Farmakologi dan toksikologi (antijamur untuk infeksi sistemik)

21
MAKALAH FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI II “Antijamur Untuk Infeksi Sistemik” OLEH : NAMA : RINI BIDASARI RAZAK NIM : 70100111077 KELAS : FARMASI B JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR SAMATA – GOWA

Transcript of Farmakologi dan toksikologi (antijamur untuk infeksi sistemik)

MAKALAH

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI II

“Antijamur Untuk Infeksi Sistemik”

OLEH :

NAMA : RINI BIDASARI RAZAK

NIM : 70100111077

KELAS : FARMASI B

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

SAMATA – GOWA

2013

A. Pendahuluan

1. Pengertian Jamur

Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada

penyakit terutama di negara-negara tropis. Penyakit kulit

akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul

ditengah masyarakat Indonesia. Iklim tropis dengan

kelembaban udara yang tinggi diIndonesia sangat mendukung

pertumbuhan jamur. Banyaknya infeksi jamur juga didukung

oleh masih banyaknya masyarakat Indonesia yang berada di

bawah garis kemiskinan sehingga masalah kebersihan

lingkungan, sanitasi dan pola hidup sehat kurang menjadi

perhatian dalam kehidupan seharihari masyarakat

Indonesia.

Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab

penyakit pada manusia.Jamur memang sangat erat

hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian eratnya

sehingga manusia tak terlepas dari jamur. Jenis fungi-

fungian ini bisa hidup dan tumbuh di mana saja, baik di

udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia

sendiri. Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia

disebut mikosis, yaitu mikosis superficial dan mikosis

sistemik. Mikosis superfisial merupakan mikosis yang

menyerang kulit, kuku, dan rambut terutama disebabkan

oleh 3 genera jamur, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan

Epidermophyton. Sedangkan mikosis sistemik merupakan

mikosis yang menyerang alat-alat dalam, seperti jaringan

sub-cutan, paru-paru, ginjal, jantung,mukosa mulut, usus,

dan vagina.

2. Tujuan Pemeriksaan Jamur

a. Untuk Mengetahui Penyebab terjadinya infeksi jamur

b. Untuk Mengetahui jenis jamur

c. Untuk Mengetahui cara pengobatan dan cara pencegahannya

3. Faktor-faktor Penyebab Infeksi Jamur

a. Lembab dan panas dari lingkungan, dari pakaian ketat,

dan pakaian tak menyerap keringat.

b. Keringat berlebihan karena berolahraga atau karena

kegemukan.

c. Friksi atau trauma minor, misalnya gesekan pada paha

orang gemuk.

d. Keseimbangan flora tubuh normal terganggu, antara lain

karena pemakaian antibiotik, atau hormonal dalam jangka

panjang.

e. Penyakit tertentu, misalnya HIV/AIDS, dan diabetes.

f. Kehamilan dan menstruasi. Kedua kondisi ini terjadi

karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh sehingga

rentan terhadap jamur. Keputihan sebenarnya adalah

sebuah hal yang wajar bila terjadi pada saat2 tertentu.

Karena Vagina wanita dewasa mengandung flora normal

yang disebut Basil Doderlein. Basil Doderlein ini

adalah bakteri baik, maksudnya adalah bakteri yang

membuat lingkungan vagina menjadi asam dan berfungsi

sebagai perlindungan terhadap infeksi yang dimungkinkan

terjadi karena berbagai faktor, seperti infeksi jamur,

bakteri, virus, dll. Selain itu, keputihan yang juga

berfungsi sebagai perlindungan terhadap berbagai

infeksi. Penyebab keputihan dapat digolongkan pada dua

golongan besar, yaitu fisiologis dan patologis. Pada

keadaan fisiologis, keputihan dapat terjadi pada saat

hamil, sebelum dan sesudah haid, saat mendapat rangsang

seksual, saat banyak melakukan aktivitas fisik yang

kesemuanya tidak menimbulkan keluhan tambahan seperti

bau, gatal, dan perubahan warna. Namun pada keputihan

karena infeksi jamur, akan lebih berat terjadi pada

bulan-bulan terakhir kehamilan dan saat menstruasi

karena pada saat tersebut kelembaban vagina paling

tinggi dan jika kita tidak ikut serta menjaga

kebersihan vagina.

