eksistensi pondok pesantren salaf dalam pemberdayaan ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of eksistensi pondok pesantren salaf dalam pemberdayaan ...
EKSISTENSI PONDOK PESANTREN SALAF
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo
dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar)
TESIS
Oleh:
Moh. Mansur Fauzi
(10770024)
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2012
ii
EKSISTENSI PONDOK PESANTREN SALAF
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo
dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar)
TESIS
Diajukan kepada Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
untuk memenuhi beban studi pada
Program Magister Pendidikan Agama Islam
Oleh:
Moh. Mansur Fauzi
10770024
Pembimbing;
Pembimbing I
Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag
Pembimbing II
Dr. H. Ahmad Barizi, MA
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2012
iii
Tesis dengan judul Eksistensi Pondok Pesantren Salaf Dalam Pemberdayaan
Masyarakat. (Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton
Probolinggo dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar). Lulusan ini telah diuji
dan dipertahankan di depan sidang dengan penguji pada tanggal 08 Agustus 2012.
Dewan Penguji
Dr. H. Rasmianto, M.Ag. (Ketua)
NIP. 19701231 199803 1 011
Dr. H. Samsul Hady, M.Ag (Penguji Utama)
NIP. 196709282000031001
Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag (Anggota)
NIP. 197204202002121003
Dr. H. Ahmad Barizi, MA (Anggota)
Mengetahui,
Ketua PPs,
Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A
NIP. 19561211 198303 1 005
iv
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Moh. Mansur Fauzi
NIM : 10770024
Alamat : Dusun Kota Rt/Rw: 14A/006 Sukodadi Paiton
Probolinggo
menyatakan bahwa “Tesis” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan
kelulusan pada Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam Program
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, dengan
judul:
EKSISTENSI PONDOK PESANTREN SALAF DALAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo
dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar)
adalah hasil karya sendiri, bukan “duplikat” dari karya orang lain.
Selanjutnya apabila di kemudian hari ada “klaim” dari pihak lain, bukan menjadi
tanggungjawab Dosen Pembimbing dan atau pihak Program Pascasarjana, tetapi
menjadi tanggungjawab saya sendiri.
Demikian surat pernyataan ini, saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan
dari siapapun.
Malang, 30 November 2012
Hormat saya,
Moh. Mansur Fauzi
NIM: 10770024
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah swt. Tuhan yang
menciptakan segala keteraturan alam semesta. Shalawat dan salam semoga atas
Rasulillah Muhammad saw, nabi pembawa risalah mulia untuk segenap umat
manusia.
Seiring dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis terlebih dahulu
menyampaikan rasa syukur yang sangat mendalam kepada Allah swt, sebab hanya
dengan ma’unah-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan tesis ini dengan
tepat waktu. Penulis sangat menyadari bahwa penyelesaian tesis ini tidak lepas
dari keterlibatan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan
terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, yang tidak henti-hentinya selalu
mendo’akan penulis dan selalu menjadi inspirasi dalam hidup ini. Ucapan syukur
ini lepas karena telah membesarkan, membimbing, dan mendidik penulis selama
ini. Ananda hanya bisa mendo’akan mudah-mudahan Allah swt memberikan
ampunan atas segala kekhilafan beliau berdua, menerima segala amal
kebaikannya. Amin..
Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.
Imam Suprayogo, selaku rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang. Sindiran beliau pada acara penerimaan mahasiswa baru kepada para
teman-teman pascasarjana selalu tertanam dibenak penulis, bahwa “masuk pasca
itu mudah, tapi keluarnya yang sulit”. Penulis merasa tertantang dengan ucapan
beliau, dengan selesainya tesis inilah yang telah menjawab dengan sendirinya.
Tidak lupa juga kepada Bapak Prof. Dr. H. Muhaimin, MA selaku direktur
pascasarjana, juga kepada Bapak Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag dan Bapak Dr. H.
Ahmad Barizi, MA selaku dosen pembimbing yang tak kenal lelah dalam
memberikan bimbingan, saran-saran dan arahan kepada penulis dalam
memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam tesis ini.
vi
Bapak Dr. H. Rasmianto, M.Ag selaku Ketua Program Studi Magisster
Pendidikan Agama Islam, yang tak henti-hentinya selalu memberikan motivasi
dan dukungan agar secepatnya menyelesaikan penulisan tesis ini.
Seluruh dosen yang mengajar pada Program Studi Magister Pendidikan
Agama Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang yang telah mendidik serta selalu memberikan arahan dan
masukan kepada penulis secara pribadi.
Begitu pula kepada Bapak Dr. Ahmad Munjin Nasih M.Pd.I, yang selalu
menanyakan atas perkembangan penulisan tesis ini setiap bertemu dengan beliau
dan sudi untuk membimbing, meluangkan waktu dan memberikan masukan
sehingga memberikan motivasi tersendiri bagi penulis.
Kami haturkan beribu-ribu terima kasih pula kepada Abah Hasyim Muzadi,
pengasuh Pesma Al-Hikam Malang yang telah sudi menerima penulis untuk
mengabdi dan mengembangkan keilmuan dan selalu menjadi figur yang tak
tergantikan di hati penulis. Begitu juga kepada seluruh jajaran Asatidz Pesma Al-
Hikam dan jajaran dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had Aly (STAIMA)
Al-Hikam Malang.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada KH. Nuruddin Musyiri,
KH. Hasan Abdul Jalal dan KH. Hasan Fauzy selaku Pengasuh Pondok Pesantren
Nurul Qadim Paiton yang telah sudi menerima penulis untuk meneliti di tempat
beliau, dan juga tidak lupa keramahan dan sifat terbuka selama penelitian kepada
Gus H. Abdul Hadi Noer selaku ketua yayasan, Gus H. Hafidzul Hakim Noer
selaku koordinator tarbiyah dan kepada Gus Ubed, karena bantuan bertiga inilah,
penulis selalu dipermudah dalam penelitian, yang rela meluangkan waktunya
untuk memberikan wawancara di tengah-tengah kesibukan beliau bertiga dalam
beraktivitas. Juga kepada Ust. Muhammad Syakur dari Alas tengah dan Ust. Suki
Riady dari Dusun Kalianyar 2 Sidodadi.
Tidak ketinggalan penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman
angkatan Program Pascasarjana Pendidikan Agama Islam Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2010 dan juga kepada saudara-saudara
penulis, yaitu Cak Mad, Cak Hamdan, Cak Ubed dan Bak Us yang selalu
menanyakan perkembangan studi penulis.
vii
Akhirnya penulis berharap, semoga semua kebaikan mereka semua dapat
menjadi amal sholeh demikian pula penulis berharap semoga tesis ini dengan
segala kekurangan di dalamnya dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun
para pembaca. Amin...
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Malang, 30 November 2012
Hormat saya,
Moh. Mansur Fauzi
NIM: 10770024
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xiii
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ............................................................ xiv
ABSTRAK BAHASA INGGRIS ................................................................. xvi
ABSTRAK BAHASA ARAB ....................................................................... xviii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 01
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 09
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 09
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 09
E. Orisinilitas Penelitian ................................................................. 10
F. Definisi Operasional ................................................................... 11
G. Sistematika Pembahasan ............................................................ 13
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pesantren .................................................................. 15
1. Tipologi dan Terminologi Pesantren Salaf ............................ 15
2. Fungsi dan Peran Pesantren .................................................... 20
3. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pesantren ........................ 22
4. Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat .............................. 25
5. Peran Pesantren dalam Pemberdayaan Masyarakat ............... 27
B. Pemberdayaan Masyarakat .......................................................... 28
1. Pengertian Pemberdayaan ...................................................... 30
ix
2. Menciptakan Lingkungan yang mendukung
Pemberdayaan......................................................................... 30
3. Tahapan Dalam Pemberdayaan Masyarakat .......................... 31
4. Model-model Pemberdayaan .................................................. 32
5. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendidikan ....................... 40
C. Teori Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat ....... 44
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................. 47
B. Lokasi Penelitian ......................................................................... 49
C. Kehadiran Peneliti ....................................................................... 49
D. Data dan Sumber Data................................................................. 50
E. Pengumpulan Data ...................................................................... 51
F. Analisis Data ............................................................................... 54
G. Pengecekan Keabsahan Data ....................................................... 57
BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton (PPNQ) ........ 59
1. Sejarah PPNQ ......................................................................... 59
2. Organisasi Kelembagaan PPNQ ............................................. 61
3. Kegiatan Pendidikan PPNQ ................................................... 61
4. Ciri Khas PPNQ ..................................................................... 66
B. Bentuk-bentuk Pemberdayaan PPNQ ......................................... 66
1. Pemberdayaan PPNQ dalam bidang pendidikan .................... 68
2. Pemberdayaan PPNQ dalam bidang sosial............................. 77
3. Pemberdayaan PPNQ dalam bidang dakwah Islamiyah ........ 79
C. Model Pemberdayaan PPNQ ....................................................... 85
D. Langkah-langkah Pemberdayaan PPNQ ..................................... 91
BAB V : DISKUSI HASIL PENELITIAN
A. Pemberdayaan PPNQ Bidang Pendidikan................................... 97
B. Pemberdayaan PPNQ Bidang Sosial ........................................... 101
C. Pemberdayaan PPNQ Bidang Dakwah Islamiyah ...................... 103
x
D. Model pemberdayaan PPNQ terhadap masyarakat .................... 105
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................. 109
B. Saran-saran .................................................................................. 111
DAFTAR PUTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Strategi dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ..... 28
Tabel 2. 2 Model-model pemberdayaan ........................................................ 33
Tabel 3. 1 Kode teknik pengumpulan data dan lokasi penelitian ................. 56
Tabel 3. 2 Kode dokumen penelitian ............................................................ 56
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1 Madrasah Diniyah Cabang Nurul Hasyimi III, Dusun
Kalianyar 2 Sidodadi ................................................................ 75
Gambar 4. 2 Jembatan Kalianyar .................................................................. 77
DAFTAR BAGAN
Bagan 4. 1 Model Pemberdayaan PPNQ dalam bidang pendidikan .............. 87
Bagan 4. 2 Langkah-langkah pemberdayaan PPNQ ..................................... 96
Bagan 5. 1 Langkah-langkah pemberdayaan yang dilakukan PPNQ ........... 106
xiv
ABSTRAK
Mansur Fauzi, Moh. 2012. Eksistensi Pondok Pesantren Salaf Dalam
Pemberdayaan Masyarakat (Studi Tentang Peran Pondok Pesantren
Nurul Qadim Paiton Probolinggo dalam Pemberdayaan Masyarakat
Sekitar). Tesis, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Pembimbing : Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag
Dr. H. Ahmad Barizi, MA
Kata Kunci: Pemberdayaan Masyarakat Sekitar, eksistensi.
Program pemberdayaan terhadap masyarakat sangat penting dalam rangka
menunujukkan bahwa pondok pesantren salaf tidak hanya mampu berperan dalam
bidang keagamaan namun juga mampu berperan dalam pemberdayaan pada
masyarakat sekitar baik dibidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Peran
pondok pesantren dalam bentuk pemberdayaan masyarakat secara substansinya
jelas mengarah kepada sarana terjalinnya komunikasi antara pesantren dengan
masyarakat sekitar. Sehingga dengan hal tersebut dapat saling memberikan
kemajuan dan pengalaman antara satu dengan yang lain, bukan saja dalam bidang
pendidikan tapi dalam berbagai bidang yang menjadi tuntunan pesantren harapan
masa depan. Secara umum, fisik bangunan PPNQ dan output yang dihasilkan bisa
berorientasi ke arah yang lebih maju, namun satu yang perlu disoroti adalah peran
PPNQ secara optimal dalam pemberdayaan masyarakat sangatlah urgent, guna
terwujudnya pesantren yang bermutu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif-analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan lewat wawancara,
observasi, dokumentasi. Selanjutnya mencari informan yang bergulir dari
informan satu ke informan yang lain mengikuti prinsip bola salju (snowball
sampling). Wujud data berupa kata-kata, catatan, laporan dan dokumen yang
diperoleh dari para putra pengasuh, para asatidz, dan masyarakat secara umum.
Teknik analisis data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan. Sedangkan pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan
perpanjangan waktu dan ketekunan pengamatan, teknik triangulasi dan diskusi
rekan sejawat, serta menggunakan referensi.
Adapun penemuan penelitian menerangkan bahwa; (1) Pemberdayaan
PPNQ Paiton dalam Bidang Pendidikan; PPNQ telah mewujudkan peranannya
pada masyarakat sekitar dengan mendirikan 15 Madrasah Diniyah Cabang yang
dikelolah bersama antara pesantren dan masyarakat, sedangkan untuk kekurangan
instruktur PPNQ mengirimkan sekitar 45 santri untuk mengajar setiap harinya. (2)
Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Sosial; Pertama; pembangunan
masjid. PPNQ telah membangun 48 masjid yang tersebar di kecamatan Paiton.
Kedua; pembangunan jembatan yang dapat menghubungkan antar desa di
kecamatan Paiton yang sebelumnya terpisah oleh aliran sungai, fungsinya
meningkatkan mobilitas warga dalam bidang sosial-ekonomi. Ketiga; penghijaun
xv
dengan menanam 1000 pohon kelapa, Sepanjang jalan menuju PPNQ, sekitar 1
KM dari jalan raya, dipenuhi dengan pohon kelapa di sisi kanan maupun kiri
jalan. Sehingga pada tahun 1993, desa ini pernah mendapatkan juara I tingkat
provinsi dalam bidang penghijauan. (3) Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam
Bidang Dakwah Islamiyah; Pertama; aktivitas dakwah “Syubbanul Muslimin”.
Kedua; Sarwaan, Ketiga; Majlis Ta’lim al-Mar’atus Shalihah, Keempat; JTI
(Jam’iyah Taqarrub Ilallah). (4) Model pemberdayaan PPNQ terhadap
masyarakat; Model pemberdayaannya menggunakan Metode Partisipatory
Assesment (MPA) dengan pendekatan aspiratif, akomodatif dan eksekusi.
Sedangkan Model relasi antara Pesantren dan Masyarakat dalam kegiatan
pemberdayaan menggunakan hubungan “induk semang-klien”, di mana di
dalamnya terjadi hubungan timbal balik.
xvi
ABSTRACT
Mansur Fauzi, Moh. 2012. A Pondok Pesantren Salaf Existence in Empowering
Society (A Study of Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo
Playing Role in Empowering Society and Its Surrounding). Thesis,
Islamic Education Department, Graduate Program, The State Islamic
University of Malang (UIN Malang).
Advisors : Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag
Dr. H. Ahmad Barizi, MA
Keywords: Empowering Society Surrounding, Existence.
Empowering program for society is great of importance to present that
pondok pesantren salaf plays significance not only in religious field but also in
education, social, and Islamic mission. Pondok pesantren role in empowering
society is substantively obvious as a means of mutual communication between
pesantren and society. Of this relationship, it can mutually provide advance and
experience one another in the field of education and others which are necessary
for pesantren in the future. Commonly, physical building of PPNQ and its output
are hopefully oriented to more advance. And optimum pesantren role in
empowering society is urgently no exception for the sake of a qualified institution.
This research employed qualitative research approach with descriptive-
analysis method. Data collection was technically done through interview,
observation, and documentation then seeking one informant to another following
snowball sampling rule. The data record such as words, notes, reports, and
documents which derive from the director’s family, teachers, and common people.
The data analysis was technically done through data reduction, serving data, and
drawing conclusion. Whereas data validation was done within extra time and
observation discipline, triangulation technique, discussion among colleagues, and
reference use.
In addition, some research findings showed that: (1) in term of Empowering
PPNQ for education field, it is found that PPNQ actualized its role to the society.
It can be seen from the evidence that PPNQ established fifteen affiliation of
Madrasah Diniyah managed by pesantren and society. To anticipate the lack of
teacher, the institution sent its forty five best students teaching every month. (2) in
social field, first: PPNQ established forty eight mosques all over Paiton district.
Second, PPNQ participated in building the bridge which linked among villages in
Paiton which were gapped by the river previously then it is expected to promote
socially and economically people activity mobility. Third, PPNQ succeeded a
going green program by planting a thousand of coconut trees along the street into
pesantren entrance. A kilometer of the highway, it can be seen the trees. That’s
why, in 1993, the village then won the best village for going green category in
East Java. (3) in Islamic mission and vision, PPNQ successfully first: carried out
sermon activity “Syubbanul Muslimin”. Second; undertook ritual activity
“Sarwaan” , Third; organized Majlis Ta’lim al-Mar’atus Shalihah, Fourth; JTI
xvii
(Jam’iyah Taqarrub Ilallah). (4) in empowering model towards society, PPNQ
employed Partisipatory Assesment Method with aspiration, accommodative, and
execution approach. Whereas, the model used in relation between pesantren and
society in empowering activity was “induk semang-klien” relation, where it takes
place reciprocal relationship.
xviii
الملخص
دراسة دور معهد نور القدمي بيتون بوربولينجوا )وجود ادلعهد السلفية لتمكني اجملتمع . 2012. منصور فوزي، حممدرسالة ادلاجستري، شعبة الرتبية االسالمية، برنامج دراسة العليا اجلامعة . (يف دتكني اجملتمع احمللى
.االسالمية احلكومية ماالنق
االستاذ احلاج دكتور منري العابدين ادلاجستري: مشرف االستاذ احلاج دكتور أمحد بارزي ادلاجستري
دتكني اجملتمع احمللى، وجود: الكلمة الرئيسية
دتكني اجملتمع أمر أساسي يف إظهار أن ادلعهد السلفية ليس فقد قادرا يف جمال الدينية فحسب لكن لو
دور معهد يف دتكني اجملتمع من . قدرة يف دتكني اجملتمع احمللى يف جمال الرتبية، االجتماعية، والدعوة االسالميةلذلك ميكن إعطاء ىذا مع . حيث ادلضمون يؤدي بوضوح إىل إنشاء وسيلة لالتصال بني ادلعهد مع اجملتمع احمللى
بعضهم البعض التقدم واخلربات مع بعضها البعض، ليس فقط يف جمال التعليم بل يف مناطق خمتلفة اليت مسؤولية ال زم اىتمامو البدنية وخرج تكون موجهة ألكثر تقدما، ولكن PPNQبشكل عام، ميكن بناء . ادلعهد ادلستقبل
. يف دتكني اجملتمع احمللى لوجود جودة ادلعهدومجع البيانات بطريقة ادلقابلة، مالحظة . تستخدم ىذا البحث، ادلدخل الكفىي بادلنهج الوصفي
والبيانات على شكل الكلمات، مذكرات، . عم حبث األخرب من ادلخرب األخرين مناسبا مببدء كرة الثلج. والوثائقوطريقة حتليل البيانات بطريقة اختزال البيانات، عرض . والوثائق الذي ينالو من مدير ادلعهد، األساتيذ، مع اجملتمع
أما تأكيد صحة البيانات عن طريق دتديد الوقت و اجتهاد ادلالحظة، التثليث و ادلناقشة مع . البيانات، واستنتاج .األصحاب، عم استخدام ادلراجع
دوره للمجتمع ببناء PPNQجنح : فيتون يف جمال الرتبيةPPNQدتكني (1: نتائج البحث على ما يلي طالبا لتعليم يف كل PPNQ 45ا من النقائص أرسل / مدرسة الدينية وإدارتو بادلعاونة بني ادلعهد و اجملتمع، أ15 مسجدا منتشر يف فيتون، بناء اجلسر 48نباء ادلسجد، تعين : فيتون يف جمال االجتماعية PPNQدتكني (2. يوم
( 3.الذي يربظ بني قرية فيتون مع األخر، وظيفتها لرتقية تنقل ادلواطنني اجملتمع يف جمال االجتماعية واالقتصادية حكتار من الطريق ملىئة بأشجار على 1، وحواىل PPNQ شجرة النارجيل طول الطرق إىل 1000ختضري بورع
فيتون يف PPNQدتكني . ، نال ىذه القرية الفائز األوىل يف ختضري1993حيت يف السنة . اليمني وعلى الشمال، جملس التعليم مرأة الفردوس الصاحلة، جامعة "شّبن ادلسلمني"جمال الدعوة االسالمية تعين األنشطة يف الدعوة
تصميم ىذه التمكني حنو اجملتمع باستخدام منهج ادلشاركة مع مدخل الطموح، استيعاب (4. تقرب إىل اهلل
واليت " العميل-ادلالك:" أما تصميم ادلشاركة بني بني ادلعهد واجملتمع يف انشطة دتكني باستخدام العالقة . والتنفيذ .فيها ادلعاملة بادلثل
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Umat muslim Indonesia telah memasuki era globalisasi dan hal ini akan
terus berlangsung, mengikuti roda perputaran dunia global. Secara umum, semua
ini akan mempengaruhi setting perkembangan sosial dan budaya mayoritas
muslim di Indonesia, khususnya pendidikan Islam dan terutama adalah pondok
pesantren. Kenyataannya umat muslim tidak bisa menghindarkan diri dari proses
globalisasi ini, apalagi jika ingin tetap survive dan berjaya di tengah
perkembangan dunia yang kian hari menuntut kita untuk selalu berkompetisi.
Ditinjau dari tuntutan internal dan eksternal global, maka keunggulan-
keunggulan yang mutlak dimilki oleh suatu bangsa adalah peguasaan sains dan
teknologi dan termasuk keunggulan kualitas sumber daya manusia, dimana
penguasaan keduanya akan menjadi salah satu faktor terpenting yang
menghantarkan sebuah negara pada kemajuan.
Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan
peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia
diseluruh dunia, mulai dari aspek perdagangan, investasi, perjalanan, budaya
populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara
menjadi bias.1 Dapat dikatakan bahwa era globalisasi adalah pengglebolan dalam
segala aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
sehingga interaksi antar belahan dunia makin mudah.
Dalam era ini, kehebatan suatu negara tidak lagi didasarkan atas sumber
daya alam yang melimpah dan alat-alat produksi masal, tetapi sandaran terpenting
yang akan menentukan keberlangsungan hidup dan kemajuan negara adalah mutu
sumber daya manusia yang dimiliki.2 Disinilah betapa pentingnya pembentukan
sumber daya manusia yang berkualitas.
1 Bachrudin Musthafa, Kecenderungan Global dan Tuntutan Pendidikan Abad Informasi,
Jurnal Ilmu Pendidikan, November 2002, Jilid 9, Nomor 4. ISSN 0215-9643, Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI); 248 2 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Tuntutan Pendidikan Menuju Millenium
Baru (Ciputat: Kalimah, 2001), hlm 43-44
Pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada di
Indonesia sebenarnya mempunyai peluang dalam menciptakan SDM yang
berkualitas dengan catatan pondok pesantren mampu beradaptasi dengan
globalisasi yang sedang terjadi dengan tanpa meninggalkan watak
kepesantrenannya. Menurut Edy Supriyono, minimal ada tiga alasan mengapa
pesantren peluangnya lebih besar dibandingkan lembaga pendidikan yang lain.
Pertama, pesantren yang ditempati generasi bangsa (mulai anak-anak
hingga pemuda), dengan pendidikan yang tidak terbatas oleh waktu
sebagaimana pendidikan umum. Kedua, pendidikan pesantren yang
mencoba memberikan keseimbangan antara pemenuhan lahir dan batin,
Ketiga, paparan Nur Cholish Madjid yang memberikan contoh masyarakat
yang terkena ”dislokasi”, yaitu kaum marginal atau pinggiran di kota-kota
besar, seharusnya menyadarkan pesantren.3
Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosial kemasyarakatan
telah memberikan warna dan corak khas dalam masyarakat Indonesia, khususnya
pedesaan. Pesantren tumbuh dan berkembang bersama masyarakat sejak
berabad-abad. Oleh karena itu, secara kultural lembaga ini telah diterima dan
telah ikut serta membentuk dan memberikan corak serta nilai kehidupan kepada
masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Figur kyai, santri serta
seluruh perangkat fisik dari sebuah pesantren membentuk sebuah kultur yang
bersifat keagamaan yang mengatur perilaku seseorang, pola hubungan dengan
warga masyarakat. Dalam kedaaan demikian, produk pesantren lebih berfungsi
sebagai faktor integratif pada masyarakat dalam upaya menuju perkembangan
pesantren.4
Pondok pesantren sebagai suatu tipologi yang unik dari institusi
pendidikan, yang telah berusia ratusan tahun, sekitar tiga abad silam. Asal
muasal lahirnya pesantren sebagai lembaga pendidikan yang penting di
masyarakat berlangsung dengan cara sederhana dan simpel sehingga julukan
tradisional pada pesantren sebenarnya lebih merupakan bentuk penyederhanaan
dari masalah yang belum tuntas. Pesantren bukan sesuatu yang sangat substantif
terlebih jika dikontraskan dengan modernitas atau rasionalitas, pasti akan
3 Lihat Edy Supriyono, “Pesantren di Tengah Arus Globalisasi” dalam A.Z Fanani & Elly
el- Fajri (ed.), Menggagas Pesantren Masa Depan; Geliat Suara Santri untuk Indonesia Baru
(Yogyakarta: Qirtas, 2003), hlm 62-63 4 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:
LP3ES, 1984), hlm 18
semakin tidak jelas dan buram. Sebab fenomena yang tampak akhir-akhir ini
justru nilai-nilai substantif dari pesantren banyak yang diterapkan oleh berbagai
institusi pendidikan guna menggalang terciptanya sumber daya manusia yang
handal. Sejarah juga mencatat bahwa pesantren adalah benteng pertahanan
terakhir dari negara kesatuan Republik Indonesia atau umat Islam di negeri ini.
Berdirinya Republik Indonesia ini, tidak terlepas dari jasa para ulama, alumnus
pesantren, begitu pula dengan lenyapnya komunis serta gerakan pengacau
keamanan. Bagi umat Islam, melalui pesantren-lah mereka berharap kontinuitas
estafet dakwah Islamiyah terus berlanjut. Hilangnya peran pesantren berarti
akan lenyap pula para ulama, serta orang-orang yang saleh dan kalau sudah
demikian maka tinggal tunggu sirnanya agama tersebut.5
Menurut A. Malik Fadjar, kelebihan pondok pesantren dapat dilihat dari
polemik kebudayaan yang berlangsung pada tahun 1930-an. Dr. Sutomo, salah
seorang cendekiawan yang telibat dalam polemik tersebut, menganjurkan agar
asas-asas sistem pendidikan pesantren digunakan sebagai dasar pembangunan
pendidikan nasional.6 Walaupun pemikiran Dr. Sutomo itu kurang mendapat
tanggapan yang berarti, tetapi patut digaris bawahi bahwa pesantren telah dilihat
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pembentukan identitas
budaya bangsa Indonesia. Sekarang ini, umat Islam sendiri tampaknya telah
menganggap pesantren sebagai model institusi pendidikan yang memiliki
keunggulan, baik dari sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam
maupun dari aspek tradisi keilmuan yang oleh Martin Van Bruinessen dinilainya
sebagai salah satu tradisi agung (great tradition).7
Dalam konteks kekinian, pesantren dalam perkembangannya terlihat
memasuki babak baru di tengah-tengah dinamika sosio-kultural masyarakat
Indonesia. Hal itu, paling tidak dibuktikan dengan beberapa fenomena sosial yang
memperlihatkan menguatnya kembali posisi pesantren secara fungsional dalam
mewarnai, untuk tidak mengatakan membentuk, kebudayaan masyarakat
5 Said Aqil Siraj, Membangun Tradisionalitas Untuk Kemajuan, Saifullah Ma’sum (ed.)
dalam Dinamika Pesantren (Jakarta: Yayasan al-Hamidiyah, 1998), Cet. 2, hlm. 23 6 http://www.gurutrenggalek.com/2010/09/relevansi-sistem-pendidikan-pesantren_19.html,
diakses pada tanggal 01 Agustus 2012 7 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat : Tradisi-Tradisi Islam di
Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 17
Indonesia.8
Kaitannya dengan konteks sosial ekonomi, keberadaan pesantren di tengah-
tengah masyarakat semakin menunjukkan nilai signifikansinya, di antaranya
sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang dapat menampung aspirasi kalangan
yang tergusur dari pergulatan ekonomi atau kalangan yang terdorong ke pinggir
dari jalur-jalur untuk mengakses sumber ekonomi. Dalam kapasitasnya yang
demikian itu, pesantren sangat potensial untuk menjadi katalisator dari
kesenjangan sosio-ekonomi.9
Dalam interaksinya dengan kekuasaan, pesantren secara sosiologis
memainkan peran sebagai kontrol sosial terhadap kekuasaan yang dianggap
menyimpang dalam arti seluas-luasnya, terutama berkaitan dengan menjalankan
amanat dan menegakkan keadilan dan kesejahteraan sosial.10
Akan tetapi di samping hal-hal yang mengembirakan tersebut di atas, perlu
pula dikemukakan beberapa tantangan pondok pesantren dewasa ini. Tantangan
yang dialami lembaga ini menurut pengamatan para ahli semakin lama semakin
banyak, kompleks, dan mendesak. Hal ini disebabkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Ditengah derap kemajuan ilmu dan
teknologi yang menjadi motor bergeraknya modernisasi, dewasa ini banyak pihak
merasa ragu terhadap eksistensi lembaga pendidikan pesantren. Keraguan itu
dilatar belakangi oleh kecenderungan dari pesantren untuk bersikap menutup diri
terhadap perubahan di sekelilingnya dan sikap kolot dalam merespon upaya
modernisasi. Menurut Azyumardi Azra, kekolotan pesantren dalam mentransfer
hal-hal yang berbau modern itu merupakan sisa-sisa dari respon pesantren
terhadap kolonial Belanda. Lingkungan pesantren merasa bahwa sesuatu yang
bersifat modern, yang selalu mereka anggap datang dari Barat, berkaitan dengan
penyimpangan terhadap agama.11
Sungguhpun demikian, pesantren tak dapat berbangga hati dan puas dengan
sekedar mampu bertahan atau terhadap sumbangan di masa lalu. Signifikansi
8 Imam Bawani, dkk. Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik Berbasis
Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2011), hlm 57 9 Ibid..
10 Ibid. hlm 58
11 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina,
1997), hlm xvi
pesantren bukan hanya terletak pada dua hal tersebut, tapi pada kontribusinya
yang nyata bagi umat Islam secara khusus, dan masyarakat sekitar secara luas, di
masa kini dan mendatang. Justru kita kalau mau jujur, ketahanan pesantren
ternyata menyimpan berbagai persoalan yang cukup serius. Sebab dalam
realitasnya, daya tahan tersebut, pada satu sisi, telah membuat terjadinya
pengentalan romantisme konservatif, dan pada sisi lain, hal itu telah menyeret
pesantren ke dalam perubahan yang sekedar “latah” dan tanpa antisipatif.12
Dalam pelaksanaannya sekarang ini dari sekian banyak sistem atau tipe
pendidikan yang diselengarakan oleh pondok pesantren, secara garis besar dapat
digolongkan dalam dua bentuk yang penting: 1). Pondok Pesantren Salafiyah, dan
2). Pondok Pesantren Khalafiyah.13
Namun di tengah-tengah masyarakat
pesantren, istilah pondok pesantren salaf14
lebih masyhur di banding dengan
penyebutan pesantren tradisional maupun pesantren salafiyah. Pesantren salaf
adalah pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal semacam
madrasah ataupun sekolah.15
Pondok Pesantren Nurul Qadim (yang selanjutnya disingkat dengan PPNQ)
adalah salah satu pondok pesantren salaf dan juga belasan ribu pondok pesantren
yang tersebar diseluruh wilayah nusantara. Meskipun proses pendidikan
cenderung sangat sederhana yaitu berprinsip pada nilai-nilai salaf, namun
eksistensinya ternyata sampai saat ini, ditengah-tengah deru era globalisasi, masih
tetap bisa bertahan (survive) dengan identitas, kemandirian dan kekhasannya
sendiri.
Jikalau kita menengok pendidikan saat ini, pendidikan yang banyak
beriorientasi materialistik, di mana pendidikan kita semakin jauh dari makna etis.
Pendidikan bahkan telah berubah fungsi menjadi industri yang sepenuhnya hidup
dan dihidupi dengan dan dalam hukum-hukum ekonomis. Semisal, ketika
12
Abd A’la, Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm 16 13
Departemen Agama RI, Pola Pengembangan Pondok pesantren (Jakarta: Ditpekapontren,
2003), hlm 41-42 14
Penggunaan kata “salaf” untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren
salaf cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum
modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang. Lht Departemen
Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru), (Jakarta:
Ditpekapontren, 2005), hlm 79 15
Departemen Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru),
(Jakarta: Ditpekapontren, 2005), hlm 79
pendidikan belakangan telah menjadi industri tenaga-tenaga kerja. Pendidikan
tidak lebih hanya perusahaan yang melayani pasar. Sedangkan pasar tidak pernah
memiliki visi lain selain visi ekonomi, peningkatan materealisme, citra, serta
kesenangan.16
Namun sebaliknya, PPNQ dengan kurikulum yang masih ala
kadarnya, yaitu masih tetap menggunakan metode lama dalam pembelajarannya,
yang hanya beriorientasi pada bidang keagamaan saja.17
Namun sampai saat ini
masih banyak juga dari masyarakat yang percaya, menitipkan putra-putrinya di
pondok tersebut.
Oleh karenanya, sepatutnya kita mencari makna di balik itu semua,
pendidikan yang berada di PPNQ yang hanya mengandalkan dan menumbuh
kembangkan nilai-nilai spiritual, masih menjadi sandaran masyarakat dalam
segala dinamika kehidupannya. Di samping itu juga, keberadaan pondok ini,
diapit oleh dua pondok besar, yang cukup terkenal di masyarakat Jawa Timur
yaitu pondok Pesantren Nurul Jadid di daerah yang sama dan Pondok Pesantren
Zainul Hasan Genggong di Pajarakan. Di mana pendidikan kedua pesanten
tersebut telah lama mengadopsi pendidikan fomal di dalamnya. Dan jalinan para
kyai dan alumni ketiga pesantren tersebut sangat baik sejauh ini, terutama dalam
bidang pendidikannya.
Di tengah-tengah arus globalisasi dan modernisasi, PPNQ tetap
mengibarkan bendera ke-salaf-annya. Seakan adanya ancaman keduanya tidak
menggoyahan keyakinan nilai-nilai yang dibangun selama ini. PPNQ ini ditantang
untuk menyikapinya dengan kritis dan bijak. Ia juga harus mampu mencari solusi
yang benar-benar mencerahkan sehingga, pada satu sisi, dapat
menumbuhkembangkan kaum santri yang memilki wawasan luas yang tidak
gamang menghadapi modernitas dan sekaligus tidak kehilngan identitas dan jati
dirinya, dan pada sisi lain, dapat mengantarkan masyarakat menjadi komunitas
yang menyadari tentang persoalan yang dihadapi dan mampu mengatasi dengan
16
Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
hlm 122 17
Ada kekhawatiran bahwa mementingkan dimensi-dimensi itu bisa membawa orang ke
eskapisme (“agama” hanya sebagai “pelarian”). Orang lari dari kehidupan duniawi dan mencai
kepuasan spritual. Agaknya bahaya ini tidak pelu di khawatirkan. Bahaya yang lebih besar
mungkin justru kalau dalam diri kita tumbuh apa yang disebut Djohan Effendi dengan sekularisasi
kesadaran. (lihat: Moh. Ali Aziz, Rr Suhartini, dan A. Halim, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat,
Paradigma Aksi metodologi, (Surabaya: Pustaka Pesantren, 2009), hlm 88
kemandirian dan keadaban.
Tapi tak cukup sampai disini saja, pada masa-masa awal berdirinya
pesantren, peran dan kontribusinya tidak lebih hanya pada bidang keagamaan, di
mana dakwah dan syi’ar dalam memperluas jaringan Islam, untuk tidak
mengatakan islamisasi pendidikan pribumi adalah melalui semangat keagamaan.
Lambat laun namun tidak pasti, peran pesantren juga mulai merambah pada sektor
yang lebih luas, bidang sosial, ekonomi, maupun membentuk sebuah budaya.
Untuk tidak mengatakan sebuah sentimen terhadap pendidikan pesantren saat ini,
sebagaimana dikatakan oleh Nurcholis Madjid, bahwa:
dalam “ujian” kemampuan mengadakan responsi pada masalah-masalah
perkembangan sosial yang semakin kompleks itu ternyata orang-orang
berpendidikan umum tetap lebih “unggul” dan “leading” dari pada mereka
yang berpendidikan agama, biarpun “semodern” lulusan Dar-u ’l-Ulum di
Kairo!18
Bilamana pendapat di atas, di kontekskan dengan penelitian penulis pada saat ini,
yaitu di PPNQ, yang pendidikannya hanya di bidang keagamaan, “mampukah
mereka mengambil peran dan memberi kontribusi pada masyarakat sekitarnya?”
Dan juga “Bisakah tradisi lama berdialog sehat dengan kekinian kita?” Ini hanya
asumsi awal peneliti untuk lebih jauh mendalami penelitian selanjutnya.
Berangkat dari pendapat sementara orang mengenai lembaga pendidikan
yang dikenal dengan pondok pesantren tradisional/salaf, maka tulisan ini akan
mencoba menguak tentang eksistensi pondok pesantren tradisional/salaf dengan
menampilkan profil sebuah pondok pesantren tradisional yang berada di daerah
Jawa Timur, yaitu PPNQ, yang terletak di desa Kalikajar Kulon kecamatan
Paiton, sekitar 25 km jalan pantura dari kota Probolinggo. Pesantren ini didirikan
pada tahun 1947. Perjalanan selama 65 tahun ini, peneliti tertarik untuk
mengangkat peranannya dalam pemberdayaan masyarakat sekitar.
Melihat dari umur pesantren yang sudah 65 tahun lalu telah berdiri, tentunya
sistem pendidikan yang berlangsung telah banyak menghasilkan output/alumni
dari pondok pesantren tersebut pada setiap tahunnya. Dengan demikian, para
alumni maupun masyarakat pesantren sendiri telah lama berinteraksi dengan
masyarakat dan juga telah memainkan peran serta berkontribusi pada masyarakat
18
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina,
1997), hlm 12
sekitar. Dalam mengambil peran serta mampu memberikan kontribusi, tentunya
ini membutuhkan SDM yang mumpuni dalam segala aspek, dimana kunci mampu
mengambil peran dan berkontribusi sangat terkait erat dengan proses pendidikan.
Dengan melihat sistem pendidikan yang masih tradisional, apalagi yang di ajarkan
hanya dalam bidang-bidang keagamaan, seperti ushul fiqh, tafsir, sharaf, nahwu,
fiqh, tauhid dll, apakah mungkin, selama ini PPNQ benar-benar mengambil peran
dan dapat memberikan kontribusi pada masyarakat sekitar? Apalagi dengan
melihat realitas saat ini, masyarakat tidak hanya membutuhkan dakwah bi al-qawl
namun semestinya sudah beranjak pada dakwah bi al-hal.
Dalam penulisan tesis ini nantinya, penulis mengutip sekaligus menyetujui
diktum yang mengatakan, bahwa:
Pesantren bukanlah museum purba tempat dimana benda-benda unik dan
kuna disimpan dan dilestarikan. Juga bukan penjara dimana tindakan dan
pikiran dikontrol dan dikendalikan habis-habisan. Pesantren adalah
“laboratorium” tempat segala jenis dan aliran pemikiran dikaji dan diuji
ulang. Di dalamnya tidak ada lagi yang perlu ditabukan, apalagi dikuduskan.
Semuanya terbuka untuk diragukan dan dipertanyakan.19
Melihat situasi dan kondisi pesantren saat ini, mengolah konsep apapun
tentangnya, sebenarnya bukanlah kerja yang mudah. Terlebih dahulu harus diingat
adanya kenyataan bahwa tidak ada konsep yang mutlak rasional dapat diterapkan
di pesantren. Baik karena sejarah pertumbuhannya yang unik maupun karena
tertinggalnya ia dari lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya di dalam
melakukan kegiatan-kegiatan teknis, pesantren belum lagi mampu mengolah dan
kemudian melaksanakan konsep yang disusun berdasarkan pertimbangan akal
belaka, bagaimanapun sistematis dan metodisnya konsep itu, setidaknya untuk
generasi ini, semua konsep yang bersifat demikian akan menghadapi hambatan-
hambatan luar biasa dalam pelaksanaannya.20
Peran pondok pesantren dalam bentuk pemberdayaan masyarakat secara
substansinya jelas mengarah kepada sarana terjalinnya komunikasi antara
pesantren dengan masyarakat sekitar. Sehingga dengan hal tersebut dapat saling
memberikan kemajuan dan pengalaman antara satu dengan yang lain, bukan saja
19
Abd A’la, Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm viii-ix 20
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm 51
dalam bidang pendidikan tapi dalam berbagai bidang yang menjadi tuntunan
pesantren harapan masa depan.
Secara umum, fisik bangunan PPNQ dan output yang dihasilkan bisa
berorientasi ke arah yang lebih maju, namun satu yang perlu disoroti adalah peran
PPNQ secara optimal dalam pemberdayaan masyarakat sangatlah urgent. Starting
point inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengkaji dan meneliti secara
mendalam tentang eksistensi pondok pesantren salaf dalam pemberdayaan
masyarakat yang fokusnya mengkaji tentang peran PPNQ dalam mengembangkan
dan meningkatkan sumber daya pesantren, bukan hanya dalam bidang keagamaan,
namun mampu berperan dalam bidang pendidikan, sosial maupun dakwah
Islamiyah guna terwujudnya pesantren yang bermutu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan
yang ingin diketahui jawabannya dalam penelitian ini adalah bagaimana eksistensi
PPNQ dalam pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan,
sosial, dan dakwah Islamiyah.
C. Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan peran PPNQ dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya
dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat baik kepada
peneliti, pihak PPNQ Paiton dan juga pada masyarakat. Di antaranya adalah:
1. Memberikan masukan terkait dengan pendidikan yang sedang
berlangsung di PPNQ Paiton, berkaitan dengan sistem pendidikannya.
2. Sebagai masukan bagi pengelola pondok, agar lebih memiliki peran serta
kontribusi pada masyarakat sekitar, melalui pemberdayaan masyarakat
baik dari segi pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah demi eksistensi
pondok pesantren yang akan datang
3. Sebagai bahan kajian selanjutnya dalam mengembangkan budaya ilmiah,
khususnya bagi peneliti.
E. Orisinalitas Penelitian
Untuk menjaga orisinilitas penelitian ini, maka peneliti akan memaparkan
hasil penelitian yang tedahulu, yang memiliki kemiripan. Yaitu, sebagai berikut:
Penelitian dalam tesis Fahrurrozi (2004), mahasiswa Program Pasca Sarjana
Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, tentang Eksistensi Pondok Pesantren di Nusa Tenggara
Barat (Studi Tentang Peranan Forum Kerjasama Pondok Pesantren (FKSPP)
NTB Dalam Bidang Pendidikan, Sosial dan Dakwah Islamiah). Penelitian ini
terfokus pada upaya mengkaji tentang peranan Forum Kerjasama Pondok
Pesantren (FKSPP) dalam mengembangkan dan meningkatkan sumber daya
pesantren dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah guna terwujudnya
pesantren yang bermutu dan profesional. Jadi penelitian ini, sama sekali tidak
menyentuh terhadap eksistensi sebuah pondok pesantren akan tetapi pada seluruh
pondok pesantren yang ada di daerah NTB.
Dalam penelitian tesis saudara Suwari (2007), mahasiswa Program Pasca
Sarjana Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Malang, dengan
judul Kepemimpinan Kiai dalam Memotivasi Sumber Daya Manusia di Pesantren
Salaf dan Khalaf (Studi Kasus di PP. Nurul Qadim dan PP. Nurul Jadid Paiton
Probolinggo). Penelitian tesis ini terfokus pada masalah-masalah Kepemimpina
Kiai di dua pondok pesantren yang letaknya masih satu kecamatan ini, dimana
tesis ini lebih banyak menyoroti tipe-tipe kepemimpinan Kiai dan masalah SDM
pesantren yang temotivasi olegh gaya kepemimpinan di dua pondok pesantren
tersebut. Jadi penelitian ini, tidak menyentuh terhadap kiprah pesantren pada
masyarakat.
Begitu pula, penelitian tesis saudara Moh. Rifa’i (2008), mahasiswa
Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri
Malang, dengan judul Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan (Studi Kasus di M.A T.M.I AL-AMIEN PRENDUAN SUMENEP).
Penelitian tesis ini terfokus pada pemberdayan yang dilakukan oleh Madrasah
Aliyah T.M.I Al-Amien Prenduan Sumenep dalam membangun sebuah pola
hubungan antara pihak madrasah dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu madrasah. Jadi penelitian ini tidak berbicara masalah pemberdayaan kepada
masyarakat secara luas, hanya pada wali murid yang menjadi objek dari
pembahasan ini.
F. Definisi Operasional
Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dalam penelitian kali ini. Yaitu:
1. Eksistensi
Eksistensi dalam berbagai kamus memberikan pengertian makna: ada,
keberadaan, wujud, kehidupan,21
menjelma, menjadi, ada keadaan hidup.22
Istilah ini merupakan salah satu aliran dalam dunia filsafat yaitu
eksistensialisme. Eksistensialisme pertama kali dikemukakan oleh ahli
filsafat Jerman, Martin Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme
merupakan bagian filsafat dan akar metodologinya berasal dari metode
fenomenologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Kemunculan
eksistensialisme berasal dari ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Kieggard
(1813-1855) menjawab pertanyaan “bagaimanakah aku menjadi seorang
diri?”23
Pada umumnya, kata eksistensi berarti keberadaan, tetapi di dalam
filsafat eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti yang khusus.
Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia. Cara manusia
berada di dalam dunia berbeda dengan cara berada benda-benda. Benda-
benda tidak sadar akan keberadaannya, juga yang satu berada di samping
yang lain, tanpa hubungan. Tidak demikianlah cara manusia berada.
Manusia berada bersama dengan benda-benda itu. Benda-benda itu menjadi
berarti karena manusia. Di samping itu, manusia berada bersama-sama
dengan sesama manusia. Untuk membedakan dua cara berada ini, di dalam
21
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarata: Balai Pustaka, 1984),
Cet. ke-1, hlm. 267. Lihat juga DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), Cet. ke-1, hlm 221 22
John M Echols dan Hasan Syadily, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta:
Gramedia, 1997), Cet. ke-24, hlm 224 23
Teguh Wangsa Gandhi, Filsafat Pendidikan; Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm 183
filsafat eksistensialisme dikatakan bahwa benda-benda “berada” sedang
manusia “bereksistensi”.24
Dari pengertian eksistensi di atas, dapat dikatakan bahwa eksistensi
pondok pesantren berarti keberadaan pondok pesantren yang dilihat dari
interaksinya dengan masyarakat sekitar dalam hal berperan dan berkontribusi
sehingga tercipta pemberdayaan melalui peran pesantren.
2. Salaf
Salaf secara bahasa adalah sesuatu atau orang yang terdahulu,25
baik dari
sisi ilmu, keimanan, keutamaan atau jasa kebaikan. Oleh karenanya maka generasi
awal yang mengikuti para sahabat disebut dengan salafus shalih (pendahulu yang
baik). Sedangkan menurut terminologi khazanah Islam, “salaf” berarti ulama
yang hidup terdahulu generasi abad ke-1 sampai 3 H, yaitu para ulama generasi
Sahabat, Tabiin dan Tabi’at-Tabi’in yang merupakan kurun terbaik pasca
Rasulullah SAW.26
Pesantren salaf menurut Djohan Effendi, bahwa yang disebut pesantren
salaf adalah pusat pengajaran Islam tradisional yang dipimpin ulama yang disebut
kiai.27
Dari beberapa gambaran di atas, bahwa pesantren salaf adalah pondok
pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional,
memiliki beberapa karakteristik, di antaranya pengajian hanya terbatas pada kitab
kuning, intensifikasi musyawarah atau bahtsul masail, berlakunya sistem diniyah,
dan kultur paradigma berpikirnya didominasi oleh term-term klasik.
