Investigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan Praktik Pengungkapannya dalam Laporan...

20
Investigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan Praktik Pengungkapannya dalam Laporan Tahunan Perusahaan Ihyaul Ulum Program Studi Akuntansi FEB Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65145 Jawa Timur Email: [email protected] *Sitasi: Ulum, I (2012). Investigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan Praktik Pengungkapannya dalam Laporan Tahunan Perusahaan, Jurnal Ekonomi Bisnis, volume 17, no 1, hlm 36-45. ISSN: 0853-7283. Abstract This study provides an intellectual capital disclosure practices of biggest Indonesian publicly listed companies in their annual reports from 2007 - 2008. This study then investigates the potential relationship between the intellectual capital performance and the extent of intellectual capital disclosure. Intellectual capital performance is measured using the Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™). A disclosure index and relevant scoring system is utilized to measure the extent and quality of disclosure as provided in the annual reports of the sample firm’s annual reports during the stated period. The results suggest that when a firmsintellectual capital performance is too high there is a negative impact on the amount of intellectual capital disclosure. The negative association may support the suggestion on that firms to reduce intellectual capital disclosures when intellectual is above a perceived ceiling level for fear of losing a competitive advantage. Keywords: disclosure, intellectual capital, performance, VAIC 1. LATAR BELAKANG MASALAH Organisasi bisnis, setiap tahun menyajikan informasi tentang perusahaan melalui berbagai media. Salah satu media yang secara rutin menjadi produk informasi perusahaan adalah laporan tahunan. Dalam laporan tahunan, perusahaan tidak hanya menginformasikan tentang pertumbuhan perusahaan dari sisi keuangan, tetapi juga segala aspek yang lain. Tampilan dalam annual report juga relatif lebih komunikatif daripada laporan keuangan yang memang menjadi ‘konsumsi’ kalangan terbatas.

Transcript of Investigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan Praktik Pengungkapannya dalam Laporan...

Investigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan Praktik

Pengungkapannya dalam Laporan Tahunan Perusahaan

Ihyaul Ulum

Program Studi Akuntansi FEB

Universitas Muhammadiyah Malang

Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65145 Jawa Timur

Email: [email protected]

*Sitasi: Ulum, I (2012). “Investigasi Hubungan antara Kinerja Modal Intelektual dan Praktik Pengungkapannya dalam Laporan Tahunan Perusahaan”, Jurnal Ekonomi Bisnis, volume 17, no 1, hlm 36-45. ISSN: 0853-7283.

Abstract

This study provides an intellectual capital disclosure practices of biggest Indonesian

publicly listed companies in their annual reports from 2007 - 2008. This study then

investigates the potential relationship between the intellectual capital performance

and the extent of intellectual capital disclosure. Intellectual capital performance is

measured using the Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™). A disclosure

index and relevant scoring system is utilized to measure the extent and quality of

disclosure as provided in the annual reports of the sample firm’s annual reports

during the stated period.

The results suggest that when a firms’ intellectual capital performance is too high

there is a negative impact on the amount of intellectual capital disclosure. The

negative association may support the suggestion on that firms to reduce intellectual

capital disclosures when intellectual is above a perceived ceiling level for fear of

losing a competitive advantage.

Keywords: disclosure, intellectual capital, performance, VAIC

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Organisasi bisnis, setiap tahun menyajikan informasi tentang perusahaan

melalui berbagai media. Salah satu media yang secara rutin menjadi produk informasi

perusahaan adalah laporan tahunan. Dalam laporan tahunan, perusahaan tidak hanya

menginformasikan tentang pertumbuhan perusahaan dari sisi keuangan, tetapi juga

segala aspek yang lain. Tampilan dalam annual report juga relatif lebih komunikatif

daripada laporan keuangan yang memang menjadi ‘konsumsi’ kalangan terbatas.

1

Melalui laporan tahunan, perusahaan memperkenalkan dan melaporkan tentang

dirinya secara lebih masif kepada publik.

Laporan tahunan (annual report) merupakan laporan perkembangan dan

pencapaian yang berhasil diraih organisasi dalam setahun. Data dan informasi yang

akurat menjadi kunci penulisan laporan tahunan. Laporan Tahunan kini tidak lagi

sebatas pelaporan pertanggungjawaban dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang

Saham), namun telah menjadi media komunikasi yang efektif kepada semua pihak

tentang kinerja dan prospek perusahaan ke depan (Ulum, 2010).

