hubungan antara pms (premenstrual syndrome) dengan sikap
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of hubungan antara pms (premenstrual syndrome) dengan sikap
HUBUNGAN ANTARA PMS (PREMENSTRUAL SYNDROME) DENGAN SIKAP
MENGHADAPI MENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI S1
KEBIDANAN TAHUN ANGKATAN 2015 – 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA KOTA MALANG
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kebidanan
Reny Rachmatika
NIM: 135070601111039
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
i
HUBUNGAN ANTARA PMS (PREMENSTRUAL SYNDROME) DENGAN SIKAP
MENGHADAPI MENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI S1
KEBIDANAN TAHUN ANGKATAN 2015 – 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA KOTA MALANG
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kebidanan
Reny Rachmatika
NIM: 135070601111039
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Hubungan
antara PMS (Premenstrual Syndrome) dengan Sikap menghadapi Menstruasi pada
Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara PMS
(Premenstrual Syndrome) dengan sikap menghadapi menstruasi pada Mahasiswi
Program Studi S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS selaku Rektor Universitas Brawijaya Malang.
2. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang.
3. Linda Ratna Wati, SST., M.Kes selaku Ketua Program Studi S1 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dan selaku Dosen
Pembimbing Pertama yang dengan sabar dalam memberikan masukan dan
koreksi yang sistematis.
4. Dr.dr. Endang Sri Wahyuni, MS. selaku Dosen Pembimbing Kedua yang dengan
sabar dalam memberikan masukan dan koreksi yang sistematis.
iv
5. dr. Maya Devi Arifandi, Sp.OG selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
masukan sehingga penulisan tugas akhir ini dapat lebih baik.
6. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir FKUB, Rismaina Putri, SST, M.Keb
selaku penanggung jawab Tugas Akhir yang selalu memberikan masukan dan
solusi dari masalah yang dihadapi peneliti dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
7. Yang tercinta ibunda dan ayahanda serta keluarga besar atas segala pengertian,
dan kasih sayangnya yang tulus dan tanpa henti selalu memberikan dukungan.
8. Kedua Orang tua, adik dan keluarga penulis yang selalu memberi doa, dukungan
dan semangat yang luar biasa baik secara material maupun spiritual.
9. Teman-temanku Amalia K, Novilianti, Evi Avia, Rara, Gabriel, Norma, Anjang,
Lail, Nadiya, Ody, Wildan, Ratna, Vero, Tias, Sinta, keluarga TC45 dan seluruh
teman-teman PIMNAS29 UB juga keluarga besar Kebidanan 2014 A yang telah
memberikan dukungan, saran dan masukkannya.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.
Akhirnya, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya
profesi di bidang kesehatan.
Malang, 23 Januari 2018
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Judul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel xi
Daftar Lampiran xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Singkatan xiv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.3.1 Tujuan Umum 5
1.3.2 Tujuan Khusus 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
1.4.1 Untuk Profesi Kebidanan 6
1.4.2 Untuk Masyarakat 6
1.4.3 Untuk Peneliti 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja 8
2.1.1 Definisi Remaja 8
viii
2.1.2 Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Putri 9
2.1.3 Ciri-ciri Seks Primer dan Sekunder Remaja Putri 10
2.1.3 Masalah Psikologis yang terjadi pada masa remaja 10
2.2 Menstruasi dan Sindrom Premenstruasi 12
2.2.1 Definisi Menstruasi dan Sindrom Premenstruasi 12
2.2.2 Siklus Menstruasi 13
2.2.3 Penyebab PMS (PreMenstrual Syndrome) 16
2.2.4 Epidemiologi PMS (PreMenstrual Syndrome) 21
2.2.5 Gejala PMS (PreMenstrual Syndrome) 21
2.2.6 Diagnosa PMS (PreMenstrual Syndrome) 23
2.2.7 Penatalaksanaan PMS (PreMenstrual Syndrome) 23
2.2.8 Scoring PMS (PreMenstrual Syndrome) 24
2.3 Sikap 25
2.3.1 Definisi Sikap 25
2.3.2 Komponen pokok sikap 25
2.3.3 Fungsi Sikap ` 28
2.3.4 Pembentuk Sikap 28
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep 32
3.2 Keterangan Kerangka Konsep 33
3.2 Hipotesis Penelitian 34
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian 35
4.2 Populasi dan Sampel 35
4.2.1 Populasi 35
4.2.2 Sampel 35
ix
4.3 Variabel Penelitian 37
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian 37
4.5 Intrumen Penelitian 37
4.5.1 Uji Validitas Kuesioner 38
4.5.2 Uji Reabilitas Kuesioner 38
4.6 Definisi Operasional 39
4.7 Prosedur Penelitian 41
4.8 Pengumpulan Data 42
4.9 Analisa Data 42
4.9.1 Pre Analisis 42
4.2.2 Analisis Data 45
4.10 Etika Penelitian 45
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................. 48
5.2 Data Umum Demografi Responden ............................................................ 49
5.2.1 Karakteristik Siklus Menstruasi ............................................................ 49
5.2.2 Karakteristik Riwayat Keluarga PMS .................................................. 50
5.2.3 Karakteristik Aktifitas Olahraga ........................................................... 51
5.2.4 Karakteristik Penatalaksanaan PMS Farmakologis ............................ 52
5.2.5 Karakteristik Sumber Informasi tentang PMS ...................................... 53
5.2.6 Karakteristik Budaya atau Adat saat Menstruasi ................................. 54
5.3 Data Variabel 55
5.3.1 Data Gejala PMS ............................................................................... 55
5.3.2 Data Sikap menghadapi Menstruasi .................................................... 56
5.4 Hasil Analisis Data Uji Bivariat 56
5.4.1 Analisis Hubungan PMS dengan Sikap menghadapi Menstruasi ........ 57
x
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Responden ............................................................................ 59
6.1.1 Karakteristik Siklus Menstruasi ............................................................ 60
6.1.2 Karakteristik Riwayat Keluarga PMS .................................................. 60
6.1.3 Karakteristik Aktifitas Olahraga ........................................................... 60
6.1.4 Karakteristik Penatalaksanaan PMS Farmakologis ............................ 62
6.1.5 Karakteristik Sumber Informasi tentang PMS ...................................... 63
6.1.6 Karakteristik Budaya atau Adat saat Menstruasi ................................. 64
6.2 Gejala Premenstruasi Sindrom pada Mahasiswi Program Studi S1
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang ......................... 65
6.3 Sikap menghadapi Menstruasi Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang ........... ............................... 68
6.4 Hubungan PMS dengan sikap menghadapi menstruasi ............................. 70
6.5 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 72
6.6 Implikasi terhadap Kebidanan .................................................................... 73
BAB 7 PENUTUP
7.1 Kesimpulan ................................................................................................ 74
7.2 Saran ......................................................................................................... 75
7.2.1 Bagi para mahasiswi .......................................................................... 75
7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya.................................................................... 75
Daftar Pustaka ................................................................................................ 77
Lampiran
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.2 Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Putri 9
Tabel 5.8 Data Gejala PMS 55
Tabel 5.9 Data Sikap menghadapi Menstruasi 56
Tabel 5.10 Tabulasi Silang Gejala PMS dan Sikap menghadapi Menstruasi pada
Siklus Menstruasi 57
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penjelasan untuk mengikuti penelitian ........................................ 83
Lampiran 2. Surat persetujuan untuk mengikuti penelitian .............................. 85
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ................................................................... 86
Lampiran 4. Uji validitas dan reliabilitas ......................................................... 92
Lampiran 5. Jadwal kegiatan TA .................................................................... 94
Lampiran 6. Hasil analisa data ....................................................................... 96
Lampiran 7. Pernyataan keaslian tulisan ........................................................ 98
Lampiran 8. Surat keterangan layak etik ........................................................ 99
Lampiran 9. Lembar konsultasi TA ................................................................. 100
Lampiran 10. Curriculum vitae peneliti ............................................................ 104
Lampiran 11. Dokumentasi penelitian ............................................................ 106
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep hubungan PMS dengan sikap menghadapi
menstruasi pada mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan FKUB Malang
32
Gambar 5.1 Peta Lokasi FKUB Malang 48
Gambar 5.2 Distribusi Karakteristik Riwayat Keluarga PMS 50
Gambar 5.3 Distribusi Karakteristik Aktifitas Olahraga 51
Gambar 5.4 Distribusi Karakteristik Penatalaksanaan Farmakologis PMS 52
Gambar 5.5 Distribusi Karakteristik Sumber Informasi tentang PMS 53
Gambar 5.6 Distribusi Karakteristik Budaya atau Adat saat Menstruasi 54
xiv
DAFTAR SINGKATAN
BKKBN : Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional
FSH : Follicle Stimulating Hormon
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormon
LH : Luteinizing Hormon
PMS : PreMenstrual Syndrome
WHO : World Health Organization
ABSTRAK
Rachmatika, Reny. 2018. Hubungan PMS (PreMenstrual Syndrome) Dengan Sikap Menghadapi Menstruasi Pada Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Tugas Akhir, Program Studi S1 Kebidanan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Linda Ratna Wati, SST., M.Kes. (2) Dr.dr. Endang Sri Wahyuni, MS.
Menstruasi merupakan kumpulan perubahan hormonal yang dapat
menimbulkan gejala pada 7-10 hari sebelum menstruasi. Gejala yang dirasakan
seperti perut kembung, mudah marah, cemas, sulit tidur dan sulit berkosentrasi. Hal
ini dinamakan premenstruasi sindrom. PMS (PreMenstrual Syndrome) adalah
sekumpulan keluhan yang terjadi pada wanita masa reproduksi. Dampak dari
berbagai keluhan PMS dapat menimbulkan sikap yang berakibat terhadap penurunan
produktivitas kerja, sekolah dan hubungan interpersonal. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan PMS dengan sikap menghadapi menstruasi dengan
menggunakan kuesioner gejala PMS dan kuesioner sikap menghadapi menstruasi di
S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang. Penelitian dilakukan deskriptif dengan menggunakan metode
pendekatan cross sectional. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik non
probability dengan cara purposive sampling dengan jumlah responden penelitian
sebanyak 61 mahasiswi. Hasil uji analisis statistik dengan Korelasi Rank Spearman
pada gejala PMS didapatkan nilai 0,967 yang berarti gejala PMS dan sikap
menghadapi menstruasi memiliki hubungan. Dikatakan terdapat hubungan nilai
signifikan α<0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan linier antara
gejala PMS dengan sikap menghadapi menstruasi pada Mahasiswi S1 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Gejala PMS ringan akan
menyebabkan sikap baik menghadapi menstruasi.
Kata Kunci : Premenstruasi Sindrom, sikap menghadapi menstruasi, menstruasi
ABSTRACT
Rachmatika, Reny. 2018. Relationship PMS (PreMenstrual Syndrome) With
Attitudes Towards Menstruation in Bachelor of Midwifery 2015 – 2016
Faculty of Medicine University of Brawijaya Malang. Final of Assigment.
Bachelor of Midwifery Faculty of Medicine, University of Brawijaya. Supervisor:
(1) Linda Ratna Wati, SST, M.Kes (2) Dr.dr. Endang Sri Wahyuni, MS.
Menstruation is a collection of hormonal changes that can cause symptoms in
7-10 days before menstruation. The symptoms are felt like bloating, irritability, anxiety,
difficulty sleeping and difficulty concentrating. This is called premenstrual syndrome.
PMS (PreMenstrual Syndrome) is a set of complaints that occur in women during the
reproductive period. The impact of various PMS complaints can lead to attitudes that
result in decreased work productivity, schooling and interpersonal relationships. This
study aims to analyze the relationship of PMS with the attitude of facing menstruation
by using questionnaire of PMS symptoms and questionnaire attitude to face
menstruation in S1 Midwifery 2015 – 2016 Faculty of Medicine Universitas Brawijaya
Malang. The research was descriptive using cross sectional approach. Sampling
method using non probability technique by purposive sampling with the number of
respondents research as much as 61 female students. The result of statistical analysis
with Rank Spearman correlation on PMS symptom got value 0,967 meaning PMS
symptom and attitude facing menstruation have relationship. It is said there is a
significant value relation α <0,05. The conclusion of this research is there is a linear
correlation between PMS symptoms with the attitude of facing menstruation at student
of Bachelor of Midwifery Faculty of Medicine, University of Brawijaya Malang.
Symptoms of mild PMS will cause a good attitude to face menstruation.
Keywords: Premenstrual Syndrome, menstrual-attitude, menstruation
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan bagian dari kehidupan dimana seorang individu
sampai pada proses kematangan psikososial, seksual, dan emosional, yang ditandai
dengan mulai berfungsinya organ reproduksi. Perkembangan seksual yang terjadi
pada masa remaja ditandai dengan menstruasi pada seorang wanita (Yusuf, 2012).
Menstruasi merupakan perdarahan pervaginam dari uterus yang disertai pelepasan
atau deskuamasi endometrium yang terjadi secara periodik (Wiknjosastro dkk, 2007).
Menstruasi juga merupakan puncak dari kumpulan perubahan yang timbul karena
adanya serangkaian interaksi antara serebrum, kelenjar hipotalamus, kelenjar
hipofisis, korteks adrenal, glandula tiroid di dalam tubuh. Perubahan tersebut
menimbulkan gejala yang biasanya terjadi 7-10 hari sebelum menstruasi. Gejala yang
dirasakan seperti perut kembung, mudah marah, cemas, sulit tidur dan sulit
berkosentrasi (Nugroho, 2014). Hal ini dinamakan PMS (PreMenstrual Syndrome).
PMS (PreMenstrual Syndrome) adalah sekumpulan keluhan dan gejala fisik,
emosional, dan prilaku yang terjadi pada wanita masa reproduksi (Suparman dan
Ivan, 2011). Penyebab yang pasti dari sindroma premenstruasi tidak dapat diketahui
tetapi mungkin berhubungan dengan faktor-faktor sosial, budaya, biologi, dan psikis.
