INDIKATOR INTERAKSI LINGKUNGAN HIDUPDAN PENDUDUK DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
hu bu ngan ant ara persepsi dengan interaksi sosial siswa ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
Transcript of hu bu ngan ant ara persepsi dengan interaksi sosial siswa ...
HU BU NGAN ANT ARA PERSEPSI DENGAN
INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP
SISWA AUTIS DI SEKOLAH INIKLUSI
(Penelitian pada Siswa-Siswa Reguler kelas IV Sekolah Dasar Negeri
Gedong 04 Pagi - Jakarta Timur)
Oleh:
Nama : Qurratul Aini
NIM : 103070029112
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh
gelar Sarjana Psikologi
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
1429H/2008M
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI
SEKOLAH INKLUSI (Penelitian Pada Siswa-Siswa Reguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri
Gedong 04 Pagi Jakarta Timur)1
Skripsi ini Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjanai Psikologi
Oleh QURRATUL AINI NIM: 103070029112
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I
Dra. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898
Pembimbing II
r~/~ S~JV NIP: 150 293 234
FAKUL TAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429H/2008M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA PERSEP~~I DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI (Penelitian Pada Siswa-lSiswa R1eguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi Jaka11bl Timur) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebaf1ai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Sidang Munaqasyah
Ketua Mt1mgkap Anggota
)~/ ~-~~-Ora. Hj. Ne~ Hartati M.Si NIP:"l50 2151938
Penguji I
~{/-
~~ lkhwan Lutfi M.Si NIP:150 3688
Pemlbimbing I
~~
Anggota:
Ora. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898
Sekretaris Merangkap Anggota
Ora. Hj. Zahrotun Ni NIP: 150 2318 773
Penguji II
JgV-q~ _,,..-
Ora. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898
Pembimbi111g II
~ NIP: 150 293 234
·uangan. petlin/ <:':'·,\'>.'
n membuat A~~ ' ' .< "·'·!
-'):')-\::·
anda dapat terusi ",·--/-·i
mbahagi~'~'
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) Februari 2008 (C) Qurratul Aini (0) Hubungan antara Persepsi dengan lnteraksi Sosial Siswa Reguler
Terhadap Siswa Autis Di Sekolah lnklusi (Penelitian Pada Siswa-siswa Reguler kelas IV Sekolah Oasar Negeri Gedong 04 Pagi Jakarta Timur)
(E) 133 hal + Lampiran (F) Oengan semakin meningkatnya jumlah anak autis., pelayanan terhadap
anak autis meningkat pula, salah satu yang sedang dikembangkan adalah penyelenggaraan sekolah regular dengan sistem pendidikan inklusif yang dikenal dengan sekolah inklusi. Wal:aupun begitu sampai saat ini menurut Sri Utami Ayuningsih (2005) ada beberapa kekurangan khususnya bagi siswa autis daiam sel<olah inklusi yaitu siswa-siswa autis seringkali terabaikan dan bahkan mendapatkan perlakuan yang buruk dari teman-temannya (siswa-siswa reguler) misalnya diganggu, diejek, tidak diajak bermain atau tidak boleh ikut serta dalam kegiatan-kegiatan kelompok bersama teman-temannya atau yang lebih dikenal dengan istilah "bullying" banyak kisah yang dituturkan oleh orang tua yang anaknya mengalami sindrom autisme dalam sebuah milis tentang autis mengenai perilal<u "bullying" yang diterima oleh anak-anak mereka. Adapun salah s.atu faktor yang menyebabkan Perilaku "bullying" dari siswa-siswa reguler terhadap siswa autis adalah persepsi mereka terhadap sisvva autis yang masih bernilai negatif misalnya adalah sebutan sebagai anak gila, anak bodoh bahkan sampai pada label anak l<utukan, karena menurut lrwanto (2002) salah satu faktor terpenting yang rnemiliki hubungan dengan aksi dan reaksi sosial atau yang lebih dikenal dengan istilah interaksi sosial adalah persepsi sosial yaitu persepsi individu terhadap individu lain, karena dengan persepsi tersebut seorang individu akan memberikan pengetahuan dan harapan yang secara langsung mempengaruhi pembentukan sikap dan tingkah lal<unya dalam berinteraksi sosial.
Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi dengan inlHraksi sosial siswa reguler SON Gedong 04 Pagi Jakarta terhadap siswa autis di sekolahnya.Penelitian ini dilakukan di SON Gedong 04 Pagi, Jakarta Timur. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif koreilasional.
Sedangkan instrumen yang digunakan adalah angket, skala model Liker! dan pedoman wawancara. Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswa reguler kelas IV B yang berjumlah 25 orang, dengan tehnik pengambilan sampel Total Sampling yaitu keseluruhan populasi dijadikan sampel.
Pada analisa akhir dengan menggunakan tehnik korelasional soearman-rho dengan taraf signifikansi sebesar 5 %, diperoleh nilai rhitung sebesar (0,358), sementara nilai r-tabel dengan N sebanyak 25 adalah sebesar (0,409). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima jika rhitung < r-tabel. Karena nilai r hitung yang dihasilkan (0.358) < nilai r label (0.409), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan diterima dalam penelitian ini artinya adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi, maksudnya setiap persepsi siswa reguler baik yang bern!lai positf terhadap siswa autis belum tentu selalu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola interaksi yang termasuk dalam proses sosial begitu pula sebaliknya siswa reguler yang memiliki persepsi negatif terhadap siswa autis di kelasnya belum tentu selalu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola yang termasuk dalam proses tidak sosial
Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan menggunakan uji Ttest yang menyatakan tidak ada perbedaan persepsi dan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis jika didasarkan pada jenis kelamin, ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme dan berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian.
Penelitian ini memiliki kelebihan karena adanya observasi dan wawancara pendahuluan sehingga penulis mendapatkan gambaran awal kondisi sekolah, subjek penelitian dan objek penelitian. Ditambah lagi dengan penggunaan metode wawancara dan angket sebagi pengumpul data-data tambahan sehingga dapat menguatkan datadata penelitian
(G) 31 bacaan (1981-2007)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang tak pernah putus memberikan kemurahan dan kasih sayang-Nya, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul "Hubungan Antara Persepsi dengan lnteraksi Sosial Siswa Reguler Terhadap Siswa Autis di Sekolah lnklusi (Penelitian Pada Siswa-siswa Reguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi-Jakarta Timur)". Skripsi ini merupakan salah satu tugas wajib bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan Strata 1 untuk mendapat gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya, terselesaikannya skripsi ini bukan sematamata hasil kerja keras penulis sendiri melainkan hasil dari dukungan semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis selama proses pembuatan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:
1) Dekan dan Pudek I Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, lbu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si dan Ora. Hj. Zahrotun Nihayah M.Si. Serta Dosen Pembimbing Akademik Bpk Prof. Dr. Rifat Syauqi Nawawi. M.A dan Bpk Sofyandi Zakaria.
2) Pembimbing I dan Pemimbing II penulis yaitu lbu Agustiyawati selaku pembimbing 1, terima kasih telah membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini dan alas rekomendasi serta pinjaman bukubukunya "terima kasih ya bu bimbingan melalui telephonenya" dan kepada lbu Solicha selaku pembimbing II yang tak pernah bosan-bosan meluangkan waktunya disela-sela jadwal deadlinenya1 untuk memeriksa dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini. "Terima kasih alas kesabaran serta masukan-masukannya bu".
3) Bapak Suwardi S.Pd selaku Kepala Sekolah SON Geclong 04 Pagi Jakarta Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, dan staf pengajar SON Gedong 04 Pagi, lbu Kris, Bpk Marja dan Bpk. Pur yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4) Untuk kedua orang tua Bayu, Bpk Noveat Daniel dan lbu Sulis Prihatiningsih yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi angket penulis serta kerjasamanya selama ini.
5) Untuk adik-adik, kelas IV 8 SON Gedong 04 Pagi, terirna kasih untuk waktunya, dan buat Bayu kepolosanmu membuat penulis merasa
bersyukur alas pemberian yang maha kuasa dan un!uk kak Rifah makasih ya alas informasi, masukan-masukannya dan cerita-cerita lucunya tentang Bayu.
6) Para dosen beserta staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menuntut ilmu di Program Strata 1 Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.
7) Papa (Alm) penulis yang berada pada dimensi yang berbeda, "semoga papa disana tenang dan maafkan ananda yang belurn dapat menjadi pribadi yang sesuai dengan nama yang diberikan papa. Untuk Mama terima kasih alas dukungan, cinta, kasih sayang serta kesabarannya dalam membentuk penulis dan alas 3 Magic World yang bisa jadi motivasi tapi kadang-kadang bisa jadi penghancur motivasi "kapan selesainya?, Skripsinya dah Selesai belum? nanti wisuda mau pakai apa?" . "Maaf ya .... Ma agak terlambat. "
8) Kakak serta adik penulis, terima kasih atas motivasi-rnotivasinya, ceritacerita lucunya, ide-ide jail yang sempet bikin penulis tergiur "thanks bro .... we are the best and creative brother in my life" rnaaf ya selama buat skripsi, aay sering "ngambek" dan marah-marah nggak jelas, "thanks juga atas pinjaman Flashdisknya·
9) Semua teman-teman penulis Shinta "Thanks ya bu at supportnya waktu PKL dan Skripsi", Tiwi dan Fadina "pada pulang khan selesai wisuda?", serta teman-teman kampus penulis angkatan 2003/2004 kelas A,B,C dan D, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah mengisi hari-hari penulis dan memberikan bantuan hi11gga terselesaikannya skripsi ini. Especially untuk Maya, Vl/iwi, Nisa "Thanks ya atas pengertiannya sorry sering lupa kalau bikin janji"
10) Bua! keluarga besarku nenek, kakek, oom dan tante-tanteku serta uni dan sepupuku, yang sudah menjadi "rumah" kedua, ketiga dan seterusnya"Thanks ya pinjaman bukunya, informasi LOKERnya, curhatancurhatannya, masukan-masukannya, printer dan komputernya".
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa daiam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis menerima dengan hati terbuka segala kritik dan saran. Pada akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama rekan-rekan mahasiswa demi menambah wawasan dalarn ilmu psikologi.
Jakarta, 25 Desember 2007
Penulis
DAFTAR ISi
HAL.AMAN JUDUL
HAL.AMAN PERSETUJUAN
HAL.AMAN PENGESAHAN
MOTTO
DEDIKASI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR. ......................................................................................... i
DAFT AR 181. ................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR/BAGAN ............................................................................ vii
DAFTAR L.AMPIRAN ....................................................................................... ix
BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................ 1-15 1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 1.2 . ldentifikasi Masalah ...................................................................... 1 O 1.3. Perumusan dan Pembatasan Masalah ......................................... 11
1.3.1. Perumusan masalah ....................................................... 11 1.3.2. Pembatasan masalah ..................................................... 11
1.4 .Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 13-14 1.4.1. Tujuan penelitian ............................................................. 13 1.4.2. Manfaat penelitian ........................................................... 14
1.5. Sistematika Penulisan ............................................................. 14-15
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 16-65 2.1. Persepsi. ................................................................................. 17-23
2.1.1. Pengertian persepsi. ....................................................... 17 2.1.2. Proses terjadinya persepsi. ............................................. 21 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ................... 22
2. 2. lnteraksi Sosial. ...................................................................... 23-33 2.2.1. Pengertian interaksi sosial. ............................................. 23
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial.. ....... 27 2.2.3. Ciri-ciri interaksi sosial. ................................................... 28 2.2.4. Bentuk-bentuk interaksi sosial.. ...................................... 28
2.3. Pendidikan lnklusi.. ................................................................. 33-44 2.31. Pengertian pendidikan inklusi .......................................... 33 2.3.2. Komponen keberhasilan pendidikan inklusi. ................... 36 2.3.3. Tujuan pendidikan inklusi ................................................ 42 2.3.4. Manfaat pendidikan inklusi ............................................. .42
2.4. Autisme .................................................................................. .44-61 2.4.1. Pengertian autisme ......................................................... 44 2.4.2. Etiologi autisme ............................................................... 50 2.4.3. Pravalensi autisme .......................................................... 54 2.4.4. lnteraksi sosial anak autis ............................................... 55
2.5. Kerangka Berfikir .......................................................................... 61 2.6. Hipotesa ........................................................................................ 65
BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 66-86 3.1. Jenis Penelitian ............................... : ........................................ 66-67
3.1.1. Pendekatan penelitian .................................................... 66 3.1.2. Metode penelitian ........................................................... 67
3.2. Definisi Kontekstual dan Operasional Variabd ...................... 68-72 3.2.1. Variabel bebas ................................................................ 68 3.2.1. Variabel terikat. ............................................................... 69
3.3. Subjek Penelitian ..................................................................... 72-73 3.3.1. Populasi dan sampel.. ..................................................... 72 3.3.2. Tehnik pengambilan sampel.. ......................................... 73
3.4. Pengumpulan Data .................................................................. 73-84 3.4. i. Metode dan instrument pengumpulan data ............... 73-80
3.4.1.1. Metode pengumpulan data ............................... 73 3.4.1.2. Instrument pengumpulan data ..................... 74-78
A Angket dan angket.. .................................. 76 B. Angket dan skala ...................................... 76 C. Wawancara dan pedoman wawancara .... 79
3.4.2. Tehnik uji instrumen penelitian ....................................... 80 3.4.3. Hasil uji instrumen penelitian ..................................... 81-84
3.4.3.1. Uji validitas ........................................................ 81 3.4.3.2. Uji reliabilitas .................................................... 83
3.5. Analisa data .................................................................................. 84 3.6. Prosedur Penelitian ...................................................................... 84
BAB 4: ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ............................... 87-123 4.1. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 87-102
4.1. Latar belakang tempat penelitian ...................................... 87 4.2. Latar belakang objek penelitian ........................................ 93 4.3. Latar belakang subjek penelitian ...................................... 99
4.2. Presentasi data. ................................................................... 102-110 4.2.1 Uji persyaratan ........................................................ 102-106
4.2.1.1. Uji normalitas .................................................. 103 4.2.1.2. Uji homogenitas .............................................. 105
4.2.2. Deskripsi hasil penelitian ....................................... 106-11 O 4.2.2.1. Gambaran umum persepsi siswa reguler
terhadap siswa autis ....................................... 106 4.2.2.2. Gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis .................................................... 108
4.3. Pengujian hipotesis ..................................................................... 11 o 4.4. Hasil tambahan .................................................................... 111-123
4.4.1. Berdasarkan jenis kelamin ............................................ 111 4.4.2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung
subjek penelitian yang terdiagnosa autisme ................ 114 4.4.3. Berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan
objek penelitian ............................................................ 118
BAB 5 : KESIMPULAN,DISKUSI dan SARAN ...................................... 124-133 5.1. Kesimpulan ................................................................................. 124 5.2. Diskusi. ....................................................................................... 127 5.3. Saran .......................................................................................... 130
DAFT AR PUST AKA ....................................................................................... x
LAMPIRAN.
DAFTAR TABEL
3.1. Aspek dan indikator untuk variabel persepsi ...................................... 69 3.2. Aspek dan indikator untuk variabel interaksi sosiciL ........................... 71 3.3. Jumlah siswa kelas IV B pada SDN Gedong 04 Pagi. ........................ 72 3.4. Blue print dalam try out skala persepsi. ......................................... 77 3.5. Skor untuk Pernyataan item favorable dan item unfavorable ............. 77 3.6. Blue print dalam try out skala interaksi sosial. ................................. 78 3.7. Skor untuk pernyataan untuk item proses sosial dan item proses tidak
sosial ..................................................................................... 79 3.8. Klasifikasi koefisien reliabilitas ............................................................. 81 3.9 Hasil uji validitas pada skala persepsi ................................................. 82 4.0. Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial ....................................... 83 4.1. Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi dan interaksi sosial .............. 84 4.2. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ...................... 99 4.3. Nilai klasifikasi berdasarkan jenis kelamin ......................................... 100 4.4. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan ada atau tidaknya saudara
kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme ....................... 100 4.5. Nilai klasifikasi berdasarkan ada atau tidaknya saudara kandung
subjek penelitian yang terdiagnosa autisme ..................................... 101 4.6. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan lamanya subjek penelitian
sekelas dengan objek penelitian ........................................................ 101 4.7. Nilai klasifikasi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan
objek penelitian .................................................................................. 102 4.8. Uji normalitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial. ........... 104 4.9. Uji homogenitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial. ....... 106 5.0. Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala persepsi ......... 107 5.1. Kategorisasi hasil pada skala persepsi. ............................................. 108 5.2. Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala interaksi
sosial.. ................................................................................................ 109 5. 3. Kategorisasi hasil pada skala inte;aksi sosial.. .................................. 11 O 5.4. Hasil perhitungan uji hipotesis ........................................................... 11 O 5.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan jenis
kelamin .............................................................................................. 111 5.6. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan jenis
kelamin .............................................................................................. 112 5.7. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi ~>osial berdasarkan
jenis kelamin ...................................................................................... 113 5.8. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan
jenis kelamin ...................................................................................... 114
5.9. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 115
6.0. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 116
6.1. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 117
6.2. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 118
6.3. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian ............................ 119
6.4. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian ............. 120
6.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan lamanya subjek penelitien sekelas dengan objek penelitian ............. 121
6.6. Hasil uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan lamanya subjek penelitien sekelas dengan objek penelitian ........................... 122
6.7. Nilai t-hitung pada variabel persepsi dan interaksi sosial dan nilai r-tabel dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23 .................................... 123
DAFTAR BAGAN dan GAMBAR
2.1. Metaphor For Ecological Levels .................................................... 25 2.2. Kerangka berfikir ........................................................................ 64 4.1. Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala persepsi. ............................... 104 4.2. Q-Q Plot untuk uji normalitas pada ska la interaksi sosial. ..................... 105
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3 Lampiran 3 (1) Lampiran 3 (2)
Lampiran 4 Lampiran 4 (1) Lampiran 4 (2) Lampiran 4 (3)
Lampiran 5
Lampiran 5 (1) Lampiran 5 (2) Lampiran 5 (3) Lampiran 5 (4)
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 8 (1) Lampiran 8 (2)
Lampiran 9 Lampiran 9 ( 1)
Lampiran 9 (2) Lampiran 9 (3)
DAFTAR LAMPIRAN
Surat lzin Penelitian
Surat Keterangan Penelitian
Pedoman Wawancara Pedoman Wawancara bagi pihak sekolah Pedoman Wawancara bagi Shadow Teacher objek.
Angket Objek Angket ldentitas Objek Angket Riwayat Kelahiran Objek Angket Riwayat Perkembangan Objek
Hasil perhitungan uji validitas dan uji reliabilitas pada skala persepsi dan in!f~raksi sosial Hasil uji validitas pada skala persepsi Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial Hasil uji reliabilitas pada skala interaksi sosial
Angket penelitian
: Lembar jawaban penelitian
Data mentah penelitian pada skala persepsi dan lnteraksi sosial Data mentah penelitian pada skala persepsi Data mentah penelitian padi;1 skala interaksi sosial
Dokumentasi Penyelenggaraan komponen pendidikan inklusi oleh SON Gedong 04 Pagi- Jakarta Timur Perilaku autistik objek penelitian lnteraksi sosial subjek penelitian terhadap objek penelitian
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab 1 ini akan dibahas mengenai pendahuluan dari sebuah penelitian
yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian se1ia sistematika
penulisan. Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke
dalam sub-sub bab di bawah ini.
1.1.Latar Belakang Masalah
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada setiap individu
dan menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap manusia tak terkecuali bagi anak
anak berkebutuhan khusus. Menurut data dari lembaga nasional, Indonesian
Society for Special Needs Education (ISSE), pada tahun 2000 hingga 2005
terdapat 2,6 juta lebih anak-anak usia sekolah yang merniliki kebutuhan
khusus (special needs) dan hanya sekitar 48 ribu anak yang mengikuti
sekolah khusus, itu artinya hanya 1,83 % anak berkebutuhan khusus yang
bersekolah dan sisanya ada 98, 17 % anak berkebutuhan khusus tidak
bersekolah. (www.pikiranrakyat.com)
2
Menurut Cook (2001:146) secara umum anak berkebutuhan khusus dapat
digolongkan menjadi dua (2) yaitu: obvious disability dan hidden disability.
Obvious disability adalah anak kebutuhan khusus yang tanda-tanda kelainan
fisik dan perilakunya terlihat jelas, sedangkan hidden disability adalah anak
kebutuhan khusus yang tanda-tanda kelainan fisik dan perilakunya tidak
terlihat jelas atau tersembunyi. Sal ah satu anak kebutuhan khusus yang
termasuk dalam jenis obvious disability adalah anak dengan sindrom autisme
yaitu gangguan perkembangan fungsi otak yang terlihat sebelum usia 3 tahun
dan mencakup bidang sosial, komunikasi (bahasa}, imajinasi, fleksibilitas,
minat, kognisi dan atensi (dalam Lumbantobing, 1997).
Data menunjukkan bahwa anak autis, semakin hari semakin meningkat,
menurut harian kompas (2000) disebutkan bahwa sebelum tahun 1990
tercatat pada 10.000 kelahiran ada empat (4) s/d lima (5) kelahiran yang
teridentifikasi autisme, kemudian pada tahun 1990-an awal meningkat lagi
dari 10.000 kelahiran terdapat 15 s/d 20 kelahiran yang teridentifikasi autisme
dan pada tahun 2000 dari 10.000 kelahiran terdapat 60 f<elahiran yang
teridentifikasi autisme. (www.kompas.com}
Dengan semakin meningkatnya jumlah anak autis, maka kebutuhan
pelayanan bagi anak autis meningkat pula. Berbagai upaya telah dilakukan
oleh berbagai pihak untuk membantu anak autis, mulai clari pelayanan
kesehatan hingga pelayanan pendidikan. Dalam hal pendidikan misalnya,
saat ini sedang dikembangkan program-program yang bersandar pada hak
hak penyandang autis yang sama seperti anak normal lainnya, salah satu
program tersebut adalah penyelenggaraan sekolah reguler dengan sistem
inklusif yang biasa disebut sebagai sekolah inklusi. Hal ini tercantum dalam
UU No.20 Tahun 2003 pasal 15 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk
peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan
luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah di sekolah
reguler.
Menurut Staub dan Peck dalam buku mengenal pendidikan inklusi yang
dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) (2005:9)
dikemukakan bahwa sekolah inklusi adalah penempatan Anak Luar Biasa
(ALB) dalam tingkat ringan, sedang, dan berat di kelas biasa secara penuh.
Lebih lanjut Stainback dan Stainback dalam Direktorat PLB (2005:8)
mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung
semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang tetapi sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap siswa, bantuan dan dukungan yang diberikan oleh para
3
guru digunakan agar siswa-siswa berhasil, baik dalam perkembangan
akademik rnaupun perkernbangan sosial.
4
Perkernbangan sosial seseorang dapat dilihat rnelalui ke~giatan berkornunikasi
dan kegiatan berinteraksi sosial. Menurut Gillin dan Gillin dalarn Soerjono
Soekanto (1990:61) interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang
dinarnis yang rnenyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara
kelornpok-kelornpok rnanusia rnaupun antara orang perorangan dengan
kelornpok rnanusia. Secara garis besar kegiatan berinteraksi sosial dirnulai
ketika anak rnulai rnernasuki usia sekolah baik itu TK (Tarnan Kanak-kanak)
ataupun SD (Sekolah Dasar) dan akan selalu terus rnenerus berkernbang.
Kegiatan berinteraksi sosial ini secara urnurn dibagi rnenjadi 2 yaitu
menggunakan pola-pola perilaku sosial dan menggunakan pola-pola perilaku
tidak sosial. Pola-pola perilaku sosial rnisalnya adalah p(~rilaku empati,
perilaku bekerjasama, perilaku ramah serta perilaku bersaing, sedangkan
pola-pola perilaku tidak sosial misalnya adalah perilaku agresif dan perilaku
negatif (Hurlock, 1991)
Menurut Freedman dalam Adinia (2005:9) salah satu fak:tor terpenting yang
rnernpengaruhi kegiatan berinteraksi sosial adalah persepsi individu terhadap
individu lain karena dengan persepsi itulah seorang individu memberikan
pengetahuan dan harapan kepada individu yang dipersepsikannya, dan
secara langsung mempengaruhi pembentukan sikap dan tingkah lakunya
dalam berinteraksi sosial terhadap orang tersebut. Hal ini didukung oleh
pendapat lrwanto (2002) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
sangat mempengaruhi interaksi sosial adalah persepsi sosial, yaitu penilaian
seorang individu terhadap keadaan fisik dan ciri-ciri perilaku orang tersebut.
5
Untuk saat ini pada umumnya persepsi masyarakat mengenai anak autis
masih bernilai negatif, misalnya adalah sebutan sebagai anal< cacat mental,
anak bodoh, anak nakal bahkan sampai pada label "anak kutukan" dan "anak
gila". "Anak kutukan" yaitu anal< yang mendapatkan kutukan dari yang Maha
Kuasa akibat kesalahan masa lalu yang pernah dilakukan oleh orang tua
individu tersebut, sedangkan sebutan "anal< gila" lebih disebabkan karena
ciri-ciri perilaku anak autis yang tidak wajar dan biasanya hanya dilakukan
oleh orang-orang yang "tidak waras" misalnya tertawa sendiri, berbicara
sendiri, teriak-teriak tanpa sebab yang jelas, memakan benda-benda yang
tidak seharusnya dimakan (contohnya: sabun, shampo dan sebagainya) serta
senang menyakiti diri sendiri. Oleh sebab itu agar tidak tertular mereka patut
untuk dijauhi bahkan diperlakukan kasar atau biasa disebut sebagai perilaku
"Bullying".
Salah satunya adalah kisah yang diceritakan oleh orang tua anak autis
berikut ini (diadaptasi dalam www.puterakembara.com). "Ivan sekarang telah
6
berada di TK B Umum, yang suka bikin saya sedih banget kalau pulang
sekolah saya dapat cerita perlakuan teman-temannya k(~ Ivan. Bayangkan
suatu saat ada temannya yang ulang tahun di sekolah, Ivan kasih kado
kepada orang tersebut dan ternyata kado itu diambil, dibanting dan diinjak
injak sama temannya,lvannya bengong aja, belum lagi kalo ada yang tiba-tiba
cubit Ivan, langsung ngomelin lvan,tanpa Ivan tahu masalahnya apa. Saya
pengin deh ngajarin Ivan berantem atau sekedar mempertahankan diri kalau
dipukul balas gitu tapi Ivan selalu diam kalo dinakalin sama temannya. Suatu
saat saya ajak Ivan ke salah satu sekolah reguler yang menyediakan satu (1)
kelas khusus tapi disana Ivan lebih cerewet dan malah banyak tanya ke
gurunya ini dan itu jadi gurunya lebih menyarankan agar Ivan, untuk
perkembangannya lebih baik dibawa ke sekolah reguler dengan sistem
inklusi agar Ivan lebih terpacu. tapi saya nggak tahan melihat dan mendengar
Ivan diperlakukan seperti itu oleh teman-temannya".
