img - USD Repository
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of img - USD Repository
PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN PADA PASIEN
ASMA OLEH APOTEKER PADA SEPULUH APOTEK DI KOTA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Suhartati Mentari Rurubua’
NIM : 108114139
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN PADA PASIEN
ASMA OLEH APOTEKER PADA SEPULUH APOTEK DI KOTA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Suhartati Mentari Rurubua’
NIM : 108114139
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Ketika dunia berkata “Menyerahlah”,Harapan berkata “Cobalah Sekali Lagi”..
Roma 4 : 1-25, Markus 11 : 24, bahwa hiduplah dalam Iman,Percaya dan PengharapanKarya sederhana yang kupersembahkan :Kepada Bapa disurga, Tuhan Yesus sang Juruslamatku atassemua berkat dan pernyertaannya dan Bunda MariaAlm. Papa Zeth yang pernah hadir menjadi Ayah yang luarbiasa dalam hidupkuBapak dan Mama atas kasih sayang, dukungan, dan DoanyaAdek Anne, Tri, Lin, Alex tersayangOrang yang aku sayangi, Sahabat-sahabatku,Almamater kebanggaanku…
iv
Ketika dunia berkata “Menyerahlah”,Harapan berkata “Cobalah Sekali Lagi”..
Roma 4 : 1-25, Markus 11 : 24, bahwa hiduplah dalam Iman,Percaya dan PengharapanKarya sederhana yang kupersembahkan :Kepada Bapa disurga, Tuhan Yesus sang Juruslamatku atassemua berkat dan pernyertaannya dan Bunda MariaAlm. Papa Zeth yang pernah hadir menjadi Ayah yang luarbiasa dalam hidupkuBapak dan Mama atas kasih sayang, dukungan, dan DoanyaAdek Anne, Tri, Lin, Alex tersayangOrang yang aku sayangi, Sahabat-sahabatku,Almamater kebanggaanku…
iv
Ketika dunia berkata “Menyerahlah”,Harapan berkata “Cobalah Sekali Lagi”..
Roma 4 : 1-25, Markus 11 : 24, bahwa hiduplah dalam Iman,Percaya dan PengharapanKarya sederhana yang kupersembahkan :Kepada Bapa disurga, Tuhan Yesus sang Juruslamatku atassemua berkat dan pernyertaannya dan Bunda MariaAlm. Papa Zeth yang pernah hadir menjadi Ayah yang luarbiasa dalam hidupkuBapak dan Mama atas kasih sayang, dukungan, dan DoanyaAdek Anne, Tri, Lin, Alex tersayangOrang yang aku sayangi, Sahabat-sahabatku,Almamater kebanggaanku…
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji syukur dan berlimpah terima kasih kehadirat Tuhan Yesus Kristus
atas berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Asma oleh
Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta”. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi
(S. Farm), pada Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma.
Pada awal proses penelitian dan penyusunan skripsi hingga selesainya,
penulis telah banyak memperoleh bantuan berupa dukungan, bimbingan, arahan,
hingga bantuan sarana dan prasarana dari berbagai pihak. Atas segala bantuan
yang diberikan, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orangtua yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang, yang telah
bekerja keras demi membiayai kuliah saya, mendoakan dan selalu
mendukung saya
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
3. Adek – Adek (Anne, Tri, Lin, Alex) atas segala doa, kasih sayang,
dukungan, pengertian yang telah diberikan
4. Aris Widayati, M.Si., Ph. D., Apt. selaku pembimbing yang dengan
kesabaran telah memberikan bagitu banyak dukungan, bimbingan, ilmu,
saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat selesai
5. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan
bimbingan, saran dan kritik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
6. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan bimbingan, saran dan kritik
7. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
yang telah memberikan izin dan membantu dalam menyediakan data dan
informasi yang dibutuhkan untuk penelitian
8. Bapak/ Ibu apoteker di apotek-apotek di Kota Yogyakarta yang telah
berkenan untuk menjadi responden dalam penelitian ini
9. Mas Narto yang selalu membantu dalam membuat surat pengantar dari
kampus untuk kebutuhan pelaksanaan penelitian
10. Ariben yang telah memberikan dukungan, kasih sayang, dan pengertian
11. Tere, Mirsha, Dika yang telah bersama-sama saling mendukung dan
berjuang demi menyelesaikan skripsi
12. Teman-teman FKK B 2010 yang telah berdinamika bersama, belajar
bersama selama proses perkuliahan. Terima kasih untuk kenangan manis
yang kita buat bersama
13. Kak Sandi yang telah memberi semangat dan selalu mendoakan, serta
teman-teman Sang-Torayan di Yogyakarta yang selalu memberi dukungan
dan telah berjuang bersama untuk study di Yogyakarta.
14. Teman-teman Kost Difa untuk segala dukungan, doa, dan semangat yang
diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................... vi
PRAKATA ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................. x
DAFTAR TABEL......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvii
INTISARI...................................................................................................... xviii
ABSTRACT .................................................................................................... xix
BAB I PENGANTAR................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1. Permasalahan..................................................................................... 4
2. Keaslian penelitian ............................................................................ 5
3. Manfaat penelitian............................................................................. 6
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
1. Tujuan umum .................................................................................... 8
2. Tujuan khusus ................................................................................... 8
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA............................................................ 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
A. Gambaran Umum Asma.......................................................................... 9
1. Pengenalan asma ............................................................................... 9
2. Epidemiologi asma............................................................................ 10
B. Perkembangan Profesi Kefarmasian ....................................................... 12
1. Periode tradisional (sebelum tahun 1940-an).................................... 12
2. Periode transisional (tahun 1960-1970) ............................................ 12
3. Periode masa kini (dimulai tahun 1970) ........................................... 13
C. Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care)...................................... 13
D. Peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian
(Pharmaceutical care) ............................................................................ 15
1. Pengkajian (assessment).................................................................... 15
2. Penyusunan rencana pelayanan (care plan development)................. 15
3. Tindak lanjut evaluasi (follow-up evaluation) .................................. 16
E. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek............................................. 16
1. Aspek sumber daya ........................................................................... 17
2. Aspek pelayanan ............................................................................... 19
F. Keterangan Empiris................................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 37
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 37
B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ......................................... 37
C. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 38
D. Subjek Penelitian..................................................................................... 39
E. Besar Sampel dan Teknik Sampling ....................................................... 40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
F. Metode Pengambilan Data ...................................................................... 41
G. Instrumen Penelitian................................................................................ 41
1. Perumusan pertanyaan-pertanyaan.................................................... 42
2. Pengujian panduan wawancara dan proses wawancara .................... 42
H. Tata Cara Penelitian dan Analisis Data................................................... 43
1. Menentukan jadwal wawancara ........................................................ 44
2. Melaksanakan wawancara................................................................. 44
3. Melakukan analisis data .................................................................... 44
I. Kesulitan dan Keterbatasan Penelitian.................................................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 48
A. Karakteristik Demografi Responden....................................................... 48
B. Profil Pelaksanaan Pelayanan Resep pada Pasien Asma oleh
Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta.............................. 50
1. Skrining administratif ....................................................................... 51
2. Skrining kesesuaian farmasetik......................................................... 54
3. Skrining pengkajian klinis ................................................................ 56
4. Proses penyiapan obat ....................................................................... 58
C. Profil Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat (PIO) pada Pasien
Asma oleh Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta............ 61
1. Bentuk kegiatan pelayanan informasi obat ....................................... 61
2. Penyampaian informasi obat ............................................................. 65
3. Bentuk persiapan sebelum melakukan informasi dan edukasi.......... 69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
D. Profil Pelaksanaan Konseling pada Pasien Asma oleh Apoteker
pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta.............................................. 75
1. Kegiatan konseling............................................................................ 75
2. Materi konseling................................................................................ 78
3. Prosedur tetap dalam pelaksanaan konseling.................................... 79
4. Bentuk pertanyaan terkait harapan pasien terhadap
pengobatan yang telah dijelaskan dokter .......................................... 84
5. Bentuk pertanyaan untuk memastikan pengetahuan pasien
dan keluarganya ................................................................................ 85
6. Informasi penanganan awal asma mandiri (self care) ...................... 87
E. Profil Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi pada Pasien Asma
oleh Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta ...................... 93
1. Bentuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi untuk
meningkatkan keberhasilan terapi pasien asma ................................ 93
2. Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat
(ESO) ................................................................................................ 94
F. Profil Pelaksanaan Edukasi dan Promosi pada Pasien Asma oleh
Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta.............................. 96
1. Bentuk edukasi dan upaya pemberdayaan kepada pasien asma
dan keluarganya (promosi)................................................................ 96
G. Profil Pelaksanaan Pelayanan Residensial (Home Care) pada
Pasien Asma oleh Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota
Yogyakarta .............................................................................................. 98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
1. Pelayanan residensial (home care).................................................... 98
2. Langkah-langkah pelaksanaan pelayanan residensial
(home care) ....................................................................................... 99
H. Ringkasan Pembahasan........................................................................... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 107
A. Kesimpulan ............................................................................................. 107
B. Saran........................................................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 110
LAMPIRAN.................................................................................................. 115
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................. 147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Karakteristik demografi responden ....................................... 49
Tabel II. Bentuk skrining administratif................................................ 51
Tabel III. Alasan responden tidak melakukan skrining
administratif secara lengkap.................................................. 53
Tabel IV. Ketentuan skrining kesesuaian farmasetik ............................ 54
Tabel V. Alasan responden tidak melakukan skrining
kesesuaian farmasetik secara lengkap................................... 55
Tabel VI. Kegiatan skrining pengkajian klinis...................................... 56
Tabel VII. Kegiatan proses penyiapan obat............................................ 59
Tabel VIII. Alasan responden tidak melakukan proses penyiapan
obat secara lengkap ............................................................... 60
Tabel IX. Kegiatan pelayanan informasi obat....................................... 62
Tabel X. Alasan responden tidak melakukan penelusuran
literature................................................................................ 64
Tabel XI. Jenis informasi obat............................................................... 66
Tabel XII. Informasi tambahan untuk pasien asma ................................ 67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
Tabel XIII. Persiapan sebelum memberikan informasi dan edukasi........ 69
Tabel XIV. Sasaran pemberian konseling................................................ 76
Tabel XV. Materi konseling.................................................................... 78
Tabel XVI. Prosedur tetap pelaksanaan konseling................................... 80
Tabel XVII. Bentuk pertanyaan terkait harapan pasien............................. 85
Tabel XVIII. Bentuk pertanyaan “Tunjukkan dan Katakan”...................... 86
Tabel XIX. Informasi penanganan awal asma mandiri (self care) .......... 87
Tabel XX. Frekuensi pelaksanaan konseling yang dilaksanakan
oleh responden ...................................................................... 89
Tabel XXI. Bentuk monitoring dan evaluasi............................................ 93
Tabel XXII. Bentuk kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO ................ 94
Tabel XXIII. Bentuk edukasi dan upaya pemberdayaan ............................ 96
Tabel XXIV. Kriteria pelayanan residensial bagi pasien asma................... 98
Tabel XXV. Langkah-langkah dalam pelaksanaan pelayanan
residensial.............................................................................. 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan
Data kepada Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta .................. 115
Lampiran 2. Surat Keputusan Izin Penelitian dari Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta ................................................................... 116
Lampiran 3. Surat Keputusan Izin Penelitian dari Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta.................................................. 117
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan
Data (Wawancara) kepada Apoteker Pengelola
Apotek di Apotek-Apotek Tempat Meneliti di Kota
Yogyakarta ............................................................................ 118
Lampiran 5. Daftar Sampel 10 Apotek di Kota Yogyakarta ..................... 119
Lampiran 6. Panduan Wawancara Terstruktur .......................................... 120
Lampiran 7. Matriks Pertanyaan Wawancara Terstruktur......................... 141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
INTISARI
Penyakit asma merupakan masalah kesehatan yang serius. Penderita asmadiperkirakan 25,9 juta dan terus meningkat serta menduduki urutan ke tigapenyebab kunjungan pasien ke rumah sakit di Yogyakarta. Salah satu penyebabkekambuhan adalah ketidakpatuhan pengobatan pasien. Apoteker wajibmelaksanakan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) untuk pasienmeliputi pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, monitoring danevaluasi, edukasi dan promosi, serta pelayanan residensial yang berpengaruh padakepatuhan pengobatan pasien. Tujuan penelitian adalah mengetahui gambarankesesuian penerapan Pharmaceutical care pada pasien asma oleh apoteker padasepuluh apotek di Kota Yogyakarta dengan mengacu pada standar Kepmenkes RINomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
Jenis penelitian adalah observasional dengan mengambil data selamaperiode Februari 2014 - Maret 2014 melalui wawancara terstruktur terkaitpenerapan Pharmaceutical care kepada apoteker. Data dianalisis denganpendekatan kualitatif secara thematic dan content analysis dengan melihat acuanstandar yang ditetapkan. Pemaparan hasil ditampilkan dalam bentuk tabel.
Hasil penelitian dari 12 responden diketahui bahwa penerapanPharmaceutical care untuk pasien asma di sepuluh apotek belum dilakukan secaraoptimal dan belum memenuhi standar pelayanan kefarmasian dalam KepmenkesRI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Oleh karena itu perlu upaya untukmeningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian oleh apoteker denganmelaksanakan standar yang berlaku.
Kata kunci : Pelayanan kefarmasian, kualitatif, apoteker, pasien asma,apotek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
ABSTRACT
Asthma is a serious health problem. An estimated 25.9 million people withasthma and continues to increase also ranks the third leading cause of patientvisits to the hospital in Yogyakarta. One cause of relapse is noncompliancetreatment of patient. Pharmacist are required to implementing pharmaceutical carefor patient include prescriptions, drug information services, counseling,monitoring and evaluation, education and promotion, also home care that affectpatient treatment compliance. The purpose of the study was to determine thesuitability overview of the application of pharmaceutical care to patient withasthma by pharmacists in ten pharmacies at Yogyakarta City with reference of thestandard Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
This research was observational type with taken the data during the periodFebruary 2014 - March 2014 through a structured interview related to theimplementation of Pharmaceutical care to pharmacist. The data was analized withqualitative approach thematically and content analysis by referring to theestablished standarts. Exposure results displayed in tabular form.
The results of the study from 12 respondents found that the application ofpharmaceutical care for patient with asthma in ten pharmacies was not performedoptimally and not meet the standard of pharmaceutical care in Kepmenkes RINomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 yet. Therefore necessary efforts toimprove the quality of pharmaceutical services by pharmacist with implement theapplicable standard.
Keywords: Pharmaceutical care, qualitative, pharmacist, patient withasthma, pharmacies
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Asma saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Data
National Health Interview Survey (NHIS) memperkirakan 25,9 juta orang
menderita asma dimana 7,1 juta adalah anak-anak (NHIS, 2011). Hasil prediksi
Departemen Kesehatan RI, kasus pasien dengan penyakit asma di Indonesia pada
tahun 1996 adalah 5% meningkat mencapai 15% pada tahun 2005
(Suryaningnorma, 2009). Khusus daerah Yogyakarta prevalensi penyakit asma
sebesar 3,46% (Oemiati, 2010).
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peningkatan kejadian serangan
kekambuhan pada penderita asma khususnya anak-anak menyebabkan mereka
harus absen sekolah. Di Asia anak-anak tersebut kehilangan 16% hari sekolah,
43% hari sekolah untuk anak-anak di Eropa, dan 40% hari sekolah untuk anak-
anak di Amerika Serikat (Health,2005). Penderita asma dengan derajat
kekambuhan sedang hingga besar untuk orang dewasa yang berprofesi sebagai
pekerja harus melakukan absen kerja lebih dari 6 hari per tahun sebesar 19,2%,
dan pada penderita asma dengan derajat kekambuhan ringan sebesar 4,4%
(Sundaru,2007).
Tahun 1998 di Amerika serikat menyebutkan bahwa serangan asma
merupakan penyebab rawat inap jangka pendek terbesar. Hal ini dikarenakan pada
tahun tersebut sebanyak 166.000 pasien asma menjalani rawat inap. Tahun 1995,
biaya pengobatan asma mencapai 250 juta dollar AS dan 1,2 milyar dollar AS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
biaya yang keluar akibat hilangnya hari sekolah anak-anak yang terserang asma,
aktifitas atau biaya lain yang berkaitan (ISAAC, 1998).
Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Yogyakarta juga menyatakan
bahwa asma menduduki peringkat ke-3 penyebab peningkatan kunjungan pasien
ke rumah sakit, bahkan sempat menduduki peringkat pertama pada tahun 2010.
Selain itu, survey yang dilakukan oleh Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005
menyatakan sebanyak 225.000 orang meninggal dikarenakan asma dan dari
jumlah tersebut sebanyak 16,4% kejadiannya terjadi di Kota Yogyakarta (Dinkes
D.I Yogyakarta, 2012).
Angka kejadian kekambuhan asma pada dasarnya dapat dicegah dan
diminimalisir (Lahdensuo, 1999). Pencengahan tersebut dilakukan dengan
menerapkan manajemen asma sehingga dapat membantu memperbaiki kualitas
hidup dan menurunkan kunjungan ke Unit Gawat Darurat (UGD), mengurangi
biaya perawatan secara lebih efektif dan mengurangi kekambuhan asma.
(Lahdensuo, 1996). Pengobatan Asma dibagi dalam 2 metode yaitu Long-term
controller (Pengontrol jangka panjang) dan Quick Reliever (Pereda Jangka
Pendek). Dua metode tersebut mutlak memerlukan kepatuhan pengobatan pasien
asma (Dipiro, 2005).
Pengobatan yang efektif akan tercapai jika terapi dan pengunaan obat
dilakukan secara tepat. Namun, menurut survei ditemukan hampir 50% pasien
tidak bereaksi secara tepat terhadap kekambuhan asma dan tidak menaati
pengobatan asma (Lahdensuo, 1999). Terkait hal tersebut, tenaga kesehatan
memiliki peran dalam membantu proses pengobatan pasien asma dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
mengetahui hubungan terapi yang baik, keefektifan terapetik dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan pasien (Depkes RI, 2007). Salah satu tenaga
kesehatan yang berperan adalah tenaga kefarmasian terutama apoteker sebagai
tenaga profesional yang bertugas untuk memberikan pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical care).
Pharmaceutical care merupakan bentuk pelayanan yang lebih
menekankan pada patient oriented dimana apoteker memegang peran penting dan
bertanggung jawab untuk mewujudkan tercapainya penggunaan obat yang
rasional, aman dan efisien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Hal ini dapat terselenggara dengan memberikan edukasi, mengarahkan pasien
terkait pemeriksaan diri, memberikan motivasi kepada pasien agar patuh dalam
pengobatan, memberikan informasi, memantau penggunaan obat, memberikan
konseling dan membantu pencatatan untuk pelaporan yang tentunya harus disertai
dengan bekal pengetahuan yang memadai dan sesuai dengan standar pelayanan
Apoteker (Depkes RI, 2007).
Mengingat pentingnya pemberian pelayanan kefarmasian yang memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan dan peningkatan kualitas hidup pasien, maka
ditetapkan standar pelaksanaan kefarmasian di apotek dalam Kepmenkes RI
Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 sebagai salah satu pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam melaksakan pelayanan kepada pasien (Depkes RI, 2009).
Melalui standar yang ditetapkan ini diharapkan apoteker dapat
mengaplikasikannya dalam praktek pelayanan kefarmasian yang berjalan di
apotek. Terkait hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mengenai “Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Asma oleh
Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta” dengan mengacu pada
standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/
2004 .
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa tingkat kekambuhan penyakit
asma masih menjadi masalah serius di dunia termasuk Indonesia seperti di Kota
Yogyakarta. Faktor penyebab tingginya kekambuhan penyakit asma dapat
disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah ketidakpatuhan pasien asma
terhadap pengobatan. Apoteker memiliki peran penting untuk meningkatkan
pemahaman dan kepatuhan pasien dengan memberikan pelayanan kefarmasian
yang sesuai. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah melihat
kesesuaian penerapan standar pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) pada
pasien asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta dengan
mengunakan standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004. Terkait hal tersebut, beberapa hal penting yang akan
diidentifikasi adalah :
a. Seperti apa pelayanan resep pada pasien asma yang dilakukan oleh
apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta ?
b. Seperti apa pelayanan informasi obat pada pasien asma yang dilakukan
oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta ?
c. Seperti apa pelayanan konseling pada pasien asma yang dilakukan oleh
apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
d. Seperti apa monitoring dan evaluasi pada pasien asma yang dilakukan
oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta ?
e. Seperti apa edukasi dan promosi pada pasien asma yang dilakukan
oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta ?
f. Seperti apa pelayanan residensial (home care) pada pasien asma yang
dilakukan oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta ?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang lain oleh Sukmajati (2008) yang berjudul “Pelaksanaan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 di Kota Yogyakarta”. Sukmajati (2008)
melakukan penelitian pada semua aspek yang terdapat dalam standar Kepmenkes
RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 di Kota Yogyakarta, sedangkan pada
penelitian ini lebih ditekankan kesesuaian penerapan Pharmaceutical care pada
pasien asma berdasarkan aspek pelayanan menurut standar Kepmenkes RI Nomor
1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota
Yogyakarta.
Pernah dilakukan penelitian mengenai “Penerapan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek di Kota Medan Tahun 2008” oleh Ginting (2009).
Perbedaan dengan penelitian ini ialah pada penelitian Ginting (2009) dilakukan
penelitian yang menekankan pada penerapan standar pelayanan kefarmasian di
apotek secara umum dan menyeluruh berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004, sedangkan pada penelitian ini lebih ditekankan
kesesuaian penerapan Pharmaceutical care oleh apoteker pada pasien asma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dengan menggunakan standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004. Selain itu lokasi tempat penelitian berbeda, dimana
pada penelitian Ginting (2009) dilakukan di kota Medan sedangkan pada
penelitian ini dilakukan sepuluh apotek Kota Yogyakarta.
Pernah dilakukan penelitian mengenai “Analisis Aplikasi Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Yogyakarta” oleh Atmini, Gandjar, dan
Purnomo (2011). Perbedaan dengan penelitian ini ialah pada penelitian Atmini
dkk. (2011) ingin melihat gambaran pelaksanaan standar pelayanan farmasi secara
umum dengan responden apoteker, karyawan dan pasien, sedangkan pada
penelitian ini ingin melihat penerapan Pharmaceutical care pada pasien asma
oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta dengan mengacu pada
standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/
2004.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Memberikan gambaran terkait kesesuian maupun hal
yang tidak sesuai dalam “Penerapan Pharmaceutical care pada Pasien
Asma oleh Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta”
menurut standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian yang diperoleh dapat digunakan
sebagai:
1) Bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait, berkenaan dengan
pelaksanaan Pharmaceutical care pada pasien asma oleh apoteker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
yang dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi atau Dinas
Kesehatan Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2) Memberikan gambaran bagi mahasiswa farmasi atau calon
apoteker yang tertarik dalam pelayanan di apotek terkait penerapan
Pharmaceutical care pada pasien asma yang dilakukan oleh
apoteker dengan mengacu pada standar yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
3) Sebagai bahan kajian bagi apotek-apotek dalam rangka upaya
evaluasi untuk pembinaan kedepan demi peningkatan mutu,
efisiensi pelayanan terhadap pasien asma oleh apoteker maupun
tenaga kefarmasian lainnya yang bekerja di apotek sehingga
dengan demikian diharapkan akan berpengaruh pada tingkat
pemahaman dan kepatuhan pasien pasien asma, menurunkan
tingkat keparahan serangan asma dan meningkatkan kualitas hidup
penderita asma.
4) Sebagai bahan kajian untuk memberikan gambaran terkait
penerapan Pharmaceutical care pada pasien asma oleh apoteker di
apotek yang baru, mengingat standar yang digunakan adalah
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 yang
merupakan standar pelayanan kefarmasian di apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran penerapan Pharmaceutical care pada pasien asma
oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta dengan mengacu pada
standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/
2004.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi pelayanan resep yang dilakukan pada pasien asma
oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta.
b. Mengidentifikasi pelayanan informasi obat yang diberikan pada pasien
asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta.
c. Mengidentifikasi pelayanan konseling yang dilakukan pada pasien
asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta.
d. Mengidentifikasi monitoring dan evaluasi yang dilakukan pada pasien
asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta.
e. Mengidentifikasi edukasi dan promosi yang dilakukan pada pasien
asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta.
f. Mengidentifikasi pelayanan residensial (Home care) yang dilakukan
pada pasien asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Asma
1. Pengenalan asma
a. Pengertian. Asma adalah salah satu penyakit inflamasi kronis pada
saluran napas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Penyakit ini ditandai dengan terjadinya
mengi episodik, batuk, dan sesak yang terasa di dada disebabkan
karena terjadinya penyumbatan saluran napas (GINA,2007 dan
Bernstein, 2003).
Menurut Nelson (1996), asma didefinisikan sebagai tanda dan
gejala Wheezing atau mengi dan atau batuk yang memiliki
karakteristik seperti ; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung terjadi pada malam hari atau dini hari (nocturnal), bersifat
musiman, adanya aktivitas fisik sebagai faktor pencetus yang
reversibel baik secara spontan maupun karena terjadinya penyumbatan,
faktor pencetus lain yaitu adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien atau keluarganya
b. Faktor penyebab asma. Faktor yang mempengaruhi terjadinya asma
dibagi menjadi 2 faktor yaitu : faktor genetik dan faktor lingkungan.
Faktor pemicu antara lain : alergen seperti binatang berbulu (anjing,
kucing, tikus), jamur, kapang, atau pajanan asap rokok. Faktor pemacu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
antara lain adalah : ozon, rinovirus, dan pemakaian β2-agonis (Depkes
RI, 2009).
c. Tanda dan gejala asma. Pada penderita asma, tanda awal yang bisa
dikenali untuk indikasi pasien tersebut mendapat serangan asma adalah
pasien akan mengalami perubahan pola pernapasan, mengalami bersin-
bersin, hidung mampat, tengggorokan terasa gatal, mengalami susah
tidur, tidak dapat melakukan olahraga yang berat seperti orang sehat
normal lainnya, batuk, terjadi penurunan prestasi dalam penggunaan
Peak Flow Meter, dan mudah merasa lelah (Depkes RI, 2007).
2. Epidemiologi asma
Penyakit asma diketahui memiliki prevalensi yang tinggi serta tergolong
dalam penyakit kronik. Di Negara maju maupun di Negara berkembang,
ditemukan sebagian besar penyakit asma diderita oleh anak dan orang dewasa.
Penderita asma didunia tercatat mencapai 300 juta manusia yang disertai dengan
kejadian kekambuhan pada penderita tersebut dan angka ini diperkirakan akan
terus mengalami peningkatan pada tahun 2025 hingga mencapai 400 juta manusia
(Masoli, 2004).