3. Pemberdayaan
Istilah pemberdayaan atau dalam bahasa Inggris “empowerment” memiliki
kata dasar “daya” yang berarti kemampuan, kekuatan, upaya kemampuan untuk
melakukan usaha.28
Atau kemampuan melakukan sesuatu, kemampuan bertindak,
atau kekuatan; tenaga yang menyebabkan sesuatu bergerak, maka selanjutnya kata
24
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980), hal 48 25
Suharso & Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux (Semarang:
CV. Widya Karya, 2005), hlm 442 26
Abdul Mughits, Kritik Nalar Fiqh Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 128 27
Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan di
Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm 40 28
Partanto & al-Arry, Kamus Ilmiah, (Surabaya: Arloka, 1994), hlm 94
pemberdayaan dapat mengandung pengertian suatu proses, cara atau perbuatan
memberdayakan.29
Pemberdayaan/empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti
pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebuadayaan Eropa. Konsep
pemberdayaan ditengarai muncul sekitar dekade 70-an dan kemudian berkembang
terus hingga kini, bersamaan dengan makin merebaknya pemikiran dan aliran
posmodernisme. Empowerment Eropa modern pada hakikatnya merupakan aksi
Emansipasi dan liberalisasi manusia dari totaliterisme keagamaan. Emansipasi
dan liberalisasi serta penataan tehadap segala kekuasaan dan penguasaan inilah
yang kemudian menjadi subtansi pemberdayaan. Konsep ini mencerminkan
paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people centered, partisipatory,
empowering, dan sus-tainable.30
Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan. Pemberdayaan menurut
Indrasari Tjandraningsih (1996), mengutamakan usha sendiri dari orang yang
diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu, pemberdayaan
sangat jauh dari konotasi ketergantungan.31
Maka dengan fokus penelitian tesis ini, dari uraian di atas, pemberdayaan
pada masyarakat lewat peran pesantren adalah sebagai suatu proses menjadikan
SDM mampu atau kuat dalam rangka melakukan suatu usaha pada suatu bidang
tertentu. Ide penulis ini sejalan dengan Indrasari Tjandraningsih agar masyarakat
lewat peran pesantren tidak selalu ketergantungan pada sebuah aktivitas akan
tetapi ia mampu menciptakannya sendiri.
G. Sistematika Pembahasan
Berangkat dari hal tersebut di atas, maka sistematika pembahasan dalam
penulisan tesis ini yaitu;
Bab I : Pendahuluan. Pada bab ini berisikan tentang latar belakang masalah
yang akan diteliti, penelitian terdahulu, rumusan masalah, tujuan penelitian,
29
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III, (Jakarta: PT. Persero
Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka BP. No. 3658, 2005), hlm 241 30
Moh. Ali Aziz, Rr Suhartini, dan A. Halim, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat,
Paradigma Aksi metodologi, (Surabaya: Pustaka Pesantren, 2009), hlm 169 31
ibid
manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan dalam menyusun dan
mengorganisasikan isi tesis ini.
Bab II : Kajian Teori. Bab ini berisikan tentang seputar dunia pesantren,
pemberdayaan masyarakat, dan teori hubungan lembaga pendidikan dengan
masyarakat
Bab III : Metode Penelitian. Pada bab ini diuraikan tentang metode
penelitian, yang meliputi; pendekatan penelitian dan jenis penelitian, lokasi
penelitian, kehadiran peneliti, data dan sumber data, teknik pengumpulan data,
analisis data, dan pemeriksaan keabsahan data.
Bab IV : Paparan Data dan Temuan Penelitian. Memuat paparan penelitian,
meliputi gambaran PPNQ, dan bentuk-bentuk pemberdayaan dalam bidang
pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.
Bab V : Diskusi Hasil Penelitian. Pada bab ini terdiri dari: penyajian dan
analisis data, yang meliputi pembahasan tentang pemberdayaan PPNQ pada
masyarakat sekitar dibidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.
Bab VI : Penutup. Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil
penelitian dan saran-saran peneliti yang berhubungan dengan hasil penelitian yang
telah didapat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pesantren
1. Tipologi dan Terminologi Pesantren Salaf
Salaf secara bahasa artinya orang yang terdahulu, baik dari sisi ilmu,
keimanan, keutamaan atau jasa kebaikan. Seorang pakar bahasa Arab Ibnu
Manzhur mengatakan, kata salaf juga berarti orang yang mendahului kamu, yaitu
nenek moyangmu, sanak kerabatmu yang berada di atasmu dari sisi umur dan
keutamaan. Oleh karenanya maka generasi awal yang mengikuti para sahabat
disebut dengan salafush shalih (pendahulu yang baik) (Hasan, 2002). Sedangkan
menurut terminologi khazanah Islam, “salaf” berarti ulama yang hidup
terdahulu generasi abad ke-1 sampai 3 H, yaitu para ulama generasi Sahabat,
Tabi’in dan Tabi’ at-Tabi’in yang merupakan kurun terbaik pasca Rasulullah
SAW.1
Dalam terminologi pesantren, istilah “ulama salaf” sering digunakan tidak
hanya sampai pada generasi Tabi’ at-Tabi’in saja, tetapi juga generasi sesudahnya
yang masih mengikuti jejak keagamaan dan keilmuan ulama‟ salaf abad ke-1
sampai 3 H dalam bentuk pengembangan intelektual dan sufistik. Sehingga
pengertian salaf sering kabur menjadi “pokoknya ulama terdahulu yang sudah
lewat” dengan tanpa batas kurun waktu yang jelas. Terminologi ini berbeda
dengan terminologi “salaf” menurut kaum Reformis yang dipelopori oleh Jamal
ad-Din al-Afgani, Muhammad Abduh di Mesir dan Muhammad Abdul Wahhab
di Saudi Arabia. Menurut kelompok yang terakhir ini bahwa paham salafiyyah
adalah ajaran ulama’ generasi pertama yang konsisten secara literer terhadap
al-Qur’an dan Sunnah, mengikis habis bid„ah, khurafat dan tahayyul serta
klenik, senantiasa membuka pintu ijtihad dan menolak taklid “buta”.2
Sementara pesantren salaf, sebagaimana tuduhan kaum Puritan-Reformis,
masih berwarna bid„ah, khurafat, tahayyul dan sebagian besar mereka masih
bertaklid “buta” terhadap warisan tradisi ulama terdahulu. Sehingga, kalau
1 Abdul Mughits, Kritik Nalalar Fiqh Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 126
2 Ibid, hlm 127
konsisten dengan terminologi di atas maka, sulit menemukan “pesantren salafi”
yang secara definitif, yaitu yang mengikuti jejak ulama salaf abad I-III H secara
kategorik, karena bentuk akomodasi terhadap tradisi lokal dalam banyak hal telah
menimbulkan problematika prinsip-prinsip keagamaan. Contohnya adalah dalam
masalah aqidah, hal ini nampak jelas kontradiksinya dengan ajaran keagamaan
ulama generasi pertama yang masih cenderung puritan dan fundamentalis.3
Di samping itu akomodasi warisan tradisi para ulama pasca abad ke- 3 H
oleh pesantren juga akan menyulitkan dalam merumuskan definisi “salaf”
secara tegas. Sehingga, sebagaimana pendapat Azyumardi Azra, penggunaan
istilah salafiyyah di pesantren yang lebih tepat hanya untuk warisan Syariah
(fiqh) dan tasawwuf saja, tidak dalam wilayah teologi, mengingat ada beberapa
unsur lokal yang dikomodir. Karena akomodasinya terhadap budaya lokal itulah
akhirnya pesantren sering menuai kritik dari kalangan Puritan-Modernis Islam
yang diboyong dari Timur Tengah,4 meskipun sebenarnya juga masih ada
beberapa pesantren salafi yang cenderung puritan dalam ajaran aqidahnya.
Oleh karena itu, karena kekaburan makna salafiyyah dan kecenderungannya
yang masih melestarikan warisan ulama terdahulu, juga tradisi indigenos lokal,
maka pesantren salaf oleh para sosiolog sering disebut sebagai pesantren
“tradisional”, artinya pesantren yang selalu melestarikan tradisi masa lalu, sebagai
istilah yang lebih menunjukkan pada makna yang lebih umum dan mungkin juga
lebih dominannya warna lokal dari pada warna Timur Tengahnya. Mungkin
kecenderungan ke makna lokal tersebut disebabkan karena istilah yang digunakan
adalah “tradisional” yang berbahasa Indonesia dan pada umumnya istilah itu
digunakan untuk menunjuk pada pengertian kontinuitas tradisi yang berasal dari
indigenos lokal.5
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Djohan Effendi,6 bahwa
yang disebut pesantren salaf adalah pusat pengajaran Islam tradisional yang
dipimpin ulama yang disebut kiai. Umumnya ia terdiri dari kediaman kiai, masjid,
3 Ibid, hlm 128
4 Azyumardi Azra, “Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan” pengantar dalam
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm xxiv 5 Abdul Mughits, Kritik Nalalar Fiqh Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 129
6 Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan di
Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm 40
dan pondok atau asrama untuk para santri. Kemunculan sebuah pesantren
biasanya dimulai dengan kehadiran seorang kiai yang memainkan peranan
penting sebagai tokoh sentral di dalamnya. Keberadaannya bergantung
sepenuhnya pada pengakuan masyarakat. Panggilan kiai di depan nama seorang
ulama oleh masyarakat tidaklah terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses
dimana hubungan antara ulama dan masyarakat berkembang.
Dalam literatur yang lain di sebutkan, bahwa akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan masyarakat yang sangat
pesat pada beberapa dasawarsa terakhir memunculkan tuntutan-tuntutan baru
dalam bidang pendidikan yang semakin beragam. Keragaman tuntutan pendidikan
tersebut pada gilirannya menimbulkan orientasi dan peran pesantren menjadi
beragam pula, yang secara sosiologis mengantarkan pada pengakatagorian
tipologi pesantren.7
Terkait dengan fenomena yang muncul sekarang ini, yaitu ada istilah
gerakan salafi dan pesantren salaf, Husein Muhammad8 menjelaskan, bahwa salaf
untuk menyebut kalangan pesantren adalah model generasi awal yang meniru
aliran pertamanya Asy’ari dalam berteologi. Sementara, salaf yang sering disebut
dengan “aliran salafi” kelihatannya mengambil teologi yang dibangun oleh Ibnu
Taimiyyah. Husein Muhammad menyebut golongan ini dengan sebutan radikal,
yang mengambil alirannya Ibnu Taimiyyah itu.
Menurut Zamakhsyari Dhofier,9 ada beberapa ciri pesantren salaf atau
tradisional, terutama dalam hal sistem pengajaran dan materi yang diajarkan.
Pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau sering disebut dengan kitab kuning
7 Forum pesantren mengelompokkan pesantren dalam dua katagori, yaitu pesantren Syari‟at
dan Pesantren Thariqat (tarekat). Pesantren Syari‟at menekuni bidang pembelajaran hukum agama
Islam, meskipun juga menyertakan bagian dari penjiwaan tasawwuf, Pesantren Thariqat menekuni
pencarian kesucian diri batiniah melalui tasawwuf, meskipun tetap berdasarkan pada penguasaan
syari’at terlebih dahulu. Dalam katagori Pesantren Syari‟at terdapat varian “pesantren alat” dan
“pesantren Qur’an”. M. Dian Nafi’. Praksis Pembelajaran Pesantren. Institut For Training and
Development. Amherts. Massachuset (Yogyakarta, et. al. 2007), hlm 22. Rahardjo
mengelompokkan pesantren dalam dua tipe, yaitu pesantren modern dan pesantren tradisional
(salafiyah). Lihat Dawan Rahardjo. 1982, “Gambaran Pemuda Santri: Penglihatan dari Jendela
Pesantren di Pabelan”. Dalam Taufik Abdullah (Ed). Pemuda dai Perubahan Sosial, (Jakarta:
LP3S, 1982), hlm 208 8 Marzuki, Mukhamad Murdiono, dan Miftahuddin, Laporan Penelitian Strategis Nasional
tahun Anggaran 2010 (Tipologi Perubahan dan Model Pendidikan Multikultural Pesantren Salaf),
(Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), hlm 19 9 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:
LP3ES, 1994), hlm 50
karena kertasnya berwarna kuning, terutama karangan-karangan ulama yang
menganut faham Syafi’iyah, merupakan pengajaran formal yang diberikan dalam
lingkungan pesantren tradisional. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di
pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 (delapan) kelompok, yaitu nahwu
(syntax) dan sorof (morfologi), fiqh, usul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan
etika, dan cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.
Abdurrahman Wahid mencatat bahwa ciri utama dari pengajian pesantren
tradisional ini adalah cara pemberian pengajarannya, yang ditekankan pada
penangkapan harfiah atas suatu kitab (teks) tertentu. Pendekatan yang digunakan
adalah menyelesaikan pembacaan kitab (teks) tersebut, untuk kemudian
dilanjutkan dengan pembacaan kitab (teks) lain. Dengan demikian, dapat
dikatakan pemberian pengajaran tradisional di pesantren masih bersifat
nonklasikal (tidak berdasarkan pada unit mata pelajaran).10
Sistem individual dalam sistem pendidikan Islam tradisional disebut sistem
sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah
menguasai pembacaan al-Qur’an. Metode utama sistem pengajaran di lingkungan
pesantren tradisional adalah sistem bandongan atau seringkali juga disebut
sistem weton. Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500)
mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan
seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid
memperhatikan bukunya atau kitabnya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik
arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok
kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran
murid, atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.11
Dalam pesantren kadang-kadang diberikan juga sistem sorogan tetapi hanya
diberikan kepada santri-santri baru yang masih memerlukan bimbingan
individual. Sistem sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling
sulit dari keseluruhan sistem pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini
menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid.
Kebanyakan murid-murid pengajian di pedesaan gagal dalam pendidikan dasar
10
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm 71 11
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3ES, 1994), hlm 28
ini. Di samping itu banyak di antara mereka yang tidak menyadari bahwa mereka
seharusnya mematangkan diri pada tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti
pendidikan selanjutnya di pesantren. Karena, pada dasarnya hanya murid-murid
yang telah mengusai sistem sorogan sajalah yang dapat memetik keuntungan dari
sistem bandongan di pesantren.12
Perlu ditekankan disini, menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa sistem
pendidikan pesantren yang tradisional ini, yang biasanya dianggap sangat statis
dalam mengikuti sistem sorogan dan bandongan dalam menterjemahkan kitab-
kitab klasik ke dalam bahasa Jawa, dalam kenyataannya tidak hanya sekedar
membicarakan bentuk dengan melupakan isi ajaran yang tertuang dalam kitab-
kitab tersebut. Para kyai sebagai pembaca dan penerjemah kitab tersebut,
bukanlah sekedar membaca teks, tetapi juga memberikan pandangan-pandangan
pribadi, baik mengenai isi maupun bahasa dari teks.13
Ciri lain yang didapati di pesantren salaf adalah mulai dari budaya
penghormatan dan rasa ta’zhim pada guru dan kiai, kegigihan belajar yang
disertai sejumlah ritual tirakat; puasa, wirid dan lainnya, hingga kepercayaan pada
barakah. Hal inilah yang memunculkan anggapan bahwa kepatuhan santri kepada
kiai terlalu berlebih-lebihan, berbau feodal, pengkultusan, dan lain sebagainya.
Namun, anggapan ini, menurut Mustofa Bisri,14
telalu sederhana, gebyah uyah,
generalisasi yang kurang tepat, dan secara tidak langsung mendiskreditkan kiai-
kiai yang mukhlis (ikhlas) yang menganggap tabu beramal lighairillah, beramal
tidak karena Allah tapi agar dihormati orang.
Pesantren salaf, menurut Mustofa Bisri,15
umumnya benar-benar milik
kiainya. Santri hanya datang dengan bekal untuk hidup sendiri di pesantren.
Bahkan ada atau banyak yang untuk hidupnya pun nunut kianya. Boleh dikatakan,
kiai pesantren salaf seperti itu, ibaratnya mewakafkan diri dan miliknya untuk
para santri. Beliau memikirkan, mendidik, mengajar, dan mendoakan santri tanpa
pamrih. Bukan saja saat para santri itu mondok di pesantrennya, tetapi juga ketika
mereka sudah terjun di masyarakat.
12
Ibid, hlm 29 13
Ibid, hlm 51 14
Mustofa Bisri, “Pesantren dan Pendidikan”, (Tebuireng: Edisi/Tahun I/Juli- September
2007), hlm 13 15
Ibid, hlm 13
2. Fungsi dan Peran Pesantren
Identitas pesantren yang pada awal perkembangannya merupakan sebuah
lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, kini identitas tersebut
mengalami pergeseran sejalan dengan perkembangan masyarakat. Sungguhpun
demikian, pergeseran yang di alami pesantren sama sekali tidak menjadikannya
tercerabut dari akar kulturalnya. Pesantren dengan karakteristik kemandirian dan
indepedensi kepemimpinannya tetap memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1). Sebagai
lembaga pendidikan yang melakukan transformasi ilmu pengetahuan agama
(Islam) dan nilai-nilai ke-islam-an (Islamic values), 2). Sebagai lembaga
keagamaan yang melakukan control social (social control), dan 3). Sebagai
lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering).16
Sejalan dengan paparan di atas, Qomar mengemukakan bahwa pesantren
terlibat aktif dalam mobilisasi pembangunan masyarakat desa, sehingga
komunitas pesantren terlatih melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan
masyarakat yang menyebabkan terjalinnya hubungan yang harmonis antara santri
dan masyarakat, antara kiai dan kepala desa. Ma’sum mengemukakan 3 (tiga)
fungsi utama pesantren, yaitu: fungsi religius (diniyah), fungsi sosial (ijtimaiyah),
dan fungsi pendidikan (tarbawiyah).17
Paparan sebagaimana dikemukakan di atas memberikan gambaran bahwa
pesantren mempunyai fungsi, disamping sebagai lembaga pendidikan dan
penyiaran agama Islam, ia juga berfungsi sebagai agen perubahan sosial (social
change agent). Fungsi dan peran pesantren sebagai agen perubahan social tampak
ketika terjadi proses perubahan dilingkungan masyarakat pedesaan, kiai dan
pesantrennya memiliki posisi sentral yang mampu mendorong mereka melakukan
tindakan kolektif.18
Disamping itu, kiai dan pesantren bersama-sama dengan
kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang lain terlibat secara aktif
16
Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Ditjen Kelembagaan Agama
Islam Departemen Agama RI, Pedoman Pengembangan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan
Tahun 2004-2009, (Jakarta: 2004), hlm 8 17
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, th), hlm 23 18
Hiroko Horikoshi, Kiai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1987), hlm 232
dalam program-program pemberdayaan masyarakat pedesaan,19
sehingga
pesantren diidentifikasi sebagai lembaga yang populis dan peka terhadap
program-program pemberdayaan masyarakat dan masalah-masalah social
kemasyarakatan. Bahkan pesantren memilki keunggulan dibandingkan lembaga-
lembaga pendidikan di luar pesantren, terutama dalam penanaman nilai-nilai
keagamaan dan moral.20
Dalam sejarah panjangnya, pesantren identik dengan masyarakat pedesaan
yang terpinggirkan, teralienasi, dan termarjinalkan. Karena itu kepedulian
pesantren dalam pemberdayaan masyarakat muncul terutama ketika tuntutan
terhadap peran pesantren semakin mengemuka. Pesantren kemudian tidak hanya
dituntut berperan sebagai institusi pendidikan dan pembinaan moral keagamaan,
tetapi juga menjadi agen perubahan dan pemberdayaan masyarakat. Peran tersebut
perlu dilakukan, karena karakteristik pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
berbeda dengan pendidikan formal. Dengan karakteristik itu pesantren
menghasilkan lulusan yang memiliki kemadirian dan kepekaan dalam menatap
dunia di sekelilingnya,21
sedangkan lulusan pendidikan formal cenderung
menguntungkan pada dunia kerja sektor formal, seperti pegawai negeri, karyawan
perusahaan pemerintah dan swasta.
Sehubungan dengan fungsi dan peran pesantren tersebut, serta karakteristik
yang dimilikinya menjadikan pesantren sebagai sumber daya lokal sekaligus
sebagai modal sosial lokal yang strategis dalam upaya membangun masyarakat
“mulai dari belakang” (Chambers, 1988). Dikatakan strategis, karena pesantren
dan kiai pesantren dipandang sebagai “setali tiga uang” dengan masyarakat
tradisional pedesaan.22
Lebih lanjut dikemukakan bahwa pesantren menjadi pusat
aktivitas masyarakat pesantren, yaitu kiai, keluarga pengurus, para ustadz, santi
19
Aribowo, “Pesantren, Community Development, dan Otonomi Daerah”. Dalam Abdul
Hamid Wahid dan Nur Hidayat (Eds), Perspektif Baru pesantren dan Pengembanagan Masyarakat,
(Surabaya: Yayasan Tri Gunung Bhakti, 2001), hlm 94 20
Muhammad Tholhah Hasan, Islam & Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Lantabora Press, 2003), hlm 301 21
Nur Syam, “Pesantren di Tengah Pemberdayaan Masyarakat Pada Era Otonomi
Daerah” Dalam Abdul Hamid Wahid dan Nur Hidayat (Eds.), Perspektif Baru Pesantren dan
Pengembangan Masyarakat, (Surabaya: Yayasan Triguna Bhakti, 2001), hlm 93 22
A. Nasikhin Syaba, Dialektika Pesantren Meramut Basis Memahami Gerakan Pesantren
Dengan Nalar Pesantren, dalam Bina PESANTREN edisi 2//2004, (Jakarta: Proyek Peningkatan
Pondok Pesantren Depag RI Bekerjasama dengan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan
Masyarakat P3M), hlm 21
dan keluaganya, serta penduduk di sekitar pesantren. Dengan demikian interaksi
dan komunikasi sosial antar satuan dalam masyarakat pesantren terjadi secara
intensif dan belangsung dari waktu ke waktu. Sejalan dengan pandangan tersebut
Horikoshi (1987) menyatakan bahwa kiai memiliki kemampuan menerima,
menerjemahkan, dan melakukan transformasi ide-ide pembangunan kepada warga
masyarakat.
3. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pesantren
Pada dasarnya pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, di mana
pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan agama Islam diharapkan
dapat diperoleh di pesantren. Apa pun usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
pesantren di masa kini dan masa yang akan datang harus tetap pada prinsip ini.
Tujuan pendidikan pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid
dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan
mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,
mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan
para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Selain itu, tujuan pendidikan
pesantren bukanlah untuk mengejar kekuasaan, uang dan keagungan duniawi,
tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban
dan pengabdian kepada Tuhan.23
Tujuan ini pada gilirannya akan menjadi faktor
motivasi bagi para santri untuk melatih diri menjadi seorang yang ikhlas di dalam
segala amal perbuatannya dan dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan sesuatu
kecuali kepada Tuhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum
tujuan pendidikan pesantren adalah mendidik manusia yang mandiri, berakhlak
mulia, serta bertaqwa.
Dalam pesantren tradisional, untuk menentukan kitab mana yang akan dikaji
dan diikuti oleh seorang santri tidak secara ketat ditentukan oleh kyai atau
pesantren, melainkan justru diserahkan kepada santri itu sendiri. Hal ini karena
santri yang meneruskan ke pesantren, terutama pesantren besar, dianggap telah
mampu untuk mengukur kemampuannya, sehingga pesantren atau kyai hanya
membimbing tentang cara menentukan pilihan kajian. Pemilihan materi belajar
yang memberikan keleluasaan kepada santri untuk ikut mengambil peranan di
23
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:
LP3ES, 1994), hlm. 21
dalam menentukan jenjang dan kurikulum belajarnya oleh sebagian peneliti
dianggap sebagai adanya proses demokratisasi di dalam proses belajar mengajar.24
Sistem pengajaran di pesantren dalam mengkaji kitab-kitab Islam klasik
(kitab kuning) sejak mula berdirinya menggunakan metode sebagai berikut :
Metode sorogan, di mana santri menghadap guru seorang demi seorang
dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kyai membacakan pelajaran
yang berbahasa Arab itu kalimat demi kalimat kemudian menterjemahkannya dan
menerangkan maksudnya. Sedangkan santri menyimak dan memberi catatan pada
kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai. Adapun
istilah sorogan tersebut berasal dari kata sorog (bahasa Jawa) yang berarti
menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyainya. Di
pesantren besar, sorogan dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja yang
biasanya terdiri dari keluarga kyai atau santri-santri yang diharapkan di kemudian
hari menjadi ulama.
Metode wetonan, di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di
sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah. Santri membawa kitab
yang sama dengan kitab kyai dan menyimak kitab masing-masing serta membuat
catatan padanya. Istilah wetonan ini berasal dari kata wektu (bahasa Jawa) yang
berarti waktu, sebab pengajian tersebut diadakan dalam waktu-waktu tertentu,
yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhu. Di Jawa Barat metode ini
disebut dengan bandongan, sedangkan di Sumatra dipakai istilah halaqah. Dalam
sistem pengajaran semacam ini tidak dikenal adanya absensi. Santri boleh datang
boleh tidak, juga tidak ada ujian.25
Dua metode pengajaran di atas dalam waktu yang sangat panjang masih
dipergunakan pesantren secara agak seragam. Metode sorogan tentu lebih efektif,
karena kemampuan santri dapat terkontrol secara langsung oleh kyai (ustadz).
Akan tetapi metode tersebut sangat tidak efisien, karena terlalu memakan waktu
lama. Sedangkan metode wetonan akan lebih efisien, namun sangat kurang
efektif, karena kemampuan santri tidak akan terkontrol oleh pengajarnya.
Meskipun demikian, dalam kedua metode tersebut budaya tanya jawab dan
24
Ibid. hlm 80 25
M. Habib Chirzin, “Agama dan Ilmu dalam Pesantren”, dalam Pesantren dan
Pembaharuan, ed. M. Dawam Rahardjo (Jakarta: LP3ES, 1988), hlm 88
perdebatan tidak dapat tumbuh. Terkadang terjadi kesalahan yang diperbuat oleh
sang kyai (ustadz), namun tidak pernah ada teguran atau kritik dari santri. Bahkan,
tidak mustahil tanpa pikir panjang para santri menerima mentah-mentah kesalahan
tersebut sebagai kebenaran.26
Sekarang ini, beberapa pesantren tradisional tetap bertahan dengan kedua
sistem pengajaran tersebut tanpa variasi ataupun perubahan. Sedangkan sebagian
yang lain telah berubah sesuai dengan perubahan zaman dan mulai menerapkan
sistem pendidikan klasikal yang dianggap lebih efektif dan efisien. Sistem yang
disebut terakhir ini mulai muncul dan berkembang di awal tahun 1930-an.
Modelnya seperti sekolah pada umumnya, meskipun kurikulum dan silabusnya
sangat bergantung pada kyai, dalam arti dapat berubah-ubah sesuai dengan
pertimbangan dan kebijaksanaan kyai. Ini semua masih dalam satu pembicaraan,
yaitu hanya pelajaran agama atau kitab-kitab kuning saja yang diajarkan.27
Sistem evaluasi yang berlaku di dalam pesantren tradisional biasanya tidak
terlalu ketat dan mengikat, melainkan sangat memberi keleluasaan kepada santri
yang bersangkutan untuk melakukan self-evaluation (evaluasi diri sendiri). Dalam
evaluasi pengajaran ini, peranan kyai sangat menonjol dan lebih besar pada
metode sorogan, sementara pada metode wetonan para santri sangat mempunyai
peranan. Biasanya titik tekan evaluasi yang dilakukan oleh kyai dan pengurus
pesantren tidak sekedar pada pengetahuan kognitif, berupa sejauh mana
keberhasilan penyerapan ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh santri, tetapi
lebih jauh lagi pada keutuhan kepribadiannya berupa ilmu, sikap, dan tindakan --
tutur kata dan perbuatan-- yang terpantau dalam interaksi keseharian santri dengan
kyai. Dalam menentukan apakah seorang santri telah berhasil menyelesaikan
suatu kurikulum tertentu, dengan demikian tidak sekedar dinilai dari aspek
penguasaan intelektualnya, melainkan juga integritas kepribadian santri yang
bersangkutan yang dinilai dari kiprah dan tingkah laku kesehariannya.28
Proses pendidikan di pesantren berlangsung selama 24 jam. Dalam
26
Ahmad Qodri A. Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar
(Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm 106 27
Ibid. hlm 107 28
A. Wahid Zaini, “Orientasi Pondok Pesantren Tradisional Dalam Masyarakat
Indonesia”, dalam Tarekat, Pesantren, dan Budaya Lokal, ed. M. Nadim Zuhdi et. al. (Surabaya:
Sunan Ampel Press, 1999), hlm 80
pesantren tradisional, penjadwalan waktu belajar tidaklah terlalu ketat. Timing
dan alokasi waktu bagi sebuah kitab yang dikaji biasanya disepakati bersama oleh
kyai dan santri sesuai dengan pertimbangan kebutuhan dan kepentingan bersama.
Dapat saja waktu 24 jam hanya dimanfaatkan empat atau lima jam untuk istirahat,
sedangkan sisanya untuk proses belajar mengajar dan beribadah, baik secara
kolektif maupun secara individual. Pendidikan pesantren sangat menekankan
aspek etika dan moralitas. Proses pendidikan di sini merupakan proses pembinaan
dan pengawasan tingkah laku santri yang seharusnya merupakan cerminan ilmu
yang telah diperoleh. Pembinaan dan pengawasan ini dilakukan bersamaan
dengan peneladanan langsung oleh kyai dan pengurus sebagai kepanjangan tangan
dari kyai, mulai dari urusan ibadah sampai pada urusan keseharian santri.29
4. Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat
Kaitan pesantren dengan pemberdayaan masyarakat pada dasarnya
membicarakan kaitan antara Islam dengan pengembangan masyarakat itu sendiri.
Karena pesantren sebagai lembaga pendidikan penyiaran agama Islam tidak bisa
dipisahkan begitu saja dengan Islam. Karena itu, disini perlu dijelaskan terlebih
dahulu mengenai kaitan Islam dengan pemberdayaan masyarakat.
Mengenai kaitan Islam dengan pemberdayaan masyarakat, Bahtiar Effendi
mensinyalir sebagai berikut:
Sifat kemoderenan dalam kaitannya dengan masyarakat muncul dengan
mengatasi dimensi waktu. Sebagai gantinya, kemoderenan sebuah bangunan
politik yang ditandai oleh antara lain adanya struktur masyarakat lebih
merujuk pada sifat-sifat yang dikembangkan oleh bangunan politik tersebut.
Hal ini tidak aneh, karena sudut konsepsinya, bangunan pemberdayaan
masyarakat ini memang awalnya dikembangkan oleh para pemikir dan filsuf
lain; Plato, Aristoteles, Hobes, Locke, Rosseau, Bentham, Hume dan
sebagainya. Antara lain dari sudut ini pulalah kita dapat mengaitkan antara
Islam dengan pemberdayaan masyarakat. Apa yang ingin dikatakan disini
adalah bahwa seperti para pemikir dan para filsof politik klasik yang disebut
di atas, Islam baik yang ideal (al-Qur’an dan As-Sunnah) maupun
mensejarah atau yang nampak dalam kehidupan sehari-hari (sejarah partikel
Islam), juga memberdayakan dimensi masyarakat.30
Kemudian Cak Nur seperti yang dikutip oleh Sufyanto juga menjelaskan:
“Bangunan masyarakat di dalam Islam dapat dilacak dari kehidupan baginda
29
Ibid. hlm 81-82 30
Effendi Bachtiar, Wawasan al-Qur‟an Tentang Masyarakat Madani Menuju
Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern, (Jurnal Paramadina, Vol I No. 2 tahun 1999), hlm 78
Rasulillah SAW, dalam konteks masyarakat Madinah kala itu. Sekilas
perwujudan masyarakat Madinah itu, diawali ketika Rasulillah SAW hijrah
dari Makkah menuju kota Yastrib (sekarang Madinah al-Munawwarah)
karena rintangan Rasulillah Muhammad SAW dalam berdakwah di Makkah
selalu mendapat rintangan dari kaum kafir, kemudian hijrah ke Yastrib.
Disini nabi Muhammad SAW mendapat sambutan yang luar biasa dari
masyarakat setempat, sehingga memudahkan Muhammad untuk berdakwah
dan siap menyusun sendi-sendi pemberdayaan masyarakat.31
Di tambahkan lagi oleh Bachtiar:
“sejak muncul dan berkembangnya Islam disana (Yastrib), meskipun masih
dalam tahap awal, transformasi atau perubahan masyarakat secara besar-
besaran terjadi disana, baik dilihat dari sudut pandang keagamaan (lebih
rasional) maupun kehidupan budaya, ekonomi, dan politik. Dalam bahasa
agama, proses perubahan dari situasi jahiliah keperadaban ditegaskan dalam
al-Qur’an bahwa salah satu fungsi Islam membawa atau mengeluarkan
masyarakat dari alam kegelapan (jahiliah) ke alam terang (beradab).”32
Inilah gambaran mengenai kaitan Islam dengan pemberdayaan masyarakat.
Dari uraian tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya nilai-nilai
esensial yang diharapkan dari sebuah pemberdayaan masyarakat yang dicita-
citakan ternyata nilai-nilai tersebut juga ada di dalam ajaran Islam. Inilah yang
mempertemukan Islam dengan pemberdayaan masyarakat.
Mungkin kesimpulan ini terkesan apologis atau memuji diri sendiri, karena
itu tidak terlalu berlebihan kiranya untuk melengkapi dengan pandangan seorang
ilmuwan non-muslim (Barat), Robert N. Bellah seperti dikutip oleh Effendi
Bachtiar sebagai berikut:
“ada kesesuaian antara Islam dengan konsep pemberdayaan masyarakat,
bahkan kenyataan itu pernah ada dalam kehidupan nyata masyarakat Islam.
Bagaimana politik yang dikembangkan oleh nabi Muhammad SAW ketika
berada di Madinah adalah bersifat sangat modern. Memang bukan
organisasi atau lembaga diluar Negara yang berkembang pada waktu itu,
tetapi dimensi-dimensi lain yang dalam bangunan konsep masyarakat. Hal
itu tercermin dengan jelas dalam mitsaq al-Madinah (perjanjian Madinah)
yang oleh para ilmuan politik dianggap sebagai konstitusi pertama sebuah
Negara.33
Lalu dimanakah posisi pesantren? Pesantren sebagai lembaga pendidikan
31
Sufyanto, Masyarakat Tamaddun, (Yogyakarta: LP2IF, 2001), hlm 95-96 32
Effendi Bachtiar, Wawasan al-Qur‟an Tentang Masyarakat Madani Menuju
Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern, (Jurnal Paramadina, Vol I No. 2 tahun 1999), hlm 80 33
Ibid.
dan penyiaran (dakwah) agama Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari
Islam itu sendiri. Bisa dikatakan, pesantren selalu berada dibarisan paling depan
dalam melestarikan nilai-nilai Islam. Bahkan dalam hal pengembangan dalam
model pendidikannya pun, pesantren tetap mengacu pada tradisi Islam. Sekalipun
pesantren telah banyak mengalami perubahan, anmun sampai saat ini tradisi
pesantren masih sangat kental dengan tradisi Islamnya. Demikian halnya dalam
konteks pemberdayaan masyarakat, banyak hal yang telah dilakukan oleh
pesantren sejak awal mula munculnya lembaga ini sampai sekarang.
5. Peran pesantren dalam Pemberdayaan Masyarakat
Pondok pesantren disamping berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam
juga memiliki peran sebagai motor penggerak pembangunan dan perubahan
masyarakat. Mencermati tumbuh suburnya lembaga pesantren terutama di wilayah
pedesaan secara nyata mampu berperan sebagai people‟s movement serta
empowering people. Aktivitas nyata pondok pesantren dalam memberdayakan
kehidupan masyarakat dapat dilihat dari kemampuannya dalam kegiatan
vocational yang bertujuan menggali, merangsang dan meningkatkan sosial
ekonomi masyarakat, pengembangan usaha produktif serta mengupayakan
kesempata bagi masyarakat memperoleh kehidupan yang layak dengan
pemanfataan sumberdaya yang tersedia.
Lembaga pondok pesantren memiliki potensi besar untuk ikut mendukung
pembangunan agama dan akhlak generasi bangsa.34
Sehingga tidak berlebihan
apabila dikatakan pondok pesantren memiliki dua peran sekaligus, yakni
pengembangan pendidikan dan peran pemberdayaan masyarakat.35
Peran sebagai
pengembangan pendidikan dilihat dari misi utama pondok pesantren, yakni untuk
menyebar luaskan ajaran dan universalihtas Islam ke seluruh pelosok Nusantara
yang berwatak pluralis, baik dalam dimensi kepercayaan, budaya maupun kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Peran tersebut dalam konteks kekinian telah
menempatkan lembaga pesantren sebagai penerjemah dan penyebar ajaran-ajaran
Islam di tengah kehidupan masyarakat. Peran sebagai pemberdayaan masyarakat
34
Karel A Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern, (Jakarta: Dharma Aksara, 1986), hlm 44 35
Saefuddin Zuhri, dkk, Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pusataka Hidayat, 1999), hlm
13
dilihat dari transformasi nilai yang ditawarkannya (amr ma‟ruf nahi munkar).
Dalam hal ini segenap potensi pondok pesantren telah berhasil membawa
perubahan serta transformasi kehidupan masyarakat dari kekafiran kepada
ketakwaan, dari kefakiran menuju kepada kesejahteraan. Kehadiran pondok
pesantren menjadi suatu keniscayaan untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
Kedua potensi di atas selanjutnya melahirkan peluang kerjasama antara
pondok pesantren dengan masyarakat yang bersifat simbiosis mutualism.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama masyarakat
agar memiliki bekal pengetahuan agama Islam yang lebih luas serta akhlak al-
karimah. Dengan begitu generasi muda yang ditempa melalui lembaga pendidikan
pesantren dapat diandalkan sebagai agen of change dalam proses pendidikan dan
pemberdayaan masyarakat.
Sebagaimana dikemukakan Harahap,36
proses pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat itu terdiri dari tiga pilar strategi, yaitu: 1) penyelengara
Negara, 2) para ulama, agamawan dan cendekiawan, dan 3) para pengusaha.
Tabel 2. 1 Strategis dalam Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
B. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan
Secara konseptual istilah pemberdayaan atau dalam bahasa Inggris
empowerment memiliki kata dasar daya yang berarti kemampuan, kekuatan,
36
Syahrin Harahap, Islam, Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1999), hlm 93
Penyelenggara pemerintah
Ulama, agamawan, dan cendekiawan
Penguasaha
Pemberdayaan
Masyarakat
Qur’an & Hadis
Masyarakat yang berketuhanan,
berkeadilan dan berkemanusiaan
upaya kemampuan untuk melakukan usaha.37
Atau kemampuan melakukan
sesuatu, kemampuan bertindak, atau kekuatan; tenaga yang menyebabkan
sesuatu bergerak, maka selanjutnya kata pemberdayaan dapat mengandung
pengertian suatu proses, cara atau perbuatan memberdayakan.38
Maka berkenaan dengan ruang lingkup pembahasan pemberdayaan dalam
pendidikan, secara eksplisit definisi pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu
proses menjadikan SDM mampu atau kuat dalam rangka melakukan suatu usaha
pada suatu bidang tertentu dalam dunia pendidikan, atau juga dapat diartikan
sebagai penggunaan kemampuan dan kekuatan masyarakat dalam melangsungkan
eksistensi satuan pendidikan agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan supaya
bermutu.
Banyak para tokoh mengemukakan berbagai pendapat tentang pengertian
pemberdayaan yang berbeda-beda. Di dalam Usmara, Noe et. Al mengatakan
bahwa pemberdayaan merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang
terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan
produk dan pengambilan keputusan. Kemudian Khan mengemukakan bahwa,
pemberdayaan merupakan hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk
membangun kepercayaan antara karyawan dan manajemen. Sedangkan Byars dan
Rue mengartikan pemberdayaan sebagai bentuk desentralisasi yang melibatkan
para bawahan dalam membuat keputusan.39
Bila dikombinasikan ketiga pengertian pemberdayaan yang berbeda
terkemuka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pemberdayaan mengandung
pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada karyawan, kemudian
mengandung penciptaan kondisi saling percaya antara karyawan dan manajemen,
serta mengandung adanya employee involvement yaitu melibatkan karyawan
dalam pengambilan keputusan.
Berkenaan dengan fokus pendidikan, maka kesimpulan tadi tidak hanya
terfokus pada karyawan yang telah ada dalam satuan pendidikan namun juga
semua elemen yang berkepentingan termasuk masyarakat yang sifatnya sangat
37
Partanto & Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arloka, 1994), hlm 94 38
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III. (Jakarta: PT. Persero
Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka BP. No. 3658, 2005), hlm 241 39
Wahibur Rokhman Jr (dalam Usmara). Paradigma Baru Manajemen SDM (Yogyakarta:
Amara Books. 2002), hlm 123
urgen dalam peningkatan mutu pendidikan. Menurut Maisyaroh dalam
Manajemen Pendidikan, keterlibatan masyarakat dalam bidang pendidikan
merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan bidang
pendidikan oleh satuan pendidikan, yang berarti mengikutsertakan masyarakat
dalam perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan serta
evaluasi pendidikan (monitoring and evaluating).40
Sedangkan yang dimaksud
dengan masyarakat yaitu kelompok orang tua, masyarakat yang terorganisasi
seperti kelompok pengajian dan keagamaan, bisnis, politik dan sosial, dan yang
terakhir adalah masyarakat secara universal.
2. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung Pemberdayaan
Faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam rangka mensukseskan kinerja
menjadi efektif. Apapun pekerjaan itu perlu didukung oleh lingkungan yang baik.
Caudron memberikan hal penting yang harus dilakukan dalam rangka
menciptakan lingkungan yang mendukung pemberdayaan terhadap berbagai pihak
yang kompeten, antara lain:41
a. Work team and information sharing are building block
Membentuk tim kerja dan komunikasi terbuka dengan
pekerja/karyawan. Personel tidak hanya saja dapat menyelesaikan
tugas namun juga punya kesempatan mendapatkan pelajaran dari
anggota lainnya (sharing knowledge). Sedangkan komunikasi terbuka
yang dimaksud adalah kekuatan dan kelemahan organisasi serta
tantangan, permasalahan pekerjaan seperti kesempatan karir atau
kompensasi, sehingga darinya diharapkan tercipta lingkungan
kondusif yang mendukung peningkatan keahlian anggota dalam
memecahkan problematik.
b. Provide the training and resources needed to do good job
Manajemen perlu menyediakan pelatihan-pelatihan guna
mengembangkan keahlian (kemampuan) yang merupakan dimensi
terpenting dalam pemberdayaan. Training team bertujuan menjaga
kekompakan dalam mengatasi masalah, sedangkan training keahlian
40
Ali Imron dkk. Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hlm
122 41
Wahibur Rochman, Jr (dalamUsmara), op. cit, 2002, hlm 129-130
interpersonal tidak hanya mengarah pada pemberdayaan independen
namun juga interdependen. Selanjutnya manajemen juga perlu
menyediakan fasilitas dan sumber daya yang dibutuhkan guna
mencapai tujuan dengan baik.
c. Provide measurement, feedback and reinforcement
Menyediakan standar-standar pengukuran (measurement) guna
mengetahui efektivitas program pemberdayaan terhadap prestasi yang
telah dicapai sehingga selanjutnya ada semacam feedback terhadap
prestasi tersebut sebagai alat motivasi untuk melakukan pekerjaan
dengan baik.
d. On going reinforcement
Memberikan bantuan (insentif) secara terus menerus terhadap
prestasi yang telah dicapai oleh karyawan, karena setiap mereka ingin
dihargai atas prestasinya tersebut, dan semua pihak akan termotivasi
untuk melakukan pekerjaannya dengan baik.
e. Provide responsibility and authority
Pemberian tanggungjawab dan wewenang yang dibutuhkan guna
menyelesaikan tugas terhadap beban pekerjaan yang diamanatkan
kepada para karyawan yanag terlibat. Hal ini akan berdampak pada
meningkatnya kreativitas dan inovasi mereka dalam bertugas dengan
percaya diri disebabkan rasa bahwa dirinya dibutuhkan dan
penting bagi organisasi, namun juga perlu monitoring yang ekstra dari
pihak pimpinan agar tidak melampaui batas atau berlebihan dan
bertindak.
f. Flexible in internal procedure
Menciptakan aturan dan sistem yang fleksibel. Hal ini menjadi
penting karena akan memudahkan pengambilan keputusan dan
membantu organisasi untuk beradaptasi dengan segala perubahan
lingkungan yang terjadi.
3. Tahapan dalam Pemberdayaan Masyarakat
Suatu organisasi perlu menyusun tahapan dalam pemberdayaan secara
sistematis agar pelaksanaan kegiatan terarah. Menurut Khan secara umum
tahapan-tahapan dalam pemberdayaan adalah sebagai berikut:42
a. Mengembangkan pemahaman secara menyeluruh terhadap program
pemberdayaan yang diperoleh dari berbagai sumber literatur atau para
ahli dalam bidang empowerment. Guna mendukung efektivitas
pemberdayaan maka perlu mengetahui instrument pendukung
pemberdayaan lain seperti penentuan jangka panjang, penggunaan
perangkat lunak (sofware) dan penentuan anggaran.
b. Membuat daftar kegiatan atau kesempatan yang dapat mendukung
pemberdayaan.
c. Menyeleksi berbagai kegiatan yang mempunyai kesempatan yang
lebih signifikan untuk sukses dan memiliki resiko yang minimal.
d. Memberikan pengertian kepada setiap personel agar memahami job
expectation dan metrik.
e. Menetapkan prosedur follow-up untuk sharing kemajuan kepada
semua pihak secara individual maupun kelompok. Follow-up
dilakukan setelah adanya pelatihan-pelatihan guna mengaplikasikan
hal-hal yang telah diperoleh, dan sharing idea terhadap keberhasilan
orang lain sebagai pemicu semangat dan motivasi yang lebih kreatif
dan terdorong untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik.
f. Menciptakan, menjaga dan meningkatkan kepercayaan sebagai
unsur terpenting dalam pemberdayaan antar berbagai pihak.
g. Menilai (evaluation) kemajuan yang diperoleh dari program
pemberdayaan.
Tahapan di muka penting direncanakan dalam menyelenggarakan program
pemberdayaan sebagai acuan pelaksanaan yang dapat disesuaikan dengan kondisi
dan kemampuan manajemen organisasi terhadap objek yang diberdayakan
4. Model-model Pemberdayaan
Sharafat Khan (1997) menawarkan beberapa model pemberdayaan yang
dapat dilakukan oleh sebuah organisasi guna menjamin keberhasilan proses
pemberdayaan, yaitu sebagai berikut:43
42
Ibid, hlm 131-132 43
Ibid, 2002, hlm 123-126
Desire Trust Confident
Communicatio
n Accountability Credibility
Tabel 2. 2 Model-model Pemberdayaan
a. Keinginan (desire)
Model pertama adalah adanya keinginan dari manajemen untuk
mendelegasikan dan melibatkan pekerja. Kegiatan yang dapat
dilakukan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
- Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan
yang sedang berkembang.