4. Cara Memastikan Penyakit Jamur

a. Pemeriksaan tampilan secara klinis.

b. Pemeriksaan dengan bantuan sinar lampu Wood (UV)yaitu

menghasilkan sinar ultraviolet 360nm (atau sinar

“hitam” yang dapat digunakan untuk membantu evaluasi

pengakit-penyakit kulit tertentu

c. Kerokan kulit

d. Mukosa

e. Kuku untuk pemeriksaan mikroskopik

f. Pemeriksaan biakan untuk mengetahui jenis jamurnya

yaitu dilakukan dengan menanamkan sampel pada media

buatan yaitu emnggunakan media agar dextrose sabouraud.

Tujuan dilakukan pemeriksaan ini yaitu sebagai

penyokong pemeriksaan langsung (KOH) sehingga dapat

diketahui secara posisi wujud spesies jamur yang

menyebabkan kelainan kulit pada pasien. Dengan

mengetahui spesies jamur yang menginfeksi kulit hal ini

dapat membantu menentukan terapi spesifik pada pasien,

sehingga efek dari terapi yang dapat bekerja maksimal.

5. Pemeriksaan Jamur Secara Mikroskopik

a. Prinsip

Larutan KOH 10% atau 20% akan melisiskan kulit, kuku

dan rambut sehingga bila mengandung jamur, dibawah

mikroskop akan terlihat hypa dan atau spora.

Pemeriksaan KOH (kalium hidroksida) merupakan

pemeriksaan yang dianjurkan untuk menegakkan diagnosis

pada setiap kasus kelainan kulit pada infeksi jamur.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan

pengerokkan kulit pada bagian kulit yang mengalami

infeksi jamur. Hasil yang diterapkan pada pemeriksaan

ini ditemukannya elemen jamur beruoa hifa panjang dan

artrospora (hifa bercabang) yang berarti bahwa penyebab

kelainan kulit pada pasien disebabkan oleh jamur nakal

(dermatofita).

b. Tujuan

Menemukan adanya hifa dan atau spora pada kulit, kuku

dan rambut.

c. Lokasi

1) Kulit : Bagian tepi kelainan kulit

2) Kuku : Kuku yang mengalami penebalan

3) Rambut : Rambut rapuh dan berwarna agak pucat.

Daerah sekitar rambut menunjukan kelainan kulit,

misalnya bersisik, botak, dan lain-lain

d. Hasil Positif

Positif : bila ditemukan adanya hypa dan atau spora

Negatif : bila tidak ditemukan adanya hypa dan atau

spora

6. Cara Mencegah Jamur

a. Hindari meminjam barang (pribadi) orang lain, misalnya

handuk, pakaian, alat mandi, dll.

b. Usahakan mengganti pakaian yang sudah basah karena

keringat. Sebab keringat menyebabkan tumbuhnya jamur

c. Gunakan pakaian yang benar-benar kering, dan gantilah

setiap harinya

d. Jangan gantung handuk di kamar mandi, langsung jemur

handuk untuk meminimalis kelembapan sehingga jamur mati

saat terkena sinar matahari.

e. Gunakan kaos kaki yang dapat menyerap keringat, hal ini

untuk menghindari kelembapan pada sela-sela ruas jari,

sehingga tidak menyebabkan jamur kutu air

f. Rajin gunting kuku tangan dan kaki. Mengapa? Jika ada

bagian tubuh yang terinfeksi jamur dan tidak sengaja

menggaruknya, jamur akan menempel di bawah kuku, dan

mulai menginfeksi jaringan di bawah kuku. Bahkan bisa

jua kita secara tidak sadar memindahkan jamur tersebut

ke daerah lainnya

g. Usahakan setiap hari mengganti pakaian, gantilah dengan

baju yang bersih, bukan dengan baju yang sudah dipakai

berhari-hari.

h. Jika sudah terinfeksi ada baiknya langsung diobati agar

tidak menyebar ke daerah yang lain.

i. Cucilah tangan dan mandi dengan air bersih.

