan ketidaklengkapan penilaian hasil belajar. 1. Ketidaklengkapan Unsur RPP pada Identitas

Ketidaklengkapan identitas tampak pada hasil dokumentasi yang menunjukkan lokasi atau tempat sekolah tidak tercantum di dalam RPP. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidik mengalami problematik, karena pendidik tidak menuliskan identitas secara lengkap. Problematik yang dilakukan oleh pendidik tersebut disebabkan ketidakmampuan pendidik dalam membedakan nama sekolah dan tempat. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.

Gambar 1. Data Ketidaklengkapan Unsur Identitas

Data dengan kode Per.01.1 menunjukkan adanya problematik karena pendidik tidak menuliskan identidas nama sekolah secara lengkap. Nama sekolah yang seharusnya “SMAK Suria Atambua”, hanya ditulis “SMAK Suria”. Data tersebut didukung dengan hasil wawancara pendidik berdasarkan pertanyaan yang diajukan “Menurut Ibu, apakah nama tempat yang terdapat dalam identitas harus ditulis lengkap? Pendidik menjawab “Tidak perlu, karena menurut saya SMA Suria itu sudah menunjukkan tempat”. Per.W.01.1.

RPP disusun oleh pendidik sebagai ide terjemahan dari kurikulum. Pada Kurikulum 2013, RPP disusun secara lengkap mulai unsur identitas hingga penilaian hasil pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, setiap kegiatan perencanaan pembelajaran yang disusun pendidik harus sesuai unsur-unsur perencanaan pembelajaran tersebut. Selain itu, unsur RPP yang dijabarkan dari silabus disesuaikan dengan kondisi tempat RPP tersebut dilaksanakan. Artinya, RPP yang disusun berdasarkan unsur yang ada pada silabus, tetapi penjabaranya tidak harus seperti yang ada pada silabus melaikan dikondisikan sesuai kebutuhan.

Apabila pendidik tidak mencantumkan nama sekolah secara lengkap seperti tampak pada data Per.01.1, maka akan berpengaruh terhadap kualitas perencanaan dan

per. 03.1

per. 02.1

per.01.1

Jose Da Conceicao Verdial Universitas Timor

64

berpengaruh terhadap implementasi terkait tempat RPP tersebut dilaksanakan. Selain itu, dampak lain dari persoalan penulisan nama sekolah secara tidak lengkap seperti data ttersebut menimbulkan multitafsir terhadap tempat RPP tersebut diimplementasikan. Hal ini disebabkan SMAK Suria tidak hanya pada satu tempat tetapi bisa juga terdapat pada tempat lain. Apabila pendidik tidak menghiraukan hal itu, kesalahan yang terjadi menujukkan ketidakmampuan pendidik merencanakan pembelajaran dan dianggap tidak profesional dalam menyusun rencana pembelajaran. Oleh karena itu, pendidik sebagai penyusun RPP harus memikirkan hal seperti yang telah disebutkan.

Di samping tidak terdapat nama sekolah pada identitas, hal lain yang ditemukan adalah ketidakadaan tema/topik yang ditulis oleh pendidik dalam RPP. Problematik terkait tema/topik pada data tersebut ditandai dengan kode Per.02.1. Data tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan pendidik berdasarakan pertayaan yang diajukan “Menurut Ibu, apakah tema/topik yang terdapat dalam identitas harus ditulis lengkap? Jawaban yang diperoleh adalah “Tidak perlu karena yang terpenting adalah tema/topik yang akan diajarkan sudah dipahami sehingga tidak berpengaruh terhadap materi pembelajaran”.

Hal tersebut merupakan problematik karena berdampak pada materi pembelajaran yang diajarkan oleh pendidik. Tema/topik merupakan elemen terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari materi pembelajaran karena tema/topik mengambarkan materi pembelajaran secara universal. Artinya, materi pembelajaran dijabarkan sesuai tema/topik yang diajarkan. Tema/topik memberikan gambaran kepada pendidik untuk membuat materi pembelajaran serta memudahkan peserta didik untuk memahami materi yang dipelajari.

Dampak lain dari problematik tersebut yakni materi yang akan dipelajari oleh peserta didik tidak koheren dengan tujuan pembelajaran karena tidak terdapat tema/topik yang jelas dalam pembelajaran. Pada hakikatnya tema/topik merupakan salah satu elemen yang sangat penting dan harus dipenuhi dalam perencanaan pembelajaran. Tema/topik tidak telepas dari rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih.

Materi yang dikembangkan dalam RPP merupakan acuan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Materi pembelajaran memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan dijabarkan sesuai pencapaian kompetensi. Apabila hal tersebut tidak direncanakan dengan baik, dampak tersebut mempengaruhi pemahaman peserta didik terkait materi pembelajaran yang dipelajari sehingga target pencapaian tujuan pembelajaran tidak tercapai secara maksimal.

Berdasarkan hal tersebut, setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis.Dengan demikian, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, serta memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, hingga perkembangan fisik serta psikis peserta didik.

Selain problematik tersebut, hal lain yang tidak ditulis pada identitas adalah alokasi waktu yang ditandai kode Per.03.1. Data tersebut didukung dengan hasil wawancara pendidik berdasarkan pertayaan “Menurut Ibu, apakah alokasi waktu yang ada pada identitas harus ditulis sesuai dengan pertemuan?” Pertayaan tersebut diajawab pendidik bahwa “Tidak perlu karena 6 jam pelajaran itu sudah merupakan alokasi waktu yang tepat jadi tidak perlu untuk dijabarkan”.

Hal tersebut merupakan problematik, karena RPP yang disusun pendidik tidak mencantumkan alokasi waktu berdasarkan setiap pertemuan. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 dengan jelas menyatakan bahwa penentuan alokasi waktu didasarkan pada

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.203

65

setiap KD dan jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rata-rata untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh peserta didik.

Persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran dengan alokasi waktu untuk satu jam tatap muka dalam proses pembelajaran yaitu, a) SD/MI: 35 menit, b) SMP/MTs: 40 menit, c) SMA/MA: 45 menit, dan d) SMK/MAK : 45 menit. Dengan demikian, alokasi waktu yang tepat dalam RPP adalah 6x45 menit (bukan 6 jam pelajaran). Alokasi waktu yang tidak jelas seperti tampak pada data dengan kode Per.03.1 tersebut berdampak pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik. Dampak tersebut berupa ketidakkonsisten waktu yang dipakai untuk melaksanakan proses pembelajaran.

Dalam penyusunan RPP, alokasi waktu sangat penting guna menentukan setiap pertemuan. Artinya dalam penyusunan RPP, pendidik mengondisikan waktu agar proses pembelajaran yang terjadi pada peserta didik berjalan dengan baik dan sesuai waktu yang dibutuhkan. Tujuannya agar peserta didik dapat mempelajari materi yang diajarkan sesuai beban kompetensi guna memahami materi pembelajaran berdasarkan keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD tersebut. Pengalokasian waktu yang baik akan menciptakan pembelajaran yang baik pula guna menggapai hikmah dari proses pembelajaran.

2. Ketidaklengkapan Unsur RPP pada Materi Pembelajaran

Selain problematik identitas seperti yang telah diuraikan, hal lain yang menjadi problematik yaitu ketidaklengkapan komponen materi tambahan pada materi pembelajaran. Problematik tersebut tampak berdasarkan hasil dokumentasi RPP yang disusun oleh pendidik. Dalam RPP tampak bahwa pendidik tidak mencantumkan materi tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber. Pendidik menguraikan materi pembelajaran hanya mengandalkan materi yang ada pada buku Bahasa Indonesia Ekspresi diri dan Akademik. Hal tersebut dapat dilihat pada data berikut ini.

Gambar 2. Data Ketidaklengkapan Unsur RPP pada Materi Pembelajaran

Data dengan kode Per.04.2 menunjukkan adanya problematik karena pendidik tidak menambahakan materi dari sumber lain yang dapat menunjang materi pembelajaran. Data tersebut didukung dengan hasil wawancara pendidik berdasarkan pertayaan yang diajukan “Menurut Ibu penting atau tidak dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran mencantumkan materi pembelajaran yang diambil dari sumber lain yang relevan dengan materi yang dipelajari?” Pendidik menjawab “Hal itu penting, akan tetapi saya sedikit mengalami masalah dalam mengambil sumber lain karena keterbatasan waktu”. Selain itu pertayaan lainnya untuk memperkuat data yakni “Menurut Ibu, apakah pendidik harus atau

Per.04.2

Jose Da Conceicao Verdial Universitas Timor

66

tidak menggunakan sumber belajar lebih dari satu? Pendidik menjawab “Tidak perlu, karena sumber belajar tidak begitu berpengaruh terhadap tujuan pembelajaran, karna hal tersebut hanya disesuaikan.”

Menyiapkan materi pembelajaran merupakan kreativitas pendidik dengan cara mengumpulkan materi dari berbagai sumber, baik itu sumber yang berasal dari media elektronik maupun media cetak yang relevan dengan materi pembelajaran. Problematik tersebut menunjukkan ketidakmampuan pendidik dalam mengemas materi pembelajaran agar peserta didik mengetahui berbagai hal terkait dengan materi yang dipelajari. Hal ini, berdampak pada pengetahuan peserta didik terkait materi pelajaran terbatas bahkan tidak tercapai sesuai apa yang direncanakan.

Amir Sofan (2013:59) mengemukakan bahwa secara garis besar materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Artinya materi pembelajaran menempati posisi yang penting dalam kurikulum sehingga hal itu harus dipersiapkan secara baik agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Materi pembebelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Selain itu, Suwardi (2007:45) mengemukakan bahwa sumber materi adalah bahan rujukan, referensi atau literatur yang digunakan. Sumber materi digunakan untuk memperoleh bahan yang lengkap dalam memilih dan mengorganisasi materi. Tujuannya, materi pembelajaran yang dipilih pendidik menjadi lengkap.

Bedasarkan hal tersebut, dalam menyiapkan materi pembelajaran, pendidik diminta memiliki kemampuan menyesuaikan materi pelajaran dengan kemampuan belajar peserta didik. Penyiapan materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik menimbulkan munculnya perilaku belajar yang dapat memotivasi peserta didik. Kondisi pembelajaran yang ditata dengan baik dan sesuai perencanaan pembelajaran memberikan peluang tercapainya hasil pembelajaran dengan baik.

Dalam menyiapkan materi pelajaran, pendidik dapat menggunakan buku wajib yang telah ditentukan serta direkomendasikan oleh pemerintah seperi buku peserta didik dan buku pendidik serta kretif untuk memilih sumber pelengkap/suplemen agar mencapai kompetensi yang direrncanakan. Selain itu, pendidik harus memiliki kemampuan dalam memperdayakan seluruh sumber belajar yang sesuai materi pembelajaran, karena salah satu faktor rendahnya kualitas belajar adalah belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal oleh pendidik.

Pendayagunaan sumber belajar dalam peningkatan kegiatan pembelajaran betujuan menghilangkan anggapan bahwa pembelajaran baru dikatakan sempurna apabila ada ceramah dari pendidik. Selain itu, hasil belajar diperoleh secara maksimal, apabila pendidik mengarahkan peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar yang beraneka ragam terkait materi pembelajaran yang pelajari.

3. Ketidaksistematisan Unsur RPP pada Rincian Alokasi Waktu

Dalam RPP terdapat problematik yakni ketidaksistematisan rincian alokasi waktu yang tampak pada langkah-langkah pembelajaran seperti kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Hal tersebut dapat dilihat pada data berikut.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.203

67

Gambar 3. Data Ketidaksistematisan Unsur RPP pada Rincian Alokasi Waktu

Data tersebut didukung dengan hasil wawancara pendidik melalui pertayaan yang diajukan “Menurut Ibu, apakah harus ada rincian alokasi waktu pada langkah-langkah pembelajaran?” Pendidik menjawab “Tidak harus ditulis lengkap, karena alokasi waktu sudah dikondisikan dengan ditandainya waktu yang dibutuhkan”.

Data tersebut menunjukkan adanya problematik dalam penyusunan RPP. Problematik tersebut tampak bahwa pendidik tidak mencantumkan rincian pengalokasian waktu pada langkah-langkah pembelajaran. Apabila rincian alokasi waktu tidak pasti, pembelajaran di kelas menjadi tidak efektif karena ketidakpastian waktu pembelajaran yang dibutuhkan. Skenario adalah satu di antara elemen penting kelancaran proses pembelajaran. Dengan menentukan alokasi waktu yang jelas pada langkah-langkah pembelajaran, pendidik mudah melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran lebih efektif dan efesien.

Penyususnan skenario pembelajaran yang baik membutuhkan pengalokasian waktu yang baik pula, agar skenario tersebut tidak terbelit-belit dalam implementasinya. Pengalokasiaan waktu yang tidak pasti atau tidak jelas seperti tampak pada data tersebut mengakibatkan pelaksanaan pembelajaranpun tidak jelas sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Selain itu, penyusunan alokasi waktu yang tepat mempermudah pendidik dalam menyiapkan strategi pembelajaran berdasarkan materi pembelajaran yang dipelajari peserta didik. Hal itu disebabkan penyusunan alokasi waktu relevan dengan penyusunan strategi pembelajaran. Seperti diungkapkan Brown (Sanjaya, 2011:9) bahwa dalam dunia pendidikan, strategi adalah perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan.

Strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran, bagian dari seni penyampaian materi di kelas. Dalam penyusunan materi, pendidik harus memperhatikan skenario pelaksanaan pembelajaran, setidaknya memperhatikan komponen yang digunakan dalam pembelajaran. Dick dan Carey (1994) mengungkapkan strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan tahap kegiatan pembelajaran yang digunakan pendidik dalam membantu peserta didik mencapai kompetensi yang dipelajari. Oleh karena itu, strategi pembelajaran tidak terbatas pengaturan materi yang disampaikan pada peserta didik tetapi juga pada tahapan kegiatan belajar. Bagian yang tidak terlepas dari tahapan belajar adalah alokasi waktu pada setiap fase pembelajaran. Penenntuan alokasi waktu pad atahapan pembelajaran merupakan bagian dari srategi pembelajaran. Tujuannya, agar kegiatan pembelajaran relevan dengan kompetensi yang ditentukan.

Hal itu diperkuat Gagne dan Briggs (Suparman, 2004:205) menyatakan bahwa terdapat sembilan komponen dalam strategi pembelajaran yang disebut sebagai urutan

Per. 05.2

Jose Da Conceicao Verdial Universitas Timor

68

kegiatan pembelajaran, yaitu 1) memberikan motivasi atau menarik perhatian, 2) menjelaskan tujuan pembelajaran pada peserta didik, 3) mengingatkan kompetensi prasyarat, 4) memberi stimulus (masalah, topik, dan konsep) 5) memberi petunjuk belajar (cara mempelajari), 6) memberikan penampilan peserta didik, 7) memberi umpan balik, 8) menilai penampilan, 9) menyimpulkan pembelajaran. Sembilan komponen pembelajaran tersebut tidak digunakan seluruhnya pada kegiatan pembelajaran karena tergantung pada karakteristik peserta didik dan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

4. Ketidaktepatan unsur RPP pada Pemilihan Media Pembelajaran

Problematik lain yang tampak pada RPP yang disusun pendidik yaitu ketidakpraktisan penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan materi pembelajaran. Problematik ketidaktepatan pemilihan media pembelajaran tersebut dapat dilihat pada data berikut.

Gambar 4. Data ketidaktepatan unsur RPP pada Pemilihan Media Pembelajaran

Data tersebut didukung dengan hasil wawancara pendidik berdasarkan pertayaan yang diajukan “Menurut Ibu, apakah pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan materi pembelajaran serta metode yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran?” Pendidik menjawab “Menurut saya penting, akan tetapi kondisi keterbatasan media, serta saya juga mengalami beberapa kendala dalam memilih media pembelajaran yang tepat, sehingga saya hanya memanfaatkan media apa adanya”.