Dari penelitian di Asia Pasifik, di ketahui bahwa di Jepang PMS dialami oleh 34 %
populasi perempuan dewasa. Di Hongkong PMS (PreMenstrual Syndrome) dialami
2
oleh 17 % populasi perempuan dewasa. Di Pakistan PMS (PreMenstrual Syndrome)
dialami oleh 13 % populasi perempuan dewasa. Di Australia dialami oleh 44 %
perempuan dewasa (Elvira, 2010). Sementara di Indonesia prevalensi PMS
diperkirakan mencapai 85% wanita usia reproduktif (Suparman & Ivan 2011) karena
sebagian besar wanita tidak tahu tentang bagaimana mengatasi keluhan PMS
sehingga kejadian PMS tersebut semakin meningkat.
Berdasarkan laporan WHO (World Health Organization), PMS (Premenstrual
Syndrome) memiliki prevalensi lebih tinggi di negara-negara Asia dibandingkan
dengan negara-negara Barat (Mohamadirizi & Kordi, 2013). Jumlah penduduk usia
remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 22,2% dari total penduduk Indonesia yang
terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kurniawan, (2002) dalam Sulaiman,
(2009)). Remaja putri yang mengalami premenstrual syndrome ini berhubungan
dengan kualitas hidupnya meliputi kesehatan, aktivitas, dan interaksi sosial yang
dipengaruhi karena adanya serangkaian gejala yang dirasakan yakni sakit kepala,
nyeri perut (dismenorea), sulit konsentrasi, diare, konstipasi, buah dada nyeri, sering
merasa lelah, depresi, mudah tersinggung, mudah marah, tegang, gelisah, rasa
cemas (Colemon, 2000).
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan Fatma Payam et al., 2015,
menyatakan bahwa sekitar 5-10% dari wanita yang mengalami PMS serius
membutuhkan perawatan. Studi ini dilakukan pada mahasiswi di Turki yang telah
dilaporkan bahwa prevalensi PMS bervariasi antara 5% dan 79,9%. Sindroma
premenstruasi terjadi sekitar 70-90% pada wanita usia subur. Menurut BKKBN (Badan
Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional), wanita usia subur (wanita usia
3
reproduktif) adalah wanita yang berumur 18–49 tahun yang berstatus belum kawin,
kawin ataupun janda. PMS lebih sering ditemukan pada wanita berusia 20-40 tahun.
Dalam literatur, dilaporkan bahwa faktor-faktor seperti sikap terhadap menstruasi,
budaya, pendidikan ibu secara individu dan kondisinya saat beraktifitas dan masalah
haid seperti dysmenorrhea juga dapat mempengaruhi prevalensi/lazimnya PMS
(Premenstrual Syndrome).
Sindrom premenstruasi sering dianggap sebagai suatu hal yang melelahkan
dalam kehidupan wanita, karena pada saat seorang wanita mengalami sindrom
premenstruasi terdapat berbagai ketidaknyamanan fisik yang dialami. PMS
merupakan masalah penting yang dapat menurunkan kepercayaan diri dalam diri
wanita, merusak kesehatan fisik, mental dan sosial, secara negatif mempengaruhi
kehidupan sehari-hari, kualitas tidur, kegiatan sosial, hubungan dengan keluarga,
kehadiran pada saat pelajaran dan prestasi akademik menurun dan akibatnya
mengurangi kualitas hidup. Lu (2001) mengungkapkan bahwa dalam tahap sindrom
premenstruasi dapat mempengaruhi sikap seorang wanita menghadapi menstruasi
yang berhubungan dengan gejala fisik, kognitif, perilaku, dan psikologis. Menurut
Fatma Payam (2015) mengungkapkan bahwa dengan timbulnya gejala sindrom
premenstruasi yang dialami tersebut dapat berhubungan dengan sikap yang negatif
menghadapi menstruasi. Dalam penelitian tersebut didapatkan penolakan terhadap
semua efek menstruasi seperti gejala yang dirasakan mudah marah, perut kembung,
perubahan nafsu makan. Hubungan ini dapat diartikan bahwa individu tersebut tidak
mempertimbangkan menstruasi sebagai pengalaman kejadian alam seperti gejala
mudah marah, nyeri, perubahan nafsu makan. Chaturvedi dan Chandra (1991)
4
mengungkapkan mengenai pengalaman pramenstruasi sindrom dan gejala yang
dirasakan berhubungan dengan sikap menghadapi menstruasi.
Hasil studi pendahuluan dilakukan terhadap 84 Mahasiswi Program Studi S1
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, rentang usia 20 – 22
tahun didapatkan 82% mengalami PMS, 64% mengalami PMS sebelum menstruasi,
36% mengalami PMS saat mulai menstruasi, 82% Mengalami gejala PMS seperti
perut terasa kembung, mudah marah, lebih sensitif, 52% tidak ingin melakukan
aktifitas ketika menghadapi Menstruasi (misalnya belajar, olahraga, dan sebagainya),
55% hanya ingin berinteraksi sosial dengan orang tertentu ketika menghadapi
menstruasi, 79% lebih mudah marah saat menstruasi, 58% merasa menstruasi
membuat mereka lelah. Hal tersebut menunjukkan sikap yang negatif. Sikap yang
negatif diartikan sebagai penolakan, memandang menstruasi suatu hal yang buruk
dan merugikan wanita untuk menghadapi menstruasi. Individu dengan sikap negatif
akan mengalami kesulitan dalam bergaul, membina hubungan, melakukan aktifitas.
Mereka cenderung akan menciptakan lingkungan yang negatif baik di rumah maupun
dalam lingkungan sosial.
Untuk mengatasi hal tersebut seorang wanita perlu mengetahui, memahami
dan juga mengenal bahwa premenstruasi sindrom dan menstruasi merupakan suatu
keadaan alamiah dan fisiologis yang dialami seorang wanita. Lalu bagaimana agar
pemahaman atau pengertian itu akan muncul bentuk reaksi sikap positif atau reaksi
sikap negatif itu semua dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni pengalaman pribadi,
pengaruh pengaruh orang yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media
massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai dasar pembentuk sikap.
5
Dasar pembentuk sikap akan hadir apabila dengan pengalaman pribadi yang
memberikan kesan yang kuat (Azwar, 2013).
Menurut Newcomb (2003), sikap merupakan tindakan seseorang, keinginan
untuk bertindak namun bukan suatu tindakan dengan rencana tertentu. Oleh karena
itu peneliti ingin mengungkapkan karena belum ada jumlah studi yang cukup untuk
menentukan cara bagaimana PMS berkorelasi dengan sikap menghadapi menstruasi.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan antara PMS (Premenstrual Syndrome)
dengan sikap menghadapi menstruasi pada Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Kota Malang.
Peneliti ingin mengetahui hubungan antara PMS (Premenstrual Syndrome) dengan
sikap menghadapi menstruasi pada Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara PMS dengan sikap menghadapi menstruasi pada
Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Kota Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara PMS dengan sikap menghadapi menstruasi
pada Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Kota Malang.
6
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Kota Malang.
2. Mengidentifikasi gejala PMS pada Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Kota Malang.
3. Mengidentifikasi sikap menghadapi menstruasi pada Mahasiswi Program
Studi S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Kota Malang.
4. Menganalisis hubungan antara gejala PMS dengan sikap menghadapi
menstruasi pada Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan tahun angkatan
2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Kota Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk Profesi Kebidanan
Sebagai bahan masukan kepada bidan dalam memberikan penyuluhan dan
bahan perencanaan peningkatan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu
mengenai PMS dan sikap menghadapi menstruasi.
1.4.2 Untuk Masyarakat
Sebagai bahan informasi dan manfaat pada masyarakat khususnya remaja
putri mengenai PMS dan sikap menghadapi menstruasi.
7
1.4.3 Untuk Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi, menambah wawasan
dan pengetahuan tentang PMS yang berhubungan dengan sikap menghadapi
menstruasi.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja
2.1.1 Definisi
Masa remaja adalah masa dimana remaja mengalami masa pubertas dan
pematangan seksual dengan cepat karena perubahan hormonal yang mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun sekunder (Sharma, 2013). Masa
remaja merupakan tahap kehidupan dimana seseorang mencapai proses
kematangan emosional, psikososial, dan seksual, yang ditandai dengan mulai
berfungsinya organ reproduksi dan segala konsekuensinya. Perkembangan seksual
masa remaja ditandai dengan menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria
(Yusuf, 2012).
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah 12 sampai 24 tahun.
Namun, jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam
dewasa dan bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi
masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam
kelompok remaja.
Remaja merupan tahapan seseorang di mana ia berada di antara fase anak
dan dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan
9
emosi. Untuk mendeskripsikan remaja dari waktu ke waktu memang berubah sesuai
perkembangan zaman. Ditinjau dari segipubertas, 100 tahun terakhir usia remaja putri
mendapatkan haid pertama semakin berkurang dari 17,5 tahun menjadi 12 tahun,
demikian pula remaja pria. Kebanyakan orang menggolongkan remaja dari usia 12-
24 tahun dan beberapa literature yang menyebutkan 15-24 tahun. Hal ini terpenting
adalah seseorang mengalami perubahan pesat dalam hidupnya di berbagai aspek
(Nirwana, 2011).
2.1.2 Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Putri
Perubahan fisik remaja yaitu terjadinya perubahan fisik secara biologis yang
ditandai dengan kematangan organ seks primer dan sekunder, di mana kondisi
tersebut dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual (Nirwana, 2011).
Karakteristik Remaja Wanita Usia
Pertumbuhan payudara 3-7 tahun
Pertumbuhan rambut kemaluan 7-14 tahun
Pertumbuhan badan/tubuh 9,5-14,5 tahun
Menarche 10-16,5 tahun
Pertumbuhan bulu ketiak 1-2 tahun setelah tumbuhnya rambut
pubis (pubic hair)
10
2.1.3 Ciri-ciri Seks Primer dan Sekunder Remaja Putri
a. Ciri-ciri Seks Primer
Pada remaja putri, kematangan organ-organ seksnya ditandai dengan
berkembangnya rahim, vagina dan ovarium (indung telur secara cepat).
Ovarium menghasilkan ovum (telur) dan mengeluarkan hormon-hormon yang
dibutuhkan untuk kehamilan, menstruasi dan perkembangan seks sekunder.
Pada masa ini terjadi menarche.
b. Ciri-ciri Seks Sekunder
Pada remaja putri ciri-ciri seks sekunder yang timbul yakni tumbuhnya rambut
pubis di sekitar kemaluan dan ketiak, bertambah besar buah dada, bertambah
besarnya panggul, kulit halus, suara melengking tinggi (Nirwana, 2011).
2.1.4 Masalah Psikologis yang terjadi pada masa remaja
➢ Rasa malu
Rasa malau bisa digambarkan sebagai rasa tidak nyaman pada
remaja. Biasanya berkaitan dengan membuka diri kepada orang lain, jadi
rasa malu itu timbul seolah-olah remaja tersebut sedang dalam sorotan
orang lain dan dinilai rendah oleh orang lain.
➢ Emosional
Emosi merujuk pada satu sifat yang khas. Suatu keadaan biologis dan
psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Daniel
Goleman, 2002).
11
➢ Sikap tidak tenang
Perubahan yang cepat pada masa pubertas biasanya menyebabkan
perilaku salah tingkah dan cenderung terburu-buru. Remaja yang
mengalami pubertas tidak bisa duduk dan berdiri pada posisi yang sama
dan dalam waktu yang lama. Hal ini dikarena emosi yang meluap-luap,
sehingga fisik pun ikut merasakan agresitivitas mentalnya.
➢ Keinginan untuk menyendiri
Apabila perubahan masa pubertas mulai terjadi, anak-anak biasanya
akan mulai menarik diri dari teman-temannya dari berbagai kegiatan
keluarga serta sering bertengkar dengan teman atau anggota keluarganya.
Remaja pada masa pubertas akan mengasingkan diri jika ada masalah,
baik masalah dalam pergaulannya atau masalah dalam keluarganya.
Gejala menarik diri ini mencakup ketidakinginan untuk berkomunikasi
denagan orang lain. Remaja yang mengalami puber seringkali melamun
mengenai betapa seringnya ia tidak dimengerti dan perlakuannya yang
kurang baik.
➢ Keengganan untuk bekerja
Saat orang lain mengganggapnya sebagai orang dewasa, maka anak
remaja menggapnya ia adalah anak kecil yang masih perlu bimbingan dan
enggan untuk bekerja. Mereka belum terbiasa untuk bekerja, dan sedikit
bekerja mereka sudah mengatakan lelah. Hal ini disebabkan pada masa
12
kanak-kanak terbiasa dengan bermain-main dan ketika pekerjaan itu
diberikan, maka pekerjaan baginya adalah bagai sesuatu yang baru.
➢ Antagonisme Sosial
Anak puber seringkali tidak mau bekerja sama, sering membantah dan
menentang. Pada masa remaja sering terjadi kesenjangan antara orang
tua dan anak. Faktor penyebab terjadinya antagonisme sosial adalah sifat
remaja yang ingin memperoleh kebebasan dalam mengatur dirinya sendiri
dan remaja berusaha untuk melepaskan dirinya dari lingkungan serta
ikatan orang tua karena mereka ingin mencari identitas diri (Nirwana,
2011).
2.2 Menstruasi dan Sindrom Premenstruasi
2.2.1 Definisi Menstruasi dan Sindrom Premenstruasi
Menstruasi adalah perdarahan dari uterus yang disertai pelepasan atau
deskuamasi endometrium yang terjadi secara periodik (Wiknjosastro dkk, 2007).
Menstruasi merupakan indikator kematangan seksual pada remaja putri. Menstruasi
dihubungkan dengan beberapa kesalahpahaman praktek kebersihan diri selama
menstruasi yang dapat merugikan kesehatan bagi remaja (Dasgupta, 2008). Keluhan
gangguan menstruasi pada remaja dan praktik higienis selama menstruasi yang salah
dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan seperti penyakit
radang panggul dan bahkan infertilitas (El-Ganiya , 2005; Sharma, 2013). Sebelum
menstruasi seorang wanita akan mengalami sindrom premenstruasi. PMS
(PreMenstrual Syndrome) adalah suatu keadaan dimana sejumlah gejala atau
13
keluhan yang terjadi secara rutin dan berhubungan dengan siklus menstruasi. Gejala
biasanya timbul 7-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang ketika menstruasi
dimulai (Nugroho, 2014).
