gJ .;_,.... . .. i"O:KcRJAAN UMI.ir-.A - simantu
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of gJ .;_,.... . .. i"O:KcRJAAN UMI.ir-.A - simantu
LOKAKARYA
PENGENALAN DAN MITIGASI
AKIBAT GEMP A TEKTONIK DAN TSUNAMI
DAKTILITAS STRUKTURAL
DAN PERBAIKAN PASCA GEMPA PADA
JEMBATAN JALAN RAYA
r 4 Q«J . • Ja - ----; gJ .;_,.. .. . .. i"O:KcRJAAN UMI.ir-.A
I 8 - "Lii . 3~NG PU.
! 1 ~ · -.,, P E .:t P U S r A K A A 'J
' ... .. ·- _ .. _. ____ - -l Ott erima t g l. : D~-11- 9
3 · .'; ,..;. :,'.JL
N. I. : ~~ !j/9_j
N. K. :
... _ ,. ____ ··-- ---
21 s/d 22 Mei 1996
Y ASMIN HOTEL - Ujung Pandang
113 ~I PT. BINA KARYA (Peqero) l.l AI BADAN LITBANG PU
DEP. PEK. UMUM
DAKTILIT AS STRUKTURAL DAN PERBAIKAN PASCA GEMPA PADA JEMBA TAN JALAN RA VA
STRUCTURAL DUCnLffY AND POST EARTHQUAKE REPAIR OF HIGHWAY BRIDGES
Lanneke Tristanto
Peneliti Madya
Pusat Litbang Jalan
Bandung
ABSTRAK
Teknologi perencanaan tahan gempa dari struktur jalan raya perlu di-kaji agar tidak terjadi
kerusakan jaringan transportasi pada kejadian gempa besar. Perencanaan tahan gempa
berdasarkan prinsip daktilitas, perilaku elasto plastis dan pembentukan sendi plastis sebagai lokasi
penyerap gempa selama ini diandalkan untuk membatasi kerusakan gempa di bagian sendi plastis
dari struktur. Pembentukan sendi plastis dan harapan penyerapan gempa di lokasi sendi plastis
tidak selalu terjadi secara sempurna selama gempa besar. Ternyata banyak jembatan baru dengan
desain tahan gempa sebagai struktur daktail telah mengalami keruntuhan selama kejadian gempa
besar akhir ini di beberapa negara termasuk di Indonesia. Pengamatan pola kerusakan pasca
gempa pada jembatan dan timbunan badan jalan telah mengungkapkan bahwa diperlukan
persyaratan desain khusus untuk tipe jembatan dimana kerusakan pasca gempa adalah kecil dan
terbatas pada bagian struktur yang mudah diperbaiki. Cara perbaikan jembatan pasca gempa dan
cara pencegahan jatuhnya bangunan atas dari perletakan dibahas untuk berbagai kasus.
ABSTRACT
Seismic design technology of road facility structures has to be developed in preventing damage
of the transportation network during strong earthquakes. Earthquake resistant design based on
the ductility principle, elasto plastic behaviour and formation of plastic hinges as seismic
absorbers has been applied in restricting the earthquake damage at the plastic hinge sections of
the structure. Plastic hinge formation and anticipated energy absorbing at plastic hinge locations
are not satisfactorily proved during strong motion earthquakes. A fact is that new bridges with
earthquake resistant design and ductile system have failed during recent strong earthquakes in
several countries including Indonesia. Observed earthquake damage patterns in bridges and road
embankments have revealed that particular design requirements are necessary to achieve a
bridge type where damage due to earthquake is small and in predetermined locations to enable
easy repair. Repair methods of post-earthquake damage and preventive methods against falling
of superstructures from substructures are described for several cases.
1.
1. PENDAHULUAN
Perencanaan konvensional untuk struktur tahan gempa didasarkan pada pendekatan semi-statis
yang dianggap model dari efek dinamis yang sebenarnya terjadi pada gerakan gempa. Dengan
tersedianya perangkat lunak maka muncul banyak ragam model sehingga analisis dinamis
diharapkan menjadi andalan desain. Hal ini dibenarkan selama analisis dinamis dianggap sebagai
salah satu cara desain yang umum.
Pendekatan dinamis yang mendasar untuk perhitungan tahan gempa adalah membuat model dari
sistim struktur dan mengerjakan pada dasar model tersebut suatu gempa dengan ketergantungan
waktu berdasarkan data pengukuran gempa aktual.
