hu bu ngan ant ara persepsi dengan interaksi sosial siswa ...

182
HU BU NGAN ANT ARA PERSEPSI DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INIKLUSI (Penelitian pada Siswa-Siswa Reguler kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi - Jakarta Timur) Oleh: Nama : Qurratul Aini NIM : 103070029112 Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1429H/2008M

Transcript of hu bu ngan ant ara persepsi dengan interaksi sosial siswa ...

HU BU NGAN ANT ARA PERSEPSI DENGAN

INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP

SISWA AUTIS DI SEKOLAH INIKLUSI

(Penelitian pada Siswa-Siswa Reguler kelas IV Sekolah Dasar Negeri

Gedong 04 Pagi - Jakarta Timur)

Oleh:

Nama : Qurratul Aini

NIM : 103070029112

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh

gelar Sarjana Psikologi

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta

1429H/2008M

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI

SEKOLAH INKLUSI (Penelitian Pada Siswa-Siswa Reguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri

Gedong 04 Pagi Jakarta Timur)1

Skripsi ini Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan dalam

memperoleh gelar sarjanai Psikologi

Oleh QURRATUL AINI NIM: 103070029112

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I

Dra. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898

Pembimbing II

r~/~ S~JV NIP: 150 293 234

FAKUL TAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429H/2008M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA PERSEP~~I DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI (Penelitian Pada Siswa-lSiswa R1eguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi Jaka11bl Timur) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebaf1ai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Sidang Munaqasyah

Ketua Mt1mgkap Anggota

)~/ ~-~~-Ora. Hj. Ne~ Hartati M.Si NIP:"l50 2151938

Penguji I

~{/-

~~ lkhwan Lutfi M.Si NIP:150 3688

Pemlbimbing I

~~

Anggota:

Ora. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898

Sekretaris Merangkap Anggota

Ora. Hj. Zahrotun Ni NIP: 150 2318 773

Penguji II

JgV-q~ _,,..-

Ora. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898

Pembimbi111g II

~ NIP: 150 293 234

·uangan. petlin/ <:':'·,\'>.'

n membuat A~~ ' ' .< "·'·!

-'):')-\::·

anda dapat terusi ",·--/-·i

mbahagi~'~'

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) Februari 2008 (C) Qurratul Aini (0) Hubungan antara Persepsi dengan lnteraksi Sosial Siswa Reguler

Terhadap Siswa Autis Di Sekolah lnklusi (Penelitian Pada Siswa-siswa Reguler kelas IV Sekolah Oasar Negeri Gedong 04 Pagi Jakarta Timur)

(E) 133 hal + Lampiran (F) Oengan semakin meningkatnya jumlah anak autis., pelayanan terhadap

anak autis meningkat pula, salah satu yang sedang dikembangkan adalah penyelenggaraan sekolah regular dengan sistem pendidikan inklusif yang dikenal dengan sekolah inklusi. Wal:aupun begitu sampai saat ini menurut Sri Utami Ayuningsih (2005) ada beberapa kekurangan khususnya bagi siswa autis daiam sel<olah inklusi yaitu siswa-siswa autis seringkali terabaikan dan bahkan mendapatkan perlakuan yang buruk dari teman-temannya (siswa-siswa reguler) misalnya diganggu, diejek, tidak diajak bermain atau tidak boleh ikut serta dalam kegiatan-kegiatan kelompok bersama teman-temannya atau yang lebih dikenal dengan istilah "bullying" banyak kisah yang dituturkan oleh orang tua yang anaknya mengalami sindrom autisme dalam sebuah milis tentang autis mengenai perilal<u "bullying" yang diterima oleh anak-anak mereka. Adapun salah s.atu faktor yang menyebabkan Perilaku "bullying" dari siswa-siswa reguler terhadap siswa autis adalah persepsi mereka terhadap sisvva autis yang masih bernilai negatif misalnya adalah sebutan sebagai anak gila, anak bodoh bahkan sampai pada label anak l<utukan, karena menurut lrwanto (2002) salah satu faktor terpenting yang rnemiliki hubungan dengan aksi dan reaksi sosial atau yang lebih dikenal dengan istilah interaksi sosial adalah persepsi sosial yaitu persepsi individu terhadap individu lain, karena dengan persepsi tersebut seorang individu akan memberikan pengetahuan dan harapan yang secara langsung mempengaruhi pembentukan sikap dan tingkah lal<unya dalam berinteraksi sosial.

Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi dengan inlHraksi sosial siswa reguler SON Gedong 04 Pagi Jakarta terhadap siswa autis di sekolahnya.Penelitian ini dilakukan di SON Gedong 04 Pagi, Jakarta Timur. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif koreilasional.

Sedangkan instrumen yang digunakan adalah angket, skala model Liker! dan pedoman wawancara. Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswa reguler kelas IV B yang berjumlah 25 orang, dengan tehnik pengambilan sampel Total Sampling yaitu keseluruhan populasi dijadikan sampel.

Pada analisa akhir dengan menggunakan tehnik korelasional soearman-rho dengan taraf signifikansi sebesar 5 %, diperoleh nilai r­hitung sebesar (0,358), sementara nilai r-tabel dengan N sebanyak 25 adalah sebesar (0,409). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima jika r­hitung < r-tabel. Karena nilai r hitung yang dihasilkan (0.358) < nilai r label (0.409), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan diterima dalam penelitian ini artinya adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi, maksudnya setiap persepsi siswa reguler baik yang bern!lai positf terhadap siswa autis belum tentu selalu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola interaksi yang termasuk dalam proses sosial begitu pula sebaliknya siswa reguler yang memiliki persepsi negatif terhadap siswa autis di kelasnya belum tentu selalu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola yang termasuk dalam proses tidak sosial

Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan menggunakan uji T­test yang menyatakan tidak ada perbedaan persepsi dan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis jika didasarkan pada jenis kelamin, ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme dan berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian.

Penelitian ini memiliki kelebihan karena adanya observasi dan wawancara pendahuluan sehingga penulis mendapatkan gambaran awal kondisi sekolah, subjek penelitian dan objek penelitian. Ditambah lagi dengan penggunaan metode wawancara dan angket sebagi pengumpul data-data tambahan sehingga dapat menguatkan data­data penelitian

(G) 31 bacaan (1981-2007)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang tak pernah putus memberikan kemurahan dan kasih sayang-Nya, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul "Hubungan Antara Persepsi dengan lnteraksi Sosial Siswa Reguler Terhadap Siswa Autis di Sekolah lnklusi (Penelitian Pada Siswa-siswa Reguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi-Jakarta Timur)". Skripsi ini merupakan salah satu tugas wajib bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan Strata 1 untuk mendapat gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya, terselesaikannya skripsi ini bukan semata­mata hasil kerja keras penulis sendiri melainkan hasil dari dukungan semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis selama proses pembuatan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:

1) Dekan dan Pudek I Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, lbu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si dan Ora. Hj. Zahrotun Nihayah M.Si. Serta Dosen Pembimbing Akademik Bpk Prof. Dr. Rifat Syauqi Nawawi. M.A dan Bpk Sofyandi Zakaria.

2) Pembimbing I dan Pemimbing II penulis yaitu lbu Agustiyawati selaku pembimbing 1, terima kasih telah membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini dan alas rekomendasi serta pinjaman buku­bukunya "terima kasih ya bu bimbingan melalui telephonenya" dan kepada lbu Solicha selaku pembimbing II yang tak pernah bosan-bosan meluangkan waktunya disela-sela jadwal deadlinenya1 untuk memeriksa dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini. "Terima kasih alas kesabaran serta masukan-masukannya bu".

3) Bapak Suwardi S.Pd selaku Kepala Sekolah SON Geclong 04 Pagi Jakarta Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, dan staf pengajar SON Gedong 04 Pagi, lbu Kris, Bpk Marja dan Bpk. Pur yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4) Untuk kedua orang tua Bayu, Bpk Noveat Daniel dan lbu Sulis Prihatiningsih yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi angket penulis serta kerjasamanya selama ini.

5) Untuk adik-adik, kelas IV 8 SON Gedong 04 Pagi, terirna kasih untuk waktunya, dan buat Bayu kepolosanmu membuat penulis merasa

bersyukur alas pemberian yang maha kuasa dan un!uk kak Rifah makasih ya alas informasi, masukan-masukannya dan cerita-cerita lucunya tentang Bayu.

6) Para dosen beserta staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menuntut ilmu di Program Strata 1 Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.

7) Papa (Alm) penulis yang berada pada dimensi yang berbeda, "semoga papa disana tenang dan maafkan ananda yang belurn dapat menjadi pribadi yang sesuai dengan nama yang diberikan papa. Untuk Mama terima kasih alas dukungan, cinta, kasih sayang serta kesabarannya dalam membentuk penulis dan alas 3 Magic World yang bisa jadi motivasi tapi kadang-kadang bisa jadi penghancur motivasi "kapan selesainya?, Skripsinya dah Selesai belum? nanti wisuda mau pakai apa?" . "Maaf ya .... Ma agak terlambat. "

8) Kakak serta adik penulis, terima kasih atas motivasi-rnotivasinya, cerita­cerita lucunya, ide-ide jail yang sempet bikin penulis tergiur "thanks bro .... we are the best and creative brother in my life" rnaaf ya selama buat skripsi, aay sering "ngambek" dan marah-marah nggak jelas, "thanks juga atas pinjaman Flashdisknya·

9) Semua teman-teman penulis Shinta "Thanks ya bu at supportnya waktu PKL dan Skripsi", Tiwi dan Fadina "pada pulang khan selesai wisuda?", serta teman-teman kampus penulis angkatan 2003/2004 kelas A,B,C dan D, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah mengisi hari-hari penulis dan memberikan bantuan hi11gga terselesaikannya skripsi ini. Especially untuk Maya, Vl/iwi, Nisa "Thanks ya atas pengertiannya sorry sering lupa kalau bikin janji"

10) Bua! keluarga besarku nenek, kakek, oom dan tante-tanteku serta uni dan sepupuku, yang sudah menjadi "rumah" kedua, ketiga dan seterusnya"Thanks ya pinjaman bukunya, informasi LOKERnya, curhatan­curhatannya, masukan-masukannya, printer dan komputernya".

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa daiam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis menerima dengan hati terbuka segala kritik dan saran. Pada akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama rekan-rekan mahasiswa demi menambah wawasan dalarn ilmu psikologi.

Jakarta, 25 Desember 2007

Penulis

DAFTAR ISi

HAL.AMAN JUDUL

HAL.AMAN PERSETUJUAN

HAL.AMAN PENGESAHAN

MOTTO

DEDIKASI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR. ......................................................................................... i

DAFT AR 181. ................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR/BAGAN ............................................................................ vii

DAFTAR L.AMPIRAN ....................................................................................... ix

BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................ 1-15 1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 1.2 . ldentifikasi Masalah ...................................................................... 1 O 1.3. Perumusan dan Pembatasan Masalah ......................................... 11

1.3.1. Perumusan masalah ....................................................... 11 1.3.2. Pembatasan masalah ..................................................... 11

1.4 .Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 13-14 1.4.1. Tujuan penelitian ............................................................. 13 1.4.2. Manfaat penelitian ........................................................... 14

1.5. Sistematika Penulisan ............................................................. 14-15

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 16-65 2.1. Persepsi. ................................................................................. 17-23

2.1.1. Pengertian persepsi. ....................................................... 17 2.1.2. Proses terjadinya persepsi. ............................................. 21 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ................... 22

2. 2. lnteraksi Sosial. ...................................................................... 23-33 2.2.1. Pengertian interaksi sosial. ............................................. 23

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial.. ....... 27 2.2.3. Ciri-ciri interaksi sosial. ................................................... 28 2.2.4. Bentuk-bentuk interaksi sosial.. ...................................... 28

2.3. Pendidikan lnklusi.. ................................................................. 33-44 2.31. Pengertian pendidikan inklusi .......................................... 33 2.3.2. Komponen keberhasilan pendidikan inklusi. ................... 36 2.3.3. Tujuan pendidikan inklusi ................................................ 42 2.3.4. Manfaat pendidikan inklusi ............................................. .42

2.4. Autisme .................................................................................. .44-61 2.4.1. Pengertian autisme ......................................................... 44 2.4.2. Etiologi autisme ............................................................... 50 2.4.3. Pravalensi autisme .......................................................... 54 2.4.4. lnteraksi sosial anak autis ............................................... 55

2.5. Kerangka Berfikir .......................................................................... 61 2.6. Hipotesa ........................................................................................ 65

BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 66-86 3.1. Jenis Penelitian ............................... : ........................................ 66-67

3.1.1. Pendekatan penelitian .................................................... 66 3.1.2. Metode penelitian ........................................................... 67

3.2. Definisi Kontekstual dan Operasional Variabd ...................... 68-72 3.2.1. Variabel bebas ................................................................ 68 3.2.1. Variabel terikat. ............................................................... 69

3.3. Subjek Penelitian ..................................................................... 72-73 3.3.1. Populasi dan sampel.. ..................................................... 72 3.3.2. Tehnik pengambilan sampel.. ......................................... 73

3.4. Pengumpulan Data .................................................................. 73-84 3.4. i. Metode dan instrument pengumpulan data ............... 73-80

3.4.1.1. Metode pengumpulan data ............................... 73 3.4.1.2. Instrument pengumpulan data ..................... 74-78

A Angket dan angket.. .................................. 76 B. Angket dan skala ...................................... 76 C. Wawancara dan pedoman wawancara .... 79

3.4.2. Tehnik uji instrumen penelitian ....................................... 80 3.4.3. Hasil uji instrumen penelitian ..................................... 81-84

3.4.3.1. Uji validitas ........................................................ 81 3.4.3.2. Uji reliabilitas .................................................... 83

3.5. Analisa data .................................................................................. 84 3.6. Prosedur Penelitian ...................................................................... 84

BAB 4: ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ............................... 87-123 4.1. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 87-102

4.1. Latar belakang tempat penelitian ...................................... 87 4.2. Latar belakang objek penelitian ........................................ 93 4.3. Latar belakang subjek penelitian ...................................... 99

4.2. Presentasi data. ................................................................... 102-110 4.2.1 Uji persyaratan ........................................................ 102-106

4.2.1.1. Uji normalitas .................................................. 103 4.2.1.2. Uji homogenitas .............................................. 105

4.2.2. Deskripsi hasil penelitian ....................................... 106-11 O 4.2.2.1. Gambaran umum persepsi siswa reguler

terhadap siswa autis ....................................... 106 4.2.2.2. Gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis .................................................... 108

4.3. Pengujian hipotesis ..................................................................... 11 o 4.4. Hasil tambahan .................................................................... 111-123

4.4.1. Berdasarkan jenis kelamin ............................................ 111 4.4.2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung

subjek penelitian yang terdiagnosa autisme ................ 114 4.4.3. Berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan

objek penelitian ............................................................ 118

BAB 5 : KESIMPULAN,DISKUSI dan SARAN ...................................... 124-133 5.1. Kesimpulan ................................................................................. 124 5.2. Diskusi. ....................................................................................... 127 5.3. Saran .......................................................................................... 130

DAFT AR PUST AKA ....................................................................................... x

LAMPIRAN.

DAFTAR TABEL

3.1. Aspek dan indikator untuk variabel persepsi ...................................... 69 3.2. Aspek dan indikator untuk variabel interaksi sosiciL ........................... 71 3.3. Jumlah siswa kelas IV B pada SDN Gedong 04 Pagi. ........................ 72 3.4. Blue print dalam try out skala persepsi. ......................................... 77 3.5. Skor untuk Pernyataan item favorable dan item unfavorable ............. 77 3.6. Blue print dalam try out skala interaksi sosial. ................................. 78 3.7. Skor untuk pernyataan untuk item proses sosial dan item proses tidak

sosial ..................................................................................... 79 3.8. Klasifikasi koefisien reliabilitas ............................................................. 81 3.9 Hasil uji validitas pada skala persepsi ................................................. 82 4.0. Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial ....................................... 83 4.1. Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi dan interaksi sosial .............. 84 4.2. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ...................... 99 4.3. Nilai klasifikasi berdasarkan jenis kelamin ......................................... 100 4.4. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan ada atau tidaknya saudara

kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme ....................... 100 4.5. Nilai klasifikasi berdasarkan ada atau tidaknya saudara kandung

subjek penelitian yang terdiagnosa autisme ..................................... 101 4.6. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan lamanya subjek penelitian

sekelas dengan objek penelitian ........................................................ 101 4.7. Nilai klasifikasi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan

objek penelitian .................................................................................. 102 4.8. Uji normalitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial. ........... 104 4.9. Uji homogenitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial. ....... 106 5.0. Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala persepsi ......... 107 5.1. Kategorisasi hasil pada skala persepsi. ............................................. 108 5.2. Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala interaksi

sosial.. ................................................................................................ 109 5. 3. Kategorisasi hasil pada skala inte;aksi sosial.. .................................. 11 O 5.4. Hasil perhitungan uji hipotesis ........................................................... 11 O 5.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan jenis

kelamin .............................................................................................. 111 5.6. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan jenis

kelamin .............................................................................................. 112 5.7. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi ~>osial berdasarkan

jenis kelamin ...................................................................................... 113 5.8. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan

jenis kelamin ...................................................................................... 114

5.9. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 115

6.0. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 116

6.1. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 117

6.2. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 118

6.3. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian ............................ 119

6.4. Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian ............. 120

6.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan lamanya subjek penelitien sekelas dengan objek penelitian ............. 121

6.6. Hasil uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan lamanya subjek penelitien sekelas dengan objek penelitian ........................... 122

6.7. Nilai t-hitung pada variabel persepsi dan interaksi sosial dan nilai r-tabel dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23 .................................... 123

DAFTAR BAGAN dan GAMBAR

2.1. Metaphor For Ecological Levels .................................................... 25 2.2. Kerangka berfikir ........................................................................ 64 4.1. Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala persepsi. ............................... 104 4.2. Q-Q Plot untuk uji normalitas pada ska la interaksi sosial. ..................... 105

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3 Lampiran 3 (1) Lampiran 3 (2)

Lampiran 4 Lampiran 4 (1) Lampiran 4 (2) Lampiran 4 (3)

Lampiran 5

Lampiran 5 (1) Lampiran 5 (2) Lampiran 5 (3) Lampiran 5 (4)

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 8 (1) Lampiran 8 (2)

Lampiran 9 Lampiran 9 ( 1)

Lampiran 9 (2) Lampiran 9 (3)

DAFTAR LAMPIRAN

Surat lzin Penelitian

Surat Keterangan Penelitian

Pedoman Wawancara Pedoman Wawancara bagi pihak sekolah Pedoman Wawancara bagi Shadow Teacher objek.

Angket Objek Angket ldentitas Objek Angket Riwayat Kelahiran Objek Angket Riwayat Perkembangan Objek

Hasil perhitungan uji validitas dan uji reliabilitas pada skala persepsi dan in!f~raksi sosial Hasil uji validitas pada skala persepsi Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial Hasil uji reliabilitas pada skala interaksi sosial

Angket penelitian

: Lembar jawaban penelitian

Data mentah penelitian pada skala persepsi dan lnteraksi sosial Data mentah penelitian pada skala persepsi Data mentah penelitian padi;1 skala interaksi sosial

Dokumentasi Penyelenggaraan komponen pendidikan inklusi oleh SON Gedong 04 Pagi- Jakarta Timur Perilaku autistik objek penelitian lnteraksi sosial subjek penelitian terhadap objek penelitian

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab 1 ini akan dibahas mengenai pendahuluan dari sebuah penelitian

yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan

pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian se1ia sistematika

penulisan. Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke

dalam sub-sub bab di bawah ini.

1.1.Latar Belakang Masalah

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada setiap individu

dan menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap manusia tak terkecuali bagi anak­

anak berkebutuhan khusus. Menurut data dari lembaga nasional, Indonesian

Society for Special Needs Education (ISSE), pada tahun 2000 hingga 2005

terdapat 2,6 juta lebih anak-anak usia sekolah yang merniliki kebutuhan

khusus (special needs) dan hanya sekitar 48 ribu anak yang mengikuti

sekolah khusus, itu artinya hanya 1,83 % anak berkebutuhan khusus yang

bersekolah dan sisanya ada 98, 17 % anak berkebutuhan khusus tidak

bersekolah. (www.pikiranrakyat.com)

2

Menurut Cook (2001:146) secara umum anak berkebutuhan khusus dapat

digolongkan menjadi dua (2) yaitu: obvious disability dan hidden disability.

Obvious disability adalah anak kebutuhan khusus yang tanda-tanda kelainan

fisik dan perilakunya terlihat jelas, sedangkan hidden disability adalah anak

kebutuhan khusus yang tanda-tanda kelainan fisik dan perilakunya tidak

terlihat jelas atau tersembunyi. Sal ah satu anak kebutuhan khusus yang

termasuk dalam jenis obvious disability adalah anak dengan sindrom autisme

yaitu gangguan perkembangan fungsi otak yang terlihat sebelum usia 3 tahun

dan mencakup bidang sosial, komunikasi (bahasa}, imajinasi, fleksibilitas,

minat, kognisi dan atensi (dalam Lumbantobing, 1997).

Data menunjukkan bahwa anak autis, semakin hari semakin meningkat,

menurut harian kompas (2000) disebutkan bahwa sebelum tahun 1990

tercatat pada 10.000 kelahiran ada empat (4) s/d lima (5) kelahiran yang

teridentifikasi autisme, kemudian pada tahun 1990-an awal meningkat lagi

dari 10.000 kelahiran terdapat 15 s/d 20 kelahiran yang teridentifikasi autisme

dan pada tahun 2000 dari 10.000 kelahiran terdapat 60 f<elahiran yang

teridentifikasi autisme. (www.kompas.com}

Dengan semakin meningkatnya jumlah anak autis, maka kebutuhan

pelayanan bagi anak autis meningkat pula. Berbagai upaya telah dilakukan

oleh berbagai pihak untuk membantu anak autis, mulai clari pelayanan

kesehatan hingga pelayanan pendidikan. Dalam hal pendidikan misalnya,

saat ini sedang dikembangkan program-program yang bersandar pada hak­

hak penyandang autis yang sama seperti anak normal lainnya, salah satu

program tersebut adalah penyelenggaraan sekolah reguler dengan sistem

inklusif yang biasa disebut sebagai sekolah inklusi. Hal ini tercantum dalam

UU No.20 Tahun 2003 pasal 15 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang

menyebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk

peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan

luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan

pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah di sekolah

reguler.

Menurut Staub dan Peck dalam buku mengenal pendidikan inklusi yang

dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) (2005:9)

dikemukakan bahwa sekolah inklusi adalah penempatan Anak Luar Biasa

(ALB) dalam tingkat ringan, sedang, dan berat di kelas biasa secara penuh.

Lebih lanjut Stainback dan Stainback dalam Direktorat PLB (2005:8)

mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung

semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program

pendidikan yang layak, menantang tetapi sesuai dengan kemampuan dan

kebutuhan setiap siswa, bantuan dan dukungan yang diberikan oleh para

3

guru digunakan agar siswa-siswa berhasil, baik dalam perkembangan

akademik rnaupun perkernbangan sosial.

4

Perkernbangan sosial seseorang dapat dilihat rnelalui ke~giatan berkornunikasi

dan kegiatan berinteraksi sosial. Menurut Gillin dan Gillin dalarn Soerjono

Soekanto (1990:61) interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang

dinarnis yang rnenyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara

kelornpok-kelornpok rnanusia rnaupun antara orang perorangan dengan

kelornpok rnanusia. Secara garis besar kegiatan berinteraksi sosial dirnulai

ketika anak rnulai rnernasuki usia sekolah baik itu TK (Tarnan Kanak-kanak)

ataupun SD (Sekolah Dasar) dan akan selalu terus rnenerus berkernbang.

Kegiatan berinteraksi sosial ini secara urnurn dibagi rnenjadi 2 yaitu

menggunakan pola-pola perilaku sosial dan menggunakan pola-pola perilaku

tidak sosial. Pola-pola perilaku sosial rnisalnya adalah p(~rilaku empati,

perilaku bekerjasama, perilaku ramah serta perilaku bersaing, sedangkan

pola-pola perilaku tidak sosial misalnya adalah perilaku agresif dan perilaku

negatif (Hurlock, 1991)

Menurut Freedman dalam Adinia (2005:9) salah satu fak:tor terpenting yang

rnernpengaruhi kegiatan berinteraksi sosial adalah persepsi individu terhadap

individu lain karena dengan persepsi itulah seorang individu memberikan

pengetahuan dan harapan kepada individu yang dipersepsikannya, dan

secara langsung mempengaruhi pembentukan sikap dan tingkah lakunya

dalam berinteraksi sosial terhadap orang tersebut. Hal ini didukung oleh

pendapat lrwanto (2002) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang

sangat mempengaruhi interaksi sosial adalah persepsi sosial, yaitu penilaian

seorang individu terhadap keadaan fisik dan ciri-ciri perilaku orang tersebut.

5

Untuk saat ini pada umumnya persepsi masyarakat mengenai anak autis

masih bernilai negatif, misalnya adalah sebutan sebagai anal< cacat mental,

anak bodoh, anak nakal bahkan sampai pada label "anak kutukan" dan "anak

gila". "Anak kutukan" yaitu anal< yang mendapatkan kutukan dari yang Maha

Kuasa akibat kesalahan masa lalu yang pernah dilakukan oleh orang tua

individu tersebut, sedangkan sebutan "anal< gila" lebih disebabkan karena

ciri-ciri perilaku anak autis yang tidak wajar dan biasanya hanya dilakukan

oleh orang-orang yang "tidak waras" misalnya tertawa sendiri, berbicara

sendiri, teriak-teriak tanpa sebab yang jelas, memakan benda-benda yang

tidak seharusnya dimakan (contohnya: sabun, shampo dan sebagainya) serta

senang menyakiti diri sendiri. Oleh sebab itu agar tidak tertular mereka patut

untuk dijauhi bahkan diperlakukan kasar atau biasa disebut sebagai perilaku

"Bullying".

Salah satunya adalah kisah yang diceritakan oleh orang tua anak autis

berikut ini (diadaptasi dalam www.puterakembara.com). "Ivan sekarang telah

6

berada di TK B Umum, yang suka bikin saya sedih banget kalau pulang

sekolah saya dapat cerita perlakuan teman-temannya k(~ Ivan. Bayangkan

suatu saat ada temannya yang ulang tahun di sekolah, Ivan kasih kado

kepada orang tersebut dan ternyata kado itu diambil, dibanting dan diinjak­

injak sama temannya,lvannya bengong aja, belum lagi kalo ada yang tiba-tiba

cubit Ivan, langsung ngomelin lvan,tanpa Ivan tahu masalahnya apa. Saya

pengin deh ngajarin Ivan berantem atau sekedar mempertahankan diri kalau

dipukul balas gitu tapi Ivan selalu diam kalo dinakalin sama temannya. Suatu

saat saya ajak Ivan ke salah satu sekolah reguler yang menyediakan satu (1)

kelas khusus tapi disana Ivan lebih cerewet dan malah banyak tanya ke

gurunya ini dan itu jadi gurunya lebih menyarankan agar Ivan, untuk

perkembangannya lebih baik dibawa ke sekolah reguler dengan sistem

inklusi agar Ivan lebih terpacu. tapi saya nggak tahan melihat dan mendengar

Ivan diperlakukan seperti itu oleh teman-temannya".