PMS (PreMenstrual Syndrome) atau sindroma fase luteal lambat, adalah ciri-
ciri fisik yang kompleks dan gejala yang berhubungan dengan perilaku akan muncul
selama kuranglebih akhir dari siklus menstruasi, yang menghilang ketika dimulainnya
menstruasi.
2.2.2 Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi adalah serangakaian periode dari perubahan yang terjadi
berulang pada uterus dan organ – organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan
berakhir pada saat menopause. Siklus menstruasi bervariasi dari 18 sampai 40 hari,
rata – rata 28 hari. Siklus menstruasi terbagi menjadi emapat fase yang ditandai
dengan perubahan pada endometrium uteru :
1. Fase Menstruasi
Periode pengeluaran cairan darah dari uterus, yang disebabkan oleh
luruhnya endometrium. Keluaran terdiri dari sel –sel pecahan
endometrium dan stromal, sel – sel darah tua, dan sekresi kelenjar.
Lamanya rata-rata sekitar 5 hari. Pada awal menstruasi, kadar estrogen,
progesterone, dan LH menurun atau pada kadar terendahnya selama
siklus, dan kadar FSH baru mulai meningkat. Pada ovarium, ovum baru
mulai matur dalam vesikula atau ovisac yang disebut folikel graafian.
14
2. Fase Proliferatif
Lapisan dinding uterin tumbuh dan menebal delapan sampai sepuluh kali
lipat, sampai seluruh dindingnya menebal saat ovulasi. Pertumbuhan ini
sebagai akibat dari peningkatan kadar estrogen yang dihasilkan oleh
folikel Graafian yang tumbuh pada ovarium. Fase proliferative berakhir
sekitar 9 hari atau sampai hari ke 14 dari siklus 28 hari.
3. Fase Sekresi atau Fase Luteal
Pada fase ini diawali oleh ovulasi sebagai respon terhadap tingginya
kadar LH dari kelenjar pituitary. Dengan rupturnya ovum dari folikel
graafian, terbentuk korpus luteum dan menghasilkan jumlah
progesterone dan estrogen yang tinggi. Hormon ini menyebabkan
kelenjar pada dinding uterus melebar dan menjadi berbelit-belit.
Progesterone dan estrogen menyebabkan sel–sel pada kelenjar ini
mensekresi lendir kental yang mengandung glikogen. Ketiga lapisan
uterus yang matur dipersiapkan untuk menerima dan memelihara ovum
yang dibuahi. Implantasi tersebut pada umumnya terjadi sekitar 7 sampai
10 hari setelah ovulasi, atau pada hari ke 23 pada siklus 28 hari. Ovum
yang dibuahi, maka menjadi troploblas, menghasilkan gonadptrofin
khorionik, yang secara terus menerus menstimulasi pembentukan
progesterone dan estrogen oleh korpus luteum. Hormon ini membantu
mempertahankan ketebalan uterus.
15
4. Fase Premenstrual atau Fase Iskemik
Bila ovum tidak dibuahi, maka akan terjadi fase premenstrual atau fase
iskemik. Korpus luteum menurun, kadar progesterone dan estrogen
menurun, arteri pada endometrium berkonstriksi, dan dinding uterus
menjadi menyusut dan mati karena iskemia (kurang darah). Pada fase
ini membutuhkan proses waktu sekitar 3 sampai 5 hari, berakhir sekitar
hari ke 24 dan 28 ari siklus 28 hari. Dengar hancurnya bagian-bagian
kecil dari dinding endometrium serta pemaparan terhadap pembuluh,
menstruasi dimulai dan siklus berulang (Hamilton, 1995)
Siklus ovarium terbagi menjadi dua fase, yaitu :
a. Fase folikular
Setelah terjadi pelepasan endometrium, maka FSH
merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium.
Biasanya hanya satu folikel yang berkembang menjadi folikel deGraaf,
sedangkan yang lainnya mengalami degenerasi. Folikel tersebut terdiri
dari sebuah ovum dan dua lapisan sel yang mengelilingi. Lapisan
bagian dalam terdapat sel granulosa yang menyintesis progesterone
untuk disekresikan ke dalam cairan folikular pada paruh pertema siklus
menstruasi. Fungsi progesteron sebagai prekursor sintesis estrogen
oleh lapisan sel teka interna. Dalam folikel deGraaf oosit primer
mengalami proses pematangan. Pada fase ini disekresikan estrogen
16
dalam jumlah besar. Kadar estrogen yang meningkat menyebabkan
pelepasan LHRH melalui mekanisme umpan balik positif.
b. Fase luteal
Pada fase ini jumlah LH meningkat yang kemudian
merangsang ovulasi dari oosit yang matang. Kemudian oosit terlepas
dari folikel deGraaf. Lapisan granulosa yang banyak mengandung
pembuluh darah pada folikel deGraaf mengalami luteinisasi menjadi
korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum
menyekresi estrogen dan progesteron yang makin lama makin
meningkat jumlahnya (Hillegas, 2007).
Pada wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan secara teratur
mengeluarkan darah dari alat kandungannya yang disebut menstruasi (haid). Pada
siklus menstruasi, selaput lendir rahim terjadi perubahan-perubahan yang berulang-
ulang dari hari ke hari. Selama 1 bulan mengalami 4 masa (stadium).
Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesterone yang
berperan dalam perubahan endometrium uterus. Sebelum terjadinya fase menstruasi,
endometrium mengalami fase profelirasi dan fase sekretori.
2.2.3 Penyebab PMS (PreMenstrual Syndrome)
PMS (PreMenstrual Syndrome) mungkin berhubungan dengan naik
turunnya kadar estrogen dan progesteron yang terjadi selama siklus menstruasi.
Estrogen menyebabkan penahanan cairan, yang kemungkinan menyebabkan
bertambahnya berat badan, pembengkakan jaringan, nyeri payudara dan perut
17
kembung. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam
uterus selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon yang paling
penting untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang
melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Penyebab yang pasti dari
sindroma premenstruasi tidak diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan faktor-
faktor sosial, budaya, biologi, dan psikis.
Faktor-faktor penyebab PMS:
a. Faktor hormonal : Hormon merupakan senyawa khas yang dihasilkan
oleh organ tubuh, yang bekerja dalam memacu fungsi organ tubuh
tertentu sehingga akan terlihat hasilnya (Wijaya, 2006). Pengertian lain
menyebutkan bahwa hormon adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
kelenjar endokrin, yang disekresikan ke dalam darah untuk sampai ke
sel sasaran di jaringan lain dalam tubuh tempat hormon tersebut
menimbulkan efek fisiologis (William dan Wilkins, 2000). Normalnya,
pada fase folikuler yang ditandai dengan terjadinya menstruasi, kadar
FSH meningkat dan kadar estrogen serta progesteron menurun. Pada
fase selanjutnya yaitu fase luteal, LH (Luteinizing Hormon) akan
menyebabkan sel granulosa dari folikel membentuk korpus luteum
sehingga menghasilkan progesteron dan estrogen dalam jumlah besar.
Namun, pada wanita yang mengalami sindrom pramenstruasi terjadi
ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, dimana kadar
estrogen meningkat dan kadar progesteron menurun yang disebabkan
karena adanya peningkatan aktivitas saraf simpatik sehingga dapat
18
meningkatkan sekresi hormon hipotalamus yaitu (Gonadotropin
Releasing Hormon). Peningkatan sekresi GnRH menyebabkan sekresi
FSH (Follicle Stimulating Hormon) yang berpengaruh pada
perkembangan folikel saat fase luteal sehingga terjadi peningkatan
sekresi estrogen, sedangkan kadar progesterone masih rendah.
Estrogen tersebut menyebabkan peningkatan kortisol dalam darah
(Harper, 2003). Rangsangan pada hipotalamus menyebabkan kelenjar
hipofisis memacu sekresi bagian kortikal kelenjar adrenal yang juga
akan menghasilkan kortisol (Durand and Barlow, 2006). Kadar kortisol
yang tinggi dalam darah bisa menyebabkan stress. Pada stress terjadi
penurunan serotonin yang mengakibatkan ketidakstabilan mood
sehingga bisa memudahkan munculnya premenstrual syndrome
(Connoly, 2001). Pelepasan adrenalin oleh bagian kortikal kelenjar
adrenal akan menghambat pengikatan progesteron ke reseptornya
sehingga terjadi penurunan kadar progesteron.
b. Faktor neurotransmitter: Neurotransmitter adalah molekul-molekul
pembawa pesan dari system saraf (Hyman, 2006). Sinapsis memiliki
peran penting karena pada sinapsis inilah informasi kimiawi
dipertukarkan dari satu neuron ke neuron lain dalam wujud senyawa
kimia yang disebut neurotransmitter. Muatan listrik mengalir sepanjang
akson. Ketika muatan listrik ini mencapai denrit, neurotransmitter
dilepaskan. Naurotransmitter mengalir sepanjang polaritas, atau
potensi elektrik, pada dendrit penerima. Sebuah neurotransmitter
19
adalah pesan kimia yang diaktifkan di membran dendrit di neuron
penerima. Sejenis neuron memiliki efek inhibitoris, yaitu mencegah
neuron penerima menembakkan impuls (Solso, 2008).
Neurotransmitter tertentu seperti serotonin dan endorphin dapat
mengalami perubahan selama siklus menstruasi.
- Serotonin : Serotonin adalah neurotransmitter yang berpengaruh
pada patogenesis sindroma pramenstruasi. Estrogen dan
progesteron mempengaruhi aktivitas serotonin. Beberapa gejala
dan gangguan suasana hati pada sindroma pramenstruasi
dipengaruhi oleh disfungsi serotonin ini. Serotonin penting sekali
bagi otak dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam
jumlah yang cukup dapat mengakibatkan depresi (Brunner dan
Suddarth, 2001).
- Endorphin : Endorfin berkontribusi terhadap perasaan gembira.
Endorfin adalah bahan kimia pembawa pesan untuk saraf
(neurotransmitter) yang mempengaruhi suasana hati, persepsi
rasa sakit, retensi memori dan belajar.
c. Faktor pola konsumsi : Arisman (2007) menyatakan bahwa kebiasaan
makan atau pola makan adalah cara seseorang dalam memilih dan
memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis,
fisiologi, budaya dan sosial. Makanan sampah atau junk food kini
semakin banyak digemari baik hanya sebagai kudapan maupun
”makan besar”. Makanan ini mudah diperoleh disamping lebih
20
bergengsi karena pengaruh iklan, disebut sampah karena kandungan
lemak jenih, kolesterol dan natrium tinggi. Proporsi lemak lebih dari
50% total kalori yang terkandung dalam makanan itu (Arisman, 2007).
Pola konsumsi atau masukan karbohidrat yang berlebihan dapat
meningkatkan resiko terjadinya PMS , penelitian Masho al et ( 2005 )
menyebutkan intake karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan
resiko kejadian PMS. Karena dengan kelebihan karbihidrat akan
mengalami kenaikan berat badan, sehingga rentan terkena PMS.
d. Faktor pola olahraga : Menyatakan bahwa aktifitas olahraga yang
teratur dan berkelanjutan berkontribusi untuk meningkatkan produksi
dan pelepasan endorphin. Endorphin memerankan peran dalam
pengaturan endogen. Wanita yang mengalami PMS, terjadi karena
kelebihan estrogen, kelebihan estrogen dapat di cegah dengan
meningkatnya endhorpin. Hal ini membuktikan olahraga yang teratur
dapat mencegah atau mengurangi PMS, pada wanita yang jarang
melakukan olahraga secara rutin hormone estrogen akan lebih tinggi
sehingga kemungkinan akan terjadi PMS lebih besar.
e. Faktor genetik : Insiden sindroma premenstruasi 2x lebih tinggi pada
kelahiran kembar satu telur (monozigotik) dibandingkan kelahiran
kembar dua telur (dizigotik).
f. Faktor psikologis : Stress sangat besar pengaruhnya terhadap
sindroma premenstruasi. Gajala-gajala sindroma premenstruasi akan
21
makin nyata dialami oleh wanita yang terus menerus mengalami
tekanan psikologi.
2.2.4 Epidemiologi PMS (PreMenstrual Syndrome)
Sindroma premenstruasi terjadi sekitar 70-90% pada wanita usia subur.
Lebih sering ditemukan pada wanita berusia 20-40 tahun (Nugroho, 2014). Studi
epidemiologi tahun 2007 menunjukkan bahwa 5-10 % wanita kelompok usia
reproduksi dari populasi yang diteliti, mengalami gejala-gejala sementara bersifat
sedang sampai berat yang berkaitan dengan siklus menstruasi. Sedangkan menurut
Fatma Payam et al., 2015, diketahui bahwa PMS terutama mempengaruhi yang muda
dan muncul pada masa remaja pada tingkat 25% dan rata-rata sekitar usia 14-15
tahun atau 2 tahun yang setelah menarche, sekitar 7 dari 80-95% wanita usia
reproduksi mengeluh tentang gejala-gejala PMS dalam berbagai derajat.
2.2.5 Gejala PMS (PreMenstrual Syndrome)
Pada setiap wanita memiliki gejala atau keluhan dan berat gejala yang
berbeda-beda pada setiap bulan. Gejala dapat berupa payudara terasa penuh dan
nyeri, bengkak, sakit kepala, kelelahan, peningkatan nafsu makan terutama pada
makanan yang terasa asin dan manis, iritabilitas dan ketidakstabilan perasaan,
depresi, kesulitan dalam konsentrasi, keluar air mata, dan kecenderungan untuk
melakukan kejahatan (Kliegman, 2000). Menurut Nugroho,2014 terbagi menjadi tiga
jenis perubahan yakni:
Perubahan fisik:
22
a. Nyeri punggung
b. Perut terasa kembung
c. Payudara terasa penuh dan nyeri
d. Perubahan nafsu makan
e. Sembelit
f. Pusing
g. Pingsan
h. Sakit kepala
i. Daerah panggul terasa berat dan tertekan
j. Hot flashes (kulit wajah, leher, dada tampak merah dan teraba hangat)
k. Sulit tidur
l. Tidak bertenaga
m. Mual dan muntah
n. Kelelahan yang luar biasa
o. Kelainan kulit (misalnya jerawat dan neurodermatitis)
p. Pembengkakan jaringan atau nyeri persendian
q. Penambahan berat badan
Perubahan suasana hati:
a. Mudah marah
b. Cemas
c. Depresi
d. Mudah tersinggung
e. Gelisah
23
f. Sebentar sedih, sebentar gembira
Perubahan mental:
a. Bimbang
b. Sulit berkonsentrasi
c. Pelupa
2.2.6 Diagnosa PMS (Premenstrual Syndrome)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya yang timbul beberapa
hari menjelang menstruasi (Nugroho, 2014). Tidak ada diagnosis yang objektif untuk
premenstrual syndrome. Untuk menentukan terjadi atau tidaknya premenstrual
syndrome dapat dilakukan pemeriksaan riwayat kesehatan (Steiner, 2000).