Sejak tahun 2000, para akademisi dan praktisi mulai fokus pada persoalan

pengungkapan intellectual capital (IC) perusahaan di dalam laporan tahunannya (lihat

misalnya: Guthrie et al., 1999; Guthrie dan Petty, 2000; dan Goh dan Lim, 2004).

Definisi disclosure IC telah diperdebatkan dengan sengit di antara para ahli dalam

berbagai literatur. Menggunakan laporan keuangan untuk tujuan umum (general

purpose financial reporting) sebagai dasar, dapat dikatakan bahwa pengungkapan IC

sebagai suatu laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi

pengguna yang dapat memerintahkan persiapan laporan tersebut sehingga dapat

memenuhi seluruh kebutuhan mereka (Abeysekera, 2006). Guthrie dan Petty (2000)

tidak menawarkan definisi disclosure IC secara eksplisit, namun mereka

menyinggung adanya fakta bahwa saat ini disclosure IC memberikan kemanfaatan

yang lebih besar dibandingkan di masa lalu.

Perhatian terhadap praktik pengungkapan IC dibuktikan dengan

diselenggarakannya simposium internasional dengan tema “Measuring and Reporting

Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects” di Amsterdam, Belanda pada

9-11 Juni 1999. Dalam forum tersebut dipresentasikan hasil riset dari berbagai negara

terkait dengan pengukuran dan pelaporan aset tidak berwujud, termasuk di dalamnya

2

tentang IC (lihat: Achten, 1999; Andriessen et al., 1999; Backhuijs et al., 1999;

Bornemann et al., 1999; Brennan, 1999; dan Guthrie et al., 1999).

Abdolmohammadi (2005) menggunakan sampel 58 perusahaan dari Fortune

500 untuk mengembangkan suatu deskripsi kerangka kerja tentang komponen-

komponen IC di dalam laporan tahunan. Hal yang sama telah dilakukan sebelumnya

oleh Guthrie dan Petty (2000) untuk konteks perusahaan publik di Australia, dan juga

Goh dan Lim (2004) dengan sampel perusahaan terkemuka di Malaysia.

Di Indonesia, pengungkapan IC diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) 19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud. Selain itu,

setidaknya ada 6 UU yang mengatur tentang komponen-komponen IC, yaitu UU No.

30/2000 tentang rahasia dagang, UU No. 31/2000 tentang disain industri, UU No.

32/2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu, UU No. 14/2001 tentang paten, UU

No. 15/2001 tentang merk dagang, dan UU No. 19/2002 tentang hak cipta. Meskipun

tidak secara eksplisit disebutkan sebagai IC, namun setidaknya IC telah mendapatkan

perhatian dalam berbagai regulasi tersebut.

Sementara hasil studi untuk konteks Indonesia menunjukkan bahwa kinerja IC

berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan (Ulum, 2008a). Di industri

perbankan, IC jauh lebih dominan dibandingkan dengan industri lainnya, dan terbukti

bahwa IC yang dimiliki perusahaan perbankan (baik yang publik maupun non-publik)

berdampak positif terhadap kinerja keuangan (Ulum, 2008b, 2009a). Masing-masing

komponen IC (structural capital, customer capital, dan human capital) saling

berhubungan dalam mengkonstruksi kinerja keuangan perusahaan (Ulum, 2009b).

Penelitian ini berusaha untuk menginvestigasi dua pertanyaan, yaitu: (1)

bagaimana praktik pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan; dan (2)

3

apakah kinerja IC (juga jenis industri, ROA, leverage, dan ukuran perusahaan)

berpengaruh terhadap luas pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan?

2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Stakeholder Theory

Istilah stakeholder dalam definisi klasik (yang paling sering dikutip) adalah

definisi Freeman dan Reed (1983) yang menyatakan bahwa stakeholder adalah:

“any identifiable group or individual who can affect the achievement of

an organisation’s objectives, or is affected by the achievement of an

organisation’s objectives”.

Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk

melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan

kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa

seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana

aktivitas organisasi mempengaruhi mereka (sebagai contoh, melalui polusi,

sponsorship, inisiatif pengamanan, dll), bahkan ketika mereka memilih untuk tidak

menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara

langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi

(Deegan, 2004).

Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer

korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan

dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan

perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder

adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak

aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder.