- Memperkecil directive personality dan memperluas keterlibatan.
- Mendorong terciptanya perspektif baru dan memikirkan kembali
strategi kerja.
- Menggambarkan keahlian dan melatih karyawan untuk mengawasi
diri (self-control).
b. Kepercayaan (trust)
Model kedua membangun kepercayaan antara manajemen dengan
karyawan. Implikasi dari model ini yaitu akan tercipta kondisi
yang baik untuk pertukaran informasi dan saran tanpa rasa takut.
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
- Memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan
kebijakan.
- Menyediakan waktu dan sumber daya yang mencukupi dalam
menyelesaikan tugas.
- menyediakan pelatihan yang cukup bagi kebutuhan kerja.
- Menghargai perbedaan pandangan dan kesuksesan yang diraih
perorangan.
- Menyediakan akses informasi yang cukup.
c. Kepastian (confident)
Setelah membangun kepercayaan dan saling percaya, maka model
ketiga adalah menimbulkan rasa percaya pada setiap mereka yang
dilibatkan dengan menghargai kompetensi yang dimilikinya. Tindakan
yang bisa dilakukan dalam confident ini adalah:
- Mendelegasikan tugas penting.
- Menggali ide dan saran dari setiap mereka yang terlibat.
- Memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen.
- Menyediakan jadwal job instruction dan mendorong penyelesaian
yang baik.
d. Kredibilitas (credibility)
Model selanjutnya adalah menjaga kredibilitas dengan penghargaan
dan mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi
yang sehat sehingga tercipta organisasi yang memiliki performance
tinggi. Kegiatan yang termasuk di dalamnya adalah:
- Memandang setiap personel sebagai partner strategis.
- Peningkatan target di semua bagian pekerjaan.
- Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan
melalui partisipasi.
- Membantu menyelesaikan perbedaan dalam penentuan tujuan dan
prioritas.
e. Tanggungjawab (accountability)
Model kelima adalah pertanggugjawaban pada setiap wewenang yang
diberikan kepada setiap personalia yang dilibatkan. Tindakan yang
termasuk di dalamnya adalah:
- Menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja.
- Memberikan tugas yang jelas dan ukuran (measurement) yang
jelas.
- Melibatkan masyarakat dalam penentuan standar dan ukuran
(measurement).
- Memberikan saran dan bantuan dalam menyelesaikan beban
kerjanya.
- Menyediakan periode dan waktu pemberian feedback.
f. Komunikasi (communication)
Kemudian model yang terakhir adalah adanya komunikasi yang
terbuka (openness communication) guna melahirkan pengertian dan
pemahaman antara mereka yang terlibat dengan manajemen, yang
dapat diwujudkan dengan adanya kritik baik dan saran terhadap
prestasi yang telah dilalui. Kegiatannya meliputi:
- Menetapkan kebijakan open door communication.
- Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan
mendiskusikan permasalahan secara terbuka.
- Menciptakan kesempatan untuk cross-training.
Model-model terkemuka merupakan aspek penting dalam rangka melakukan
proses pemberdayaan terhadap setiap orang yang terlibat dalam suatu kegiatan
organisasi. Berkaitan dengan dunia pendidikan, personalia yang dilibatkan tidak
hanya pada skope warga internal satuan pendidikan saja namun juga warga
eksternal sekolah yaitu orang tua dan masyarakat secara umum. Bilamana model-
model desire, trust, confident, credibility, accountability dan communication
tersebut dapat diterapkan dan berlangsung secara efektif oleh setiap kalangan
personalia, maka proses pemberdayaan sangat mungkin memberikan
tempat yang luas bagi eksistensi mutu pendidikan yang diharapakan.
Dalam literatur yang lain, peneliti menemukan beberapa bentuk model-
model pemberdayaan masyarakat. Semuanya sangat bermanfaat dan membantu
efektifitas dan efisiensi upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Setiap model
pemberdayaan mempunyai karakteristik sendiri, tinggal memilih untuk
diaplikasikan sesuai faktor-faktor setempat yang tepat (engegenous). Dengan
karakteristik tersebut, maka menurut Suhendra dapat dikemukakan beberapa
metode pemberdayaan masyarakat, diantaranya adalah:44
a. Participatory Rural Appraisal (PRA)
Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan salah satu teknik
pengembangan masyarakat desa yang di Indonesia diawali tahun 1993
di lingkungan Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa
Tenggara (KPDTN). PRA ditafsirkan sebagai: “Pendekatan dan teknik-
teknik pelibatan masyarakat dalam proses-proses pemikiran yang
berlangsung selama kegiatan-kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, serta
pemantauan dan evaluasi program pembangunan masyarakat.”45
44
K. suhendra, Peran Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta,
2006), hlm 103 45
ibid, hlm 105
Menurut Suhendra46
, Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam
pelaksanaannya menyampaikan 11 prinsip, :yaitu:
1) Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan).
Participatory Rural Appraisal (PRA) mengutamakan pemberian
kesempatan pada kelompok yang selama ini kurang diberi
kesempatan peran agai berb proses pembangunan masyarakat, tanpa
mengabaikan kelopok manapun di dalam masyarakat.
2) Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat. Masyarakat yang
selama ini terpinggirkan melalui Participatory Rural Appraisal
(PRA) diberi kemampuan mengkaji keadaan, mengambil
keputusan, mengevaluasi program serta melakukan koreksi.
3) Prinsip masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator.
Participatory Rural Appraisal (PRA) menempatkan masyarakat
sebagai pusat kegiatan pembangunan, sedang orang luar sebagai
fasilitator.
4) Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan. Pengalaman
masyarakat setempat dan orang luar (fasilitator) tidak jarang
berbeda. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, bahkan ini
berlangsung untuk milih memana yang paling tepat untuk kondisi
setempat.
5) Prinsip santai dan informal. Suasana santai dan informal akan
cocok agar masyarakat maupun orang luar menyatu, akrab, luwes
tidak ada suasana “asing”.
6) Prinsiptringulasi. Untuk mendapatkan informasi yang tepat, benar,
relevan dari berbagai informasi yang dapat dihimpun harus
dilakukan check and recheck. Tringulasi dilakukan dengan cara
melibatkan berbagai kelompok yang beragam.
7) Prinsip mengoptimalkan hasil. Dari sekian banyak informasi yang
dapat kita kumpulkan, lupakan saja yang tidak diperlukan. Setelah
diambil keputusan yang tepat perlu gerakan motivasi agar
sebanyak mungkin masyarakat berperan serta.
46
ibid,, hlm 105-108
8) Prinsip orientasi praktis. Untuk memahami masalah yang ada di
masyarakat, gunakan PRA sebagai alat pengembangan masyarkat.
Jangan sampaikan teori-teori yang bakal tidak terjangkau oleh
masyarakat.
9) Prinsip keberlanjutan dan selang waktu. Setelah tiga atau enam
bulan, hasil kegiatan perlu dievaluasi. Evaluasi sangat diperlukan
guna mendapatkan umpan balik guna perencanaan tahap
berikutnya.
10) Prinsip belajar dari kesalahan. Kesalahan-kesalahan dan
kekurangan adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi setelah satu
periode dievaluasi didapatkan feed back guna penyempurnaan
kegiatan berikutnya.
11) Prinsip terbuka. Participatory Rural Appraisal (PRA) terbuka
untuk penyempurnaan-penyempurnaan. Hal ini sangat diperlukan
guna perbaikan konsep dan teknik yang sangat berguna.
b. Metode Partisipatori Assesment
Menurut suhendra, Metoda Partisipatory Assesment (MPA) terdiri
atas empat langkah, yaitu:47
Langkah pertama: Menemukan Masalah. Langkah ini dimaksudkan
agar masyarakat mengidentifikasi kondisi, situasi dan mas a l a h sosial di
sekitar masyarakat setempat. Adapun langkah pertama ini meliputi:
1) Pemetaan wilayah dan akses kepemilikan;
2) Klasifikasi kesejahteraan;
3) Masalah individu, kelompok dan masyarakat yang dihadapi;
4) Sejarah perkembangan wilayah;
5) Observasi lapangan.
Langkah kedua: Menemukan Potensi. Potensi yang d i m i liki
masyarakat ini merupakan sistem sumber yang dapat dikelola secara
optimal guna mengatasi permasalahan sosial maupun pengembangan
masyarakat setempat. Potensi dapat berupa:
1) Potensi rumah tangga setiap keluarga;
47
ibid,, hlm 109-110
2) Waktu-waktu yang dapat digunakan secara produktif;
3) Sarana dan prasarana serta berbagai jenis pelayanan umum dari
pemerintah, swasta maupun LSM;
4) Sistem nilai masyarakat;
5) Kebiasaan mengambil keputusan.
Langkah ketiga: Menganalisis Masalah dan Potensi. Mengkaji
berbagai masalah, penyebab, hubungan causalitas, factor pendu k u g
maupun penghambat. Kemudian mengkaji kemungkinan potensi yang
ada untuk memecahkan masalah.
Langkah keempat: Memilih Solusi Pemecahan Masalah. Langkah
ini merupakan upaya-upaya konkrit untuk memecahkan masalah berupa
kegiatan:
1) Mencegah timbulnya masalah lebih jauh;
2) Memobilisasi sistem sumber dan potensi;
3) Menentukan alternatif pemecahan masalah;
4) Pertemuan masyarakat untuk menentukan skenario tinda k a n .
c. Metode Loka Karya
Metode loka karya efektif untuk memotivasi anggota peserta
menyampaikan aspirasi dan kreativitas. Loka karya bermanfaat untuk
mengambil keputusan untuk sesuatu fokus permasalahan secara
musyawarah dan ditemukannya suatu konsensus.48
Menurutnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam suatu loka
karya adalah:
1) Agenda yang dibahas sesuai kebutuhan peserta, hal ini akan
membawa concerning para peserta;
2) Sebaiknya nara sumber dan penyelenggara telah membagikan
hand -out topik bahasan beberapa hari sebelumnya;
3) Dalam loka karya semua gagasan dikembangkan dan ditampung,
sebaiknya dalam kelompok yang relatif kecil 5-10 orang;
4) Hasil pemikiran yang telah dikristalisasi dalam setiap kelompok
dipresentasikan pada pleno;
48
ibid,, hlm 110-111
5) Dalam pleno terjadi lagi sharing yang diwakili juru bicara dan
didapatkan suatu konsensus.
d. Teknik Branstorming
Teknik ini mula-mula disampaikan oleh Alex F. Osborne yang dapat
memotivasi untuk munculnya kreativitas anggota dalam memecahkan
masalah atau persoalan yang dihadapi. Teknik ini merupakan wujud dari
botton up hingga dapat memunculkan rasa memiliki dan rasa tanggung
jawab.49
Menurutnya, operasionalisasi dari teknik Branstorming adalah sebagai
berikut:
1) Kumpulkan kelompok-kelompok sekitar 10 orang dan ajukan
fokus yang akan dibahas;
2) Setiap peserta secara bertanggung jawab boleh mengajukan
gagasannya secara bebas;
3) Seorang berperan sebagai sekretaris selalu mencatat inti
pembicaraan.
4) Resumekan dan refleksikan kembali pada peserta;
5) Temukan konsensus alternatif dan ambil suatu keputusan.
e. CO-CD (Community Organization-Community Development)
1) Community Organization (CO).
Teknik ini relatif sudah cukup lama dikenal dalam upaya
perencanaan dan pengembangan masyarakat. Menurut C. F. Mc. Neil
dalam Soetarso (1994:11) sebagaimana dikutip Suhendra,50
Community Organization adalah:
“Community Organization merupakan suatu proses untuk
mewujudkan dan membina suatu penyesuaian yang bertambah
lama bertambah efektif diantara sumber-sumber kesejahteraan
sosial dan kebutuhan-kebutuhan kesejahteraan sosial di
lingkungan suatu daerah geografis atau pekerjaan bidang
fungsional. Tujuannya sesuai dengan tujuan pekerjaan sosial
yaitu difokuskan pada kebutuhan-kebutuhan orang serta
penyediaan sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini
dengan cara yang sesuai dasar kehidupan demokrasi.”
49
ibid,, hlm 111-112 50
ibid,, hlm 112
CO ini kemudian dikembangkan dan diaplikasikan bukan saja
untuk cakupan kesejahteraan sosial secara sempit, akan tapi sektor-
sektor lain seperti pendidikan, pertanian, agama dan lain sebagainya.
2) Community Development
Sejalan dengan CO, maka CD juga merupakan teknik yang
mengupayakan memajukan kesatuan-kesatuan masyarakat. Di daerah-
daerah dan kantong-kantong masyarakat yang agraris dan
perekonomiannya belum maju, CD digunakan dalam upaya
memperbaiki kondisi pemenuhan kebutuhan dasar warga masyarakat,
kebutuhan materil maupun non-materil. Untuk teknik CD, PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyampaikan defenisi CD
(Community Development), yaitu:
“Community Development menunjukkan digunakannya
berbagai pendekatan dan teknik dalam suatu program tertentu
pada masyarakat-masyarakat lokal sebagai kesatuan tindakan
dan mengusahakan perpaduan antara bantuan yang berasal dari
luardengan keputusan dan upaya masyarakat lokal yang
diorganisasi. Program ini dimaksudkan untuk mendorong
prakarsa dan kepemimpinan lokal sebagai sarana perubahan
primer. ”51
5. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendidikan
Perkembangan dan perubahan eksistensi dari waktu ke waktu menuntut
adanya perubahan pula pada diri dan kinerja manusia secara menyeluruh agar
produktif dan fleksibel pada segala bidang dalam menghadapi tantangan
perubahan saat ini dan yang akan datang, agar selalu siap bersaing. Sumber Daya
Manusia (SDM) sebagai pelaku dari perubahan paradigma tersebut sangat
menentukan terhadap eksis-nya suatu organisasi dalam menggapai tujuan yang
akan digapai pada suatu waktu tertentu. Perlu adanya sebuah desain dan strategi
yang baik dalam rangka mengatasi berbagai kemungkinan fenomena yang akan
terjadi, di mana program pemberdayaan (empowerment) merupakan salah satu
strategi untuk memperbaiki SDM tersebut dengan cara melimpahkan
tanggungjawab dan wewenangan terhadap masyarakat (bawahan) yang nantinya
diharapkan dapat memungkinkan mereka mencapai kinerja yang lebih tinggi
51
ibid,, hlm 113
beriringan dengan perkembangan zaman yang berubah-rubah.
Tidak hanya pemberian tanggungjawab yang harus diberikan, namun lebih
dari itu perlu adanya sikap keterbukaan antara berbagai kalangan dan
semacamnya yang mendukung program tersebut, dan ini sangat penting sekali.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Caudron (1995) dalam “Paradigma Baru
Manajemen Sumber Daya Manusia” bahwa pemberdayaan merupakan salah satu
cara pengembangan karyawan melalui employee involvement yaitu dengan cara
memberikan wewenang, tanggungjawab yang cukup untuk menyelesaikan
tugas dan pengambilan keputusan.52
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang menekankan
pada pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Maka demikian pula satuan pendidikan sangat perlu
sekali melaksanakan pemberdayaan terhadap sumber daya manusia yang
dimilikinya, sehingga mereka dapat menjadi harapan semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) guna menggapai tujuan pendidikan dengan efektif
dan efisien. Tidak sebatas hanya pada guru-guru, karyawan-karyawan dan staf-
staf yang dimiliki oleh lembaga pendidikan yang harus diberdayakan, namun lebih
dari itu lembaga pendidikan sebagai wadah ilmu pengetahuan harus pula
melakukan program pemberdayaan terhadap masyarakat secara umum sebagai
pengguna layanan pendidikan. Fokus pemberdayaan masyarakat ini sangatlah
efektif dalam mewujudkan mutu pendidikan, karena dari masyarakatlah mutu
yang ditargetkan lembaga pendidikan untuk dicapai tersebut berasal. Mereka yang
merasakan sajian pendidikan yang diberikan oleh pihak sekolah.
Relevansi layanan yang diberikan dengan kebutuhan dan harapan
masyarakat secara efektif dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada satuan
pendidikan dapat dikatakan bermutu, dan itu perlu ditingkatkan mengingat
perubahan-perubahan yang selalu dan akan terjadi. Pendapat ini relevan dengan
apa yang diungkapkan oleh S. Thomas Foster (2007) quality is as the customer
sees it53
bahwa kualitas adalah apa yang pelanggan lihat. Lihat dalam artian
52
Usmara, op. cit, 2002, hlm 122 53
S. Thomas Foster, op. cit, 2007, hlm 141
manajemen yang dipandang dalam suatu organisasi.
Perlu juga diingat bahwa dalam proses pemberdayaan terdapat proses
distribusi kekuasaan karenanya pemimpin lembaga pendidikan sebagai pucuk
leadership memiliki peran penting dan strategis dalam proses pemberdayaan
ini sebagai agen perubahan, sehingga karenanya dituntut adanya kesadaran dan
kemauan untuk berubah dalam mengatasinya. Menurut Argyris (1998)
pemberdayaan merupakan program yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk
dilakukan karena dibutuhkan komitmen yang kuat (desire) dari pihak internal
satuan pendidikan terkait.54
Berapa banyak organisasi atau top-executive telah
melakukan program pemberdayaan terhadap bawahannya dan berbagai kalangan
yang dilibatkan dalam organisasinya dengan menerapkan berbagai metode seperti
penguatan keahlian (reengineering) yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja
SDM organisasi, namun hal itu tidak dapat menghasilkan pekerja-pekerja yang
mempunyai motivasi tinggi yang menjamin konsistensi performa yang tinggi
dalam organisasi. Selain itu, banyak organisasi yang menerapkan metode
continous improvements sampai pada penerapan metode Total Quality
Management (TQM) namun belum menghasilkan pencapaian yang optimal dan
benar-benar dirasakan efektif.
Proses pemberdayaan akan berhasil bila ada motivasi dan kemauan
yang kuat guna mengembangkan diri dan memacu kreativitas individu dalam
menerima tanggungjawab. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan masyarakat
perlu adanya strategi-strategi yang mumpuni dapat menyiasati keefektifan
hubungan tersebut, seperti menstimulasi partisipasi masyarakat, berupa
pemberdayakan masyarakat baik perseorangan, maupun kelompok seperti
organisasi, yayasan, dunia usaha, dan dunia industri.
Strategi tersebut dapat dilakukan lewat upaya-upaya sosialisasi mengenai
konsep, penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan inklusif kepada para
pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan, agar mereka memiliki persepsi
yang sama. Selain juga bisa membentuk wadah kelompok masyarakat yang dalam
hal ini berupa komite sekolah. Hal tersebut sesuai dengan UU nomor 25 tahun
2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 untuk
54
Wahibur Rokhman, Jr (dalam Usmara), op. cit, 2002, hlm 126
lingkup sekolah bahwa wadah yang perlu dibentuk adalah Komite Sekolah,
dan untuk lingkup Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota wadah berbentuk Dewan
Pendidikan.
Kemudian dalam rangka melakukan pendekatan dengan masyarakat dapat
dilakukan pemenuhan fasilitas dengan pembentukan wadah-wadah yang
memungkinkan banyak pihak saling bertemu, berdiskusi, dan membangun
komitmen bersama. Wadah tersebut berfungsi melembagakan hubungan simbiotik
sehingga hubungan tidak hanya terjadi secara insidental, namun terjadi secara
berkesinambungan. Kemudian melakukan regulasi yang mempunyai kekuatan
hukum, mengatur kewenangan dan kekuasaan pemerintah, masyarakat, dan orang
tua siswa yang antara lain mengatur sanksi atas pelanggaran dan penyimpangan
dalam penyelenggaran dan pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini, pemerintah
tetap memainkan peranan strategisnya dalam penyelenggaraan pendidikan pada
era otonomi daerah, serta mengembangkan upaya-upaya untuk memotivasi
orang tua, masyarakat, dan penyelenggara pendidikan untuk menjalin hubungan
sinergis dan saling menguntungkan.
Saat ini, pondok pesantren sangat diharapkan memainkan peranannya
dalam memberdayakan terhadap masyarakat secara efektif. Begitupun pula dalam
kondisi sosial politik yang serba modern, pesantren yang konsisten dengan ciri
tradisionalitasnya mempunyai ruang publik yang luas untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat terutama terhadap kaum tertindas, terpinggir dan yang
selalu tidak diuntungkan dalam konstelasi sistem yang terjadi dan
berparadigma.55
Lebih-lebih bagi pesantren yang sudah dikelola secara
modern. Hal lama yang baik tetap harus dipertahankan dan terus
mengembangkan hal-hal yang baru sesuai dengan perubahan zaman.
C. Peran Hubungan Lembaga Pendidikan dalam Pengembangan
Masyarakat
Pembahasan mengenai hubungan satuan pendidikan dengan masyarakat
yang biasa dikenal dengan istilah humas pendidikan pada dasarnya juga
55
Said Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan: wacana Pemberdayaan dan Tranformasi
Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm 148-149
membahas mengenai pemberdayaan terhadap masyarakat itu sendiri lewat peran
serta, keterlibatan dan partisipasinya terhadap pendidikan secara menyeluruh, baik
itu mengenai pengertiannya secara konfrehensif, pengembangan, kebutuhan dan
kepuasannya terhadap sesuatu yang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud
(intangible), atau juga deferensiasi daerah di mana mereka tinggal dan sebagainya.
Pembahasan tersebut sebagaimana yang telah diungkapkan Bapak Malik
Fadjar berkaitan dengan tujuan utama reformasi dan pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM) berbasis masyarakat yaitu, pertama membantu beban tugas
pemerintah dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pendidikan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan; kedua menstimulasi
perubahan sikap dan persepsi terhadap rasa kepemilikan sekolah, tanggung jawab,
kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima perbedaan sosial dan budaya; ketiga
mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan orang tua dan
masyarakat terhadap sekolah melalui kebijakan desentralisasi; serta yang keempat
adalah mendukung peranan masyarakat guna mengembangkan inovasi
kelembagaan untuk melengkapi, meningkatkan mutu dan relevansi, pembukaan
kesempatan yang lebih, peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dasar,
menengah dan tinggi.
Tujuan reformasi tersebut menjadi landasan atas urgensi hubungan lembaga
dengan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari rancangan peningkatan mutu
pendidikan secara menyeluruh. Selain juga bertujuan memberdayakan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
termasuk dalam meningkatkan sumber dana pendidikan sebagaimana tertera pada
tujuan Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.56
Hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat memiliki keterkaitan dan
ketergantungan yang sama-sama saling membutuhkan (simbiotic). Masyarakat
sangat membutuhkan layanan pendidikan yang baik, dan tentunya hal itu bisa
dilewati melalui lembaga pendidikan guna mempersiapkan diri serta memenuhi
kebutuhan dan harapan hidup yang sempurna. Untuk memenuhi hal tersebut
lembaga membutuhkan masyarakat agar layanan sesuai dengan keinginannya.
Lembaga pendidikan tidak dapat eksis tanpa masyarakat, sebaliknya masyarakat
56 Malik Fadjar, Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya
manusia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm 45-46
tidak dapat mencapai hidup yang sempurna tanpa lembaga pendidikan. Dalam
berbagai persoalan kependidikan terutama yang berkenaan dengan lemahnya
(problematika) manajemen pendidikan suatu lembaga pendidikan, tidak dapat
dibebankan atau menyalahkan masyarakat sebagai pengguna layanan pendidikan.
S. Thomas Foster (2007) mengatakan bahwa the costumer is always right,
pengguna selalu saja benar, dalam artian pada aspek kebutuhan dan harapannya
terhadap suatu organisasi baik dalam bidang barang ataupun jasa konsumen selalu
saja benar dan menjadi kewajiban pelayan (produsen/pelaku pendidikan) untuk
menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan harapan pelanggannya. Bila tidak,
maka pelanggan akan menjauhinya.57
Dalam hal ini seharusnya pengelola
lembaga suatu organisasi sebisa mungkin berfikir bagaimana cara dan strategi
mendesain layanan pendidikan misalnya sesuai dengan kebutuhan dan harapan
masyarakat yang berbeda-beda tadi. Untuk itu dalam mengefektifkan kinerja
pendidikan suatu lembaga pendidikan harus memperhatikan kondisi, fokus
marketnya dengan masyarakat, misalnya saja pada hal yang berkaitan dengan
input sesuai dengan ketetapan Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan
Sekolah Dasar Depdiknas mengenai standar input pada aspek hubungan
masyarakat, maka hal yang harus mendapat perhatian adalah:58
1. Hubungan dengan masyarakat, baik menyangkut substansi maupun
strategi pelaksanaannya, ditulis dan dipublikasikan secara eksplisit dan
jelas.
2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam pendidikan di
sekolah melalui pengembangan model-model partisipasi masyarakat
sesuai tingkat kemajuan masyarakat. Implementasi strategi-strategi
lainnya guna mencapai suatu target dan tujuan yang hendak dicapai
sesuai dengan otonomi daerah masing-masing.
Berkenaan dengan ini juga maka salah satu tugas penting satuan pendidikan
adalah bagaimana membentuk citra atau sistem yang kuat di tengah-tengah
dan hadapan khalayak. Cyril Poster (2000) merumuskan beberapa pertanyaan
yang harus dijawab oleh lembaga dalam membentuk citra yang baik, diantaranya
57
S. Thomas Foster, Managing Quality Integrating the Supply Chain (Third Edition).
(New Jersey: Pearson Education International, 2007), hlm 137 58
http://www.bms-sd.net, diakses 02 Februari 2008
kekhususan yang dimiliki dan dapat dikenali, dokumen apa yang dimiliki, siapa
yang membangun gaya tersebut, ciri yang paling menyoroti sehingga menjelaskan
hakekat sekolah, dapatkah sekolah menjamin bahwa perilaku dan gaya seluruh
staf relevan dengan etos yang diharapkan sekolah, kesan yang diciptakan oleh
bangunan fisik sekolah, wajah apa yang ditampilkan sekolah, seberapa mudah
menghubungi sekolah, kesan apa yang diciptakan staf sekolah dalam berpakaian
dan berbicara, simbol visual (logo, semboyan atau skema warna), apakah ada
keseragaman, atau warna yang kompak dan gaya yang konsisten yang digunakan
sekolah, kesan apa yang ditimbulkan oleh kondisi kantor kepala sekolah, ruang
kelas dan ruang staf, dokumen-dokumen yang telah dikirimkan kepada orang tua
selama bulan atau semester terakhir, cara rutin yang bagaimana yang
dipakai sekolah guna berbicara di televisi, radio atau tampil di media massa,
analisislah format dan isi pesan dalam kegiatan upacara dan acara berkala yang
dilakukan sekolah, perhatikan kembali pesan serta mutu syair hymne dan
nyanyian sekolah serta kata-kata pada teriakan patriotik, seberapa sering, baik dan
seberapa terperinci sekolah melaporkan kemajuan siswa kepada wali murid,
perhatikan model laporan yang dikirim kepada orang tua, dan bagaimana timbal
baliknya, apakah terdapat laporan tahunan baik secara lisan maupun tulisan
mengenai dokumen informasi yang menyoroti pendidikan dan pembelajaran
kepada masyarakat, dan seberapa banyak dana yang disediakan oleh sekolah
untuk membayar penerbitan dan promosi sekolah dan dari mana sumbernya.59
59
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Lembaga Indonesia
Adidaya, 2000), hlm 248-250
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini, maka
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai bentuk studi
kasus (case study). Menurut Bogdan dan Taylor maksud dari penelitian kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.1
Dalam pendekatan kualitatif, peneliti bertindak sebagai key instrument atau
alat penelitian yang utama, yang berarti peneliti harus dapat menangkap makna,
berinteraksi terhadap nilai-nilai lokal yang mana hal ini tidak mungkin dapat
dilakukan dengan kuesioner atau yang lainnya. Oleh karena itu kehadiran peneliti
di lokasi penelitian mutlak diperlukan.2
Menurut Bogdan dan Biklen, ada lima ciri khusus dari penelitian kualitatif,
yaitu: 1) penelitian kualitatif mempunyai latar alami (the natural setting) sebagai
sumber data dan peneliti dipandang sebagai instrumen kunci, 2) penelitian
kualitatif bersifat deskriptif, 3) penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses
dari pada hasil atau produk semata, 4) penelitian kualitatif cenderung
mengarahkan datanya secara induktif, dan 5) makna merupakan soal esensial
untuk rancangan kualitatif.3 Selanjutnya, terdapat enam jenis penelitian kualitatif,
yaitu (1) etnografi, (2) studi kasus, (3) grounded teori, (4) interaktif, (5) ekologi
dan (6) future.
Dari keenam rancangan penelitian tersebut di atas, yang dipergunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal, yaitu suatu strategi
penelitian yang mengkaji secara rinci satu latar atau satu orang subyek atau satu
tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu.4 Dalam penelitian ini,
1 Robert Bogdan dan J. Steven Taylor dalam Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm 3 2 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm
103 3 Robert C. Bogdan dan Biklen, Qualitative Researc for Education: An Intriduction to
Theory and Methods (Boston, 1982), hlm 27-30 4 Ibid
peneliti menggunakan studi kasus dengan latar penelitian di PPNQ Paiton
Probolinggo.
Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam pengkajian ini menerapkan
strategi sebagai berikut:
Pertama, langkah awal kajian memusatkan perhatian pada kegiatan
observasi terhadap sistem pendidikan yang ada di PPNQ Paiton Probolinggo.
Observasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat seluruh komponen yang ada di
dalam PPNQ Paiton Probolinggo.
Kedua, dilakukan pemahaman lebih lanjut dari hasil observasi. Hal ini
untuk menemukan dunia pemaknaan dari fenomena di atas. Dalam hal ini
dilakukan wawancara mendalam pada para informan yang bergulir dari informan
satu ke informan yang lain mengikuti prinsip bola salju (snowball sampling) dan
berakhir hingga informasi tentang fenomena peran PPNQ dalam pemberdayaan
pada masyarakat sekitar. Pemilihan informan dalam penelitian ini adalah dengan
tehnik purposive sampling, dimana penunjukan atas beberapa orang sebagai
informan di samping untuk kepentingan kelengkapan akurasi informasi juga
dimaksudkan untuk mengadakan cross check terhadap hasil dari informasi yang
diberikan.
Ketiga, berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan teknik konseptualisasi
dan kategorisasi, untuk mendeskripsikan fenomena yang ada. Proses ini, sesuai
karakteristik pendekatan kualitatif, akan berlangsung bolak-balik, berbentuk
siklus, tidak linier.
Keempat, dilakukan trianggulasi dengan melakukan wawancara secara
seimbang baik dengan informan yang terkait langsung dengan fenomena yang
terjadi. Dalam hal ini, wawancara dilakukan dengan pihak pengasuh, para
pengurus, santri maupun alumni untuk memperoleh data yang utuh.
Kelima, dilakukan member ceck terhadap hasil akhir kajian lapangan untuk
memenuhi standar kesahehan. Hal ini dilakukan dengan mereview segenap
informan yang terlibat dalam proses pengumpulan data sehingga kemungkinan
kesalahan pemahaman bisa dihindari.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini adalah pondok pesantren Nurul
Qadim (PPNQ). Secara geografis PPNQ terletak di Desa Kalikajar Kulon
Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. PPNQ berdiri di atas
tanah + 5 H, untuk sampai ke pondok ini harus menempuh jarak 25 KM jalan
pantura dari ibu kota Kabupaten Probolinggo.5
C. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peneliti bertindak sebagai key instrument
penelitian. Penempatan manusia sebagai instrumen utama disebabkan pada awal
penelitian ini belum memiliki bentuk yang jelas. Menurut Moleong “kedudukan
peneliti dalam penelitian kualitatif sekaligus merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil
penelitian.6 Dalam penelitian ini sebisa mungkin peneliti melakukan semua
aktivitas penelitian sendiri, karena dalam penelitian kualitatif dibalik peristiwa-
peristiwa yang terjadi ada beberapa makna yang tersembunyi yang itu harus di
cari sendiri oleh peneliti.
Adapun langkah-langkah yang akan peneliti tempuh dalam rangka
mendapatkan data yang autentik dan komprehensif serta akuntabel adalah sebagai
berikut:
1. Sebelum memasuki lapangan, peneliti terlebih dahulu meminta izin
kepada pihak PPNQ yang di antaranya adalah pengasuh, ketua pondok,
serta pihak-pihak yang terkait, sekaligus menyiapkan segala peralatan
yang diperlukan seperti tape recorder, handycame, kamera dan
semacamnya.
2. Peneliti menghadap pihak lembaga dan menyerahkan surat izin,
memperkenalkan diri pada komponen-komponen yang ada pada PPNQ
serta menyampaikan maksud dan tujuan penelitian yang menjadi fokus
peneliti.
5 Dalam dokumen yang berbentuk softcopy bernama “Sejarah NQ” peneliti meminta pada
salah satu pengurus pada tgl 16-04-12 6 Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001), hlm 121
3. Mengadakan pengamatan (observasi) di lapangan untuk memahami latar
penelitian yang sebenarnya.
4. Menyusun jadwal kegiatan berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan
subjek penelitian.
5. Melaksanakan kunjungan untuk mengumpulkan data sesuai jadwal yang
telah disepakati.
Pada saat pengumpulan data, ada beberapa prinsip etika yang harus
dipehatikan oleh peneliti. Diantaranya adalah memperhatikan, menghargai dan
menjunjung tinggi hak dan kepentingan informan, tidak melanggar kebebasan dan
tetap menjaga privasi informan sekaligus tidak mengekploitasinya,
mengkomunikasikan dan mengkonsultasikan hasil laporan peneliti kepada
informan atau pihak-pihak yang terkait, atau sebagaimana yang dikemukakan oleh
Moleong tentang kualitas peneliti dalam penelitian kualitatif. Diantaranya sikap
toleran, sabar, empati, pandangan yang baik, manusiawi, tebuka, jujur, objektif,
penampilan menarik, mencintai pekerjaannya dalam meneliti (wawancara),
senang berbicara, punya rasa ingin tahu, mau mendengarkan dan menghargai
orang lain dalam berbagai aspek.7
D. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data
utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes,
pengambilan foto, atau film.8
Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah gejala-gejala,
sebagaimana adanya berupa perkataan, ucapan dan pendapat para pengasuh, para
pengurus, santri, alumni, maupun masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait
langsung maupun tidak.
7 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Cetakan ke-23,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) hlm 172 8 Robert C. Bogdan dan Biklen, Qualitative Researc for Education: An Intriduction to
Theory and Methods, (Boston, 1982), hlm 112
Sumber data tersebut diperoleh dalam situasi yang wajar (natural setting).
Sumber data juga dapat dikategorikan menjadi 3P tingkatan dari bahasa Inggris,
yakni: person, place, and paper. Dari tiga tingkatan tersebut dapat dijabarkan
sumber data penelitian sebagai berikut:
1. Person. Yakni sumber data berupa orang yang dapat memberikan data,
atau informasi secara lisan melalui wawancara, juga bisa memberikan
data non person (paper dan place). Sumber data ini terdiri dari:
a. Pondok Pesantren Nurul Qadim
1) 3 orang kiai (pengasuh dan wakil)
a) KH. Nuruddin Musyiri
b) KH. Fauzi Hasyim
c) KH. Hasan Abd. Jalal
2) 65 pengurus dari dewan harian, biro ma’hadiyah, tarbiyah, dan
ta’mirihyah
2. Place. Sumber data tempat mencakup hal-hal yang begerak maupun tidak
bergerak. Data yang bergerak berupa aktivitas kepengurusan, dan
aktivitas pendidikan, sosial, dan dakwah.
3. Paper. Sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka,
gambar, atau simbol-simbol lainnya.9 Data ini berupa hasil keputusan
rapat, arsip-arsip, struktur kepengurusan dan data-data lainnya.
Selanjutnya untuk menentukan infoman dalam penelitian ini digunakan
teknik snowball sampling yang diibaratkan seperti bola salju yang menggelinding
yang semakin lama semakin membesar. Proses penelitian ini baru berhenti setelah
informasi yang diperoleh di antara informasi satu dengan lainnya sama dan tidak
ada data yang dianggap baru.
E. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa prosedur.
Sedangkan prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga
tekhnik, yaitu; 1) pengamatan terlibat (participant observation), 2) wawancara
9 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Cetakan ke-23,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm 107
mendalam (indepth interview) dan 3) dokumentasi. Ketiga tehnik/prosedur
pengumpulan data tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengamatan terlibat (participant observation)
Observasi artinya sebagai penelitian, pengamatan, dan pencatatan
secara sistemik terhadap berbagai gejala yang tampak pada objek
penelitian.10
Metode ini dipakai untuk menunjuk kepada penelitian (riset)
yang dicirikan adanya interaksi sosial yang intensif antara sang peneliti
dengan masyarakat yang diteliti dalam sebuah miliu masyarakat yang
diteliti. Selama periode ini, data yang diperoleh dikumpulkan secara
sistematis dan hati-hati. Sang peneliti (observer, pengamat) berusaha
menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat dan situasi di mana
mereka melakukan penelitian (riset). Peneliti berbicara dengan bahasa
mereka, bergurau dengan mereka, menyatu dengan mereka dan sama-
sama terlibat dalam pengalaman yang sama.11
Maka, dari pendapat tersebut, peneliti berusaha terjun ke lapangan.
Peneliti berbaur dengan segenap sivitas pondok pesantren, berinteraksi
dengan bahasa mereka sehingga ditemukan peran PPNQ dalam
pemberdayaan yang ada. Dalam observasi partisipasi, peneliti
menggunakan buku catatan kecil dan alat perekam suara yaitu berupa hp.
Buku catatan diperlukan untuk mencatat hal-hal penting yang ditemui
selama pengamatan. Sedangkan alat perekam digunakan untuk
mengabadikan beberapa momen yang relevan dengan fokus penelitian.
b. Wawancara mendalam (Indepth Interview)
Wawancara adalah salah satu alat pengumpul data atau informasi yang
dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan
dijawab dengan lisan pula.12
Metode ini dilakukan untuk memperoleh
data dengan cara tanya jawab dengan informan secara langsung dengan
menggunakan alat bantu. Paling tidak, alat bantu tersebut berupa poin-
poin pertanyaan yang akan ditanyakan sebagai catatan, serta alat tulis
untuk menuliskan jawaban yang diterima. Poin-poin ini disebut dengan
10
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm 158 11
Robert C. Bogdan dan Biklen, Qualitative Researc for Education, Op. Cit., hlm 31 12
Margono, Op. Cit., hlm 165
pedoman wawancara (interview guide)13
. Dalam penelitian ini, teknik
wawancara yang digunakan adalah (a) wawancara tidak terstruktur, (b)
wawancara agak berstruktur (somewhat structured interview), dan (c)
wawancara sambil lalu (casual interview).
Pertama, wawancara tidak terstruktur dilakukan untuk menggali data
tentang; (1) sejarah PPNQ, (2) profil PPNQ dan visi-misinya, (3)
kegiatan pemberdayaan PPNQ pada masyarakat sekitar. Dalam
wawancara ini tidak digunakan instrumen wawancara yang terstandar.
Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu disusun garis-garis besar
pertanyaan yang akan dipertanyakan kepada informan. Garis-garis besar
pertanyaan tersebut disusun berdasarkan pada fokus penelitian.
Pewawancara akan menyelipkan pertanyaan-pertanyaan pendalaman
(probing) di saat berlangsungnya wawancara dengan tujuan untuk
menggali lebih dalam lagi tentang hal-hal yang diwawancarakan.
Pertanyaan pendalaman tersebut dilakukan dengan urutan berbentuk
cerobong (the funnel sequence), dimulai dari hal-hal yang bersifat umum
mengarah pada hal-hal yang bersifat khusus.
Kedua, wawancara agak terstruktur dilakukan dengan mendasarkan
pada hasil wawancara tidak terstruktur dan diarahkan untuk menjawab
fokus serta memantapkan temuan penelitian sebagai teori-teori substantif
yang bersifat tentatif. Wawancara agak terstruktur digunakan dengan
format yang semi terstruktur dengan peran pewancara agak terarah.
Ketiga, wawancara bersifat sambil lalu yang akan dilakukan dengan
cara sambil lalu dan secara kebetulan pada informan yang tidak
dilakukan seleksi terlebih dahulu, seperti santri, alumni, tokoh
masyarakat dan masyarakat sekitar yang tidak diperhitungkan
sebelumnya. Wawancara yang ketiga ini akan dipakai sebagai pendukung
dari wawancara yang tidak terstruktur maupun yang agak terstruktur.
Untuk menetapkan informan pertama dalam penelitian ini, peneliti akan
memilih informan yang memiliki pengetahuan khusus, informatif, dan dekat
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1996), hlm 136
dengan situasi yang menjadi fokus penelitian, di samping memiliki status
khusus, seperti para pengasuh, ketua pondok, para asatidz, dan para santri.
Langkah selanjutnya adalah para alumni, tokoh masyarakat dimohon oleh
peneliti untuk menunjukkan satu atau lebih informan lain yang dianggapnya
memiliki informasi yang dibutuhkan, relevan dan memadai, serta dapat
dijadikan informan berikutnya. Dari informan yang ditunjuk, akan dilakukan
wawancara secukupnya, dan dimohonkan untuk menyebut sumber lain yang
dapat dijadikan informan berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga
informasi yang diperoleh semakin besar seperti bola salju (snowball sampling
technique) dan sesuai dengan tujuan yang terdapat dalam fokus penelitian.
c. Metode Dokumentasi
Data dokumentasi ini digunakan untuk melengkapi data yang
diperoleh dari wawancara dan observasi partisipasi. Dalam hal ini,
Metode Dokumentasi yaitu metode dengan cara mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, majalah, surat kabar,
notulen rapat dan sebagainya”.14
Dengan dokumentasi, peneliti mencatat tentang sejarah perjalanan
PPNQ, foto-foto dokumen, berbagai laporan kegiatan yang pernah
dilakukan, berbagai dokumen prestasi yang pernah diraih, baik berupa
hasil penelitian maupun data base (data asli).
Ketiga metode pengumpulan data di atas peneliti gunakan secara simultan,
dalam arti digunakan untuk saling melengkapi antara data satu dengan data yang
lain. Karena peneliti berusaha memperoleh keabsahan data sebaik mungkin, maka
proses pengumpulan data dengan ketiga metode ini dilakukan secara terus
menerus.
F. Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul dan dianggap cukup, maka
kegiatan penelitian selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis
data ini dilakukan secara simultan dan terus menerus sesuai dengan karakteristik
pokok dari pendekatan penelitian kualitatif yang lebih mementingkan makna,
14
Ibid,, hlm 188
konteks, dan perspektif emik, daripada keluasan cakupan penelitian. Sesuai
dengan pendekatan yang digunakan, maka analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif, meliputi: uraian, penjelasan, pemaknaan,
penafsiran terhadap data. Adapun dalam pembahasannya menggunakan metode:
deduksi, induksi, refleksi, dan komparasi.15
Selanjutnya, menurut Sudarsono analisis data dapat dilakukan dalam
dua tahap, yaitu analisis data selama di lapangan pada saat melakukan
observasi, interview maupun ketika memperoleh data pada dokumen.
Sedangkan tahapan kedua dilakukan setelah data yang diperlukan
terkumpul.16
a. Analisis Data Selama Pengumpulan
1) Pengambilan keputusan untuk membatasi lingkup kajian.
2) Pengambilan keputusan mengenai jenis kajian yang diperoleh.
3) Mengembangkan petunjuk-petunjuk analisis.
4) Merencanakan tahapan pengumpulan data dengan hasil pengamatan
sebelumnya.
5) Menuliskan komentar pengamat mengenai gagasan-gagasan yang
muncul.
6) Menulis memo-pribadi mengenai hal yang dikaji.
b. Analisis Sesudah Pengumpulan Data
1) Mengembangkan kategori coding.
2) Mengembangkan mekanisme kerja terhadap data yang telah
dikumpulkan untuk mendeskripsikan data dari hasil observasi
interview dan dokumentasi atau pengamatan artifak. Setiap kajian
ditelaah secara detail dengan pertanyaan "mengapa" alasan ”apa”
dan ”bagaimana” terjadinya senatiasa digunakan penulis. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap data-data
yang telah diperoleh.
15
M. Kasiram, 2004, Steps Of Scientific Research, Refressing Slides, disampaikan dalam
Mata Kuliah Penelitian Pendidikan, Pascasarjana UIN Malang. 16
Sudarsono, Beberapa Pendekatan Dalam Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Gajah Mada
Press, 1992), hlm 45
Secara operasional, trasnkip wawancara dibaca berulang-ulang untuk
dipilih yang terkait dengan fokus penelitian dan diberi kode berdasarkan sub
fokus penelitian dan sumbernya. Pemberian sangat diperlukan untuk
memudahkan pelacakan data secara bolak-balik. Secara rinci pengkode di
buat bedasarkan cara teknik pengumpulan data, kelompok informan dan
lokasinya, seperti tampak dalam tabel berikut.
Tabel 3. 1 Kode Teknik Pengumpulan Data dan Lokasi Penelitian
Teknik Pengumpulan Kode Lokasi Kode
Wawancara W PPNQ Nq
Observasi O Desa Ds
Dokumentasi D
Sedangkan untuk mengkode sumber data, maka peneliti membuat kode
sebagai berikut. (pp) pengasuh, (ky) ketua yayasan, (sy) sekretaris yayasan, (bt)
biro tarbiyah, (kp) kepala pesantren, (gmd) guru madrasah diniyah cabang, (ms)
masyarakat, (ps) para santri, dan (pmd) pengasuh madrasah diniyah cabang.
1. Untuk data wawancara, maka pengkodean dilakukan dengan urutan
sebagai berikut. Kode wawancara (w), kode sumber informan, kode situs,
kode urutan nomor wawancara. Misalnya (w.pp,nq1,p5) berarti; data
tersebut diperoleh melalui wawancara, bersumber dari pengasuh, lokasi
pada tempat dan diambil dari daftar kode wawancara ururtan kelima
2. Untuk data yang diperoleh melalui dokumentasi, maka pengkodean
dilakukan dengan urutan sebagai beikut. Kode dokumentasi (d), kode
sumber informasi, kode situs, dan kode urutan. Misalnya (d.rb.st1.n1)
berarti data tersebut diperoleh dari dokumen, yaitu radar bromo, dari situs
pertama, nomor urut dokumen kelima.
Sedangkan pengkodean nama dokumen yang dijadikan sebagai sumber
penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3. 2 kode dokumen penelitian
No Kode Nama Dokumen
1 rb Radar bromo
2 sy Surya
3 dp Dokumen pondok
3. Sedangkan untuk data observasi, pengkodean dilakukan dengan urutan
sebagai berikut, kode observasi, waktu observasi, dan tempat observasi.