Atau kisah Oscar Dompar seorang autis yang selalu mendapatkan perilaku
"bullying" ketika berada di sekolah (diadaptasi dalam Kartini,2008)." Aku
sering menjadi "bulan-bulanan" anak-anak lain !<arena kondisiku yar.g
berbeda,misalnya ketika aku kelas lima (5) SD, aku pernah dibohongi teman
temanku, itu terjadi karena kekagumanku terhadap tokoi'1 kartun Bart
Simpson yang saat itu sedang Booming. Mereka membohongi aku dengan
mengatakan akan memanggilku Bart jika aku sengaja salah mengisi soal
ulangan tetapi jika tidak mereka akan memanggilku Lisa dan aku mau saja
menurutinya sehingga nilaiku nol (O) walaupun sebenarnya aku bisa
mengerjakannya. Kejadian seperti ini tidak berhenti hingga di SD ketika aku
duduk di Sekolah Menengah Umum (SMU), aku masih saja sering diganggu
oleh anak-anak lain, dan tak jarang aku menangis secara diam-diam ketika
pulang sekolah, puncaknya adalah aku tidak naik kelas, tetapi karena tidak
ingin putus sekolah orang tuaku menyekolahkanku di Australia, disini
keadaannyapun tak jauh berbeda, aku masih sering diganggu oleh teman
teman, misalnya: pada saat itu aku meminta temanku untuk menemani ke
7
A TM mengambil uang yang ditransfer mama untuk biay:a sekolah semester
ini, disini "ia" melihat jumlah tabunganku yang lumayan banyak hingga
akhirnya ia menyusun siasat untuk menipuku, "la" berdalih ingin meminjam
uangku untuk berbisnis dan menjanjikan uang itu akan kembali dua kali lipat,
tetapi setelah beberapa minggu kemudian uangku tetap tidak kembali bahkan
"ia" ,memaksa diriku untuk terus menerus meminjamkan dirinya uang".
kisah-kisah diatas didukung oleh pendapat Sri Utami Ayuningsih (2005:35)
dan hasil wawancara pendahuluan penelitian yang dilakukan oleh Retno
Ekapuri (2007,4) dengan salah satu kepala sekolah Sekolah Dasar Negeri
(SON) di Jakarta yang menyelenggarakan pendidikan inklusi dijelaskan
bahwa salah satu kekurangan dalam sekolah inklusi bagi siswa autis adalah
seringkali siswa tersebut mendapat perlakuan yang buruk dari teman-
ternannya yang lain rnisalnya rnengejek, rnenjauhi bahkan tidak pernah
rnengajak siswa autis untuk berrnain dan belajar bersarna rnereka.
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa persepsi seseorang
rnengenai individu lain rnerniliki hubungan dengan sikap dan tingkah laku
yang dikeluarkan oleh individu tersebut ketika berinteraksi. Dengan persepsi
yang positif, interaksi yang terjadi di antara keduanya berjalan positif hal ini
dapat dilihat rnelalui pola-pola perilaku sosial, rnisalnya perilaku kerjasarna,
perilaku ernpati, sikap rarnah, serta perilaku bersaing tapi sebaliknya jika
persepsi siswa reguler bernilai negatif, interaksi yang terjadi di antara
keduanya negatif hal ini dapat dilihat rnelalui pola-pola perilaku tidak sosial,
rnisalnya perilaku negatif serta perilaku agresif.
8
Tetapi di lain pihak dalam beberapa penelitian khususnya pada bidang
psikologi sosial yang rnerniliki terna hubungan antara pmsepsi dengan
interaksi sosial tidak diternukan adanya hubungan yang signifikan antara
persepsi dengan interaksi sosial, rnisalnya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Heider yang rneneliti hubungan antara persepsi orang Arnerika terhadap
turis asing berkebangsaan China dengan interaksi sosial orang Arnerika
terhadap turis asing berkebangsaan China. Menurut sarwono (1999,214)
Dalarn penelitian tersebut tidak terdapatnya hubungan antara persepsi
dengan interaksi sosial lebih disebabkan karena individu-individu tersebut
9
memiliki peraturan-peraturan yang jelas dan mengikat yang jika tidak dipatuhi
akan mendapatkan sanksi sehingga mereka mempunyai suatu alasan yang
kuat untuk mengesampingkan ego nya masing-masing.
Dalam studi pendahuluan yang penulis lakukan di sekolah inklusi SON
Gedong 04 Pagi Jakarta Timur, didapati bahwa dalam beberapa kegiatan
sekolah siswa-siswa autis sering diabaikan bahl<an 'dijal1ili'oleh teman
temannya, misalnya pada saat pelajaran olah raga siswa autis sering tidak
diharapkan oleh teman-temannya (siswa reguler) untuk berada dalam
l<elompoknya atau pada saat jam istirahat masih terlihat beberapa siswa
reguler yang men'jahili' siswa autis misalnya dengan berterial<-teriak
disamping siswa autis yang dapat menyebabkan mereka tempertantrum
tetapi dalam beberapa kegiatan siswa reguler turut serta membantu siswa
autis misalnya ketika siswa autis melakukan perilaku stereotipik banyak siswa
reguler yang mengingatl<an bahwa perilaku tersebut tidak baik atau ketika
siswa autis tidak dapat bermain sepeda siswa-siswa reguler membantu
mengajarkannya.
Berkaitan dengan apa yang telah dipaparl<an sebelumnya mengenai anal<
autis, sel<olah inklusi, dan hubungan antara persepsi dengan interal<si sosial
serta beberapa penelitian yang terkait dengan hal tersebut dan didukung
dengan beberapa fenomena yang terjadi disel<olah, Penulis tertarik untuk
10
mengetahui hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler
terhadap siswa autis di sekolah inklusi Sekolah Oasar Negeri (SON) Gedong
04 Pagi Jakarta Timur. Akhirnya penulis memberikan judul pada skripsi ini
yaitu: "HUBUNGAN ANT ARA PERSEPSI OEN GAN INTERAKSI SOSIAL
SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI
(Penelitian pada Siswa-siswa Reguler Kelas IV Sekolah Oasar Negeri
Gedong 04 Pagi Jakarta Timur)".
1.2 ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan, yatu:
1. Bagaimana persepsi siswa reguler terhadap siswa autis di Sekolah Oasar
Negeri (SON) Gedong 04 Pagi?
2. Bagaimana interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di SON
Gedong 04 Pagi?
3. Bagaimana interaksi sosial siswa autis terhadap siswa reguler di SON
Gedong 04 Pagi?
4. Apakah ada hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa
reguler terhadap siswa autis di SON Gedong 04 Pagi
1.3. Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.3.1. Perumusan masalah
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu hubungan antara persepsi dengan
interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi, dapat
dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: "Adakah
hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler
terhadap siswa autis di SON Gedong 04 Pagi?"
1.3.2. Pembatasan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas batasan-batasan yang penulis
gunakan terdiri dari:
11
1. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah Sekolah inklusi SON Gedong
04 Pagi - Jakarta Timur dimana sekolah ini menampung semua siswa di
kelas yang sama baik siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus
yang mencakup siswa autis. Oalam penelitian yang penulis gunakan
sebagai data tambahan adalah sistem pendidikan ink.lusi yang dijalankan
oleh SON Gedong 04 Pagi-Jakarta Timur meliputi: pe1rsiapan sebelum
menerima siswa autis,kualitas kolaborasi antara orang tua dengan guru,
kualitas kolaborasi orang tua dengan sekolah, dukun1~an sekolah terhadap
siswa autis, pelatihan teman sebaya, implementasi atau pelaksanaan
12
pemebelajaran di kelas dan komitmen sekolah terhadap siswa autis. Pada
penelitian ini yang digunakan adalah kelas IV B.
2. Objek penelitian yang digunakan adalah siswa autis yaitu siswa yang
mengalami gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, respon terhadap
sensori, ketidakstabilan mood dan afek serta gejala perilaku lain yang
mencakup tempertantrum, hiperaktiv/hiperkinesis dan perilaku menyakiti
diri sendiri. Dalam penelitian siswa autis yang digunakan adalah siswa
autis yang berada satu kelas dengan subjek penelitia1n.
3. Subjek penelitian adalah siswa regular yang di kelasnya terdapat siswa
autis. Siswa reguler merupakan siswa-siswa yang tidak mengalami
kebutuhan khusus (anak normal).
4. persepsi yang digunakan mengacu pada pendapat lrwanto yang
menjelaskan bahwa persepsi seseorang terhadap individu lain dinamakan
persepsi sosial yaitu penilaian fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain. Karena
pada siswa autis ciri-ciri perilakunya sangat jelas terlihat berbeda dari
anak-anak normal, maka dalam penelitian ini dibatasi hanya persepsi
siswa reguler mengenai ciri-ciri perilaku siswa autis di keiasnya.
5. lnteraksi sosial yang digunakan mengacu pada pend:apat Hurbert Bonner
yang menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua
individu atau lebih dimana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi,
mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain secara timbal
balik dalam penelitian ini adalah interaksi sosial siswa reguler terhadap
siswa autis yang terdapat dalam satu kelas. lnteraksi sosial yang
digunakan disesuaikan dengan tugas perkembangan sosial untuk masa
kanak-kanak dan menurut Hurlock dibagi menjadi dua (2) yaitu proses
sosial dan proses tidak sosial.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan penelitian
13
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu hubungan antara persepsi dengan
interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi penelitian
ini bertujuan antara lain adalah:
1. Mengetahui gambaran um um persepsi siswa reguler terhadap siswa autis
di sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi
2. Mengetahui gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap
siswa autis di sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi
3. Mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi clengan interaksi
sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi SON Gedong
04 Pagi.
14
1.4.2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah penulis
berharap penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara
praktis, antara lain:
1. Bagi para guru di sekolah inklusi dapat mengetahui ~1ambaran umum
persepsi dan interaksi sosial siswa-siswa regulernya mengenai siswa
autis di sekolahnya serta mengetahui apakah ada hubungan antara
persepsi dengan interaksi sosial. Hal tersebut dapat dijadikan acuan
dalam membentuk persepsi yang baik kepada siswa regular terhadap
lingkungan belajar dalam hal ini siswa autis agar mengarah pada proses
sosial yang positif.
2. Bagi para mahasiswa khususnya Fakultas Psikologi, dapat dijadikan
wacana mengenai hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial.
serta menjadi bahan dalam mengenal sekolah inklusi, autisme, persepsi
dan interaksi sosial.
1.5. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB ·1: PENDAHULUAN
Terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.
15
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
Terdiri dari: kajian teori mengenai persepsi, interaksi sosial, pendidikan inklusi
serta kajian teori mengenai autisme. Kemudian kerangka berfikir yang penulis
gunakan dalam penelitian ini serta pengajuan hipotesis.
BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN
Terdiri dari: jenis penelitian yang mencakup pendekatan dan metode
penelitian, definisi variabel dan definisi operasional dari variabel bebas dan
variabel terikat, subjek penelitian yang mencakup populasi dan sampel serta
tehnik pengambilan sampel, pengumpulan data terdiri atas metode dan
instrumen pengumpulan data, tehnik uji instrumen, hasil uji instrumen yang
meliputi uji validitas dan uji reliabilitas, analisa data dan prosedur penelitian.
BAB 4: ANALISIS dan INTERPRETASI DATA
Terdiri dari: gambaran umum penelitian yang didalamny;a terdapat latar
belakang tempat penelitian, latar belakang objek penelitian serta latar
belakang subjek penelitian, kemudian presentasi data mencakup uji
persyaratan yang meliputi uji normalitas dan uji homoge11itas dan deskripsi
hasil penelitian meliputi gambaran umum variabel bebas dan gambaran
umum variabel terikat, pengujian hipotesis pemaparan hasil tambahan.
BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN
Terdiri dari: kesimpulan, diskusi dan saran.
BAB2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab 2 ini akan dibahas mengenai beberapa teori yang berkaitan dengan
penelitian. Adapun teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini adalah
teori mengenai persepsi, interaksi sosial, pendidikan inklusi, serta autisme.
Teori yang pertama adalah teori persepsi meliputi pengertian persepsi,
proses terjadinya persepsi serta faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi,
dilanjutkan dengan teori interaksi sosial yang meliputi p!~ngertian interaksi
sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, ciri-ciri interaksi
sosial, serta bentuk-bentuk interaksi sosial, kemudian dibahas pula mengenai
teori pendidikan inklusi yang meliputi pengertian pendidikan inklusi,
komponen keberhasilan pendidikan inklusi, serta tujuan dan manfaat
pendidikan inklusi dan yang terakhir adalah pembahasan mengenai teori
autisme dengan sub-sub babnya yaitu pengertian autisme, etiologi autisme,
pravalensi autisme dan interaksi sosial anal< autis.
Selain menguraikan teori, pada bab ini akan dibahas mengenai kerangka
berfikir penelitian dan hipotesa penelitian. Kerangka berfikir digunakan
penulis dalam menjelaskan keterkaitan antara komponen-komponen
penelitian yang terdiri dari pendidikan inklusi, siswa reguler, siswa autis,
17
persepsi dan interaksi sosial. Sedangkan hipotesa penelitian digunakan
sebagai dugaan awal sebuah penelitian yang menyangkut ada atau tidak
adanya hubungan antar variabel. Untuk menguraikannya maka penulis akan
menuangkannya ke dalam sub-sub bab di bawah ini.
2.1. Persepsi
2.1.1. Pengertian persepsi
Menurut Bimo Walgito (dalam Abdurrahman Saleh, 2004:88) persepsi adalah
proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera untuk
dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat menyadari keadaan di
sekelilingnya, lebih lanjut Abdurrahman Saleh mengungkapkan bahwa
persepsi juga dapat diartikan sebagai kemampuan membeda-bedakan,
mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang.
Menurut Desiderato (dalam Jalaluddin Ral<hmat. 2005:51) persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Sedangkan Santrock (2002: 125) menyatakan bahwa persepsi ad al ah
interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap suatu peristiwa atau objek
tertentu dan juga apa yang akan diinderakan atau dirasakan.
18
Pengertian persepsi yang lebih detail diungkapkan oleh Chaplin (2005:358)
yang menjelaskan bahwa persepsi adalah proses mengEitahui atau
mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera yang
merupakan kesadaran dari proses-proses organis dimana satu kelompok
penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman
dimasa lalu, adapun variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan
biasanya berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan perbedaan di
antara perangsang-perangsang. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran
langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu.
Menurut Zanden (1984:33) persepsi merupakan proses mengumpulkan data
dan menginterpretasikan informasi, persepsi juga merupakan penghubung
antara manusia dan lingkungannya. Persepsi membuat rnanusia dapat
merasakan dunia sekitarnya karena tanpa persepsi maniusia akan hampa dari
berbagai macam pengalaman. Persepsi membuat rnanusia dapat merasakan
dunia sekitarnya dan rnemberikan arti pada input senson. Manusia tidak
secara langsung memberikan respon kepada dunia luar, kejadian objek, atau
orang lain, melainkan mengubah stimulus luar tersebut menjadi sistem dalam
diri yang akan diberi arti.
Berdasarkan kelima definisi tersebut, rnaka secara garis besar dapat
dikatakan bahwa persepsi merupakan proses pengumpulan data, yang
kemudian diinterpretasikan dan didasarkan alas pengalaman yang telah
dimiliki individu tersebut, sehingga memiliki makna atau arti bagi individu itu
sendiri.
19
Dalam Anida (2005) Heider menjelaskan bahwa persepsi dapat diberikan
oleh individu pada suatu benda, kejadian ataupun pada individu lain, yang
secara garis besar digolongkan menjadi persepsi sosial dan persepsi bukan
sosial (non-social) . Jika yang dilibatkan adalah suatu kEijadian atau sebuah
benda maka persepsinya disebut sebagai persepsi bukan sosial (non-social)
tetapi jika yang dilibatkan adalah manusia atau individu lain maka
persepsinya disebut sebagai persepsi sosial. Sedikit berbeda Jalaluddin
Rakhmat,(2005) menyebutkan bahwa persepsi yang objeknya benda atau
peristiwa lain disebut sebagai persepsi objek sedangkan persepsi yang
objeknya melibatkan manusia disebut sebagai persepsi interpersonal.
Menurut Tagiuri (dalam Anida ,2005) terdapat beberapa istilah yang
digunakan dalam menjelaskan persepsi sosial, antara lain adalah social
perception, person perception, person cognition, dan int€trpersonal
perception.
Menurut Bimo Walgito (1989:38) Persepsi sosial terdiri dari dua kata yaitu
persepsi dan sosial. Persepsi merupakan proses yang menggabungkan dan
mengorganisasikan data-data indera untuk dikembangkan sedemikian rupa
20
sehingga dapat menyadari keadaan di sekeliling kita, se1dangkan sosial
adalah hubungan manusia dengan manusia yang lain. Jadi persepsi sosial
adalah suatu proses seseorang untuk mengetahui, menginterpretasikan dan
mengevaluasi orang lain yang dipersepsikan, baik mengenai sifat-sifat,
kualitas dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi
sehingga terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi. Hal senada
juga diungkapkan oleh lrwanto (2002:258) yang menyatakan bahwa persepsi
sosial merupakan kesadaran individu akan adanya orang lain atau perilaku
orang lain yang terjadi di sekitarnya, sehingga persepsi sosial dapat diartikan
sebagai penilaian fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain
Menurut Robert A Baron (2004:38) persepsi sosial adalah proses yang kita
gunakan untuk mencoba mengetahui dan memahami orang lain. Sementara
Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi ( 1981:472) memberikan definisi
yang sedikit berbeda mengenai persepsi sosial, yaitu kesadaran akan objek
sosial atau peristiwa sosial.
Berdasarkan dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi sosial,
adalah proses yang dilakukan seseorang dalam memberi penilaian fisik dan
ciri-ciri perilaku orang lain sehingga ia dapat memahami karakteris!ik,
mengetahui kualitas dan keadaan orang tersebut.
21
Dalam penelitian ini, yang menjadi objek persepsi adalal1 manusia, sehingga
persepsi yang dimaksud adalah persepsi sosial, yaitu pe1nilaian terhadap
penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku manusia, dan dikategorikan menjadi 2
klasifikasi yaitu: positif dan negatif. Persepsi tersebut dikatakan positif jika
siswa-siswa reguler dapat memahami dan memaklumi perilaku siswa autis
yang terlihat berbeda dengan dirinya, kemudian dikatakan negatif jika siswa
siswa reguler tidak memahami dan memaklumi perilaku siswa autis yang
terlihat berbeda dengan dirinya.
Persepsi sosial yang digunakan adalah persepsi sosial s;iswa reguler di
sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnya. Karena pada siswa autis
ciri-ciri perilakunya sangat jelas terlihat berbeda dari anak-anak normai maka
dalam penelitian ini dibatasi hanya persepsi sosial siswa reguler di sekolah
inklusi mengenai ciri-ciri perilaku siswa autis.
2.1.2. Proses terjadinya persepsi
Seseorang dalam mempersepsikan sesuatu tidak terjadi begitu saja, tetapi
ada unsur yang menyebabkan terjadinya suatu proses persepsi. Secara alur
dapat dikemukakan bahwa proses persepsi munurut Bimo Walgito (1989:39)
berlangsung sebagaimana berikut:
1. Proses kealaman, dimana pada saat ini stimulus baru mengenai alat
indera
22
2. Proses fisiologis, disini stimulus mulai dilangsungkan ke otak oleh syaraf
sensorik
3. Proses psikologik, yaitu proses yang terjadi di otak sebagai pusat susunan
urat syaraf yang menyebabkan individu dapat menginterpretasikan apa
yang di persepsikannya.
Ada pun jalannya persepsi, dalam Abdurrahman Saleh (2004: 119) adalah
pertama-tama seorang individu menginderakan objek di lingkungannya,
kemudian hasil penginderaan tersebut diproses sehingga timbullah makna
tentang objek tersebut. Hal ini akan digunakan oleh individu yang
bersangkutan untuk menentukan reaksi apa yang sesuai yang akan diambil
oleh dirinya.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Robbins (2001 :89) mengemukakan ada 3 faktor yang mempengaruhi
pembentukan ataupun perusakan persepsi seorang individu, yang
berdampak pada terjadinya perbedaan persepsi diantara individu yang satu
dengan yang lainnya terhadap hal yang sama. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Pelaku persepsi, merupakan tokoh sentral yang mempengaruhi
pembentukan persepsi, karena dalam mempersepsikan suatu objek
pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya
23
2. Target atau objek yang dipersepsikan, karakteristik-karakteristik dari objek
yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan oleh pelaku
persepsi.
3. Situasi saat persepsi terjadi, unsur-unsur yang ada dalam lingkungan
seperti waktu, keadaan sosial dan keadaan saat suatu kejadian terjadi,
dapat mempengaruhi konteks dari suatu objek yang diamati oleh pelaku
persepsi.
2.2. lnteraksi sosial
2.2.1. Pengertian interaksi sosial
Sebagai mahkluk sosial individu dituntut untuk mampu rnelakukan interaksi
dengan lingkungan sosialnya, lnteraksi sosial merupakan hubungan timbal
balik antara individu dengan individu lain, antara individu dengan kelompok
serta antara kelompok dengan kelompok. Menurut HurbHrt Bonner (dalam
Abu Ahmadi, 1991:54) interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara
dua individu atau lebih, dimana tingkah laku individu yan9 satu
mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain
secara timbal balik. Lebih lanjut Gillin Gillin (Soerjono Soekanto, 1990:61)
menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia maupun antara orang pere>rangan dengan
kelompok manusia.
Menurut Astrid S Susanto dalam Janu Murdiyatmoko (2004:53) interaksi
sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses
pengaruh mempengaruhi dan menghasilkan hubungan tetap yang pada
akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.
24
Jadi clapat disimpulkan, bahwa interaksi sosial merupakan hubungan sosial
yang bersifat dinamis antara orang perorangan, antara orang dengan
kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok yang saling
mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain
secara timbal balik dan memungkinkan terjadinya pembentukan struktur
sosial.
Brofenbrenner dalam Dalton (2001: 136) berpandangan bahwa perilaku
seseorang tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan dampak dari
interaksinya dengan lingkungan di luarnya. Secara garis besar lingkungan
luar seorang individu dibagi dalam beberapa lingkaran yang berlapis-lapis
yaitu:
1. Sistem mikro, merupakan lingkungan yang paling deikat dengan pribadi
individu, terdiri dari orang tua, saudara kandung, keluarga serumah,
25
sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman bermain, tetangga dan orang
lain yang sehari-hari dekat dan berhubungan erat dengan individu
2. Sistem meso, yaitu interaksi antara faktor di dalam sistem mikro, misalnya
hubungan ayah-ibu, hubungan orang tua-guru dan pi~rgaulan antar teman.
3. Sistem ekso, yaitu sistem yang lebih luar, tidak langsung menyangkut diri
individu namun masih besar pengaruhnya misalnya keluarga besar, polisi,
dokter, koran.
4. Sistem makro, yaitu sistem yang paling luar dan berpengaruh langsung
atau tidak langsung pada individu misalnya pemerintah, agama, tradisi,
hukum, undang-undang politik.
Di bawah ini adalah skema dari lingkungan luar yang mempengaruhi perilaku
interaksi sosial seorang individu:
Sistem makro
Sistem ekso
Sistem mesa
Sistem mikro
lndividu
Gambar 2.1.
Metaphor For Ecological Levels
Sumber: Dalton, James H, Elias, Maurice J dan Abraham Wandersman
dalam Community Psychology: Linking individuals and Communities.
26
Pada penelitian ini, interaksi yang akan dibahas lebih lanjut adalah interaksi
antara individu dengan sistem mikronya dalam hal ini adalah antara siswa
reguler dengan teman sebayanya (siswa autis), yang sel1ari-hari dekat dan
berhubungan erat dengan individu di sekolah.
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana
merupakan proses yang kompleks, Menurut Soerjono Soekanto (1990:63)
ada 4 faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu:
27
1. lmitasi, merupakan suatu tindakan meniru orang lain baik dalam hal sikap
maupun tingkah laku. Dalam proses imitasi terdapat kelebihan dan
kekurangan. Sisi positif dari lmitasi adalah dapat mendorong seseorang
untuk mematuhi kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku sedangkan
sisi negatifnya adalah dapat mematikan pengembangan daya kreasi
seseorang.
2. Sugesti, merupakan pendapat, pandangan dan sikap yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain, diterima oleh pihak lain dan merupakan
pengaruh psikis baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang
lain yang umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Adapun faktor
faktor yang mempermudah terjadinya sugesti antara lain adalah:
a. Sugesti karena hambatan berfikir.
b. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah.
c. Sugesti karena mayoritas.
d. Sugesti karena minoritas.
e. Sugesti karena will to believe.
3. ldentifikasi, merupakan kecendrungan-kecendrungan atau keinginan
keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.
UIN
Proses identifikasi mula-mula berlangsung secara tidak sadar (dengan
sendirinya) kemudian berkembang menjadi proses irasional yaitu
berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan
dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional.
28
4. Simpati, merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada
pihak lain, dan biasanya timbul atas dasar yang irasional yaitu
berdasarkan penilaian perasaan-perasaan
2.2.3. Ciri-ciri interaksi sosial
Menurut Charles P Loomis, dalam Soerjono Soekanto ( 1990:65) ada 4 ciri
ciri interaksi sosial, antara lain adalah:
1. Jumlah pelakunya lebih dari 1 orang
2. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol
atau lambang-lambang baik verbal maupun non-verbal
3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini dan masa
yang akan datang yang akan menentukan sifat dari aksi yang sedang
berlangsung
4. Adanya tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut
2.2.4. Bentuk-bentuk interaksi sosial
Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial menurut Soerjono Soekanto
(1990:70), antara lain adalah:
29
1. Kerjasama, merupakan suatu proses sosial yang assosiatif. Yaitu
bergabungnya individu-individu atau sekolompok individu untuk mencapai
tujuan bersama
2. Akomodasi, merupakan suatu proses sosial yang assosiatif. Yaitu usaha
manusia untuk meredakan ketegangan akibat konflik atau pertikaian
dalam rangka mencapai kestabilan
3. Persaingan, merupakan suatu proses sosial yang dissosiatif, dimana
individu atau kelompok manusia saling bersaing mencari keuntungan
melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi
perhatian umum (baik perorangan maupun kelompok manusia) dengan
cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang
telah ada tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan
4. Konflik, merupakan suatu proses sosial yang dissosiatif, dimana individu
atau kelompok manusia saling menyadari adanya perbedaan-perbedaan,
misalnya dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola
pola perilaku tertentu. Ciri-ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan
yang ada hingga menjadi suatu pertentangan
Adapun pola prilaku dalam situasi sosial pada masa kanak-kanak secara
garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu (dalam Hurlock, 1991):
1. Pola perilaku sosial, terdiri dari:
a. Kerjasama, pada umur 4 tahun anak-anak sudah dapat bermain dan
bekerja secara bersama dengan anak lain. Semakin banyak
kesempatan yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu secara
bersama semakin cepat mereka belajar untuk bek.erja sama.
b. Persaingan, persaingan dikatakan positif jika persaingan merupakan
dorongan bagi seorang anak untuk berusaha sebaik-baiknya.
c. Kemurahan hati, dengan kemurahan hati akan terjadi penerimaan
sosial, dan setelah itu anak mempelajari bahwa kHmurahan hati
menghasilkan penerimaan sosial maka sikap mementingkan dirinya
sendiri semakin berkurang.
d. Hasrat akan penerimaan sosial, jika hasrat akan penerimaan sosial
seorang anak sangat kuat, maka dorongan untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan sosial juga kuat.
e. Simpati,merupakan kemampuan seorang anak untuk memahami
kedaan di sekitarnya, kemampuan ini didapat jika anak telah
mengalami kehilangan.