Atau kisah Oscar Dompar seorang autis yang selalu mendapatkan perilaku

"bullying" ketika berada di sekolah (diadaptasi dalam Kartini,2008)." Aku

sering menjadi "bulan-bulanan" anak-anak lain !<arena kondisiku yar.g

berbeda,misalnya ketika aku kelas lima (5) SD, aku pernah dibohongi teman­

temanku, itu terjadi karena kekagumanku terhadap tokoi'1 kartun Bart

Simpson yang saat itu sedang Booming. Mereka membohongi aku dengan

mengatakan akan memanggilku Bart jika aku sengaja salah mengisi soal

ulangan tetapi jika tidak mereka akan memanggilku Lisa dan aku mau saja

menurutinya sehingga nilaiku nol (O) walaupun sebenarnya aku bisa

mengerjakannya. Kejadian seperti ini tidak berhenti hingga di SD ketika aku

duduk di Sekolah Menengah Umum (SMU), aku masih saja sering diganggu

oleh anak-anak lain, dan tak jarang aku menangis secara diam-diam ketika

pulang sekolah, puncaknya adalah aku tidak naik kelas, tetapi karena tidak

ingin putus sekolah orang tuaku menyekolahkanku di Australia, disini

keadaannyapun tak jauh berbeda, aku masih sering diganggu oleh teman­

teman, misalnya: pada saat itu aku meminta temanku untuk menemani ke

7

A TM mengambil uang yang ditransfer mama untuk biay:a sekolah semester

ini, disini "ia" melihat jumlah tabunganku yang lumayan banyak hingga

akhirnya ia menyusun siasat untuk menipuku, "la" berdalih ingin meminjam

uangku untuk berbisnis dan menjanjikan uang itu akan kembali dua kali lipat,

tetapi setelah beberapa minggu kemudian uangku tetap tidak kembali bahkan

"ia" ,memaksa diriku untuk terus menerus meminjamkan dirinya uang".

kisah-kisah diatas didukung oleh pendapat Sri Utami Ayuningsih (2005:35)

dan hasil wawancara pendahuluan penelitian yang dilakukan oleh Retno

Ekapuri (2007,4) dengan salah satu kepala sekolah Sekolah Dasar Negeri

(SON) di Jakarta yang menyelenggarakan pendidikan inklusi dijelaskan

bahwa salah satu kekurangan dalam sekolah inklusi bagi siswa autis adalah

seringkali siswa tersebut mendapat perlakuan yang buruk dari teman-

ternannya yang lain rnisalnya rnengejek, rnenjauhi bahkan tidak pernah

rnengajak siswa autis untuk berrnain dan belajar bersarna rnereka.

Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa persepsi seseorang

rnengenai individu lain rnerniliki hubungan dengan sikap dan tingkah laku

yang dikeluarkan oleh individu tersebut ketika berinteraksi. Dengan persepsi

yang positif, interaksi yang terjadi di antara keduanya berjalan positif hal ini

dapat dilihat rnelalui pola-pola perilaku sosial, rnisalnya perilaku kerjasarna,

perilaku ernpati, sikap rarnah, serta perilaku bersaing tapi sebaliknya jika

persepsi siswa reguler bernilai negatif, interaksi yang terjadi di antara

keduanya negatif hal ini dapat dilihat rnelalui pola-pola perilaku tidak sosial,

rnisalnya perilaku negatif serta perilaku agresif.

8

Tetapi di lain pihak dalam beberapa penelitian khususnya pada bidang

psikologi sosial yang rnerniliki terna hubungan antara pmsepsi dengan

interaksi sosial tidak diternukan adanya hubungan yang signifikan antara

persepsi dengan interaksi sosial, rnisalnya adalah penelitian yang dilakukan

oleh Heider yang rneneliti hubungan antara persepsi orang Arnerika terhadap

turis asing berkebangsaan China dengan interaksi sosial orang Arnerika

terhadap turis asing berkebangsaan China. Menurut sarwono (1999,214)

Dalarn penelitian tersebut tidak terdapatnya hubungan antara persepsi

dengan interaksi sosial lebih disebabkan karena individu-individu tersebut

9

memiliki peraturan-peraturan yang jelas dan mengikat yang jika tidak dipatuhi

akan mendapatkan sanksi sehingga mereka mempunyai suatu alasan yang

kuat untuk mengesampingkan ego nya masing-masing.

Dalam studi pendahuluan yang penulis lakukan di sekolah inklusi SON

Gedong 04 Pagi Jakarta Timur, didapati bahwa dalam beberapa kegiatan

sekolah siswa-siswa autis sering diabaikan bahl<an 'dijal1ili'oleh teman­

temannya, misalnya pada saat pelajaran olah raga siswa autis sering tidak

diharapkan oleh teman-temannya (siswa reguler) untuk berada dalam

l<elompoknya atau pada saat jam istirahat masih terlihat beberapa siswa

reguler yang men'jahili' siswa autis misalnya dengan berterial<-teriak

disamping siswa autis yang dapat menyebabkan mereka tempertantrum

tetapi dalam beberapa kegiatan siswa reguler turut serta membantu siswa

autis misalnya ketika siswa autis melakukan perilaku stereotipik banyak siswa

reguler yang mengingatl<an bahwa perilaku tersebut tidak baik atau ketika

siswa autis tidak dapat bermain sepeda siswa-siswa reguler membantu

mengajarkannya.

Berkaitan dengan apa yang telah dipaparl<an sebelumnya mengenai anal<

autis, sel<olah inklusi, dan hubungan antara persepsi dengan interal<si sosial

serta beberapa penelitian yang terkait dengan hal tersebut dan didukung

dengan beberapa fenomena yang terjadi disel<olah, Penulis tertarik untuk

10

mengetahui hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler

terhadap siswa autis di sekolah inklusi Sekolah Oasar Negeri (SON) Gedong

04 Pagi Jakarta Timur. Akhirnya penulis memberikan judul pada skripsi ini

yaitu: "HUBUNGAN ANT ARA PERSEPSI OEN GAN INTERAKSI SOSIAL

SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI

(Penelitian pada Siswa-siswa Reguler Kelas IV Sekolah Oasar Negeri

Gedong 04 Pagi Jakarta Timur)".

1.2 ldentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan, yatu:

1. Bagaimana persepsi siswa reguler terhadap siswa autis di Sekolah Oasar

Negeri (SON) Gedong 04 Pagi?

2. Bagaimana interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di SON

Gedong 04 Pagi?

3. Bagaimana interaksi sosial siswa autis terhadap siswa reguler di SON

Gedong 04 Pagi?

4. Apakah ada hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa

reguler terhadap siswa autis di SON Gedong 04 Pagi

1.3. Perumusan dan Pembatasan Masalah

1.3.1. Perumusan masalah

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu hubungan antara persepsi dengan

interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi, dapat

dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: "Adakah

hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler

terhadap siswa autis di SON Gedong 04 Pagi?"

1.3.2. Pembatasan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas batasan-batasan yang penulis

gunakan terdiri dari:

11

1. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah Sekolah inklusi SON Gedong

04 Pagi - Jakarta Timur dimana sekolah ini menampung semua siswa di

kelas yang sama baik siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus

yang mencakup siswa autis. Oalam penelitian yang penulis gunakan

sebagai data tambahan adalah sistem pendidikan ink.lusi yang dijalankan

oleh SON Gedong 04 Pagi-Jakarta Timur meliputi: pe1rsiapan sebelum

menerima siswa autis,kualitas kolaborasi antara orang tua dengan guru,

kualitas kolaborasi orang tua dengan sekolah, dukun1~an sekolah terhadap

siswa autis, pelatihan teman sebaya, implementasi atau pelaksanaan

12

pemebelajaran di kelas dan komitmen sekolah terhadap siswa autis. Pada

penelitian ini yang digunakan adalah kelas IV B.

2. Objek penelitian yang digunakan adalah siswa autis yaitu siswa yang

mengalami gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, respon terhadap

sensori, ketidakstabilan mood dan afek serta gejala perilaku lain yang

mencakup tempertantrum, hiperaktiv/hiperkinesis dan perilaku menyakiti

diri sendiri. Dalam penelitian siswa autis yang digunakan adalah siswa

autis yang berada satu kelas dengan subjek penelitia1n.

3. Subjek penelitian adalah siswa regular yang di kelasnya terdapat siswa

autis. Siswa reguler merupakan siswa-siswa yang tidak mengalami

kebutuhan khusus (anak normal).

4. persepsi yang digunakan mengacu pada pendapat lrwanto yang

menjelaskan bahwa persepsi seseorang terhadap individu lain dinamakan

persepsi sosial yaitu penilaian fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain. Karena

pada siswa autis ciri-ciri perilakunya sangat jelas terlihat berbeda dari

anak-anak normal, maka dalam penelitian ini dibatasi hanya persepsi

siswa reguler mengenai ciri-ciri perilaku siswa autis di keiasnya.

5. lnteraksi sosial yang digunakan mengacu pada pend:apat Hurbert Bonner

yang menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua

individu atau lebih dimana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi,

mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain secara timbal

balik dalam penelitian ini adalah interaksi sosial siswa reguler terhadap

siswa autis yang terdapat dalam satu kelas. lnteraksi sosial yang

digunakan disesuaikan dengan tugas perkembangan sosial untuk masa

kanak-kanak dan menurut Hurlock dibagi menjadi dua (2) yaitu proses

sosial dan proses tidak sosial.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan penelitian

13

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu hubungan antara persepsi dengan

interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi penelitian

ini bertujuan antara lain adalah:

1. Mengetahui gambaran um um persepsi siswa reguler terhadap siswa autis

di sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi

2. Mengetahui gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap

siswa autis di sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi

3. Mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi clengan interaksi

sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi SON Gedong

04 Pagi.

14

1.4.2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah penulis

berharap penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara

praktis, antara lain:

1. Bagi para guru di sekolah inklusi dapat mengetahui ~1ambaran umum

persepsi dan interaksi sosial siswa-siswa regulernya mengenai siswa

autis di sekolahnya serta mengetahui apakah ada hubungan antara

persepsi dengan interaksi sosial. Hal tersebut dapat dijadikan acuan

dalam membentuk persepsi yang baik kepada siswa regular terhadap

lingkungan belajar dalam hal ini siswa autis agar mengarah pada proses

sosial yang positif.

2. Bagi para mahasiswa khususnya Fakultas Psikologi, dapat dijadikan

wacana mengenai hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial.

serta menjadi bahan dalam mengenal sekolah inklusi, autisme, persepsi

dan interaksi sosial.

1.5. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB ·1: PENDAHULUAN

Terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan

pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.

15

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA

Terdiri dari: kajian teori mengenai persepsi, interaksi sosial, pendidikan inklusi

serta kajian teori mengenai autisme. Kemudian kerangka berfikir yang penulis

gunakan dalam penelitian ini serta pengajuan hipotesis.

BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN

Terdiri dari: jenis penelitian yang mencakup pendekatan dan metode

penelitian, definisi variabel dan definisi operasional dari variabel bebas dan

variabel terikat, subjek penelitian yang mencakup populasi dan sampel serta

tehnik pengambilan sampel, pengumpulan data terdiri atas metode dan

instrumen pengumpulan data, tehnik uji instrumen, hasil uji instrumen yang

meliputi uji validitas dan uji reliabilitas, analisa data dan prosedur penelitian.

BAB 4: ANALISIS dan INTERPRETASI DATA

Terdiri dari: gambaran umum penelitian yang didalamny;a terdapat latar

belakang tempat penelitian, latar belakang objek penelitian serta latar

belakang subjek penelitian, kemudian presentasi data mencakup uji

persyaratan yang meliputi uji normalitas dan uji homoge11itas dan deskripsi

hasil penelitian meliputi gambaran umum variabel bebas dan gambaran

umum variabel terikat, pengujian hipotesis pemaparan hasil tambahan.

BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN

Terdiri dari: kesimpulan, diskusi dan saran.

BAB2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 ini akan dibahas mengenai beberapa teori yang berkaitan dengan

penelitian. Adapun teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini adalah

teori mengenai persepsi, interaksi sosial, pendidikan inklusi, serta autisme.

Teori yang pertama adalah teori persepsi meliputi pengertian persepsi,

proses terjadinya persepsi serta faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi,

dilanjutkan dengan teori interaksi sosial yang meliputi p!~ngertian interaksi

sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, ciri-ciri interaksi

sosial, serta bentuk-bentuk interaksi sosial, kemudian dibahas pula mengenai

teori pendidikan inklusi yang meliputi pengertian pendidikan inklusi,

komponen keberhasilan pendidikan inklusi, serta tujuan dan manfaat

pendidikan inklusi dan yang terakhir adalah pembahasan mengenai teori

autisme dengan sub-sub babnya yaitu pengertian autisme, etiologi autisme,

pravalensi autisme dan interaksi sosial anal< autis.

Selain menguraikan teori, pada bab ini akan dibahas mengenai kerangka

berfikir penelitian dan hipotesa penelitian. Kerangka berfikir digunakan

penulis dalam menjelaskan keterkaitan antara komponen-komponen

penelitian yang terdiri dari pendidikan inklusi, siswa reguler, siswa autis,

17

persepsi dan interaksi sosial. Sedangkan hipotesa penelitian digunakan

sebagai dugaan awal sebuah penelitian yang menyangkut ada atau tidak

adanya hubungan antar variabel. Untuk menguraikannya maka penulis akan

menuangkannya ke dalam sub-sub bab di bawah ini.

2.1. Persepsi

2.1.1. Pengertian persepsi

Menurut Bimo Walgito (dalam Abdurrahman Saleh, 2004:88) persepsi adalah

proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera untuk

dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat menyadari keadaan di

sekelilingnya, lebih lanjut Abdurrahman Saleh mengungkapkan bahwa

persepsi juga dapat diartikan sebagai kemampuan membeda-bedakan,

mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang.

Menurut Desiderato (dalam Jalaluddin Ral<hmat. 2005:51) persepsi adalah

pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Sedangkan Santrock (2002: 125) menyatakan bahwa persepsi ad al ah

interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap suatu peristiwa atau objek

tertentu dan juga apa yang akan diinderakan atau dirasakan.

18

Pengertian persepsi yang lebih detail diungkapkan oleh Chaplin (2005:358)

yang menjelaskan bahwa persepsi adalah proses mengEitahui atau

mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera yang

merupakan kesadaran dari proses-proses organis dimana satu kelompok

penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman

dimasa lalu, adapun variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan

biasanya berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan perbedaan di

antara perangsang-perangsang. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran

langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu.

Menurut Zanden (1984:33) persepsi merupakan proses mengumpulkan data

dan menginterpretasikan informasi, persepsi juga merupakan penghubung

antara manusia dan lingkungannya. Persepsi membuat rnanusia dapat

merasakan dunia sekitarnya karena tanpa persepsi maniusia akan hampa dari

berbagai macam pengalaman. Persepsi membuat rnanusia dapat merasakan

dunia sekitarnya dan rnemberikan arti pada input senson. Manusia tidak

secara langsung memberikan respon kepada dunia luar, kejadian objek, atau

orang lain, melainkan mengubah stimulus luar tersebut menjadi sistem dalam

diri yang akan diberi arti.

Berdasarkan kelima definisi tersebut, rnaka secara garis besar dapat

dikatakan bahwa persepsi merupakan proses pengumpulan data, yang

kemudian diinterpretasikan dan didasarkan alas pengalaman yang telah

dimiliki individu tersebut, sehingga memiliki makna atau arti bagi individu itu

sendiri.

19

Dalam Anida (2005) Heider menjelaskan bahwa persepsi dapat diberikan

oleh individu pada suatu benda, kejadian ataupun pada individu lain, yang

secara garis besar digolongkan menjadi persepsi sosial dan persepsi bukan

sosial (non-social) . Jika yang dilibatkan adalah suatu kEijadian atau sebuah

benda maka persepsinya disebut sebagai persepsi bukan sosial (non-social)

tetapi jika yang dilibatkan adalah manusia atau individu lain maka

persepsinya disebut sebagai persepsi sosial. Sedikit berbeda Jalaluddin

Rakhmat,(2005) menyebutkan bahwa persepsi yang objeknya benda atau

peristiwa lain disebut sebagai persepsi objek sedangkan persepsi yang

objeknya melibatkan manusia disebut sebagai persepsi interpersonal.

Menurut Tagiuri (dalam Anida ,2005) terdapat beberapa istilah yang

digunakan dalam menjelaskan persepsi sosial, antara lain adalah social

perception, person perception, person cognition, dan int€trpersonal

perception.

Menurut Bimo Walgito (1989:38) Persepsi sosial terdiri dari dua kata yaitu

persepsi dan sosial. Persepsi merupakan proses yang menggabungkan dan

mengorganisasikan data-data indera untuk dikembangkan sedemikian rupa

20

sehingga dapat menyadari keadaan di sekeliling kita, se1dangkan sosial

adalah hubungan manusia dengan manusia yang lain. Jadi persepsi sosial

adalah suatu proses seseorang untuk mengetahui, menginterpretasikan dan

mengevaluasi orang lain yang dipersepsikan, baik mengenai sifat-sifat,

kualitas dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi

sehingga terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi. Hal senada

juga diungkapkan oleh lrwanto (2002:258) yang menyatakan bahwa persepsi

sosial merupakan kesadaran individu akan adanya orang lain atau perilaku

orang lain yang terjadi di sekitarnya, sehingga persepsi sosial dapat diartikan

sebagai penilaian fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain

Menurut Robert A Baron (2004:38) persepsi sosial adalah proses yang kita

gunakan untuk mencoba mengetahui dan memahami orang lain. Sementara

Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi ( 1981:472) memberikan definisi

yang sedikit berbeda mengenai persepsi sosial, yaitu kesadaran akan objek

sosial atau peristiwa sosial.

Berdasarkan dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi sosial,

adalah proses yang dilakukan seseorang dalam memberi penilaian fisik dan

ciri-ciri perilaku orang lain sehingga ia dapat memahami karakteris!ik,

mengetahui kualitas dan keadaan orang tersebut.

21

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek persepsi adalal1 manusia, sehingga

persepsi yang dimaksud adalah persepsi sosial, yaitu pe1nilaian terhadap

penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku manusia, dan dikategorikan menjadi 2

klasifikasi yaitu: positif dan negatif. Persepsi tersebut dikatakan positif jika

siswa-siswa reguler dapat memahami dan memaklumi perilaku siswa autis

yang terlihat berbeda dengan dirinya, kemudian dikatakan negatif jika siswa­

siswa reguler tidak memahami dan memaklumi perilaku siswa autis yang

terlihat berbeda dengan dirinya.

Persepsi sosial yang digunakan adalah persepsi sosial s;iswa reguler di

sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnya. Karena pada siswa autis

ciri-ciri perilakunya sangat jelas terlihat berbeda dari anak-anak normai maka

dalam penelitian ini dibatasi hanya persepsi sosial siswa reguler di sekolah

inklusi mengenai ciri-ciri perilaku siswa autis.

2.1.2. Proses terjadinya persepsi

Seseorang dalam mempersepsikan sesuatu tidak terjadi begitu saja, tetapi

ada unsur yang menyebabkan terjadinya suatu proses persepsi. Secara alur

dapat dikemukakan bahwa proses persepsi munurut Bimo Walgito (1989:39)

berlangsung sebagaimana berikut:

1. Proses kealaman, dimana pada saat ini stimulus baru mengenai alat

indera

22

2. Proses fisiologis, disini stimulus mulai dilangsungkan ke otak oleh syaraf

sensorik

3. Proses psikologik, yaitu proses yang terjadi di otak sebagai pusat susunan

urat syaraf yang menyebabkan individu dapat menginterpretasikan apa

yang di persepsikannya.

Ada pun jalannya persepsi, dalam Abdurrahman Saleh (2004: 119) adalah

pertama-tama seorang individu menginderakan objek di lingkungannya,

kemudian hasil penginderaan tersebut diproses sehingga timbullah makna

tentang objek tersebut. Hal ini akan digunakan oleh individu yang

bersangkutan untuk menentukan reaksi apa yang sesuai yang akan diambil

oleh dirinya.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Robbins (2001 :89) mengemukakan ada 3 faktor yang mempengaruhi

pembentukan ataupun perusakan persepsi seorang individu, yang

berdampak pada terjadinya perbedaan persepsi diantara individu yang satu

dengan yang lainnya terhadap hal yang sama. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Pelaku persepsi, merupakan tokoh sentral yang mempengaruhi

pembentukan persepsi, karena dalam mempersepsikan suatu objek

pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya

23

2. Target atau objek yang dipersepsikan, karakteristik-karakteristik dari objek

yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan oleh pelaku

persepsi.

3. Situasi saat persepsi terjadi, unsur-unsur yang ada dalam lingkungan

seperti waktu, keadaan sosial dan keadaan saat suatu kejadian terjadi,

dapat mempengaruhi konteks dari suatu objek yang diamati oleh pelaku

persepsi.

2.2. lnteraksi sosial

2.2.1. Pengertian interaksi sosial

Sebagai mahkluk sosial individu dituntut untuk mampu rnelakukan interaksi

dengan lingkungan sosialnya, lnteraksi sosial merupakan hubungan timbal

balik antara individu dengan individu lain, antara individu dengan kelompok

serta antara kelompok dengan kelompok. Menurut HurbHrt Bonner (dalam

Abu Ahmadi, 1991:54) interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara

dua individu atau lebih, dimana tingkah laku individu yan9 satu

mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain

secara timbal balik. Lebih lanjut Gillin Gillin (Soerjono Soekanto, 1990:61)

menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang

dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara

kelompok-kelompok manusia maupun antara orang pere>rangan dengan

kelompok manusia.

Menurut Astrid S Susanto dalam Janu Murdiyatmoko (2004:53) interaksi

sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses

pengaruh mempengaruhi dan menghasilkan hubungan tetap yang pada

akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.

24

Jadi clapat disimpulkan, bahwa interaksi sosial merupakan hubungan sosial

yang bersifat dinamis antara orang perorangan, antara orang dengan

kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok yang saling

mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain

secara timbal balik dan memungkinkan terjadinya pembentukan struktur

sosial.

Brofenbrenner dalam Dalton (2001: 136) berpandangan bahwa perilaku

seseorang tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan dampak dari

interaksinya dengan lingkungan di luarnya. Secara garis besar lingkungan

luar seorang individu dibagi dalam beberapa lingkaran yang berlapis-lapis

yaitu:

1. Sistem mikro, merupakan lingkungan yang paling deikat dengan pribadi

individu, terdiri dari orang tua, saudara kandung, keluarga serumah,

25

sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman bermain, tetangga dan orang

lain yang sehari-hari dekat dan berhubungan erat dengan individu

2. Sistem meso, yaitu interaksi antara faktor di dalam sistem mikro, misalnya

hubungan ayah-ibu, hubungan orang tua-guru dan pi~rgaulan antar teman.

3. Sistem ekso, yaitu sistem yang lebih luar, tidak langsung menyangkut diri

individu namun masih besar pengaruhnya misalnya keluarga besar, polisi,

dokter, koran.

4. Sistem makro, yaitu sistem yang paling luar dan berpengaruh langsung

atau tidak langsung pada individu misalnya pemerintah, agama, tradisi,

hukum, undang-undang politik.

Di bawah ini adalah skema dari lingkungan luar yang mempengaruhi perilaku

interaksi sosial seorang individu:

Sistem makro

Sistem ekso

Sistem mesa

Sistem mikro

lndividu

Gambar 2.1.

Metaphor For Ecological Levels

Sumber: Dalton, James H, Elias, Maurice J dan Abraham Wandersman

dalam Community Psychology: Linking individuals and Communities.

26

Pada penelitian ini, interaksi yang akan dibahas lebih lanjut adalah interaksi

antara individu dengan sistem mikronya dalam hal ini adalah antara siswa

reguler dengan teman sebayanya (siswa autis), yang sel1ari-hari dekat dan

berhubungan erat dengan individu di sekolah.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial

Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana

merupakan proses yang kompleks, Menurut Soerjono Soekanto (1990:63)

ada 4 faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu:

27

1. lmitasi, merupakan suatu tindakan meniru orang lain baik dalam hal sikap

maupun tingkah laku. Dalam proses imitasi terdapat kelebihan dan

kekurangan. Sisi positif dari lmitasi adalah dapat mendorong seseorang

untuk mematuhi kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku sedangkan

sisi negatifnya adalah dapat mematikan pengembangan daya kreasi

seseorang.

2. Sugesti, merupakan pendapat, pandangan dan sikap yang diberikan oleh

seseorang kepada orang lain, diterima oleh pihak lain dan merupakan

pengaruh psikis baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang

lain yang umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Adapun faktor­

faktor yang mempermudah terjadinya sugesti antara lain adalah:

a. Sugesti karena hambatan berfikir.

b. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah.

c. Sugesti karena mayoritas.

d. Sugesti karena minoritas.

e. Sugesti karena will to believe.

3. ldentifikasi, merupakan kecendrungan-kecendrungan atau keinginan­

keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.

UIN

Proses identifikasi mula-mula berlangsung secara tidak sadar (dengan

sendirinya) kemudian berkembang menjadi proses irasional yaitu

berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan

dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional.

28

4. Simpati, merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada

pihak lain, dan biasanya timbul atas dasar yang irasional yaitu

berdasarkan penilaian perasaan-perasaan

2.2.3. Ciri-ciri interaksi sosial

Menurut Charles P Loomis, dalam Soerjono Soekanto ( 1990:65) ada 4 ciri­

ciri interaksi sosial, antara lain adalah:

1. Jumlah pelakunya lebih dari 1 orang

2. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol

atau lambang-lambang baik verbal maupun non-verbal

3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini dan masa

yang akan datang yang akan menentukan sifat dari aksi yang sedang

berlangsung

4. Adanya tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut

2.2.4. Bentuk-bentuk interaksi sosial

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial menurut Soerjono Soekanto

(1990:70), antara lain adalah:

29

1. Kerjasama, merupakan suatu proses sosial yang assosiatif. Yaitu

bergabungnya individu-individu atau sekolompok individu untuk mencapai

tujuan bersama

2. Akomodasi, merupakan suatu proses sosial yang assosiatif. Yaitu usaha

manusia untuk meredakan ketegangan akibat konflik atau pertikaian

dalam rangka mencapai kestabilan

3. Persaingan, merupakan suatu proses sosial yang dissosiatif, dimana

individu atau kelompok manusia saling bersaing mencari keuntungan

melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi

perhatian umum (baik perorangan maupun kelompok manusia) dengan

cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang

telah ada tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan

4. Konflik, merupakan suatu proses sosial yang dissosiatif, dimana individu

atau kelompok manusia saling menyadari adanya perbedaan-perbedaan,

misalnya dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola­

pola perilaku tertentu. Ciri-ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan

yang ada hingga menjadi suatu pertentangan

Adapun pola prilaku dalam situasi sosial pada masa kanak-kanak secara

garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu (dalam Hurlock, 1991):

1. Pola perilaku sosial, terdiri dari:

a. Kerjasama, pada umur 4 tahun anak-anak sudah dapat bermain dan

bekerja secara bersama dengan anak lain. Semakin banyak

kesempatan yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu secara

bersama semakin cepat mereka belajar untuk bek.erja sama.

b. Persaingan, persaingan dikatakan positif jika persaingan merupakan

dorongan bagi seorang anak untuk berusaha sebaik-baiknya.

c. Kemurahan hati, dengan kemurahan hati akan terjadi penerimaan

sosial, dan setelah itu anak mempelajari bahwa kHmurahan hati

menghasilkan penerimaan sosial maka sikap mementingkan dirinya

sendiri semakin berkurang.

d. Hasrat akan penerimaan sosial, jika hasrat akan penerimaan sosial

seorang anak sangat kuat, maka dorongan untuk menyesuaikan diri

dengan tuntutan sosial juga kuat.

e. Simpati,merupakan kemampuan seorang anak untuk memahami

kedaan di sekitarnya, kemampuan ini didapat jika anak telah

mengalami kehilangan.