A. Infeksi dan Antijamur

Infeksi karena jamur disebut sebagai mikosis, umumnya

bersifat kronis, dapat ringan pada permukaan kulit (mikosis

kutan), dapat pula menembus kulit menimbulkan mikosos

subkutan. Mikosis yang paling sulit diobati ialah mikosis

sistemik yang sering menimbulkan kematian. Insiden jamur

meningkat pada sejumlah penderita dengan penekanan system

imun (misalnya, pada penderita kanker dan transplantasi) dan

pada penderita AIDS. Penderita-penderita ini sering kali

menderita infeksi jamur oportunistik, seperti meningitis

kriptokokus atau aspergillus. Mikosis sistemik; seperti

lastomikosis, koksidioidomikosis, dan histoplasmosis hampir

selalu menjadi masalah dibeberapa daerah. Penggunaan

antineoplastik dan imunosupresan memberi kesempatan infeksi

jamur sistemik berkembang dengan cepat. Dinding sel jamur

mengandung kitin, polisakarida, dan ergosterol pada membran

selnya; kandungan dinding sel jamur ini berbeda dengan

bakteri. Oleh karena itu, infeksi jamur resisten terhadap

antibiotika yang digunakan untuk infeksi bakteri, dan

sebaliknya, bakteri juga resisten terhadap obat-obat

antijamur.

Secara klinis, infeksi jamur dapat digolongkan menurut

lokasi infeksinya, yaitu :

1. Mikosis sistemik (infeksi jamur sistemik) terdiri dari

deep mycosis (misalnya aspergilosis, blastomikosis, koksidioidomikosis,

kriptokokus, histoplasmosis. Mukormikosis, parakoksido-idomikosis, dan

kandidiasis) dan sub-cutan mycosis (misalnya kromomikosis,

misetoma, dan sporotrikosis).

2. Dermatofit, yaitu infeksi jamur yang menyerang kulit,

rambut, dan kuku, biasanya disebabkan oleh epidermofiton dan

mikrosporum.

3. Mikosis mukokutan, yaitu infeksi jamur pada mukosa dan

lipatan kulit yang lembab, biasanya disebabkan oleh

candida.

Menurut indikasi klinis obat-obat antijamur dapat dibagi

atas dua golongan, yaitu:

1. Antijamur untuk infeksi sistemik, termasuk : amfoterisin B,

flusitosin, imidazol (ketokonazol, flukonazol, mikonazol), dan

hidroksistilbamidin.

2. Antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan,

termasuk griseofulvin, golongan imidazol (mikonazol, kotrimazol,

ekonazol, isokonazol, tiokonazol, dan bifonazol), nistatin, tolnaftat, dan

antijamur topical lainnya (kandisidin, asam undesilenat, dan

natamisin).

Tujuan utama pengobatan infeksi jamur adalah

menghilangkan atau membunuh organisme yang pathogen dan

memulihkan kembali floraa normal kulit dengan cara

memperbaiki ekologi kulit atau membrane mukosa yang

merupakan tempat berkembangnya koloni jamur. Tetapi dasar

farmakologis dari pengobatan infeksi jamur belum sepenuhnya

dimengerti. Dalam pengobatan beberapa antijamur (imidazol,

triazol, dan antibiotic polien) dapat digunakan untuk

infeksi sistemik dan topikal.

B. Obat Antijamur Untuk Infeksi Sistemik

1. Amfoterisin B

Amfoterisin A dan B merupakan hasil

fermentasi Streptomyces nodosus. 98 % campuran ini

terdiri dari amfoterisin B yang mempunyai aktivitas

antijamur.