30
f. Empati, merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi
orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut.
g. Ketergantungan, ketergantungan terhadap orang lain dalam hal
bantuan, perhatian, dan kasih sayang dapat mendorong anak untuk
berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial.
31
h. Sikap ramah, seorang anak memperlihatl<an sil<ap ramah, melalui
kesedian melakukan sesuatu untuk orang lain dan kasih sayang yang
diberikan oleh mereka.
i. Sikap tidak mementingkan diri sendiri, anak yang mempunyai
kesempatan dan mendapat dorongan untuk membagi apa yang
mereka miliki akan memiliki sikap tidak mementin!~kan diri sendiri.
J. Meniru, dengan meniru seorang anak dapat men~1etahui perilaku apa
saja yang dapat diterima oleh kelompok sosialnya.
k. Prilaku kelekatan, perilaku kelekatan dikembangkan oleh seorang
anak berdasarkan pengalaman pada fase bayi, dan pada fase kanak
kanak perilaku kelekatan tersebut dialihkan kepacla orang lain
(temannya) untuk membina persahabatan dengan mereka.
2. Pola perilaku yang tidak sosial, terdiri dari:
a. Negativisme, merupal<an perlawanan terhadap tel<anan da.ri pihak lain
untuk berperilaku tertentu, dan dapat dilakukan baik secara lisan
maupun non-lisan.
b. Agresi, merupakan tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman
permusuhan.
c. Pertengkaran, merupakan perselisihan pendapat yang mengandung
kemarahan.
32
d. Mengejek dan menggertak, merupakan serangan. Dikatakan mengejek
jika serangan dilakukan secara lisan sedangkan rnenggertak jika
serangan dilakukan secara fisik.
e. Perilaku yang sok kuasa, merupakan kecendrungan untuk
mendominasi orang lain.
f. Egosentrisme, merupakan sifat untuk bertindak mEmurut kehendak
mereka.
g. Prasangka, merupakan pandangan terhadap perbi~daan-perbedaan
yang terdapat pada individu lain. Pada umumnya dilihat melalui
penampilan dan ciri-ciri fisik individu tersebut.
h. Antagonisme jenis kelamin, pada masa kanak-kanak akhir
antagonisms jenis kelamin terlihat sangat jelas, hal ini di tunjukkan
dengan menghindari bermain dengan lawan jenisnya atau menghindari
aktivitas yang sering dilakukan oleh lawan jenis.
Secara normal proses sosial tersebut dimulai ketika anak-anak secara resmi
mengikuti kegiatan sekolah baik itu pada Taman l<anak-kanak (Tl<) atau
kelas satu Sekolah Dasar (SD) karena pada dasarnya saat anak mengikuti
kegiatan sekolah, anak-anak mulai berusaha menggunakan tolak ukur orang
dewasa untuk menilai orang atau situasi, dan pada saat bHrusia 10 tahun
anak-anak sudah dapat mengubah sebagian dorongan hati ke arah yang
sesuai dengan harapan kelompok sosial, dan akan terus mempengaruhi
perkembangan pada masa-masa selanjutnya.
33
Pada penelitian ini, perkembangan sosial yang digunakan adalah pola-pola
proses sosial pada masa usia sekolah dasar (kanak-kanak akhir) yang
dilakukan oleh siswa reguler terhadap siswa autis dan digolongkan menjadi
proses sosial dan proses tidak sosial yang diklasifikan menjadi 2 kategori
yaitu positif dan negatif. Dikatakan positif apabila siswa-siswa reguler
tersebut melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial beirsama dengan siswa
autis menggunakan pola-pola perilaku sosial misalnya pE~rilaku simpati,
ramah, bekerjasama kepada siswa autis dan dikatakan negatif jika siswa
siswa reguler tersebut melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial bersama
dengan siswa autis menggunakan pola-pola perilaku tidak sosial misalnya
. berperilaku agresif atau negatif kepada siswa autis.
2.3. Pendidikan lnklusi
2.3.1. Pengertian pendidikan inklusi
lstilah inklusi semakin popular dalam dunia pendidikan di Indonesia,
khususnya pada Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan telah menjadi salah satu
program pengembangan di Direktorat Pendidikan Luar Biasa.
Menurut Sue Stuubs (2005:76) istilah pendidikan inklusi dan sekolah inklusi
untuk negara-negara yang sedang berkembang sering disamakan, ini
disebabkan karena pada negara-negara berkembang termasuk indonesia
sekolah merupakan tempat untuk menerima pendidikan itersebut dan
sebagian besar waktu mereka telah tersita di sekolah. Pendidikan inklusi
memiliki pengertian yang beragam,antara lain:
34
Menurut Subagyo Brotosedjati (2003: 56) pendidikan inklusi ialah model
penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat (berkebutuhan
khusus) yang diselenggarakan bersama dengan anak normal di lembaga
pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga
yang bersangkutan.
Menurut Stainback dan Stainback (1990) dalam buku mengenal pendidikan
inklusi yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB)
(2005:8) sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di
kelas yang sama, sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,
menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa,
maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar
anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga m1;,rupakan tempat
setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut dan saling
35
membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat
lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
Menurut Staub dan Peck dalam Direktorat PLB (2005:9) mengatakan bahwa
sekolah inklusi adalah penempatan Anak Luar Biasa (ALB) dalam tingkat
ringan, sedang dan berat, di kelas biasa secara penuh. Hal ini menunjukkan
bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang rele~van bagi anak
berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.
Menurut Hidayat (2003:45) pendidikan inklusi adalah pendidikan yang
menyertakan setiap anggota masyarakat, termasuk mereka yang
berkebutuhan khusus, yaitu mereka yang mempunyai kebutuhan permanen
atau sementara untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan khususnya.
Menurut Sapon-Shevin dalam O' Neil yang dikulip oleh Direktorat Pendidikan
Luar Biasa (2005:9) menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem
layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan
dilayani di sekolah-sekolah terdel<at, di kelas reguler bemama-sama teman
seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah
sehingga menjadi komunitas yang mendul<ung pemenuhan kebutuhan
khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar clan mendapat
36
dukungan dari semua pihak, baik para siswa, guru, orangtua serta masyakat
sekitarnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah dimana siswa
siswa berkebutuhan khusus apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya ditempatkan satu kelas dengan siswa-siswa tidak berkebutuhan
khusus, program yang diberikan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan
tingkat kemampuan individu yang bersangkutan dan bantuan yang dapat
diberikan oleh para guru adalah agar semua siswa-siswanya dapat berhasil.
Sehingga rasa memiliki dan menjadi bagian dari kelas tersebut sangatlah
diperlukan, agar dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki setiap siswanya
dan memenuhi semua kebutuhan siswanya.
2.3.2. Komponen keberhasilan pendidikan inklusi
Menurut Sri Utami Ayuningsih (2005) yang merangkum komponen
keberhasilan suatu pendidikan inklusi berdasarkan komponen dalam
karakteristik, pengkajian pada pendidikan inklusi serta teori-teori yang
berkaitan,maka didapatlah kompenen tersebut antara lain adalah:
1. Persiapan sebelum menerima anak autis, mencakup pelatihan guru,
pendataan siswa serta persiapan kelas.
37
Palatihan guru, marupakan salah satu hal yang penting sabalum
mamasukkan anak autis, beberapa modul yang penting dalam pelatihan
ini antara lain adalah pangetahuan mangenai autisme, simulasi tarapi
parilaku bagi siswa autis dan stratagi atau kiat-kiat dalam mananggani
anak autis, dan idaalnya semua guru pernah mendapatkan pelatihan ini.
Kemudian pendataan siswa, yang dilakukan agar sakolah mandapatkan
informasi yang langkap mengenai kondisi siswa, hal ini dapat dilakukan
oleh pihak sekolah dangan cara obsarvasi sarta wawancara dengan
pihak-pihak yang terkait.Sadangkan persiapan kalas, dilakukan agar
siswa-siswa raguler tersebut tidak tarlalu kaget akan hadirnya siswa autis
yang secara fisik dan perilaku berbada dangan meraka sehingga siswa
autis dapat ditarima secara baik olah teman-tamannya dalam hal ini
adalah siswa-siswa regular, yang akan bardampak pada kagiatan
interaksi diantara kaduanya. Parsiapan kalas yang paling sadarhana dan
penting adalah mensosialisasikan kapada siswa-siswa regular akan
adanya anak autis yang ikut serta dalam kelas mereka, hal tersebut dapat
dilengkapi melalui pembentukan team guru yang akan manangani anak
autis dengan tugas memparsiapkan matari khusus atau IEP yang sasuai
dangan kebutuhan anak. Dangan adanya parsiapan yang matang
sebelum menerima siswa autis, diharapkan para guru dapat marubah
perilaku-perilaku siswa autis ke arah yang lebih baik secara efektif
sehingga berdampak pada perubahan persepsi siswa raguler terhadap
siswa autis yang memiliki keterkaitan terhadap interaksi diantara
keduanya.
38
2. Adanya kolaborasi antara orang tua dengan guru, hal ini penting dilakukan
agar perkembangan anak autis berjalan dengan baik. Adapun hal yang
dapat dilakukan oleh para guru adalah pertemuan rutin antara keduanya,
yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama misalnya satu bulan
sekali, adapun hal-hal yang dapat didiskusikan adalah mengenai
hambatan-hambatan yang ditemui ketika menangani anak-anak mereka
sehingga dapat dicarikan jalan keluar bersama dalarn mendidiknya.
Sehingga perilaku-perilaku siswa autis dapat berubah kearah yang lebih
baik dengan waktu yang lebih cepat dan merubah persepsi siswa reguler
mengenai siswa autis ke arah yang lebih positif yang secara langsung
mempengaruhi interaksi sosial diantara keduanya.
3. Kolaborasi orang tua dengan sekolah, bentuk kolabornsi ini antara lain
adalah memberikan sumbangan uang atau barang secara rutin, atau
sekedar membantu bila diperlukan. Adapun bentuk dukungan yang lebih
spesifik dari orang tua anak autis yang berkaitan dengan kondisi anaknya
adalah menyediakan guru pendamping untuk anak merei<a.Dengan
adanya kolaborasi ini dapat dilihat seberapa besar kepedulian orang tua
terhadap anaknya, semakin peduli orang tua, semakin mudah dan cepat
merubah ciri-ciri perilaku siswa autis yang berpengaruh pada perubahan
persepsi dan berdampak pada proses interaksi diantara keduanya.
39
4. Dukungan sekolah, guru, terhadap siswa autis, hal ini dapat dilakukan
dengan cara menyediakan guru pendamping atau si~tidaknya guru bantu
atau sekurang-kurangnya relawan yang dapat membantu siswa autis.
Adapun tugas bagi guru pendamping antara lain adalah menjembatani
instruksi guru kepada anak, mengendalikan perilaku anak di kelas,
membantu anak belajar, bermain atau berinteraksi dengan teman
temannya. Sedangkan tugas dari guru bantu adalah sebagai konsultan
dalam menangani siswa autis di sekolah, ikut serta dalam merencanakan
program pembelajaran, memonitor dan mengevaluasi program
pembelajaran. Dengan adanya guru pendamping dan guru bantu
mempercepat perubahan ciri-ciri perilaku siswa autis kearah yang lebih
baik, yang berpengaruh terhadap perubahan persepsi dan berdampak
pada perubahan sikap dan tingkah laku saat berinteraksi sosial diantara
keduanya.
5. Pelatihan teman sebaya, bentuk pelatihan teman sebaya yang paling ideal
adalah menjadi model atau contoh yang dapat ditiru oleh siswa autis
dalam berperilaku sebagaimana mestinya. Hal lain yang dapat dilakukan
adalah pelatihan bagimana cara berkomunikasi dengan siswa autis atau
setidaknya pelatihan agar siswa reguler mau bermain bersama siswa
autis. Dengan adanya pelatihan ini siswa-siswa reguler "diwajibkan"
secara konsisten membantu merubah ciri-ciri perilaku siswa autis, dengan
perubahan ciri-ciri perilaku siswa autis berpengaruh pada perubahan
40
persepsinya mengenai siswa autis dan berdampak pada interaksi diantara
keduanya.
6, lmplementasi atau pelaksanaan pembelajaran di kelas, dalam
pelaksanaan pendidikan inklusi bagi siswa autis, idealnya pihak sekolah
memiliki IEP (Individual Education Plan) yang sesuai dengan kebutuhan
masing-masing siswanya, atau sarana dan prasarana yang dapat dipakai
bila siswa autis memerlukannya. Dengan adanya IEP serta sarana dan
prasarana yang mendukung bagi siswa autis dapat merubah ciri-ciri
perilaku siswa autis ke arah yang lebih baik secara efektif, dan
berpengaruh pada perubahan persepsi yang berdampak pada interaksi di
antara keduanya.
7. Komitmen sekolah, sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi
seharusnya memiliki komitmen terhadap perl<embangan anak autis,
komitmen yang paling ideal adalah menjamin seluruh siswanya mencapai
keberhasilannya. Komitmen seperti ini terlihat pada model sekolah inklusi
level 3 dimana dalam satu kelas selain ada guru tetap dan dibantu oleh
guru pembimbing khusus di bidang pendid!kan luar biasa. Guru
pembimbing khusus memberi bantuan terhadap pembelajaran yang
bersifat spesifik misalnya peningkatan kemampuan b13rperilaku yang
sesuai bagi siswa autis.
41
Atau setidaknya siswa autis diberi kesempatan untuk: belajar dengan baik
dengan siswa reguler dalam satu kelas yang sama, hal ini dapat dilihat
dengan model sekolah inklusi level 2 dimana dalam satu kelas ada tiga
orang guru yang terdiri dari 1 orang guru utama dan :2 orang guru bantu,
para guru ini dipersiapkan untuk menangani kelas yang heterogen.
Pengelompokkan anak dalam satu kelas berdasarkan usia, dan di setiap
akhir tahun ajaran semua anak akan naik kelas. Memka mendapatkan
hak yang sama untuk naik kelas, walaupun tingkat ke1mampuannya
berbeda sehingga dalam proses pembelajarannya siswa autis dan siswa
reguler mendapatkan berbagai materi dalam tingkatan yang berbeda
sesuai dengan kemampuannya.
Atau sekurang-kurangnya sekolah inklusi berkomitme1n agar siswa autis
dapat ikut serta dalam kegiatan sekolah, hal ini terlihat pada model
sekolah inklusi pada level 1 dimana dalam suatu kelas terdapat anak
normal dan beberapa anak kelainan atau anak dengan kebutuhan khusus
yang bermacam-macam jenis. Ketika anak-anak berkelainan atau anak
anak dengan kebutuhan khusus mernerlukan bantuan mereka
dipindahkan ke belakang dan akan dibantu oleh guru pendamping
sedangkan guru kelas tetap mengajar kepada anak-anak normal.
42
2.3.3. Tujuan pendidikan inklusi
Tujuan utama dari pendidikan inklusi agar semua siswa tidak terkecuali
siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang normal serta
memberikan pengalaman interaksi dengan lingkungan sosial, Pendidikan
inklusi dapat melayani semua siswa secara adekuat dengan memberi fasilitas
dan membantu proses belajar mengajar serta penyesuaian diri dari seluruh
siswa.
2.3.4. Manfaat pendidikan inklusi
Pendidikan inklusi memberikan manfaat bagi siswa-siswa berkebutuhan
khusus dan tidak berkebutuhan khusus.
1. Bagi siswa-siswa autis, manfaatnya antara lain adalah:
a. Pendidikan inklusi akan memberikan sense of belonging terhadap
lingkungan yang berbeda dari diri mereka, serta mengembangkan
perasaan menjadi suatu anggota dari komunitas yang beragam
b. Mengembangkan keterampilan sosial siswa autis
c. Melalui interaksi dengan anak-anak tidak berkebutuhan khusus, siswa
autis memiliki kesempatan untuk belajar membina hubungan
persahabatan, belajar untuk berkomunikasi, belajar menyelesaikan
masalah dalam pergaulan serta dapat memiliki "insight" mengenai
perilaku yang dapat diterima secara normatif di masyarakat.
43
2. Bagi anak-anak tidak berkebutuhan khusus, manfaatnya antara lain adalah:
a. Kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus, akan dapat
mengembangkan perasaan penerimaan dari anak normal terhadap
kehadiran anak berkebutuhan khusus di lingkungannya.
b. Memberikan kesempatan bagi anak-anak tidak berkebutuhan khusus
untuk mengalami kehidupan sosial yang beragam meskipun dalam skala
kelas.
c. Mengembangkan perasaan saling menghargai individu yang memiliki
karakteristik yang berbeda dari dirinya.
d. Mengembangkan sifat empati.
e. Mengembangkan perasaan sensitivitas terhadap keterbatasan orang
lain.
f. Anak-anak tidak berkebutuhan khusus dapat belajar memahami.
mengenai perbedaan individual
g. Memahami mengenai kecacatan secara umum.
h. Mengembangkan suatu perasaan menghargai keunikan karakteristik dan
perbedaan kemampuan terhadap individu.
i. Mendorong peri!aku verbal dan non-verbal serta perilaku fisik anak-anak
normal untuk tidak menjauhi anak-anak dengan kebutuhan khusus
sehingga akan meningkatkan kemampuan anak untuk membantu dan
mengajari teman sekelas. Baik anak yang berkebutuhan khusus maupun
yang tidak berkebutuhan khusus.
44
Dalam penelitian ini, sekolah inklusi merupakan wadah yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi perubahan persepsi siswa reguler mengenai
siswa autis dan berdampak pada interaksi diantara keduanya baik siswa
reguler terhadap siswa autis maupun siswa autis terhadap siswa reguler.
Dengan penerapan komponen-komponen keberhasilan penyelanggaraan
pendidikan inklusi secara baik dan benar maka keberhasilan tersebut dapat
dicapai oleh pihak sekolah sehingga diharapkan pihak sekolah mampu
menerapkan dengan benar secara konsisten setiap komponen-komponen
keberhasilan penyelanggaraan pendidikan inklusi agar tujuan dari sekolah
inklusi ini dapat tercapai.
2.4. Autisme
2.4.1. Pengertian autisme
Menurut Sadock dan Kaplan (1997:713) istilah autisme baru diperkenalkan
oleh Leo Kanner pada tahun 1943 sekalipun kelainan ini sudah ada sejak
berabad-abad yang lampau. Secara bahasa kata autism1a berasal dari kata
"autos" yang artinya diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran, Jadi
autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri
(www.puterakembara.com)
45
S.M Lubantobing (2001:82) mengatakan bahwa autisme atau gangguan
autistik adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang
sosial, komunikasi (bahasa), imajinasi, fleksibilitas, minat, kognisi dan atensi.
Gangguan autistik membuat seseorang tidak mampu meingadakan interaksi
sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
Lebih lengkap lagi, menurut Sarasvati (2004: 135) yang merangkumnya dalam
berbagai sumber antara lain The Association for Autistic Children dan ISSAD
(Intervention Service for Autism and Developmental Delc;iy), untuk dapat
dikatakan sorang anak terdiagnosa autisme, seseorang harus memiliki 6
kriteria dari 3 daftar berikut ini, yaitu:
1. Gangguan dalam interaksi sosial (minimal 2 kriteria dari 4 kriteria), yaitu:
a. Rendahnya kemampuan berinteraksi sosial melalui komunikasi non
. verbal, misalnya kurangnya kontak mata, ekspresr muka dan gerak
gerik tubuh.
b. Tidak mampu berinteraksi sosial dalam kelompok, layaknya anak-anak
seusianya.
c. Tidak memiliki keinginan untuk berbagi kesenangan, prestasi atau
keingintahuan dengan anak-anak lain.
d. Tidak mampu memberikan reaksi secara sosial atau emosional atas
apa yang terjadi pada orang-orang di sekitar mereka, misalnya tidak
dapat menunjukkan simpati pada saat orang lain bersedih, tidak
membalas memeluk pada saat dipeluk dan tidak rnampu membaca
kemarahan di wajah orang lain.
2. Gangguan dalam komunikasi (minimal 1 kriteria dari 4 kriteria), yaitu:
46
a. Terlambat atau tidak adanya kemampuan berbicara yang mana tidak
juga dikompensasikan dengan menggunakan bahasa isyarat dengan
gerak tubuh.
b. Kalaupun dapat berbicara, tidak mampu memulai percakapan atau
mempertahankan percakapan.
c. Bahasa yang digunakan cenderung berulang-ulang, kaku, khas
(stereotype) dan agak aneh (idiosyncratic).
d. Dibandingkan dengan pertumbuhan anak seusianya, anak autis tidak
mampu bermain dengan meniru, khayalan, atau spontan.
3. Sering melakukan kegiatan, bertingkah laku dan merasa tertarik pada
sesuatu yang berulang-ulang, terbatas dan khas (minimal 1 kriteria dari 4
kriteria), yaitu:
a. Rasa tertarik yang cenderung abnormal dari segi fokus dan intensitas
terhadap suatu kegiatan yang khas dan terbatas. Misalnya mengulang
u!ang sebuah adegan dari film video secara terus menerus, dan
berjalan tanpa henti dalam bentuk lingkaran.
b. Memiliki kebiasaan ritual atau rutin yang harus diikuti (yang sering kali
tidak bermakna apa-apa bagi orang lain). Misalnya harus melewati
jalan tertentu menuju ke sekolah atau hanya mau tidur jika
menggunakan baju tertentu.
c. Rasa tertarik berlebihan pada suatu bagian dari sebuah benda.
Misalnya roda pada mainan mobil-mobilan.
d. Sering melakukan gerakan tertentu yang khas dan berulang-ulang.
Misalnya mengepak-epakkan tangan secara berulang-ulang atau
berjongkok sambil menggoyang-goyangkan badan ke depan dan
belakang (rocking).
47
Selain memenuhi 6 kriteria di atas, kriteria tambahan sesorang dapat
dikatakan autis jika anak tersebut sebelum usia tiga (3) tahun sudah
menunjukkan ketidaknormalan atau keterlambatan dalam berinteraksi sosial,
berbicara dan bermain menggunakan daya imajinasi.
Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual) dalam Kaplan dan
Sadock (1997:715) seseorang dikatakan memiliki gangguan autistikjika:
1. Memiliki gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, dan
berefek samping pada:
a. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai.
b. Kontak mata sangat kurang.
c. Ekspresi muka kurang hidup.
d. Gerak-gerik kurang tertuju.
48
e. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
f. Tidak memiliki sifat empati (tidak dapat merasakan apa yang dirasakan
orang lain).
g. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik.
2. Memiliki gangguan kualitatif dalam komunikasi, yang terlihat pada:
a. Perkembangan bicara yang terlambat atau sama sekali tidak
berkembang.
b. Tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal, dan biasanya
bila anak bisa bicara maka bicaranya tidak digunakan untuk
berkomunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat
meniru.
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,
minat dan kegiatan, terlihat pada:
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas
dan berlebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidal<
ada gunanya.
c. Memiliki gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
d. Seringkali tertarik atau terpukau pada bagian-bagian sebuah benda.
49
Ditambahkan dalam ICD - 1 O (International Clasification of Diseases) Gejala
gejala di atas dapat timbul sejak lahir dan anak tidak pernah mengalami
perkembangan prilaku yang normal, namun ada juga anak yang sejak lahir
tampak normal dan baru pada usia sekitar 2 tahun terjadi hambatan
perkembangan pada prilakunya dan bahkan kemudian te~rjadi kemunduran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan pada
perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku yang khas serta berulang-ulang dan terlihat sebelum
usia 3 tahun.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, anak autis memiliki pola pikir dan
tingkah laku yang unik. Secara lengkap Kaplan dan Sadock, menjelaskan
bahwa secara garis besar, anak autis memiliki karakteristik fisik dan perilaku
yang berbeda dengan anak normal lainnya. Untuk karakteristik fisik anak
autis, dalam penelitian Kanner (dalam Sadock dan Kaplan, 1997) pada usia 2
hingga 7 tahun memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan anak
normal lainnya. Sedangkan karakteristik perilaku, Sadock (1997, 716)
membaginya menjadi 6 kelompok yaitu:
1. Gangguan kualitatif pada interaksi sosial, pada masa usia sekolah, anak
autis menunjukkan ketidakrnampuan untuk bermain clengan teman
sebayanya, gagal dalam membentuk persahabatan serta gagal untuk
mengekspresikan empatinya.
50
2. Gangguan komunikasi dan bahasa, misalnya pada anak autis yang aktif
tapi "aneh" mereka lebih banyak berkata dibandingkan dengan apa yang
dimengertinya, hampir semua kata dalam kalimat yang mungkin di luar
perbendaharaan kata anak-anak, pembicaraannya mengandung
echolalia, sering terbalik dalam menyebutkan kata ganti (misalnya saya
jadi kamu).
3. Perilaku streotipik, terlihat pada kegiatan atau aktivitasnya yang kaku,
berulang dan monoton.
4. Ketidakstabilan mood dan afek, terlihat pada seringnya tertawa atau
menangis tanpa terlihat alasan yang jelas, tidak dapat mengekspresikan
pikiran yang sesuai dengan afeknya.
5. Respon terhadap stimuli, pada anak autis dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu sangat responsif atau kurang responsif terhadap stimuli (misalnya
pada stimulus suara atau rasa nyeri).
6. Gejala perilaku lain, mencakup prilaku tempertantrum, hiperkinesis,
hiperaktivitas dan sering diikuti oleh prilaku menyakiti d!ri sendiri
2.4.2. Etiologi Autisme
Menurut Sarasvati (2004:137), hingga saat ini, para ahli sepakat bahwa
belum ditemukannya penyebab pasti pemicu munculnya autisme. Adapun
51
prediksi yang dapat diberikan oleh para ahli sebagai penyebab autisme
antara lain adalah komplikasi sebelum dan setelah melahirkan, vaksin MMR
(Mumps, Meas/es, Rubella), polusi lingkungan, faktor genetik, keracunan
logam berat serta alergi terhadap suatu makanan tertentu.