30

f. Empati, merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi

orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut.

g. Ketergantungan, ketergantungan terhadap orang lain dalam hal

bantuan, perhatian, dan kasih sayang dapat mendorong anak untuk

berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial.

31

h. Sikap ramah, seorang anak memperlihatl<an sil<ap ramah, melalui

kesedian melakukan sesuatu untuk orang lain dan kasih sayang yang

diberikan oleh mereka.

i. Sikap tidak mementingkan diri sendiri, anak yang mempunyai

kesempatan dan mendapat dorongan untuk membagi apa yang

mereka miliki akan memiliki sikap tidak mementin!~kan diri sendiri.

J. Meniru, dengan meniru seorang anak dapat men~1etahui perilaku apa

saja yang dapat diterima oleh kelompok sosialnya.

k. Prilaku kelekatan, perilaku kelekatan dikembangkan oleh seorang

anak berdasarkan pengalaman pada fase bayi, dan pada fase kanak­

kanak perilaku kelekatan tersebut dialihkan kepacla orang lain

(temannya) untuk membina persahabatan dengan mereka.

2. Pola perilaku yang tidak sosial, terdiri dari:

a. Negativisme, merupal<an perlawanan terhadap tel<anan da.ri pihak lain

untuk berperilaku tertentu, dan dapat dilakukan baik secara lisan

maupun non-lisan.

b. Agresi, merupakan tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman

permusuhan.

c. Pertengkaran, merupakan perselisihan pendapat yang mengandung

kemarahan.

32

d. Mengejek dan menggertak, merupakan serangan. Dikatakan mengejek

jika serangan dilakukan secara lisan sedangkan rnenggertak jika

serangan dilakukan secara fisik.

e. Perilaku yang sok kuasa, merupakan kecendrungan untuk

mendominasi orang lain.

f. Egosentrisme, merupakan sifat untuk bertindak mEmurut kehendak

mereka.

g. Prasangka, merupakan pandangan terhadap perbi~daan-perbedaan

yang terdapat pada individu lain. Pada umumnya dilihat melalui

penampilan dan ciri-ciri fisik individu tersebut.

h. Antagonisme jenis kelamin, pada masa kanak-kanak akhir

antagonisms jenis kelamin terlihat sangat jelas, hal ini di tunjukkan

dengan menghindari bermain dengan lawan jenisnya atau menghindari

aktivitas yang sering dilakukan oleh lawan jenis.

Secara normal proses sosial tersebut dimulai ketika anak-anak secara resmi

mengikuti kegiatan sekolah baik itu pada Taman l<anak-kanak (Tl<) atau

kelas satu Sekolah Dasar (SD) karena pada dasarnya saat anak mengikuti

kegiatan sekolah, anak-anak mulai berusaha menggunakan tolak ukur orang

dewasa untuk menilai orang atau situasi, dan pada saat bHrusia 10 tahun

anak-anak sudah dapat mengubah sebagian dorongan hati ke arah yang

sesuai dengan harapan kelompok sosial, dan akan terus mempengaruhi

perkembangan pada masa-masa selanjutnya.

33

Pada penelitian ini, perkembangan sosial yang digunakan adalah pola-pola

proses sosial pada masa usia sekolah dasar (kanak-kanak akhir) yang

dilakukan oleh siswa reguler terhadap siswa autis dan digolongkan menjadi

proses sosial dan proses tidak sosial yang diklasifikan menjadi 2 kategori

yaitu positif dan negatif. Dikatakan positif apabila siswa-siswa reguler

tersebut melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial beirsama dengan siswa

autis menggunakan pola-pola perilaku sosial misalnya pE~rilaku simpati,

ramah, bekerjasama kepada siswa autis dan dikatakan negatif jika siswa­

siswa reguler tersebut melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial bersama

dengan siswa autis menggunakan pola-pola perilaku tidak sosial misalnya

. berperilaku agresif atau negatif kepada siswa autis.

2.3. Pendidikan lnklusi

2.3.1. Pengertian pendidikan inklusi

lstilah inklusi semakin popular dalam dunia pendidikan di Indonesia,

khususnya pada Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan telah menjadi salah satu

program pengembangan di Direktorat Pendidikan Luar Biasa.

Menurut Sue Stuubs (2005:76) istilah pendidikan inklusi dan sekolah inklusi

untuk negara-negara yang sedang berkembang sering disamakan, ini

disebabkan karena pada negara-negara berkembang termasuk indonesia

sekolah merupakan tempat untuk menerima pendidikan itersebut dan

sebagian besar waktu mereka telah tersita di sekolah. Pendidikan inklusi

memiliki pengertian yang beragam,antara lain:

34

Menurut Subagyo Brotosedjati (2003: 56) pendidikan inklusi ialah model

penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat (berkebutuhan

khusus) yang diselenggarakan bersama dengan anak normal di lembaga

pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga

yang bersangkutan.

Menurut Stainback dan Stainback (1990) dalam buku mengenal pendidikan

inklusi yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB)

(2005:8) sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di

kelas yang sama, sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,

menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa,

maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar

anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga m1;,rupakan tempat

setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut dan saling

35

membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat

lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

Menurut Staub dan Peck dalam Direktorat PLB (2005:9) mengatakan bahwa

sekolah inklusi adalah penempatan Anak Luar Biasa (ALB) dalam tingkat

ringan, sedang dan berat, di kelas biasa secara penuh. Hal ini menunjukkan

bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang rele~van bagi anak

berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.

Menurut Hidayat (2003:45) pendidikan inklusi adalah pendidikan yang

menyertakan setiap anggota masyarakat, termasuk mereka yang

berkebutuhan khusus, yaitu mereka yang mempunyai kebutuhan permanen

atau sementara untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang sesuai

dengan kebutuhan khususnya.

Menurut Sapon-Shevin dalam O' Neil yang dikulip oleh Direktorat Pendidikan

Luar Biasa (2005:9) menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem

layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan

dilayani di sekolah-sekolah terdel<at, di kelas reguler bemama-sama teman

seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah

sehingga menjadi komunitas yang mendul<ung pemenuhan kebutuhan

khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar clan mendapat

36

dukungan dari semua pihak, baik para siswa, guru, orangtua serta masyakat

sekitarnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah dimana siswa­

siswa berkebutuhan khusus apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun

gradasinya ditempatkan satu kelas dengan siswa-siswa tidak berkebutuhan

khusus, program yang diberikan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan

tingkat kemampuan individu yang bersangkutan dan bantuan yang dapat

diberikan oleh para guru adalah agar semua siswa-siswanya dapat berhasil.

Sehingga rasa memiliki dan menjadi bagian dari kelas tersebut sangatlah

diperlukan, agar dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki setiap siswanya

dan memenuhi semua kebutuhan siswanya.

2.3.2. Komponen keberhasilan pendidikan inklusi

Menurut Sri Utami Ayuningsih (2005) yang merangkum komponen

keberhasilan suatu pendidikan inklusi berdasarkan komponen dalam

karakteristik, pengkajian pada pendidikan inklusi serta teori-teori yang

berkaitan,maka didapatlah kompenen tersebut antara lain adalah:

1. Persiapan sebelum menerima anak autis, mencakup pelatihan guru,

pendataan siswa serta persiapan kelas.

37

Palatihan guru, marupakan salah satu hal yang penting sabalum

mamasukkan anak autis, beberapa modul yang penting dalam pelatihan

ini antara lain adalah pangetahuan mangenai autisme, simulasi tarapi

parilaku bagi siswa autis dan stratagi atau kiat-kiat dalam mananggani

anak autis, dan idaalnya semua guru pernah mendapatkan pelatihan ini.

Kemudian pendataan siswa, yang dilakukan agar sakolah mandapatkan

informasi yang langkap mengenai kondisi siswa, hal ini dapat dilakukan

oleh pihak sekolah dangan cara obsarvasi sarta wawancara dengan

pihak-pihak yang terkait.Sadangkan persiapan kalas, dilakukan agar

siswa-siswa raguler tersebut tidak tarlalu kaget akan hadirnya siswa autis

yang secara fisik dan perilaku berbada dangan meraka sehingga siswa

autis dapat ditarima secara baik olah teman-tamannya dalam hal ini

adalah siswa-siswa regular, yang akan bardampak pada kagiatan

interaksi diantara kaduanya. Parsiapan kalas yang paling sadarhana dan

penting adalah mensosialisasikan kapada siswa-siswa regular akan

adanya anak autis yang ikut serta dalam kelas mereka, hal tersebut dapat

dilengkapi melalui pembentukan team guru yang akan manangani anak

autis dengan tugas memparsiapkan matari khusus atau IEP yang sasuai

dangan kebutuhan anak. Dangan adanya parsiapan yang matang

sebelum menerima siswa autis, diharapkan para guru dapat marubah

perilaku-perilaku siswa autis ke arah yang lebih baik secara efektif

sehingga berdampak pada perubahan persepsi siswa raguler terhadap

siswa autis yang memiliki keterkaitan terhadap interaksi diantara

keduanya.

38

2. Adanya kolaborasi antara orang tua dengan guru, hal ini penting dilakukan

agar perkembangan anak autis berjalan dengan baik. Adapun hal yang

dapat dilakukan oleh para guru adalah pertemuan rutin antara keduanya,

yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama misalnya satu bulan

sekali, adapun hal-hal yang dapat didiskusikan adalah mengenai

hambatan-hambatan yang ditemui ketika menangani anak-anak mereka

sehingga dapat dicarikan jalan keluar bersama dalarn mendidiknya.

Sehingga perilaku-perilaku siswa autis dapat berubah kearah yang lebih

baik dengan waktu yang lebih cepat dan merubah persepsi siswa reguler

mengenai siswa autis ke arah yang lebih positif yang secara langsung

mempengaruhi interaksi sosial diantara keduanya.

3. Kolaborasi orang tua dengan sekolah, bentuk kolabornsi ini antara lain

adalah memberikan sumbangan uang atau barang secara rutin, atau

sekedar membantu bila diperlukan. Adapun bentuk dukungan yang lebih

spesifik dari orang tua anak autis yang berkaitan dengan kondisi anaknya

adalah menyediakan guru pendamping untuk anak merei<a.Dengan

adanya kolaborasi ini dapat dilihat seberapa besar kepedulian orang tua

terhadap anaknya, semakin peduli orang tua, semakin mudah dan cepat

merubah ciri-ciri perilaku siswa autis yang berpengaruh pada perubahan

persepsi dan berdampak pada proses interaksi diantara keduanya.

39

4. Dukungan sekolah, guru, terhadap siswa autis, hal ini dapat dilakukan

dengan cara menyediakan guru pendamping atau si~tidaknya guru bantu

atau sekurang-kurangnya relawan yang dapat membantu siswa autis.

Adapun tugas bagi guru pendamping antara lain adalah menjembatani

instruksi guru kepada anak, mengendalikan perilaku anak di kelas,

membantu anak belajar, bermain atau berinteraksi dengan teman­

temannya. Sedangkan tugas dari guru bantu adalah sebagai konsultan

dalam menangani siswa autis di sekolah, ikut serta dalam merencanakan

program pembelajaran, memonitor dan mengevaluasi program

pembelajaran. Dengan adanya guru pendamping dan guru bantu

mempercepat perubahan ciri-ciri perilaku siswa autis kearah yang lebih

baik, yang berpengaruh terhadap perubahan persepsi dan berdampak

pada perubahan sikap dan tingkah laku saat berinteraksi sosial diantara

keduanya.

5. Pelatihan teman sebaya, bentuk pelatihan teman sebaya yang paling ideal

adalah menjadi model atau contoh yang dapat ditiru oleh siswa autis

dalam berperilaku sebagaimana mestinya. Hal lain yang dapat dilakukan

adalah pelatihan bagimana cara berkomunikasi dengan siswa autis atau

setidaknya pelatihan agar siswa reguler mau bermain bersama siswa

autis. Dengan adanya pelatihan ini siswa-siswa reguler "diwajibkan"

secara konsisten membantu merubah ciri-ciri perilaku siswa autis, dengan

perubahan ciri-ciri perilaku siswa autis berpengaruh pada perubahan

40

persepsinya mengenai siswa autis dan berdampak pada interaksi diantara

keduanya.

6, lmplementasi atau pelaksanaan pembelajaran di kelas, dalam

pelaksanaan pendidikan inklusi bagi siswa autis, idealnya pihak sekolah

memiliki IEP (Individual Education Plan) yang sesuai dengan kebutuhan

masing-masing siswanya, atau sarana dan prasarana yang dapat dipakai

bila siswa autis memerlukannya. Dengan adanya IEP serta sarana dan

prasarana yang mendukung bagi siswa autis dapat merubah ciri-ciri

perilaku siswa autis ke arah yang lebih baik secara efektif, dan

berpengaruh pada perubahan persepsi yang berdampak pada interaksi di

antara keduanya.

7. Komitmen sekolah, sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi

seharusnya memiliki komitmen terhadap perl<embangan anak autis,

komitmen yang paling ideal adalah menjamin seluruh siswanya mencapai

keberhasilannya. Komitmen seperti ini terlihat pada model sekolah inklusi

level 3 dimana dalam satu kelas selain ada guru tetap dan dibantu oleh

guru pembimbing khusus di bidang pendid!kan luar biasa. Guru

pembimbing khusus memberi bantuan terhadap pembelajaran yang

bersifat spesifik misalnya peningkatan kemampuan b13rperilaku yang

sesuai bagi siswa autis.

41

Atau setidaknya siswa autis diberi kesempatan untuk: belajar dengan baik

dengan siswa reguler dalam satu kelas yang sama, hal ini dapat dilihat

dengan model sekolah inklusi level 2 dimana dalam satu kelas ada tiga

orang guru yang terdiri dari 1 orang guru utama dan :2 orang guru bantu,

para guru ini dipersiapkan untuk menangani kelas yang heterogen.

Pengelompokkan anak dalam satu kelas berdasarkan usia, dan di setiap

akhir tahun ajaran semua anak akan naik kelas. Memka mendapatkan

hak yang sama untuk naik kelas, walaupun tingkat ke1mampuannya

berbeda sehingga dalam proses pembelajarannya siswa autis dan siswa

reguler mendapatkan berbagai materi dalam tingkatan yang berbeda

sesuai dengan kemampuannya.

Atau sekurang-kurangnya sekolah inklusi berkomitme1n agar siswa autis

dapat ikut serta dalam kegiatan sekolah, hal ini terlihat pada model

sekolah inklusi pada level 1 dimana dalam suatu kelas terdapat anak

normal dan beberapa anak kelainan atau anak dengan kebutuhan khusus

yang bermacam-macam jenis. Ketika anak-anak berkelainan atau anak­

anak dengan kebutuhan khusus mernerlukan bantuan mereka

dipindahkan ke belakang dan akan dibantu oleh guru pendamping

sedangkan guru kelas tetap mengajar kepada anak-anak normal.

42

2.3.3. Tujuan pendidikan inklusi

Tujuan utama dari pendidikan inklusi agar semua siswa tidak terkecuali

siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang normal serta

memberikan pengalaman interaksi dengan lingkungan sosial, Pendidikan

inklusi dapat melayani semua siswa secara adekuat dengan memberi fasilitas

dan membantu proses belajar mengajar serta penyesuaian diri dari seluruh

siswa.

2.3.4. Manfaat pendidikan inklusi

Pendidikan inklusi memberikan manfaat bagi siswa-siswa berkebutuhan

khusus dan tidak berkebutuhan khusus.

1. Bagi siswa-siswa autis, manfaatnya antara lain adalah:

a. Pendidikan inklusi akan memberikan sense of belonging terhadap

lingkungan yang berbeda dari diri mereka, serta mengembangkan

perasaan menjadi suatu anggota dari komunitas yang beragam

b. Mengembangkan keterampilan sosial siswa autis

c. Melalui interaksi dengan anak-anak tidak berkebutuhan khusus, siswa

autis memiliki kesempatan untuk belajar membina hubungan

persahabatan, belajar untuk berkomunikasi, belajar menyelesaikan

masalah dalam pergaulan serta dapat memiliki "insight" mengenai

perilaku yang dapat diterima secara normatif di masyarakat.

43

2. Bagi anak-anak tidak berkebutuhan khusus, manfaatnya antara lain adalah:

a. Kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus, akan dapat

mengembangkan perasaan penerimaan dari anak normal terhadap

kehadiran anak berkebutuhan khusus di lingkungannya.

b. Memberikan kesempatan bagi anak-anak tidak berkebutuhan khusus

untuk mengalami kehidupan sosial yang beragam meskipun dalam skala

kelas.

c. Mengembangkan perasaan saling menghargai individu yang memiliki

karakteristik yang berbeda dari dirinya.

d. Mengembangkan sifat empati.

e. Mengembangkan perasaan sensitivitas terhadap keterbatasan orang

lain.

f. Anak-anak tidak berkebutuhan khusus dapat belajar memahami.

mengenai perbedaan individual

g. Memahami mengenai kecacatan secara umum.

h. Mengembangkan suatu perasaan menghargai keunikan karakteristik dan

perbedaan kemampuan terhadap individu.

i. Mendorong peri!aku verbal dan non-verbal serta perilaku fisik anak-anak

normal untuk tidak menjauhi anak-anak dengan kebutuhan khusus

sehingga akan meningkatkan kemampuan anak untuk membantu dan

mengajari teman sekelas. Baik anak yang berkebutuhan khusus maupun

yang tidak berkebutuhan khusus.

44

Dalam penelitian ini, sekolah inklusi merupakan wadah yang secara tidak

langsung dapat mempengaruhi perubahan persepsi siswa reguler mengenai

siswa autis dan berdampak pada interaksi diantara keduanya baik siswa

reguler terhadap siswa autis maupun siswa autis terhadap siswa reguler.

Dengan penerapan komponen-komponen keberhasilan penyelanggaraan

pendidikan inklusi secara baik dan benar maka keberhasilan tersebut dapat

dicapai oleh pihak sekolah sehingga diharapkan pihak sekolah mampu

menerapkan dengan benar secara konsisten setiap komponen-komponen

keberhasilan penyelanggaraan pendidikan inklusi agar tujuan dari sekolah

inklusi ini dapat tercapai.

2.4. Autisme

2.4.1. Pengertian autisme

Menurut Sadock dan Kaplan (1997:713) istilah autisme baru diperkenalkan

oleh Leo Kanner pada tahun 1943 sekalipun kelainan ini sudah ada sejak

berabad-abad yang lampau. Secara bahasa kata autism1a berasal dari kata

"autos" yang artinya diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran, Jadi

autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri

(www.puterakembara.com)

45

S.M Lubantobing (2001:82) mengatakan bahwa autisme atau gangguan

autistik adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang

sosial, komunikasi (bahasa), imajinasi, fleksibilitas, minat, kognisi dan atensi.

Gangguan autistik membuat seseorang tidak mampu meingadakan interaksi

sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.

Lebih lengkap lagi, menurut Sarasvati (2004: 135) yang merangkumnya dalam

berbagai sumber antara lain The Association for Autistic Children dan ISSAD

(Intervention Service for Autism and Developmental Delc;iy), untuk dapat

dikatakan sorang anak terdiagnosa autisme, seseorang harus memiliki 6

kriteria dari 3 daftar berikut ini, yaitu:

1. Gangguan dalam interaksi sosial (minimal 2 kriteria dari 4 kriteria), yaitu:

a. Rendahnya kemampuan berinteraksi sosial melalui komunikasi non­

. verbal, misalnya kurangnya kontak mata, ekspresr muka dan gerak­

gerik tubuh.

b. Tidak mampu berinteraksi sosial dalam kelompok, layaknya anak-anak

seusianya.

c. Tidak memiliki keinginan untuk berbagi kesenangan, prestasi atau

keingintahuan dengan anak-anak lain.

d. Tidak mampu memberikan reaksi secara sosial atau emosional atas

apa yang terjadi pada orang-orang di sekitar mereka, misalnya tidak

dapat menunjukkan simpati pada saat orang lain bersedih, tidak

membalas memeluk pada saat dipeluk dan tidak rnampu membaca

kemarahan di wajah orang lain.

2. Gangguan dalam komunikasi (minimal 1 kriteria dari 4 kriteria), yaitu:

46

a. Terlambat atau tidak adanya kemampuan berbicara yang mana tidak

juga dikompensasikan dengan menggunakan bahasa isyarat dengan

gerak tubuh.

b. Kalaupun dapat berbicara, tidak mampu memulai percakapan atau

mempertahankan percakapan.

c. Bahasa yang digunakan cenderung berulang-ulang, kaku, khas

(stereotype) dan agak aneh (idiosyncratic).

d. Dibandingkan dengan pertumbuhan anak seusianya, anak autis tidak

mampu bermain dengan meniru, khayalan, atau spontan.

3. Sering melakukan kegiatan, bertingkah laku dan merasa tertarik pada

sesuatu yang berulang-ulang, terbatas dan khas (minimal 1 kriteria dari 4

kriteria), yaitu:

a. Rasa tertarik yang cenderung abnormal dari segi fokus dan intensitas

terhadap suatu kegiatan yang khas dan terbatas. Misalnya mengulang­

u!ang sebuah adegan dari film video secara terus menerus, dan

berjalan tanpa henti dalam bentuk lingkaran.

b. Memiliki kebiasaan ritual atau rutin yang harus diikuti (yang sering kali

tidak bermakna apa-apa bagi orang lain). Misalnya harus melewati

jalan tertentu menuju ke sekolah atau hanya mau tidur jika

menggunakan baju tertentu.

c. Rasa tertarik berlebihan pada suatu bagian dari sebuah benda.

Misalnya roda pada mainan mobil-mobilan.

d. Sering melakukan gerakan tertentu yang khas dan berulang-ulang.

Misalnya mengepak-epakkan tangan secara berulang-ulang atau

berjongkok sambil menggoyang-goyangkan badan ke depan dan

belakang (rocking).

47

Selain memenuhi 6 kriteria di atas, kriteria tambahan sesorang dapat

dikatakan autis jika anak tersebut sebelum usia tiga (3) tahun sudah

menunjukkan ketidaknormalan atau keterlambatan dalam berinteraksi sosial,

berbicara dan bermain menggunakan daya imajinasi.

Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual) dalam Kaplan dan

Sadock (1997:715) seseorang dikatakan memiliki gangguan autistikjika:

1. Memiliki gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, dan

berefek samping pada:

a. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai.

b. Kontak mata sangat kurang.

c. Ekspresi muka kurang hidup.

d. Gerak-gerik kurang tertuju.

48

e. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.

f. Tidak memiliki sifat empati (tidak dapat merasakan apa yang dirasakan

orang lain).

g. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang

timbal balik.

2. Memiliki gangguan kualitatif dalam komunikasi, yang terlihat pada:

a. Perkembangan bicara yang terlambat atau sama sekali tidak

berkembang.

b. Tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal, dan biasanya

bila anak bisa bicara maka bicaranya tidak digunakan untuk

berkomunikasi.

c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.

d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat

meniru.

3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,

minat dan kegiatan, terlihat pada:

a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas

dan berlebihan.

b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidal<

ada gunanya.

c. Memiliki gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.

d. Seringkali tertarik atau terpukau pada bagian-bagian sebuah benda.

49

Ditambahkan dalam ICD - 1 O (International Clasification of Diseases) Gejala­

gejala di atas dapat timbul sejak lahir dan anak tidak pernah mengalami

perkembangan prilaku yang normal, namun ada juga anak yang sejak lahir

tampak normal dan baru pada usia sekitar 2 tahun terjadi hambatan

perkembangan pada prilakunya dan bahkan kemudian te~rjadi kemunduran.

Jadi dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan pada

perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang interaksi sosial,

komunikasi dan perilaku yang khas serta berulang-ulang dan terlihat sebelum

usia 3 tahun.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, anak autis memiliki pola pikir dan

tingkah laku yang unik. Secara lengkap Kaplan dan Sadock, menjelaskan

bahwa secara garis besar, anak autis memiliki karakteristik fisik dan perilaku

yang berbeda dengan anak normal lainnya. Untuk karakteristik fisik anak

autis, dalam penelitian Kanner (dalam Sadock dan Kaplan, 1997) pada usia 2

hingga 7 tahun memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan anak

normal lainnya. Sedangkan karakteristik perilaku, Sadock (1997, 716)

membaginya menjadi 6 kelompok yaitu:

1. Gangguan kualitatif pada interaksi sosial, pada masa usia sekolah, anak

autis menunjukkan ketidakrnampuan untuk bermain clengan teman

sebayanya, gagal dalam membentuk persahabatan serta gagal untuk

mengekspresikan empatinya.

50

2. Gangguan komunikasi dan bahasa, misalnya pada anak autis yang aktif

tapi "aneh" mereka lebih banyak berkata dibandingkan dengan apa yang

dimengertinya, hampir semua kata dalam kalimat yang mungkin di luar

perbendaharaan kata anak-anak, pembicaraannya mengandung

echolalia, sering terbalik dalam menyebutkan kata ganti (misalnya saya

jadi kamu).

3. Perilaku streotipik, terlihat pada kegiatan atau aktivitasnya yang kaku,

berulang dan monoton.

4. Ketidakstabilan mood dan afek, terlihat pada seringnya tertawa atau

menangis tanpa terlihat alasan yang jelas, tidak dapat mengekspresikan

pikiran yang sesuai dengan afeknya.

5. Respon terhadap stimuli, pada anak autis dapat dikelompokkan menjadi 2

yaitu sangat responsif atau kurang responsif terhadap stimuli (misalnya

pada stimulus suara atau rasa nyeri).

6. Gejala perilaku lain, mencakup prilaku tempertantrum, hiperkinesis,

hiperaktivitas dan sering diikuti oleh prilaku menyakiti d!ri sendiri

2.4.2. Etiologi Autisme

Menurut Sarasvati (2004:137), hingga saat ini, para ahli sepakat bahwa

belum ditemukannya penyebab pasti pemicu munculnya autisme. Adapun

51

prediksi yang dapat diberikan oleh para ahli sebagai penyebab autisme

antara lain adalah komplikasi sebelum dan setelah melahirkan, vaksin MMR

(Mumps, Meas/es, Rubella), polusi lingkungan, faktor genetik, keracunan

logam berat serta alergi terhadap suatu makanan tertentu.