Mekanisme Kerja. Amfoterisin B berikatan kuat dengan

ergosterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan

ini akan menyebabkan membran sel bocor sehinggaterjadi

kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan

kerusakan yang tetap pada sel.

Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi oleh

antibiotik ini karena jasad renik ini tidak mempunyai

gugus sterol pada membran selnya. Pengikatan kolesterol

pada sel hewan dan manusia oleh antibiotic ini diduga

merupakan salah satu penyebab efek toksiknya. Resistensi

terhadap amfoterisin B ini mungkin disebabkan terjadinya

perubahan reseptor sterol pada membran sel.

Farmakokinetik : Amfoterisin B sedikit sekali diserap

melalu saluran cerna. Suntikan yang dimulai dengan dosis

1,5 mg/hari lalu ditingkatkan secara bertahap sampai

dosis 0,4-0,6 mg/kgBB/hari akan memberikan kadar puncak

antara 0,5-2µg/ml pada kadar mantap. T1/2 kira-kira 24-48

jam pada dosis awal diikuti oleh eliminasi fase kedua

dengan T1/2 kira-kira 15hari sehingga kadar mantapnya bru

akan tercapai setelah beberapa bulan pemakaian. 95% obat

ini beredar dalam plasma, terikat pada lipoprotein. Kadar

amfoterisin B dalam cairan pleura, peritoneal, synovial,

dan akuosa yang mengalami peradangan hanya kira-kira 2/3

dari kadar terendah dalam plasma. Ekskresi obat ini

melalui ginjal berlangsung lambat sekali, hanya 3% dari

jumlah yang diberikan selama 24 jam sebelum ditemuan

dalam urin.

Efek samping : infuse amfoterisin B seringkali

menimbulkan kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam,

menggigil, lesu, anoreksia nyeri otot, flebitis, kejang

dan penurunan fungsi ginjal. Untuk dosis awal secara IV

akan mengalami demam dan menggigil.

Indikasi : bersifat fungisidal digunakan untuk hamper

semua infeksi jamur yang mengancam kehidupan, seperti

koksidiodoimikosis, parakoksidiodoimikosis, aspergilosis,

kromoblastomikosis, maduromikosis, dan mukormikosis.

Histoplasmosis, kriptokokis juga responsive terhadap obat

ini, demikian pula leismaniasis mukokutan yang disebabkan

oleh Leishmania braziliensis.

2. Flusitosin

Flusitosin (5-fluorositosin; 5FC) merupakan antijamur

sintetik yang berasal dari fluorinasi pirimidin, dan

mempunyai persamaan struktur dengan fluorourasil dan

floksuridin. Obat ini berbentuk kristal putih tidak

berbau, sedikit larut dalam air tapi mudah larut dalam

alcohol

Mekanisme kerja : Flusitosin masuk ke dalam sel jamur

dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam sitoplasma

akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi

menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein

sel jamur terganggu akibat penghambatan Iangsung sintesis

DNA oleh metabolit fluorourasil. Keadaan initidak terjadi

pada sel mamalia karena dalam tubuh mamalia flusitosin

tidak diubah menjadi fluorourasil.

Farmakokinetik : flusitosin diserap dengan cepat dan baik

melalui saluran cerna. Pemberian bersama makanan

memperlambat penyerapan tapi tidak mengurangi jumlah yang

diserap, juga pada pemberian bersama AlOH/MgOH dan dengan

neomisin. Kadar puncak dalam darah setelah pemberian per

oral berkisar antara70-88µg/ml, akan dicapai 1-2 jam

setelah pemberian dosis sebesar 37,5 mg/kgBB. Kadar dalam

cairan otak 60-90% kadar dalam plasma. 90% flusitosin

akan dikeluarkan bersama melalui filtrasi glomerolus

dalam bentuk utuh, kadar dalam urin 200-500 µg/ml. T1/2 3-6

jam.