4

Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan

terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.

Teori ini dapat diuji dengan berbagai cara dengan menggunakan analisis isi

(content analysis) atas laporan tahunan perusahaan. Menurut Guthrie et al. (2006),

laporan tahunan merupakan cara yang paling efisien bagi organisasi untuk

berkomunikasi dengan kelompok stakeholder yang dianggap memiliki ketertarikan

dalam pengendalian aspek-aspek strategis tertentu dari organisasi. Analisis isi atas

pengungkapan IC dapat digunakan untuk menentukan apakah benar-benar terjadi

komunikasi tersebut.

Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep IC, teori stakeholder harus

dipandang dari dua bidang, yaitu bidang etika (moral) dan bidang manajerial. Bidang

etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara

adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan

seluruh stakeholder (Deegan, 2004). Ketika manajer mampu mengelola organisasi

secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu

artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori ini. Penciptaan nilai (value

cretion) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang

dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital),

maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan

menciptakan value added bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja

keuangan perusahaan untuk kepentingan stakeholder.

Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan

stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai

fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan

5

organisasi (Watts dan Zimmerman, 1986). Ketika para stakeholder berupaya untuk

mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan

semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.

Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi

manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi.

Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah

organisasi akan dapat menciptakan value added untuk kemudian mendorong kinerja

keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder dalam

mengintervensi manajemen.

***

Williams (2001) menggunakan 30 perusahaan publik di Inggris yang masuk

dalam kelompok FTSE 100 dalam kurun waktu 1996-2000 untuk menganalisis

praktik pengungkapan IC dalam laporan tahunannya dan kaitannya dengan kinerja IC

(VAIC). Hasilnya menunjukkan bahwa VAIC berhubungan negatif terhadap praktik

pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan. Selain itu, hasil penelitian

Williams (2001) juga membuktikan bahwa leverage, jenis industri, dan status

pendaftaran di bursa (terdaftar di satu atau lebih bursa efek) memiliki pengaruh

terhadap luas pengungkapan informasi IC dalam laporan tahunan

Perusahaan yang memiliki kinerja IC bagus memiliki kecenderungan untuk

mengungkapkan lebih banyak informasi tentang IC yang dimiliki. Sebaliknya,

perusahaan yang kinerja IC-nya rendah berkecenderungan untuk tidak

mengungkapkan informasi IC-nya karena (mungkin) tidak memiliki. Asumsi ini linier

dengan asumsi tentang ukuran dan umur perusahaan terkait dengan praktik

6

pengungkapan IC. Dengan demikian, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini adalah:

H1: Kinerja IC berhubungan dengan luas pengungkapkan informasi IC di dalam

laporan tahunan perusahaan.

3. METODE RISET

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling. Kriteria-kriteria yang digunakan adalah:

1) perusahaan publik yang mengungkapkan laporan tahunan tahun 2007 dan 2008

pada website perusahaan; dan

2) perusahaan publik yang selama dua tahun (2007 dan 2008) masuk dalam 50

Biggest Market Capitalization.

Variabel dependen dalam penelitian adalah intellectual capital disclosure

(ICD). Kategori/komponen IC yang diadopsi dalam penelitian ini adalah skema yang

digunakan oleh Guthrie and Petty (2000). Dalam skema ini, item IC berjumlah 24 dan

dikategorikan dalam tiga kelompok: internal structures (organisational capital: 9

item); external structures (customer/relational capital: 9 item); dan employee

competence (human capital: 6 item). Berikut adalah detail komponen IC yang

digunakan dalam penelitian ini:

o Internal (structural) capital

Intellectual property

1. Patents

2. Copyrights

3. Trademarks

Infrastructure assets

4. Management philosophy

5. Corporate culture

6. Management processes

7. Information systems

8. Networking systems

7

9. Financial relations

o External (customer/relational) capital

1. Brands

2. Customers

3. Customer loyalty

4. Company names

5. Distribution channels

6. Business collaborations

7. Licensing agreements

8. Favorable contracts

9. Franchising agreements

o Employee competence (human capital)

1. Know-how

2. Education

3. Vocational qualification

4. Work-related knowledge

5. Work-related competencies

6. Entrepreneurial spirit

Sedangkan variabel independennya adalah kinerja IC. Pengukuran kinerja IC

yang digunakan dalam penelitian ini adalah VAIC™

yang dikembangkan oleh Pulic

(1998; 1999). VAIC dipilih karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan

dengan pendekatan lainnya (lihat misalnya: Firer dan Williams, 2000; Williams,

2001; Chen et al., 2005; dan White et al., 2007). Schneider (1999) misalnya secara

spesifik menyebut bahwa salah satu keunggulan VAIC adalah karena VAIC mudah

untuk dihitung dengan menggunakan informasi yang telah tersedia di dalam laporan

tahunan. Selain VAIC, variabel independen lainnya adalah ukuran perusahaan

(diproksikan dengan total asset), ROA, leverage, dan jenis industri.

Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah suatu teknik yang sistematik

untuk menganalisis makna pesan dan cara mengungkapkan pesan. Langkah yang

dilakukan pada analisis isi dalam penelitian ini menggunakan interactive model

dari Miles dan Huberman (1994). Model ini mengandung empat komponen yang

8

saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan atau reduksi

data, (3) penyajian data, (4) penarikan dan pengujian atau verifikasi simpulan.

Analisis isi merupakan instrumen yang paling tepat untuk menginvestigasi praktik

pengungkapan IC oleh perusahaan (Guthrie et al., 2004). Pendekatan ini telah

digunakan oleh para peneliti untuk mengidentifikasi hal yang sama dengan

penelitian ini (lihat misalnya: Guthrie and Petty, 2000; Williams, 2001; Brennan,

2001; dan White et al., 2007).

2. Linier Regression digunakan untuk menganalisis hubungan antara kinerja IC

(VAIC) serta variabel independen lainnya dan luas pengungkapan IC dalam

laporan tahunan (ICD).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktik Pengungkapan IC dalam Laporan Tahunan Perusahaan

Dari 24 item pengungkapan IC, terdapat delapan item yang diungkapkan oleh

semua perusahaan pada 2007, dan sembilan item di tahun 2008. Item-item tersebut

adalah patent, copyright, corporate culture, management processes, information

system, brand, customers, companies’ name, dan innovativeness (1 item tambahan di

tahun 2008 adalah networking system). Sedangkan ”perjanjian franshise” merupakan

item yang paling sedikit diungkapkan (hanya lima perusahaan). Gambar 1 dan 2

mendeskripsikan prosentase pengungkapan IC tahun 2007 dan 2008 berdasarkan tiga

kategori, human capital, customer capital, dan structural capital.

9

Gambar 1: Persentase pengungkapan komponen IC tahun 2007

Di tahun 2007, kategori structural capital diungkapkan oleh lebih dari 80%

perusahaan, sementara human capital dan customer capital diungkapkan oleh sekitar

60% perusahaan (tabel 1).

Gambar 2: Persentase pengungkapan komponen IC tahun 2008

Di tahun 2008, terjadi peningkatan prosentase pengungkapan IC di dalam

laporan tahunan perusahaan sampel di ketiga kategori. Kategori structural capital

misalnya, naik menjadi 85%, sementara human capital dan customer capital juga

meningkat di posisi 64% dan 66% (tabel 1)

Tabel 1

10

Pengungkapan komponen-komponen IC dalam laporan tahunan

perusahaan publik di Indonesia tahun 2007 dan 2008

Intellectual Capital 2007 2008

N Persentase n Persentase

Intellectual property :

Patent

Copyright

Trademarks

Infrastructure assets

Management philosophy

corporate culture

Management processes

IS (Information System)

Networking system

Financial relation

External capital

Brands

Customers

Customers loyalty

Companies’ name

Distribution channel

Business collaboration

Licensing agreement

Favorable contract

Franchising agreement

Human Capital

Know-how

Education

Vocational qualification

Work-related knowledge

Work-related competencies

Entrepreneur spirit

Innovativeness

Proactive

Reactive Abilities

Changeability

32

32

30

14

32

32

32

31

29

32

32

26

32

25

28

10

14

5

13

29

16

29

26

14

32

24

13

32

100

100

93,75

43,75

100

100

100

96,87

90,62

100

100

81,25

100

78,12

87,5

31,25

43,75

15,62

40,62

90,62

50

90,62

81,25

43,75

100

75

40,62

100

32

32

31

17

32

32

32

32

27

32

32

30

32

31

30

10

16

5

12

31

20

28

27

17

32

26

14

32

100

100

96,87

53,12

100

100

100

100

84,37

100

100

93,75

100

96,87

93,75

31,25

50

15,62

37,5

96,87

62,5

87,5

84,38

53,12

100

81,25

43,75

100

Tabel 1 menggambarkan praktik pengungkapan atribut-atribut IC oleh

perusahaan publik di Indonesia tahun 2007 dan 2008. Tabel ini menggambarkan

11

jumlah perusahaan yang mengungkapkan atribut IC secara individual pada setiap

tahun.

