GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA LAPANGAN DORIAN

18
GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA LAPANGAN DORIAN I.1. Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai penghasil hidrokarbon utama di wilayah operasi PT. Pertamina EP Region Jawa. Cekungan Jawa Barat Utara terletak di barat laut Jawa dan meluas sampai lepas pantai utara Jawa. Cekungan Jawa Barat Utara secara umum dibatasi oleh Cekungan Bogor di sebelah selatannya, di bagian barat laut dibatasi oleh Platform Seribu, di bagian utara dibatasi oleh Cekungan Arjuna serta bagian timur laut dibatasi oleh Busur Karimunjawa (Anonim op. cit. Narpodo, 1996). Menurut Padmosukismo (op. cit. Narpodo, 1996), Cekungan Jawa Barat Utara secara regional merupakan sistem busur belakang (back arc system) yang terletak diantara lempeng mikro sunda dan tunjaman lempeng India-Australia. Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah utara-selatan. Sistem patahan yang berarah utara-selatan ini membagi Cekungan Jawa Barat Utara menjadi graben atau beberapa sub-Cekungan dari barat ke timur, yaitu sub-Cekungan Ciputat, sub-Cekungan Pasir Putih dan sub-Cekungan Jatibarang. Masing-masing sub-Cekungan dipisahkan oleh tinggian (blok naik dari sesar). Tinggian Rengasdengklok memisahkan sub-Cekungan Ciputat dengan sub-Cekungan Pasir Putih, Tinggian Pamanukan dan Tinggian Kadanghaur memisahkan sub-Cekungan Pasir Putih dengan sub-Cekungan Jatibarang, seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.1, sedangkan Gambar I.2 menunjukkan penampang tektonik Cekungan Jawa Barat Utara berarah utara-selatan. Konfigurasi sub-Cekungan dan tinggian-tinggian ini sangat mempengaruhi penyebaran batuan sedimen Tersier, baik sebagai batuan induk maupun sebagai batuan reservoar. Sistem patahan blok terbentuk selama orogenesa Kapur Tengah hingga awal Paleosen dan diperkirakan mengontrol struktur Tersier di Cekungan Jawa Barat Utara. Berdasarkan pembagian sub-Cekungan, daerah penelitian masuk ke dalam sub-Cekungan Jatibarang.

Transcript of GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA LAPANGAN DORIAN

���������������� ������������������� ��

GEOLOGI REGIONAL

CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA LAPANGAN DORIAN

I.1. Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara

Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai penghasil hidrokarbon utama

di wilayah operasi PT. Pertamina EP Region Jawa. Cekungan Jawa Barat Utara

terletak di barat laut Jawa dan meluas sampai lepas pantai utara Jawa. Cekungan Jawa

Barat Utara secara umum dibatasi oleh Cekungan Bogor di sebelah selatannya, di

bagian barat laut dibatasi oleh Platform Seribu, di bagian utara dibatasi oleh

Cekungan Arjuna serta bagian timur laut dibatasi oleh Busur Karimunjawa (Anonim

op. cit. Narpodo, 1996).

Menurut Padmosukismo (op. cit. Narpodo, 1996), Cekungan Jawa Barat Utara

secara regional merupakan sistem busur belakang (back arc system) yang terletak

diantara lempeng mikro sunda dan tunjaman lempeng India-Australia. Cekungan

Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah utara-selatan.

Sistem patahan yang berarah utara-selatan ini membagi Cekungan Jawa Barat Utara

menjadi graben atau beberapa sub-Cekungan dari barat ke timur, yaitu sub-Cekungan

Ciputat, sub-Cekungan Pasir Putih dan sub-Cekungan Jatibarang. Masing-masing

sub-Cekungan dipisahkan oleh tinggian (blok naik dari sesar). Tinggian

Rengasdengklok memisahkan sub-Cekungan Ciputat dengan sub-Cekungan Pasir

Putih, Tinggian Pamanukan dan Tinggian Kadanghaur memisahkan sub-Cekungan

Pasir Putih dengan sub-Cekungan Jatibarang, seperti yang ditunjukkan pada Gambar

I.1, sedangkan Gambar I.2 menunjukkan penampang tektonik Cekungan Jawa Barat

Utara berarah utara-selatan.