Untuk bagian struktur yang penting dimana pertimbangan keamanan menjadi utamal seperti pilar
jembatan layang dan menara dari jembatan gantung atau jembatan cable-stay I perlu dijamin agar
tegangan struktural akibat gempa tidak mengadakan ekskursi ke dalam daerah plastis. Untuk
tujuan tersebut pengaruh gempa pada struktur penting akan lebih aman bila diperhitungkan
berdasarkan analisis elastis. Hal ini berarti bahwa struktur tetap utuh pada gempa besar - Gambar
1 a - tetapi mung kin terjadi kerusakan setempat pada gempa amat besar - Gambar 1 b.
Perilaku elasto plastis mengijinkan terjadinya tegangan dalam daerah plastis dan dalam analisis di
dekati dengan menggunakan faktor daktilitas yaitu perkalian 0.25-0.16 terhadap respon elastis.
Hal ini berarti bahwa akan terjadi kerusakan setempat di sendi plastis struktur pada gempa besar -
Ganibar 1 b - tetapi mung kin terjadi keruntuhan pad a gempa a mat besar.
Pembuatan model untuk keadaan gempa dengan demikian menjadi tantangan para perencana.
Dalam berbagai hal perlu diperhitungkan pengaruh tanahl struktur 1 perilaku tidak tinier dari bahan,
efek tidak tinier dari geometri struktur. Model tersebut menjadi rna hal dan masih tidak teliti.
Kemajuan dalam perencanaan tahan gempa umumnya diperoleh dari pengamatan bangunan
bangunan yang pernah mengalami gempa besar. Demikian model analitis mempunyai peranan
penting tetapi batasannya harus tetap ditinjau.
(a) (b)
Gambar 1. Desain tahan gempa cara elastis (a) dibandingkan cara elasto plastis (b)
2.
Dalam desain tahan gempa dianggap bahwa gaya ekuivalen statis sebagai simulasi gempa
rencana merupakan gaya ultimit pada struktur sehingga diperhitungkan secara plastis. Hal ini
berarti bahwa diharapkan tidak terjadi gempa lebih besar dari keadaan ultimit tersebut. Kenyataan
bahwa mungkin terjadi gempa diatas ultimit menjadi sebab keruntuhan jembatan pada gempa
sangat besar seperti yang pernah terjadi di Kobe - Gambar 3 - dimana respon akselerasi dari
gerakan tanah di dekat lokasi jembatan yang mengalami kerusakan mencapai 1000 gal.
5000 ~--------------~~----~~~---,
rj ~
500 7 ~:~ 'f-f~ .l k+' --, ~~~'-1\ !
·-~--~; , __ ; ! ! vf\lri i···· .... ·· .: : \j~. -+ lOO- h=5%J I/! 1\_f
100 r:: ------- N78E I3::=J:s:±::===t==d·~2. ~ ---N168E•...;_.~ ......... !--___ _.______._.,..,, .-t:
so -· ............. UD · · ·
i i i j :: i j
0.1 0.2 0.5 1 2 5
Natural Period (sec) Gambar 3. Spektra respon akselerasi dari gerakan tanah dekat jembatan di Kobe
Sebagai pandangan numerik, penulangan kolom pilar • Gambar 4 - akan memerlukan tulangan
utama sebesar 1% dari luas kolom pada anggapan plastis dibanding 2% pada anggapan elastis.
Dimensi pilar terutama dipengaruhi oleh koefisien seismik horisontal sebesar 0.15 terhadap beban
mati struktur pada anggapan struktur plastis daktail dibanding 0.45 pada anggapan struktur
elastis tidak daktail, yang diperhitungkan untuk wilayah gempa no. 4 termasuk Jakarta. Koefisien
seismik horisontal ~ diperhitungkan sebesar C . S, dimana C merupakan koefisien geser dasar
untuk wilayah gempa, periode getar struktur dan kondisi tanah, dan S merupakan faktor tipe
struktur yaitu 1 untuk struktur daktail dan 3 untuk struktur tidak daktail.
L
Gambar 4. Lokasi sendi plastis pada pilar
4.
Bila desain pilar tahan gempa disesuaikan dengan spektra respon gempa aktual di Kobe - Gambar
3 - akan diperoleh untuk periode getar T pilar antara 0.2 - 0.5 detik ( sebagai contoh numerik
dari T pilar arah melintang dan memanjang) suatu respon akselerasi s. sebesar 1000 gal yang
menghasilkan koefisien geser dasar C melalui rumus (S8 I gi.Ds dimana D, merupakan faktor
daktilitas rata-rata sebesar 0.25 untuk konstruksi beton dan baja dengan gravitasi g sebesar
1000 gal. Demikian koefisien seismik horisontal kn menjadi 0.25 untuk anggapan struktur daktail
dan 0.75 untuk anggapan struktur tidak daktail. Nilai kn sebesar 0.75 akan menjamin struktur
tetap utuh pada gempa besar dan hanya rusak di bagian sendi plastis pada gempa amat besar.