Lebih lengkap Kaplan dan Sadock (1997) menjelaskan ada tujuh (7) etiologi

dan patogenesis dalam menjelaskan autisme, yaitu:

1. faktor psikodinamika dan keluarga, zaman dahulu orang menyangka

bahwa gejala-gejala autisme sangat erat kaitannya di~ngan hubungan

interaksional yang tidak mendukung. Dalam laporan awal Kanner (dalam

Kaplan dan Sadock) menulis bahwa beberapa orang tua dengan anak­

anak autis adalah benar-benar pemarah dan untuk sebagian besarnya

adalah orang tua dengan anggota keluarga yang merniliki preokupasi

dengan abstraksi intelektual dan cenderung sedikit mengekspresikan

perhatian yang murni terhadap anak-anaknya, sehingga muncul berbagai

teori yang berkaitan dengan faktor psikodinamika dan keluarga antara lain

adalah teori "Psikogenik" yang diperkenalkan oleh Kanner dan "The

Mother Frigid" yang diperkenalkan oleh Bruno Bettelhiem (dalam

Nirmala,2002, 13). Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

teori tersebut tidak digunakan lagi, hanya Kaplan dan Sadock memberikan

penekanan bahwa beberapa anak autis berespon terhadap stressor

psikologi sosial dengan eksaserbasi gejala.

52

2. kelainan organik-neurologis-biologis, dalam Kaplan dan Sadock dikatakan

bahwa anak-anak autis secara bermakna memiliki lebih banyak anomali

fisik kongenital yang lebih ringan dibandingkan sanak saudaranya dan

kontrol normal menyatakan bahwa komplikasi kehamilan dalam trimester

pertama sangat bermakna. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bernard

Rimland, dijelaskan bahwa ada kelainan susunan saraf pusat yang

mungkin melandasi gejala autisme, lebih lanjut ditambahkan oleh Eric

Courchesne (1999) bahwa pada penyandang autis terdapat pengecilan

otak kecil terutama pada lobus VI-VII, dimana pada lobus tersebut banyak

mengandung sel-sel purkiinje yang berguna dalam pHrkembangan

bahasa.

3. fal<tor genetik, dalam menjelaskan faktor genetik Folstein dan Rutter

(1978) mengadakan penelitian terhadap 20 pasangan anak kembar yang

sedikitnya satu dari pasangan kembarannya mengalami autis dan 11

pasangan tersebut adalah kembar identik. Ditemukan dari 11 pasangan

kembar identik, 4 pasangan mengalami autistik dan 5 pasangan

kembaran lainnya memperlihatkan abnormalitas dalam fungsi bicara dan

bahasa (merupakan salah satu karakter penyandang autis) sedangkan

diantara kembaran tidak identik, pasangan kembaran tersebut ternyata

tidak ada yang mengalami gejala-gejala autistik (dalam Costello dan

Costello, 1992).

53

4. faktor imunologis, beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas

imunologi antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan

autistik. Limfosit beberapa anak autis bereaksi dengan antibodi maternal

yang akan meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan neural embrionik

dan ekstraembrional mungkin mengalami kerusakan selama kehamilan.

5. Faktor perinatal, tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal

tampaknya terjadi pada anak-anak dengan gangguan autistik, walaupun

tidak ada komplikasi yang secara langsung clinyatakan sebagai

penyebabnya. Selama gestasi, perdarahan maternal setelah trimester

pertama clan mekonium dalam cairan amnion telah d1laporkan lebih sering

ditemukan pada anak autis dibandingkan populasi umum. Dalam periode

neonatus anak autis memiliki insiden tinggi sindroma gawat pernafasan

clan anemia neonatus.

6. Temuan neuroanatomi, telah diperkirakan bahwa ba~1ian otak yang

abnormal pada anak-anak autis adalah lobus temporalis. Menurut Kaplan

clan Sadock (1997) kerusakan pada lobus temporalis binatang

menyebabkan kegelisahan, perilaku motorik yang be1·ulang, kumpulan

perilaku-perilaku yang terbatas serta hilangnya perilaku sosial yang

diharapkan. Selanjutnya ditemukan pula faktor lain pada gangguan

autistik yaitu penurunan sel purkinje di serebelum yang mempengaruhi

kelainan atensi, kesadaran clan proses sensorik.

54

7. Temuan biokimiawi, ditemukan sekurang-kurangnya sepertiga pasien

dengan gangguan autistik mengalami peningkatan serotonin plasma dan

pada beberapa anak dengan gangguan ini mengalami peningkatan

ttwmi:wanilicarOOJ ( ~lHitu muihl:l:IDiltdtQ:pBI 1 lirj )cttEitamcmi.imnraml?ibrospinalis.

fil1Bl1 in iwrom mmntlmrilffinamdi I fPliiiB fPBnirgj4ffimni im>tooictirricdian perilaku

stereotipik

2.4.3. Pravelensi Autisme

Menurut penyelidikan di Amerika dalam Sarasvati (2004:137} disebutkan

bahwa autisme terjadi kurang lebih pada 10 anak dari 10.000 kelahiran dan

pada sebagian besar kasus, autisme dimulai sebelum usia 36 bulan tetapi

mungkin tidak terlihat bagi orang tua, tergantung pada kesadaran orang tua

tersebut dan tingkat keparahannya (Kaplan dan Sadock: 1997).

Gangguan autisme terjadinya empat kaii lebih sering pada bayi laki-laki

dibandingkan dengan bayi perempuan ditambahkan oleh Kaplan dan Sadock

(1997) apabila gangguan ini terjadi pada perempuan biasanya memiliki

tingkat keparahan yang lebih tinggi dan lebih cendrung memiliki riwayat

keluarga dengan gangguan kognitif.

Pada bulan mei 2002, disebutkan bahwa 1 diantara 150 anak berusia

dibawah 1 O tahun memiliki gejala autisme, data ini belum mencakup autisme

55

dewasa dan jika di total secara keseluruhan dengan auti:sme dewasa

jumlahnya menjadi sekitar satu juta orang. Hal ini lima kali lipat banyaknya

dari Down Syndrome dan tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan penderita

diabetes anak-anak (Juveni/le Diabetes)

2.4.4. lnteraksi sosial anak autis

lnteraksi sosial yang memberikan kebahagiaan dan kese1nangan bagi anak­

anak normal pada umumnya, tapi bagi anak autis kegiatan tersebut justru

menjadi hal yang paling menggangu dan menimbulkan kebutuhan isolasi atau

pengasingan diri sebagai bentuk pertahanan diri. Hal ini merupakan sebuah

masalah pembentukan biologis yang berbeda pada anak:-anak dengan

gangguan autistik dan diiringi dengan jenis kognitif yang berbeda. lnilah yang

menyebabkan reaksinya terlihat aneh terhadap cara-cara pengungkapan rasa

kasih sayang yang biasa melalui bahasa senyuman, buaian dan kontak mata.

Menurut Watson dan Marcus (1998:86) perkembangan interaksi sosial anak­

anak dengan gangguan autisme dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu:

1. Usia 6 bulan, dengan ciri-ciri:

a. Anak-anak dengan gangguan autistik terlihat kurang aktif

b. Kontak mata yang minim

c. Tidak ada respon antisipasi secara normal

56

2. Usia 8 bulan, dengan ciri-ciri:

a. Menarik diri secara aktif

b. Menolak interaksi sosial

3. Usia 12 bulan, dengan ciri-ciri:

a. Sosiabilitas anak mulai menurun ketika anak mulai belajar berjalan dan

merangkak

4. Usia 24 bulan, dengan ciri-ciri:

a. Sudah dapat membedakan orang tua dari orang lain, tapi sangat

sedikit afeksi yang diekspresikan

b. Bersikap acuh terhadap orang dewasa selain orang tuanya

c. Lebih suka menyendiri

5. Usia 36 bulan, dengan ciri-ciri:

a. Tidak dapat menerima anak lain dengan sensitivitas yang berlebihan

b. Tidak memahami makna hukuman

6. Usia 48 bulan, dengan ciri-ciri:

a. Tidak dapat memahami aturan dalam permainan dengan teman

sebaya

7. Usia 60 bulan, dengan ciri-ciri:

a. Dapat berinteraksi, tetapi dengan pola dan gaya yang "aneh"

b. Lebih berorientasi pada orang dewasa.

Lebih lanjut menurut Gemah Nuripah dalam harian pikiran rakyat (2004),

pada umumnya ada empat tingkatan atau tahapan kemampuan interaksi

sosial yang dilakukan anak-anak autis, yaitu: (www.pikiranrakyat.com).

1. The own stage, dengan ciri-ciri:

a. Anak tidak bergantung pada orang lain.

b. Kurang berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah

berinteraksi dengan anak lain.

c. Bermain dengan cara yang tidak lazim dan membuat suara untuk

menenangkan diri.

d. Menjerit atau menangis untuk menyatakan protes ..

e. Suka tersenyum bahkan tertawa sendiri dan hampir tidak mengerti

kata-kata yang orang lain ucapkan.

2. The requerter stage dengan ciri-ciri:

a. Anak mulai dapat berinteraksi walaupun dengan singkat.

b. Menggunakan suara atau mengulang beberapa kata untuk

menenangkan diri.

c. Menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu.

d. Dapat melakukan permainan fisik dengan melakukan kontak mata,

senyuman, gerak tubuh atau suara.

e. Dapat memahami perintah secara sederhana dan tahap-tahap rutin

yang dilakukan keluarga.

57

3. The early communicator stage, dengan ciri-ciri:

a. Anak sudah dapat berinteraksi dengan orang tua dan orang yang

dikenalnya.

b. Dapat bermain dalam jangka waktu yang cukup lama namun masih

sering melakukan pengulangan permainan yang clisukai.

c. Echolalia (mengulang perkataan yang orang lain katakan).

d. Sudah mulai memprotes atau menolak sesuatu meski dengan

menggunakan gerak, suara dan ada pula yang menggunakan kata

yang sama.

58

e. Mulai mengerti kalimat sederhana atau kalimat yang sering digunakan.

f. Mengerti nama benda dan nama orang-orang yang sehari-hari ditemui.

4. The partner stage, dengan ciri-ciri:

a. Anak sudah dapat berinteraksi dengan orang lain dengan waktu yang

cukup lama.

b. Bermain dengan anak lain dan sudah menggunakan kata-kata atau

metode lain dalam berkomunikasi untuk meminta, prates, setuju,

menarik perhatian sesuatu, bertanya dan menjawab sesuatu.

c. Sudah dapat membuat kalimat sendiri dan melakukan percakapan

pendek.

d. Masih sering rnelakukan echolalia, bila tidak men9erti perkataan orang

lain dan tidak dapat membuat kalimat.

59

e. Anak sudah paham atas isyarat sosial yang diberikan orang lain

melalui ekspresi wajah atau bahasa tetapi belum mengerti humor atau

permainan kata-kata.

f. Masih sering melakukan kesalahan tata bahasa te1rutama kata ganti

saya, dia dan kamu.

g. Masih sering bingung dalam memahami aturan pe,rcakapan dan jika

percakapan tersebut terlalu panjang.

Menu rut Lorna Wing dalam Theo Peeters (2004: 109) bila dilihat dalam

kemampuan interaksi sosial, anak-anak dengan ganggu21n autistik dapat

dikelompokkan menjadi:

1. Kelompok penyendiri, dengan ciri-ciri:

a. Selalu menyendiri

b. Tidak peduli dalam sebagian besar situasi (kecuali ada kebutuhan

yang harus terpenuhi)

c. Dapat berinteraksi secara fisik dengan orang dewasa (mencolek dan

eksplorasi fisik)

d. Kontak mata masih rendah dan enggan untuk bertatapan

e. Memiliki minat yang rendah sehingga terkadang lupa akan perubahan

yang terjadi di sekitarnya

f. Masih timbul prilaku repetitif dan streotip dan memiliki defisiensi

kognitif (kurangnya kesadaran) tingkat seclang hin1iga berat.

60

2. Kelompok pasif, dengan ciri-ciri:

a. Anak sudah tidak menyendiri.

b. Anak sudah tidak menghindari proses interaksi dan mulai menerima

perkataan orang lain, tetapi hanya sebatas dalam pendekatan sosial

secara spontan dan terlihat pasif sehingga mendorong terjadinya

interaksi dari anak-anak lain tapi jarang terjadi penolakan sosial secara

a kt if.

c. Dapat berkomunikasi secara verbal maupun non-verbal tetapi masih

timbul echolalia.

d. Memiliki berbagai tingkat kekurangan kognitif.

3. Kelompok aktif tetapi "aneh" dengan ciri-ciri:

a. Anak sudah mulai melakukan pendekatan sosial secara spontan dan

sudah dapat berinteraksi meskipun lebih sering deingan orang dewasa

daripada dengan teman sebaya.

b. Aktif berinteraksi dan memiliki kemampuan bahasa yang komunikatif

tetapi dalam berinteraksi masih sering melibatkan keasyikan repetitif

dan idiosinkratik (aneh).

c. Kurang dapat mengambil peran dalam berinteraksi yang disebabkan

karena persepsi yang rendah terhadap kebutuhan pendengar.

d. Bermasalah pada penggantian topik pembicaraan.

61

Klasifikasi yang diungkapkan oleh Lorna Wing dalam Theo Peeters

(2004: 109) tidak harus diterapkan secara ketat, ciri-ciri satu kelompok dapat

juga masuk ke dalam kelompok lain. Bahkan dalam diri seorang anak autis

dapat memperlihatkan ciri-ciri pada kelompok yang berbEida pada situasi dan

kondisi yang berbeda.

2.5. Kerangka Berfikir

Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung seluruh siswanya di dalam

kelas yang sama, baik yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak

berkebutuhan khusus (normal) atau yang sering disebut sebagai siswa

reguler. Salah satu siswa yang berkebutuhan khusus adalah siswa autis yaitu

siswa-siswa dengan gangguan perkembangan fungsi otak yang ditunjukkan

sebelum usia tiga tahun dan mencakup bidang sosial, komunikasi (bahasa),

imajinasi, fleksibilitas, minat, kognisi dan atensi. Menurut DSM - IV dalam

Kaplan dan Sadock (1997) beberapa karakteristik perilaku anak autis antara

lain adalah gangguan kualitatif pada interaksi sosial, gan~1guan kualitatif

dalam berkomunikasi, perilaku stereotipik, ketidakstabilan mood dan afek,

respon terhadap stimuli serta gejala perilaku lain yang mencakup temper

tantrum, hiperkinesis, hiperaktiv dan perilaku menyakiti diri sendiri. Dengan

adanya gangguan-gangguan tersebut, tingkah laku siswa autis sering terlihat

aneh dan menyebabkan persepsi yang berbeda-beda antara individu yang

satu dengan individu yang lain mengenai siswa autis.

62

Pada saat ini umumnya persepsi mengenai anak autis masih bernilai negatif

misalnya sebutan sebagai anak cacat mental, anak bodoh, bahkan sampai

dengan label "anak kutukan" dan "anak gila", adapun reaksi-reaksi yang

ditumbulkan oleh setiap anak dari persepsi tersebut berbeda-beda ada yang

merasa kasihan, ada yang merasa "jijik" bahkan ada yang mengejek sampai

memusuhinya.

Hal ini sesuai dengan pendapat lrwanto (2002:258) yan9 menyebutkan

bahwa Persepsi seseorang terhadap orang lain adalah faktor penting yang

sangat mempengaruhi aksi dan reaksi dalam situasi sosial. Pendapat ini

didukung oleh pendapat Freedman dalam Adinia (2005:'14) yang menjelaskan

bahwa persepsi seseorang terhadap orang lain, merupal<an hal yang penting

di dalam suatu hubungan interpersonal, dengan persepsi tersebut seseorang

akan memberikan pengetahuan dan harapan kepada orang yang

dipersepsikannya, dan secara langsung mempengaruhi sikap dan tingkah

laku yang keluar dalam berinteraksi sosial.

lnteraksi sosial menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto (1990:61)

adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan

63

antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun

antara orang perorangan-kelompok manusia.Menurut Kimball Young dan

Raymond W Mack dalam Soerjono Soekanto (1990:61) interaksi sosial

merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. Sekolah merupakan salah

satu wadah kehidupan sosial seseorang

Di sekolah inklusi, dimana siswa autis dan siswa reguler berada dalam satu

kelas yang sama akan berpengaruh terhadap perubahan ciri-ciri perilaku

siswa autis, hal ini disebabkan karena di sekolah inklusi siswa autis

mendapatkan contoh atau role model yang secara konstan mengajarkan

bagaimana berperilaku yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Kondisi

seperti ini lama-kelamaan dapat merubah persepsi siswa reguler terhadap

siswa autis, karena menurut lrwanto (2002) persepsi sosial merupakan

penilaian terhadap penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku. Dengan adanya

perubahan persepsi maka kegiatan interaksi sosial yang terjadi diantara

keduanya berubah pula.

Berdasarkan paparan teori yang telah disampaikan diketahui bahwa sekolah

inklusi dapat merubah ciri-ciri perilaku siswa autis melalui penerapan

komponen-komponen yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan inklusi.

Hal ini berpengaruh terhadap perubahan persepsi siswa reguler terhadap

siswa autis, yang dimana persepsi siswa reguler mengenai siswa autis

64

memiliki hubungan terhadap interaksi sosialnya, semak.in positif persepsi

siswa reguler terhadap siswa autis, semakin positif interaksi sosial yang

dilakukan diantara mereka dan terimplementasikan dengan pola-pola perilaku

sosial, misalnya perilaku kerjasama diantara keduanya, sikap ramah dan

empati dari siswa reguler kepada siswa autis. Begitu ju9a sebaliknya semakin

negatif persepsi siswa reguler terhadap siswa autis, semakin negatif interaksi

sosial yang diantara mereka dan terimplementasikan dengan pola-pola

perilaku tidak sosial, misalnya perilaku agresif dan perilaku negativ diantara

keduanya. Adapun skema kerangka berfikir penulis dalam penelitian ini

adalah:

65

SEKOLAH INKLIUSI

I Sekolah inklusi I IL Positif II l Ciri-ciri perilaku Persepsi siswa

lnteraksi sosial siswa autis . reguler terhadap . - siswa regular

siswa autis terhadap siswa autis

Le Negatif 1J Gambar 2.2.

Bagan kerangka berfikir

2.6. Hipotesa

Ha: Ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial

siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi

Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi

sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi

BAB3

METODOLOGI PENELITl,~N

Pada bab 3 metodologi penelitian, akan dibahas beberapa sub bab antara

lain adalah jenis penelitian, definisi kontekstual dan operasional variabel,

subjek penelitian, pengumpulan data, analisa data dan prosedur penelitian.

Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam sub­

sub bab di bawah ini.

3.1. Jenis penelitian

3.1.1. Pendekatan penelitian

Secara garis besar tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu

melihat gambaran umum mengenai persepsi dan interaksi sosial siswa

reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya serta

mengetahui adakah hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa

reguler terhadap siswa autis.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif

yaitu jenis penelitian yang data dan hasilnya diolah dan disajikan dalam

bentuk bilangan menggunakan teknik statistik.

67

3.1.2. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif korelasional.

Menurut Ronny Kountur (2007, 108) Metode deskriptif m13rupakan metode

penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau uraian atas

suatu keadaan sejelas mungkin. Sedangkan metode komlasional menurut

Ronny Kountur (2007, 111) adalah metode penelitian yang dimaksudkan

untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua atau beberapa

variabel. Jadi metode deskriptif korelasional adalah metode penelitian yang

memberikan gambaran atas keadaan-keadaan yang ada sejelas mungkin

dan kemudian dicari ada atau tidak adanya hubungan diantara keadaan­

keadaan tersebut.

Adapun alasan penggunaan metode ini, adalah untuk memaparkan keadaan­

keadaan yang ada, dalam penelitian ini adalah pemaparan mengenai

gambaran umum persepsi siswa reguler terhadap siswa ;3utis dan pemaparan

mengenai gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa

autis, serta mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara persepsi

siswa reguler di sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnya dengan

interaksi sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di

sekolahnya.

3.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel

3.2.1. Variabel bebas

Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah persepsi si!;wa reguler di

sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnnya.

68

Sedangkan definisi operasional yang penulis gunakan mengacu pada

pendapat lrwanto (2002,258) yang menyatakan bahwa p'ersepsi yang

memiliki objek manusia atau individu lain disebut sebagai persepsi sosial

yaitu penilaian terhadap penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain.

Karena pada anak autis perbedaan ciri-ciri perilaku terlihat sang at jelas, maka

persepsi sosial yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya dengan

melihat persepsi sosial siswa reguler di sekolah inklusi mengenai ciri-ciri

perilaku siswa autis di sekolahnya.Adapun ciri-ciri perilaku siswa autis yang

digunakan mengacu pada DSM - IV yaitu: ciri-ciri perilaku pada saat

interaksi sosial, ciri-ciri perilaku dalam berkomunikasi, perilaku stereotipik,

ketidakstabilan mood dan afek, respon terhadap sensori, serta gejala perilaku

lain yang mencakup temper tantrum, hiperaktif/hiperkinesis, dan perilaku

menyakiti diri sendiri, seperti dalam tabel di bawah ini:

69

Aspek lndikator

Gagal dalam berinteraksi sosial Gagal untuk bermain bersama teman

s·ebayanya

Gagal untuk membuat persahabatan

Gagal untuk bersikap empati

Gagal dalam berkomunikasi Pembicaraannya mengandung

Echola/ia

Terbalik menggunakan kata ganti

Perilaku stereotipik Aktivitas yang kaku

Aktivitas yang berulang

Aktivitas yang monoton

Ketidakstabilan mood dan afek Tidak mampu mengekspresikan

perasaannya sesuai afek

Mengungkapkan perasaan-

perasaannya tanpa terlihat adanya

alasan yang jelas

Respon terhadap stimuli Sangat responsif terhadap stimuli

Ku rang responsif terhadap stimuli

Gejala perilaku lain Tempertantrum

Perilaku mEmyakiti diri sendiri

Hiperaktiv/hiperkinesis

Tabel 3.1. Aspek dan indikator untuk variabel persepsi

3.2.2. Variabel terikat

Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah interaksi sosial siswa reguler di

sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya.

70

Sedangkan definisi operasionalnya yang penulis gunakan mengacu pada

pendapat Hurlock (1991,262) mengenai pola-pola perilaf:u yang terjadi pada

masa kanak-kanak awal, dan akan terus berkembang untuk masa-masa

selanjutnya dan dibagi menjadi dua kolompok yaitu pola perilaku yang

termasuk dalam proses sosial meliputi kerjasama, persaingan, kemurahan

hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ket13rgantungan, sikap

ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru serta perilaku

kelekatan, dan pola perilaku yang termasuk dalam proses tidak sosial

meliputi negativisme, agresif, pertengkaran, mengejek dan menggertak,

perilaku yang sok kuasa, egosentrisme, prasangka dan antagonisme jenis

kelamin. Adapun pola perilaku yang digunakan dalam penelitian ini dan

termasuk dalam proses sosial meliputi perilaku kerjasama, sikap empati,

sikap ramah dan perilaku bersaing. Sedangkan pola perilaku yang digunakan

dalam penelitian ini dan termasuk dalam proses tidak sosial adalah perilaku

negativisme dan perilaku agresi, disini dapat dilihat bahwa tidak semua aspek

yang cliungkapkan oleh Hurlock penulis gunakan, hal ini disebabkan karena

beberapa perilaku yang dibedakan menurut Hurlock penulis masukkan ke

dalam satu aspek, misalnya perilaku mengejek dan menggertak, penulis

memasukkannya kedalam aspek perilaku negativisme jik.a dilakukan untuk

membalas perilaku siswa autis atau perilaku agresi jika dilakukan untuk

memulai pertengkaran dan perilaku murah hati dapat dijadikan satu aspek

71

dengan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Adapun aspek dan indikator

penelitian yang digunakan, seperti dalam tabel di bawah ini:

Aspek lndikator

Perilaku sosial

1. Perilaku ramah Tersenyum ketika bertemu dengan

temannya yang autis

Memanggil dan mengucapkan kata

sapaan (hei/hello} ketika bertemu dengan

temannya yang autis

Membalas sapaan temannya yang autis

Meminta izin ketika meminjam milik

temannya yang autis

Mengucapkan terima kasih setelah

meminjam barang temannya yang autis

Meminta maaf kepada anak autis jika

melakukan kesalahan

2. Perilaku kerjasama Dapat bermain bersama dengan

temannya yang autis

Dapat bermain menggunakan alat

permainan bersama dengan temannya

yang autis

3. Perilaku empati Membantu lt~man yang autis ketika

mereka membutuhkan bantuan

Menghibur h~man yang autis ketika

mereka membutuhkannya

4. Perilaku bersaing Menerima ~~ekalahan dirinya atas

temannya yang autis

72

Perilaku tidak sosial

1. perilaku agresi Melakukan penyerangan secara fisik

Melakukan penyerangan secara lisan

2. perilaku negativisme Melakukan perlawanan secara lisan

Melakukan perlawanan secara fisik

Tabel 3.2. Aspek dan indikator untuk variabel interaksi sosial

3.3. Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi reguler kelas IV B

sekolah inklusi Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gedong 04 Pagi Jakarta Timur

dan memiliki siswa autis di kelasnya. Dengan rincian jumlah siswa-siswa

dikelas tersebut adalah sebagai berikut:

--Kelas IV Jumlah siswa Jumlah siswa

reguler berkebutuhan khusus Total

2 (1 anak berkesulitan

B 25 belajar dan 1 anak autis) 27

Tabel 3.3. Jumlah siswa kelas IV B pada SDN Gedon9 04 Pagi

Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan

dianggap representatif mewakili populasi tersebut. Dalam penelitian ini

sampel yang digunakan adalah keseluruhan siswa-siswi reguler kelas IV B

yang berjumlah 25 orang siswa.

73

3.3.2. Tehnik pengambilan sampel.

Tehnik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah tehnik populasi

yaitu pengambilan sampel dari seluruh populasi, karena menurut Arikunto

(2003, 125) jika populasi kurang dari 100 atau antara 100 hingga 150

sebaiknya digunakan seluruhnya. Hal ini didukung dengan pendapat Liebert

dan Liepert yang mengungkapkan bahwa untuk penelitian pada institusi

pendidikan sebaiknya menggunakan seluruh populasi, ini dimaksudkan agar

tidak terjadi "gap" antara yang terpilih menjadi sampel dan yang tidak terpilih

menjadi sampel, karena dengan "gap" tersebut dapat mempengaruhi hasil

angket penelitian,

3.4. Pengumpulan Data

3.4.1. Metode dan instrumen pengumpulan data

3.4.1.1. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data menu rut Arikunto (2003: 134) adalah cara-cara

yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun

metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah angket yaitu

kumpulan dari pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seseorang,

dan cara menjawabnya dilakukan secara tertulis pula. Dalam penelitian ini

penulis menggunakan tiga (3) angket yaitu angket persepsi, angket interaksi

sosial serta angket tambahan mengenai objek penelitian yang mencakup

identitas objek, riwayat perkembangan objek dan riwayat kelahiran objek.