Lebih lengkap Kaplan dan Sadock (1997) menjelaskan ada tujuh (7) etiologi
dan patogenesis dalam menjelaskan autisme, yaitu:
1. faktor psikodinamika dan keluarga, zaman dahulu orang menyangka
bahwa gejala-gejala autisme sangat erat kaitannya di~ngan hubungan
interaksional yang tidak mendukung. Dalam laporan awal Kanner (dalam
Kaplan dan Sadock) menulis bahwa beberapa orang tua dengan anak
anak autis adalah benar-benar pemarah dan untuk sebagian besarnya
adalah orang tua dengan anggota keluarga yang merniliki preokupasi
dengan abstraksi intelektual dan cenderung sedikit mengekspresikan
perhatian yang murni terhadap anak-anaknya, sehingga muncul berbagai
teori yang berkaitan dengan faktor psikodinamika dan keluarga antara lain
adalah teori "Psikogenik" yang diperkenalkan oleh Kanner dan "The
Mother Frigid" yang diperkenalkan oleh Bruno Bettelhiem (dalam
Nirmala,2002, 13). Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,
teori tersebut tidak digunakan lagi, hanya Kaplan dan Sadock memberikan
penekanan bahwa beberapa anak autis berespon terhadap stressor
psikologi sosial dengan eksaserbasi gejala.
52
2. kelainan organik-neurologis-biologis, dalam Kaplan dan Sadock dikatakan
bahwa anak-anak autis secara bermakna memiliki lebih banyak anomali
fisik kongenital yang lebih ringan dibandingkan sanak saudaranya dan
kontrol normal menyatakan bahwa komplikasi kehamilan dalam trimester
pertama sangat bermakna. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bernard
Rimland, dijelaskan bahwa ada kelainan susunan saraf pusat yang
mungkin melandasi gejala autisme, lebih lanjut ditambahkan oleh Eric
Courchesne (1999) bahwa pada penyandang autis terdapat pengecilan
otak kecil terutama pada lobus VI-VII, dimana pada lobus tersebut banyak
mengandung sel-sel purkiinje yang berguna dalam pHrkembangan
bahasa.
3. fal<tor genetik, dalam menjelaskan faktor genetik Folstein dan Rutter
(1978) mengadakan penelitian terhadap 20 pasangan anak kembar yang
sedikitnya satu dari pasangan kembarannya mengalami autis dan 11
pasangan tersebut adalah kembar identik. Ditemukan dari 11 pasangan
kembar identik, 4 pasangan mengalami autistik dan 5 pasangan
kembaran lainnya memperlihatkan abnormalitas dalam fungsi bicara dan
bahasa (merupakan salah satu karakter penyandang autis) sedangkan
diantara kembaran tidak identik, pasangan kembaran tersebut ternyata
tidak ada yang mengalami gejala-gejala autistik (dalam Costello dan
Costello, 1992).
53
4. faktor imunologis, beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas
imunologi antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan
autistik. Limfosit beberapa anak autis bereaksi dengan antibodi maternal
yang akan meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan neural embrionik
dan ekstraembrional mungkin mengalami kerusakan selama kehamilan.
5. Faktor perinatal, tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal
tampaknya terjadi pada anak-anak dengan gangguan autistik, walaupun
tidak ada komplikasi yang secara langsung clinyatakan sebagai
penyebabnya. Selama gestasi, perdarahan maternal setelah trimester
pertama clan mekonium dalam cairan amnion telah d1laporkan lebih sering
ditemukan pada anak autis dibandingkan populasi umum. Dalam periode
neonatus anak autis memiliki insiden tinggi sindroma gawat pernafasan
clan anemia neonatus.
6. Temuan neuroanatomi, telah diperkirakan bahwa ba~1ian otak yang
abnormal pada anak-anak autis adalah lobus temporalis. Menurut Kaplan
clan Sadock (1997) kerusakan pada lobus temporalis binatang
menyebabkan kegelisahan, perilaku motorik yang be1·ulang, kumpulan
perilaku-perilaku yang terbatas serta hilangnya perilaku sosial yang
diharapkan. Selanjutnya ditemukan pula faktor lain pada gangguan
autistik yaitu penurunan sel purkinje di serebelum yang mempengaruhi
kelainan atensi, kesadaran clan proses sensorik.
54
7. Temuan biokimiawi, ditemukan sekurang-kurangnya sepertiga pasien
dengan gangguan autistik mengalami peningkatan serotonin plasma dan
pada beberapa anak dengan gangguan ini mengalami peningkatan
ttwmi:wanilicarOOJ ( ~lHitu muihl:l:IDiltdtQ:pBI 1 lirj )cttEitamcmi.imnraml?ibrospinalis.
fil1Bl1 in iwrom mmntlmrilffinamdi I fPliiiB fPBnirgj4ffimni im>tooictirricdian perilaku
stereotipik
2.4.3. Pravelensi Autisme
Menurut penyelidikan di Amerika dalam Sarasvati (2004:137} disebutkan
bahwa autisme terjadi kurang lebih pada 10 anak dari 10.000 kelahiran dan
pada sebagian besar kasus, autisme dimulai sebelum usia 36 bulan tetapi
mungkin tidak terlihat bagi orang tua, tergantung pada kesadaran orang tua
tersebut dan tingkat keparahannya (Kaplan dan Sadock: 1997).
Gangguan autisme terjadinya empat kaii lebih sering pada bayi laki-laki
dibandingkan dengan bayi perempuan ditambahkan oleh Kaplan dan Sadock
(1997) apabila gangguan ini terjadi pada perempuan biasanya memiliki
tingkat keparahan yang lebih tinggi dan lebih cendrung memiliki riwayat
keluarga dengan gangguan kognitif.
Pada bulan mei 2002, disebutkan bahwa 1 diantara 150 anak berusia
dibawah 1 O tahun memiliki gejala autisme, data ini belum mencakup autisme
55
dewasa dan jika di total secara keseluruhan dengan auti:sme dewasa
jumlahnya menjadi sekitar satu juta orang. Hal ini lima kali lipat banyaknya
dari Down Syndrome dan tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan penderita
diabetes anak-anak (Juveni/le Diabetes)
2.4.4. lnteraksi sosial anak autis
lnteraksi sosial yang memberikan kebahagiaan dan kese1nangan bagi anak
anak normal pada umumnya, tapi bagi anak autis kegiatan tersebut justru
menjadi hal yang paling menggangu dan menimbulkan kebutuhan isolasi atau
pengasingan diri sebagai bentuk pertahanan diri. Hal ini merupakan sebuah
masalah pembentukan biologis yang berbeda pada anak:-anak dengan
gangguan autistik dan diiringi dengan jenis kognitif yang berbeda. lnilah yang
menyebabkan reaksinya terlihat aneh terhadap cara-cara pengungkapan rasa
kasih sayang yang biasa melalui bahasa senyuman, buaian dan kontak mata.
Menurut Watson dan Marcus (1998:86) perkembangan interaksi sosial anak
anak dengan gangguan autisme dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu:
1. Usia 6 bulan, dengan ciri-ciri:
a. Anak-anak dengan gangguan autistik terlihat kurang aktif
b. Kontak mata yang minim
c. Tidak ada respon antisipasi secara normal
56
2. Usia 8 bulan, dengan ciri-ciri:
a. Menarik diri secara aktif
b. Menolak interaksi sosial
3. Usia 12 bulan, dengan ciri-ciri:
a. Sosiabilitas anak mulai menurun ketika anak mulai belajar berjalan dan
merangkak
4. Usia 24 bulan, dengan ciri-ciri:
a. Sudah dapat membedakan orang tua dari orang lain, tapi sangat
sedikit afeksi yang diekspresikan
b. Bersikap acuh terhadap orang dewasa selain orang tuanya
c. Lebih suka menyendiri
5. Usia 36 bulan, dengan ciri-ciri:
a. Tidak dapat menerima anak lain dengan sensitivitas yang berlebihan
b. Tidak memahami makna hukuman
6. Usia 48 bulan, dengan ciri-ciri:
a. Tidak dapat memahami aturan dalam permainan dengan teman
sebaya
7. Usia 60 bulan, dengan ciri-ciri:
a. Dapat berinteraksi, tetapi dengan pola dan gaya yang "aneh"
b. Lebih berorientasi pada orang dewasa.
Lebih lanjut menurut Gemah Nuripah dalam harian pikiran rakyat (2004),
pada umumnya ada empat tingkatan atau tahapan kemampuan interaksi
sosial yang dilakukan anak-anak autis, yaitu: (www.pikiranrakyat.com).
1. The own stage, dengan ciri-ciri:
a. Anak tidak bergantung pada orang lain.
b. Kurang berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah
berinteraksi dengan anak lain.
c. Bermain dengan cara yang tidak lazim dan membuat suara untuk
menenangkan diri.
d. Menjerit atau menangis untuk menyatakan protes ..
e. Suka tersenyum bahkan tertawa sendiri dan hampir tidak mengerti
kata-kata yang orang lain ucapkan.
2. The requerter stage dengan ciri-ciri:
a. Anak mulai dapat berinteraksi walaupun dengan singkat.
b. Menggunakan suara atau mengulang beberapa kata untuk
menenangkan diri.
c. Menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu.
d. Dapat melakukan permainan fisik dengan melakukan kontak mata,
senyuman, gerak tubuh atau suara.
e. Dapat memahami perintah secara sederhana dan tahap-tahap rutin
yang dilakukan keluarga.
57
3. The early communicator stage, dengan ciri-ciri:
a. Anak sudah dapat berinteraksi dengan orang tua dan orang yang
dikenalnya.
b. Dapat bermain dalam jangka waktu yang cukup lama namun masih
sering melakukan pengulangan permainan yang clisukai.
c. Echolalia (mengulang perkataan yang orang lain katakan).
d. Sudah mulai memprotes atau menolak sesuatu meski dengan
menggunakan gerak, suara dan ada pula yang menggunakan kata
yang sama.
58
e. Mulai mengerti kalimat sederhana atau kalimat yang sering digunakan.
f. Mengerti nama benda dan nama orang-orang yang sehari-hari ditemui.
4. The partner stage, dengan ciri-ciri:
a. Anak sudah dapat berinteraksi dengan orang lain dengan waktu yang
cukup lama.
b. Bermain dengan anak lain dan sudah menggunakan kata-kata atau
metode lain dalam berkomunikasi untuk meminta, prates, setuju,
menarik perhatian sesuatu, bertanya dan menjawab sesuatu.
c. Sudah dapat membuat kalimat sendiri dan melakukan percakapan
pendek.
d. Masih sering rnelakukan echolalia, bila tidak men9erti perkataan orang
lain dan tidak dapat membuat kalimat.
59
e. Anak sudah paham atas isyarat sosial yang diberikan orang lain
melalui ekspresi wajah atau bahasa tetapi belum mengerti humor atau
permainan kata-kata.
f. Masih sering melakukan kesalahan tata bahasa te1rutama kata ganti
saya, dia dan kamu.
g. Masih sering bingung dalam memahami aturan pe,rcakapan dan jika
percakapan tersebut terlalu panjang.
Menu rut Lorna Wing dalam Theo Peeters (2004: 109) bila dilihat dalam
kemampuan interaksi sosial, anak-anak dengan ganggu21n autistik dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Kelompok penyendiri, dengan ciri-ciri:
a. Selalu menyendiri
b. Tidak peduli dalam sebagian besar situasi (kecuali ada kebutuhan
yang harus terpenuhi)
c. Dapat berinteraksi secara fisik dengan orang dewasa (mencolek dan
eksplorasi fisik)
d. Kontak mata masih rendah dan enggan untuk bertatapan
e. Memiliki minat yang rendah sehingga terkadang lupa akan perubahan
yang terjadi di sekitarnya
f. Masih timbul prilaku repetitif dan streotip dan memiliki defisiensi
kognitif (kurangnya kesadaran) tingkat seclang hin1iga berat.
60
2. Kelompok pasif, dengan ciri-ciri:
a. Anak sudah tidak menyendiri.
b. Anak sudah tidak menghindari proses interaksi dan mulai menerima
perkataan orang lain, tetapi hanya sebatas dalam pendekatan sosial
secara spontan dan terlihat pasif sehingga mendorong terjadinya
interaksi dari anak-anak lain tapi jarang terjadi penolakan sosial secara
a kt if.
c. Dapat berkomunikasi secara verbal maupun non-verbal tetapi masih
timbul echolalia.
d. Memiliki berbagai tingkat kekurangan kognitif.
3. Kelompok aktif tetapi "aneh" dengan ciri-ciri:
a. Anak sudah mulai melakukan pendekatan sosial secara spontan dan
sudah dapat berinteraksi meskipun lebih sering deingan orang dewasa
daripada dengan teman sebaya.
b. Aktif berinteraksi dan memiliki kemampuan bahasa yang komunikatif
tetapi dalam berinteraksi masih sering melibatkan keasyikan repetitif
dan idiosinkratik (aneh).
c. Kurang dapat mengambil peran dalam berinteraksi yang disebabkan
karena persepsi yang rendah terhadap kebutuhan pendengar.
d. Bermasalah pada penggantian topik pembicaraan.
61
Klasifikasi yang diungkapkan oleh Lorna Wing dalam Theo Peeters
(2004: 109) tidak harus diterapkan secara ketat, ciri-ciri satu kelompok dapat
juga masuk ke dalam kelompok lain. Bahkan dalam diri seorang anak autis
dapat memperlihatkan ciri-ciri pada kelompok yang berbEida pada situasi dan
kondisi yang berbeda.
2.5. Kerangka Berfikir
Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung seluruh siswanya di dalam
kelas yang sama, baik yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak
berkebutuhan khusus (normal) atau yang sering disebut sebagai siswa
reguler. Salah satu siswa yang berkebutuhan khusus adalah siswa autis yaitu
siswa-siswa dengan gangguan perkembangan fungsi otak yang ditunjukkan
sebelum usia tiga tahun dan mencakup bidang sosial, komunikasi (bahasa),
imajinasi, fleksibilitas, minat, kognisi dan atensi. Menurut DSM - IV dalam
Kaplan dan Sadock (1997) beberapa karakteristik perilaku anak autis antara
lain adalah gangguan kualitatif pada interaksi sosial, gan~1guan kualitatif
dalam berkomunikasi, perilaku stereotipik, ketidakstabilan mood dan afek,
respon terhadap stimuli serta gejala perilaku lain yang mencakup temper
tantrum, hiperkinesis, hiperaktiv dan perilaku menyakiti diri sendiri. Dengan
adanya gangguan-gangguan tersebut, tingkah laku siswa autis sering terlihat
aneh dan menyebabkan persepsi yang berbeda-beda antara individu yang
satu dengan individu yang lain mengenai siswa autis.
62
Pada saat ini umumnya persepsi mengenai anak autis masih bernilai negatif
misalnya sebutan sebagai anak cacat mental, anak bodoh, bahkan sampai
dengan label "anak kutukan" dan "anak gila", adapun reaksi-reaksi yang
ditumbulkan oleh setiap anak dari persepsi tersebut berbeda-beda ada yang
merasa kasihan, ada yang merasa "jijik" bahkan ada yang mengejek sampai
memusuhinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat lrwanto (2002:258) yan9 menyebutkan
bahwa Persepsi seseorang terhadap orang lain adalah faktor penting yang
sangat mempengaruhi aksi dan reaksi dalam situasi sosial. Pendapat ini
didukung oleh pendapat Freedman dalam Adinia (2005:'14) yang menjelaskan
bahwa persepsi seseorang terhadap orang lain, merupal<an hal yang penting
di dalam suatu hubungan interpersonal, dengan persepsi tersebut seseorang
akan memberikan pengetahuan dan harapan kepada orang yang
dipersepsikannya, dan secara langsung mempengaruhi sikap dan tingkah
laku yang keluar dalam berinteraksi sosial.
lnteraksi sosial menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto (1990:61)
adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
63
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun
antara orang perorangan-kelompok manusia.Menurut Kimball Young dan
Raymond W Mack dalam Soerjono Soekanto (1990:61) interaksi sosial
merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. Sekolah merupakan salah
satu wadah kehidupan sosial seseorang
Di sekolah inklusi, dimana siswa autis dan siswa reguler berada dalam satu
kelas yang sama akan berpengaruh terhadap perubahan ciri-ciri perilaku
siswa autis, hal ini disebabkan karena di sekolah inklusi siswa autis
mendapatkan contoh atau role model yang secara konstan mengajarkan
bagaimana berperilaku yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Kondisi
seperti ini lama-kelamaan dapat merubah persepsi siswa reguler terhadap
siswa autis, karena menurut lrwanto (2002) persepsi sosial merupakan
penilaian terhadap penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku. Dengan adanya
perubahan persepsi maka kegiatan interaksi sosial yang terjadi diantara
keduanya berubah pula.
Berdasarkan paparan teori yang telah disampaikan diketahui bahwa sekolah
inklusi dapat merubah ciri-ciri perilaku siswa autis melalui penerapan
komponen-komponen yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan inklusi.
Hal ini berpengaruh terhadap perubahan persepsi siswa reguler terhadap
siswa autis, yang dimana persepsi siswa reguler mengenai siswa autis
64
memiliki hubungan terhadap interaksi sosialnya, semak.in positif persepsi
siswa reguler terhadap siswa autis, semakin positif interaksi sosial yang
dilakukan diantara mereka dan terimplementasikan dengan pola-pola perilaku
sosial, misalnya perilaku kerjasama diantara keduanya, sikap ramah dan
empati dari siswa reguler kepada siswa autis. Begitu ju9a sebaliknya semakin
negatif persepsi siswa reguler terhadap siswa autis, semakin negatif interaksi
sosial yang diantara mereka dan terimplementasikan dengan pola-pola
perilaku tidak sosial, misalnya perilaku agresif dan perilaku negativ diantara
keduanya. Adapun skema kerangka berfikir penulis dalam penelitian ini
adalah:
65
SEKOLAH INKLIUSI
I Sekolah inklusi I IL Positif II l Ciri-ciri perilaku Persepsi siswa
lnteraksi sosial siswa autis . reguler terhadap . - siswa regular
siswa autis terhadap siswa autis
Le Negatif 1J Gambar 2.2.
Bagan kerangka berfikir
2.6. Hipotesa
Ha: Ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial
siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi
Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi
sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi
BAB3
METODOLOGI PENELITl,~N
Pada bab 3 metodologi penelitian, akan dibahas beberapa sub bab antara
lain adalah jenis penelitian, definisi kontekstual dan operasional variabel,
subjek penelitian, pengumpulan data, analisa data dan prosedur penelitian.
Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam sub
sub bab di bawah ini.
3.1. Jenis penelitian
3.1.1. Pendekatan penelitian
Secara garis besar tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu
melihat gambaran umum mengenai persepsi dan interaksi sosial siswa
reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya serta
mengetahui adakah hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa
reguler terhadap siswa autis.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif
yaitu jenis penelitian yang data dan hasilnya diolah dan disajikan dalam
bentuk bilangan menggunakan teknik statistik.
67
3.1.2. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif korelasional.
Menurut Ronny Kountur (2007, 108) Metode deskriptif m13rupakan metode
penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau uraian atas
suatu keadaan sejelas mungkin. Sedangkan metode komlasional menurut
Ronny Kountur (2007, 111) adalah metode penelitian yang dimaksudkan
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua atau beberapa
variabel. Jadi metode deskriptif korelasional adalah metode penelitian yang
memberikan gambaran atas keadaan-keadaan yang ada sejelas mungkin
dan kemudian dicari ada atau tidak adanya hubungan diantara keadaan
keadaan tersebut.
Adapun alasan penggunaan metode ini, adalah untuk memaparkan keadaan
keadaan yang ada, dalam penelitian ini adalah pemaparan mengenai
gambaran umum persepsi siswa reguler terhadap siswa ;3utis dan pemaparan
mengenai gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa
autis, serta mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara persepsi
siswa reguler di sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnya dengan
interaksi sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di
sekolahnya.
3.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel
3.2.1. Variabel bebas
Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah persepsi si!;wa reguler di
sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnnya.
68
Sedangkan definisi operasional yang penulis gunakan mengacu pada
pendapat lrwanto (2002,258) yang menyatakan bahwa p'ersepsi yang
memiliki objek manusia atau individu lain disebut sebagai persepsi sosial
yaitu penilaian terhadap penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain.
Karena pada anak autis perbedaan ciri-ciri perilaku terlihat sang at jelas, maka
persepsi sosial yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya dengan
melihat persepsi sosial siswa reguler di sekolah inklusi mengenai ciri-ciri
perilaku siswa autis di sekolahnya.Adapun ciri-ciri perilaku siswa autis yang
digunakan mengacu pada DSM - IV yaitu: ciri-ciri perilaku pada saat
interaksi sosial, ciri-ciri perilaku dalam berkomunikasi, perilaku stereotipik,
ketidakstabilan mood dan afek, respon terhadap sensori, serta gejala perilaku
lain yang mencakup temper tantrum, hiperaktif/hiperkinesis, dan perilaku
menyakiti diri sendiri, seperti dalam tabel di bawah ini:
69
Aspek lndikator
Gagal dalam berinteraksi sosial Gagal untuk bermain bersama teman
s·ebayanya
Gagal untuk membuat persahabatan
Gagal untuk bersikap empati
Gagal dalam berkomunikasi Pembicaraannya mengandung
Echola/ia
Terbalik menggunakan kata ganti
Perilaku stereotipik Aktivitas yang kaku
Aktivitas yang berulang
Aktivitas yang monoton
Ketidakstabilan mood dan afek Tidak mampu mengekspresikan
perasaannya sesuai afek
Mengungkapkan perasaan-
perasaannya tanpa terlihat adanya
alasan yang jelas
Respon terhadap stimuli Sangat responsif terhadap stimuli
Ku rang responsif terhadap stimuli
Gejala perilaku lain Tempertantrum
Perilaku mEmyakiti diri sendiri
Hiperaktiv/hiperkinesis
Tabel 3.1. Aspek dan indikator untuk variabel persepsi
3.2.2. Variabel terikat
Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah interaksi sosial siswa reguler di
sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya.
70
Sedangkan definisi operasionalnya yang penulis gunakan mengacu pada
pendapat Hurlock (1991,262) mengenai pola-pola perilaf:u yang terjadi pada
masa kanak-kanak awal, dan akan terus berkembang untuk masa-masa
selanjutnya dan dibagi menjadi dua kolompok yaitu pola perilaku yang
termasuk dalam proses sosial meliputi kerjasama, persaingan, kemurahan
hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ket13rgantungan, sikap
ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru serta perilaku
kelekatan, dan pola perilaku yang termasuk dalam proses tidak sosial
meliputi negativisme, agresif, pertengkaran, mengejek dan menggertak,
perilaku yang sok kuasa, egosentrisme, prasangka dan antagonisme jenis
kelamin. Adapun pola perilaku yang digunakan dalam penelitian ini dan
termasuk dalam proses sosial meliputi perilaku kerjasama, sikap empati,
sikap ramah dan perilaku bersaing. Sedangkan pola perilaku yang digunakan
dalam penelitian ini dan termasuk dalam proses tidak sosial adalah perilaku
negativisme dan perilaku agresi, disini dapat dilihat bahwa tidak semua aspek
yang cliungkapkan oleh Hurlock penulis gunakan, hal ini disebabkan karena
beberapa perilaku yang dibedakan menurut Hurlock penulis masukkan ke
dalam satu aspek, misalnya perilaku mengejek dan menggertak, penulis
memasukkannya kedalam aspek perilaku negativisme jik.a dilakukan untuk
membalas perilaku siswa autis atau perilaku agresi jika dilakukan untuk
memulai pertengkaran dan perilaku murah hati dapat dijadikan satu aspek
71
dengan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Adapun aspek dan indikator
penelitian yang digunakan, seperti dalam tabel di bawah ini:
Aspek lndikator
Perilaku sosial
1. Perilaku ramah Tersenyum ketika bertemu dengan
temannya yang autis
Memanggil dan mengucapkan kata
sapaan (hei/hello} ketika bertemu dengan
temannya yang autis
Membalas sapaan temannya yang autis
Meminta izin ketika meminjam milik
temannya yang autis
Mengucapkan terima kasih setelah
meminjam barang temannya yang autis
Meminta maaf kepada anak autis jika
melakukan kesalahan
2. Perilaku kerjasama Dapat bermain bersama dengan
temannya yang autis
Dapat bermain menggunakan alat
permainan bersama dengan temannya
yang autis
3. Perilaku empati Membantu lt~man yang autis ketika
mereka membutuhkan bantuan
Menghibur h~man yang autis ketika
mereka membutuhkannya
4. Perilaku bersaing Menerima ~~ekalahan dirinya atas
temannya yang autis
72
Perilaku tidak sosial
1. perilaku agresi Melakukan penyerangan secara fisik
Melakukan penyerangan secara lisan
2. perilaku negativisme Melakukan perlawanan secara lisan
Melakukan perlawanan secara fisik
Tabel 3.2. Aspek dan indikator untuk variabel interaksi sosial
3.3. Subjek Penelitian
3.3.1. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi reguler kelas IV B
sekolah inklusi Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gedong 04 Pagi Jakarta Timur
dan memiliki siswa autis di kelasnya. Dengan rincian jumlah siswa-siswa
dikelas tersebut adalah sebagai berikut:
--Kelas IV Jumlah siswa Jumlah siswa
reguler berkebutuhan khusus Total
2 (1 anak berkesulitan
B 25 belajar dan 1 anak autis) 27
Tabel 3.3. Jumlah siswa kelas IV B pada SDN Gedon9 04 Pagi
Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan
dianggap representatif mewakili populasi tersebut. Dalam penelitian ini
sampel yang digunakan adalah keseluruhan siswa-siswi reguler kelas IV B
yang berjumlah 25 orang siswa.
73
3.3.2. Tehnik pengambilan sampel.
Tehnik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah tehnik populasi
yaitu pengambilan sampel dari seluruh populasi, karena menurut Arikunto
(2003, 125) jika populasi kurang dari 100 atau antara 100 hingga 150
sebaiknya digunakan seluruhnya. Hal ini didukung dengan pendapat Liebert
dan Liepert yang mengungkapkan bahwa untuk penelitian pada institusi
pendidikan sebaiknya menggunakan seluruh populasi, ini dimaksudkan agar
tidak terjadi "gap" antara yang terpilih menjadi sampel dan yang tidak terpilih
menjadi sampel, karena dengan "gap" tersebut dapat mempengaruhi hasil
angket penelitian,
3.4. Pengumpulan Data
3.4.1. Metode dan instrumen pengumpulan data
3.4.1.1. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data menu rut Arikunto (2003: 134) adalah cara-cara
yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun
metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah angket yaitu
kumpulan dari pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seseorang,
dan cara menjawabnya dilakukan secara tertulis pula. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan tiga (3) angket yaitu angket persepsi, angket interaksi
sosial serta angket tambahan mengenai objek penelitian yang mencakup
identitas objek, riwayat perkembangan objek dan riwayat kelahiran objek.