Nilai koefisien seismik horisontal yang aktual diperlukan menurut data Kobe ternyata jauh melebihi
1<n sebesar 0.45 yang berlaku untuk daerah Jakarta menurut Peraturan Beban yang sampai
sekarang belum dapat di-verifikasi dengan pengukuran respon aktual. Dengan demikian terlihat
bahwa data yang mutlak diperlukan untuk desain tahan gempa statis ekuivalen yang lazim
digunakan adalah akselerogram dengan spektra respon dari gempa setempat. Selama ini data
gempa di Indonesia masih langka dan perhitungan tahan gempa harus memacu pada data gempa
luar negeri yang jelas berbeda dengan kondisi di dalam negeri.
Peraturan Beban yang mencakup perencanaan tahan gempa untuk jembatan jalan raya
menggunakan data respon dari California dengan anggapan faktor daktilitas 0.25, redaman kritis
5%, tingkat risiko sesuai California, yang di-modifikasi berdasarkan periode ulang gempa 500
tahun dalam 6 wilayah gempa di Indonesia - Tabel 1.
Tabel 1. Dasar peraturan tahan gempa untuk jembatan jalan raya di Indonesia
Wilayah gempa
Indonesia
1. (Irian Jayal
2. (Sulutl
3. (Sumbar)
4. (Jkt, Sby, Sulsel)
5. (Kalteng)
6. (Kalbar)
Akselerasi dasar
batuan - bedrock
600 gal
500 gal
400 gal
300 gal
200 gal
100 gal
Akselerasi permukaan
amplifikasi 0.67-1.50
400- 900 gal
330- 750 gal
270- 600 gal
200- 450 gal
130- 300 gal
65- 150 gal
Koefisien geser dasar
c 0.20-0.23
0.17- 0.21
0.14-0.18
0.10-0.15
0.12
0.07
Redaman kritis sebesar 5% umum berlaku untuk struktur beton dan baja seperti pilar, pangkal
dan gelagar jembatan yang menggunakan konstruksi kaku. Bila peraturan tahan gempa di
terapkan pada struktur fleksibel seperti jembatan gantung dan cable-stay maka tetap dapat
digunakan cara statis ekuivalen dengan syarat modifikasi koefisien gempa horisontal berdasarkan
redaman aktual dari struktur kabel yang sering lebih kecil dari 1 %. Redaman yang kecil dari
struktur kabel menyebabkan respon struktural yang lebih besar sehingga sering harus
diperlengkapi dengan sistim peredam di titik simpul kabel maupun di perletakan. Dengan demikian
selain akselerogram juga diperlukan periode getar dan nilai redaman dari struktur kabel yang dapat
diperoleh melalui tes eksitasi - getar vertikal pada jembatan tersebut. Untuk struktur kompleks
seperti jembatan gantung dan cable-stay yang umumnya merupakan bentang panjang diatas 200
m dapat digunakan beberapa rumus eksperimental yang dikembangkan oleh PWRI Jepang
berdasarkan tes getar pada jembatan kabel yang terbatas jumlahnya di Jepang sendiri. Tes getar
dilakukan dengan beban eksitasi yang lebih kecil dari beban gempa dan sering digunakan alat
perekam microtremor, walaupun demikian tes aktual tersebut dapat memberikan parameter
dinamis sebagai pendekatan dari keadaan gempa aktual.
Sebagai penjelasan diberikan beberapa rumus pendekatan untuk tipe jembatan cable-stay yang di
teliti oleh PWRI Jepang sebagai berikut :
Redaman kritis h = 0.649 L'0·822 dimana L merupakan bentang tengah utama dalam m -Gambar 5
dan
Frekuensi natural minimum f 1 = 42.9 L'0·812 - Gambar 6.
5.
Modifikasi respon struktural untuk berbagai tingkat redaman dapat di-<lekati dengan rumus PWRI
Jepang berikut : s .. h = s .. h-5% [{1.5/(40 h + 11} + o.51
yang menghasilkan respon 1.5 kali terhadap kondisi h = 5% bila h menjadi 1% seperti pada
struktur kabel.
r: ....
r: z
r: c:::
0.04 ,..........,.......,....--.....,......,..,."T"Iil---r--.--r--,--.-......-.,..., 01!_!.
0.02 0 ~
0.03 ~
@ • "2· \= •• (4'. . ...:./
0.01 7'
~~· •
I
I ~ J
~ ·~ 0.005 h=0.649L -c 122
(r=0.719) •
l
j • Steel Girder
PC Girder
;:: .:l @
0.003
0.002
0 ·001 L-~5~o~..L.L..l.l~o-=o--~-L....-~500~~._~...J..I o-=-'oo
Center Span Length L (ml
Gambar 5. Rasio redaman rata-rata untuk semua arah sebagai fungsi L bentang tengah
f 1 = 42.9L -o.sJ2
(r-0.888)
® ® . •
®· 2 '
0·~ ~®
-~
Center Span Length L (m)
• Steel Girder
- PC Girder
Gambar 6. Frekuensi natural minimum sebagai fungsi L bentang tengah
6.