Menurut penelitian, di Indonesia mengalami peningkatan kasus penyakit
asma. Penelitian lain menyebutkan, setiap tahunnya hampir separuh dari pasien
asma pernah dirawat di rumah sakit dan masuk ke bagian gawat darurat. Penyebab
dari hal tersebut adalah manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari
pedoman yang seharusnya (GINA, 2007 dan Bernstein, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Penelitian yang pernah dilakukan di Australia pada tahun 1982 diketahui
sebesar 12,9% masyarakatnya menderita asma pada usia 8-11 tahun, kemudian
terjadi peningkatan pada tahun 1992 sebesar 29,7%. Hasil yang bervariasi
ditunjukkan di Indonesia, di beberapa Kota besar seperti Yogyakarta prevalensi
penderita asma ditemukan sebesar 4,8%, 7,99% di Menado, 8,08% di Palembang,
dan 17% di Ujung Pandang (Naning,1991).
Menurut survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005 mengemukakan
bahwa tercatat sebanyak 225.000 orang meninggal karena asma dari jumlah
tersebut sebanyak 16,4 % kejadiannya terjadi di Kota Yogyakarta. Penelitian oleh
Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Yogyakarta menyatakan bahwa asma
selalu menduduki peringkat 3 besar penyebab peningkatan kunjungan pasien,
bahkan pada tahun 2010 asma bergeser menduduki urutan peringkat pertama
(Dinkes D.I Yogyakarta, 2012).
Penelitian lain menemukan bahwa akibat terjadinya kekambuhan asma,
anak-anak yang bersekolah harus kehilangan 16% hari sekolah, di Eropa
kehilangan 43% hari sekolah, di Amerika Serikat 40% kehilangan hari sekolah
(Health, 2005). Untuk orang dewasa yang berprofesi sebagai pekerja
kehilangan19,2% hari kerja untuk kasus derajat kekambuhan sedang hingga besar
dan 4,4% untuk orang dewasa dengan derajat kekambuhan tergolong ringan
(Sundaru, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
B. Perkembangan Profesi Kefarmasian
Sebelum tahun 1940-an profesi kefarmasian terus mengalami perubahan.
Dalam perkembangan sejarahnya profesi kefarmasian mengalami beberapa tahap
perubahan periode.
1. Periode tradisional (sebelum tahun 1940-an)
Pada periode ini pekerjaan seorang farmasi masih berorientasi pada
penyediaan, pembuatan/peracikan, dan pendistribusian produk yang berkhasiat
sebagai obat. Setelah terjadi perkembangan dalam perindustrian, banyak
perusahaan-perusahaan yang memproduksi obat dalam skala besar yang
menyebabkan profesi farmasis menjadi menyempit dikarenakan peracikan obat
menjadi semakin jarang (Ikawati, 2010).
2. Periode transisional (tahun 1960-1970)
Pada periode ini adalah masa dimana terjadi perkembangan penemuan-
penemuan obat-obat baru. Seiring penemuan obat-obat baru tersebut, jumlah
produksi obat pun menjadi semakin besar. Namun demikian, hal ini ternyata
menimbulkan masalah baru dimana terjadi peningkatan permasalahan kesehatan
di masyarakat terkait penggunaan obat, diantaranya adalah terjadinya efek
samping obat, interaksi antar obat, adanya teratogenesis, dll. Pada akhirnya,
tuntutan masyarakat terkait mutu pelayanan medis menjadi meningkat yang
berdampak pada harapan adanya tenaga profesional yang memiliki pengetahuan
mengenai pengobatan terutama pengetahuan terkait masalah-masalah kesehatan
yang muncul pada saat itu. Dalam hal ini, tenaga yang dimaksud tidak lain adalah
tenaga farmasis (apoteker) sehingga dikenal istilah farmasi klinik (Ikawati, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
3. Periode masa kini (dimulai tahun 1970)
Pada periode ini terjadi perubahan dalam praktek kefarmasian dikarenakan
adanya tuntutan pelayanan farmasi yang tidak lagi berorientasi hanya pada produk
saja namun bergeser lebih pada pelayanan terhadap pasien. Periode ini juga
dikenal dengan periode Pharmaceutical care (Pradipta, 2011).
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan upaya
peningkatan kesehatan yang diberikan dalam bentuk pelayanan kepada
masyarakat dimana pelayanan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab dan
pekerjaan kefarmasian terutama dalam profesinya sebagai Apoteker (Kepmenkes
RI, 2008).
C. Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care)
Pharmaceutical care adalah rancangan dasar dalam pekerjaan kefarmasian
yang menyiratkan suatu tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan dalam
pemberian obat pada pasien. Bentuk tanggung jawab itu sendiri antara lain adalah
dalam bentuk pelayanan. Pharmaceutical care dapat dijadikan penuntun bagi
tenaga kefarmasian untuk menerapkan suatu pelayan terhadap pasien (IAI DIY,
2010). Dalam pekerjaan kefarmasian seseorang dengan profesi apoteker memiliki
tanggung jawab dalam bentuk pelayanan demi meningkatkan kualitas hidup
pasien, hal ini disebut dengan asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) (Depkes
RI, 2009).
Tujuan akhir dalam Pharmaceutical care adalah pencapaian hasil terapi
yang optimal baik dari segi penyakit yang sembuh, gejala penyakit yang hilang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
memperlambat proses penyakit, ataupun pencegahan terhadap suatu penyakit
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (Trisna, 2007). Pelayanan
yang diberikan haruslah dapat dipertanggung jawabkan dan memenuhi aturan
yang berlaku, sehingga ditetapkanlah suatu Undang-Undang yang mengatur
tentang pelayanan kefarmasian baik itu di Rumah Sakit maupun di apotek. Salah
satu keputusan yang dirancang oleh Departemen Kesehatan RI adalah SK Nomor
1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
(Kepmenkes RI, 2008).
Dalam Pharmaceutical care terdapat 2 hal yang sangat ditekankan, yaitu :
1. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan pasien
2. Membuat komitmen untuk dapat meneruskan pelayanan setelah dimulai
secara terus-menerus (Lukmanto, 2007).
Menurut Hepler and Strand (1990) dalam Pharmaceutical care memiliki 3
fungsi utama yaitu :
1. Mengidentifikasi secara aktual dan potensial terkait masalah yang
berkaitan dengan obat
2. Menangani masalah yang berhubungan dengan kejadian Drug Related
Problem (DRP)
3. Menghindari kemungkinan terjadinya masalah yang erat kaitannya dengan
obat .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
D. Peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care)
Pada penerapan Pharmaceutical care, apoteker memiliki peranan penting
untuk mendidik pasien yang berdampak pada sikap atau perilaku positif pasien
dalam berkontribusi untuk mendukung pencapaian terapi pengobatan yang
dijalaninya (ASHP, 1993).
Terdapat standar perawatan yang ditetapkan bagi apoteker yang berperan
sebagai praktisi. Standar yang ditetapkan ini merupakan sekumpulan harapan
yang diharapkan dari kinerja seorang praktisi dari segi individual (Cipolle, Strand,
and Morley, 2003).
1. Pengkajian ( assessment )
a. Pada kategori ini, praktisi wajib untuk mengumpulkan informasi yang
relevan untuk digunakan dalam mengambil keputusan terkait terapi
obat yang diberikan kepada pasien.
b. Praktisi wajib untuk menganalisis pengkajian data untuk melihat
apakah kebutuhan pengobatan pasien telah terpenuhi, sudah tepat,
sudah paling efektif, paling aman, dan pasien mampu serta bersedia
untuk mengambil obat yang diberikan.
c. Praktisi melakukan analisis terhadap pengkajian data untuk
menentukan apakah terdapat masalah terkait terapi pengobatan yang
dijalani pasien (Cipolle et al, 2003).
2. Penyusunan rencana pelayanan ( care plan development )
Praktisi melakukan identifikasi tujuan terapi yang diberikan kepada
pasien, selanjutnya praktisi dapat mengembangkan rencana perawatan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
berguna untuk menyelesaikan masalah terapi pengobatan, mencapai tujuan terapi
dan mencegah terjadinya masalah dalam pengobatan, dilanjutkan penentuan
jadwal sebagai bentuk tindak lanjut dan evaluasi untuk melihat efektifitas
pengobatan dan menilai kejadian efek samping obat yang mungkin dialamin oleh
pasien (Cipolle et al, 2003).
3. Tindak lanjut evaluasi ( follow-up evaluation )
Praktisi wajib melakukan evaluasi hasil nyata yang dialami pasien dan
menetapkan sejauh mana kemajuan pasien terhadap pencapaian terapi,
menentukan jika ada masalah terhadap keamanan atau kepatuhan pasien, dan
menilai apakah ada masalah baru yang muncul dari pengobatan pasien (Cipolle et
al, 2003).
E. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Apotek adalah suatu tempat dilaksanakannya kegiatan dan tugas terkait
kefarmasian, penditribusian sediaan farmasi dan pemberian edukasi kepada
masyarakat. Apotek berguna sebagai tempat bagi apoteker untuk mengabdikan
diri sesuai perannya, memfasilitasi pelaksanaan compounding, pencampuran, dan
penyaluran obat maupun sarana perbekalan farmasi kepada masyarakat yang
memerlukan tanpa terkecuali (Kepmenkes RI, 2008).
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat
yang dikepalai oleh seorang apoteker. Apoteker sebagai pengelola tentunya harus
memenuhi standar pelayanan yang berlaku sebagai pedoman dalam melaksanakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
praktek kefarmasian khususnya praktek sebagai apoteker yang berorientasi
terhadap pasien atau masyarakat yang membutuhkan (Kemenkes RI, 2008).
Tujuan dari penetapan standar pelayanan kefarmasian yaitu sebagai
panduan bagi apoteker dalam melaksanakan praktek kerja sesuai dengan
profesinya sehingga dapat sekaligus melindungi masyarakat / pasien dari
pelayanan yang tidak profesional dan juga sebagai perlindungan bagi profesi
dalam rangka menjalankan praktek kerjanya (Kepmenkes RI, 2008).
1. Aspek sumber daya
a. Sumber daya manusia. Dari segi sumber daya manusia, pengelolahan
apotek yang baik apabila memiliki tenaga apoteker yang handal dan
profesional dalam menjalankan pelayanan kefamasian. Apoteker
adalah lulusan yang menimbah ilmu dibidang perguruan tinggi
Farmasi, telah lulus sarjana, menempuh pendidikan lanjutan untuk
gelar profesi apoteker dan telah mengucapkan sumpah profesi apoteker
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tersertifikasi
keprofesiannya yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker
(Anonim, 2004).
b. Sarana dan prasarana. Sumber daya manusia yang memadai untuk
melakukan aktifitas pelayanan kesehatan di apotek tidak dapat berjalan
apabila tidak didukung dengan fasilitas sarana dan prasarana yang
memadai, sehingga rancangan sarana dan prasarana juga menjadi
pendukung berjalannya pelayanan kesehatan yang efektif. Sarana dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
prasarana yang diadakan haruslah sesuai dengan kebutuhan apotek dan
dapat membantu keefektifan kinerja pelayanan oleh apoteker ataupun
tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek serta membantu
menfasilitasi kebutuhan pasien atau masyarakat. Kebersihan,
kenyamanan, kelengkapan perabotan, susunan dena ruang berdasarkan
kepentingan masing- masing khususnya untuk pelayanan,
penyimpanan produk kefarmasian menjadi hal yang perlu diperhatikan
demi mendukung pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek
(Anonim, 2004).
c. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Pengelolaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan merupakan suatu kegiatan
terstruktur. Kegiatan tersebut berupa perencanaan untuk menentukan
sediaan ataupun perbekalan kesehatan yang dibutuhkan di apotek,
pengadaan untuk menyediakan sediaan ataupun perbekalan farmasi
yang telah ditetapkan yang dilakukan melalui prosedur resmi sesuai
aturan perundang-undangan, penyimpanan sebagai upaya
pemeliharaan sediaan dan perbekalan farmasi dengan tujuan agar
kualitas dan keamaannya pun dapat terjaga dengan baik dan
penyerahan sediaan atau perbekalan kesehatan kepada yang
membutuhkan (Anonim, 2004).
d. Administrasi. Kegiatan administrasi meliputi kegiatan yang
berhubungan dengan dokumentasi. Kegiatan yang dilakukan berupa
pencatatan, pengarsipan seperti pengarsipan untuk catatan pengobatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat yang
merupakan bagian dari administrasi pelayanan, serta pelaporan
narkotika dan psikotropika (Anonim, 2004).
2. Aspek Pelayanan
Pemberian pelayanan yang berkualitas kepada pasien khususnya di apotek
merupakan tanggung jawab yang sangat penting untuk dipegang dan dilaksanakan
oleh seorang apoteker. Segala bentuk kegiatan dan tanggung jawab yang wajib
dilaksanakan oleh apoteker dalam rangka pelayanan kefarmasian di apotek
dituangkan dalam peraturan Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/
2004. (Anonim, 2004). Khusus dalam hal pelayanan, dipaparkan bahwa hal
penting yang perlu untuk dilaksanakan yaitu terkait pelayanan resep, penyiapan
obat, promosi dan edukasi dan pelayan residensial
a. Pelayanan resep
1) Skrining resep
a) Kegiatan skrining resep meliputi penyidikan terhadap
kelengkapan administrasi resep yang meliputi data dokter yaitu
: nama dokter yang memberikan resep, nomor ijin praktek,
alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter
bersangkutan. Data pasien yaitu : nama, alamat, umur, jenis
kelamin, dan berat badan pasien. Data obat yaitu : nama obat,
potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara penggunaan obat
yang jelas (Kepmenkes, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
b) Kesesuaian farmasetik juga perlu diperhatikan dengan
memeriksa bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama penggunaan obat (Anonim,
2004).
c) Aspek klinis yang penting untuk disidik yaitu melihat ada
tidaknya alergi, kemungkinan efek samping obat, interaksi,
kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat yang ditulis dalam resep.
Apabila terdapat ketidaksesuaian dalam pengkajian aspek
klinis, maka apoteker dapat melakukan konsultasi dan
memberikan rekomendasi obat lain sebagai alternatif yang
sekiranya mendapat persetujuan dari dokter yang menuliskan
resep (Kepmenkes RI, 2008).
2) Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Pada proses
penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,
penyiapannya haruslah sesuai dengan permintaan resep yang
datang. Dari resep yang diterima, kemudian dilakukan perhitungan
dosis untuk memastikan ketepatan dan kesesuaiannya agar tidak
melebihi dosis maksimum.
a) Pada kegiatan peracikan, beberapa langkah-langkah yang perlu
dilakukan meliputi penyiapan, penimbangan, pencampuran,
pengemasan dan pemberian etiket pada wadah. Hal yang perlu
diperhatikan yaitu melihat kesesuaian dosis, jenis dan
banyaknya obat (Anonim, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
b) Penulisan etiket dan warna etiket yang benar (warna putih
untuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, dan etiket lain
sebagai petunjuk penggunaan khususnya untuk sediaan cair)
(Anonim, 2004).
c) Pengemasan obat, dilakukan dengan memperhatikan kerapian
dan kesesuaian kemasan yang digunakan guna menjaga
kualitas dari obat yang diberikan kepada pasien (Anonim,
2004).
d) Penyerahan obat, diawali dengan melakukan pengecekan ulang
obat yang akan diberikan dengan memperhatikan kesesuaian
antara penulisan etiket dengan resep. Pemerikasaan ulang data
pasien baik identitas dan alamat perlu dilakukan (Anonim,
2004).
e) Ketika menyerahkan obat kepada pasien pun tidak lupa disertai
dengan pemberian informasi terkait obat yang diberikan.
Setelah itu apoteker memberi paraf pada salinan resep sesuai
degan resep aslinya kemudian disimpan dan didokumentasikan
(Anonim, 2004).
Pada peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen pada Bab III
pasal 4 mengenai hak konsumen menyatakan bahwa
“hak konsumen adalah : hak atas informasi yang benar, jelas,dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa,hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen,hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
serta tidak diskriminatif” (Undang-Undang PerlindunganKonsumen, 1999).
Pada pelayanan informasi obat, apoteker wajib untuk
memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah untuk
dipahami, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan up date.
Informasi yang diberikan kepada pasien minimal mencakup :
cara penggunaan obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang tidak
boleh dikonsumsi selama proses terapi (Kepmenkes RI, 2006).
Pada pelayanan informasi obat di apotek, terdapat prosedur
tetap yang diputuskan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004 yaitu :
(1) Melihat resep atau kartu pengobatan pasien (medication
record) atau kondisi kesehatan pasien untuk menentukan
informasi obat seperti apa yang akan diberikan kepada
pasien baik itu secara lisan maupun tertulis.
(2) Informasi obat yang diberikan kepada pasien dapat
didasarkan dengan melakukan penulusuran literature.
(3) Informasi yang diberikan untuk menjawab pertanyaan dari
pasien dapat dijawab secara lisan ataupun tertulis dan
penjelasan yang diberi harus jelas, tidak bias, etis, mudah
dipahami, dan bijaksana.
(4) Informasi pelayanan obat dapat melalui brosur, leaflet,
poster atau majalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
(5) Kegiatan pelayanan informasi obat yang diberikan selalu
didokumentasikan (Kepmenkes RI, 2008).
Keputusan Departemen Kesehatan RI (2007) merancang
pedoman Pharmaceutical care untuk penyakit asma,
diantaranya adalah :
(1) Pedoman bagi apoteker dalam memberian informasi dan
edukasi untuk pasien asma :
(a) Pengetahuan yang cukup, skill, dan bekal yang dimiliki
oleh Apoteker menjadi dasar dalam memberian
informasi terhadap pasien asma. Passion dengan rasa
empati terhadap pasien akan juga menjadi hal yang
penting yang akan mendukung kegiatan pelayanan
informasi dan menarik perhatian pasien itu sendiri.
(b) Informasi dan edukasi tidak hanya diberikan kepada
pasien asma namun juga kepada keluarga pasien guna
mendukung keberhasilan penyampaian informasi dan
keberhasilan pengobatan yang akan dilakukan.
Penyampaian informasi dan edukasi kepada keluarga
pasien asma terutama bagi pasien yang mengalami
hambatan dalam berkomunikasi yang memiliki
keterbatasan, latar belakang pendidikan yang tidak
memadai, atau dengan pertimbangan umur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
(c) Pengumpulan dan pendokumentasian data-data pasien
yang berisi : riwayat keluarga, gaya hidup, pekerjaan
dan pengobatan yang dijalan oleh pasien baik itu obat
asma yang dikonsumsi maupun obat-obat lain yang juga
dikonsumsi pasien.
(d) Penggunaan alat peraga dalam penyampaian informasi
dan edukasi seperti memberikan contoh cara
penggunaan inhaler akan mendukung tingkat
pemahaman pasien dan keuarga pasien.
(e) Pengobatan jangka panjang sebaiknya
mempertimbangkan penggunaan jumlah obat yang lebih
sedikit, dosis yang lebih sedikit , kejadian efek samping
obat yang minimal, adanya pengertian dan kesepakatan
antara dokter, pasien dan apoteker untuk mendukung
kepatuhan pasien.
(f) Menolong pasien dan keluarga pasien dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi terkait
penggunaan obat
(2) Informasi yang disampaikan kepada pasien dan keluarga :
(a) Menyampaikan sejarah penyakit asma, tanda dan gejala,
serta faktor-faktor yang menyebabkan asma dan
serangan asma.
(b) Pemeriksaan yang menunjang untuk pasien asma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
(c) Cara untuk mengetahui serangan asma dan tingkat
keparahannya, kemudian hal yang perlu dilakukan
apabila terjadi kekambuhan pada pasien, bahkan
bagaimana cara menemukan pertolongan jika
diperlukan.
(d) Bagaimana mengajarkan untuk menghindari terjadinya
serangan kekambuhan dengan memperhatikan faktor-
farktor yang dapat menjadi pencetus seperti olah raga
yang berat, makanan, alergi, penggunaan obat tertentu,
stress, atau polusi.
(e) Menjelaskan resiko merokok terhadap penyakit asma.
(f) Menyampaikan pengobatan asma dengan pemahaman
bahwa pengobatan untuk tiap individu dapat berbeda
tergantung tingkat keparahan yang dialami.
(g) Menjelaskan 2 golongan besar dalam pengobatan yaitu :
Pengobatan simptomatik yang digunakan pada saat
terjadi serangan yang kerjanya secara cepat. Pengobatan
pencegahan, yaitu obat yang digunakan secara rutin
untuk mencegah serangan asma.
(h) Menjelaskan jenis-jenis obat asma dengan indikasi dan
cara pemakaiannya masing-masing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
(i) Penggunaan obat yang dapat dilakukan melalui
parenteral, oral, dan inhalasi (inhaler, rotahaler dan
nebuliser).
(j) Menjelaskan waktu penggunaan obat, cara penggunaan,
jumlah/frekuensi/lama penggunaan, efek samping obat
yang kemungkinan terjadi, serta cara menghindari atau
meminimalkan efek samping obat.
(k) Mengingatkan pasien setelah penggunaan inhaler
terutama yang mengandung obat kortikosteroid untuk
melakukan kumur-kumur guna meminimalisir
terjadinya pertumbuhan jamur di mulut dan
tenggorokan dan absorpsi sistemik.
(l) Memberikan penjelasan terkait keamanan penggunaan
obat asma untuk kasus wanita hamil atau ibu menyusui.
(m)Cara penyimpanan obat asma dan cara mengetahui
jumlah obat yang ada dalam aerosol inhaler.
(n) Menjelaskan betapa pentingnya kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat asma.
(o) Memberikan pengertian kepada pasien untuk tidak
enggan melakukan pelaporan ke dokter ataupun
apoteker apabila mengalami suatu keluhan (Depkes RI,
2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
f) Konseling merupakan proses terstruktur yang dilakukan untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien. Hal yang
dapat diidentifikasi yaitu mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan untuk memperbaiki
kualitas hidup dan mencegah terjadinya penggunaan obat yang
tidak benar (Kepmenkes RI, 2006). Pada dasarnya kegiatan
konseling dapat diberikan dengan pertimbangan bahwa pasien
diketahui tidak mengkonsumsi obat secara teratur, pasien yang
menerima obat dengan indeks terapi sempit sehingga perlu
untuk dipantau, pasien dengan multirejimen obat, pasien lansia,
pasien pediatric sehingga konseling dapat diberikan kepada
pengasuh anak atau langsng kepada orangtua, atau pasien yang
mengalami Drug Related Problem (Kepmenkes RI,2008)
Konseling pada pasien yang berlangsung di apotek,
merupakan kegiatan komunikasi antara apoteker dengan
pasien, dimana apoteker berperan sebagai “helper” untuk
menerangkan pengenai pengobatan yang akan diberikan kepada
pasien terutama menjelaskan dan membantu pasien untuk
memperoleh manfaat dari pengobatan tersebut. Konseling
diberikan dengan harapan dapat membantu menyelesaikan
masalah yang dihadapi pasien baik itu dari segi pengobatan
atau kesehatan dan sekaligus membantu untuk mengatasi
masalah yang bisa saja muncul kedepannya saat proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
pengobatan seperti efek samping yang bisa saja muncul.
Dengan demikian, pasien lebih mudah mengenali efek samping
apabila terjadi dan dapat mengatasinya. Melalui diskusi yang
dilakukan dalam konseling, akan memudahkan bagi apoteker
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan pemahaman
pasien terkait pengobatan yang diberikan yang kemudian bisa
dijadikan sebagai arahan informasi apa yang masih perlu
diberikan sebagai tambahan sehingga pengobatan dapat
berjalan dengan efektif dan optimal (Rantucci, 2007).
Konseling juga dapat membantu untuk meningkatkan rasa
kepercayaan pasien terhadap campur tangan apoteker dalam
membantu pengobatannya. Adanya rasa percaya tersebut dapat
membantu pasien untuk lebih terbuka dalam konseling.
Apoteker juga dapat menjadi penengah, apabila terjadi ketidak
sepahaman antara dokter dengan pasien terkait pengobatan
yang diberikan. Apoteker dapat membantu meluruskan dengan
mengajak dokter yang menangani pasien untuk berdiskusi
ataupun menjelaskan kepada pasien untuk meluruskan ketidak
sepahaman tersebut, sehingga kegiatan konseling ini dapat
dikatakan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk membantu
sekaligus mengedukasi pasien. Hal yang juga menjadi penting
adalah adanya rasa perduli dan sikap perhatian yang tulus dari
apoteker dengan demikian akan membantu meningkatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
kesadaran pasien bahwa konseling yang diberikan adalah demi
kebaikan pasien (Rantucci, 2007).
Pada Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004
telah ditetapkan prosedur tetap untuk mengadakan proses
konseling yang meliputi :
(1) Konseling yang dilakukan dengan melihat kondisi penyakit
pasien.
(2) Menjalankan komunikasi antara apoteker dengan pasien
ataupun keluarga pasien
(3) Mengajukan pertanyaan Three Prime Questions yang
meliputi:
(a) Apa yang dokter katakan mengenai obat yang diberikan
(b) Bagaimana penjelasan dokter terkait cara pemakaian
obat yang diberikan
(c) Apa yang dokter katakan terkait harapan dari
pengobatan yang dberikan
(4) Memberikan peragaan dan menerangkan mengenai
pemakaian obat-obat tertentu seperti inhaler, suppositoria,
dll
(5) Melakukan proses pembuktian akhir yang meliputi :
(a) Pengecekan kembali sejauh mana pemahaman pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
(b) Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan cara penggunaan obat sehingga tujuan
terapi dapat tercapai dengan baik
(6) Melakukan pendokumentasian berupa pencatatan pada
kartu pengobatan terkait hal-hal yang telah dilakukan dalam
proses konseling (Kepmenkes RI, 2008).
Untuk pasien asma yang mendapat resep dokter ada
beberapa yang perlu dilaksanakan secara sistematis dengan
mengajukan 3 pertanyaan utama dan dapat dikembangkan
menjadi beberapa pertanyaan, diantaranya :
(1) Menanyakan kepada pasien apa yang dikatakan dokter
terkait penggunaan pengobatan yang diberikan ?.
Pengembangan pertanyaan yaitu : Menanyakan persoalan
apa yang bisa dibantu, apa yang bisa dilakukan, dan
menanyakan persoalan apa yang menyebabkan pasien
datang ke dokter.
(2) Bagaimana yang dikatakan dokter menganai cara pakai
obat yang diberikan ?. Pengembangan pertanyaan yaitu :
Menanyakan berapa kali penggunaan obat yang disarankan
oleh dokter, berapa banyak obat yang dianjurkan untuk
digunakan, berapa lama penggunaan obat yang dianjurkan,
apa yang disampaikan dokter apabila pasien kelewatan satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dosis obat, bagaimana penyimpanan obat, dan menanyakan
apa arti “tiga kali sehari” kepada pasien.