Data dengan kode Per.04.1 tersebut menunjukkan bahwa pemilihan media pembelajaran tidak tepat dengan materi pembelajaran. Hal ini merupakan problematik karena berdampak pada proses pembelajaran yang melibatkan peserta didik. Dampak yang ditimbulkan jika pemilihan media pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan materi pembelajaran adalah pelaksanaan pembelajaran tidak lagi berjalan sesuai harapan dan tidak mencapai tujuan pembelajaran. Padahal menurut Heinich (Daryanto, 2013:4), media merupakan salah satu komponen penting dalam komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran media memiliki peran mengantar pesan yang disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik untuk memahami materi pembelajaran yang diajarkan. Lebih lanjut Daryanto (2013:5) menyatakan bahwa secara umum media mempunyai kegunaan yakni, 1) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, 2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indera, 3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dan sumber belajar, 4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya, 5) memberi ransangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama, 6) proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, pendidik (komonikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, peserta didik (komunikan), dan tujuan pembelajaran.

Per.04.1

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.203

69

Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), agar merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan peserta didik dalam kegiatan belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Berdasarkan hal tersebut, apabila pendidik tidak memanfaatkan media pembelajaran dengan baik dan sesuai materi pembelajaran seperti pada data tersebut , selain berdampak pada proses pembelajaran terdapat dampak lain yaitu bagi peserta didik. Hal ini terjadi karena peserta didik memiliki motivasi yang tinggi dalam pembelajaran apabila ada media yang sesuai.

Media yang digunakan pendidik dalam pelaksanaan proses pembelajaran seperti yang tampak pada data tersebut tidak melibatkan peserta didik karena media tersebut hanya digunakan oleh pendidik, sedangkan peserta didik hanya sekedar menyaksikan. Hal ini dapat mengurangi motivasi belajar peserta didik untuk mengetahui materi yang dipelajari, sehingga mengakibatkan tujuan pembelajaran yang direncanakan pendidik tidak tercapai secara maksimal. Tujuan pembelajaran merupakan hal yang penting dan menjadi fokus dalam pembelajaran, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut pendidik harus memiliki kemampuan dalam menggunakan berbagai cara agar mencapai tujuan secara maksimal.

5. Ketidaklengkapan Unsur RPP pada Penilaian Hasil Belajar

Selain problematik yang telah disebutkan, hal lain yang menjadi problematik yang tampak pada RPP yaitu berkaitan dengan perencanaan penilaian hasil belajar peserta didik. Pada RPP tersebut terungkap bahwa pendidik tidak menuliskan penskoran serta tidak menuliskan rumus untuk menghitung nilai akhir. Hal tersebut dapat dilihat pada data berikut.

Gambar 5. Data Ketidaklengkapan Unsur RPP pada Penilaian Hasil Belajar

Data tersebut didukung dengan hasil wawancara pendidik melalui pertayaan “Menurut Ibu, dalam melakukan perencanaan penilaian apakah harus dilengkapi dengan rumusnya?” Pendidik menjawab “Penting, namun saya mengalami kendala untuk menentukan rumus yang sesuai dengan penilaian yang tepat dengan materi pembelajaran, sehingga hal itu saya biarkan kosong.”

Berdasarkan data Per.013.2 tersebut tampak bahwa hal tersebut sangat problematis karena pendidik tidak mencantumkan rumus yang dipakai untuk menghitung nilai hasil belajar peserta didik yang akan dijdikan tolok ukur pendidik untuk mengambil keputusan. Sebagaimana diketeahui bahwa penilaian pada Kurikulum 2013 dilakukan secara komperehensif untuk menilai dari input, proses, dan output. Penialaian pembelajaran tersebut meliputi pengetahuan dan keterampilan. Penilaian dalam Kurikulum 2013 yakni penilaian yang dikenal dengan istilah autentik.

Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik serta proses dan hasil belajar secara utuh. Dalam penilaian autentik setiap pendidik mengetahui perkembangan peserta didik

Per.013.2

Jose Da Conceicao Verdial Universitas Timor

70

dalam setiap proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal tersebut berdasarkan Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 bahwa secara paradigmatik penilaian autentik memerlukan perwujudan pembelajran autentik (authentic instruction) dan belajar autentik (authentic learning), hal tersebut diayakini bahwa penilaian autentik lebih mampu memberi informasi kemampuan peserta didik secara holistik dan valid.

Setiap komponen yang ada di kelas termasuk penguasaan materi yang dimiliki peserta didik ikut terlibat dalam penilaian autentik ini. Penilaian tersebut merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam pembelajaran. Tujuannya agar pendidik dapat mengetahui kemampuan peserta didik melalui nilai yang diperoleh peserta didik.

Penilaian yang baik mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya membantu pendidik merencanakan strategi pembelajaran selanjutnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakkan Kunandar (2013:65) bahwa penilaian hasil belajar merupakan suatu kegiatan pendidik yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau pencapaian hasil belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran. Artinya data yang diperoleh pendidik selama pembelajaran berlangsung dijaring dan dikumpulkan melaui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, dari proses ini diperoleh potret atau profil kemampuan peserta didik dalam mencapai kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum secara akurat dan objektif.

SIMPULAN

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran di SMAK Suria Atambua memiliki problematic. Problematik dapat diketahui dari hasil dokumentasi dna wawancara mengenai RPP. Problematik perencanaan pembelajaran di SMAK Suria Atambua yang ditemukan adalah 1) ketidaklengkapan unsur RPP pada identitas, 2) ketidaklengkapan unsur RPP pada materi pembelajaran, 3) ketidaksistematisan unsur RPP pada rincian alokasi waktu, 4) ketidaktepatan unsur RPP pada pemilihan media pembelajaran, dan 5) ketidaklengkapan unsur RPP pada penilaian hasil belajar. Berdasarkan hasil tersebut dapat dipastikan bahwa pendidik mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak mampu dalam menyusun RPP yang baik dan benar sesuai dengan RPP yang dianjurkan dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016. DAFTAR PUSTAKA Grice, H.P. 1975. “Logic and Conversation” dalam Cole; P7J.L. Morgan. 1975. Syntax and

Semantics Vol 3: Speech Acts. New York: AkademiC Press. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang. Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics. New York: Adison

Wesley Long-man Publishing. Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI. Yuniarsih, Nanik. 2011. Ketidakpatuhan Maksim Prinsip Kerja Sama dalam Acara “Opini” di TV

ONE: Sebuah Kajian Pragmatik (Tesis). Surakarta: FSSR UNS.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 | DOI: 10.32938/jbi.v4i2.213 Halaman 71-76

71

PROBLEMATIK STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

PROLEMATIC OF INDONESIAN LANGUAGE STRATEGI

Ferdinandus Siki Universitas Timor

[email protected]

Abstrak Pembelajaran Bahasa Indonesia sampai saat ini masih mengalami kendala. Kendala ini disebabkan karena guru belum menggunakan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar di mana siswa akan kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Strategi pembelajaran merupakan prinsip-prinsip dalam pemilihan urutan pengulangan belajar dalam suatu proses pembelajaran. Penerapan strategi yang ideal memang menjadi dambaan bagi seluruh pelaksana pendidikan. Akan tetapi, dalam kenyataanya problematik tetap saja muncul dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Apabila dikembalikan pada penerapan strategi yang ideal, maka problem hanya bisa muncul ketika penerapannya lepas dari tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu, pemicu problematik yang bersifat teknis juga perlu diperhatikan oleh pelaksana pembelajaran. Problematik pembelajaran bahasa Indonesia yaitu karakter setiap siswa berbeda-beda. Alternatif solusinya adalah guru harus mempelajari karakter dari setiap siswa dalam satu kelas memiliki heterogenitas yang tinggi sehingga guru perlu melakukan pendekatan secara psikologis sesuai keadaan siswa dengan menggunakan metode sebagai bagian dari strategi pembelajaran yang tepat. Problematik lainnya adalah pemisahan kompetensi bahasa dan sastra tidak begitu jelas. Alternatif solusinya adalah guru perlu memisahkan secara tegas kompetensi bahasa dan sastra sehingga dapat menggunakan metode yang relevan dengan setiap kompetensi. Kata Kunci: Pembelajaran, Strategi, Karakteristik, Psikologis.

Abstract

There are still difficulties in Indonesian language learning. This obstacle is caused by teachers have not used teaching strategy properly in the learning process. This is very influential in the teaching and learning process where students will have difficulty in understanding the material conveyed by the teacher. Learning strategies are the principles in the selection of learning repetition sequences in a learning process. The application of the ideal strategy is indeed a dream for all education executors. However, in reality the problem still appears in its implementation. If an ideal strategy is utilised, the problem can only arise when its application is separated from the learning objectives to be achieved. In addition, the triggers of technical problems also need to be considered by the implementers of learning. The problem of Indonesian language learning is related to strategy because each student has different characteristics, and an alternative solution is teacher must learn the character of each student in one class having high heterogeneity. Consequently, the teacher needs to approach the student psychologically according to student’s circumstances. Keywords: Learning, Strategy, Characteristics, Psychology. PENDAHULUAN

Proses belajar merupakan upaya perubahan tingkah laku. Sementara belajar suatu aktivitas mental atau psikis berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan sikap dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta

Ferdinandus Siki Universitas Timor

72

nilai dan sikap berpijak dari pengertian tersebut maka mengindakasikan bahwa belajar selain memerlukan konsep juga membutuhkan tindakan praktis. Jadi, pendidikan tindak hanya soal wahana bagaimana membentuk anak-anak muda menjadi generasi bangsa yang kompeten. Akan tetapi, pendidikan pula mencakup ranah praktis bagaimana proses tersebut diterapkan. Pada ranah ini, pendidikan membutuhkan strategi dan pendekatan agar apa yang menjadi tujuan dapat dicapai dengan baik.

Pembelajaran bahasa Indonesia sampai saat ini masih mengalami kendala. Kendala ini disebabkan karena guru belum menggunakan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar di mana siswa akan kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Strategi dalam KBBI berarti ilmu dan seni dalam menggunakan segala sumber daya dalam rangka melaksanakan kebijakan pada masa perang. Apabila dihubungkan dengan pembelajaran bahasa, strategi berarti cara, taktik, atau pola yang dilakukan oleh seorang pengajar dalam proses belajar bahasa. Brown (2007: 141) menjelaskan bahwa strategi bisa disebut sebagai serangan’ yang ditujukan pada masalah tertentu dan sangat bervariasi pada setiap individu. Artinya, strategi tertentu digunakan untuk pembelajaran tertentu dan faktor individu mampu memengaruhi penggunaan strategi dalam suatu pembelajaran.

Strategi pembelajaran merupakan satu dari sekian aspek pembelajaran yang turut berperan dalam keberhasilan tujuan pendidikan. Dalam prosesnya, untuk mencapai keberhasilan tersebut dibutuhkan sinergi yang seimbang dari masing-masing komponen proses pembelajaran. Komponen-komponen tersebut meliputi (1) tujuan pengajaran, (2) pengajar, (3) siswa, (4) materi pelajaran, (5) media pengajaran, dan (6) faktor administrasi finansial. Dari masing-masing komponen tersebut terkadang muncul kendala yang mampu menghambat proses berlangsungnya pembelajaran. Kendala-kendala tersebut muncul sebagai problematik yang kerap dialami oleh guru maupun siswa, sehingga baik guru maupun siswa perlu melakukan koreksi untuk mengatasi masalah-maslaah yang muncul terkait strategi pembelajaran yang digunakan.

Penerapan strategi yang ideal memang menjadi dambaan bagi seluruh pelaksana pendidikan. Akan tetapi, dalam kenyataanya problematik tetap saja muncul dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Apabila dikembalikan pada penerapan strategi yang ideal, maka problem hanya bisa muncul ketika penerapannya lepas dari tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu, pemicu problematik yang bersifat teknis juga perlu diperhatikan oleh pelaksana pembelajaran. Problematik yang dihadapi dalam pembelajaran dalam kelas. Pertama, karakter siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia sangat berbeda-beda. Dalam suatu kelas, sangat mungkin terdapat heterogenitas karakter siswa. Hal itu disebabkan adanya perbedaan latar belakang dari masing-masing siswa, seperti lingkungan sosial, budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, tingkat kecerdasan, dan sebagainya. Berdasarkan perbedaan latar belakang tersebut sering kali ditemukan siswa yang sangat pandai tetapi pendiam, siswa yang sosialisasinya tinggi tetapi pemalas, siswa yang kurang bersemangat dalam kegiatan di kelas dan lain sebagainya. Kedua, dalam pembelajaran bahasa Indonesia, terdapat dua kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa, yakni kompetensi bahasa dan kompetensi sastra. Pada masing-masing kompetensi tersebut, guru harus menentukan aspek-aspek yang dinilai, sehingga hal tersebut dijadikan dasar untuk memilih strategi pembelajaran yang akan digunakan. Pada kenyataannya, kompetensi bahasa dan sastra dicampuradukkan dan tidak jelas pemilahannya. Banyak ditemukan pembelajaran membaca sastra seperti puisi dan cerpen menggunakan strategi yang sama dengan pembelajaran

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.213

73

membaca kritis. Begitu pula dengan pembelajaran bahasa dan sastra yang lainnya. Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang tepat menyebabkan siswa tidak mampu mencapai kompetensi yang telah ditentukan sebelumya. PEMBAHASAN Strategi Ideal dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Strategi pembelajaran memberikan pemahaman tentang konsep dasar terkait apa yang harus dilakukan oleh guru ketika akan mengajar. Sulaeman (1988:135) menyatakan bahwa guru harus menentukan prosedur-prosedur yang paling efektif dan efesien untuk diterapkan di kelas. Prosedur yang akan ditetapkan dan diterapkan itulah disebut sebagai suatu strategi yang direncanakan oleh guru. Oleh karena itu, penerapan strategi yang akan dilakukan akan menjadi salah satu aspek yang berpengaruh pada tujuan pembelajaran. Apabila tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik menggunakan strategi pembelajaran tertentu, maka bisa dikatakan bahwa strategi tersebut sudah ideal. Akan tetapi, bukan berarti strategi tersebut dapat diterapkan pada seluruh kompetensi pembelajaran, semua bergantung pada kompentensi apa yang akan dicapai. Oleh karena itu, guru harus bisa mencocokkan strategi mana yang paling tepat sesuai dengan tujuan kompetensi yang akan diajarkan. Perencanaan dan penetapan strategi pembelajaran terhadap kompetensi yang akan dicapai tidak akan lepas dari pendekatan pembelajaran yang diberlakukan, pendekatan pembelajaran yang diberlakukan juga akan berkaitan langsung dengan kurikulum yang sedang berlaku. Kemudian, apabila ditelaah lebih lanjut dan dikaitkan dengan hasil pemikiran para linguis, maka semua kurikulum yang pernah diberlakukan di Indonesia tidak akan pernah keluar dari lingkup aliran linguistik. Aliran linguistik tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu aliran tradisional, struktural, dan transformasi.

Strategi menjadi dambaan dalam pembelajaran di mana strategi mengajar tertanam di dalam setiap model. Misalnya, bertanya itu penting bagi keberhasilan semua model dalam buku ini. Demikian pengaturan pembelajaran yang cermat, umpan balik, dan strategi lain. Untuk menelaah model mengajar secara lebih dekat, kita dapat membandingkan peran seorang guru menggunakan sebuah model dengan peranan seorang insyur. Dalam menimbang satu proyek, seorang insiyur pertama-tama mengidentifikasi jenis struktur yang akan dibangun seperti jembatan, bangunan, atau jalan. Dalam menimbang satu proyek, rancangan atau cetak biru yang sesuai akan pilih. Spesifikasi dari cetak biru itu akan menentukkan tindakan yang akan diambil sang insyur dan jenis struktur yang akan dihasilkan. Sama halnya saat kita menggunakan pendekatan model dalam mengajar, pertama-tama mengidentifikasikan tujuan pembelajaran, dan kemudian memilih model yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan. Model memberikan cukup banyak fleksibilitas untuk memungkinkan guru menggunakan kreativitas dalam kegiatan membangun. Sebagaimana insinyur menggunakan kreativitas dalam kegiatan membangun, guru menggunakan segala keahlian dan pengetahuan yang mereka memiliki untuk mengajar.