Misalnya (o.ds1.12-07-2012, Kalikajar) berarti, data tersebut diperoleh
melalui observasi di desa pertama, yang dilakukan pada tanggal 12 Juli
tahun 2012, di daerah Kalikajar.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan atau pemeriksaan keabsahan temuan data pada penelitian
kualitatif untuk memperoleh kesimpulan naturalistik di dasarkan pada kriteria-
kriteria yang dikembangkan oleh Lincoln dan Guba (1985), yaitu: "derajat
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan
(dependability) dan kepastian (confirmability)". sebagai berikut:
1. Derajat Kepercayaan (Credibility)
Untuk keperluan kredibilitas digunakan triangulasi pengecekan anggota dan
diskusi teman sejawat (Lincoln & Guba, 1985). Triangulasi yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi: sumber data dan metode. Triangulasi sumber data
dilakukan dengan cara menguji kebenaran data tertentu dengan informan lain.
Triangulasi data dilakukan dengan cara membandingkan data yang dikumpulkan
melalui wawancara dengan observasi di lapangan. Pengecekan anggota dilakukan
dengan cara menunjukkan data, termasuk hasil interpretasi yang telah ditulis
dengan baik dalam format catatan lapangan kepada para pengasuh, ketua pondok,
para asatidz, para santri, dan tokoh masyarakat agar dikomentari. Komentar
mereka menjadi tambahan data dan sangat membantu peneliti dalam merevisi dan
memodifikasi catatan lapangan, bahkan kadangkala ada yang kurang relevan
sehingga mendapatkan perbaikan dari informan. Diskusi teman sejawat dilakukan
dengan cara membicarakan data atau informasi dan temuan-temuan penelitian ini
kepada teman-teman sejawat (seprofesi) baik dengan sesama dosen maupun
teman-teman program magister yang memiliki keahlian di bidang sesuai dengan
apa yang diteliti.
2. Keteralihan (Transferability)
Cara yang digunakan untuk membangun keteralihan temuan penelitian ialah
cara “uraian rinci”. Dengan teknik ini hasil penelitian dapat dilihat secermat
mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan dengan
mengacu pada masalah penelitian. Dengan uraian rinci ini diungkapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar dapat memahami temuan-temuan
yang diperoleh peneliti berupa teori substantif.
3. Kebergantungan (Dependebility)
Dependebility adalah kriteria untuk menilai apakah proses penelitian
bermutu atau tidak. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat
dipertahankan ialah dengan audit dependebilitas oleh auditor internal dan
exsternal guna mengkaji kegiatan yang dilakukan peneliti. Dependabilitas auditor
internal adalah Dr. H. Muniul Abidin, M.Ag dan Dr. Ahmad Barizi, MA.
Sedangkan untuk auditor eksternal adalah teman-teman sejawat dan para penguji
tesis.
4. Kepastian (Confirmability)
Confirmability adalah kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian dengan
penekanan pada pelacakan data dan informasi serta interpretasi yang didukung
oleh materi yang ada pada penelusuran atau pelacakan audit (audit trail). Untuk
memenuhi penelusuran dan pelacakan audit ini, peneliti menyiapkan bahan-bahan
yang diperlukan seperti data/bahan, hasil analisis, dan catatan tentang proses
penyelenggaraan penelitian. Untuk menjamin obyektifitas dan kualitas penelitian
maka mulai dari data dan informasi yang didapat, hasil analisis dan pemaknaan
hasil penelitian dikonfirmasikan kembali kepada para pengasuh, ketua pondok dan
para asatidz.
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Pondok Pesantren Nurul Qadim (PPNQ)
1. Sejarah PPNQ
Pondok Pesantren Nurul Qadim (selanjutnya disingkat dengan PPNQ)
merupakan salah satu pesantren yang cukup masyhur di Jawa Timur khususnya di
Kabupaten Probolinggo. Secara geografis PPNQ terletak di Desa Kalikajar Kulon
Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. PPNQ berdiri di atas
tanah + 10 H, untuk sampai ke pondok ini harus menempuh jarak 25 KM jalan
pantura dari ibu kota Kabupaten Probolinggo. PPNQ adalah peninggalan yang
paling monumental dari KH. Hasyim atau yang lebih populer dikalangan
masyarakat Paiton dengan sebutan Kyai Mino, pada awalnya hanya sebatas
langgar angkring yang sangat sederhana, pada tahun 1947 dibuatlah asrama yang
sederhana dan terus dikembangkan hingga wujud pondok pesantren seperti saat
ini. Sekarang PPNQ diasuh oleh KH. Nuruddin Musyiri dan KH. Hasan Abdul
Jalal setelah beliau menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo,
Sarang dan Krapyak, beliau berdua bahu-membahu dalam mempertahankan dan
mengembangkan pondok.1
a. Membangun Masjid
Latar belakang berdirinya masjid ini karena ingin menampung masyarakat
sekitar desa Kalikajar dalam melaksanakan shalat Jum‟at, kegiatan-kegiatan
keagamaan, dan kecintaan beliau pada ilmu pengetahuan maka dengan tekad dan
semagat yang kuat Kyai Mino pada tahun 1942 M membangun sebuah masjid.
Itulah Masjid pertama yang dibangun oleh Kyai Mino dari puluhan masjid yang
pernah dibangun oleh beliau dan dulu masjid tersebut di tempati untuk bersekolah.
Dan juga masjid tersebut asalnya adalah sebuah rumah yang kemudian dijadikan
Masjid. Dan sekarang sudah tercatat 57 masjid yamg dibangun oleh beliau yang
tersebar di plosok desa di kabupaten Probolinggo. Setelah pembangunan Masjid
tersebut selesai dan sudah siap untuk difungsikan maka guru Kyai Mino, Hadrotul
1 Dalam dokumen yang berbentuk softcopy bernama“Sejarah NQ”, peneliti meminta pada
salah satu pengurus pada tgl 16-04-12
Marhum al-„arif billah KH. Moh. Hasan Genggong membuka dan meresmikan
masjid tersebut sekaligus shalat Jum‟at untuk yang pertama kalinya.2
b. Membangun Asrama dan Madrasah
Dilatar belakangi oleh kemauan masyarakat sangat besar terhadap
pendidikan agama, maka upaya membangun Pondok Pesantren terus dilakukan.
Pada tahun 1947 Kyai Mino membangun kamar sebanyak dua belas kamar,
namun kamar itu tidak berfungsi sebagaimana umumnya karena santrinya masih
belum ada yang menetap, kebanyakan hanya sebatas santri Kalong dan terus
mengalami pasang surut, saat itu pondok juga berfungsi sebagai tempat
perjuangan. Dengan penuh semangat dan pertolongan Allah SWT maka dibukalah
Madrasah Diniyah sore untuk pertama kalinya bertempat di masjid. Lambat laun
perubahan mulai tampak, santri mulai berdatangan dan bertambah banyak, maka
dirasakan oleh Kyai Mino untuk segera membangun gedung Madrasah sebagai
tempat kegiatan belajar mengajar yang layak dan nyaman, maka kemudian beliau
membangun gedung madrasah sebanyak tiga lokal. Kegiatan belajar mengajar di
madrasah ini berjalan cukup lama hingga tahun 1959 M namun kemudian terus
mengalami kemorosotan hingga akhirnya mengalami kevakuman, hal ini
disebabkan karena kurangnya tenaga pengajar dan minimnya fasilitas pendidikan
yang memadai.3
c. Masa Perkembangan
Pada tahun 1963, seorang murid kenamaan dari salah satu santri KH. Hasan
Genggong yang bernama Nuruddin Musyiri diambil menantu oleh Kyai Hasyim
Mino, dan berkat semangat perjuangan yang tak kenal lelah serta rasa pengabdian
kepada sang guru, bertepatan dengan tanggal 6 September 1963 pendidikan
madrasah dibuka kembali oleh menantun Nuruddina ini. Dimana waktu belajar
dimulai pagi hari dan diberi nama Madrasah Ibitidaiyah Nurul Hasan. Pada tahun
itu juga dibuka Madrasah Diniyah Putri. Asrama pondok yang sudah lama tidak
berfungsi dibuka kembali, sedikit demi sedikit santri mulai berdatangan dari desa
sekitar, mulai dari Madura sampai pelosok Jawa. Pada waktu itu PPNQ masih
bernama Pondok Pesantren Darus Salam dan pada tahun 1975 Pondok Pesantren
Darus Salam diganti dengan nama Nurul Qadim karena berdasarkan istikharoh.
2 Ibid,
3 Ibid,
PPNQ bertambah pesat perkembangannya sejak KH. Hasan Abdul Jalal juga ikut
serta dalam mengembangkan Pondok Pesantren. Dan al-hamdulillah saat ini,
santri PPNQ berjumlah +1037 santri putra-putri yang semuanya bermukim di
dalam komplek pesantren.4
d. Pondok Putri Nurul Qadim Banat I dan II
Atas dasar usulan masyarakat dan musyawarah Kyai Mino bersama
keluarga maka dengan rahmat dan inayah Allah SWT pada tahun 1979 berdirilah
Pondok Pesantren Putri Nurul Qadim Banat I. Dari sejak berdirinya pada tahun
1979 Pondok Pesantren Putri Nurul Qadim mengalami perkembangan yang cukup
signifikan. Dan pada tahun 1988 didirikanlah Pondok Pesantren Putri Nurul
Qadim Banat II.
2. Organisasi Kelembagaan
PPNQ ini dikelola oleh Badan Pendidikan dan Kesejahteraan (BPK P2NQ),
sebuah badan kepengurusan tertinggi setelah pengasuh yang terdiri dari keluarga
(dzurriyah), ketua umum, kepala biro ma‟hadiyah, kepala biro tarbiyah, kepala
biro ta‟miriyah, sekretaris umum, bendahara umum, kepala madrasah MI, MTs,
MA dan orang yang dianggap penting. Dengan membahas seputar: rancangan
ketetapan kepengurusan Pondok Pesantren dan pendidikan serta kesejahteraan
secara menyeluruh untuk tahun pelajaran berikutnya, dalam sidang istimewa BPK
P2NQ. Hal yang serupa juga dilakukan oleh BPK P2NQ yaitu semua kebijakan
ada pada BPK, mulai dari penataan kurikulum, pengangkatan guru, dan juga
pemecatannya semua tergantung kebijakan BPK ini.
Adapun kepengurusan PPNQ terdapat dua bagian, ada yang disebut
ma'hadiyah yang memegang kebijakan untuk mengurusi sesuatu yang berkaitan
dengan pondok, dan juga ada pengurus tarbiyah yang terfokus pada hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan. Adapun struktur kepengurusan dapat dilihat di
lampiran berikut:5
3. Kegiatan Pendidikan.
a. Formal
Jenjang pendidikan dimulai dari PAUD al-Hasyimi, Taman
Pendidikan al-Qur‟an (TPQ an-Nuriyah), taman kanak-kanak Nurul
4 ibid
5 Ibid,.
Hasan (TK) Wajar Dikdas 9 tahun Tingkat Ula dan Wustho MA
Muadalah. Dan saat ini juga telah dibangun juga MtsA (Madrasah
Tsanawiyah Satu Atap), semenjak tiga tahun yang lalu, dan baru
memiliki lulusan pada tahun ini yang bangunannya berada di tengah-
tengah pesantren.
Berdirinya sekolah MtsA ini tidak semudah membalikkan telapak
tangan karena tantangannya bukan hanya dari pihak eksternal tapi juga
internal sendiri. Kekhawatiran akan hilangnya dunia peantren salaf yang
menjadi ciri khas selama ini, merupakan sebuah momok tersendiri,
seperti kebanyakan pondok-pondok pesantren saat ini.
Namun berkat kesabaran dan ketelatenan Gus H. Abdul Hadi Noer
dalam meyakinkan para sesepuh pesantren, bahwa pesantren ini akan
tetap eksis memegang teguh ciri khasnya, pada akhirnya membuahkan
hasil yang diharapkan. Dengan meraih juara I Probolinggo, katagori
sekolah terbaik, baik dari fasilitas dan mutu para siswa-siswinya. Dan tak
lupa juga bahwa berdirinya sekolah formal ini berkat dorongan semua
pihak, baik dari alumni, para dzurriyah, dan santri sendiri. Dengan
melihat realitas di masyarakat bahwa formalitas (ijazah) sebagai
penunjang dalam berkarir sangat dibutuhkan.
Pada akhirnya, tahun 2012 telah di buka sekolah lanjutan dari pada
MtsA, yaitu SMA Kreatif meskipun sarana & prasarananya masih belum
sempurna. Akan tetapi ketika peneliti meninjau langsung ke lokasi,
sekitar 80% pembangunan sudah terselesaikan.
b. Non Formal / Klasikal
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Nurul Qadim, Madrasah Tsanawiyah
Salafiyah Nurul Qadim. Dengan menggunakan kurikulum yang
dirancang sendiri oleh pihak Madrasah Nurul Qadim. Di antaranya
adalah Tartilul Qur‟an, Forum Musyawarah Nurul Qadim (FMNQ),
Forum Musyawarah Siswa Aliyah (FORMASI), Forum Kajian Khusus
Siswa Tsanawiyah (FOKUS), Forum Kajian Masjid Putih (FKMP),
Kajian Ushul Fiqh Waroqot (USWAR), Pengajian Kitab-kitab Klasik,
Majelis Kajian Agama Islam (eMKals), dan Forum Kajian Kitab Klasik
(FK3).
1) Sistem Pembelajaran Kitab Kuning
Sistem pembelajaran yang ada di pondok pesantren ini, banyak
berkiblat pada pembelajaran pondok pesantren Lirboyo, oleh karena
itu banyak para pengajar yang didatangkan dari Lirboyo, dengan
tujuan agar mereka dapat menerapkan pengetahuan di pondok ini.
Untuk mempelajari kitab kuning, PPNQ menyusun kurikulum
sendiri, mulai dari penyusunan mata pelajaran, pengangkatan guru
serta penyeleksian siswa yang masuk kepesantren Nurul Qadim yang
dimusyawarahkan di sidang istimewa BPK PPNQ dengan membahas
rancangan ketetapan kepengurusan pondok pesantren dan pendidikan
serta kesejahteraan secara menyeluruh untuk tahun pelajaran
berikutnya. BPK PPNQ adalah badan tertinggi setelah pengasuh dan
dibawah BPK PPNQ terdapat ketua umum dan kepala-kepala biro.
2) Evaluasi Pembelajaran Kitab Kuning
Untuk mengetahui keberhasilan peserta didik maka sangat perlu
diadakan evaluasi, sejauh mana peserta didik dapat menguasai
pelajaran yang sudah di ajarkan. Begitu juga dengan sistem
pembelajaran kitab kuning yang ada di PPNQ, juga melalui evaluasi
untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap kitab kuning. Banyak
cara yang digunakan dalam mengevaluasi penguasaan peserta didik di
pesantren ini, diantaranya adalah:
a) Tes Baca Kitab (TBK)
Tes baca kitab di PPNQ adalah program yang sudah ditetapkan
di pondok, sebab dengan adanya tes ini para asatidz dapat
mengetahui sejauh mana kemampuan siswanya mengetahui cara
baca kitab, dan tes ini diadakan setiap semester, karena tes baca
kitab merupakan persyaratan mutlak bagi siswa untuk mengikuti
ujian semester.
b) Hafalan (Muhafadzoh)
Selain dari tes baca kitab untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam kesungguhannya belajar, maka pesantren juga mengadakan
muhafadzoh yang tujuannya agar santri lebih memahami terhadap
dalil-dalil yang berkaitan dengan pembacaan kitab kuning.
Muhafadzoh ini juga menjadi persyaratan mutlak untuk mengikuti
ujian semester. Sedangkan waktunya juga setiap mau diadakan
ujian semester.
Sedangkan nadzom yang diwajibkan untuk dihafalkan sesuai
dengan ketentuan pada tingkat kelas masing-masing, diantaranya
adalah:
Kelas Ibtidaiyah
Kelas III : Kitab Amtsilatut Tasrifiyah dari awal hingga
akhir
Kelas IV : Nadzom al-„Imrithi 250 bait
Kelas V : Nadzom Qawaidus Sharfih 250 bait
Kelas VI : Nadzom Alfiah Ibnu Malik 250 bait
Kelas Tsanawiyah
Kelas I : Nadzom Alfiah Ibnu Malik 250 bait sampai
500 bait
Kelas II : Nadzom Alfiah Ibnu Malik 500 bait sampai
750 bait
Kelas III : Nadzom Alfiyah Ibnu Malik 750 bait sampai
100 bait
Kelas Aliyah Kelas I : Nadzom Uqudul Juman 250 bait
Kelas II : Nadzom Uqudul Juman 250 bait sampai 500
bait
Kelas III : Nadzom Uqudul Juman 500 bait sampai 750
bait
c) Standar Kompetensi Lulusan
Selain itu, untuk mengetahui tingkat pemahaman santri di dalam
memahami kitab-kitab kuning juga terdapat pada siswa lulusan,
setiap siswa wajib mengikuti tes yang diwajibkan hanya untuk
siswa lulusan saja dan tes itu dijadikan persyaratan untuk bisa
mengikuti ujian akhir. Sedangkan ketentuannya sesuai dengan
kelasnya. Bagi iswa kelas enam membaca kitab Fathul Qarib dari
bab thaharoh sampai bab bai', sedangkan bagi siswa kelas tiga,
menerangkan alfiyah sebanyak 250 bait serta kauluhunya, dan
untuk siswa kelas tiga Aliyah, tes mengajar kitab Uqudzul Juman
175 bait juga dengan kauluhunya.
3) Metode Pembelajaran Kitab Kuning
PPNQ mengadakan proses pembelajaran kitab kuning bagi santri-
santrinya pada waktu siang dan malam, dalam proses pembelajaran
tersebut pesantren memiliki perencanaan dan metode tersendiri untuk
melaksanakannya, yaitu:
a) Perencanaan pembelajaran kitab kuning
Perencanaan pembelajaran yang digunakan oleh pesantren Nurul
Qadim sebelum melakukan pelajaran adalah kesiapan para ustadz
untuk mengajar baik dari segi materi maupun mental, namun tanpa
dilakukan pencatatan secara terperinci mengenai langkah-langkah
dalam proses pembelajaran.
b) Metode pembelajaran kitab kuning
Mengenai metode pembelajaran kitab kuning di pesantren Nurul
Qadim sebelum dilakukan menggunakan metode klasik yang
berpusat kepada ustadz. Metode-metode tersebut seperti: metode
ceramah, bandongan dan wetonan serta pengajian pasaran.
c) Kegiatan Ekstra kurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan di Pondok
Pesantren adalah: Bahtsul Masa‟il yang berada di bawah naungan
Forum Musyawarah Nurul Qadim yang diadakan tiap dua bulan
(FMNQ), Forum Kajian Mesjid Putih (FKMP), Forum Kajian
Kitab Klasik (FK3), Forum Musyawarah Siswa Aliyah
(FORMASI), Forum Kajian Khusus Tsanawiyah (FOKUS)
Jamiyah Raudlotun Nasyi‟ien (JRN) sebagai wadah santri untuk
belajar berorganisasi dan berdakwah, seni baca al-Qur‟an,
Laboratorium Komputer, Kursus Bhs. Arab, Tes baca al-Qur‟an
dan baca Kitab yang diadakan setiap triwulan mulai dari kelas II
MI sampai III MA. (TBQ TBK), Mendelegasikan siswa untuk
mengajar di 15 Madrasah diniyah (MADIN) cabang PPNQ, majlis
ta‟lim al-Mar‟atus Shalihah untuk ibu ibu yang diadakan tiap
malam selasa, Pengajian kitab kitab kuning dengan sistem
bandongan yang diadakan setiap hari baik diwaktu pagi, sore dan
malam. Sedangkan kegiatan ubudiyah meliputi Istighosah tiap
malam senin, sholat tahajud dan dluha diwajibkan, pembacaan
sholawat tiap malam senin.
4. Ciri Khas PPNQ
Dengan pembelajaran yang menggunakan metode klasikal dan semua kitab-
kitabnya lahir dari abad pertengahan, tidak asing lagi bahwa PPNQ mempunyai
ciri khas penguasaan terhadap kitab-kitab turats/kitab kuning, karena itulah
pembelajaran di pondok ini hanya ditekankan pada kitab-kitab kuning yang
tujuannya adalah para santri mampu menguasai, memahami dan mengamalkan
disertai dengan jiwa keikhlasan untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam di
tengah-tengah masyarakat.6
B. Bentuk-bentuk Pemberdayaan PPNQ
Bentuk-bentuk pemberdayaan PPNQ Paiton selama ini terhadap masyarakat
sekitar, penulis dalam hal ini memfokuskan kajiannya pada tiga bidang, yang akan
diterangkan secara detail melalui wawancara dan observasi dalam bab ini. Yaitu:
1. Pemberdayaan PPNQ dalam Bidang Pendidikan
Hal pertama yang harus dipahami dari eksistensi pendidikan diniyah dan
pendidikan keagamaan adalah pada fungsi mempersiapkan peserta didiknya untuk
menjadi ahli agama (tafaqquh fi ad-din). Ini tentu berbeda dengan madrasah yang
menampilkan dirinya sebagai lembaga pendidikan umum berciri khas agama
Islam. Selain sebagai sarana tafaqquh fi ad-din, madrasah diniyah juga
mempertahankan “nilai-nilai kepesantrenannya”, misalnya nilai kemandirian,
tradisi keilmuan, nilai-nilai kesederhanaan, dan terdapat figur yang patut di
contoh. Nilai-nilai inilah yang tidak dimiliki oleh lembaga lain.
Hal di atas nampaknya sejalan dengan pemikiran ketua yayasan PPNQ,
yaitu Gus H. Abdul Hadi Noer, beliau mengatakan bahwa tujuan umum
keberadaan madrasah ini adalah:
6 Ibid,.
Mencetak manusia yang berbudi luhur dan juga untuk mencetak santri yang
betul-betul tafaqquh fi al-din (orang yang ahli dalam bidang ilmu agama)
tapi juga tidak terlepas dari pengembangan ilmu-ilmu baru dan nanti
tujuannya adalah
ولينرزوا قىمهم اذا زجعىا اليهم
Untuk memberikan kabar gembira pada masyarakat agar supaya mereka
bisa berpegang teguh pada ajaran agama, bisa menjalankan syari‟at di lain
pihak tetap berpegang pada kaidah
المحافظة علي القديم الصالح واألخر بالجديد األصلح
menurut saya adalah memegang prinsip-prinsip, metode- metode القديم الصالح
yang lama tapi juga tidak meninggalkan pengembangan keilmuan yang baru
dan pada prinsipnya ilmu itu tidak ada dikotomi. (w.ky.nq1.p1)
Ada hal lain yang menjadi tujuan didirikannya madrasah diniyah cabang ini
karena ingin masyarakat kelas menegah ke bawah juga bisa merasakan pendidikan
dan ingin mengisi kekosongan soal agama pada masyarakat sekitar. Ini merupakan
pesan Kyai Mino kepada para putranya agar berjalannya pondok PPNQ ini ke
depan selalu berlandaskan pada dua hal ini, seperti yang dikatakan oleh Gus
Ubaid adalah:
Memang amanah dari pendiri, kyai Mino, agar bermanfaat karena banyak
pendidikan yang sudah tidak terjangkau oleh masyarakat, pengasuh
mengamanatkan, bahwa:
a. Menjembatani pendidikan kepada masyarakat yang tidak mampu agar
mereka mampu mendapatkan pendidikan
b. Tetap akan kesalafannya karena mulai terkikisnya pondok-pondok salaf
dan banyak yang sudah berubah kepada pondok modern dan pondok
salaf keberadaannya bisa dibilang sudah mulai langka apalagi di daerah
Probolinggo untuk mengisi kekosongan dalam ilmu agama
Untuk mengimplementasikannya, agar pesantren Nurul Qadim tetap eksis di
masyarakat, yang katakanlah masyarakat sekarang memerlukan formalitas,
karena itu banyak alumni nurul qadim yang tidak memasukkan putra-
putranya hanya gara-gara formalitas, emang dirasakan sekali, agar eksis di
tengah masyarakat maka dibentuklah madrasah diniyah cabang tujuannya
adalah untuk mengisi kekosongan dan membantu masyarakat yang minim
akan pengetahuan agama terutama anak-anak kecil. (w.sy.nq1.u2)
Setelah peneliti mewawancarai salah satu pengasuh, ia membenarkan bahwa
anak-anak yang duduk di jenjang SD rata pelajaran agamanya sangat, sehingga
berdirinya madrasah ini bisa menambal kekuranagan yang ada. Sebagaimana
perkataannya:
Tujuannya adalah menghilangkan kebodohan dan lagi klo melihat pelajaran
di SD, itu pelajaran agamanya kurang, ingin mengisi kekosongan yang ada
di SD (w.pmd.nq1.r18)
Kurikulum pesantren apalagi madrasah diniyah –dalam arti tafaqquh fi ad-
din- sangat variatif dan tidak bisa disamakan satu sama lain. Setiap pesantren
memiliki bidang spesialisasi khusus, tergantung keahlian masing-masing. Hampir
semua pesantren menyelenggarakan pengajian kitab kuning atau studi terhadap
literatur klasik, dan menjadikan kitab-kitab ini sebagai standart kurikulum.
Kegiatan madrasiyah adalah kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan
secara klasikal. PPNQ telah lama mengembangkan madrasah diniyah cabang yang
berada di beberapa daerah Kecamatan Paiton. Dimana para guru atau asatidznya
adalah para santri PPNQ. Awal berdirinya madrasah ini karena keperihatinan
seorang pengasuh ketika melihat para orang tua didik tidak lagi mengindahkan
nilai-nilai Islam. Dengan berdirinya sekolah diniyah cabang ini, agar tunas muda
tidak mengikuti langkah para orang tuanya dan mampu memahami nilai-nilai
Islam mulai sejak dini. Perubahan ini memang membutuhkan waktu yang lama
dan membutuhkan kesabaran yang cukup ekstra. Emang sangat terasa nilai-nilai
yang dibangun oleh PPNQ bila dibandingkan dengan desa yang tidak ada
madrasah diniyahnya. Ini sesuai dengan wawancara peneliti dengan Gus. H.
Hafidzul Hakim Noer:
KH Nuruddin merasa gelisah melihat pergaulan masyarakat yang semakin
jauh dari nilai-nilai islami, beliau memiliki pandangan agar tunas muda
jangan sampai mengikuti langkah para sesepuhnya, yaitu jauh dari nilai-
nilai islam, maka beliau mendirikan madrasah cabang. Kata beliau
“pembenahan nilai-nilai masyarakat memang membutuhkan proses yang
cukup lama, namun kita bisa mulai melihat hasilnya sekitar 10 tahun ke
depan” dan sekarang perilaku masyarakat sudah mulai tampak hasilnya.
(w.br.nq1.h4)
Berdasarkan pengamatan, peneliti menyaksikan beberapa hal terkait
kejadian di atas, yaitu:
Setelah peneliti melaksanakan shalat Maghrib, ternyata ada sebuah kegiatan
sarwaan yang dilakukan oleh warga kampung sebelah dan yang ikut hanya
beberapa orang. Tidak seperti desa Alas Tengah yang para warganya setiap
ada kegiatan keagamaan, mereka berduyun-duyun setelah shalat maghrib
menuju tempat yang akan diselenggarakan acara tersebut. Kebetulan peneliti
ada di lokasi tersebut (o.ds1.12-06-2012)
Koordinator madrasah diniyah cabang adalah Gus. H. Hafidzul Hakim Noer,
dimana beliau bertugas sebagai pengawas langsung keberadaan dan kemajuan
serta problematika yang dihadapi madrasah diniyah cabang, agar koordinasi antar
instansi madrasah akan lebih kuat. sedangkan untuk pengasuhnya adalah para
alumni setempat. Sebagaimana wawancara dengan Gus H. Abdul Hadi Noer,
yaitu: “Klo koordinatornya masih Ra Hafidz, koordinator untuk cabang. Namun
untuk pengasuhnya diambilkan dari alumni sini.” (w.ky.nq1.p8)
Ketika memasuki tahun ajaran baru, banyak dari lembaga pendidikan baik
formal maupun non-formal melakukan ajang promosi ke daerah-daerah dengan
segala bentuknya, agar bisa menarik input siswa sebanyak-banyaknya. Berbeda
halnya dengan PPNQ. Input santri selama ini, kebanyakan dari didikan madrasah
diniyah yang ada di cabang, hal ini merupakan keuntungan sendiri oleh pesantren
karena mereka mampu melakukan pemberdayaan lewat pendidikan di masyarakat
sekitar dan juga merupakan bentuk eksisnya sebuah kegiatan pendidikan di
pesantren. Lantaran program inilah masyarakat sangat terasa dengan adanya
pemberdayaan pendidikan kepada mereka dan juga sekaligus ajang promosi untuk
menarik minat untuk mondok.
Madrasah diniyah cabang ini tersebar di daerah paiton, ada yang sampai
keluar kabupaten, seperti di Pasuruan, Jember, dan Situbondo. Ada sekitar 15
cabang yang berada di daerah Paiton sendiri dan tenaga pengajarnya adalah para
santri yang telah duduk dijenjang Aliyah. Setiap hari mereka berangkat ke desa-
desa binaan, mulai setelah shalat Dluhur sampai sebelum waktu Maghrib tiba.
Sebagaimana perkataan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer:
Kuleh ngabesagi anapah makgik paggun gik bertahan ka‟ entoh, salah satu
cagaknya di desa-desa ngagungin madrasah diniyah cabang, nekah ada 15
cabang, genekah sengajer nak-kanak aliyah ka‟sak, nak-kanak aliyah
lastareh dluhur berangkat ke sa-desa, untuk mendidik nak-kanak kenik.
Setiap hari, nekah sampek taman paiton, tanjung, sonded, besok, cor temor,
las sidodadi, lastengah. (w.br.nq1.h1)
Saya melihat (pesantren ini) kenapa masih bertahan, salah satu cagaknya
ada di desa-desa memiliki madrasah diniyah cabang, ini ada 15 cabang,
yang mengajar anak-anak Aliyah, anak-anak Aliyah setelah Dluhur
berangkat desa-desa, untuk mendidik anak-anak kecil. Setiap hari, ini
sampai desa Taman Paiton, Tanjung, Sonded, Besuk, Cor Timur, Sidodadi
dan Lastengah.
Sistem pendidikan klasikal menggunakan kurikulum yang disusun oleh para
pengurus PPNQ dan pengasuh madrasah diniyah cabang. Yaitu kurikulum salaf
yang seluruhnya bersumber pada kitab-kitab kuning (kitab-kitab Islam Klasik)
sebagai literatur utama, sebagaimana yang digunakan di dalam pesantren sendiri,
disajikan dengan metode yang relevan, serta menggunakan pemaknaan dalam
bahasa Madura untuk menentukan kedudukan nahwiyah dan sharfiyah, yang
selanjutnya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Untuk mata pelajaran madrasah diniyah cabang adalah fiqh, tajwid, tauhid,
al-Qur‟an. Untuk kelas I & II penekanannya pada al-Qur‟an dan tauhid.
Sedangkan untuk kelas III , penekanannya pada fiqh, agar para siswa mengetahui
sejak dini tentang shalat, ha-hal yang najis, dll. Dalam mata pelajaran fiqh ini,
PPNQ tidak lupa menyelipkan materi yang bermuatan lokal yaitu menggunakan
fiqh karangan KH. Nuruddin, yang bernama fiqh diyanah (kitab safinah yang
ditranslit ke bahasa madura) dan tidak lupa peneliti meminta kitab tersebut.
Tujuan beliau adalah agar masyarakat mudah memahami hukum yang kebanyakan
dari mereka buta akan hukum dan juga tidak memiliki kemampuan membaca
tulisan bahasa Arab. Sebagaimana penjelasan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer,
yaitu:
Untuk mata pelajaran madrasah diniyah cabang adalah fiqh, tajwid, tauhid,
al-Qur‟an. Kelas I&II kita tekankan untuk pelajaran al-Qur‟an dan tauhid.
Untuk kelas III ada istilah Fiqh Diyanah (kitab Safinah yang ditranslit ke
bahasa madura) karangan KH. Nuruddin, berbahasa Madura karena rasa
keprihatinan beliau kepada masyarakat yang banyak tidak mengetahui
hukum fiqh dan juga tidak bisa membaca kitab akhirnya beliau memiliki
inisiatif untuk mentranslit ke bahasa Madura, ada juga kitab Sirah Nabi
yang juga di translit ke dalam bahasa madura. (w.br.nq1.h2)
Setelah menerima kitab, peneliti mencoba mengamati kitab tersebut,
sebagaimana berikut:
Karangan Kyai Nuruddin yaitu kitab Fiqh Diyanah yang di translit dalam
bahasa Madura untuk dibuat kitab standart madrasah diniyah cabang,
memang memudahkan bagi masyarakat untuk mempelajarinya apalagi
sudah ada harakat tidak seperti kitab kuning sebagaimana mestinya.
Sehingga sangat simple dan juga tidak terlalu tebal (o.nq.12-07-2012)
Sebenarnya masih banyak madarasah diniyah cabang yang didirikan oleh
para alumni PPNQ di sekitar Kecamatan Paiton, namun karena kurang baiknya
administrasi yang ada sehingga belum tercatat semuanya. Madrasah diniyah
cabang yang masih aktif dikirim para tenaga pengajar, sekitar ada 15 madrasah.
Setiap hari para santri yang telah duduk di jenjang Aliyah, aktif mengajar di 15
madrasah tersebut. Dengan semangat pegabdian yang tak kenal lelah, mereka naik
sepeda ontel yang telah disediakan oleh PPNQ dengan jarak yang tak bisa
dibilang dekat, setelah peneliti melihat langsung kondisi di lapangan, jarak
tempuh antara madrasah diniyah dari pesantren sekitar + 2 KM. Semua tenaga
pengajar setiap harinya sekitar 45 santri yang dikirim ke madrasah diniyah
cabang, tiap bulan mereka tidak mendapatkan bayaran/bisyaroh baik dari
pesantren maupun dari tempat mereka mengajar, hanya mendapatkan jatah makan
satu piring setiap mereka selesai mengajar, sehingga mereka dikenal dengan
julukan “ustadz perengan”, artinya habis ngajar mereka disediakan makan satu
piring. Sebenarnya masih banyak yang belum mendapatkan kouta tenaga
pengajar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gus. H. Hafidzul Hakim Noer, yaitu:
15 cabang nekah se ekerem guru, yang lain masih banyak (15 cabang itu
yang dikirim guru, yang lain masih banyak)
Sekitar 45 guru yang mengajar di 15 madrasah diniyah cabang, setiap
harinya mereka aktif mengajar ke berbagai desa, sedangkan yang tidak
dapat kuoto guru itu masih banyak. Mereka ini terkenal dengan julukan
“ustad perengan”. (w.br.nq1.h4)
Bahwa guru tidak mendapatkan bayaran hanya mendapatkan makan setelah
mengajar, hal ini diperkuat olehUst Suki Riady, beliau mengatakan:
Saya jam 12.00 itu pulang ke rumah, pagi hari saya bekerja untuk memberi
makan guru-guru, uang dari mana klo sya nggak bekerja, jadi sya harus cari
sendiri, tiap hari guru itu makan bersama disini selesai mereka mengajar,
baik guru dari pondok maupun alumni, di beri makan semua
(w.pmd.nq1.r13)
Akan tetapi, ketika peneliti menayakan pada pengasuh yang lain bahwa
mulai kemaren sudah ada bayaran bagi para guru namun baru berjalan mulai
tahun kemaren, sebagaimana Ust. Syakur mengatakan: “Untuk guru nggak ada
cuman baru-baru ada bantuan BOSDA dan sudah mulai tahun kemaren”
(w.pmd.nq1.s16). Mengenai besaran gaji yang diterima, beliau mengatakan lebih
lanjut “Ya tergantung lama pengabdian dan juga dana itu sendiri, jadi bayarannya
nggak menentu” (w.pmd.nq1.s17)
Tumbuh suburnya berdirinya madrasah diniyah cabang ini tidak lepas dari
pengasuh yang selalu menghimbau kepada para alumni untuk selalu berjuang di
tengah-tengah masyarakat melalui jalan pengabdian di bidang pendidikan. Tak
bosan-bosannya pengasuh dalam setiap pertemuan yang di dalamnya terdapat
alumni, beliau selalu berpesan. Problematika yang dihadapi pertama kali oleh para
alumnni ketika membuka madrasah diniyah cabang adalah sulitnya mencari
tenaga pengajar. Karena kita tidak bisa lagi memungkiri kenyataan di masyarakat
bahwa menjadi guru bukan lagi sebagai bentuk pengabdian, baik kepada bangsa
yaitu untuk mencerdaskan anak-anak bangsa maupun kepada masyarakat, namun
sudah beralih kepada sebuah profesi. Dimana tuntutan modernitas dan
profesionalitas menuntut semuanya berbau dengan uang dan uang. Sebagaimana
perkataan Ust. Suki Riadi: “Tenaga pengajar dari pondok 3 orang dan juga dari
alumni, dari pondok itu setiap hari, itu tanpa honor semua, karena itu amanat dari
Kyai”. (w.pmd.nq1.r4).
Tapi pada akhirnya pesantren menemukan solusi yaitu menugaskan santri-
santri yang sudah Aliyah untuk mengajar di madrasah tersebut, dua orang setiap
15 madrasah diniyah cabang. Hanya dibutuhkan sepeda ontel sebagai sarana
transportasi, mereka sudah siap menuju tempat mengajar masing-masing. Naik
sepeda ontel ini tidak lain karena titah dari seorang pengasuh yang memerintahkan
untuk tidak menggunakan sepeda motor dengan tujuan agar para santri memiliki
ruh al-jihad (jiwa perjuangan) meskipun jarak tempuhnya cukup jauh. Hal ini
mereka lakukan sebagai rasa tabarrukan dan ta’dziman pada seorang guru apalagi
mereka tidak memungut biaya sepeserpun dari kegiatan ini. Hal ini diungkapkan
oleh Gus. H. Hafidzul Hakim Noer selaku koordinator madrasah diniyah cabang,
yaitu:
Para tenaga pengajar madrasah diniyah cabang tidak di perkenankan untuk
membawa sepeda motor oleh kyai meskipun tempat mengajarnya cukup
jauh, dengan tujuan agar mereka memiliki ruh al-jihad. Berkat semangat
inilah kebanyakan para santri yang telah hijrah ke masyarakat telah
mendirikan madrasah. (w.br.nq1.h2)
Untuk mengetahui kegaiatan para santri Aliyah, peneliti melakukan
pengamatan, bahwa:
Setelah melaksanakan shalat Dluhur, peneliti melihat segerombolan santri
Aliyah yang mau berangkat ke madrasah diniyah masing-masing. Mereka
membawa tas ransel, ada juga yang membawa tas kresek untuk membawa
sebagian buku pelajaran. Mereka pergi dengan cara membonceng dan naik
sepeda ontel karena tidak diperkenankan untuk membawa sepeda motor.
Semangat mereka terlihat dengan adanya obrolan di antara mereka (o.nq.12-
07-2012)
Bukan hanya itu, mereka para santri di tuntut juga untuk mengelola masing-
masing madrasah diniyah cabang, baik administrasi maupun manajemennya.
Tujuannya adalah agar mereka setelah pulang dari mondok, mereka sudah
memiliki bekal untuk mendirikan maupun mengelola madrasah diniyah di
kediamannya. Sebagaimana perkataan Gus Ubaid:
Setiap ada pertemuan alumni oleh pengasuh, mereka di tekan untuk
mendirikan madrasah di setiap desa, dan memang kesulitan dalam mencari
tenaga seng poron ngajer (yang mau mengajar), sampek bedeh istilah “guru
perengan”, ngajer gun olle sepereng..(sampai ada istilah “guru perengan”
mengajar hanya mendapatkan makan satu piring)
Akhirnya pesantren menjembatani anak-anak yang sudah Aliyah ditugaskan
untuk membantu madrasah diniyah, yang mereka butuhkan hanya sepeda
pancat, yang penting mereka sudah di belikan sepeda pancat, habis Dluhur
mereka sudah berangkat, setiap hari ke madrasah cabang dua orang, dan itu
tidak bosan-bosannya dalam mengabdi, mereka juga mengajar sekaligus
mengelola sendiri, artinya mereka mengajar di luar bukan di didik untuk
mencari pekerjaan tapi membantu sebuah perjuangan. (w.sy.nq1.u1)
Setelah peneliti meninjau langsung ke beberapa lokasi, setiap madrasah
diniyah cabang rata-rata ada 50 siswa. Namun ada salah satu madrasah yang
bernama Madrasah Diniyah Nurullah, siswanya sampai 125. Madrasah ini di asuh
oleh seorang alumni PPNQ yang bernama Muhammad Syakur dari desa Alas
Tengah Kecamatan Paiton. Peneliti mengamati bahwa;
Sekitar jam 14.00 peneliti menuju halaman salah satu pengasuh dan melihat
langsung bagaimana para anak-anak masuk madrasah diniyah pada saat itu,
mereka tampak ceria di antara teman-temanya, ada yang di antar orang tua,
jalan sendiri, juga ada yang naik sepeda. Setelah masuk ke kelas, peneliti
menyempatkan melihat absensi, bila di presentase, yang hadir pada saat itu
sekitar 80% (o.ds2.18-04-2012)
Namun yang tidak kalah pentingnya adalah antusiasnya para peserta didik
dalam mengikuti pelajaran, sehingga dari pihak sekolah formal yaitu SD, guru-
gurunya sangat iri dengan keberadaan sekolah diniyah ini, karena jam les yang
mereka jadwalkan ternyata bentrok dengan jam aktif madrasah diniyah. Sehingga
banyak dari siswa lebih memilih sekolah madrasah diniyah dari pada les di SD.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer, yaitu:
Genekah untuk ke masyarakat yang nyata, gi alhamdulillah dari madrasah
cabang, nak-kanak tero mondukah, rata-rata se mondok ka‟enjeh kebenyaan
alumni dari madrasah cabang, cabang ka‟sak sebagai promosinya sampek
neng alas tengah muridnya 150 sampek genekah SD iri, irinah napah,
polanah pelajaran diniyah diniyah nekah dipentingkan bik nak-kanak,
sampek delem setaon, bedeh se hafal imrithy 5-an. (w.br.nq1.h1)
Itulah (program permberdayaan) untuk ke masyarakat yang nyata, ya
alhamdulillah dari madrasah cabang, anak-anak ingin mondok, rata-rata
yang mondok di sini kebanyakan alumni dari madrasah cabang, cabang itu
sebagai ajang promosinya sampai di Alas Tengah muridnya 150, itu yang
membuat SD iri, irinya kenapa? Karena pelajaran diniyah-diniyah ini lebih
dipentingkan sama anak-anak, sampai dalam setahun, ada yang hafal
imrithy 5 orang.
Fenomena di atas merupakan hal yang menarik karena tanpa ada tuntutan
menghafalkan, mereka sudah memiliki kecintaan dalam belajar.
Bentroknya jam pelajaran ini, merupakan keluhan para pengelola madrasah
diniyah ketika di adakan rapat tiga bulan sekali antara madrasah diniyah cabang,
pengasuh, dan muscab. Sebagaimana paparan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer,
yaitu:
Tiga bulan sekali di adakan rapat antara madrasah, pengasuh dan muscab,
yang membahas mengenai kemajuan madrasah dan ternyata banyak keluhan
mengenai bentroknya jam pelajaran dengan ekstra yang ada di sekolah SD,
jam masuk madrasah diniyah jam 14.00 (w.br.nq1.h4)
Dalam beberapa tahun ini, para siswa madrasah diniyah semakin banyak.
Hal ini tidak mengherankan bilamana selaku pelaksana memiliki keinginan agar
pendidikan yang ada di madrasah diniyah cabang semakin maju. Keinginan untuk
mengubah kurikulum yang sudah ada, di dasari dengan banyaknya peminat untuk
membuka TPQ, sebagai landasan koordinator madrasah diniyah untuk merubah
format pelajaran. Dimana kelas I, II & III ini untuk program TPQ sedangkan kelas
selanjutnya tetap pada format semula. Sehingga Gus. H. Hafidzul Hakim Noer
berkeinginan untuk mengutus para santri agar mempelajari metode al-Qur‟an
dengan cepat yang sekarang lagi booming di dunia TPQ. Dengan melihat para
peserta didik, rata-rata yang masuk kelas awal, inputnya berasal dari anak sekolah
dasar sampai tingkat SMP. Dan untuk kelas, semuanya sudah berbentuk lokal
yaitu ada 6 lokal dari kelas I sampai VI, sebagaimana wawancara dengan bapak
Muhammad Syakur, yaitu: “Input siswa rata-rata berusia anak sekolah dasar
sampai tingkat sekolah menengah pertama, semua kelas terdiri dari enam lokal”
(w.pmd.nq1.s4). Dan semua madrasah diniyah cabang sudah berbentuk lokal.
Salah satu madrasah yang diasuh oleh Ust. Suki Riadi, pengasuh Nurul
Hasyimi III, Dusun Kalianyar 2 Sidodadi telah membuat sedikit kemajuan dengan
program-program yang dilakukan, salah satunya akan membuka sekolah PAUD
untuk jam pagi hari setelah hari raya Idul Fitri 2012, dimana para guru sekolah ini
telah ditentukan khususnya bagi para alumni PPNQ, begitu juga untuk program
TPQ untuk kelas I, II, dan III, padahal instruksi dari koordinator madrasah diniyah
cabang yaitu Gus. H. Hafidzul Hakim Noer belum diedarkan. Sebagaimana
wawancara peneliti dengan beliau, yaitu: “mau buka PAUD, insyaallah setelah
bulan Syawal ini” (w.pmd.nq1.r12) dan “Sekitar 80% lah.. dan maunya tahun
depan ini mau buka TPQ untuk kelas I, II dan III tapi ini bukan program pondok
tapi dari kemauan pengurus disini” (w.pmd.nq1.r16), hal ini tentunya perlu
diapreasi oleh segenap seluruh elemen madrasah diniyah cabang.
Peneliti mengamati lokal yang telah di sediakan oleh Madrasah Diniyah
Cabang Nurul Hasyimi III, Dusun Kalianyar 2 Sidodadi, bahwa:
Bangunan fisik madrasah Nurul Hasyimi III, tampak begitu bagus dan rapi.
Sehingga kelihatan bukan seperti bangunan madrasah diniyah pada
umumnya, peneliti merasa seperti sekolah-sekolah formal. (o.ds1.12-06-
2012)
Bangunan madrasah bisa dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.1 Madrasah Diniyah Cabang Nurul Hasyimi III, Dusun Kalianyar 2
Sidodadi
SPP madrasah diniyah cabang berbeda-beda besarannya antara satu
madrasah dengan yang lainnya, ada yang Rp. 1.500 sampai Rp. 3.000 perbulan,
tergantung dari kebijakan setiap kepala madrasah. Disamping itu, masyarakat
tidak secara kontinue membayar, ada yang nunggak sampai akhir tahun, ada juga
yang sampai tidak bayar sama sekali, namun para pengurus tidak bisa berbuat apa-
apa karena memang kondisi masyarakat yang tidak memungkinkan. Sebagaimana
yang di utarakan oleh Ust. Suki Riadi, yaitu: “Bulanannya itu cuman tiga ribu
cuman bayarnya per-akhir tahun bukan perbulan, klo nggak bayar juga nggak apa-
apa, asal anaknya mau sekolah aja” (w.pmd.nq1.r15) dan perkataan Ust.