74

Sebagai pelengkap penulis menggunakan metode wawancara dan observasi

sebagai studi pendahuluan dan sebagai pengumpul data tambahan. Hal ini

digunakan untuk mengetahui data-data tambahan yang menurut penulis

memiliki keterkaitan dengan kedua variabel yang penulis teliti sehingga dapat

menguatkan data-data penelitian penulis.

3.4.1.2. lnstrumen pengumpulan data

Dalam Arikunto (2003: 135) instrument pengumpulan data adalah ala! bantu

bagi peneliti di dalam menggunakan metode pengumpulan data. Untuk

instrument pengumpulan data, peneliti menggunakan angket, skala dan

pedoman wawancara.

Angket dalam Arikunto (2003, 135) merupakan sebuah instrumen

pengumpulan data yang bentuknya seperti kumpulan pertanyaan diajukan

secara ditulis dan dijawab secara tertulis pula. lnstrumen angket dalam

Arikunto (2003, 136) dibagi menjadi tiga (3) yaitu angket terbuka, angket

tertutup dan angket campuran.

75

Skala dalam Arikunto (2003, 140) merupakan sebuah instrumen pengumpulan

data yang bentuknya seperti daftar cocok tetapi alternatif yang disediakan

merupakan sesuatu yang berjenjang. Skala persepsi dan skala interaksi

sosial yang penulis gunakan adalah model skala likert. l\/lerupakan sebuah

gradasi dari satu jenis kualitas, yang alternatif jawabannya terdiri dari 4

tingkatan, dapat diperbesar rentangannya maupun diperkecil rentangannya

sesuai keinginan dan kepentingan peneliti (Arikunto,200:3:141-142).

Sedangkan pedoman wawancara adalah suatu daftar pe1rtanyaan atau

pernyataan yang akan ditanyakan kepada subjek penelitian dan digunakan

agar tidak banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlupakan saat proses

wawancara berlangsung.

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, angket yang

digunakan adalah angket campuran mengenai objek penelitian yang terdiri

dari iclentitas objek, riwayat kelahiran objek serta riwayat perkembangan

objek. Sedangkan skala yang penulis gunakan adalah sl<ala persepsi dan

skala interaksi sosial, dan pedoman wawancara yang diuunakan adalah

pedoman wawancara mengenai tipe interaksi sosial yan!J dilakukan oleh

siswa autis yang menjadi objek penelitian pada saat berada di sekolah serta

pelaksanaan komponen-komponen keberhasilan pendidikan inklusi yang

dilakukan oleh SON Gedong 04 Pagi.

76

A. Angket dan angket

Untuk angket dengan angket campuran yang penulis gunakan sebagai

metode dan instrumen pengumpulan data merupakan angket mengenai objek

penelitian yang penulis berikan kepada orang tua objek penelitian yang terdiri

atas angket identitas objek, angket riwayat kelahiran objHk meliputi pra-natal,

natal dan neo natal serta angket riwayat perkembangan objek meliputi

riwayat kesehatan dan riwayat pendidikan dan digunakan sebagai data

tambahan.

B. Angket dan skala

Untuk metode dengan instrumen pengumpulan data angl<et dan skala.

Penulis menggunakan angket persepsi dengan skala persepsi, serta angket

interaksi sosial dengan skala interaksi sosial .Untuk angket persepsi dengan

skala persepsi, digunakan agar penulis mengetahui pers1~psi sosial siswa

reguler di sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolal111ya, dan untuk

mengetahui bagaimana persepsi sosial siswa reguler mengenai siswa autis,

penulis menggunakan 30 item pernyataan. Adapun tabel blue printnya adalah

sebagai berikut:

77

Total

No Aspek Item item

Favorable Unfavorable

Ciri-ciri perilaku dalam interaksi

1. sosial 1,2,7,13 3,6,14 7

Ciri-ciri perilaku dalam

2 berkomunikasi 18, 19,23 4, 16 5

3 Perilaku stereotipik 29 5,12,17 4

4 Ketidakstabilan mood dan afek 8, 10 28,30 4

5 Respon terhadap sensori 25,27 15,21,24 5

6 Gejala perilaku lain 9, 11 20,22,26 5

Total 14 16 30

Tabel 3.4. Blue print dalam try out skala persepsi

Dalam skala persepsi, penulis menggunakan 2 alternatif jawaban yaitu

setuju, dan tidak setuju, hal ini disesuaikan dengan kemampuan kognitif pada

usia tersebut yang rata-rata berusia 9 tahun. dan dibagi dalam item

favorable dan item unfavorable. Pada item favorable set1Jju diberi nilai 2, tidak

setuju diberi nilai 1, sedangkan pada item unfavorable setuju diberi nilai 1,

dan tidak setuju diberi nilai 2. Seperti dalam tabel dibawah ini:

Pilihan jawaban item favorable item unfavorable

Setuju 2 1

Tidak setuju 1 2

Tabel 3.5. Skor untuk Pernyataan item favorable dan item unfavorable

78

Sedangkan untuk angket interaksi sosial dengan skala interaksi sosial,

digunakan agar penulis mengetahui interaksi sosial sosial siswa reguler di

sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya, dan untuk mengetahui

bagaimana interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis, penulis

menggunakan 20 item pernyataan. Adapun blue print pada skala interaksi

sosial seperti dalam tabel berikut ini:

Total

No Aspek Item item

Proses sosial Proses tidak sosial

1. Prilaku kerjasama 8, 10,20 - 3

2 Sikap empati 7,18,15 - 3

3 Sikap ramah 1,3,5, 12, 13 - 5

4 Perilaku bersaing 2,4 - 2

5 Negativisme - 9,16,14,17 4

6 Perilaku agresi - 6, 11, 19 3

Total 13 7 20

Tabel 3.6. Blue print dalam try out skala interaksi sosial

Dalam skala interaksi sosial, penulis menggunakan 2 alternatif jawaban yaitu

pernah dan tidak pernah, yang dibagi menjadi item yang termasuk dalam

proses sosial dan item yang termasuk dalam proses tidak sosial. Pada item

proses sosial jawaban pernah diberi nilai 2 dan tidak pernah diberi nilai 1 ,

sedangkan pada item proses tidak sosial jawaban pernah diberi nilai 1 dan

tidak pernah diberi nilai 2. Seperti dalam label di bawah ini:

79

item proses tidak

Pilihan jawaban item proses sosial sosial

Pernah 2 1

Tidak pernah 1 2

Tabel 3.7. Skor untuk pernyataan untuk item proses sosial dan item proses tidak

sosial

C. Wawancara dan pedoman wawancara.

Wawancara merupakan salah satu alat pengumpulan data, melalui interaksi

verbal secara langsung antara pewawancara dengan responden {dalam

Kontour:2007)

Dalam penelitian ini wawancara digunakan untuk mendapatkan data-data

tambahan yang penulis anggap memiliki hubungan dengan variabel bebas

dan variabel terikat. Agar wawancara ini tidak keluar dari apa yang ingin

penulis ketahui, penulis menggunakan pedoman wawanc:ara. Adapun data-

data tambahan yang penulis gunakan antara lain adalah:

1. Pelaksanaan komponen-komponen keberhasilan pendidikan inklusi yang

dijalankan oleh Sekolah Dasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi Jakarta

timur, yang mencakup persiapan sebelum menerima anak autis, adanya

kolaborasi antara orang tua dengan guru, adanya kolaborasi orang tua

dengan sekolah, adanya dukungan sekolah, pelatihan teman sebaya,

implementasi atau pelaksanaan pembelajaran di kela1s serta komitmen

sekolah.

2. Tipe interaksi sosial siswa autis yang dijadikan objek penelitian, hal ini

mengacu pada pendapat Lorna Wings yang menyebutkan ada 3

kelompok tipe interaksi anak autis yaitu penyendiri, pasif serta aktif tapi

"aneh". Serta tahapan kemampuan interaksi sosial yang sedang dialami

oleh objek penelitian dan mengacu pada pendapat Gemah Nuripah

(dalam Pikiran Rakyat,2004)

3.4.2. Tehnik Uji lnstrumen

Sebelum penelitian ini dilakukan, penulis melakukan uji instrument, adapun

tujuan dari uji instrument ini adalah:

1. Mengetahui pemahaman subjek penelitian terhadap pernyataan­

pernyataan pada item-item yang di berikan.

2. Mengetahui tingkat validitas instrument penelitian, dalam hal ini penulis

menggunakan perhitungan komputerisasi dalam pro~1ram SPSS versi

11.5.

80

3. Mengetahui tingkat reliabilitas instrument penelitian, dalam hal ini penulis

menggunakan perhitungan komputerisasi dalam pro9ram SPSS versi

11.5. Adapun standart yang diberikan oleh Guilford dalam menentukan

kategori reliabilitas adalah > 0,9 sangat reliabel, 0,9-0,7 reliabel, 0,7 - 0,4

81

cukup reliabel, 0,4 - 0,2 kurang reliabel dan < 0,2 tidak reliabel.

(Kuncoro,2003), seperti dalam tabel dibawah ini:

Koefisien reliabel kategori

> 0,9 Sangat reliabel

0,9-0,7 Reliabel

0,7 - 0,4 Cukup reliabel

0,4- 0,2 Kurang reliabel

< 0,2 Tidak reliabel

Tabel 3.8. Klasifikasi koefisien reliabilitas.

3.4.3. Hasil uji instrumen penelitian

3.4.3.1. Uji validitas

Uji validitas instrumen, dilakukan dengan menggunakan bantuan program

komputer SPSS versi 11.5. Pada penelitian ini dengan sampel sebanyak 27

siswa dan taraf signifikansi 5 % maka r-hitung dikatakan valid jika r-hitung

lebih besar dari 0,381.

Pada angket persepsi dari 30 item yang diberikan, ada sebanyak 23 item

yang valid dan sebanyak 7 item yang tidak valid, dan sebanyak 16 item yang

digunakan pada penelitian, item-item tersebut adalah:

82

No Aspek Item Total item

Favorable Unfavorable

Ciri-ciri perilaku dalam

1. interaksi sosial 2, 13 3, 14 4

Ciri-ciri perilaku dalam

2 berkomunikasi 18 16 2

3 Perilaku stereotipik 29 17 2

Ketidakstabilan mood

4 dan afek 8,10 28,30 4

Respon terhadap

5 sensori 25 20 2

6 Gejala perilaku lain 11 21 2

Total 8 8 16

Tabel 3.9. Hasil uji validitas pada skala persepsi

Sedangkan pada angket dan skala interaksi sosial, dari :20 item yang peneliti

berikan ada sebanyak 13 item yang valid, dan 7 item yang tidak valid dan 13

item tersebut yang digunakan sebagai item-item dalam penelitian, item

tersebut adalah:

83

No Aspek Item Total item

Proses sosial Proses tidak sosial

1. Prilaku kerjasama 8,20 - 2

2 Sikap empati 7,15,18 - 3

3 Sikap ramah 5 - 1

4 Perilaku bersaing 2,4 2

5 Negativisme - 9, 14 2

6 Perilaku agresi - 6,11,19 3

Total 8 5 13

Tabel 4.0. Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial

3.4.3.2. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen dilakukan pada item-item yang valid dari setiap skala

penelitian.

Dari hasil perhitungan pada item persepsi yang terdiri dari 16 item didapat

tingkat reliabilitas sebesar 0,9340 dan jika mengacu pada pendapat Guilford

maka koefisien reliabilitas pada skala persepsi termasuk sangat reliabel,

sedangkan pada item interaksi sosial yang terdiri dari 13 item didapat

reliabilitas sebesar 0,8912 dan jika mengacu pada pendapat Guilford maka

koefisien reliabilitas pada skala interaksi sosial termasuk reliabel. Adapun

tabelnya adalah sebagai berikut:

84

lnstrumen Koefisien alpha Keterangan

cronbach

Persepsi 0.9340 Sangat reliabel

lnteraksi sosial 0.8912 Reliabel

Tabel 4.1. Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi dan interaksi sosial

3.5. Analisa data

Analisa data yang diperoleh, menggunakan data statistik korelasional

deskriptif, bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan-keadaan yang

ada sejelas mungkin, serta mengetahui adakah hubungan antara persepsi

dengan interaksi sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis

di sekolahnya. Adapun metode dan rumus yang digunakan adalah metode

non-parametrik dengan rumus Spearman -rho hal tersebut dikarenakan,

sampel yang digunakan hanya berjumlah 25 siswa dan kurang dari 30 orang.

3.6. Prosedur Penelitian.

Secara garis besar prosedur penelitian ini dibagi ke dalam 6 tahap antara lain

ad al ah:

1. Tahap Persiapan penelitian. Dimulai dengan perumusan masalah,

dilanjutkan dengan menentukan variabel yang akan diteliti, kemudian

melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan

teori yang tepat mengenai variabel penelitian, setelah itu menentukan,

menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam

penelitian, yaitu angket terbuka untuk data-data objek penelitian serta

angket untuk persepsi dan interaksi sosial dan pedornan wawancara

untuk tipe interaksi sosial yang dilakukan siswa autis saat berada di

sekolah dan komponen keberhasilan pendidikan inklusi yang dijalankan

oleh sekolah tersebut. selanjutnya menentukan lokasi serta

menyelesaikan administrasi perizinan.

85

2. Tahap pengujian alat ukur, ha! ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

validitas dan reliabilitas serta berapa lama waktu yan~J diperlukan dalam

mengerjakan skala yang telah di buat oleh peneliti, yang dilakukan pada

tanggal 3 oktober 2007 saat itu dalam skala persepsi dari 30 item yang

diajukan hanya 7 item yang valid sedangkan pada skala interaksi sosial

dari 20 item yang diajukan hanya 2 item yang valid, dengan demikian

penulis merevisinya, ada dua hal yang penulis revisi yaitu dalam

pembuatan pernyataan-pernyataan angket dan metode yang digunakan

dalam mengambil data melalui angket tersebut. Walaupun menggunakan

angket, pernyataan-pernyataan tersebut penulis tanyakan kepada setiap

subjek penelitian secara individual, hal tersebut dimaksudkan agar subjek

penelitian benar-benar paham akan pernyataan-pernyataan yang penulis

ajukan, dan dilakukan pada tanggal 6-7 November 2007 setelah itu

86

didapat hasil validitas dan reliabilitas dari masing-masing variabel. Untuk

variabel persepsi validitasnya sebesar 0,9138 dengan relibilitas sebesar

0,9340, sedangkan untuk variabel interaksi sosial validitasnya sebesar

0,8144 dengan reliabilitasnya 0,8912

3. Tahap pelaksanaan penelitian. Disini penulis melakukan pengambilan

data penelitian yang dilakukan pada hari Selasa dan Rabu tanggal 20-21

November 2007. Adapun tehnik yang digunakan adalah memberikan

pernyataan-pernyataan pada angket dengan cara m~manyakan kepada

setiap subjek penelitian secara individual. Sedangkan untuk mengambil

data tambahan, penulis melakukan wawancara baik dengan kepala

sekolah dan guru pendamping yang dilakukan pada tanggal 13 November

. 2007 dan pemberian angket kepada orang tua objek pada tanggal 12

November 2007 dan dikembalikan pada tanggal 20 November 2007 .

4. Tahap pengolahan data. Mencakup memberikan kode, melakukan skoring

terhadap hasil angket, menghitung dan membuat tabulasi data yang telah

diperoleh, setelah itu dibuatlah label datanya.

5. Tahap analisa data. Analisa data yang penulis gunakan adalah analisis

korelasi menggunakan metode non-parametrik dengan rumus spearman

rho.

6. Tahap Penyusun laporan penelitian dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB4

ANALISA DAN INTERPRET ASI DAT A

Pada bab 4 ini akan dibahas mengenai analisa dan interpretasi data , yang

terdiri dari latar belakang penelitian, presentasi data, pengujian hipotesis

serta hasil tambahan. Untuk menguraikannya maka penulis akan

menuangkannya ke dalam sub-sub bab di bawah ini.

4.1. Latar belakang penelitian

4.1.1. Latar belakang tempat penelitian

Sekolah Oasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi terletak di JI. Raya Conde!

No.25 Rt.12/03 Kelurahan Gedong Kecamatan Conde!, Pasar Rebo

Kotamadya Jakarta Timur, berada 1 area dengan SON Geidong 03 Pagi dan

SON Gedong 06 Pagi. SON Gedong 04 pagi ini diresmikan pada tanggal 08

Agustus 1976 oleh Ali Sadikin yang saat itu menjabat sebagai Gubernur OKI

- Jakarta dengan status sebagai sekolah filial dan saat ini telah terakreditasi

A oleh Sadan Akreditasi Nasional (BAN).

88

P<IR1ndtHtaht1Ut'IOOJDSeiel4alatnini1dilju}urolelelll~emefi'iEliilllidil!JiNan !Nasional

(OIKNAS) sebagai salah satu sekolah reguler yang dapat menjalankan sistem

pendidikan secara inklusif. Tetapi sampai saat ini Surat Keputusan (SK) oleh

OIKNAS masih diproses dan belum diterima oleh pihak sekolah. Walaupun

begitu sekolah ini telah terdaftar secara sah sebagai salah satu sekolah yang

dapat dipilih oleh para orang tua ketika mencari sekolah inklusi di daerah

Jakarta Timur. Pada tahun ajaran 2005-2006 sekolah ini menerima murid­

murid dengan kebutuhan khusus.

Pada saat ini SON Gedong 04 Pagi, dipimpin oleh Suwardi S,Pd sebagai

kepala sekolah yang dibantu oleh empat belas (14) orang tenaga pengajar,

dengan spesifikasi sepuluh (10) tenaga pengajar yang bestatus PNS

(Pegawai Negeri Sipil) dan empat (4) tenaga pengajar berstatus PTT

(Pegawai Tenaga Tambahan) dan Honorer. Untuk tahun ajaran 2006-2007

siswa-siswi yang terdafatar sebagai murid SON Gedong 04 Pagi ini berjumlah

275 orang dengan 29 siswa berkebutuhan khusus. Adapun klasifikasinya

sebagai berikut: Tunadaksa 1 siswa, Autis 6 siswa, AOHO (Attention Deficit

Hiperactivity Disorder) 1 siswa dan kesulitan belajar 21 siswa. Masing-masing

kelas berisi maksimal 40 siswa.

Oalam standar penerimaan murid baru, sekolah menerapkan standar umur

bagi siswa reguler yaitu 6 s/d 7 tahun, sedangkan bagi siswa-siswa

89

berkebutuhan khusus selain standart umur sekolah juga melihat kemampuan

siswa tersebut.

Sebagai sekolah inklusi, ada beberapa restrukturisasi komponen-komponen

sekolah yang harus diubah, karena dengan masuknya siswa-siswa

berkebutuhan khusus, pelayanan sekolah akan berubah menjadi semakin

individual sesuai kebutuhan masing-masing setiap siswa, hal tersebut dapat

menciptakan komunitas yang mendukung bagi perkembangan siswa. Adapun

komponen-komponen keberhasilan pendidikan inklusi menurut Sri Utami

Ayuningsih, yang telah dijalankan oleh pihak sekolah, antara lain:

1. Persiapan sebelum menerima siswa berkebutuhan khusus, terdiri dari:

a) Pelatihan guru. Di SDN Gedong 04 Pagi pelatiha11 ini belum diterima

oleh semua guru, dan baru sekitar 6 guru yang menerima pelatihan

mengenai siswa berkebutuhan khusus dan itupun masih secara

umum/luas, yang diselenggarakan oleh LSM (Lernbaga Swadaya

Masyarakat) HKI (Hellen Keller International). Narnun berkat tekad dan

kemauan untuk melayani semua siswa, akhirnya banyak guru yang

belajar secara otodidak misalnya dengan cara banyak membaca buku­

buku yang berhubungan dengan Anak-anak Berkebutuhan Khusus

(ABK).

b) Pendataan siswa. Untuk rnenerima siswa - siswa berkebutuhan

khusus, pihak sekolah melakukan prosedur assessment yang

dilakukan dengan wawancara dan pengisian anglcet terhadap orang

tua wali murid, dan didukung oleh tes-tes kemampuan yang telah

dijalani oleh siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) tersebut.

90

c) Persiapan Kelas. Untuk SON 04 pagi, persiapan kelas yang dilakukan

antara lain adalah sosialisasi kepada wali murid siswa reguler dan

siswa reguler itu sendiri, serta pembentukan team guru yang

menangani siswa berkebutuhan khusus yang terdiri dari 1 pihak

eksternal yang berasal dari utusan DIKNAS dan 1 pihak internal yang

berasal dari salah seorang guru lcelas dan bertugas menyusun

Individualized Education Plan (IEP)

2. Kolaborasi orang tua dengan guru. Kolaborasi ini berjalan sangat baik, hal

ini ditunjukkan dengan walaupun pertemuan secara :formal diadakan 1

semester 1 kali, tetapi secara informal orang tua dengan guru sering

"curhat-curhatan" di sela-sela menunggu analcnya yang sedang belajar

atau ketika antar-jemput si anak, dan hal-hal yang dibicarakan mengenai

berbagai macam persoalan termasuk bagaimana kondisi anaknya,

perkembangannya, kelemahannya dll, sehingga orang tua di rumah

mampu membantu pihak sekolah dalam mengatasi kelemahan anaknya

hal ini didukung dengan pemberian waktu belajar tambahan secara

individual kepada siswa-siswa yang membutuhkan oleh guru Bantu/guru

khusus yang diutus oleh DIKNAS.

91

3. Kolaborasi orang tua dengan sekolah. Untuk di SON Gedong 04 pagi ini,

orang tua sang at pro-aktif terhadap pihak sekolah, salah satu bentuk

kolaborasi ini adalah pembentukan forum bagi orang tua yang memiliki

Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan salah satu kegiatannya

adalah pemberian sumbangan baik uang atau barang yang terdiri dari TV,

DVD dll, sehingga pihak sekolah berhasil memiliki "media center' bagi

siswa-siswanya. Adapun kolaborasi orang tua dengan pihak sekolah yang

berkaitan dengan kondisi anaknya adalah menyediakan guru pendamping

bagi anak-anak mereka, bagi orang tua yang mampu biasanya

memberikan guru pendamping tetapi bagi orang tua yang kurang mampu

biasanya orang tua atau pembantu di rumahlah yang sering kali menjadi

guru pendamping bagi anak-anaknya.

4. Dukungan sekolah, guru terhadap siswa autis. Dalam hal ini sekolah

menyediakan guru bantu/ guru khusus yang diperbantukan oleh DIKNAS

sebagai perencana program pembelajaran, konsultan, pengawas dan

pengevaluasi pelaksanaan program tersebut. Guru Bantu ini akan datang

seminggu dua kali pada hari Rabu dan Jum'at dari jam 09.00 hingga

11.00.

5. Pelatihan teman sebaya. Untuk komponen pelatihan teman sebaya pihak

sekolah melakukan beberapa hal yaitu jika dalam satu tingkat ada 2

kelas, maka setiap satu semester pihak sekolah melcikukan pertukaran

siswa, dan yang terpenting adalah sosialisasi terhadap siswa-siswa

92

reguler akan adanya siswa-siswa berkebutuhan khusus. Adapun cara

yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada bapak/ibu guru untuk

menyampaikan pesan tersebut. Pada intinya pesan tersebut berkaitan

dengan keikutsertaan siswa berkebutuhan khusus di dalam kelas yang

sama dan diharapkan agar siswa-siswa reguler mau berkomunikasi dan

bermain dengan siswa-siswa berkebutuhan khusus, lerutama bagi siswa

autis siswa reguler berguna dalam memberikan contoh atau role model

bagaimana perilaku yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang

berlangsung.

6. lmplementasi pembelajaran di sekolah. Secara tertulis, standart yang

digunakan pihak sekolah masih mengikuti standart dari DIKNAS bagi

siswa-siswa reguler, tetapi pada pelaksanaannya standart ini diturunkan

sesuai tingkat kemampuan anak, dengan alasan bahwa akan terdapat

dispensasilkemudahan bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus untuk

mengikuti Ujian Akhir Nasional dan melanjutkan ke Sekolah Menengah.

Khususnya bagi siswa autis pihak sekolah sudah cuk:up dalam memenuhi

sarana dan prasarana yang dibutuhkan, biasanya ketika anak

tempertantrum anak akan dibawa ke pojok kelas atau ke luar kelas dan

jika ada pelajaran tambahan yang dibutuhkan, si anak akan di bawa ke

ruang perpustakaan.

7. Komitmen sekolah. Adapun komitmen sekolah dalam menangani siswa

berkebutuhan khusus adalah rnelayani serta membantu setiap siswa

93

dalam mengikuti segala kegiatan sekolah, dan setiap siswa berkebutuhan

khusus akan selalu dimudahkan pada saat kenaikan kelas, hal ini sesuai

dengan komitmen sekolah terhadap Anak Berkebutuhan Khusus pada

level pertama. Adapun strategi yang dijalankan adalah guru dapat

mengubah metode pembelajaran jika dinilai tidak sesuai dan guru dapat

berkonsultasi dengan guru Bantu jika memerlukan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa komponen­

komponen keberhasilan sebuah pendidikan inklusi telah dijalankan

sepenuhnya oleh pihak SON Gedong 04 Pagi dengan cukup memadai. Hal ini

mungkin disebabkan oleh kurang tersedianya dana yang dibutuhkan untuk

memenuhi atau menjalankan komponen tersebut. Tetapi berkat tekad dan

kemauan yang keras dari pihak sekolah serta dukungan dari orang tua dan

masyarakat hal tersebut dapat terwujud.

4.1.2. Latar belakang objek penelitian

Dalam penelitian ini, Objek yang digunakan adalah seorang siswa ABK (Anak

Berkebutuhan Khusus) dengan diagnosa autistik yang bmnama lengkap

Bayu Adinugroho dan biasa disapa dengan panggilan Bayu. Bayu adalah

anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir pada tan91;1al 7 September 1997

merupakan buah hati dari pasangan Noveat Daniel dengan Sulis

Prihatiningsih.

94

Pada saat mengandung kondisi sang ibu berjalan cukup baik, "la" tidak

pernah mengalami penyakit yang serius sehingga kondi:si kandungan berjalan

secara normal. Pada usia kandungan yang cukup (9 Bulan) Bayu lahir secara

normal di Rumah Sakit dengan dibantu oleh seorang bidan,

Pada tahun-tahun pertama kelahiran, Bayu tinggal bersama keluarga

besarnya (kakek dan nenek) di daerah Cikini, tetapi mernasuki usia Bayu 3

tahun orang tua bayu memutuskan untuk pindah ke rumah sendiri di daerah

Depok. Pada saat tinggal di depok inilah orang tua Bayu mulai memiliki

kecurigaan terhadap perkembangan Bayu yang berbeda dengan anak-anak

lain pada umumnya, hal ini ditunjukkan dalam berinteraksi, berkomunikasi

serta perilaku stereotipik, misalnya tidak adanya kontak mata, tidak adanya

interaksi seolah-olah memiliki dunia sendiri,dan minimnya kosakata yang di

miliki dalam berkomunikasi (adapun kata-kata yang baru dapat Bayu ucapkan

adalah Mama,Papa,Makan,Minum). Berbekal kecurigaan tersebut, orang tua

Bayu mulai mencari-cari informasi dari internet, teman atau saudara, dan

ditemukanlah kelainan yang ciri-cirinya mirip dengan perilaku Bayu yang

disebut sebagai kelainan autistik. Untuk menyakinkan hal tersebut akhirnya

orang tua Bayu membawa Bayu untuk melakukan berba!~ai tes dan

pemeriksaan mulai dari ahli saraf hingga psikiater , dan didapatlah hasil

bahwa Bayu memiliki kelainan autisme infantile.