74
Sebagai pelengkap penulis menggunakan metode wawancara dan observasi
sebagai studi pendahuluan dan sebagai pengumpul data tambahan. Hal ini
digunakan untuk mengetahui data-data tambahan yang menurut penulis
memiliki keterkaitan dengan kedua variabel yang penulis teliti sehingga dapat
menguatkan data-data penelitian penulis.
3.4.1.2. lnstrumen pengumpulan data
Dalam Arikunto (2003: 135) instrument pengumpulan data adalah ala! bantu
bagi peneliti di dalam menggunakan metode pengumpulan data. Untuk
instrument pengumpulan data, peneliti menggunakan angket, skala dan
pedoman wawancara.
Angket dalam Arikunto (2003, 135) merupakan sebuah instrumen
pengumpulan data yang bentuknya seperti kumpulan pertanyaan diajukan
secara ditulis dan dijawab secara tertulis pula. lnstrumen angket dalam
Arikunto (2003, 136) dibagi menjadi tiga (3) yaitu angket terbuka, angket
tertutup dan angket campuran.
75
Skala dalam Arikunto (2003, 140) merupakan sebuah instrumen pengumpulan
data yang bentuknya seperti daftar cocok tetapi alternatif yang disediakan
merupakan sesuatu yang berjenjang. Skala persepsi dan skala interaksi
sosial yang penulis gunakan adalah model skala likert. l\/lerupakan sebuah
gradasi dari satu jenis kualitas, yang alternatif jawabannya terdiri dari 4
tingkatan, dapat diperbesar rentangannya maupun diperkecil rentangannya
sesuai keinginan dan kepentingan peneliti (Arikunto,200:3:141-142).
Sedangkan pedoman wawancara adalah suatu daftar pe1rtanyaan atau
pernyataan yang akan ditanyakan kepada subjek penelitian dan digunakan
agar tidak banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlupakan saat proses
wawancara berlangsung.
Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, angket yang
digunakan adalah angket campuran mengenai objek penelitian yang terdiri
dari iclentitas objek, riwayat kelahiran objek serta riwayat perkembangan
objek. Sedangkan skala yang penulis gunakan adalah sl<ala persepsi dan
skala interaksi sosial, dan pedoman wawancara yang diuunakan adalah
pedoman wawancara mengenai tipe interaksi sosial yan!J dilakukan oleh
siswa autis yang menjadi objek penelitian pada saat berada di sekolah serta
pelaksanaan komponen-komponen keberhasilan pendidikan inklusi yang
dilakukan oleh SON Gedong 04 Pagi.
76
A. Angket dan angket
Untuk angket dengan angket campuran yang penulis gunakan sebagai
metode dan instrumen pengumpulan data merupakan angket mengenai objek
penelitian yang penulis berikan kepada orang tua objek penelitian yang terdiri
atas angket identitas objek, angket riwayat kelahiran objHk meliputi pra-natal,
natal dan neo natal serta angket riwayat perkembangan objek meliputi
riwayat kesehatan dan riwayat pendidikan dan digunakan sebagai data
tambahan.
B. Angket dan skala
Untuk metode dengan instrumen pengumpulan data angl<et dan skala.
Penulis menggunakan angket persepsi dengan skala persepsi, serta angket
interaksi sosial dengan skala interaksi sosial .Untuk angket persepsi dengan
skala persepsi, digunakan agar penulis mengetahui pers1~psi sosial siswa
reguler di sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolal111ya, dan untuk
mengetahui bagaimana persepsi sosial siswa reguler mengenai siswa autis,
penulis menggunakan 30 item pernyataan. Adapun tabel blue printnya adalah
sebagai berikut:
77
Total
No Aspek Item item
Favorable Unfavorable
Ciri-ciri perilaku dalam interaksi
1. sosial 1,2,7,13 3,6,14 7
Ciri-ciri perilaku dalam
2 berkomunikasi 18, 19,23 4, 16 5
3 Perilaku stereotipik 29 5,12,17 4
4 Ketidakstabilan mood dan afek 8, 10 28,30 4
5 Respon terhadap sensori 25,27 15,21,24 5
6 Gejala perilaku lain 9, 11 20,22,26 5
Total 14 16 30
Tabel 3.4. Blue print dalam try out skala persepsi
Dalam skala persepsi, penulis menggunakan 2 alternatif jawaban yaitu
setuju, dan tidak setuju, hal ini disesuaikan dengan kemampuan kognitif pada
usia tersebut yang rata-rata berusia 9 tahun. dan dibagi dalam item
favorable dan item unfavorable. Pada item favorable set1Jju diberi nilai 2, tidak
setuju diberi nilai 1, sedangkan pada item unfavorable setuju diberi nilai 1,
dan tidak setuju diberi nilai 2. Seperti dalam tabel dibawah ini:
Pilihan jawaban item favorable item unfavorable
Setuju 2 1
Tidak setuju 1 2
Tabel 3.5. Skor untuk Pernyataan item favorable dan item unfavorable
78
Sedangkan untuk angket interaksi sosial dengan skala interaksi sosial,
digunakan agar penulis mengetahui interaksi sosial sosial siswa reguler di
sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya, dan untuk mengetahui
bagaimana interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis, penulis
menggunakan 20 item pernyataan. Adapun blue print pada skala interaksi
sosial seperti dalam tabel berikut ini:
Total
No Aspek Item item
Proses sosial Proses tidak sosial
1. Prilaku kerjasama 8, 10,20 - 3
2 Sikap empati 7,18,15 - 3
3 Sikap ramah 1,3,5, 12, 13 - 5
4 Perilaku bersaing 2,4 - 2
5 Negativisme - 9,16,14,17 4
6 Perilaku agresi - 6, 11, 19 3
Total 13 7 20
Tabel 3.6. Blue print dalam try out skala interaksi sosial
Dalam skala interaksi sosial, penulis menggunakan 2 alternatif jawaban yaitu
pernah dan tidak pernah, yang dibagi menjadi item yang termasuk dalam
proses sosial dan item yang termasuk dalam proses tidak sosial. Pada item
proses sosial jawaban pernah diberi nilai 2 dan tidak pernah diberi nilai 1 ,
sedangkan pada item proses tidak sosial jawaban pernah diberi nilai 1 dan
tidak pernah diberi nilai 2. Seperti dalam label di bawah ini:
79
item proses tidak
Pilihan jawaban item proses sosial sosial
Pernah 2 1
Tidak pernah 1 2
Tabel 3.7. Skor untuk pernyataan untuk item proses sosial dan item proses tidak
sosial
C. Wawancara dan pedoman wawancara.
Wawancara merupakan salah satu alat pengumpulan data, melalui interaksi
verbal secara langsung antara pewawancara dengan responden {dalam
Kontour:2007)
Dalam penelitian ini wawancara digunakan untuk mendapatkan data-data
tambahan yang penulis anggap memiliki hubungan dengan variabel bebas
dan variabel terikat. Agar wawancara ini tidak keluar dari apa yang ingin
penulis ketahui, penulis menggunakan pedoman wawanc:ara. Adapun data-
data tambahan yang penulis gunakan antara lain adalah:
1. Pelaksanaan komponen-komponen keberhasilan pendidikan inklusi yang
dijalankan oleh Sekolah Dasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi Jakarta
timur, yang mencakup persiapan sebelum menerima anak autis, adanya
kolaborasi antara orang tua dengan guru, adanya kolaborasi orang tua
dengan sekolah, adanya dukungan sekolah, pelatihan teman sebaya,
implementasi atau pelaksanaan pembelajaran di kela1s serta komitmen
sekolah.
2. Tipe interaksi sosial siswa autis yang dijadikan objek penelitian, hal ini
mengacu pada pendapat Lorna Wings yang menyebutkan ada 3
kelompok tipe interaksi anak autis yaitu penyendiri, pasif serta aktif tapi
"aneh". Serta tahapan kemampuan interaksi sosial yang sedang dialami
oleh objek penelitian dan mengacu pada pendapat Gemah Nuripah
(dalam Pikiran Rakyat,2004)
3.4.2. Tehnik Uji lnstrumen
Sebelum penelitian ini dilakukan, penulis melakukan uji instrument, adapun
tujuan dari uji instrument ini adalah:
1. Mengetahui pemahaman subjek penelitian terhadap pernyataan
pernyataan pada item-item yang di berikan.
2. Mengetahui tingkat validitas instrument penelitian, dalam hal ini penulis
menggunakan perhitungan komputerisasi dalam pro~1ram SPSS versi
11.5.
80
3. Mengetahui tingkat reliabilitas instrument penelitian, dalam hal ini penulis
menggunakan perhitungan komputerisasi dalam pro9ram SPSS versi
11.5. Adapun standart yang diberikan oleh Guilford dalam menentukan
kategori reliabilitas adalah > 0,9 sangat reliabel, 0,9-0,7 reliabel, 0,7 - 0,4
81
cukup reliabel, 0,4 - 0,2 kurang reliabel dan < 0,2 tidak reliabel.
(Kuncoro,2003), seperti dalam tabel dibawah ini:
Koefisien reliabel kategori
> 0,9 Sangat reliabel
0,9-0,7 Reliabel
0,7 - 0,4 Cukup reliabel
0,4- 0,2 Kurang reliabel
< 0,2 Tidak reliabel
Tabel 3.8. Klasifikasi koefisien reliabilitas.
3.4.3. Hasil uji instrumen penelitian
3.4.3.1. Uji validitas
Uji validitas instrumen, dilakukan dengan menggunakan bantuan program
komputer SPSS versi 11.5. Pada penelitian ini dengan sampel sebanyak 27
siswa dan taraf signifikansi 5 % maka r-hitung dikatakan valid jika r-hitung
lebih besar dari 0,381.
Pada angket persepsi dari 30 item yang diberikan, ada sebanyak 23 item
yang valid dan sebanyak 7 item yang tidak valid, dan sebanyak 16 item yang
digunakan pada penelitian, item-item tersebut adalah:
82
No Aspek Item Total item
Favorable Unfavorable
Ciri-ciri perilaku dalam
1. interaksi sosial 2, 13 3, 14 4
Ciri-ciri perilaku dalam
2 berkomunikasi 18 16 2
3 Perilaku stereotipik 29 17 2
Ketidakstabilan mood
4 dan afek 8,10 28,30 4
Respon terhadap
5 sensori 25 20 2
6 Gejala perilaku lain 11 21 2
Total 8 8 16
Tabel 3.9. Hasil uji validitas pada skala persepsi
Sedangkan pada angket dan skala interaksi sosial, dari :20 item yang peneliti
berikan ada sebanyak 13 item yang valid, dan 7 item yang tidak valid dan 13
item tersebut yang digunakan sebagai item-item dalam penelitian, item
tersebut adalah:
83
No Aspek Item Total item
Proses sosial Proses tidak sosial
1. Prilaku kerjasama 8,20 - 2
2 Sikap empati 7,15,18 - 3
3 Sikap ramah 5 - 1
4 Perilaku bersaing 2,4 2
5 Negativisme - 9, 14 2
6 Perilaku agresi - 6,11,19 3
Total 8 5 13
Tabel 4.0. Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial
3.4.3.2. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen dilakukan pada item-item yang valid dari setiap skala
penelitian.
Dari hasil perhitungan pada item persepsi yang terdiri dari 16 item didapat
tingkat reliabilitas sebesar 0,9340 dan jika mengacu pada pendapat Guilford
maka koefisien reliabilitas pada skala persepsi termasuk sangat reliabel,
sedangkan pada item interaksi sosial yang terdiri dari 13 item didapat
reliabilitas sebesar 0,8912 dan jika mengacu pada pendapat Guilford maka
koefisien reliabilitas pada skala interaksi sosial termasuk reliabel. Adapun
tabelnya adalah sebagai berikut:
84
lnstrumen Koefisien alpha Keterangan
cronbach
Persepsi 0.9340 Sangat reliabel
lnteraksi sosial 0.8912 Reliabel
Tabel 4.1. Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi dan interaksi sosial
3.5. Analisa data
Analisa data yang diperoleh, menggunakan data statistik korelasional
deskriptif, bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan-keadaan yang
ada sejelas mungkin, serta mengetahui adakah hubungan antara persepsi
dengan interaksi sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis
di sekolahnya. Adapun metode dan rumus yang digunakan adalah metode
non-parametrik dengan rumus Spearman -rho hal tersebut dikarenakan,
sampel yang digunakan hanya berjumlah 25 siswa dan kurang dari 30 orang.
3.6. Prosedur Penelitian.
Secara garis besar prosedur penelitian ini dibagi ke dalam 6 tahap antara lain
ad al ah:
1. Tahap Persiapan penelitian. Dimulai dengan perumusan masalah,
dilanjutkan dengan menentukan variabel yang akan diteliti, kemudian
melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan
teori yang tepat mengenai variabel penelitian, setelah itu menentukan,
menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam
penelitian, yaitu angket terbuka untuk data-data objek penelitian serta
angket untuk persepsi dan interaksi sosial dan pedornan wawancara
untuk tipe interaksi sosial yang dilakukan siswa autis saat berada di
sekolah dan komponen keberhasilan pendidikan inklusi yang dijalankan
oleh sekolah tersebut. selanjutnya menentukan lokasi serta
menyelesaikan administrasi perizinan.
85
2. Tahap pengujian alat ukur, ha! ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
validitas dan reliabilitas serta berapa lama waktu yan~J diperlukan dalam
mengerjakan skala yang telah di buat oleh peneliti, yang dilakukan pada
tanggal 3 oktober 2007 saat itu dalam skala persepsi dari 30 item yang
diajukan hanya 7 item yang valid sedangkan pada skala interaksi sosial
dari 20 item yang diajukan hanya 2 item yang valid, dengan demikian
penulis merevisinya, ada dua hal yang penulis revisi yaitu dalam
pembuatan pernyataan-pernyataan angket dan metode yang digunakan
dalam mengambil data melalui angket tersebut. Walaupun menggunakan
angket, pernyataan-pernyataan tersebut penulis tanyakan kepada setiap
subjek penelitian secara individual, hal tersebut dimaksudkan agar subjek
penelitian benar-benar paham akan pernyataan-pernyataan yang penulis
ajukan, dan dilakukan pada tanggal 6-7 November 2007 setelah itu
86
didapat hasil validitas dan reliabilitas dari masing-masing variabel. Untuk
variabel persepsi validitasnya sebesar 0,9138 dengan relibilitas sebesar
0,9340, sedangkan untuk variabel interaksi sosial validitasnya sebesar
0,8144 dengan reliabilitasnya 0,8912
3. Tahap pelaksanaan penelitian. Disini penulis melakukan pengambilan
data penelitian yang dilakukan pada hari Selasa dan Rabu tanggal 20-21
November 2007. Adapun tehnik yang digunakan adalah memberikan
pernyataan-pernyataan pada angket dengan cara m~manyakan kepada
setiap subjek penelitian secara individual. Sedangkan untuk mengambil
data tambahan, penulis melakukan wawancara baik dengan kepala
sekolah dan guru pendamping yang dilakukan pada tanggal 13 November
. 2007 dan pemberian angket kepada orang tua objek pada tanggal 12
November 2007 dan dikembalikan pada tanggal 20 November 2007 .
4. Tahap pengolahan data. Mencakup memberikan kode, melakukan skoring
terhadap hasil angket, menghitung dan membuat tabulasi data yang telah
diperoleh, setelah itu dibuatlah label datanya.
5. Tahap analisa data. Analisa data yang penulis gunakan adalah analisis
korelasi menggunakan metode non-parametrik dengan rumus spearman
rho.
6. Tahap Penyusun laporan penelitian dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB4
ANALISA DAN INTERPRET ASI DAT A
Pada bab 4 ini akan dibahas mengenai analisa dan interpretasi data , yang
terdiri dari latar belakang penelitian, presentasi data, pengujian hipotesis
serta hasil tambahan. Untuk menguraikannya maka penulis akan
menuangkannya ke dalam sub-sub bab di bawah ini.
4.1. Latar belakang penelitian
4.1.1. Latar belakang tempat penelitian
Sekolah Oasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi terletak di JI. Raya Conde!
No.25 Rt.12/03 Kelurahan Gedong Kecamatan Conde!, Pasar Rebo
Kotamadya Jakarta Timur, berada 1 area dengan SON Geidong 03 Pagi dan
SON Gedong 06 Pagi. SON Gedong 04 pagi ini diresmikan pada tanggal 08
Agustus 1976 oleh Ali Sadikin yang saat itu menjabat sebagai Gubernur OKI
- Jakarta dengan status sebagai sekolah filial dan saat ini telah terakreditasi
A oleh Sadan Akreditasi Nasional (BAN).
88
P<IR1ndtHtaht1Ut'IOOJDSeiel4alatnini1dilju}urolelelll~emefi'iEliilllidil!JiNan !Nasional
(OIKNAS) sebagai salah satu sekolah reguler yang dapat menjalankan sistem
pendidikan secara inklusif. Tetapi sampai saat ini Surat Keputusan (SK) oleh
OIKNAS masih diproses dan belum diterima oleh pihak sekolah. Walaupun
begitu sekolah ini telah terdaftar secara sah sebagai salah satu sekolah yang
dapat dipilih oleh para orang tua ketika mencari sekolah inklusi di daerah
Jakarta Timur. Pada tahun ajaran 2005-2006 sekolah ini menerima murid
murid dengan kebutuhan khusus.
Pada saat ini SON Gedong 04 Pagi, dipimpin oleh Suwardi S,Pd sebagai
kepala sekolah yang dibantu oleh empat belas (14) orang tenaga pengajar,
dengan spesifikasi sepuluh (10) tenaga pengajar yang bestatus PNS
(Pegawai Negeri Sipil) dan empat (4) tenaga pengajar berstatus PTT
(Pegawai Tenaga Tambahan) dan Honorer. Untuk tahun ajaran 2006-2007
siswa-siswi yang terdafatar sebagai murid SON Gedong 04 Pagi ini berjumlah
275 orang dengan 29 siswa berkebutuhan khusus. Adapun klasifikasinya
sebagai berikut: Tunadaksa 1 siswa, Autis 6 siswa, AOHO (Attention Deficit
Hiperactivity Disorder) 1 siswa dan kesulitan belajar 21 siswa. Masing-masing
kelas berisi maksimal 40 siswa.
Oalam standar penerimaan murid baru, sekolah menerapkan standar umur
bagi siswa reguler yaitu 6 s/d 7 tahun, sedangkan bagi siswa-siswa
89
berkebutuhan khusus selain standart umur sekolah juga melihat kemampuan
siswa tersebut.
Sebagai sekolah inklusi, ada beberapa restrukturisasi komponen-komponen
sekolah yang harus diubah, karena dengan masuknya siswa-siswa
berkebutuhan khusus, pelayanan sekolah akan berubah menjadi semakin
individual sesuai kebutuhan masing-masing setiap siswa, hal tersebut dapat
menciptakan komunitas yang mendukung bagi perkembangan siswa. Adapun
komponen-komponen keberhasilan pendidikan inklusi menurut Sri Utami
Ayuningsih, yang telah dijalankan oleh pihak sekolah, antara lain:
1. Persiapan sebelum menerima siswa berkebutuhan khusus, terdiri dari:
a) Pelatihan guru. Di SDN Gedong 04 Pagi pelatiha11 ini belum diterima
oleh semua guru, dan baru sekitar 6 guru yang menerima pelatihan
mengenai siswa berkebutuhan khusus dan itupun masih secara
umum/luas, yang diselenggarakan oleh LSM (Lernbaga Swadaya
Masyarakat) HKI (Hellen Keller International). Narnun berkat tekad dan
kemauan untuk melayani semua siswa, akhirnya banyak guru yang
belajar secara otodidak misalnya dengan cara banyak membaca buku
buku yang berhubungan dengan Anak-anak Berkebutuhan Khusus
(ABK).
b) Pendataan siswa. Untuk rnenerima siswa - siswa berkebutuhan
khusus, pihak sekolah melakukan prosedur assessment yang
dilakukan dengan wawancara dan pengisian anglcet terhadap orang
tua wali murid, dan didukung oleh tes-tes kemampuan yang telah
dijalani oleh siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) tersebut.
90
c) Persiapan Kelas. Untuk SON 04 pagi, persiapan kelas yang dilakukan
antara lain adalah sosialisasi kepada wali murid siswa reguler dan
siswa reguler itu sendiri, serta pembentukan team guru yang
menangani siswa berkebutuhan khusus yang terdiri dari 1 pihak
eksternal yang berasal dari utusan DIKNAS dan 1 pihak internal yang
berasal dari salah seorang guru lcelas dan bertugas menyusun
Individualized Education Plan (IEP)
2. Kolaborasi orang tua dengan guru. Kolaborasi ini berjalan sangat baik, hal
ini ditunjukkan dengan walaupun pertemuan secara :formal diadakan 1
semester 1 kali, tetapi secara informal orang tua dengan guru sering
"curhat-curhatan" di sela-sela menunggu analcnya yang sedang belajar
atau ketika antar-jemput si anak, dan hal-hal yang dibicarakan mengenai
berbagai macam persoalan termasuk bagaimana kondisi anaknya,
perkembangannya, kelemahannya dll, sehingga orang tua di rumah
mampu membantu pihak sekolah dalam mengatasi kelemahan anaknya
hal ini didukung dengan pemberian waktu belajar tambahan secara
individual kepada siswa-siswa yang membutuhkan oleh guru Bantu/guru
khusus yang diutus oleh DIKNAS.
91
3. Kolaborasi orang tua dengan sekolah. Untuk di SON Gedong 04 pagi ini,
orang tua sang at pro-aktif terhadap pihak sekolah, salah satu bentuk
kolaborasi ini adalah pembentukan forum bagi orang tua yang memiliki
Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan salah satu kegiatannya
adalah pemberian sumbangan baik uang atau barang yang terdiri dari TV,
DVD dll, sehingga pihak sekolah berhasil memiliki "media center' bagi
siswa-siswanya. Adapun kolaborasi orang tua dengan pihak sekolah yang
berkaitan dengan kondisi anaknya adalah menyediakan guru pendamping
bagi anak-anak mereka, bagi orang tua yang mampu biasanya
memberikan guru pendamping tetapi bagi orang tua yang kurang mampu
biasanya orang tua atau pembantu di rumahlah yang sering kali menjadi
guru pendamping bagi anak-anaknya.
4. Dukungan sekolah, guru terhadap siswa autis. Dalam hal ini sekolah
menyediakan guru bantu/ guru khusus yang diperbantukan oleh DIKNAS
sebagai perencana program pembelajaran, konsultan, pengawas dan
pengevaluasi pelaksanaan program tersebut. Guru Bantu ini akan datang
seminggu dua kali pada hari Rabu dan Jum'at dari jam 09.00 hingga
11.00.
5. Pelatihan teman sebaya. Untuk komponen pelatihan teman sebaya pihak
sekolah melakukan beberapa hal yaitu jika dalam satu tingkat ada 2
kelas, maka setiap satu semester pihak sekolah melcikukan pertukaran
siswa, dan yang terpenting adalah sosialisasi terhadap siswa-siswa
92
reguler akan adanya siswa-siswa berkebutuhan khusus. Adapun cara
yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada bapak/ibu guru untuk
menyampaikan pesan tersebut. Pada intinya pesan tersebut berkaitan
dengan keikutsertaan siswa berkebutuhan khusus di dalam kelas yang
sama dan diharapkan agar siswa-siswa reguler mau berkomunikasi dan
bermain dengan siswa-siswa berkebutuhan khusus, lerutama bagi siswa
autis siswa reguler berguna dalam memberikan contoh atau role model
bagaimana perilaku yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang
berlangsung.
6. lmplementasi pembelajaran di sekolah. Secara tertulis, standart yang
digunakan pihak sekolah masih mengikuti standart dari DIKNAS bagi
siswa-siswa reguler, tetapi pada pelaksanaannya standart ini diturunkan
sesuai tingkat kemampuan anak, dengan alasan bahwa akan terdapat
dispensasilkemudahan bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus untuk
mengikuti Ujian Akhir Nasional dan melanjutkan ke Sekolah Menengah.
Khususnya bagi siswa autis pihak sekolah sudah cuk:up dalam memenuhi
sarana dan prasarana yang dibutuhkan, biasanya ketika anak
tempertantrum anak akan dibawa ke pojok kelas atau ke luar kelas dan
jika ada pelajaran tambahan yang dibutuhkan, si anak akan di bawa ke
ruang perpustakaan.
7. Komitmen sekolah. Adapun komitmen sekolah dalam menangani siswa
berkebutuhan khusus adalah rnelayani serta membantu setiap siswa
93
dalam mengikuti segala kegiatan sekolah, dan setiap siswa berkebutuhan
khusus akan selalu dimudahkan pada saat kenaikan kelas, hal ini sesuai
dengan komitmen sekolah terhadap Anak Berkebutuhan Khusus pada
level pertama. Adapun strategi yang dijalankan adalah guru dapat
mengubah metode pembelajaran jika dinilai tidak sesuai dan guru dapat
berkonsultasi dengan guru Bantu jika memerlukan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa komponen
komponen keberhasilan sebuah pendidikan inklusi telah dijalankan
sepenuhnya oleh pihak SON Gedong 04 Pagi dengan cukup memadai. Hal ini
mungkin disebabkan oleh kurang tersedianya dana yang dibutuhkan untuk
memenuhi atau menjalankan komponen tersebut. Tetapi berkat tekad dan
kemauan yang keras dari pihak sekolah serta dukungan dari orang tua dan
masyarakat hal tersebut dapat terwujud.
4.1.2. Latar belakang objek penelitian
Dalam penelitian ini, Objek yang digunakan adalah seorang siswa ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus) dengan diagnosa autistik yang bmnama lengkap
Bayu Adinugroho dan biasa disapa dengan panggilan Bayu. Bayu adalah
anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir pada tan91;1al 7 September 1997
merupakan buah hati dari pasangan Noveat Daniel dengan Sulis
Prihatiningsih.