Muhammad Syakur, yaitu: “1500/bulan” (w.pmd.nq1.s22)
2. Pemberdayaan PPNQ dalam Bidang Sosial
Pemberdayaan PPNQ pada masyarakat sekitar, di antaranya adalah:
a. Pembuatan jembatan dan masjid
Ketika Kyai Mino wafat, banyak sekali peninggalan beliau yang
masih berdiri tegak di tengah-tengah masyarakat, karena keberadaan
beliau sendiri terkenal dengan orang yang sangat dermawan. Tebukti
beliau telah membangun tiga jembatan di daerah Kalikajar yang letaknya
di selatan PPNQ dan jembatan Randu Merak dan juga telah membangun
48 masjid di daerah kecamatan Paiton. Tentunya ini menjadi bukti nyata
bahwa beliau sangat memperhatikan masyarakat sekitar dan menurut
salah satu cucunya merupakan sebuah pemberdayaan yang sangat terasa
dihati masyarakat. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan
cucunya, yaitu:
yang paling terasa kepada masyarakat dari Nurul Qadim tentang
pemberdayaan masyarakat, bahwa Kyai Mino sudah pernah
membangun 48 masjid yang ada di daerah Paiton, jelen neng
Randu Merak, Kyai minu yang buat jembatan nekah, laoknah kabbi
Kyai Mino yang buat. (w.ky.nq1.h20)
yang paling terasa kepada masyarakat dari Nurul Qadim tentang
pemberdayaan masyarakat, bahwa Kyai Mino sudah pernah
membangun 48 masjid yang ada di daerah Paiton, jalan di Randu
Merak, Kyai Mio yang buat jembatan itu, (jembatan) di selatan
semua Kyai Mino yang buat.
Peneliti mengamati salah satu bangunan jembatan, bahwa:
Bangunan jembatan layang ini masih tampak kokoh karena ada
salah satu alumni yang di tugaskan untuk melihat dan mengontrol
jembatan tersebut, akan tetapi hanya sepeda motor dan sepeda ontel
yang bisa melewatinya karena hanya di khususkan untuk itu.
(o.ds3.11-06-2012)
Jembatan ini bisa dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.2 Jembatan Kalianyar
b. Penghijauan
Penghijauan alias reboisasi merupakan amalan sholeh yang
mengandung banyak manfaat bagi manusia. Tanaman dan pohon yang
ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu
bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan
daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai
macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir,
daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon
juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu
sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara.
Pada saat Kyai Mino masih hidup, beliau pernah melakukan
penghijauan disepanjang jalan menuju PPNQ. Mulai dari pertelon
Kalikajar sampai PPNQ dipenuhi dengan pohon kelapa, kurang lebih
jarak dari pertelon sampai PPNQ adalah 1 KM. Beliau melakukannya
sendiri bersama orang-orang tertentu pada saat itu, tidak melibatkan
masyarakat luas, sehingga pada tahun 1993, Kalikajar pernah
mendapatkan juara I tingkat provinsi Jawa Timur. Sebagaimana
perkataan Gus Ubaid:
masalah penghijauan sudah ada sejak dulu cuman tidak mengikut
sertakan masyarakat secara umum tapi hanya orang-orang tertentu,
mulai dimin emba nekah a namen e nyor deri jelen dejeh, emang
tujuannya untuk penghijauan dan alhamdulillah, taon senapah
seka‟dintoh juara I untuk tingkat Jawa Timur untuk penghijauan,
untuk tingkat nasional kala bik luar jawa, sempat mewakili Jawa
Timur. (w.sy.nq1.u12)
Ketika peneliti konfirmasi kepada Gus. H. Hafidzul Hakim Noer
tentang penghijauan dan mendapatkan juara I tingkat jatim, beliau
menjawab “Sekitar tahun 1993” (w.br.nq1.h9)
Peneliti mengamati sepanjang jalan menuju PPNQ, bahwa:
Sepanjang jalan terutama menuju PPNQ, jaraknya dari jalan raya
sekitar 1 KM, banyak sekali pohon kelapa mengiringi jalan tersebut,
sehingga terasa sejuk sepanjang jalan menuju PPNQ. (o.ds3.12-06-2012)
3. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Dakwah Islamiyah
Dari beberapa sumber, peneliti memperoleh keterangan, bahwa PPNQ
selama ini telah melakukan pemberdayaan pada masyarakat sekitar, di
antaranya adalah:
a. Syubbanul Muslimin
Dalam perjalanan dakwah, peran pemuda sangatlah penting. Oleh
karena itu, kekuatan Islam akan bertambah kuat, dan dengan semangat
para pemuda kita, Indonesia bisa mencapai kemerdekaan yang telah
dinantikan selama berabad-abad. Semua itu tidak lepas dari campur
tangan pemuda. Dan dari pemuda itulah muncul ide-ide atau gagasan
yang menakjubkan. Masa muda adalah masa dimana perubahan-
perubahan yang signifikan terjadi. Hal itu dikarenakan pada masa muda
beban yang diemban belumlah begitu berat.
PPNQ mewadahi untuk dakwah dikalangan pemuda ini, tidak segan-
segan salah satu dari cucu Kyai Mino memimpin jamaah ini yang
menyebar disekitar daerah Paiton. Dimana dakwah islmiyah yang lain
yang telah dilakukan oleh PPNQ berada pada segmen orang-orang tua,
sehingga Kyai Jalal menyuruh pada salah satu ponaannya untuk
mendirikan dakwah yang memayungi segmen pemuda. Setelah Gus. H.
Hafidzul Hakim Noer telah menamatkan pendidikannya di Yaman, beliau
langsung terjuan ke segmen pemuda dengan perkumpulan yang bernama
“Syubbanul Muslimin”. Sebagaimana perkataan Gus Ubaid:
Terus bedeh pole, karena yang ada genekah, majlis ta‟lim-ta‟lim,
ketika di lihat dan ditinjau yang datang sepuh-sepuh sedangkan
untuk segmen yang muda belum ada yang garap ketika non hafidz
pleman dari pondok, terus sareng abah, coba keluar, mendekati
masyarakat yang muda, di ajak untuk bersama-sama, minimal di
ajak pengajian, yang dinamakan “syubbanul muslimin”
(w.sy.nq1.u11)
Terus ada lagi (dakwah yang lain), karena yang ada itu majlis-
majlis ta‟lim ketika dilihat dan ditinjau yang datang orang-orang
tua sedangkan segmen yang muda belum ada yang mewadahi,
ketika Non Hafidz pulang dari pondok, terus sama Abah, coba
keluar, mendekati masyarakat yang muda, diajak untuk bersama-
sama, minimal diajak pengajian, yang dinamakan “syubbanul
muslimin”.
Kegiatan ini diikuti oleh para pemuda yang berada disekitar
Kecamatan Paiton, waktunya bergantian antara desa, biasanya kegiatan
ini dilaksanakan dua minggu sekali. Setelah peneliti wawancara langsung
dengan koordinatornya, yaitu Gus. H. Hafidzul Hakim Noer, bahwa
tujuan diadakan acara ini untuk menampung kalangan pemuda
pengangguran, minum-minuman, gitar-gitaran, artinya bahwa dengan
adanya kegiatan ini pemuda bisa memiliki gairah lagi dalam menghadapi
hidup dan beliau merasa kasihan dengan keberadaan mereka yang hanya
menyia-nyiakan waktu tanpa ada kegiatan. Lambat laun dengan
mengikuti kegiatan ini, mereka diharapkan mampu merubah perilakunya.
Seperti yang di utarakan oleh beliau:
Syubbanul muslimin saya sendiri (koordinator), fokusnya kepada
para pemuda dan alhamdulillah anak-anak sekarang banyak
perubahan, pada awalnya saya lihat ke desa-desa, saya eman,
mereka mabuk-mabuan, dll akhirnya saya menghimpun mereka
membaca ratibul haddad dan maulid simtud duror, tapi kita kemas
dengan gaya pemuda, alhamdulillah mereka banyak perkembangan,
yang awalnya mereka hanya bermain gitar sama saya dibelikan
hadrah akhirnya mereka menyukai main hadroh. (w.br.nq1.h7)
Kegiatan ini diisi dengan pembacaan ratib al-haddad dan maulid simt
adl-dluror, dan tidak lupa di akhir acara beliau selalu menyelipkan
nasehat-nasehat.
Acara ini dilakukan setengah bulan sekali, dimana antara desa tidak
sama waktunya, ketika peneliti sedang berkunjung ke rumah beliau, ia
dijemput oleh satu jamaah Syubbanul Muslimin untuk menghadiri acara.
Mengenai hari-harinya juga berbeda, ada yang hari sabtu, selasa dan hari
rabu, dan pelaksanaannya setelah shalat Maghrib. Selain itu, kegiatan ini
memang benar-benar difokuskan kepada para pemuda yang rata-rata di
daerah tersebut, tingkat pendidikan pemudanya masih tergolong rendah
apalagi wawasan tentang keagamaan. Tak salah bila Gus. H. Hafidzul
Hakim Noer sangat antusias dalam menggkoordinasi kegiatan ini,
sebagaimana ia katakan: “Acara ini dilakukan setengah bulan sekali, di
setiap desa tidak sama waktunya, ada yang malam sabtu, selasa, rabu dan
juga malam kamis.” (w.br.nq1.h8)
Harapan dari terlaksananya kegiatan ini adalah ingin membentuk
pemuda yang berakhlak, yang benar mencerminkan jiwa seorang muslim.
Sebagaimana beliau katakan:
Tujuan dan harapannya adalah ingin membentuk pemuda yang
berakhlak, terus terang saat ini kehilangan ayam di perkampungan
itu sudah biasa klo sudah ada orkes. (w.br.nq1.h8)
Hasil dari kegiatan seperti ini semakin hari semakin tampak,
perubahan pada para pemuda mulai terasa oleh warga sekitar. Para
pemuda mulai tidak lagi minum-minuman, dan memakai anting.
Sebagaimana penjelasan Bapak Suki Riadi yang beralamat di Dusun
Kalianyar 2 Sidodadi:
Ya, ada perubahan.. biasanya pemuda itu minum-minuman lambat
laun mulai berhenti. Pertama kali biasanya banyak pemuda yang
memakai anting, lambat laun juga mulai di lepas, gitar-gitaran juga
sudah mulai berhenti. (w.pmd.nq1.r22)
Di salah satu desa, tepatnya yaitu desa Alas Tengah, jam‟iyah ini
diikuti oleh sekitar 150 pemuda, sehingga perkumpulan ini sering dilirik
oleh para parpol politik di daerah tersebut yang ingin menggaet masa
sebanyak-banyaknya. Sebagaimana perkataan bapak Muhammad Syakur:
Dan jam‟iyahnya Gus Hafidz yang paling banyak disini, yang ikut
sekitar 150 pemuda, akhirnya sekarang beliau itu dilirik oleh orang-
orang pemerintah yang mempunyai kepentingan. (w.pmd.nq1.s18)
b. Sarwaan
Para santri yang telah duduk di jenjang Aliyah sebenarnya bukan
hanya di didik untuk memperdalam ilmu agama namun juga mereka di
ajarkan agar bisa berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Kesempatan ini
mereka lakukan dengan mengikuti kegiatan sarwaan yang bertempat di
desa sekitar. Dimulai habis Maghrib dan setelah Isya‟ mereka diharapkan
sudah berada dilokasi pondok pesantren. Sebagaimana penjelasan
koordinator:
Nekah nak-kanaen mon bedeh sarwaen, tak pleman sampek
maghrib, isya‟ harus ada di lokasi pesantren, mon aliyah bedeh
tugasan, nekah tugas keng ke sa-disah, dedih mon ka delem
pendidikan nekah dalam diniyahnya, mon neng dakwahnya nak-
kanak neguk sarween. (w.br.nq1.h1)
Ini anak-anak kalau ada sarwaan, tidak pulang sampai Maghrib,
Isya‟ harus ada di lokasi pesantren, kalau Aliyah ada tugas, tugas
ini ke desa-desa, jadi kalau dalam pendidikan ini dalam diniyahnya,
kalau dalam dakwahnya anak-anak mengikuti sarwaan.
Kegiatan ini dilakukan oleh para guru-guru madrasah diniyah cabang
yang setiap hari mereka mengemban tugas mendidik di luar pesantren.
Dua orang sampai empat orang ditugaskan untuk mengajar ke salah satu
15 madarasah diniyah cabang, namun acara ini dilakukan seminggu
sekali di setiap desa tempat mereka mengajar. Melihat dari tugas yang
diemban oleh para guru madrasah diniyah cabang, mereka ini
dipersiapkan setelah lulus, minimal memiliki keinginan untuk eksis
dalam dunia pendidikan dan juga mampu berinteraksi dengan
lingkungannya. Kegiatan ini biasanya diisi dengan tahlilan dan yasinan
akan tetapi semenjak para guru madrasah diniyah juga dilibatkan dalam
mengikuti acara, akhirnya bukan hanya tahlilan dan yasinan tapi juga
diisi dengan ceramah-ceramah agama. Pesertanya-pun berbeda-beda, ada
yang dari kalangan bapak-bapak dan ada juga dari kalangan ibu-ibu.
c. Majlis Ta‟lim al-Mar‟atus Shalihah
Acara ini dilakukan pada setiap malam selasa yang bertempat di aula
pesantren. Kebanyakan para peserta yang menghadiri dari golongan ibu-
ibu karena acara ini memang difokuskan untuk mereka. Pada awalnya
acara ini di koordinatori oleh KH. Nuruddin namun lambat laun karena
beliau sudah sepuh, akhirnya sekarang putranya yang menggantikan,
yaitu Gus. H. Hafidzul Hakim Noer.
Kegiatan ini sudah berlangsung lama, sebagaimana perkataan beliau:
Ada lagi untuk malam selasa, ada pengajian rutinan untuk kalangan
perempuan, Majlis Ta‟lim al-Mar‟atus Shalihah. Awalnya yang
ngajar adalah abah sekrang saya, pengajian ini telah berlangsung
selama 34 tahun setiap malam selasa. Dulu masih sebelum ada tv,
smua masyarakat mengikuti pengjian, jamnya setelah Isya‟ sampai
jam 10, saya koordinator sekaligus madin ini. (w.br.nq1.h6)
Kegiatan ini merupakan wadah bagi ibu-ibu yang sudah berumah
tangga, agar mereka dalam mengarungi bahtera keluarga diberikan
kepahaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban
mereka sebagai seorang istri. Tujuannya adalah agar tercipta pada diri
mereka wanita-wanita yang menjadi idaman setiap suami, yaitu menjadi
wanita-wanita shalihah dan memiliki kekuatan dalam membina rumah
tangga.
Pada awal datang ke PPNQ, peneliti tidak sengaja melewati tempat
pengajian ini, setelah melihat beberapa saat, mengamati acara yang
berlangsung, bahwa:
Acara tersebut mayoritas diikuti oleh ibu-ibu, tempatnya di AULA
samping gerbang pondok pesantren, sehingga terlihat jelas aktivitas
di dalam. Banyak juga anak-anak kecil yang ikut, sambil
mendengarkan pengajian. (o.nq.18-04-2012)
d. JTI (Jam‟iyah Taqarrub Ilallah)
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang diikuti oleh masyarakat luas,
yang datang tidak hanya dari desa sekitar tetapi sudah merambah ke luar
kota. Sangat banyak peserta yang menghadiri Jam‟iyah ini, lebih dari
1000 peserta setiap acara ini dilaksanakan. Tujuan pelaksanaan kegiatan
ini adalah mendekatkan diri kepada Allah, bersama-sama dengan seluruh
masyarakat sekitar agar Allah selalu memberikan kekuatan dan
pertolongannya dalam mengarungi kehidupan ini. Dengan keyakinan
bersama bahwa, do‟a yang dilaksanakan bersama-sama akan lebih
maqbul (diterima) oleh Allah swt.
Acara ini dikoordinatori langsung oleh Kyai Jalal, beliau merupakan
salah satu pengasuh PPNQ, acara ini dilaksanakan setiap malam senin
legi. Acara rutinan ini diisi oleh pembacaan ya hayyu ya qayyum mulai
sebelum Maghrib sampai jam 22.00 wib. Dari sekian dakwah yang
dilakukan oleh PPNQ, kegiatan ini tergolong yang paling banyak
pesertannya, minimal yang datang 600-700 orang. Sebagaimana
perkataan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer, yaitu:
Bedeh pole se rajeh pengajian yang di asuh oleh KH Jalal, senin
manisan, namanah nekah istighatsah, paling sedikit yang hadir
sekitar 600-700 orang dan baca ya hayyu ya qayyum sebanyak
2500, mulai sebelum maghrib sampek jam 10 (malam) baru selesai.
(w.br.nq1.h9)
Ada lagi yang besar, pengajian yang di asuh oleh KH. Jalal, Senin
Legi, namanya istighatsah, paling sedikit yang hadir sekitar 600-
700 orang. Dan baca ya hayyu ya qayyum sebanyak 2500, mulai
sebelum maghrib sampek jam 10 (malam) baru selesai.
Banyaknya peserta yang hadir ini berdasarkan konsumsi yang telah
disediakan dari pihak tuan rumah. Dimana setiap ada hajatan, tuan rumah
selalu memberikan jamuan yang semestinya dan tidak pernah meminta
sumbangan dari pihak manapun. Karena merupakan tradisi Kyai Mino
ketika mengadakan sebuah acara. Hal ini menurut wawancara peneliti
dengan salah satu masyarakat, ia mengatakan:
Tiap malem senin manis (legi), daerah sini rata-rata ikut semua,
mulai dari desa Pakuniran sampai Besuki dan semua jamuan
ditanggung oleh Kyai Jalal, megikuti tradisinya Kyai Mino, kalo‟
ada acara beliau selalu membiayai sendiri. (w.pmd.nq1.r20)
Bagian konsumsi sendiri, oleh Kyai Jalal dipasrahkan kepada
putranya, yaitu Gus Ubaid. Selama pantauan Gus Ubaid dalam
menyiapkan konsumsi selalu kurang, minggu sebelumnya sudah
disediakan konsumsi, menurut penuturan beliau telah disediakan nasi +
1000 bungkus tetapi masih kurang. Acara ini bukan hanya diisi oleh
pembacaan shalawat maupun dzikir namun juga diakhir acara
memberikan tausiyah, yang kadang menghadirkan da‟i dari luar.
Sebagaimana penuturan beliau:
Setiap malem senin manis tidak pasti, cuman Saya dipasrahi sama
abah untuk menyiapkan konsumsinya meskipun ala kadarnya, se
senin manis berik nekah a bungkos 1000 korang, jamaahnya tidak
selalu pasti, acaranya setelah isya‟, istighatsah, di akhiri dengan
ceramah, ceramah nekah yang mengisi gantian, kadang dari luar.
(w.sy.nq1.u10)
Setiap malem senin manis tidak pasti, cuman Saya dipasrahi sama
abah untuk menyiapkan konsumsinya meskipun ala kadarnya, hari
senin legi kemaren membungkus (nasi) 1000 kurang, jamaahnya
tidak selalu pasti, acaranya setelah isya‟, istighatsah, di akhiri
dengan ceramah, ceramah ini yang mengisi gantian, kadang dari
luar.
Antusiasnya jamaah ini karena ada dorongan langsung dari Kyai Jalal,
dimana di sela-sela kesibukan beliau masih menyempatkan diri untuk
mengirimkan sms kepada ratusan jamaah, seminggu sebelum acara ini
dilaksanakan. Seperti perkataan anggota jamaah:
Dan Kyai sering menyempatkan sms sendiri sama orang-orang,
seminggu sebelumnya biasanya sudah di kirim, sekitar 1000 lebih
beliau sms sendiri, jadi yang ikut itu biasanya nomer hp-nya
diminta sama Kyai. (w.pmd.nq1.r20)
C. Model Pemberdayaan PPNQ
Melalui rangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam PPNQ
terhadap masyarakat sekitar desa Kalikajar dapat dikatakan telah cukup berhasil
menjalankan agenda-agenda pemberdayaan yang diprogramkan, untuk dapat
dikatakan berdaya maka terlebih dahulu dilakukan model pada masing-masing
elemen pemberdayaan. Elemen-elemen pemberdayaan yang dilaksanakan dalan
kegiatan PPNQ terdiri dari tiga hal yaitu pemberdayaan dalam bidang pendidikan,
sosial dan dakwah Islamiyah.
1. Bidang Pendidikan
Pemberdayaan dalam bidang pendidikan, PPNQ merencakan sebuah strategi
untuk mampu mengembangkan pendidikannya di luar pesantren dengan selalu
mengajak masyarakat agar berpartisipasi dalam bidang ini, khususnya peran para
alumni. Para alumni diharapkan bergerak dan menciptakan aktifitas pendidikan
sebagai wadah bagi masyarakat dalam mengembangkan diri.
Dalam hal ini, PPNQ dan para pengasuh selalu menekankan akan
pentingnya sebuah pendidikan keagamaan yang berada di luar pesantren
khususnya pada anak-anak usia dini. Para alumni yang notabene sudah lama
mondok, tentunya mereka memiliki kemampuan dalam bidang ini. Mereka di
dorong untuk membuka tempat pendidikan dan mengelolanya.
Antara pihak PPNQ kepada para pengasuh madrasah diniyah cabang
diberikan keluwasaan dalam mengatur segala bentuk kegiatan pendidikan. Mereka
diberikan kewenangan penuh untuk terlibat. Para pengasuh PPNQ serta pihak
koordinator madrasah diniyah memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam
mengembangkan pendidikan ini, terbukti dengan dibukanya program TPQ bagi
madrasah diniyah yang berada di kelas I, II, dan III. Sebelum ada rekomendasi
dari koordinator, merupakan sebuah langkah maju dan perlunya apresiasi.
Seringkali pengembangan madrasah diniyah cabang ke depannya, ide-ide yang
muncul terlahir dari para pengasuh dan para asatidz, ide ini merupakan keinginan
mereka untuk lebih meningkatkan peranannya di masyarakat sekitar.
Dalam menambah sumber daya manusia (SDM), PPNQ juga melakukan
semacam pelatihan-pelatihan untuk menambah wawasan para guru terutama guru
yang mengajar di tingkat dasar. PPNQ memfasilitasinya dengan medatangkan
pembicara dari luar, tentunya pelatihan ini berkaitan dengan dunia pendidikan.
Seperti perkataan Ust. Syakur:
Ada, biasanya diklat dan mendatangkan tenaga ahli dari pihak luar, biasanya
khusus kepada para guru tentang pendidikan anak, kemaren ada diklat
tentang manajemen pendidikan dan keuangan, nara sumbernya ini dari
sidogiri (w.pmd.nq1.s31)
Dalam tiga bulan sekali (triwulan), semua pengasuh madrasah diniyah
cabang bersama koordinator dan para asatidz mengadakan rapat mengenai
kemajuan dan membicarakan problem-problem yang dihadapi. Hubungan antara
ketiganya merupakan hubungan sebuah tim, dimana ketika ada problematika yang
muncul, mereka terus mendiskusikannya secara bersama-sama untuk dicarikan
solusinya. Jadi antara pihak koordinator dan para pengasuh madrasah diniyah
cabang saling terbuka. Sebagaimana penuturan Ust. Syakur:
Ya, malah setiap 3 bulan sekali ada rapat koordinasi seluruh cabang dari
Nurul Qadim tentang kemajuan, guru-guru semuanya dikumpulkan dengan
pengasuh dan kepalanya, tempatnya juga berpindah-pindah
(w.pmd.nq1.s15)
Senada dengan perkataan Ust. Syakur sebagai kroscek atas berlangsungnya
acara tersebut dengan koordinator madrasah diniyah cabang, bahwa pelatihan ini
memang diperuntukkan bagi para guru, agar mereka menambah wawasan dlam
bidang pendidikan. Sebagaimana perkataan beliau.. “Ada, tapi ini masih tidak
terprogram, jadi ketika sudah ada usulan baru kami mengusahakannya”
(w.ky.nq1.h21)
Amanat adalah yang paling urgen dalam menjalankan aktivitas ini, sudah
tidak diragukan lagi apalagi para pengasuh yang mayoritas adalah para alumni
PPNQ mereka akan selalu mengikuti apa yang diperintahkan dari dewan pengasuh
PPNQ maupun para dewan gawagis, tentunya ini menjadi landasan yang sangat
kuat dalam proses eksisnya sebuah pemberdayaan. Tanggungjawab dari instruksi
yang telah dikeluarkan ini bisa di evaluasi ketika rapar koordinasi dalam jangka
tiga bulan sekali. Mereka (pengasuh) selalu melaporkan mengenai perkembangan
dan masalah yang mereka hadapi.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu
orang kepada orang lain agar terjadi saling mempengaruhi. Komunikasi yang
dilakukan oleh PPNQ tidak hanya dalam forum formal seperti pertemuan pada 3
bulan sekali akan tetapi mereka juga aktif dengan cara telepon maupun sms
diantara para pengurus, baik pengurus pusat maupun yang ada di masyarakat. Hal
ini tentunya untuk memperlancar koordinasi yang ada, bilamana ada
permasalahan mengenai madrasah diniyah cabang. Apalgi ketika peneliti
wawancara dengan Gus Hafidz selaku koordinator, beliau sangat low profile
sehingga memudahkan koordinasi diantara mereka.
Dalam dunia pendidikan, kurikulum merupakan hal yang sangat urgen
dalam eksisnya sebuah pendidikan, sebagai acuan dalam aktivitas pembelajaran
yang ada di dalamnya. PPNQ dalam hal ini, memiliki kebijakan tersendiri, dimana
keberadaan madrasah diniyah cabang semuanya mengacu kepada kurikulum yang
ada di pondok atau melalui kebijakan seorang koordinator. Ketika koordinator
mengatakan A, maka seluruh jajaran dibawahnya mengikuti apa-apa yang ia
sampaikan. Sebagaimana ucapan Ust. Syakur, “Sama, emang itu pemerataan dari
pondok dan remote kontrolnya ada di Gus Hafidz, klo beliau bilang merah, ya
semuanya merah”. (w.pmd.nq1.s18)
Dari paparan tersebut, merupakan sebuah model dan proses yang dilakukan
PPNQ dalam pemberdayaan masyarakat sekitar, dimana peran serta seluruh
stakeholder sangat memungkinkan kegiatan ini akan terus berjalan dengan baik.
Bagan 4.1 Model pemberdayaan PPNQ dalam bidang pendidikan
2. Bidang sosial
Sasaran pemberdayaan sosial adalah terciptanya kondisi masyarakat yang
mampu mengidentifikasi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi dalam
komunitasnya untuk kemudian dilakukan pemecahan masalahnya sesuai dengan
potensi-potensi yang dimiliki serta dengan memanfaatkan peluang-peluang yang
mungkin didapatkan. Pelaksanaan kegiatan pembangunan tiga jembatan, 48
masjid dan penghijauan di sekitar kecamatan Paiton di lihat dari sisi praktis
memang telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dinilai mampu mengatasi
sebagian permasalahan yang selama ini dirasakan, namun untuk membangun
sebuah lingkungan komunitas agar benar-benar tertata dan menjadi komunitas
yang lebih maju maka diperlukan suatu konsep penataan yang terpadu dan
komprehensif.
Perencanaan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar yang telah
dilakukan PPNQ ini, masih terbatas pada perencanaan aksidental, belum terdapat
skenario atau konsep pembangunan jangka panjang untuk lingkungan masyarakat
sekitar, sehingga program-program kegiatan yang muncul sangat dimungkinkan
bersifat pragmatis dan tidak berkelanjutan.
Pemberdayaan
PPNQ dlm
bidang
pendidikan
Pengasuh MDC
Koordinator MDC
Asatidz MDC
MDC
Masy-
arakat
sekitar
PPNQ
Apalagi dalam model pemberdayaannya, PPNQ tidak melibatkan peran
masyarakat untuk saling bergotong royong dalam pembangunan ini. Hanya
segelintir orang yang diberi kepercayaan penuh untuk melakukannya. Hal ini bisa
dilihat, pembangunan semua itu ketika Kyai Mino masih hidup padahal dalam
proses pemberdayaan keterlibatan masyarakat sangat penting.
Penghijauan sempat bekerjasama dengan pihak pertanian setempat, PPNQ
melakukan pelatihan tentang penanaman pohon sengon dan juga ketika ada
sumbangan 1000 bibit mangga, masyarakat sekitar diajak untuk mengikuti
penyuluhan bersama pihak pertanian. Kegiatan penghijauan ini bukan fokus
utama PPNQ saat ini, melihat kebutuhan PPNQ akan sarana dan prasarana sangat
mendesak, karena semakin banyaknya santri yang mondok. Sebagaimana
perkataan Bapak Sholeh, bahwa “Pernah sekali, itu sudah lama. Tidak ada
program lagi sampai saat ini (w.pmd.nq1.sh1)”
Sebagaimana Gus Ubaid mengatakan, bahwa “Tetap dilaksanakan sampai
sekarang cuman kita tidak fokus ke sana” (w.sy.nq1.u13), hal ini mengisyaratkan
bahwa program-program pada bidang sosial belum ada perencanaan program yang
tersusun. Sebenarnya dalam program-program pembangunan yang lain,
permasalahan utama yang sering menjadi penyebab terlaksana atau tidaknya suatu
rencana kegiatan adalah permasalahan biaya. Demikian juga dalam pemberdayaan
sosial di PPNQ yang belum ada program yang tersusun dan terencana karena dana
yang ada dialihkan untuk melaksanakan program yang lain.
Program-program tidak tersusun dalam program yang berkelanjutan,
sebenanarnya program yang sudah berjalan cukup sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, namun sebagian besar program pembangunan yang direncanakan
masih mengandalkan dana Bantuan Langsung. Masyarakat yang bersumber dari
pemerintah sebagai sumber pembiayaan utama, sehingga ditinjau dari tingkat
kemandirian bisa dikatakan kemandirian masyarakat masih kurang. Dalam
pemberdayaan lingkungan, masyarakat dituntut untuk mampu merencanakan dan
mengelola kegiatan pembangunan di lingkungannya tidak sekedar dalam hal
teknis semata namun juga mampu untuk merencanakan semua aspek dalam
pembangunan tersebut, termasuk aspek pembiayaannya. Selama ini belum ada
upaya untuk mengakses pembiayaan dari sektor swasta atau sumber pembiayaan
lainnya seperti dari lembaga donor.
3. Bidang dakwah Islamiyah
Kegiatan-kegiatan dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh PPNQ, mayoritas
terjadi secara spontanitas, artinya ketika seudah tahu agenda dilaksankannya
sebuah acara mereka akan berbondong-bondong mendatangi tempat pengajian
berlangsung. Mereka seakan-akan sudah paham dengan jadwal-jadwal pengajian
yang akan berlangsung.
Keterlibatan masyarakat dalam meramaikan acara tersebut sebagai bentuk
partisipasi berupa non-materi, sedangkan ide dan saran dari para jamaah masih
belum maksimal, karena kita ketahui bersama dengan kondisi masyarakat
pesantren, mayoritas dari mereka adalah kaum sam’an wa tha’atan.
Munculnya dakwah-dakwah ini karena peran kyai dan para putra-putranya
dalam menyelenggarakan kegiatan, dengan melihat kondisi masyarakat, mayoritas
mereka adalah kaum agraris. Dalam segi kesejahteran ekonomi mereka rata-rata
kelas menengah ke bawah, sehingga kebutuhan akan dunia akhirat, mereka akan
mengikuti apa yang diakatakan oleh kyai PPNQ.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa hubungan antara PPNQ
dengan masyarakat khususnya dalam bidang dakwah ini terjadi secara
konvensional. Karena memang kegiatan semacam ini tetap berlangsung,
adakalanya setiap minggu, setengah bulan, sampai ada dakwah yang bersifat
bulanan, seperti pengajian JTI (Jam’iyah Taqarrub Ilallah). Dan peneliti ketika
bertamu ke rumah Gus Hafidz pada waktu menjelang, dari desa setempat, beliau
dijemput oleh salah satu jamaah dengan mengendarai sepeda motor. Mereka
berangkat bersama-sama dengan berboncengan. (o.nq.17-04-2012)
Dakwah-dakwah Islamiyah ini, tidak ada lembaga yang menaunginya secara
khusus, semuanya di bawah penanganan dari koordinator pengajian sendiri-
sendiri. Seperti halnya sarwaan, bentuk kegiatannya para asatidz yang mengajar
pada madrasah diniyah cabang, mereka tidak pulang setelah melakukan aktivitas
mengajar akan tetapi menunggu sampai maghrib dan itupun bergiliran di antara
para guru tugas yang dikirimkan.
Begitu pula dengan “Syubbanul Muslimin”, Gus Hafidz selaku koordinator
langsung mengkoordinir para jamaah langsung ke lapangan. JTI (Jam’iyah
Taqarrub Ilallah) yang dikoordinatori langsung oleh KH. Jalal, malahan beliau
sendiri yang mengirimkan sms kepada ratusan jamaah setiap bulannya sebagai
sosialisasi kegiatan tersebut.
D. Langkah-langkah Pemberdayaan PPNQ
PPNQ dalam melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat baik di bidang
pendidikan, sosial dan dakwah, menempuh beberapa langkah pemberdayaan
sebagai berikut:7
1. Identifikasi masalah
Langkah ini dimaksudkan untuk melakukan identifikasi terlebih dahulu
sebelum melakukan perumusan perencanaan untuk melakukan pemberdayaan riil
terhadap masyarakat. PPNQ mengidentifikasi setiap problem yang terjadi dalam
masyarakat yang bergunan untuk mendata kebutuhan-kebutuhan apa saja yang
diinginkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di sekitar pesantren.
Parameter masyarakat yang ada di sekitar pesantren adalah masyarakat yang
tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari pesantren, yaitu bisa satu kecamatan atau
maksimal satu kabupaten dengan pesantren berada. Seperti yang diungkapkan
oleh Gus Hadi, Ketua Yayasan:
“...mengampu pesantren itu sangat berat mas, pesantren itu kan menjadi
pusat pemberdayaan di daerah sini. Kami yang dari pesantren harus berhati-
hati dalam melakukan perencanaan sebelum semuanya dilaksanakan. Seperti
pesan abah (Kyai Mino), sebagai tokoh masyarakat, kita harus lebih
mengutamakan kepentingan masyarakat. Karena pesantren ini bukan milik
saya dan keluarga tapi juga milik masyarakat, maka kami juga harus
melibatkan masyarakat dalam mengelola pesantren ini. Tidak hanya itu, apa
yang menjadi keluhan warga disekitar pesantren, yah.. seyogyanyalah kami
harus membantu mereka. Biasanya, dalam kegiatan ngaji rutin yang kami
adakan untuk warga, setelah selesai kami gunakan untuk membincang-
bincang seputar masyarakat dan desa. Disini, setiap uneg-uneg warga kita
tampung dan kita bcarakan bersama untuk kemudian dicarikan jalan
keluarnya. Semua masalah kita tampung, kita identifikasi kemudian kita
klasifikasikan, yang paling mendesak itulah yang kami dahulukan untuk
segera diselesaikan. Yah, ini bagian dari perjuangan kita untuk masyarakat.”
(w.ky.nq1.p9)
7 Dokumentasi PPNQ perencanaan pemberdayaan tahun 2010.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Sudiran, salah satu jama‟ah
rutinan pengajian di PPNQ. Ia membenarkan apa yang diungkapkan oleh Gus
Hadi, bahwasannya Gus Hadi itu orangnya sangat peduli dengan kepentingan
masyarakat, Ia (gus Hadi) tidak segan-segan membantu masyarakat yang datang
kepadanya untuk meminta bantuannya. Begitu juga, tradisi yang selama ini di
PPNQ, setiap selesai pengajian rutinan selalu digunakan untuk musyawarah
dengan masyarakat dan membahas setiap persoalan yang sedang dihadapi
masyarakat di daerahnya masing-masing.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa PPNQ lebih bersifat inklusif dalam
melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat. Menurut Gus Hadi, karena
jama‟ah yang ikut pengajian tidak hanya berasal dari satu desa atau daerah saja,
maka sewaktu bermusyawarah dengan masyarakat Gus Hadi menggunakan
beberapa langkah-langkah, yaitu:
Pemetaan wilayah pengabdian
Pemetaan wilayah bertujuan untuk mempermudah wilayah jangkauan
pesantren dalam melakukan pengabdian dan pemberdayaan terhadap
masyarakat agar prinsip efektifitas dan efesiensi terpenuhi mengingat
SDM yang dimiliki oleh pesantren terbatas.
“...SDM di PPNQ sangat terbatas mas, jadi kami harus melakukan
pemetaan wilayah terlebih dahulu, karena tidak mungkin kami
melayani seluruh wilayah yang ada disekitar pesantren ini. Yang kami
lakukan terhahadp masyarakat sifatnya hanya stimulus, kemudian
untuk menindaklanjuti membutuhkan swadaya masyarakat...”
(w.ky.nq1.h22)
Mengklasifikasi kebutuhan (Need clasification)
Sebelum pesantren terjun ke masyarakat untuk melakukan kegiatan
pemberdayaan, maka pesantren perlu untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan hal-hal yang paling krusial dan urgen dibutuhkan
oleh masyarakat.
“Menurut beberapa stakeholder pesantren adalah yang paling banyak
dibutuhkan masyarakat adalah pengetahuan tentang keagamaan,
mengingat masyarakat yang putra/putrinya sekolah di lembaga
pendidikan formal hanya mendapatkan pengetahuan keagamaan
sangat minim sehingga mereka yang sekolah di lembaga formal hanya
tahu sedikit tentang masalah-masalah furudhul ainiyyah, meskipun
mereka sekolah di madrasah formal yang nota bene lembaga
pendidikan Islami.” (w.pmd.nq1.sh7)
Dengan demikian kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan
keagamaan yang lebih mendalam menjadi dasar pertimbangan bagi
pesantren untuk merumuskan kegiatan pemberdayaan apa yang sesuai
dengan dasar kebutuhan masyarakat tersebut dan tentunya yang relevan
dengan lingkungan dimana masyarakat tinggal. Selain persoalan
pendidikan, aspek sosial adalah hal-hal yang berkaitan dengan fasilitas
atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat sedangkan
sarana itu masih belum tersedia dalam lingkungan masyarakat tersebut,
seperti pembangunan jembatan yang pernah dilakukan oleh pengasuh
bersama masyarakat dengan melibatkan pesantren dan masyarakat secara
aktif. Untuk membangun jembatan tersebut, karena jembatan itu satu-
satunya media untuk menghubungkan beberapa desa yang dipisahkan
oleh sungai, sehingga untuk menghubungkannya diperlukan sarana
jembatan guna meningkatkan mobilitas masyarakat secara makro yaitu
desa kalikajar, alas tengah dan desa sumberan (somberan dalam bahasa
madura). Selain aspek pendidikan dan sosial adalah aspek dakwah, hal
ini menjadi penting karena fenomena minimnya pemahaman masyarakat
dalam bidang keagamaan menuntut pesantren untuk melakukan dakwah
islamiyyah kepada masyarakat guna meningkatkan pemahan masyarakat
dalam bidang keagamaan.8
Individual problem, communnity dan masyarakat yang akan dihadapi.
Agar kegiatan pemberdayaan yang dilakukan pesantren tepat sasaran,
maka PPNQ juga perlu melakukan identifikasi persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakat baik secara personal, kelompok maupun masyarakat
secara umum.
Sejarah perkembangan wilayah
Pesantren perlu mengetahui sejarah wilayah yang akan dijadikan
sebagai tempat kegiatan pemberdayaan, karena setiap wilayah memiliki
sejarah dan akar kebudayaan yang berbeda-beda. Agar kegiatan
8 Dokumentasi PPNQ perencanaan pemberdayaan tahun 2010.
pemberdayaan lebih akomodatif terhadap budaya setempat dengan tidak
mengalienasi kearifan lokal, maka pesantren perlu melakukan telaah
terlebih dahulu terhadap wilayah pengabdian dan pemberdayaan.
Field observation
sebelum melakukan pemberdayaan, pesantren perlu melakukan
observasi lapangan terlebih dahulu agar ketika terjun dalam masyarakat,
pesantren sudah faham terhadap lokasi beserta kompenen-kompenen di
dalamnya yang akan dijadikan sebagai tempat pemberdayaan.
2. Menemukan potensi
Potensi yang dimiliki masyarakat merupakan sistem sumber yang dapat
dikelola secara maksimal guna mengatasi permasalahan sosial baik di masyarakat
pesantren sendiri maupun masyarakat di luar pesantren. PPNQ telah melibatkan
masyarakat yang diangggap memiliki potensi untuk di ajak bersama-sama
melakukan pengabdian dan pemberdayaan terhadap masyarakat guna
meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Salah satu pemberdayaan
masyarakat yang memiliki potensi baik di bidangnya dan dilibatkan dalam
beberapa aspek: aspek pendidikan; masyarakat yang teridentifikasi memiliki ilmu
kegamaan yang baik di ajak bersama-sama mengajar di pesantren. Untuk aspek
sosial; bila dalam sebuah masyarakat ada yang menjadi insinyur yang ekspect
dibidangnya maka akan diajak oleh pesantren untuk membangun desa lewat
pengelolaan tanah pertanian yang belum tergarap, sedangkan dananya selain dari
pesantren juga berasal dari swadaya masyarakat. Adapun potensi-potensi yang
diidentifikasi dapat berupa:9
Potensi akademik dari setiap anggota masyarakat
Sarana dan prasarana serta berbagai jenis layanan umum yang dapat
digunakan untuk melakukan pemberdayaan oleh pesantren
Sistem nilai masyarakat
Kegiatan-kegiatan rutinitas yang dimiliki oleh warga
3. Menganalisis masalah dan potensi.
Mengkaji berbagai masalah, penyebab, hubungan kausalitas, faktor
pendukung maupun penghambat. Kemudian mengkaji kemungkinan potensi yang
9 Dokumentasi PPNQ perencanaan pemberdayaan tahun 2010.
ada dan dapat dijadikan sebagai media untuk memecahkan masalah merupakan
hal urgen yang perlu dilakukan oleh pesantren sebelum melakukan pemberdayaan.
“PPNQ mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk diajak
musyawarah bersama guna mengkaji setiap persoalan yang dihadapi
oleh masyarakat. Langkah ini penting diambil oleh PPNQ agar setiap
kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh PPNQ berdasarkan dari
hasil analisis persoalan, sehingga kegiatan yang dilakukan PPNQ
sesuai dengan apa yang dinginkan oleh masyarakat.” (w.sy.nq1.u21)
PPNQ juga melakukan anlisis terhadap peluang-peluang potensi yang
sekiranya dapat dimanfaatkan guna efektifitas dan efesiensi kegiatan
pemberdayaan pesantren kepada masyarakat.
4. Memilih solusi pemecahan masalah
Langkah keempat ini merupakan upaya PPNQ untuk mencari problem
solving setiap persolan yang dihadapi oleh masyarakat. PPNQ menganggap
penting langkah ini karena dapat mencegah timbulnya masalah lebih jauh,
memobilisasi sistem sumber dan potensi, menentukan alternatif pemecahan
masalah dan pertemuan masyarakat untuk menentukan skenario tindakan yang
dilakukan anatara pesantren dengan masyarakat.
Adapun upaya-upaya kongkrit yang dilakuan oleh PPNQ dalam melakukan
problem solving adalah sebagai berikut:
1. Bidang pendidikan
Penyusunan konsep tentang kegiatan madrasah diniyah cabang tersebut
dari orang-orang yang ahli dalam bidang masing-masing, dimana
pemberdayaan dalam pendidikan ini, konseptornya terdiri dari para alumni
dan juga para pengurus PPNQ. Dalam hal ini, perumusan madrasah diniyah
cabang dilakukan oleh orang-orang yang sudah kompeten dalam bidangnya,
sebagaimana penuturan Gus Hafidz, bahwa “Ya ketika mo membuat,
ngumpulkan guru-guru, di ajak memikirkan bareng-bareng, bagaimana
format ke depan” (w.ky.nq1.h21), sehingga mereka di ajak memikirkan
bersama, bagaimana langkah-langkah yang tepat dalam menjalankannya.
Sejauh ini, ketika peneliti mengamati bahwa keberadaan masyarakat
bukan lagi dijadikan objek akan tetapi menjadi subyek yang sama-sama
menyukseskan keberadaan pendidikan ini, mereka ikut terlibat dalam
mengambil keputusan yang di adakan rapat setiap akhirus sanah (akhir
tahun). (o.ds1.10-06-2012) biasanya para pengasuh madrasah diniyah
cabang sebelum mengadakan acara “haflatul imtihan” mereka di ajak
kumpul-kumpul.
2. Bidang sosial
Dalam hubungan kerja dengan masyarakat, umumnya kegiatan-kegiatan
yang dilakukan PPNQ dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat,
selama ini cenderung bersifat insidentil berdasarkan kebutuhan.
Adapun upaya-upaya riil yang dilakukan pesantren dalam bidang sosial
adalah dengan membangun masjid, jembatan, dan penghijauan.
“masalah penghijauan sudah ada sejak dulu cuman tidak
mengikut sertakan masyarakat secara umum tapi hanya orang-
orang tertentu, mali dulu embah ini menanam pohon kelapa dari
jalan di utara, emang tujuannya adalah penghijauan dan
alhamdulillah, tahun berapa gitu juara I untuk tingkat Jawa
Timur untuk penghijauan, untuk tingkat nasional kalah dengan
luar jawa, tapi sempat mewakili Jawa Timur”. (w.sy.nq1.u12)
3. Bidang dakwah Islamiyah
Para koordinator langsung berkomunikasi dengan masyarakat sebagai
bentuk sosialisasi mereka, sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya.
Bahwa keberadaan jamaah hanya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh
PPNQ, ketika mereka melihat bahwa kegiatan tersebut bernilai manfaat,
maka mereka ikut.
Dalam tradisi pesantren, masyarakat yang ada disekitarnya diajak agar
mereka juga ikut memberikan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan dakwah.
Tidak ada sesuatu yang terorganisasi dengan baik, hanya saja dalam setiap
kegiatan masyarakat diberikan pemahaman bahwa kegiatan ini tidak lain
adalah untuk kepentingan mereka sendiri.
Dalam perencanaan sebuah kegiatan, bahwa kegiatan ini akan diikuti
oleh masyarakat, dan terus akan berkembang, sebenarnya dalam setiap
gerakan dakwah yang dilakukan, sepanjang pengamatan peneliti tidak ada
kiat-kiat yang dilakukan oleh PPNQ, mereka hanya berkeyakinan bahwa
dalam dakwah ini, banyak tidaknya jam‟iyah itu bukan ukuran namun yang
lebih penting mereka tetap eksis dalam mengikuti kegiatan ini. (o.ds1.10-
06-2012)
Dari beberapa langkah di atas, PPNQ menggunakan pendekatan aspiratif,
akomodatif dan eksekusi. Artinya, tabulasi data problem masyarakat didapatkan
dengan mendengar langsung keluhan-keluhan dan keinginan-keinginan
masyarakat yang direpresentasikan melalui tokoh-tokoh masyarakat yang datang
kepada Kyai dengan mengutarakan setiap persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat. Kemudian, pesantren; kyai menampung setiap keluhan dan
diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh masing-
masing komunitas warga di suatu daerah, setelah itu kyai bersama dengan
pengurus pesantren dan warga mencari jalan keluar dari setiap masalah dan
melakukan aksi untuk mengatasi setiap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
pesantren atau di luar pesantren.