95

Sejak saat itu Bayu menjalani berbagai terapi, salah satunya adalah terapi

wicara yang dilakukan selama kurang lebih 30 bulan atau 2,5 tahun dan

dimulai pada umur 5 tahun yang dibarengi dengan masuk ke Taman Kanak­

kanak di Taman Kanak-kanak (TK) Kartika IX-18. Adapun kesulitan selama di

TK yang dihadapi oleh Bayu antara lain perilaku hiperaktif dan stereotipnya

yang terkadang membuat guru-gurunya "kewalahan" dalam menangani

dirinya.

Setelah mengikuti terapi wicara, Bayu menunjukkan adanya perubahan­

perubahan yang signifikan dalam kemampuan berkomunikasi misalnya dapat

mengerti perintah-perintah sederhana. Walaupun begitu pada saat masuk

Sekolah Dasar yaitu Pada usia 7 tahun, orang tua Bayu memasukkannya ke

sekolah reguler dengan kelas khusus autis di sekolah Purba Adhika. Tetapi di

sini kemampuan berinteraksi Bayu mengalami penurunan, Bayu sering

meniru perilaku-perilaku teman-temannya sesama autis, hal tersebut

membuat kedua orangtuanya sedih. Hal tersebut dikonsultasikan ke terapis

Bayu dan diambillah jalan keluar dengan cara memasukkan Bayu ke sekolah

inklusi tetapi "wajib" dibantu dengan seorang guru pendamping.

Pada tahun ajaran 2006-2007 ketika Bayu mulai naik ke kelas tiga (3), Bayu

dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi yang telah

terdaftar sebagai salah satu sekolah inklusi di Jakarta. Enam (6) bulan

pertama masuk sekolah Bayu masih memperlihatkan gangguan pada

interaksi, komunikasi, perilaku stereotipik, ketidakstabila11 mood dan afek

serta respon terhadap sensori dan tidak ada perubahan yang positif dalam

hal-hal tersebut, sehingga dilakukanlah perubahan guru pendamping.

96

Pada kelas 3 semester 2, Bayu memiliki guru pendamping baru, di sini Bayu

mengalami beberapa perubahan yang signifikan hingga saat ini, antara lain

adalah:

1. Pada kemampuan berinteraksi, Bayu sudah mulai mau mengajak

temannya bermain, walaupun terkadang "la" asik bermain sendiri dan

tidak menghiraukan temannya. Ditambahkan lagi oleh guru

pendampingnya bahwa saat ini Bayu sudah dapat mEmerima perkataan

orang lain meskipun hanya dari orang-orang yang lebih dewasa dari

dirinya (misalnya: guru, orangtua). Dalam pendekatan sosial Bayu juga

terlihat lebih pasif sehingga mendorong terjadinya int•eraksi dari anak-anak

lain tapi jarang terjadi penolakan sosial secara aktif. Dengan ciri-ciri

tersebut jika merujuk pada pendapat Lorna \'\lings dan Gemah Nuripah,

Bayu dikategorikan sebagai autis dengan tipe interaksi pasif dengan tahap

The Partner Stage.

2. Pada kemampuan berkomunikasi, Bayu sudah dapat menggunakan kata­

kata dalam berkomunikasi untuk meminta, prates, setuju, bertanya dan

menjawab sesuatu walaupun dengan pernyataan-pernyataan singkat

(misalnya: ketika meminta bola kepada temannya, Bayu hanya berucap

"kasih") dan terkadang masih sering timbul echolalia.

3. Pada perilaku stereotipik, Bayu masih melakukan perilaku stereotipik,

tetapi dengan intensitas yang kecil, karena ketika ia melakukan perilaku

tersebut ia selalu diingatkan bahwa hal tersebut tidak boleh atau tidak

baik.

97

4. Ketidakstabilan mood dan afek, pada saat ini sudah berkembang baik, hal

ini ditandai dengan sudah dapatnya Bayu mengungkapkan perasaan­

perasaan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat

itu.

5. Respon terhadap sensori, Bayu masih takut terhadap suara-suara keras

disekelilingnya, dulu ketakutan tersebut dilampiaskan dengan cara

mengamuk atau berteriak-teriak tetapi sekarang Bayu dapat

melampiaskannya dengan cara yang lebih baik (misalnya: menutup

kuping dengan kedua tangannya).

6. Gejala perilaku lain, misalnya tempertantrum atau hiperaktif. Saal ini Bayu

masih melakukan tempertantrum, tetapi sudah sangat jarang, biasanya

ketika ia akan marah, ia selalu diberikan pengertian oleh guru

pendampingnya "sabar. ... Bayu yang sabar. ... marah-marah itu tidak baik"

sambil biasanya dielus dadanya atau pundaknya. Be~1itu juga dengan

perilaku hiperaktifnya.

98

Untuk berinteraksi sosial, Bayu termasuk siswa autis yang cepat diterima oleh

teman-temannya, karena sudah dapat melakukan pendekatan sosial, dapat

menenerima pendekatan orang lain kepadanya dan jarang terjadi penolakan

secara aktif. Hal ini juga didukung dengan penampilan fi:sik Bayu terlihat lucu,

imut dan bikin "gemes" teman-temannya, dengan bentuk muka yang bulat,

mata yang sedikit sipit dan pipi yang "gembil" ditambah lagi dengan proporsi

tubuhnya yang terlihat agak berisi (gendut), dengan ting9i badan ± 120 cm

dan berat badan ± 30 kg.

Kondisi fisik dan ciri-ciri perilaku Bayu yang seperti diatas membuat teman­

temannya senang bermain dengan Bayu walaupun terkadang ada juga yang

suka meledeknya tetapi jarang menggunakan fisik (memukul/mencubit) hal

tersebut tidak terjadi karena adanya guru pendamping yang selalu

mengawasi dan selalu memberikan pengertian kepada tHman-temannya

Bayu akan kondisi dan perilaku Bayu, bahkan guru pendamping Bayu sering

menggunakan teman-teman Bayu dalam mengingatkan dan menegur Bayu

ketika melakukan ciri-ciri khas autistiknya. Hal ini dapat t1;rjadi karena adanya

kedekatan yang antara guru pendamping Bayu, Bayu se1ia teman-temannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelainan-kelainan

perilaku autistik Bayu semakin hari semakin berkurang, dengan begitu

99

diharapkan persepsi ternan-ternannya yang berstatus sebagai siswa-siswa

reguler lebih rnengarah kepada nilai yang positif sehinm~a interaksi yang

terjadi di antara keduanya berjalan positif pula yang di tarnpakkan pada pola

perilaku-perilaku sosial.

4.1.3. Latar belakang subjek penelitian

Dalarn penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa1-siswa reguler kelas

IV B SON Gedong 04 Pagi yang berjurnlah 25 orang siswa, dengan klasifikasi

sebagai berikut:

1. Berdasarkan jenis kelarnin. terdiri atas:

Keterangan Jurnlah Prosentase

Laki-laki 14 Siswa 56%

perernpuan 11 Siswa 44 %

Total 25 Siswa ·100 %

Tabel 4.2. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan jenis kelarnin

Dalarn penelitian ini alasan yang diarnbil dalarn pernilihan perbedaan

berdasarkan jenis kelarnin subjek penelitian adalah karena rnenurut Hurlock

pada rnasa kanak-kanak awal sudah terjadi pola perilaku antagonisrne jenis

kelarnin, dirnana yang sejenis akan lebih diutarnal<an dibandingkan dengan

yang lain jenis. Untuk itu laki-laki rnendapatkan nilai 2 dan perernpuan

rnendapatkan nilai 1. Seperti dalarn tabel dibawah ini:

JOO

Jenis kelamin iNilai

Laki-laki 2

Perempuan 1

Tabel 4.3. Nilai klasifikasi berdasarkan jenis kelarnin

2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandun9 subjek penelitian

yang terdiagnosa autisme, terdiri atas:

Keterangan Jumlah Prosentase

Ada 1 Siswa 0,4%

Tidak ada 24 Siswa 96 %

Total 25 Siswa 100 %

Tabel 4.4. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan ada atau tidak adanya saudara

kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme

Dalam penelitian ini alasan yang diambil dalarn pemilihan perbedaan

berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang

terdiagnosa autisrne adalah karena menurut Hurlock pacla masa kanak-kanak

awal sudah dikembangkan sifat simpati yaitu kemampuan seorang anak

untuk memahami keadaan di sekitarnya dan didapat jika anak telah

mengalami keadaan tersebuUkehilangan. Jadi dapat clikatakan jika subjek

penelitian memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme maka subjek

101

penelitian diperkirakan akan lebih memahami dan bisa menerima keadaan

objek penelitian. Untuk itu bagi subjek penelitian yang m13miliki saudara

kandung yang terdiagnosa autisme mendapatkan nilai 2 dan bagi subjek

penelitian yang tidak memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme

mendapatkan nilai 1. Seperti dalam label dibawah ini:

Ada atau tidak adanya saudara INilai

kandung subjek penelitian yang

terdiagnosa autisme

Ada 2

Tidak ada 1

Tabel 4.5. Nilai klasifikasi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek

penelitian yang terdiagnosa autisme

3. Berdasarkan dari lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek

penelitian, terdiri dari:

Keterangan Jumlah Prosentase

Mulai dari kelas 3 16 Siswa 64 %

Mulai dari kelas 4 9 Siswa 36%

Total 25 Siswa 100 %

Tabel 4.6. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan lamanya subje~k penelitian sekelas

dengan objek penelitian.

Dalam penelitian ini alasan yang diambil dalam pemilihan perbedaan

berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian

adalah karena semakin lama seseorang mengenal dan berinteraksi kepada

102

individu lain semakin seseorang itu memahami dan men!~erti individu

tersebut. Jadi dapat dikatakan jika subjek penelitian telah sekelas mulai dari

kelas 3 diperkirakan subjek tersebut akan lebih memahami dan bisa

menerima keadaan objek penelitian karena telah memiliki waktu berinteraksi

sosial cukup lama untuk memahami objek penelitian dibandingkan dengan

subjek penelitian yang sekelas mulai dari kelas 4. Untuk itu bagi subjek

penelitian yang sekelas dengan objek penelitian mulai dari kelas 3

mendapatkan nilai 2 dan bagi subjek penelitian yang sek.elas dengan objek

penelitian dari kelas 4 mendapatkan nilai 1. Seperti dalam label dibawah ini:

-Lamanya subjek penelitian sekelas Nilai

dengan objek penelitian 1---·

Mulai dari kelas 3 2

Mulai dari kelas 4 1 -

Tabel 4.7. Nilai klasifikasi lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian.

4.2. Presentasi data

4.2.1. Uji persyaratan

Uji persyaratan adalah syarat untuk melakukan analisis lebih lanjut dalam

mengolah data. Dalam penelitian ini uji persyaratan yang digunakan adalah

uji normalitas dan uji homogenitas dengan perhitungan k.omputerisasi

menggunakan SPSS 11.5

103

4.2.1.1. Uji normalitas

uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang

akan digunakan dalam penelitian berada dalam rentangan normal atau tidak

normal.

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi uji normalitas

data pada skala persepsi untuk jenis kelamin ln\\i - L<;t-\. sebesar 0, 194,

karena nilai signifikansi pada taraf 5 % untuk 14 subjel< adalah 0,457, maka

dapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel (0,'194 < 0,457)

sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Begitu juga

pada skala persepsi untuk jenis kelamin~el'e\Ylf'AU(diperoleh r-hitung sebesar

0,200, karena nilai signifikansi pada taraf 5 % untuk 11 subjek adalah 0,523

maka adapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel (0,200 < 0,523)

sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Dalam uji normalitas pada skala interaksi sosial, diperoleh r-hitung untuk jenis

kelamin perempuan adalah 0, 160 dan r- tabel dengan taraf signifikansi

sebesar 5 % untuk 14 subjek adalah 0,457 maka dapat diketahui bahwa r­

hitung lebih kecil dari r-tabel (0, 160 < 0,457), sehingga dapat disimpulkan

bahwa data berdistribusi normal. Sedangkan uji normalitas pada skala

interaksi sosial untuk jenis kelamin laki-laki diperoleh r-hitung sebesar O, 159

dan r-tabel dengan taraf signifikansi sebesar 5 % untuk 11 subjek adalah

104

0,523 maka dapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel ( 0, 159 <

0,523) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Seperti

dalam label di bawah ini:

ienis kelamin 8t~ustic-- ___ ISQ,;o.99s_o_'tr-°~L s;a:----------

persepsi Perempuan .188 Laki-laki .203

interaksi Perempuan .194 Laki-laki .216

• This 1s a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction

Tabel 4.8.

14

11

14

11

Uji 'normalitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial

berikut ini adalah diagram Q-Q plot keluaran SPSS 11.5 yang

.194

.200(')

.160

.1ss I

memperlihatkan bahwa sebaran data variabel persepsi berada di sekitar garis

uji yang mengarah ke kanan dengan demikian data tersebut dapat dikatakan

normal.

Normal Q-Q Plot of persepsi

For VAR00003= Laki-!aki

"~----------~

"" ~ " _, z

I '" Ul -15~-------------l

Observed Val11e

Normal Q-Q Plot of p,:rsepsi

For VAR00003= Perempuan 20 --··-------·---·-

"

Observed Value

Gambar4.1. Diagram Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala persepsi

105

berikut ini adalah diagram Q-Q plot keluaran SPSS 11.5 yang

memperlihatkan bahwa sebaran data variabel interaksi sosial berada di

sekitar garis uji yang mengarah ke kanan dengan demikian data tersebut

dapat dikatakan normal.

Normal Q-Q Plot of interaksi Normal Q-Q Plot of interaksi

For VAR00003= Perempuan For VAR00003= Lakivlaki ,, ___________ ~ , , r .. ·-·-·--·-----------·- ·-------

•o

0.0

J '1 l "I . I ill .. ,j__ ___ ;._ ___ ·----·---------·-·-_f

g 19 ~ 21 ~ n ~ m w

ObseNOd Value Observed Value

Gambara 4.2. Diagram Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala interaksi sosial

4.2.1.2. Uji homogenitas

uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui item-item yang digunakan

penulis bersifat homogen atau tidak.

Pada skala persepsi diperoleh df1=1 dan df2=23 menunjukkan taraf

signifikansi sebesar 0,947 sedangkan F-tabel pada taraf signifikansi 5 %

adalah 4,28. Hal ini menunjukkan bahwa F-hitung lebih kecil dari F-tabel (

0,947 < 4,28) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.

Sedangkan pada skala interaksi sosial diperoleh df1=1 dan df2=23 dengan

taraf signifikansi sebesar 0,736 sedangkan F-tabel pada taraf signifikansi 5 %

106

adalah 4,28. Hal ini menunjukkan bahwa F-hitung lebih kecil dari F-tabel

(0,736 < 4,28) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.

Berikut ini adalah tabel homogenitas untuk skala persepsi dan interaksi

sosial:

Levene Statistic df1 df2 Sig.

persepsi Based on Mean .004 1 23 .947 Based on Median .037 1 23 .849 Based on Median and with adjusted .037 1 :22.856 .849 df Based on trimmed

.006 mean 1 23 .937

interaksi Based on Mean .116 1 23 .736 Based on Median .097 1 23 .759 Based on Median and with adjusted .097 1 :22.964 .759 df I

Based on trimmed .133 1 231 .719 mean i

Tabel 4.9. Uji homogenitas pada variabel persepsi dan intt:iraksi sosial

4.2.2. Deskripsi hasil penelitian

4.2.2.1. Gambaran persepsi siswa reguler terhadap siiswa autis

Dalam melihat gambaran umum persepsi siswa reguler tierhadap siswa autis,

sebelumnya diperlukan adanya kategorisasi hal ini dimaksudkan untuk

menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara

berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur.

Pada penelitian ini kategorisasi yang digunakan adalah positif dan negatif.

Dikatakan positif jika persepsi siswa-siswa reguler terhaclap siswa autis baik

107

maksudnya siswa-siswa regular mengetahui ciri-ciri khas dari perilaku siswa

autis sehingga dapat memaklumi perilaku-perilaku siswa yang terjadi pada

siswa autis, dan dikatakan negatif jika persepsi siswa regular terhadap siswa

autis buruk maksudnya siswa-siswa regular tidak dapat memaklumi perilaku-

perilaku yang terjadi pada siswa autis.

Dalam menentukan jenjang, penulis menggunakan bantuan SPSS versi 11.5.

Untuk skala persepsi, yang terdiri dari 16 item, Mean yang diperoleh sebesar

26.6400, sedangkan Median sebesar 26.000 dan standar deviasi sebesar

2.13854. seperti pada label di bawah ini:

Statistic Std. Error persepsi Mean 26.6400 .42771

95o/o Confidence Lower Bound 25.7573 Interval for Mean --Upper Bound

27.5227

5o/o Trimmed Mean 26.6000 Median 26.0000 Variance 4.573 Std. Deviation 2.13854 Minimum 22.00

-Maximum 32.00 Range 10.00 Interquartile Range 3.0000

. Skewness .374 .464 Kurtosis .791 .902

Tabel 5.0. Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala persepsi.

Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 11.5 pada 25 subjek

penelitian,didapatlah hasil bahwa terdapat 12 siswa reguler yang memiliki

108

persepsi positif terhadap siswa autis, dan 13 siswa regul13r yang memiliki

persepsi negatif terhadap siswa autis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

kategorisasi Frekuensi Jumlah prosentase -

positif > 26 12 siswa 48%

negatif < 26 13 siswa 5.2 %

Total - 25 Siswa 100 %

Tabel 5.1. Kategorisasi hasil pada skala persep:si

4.2.1.2. Gambaran interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis

Dalam melihat gambaran um urn interaksi sosial s\swa re!;iuler terhadap siswa

autis, kategorisasi yang digunakan yaitu positif, serta negatif. pada

skala interaksi sosial yang terdiri dari 13 item setiap itemnya diberi nilai satu

(1) hingga dua (2), dikatakan positif jika interaksi sosial siswa reguler selalu

dilakukan dengan pola-pola sosial misalnya bersikap ramah, tidak

mementingkan diri sendiri, perilaku bekerja sama dan sikap empati terhadap

siswa autis dan dikatakan negatif jika interaksi sosial siswa reguler yang

mereka tunjukkan kepada siswa autis adalah pola perilaku yang tidak sosial

misalnya perilaku agresif dan perilaku negatif

Dalam menentukan jenjang tersebut penulis menggunak.an bantuan SPSS

versi 11.5 dengan hasil sebagai berikut, Untuk skala inteiraksi sosial, yang

109

terdiri dari 13 item, Mean yang diperoleh sebesar 23.0800, sedangkan

Median sebesar 23.000 dan standar deviasi sebesar 1.8:2392. Untuk Jebih

jelas dapat dilihat pada label berikut:

Statistic Std. Error :nteraksi Mean 23.0800 .36478

95% Confidence Lower Bound 22.3271 Interval for Mean Upper Bound

23.8329

5% Trimmed Mean 23.1333 Median 23.0000 Variance 3.327 Std. Deviation 1.82392 Minimum 19.00 Maximum 26.00 Range 7.00 Interquartile Range 2.0000 Skewness -.486 .464 Kurtosis -.156 .902

Tabel 5.2. Nilai mean, median dan standar deviasi untuk skal21 interaksi sosial

Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 11.!i pada 25 subjek

penelitian, didapatlah hasil bahwa terdapat 12 siswa reguler yang memiliki

interaksi sosial yang positif terhadap siswa autis, dan 13 siswa reguler

yang memiliki interaksi negatif terhadap siswa autis. Untuk Jebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

] JO

kategorisasi Frekuensi Jumlah Prosentase

posit if > 23 12 siswa 48%

negatif < 23 13 siswa 52%

Total - 25 Siswa 100 %

Tabel 5.3. Kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial

4.3. Pengujian hipotesis

Correlations

W\R00001 VAR00002 Spearman's rho VAR00001 Correlation Coefficient 1.000 .358

Sig. (2-tailed) .079 N 25 25

VAR00002 Correlation Coefficient .358 1.000 Sig. (2-tailed) .079 N 25 25

Tabel 5.4. Hasil perhitungan uji hipotesis

Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan teknik uji r

spearmen rho, dihasilkan nilai r sebesar 0.358. Sementara nilai r tabel pada

taraf signifikansi 5% dengan N 25 adalah sebesar 0.409. Hipotesis nihil

diterima jika r hitung < r tabel. Karena nilai r hitung yang dihasilkan (0.358) <

nilai r label (0.409), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi

diterima.

111

4.4. Hasil tambahan

4.4.1. Berdasarkan jenis kelamin

Dalam penelitian ini terdapat 14 siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan 11

siswa yang berjenis kelamin perempuan. Untuk skala persepsi didapat dari

14 siswa reguler yang berjenis kelamin laki-laki, 8 siswa reguler memiliki

persepsi yang positif terhadap siswa autis dan 6 siswa regular yang memiliki

persepsi rendah terhadap siswa autis. Sedangkan bagi siswa regular yang

berjenis kelamin perempuan dari 11 siswa reguler terdapat 4 siswa reguler

yang memiliki persepsi positif terhadap siswa autis dan 7 siswa regular

memiliki persepsi yang rendah terhadap siswa autis.seperti dalam label di

bawah ini:

No Jenis kelamin Kategori Jumlah Prosentase

Persepsi

1 Laki-laki Positif 8 Siswa 57,14 %

Negatif 6 Siswa 42,86 %

Total 14 siswa 100 %

2 Perempuan Posit if 4 Siswa 36,36 %

Negatif 7 Siswa 63,64 %

Total 11 Siswa 100 %

Tabel 5.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan jenis kelamin.

112

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,

peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi siswa reguler terhadap

siswa autis berdasarkan jenis kelamin responden. Didap;atlah hasil bahwa

nilai t-hitung yang didapat sebesar 0.565. Sementara nilai r-tabel pada taraf

signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung

yang didapat (0.565) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%. df23 = 1.714),

maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Kemampuan

Persepsi yang signifikan antara siswa Laki-laki dan Perempuan. Hal tersebut

dapat dilihat pada label di bawah ini:

·--···---~~~E.~---·--------Equal variances Equal variances

assumed not assumed Levene's Test for F .004 Equality of Variances Sig. .947 Hest for Equality of T .565 .565 Means Df 23 21.720

Sig. (2-tailed) .578 .578 Mean Difference

.49351 .4935 I

Std. Error Difference .87414 .87306

95% Confidence Lower ·1.31478 -1.31846 Interval of the Upper Difference 2.30180 2.30547

Tabel 5.6. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel persepsi berda£,arkan jenis kelamin

Sedangkan untuk interaksi sosialnya dari 14 siswa reguler yang berjenis

kelamin laki-laki terdapat 8 siswa reguler yang memiliki interaksi sosial yang

positif terhadap siswa autis dan 6 orang siswa reguler yang memiliki interaksi

113

sosial yang negatif terhadap siswa autis. Sedangkan siswa-siwa reguler yang

berjenis kelamin perempuan dari 11 siswa reguler terdapat 4 siswa reguler

yang memiliki interaksi yang positif terhadap siswa autis dan 7 siswa reguler

yang memiliki interaksi negatif terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di

bawah ini:

No Jenis kelamin Kategori lnteraksi Jumlah Prosentase

sosial

1 Laki-laki Positif 8 Siswa 57, 14 %

Negatif 6 Siswa 42,86 %

Total 14 Siswa 100 %

2 Perempuan Positif 4 Siswa 36,36 %

Negatif 7 Siswa 63,64 %

Total 11 Siswa 100 %

Tabel 5.7. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan jenis

kelamin

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,

peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler

terhadap siswa autis berdasarkan jenis kelamin responden. Dari hasil

penghitungan diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar

1.082. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah

sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung yang didapat (1.082) lebih kecil dari nilai

r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1. 714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak

114

terdapat perbedaan lnteraksi Sosial yang signifikan antara siswa Laki-laki dan

Perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

interaksi ---··-·----·-·-· ···~··----------~···

Equal variances Equal variances assumed not assumed

Levene's Test for F .116 Equality of Variances Sig. .736 I-test for Equality of t 1.082 Means di 23

Sig. (2-tailed) .291 Mean Difference

.7922

Std. Error Difference .73228

95% Confidence Lower -.72263 Interval of the Upper 2.30705 Difference

Tabel 5.8. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan jenis

kelamin

4.4.2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung yang

teridentifikasi sindrom autisme

Dalam penelitian ini terdapat satu (1) siswa reguler yang memiliki saudara

kandung (adik) yang teridentifikasi sindrom autisme dan 24 siswa reguler

yang tidak memiliki sauadara kandung yang teridentifil<asi sindrom autisme.

Pada skala persepsi dari 25 siswa reguler terdapat 12 siswa reguler memilil<i

persepsi posiiif terhadap siswa autis dan 13 siswa reguler yang memilil<i

persepsi negatif terhadap siswa autis, dengan rincian sebagai berikut pada

12 siswa reguler yang memilil<i persepsi positif terhadap :siswa autis tidal<

1.084

21.751

.290

.7922

.73109

-.72498

2.30939

115

terdapat siswa reguler yang memiliki saudara kandung yang terdiagnosa

autisme dan pada 13 siswa reguler yang memiliki persepsi negatif terhadap

siswa autis terdapat 1 siswa reguler yang memiliki saudara kandung yang

terdiagnosa autisme, sedangkan sisanya yaitu 12 siswa reguler yang tidak

memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme. seperti dalam label di

bawah ini:

No Ada atau tidaknya Kategori Jumlah Prosentase

saudara kandung yang Persepsi

terdiagnosa autisme

1 Ada Positif O Siswa 0 -

Negatif 1 Siswa 100 %

Total 1 Siswa 100 %

2 Tidak ada Positif 12 Siswa 17 %

Negatif 12 Siswa 8%

Total 24 Siswa 100 %

Tabel 5.9. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan ada atau tidak

adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,

peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi sisw;a reguler terhadap

siswa autis berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek

penelitian yang terdiagnosa autisme. Dari hasil penghitungan dapat diketahui

bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar 1.276. Sementara nilai r-

label pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah seb1esar 1. 714. Karena

116

nilai t-hitung yang didapat (1.276) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1. 714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

Kemampuan Persepsi yang signifikan antara siswa yang memiliki saudara

autis dan siswa yang tidak memiliki saudara autis. Hal tersebut dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

- oersep_aj_ _____ Equal variances Equal variances

assumed not assumed Levene's Test for F Equality of Variances Sig.

t-test for Equality of T 1.276' Means DI 23

Sig. (2-tailed) .215 Mean Difference

Std. Error Difference

2.7500 I 2.15458

95% Confidence Lower -1.70709 Interval of the Upper 7.20709 Difference

Tabel 6.0 Hasil perhitungan uji t-test pada variabel persepsi berdasarkan ada atau tidak

adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme.