94
Pada saat mengandung kondisi sang ibu berjalan cukup baik, "la" tidak
pernah mengalami penyakit yang serius sehingga kondi:si kandungan berjalan
secara normal. Pada usia kandungan yang cukup (9 Bulan) Bayu lahir secara
normal di Rumah Sakit dengan dibantu oleh seorang bidan,
Pada tahun-tahun pertama kelahiran, Bayu tinggal bersama keluarga
besarnya (kakek dan nenek) di daerah Cikini, tetapi mernasuki usia Bayu 3
tahun orang tua bayu memutuskan untuk pindah ke rumah sendiri di daerah
Depok. Pada saat tinggal di depok inilah orang tua Bayu mulai memiliki
kecurigaan terhadap perkembangan Bayu yang berbeda dengan anak-anak
lain pada umumnya, hal ini ditunjukkan dalam berinteraksi, berkomunikasi
serta perilaku stereotipik, misalnya tidak adanya kontak mata, tidak adanya
interaksi seolah-olah memiliki dunia sendiri,dan minimnya kosakata yang di
miliki dalam berkomunikasi (adapun kata-kata yang baru dapat Bayu ucapkan
adalah Mama,Papa,Makan,Minum). Berbekal kecurigaan tersebut, orang tua
Bayu mulai mencari-cari informasi dari internet, teman atau saudara, dan
ditemukanlah kelainan yang ciri-cirinya mirip dengan perilaku Bayu yang
disebut sebagai kelainan autistik. Untuk menyakinkan hal tersebut akhirnya
orang tua Bayu membawa Bayu untuk melakukan berba!~ai tes dan
pemeriksaan mulai dari ahli saraf hingga psikiater , dan didapatlah hasil
bahwa Bayu memiliki kelainan autisme infantile.
95
Sejak saat itu Bayu menjalani berbagai terapi, salah satunya adalah terapi
wicara yang dilakukan selama kurang lebih 30 bulan atau 2,5 tahun dan
dimulai pada umur 5 tahun yang dibarengi dengan masuk ke Taman Kanak
kanak di Taman Kanak-kanak (TK) Kartika IX-18. Adapun kesulitan selama di
TK yang dihadapi oleh Bayu antara lain perilaku hiperaktif dan stereotipnya
yang terkadang membuat guru-gurunya "kewalahan" dalam menangani
dirinya.
Setelah mengikuti terapi wicara, Bayu menunjukkan adanya perubahan
perubahan yang signifikan dalam kemampuan berkomunikasi misalnya dapat
mengerti perintah-perintah sederhana. Walaupun begitu pada saat masuk
Sekolah Dasar yaitu Pada usia 7 tahun, orang tua Bayu memasukkannya ke
sekolah reguler dengan kelas khusus autis di sekolah Purba Adhika. Tetapi di
sini kemampuan berinteraksi Bayu mengalami penurunan, Bayu sering
meniru perilaku-perilaku teman-temannya sesama autis, hal tersebut
membuat kedua orangtuanya sedih. Hal tersebut dikonsultasikan ke terapis
Bayu dan diambillah jalan keluar dengan cara memasukkan Bayu ke sekolah
inklusi tetapi "wajib" dibantu dengan seorang guru pendamping.
Pada tahun ajaran 2006-2007 ketika Bayu mulai naik ke kelas tiga (3), Bayu
dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi yang telah
terdaftar sebagai salah satu sekolah inklusi di Jakarta. Enam (6) bulan
pertama masuk sekolah Bayu masih memperlihatkan gangguan pada
interaksi, komunikasi, perilaku stereotipik, ketidakstabila11 mood dan afek
serta respon terhadap sensori dan tidak ada perubahan yang positif dalam
hal-hal tersebut, sehingga dilakukanlah perubahan guru pendamping.
96
Pada kelas 3 semester 2, Bayu memiliki guru pendamping baru, di sini Bayu
mengalami beberapa perubahan yang signifikan hingga saat ini, antara lain
adalah:
1. Pada kemampuan berinteraksi, Bayu sudah mulai mau mengajak
temannya bermain, walaupun terkadang "la" asik bermain sendiri dan
tidak menghiraukan temannya. Ditambahkan lagi oleh guru
pendampingnya bahwa saat ini Bayu sudah dapat mEmerima perkataan
orang lain meskipun hanya dari orang-orang yang lebih dewasa dari
dirinya (misalnya: guru, orangtua). Dalam pendekatan sosial Bayu juga
terlihat lebih pasif sehingga mendorong terjadinya int•eraksi dari anak-anak
lain tapi jarang terjadi penolakan sosial secara aktif. Dengan ciri-ciri
tersebut jika merujuk pada pendapat Lorna \'\lings dan Gemah Nuripah,
Bayu dikategorikan sebagai autis dengan tipe interaksi pasif dengan tahap
The Partner Stage.
2. Pada kemampuan berkomunikasi, Bayu sudah dapat menggunakan kata
kata dalam berkomunikasi untuk meminta, prates, setuju, bertanya dan
menjawab sesuatu walaupun dengan pernyataan-pernyataan singkat
(misalnya: ketika meminta bola kepada temannya, Bayu hanya berucap
"kasih") dan terkadang masih sering timbul echolalia.
3. Pada perilaku stereotipik, Bayu masih melakukan perilaku stereotipik,
tetapi dengan intensitas yang kecil, karena ketika ia melakukan perilaku
tersebut ia selalu diingatkan bahwa hal tersebut tidak boleh atau tidak
baik.
97
4. Ketidakstabilan mood dan afek, pada saat ini sudah berkembang baik, hal
ini ditandai dengan sudah dapatnya Bayu mengungkapkan perasaan
perasaan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat
itu.
5. Respon terhadap sensori, Bayu masih takut terhadap suara-suara keras
disekelilingnya, dulu ketakutan tersebut dilampiaskan dengan cara
mengamuk atau berteriak-teriak tetapi sekarang Bayu dapat
melampiaskannya dengan cara yang lebih baik (misalnya: menutup
kuping dengan kedua tangannya).
6. Gejala perilaku lain, misalnya tempertantrum atau hiperaktif. Saal ini Bayu
masih melakukan tempertantrum, tetapi sudah sangat jarang, biasanya
ketika ia akan marah, ia selalu diberikan pengertian oleh guru
pendampingnya "sabar. ... Bayu yang sabar. ... marah-marah itu tidak baik"
sambil biasanya dielus dadanya atau pundaknya. Be~1itu juga dengan
perilaku hiperaktifnya.
98
Untuk berinteraksi sosial, Bayu termasuk siswa autis yang cepat diterima oleh
teman-temannya, karena sudah dapat melakukan pendekatan sosial, dapat
menenerima pendekatan orang lain kepadanya dan jarang terjadi penolakan
secara aktif. Hal ini juga didukung dengan penampilan fi:sik Bayu terlihat lucu,
imut dan bikin "gemes" teman-temannya, dengan bentuk muka yang bulat,
mata yang sedikit sipit dan pipi yang "gembil" ditambah lagi dengan proporsi
tubuhnya yang terlihat agak berisi (gendut), dengan ting9i badan ± 120 cm
dan berat badan ± 30 kg.
Kondisi fisik dan ciri-ciri perilaku Bayu yang seperti diatas membuat teman
temannya senang bermain dengan Bayu walaupun terkadang ada juga yang
suka meledeknya tetapi jarang menggunakan fisik (memukul/mencubit) hal
tersebut tidak terjadi karena adanya guru pendamping yang selalu
mengawasi dan selalu memberikan pengertian kepada tHman-temannya
Bayu akan kondisi dan perilaku Bayu, bahkan guru pendamping Bayu sering
menggunakan teman-teman Bayu dalam mengingatkan dan menegur Bayu
ketika melakukan ciri-ciri khas autistiknya. Hal ini dapat t1;rjadi karena adanya
kedekatan yang antara guru pendamping Bayu, Bayu se1ia teman-temannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelainan-kelainan
perilaku autistik Bayu semakin hari semakin berkurang, dengan begitu
99
diharapkan persepsi ternan-ternannya yang berstatus sebagai siswa-siswa
reguler lebih rnengarah kepada nilai yang positif sehinm~a interaksi yang
terjadi di antara keduanya berjalan positif pula yang di tarnpakkan pada pola
perilaku-perilaku sosial.
4.1.3. Latar belakang subjek penelitian
Dalarn penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa1-siswa reguler kelas
IV B SON Gedong 04 Pagi yang berjurnlah 25 orang siswa, dengan klasifikasi
sebagai berikut:
1. Berdasarkan jenis kelarnin. terdiri atas:
Keterangan Jurnlah Prosentase
Laki-laki 14 Siswa 56%
perernpuan 11 Siswa 44 %
Total 25 Siswa ·100 %
Tabel 4.2. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan jenis kelarnin
Dalarn penelitian ini alasan yang diarnbil dalarn pernilihan perbedaan
berdasarkan jenis kelarnin subjek penelitian adalah karena rnenurut Hurlock
pada rnasa kanak-kanak awal sudah terjadi pola perilaku antagonisrne jenis
kelarnin, dirnana yang sejenis akan lebih diutarnal<an dibandingkan dengan
yang lain jenis. Untuk itu laki-laki rnendapatkan nilai 2 dan perernpuan
rnendapatkan nilai 1. Seperti dalarn tabel dibawah ini:
JOO
Jenis kelamin iNilai
Laki-laki 2
Perempuan 1
Tabel 4.3. Nilai klasifikasi berdasarkan jenis kelarnin
2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandun9 subjek penelitian
yang terdiagnosa autisme, terdiri atas:
Keterangan Jumlah Prosentase
Ada 1 Siswa 0,4%
Tidak ada 24 Siswa 96 %
Total 25 Siswa 100 %
Tabel 4.4. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan ada atau tidak adanya saudara
kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme
Dalam penelitian ini alasan yang diambil dalarn pemilihan perbedaan
berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang
terdiagnosa autisrne adalah karena menurut Hurlock pacla masa kanak-kanak
awal sudah dikembangkan sifat simpati yaitu kemampuan seorang anak
untuk memahami keadaan di sekitarnya dan didapat jika anak telah
mengalami keadaan tersebuUkehilangan. Jadi dapat clikatakan jika subjek
penelitian memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme maka subjek
101
penelitian diperkirakan akan lebih memahami dan bisa menerima keadaan
objek penelitian. Untuk itu bagi subjek penelitian yang m13miliki saudara
kandung yang terdiagnosa autisme mendapatkan nilai 2 dan bagi subjek
penelitian yang tidak memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme
mendapatkan nilai 1. Seperti dalam label dibawah ini:
Ada atau tidak adanya saudara INilai
kandung subjek penelitian yang
terdiagnosa autisme
Ada 2
Tidak ada 1
Tabel 4.5. Nilai klasifikasi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek
penelitian yang terdiagnosa autisme
3. Berdasarkan dari lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek
penelitian, terdiri dari:
Keterangan Jumlah Prosentase
Mulai dari kelas 3 16 Siswa 64 %
Mulai dari kelas 4 9 Siswa 36%
Total 25 Siswa 100 %
Tabel 4.6. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan lamanya subje~k penelitian sekelas
dengan objek penelitian.
Dalam penelitian ini alasan yang diambil dalam pemilihan perbedaan
berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian
adalah karena semakin lama seseorang mengenal dan berinteraksi kepada
102
individu lain semakin seseorang itu memahami dan men!~erti individu
tersebut. Jadi dapat dikatakan jika subjek penelitian telah sekelas mulai dari
kelas 3 diperkirakan subjek tersebut akan lebih memahami dan bisa
menerima keadaan objek penelitian karena telah memiliki waktu berinteraksi
sosial cukup lama untuk memahami objek penelitian dibandingkan dengan
subjek penelitian yang sekelas mulai dari kelas 4. Untuk itu bagi subjek
penelitian yang sekelas dengan objek penelitian mulai dari kelas 3
mendapatkan nilai 2 dan bagi subjek penelitian yang sek.elas dengan objek
penelitian dari kelas 4 mendapatkan nilai 1. Seperti dalam label dibawah ini:
-Lamanya subjek penelitian sekelas Nilai
dengan objek penelitian 1---·
Mulai dari kelas 3 2
Mulai dari kelas 4 1 -
Tabel 4.7. Nilai klasifikasi lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian.
4.2. Presentasi data
4.2.1. Uji persyaratan
Uji persyaratan adalah syarat untuk melakukan analisis lebih lanjut dalam
mengolah data. Dalam penelitian ini uji persyaratan yang digunakan adalah
uji normalitas dan uji homogenitas dengan perhitungan k.omputerisasi
menggunakan SPSS 11.5
103
4.2.1.1. Uji normalitas
uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang
akan digunakan dalam penelitian berada dalam rentangan normal atau tidak
normal.
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi uji normalitas
data pada skala persepsi untuk jenis kelamin ln\\i - L<;t-\. sebesar 0, 194,
karena nilai signifikansi pada taraf 5 % untuk 14 subjel< adalah 0,457, maka
dapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel (0,'194 < 0,457)
sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Begitu juga
pada skala persepsi untuk jenis kelamin~el'e\Ylf'AU(diperoleh r-hitung sebesar
0,200, karena nilai signifikansi pada taraf 5 % untuk 11 subjek adalah 0,523
maka adapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel (0,200 < 0,523)
sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Dalam uji normalitas pada skala interaksi sosial, diperoleh r-hitung untuk jenis
kelamin perempuan adalah 0, 160 dan r- tabel dengan taraf signifikansi
sebesar 5 % untuk 14 subjek adalah 0,457 maka dapat diketahui bahwa r
hitung lebih kecil dari r-tabel (0, 160 < 0,457), sehingga dapat disimpulkan
bahwa data berdistribusi normal. Sedangkan uji normalitas pada skala
interaksi sosial untuk jenis kelamin laki-laki diperoleh r-hitung sebesar O, 159
dan r-tabel dengan taraf signifikansi sebesar 5 % untuk 11 subjek adalah
104
0,523 maka dapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel ( 0, 159 <
0,523) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Seperti
dalam label di bawah ini:
ienis kelamin 8t~ustic-- ___ ISQ,;o.99s_o_'tr-°~L s;a:----------
persepsi Perempuan .188 Laki-laki .203
interaksi Perempuan .194 Laki-laki .216
• This 1s a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Tabel 4.8.
14
11
14
11
Uji 'normalitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial
berikut ini adalah diagram Q-Q plot keluaran SPSS 11.5 yang
.194
.200(')
.160
.1ss I
memperlihatkan bahwa sebaran data variabel persepsi berada di sekitar garis
uji yang mengarah ke kanan dengan demikian data tersebut dapat dikatakan
normal.
Normal Q-Q Plot of persepsi
For VAR00003= Laki-!aki
"~----------~
"" ~ " _, z
I '" Ul -15~-------------l
Observed Val11e
Normal Q-Q Plot of p,:rsepsi
For VAR00003= Perempuan 20 --··-------·---·-
"
Observed Value
Gambar4.1. Diagram Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala persepsi
105
berikut ini adalah diagram Q-Q plot keluaran SPSS 11.5 yang
memperlihatkan bahwa sebaran data variabel interaksi sosial berada di
sekitar garis uji yang mengarah ke kanan dengan demikian data tersebut
dapat dikatakan normal.
Normal Q-Q Plot of interaksi Normal Q-Q Plot of interaksi
For VAR00003= Perempuan For VAR00003= Lakivlaki ,, ___________ ~ , , r .. ·-·-·--·-----------·- ·-------
•o
0.0
J '1 l "I . I ill .. ,j__ ___ ;._ ___ ·----·---------·-·-_f
g 19 ~ 21 ~ n ~ m w
ObseNOd Value Observed Value
Gambara 4.2. Diagram Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala interaksi sosial
4.2.1.2. Uji homogenitas
uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui item-item yang digunakan
penulis bersifat homogen atau tidak.
Pada skala persepsi diperoleh df1=1 dan df2=23 menunjukkan taraf
signifikansi sebesar 0,947 sedangkan F-tabel pada taraf signifikansi 5 %
adalah 4,28. Hal ini menunjukkan bahwa F-hitung lebih kecil dari F-tabel (
0,947 < 4,28) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.
Sedangkan pada skala interaksi sosial diperoleh df1=1 dan df2=23 dengan
taraf signifikansi sebesar 0,736 sedangkan F-tabel pada taraf signifikansi 5 %
106
adalah 4,28. Hal ini menunjukkan bahwa F-hitung lebih kecil dari F-tabel
(0,736 < 4,28) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.
Berikut ini adalah tabel homogenitas untuk skala persepsi dan interaksi
sosial:
Levene Statistic df1 df2 Sig.
persepsi Based on Mean .004 1 23 .947 Based on Median .037 1 23 .849 Based on Median and with adjusted .037 1 :22.856 .849 df Based on trimmed
.006 mean 1 23 .937
interaksi Based on Mean .116 1 23 .736 Based on Median .097 1 23 .759 Based on Median and with adjusted .097 1 :22.964 .759 df I
Based on trimmed .133 1 231 .719 mean i
Tabel 4.9. Uji homogenitas pada variabel persepsi dan intt:iraksi sosial
4.2.2. Deskripsi hasil penelitian
4.2.2.1. Gambaran persepsi siswa reguler terhadap siiswa autis
Dalam melihat gambaran umum persepsi siswa reguler tierhadap siswa autis,
sebelumnya diperlukan adanya kategorisasi hal ini dimaksudkan untuk
menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara
berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur.
Pada penelitian ini kategorisasi yang digunakan adalah positif dan negatif.
Dikatakan positif jika persepsi siswa-siswa reguler terhaclap siswa autis baik
107
maksudnya siswa-siswa regular mengetahui ciri-ciri khas dari perilaku siswa
autis sehingga dapat memaklumi perilaku-perilaku siswa yang terjadi pada
siswa autis, dan dikatakan negatif jika persepsi siswa regular terhadap siswa
autis buruk maksudnya siswa-siswa regular tidak dapat memaklumi perilaku-
perilaku yang terjadi pada siswa autis.
Dalam menentukan jenjang, penulis menggunakan bantuan SPSS versi 11.5.
Untuk skala persepsi, yang terdiri dari 16 item, Mean yang diperoleh sebesar
26.6400, sedangkan Median sebesar 26.000 dan standar deviasi sebesar
2.13854. seperti pada label di bawah ini:
Statistic Std. Error persepsi Mean 26.6400 .42771
95o/o Confidence Lower Bound 25.7573 Interval for Mean --Upper Bound
27.5227
5o/o Trimmed Mean 26.6000 Median 26.0000 Variance 4.573 Std. Deviation 2.13854 Minimum 22.00
-Maximum 32.00 Range 10.00 Interquartile Range 3.0000
. Skewness .374 .464 Kurtosis .791 .902
Tabel 5.0. Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala persepsi.
Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 11.5 pada 25 subjek
penelitian,didapatlah hasil bahwa terdapat 12 siswa reguler yang memiliki
108
persepsi positif terhadap siswa autis, dan 13 siswa regul13r yang memiliki
persepsi negatif terhadap siswa autis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
kategorisasi Frekuensi Jumlah prosentase -
positif > 26 12 siswa 48%
negatif < 26 13 siswa 5.2 %
Total - 25 Siswa 100 %
Tabel 5.1. Kategorisasi hasil pada skala persep:si
4.2.1.2. Gambaran interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis
Dalam melihat gambaran um urn interaksi sosial s\swa re!;iuler terhadap siswa
autis, kategorisasi yang digunakan yaitu positif, serta negatif. pada
skala interaksi sosial yang terdiri dari 13 item setiap itemnya diberi nilai satu
(1) hingga dua (2), dikatakan positif jika interaksi sosial siswa reguler selalu
dilakukan dengan pola-pola sosial misalnya bersikap ramah, tidak
mementingkan diri sendiri, perilaku bekerja sama dan sikap empati terhadap
siswa autis dan dikatakan negatif jika interaksi sosial siswa reguler yang
mereka tunjukkan kepada siswa autis adalah pola perilaku yang tidak sosial
misalnya perilaku agresif dan perilaku negatif
Dalam menentukan jenjang tersebut penulis menggunak.an bantuan SPSS
versi 11.5 dengan hasil sebagai berikut, Untuk skala inteiraksi sosial, yang
109
terdiri dari 13 item, Mean yang diperoleh sebesar 23.0800, sedangkan
Median sebesar 23.000 dan standar deviasi sebesar 1.8:2392. Untuk Jebih
jelas dapat dilihat pada label berikut:
Statistic Std. Error :nteraksi Mean 23.0800 .36478
95% Confidence Lower Bound 22.3271 Interval for Mean Upper Bound
23.8329
5% Trimmed Mean 23.1333 Median 23.0000 Variance 3.327 Std. Deviation 1.82392 Minimum 19.00 Maximum 26.00 Range 7.00 Interquartile Range 2.0000 Skewness -.486 .464 Kurtosis -.156 .902
Tabel 5.2. Nilai mean, median dan standar deviasi untuk skal21 interaksi sosial
Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 11.!i pada 25 subjek
penelitian, didapatlah hasil bahwa terdapat 12 siswa reguler yang memiliki
interaksi sosial yang positif terhadap siswa autis, dan 13 siswa reguler
yang memiliki interaksi negatif terhadap siswa autis. Untuk Jebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
] JO
kategorisasi Frekuensi Jumlah Prosentase
posit if > 23 12 siswa 48%
negatif < 23 13 siswa 52%
Total - 25 Siswa 100 %
Tabel 5.3. Kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial
4.3. Pengujian hipotesis
Correlations
W\R00001 VAR00002 Spearman's rho VAR00001 Correlation Coefficient 1.000 .358
Sig. (2-tailed) .079 N 25 25
VAR00002 Correlation Coefficient .358 1.000 Sig. (2-tailed) .079 N 25 25
Tabel 5.4. Hasil perhitungan uji hipotesis
Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan teknik uji r
spearmen rho, dihasilkan nilai r sebesar 0.358. Sementara nilai r tabel pada
taraf signifikansi 5% dengan N 25 adalah sebesar 0.409. Hipotesis nihil
diterima jika r hitung < r tabel. Karena nilai r hitung yang dihasilkan (0.358) <
nilai r label (0.409), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi
diterima.
111
4.4. Hasil tambahan
4.4.1. Berdasarkan jenis kelamin
Dalam penelitian ini terdapat 14 siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan 11
siswa yang berjenis kelamin perempuan. Untuk skala persepsi didapat dari
14 siswa reguler yang berjenis kelamin laki-laki, 8 siswa reguler memiliki
persepsi yang positif terhadap siswa autis dan 6 siswa regular yang memiliki
persepsi rendah terhadap siswa autis. Sedangkan bagi siswa regular yang
berjenis kelamin perempuan dari 11 siswa reguler terdapat 4 siswa reguler
yang memiliki persepsi positif terhadap siswa autis dan 7 siswa regular
memiliki persepsi yang rendah terhadap siswa autis.seperti dalam label di
bawah ini:
No Jenis kelamin Kategori Jumlah Prosentase
Persepsi
1 Laki-laki Positif 8 Siswa 57,14 %
Negatif 6 Siswa 42,86 %
Total 14 siswa 100 %
2 Perempuan Posit if 4 Siswa 36,36 %
Negatif 7 Siswa 63,64 %
Total 11 Siswa 100 %
Tabel 5.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan jenis kelamin.
112
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,
peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi siswa reguler terhadap
siswa autis berdasarkan jenis kelamin responden. Didap;atlah hasil bahwa
nilai t-hitung yang didapat sebesar 0.565. Sementara nilai r-tabel pada taraf
signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung
yang didapat (0.565) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%. df23 = 1.714),
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Kemampuan
Persepsi yang signifikan antara siswa Laki-laki dan Perempuan. Hal tersebut
dapat dilihat pada label di bawah ini:
·--···---~~~E.~---·--------Equal variances Equal variances
assumed not assumed Levene's Test for F .004 Equality of Variances Sig. .947 Hest for Equality of T .565 .565 Means Df 23 21.720
Sig. (2-tailed) .578 .578 Mean Difference
.49351 .4935 I
Std. Error Difference .87414 .87306
95% Confidence Lower ·1.31478 -1.31846 Interval of the Upper Difference 2.30180 2.30547
Tabel 5.6. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel persepsi berda£,arkan jenis kelamin
Sedangkan untuk interaksi sosialnya dari 14 siswa reguler yang berjenis
kelamin laki-laki terdapat 8 siswa reguler yang memiliki interaksi sosial yang
positif terhadap siswa autis dan 6 orang siswa reguler yang memiliki interaksi
113
sosial yang negatif terhadap siswa autis. Sedangkan siswa-siwa reguler yang
berjenis kelamin perempuan dari 11 siswa reguler terdapat 4 siswa reguler
yang memiliki interaksi yang positif terhadap siswa autis dan 7 siswa reguler
yang memiliki interaksi negatif terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di
bawah ini:
No Jenis kelamin Kategori lnteraksi Jumlah Prosentase
sosial
1 Laki-laki Positif 8 Siswa 57, 14 %
Negatif 6 Siswa 42,86 %
Total 14 Siswa 100 %
2 Perempuan Positif 4 Siswa 36,36 %
Negatif 7 Siswa 63,64 %
Total 11 Siswa 100 %
Tabel 5.7. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan jenis
kelamin
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,
peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler
terhadap siswa autis berdasarkan jenis kelamin responden. Dari hasil
penghitungan diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar
1.082. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah
sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung yang didapat (1.082) lebih kecil dari nilai
r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1. 714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak
114
terdapat perbedaan lnteraksi Sosial yang signifikan antara siswa Laki-laki dan
Perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
interaksi ---··-·----·-·-· ···~··----------~···
Equal variances Equal variances assumed not assumed
Levene's Test for F .116 Equality of Variances Sig. .736 I-test for Equality of t 1.082 Means di 23
Sig. (2-tailed) .291 Mean Difference
.7922
Std. Error Difference .73228
95% Confidence Lower -.72263 Interval of the Upper 2.30705 Difference
Tabel 5.8. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan jenis
kelamin
4.4.2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung yang
teridentifikasi sindrom autisme
Dalam penelitian ini terdapat satu (1) siswa reguler yang memiliki saudara
kandung (adik) yang teridentifikasi sindrom autisme dan 24 siswa reguler
yang tidak memiliki sauadara kandung yang teridentifil<asi sindrom autisme.
Pada skala persepsi dari 25 siswa reguler terdapat 12 siswa reguler memilil<i
persepsi posiiif terhadap siswa autis dan 13 siswa reguler yang memilil<i
persepsi negatif terhadap siswa autis, dengan rincian sebagai berikut pada
12 siswa reguler yang memilil<i persepsi positif terhadap :siswa autis tidal<
1.084
21.751
.290
.7922
.73109
-.72498
2.30939
115
terdapat siswa reguler yang memiliki saudara kandung yang terdiagnosa
autisme dan pada 13 siswa reguler yang memiliki persepsi negatif terhadap
siswa autis terdapat 1 siswa reguler yang memiliki saudara kandung yang
terdiagnosa autisme, sedangkan sisanya yaitu 12 siswa reguler yang tidak
memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme. seperti dalam label di
bawah ini:
No Ada atau tidaknya Kategori Jumlah Prosentase
saudara kandung yang Persepsi
terdiagnosa autisme
1 Ada Positif O Siswa 0 -
Negatif 1 Siswa 100 %
Total 1 Siswa 100 %
2 Tidak ada Positif 12 Siswa 17 %
Negatif 12 Siswa 8%
Total 24 Siswa 100 %
Tabel 5.9. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan ada atau tidak
adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,
peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi sisw;a reguler terhadap
siswa autis berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek
penelitian yang terdiagnosa autisme. Dari hasil penghitungan dapat diketahui
bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar 1.276. Sementara nilai r-
label pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah seb1esar 1. 714. Karena
116
nilai t-hitung yang didapat (1.276) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1. 714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
Kemampuan Persepsi yang signifikan antara siswa yang memiliki saudara
autis dan siswa yang tidak memiliki saudara autis. Hal tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
- oersep_aj_ _____ Equal variances Equal variances
assumed not assumed Levene's Test for F Equality of Variances Sig.
t-test for Equality of T 1.276' Means DI 23
Sig. (2-tailed) .215 Mean Difference
Std. Error Difference
2.7500 I 2.15458
95% Confidence Lower -1.70709 Interval of the Upper 7.20709 Difference
Tabel 6.0 Hasil perhitungan uji t-test pada variabel persepsi berdasarkan ada atau tidak
adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme.