Berikut adalah beberapa contoh pengungkapan atribut IC di dalam laporan

tahunan perusahaan publik di Indonesia;

PT. Telkom (2007) tentang trademark:

”Telkomsel menyediakan kepada pelanggannya pilihan layanan

prabayar dengan merek dagang “SimPATI” atau layanan pascabayar

dengan merek dagang“KartuHALO.”

PT. Telkom (2007) tentang corporate culture:

”Perseroan memiliki kebijakan internal dan pengembangan budaya

perusahaan yang dikenal dengan The TELKOM Way (TTW) 135 … ”.

PT. International Nickle Indonesia (2007) tentang kategori proactive:

”Sebagai perusahaan tambang yang besar, akan tetap proaktif dalam

menjalankan komitmen penuh antusias dan bercakupan luas terhadap

tanggung jawab sosial perusahaan”.

PT. Bank Niaga Tbk. (2007) tentang pendidikan:

”Untuk tahun 2007, pendidikan dan pelatihan karyawan difokuskan

kepada .... ”.

PT. Indosat Tbk. (2007) tentang kolaborasi:

”Pada tanggal 9 Mei 2007, kami menandatangani dua perjanjian

perwaliamanatan dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

sebagai wali amanat, sehubungan dengan penerbitan Obligasi Indosat

Kelima dan Sukuk Ijarah Indosat Kedua. Obligasi Indosat Kelima

diterbitkan pada tanggal 29 Mei 2007 dan memiliki total nilai nominal

Rp2.600 milyar. Sukuk Ijarah Indosat Kedua diterbitkan pada 29 Mei

2007 dan dan memiliki total nilai nominal Rp400 milyar. Pada tanggal

30 Juli 2007, kami menandatangani perjanjian kerjasama dengan

Telkomsel untuk menggunakan jaringan interkoneksi antara jaringan

telekomunikasi tetap kami dengan jaringan telekomunikasi bergerak

selular Telkomsel. Kami mengubah perjanjian ini pada tanggal 19

Desember 2007.”

Analisis Data

Penelitian ini menguji hubungan antara kinerja IC yang diproksikan dengan

VAICTM

dengan luas pengungkapan informasi tentang IC di dalam laporan tahunan

12

perusahaan dengan beberapa variabel kontrol. Perusahaan yang memiliki kinerja IC

lebih baik, secara logika akan cenderung untuk mengungkapkan informasi IC di

dalam laporan tahunannya. Pengujian data dalam penelitian dilakukan dengan linier

regression menggunakan alat bantu software SPSS Statistics 16.

Berdasarkan hasil olah data dengan SPSS sebagaimana disajikan dalam tabel

2, 3, dan 4 diketahui bahwa kinerja IC (VAIC) berpengaruh negatif terhadap luas

pengungkapan IC dalam laporan tahunan perusahaan (t/sig = -2.314/0.024) dengan

nilai r-square 18,2%. Sementara variabel independen lainnya tidak ada yang

signifikan, kecual umur yang juga menunjukkan arah pengaruh negative (t/sig = -

2.084/0.042). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif

yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yakni kinerja IC (VAIC)

berhubungan dengan luas pengungkapan informasi tentang IC dalam laporan tahunan

perusahaan.

Tabel 2: Output Regresi (ANOVA)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 227.296 6 37.883 2.107 .066a

Residual 1024.813 57 17.979

Total 1252.109 63

a. Predictors: (Constant), Age, VAIC, RnD, ROA, TA, LEV

b. Dependent Variable: ICD

Tabel 3: Output Regresi (Model Summary)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .426a .182 .095 4.240 2.387

a. Predictors: (Constant), Age, VAIC, RnD, ROA, TA, LEV

b. Dependent Variable: ICD

13

Tabel 4: Output Regresi (Coefficients)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 22.491 2.679 8.396 .000