Gempa vertikal di dalam Peraturan Beban kurang diperhatikan dan diperhitungkan dengan
koefisien gempa vertikal rata-rata sebesar 0.1 0. Setelah kejadian gempa Kobe dimana akselerasi
gempa arah vertikal melebihi gempa arah horisontal, maka koefisien gempa vertikal seharusnya
minimal sama dengan koefisien gempa horisontal selain tidak boleh lebih kecil dari 0.1 0.
Terjatuhnya gelagar bangunan atas dari perletakan terutama disebabkan karena gerakan gempa
yang mengangkat dan memindahkan gelagar dari kedudukan perletakan di pilar dan pangkal
jembatan.
3. KERUSAKAN PASCA GEMPA PADA JEMBATAN
Pola kerusakan pasca gempa pada jembatan yang pernah diamati mempunyai lingkup sebagai
berikut :
1 . Retakan dalam timbunan dan perkerasan dari jalan pendekat - oprit jembatan
2. Keruntuhan tebing dari timbunan bad an jalan
3. Penurunan tanah dan pondasi yang menyebabkan penurunan besar dalam pondasi dangkal
seperti pondasi langsung dan sumuran
4. Pemisahan tembok sayap dari jalan pendekat - oprit, terutama karena struktur sayap tidak
monolitik dengan pangkal jembatan
5. Retakan dalam pilar, pangkal dan sa yap jembatan yang terbuat dari batu kali
6. Gaya angkat dan gerakan bangunan atas terhadap bangunan bawah
7. Gerakan lateral dari bangunan bawah yang menyebabkan retakan dalam hubungan kaku antara
bangunan atas dan bangunan bawah
8. Retakan dan deformasi tulangan pada hubungan terjangkar antara bangunan atas dan
bangunan bawah
9. Retakan dalam beton bertulang yang disebabkan oleh leleh dari beton (pecahnya beton) dan
leleh tulangan, kurang tulangan sengkang dalam daerah sendi plastis, kurang kait dan/atau
panjang overlap sambungan pada tulangan.
Kerusakan pasca gempa pada bangunan atas dan bangunan bawah jembatan diuraikan lebih
lanjut melalui gambar 7 - sampai gambar 11.
~1
3
~ - - .- u. .- ~ ....... .- ,_. ..- ...1!. ~ .- .... ~.J -~--rr~--~---~~-~--
, - -- - ~l- -- .. - - ._ .. ~- ..JI_ ~ _.--- -- ,r - --- -- -- ...... ..- ,,- ... --- ---,
Gambar 7. Kerusakan tipikal untuk tipe bangunan atas yang terpisah dari bangunan bawah, yaitu
retakan dan atau deformasi pada perletakan - sambungan dilatasi - baut jangkar - komponen
utama dan sekunder jembatan akibat gempa :
1. gaya angkat, 2. penurunan, 3. gerakan lateral, 4. jatuhnya bangunan atas dari kedudukan
perletakan bila tidak terdapat perlengkapan pencegah seperti jangkar 1 gigi
7.
Gambar 8. Kerusakan tipikal untuk tipe bangunan atas yang monolitik dengan bangunan bawah, yaitu sendi plastis pada bagian kritis di ujung kolom dan/atau bagian tidak kritis di tengah kolom -
dan pada hubungan antara bangunan atas dan bangunan bawah jembatan akibat gempa : 1. gaya angkat, 2. penurunan, 3. gerakan lateral
-loo~A·
2
Gambar 9. Kerusakan tipikal pada gorong-gorong, yaitu retakan struktural dan deformasi akibat
gempa : 2. penurunan tanah
8.
PANGKALJEMBATAN
PILAR JEMBATAN
Gambar 10. Kerusakan tipikal untuk bangunan bawah yaitu pemisahan sayap dari pangkal -gerakan pangkal ke arah dalam sungai - sendi plastis di hubungan kolom dan tiang - kerusakan
sambungan tiang akibat gempa :
1. penurunan, 2. gerakan lateral, 3. tekanan tanah dan hidrodinamis, 4. gaya gesek perletakan, 5. gaya gempa horisontal dalam arah lateral maupun longitudinal
9.
pangkal pilar
t,.,
sambungan tiang harus dalam daerah momen nol,
atau sambungan khusus dibuat tahan momen
(sambungan monolitik seperti tipe epoxy)
Gambar 11. Kerusakan tipikal pada pondasi, yaitu gerakan dan/atau kemiringan berlebih -
kerusakan kepala tiang - kerusakan sambungan tiang akibat gempa :
1. penurunan, 3. tekanan tanah dan hidro dinamis, 5. gaya dan momen seismik
10.