Penerapan strategi dalam pembelajaran ditandai dengan adanya aspek pembelajaran yang turut berperan dalam pembelajaran. Aspek-aspek pembelajaran seperti teori pendukung dalam pembelajaran. Dukungan untuk strategi pembelajaran diperoleh dari dua sumber teoretik yaitu dari Vygotsky dan psikologi kognitif. Teori Vygotsky menekankan pada tiga ide utama bahwa (a) intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit serta mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui; (b) interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; dan (c) peran utama guru adalah bertindak sebagai orang penolong dan mediator pembelajaran. Sementara psikologi kognitif berakar dari teori yang menjelaskan bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan memproses informasi. Pandangan Vyggotsky dan ahli

Ferdinandus Siki Universitas Timor

74

psikologi kognitif dalam memahami penggunaan strategi-strategi pembelajaran adalah penting dengan tiga alasan yaitu (a) pengetahuan awal berperan dalam proses pembelajaran; (b) memahami apa pengetahuan itu dan perbedaan di antara berbagai jenis pengetahuan; dan (c) membantu menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh oleh manusia dan diproses di dalam sistem memori otak. Kedua pemprosesan informasi atau kognitif tentang belajar menjelaskan pemprosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak. Dalam hal ini teori kognitif adalah teori yang membahas atau mengkaji bagaimana cara pengetahuan diperoleh dan mudah untuk diingat. Hal ini menjelaskan agar seseorang memperoleh informasi sebanyak mungkin dan dapat diingat dalam jangka waktu lama, maka perlu dilakukan bebagai strategi. Pemantapan strategi dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan dapat menerapkan beberapa strategi yang akan digunakan dalam proses pembelajaran sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang baik.

Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah lebih menekan pada pemecahan masalah autentik seperti seperi masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sanjaya (2013:214) menyatakan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas pembelajaran yang menenkankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki tiga ciri yakni a) strategi pemebelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas dalam pembelajaran, artinya dalam implementasinya, ada langkah-langkah pemebalajaran yang dilakukan oleh siswa; b) aktivitas pembelajaran harus diarahkan untuk menyelesaikan masalah; c) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan jika didukung dengan lingkungan belajar yang kontruktivistik. Lingkungan kontruktivistik mencakup beberapa faktor, menurut kasus-kasus berhubungan, fleksibilitas kognisi, sumber-sumber informasi, piranti kognitif, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi dan dukungan sosial dan kontelektual. Hubungan dengan pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia adalah menciptkan pembelajaran yang bermakna, di mana siswa dapat memecahkan masalah yang mereka alami sendiri. Kemudian mereka menerapkannya dalam kehidupan nyata dengan mengintegrasikan pengetahuan dan secara simultan serta meningkatkan berpikir dan menumbuhkan semangat siswa dalam belajar.

Kedua, pengaplikasian metode inkuiri. Dewi (2016) menjelaskan bahwa metode inkuiri merupakan model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa untuk melakukan penemuan sehingga siswa dapat memperoreh pengetahuan yang lebih mendalam. Model pembelajaran tersebut menekankan bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara pengolahan informasi. Inkuiri yang diterapkan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan observasi dan mengemukakan jawaban atas suatu permasalahan melalui interpretasi data hingga diperoleh suatu kesimpulan. Sanjaya (2008: 202) langkah pembelajaran inkuiri terdiri atas 1) orientasi, 2) merumuskan masalah, 3) merumuskan hipotesis, 4) mengumpulkan data, 5) menguji hipotesis, 6) merumuskan kesimpulan. Metode pembelajaran ini diharapkan lebih menekan agar siswa dipandang sebagai subjek belajar. Konsep ini bertujuan hasil pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa. Proses pembejaran berlangsung alamiah, siswa bekerja dan mengalami, bukan berupa transfer pengetahuan dari guru/ pembelajar ke siswa. Salah satunya adalah metode inkuiri. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada lembaga atau pengajar yang hanya lulusan yang kurang berkualitas, tetapi berpusat pada siswa.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.213

75

Problematik Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Problematik strategi pembelajaran Bahasa Indonesia yang pertama berkaitan dengan

karakter siswa. Masing-masing siswa atau siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dalam suatu kelas, sangat mungkin terdapat heterogenitas karakter siswa. Hal itu disebabkan adanya perbedaan latar belakang dari masing-masing siswa, seperti lingkungan sosial, budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, tingkat kecerdasan, dan sebagainya. Berdasarkan perbedaan latar belakang tersebut sering kali ditemukan siswa yang sangat pandai tetapi pendiam, siswa yang sosialisasinya tinggi tetapi pemalas, siswa yang kurang bersemangat dalam kegiatan di kelas dan lain sebagainya. Perbedaan-perbedaan ini tentu menjadi pertimbangan guru untuk menerapkan strategi pembelajaran di kelas. Guru menjadi serba salah dalam menggunakan strategi pembelajaran yang pada kenyataannya tidak semua siswa mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Di lain sisi, guru tidak boleh menyamaratakan kecerdasan maupun psikologis antara siswa yang satu dengan yang lain, karena kemampuan pemahaman serta kondisi psikologi mereka tidaklah sama.

Problematik strategi pembelajaran Bahasa Indonesia yang kedua berkaitan dengan kompetensi dasar. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, terdapat dua kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa, yakni kompetensi bahasa dan kompetensi sastra.Pada masing-masing kompetensi tersebut, guru harus menentukan aspek-aspek yang akan dinilai, sehingga hal tersebut dijadikan dasar untuk memilih strategi pembelajaran yang akan digunakan. Pada kenyataannya, kompetensi bahasa dan sastra dicampuradukkan dan tidak jelas pemilahannya. Banyak ditemukan pembelajaran membaca sastra seperti puisi dan cerpen menggunakan strategi yang sama dengan pembelajaran membaca kritis. Begitu pula dengan pembelajaran bahasa dan sastra yang lainnya. Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang tepat menyebabkan siswa tidak mampu mencapai kompetensi yang telah ditentukan sebelumya.

Alternatif Solusi Problematik Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Alternatif solusi problematik strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang pertama terkait dengan karakteristik siswa adalah melakukan pendekatan secara psikologis sesuai keadaan siswa. Solusi tersebut bertujuan agar pemahaman siswa terhadap pembelajaran bisa merata. Dengan meratanya pemahaman siswa, maka strategi pembelajaran yang digunakan guru dapat dikatakan berhasil. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sunendar dan Iskandarwassid (2015:170) bahwa strategi pembelajaran harus dipilih sesuai dengan kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Siswa yang memiliki kesulitan dalam pembelajaran dapat dilihat dari sikap dan kemampuannya dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, guru bisa memberikan penanganan secara langsung kepada siswa.

Alternatif solusi problematik strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang kedua terkait dengan kompetensi dasar adalah guru diharapkan mampu menentukan aspek-aspek yang membedakan antara kompetensi pembelajaran bahasa dan pembelajaran sastra. Pemilihan strategi yang ditentukan bergantung pada kompetensi yang akan dinilai. Dengan demikian, metode yang dipakai sebagai bagian dari strategi adalah dengan menggunakan metode kontesktual. Sedangkan pada aspek sastra, kompetensi yang diharapkan adalah mampu menentukan usnur-unsur instrinsik, maka metode yang dipakai adalah metode inkuiri.

Ferdinandus Siki Universitas Timor

76

SIMPULAN Penerapan strategi yang sesuai dengan kompetensi pembelajaran yang akan dicapai

merupakan hal yang menjadi harapan dalam pendidikan. Strategi yang sesuai seluruh piranti pembelajaran, berupa standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran akan berdampak pada keberhasilan guru terhadap proses pembelajaran yang dilaknakan. Selain sesuai seluruh piranti pembelajaran, strategi yang diterapkan juga harus bisa menekan permasalahan yang muncul baik yang berkaitan dengan karakter siswa dan kompetensi. Solusinya adalah guru harus mempelajari karakter dari setiap siswa dalam satu kelas memiliki heterogenitas yang tinggi sehingga guru perlu melakukan pendekatan secara psikologis sesuai keadaan dan melakukan pemisahan secara tegas kompetensi bahasa dan sastra sehingga dapat menggunakan metode yang relevan dengan setiap kompetensi. DAFTAR PUSTAKA Brown, H. D. 2007. Principles of Language Learning and Teaching. San Francisco, California

Longman. Dewi, Pramita Sylvia. 2016. “Perspektif Guru sebagai Implementasi Pembelajaran Inkuiri

Terbuka dan Inkuiri Terbimbing terhadap Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains” Tadris. Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbyah. Volume 1 Nomor 2 Tahun 2016

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Predana Media Group.

Sanjaya, Wina. 2013. Startegi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sunendar, H dan Iskandarwassid. 2015. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosda. Sulaeman, D. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 | DOI: 10.32938/jbi.v4i2.134 Halaman 77-84

77

STRUKTUR PERCAKAPAN GURU DENGAN SISWA DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

THE STRUCTURE OF TEACHERS WITH STUDENT’S CONVERSATION

IN INDONESIAN LANGUAGE TEACHING INTERACTION

Maria Rosalinda Talan Universitas Timor

[email protected]

Abstrak Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan pola pikir dari kurikulum sebelumnya yang mengharuskan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Salah satu aktivitas fisik siswa yang diharapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah aktif berbicara atau aktif dalam percakapan di kelas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur percakapan guru dengan siswa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik rekam dan catat. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik heuristik. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia, terdapat struktur percakapan yakni 1) gilir bicara yang terjadi karena adanya kesempatan untuk bertutur, 2) jeda (panjang dan pendek) yang terjadi akibat tidak adanya respons balik berupa tuturan dan penutur merasa ragu dalam menyampaikan pesan. 3) overlaps yang terjadi karena tuturan atau penggunaan unsur lingual yang sama, 4) backchannel yang terjadi karena ada pemahaman dan penerimaan atau persetujuan terhadap tuturan, dan 5) pasangan ajesensi yang terjadi karena adanya ucapan salam, pertanyaan, dan permohonan. Kata Kunci: struktur percakapan, guru dan siswa, dan interakasi pembelajaran

Abstract The 2013 curriculum is a revision of ideas derived from the previous curriculum where students’ active performance is imposed in study. One of students’ physical activities expected from Indonesian language instruction is speaking or actively involving in class conversation. Therefore, this study aims at describing the structure of teachers and students’ conversation in Indonesian language teaching interaction. This is a descriptive qualitative study. The techniques of data obtaining are recording and taking notes, and the technique of data analysis is heuristic. The result of this study shows the conversation structures in Indonesian language instruction are 1) turn taking occurred when there is a chance to speak. 2) pausing (long and short) occurred since there is no responsse and when there is hesitation in delivering messages. 3) overlapping occurred since there is a similar utterance or language element produced simultaneously. 4) backchanneling occurred since there are comprehension and acceptance or agreement towards utterances, and 5) adjacency pairs occurred since there are greetings, questions, and requests. Keywords: conversation structure, students and theachers interaction in teaching. PENDAHULUAN

Dalam setiap aspek kehidupan, manusia tidak terlepas dari percakapan. Setiap orang dengan leluasa berinteraksi dengan sesamanya melalui percakapan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Richardt (dalam Purba, 2002:93) menyatakan bahwa percakapan adalah tuturan dengan cara berhadapan muka antara dua orang atau lebih. Artinya

Maria Rosalinda Talan Universitas Timor

78

percakapan hanya sebatas interaksi secara lisan antara orang yang berbicara (penutur) dengan orang yang diajak berbicara (petutur) yang membahas suatu hal dalam satu waktu tertentu. Namun, sering ditemui adanya proses interaksi antara satu orang atau lebih di media cetak atau elektronik berupa tulisan. Pada dasarnya, proses interaksi tersebut juga dapat dikatakan sebagai percakapan karena sebenarnya hal itu merupakan perwujudan dari percakapan lisan. Percakapan berupa tulisan dapat dijumpai pada teks drama, novel, cerpen, dan percakapan lain seperti chatting di media sosial elektronik.

Suatu percakapan mengandung struktur. Struktur percakapan disebut juga organisasi percakapan. Dalam struktur percakapan terdapat enam bagian diantaranya gilir bicara, overlaps, jeda, bachannel, dan pasangan ajesensi (Yule, 2006:121). 1) Gilir bicara merupakan proses pergantian peran antara penutur dan petutur dalam suatu percakapan yang tidak terdapat rambu-rambu atau aturan. Artinya, setiap pemeran percakapan mempunyai hak yang sama untuk bertutur. Pada saat penutur berbicara dan tidak dapat menyesuaikan kontrol, maka petutur berhak mendapatkan gilir bicara tersebut. 2) Jeda merupakan kesenyapan dalam percakapan yang memungkinkan menandai adanya gilir bicara. Jeda dalam percakapan memiliki tiga bentuk yaitu jeda pendek, sedang, dan panjang. Jeda pendek merupakan kesenyapan pendek sebagai bentuk keragu-raguan dan jeda panjang merupakan kesenyapan panjang. Jeda dalam percakapan memiliki beberapa kegunaan yakni jeda yang digunakan sebelum beralihnya gagasan, menandaskan, sesuai tuntutan keadaan dan mengundang tanggapan. 3) Overlaps adalah keadaan penutur dan petutur yang berbicara pada waktu bersamaan. Overlaps menyiratkan makna bahwa dalam percakapan yang dinamakan overlaps jika terjadi tumpang tindih tuturan antara penutur dan petutur dalam waktu yang bersamaan secara alami atau tidak dibuat-buat. 4) Backchannel merupakan respons yang diharapkan penutur kepada petutur (dapat berupa gerakan tubuh atau isyarat). Respons itu bisa berupa kata-kata seperti “ah-ha”, “uh-huh”, “yeah”, anggukan, senyuman, ekspresi muka dan juga bisa gerak isyarat. Dengan adanya backchannel, penutur merasa bahwa petutur cukup memahami pembicaraannya. 5) Pasangan ajesensi atau pasangan berdampingan adalah pola yang terjadi secara otomatis dalam percakapan dan selalu terdiri atas dua bagian yang diucapkan oleh pihak yang berbeda. Schegloff dan Sacks (dalam Purwoko, 2008: 88) pasangan ajesensi merupakan rentetan dua ucapan yang berpasangan, dihasilkan oleh penutur yang berbeda, ada bagian pertama dan kedua, serta memiliki memiliki jenis sehingga bagian pertama selalu membutuhkan bagian yang kedua. Dalam pasangan ajesensi, tuturan pertama selalu dengan cepat menciptakan tuturan yang kedua karena merupakan pasangan yang otomatis, misalnya ucapan salam ada pasangannya untuk menjawab salam dan tuturan yang berupa pertanyaan yang selalu ada pasangannya yaitu sebuah jawaban .

Penelitian-penelitian terdahulu telah mengkaji beberapa bagian dari struktur percakapan. Penelitian Trahutami (2012) yang judul “Struktur Pola Alih Tutur pada Percakapan Anak-Anak” hanya memfokuskan pada salah satu bagian dari struktur percakapan yakni pola alih tutur/ gilir bicara. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Matyawati (2014) yang berjudul “Pasangan Berdampingan (Adacency Pairs) dalam Lomba Ngapeh di Kutai Kartanegara. Penelitiannya hanya berfokus pada satu bagian dari struktur percakapan yakni pasangan berdampingan (adacency pairs). Padahal , selain alih tutur/gilir

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.134

79

bicara dan pasangan berdampingan (adacency pairs) masih ada bagian lain dari struktur percakapan yakni jeda, backchannel, dan overlaps. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang struktur percakapan yang mengkaji secara lengkap mengenai gilir bicara, jeda, backchannel, dan overlaps dan pasangan ajesensi/pasangan berdampingan.

Percakapan juga terjadi dalam interaksi pembelajaran di kelas. Guru dengan siswa saling berinteraksi melalui percakapan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Percakapan guru dengan siswa menggambarkan pola interaksi tertentu dalam suatu pembelajaran. Pola interaksi yang paling baiik menurut pandangan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) adalah pola interaksi multiarah (Sudiana, 2005:17). Pola ini memberikan ruang yang signifikan kepada siswa seluas-luasnya untuk terlibat aktif dalam interaksi pembelajaran. Hal ini memberikan peluang adanya struktur percakapan dalam interaksi pembelajaran.