Indikasi : untuk infeksi sistemik, flusitosin kurang

toksik daripada amfoterisin B dan obat ini dapat

diberikan per oral, tapi cepat menjadi resisten. Oleh

sebab itu, pemakaian tunggal flusitosin hanya untuk

infeksi Cryptococcus neoforman, beberaapa spesies Candida, dan

infeksi oleh kromoblastomikosis. Untuk meningitis oleh

Cryptococcus neoforman 100-150 mg/kgBB/hari flusitosin

dikombinasikan dengan 0,3 mg/kgBB/hari amfoterisin B.

obat ini dapat jugadikombinasikan dengan itrakonazol.

3. Imidazol dan Triazol

KETOKONAZOL

Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik dengan

struktur mirip mikonazol dan klotrimazol. Obat ini

bersifat liofilik dan larut dalam air pada pH asam.

Farmakokinetik : Ketokonazol merupakan antijamur sistemik

per oral yang penyerapannya bervariasi antar individu

obat ini menghasilkan kadar untuk menekan aktivitas

berbagai jenis jamur. Pengaruh makanan tidak begitu nyata

terhadap penyerapan Ketokonazol. Obat ini ditemukan dalam

urin, kelenjar lemak, liur, juga pada kulit yang

mengalami infeksi, tendo, cairan synovial, dan cairan

vaginal. Dalam plasma, 84% Ketokonazol berikatan dengan

protein plasma. Sebagian besar dari obat ini

diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus dan

hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin.

Efek samping : efek toksik lebih ringan dari pada

amfoterisin B.mual dan muntah adalah efek samping yang

paling sering dijumpai. Efek samping yang jarang yaitu

sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia,

pruritus, parestesia, gusi berdarah, erupsi kulit, dan

trombositopenia.

Indikasi : efektif untuk histoplasmolisis paru,, tulang,

sendi dan jaringan lemak. Tidak dianjurkan untuk

meningitis, tapi efektif untuk kriptokokus nonmeningeal,

juga efektif untuk parakoksidoidomikosis,

koksidiodomikosis, dermatomikosis, dan kandidiasis.

ITRAKONAZOL

Antijamur sistemik turunan triazol ini erat hubungannya

dengan ketokonazol. Obat ini dapat diberikan per oral dan

IV. Aktivitas antijamurnya lebih lebar sedangkan efek

samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan dengan

ketokonazol. Itrakonazol diserap lebih sempurna melalui

saluran cerna bila diberikan bersama makanan.

Itrakonazol, seperti golongan azol lainnya, juga

berinteraksi dengan enzim mikrosom hati, tetapi tidak

sebanyak ketokonazol. Rifampisin akan mengurarangi kadar

plasma itrakonazol.

Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi

yang sama dengan ketokonazol antara lain terhadap

blastomikosis, histoplasmosis,

koksidioidomikosis,sariawan pada mulut dan tenggorokan

serta tinea versikolor. Berbeda dari ketokonazol,

itrakonazol juga memberikan efek terapi terhadap

aspergilosis di luar SSP.

Itrakonazol suspensi diberikan dalam keadaan lambung

kosong dengan dosis dua kali 100 mg sehari, dan sebaiknya

dikumur dahulu sebelum ditelan untuk meng-optimalkan efek

topikalnya. Lamanya pengobatan biasanya 2-4 minggu.

Itrakonazol IV diberikan untuk infeksi berat melalui

infus dengan dosis muat dua kali 200 mg sehari, diikuti

satu kali 200 mg sehari selama 12 hari. Infus diberikan

dalam waktu satu jam.

FLUKONAZOL

Ini adalah suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat

farmakologis yang baru. Obat ini diserap sempurna melalul

saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya makanan ataupun

keasaman lambung. Kadar plasma setelah pemberian per oral

sama dengan kadar plasma setelah pemberian IV. Flukonazol

tersebar rata ke dalam cairan tubuh juga dalam sputum.