Momen lentur dalam tiang menjadi sangat besar akibat pembebanan lateral gempa - Gambar 1 2 -
sehingga diperlukan persyaratan rasio minimum untuk tulangan memanjang dan tulangan
sengkang berjarak dekat atau tulangan spiral. Tiang tidak boleh runtuh dibawah permukaan
tanah, dan leleh lentur hanya terjadi dalam bagian tiang diatas tanah yang mudah diperbaiki.
Kedalaman jepit sejauh mana koefisien gempa horizontal berpengaruh dalam besaran desain harus
berada pada lapis tanah baik - Gambar 13. Lapis tanah lunak dan pasir lepas harus diabaikan
dalam perhitungan daya dukung tanah maupun dalam perhitungan ketahanan gempa.
kerusakan kepala tiang
Gambar 12. lnteraksi tiang dengan poer, kerusakan kepala tiang akibat reaksi dan momen besar
~~ lc.J,
a. kondisi tanah baik
jkn ~ .. .....-!"""'"1'!9"!!~ ~
~
1 >';
~ !
';-
' ·~ _________ _._-
b. kondisi tanah lunak
Gambar 13. Kedalaman jepit anggapan d1 dalam desain tahan gempa, maksimum 3m untuk tanah
lempung lunak, dan maksimum 1Om untuk tanah pasir lepas
11 .
4. PERBAIKAN PASCA GEMPA
Jembatan umumnya diperhitungkan terhadap gaya horisontal seperti gaya rem dan gaya angin sehingga jembatan cukup kuat terhadap gempa kecil. Untuk daerah dengan aktivitas gempa besar, perencana harus membuat detail yang mengijinkan daktilitas dan penyaluran gaya gempa
yang mengikuti prinsip berikut :
1. Pangkal jembatan yang monolitik dengan diafragma ujung dan langsung didukung pada tiang, berperilaku baik selama gempa - Gambar 14. Kerusakan tembok penutup dan kerusakan perletakan sehubungan dengan lelehnya pangkal dalam hal ini tidak terjadi. Di segi lain, gaya inersia bangunan atas dalam arah memanjang dan lateral - melintang disalurkan langsung ke dalam tanah urug di belakang pangkal sehingga harus diadakan ketahanan pasif yang memadai agar mencegah gerakan relatif yang berlebih. Untuk menahan gaya lateral maka ketahanan
tembok sayap harus diperhitungkan cukup kuat.
Gambar 14. Tipe pangkal jembatan yang monolitik dengan bangunan atas
2. Desain pangkal jembatan di Indonesia merupakan tipe tembok penahan tanah yang direncanakan kuat menahan tekanan tanah dinamis selama gempa. Pangkal jembatan sering mengalami gerakan yaitu perpindahan besar atau terangkat dan miring selama gempa. Penggunaan tiang miring adalah efektif dalam menahan geseran atau perpindahan horisontal dari pangkal. Kadang-kadang tanah dasar yang sangat lunak harus diganti dengan tanah baik atau pasir urug. Pangkal merupakan titik sambungan antara struktur kaku dan timbunan badan jalan. Keamanan dalam runtuh berbeda untuk kedua jenis struktur tersebut. Timbunan badan jalan serin_g turun atau runtuh lebih dahulu selama gempa. Dalam hal ini penggunaan pelat beton bertulang di belakang pangkal adalah efektif untuk melayani lalu lintas pasca gempa. Pelat ini ditempatkan antara tanah timbunan dan perkerasan jalan, umumnya dipasang dua pelat berdampingan dalam arah memanjang jembatan- Gambar 15.
6 (XX)"='=-_
APPROACH lSLAB < 30 em THICK )
D19
D13-
DETAIL A DETAIL 8
Gambar 15. Pelat beton untuk menahan penurunan oprit jembatan
12.
3. Pilar dengan dinding menerus ber-perilaku seperti dinding geser dalam gedung dan bersifat lebih getas terhadap gaya besar. Demikian lebih baik bila digunakan pilar tipe multi·- kolom atau tipe pile cap. Kolom harus diberi cukup penulangan yang disambung pada lokasi momen kecil atau minimum, dan terjangkar secara baik ke dalam pondasi dan bangunan atas serta di-ikat dengan spiral berjarak · dekat atau sengkang untuk menjamin daktilitas pada beban ekstrim -Gambar 16.