VAIC -.115 .050 -.325 -2.314 .024 .729 1.371

RnD .554 1.552 .061 .357 .723 .484 2.068

LEV .019 .217 .015 .085 .932 .449 2.225

ROA -.121 4.320 -.004 -.028 .978 .722 1.385

TA .000 .010 -.009 -.055 .956 .575 1.738

Age -.239 .115 -.276 -2.084 .042 .817 1.225

a. Dependent Variable: ICD

Pembahasan

Secara umum, terjadi peningkatan jumlah pengungkapan informasi IC dalam

laporan tahunan perusahaan sampel dari 2007-2008. Hal ini bisa dianggap sebagai

sebuah fenomena yang menarik yang mungkin saja menunjukkan adanya ‘kesadaran’

baru manajemen tentang pentingnya IC dalam menciptakan dan menggerakkan nilai

perusahaan. Demikian juga dengan skor VAIC masing-masing perusahaan, juga

mengalami peningkatan – meskipun ada beberapa yang mengalami penurunan –

cukup signifikan.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kinerja IC – dalam penelitian ini

diproksikan dengan VAIC – berhubungan negatif dengan luas pengungkapan

informasi tentang IC di dalam laporan tahunan perusahaan. Ketika kinerja IC tinggi,

jumlah pengungkapan informasi IC dalam laporan tahunan menjadi lebih sedikit (arah

hubungannya negatif). Hubungan negatif ini dapat mendukung sugesti bahwa

perusahaan akan cenderung mengurangi jumlah pengungkapan IC dalam laporan

14

tahunan ketika kinerja IC telah mencapai titik tinggi karena takut kehilangan

keunggulan kompetitifnya.

Hal terpenting yang dapat dijelaskan dalam konteks hubungan negatif ini

adalah bahwa hubungan negatif hanya nampak ketika kinerja IC (VAIC) relatif

tinggi. Manajemen mungkin menganggap bahwa tingginya kinerja IC dapat menjadi

sinyal bagi kompetitor tentang kekuatan perusahaan dalam memenangi kompetisi di

pasar. Untuk memelihara keunggulan kompetitif yang telah dimiliki, perusahaan

dapat mengurangi luas pengungkapan sebagai upaya untuk tidak memberikan sinyal

kepada kompetitor dan atau untuk memberikan sinyal ‘palsu’ kepada kompetitor.

Sebagai contoh, tingginya kinerja IC suatu perusahaan mungkin dihasilkan dari

kreativitas dan inovasi karyawan inti (key employees). Jika perusahaan

mengungkapkan informasi tentang keberhasilan IC-nya tersebut, bisa saja hal itu akan

menjadi pemicu bagi kompetitor untuk mengganti karyawannya – bahkan ‘merebut’

karyawan perusahaan dengan imbalan kerja yang lebih tinggi.

Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan Williams (2001) yang

menggunakan 30 perusahaan publik di Inggris yang masuk dalam kelompok FTSE

100 dalam kurun waktu 1996-2000. Williams menemukan bahwa kinerja IC (VAIC)

berpengaruh negatif terhadap praktik pengungkapan IC dalam laporan tahunan

perusahaan.

Selain itu, variabel umur perusahaan menyajikan hasil yang cukup menarik.

Dalam konteks Indonesia, umur ternyata berpengaruh negatif terhadap praktik

pengungkapan IC dalam laporan tahunan (t/sig = -2.084/0,042). Temuan ini

bertentangan dengan hasil kajian Bukh et al. (2005) dan White et al. (2007) yang

tidak menemukan adanya hubungan antara age dengan ICD. Namun demikian,

mereka mengemukakan dalam telaah teoritisnya bahwa variabel ini adalah pemicu

15

ICD. Bukh et al., (2005) misalnya, menyatakan bahwa semakin tua umur perusahaan,

maka nilai reputasi dan aktivitas sosialnya pun akan semakin tinggi pula.

Menariknya, ternyata perusahaan-perusahaan yang berumur kurang dari lima

tahun di pasar modal (seperti PT. Bakrie Telecom Tbk dan PT. Bank Rakyat

Indonesia) justru mengungkapkan lebih banyak informasi tentang IC dibandingkan

perusahaan yang berumur lebih lama. Hal ini bisa jadi karena semangat reputation

driven, yaitu motivasi untuk mendongkrak citra perusahaan dan menjadi perusahaan

ternama dalam perdagangan pasar saham meskipun perusahaan mereka baru di

kancah pasar modal. Temuan ini tidak hanya bertentangan dengan hasil penelitian

Bukh et al. (2005) dan White et al. (2007), namun bahkan membantah ekspektasi

mereka tentang umur perusahaan dalam kaitannya dengan voluntary disclosure.