Konfigurasi sub-Cekungan dan tinggian-tinggian ini sangat mempengaruhi

penyebaran batuan sedimen Tersier, baik sebagai batuan induk maupun sebagai

batuan reservoar. Sistem patahan blok terbentuk selama orogenesa Kapur Tengah

hingga awal Paleosen dan diperkirakan mengontrol struktur Tersier di Cekungan

Jawa Barat Utara. Berdasarkan pembagian sub-Cekungan, daerah penelitian masuk ke

dalam sub-Cekungan Jatibarang.

���������������� ������������������� ��

Gambar I.1. Geologi regional Cekungan Jawa Barat Utara (Martodjojo, op. cit.

Nopyansyah, 2007)

Gambar I.2. Penampang tektonik Cekungan Jawa Barat Utara (tanpa skala),

(Hareira, 1991)

Keterangan :

1. : Basement 5. : Formasi Cibulakan

2. : Formasi Jatibarang 6. : Formasi Parigi

3. : Formasi Talang Akar 7. : Formasi Cisubuh

4. : Formasi Baturaja

���������������� ������������������� ��

I.1.1. Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara

Periode awal sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara dimulai pada kala

Eosen Tengah-Oligosen Awal (fase transgresi). Pada periode ini dihasilkan

sedimentasi vulkanik darat-laut dangkal dari Formasi Jatibarang (Martodjojo, 2003)

saat aktifitas vulkanisme meningkat. Hal ini berhubungan dengan interaksi antar

lempeng di sebelah selatan pulau Jawa, akibatnya daerah-daerah yang masih labil

menjadi sering mengalami aktivitas tektonik. Material-material vulkanik dari arah

timur mulai diendapkan.

Periode selanjutnya merupakan fase transgresi yang berlangsung pada kala

Oligosen Akhir-Miosen Awal yang menghasilkan sedimen transgresif transisi deltaik

hingga laut dangkal yang setara dengan Formasi Talang Akar pada awal permulaan

periode (Martodjojo, 2003). Daerah cekungan terdiri dari dua lingkungan yang

berbeda yaitu di bagian barat paralik sedangkan di bagian timur merupakan laut

dangkal. Selanjutnya aktifitas vulkanik semakin berkurang sehingga daerah-daerah

menjadi agak stabil, tetapi anak Cekungan Ciputat masih aktif. Kemudian air laut

menggenangi daratan yang berlangsung pada kala Miosen Awal mulai dari bagian

barat laut terus ke arah tenggara menggenangi beberapa tinggian kecuali tinggian

Tangerang. Tinggian-tinggian ini merupakan sedimen klastik yang dihasilkan setara

dengan Formasi Talang Akar. Pada akhir Miosen Awal, daerah cekungan relatif stabil

dan daerah Pamanukan sebelah barat merupakan platform yang dangkal (Martodjojo,

2003), dimana karbonat berkembang baik sehingga membentuk setara dengan

Formasi Baturaja sedangkan bagian timur merupakan dasar yang lebih dalam.

Kala Miosen Tengah merupakan fase regresi. Pada Cekungan Jawa Barat Utara

diendapkan sedimen-sedimen laut dangkal dari Formasi Cibulakan Atas. Sumber

sedimen yang utama dari Formasi Cibulakan Atas diperkirakan berasal dari arah

utara-barat laut (Martodjojo, 2003). Akhir Miosen Tengah kembali menjadi kawasan

yang stabil, batugamping berkembang dengan baik. Perkembangan yang baik ini

dikarenakan aktivitas tektonik yang sangat lemah dan lingkungan pengendapan

berupa laut dangkal. Kala Miosen Akhir-Pliosen (fase regresi) merupakan fase

pembentukan Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi daerah cekungan mengalami

sedikit perubahan dimana kondisi laut semakin berkurang masuk ke dalam

lingkungan paralik.

Kala Pleistosen-Aluvium ditandai untuk pengangkatan sumbu utama Jawa.

Pengangkatan ini juga diikuti oleh aktivitas vulkanisme yang meningkat dan juga

diikuti pembentukan struktur utama Pulau Jawa (Martodjojo, 2003). Pengangkatan

sumbu utama Jawa tersebut berakhir secara tiba-tiba sehingga mempengaruhi kondisi

laut. Butiran-butiran kasar diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Cisubuh,

seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.3 dan Gambar I.4.