I ! ~0~ P"-"'"1
I i I
oj _J:
L 0 ~ REQUIRED SPA.CEM::NT OF HOOPS
Gambar 16. Contoh penulangan kolom pilar yang daktail
4. Jarak antara perletakan dan tepi bangunan bawah harus dibuat cukup sehingga mencegah terjatuhnya jembatan dari perletakan selama gempa, dengan cara pelebaran dudukan perletakan di puncak pilar - Gambar 17 - atau dengan konstruksi penahan dari baja prategang dan pelat karet di puncak pilar - Gambar 18.
5. Hubungan antara bangunan atas dan bangunan bawah dibuat bersatu atau diberi perlengkapan untuk mencegah jatuhnya bangunan atas dari bangunan bawah- Gambar 19.
6. Tulangan momen positif dalam bentuk tulangan biasa atau prategang, kadang-kadang perlu diberikan sepanjang bangunan atas serta melalui hubungan (butir 31 dengan bangunan bawah, agar dapat menahan kemungkinan pembalikan momen sekitar perletakan akibat beban gempa besar. Kabel atau batang pengikat tersebut sering diterapkan pada jembatan multi - bentang serta panjang. Kabel atau batang ini harus ditegangkan dengan wartel - mur agar dapat berfungsi pada waktu terjadi gempa.
7. Hubungan dalam bentang seperti 'gerber' hanya digunakan bila perlu, dan harus dilengkapi dengan penahan arah memanjang dan gigi geser yang daktail.
13.
SUPERSTRUCTURE
DRILLED HOL~
\.
PIER I
. 25~50 I
REINFORCING BAR ( D 22)
Gambar 17. Cara pelebaran dudukan perletakan di puncak pilar
RUBBER
PC WIRE ( 7 X ¢9.5)
SUP E F\ S T RUC T U R ~
1 RUBBER
PIER
Gambar 18. Konstruksi penahan dari baja prategang dan pelat karet di puncak pilar
/
RUBBER
SUP~RSTRUCTURE
(
DOUBLE NATS
~I::::r__I:::t::::~~S TEE L
PLATE
1 RUBBER I PIER
Gambar 19a. Perlengkapan penghubung di pilar untuk jembatan beton
14.
f I
i
' < . . c
' <
' ! \
' 1!«
,., I I CONN[
I I I CTI NG DEVICE
i I
l;:
p I ER --- -...--.. ____.
.--- CONN~CTING PLATE
I
> I
PIN< ¢60) ELLIPTICAL
HOLE
' ~
"' 7 ·~
PIN
CONNECT! NG PLATE
\
H ISH STRENGTH BOLT A .\
I .
0
0
e c
ll(gi~ll \PIN
Gambar 19b. Perlengkapan penghubung di pilar untuk jembatan baja
FRICTION OR SETTLEMENT SLAB
RUBBER RING
Gambar 19c. Perlengkapan penghubung di pangkal untuk jembatan beton
15.
SHOE BED
1786 .314
Gambar 19d. Perlengkapan penghubung di pangkal untuk jembatan rangka baja
Gambar 19e. Perlengkapan gigi di pangkal (atau pilar) untuk jembatan baja dan beton
Oemikian berbagai detail perbaikan yang perlu dilaksanakan sebagai tindak pengamanan preventif
maupun pasca gempa telah diuraikan secara ilustrasi dalam gambar 15 - 19.
5. PERBAIKAN KONSTRUKSI BETON JEMBATAN
Dalam artikel ini akan dibahas mengenai cara perbaikan konstruksi beton jembatan yang berlaku
untuk keadaan pre dan pasca gempa maupun untuk jembatan beton pada umumnya. Cara - cara
perbaikan beton meliputi butir sebagai berikut :
16.
1 . Perbaikan kolom beton
Dari pengalaman pasca gempa terungkap bahwa pengikatan tulangan memanjang utama oleh
tulangan spiral atau sengkang sering kurang memadai. Mengingat bahwa perlengkapan bangunan
atas pada perletakan sering dianggap lebih penting dan lebih dahulu diperkuat, maka kekurangan
dalam penulangan kolom tertunda atau dianggap tidak perlu. Dalam kolom akan terbentuk sendi
plastis akibat gempa dimana kerusakan perlu dijaga agar berada dalam kategori mudah diperbaiki.
Demikian kolom tidak perlu dibongkar total, dan jembatan masih dapat berfungsi dalam melayani
lalu lintas pasca gempa.
Cara perbaikan kolom - Gambar 20 - menggunakan spiral baja yang di-prategang pada
permukaaan luar sekeliling kolom dan kemudian diberi selimut dengan beton tembak (shotcrete).
Cara penegangan adalah dengan pengencangan wartel mur ('turnbuckle') yang mengembangkan
prategang awal dalam tulangan baja.