2.2.7 Penatalaksanaan PMS (Premenstrual Syndrome)
Pil KB kombinasi yang mengandung esterogen dan progesteron bisa membantu
mengurangi naik-turunnya kadar estrogen dan progesteron. Untuk mengurangi
penahanan cairan dan perut kembung, sebaiknya penderita mengurangi asupan
garam dan mengkonsumsi diuretik ringan (misalny spironolactone). Penderita juga
bisa mengurangi asupan gula, cafein, dan alkohol, menambah asupan karbohidrat
dan lebih sering untuk makan. Untuk mengurangi sakit kepala, nyeri karena kram
rahim dan nyeri persendian, bisa diberikan obat anti peradangan non steroid. Rasa
cemas dan gelisah bisa dibantu dengan menjalani latihan relaksasi dan meditasi.
Fluoxetine merupakan antidepresan golongan SSRI yang memiliki waktu paruh yang
lebih panjang dibandingkan dengan anidepresan golongan SSRI yang lain, sehingga
24
fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari (Mann, 2005). Fluoxetine bisa mengurangi
depresi dan gejala lainnya. Biasanya diberikan vitamin B6, kalsium da magnesium
(Nugroho, 2014).
Psikoterapi juga baik dilakukan pada seorang wanita yang mengalami PMS.
Fisioterapi seperti olahraga dapat mengurangi gejala PMS yang dirasakan.
Psikoterapi dapat mengurangi kecemasan yang dirasakan ketika PMS. Psikoterapi
yakni terapi yang dilakukan dalam sebuah kelompok dan biasanya dipilih kelompok
terapi dengan kondisi anggota yang satu tidak jauh beda dengan anggota yang lain
sehingga proses penyembuhan dapat berjalan lebih efektif. Dalam psikoterapi ini
dilakukan terapi pernafasan dan teknik relaksasi ketika menghadapi kecemasan serta
sugesti bahwa kecemasan yang muncul adalah tidak realistis (Hawari, 2008).
2.2.8 Scoring PMS (PreMenstrual Syndrome)
Menurut Basalamah (1993) menyatakan dalam menentukan scoring PMS
yakni 1 = Tidak ada perubahan (tidak mengalami gejala), 2 = Perubahannya minimal
atau sangat ringan (gejala tidak mengganggu aktivitas sehari-hari), 3 = Perubahannya
ringan (gejala hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari-hari dan menjelang
tidur, jarang membutuhkan obat-obatan), 4 = Perubahannya sedang (gejala timbul
terus-menerus, aktivitas terganggu, gejala hilang apabila penderita tidur, dan
membutuhkan obat-obatan), 5 = Perubahannya berat (gejala timbul terus-menerus
sepanjang hari, tidak dapat tidur dan sering terjaga akibat gejala atau nyeri), 6=
Perubahan yang sangat berat atau ekstrim. Kemudian menurut Maslim (2013)
terdapat kategori yang sama dalam pemberian scoring PMS yang berbeda hanya
artiannya yakni 1 = Tidak ada perubahan (tidak mengalami gejala), 2 = Perubahannya
25
minimal atau sangat ringan (gejala tidak mengganggu kegiatan sosial dan aktivitas
sehari-hari), 3 = Perubahannya ringan (gejala hanya menyebabkan gangguan ringan
pada aktivitas sehari-hari dan kegiatan sosial), 4 = Perubahannya sedang (gejala
mengganggu kegiatan sosial dan aktivitas sehari-hari, gejala muncul minimal dalam 2
episode PMS), 5 = Perubahannya berat (gejala sangat mengganggu kegiatan sosial
dan aktivitas sehari-hari, gejala muncul minimal dalam 2 episode PMS), 6= Perubahan
yang sangat berat atau ekstrim.
2.3 Sikap
2.3.1 Definisi
Sikap merupakan rekasi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Menurut Newcomb (2003), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan suatu perilaku, bukan pelaksanaan
motif tertentu. Dalam hal ini muncul juga konsep sikap atau “attitude” yaitu sikap
mental berisi kesediaan individu untuk bereaksi dan bertindak terhadap objek-objek
tertentu.
2.3.2 Komponen pokok sikap
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003), komponen pokok sikap
meliputi hal-hal berikut:
1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan bertindak (tend to behave).
26
Ketiga komponen tersebut, cara bersama-sama membentuk total attitude.
Dalam hal ini, determinan sikap adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi. Menurut Azwar (2013), sikap memiliki tiga komponen perceptual, yang
membentuk struktur sikap yaitu kognitif , afekti, dan konatif.
Struktur Sikap :
➢ Komponen Kognitif (cognitive) disebut juga komponen perceptual,
yang berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu
terhadap objek sikap dengan apa yang di lihat dan diketahui,
pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional, dan informasi dari orang lain. Sebagai contoh, seseorang
mengetahui menstruasi sangat penting dan harus dialami seorang
wanita maka ketika menstruasi terjadi akan menyikapi dengan
menerima kondisi tersebut suatu hal yang alamiah yang harus dihadapi
seorang wanita.
➢ Komponen Afektif (komponen emosional) komponen ini menunjukkan
dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik bersifat
positif (rasa senang) maupun negative (rasa tidak senang). Reaksi
emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai
sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut. Sebagai contoh ada
dua orang yang mempunyai sikap negative terhadap menstruasi
misalnya, yang seorang tidak menyukai menstruasi dan
ketidaksukaannya ini berkaitan dengan kelelahan akan kondisi saat
menstruasi sedangkan seorang yang lain mewujudkan
27
ketidaksukaannya dalam bentuk rasa benci terhadap segala sesuatu
yang menyangkut menstruasi. Reaksi emosional tersebut dipengaruhi
oleh suatu kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan
berlaku bagi objek yang dimaksud. Bila kita percaya bahwa menstruasi
akan membawa keburukan dan ancaman bagi seorang wanita, maka
akan terbentuk perasaan tidak suka terhadap menstruasi. Apabila kita
mengetahui menstruasi adalah hal baik bagi seorang wanita, maka
akan terbentuk perasaan suka atau afeksi positif terhadap menstruasi.
➢ Komponen Konatif (komponen perilaku) komponen ini merupakan
predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang
dihadapinya.
➢ Menurut Heri Purwanto (1998 : 63), sikap dapat bersifat positif dan
dapat pula bersifat negatif:
1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu.
2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
Secara ringkas, sikap positif artinya perilaku baik yang sesuai dengan nilai-
nilai dan norma-norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan
sikap negatif ialah sikap yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
kehidupan yang berlaku dalam masyarakat atau bahkan bertentangan.
28
2.3.3 Fungsi sikap
Menurut Attkinson dkk., seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki
lima fungsi, yakni sebagai berikut
1. fungsi instrumental, yaitu sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau
manfaat dan menggambarkan keadaan keinginannya atau tujuan.
2. Fungsi pertahanan ego, yaitu sikap yang diambil untuk melindungi diri dari
kecemasan atau ancaman harga dirinya.
3. Fungsi nilai ekspresi, yaitu sikap yang menunjukkan nilai yang ada pada
dirinya. sistem nilai individu dapat dilihat dari sikap yang diambil individu
bersangkutan (misalnya, individu yang telah menghayati ajaran agama,
sikapnya akan tercemin dalam tutur kata, perilaku, dan perbuatan yang
dibenarkan ajaran agamanya)
4. Fungsi pengetahuan, yaitu setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu,
ingin mengerti, ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan,
yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Fungsi penyesuaian sosial, yaitu sikap yang diambil sebagai bentuk
adaptasi dengan lingkungannya.
2.3.4 Pembentukan Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu.
Interaksi sosial mengantung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan
hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial,
terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan individu
29
yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku
masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Interaksi sosial juga meliputi
hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis
disekitarnya (Azwar, 2013).
Faktor-faktor pembentuk sikap :
a. Pengalaman Pribadi
Apa yang sudah dan yang akan dialami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan
menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai
tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang
berkaitan dengan objek psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian akan
membentuk sikap positif ataukah sikap negatif, akan tergantung pada berbagai
faktor lain. Untuk dapat menjadi dasar pembentuk sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi,
penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam. Namun proses tersebut
tidaklah semudah itu karena suatu pengalaman tunggal jarang sekali menjadi
pembentuk sikap. Individu sebagai seorang yang menerima pengalaman,
orang yang melakukan tanggapan atau penghayatan, biasanya tidak
melepaskan pengalaman yang dialaminya dari pengalaman yang sudah
dilalui, yang relevan.
30
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen social yang
ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting,
seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan
pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kekecewakan, atau seseorang
yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi
pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya
dianggap penting bagi individu adalah orangtua, orang yang biasanya
dianggap bagi individu adalah orangtua, orang yang status sosialnya lebih
tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, isteri atau suami, dan
lain-lain.
c. Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Seorang ahli Psikologis, Burrhus Frederic
Skinner sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan)
dalam membentuk pribadi seseorang. Kebudayaan juga memberi pengalaman
bagi individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat
didalamnya.
d. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televise,
radio, surat kabar, majalah mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas
pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang
31
dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap
terhadap hal tersebut.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu system mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan
buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-
ajarannya.
f. Pengaruh Faktor Emosional
Suatu contoh bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah
prasangka (prejudice). Prasangka didefinisikan sebagai sikap yang tidak
toleran, atau tidak favorable terhadap sekelompok orang. Prasangka seringkali
merukan antuk sikap negative yang didasari oleh kelainan kepribadian pada
orang-orang yang sangat frustasi.
32
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Penyebab Sindrom
Premenstruasi (PMS) :
a. Faktor Hormonal
b. Faktor
Neurotransmitter
c. Faktor Pola
Konsumsi
d. Faktor Pola
Olahraga
e. Faktor Genetik
f. Faktor Psikologis
PMS (PreMenstrual Syndrome) :
Ringan, Sedang, Berat
Remaja Putri
Kondisi Hormonal dalam PMS (PreMenstrual
Syndrome) : Estrogen meningkat, Progesteron
menurun
Gejala PMS (PreMenstrual
Syndrome):
perubahan fisik, perubahan
suasana hati, perubahan mental
Menstruasi
Sikap Menghadapi
Menstruasi
Pembentuk Sikap :
a. Pengalaman Pribadi
b. Pengaruh Orang lain yang
dianggap penting
c. Pengaruh Kebudayaan
d. Media Massa
e. Lembaga Pendidikan dan
Agama
f. Pengaruh Faktor Emosional
Sikap
Negatif
Sikap
Positif
33
Keterangan: : Variabel yang tidak diteliti : Tidak diteliti
: Variabel yang diteliti : Diteliti
3.2 Keterangan Kerangka Konsep
Seorang remaja putri akan mengalami perkembangan seksual yang ditandai
dengan munculnya menstruasi. Menstruasi merupakan perdarahan pervaginam dari
uterus. Kondisi hormonal dalam menstruasi normalnya estrogen dan progesteron
menurun namun berbeda pada kondisi hormonal PMS terjadi ketidakseimbangan
hormonal yakni estrogen meningkat dan progesteron menurun. Kondisi tersebut
menimbulkan gejala yang biasanya terjadi 7-10 hari sebelum menstruasi. Gejala yang
dirasakan yakni adanya perubahan fisik, perubahan suasana hati dan perubahan
mental. Gejala dalam PMS diklasifikasikan menjadi gejala ringan, gejala sedang dan
gejala berat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hormonal, faktor
neurotransmitter, faktor pola konsumsi, faktor pola olahraga, faktor genetik dan faktor
psikologi. Gejala yang dirasakan oleh setiap remaja putri akan berbeda – beda dan
menimbulkan sikap dalam menghadapi menstruasi yang berbeda – beda juga. Sikap
dipergaruhi oleh pembentuk sikap itu sendiri. Pembentuk sikap yakni pengalaman
pribadi, pengaruh orang yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media
massa, lembaga pendidikan dan agama, pengaruh emosional. Dalam hal tersebut
akan muncul reaksi sikap positif atau reaksi sikap negatif.
34
3.3 HIPOTESIS PENELITIAN
Terdapat hubungan linier antara gejala PMS (Premenstrual Syndrome)
dengan Sikap menghadapi Menstruasi pada Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
dimana apabila semakin berat gejala yang dirasakan maka menimbulkan sikap negatif
menghadapi menstruasi.
35
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan
cross sectional. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara
simultan pada suatu saat jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2008).
4.2. Populasi dan Sampel
4.2.1. Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah Mahasiswi Program Studi
S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang.
4.2.2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mahasiswi Program Studi
S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang yang sesuai dengan kriteria inklusi.
a. Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut (Nursalam,
2003) : 𝑛 =𝑁
1+𝑁(𝑒)2
36
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = batas toleransi kesalahan (e=0,1)
n =125
1+125(0,1)2= 55,55
Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan besar sampel 56 mahasiswi Program Studi
S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya yang sesuai dengan kriteria inklusi. Sampel harus ditambah dengan jumlah
lost to follow atau lepas selama pengamatan, biasanya diasumsikan 10% sehingga
diperlukan sampel minimal sebesar 61 responden.
b. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik non probability
dengan cara purposive sampling.
c. Kriteria Sampel
1. Kriteria Inklusi
Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang yang memiliki kriteria inklusi:
a. Siklus menstruasinya teratur.
b. Mengalami PMS (Premenstrual Syndrome) minimal dalam 3 kali siklus
menstruasi berturut-turut.
37
c. Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.