���������������� ������������������� ��

Gambar I.3. Perubahan muka air laut global Cekungan Jawa Barat Utara

(Martodjojo, op. cit. Nopyansyah, 2007)

���������������� ������������������� ��

Gambar I.4. Lingkungan Pengendapan pada Cekungan Jawa Barat Utara (Anonim,

op. cit. Nopyansyah, 2007)

I.1.2. Tektonik dan Struktur Geologi Cekungan Jawa Barat Utara

Pada permulaan Paleogen (Eosen-Oligosen), Cekungan Jawa Barat mengalami

proses tektonik regangan dengan pola sesar berarah utara-selatan yang berupa sesar-

sesar normal. Pola sesar tersebut dinamakan sebagai pola Sesar Sunda (Sunda Fault).

Pola sesar ini sangat sesuai dengan sistem sesar naik yang berada di belakang busur

volkanik di Sirkum Pasifik yang disebut sebagai Thrust Fold Belt System.

Perkembangan pola sesar naik dibuktikan berdasarkan pada penyebaran umur

endapan turbidit yang makin muda ke arah utara, sehingga diambil kesimpulan bahwa

Cekungan Jawa Barat yang semula diduga sebagai cekungan yang berkedudukan

tetap, ternyata terus berpindah dari selatan ke arah utara dan akibatnya terjadi

���������������� ������������������� ��

perkembangan pola sesar naik yang sesuai dengan pola sesar yang sering terjadi pada

back arc basin. Perpindahan Cekungan Jawa Barat ini juga dikombinasikan dengan

timbulnya deretan jalur magmatis baru pada umur Pliosen-Pleistosen yang ditempati

oleh jalur gunungapi aktif di sepanjang Pulau Jawa sampai sekarang. Cekungan Jawa

Barat Utara sangat dipengaruhi dengan adanya sesar bongkah berarah kurang lebih

utara-selatan yang sangat berperan sebagai pembentuk arah cekungan dan pola

sedimentasi.

Penurunan daerah cekungan terus berlangsung dengan lautan yang menutupi

seluruh daerah lereng cekungan di sebelah selatan melalui jalur-jalur yang terletak

diantara bongkah-bongkah tektonik yang posisinya tinggi dan memisahkan bagian-

bagian cekungan yang lebih kecil. Denudasi dan gerak penurunan berlangsung terus.

Genang laut Miosen menutupi seluruh Cekungan Sunda dan mengendapkan sedimen-

sedimen klastik yang halus dari Formasi Cibulakan. Dengan terisinya bagian-bagian

cekungan, maka terbentuk suatu permukaan endapan yang datar dengan

pengangkatan-pengangkatan lemah pada kawasan pinggir, menurunnya permukaan

laut yang menghasilkan susut laut secara regional, pengendapan sedimen klastik yang

berbutir lebih kasar dan batugamping dari Formasi Parigi.

Susut laut ini diakhiri oleh suatu genang laut utama pada bagian akhir kala

Miosen Tengah, yaitu pada saat diendapkannya batulempung asal laut dan batupasir

dari Formasi Cisubuh. Selama genang laut yang kedua ini telah terjadi hubungan

antar daerah Cekungan Sunda dan daerah Cekungan Sumatra Selatan. Susut laut yang

terakhir berlangsung selama kala Pleistosen sehingga menyebabkan kondisi marin

yang dijumpai dewasa ini.

Sebagai hasil dari pergerakan secara sinambung di zaman Tersier melalui

sistem sesar yang berarah utara-selatan di daerah Cekungan Sunda dan Jawa Barat,

maka tingkat pertumbuhan struktur serta kepadatannya adalah sangat tinggi. Struktur-

struktur umumnya berukuran besar dan luas. Gerak yang terbesar melalui sesar

selama jaman Tersier berlangsung di kala Oligosen hingga Miosen Awal, dimana

telah terjadi pergeseran vertikal dalam skala besar, sekurang-kurangnya 120 meter

sepanjang batas timur dari Cekungan Sunda. Gambar I.5 berikut ini akan

menunjukkan struktur utama pada Cekungan Jawa Barat Utara.