Gangguan saluran cema merupakan efek samping yang paling

banyak ditemukan. Pada pasien AIDS ditemukan urtikaria,

eosinofilia, sindrome Stevens-Johnson, gangguan fungsi

hati yang tersembunyi dan trombositopenia.

Flukonazol berguna untuk mencegah relaps meningitis yang

disebabkan oleh Cryptococcus pada pasien AIDS setelah

pengobatan dengan amfoterisin B. Juga efektif untuk

pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pada pasien

AIDS.

VORIKONAZOL

Obat ini adalah antijamur baru golongan triazol yang

diindikasika, untuk aspergiiosis sistemik dan Infeksi

jamur berat yang disebabkan oleh Scedosporium

apiosperrnun dan Fusarium sp. Obat ini juga mempunyai

efektivitas yang baik terhadap Candida sp,Cryptococcus

sp dan Dermatophyte sp, termasuk untuk infeksi kandida

yang resisten terhadap flukonazol. Farmakokinetik obat

ini tidak linier akibat terjadinya saturasi metabolisme.

Pengobatan yang dimulai dengan pemberian IV ini,

secepatnya harus dialihkan ke pemberian oral. Dosis muat

oral untuk pasien dengan berat badan > 40 kg ialah 400mg

dan untuk pasien yang beratnya < 40 kg diberikan 200 mg.

Dosis muat oral juga diberikan hanya 2 kali dengan

interval 12 jam. Pengobatan lalu dilanjutkandengan

pemberian oral 200 mg tiap 12 jam bagi pasien dengan

berat badan > 40 kg.Untuk pasien dengan berat badan

kurang dari 40 kg diberikan dosis pemeliharaan 2 kali 100

mg sehari.

4. Kaspofungin

Kaspofungin adalah antijamur sistemik dari suatu kelas

baru yang disebut ekinokandin. Obat ini bekerja dengan

menghambat sintesis beta (1,3)-Dglukan, suatu komponen

esensial yang membentuk dinding sel jamur. Dalam darah

97%  obat terikat protein dan masa paruh eliminasinya 9-

11 jam.Obat ini dimetabolisme secara lambat dengan cara

hidrolisis dan asetilasi.Ekskresinya melalui urin hanya

sedikit sekali.

Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai

berikut:

a. Kandidiasis invasif, termasuk kandidemia pada pasien

neutropenia atau non-neutropenia.

b. Kandidiasis esofagus.

c. Kandidiasis orofarings.

d. Aspergilosis invasif yang sudah refrakter terhadap

antijamur lainnya.

Pengobatan umumnya diberikan selama 14 hari. Keamanan

obat ini belum diketahui pada wanita hamil dan anak

berumur kurang dari 18 tahun.

5. Terbinafin

Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik

dengans truktur mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk

terapi dermatofitosis, terutama onikomikosis. Namun, pada

pengobatan kandidiasis kutaneus dan tinea

versikolor,terbinafin biasanya dikombinasikan dengan

golongan imidazol atau triazol karena penggunaannya

sebagai monoterapi kurang efektif.

FARMAKOKINETIK. Terbinafin diserap baik melalui saluran

cerna, tetapi bioavailabilitasnya menurun hingga 40%

karena mengalami metabolisme lintas pertama di hati. Obat

ini terikat dengan protein plasma lebih dari 99% dan

terakumulasi di kulit, kuku dan jaringan lemak. Waktu

paruh awalnya adalah sekitar 12 jam dan berkisar antara

200 sampai 400 jam bila telah mencapai kadar mantap. Obat

ini masih dapat ditemukan dalam plasma hingga 4-8 minggu

setelah pengobatan yang lama. Terbinafin dimetabolisme di

hati menjadi metabolit yang tidak aktif dan diekskresikan

di urin. Terbinafin tidak di indikasikan untuk pasien

azotemia atau gagal hati karena dapat terjadi peningkatan

kadar terbinafin yang sulit diperkirakan.