2. Kriteria Eksklusi
Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang yang memiliki kriteria eksklusi:
a. Tidak mengalami menstruasi.
b. PMS yang disertai dengan penyakit.
c. Tidak lengkap mengisi kuesioner PMS dan Sikap menghadapi Menstruasi
4.3. Variabel Penelitian
Variabel independen pada penelitian ini adalah PMS (Premenstruasi
Syndrome). Variabel dependen pada penelitian ini adalah sikap menghadapi
menstruasi.
4.4. Tempat dan Waktu Penelitian
Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang pada bulan September 2017.
4.5. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari responden
dengan menggunakan kuesioner. Derajat PMS (Premenstruasi Syndrome) akan
menggunakan kuesioner dari Allen, et al (1991) yang telah dimodifikasi, dengan enam
pilihan jawaban yaitu : 1 = Tidak ada perubahan, 2 = Perubahannya minimal atau
sangat ringan, 3 = Perubahannya ringan, 4 = Perubahannya sedang, 5 =
Perubahannya berat, dan 6 = Perubahannya sangat berat atau ekstrim.
38
Sedangkan untuk kuisioner sikap menghadapi menstruasi menggunakan
skala likert. Kuesioner berkaitan dengan sikap menghadapi menstruasi, dengan 20
pertanyaan dan pilihan jawaban yaitu : sangat tidak baik (Sangat Setuju) : 76-100%,
tidak baik (Setuju) : 51-75%, baik (Tidak Setuju) : 26-50%, sangat baik (Sangat Tidak
Setuju) : 0-25%.
4.5.1. Uji Validitas Kuesioner
Uji validitas menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan
pengujian validitas menggunakan program SPSS for windows versi 16.0. Hasil uji
validitas pada 9 pertanyaan dalam kuesioner PMS dan 20 pertanyaan dalam
kuesioner sikap menghadapi menstruasi menunjukan tingkat signifikansiya sebesar
5% dengan hasil probabilitas kurang dari 0,05 maka instrument dinyatakan valid.
4.5.2. Uji Reliabilitas Kuesioner
Nilai reliabilitas dilihat dari nilai cronbach alpha. Reabilititas pada 9 pertanyaan
dalam kuesioner PMS menunjukkan nilai cronbach alpha 0,802 dan pada 20
pertanyaan dalam kuesioner sikap menghadapi menstruasi menunjukkan nilai
cronbach alpha 0,946. Hal ini berarti instrument dinyatakan realibel.
39
4.6 Definisi Operasional
No. Variabel Cara ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. PreMenstrual Syndrome (PMS)
merupakan kumpulan suatu gejala
(seperti nyeri tekan pada payudara,
nyeri punggung, perut terasa tiak
nyaman, mudah marah dan sedih)
yang timbul sebelum dan saat
menstruasi.
1 = Tidak ada perubahan
2 = Perubahannya minimal atau
sangat ringan
3 = Perubahannya ringan (gejala
hilang timbul, terutama saat beraktivitas
sehari-hari dan menjelang tidur, jarang
membutuhkan obat pereda nyeri)
4 = Perubahannya sedang (gejal
timbul terus-menerus, aktivitas
terganggu dan gejala hilang apabila
penderita tidur, membutuhkan obat
pereda nyeri)
5 = Perubahannya berat (gejala timbul
terus-menerus sepanjang hari, tidak
dapat tidur dan sering terjaga akibat
gejala atau nyeri)
Kuesioner 1. Ringan = 9-23
2. Sedang = 24-38
3. Berat = 39-54
Ordinal
40
6= Perubahan yang sangat berat
atau ekstrim
2. Sikap menghadapi Menstruasi
diartikan sebagai suatu tindakan
individu yang akan menimbulkan
reaksi sikap positif atau reaksi sikap
negatif dalam menghadapi
menstruasi.
1. SS (Sangat Setuju) = 4
2. S (Setuju) = 3
3. TS (Tidak Setuju) = 2
4. STS (Sangat Tidak Setuju)
= 1
Kuesioner 1. Sangat Baik
(sangat setuju) :
0-25%
2. Baik (Tidak
Setuju) : 26-
50%
3. Tidak Baik
(setuju) : 51-
75%
4. Sangat tidak
baik (sangat
setuju) : 76-
100%
Ordinal
41
4.7 Prosedur Penelitian
Membuat proposal penelitian
Mengajukan permohonan ijin kepada Ketua Program Studi S1
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
Melakukan studi pendahuluan untuk menentukan sampel yang
sesuai dengan kriteria inklusi
Pengujian proposal dan mengajukan ethical clearance kepada
komisi etik
Setelah proposal lulus pengujian dan etik, peneliti mulai
melakukan penelitian
Populasi: Semua Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan FKUB
Malang tahun ajaran 2016-2017 (tahun angkatan 2015 dan 2016)
Memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden
Setelah mendapat ijin dari responden, peneliti memberikan
lembar kuesioner kepada responden untuk mengisi lembar
kuesioner pms (Premenstrual Syndrome) dan sikap menghadapi
Penyajian hasil penelitian dan kesimpulan
Pengumpulan data kemudian mengolah dan
menganalisa data
42
4.8 Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner.
1. Peneliti mengajukan izin penelitian kepada pihak yang berwenang
ditempat penelitian untuk melakukan penelitian di tempat tersebut.
2. Peneliti memberikan kuesioner untuk pengambilan data.
3. Responden mengisi identitas yang pada bagian A kuesioner.
4. Responden mengisi kuesioner bagian B tentang derajat PMS dan sikap
menghadapi menstruasi.
5. Setelah semua soal terjawab, kuesioner dikembalikan kepada peneliti.
6. Setelah semua data terkumpul, kemudian melakukan analisis data.
4.9 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan untuk mengetahui hubungan sindrom
premenstruasi dengan sikap menghadapi menstruasi pada mahasiswi Program Studi
S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
4.9.1 Pre Analisis
Setelah data terkumpul, akan dilakukan pengolahan data dengan tahap
editing, scoring, coding dan tabulating.
1. Editing
Dilakukan pengoreksian atau pengecekan data yang sudah dikumpulkan
karena kemungkinan data yang masuk atau data yang terkumpul
meragukan atau tidak logis. Sehingga peneliti memastikan bahwa setiap
43
pertanyaan dalam kuesioner sudah terisi. Peneliti juga mengumpulkan
jawaban lembar kuesioner yang sesuai dengan kriteria inklusi.
2. Scoring
Scoring adalah pemberian skor terhadap item yang perlu diberi
skor.penilaian pada masing-masing kuesioner yang digunakan sebagai
berikut :
1) PreMenstrual Syndrome (PMS)
Hasil penilaian dari jawaban pada data PreMenstrual Syndrome
(PMS) dengan menjumlah skor yang didapatkan lalu diklasifikasikan.
Klasifikasi PreMenstrual Syndrome (PMS) menurut Allen (1991) yang
telah dimodifikasi yaitu:
a. Gejala ringan = 9 - 23
b. Gejala sedang = 24 - 38
c. Gejala berat = 39 - 54
2) Sikap menghadapi Menstruasi
Hasil penilaian dari jawaban pada data Sikap menghadapi
Menstruasi dengan menjumlah skor yang didapatkan lalu
diklasifikasikan. Menurut Nursalam (2008) klasifikasi Sikap
menghadapi Menstruasi yaitu:
a. Sangat baik (Sangat Tidak Setuju) : 0-25%
b. Baik (Tidak Setuju) : 26-50%
c. Tidak Baik (Setuju) : 51-75%
d. Sangat Tidak Baik (Sangat Tidak Setuju) : 76-100%
44
3. Coding
Mengklasifikasikan hasil penilaian dengan memberikan kode pada
masing-masing hasil penilaian kode yang diberikan untuk derajat PMS
adalah:
Kode 1 untuk gejala ringan
Kode 2 untuk gejala sedang
Kode 3 untuk gejala berat
Mengklasifikasikan hasil penilaian dengan memberikan kode pada
masing-masing hasil penilaian kode yang diberikan untuk Sikap
menghadapi Menstruasi adalah:
Kode 1 untuk sangat baik
Kode 2 untuk baik
Kode 3 untuk tidak baik
Kode 4 untuk sangat tidak baik
4. Tabulasi
Tabulasi merupakan tahap pre analisis terakhir yang dilakukan setelah
editing, scoring dan coding selesai. Dalam penelitian ini data yang
terkumpul ditabulasikan dalam tabel untuk melihat adanya hubungan
antara PMS dengan Sikap menghadapi Menstruasi pada Mahasiswi
Program Studi S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
45
4.9.2. Analisis Data
1. Univariat
Analisis ini dilakukan untuk mendeskripsikan tiap variabel yang
diteliti yaitu PMS (Premenstrual Syndrome) dengan sikap menghadapi
menstruasi menggunakan analisis observasional dan disajikan dalam
bentuk pie chart pada masing-masing variabel.
2. Bivariat
Analisis data yang dilakukan untuk menilai hubungan antara
sindrom premenstruasi dengan sikap menghadapi menstruasi digunakan
perhitungan statistik. Teknik analisis data dengan menggunakan program
aplikasi SPSS 16 for Windows. Untuk keperluan analisis data statistik,
digunakan skala ukur ordinal, maka menggunakan Korelasi Rank
Spearman. Korelasi Rank Spearman yaitu teknik statistik untuk menguji
hipotesis asosiatif/hubungan apabila data berbentuk ordinal (Siswanto,
2015).
4.10 Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti harus dinyatakan lulus uji Ethical
Clearance yang memenuhi aspek etika penelitian dan mengajukan permohonan ijin
kepada pihak institusi (fakultas) untuk memperoleh surat keterangan penelitian.
Masalah etika penelitian yang harus diperhatikan ialah sebagai berikut :
46
1. Autonomity (hak untuk menjadi responden)
Peneliti membagikan lembar yang berisi penjelasan tentang penelitian, tujuan,
prosedur penelitian, manfaat serta dampak yang mungkin terjadi selama
penelitian berlangsung. Peneliti juga meminta kepada subyek untuk bersedia
menjadi responden, jika subyek bersedia, maka subyek dapat
menandatangani lembar inform consent, tetapi jika subyek tidak bersedia,
maka peneliti tidak akan memaksa.
2. Beneficience (berbuat baik)
Peneliti senantiasa berbuat baik kepada setiap responden baik sebelum,
selama, maupun setelah proses penelitian berlangsung. Dengan demikian,
responden yang mengikuti penelitian ini diharapkan mendapatkan tambahan
pengetahuan tentang hubungan premenstruasi sindrom dengan sikap dalam
menghadapi menstruasi.
3. Justice (berlaku adil)
Setiap responden berhak diperlakukan secara adil tanpa ada diskriminasi
selama keikutsertaannya dalam proses penelitian.
4. Non Maleficience (tidak merugikan)
Penelitian ini dilakukan tanpa adanya unsur menyakiti atau melukai perasaan
responden sehingga lembar informasi dan kuesioner dalam penelitian ini tidak
menyinggung hal-hal yang tidak disukai oleh responden. Meyakinkan
responden bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang
diberikan tidak akan digunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan
48
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 01 September 2017 hingga 1 Oktober
2017 di Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang. Program Studi S1 Kebidanan ini menjadi salah satu dari 5 program studi yang
berada dalam naungan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang yang
beralamat di JL. Veteran Malang 65145, Malang, Jawa Timur. Program studi ini
memulai pendidikannya pada tahun ajaran 2009/2010. Jumlah mahasiswi Program
Studi S1 Kebidanan pada tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 299 mahasiswi dengan
87 mahasiswi angkatan 2013, 84 mahasiswi angkatan 2014, 79 angkatan 2015, 46
angkatan 2016.
Gambar 5.1 Peta Lokasi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
49
Terdapat sebanyak 61 mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang yang menjadi responden dalam penelitian
ini. Selama penelitian berlangsung tidak ada responden yang mengalami droup out
sehingga jumlah sampel yang diuji analisis terdapat sebanyak 61 sampel. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara PMS dengan sikap menghadapi
menstruasi pada Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner PMS dan
kuesioner sikap menghadapi menstruasi yang dialami responden selama 2 siklus
menstruasi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, penelitian ini belum pernah
dilakukan di Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang.
5.2 Data Umum Demografi Responden
Analisis deskriptif ini dimaksudkan untuk menggambarkan distribusi dari
karakteristik demografi responden. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti
di lokasi penelitian, diperoleh informasi mengenai siklus menstruasi responden,
riwayat keluarga PMS, aktifitas olahraga responden, konsumsi obat-obatan untuk
mengurangi gejala PMS, sumber informasi tentang PMS, kebudayaan tersendiri saat
menstruasi yang dimiliki responden. Hasil rekapitulasi distribusi tentang karakeristik
demografi responden dapat dilihat sebagai berikut.
5.2.1 Karakteristik Siklus Menstruasi
Berdasarkan data hasil penelitian tentang karakteristik siklus menstruasi total
125 seluruh mahasiwi tahun ajaran 2016-1027 angkatan 2015 dan 2016 yang
50
mengalami siklus teratur 119 mahasiswi dan 6 mahasiswi mengalami siklus tidak
teratur, yang memenuhi kriteria inklusi penelitian didapatkan 61 responden di
Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
yang mengalami siklus menstruasi yang teratur.
5.2.2 Karakteristik Riwayat Keluarga PMS
Hasil penelitian tentang riwayat keluarga responden mengalami PMS disajikan
dalam diagram berikut.
Gambar 5.2 Distribusi Karakteristik Riwayat Keluarga PMS
Berdasarkan data hasil penelitian tentang karakteristik riwayat keluarga
responden mengalami PMS di Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang menggambarkan bahwa total dari 61 responden
44 Responden,
72%
17 Responden,28
%
Riwayat Keluarga PMS
Riwayat Keluarga PMS Riwayat Keluarga Tidak PMS
51
penelitian, sebagian besar 44 riwayat keluarga responden pernah mengalami PMS
dan 17 riwayat keluarga responden tidak pernah mengalami PMS.
5.2.3 Karakteristik Aktifitas Olahraga
Hasil penelitian tentang Aktifitas olahraga responden disajikan dalam diagram
berikut.