���������������� ������������������� ��

Gambar I.5. Struktur utama Cekungan Jawa Barat Utara (Reminton dan Pranyoto,

1985)

Cekungan Jawa Barat Utara telah terbukti sebagai cekungan minyak bumi yang

potensial. Kegiatan eksplorasi secara aktif telah dilakukan di Cekungan Jawa Barat

Utara dimana telah terjadi penemuan-penemuan terutama pada struktur-struktur

antiklin. Lapisan-lapisan utama yang berproduksi adalah batupasir dari Formasi

Talang Akar dan Formasi Cibulakan. Selain itu batugamping dari Formasi Baturaja

dan Formasi Parigi juga memproduksi minyak dan gas bumi. Suatu hal yang menarik

adalah pada kawasan daratan juga telah diproduksi minyak bumi dari batuan tuffa

volkanik dan breksi dari Formasi Jatibarang.

Secara tektonik, sejarah cekungan Jawa Barat Utara tidak terlepas dari tektonik

global Indonesia bagian Barat dimana tatanan tektoniknya berupa system active

margin, antara lempeng Hindia dengan lempeng Asia. Sistem ini dicirikan dengan

adanya zona subduksi (penunjaman) dan busur magmatik. Fase-fase tektonik yang

terjadi dalam sejarah geologi Cekungan ini adalah :

���������������� ������������������� ��

a. Fase Tektonik Pertama

Pada zaman akhir Kapur awal tersier, Cekungan Jawa Barat Utara dapat

diklasifikasikan sebagai fore arc basin dengan dijumpainya orientasi struktural

mulai dari Cileutuh, sub-Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan Muriah dan

Cekungan Florence barat yang mengidentifikasikan kontrol Meratus Trend.

Pada awal tersier, peristiwa tumbukan antara lempeng Hindia dengan lempeng

Eurasia mengaktifkan sesar mendatar menganan utama Kraton Sunda. Sesar-

sesar ini mengawali pembentukan cekungan-cekungan Tersier di Indonesia

Bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull apart

basin, seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.6.

Gambar I.6. Penampang Tektonik Kapur-Miosen (Martodjojo, 2003)

Pada Cekungan Jawa Barat Utara, periode Paleogen dikenal sebagai

Paleogen Extensional Rifting. Tektonik ektensi ini membentuk sesar-sesar

bongkah (half graben system) dan merupakan fase pertama rifting (Rifting I :

fill phase). Sedimen yang diendapkan pada rifting I ini disebut sebagai sedimen

synrift I. Cekungan awal rifting terbentuk selama fragmentasi, rotasi dan

pergerakan dari Kraton Sunda. Dua trend sesar normal yang diakibatkan oleh

perkembangan rifting-I (early fill) berarah N 60o W - N 40

o W dikenal sebagai

pola Sesar Sunda.

Pada masa ini terbentuk endapan lakustrin dan volkanik dari Formasi

Jatibarang yang menutup rendahan-rendahan yang ada. Proses sedimentasi ini

terus berlangsung dengan dijumpainya endapan transisi Formasi Talang Akar.

Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya lingkungan karbonat

Formasi Baturaja.

���������������� ������������������� ��

b. Fase Tektonik kedua

Fase tektonik kedua terjadi pada permulaan Neogen (Oligosen-Miosen) dan

dikenal sebagai Neogen Compressional Wrenching. Ditandai dengan

pembentukan sesar-sesar geser akibat gaya kompresif dari tumbukan Lempeng

Hindia-Australia. Sebagian besar pergeseran sesar merupakan reaktifasi dari

sesar normal yang terbentuk pada periode Paleogen, seperti yang ditunjukkan

pada Gambar I.7. Peristiwa ini mengakibatkan terbentuknya jalur penunjaman

baru di selatan Jawa. Jalur volkanik periode Miosen Awal yang sekarang ini,

terletak di lepas pantai selatan Jawa. Deretan gunung api ini menghasilkan

endapan gunungapi bawah laut yang sekarang dikenal sebagai “old andesite”

yang tersebar di sepanjang selatan Pulau Jawa. Pola tektonik ini disebut Pola

Tektonik Jawa yang merubah pola tektonik tua yang terjadi sebelumnya,

menjadi berarah barat-timur dan menghasilkan suatu sistem sesar naik, dimulai

dari Selatan (Ciletuh) bergerak ke Utara. Pola sesar ini sesuai dengan sistem

sesar naik belakang busur.