Sedangkan untuk interaksi sosialnya, dari 25 siswa reguler terdapat 12 siswa

reguler memiliki interaksi sosial yang positif terhadap siswa autis dan ·13

siswa reguler memiliki interaksi sosial yang negatif terhadap siswa autis,

dengan rincian sebagai berikut pada 12 siswa reguler yang memiliki persepsi

positif terhadap siswa autis terdapat 1 siswa reguler yang memiliki saudara

kandung yang terdiagnosa autisme, d~.m pada 13 siswa reguler yang memiliki

2.7500

117

persepsi negatif terhadap siswa autis tidak terdapat siswa reguler yang

memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme. seperti dalam tabel di

bawah ini:

No Ada atau tidaknya Kategori Jumlah Prosentase

saudara kandung subjek lnteraksi

penelitian yang sosial

terdiagnosa autisme

1 Ada Posit if 1 Siswa 0%

Negatif O Siswa 100 %

Total 1 Siswa 100 %

2 Tidak ada Positif 11 Si:swa 45,83 %

Negatif 13 Si:swa 54,17 %

Total 24 Siswa 100 %

Tabel 6.1. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan ada atau

tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme.

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,

peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler

terhadap siswa autis berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung

subjek penelitian yang terdiagnosa autisme. Dari hasil penghitungan dapat

diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar -0.507.

Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah

sebesar 1.714. Karena nilai t-hitung yang didapat (-0.507} lebih kecil dari nilai

r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1.714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak

118

terdapat perbedaan yang signifikan lnteraksi Sosial antara siswa yang

memiliki saudara autis dan siswa yang tidak memiliki saudara autis. Hal

tersebut dapat dilihat pada label di bawah ini:

interaksi Equal variances Equal variances

assumed not assumed Levene's Test for F Equality of Variances Sig.

t-test for Equality of t -.507 Means di 23

Sig. (2-tailed} .617 Mean Difference

-.9583

Std. Error Difference 1.89103

95% Confidence Lower -4.87024 Interval of the Difference

Upper 2.95357

Tabel 6.2. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa

autisme.

4.4.3. Berdasarkan dari lamanya sekelas dengan objelc penelitian.

Dalam penelitian ini dari 25 siswa reguler terdapat 16 siswa reguler yang

telah sekelas dengan objek penelitian sejak kelas tiga (3) SD dan sembilan

(9) siswa reguler yang baru sekelas dengan objek penelitian sejak kelas

empat (4) SD. Untuk skala persepsi dari 16 siswa reguler yang telah sekelas

dengan objek penelitian sejak kelas 3 SD, sebanyak 8 siswa reguler memiliki

persepsi yang positif terhadap siswa autis dan 8 siswa reguler memiliki

persepsi yang negatif terhadap siswa autis. Sedangkan bagi siswa reguler

-.9583

-

119

yang baru sekelas dengan objek penelitian sejak kelas ernpat (4) SD dari

sembilan (9) siswa reguler terdapat 4 siswa reguler yang memiliki persepsi

positif terhadap siswa autis dan 5 siswa reguler memiliki persepsi yang

negatif terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di bawah ini:

No Lamanya Kategori Jurnlah Prosentase I sekelas dengan objek lnteraksi I

1

2

penelitian sosial

Mulai dari kelas 3 Positif 8 Siswa 50%

Negatif 8 Siswa 50 %

Total 16 Siswa 100 %

Mulai dari kelas 4 Positif 4 Siswa 44,44 %

Negatif 5 Siswa 55,56 %

Total 9 Siswa 100 %

Tabel 6.3. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan lamanya

subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian.

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,

peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi siswa reguler terhadap

siswa autis berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek

penelitian. Dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa nilai t-hitung yang

didapat adalah sebesar -0.273. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi

5% dengan df 23 adalah sebesar 1.714. Karena nilai t-hitung yang didapat (-

0.273) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1. 714}, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Kemampuan Persepsi yang

120

signifikan antara subjek penelitian yang sekelas dengan objek penelitian yang

dimulai dari kelas 4 atau yang dimulai dari kelas 3.Hal tersebut dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

~--· ~erseosi ------

Equal variances Equal variances assumed not assvmed

Levene1s Test for F .076 Equality of Variances Sig. .785 t-test for Equality of T -.237 Means Df 23

Sig. (2-tailed) .815 Mean Difference

-.2153

Std. Error Difference .90911

95% Confidence Lower -2.09592 Interval of the Upper 1.66537 Difference -Tabel 6.4.

Hasil perhitungan uji t-test pada variabel persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian

Sedangkan untuk interaksi sosialnya, dari 16 siswa reguler yang telah

sekelas dengan objek sejak kelas tiga (3) SD, terdapat 8 siswa regu!er

memiliki interaksi yang positif terhadap siswa autis dan 8 siswa reguler

sisanya rnemiliki interaksi yang negatif terhadap siswa autis. sedangkan

untuk siswa reguler yang baru sekelas dengan objek sejak kelas empat (4)

SD dari 9 siswa reguler terdapat 4 siswa yang memiliki interaksi yang positif

terhadap siswa autis dan 5 siswa reguler yang memiliki interaksi yang negatif

terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di bawah ini:

-.250

19.428

.805

-.2153

.86230

·2.01741

1.58686

121

No Lamanya subjek Kategori Jumlah Prosentase

penelitian sekelas lnteraksi sosial

dengan objek

penelitian

1 Mulai dari kelas 3 Positif 8 Siswa 50%

Negatif 8 Siswa 50%

Total 16 siswa 100 %

2 Mulai dari kelas 4 Posit if 5 Siswa 44.44 %

Negatif 4 Siswa 55,56 % -

Total 9 Siswa 100 %

Tabel 6.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial b1~rdasarkan lamanya

subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test,

peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler

terhadap siswa autis berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan

objek penelitian. Dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa nilai t-hitung

yang didapat adalah sebesar -0.063. Sementara nilai r-tabel pada taraf

signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung yang

didapat (-0.063) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1.714), maka

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan lnteraksi Sosial yang

signifikan antara siswa yang sekelas sejak kelas 4 dan siswa yang sekelas

sejak kelas 3. Hal tersebut dapat dilihat pada label di bawah ini:

122

interaksi ··~--------,.-------- ~--·----------

Equal variances Equal variances assumed not assumed

Levene's Test for F .527 Equality of Variances Sig. .475 t-test for Equality of t -.063 Means di 23

Sig. (2-tailed) .951 Mean Difference

-.0486

Std. Error Difference .77624

95% Confidence Lower -1.65439 Interval of the Difference

Upper 1.55717

Tabel 6.6. Hasil perhitungan uji I-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan

lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian

Pada uji beda dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan persepsi

dan interaksi sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi baik

berdasarkan jenis kelamin, ada atau tidak adanya saudara kandung subjek

penelitian yang teridentifikasi autisme dan berdasarkan lamanya subjek

penelitian telah sekelas dengan objek penelitian. Hal ini clapat dilihat melalui

t-hitung yang lebih rendah dari r-tabel. Dalam uji perbedaan persepsi

cliperoleh t-hitung berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,565, berdasarkan acla

atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa

autisme sebesar 1,276 dan berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas

dengan objek penelitian sebesar -0,273 dan pada uji perbedaan interaksi

sosial diperoleh t-hitung berdasarkan jenis kelamin sebesar 1,082,

berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang

-.063

17.066

.950

-.0486

.77073

-1.67424

1.57702

123

terdiagnosa autisme sebesar -0,507 dan berdasarkan larnanya subjek

penelitian sekelas dengan objek penelitian sebesar -0,063 sedangkan pada

r-tabel dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23 sebesar 1, 714. seperti pada

tabel dibawah ini:

No variabel t-hitung r-tabel

1 Persepsi

A. Berdasarkan jenis kelamin 0,565

B. Berdasarkan ada atau

tidak adanya saudara

kandung subjek penelitian

yang terdiagnosa autisme 1,276

C. Berdasarkan lamanya

subjek penelitian sekelas

dengan objek peneiitian -0,273 1,714

2 lnteraksi sosial

A. Berdasarkan jenis kelamin 1,082

B. Berdasarkan ada atau

tidak adanya saudara

kandung subjek penelitian

yang terdiagnosa autisme -0,507

C. Berdasarkan lamanya

subjek penelitian sekelas

dengan objek penelitian -0,063

Tabel 6.7. Nilai t-hitung pada variabel persepsi dan interaksi sosial dan nilai r-tabel

dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23.

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN

Pada bab 5 ini akan dibahas mengenai kesimpulan, dis~:usi dan saran yang

merupakan penutup dari sebuah penelitian.

Dalam kesimpulan akan dibahas mengenai generalisasi hasil penelitian bagi

pupolasi, setelah itu dilanjutkan dengan diskusi yaitu pe•maparan hasil-hasil

penelitian terdahulu yang mendukung penelitian penulis selanjutnya adalah

saran bagi pihak-pihak yang terkait dalam hal ini antara lain adalah pihak

sekolah, guru pendamping, orang tua objek penelitian serta peneliti lanjutan.

Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam sub­

sub bab di bawah ini.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan dan analisa data serta

pengujian hipotesis, maka didapat h.asil bahwa pada penalitian ini ticlak ada

hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa

reguler kelas IV B terhadap siswa autis di kelasnya pada sekolah inklusi SON

Gedong 04 Pagi.

125

Tidak adanya hubungan antara kedua variabel tersebut, dapat dilihat pada

hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa r-hitung yang sebesar (0,358)

lebih kecil dari r-tabel pada taraf signifikansi 5 % sebesar (0,409). ltu artinya

setiap persepsi siswa reguler baik yang bernilai positif, serta negatif

terhadap siswa autis di kelasnya tidak memiliki hubungan dengan interaksi

sosial yang terjadi pada siswa reguler terhadap siswa autis tersebut.

Dalam penelitian ini dapat diketahui pula bahwa pada siswa reguler SDN

Gedong 04 Pagi kelas IV B yang berjumlah 25 orang siswa-siswi dan

menjalankan sistem pendidikan inklusi secara cukup baik, terlihat dalam

adanya persiapan sebelum menerima siswa berkebutullan khusus yang

mencakup pelatihan terhadap guru-guru, pendataan siswa serta persiapan

kelas, adanya kolaborasi antara orang tua dengan guru, adanya kolaborasi

antara orang tua dengan sekolah, adanya dukungan sekolah, guru terhadap

siswa autis, adanya pelatihan terhadap teman sebaya, adanya implementasi

terhadap pembelajaran di sekolah dan adanya komitmen sekolah terhadap

siswa autis yang cukup baik bahwa setiap anak dapat mengikuti semua

kegiatan yang dilakukan oleh siswa reguler lainnya. Ditambah dengan tekad

dan kemauan yang keras dari pihak sekolah serta dukungan dari orang tua

dan masyarakat dengan objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah siswa autis dengan tipe interaksi sosial pasif di sekolahnya dan sudah

126

mencapai tahap Partner stage dalam perkembangan interaksi sosial. Objek

penelitian telah banyak mengalami kemajuan-kemajuan pada karakteristik

perilaku yang meliputi kemampuan berinteraksi sosial, kernampuan

berkomunikasi, perilaku stereotipik, respon terhadap sensori, ketidakstabilan

mood dan afek, serta gejala perilaku lain. Hal tersebut didukung juga dengan

kondisi fisik objek yang terlihat lucu dengan proporsi tubuh yang terlihat agak

berisi (gendut) .

Untuk gambaran persepsi, dapat diketahui bahwa siswa-siswa reguler SON

Gedong 04 Pagi lebih banyak memiliki persepsi yang neg.atif terhadap siswa

autis maksudnya adalah siswa-siswa reguler belum memaklumi perilaku­

perilaku siswa autis yang berbeda dari dirinya . Begitu juga untuk gambaran

interaksi sosialnya, dapat diketahui bahwa pada siswa-siswa reguler SDN

Gedong 04 Pagi dalam berinteraksi sosial dengan anak autis masih bernilai

negatif maksudnya adalah siswa-siswa reguler masih banyak yang

melakukan interaksi sosial menggunakan pola-pola tidak sosial.

Adapun hasil tambahan yang didapat dalam penelitian ini adalah tidak

adanya perbedaan yang signifikan baik dalam persepsi siswa regular maupun

interaksi sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi SDN

Gedong 04 Pagi yang berdasarkan jenis kelamin, ada atau tidak adanya

saudara kandung subjek penelitian yang teridentifikasi autisme dan

berdasarkan lamanya subjek penelitian telah sekelas den~1an objek

penelitian.

5.2. Diskusi

127

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi antara skor persepsi siswa reguler

terhadap siswa autis dengan skor interaksi sosial siswa reguler terhadap

siswa autis yang menggunakan rumus spearman rho telah di dapat

kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi

dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi.

Hal tersebut berarti bahwa siswa-siswi reguler yang memilki persepsi positif

belum tentu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola perilaku sosial dan

begitu juga sebaliknya siswa-siswa reguler yang memilki persepsi negatif

belum tentu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola perilaku tidak sosial.

Dalam beberapa kasus psikologi sosial ada beberapa penelitian yang

mengungkapkan adanya ketidaksesuaian antara persepsi dan interaksi sosial

misalnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Minard pada tahun 1952

(dalam Sarwono,213) yang meneliti persepsi dan sikap antar ras (kulit putih

dan hitam) dengan interaksi sosial pada pekerja tambang batu bara, Minard

mendapatkan hasil bahwa dalam hubungan kerja antara ras (kulit hitam dan

kulit putih) terjalin sangat baik, tetapi ketika di pemukiman atau dalam

128

kehidupan sosial sehari-hari ada sekitar 60 % orang kulit putih yang

melakukan segregasi terhadap orang kulit hitam. ltu artinya bagaimanapun

sikap orang kulit putih terhadap orang kulit hitam tidak mempengaruhi

interaksi sosial diantara mereka ketika berada di tempat k13rja. Hal ini

dikarenakan mereka memiliki tujuan bersama sehingga mengesampingkan

ego masing-masing berbeda dengan di tempat pemukiman yang tidak

memiliki tujuan bersama ego .sangat berperan dalam kegiatan berinteraksi.

Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Heider (dalam

Sarwono,214) yang menjelaskan tentang adanya ketidaksesuaian antara

persepsi dengan interaksi sosial antara orang Amerika terhadap turis asing

berkebangsaan China. Adapun cara yang dilakukannya adalah dengan

membawa turis asing berkebangsaan China tersebut ke hotel-hotel di

Amerika, ketika dibawa langsung ke hotel-hotel tersebut S10 % pihak hotel

tersebut menerimanya dengan baik, tetapi ketika ditanya melalui telepon oleh

Heider mengenai turis asing berkebangsaan China 80 % pihak hotel

menolak menerima turis asing tersebut.

Sedangkan Dalam konteks psikologi pendidikan belum acla penelitian yang

mengungkapkan ada atau tidak adanya hubungan antara persepsi dengan

interaksi sosial termasuk mengenai hubungan antara persepsi dengan

interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi. Tetapi

129

jika ditelaah lebih lanjut maka tidak adanya hubungan antara persepsi

dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis disekolah inklusi,

dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. sistem pendidikan inklusi yang dijalankan oleh sekolah adalah model ke

satu (1) dimana pihak sekolah berkomitmen asalkan siswa autis tersebut

sudah ikut serta dalam kegiatan sekolah berarti itu sudah cukup baginya.

Hal ini berdampak pada belum maksimalnya penjalanan sistem tersebut

sehingga pada siswa reguler persepsinya mengenai siswa autis masih

bernilai negatif, walaupun begitu ada salah satu "rules" yang dapat

menjaga siswa autis ini yaitu guru pendamping. Dalam penelitian ini guru

pendamping yang ditemukan adalah yang bersikap baik dan tegas tidak

hanya kepada siswa didiknya tetapi juga peduli terhadap siswa-siswa

reguler lainnya di kelas tersebut, walaupun terkadang kepeduliannya

sering dinilai sebagai galak, keras dan disiplin. Hal-hal tersebut dapat

dilihat melalui sikap guru pendamping yang selalu mengawasi objek

penelitian (siswa autis), selalu memberikan pengertian kepada siswa

reguler mengenai kondisi objek penelitian, dan bahkan terkadang

meminta bantuan kepada siswa reguler untuk membantu objek dalam

merubah karakteristik perilakunya.Hal ini menumbuhkan kolaborasi yang

baik antara siswa autis, guru serta teman sebaya, sehingga walaupun

persepsi mereka masih bernilai negatif tetapi mereka tidak dapat

melakukan pola-pola perilaku tidak sosiai pada saat berinteraksi sosial.

130

2. Karena pola-pola tidak sosial dalam kegiatan berinteraksi sosial,

merupakan pola-pola yang memiliki "Cap" buruk atau negatif oleh

lingkungan, dan pada anak-anak usia 6-12 tahun hasrat akan penerimaan

sosialnya sangat tinggi, mereka akan meniru apa yang dianggap baik oleh

lingkungannya dan menjauhi apa yang dianggap buruk oleh

lingkungannya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa siswa-siswa

reguler yang memiliki persepsi negatif tidak melakukan pola perilaku tidak

sosial pada saat berinteraksi sosial dengan siswa autis, karena mereka

takut tidak diterima secara sosial maka "ia" berperilaku yang sesuai

dengan norma-norma yang sesuai di lingkungannya yaitu berperilaku

dengan pola-pola sosial. Hal tersebut sesuai dengan !13ori perkembangan

pada tahap kanak-kanak awal yang dijelaskan oleh Hudock (1991,262)

bahwa Dalam tahap perkembangan kanak-kanak awal yang berkisar

antara usia 6 hingga 12 tahun, mulai dikembangkan si~:ap hasrat untuk

penerimaan sosial.

5.3. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa saran untuk pihak sekolah,

pihak orang tua objek serta bagi peneliti lanjutan yang tertarik pada tema

inklusi, autisme, persepsi dan interaksi sosial, antara lain adalah:

131

1. Bagi pihak sekolah, yaitu:

a) Sekolah sebaiknya dapat meningkatkan dan menjaga lingkungan yang

kondusif bagi siswa regular dan siswa autis agar dapat berinteraksi

sosial dengan pola-pola proses sosial. Misalnya dengan cara membuat

kelompok-kelompok kecil ketika pelajaran berlangs.ung.

b) Guru hendaknya diberikan pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar

dasar, khususnya yang berkaitan dengan autisme, contohnya: seminar

tentang pengetahuan rnengenai autisrne, pelatihan rnengenai strategi

dan kiat dalarn penanganan anak autisrne atau simulasi terapi perilaku

bagi siswa autisme. Dengan adanya pelatihan-pelatihan tersebut

diharapkan peningkatan kualitas guru dalam mengajar siswa-siswa

berkebutuhan khusus terutama bagi siswa autis sehingga terjadi

perubahan perilaku dari siswa autis ke arah yang positif dan

berdampak perubahan persepsi dan interaksi sosial di antara siswa

regular dengan siswa autis. Hal ini juga berpengaruh terhadap proses

sosialisasi guru kepada siswa reguler mengenai siswa autis serta

strategi dan metode yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan

masing-masing siswanya. Sehingga hasil yang akan dicapai oleh

siswa reguler dan siswa autis tidak terlalu "timpan~1" dan berdampak

pada perubahan persepsi siswa reguler terhadap siswa autis.

c) Sekolah sebaiknya dapat mernberikan pengetahuan kepada siswa­

siswa reguler mengenai autisme, contohnya pengetahuan mengenai

132

bagaimana cara berkomunikasi dengan anak autis. Sehingga siswa­

siswa reguler tidak menjauhi siswa autis ketika bermain sehingga

dapat menjaga atau bahkan menambah kondusif lingkungan yang

sudah ada pada saat ini.

d) Sekolah akan lebih baik jika memiliki sarana dan prasarana yang

menunjang perkembangan siswa autis baik secara akademik maupun

sosial. Misalnya disediakan ruangan khusus pada saat siswa-siswa

autisme tempertantrum. Sehingga siswa reguler tidak melihat atau

setidaknya meminimalisir penglihatan siswa reguler terhadap

kekhasan pada perilaku-perilaku siswa autis. Dengan begitu

diharapkan ada perubahan persepsi siswa reguler ll~rhadap siswa

autis. Selain itu sarana dan prasarana sekolah dapa1t juga dijadikan

sebagai media pengembangan bagi siswa autis

2. Bagi Pihak guru pendamping, yaitu:

a) Sebaiknya guru pendamping, membuat program belajar bagi anak

didiknya secara tersusun dengan struktur yang jelas. dan rapi baik

untuk bidang akademik maupun non-akademik. Yang dibagi kedalam

program jangka panjang (misalnya 1 tahun) dan akan dijabarkan

dalam program jangka pendek (misalnya: harian, mingguan atau

bulanan). Sebaiknya dikonsultasikan kepada orang tua, sehingga apa

yang diinginkan oleh orang tua dapat dilaksanakan dengan baik.

Selanjutnya dengan adanya program belajar tersebut dapat dijadikan

DAFTAR PUSTAKA

Buku: Ahmadi, Abu. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi, Prof.Dr. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT

Rineka Cipta. Baron,A, R dan Donn Byrne. 2004. Psikologi Sosial, jilid 1, edisi kesepuluh,

a.b. Ora Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga. Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi, a.b. Kartini Kartono. Jakarta:

Erlangga. Dalton, James H, Elias, Maurice J dan Abraham Wandersman. 2001.

Community Psychology: Linking Individuals and Communities. California: Wadsworth

Direktorat Pendidikan Luar Biasa Direktorat Jenderal Penclidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. 2004 a. Mengenal Pendidikan Terpadu: Pedoman Penyelenggaraan F'endidikan Terpadullnklusi, Vol 1.

Hurlock B, Elizabeth. 1991. Perkembangan Anak, jilid 1, edisi keenam, a.b. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zakarsih. Jakarta: Erlangga.

Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, llmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, jilid dua, edisi ketujuh. a. b. Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara.

Kountur, Ronny, D.M.S,Ph.D. 2007. Metode Penelitian, Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:PPM.

Kuncoro, 2003. Laboratorium Komputer Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia.

Lumbantobing,S.M. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Luth,Nursal dan Daniel Fernandez. 2000. Sosiologi 1. Jakarta: PT Galaxi Puspa Mega.

Mash J, Eric and David A Wolfe. 2005. Abnormal Child Psychology. Third Edition. USA: Thomson Wadsworth.

Peeters, Theo. 2004. Autisme, Hubungan Pengetahuan TEioritis dan lntervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis. a.b. Oscar H Simbolon. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Robins,S,P. 2001. Organizational Behavioral. Ninith Edition. New Jersey: Prentice Hall.Inc.

Saleh, Abdurrahman. 2004. Pengantar Psikologi Umum. ,lakarta: Kencana prees.

Santrock , John W. 2002. Life Span Development. Jilid 1 Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarasvati. 2004. Meniti Pelangi, perja/anan seorang /bu yang tak kenal menyerah dalam membimbing puteranya keluar dari belenggu ADHD dan autisme. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sevilla, et al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Ab. Alirnuddin Tuwu. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosio/gi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

\Natson and Marcus. 1998. Diagnostic and Assessment in Autisme. London: Plenum Press.

Internet: Gemah Nuripah." Berinteraksi dengan Anak Autisme''. http://www.pikiran­

rakyat.com, 2004. Kompas. " Pendidikan Bagi Anak Autis". http://www.kompas.com, 2000. Pikiran - rakyat. "Layanan Pendidikan Untuk Anal< Cacat Perlu Ditingkatkan".

http://www. pikiran-rakyat. com, 2004. Dikdasmen Depdiknas." Kebijakan Pelayanan Bagi Anak Autis".

http://www.puterakembara.com, 2004.

BM. "Bullying (perlakuan kasar)". http://www.puterakembara.com,2005.

Skripsi dan tesis: Soedarsono, Sri Utami Ayuningsih. "Pendidikan lnklusi dan Hubungannya

dengan Perkembangan Komunikasi dan lnteraksi Sosial Pada Anak Autis (Penelitian Pada Beberapa Seka/ah Dasar)". Tugas Akhir S2, Universitas Indonesia. Depok:2005.

Dewi, Anida Triana. Persepsi orang tua tanpa anak berkelJutuhan khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif. Skripsi, Universitas Indonesia. Depok:2006.

Molina, Yosi. Gambaran lnteraksi Sosia/ dengan Teman Sebaya Pada Remaja yang Mengikuti Pendidikan Homeschooling. Skripsi, Universitas lndonesia:2006

Laporan Penelitian: Ekapuri, Retno. "Pengaruh Program Kelompok Be/ajar Terpadu (KBT)

Terhadap Peri/aku Beketjasama Siswa Usia Sekolc1h (Suatu Penelitian Tindakan yang dilakukan pad a Siswa Reguter dengan Siswa Autisma di Ke/as lnklusi". Laporan Hasil Penelitian, Universitas Indonesia. Depok:2007.

Tabloid atau Majalah: Agestu, Ike. 2008. Kisah sejati: Meski Autis, Aku Bisa Jadi Sarjana dan

Mandiri. Majalah wanita Kartini: PT Kartini Cahaya Lestari.

DEP ARTEMEN AGAMA UNlYf<:RSITAS ISLAM NEGERI (UIN} SYARIF HlDA YATULLAH JAKARTA

FAKULTAS PSlKOLOGI

Kcrta Mukti No.S Circn<lcu Cipntat Jakarta Sclatan 15419 Telp. (021) 7433060 Fax. 74714714

omor : Gn.Ol/F71KM.01 3/ .9-'} 'fl- 12007 amp. ·al : Izin Penelitian

Kepada Yth. Kepala Sekol2 l1 3DN 04 Pagi Gedong di Jakarta Timur

Assalamu'abikrnn Wr. \Vb.

Dengan honnat, kami sampaikan bahwa :

: Qurratul Aini

Jakarta, 17 September 2007

Nam a Tcmpat/Tgl Lahir Alama•

: Jakarta, 27 Agustus 1985 : Jl.Wijaya Kusuma I No.14 Bekasi

adalah benar mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta

Semester 1''01110: Po'.(ok. Tahc:'1 Akademik Program

IX (Sembilar·) 103070029112 2007/2008 Strata 1 \S-1)

Sehubungan dengan tugas penyelesaian skripsi yang berj1udul : "H11bungan antara Persepsi dcngan Intcrak~i sosial sfowa reguler terhadap siswa Anhsme disekolah Inklusi." mahasis·Na tersebut m~merlukan izin Penelitian di lembaga yang B1rnak/lbu/Saudara pimpin. Oleh karena itu kami mohon k.e~~diaan Bapak/Ibu/Saudara untuk menerima mahasiswa tersebut dan mer.1b~rikai1 bantuannya.