(3) Apa yang dikatakan dokter terkait harapan terhadap
pengobatan yang diberikan ?. Pengembangan pertanyaan
yaitu : Pengaruh apa yang diharapkan muncul oleh pasien,
bagaimana cara pasien mengetahui bahwa obat tersebut
bekerja, pengaruh buruk apa yang disampaikan dokter yang
perlu diwaspadai pasien, apa yang harus diperhatikan oleh
pasien selama obat tersebut digunakan, apa yang dokter
sampaikan apabila pasien merasa kondisinya semakin
parah, dan bagaimana pasien tau jika obat yang digunakan
tidak bekerja.
(4) Pertanyaan tunjukkan dan katakan. Menanyakan tujuan
penggunaan obat untuk apa, bagaimana cara pasien
menggunakan obatnya, dan gangguan atau penyakit apa
yang dialami pasien.
(5) Penanganan awal asma mandiri (Self care). Menganjurkan
kepada pasien untuk menggunakan obat yang sudah biasa
dipakai, tidak panik, segera menghubungi dokter apabila
setelah 15 menit penggunaan obat pasien tidak mengalami
perbaikan kondisi (Depkes RI, 2007).
g) Monitoring dan evaluasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan yang
dicapai dari pelaksanaan terapi. Kegiatan ini dapat dilakukan
dengan membuat pencatatan data pengobatan pasien
(Medication recort) (Kepmenkes, 2006). Melalui monitoring
dan evaluasi ini apoteker dapat mengukur sejauh mana tingkat
kepuasan pasien dan kepatuhan pasien yang pada akhirnya juga
membantu untuk melihat sejauh mana mutu pelayanan yang
telah dilakukan selama ini, sehingga dapat ditentukan bentuk
evaluasi seperti apa yang perlu untuk dilakukan untuk
memperbaiki kualitas pelayanan kefarmasian yang pada
akhirnya juga berpengaruh pada peningkatan kualitas
pengobatan / kesehatan pasien atau masyarakat (Kepmenkes
RI, 2008).
Pentingnya pelaksanaan MESO dikarenakan meskipun obat
sebelum diedarkan telah melalui uji baik itu uji preklinik
maupun uji klinik dan telah melewati ijin peredaran namun hal
tersebut belum dapat sepenuhnya mengungkapkan efek
samping obat yang mungkin saja terjadi, terutama efek
samping obat yang kemungkinan jarang terjadi atau yang baru
akan timbul setelah penggunaan obat dalam jangka waktu
lama. Hal ini juga menjadi perhatian penting khususnya bagi
pasien yang merupakan kelompok anak-anak, wanita hamil,
wanita menyusui, atau usia lanjut. MESO juga dapat dijadikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
sebagai salah satu pedoman dalam mempertimbangkan tindak
lanjut yang akan diberikan kepada pasien seperti pembatasan
indikasi, pembatasan dosis bahkan hingga ke pembekuan atau
penarikan obat dari peredaran yang semata-mata untuk tujuan
keselamatan pasien/ masyarakat (Badan POM RI, 2007).
Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan
melakukan pencatatan data pasien dalam bentuk rekam medis
(medication record) yang berisi mengenai identitas pasien,
hasil pemeriksaaan, pengobatan, dan pelayanan atau tindakan
yang telah diberikan kepada pasien yang dimuat dalam bentuk
catatan dan dokumen (Permenkes RI, 2008).
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana
pelayanan kesehatan menurut PERMENKES
No.269/MenKes/PER/111/2008 kurang lebih memuat tentang :
Identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis, mencakup
sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit, hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang medis, diagnosis, rencana
penatalaksanaan, pengobatan dan/atau tindakan, pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien, persetujuan tindakan bila
diperlukan (Permenkes, 2008).
b. Aspek edukasi dan promosi. Promosi merupakan upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga
termotivasi dari dalam diri masing-masing untuk meningkatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
kualitas hidup dalam hal ini kesehatan masyarakat tersebut. Edukasi
merupakan upaya yang dilakukan terhadap masyarakat dengan
memberikan pengetahuan terkait obat dan pengobatan, serta bersama-
sama dengan pasien untuk mengambil suatu keputusan dalam hal
pengobatan yang dijalani, sehingga diharapkan hasil pengobatan yang
maksimal dan efektif dapat tercapai. Selain memberikan edukasi
berupa pemberian informasi secara lisan atau tatap muka langsung,
pemberian informasi yang bertujuan sebagai edukasi dapat diberikan
melalui penyebaran leaflet, brosur, poster, penyuluhan, dll
(Kepmenkes RI, 2008).
Pada kasus pasien asma, upaya yang dapat dilakukan sebagai
alternatif terkait kegiatan promosi dan edukasi adalah penyuluhan
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE). Penyuluhan (KIE) dapat
membantu untuk menambah pengetahuan pasien / keluarganya terkait
penyakit asma, memberikan semangat agar termotivasi untuk ikut
berpartisipasi dalam upaya pengendalian penyakit asma itu sendiri.
Selain itu, penyuluhan (KIE) dapat membantu mempengaruhi sikap
dan tindakan pasien dalam menghadapi penyakit asma dan secara
mandiri para pasien mampu mengendalikan penyakit asma tersebut
(Depkes RI, 2009).
Bentuk kegiatan yang dilakukan terkait penyuluhan (KIE) ialah
berupa sharing materi berkenaan penyakit asma mulai dari penjelasan
mengenai penyakit asma itu sendiri, pengenalan terkait tanda dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
gejala dan faktor penyebab penyakit asma serta bagaimana mengatasi
atau mengontrol penyakit asma. Apoteker diharapkan dapat
memberikan pelatihan terkait cara penggunaan obat asma secara tepat
dan benar dan penanganan segera terutama saat terjadi serangan.
Kegiatan ini tidak hanya ditujukan bagi pasien asma,namun juga bagi
keluarga pasien, tenaga kesehatan lain bahkan masyarakat. Penyuluhan
KIE dapat dilaksanakan secara aktif yaitu dengan memberikan
informasi secara langsung ataupun secara pasif yaitu melalui brosur,
leaflet dan majalah kesehatan (Depkes RI, 2009).
c. Aspek pelayanan residensial (home care). Dilakukan di rumah pasien,
terutama untuk pasien yang lanjut usia atau dengan penyakit kronis.
Kegiatan ini ditujukan apabila pasien tidak memungkinkan untuk
memperoleh pelayanan dengan datang ke apotek. Dua cara
pelaksanaan pelayanan residensial adalah dengan melakukan
kunjungan langsung ke rumah pasien atau melalui telefon (Kepmenkes
RI, 2008).
Dalam pelayanan residensial di apotek, ada ketentuan yang
ditetapkan sebagai prosedur tetap untuk dilakukan, yaitu :
1) Pelayanan residensial dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
penyeleksian pasien yang dapat diberikan pelayanan tersebut
dengan melihat kartu pengobatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2) Pelayanan residensial dapat diberikan dengan melakukan
penawaran secara langsung kepada pasien yang dianggap perlu
untuk diberi pelayanan tersebut.
3) Pelayanan residensial dapat dilakukan dengan pertimbangan
riwayat pengobatan pasien.
4) Pelayanan residensial dapat dilakukan dengan mendatangi rumah /
kediaman pasien.
5) Pelayanan residensial dapat dilakukan dengan menggunakan media
komunikasi yang ada, seperti telefon, dimana kegiatan ini adalah
merupakan lanjutan dari pelayanan residensial sebelumnya,
sehingga dengan demikian program residensial dapat berjalan
terus.
6) Dalam pelayanan residensial kegiatan pencatatan dan evaluasi
pengobatan menjadi hal yang perlu untuk dilakukan (Kepmenkes
RI, 2008).
F. Keterangan Empiris
Pada penelitian ini diperoleh gambaran evaluasi pelaksanaan penerapan
Pharmaceutical care pada pasien asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota
Yogyakarta berdasarkan standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor
1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian observasional adalah penelitian dengan melakukan
pengamatan terhadap sejumlah ciri subjek menurut keadaan yang sebenarnya
tanpa ada tindakan manipulasi ataupun intervensi peneliti (Jasaputra dan Santosa,
2008 ). Pendekatan kualitatif yang berarti penelitian ini dilakukan dalam
memahami suatu fenomena yang terjadi tanpa rekayasa yang dapat memberikan
suatu gambaran terhadap realitas yang ada pada objek yang diteliti (Sarosa, 2012).
B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah pelayanan kefarmasian oleh apoteker
pada pasien asma.
Definisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan kefarmasian adalah segala bentuk kegiatan pengobatan
diantaranya pelayanan resep, pelayanan informasi obat, monitoring dan
evaluasi, promosi dan edukasi, pelayanan residensial yang dilakukan pada
pasien asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta yang
menjadi lokasi penelitian dengan mengacu pada standar yang ditetapkan
dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ Menkes/ SK/ IX/ 2004.
2. Pelayanan resep dalam penelitian ini mengacu ke Kepmenkes RI Nomor
1027/ Menkes/ SK/ IX/ 2004 yang meliputi kegiatan skrining resep,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
penyiapan obat dan penyerahan obat kepada pasien asma oleh apoteker pada
sepuluh apotek di Kota Yogyakarta yang menjadi tempat penelitian.
3. Pelayanan informasi obat mangacu pada Kepmenkes RI Nomor 1027/
Menkes/ SK/ IX/ 2004 yang meliputi kegiatan penyampaian informasi
pengobatan dan konseling kepada pasien asma ataupun keluarga pasien
asma oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta yang menjadi
tempat penelitian.
4. Monitoring dan evaluasi adalah kegiatan pencatatan data pengobatan pasien
asma (medication record) maupun pemantauan atau pelaporan efek samping
obat yang dilakukan dalam upaya pengecekan dan peningkatan keberhasilan
terapi oleh apoteker pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta.
5. Edukasi dan promosi (kegiatan pemberdayaan) dalam penelitian ini adalah
kegiatan yang dilakukan dalam rangka menginspirasi pasien dan
meningkatkan pengetahuan pasien atau keluarga mengenai penyakit asma
oleh apoteker dengan cara penyebaran leaflet, brosur, poster atau
penyuluhan kesehatan masyarakat terkait penyakit asma.
6. Pelayanan residensial adalah kegiatan pelayanan kefarmasian dengan
melakukan kunjungan langsung ke rumah pasien asma oleh apoteker pada
sepuluh apotek di Kota Yogyakarta.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di apotek-apotek yang ditetapkan berdasarkan 5
golongan apotek yaitu apotek golongan bintang satu, dua, tiga, empat dan apotek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
belum berbintang yang berada di Kota Yogyakarta. Di bawah ini merupakan
apotek-apotek yang dijadikan sebagai tempat penelitian berdasarkan golongan
apotek:
Nomor Golongan Apotek Nama Apotek
1. Belum BerbintangApotek AMApotek HF
2. Bintang 1Apotek HRApotek YF
3. Bintang 2Apotek CHApotek ME
4. Bintang 3Apotek PFApotek DF
5. Bintang 4Apotek TFApotek UG
Periode penelitian dimulai dari bulan November 2013- Maret 2014, terdiri
dari proses perijinan pada bulan November 2013 - Januari 2014 hingga proses
pengambilan data pada bulan Februari – Maret 2014.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah apoteker yang bekerja di apotek-apotek yang
ditetapkan sebagai tempat penelitian.
Kriteria inklusi subyek penelitian adalah sebagai berikut :
1. Apoteker yang bekerja di apotek sebagai APA (Apoteker Pengelola
Apotek) atau Aping (Apoteker Pendamping) yang pernah memberikan
pelayanan Pharmaceutical care kepada pasien asma yang datang ke
apotek tersebut dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
2. Apoteker yang dimaksud tersebut bersedia untuk diwawancarai / atau
mengisi sendiri panduan wawancara yang disediakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Kriteria eksklusi subyek penelitian yaitu apoteker baik APA maupun Aping yang
tidak pernah memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien asma dalam
kurun waktu satu tahun terakhir.
E. Besar Sampel dan Teknik Sampling
Pada dasarnya dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif tidak ada
patokan khusus terkait jumlah sampel yang harus diambil. Pemilihan sampel
diambil berdasarkan kebutuhan dari penelitian itu sendiri sehingga digunakan
teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel responden yang dianggap
mengetahui tentang apa yang diharapkan dalam penelitian dan dapat memberikan
informasi sesuai yang dibutuhkan oleh penelitian ini. Oleh karena itu sampel yang
diambil sebagai responden merupakan informan yang berperan sebagai key person
(Sugiyono, 2008). Penetapan sampel didasarkan pada data terkini hasil labelisasi
apotek yang ada di Kota Yogyakarta periode 2013 yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan sebanyak 133 apotek dimana terdapat 118 apotek yang telah
dilabelisasi bintang satu untuk kategori apotek cukup, bintang dua untuk kategori
apotek lebih dari cukup, bintang tiga untuk kategori apotek baik, dan bintang
empat untuk kategori apotek sangat baik sehingga terdapat 15 apotek yang belum
terlabelisasi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan tersebut, maka
ditetapkan masing-masing 2 apotek dari tiap golongan / label yaitu bintang satu,
bintang dua, bintang tiga, bintang empat dan ditambah dengan apotek yang belum
berbintang. Sehingga terdapat 10 apotek sebagai tempat penelitian dengan 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Dari 12 responden
tersebut, sebanyak 10 responden bersedia diwawancarai secara langsung dan 2
responden bersedia berpartisipasi dengan mengisi panduan wawancara secara
mandiri.
F. Metode Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terstruktur. Wawancara
merupakan salah satu alternatif dalam pengumpulan data dimana kegiatannya
dilakukan melalui diskusi antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan
penelitian (Sarosa, 2012).
Pertanyaan - pertanyaan telah disusun secara rinci di dalam panduan
wawancara untuk ditanyakan kepada responden. Responden yang tidak bersedia
diwawancarai secara langsung diberikan panduan wawancara yang diisi sendiri
oleh responden secara tertulis. Data yang diperoleh merupakan data primer yang
berarti bahwa data tersebut diperoleh dari sumber asli atau responden berupa kata-
kata atau tindakan dari informan.
G. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan wawancara
(interview guide) yang digunakan dalam melakukan wawancara. Alat perekam
digunakan untuk mendukung proses wawancara terutama untuk
pendokumentasian.
Langkah – langkah pembuatan panduan wawancara adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
1. Perumusan pertanyaan-pertanyaan
Panduan wawancara berguna untuk menggali informasi pada subjek
penelitian (Adi, 2004). Isi dari panduan wawancara yaitu pertanyaan terstruktur
yang didasarkan pada perumusan masalah dari penelitian. Panduan wawancara
pada penelitian ini terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan-
pertanyaan yang mengarah pada penerapan Pharmaceutical care meliputi
pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi,
edukasi dan promosi, serta pelayanan residensial pada pasien asma oleh apoteker
pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta dengan mengacu pada standar yang
ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Bagian
kedua, berisi data responden yang terdiri dari: jabatan apoteker di apotek tersebut,
yaitu APA atau Aping dan lama responden bekerja sebagai apoteker.
2. Pengujian panduan wawancara dan proses wawancara
Pengujian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar tingkat kepercayaan
dan keabsahan dari hasil penelitian yang datanya diambil menggunakan instrumen
ini. Pada penelitian ini keabsahan yang dimaksud adalah data atau informasi yang
diperoleh dari apoteker yang merupakan responden penelitian melalui wawancara
menggunakan panduan wawancara tersebut. Beberapa upaya dilakukan terkait
dengan hal ini, yaitu (Sugiyono, 2005) :
1) Melibatkan expert adjustment untuk berdiskusi, memberikan arahan terkait
penyusunan panduan wawancara. Expert adjustment yang dimaksud juga
sekaligus merupakan apoteker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
2) Menanyakan pertanyaan – pertanyaan di dalam panduan kepada beberapa
mahasiswa farmasi untuk memastikan bahwa pertanyaan – pertanyaan
tersebut dapat dipahami. Idealnya, hal ini dilakukan kepada apoteker yang
nantinya tidak digunakan sebagai responden penelitian. Namun, karena
expert adjustment yang dilibatkan juga merupakan seorang apoteker dan
adanya kesulitan dalam memperoleh kesediaan apoteker lain untuk ikut
berpartisipasi dalam penelitian maka dilakukan kepada mahasiswa
farmasi.
3) Melakukan observasi awal di apotek tersebut untuk melakukan perkenalan
awal terutama kepada responden yang akan diwawancarai guna
membangun hubungan yang baik sehingga akan memudahkan dalam
proses wawancara nantinya.
H. Tata Cara Penelitian dan Analisis Data
Penelitian diawali dengan pengurusan ijin penelitian yaitu pengajuan surat
pengantar dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang ditujukan
kepada Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan Dinas Perijinan Kota Yogyakarta.
Permohonan perizinan juga diajukan kepada apoteker di apotek-apotek yang akan
dijadikan sebagai tempat penelitian guna mendapatkan kesediaan dari para
apoteker untuk menjadi responden penelitian dan bersedia untuk diwawancarai.
Orientasi berupa pengambilan data jumlah apoteker yang bekerja di apotek
sekaligus jumlah apotek di Kota Yogyakarta dari Dinas Kesehatan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya dilakukan penetapan apotek yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
digunakan sebagai tempat penelitian. Analisis situasi dilakukan secara langsung
dengan mendatangi apotek-apotek yang ditetapkan menjadi tempat penelitian dan
mendata jumlah apoteker dan apotek yang bersedia untuk ikut serta dalam
penelitian.
Setelah memperoleh perizinan dari pihak terkait, maka langkah
selanjutnya yang akan dilakukan dipaparkan secara sistematis dibawah ini :
1. Menentukan jadwal wawancara
Setelah memperoleh ijin penelitian dari apotek-apotek, langkah
selanjutnya adalah melakukan konfirmasi kepada responden untuk
memperoleh kesepakatan bersama terkait waktu dan tempat pelaksanaan
wawancara.
2. Melaksanakan wawancara
Pada pelaksanaan wawancara digunakan panduan wawancara. Pedoman
ini membantu agar proses wawancara dapat berjalan sistematis dan tidak
keluar dari topik utama wawancara.
3. Melakukan analisis data
Setelah proses wawancara selesai, langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis data. Data dianalisis secara thematic dan content analysis. Prinsip
dari cara analisis ini adalah mengambil tema – tema dari data sesuai
dengan topik – topik yang ditanyakan berdasarkan standar yang ditetapkan
dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ Menkes/ SK/ IX/ 2004 yang meliputi
skrining resep, pelayanan informasi obat, konseling, monitoring dan
evaluasi, edukasi dan promosi, pelayanan residensial (home care) dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
mengkuantifikasikannya dalam bentuk persentase untuk setiap topik yang
digali. Tahap ini diawali dengan :
a. Pencatatan data. Hasil wawancara yang telah dilakukan yaitu berupa
catatan dan rekaman, kemudian dipindahkan dalam bentuk pencatatan
data dengan membuat salinan atau transkrip.
b. Coding. Untuk memudahkan dalam proses analisis, dilakukan
pengkodean yang dapat berupa kata atau frase dengan tujuan agar data
yang disajikan dapat terorganisir dan tersusun secara sistematis.
Pengokodean akan memudahkan untuk mengidentifikasi,
mendeskripsikan atau meringkas kalimat dari hasil wawancara yang
telah diperoleh.
c. Analisis data. Dari pengokodean yang telah dilakukan selanjutnya
dianalisis dan disusun secara sistematis sehingga mudah dipahami.
Proses yang dilakukan diawali dengan menelaah seluruh data yang
diperoleh, kemudian melakukan reduksi data yaitu proses memilah hal-
hal pokok yang menjadi fokus penelitian. Selanjutnya dilakukan
penyusunan data dari hasil reduksi, kemudian melakukan pemeriksaan
keabsahan data, menafsirkan data dan mengolah data tersebut sehingga
diperoleh suatu kesimpulan mengenai gambaran penerapan
Pharmaceutical care oleh apoteker pada pasien asma di apotek-apotek
yang diteliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
I. Kesulitan dan Keterbatasan Penelitian
Terdapat beberapa kesulitan dalam penelitian ini, diantaranya :
1. Terdapat beberapa apotek yang pada dasarnya banyak melayani pasien
asma namun tidak bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian.
2. Pada penelitian ini hanya dilakukan oleh 1 orang sebagai peneliti yang
harus berperan sebagai pewawancara yang mengajukan pertanyaan kepada
responden, mencatat jawaban dari responden dan merekam proses
wawancara dalam waktu yang bersamaan sehingga sehingga fokus peneliti
dalam melakukan wawancara dan menggali informasi dari responden
menjadi terbagi-bagi.
Selain beberapa kesulitan yang dialami dalam penelitian ini juga terdapat
beberapa keterbatasan, diantaranya :
1. Penelitian dengan pendekatan kualitatif akan lebih baik apabila dalam
proses penelitiannya menggunakan jangka waktu yang panjang agar
peneliti memiliki lebih banyak waktu untuk mendapatkan informasi yang
lebih dalam. Namun, hal ini tidak terlaksana karena faktor kesibukan dari
apoteker yang menjadi responden sehingga waktu untuk melakukan
wawancara menjadi terbatas.
2. Informasi yang diperoleh dari responden cenderung bersifat memorial
sehingga terdapat kemungkinan informasi yang disampaikan masih kurang
lengkap ketika menjawab pertanyaan pada saat wawancara dilakukan atau
terjadi recall bias.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
3. Terdapat kemungkinan responden memberikan informasi tidak spesifik
terkait penerapan Pharmaceutical care yang telah dilakukan kepada pasien
asma saja, meskipun peneliti sebagai pewawancara telah berupaya untuk
selalu menegaskan dan mengingatkan kepada responden pada saat
wawancara berlangsung untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan
pengalaman pelayanan yang telah diberikan khusus kepada pasien asma.
4. Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif sehingga
hasil yang diperoleh tidak dapat mewakili semua jawaban apoteker di Kota
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesesuaian
pelaksanaan Pharmaceutical care yang diberikan oleh apoteker kepada pasien
asma pada sepuluh apotek di Kota Yogyakarta menurut standar yang ditetapkan
dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Hasil dari
penelitian dikategorikan dalam 6 aspek yang dibagi berdasarkan acuan standar
yaitu aspek pelayanan resep, pelayanan informasi obat, pelayanan konseling,
monitoring dan evaluasi, promosi dan edukasi, dan pelayanan residensial (Home
care).
A. Karakteristik Demografi Responden
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data terkait karakteristik demografi
responden. Karakteristik demografi responden dalam penelitian ini terdiri dari 4
bagian yaitu umur, jenis kelamin, jabatan dan lama masa kerja yang disajikan
pada Tabel I. Diketahui bahwa dari 12 responden yang diwawancarai memiliki
usia yang berbeda-beda dengan rentang antara usia 25 tahun – 35 tahun dan masih
termasuk dalam usia yang produktif. Jumlah responden dengan umur 27 tahun
diketahui merupakan yang paling banyak yaitu sebesar 25%, kemudian
karakteristik demografi dengan melihat jenis kelamin diketahui sebagian besar
apoteker yang bekerja di apotek yang diteliti didominasi oleh perempuan yaitu 11
responden sebesar 91,7%. Apoteker yang bersedia menjadi responden adalah
apoteker yang menduduki jabatan sebagai apoteker pengelola apotek (APA) yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
6 responden sebesar 50% dan apoteker pendamping (Aping) yaitu 6 responden
sebesar 50%. Lama masa kerja responden sebagian besar adalah 1≥ masa kerja ≤
5 tahun dengan jumlah responden 7 sebesar 58,3%.
Tabel I. Karakteristik demografi responden
Keterangan : APA (Apoteker Pengelola Apotek), APING (Apoteker Pendamping)
Menurut standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004, apotek merupakan suatu tempat dilaksanakannya
kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan kefarmasian dan menyediakan
sediaan farmasi ataupun perbekalan kesehatan yang dapat disalurkan ke
masyarakat. Suatu apotek harus dikelola oleh tenaga profesional yaitu seorang
Karakteristik Jumlah responden,n = 12
Persentase (%)
Umur : tahun23252627293132333435
1113111111
8,38,38,3258,38,38,38,38,38,3
Jenis kelamin :Laki – lakiPerempuan
111
8,391,7
Jabatan :APA
APING66
5050
Lama masa kerja :Masa kerja < 1 tahun
1 ≥ masa kerja ≤ 5 tahun6≥ masa kerja ≤ 10 tahunMasa kerja >10 tahun
1740
8,358,333,3
0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
apoteker yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan profesinya
dan memberikan pelayanan yang baik pula (Kepmenkes RI, 2008). Dari data yang
disajikan pada Tabel I menunjukkan bahwa apotek yang dijadikan sebagai tempat
penelitian memiliki apoteker sebagai tenaga kefarmasian yang bekerja di apotek
tersebut yang dalam penelitian ini juga adalah sebagai responden.
Pada beberapa penelitian mengemukakan bahwa usia (umur) memiliki
pengaruh terhadap kinerja seseorang. Pada dasarnya umur produktif berkisar
antara 20-45 tahun. Usia dan pengalaman kerja dapat dikatakan saling berkaitan,
keduanya memiliki pangaruh terhadap kemampuan, pengetahuan, tanggung
jawab, pola pikir dalam mengambil suatu keputusan oleh seseorang dalam bekerja
(Christiana, 2005). Seiring dengan pertambahan usia dan masa kerja yang lama,
akan cenderung meningkatkan kemahiran dan pengalaman yang dimiliki sehingga
mempengaruhi kualitas atau kinerja, dalam hal ini adalah apoteker dalam
memberikan suatu pelayanan kesehatan. Lama bekerja akan mempengaruhi
pengalaman kerja yang tinggi dan pada akhirnya berpengaruh pada keunggulan
atau kemampuan dalam mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari
penyebab munculnya kesalahan, misalnya dalam hal pengobatan yang dijalani
pasien (Samsi, 2013).
B. Profil Pelaksanaan Pelayanan Resep pada Pasien Asma oleh
Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004,
pelayanan resep memiliki beberapa hal penting yang wajib untuk dilaksanakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Hal yang perlu diawali dalam pelayanan resep adalah melakukan skrining resep.
Skrining resep terdiri dari 3 bagian utama yaitu skrining administratif, skrining
kesesuaian farmasetik, dan skrining pengkajian klinis (Anonim, 2004).