Gambar I.7. Penampang Tektonik Geologi Miosen Awal-Akhir Miosen

Tengah (Martodjojo, 2003)

���������������� ������������������� � �

c. Fase Tektonik Akhir

Fase tektonik akhir yang terjadi adalah pada Pliosen-Pleistosen, dimana

terjadi proses kompresi kembali dan terbentuk perangkap-perangkap struktur

berupa sesar-sesar naik di jalur Selatan Cekungan Jawa Barat Utara. Sesar-sesar

naik yang terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi dan sesar naik Subang,

sedangkan pada jalur utara Cekungan Jawa Barat Utara terbentuk sesar turun

berupa sesar turun Pamanukan. Akibat adanya perangkap struktur tersebut

terjadi kembali proses migrasi hidrokarbon. Fase Tektonik Akhir ini

diilustrasikan pada Gambar I.8.

Gambar I.8. Penampang Tektonik Geologi Miosen Akhir-Resen

(Martodjojo, 2003)

I.1.3. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara

Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala

Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada

Formasi Jatibarang yang terendapkan secara tidak selaras di atas Batuan Dasar.

Urutan startigrafi regional dari yang paling tua sampai yang muda adalah Batuan

Dasar, Formasi Jatibarang, Formasi Cibulakan Bawah (Talang Akar, Baturaja),

Formasi Cibulakan Atas (Massive, Main, Pre-Parigi), Formasi Parigi dan Formasi

Cisubuh, seperti yang diilustrasikan pada Gambar I.9.

���������������� ������������������� ���

Gambar I.9. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan

Padmosukismo, 1975)

���������������� ������������������� ���

a. Batuan Dasar

Batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur Kapur

Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur Pra-Tersier

(Sinclair dkk., 1995). Lingkungan pengendapannya merupakan suatu

permukaan dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk (Koesoemadinata, 1980).

b. Formasi Jatibarang

Formasi Jatibarang tersusun oleh endapan early synrift, terutama dijumpai

pada bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian

barat cekungan ini (daerah Tambun-Rengasdengklok), kenampakan Formasi

Jatibarang tidak banyak (sangat tipis) dijumpai. Pada bagian bawah Formasi ini,

tersusun oleh tuff bersisipan lava (aliran), sedangkan bagian atas tersusun oleh

batupasir. Formasi ini diendapkan pada fasies continental-fluvial. Minyak dan

gas di beberapa tempat pada rekahan-rekahan tuff. Umur Formasi ini adalah

dari kala Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Formasi ini terletak secara tidak

selaras di atas Batuan Dasar.

c. Formasi Talang Akar

Pada synrift berikutnya diendapkan Formasi Talang Akar. Pada awalnya

Formasi ini memiliki fasies fluvio-deltaic sampai fasies marin. Litologi Formasi

ini diawali oleh perselingan sedimen batupasir dengan serpih non-marin dan

diakhiri oleh perselingan antara batugamping, serpih dan batupasir dalam fasies

marin. Ketebalan Formasi ini sangat bervariasi dari beberapa meter di Tinggian

Rengasdengklok sampai 254 m di Tinggian Tambun-Tangerang, hingga

diperkirakan lebih dari 1500 m pada pusat Dalaman Ciputat.

Pada akhir sedimentasi, Formasi Talang Akar ditandai dengan berakhirnya

sedimen synrift. Formasi ini diperkirakan berkembang cukup baik di daerah

Sukamandi dan sekitarnya. Formasi ini diendapkan pada kala Oligosen sampai

dengan Miosen Awal. Pada Formasi ini juga dijumpai lapisan batubara yang

kemungkinan terbentuk pada lingkungan delta. Batubara dan serpih tersebut

merupakan batuan induk untuk hidrokarbon.

d. Formasi Baturaja

Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar. Litologi

penyusun Formasi Baturaja terdiri dari baik yang berupa paparan maupun yang

berkembang sebagai reef build up (menandai fase post rift) yang secara regional

menutupi seluruh sedimen klastik pada Formasi Talang Akar di Cekungan Jawa

Barat Utara. Pada bagian bawah tersusun oleh batugamping masif yang

semakin ke atas semakin berpori. Perkembangan batugamping terumbu

umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai

���������������� ������������������� ���

daerah dalaman. Selain itu juga ditemukan dolomit, interkalasi serpih glaukonit,

napal, chert, batubara. Formasi ini terbentuk pada kala Miosen Awal-Miosen

Tengah (terutama dari asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan

Formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari

cukup (terutama dari melimpahnya foraminifera Spiroclypens Sp). Ketebalan

Formasi ini berkisar pada (50-300) m.

e. Formasi Cibulakan

Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan

batugamping. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan batugamping

klastik serta batugamping terumbu yang berkembang secara setempat-setempat.