Sedangkan untuk interaksi sosialnya, dari 25 siswa reguler terdapat 12 siswa
reguler memiliki interaksi sosial yang positif terhadap siswa autis dan ·13
siswa reguler memiliki interaksi sosial yang negatif terhadap siswa autis,
dengan rincian sebagai berikut pada 12 siswa reguler yang memiliki persepsi
positif terhadap siswa autis terdapat 1 siswa reguler yang memiliki saudara
kandung yang terdiagnosa autisme, d~.m pada 13 siswa reguler yang memiliki
2.7500
117
persepsi negatif terhadap siswa autis tidak terdapat siswa reguler yang
memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme. seperti dalam tabel di
bawah ini:
No Ada atau tidaknya Kategori Jumlah Prosentase
saudara kandung subjek lnteraksi
penelitian yang sosial
terdiagnosa autisme
1 Ada Posit if 1 Siswa 0%
Negatif O Siswa 100 %
Total 1 Siswa 100 %
2 Tidak ada Positif 11 Si:swa 45,83 %
Negatif 13 Si:swa 54,17 %
Total 24 Siswa 100 %
Tabel 6.1. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan ada atau
tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme.
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,
peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler
terhadap siswa autis berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung
subjek penelitian yang terdiagnosa autisme. Dari hasil penghitungan dapat
diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar -0.507.
Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah
sebesar 1.714. Karena nilai t-hitung yang didapat (-0.507} lebih kecil dari nilai
r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1.714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak
118
terdapat perbedaan yang signifikan lnteraksi Sosial antara siswa yang
memiliki saudara autis dan siswa yang tidak memiliki saudara autis. Hal
tersebut dapat dilihat pada label di bawah ini:
interaksi Equal variances Equal variances
assumed not assumed Levene's Test for F Equality of Variances Sig.
t-test for Equality of t -.507 Means di 23
Sig. (2-tailed} .617 Mean Difference
-.9583
Std. Error Difference 1.89103
95% Confidence Lower -4.87024 Interval of the Difference
Upper 2.95357
Tabel 6.2. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa
autisme.
4.4.3. Berdasarkan dari lamanya sekelas dengan objelc penelitian.
Dalam penelitian ini dari 25 siswa reguler terdapat 16 siswa reguler yang
telah sekelas dengan objek penelitian sejak kelas tiga (3) SD dan sembilan
(9) siswa reguler yang baru sekelas dengan objek penelitian sejak kelas
empat (4) SD. Untuk skala persepsi dari 16 siswa reguler yang telah sekelas
dengan objek penelitian sejak kelas 3 SD, sebanyak 8 siswa reguler memiliki
persepsi yang positif terhadap siswa autis dan 8 siswa reguler memiliki
persepsi yang negatif terhadap siswa autis. Sedangkan bagi siswa reguler
-.9583
-
119
yang baru sekelas dengan objek penelitian sejak kelas ernpat (4) SD dari
sembilan (9) siswa reguler terdapat 4 siswa reguler yang memiliki persepsi
positif terhadap siswa autis dan 5 siswa reguler memiliki persepsi yang
negatif terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di bawah ini:
No Lamanya Kategori Jurnlah Prosentase I sekelas dengan objek lnteraksi I
1
2
penelitian sosial
Mulai dari kelas 3 Positif 8 Siswa 50%
Negatif 8 Siswa 50 %
Total 16 Siswa 100 %
Mulai dari kelas 4 Positif 4 Siswa 44,44 %
Negatif 5 Siswa 55,56 %
Total 9 Siswa 100 %
Tabel 6.3. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan lamanya
subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian.
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,
peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi siswa reguler terhadap
siswa autis berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek
penelitian. Dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa nilai t-hitung yang
didapat adalah sebesar -0.273. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi
5% dengan df 23 adalah sebesar 1.714. Karena nilai t-hitung yang didapat (-
0.273) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1. 714}, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Kemampuan Persepsi yang
120
signifikan antara subjek penelitian yang sekelas dengan objek penelitian yang
dimulai dari kelas 4 atau yang dimulai dari kelas 3.Hal tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
~--· ~erseosi ------
Equal variances Equal variances assumed not assvmed
Levene1s Test for F .076 Equality of Variances Sig. .785 t-test for Equality of T -.237 Means Df 23
Sig. (2-tailed) .815 Mean Difference
-.2153
Std. Error Difference .90911
95% Confidence Lower -2.09592 Interval of the Upper 1.66537 Difference -Tabel 6.4.
Hasil perhitungan uji t-test pada variabel persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian
Sedangkan untuk interaksi sosialnya, dari 16 siswa reguler yang telah
sekelas dengan objek sejak kelas tiga (3) SD, terdapat 8 siswa regu!er
memiliki interaksi yang positif terhadap siswa autis dan 8 siswa reguler
sisanya rnemiliki interaksi yang negatif terhadap siswa autis. sedangkan
untuk siswa reguler yang baru sekelas dengan objek sejak kelas empat (4)
SD dari 9 siswa reguler terdapat 4 siswa yang memiliki interaksi yang positif
terhadap siswa autis dan 5 siswa reguler yang memiliki interaksi yang negatif
terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di bawah ini:
-.250
19.428
.805
-.2153
.86230
·2.01741
1.58686
121
No Lamanya subjek Kategori Jumlah Prosentase
penelitian sekelas lnteraksi sosial
dengan objek
penelitian
1 Mulai dari kelas 3 Positif 8 Siswa 50%
Negatif 8 Siswa 50%
Total 16 siswa 100 %
2 Mulai dari kelas 4 Posit if 5 Siswa 44.44 %
Negatif 4 Siswa 55,56 % -
Total 9 Siswa 100 %
Tabel 6.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial b1~rdasarkan lamanya
subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,
peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler
terhadap siswa autis berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan
objek penelitian. Dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa nilai t-hitung
yang didapat adalah sebesar -0.063. Sementara nilai r-tabel pada taraf
signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung yang
didapat (-0.063) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1.714), maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan lnteraksi Sosial yang
signifikan antara siswa yang sekelas sejak kelas 4 dan siswa yang sekelas
sejak kelas 3. Hal tersebut dapat dilihat pada label di bawah ini:
122
interaksi ··~--------,.-------- ~--·----------
Equal variances Equal variances assumed not assumed
Levene's Test for F .527 Equality of Variances Sig. .475 t-test for Equality of t -.063 Means di 23
Sig. (2-tailed) .951 Mean Difference
-.0486
Std. Error Difference .77624
95% Confidence Lower -1.65439 Interval of the Difference
Upper 1.55717
Tabel 6.6. Hasil perhitungan uji I-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan
lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian
Pada uji beda dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan persepsi
dan interaksi sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi baik
berdasarkan jenis kelamin, ada atau tidak adanya saudara kandung subjek
penelitian yang teridentifikasi autisme dan berdasarkan lamanya subjek
penelitian telah sekelas dengan objek penelitian. Hal ini clapat dilihat melalui
t-hitung yang lebih rendah dari r-tabel. Dalam uji perbedaan persepsi
cliperoleh t-hitung berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,565, berdasarkan acla
atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa
autisme sebesar 1,276 dan berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas
dengan objek penelitian sebesar -0,273 dan pada uji perbedaan interaksi
sosial diperoleh t-hitung berdasarkan jenis kelamin sebesar 1,082,
berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang
-.063
17.066
.950
-.0486
.77073
-1.67424
1.57702
123
terdiagnosa autisme sebesar -0,507 dan berdasarkan larnanya subjek
penelitian sekelas dengan objek penelitian sebesar -0,063 sedangkan pada
r-tabel dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23 sebesar 1, 714. seperti pada
tabel dibawah ini:
No variabel t-hitung r-tabel
1 Persepsi
A. Berdasarkan jenis kelamin 0,565
B. Berdasarkan ada atau
tidak adanya saudara
kandung subjek penelitian
yang terdiagnosa autisme 1,276
C. Berdasarkan lamanya
subjek penelitian sekelas
dengan objek peneiitian -0,273 1,714
2 lnteraksi sosial
A. Berdasarkan jenis kelamin 1,082
B. Berdasarkan ada atau
tidak adanya saudara
kandung subjek penelitian
yang terdiagnosa autisme -0,507
C. Berdasarkan lamanya
subjek penelitian sekelas
dengan objek penelitian -0,063
Tabel 6.7. Nilai t-hitung pada variabel persepsi dan interaksi sosial dan nilai r-tabel
dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN
Pada bab 5 ini akan dibahas mengenai kesimpulan, dis~:usi dan saran yang
merupakan penutup dari sebuah penelitian.
Dalam kesimpulan akan dibahas mengenai generalisasi hasil penelitian bagi
pupolasi, setelah itu dilanjutkan dengan diskusi yaitu pe•maparan hasil-hasil
penelitian terdahulu yang mendukung penelitian penulis selanjutnya adalah
saran bagi pihak-pihak yang terkait dalam hal ini antara lain adalah pihak
sekolah, guru pendamping, orang tua objek penelitian serta peneliti lanjutan.
Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam sub
sub bab di bawah ini.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan dan analisa data serta
pengujian hipotesis, maka didapat h.asil bahwa pada penalitian ini ticlak ada
hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa
reguler kelas IV B terhadap siswa autis di kelasnya pada sekolah inklusi SON
Gedong 04 Pagi.
125
Tidak adanya hubungan antara kedua variabel tersebut, dapat dilihat pada
hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa r-hitung yang sebesar (0,358)
lebih kecil dari r-tabel pada taraf signifikansi 5 % sebesar (0,409). ltu artinya
setiap persepsi siswa reguler baik yang bernilai positif, serta negatif
terhadap siswa autis di kelasnya tidak memiliki hubungan dengan interaksi
sosial yang terjadi pada siswa reguler terhadap siswa autis tersebut.
Dalam penelitian ini dapat diketahui pula bahwa pada siswa reguler SDN
Gedong 04 Pagi kelas IV B yang berjumlah 25 orang siswa-siswi dan
menjalankan sistem pendidikan inklusi secara cukup baik, terlihat dalam
adanya persiapan sebelum menerima siswa berkebutullan khusus yang
mencakup pelatihan terhadap guru-guru, pendataan siswa serta persiapan
kelas, adanya kolaborasi antara orang tua dengan guru, adanya kolaborasi
antara orang tua dengan sekolah, adanya dukungan sekolah, guru terhadap
siswa autis, adanya pelatihan terhadap teman sebaya, adanya implementasi
terhadap pembelajaran di sekolah dan adanya komitmen sekolah terhadap
siswa autis yang cukup baik bahwa setiap anak dapat mengikuti semua
kegiatan yang dilakukan oleh siswa reguler lainnya. Ditambah dengan tekad
dan kemauan yang keras dari pihak sekolah serta dukungan dari orang tua
dan masyarakat dengan objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah siswa autis dengan tipe interaksi sosial pasif di sekolahnya dan sudah
126
mencapai tahap Partner stage dalam perkembangan interaksi sosial. Objek
penelitian telah banyak mengalami kemajuan-kemajuan pada karakteristik
perilaku yang meliputi kemampuan berinteraksi sosial, kernampuan
berkomunikasi, perilaku stereotipik, respon terhadap sensori, ketidakstabilan
mood dan afek, serta gejala perilaku lain. Hal tersebut didukung juga dengan
kondisi fisik objek yang terlihat lucu dengan proporsi tubuh yang terlihat agak
berisi (gendut) .
Untuk gambaran persepsi, dapat diketahui bahwa siswa-siswa reguler SON
Gedong 04 Pagi lebih banyak memiliki persepsi yang neg.atif terhadap siswa
autis maksudnya adalah siswa-siswa reguler belum memaklumi perilaku
perilaku siswa autis yang berbeda dari dirinya . Begitu juga untuk gambaran
interaksi sosialnya, dapat diketahui bahwa pada siswa-siswa reguler SDN
Gedong 04 Pagi dalam berinteraksi sosial dengan anak autis masih bernilai
negatif maksudnya adalah siswa-siswa reguler masih banyak yang
melakukan interaksi sosial menggunakan pola-pola tidak sosial.
Adapun hasil tambahan yang didapat dalam penelitian ini adalah tidak
adanya perbedaan yang signifikan baik dalam persepsi siswa regular maupun
interaksi sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi SDN
Gedong 04 Pagi yang berdasarkan jenis kelamin, ada atau tidak adanya
saudara kandung subjek penelitian yang teridentifikasi autisme dan
berdasarkan lamanya subjek penelitian telah sekelas den~1an objek
penelitian.
5.2. Diskusi
127
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi antara skor persepsi siswa reguler
terhadap siswa autis dengan skor interaksi sosial siswa reguler terhadap
siswa autis yang menggunakan rumus spearman rho telah di dapat
kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi
dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi.
Hal tersebut berarti bahwa siswa-siswi reguler yang memilki persepsi positif
belum tentu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola perilaku sosial dan
begitu juga sebaliknya siswa-siswa reguler yang memilki persepsi negatif
belum tentu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola perilaku tidak sosial.
Dalam beberapa kasus psikologi sosial ada beberapa penelitian yang
mengungkapkan adanya ketidaksesuaian antara persepsi dan interaksi sosial
misalnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Minard pada tahun 1952
(dalam Sarwono,213) yang meneliti persepsi dan sikap antar ras (kulit putih
dan hitam) dengan interaksi sosial pada pekerja tambang batu bara, Minard
mendapatkan hasil bahwa dalam hubungan kerja antara ras (kulit hitam dan
kulit putih) terjalin sangat baik, tetapi ketika di pemukiman atau dalam
128
kehidupan sosial sehari-hari ada sekitar 60 % orang kulit putih yang
melakukan segregasi terhadap orang kulit hitam. ltu artinya bagaimanapun
sikap orang kulit putih terhadap orang kulit hitam tidak mempengaruhi
interaksi sosial diantara mereka ketika berada di tempat k13rja. Hal ini
dikarenakan mereka memiliki tujuan bersama sehingga mengesampingkan
ego masing-masing berbeda dengan di tempat pemukiman yang tidak
memiliki tujuan bersama ego .sangat berperan dalam kegiatan berinteraksi.
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Heider (dalam
Sarwono,214) yang menjelaskan tentang adanya ketidaksesuaian antara
persepsi dengan interaksi sosial antara orang Amerika terhadap turis asing
berkebangsaan China. Adapun cara yang dilakukannya adalah dengan
membawa turis asing berkebangsaan China tersebut ke hotel-hotel di
Amerika, ketika dibawa langsung ke hotel-hotel tersebut S10 % pihak hotel
tersebut menerimanya dengan baik, tetapi ketika ditanya melalui telepon oleh
Heider mengenai turis asing berkebangsaan China 80 % pihak hotel
menolak menerima turis asing tersebut.
Sedangkan Dalam konteks psikologi pendidikan belum acla penelitian yang
mengungkapkan ada atau tidak adanya hubungan antara persepsi dengan
interaksi sosial termasuk mengenai hubungan antara persepsi dengan
interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi. Tetapi
129
jika ditelaah lebih lanjut maka tidak adanya hubungan antara persepsi
dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis disekolah inklusi,
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. sistem pendidikan inklusi yang dijalankan oleh sekolah adalah model ke
satu (1) dimana pihak sekolah berkomitmen asalkan siswa autis tersebut
sudah ikut serta dalam kegiatan sekolah berarti itu sudah cukup baginya.
Hal ini berdampak pada belum maksimalnya penjalanan sistem tersebut
sehingga pada siswa reguler persepsinya mengenai siswa autis masih
bernilai negatif, walaupun begitu ada salah satu "rules" yang dapat
menjaga siswa autis ini yaitu guru pendamping. Dalam penelitian ini guru
pendamping yang ditemukan adalah yang bersikap baik dan tegas tidak
hanya kepada siswa didiknya tetapi juga peduli terhadap siswa-siswa
reguler lainnya di kelas tersebut, walaupun terkadang kepeduliannya
sering dinilai sebagai galak, keras dan disiplin. Hal-hal tersebut dapat
dilihat melalui sikap guru pendamping yang selalu mengawasi objek
penelitian (siswa autis), selalu memberikan pengertian kepada siswa
reguler mengenai kondisi objek penelitian, dan bahkan terkadang
meminta bantuan kepada siswa reguler untuk membantu objek dalam
merubah karakteristik perilakunya.Hal ini menumbuhkan kolaborasi yang
baik antara siswa autis, guru serta teman sebaya, sehingga walaupun
persepsi mereka masih bernilai negatif tetapi mereka tidak dapat
melakukan pola-pola perilaku tidak sosiai pada saat berinteraksi sosial.
130
2. Karena pola-pola tidak sosial dalam kegiatan berinteraksi sosial,
merupakan pola-pola yang memiliki "Cap" buruk atau negatif oleh
lingkungan, dan pada anak-anak usia 6-12 tahun hasrat akan penerimaan
sosialnya sangat tinggi, mereka akan meniru apa yang dianggap baik oleh
lingkungannya dan menjauhi apa yang dianggap buruk oleh
lingkungannya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa siswa-siswa
reguler yang memiliki persepsi negatif tidak melakukan pola perilaku tidak
sosial pada saat berinteraksi sosial dengan siswa autis, karena mereka
takut tidak diterima secara sosial maka "ia" berperilaku yang sesuai
dengan norma-norma yang sesuai di lingkungannya yaitu berperilaku
dengan pola-pola sosial. Hal tersebut sesuai dengan !13ori perkembangan
pada tahap kanak-kanak awal yang dijelaskan oleh Hudock (1991,262)
bahwa Dalam tahap perkembangan kanak-kanak awal yang berkisar
antara usia 6 hingga 12 tahun, mulai dikembangkan si~:ap hasrat untuk
penerimaan sosial.
5.3. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa saran untuk pihak sekolah,
pihak orang tua objek serta bagi peneliti lanjutan yang tertarik pada tema
inklusi, autisme, persepsi dan interaksi sosial, antara lain adalah:
131
1. Bagi pihak sekolah, yaitu:
a) Sekolah sebaiknya dapat meningkatkan dan menjaga lingkungan yang
kondusif bagi siswa regular dan siswa autis agar dapat berinteraksi
sosial dengan pola-pola proses sosial. Misalnya dengan cara membuat
kelompok-kelompok kecil ketika pelajaran berlangs.ung.
b) Guru hendaknya diberikan pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar
dasar, khususnya yang berkaitan dengan autisme, contohnya: seminar
tentang pengetahuan rnengenai autisrne, pelatihan rnengenai strategi
dan kiat dalarn penanganan anak autisrne atau simulasi terapi perilaku
bagi siswa autisme. Dengan adanya pelatihan-pelatihan tersebut
diharapkan peningkatan kualitas guru dalam mengajar siswa-siswa
berkebutuhan khusus terutama bagi siswa autis sehingga terjadi
perubahan perilaku dari siswa autis ke arah yang positif dan
berdampak perubahan persepsi dan interaksi sosial di antara siswa
regular dengan siswa autis. Hal ini juga berpengaruh terhadap proses
sosialisasi guru kepada siswa reguler mengenai siswa autis serta
strategi dan metode yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan
masing-masing siswanya. Sehingga hasil yang akan dicapai oleh
siswa reguler dan siswa autis tidak terlalu "timpan~1" dan berdampak
pada perubahan persepsi siswa reguler terhadap siswa autis.
c) Sekolah sebaiknya dapat mernberikan pengetahuan kepada siswa
siswa reguler mengenai autisme, contohnya pengetahuan mengenai
132
bagaimana cara berkomunikasi dengan anak autis. Sehingga siswa
siswa reguler tidak menjauhi siswa autis ketika bermain sehingga
dapat menjaga atau bahkan menambah kondusif lingkungan yang
sudah ada pada saat ini.
d) Sekolah akan lebih baik jika memiliki sarana dan prasarana yang
menunjang perkembangan siswa autis baik secara akademik maupun
sosial. Misalnya disediakan ruangan khusus pada saat siswa-siswa
autisme tempertantrum. Sehingga siswa reguler tidak melihat atau
setidaknya meminimalisir penglihatan siswa reguler terhadap
kekhasan pada perilaku-perilaku siswa autis. Dengan begitu
diharapkan ada perubahan persepsi siswa reguler ll~rhadap siswa
autis. Selain itu sarana dan prasarana sekolah dapa1t juga dijadikan
sebagai media pengembangan bagi siswa autis
2. Bagi Pihak guru pendamping, yaitu:
a) Sebaiknya guru pendamping, membuat program belajar bagi anak
didiknya secara tersusun dengan struktur yang jelas. dan rapi baik
untuk bidang akademik maupun non-akademik. Yang dibagi kedalam
program jangka panjang (misalnya 1 tahun) dan akan dijabarkan
dalam program jangka pendek (misalnya: harian, mingguan atau
bulanan). Sebaiknya dikonsultasikan kepada orang tua, sehingga apa
yang diinginkan oleh orang tua dapat dilaksanakan dengan baik.
Selanjutnya dengan adanya program belajar tersebut dapat dijadikan
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Ahmadi, Abu. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi, Prof.Dr. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT
Rineka Cipta. Baron,A, R dan Donn Byrne. 2004. Psikologi Sosial, jilid 1, edisi kesepuluh,
a.b. Ora Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga. Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi, a.b. Kartini Kartono. Jakarta:
Erlangga. Dalton, James H, Elias, Maurice J dan Abraham Wandersman. 2001.
Community Psychology: Linking Individuals and Communities. California: Wadsworth
Direktorat Pendidikan Luar Biasa Direktorat Jenderal Penclidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. 2004 a. Mengenal Pendidikan Terpadu: Pedoman Penyelenggaraan F'endidikan Terpadullnklusi, Vol 1.
Hurlock B, Elizabeth. 1991. Perkembangan Anak, jilid 1, edisi keenam, a.b. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zakarsih. Jakarta: Erlangga.
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, llmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, jilid dua, edisi ketujuh. a. b. Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara.
Kountur, Ronny, D.M.S,Ph.D. 2007. Metode Penelitian, Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:PPM.
Kuncoro, 2003. Laboratorium Komputer Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia.
Lumbantobing,S.M. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Luth,Nursal dan Daniel Fernandez. 2000. Sosiologi 1. Jakarta: PT Galaxi Puspa Mega.
Mash J, Eric and David A Wolfe. 2005. Abnormal Child Psychology. Third Edition. USA: Thomson Wadsworth.
Peeters, Theo. 2004. Autisme, Hubungan Pengetahuan TEioritis dan lntervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis. a.b. Oscar H Simbolon. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Robins,S,P. 2001. Organizational Behavioral. Ninith Edition. New Jersey: Prentice Hall.Inc.
Saleh, Abdurrahman. 2004. Pengantar Psikologi Umum. ,lakarta: Kencana prees.
Santrock , John W. 2002. Life Span Development. Jilid 1 Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sarasvati. 2004. Meniti Pelangi, perja/anan seorang /bu yang tak kenal menyerah dalam membimbing puteranya keluar dari belenggu ADHD dan autisme. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sevilla, et al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Ab. Alirnuddin Tuwu. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosio/gi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
\Natson and Marcus. 1998. Diagnostic and Assessment in Autisme. London: Plenum Press.
Internet: Gemah Nuripah." Berinteraksi dengan Anak Autisme''. http://www.pikiran
rakyat.com, 2004. Kompas. " Pendidikan Bagi Anak Autis". http://www.kompas.com, 2000. Pikiran - rakyat. "Layanan Pendidikan Untuk Anal< Cacat Perlu Ditingkatkan".
http://www. pikiran-rakyat. com, 2004. Dikdasmen Depdiknas." Kebijakan Pelayanan Bagi Anak Autis".
http://www.puterakembara.com, 2004.
BM. "Bullying (perlakuan kasar)". http://www.puterakembara.com,2005.
Skripsi dan tesis: Soedarsono, Sri Utami Ayuningsih. "Pendidikan lnklusi dan Hubungannya
dengan Perkembangan Komunikasi dan lnteraksi Sosial Pada Anak Autis (Penelitian Pada Beberapa Seka/ah Dasar)". Tugas Akhir S2, Universitas Indonesia. Depok:2005.
Dewi, Anida Triana. Persepsi orang tua tanpa anak berkelJutuhan khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif. Skripsi, Universitas Indonesia. Depok:2006.
Molina, Yosi. Gambaran lnteraksi Sosia/ dengan Teman Sebaya Pada Remaja yang Mengikuti Pendidikan Homeschooling. Skripsi, Universitas lndonesia:2006
Laporan Penelitian: Ekapuri, Retno. "Pengaruh Program Kelompok Be/ajar Terpadu (KBT)
Terhadap Peri/aku Beketjasama Siswa Usia Sekolc1h (Suatu Penelitian Tindakan yang dilakukan pad a Siswa Reguter dengan Siswa Autisma di Ke/as lnklusi". Laporan Hasil Penelitian, Universitas Indonesia. Depok:2007.
Tabloid atau Majalah: Agestu, Ike. 2008. Kisah sejati: Meski Autis, Aku Bisa Jadi Sarjana dan
Mandiri. Majalah wanita Kartini: PT Kartini Cahaya Lestari.
DEP ARTEMEN AGAMA UNlYf<:RSITAS ISLAM NEGERI (UIN} SYARIF HlDA YATULLAH JAKARTA
FAKULTAS PSlKOLOGI
Kcrta Mukti No.S Circn<lcu Cipntat Jakarta Sclatan 15419 Telp. (021) 7433060 Fax. 74714714
omor : Gn.Ol/F71KM.01 3/ .9-'} 'fl- 12007 amp. ·al : Izin Penelitian
Kepada Yth. Kepala Sekol2 l1 3DN 04 Pagi Gedong di Jakarta Timur
Assalamu'abikrnn Wr. \Vb.
Dengan honnat, kami sampaikan bahwa :
: Qurratul Aini
Jakarta, 17 September 2007
Nam a Tcmpat/Tgl Lahir Alama•
: Jakarta, 27 Agustus 1985 : Jl.Wijaya Kusuma I No.14 Bekasi
adalah benar mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta
Semester 1''01110: Po'.(ok. Tahc:'1 Akademik Program
IX (Sembilar·) 103070029112 2007/2008 Strata 1 \S-1)
Sehubungan dengan tugas penyelesaian skripsi yang berj1udul : "H11bungan antara Persepsi dcngan Intcrak~i sosial sfowa reguler terhadap siswa Anhsme disekolah Inklusi." mahasis·Na tersebut m~merlukan izin Penelitian di lembaga yang B1rnak/lbu/Saudara pimpin. Oleh karena itu kami mohon k.e~~diaan Bapak/Ibu/Saudara untuk menerima mahasiswa tersebut dan mer.1b~rikai1 bantuannya.