1. Skrining administratif
Pada kegiatan pelayanan resep di apotek, hal pertama yang perlu
dilakukan oleh tenaga kefarmasian adalah melakukan skrining dengan memeriksa
kelengkapan administratif yang terdapat di resep. Bentuk - bentuk kegiatan yang
perlu dilakukan dalam skrining administratif didasarkan pada standar yang
ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004
(Anonim, 2004). Skrining administratif yang dilakukan oleh responden
berdasarkan hasil penelitian ditampilkan pada Tabel II , sebagai berikut :
Tabel II. Bentuk skrining administratif
Nomor Kegiatan pemeriksaanJumlah responden yang
melaksanakan, n=12
1. nama, SIP, dan alamat dokter 10
2. tanggal penulisan resep 11
3. tanda tangan/paraf dokter penulis resep 9
4.nama, alamat, umur, jenis kelamin danberat badan pasien
11
5. cara pemakaian obat 11
Keterangan : SIP (Surat Ijin Praktek)
Hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel II dapat dilihat bahwa 12
responden yang diwawancarai ternyata tidak semuanya melakukan pemeriksaan
administratif secara lengkap. Lima responden melakukan skrining administratif
secara lengkap. Tujuh responden tidak melakukan skrining administratif secara
lengkap, dimana terdapat 2 responden tidak melakukan 2 kegiatan yang
seharusnya dilakukan. Kegiatan yang paling banyak tidak dilakukan adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
melakukan skrining tanda tangan/ paraf dokter penulis resep. Dengan demikian
sebagian responden belum memenuhi standar pelaksanaan skrining administratif
yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Sukmajati (2008) menemukan bahwa
kegiatan skrining administratif dilakukan oleh responden yang merupakan APA
dan Aping sebesar 95,65% selalu melakukan skrining administratif dan 4,35%
tidak melakukan skrining administratif.
Dalam skrining administratif, identitas dokter menjadi penting untuk
diperhatikan agar apoteker dapat mengetahui dokter siapa yang menangani pasien
tersebut, apabila terdapat ketidakjelasan dalam penulisan resep maka akan
mempermudah bagi apoteker untuk menghubungi dokter dan mengkomunikasikan
masalah terkait resep dan menjamin keamanan pasien untuk diberikan pengobatan
oleh dokter tersebut. Selain itu, paraf dokter juga penting untuk dilihat demi
memastikan keresmian resep yang dibawa oleh pasien. Dari segi identitas pasien,
apoteker perlu melihat umur, jenis kelamin dan berat badan yang tertera pada
resep untuk membantu melihat kesesuaian dengan dosis yang diberikan kepada
pasien. Nama dan alamat pasien akan memudahkan untuk menemukan atau
menghubungi pasien tersebut apabila sewaktu-waktu apoteker perlu melakukan
monitoring pengobatan, ataupun untuk melengkapi dokumentasi di apotek
tersebut (Bodhi, Fatimawali, dan Mamarimbing, 2012). Selain tidak lengkapnya
skrining administratif yang dilakukan oleh responden juga ditemukan fakta bahwa
beberapa responden menyatakan untuk kegiatan nomor 1 dan 3 meskipun
dilakukan namun frekuensinya jarang dan bahkan terdapat 2 responden yang sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
sekali tidak melakukan pemeriksaan pada kegiatan tersebut. Kegiatan nomor 4,
oleh 7 responden tidak memeriksa secara rinci dimana terdapat 2 responden yang
paling banyak tidak melakukan kegiatan nomor 4 secara rinci dengan tidak
memeriksa nama, alamat, jenis kelamin dan berat badan pasien. Terdapat
beberapa alasan yang dikemukakan oleh responden mengenai pelaksanaan
skrining administratif yang dilaksanakan tidak lengkap ataupun jarang dilakukan
yang ditampilkan pada Tabel III, sebagai berikut :
Tabel III. Alasan responden tidak melakukan skrining administratif secaralengkap
Nomor Alasan kegiatan tidak dilakukanJumlah
responden,n = 9
1
Alasan tidak memeriksa indentitas dokter secara lengkap :a. Indentitas dokter bukan menjadi masalah 1b. Dokter yang menulis resep adalah dokter yang
praktik di apotek tersebut2
c. Apoteker yakin akan kelengkapan identitas doktersehingga tidak perlu dicek lagi
1
d. Faktor kesibukan (efisiensi waktu) 1e. Tanpa alasan spesifik 2
2
Alasan responden tidak selalu memeriksa identitas pasiensecara lengkap :
a. Interaksi obat yang paling penting untuk diperiksabukan identitas pasien
1
b. Yang paling penting umur pasien saja karenaberkaitan dengan dosis
2
c. Hanya untuk anak-anak yang perlu diperhatikan 2d. Kelengkapan administrasi bukan menjadi masalah 1e. Tanpa alasan yang spesifik 3
Keterangan : mengacu pada kegiatan dalam Tabel II
Pada Tabel III, salah satu alasan responden yang mengemukakan bahwa
“identitas dokter bukan menjadi masalah” tidak dapat dianggap sepele, karena
identitas dokter pada resep merupakan salah satu indikasi untuk melihat legalitas
atau keresmian dari resep itu sendiri. Memperhatikan identitas dokter juga perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
dilakukan sebagai upaya menghindari penyalahgunaan resep. Salah satu alasan
responden tidak melakukan pemeriksaan indentitas pasien dengan lengkap adalah
“yang paling penting umur pasien saja karena berkaitan dengan dosis”, padahal
tidak hanya umur yang berkaitan dengan dosis obat, berat badan dan jenis kelamin
juga ikut berpengaruh. Selain itu, identitas pasien tidak hanya diperhatikan untuk
mengecek kesesuaian dosis, tetapi untuk hal nama dan alamat pasien juga menjadi
penting demi kebutuhan dokumentasi (Bodhi dkk, 2012).
2. Skrining kesesuaian farmasetik
Hasil penelitian mengenai skrining kesesuaian farmasetik yang dilakukan
oleh responden ditampilkan dalam Tabel IV, sebagai berikut :
Tabel IV. Ketentuan skrining kesesuaian farmasetik
Nomor Kegiatan pemeriksaanJumlah responden yang
melaksanakan, n=121. Bentuk sediaan 12
2. Dosis obat 12
3. Potensi 6
4. Stabilitas 6
5. Inkompatibilitas 66. Cara pemberian 11
7. Lama pemberian 8
Pada Tabel IV, diketahui hanya terdapat 1 responden yang melakukan
skrining kesesuaian farmasetik secara lengkap. Sebelas responden lainnya tidak
melakukan skrining kesesuaian farmasetik secara lengkap, dimana terdapat 1
responden tidak melakukan 4 kegiatan yang seharusnya dilakukan. Kegiatan yang
paling banyak tidak dilakukan adalah skrining potensi, stabilitas dan
inkompatibilitas obat. Selain kegiatan skrining yang tidak dilakukan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
lengkap oleh beberapa responden, juga diketahui kegiatan nomor 3, 4 dan 5 oleh 3
responden hanya dilakukan jika perlu. Kegiatan skrining nomor 6 dan 7 oleh 4
responden meskipun dilakukan tetapi frekuensinya pelaksanaannya jarang.
Beberapa alasan responden tidak melakukan skrining kesesuaian
farmasetik secara lengkap ditampilkan pada Tabel V, sebagai berikut :
Tabel V. Alasan responden tidak melakukan skrining kesesuaian farmasetiksecara lengkap
NomorAlasan responden tidak melakukan skrining
secara lengkap
Jumlah respondenyang tidak
memeriksan secaralengkap, n=11
1Potensi :
a. Tanpa alasan spesifik 6
2
Stabilitas :a. Cukup dicek saat pertama kali
diterima dari distributor obat1
b. Tanpa alasan spesifik 5
3Inkompatibilitas :
a. Tanpa alasan spesifik 6
4Cara pemberian :
a. Tanpa alasan spesifik 1
5
Lama pemberian :a. Pasien lebih tau tentang cara
pemberian dan lama pemberian obat1
b. Dokter hanya menulis “prn” yangartinya obat digunakan seperlunya
1
c. Tanpa alasan spesifik 2Keterangan : mengacu pada kegiatan dalam Tabel IV
Tabel V memaparkan alasan responden tidak melakukan beberapa hal
dalam skrining kesesuaian farmasetik. Skrining potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberian merupakan kegiatan yang
paling jarang bahkan tidak dilakukan oleh beberapa responden. Dengan demikian
dapat dikatakan terdapat 11 responden belum memenuhi pelaksanaan standar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
Penelitian lain oleh Sukmajati (2008), diketahui bahwa 56,52% responden telah
melakukan kegiatan skrining farmasetik, selebihnya belum melakukan skrining
farmasetik secara rinci.
Jika dilihat menurut standar, maka seharusnya dalam skrining kesesuaian
farmasetik semua hal perlu diperiksa. Potensi obat penting untuk dilihat karena
berkaitan dengan seberapa kuat obat tersebut terutama jika disesuaikan dengan
umur dan tingkat keparahan penyakit. Inkompatibilitas juga penting untuk melihat
adanya kemungkinan interaksi fisika yang terjadi pada obat. Cara pemberian perlu
dilihat untuk memastikan aturan pakai dari obat dalam resep dan yang terakhir
adalah lama pemberian yang berkaitan dengan durasi atau sampai kapan
penggunaan obat tersebut.
3. Skrining pengkajian klinis
Hasil wawancara mengenai skrining pengkajian klinis ditampilkan pada
Tabel VI, sebagai berikut :
Tabel VI. Kegiatan skrining pengkajian klinis
Pada Tabel VI diatas, diketahui bahwa untuk kegiatan skrining pengkajian
klinis dari 12 responden yang diwawancarai hanya 5 responden yang
Nomor Bentuk pengkajian klinisJumlah responden yang
melakukan kegiatan, n=12
1. Adanya alergi 10
2. Adanya efek samping 8
3. Adanya interaksi obat 9
4.Kesesuaian obat (dosis, durasi, jumlahobat)
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
melaksanakan pengkajian klinis secara lengkap. Tujuh responden tidak
melaksanakan pengkajian klinis secara lengkap, dimana terdapat 1 responden
tidak melakukan 3 kegiatan yang seharusnya dilakukan. Kegiatan yang paling
banyak tidak dilakukan adalah skrining adanya kemungkinan efek samping.
Penelitian lain oleh Sukmajati (2008), diketahui terdapat 47,82% responden yang
melakukan skrining pengkajian klinis.
Jika dilihat dari frekuensi pelaksanaannya, terdapat beberapa kegiatan
yang meskipun dilakukan namun frekuensinya masih jarang atau tergantung
kondisi yaitu untuk kegiatan skrining nomor 1 dan 2. Hal ini diperkuat dengan
beberapa pernyataan responden :
“Kalau untuk inhaler gitu efek samping kita nggak cek….. pasien sudahtau sendiri lah….Kalau yang kapsul itu yang baru kita cek, soalnya kan racikanto?............ (Responden 1).
“………kalau pasiennya tidak menyampaikan kita nggak ngecek.Kalaupasien nggak ngomong apa-apa ya kita tidak perlu cek……..Jadi untukpengecekannya kadang-kadang iya, kadang-kadang nggak.”(Responden 5 ).
“….jarang ngecek adanya alergi…… tapi akhir-akhir ini…..saya udahmulai ngecek” (Responden 10).
“…..efek samping obat… Soalnya pada dasarnya kan pasien yang datangbeli obat dengan resep itu memang obat yang dia mau beli adalah obat yangmemang sering dia pakai. Jadi nggak mesti kita cek lagi…. (Responden 10)”
Kegiatan skrining nomor 3 meskipun pernah dilakukan, namun beberapa
responden menyatakan bahwa frekuensi pelaksanaannya jarang.
“…..nggak selalu. Jadi kadang kita itu ngecek kalau misalnya pasien padasaat yang bersamaan sedang mengkonsumsi obat lain yang bukan untuk terapiasma…..” (Responden 9).
“…..memang pasien dengan obat langganan, jadi nggak perlu dicek lagi”(Responden 10).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Kegiatan skrining nomor 4 terdapat 1 responden yang menyatakan bahwa
kegiatan tersebut dilakukan pada kondisi tertentu, yaitu apabila obat yang
diresepkan adalah Aminofilin dan Theofilin. Kedua obat ini menurut responden
merupakan obat dengan indeks terapi yang sempit sehingga untuk penggunaannya
perlu memperhatikan kesesuaian antara dosis, durasi dan jumlah obat tersebut.
Skrining pengkajian klinis sangat penting untuk dilakukan, karena
berkaitan dengan keselamatan dari pasien. Untuk mengetahui adanya alergi maka
apoteker berperan untuk dapat menggali informasi yang luas mengenai kondisi
pasien. Kegiatan ini terutama perlu dilakukan apabila dalam resep tidak ada
keterangan mengenai alergi. Efek samping juga perlu untuk dilihat agar apoteker
nantinya dapat menjelaskan kemungkinan efek samping yang terjadi dan cara
penanganannya. Untuk interaksi obat menjadi penting diperhatikan terutama
dalam kasus peracikan obat yang dapat menimbulkan interaksi farmasetis (Rini,
Swastiwi, dan Piliarta, 2009). Selain fakta-fakta yang dipaparkan diatas, bisa saja
tidak lengkapnya pelaksanaan skrining disebabkan oleh apoteker yang tidak
menggunakan prosedur tetap sesuai standar di apotek pada saat melayani resep
dan hanya melaksanakan pelayanan secara spontan (Atmini dkk. 2011).
4. Proses penyiapan obat
Setelah melakukan skrining resep, langkah selanjutnya yang dilakukan
oleh tenaga kefarmasian adalah penyiapan obat sesuai dengan permintaan dalam
resep. Pada proses penyiapan obat, terdapat beberapa hal yang perlu untuk
diperhatikan sebelum obat tersebut diserahkan kepada pasien. Hal-hal yang
dimaksud ditampilkan dalam Tabel VII, sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tabel VII. Kegiatan proses penyiapan obat
Nomor Bentuk KegiatanJumlah respondenyang melakukankegiatan, n=12
1.Peracikan (menimbang, mencampur, mengemas,memberi etiket, memperhatikan dosis dan jumlahobat)
11
2.
Menulis etiket dengan lengkap (warna putihuntuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, danetiket lainnya seperti label kocok dahulu untuksediaan cair)
12
3.Menulis nama dan cara pemakaian obat padaetiket sesuai dengan permintaan resep
11
4.Menyerahkan obat yang dikemasi dengan rapidan sesuai demi menjaga kualitas obat
10
5.Melakukan pemeriksaan akhir terhadapkesesuaian antara obat dengan resep sebelumdiserahkan ke pasien asma
11
Pada Tabel VII diketahui 2 responden tidak melakukan proses penyiapan
obat secara lengkap dimana terdapat 1 responden yang tidak melakukan 4
kegiatan yang seharusnya dilakukan. Kegiatan yang paling banyak tidak
dilakukan adalah menyerahkan obat yang dikemasi dengan rapi dan sesuai demi
menjaga kualitas obat. Sepuluh responden lainnya melakukan semua kegiatan
proses penyiapan obat secara lengkap namun terdapat beberapa responden
diantaranya yang tidak melakukan kegiatan secara terperinci. Hal ini dikarenakan
kegiatan penyiapan obat nomor 1 terdapat 5 responden menyatakan tidak semua
hal terkait kegiatan peracikan dilakukan secara rinci. Kegiatan nomor 3 oleh 1
responden mengemukakan bahwa meskipun kegiatan menulis nama dan cara
pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan resep telah dilakukan,
namun terdapat kasus-kasus tertentu dimana untuk penulisan cara pemakaian di
etiket tidak diberi keterangan secara lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
“….. diresepnya itu untuk signanya dokter cuma nulis “suc”doang……jadi anggapannya si pasien sudah tau cara penggunaan obatnya,biasanya sih itu pasien yang pakai inhaler….. jadi kita juga cuma nulis dietiketnya“Pasien Tau Pakai” (Responden 11).
Kegiatan nomor 4 terdapat 2 responden yang tidak melakukan kegiatan
tersebut mengemukakan alasan yang kurang lebih sama yaitu bahwa ketika
melakukan proses penyiapan obat tidak dilakukan secara terperinci. Terdapat
beberapa alasan responden tidak melakukan proses penyiapan obat secara lengkap
yang ditampilkan pada Tabel VIII berikut ini :
Tabel VIII. Alasan responden tidak melakukan proses penyiapan obat secaralengkap
Nomor Alasan kegiatan tidak dilakukan
Jumlahresponden yang
tidak melakukan,n=7
1.
Alasan tidak melakukan peracikan secara lengkap:a. Belum pernah ada obat resep racikan,
sehingga tidak perlu ditimbang1
b. Penimbangan hanya dilakukan jika perlu 1c. Selama dosis terapi, tidak perlu ditimbang 1d. Tidak perlu ditimbang karena kebanyakan
permintaan resep sudah dalam bentuk tablet2
2.Alasan tidak melakukan pengemasan dengan rapidan sesuai demi menjaga kualitas obat
a. Tidak terlalu menjadi hal yang diperhatikan 2Keterangan : mengacu pada kegiatan dalam Tabel VII
Pada Tabel VIII menunjukkan 7 responden yang mengemukakan alasan
tidak melakukan kegiatan peracikan secara lengkap dan tidak memperhatikan
pengemasan obat yang rapi sebelum diberikan ke pasien. Dengan demikian dapat
dikatakan sebagian responden belum memenuhi pelaksanaan standar penyiapan
obat sesuai yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/
IX/ 2004 secara lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Jika dilihat dari alasan-alasan responden tidak melakukan melakukan
proses penyiapan obat secara lengkap seperti yang ditampilkan pada Tabel VIII
maka memang jika sediaan yang diminta dalam resep adalah dalam bentuk tablet
sudah tidak perlu lagi dilakukan peracikan. Namun apabila beberapa sediaan obat
perlu untuk diracik atau diubah dalam bentuk pulveres maka seharusnya proses
peracikan dilakukan secara lengkap yaitu dimulai dari perhitungan, penimbangan,
pencampuran hingga pada pengemasan. Dalam proses pengemasan seharusnya
kerapian dan kesesuaian kemasan harus diperhatikan sebelum diberikan kepada
pasien hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas obat (Kepmenkes RI,
2008).
Standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/
SK/ IX/ 2004 mengemukakan bahwa dalam penyiapan obat terdapat beberapa
proses yang harus dilakukan secara sistematis seperti yang ditampilkan pada
Tabel VII. Hal ini dilakukan agar ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan
pasien dapat tercapai hingga pada penyerahan obat tersebut (Kepmenkes RI,
2008) sehingga pelaksanaan proses penyiapan obat seharusnya dilakukan dengan
lengkap sesuai prosedur.
C. Profil Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat (PIO) pada Pasien
Asma oleh Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta
1. Bentuk kegiatan pelayanan informasi obat
Pada proses penyerahan obat kepada pasien, apoteker memiliki tanggung
jawab untuk memberikan informasi terkait obat yang dilakukan berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
prosedur tetap menurut standar. Prosedur tetap yang dilaksanakan oleh responden
dari hasil penelitian dipaparkan dalam Tabel IX, sebagai berikut :
Tabel IX. Kegiatan pelayanan informasi obat
Nomor Bentuk kegiatanJumlah respondenyang melakukankegiatan, n=12
1.Melakukan PIO berdasarkan resep atau kartupengobatan pasien (medication record)
10
2.Memberikan dan menyebarkan informasi kepadakonsumen secara aktif dan pasif, mudahdimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana
11
3.Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenagakesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka
11
4. Menyediakan buletin, leaflet, poster 3
5.Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenagafarmasi dan tenaga kesehatan lainnya
5
6. Penelurusan berdasarkan literature 5
7.Mengkoordinasi penelitian tentang obat dankegiatan pelayanan kefarmasian
0
8. Mendokumentasikan PIO 4Keterangan : PIO (Pelayanan Informasi Obat)
Pada Tabel IX diketahui dari 12 responden yang diwawancarai tidak
ditemukan satupun responden yang telah melakukan kegiatan PIO secara lengkap,
dimana terdapat 2 responden tidak melakukan 7 kegiatan yang seharusnya
dilakukan. Kegiatan PIO yang paling banyak tidak dilakukan adalah
mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
Bahkan terdapat 4 responden mengemukakan dalam pemberian informasi obat
hanya diberikan kepada pasien asma yang datang dengan resep saja. Dengan
demikian dapat dikatakan 12 responden belum memenuhi pelaksanaan standar
PIO yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/
2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Kegiatan PIO nomor 3 sebanyak 4 responden menyatakan pelayanan yang
pernah diberikan untuk menjawab pertanyaan pasien hanya dilakukan lewat tatap
muka dan belum pernah mendapatkan pasien ataupun tenaga kesehatan yang
bertanya melalui telefon. Delapan responden lainnya menyatakan telah
memberikan pelayanan dengan menjawab pertanyaan pasien baik melalui telefon
maupun tatap muka. Kegiatan PIO nomor 5 merupakan kegiatan berupa
keikutsertaan responden dalam seminar-seminar yang berkaitan dengan penyakit
asma yang biasanya diselenggarakan oleh pihak Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
ataupun oleh pihak produsen obat berupa product knowledge. Kegiatan ini sangat
penting, karena merupakan pemenuhan dalam konsep The Nine Star-Pharmacist
yang diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO) yaitu salah satunya
mencakup Long-life learner dimana sebagai tenaga kefarmasian seorang apoteker
tidak hanya berhenti pada ilmu pengetahuan yang diperoleh dari sekolah farmasi,
namun wajib untuk terus menimbah ilmu pengetahuan dan keterampilan secara
up-date sehingga dibutuhkan sikap dan komitmen untuk mau terus belajar (IAI,
2010).
Adanya pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat yang belum sesuai
dengan standar disebabkan oleh beberapa fakta yang ditemukan dari hasil
penelitian dimana kegiatan PIO pada Tabel IX nomor 1 sebagian besar dilakukan
berdasarkan resep yang datang dan terdapat 2 responden tidak melakukan PIO
berdasarkan resep ataupun kartu pengobatan pasien (medication record) dengan
mengemukakan alasan sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
“……..Kalau memang pasien rutin, nggak dikasih PIO lagi. Kalau untukinhaler juga diliat dulu pasiennya udah tau cara pakainya atau tidak, baru setelahitu jadi pertimbangan untuk pemberian PIO” (Responden 9)
“Kalau yang OTC, kita nggak ngasih PIO, soalnya anggapannya pasiennyamemang sudah terbiasa pakai obat itu dan udah tau” (Responden 3).
Kegiatan PIO nomor 4 dilakukan responden dengan cara menyediakan
leaflet yang diberikan dari produsen obat memang telah dilakukan, namun
demikian diakui oleh responden belum ada program yang digalangkan untuk
pembuatan brosur, leaflet, atau bulletin secara mandiri dari apotek tersebut untuk
penyakit asma. Kegiatan PIO nomor 6 yaitu penelusuran literature tidak
dilakukan oleh beberapa responden dengan beberapa alasan yang dikemukakan.
Alasan – alasan yang dimaksud, ditampilkan pada Tabel X sebagai berikut :
Tabel X. Alasan responden tidak melakukan penelusuran literature
NomorAlasan responden tidak melakukan
penelusuran literatureJumlah responden yangtidak melakukan, n=7
1
Alasan tidak melakukan kegiatan :a. Hanya melihat leaflet atau brosur
obat2
b. Hanya menyampaikan isi resep 1c. Hanya berdasarkan pengalaman 1d. Tanpa alasan spesifik 3
Keterangan : mengacu pada kegiatan dalam Tabel IX
Pada Tabel X diketahui terdapat 7 responden yang tidak melakukan
penelusuran literature pada saat memberikan pelayanan informasi obat kepada
pasien asma dengan berbagai alasan seperti apoteker hanya membaca brosur atau
leaflet yang disertakan pada kemasan obat, hanya menyampaikan isi resep, hanya
berdasarkan pengalaman, bahkan terdapat responden yang tidak memberikan
alasan yang spesifik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Penelusuran literature pada dasarnya penting untuk dilakukan, hal ini akan
membantu apoteker untuk menguasai materi terkait informasi obat dan
meningkatkan keakuratan dari informasi yang akan disampaikan kepada pasien.
Selain itu dapat diperoleh data ter-up date untuk menambah informasi tidak hanya
bagi pasien tetapi bagi apoteker itu sendiri. Pelayanan informasi obat sudah
seharusnya diberikan kepada semua pasien tanpa terkecuali baik itu dengan resep
ataupun non-resep dengan melihat kebutuhan dari pasien itu sendiri.
Kegiatan PIO nomor 8 pada Tabel IX yaitu melakukan pendokumentasian
PIO dari 4 responden yang melakukan kegiatan tersebut, 1 diantaranya memang
menyatakan bentuk pendokumentasian PIO yang dilakukan yaitu berupa Rekam
Medis (RM), namun 1 responden lainnya menyatakan bahwa pendokumentasian
PIO meskipun dilakukan namun tidak selalu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
responden sebagai berikut :
“…cuma pendokumentasiannya itu tidak selalu. Jadi kadang-kadang iya,kadang-kadang nggak. Soalnya faktor kesibukan juga sih…….”(Responden 5).
2. Penyampaian informasi obat
Pada saat penyerahan obat kepada pasien, terdapat informasi-informasi
yang sekurang-kurangnya wajib untuk disampaikan oleh apoteker kepada pasien
yang dipaparkan dalam Tabel XI. Diketahui dari 12 responden, terdapat 6
responden yang telah melakukan pemberian informasi obat secara lengkap, namun
diantara 6 responden tersebut, 4 diantaranya menyatakan bahwa pemberian
informasi obat dilakukan hanya untuk pasien dengan resep dan 1 responden yang
memberikan informasi obat kepada pasien dengan resep dan non-resep. Satu
responden lainnya meskipun memberikan informasi secara lengkap namun untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
informasi 1,2 dan 3 diakui diberikan tergantung pada kondisi pasien. Enam
responden lainnya tidak memberikan infomasi kepada pasien asma secara lengkap
dimana terdapat 1 responden tidak memberikan 4 informasi yang seharusnya
diberikan kepada pasien asma. Informasi yang paling banyak tidak diberikan
adalah aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari. Dengan
demikian dapat dikatakan sebagian responden belum memenuhi pelaksanaan
standar pemberian informasi obat kepada pasien asma yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Penelitian yang pernah
dilakukan oleh Sukmajati (2008), diketahui terdapat 56,52% responden yang
memberikan informasi obat secara lengkap dan selebihnya tidak memberikan
informasi obat secara lengkap.
Tabel XI. Jenis informasi Obat
Nomor Informasi yang disampaikanJumlah responden yang
menyampaikan informasin=12
1. Cara pemakaian obat 122. Cara penyimpanan obat 113. Jangka waktu pengobatan 10
4.Aktivitas serta makanan dan minuman yangharus dihindari
7
5. Pemberi informasi tambahan 9
Selain tidak lengkapnya pemberian informasi obat yang diberikan oleh
responden kepada pasien asma juga ditemukan beberapa fakta lain, seperti pada
kegiatan dalam Tabel XI nomor 1 terdapat 1 responden menyatakan pemberian
informasi mengenai cara pemakaian obat diberikan kepada pasien dengan resep
yang bersedia dan baru pertama kali datang. Satu responden lainnya menyatakan
pemberian informasi mengenai cara pemakaian obat hanya diberikan bagi pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
yang pertama kali menggunakan inhaler atau aerosol dan tidak diberikan kepada
pasien yang membeli obat dengan penggunaan secara oral (Tablet, kapsul,dll).