Batugamping terumbu ini dikenal sebagai Mid Main Carbonate (MMC).

Formasi ini dibagi menjadi 2 (dua) anggota, yaitu anggota Cibulakan Atas dan

anggota Cibulakan Bawah. Pembagian anggota ini berdasarkan perbedaan

lingkungan pengendapan, dimana anggota Cibulakan Bawah merupakan

endapan transisi (paralik), sedangkan anggota Cibulakan Atas merupakan

endapan neritik. Anggota Cibulakan Bawah dibedakan menjadi dua bagian

sesuai dengan korelasi Cekungan Sumatera Selatan, yaitu : Formasi Talang

Akar dan Formasi Baturaja. Secara keseluruhan Formasi Cibulakan ini berumur

Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Formasi Cibulakan Atas terbagi menjadi

tiga anggota, yaitu :

1) Massive

Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Baturaja.

Litologi anggota ini adalah perselingan batulempung dengan batupasir yang

mempunyai ukuran butir dari halus-sedang. Pada Massive ini dijumpai

kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil

foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus serta foraminifera

bentonik seperti Amphistegina (Arpandi dan Padmosukismo, 1975).

2) Main

Anggota Main terendapkan secara selaras di atas anggota Massive.

Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir

yang mempunyai ukuran butir halus-sedang (bersifat glaukonitan). Pada

awal pembentukannya, berkembang batugamping dan juga blangket-

blangket pasir, dimana pada bagian ini dibedakan dengan anggota Main itu

sendiri yang disebut dengan Mid Main Carbonat.

���������������� ������������������� ���

3) Pre Parigi

Anggota Pre-Parigi terendapkan secara selaras di atas anggota Main.

Litologinya adalah perselingan batugamping, dolomit, batupasir dan

batulanau. Anggota ini terbentuk pada kala Miosen Tengah-Miosen Akhir

dan diendapkan pada lingkungan Neritik Tengah-Neritik Dalam (Arpandi

dan Padmosukismo, 1975), dengan dijumpainya fauna-fauna laut dangkal

dan juga kandungan batupasir glaukonitan.

f. Formasi Parigi

Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas.

Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping abu-abu terang,

berfosil, berpori dengan sedikit dolomit. Adapun litologi penyusun yang lain

adalah serpih karbonatan, napal yang dijumpai pada bagian bawah. Selain itu,

kandungan koral dan alga cukup banyak dijumpai selain juga bioherm dan

biostrom. Pengendapan batugamping ini melampar ke seluruh Cekungan Jawa

Barat Utara.

Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut dangkal-neritik tengah

(Arpandi dan Padmosukismo, 1975). Formasi Parigi berkembang sebagai

batugamping terumbu, namun di beberapa tempat ketebalannya menipis dan

berselingan dengan napal. Batas bawah Formasi Parigi ditandai dengan

perubahan berangsur dari batuan fasies campuran klastika karbonat dari

Formasi Cibulakan Atas menjadi batuan karbonat Formasi Parigi. Kontak

antara Formasi Parigi dengan Formasi Cisubuh yang berada di atasnya sangat

tegas yang merupakan kontak antara batugamping bioklastik dengan napal yang

berfungsi sebagai lapisan penutup. Formasi ini diendapkan pada kala Miosen

Akhir-Pliosen.

g. Formasi Cisubuh

Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litologi

penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir dan serpih

gampingan. Umur Formasi ini adalah kala Miosen Akhir sampai Pliosen-

Pleistosen. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang semakin

ke atas menjadi lingkungan litoral-paralik.

I.1.4. Petroleum System Cekungan Jawa Barat Utara

Hampir seluruh Formasi di Cekungan Jawa Barat Utara dapat menghasikan

hidrokarbon yang mempunyai sifat berbeda, baik dari lingkungan pengedapan

maupun porositas batuannya. Model Petroleum system pada Cekungan Jawa Barat

Utara ditunjukkan pada Gambar I.10.

���������������� ������������������� ���

Gambar I.10. Petroleum system Cekungan Jawa Barat Utara (Budiyani dkk.,

1991).

a. Bantuan Induk (Source Rock)

Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk,

yaitu lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coals, fluvio deltaic shales (oil

dan gas prone) dan marin claystone (bacterial gas). Studi geokimia dari minyak

mentah yang ditemukan di Pulau Jawa dan lapangan lepas pantai Arjuna

menunjukan bahwa fluvio deltaic dan shale dari Formasi Talang Akar bagian

atas berperan dalam pembentukan batuan induk yang utama. Beberapa peran

serta dari lacustrine shales juga ada, terutama pada sub-Cekungan Jatibarang.