0 lw- .......... ..__.
t14 Hoops or spirt11@ 3V.t
Top of fooltng
Elf.VAT~ON
SECTION
#4 Hoops or sp1rot
(i, 3~ r~ns•o~d
Sl>otcr~fe
COLUMN RETROFITTING
wertel mur
Gambar 20. Perkuatan kolom dengan tulangan spiral dari baja prategang melalui pengencangan
dengan wartel mur
Cara lain adalah membungkus kolom dengan benang prategang yang ditegangkan dan kemudian
dilindungi oleh lapis beton tembak - Gambar 21 .
Cara lain adalah dengan mengelas pelat tipis baja sekeliling kolom dan mengisis ruang kosong
antara pelat dan kolom dengan graut, dimana dapat digunakan baja weathered untuk estetika
atau baja biasa yang dilapis dengan cat- Gambar 22.
Struktur yang dipilih untuk perbaikan kolom mencakup suatu detail sambungan overlap dari
tulangan utama kolom ke dalam poer, yang mengikat beton dan memperkuat bagian sambungan
di dasar kolom- Gambar 23.
17.
E"L EVATION
~ "Galvanir"d tensioMd prestressing wire spiral \q) 2 V2" pitch
Shotcrete
Top of footing
V.,"- spiral (IV 20!" pitct,
SECTION
COLUMN RETROFITTING
Gambar 21 . Perkuatan kolom dengan pembungkus dari benang prategang yang
ditegangkan dan diberi lapis beton tembak
Weld
Top of foot1ng
f~EVATION
Steel ll
SECTIO~
Grout space between column and steel ll
Weld
COLUMN RETROFITTlNG
Gambar 22. Perkuatan kolom dengan pelat tipis baja dan graut dalam ruang kosong antara pelat
dan kolom
18.
Surface lrealmenl Spiral reinforcemenl
\:----/;,nchored lo c:olumn
~ Concrele addi&ion
iS~/
I 1!: I 0:
~
r:_-:..--; I I I I I I
I :
~s Tendons
Concrete co/lor
1 \ ~Dowe~
(a) Concrele lining l'"'"""-r-o:--r"t-----.J ,_, ..... .....
ELEVATION
COLUMN-BASE RETROFITTING Gambar 23. Perkuatan kolom pada sambungan dengan poer
Dalam gambar 20 - 23 telah dijelaskan cara perkuatan untuk daerah sendi plastis. Cara perbaikan untuk kolom dilengkapi dengan cara penyambungan tulangan yang terputus - Gambar 24 - cara pembesaran penampang kolom dengan beton bertulang atau tabung baja terisi beton sekeliling kolom - Gambar 25 - cara perkuatan kolom dengan pelat baja yang terikat dengan epoxy resin
pada permukaan beton lama - Gambar 26.
COLUMN
-Sl-iOTCRETII\G
[l. ~
[l ~
Gambar 24. Cara penyambungan tulangan kolom yang terputus yang diberi selimut beton tembak
Increase of cross secrion
0
0 . . . . · v . v . . .
1r Add mona/ stt!cllllh<' arollntl co/umn1
Gambar 25. Cara pembesaran penampang kolom dengan beton bertulang atau tabung baja terisi
bet on
19.
COLUMN
Gambar 26. Kolom yang diperkuat pelat baja terikat epoxy resin pada permukaan beton lama
2. Perbaikan gelagar bet on
Perbaikan gelagar beton dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Perbaikan beton yang terkelupas dengan memotong beton dalam bentuk teratur dan kemudian
beton di-cor dalam acuan - Gambar 27.
CONCRETING
rn
Gambar 27. Perbaikan beton yang terkelupas
b. Pembesaran gelagar dengan lapis beton atau dengan beton bertulang yang disambung oleh
stek pada beton lama- Gambar 28.
BEAM ~
Additional reinforcement
Gambar 28. Pembesaran penampang gelagar tanpa/dengan tulangan
c. Pengisian retakan dengan injeksi dan pemeriksaan keutuhan hasil perbaikan dengan cara ultra
sonic - Gambar 29 - dimana transduser diletakkan di samping retakan dan bila gelombang
merambat cepat maka tidak terdapat hambatan dalam bentuk retakan, berarti perbaikan berhasil.
20.
CUTTING GRIPS BACKFILLING
.& ... TT:.:::::::
CONTROLLING INJECTING .&
17~ Gambar 29. Perbaikan retakan dengan injeksi dan uji ultra sonic
d. Penggantian tulangan yang terputus yang kemudian diberi perlindungan lapis beton tembak
Gambar 30. BEAM
Gambar 30. Penyambungan tulangan yang terputus yang diberi selimut beton tembak
e. Perkuatan gelagar dengan pelat baja terikat epoxy resin yaitu pelat momen dan pelat geser -
Gambar 31.
BEAM - Ber.ding
u ·if
BEAM - Shear
Gambar 31 . Perkuatan gelagar dengan pelat terikat epoxy untuk kapasitas momen dan geser
21.
f. Pengurangan bentang dengan membuat voute - Gambar 32 - sehingga beban pikul gelagar
naik.
Gambar 32. Pengurangan bentang efektif dengan voute
g. Penambahan tendon prategang dengan blok jangkar tambahan dan diafragma baru pada
gelagar - Gambar 33a- dan penggantian pilar dengan sistem kabel penggantung - Gambar 33b.
NEW ANCHOR BLOCK NEW DIAPHRAGM
~ ~
Gambar 33a. Perkuatan gelagar dengan penambahan tendon prategang
Gambar 33b. Perkuatan gelagar dengan kabel penggantung sebagai pengganti pilar
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Jembatan umumnya diperhitungkan terhadap gaya vertikal dan horisontal misalnya beban gandar
dan gaya rem kendaraan yang bekerja dalam arah memanjang jembatan sehingga jembatan dapat
menahan gempa kecil tanpa terjadi kerusakan berarti. Dengan terbatasnya data gempa aktual di
Indonesia maka diperlukan formulasi keamanan dalam desain jembatan sehingga menjamin
keselamatan struktur jalan ray a pad a kejadian gempa besar dan sang at besar.
Dengan demikian terdapat beberapa segi yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tahan
gempa sebagai berikut :
1. Daktilitas tidak selalu menjamin keselamatan, sehingga penerapan desain daktail, daktail
sebagian atau tidak daktail menjadi pertimbangan teknis untuk para perencana. Perencanaan cara
elastis dianjurkan untuk penulangan bagian sendi plastis jembatan sehingga pada gempa besar
tidak terjadi keruntuhan total.
22.
2. Bila perencanaan plastis tetap ingin digunakan karena lebih ekonomis maka tulangan utama
dan spiral/sengkang pada bagian kritis kolom harus mengikuti persyaratan penulangan daerah
sendi plastis sehingga hanya terjadi kerusakan setempat akibat gempa besar.
3. Antisipasi dan kemungkinan untuk gempa horisontal maupun vertikal yang lebih besar dari
yang direncanakan harus dipertimbangkan dalam desain. Demikian koefisien gempa vertikal tidak
boleh diambil lebih kecil dari koefisien gempa horisontal dan koefisien gempa minimum adalah
0.10 untuk semua arah.
4. Pili han antara tipe perletakan yang sesuai untuk tahan gempa - elastomere yang mudah
berubah bentuk tanpa merusak gelagar jembatan , rol atau sendi baja yang mengalami perubahan
bentuk sambil membawa gelagar jembatan - serta perlengkapan untuk mencegah jatuhnya gelagar
dari perletakan akibat gempa horisontal dan vertikal perlu di-intensif-kan dalam perencanaan baru
dan perkuatan tahan gempa pada jembatan lama.
5. Perbaikan preventif terhadap ketahanan gempa diperlukan untuk mengamankan daerah kritis
dan sendi plastis pada jembatan yang telah dibangun sehingga tidak terjadi keruntuhan jaringan
lalu lintas pasca gempa.
7. DAFT AR PUST AKA
1 . lain A. Macleod - Analytical Modelling of Structural Systems - Ellis Horwood Ltd - England -
1990.
2. Kazuhiko Kawashima - Lecture Note on Earthquake Engineering related with Seismic Design of
Dams- Course on Earthquake Engineering and Soil Dynamics- JICA - Bandung - 1984
3. Kazuhiko Kawashima, Koh Aizawa, Kazuyuki Tahahashi - Attenuation of Peak Ground Motion
and Absolute Acceleration Response Spectra - PWRI - Japan - 1984
4. Kazuhiko Kawashima, Sigeki Unjoh, Meguru Tsunomoto - Damping Characteristics of Cable
Stayed Bridges for Seismic Design -Journal of Research PWRI- Japan- Dec. 1991.
5. Takashi lijima, Tomonubo Nakaoka, Yasuyuki Koga - The 1995 Hyogoken Nanbu Earthquake
PWRI - Japan - 1995
6. Peraturan Beban Jembatan - Bridge Design Codes and Manuals - BMS - Bina Marga - 1992
7. Repair and Strengthening of Structures, Structural Engineering International, May 1995,
Journal of IABSE, Zurich
8. Proceedings of a Workshop on Earthquake Resistance of Highway Bridges, 1979, Applied
Technology Council, National Science Foundation, USA
23.