“……kita berikan tergantung kesediaan dari pasiennya……,…….kalaukeliatannya nggak buru-buru kita nggak ngejelasin. Atau kalau pasiennya nolak,ya udah kita nggak ngasih informasinya”(Responden 10).
“……Kecuali pasiennya datang beli aerosol atau inhaler, na.. itu baru kitaberikan informasi. Itupun informasinya diberikan ke pasien yang memang baruawal, yang langganan nggak lagi”(Responden 9).
Informasi obat nomor 5 merupakan informasi-informasi tambahan, dimana
informasi yang dimaksud dipaparkan dalam Pharmaceutical care untuk pasien
asma dan wajib untuk disampaikan kepada pasien asma (Depkes RI, 2007). Dari
sekian banyak informasi tambahan yang dapat disampaikan kepada pasien asma,
terdapat beberapa informasi yang paling banyak diberikan oleh responden.
Informasi yang dimaksud disajikan pada Tabel XII sebagai berikut :
Tabel XII. Informasi tambahan untuk pasien asma
Nomor Informasi yang diberikanJumlah respondenyang memberikan
informasi, n=9
1
Beberapa informasi tambahan yang diberikankepada pasien asma :
a. Hindari paparan alergi penyebabkambuhnya asma
5
b. Efek samping yang dapat timbul dariobat yang digunakan
1
c. Hubungan asma dengan merokok 2d. Kapan mengunakan obat asma 2e. Terapi penunjang yang dapat dijalani
pasien1
Keterangan : mengacu kegiatan dalam Tabel XI
Pada Tabel XII, diketahui 9 responden yang memberikan informasi
tambahan kepada pasien asma terkait pemicu atau alergen yang perlu untuk
dihindari oleh pasien agar tingkat kekambuhan pasien tersebut dapat berkurang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Informasi tersebut merupakan informasi yang paling banyak diberikan oleh
responden kepada pasien asma dibandingkan informasi-informasi tambahan
lainnya.
“….. Kalau pasiennya bilang dia alergi debu, kita biasa sarankan untuksering memakai masker. Kalau pasiennya alergi dengan cuaca, kita biasa ngasihsarannya pakai jaket atau pakaian yang agak tebal. Atau biasa juga kita ngejelasinhubungan antara asma dengan rokok”(Responden 12)
Pelayanan informasi obat adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh
apoteker. Apoteker dapat dikatakan sebagai pusat yang berperan dalam
memberikan informasi obat. Pemberian informasi obat menjadi hal yang sangat
penting untuk diberikan kepada pasien karena dapat berpengaruh pada
penggunaan obat yang rasional dan keberhasilan terapi. Pada kasus pasien dengan
resep, informasi obat biasanya telah tertera pada etiket. Namun demikian,
apoteker harus tetap memberikan informasi secara langsung kepada pasien demi
menegaskan instruksi yang telah tertera pada etiket obat. Pemberian informasi
juga penting diberikan kepada pasien swamedikasi/non-resep, hal ini dikarenakan
pasien swamedikasi biasanya melakukan pemilihan obat secara mandiri dan tidak
memperoleh informasi dari dokter atau tenaga kesehatan yang lain layaknya
pasien dengan resep. Maka dari itu, apotekerlah yang berkewajiban untuk
memberikan informasi yang memadai terutama terkait pemilihan dan penggunaan
obat (Setiawan, Hasanmihardja, dan Mahatir, 2010). Sehingga, tidak seharusnya
penyampaian informasi obat itu hanya diberikan kepada pasien-pasien tertentu
saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
3. Bentuk persiapan sebelum melakukan informasi dan edukasi
Sebelum memberikan pelayanan informasi dan edukasi kepada pasien,
terdapat beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan oleh apoteker sebagai
bentuk persiapan. Persiapan yang dilakukan merupakan pedoman sebelum
memberikan pelayanan informasi dan edukasi kepada pasien. Persiapan sebelum
memberikan informasi dan edukasi yang dilakukan oleh responden, disajikan
dalam Tabel XIII sebagai berikut :
Tabel XIII. Persiapan sebelum memberikan informasi dan edukasi
Nomor Bentuk persiapan
Jumlahresponden yang
melakukanpersiapan, n=12
1.Pembekalan diri dengan pengetahuan tentang asmadan pengobatan
12
2.
Pemberian informasi kepada pasien dan jugakeluarga terutama untuk pasien yang mengalamimasalah dalam berkomunikasi denganmempertimbangkan latar belakang dan pendidikanpasien dan keluarganya
11
3.
Mengumpulkan dan mendokumentasikan datapasien (riwayat keluarga, gaya hidup, pekerjaan,dan pengobatan yang dijalani, obat-obat yangdigunakan selain obat asma yang berpengaruhterhadap pengobatan asma)
7
4.Menggunakan sarana tambahan dalam penyampaianinformasi (peragaan inhaler dan rotahaler)
7
5.
Mempertimbangkan pemberian obat dengan jumlah,dosis yang lebih sedikit, kejadian efek samping obatyang lebih jarang terjadi serta adanya pengertiandan kesepakatan antara dokter, pasien dan apotekeruntuk meningkatkan kepatuhan pasien
10
Hasil yang dipaparkan pada Tabel XIII, diketahui 5 responden melakukan
persiapan sebelum memberikan informasi dan edukasi secara lengkap namun
tidak terperinci. Tujuh responden tidak melakukan persiapan sebelum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
memberikan informasi dan edukasi secara lengkap dimana terdapat 1 responden
tidak melakukan 4 kegiatan persiapan yang seharusnya dilakukan. Kegiatan yang
paling banyak tidak dilakukan adalah mengumpulkan dan mendokumentasikan
data pasien (riwayat keluarga, gaya hidup, pekerjaan, dan pengobatan yang
dijalani, obat-obat yang digunakan selain obat asma yang berpengaruh terhadap
pengobatan asma) dan menggunakan sarana tambahan dalam penyampaian
informasi (peragaan inhaler dan rotahaler). Dengan demikian dapat dikatakan
sebagian responden belum memenuhi standar pelaksanaan persiapan sebelum
memberikan informasi dan edukasi yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor
1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
Diketahui bentuk persiapan nomor 1 pada Tabel XIII merupakan kegiatan
pembekalan diri dimana 12 responden tersebut melakukan pembekalan diri
melalui pengalaman dan pendidikan yang telah diemban. Satu responden lainnya
menyatakan bentuk pembekalan diri tambahan dilakukan dengan menggunakan e-
book PC ataupun menggunakan program aplikasi Medscap di internet dan
membaca beberapa jurnal kesehatan untuk informasi terbaru. Pembekalan diri
yang dimaksud adalah pengetahuan tentang asma dan pengobatan. Hal ini
merupakan kegiatan yang penting dilakukan sebelum memberikan informasi dan
edukasi kepada pasien. Pembekalan diri tidak hanya berupa pengetahuan yang
cukup terkait penyakit asma dan pengobatannya, namun juga berupa adanya rasa
kepedulian atau perhatian yang perlu ditumbuhkan dari diri seorang apoteker
terhadap pasien. Pembekalan diri akan sangat membantu bagi apoteker untuk
menguasai materi-materi terkait asma dan membantu apoteker tersebut untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
mengetahui informasi dan edukasi seperti apa yang sebaiknya diberikan kepada
pasien. Penguasaan materi juga akan sangat membantu untuk meningkatkan rasa
percaya diri bagi apoteker dalam memberikan informasi dan juga sekaligus
membantu untuk meningkatkan rasa percaya pasien terhadap apoteker sehingga
hal ini akan sangat mendukung berjalannya proses pengobatan yang baik (Depkes
RI, 2007).
Dalam penerapan Pharmaceutical care seorang apoteker sebagai tenaga
profesional haruslah mampu memberikan informasi kepada semua pasien, dalam
hal ini adalah pasien asma. Pada beberapa kasus asma ditemukan beberapa pasien
selain mengidap penyakit asma juga terkadang memiliki masalah terkait adanya
keterbatasan dalam berkomunikasi, dengan demikian ketika menghadapi kondisi
tersebut seorang apoteker wajib untuk mencari solusi agar pemberian informasi
dan edukasi tetap dapat diberikan. Salah satu cara penanganan atau solusi yang
dapat dilakukan adalah dengan melibatkan keluarga pasien, sehingga informasi
dan edukasi dapat diberikan melalui keluarga pasien yang diharapkan nantinya
dapat membantu dan mendukung pasien tersebut dalam proses pengobatan.
Pemecahan masalah dengan melibatkan keluarga pasien untuk
menyalurkan informasi dan edukasi tidak hanya dilakukan ketika ditemui kasus
seperti yang telah disebutkan. Kegiatan melibatkan keluarga juga dapat dilakukan
dengan pertimbangan latar belakang atau pendidikan pasien. Latar belakang dan
pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan pasien terhadap informasi
dan edukasi penyakit asma serta pengobatan yang diterima. Tingkat pengetahuan
ini menurut penelitian terbukti sangat mempengaruhi pemahaman dan kesadaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
pasien dalam menjalankan pengobatan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
tingkat kepatuhan pengobatan pasien (Suryaningnorma, 2009). Hal inilah yang
mendasari mengapa kegiatan nomor 2 pada Tabel XIII perlu untuk dilakukan.
Bentuk persiapan pada Tabel XIII nomor 3 adalah pendokumentasian data
pasien yang dilakukan untuk membantu apoteker dalam mengkaji secara dalam
penyebab dari penyakit dan serangan asma yang dialami pasien serta sangat
membantu apoteker untuk menetapkan informasi dan edukasi seperti apa yang
sebaiknya diberikan kepada pasien dan keluarganya demi tercapainya pengobatan
yang baik dan peningkatan kualitas hidup pasien karena pada dasarnya data – data
yang didokumentasikan sangatlah mempengaruhi pengobatan pasien (Depkes RI,
2007). Meskipun pendokumentasian ini dilakukan oleh beberapa responden,
namun tidak secara lengkap sehingga belum memenuhi standar yang ditetapkan
dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Terdapat 4
responden tidak mendokumentasikan gaya hidup dan pekerjaan pasien.
Seharusnya menurut penerapan Pharmaceutical care untuk pasien asma, data
gaya hidup dan pekerjaan pasien wajib untuk didokumentasikan. Dua hal ini dapat
mengidentifikasikan bagaimana aktivitas pasien itu sendiri sehari-harinya dan bisa
saja menjadi penyebab terjadinya kekambuhan pada pasien asma (Depkes RI,
2007).
Informasi dan edukasi seperti yang dimaksud pada Tabel XIII nomor 4
tidak hanya dapat disampaikan secara lisan, namun juga dapat didukung dengan
penggunaan alat peraga, dalam hal ini yaitu terkait peragaan cara penggunaan
inhaler, nebulizer, dll yang merupakan alat kesehatan penting untuk pengobatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
pasien asma. Penyampaian informasi dan edukasi secara lisan dan didukung
dengan peragaan secara langsung cara penggunaan alat kesehatan didepan pasien
akan sangat membantu untuk meningkatkan pemahaman pasien dalam
menggunakan alat kesehatan tersebut dan membantu untuk meminimalkan
kesalahan dalam penggunaannya. Harapannya dengan melakukan peragaan,
pasien mampu mencontoh hal tersebut dan dapat dengan telaten menggunakan
alat kesehatan yang digunakan dalam pengobatan, sehingga ketika terjadi
serangan asma mendadak pasien akan dengan sigap mampu menggunakan alat
kesehatan (inhaler, nebulizer, dll) untuk meredahkan sesak yang dirasakan.
Meskipun kegiatan ini dilakukan oleh beberapa responden, terdapat 1 responden
menyatakan bahwa di apotek tempat responden bekerja memang tidak
menyediakan alat kesehatan untuk pengobatan asma seperti inhaler, nebulizer, dll
sehingga apoteker tersebut pun tidak pernah memberikan pelayanan kepada
pasien asma dengan melakukan peragaan dan hanya melayani pasien yang datang
untuk membeli obat yang penggunaannya secara oral.
Pertimbangan yang dimaksud pada Tabel XIII nomor 5 merupakan salah
satu fungsi utama yang wajib dilakukan dalam Pharmaceutical care menurut
Hepler and Strand (1990). Namun, fenomena yang menarik perhatian yaitu
terdapat responden yang menyatakan bahwa meskipun kegiatan pertimbangan
pemberian obat tersebut dilakukan, tidak jarang obat yang dibeli oleh pasien
memiliki risiko terjadinya efek samping yang tinggi. Responden yang berperan
sebagai apoteker dalam kasus ini telah menginformasikan hal tersebut kepada
pasien dan menyarankan untuk menggunakan obat lain yang risiko efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
sampingnya lebih rendah. Namun pada akhirnya obat yang diberikan adalah tetap
obat yang ingin dibeli oleh pasien di awal. Fenomena yang sama juga terjadi
untuk kasus pasien yang menggunakan lebih dari satu obat asma namun pada
dasarnya memiliki indikasi yang sama.
“…...kita sudah menyarankan untuk menggunakan obat lain ataumempertimbangkan apakah tetap menggunakan obat tersebut. Pada akhirnya obatyang mau dibeli pasien yang memiliki risiko efek samping yang tinggi tetap kitaberikan kepada pasien”(Responden 8).
“Kadang ada pasien asma yang beli obat lebih dari satu. Biasanya keduaobat itu indikasinya sama. Cuma pada saat kita sarankan ke pasien untuk pakaisalah satunya saja, pasiennya malah nggak mau. Pasien malah ngeyel mau pakaidua-duanya….ya udah mau gimana lagi” (Responden 10).
Dari pernyataan yang dipaparkan oleh responden 8 dan 10 dapat dilihat
bahwa memang benar responden tersebut sebagai apoteker telah berusaha
melakukan pertimbangan dalam pemberian obat ke pasien dengan tujuan tidak
lain agar menghindari risiko terjadinya efek samping dan pertimbangan efisiensi
penggunaan obat. Hanya saja tujuan tersebut tidak tercapai sepenuhnya karena
responden yang pada saat itu berperan sebagai apoteker masih kurang mampu
untuk meyakinkan pasien dan meningkatkan rasa percaya pasien terhadap
apoteker yang memberikan penjelasan dan nasehat pemilihan obat yang baik. Hal
ini bisa saja disebabkan oleh penggunaan bahasa atau cara komunikasi yang
kurang efektif sehingga tidak tercapai kesepakatan dan pemahaman bersama
antara pasien dan apoteker tersebut sehingga pasien tetap ingin menggunakan obat
yang diinginkan untuk dibeli.
Tabel IX, XI, dan XIII merupakan rangkaian dari pelaksanaan pelayanan
informasi obat, dilihat secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
pelayanan informasi obat telah dilaksanakan oleh responden namun belum secara
optimal dan belum memenuhi pelaksanaan standar yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Hal tersebut terlihat dari
adanya beberapa kegiatan yang tidak dilakukan oleh responden ataupun dilakukan
namun frekuensi pelaksanaannya jarang dan bahkan hanya diberlakukan pada
pasien tertentu saja.
D. Profil Pelaksanaan Konseling pada Pasien Asma oleh Apoteker
pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta
1. Kegiatan konseling
Konseling merupakan proses terstruktur yang dilakukan untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien. (Kepmenkes RI, 2006).
Terdapat beberapa sasaran pasien yang dapat dijadikan pertimbangan bagi
apoteker untuk memberikan konseling. Sasaran pasien yang dimaksud,
ditampilkan pada Tabel XIV diketahui bahwa pelaksanaan konseling dilakukan
oleh 11 responden namun tidak secara lengkap dimana terdapat 1 responden tidak
melakukan konseling terhadap 6 kriteria pasien asma yang seharusnya diberikan.
Kriteria pasien asma yang paling banyak tidak diberikan konseling adalah pasien
asma dengan multirejimen obat dan yang mengalami drug related problem. Dari
11 responden tersebut hanya 1 responden yang pernah melakukan konseling untuk
semua kondisi yang ditampilkan dalam Tabel XIV dan 1 responden lainnya tidak /
belum pernah melakukan konseling pada pasien asma. Dengan demikian sebagian
responden telah memenuhi pelaksanaan konseling dengan melihat kondisi-kondisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
pasien sesuai standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004.
Tabel XIV. Sasaran pemberian konseling
Nomor Sasaran pemberian konseling
Jumlahresponden yangmelaksanakan,
n=11
1.Pasien asma dengan sejarah ketidakpatuhanpengobatan
6
2.Pasien asma yang menerima obat dengan indeksterapi sempit yang memerlukan pemantauan
4
3. Pasien asma dengan multirejimen obat 24. Pasien asma usia lansia 11
5.Pasien asma usia pediatri melalui orang tua ataupengasuhnya
8
6. Pasien asma yang mengalami Drug Related Problem 2
7.
Pasien asma dan keluarganya yang membutuhkanbantuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yangdihadapi dalam penggunaan obat, jika perlu denganmelibatkan tenaga kesehatan lain sepeti dokter
4
Adapun responden melakukan konseling dengan kriteria seperti yang
ditampilkan pada Tabel XIV, dengan berbagai alasan yaitu sebagai berikut :
Alasan responden melakukan konseling pada pasien dengan kriteria nomor 1
adalah:
“……..biasanya pasien asma yang langganan kan resepnya itu untuk 1minggu, kalau misalkan minggu berikutnya pasiennya nggak datang, biasanya kitatelfon untuk mengingatkan. Pas pasiennya sudah datang, kita kasihkonseling”(Responden 2).
“Biasanya sih mbak cara tau pasiennya nggak patuh itu, kalau misalkandia terlalu sering datang buat beli obat asmanya…………”(Responden 8).
Alasan responden memberikan konseling dengan kriteria pasien nomor 2 adalah :
“…. kalau saya itu ngasihnya terutama pasien yang dia itu pakai obatnyatheofilin…….” (Responden 5).
Alasan responden memberikan konseling dengan kriteria pasien nomor 3 adalah :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
“…..ada pasien asma yang pakai obat 3 sekaligus.. SABA, Aminofilinsama Steroid... Terus si pasiennya sering meminta resep obat itu ke dokter tapiuntuk pengobatan dengan jangka waktu sekaligus 3 bulan. Ya.. walaupunkebiasaan pasien itu meminta obat 3 sekaligus untuk pengobatan selama 3 bulantidak pernah mengalami masalah, tapi saya mencoba memberikan pengarahandalam konseling agar pasiennya itu selalu rajin melakukan kontrol tidak mesti 3bulan setelah obat habis baru datang control” (Responden 4).
Alasan responden memberikan konseling dengan kriteria pasien nomor 4 adalah :
“…. Terutama kalau pasien asma itu usia lansia atau anak-anak. Soalnyausia itu erat hubungannya dengan dosis….….”(Responden 9)
Alasan responden memberikan konseling dengan kriteria pasien nomor 5 adalah :
“Konseling biasanya diberikan untuk pasien yang anak-anak dan obatyang digunakan itu Aminofilin. Biasanya kita kasih konseling melalui orangtuanya atau pengasuhnya. Hanya saja untuk perkembangan si anak tersebut dalammenggunakan aminofilin jarang kita ikuti” (Responden 3).
Alasan responden memberikan konseling dengan kriteria pasien nomor 7 adalah :
“Terkadang ada pasien asma yang awalnya dia pakai obat asma denganbentuk sediaan tablet, tapi pada saat pasiennya datang lagi, ternyata sudahmeningkat sampai ke penggunaan inhaler. Biasanya itu yang kita kasih konsultasi.Atau kita sarankan ke dokter dulu untuk konsultasi ke dokternya”(Responden 1).
Pada dasarnya kegiatan konseling dapat diberikan kepada semua pasien
asma, namun dengan beberapa pertimbangan maka untuk membantu apoteker
dalam menetapkan pasien mana yang lebih pantas / layak diberikan konseling
maka apoteker dapat mempertimbangkan kondisi-kondisi tertentu pada pasien
seperti yang ditampilkan pada Tabel XIV. Pada kegiatan konseling seorang
apoteker berperan sebagai “helper” yang akan membantu pasien dalam
menerangkan pengenai pengobatan yang akan diberikan khususnya menjelaskan
dan membantu pasien untuk memperoleh manfaat dari pengobatan tersebut.
Kegiatan konseling akan membuka komunikasi antara pasien dan
apoteker, sehingga hal ini akan menguntungkan kedua belah pihak. Satu sisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
apoteker akan semakin mudah dalam mengidentifikasi permasalahan yang
dihadapi pasien dalam pengobatan sekaligus mempermudah apoteker untuk
membantu pasien dalam menyelesaikan masalah tersebut. Sisi lain, pasien akan
sangat terbantu untuk lebih mudah memahami masalah yang sedang dihadapinya,
menambah pengetahuan dan pemahaman terkait cara mengatasi masalah yang
dihadapi terutama dalam hal pengobatan yang dijalani serta membantu pasien
untuk mencegah masalah-masalah lain yang bisa saja muncul dikemudian hari
seperti terjadinya drug related problem atau efek samping yang dapat timbul dari
pengobatan (Rantucci, 2007).
2. Materi konseling
Pada pelaksanaan konseling, terdapat beberapa informasi atau materi yang
wajib untuk diberikan oleh apoteker kepada pasien asma. Materi konseling yang
diberikan oleh responden selaku apoteker dari hasil penelitian ditampilkan pada
Tabel XV sebagai berikut :
Tabel XV. Materi konseling
Nomor Materi konseling yang disampaikanJumlah responden yangmenyampaikan, n=11
1. Mengenai sediaan farmasi 11
2.Mengenai pengobatan dan perbekalankesehatan yang dapat digunakan
11
Pada Tabel XV, 11 responden yang melakukan konseling kepada pasien
asma telah memberikan informasi terkait sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan yang dapat digunakan sehingga disimpulkan semua
apoteker yang pernah memberikan konseling kepada pasien asma telah
memberikan materi konseling sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Jenis materi yang ditampilkan dalam Tabel XV yaitu mengenai sediaan
farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan yang dapat digunakan penting
diberikan kepada pasien agar pasien dapat terhindar dari penggunaan obat atau
alat kesehatan terutama cara penggunaan inhaler atau nebulizer yang tidak tepat
atau bahkan salah. Hal ini dikarenakan penggunaan inhaler atau nebulizer
membutuhkan keahlian khusus agar dapat digunakan secara tepat dan benar,
dengan demikian hal ini akan membantu dalam meningkatkan pengetahuan
pasien, memecahkan masalah yang dihadapi oleh pasien bahkan membantu
mencegah terjadinya masalah pengobatan dikemudian hari (Kepmenkes RI,
2006).
3. Prosedur tetap dalam pelaksanaan konseling
Pada dasarnya dalam pelaksanaan konseling kepada pasien asma, terdapat
prosedur tetap yang wajib untuk dilaksanakan yang akan sangat membantu bagi
apoteker untuk mempermudah proses konseling itu sendiri. Hasil penelitian
mengenai kegiatan prosedur tetap konseling yang telah dilakukan oleh responden
ditampilkan pada Tabel XVI. Pada Tabel diketahui terdapat 3 responden telah
melakukan prosedur tetap konseling secara lengkap. Delapan responden tidak
melakukan prosedur tetap secara lengkap dimana terdapat 1 responden tidak
melakukan 5 prosedur tetap yang seharusnya dilakukan. Satu responden lainnya
tidak melakukan semua kegiatan prosedur tetap pada Tabel XVI.
Kegiatan prosedur tetap yang paling banyak tidak dilakukan adalah
membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/ keluarga pasien,
menanyakan apa yang diharapkan dalam pengobatan yang diberikan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
memperagakan dan menjelaskan cara pemakaian obat (rotahaler, inhaler, dll).
Dengan demikian sebagian besar responden belum memenuhi pelaksanaan standar
prosedur tetap sesuai yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004.
Tabel XVI. Prosedur tetap pelaksanaan konseling
Nomor Prosedur tetap pelaksanaan konseling
Jumlahresponden yangmelaksanakan,
n=11
1.Melakukan konseling sesuai dengan kondisipenyakit pasien
10
2.Membuka komunikasi antara apoteker denganpasien/ keluarga pasien
6
3.Menanyakan apa yang telah dokter sampaikanterkait kegunaan pengobatan yang diberi
9
4.Menanyakan bagaimana dokter menerangkanpenggunaan obat (cara pakai, jumlah, lamapengobatan, cara penyimpanan, aturan pakai)
7
5.Menanyakan apa yang diharapkan dalampengobatan yang diberikan
6
6.Memperagakan dan menjelaskan cara pemakaianobat (rotahaler, inhaler, dll)
6
7.
Melakukan verifikasi akhir : mengecek pemahamanpasien, mengidentifikasi dan menyelesaikanmasalah yang berhubungan dengan carapenggunaan obat (inhaler, nebulizer, dll) untukmengoptimalkan tujuan terapi, melakukanpencatatan konseling pada kartu pengobatan
11
Pada tabel XVI nomor 1, yang dimaksud dengan melakukan konseling
sesuai dengan kondisi pasien pada dasarnya merupakan kondisi yang ditampilkan
pada Tabel XIV. Prosedur nomor 2 merupakan kegiatan dimana apoteker
melakukan konseling dengan membuka komunikasi antara apoteker itu sendiri
dengan pasien. Apoteker berperan untuk memulai perbincangan yang diarahkan
ke kegiatan konseling dengan cara menawarkan kepada pasien untuk diberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
konseling terkait sakit dan pengobatan yang dijalani. Terdapat 6 responden yang
tidak melakukan prosedur nomor 2 mengemukakan alasan bahwa konsultasi
hanya dilakukan apabila pasien yang memulai bertanya dan memerlukan
konsultasi.
“Kita Cuma lakukan konseling kalau memang ada pasien minta untukdiberikan konseling. …Jadi kita nunggu reaksi dari pasien dulu” (Responden 3)
Prosedur nomor 3, 4 dan 5 adalah bagian dari Three Prime Question yang
merupakan prosedur tetap dalam pelaksanaan konseling. Three Prime Question
wajib ditanyakan kepada pasien dengan tujuan menolong pasien untuk mengerti
rencana pengobatan asma yang diberikan, menghindari terjadi informasi yang
tumpang tindih ataupun meluruskan informasi yang kurang jelas dan melengkapi
informasi yang belum disampaikan oleh dokter, menggali informasi terkait
hubungan antara asma dengan aktivitas kerja pasien, dan membuat alur konseling
lebih terarah sehingga konseling yang dilakukan lebih menghemat waktu (Depkes
RI, 2007). Dari beberapa responden yang mengajukan pertanyaan Three Prime
Question kepada pasien asma, terdapat 2 responden yang menyatakan pertanyaan
tersebut tidak selalu diberikan pada saat konseling dan hanya pada kondisi-kondisi
tertentu saja.
“…..Tapi cuma kadang-kadang aja mbak. Biasanya sih kalau pasiennya ituenak diajak ngobrol. Kadang kan ada pasien yang kalau diberi konseling asaliya..iya aja, kadang mala ada pasien yang pas konsultasi mala nyolot, jadinya kanmales juga ngeladenin pasien gitu” (Responden 10).