Kematangan batuan induk di Cekungan Jawa Barat Utara ditentukan oleh

analisis batas kedalaman minyak dan kematangan batuan induk pada puncak

Gunung Jatibarang atau dasar/puncak dari Formasi Talang Akar atau bagian

bawah dari Formasi Baturaja (Reminton dan Pranyoto, 1985).

1) Lacustrine Shale

Lacustrine Shale terbentuk pada suatu periode syn rift dan berkembang

dalam 2 macam fasies yang kaya material organik. Fasies pertama adalah

fasies yang berkembang selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada

Formasi Banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine

clastic dan vulkanik klastik. Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk

���������������� ������������������� ���

selama akhir syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen dengan

Formasi Talang Akar. Pada Formasi ini, batuan induk dicirikan oleh klastik

non-marin berukuran kasar dan interbedded antara batupasir dengan

lacustrine shale.

2) Fluvio Deltaic Coal dan Shale

Batuan induk ini dihasilkan olen ekuivalen Formasi Talang Akar yang

dideposisikan selama post rift sag. Fasies ini dicirikan oleh coal bearing

sedimen yang terbentuk pada sistem fluvial pada Oligosen Akhir. Batuan

induk tipe ini menghasilkan minyak dan gas.

3) Marin Lacustrine

Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh pada

cekungan laut. Batuan induk ini dicirikan oleh proses methanogenic bacteria

yang menyebabkan degradasi material organik pada lingkungan laut.

b. Reservoar

Semua Formasi dari Jatibarang sampai Parigi merupakan interval dengan

sifat fisik reservoir yang baik sehingga banyak lapangan mempunyai daerah

dengan cadangan yang berlipat. Cadangan terbesar adalah yang mengandung

batupasir pada Main atau Massive dan Formasi Talang Akar. Selain itu, minyak

telah diproduksi dari rekahan volkanoklastik dari Formasi Jatibarang. Pada

daerah dimana batugamping Baturaja mempunyai porositas yang baik,

akumulasi endapan yang agak besar mungkin dapat dihasilkan. Timbunan

pasokan sedimen dan laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf,

diidentifikasi dari clinoforms yang menandakan adanya progradasi. Pemasukan

sedimen ini disebabkan oleh perpaduan ketidakstabilan tektonik yang

merupakan akibat dari subsiden yang terus-menerus pada daerah foreland dari

Lempeng Sunda (Hamilton, 1979). Pertambahan yang cepat dalam sedimen

klastik dan laju subsiden pada Miosen Awal diinterprestasikan sebagai sebab

dari perhentian deposisi batugamping Baturaja. Anggota Main dan Massive

menjadi dasar dari sequence transgressive marin yang sangat lambat, kecuali

yang berdekatan dengan akhir dari deposisi anggota Main. Ketebalan seluruh

sedimen bertambah dari 400 feet pada daerah yang berdekatan dengan

paleoshoreline menjadi lebih dari 5000 feet pada sub-Cekungan Ardjuna.

c. Tipe Jebakan (Trap)

Tipe Jebakan di semua sistem petroleum Cekungan Jawa Barat Utara sangat

mirip. Hal ini disebabkan evolusi tektonik dari semua cekungan sedimen

���������������� ������������������� ���

sepanjang batas selatan dari Kraton Sunda, tipe struktur geologi dan mekanisme

jebakan yang hampir sama. Bentuk utama struktur geologi adalah dome

anticlinal yang lebar dan jebakan dari blok sesar yang miring. Pada beberapa

daerah dengan reservoar reef build up, perangkap stratigrafi juga berperan.