Gambar 5.3 Distribusi Karakteristik Aktifitas Olahraga
Berdasarkan data hasil penelitian tentang karakteristik aktivitas olahraga
responden di Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang menggambarkan bahwa total dari 61 responden penelitian,
sebagian kecil 34 responden melakukan aktivitas olahraga setiap minggu dan 27
responden tidak melakukan aktivitas olahraga.
34 Responden, 56%
27 Responden, 44%
Aktifitas Olahraga
Olahraga Tidak Olahraga
52
5.2.4 Karakteristik Penatalaksanaan PMS Farmakologis
Hasil penelitian tentang penatalaksanaan PMS farmakologis yang digunakan
responden disajikan dalam diagram berikut.
Gambar 5.4 Distribusi Karakteristik Penatalaksanaan Farmakologis PMS
Berdasarkan data hasil penelitian tentang karakteristik responden di Program
Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dalam
penatalaksanaan farmakologis PMS menggambarkan bahwa total dari 61 responden
penelitian, 59 responden tidak mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi PMS
dan 2 responden mengkonsumsi obat-obatan seperti asam mefenamat untuk
mengurangi PMS.
59 Responden, 97%
2 Responden, 3%
Penatalaksanaan PMS Farmakologis
Tidak Konsumsi Obat-obatan Konsumsi Obat-obatan
53
5.2.5 Karakteristik Sumber Informasi tentang PMS
Hasil penelitian sumber informasi responden mengenai PMS disajikan dalam
diagram berikut.
Gambar 5.5 Distribusi Karakteristik Sumber Informasi tentang PMS
Berdasarkan data hasil penelitian tentang karakteristik responden di Program
Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dalam
mengenal, mengetahui, dan memahami PMS, menggambarkan bahwa total dari 61
responden penelitian, 40 responden mengenal, mengetahui, dan memahami PMS
dari media massa seperti internet, majalah, radio, 16 responden mengenal,
mengetahui, dan memahami PMS dari ibu, 5 responden mengenal, mengetahui, dan
memahami PMS dari teman.
40 Responden, 66%
16 Responden, 26%
5 Responden, 8%
Sumber Informasi tentang PMS
Media Massa Ibu Teman
54
5.2.6 Karakteristik Budaya atau Adat saat Menstruasi
Hasil penelitian budaya atau adat saat menstruasi disajikan dalam diagram
berikut.
Gambar 5.6 Distribusi Karakteristik Budaya atau Adat saat Menstruasi
Berdasarkan data hasil penelitian tentang karakteristik responden di Program
Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang tentang
budaya atau adat tersendiri saat menstruasi menggambarkan bahwa total dari 61
responden penelitian, 58 responden tidak memiliki budaya atau adat tertentu saat
menstruasi dan 3 responden memiliki budaya dan adat saat menstruasi yakni untuk
tidak mencuci rambut dan memotong kuku saat seorang wanita mengalami
menstruasi.
58 Responden, 95%
3 Responden, 5%
Budaya atau Adat saat Menstruasi
Tidak ada Budaya atau adat saat Menstruasi
Ada Budaya atau Adat saat Menstruasi
55
5.3 Data Variabel
Berikut ini akan disajikan paparan secara deskriptif tentang variabel gejala
PMS dan Sikap menghadapi menstruasi pada mahasiswi Program Studi S1
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
5.3.1 Data Gejala PMS
Variabel PMS pada mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang secara keseluruhan dalam bentuk tabel
dibawah ini.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Gejala PMS pada mahasiswi Program Studi S1
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang pada Siklus
Menstruasi
Klasifikasi
PMS
Siklus Menstruasi
Jumlah Presentase
(%)
Gejala Ringan 31 50,8%
Gejala Sedang 25 41,0%
Gejala Berat 5 8,2%
Total 61 100,0
Pada tabel tersebut terlihat bahwa terdapat sebanyak 31 responden atau
50,8% yang mengalami gejala PMS ringan, 25 responden atau 41,0% yang
mengalami gejala PMS sedang dan 5 responden atau 8,2% yang mengalami gejala
PMS berat pada siklus menstruasi selama penelitian.
56
5.3.2 Data Sikap menghadapi Menstruasi
Variabel sikap menghdapi menstruasi pada mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang secara keseluruhan dalam bentuk
tabel dibawah ini.
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Sikap menghadapi Menstruasi pada mahasiswi
Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang pada Siklus Menstruasi
Klasifikasi
Sikap
Siklus Menstruasi
Jumlah Presentase (%)
Sangat Baik - -
Baik 32 52,5%
Tidak Baik 25 41,0%
Sangat Tidak Baik
4 6,6%
Total 61 100%
Pada tabel tersebut terlihat bahwa terdapat sebanyak 32 responden atau
52,5% yang memiliki sikap menghadapi menstruasi baik, 25 responden atau 41,0%
yang memiliki sikap menghadapi menstruasi tidak baik dan 4 responden atau 6,6%
yang memiliki sikap menghadapi menstruasi sangat tidak baik pada siklus menstruasi
selama penelitian.
5.4 Hasil Analisis Data Uji Bivariat
Untuk mengetahui adanya korelasi antara gejala PMS dengan Sikap
menghadapi menstruasi, maka diperlukan pengujian secara statistik. Pengujian
korelasi ini menggunakan uji korelasi Spearman Rank dengan program SPSS 20.0 for
57
Windows. Hasil analisa dikatakan terdapat hubungan PMS dengan sikap menghadapi
menstruasi yang signifikan.
5.4.1 Analisis Hubungan PMS dengan Sikap menghadapi Menstruasi pada
Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan FKUB Malang
Tabel 5.10 Tabulasi Silang Gejala PMS dan Sikap menghadapi Menstruasi pada
Siklus Menstruasi
Sikap Total
Sangat
Baik
Baik Tidak baik Sangat
tidak baik
PMS Ringan - 31
50,8%
- - 13
6,3%
Sedang - 1
1,6%
24
39,3%
- 25
41,0%
Berat - - 1
1,6%
4
6,6%
5
8,2%
Total - 32
52,5%
25
41,0%
4
6,6%
61
100%
Pada tabel tersebut terlihat bahwa 50,8% yaitu 31 responden dengan gejala
PMS ringan menunjukkan sikap menghadapi menstruasi baik, 39,3% yaitu 24
responden gejala PMS sedang menunjukkan sikap menghadapi menstruasi tidak
baik, 6,6% yaitu 4 responden gejala PMS berat menunjukkan sikap menghdapi
menstruasi yang sangat tidak baik. Dari hasil uji korelasi tersebut juga didapatkan
besar signifikan p (0,000) <0,05, sehingga dalam penelitian pada siklus pertama
menstruasi hasil bahwa H0 ditolak dan H1 diterima dengan artian ada hubungan antara
gejala PMS dengan sikap menghadapi menstruasi pada mahasiswi Program Studi S1
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Hasil uji korelasi
Spearman Rank pada penelitian ini menunjukkan bahwa besar korelasi (r) antara
58
variabel 1 dan 2 adalah 0,967 yang bearti gejala PMS dan sikap menghadapi
menstruasi memiliki hubungan.
59
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Responden
6.1.1 Karakteristik Siklus Menstruasi
Hasil penelitian didapatkan data mengenai karakteristik siklus menstruasi
responden yakni seluruh responden atau 61 responden mengalami siklus menstruasi
teratur. Beberapa literature menyebutkan bahwa siklus menstruasi menjadi salah satu
faktor dalam premenstruasi sindrom karena adanya ketidakseimbanagn hormone dan
mempengaruhi sikap menghadapi menstruasi. Ketidakseimbangan hormone
menimbulkan suatu gejala yang dirasakan seperti cemas, mudah marah, sulit
konsentrasi dan sebagainya. Siklus menstruasi merupakan proses kompleks yang
mencakup reproduktif dan endokrin (Suzannec 2001). Menstruasi yang berulang
setiap bulan tersebut akhirnya membentuk siklus menstruasi. Kejadian yang berulang
disertai dengan faktor emosional akan menimbulkan sebuah pengalaman tersendiri.
Pengalaman pribadi merubakan salah satu faktor pembentuk sikap. Dalam hal ini
menstruasi dan PMS memberikan kesan yang kuat karena setiap individu merasakan
gejala PMS yang berbeda-beda. Menurut Chaturvedi dan Chandra (1991)
mengungkapkan mengenai pengalaman pramenstruasi sindrom dan gejala yang
dirasakan berhubungan dengan sikap menghadapi menstruasi.
60
6.1.2 Karakteristik Riwayat Keluarga PMS
Hasil penelitian didapatkan data mengenai karakteristik riwayat keluarga PMS
yakni dari 61 responden sebagian besar 44 riwayat keluarga responden pernah
mengalami PMS dan 17 riwayat keluarga responden tidak pernah mengalami PMS.
Beberapa literature menyebutkan bahwa faktor genetik menjadi salah satu faktor
dalam premenstruasi sindrom. Faktor genetik dapat dilihat dari riwayat keluarga.
Menurut Amjad, dkk (2014) menemukan bahwa terdapat hubungan antara riwayat ibu
dan saudara kandung perempuan dengan kejadian PMS. Dimana seseorang yang
memiliki ibu dan/atau saudara kandung perempuan yang mengalami PMS lebih
banyak yang menderita PMS, dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki
ibu dan/atau saudara kandung perempuan yang mengalami PMS (Amjad dkk., 2014).
Hal ini berarti seorang individu yang memiliki riwayat keluarga PMS akan cenderung
mengambil sikap yang serupa dengan orangtuanya. Menurut Yuliana (2014) dalam
peneliatannya menyatakan pengalaman mengenai PMS akan membentuk sikap.
Keberadaan orangtua dan kakak perempuan dapat memberikan pengarahan
sehingga membentuk sikap itu sendiri dalam menghadapi menstruasi.
6.1.3 Karakteristik Aktifitas Olahraga
Hasil penelitian didapatkan data mengenai karakteristik aktifitas olahraga
responden yakni dari 61 responden sebagian besar 34 responden melakukan aktifitas
olahraga dan 27 responden tidak melakukan aktifitas olahraga setiap minggu.
Beberapa literature menyebutkan bahwa faktor olahraga menjadi salah satu faktor
dalam premenstruasi sindrom. Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang
61
terencana, terstruktur, dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan tubuh
berulang-ulang dengan aturan-aturan tertentu yang ditujukan untuk meningkatkan
kebugaran jasmani dan prestasi (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Olahraga seperti
senam, jalan kaki, bersepeda, joging ringan, atau berenang yang dilakukan sebelum
dan selama haid dapat membuat aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi lancar,
sehingga rasa nyeri dapat teratasi (Manuaba, 2010).
Menurut Saryono dan Sejati (2009) yang menyatakan bahwa pada sebagian
besar wanita, olahraga mampu mengurangi gejala PMS yaitu mengurangi kelelahan,
stress dan meningkatkan kesehatan tubuh. Olahraga meningkatkan rangsang
simpatis, yaitu suatu kondisi yang menurunkan detak jantung dan mengurangi sensasi
cemas. Olahraga teratur juga dapat mengurangi stress, meningkatkan pola tidur yang
teratur, dan meningkatkan produksi endorphin (pembunuh rasa sakit alami tubuh),
dimana hal ini dapat meningkatkan kadar serotonin. Serotonin merupakan
neotransmiter yang diproduksi di otak yang berperan penting dalam pengaturan
mood, kecemasan, gairah seksual, dan perubahan suasana hati (Saryono, 2009).
Rasa nyeri karena retensi cairan dan rasa tidak enak pada payudara juga berkurang
karena pengaruh olahraga terhadap neurotransmitter sentral misalnya β-endorphin
dan atau berkurangnya prostaglandin (Emilia, 2008). Selain itu beta endorphin dapat
merelaksasikan otot-otot dalam tubuh terutama otot sekitar bagian perut yang dapat
menyebabkan aliran darah menjadi lancar sehingga nyeri dapat berkurang. Endorphin
juga berperan dalam mengendalikan nafsu makan dan pelepasan hormon seks
(Tania, 2007).
62
Manfaat olahraga akan dapat lebih dirasakan apabila dilakukan secara cukup.
Olahraga cukup artinya dilakukan sesuai takarannya, yaitu dilakukan 3-5 kali dalam
satu minggu selama 20-60 menit dan mencapai denyut nadi sasaran. Menurut Fatma
Payam (2015) menyatakan dengan mengurangi keluhan PMS dapat meningkatkan
kualitas hidup dan meningkatkan aktifitas sehari-hari dengan berkurangnya keluhan
terkait PMS dapat mengubah sikap seseorang dalam menghadapi menstruasi.
6.1.4 Penatalaksanaan PMS Farmakologis
Hasil penelitian didapatkan data mengenai karakteristik penatalaksanaan
PMS farmakologis responden yakni dari 61 responden sebagian besar 59 responden
tidak mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi gejala PMS dan 2 responden
mengkonsumsi obat asam mefenamat untuk mengurangi gejala PMS. Beberapa
literature menyebutkan bahwa apabila gejala PMS berat sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari diperlukan untuk penatalaksanaan PMS farmakologis. Obat-
obatan yang sering digunakan untuk mengurangi gejala PMS ini antara lain yakni
asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) dapat mengurangi gejala PMS seperti
dismenorhea dan menoragia. Asam mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang
sensitif dengan aspirin atau yang memiliki risiko ulkus peptikum. Selanjutnya
penggunaan kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala PMS seperti dismenorhea dan
menoragia namun tidak berpengaruh terhadap ketidakstabilan perasaan. Kontrasepsi
oral yang dapat diberikan adalah kontrasepsi pil progestin (minipil). Obat penenang
seperti alprazolam atau triazolam dapat digunakan pada wanita yang merasakan
kecamasan, ketegangan berlebihan maupun kesulitan tidur. Obat antidepresi hanya
digunakan bagi mereka yang memiliki gejala PMS yang parah (Wiknjosastro, 2007).
63
Konsumsi suplemen vitamin dan mineral seperti vitamin B dan magnesium dapat
membantu menjaga tubuh dari tekanan stres (Hapsari, 2009). Menurut Fatma Payam
(2015) penting untuk mengurangi gejala PMS karena apabila gejala PMS sudah
sampai mengganggu aktivitas sehari – hari menunjukkan sikap negatif.