“……Misalnya pada penulisan di resep kurang jelas, atau apoteker ngerasaada kejanggalan pada resep yang diberikan…..” (Responden 12).
Melihat pernyataan yang dikemukakan oleh responden 10 dan 12 ,
ternyata meskipun Three Prime Question penting untuk ditanyakan namun pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
kenyataannya belum dimanfaatkan oleh responden sebagai apoteker. Pernyataan
yang dikemukakan oleh Responden 10 pada hakekatnya tidak bisa dipungkiri
merupakan fakta yang benar-benar terjadi di lapangan. Banyaknya pasien yang
dihadapi tentu memiliki karakter, reaksi, dan cara menerima informasi yang
apoteker berikan secara berbeda-beda. Namun, pada keadaan seperti inilah
profesionalitas seorang apoteker dituntut. Seorang apoteker merupakan bagian
tenaga kesehatan yang memiliki peran penting untuk mencapai pengobatan yang
rasional dan peningkatan kualitas hidup pasiennya. Sudah seharusnya sebagai
apoteker yang profesional tidak hanya berkompetensi dalam bidang akademik
namun rasa empati dan perhatian haruslah dimiliki dalam diri apoteker sehingga
dapat terwujud pelayanan kefarmasian yang berpusat pada pasien atau patient
oriented. Pada ketentuan World Health Organization seorang apoteker haruslah
memenuhi 9 kompetensi atau yang dikenal dengan The Nine Stars Pharmacist
yang diantaranya memuat kompetensi care giver yang berarti bahwa seorang
apoteker harus mampu memberikan pelayanan kepada pasien dengan baik dan
memberikan informasi obat. Kompetensi lainnya yaitu communicator yang berarti
seorang apoteker harus mampu melakukan komunikasi yang baik dengan pihak
pasien ataupun tenaga profesional kesehatan lainnya untuk memberi informasi
kesehatan dan obat-obatan baik dengan secara verbal atau non-verbal (Silanas,
2011).
Prosedur tetap nomor 6 terdapat 1 responden menyatakan tidak melakukan
prosedur ini dikarenakan tidak tersedianya obat dalam bentuk inhaler ataupun
nebulizer di apotek tempat responden bekerja. Empat responden lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
menyatakan bahwa di apotek tempat responden bekerja memang belum
disediakan alat peraga, sehingga pada saat menjelaskan cara penggunaan inhaler,
nebulizer, dll hanya dengan membacakan petunjuk penggunaan yang tertera pada
brosur yang ada pada kemasan obat. Pada dasarnya prosedur ini dilakukan
memang hanya untuk pasien asma yang menggunakan alat kesehatan seperti
nebulizer, inhaler, dll. Konseling untuk pasien yang mengkonsumsi obat dengan
menggunakan nebulizer,inhaler, dll perlu untuk diberikan informasi yang jelas
tentang cara penggunaanya dan akan lebih baik jika didukung dengan melakukan
peragaan secara langsung didepan pasien.
Prosedur nomor 7 merupakan bentuk verifikasi akhir oleh apoteker
sebelum mengakhiri konseling. Salah satu kegiatan verifikasi akhir adalah
pengecekan pengalaman pasien. Pengecekan pemahaman pasien dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana pasien menyerap informasi yang telah diberikan oleh
apoteker selama konseling. Salah satu cara untuk memastikan pemahaman pasien
adalah apoteker dapat mempersilahkan pasien untuk mengulangi kembali hal-hal
penting yang telah dibicarakan sebelumnya terutama terkait penggunaan obat
ataupun jawaban atas masalah yang dihadapi pasien (Basuki, 2009). Hal ini hanya
dilakukan oleh 6 responden dengan cara mempersilahkan pasien untuk mengulang
hal-hal yang sudah dikonselingkan dan satu diantaranya menyatakan bahwa
pasien yang dipersilahkan untuk mengulang hanyalah pasien yang menggunakan
inhaler atau alat kesehatan lainnya dan tidak untuk pasien dengan obat seperti
racikan atau tablet. Semua responden yang menyatakan telah melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
konseling, hanya terdapat 2 responden yang telah melakukan pencatatan konseling
setelah konseling selesai.
“…cuma nggak selalu. Kadang iya.. kadang nggak. Biasanya niatnya maudicatat, cuma kan biasa lagi sibuk, dan tertunda, akhirnya lupa” (Responden 5).
“.. Cuma tidak pernah dimonitoring, walaupun ada pencatatan”(Responden 3)
4. Bentuk pertanyaan terkait harapan pasien terhadap pengobatan yang
telah dijelaskan dokter
Salah satu bagian prosedur tetap yang wajib dilaksanakan dalam
pelaksanaan konseling adalah menanyakan apa yang diharapkan dalam
pengobatan yang diberikan (Tabel XVI, Nomor 5). Selain menggunakan
pertanyaan nomor 5 pada Tabel XVI, juga dapat diberikan bentuk pertanyaan-
pertanyaan lain kepada pasien asma sebagai alternatif yang ditampilkan pada
Tabel XVII. Disimpulkan bahwa bentuk pertanyaan – pertanyaan terkait harapan
pasien hanya diberikan oleh 4 responden namun pertanyaan tersebut belum
sepenuhnya diajukan oleh responden kepada pasien asma secara lengkap ketika
memberikan konseling. Dua responden tidak mengajukan 5 pertanyaan yang dapat
diajukan kepada pasien asma. Pertanyaan yang paling banyak tidak diajukan
kepada pasien asma adalah pertanyaan pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter
untuk diwaspadai, apa yang dikatakan dokter apabila merasa semakin parah /
buruk dan bagaimana mengetahui bahwa obat tidak bekerja. Delapan responden
lainnya belum / tidak pernah mengajukan pertanyaan seperti yang dimaksud pada
tabel. Pada dasarnya bentuk pertanyaan yang ditampilkan dalam Tabel XVII
memang tidak harus selalu diajukan semuanya pada saat melakukan konseling,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
pertanyaan ini merupakan alternatif atau salah satu cara untuk membantu
responden sebagai apoteker menggali informasi mengenai hal-hal apa saja yang
telah dokter sampaikan kepada pasien terkait sakit dan pengobatannya.
Tabel XVII. Bentuk pertanyaan terkait harapan pasien
Nomor Bentuk pertanyaanJumlah responden yangmenanyakan ke pasien
n=41. Pengaruh apa yang diharapkan tampak 2
2.Bagaimana mengetahui bahwa obatnyabekerja
3
3.Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokteruntuk diwaspadai
0
4.Perhatian apa yang harus diberikan selamadalam pengobatan
1
5.Apa yang dikatakan dokter apabila merasasemakin parah/buruk
0
6.Bagaimana mengetahui bahwa obat tidakbekerja
0
5. Bentuk pertanyaan untuk memastikan pengetahuan pasien dan
keluarganya
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien terkait sakit dan
pengobatannya, tidak hanya dengan mempersilahkan pasien untuk mengulangi hal
yang telah diinformasikan oleh apoteker, tetapi juga dapat dilakukan dengan
metode “Tunjukkan dan Katakan” dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
Metode “Tunjukkan dan Katakan” yang digunakan oleh responden dari hasil
penelitian ditampilkan pada Tabel XVIII. Diketahui tidak semua responden yang
melakukan pengecekan terhadap pengetahuan pasien dan keluarganya terkait sakit
dan pengobatan yang dijalani menggunakan item-item pertanyaan seperti yang
dimaksud. Hanya terdapat 1 responden yang memberikan pertanyaan “Tunjukkan
dan Katakan” secara lengkap kepada pasien asma. Delapan responden tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
memberikan pertanyaan “Tunjukkan dan Katakan” secara lengkap dimana
terdapat 3 responden tidak mengajukan 2 pertanyaan yang dapat diajukan. Bentuk
pertanyaan yang paling banyak tidak diajukan adalah obat yang akan digunakan
ditujukkan untuk apa. Tiga responden lainnya yang belum / tidak pernah
mengajukan pertanyaan “Tunjukkan dan Katakan”.
Tabel XVIII. Bentuk pertanyaan “Tunjukkan dan Katakan”
Nomor Bentuk pertanyaanJumlah respondenyang bertanya,n=9
1.Obat yang akan digunakan ditujukkan untukapa?
4
2. Bagaimana menggunakan obat ? 7
3.Gangguan atau penyakit apa yang sedangdialami ?
5
Pada dasarnya pertanyaan dalam Tabel XVIII merupakan bentuk
pertanyaan yang dapat digunakan oleh apoteker untuk mengecek pemahaman
pasien ataupun keluarga yang telah diberikan konseling. Terdapat berbagai alasan
mengapa tidak semua responden mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam Tabel
XVIII secara lengkap, diantaranya yaitu beberapa responden yang berperan
sebagai apoteker ketika melakukan pengecekan pemahaman hanya mengajukan
pertanyaan berupa “Apakah pasien telah mengerti?”, pertanyaan demikian
cenderung akan membuat pasien untuk menjawab hanya dengan mengatakan
“Iya” atau “Tidak”. Beberapa responden juga menyatakan bahwa ketika pasien
telah memberikan pernyataan bahwa pasien tersebut telah mengerti, terkadang
responden tidak lagi menggali begitu dalam sejauh mana tingkat pemahaman yang
dimaksud pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
“…Jadi kita nanya ke pasiennya udah ngerti apa belum. Kalau pasiennyabilang “iya..udah ngerti” ya udah slesai. Kadang mala ada pasien yang asal iya.iyaaja……..” (Responden 10).
“Kalau pasien ditanya udah paham apa belum? Trus pasienya bilang iya,Ya udah…..Keterbatasan waktu juga kan, kita juga nggak bisa maksa menjelaskanterus”(Responden 4).
6. Informasi penanganan awal asma mandiri (self care)
Penanganan awal asma mandiri (self care) merupakan perawatan untuk
menangani asma pada saat terjadi serangan, dimana pasien itu sendiri yang
berperan penting untuk dapat mengendalikan kondisinya. Informasi penanganan
awal asma mandiri (self care) yang diberikan oleh responden kepada pasien asma
dari hasil penelitian ditampilkan pada Tabel XIX sebagai berikut :
Tabel XIX. Informasi penanganan awal asma mandiri (self care)
Nomor Bentuk informasiJumlah responden
yang melaksanakan,n=7
1. Gunakan obat yang sudah biasa digunakan 52. Tetap tenang jangan panik 2
3.Segera hubungi dokter bila dalam 15 menit tidakada perbaikan setelah menggunakan obat danbila napas pendek dan susah bernapas
5
Pada Tabel XIX diketahui bahwa ternyata terdapat 5 responden yang
belum / tidak pernah memberikan informasi penanganan awal asma mandiri (self
care) pada pasien asma. Tujuh responden yang telah memberikan informasi self
care namun tidak diberikan secara lengkap kepada pasien sesuai pada Tabel XIX
dimana terdapat 3 responden tidak memberikan 2 informasi yang seharusnya
disampaikan kepada pasien asma. Informasi yang paling banyak tidak diberikan
kepada pasien asma adalah tetap tenang dan jangan panik. Informasi terkait cara
penangan awal asma mandiri (self care) sangat penting untuk disampaikan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
apoteker agar pasien asma dapat mengetahui dan dengan sigap menangani
kondisinya pada saat terjadi serangan terutama apabila kondisinya sangat urgent
atau ketika pasien dalam keadaan sendiri saat terjadi serangan asma.
Secara keseluruhan dalam pelaksanaan konseling yang ditampilkan
dimulai dari Tabel XIV, XV, XVI, XVII, XVIII dan XIX merupakan rangkaian
dari kegiatan konseling dengan melihat standar yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Melihat hasil wawancara
yang disajikan dalam Tabel-Tabel tersebut, diketahui terdapat 1 responden yang
sama sekali tidak / belum pernah memberikan konseling pada pasien asma.
Sebelas responden lainnya telah memberikan konseling pada pasien asma namun
belum memenuhi standar pelaksanaan konseling yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 dan juga pelaksanaannya
masih belum optimal. Hal tersebut dikarenakan selain tidak lengkapnya
pelaksanaan seluruh kegiatan konseling, juga ditemukan fakta bahwa pelaksanaan
konseling diakui oleh 9 responden tidak dilakukan secara berkesinambungan.
Hanya terdapat 2 responden yang melakukan konseling secara berkesinambungan.
Penelitian lain oleh Sukmajati (2008) memberikan hasil yang sama yaitu masih
terdapat responden yang tidak memberikan konseling secara berkesinambungan
yaitu sebesar 56,52% responden.
Tidak dilakukannya konseling setiap saat pasien asma datang, dipertegas
dengan pernyataan beberapa responden sebagai berikut :
“Konseling biasanya kalau pasien baru awal datang yang tidak pake resep,trus pasien yang baru awal datang dengan resep” (Responden 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
“Kalau konseling walapun pernah dilakukan, tapi tidak selalu. Apalagikalau ada pasien asma yang datang beli obat trus pasien tersebut langsung bilangnama obatnya. Na.. biasanya itu tidak dikonseling karena anggapannya pasien itutau obat yang dia mau beli jadi dianggap pasien memang sudah terbiasa dan tausoal obatnya” (Responden 3).
“Kalau konseling ditawarkan sih nggak. Biasanya sih kita nunggu reaksidari pasiennya dulu. Kalau pasiennya minta konseling baru kita kasih”(Responden 3).
“….. jadi yang dilakukan itu cenderung soal Pelayanan Informasi Obat(PIO). Kalaupun konseling itu perlu diberikan ke pasien, paling pelaksanaannyadilakukan nyambi-nyambi…. itupun kalau pasiennya yang minta untukdikonseling” (Responden 5).
“Konseling biasa kita lakukan pada pasien baru pertama kali datangdengan bawah resep racikan. Tapi kalau pasiennya cuma datang beli obat aja,nggak pakai resep.. itu nggak dikasih konseling” (Responden 9).
“Konseling dilakukan hanya pada saat apotekernya ada, dan itupun dilakukankalau memang ada pasien asma yang datang bertanya, jadi bukan kita yangmenawarkan” (Responden 9).
Berikut merupakan Tabel frekuensi pelaksanaan konseling yang dilakukan oleh
responden kepada pasien asma.
Tabel XX. Frekuensi pelaksanaan konseling yang dilaksanakan olehresponden
Nomor Frekuensi pelaksanaan konselingJumlah responden
yang melaksanakann=11
1.Setiap saat dilakukan baik untuk pasien asmadengan resep maupun non-resep
2
2.Hanya dilakukan di awal, bagi pasien denganresep/langganan
9
3. Hanya dilakukan jika pasien yang bertanya 94. Tidak diberikan pada pasien non-resep 9
5.Belum pernah memberikan konseling padapasien asma
1
Fenomena yang ditemukan dilapangan seperti yang ditampilkan pada
Tabel XX ini, jika ditarik secara garis besar mempunyai alasan yang kurang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
sama, dimana apoteker beranggapan bahwa untuk pasien yang dengan resep
maupun non-resep dianggap sudah terbiasa dengan obat yang ingin dibeli
sehingga tidak perlu diberi konseling terus-menerus. Hal tersebut mungkin bisa
saja dibenarkan, namun apabila dilihat dari kepentingan dan manfaat akan
“konseling” itu sendiri, maka akan lebih baik apabila konseling diberikan pada
pasien tidak hanya sekali saja dan semua pasien sudah seharusnya mendapatkan
konseling meskipun konseling yang diberikan hanya dalam bentuk yang
sederhana.
Salah satu ciri khas dari kegiatan konseling ialah pelaksanaanya tidak
dilakukan hanya sekali saja tetapi seharusnya secara berkesinambungan sehingga
dapat dimanfaatkan oleh apoteker untuk memonitoring kondisi pasien. Konseling
yang dilakukan secara berkesinambungan pun dapat mendorong agar pasien
memiliki inisiatif untuk selalu melaporkan kondisi-kondisinya terutama apabila
terjadi kekambuhan dan secara tidak langsung dengan adanya komunikasi yang
terus berlanjut, apoteker dapat melihat sejauh mana perkembangan dan
keefektifan dari pengobatan yang dijalani oleh pasien mengingat pada dasarnya
pasien yang mengidap asma itu tidak bisa disembuhkan secara total dan sebagian
besar memang harus menjalani pengobatan dengan jangka waktu yang panjang
(Lukmanto, 2011).
Anggapan apoteker bahwa pasien telah mengerti akan sakit dan
pengobatannya akan lebih akurat apabila apoteker tersebut benar-benar menggali
sejauh mana pemahaman yang dimaksud oleh pasien itu sendiri apakah sudah
benar, masih keliru atau bahkan salah. Konseling tidak hanya dilakukan pada saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
terjadi masalah pada pengobatan pasien saja, tetapi konseling juga penting untuk
dapat mengidentifikasi apakah terdapat masalah pada pengobatan pasien atau
tidak.
“Pasien asma itu pasti lebih peka, karena sebenarnya pasien yang lebih taukondisinya sendiri seperti apa… anggapannya pasien sudah tau kondisinyasendiri…..” (Responden 1).
“……., soalnya pasien asma itu patuh karena anggapannya pasien asmaitu sudah tau penggunaan obatnya, sudah tau kalau obatnya habis ya beli lagi ataukedokter lagi” (Responden 9).
Terkadang ada pasien yang sifatnya kurang kooperatif dalam melakukan
komunikasi dengan tenaga kesehatan, sehingga akan lebih baik apabila apoteker
senantiasa lebih peka untuk mengajak pasien agar lebih mudah menceritakan
keadaan yang dialami pasien tersebut dan menumbuhkan rasa saling percaya serta
mendukung sebagai partner antara pasien dengan apoteker. Tidak bisa dipungkiri
bahwa keterbatasan waktu dan kesibukan dalam kegiatan pelayanan yang
berlangsung diapotek juga bisa menjadi salah satu faktor tidak dapat
dilaksakannya konseling secara optimal dan tidak dapat menjama semua pasien
asma yang sebenarnya membutuhkan konseling sehingga mungkin dengan
pengelolaan management waktu, management pelaksanaan konseling, dan segala
hal yang berkaitan dengan proses kegiatan pelayanan yang berlangsung di apotek
sehari-hari perlu dikelolah lebih baik dan sistematis.
Pada dasarnya kegiatan konseling memang tidak harus dilakukan untuk
semua pasien. Konseling dapat dilakukan pada saat-saat tertentu atau dengan
pertimbangan tertentu seperti yang dimaksud pada Tabel XIV. Konseling juga
bisa dilakukan tidak hanya secara aktif yaitu dimana apoteker yang memulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
komunikasi untuk melaksanakan konseling tetapi juga dapat dilakukan secara
pasif dimana pasien yang terlebih dahulu memulai dengan bertanya dan meminta
untuk dikonsultasi (Rantucci, 2007). Namun, seperti yang ditetapkan oleh
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun (2008), bahwa keselamatan pasien
(patient safety) sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi apoteker
sebagai bagian dari tenaga kesehatan sehingga apoteker sebaiknya lebih aktif dan
peka terhadap kondisi pasien dan melakukan konseling tidak hanya bagi pasien
asma yang menggunakan resep atau tidak hanya menunggu pasien yang memulai
untuk bertanya. Pasien asma yang membeli obat tanpa resep atau membeli obat
golongan OWA juga tetap perlu untuk diberikan konseling. Tidak menutup
kemungkinan obat asma golongan OWA dapat memberikan risiko yang tidak baik
bagi kondisi kesehatan pasien asma terutama apabila cara penggunaannya tidak
tepat sehingga sudah sepatutnya sebagai pasien berhak untuk mendapatkan
pelayanan yang sepantasnya. Terkait dengan kasus ini, maka dapat dikatakan
bahwa pasien yang dalam hal ini merupakan konsumen belum mendapatkan hak
dalam memperoleh pelayanan seperti yang diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen pada
Bab III pasal 4 mengenai hak konsumen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
E. Profil Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi pada Pasien Asma
oleh Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta
1. Bentuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan
keberhasilan terapi pasien asma
Pada penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek, pelaksanaan
monitoring dan evaluasi juga merupakan bagian yang harus dilaksanakan oleh
tenaga kefarmasian. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh responden dari
hasil penelitian ditampilkan pada Tabel XXI sebagai berikut :
Tabel XXI. Bentuk monitoring dan evaluasi
Nomor Bentuk pelaksanaanJumlah responden yang
melaksanakan,n=3
1.Pencatatan data pengobatan pasien(medication record)
3
Pada Tabel XXI diketahui sebanyak 3 responden telah melaksanakan
monitoring dan evaluasi dalam bentuk pencatatan data pengobatan pasien
(medication record). Disimpulkan bahwa terdapat 9 responden yang belum
memenuhi pelaksanaan standar monitoring dan evaluasi sesuai yang ditetapkan
dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Hasil penelitian
lain oleh Supardi, Handayani, Raharni’, Herman dan Susyanty (2011),
mengemukakan bahwa sebagian besar apoteker dari total 70 responden belum
melakukan monitoring kepada pasien dan hanya beberapa yang melaksanakan
motoring dengan melakukan pencatatan.
Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan yang berguna untuk melihat
proses terapi yang telah dilaksanakan pada pasien dan dapat digunakan sebagai
pedoman untuk meningkatkan keberhasilan terapi. Selain itu, melalui kegiatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
evaluasi juga menjadi indikator untuk melihat kepuasan pasien dan kepatuhan
pasien. Dari segi pelayanan yang dilakukan oleh apoteker, monitoring dan
evaluasi sangat bermanfaat digunakan sebagai bahan atau acuan dalam
meningkatkan kinerja apoteker tersebut.
Proses monitoring dan evaluasi tidak hanya dilakukan pada saat terjadi
interaksi antara pasien dengan apoteker, namun dapat dibantu melalui pencatatan
data yang memuat tentang proses kegiatan yang telah dilaksanakan. Salah satu
bentuk pencatatan data yaitu melalui data pengobatan pasien atau medication
record. Medication record merupakan catatan atau dokumen mengenai data
identitas pasien, riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, identitas dokter yang
menangani, pengobatan yang dijalani pasien, keluhan penderita serta tindakan dan
pelayanan tambahan yang diberikan kepada pasien dalam sarana pelayanan
kesehatan yang dapat berupa pemberian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
(Permenkes RI, 2008).
2. Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO) juga merupakan
salah satu cara untuk memonitoring dan mengevaluasi pengobatan pasien asma.
Kegiatan ini dari hasil penelitian ditampilkan pada Tabel XXII sebagai berikut :
Tabel XXII. Bentuk kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO
Nomor Bentuk kegiatan pemantauan ESOJumlah responden
yang melaksanakan,n=3
1. Analisis laporan efek samping obat 0
2.Identifikasi obat-obatan dan pasien yangmempunyai risiko tinggi mengalami ESO
3
3. Pengisian Formulir ESO 04. Pelaporan ke panitia ESO Nasional 0
Keterangan : ESO (Efek Samping Obat)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Pada Tabel XXII diketahui sebanyak 3 responden melakukan identifikasi
obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO (nomor 2),
namun kegiatan analisis laporan efek samping obat, pengisian formulir ESO dan
pelaporan ke panitia ESO Nasional tidak / belum pernah dilakukan oleh 12
responden yang diwawancarai.
“Pemantauan efek samping ya….. Tapi biasanya itu dilakukan diawal-awal aja sih. …… Tapi kalau udah nggak kambuh nggak dicek lagi….”(Responden 2).
“…… paling kita liatnya dari kondisi pasiennya itu sendiri ya,, bukanobatnya…….” (Responden 4).
Menjamin keamanan dan mutu obat yang digunakan oleh pasien
merupakan bagian yang penting untuk dilakukan demi keselamatan pasien dalam
pengobatan. Selain melakukan pencatatan pengobatan pasien atau Medication
record sebagai upaya monitoring dan evaluasi, upaya lain yang dapat dilakukan
adalah melalui kegiatan pemantauan efek samping obat atau lebih dikenal dengan
monitoring efek samping obat (MESO).
Pada dasarnya kegiatan MESO dapat dilaksanakan dengan metode
peloporan sukarela (Voluntary reporting). Peloporan ini dapat dilakukan secara
manual dengan pengisian formulir khusus. Pada proses pelaksanaan pelayanan di
apotek, sebagai seorang apoteker salah satu kompetensi yang dituntut adalah
melakukan monitoring efek samping obat (Purwanti dkk, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
F. Profil Pelaksanaan Edukasi dan Promosi pada Pasien Asma oleh
Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota Yogyakarta
1. Bentuk edukasi dan upaya pemberdayaan kepada pasien asma dan
keluarganya (promosi)
Pada standar pelayanan kefarmasian di apotek, kegiatan edukasi dan upaya
pemberdayaan (promosi), juga merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan
oleh apoteker tidak hanya kepada pasien tetapi juga kepada masyarakat. Bentuk
edukasi dan upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa
penyebaran leaflet, brosur, poster dan penyuluhan kesehatan masyarakat. Hasil
penelitian mengenai bentuk edukasi dan upaya pemberdayaan yang dilakukan
responden ditampilkan pada Tabel XXIII, sebagai berikut :
Tabel XXIII. Bentuk edukasi dan upaya pemberdayaan
Nomor Bentuk edukasi dan upaya pemberdayaanJumlah responden
yangmelaksanakan, n=3
1. Penyebaran leaflet 32. Penyebaran brosur 03. Penyebaran poster 0
4.Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (pemberianmotivasi untuk meningkatkan kepatuhan dalampengobatan dan kualitas hidup pasien)
3
Pada Tabel XXIII diketahui dari 12 responden yang diwawancarai belum
ada yang melakukan bentuk edukasi dan upaya pemberdayaan secara lengkap.
Terdapat 3 responden yang pernah melakukan edukasi dan upaya pemberdayaan
namun hanya dalam bentuk penyebaran leaflet dan penyuluhan kesehatan
masyarakat. Kegiatan yang paling banyak tidak dilakukan adalah penyebaran
brosur dan poster. Sembilan responden lainnya belum / tidak pernah melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
edukasi dan upaya pemberdayaan, sehingga dapat dikatakan pelaksanaan edukasi
dan upaya pemberdayaan oleh 12 responden belum memenuhi pelaksanaan
standar edukasi dan upaya pemberdayaan yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI
Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Hasil yang serupa ditunjukkan dari
penelitian yang dilakukan oleh Sukmajati (2008) diketahui hanya terdapat 30,
43% responden yang melakukan penyebaran leaflet, brosur, poster atau
penyuluhan.
Edukasi yang diberikan oleh apoteker merupakan bentuk kegiatan yang
bertujuan untuk memberikan informasi mengenai sakit dan pengobatannya serta
membantu masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan terkait cara pengambilan
keputusan dalam melakukan pengobatan. Kegiatan pemberdayaan juga
membutuhkan peranan dari apoteker, dengan bantuan apoteker akan sangat
membantu dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan
derajat kesehatan secara mandiri. Kegiatan ini menjadi sangat penting terutama
bagi masyarakat swamedikasi hal ini dikarenakan kegiatan swamedikasi pada
dasarnya merupakan proses pengobatan mandiri dimana pemilihan pengobatan
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri tanpa ada penanganan khusus dari pihak
dokter atau tenaga kesehatan lainnya, sehingga apoteker berperan dalam
membantu masyarakat tersebut bagaimana cara memilih obat yang baik dan sesuai
serta cara penggunaan obat tersebut (Purwanti dkk. 2004).