Efek samping : gangguan saluran cerna, sakit kepala atau

rash, netropenia berat, sindroma stevens, nekrolisis

epidermal toksik dapat terjadi namun sangat jarang.

C. Pengobatan Untuk Infeksi Sistemik

Infeksi oleh jamur patogen yang terinhalasi dapat sembuh

spontan. Histoplasmosis, koksidioidomikosis, blastomikosis

dan kriptokokosis pada paru yang sehat tidak membutuhkan

pengobatan. Kemoterapi baru dibutuhkan bila ditemukan

pneumonia yang berat, infeksi cenderung menjadi kronis, atau

bila disangsikan terjadi penyebaran atau adanya risiko

penyakit akan menjadi lebih parah. Pasien AIDS atau pasien

penyakit imunosupresi lain biasanya membutuhkan kemoterapi

untuk mengatasi pneumonia karena jamur atau oleh sebab lain.

ASPERGILOSIS. Invasi aspergilosis paru sering terjadi pada

pasien penyakit imunosupresi yang berat dan tidak memberi

respons yang memuaskan terhadap pengobatan dengan antijamur.

Obat pilihan adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,5-1,0

mg/kgBB setiap hari dalam infus lambat. Untuk infeksi berat,

dosis dapat ditingkatkan sampai dua kalinya. Bila penyakit

progresif, dosis obat dapat ditingkatkan.

BLASTOMIKOSIS. Obat terpilih untuk kasus ini adalah

ketokonazol per oral 400 mg sehari selama 6 – 12 bulan.

Itrakonazol juga efektif dengan dosis 200 – 400 mg sekali

sehari pada beberapa kasus. Amfoterisin B dicadangkan untuk

pasien yang tidak dapat menerima ketokonazol, infeksinya

sangat progresif atau infeksi menyerang SSP. Dosis yang

dianjurkan 0,4 mg/kgBB/hari selama 10 minggu. Kadangkala

dibutuhkan tindakan operatif untuk mengalirkan nanah dari

sekitar lesi.

KANDIDIASIS. Kateterisasi ataupun manipulasi instrument lain

dapat memperburuk kandidiasis. Bila invasi tidak mengenai

parenkim ginjal pengobatan cukup dengan amfoterisin B 50

µg/mL dalam air steril selama 5 – 7 hari. Bila ada kelainan

parenkim ginjal, pasien harus diobati dengan amfoterisin B

IV seperti mengobati kandidiasisberat pada organ lain.

KOKSIDIOIDOMIKOSIS. Ditemukannya kavitas tunggal di paru

atau adanya infiltrasifibrokavitas yang tidak responsif

terkadap kemoterapi merupakan ciri yang khas dari penyakit

kronis koksidioidomikosis; yang membutuhkan tindakan

reseksi. Bila terdapat penyebaran ekstrapulmonar,

amfoterisin B IV bermanfaat untuk penyakit berat ini, juga

pada pasien dengan penyakit imunosupresi dan AIDS.

Ketokonazol diberikan untuk terapi supresi jangka panjang

terhadap lesi kulit, tulang dan jaringan lunak pada pasien

dengan fungsi imunologik normal. Hasil serupa juga dapat

dicapai dengan pemberian itrakonazol 200-400 mg sekali

sehari. Untuk meningitis yang disebabkan

oleh Coccidioides obat terpilih ialah amfoterisin B yang

diberikan secara intratekal.

KRIPTOKOKOSIS. Obat terpilih adalah amfoterisin B IV dengan

dosis 0,4-0,5mg/kgBB/hari. Pengobatan dilanjutkan sampai

hasil pemeriksaan kultur negatif. Penambahan flusitosin

dapat mengurangi pemakaian amfoterisin B menjadi

0,3mg/kgBB/hari. Di samping penyebarannya yang lebih baik ke

dalam jaringan sakit,flusitosin diduga bekerja aditif

terhadap amfoterisin sehingga dosis amfoterisin B dapat

dikurangi dan dapat mengurangi terjadinya resistensi

terhadap flusitosin. Flukonazol banyak digunakan untuk

terapi supresi pada pasien AIDS.