Interaksi pembelajaran dalam kurikulum 2013 sangat mendukung pandangan CBSA. Kurikulum 2013 menawarkan berbagai model pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat mengakomodasi siswa untuk mencari tahu sendiri tentang materi yang sedang dipelajari misalnya model pembelajaran Discovery Based Learning, Problem Based Learning, Project Based Learning, dan lain-lain. Model-model pembelajaran ini memberikan peluang percakapan yang lebih signifikan karena siswa diberi kesempatan berinteraksi secara leluasa baik dengan guru maupun dengan sesama siswa dalam interaksi pembelajaran. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk meneliti struktur percakapan guru dengan siswa yang terjadi dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur percakapan guru dengan siswa yang terjadi dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu. Struktur perakapan yang dimaksud meliputi gilir bicara, overlaps, jeda, bachannel, dan pasangan ajesensi. METODE PENELITIAN

Data dalam penelitian ini adalah data verbal berupa tuturan guru dengan siswa yang menunjukan adanya gilir bicara, overlaps, jeda, backhannel, dan pasangan ajesensi. Data tersebut didapatkan pada saat guru dengan siswa melakukan percakapan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Sumber data dalam penelitian ini yaitu guru dan siswa SMK se-Kota Kefamenanu. Pemilihan sumber data tersebut didasarkan bahwa siswa SMK merupakan siswa yang aktif secara fisik karena terbiasa melakukan aktivitas motorik. Oleh karena itu, salah satu aktivitas fisik seperti berinteraksi dengan guru di dalam kelas juga dimungkinkan terjadi. Adanya interaksi antara guru dengan siswa SMK dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia memberikan peluang adanya struktur percakapan.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam digunakan untuk merekam percakapan guru dengan siswa selama interaksi pembelajaran berlangsung. Teknik catat digunakan pada saat alat perekam sudah dimatikan, namun masih ada tuturan guru dengan siswa yang mengandung data. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik heuristik. Teknik heuristik merupakan teknik yang digunakan peneliti untuk menafsirkan unsur lingual tertentu atau tuturan. Pada mulanya, tuturan dari guru dengan siswa dijadikan masalah,

Maria Rosalinda Talan Universitas Timor

80

ditentukan hipotesis sementara, diuji berdasarkan konteks di lapangan, lalu diambil kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian a. Gilir Bicara

Gilir bicara merupakan proses pergantian peran antara penutur dan petutur dalam suatu percakapan yang tidak terdapat rambu-rambu atau aturan. Artinya, setiap pemeran percakapan mempunyai hak yang sama untuk bertutur. Gilir bicara dalam percakapan guru dengan siswa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia tampak pada data berikut.

Guru : Siswa : Guru :

“Apa itu puisi?” “Puisi adalah salah satu karya sastra yang menggunakan bahasa yang indah.” “Ya, bagus.”

Konteks percakapan di atas terjadi pada saat kegiatan inti pembelajaran. Guru menanyakan pengertian puisi kepada siswa. Dalam hal ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaannya. Kesempatan yang diberikan guru tampak pada diamnya guru setelah mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pada saat itu, siswa langsung mengambil kesempatan yang diberikan guru untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dari data di atas tampak terjadi pola gilir bicara dari guru—siswa—guru. Dengan demikian struktur percakapan ini termasuk dalam gilir bicara.

b. Jeda

Jeda merupakan kesenyapan dalam percakapan yang memungkinkan menandai adanya gilir bicara. Jeda dalam percakapan memiliki tiga bentuk yaitu jeda pendek, sedang dan panjang. Jeda pendek merupakan kesenyapan pendek sebagai bentuk keragu-raguan dan jeda panjang merupakan kesenyapan panjang. Jeda dalam percakapan guru dengan siswa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia tampak pada data berikut.

1. Jeda Pendek

Guru : Siswa :

“Perbuatan buruk apa yang dilakukan Haji Saleh semasa hidupnya sehingga ia masuk neraka?” “Perbuatan buruk apa yang dilakukan Haji Saleh semasa hidupnya sehingga ia masuk neraka yaitu pertama ia tidak bekerja untuk menghidupi istrinya— maksudnya keluarganya. Kedua, dia tidak beramal dan tidak—dia tidak beramal dan hanya mementingkan dirinya saja”.

Konteks percakapan di atas terjadi pada kegiatan inti pembelajaran. Pada saat itu, kelompok 1 yang baru selesai presentasi dan bertanya jawab dengan siswa antarkelompok. Kemudian, guru pun mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang baru saja presentasi hasil diskusinya. Salah satu siswa langsung menjawab pertanyaan guru namun memiliki keragu-raguan di tengah tuturan. Keraguan-keraguan itu ditandai dengan tanda pisah. Jeda terjadi setelah menuturkan kata istrinya dan kata tidak. Hal ini menujukkan adanya jeda pendek (2 detik) dalam percakapan itu.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.134

81

2. Jeda Panjang Guru : Guru : Guru : Siswa :

“Ada yang mau bertanya?” (15 detik) “Kalau ada yang mau bertanya, silakan!” (10 detik) “Tidak ada. Baik, Ibu akan mereview materi dari yang pertama sampai terakhir. Sebutkan ciri bahasa cerpen!” “Saya.” (Seorang siswa mengancungkan tangan)

Konteks percakapan di atas terjadi pada saat kegiatan penutupan pembelajaran. Pada saat itu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami, namun siswa tidak memanfaatkan kesempatan itu. Oleh karena siswa tidak memanfaatkan kesempatan, muncullah jeda panjang pada tuturan guru setelah kata bertanya dan kata silakan. Hal ini menujukkan adanya jeda panjang (10-15 detik) dalam percakapan itu.

c. Overlaps

Overlaps adalah keadaan penutur dan petutur yang berbicara pada waktu bersamaan. Overlaps dalam percakapan guru dengan siswa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia tampak pada data berikut. Guru : Beberapa Siswa : Guru : Beberapa Siswa :

“Nah, yang pertama tadi pengertian cerpen, yang kedua ciri-ciri cerpen, yang ketiga –unsur-unsur intrinsik— --unsur intrinsik— “dan yang keempat adalah –contoh cerpen—.” “—contoh cerpen—“

Konteks percakapan di atas terjadi pada saat kegiatan akhir pembelajaran. Pada saat itu guru sedang mereview materi dari awal hingga akhir. Pada saat guru sedang berbicara, siswa ikut berbicara yaitu pada frasa unsur intrinsik dan kata contoh cerpen dalam waktu yang bersamaan. Dengan demikian, struktur percakapan ini termasuk overlaps.

d. Backchanel

Backchannel merupakan respons yang diharapkan penutur kepada petutur (dapat berupa gerakan tubuh atau isyarat). Backchannel dalam percakapan guru dengan siswa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia tampak pada data berikut.

Guru : Siswa 1 : Guru : Siswa 1 : Guru : Siswa1 : Guru :

“Siapa yang bisa menjelaskan hakikat teks negosiasi?” (mengangkat tangan) “Silahkan Julio!’ “Teks negosiasi adalah proses tawar-menawar hmm (sambil mengganguk kepala) yang dilakukan oleh dua pihak untuk mencapai kesepakatan”. “Yah.”

Konteks percakapan di atas terjadi pada kegiatan pembukaan pembelajaran yakni apersepsi. Pada saat itu guru menanyakan materi minggu lalu. Setelah guru bertanya, siswa langsung memberikan respons untuk menjawab pertanyaan guru. Di sela-sela jawaban yang diberikan siswa, guru memberikan respons “hmm” dan “yah” yang merupakan isyarat

Maria Rosalinda Talan Universitas Timor

82

bahwa tuturan dari siswa tersebut diterima. Dengan demikian, struktur percakapan ini termasuk backhannel.

e. Pasangan Ajesensi

Pasangan ajesensi atau pasangan berdampingan adalah pola yang terjadi secara otomatis dalam percakapan dan selalu terdiri atas dua bagian yang diucapkan oleh pihak yang berbeda. Pasangan ajesensi dalam percakapan guru dengan siswa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia tampak pada data berikut.

Siswa : Guru :

“Siap hormat “selamat pagi ibu guru” “Selamat pagi, silahkan duduk!”

Konteks percakapan di atas terjadi pada kegiatan pembukaan pembelajaran. Pada saat itu, guru masuk ke dalam kelas, lalu siswa menyambut kedatangan guru dengan memberikan salam kepada guru. Setelah siswa memberikan salam, tentu guru langsung merespons salam yang diberikan oleh siswa. Pemberian salam dan respons terhadap salam itu merupakan pasangan otomatis dalam percakapan. Dengan demikian, struktur percakapan ini termasuk pasangan ajesensi.

Pembahasan

Berdasarkan analisis data, ditemukan adanya struktur percakapan guru dengan siswa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu. Struktur percakapan yang ditemukan meliputi gilir bicara, jeda, overlaps, backchannel, dan pasangan ajesensi.

Dalam penelitian ini, temuan gilir bicara didasarkan pada teori struktur percakapan yang dikemukakan oleh Yule. Yule (2006: 122) mengemukakan bahwa gilir bicara merupakan proses pergantian peran antara penutur dan petutur dalam suatu percakapan yang tidak terdapat rambu-rambu atau aturan. Artinya, setiap pemeran percakapan mempunyai hak yang sama untuk bertutur. Pada saat penutur berbicara dan tidak dapat menyesuaikan kontrol, maka petutur berhak mendapatkan gilir bicara tersebut. Berdasarkan teori tersebut, temuan dalam penelitian ini memenuhi terjadinya gilir bicara atau pergantian peran berbicara antara guru dengan siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu. Gilir bicara dalam percakapan guru dengan siswa terjadi karena adanya kesempatan untuk bertutur dalam interaksi pembelajaran. Sistem gilir bicara yang terjadi telah dikenali dan disadari oleh guru maupun siswa.. Oleh karena itu, mereka sadar untuk mendapatkan giliran itu, menjaga, dan memberikan atau melepaskan giliran kepada lawan bicara.

Seperti halnya gilir bicara, jeda juga didasarkan pada teori struktur percakapan yang dikemukakan oleh Yule. Yule (2006: 125) mengemukakan bahwa kesenyapan dalam percakapan yang memungkinkan menandai adanya gilir bicara. Jeda dalam percakapan memiliki tiga bentuk yaitu jeda pendek, sedang dan panjang. Jeda pendek merupakan kesenyapan pendek sebagai bentuk keragu-raguan dan jeda panjang merupakan kesenyapan panjang. Berdasarkan teori tersebut, temuan dalam penelitian ini membuktikan bahwa dalam percakapan guru dengan siswa dalam pembelajaan Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu terdapat jeda. Jeda dalam percakapan guru dengan siswa yang terjadi

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.134

83

dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia adalah jeda panjang dan jeda pendek. Jeda panjang dan jeda pendek terjadi di tengah tuturan dan di akhir tuturan. Jeda di akhir tuturan menimbulkan jeda panjang, sedangkan jeda di tengah tuturan menimbulkan jeda pendek. Jeda panjang di akhir tuturan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia disebabkan oleh tidak respons balik berupa tuturan dari petutur terhadap apa yang dibicarakan penutur. Jeda pendek di tengah tuturan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia disebabkan oleh keragu-raguan penutur dalam menyampaikan pesan. Keragu-raguan tersebut merupakan implikasi dari proses berpikir tentang sesuatu agar bisa disampaikan kepada petutur.

Overlaps didasarkan pada teori Yule. Yule (2006: 124) menjelaskan, overlaps adalah keadaan penutur dan petutur yang berbicara pada waktu bersamaan. Berdasarkan teori tersebut, temuan dalam penelitian ini membuktikan bahwa dalam percakapan guru dengan siswa dalam pembelajaan Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu terdapat overlaps. Overlaps dalam percakapan guru dengan siswa terjadi karena tuturan atau penggunaan unsur lingual yang sama. Artinya, pada saat guru dengan siswa berbicara dalam waktu yang bersamaan, objek yang dibicarakan adalah objek yang sama dan dengan bahasa yang sama persis pula.

Backchanel juga didasarkan teori Yule (2006: 129) mengatakan bahwa respons yang diharapkan penutur kepada petutur (dapat berupa gerakan tubuh atau isyarat). Respons itu bisa berupa kata-kata seperti “ah-ha”, “uh-huh”, “yeah”, anggukan, senyuman, ekspresi muka dan juga bisa gerak isyarat. Dengan adanya backchannel, penutur merasa bahwa petutur cukup memahami pembicaraanya. Berdasarkan teori tersebut, temuan dalam penelitian ini membuktikan bahwa dalam percakapan guru dengan siswa dalam pembelajaan Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu terdapat backchannel. Backchanel yang terjadi dalam interaksi pembelajaran disebabkan oleh petutur memahami dan menerima atau menyetujui apa yang disampaikan penutur.

Bagian struktur percakapan yang terakhir adalah pasangan ajesensi. Pasangan ajesensi didasarkan teori Yule. Yule (2006: 132) menjelaskan bahwa pasangan ajesensi atau pasangan berdampingan adalah pola yang terjadi secara otomatis dalam percakapan dan selalu terdiri atas dua bagian yang diucapkan oleh pihak yang berbeda. Berdasarkan teori tersebut, temuan dalam penelitian ini membuktikan bahwa dalam percakapan guru dengan siswa dalam pembelajaan Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu terdapat pasangan ajesensi. Pasangan ajesensi yang ditemukan disebabkan karena adanya salam sehingga langsung ada respons penerimaan salam, ada pertanyaan yang direspons dengan memberikan jawaban, dan ada permohonan yang direspons dengan pengabulan. Pada data yang terdapat pada bagian hasil penelitian, yang ditampilkan hanya data yang berkaitan dengan ucapan salam.

SIMPULAN

Penelitian ini membuktikan bahwa percakapan guru dengan siswa dalam interaksi pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK se-Kota Kefamenanu menunjukan adanya giir bicara, jeda overlaps, backchannel, dan pasangan ajesensi. Gilir bicara dalam percakapan guru dengan siswa terjadi karena adanya kesempatan untuk bertutur dalam interaksi pembelajaran. Sistem gilir bicara yang terjadi telah dikenali dan disadari oleh guru maupun

Maria Rosalinda Talan Universitas Timor

84

siswa. Jeda juga terdapat dalam percakapan guru dan siswa. Jeda yang muncul adalah jeda panjang dan jeda pendek yang terjadi di tengah tuturan dan di akhir tuturan. Jeda panjang terjadi akhir tuturan dan disebabkan oleh tidak adanya respons balik berupa tuturan dari petutur terhadap apa yang dibicarakan penutur. Jeda pendek terjadi di tengah tuturan dan disebabkan oleh keragu-raguan penutur dalam menyampaikan pesan. Overlaps dalam percakapan guru dengan siswa terjadi karena tuturan atau penggunaan unsur lingual yang sama. Backchanel yang terjadi dalam interaksi pembelajaran disebabkan oleh petutur memahami dan menerima atau menyetujui apa yang disampaikan penutur. Pasangan ajesensi yang ditemukan disebabkan karena adanya ucapan salam sehingga langsung ada respons penerimaan salam, ada pertanyaan yang direspons dengan memberikan jawaban, dan ada permohonan yang direspons dengan pengabulan. DAFTAR PUSTAKA Martyawati, Afritta Dwi. 2014. “Pasangan Berdampingan (Adjacency Pairs) dalam Lomba

Ngapeh di Kutai Kartanegara”. PRASASTI. http://dx.doi.org/10.20961/pras.v0i0.436.402

Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa Indonesia. Medan: USU Press. Purwoko, Herudjati. 2008. Discourse Analysis: Kajian Wacana bagi Semua Orang. Jakarta:

Indeks. Sudiana, I Nyoman. 2005. Interaksi Belajar Mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Bali: Alfina

Primata. Trahutami, Sriwahyu Istana. 2012. “Struktur Pola Alih Tutur pada Percakapan Anak-

Anak”. Humanika: Jurnal Ilmiah Kajian Humaniora Vol. 15 No. 9 Januari 2012. https://doi.org/10.14710/humanika.15.9.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Terjemahan dari Pragmatics.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 | DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201 Halaman 85-102

85

KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA PADA IKLAN KOMERSIAL MEDIA LUAR RUANG DI KABUPATEN KEDIRI

ERROR OF LANGUANGE USE ON OUTDOOR MEDIA COMMERCIAL

ADVERTISING IN KEDIRI DISTRICT

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesalahan berbahasa dari segi ejaan dan struktur frasa pada penggunaan bahasa iklan media luar ruang di Kabupaten Kediri. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Wujud data dalam penelitian ini berupa kata-kata, kalimat, dan wacana yang berupa papan nama, baliho, dan spanduk yang terdapat di wilayah Kabupaten Kediri. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Dalam hal ini peneliti memilih iklan komersial media luar ruang di tiga wilayah Kabupaten Kediri, yaitu Kecamatan Ngasem, Gurah, dan Pare. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi, catat dan simak. Sementara itu, analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga komponen, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada kesalahan bahasa pada penggunaan iklan komersial media luar ruang di Kabupaten Kediri. Kesalahan tersebut berupa kesalahan ejaan dan ketidaktepatan dalam struktur frasa. Kesalahan ejaan terdiri dari kesalahan pada tanda baca, unsur serapan (kata baku/tidak baku), dan penulisan kata. Untuk penggunaan struktur frasa dalam penelitian ini dijumpai adanya papan nama yang menggunakan kosakata bahasa Inggris dengan struktur frasa bahasa Inggris, penggunaan kosakata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi menggunakan struktur frasa bahasa Inggris, dan yang terakhir penggunaan kosakata bahasa Inggris dan Indonesia, tetapi menggunakan frasa bahasa Indonesia. Kata Kunci: iklan, ejaan, dan struktur frasa

Abstract Efforts to dignify indonesian in public bodies, mass media, and on line media continue to be made. One such effort is to hold socialization, coaching to the undertakes in order to put first good and right Indonesian. The study aims to analyze languange errors in terms of spelling and phrase structure on the use of outdoor media advertising languange in Kediri district. This study used descriptive qualitative methods. The data in the study was a word, sentence, and, discourse that was named, a baliho and banner in the district to the Kediri district. The sampling technique used in this study was purposive sanpling. In which case researchers chose the commercial advertisement of outdoor media in the district. There ar three regions selected in the study. The region is considered strategic, crowded and has a high economic level. The subdistrict of Ngasem, Gurah, and Pare. Data collection techniques performed in this study are documentation techniques, and notes, and listening. Meanwhile, the analysis of data found in study consisted of three components that were data collection, data processing, and inference withdrawal. The results of this study suggest that there is still a languange error on the commercial use of outdoor media in Kediri district. The errors in the form of spelling errors and inaccuracies in phrase structure. Spelling error consist of absorption elemental punctuation error (default word), and word writing. For the use of phrase structure in this study encountered the presence of signage using english vocabulary with the structure of english phrases. Use of indonesian vocabulary and english, but using the structure of english phrases. The latter use of english and indonesian vocabulary, but use the phrase indonesian. Keywords: advertising, spelling, phrase structure

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

86

PENDAHULUAN Iklan merupakan alat komunikasi yang memiliki kekuatan sangat penting sebagai alat

pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan, atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif (Widyatama 2011). Dalam hal ini iklan bertujuan agar menarik perhatian atau membujuk supaya orang dapat membeli barangnya. Oleh karena itu, bahasa iklan pun dibuat semenarik mungkin supaya dapat memikat konsumennya.

Umumnya iklan bersifat komersial. Namun, iklan juga ada yang bersifat nonkomersil atau iklan layanan masyarakat. Banyak jenis media periklanan untuk digunakan promosi. Media tersebut antara lain media televisi, internet, media cetak, pos langsung, majalah, radio, dan iklan outdor. Iklan outdoor atau media luar ruang adalah iklan yang berukuran besar dipasang di tempat-tempat terbuka, seperti di dalam bus kota, gedung, pagar, tembok dan sebagainya (Susanti 2016). Meskipun media televisi dan digital menjadi primadona untuk promosi, iklan media luar ruang masih diminati oleh pelaku usaha karena dipandang lebih efektif dan efisien dalam mengenalkan jasa konsumen. Salah satu kelebihannya dapat menguasai pasar lokal secara lebih baik yang target konsumennya merupakan masyarakat yang berada di sekitar wilayah pemasangan media tersebut.

Seiring dengan kemajuan informasi, entah sadar atau tidak justru adakalanya iklan jauh dari bahasa yang efektif dan tidak sesuai dengan kaidah berbahasa Indonesia yang benar. Para penggarap iklan menganggap bahwa menggunakan kosakata dari bahasa Indonesia yang telah dibakukan terkesan kaku dan sulit akrab di telinga masyarakat, padahal seperti tertulis pada pasal 36 UUD 45 1945 yakni “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.” Bahasa iklan mempunyai pengaruh kuat dalam penyebarannya kepada masyarakat. Oleh karena itu, siapa pun itu termasuk pembuat iklan harus menjunjung bahasa Indonesia tanpa merusaknya.

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional berdasarkan sumpah pemuda 1928 dan sebagai bahasa negara berdasarkan UUD 1945, sedangkan bahasa daerah berkedudukan sebagai bahasa daerah. Fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah 1) Sebagai jati diri bangsa; 2) lambang kebanggan bangsa; 3) Sarana pemersatu berbagai suku bangsa; 4) Sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara adalah 1) Sebagai bahasa resmi negara; 2) Sarana komunikasi tingkat nasional; 3)Sarana pengembangan kebudayaan nasional; 4) Sarana pengembangan kebudayaan nasional; 5) Sarana transaksi dan dokumentasi niaga; 6) Sarana pengembangan Iptek; 7) Bahasa media massa. Adapun fungsi bahasa daerah 1) Sebagai lambang identitas daerah. 2) lambang kebangsaan nasional 3) Sarana komunikasi dalam keluarga dan masyarakat daerah. 5) Sarana pendukung dan pemerkaya bahasa Indonesia (Balai Bahasa Jawa Timur 2019).

Kedudukan bahasa Indonesia semakin kuat karena pada tahun 2009 Presiden Republik Indonesia dan DPR mengesahkan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2009, tentang bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Dalam bab III Undang-Undang tersebut terdapat pasal-pasal yang berisi kebijakan bahasa nasional, yaitu pasal 25 sampai dengan pasal 45. Pasal yang

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201

87

dijadikan pokok bahasan dalam karangan ini adalah pasal 36 yang terdiri atas 3 ayat, yaitu ayat (1) berbunyi “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia”; Ayat (2) menegaskan bahwa “Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki satu nama resmi”; Ayat (3) Menyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen, atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merk dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi, yang didirikan atau badan hukum Indonesia”; dan ayat 4 berisi tentang “Penamaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah , budaya, adat istiadat, dan atau keagamaan. Undang-undang nomor 24 tahun 2009 pasal 37 ayat 1 dan 2 menyatakan 1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang dan jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia; 2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai keperluan. Selain itu Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 pasal 38 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa 1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu, petunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum; 2) Penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah/bahasa asing (Arifin 2015: 1-23).

Landasan hukum dalam pengutaman bahasa di media luar ruang juga diatur dalam peraturan pemerintah nomor 57 tahun 2014 tentang pengembangan, pembinaan, perlindungan bahasa dan sastra serta peningkatan bahasa Indonesia. kemudian diperkuat oleh Permendagri no. 40/2007 yang isinya bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta memelihara keutuhan NKRI dan melestarikan nilai sosial budaya. Dalam konteks itu bahasa nasional/bahasa negara mempunyai peran sebagai sarana komunikasi masyarakat antardaerah dan antarbudaya sekaligus sebagai pengikat masyarakat untuk bersatu, rukun, dan menjaga NKRI (Balai Bahasa Jawa Timur 2019)

Dasar pengutamaan bahasa Indonesia juga diatur dalam Permendagri nomor 40 tahun 2007 pasal 2 yang isinya kepala daerah bertugas melaksanakan 1) Pelestarian dan pengutamaan penggunaan bahasa negara di daerah; 2) Pelestarian dan pengembangan bahasa daerah sebagai unsur kekayaan budaya dan sebagai sumber utama pembentuk kosakata bahasa Indonesia; 3) Sosialisasi penggunaan bahasa negara sebagai pengantar dalam pendidikan/belajar mengajar, forum pertemuan resmi pemerintah dan memerintah daerah, surat menyurat, resmi/kedinasan, dan dalam kegiatan lembaga/badan usaha swasta serta organisasi kemasyarakatan di daerah; 4) Sosialisasi penggunaan bahasa daerah dalam kegiatan pelestarian dan pengembangan seni budaya di daerah (Balai Bahasa Jawa Timur 2019).

Permendagri nomor 40 tahun 2007 pasal 3 juga semakin menguatkan kedudukan bahasa Indonesia, yang isinya dalam melaksanakan tugas kepala daerah 1) Melakukan koordinasi antarlembaga dalam pengutamaan penggunaan bahasa negara atas bahasa-bahasa lainnya pada berbagai forum resmi di daerah; 2) Menerbitkan petunjuk kepada seluruh aparatur di daerah dalam menerbitkan penggunaan bahasa di ruang publik, termasuk papan nama nama instansi/lembaga/badan usaha/badan sosial, petujuk jalan dan

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

88

iklan, dengan mengutamakan penggunaan bahasa negara; 3) Memberikan fasilitasi untuk pelestarian dan pengembangan bahasa negara dan bahasa daerah; dan 4) Bekerja sama dengan instansi vertikal di daerah yang tugasnya melakukan pengkajian, pengembangan, dan pembinaan bahasa (Balai Bahasa Jawa Timur 2019).

Upaya untuk memartabatkan bahasa Indonesia telah dilakukan. Namun, tantangan tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perkembangan teknologi informasi, pasar bebas dan akulturasi budaya membuat posisi bangsa Indonesia sebagai negara berkembang lebih banyak dipengaruhi oleh negara yang lebih kuat dari segi ekonomi, politik, pertahanan, dan keamanan. Faktanya, walaupun kedudukan bahasa Indonesia lebih kuat di bandingkan bahasa asing, tetapi dalam penyampaian pesan informasi bahasa asing terutama bahasa Inggris cenderung mendominasi. Bahasa Indonesia belum bisa menjadi tuan rumah bagi bangsanya sendiri. Luasnya pengaruh bahasa Inggris terhadap bahasa-bahasa di dunia semakin mempengaruhi pada semua aspek kehidupan. Salah satu pengaruh tersebut adalah banyaknya iklan media luar ruang yang memakai bahasa asing terutama bahasa Inggris. Pemakaian bahasa asing tidak dilarang, tetapi alangkah lebih bijaknya tidak menjadikan bahasa asing sebagai bahasa utama yang justru tidak baik bagi perjalanan bahasa Indonesia.

Kabupaten Kediri merupakan salah satu Kabupaten di wilayah selatan Provinsi Jawa Timur Indonesia. Berdasarkan pengamatan penulis, tidak sulit menemukan iklan di sepanjang jalan di Kabupaten Kediri. Hampir di setiap jalan terdapat beragam reklame. Penulis melakukan pengamatan mulai dari jalan raya Ngasem Kediri menuju arah selatan, kemudian ke timur sampai Kecamatan Pare hasilnya, terdapat ribuan iklan media luar ruang seperti banner, spanduk, papan nama, papan reklame, umbul-umbul, dll. Reklame tersebut ada yang berizin dan ada yang menyalahi aturan, seperti tidak berizin atau reklame yang dipaku di pohon.

Fokus dalam penelitian ini adalah iklan komersial yang berada di jalan Kecamatan Pare, Ngasem, dan Gurah Kabupaten Kediri. Penulis mengambil tiga tempat tersebut karena Kecamatan Pare merupakan ibu kota Kabupaten Kediri. Di kecamatan tersebut terdapat hotel, swalayan, sekolah, kantor Universitas, kantor polisi, pom bensin, dan terdapat kampung Inggris. Sedangkan alasan penulis mengambil tempat di Kecamatan Ngasem karena Ibu kota Kediri memang berada di Kecamatan Pare, tetapi secara de jure Ibu kota Kediri terletak di Kecamatan Ngasem. Di Kecamatan Ngasem terdapat kantor pemerintahan, seperti kantor Kabupaten Kediri, Kantor Pengadilan dll. hotel, toko, pusat perbelanjaan, restoran, pom bensin juga ada. Di Kecamatan Ngasem terdapat monumen Simpang Lima Gumul yang merupakan ikon Kabupaten Kediri. Adapun Kecamatan Gurah merupakan Kecamatan yang letaknya berada di tengah-tengah Kabupaten Kediri yang letaknya tidak jauh dari Kecamatan Ngasem.

Pada saat ini pemakaian bahasa asing terutama bahasa Inggris banyak digunakan dalam media iklan luar ruang di Kabupaten Kediri, seperti pada papan nama, reklame, baliho, spanduk dll. Menurut pelaku usaha bisnis di Kediri, penggunaan bahasa Inggris dapat memberikan rasa gengsi yang tinggi, lebih menarik, lebih berkelas, dan dapat memberikan nuansa berbeda sehingga diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Namun, penggunaan bahasa asing tersebut ternyata tidak diimbangi oleh

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201

89

pengetahuan berbahasa secara benar, seperti penggunaan kosakata bahasa Indonesia, tetapi memakai struktur nomina bahasa asing (MD) contohnya Aulia Butik. Selain penggunaan struktur kata bahasa Inggris yang salah, iklan komersial pada media luar ruang di Kediri masih dijumpai kesalahan berupa ejaan, contohnya ketidaktepatan dalam penggunaan kata depan /di/ seperti kata di depan ditulis /didepan/ dan banyak dijumpai kata tidak baku.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis kesalahan berbahasa pada penulisan iklan media luar ruang di wilayah Kabupaten Kediri. Objek penelitian ini adalah penulisan pada papan nama, baliho, dan spanduk yang ada di Kabupaten Kediri. Penelitian tentang kesalahan bahasa sudah banyak dilakukan, tetapi penelitian kesalahan bahasa pada iklan media luar ruang di Kabupaten belum pernah diteliti. Upaya pembinaan, sosialisasi terhadap bahasa di ruang publik belum pernah dilakukan oleh pemerintah daerah, Setahu penulis sosialisasi bahasa untuk media luar ruang hanya pernah dilakukan di Kota Kediri. Penulisan ini juga diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan bahasa Indonesia sesuai kaidah yang berlaku, terutama dari segi struktur frasa dan ejaan khususnya bagi masyarakat Kota Kediri, sehingga diharapkan ada perbaikan dan jika perlu ada peraturan daerah/peraturan bupati/tentang pengutamaan bahasa Indonesia. Diharapkan ke depan Kabupaten Kediri menjadi Kabupaten dengan predikat terbaik, terutama terkait penulisan bahasa media luar ruang. Atas dasar tersebut, penulis mengambil judul Penelitian “Analisis Kesalahan pada penggunan Iklan Media Luar di Kabupaten Kediri.” METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Variabel data berupa kalimat, yaitu berupa kesalahan penggunaan bahasa pada media luar ruang di Kabupaten Kediri.

Penelitian terbatas pada iklan yang di dalamnya terdapat kesalahan berbahasa. Teknik pengambilan sampel atau sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Sampel diambil ditiga tempat yaitu kecamatan Ngasem, Gurah, dan Pare Kediri. Ketiga kecamatan tersebut merupakan pusat ekonomi dan pemerintahan, serta merupakan tempat strategis. Objek dalam penelitian ini berupa kesalahan bahasa pada iklan media luar yang ada di papan nama, spanduk, baliho.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi dan teknik catat. Teknik dokumentasi diperoleh dengan bantuan kamera smartphone untuk mendokumentasikan data sebagai suatu bukti nyata. Teknik catat dilakukan dengan melakukan pencatatan kesalahan berbahasa baik ejaan maupun struktur kata pada kartu data yang kemudian dilanjutkan klasifikasi (Sudaryanto 1993).

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

90

Tabel 1 Contoh Kartu Data Kartu data berisi nomor data, kode data. Data iklan akan diidentifikasi berdasarkan

unsur kesalahannya, meliputi kesalahan ejaan atau kesalahan struktur frasa Contoh Korpus Data Kode data : Kode nama Jenis Iklan : Pakaian

Kode Kata : AB Media iklan : Jenis media yang digunakan dalam beriklan Jenis kesalahan : Jenis kesalahan yang terdapat pada iklan.

Secara garis besar analisis data yang pertama dilakukan adalah tahap persiapan dan observasi, kemudian dilanjutkan mencari referensi dari buku atau jurnal dari penelitian sebelumnya yang dianggap sesuai dengan data permasalahan yang penulis temukan. Setelah masalah teridentifikasi dasar-dasar studi data ditemukan, tahap berikutnya mengadakan pengumpulan data dari observasi langsung melalui pengamatan, pendokumentasian, dan wawancara. Setelah data terkumpul data tersebut diolah berdasarkan kesalahan berbahasa pada penulisan iklan media luar ruang yang ada di Kabupaten Kediri. Tahap berikutnya menjelaskan bentuk kesalahan berbahasa Indonesia. Langkah terakhir adalah evaluasi terhadap hasil pengidentifikasian dan pengklasifikasian untuk mendapatkan kesimpulan akhir. Garis besar analisis kesalahan berbahasa adalah mengumpulkan data, mengidentifikasi data, dan menjelaskan kesalahan data (Henry dan Djagu tarigan 2011).

Bagan 1 Tahap Penelitian

Nomor kartu data Jenis Iklan Kode Kata Media iklan Jenis kesalahan

1. Ejaan Kesalahan

2. Struktur kata Kesalahan

: 01 : Toko pakaian : AB : Papan nama : √ : Penggunaan kata depan

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201

91

HASIL DAN PEMBAHASAN Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tertulis

yang menyimpang dari faktor-faktor komunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia yang meliputi kata, kalimat, dan kesalahan penggunaan ejaan yang menyimpang dari sistem ejaan yang sudah ditetapkan di dalam Pedoman Ejaan Umum Bahasa Indonesia (Setyowati 2010). Menurut Tarigan (dalam Setyowati 2010) kesalahan berbahasa Indonesia berdasarkan tataran linguistik yaitu berupa kesalahan fonologi, morfologi, sintaksis (frasa, klausa, kalimat), semantik, dan wacana.

Fokus penelitian ini adalah kesalahan iklan berdasarkan ejan dan struktur frasa pada iklan media luar ruang Kediri. Kesalahan ejaan ialah kesalahan menuliskan kata atau menggunakan tanda baca (Tarigan 2011). Penentuan kesalahan ejaan dalam penelitian ini, menggunakan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia berdasarkan PERMENDIKBUD No. 50 tahun 2015 (Rahmadi 2017) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V. Berdasarkan pedoman di atas, jenis kesalahan yang akan diteliti yaitu pemakaian huruf, penulisan huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca. Kesalahan Ejaan

Gambar 1

Penulisan yang salah PRAKTEK Penulisan yang benar

PRAKTIK

Lokasi papan nama di atas berada di desa Bendo Kecamatan Pare Kabupaten Kediri.

Foto diambil pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2019. Papan nama ini terletak di depan SMPN

persiapan obsrvasi

Pencarian referensi

Pengolahan data(Identifikasi kesalahanPenjelasan pengklasifikasian

simpulan

evaluasi

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

92

1 Pare Kabupaten Kediri. Lokasi tersebut juga berdekatan dengan beberapa kampus, dan sekolah swasta lainnya.

Kata praktek pada data di atas adalah kata yang tidak baku. Kata tersebut merupakan kata yang menyimpang dari kebahasaan yang berlaku. Penyesuian akhiran ‘-ic; dalam bahasa Inggris atau -isch dalam bahasa Belanda menjadi ‘–ik’ dalam bahasa Indonesia. Praktik adalah kata serapan yang tepat. Oleh karena itu, di dalam KBBI tidak ditemukan kata praktek, tetapi adanya kata praktik. Kata praktik menurut KBBI artinya pelaksanan pekerjaan (tentang dokter, pengacara, dan sebagainya). Dari kata praktik, diturunkan kata praktikan (orang yang sedang melakukan praktik) dan praktikum (kegiatan yang berkaitan dengan praktik atau percobaan). Gambar 2

Penulisan yang salah Milyar Penulisan yang Benar Miliar

Iklan niaga di atas teletak di jalan raya Gurah Kabupaten Kediri. Gambar ini diambil pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2019. Iklan ini berada di depan pasar Gurah.

Kata milyar merupakan kata tidak baku. Di dalam KBBI tidak ditemukan kata milyar, tetapi yang ada kata miliar. Penyebab kata tidak baku dari kata milyar adalah adanya penggantian huruf vokal dengan huruf konsonan (Miftahudin 2011). Contoh penggantian huruf vokal dengan huruf konsonan lainnya adalah kata mulia menjadi mulya, psikologi menjadi psykologi. Kata miliar berasal dari bahasa Belanda, miljard dan dari bahasa Prancis, miliard, adalah sebuah bilangan yang menunjukkan 1000 juta, atau atau 109 = 1.000.000.000. Penyerapan kata miljard atau miliard melalui proses adaptasi, yaitu proses diserapnya bahasa asing dengan cara pemakai bahasa tersebut mengambil kata bahasa asing, tetapi ejaan dan cara penulisannya berbeda juga disesuaikan dengan aturan bahasa Indonesia. Proses diserapnya bahasa asing dengan cara pemakai bahasa tersebut mengambil kata bahasa asing, tapi ejaan dan cara penulisannya berbeda juga disesuaikan dengan aturan bahasa Indonesia. Gambar 3

Penulisan yang salah : dikontrakan Penulisan yang benar: dikontrakkan

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201

93

Iklan ini berada di jalan Gurah Kabupaten Kediri. Iklan diambil pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2019. Kata dikontrakan pada penulisan iklan di atas salah. Kata kontrakan berasal dari kata dasar ‘kontrak’ mendapat awalan di- dan akhiran –an, padahal tidak ada konfiks ‘di-an’. Kata ‘kontra’ menurut KBBI mempunyai arti dalam keadaan tidak setuju, dalam keadaan melawan, menentang. Ketika kata kontra diberi awalan –di dan akhiran-kan ‘di-kontra-kan’ maka artinya memiliki makna menyebabkan atau membuat jadi kontra, padahal yang dimaksud oleh pemasang tulisan adalah menawarkan tempat atau rumah.

Gambar 4

Penulisan yang salah KOST Penulisan yang benar KOS

Iklan ini berada di Jalan raya Pare Kabupaten Kediri. Gambar diambil pada hari

Selasa tanggal 23 Juli 2019. Kata “kost” berasal dari bahasa Belanda “in de kost” yang artinya “makan di dalam” atau tinggal dan ikut makan” di dalam rumah tempat tinggal.

Dalam masa penjajahan, bangsa Belanda ataupun bangsa Eropa umumnya mendapat status sangat terpandang dan memiliki kedudukan tinggi dalam strata sosial di masyarakat, terutama di kalangan pribumi. Orang-orang yang bukan orang Belanda dan berpandangan non-tradisional menganggap perlunya anak mereka bersikap “seperti layaknya” orang Belanda. Dengan membayar sejumlah uang tertentu sebagai jaminan, anaknya diperbolehkan untuk tinggal di rumah Belanda yang mereka inginkan, dengan beberapa syarat yang sudah diperhitungkan, dan resmilah si anak angkat sebagai anak angkat oleh keluarga Belanda tersebut. Setelah tinggal serumah dengan keluarga Belanda, selain diperbolehkan makan dan tidur di rumah tersebut, si anak tetap dapat bersekolah dan belajar menyesuaikan diri dengan gaya hidup keluarga tempat ia menumpang. Inti dari in de kost adalah anak mampu mandiri sesuai dengan tradisi tempat ia tinggal. Seiring berjalannya waktu dan berubahnya zaman, khalayak umum di Indonesia menyebut istilah “in de kost” dengan menyingkatnya menjadi “kost” saja (sumber wikipedia)

Kata “in de kost” kemudian diserap oleh bahasa Indonesia menjadi “in de kos. Oleh karena itu, kata yang benar adalah in de kos atau kos. Menurut KBBI kos artinya tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan (dengan membanyar setiap bulan)

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

94

Gambar 5

Penulisan yang salah DI JUAL, DI SEWAKAN Penulisan Yang Benar DIJUAL, DISEWAKAN

Iklan tersebut diambil hari Selasa tanggal 23 Juli 2019. Iklan terletak di ruko Jalan Dr. Soetomo dekat dengan masjid agung Pare. Pada iklan di atas terdapat kesalahan kata depan “di” pada kata “di jual” dan kata “di sewakan”. Penulisan kata hubung di sering disepelekan. Penulisan kata yang benar adalah “dijual” dengan keterangan tidak perlu menggunakan spasi antara kata di dengan kata berikutnya, yaitu “jual”. Hal tersebut sesuai dengan ejaan bahasa indonesia yang menjelaskan bahwa kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang dianggap lazim dianggap satu kata contohnya, daripada dan kepada.

Ada dua “di” dalam dua kalimat. “di” yang pertama menunjukkan tempat, yang harus dituliskan terpisah dari kata yang menunjukkan tempat. “di” yang kedua merupakan sebuah awalan untuk sebuah kata kerja pasif yang harus digabungkan pada kata yang diawalinya. Jadi, kata depan “di” yang ada di gambar dia atas harus digabung menjadi “dijual” karena kata jual merupakan kata kerja jika digabungkan dengan kata depan “di”maka kata “jual” itu menjadi kata kerja pasif. Sedangkan untuk kata disewakan /di/ tidak menyatakan tempat sesuai EBI penulisannya dirangkai, yaitu disewakan. Gambar 6

Penulisan yang benar fotokopi, fotografi

ATAU fotocopy, fotography, video shooting dimiringkan.

Iklan ini terletak ini Jalan Seruji Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri, gambar

diambil hari Selasa tanggal 23 Juli 2019. Iklan berada di dekat SMP Negeri 1 Gurah Kediri dan beberapa sekolah lainnya. Kesalahan penulisan kata fotocopy sering kita jumpai di tempat fotokopi yang tersebar di sepanjang jalan, maupun di tempat perkantoran. Nyaris penulis belum pernah menemukan penulisan kata fotokopi secara benar. Huruf ‘ph’ (bahasa Inggris) diserap menjadi ‘f’ dalam bahasa Indonesia. Huruf ‘c’ (bunyi k) diikuti vokal o menjadi ‘k’ dan ‘y’ menjadi i, sehingga kata fotocopy sudah diserap bahasa Indonesia menjadi

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201

95

fotokopi. Hal ini juga berlaku pada kata fotography di atas yang seharusnya menjadi fotografi. Sebaliknya kata scan dan print video shooting belum diserap oleh bahasa Indonesia. Sesuai ejaan bahasa Indonesia kata scan dan print sebaiknya kata tersebut dimiringkan. Jadi, alternatif pembenaran, sebaiknya menggunakan kata fotokopi, fotografi karena memang kata tersebut sudah ada di bahasa Indonesia. Alternatif kedua jika berpanduan EBI kata tersebut kata fotocopy, fotography harus dimiringkan jika menggunakan bahasa Inggris. Gambar 7

Penulisan yang salah : (PT. ) (Karir) Penulisan yang benar : (PT), (Karier)

Iklan papan nama milik instansi bank ini berada di halaman di ruko jalan Dr. Soetomo Pare, iklan diambil pada Selasa tanggal 23 Juli 2019. Perseroan terbatas atau biasa disingkat PT penulisannya harus tidak diikuti tanda titik setelah huruf “T”. Ini sejalan dengan penjelasan contoh yang tertera dalam bagian singkatan atau akronim. Dalam PUEBI singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik. Kesalahan berikutnya adalah kata karir. Kata karir tidak ditemukan di KBBI, tetapi yang ditemukan adalah kata karier. Dengan demikian, yang baku dari kata tersebut adalah karier. Kata karier berasal dari kata Belanda carriere yang artinya perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Ini juga bisa beraarti jenjang dalam sebuah pekerjaan baru. Kata karier sering ditulis karir dikategorikan sebagai kesalahan fonologi karena penyebabnya adanya penyederhanaan deret kata (Miftahudin 2014 ). Contoh karier menjadi karir, varietas menjadi varitas. Selain itu frasa di atas mengalami penyimpangan dalam struktur frasa. Di Indonesia berlaku hukum DM, bukan MD kecuali kata tertentu, frasa di atas seharusnya bank Panin bank sebagai (D) nomina inti, Panin sebagai (M) menerangkan. Struktur frasa di atas mengikuti struktur bahasa Inggris MD Panin sebagai menerangkan (M) bank sebagai nomina inti (D). Jadi, yang benar adalah bank Panin Struktur Frasa

Selain menganalisis kesalahan berbahasa dari segi ejaan, penulis juga menganalisis struktur frasa. Fenomena penulisan papan nama media luar dengan menggunakan kosakata bahasa asing, khususnya bahasa Inggris marak dilakukan. Umumnya pemakaian kosakata bahasa Inggris lebih berkelas, elegan, dan menarik. Berdasarkan pengamatan penulis, beberapa badan usaha, seperti perumahan mewah di Kabupaten Kediri sudah menggunakan bahasa Indonesia. Contohnya perumahan Kwadungan Indah dll. ini membawa dampak positif karena dapat mengangkat bahasa Indonesia semakim

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

96

bermartabat. Walau demikian masih banyak dijumpai badan usaha seperti, restoran, hotel, perumahan yang memakai bahasa asing.

Pada umumnya yang sering menggunakan bahasa Inggris pada iklan media luar ruang adalah papan nama atau badan usaha. Pemakaian bahasa Inggris pada papan nama cenderung memakai frasa nomina. Frasa nomina adalah frasa yang dibentuk dari kata benda nomina. Sebagai inti frasa, nomina menduduki bagian utama, sedangkan pewatas berada di muka atau dibelakangnya (Alwi, 1998). Dalam membentuk frasa umumnya pokok utama yang diterangkan diletakkan di depan, sedangkan keterangan atau penjelasannya diletakkan sesudah unsur pokok itu. Inilah yang disebut dengan hukum DM.

Alisjahbana (dalam Prasetyo)1 mengungkapkan bahwa hukum DM menyatakan bahwa yang diterangkan diletakkan di depan, sedangkan keterangan atau penjelasan diletakkan sesudahnya. Di dalam bahasa Indonesia tidak selalu berhukum DM, ada pengecualian-pengecualian tertentu. 1) beberapa jenis kata bantu dan kata keterangan, misalnya akan, lagi, kurang, makin, lebih, terlalu, amat, sedang, susah, dan sebagainya. Misalnya sudah mekar: sudah (M) mekar (D) hukum D-M; 2) kata bilangan, misalnya sebuah, sebutir, sebiji, stas, sebatang, sehelai, satu, dua, tiga, dan sebagainya. Contoh: sebuah jeruk: sebuah (M)- jeruk (D), Berlaku hukum M-D (berapa jeruk); 3) kata depan: misalnya: di, ke, dari, atas, kepada dan sebagainya. Contoh: dari Medan: dari (M) Medan (D). Selain pengecualian tersebut, tidak ditemukan pengecualian yang lain di DM. Ada kalanya untuk menghindari terjadinya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku (hukum DM). Gabungan dua kata yang terpisah disatukan penulisannya sehingga menjadi satu kata, misalnya frasa pasaca sarjana : pasca (M), berlaku hukum DM ditulis pascasarjana sehingga tidaka ada masalah hukum.

Hukum DM merupakan salah satu pembeda antara bahasa Indonesia dengan bahasa rumpun Indo-Eropa, seperti bahasa Belanda dan Inggris. Struktur frasa nomina berbahasa Gambar 8

Pembenaran: Seharusnya di atas kata berbahasa Inggris ada kata bahasa Indonesia, bukan semua kata menggunakan bahasa Inggris.

1 Signage In and T H E District, ‘PENYIMPANGAN STRUKTUR FRASA BAHASA INDONESIA’.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201

97

Tabel 1 Pilihan Kata dan Struktur Bahasa Inggris pada Gambar 8 sebagai berikut

Nama papan nama

Lokasi Diterangkan Menerangkan

Pride Coffe Kitchen

Katang Ngasem Pride Coffe Kitchen

Papan nama di atas adalah papan nama milik sebuah kafe yang terletak di jalan raya

Katang Kecamatan Ngasem Kediri. Letak papan iniberada di sebelah barat Kantor Kabupaten Kediri. Secara struktur frasa penulisan tersebut tidak salah karena frasa Inggris berhukum (MD). Dalam hal ini Pride berfungsi menerangkan (M) dengan nomina inti coffe kitchen. Bahasa asing, khususnya bahasa Inggris boleh saja digunakan oleh pelaku usaha, tetapi seharusnya penulisan bahasa Indonesia juga ada karena sudah jelas bahwa dalam Undang-Undang bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen, atau pemukiman atau permukiman, perkantoran, kompleks, perdagangan, merk dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia yang berbadan hukum. Aturan tersebut dipertegas oleh amanat Permendagri nomor 40 tahun 2007 bahwa menerbitkan petunjuk kepada seluruh aparatur daerah dalam menerbitkan penggunaan bahasa di ruang publik termasuk papan nama instansi/lembaga badan usaha/badan sosial/ petunjuk jalan dan iklan, dengan mengutamakan penggunaan bahasa negara. Menggunakan bahasa asing boleh saja, tetapi tetap mengutamakan bahasa Indonesia dengan menuliskan juga bahasa Indonesia di atas tulisan bahasa Inggris tersebut.

Beberapa papan nama atau badan usaha mennggunakan frasa bahasa Indonesia dengan benar (DM), tetapi menggunakan bahasa gaul misalnya warunk, waroeng. Berikut salah satu gambar dari papan nama Gambar 10

Kesalahan : Waroeng Daun Pembenaran: Warung Daun

Letak restoran atau warung pada gambar di atas berada di Jalan raya Katang Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri. Sebenarnya pemilihan bahasa dalam badan usaha ini bagus, mengutamakan bahasa Indonesia, bukan nama keinggris-inggrisan seperti pada restoran umumnya. Secara frase sudah benar (DM) warung sebagai nomina inti /D/ dan Daun berfungsi menerangkan /M/pemilihan bahasa pada kata woroeng supaya terlihat

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

98

berbeda dan menarik, tetapi kembali lagi kata yang baku adalah warung bukan waroeng. Ejaan ini menggunakan ejaan lama yaitu ejaan van ophuisen pada masa itu huruf /u/ adalah /oe/. Untuk saat ini ejaan yang berlaku adalah ejaan bahasa Indonesia dan sebaiknya tidak perlu menggunakan huruf vokal /oe/, tetapi ikuti aturan ejaan sekarang dengan mamakai huruf /u/. Gambar 11 dan 12

Gambar 11 Gambar 12

Sesuai gambar di atas beberapa papan nama di Kediri menggunakan kosakata bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris dengan struktur nomina bahasa Inggris. agar lebih jelas berikut data ditampilkan dalam bentuk tabel berdasarkan gambar di atas.

Tabel 2 Pilihan Kata Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris serta Berstruktur Bahasa Inggris (MD)

No. Nama badan usaha Diterangkan Menerangkan 1. Royal Cafe Royal Cafe 2. Surya Textile Surya Textile

Gambar 11 terletak di jalan raya Ngasem Kabupaten Kediri, sedangkan gambar 12

terletak di jalan raya Pare Kediri. Papan nama gambar 11 tersebut terletak di dekat simpang lima gumul yang merupakan kawasan ramai. Adapun gambar 12 terletak di dekat perempatan Monumen Garuda Pare Kediri. Penulisan Royal Cafe, Surya Tekstil merupakan frasa perpaduan bahasa Indonesia dan Inggris. Royal, surya merupakan bahasa Indonesia, sedangkan cafe, dan textile merupakan bahasa Inggris. Penulisan frasa tersebut tidak mengikuti hukum DM karena memang cafe, textile merupakan bahasa Inggris. ada dua alternatif pembenaran Agar penulisannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia kata cafe diganti kafe dan kata textile diganti kata tekstil karena memang kata-kata tersebut sudah ada padanannya pada bahasa Indonesia. Alternatif kedua adalah dengan menyertakan bahasa Indonesia di atas nama bahasa Inggris. berikut tabel alternatif pembenarannya

Tabel 3 No. Nama badan

usaha Alternatif Pembenaran

Pemakaian bahasa Indonesia

Pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

1. Surya Textile Tekstil Surya Tekstil Surya (Surya Textile) 2. Royal Cafe Kafe Royal Kafe Royal

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201

99

(Royal Cafe) Berikutnya beberapa papan nama menggunakan kosakata bahasa Indonesia, tetapi

memakai struktur nomina bahasa Inggris (MD). Berikut gambar sekaligus tabelnya: Tabel 4

Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15

Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18

Dari sekian iklan media luar ruang, penulis menemukan bahasa dengan struktur frasa

yang salah yang mendominasi adalah papan nama badan usaha yang memakai kosakata bahasa Indonesia, tetapi memakai pola struktur nomina bahasa Inggris (MD). Gambar di atas hanya sedikit contoh kesalahan yang mewakili kesalahan frasa tersebu. Ini jelas bertentangan struktur frase yang digunakan bahasa Indonesia (MD). Ini artinya efek membanjirnya bahasa asing, khususnya bahasa Inggris membuat masyarakat terpengaruh, bahkan beberapa pelaku usaha kurang paham tentang penggunaan frasa bahasa Inggris dan frasa bahasa Indonesia yang benar. Pada akhirnya ketumpangtindihan bahasa asing dan Indonesia semakin membuat kacau bahasa. Berikut tabel penjelasan frasa gambar di atas, sekaligus pembenarannya.

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

100

Tabel 5 Pilihan Kata Bahasa Indonesia, tetapi Memakai Unsur Bahasa Inggris (DM)

No. Nama badan usaha

letak Diterangkan (D)

Menerangkan (M)

Pembenaran

1. Primadona Optik

Pare Primadona Optik Optik Primadona

2. Royal Karaoke

Ngasem Royal Karaoke Karaoke Royal

3.

Aulia Butik Pare Aulia Butik Butik Aulia

4.

Callista Swalayan

Gurah Calista Swalayan Swalayan Calista

5. Pratynya Hotel

Ngasem Pratnya Hotel Hotel Pratynya

6. Viony Batik Pare Viony Batik Batik Viony

Penemuan berikutnya adalah menggunakan kosakata bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, tetapi memakai struktur frasa bahasa Inggris. berikut tabel beserta contoh gambarnya:

Tabel 6 Pilihan Kata Bahasa Inggris dan Indonesia serta Berstruktur Bahasa Indonesia (DM)

Papan Nama Diterangkan Menerangkan Massage Tradisional Massage Tradisional Gallery Jati Murni Gallery Jati Murni Cafe Srikandi Cafe Srikandi

Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21

Gambar di atas terletak di Jalan Raya Bendo Pare, sedangkan gambar 21 terletak di Jalan Kweden Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri. Kosakata bahasa Inggris pada papan nama di atas menggunakan struktur frasa Indonesia (DM). Massage, galleri dan Cafe merupakan nomina inti /D/ diterangkan, sedangkan Tradisional, Jati Murni, dan Srikandi berfungsi sebagai /M/menerangkan. Tentu saja ini salah karena papan nama di atas

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.201

101

menggunakan kosakata asing yang berstruktur (MD), sedangkan bahasanya percampuran. Pelaku usaha beranggapan dengan mencantumkan kata bahasa asing akan memberikan dampak mewah dan berkelas, padahal frase tersebut salah. Alternatif pembenarannya adalah pijit tradisional dan galeri Jati Murni atau menggunakan bahasa Inggris secara benar, kemudian menuliskan bahasa Indonesia di atas bahasa asing tersebut, berikut tabel alternatif pembenarannya.

Tabel 7 Papan Nama Alternatif Pembenaran

Massage Tradisional Pijat Tradisional Pijat tradisioanl (Traditional Massage} Gallery Jati Murni Galeri Jati Murni Galeri Jati Murni (Murni Gallery) Cafe Srikandi Kafe Srikandi Kafe Srikandi (Srikandi Cafe)

SIMPULAN Berdasarkan penemuan data-data di lapangan dan hasil analisis pada penulisan

kesalahan penggunaan bahasa pada iklan media luar ruang di Kabupaten Kediri masih dijumpai beberapa kesalahan yang belum atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bentuk kesalahan tersebut terdiri dari kesalahan ejaan yang meliputi tanda baca, penulisan kata dan kata baku dan tidak baku. Selain itu, kesalahan pada penggunaan bahasa pada iklan media luar ruang di Kabupaten Kediri banyak didominasi dengan ketumpangtindihan penggunaan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia sehingga menyebabkan struktur frasa menjadi kacau. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 belum bisa diterapkan dengan baik.

Untuk meminimalisir kesalahan, pihak pemerintah terutama balai bahasa sedang gencar menggiatkan pengutamaan bahasa Indonesia di media luar ruang. Upaya balai bahasa untuk menggiatkan usaha tersebut dengan mengadakan sosialisasi yang diikuti beberapa lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga swasta. Upaya ini pernah dilakukan di Kota Kediri, tetapi belum pernah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kediri. Ada harapan semoga dengan adanya penelitian ini ada upaya dari pemerintah, terutama pemerintah Kabupaten Kediri agar ada perhatian dalam bidang bahasa misalnya, sosialisasi penggunaan bahasa media luar ruang dengan baik, terutama bagi pelaku usaha komersial. Atau perlombaan tentang penggunaan bahasa yang paling baik dalam badan usaha komersial. Dengan begitu para pelaku usaha dan komersial tidak hanya membuat bahasa yang menarik, tetapi bagaimana peran pelaku usaha tersebut dapat mengangkat pemartabatan bahasa Indonesia.

Selanjutnya untuk meminimalisir kesalahan berbahasa pada bahasa penggunaan media luar ruang khususnya di Kediri, jika memungkinkan perlu dibuatkan peraturan daerah/peraturan Bupati/wali kota tentang pengutamaan bahasa Indonesia dan pelestarian daerah. lembaga perizinan di wilayah kabupaten/kota diharapkan dapat mensyaratkan pengutamaan bahasa Indonesia dalam memberikan penamaan. Usaha-usaha tersebut dilakukan supaya generasi penerus dapat melihat, melestarikan, menerapkan bahasa Indonesia dengan baik. Yang tak kalah penting ada usaha kesadaran dari diri sendiri untuk memulai, menerapkan bahasa sesuai kaidah bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Ervina Damayanti Universitas Islam Kadiri

102

DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia .Jakarta: Balai Pustaka. Arifin, E Zaenal, ‘Implementasi Pasal 36 “Undang-Undang Bahasa”’, Pujangga, 1.2 (2015),

1–23 Badan Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik

Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi V (on Line) Balai Bahasa Jawa Timur. Sosialisasi Penggunaan Bahasa Media Luar Ruang Di Kota Kediri, 2019 In, Signage, and T H E District, ‘PENYIMPANGAN STRUKTUR FRASA BAHASA

INDONESIA’ Miftahudin, Ade, ‘Analisis Kesalahan Penggunaan Kata Baku Dalam Pembelajaran Menulis

Laporan Perjalanan Siswa Kelas Viii Di Smp Al-Hidayah Lebak Bulus Jakarta’, 2014 Rahmadi, Dewi. 2017. Pedoman Umum EBI&Kesalahan Berbahasa. Solo: GentaSmart. Setyowati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori Dan Praktik. Surakarta:

Yuma Pustaka. Sudaryanto. 1993. Metode Dan Aneka Teknik Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan

Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Susanti, Ratna, and M Pd Penulis, ‘Error Analysis of Language in Writing’, 2.Penulis 1

(2016) Sutopo, H.B., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori Dan Terapannya Dalam

Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Tarigan, G. Henry dan Tarigan Djago. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.

Bandung: Angkasa. Widyatama, Rendra. 2011. Teknik Menulis Naskah Iklan. Jakarta: Cakrawala.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 | DOI: 10.32938/jbi.v4i2.202 Halaman 103-110

103

BENTUK BAHASA KASUAL GUYUB TUTUR DI WILAYAH PERUMAHAN BTN KEFAMENANU

FORM OF CASUAL LANGUAGE IN LANGUAGE COMMUNITY IN

PERUMAHAN BTN KEFAMENANU

Joni Soleman Nalenan Universitas Timor

[email protected]

Abstrak Penelitian ini berjudul “Bentuk Bahasa Kasual Guyub Tutur di wilayah perumahan BTN Kefamenanu”. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk bahasa kasual guyub tutur di wilayah perumahan BTN Kefamenanu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk bahasa kasual guyub tutur di wilayah perumahan BTN Kefamenanu. Metode yang digunakan adalah deskripsi kualitatif, sedangkan teori yang digunakan adalah teori linguistik struktural. Hasil penelitian menujukkan bahwa bentuk bahasa kasual terdapat pada tataran fonologi, morfologi, dan semantik. Pada tataran fonologi, bentuk bahasa kasual berupa aferesis atau pelepasan fonem tertentu di awal kata seperti fonem dan disimilasi. Bentuk bahasa kasual pada tataran morfologi berbentuk reduplikasi berubah bunyi dan abreviasi berupa singkatan-singkatan dan kontraksi. Bentuk bahasa kasual pada tataran semantik selalu mengarah pada makna konotasi kata. Kata Kunci: bahasa, bahasa kasual, dan guyub tutur.

Abstract The title of this research is “Form of Casual Language in language community in Perumahan BTN Kefamenanu”. The problem to be discussed in this research is how is the form of casual language in language community in Perumahan BTN Kefamenanu. The aim of this research is to know and describe the form of casual language in language community in Perumahan BTN Kefamenanu. The method used in this research is descriptive-qualitative, while the theory used is linguistic structural. The result of this research showed that the form of casual language used by language community in Perumahan BTN Kefamenanu found on some levels, namely: phonology level, morphology level, and semantic level. The form of casual language on phonology level like (1) apheresis is extrication one or some phonemes in the front of word and (2) dissimilation. The form of casual language on morphology level like abbreviation and contraction. The form of casual language on semantic level always means to the connotation meaning of word. Key Words: Language, casual language, and language community PENDAHULUAN

Bahasa merupakan sistem tanda arbitrer yang konvensional dan digunakan sebagai alat komunikasi sosial. Sebagai suatu sistem, bahasa bersifat sistemik dan sistematik. Bahasa bersifat sistemik karena mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan yang berlaku, sedangkan bahasa bersifat sistematik karena bahasa merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem (Soeparno, 2002:1). Sebagai tanda yang arbitrer, bahasa selalu dikaitkan dengan pemaknaan masyarakat pengguna bahasa/guyub tutur. Artinya, masyarakat pengguna selalu kreatif

Joni Soleman Nalenan Universitas Timor

104

dalam menggunakan bahasa. Sebagai alat komunikasi sosial, bahasa selalu selalu dikaitkan dengan fungsi sebagai media penyampaian informasi kepada orang lain (fungsi transaksional) dan menyatakan interaksi sosial dengan orang lain (fungsi interaksional).

Berkaitan dengan itu, dapat dipastikan bahwa setiap masyarakat memiliki dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dikatakan demikian karena kehidupan manusia tidak terlepas dari aktivitas penyampaian informasi dan interaksi dengan sesama. Selain itu, tidak ada masyarakat tanpa bahasa, dan tidak ada juga bahasa tanpa masyarakat pengguna. Senada dengan itu, masyarakat di wilayah perumahan BTN Kefamenanu juga memiliki gaya bahasa tersendiri dalam menyampaikan informasi dan berinteraksi dengan sesama.

Perumahan BTN Kefamenanu merupakan salah satu wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste, tepatnya di Kabupaten Timor Tengah Utara – Kefamenanu, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wilayah ini dihuni oleh sebagian besar mahasiswa Universitas Timor (UNIMOR). Dalam kehidupan sehari-hari, mahasiswa UNIMOR yang mendiami wilayah ini selalu menggunakan bahasa tersendiri untuk saling berkomunikasi. Gaya bahasa ini selalu nampak dalam bentuk kata dan frasa yang diselipkan dalam kalimat bahasa Indonesia. Kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi, bukan merupakan kosakata bahasa Indonesia baku.

Meskipun demikian, antara penutur dan mitra tutur saling memahami maksud pembicaraan ketika berkomunikasi. Jika diamati, gaya bahasa yang digunakan oleh pengguna bahasa di wilayah perumahan BTN merupakan gaya bahasa kasual (gaya informal atau santai). Penutur dan mitra tutur cenderung menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk yang diperpendek baik pada level kata, frasa, maupun kalimat. Selain itu, banyak menggunakan unsur-unsur dialek dan unsur daerah. Pernyataan ini perkuat dengan pendapat Soeparno (2002: 75) tentang gaya bahasa kasual (casual), yakni gaya bahasa yang banyak menggunakan bentuk alegro. Dalam hal ini, bentuk bahasa yang diperpendek baik pada level kata, frasa, maupun kalimat. Ciri lain gaya bahasa kasual adalah banyak menggunakan unsur-unsur dialek dan unsur daerah. Gaya bahasa kasual biasa dipergunakan oleh pembicara di warung kopi, di tempat-tempat rekreasi, di pinggir jalan, dan pembicaraan santai lainnya.

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana padanan bentuk gaya bahasa kasual guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memaparkan padanan bentuk gaya bahasa kasual guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi tambahan kepada setiap pemerhati bahasa tentang padanan bentuk bahasa kasual guyub tutur di Wilayah Perumahan BTN Kefamenanu.