Terkait dengan pasien asma yang sebagian besar membutuhkan
pengobatan jangka panjang, maka dengan kegiatan edukasi dan promosi ini akan
membantu pasien asma untuk bersemangat dalam menjalankan pengobatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Selain melakukan edukasi dan upaya pemberdayaan melalui penyebaran leaflet,
brosur, poster dan penyuluhan, hal yang dapat dilakukan oleh apoteker adalah
melaksanakan prosedur tetap terkait swamedikasi yang telah ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004, hal ini akan sangat
membantu dan memudahkan bagi apoteker untuk melakukan edukasi dan upaya
pemberdayaan secara tepat, efisien dan efektif (Kepmenkes RI, 2008)
G. Profil Pelaksanaan Pelayanan Residensial (Home Care) pada
Pasien Asma oleh Apoteker pada Sepuluh Apotek di Kota
Yogyakarta
1. Pelayanan residensial (home care)
Pelayanan residensial (home care) merupakan salah satu bentuk pelayanan
yang dapat dilakukan oleh apoteker yang tempat pelaksanaannya tidak dilakukan
di apotek dan ditujukan untuk kelompok lanjut usia atau pasien dengan penyakit
kronis. Pelayanan residensial yang dilakukan oleh responden dari hasil penelitian
ditampilkan pada Tabel XXIV sebagai berikut :
Tabel XXIV. Kriteria pelayanan residensial bagi pasien asma
Nomor Kriteria pelayanan residensialJumlah responden yang
melaksanakan, n=1
1.Pasien asma lanjut usia yang tidak mampumemenuhi aktivitas dasar sehari-hari (mandi,makan, minum, dan memakai baju)
0
2.Pasien asma yang memerlukan perhatiankhusus tentang penggunaan obatnya, interaksiobat dan efek samping obat
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Pada Tabel XXIV pelayanan residensial dengan kriteria nomor 1 tidak /
belum pernah dilakukan oleh 12 responden, pelaksanaan pelayanan residensial
dengan kriteria nomor 2 dilakukan oleh 1 responden.
“ …….. Na..biasa kita yang nawarin ke pasiennya. Uda bu’ biar kita ajayang kerumah ibu. Gitu. Biasanya kalau bukan saya yang pergi, AA saya yangpergi “ (Responden 1).
Pelayanan residensial merupakan bentuk care giver seorang apoteker yang
bersifat kunjungan rumah. Pada dasarnya pelayanan residensial tidak harus
diberikan kepada semua pasien asma, sehingga terdapat kriteria untuk melakukan
pelayanan residensial kepada pasien asma seperti yang ditampilkan pada Tabel
XXIV.
2. Langkah-langkah pelaksanaan pelayanan residensial (home care)
Pada pelayanan residensial terdapat prosedur tetap yang harus
dilaksanakan oleh apoteker. Prosedur tetap pelayanan residensial yang dilakukan
oleh apoteker dari hasil penenelitian ditampilkan pada Tabel XXV dimana 1
responden yang memberikan pelayanan residensial kepada pasien asma hanya
melaksanakan prosedur nomor 2, 4 dan 5. Pada dasarnya prosedur tetap yang
ditampilkan pada Tabel XXV diatas seharusnya dilaksanakan secara berurutan
mulai dari prosedur nomor 1 sampai nomor 7. Namun dari hasil penelitian
diketahui bahwa responden yang memberikan pelayanan residensial tidak
melaksanakan prosedur tetap secara lengkap dan berurutan. Dapat dikatakan
responden tersebut belum melaksanakan pelayanan residensial sesuai dengan
standar secara lengkap dan juga 11 responden lainnya yang belum memenuhi
standar pelayanan residensial yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
MENKES/ SK/ IX/ 2004. Penelitian serupa dilakukan oleh Atmini dkk. (2011)
dimana diketahui pelayanan residensial belum ada yang dilakukan oleh responden
bahkan tidak memiliki protap secara tertulis.
Tabel XXV. Langkah-langkah dalam pelaksanaan pelayanan residensial
Nomor Langkah-langkah dalam pelaksanaanJumlah responden
yangmelaksanakan, n=1
1. Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan 0
2. Menawarkan pelayanan residensial 1
3. Mempelajari riwayat pengobatan pasien 0
4. Menyepakati jadwal kunjungan 1
5.Melakukan kunjungan ke rumah pasien ataumelalui telepon 1
6.Melakukan pelayanan informasi obat ataukonseling secara berkesinambungan 0
7.Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan(pemantauan kondisi dan kepatuhan pasien) 0
Pada dasarnya kegiatan pelayanan residensial memang tidak harus selalu
dilakukan, terdapat beberapa syarat untuk melaksanakan kegiatan ini, seperti
pasien yang dilayani merupakan pasien dengan penyakit kronis seperti asma, atau
merupakan pasien lanjut usia seperti yang ditampilkan pada Tabel XXIV. Namun,
yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah pelayanan residensial tidak
dilakukan oleh sebagian besar responden bukan karena tidak ada pasien yang
memenuhi kriteria pada Tabel XXIV tetapi karena faktor kesibukan dari
responden sebagai apoteker dan juga kurangnya tenaga kerja di apotek yang
diteliti. Melihat hal ini, bukan tidak mungkin terdapat pasien yang sebenarnya
perlu diberikan pelayanan residensial maka seharusnya dengan pengelolaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
apotek dan tenaga kerja yang baik, pelayanan ini bisa dijalankan. Saat ini jumlah
kelompok lanjut usia di Indonesia mengalami peningkatan yang disertai
peningkatan penyakit kronis, infeksi dan degeneratif yang membutuhkan
pengobatan jangka panjang dan berkesinambungan sehingga apoteker sebagai
tenaga kesehatan perlu untuk melaksanakan pelayanan residensial sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan harapan hidup pasien (Depkes RI, 2008).
H. Ringkasan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan Pharmaceutical care di sepuluh
apotek di Kota Yogyakarta dengan mengacu pada standar yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 diketahui bahwa
pelaksanaannya belum lengkap, hal ini dikarenakan terdapat beberapa hal dalam
standar yang ditetapkan tidak dilaksanakan oleh responden secara terperinci dan
frekuensi pelaksanaannya untuk beberapa kegiatan tidak selalu dilakukan setiap
pasien asma datang, serta tidak semua pasien asma mendapatkan pelayanan yang
seharusnya sesuai dengan standar. Pelayanan yang diberikan oleh responden
sebagian besar lebih banyak diberikan kepada pasien asma dengan resep
1. Pelayanan resep yang dilakukan oleh apoteker pada pasien asma di apotek,
dari 12 responden yang diwawancarai sebagian besar telah melakukan kegiatan
tersebut sesuai dengan standar dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/
SK/ IX/ 2004.
a. Skrining administratif : tanggal penulisan resep, data pasien dan cara
pemakaian obat merupakan skrining yang paling banyak diperiksa oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
responden. Tanda tangan / paraf dokter penulis resep merupakan
kegiatan yang paling banyak tidak diperiksa oleh responden.
b. Skrining kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan dan dosis obat
merupakan skrining paling banyak diperiksa oleh responden. Potensi,
stabilitas dan inkompatibilitas yang paling sedikit diperiksa.
c. Skrining pengkajian klinis : adanya alergi merupakan kegiatan
pengkajian klinis yang paling banyak diperiksa oleh responden.
Adanya efek samping merupakan kegiatan pengkajian klinis yang
paling jarang diperiksa dan sedikit dilakukan oleh responden.
d. Penyiapan obat : kegiatan menulis etiket dengan lengkap merupakan
kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh responden. Menyerahkan
obat yang dikemasi dengan rapi dan sesuai merupakan kegiatan yang
paling jarang diperhatikan dan sedikit dilakukan oleh responden.
2. Pelayanan informasi obat kepada pasien asma telah dilakukan oleh 12
responden namun kegiatan tersebut sebagian hanya pada pasien asma dengan
resep atau tergantung pada situasi.
a. Kegiatan pelayanan informasi obat : memberikan dan menyebarkan
informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif, mudah dimengerti,
tidak bias dan bijaksana serta menjawab pertanyaan dari pasien
maupun tenaga kesehatan melalui telefon, surat atau tatap muka
merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh responden.
Menyediakan bulletin, leaflet, poster dan mendokumentasikan PIO
merupakan kegiatan yang paling sedikit dilakukan. Mengkoordinasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian
merupakan kegiatan yang tidak pernah dilakukan.
b. Penyampaian informasi obat : cara pemakaian obat merupakan
informasi yang paling banyak diberikan oleh responden. Aktivitas
serta makanan dan minuman yang harus dihindari merupakan
informasi yang paling sedikit diberikan.
c. Persiapan sebelum memberikan informasi dan edukasi : pembekalan
diri dengan pengetahuan tentang asma dan pengobatan merupakan
persiapan yang paling banyak dilakukan responden. Mengumpulkan
dan mendokumentasikan data pasien secara lengkap serta
menggunakan sarana tambahan dalam penyampaian informasi
(peragaan inhaler dan rotahaler) merupakan kegiatan yang paling
sedikit dilakukan.
3. Pelayanan konseling yang dilakukan oleh apoteker pada pasien asma, dari
12 responden diketahui terdapat 1 responden yang tidak / belum pernah
melakukan konseling pada pasien asma. Kegiatan konseling yang dilakukan 11
responden lainnya belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 secara keseluruhan.
a. Sasaran pemberian konseling : memberikan konseling pada pasien
asma usia lansia merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan
oleh responden. Memberikan konseling kepada pasien asma dengan
multirejimen obat dan mengalami Drug related problem merupakan
kegiatan yang paling sedikit dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
b. Materi konseling yang disampaikan oleh responden yang pernah
melakukan konseling kepada pasien asma berupa informasi terkait
sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan yang dapat
digunakan.
c. Prosedur tetap pelaksanaan konseling : melakukan verifikasi akhir
merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh responden.
Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien,
menanyakan apa yang diharapkan pasien dalam pengobatan yang
diberikan, memperagakan dan menjelaskan cara pemakaian obat
(rataheler, inhaler, dll) serta pencatatan konseling merupakan kegiatan
yang paling jarang dan sedikit dilakukan oleh responden.
4. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh apoteker pada pasien asma,
hanya dilakukan oleh 3 responden dengan mengadakan medication record.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO juga hanya dilakukan oleh 3 responden
namun tidak secara lengkap.
5. Pemberian edukasi dan promosi oleh apoteker pada pasien asma hanya
dilakukan oleh 3 responden berupa penyebaran leaflet, brosur, poster atau
penyuluhan. Pelayanan dalam bentuk swamedikasi pada pasien asma jarang
diberikan.
6. Pelayanan residensial (home care) merupakan kegiatan yang paling sedikit
dilakukan dengan hanya 1 responden yang melaksanakan kegiatan tersebut.
7. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 12 responden pada 10 apotek,
diketahui bahwa tidak terdapat satupun responden yang telah melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
pelayanan Pharmaceutical care kepada pasien asma secara lengkap. Dari 12
responden terdapat 3 responden yang berasal dari 1 apotek yang sama, namun
bentuk kegiatan pelayanan yang tidak dilakukan secara lengkap antara 3
responden tersebut adalah berbeda, sehingga dapat dikatakan meskipun kegiatan
yang dilakukan tidak lengkap namun 3 responden tersebut saling melengkapi
dalam memberikan pelayanan Pharmaceutical care pada pasien asma.
8. Hasil penelitian, diketahui bahwa secara keseluruhan penerapan
Pharmaceutical care oleh apoteker pada pasien asma di sepuluh apotek di Kota
Yogyakarta belum sepenuhnya memenuhi standar yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan oleh beberapa fakta yang ditemukan di lapangan, diantaranya :
a. Adanya pernyataan dari responden yang menyatakan pelayanan
Pharmaceutical care lebih banyak dilakukan pada pasien asma yang
baru awal datang dengan resep dan sangat jarang dilakukan pada
pasien asma yang non-resep.
b. Tidak telaksananya konseling yang berkesinambungan seperti yang
seharusnya karena kurangnya komunikasi yang mendalam antara
apoteker dengan pasien asma.
c. Adanya anggapan sebagian besar apoteker bahwa “pasien asma sudah
mengerti akan sakit dan pengobatannya” tanpa mengali terlebih
dahulu, yang membuat pelaksanaan Pharmaceutical care menjadi
terbatas dan hanya dilakukan bagi pasien asma tertentu saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
d. Sebagian besar responden tidak melakukan pencatatan atau
dokumentasi setelah melakukan pelayanan informasi obat, konseling,
maupun untuk kepentingan monitoring dan evaluasi.
e. Sebagian besar responden tidak melakukan pelayanan residensial
(home care) pada pasien asma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil wawancara mengenai penerapan Pharmaceutical care pada pasien
asma yang dilakukan terhadap apoteker yang merupakan responden diketahui :
1. Kegiatan pelayanan resep yang dilakukan oleh 12 responden belum
memenuhi standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004.
2. Pelayanan informasi obat yang diberikan oleh apoteker kepada pasien
asma, dari 12 responden yang diwawancarai sebagian dilakukan hanya
pada pasien asma dengan resep atau tergantung situasi sehingga belum
memenuhi standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/
MENKES/ SK/ IX/ 2004 secara menyeluruh.
3. Pelayanan konseling yang dilakukan oleh apoteker pada pasien asma,
dilakukan oleh 11 responden. Namun pelaksanaannya belum memenuhi
standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/
SK/ IX/ 2004 secara optimal.
4. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh apoteker pada pasien asma,
hanya dilakukan oleh 3 responden dengan mengadakan medication record,
sehingga terdapat 9 responden yang belum memenuhi standar yang
ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.
5. Pemberian edukasi dan promosi oleh apoteker pada pasien asma berupa
penyebaran leaflet, brosur, poster atau penyuluhan hanya dilakukan oleh 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
responden dan pelayanan dalam bentuk swamedikasi pada pasien asma
jarang diberikan oleh responden sehingga belum memenuhi standar yang
ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004
secara menyeluruh.
6. Pelayanan residensial (home care) oleh apoteker pada pasien asma hanya
dilakukan oleh 1 responden namun tidak secara lengkap dan 11 responden
lainnya belum / tidak pernah memberikan pelayanan residensial, sehingga
pelaksanaannya belum memenuhi standar yang ditetapkan dalam
Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 secara menyeluruh.
7. Hasil penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa penerapan
Pharmaceutical care pada pasien asma pada sepuluh Apotek di Kota
Yogyakarta belum dilaksanakan secara optimal dan belum diberikan
kepada semua pasien asma secara merata sehingga belum memenuhi
standar yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/
SK/ IX/ 2004 secara menyeluruh.
B. Saran
1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi untuk
membantu proses revisi standar Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/
SK/ IX/ 2004 yang rencananya akan digalangkan oleh pihak berwenang.
2. Perlu dilakukan pembinaan atau pelatihan lebih lanjut bagi tenaga
kefarmasian terkait pelayanan kefarmasian yang harus diberikan kepada
pasien asma yang dapat dilakukan dengan melibatkan instansi tertentu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
atau organisasi tertentu seperti IAI atau Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta.
3. Akan lebih baik apabila penelitian dilakukan dengan cara melakukan
observasi langsung dengan melihat kegiatan apoteker pada saat
memberikan pelayanan Pharmaceutical care pada pasien asma yang
datang ke apotek.
4. Perlu dilakukan penelitian kuantitatif dengan lokasi penelitian yang lebih
luas ataupun responden yang lebih banyak.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perumusan masalah yang
lebih mengerucut sehingga dapat digali informasi secara lebih rinci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, pp.79-82.
Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasiandi Apotek, Depkes RI, Jakarta.
American Society of Hospital Pharmacist, 1993, ASHP Statement onPharmaceutical Care, American Society of Hospital Pharmacist, Inc,America, pp. 258-260.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,2007, Volume 8 :Monitoring Efek Samping Obat,http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0507.pdf, diakses tanggal 29 Maret 2014.
Basuki, E, S., 2009, Konseling Medik : Kunci Menuju Kepatuhan Pasien,file:///C:/Users/windows/Downloads/625-674-1-PB.pdf, diaksestanggal 27 Maret 2014.
Bernstein ,J.A., 2003, Asthma in handbook of allergic disorders, Philadelphia :Lipincott Williams & Wilkins, USA, pp.73-102.
Bodhi, W., Fatimawati, Mamarimbing, M., 2012, Evaluasi KelengkapanAdministratif Resep Dari Dokter Spesialis Anak Pada Tiga Apotek DiKota Manado, file:///C:/Users/windows/Downloads/485-963-1-SM.pdf, diakses tanggal 27 Mei 2014.
Buletin Sehat.Com, 20014, Obat Penyakit Asma yang Alami Aman, dan TanpaEfek Samping, http://buletinsehat.com/obat-penyakit-asma-yang-alami-aman-dan-tanpa-efek-samping, diakses tanggal 29 Maret 2014.
Christiana, H., 2005, Pengaruh Aspek Tanggung Jawab, Status Jabatan,Wewenang dan Kompensasi dalam Pengembangan Karis TerhadapKinerja Karyawan Etnis Jawa dan Etnis Cina, Tesis, 48, UniversitasDiponegoro , Semarang.
Cipolle ,R.J., Strand ,L.M., and Morley ,P.C., 2003, Standars of Practice forPharmaceutical Care,http://www.pharmacy.umn.edu/img/assets/10745/Standards_of_Care.pdf, diakses tanggal 18 April 2014.
Depkes RI, 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma, Direktorat BinaFarmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, p.5,ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/ph-care-asma.pdf, diaksestanggal 24 September 2013.
Depkes RI, 2008, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Rumah (Home PharmacyCare, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik DirektoratJenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan DepartemenKesehatan Republik Indonesiam Jakarta.
Depkes RI, 2009, Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008,http://www.depkes.go.id, diakses tanggal 24 September 2013.
Dinkes D.I Yogyakarta, 2012, Hari Asma Sedunia di BP4 Yogyakarta,http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/337-hari-asma-sedunia-di-bp4-yogyakarta, diakses tanggal 9 Maret 2014.
Dipiro, J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M., 2005,Pharmacotherapy A Patophysiologic Approach, 5th ed. McGraw HillCompanies Inc. p. 475-510.
FIP, 1999, Joint Statement By The International Pharmaceutical Federation andThe World Self- Medication Industry: Responsible Self-Medication.
GINA, 2007, Global strategy for asthma management and prevention. NationalInstitutes of Health,(indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/.../597), diakses tanggal 22 September 2013.
Ginting, A.BR., 2009, Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek DiKota Medan Tahun 2008, Skripsi¸ 44, Universita Sumatera Utara,Medan.
Hepler and Strand, 1990, Opportunities and Responsibilities in PharmaceuticalCare, American Journal of Hospital Pharmacy, 47.
Ikatan Apoteker Indonesia, 2010, Perkembangan Praktek Kefarmasian,http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/32-pharmaceutical-information/36-perkembangan-praktek-kefarmasian.html, diakses tanggal 13 April 2014.
Ikatan Apoteker Indonesia DIY (IAI), 2010, Sistem Informasi Data Apoteker,www.sim-apoteker.000space.com/profil.php, diakses tanggal 31November 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Ikawati Z, 2010, Pelayanan Farmasi Kinik pada Era Genomik: Sebuah Tantangandan Peluang, Disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar
ISAAC Steering Committee, 1998, Worldwide variations in prevalence of asthmasymptoms: The International Study of Asthma and Allergies inChildhood (ISAAC). Eur Respir J, pp. 12,315.
Jasaputra, D.K., dan Santosa, S., 2008, Metodologi Penelitian Biomedis, Edisi 2,Danamartha Sejahtera Utama, Bandung, pp. 43.
Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2006, Standar Pelayanan Kefarmasian diApotek, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1027/MENKES/SK/IX/2004, Direktorat Jenderal PelayananKefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2008, Petunjuk Teknis Pelaksanaan StandarPelayanan Kefarmasian di Apotek (SK Nomor1027/MENKES/SK/IX/2004), Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Lahdensuo, A., Hahtela, T., Herrala, J., Kava, T., Kiranta, K., Kursisto,P.,Peramaki, E., Poussa, T. 1996. Randomized Comparison of GuidedSelf Management and Traditional Treatment of Asthma Over OneYear. British Medical Journal . Vol 312; 748-752.
Lahdensuo, A. 1999b. Clinical Review . Guided Self Management of Asthma: How To Do It. British Medical Journal. Vol 319; 759-760.
Lukmanto, B., 2007, Peran Apoteker,http://www.budilukmanto.org/index.php/perawatan-hepatitis/177,diakses tanggal 27 Maret 2014.
Masoli M. Fabian D, Holt S, Beasley R., 2004, The global burden of asthma:Executive summary of the GINA.,http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=%22Global+Initiative+for+Asthma+%28GINA%29+Program%22[Corporate+Author], diaksestanggal 16 Februari 2014.
Mutahir, A., Hasanmihardja, M., Setiawan, D., 2010, Pengaruh PelayananKefarmasian Terhadap Kepuasan Konsumen Apotek Di KabupatenTegal, Jurnal Farmasi Indonesia, 5(2), 103.
National Health Interview Survey (NHIS) Data, 2011 , 2011 Lifetime Asthma,Current Asthma, Asthma Attacks Among Those with Current Asthma.http://www.cdc.gov/asthma/nhis/2011/data.htm, diakses pada tanggal10 September 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Naning ,R., 1991, Prevalensi Asma pada murid Sekolah Dasar di KotamadyaYogyakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM, RSUP Dr.Sarjito, Yogyakarta.
Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta.
Nelson, W.E., 1996, Ilmu Kesehatan Anak, Vol. I, diterjemahkan oleh Wahab,S.,hal. 775, Penerbit EGC, Jakarta.
Oemiati, R., 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma DiIndonesia,ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/download/.../1729, diakses tanggal 10 September 2013.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Peraturan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008tentang Rekam Medis, Menteri Keserhatan Republik Indonesia,Jakarta.
Pradipta, I.S., 2011, Pendekatan Ilmiah Dalam Praktek Farmasi Klinik,http://farmasi.unpad.ac.id/padi/pendekatan-ilmiah-dalam-praktek-farmasi-klinik/, diakses tanggal 17 Februari 2014.
Purwanti, A., Harianto, Supardi, S., 2004, Gambaran Pelaksanaan StandarPelayanan Farmasi di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003, 1 (2), 102-115.
Rantucci, M.J., 2007, Pharmacists Talking With Patients : A Guide to PatientCouseling, diterjemahkan oleh Sani, Dra.A.N., hal. 20-24, 136-145.
Rini, N., Swastiwi, D.A., Piliarta, I.N.G., 2009, Kajian Kelengkapan ResepPediatri Rawat Jalan Yang Berpotensi Menimbulkan Medication ErrorDi Rumah Sakit Swasta Di Kabupaten Gianyar,file:///C:/Users/windows/Downloads/4927-7683-1-PB.pdf, diaksestanggal 27 Mei 2014.
Samsi, N., 2013, Pengaruh Pengalaman Kerja, Indepedensi, dan KompetensiTerhadap Kualitas Audit : Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi,Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 1 (2), 214.
Sarosa, S., 2012, Penelitian Kualitatif Dasar- Dasar, PT Indeks, Jakarta Barat,pp. 45-47.
Setiawan, D., Hasanmihardja,M., Mahatir, A., 2010, Pengaruh PelayananKefarmasian Terhadap Kepuasan Konsumen Apotek Di KabupatenTegal, Jurnal Farmasi Indonesia, 5(2), 104-105.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Silanas, I., 2011, Peranan, Fungsi, dan Tugas Apoteker di Apotek,http://ilmanapt.blogspot.com/2011/11/peranan-fungsi-dan-tugas-apoteker-di.html, diakses tanggal 27 Maret 2014.
Sugiyono, 2005, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, pp. 117-131.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta,Bandung,pp. 366-368.
Sundaru, Heru ,2007, Kontrol Asma Sebagai Tujuan Pengobtan Asma MasaKini,http://staff.ui.ac.id/internal/140053451/publikasi/PidatopengukuhanProfHeruRingkasan.pdf, diakses tanggal 20 September 2013.
Suriana, 2011, Pharmacist Healtcare : Pelayanan Informasi Obat (PIO) diRumah Sakit, http://healthcare-pharmacist.blogspot.com/2011/08/pelayanan-informasi-obat-pio-di-rumah.html, diakses tanggal 29 Maret 2014.
Susyanty, A.L., Herman, M.I., Raharni, Handayani,R.S.,Supardi, S., 2011,Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek DanKebutuhan Pelatihan Bagi Apotekernya,http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/viewFile/44/35, diakses tanggal 27 Mei 2014
Trisna, Y., 2007, Perkembangan dan Penerapan Pharmaceutical Care,Pharmaceutical Care, 1-13.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 1999, Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen,Presiden Republik Indonesia, Jakarta.
Vita Health, 2005, Asma Informasi Lengkap Untuk Penderita dan Keluarganya,PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
WHO,1998, The Role of The Pharmacist in Self-Care and Self-Medication, TheHague, The Netherlands:WHO, p. 1-11.
Yansin, N.M., Endang K., Effendi M.I., Prayitno A., Sari S.P., Azwinar, et al,2006, Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit, Depkes RI,Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan,Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data kepadaDinas Kesehatan Kota Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Lampiran 2. Surat Keputusan Izin Penelitian dari Dinas Perizinan KotaYogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Lampiran 3. Surat Keputusan Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan KotaYogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data(Wawancara) kepada Apoteker Pengelola Apotek di Apotek-Apotek Tempat
Meneliti di Kota Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 5. Daftar Sampel 10 Apotek di Kota Yogyakarta
NOWaktu Pelaksanaan
WawancaraNama Apotek Kelurahan Jabatan Responden
1. 14 Maret 2014 Apotek ME Suryatmajan APA
2. 14 Maret 2014 Apotek DF Karangwaru APING
3. 14 Maret 2014 Apotek TF Kaparakan APA
4. 15 Maret 2014 Apotek AM Mantrijeron APING
5. 15 Maret 2014 Apotek HF Suryatmajan APING
6. 17 Maret 2014 Apotek HR Prawirodirjan APA
7. 17 Maret 2014 Apotek YF Pringgokusuman APA
8. 18 Maret 2014 Apotek CH Wirobrajan APA
9. 18 Maret 2014 Apotek UG Terban APING
10. 19 Maret 2014 Apotek PF Brontokusuman APA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
Lampiran 6. Panduan Wawancara Terstruktur
PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTURPENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA
PASIEN ASMA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA
2014
120PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
Lampiran 6. Panduan Wawancara Terstruktur
PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTURPENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA
PASIEN ASMA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA
2014
120PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
Lampiran 6. Panduan Wawancara Terstruktur
PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTURPENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA
PASIEN ASMA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
Kepada :
Yth. Saudara yang berpartisipasi
Dengan hormat, saya :
Nama : Suhartati Mentari Rurubua’
Fakultas : Farmasi
Universitas : Sanata Dharma Yogyakarta
Dalam rangka penyusunan tugas akhir sebagaimahasiswa Fakultas Farmasi, Universitas Sanata DharmaYogyakarta, maka saya memohon kesediaan dan partisipasiSaudara/i untuk memberikan tanggapan jawaban terhadappertanyaan – pertanyaan dalam panduan wawancara ini.Tanggapan yang Saudara/i berikan akan terjagakerahasiaannya. Oleh karena itu, Saudara/i dimohon untukmenjawab sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Atas kesediaan dan partisipasi Saudara/i, diucapkanterima kasih.