HISTOPLASMOSIS. Pasien dengan histoplasmosis paru kronis

sebagian besar dapat diobati dengan ketokonazol 400 mg per

hari selama 6-12 bulan. Itrakonazol 200-400mg sekali sehari

juga cukup efektif. Amfoterisin B IV juga dapat diberikan

selama 10 minggu. Untuk mencegah kekambuhan penyebaran

histoplasmosis pada pasien AIDS yang sudah diobati dengan

ketokonazol dapat ditambahkan pemberian amfoterisin B

IVsekali seminggu.

MUKORMIKOSIS. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk

mukormikosis paru kronis. Mukormikosis kraniofasial juga

diberikan amfoterisin B IV di samping melakukan debri

dement dan kontrol diabetes melitus yang sering

menyertainya.

PARAKOKSIDIOIDOMIKOSIS. Ketokonazol 400 mg per hari

merupakan obat pilihan yang diberikan selama 6-12 bulan.

Pada keadaan yang berat dapat ditambahkan amfoterisin B.

D. Tinjauan Dari Sudut Pandang Agama Islam

Islam bertujuan memelihara jiwa, akal dan jasmani umat

manusia. Anggota badan manusia pada hakekatnya adalah milik

Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan dengan

sebaik-baiknya, bukan untuk disalah gunakan. Dari beberapa

ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi, bahwa Islam sangat

menekankan tentang kebersihan, baik kebersihan jasmani

maupun rohani. Di satu sisi Allah memerintahkan untuk

menjaga kesehatan dan kebersihan fisik, di sisi yang lain

Allah juga memerintahkan untuk menjaga kesehatan mental dan

jiwa (rohani).

Seperti yang kita ketahui, jamur adalah salah satu jenis

mikroorganisme yang kebanyakan bersifat parasit bagi

manusia, terutama saat kita tidak menjaga kesehatan dan

keberhan tubuh. Itulah sebabnya, di dalam Al-Qur’an Allah

SWT menegaskan dalam QS. Al-Mudattsir: 4-5 bahwa :

  ز� ) ج�� ز وال�ر ج� اه� ك�� ) (5ف�� اب�� ي� ��ث ر و طه (4 ف��“Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.”

Dalam hadist juga dikatakan bahwa ان& م�������� ي(� ن& الإ+ ة0 م� ا ف�������� �������� ظ3 yang ال�ن� artinya““Kebersihan itu adalah satu sudut dari iman”  (HR. Imam Ahmad dan

Tirmudzi). Maka jelaslah kita wajib menjaga kesehatan dan

kebersihan diri dan lingkungan kita.

Al-Qur’an selain memaparkan tentang jenis-jenis penyakit,

juga memaparkan tentang obatnya. Menurut Al-Qur’an, obat

tidak hanya zat yang bisa menyembuhkan penyakit jasmani

saja. Akan tetapi zat yang bisa mengobati penyakit hati

atau keduanya (penyakit jasmani dan hati) juga disebut

sebagai obat. Obat yang disebutkan Al-Qur’an ada dua yaitu

Al-Qur’an itu sendiri dan madu. Dalam firman-Nya Allah swt

menegaskan bahwa salah satu fungsi Al-Qur’an adalah sebagai

obat. Allah berfirman:

Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi

orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada

orang-orang yang zalim selain kerugian (Q.S. Al-Isra’: 82).

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu

dan penyembuh (obat) bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan

petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Q.S. Yunus: 57)

Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam

warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. 

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran

Allah) bagi orang-orang yang  memikirkan (QS. An Nahl : 69)

Hal ini menjelaskan bahwa setiap penyakit itu telah ada

obatnya, tinggal kita sebagai manusia bagaimana

memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediankan oleh

Allah SWT dimuka bumi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Farmakologi dan Terapi. 2007. Farmakologi dan Terapi.

UI Press: Jakarta.