Bagan 4.2 Langkah-langkah pemberdayaan PPNQ
PPNQ Masyarakat
Kegiatan Pemberdayaan
Pendidikan sosial Dakwah Islamiyah
- Identifikasi masalah - Menemukan potensi - Menganalisis masalah
potensi - Memilih problem
solving
Pendekatan:
- Aspiratif - Akomodatif - Eksekusi
Memiliki 15 madrasah diniyah cabang di sekitar kec. Paiton
1. Membangun 48 masjid
2. Membangun 3 jembatan
3. Penghijauan
1. Syubbanul Muslimin
2. Sarwaan 3. Majlis Ta’lim
al-Mar’atus Shalihah
4. JTI (Jam’iyah Taqarrub Ilallah)
BAB V
DISKUSI HASIL PENELITIAN
Pada bab IV telah dipaparkan data dan temuan penelitian tentang
pemberdayaan PPNQ melalui tiga bidang. Pada bab V ini akan dilakukan diskusi
hasil penelitian terhadap temuan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,
untuk diketahui relevansinya dengan teori-teori yang berkembang dan
kemungkinannya untuk diterapkan dalam pengembangan PPNQ di masa
mendatang.
Pembahasan dalam bab ini, akan dilakukan secara berurutan berdasarkan
fokus penelitian, yaitu: 1) dalam bidang pendidikan, 2) dalam bidang sosial, dan
3) dalam bidang dakwah Islamiyah.
A. Pemberdayaan PPNQ Bidang Pendidikan
Dari model pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak PPNQ ini, telah
memenuhi model-model pemberdayaan yang ada, dimana pihak PPNQ telah
melakukan upaya-upaya, yaitu:
Pertama, PPNQ mendelegasikan dan melibatkan peran pengasuh dan
asatidz dalam pendidikan ini, sehingga memberikan kesempatan kepada mereka
untuk mengidentifikasi masalah yang sedang berkembang.
Kedua, PPNQ telah membangun kepercayaan yang sangat kuat diantara para
penagasuh madrasah diniyah cabang dan para asatidz yang bertugas mendidik,
mereka juga ikut berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan di setiap rapat tiga
bulan sekali.
Ketiga, antara pihak PPNQ dengan para pengasuh madarsah diniyah cabang
telah memberikan ide dan saran untuk kemajuan madrasah diniyah cabang, hal ini
termasuk rasa percaya diantara kedua belah pihak.
Keempat, terjadinya partner dalam bekerja, baik pihak PPNQ dan dewan
pengasuh.
Kelima, memberikan bantuan kepada para pengasuh dalam menjalankan
aktivitasnya yang sifatnya adalah non-materill, artinya mereka saling bertukar
saran dan bantuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
Keenam, adanya komunikasi yang aktif diantara mereka, sehingga tercipta
berupa kesempatan untuk cross-training.
Dari paparan enam item sebelumnya, bahwa kegiatan pemberdayaan yang
dilakukan oleh PPNQ telah sejalan dengan model pemberdayaan teorinya Sharafat
Khan, ia mengatakan bahwa, model pemberdayan masyarakat guna menjamin
keberhasilan, terdiri dari: desire, trust, confident, credibility, accountability, dan
communication. Bila di gambarkan berbentuk:
Pendidikan dalam konteks transformasi sosial berorentasi pada
pengembangan dan pemberdayaan manusia secara utuh dan holistik. Oleh karena
berbagai persoalan kemiskinan dan keterbelakangan sebagai akibat dari sistem
pendidikan yang ada saat ini. Untuk membantu memberdayakan mereka saat ini,
PPNQ melalui kiprahnya dalam bidang pendidikan keagamaan yang ada di
beberapa desa saat ini dengan nama “Madrasah Diniyah Cabang”. Dengan
demikian langkah strategis adalah menciptakan proses belajar yang otonom yang
memberikan ruang dan kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi diri mereka
sendiri.
Istilah pemberdayaan masyarakat dalam dunia pendidikan pada hakikatnya
merupakan pelibatan masyarakat itu sendiri.1 Itu semua berkenaan dengan kineja
stakeholders. Dalam paparan data di atas ditemukan bagaimana para pengasuh
madrasah diniyah cabang dalam menyiapkan segala kebutuhannya. Tak jarang
mereka banyak meluangkan waktunya terhadap eksisnya madrasah diniyah
cabang ini dengan semangat perjuangan dan pengabdian kepada sosok/tokoh yang
menjadi panutan menjadi sebuah motivasi dalam menjalani rutinitas ini.
Kepercayaan pada “barokah” dari seorang guru yang disegani menjadi landasan
bagi mereka untuk selalu aktif dalam perjuangan. Sebagaimana perkataan
Abdurrahman Wahid; “para santri menerima kepemimpinan kiainya karena
mereka mempercayai konsep “barokah” yang berdasarkan pada “doktrin
1 Maisyaroh (dalam Ali Imron, dkk), Manajemen Pendidikan Malang, (Malang: Universitas
Negeri Malang, 2003), hlm 122
Desire Trust Confident
Communicatio
n Accountability Credibility
emanasi” dari para sufi”.2 Nilai inilah yang dibangun pada setiap pesantren yang
membedakan dengan institusi pendidikan pada umumnya.
Sebagaimana perkataan salah satu pengasuh maupun koordinator madrasah
diniyah cabang, bahwa banyak anak-anak yang setelah lulus madrasah diniyah ini
melanjutkan jenjang pendidikannya dengan mondok di PPNQ dan lebih
mendalami pelajaran agama. Sebenanya hal ini bukanlah suatu fenomena yang
mengherankan karena sebelumnya telah diprediksi oleh seorang filosof dan
sekaligus negarawan Perancis, Andre Malaux, pernah meramalkan bahwa:
Tahun dua ribuan ke atas meupakan abad agama. Manusia tidak bakal
survive ketika itu, apabila nilai-nilai agama tidak diaktualisasikan kembali
dalam setiap langkah kehidupan. Dalam banyak kawasan dunia belakangan
ini, terlihat jelas bahwa intensitas keberagamaan masyarakat semakin tinggi.
Gejala tersebut, antara lain merupakan reaksi terhadap paham materealisme
yang eksklusif dari sebagian besar ideologi sekuler yang bersaing pada abad
ke-20 yang lalu. Kecenderungan semacam itu, sekaligus juga merupakan
reaksi balik dari berkembangnya developmentalisme,3yang ternyata tidak
sepenuhnya berhasil membahagiakan umat manusia dalam arti yang luas
dan seutuhnya.4
Dalam salah satu amanat Kyai Mino yang disampaikan oleh Gus Ubaid
bahwa adanya pendidikan ini untuk memfasilitasi masyarakat yang tidak mampu
agar mereka juga bisa menimba ilmu sebagaimana yang lain. Masyarakat sekitar
PPNQ mayoritas adalah buruh tani, mereka hanya mendapatkan upah minimum
yang hanya habis untuk makan sehari-harinya, belum memenuhi kebutuhan yang
lain apalagi dalam menyekolahkan anak-anak mereka. Sebenarnya dalam masalah
pendidikan, bagi masyarakat yang tidak mampu sebenarnya harus ditanggung oleh
negara namun realitanya berbeda, kesenjangan pendidikan semakin jauh antara si
kaya dengan si miskin. Padahal di negara ini sering terdengar program “Education
For All” “Ayo Sekolah”, dan sederat program yang lain. sejalan dengan pemikiran
di atas, bahwa:
Sedangkan di Indonesia misalnya, permasalahannya terletak pada
ketidakadilan dalam memperoleh akses pendidikan, antara si kaya dan si
miskin. Hal ini terlihat jelas, bahwa biaya menyekolahkan anak dalam
2 Abdurrahman Wahid. Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (LKiS, Yogyakarta;
2001), hlm 234 3 Sudjatmoko, Masa Depan Manusia: Antara Transendensi dan Histori, dalam Majalah
Panji Masyarakat, No. 543, Jakarta: edisi 21 Juni, 1987, hlm 45 4 Imam Bawani, Achmad Zaini, dkk, Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh
Pabrik Berbasis Pendidikan Pesantren, (LKiS, Yogyakarta; 2011), hlm 298-299
sistem pendidikan formal, bagi orang kaya maupun miskin relatif sama
(seperti di sekolah-sekolah negeri). Penyebabnya adalah sekolah-sekolah
negeri yang lebih kurang 90% pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah
justru banyak diduduki oleh anak-anak orang berada maupun kelas
menengah. Di sisi lain, anak-anak dari kelompok masyarakat miskin (yang
dikarenakan minimnya potensi akademis) harus rela mengenyam pendidikan
di sekolah-sekolah swasta, yang 90% pembiayaannya dipikul oleh mereka
sendiri.5
Amanat yang kedua dari Kyai Mino dengan mendirikan Madrasah Diniyah
Cabang ini untuk mengisi kekosongan pendidikan agama. Pelajaran PAI ini
dirasakan sangat kurang sekali, sebagaimana dikatakan oleh Ust Suki Riady,
sebagai Komite Sekolah, bahwa jam pelajaran agama hanya 1-2 jam setiap
minggunya. Oleh karenanya, peran Madrasah Diniyah Cabang ini sangatlah vital
dalam tingkat pendidikan dasar dan menengah. Agar generasi kita kedepan
mampu menjadi orang yang beriman, bertaqwa dan memiliki akhlak yang mulia.
Sehingga berdirinya Madrasah Diniyah Cabang ini selaras dengan tujuan
pendidikan nasional, yaitu UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang." Kalu kita kaji secara mendalam, maka kita akan melihat bahwa rumusan
tujuan pendidikan nasional tersebut sebenarnya ada relevansinya dengan
pendidikan diniyah ini karena di dalamnya terdapat poin-poin yang sama, yaitu:
1. Membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Berbudi pekerti luhur dan berkepribadian
3. Disiplin dan bertanggung jawab
4. Berilmu pengetahuan
5. Sehat jasmani dan rohani
Pemberdayaan dalam bidang pendidikan ini, PPNQ memberikan tanggung
jawab dan wewenang seluas-luasnya kepada para pengasuh dan para guru dalam
mengelola madrasah diniyah masing-masing, kemudian mengandung penciptaan
kondisi saling percaya antara keduanya, serta mengandung adanya employee
5 Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, (LKiS, Yogyakarta; 2011), hlm 326
involvement yaitu melibatkan seluruh para guru dan pengasuh dalam pengambilan
keputusan. Berkenaan dengan ini, Maisyaroh mengatakan dalam “Manajemen
Pendidikan”, bahwa keterlibatan masyarakat dalam bidang pendidikan merupakan
upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan bidang pendidikan oleh
satuan pendidikan, yang berarti mengikutsertakan masyarakat dalam perencanaan
(planning), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan serta evaluasi pendidikan
(monitoring and evaluating).6 Kegiatan ini sudah dilakukan antara tiga pihak,
yaitu pertemuan oleh para guru/asatidz, para pengasuh madrasah diniyah cabang,
dan para pengurus PPNQ, mereka mengagendakan pertemuan untuk
membicarakan kemajuan maupun kekurangan madrasah diniyah cabang dalam
setiap tiga bulan sekali.
Hal ini membutuhkan komitmen oleh beberapa pihak karena merupakan
suatu proses yang tidak mudah digapai, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Ricard A. Gorton, bahwa pelibatan masyarakat yang efektif merupakan tujuan
yang tidak mudah dicapai.7 Pemberian pengetahuan dalam bentuk pengarahan-
pengarahan, pelatihan-pelatihan serta usaha memfasilitasi masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dalam wadah organisasi akan berdampak positif bagi lembaga.
Darinya akan muncul respon-respon, serta dukungan-dukungan yang positif pula
dari masyarakat terhadap lembaga. Pada tahapan selanjutnya terjadi komunikasi,
terserapnya aspirasi dan muncullah persamaan persepsi antara kedua belah pihak
yang pada akhirnya dapat menjamin mutu pendidikan atas dasar kesesuaian
layanan lembaga dengan kebutuhan masyarakat.
B. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Sosial
Dalam model-model pemberdayaan yang telah dilakukan, PPNQ tidak
secara khusus menprogramkan dan menjadi tujuan pokok saat ini, sehingga apa
yang terjadi dari program yang telah berjalan adalah bentuk partisipasi kepada
masyarakat sekitar. PPNQ hanya bertindak sebagai penyelengara dalam beberpa
6 Ali Imron dkk. Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hlm
122 7 Ricard A. Gorton, School Administration, (Dubuque Lowa, Wm. C. Brown Company
Publishers; 1977), hlm 362
kegiatan yang terjadi. Artinya pihak PPNQ hanya menjadi partner masyarakat
dalam setiap kegiatan sosial ini dilakukan.
PPNQ telah lama melakukan pemberdayaan di bidang sosial ini, seperti
yang telah di uraikan dalam bab sebelumnya, bahwa itu merupakan kebutuhan
masyarakat. Hal sejalan dengan ungkapan bahwa “Tujuan pemberdayaan
seyogyanya didasarkan pada kebutuhan riil (real-needs) masyarakat dan bukan
hanya sekedar kebutuhan yang dirasakan (felt-need). Idealnya kebutuhan yang
dirasakan masyarakat adalah kebutuhan riilnya. Oleh karena itu, siapapun pelaku
pemberdayaan semestinya mampu mengenali dengan baik kebutuhan riil
masyarakat dan secara dialogis dikomunikasikan sedemikian rupa dengan
masyarakat sehingga menjadi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat”. PPNQ
melakukannya dengan membangun beberapa masjid dan jembatan yang
merupakan kebutuhan mendesak pada saat itu.
Sejalan dengan pemikiran di atas, bahwa Pesantren dengan karakteristik
kemandirian dan indepedensi kepemimpinannya tetap memiliki beberapa fungsi,
yaitu: 1). Sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transformasi ilmu
pengetahuan agama (Islam) dan nilai-nilai ke-islam-an (Islamic values), 2).
Sebagai lembaga keagamaan yang melakukan control social (social control), dan
3). Sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social
engineering).8
Dikuatkan oleh pendapat Qomar, mengemukakan bahwa pesantren terlibat
aktif dalam mobilisasi pembangunan masyarakat desa, sehingga komunitas
pesantren terlatih melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat
yang menyebabkan terjalinnya hubungan yang harmonis antara santri dan
masyarakat, antara kiai dan kepala desa. Ma‟sum mengemukakan 3 (tiga) fungsi
utama pesantren, yaitu: fungsi religius (diniyah), fungsi sosial (ijtimaiyah), dan
fungsi pendidikan (tarbawiyah).9
Fungsi sosial pesantren adalah melakukan upaya-upaya riil dalam kegiatan
pemberdayaan untuk mengentaskan masyarakat dari keterpurukan sosial karena
8 Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Ditjen Kelembagaan Agama
Islam Departemen Agama RI, Pedoman Pengembangan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan
Tahun 2004-2009, (Jakarta: 2004), Hlm 8 9 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, th) hlm 23
banyaknya problematika yang dihadapi. Sedangkan upaya riil PPNQ dalam
mencari problem solving berangkat dari inisiatif pesantren sendiri setelah melihat
dan mendengar keluhan-keluhan yang dihadapi oleh masyarakat di sekitar
pesantren. Kyai, dalam hal mencari problem solving masyarakat masih dominan
peranannya. Karena masyarakat masih berasumsi bahwa kyai tidak hanya sebagai
tokoh agama saja yang mengajarkan ilmu agama pada santri dan masyarakat,
namun lebih dari itu, sosok kyai yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan
juga mampu mencari jalan keluar problematika masyarakat.
C. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Dakwah Islamiyah
Dalam pemberdayaan dalam bidang dakwah Islamiyah ini, PPNQ memiliki
beberapa kegiatan kegamaan, sebagaimana paparan dalam bab IV di atas. Yaitu
kegiatan Subbanul Muslimin, Sarwaan, Majlis Ta’lim al-Mar’atus Shalihah, dan
JTI (Jam’iyah Taqarrub Ilallah). Beragamnya kegiatan mulai dari segmen yang
muda, para ibu-ibu, dan juga untuk kalangan umum, menandakan banyaknya
problematika kehidupan yang dihadapi masyarakat sekitar saat ini, mulai dari
himpitan kemiskinan, kurangnya peluang kerja, pendidikan yang mahal dan
sebagainya. Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan semacam ini, paling tidak
mereka (masyarakat) mendapatkan pencerahan dan memperoleh pemecahan yang
tepat, maka agamalah jawabannya. Karena menurut Abdurrahman Wahid, agama
memiliki sasaran ideal bagi kehidupan manusia, sasaran yang mana dibentuk oleh
pandangan dunia dan etos pengabdian yang berkembang dalam hidup keagamaan
para penganutnya. Keyakinan agama memberikan bekas yang seringkali amat
mendalam, sehingga mamapu mengontrol dan memberi arah terhadap perilaku
seseorang, untuk senantiasa berpegang teguh padanya di tengah kehidupan yang
terkadang sulit dan terus mengalami perubahan.10
Keyakinan agama, pada
gilirannya melahirkan institusi keagamaan yang tumbuh dan berkembang di
kalangan penganutnya. Lembaga itu menciptakan dalam dirinya mekanisme untuk
menangani berbagai masalah kehidupan dari sudut pandang keagamaan, misalnya
dengan menyusun program peningkatan kualitas umat dibidang pendidikan,
10
Abdurrahman Wahid, Muslim di Tengah Pergumulan, (Jakarta, Lappenas; 1981), hlm 6
pelayanan sosial, dan lain sebagainya.11
Probelamatika sosial inilah yang menjadi
lantaran sebagian masyarakat untuk selalu kembali kepada rutinitas keagamaan
dan PPNQ mampu berperan lebih dalam hal ini. Tentunya ini semua bukan
sekedar melaksanakan kegiatan tapi ada nilai-nilai yang dibangun, kemurnian dan
keihklasan dalam setiap segmennya.
Jika dihubungkan dengan pemikiran al-Jabiri, sebagaimana terhimpun
dalam teori “Post Tradisionalisme Islam”, kehadiran dakwah Islamiyah yang
dilakukan oleh PPNQ dapat dijelaskan sebagai wujud pergulatan antara nilai-nilai
religius masa lalu yang terwadahi dan dibungkus oleh tradisi keislaman yang
dipegang teguh kalangan santri negeri ini di satu pihak, dengan tuntutan hidup
masyarakat era modern yang semakin membutuhkan jasa dan sangat dipengaruhi
oleh dunia industrialisasi di pihak lain, sebagai upaya mencari dan merumuskan
pijakan yang kokoh, guna membangun kehidupan baru, yang diyakini sebagai
ideal di masa depan.12
Simpul pemahaman seperti ini, di dasarkan pada fakta-fakta
yang diperoleh melalui pengamatan empiris secara cermat di lapangan, kemudian
dilakukan refleksi atau perenungan logis dan sistematis, untuk merumuskan
makna teoritis yang terkandung di dalamnya.
Jika hendak di tuturkan dalam sebuah alur pikir yang agak rinci, maka fokus
permasalahannya tetap saja kembali pada hubungan Islam dengan modernitas.
Dalam kaitan ini, Islam diposisikan sebagai pihak yang tengah menghadapi
tantangan mengingat bergulirnya era modern ini, yang terjadi adalah munculnya
kesadaran tentang betapa penting program-program (dakwah Islamiyah) tersebut
untuk meningkatkan nilai-nilai religiuitas tetapi bersamaan dengan itu, ia tidak
rela jika dengan deru era modern ini menimbulkan kehancuran agama dan moral,
baik dikalangan mereka yang langsung berperan maupun pada masyarakat sekitar
atau bahkan mencakup lingkungan yang lebih luas. Jadi persoalannya adalah
bagaimana Islam tetap eksis di tengah derap era modern dan sebaliknya tidak
menimbulkan malapetaka dalam hal religiusitas dan moralitas masyarakat, kaum
muslimin pada khususnya.
11
Nurcholish Madjid, Islam: Kemodernan dan Keindonesiaan, (Mizan, Bandung; 1993),
hlm 124 12
Muhammad Abid al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, ter. Ahmad Baso, (LKiS,
Yogyakarta; 2000), hlm 195-196
Dalam perspektif teori “Post Tradisionalisme Islam”, proses industrialisasi
yang sedang bergerak cepat sekarang ini, sesungguhnya mengandung dan
menimbulkan banyak masalah, disamping segi manfaatnya. Permasalahan itu
hanya mungkin di atasi secara tuntas, manakala ada upaya untuk menghadirkan
kembali nilai-nilai dan tradsisi Islam masa lalu yang benar-benar masih orisinal,
belum terkontaminasi oleh dampak negatif industrialisasi sebagaimana yang kini
tengah berjalan, sebagai upaya meletakkan dasar berpijak yang kokoh, untuk
membangun idealitas masa depan yang lebih baik. Jadi, orisinalitas nilai-nilai dan
tradisi Islam masa lalu itu dihadirkan kembali ke panggung sejarah kehidupan
masa kini, bukan sekedar dalam fungsinya sebagai alat untuk memberikan kritik
terhadap penyimpangan tata kehidupan yang ada karena pengaruh modernitas,
melainkan sekaligus juga sebagai peletak pondasi yang kokoh untuk membangun
batu loncatan guna merancang idealitas masa depan sesuai apa yang di cita-
citakan oleh ajaran Islam.13
D. Model pemberdayaan PPNQ terhadap masyarakat
1. Model Pemberdayaan
Pondok Pesantren Nurul Qodim sebagai pondok pesantren yang peduli
terhadap kepentingan masyarakat sekitar memiliki manajemen yang bagus dalam
melaksanakan planning yang telah diagendakan bersama dengan masarakat.
Dalam melaksanakan setiap agenda, PPNQ membutuhkan strategi dan langkah-
langkah yang akan diambil dan dijadikan sebagai model dalam pemberdayaan
pesantren terhadap masyarakat.
Seperti yang diungkapkan oleh Gus Hadi sebagai ketua yayasan PPNQ
yang berwenang dalam mengatur seluruh ritme kegatan di pondok pesantren,
mulai dari aspek pendidikan di pesantren dan di luar pesantren, dakwah
Islamiyyah dan aspek sosial kemasyarakatan, menggunakan beberapa langkah-
langkah strategis, yaitu seperti yang tertera pada bagan di bawah ini:14
Bagan 5.1, Langkah-langkah pemberdayaan yang dilakukan PPNQ
13
Ibid, hlm 196-197 14
Dokumentasi PPNQ perencanaan pemberdayaan tahun 2010
PPNQ Masyarakat
- Identifikasi masalah - Menemukan potensi - Menganalisis masalah
potensi - Memilih problem
solving
Pendekatan:
- Aspiratif - Akomodatif - Eksekusi
Dari paparan data di atas, maka model pemberdayaan PPNQ tersebut
mengikuti model yang dikembangkan oleh Suhendra dengan menggunakan
Metode Partisipatory Assesment (MPA).
Sebenarnya metode ini oleh K. Suhendra dipakai untuk menganilisis peran
birokrasi terhadap masyarakat, akan tetapi, karena yang dilakukan oleh Pesantren
Nurul Qodim yang pada saat itu di pimpin oleh sosok kyai yang dikenal dengan
sebutan kyai Mino sesuai dengan metode yang digagas oleh K. Suhendra, menurut
hemat peneliti, maka langkah-langkah kegiatan pemberdayaan yang dilakukan
oleh Pesantren Nurul Qodim dapat diistilahkan dengan menggunakan Metode
Partisipatory Assesment (MPA).
Menurut Suhendra, Metoda Partisipatory Assesment (MPA) terdiri atas
empat langkah, yaitu:15
Langkah pertama: Menemukan Masalah. Langkah ini dimaksudkan agar
masyarakat mengidentifikasi kondisi, situasi dan mas a l a h sosial di sekitar
masyarakat setempat. Adapun langkah pertama ini meliputi:
1) Pemetaan wilayah dan akses kepemilikan;
2) Klasifikasi kesejahteraan;
3) Masalah individu, kelompok dan masyarakat yang dihadapi;
4) Sejarah perkembangan wilayah;
5) Observasi lapangan.
Langkah kedua: Menemukan Potensi. Potensi yang dimiliki masyarakat ini
merupakan sistem sumber yang dapat dikelola secara optimal guna mengatasi
permasalahan sosial maupun pengembangan masyarakat setempat. Potensi
dapat berupa:
a) Potensi rumah tangga setiap keluarga;
15
K. suhendra, Peran Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta,
2006), hlm 109-110
b) Waktu-waktu yang dapat digunakan secara produktif;
c) Sarana dan prasarana serta berbagai jenis pelayanan umum dari
pemerintah, swasta maupun LSM;
d) Sistem nilai masyarakat;
e) Kebiasaan mengambil keputusan.
Langkah ketiga: Menganalisis Masalah dan Potensi. Mengkaji berbagai
masalah, penyebab, hubungan causalitas, factor pendu k u g maupun
penghambat. Kemudian mengkaji kemungkinan potensi yang ada untuk
memecahkan masalah.
Langkah keempat: Memilih Solusi Pemecahan Masalah. Langkah ini
merupakan upaya-upaya konkrit untuk memecahkan masalah berupa kegiatan:
1) Mencegah timbulnya masalah lebih jauh;
2) Memobilisasi sistem sumber dan potensi;
3) Menentukan alternatif pemecahan masalah;
4) Pertemuan masyarakat untuk menentukan skenario tinda k a n .
2. Pendekatan dan langkah-langkah pemberdayaan
Dalam melakukan langkah-langkah kegiatan pemberdayaan, PPNQ
menggunakan beberapa pendekatan, yang peneliti klasifikasikan menjadi tiga
pendekatan, yaitu:
a. Aspiratif
Pendekatan ini dilakukan oleh PPNQ untuk mendengar setiap keluhan
problematik yang dihadapi oleh masyarakat. Fungsinya adalah untuk
mengidentifikasi lebih jauh terhadap setiap persoalan yang sedang di
alami oleh warga. Dengan mengetahui problematika warga, diharapkan
pesantren dapat mencari jalan keluar yang sesuai dengan keinginan
masyarakat.
b. Akomodatif
PPNQ mampu mengakomodir setiap keluhan yang masuk ke
pesantren dan menyediakan fasilitas atau sarana guna menjawab setiap
persolan yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga masyarakat mampu
untuk survive.
c. Eksekusi
Setelah mendengar dan mengakomodir problematika masyarakat,
maka PPNQ tidak hanya berhenti pada fase itu saja, akan tetapi PPNQ
melakukan tindakan riil guna mengatasi persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat.
3. Model relasi yang dibangun antara Pesantren dan Masyarakat dalam
kegiatan pemberdayaan.
Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan, pesantren akan memiliki
hubungan (relasi) dengan masyarakat yang lebih erat. Hubungan-hubungan
tersebut terjadi dan terjalin sedemikian rupa di kalangan masyarakat sehingga
terus berlangsung dan tak pernah berhenti. Berdasarkan teori, relasi tersebut dapat
disebut dengan hubungan patron-klien atau yang biasa dikenal dengan
„patronase‟ (patronage).
Istilah „patron‟ berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara
etimologis berarti „seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang
dan pengaruh‟. Sedangkan klien berarti „bawahan‟ atau orang yang diperintah
dan yang disuruh. Selanjutnya, pola hubungan patron-klien merupakan aliansi dari
dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status,
kekuasaan, maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan
yang lebih rendah (inferior), dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi
(superior). Atau, dapat pula diartikan bahwa patron adalah orang yang berada
dalam posisi untuk membantu klien-kliennya. Pola relasi seperti ini di Indonesia
lazim disebut sebagai hubungan bapak-anak buah, di mana bapak mengumpulkan
kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara membangun sebuah keluarga besar atau
extended family. Setelah itu, bapak harus siap menyebar luaskan tanggung
jawabnya dan menjalin hubungan dengan anak buahnya tersebut secara personal,
tidak ideologis dan pada dasarnya juga tidak politis. Pada tahap selanjutnya, klien
membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron.
Hubungan patron-klien itu sendiri telah berlangsung dalam waktu yang cukup
lama.16
Berdasarkan kenyataan ini, tepat kiranya jika peneliti mengatakan bahwa
model hubungan semacam ini, peneliti sebut juga sebagai model hubungan „induk
16
http//www.Pemberdayaan/Mengenal Hubungan Patron-Klien « Fahrudin HM Blog.htm,
diakses pada tanggal 26 Juli 2012.
semang-klien‟, di mana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik. Hal ini karena
pada umumnya, induk semang adalah orang atau pihak yang memiliki kekuasaan
dalam suatu masyarakat atau komunitas dalam hal ini adalah pesantren yang di
dalamnya terdapat unsur kyai dan pengurus pesantren dan harus memberi
perlindungan atau pengayoman semaksimal mungkin kepada klien-kliennya
(santri dan masyarakat). Sedangkan sebaliknya, para klien harus membalas budi
baik yang telah diberikan induk semang dan melakukan pembelaan terhadap pihak
lain sebagai saingannya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan fokus penelitian, paparan data, dan diskusi hasil penelitian,
maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan ini, PPNQ telah mewujudkan peranannya pada
masyarakat sekitar dengan mendirikan 15 Madrasah Diniyah Cabang.
Pemberdayaan ini didukung oleh semua pihak, Madrasah Diniyah Cabang ini
tersebar di kecamatan Paiton.
PPNQ telah lama melakukan pembedayaan dalam bidang ini, dengan selalu
mengirimkan para santrinya yang sudah di jenjang Aliyah untuk membantu
Madrasah Diniyah Cabang dengan mengirimkan sekitar 45 santri untuk mengajar
setiap harinya.
Pemberdayaan ini sangat berarti bagi masyarakat sekitar, mereka sangat
antusias dengan berjalannya program ini, berdasarkan penilaian mereka bahwa
pendidikan agama pada usia dini sangat dibutuhkan dan juga untuk menambah
kekurangan jam pelajaran agama yang ada di sekolah-sekolah formal.
2. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Sosial
Sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya bahwa pemberdayaan
PPNQ dalam bidang sosial ini telah melakukan beberapa program.
Pertama; membangun masjid. PPNQ telah membangun 48 masjid yang
tersebar di kecamatan Paiton. Pembangunan ini sudah berlangsung lama,
pada waktu Kyai Mino masih hidup. Beliau yang terkenal dengan
kedermawanannya telah menyumbangkan sebagian hartanya pada waktu itu.
Di samping sebagai sebagai tempat peribadatan, masjid ini juga digunakan
sebagai aktivitas-aktivitas sosial lainnya.
Kedua; membangun jembatan. Jembatan-jembatan ini sampai sekarang
masih bisa digunakan dengan baik sebagai tempat sarana transportasi.
Manfaatnya banyak sekali, salah satunya adalah menghubungkan antara
desa di sekitar kecamatan Paiton.
Ketiga; penghijaun. Program ini juga dilakukan sewaktu Kyai Mino
masih hidup. Karena letak desa Kalikajar ini tidak jauh dari daerah pantai,
maka keberadaan penghijauan ini sangat terasa manfaatnya. Sepanjang jalan
menuju PPNQ, sekitar 1 KM dari jalan raya, dipenuhi dengan pohon kelapa
di sisi kanan maupun kiri jalan. Sehingga pada tahun 1993, desa ini pernah
mendapatkan juara I tingkat provinsi dalam bidang penghijauan.
3. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Dakwah Islamiyah
Dalam bidang dakwah Islamiyah ini, PPNQ melakukan aktivitas- aktivitas
dakwahnya dalam beberapa hal, yaitu:
Pertama; aktivitas dakwah “Syubbanul Muslimin”. Dakwah ini di
fokuskan pemberdayaannya pada kalangan pemuda di daerah kecamatan
Paiton. Kegiatan ini bukan hanya diisi dengan pembacaan Ratib al-Haddad
dan Maulid Simt adl-Dluror teapi juga diisi dengan ceramah agama.
Kedua; Sarwaan. Acara ini dikoordinatori oleh santri-santri Aliyah, yang
sehari-harinya mengajar di Madrasah Diniyah Cabang. Mereka melakukan
aktivitas ini bersama-sama dengan warga sekitar baik dengan bapak-bapak
maupun ibu-ibu, acara ini dilakukan seminggu sekali dimulai setelah shalat
Maghrib dan setelah Isya‟ mereka diharapkan sudah berada di lokasi
pesantren.
Ketiga; Majlis Ta’lim al-Mar’atus Shalihah. Kegiatan ini dilakukan
setiap malam selasa, jama‟ahnya hanya difokuskan pada kalangan ibu-ibu
sebagai wadah baginya untuk menambah pendidikan agama.
Keempat; JTI (Jam’iyah Taqarrub Ilallah). Pelaksanaan kegiatan ini
dilakukan setiap bulan, tepatnya pada malam senin legi. Jamaah yang hadir
sekitar + 1000 orang bukan hanya dari daerah kecamatan Paiton tetapi juga
banyak jamaah yang hadir dari luar kabupaten Probolinggo. Sebelum acara
ini dimulai biasanya melakukan shalat Maghrib berjamaah terlebih dahulu
lalu dilanjutkan dengan pembacaan dzikir-dzikir dan di akhiri dengan
ceramah agama.
4. Model pemberdayaan PPNQ terhadap masyarakat
Model pemberdayaan yang dilakukan oleh PPNQ tersebut mengikuti model
yang dikembangkan oleh K. Suhendra dengan menggunakan Metode
Partisipatory Assesment (MPA).
Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam melakukan kegiatan
pemberdayaan menggunakan tiga pendekatan yaitu; aspiratif, akomodatif dan
eksekusi.
Model relasi yang dibangun antara Pesantren dan Masyarakat dalam
kegiatan pemberdayaan disebut dengan model hubungan „induk semang-klien‟, di
mana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik.
B. SARAN-SARAN
Dimensi fungsional pondok pesantren tidak terlepas dari hakikat dasarnya
bahwa pondok pesantren timbul berawal dari masyarakat sebagai lembaga
informal desa yang membentuk dengan sangat sederhana. Oleh karena itu,
perkembangan masyarakat sekitarnya tentang pemahaman keagamaan lebih jauh
harus mengarah kepada nilai-nilai normatif, edukatif, dan progresif.
Sudah waktunya beranjak dari dakwah bi al-lisan menuju dakwah bi al-hal,
teori sumber daya manusia digunakan sebagai landasan berpikir dalam pelayanan
fungsional dakwah bi al-hal. Dengan demikian, arah tujuan dakwah bi al-hal yang
hendak diidentifikasi adalah yang diasumsikan, menunjang peningkatan mutu
masyarakat, mengembangkan inisiatif dan kreatifitas. Dalam ungkapan lain, nilai-
nilai keagamaan tentang keadilan, kesejahteraan dan sejenisnya yang selama itu
diperkenalkan melalui pengajian-pengajian perlu dilabuhkan dalam masyarakat
melalui kerja-keja konkrit. Kesejahteraan yang dialami masyarakat diyakini akan
membuat akar-akar kekerasan menjadi rapuh, dan tidak dapat bekembang baik
dalam kehidupan masyarakat sekitar, tumbuhnya moralitas sebagai rasa
religiuitas, dan etos kerja yang menjadi karakter dalam kepribadian para pemuda.
Kesadaran itu yang kemudian dibingkai dalam teologis yang substansial dan
nondikotomis mengantarkan PPNQ dalam mengembangkan pola pendekatan
“baru” dalam menyebarkan keberagaman dalam bentuk kegaiatan yang lebih
konstektual dan lebih bernilai transformatif.
PPNQ sebagai pengayom segala permasalahan-permasalahan masyarakat
sekitar harus siap mengakomodir dan menampung semua aspirasi-aspirasi
masyarakat sekitar, di mana pesantren pada era globalisasi saat ini harus mampu
berkompetisi dan mengembangkan sayap demi terwujudnya pesantren yang
maju dan modern yang tetap eksis mempertahankan identitas dirinya dalam
menghadapi tantangan zaman. Dan PPNQ juga harus mampu
mengaktualisasikan semua program-program kerja yang telah dicanangkan
kepada masyarakat sekitar dalam segala aspek pemberdayaan baik pendidikan,
sosial, dan dakwah Islamiyah sehingga dengan demikian fungsi dan peranan
PPNQ di mata masyarakat dapat dirasakan kontribusinya secara signifikan dan
sekaligus meningkatkan kepedulian PPNQ dalam upaya meningkatkan sumber
daya manusia yang beriman, berilmu, beramal, dan berakhlak mulia serta
mampu mewujudkan Izzil Islam wal Muslimin dalam setiap situasi dan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
A’la, Abd. Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006)
Abdullah, Taufik (Ed). Pemuda dai Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3S, 1982)
Aribowo, “Pesantren, Community Development, dan Otonomi Daerah”. Dalam
Abdul Hamid Wahid dan Nur Hidayat (Eds), Perspektif Baru pesantren dan
Pengemabagn Masyarakat, (Surabaya: Yayasan Tri Gunung Bhakti, 2001)
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Jakarta: Rosda Karya, 1987)
---------------------------. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1996)
Azizy, Ahmad Qodri A. Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar
(Yogyakarta: LKiS, 2000)
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Tuntutan Pendidikan Menuju
Millenium Baru (Ciputat: Kalimah, 2001)
Bachtiar, Effendi. Wawasan al-Qur’an Tentang Masyarakat Madani Menuju
Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern, (Jurnal Paramadina, Vol I No.
2 tahun 1999)
Barry, Partanto & Al. Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arloka, 1994)
Bawani, Imam dkk. Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik
Berbasis Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2011)
Biklen, Robert C. Bogdan. Qualitative Researc for Education: An Intriduction to
Theory and Methods, (Boston, 1982)
Bisri, Mustofa. “Pesantren dan Pendidikan”, (Tebuireng: Edisi/Tahun I/Juli-
September 2007)
Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-Tradisi
Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999)
Chirzin, M. Habib. “Agama dan Ilmu dalam Pesantren”, dalam Pesantren dan
Pembaharuan, ed. M. Dawam Rahardjo (Jakarta: LP3ES, 1988)
Dalam dokumen yang berbentuk softcopy bernama“Sejarah NQ”, peneliti
meminta pada salah satu pengurus pada tgl 16-04-12
Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, (LkiS, Yogyakarta; 2011)
DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),
Cet. ke-1
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III. (Jakarta: PT.
Persero Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka BP. No. 3658, 2005)
Dhofier, Zamakhsari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta: LP3ES, 1984)
Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Ditjen Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama RI, Pedoman Pengembangan Pesantren
dan Pendidikan Keagamaan Tahun 2004-2009, (Jakarta: 2004)
Effendi, Djohan. Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan
di Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur, (Jakarta:
Kompas, 2010)
Fadjar, Malik. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber
Daya manusia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001)
Foster, S. Thomas. Managing Quality Integrating the Supply Chain (Third
Edition). (New Jersey: Pearson Education International, 2007)
Gandhi, Teguh Wangsa HW. Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011)
Gorton, Ricard A. School Administration, (Dubuque Lowa, Wm. C. Brown
Company Publishers; 1977)
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980)
Halim, Moh. Ali Aziz, Rr Suhartini, A. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat,
Paradigma Aksi Metodologi, (Surabaya: Pustaka Pesantren, 2009)
Harahap, Syahrin. Islam, Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1999)
Hasan, Muhammad Tholhah. Islam & Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Lantabora Press, 2003)
Horikoshi, Hiroko. Kiai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1987)
Imron, Ali dkk. Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang,
2003)
Jabiri, Muhammad Abid al. Post Tradisionalisme Islam, ter. Ahmad Baso, (LkiS,
Yogyakarta; 2000)
Kasiram, M. 2004, Steps Of Scientific Research, Refressing Slides, disampaikan
dalam Mata Kuliah Penelitian Pendidikan, Pascasarjana UIN Malang.
Madjid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:
Paramadina, 1997)
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000)
Marzuki, Mukhamad Murdiono, dan Miftahuddin, Laporan Penelitian Strategis
Nasional tahun Anggaran 2010 (Tipologi Perubahan dan Model Pendidikan
Multikultural Pesantren Salaf), (Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2010)
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2001)
------------------------. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Cetakan ke-
23, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007)
Musthafa, Bachrudin. Kecenderungan Global dan Tuntutan Pendidikan Abad
Informasi, Jurnal Ilmu Pendidikan, November 2002, Jilid 9, Nomor 4. ISSN
0215-9643, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Mughits, Abdul. Kritik Nalar Fiqh Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2008)
Nafi’, M. Dian. Praksis Pembelajaran Pesantren. Institut For Training and
Development. Amherts. Massachuset (Yogyakarta, et. al. 2007)
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarata: Balai
Pustaka, 1984), Cet. ke-1
Poster, Cyril. Gerakan Menciptakan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Lembaga
Indonesia Adidaya, 2000)
Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, th)
Retnoningsih, Suharso & Ana. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux
(Semarang: CV. Widya Karya, 2005)
RI, Departemen Agama. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma
Baru), (Jakarta: Ditpekapontren, 2005)
--------------------------------. Pola Pengembangan Pondok pesantren (Jakarta:
Ditpekapontren, 2003)
Rokhman, Wahibur Jr (dalam Usmara). Paradigma Baru Manajemen SDM
(Yogyakarta: Amara Books. 2002)
Siradj, Said Agiel. Pesantren Masa Depan: wacana Pemberdayaan dan
Tranformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)
--------------------------. Membangun Tradisionalitas Untuk Kemajuan, Saifullah
Ma’sum (ed.) dalam Dinamika Pesantren (Jakarta: Yayasan al-Hamidiyah,
1998), Cet. 2
Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam
Kurun Modern, (Jakarta: Dharma Aksara, 1986)
Sudarsono, Beberapa Pendekatan Dalam Penelitian Kualitatif (Yogyakarta:
Gajah Mada Press, 1992)
Sudjatmoko, Masa Depan Manusia: Antara Transendensi dan Histori, dalam
Majalah Panji Masyarakat, No. 543, Jakarta: edisi 21 Juni, 1987
Sufyanto, Masyarakat Tamaddun, (Yogyakarta: LP2IF, 2001)
Suhendra, K. Peran Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung:
Alfabeta, 2006)
Supriyono, Edy. Pesantren di Tengah Arus Globalisasi dalam A.Z Fanani &
Elly el- Fajri (ed.), Menggagas Pesantren Masa Depan; Geliat Suara Santri
untuk Indonesia Baru (Yogyakarta: Qirtas, 2003)
Syaba, A. Nasikhin. Dialektika Pesantren Meramut Basis Memahami Gerakan
Pesantren Dengan Nalar Pesantren, dalam Bina PESANTREN edisi
2//2004, (Jakarta: Proyek Peningkatan Pondok Pesantren Depag RI
Bekerjasama dengan Perhimpuna Pengembangan Pesantren dan Masyarakat
P3M)
Syadily, John M Echols & Hasan. An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta:
Gramedia, 1997), Cet. ke-24
Syam, Nur. “Pesantren di Tengah Pemberdayaan Masyarakat Pada Era Otonomi
Daerah” Dalam Abdul Hamid Wahid dan Nur Hidayat (Eds.), Perspektif
Baru Pesantren dan Pengembangan Masyarakat, (Surabaya: Yayasan
Triguna Bhakti, 2001)
Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (LKiS,
Yogyakarta; 2001)
------------------------------. Muslim di Tengah Pergumulan, (Jakarta, Lappenas;
1981)
Zaini, A. Wahid. “Orientasi Pondok Pesantren Tradisional Dalam Masyarakat
Indonesia”, dalam Tarekat, Pesantren, dan Budaya Lokal, ed. M. Nadim
Zuhdi et. al. (Surabaya: Sunan Ampel Press, 1999)
Zuhri, Saefuddin. Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pusataka Hidayat), hlm 13
Dari Internet:
http//www.Pemberdayaan/Mengenal Hubungan Patron-Klien « Fahrudin HM
Blog.htm, diakses pada tanggal 26 Juli 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/globalisasi
http://www.bms-sd.net, diakses 02 Februari 2008.
http://www.gurutrenggalek.com/2010/09/relevansi-sistem-pendidikan pesantren_
19.html
Catatan Lapangan Hasil Observasi di PPNQ dan Desa
Kode Catatan Lapangan Lokasi
o.ds1.12-06-2012, setelah peneliti melaksanakan shalat
Maghrib, ternyata ada sebuah kegiatan
sarwaan yang dilakukan oleh warga
warga kampung sebelah dan yang ikut
hanya beberapa orang. Tidak seperti desa
Alas Tengah yang para warganya setiap
ada kegiatan keagamaan, mereka
berduyun-duyun setelah shalat maghrib
menuju tempat yang akan
diselenggarakan acara tersebut.
Kebetulan peneliti ada di lokasi tersebut
Alas Tengah
o.nq.12-07-2012, Karangan Kyai Nuruddin yaitu kitab Fiqh
Diyanah yang di translit dalam bahasa
Madura untuk dibuat kitab standart
madrasah diniyah cabang, memang
memudahkan bagi masyarakat untuk
mempelajarinya apalagi sudah ada
harakat tidak seperti kitab kuning
sebagaimana mestinya. Sehingga sangat
simple dan juga tidak terlalu tebal
PPNQ
o.nq.12-07-2012, Setelah melaksanakan shalat Dluhur,
peneliti melihat segerombolan santri
Aliyah yang mau berangkat ke madrasah
diniyah masing-masing. Mereka
membawa tas ransel, ada juga yang
membawa tas kresek untuk membawa
sebagian buku pelajaran. Mereka pergi
dengan cara membonceng dan naik
sepeda ontel karena tidak diperkenankan
untuk membawa sepeda motor. Semangat
mereka terlihat dengan adanya obrolan di
antara mereka
PPNQ
o.ds2.18-04-2012, Sekitar jam 14.00 peneliti menuju
halaman salah satu pengasuh dan melihat
langsung bagaimana para anak-anak
masuk madrasah diniyah pada saat itu,
mereka tampak ceria di antara teman-
temanya, ada yang di antar orang tua,
jalan sendiri, juga ada yang naik sepeda.
Setelah masuk ke kelas, peneliti
menyempatkan melihat absensi, bila di
presentase, yang hadir pada saat itu
sekitar 80%
Kalianyar
o.ds1.12-06-2012, Bangunan fisik madrasah Nurul Hasyimi Alastengah
III, tampak begitu bagus dan rapi.
Sehingga kelihatan bukan seperti
bangunan madrasah diniyah pada
umumnya, peneliti merasa seperti
sekolah-sekolah formal
o.ds3.11-06-2012, Bangunan jembatan layang ini masih
tampak kokoh karena ada salah satu
alumni yang di tugaskan untuk melihat
dan mengontrol jembatan tersebut, akan
tetapi hanya sepeda motor dan sepeda
ontel yang bisa melewatinya karena
hanya di khususkan untuk itu.
Kalikajar
o.ds3.12-06-2012, Sepanjang jalan terutama menuju PPNQ,
jaraknya dari jalan raya sekitar 1 KM,
banyak sekali pohon kelapa mengiringi
jalan tersebut, sehingga terasa sejuk
sepanjang jalan menuju PPNQ
Kalikajar
o.nq.18-04-2012 Acara tersebut mayoritas diikuti oleh ibu-
ibu, tempatnya di AULA samping
gerbang pondok pesantren, sehingga
terlihat jelas aktivitas di dalam. Banyak
juga anak-anak kecil yang ikut, sambil
mendengarkan pengajian.
PPNQ
o.nq. 17-04-2012 beliau dijemput oleh salah satu jamaah
dengan mengendarai sepeda motor.