Sementara terkait dengan nilai r-square yang hanya 18,2% (adjusted r-square

09,5%) menunjukkan bahwa kinerja IC bukan merupakan determinan utama dalam

luasnya pengungkapan informasi IC di dalam laporan tahunan, ada banyak factor lain

yang mempengaruhinya. Hal ini konsisten dengan temuan White et al. (2007) yang

menyajikan bukti bahwa (diantara) faktor penggerak bagi perusahaan di industri

bioteknologi Australia untuk mengungkapkan informasi tentang IC dalam laporan

tahunan adalah (1) keberadaan komisaris independen, (2) umur perusahaan, (3)

leverage, dan (4) ukuran perusahaan. Hasil ini juga konsisten dengan temuan

Ariestyowati dkk. (2010) yang menemukan adanya hubungan antara karakteristik

perusahaan dengan ICD.

Simpulan, Keterbatasan, dan Saran

Simpulan penting yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa perusahaan

yang memiliki kinerja IC (VAIC) lebih baik, ternyata justru mengungkapkan

informasi tentang IC lebih sedikit di dalam laporan tahunannya. Namun hubungan

16

negatif ini tidak cukup kuat untuk menyatakan bahwa kinerja IC (VAIC) merupakan

determinan dari pengungkapan IC karena tingkat signifikansinya yang berada di level

0.024 dan nilai R-square yang hanya 18.2%. Namun demikian, penelitian ini

setidaknya memberikan kontribusi dalam hal indikasi tentang perubahan praktik ICD

oleh perusahaan publik di Indonesia selama kurun waktu penelitian.

Sebagaimana lazimnya penelitian dengan menggunakan analisis isi (content

analysis), subjektifitas peneliti dalam membaca, memahami, dan melakukan check

list atas laporan tahunan perusahaan untuk mengidentifikasi informasi IC yang

diungkapkan menjadi tidak terelakkan. Untuk mengurangi ‘kelemahan’ ini, peneliti

dapat menggunakan tim penelitian yang lebih dari dua orang untuk melakukan check

list sehingga dapat dilakukan konfirmasi hasil secara lebih maksimal. Selain itu,

mengingat pentingnya pengelolaan IC dan peran IC sebagai value driven bagi

perusahaan, maka sebaiknya perusahaan mulai memberikan perhatian yang cukup

dalam pengelolaan IC-nya dan mengungkapkannya dalam laporan tahunan secara

memadai.

-----ooOoo-----

DAFTAR PUSTAKA

Abdolmohammadi, M.J. 2005. “Intellectual capital disclosure and market

capitalization”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 No. 3. pp. 397-416.

Abeysekera, I. 2006. “The Project of intellectual capital disclosure: researching the

research”. Journal of Intellectual Capital. Vol.7 No. 1

Achten, J.H.J. 1999. “Transparency in intangible production assets“. Paper presented

at the International Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital:

Experiences, Issues and Prospects. June. Amsterdam.

Andriessen, D., M. Frijlink, I.V. Gisbergen, and J. Blom. 1999. “A core competency

approach to valuing intangible assets“. Paper presented at the International

Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues

and Prospects. June. Amsterdam.

Ariestyowati, E. Suprapti., and I. Ulum. 2010. “Analisis pengaruh karakteristik

perusahaan terhadap luas pengungkapan informasi intellectual capital pada

laporan tahunan perusahaan publik di Indonesia”. Prosiding SNA I PTM,

Yogyakarta.

17

Backhuijs, J.B., W.G.M. Holterman, R.S. Oudman, R.P.M. Overgoor and S.M.

Zijlstra. 1999. “Reporting on intangible assets“. Paper presented at the

International Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital:

Experiences, Issues and Prospects. June. Amsterdam.

Bornemann, M., A. Knapp, U. Schneider, and K.I. Sixl. 1999. “Holistic measurement

of intellectual capital“. Paper presented at the International Symposium

Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and

Prospects. June. Amsterdam.

Brennan, N. 1999. “Reporting and managing intellectual capital: evidence from

Ireland”, Paper presented at the International Symposium Measuring and

Reporting Intellectual Capital: Experiences, Issues and Prospects. June.