6.1.5 Karakteristik Sumber Informasi tentang PMS
Hasil penelitian didapatkan data mengenai karakteristik sumber informasi
tentang PMS yakni dari 61 responden, 40 responden mengenal, mengetahui, dan
memahami PMS dari media massa seperti internet, majalah, radio, 16 responden
mengenal, mengetahui, dan memahami PMS dari ibu, 5 responden mengenal,
mengetahui, dan memahami PMS dari teman. Menurut Fatma Payam (2015)
menyatakan sumber informasi yang didapat memiliki hubungan PMS dengan sikap
menghadapi menstruasi. Hasil penelitian dari Gustina (2015), Sumber informasi dapat
diperoleh dari mana saja seperti dari media cetak atau elektronik, internet, lingkungan
sekitar (rumah, sekolah dan teman). Hal ini sesuai dengan penelitian dari Yulianti
(2016), sumber informasi yang paling banyak diperolah remaja adalah dari lingkungan
seperti orang tua. Menurut Stuart & Sundeen (2010) kurangnya informasi yang
diperoleh seseorang menyebabkan ketidaktahuan terhadap sesuatu sehingga
ketidaktahuan tersebut dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan dan mengalami
kecemasan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Kisa et al (2012) seseorang yang
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai menstruasi mengalami gejala PMS lebih
sering dan menunjukkan sikap yang negative terhadap menstruasi. Sumber informasi
dapat membentuk sikap seseorang sehingga penting bagi seorang remaja putri untuk
64
mengenal, mengetahui, dan memahami PMS lebih luas sehingga dapat mengatasi
gejala PMS dengan sumber informasi yang terpercaya.
6.1.6 Karakteristik Budaya atau Adat saat Menstruasi
Hasil penelitian didapatkan data mengenai karakteristik sumber informasi
tentang PMS yakni dari 61 responden, 58 responden tidak memiliki budaya atau adat
tertentu saat menstruasi dan 3 responden memiliki budaya dan adat saat menstruasi
yakni untuk tidak mencuci rambut dan memotong kuku saat seorang wanita
mengalami menstruasi. Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Burrhus Frederic Skinner (1996)
sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk
pribadi seseorang. Kebudayaan juga memberi pengalaman bagi individu-individu
yang menjadi anggota kelompok masyarakat didalamnya (Azwar, 2013). Budaya
berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang karena informasi-informasi yang baru
akan disaring sesuai dengan budaya yang ada dan kepercayaan yang dianut.
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan sikap kita. Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis
pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah karena kebudayaan memberi corak
pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat
asuhannya. (Azwar, 2011). Larangan memotong rambut, menggunting kuku, dan
keramas selama haid tidak memiliki penjelasan secara medis. Khususnya larangan
keramas, semua hal itu jelas tidak tepat. Terutama perempuan yang sedang
menstruasi penting untuk menjaga kebersihan anggota tubuhnya (Vindari, 2005).
Menurut Yuliana (2015) menyatakan kebudayaan juga dapat mempengaruhi
65
terbentuknya sikap, semakin kentalnya kebudayaan yang kurang bagus disuatu
daerah akan cenderung membentuk sikap yang kurang baik.
6.2 Gejala Premenstruasi Sindrom (PMS) Mahasiswi Program Studi S1
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
Menurut El Manan 2011, premenstrual syndrome merupakan suatu keadaan
yang menerangkan bahwa sejumlah gejala terjadi secara rutin dan berhubungan
dengan siklus menstruasi. PMS adalah berbagai gejala fisik, psikologis, dan
emosional yang terkait dengan perubahan hormonal karena siklus menstruasi
(Proverawati, 2009).
Etiologi dari PMS belum dapat diketahui namun mungkin dapat disebabkan
karena ketidakseimbangan hormon, retensi natrium, kekurangan nutrisi, dan respon
neurotransmitter abnormal terhadap fungsi ovarium normal dan fungsi hipotalamus-
hipofisis-adrenal yang abnormal (Supriyatna, 2015). Menurut Nugroho (2014) terbagi
menjadi tiga jenis perubahan yakni Perubahan fisik: nyeri punggung, perut terasa
kembung, payudara terasa penuh dan nyeri, perubahan nafsu makan, sembelit,
pusing, pingsan, sakit kepala, daerah panggul terasa berat dan tertekan, hot flashes
(kulit wajah, leher, dada tampak merah dan teraba hangat), sulit tidur, tidak bertenaga,
mual dan muntah, kelelahan yang luar biasa, kelainan kulit (misalnya jerawat dan
neurodermatitis), pembengkakan jaringan atau nyeri persendian, penambahan berat
badan. Perubahan suasana hati: mudah marah, cemas, depresi, mudah tersinggung,
gelisah, sebentar sedih, sebentar gembira. Perubahan mental: bimbang, sulit
berkonsentrasi, pelupa.
66
Premenstrual Syndrome atau PMS dikarakteristikan sebagai
ketidakseimbangan dari hubungan kompleks antara hormone, nutrisi esensial dan
neurotransmitter serta dalam kombinasinya dengan stress psikososial (Halbreich,
2003). Estrogen memiliki pengaruh terhadap system serotonin, yang mempengaruhi
suasana hati, emosi, perilaku, timbulnya mood yang positif dan kenyamanan, namun
progesterone justrun menurunkan hal tersebut, hal ini terjadi karena dalam fase luteal
dan dihubungkan dengan perubahan yang terjadi pada system saraf pusat (Poroma,
Smith, dan Gulinello, 2003). Penyuluhan yang perlu diberikan pada wanita yang
mengalami premenstruasi sindrom yakni diperlukan penyuluhan terkait temuan riset
terbaru mengenai PMS dan cara pengobatan kepada klien, keluarganya dan
kelompok masyarakat, sehingga menjadi lebih mengetahui dan memahami.
Kemudian ajarkan diet seperti mengurangi garam dan kafein, juga lakukan olahraga
danstategi untuk mengurangi stress. Selain itu menganjurkan klien untuk mencatat
kapan dan apa saja yang dialaminya selama tiap siklus menstruasi untuk dapat
mengkaitkan tiap gejala dan tahap-tahap siklus menstruasi dengan lebih baik.
Tingkatkan juga percakapan dalam keluarga tentang gejala PMS yang dialami oleh
klien sehingga keluarga dapat mengerti dan tidak menyalahkan klien karna tingkah
lakunya (Supriyatna, 2015).
Dari hasil penelitian gejala PMS pada siklus menstruasi diketahui bahwa
terdapat sebanyak 31 responden atau 50.8% yang mengalami gejala PMS ringan, 25
responden atau 41% mengalami gejala PMS sedang, 5 responden atau 8,2%
mengalami gejala PMS berat. Ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden
memiliki gejala PMS ringan. Gejala PMS dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
67
salah satunya adalah aktifitas olahraga. Seseorang yang sering melakukan aktifitas
olahraga dapat meringankan gejala PMS. Dalam hal ini responden melakukan aktifitas
olahraga rutin setiap minggunya.
Menurut Saryono dan Sejati (2009) menyatakan bahwa pada sebagian besar
wanita, olahraga mampu mengurangi gejala PMS yaitu mengurangi kelelahan, stress
dan meningkatkan kesehatan tubuh. Olahraga meningkatkan rangsang simpatis, yaitu
suatu kondisi yang menurunkan detak jantung dan mengurangi sensasi cemas.
Olahraga ringan seperti senam, jalan kaki, bersepeda, joging, atau berenang yang
dilakukan sebelum dan selama haid dapat membuat aliran darah pada otot sekitar
rahim menjadi lancar, sehingga rasa nyeri dapat teratasi. Untuk meredakan gejala dari
sindrom pramenstruasi biasanya melakukan olahraga tersebut selama 30 menit
(Nurcahyo, 2008). Olahraga secara teratur yang dapat mencegah atau mengurangi
sindrom pramenstruasi, sedangkan pada wanita yang tidak rutin melakukan olahraga
maka hormon esterogen akan lebih tinggi sehingga kemungkinan akan terjadi sindrom
pramenstruasi lebih besar (Nurlela et al, 2008). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Nurlaela et al (2008), yang melakukan studi deskriptif terhadap wanita
yang melakukan olahraga senam aerobic dengan kejadian sindrom pramenstruasi
menunjukan dari sampel 119 wanita didapatkan 68 wanita (57,1%) yang rutin
melakukan senam aerobik setiap minggu mengalami sindrom pramenstruasi lebih
sedikit dari pada yang tidak rutin melakukan senam aerobik. Menurut Lu (2001)
menyatakan gejala PMS yang dirasakan berhubungan dengan sikap menghadapi
menstruasi. Berkurangnya keluhan terkait gejala PMS yang dirasakan dapat
memperbaik kehidupan sehari-hari.
68
6.3 Sikap menghadapi Menstruasi Mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
Sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup
terhadap stimulus ataupun objek tertentu. Jadi, sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. (Sunaryo,
2004). Sikap merupakan rekasi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Menurut Newcomb (2003), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan suatu perilaku, bukan pelaksanaan
motif tertentu.
Faktor yang mempengaruhi sikap menurut Sunaryo 2004, ada dua faktor yang
mempengaruhi pembentukan dan pengubahan sikap yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal berasal dari dalam individu itu sendiri. Dalam hal ini individu
menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang dating dari luar, serta
menentukan mana yang akan diterima atau tidak diterima. Sehingga individu
merupakan penentu pembentukan sikap. Faktor internal terdiri dari faktor motif, faktor
psikologis dan faktor fisiologis.
Faktor eksternal ini faktor yang berasal dari luar individu, berupa stimulus
untuk mengubah dan membentuk sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung
dan tidak langsung. Faktor eksternal terdiri dari faktor pengalaman, situasi, norma,
hambatan dan pendorong. Menurut azwar 2007, ciri ciri sikap yakni sukap bukan
dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan hidup,
sikap dapat berubah-ubat karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah
69
bila terdapat keadaan dan syarat tertentu, sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa
mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Objek sikap merupakan suatu
hal tertentu tetapi dapat juga kumpulan suatu hal. Sikap mempunyai segi-segi
motivasi dari segi-segi perasaan. Sikap juga dapat berlangsung lama atau sebentar.
Dari hasil penelitian sikap menghadapi menstruasi pada siklus diketahui
bahwa terdapat sebanyak 32 responden atau 52,5% sikap baik menghadapi
menstruasi, 25 reponden atau 41,0% sikap tidak baik menghadapi menstruasi, 4
responden atau 6,6% sikap sangat tidak baik menghadapi menstruasi. Ini
menunjukkan bahwa hampir seluruh responden memiliki sikap baik menghadapi
menstruasi. Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya
adalah sumber informasi. Sumber informasi terkait PMS dapat memberikan
pengetahuan dimana seseorang sehingga dapat mengenal, mengetahui dan
memahami PMS. Dalam penelitan karakteristik responden menunjukkan
mendapatkan sumber informasi terkait PMS dari media massa, ibu dan teman.
Menurut Kisa et al, mengatakan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan kurang
mengenai menstruasi dan PMS mengalami PMS lebih sering sehingga mengganggu
kehidupan sehari-hari maka dari itu penting bagi seorang remaja putri untuk
mengenal, mengetahui, dan memahami PMS lebih luas sehingga dapat mengatasi
gejala PMS dengan sumber informasi yang terpercaya. Menurut hasil penelitian dari
Gustina (2015), Sumber informasi dapat diperoleh dari mana saja seperti dari media
cetak atau elektronik, internet, lingkungan sekitar (rumah, sekolah dan teman).
Menurut Stuart & Sundeen (2010) kurangnya informasi yang diperoleh seseorang
menyebabkan ketidaktahuan terhadap sesuatu sehingga ketidaktahuan tersebut
70
dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan dan mengalami kecemasan. Hal ini
sesuai dengan penelitian Fatma Payam (2015) menyatakan penting seseorang
mengurangi PMS dan sikap dalam menghadapi menstruasi perlu adanya factor
pembentuk sikap itu sendiri salah satunya yakni sumber informasi yang didapat.
6.4 Hubungan PMS dengan sikap menghadapi menstruasi
Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data mengenai gejala PMS dan
sikap menghadapi menstruasi yang dialami oleh mahasiswi Program Studi S1
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang selama satu siklus
menstruasi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di S1 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang menunjukkan bahwa sebanyak
50,8% yaitu 31 responden dengan gejala PMS ringan menunjukkan sikap
menghadapi menstruasi baik, 39,3% yaitu 24 responden gejala PMS sedang
menunjukkan sikap menghadapi menstruasi tidak baik, 6,6% yaitu 4 responden gejala
PMS berat menunjukkan sikap menghadapi menstruasi yang sangat tidak baik. Hasil
uji analisis bivariat gejala PMS dengan sikap menghadapi menstruasi menggunakan
uji korelasi Spearman Rank. Hasil uji korelasi Spearman Rank pada penelitian ini
menunjukkan bahwa besar korelasi (r) antara variabel 1 dan 2 adalah 0,967 yang
berarti gejala PMS dan sikap menghadapi menstruasi memiliki hubungan, sehingga
dalam penelitian pada kedua siklus menstruasi hasil bahwa H0 ditolak dan H1 diterima
dengan artian ada hubungan antara gejala PMS dengan sikap menghadapi
menstruasi pada mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang, dengan demikian hipotesis (H1) diterima pada selang
kepercayaan 95% (p<0,05) dan didapatkan hubungan antara kedua variabel yang
71
diteliti. Dimana gejala PMS ringan yang dialami maka sikap baik menghadapi
menstruasi.