Mereka berangkat bersama-sama dengan
berboncengan
PPNQ
o.ds1.10-06-2012, mereka ikut terlibat dalam mengambil
keputusan yang di adakan setiap akhirus
sanah (akhir tahun)
Alastengah
o.ds1.10-06-2012, Dalam perencanaan sebuah kegiatan,
bahwa kegiatan ini akan diikuti oleh
masyarakat, dan terus akan berkembang,
sebenarnya dalam setiap gerakan dakwah
yang dilakukan, sepanjang pengamatan
peneliti tidak ada kiat-kiat yang
dilakukan oleh PPNQ, mereka hanya
berkeyakinan bahwa dalam dakwah ini,
banyak tidaknya jam‟iyah itu bukan
ukuran namun yang lebih penting mereka
tetap eksis dalam mengikuti kegiatan ini
Alastengah
TRANSKIP WAWANCARA
PP NURUL QADIM PAITON 2012
N
O TGL NAMA ISI WAWANCARA PERSONAL TEMA CATATAN
16-04-12 Gus H. Abdul
Hadi Noer
Ketua Yayasan
Peran pesantren dalam pemberdayaan masyarakat lewat
pendidikan?
Mencetak manusia yang berbudi luhur dan juga untuk mencetak
santri yang betul2 tafaqquh fi al-din (orang yang ahli dalam bidang
ilmu agama) tapi juga tidak terlepas dari pengembangan ilmu-ilmu
baru dan nanti tujuannya adalah
ولينرزوا قىمهم اذا زجعىا اليهم
Untuk memberikan kabar gembira pada masyarakat agar supaya
mereka bisa berpegang teguh pada ajaran agama, bisa menjalankan
syari‟at di lain pihak tetap berpegang pada kaidah
المحافظة علي القديم الصالح واألخر بالجديد األصلح
-menurut saya adalah memegang prinsip-prinsip, metode القديم الصالح
metode yang lama tapi juga tidak pengembangan keilmuan yang baru
dan pada prinsipnya ilmu itu tidak ada dikotomi. Menurut Imam al-
Ghazali, ilmu itu ada dua; fardlu ain dan fardlu kifayah jadi tidak ada
ilmu umum atau ilmu agama. Fardlu ain berarti berkaitan ibdah kita
kepada allah adapun selainnya adalah fardlu kifayah. Nurul qadim
sendiri mencoba untuk melakukan pendekatan itu sehingga pada
akhirnya bisa mencetak orang-orang yang betul ahli dalam bidang
agama yang berbudi luhur tapi juga tidak ketinggalan zaman. Adanya
dikotomi itu emang diciptakan (rekayasa) sebenarnya hal demikian
tidak ada.
Latar belakang terbentuknya pendidikan formal?
Karena tuntutan masyarakat, alumni dan juga karena tuntutan jaman
Pen
w.ky.nq1.p1
pen
w.ky.nq1.p2
Peran Pesantren
Latar belakang
berdirinya
Pemberdayaan
masyarakat
Keinginan
memadukan
sekrang adanya formalitas dalam sebuah pendidikan. Yang paling
berat adalah tuntutan masyarakat dan alumni yaitu jika PPNQ tidak
membuka pendidikan formal, bagaimana nantinya kedepan karena
melihat lembaga yang ada d luar sudah seperti baisanya dari pada
perilaku anak-anak alumni lebih parah maka pesantren memiliki
inisiatif untuk membangun lembaga-lembaga formal namun di
dalamnya terdiri dari kegiatan-kegiatan keagamaan, untuk menunjang
pendidikan karakter yang betul-betul harus digalakkan. Akibat
kekhawatiran kerusakan moral sangat dahsyat sekali sehingga dengan
alasan ini juga pendidikan formal dibentuk. Dengan adanya lokalisasi
(memondokkan) peserta didik maka penciptaan karakter building
akan lebih kuat pesantren ini juga tidak mau menerima siswa baru
yang tidak mau bermukim di pondok agar pendidikan karakter itu
benar-benar terbentuk dan akan menciptakan anak-anak yang
memiliki budi luhur. Disamping itu untuk mengikuti perkembangan
zaman
Klo Bentuk-bentuk sekolah formal, mulai dari jenjang apa?
Dari RA, MI namun masih sampai kelas III, juga MTs, dan MA msih
dalam tahap pembangunan, pondok di sini ini penekanannya memang
dalam menguasai kitab, dimana tiap 3 bulan sekali di adakan tes TBK
(tes bahtsul kutub) dimulai dari kelas ibtidaiyah sampai kelas aliyah,
ini merupakan tradisi dan diwajibkan bagi para santri, juga ada forum
masjid putih, musyawarah kubro, forum kajian ushul, jamiyyatan
(latihan berdakwah),
Bagaimana harapan dari berdirinya sekolah formal dan salaf
disini?
Harapannya tidak muluk-muluk sich, dari gabungan dua pendidikan
ini adalah mencetak para santri memiliki budi luhur (dalam segi
agama dan umum ) dan saya kira ini sudah mencakup segala aspek.
Artinya menjadi manusia yang siap dalam segala hal, dengan kata
Pen
w.ky.nq1.p3
Pen
w.ky.nq1.p4
sekolah formal
Jenjang sekolah
formal
Harapan
terbentuknya
sekolah formal
dan salaf
dua keilmuan
(umum &
agama)
Tahap
penyempurnaan
lembaga formal
Memenuhi
keinginan
masyarakat
lain mampu ditempatkan baik dibidang keagamaan maupun umum.
Hal ini berlandaskan al-Qur‟an:
ال تدخلىا من باب واحد
Klo boleh kami ibaratkan sekrang (dari makna ayat di atas)
keberadaan pesantren itu harus seperti pasar, dimana semua
kebutuhan ada didalmnya tergantung pilihannya
Dari kegiatan dakwah sendiri, apa yang dilakukan pesantren
terhadap masyarakat sekitar?
Jadi dakwah itu kan bukan hanya berpidato juga bisa dalam bidang
tarbiyah, maulid dsb, untuk nurul qadim membuat lembaga-lembaga
madrasah diniyah di pedesaan, terus membuat keagiatan keagamaan
seperti syubbanul muslimin setiap malam sabtu , koordinatornya ra
hafidz, untuk diniyahnya sudah mulai eksis sejak 2 tahun yang lalu,
baik ada dana operasional maupun tidak, tujuannya adalah mencetak
karakter.
Untuk Syubbanul Muslimin, siapa ketuanya?
Hafidul Hakim
Klo yang manaqib?
Dek masrur (mantu)
Untuk diniyah yang ada di luar pesantren?
Klo koordinatornya masih ra hafidz, koordinator untuk cabang.
Namun untuk pengasuhnya diambilkan dari alumni sini. Untuk
tenaga pengajarnya ini di ambilkan dari para santri yang telah duduk
di bangku aliyah, setiap hari naik sepeda keliling. Tujuannya adalah
agar anak-anak santri setelah pulang ke rumah memiliki keberanian
berjuang tanpa pamrih.
Pen
w.ky.nq1.p5
Pen
w.ky.nq1.p6
Pen
w.ky.nq1.p7
Pen
w.ky.nq1.p8
Peran pesantren
dalam dakwah
Koordinator
Koordinator
madrasah
diniyah cabang
Pendidikan
karakter
Membangun
jiwa perjuangan
17-04-12 Ada upaya untuk pengembangan bengkel ke depan, bertepatan pada
wktu itu diselenggarakannya sebuah program praktek keterampilan Latar belakang
belakang
usaha, akhirnya saya memiliki inisiatif yaitu tempat praktek sekaligus
ada jual beli.
Sedangkan untuk tenaga kerja itu di ambilkan dari para alumni yang
berasal dari daerah sekitar, di bantu oleh santri yang duduk di jenjang
Aliyah dan juga di bantu oleh sebagian guru.
Sedangkan keahlian tenaga kerja kebanyakan adalah otodidak dengan
merekrut tenaga alumni yang sudah mahir lalu di ajarkan kepada
yang lain, dan diberikan buku dari BLK.
Pada awalnya keberadaan bengkel ini di rumah alumni, setelah
mendapatkan pogram ini, akhirnya kami membangun bengkel sendiri
di sekitar pondok pesantren.
Sekarang karyawannya sekitar 5 orang, rencana ke depan keberadaan
bengkel ini akan dikembangkan namun kendalanya masalah
manajemen dan keuangan karena problem selama ini banyaknya
konsumen yang belum bayar, dalam artian mereka banyak
mengutang.
Sebenarnya untuk manajerial sudah ada orangnya namun belum
maksimal dan untuk pengembangan bengkel ini di butuhkan biaya
yang cukup besar, yaitu 100 juta dan rencananya akan meminjam
dana koperasi yang bunganya sekitar 6% pertahun
berdirinya
bengkel
Tenaga kerja
2 17-04-12 Ra Abdul
Hafid
Kepala Biro
Pendidikan
Kuleh ngabesagi anapah makgik paggun gik bertahan ka‟ entoh, salah
satu cagaknya di desa-desa ngagungin madrasah diniyah cabang,
nekah ada 15 cabang, genekah sengajer nak-kanak aliyah ka‟sak, nak-
kanak aliyah lastareh dluhur berangkat ke sa-desa, untuk mendidik
nak-kanak kenik. Setiap hari, nekah sampek taman paiton, tanjung,
sonded, besok, cor temor, las sidodadi, lastengah. Nekah nak-kanaen
mon bedeh sarwaen, tak pleman sampek maghrib, isya‟ harus ada di
lokasi pesantren, mon aliyah bedeh tugasan, nekah tugas keng ke sa-
disah, dedih mon ka delem pendidikan nekah dalam diniyahnya, mon
neng dakwahnya nak-kanak neguk sarween.
Genekah untuk ke masyarakat yang nyata, gi alhamdulillah dari
madrasah cabang, nak-kanak tero mondukah, rata-rata se mondok
Pen
w.br.nq1.h1
Eksisnya PPNQ
Peran PPNQ
dalam
pendidikan
melalui
madrasah
diniyah cabang
ka‟enjeh kebenyaan alumni dari madrasah cabang, cabang ka‟sak
sebagai promosinya sampek neng alas tengah muridnya 150 sampek
genekah sd iri, irinah napah, polanah pelajaran diniyah diniyah nekah
dipentingkan bik nak-kanak, sampek delem setaon, bedeh se hafal
imrithy 5-an
Untuk setiap harinya, pelajaran apa saja yang di ajarkan di
setiap cabang?
Untuk mata pelajaran madrasah diniyah cabang adalah fiqh, tajwid,
tauhid, al-qur‟an. Kelas I&II kita tekankan untuk pelajaran al-Qur‟an
dan tauhid. Untuk kelas III ada istilah fiqh diyanah (kitab safinah
yang ditranslit ke bahasa madura) karangan KH. Nuruddin, berbahasa
Madura karena rasa keprihatinan beliau kepada masyarakat yang
banyak tidak mengetahui hukum fiqh dan juga tidak bisa membaca
kitab akhirnya beliau memiliki inisiatif untuk mentranslit ke bahasa
madura, ada juga kitab sirah nabi yang juga d translit ke dalam
bahasa madura.
Para tenaga pengajar madrasah diniyah cabang tidak di perkenankan
untuk membawa sepeda motor oleh kyai meskipun tempat
mengajarnya cukup jauh, sekitar + 5 KM dengan tujuan agar mereka
memiliki ruh al-jihad. Berkat semangat inilah kebanyakan para santri
yang telah hijrah ke masyarakat telah mendirikan madrasah. KH
Abdul Wafi mengatakan “engko terro endiah morid, engak santrenah
kyeh Mino, tekkaah tak S (artinya tidak memiliki gelar) tapeh endik
langger” Dan juga mereka tidak di bayar maupun memungut bayaran
sepeserpun dari masyarakat. Program inilah yang sangat terasa di hati
masyarakat mengenai pemberdayaan di tengah-tengah mereka.
Bagaimana awal berdirinya madrasah diniyah di sini?
Awalnya kyai minu membangun pondok ini hanya dengan
kepahaman pada dua kitab yaitu sullamuttaufiq dan juga kitab
Pen
w.br.nq1.h2
Pen
w.br.nq1.h3
Mata pelajaran
madrasah
diniyah cabang
Sejarah
berdirinya
lembaga
Keprihatinan
pengasuh
Inisiatif untuk
membangun
lembaga
safinatunnajah, pada awalnya para santri bermukim di masjid yang
masih kecil bangunannya, dan waktu itu beliau masih belum
memiliki pendamping hidup, akhirnya beliau sowan ke KH Hasan
Genggong untuk meminta dinikahkan dengan seorang gadis, akhirnya
KH Hasan memberikan jawaban untuk menetap di desa kalikajar,
dimana para santri kalong sudah mulai banyak namun masih belum di
bentuk lembaga pendidikan. Karena santri kalong semakin banyak
dan belum memiliki sebuah lembaga pendidikan, akhirnya KH
Nuruddin (mantu KH Minu) memberanikan diri untuk memberikan
masukan kepada beliau dengan membangun asrama dan rumah
masyarakat di daerah masjid, yang dihuni sekitar 8 kepala keluarga
akhirnya di pindah dan di berikan tanah yang lebih luas dari pada
sebelumnya.
Saat ini luas area PPNQ sekitar + 10 H yang berdiri di atas tiga desa
kalikajar, gedung timur, dan desa sumberan.
Bagaimana awal berdirinya madrasah cabang?
KH Nuruddin merasa gelisah melihat pergaulan masyarakat yang
semakin jauh dari nilai-nilai islami, beliau memiliki pandangan agar
tunas muda jangan sampai mengikuti langkah para sesepuhnya, yaitu
jauh dari nilai-nilai islam, maka beliau mendirikan madrasah cabang.
Kata beliau “pembenahan nilai-nilai masyarakat memang
membutuhkan proses yang cukup lama, namun kita bisa mulai
melihat hasilnya sekitar 10 tahun ke depan” dan sekarang perilaku
masyarakat sudah mulai tampak hasilnya.
Setiap tahun diadakan lomba antar sekolah diniyah sebanyak 2x, ada
lomba tahfidz, baca kitab, pidato, lomba qur‟an dan sepak bola
dengan diiadakan acara seperti ini menambah daya tarik siswa untuk
sekolah di madrasah diniyah dan ujiannya dari pondok sendiri.
Nekah setampak ke masyarakat tentang pemberdayaannya
15 cabang nekah se ekerem guru, yang lain masih banyak
Sekitar 45 guru yang mengajar di 15 madrasah diniyah cabang, setiap
Pen
w.br.nq1.h4
pendidikan di
pesantren
Berdirinya
madrasah
diniyah cabang
pendidikan
Menuju
masyarakat
madani
harinya mereka aktif mengajar ke berbagai desa, sedangkan yang
tidak dapat kuoto guru itu masih banyak. Mereka ini terkenal dengan
julukan “ustad perengan”
Tiga bulan sekali di adakan rapat antar madrasah, pengasuh dan
muscab, yang membahas mengenai kemajuan madrasah dan ternyata
banyak keluhan mengenai bentroknya jam pelajaran dengan ekstra
yang ada di sekolah SD, jam masuk madrasah diniyah jam 14.00
Terus jamnya nggak sama antara cabang?
Sama, ba‟da dluhur jam 14.00 wib
Ko bisa jamnya bentrok dengan SD?
Lesnya, kaya‟ dromben, pelajaran tambahan
Stiap madrasah banyaknya murid berbeda, ada yang 40, ada yang 50
tapi rata-rata dikisaran 50 siswa di setiap madrasah
Uang gedung dan sarana semuanya keluar dari uang pribadi kita
Ada lagi untuk malam selasa, ada pengajian rutinan untuk kalangan
perempuan, majlis ta‟lim al-mar‟atus shalihah. Awalnya yang ngjar
adalah abah sekrang saya, pengajian ini telah berlangsung selama 34
tahun setiap malam selasa. Dulu masih sebelum ada tv, smua
masyarakat mengikuti pengjian, jamnya setelah isya‟ sampai jam 10,
saya koordinator sekaligus madin ini.
Ada juga malam jum‟at manis, acara manaqiban, tempatnya di
AULA, untuk masyarakat
Untuk dzikirnya bedeh pole setiap senin manisan setiap bulan sekali
Pas bedeh pole kakak kuleh jamrah, Rabbany juga lumayan banyak
Pen
w.br.nq1.h5
Pen
w.br.nq1.h6
Jam masuk
madrasah
diniyah cabang
Jam bentrok
Majlis Ta‟lim
al-Mar‟atus
Shalihah
Ada kakak saya, zamroh (jam‟iyah raodlatul hasanah), ke desa-desa
yang dikoordinatori oleh ra masrur
Klo syubbanul muslimin?
Syubbanul muslimin saya sendiri, fokusnya kepada para pemuda dan
alhamdulillah anak-anak sekarang banyak perubahan, pada awalnya
saya lihat ke desa-desa, saya eman, mereka mabuk2an, dll akhirnya
saya menghimpun mereka membaca ratibul haddad dan maulid
simtud duror, tapi kita kemas dengan gaya pemuda, alhamdulillah
mereka banyak perkembangan, yang awalnya mereka hanya gitar2an
sama saya dibelikan hadrah akhirnya mereka menyukai main
hadroh,,,
Apa harapan dan tujuan dilaksanakan syubbanul muslimin?
Tujuan dan harapannya adalah ingin membentuk pemuda yang
berakhlak, terus terang saat ini kehilangan ayam di perkampungan itu
sudah biasa klo sudah ada orkes.
Acara ini dilakukan setengah bulan sekali, di setiap desa tidak sama
waktunya, ada yang malam sabtu, selasa, rabu dan juga malam kamis.
Fokusya ini kepada pemuda yang rata-rata pendidikannya masih
minus
Klo harapan dari berdirinya majlis ta’lim al-mar’atus shalihah?
Ya menjadikan wanita yang shalihah dan teguh
Bedeh pole se rajeh pengajian yang di asuh oleh KH Jalal, senin
manisan, namanah nekah istighatsah, paling sedikit yang hadir sekitar
600-700 orang dan baca ya hayyu ya qayyum sebanyak 2500, mulai
sebelum maghrib sampek jam 10 (malam) baru selesai
Nekah untuk dzikirnya, jadi ka‟ entoh nekah mpon lengkap,
Pen
w.br.nq1.h7
Pen
w.br.nq1.h8
Pen
w.br.nq1.h9
Koordinator
Harapan dan
tujuan
Jamaah
Taqarrub Ilallah
(JPI)
Membangkitka
n gairah
keagamaan
Membentuk
karakter
pemuda
Antusias
hadirin dalam
menghadiri
acara
lengkapnya untuk pemberdayaan di pendidikan, mendidik masyrakat
lewat madrasah diniyah cabang mendidik nak-kanak dan melatih
anak-anak bermasyarakat, dan nak-kanak pas punya cita-cita, engko‟
mole koduh engak riah, rata-rata seperti itu, menumbuhkan semangat,
dan lagi mengajarkan berpidato (melatih mental)
Berangkatnya dari sebuah keikhlasan
Dan juga ada yang lebih besar, Robbany ini untuk alumni, alumninah
sekitar 17 ribu, koordinatornya non Hadi, alumininah benyak deri ka‟
entoan dibik, kegiatanah nekah macem-macem tapeh rata-rata ngaji
kitab fathul qarib, bedeh Besok ben rabu manis, untuk paiton ben
minggu kelebun, dan itupun dari alumni yang sosial, klo ada yang
mau mondok dan tidak mampu, akan di biayai robbany, neng
ka‟enjeh se mondok sekitar 35-an santri yang ditanggung.
Tahun berapa Nurul Qadim Mendapatkan Penghargaan
penghijauan dari jatim?
Sekitar tahun 1993
w.br.nq1.h9
Kegiatan para
alumni
Penghijauan
Membentuk
ikatan
emosional
antara alumni
Muhammad
Syakur, Alas
Tengah,
Madrasah
Diniyah
Nurullah, 125
siswa
Sareng bapak serah?
Muhammad Syakur, deri alastengah
Napah nama madrasah diniyanah?
Madrasah Diniyah Nurullah
Senapah siswa mas?
125 siswa
Mon tepak hari-hari ulang tahun/haflah bisah bertambah, se tak aktif
terro a sekolaah pole tapi akhirnya saya perketat, mon tak masok
mulai awal tak tahun tak e teremah
Input siswa mulai dari umur berapa mas?
Pen
w.pmd.nq1.s
1
Pen
w.pmd.nq1.s
2
Pen
w.pmd.nq1.s
3
Pen
Banyaknya
siswa
Input siswa
Input siswa rata-rata berusia anak sekolah dasar sampai tingkat
sekolah menengah pertama, semua kelas terdiri dari enam lokal,
sebenarnya klo dari peraturan depag, untuk tingkat ula sebenarnya 4
kelas dan wustho 3 kelas
Untuk ke depan, bilamana anak madin semakin banyak, di
formalkan kan juga bisa, ada nggak tujuan untuk menformalkan
madrasah diniyah ini?
Maunya masyarakat emang seperti itu tapi saya itu masih belum
berani, takut tenaga pengajarnya tidak sejalan dengan kita, klo
pondok ini sudah banyak kader-kader yang bisa mengajarkan ilmu
umum, insyaAllah itu bisa. Sebenarnya ada tujuan untuk ke sana,
masih menunggu alumni PPNQ yang mampu mengajar pelajaran
umum agar selaras dengan tujuan kita, ternyata sekrang sudah banyak
para alumni yg sudh S-1
Kemaren, setelah saya mengikuti rapat, insyaAllah ke depan, antara
depag dengan diknas sudah ada kesepakatan atau MOU bahwa siswa
yang akan masuk ke jenjang pendidikan SMP harus d sertai dengan
ijazah diniyah setempat dan ini juga oleh bupati di pendopo sudah
sudah mendapatkan respon yang baik. Saya usul waktu rapat, kapan
ini pelaksanaannya?
w.pmd.nq1.s
4
Pen
w.pmd.nq1.s
5
madrasah
diniyah cabang
Memformalkan
madrasah
diniyah cabang
Menggabungka
n dua lembaga
pendidikan
Sinyalemen
bahwa
madrasah
diniyah akan
segera
mendapatkan
tempat di hati
masyarakat
12-07-12 Jabatan pean di sini ustadz?
Saya sekarang ketua yayasan, sekaligus kepala madrasah diniiyah
Klo bendaharanya?
Klo bendahara yayasan bapak Babun
Sekretarisnya Ustadz?
Sholehuddin
Pen
w.pmd.nq1.s
6
Pen
w.pmd.nq1.s
7
Pen
w.pmd.nq1.s
8
Sudah lama berdiri?
Tahun 1985
Sudah pindah 3x, Awalnya ini di timur, lalu pindah ke selatan dan
sekarang di sini (barat jalan), pindahnya ke sini tahun 1990-an,
namaya tetep madrasah diniyah Nurullah, emang dulu kurang begitu
prospek muridnya paling cuman 50 siswa sebelum ada di sini
Sempat disini muridnya 180-an tahun 2000
Klo dari pondok, berapa guru tugas yang mengajar disini?
Tahun yang lalu itu 4 orang dan tahun ajaran 2012 ini 3 orang, emang
maksimalnya 3-4 orang, cuman disini yang beri guru bantu 3-4 orang
yang lainnya cuman 2-3 orang, sekarang siswanya 130-an
Lokalnya sudah ada berapa?
Ada 6,
Apa ada bantuan untuk pembangunan madrasah ini?
Klo dari pondok nggak ada, ini hasil dai swadaya masyarakat dari
pemerintah juga masih belum ada
Tahun berapa bangunan ini sudah komplit?
Tahun 2000
Untuk pagi harinya, apa ada kegiatan selain diniyah ustadz?
Belum ada takut berbenturan dengan SD, untuk ke depan emang ada
rencana untuk membuka PAUD, malah bukan hanya PAUD saja,
pengennya kita buka MI juga
Dari pengasuh PPNQ, apakah sering memberikan arahan
mengenai ini ustadz?
Ya, malah setiap 3 bulan sekali ada rapat koordinasi seluruh cabang
dari Nurul Qadim tentang kemajuan, guru-guru semuanya
Pen
w.pmd.nq1.s
9
Pen
w.pmd.nq1.s
10
Pen
w.pmd.nq1.s
11
Pen
w.pmd.nq1.s
12
Pen
w.pmd.nq1.s
13
Pen
w.pmd.nq1.s
14
Pen
w.pmd.nq1.s
15
dikumpulkan dengan pengasuh dan kepalanya, tempatnya juga
berpindah-pindah
Apakah ada bisyaroh untuk guru ustadz?
Untuk guru nggak ada cuman baru-baru ada bantuan BOSDA dan
sudah mulai tahun kemaren
Perguru, berapa besaran bisyarohnya?
Ya tergantung lama pengabdian dan juga dana itu sendiri, jadi
bayarannya nggak menentu
Apakah kurikulumnya sama ustadz antar madrasah?
Sama, emang itu pemerataan dari pondok dan remote kontrolnya ada
di gus hafidz, klo beliau bilang merah, ya semuanya merah
Dan jamiyahnya gus hafidz yang paling banyak disini, yang ikut
sekitar 150 pemuda akhirnya sekarang beliau itu dilirik oleh orang-
orang pemerintah yang mempunyai kepentingan
Syubbanul muslimin diselenggrakan disini setiap hari apa?
Setiapsetengah bulan sekali, pas hari rabu
Klo kegiatan ustadz-ustadz sebenarnya cukup banyak, malam senin di
mushalla biasanya shalawatan, dan setiap malam rabu ada sarwaan
Pekerjaan sampean apa ustadz?
Ya netral, artinya tidak ada pekerjaan yang tetap, setelah acara
(haflah) ini biasanya saya kerja tembakau, ya bertani malahan
sawahnya gus hafidz sekarang sya yang mengerjakan (mengurusi)
Klo alumni nurul qadim, saya kira sudah bisa bermasyarakat karena
setiap hari mereka di didik untuk mengajar di madrasah diniyah
cabang dan malam harinya mereka langsung berinteraksi dengan
Pen
w.pmd.nq1.s
16
Pen
w.pmd.nq1.s
17
Pen
w.pmd.nq1.s
18
Pen
w.pmd.nq1.s
19
Pen
w.pmd.nq1.s
20
masyarakat, dengan mengikuti kegiatan- kegiatan keagamaan yang
ada di masyarakat
Apa tujuan madrasah diniyah ini ustadz?
Demi agama demi mencerdaskan putra putri masyarakat sekitar
dalam bidang agama, klo nggak ada diniyah ini, bagaimana anak-
anak yang sekolah SD yang pelajaran agamanya hanya satu jam
perminggunya.
Berapa spp-nya ustadz?
1500/bulan
Alamat disini ustadz?
Jl Kalimas Alas Tengah Paiton
Niatnya KH Nuruddin pada awal mulanya, berdirinya madrasah-
madrasah diniyah ini untuk membendung aliran-aliran dari luar
kepahaman ahlus sunnah wal jamaah dan takutnya terkikis
kepahaman ini maka dibentuklah madrasah-madrasah diniyah ini.
Oleh karenanya ketika waktu itu pondok pesantren baru awal berdiri,
banyak bemunculan SD-SD di sekitar pesantren, yaitu sebelah timur,
barat, dan selatan. Atas fenomena tersebut kyai akhirnya memiliki
inisiatif untuk membentuk madrasah diniyah ini. Ini saya mendengar
langsung dari penjelasan beliau sendiri.
Kekhawatiran beliau juga didasari atas keprihatinannya atas
masyarakat di sekitar pesantren, dimana pendidikan agama sangat
minim sekali
Kalo pandangan politik kyai, menurut panjenengan, bagaimana
ustadz?
Mulai dulu pemikiran kyai tentang pembelaan kepada yang benar
karena agama, buktinya putra-putra beliau tidak boleh satupun ada
yang menjabat sebagai dewan legislatif maupun eksekutif daerah.
Pen
w.pmd.nq1.s
21
Pen
w.pmd.nq1.s
22
Pen
w.pmd.nq1.s
23
Pen
w.pmd.nq1.s
24
Kata beliau bahwa saya bukan karena cinta akan sebuah partai (PPP)
atau fanatik tapi murni karena mencari sebuah jalan kebenaran, kyai
sendiri dulu penah pindah partai, pada awal kali PKB di bentuk tapi
setelah itu kembali lagi ke PPP
Klo sosialnya ustadz?
Kyai pernah membangun jembatan di daerah sini, sebenarnya bukan
murni dana dari beliau akan tetapi bupati sekarang itu ingin
membantu pembangunan pondok namun beliau menolak. Dengan
jawaban, bahwa tidak perlu bupati, saya masih mampu membangun
pondok ini sendiri, saya cuman minta bantuan yang diberikan kepada
masyarakat dengan mendirikan jembatan layang yang
menghubungkan alas tengah dengan kalikajar. Waktu itu anggaran
untuk jembatan masih 450 juta. Karena kyai sendiri dana pribadinya
masih di fokuskan pada pemabangunan masjid yang ada di dalam
pesantren.
Klo dana dari kyai sendiri ustadz?
Klo dulu, masuk musin tanam, biasanya masyarakat butuh pupuk,
kyai biasanya meminjamkan dana kepada masyarakat dengan cuma-
Cuma dan tidak pernah mengambil dana sepeserpun tetapi akhirnya
dihentikan karena orang yang dipasrahi untuk hal ini, meminta uang
lebih kepada masyarakat, seakan-akan persepsi masyarakat waktu itu,
kyai meminta uang lebih dari hutang yang diberikan dan berita
negatif ini akhirnya terdengar oleh kyai, sehingga beliau merasa tidak
enak kepada masyarakat dan sampai sekarang tidak ada lagi. Waktu
itu kyai memberikan dana sekitar 10 juta
Selain itu nggak ada, namun kepentingan seluruh pesantren, biasanya
di tanggung sendiri oleh kyai seperti pembagunan pesantren, mulai
dulu kyai tidak pernah minta sumbangan kepada alumni maupun wali
murid dan juga setiap hari memberi makan para asatidz
Pen
w.pmd.nq1.s
25
Pen
w.pmd.nq1.s
26
Klo manaqib yang di koordinatori oleh yai, banyak yang hadir
ustadz?
Sebagaian masyarakat sini banyak yang ikut, pada awalnya ini bukan
untuk masyarakat tapi kepada para santri-santrinya, klo masyarakat
ikut, dipersilahkan,, yang hadir biasanya lebih dari 100 orang
Klo yang senin manis, kyai Jalal, itu banyak yang hadir, dari
muslimin saja sekitar 600-700 belum yang muslimat, sepertinya lebih
dari 1000 jamaah
Klo majlis al-mar’atus shalihah?
Ooo.. ya malam selasa, klo dari sini juga banyak yang ikut
Sampean juga termasuk pengurus Robbany ustadz?
Ya,, koordinator daerah Paiton, yang ikut sekitar 70-100 alumni
setiap ahad pon, dengan membaca kitab fathul qarib
Katanya robbany juga mengadakan dana sosial?
Betul.. yaitu bagi santri yang tidak mampu itu ada beasiswa, emang
ada pengumpulan dana dari alumni, hal ini bukan inisiatif dari
pesantren, pesantren tidak pernah menginstruksikan tapi murni
keinginan/inisiatif dari para alumni. Sepertinya lebih dari 30 orang
yang dapat beasiswa ini.
Apakah pondok pernah mengadakan semacam pelatihan?
Ada, biasanya diklat dan mendatangkan tenaga ahli dari pihak luar,
biasanya khusus kepada para guru tentang pendidikan anak, kemaren
ada diklat tentang manajemen pendidikan dan keuangan, nara
sumbernya ini dari sidogiri
Pen
w.pmd.nq1.s
27
Pen
w.pmd.nq1.s
28
Pen
w.pmd.nq1.s
29
Pen
w.pmd.nq1.s
30
Pen
w.pmd.nq1.s
31
3 20-04-12 Ra Hafidz Tentang sejarah pondok, bagaimana berdirinya pondok ini?
Berawal dari sebuah surau kecil yang akhinya menjadi masjid dan
banyak muridnya, masyrakat juga banyak yang mengikuti pengajian.
Pen
w.br.nq1.h10
Sejarah pondok
Akhirnya yai minu menikahkan putrinya dengan yai nuruddin, karena
banyaknya para murid yang mengaji, dibuatlah beberapa pondoan
kecil untuk menampung mereka. Rata-rata penduduk sekitar adalah
alumni dr PPNQ,sehingga keberadaan SD pada waktu itu kurang
diminati oleh masyarakat karena di dasari persepsi yang mengatakan,
bahwa SD adalah sekolaannya orang-orang belanda.
Siapa koordinator bagian pendidikan disini mas?
Saya saat ini di bagian biro tarbiyah, sedangkan kakak saya (ra hadi)
adalah ketua yayasan. Abdinah fokus ke masyarakat mon kakak
nekah mencari link di luar
Bagaimana perkembangan pondok pesantren?
Pekembangan pondok pesantren sendiri, besarnya ketika di asuh oleh
Abah, bisa dikatakan abah yang mendirikan karena sebelum ada abah
belum ada pendidikan hanya ngaji-ngaji biasa, abah tojuk (mengasuh)
neng ka‟ entoh tantangannya luar biasa, kyai minu mpon seppo dan
hanya penyandang dananya, kyai jalal bekto genekah masih berumur
6 tahun, kyai jalal cek ta‟dzimah, polanah debunah ketika eyadduh
bik oreng, kyai jalal a debbu ke oreng tersebut, “pean tak usah benta
napah, pa jubein benta kakang ka kuleh tak kerah masuk ten,, karena
dia guru sekaligus besan sama saya. Kiai jalal masih d gendong yai
nuruddin dan juga ngaji kitab sama beliau makanya kyai jalal sangat
ta‟dzim meskipun putra pengasuh
Secara garis besar, metode pendidikannya, mengacu kemana?
Lebih banyak ke Lirboyo, tapi klo metode pembelajaran kitabnya,
abah adebu “engko riah ollenah nemoh dibik, ketika engko ngajerin
nak kanank santreh, riah e yajerin nahwu dbik shorrof, dinak reah bel
bebbel (goblok), engko ger tak taoh de‟remah caranah, maklum oreng
disah, reah engko tak taoh de‟remah caranah, akhirah la sellah
terakat, pas punya metode dibik dalam ngajeri santreh” seperti tasrif
Pen
o.br.nq1.h11
Pen
w.br.nq1.h12
Pen
w.br.nq1.h13
Jabatan ra hafid
Kiblat dalam
metode
pembelajaran
Sebuah
kreatifitas yang
melahirkan
sebuah metode
pembelajaran
saja ini tak padeh (dengan pondok pesantren yang lain), seperti
nerangagi bina‟ shahih, bina‟ shahih maloloh sampek juz 5 bik 6,
setelah bina‟ shahih mateng, selanjutnya bina‟ mudlo‟af sampai
paham karena katanya abah, koncinah bedeh neng bina‟ shahih, bina‟
shahih la teppak baru pindah ke laenah, setelah itu di praktekkan dgn
buat lafad yg jelimet dan santreh e soro becek
Makanya murid-murid konanah nekah laen caen, tak padeh bik se
laen, lirboyo dibik kuleh tak padeh, keng ta potranah benyak se
mondok neng lirboyo akhirnya benyak perubahan.
Putranah aba umur 8 thun koduh mondok, tidak sampai di didik ole
abah, kakak saya (ra hadi) umur 8 tahun sudh di ploso, sobung se
sekola SD karena tak e parengagi bik aba karena anti sarah bik SD
Apakah termasuk tenaga pengajarnya juga?
Tenaga pengajar juga banyak yang dari lirboyo, se etegguk neng
ka‟enjeh kelas IV dan V, mon kelas IV ben V mpon mateng, ka‟sah
mpon nyaman (artinya dia bisa otodidak dalam mempelajari kitab)
Klo ditingkat ibtidaiyah, apa yang ditekankan?
Klo tingkat ibtidaiyah yang di tekankan adalah nahwu dan sharaf, klo
tingkat tsanawiyah seperti fiqh, „arudh dll..
Pembelajaran semuanya berkiblat ke lirboyo karena ta potranah
benyak alumni Lirboyo
Klo tsanawiyah mas?
Nggi semuanya
Klo di aliyah?
Di aliyah bedeh juman, jawahirul maknun, Klo sudah di jenjang
aliyah, anak-anak penekanannya banyak yang ke perjuangan, dalam
belajar minat mereka mulai berkurang karena banyak yang terjun
dalam pemberdayaan masyarakat di madrasah diniyah cabang, jadi
Pen
w.br.nq1.h14
Pen
w.br.nq1.h15
Pen
w.br.nq1.h16
Pen
w.br.nq1.h17
Tenaga
pengajar
Penekanan mata
pelajaran
Penekanan mata
pelajaran
Lebih konsen
kepada
pengabdian
seakan-akan mereka lebih sibuk di luar
Tahun 80-an santri begitu pesat sampek lebih 500 putra blum yang
binik, pas benturan dengan politik santri mulai berkurang tapi
sekarang ketika dipegang oleh yang muda-muda, mulai bergeliat lagi
para santri yang masuk pondok
Meskipun disini sudah ada umumnya tapi tetap muhafadlah, yang
banyak kan biasanya akhdu saja (pondok yang lain) kita tidak
mengingikan engak nekah,
SMA nekah sudah buat komitmen bahwa anaknya harus mondok,
biar tidak dijadikan hanya sekolah umum saja
Tujuannya di buka sekolah Aliyah ini agar para masyarakat mau
memondokkan anaknya sekaligus sekolah formal.
Ada yang tanya dari masyarakat dan alumni agar anaknya bisa
sekolah formal dengan nyolok (tidak menetap di pesantren), mereka
saya jawab bahwa tujuan saya ini mendirikan agar mereka mau
memondokkan anaknya, sekolah ini hanya sebagai pancingan agar
mereka mau memondokkan anaknya.
Bagaimana klo di madrasah aliyah dikhususkan untuk
pengembangan keilmuan?
Kita punya cita-cita ke sana, deddih caen kak hadi genekah, kelas
I,II, dan III e padeddieh ibtida‟, kelas I, II dan III aliyah e padeddieh
tsanawiyah, se aliyah e padeddieh ma‟had aly ada arah ke sana.
Menurut non-hadi, kita masih membutuhkan 5M lagi untuk mencapai
target kita, pembangunan sekarang ini sudah menghabiskan sekitar
3M.
Yang paling berat ke depan tantangannnya adalah minat santri,
seakan mereka tidak punya ghiroh dan mahabbah untuk belajar,
Klo pondok putri meskipun salaf tiap jum‟at ada kursus gebey jejen
Pen
w.br.nq1.h18
Melestarikan
nilai-nilai lama
Santri kalong
Aliyah sebagai
pengembangan
ilmu
keagamaan
Minimnya
minat santri
untuk belajar
Permintaan
masyarakat
untuk tidak
memondokkan
putra-putrinya
Ingin lebih
menyederhanak
an jenjang
pendidikan
seperti PKK
Bagaimana format madrasah diniyah cabang ke depan mas?
Gi can gelek, kita harus mengikuti perkembangan zaman, jadi
pekembangan ke depan nekah napah, bahkan kulehse mangken ingin
berpacu yang mana kelas 1, 2 dan 3 ke TPQ, soalnya kayaknya yang
lebih terjual ke masyarakat, layak jualnya ke masyarakat sekarang
adalah TPQ, dgn metode-metode membaca al-Qur‟an dengan cepat,
kuleh terro ngutusah santreh untuk mempelajari metode al-Qur‟an ini.
Tempat untuk madrasah diniyah, apakah di masjid atau di
surau?
Sudah berbentuk lokal, tidak di masjid maupun musholla
Tapi kakak (ra Hadi) kuleh nekah semapat bingung, noroah de‟amh
dinak reah
pondok ini karena setiap pondok mempunyai ciri khas, kaya‟ di
sidogiri, ubudiyahnya luar biasa, sedangkan intelektualnya jauh
dengan ploso dan lirboyo, terus engak lirboyo, intelektualnya maju
dan anak-anaknya kritis tapi ubudiyahnya tadek sekaleh
mon neng ka‟enjeh nekah engak se pas ekalaah kabbi, sampek guru
dari lirboyo dek adeen sampek ta kerjet, sampek mengatakan “disni
ini malaikat apa manusia” ya mungkin lirboyo tidak biasa di forsir
seperti itu
neng ka‟enjeh aktivitasnya mulai pagi jam 1 di bangunkan untuk
shalat tahajjud yg langsung e pimpin bik aba sampek jam setengah 3
Bagaimana kondisi para santri ketika jam pelajaran pagi d
kelas?
Enten tak napah, nak-kanak seger karena sudah biasa
Pen
w.br.nq1.h19
Pen
w.br.nq1.h20
Pen
w.ky.nq1.h20
Bentuk
pembelajaran
diniyah cabang
ke depan
bentuk
sarananya
ciri khas
pondok
pesantren
padatnya
aktivitas
Hiburan bagi
para santri
Apakah ada hiburan bagi santri?
Ada hadroh, sepak bola seminggu dua kali, nggi neser nak-kanak
karena di forsir waktunya
Keng rata-rata mas, kebenyaen lari ke barokah, karena pesantren itu
tergantung dari pendirinya, seperti d Lirboyo sendiri kenapa
keilmuannya begitu karena KH. Abdul Karim dalam keilmuan
memang cukup kuat mungkin di ploso-pun juga seperti itu, engak
ka‟enjeh kyai Mino dibik ketika mondok ke Genggong karena karena
secara keilmuan Kyai Mino hanya belajar Sullam-Safina
yang paling terasa kepada masyarakat dari nurul qadim tentang
pemberdayaan masyarakat, bahwa kyai minu sudah pernah
membangun 48 masjid yang ada di daerah paiton, jelen neng Randu
Merak, Kyai minu yang buat, jembatan nekah, laoknah kabbi Kyai
Mino yang buat
Pen
w.ky.nq1.h20
Pemberdyaan
dalam dakwah
islamiyah
20-04-12 Ra Ubed Panjenengan di sini menjabat sebagai apa mas?
Jabatan kuleh neng ka‟ enjeh sebagai sekretaris yayasan, ketua
yayasannah kang Hadi
Bagaimana sejarah pondok pesantren salaf ini mas?
Memang amanah dari pendiri, kyai minu, agar bermanfaat karena
banyak pendidikan yang sudah tidak terjangkau oleh masyarakat,
pengasuh mengamanatkan, bahwa:
a. Menjembatani pendidikan kepada masyarakat yang tidak
mampu agar mereka mampu mendapatkan pendidikan
b. Tetap akan kesalafannya karena mulai terkikisnya pondok-
pondok salaf dan banyak yang sudah berubah kepada pondok
modern dan pondok salaf keberadaannya bisa dibilang sudah
mulai langka apalagi di daerah probolinggo untuk mengisi
kekosongan dalam ilmu agama
Pen
w.sy.nq1.u1
w.sy.nq1.u2
Jabatan
Sejarah
pesantren
Memfasilitasi
pendidikan di
masyarakat
Untuk mengimplementasikannya, agar pesantren Nurul Qadim tetap
eksis di masyarakat, yang katakanlah masyarakt sekarang
memerlukan formalitas, karena itu banyak alumni nurul qadim yang
tidak memasukkan putra-putranya hanya gara-gara formalitas, emang
dirasakan sekali, agar eksis di tengah masyarakat maka dibentuklah
madrasah diniyah cabang tujuannya adalah untuk mengisi
kekosongan dan membantu masyarakat yang minim akan
pengetahuan agama terutama anak-anak kecil
Semangken mon tak keleroh madrasah cabang ini sekitar 30 lebih
bahkan sampek keluar dari wilayah probolinggo, engak bedeh neng
gilih, tanggul, situbondo
Setiap ada pertemuan alumni oleh pengasuh, mereka di tekan untuk
mendirikan madrasah di setiap desa, dan memang kesulitan dalam
mencari tenaga seng poron ngajer, sampek bedeh istilah “guru
perengan”, ngajer gun olle sepereng..
Akhirnya pesantren menjembatani anak-anak yang sudah aliyah
ditugaskan untuk membantu madrasah diniyah, yang mereka
butuhkan hanya sepeda pancat, yang penting mereka sudah di belikan
sepeda pancat, habis dluhur mereka sudah berangkat, setiap hari ke
madrasah cabang dua orang, dan itu tidak bosan-bosannya dalam
mengabdi, mereka juga mengajar sekaligus mengelola sendiri, artinya
mereka mengajar di luar bukan di didik untuk mencari pekerjaan tapi
membantu sebuah perjuangan
dari sekian banyak madrasah cabang itu, alhamdulillah ada
pemasukam (input) santri ke pesantren
Apakah keberadaan lembaga formal di dalam pesantren
sekrang, atas inisiatif sendiri atau karena dorongan dari para
alumni?
Pen
w.sy.nq1.u2
Tujuan
madrasah
diniyah cabang
Keslitan
mencari tenaga
pengajar
Penugasan
siswa aliyah
Input santri
Mengisi
kekosongan
pendidikan di
tengah-tengah
masyarakat
Instruksi untuk
mendirikan
lembaga
pendidikan
Mendorong
para siswa
untuk lebih
meningkatkan
jiwa
pengabdian
Sebagai wadah
untuk
menjaring input
sebenarnya kompleks, bukan hanya kemauan pesantren, alumni
maupun masyarakat, tapi semuanya mempunyai peran dan andil.
Akhirnya ka‟ entoh ketika ijazah di jadikan sebuah bahan untuk
mencari pekerjaan, banyak masukan dari alumni dan masyarakat,
bagaimana seandainya nurul qadim juga membuka sekolah formal,
setelah diskusi dengan para pengasuh, dan d pikir oleh pengasuh dan
lama, hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan karena juga
ingin meng-eksiskan salafnya, prosesnya lama, ketika tan tretan
sudah siap, baru ada lampu hijau dari pengasuh akhirnya di
bangunlah sekolah formal tapi sebagai penunjang, tetap sekolah
salafnya yang sebagai acuan, ini (sekolah formal) hanya sebagai
sayap pendidikan. Pengasuh memberikan arahan “tolong ini di atur
cong, gimana sekiranya sekolah ini tidak mengganggu pendidikan
salafnya” dan tidak boleh tidak, nurul qadim memang harus
mendirikan sekolah formal, karena pancen di rasakan onggu
kesulitannya, dari macem-macem, fasilitas dll..
akhirnya lahirlah sebuah konsep المحافظة علي القديم الصالح واألخر بالجديد
,nekah bagimana formal tidak mengurangi nilai salafnya األصلح
akhirnya di buatlah sebuah aturan, anak yang sekolah formal wajib
sekolah salaf dan anak yang sekolah salaf tidak wajib sekolah formal.
Bagi anak baru yang mau mondok, ko tujuannya hanya mau sekolah
di formal, tidak di terima harus juga di salaf.
Pelajaran yang di ajarkan di formal, apakah semua pelajaran
seperti biasanya sekolah-sekolah formal atau hanya pelajaran-
pelajaran UAS?
Semua di ajarkan cuman ketika anak keluar dari kelas yang
ditekankan tetap kesalafannya
Klo seandainya berjalan bareng-bareng antara salaf dan formal,
bagaimana kiat-kiat agar lulusan sekolah formal dapat mencapai
Pen
w.sy.nq1.u3
Pen
w.sy.nq1.u4
Dorongan untuk
membangun
lembaga formal
Nilai-nilai lama
menjadi prinsip
Mata pelajaran
formal
pesantren
Sekolah formal
hanya sebagai
sayap
pengembangan
pendidikan
dalam menarik
minat untuk
mondok
Lembaga
pendidikan
salaf mencoba
untuk
mengembangak
an nilai-nilai
yang baru
Mata pelajaran
standar lulusan?