Amsterdam.

__________. 2001. “Reporting intellectual capital in annual reports: evidence from

Ireland”. Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol. 14 No. 4. pp.

423-436.

Bukh, P.N., C. Nielsen, P. Gormsen, and J. Mouritsen. 2005. “Disclosure of

information on intellectual capital in Danish IPO prospectuses”. Accounting,

Auditing & Accountability Journal. Vol. 18 No. 6. pp. 713-732.

Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang. 2005. “An empirical investigation of the

relationship between intellectual capital and firms’ market value and financial

performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 N0. 2. pp. 159-176

Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. McGraw-Hill Book Company.

Sydney.

Firer, S., and S.M. Williams. 2003. “Intellectual capital and traditional measures of

corporate performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3. pp. 348-

360.

Freeman, R.E., and Reed. 1983. “Stockholders and stakeholders: a new perspective

on corporate governance”. Californian Management Review. Vol 25. No. 2. pp.

88-106.

Goh, P.C., and K.P. Lim. 2004. “Disclosing intellectual capital in company annual

reports; Evidence from Malaysia”. Journal of Intellectual Capital Vol. 5 No. 3.

pp. 500-510.

Guthrie, R. Petty, F. Ferrier, and R. Well. 1999. “There is no accounting for

intellectual capital in Australia: review of annual reporting practices and the

internal measurement of intangibles within Australian organisations”. Paper

presented at the International Symposium Measuring and Reporting Intellectual

Capital: Experiences, Issues and Prospects, OECD, June. Amsterdam.

_________, and _____. 2000. “Intellectual capital: Australian annual reporting

practices”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 3. pp. 241-251.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 19.

Salemba Empat. Jakarta

Miles, M.B, and A.M. Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis, second edition.

Sage Publication. New Delhi.

18

Pulic, A. 1998. “Measuring the performance of intellectual potential in knowledge

economy”. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring

and Managing Intellectual Capital by the Austrian Team for Intellectual

Potential.

_______. 1999. “Basic information on VAIC™”. available online at: www.vaic-

on.net. (accessed November 2006).

Republik Indonesia. 2000. Undang Undang No. 30/2000 tentang rahasia dagang.

www.dpr.go.id

Republik Indonesia. 2000. Undang Undang No. 31/2000 tentang desain industri.

www.dpr.go.id

Republik Indonesia. 2000. Undang Undang No. 32/2000 tentang desain tata letak

sirkuit terpadu. www.dpr.go.id

Republik Indonesia. 2001. Undang Undang No. 14/2001 tentang paten.

www.dpr.go.id

Republik Indonesia. 2001. Undang Undang No. 15/2001 tentang merk dagang.

www.dpr.go.id

Republik Indonesia. 2002. Undang Undang No. 19/2002 tentang hak cipta.

www.dpr.go.id

Schneider, U. 1999. “The Austrian approach to the measurement of intellectual

potential”, available online: http://www.measuirng-

ip.at/Opapers/Schneider/Canada/theoreticalframework.html

Ulum, I. 2008a. Pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan perusahaan

perbankan di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XI. Ikatan Akuntan

Indonesia. Pontianak.

_______. 2008b. Intellectual capital and financial return of listed Indonesian

banking sector. Proceeding international research seminar and exhibition. Lemlit

UMM. Malang.

_______. 2009a. Intellectual Capital; Konsep dan Kajian Empiris. Graha Ilmu,

Yogyakarta.

_______. 2009b. Analisis inter-relasi antar komponen intellectual capital dan kinerja

keuangan perusahaan. Penelitian Dasar Keilmuan DPP-UMM, Malang.

_______. 2010. “Mengintroduksi Laporan Tahunan Perguruan Tinggi”. Tabloid

Bestari. Edisi 268/November 2010. ISSN: 0215-806X

Watts, R.L. and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice-Hall.

Englewood Cliffs. NJ.

White, G., A. Lee, G. Tower. 2007. “Drivers of voluntary intellectual capital

disclosure in listed biotechnology companies”. Journal of Intellectual Capital.

Vol. 8 No. 3. pp. 517-537.

Williams, S.M. 2001. “Is intellectual capital performance and disclosure practices

related?” Journal of Intellectual Capital. Vol. 2 No. 3. pp. 192-203.

----ooOoo----

19