Demikian atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara k.ami ucapkan terima ka;ih.
Wassalamu'alaikt1m Wr. Wb.
' '
t\.n. Dekan .:;-c"Pembantu Dekan
/,.. . Bidang Akademik
<:) _/
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH DASAR NEGERI GEDONG 04 PAGI JI. Raya Conde!, Gedong - Jakarta Timur, Telp. (021) 8414 323
Kode Pos : 13760 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~-~~~~~~~~~~--
SURAT KETERANGAN No. 120 I 01. 815.029
Kepala Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur,dengan ini menerangkan bahwa:
Nama : QURRATIJL AINl Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 27 Agustus 1985 Alamat : JI. Wijaya Kusuma 1 Perumnas. I Bekasi Fakultas : Psikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta Semester : IX ( Sembilan) NomorPokok : 103070029112 Tahun Akademik : 2006/2007 Program : Starta 1 ( S-1 ) Judul Skripsi : " Hubungan Antara Persepsi d{:ngan Interaksi
Sosial Siswa Reguler Terhadap Siswa Autis Di Sekolah Inklusi (Penelitian Paida Siswa-Siswa Reguler kelas IV Di Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi- Jakarta Timur"
Bahwa benar nama tersebut diatas telal\ melakukan penelitian untuk bahan penulisan skripsi di sekolah yang saya pimpin. Demikianlah surat keterangan ini dibuat agar dapat di pergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 22 Diesember 2007
PEDOMAN WAWANCARA
(Bagi Pihak Sekolah)
Metode : Wawancara
Hari/Tanggal: Selasa/13 November 2007
Sumber : Bpk. Suwardi S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN Gedong 04
Pagi
1. Nama kepala sekolah yang diwawancara?
2. Sudah berapa lama menjabat sebagai kepala sekolah?
3. Kapan peresmiannya dan dilakukan oleh siapa?
4. Berapa jumlah guru dan bagaimana perekrutannya?
5. Berapa jumlah siswa per kelas dan seluruh siswa?
6. Bagaimana cara sekolah menerima siswa baru, apahak pihak sekolah
memiliki standart khusus dalam penerimaan siswa baru dan apakah
pihak sekolah melakukan tes khusus sebelum menerima siswa baru?
7. Sejak kapan pihak sekolah menyelenggarakan pendidikan inklusi di
sekolahnya?
8. Berapa jumlah siswa kebutuhan khusus yang dimiliki dan apa saja
klasifikasinya?
9. Apa bentuk persiapan sekolah sebelum menerima anak autis?
10. Adakah pelatihan bagi para guru, kalau ada pelatihan apa saja yang
telah diberikan?
11. Bagaimana prosedur pendataan kelas yang dilakukan pihak sekolah
12. Apa bentuk persiapan kelas sebelum memasukkan anak autis ke
dalam kelas?
13. Bagaiamana kualitas kolaborasi antara guru dengan orang tua siswa
dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut?
14. Bagaimana kualitas kolaborasi antara pihak sekolah dengan orang tua
siswa autisme dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut?
15. Bagaimana bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak sekolah
dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut?
16. Siapa saja yang membantu pendidikan siswa autis di sekolah, dan
apa saja tugas masing-masing dari mereka?
17. Apa bentuk pelatihan yang diberikan pihak sekolah kepada siswa
siswa regular dalam membantu anak-anak berkebutuhan khusus
terutama autis?
18. Apa saja peran teman sebaya dalam membantu anak autis?
19. Bagaimana pelaksanaan pendidikan bagi siswa autis?
20. Sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki oleh sekolah dalam
membantu anak autis?
21. Apa strategi sekolah dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi anak
autis?
22. Apa komitmen sekolah bagi siswanya yang autis?
PEDOMAN WAWANCARA
(Bagi pihak Guru Pendamping)
Metode : V\/awancara
Hariffanggal: Selasa/13 November 2007
Sumber : lbu Rifah (selaku guru pendamping objek penelitian)
1. Siapa nama guru pendamping yang diwawancara?
2. Sudah berapa lama menjadi guru pendamping?
3. Sudah berapa lama menjadi guru pendamping ba9i objek?
4. Bagaimana pendapatnya mengenai objek?
5. Bagaimana perilaku objek pada saat awal masuk sekolah inklusi?
6. Adakah perubahan ciri-ciri perilaku objek setelah mengikuti sekolah
inklusi?
7. Perilaku apa saja yang telah berubah dari objek setelah mengikuti
sekolah inklusi?
8. Bagaimana bentuk interkasi yang dilakukan oleh objek?
IDENTITAS OBJEK
Metode : Wawancara/Angket
Hari/Tanggal :
Waktu
Sumber
Lokasi
A. Data Anak
Nama lengkap \?AyV APirJVG !2-0 HO
Nama panggilan GA/\J
Jenis kelamin L--Al< I - l-Akl ' ,
TempatTgllahir :j"<l<A~TZ\, 7 ~E'f!'E:M6i;::~ 1997 Anak ke I (_ SAW ) dari 3 bersaudara
Agama /SLAM
Suku bangsa: JAwA.
Bahasa sehari-hari lNI7o/\lJ>5t"'-
Tinggal dengan o fl.AA! c;, Tu A
Alamat : -::Jl H. 0A/\J1DAJl2> f'lS- _c;o p.T.02fi2 . kp P.1.u-\e,.rr
B. Data Orang Tua
NamaAyah
Tempat Tgl Lahir
Agama
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan
Ala mat
!::-'CL. P4StR. Gui\lu.-.11.. S'.1':Uff2\N l<::e<;.. CL HA-Alt.Gt';>
J/Efol<.. .
(KandunglHr17~)
: -JAMf.2_~ I 20 ;l\o\R:;t'\e,ttz l_9/0
l7LAIV1
,D. Ill
KAIZ7AWAAl <;VSZl7TZ\
\ O'EM
Nama lbu
Tempat Tgl Lahir
Ag a ma
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan
Ala mat
C. Data Saudara
Nama
' fllAtJ lN 0!<-\A.N 1
f'A.1J'-f2.._ Ay._J \.::Es1A.RI
r
°PC2-i Httrn.N tAJ <a9 1 f-t
(KandungrprU~)
:---.J-:.4~(1...f.Z\ I 12> ADll'E:M0\'::R.. 196;> l'?LAH
!) . ll\
kA ti'.-~u.D\N >"-°"SP\
IDoeM
Umur Jenis Pendidikan Keterangan
Kelamin
7 r S.D ., .p ·-
Jakarta, .~ ... t:\:0.'!'.?.::~ ... ?:Df / an tua
( )
RIWAYAT KELAHIRAN OBJEK
Metode : Wawancara/Angket
Hari!Tanggal :
Waktu
Sumber
Lokasi
A. Pra Natal
1. Kondisi kandungan
2. Gejala ketidaknormalan
3. Penyakit yang pernah di derita ibu saat hamil :
B. Natal
1. Umur kandungan
2. Proses kelahiran
3. Tempat kelahiran
4. Di tolong oleh
5. Kondisi bayi saat lahir
6. Gejala ketidaknormalan
C. Pasca Natal
: Cukup/K_JJ.rang
: (Biasa/j..ama/Stll~~ dengan cara (ttJ.c lfQperasij
: (Di-rumatrmmOiri/Di rumah sakit)
&ii/AN
/\l DfW"lA l-
1. Penyakit serius yang pernah di derita bayi pada tahun pertama
kelahiran
a)
b)
c)
2. lmunisasi yang diperoleh : (LengkaplTl~ap)
3. Dampak setelah imunisasi
3. Dampak setelah imunisasi
a)
b)
c)
4. Penanganan setelah imunisasi
a)
b)
Jakarta, .. ~ ... -Y.-::-!~~--.~/ ra g tua
)
RIWAYAT PERKEMBANGAN OBJEK
Metode : Wawancara/Angket
Harifranggal:
Waktu
Sumber
Lokasi
A. Riwayat Makan
1. Menyusu pada ibu
2. Minum susu kaleng
3. Kesukaran pemberian makanan berupa
4. Jenis makanan yang di konsumsi
5. Makan nasi pada usia
B. Riwayat Perkembangan Fisik
1. Telungkup di usia
2. Duduk di usia
3. Berdiri di usia
4. Berjalan di usia
5. Berbicara kata-kata pertama usia
6. Berbicara dengan kalimat lengkap
7. Kesulitan berbahasa
8. Kesulitan dalam gerak
C. Riwayat Kesehatan
No Nama Penyakit Usia
: ( Yarriaak)
hingga umur : 3 °&ulAA!
: (Yat!T)daf<)
hingga umur : 3 14rl.u,J
'7.11-)"u IZ- q_,. P-> U A 1-( .
/'JAS ~ , Ll'<UIL f?AU.lc. + \,:L14<-1 '7a7c«<
l TA Hu.1v
3 ~ 4 (?,uu...J
9 - l\ \!. Llt.AN
12.~ I? \~.,LAIJ
t 1 > 1AtiuAJ
I , S" \,ZH{UN
8 TAHu,J
Ytt..
Mom 11-.l 1;::._ f-lo.1.-.us
Ket erangan
l )/t;IV!AM ~01\Jl...4-1--j 8 11-t \/tr
D. Toilet Training
1. Dapat menagtur buang air kecil pada usia .::;- f.A.HvA)
2. Dilatih dengan cara \<-e: We ~e." ~M \i PWZ.. I p.;-...s\ 3. Dapat mengatur buang air besar pada usia : $' ~HutJ
4. Dilatih dengan cara (:ce.... WL
E. Faktor Sosial dan Personal
1. Hubungan dengan saudara (kandung{.tirf7qi:igi<a(I
2. Hubungan dengan teman
3. Kegiatan anak bersama teman
4. Hobi
5. Minat
6. Aktivitas rekreasi
7. Kegiatan anak di rumah
8. Peran serta orang tua di rumah
9. Kebiasaan unik anak
10. Cara ariak mengungkapkan keinginannya
F. Riwayat Pendidikan
1. Pernah masuk pusat terapi
2. Masuk pusat terapi pada usia
3. Dimana
4. Lamanya
5. Program yang diberikan pada pusat terapi
6. Pelayanan anak di rumah
7. Masuk TK usia
~ ·,~ l{Ti, 'i'BM4"'J
MAtAI '/,<. ~A-«.
M-oM04Nit-I f1Zt>'>£'$ ~!Ai'-: l'7Af' jt=Mf'<>L-
: l'l\:t;-.-.J,cw ~NJ S<;:S<lA'lll
ya.
c; \llrt.u Al
18'-Af ; W i 0\-12.4 •
I - 'L 'lA<-lLLAJ
17' Q>.(L4
~$4
5" '[AHu"1
8. NamaTK
9. Kesulitan di TK
10. Masuk SD usia
11. Nama SD
12. Pernah tinggal kelas
13. Kesulitan di SD
14. Masuk sekolah inklusi sejak kelas
15. Bantuan yang diterima anak
16. Sikap anak terhadap guru
17. Sikap anak terhadap sekolah
18. Sikap anak terhadap masalah belajar
kA 1.L,-\ ~ ti"- - t I?
H l \7.£!l.. A le"'" G
7 'f4<i.UN
'7 D. p u l<. '?A 14l?M1 lc.c.
: ~) 'r\r,i,..1c,
i;o S.iALt S.AC,. ~
3 SJ;>
1(
Validitas persepsi
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted
VAROOOOl 41.4074 61. 0969 - . 0788 .9189 VAR00002 41.8148 55.6182 .6835 .9080 VAR00003 41. 7037 55.7550 .6262 .9088 VAR00004 41. 6667 58.2308 .2904 .9143 VAR00005 41. 7778 56.6410 .5216 .9105 VAR00006 41.5926 59.2507 .1590 .9163 VAR00007 41. 7037 56.6011 . 5104 .9107 VAR00008 41.7407 54.4302 .8210 .9056 VAR00009 41. 7778 57.4872 .4043 .9124 VAR00010 41.5556 56.0256 .5964 .9093 VAROOOll 41. 8519 56 .1311 .6309 .9089 VAR00012 41.5926 59.4815 .1291 .9168 VAR00013 41.7407 54.4302 .8210 .9056 VAR00014 41. 7778 57.4103 .4149 .9122 VAR00015 41. 9630 57.8832 . 4493 . 9117 VAR00016 41.7407 55 .1225 .7227 .9072 VAR00017 41. 7037 54.8319 .7545 .9067 VAR00018 41.6296 54.9345 .7357 .9070 VAR00019 41.7778 57.5641 .3937 .9125 VAR00020 41. 8889 56.8718 .5456 .9103 VAR00021 41. 8519 55.9003 .6654 .9084 VAR00022 41.7778 56.6410 .5216 .9105 VAR00023 41.4074 61.7123 -.1661 .9201 VAR00024 41. 2963 61.0627 - . 0791 .9177 VAR00025 41.7037 56. 6011 .5104 .9107 VAR00026 41.8889 56.8718 . 5456 .9103 VAR00027 41.8148 57.8490 . 3649 .9129 VAR000:<8 41.7407 55.9687 .6043 .9092 VAR00029 41. 6667 55.3077 .6839 .9078 VAR00030 41.7407 54.2764 . 7283 .9067
Reliability Coefficients
N of Cases 27.0 N of Items 30
Alpha ~ .9138
Reliabilitas persepsi
Item-total Statistics
Scale Mean
if Item Deleted
VAR00002 21.1852 VAR00003 21.0741 VAR00008 21.1111 VAROOOlO 20.9259 VAROOOll 21. 2222 VAR00013 21.1111 VAR00014 21.1481 VAR00016 21.1111 VAR00017 21.0741 VAR00018 21.0000 VAR00020 21.2593 VAR00021 21. 2222 VAR00025 21.0741 VAR00028 21.1111 VAR00029 21. 0370 VAR00030 21.1111
R E L I A B I L I T Y A)
Reliability Coefficients
N of Cases 27.0
Alpha ~ .9340
Scale Corrected Variance Item-if Item Total Deleted Correlation
28.6952 .5879 28.3020 . 6298 27.1026 .8820 28.6097 .5771 29. 0256 . 5404 27 .1026 . 8820 29.4387 .4252 27.5641 .7868 27.3789 .8145 27.5385 .7773 29.5840 .4463 28.7949 .5888 28.9943 .4953 28.3333 . 631 7 27.7293 .7390 27.1026 .7586
A N A L Y S I S S C A L E
N of Items 16
Alpha if Item Deleted
.9316
.9307
.9242
.9320
.9327
.9242
.9356
. 9267
.9259
. 9269
.9347
.9316
.9340
.9306
.9279
.9273
(A L P H
Validitas interaksi sosial
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted
VAROOOOl 31.8519 18.2849 .3308 .8092 VAR00002 31.9259 16.9943 .6370 .7917 VAR00003 31.7778 19. 7179 -.0108 .8254 VAR00004 31.7778 16. 8718 .7642 .7866 VAR00005 31.8148 17.9259 .4396 .8034 VAR00006 31.8519 17.9772 .4091 .8050 VAR00007 31. 77.78 17.9487 .4563 .8027 VAR00008 31.8889 17.4103 .5411 . 7975 VAR00009 31.8889 16.8718 .6829 .7893 VAROOOlO 31.7037 19.6781 .0114 .8227 VAROOOll 31. 8148 17.6952 .5014 .8001 VAR00012 31.8889 18.9487 .1596 .8184 VAR00013 31.7407 19.5071 .0502 .8218 VAR00014 31.9259 16.8405 .6773 .7893 VAR00015 31.7778 17.8718 .4776 .8016 VAR00016 32.0000 20.4615 -.1837 .8369 VAR00017 31.7778 18.3333 .3509 .8080 VAR00018 31.8519 17.8234 .4488 .8028 VAR00019 31.8148 17.6952 .501;1 .8001 VAR00020 32.0000 17 .3846 .4455 .8028
Reliability Coefficients
N of cases 27.0 N of Items 20
Alpha = .8144
Reliabilitas interaksi sosial
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted
VAR00002 20.0370 14 .1140 . 7239 .8760 VAR00004 19.8889 14.2564 .7806 .8742 VAR00005 19.9259 15.0712 .4984 .8872 VAR00006 19.9630 15.2678 .4235 .8908 VAR00007 19.8889 15.2564 .4679 .8884 VAR00008 20.0000 14.7692 .5491 .8849 VAR00009 20.0000 14.1538 .7271 .8759 VAR00011 19.9259 14.8405 .5666 .8840 VAR00014 20.0370 13.8832 .7918 . 8724 VAR00015 19.8889 15.2564 .4679 .8884 VAR00018 19. 9630 14.8832 . 5327 .8856 VAR00019 19.9259 14.8405 .5666 . 8840 VAR00020 20 .1111 14.4103 . 5320 .8869
Reliability Coefficients
N of Cases 27 .0 N of Items 13
Alpha = .8912
• Jenis kelamin
• Usia
• Sudah berapa kali kalian sekelas dengan Bayu:
• Apakah kalian memiliki kakak/adik yang bertingkah laku mirip seperti
Bayu:
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Adik-adik, perkenalkan nama kakak Qurratul Aini, kakak dari mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah, saat ini sedang melaksanakan penelitian dalam rangka
menyelesaikan tugas akhir kuliah. Dimohon kesediaan adik-adik sekalian
untuk mengisi pernyataan-pernyataan tersebut.
Dibawah ini, ada sejumlah pernyataan yang menggambarkan ciri-ciri perilaku
salah satu teman kalian, kalian diminta untuk memilih salah satu jawaban dari
empat alternatif jawaban yang telah tersedia, yang menurut kalian paling
menggambarkan ciri-ciri perilaku teman kalian. Jawablah pernyataan ini
dengan jujur, karena jawaban ini akan terjamin kerahasiannya.
Bacalah dan pahami setiap pertanyaan dibawah ini, kemudian beri tanda
checklist (v') pada kotak yang menunjukkan pilihanmu. Pilihan jawaban yang
disediakan adalah sebagai berikut:
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
NO Pernyataan Setuju Tidak
(S) Setuju
(TS}
1 menurut saya "Bayu" memiliki teman
akrab/sahabat
2 Saya merasa "Bayu" adalah seorang yang senang
bermain sendirian
3 Saya sering mendengar "Bayu" tertawa ketika ada
suatu kejadian lucu terjadi
4 Bayu akan tertawa atau tersenyum ketika ada
sesuatu yang lucu terjadi
5 Saya merasa "dia" sering mengamuk dengan
alasan yang saya ketahui -
6 Saya sering melihat "Bayu" menghibur teman
yang sedang bersedih
7 Saya merasa dicuekin ketika bermain bersama 11 Bayu!I
8 Sangat sulit bagi saya mengerti apa yang
dibicarakan oleh dirinya
9 Menurut saya perilaku "Bayu" terlihat kaku
10 Saya dapat mengerti apa yang dibicarakan "Bayu"
11 Menurut saya "dia" sangat takut terhadap bunyi-
bunyi yang keras
12 Bagi saya "Bayu" adalah orang yang banyak
bergerak tanpa maksud dan tujuan yang jelas
13 Menurut saya, ketika "Bayu" terluka" ia tidak
terasa sakit
14 Ketika ada sesuatu yang lucu terjadi "Bayu" serin9
terlihat cuek saja
15 Bayu memiliki banyak permainan yang sering "ia"
lakukan
16 Ketika merusak barang milik temannya "Bayu"
terlihat cuek saja
Dibawah ini, ada sejumlah pernyataan yang menggambarkan perilaku kalian
terhadap teman kalian, kalian diminta untuk memilih salah satu jawaban dari
em pat alternatif jawaban yang telah tersedia, yang menu rut kalian paling
menggambarkan perilaku kalian. Jawablah pernyataan ini dengan jujur,
karena jawaban ini akan terjamin kerahasiannya.
Bacalah dan pahami setiap pertanyaan dibawah ini, kemudian beri tanda
checklist (v') pada kotak yang menunjukkan pilihanmu. Pilihan jawaban yang
disediakan adalah sebagai berikut:
P : Pernah
TP : Tidak Pernah
No Pernyataan Pernah Tidak
(P) pernah
(TP)
1 Saya akan merusak hasil pekerjaan "Bayu'', jika
pekerjaan "Bayu" lebih bagus dari diri kita
2 Saya akan memberitahukan perilaku buruk "Bayu"
kepada teman-teman atau guru -
3 Saya akan mengucapkan terima kasih kepada
"Bayu" setelah meminjam barang miliknya
4 Saya akan Memukul "Bayu"duluan, karena
"gemes"
5 Saya akan membantu "Bayu" jika "ia" butuh
pertolongan
6 Saya senang bekerja bersama Bayu dalam
menyelesaikan sebuah tugas
7 Saya akan balas berkata kasar kepada "Bayu",
setelah "ia" berbicara kasar kepada saya
8 Saya akan berkata kasar kepada "Bayu", untuk
meledek dirinya
9 Saya akan berbagi n;iakanan dengan "Bayu"
10 Saya senang mencubit-cubit pipinya Bayu karena
"gemes"
11 Saya akan menghibur "Bayu" ketika "ia" sedang
bersedih
12 Saya akan balas memukul "Bayu", setelah "Bayu"
memukul saya
13 Saya sering memakai alat permainan bersama
I dengan "Bayu"
• Jenis kelamin • Usia • Sudah berapa kali
sekelas dengan Bayu
• Apakah kalian
memiliki kakak/adik
seperti Bayu
]AW ABAN ANG KET PERSEPSI
No AJternative jawaban
1 s TS 2 s TS 3 s TS 4 s TS 5 s TS 6 s TS 7 s TS 8 s TS 9 s TS IO s TS 11 s TS 12 s TS 13 s TS 14 s TS 15 s TS 16 s TS
]AW ABAN ANG KET INTERAKSI SOSIAL
No Alternative jawaban
I p TP 2 p TP 3 p TP 4 p TP 5 p TP 6 p TP 7 p TP 8 p TP 9 p TP 10 p TP 11 p TP 12 p TP 13 p TP
Data mentah penelitian pada skala persepsi
Jen is NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 JML Kategori kelamin Ada/tidaknya Lamanva 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 27 Positif laki-laki tidak ada kelas 4 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2 26 Neaatif perempuan tidak ada kelas4 3 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 30 Positif perempuan tidak ada kelas 4 4 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 29 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 32 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 6 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 28 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 7 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 26 Neaatif oerempuan tidak ada kelas 3 8 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 28 Positif oerempuan tidak ada kelas4 9 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 27 Positif perempuan tidak ada kelas 3 10 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 26 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 4 11 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 27 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 12 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 29 Positif peremouan tidak ada kelas 3 13 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 26 Neaatif oeremouan tidak ada kelas 4 14 1 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 25 Neaatif peremouan tidak ada kelas 4 15 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 26 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 16 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 29 Positif laki-laki tidak ada kelas 4 17 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 22 Neaatif oeremouan tidak ada kelas 3 i8 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 25 Neaatif peremouan tidak ada kelas 3 19 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 24 · Neaalif laki-laki ada kelas 3 20 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 24 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 4 21 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 26 Neaatif oeremouan tidak ada kelas 3 22 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 0 25 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 23 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 25 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 24 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 27 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 25 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 27 Positif laki-laki tidak ada kelas 3
Data mentah penelitian pada skala interaksi sosial
jenis No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 iml kateaori kelamin ada/tidaknva lamanva 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 24 Positif laki-laki tidak ada kelas 4 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 24 Positif oeremouan tidak ada kelas 4 3 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 23 Neaatif peremouan tidak ada kelas 4 4 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 24 Positif lakHaki tidak ada kelas 3 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 6 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 25 Positif laki-Jaki tidak ada kelas 3 7 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 22 Neoatif oeremouan tidakada kelas 3 8 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 23 Neaatif peremouan tidak ada kelas 4 9 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 24 Positif peremouan tidak ada kelas 3 10 2 2 .., 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 25 Pozitif laki-laki tidak ada kelas 4 ~
11 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 12 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 24 Positif perempuan tidak ada kelas 3 13 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 2 19 Negatif perempuan tidak ada kelas 4 14 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 25 Positif perempuan tidak ada kelas 4 15 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 20 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 16 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 22 Negatif laki-laki tidak ada kelas 4 17 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 20 Negatif perempuan tidak ada kelas 3 18 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 23 Negatif perempuan tidak ada kelas 3 19 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 24 Pasitif laki-laki ada kelas 3 20 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 23 Negatif laki-laki tidak ada kelas 4 21 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 22 Neaatif oeremouan tidak ada kelas 3 22 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 21 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 23 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 22 Negatif laki-laki tidak ada kelas 3
24 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 24 Pasitif laki-laki tidak ada kelas 3
25 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 22 Negatif laki-laki tidak ada kelas 3
DOKUMENTASI
A. Penyelenggaraan komponen pendidikan inklusi
(Papan nama dan gedung sekolah SON Gedong 04 pagi)
(Beberapa ruangan yang memiliki multifungsi,misalnya: Ruang perpustakaan yang digabung dengan ruang seni tari dan media center serta ruang Unit Kesehatan Siswa (UKS) yang digabung dengan dapur
sekolah)
(Ruang kelas 4 yang menerima siswa berkebutuhan khusus)
(Kegiatan buka puasa bersama, merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak seikolah)
(Ruang Media Center, merupakan hasil dari kolaborasi antara orang tua Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan pihak sekolal1)
(Pengadaan Shadow Teacherserta guru Bantu yang disediakan oleh Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS) bagi siswa-siswa
berkebutuhan khusus, merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak sekolah berkaitan dengan kondisi anaknya)
B. Perilaku autistik objek penelitian
(Siswa autis yang bernama Bayu Adinugroho yang akrab disapa Bayu)
(Bayu sedang menghisap jempol, dilakukan setelah rnelakukan perilaku stereotipik yaitu mengepak-epakkan tangannya ke muka.)
(Bayu menutup kuping, ketika mendengar suara pesawat, merupakan salah satu kelainan pada respon terhadap sensori terutama terhadap suara-suara
keras dan 'bising')
(Bayu berbicara sendiri ketika sedang berkhayal, merupakan karakteristik pada gangguan kamunikasi)
C. lnteraksi sosial subjek penelitian terhadap objek penelitian (siswa regular terhadap siswa autisme)
(Bayu bermain raket bersama dengan teman-temannya.merupakan perilaku sosial dalam bentuk kerjasama)
(Beberapa perilaku ramah siswa-siswa reguler terhadap siswa autis yang termasuk dalam pola-pola perilaku sosial, diantaranya menemani Bayu
makan sambil ngobrol)