Demikian atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara k.ami ucapkan terima ka;ih.

Wassalamu'alaikt1m Wr. Wb.

' '

t\.n. Dekan .:;-c"Pembantu Dekan

/,.. . Bidang Akademik

<:) _/

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN DASAR

SEKOLAH DASAR NEGERI GEDONG 04 PAGI JI. Raya Conde!, Gedong - Jakarta Timur, Telp. (021) 8414 323

Kode Pos : 13760 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~-~~~~~~~~~~--

SURAT KETERANGAN No. 120 I 01. 815.029

Kepala Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur,dengan ini menerangkan bahwa:

Nama : QURRATIJL AINl Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 27 Agustus 1985 Alamat : JI. Wijaya Kusuma 1 Perumnas. I Bekasi Fakultas : Psikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta Semester : IX ( Sembilan) NomorPokok : 103070029112 Tahun Akademik : 2006/2007 Program : Starta 1 ( S-1 ) Judul Skripsi : " Hubungan Antara Persepsi d{:ngan Interaksi

Sosial Siswa Reguler Terhadap Siswa Autis Di Sekolah Inklusi (Penelitian Paida Siswa-Siswa Reguler kelas IV Di Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi- Jakarta Timur"

Bahwa benar nama tersebut diatas telal\ melakukan penelitian untuk bahan penulisan skripsi di sekolah yang saya pimpin. Demikianlah surat keterangan ini dibuat agar dapat di pergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 22 Diesember 2007

PEDOMAN WAWANCARA

(Bagi Pihak Sekolah)

Metode : Wawancara

Hari/Tanggal: Selasa/13 November 2007

Sumber : Bpk. Suwardi S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN Gedong 04

Pagi

1. Nama kepala sekolah yang diwawancara?

2. Sudah berapa lama menjabat sebagai kepala sekolah?

3. Kapan peresmiannya dan dilakukan oleh siapa?

4. Berapa jumlah guru dan bagaimana perekrutannya?

5. Berapa jumlah siswa per kelas dan seluruh siswa?

6. Bagaimana cara sekolah menerima siswa baru, apahak pihak sekolah

memiliki standart khusus dalam penerimaan siswa baru dan apakah

pihak sekolah melakukan tes khusus sebelum menerima siswa baru?

7. Sejak kapan pihak sekolah menyelenggarakan pendidikan inklusi di

sekolahnya?

8. Berapa jumlah siswa kebutuhan khusus yang dimiliki dan apa saja

klasifikasinya?

9. Apa bentuk persiapan sekolah sebelum menerima anak autis?

10. Adakah pelatihan bagi para guru, kalau ada pelatihan apa saja yang

telah diberikan?

11. Bagaimana prosedur pendataan kelas yang dilakukan pihak sekolah

12. Apa bentuk persiapan kelas sebelum memasukkan anak autis ke

dalam kelas?

13. Bagaiamana kualitas kolaborasi antara guru dengan orang tua siswa

dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut?

14. Bagaimana kualitas kolaborasi antara pihak sekolah dengan orang tua

siswa autisme dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut?

15. Bagaimana bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak sekolah

dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut?

16. Siapa saja yang membantu pendidikan siswa autis di sekolah, dan

apa saja tugas masing-masing dari mereka?

17. Apa bentuk pelatihan yang diberikan pihak sekolah kepada siswa­

siswa regular dalam membantu anak-anak berkebutuhan khusus

terutama autis?

18. Apa saja peran teman sebaya dalam membantu anak autis?

19. Bagaimana pelaksanaan pendidikan bagi siswa autis?

20. Sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki oleh sekolah dalam

membantu anak autis?

21. Apa strategi sekolah dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi anak

autis?

22. Apa komitmen sekolah bagi siswanya yang autis?

PEDOMAN WAWANCARA

(Bagi pihak Guru Pendamping)

Metode : V\/awancara

Hariffanggal: Selasa/13 November 2007

Sumber : lbu Rifah (selaku guru pendamping objek penelitian)

1. Siapa nama guru pendamping yang diwawancara?

2. Sudah berapa lama menjadi guru pendamping?

3. Sudah berapa lama menjadi guru pendamping ba9i objek?

4. Bagaimana pendapatnya mengenai objek?

5. Bagaimana perilaku objek pada saat awal masuk sekolah inklusi?

6. Adakah perubahan ciri-ciri perilaku objek setelah mengikuti sekolah

inklusi?

7. Perilaku apa saja yang telah berubah dari objek setelah mengikuti

sekolah inklusi?

8. Bagaimana bentuk interkasi yang dilakukan oleh objek?

IDENTITAS OBJEK

Metode : Wawancara/Angket

Hari/Tanggal :

Waktu

Sumber

Lokasi

A. Data Anak

Nama lengkap \?AyV APirJVG !2-0 HO

Nama panggilan GA/\J

Jenis kelamin L--Al< I - l-Akl ' ,

TempatTgllahir :j"<l<A~TZ\, 7 ~E'f!'E:M6i;::~ 1997 Anak ke I (_ SAW ) dari 3 bersaudara

Agama /SLAM

Suku bangsa: JAwA.

Bahasa sehari-hari lNI7o/\lJ>5t"'-

Tinggal dengan o fl.AA! c;, Tu A

Alamat : -::Jl H. 0A/\J1DAJl2> f'lS- _c;o p.T.02fi2 . kp P.1.u-\e,.rr

B. Data Orang Tua

NamaAyah

Tempat Tgl Lahir

Agama

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan

Ala mat

!::-'CL. P4StR. Gui\lu.-.11.. S'.1':Uff2\N l<::e<;.. CL HA-Alt.Gt';>

J/Efol<.. .

(KandunglHr17~)

: -JAMf.2_~ I 20 ;l\o\R:;t'\e,ttz l_9/0

l7LAIV1

,D. Ill

KAIZ7AWAAl <;VSZl7TZ\

\ O'EM

Nama lbu

Tempat Tgl Lahir

Ag a ma

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan

Ala mat

C. Data Saudara

Nama

' fllAtJ lN 0!<-\A.N 1

f'A.1J'-f2.._ Ay._J \.::Es1A.RI

r

°PC2-i Httrn.N tAJ <a9 1 f-t

(KandungrprU~)

:---.J-:.4~(1...f.Z\ I 12> ADll'E:M0\'::R.. 196;> l'?LAH

!) . ll\

kA ti'.-~u.D\N >"-°"SP\

IDoeM

Umur Jenis Pendidikan Keterangan

Kelamin

7 r S.D ., .p ·-

Jakarta, .~ ... t:\:0.'!'.?.::~ ... ?:Df / an tua

( )

RIWAYAT KELAHIRAN OBJEK

Metode : Wawancara/Angket

Hari!Tanggal :

Waktu

Sumber

Lokasi

A. Pra Natal

1. Kondisi kandungan

2. Gejala ketidaknormalan

3. Penyakit yang pernah di derita ibu saat hamil :

B. Natal

1. Umur kandungan

2. Proses kelahiran

3. Tempat kelahiran

4. Di tolong oleh

5. Kondisi bayi saat lahir

6. Gejala ketidaknormalan

C. Pasca Natal

: Cukup/K_JJ.rang

: (Biasa/j..ama/Stll~~ dengan cara (ttJ.c lfQperasij

: (Di-rumatrmmOiri/Di rumah sakit)

&ii/AN

/\l DfW"lA l-

1. Penyakit serius yang pernah di derita bayi pada tahun pertama

kelahiran

a)

b)

c)

2. lmunisasi yang diperoleh : (LengkaplTl~ap)

3. Dampak setelah imunisasi

3. Dampak setelah imunisasi

a)

b)

c)

4. Penanganan setelah imunisasi

a)

b)

Jakarta, .. ~ ... -Y.-::-!~~--.~/ ra g tua

)

RIWAYAT PERKEMBANGAN OBJEK

Metode : Wawancara/Angket

Harifranggal:

Waktu

Sumber

Lokasi

A. Riwayat Makan

1. Menyusu pada ibu

2. Minum susu kaleng

3. Kesukaran pemberian makanan berupa

4. Jenis makanan yang di konsumsi

5. Makan nasi pada usia

B. Riwayat Perkembangan Fisik

1. Telungkup di usia

2. Duduk di usia

3. Berdiri di usia

4. Berjalan di usia

5. Berbicara kata-kata pertama usia

6. Berbicara dengan kalimat lengkap

7. Kesulitan berbahasa

8. Kesulitan dalam gerak

C. Riwayat Kesehatan

No Nama Penyakit Usia

: ( Yarriaak)

hingga umur : 3 °&ulAA!

: (Yat!T)daf<)

hingga umur : 3 14rl.u,J

'7.11-)"u IZ- q_,. P-> U A 1-( .

/'JAS ~ , Ll'<UIL f?AU.lc. + \,:L14<-1 '7a7c«<

l TA Hu.1v

3 ~ 4 (?,uu...J

9 - l\ \!. Llt.AN

12.~ I? \~.,LAIJ

t 1 > 1AtiuAJ

I , S" \,ZH{UN

8 TAHu,J

Ytt..

Mom 11-.l 1;::._ f-lo.1.-.us

Ket erangan

l )/t;IV!AM ~01\Jl...4-1--j 8 11-t \/tr

D. Toilet Training

1. Dapat menagtur buang air kecil pada usia .::;- f.A.HvA)

2. Dilatih dengan cara \<-e: We ~e." ~M \i PWZ.. I p.;-...s\ 3. Dapat mengatur buang air besar pada usia : $' ~HutJ

4. Dilatih dengan cara (:ce.... WL

E. Faktor Sosial dan Personal

1. Hubungan dengan saudara (kandung{.tirf7qi:igi<a(I

2. Hubungan dengan teman

3. Kegiatan anak bersama teman

4. Hobi

5. Minat

6. Aktivitas rekreasi

7. Kegiatan anak di rumah

8. Peran serta orang tua di rumah

9. Kebiasaan unik anak

10. Cara ariak mengungkapkan keinginannya

F. Riwayat Pendidikan

1. Pernah masuk pusat terapi

2. Masuk pusat terapi pada usia

3. Dimana

4. Lamanya

5. Program yang diberikan pada pusat terapi

6. Pelayanan anak di rumah

7. Masuk TK usia

~ ·,~ l{Ti, 'i'BM4"'J

MAtAI '/,<. ~A-«.

M-oM04Nit-I f1Zt>'>£'$ ~!Ai'-: l'7Af' jt=Mf'<>L-

: l'l\:t;-.-.J,cw ~NJ S<;:S<lA'lll

ya.

c; \llrt.u Al

18'-Af ; W i 0\-12.4 •

I - 'L 'lA<-lLLAJ

17' Q>.(L4

~$4

5" '[AHu"1

8. NamaTK

9. Kesulitan di TK

10. Masuk SD usia

11. Nama SD

12. Pernah tinggal kelas

13. Kesulitan di SD

14. Masuk sekolah inklusi sejak kelas

15. Bantuan yang diterima anak

16. Sikap anak terhadap guru

17. Sikap anak terhadap sekolah

18. Sikap anak terhadap masalah belajar

kA 1.L,-\ ~ ti"- - t I?

H l \7.£!l.. A le"'" G

7 'f4<i.UN

'7 D. p u l<. '?A 14l?M1 lc.c.

: ~) 'r\r,i,..1c,

i;o S.iALt S.AC,. ~

3 SJ;>

1(

Validitas persepsi

Item-total Statistics

Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha

if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted

VAROOOOl 41.4074 61. 0969 - . 0788 .9189 VAR00002 41.8148 55.6182 .6835 .9080 VAR00003 41. 7037 55.7550 .6262 .9088 VAR00004 41. 6667 58.2308 .2904 .9143 VAR00005 41. 7778 56.6410 .5216 .9105 VAR00006 41.5926 59.2507 .1590 .9163 VAR00007 41. 7037 56.6011 . 5104 .9107 VAR00008 41.7407 54.4302 .8210 .9056 VAR00009 41. 7778 57.4872 .4043 .9124 VAR00010 41.5556 56.0256 .5964 .9093 VAROOOll 41. 8519 56 .1311 .6309 .9089 VAR00012 41.5926 59.4815 .1291 .9168 VAR00013 41.7407 54.4302 .8210 .9056 VAR00014 41. 7778 57.4103 .4149 .9122 VAR00015 41. 9630 57.8832 . 4493 . 9117 VAR00016 41.7407 55 .1225 .7227 .9072 VAR00017 41. 7037 54.8319 .7545 .9067 VAR00018 41.6296 54.9345 .7357 .9070 VAR00019 41.7778 57.5641 .3937 .9125 VAR00020 41. 8889 56.8718 .5456 .9103 VAR00021 41. 8519 55.9003 .6654 .9084 VAR00022 41.7778 56.6410 .5216 .9105 VAR00023 41.4074 61.7123 -.1661 .9201 VAR00024 41. 2963 61.0627 - . 0791 .9177 VAR00025 41.7037 56. 6011 .5104 .9107 VAR00026 41.8889 56.8718 . 5456 .9103 VAR00027 41.8148 57.8490 . 3649 .9129 VAR000:<8 41.7407 55.9687 .6043 .9092 VAR00029 41. 6667 55.3077 .6839 .9078 VAR00030 41.7407 54.2764 . 7283 .9067

Reliability Coefficients

N of Cases 27.0 N of Items 30

Alpha ~ .9138

Reliabilitas persepsi

Item-total Statistics

Scale Mean

if Item Deleted

VAR00002 21.1852 VAR00003 21.0741 VAR00008 21.1111 VAROOOlO 20.9259 VAROOOll 21. 2222 VAR00013 21.1111 VAR00014 21.1481 VAR00016 21.1111 VAR00017 21.0741 VAR00018 21.0000 VAR00020 21.2593 VAR00021 21. 2222 VAR00025 21.0741 VAR00028 21.1111 VAR00029 21. 0370 VAR00030 21.1111

R E L I A B I L I T Y A)

Reliability Coefficients

N of Cases 27.0

Alpha ~ .9340

Scale Corrected Variance Item-if Item Total Deleted Correlation

28.6952 .5879 28.3020 . 6298 27.1026 .8820 28.6097 .5771 29. 0256 . 5404 27 .1026 . 8820 29.4387 .4252 27.5641 .7868 27.3789 .8145 27.5385 .7773 29.5840 .4463 28.7949 .5888 28.9943 .4953 28.3333 . 631 7 27.7293 .7390 27.1026 .7586

A N A L Y S I S S C A L E

N of Items 16

Alpha if Item Deleted

.9316

.9307

.9242

.9320

.9327

.9242

.9356

. 9267

.9259

. 9269

.9347

.9316

.9340

.9306

.9279

.9273

(A L P H

Validitas interaksi sosial

Item-total Statistics

Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted

VAROOOOl 31.8519 18.2849 .3308 .8092 VAR00002 31.9259 16.9943 .6370 .7917 VAR00003 31.7778 19. 7179 -.0108 .8254 VAR00004 31.7778 16. 8718 .7642 .7866 VAR00005 31.8148 17.9259 .4396 .8034 VAR00006 31.8519 17.9772 .4091 .8050 VAR00007 31. 77.78 17.9487 .4563 .8027 VAR00008 31.8889 17.4103 .5411 . 7975 VAR00009 31.8889 16.8718 .6829 .7893 VAROOOlO 31.7037 19.6781 .0114 .8227 VAROOOll 31. 8148 17.6952 .5014 .8001 VAR00012 31.8889 18.9487 .1596 .8184 VAR00013 31.7407 19.5071 .0502 .8218 VAR00014 31.9259 16.8405 .6773 .7893 VAR00015 31.7778 17.8718 .4776 .8016 VAR00016 32.0000 20.4615 -.1837 .8369 VAR00017 31.7778 18.3333 .3509 .8080 VAR00018 31.8519 17.8234 .4488 .8028 VAR00019 31.8148 17.6952 .501;1 .8001 VAR00020 32.0000 17 .3846 .4455 .8028

Reliability Coefficients

N of cases 27.0 N of Items 20

Alpha = .8144

Reliabilitas interaksi sosial

Item-total Statistics

Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted

VAR00002 20.0370 14 .1140 . 7239 .8760 VAR00004 19.8889 14.2564 .7806 .8742 VAR00005 19.9259 15.0712 .4984 .8872 VAR00006 19.9630 15.2678 .4235 .8908 VAR00007 19.8889 15.2564 .4679 .8884 VAR00008 20.0000 14.7692 .5491 .8849 VAR00009 20.0000 14.1538 .7271 .8759 VAR00011 19.9259 14.8405 .5666 .8840 VAR00014 20.0370 13.8832 .7918 . 8724 VAR00015 19.8889 15.2564 .4679 .8884 VAR00018 19. 9630 14.8832 . 5327 .8856 VAR00019 19.9259 14.8405 .5666 . 8840 VAR00020 20 .1111 14.4103 . 5320 .8869

Reliability Coefficients

N of Cases 27 .0 N of Items 13

Alpha = .8912

• Jenis kelamin

• Usia

• Sudah berapa kali kalian sekelas dengan Bayu:

• Apakah kalian memiliki kakak/adik yang bertingkah laku mirip seperti

Bayu:

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Adik-adik, perkenalkan nama kakak Qurratul Aini, kakak dari mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah, saat ini sedang melaksanakan penelitian dalam rangka

menyelesaikan tugas akhir kuliah. Dimohon kesediaan adik-adik sekalian

untuk mengisi pernyataan-pernyataan tersebut.

Dibawah ini, ada sejumlah pernyataan yang menggambarkan ciri-ciri perilaku

salah satu teman kalian, kalian diminta untuk memilih salah satu jawaban dari

empat alternatif jawaban yang telah tersedia, yang menurut kalian paling

menggambarkan ciri-ciri perilaku teman kalian. Jawablah pernyataan ini

dengan jujur, karena jawaban ini akan terjamin kerahasiannya.

Bacalah dan pahami setiap pertanyaan dibawah ini, kemudian beri tanda

checklist (v') pada kotak yang menunjukkan pilihanmu. Pilihan jawaban yang

disediakan adalah sebagai berikut:

S : Setuju

TS : Tidak Setuju

NO Pernyataan Setuju Tidak

(S) Setuju

(TS}

1 menurut saya "Bayu" memiliki teman

akrab/sahabat

2 Saya merasa "Bayu" adalah seorang yang senang

bermain sendirian

3 Saya sering mendengar "Bayu" tertawa ketika ada

suatu kejadian lucu terjadi

4 Bayu akan tertawa atau tersenyum ketika ada

sesuatu yang lucu terjadi

5 Saya merasa "dia" sering mengamuk dengan

alasan yang saya ketahui -

6 Saya sering melihat "Bayu" menghibur teman

yang sedang bersedih

7 Saya merasa dicuekin ketika bermain bersama 11 Bayu!I

8 Sangat sulit bagi saya mengerti apa yang

dibicarakan oleh dirinya

9 Menurut saya perilaku "Bayu" terlihat kaku

10 Saya dapat mengerti apa yang dibicarakan "Bayu"

11 Menurut saya "dia" sangat takut terhadap bunyi-

bunyi yang keras

12 Bagi saya "Bayu" adalah orang yang banyak

bergerak tanpa maksud dan tujuan yang jelas

13 Menurut saya, ketika "Bayu" terluka" ia tidak

terasa sakit

14 Ketika ada sesuatu yang lucu terjadi "Bayu" serin9

terlihat cuek saja

15 Bayu memiliki banyak permainan yang sering "ia"

lakukan

16 Ketika merusak barang milik temannya "Bayu"

terlihat cuek saja

Dibawah ini, ada sejumlah pernyataan yang menggambarkan perilaku kalian

terhadap teman kalian, kalian diminta untuk memilih salah satu jawaban dari

em pat alternatif jawaban yang telah tersedia, yang menu rut kalian paling

menggambarkan perilaku kalian. Jawablah pernyataan ini dengan jujur,

karena jawaban ini akan terjamin kerahasiannya.

Bacalah dan pahami setiap pertanyaan dibawah ini, kemudian beri tanda

checklist (v') pada kotak yang menunjukkan pilihanmu. Pilihan jawaban yang

disediakan adalah sebagai berikut:

P : Pernah

TP : Tidak Pernah

No Pernyataan Pernah Tidak

(P) pernah

(TP)

1 Saya akan merusak hasil pekerjaan "Bayu'', jika

pekerjaan "Bayu" lebih bagus dari diri kita

2 Saya akan memberitahukan perilaku buruk "Bayu"

kepada teman-teman atau guru -

3 Saya akan mengucapkan terima kasih kepada

"Bayu" setelah meminjam barang miliknya

4 Saya akan Memukul "Bayu"duluan, karena

"gemes"

5 Saya akan membantu "Bayu" jika "ia" butuh

pertolongan

6 Saya senang bekerja bersama Bayu dalam

menyelesaikan sebuah tugas

7 Saya akan balas berkata kasar kepada "Bayu",

setelah "ia" berbicara kasar kepada saya

8 Saya akan berkata kasar kepada "Bayu", untuk

meledek dirinya

9 Saya akan berbagi n;iakanan dengan "Bayu"

10 Saya senang mencubit-cubit pipinya Bayu karena

"gemes"

11 Saya akan menghibur "Bayu" ketika "ia" sedang

bersedih

12 Saya akan balas memukul "Bayu", setelah "Bayu"

memukul saya

13 Saya sering memakai alat permainan bersama

I dengan "Bayu"

• Jenis kelamin • Usia • Sudah berapa kali

sekelas dengan Bayu

• Apakah kalian

memiliki kakak/adik

seperti Bayu

]AW ABAN ANG KET PERSEPSI

No AJternative jawaban

1 s TS 2 s TS 3 s TS 4 s TS 5 s TS 6 s TS 7 s TS 8 s TS 9 s TS IO s TS 11 s TS 12 s TS 13 s TS 14 s TS 15 s TS 16 s TS

]AW ABAN ANG KET INTERAKSI SOSIAL

No Alternative jawaban

I p TP 2 p TP 3 p TP 4 p TP 5 p TP 6 p TP 7 p TP 8 p TP 9 p TP 10 p TP 11 p TP 12 p TP 13 p TP

Data mentah penelitian pada skala persepsi

Jen is NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 JML Kategori kelamin Ada/tidaknya Lamanva 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 27 Positif laki-laki tidak ada kelas 4 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2 26 Neaatif perempuan tidak ada kelas4 3 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 30 Positif perempuan tidak ada kelas 4 4 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 29 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 32 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 6 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 28 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 7 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 26 Neaatif oerempuan tidak ada kelas 3 8 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 28 Positif oerempuan tidak ada kelas4 9 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 27 Positif perempuan tidak ada kelas 3 10 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 26 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 4 11 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 27 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 12 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 29 Positif peremouan tidak ada kelas 3 13 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 26 Neaatif oeremouan tidak ada kelas 4 14 1 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 25 Neaatif peremouan tidak ada kelas 4 15 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 26 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 16 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 29 Positif laki-laki tidak ada kelas 4 17 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 22 Neaatif oeremouan tidak ada kelas 3 i8 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 25 Neaatif peremouan tidak ada kelas 3 19 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 24 · Neaalif laki-laki ada kelas 3 20 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 24 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 4 21 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 26 Neaatif oeremouan tidak ada kelas 3 22 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 0 25 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 23 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 25 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 24 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 27 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 25 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 27 Positif laki-laki tidak ada kelas 3

Data mentah penelitian pada skala interaksi sosial

jenis No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 iml kateaori kelamin ada/tidaknva lamanva 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 24 Positif laki-laki tidak ada kelas 4 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 24 Positif oeremouan tidak ada kelas 4 3 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 23 Neaatif peremouan tidak ada kelas 4 4 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 24 Positif lakHaki tidak ada kelas 3 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 6 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 25 Positif laki-Jaki tidak ada kelas 3 7 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 22 Neoatif oeremouan tidakada kelas 3 8 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 23 Neaatif peremouan tidak ada kelas 4 9 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 24 Positif peremouan tidak ada kelas 3 10 2 2 .., 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 25 Pozitif laki-laki tidak ada kelas 4 ~

11 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26 Positif laki-laki tidak ada kelas 3 12 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 24 Positif perempuan tidak ada kelas 3 13 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 2 19 Negatif perempuan tidak ada kelas 4 14 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 25 Positif perempuan tidak ada kelas 4 15 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 20 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 16 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 22 Negatif laki-laki tidak ada kelas 4 17 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 20 Negatif perempuan tidak ada kelas 3 18 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 23 Negatif perempuan tidak ada kelas 3 19 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 24 Pasitif laki-laki ada kelas 3 20 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 23 Negatif laki-laki tidak ada kelas 4 21 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 22 Neaatif oeremouan tidak ada kelas 3 22 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 21 Neaatif laki-laki tidak ada kelas 3 23 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 22 Negatif laki-laki tidak ada kelas 3

24 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 24 Pasitif laki-laki tidak ada kelas 3

25 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 22 Negatif laki-laki tidak ada kelas 3

DOKUMENTASI

A. Penyelenggaraan komponen pendidikan inklusi

(Papan nama dan gedung sekolah SON Gedong 04 pagi)

(Beberapa ruangan yang memiliki multifungsi,misalnya: Ruang perpustakaan yang digabung dengan ruang seni tari dan media center serta ruang Unit Kesehatan Siswa (UKS) yang digabung dengan dapur

sekolah)

(Ruang kelas 4 yang menerima siswa berkebutuhan khusus)

(Kegiatan buka puasa bersama, merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak seikolah)

(Ruang Media Center, merupakan hasil dari kolaborasi antara orang tua Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan pihak sekolal1)

(Pengadaan Shadow Teacherserta guru Bantu yang disediakan oleh Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS) bagi siswa-siswa

berkebutuhan khusus, merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak sekolah berkaitan dengan kondisi anaknya)

B. Perilaku autistik objek penelitian

(Siswa autis yang bernama Bayu Adinugroho yang akrab disapa Bayu)

(Bayu sedang menghisap jempol, dilakukan setelah rnelakukan perilaku stereotipik yaitu mengepak-epakkan tangannya ke muka.)

(Bayu menutup kuping, ketika mendengar suara pesawat, merupakan salah satu kelainan pada respon terhadap sensori terutama terhadap suara-suara

keras dan 'bising')

(Bayu berbicara sendiri ketika sedang berkhayal, merupakan karakteristik pada gangguan kamunikasi)

(Bayu sedang asyik bermain sendiri, merupakan karakteristik pada gangguan berinteraksi sosial)

C. lnteraksi sosial subjek penelitian terhadap objek penelitian (siswa regular terhadap siswa autisme)

(Bayu bermain raket bersama dengan teman-temannya.merupakan perilaku sosial dalam bentuk kerjasama)

(Beberapa perilaku ramah siswa-siswa reguler terhadap siswa autis yang termasuk dalam pola-pola perilaku sosial, diantaranya menemani Bayu

makan sambil ngobrol)

(Berfoto bersama setelah mengajarkan Bayu bermain sepeda, tE;rmasuk dalam pola-pola perilaku sosial dalam bentuk perilaku empati)

(Seorang teman Bayu sedang men'jahili' Bayu dengan cara memencet hidung Bayu.merupakan perilaku tidak sosial dalam bentuk agresi)