Teori yang digunakan untuk menganalisis masalah dalam penelitian ini adalah teori linguistik struktural. Penggunaan teori ini atas asumsi bahwa klausa dan kalimat sebuah bahasa merupakan suatu sistem berstruktur. Teori ini dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure dalam bukunya yang berjudul “Course de Linguistique General”. Saussure mengatakan bahwa seluruh sistem bahasa sebagai suatu struktur bermakna dan dapat disederhanakan dan dijelaskan sebagai relasi sintagmatik dan paradigmatik.

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.202

105

Relasi sintagmatik mengarah pada deretan unsur kebahasaan secara horisontal. Relasi sintakmatik terjadi dalam segala tataran. Saussure menjelaskan bahwa fonem-fonem segmental secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar berupa silabel dan morfem, yang dikenal dengan prosede fonotaktik. Morfem-morfem secara sintakmatik membentuk satuan yang lebih besar, yakni kata. Prosede ini dikenal dengan nama prosede morfologis. Kata-kata secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar, yakni frasa. Kemudian frasa secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar, yakni klausa. Akhirnya, klausa-klausa secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar, yakni kalimat. Ketiga prosede yang terakhir ini disebut dengan prosede sintaksik, sedangkan relasi paradigmatik mengarah pada deretan struktur kebahasaan yang sejenis secara vertikal. Kegunaan relasi paradigmatik adalah untuk mencari atau menentukan unsur-unsur bahasa. Deretan paradigmatik pun berlaku untuk segala tataran (Soeparno, 2002:51).

Ciri-ciri teori linguistik struktural adalah: (a) memandang bahasa sebagai ujaran. Ciri ini menunjukkan bahwa hanya yang berupa ujaran sajalah yang dapat disebut bahasa; (b) bahasa sebagai sistem tanda (signfie) dan (signifiant). Ciri ini menunjukkan bahwa bahasa pada hakikatnya adalah sebuah sistem tanda yang arbitrer dan konvensional. Sistem tanda dalam bahasa ada dua sisi, yakni signifie (tertanda) mencakup konsep tentang sesuatu yang akan ditandai dengan signifiant (penanda), dan signifiant (penanda) berupa bahasa, sedangkan arbitrer mengarah pada arti bahwa sifat dari tanda-tanda tersebut adalah semena-mena. Namun, kesemenaan itu dibatasi oleh suatu konvensi atau kesepakatan antar pemakai; (c) kegramatikalan berdasarkan keumuman. Ciri ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk yang secara kaidah benar namun belum biasa dipakai atau belum umum, maka bentuk itu dikatakan sebagai bentuk yang tidak gramtikal; (d) analisis bahasa secara deskriptif. Ciri ini menegaskan bahwa analisis bahasa harus didasarkan atas kenyataan yang ada. Data yang dianalisis hanyalah data yang ada pada saat penelitian dilakukan (Soeparno, 2002: 48-52).

Selain teori struktural, penulis juga memadukan teori tata bahasa transformasi yang dikemukakan oleh Noam Chomsky, teori ini merupakan suatu pendekatan yang dikemukakan oleh Chomsky dalam buku Syntactic Structure pada tahun 1957. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Chomsky pada tahun 1965 dalam bukunya yang berjudul Aspects of the Ntheory of Syntax. Menurut teori ini, tiap manusia menggunakan bahasa yang tercermin dalam kalimat. Tiap kalimat yang lahir bagaiamana pun bentuknya, terdiri dari sejumlah elemen dasar dan mempunyai struktur. Tiap kalimat yang lahir, barangkali akan muncul lagi pada situasi yang lain. Hal seperti ini, disebut prosedur rekursif (recurcive procedure). Tiap kalimat yang dihasilkan oleh alat bicara manusia menampakkan diri secara bersama-sama yang terdiri dari struktur dalam (deep structure) dan struktur luar (surface structure). Struktur luar berwujud apa yang kita dengar atau apa yang kita lihat kalau tertulis. Struktur dalam merupakan abstraksi dari apa yang didengar atau dilihat.

Manusia harus memiliki kompetensi (competence) tentang bahasanya, dan bagaimana ia harus menampilkan (performance). Apa yang diinginkannya dalam wujud bahasa. Kemampuan-kemampuan inilah yang merupakan objek tata bahasa generatif. Tiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menghasilkan kalimat yang disebut aspek kreatif bahasa. Menurut teori ini, setiap tata bahasa harus memenuhi dua syarat, yakni: (a) kalimat yang dihasilkan harus kalimat yang berfungsi dalam ujaran dan (b) istilah yang

Joni Soleman Nalenan Universitas Timor

106

dipakai jangan hanya didasarkan pada satu bahasa saja, tetapi harus bersifat sejagat (universal). Untuk itu, setiap bahasa harus memiliki tata bahasa berupa komponen sintaksis, semantik, dan fonologi. Komponen sintaksis merupakan pusat dalam arti komponen inilah yang menentukan arti kalimat dan komponen ini pulalah yang menggambarkan aspek kreativitas bahasa. METODE PENELITIAN

Untuk memecahkan permasalahan yang ada, terutama dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Bogdan dan Tylor (dalam Margono, 2005:36) mengatakan bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Selain itu, Kirk dan Miller (dalam Moleong, 1990: 3) mendefinisikan bahwa metode kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristiwanya. Penulis menerapkan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian atas asumsi bahwa data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahasa berupa kata-kata dalam bentuk kalimat sederhana yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu. Hal yang mendasari penulis melakukan penelitian di lokasi ini adalah pendokumentasian bahasa terkait penggunaan bahasa kasual belum pernah dilakukan oleh siapa pun. Penulis ingin mendokumentasikannya lewat tulisan atau kajian ini. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat bulan terhitung dari tahap perancangan proposal sampai dengan pemaparan hasil penelitian dalam bentuk artikel hasil penelitian.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data lisan kebahasaan tentang bahasa kasual di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu. Data lisan yang dimasksud dalam kajian ini adalah data yang berupa rekaman hasil pembicaraan penutur dan mitra tutur. Selanjutnya, penulis mentranskripsikan data lisan yang diperoleh ke dalam bentuk tulisan atau teks dalam bahasa Indonesia. Sumber data dalam penelitian ini adalah penutur bahasa kasual yang mendiami wilayah Perumahan BTN Kefamenanu. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat perekam berupa tape recorder dan handphone. Alat perekam digunakan untuk merekam semua pembicaraan terkait bahasa kasual yang digunakan oleh guyub tutur.

Penulis memadukan metode observasi dan wawancara untuk mendapatkan data. Kegiatan observasi bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kebahasaan khususnya bahasa kasual yang digunakan oleh guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu. Implementasi dari metode observasi dalam penelitian ini yaitu peneliti mengamati dan menyimak kebahasaan khususnya bahasa kasual yang digunakan oleh guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu. Perekaman dilakukan pada saat guyub tutur menggunakan bahasa kasual yang digunakan oleh guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu.

Metode yang digunakan oleh penulis untuk menganalisis data dalam penelitian ini, yaitu metode analisis model Miles dan Huberman. Berdasarkan metode ini, maka analisis

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.202

107

data dilakukan dalam tiga tahap, yakni: (a) reduksi data, (b) displai atau penyajian data, (c) pengambilan kesimpulan dan verifikasi (Iskandar, 2009: 139). Berdasarkan metode tersebut, maka teknik yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data, yaitu mereduksi atau menyeleksi data-data yang sudah dikumpulkan untuk memperoleh data-data yang benar-benar relevan dengan masalah yang diteliti. Setelah mereduksi data, selanjutnya data-data tersebut disusun secara sistematis untuk dianalisis. Setelah melakukan analisis terhadap data, selanjutnya penulis mengambil kesimpulan sementara. Teknik selanjutnya penulis menguji kembali kebenaran data yang telah dikumpulkan dengan bertukar pikiran dengan sejawat atau orang-orang yang berkompetensi di bidang kebahasaan sehingga keilmiahan hasil penelitian ini dapat dipercaya. Setelah pengujian kembalian kebenaran hasil analisis data, penulis menarik kesimpulan akhir untuk menjawab permasalahan.

Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode formal dan informal. Metode formal dalam penelitian ini mengarah pada penyajian hasil kajian dengan menggunakan tanda dan lambang lingual serta berupa diagram-diagram, sedangkan metode informal merupakan cara penyajian kaidah dengan rumusan kata-kata biasa yang mudah dimengerti. Adapun teknik yang digunakan adalah teknik induktif yaitu penyajian analisis data dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus terlebih dahulu kemudian ditarik suatu simpulan yang bersifat umum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini penulis membahas data terkait bentuk gaya bahasa kasual yang digunakan oleh guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu. Kosa kata dalam bahasa kasual yang digunakan oleh guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu umumnya berupa padanan kata (translasional) ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini, kosa kata yang digunakan berupa perpendekan selalu dipadankan dengan bahasa Indonesia pada tataran fonologi, morfologi, dan semantik. Bentuk data bahasa kasual guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu pada tataran fonologi, morfologi, dan semantik ditampilkan dan dijelaskan dalam uraian berikut. Bentuk Bahasa Kasual Guyub Tutur di Wilayah Perumahan BTN Kefamenanu pada Tataran Fonologi

Fonologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang memfokuskan kajian terhadap bunyi bahasa, baik secara fonetik maupun fonemik. Salah satu subkajian dalam fonemik adalah bagaimana distribusi bunyi sebuah bahasa. Kaitannya dengan penggunaan bahasa kasual guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu, terdapat sejumlah kata yang dipadankan dalam bahasa Indonesia, namun terjadi pelepasan dan disimilasi (perubahan bentuk kata karena salah satu dari dua buah fonem yang sama diganti dengan fonem yang lain). Kata-kata yang dimaksud terdapat pada tampilan data berikut.

Data Bahasa Kasual Padanan dalam Bahasa Indonesia entar sebentar emang memang ilang-ilang hilang-hilang temen teman

Joni Soleman Nalenan Universitas Timor

108

sebel sebal tidor tidur paleng paling

Data di atas merupakan representasi data bahasa kasual yang digunakan oleh guyub

tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu pada tataran fonologi. Kata entar, emang, dan ilang-ilang merupakan bentuk kata yang dipadankan dengan kata ‘sebentar’, ‘memang’, dan ‘hilang-hilang’ dalam bahasa Indonesia. Ketiga kata ini mengalami proses aferesis atau pelepasan fonem pada awal kata. Kata entar merupakan bentuk jadian dari kata ‘sebentar’ dalam bahasa Indonesia, terjadi pelepasan fonem konsonan frikatif /s/, fonem vokal /e/, dan fonem konsonan bilabial /b/ pada awal kata. Kata emang merupakan bentuk jadian dari kata ‘memang’ dalam bahasa Indonesia, yakni terjadi pelepasan fonem konsonan bilabial /m/ pada awal kata. Kata ilang-ilang pun merupakan bentuk jadian dari kata ‘hilang-hilang’ dalam bahasa Indonesia, yakni terjadi pelepasan fonem konsonan frikatif /h/ pada awal kata.

Kata temen, sebel, tidor, dan paleng merupakan bentuk kata yang dipadankan dengan kata ‘teman’, ‘sebal’, dan ‘paling’ dalam bahasa Indonesia. Ketiga ini mengalami proses disimilasi sinkronis. Fonem vokal /a/ pada kata ‘teman’ dalam bahasa Indonesia diganti dengan fonem vokal /e/ sehingga menjadi temen dalam bentuk bahasa kasual. Fonem vokal /u/ pada kata ‘tidur’ dalam bahasa Indonesia diganti dengan fonem vokal /o/ sehingga menjadi tidor dalam bentuk bahasa kasual. Fonem vokal /i/ pada kata ‘paling’ dalam bahasa Indonesia diganti dengan fonem vokal /e/ sehingga menjadi paleng dalam bentuk bahasa kasual. Bentuk Bahasa Kasual Guyub Tutur di Wialyah Perumahan BTN Kefamenanu pada Tataran Morfologi

Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang membahas tentang kata dan seluk-beluk pembentukan kata. Ada beberapa proses pembentukan kata dalam bahasa, yakni afiksasi, reduplikasi, kompositum, dan abreviasi. Dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa kasual guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu, terdapat sejumlah kata yang dipadankan dalam bahasa Indonesia, namun terjadi perubahan bentuk morfologis. Kata-kata yang dimaksud terdapat pada tampilan data berikut.

Data Bahasa Kasual Padanan dalam Bahasa Indonesia bae-bae baik-baik lebe-lebe lebih-lebih epen memang penting EGP memang gue pikirin

Data di atas merupakan representasi data bahasa kasual yang digunakan oleh guyub

tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu pada tataran morfologi. Kata bae-bae dan lebe-lebe merupakan bentuk reduplikasi atau pengulangan kata yang dipadankan dengan kata ‘baik-baik’ dan ‘lebih-lebih’ dalam bahasa Indonesia. Kata bae-bae ‘baik-baik’ dan lebe-lebe ‘lebih-lebih’ merupakan bentuk jadian dalam bahasa kasual guyub tutur di wilayah

: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 4, Nomor 2, Agustus 2019 | ISSN: 2527-4058 DOI: 10.32938/jbi.v4i2.202

109

Perumahan BTN Kefamenanu yang mengalami proses reduplikasi dengan perubahan bunyi (dwilingga salin suara). Kata epen dan EGP merupakan bentuk kata yang mengalami proses morfologis berupa abreviasi, yakni proses pemenggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem yang menghasilkan bentuk baru yang berstatus kata. Kata epen merupakan abreviasi yang berbentuk kontraksi, yakni meringkas leksem “memang” dan “penting” yang kemudian dipadankan dengan frasa “memang penting” dalam bahasa Indonesia. Kata EGP merupakan abreviasi yang berbentuk singkatan dari kalimat Emang gue pikirin yang dipadankan dalam bahasa Indonesia yaitu “memang saya pikirkan”. Bentuk Bahasa Kasual Guyub Tutur di Perumahan BTN Kefamenanu pada Tataran Semantik

Semantik merupakan bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna dan arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik. Dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa kasual guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu, terdapat sejumlah kata yang dipadankan dalam bahasa Indonesia yang memiliki makna di luar dari makna leksikalnya. Kata-kata yang dipadankan dalam bahasa Indonesia bermakna konotasi. Kata-kata yang dimaksud terdapat pada tampilan data berikut.

Data Bahasa Kasual Padanan dalam Bahasa Indonesia peluru cantik mai tua istri, pacar perempuan pai tua Suami, pacar laki-laki

Data di atas merupakan representasi data bahasa kasual yang digunakan oleh guyub

tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu pada tataran semantik. Secara leksikal, kata peluru memiliki arti barang tajam yang terbuat dari timah, besi, dan sebagainya sebagai pengisi patrun atau yang dilepaskan dengan senjata api, namun guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu selalu mengasosiasikan kata peluru dengan gadis cantik. Kata mai tua merupakan kata yang berasal dari bahasa Melayu Kupang yang selalu diasosiasikan oleh guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu dengan kata “pacar perempuan” dan “istri” dalam bahasa Indonesia. Begitupun kata pai tua berasal dari bahasa Melayu Kupang yang selalu diasosiasikan oleh guyub tutur di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu dengan kata “pacar laki-laki” dan “suami”.

SIMPULAN Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa bentuk bahasa kasual guyub tutur

di wilayah Perumahan BTN Kefamenanu terdapat pada tataran fonologi, morfologi, dan semantik. Pada tataran fonologi, bentuk bahasa kasual berupa aferesis atau pelepasan fonem tertentu di awal kata seperti fonem dan disimilasi. Bentuk bahasa kasual pada tataran morfologi berbentuk reduplikasi berubah bunyi dan abreviasi berupa singkatan-singkatan dan kontraksi. Bentuk bahasa kasual pada tataran semantik selalu mengarah pada makna konotasi kata.

Joni Soleman Nalenan Universitas Timor

110

Wilayah perumahan BTN Kefamenanu merupakan wilayah perbatasan Indonesia dengan Negara Timor Leste. Oleh karena itu, kepada para pemangku kepentingan bahasa Indonesia, mengadakan lokakarya untuk mencari padanan istilah yang tepat untuk bentuk bahasa yang digunakan oleh guyub tutur di wilayah perumahan BTN Kefamenanu untuk mengantisipasi terjadinya pencampuran bahasa yang akan mengurangi prestise bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Iskandar. 2009. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial: Kuntitatif dan Kualitatif. Ciputat: GP

Press. Moleong, Lexi. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Pateda, Mansoer. 2011. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa. Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana. Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakrta: Dutawacana University

Pres Suryabrata, Sumadi. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.