Berdasarkan hasil analisis data untuk mengetahui hubungan gejala PMS
dengan sikap menghadapi menstruasi menunjukkan korelasi antara gejala PMS
dengan sikap menghadapi menstruasi adalah bermakna. Hal ini bermakna bahwa
semakin ringan gejala PMS yang dialami maka semakin baik sikap menghadapi
menstruasi. Penting untuk seseorang mengetahui, memahami dan mengenal terkait
menstruasi dan PMS karena dengan begitu akan dapat menerima PMS dan
menstruasi sebagai kejadian fisiologis. Kemudian seseorang yang sudah mengetahui,
memahami dan mengenal terkait PMS akan dengan mudah untuk menangani gejala
yang dirasakan sehingga tidak mengganggu aktfitas sehari-hari menunjukkan sikap
baik dalam menghadapi menstruasi. Berbeda dengan seseorang yang tidak
mengetahui, mengenal dan memahami menstruasi dan PMS akan merasa menstruasi
dan PMS merupakan suatu kondisi yang melelahkan dan tidak dapat menangani PMS
dengan baik sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari yang dapat. Hasil penelitian
ini sejalan dengan Fatma Payam (2015) mengungkapkan bahwa dengan timbulnya
gejala sindrom premenstruasi yang dialami tersebut memiliki hubungan dengan sikap
yang negatif menghadapi menstruasi. Dalam penelitian tersebut didapatkan
penolakan terhadap semua efek menstruasi seperti gejala yang dirasakan mudah
marah, perut kembung, perubahan nafsu makan, dan berkurangnya keinginan untuk
berinteraksi sosial. Hal tersebut dipengaruhi karena ketidaktahuan dalam menangani
PMS dan menstruasi. Hubungan ini dapat diartikan bahwa individu tersebut tidak
mempertimbangkan menstruasi sebagai pengalaman kejadian alam atau fisiologis. Lu
72
(2001) mengungkapkan bahwa dalam tahap sindrom premenstruasi dapat
mempengaruhi sikap seorang wanita menghadapi menstruasi yang berhubungan
dengan gejala fisik, kognitif, perilaku, dan psikologis.
Chaturvedi dan Chandra (1991) mengungkapkan mengenai pengalaman
pramenstruasi sindrom dan gejala yang dirasakan berhubungan dengan sikap
menghadapi menstruasi. Sung Min Hae (2016) mengungkapkan lebih dari 75% wanita
korea mengalami PMS 3% sampai 8% kasus merasa kesulitan dalam beraktifitas atau
dalam melakukan pekerjaan hal ini menunjukkan sikap yang negatif yang diartikan
gejala PMS berhubungan dengan sikap menghadapi menstruasi.
Dampak dari berbagai keluhan PMS dapat berakibat terhadap penurunan
produktivitas kerja, sekolah dan hubungan interpersonal penderita yang cukup besar
(Eddy dan Ivan Rifai Sentosa, 2010). Premenstruasi sindrom sering mengganggu
kehidupan normal, dan menyebabkan menurunnya efektifitas kerja serta
terganggunya hubungan antar manusia (Supriyatna, 2007). Oleh karena itu penting
untuk menangani gejala PMS.
6.5 Keterbatasan Peneltian
Keterbatasan pada penelitian adalah pengambilan data mengenai durasi
dalam melakukan suatu kegiatan sangat bergantung kepada persepsi atau ingatan
dari responden dalam mengisi kuesioner.
73
6.5 Implikasi terhadap Kebidanan
Mendorong tenaga bidan khususnya di Program Studi S1 Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang untuk menjadikan hasil penelitian ini
sebagai tambahan pengetahuan. Tambahan pengetahuan ini dapat dijadikan
pendoman bagi bidan dalam memberikan penyuluhan kepada remaja putri seputar
kesehatan reproduksi terutama mengenai PMS (Premenstrual Syndrome).
74
BAB 7
PENUTUP
Pada bab ini disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang
hubungan antara gejala PMS dengan sikap menghdapi menstruasi pada mahasiswi
Program Studi S1 Kebidanan tahun angkatan 2015 – 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
7.1.1 Terdapat hubungan linier antara gejala PMS dengan sikap menghadapi
menstruasi pada mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan tahun angkatan
2015 – 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Gejala PMS
ringan akan menyebabkan sikap baik menghadapi menstruasi.
7.1.2 Pada data karakteristik didapatkan :
a. Sebanyak 61 mahasiswi mengalami siklus menstruasi teratur.
b. Sebanyak 44 riwayat keluarga mahasiswi pernah mengalami PMS dan 17
riwayat keluarga mahasiswi tidak pernah mengalami PMS.
c. Sebanyak 34 mahasiswi melakukan aktivitas olahraga setiap minggu dan
27 mahasiswi tidak melakukan aktivitas olahraga.
d. Sebanyak 59 mahasiswi tidak mengkonsumsi obat-obatan untuk
mengurangi PMS dan 2 mahasiswi mengkonsumsi obat-obatan seperti
asam mefenamat untuk mengurangi PMS.
75
e. Sebanyak 40 mahasiswi mengenal, mengetahui, dan memahami PMS dari
media massa seperti internet, majalah, radio, 16 mahasiswi mengenal,
mengetahui, dan memahami PMS dari ibu, 5 mahasiswi mengenal,
mengetahui, dan memahami PMS dari teman.
f. Sebanyak 58 mahasiswi tidak memiliki budaya atau adat tertentu saat
menstruasi dan 3 mahasiswi memiliki budaya dan adat saat menstruasi
yakni untuk tidak mencuci rambut dan memotong kuku saat seorang wanita
mengalami menstruasi.
7.1.3 Sebanyak 31 mahasiswi dari 61 mahasiswi atau 50.8% yang mengalami gejala
PMS ringan.
7.1.4 Sebanyak 32 mahasiswi dari 61 mahasiswi atau 52,5% menunjukkan sikap
baik menghadapi menstruasi.
7.2 Saran
7.2.1 Bagi para mahasiswi
Melihat adanya hubungan antara PMS dengan sikap menghadapi menstruasi
maka diharapkan dapat memahami, mengenal dan mengetahui terkait menstruasi dan
PMS sehingga dapat menerima menstruasi dan PMS dengan baik serta mengetahui
bahwa PMS adalah keadaan fisiologis sehingga tidak selalu membutuhkan obat-
obatan untuk mengurangi gejala yang dirasakan.
7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya untuk
mengembangkan wawasan dan dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian
76
selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi lebih dari
satu siklus atau minimal 6 bulan dengan meneliti faktor lain yang dapat mempengaruhi
PMS dan sikap menghadapi menstruasi. Sehingga dapat diketahui faktor lain yang
mempunyai hubungan paling besar terhadap derajat PMS.
76
DAFTAR PUSTAKA
Amjad, A., Kumar, R. Dan Mazher, S. B. 2014. Socio-demographic Factors and
Premenstrual Syndrome among Women attending a Teaching Hospital in
Islamabad,Pakistan, J Pioneer Med Sci, 4, 4.
Allen, S. S., Mc Bride, C. M. dan Pirie, P. L. 1991. The Shortened Premenstrual
Assessment Form. J Reprod Med,36,769-72.
Arisman, MB. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Azwar, Syaifuddin. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Azwar S. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Jakarta: Pustaka
Pelajar
Azwar S. 2013. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Basalamah, A. 1993. Current Obstetrics and Gynaecology. Arabia: Faculty of
Medicine.
Bobak M. and Irene. 2004. Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Bush, T. & Coleman, M. 2000. Leadership and Strategic Mangement in Education,
London:Paul Chapman Publishing Ltd.
Chaturvedi SK, Chandra PS. Sociocultural aspects of menstrual attitudes and
premenstrual experiences in India. Soc Sci Med 1991; 32 (3): 349-51.
77
Connoly M. 2001. Premenstrual syndrome : an update of definitions, diagnosis and
management. Advances in Psychitarics Treatment. 7 : 469-77
Durand, V. M. dan Barlow, D. H. 2006. Psikologi Abnormal. Alih Bahasa: Linggawati
Haryanto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Elvira dan Sylvia, D. 2010. Sindrom Pra-Menstruasi Normalkah?. Jakarta : FKUI
Emilia, O. 2008. “Premenstrual Syndrome (PMS) and Premenstrual Dysphoric
Disorder (PMDD) in Indonesian Women”. Vol 40 hal 148-53. http://bik. fk.
ugm.ac.id/download/07-OVA-SEP%2008.pdf. Last update November 2008
(Diakses tanggal 2 Maret 2012).
Goleman, D. 2005. Working with Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional
untuk Mencapai Puncak Prestasi, Alih Bahasa: oleh Alex Tri K, Widodo. PT.
Gramedia Pustaka: Jakarta
Gustina, Erni. 2015. Sumber Informasi dan Pengetahuan Tentang Menstruasi Hygine
Pada Remaja Putri. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 10, No 2. Diakses: 8
Agustus 2016
Guvenc G, Kilic A, Akyuz A, Ustunsoz A. Premenstrual syndrome and attitudes toward
menstruation in a sample of nursing students. J Psychosom Obstet Gynaecol
2012; 33 (3): 106-11. doi: 10.3109/0167482X.2012.685906.
Guyton A.C., Hall J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11st ed. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal :951-76
Halbreich, U. 2005. Algorithm for treatment of premenstrual syndrome (PMS): Experts’
recommendations and limitations, Gynecological Endocrinology, 20(1), 49-57
78
Hawari D. 2008. Manajemen Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Hillegas K.B. 2007. Gangguan Sistem Reproduksi Perempuan dalam Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 2. 6th ed. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal : 1279-1283.
Hwang, Ji-Hye., Sung, Mi-Hae. Impact of Menstrual Attitude, Premenstrual Syndrome
and Stress on Burnout among Clinical Nurses. Korean J Women Health Nurs.
Vol. 22 No. 4, 233-240, December 2016
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta. Kementerian
Kesehatan RI. 2013
Kısa S, Zeyneloğlu S, Guler N. Prevalence of premenstrual syndrome among
unıversıty students and affectıng factors. Gumuşhane University Journal of
Health Sciences 2012; 1 (4): 284-97.
Kurniawan. 2002. Gizi seimbang untuk mencegah hipertensi. Seminar Hipertensi
Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran YARSI. Jakarta
Lu Z-Y J. The relationship between menstrual attitudes menstrual symptoms among
Taiwanese women. J Adv Nurs 2001; 33 (5): 621-8. doi: 10.1046/j. 1365 -
2648.2001.01705.x.
Mann, J. J., 2005. The Medical Management of Depresssi, The New England Journal
of Medicine, number 17, volume 353: 1819 – 1834.
Manuaba. 2010. Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan KB . Jakarta : EGC.
79
Masho, S.W., Adera, T., South-Paul, J. 2005. Obesity As A Risk Factor For
Prementrual Syndrome. Journal of Psychosomatic Obstetrics & Gynecology.
26(1):33-39.
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-V. Cetakan 2 – bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Unika
Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.
Mohamadirizi. S., Kordi. M., 2013. Association between menstruation signs and
anxiety, depression, and stress in school girls in Mashhad in 2011-2012.
Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3877464/?report=reader.
Diakses: 19 September 2014.
Newcomb, Theodore. M. 1985. Psikologi Sosial. Bandung: Diponegoro.
Nirwana, A. B. 2011. Psokologi Kesehatan Wanita. Yogyakarta: Nuha Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-prinsip Dasar.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Nugroho, T. dan Utama B.I., 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita,
Yogyakarta : Nuha Medika.
Nurlaela, E., Widyawati, Prabowo, T. 2008. Hubungan Aktivitas Olahraga dengan
Kejadian Sindrom Premenstruasi. Jurnal Ilmu Keperawatan. 3(1):1-5
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Özlem Aşcı, Fulya Gökdemir, Hatice Kahyaoğlu Süt, Fatma Payam. The Relationship
of Premenstrual Syndrome Symptoms with Menstrual Attitude and Sleep
80
Quality in Turkish Nursing Student. Journal of Caring Sciences, 2015, 4(3),
179-187
Purwanto, Heri. 1998. Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Proverawati,A. & Misaroh, S. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Saryono, Sejati, w. S. 2009. Sindrom Premenstruasi. Yogyakarta: Nuha Medika
Sani K, Fathnur. 2016. Metodologi Penelitian Farmasi Komunitas dan Ekperimental.
Yogyakarta: Deepublis
Sharma, P., Jha, A.B., Dubey, R.S., & Pessarakli, M. 2012. Reactive Oxygen Species,
Oxidative Damage, and Antioxidative Defense Mechanism in Plants under
Stressful Conditions, J. Botany, 2012, 1-26.
Siswanto. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Yogyakarta: Bursa
Ilmu
Solso, R. 2008. Psikologi Kognisi Edisi Ke-8. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Song JE, Chae HJ, Jang WH, Park YH, Lee KE, Lee SH, et al. The Relationship
between life style, menstrual attitude and premenstrual syndrome in nursing
students. Korean J Women Health Nurs 2013; 19 (2): 119-128.
doi.org/10.4069/ kjwhn.2013.19.2.119
Steiner, M et al., 2000. Mood Disorder in Women, London, Martin Dunitz Ltd, 1st
edition, p 269-285.
Sulaiman, dan Saifullah. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Jakarta: Graha Ilmu
81
Suparman dan Ivan. 2011. Premenstrual Syndrome. Jakarta: EGC
Suzanne, C. Smeltzer. 2001. Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta: EGC
Tania, T. 2007. Strenous Running and Endorphins. Available at:
www.path.org/files/Indonesia16-3pdf.On : 10 Maret 2012.
Vindari, A. V. Romauli, S. 2012. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika
Walgito, Bimo. 1993. Peran Orang Tua dalam Pembentukan Kepercayaan Diri : Suatu
Pendekatan Psikologi Humanistik. Yogyakarta : Rake Sarasin
WHO. World Health Organization. 2007. Usia Remaja. World Health Organization.
WHO. 2014 b. Physical Activity [Online]. Switzerland: World Health Organization.
Available: http://www.who.int/dietphysicalactivity/pa/en/ 16 Juni 2016
Wijaya, A. 2006. Biologi IX, Jakarta, Penerbit Grasindo.
Wiknjosastro H., Saifuddin A.B., Rachimhadu T. 2007. Ilmu Kandungan. Edisi 2.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal : 103-20
William dan Wilkins 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis,
Jakarta, Penerbit EGC.
Yuliana. D. 2014. Tingkat Pengetahuan Siswi Kelas VII Tetang Premenstrual
Syndrome (PMS) di MTs Negeri 1 Sumberlawang Sragen. Surakarta. Stikes
Kusuma Husada Surakarta. Karya Tulis Ilmiah.
Yulianti E, Rahayu T, Mercuriani IS. Potensi Ekstrak Sirih Merah (Piper crocatum ruiz
& pav.) Sebagai Antikanker. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pemerintah
Provinsi DIY. 2010;II(2):34.