Perangkap stratigrafi yang berkembang umumnya dikarenakan terbatasnya

penyebaran batugamping dan perbedaan fasies. Himpunan batuan dasar pada

daerah lepas pantai Cekungan Jawa Barat Utara berkomposisi batuan metamorf

dan batuan beku. Berdasarkan umur batuan dasar, metamorfisme regional

berakhir selama zaman Kapur Akhir selama deformasi, uplift, erosi dan

pendinginan yang terus-menerus sampai dengan Paleosen (Sinclair dkk., 1995).

d. Jalur Migrasi (Proper Timing of Migration)

Migrasi hidrokarbon terbagi menjadi tiga, yaitu migrasi primer, sekunder

dan tersier. Migrasi Primer adalah perpindahan minyak bumi dari batuan induk

dan masuk ke dalam reservoar melalui lapisan penyalur (Koesoemadinata,

1980). Migrasi sekunder dianggap sebagai pergerakan fluida dalam batuan

penyalur menuju trap. Migrasi tersier adalah pergerakan minyak dan gas bumi

setelah pembentukan akumulasi yang nyata. Jalur untuk perpindahan

hidrokarbon mungkin terjadi dari jalur kedua yang lateral atau vertikal dari

cekungan awal. Migrasi lateral mengambil tempat didalam unit-unit lapisan

dengan permeabilitas horizontal yang baik, sedangkan migrasi vertikal terjadi

ketika migrasi yang utama dan langsung berupa tegak menuju lateral. Jalur

migrasi lateral berciri tetap dari unit-unit permeabel. Pada Cekungan Jawa

Barat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral lebih banyak berupa celah

batupasir yang mempunyai arah utara-selatan dari Formasi Talang Akar dan

mirip dengan orientasi sistem batupasir dalam anggota Main maupun Massive

(Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran utama untuk migrasi vertikal

dengan transportasi yang cepat dari cairan yang bersamaan waktu dengan

periode tektonik aktif dan pergerakan sesar.

e. Lapisan Tudung (Seal)

Lapisan penutup atau lapisan penudung merupakan lapisan impermiabel

yang dapat menghambat atau menutup jalannya hidrokarbon. Lapisan ini juga

biasa disetarakan dengan lapisan overbuden. Lapisan yang sangat baik adalah

batulempung. Pada Cekungan Jawa Barat Utara, hampir setiap Formasi

memiliki lapisan penutup yang efektif. Namun, Formasi yang bertindak sebagai

lapisan penutup utama adalah Formasi Cisubuh karena Formasi ini memiliki

litologi yang impermiabel yang cocok sebagai penghalang bagi hidrokarbon

untuk bermigrasi lebih lanjut.

���������������� ������������������� ���

DAFTAR PUSTAKA

Tulisan ini dikutip dari Skripsi S-1:

Reza Aditya Hernawan, 2010, Inversi Impedansi Elastik Untuk Identifikasi

Penyebaran Reservoar Batupasir Studi Kasus Lapangan “Aditya” Formasi

Talang Akar Cekungan Jawa Barat Utara, Teknik Geofisika Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.

Arpandi, D., Patmokismo, S., 1975 The Cibulakan Formation as One of The Most

Prospective Stratigraphic Unitsin The Northwestjava Basinal Area, IPA

Proceeding, Vol 4th

Annual Convention, Jakarta.

Hareira Ichwan. 1991. Tinjauan Geologi dan Prospek Hidrokarbon cekungan Jawa

Barat Utara, PERTAMINA UEP III. Jakarta

Koesoemadinata, R,P., 1980, Geologi minyak dan gas bumi Jilid 1 Edisi ke II, Institut

Teknologi Bandung, Bandung.

Martodjojo, S., 2003, Evaluasi Cekungan Bogor, Penerbit ITB, Indonesia.

Narpodo, J., 1996. Studi Konversi Kedalaman dengan Metode Stacking Velocity dan

Layer Cake di daerah Jawa Barat Utara, Skripsi-S1 Geofisika FMIPA UGM,

Yogyakarta.

Nopyansyah, T., 2007, Studi Penyebaran Reservoar Berdasarkan Data Log, Cutting,

dan Atribut Seismik Pada Lapangan “TNP” Formasi Cibulakan Atas

Cekungan jawa Barat Utara, Skripsi-S1 Teknik Geologi FTM UPN Veteran

Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan).

Reminton, C, H., Nasir, H., 1986, Potensial Hidrokarbon Pada Batuan Karbonat

Miosen Jawa Barat Utara. PIT IAGI XV, Yogyakarta.

Sinclair, S., Gresko, M., Sunia, C., 1995, Basin Evolution of The Ardjuna Rift System

and its Implications for Hydrocarbon Exploration, Offshore Northwest Java,

Indonesia, IPA Proceedings, 24th

Annual Convention, Jakarta.