Itu memang hal yg sulit pi bukan tidak mungkin dari yayasan
memang mencari guru-guru yang ahli dalam bidangnya, karena
kemauan dari yayasan sendiri tidak mau setengah2 dalam mendirikan
sekolah formal meskipun cabang dari salafnya. Alhamdulillah, dari
MTsA se probolinggo (madrasah Tsanawiyah satu atap) dapat juara I
tahun kemaren, terbaik dari fasilitas dan mutunya dan terbanyak
muridnya.
Udah berapa tahun Tsanawiyah berdiri?
Tahun ini sudah lulusan, tahun depan ke aliyah ini kemaren sudah
rapat yayasan, apakah nanti buka SMA, MA apa SMK tapi
insyaAllah ke MA ja
Setelah saya berkunjung ke lab, apakah para siswa mampu
melakukan kegaiatan tersebut, padahal di pondok kegiatan
sangat padat?
memang hal yang sulit jika ada kemauan bukan hal yang mustahil
untuk dicapai butuh dukungan dari semua pihak, terutama dukungan
dari pengasuh, tentunya lulusannya ingin paham agama dan juga ilmu
umum seperti halnya ulama-ulama dulu. Ayolah kita coba pelan-
pelan, saya rasakan emang sangat berat
apa tujuan dari adanya dua pendidikan yang berbeda ini?
Kemauannya semacam itu (mampu ilmu agama dan umum),
sementara ini kan seakan-akan dipilah-pilah, kenapa ini tidak di coba
untuk digabungkan, klo kita mengatakan itu hal yang sulit karena
akan mengalahkan salah satunya. Saya kira kenapa tidak mungkin
seperti ulama-ulama dahulu
Dari segi sosial, apa pemberdayaan untuk ke masyarakat?
Klo di bidang keagamaan nggi, katakanlah yang orientasinya ke
Pen
w.sy.nq1.u15
Pen
w.sy.nq1.u6
Pen
w.sy.nq1.u7
Pen
w.sy.nq1.u8
Standart lulusan
sekolah formal
Berdirinya
sekolah
Tsanawiyah
Padatnya
kegiatan di
pondok
Tujuan dari 2
lembaga
pendidikan
Pemberdayaan
dalam bidang
salaf tetap
diunggulkan
bidang pendidikan, di nurul qadim itu banyak, ada kegiatan yang itu
bukan diikuti oleh para santri, diantaranya ada yang semenjak dulu
Setiap malem selasa, khusus muslimat, nyamanah “masjlis ta‟lim
almar‟atus shalihah”, nekah masyarakat yang mengikuti muslimat,
PJ-nya siapa mas?
Penanggung jawabnya selama ini adalah KH Nuruddin, karena beliau
yang mendirikan pertama kali
Ada juga kegiatan istighatsah JPI (jam‟iyah taqarrub ilallah) setiap
malem senin manis, PJ-nya kyai Jalal
Berapa jamaah yang mengahdirinya?
Setiap malem senin manis tidak pasti, cuman Saya dipasrahi sama
abah untuk menyiapkan konsumsinya meskipun ala kadarnya, se
senin manis berik nekah a bungkos 1000 korang, jamaahnya tidak
selalu pasti, acaranya setelah isya‟, istighatsah, di akhiri dengan
ceramah, ceramah nekah yang mengisi gantian, kadang dari luar
Kemudian bedeh pole Tiap malem juma‟at manis, ini ada manaqib
syaikh abdul qadir jailani, yang di asuh oleh kyai Nuruddin, lastareh
isya‟
Klo ra Masrur?
Klo ra masrus itu sama, manaqib syaikh abdul qadir juga, yaitu
jamrah yang bertempat di luar pesantren dan berpindah-pindah
Terus bedeh pole, karena yang ada genekah, majlis ta‟lim- ta‟lim,
ketika di lihat dan ditinjau yang datang sepuh-sepuh sedangkan untuk
segmen yang muda belum ada yang garap ketika non hafidz pleman
dari pondok, terus sareng abah, coba keluar, mendekati masyarakat
yang muda, di ajak untuk bersama-sama, minimal di ajak pengajian,
Pen
w.sy.nq1.u9
Pen
w.sy.nq1.u10
Pen
w.sy.nq1.u11
sosial
koordinator
kegiatan
dakwah
islamiyah
jumlah jamaah
Kegiatan
dakwah
islamiyah
yang dinamakan “syubbanul muslimin”
Klo dari pondok sendiri, untuk mengadakan pelatihan-
pelatihan, misal pertanian, perkebunan cocok tanam, dll?
Sejauh ini masih belum, cuman sebenanya untuk pesantren masalah
penghijauan sudah ada sejak dulu cuman tidak mengikut sertakan
masyarakat secara umum tapi hanya orang-orang tertentu, mulai
dimin emba nekah a namen e nyor deri jelen dejeh, emang tujuannya
untuk penghijauan dan alhamdulillah, taon senapah seka‟dintoh juara
I untuk tingkat jawa timur untuk penghijauan, untuk tingkat nasional
kala bik luar jawa, sempat mewakili jawa timur
Klo sekarang masalah penghijaun, apakah masih ada?
Tetap dilaksanakan sampek semangken cuman kita tidak fokus ke
sana, mangken pesantren a nanem sengon, ada lahan milik pesantren
akhihrnya di tanami nekah sebanyak 10.000 sengon, sekitar berjalan
2 tahun
Kebanyakan di sini adalah masyarakat petani, apakah dari
pesantren ada fasilitas atau halaqah yang bidangnya dalam
pertanian, agar mereka tahu cara menanam yang baik dsb?
Ada cuman forumnya kecil tidak melibatkan masyarakat secara luas,
ketika penanaman sengon sebelumnya, sempat masyarakat sekitar
berkumpul, ada dari pihak pertanian mengadakan penyuluhan, bukan
genekah maloloh, sempat juga penyuluhan mangga, klo nggak salah
mendapatkan 1000 bibit mangga dari pertanian, akhirnya pesantren
gimeng, mau di tanam dimana mangga 1000 itu, mau tidak mau ya
harus mengajak masyarakat, ketika e du‟um ada petugas pertanian,
Sumber ekonomi pesantren?
Sumber terbesar selama ini, pesantren itu unik dan juga antik, bukan
hanya di nurul qadim tapi mungkin seluruh Indonesia yaitu min
Pen
w.sy.nq1.u12
Pen
w.sy.nq1.u13
Pen
w.sy.nq1.u14
Pen
w.sy.nq1.u15
Syubbanul
muslimin
Kegiatan Sosial
Penghijauan
dengan
menanam
pohon sengon
Fasilitas
pesantren dalam
pertanian
haitsu la yahhtasib..
Disini kan banyak tenaga pengajar, dari pondok membayar
mereka?
Semuanya itu dari pengasuh sendiri
Klo kaya’ listrik?
Ya emang dari siswa ada tapi ketika tidak mencukupi di operalih ke
pengasuh
Apakah ada keinginan untuk membangun koperasi?
Ada, akhir-akhir ini sudah mulai
Berapa syahriah perbulan?
Syahriyahnya perbulan 15.000 itu sudah semuanya, uang pondok,
uang madrasah dsb
Guru ng ka‟ entoh tiap harinya, makannya di tanggung oleh
pengasuh, bayarannya pebulan ada yang 15 ribu, ada yang 20 ribu,
bukan dari pesantren tidak memikirkan tapi emang adanya segitu
ketika mau menaikkan shyahrihyah, pengasuh kasihan kepada anak-
anak yang tidak mampu, dilema sebenarnya
Kedepan pesantren akan membuka sebuah koperasi, dalam
bidang apa koperasi tersebt?
Keinginannya klo kita bermimpi jangan tanggung-tanggung,
keinginannya membuka swalayan, tapi kapan waktunya masih belum
dibicarakan. Kami sekarang masih memikirkan fasilitas pondok
karena mash kurang memadai, ketika tempat belajar tidk ada,
biasanya kelasnya di masjid, sebedeh mpon.. nekah mangken
tsanawiyah udah lulusan, aliyah kelasnya belum ada.
Pen
w.sy.nq1.u16
Pen
w.sy.nq1.u17
Pen
w.sy.nq1.u18
Pen
w.sy.nq1.u19
Pen
w.sy.nq1.u20
Ekonomi
pesantren
Bayaran tenaga
pengajar
Koperasi
sebagai
ekonomi
pesantren masa
depan
12-07-12 Ust Suki Riadi Tahun berapa berdirinya? Pen
Pengasuh
“Nurul
Hasyimi III”
Dusun
Kalianyar 2
Sidodadi
Tahun 1989,
Dari mana bantuan untuk sarana & prasarana?
Dari swadaya masyarakat,
Berapa siswa pak?
Kurang lebih 100, cuman madrasah diniyah
Tenaga pengajarnya dari mana?
Tenaga pengajar dari pondok 3 orang dan juga dari alumni, dari
pondok itu setiap hari, itu tanpa honor semua, karena itu amanat dari
yai,
Mon panjenengan ngajer napah pak?
Den kuleh neng ka‟entoh pembantu umum, klo ada guru yang sedang
udzur saya yang membantu, baik ilmu nahwiyah, bahasa Arab dan
juga yang lain.
Berapa lokal pak?
Enam lokal, kelas I sampai kelas VI
Kira-kira umur siswa kelas I berapa pak?
Ya kira2 sama dengan kelas SD
Mungkin bapak bisa memaparkan sejarah berdirinya?
Pertama ini emang dari titah kyai, katanya beliau tahun ini kamu
harus mendirikan madrasah diniyah. Tapi saya harus di do‟akan oleh
pak kyai karena tanpa itu perjuangan saya itu tidak bisa berjalan.
Masalahnya saya ini oang ekonomi lemah, kyai bilang “klo kamu
nunggu kayanya kapan kamu mau berjuang”. Dari dawuh-dawuhnya
kyai itu saya lakukan, demi kyai Nuruddin. Waktu pembukaan
madarash ini kyai datang ke sini, dan peletakan batu pertama tahun
w.pmd.nq1.r
1
Pen
w.pmd.nq1.r
2
Pen
w.pmd.nq1.r
3
Pen
w.pmd.nq1.r
4
Pen
w.pmd.nq1.r
5
Pen
w.pmd.nq1.r
6
Pen
w.pmd.nq1.r
7
Pen
w.pmd.nq1.r
8
1990. Pertama itu tempatnya itu disni, setelah itu di Masjid.
Bangunan mulai bagus seperti ini tahun berapa pak?
Mulai dari awal emang sudah bagus cuman nggak sebagus sekarang
ini. Ini semua karena kekompakan pengurus, ini semua lantaran
koordinasi, saya tidak sewenang-wenang memberikan kebijakan
terkait hal apapun
Klo dai pihak pesantren pernah memberikan bantuan pak?
Selama ini tidak ada cuman guru tiga orang
Jam masuk pak?
Jam 2
Klo udah sebesar ini, apa tidak ada rencana untuk membuka
sekolah formal pak? Untuk mengisi kekosongan pagi harinya
Mau buka PAUD, insyaallah setelah bulan Syawal ini.
Klo dari pemerintah daerah, apa pernah memberikan bantuan?
Tidak, semua ini dari dana simpatisan
Saya jam 12.00 itu pulang ke rumah, pagi hari saya bekerja untuk
memberi makan guru-guru, uang dari mana klo sya nggak bekerja,
jadi sya harus cari sendiri, tiap hari guru itu makan bersama disini
selesai mereka mengajar, baik guru dari pondok maupun alumni, di
beri makan semua.
Kepala sekolahnya siapa pak?
Bapak Abdullah Kafaby, sekretarisnya Bapak Ghufron, dari Kudus,
berkeluarga dan menetap di sini.
Siswa dipungut biaya pak?
Pen
w.pmd.nq1.r
9
Pen
w.pmd.nq1.r
10
Pen
w.pmd.nq1.r
11
Pen
w.pmd.nq1.r
12
Pen
w.pmd.nq1.r
13
Pen
w.pmd.nq1.r
14
Pen
Bulanannya itu cuman tiga ribu cuman bayarnya perakhir tahun
bukan perbula, klo nggak bayar juga nggak apa-apa, asal anaknya
mau sekolah aja
Berapa persen siswa yang aktif pak?
Sekitar 80% lah.. dan maunya tahun depan ini mau buka TPQ untuk
kelas I, II dan III tapi ini bukan program pondok tapi dari kemauan
pengurus disini.
Klo buka PAUD, apakah tenaga pengajanya sudah ada pak?
Sudah siap,, sebagian gurunya ada yang dari alumni dan sebagian
sudah memilliki strata I
Klo tujuan berdirinya madrasah ini pak?
Tujuannya adalah menghilangkan kebodohan dan lagi klo melihat
pelajaran di SD itu pelajaran agamanya kurang, ingin mengisi
kekosongan yang ada di SD
Katanya kyai, ayo kita berjuang,, klo nggak ada honornya kita nggak
mau berjuang, kita ambil barokahnya saja
Apa saja kegiatan yang ada di robbany pak?
Biasanya itu haul yai hasyim, juga ada ceramah dari yai non hafidz
Dan acara ini juga sebagai mempererat rasa ukhuwwah, karena klo
ada yang kontras antara alumni, biasanya di pertemukan kedua belah
pihak oleh yai, yai terjun sendiri untuk mengatasi konflik ini
Klo istighatsah yai Jalal pak?
Tiap malem senin manis, daerah sini rata-rata ikut semua, mulai dari
pakuniran sampai besuki dan semua jamuan ditanggung oleh yi Jalal,
megikuti tradisinya yai Mino, klo ada acara beliau selalu membiayai
sendiri
Dan yai sering menyempatkan sms sendiri sama orang-orang,
w.pmd.nq1.r
15
Pen
w.pmd.nq1.r
16
Pen
w.pmd.nq1.r
17
Pen
w.pmd.nq1.r
18
Pen
w.pmd.nq1.r
19
Pen
w.pmd.nq1.r
20
seminggu sebelumnya biasanya sudah di kirim, sekitar 1000 lebih
beliau sms sendiri, jadi yang ikut itu biasanya nomer hp-nya diminta
sama yai
Klo yang ikut syubbanul muslimin dari daerah sini pak?
Banyak juga yang ikut, untuk kalangan muda-muda, acara ini mulai
dari besuk, pakuniran, bucor
Hasil dari kegiatan ini, apa ada dampaknya terhadap
masyarakat?
Ya, ada perubahan.. biasanya pemuda itu minum-minuman lambat
laun mulai berhenti. Pertama kali biasanya banyak pemuda yang
memakai anting, lambat laun juga mulai di lepas, gitar-gitaran juga
sudah mulai berhenti
Klo ra masrur?
Ya Jamrah, yang ikut juga banyak sampai sekarang dari daerah
perumahan PLN sama mumi. Beliau jua sering diundang sampai ke
Malaysia. Daerah Maron, Krucil, Krejengan, Pajarakan dan ke Gili
Ketapang sebulan sekali
Beliau juga memberikan beasiswa bagi santri yang hafal alfiyah,
maupun yang bagus nilainya sekitar 50 santri dan sekarang juga buka
beasiswa bagi kaum dlu‟afa
Rabbany juga seperti itu (memberikan beasiswa bagi santri yang
tidak mampu) jadi dari alumni yang mampu itu biasanya memilki
adik asuh mulai 1 orang sampai 3 orng
Klo majlis al-mar’atus shalihah, daerah sini juga banyak yang
ikut pak?
Ya banyak juga, awalnya yai Nuruddin
Pen
w.pmd.nq1.r
21
Pen
w.pmd.nq1.r
22
Pen
w.pmd.nq1.r
23
Pen
w.pmd.nq1.r
24
Guru-guru madrasah diniyah yang dari santri, apakah ada
kegiatan lain?
Ada, mereka biasanya memimpin sarwaan pada malam rabu dan
seminggu sekali
Yai juga tidak pernah nanya sama alumni mengenai keluaga maupun
pekerjaan, beliau selalu menanyakan perjuangan apa yang telah
dilakukan mereka di masyarakat
Pen
w.pmd.nq1.r
25
5 13-07-
2012
Bapak Sholeh,
Kalikajar
Apakah bapak pernah ikut pelatihan di Pondok?
Pernah sekali, itu sudah lama. Tidak ada program lagi sampai saat ini
Tentang apa itu pak?
Sengon, dulu sama pihak pertanian
Apakah bapak juga ikut menanam?
Waahh.. sya nggak punya lahan mas, jadi ikut nimbrung thok
Apakah dibutuhkan pelatihan semacam itu pak?
Sini banyak petani, cocok sebenarnya klo mengadakan pelatihan
tentang pertanian
klo dalam bidang dakwah, apa bapak sering ikut pengajian?
Tidak semuanya, cuman ikut jamaahnya Kyai Jalal, biasanya satu
bulan sekali.
Dengan mengikuti kegiatan tersebut, apa ada perubahan dikalangan
masyarakat pak?
Ada, cumn nggak begitu cepat karena orang-orang kadang hanya
ikut-ikutan saja
“Menurut beberapa stakeholder pesantren adalah yang paling banyak
dibutuhkan masyarakat adalah pengetahuan tentang keagamaan,
mengingat masyarakat yang putra/putrinya sekolah di lembaga
Pen
w.pmd.nq1.s
h1
w.pmd.nq1.s
h2
w.pmd.nq1.s
h3
w.pmd.nq1.s
h4
w.pmd.nq1.s
h5
w.pmd.nq1.s
h6
w.pmd.nq1.s
h7
pendidikan formal hanya mendapatkan pengetahuan keagamaan
sangat minim sehingga mereka yang sekolah di lembaga formal
hanya tahu sedikit tentang masalah-masalah furudhul ainiyyah,
meskipun mereka sekolah di madrasah formal yang nota bene
lembaga pendidikan Islami.”
NO NAMA SANTRI L/P ALAMAT1 MAULIDIATUL HASANAH P SUMBERAN BESUK2 WULANDARI P SUMBERAN BESUK3 BELA P SUMBERAN BESUK4 NIHAYTUS SALAMAH P SUMBERAN BESUK5 NURFIANA P SUMBERAN BESUK6 YENI NOVITA P SUMBERAN BESUK7 UMMUL BANIN P SUMBERAN BESUK8 DIANA KHOIRIYAH P SUMBERAN BESUK9 AISYATUL MUMTAZAH P SUMBERAN BESUK
10 HALIMATUS P TAMAN SARI KRAKSAAN11 INDAH P TAMAN SARI KRAKSAAN12 NUR AISYAH P TAMAN SARI KRAKSAAN13 NUR AWALIYA P SUMBERAN BESUK14 WULANDARI B P SUMBERAN BESUK15 NUR AINI P TAMAN SARI KRAKSAAN16 DIANA P SUMBERAN BESUK17 LAILA P SUMBERAN BESUK18 M. FARHAN L SUMBERAN BESUK19 M. ADI L SUMBERAN BESUK20 M. RIZAL L SUMBERAN BESUK21 M. ADANG L SUMBERAN BESUK22 M. ANANG L SUMBERAN BESUK23 M. FADIL L TAMAN SARI KRAKSAAN24 M. DAYAT L TAMAN SARI KRAKSAAN25 TORIQU KHOIRU RIKI L SUMBERAN BESUK26 FEBRI HENDRIYANTO L SUMBERAN BESUK27 FIRMANSYAH L SUMBERAN BESUK28 HALIMATUS SA'DIYAH P SUMBERAN BESUK29 LUTFIANA P SUMBERAN BESUK30 ABDULLAH L SUMBERAN BESUK31 ELISA P SUMBERAN BESUK32 WARDANI P SUMBERAN BESUK33 M. YANTO L SENTUL BESUK34 GHUFRON L KREJINGAN35 ZIDNI ILMAN L GLAGAH PAKUNIRAN36 M. KHOLIL L JABUNG CANDI PAITON37 M. JULI BUDIANTO L SUMBERAN BESUK38 M. ALFIN MAULANA L SUMBERAN BESUK39 M. DIDIN L SUMBERAN BESUK40 M. MAHFUD L JABUNG CANDI PAITON41 AMIRUDDIN L KALIKAJAR KULON PAITON42 MUSYARROFAH P SUMBERAN BESUK43 SUNDARI P SUMBERAN BESUK44 SITI ROMLA P TAMAN SARI KRAKSAAN45 NURUL JANNAH P TAMAN SARI KRAKSAAN46 ISFINI P TAMAN SARI KRAKSAAN
47 RISKA P SUMBERAN BESUK48 IDA PERMATA SARI P SUMBERAN BESUK49 ROMLATUN NAHDIYAH P SUMBERAN BESUK50 SYIFA INDANI P RANDU MERAK PAITON51 SAM'A MAULANI P SUMBERAN BESUK52 UMMI RIZQIYAH P SUMBERAN BESUK53 M. SHOLIHIN A L SUMBERAN BESUK54 M. SHOLIHIN B L TAMAN SARI KRAKSAAN55 M. NUFAL ARIANTO L KRAKSAAN WETAN56 M. JALAL L GLAGAH PAKUNIRAN57 BUDIANTO L BRANI MARON58 GHUFRON L SUMBER KATIMOHOK59 ABDURRAHMAN L TAMAN SARI KRAKSAAN60 LIA FITA ZULAIHA P SUMBERAN BESUK61 RIDHO ILAHI L SUMBERAN BESUK62 SITI NUR AISYAH P TAMAN SARI KRAKSAAN63 USNAWIYAH B P TAMAN SARI KRAKSAAN64 AGUS ANDIKA L SUMBERAN BESUK65 ALIA ROHALI P SUMBERAN BESUK66 DESI RATNSARI P SUMBERAN BESUK67 MADINATUL M. L SUMBERAN BESUK68 M. NUR YAHYA L TAMAN SARI KRAKSAAN69 M. ASMI ARYAN L SUMBERAN BESUK70 MAWARDI L SUMBERAN BESUK71 NUR HIDAYATI P SUMBERAN BESUK72 NOVITA AWALIYA P SUMBERAN BESUK73 NUR HIDAYATI P SUMBERAN BESUK74 SITI NUR HALIZAH P TAMAN SARI KRAKSAAN75 RUSDI L SUMBERAN BESUK76 JAMILA P TAMAN SARI KRAKSAAN77 M. ANDI L TAMAN SARI KRAKSAAN78 ASEP HIDAYATULLAH L TAMAN SARI KRAKSAAN79 LUTFIYAH P SUMBERAN BESUK80 YULIATIN P SUMBERAN BESUK81 AHMAD NUR DIANSYAH L SUMBERAN BESUK82 ROFI FIRMAN MAULANA L SUMBERAN BESUK83 ERFAN JAILANI L TAMAN SARI KRAKSAAN84 TAUFIQURRHMAN L SUMBERAN BESUK85 AFANDI RAIS L SUMBERAN BESUK86 NUR HAFID L SUMBERAN BESUK87 AMINUDDIN L SUMBERAN BESUK88 DANIL MAIDO L SUMBERAN BESUK89 M. DAFID NURSILA L SUMBERAN BESUK90 DURATUL MASUNAH P SUMBERAN BESUK91 SURAIDA P SUMBERAN BESUK
UMUR KETERANGAN9 TH9 TH9 TH9 TH9 TH9 TH8 TH9 TH8 TH
10 TH10 TH10 TH10 TH10 TH10 TH9 TH9 TH9 TH8 TH8 TH7 TH7 TH7 TH7 TH
10 TH10 TH10 TH10 TH9 TH8 TH8 TH8 TH
13 TH13 TH13 TH13 TH14 TH14 TH14 TH14 TH14 TH12 TH13 TH12 TH12 TH14 TH
13 TH15 TH15 TH16 TH15 TH16 TH16 TH16 TH17 TH17 TH17 TH17 TH17 TH9 TH9 TH9 TH9 TH
12 TH12 TH12 TH12 TH12 TH13 TH13 TH12 TH12 TH14 TH17 TH17 TH17 TH17 TH8 TH9 TH9 TH
12 TH12 TH12 TH12 TH12 TH12 TH17 TH17 TH17 TH17 TH9 TH
NAMA SEKOLAH/MADRASAH/MADIN : MADRASAH DINIYAH NURULLAHALAMAT LEMBAGA : ALASTENGAH PAITON PROBOLINGGOJUMLAH ROMBONGAN BELAJAR : 4 KELAS JUMLAH SISWA : 122 SISWA
TUJN. PROFESI
TUNJ. FUNGSIONAL
INSENTIF GURU SWASTA LAINNYA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 131 ALVIYAH ALASTENGAH PAITON BHS. ARAB 10 JAM MTS 8 TAHUN2 YUYUN WINARSIH ALASTENGAH PAITON FIQIH 15 JAM MA 1 TAHUN3 ACHMAD SHOLEHUDDIN ALASTENGAH PAITON SEJARAH 30 JAM MTS 10 TAHUN4 SUTIHAR RIZKI GONDOSULI PAKUNIRAN AKHLAQ 30 JAM MTS 1 TAHUN5 SYAMSUL ARIFIN RANDUTATAH PAITON TAUHID 30 JAM MTS 1 TAHUN6 M. SAID TEGAL WATU TIRIS AL-QUR'AN 30 JAM MTS 2 TAHUN7 ABD GHOFUR KUKUSAN KENDIT FIQIH 3 JAM MTS 2 TAHUN8 AGUS SUPRIYADI MATEKAN BESUK SHORFIYAH 15 JAM MA 2 TAHUN9 M. SYAKUR ALASTENGAH PAITON NAHWU 10 JAM MTS 8 TAHUN
10 ABDUS SALAM ALASTENGAH PAITON NAHWU 10 JAM MTS 8 TAHUN11 SAHIRUDDIN ALASTENGAH PAITON TAJWID 10 JAM MI 15 TAHUN12 TAUFIQ HIDAYATULLAH ALASTENGAH PAITON FIQH 15 JAM MA 1 TAHUN13 ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON AL-QUR'AN 10 JAM MI 15 TAHUN14 ZAINUDDIN JABUNG CANDI PAITON SHORFIYAH 3 JAM MI 6 TAHUN
Probolinggo, 24 April 2010KEPALA SEKOLAH/MADRASAH/MADINNURULLAH
M. SYAKUR
DAFTAR NAMA GURU SD/MI/ULA/SMP/MTS.S/WUSTHO
MATA PELAJARAN YANG DIAJARKAN
JUMLAH JAM
MENGAJAR
IJZAH TERAKHIR
MASA KERJA (Tahun)NO NAMA GURU NUPTK ALAMAT
SUBSIDI DARI PEMERINTAH/PEMERINTAH DAERAH YANG DITERIMA
KET
NAMA SEKOLAH/MADRASAH *) : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA
1 2 3 4 5 61 FIRDA B 635 I (SATU) ABDUR ROHMAN ALASTENGAH PAITON2 MOH. IKBAL 634 I (SATU) KADIR ALASTENGAH PAITON3 MOH. ROJIB 633 I (SATU) TAUFIK ALASTENGAH PAITON4 MOH. KHOIRI 632 I (SATU) JUMARI ALASTENGAH PAITON5 SHOFI 631 I (SATU) IMAM ALASTENGAH PAITON6 FITRIYAH 630 I (SATU) PATHOR ALASTENGAH PAITON7 NINING 629 I (SATU) HASAN ALASTENGAH PAITON8 RISA RIZKIYANTI 628 I (SATU) BAIDAWI ALASTENGAH PAITON9 ARINDI MUSDALIFAH 628 I (SATU) ABDUR ROHMAN ALASTENGAH PAITON
10 FITRI YULI 627 I (SATU) ALEX ALASTENGAH PAITON11 ABDUL GHOFUR 626 I (SATU) MISTAJI ALASTENGAH PAITON12 ROFIKI 625 I (SATU) HANAFI ALASTENGAH PAITON13 JONO ISKANDAR 624 I (SATU) AKSAN HARI ALASTENGAH PAITON14 EGO HARIYANTO 623 I (SATU) RADI ALASTENGAH PAITON15 MAS IMAM 622 I (SATU) NUR JAKI ALASTENGAH PAITON16 ATOILAHI 621 I (SATU) SUYET ALASTENGAH PAITON17 ABD. MU'IS 620 I (SATU) SALAM ALASTENGAH PAITON18 FENDI 619 I (SATU) JAHE ALASTENGAH PAITON19 RISKA SRI UTAMI 618 I (SATU) MAN ALASTENGAH PAITON20 ABD. YASID 617 I (SATU) ABD. RAZEK ALASTENGAH PAITON21 HASAN SUPRIYADI 616 I (SATU) AHMAD ALASTENGAH PAITON22 SINTA DEWI 615 I (SATU) HAFIT ALASTENGAH PAITON23 PUTRI NOVITA SARI 614 I (SATU) RUSDI ALASTENGAH PAITON24 FIRDA A 613 I (SATU) SUPAR ALASTENGAH PAITON25 MIA 612 I (SATU) NURUDDIN ALASTENGAH PAITON26 VIA 611 I (SATU) SUNARDI ALASTENGAH PAITON27 ANA KURNIA ILA 610 I (SATU) SIRAJUDDIN ALASTENGAH PAITON28 HALIMATUS SAHRO 609 I (SATU) NIHAR ALASTENGAH PAITON29 MOH FAUZI 608 I (SATU) ABD RAHMAN ALASTENGAH PAITON30 MOH ROFIKI 607 I (SATU) TRIS ALASTENGAH PAITON31 ISKOMAH 606 I (SATU) SUJAI ALASTENGAH PAITON32 ABDULLAH 605 II ( DUA) AHMAD ALASTENGAH PAITON33 ABDUN NAFIK 604 II ( DUA) SUBI ALASTENGAH PAITON34 ABDUR RONI 603 II ( DUA) SUGA ALASTENGAH PAITON35 SHOFIL 602 II ( DUA) SINI ALASTENGAH PAITON36 M. FAUSI 601 II ( DUA) BABUN ALASTENGAH PAITON37 KHOIRUL HUDA 600 II ( DUA) SYAMSUDDIN ALASTENGAH PAITON38 AINUR ROFIK 599 II ( DUA) BUSAR ALASTENGAH PAITON39 YULIA KAMILA 598 II ( DUA) P. MILA ALASTENGAH PAITON40 HERLINA 597 II ( DUA) HATEP ALASTENGAH PAITON41 DEWI KARTIKA 596 II ( DUA) KADIR ALASTENGAH PAITON42 PUTRI REZA 595 II ( DUA) RUD ALASTENGAH PAITON43 PURTI PANDINI 594 II ( DUA) AHMAD ALASTENGAH PAITON44 NUR HASANAH 593 II ( DUA) SAMSURI ALASTENGAH PAITON45 FAIRUS SUBADI 592 II ( DUA) ABADI ALASTENGAH PAITON46 MUHAMMAD 591 II ( DUA) SATURI ALASTENGAH PAITON47 M. TAUFIQ 590 II ( DUA) SANIMAN ALASTENGAH PAITON48 FAIKUR ROHMAN 589 II ( DUA) MUHADI ALASTENGAH PAITON49 MISBAHUL MUNIR 588 II ( DUA) SAMSUDIN ALASTENGAH PAITON50 AJISAKA 587 II ( DUA) SUNARSO ALASTENGAH PAITON51 AJAILANI 586 II ( DUA) KHOSEN ALASTENGAH PAITON52 HANNAN HARIYANTO 585 II ( DUA) SUHARI ALASTENGAH PAITON53 M. FAUZAN 584 II ( DUA) SAFII ALASTENGAH PAITON54 LUTFIANDI 583 II ( DUA) ARIF ALASTENGAH PAITON55 HALIMATUS S 582 II ( DUA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON56 RUKMIYATI 581 II ( DUA) HASIM ALASTENGAH PAITON57 NOVITA SARI 580 II ( DUA) MISTARI ALASTENGAH PAITON58 SILFIATIN 579 II ( DUA) AGUS ALASTENGAH PAITON59 RISMIYATI 578 II ( DUA) AHMAD KALIKAJAR WETAN60 MISTINA DEWI 577 II ( DUA) SAIFUL BAHRI ALASTENGAH PAITON
NO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH
DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULAPENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH
DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2011
61 NUR HASANAH 576 II ( DUA) TAUFIQ ALASTENGAH PAITON62 KHOLISATUN NISAK 575 II ( DUA) ISMAIL ALASTENGAH PAITON63 SEVIYANTI DEWI 574 II ( DUA) MUHAMMAD ALASTENGAH PAITON64 SILATUS SY 573 II ( DUA) RAHASIMI ALASTENGAH PAITON65 SUSANTI 572 III (TIGA) MASFU ALASTENGAH PAITON66 WALIATUS SAADAH 571 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON67 FIFI NOR OKTAVIA 570 III (TIGA) AGUS SAIRI ALASTENGAH PAITON68 ELISA 569 III (TIGA) ROJO HARIANTO ALASTENGAH PAITON69 MAULUD EFENDI 568 III (TIGA) HARIYANTO ALASTENGAH PAITON70 NUR SAIFULLAH 567 III (TIGA) SIUCIP ALASTENGAH PAITON71 ROIS 566 III (TIGA) RASID ALASTENGAH PAITON72 BABUN 564 III (TIGA) SAMHAJI ALASTENGAH PAITON73 AGUS 563 III (TIGA) BUSAR ALASTENGAH PAITON74 IFA S 562 III (TIGA) SATURI ALASTENGAH PAITON75 SITI SULAIHA 561 III (TIGA) BABUN ALASTENGAH PAITON76 SITI ROMLA 560 III (TIGA) MISRI ALASTENGAH PAITON77 SILAWATI 559 III (TIGA) SAHIRUDDIN ALASTENGAH PAITON78 LATIFATIL AZIZAH 558 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON79 UMIMATUL AINI 557 III (TIGA) ISMAIL ALASTENGAH PAITON80 ROFIKA 556 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON81 IKA DEWI WAHYUNI 555 III (TIGA) SAHI ALASTENGAH PAITON82 UUT NURSASI JANNAH 554 III (TIGA) TRISNO ALASTENGAH PAITON83 ELI FATMAWATI 553 III (TIGA) M. WAHYUDI ALASTENGAH PAITON84 ANI MARFUK 552 III (TIGA) P. ANI ALASTENGAH PAITON85 SRI WAHYUNI 551 III (TIGA) RAZEK ALASTENGAH PAITON86 SITI FAUDAH 550 III (TIGA) SYAMSUDDIN ALASTENGAH PAITON87 ANWAR 549 III (TIGA) SAHLA ALASTENGAH PAITON88 M. SANUSI 548 III (TIGA) P, SANISI ALASTENGAH PAITON89 AGUS NADI 547 III (TIGA) SAFIUDIN ALASTENGAH PAITON90 M. HENDRI 546 III (TIGA) ABDUL AZIZI ALASTENGAH PAITON91 IRSYAD 545 III (TIGA) SIRAJUDDIN ALASTENGAH PAITON92 RIFIKI 544 III (TIGA) P. ROFIKI ALASTENGAH PAITON93 SISIL MUNAWWAROH 543 III (TIGA) IHSAN FAUZI ALASTENGAH PAITON94 DEVI CITA SARI 542 III (TIGA) SAHLA ALASTENGAH PAITON95 KHUSNUL KHOTIMAH A 541 III (TIGA) MUHAMMAD ALASTENGAH PAITON96 KHUSNUL KHOTIMAH B 540 III (TIGA) MULYADI ALASTENGAH PAITON97 FITRIYAH 539 IV(EMPAT) SUGIK ALASTENGAH PAITON98 SALAMAH 538 IV(EMPAT) SUNANDRI ALASTENGAH PAITON99 RIFQOTUL MAULA 537 IV(EMPAT) BAHARUDDIN ALASTENGAH PAITON100 MASRUROH 536 IV(EMPAT) ASMAWI ALASTENGAH PAITON101 SHOLIHIN 535 IV(EMPAT) LIHEN ALASTENGAH PAITON102 ZAINUL 534 IV(EMPAT) SUCIP ALASTENGAH PAITON103 MASRTUKI 533 IV(EMPAT) ABD RAZEK ALASTENGAH PAITON104 AHMAD TAUFIQ 532 IV(EMPAT) AHMAD ALASTENGAH PAITON105 KHOIRI FADLI 531 IV(EMPAT) ADNARI ALASTENGAH PAITON106 ANIL GAFUR 530 IV(EMPAT) GAFUR ALASTENGAH PAITON107 ARBAIYA 529 IV(EMPAT) HASBUL ALASTENGAH PAITON108 LIA YULIANA 528 IV(EMPAT) SUBI ALASTENGAH PAITON109 RINA 527 IV(EMPAT) SATINO ALASTENGAH PAITON110 BUATI NINGSIH 526 IV(EMPAT) YUSUF ALASTENGAH PAITON111 SAHROTUL JANNAH 525 IV(EMPAT) HAMZAH ALASTENGAH PAITON112 SITI ROMLA 524 IV(EMPAT) JAQI ALASTENGAH PAITON113 SITI AISYAH 523 IV(EMPAT) HARIYANTO ALASTENGAH PAITON114 DEWI YUL 522 IV(EMPAT) SUHAIRI ALASTENGAH PAITON115 HALIMATUS SAKDIYAH 521 IV(EMPAT) P. TUS ALASTENGAH PAITON116 HIUJRIYATUL JANNAH 520 IV(EMPAT) P. HID ALASTENGAH PAITON117 KHOLIFAH 519 IV(EMPAT) SUHADI ALASTENGAH PAITON118 SULAIKHO 518 IV(EMPAT) MALIKIN ALASTENGAH PAITON119 ULFIYAH 517 IV(EMPAT) SYAMSUDIN ALASTENGAH PAITON120 LIDIA 516 IV(EMPAT) WATUN SUKARDI ALASTENGAH PAITON121 ABDUR ROHIM 515 IV(EMPAT) MAKBUL ALASTENGAH PAITON122 SHOHIBUL KAROMAH 514 IV(EMPAT) BURAN ALASTENGAH PAITON123 AKBAR RUDIYANTO 513 IV(EMPAT) SUYONO ALASTENGAH PAITON124 AHMAD ARISANDI 512 IV(EMPAT) JINAIDI ALASTENGAH PAITON125 SILFIYATIN 511 IV(EMPAT) SUYONO ALASTENGAH PAITON
( M. SYAK
KEPALA SEKOLAH
Nip. 150 260 915
PPAI KECAMATAN PAITONMENGETAHUI
( Dra. KHAMSIYAH )
7BURUH TANI
NELAYANPEDAGANGPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI 1BURUH TANIBURUH TANI
SOPIRPEDAGANGBURUH TANI
KOLI BANGUNANSOPIR
BURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI
KANTORPEDAGANGPEDAGANGPEDAGANG
PROYEKPEDAGANGBURUH TANIPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI
KANTORPELANGSIRBENGKEL
BURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIPETERNAK
BURUH TANIBURUH TANIBANGUNANBURUH TANIBURUH TANIPEDAGANGPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANI
BENGKELBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI
PEKERJAAN ORANG TUA
H
BURUH TANIPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBANGUNANPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI
TANIPEDAGANGPEDAGANGPEDAGANGPEDAGANG
TANITANI
PEDAGANGBURUH TANI
TANIBURUH TANI
TANIBENGKEL
BURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIPEDAGANGBURUH TANI
TANITANI
SWASTABURUH TANI
SWASTATANI
PEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI
SWASTATANITANI
BURUH TANITANI
BURUH TANIBURUH TANIPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANI
SWASTAPEDAGANGPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI
10 FEBRUARI 2010
KUR )
H/MADRASAH
NAMA MADRASAH : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA
1 2 3 4 5 6 71 JONO ISKANDAR 624 I (SATU) AKSAN HARI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG2 EGO HARIYANTO 623 I (SATU) RADI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI3 MAS IMAM 622 I (SATU) NUR JAKI ALASTENGAH PAITON KOLI BANGUNAN4 ATOILAHI 621 I (SATU) SUYET ALASTENGAH PAITON SOPIR5 ABD. MU'IS 620 I (SATU) SALAM ALASTENGAH PAITON BURUH TANI6 FENDI 619 I (SATU) JAHE ALASTENGAH PAITON BURUH TANI7 RISKA SRI UTAMI 618 I (SATU) MAN ALASTENGAH PAITON BURUH TANI8 PUTRI NOVITA SARI 614 I (SATU) RUSDI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG9 MIA 612 I (SATU) NURUDDIN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG10 ANA KURNIA ILA 610 I (SATU) SIRAJUDDIN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG11 HALIMATUS SAHRO 609 I (SATU) NIHAR ALASTENGAH PAITON BURUH TANI12 MOH FAUZI 608 I (SATU) ABD RAHMAN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG13 MOH ROFIKI 607 I (SATU) TRIS ALASTENGAH PAITON BURUH TANI14 ISKOMAH 606 I (SATU) SUJAI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI
Mengetahui, Tanggal, 13 Oktober 2010PPAI Kecamatan Paiton Kepala Madrasah
Dra. KHAMSIYAH ABDUL LATIFNIP. 150 260 915
DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULAPENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH
DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010
NO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH PEKERJAAN ORANG TUA
NAMA MADRASAH : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA
1 2 3 4 5 6 71 ABDUN NAFIK 604 II (DUA) SUBI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI2 ABDUR RONI 603 II (DUA) SUGA ALASTENGAH PAITON BURUH TANI3 M. FAUSI 601 II (DUA) BABUN ALASTENGAH PAITON PELANGSIR4 FAIRUS SUBADI 592 II (DUA) ABADI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI5 MUHAMMAD 591 II (DUA) SATURI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI6 M. TAUFIQ 590 II (DUA) SANIMAN ALASTENGAH PAITON PETERNAK7 FAIKUR ROHMAN 589 II (DUA) MUHADI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI8 MISBAHUL MUNIR 588 II (DUA) SAMSUDIN ALASTENGAH PAITON BURUH TANI9 AJISAKA 587 II (DUA) SUNARSO ALASTENGAH PAITON BANGUNAN10 AJAILANI 586 II (DUA) KHOSEN ALASTENGAH PAITON BURUH TANI11 HANNAN HARIYANTO 585 II (DUA) SUHARI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI12 M. FAUZAN 584 II (DUA) SAFII ALASTENGAH PAITON PEDAGANG13 LUTFIANDI 583 II ( DUA) ARIF ALASTENGAH PAITON PEDAGANG14 HALIMATUS S 582 II ( DUA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON BURUH TANI15 RUKMIYATI 581 II ( DUA) HASIM ALASTENGAH PAITON BURUH TANI
Tanggal, 13 Oktober 2010Kepala Madrasah
Dra. KHAMSIYAHNIP. 150 260 915 ABDUL LATIF
DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULAPENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH
DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010
PEKERJAAN ORANG TUANO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH
NAMA MADRASAH : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA
NO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH PEKERJAAN ORANG TUA
1 2 3 4 5 6 71 FIFI NOR OKTAVIA 570 III (TIGA) AGUS SAIRI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI2 MAULUD EFENDI 568 III (TIGA) HARIYANTO ALASTENGAH PAITON BURUH TANI3 NUR SAIFULLAH 567 III (TIGA) SIUCIP ALASTENGAH PAITON BURUH TANI4 ROIS 566 III (TIGA) RASID ALASTENGAH PAITON BURUH TANI5 BABUN 564 III (TIGA) SAMHAJI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI6 AGUS 563 III (TIGA) BUSAR ALASTENGAH PAITON BURUH TANI7 SITI SULAIHA 561 III (TIGA) BABUN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG8 SITI ROMLA 560 III (TIGA) MISRI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG9 SILAWATI 559 III (TIGA) SAHIRUDDIN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG10 LATIFATIL AZIZAH 558 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON PEDAGANG11 UMIMATUL AINI 557 III (TIGA) ISMAIL ALASTENGAH PAITON TANI12 ROFIKA 556 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON TANI13 IKA DEWI WAHYUNI 555 III (TIGA) SAHI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG14 ELI FATMAWATI 553 III (TIGA) M. WAHYUDI ALASTENGAH PAITON TANI15 ANI MARFUK 552 III (TIGA) P. ANI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI16 SRI WAHYUNI 551 III (TIGA) RAZEK ALASTENGAH PAITON TANI17 SITI FAUDAH 550 III (TIGA) SYAMSUDDIN ALASTENGAH PAITON BENGKEL
Mengetahui, Tanggal, 13 Oktober 2010PPAI Kecamatan Paiton Kepala Madrasah
Dra. KHAMSIYAH ABDUL LATIFNIP. 150 260 915
PENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010
DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULA
NAMA MADRASAH : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA
NO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH PEKERJAAN ORANG TUA
1 2 3 4 5 6 71 FITRIYAH 539 IV(EMPAT) SUGIK ALASTENGAH PAITON SWASTA2 SALAMAH 538 IV(EMPAT) SUNANDRI ALASTENGAH PAITON TANI3 RIFQOTUL MAULA 537 IV(EMPAT) BAHARUDDIN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG4 MASRUROH 536 IV(EMPAT) ASMAWI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI5 ZAINUL 534 IV(EMPAT) SUCIP ALASTENGAH PAITON BURUH TANI6 MASRTUKI 533 IV(EMPAT) ABD RAZEK ALASTENGAH PAITON BURUH TANI7 KHOIRI FADLI 531 IV(EMPAT) ADNARI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI8 RINA 527 IV(EMPAT) SATINO ALASTENGAH PAITON BURUH TANI9 BUATI NINGSIH 526 IV(EMPAT) YUSUF ALASTENGAH PAITON SWASTA10 SAHROTUL JANNAH 525 IV(EMPAT) HAMZAH ALASTENGAH PAITON TANI11 SITI ROMLA 524 IV(EMPAT) JAQI ALASTENGAH PAITON TANI12 SITI AISYAH 523 IV(EMPAT) HARIYANTO ALASTENGAH PAITON BURUH TANI13 DEWI YUL 522 IV(EMPAT) SUHAIRI ALASTENGAH PAITON TANI14 KHOLIFAH 519 IV(EMPAT) SUHADI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG
Mengetahui, Tanggal, 13 Oktober 2010PPAI Kecamatan Paiton Kepala Madrasah
Dra. KHAMSIYAH ABDUL LATIFNIP. 150 260 915
PENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010
DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULA
NAMA SEKOLAH/MADRASAH *) : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA
1 2 3 4 5 61 AGUS SUPRIYADI FIQIH MATEKAN BESUK2 M. SYAKUR BHS. ARAB RANDUTATAH PAITON3 SUCIP ARYADI SEJARAH ALASTENGAH PAITON4 ALVIYAH AKHLAQ ALASTENGAH PAITON5 YUYUN WINARSIH TAUHID ALASTENGAH PAITON6 ACHMAD SHOLEH AL-QUR'AN ALASTENGAH PAITON7 SUTIHAR IMLA' GONDOSULI PAKUNIRAN8 SYAMSUL ARIFIN SHORFIYAH RANDUTATAH PAITON9 M. SAID NAHWU TEGAL WATU TIRIS10 ABDUS SALAM NAHWU ALASTENGAH PAITON11 SAHIRUDDIN TAJWID ALASTENGAH PAITON12 TAUFIQ HIDAYATULLAH FIQH ALASTENGAH PAITON13 SALAMA AL-QUR'AN ALASTENGAH PAITON14 UMI MAHMUDA SHORFIYAH ALASTENGAH PAITON
Mengetahui, Tanggal, 13 Oktober 2010PPAI Kecamatan Paiton Kepala Madrasah
Dra. KHAMSIYAH ABDUL LATIFNIP. 150 260 915
DAFTAR NAMA GURU MADIN ULAPENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH
DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010
No Nama Guru Nomor Induk Mengajar ALAMAT RUMAH Keterangan