Yogyakarta, Maret 2014
Peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
Petunjuk Bagian : I
Berilah tanda √ sebagai jawaban pada kolom sesuai dengankeadaan Saudara/i yang sebenarnya
1. Mohon dijelaskan seperti apa bentuk skrining/pemeriksaanadministratif resep yang dilakukan terhadap pasien asma.Misalnya:
□ Nama, SIP dan alamat dokter
□ Tanggal penulisan resep
□ Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep
□ Nama, alamat,jenis kelamin,umur, dan berat badanpasien
□ Cara pemakaian obat
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait bentukskrining/pemeriksaan administratif resep yang sudah atau yangtidak/belum Anda lakukan terhadap pasien asma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
2. Mohon dijelaskan seperti apa bentuk skriningresep dalam hal pemeriksaan kesesuaianfarmasetik yang telah dilakukan kepada pasienasma.Misalnya:
□ Bentuk sediaan
□ Dosis obat
□ Potensi
□ Stabilitas
□ Inkompatibilitas
□ Cara pemberian
□ Lama pemberian
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait bentuk skriningresep dalam hal pemeriksaan kesesuaian farmasetikyang sudah atau yang tidak/belum Anda lakukanterhadap pasien asma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
3. Mohon dijelaskan seperti apa pengkajian klinisyang dilakukan dalam skrining resep terhadappasien asma.Misalnya :
□ Adanya alergi
□ Adanya efek samping
□ Adanya interaksi obat
□ Kesesuaian obat (dosis, durasi, jumlah obat)
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait pengkajian klinisdalam skrining resep yang sudah atau yang tidak/belumAnda lakukan terhadap pasien asma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
4. Mohon dijelaskan seperti apa proses penyiapanobat untuk pasien asma baik untuk resep racikanmaupun non-racikan.Misalnya :
□ Peracikan (menimbang, mencampur,mengemas, memberi etiket, memperhatikandosis dan jumlah obat)
□ Menulis etiket dengan lengkap (warna putihuntuk obat dalam, warna biru untuk obatluar, dan etiket lainnya seperti label kocokdahulu untuk sediaan cair)
□ Menulis nama dan cara pemakaian obat padaetiket sesuai dengan permintaan resep
□ Menyerahkan obat yang dikemasi denganrapi dan sesuai demi menjaga kualitas obat
□ Melakukan pemeriksaan akhir terhadapkesesuaian antara obat dengan resep sebelumdiserahkan ke pasien asma
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait proses penyiapanobat racikan maupun non-racikan yang sudah atau yangtidak/belum Anda lakukan terhadap pasien asma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
5. Mohon dijelaskan bagaimana kegiatan PelayananInformasi Obat yang telah dilaksanakan terhadappasien asma atau keluarganya.Misalnya:
□ Melakukan PIO berdasarkan resep atau kartupengobatan pasien (medication record)
□ Memberikan dan menyebarkan informasikepada konsumen secara aktif dan pasif,mudah dimengerti, tidak bias, etis danbijaksana
□ Menjawab pertanyaan dari pasien maupuntenaga kesehatan melalui telepon, surat atautatap muka
□ Menyediakan buletin, leaflet, label obat
□ Melakukan pendidikan berkelanjutan bagitenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya
□ Penelurusan berdasarkan literature
□ Mengkoordinasi penelitian tentang obat dankegiatan pelayanan kefarmasian
□ Mendokumentasikan PIO
□ Lainnya……….
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait kegiatan PelayananInformasi Obat yang sudah atau yang tidak/belum Andalakukan terhadap pasien asma atau keluarganya.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
6. Mohon dijelaskan informasi obat seperti apa yangsekurang-kurangnya Anda sampaikan kepadapasien asma.Misalnya :
□ Cara pemakaian obat
□ Cara penyimpanan obat
□ Jangka waktu pengobatan
□ Aktivitas serta makanan dan minuman yangharus dihindari
□ Pemberian informasi tambahan
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait informasi obatyang sekurang-kurangnya sudah atau tidak/belum Andasampaikan terhadap pasien asma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
7. Mohon dijelaskan seperti apa persiapan yang Andalakukan sebelum memberikan informasi dan edukasikepada pasien asma.Misalnya :
□ Pembekalan diri dengan pengetahuan tentang asmadan pengobatan
□ Pemberian informasi kepada pasien dan jugakeluarga terutama untuk pasien yang mengalamimasalah dalam berkomunikasi denganmempertimbangkan latar belakang dan pendidikanpasien dan keluarganya
□ Mengumpulkan dan mendokumentasikan data pasien(riwayat keluarga, gaya hidup, pekerjaan, danpengobatan yang dijalani, obat-obat yang digunakanselain obat asma yang berpengaruh terhadappengobatan asma)
□ Menggunakan sarana tambahan dalam penyampaianinformasi (peragaan inhaler dan rotahaler)
□ Mempertimbangkan pemberian obat dengan jumlah,dosis yang lebih sedikit, kejadian efek samping obatyang lebih jarang terjadi serta adanya pengertian dankesepakatan antara dokter, pasien dan apotekeruntuk meningkatkan kepatuhan pasien
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait persiapan yangdilakukan sebelum memberikan informasi dan edukasiyang sudah atau yang tidak/belum Anda lakukanterhadap pasien asma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
8. Mohon dijelaskan bagaimana bentuk edukasi danupaya pemberdayaan yang diberikan kepadapasien asma ataupun keluarganya.Misalnya :
□ Penyebaran leaflet
□ Penyebaran brosur
□ Penyebaran poster
□ Penyuluhan Kesehatan Masyarakat(pemberian motivasi untuk meningkatkankepatuhan dalam pengobatan dan kualitashidup pasien)
□ Lainnya………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait bentuk edukasi danupaya pemberdayaan yang sudah atau yang tidak/belumAnda berikan terhadap pasien asma atau keluarganya.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
9. Mohon dijelaskan pada kondisi seperti apakegiatan konseling diberikan kepada pasien asmaatau keluarganya.Misalnya :
□ Pasien asma dengan sejarah ketidakpatuhanpengobatan
□ Pasien asma yang menerima obat denganindeks terapi sempit yang memerlukanpemantauan
□ Pasien asma dengan multirejimen obat
□ Pasien asma usia lansia
□ Pasien asma usia pediatri melalui orang tuaatau pengasuhnya
□ Pasien asma yang mengalami Drug RelatedProblem
□ Pasien asma dan keluarganya yangmembutuhkan bantuan untuk menyelesaikanmasalah-masalah yang dihadapi dalampenggunaan obat, jika perlu denganmelibatkan tenaga kesehatan lain sepertidokter
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait pada kondisiseperti apa kegiatan konseling yang sudah atau yangtidak/belum Anda berikan terhadap pasien asma ataukeluarganya.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
10. Mohon dijelaskan materi apa saja yang Andaberikan dalam rangka kegiatan konselingterhadap pasien asma atau keluarganya.Misalnya :
□ Mengenai sediaan farmasi
□ Mengenai pengobatan dan perbekalankesehatan yang dapat digunakan
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait materi apa sajayang sudah atau yang tidak/belum Anda berikanterhadap pasien asma atau keluarganya.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
11. Mohon dijelaskan bagaimana bentuk prosedur tetapdalam pelaksanaan konseling yang Anda lakukanterhadap pasien asma atau keluarganya.Misalnya :
□ Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakitpasien
□ Membuka komunikasi antara apoteker denganpasien/ keluarga pasien
□ Menanyakan apa yang telah dokter sampaikan terkaitkegunaan pengobatan yang diberi
□ Menanyakan bagaimana dokter menerangkanpenggunaan obat (cara pakai, jumlah, lamapengobatan, cara penyimpanan, aturan pakai)
□ Menanyakan apa yang diharapkan dalam pengobatanyang diberikan
□ Memperagakan dan menjelaskan cara pemakaianobat (rotahaler, inhaler, dll)
□ Melakukan verifikasi akhir : mengecek pemahamanpasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalahyang berhubungan dengan cara penggunaan obat(inhaler, nebulizer, dll) untuk mengoptimalkan tujuanterapi, melakukan pencatatan konseling pada kartupengobatan
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait bagaimana bentukprosedur tetap dalam pelaksanaan konseling yang sudahatau yang tidak/belum Anda lakukan terhadap pasienasma atau keluarganya.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
12. Mohon dijelaskan bentuk pertanyaan –pertanyaan seperti apa yang biasanya diajukankepada pasien asma atau keluarganya terkaitharapan dari obat yang diberikan yangsebelumnya telah diterangkan oleh Dokter.Misalnya :
□ Pengaruh apa yang diharapkan tampak
□ Bagaimana mengetahui bahwa obatnyabekerja
□ Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokteruntuk diwaspadai
□ Perhatian apa yang harus diberikan selamadalam pengobatan
□ Apa yang dikatakan dokter apabila merasasemakin parah/buruk
□ Bagaimana mengetahui bahwa obat tidakbekerja
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut mengenai bentukpertanyaan – pertanyaan yang sudah atau yangtidak/belum Anda berikan terhadap pasien asma ataukeluarganya terkait harapan dari obat yang diberikanyang sebelumnya telah diterangkan oleh Dokter.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
13. Mohon dijelaskan bentuk pertanyaan– pertanyaanseperti apa yang biasanya diajukan untukmemastikan pengetahuan pasien atau keluarganyamengenai kondisi yang dialami dan kegunaanobat yang akan diberikan.Misalnya :
□ Obat yang akan digunakan ditujukan untukapa
□ Bagaimana menggunakan obat
□ Gangguan atau penyakit apa yang sedangdialami
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait bentukpertanyaan– pertanyaan seperti apa yang sudah atauyang tidak/belum Anda berikan untuk memastikanpengetahuan pasien atau keluarganya mengenai kondisiyang dialami dan kegunaan obat yang akan diberikan.
Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
14. Mohon dijelaskan informasi apa yang Andaberikan sebagai penanganan awal asma mandiri(self care) yang harus dilakukan oleh pasien ataukeluarganya pada saat terjadi serangan asma.Misalnya :
□ Gunakan obat yang sudah biasa digunakan
□ Tetap tenang jangan panik
□ Segera hubungi dokter bila dalam 15 menittidak ada perbaikan setelah menggunakanobat dan bila napas pendek dan susahbernapas
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait informasipenanganan awal asma mandiri (self care) pada saatterjadi serangan asma yang sudah atau yang tidak/belumAnda berikan kepada pasien asma atau keluarganya.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
15. Mohon dijelaskan bentuk monitoring danevaluasi yang Anda lakukan untuk melihat danmeningkatkan keberhasilan terapi pasien asmaMisalnya:
□ Pencatatan data pengobatan pasien(medication record)
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait bentuk monitoringdan evaluasi yang sudah atau yang tidak/belum Andaberikan kepada pasien asma atau keluarganya.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
16. Mohon dijelaskan bagaimana kegiatanpemantauan dan pelaporan efek samping obatyang dilakukan untuk pasien asma.Misalnya:
□ Analisis laporan efek samping obat.
□ Identifikasi obat-obatan dan pasien yangmempunyai resiko tinggi mengalami ESO
□ Pengisian Formulir ESO
□ Pelaporan ke panitia ESO Nasional
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait kegiatanpemantauan dan pelaporan efek samping obat yangsudah atau yang tidak/belum Anda lakukan untuk pasienasma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
17. Mohon dijelaskan kriteria untuk pelayananresidensial bagi pasien asmaMisalnya :
□ Pasien asma lanjut usia yang tidak mampumemenuhi aktivitas dasar sehari-hari (mandi,makan, minum, dan memakai baju)
□ Pasien asma yang memerlukan perhatiankhusus tentang penggunaan obatnya,interaksi obat dan efek samping obat
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait kriteria pelayananresidensial yang sudah atau yang tidak/belum Andalakukan bagi pasien asma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
18. Mohon dijelaskan langkah – langkah yang Andalakukan dalam pelayanan residensial (HomeCare) bagi pasien asma.Misalnya :
□ Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan
□ Menawarkan pelayanan residensial
□ Mempelajari riwayat pengobatan pasien
□ Menyepakati jadwal kunjungan
□ Melakukan kunjungan ke rumah pasien ataumelalui telepon
□ Melakukan pelayanan informasi obat ataukonseling secara berkesinambungan
□ Melakukan pencatatan dan evaluasipengobatan (pemantauan kondisi dankepatuhan pasien)
□ Lainnya…………
Mohon penjelasan lebih lanjut terkait langkah-langkahyang dilakukan dalam pelayanan residensial (Home care)yang sudah atau yang tidak/belum Anda lakukan bagipasien asma.Penjelasan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140PANDUAN WAWANCARA TERSTRUKTUR PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE PADA PASIEN ASMA
Petunjuk Bagian II:a. Berilah tanda (x) pada pilihan Jawaban yang
menunjukkan profil diri Anda dan tuliskanjawaban yang sesuai jika pilihan berupa titik-titik.
II. Data Responden
No. Pertanyaan Jawaban1. Apakah jabatan Anda
saat inia. APAb. Apoteker di
bagian...............
2. Berapa lama andabekerja sebagaiApoteker / AsistenApoteker
a. < 1 tahunb. 1- 5 tahunc. 5-10 tahund. >10 tahun
DATA DIRI
Nama (optional) :
Umur :
Jenis Kelamin (L/P) :
Pendidikan terakhir :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Lampiran 7. Matriks Pertanyaan Wawancara Terstruktur
PERTANYAAN RESPONDENTOTAL
PELAKSANAAN1. Mohon dijelaskan seperti apa bentuk skrining/pemeriksaan administratif resepyang dilakukan terhadap pasien asma.
A B C D E F G H I J K L
Nama, SIP dan alamat dokter X X X X X X X X X - - X 10Tanggal penulisan resep X - X X X X X X X X X X 11
Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep X X X - X X - X X - X X 9
Nama, alamat,jenis kelamin,umur, dan berat badan pasien X X X - X X X X X X X X 11
Cara pemakaian obat X X X X X X X X X X X - 11
2. Mohon dijelaskan seperti apa bentuk skrining resep dalam hal pemeriksaankesesuaian farmasetik yang telah dilakukan kepada pasien asma. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Bentuk sediaan X X X X X X X X X X X X 12
Dosis obat X X X X X X X X X X X X 12
Potensi X X - X - X - - - - X X 6
Stabilitas X - - - X X - X - - X X 6
Inkompatibilitas X - - X X X - X - - - X 6
Cara pemberian X X X X X X X X X X X - 11
Lama pemberian - X - X X X - X X X X - 8
3. Mohon dijelaskan seperti apa pengkajian klinis yang dilakukan dalam skriningresep terhadap pasien asma
A B C D E F G H I J K L TOTALPELAKSANAAN
Adanya alergi X X X X X X X - - X X X 10Adanya efek samping X - X - X X - X X - X X 8Adanya interaksi obat - X X X X X - X X - X X 9Kesesuaian obat (dosis, durasi, jumlah obat) X - X X X X - X - X X X 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
4. Mohon dijelaskan seperti apa proses penyiapan obat untuk pasien asma baikuntuk resep racikan maupun non-racikan. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Peracikan (menimbang, mencampur, mengemas, memberi etiket, memperhatikandosis dan jumlah obat)
X X X X X X - X X X X X 11
Menulis etiket dengan lengkap (warna putih untuk obat dalam, warna biru untukobat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair) X X X X X X X X X X X X 12
Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaanresep
X X X X X X - X X X X X 11
Menyerahkan obat yang dikemasi dengan rapi dan sesuai demi menjaga kualitasobat
X - X X X X - X X X X X 10
Melakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resepsebelum diserahkan ke pasien asma
X X X X X X - X X X X X 11
5. Mohon dijelaskan bagaimana kegiatan Pelayanan Informasi Obat yang telahdilaksanakan terhadap pasien asma atau keluarganya. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Melakukan PIO berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medicationrecord)
X X X X X - - X X X X X 10
Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif danpasif, mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana X X X X X X - X X X X X 11
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,surat atau tatap muka
X X X X X - X X X X X X 11
Menyediakan buletin, leaflet, poster X X - - X - - - - - - - 3
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatanlainnya
X - - X X - - - - - X X 5
Penelurusan berdasarkan literature X - - X - - - - X - X X 5
Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian - - - - - - - - - - - - 0Mendokumentasikan PIO - X X - X - - - - - - X 46. Mohon dijelaskan informasi obat seperti apa yang sekurang-kurangnya Andasampaikan kepada pasien asma.
A B C D E F G H I J K L TOTALPELAKSANAAN
Cara pemakaian obat X X X X X X X X X X X X 12Cara penyimpanan obat X X X X X X - X X X X X 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Jangka waktu pengobatan X X X X X X - X X X X - 10
Aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari X - - X X X - X X - - X 7
Pemberian informasi tambahan X X - X X X - X X - X X 9
7. Mohon dijelaskan seperti apa persiapan yang Anda lakukan sebelummemberikan informasi dan edukasi kepada pasien asma. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Pembekalan diri dengan pengetahuan tentang asma dan pengobatan X X X X X X X X X X X X 12
Pemberian informasi kepada pasien dan juga keluarga terutama untuk pasienyang mengalami masalah dalam berkomunikasi dengan mempertimbangkan latarbelakang dan pendidikan pasien dan keluarganya
X X X X X X - X X X X X 11
Mengumpulkan dan mendokumentasikan data pasien (riwayat keluarga, gayahidup, pekerjaan, dan pengobatan yang dijalani, obat-obat yang digunakan selainobat asma yang berpengaruh terhadap pengobatan asma)
X X - - X X - - - X X X 7
Menggunakan sarana tambahan dalam penyampaian informasi (peragaan inhalerdan rotahaler)
- - - X X X - - X X X X 7
Mempertimbangkan pemberian obat dengan jumlah, dosis yang lebih sedikit,kejadian efek samping obat yang lebih jarang terjadi serta adanya pengertian dankesepakatan antara dokter, pasien dan apoteker untuk meningkatkan kepatuhanpasien
X X - X X X - X X X X X 10
8. Mohon dijelaskan bagaimana bentuk edukasi dan upaya pemberdayaan yangdiberikan kepada pasien asma ataupun keluarganya. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Penyebaran leaflet X X - - X - - - - - - - 3
Penyebaran brosur - - - - - - - - - - - - 0
Penyebaran poster - - - - - - - - - - - - 0Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (pemberian motivasi untuk meningkatkankepatuhan dalam pengobatan dan kualitas hidup pasien) X X - - X - - - - - - - 3
9. Mohon dijelaskan pada kondisi seperti apa kegiatan konseling diberikankepada pasien asma atau keluarganya.
A B C D E F G H I J K L TOTALPELAKSANAAN
Pasien asma dengan sejarah ketidakpatuhan pengobatan - X - X - - - X - X X X 6
Pasien asma yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukanpemantauan
- - X X X - - - - - X - 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Pasien asma dengan multirejimen obat - X - X - - - - - - - - 2
Pasien asma usia lansia X X X X X - X X X X X X 11
Pasien asma usia pediatri melalui orang tua atau pengasuhnya - - X X X - X - X X X X 8
Pasien asma yang mengalami Drug Related Problem - - - X - - - - - - - X 2
Pasien asma dan keluarganya yang membutuhkan bantuan untuk menyelesaikanmasalah-masalah yang dihadapi dalam penggunaan obat, jika perlu denganmelibatkan tenaga kesehatan lain sepeti dokter
- - - X - - - - X X X - 4
10. Mohon dijelaskan materi apa saja yang Anda berikan dalam rangka kegiatankonseling terhadap pasien asma atau keluarganya. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Mengenai sediaan farmasi X X X X X - X X X X X X 11
Mengenai pengobatan dan perbekalan kesehatan yang dapat digunakanX X X X X - X X X X X X 11
11. Mohon dijelaskan bagaimana bentuk prosedur tetap dalam pelaksanaankonseling yang Anda lakukan terhadap pasien asma atau keluarganya. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien - X X X X - X X X X X X 10
Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/ keluarga pasien X X - X - - - - - X X X 6
Menanyakan apa yang telah dokter sampaikan terkait kegunaan pengobatan yangdiberi
X X - X X - X X X X - X 9
Menanyakan bagaimana dokter menerangkan penggunaan obat (cara pakai,jumlah, lama pengobatan, cara penyimpanan, aturan pakai) X X - X X - - - X X - X 7
Menanyakan apa yang diharapkan dalam pengobatan yang diberikan X - - X X - X - - X - X 6
Memperagakan dan menjelaskan cara pemakaian obat (rotahaler, inhaler, dll) - - - X X - - - X X X X 6
Melakukan verifikasi akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi danmenyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat(inhaler, nebulizer, dll) untuk mengoptimalkan tujuan terapi, melakukanpencatatan konseling pada kartu pengobatan
X X X X X - X X X X X X 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
12. Mohon dijelaskan bentuk pertanyaan – pertanyaan seperti apa yang biasanyadiajukan kepada pasien asma atau keluarganya terkait harapan dari obat yangdiberikan yang sebelumnya telah diterangkan oleh Dokter.
A B C D E F G H I J K L TOTALPELAKSANAAN
Pengaruh apa yang diharapkan tampak X - - - - - - - - - - X 2
Bagaimana mengetahui bahwa obatnya bekerja - - - - - - X - - X - X 3
Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter untuk diwaspadai - - - - - - - - - - - - 0
Perhatian apa yang harus diberikan selama dalam pengobatan X - - - - - - - - - - - 1
Apa yang dikatakan dokter apabila merasa semakin parah/buruk - - - - - - - - - - - - 0
Bagaimana mengetahui bahwa obat tidak bekerja- - - - - - - - - - - - 0
13. Mohon dijelaskan bentuk pertanyaan– pertanyaan seperti apa yang biasanyadiajukan untuk memastikan pengetahuan pasien atau keluarganya mengenaikondisi yang dialami dan kegunaan obat yang akan diberikan.
A B C D E F G H I J K L TOTALPELAKSANAAN
Obat yang akan digunakan ditujukan untuk apa - - - X X - - - X - - X 4
Bagaimana menggunakan obat X X X - X - X - - X - X 7
Gangguan atau penyakit apa yang sedang dialami- X X - - - - - X X - X 5
14. Mohon dijelaskan informasi apa yang Anda berikan sebagai penangananawal asma mandiri (self care) yang harus dilakukan oleh pasien atau keluarganyapada saat terjadi serangan asma.
A B C D E F G H I J K L TOTALPELAKSANAAN
Gunakan obat yang sudah biasa digunakan - - X X X X - - - - X - 5
Tetap tenang jangan panik - - - - X X - - - - - - 2
Segera hubungi dokter bila dalam 15 menit tidak ada perbaikan setelahmenggunakan obat dan bila napas pendek dan susah bernapas - - - X - X X - - X X 5
15. Mohon dijelaskan bentuk monitoring dan evaluasi yang Anda lakukan untukmelihat dan meningkatkan keberhasilan terapi pasien asma A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Pencatatan data pengobatan pasien (medication record)- X - - - - - - - - X X 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Keterangan : x = responden yang melakukan kegiatan yang dimaksud dalam pertanyaan- = responden yang tidak melakukan kegiatan yang dimaksud dalam pertanyaan
Sumber : Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Kefarmasian Di Apotek (SK Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004)
16. Mohon dijelaskan bagaimana kegiatan pemantauan dan pelaporan efeksamping obat yang dilakukan untuk pasien asma. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Analisis laporan efek samping obat. - - - - - - - - - - - - 0Identifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalamiESO
- X X X - - - - - - - - 3
Pengisian Formulir ESO- - - - - - - - - - - - 0
Pelaporan ke panitia ESO Nasional- - - - - - - - - - - - 0
17. Mohon dijelaskan kriteria untuk pelayanan residensial bagi pasien asmaA B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAANPasien asma lanjut usia yang tidak mampu memenuhi aktivitas dasar sehari-hari(mandi, makan, minum, dan memakai baju) - - - - - - - - - - - - 0
Pasien asma yang memerlukan perhatian khusus tentang penggunaan obatnya,interaksi obat dan efek samping obat
X - - - - - - - - - - - 1
18. Mohon dijelaskan langkah – langkah yang Anda lakukan dalam pelayananresidensial (Home Care) bagi pasien asma. A B C D E F G H I J K L TOTAL
PELAKSANAAN
Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan - - - - - - - - - - - - 0Menawarkan pelayanan residensial X - - - - - - - - - - - 1Mempelajari riwayat pengobatan pasien - - - - - - - - - - - - 0
Menyepakati jadwal kunjungan X - - - - - - - - - - - 1
Melakukan kunjungan ke rumah pasien atau melalui telepon X - - - - - - - - - - - 1
Melakukan pelayanan informasi obat atau konseling secara berkesinambungan - - - - - - - - - - - - 0
Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan (pemantauan kondisi dankepatuhan pasien)
- - - - - - - - - - - - 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
BIOGRAFI PENULIS
Suhartati Mentari Rurubua’, penulis skripsiberjudul Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasianpada Pasien Asma oleh Apoteker pada SepuluhApotek di Kota Yogyakarta. Merupakan anak pertamadari tiga bersaudara pasangan Yuspina Rurubua’Kende’ dan Alm. Zeth Toding Bua’. Lahir di Rantepao7 Juni 1992 Toraja Utara. Pendidikan awal ditempuhdi TK St. Theresia Rantepao (1996-1998), SD KatolikIII Rantepao (1998-2004), SMP Negeri 2 Rantepao(2004-2007), SMA Negeri 1 Rantepao (2007-2010),kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang yanglebih tinggi di Fakultas Farmasi Universitas SanataDharma Yogyakarta (2010 – 2014).
Selama menjalani pendidikan di FakultasFarmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis pernah berpartisipasidalam pengabdian masyarakat untuk pemeriksaan gratis desa mitra (2012),menjadi tim medis dalam kepanitiaan Inisiasi Sanata Dharma (2012), dan jugaaktif dalam kepengurusan Keluarga Toraja Yogyakarta (2010-2014), serta aktifdalam sanggar tari Toraja Yogyakarta (2011-2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI