eksistensi pondok pesantren salaf dalam pemberdayaan ...

207
EKSISTENSI PONDOK PESANTREN SALAF DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar) TESIS Oleh: Moh. Mansur Fauzi (10770024) PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2012

Transcript of eksistensi pondok pesantren salaf dalam pemberdayaan ...

EKSISTENSI PONDOK PESANTREN SALAF

DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo

dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar)

TESIS

Oleh:

Moh. Mansur Fauzi

(10770024)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2012

ii

EKSISTENSI PONDOK PESANTREN SALAF

DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo

dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar)

TESIS

Diajukan kepada Program Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

untuk memenuhi beban studi pada

Program Magister Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Moh. Mansur Fauzi

10770024

Pembimbing;

Pembimbing I

Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag

Pembimbing II

Dr. H. Ahmad Barizi, MA

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2012

iii

Tesis dengan judul Eksistensi Pondok Pesantren Salaf Dalam Pemberdayaan

Masyarakat. (Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton

Probolinggo dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar). Lulusan ini telah diuji

dan dipertahankan di depan sidang dengan penguji pada tanggal 08 Agustus 2012.

Dewan Penguji

Dr. H. Rasmianto, M.Ag. (Ketua)

NIP. 19701231 199803 1 011

Dr. H. Samsul Hady, M.Ag (Penguji Utama)

NIP. 196709282000031001

Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag (Anggota)

NIP. 197204202002121003

Dr. H. Ahmad Barizi, MA (Anggota)

Mengetahui,

Ketua PPs,

Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A

NIP. 19561211 198303 1 005

iv

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Moh. Mansur Fauzi

NIM : 10770024

Alamat : Dusun Kota Rt/Rw: 14A/006 Sukodadi Paiton

Probolinggo

menyatakan bahwa “Tesis” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan

kelulusan pada Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam Program

Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, dengan

judul:

EKSISTENSI PONDOK PESANTREN SALAF DALAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Studi Tentang Peran Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo

dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar)

adalah hasil karya sendiri, bukan “duplikat” dari karya orang lain.

Selanjutnya apabila di kemudian hari ada “klaim” dari pihak lain, bukan menjadi

tanggungjawab Dosen Pembimbing dan atau pihak Program Pascasarjana, tetapi

menjadi tanggungjawab saya sendiri.

Demikian surat pernyataan ini, saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan

dari siapapun.

Malang, 30 November 2012

Hormat saya,

Moh. Mansur Fauzi

NIM: 10770024

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah swt. Tuhan yang

menciptakan segala keteraturan alam semesta. Shalawat dan salam semoga atas

Rasulillah Muhammad saw, nabi pembawa risalah mulia untuk segenap umat

manusia.

Seiring dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis terlebih dahulu

menyampaikan rasa syukur yang sangat mendalam kepada Allah swt, sebab hanya

dengan ma’unah-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan tesis ini dengan

tepat waktu. Penulis sangat menyadari bahwa penyelesaian tesis ini tidak lepas

dari keterlibatan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan

terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, yang tidak henti-hentinya selalu

mendo’akan penulis dan selalu menjadi inspirasi dalam hidup ini. Ucapan syukur

ini lepas karena telah membesarkan, membimbing, dan mendidik penulis selama

ini. Ananda hanya bisa mendo’akan mudah-mudahan Allah swt memberikan

ampunan atas segala kekhilafan beliau berdua, menerima segala amal

kebaikannya. Amin..

Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.

Imam Suprayogo, selaku rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Malang. Sindiran beliau pada acara penerimaan mahasiswa baru kepada para

teman-teman pascasarjana selalu tertanam dibenak penulis, bahwa “masuk pasca

itu mudah, tapi keluarnya yang sulit”. Penulis merasa tertantang dengan ucapan

beliau, dengan selesainya tesis inilah yang telah menjawab dengan sendirinya.

Tidak lupa juga kepada Bapak Prof. Dr. H. Muhaimin, MA selaku direktur

pascasarjana, juga kepada Bapak Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag dan Bapak Dr. H.

Ahmad Barizi, MA selaku dosen pembimbing yang tak kenal lelah dalam

memberikan bimbingan, saran-saran dan arahan kepada penulis dalam

memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam tesis ini.

vi

Bapak Dr. H. Rasmianto, M.Ag selaku Ketua Program Studi Magisster

Pendidikan Agama Islam, yang tak henti-hentinya selalu memberikan motivasi

dan dukungan agar secepatnya menyelesaikan penulisan tesis ini.

Seluruh dosen yang mengajar pada Program Studi Magister Pendidikan

Agama Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim Malang yang telah mendidik serta selalu memberikan arahan dan

masukan kepada penulis secara pribadi.

Begitu pula kepada Bapak Dr. Ahmad Munjin Nasih M.Pd.I, yang selalu

menanyakan atas perkembangan penulisan tesis ini setiap bertemu dengan beliau

dan sudi untuk membimbing, meluangkan waktu dan memberikan masukan

sehingga memberikan motivasi tersendiri bagi penulis.

Kami haturkan beribu-ribu terima kasih pula kepada Abah Hasyim Muzadi,

pengasuh Pesma Al-Hikam Malang yang telah sudi menerima penulis untuk

mengabdi dan mengembangkan keilmuan dan selalu menjadi figur yang tak

tergantikan di hati penulis. Begitu juga kepada seluruh jajaran Asatidz Pesma Al-

Hikam dan jajaran dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had Aly (STAIMA)

Al-Hikam Malang.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada KH. Nuruddin Musyiri,

KH. Hasan Abdul Jalal dan KH. Hasan Fauzy selaku Pengasuh Pondok Pesantren

Nurul Qadim Paiton yang telah sudi menerima penulis untuk meneliti di tempat

beliau, dan juga tidak lupa keramahan dan sifat terbuka selama penelitian kepada

Gus H. Abdul Hadi Noer selaku ketua yayasan, Gus H. Hafidzul Hakim Noer

selaku koordinator tarbiyah dan kepada Gus Ubed, karena bantuan bertiga inilah,

penulis selalu dipermudah dalam penelitian, yang rela meluangkan waktunya

untuk memberikan wawancara di tengah-tengah kesibukan beliau bertiga dalam

beraktivitas. Juga kepada Ust. Muhammad Syakur dari Alas tengah dan Ust. Suki

Riady dari Dusun Kalianyar 2 Sidodadi.

Tidak ketinggalan penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman

angkatan Program Pascasarjana Pendidikan Agama Islam Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2010 dan juga kepada saudara-saudara

penulis, yaitu Cak Mad, Cak Hamdan, Cak Ubed dan Bak Us yang selalu

menanyakan perkembangan studi penulis.

vii

Akhirnya penulis berharap, semoga semua kebaikan mereka semua dapat

menjadi amal sholeh demikian pula penulis berharap semoga tesis ini dengan

segala kekurangan di dalamnya dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun

para pembaca. Amin...

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Malang, 30 November 2012

Hormat saya,

Moh. Mansur Fauzi

NIM: 10770024

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN .............................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xiii

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ............................................................ xiv

ABSTRAK BAHASA INGGRIS ................................................................. xvi

ABSTRAK BAHASA ARAB ....................................................................... xviii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 01

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 09

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 09

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 09

E. Orisinilitas Penelitian ................................................................. 10

F. Definisi Operasional ................................................................... 11

G. Sistematika Pembahasan ............................................................ 13

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pesantren .................................................................. 15

1. Tipologi dan Terminologi Pesantren Salaf ............................ 15

2. Fungsi dan Peran Pesantren .................................................... 20

3. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pesantren ........................ 22

4. Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat .............................. 25

5. Peran Pesantren dalam Pemberdayaan Masyarakat ............... 27

B. Pemberdayaan Masyarakat .......................................................... 28

1. Pengertian Pemberdayaan ...................................................... 30

ix

2. Menciptakan Lingkungan yang mendukung

Pemberdayaan......................................................................... 30

3. Tahapan Dalam Pemberdayaan Masyarakat .......................... 31

4. Model-model Pemberdayaan .................................................. 32

5. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendidikan ....................... 40

C. Teori Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat ....... 44

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................. 47

B. Lokasi Penelitian ......................................................................... 49

C. Kehadiran Peneliti ....................................................................... 49

D. Data dan Sumber Data................................................................. 50

E. Pengumpulan Data ...................................................................... 51

F. Analisis Data ............................................................................... 54

G. Pengecekan Keabsahan Data ....................................................... 57

BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Deskripsi Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton (PPNQ) ........ 59

1. Sejarah PPNQ ......................................................................... 59

2. Organisasi Kelembagaan PPNQ ............................................. 61

3. Kegiatan Pendidikan PPNQ ................................................... 61

4. Ciri Khas PPNQ ..................................................................... 66

B. Bentuk-bentuk Pemberdayaan PPNQ ......................................... 66

1. Pemberdayaan PPNQ dalam bidang pendidikan .................... 68

2. Pemberdayaan PPNQ dalam bidang sosial............................. 77

3. Pemberdayaan PPNQ dalam bidang dakwah Islamiyah ........ 79

C. Model Pemberdayaan PPNQ ....................................................... 85

D. Langkah-langkah Pemberdayaan PPNQ ..................................... 91

BAB V : DISKUSI HASIL PENELITIAN

A. Pemberdayaan PPNQ Bidang Pendidikan................................... 97

B. Pemberdayaan PPNQ Bidang Sosial ........................................... 101

C. Pemberdayaan PPNQ Bidang Dakwah Islamiyah ...................... 103

x

D. Model pemberdayaan PPNQ terhadap masyarakat .................... 105

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.................................................................................. 109

B. Saran-saran .................................................................................. 111

DAFTAR PUTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Strategi dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ..... 28

Tabel 2. 2 Model-model pemberdayaan ........................................................ 33

Tabel 3. 1 Kode teknik pengumpulan data dan lokasi penelitian ................. 56

Tabel 3. 2 Kode dokumen penelitian ............................................................ 56

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Madrasah Diniyah Cabang Nurul Hasyimi III, Dusun

Kalianyar 2 Sidodadi ................................................................ 75

Gambar 4. 2 Jembatan Kalianyar .................................................................. 77

DAFTAR BAGAN

Bagan 4. 1 Model Pemberdayaan PPNQ dalam bidang pendidikan .............. 87

Bagan 4. 2 Langkah-langkah pemberdayaan PPNQ ..................................... 96

Bagan 5. 1 Langkah-langkah pemberdayaan yang dilakukan PPNQ ........... 106

xiv

ABSTRAK

Mansur Fauzi, Moh. 2012. Eksistensi Pondok Pesantren Salaf Dalam

Pemberdayaan Masyarakat (Studi Tentang Peran Pondok Pesantren

Nurul Qadim Paiton Probolinggo dalam Pemberdayaan Masyarakat

Sekitar). Tesis, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Program Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Pembimbing : Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag

Dr. H. Ahmad Barizi, MA

Kata Kunci: Pemberdayaan Masyarakat Sekitar, eksistensi.

Program pemberdayaan terhadap masyarakat sangat penting dalam rangka

menunujukkan bahwa pondok pesantren salaf tidak hanya mampu berperan dalam

bidang keagamaan namun juga mampu berperan dalam pemberdayaan pada

masyarakat sekitar baik dibidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Peran

pondok pesantren dalam bentuk pemberdayaan masyarakat secara substansinya

jelas mengarah kepada sarana terjalinnya komunikasi antara pesantren dengan

masyarakat sekitar. Sehingga dengan hal tersebut dapat saling memberikan

kemajuan dan pengalaman antara satu dengan yang lain, bukan saja dalam bidang

pendidikan tapi dalam berbagai bidang yang menjadi tuntunan pesantren harapan

masa depan. Secara umum, fisik bangunan PPNQ dan output yang dihasilkan bisa

berorientasi ke arah yang lebih maju, namun satu yang perlu disoroti adalah peran

PPNQ secara optimal dalam pemberdayaan masyarakat sangatlah urgent, guna

terwujudnya pesantren yang bermutu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode

deskriptif-analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan lewat wawancara,

observasi, dokumentasi. Selanjutnya mencari informan yang bergulir dari

informan satu ke informan yang lain mengikuti prinsip bola salju (snowball

sampling). Wujud data berupa kata-kata, catatan, laporan dan dokumen yang

diperoleh dari para putra pengasuh, para asatidz, dan masyarakat secara umum.

Teknik analisis data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan. Sedangkan pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan

perpanjangan waktu dan ketekunan pengamatan, teknik triangulasi dan diskusi

rekan sejawat, serta menggunakan referensi.

Adapun penemuan penelitian menerangkan bahwa; (1) Pemberdayaan

PPNQ Paiton dalam Bidang Pendidikan; PPNQ telah mewujudkan peranannya

pada masyarakat sekitar dengan mendirikan 15 Madrasah Diniyah Cabang yang

dikelolah bersama antara pesantren dan masyarakat, sedangkan untuk kekurangan

instruktur PPNQ mengirimkan sekitar 45 santri untuk mengajar setiap harinya. (2)

Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Sosial; Pertama; pembangunan

masjid. PPNQ telah membangun 48 masjid yang tersebar di kecamatan Paiton.

Kedua; pembangunan jembatan yang dapat menghubungkan antar desa di

kecamatan Paiton yang sebelumnya terpisah oleh aliran sungai, fungsinya

meningkatkan mobilitas warga dalam bidang sosial-ekonomi. Ketiga; penghijaun

xv

dengan menanam 1000 pohon kelapa, Sepanjang jalan menuju PPNQ, sekitar 1

KM dari jalan raya, dipenuhi dengan pohon kelapa di sisi kanan maupun kiri

jalan. Sehingga pada tahun 1993, desa ini pernah mendapatkan juara I tingkat

provinsi dalam bidang penghijauan. (3) Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam

Bidang Dakwah Islamiyah; Pertama; aktivitas dakwah “Syubbanul Muslimin”.

Kedua; Sarwaan, Ketiga; Majlis Ta’lim al-Mar’atus Shalihah, Keempat; JTI

(Jam’iyah Taqarrub Ilallah). (4) Model pemberdayaan PPNQ terhadap

masyarakat; Model pemberdayaannya menggunakan Metode Partisipatory

Assesment (MPA) dengan pendekatan aspiratif, akomodatif dan eksekusi.

Sedangkan Model relasi antara Pesantren dan Masyarakat dalam kegiatan

pemberdayaan menggunakan hubungan “induk semang-klien”, di mana di

dalamnya terjadi hubungan timbal balik.

xvi

ABSTRACT

Mansur Fauzi, Moh. 2012. A Pondok Pesantren Salaf Existence in Empowering

Society (A Study of Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton Probolinggo

Playing Role in Empowering Society and Its Surrounding). Thesis,

Islamic Education Department, Graduate Program, The State Islamic

University of Malang (UIN Malang).

Advisors : Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag

Dr. H. Ahmad Barizi, MA

Keywords: Empowering Society Surrounding, Existence.

Empowering program for society is great of importance to present that

pondok pesantren salaf plays significance not only in religious field but also in

education, social, and Islamic mission. Pondok pesantren role in empowering

society is substantively obvious as a means of mutual communication between

pesantren and society. Of this relationship, it can mutually provide advance and

experience one another in the field of education and others which are necessary

for pesantren in the future. Commonly, physical building of PPNQ and its output

are hopefully oriented to more advance. And optimum pesantren role in

empowering society is urgently no exception for the sake of a qualified institution.

This research employed qualitative research approach with descriptive-

analysis method. Data collection was technically done through interview,

observation, and documentation then seeking one informant to another following

snowball sampling rule. The data record such as words, notes, reports, and

documents which derive from the director’s family, teachers, and common people.

The data analysis was technically done through data reduction, serving data, and

drawing conclusion. Whereas data validation was done within extra time and

observation discipline, triangulation technique, discussion among colleagues, and

reference use.

In addition, some research findings showed that: (1) in term of Empowering

PPNQ for education field, it is found that PPNQ actualized its role to the society.

It can be seen from the evidence that PPNQ established fifteen affiliation of

Madrasah Diniyah managed by pesantren and society. To anticipate the lack of

teacher, the institution sent its forty five best students teaching every month. (2) in

social field, first: PPNQ established forty eight mosques all over Paiton district.

Second, PPNQ participated in building the bridge which linked among villages in

Paiton which were gapped by the river previously then it is expected to promote

socially and economically people activity mobility. Third, PPNQ succeeded a

going green program by planting a thousand of coconut trees along the street into

pesantren entrance. A kilometer of the highway, it can be seen the trees. That’s

why, in 1993, the village then won the best village for going green category in

East Java. (3) in Islamic mission and vision, PPNQ successfully first: carried out

sermon activity “Syubbanul Muslimin”. Second; undertook ritual activity

“Sarwaan” , Third; organized Majlis Ta’lim al-Mar’atus Shalihah, Fourth; JTI

xvii

(Jam’iyah Taqarrub Ilallah). (4) in empowering model towards society, PPNQ

employed Partisipatory Assesment Method with aspiration, accommodative, and

execution approach. Whereas, the model used in relation between pesantren and

society in empowering activity was “induk semang-klien” relation, where it takes

place reciprocal relationship.

xviii

الملخص

دراسة دور معهد نور القدمي بيتون بوربولينجوا )وجود ادلعهد السلفية لتمكني اجملتمع . 2012. منصور فوزي، حممدرسالة ادلاجستري، شعبة الرتبية االسالمية، برنامج دراسة العليا اجلامعة . (يف دتكني اجملتمع احمللى

.االسالمية احلكومية ماالنق

االستاذ احلاج دكتور منري العابدين ادلاجستري: مشرف االستاذ احلاج دكتور أمحد بارزي ادلاجستري

دتكني اجملتمع احمللى، وجود: الكلمة الرئيسية

دتكني اجملتمع أمر أساسي يف إظهار أن ادلعهد السلفية ليس فقد قادرا يف جمال الدينية فحسب لكن لو

دور معهد يف دتكني اجملتمع من . قدرة يف دتكني اجملتمع احمللى يف جمال الرتبية، االجتماعية، والدعوة االسالميةلذلك ميكن إعطاء ىذا مع . حيث ادلضمون يؤدي بوضوح إىل إنشاء وسيلة لالتصال بني ادلعهد مع اجملتمع احمللى

بعضهم البعض التقدم واخلربات مع بعضها البعض، ليس فقط يف جمال التعليم بل يف مناطق خمتلفة اليت مسؤولية ال زم اىتمامو البدنية وخرج تكون موجهة ألكثر تقدما، ولكن PPNQبشكل عام، ميكن بناء . ادلعهد ادلستقبل

. يف دتكني اجملتمع احمللى لوجود جودة ادلعهدومجع البيانات بطريقة ادلقابلة، مالحظة . تستخدم ىذا البحث، ادلدخل الكفىي بادلنهج الوصفي

والبيانات على شكل الكلمات، مذكرات، . عم حبث األخرب من ادلخرب األخرين مناسبا مببدء كرة الثلج. والوثائقوطريقة حتليل البيانات بطريقة اختزال البيانات، عرض . والوثائق الذي ينالو من مدير ادلعهد، األساتيذ، مع اجملتمع

أما تأكيد صحة البيانات عن طريق دتديد الوقت و اجتهاد ادلالحظة، التثليث و ادلناقشة مع . البيانات، واستنتاج .األصحاب، عم استخدام ادلراجع

دوره للمجتمع ببناء PPNQجنح : فيتون يف جمال الرتبيةPPNQدتكني (1: نتائج البحث على ما يلي طالبا لتعليم يف كل PPNQ 45ا من النقائص أرسل / مدرسة الدينية وإدارتو بادلعاونة بني ادلعهد و اجملتمع، أ15 مسجدا منتشر يف فيتون، بناء اجلسر 48نباء ادلسجد، تعين : فيتون يف جمال االجتماعية PPNQدتكني (2. يوم

( 3.الذي يربظ بني قرية فيتون مع األخر، وظيفتها لرتقية تنقل ادلواطنني اجملتمع يف جمال االجتماعية واالقتصادية حكتار من الطريق ملىئة بأشجار على 1، وحواىل PPNQ شجرة النارجيل طول الطرق إىل 1000ختضري بورع

فيتون يف PPNQدتكني . ، نال ىذه القرية الفائز األوىل يف ختضري1993حيت يف السنة . اليمني وعلى الشمال، جملس التعليم مرأة الفردوس الصاحلة، جامعة "شّبن ادلسلمني"جمال الدعوة االسالمية تعين األنشطة يف الدعوة

تصميم ىذه التمكني حنو اجملتمع باستخدام منهج ادلشاركة مع مدخل الطموح، استيعاب (4. تقرب إىل اهلل

واليت " العميل-ادلالك:" أما تصميم ادلشاركة بني بني ادلعهد واجملتمع يف انشطة دتكني باستخدام العالقة . والتنفيذ .فيها ادلعاملة بادلثل

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Umat muslim Indonesia telah memasuki era globalisasi dan hal ini akan

terus berlangsung, mengikuti roda perputaran dunia global. Secara umum, semua

ini akan mempengaruhi setting perkembangan sosial dan budaya mayoritas

muslim di Indonesia, khususnya pendidikan Islam dan terutama adalah pondok

pesantren. Kenyataannya umat muslim tidak bisa menghindarkan diri dari proses

globalisasi ini, apalagi jika ingin tetap survive dan berjaya di tengah

perkembangan dunia yang kian hari menuntut kita untuk selalu berkompetisi.

Ditinjau dari tuntutan internal dan eksternal global, maka keunggulan-

keunggulan yang mutlak dimilki oleh suatu bangsa adalah peguasaan sains dan

teknologi dan termasuk keunggulan kualitas sumber daya manusia, dimana

penguasaan keduanya akan menjadi salah satu faktor terpenting yang

menghantarkan sebuah negara pada kemajuan.

Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan

peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia

diseluruh dunia, mulai dari aspek perdagangan, investasi, perjalanan, budaya

populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara

menjadi bias.1 Dapat dikatakan bahwa era globalisasi adalah pengglebolan dalam

segala aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya

sehingga interaksi antar belahan dunia makin mudah.

Dalam era ini, kehebatan suatu negara tidak lagi didasarkan atas sumber

daya alam yang melimpah dan alat-alat produksi masal, tetapi sandaran terpenting

yang akan menentukan keberlangsungan hidup dan kemajuan negara adalah mutu

sumber daya manusia yang dimiliki.2 Disinilah betapa pentingnya pembentukan

sumber daya manusia yang berkualitas.

1 Bachrudin Musthafa, Kecenderungan Global dan Tuntutan Pendidikan Abad Informasi,

Jurnal Ilmu Pendidikan, November 2002, Jilid 9, Nomor 4. ISSN 0215-9643, Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI); 248 2 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Tuntutan Pendidikan Menuju Millenium

Baru (Ciputat: Kalimah, 2001), hlm 43-44

Pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada di

Indonesia sebenarnya mempunyai peluang dalam menciptakan SDM yang

berkualitas dengan catatan pondok pesantren mampu beradaptasi dengan

globalisasi yang sedang terjadi dengan tanpa meninggalkan watak

kepesantrenannya. Menurut Edy Supriyono, minimal ada tiga alasan mengapa

pesantren peluangnya lebih besar dibandingkan lembaga pendidikan yang lain.

Pertama, pesantren yang ditempati generasi bangsa (mulai anak-anak

hingga pemuda), dengan pendidikan yang tidak terbatas oleh waktu

sebagaimana pendidikan umum. Kedua, pendidikan pesantren yang

mencoba memberikan keseimbangan antara pemenuhan lahir dan batin,

Ketiga, paparan Nur Cholish Madjid yang memberikan contoh masyarakat

yang terkena ”dislokasi”, yaitu kaum marginal atau pinggiran di kota-kota

besar, seharusnya menyadarkan pesantren.3

Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosial kemasyarakatan

telah memberikan warna dan corak khas dalam masyarakat Indonesia, khususnya

pedesaan. Pesantren tumbuh dan berkembang bersama masyarakat sejak

berabad-abad. Oleh karena itu, secara kultural lembaga ini telah diterima dan

telah ikut serta membentuk dan memberikan corak serta nilai kehidupan kepada

masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Figur kyai, santri serta

seluruh perangkat fisik dari sebuah pesantren membentuk sebuah kultur yang

bersifat keagamaan yang mengatur perilaku seseorang, pola hubungan dengan

warga masyarakat. Dalam kedaaan demikian, produk pesantren lebih berfungsi

sebagai faktor integratif pada masyarakat dalam upaya menuju perkembangan

pesantren.4

Pondok pesantren sebagai suatu tipologi yang unik dari institusi

pendidikan, yang telah berusia ratusan tahun, sekitar tiga abad silam. Asal

muasal lahirnya pesantren sebagai lembaga pendidikan yang penting di

masyarakat berlangsung dengan cara sederhana dan simpel sehingga julukan

tradisional pada pesantren sebenarnya lebih merupakan bentuk penyederhanaan

dari masalah yang belum tuntas. Pesantren bukan sesuatu yang sangat substantif

terlebih jika dikontraskan dengan modernitas atau rasionalitas, pasti akan

3 Lihat Edy Supriyono, “Pesantren di Tengah Arus Globalisasi” dalam A.Z Fanani & Elly

el- Fajri (ed.), Menggagas Pesantren Masa Depan; Geliat Suara Santri untuk Indonesia Baru

(Yogyakarta: Qirtas, 2003), hlm 62-63 4 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:

LP3ES, 1984), hlm 18

semakin tidak jelas dan buram. Sebab fenomena yang tampak akhir-akhir ini

justru nilai-nilai substantif dari pesantren banyak yang diterapkan oleh berbagai

institusi pendidikan guna menggalang terciptanya sumber daya manusia yang

handal. Sejarah juga mencatat bahwa pesantren adalah benteng pertahanan

terakhir dari negara kesatuan Republik Indonesia atau umat Islam di negeri ini.

Berdirinya Republik Indonesia ini, tidak terlepas dari jasa para ulama, alumnus

pesantren, begitu pula dengan lenyapnya komunis serta gerakan pengacau

keamanan. Bagi umat Islam, melalui pesantren-lah mereka berharap kontinuitas

estafet dakwah Islamiyah terus berlanjut. Hilangnya peran pesantren berarti

akan lenyap pula para ulama, serta orang-orang yang saleh dan kalau sudah

demikian maka tinggal tunggu sirnanya agama tersebut.5

Menurut A. Malik Fadjar, kelebihan pondok pesantren dapat dilihat dari

polemik kebudayaan yang berlangsung pada tahun 1930-an. Dr. Sutomo, salah

seorang cendekiawan yang telibat dalam polemik tersebut, menganjurkan agar

asas-asas sistem pendidikan pesantren digunakan sebagai dasar pembangunan

pendidikan nasional.6 Walaupun pemikiran Dr. Sutomo itu kurang mendapat

tanggapan yang berarti, tetapi patut digaris bawahi bahwa pesantren telah dilihat

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pembentukan identitas

budaya bangsa Indonesia. Sekarang ini, umat Islam sendiri tampaknya telah

menganggap pesantren sebagai model institusi pendidikan yang memiliki

keunggulan, baik dari sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam

maupun dari aspek tradisi keilmuan yang oleh Martin Van Bruinessen dinilainya

sebagai salah satu tradisi agung (great tradition).7

Dalam konteks kekinian, pesantren dalam perkembangannya terlihat

memasuki babak baru di tengah-tengah dinamika sosio-kultural masyarakat

Indonesia. Hal itu, paling tidak dibuktikan dengan beberapa fenomena sosial yang

memperlihatkan menguatnya kembali posisi pesantren secara fungsional dalam

mewarnai, untuk tidak mengatakan membentuk, kebudayaan masyarakat

5 Said Aqil Siraj, Membangun Tradisionalitas Untuk Kemajuan, Saifullah Ma’sum (ed.)

dalam Dinamika Pesantren (Jakarta: Yayasan al-Hamidiyah, 1998), Cet. 2, hlm. 23 6 http://www.gurutrenggalek.com/2010/09/relevansi-sistem-pendidikan-pesantren_19.html,

diakses pada tanggal 01 Agustus 2012 7 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat : Tradisi-Tradisi Islam di

Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 17

Indonesia.8

Kaitannya dengan konteks sosial ekonomi, keberadaan pesantren di tengah-

tengah masyarakat semakin menunjukkan nilai signifikansinya, di antaranya

sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang dapat menampung aspirasi kalangan

yang tergusur dari pergulatan ekonomi atau kalangan yang terdorong ke pinggir

dari jalur-jalur untuk mengakses sumber ekonomi. Dalam kapasitasnya yang

demikian itu, pesantren sangat potensial untuk menjadi katalisator dari

kesenjangan sosio-ekonomi.9

Dalam interaksinya dengan kekuasaan, pesantren secara sosiologis

memainkan peran sebagai kontrol sosial terhadap kekuasaan yang dianggap

menyimpang dalam arti seluas-luasnya, terutama berkaitan dengan menjalankan

amanat dan menegakkan keadilan dan kesejahteraan sosial.10

Akan tetapi di samping hal-hal yang mengembirakan tersebut di atas, perlu

pula dikemukakan beberapa tantangan pondok pesantren dewasa ini. Tantangan

yang dialami lembaga ini menurut pengamatan para ahli semakin lama semakin

banyak, kompleks, dan mendesak. Hal ini disebabkan oleh kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Ditengah derap kemajuan ilmu dan

teknologi yang menjadi motor bergeraknya modernisasi, dewasa ini banyak pihak

merasa ragu terhadap eksistensi lembaga pendidikan pesantren. Keraguan itu

dilatar belakangi oleh kecenderungan dari pesantren untuk bersikap menutup diri

terhadap perubahan di sekelilingnya dan sikap kolot dalam merespon upaya

modernisasi. Menurut Azyumardi Azra, kekolotan pesantren dalam mentransfer

hal-hal yang berbau modern itu merupakan sisa-sisa dari respon pesantren

terhadap kolonial Belanda. Lingkungan pesantren merasa bahwa sesuatu yang

bersifat modern, yang selalu mereka anggap datang dari Barat, berkaitan dengan

penyimpangan terhadap agama.11

Sungguhpun demikian, pesantren tak dapat berbangga hati dan puas dengan

sekedar mampu bertahan atau terhadap sumbangan di masa lalu. Signifikansi

8 Imam Bawani, dkk. Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik Berbasis

Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2011), hlm 57 9 Ibid..

10 Ibid. hlm 58

11 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina,

1997), hlm xvi

pesantren bukan hanya terletak pada dua hal tersebut, tapi pada kontribusinya

yang nyata bagi umat Islam secara khusus, dan masyarakat sekitar secara luas, di

masa kini dan mendatang. Justru kita kalau mau jujur, ketahanan pesantren

ternyata menyimpan berbagai persoalan yang cukup serius. Sebab dalam

realitasnya, daya tahan tersebut, pada satu sisi, telah membuat terjadinya

pengentalan romantisme konservatif, dan pada sisi lain, hal itu telah menyeret

pesantren ke dalam perubahan yang sekedar “latah” dan tanpa antisipatif.12

Dalam pelaksanaannya sekarang ini dari sekian banyak sistem atau tipe

pendidikan yang diselengarakan oleh pondok pesantren, secara garis besar dapat

digolongkan dalam dua bentuk yang penting: 1). Pondok Pesantren Salafiyah, dan

2). Pondok Pesantren Khalafiyah.13

Namun di tengah-tengah masyarakat

pesantren, istilah pondok pesantren salaf14

lebih masyhur di banding dengan

penyebutan pesantren tradisional maupun pesantren salafiyah. Pesantren salaf

adalah pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal semacam

madrasah ataupun sekolah.15

Pondok Pesantren Nurul Qadim (yang selanjutnya disingkat dengan PPNQ)

adalah salah satu pondok pesantren salaf dan juga belasan ribu pondok pesantren

yang tersebar diseluruh wilayah nusantara. Meskipun proses pendidikan

cenderung sangat sederhana yaitu berprinsip pada nilai-nilai salaf, namun

eksistensinya ternyata sampai saat ini, ditengah-tengah deru era globalisasi, masih

tetap bisa bertahan (survive) dengan identitas, kemandirian dan kekhasannya

sendiri.

Jikalau kita menengok pendidikan saat ini, pendidikan yang banyak

beriorientasi materialistik, di mana pendidikan kita semakin jauh dari makna etis.

Pendidikan bahkan telah berubah fungsi menjadi industri yang sepenuhnya hidup

dan dihidupi dengan dan dalam hukum-hukum ekonomis. Semisal, ketika

12

Abd A’la, Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm 16 13

Departemen Agama RI, Pola Pengembangan Pondok pesantren (Jakarta: Ditpekapontren,

2003), hlm 41-42 14

Penggunaan kata “salaf” untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren

salaf cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum

modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang. Lht Departemen

Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru), (Jakarta:

Ditpekapontren, 2005), hlm 79 15

Departemen Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru),

(Jakarta: Ditpekapontren, 2005), hlm 79

pendidikan belakangan telah menjadi industri tenaga-tenaga kerja. Pendidikan

tidak lebih hanya perusahaan yang melayani pasar. Sedangkan pasar tidak pernah

memiliki visi lain selain visi ekonomi, peningkatan materealisme, citra, serta

kesenangan.16

Namun sebaliknya, PPNQ dengan kurikulum yang masih ala

kadarnya, yaitu masih tetap menggunakan metode lama dalam pembelajarannya,

yang hanya beriorientasi pada bidang keagamaan saja.17

Namun sampai saat ini

masih banyak juga dari masyarakat yang percaya, menitipkan putra-putrinya di

pondok tersebut.

Oleh karenanya, sepatutnya kita mencari makna di balik itu semua,

pendidikan yang berada di PPNQ yang hanya mengandalkan dan menumbuh

kembangkan nilai-nilai spiritual, masih menjadi sandaran masyarakat dalam

segala dinamika kehidupannya. Di samping itu juga, keberadaan pondok ini,

diapit oleh dua pondok besar, yang cukup terkenal di masyarakat Jawa Timur

yaitu pondok Pesantren Nurul Jadid di daerah yang sama dan Pondok Pesantren

Zainul Hasan Genggong di Pajarakan. Di mana pendidikan kedua pesanten

tersebut telah lama mengadopsi pendidikan fomal di dalamnya. Dan jalinan para

kyai dan alumni ketiga pesantren tersebut sangat baik sejauh ini, terutama dalam

bidang pendidikannya.

Di tengah-tengah arus globalisasi dan modernisasi, PPNQ tetap

mengibarkan bendera ke-salaf-annya. Seakan adanya ancaman keduanya tidak

menggoyahan keyakinan nilai-nilai yang dibangun selama ini. PPNQ ini ditantang

untuk menyikapinya dengan kritis dan bijak. Ia juga harus mampu mencari solusi

yang benar-benar mencerahkan sehingga, pada satu sisi, dapat

menumbuhkembangkan kaum santri yang memilki wawasan luas yang tidak

gamang menghadapi modernitas dan sekaligus tidak kehilngan identitas dan jati

dirinya, dan pada sisi lain, dapat mengantarkan masyarakat menjadi komunitas

yang menyadari tentang persoalan yang dihadapi dan mampu mengatasi dengan

16

Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),

hlm 122 17

Ada kekhawatiran bahwa mementingkan dimensi-dimensi itu bisa membawa orang ke

eskapisme (“agama” hanya sebagai “pelarian”). Orang lari dari kehidupan duniawi dan mencai

kepuasan spritual. Agaknya bahaya ini tidak pelu di khawatirkan. Bahaya yang lebih besar

mungkin justru kalau dalam diri kita tumbuh apa yang disebut Djohan Effendi dengan sekularisasi

kesadaran. (lihat: Moh. Ali Aziz, Rr Suhartini, dan A. Halim, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat,

Paradigma Aksi metodologi, (Surabaya: Pustaka Pesantren, 2009), hlm 88

kemandirian dan keadaban.

Tapi tak cukup sampai disini saja, pada masa-masa awal berdirinya

pesantren, peran dan kontribusinya tidak lebih hanya pada bidang keagamaan, di

mana dakwah dan syi’ar dalam memperluas jaringan Islam, untuk tidak

mengatakan islamisasi pendidikan pribumi adalah melalui semangat keagamaan.

Lambat laun namun tidak pasti, peran pesantren juga mulai merambah pada sektor

yang lebih luas, bidang sosial, ekonomi, maupun membentuk sebuah budaya.

Untuk tidak mengatakan sebuah sentimen terhadap pendidikan pesantren saat ini,

sebagaimana dikatakan oleh Nurcholis Madjid, bahwa:

dalam “ujian” kemampuan mengadakan responsi pada masalah-masalah

perkembangan sosial yang semakin kompleks itu ternyata orang-orang

berpendidikan umum tetap lebih “unggul” dan “leading” dari pada mereka

yang berpendidikan agama, biarpun “semodern” lulusan Dar-u ’l-Ulum di

Kairo!18

Bilamana pendapat di atas, di kontekskan dengan penelitian penulis pada saat ini,

yaitu di PPNQ, yang pendidikannya hanya di bidang keagamaan, “mampukah

mereka mengambil peran dan memberi kontribusi pada masyarakat sekitarnya?”

Dan juga “Bisakah tradisi lama berdialog sehat dengan kekinian kita?” Ini hanya

asumsi awal peneliti untuk lebih jauh mendalami penelitian selanjutnya.

Berangkat dari pendapat sementara orang mengenai lembaga pendidikan

yang dikenal dengan pondok pesantren tradisional/salaf, maka tulisan ini akan

mencoba menguak tentang eksistensi pondok pesantren tradisional/salaf dengan

menampilkan profil sebuah pondok pesantren tradisional yang berada di daerah

Jawa Timur, yaitu PPNQ, yang terletak di desa Kalikajar Kulon kecamatan

Paiton, sekitar 25 km jalan pantura dari kota Probolinggo. Pesantren ini didirikan

pada tahun 1947. Perjalanan selama 65 tahun ini, peneliti tertarik untuk

mengangkat peranannya dalam pemberdayaan masyarakat sekitar.

Melihat dari umur pesantren yang sudah 65 tahun lalu telah berdiri, tentunya

sistem pendidikan yang berlangsung telah banyak menghasilkan output/alumni

dari pondok pesantren tersebut pada setiap tahunnya. Dengan demikian, para

alumni maupun masyarakat pesantren sendiri telah lama berinteraksi dengan

masyarakat dan juga telah memainkan peran serta berkontribusi pada masyarakat

18

Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina,

1997), hlm 12

sekitar. Dalam mengambil peran serta mampu memberikan kontribusi, tentunya

ini membutuhkan SDM yang mumpuni dalam segala aspek, dimana kunci mampu

mengambil peran dan berkontribusi sangat terkait erat dengan proses pendidikan.

Dengan melihat sistem pendidikan yang masih tradisional, apalagi yang di ajarkan

hanya dalam bidang-bidang keagamaan, seperti ushul fiqh, tafsir, sharaf, nahwu,

fiqh, tauhid dll, apakah mungkin, selama ini PPNQ benar-benar mengambil peran

dan dapat memberikan kontribusi pada masyarakat sekitar? Apalagi dengan

melihat realitas saat ini, masyarakat tidak hanya membutuhkan dakwah bi al-qawl

namun semestinya sudah beranjak pada dakwah bi al-hal.

Dalam penulisan tesis ini nantinya, penulis mengutip sekaligus menyetujui

diktum yang mengatakan, bahwa:

Pesantren bukanlah museum purba tempat dimana benda-benda unik dan

kuna disimpan dan dilestarikan. Juga bukan penjara dimana tindakan dan

pikiran dikontrol dan dikendalikan habis-habisan. Pesantren adalah

“laboratorium” tempat segala jenis dan aliran pemikiran dikaji dan diuji

ulang. Di dalamnya tidak ada lagi yang perlu ditabukan, apalagi dikuduskan.

Semuanya terbuka untuk diragukan dan dipertanyakan.19

Melihat situasi dan kondisi pesantren saat ini, mengolah konsep apapun

tentangnya, sebenarnya bukanlah kerja yang mudah. Terlebih dahulu harus diingat

adanya kenyataan bahwa tidak ada konsep yang mutlak rasional dapat diterapkan

di pesantren. Baik karena sejarah pertumbuhannya yang unik maupun karena

tertinggalnya ia dari lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya di dalam

melakukan kegiatan-kegiatan teknis, pesantren belum lagi mampu mengolah dan

kemudian melaksanakan konsep yang disusun berdasarkan pertimbangan akal

belaka, bagaimanapun sistematis dan metodisnya konsep itu, setidaknya untuk

generasi ini, semua konsep yang bersifat demikian akan menghadapi hambatan-

hambatan luar biasa dalam pelaksanaannya.20

Peran pondok pesantren dalam bentuk pemberdayaan masyarakat secara

substansinya jelas mengarah kepada sarana terjalinnya komunikasi antara

pesantren dengan masyarakat sekitar. Sehingga dengan hal tersebut dapat saling

memberikan kemajuan dan pengalaman antara satu dengan yang lain, bukan saja

19

Abd A’la, Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm viii-ix 20

Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm 51

dalam bidang pendidikan tapi dalam berbagai bidang yang menjadi tuntunan

pesantren harapan masa depan.

Secara umum, fisik bangunan PPNQ dan output yang dihasilkan bisa

berorientasi ke arah yang lebih maju, namun satu yang perlu disoroti adalah peran

PPNQ secara optimal dalam pemberdayaan masyarakat sangatlah urgent. Starting

point inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengkaji dan meneliti secara

mendalam tentang eksistensi pondok pesantren salaf dalam pemberdayaan

masyarakat yang fokusnya mengkaji tentang peran PPNQ dalam mengembangkan

dan meningkatkan sumber daya pesantren, bukan hanya dalam bidang keagamaan,

namun mampu berperan dalam bidang pendidikan, sosial maupun dakwah

Islamiyah guna terwujudnya pesantren yang bermutu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan

yang ingin diketahui jawabannya dalam penelitian ini adalah bagaimana eksistensi

PPNQ dalam pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan,

sosial, dan dakwah Islamiyah.

C. Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan peran PPNQ dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya

dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat baik kepada

peneliti, pihak PPNQ Paiton dan juga pada masyarakat. Di antaranya adalah:

1. Memberikan masukan terkait dengan pendidikan yang sedang

berlangsung di PPNQ Paiton, berkaitan dengan sistem pendidikannya.

2. Sebagai masukan bagi pengelola pondok, agar lebih memiliki peran serta

kontribusi pada masyarakat sekitar, melalui pemberdayaan masyarakat

baik dari segi pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah demi eksistensi

pondok pesantren yang akan datang

3. Sebagai bahan kajian selanjutnya dalam mengembangkan budaya ilmiah,

khususnya bagi peneliti.

E. Orisinalitas Penelitian

Untuk menjaga orisinilitas penelitian ini, maka peneliti akan memaparkan

hasil penelitian yang tedahulu, yang memiliki kemiripan. Yaitu, sebagai berikut:

Penelitian dalam tesis Fahrurrozi (2004), mahasiswa Program Pasca Sarjana

Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, tentang Eksistensi Pondok Pesantren di Nusa Tenggara

Barat (Studi Tentang Peranan Forum Kerjasama Pondok Pesantren (FKSPP)

NTB Dalam Bidang Pendidikan, Sosial dan Dakwah Islamiah). Penelitian ini

terfokus pada upaya mengkaji tentang peranan Forum Kerjasama Pondok

Pesantren (FKSPP) dalam mengembangkan dan meningkatkan sumber daya

pesantren dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah guna terwujudnya

pesantren yang bermutu dan profesional. Jadi penelitian ini, sama sekali tidak

menyentuh terhadap eksistensi sebuah pondok pesantren akan tetapi pada seluruh

pondok pesantren yang ada di daerah NTB.

Dalam penelitian tesis saudara Suwari (2007), mahasiswa Program Pasca

Sarjana Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Malang, dengan

judul Kepemimpinan Kiai dalam Memotivasi Sumber Daya Manusia di Pesantren

Salaf dan Khalaf (Studi Kasus di PP. Nurul Qadim dan PP. Nurul Jadid Paiton

Probolinggo). Penelitian tesis ini terfokus pada masalah-masalah Kepemimpina

Kiai di dua pondok pesantren yang letaknya masih satu kecamatan ini, dimana

tesis ini lebih banyak menyoroti tipe-tipe kepemimpinan Kiai dan masalah SDM

pesantren yang temotivasi olegh gaya kepemimpinan di dua pondok pesantren

tersebut. Jadi penelitian ini, tidak menyentuh terhadap kiprah pesantren pada

masyarakat.

Begitu pula, penelitian tesis saudara Moh. Rifa’i (2008), mahasiswa

Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri

Malang, dengan judul Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan (Studi Kasus di M.A T.M.I AL-AMIEN PRENDUAN SUMENEP).

Penelitian tesis ini terfokus pada pemberdayan yang dilakukan oleh Madrasah

Aliyah T.M.I Al-Amien Prenduan Sumenep dalam membangun sebuah pola

hubungan antara pihak madrasah dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan

mutu madrasah. Jadi penelitian ini tidak berbicara masalah pemberdayaan kepada

masyarakat secara luas, hanya pada wali murid yang menjadi objek dari

pembahasan ini.

F. Definisi Operasional

Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dalam penelitian kali ini. Yaitu:

1. Eksistensi

Eksistensi dalam berbagai kamus memberikan pengertian makna: ada,

keberadaan, wujud, kehidupan,21

menjelma, menjadi, ada keadaan hidup.22

Istilah ini merupakan salah satu aliran dalam dunia filsafat yaitu

eksistensialisme. Eksistensialisme pertama kali dikemukakan oleh ahli

filsafat Jerman, Martin Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme

merupakan bagian filsafat dan akar metodologinya berasal dari metode

fenomenologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Kemunculan

eksistensialisme berasal dari ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Kieggard

(1813-1855) menjawab pertanyaan “bagaimanakah aku menjadi seorang

diri?”23

Pada umumnya, kata eksistensi berarti keberadaan, tetapi di dalam

filsafat eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti yang khusus.

Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia. Cara manusia

berada di dalam dunia berbeda dengan cara berada benda-benda. Benda-

benda tidak sadar akan keberadaannya, juga yang satu berada di samping

yang lain, tanpa hubungan. Tidak demikianlah cara manusia berada.

Manusia berada bersama dengan benda-benda itu. Benda-benda itu menjadi

berarti karena manusia. Di samping itu, manusia berada bersama-sama

dengan sesama manusia. Untuk membedakan dua cara berada ini, di dalam

21

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarata: Balai Pustaka, 1984),

Cet. ke-1, hlm. 267. Lihat juga DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1988), Cet. ke-1, hlm 221 22

John M Echols dan Hasan Syadily, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta:

Gramedia, 1997), Cet. ke-24, hlm 224 23

Teguh Wangsa Gandhi, Filsafat Pendidikan; Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan,

(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm 183

filsafat eksistensialisme dikatakan bahwa benda-benda “berada” sedang

manusia “bereksistensi”.24

Dari pengertian eksistensi di atas, dapat dikatakan bahwa eksistensi

pondok pesantren berarti keberadaan pondok pesantren yang dilihat dari

interaksinya dengan masyarakat sekitar dalam hal berperan dan berkontribusi

sehingga tercipta pemberdayaan melalui peran pesantren.

2. Salaf

Salaf secara bahasa adalah sesuatu atau orang yang terdahulu,25

baik dari

sisi ilmu, keimanan, keutamaan atau jasa kebaikan. Oleh karenanya maka generasi

awal yang mengikuti para sahabat disebut dengan salafus shalih (pendahulu yang

baik). Sedangkan menurut terminologi khazanah Islam, “salaf” berarti ulama

yang hidup terdahulu generasi abad ke-1 sampai 3 H, yaitu para ulama generasi

Sahabat, Tabiin dan Tabi’at-Tabi’in yang merupakan kurun terbaik pasca

Rasulullah SAW.26

Pesantren salaf menurut Djohan Effendi, bahwa yang disebut pesantren

salaf adalah pusat pengajaran Islam tradisional yang dipimpin ulama yang disebut

kiai.27

Dari beberapa gambaran di atas, bahwa pesantren salaf adalah pondok

pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional,

memiliki beberapa karakteristik, di antaranya pengajian hanya terbatas pada kitab

kuning, intensifikasi musyawarah atau bahtsul masail, berlakunya sistem diniyah,

dan kultur paradigma berpikirnya didominasi oleh term-term klasik.

3. Pemberdayaan

Istilah pemberdayaan atau dalam bahasa Inggris “empowerment” memiliki

kata dasar “daya” yang berarti kemampuan, kekuatan, upaya kemampuan untuk

melakukan usaha.28

Atau kemampuan melakukan sesuatu, kemampuan bertindak,

atau kekuatan; tenaga yang menyebabkan sesuatu bergerak, maka selanjutnya kata

24

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980), hal 48 25

Suharso & Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux (Semarang:

CV. Widya Karya, 2005), hlm 442 26

Abdul Mughits, Kritik Nalar Fiqh Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 128 27

Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan di

Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm 40 28

Partanto & al-Arry, Kamus Ilmiah, (Surabaya: Arloka, 1994), hlm 94

pemberdayaan dapat mengandung pengertian suatu proses, cara atau perbuatan

memberdayakan.29

Pemberdayaan/empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti

pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari

perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebuadayaan Eropa. Konsep

pemberdayaan ditengarai muncul sekitar dekade 70-an dan kemudian berkembang

terus hingga kini, bersamaan dengan makin merebaknya pemikiran dan aliran

posmodernisme. Empowerment Eropa modern pada hakikatnya merupakan aksi

Emansipasi dan liberalisasi manusia dari totaliterisme keagamaan. Emansipasi

dan liberalisasi serta penataan tehadap segala kekuasaan dan penguasaan inilah

yang kemudian menjadi subtansi pemberdayaan. Konsep ini mencerminkan

paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people centered, partisipatory,

empowering, dan sus-tainable.30

Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan. Pemberdayaan menurut

Indrasari Tjandraningsih (1996), mengutamakan usha sendiri dari orang yang

diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu, pemberdayaan

sangat jauh dari konotasi ketergantungan.31

Maka dengan fokus penelitian tesis ini, dari uraian di atas, pemberdayaan

pada masyarakat lewat peran pesantren adalah sebagai suatu proses menjadikan

SDM mampu atau kuat dalam rangka melakukan suatu usaha pada suatu bidang

tertentu. Ide penulis ini sejalan dengan Indrasari Tjandraningsih agar masyarakat

lewat peran pesantren tidak selalu ketergantungan pada sebuah aktivitas akan

tetapi ia mampu menciptakannya sendiri.

G. Sistematika Pembahasan

Berangkat dari hal tersebut di atas, maka sistematika pembahasan dalam

penulisan tesis ini yaitu;

Bab I : Pendahuluan. Pada bab ini berisikan tentang latar belakang masalah

yang akan diteliti, penelitian terdahulu, rumusan masalah, tujuan penelitian,

29

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III, (Jakarta: PT. Persero

Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka BP. No. 3658, 2005), hlm 241 30

Moh. Ali Aziz, Rr Suhartini, dan A. Halim, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat,

Paradigma Aksi metodologi, (Surabaya: Pustaka Pesantren, 2009), hlm 169 31

ibid

manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan dalam menyusun dan

mengorganisasikan isi tesis ini.

Bab II : Kajian Teori. Bab ini berisikan tentang seputar dunia pesantren,

pemberdayaan masyarakat, dan teori hubungan lembaga pendidikan dengan

masyarakat

Bab III : Metode Penelitian. Pada bab ini diuraikan tentang metode

penelitian, yang meliputi; pendekatan penelitian dan jenis penelitian, lokasi

penelitian, kehadiran peneliti, data dan sumber data, teknik pengumpulan data,

analisis data, dan pemeriksaan keabsahan data.

Bab IV : Paparan Data dan Temuan Penelitian. Memuat paparan penelitian,

meliputi gambaran PPNQ, dan bentuk-bentuk pemberdayaan dalam bidang

pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.

Bab V : Diskusi Hasil Penelitian. Pada bab ini terdiri dari: penyajian dan

analisis data, yang meliputi pembahasan tentang pemberdayaan PPNQ pada

masyarakat sekitar dibidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.

Bab VI : Penutup. Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil

penelitian dan saran-saran peneliti yang berhubungan dengan hasil penelitian yang

telah didapat.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pesantren

1. Tipologi dan Terminologi Pesantren Salaf

Salaf secara bahasa artinya orang yang terdahulu, baik dari sisi ilmu,

keimanan, keutamaan atau jasa kebaikan. Seorang pakar bahasa Arab Ibnu

Manzhur mengatakan, kata salaf juga berarti orang yang mendahului kamu, yaitu

nenek moyangmu, sanak kerabatmu yang berada di atasmu dari sisi umur dan

keutamaan. Oleh karenanya maka generasi awal yang mengikuti para sahabat

disebut dengan salafush shalih (pendahulu yang baik) (Hasan, 2002). Sedangkan

menurut terminologi khazanah Islam, “salaf” berarti ulama yang hidup

terdahulu generasi abad ke-1 sampai 3 H, yaitu para ulama generasi Sahabat,

Tabi’in dan Tabi’ at-Tabi’in yang merupakan kurun terbaik pasca Rasulullah

SAW.1

Dalam terminologi pesantren, istilah “ulama salaf” sering digunakan tidak

hanya sampai pada generasi Tabi’ at-Tabi’in saja, tetapi juga generasi sesudahnya

yang masih mengikuti jejak keagamaan dan keilmuan ulama‟ salaf abad ke-1

sampai 3 H dalam bentuk pengembangan intelektual dan sufistik. Sehingga

pengertian salaf sering kabur menjadi “pokoknya ulama terdahulu yang sudah

lewat” dengan tanpa batas kurun waktu yang jelas. Terminologi ini berbeda

dengan terminologi “salaf” menurut kaum Reformis yang dipelopori oleh Jamal

ad-Din al-Afgani, Muhammad Abduh di Mesir dan Muhammad Abdul Wahhab

di Saudi Arabia. Menurut kelompok yang terakhir ini bahwa paham salafiyyah

adalah ajaran ulama’ generasi pertama yang konsisten secara literer terhadap

al-Qur’an dan Sunnah, mengikis habis bid„ah, khurafat dan tahayyul serta

klenik, senantiasa membuka pintu ijtihad dan menolak taklid “buta”.2

Sementara pesantren salaf, sebagaimana tuduhan kaum Puritan-Reformis,

masih berwarna bid„ah, khurafat, tahayyul dan sebagian besar mereka masih

bertaklid “buta” terhadap warisan tradisi ulama terdahulu. Sehingga, kalau

1 Abdul Mughits, Kritik Nalalar Fiqh Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 126

2 Ibid, hlm 127

konsisten dengan terminologi di atas maka, sulit menemukan “pesantren salafi”

yang secara definitif, yaitu yang mengikuti jejak ulama salaf abad I-III H secara

kategorik, karena bentuk akomodasi terhadap tradisi lokal dalam banyak hal telah

menimbulkan problematika prinsip-prinsip keagamaan. Contohnya adalah dalam

masalah aqidah, hal ini nampak jelas kontradiksinya dengan ajaran keagamaan

ulama generasi pertama yang masih cenderung puritan dan fundamentalis.3

Di samping itu akomodasi warisan tradisi para ulama pasca abad ke- 3 H

oleh pesantren juga akan menyulitkan dalam merumuskan definisi “salaf”

secara tegas. Sehingga, sebagaimana pendapat Azyumardi Azra, penggunaan

istilah salafiyyah di pesantren yang lebih tepat hanya untuk warisan Syariah

(fiqh) dan tasawwuf saja, tidak dalam wilayah teologi, mengingat ada beberapa

unsur lokal yang dikomodir. Karena akomodasinya terhadap budaya lokal itulah

akhirnya pesantren sering menuai kritik dari kalangan Puritan-Modernis Islam

yang diboyong dari Timur Tengah,4 meskipun sebenarnya juga masih ada

beberapa pesantren salafi yang cenderung puritan dalam ajaran aqidahnya.

Oleh karena itu, karena kekaburan makna salafiyyah dan kecenderungannya

yang masih melestarikan warisan ulama terdahulu, juga tradisi indigenos lokal,

maka pesantren salaf oleh para sosiolog sering disebut sebagai pesantren

“tradisional”, artinya pesantren yang selalu melestarikan tradisi masa lalu, sebagai

istilah yang lebih menunjukkan pada makna yang lebih umum dan mungkin juga

lebih dominannya warna lokal dari pada warna Timur Tengahnya. Mungkin

kecenderungan ke makna lokal tersebut disebabkan karena istilah yang digunakan

adalah “tradisional” yang berbahasa Indonesia dan pada umumnya istilah itu

digunakan untuk menunjuk pada pengertian kontinuitas tradisi yang berasal dari

indigenos lokal.5

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Djohan Effendi,6 bahwa

yang disebut pesantren salaf adalah pusat pengajaran Islam tradisional yang

dipimpin ulama yang disebut kiai. Umumnya ia terdiri dari kediaman kiai, masjid,

3 Ibid, hlm 128

4 Azyumardi Azra, “Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan” pengantar dalam

Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm xxiv 5 Abdul Mughits, Kritik Nalalar Fiqh Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 129

6 Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan di

Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm 40

dan pondok atau asrama untuk para santri. Kemunculan sebuah pesantren

biasanya dimulai dengan kehadiran seorang kiai yang memainkan peranan

penting sebagai tokoh sentral di dalamnya. Keberadaannya bergantung

sepenuhnya pada pengakuan masyarakat. Panggilan kiai di depan nama seorang

ulama oleh masyarakat tidaklah terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses

dimana hubungan antara ulama dan masyarakat berkembang.

Dalam literatur yang lain di sebutkan, bahwa akibat perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan masyarakat yang sangat

pesat pada beberapa dasawarsa terakhir memunculkan tuntutan-tuntutan baru

dalam bidang pendidikan yang semakin beragam. Keragaman tuntutan pendidikan

tersebut pada gilirannya menimbulkan orientasi dan peran pesantren menjadi

beragam pula, yang secara sosiologis mengantarkan pada pengakatagorian

tipologi pesantren.7

Terkait dengan fenomena yang muncul sekarang ini, yaitu ada istilah

gerakan salafi dan pesantren salaf, Husein Muhammad8 menjelaskan, bahwa salaf

untuk menyebut kalangan pesantren adalah model generasi awal yang meniru

aliran pertamanya Asy’ari dalam berteologi. Sementara, salaf yang sering disebut

dengan “aliran salafi” kelihatannya mengambil teologi yang dibangun oleh Ibnu

Taimiyyah. Husein Muhammad menyebut golongan ini dengan sebutan radikal,

yang mengambil alirannya Ibnu Taimiyyah itu.

Menurut Zamakhsyari Dhofier,9 ada beberapa ciri pesantren salaf atau

tradisional, terutama dalam hal sistem pengajaran dan materi yang diajarkan.

Pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau sering disebut dengan kitab kuning

7 Forum pesantren mengelompokkan pesantren dalam dua katagori, yaitu pesantren Syari‟at

dan Pesantren Thariqat (tarekat). Pesantren Syari‟at menekuni bidang pembelajaran hukum agama

Islam, meskipun juga menyertakan bagian dari penjiwaan tasawwuf, Pesantren Thariqat menekuni

pencarian kesucian diri batiniah melalui tasawwuf, meskipun tetap berdasarkan pada penguasaan

syari’at terlebih dahulu. Dalam katagori Pesantren Syari‟at terdapat varian “pesantren alat” dan

“pesantren Qur’an”. M. Dian Nafi’. Praksis Pembelajaran Pesantren. Institut For Training and

Development. Amherts. Massachuset (Yogyakarta, et. al. 2007), hlm 22. Rahardjo

mengelompokkan pesantren dalam dua tipe, yaitu pesantren modern dan pesantren tradisional

(salafiyah). Lihat Dawan Rahardjo. 1982, “Gambaran Pemuda Santri: Penglihatan dari Jendela

Pesantren di Pabelan”. Dalam Taufik Abdullah (Ed). Pemuda dai Perubahan Sosial, (Jakarta:

LP3S, 1982), hlm 208 8 Marzuki, Mukhamad Murdiono, dan Miftahuddin, Laporan Penelitian Strategis Nasional

tahun Anggaran 2010 (Tipologi Perubahan dan Model Pendidikan Multikultural Pesantren Salaf),

(Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), hlm 19 9 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:

LP3ES, 1994), hlm 50

karena kertasnya berwarna kuning, terutama karangan-karangan ulama yang

menganut faham Syafi’iyah, merupakan pengajaran formal yang diberikan dalam

lingkungan pesantren tradisional. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di

pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 (delapan) kelompok, yaitu nahwu

(syntax) dan sorof (morfologi), fiqh, usul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan

etika, dan cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.

Abdurrahman Wahid mencatat bahwa ciri utama dari pengajian pesantren

tradisional ini adalah cara pemberian pengajarannya, yang ditekankan pada

penangkapan harfiah atas suatu kitab (teks) tertentu. Pendekatan yang digunakan

adalah menyelesaikan pembacaan kitab (teks) tersebut, untuk kemudian

dilanjutkan dengan pembacaan kitab (teks) lain. Dengan demikian, dapat

dikatakan pemberian pengajaran tradisional di pesantren masih bersifat

nonklasikal (tidak berdasarkan pada unit mata pelajaran).10

Sistem individual dalam sistem pendidikan Islam tradisional disebut sistem

sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah

menguasai pembacaan al-Qur’an. Metode utama sistem pengajaran di lingkungan

pesantren tradisional adalah sistem bandongan atau seringkali juga disebut

sistem weton. Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500)

mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan

seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid

memperhatikan bukunya atau kitabnya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik

arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok

kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran

murid, atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.11

Dalam pesantren kadang-kadang diberikan juga sistem sorogan tetapi hanya

diberikan kepada santri-santri baru yang masih memerlukan bimbingan

individual. Sistem sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling

sulit dari keseluruhan sistem pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini

menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid.

Kebanyakan murid-murid pengajian di pedesaan gagal dalam pendidikan dasar

10

Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm 71 11

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,

(Jakarta: LP3ES, 1994), hlm 28

ini. Di samping itu banyak di antara mereka yang tidak menyadari bahwa mereka

seharusnya mematangkan diri pada tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti

pendidikan selanjutnya di pesantren. Karena, pada dasarnya hanya murid-murid

yang telah mengusai sistem sorogan sajalah yang dapat memetik keuntungan dari

sistem bandongan di pesantren.12

Perlu ditekankan disini, menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa sistem

pendidikan pesantren yang tradisional ini, yang biasanya dianggap sangat statis

dalam mengikuti sistem sorogan dan bandongan dalam menterjemahkan kitab-

kitab klasik ke dalam bahasa Jawa, dalam kenyataannya tidak hanya sekedar

membicarakan bentuk dengan melupakan isi ajaran yang tertuang dalam kitab-

kitab tersebut. Para kyai sebagai pembaca dan penerjemah kitab tersebut,

bukanlah sekedar membaca teks, tetapi juga memberikan pandangan-pandangan

pribadi, baik mengenai isi maupun bahasa dari teks.13

Ciri lain yang didapati di pesantren salaf adalah mulai dari budaya

penghormatan dan rasa ta’zhim pada guru dan kiai, kegigihan belajar yang

disertai sejumlah ritual tirakat; puasa, wirid dan lainnya, hingga kepercayaan pada

barakah. Hal inilah yang memunculkan anggapan bahwa kepatuhan santri kepada

kiai terlalu berlebih-lebihan, berbau feodal, pengkultusan, dan lain sebagainya.

Namun, anggapan ini, menurut Mustofa Bisri,14

telalu sederhana, gebyah uyah,

generalisasi yang kurang tepat, dan secara tidak langsung mendiskreditkan kiai-

kiai yang mukhlis (ikhlas) yang menganggap tabu beramal lighairillah, beramal

tidak karena Allah tapi agar dihormati orang.

Pesantren salaf, menurut Mustofa Bisri,15

umumnya benar-benar milik

kiainya. Santri hanya datang dengan bekal untuk hidup sendiri di pesantren.

Bahkan ada atau banyak yang untuk hidupnya pun nunut kianya. Boleh dikatakan,

kiai pesantren salaf seperti itu, ibaratnya mewakafkan diri dan miliknya untuk

para santri. Beliau memikirkan, mendidik, mengajar, dan mendoakan santri tanpa

pamrih. Bukan saja saat para santri itu mondok di pesantrennya, tetapi juga ketika

mereka sudah terjun di masyarakat.

12

Ibid, hlm 29 13

Ibid, hlm 51 14

Mustofa Bisri, “Pesantren dan Pendidikan”, (Tebuireng: Edisi/Tahun I/Juli- September

2007), hlm 13 15

Ibid, hlm 13

2. Fungsi dan Peran Pesantren

Identitas pesantren yang pada awal perkembangannya merupakan sebuah

lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, kini identitas tersebut

mengalami pergeseran sejalan dengan perkembangan masyarakat. Sungguhpun

demikian, pergeseran yang di alami pesantren sama sekali tidak menjadikannya

tercerabut dari akar kulturalnya. Pesantren dengan karakteristik kemandirian dan

indepedensi kepemimpinannya tetap memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1). Sebagai

lembaga pendidikan yang melakukan transformasi ilmu pengetahuan agama

(Islam) dan nilai-nilai ke-islam-an (Islamic values), 2). Sebagai lembaga

keagamaan yang melakukan control social (social control), dan 3). Sebagai

lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering).16

Sejalan dengan paparan di atas, Qomar mengemukakan bahwa pesantren

terlibat aktif dalam mobilisasi pembangunan masyarakat desa, sehingga

komunitas pesantren terlatih melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan

masyarakat yang menyebabkan terjalinnya hubungan yang harmonis antara santri

dan masyarakat, antara kiai dan kepala desa. Ma’sum mengemukakan 3 (tiga)

fungsi utama pesantren, yaitu: fungsi religius (diniyah), fungsi sosial (ijtimaiyah),

dan fungsi pendidikan (tarbawiyah).17

Paparan sebagaimana dikemukakan di atas memberikan gambaran bahwa

pesantren mempunyai fungsi, disamping sebagai lembaga pendidikan dan

penyiaran agama Islam, ia juga berfungsi sebagai agen perubahan sosial (social

change agent). Fungsi dan peran pesantren sebagai agen perubahan social tampak

ketika terjadi proses perubahan dilingkungan masyarakat pedesaan, kiai dan

pesantrennya memiliki posisi sentral yang mampu mendorong mereka melakukan

tindakan kolektif.18

Disamping itu, kiai dan pesantren bersama-sama dengan

kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang lain terlibat secara aktif

16

Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Ditjen Kelembagaan Agama

Islam Departemen Agama RI, Pedoman Pengembangan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Tahun 2004-2009, (Jakarta: 2004), hlm 8 17

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi, (Jakarta: Erlangga, th), hlm 23 18

Hiroko Horikoshi, Kiai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan

Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1987), hlm 232

dalam program-program pemberdayaan masyarakat pedesaan,19

sehingga

pesantren diidentifikasi sebagai lembaga yang populis dan peka terhadap

program-program pemberdayaan masyarakat dan masalah-masalah social

kemasyarakatan. Bahkan pesantren memilki keunggulan dibandingkan lembaga-

lembaga pendidikan di luar pesantren, terutama dalam penanaman nilai-nilai

keagamaan dan moral.20

Dalam sejarah panjangnya, pesantren identik dengan masyarakat pedesaan

yang terpinggirkan, teralienasi, dan termarjinalkan. Karena itu kepedulian

pesantren dalam pemberdayaan masyarakat muncul terutama ketika tuntutan

terhadap peran pesantren semakin mengemuka. Pesantren kemudian tidak hanya

dituntut berperan sebagai institusi pendidikan dan pembinaan moral keagamaan,

tetapi juga menjadi agen perubahan dan pemberdayaan masyarakat. Peran tersebut

perlu dilakukan, karena karakteristik pesantren sebagai lembaga pendidikan yang

berbeda dengan pendidikan formal. Dengan karakteristik itu pesantren

menghasilkan lulusan yang memiliki kemadirian dan kepekaan dalam menatap

dunia di sekelilingnya,21

sedangkan lulusan pendidikan formal cenderung

menguntungkan pada dunia kerja sektor formal, seperti pegawai negeri, karyawan

perusahaan pemerintah dan swasta.

Sehubungan dengan fungsi dan peran pesantren tersebut, serta karakteristik

yang dimilikinya menjadikan pesantren sebagai sumber daya lokal sekaligus

sebagai modal sosial lokal yang strategis dalam upaya membangun masyarakat

“mulai dari belakang” (Chambers, 1988). Dikatakan strategis, karena pesantren

dan kiai pesantren dipandang sebagai “setali tiga uang” dengan masyarakat

tradisional pedesaan.22

Lebih lanjut dikemukakan bahwa pesantren menjadi pusat

aktivitas masyarakat pesantren, yaitu kiai, keluarga pengurus, para ustadz, santi

19

Aribowo, “Pesantren, Community Development, dan Otonomi Daerah”. Dalam Abdul

Hamid Wahid dan Nur Hidayat (Eds), Perspektif Baru pesantren dan Pengembanagan Masyarakat,

(Surabaya: Yayasan Tri Gunung Bhakti, 2001), hlm 94 20

Muhammad Tholhah Hasan, Islam & Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta:

Lantabora Press, 2003), hlm 301 21

Nur Syam, “Pesantren di Tengah Pemberdayaan Masyarakat Pada Era Otonomi

Daerah” Dalam Abdul Hamid Wahid dan Nur Hidayat (Eds.), Perspektif Baru Pesantren dan

Pengembangan Masyarakat, (Surabaya: Yayasan Triguna Bhakti, 2001), hlm 93 22

A. Nasikhin Syaba, Dialektika Pesantren Meramut Basis Memahami Gerakan Pesantren

Dengan Nalar Pesantren, dalam Bina PESANTREN edisi 2//2004, (Jakarta: Proyek Peningkatan

Pondok Pesantren Depag RI Bekerjasama dengan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan

Masyarakat P3M), hlm 21

dan keluaganya, serta penduduk di sekitar pesantren. Dengan demikian interaksi

dan komunikasi sosial antar satuan dalam masyarakat pesantren terjadi secara

intensif dan belangsung dari waktu ke waktu. Sejalan dengan pandangan tersebut

Horikoshi (1987) menyatakan bahwa kiai memiliki kemampuan menerima,

menerjemahkan, dan melakukan transformasi ide-ide pembangunan kepada warga

masyarakat.

3. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pesantren

Pada dasarnya pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, di mana

pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan agama Islam diharapkan

dapat diperoleh di pesantren. Apa pun usaha yang dilakukan untuk meningkatkan

pesantren di masa kini dan masa yang akan datang harus tetap pada prinsip ini.

Tujuan pendidikan pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid

dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan

mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,

mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan

para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Selain itu, tujuan pendidikan

pesantren bukanlah untuk mengejar kekuasaan, uang dan keagungan duniawi,

tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban

dan pengabdian kepada Tuhan.23

Tujuan ini pada gilirannya akan menjadi faktor

motivasi bagi para santri untuk melatih diri menjadi seorang yang ikhlas di dalam

segala amal perbuatannya dan dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan sesuatu

kecuali kepada Tuhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum

tujuan pendidikan pesantren adalah mendidik manusia yang mandiri, berakhlak

mulia, serta bertaqwa.

Dalam pesantren tradisional, untuk menentukan kitab mana yang akan dikaji

dan diikuti oleh seorang santri tidak secara ketat ditentukan oleh kyai atau

pesantren, melainkan justru diserahkan kepada santri itu sendiri. Hal ini karena

santri yang meneruskan ke pesantren, terutama pesantren besar, dianggap telah

mampu untuk mengukur kemampuannya, sehingga pesantren atau kyai hanya

membimbing tentang cara menentukan pilihan kajian. Pemilihan materi belajar

yang memberikan keleluasaan kepada santri untuk ikut mengambil peranan di

23

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:

LP3ES, 1994), hlm. 21

dalam menentukan jenjang dan kurikulum belajarnya oleh sebagian peneliti

dianggap sebagai adanya proses demokratisasi di dalam proses belajar mengajar.24

Sistem pengajaran di pesantren dalam mengkaji kitab-kitab Islam klasik

(kitab kuning) sejak mula berdirinya menggunakan metode sebagai berikut :

Metode sorogan, di mana santri menghadap guru seorang demi seorang

dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kyai membacakan pelajaran

yang berbahasa Arab itu kalimat demi kalimat kemudian menterjemahkannya dan

menerangkan maksudnya. Sedangkan santri menyimak dan memberi catatan pada

kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai. Adapun

istilah sorogan tersebut berasal dari kata sorog (bahasa Jawa) yang berarti

menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyainya. Di

pesantren besar, sorogan dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja yang

biasanya terdiri dari keluarga kyai atau santri-santri yang diharapkan di kemudian

hari menjadi ulama.

Metode wetonan, di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di

sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah. Santri membawa kitab

yang sama dengan kitab kyai dan menyimak kitab masing-masing serta membuat

catatan padanya. Istilah wetonan ini berasal dari kata wektu (bahasa Jawa) yang

berarti waktu, sebab pengajian tersebut diadakan dalam waktu-waktu tertentu,

yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhu. Di Jawa Barat metode ini

disebut dengan bandongan, sedangkan di Sumatra dipakai istilah halaqah. Dalam

sistem pengajaran semacam ini tidak dikenal adanya absensi. Santri boleh datang

boleh tidak, juga tidak ada ujian.25

Dua metode pengajaran di atas dalam waktu yang sangat panjang masih

dipergunakan pesantren secara agak seragam. Metode sorogan tentu lebih efektif,

karena kemampuan santri dapat terkontrol secara langsung oleh kyai (ustadz).

Akan tetapi metode tersebut sangat tidak efisien, karena terlalu memakan waktu

lama. Sedangkan metode wetonan akan lebih efisien, namun sangat kurang

efektif, karena kemampuan santri tidak akan terkontrol oleh pengajarnya.

Meskipun demikian, dalam kedua metode tersebut budaya tanya jawab dan

24

Ibid. hlm 80 25

M. Habib Chirzin, “Agama dan Ilmu dalam Pesantren”, dalam Pesantren dan

Pembaharuan, ed. M. Dawam Rahardjo (Jakarta: LP3ES, 1988), hlm 88

perdebatan tidak dapat tumbuh. Terkadang terjadi kesalahan yang diperbuat oleh

sang kyai (ustadz), namun tidak pernah ada teguran atau kritik dari santri. Bahkan,

tidak mustahil tanpa pikir panjang para santri menerima mentah-mentah kesalahan

tersebut sebagai kebenaran.26

Sekarang ini, beberapa pesantren tradisional tetap bertahan dengan kedua

sistem pengajaran tersebut tanpa variasi ataupun perubahan. Sedangkan sebagian

yang lain telah berubah sesuai dengan perubahan zaman dan mulai menerapkan

sistem pendidikan klasikal yang dianggap lebih efektif dan efisien. Sistem yang

disebut terakhir ini mulai muncul dan berkembang di awal tahun 1930-an.

Modelnya seperti sekolah pada umumnya, meskipun kurikulum dan silabusnya

sangat bergantung pada kyai, dalam arti dapat berubah-ubah sesuai dengan

pertimbangan dan kebijaksanaan kyai. Ini semua masih dalam satu pembicaraan,

yaitu hanya pelajaran agama atau kitab-kitab kuning saja yang diajarkan.27

Sistem evaluasi yang berlaku di dalam pesantren tradisional biasanya tidak

terlalu ketat dan mengikat, melainkan sangat memberi keleluasaan kepada santri

yang bersangkutan untuk melakukan self-evaluation (evaluasi diri sendiri). Dalam

evaluasi pengajaran ini, peranan kyai sangat menonjol dan lebih besar pada

metode sorogan, sementara pada metode wetonan para santri sangat mempunyai

peranan. Biasanya titik tekan evaluasi yang dilakukan oleh kyai dan pengurus

pesantren tidak sekedar pada pengetahuan kognitif, berupa sejauh mana

keberhasilan penyerapan ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh santri, tetapi

lebih jauh lagi pada keutuhan kepribadiannya berupa ilmu, sikap, dan tindakan --

tutur kata dan perbuatan-- yang terpantau dalam interaksi keseharian santri dengan

kyai. Dalam menentukan apakah seorang santri telah berhasil menyelesaikan

suatu kurikulum tertentu, dengan demikian tidak sekedar dinilai dari aspek

penguasaan intelektualnya, melainkan juga integritas kepribadian santri yang

bersangkutan yang dinilai dari kiprah dan tingkah laku kesehariannya.28

Proses pendidikan di pesantren berlangsung selama 24 jam. Dalam

26

Ahmad Qodri A. Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar

(Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm 106 27

Ibid. hlm 107 28

A. Wahid Zaini, “Orientasi Pondok Pesantren Tradisional Dalam Masyarakat

Indonesia”, dalam Tarekat, Pesantren, dan Budaya Lokal, ed. M. Nadim Zuhdi et. al. (Surabaya:

Sunan Ampel Press, 1999), hlm 80

pesantren tradisional, penjadwalan waktu belajar tidaklah terlalu ketat. Timing

dan alokasi waktu bagi sebuah kitab yang dikaji biasanya disepakati bersama oleh

kyai dan santri sesuai dengan pertimbangan kebutuhan dan kepentingan bersama.

Dapat saja waktu 24 jam hanya dimanfaatkan empat atau lima jam untuk istirahat,

sedangkan sisanya untuk proses belajar mengajar dan beribadah, baik secara

kolektif maupun secara individual. Pendidikan pesantren sangat menekankan

aspek etika dan moralitas. Proses pendidikan di sini merupakan proses pembinaan

dan pengawasan tingkah laku santri yang seharusnya merupakan cerminan ilmu

yang telah diperoleh. Pembinaan dan pengawasan ini dilakukan bersamaan

dengan peneladanan langsung oleh kyai dan pengurus sebagai kepanjangan tangan

dari kyai, mulai dari urusan ibadah sampai pada urusan keseharian santri.29

4. Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat

Kaitan pesantren dengan pemberdayaan masyarakat pada dasarnya

membicarakan kaitan antara Islam dengan pengembangan masyarakat itu sendiri.

Karena pesantren sebagai lembaga pendidikan penyiaran agama Islam tidak bisa

dipisahkan begitu saja dengan Islam. Karena itu, disini perlu dijelaskan terlebih

dahulu mengenai kaitan Islam dengan pemberdayaan masyarakat.

Mengenai kaitan Islam dengan pemberdayaan masyarakat, Bahtiar Effendi

mensinyalir sebagai berikut:

Sifat kemoderenan dalam kaitannya dengan masyarakat muncul dengan

mengatasi dimensi waktu. Sebagai gantinya, kemoderenan sebuah bangunan

politik yang ditandai oleh antara lain adanya struktur masyarakat lebih

merujuk pada sifat-sifat yang dikembangkan oleh bangunan politik tersebut.

Hal ini tidak aneh, karena sudut konsepsinya, bangunan pemberdayaan

masyarakat ini memang awalnya dikembangkan oleh para pemikir dan filsuf

lain; Plato, Aristoteles, Hobes, Locke, Rosseau, Bentham, Hume dan

sebagainya. Antara lain dari sudut ini pulalah kita dapat mengaitkan antara

Islam dengan pemberdayaan masyarakat. Apa yang ingin dikatakan disini

adalah bahwa seperti para pemikir dan para filsof politik klasik yang disebut

di atas, Islam baik yang ideal (al-Qur’an dan As-Sunnah) maupun

mensejarah atau yang nampak dalam kehidupan sehari-hari (sejarah partikel

Islam), juga memberdayakan dimensi masyarakat.30

Kemudian Cak Nur seperti yang dikutip oleh Sufyanto juga menjelaskan:

“Bangunan masyarakat di dalam Islam dapat dilacak dari kehidupan baginda

29

Ibid. hlm 81-82 30

Effendi Bachtiar, Wawasan al-Qur‟an Tentang Masyarakat Madani Menuju

Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern, (Jurnal Paramadina, Vol I No. 2 tahun 1999), hlm 78

Rasulillah SAW, dalam konteks masyarakat Madinah kala itu. Sekilas

perwujudan masyarakat Madinah itu, diawali ketika Rasulillah SAW hijrah

dari Makkah menuju kota Yastrib (sekarang Madinah al-Munawwarah)

karena rintangan Rasulillah Muhammad SAW dalam berdakwah di Makkah

selalu mendapat rintangan dari kaum kafir, kemudian hijrah ke Yastrib.

Disini nabi Muhammad SAW mendapat sambutan yang luar biasa dari

masyarakat setempat, sehingga memudahkan Muhammad untuk berdakwah

dan siap menyusun sendi-sendi pemberdayaan masyarakat.31

Di tambahkan lagi oleh Bachtiar:

“sejak muncul dan berkembangnya Islam disana (Yastrib), meskipun masih

dalam tahap awal, transformasi atau perubahan masyarakat secara besar-

besaran terjadi disana, baik dilihat dari sudut pandang keagamaan (lebih

rasional) maupun kehidupan budaya, ekonomi, dan politik. Dalam bahasa

agama, proses perubahan dari situasi jahiliah keperadaban ditegaskan dalam

al-Qur’an bahwa salah satu fungsi Islam membawa atau mengeluarkan

masyarakat dari alam kegelapan (jahiliah) ke alam terang (beradab).”32

Inilah gambaran mengenai kaitan Islam dengan pemberdayaan masyarakat.

Dari uraian tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya nilai-nilai

esensial yang diharapkan dari sebuah pemberdayaan masyarakat yang dicita-

citakan ternyata nilai-nilai tersebut juga ada di dalam ajaran Islam. Inilah yang

mempertemukan Islam dengan pemberdayaan masyarakat.

Mungkin kesimpulan ini terkesan apologis atau memuji diri sendiri, karena

itu tidak terlalu berlebihan kiranya untuk melengkapi dengan pandangan seorang

ilmuwan non-muslim (Barat), Robert N. Bellah seperti dikutip oleh Effendi

Bachtiar sebagai berikut:

“ada kesesuaian antara Islam dengan konsep pemberdayaan masyarakat,

bahkan kenyataan itu pernah ada dalam kehidupan nyata masyarakat Islam.

Bagaimana politik yang dikembangkan oleh nabi Muhammad SAW ketika

berada di Madinah adalah bersifat sangat modern. Memang bukan

organisasi atau lembaga diluar Negara yang berkembang pada waktu itu,

tetapi dimensi-dimensi lain yang dalam bangunan konsep masyarakat. Hal

itu tercermin dengan jelas dalam mitsaq al-Madinah (perjanjian Madinah)

yang oleh para ilmuan politik dianggap sebagai konstitusi pertama sebuah

Negara.33

Lalu dimanakah posisi pesantren? Pesantren sebagai lembaga pendidikan

31

Sufyanto, Masyarakat Tamaddun, (Yogyakarta: LP2IF, 2001), hlm 95-96 32

Effendi Bachtiar, Wawasan al-Qur‟an Tentang Masyarakat Madani Menuju

Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern, (Jurnal Paramadina, Vol I No. 2 tahun 1999), hlm 80 33

Ibid.

dan penyiaran (dakwah) agama Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari

Islam itu sendiri. Bisa dikatakan, pesantren selalu berada dibarisan paling depan

dalam melestarikan nilai-nilai Islam. Bahkan dalam hal pengembangan dalam

model pendidikannya pun, pesantren tetap mengacu pada tradisi Islam. Sekalipun

pesantren telah banyak mengalami perubahan, anmun sampai saat ini tradisi

pesantren masih sangat kental dengan tradisi Islamnya. Demikian halnya dalam

konteks pemberdayaan masyarakat, banyak hal yang telah dilakukan oleh

pesantren sejak awal mula munculnya lembaga ini sampai sekarang.

5. Peran pesantren dalam Pemberdayaan Masyarakat

Pondok pesantren disamping berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam

juga memiliki peran sebagai motor penggerak pembangunan dan perubahan

masyarakat. Mencermati tumbuh suburnya lembaga pesantren terutama di wilayah

pedesaan secara nyata mampu berperan sebagai people‟s movement serta

empowering people. Aktivitas nyata pondok pesantren dalam memberdayakan

kehidupan masyarakat dapat dilihat dari kemampuannya dalam kegiatan

vocational yang bertujuan menggali, merangsang dan meningkatkan sosial

ekonomi masyarakat, pengembangan usaha produktif serta mengupayakan

kesempata bagi masyarakat memperoleh kehidupan yang layak dengan

pemanfataan sumberdaya yang tersedia.

Lembaga pondok pesantren memiliki potensi besar untuk ikut mendukung

pembangunan agama dan akhlak generasi bangsa.34

Sehingga tidak berlebihan

apabila dikatakan pondok pesantren memiliki dua peran sekaligus, yakni

pengembangan pendidikan dan peran pemberdayaan masyarakat.35

Peran sebagai

pengembangan pendidikan dilihat dari misi utama pondok pesantren, yakni untuk

menyebar luaskan ajaran dan universalihtas Islam ke seluruh pelosok Nusantara

yang berwatak pluralis, baik dalam dimensi kepercayaan, budaya maupun kondisi

sosial ekonomi masyarakat. Peran tersebut dalam konteks kekinian telah

menempatkan lembaga pesantren sebagai penerjemah dan penyebar ajaran-ajaran

Islam di tengah kehidupan masyarakat. Peran sebagai pemberdayaan masyarakat

34

Karel A Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun

Modern, (Jakarta: Dharma Aksara, 1986), hlm 44 35

Saefuddin Zuhri, dkk, Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pusataka Hidayat, 1999), hlm

13

dilihat dari transformasi nilai yang ditawarkannya (amr ma‟ruf nahi munkar).

Dalam hal ini segenap potensi pondok pesantren telah berhasil membawa

perubahan serta transformasi kehidupan masyarakat dari kekafiran kepada

ketakwaan, dari kefakiran menuju kepada kesejahteraan. Kehadiran pondok

pesantren menjadi suatu keniscayaan untuk menjawab kebutuhan masyarakat.

Kedua potensi di atas selanjutnya melahirkan peluang kerjasama antara

pondok pesantren dengan masyarakat yang bersifat simbiosis mutualism.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama masyarakat

agar memiliki bekal pengetahuan agama Islam yang lebih luas serta akhlak al-

karimah. Dengan begitu generasi muda yang ditempa melalui lembaga pendidikan

pesantren dapat diandalkan sebagai agen of change dalam proses pendidikan dan

pemberdayaan masyarakat.

Sebagaimana dikemukakan Harahap,36

proses pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat itu terdiri dari tiga pilar strategi, yaitu: 1) penyelengara

Negara, 2) para ulama, agamawan dan cendekiawan, dan 3) para pengusaha.

Tabel 2. 1 Strategis dalam Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat

B. Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian Pemberdayaan

Secara konseptual istilah pemberdayaan atau dalam bahasa Inggris

empowerment memiliki kata dasar daya yang berarti kemampuan, kekuatan,

36

Syahrin Harahap, Islam, Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1999), hlm 93

Penyelenggara pemerintah

Ulama, agamawan, dan cendekiawan

Penguasaha

Pemberdayaan

Masyarakat

Qur’an & Hadis

Masyarakat yang berketuhanan,

berkeadilan dan berkemanusiaan

upaya kemampuan untuk melakukan usaha.37

Atau kemampuan melakukan

sesuatu, kemampuan bertindak, atau kekuatan; tenaga yang menyebabkan

sesuatu bergerak, maka selanjutnya kata pemberdayaan dapat mengandung

pengertian suatu proses, cara atau perbuatan memberdayakan.38

Maka berkenaan dengan ruang lingkup pembahasan pemberdayaan dalam

pendidikan, secara eksplisit definisi pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu

proses menjadikan SDM mampu atau kuat dalam rangka melakukan suatu usaha

pada suatu bidang tertentu dalam dunia pendidikan, atau juga dapat diartikan

sebagai penggunaan kemampuan dan kekuatan masyarakat dalam melangsungkan

eksistensi satuan pendidikan agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan supaya

bermutu.

Banyak para tokoh mengemukakan berbagai pendapat tentang pengertian

pemberdayaan yang berbeda-beda. Di dalam Usmara, Noe et. Al mengatakan

bahwa pemberdayaan merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang

terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan

produk dan pengambilan keputusan. Kemudian Khan mengemukakan bahwa,

pemberdayaan merupakan hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk

membangun kepercayaan antara karyawan dan manajemen. Sedangkan Byars dan

Rue mengartikan pemberdayaan sebagai bentuk desentralisasi yang melibatkan

para bawahan dalam membuat keputusan.39

Bila dikombinasikan ketiga pengertian pemberdayaan yang berbeda

terkemuka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pemberdayaan mengandung

pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada karyawan, kemudian

mengandung penciptaan kondisi saling percaya antara karyawan dan manajemen,

serta mengandung adanya employee involvement yaitu melibatkan karyawan

dalam pengambilan keputusan.

Berkenaan dengan fokus pendidikan, maka kesimpulan tadi tidak hanya

terfokus pada karyawan yang telah ada dalam satuan pendidikan namun juga

semua elemen yang berkepentingan termasuk masyarakat yang sifatnya sangat

37

Partanto & Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arloka, 1994), hlm 94 38

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III. (Jakarta: PT. Persero

Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka BP. No. 3658, 2005), hlm 241 39

Wahibur Rokhman Jr (dalam Usmara). Paradigma Baru Manajemen SDM (Yogyakarta:

Amara Books. 2002), hlm 123

urgen dalam peningkatan mutu pendidikan. Menurut Maisyaroh dalam

Manajemen Pendidikan, keterlibatan masyarakat dalam bidang pendidikan

merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan bidang

pendidikan oleh satuan pendidikan, yang berarti mengikutsertakan masyarakat

dalam perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan serta

evaluasi pendidikan (monitoring and evaluating).40

Sedangkan yang dimaksud

dengan masyarakat yaitu kelompok orang tua, masyarakat yang terorganisasi

seperti kelompok pengajian dan keagamaan, bisnis, politik dan sosial, dan yang

terakhir adalah masyarakat secara universal.

2. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung Pemberdayaan

Faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam rangka mensukseskan kinerja

menjadi efektif. Apapun pekerjaan itu perlu didukung oleh lingkungan yang baik.

Caudron memberikan hal penting yang harus dilakukan dalam rangka

menciptakan lingkungan yang mendukung pemberdayaan terhadap berbagai pihak

yang kompeten, antara lain:41

a. Work team and information sharing are building block

Membentuk tim kerja dan komunikasi terbuka dengan

pekerja/karyawan. Personel tidak hanya saja dapat menyelesaikan

tugas namun juga punya kesempatan mendapatkan pelajaran dari

anggota lainnya (sharing knowledge). Sedangkan komunikasi terbuka

yang dimaksud adalah kekuatan dan kelemahan organisasi serta

tantangan, permasalahan pekerjaan seperti kesempatan karir atau

kompensasi, sehingga darinya diharapkan tercipta lingkungan

kondusif yang mendukung peningkatan keahlian anggota dalam

memecahkan problematik.

b. Provide the training and resources needed to do good job

Manajemen perlu menyediakan pelatihan-pelatihan guna

mengembangkan keahlian (kemampuan) yang merupakan dimensi

terpenting dalam pemberdayaan. Training team bertujuan menjaga

kekompakan dalam mengatasi masalah, sedangkan training keahlian

40

Ali Imron dkk. Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hlm

122 41

Wahibur Rochman, Jr (dalamUsmara), op. cit, 2002, hlm 129-130

interpersonal tidak hanya mengarah pada pemberdayaan independen

namun juga interdependen. Selanjutnya manajemen juga perlu

menyediakan fasilitas dan sumber daya yang dibutuhkan guna

mencapai tujuan dengan baik.

c. Provide measurement, feedback and reinforcement

Menyediakan standar-standar pengukuran (measurement) guna

mengetahui efektivitas program pemberdayaan terhadap prestasi yang

telah dicapai sehingga selanjutnya ada semacam feedback terhadap

prestasi tersebut sebagai alat motivasi untuk melakukan pekerjaan

dengan baik.

d. On going reinforcement

Memberikan bantuan (insentif) secara terus menerus terhadap

prestasi yang telah dicapai oleh karyawan, karena setiap mereka ingin

dihargai atas prestasinya tersebut, dan semua pihak akan termotivasi

untuk melakukan pekerjaannya dengan baik.

e. Provide responsibility and authority

Pemberian tanggungjawab dan wewenang yang dibutuhkan guna

menyelesaikan tugas terhadap beban pekerjaan yang diamanatkan

kepada para karyawan yanag terlibat. Hal ini akan berdampak pada

meningkatnya kreativitas dan inovasi mereka dalam bertugas dengan

percaya diri disebabkan rasa bahwa dirinya dibutuhkan dan

penting bagi organisasi, namun juga perlu monitoring yang ekstra dari

pihak pimpinan agar tidak melampaui batas atau berlebihan dan

bertindak.

f. Flexible in internal procedure

Menciptakan aturan dan sistem yang fleksibel. Hal ini menjadi

penting karena akan memudahkan pengambilan keputusan dan

membantu organisasi untuk beradaptasi dengan segala perubahan

lingkungan yang terjadi.

3. Tahapan dalam Pemberdayaan Masyarakat

Suatu organisasi perlu menyusun tahapan dalam pemberdayaan secara

sistematis agar pelaksanaan kegiatan terarah. Menurut Khan secara umum

tahapan-tahapan dalam pemberdayaan adalah sebagai berikut:42

a. Mengembangkan pemahaman secara menyeluruh terhadap program

pemberdayaan yang diperoleh dari berbagai sumber literatur atau para

ahli dalam bidang empowerment. Guna mendukung efektivitas

pemberdayaan maka perlu mengetahui instrument pendukung

pemberdayaan lain seperti penentuan jangka panjang, penggunaan

perangkat lunak (sofware) dan penentuan anggaran.

b. Membuat daftar kegiatan atau kesempatan yang dapat mendukung

pemberdayaan.

c. Menyeleksi berbagai kegiatan yang mempunyai kesempatan yang

lebih signifikan untuk sukses dan memiliki resiko yang minimal.

d. Memberikan pengertian kepada setiap personel agar memahami job

expectation dan metrik.

e. Menetapkan prosedur follow-up untuk sharing kemajuan kepada

semua pihak secara individual maupun kelompok. Follow-up

dilakukan setelah adanya pelatihan-pelatihan guna mengaplikasikan

hal-hal yang telah diperoleh, dan sharing idea terhadap keberhasilan

orang lain sebagai pemicu semangat dan motivasi yang lebih kreatif

dan terdorong untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik.

f. Menciptakan, menjaga dan meningkatkan kepercayaan sebagai

unsur terpenting dalam pemberdayaan antar berbagai pihak.

g. Menilai (evaluation) kemajuan yang diperoleh dari program

pemberdayaan.

Tahapan di muka penting direncanakan dalam menyelenggarakan program

pemberdayaan sebagai acuan pelaksanaan yang dapat disesuaikan dengan kondisi

dan kemampuan manajemen organisasi terhadap objek yang diberdayakan

4. Model-model Pemberdayaan

Sharafat Khan (1997) menawarkan beberapa model pemberdayaan yang

dapat dilakukan oleh sebuah organisasi guna menjamin keberhasilan proses

pemberdayaan, yaitu sebagai berikut:43

42

Ibid, hlm 131-132 43

Ibid, 2002, hlm 123-126

Desire Trust Confident

Communicatio

n Accountability Credibility

Tabel 2. 2 Model-model Pemberdayaan

a. Keinginan (desire)

Model pertama adalah adanya keinginan dari manajemen untuk

mendelegasikan dan melibatkan pekerja. Kegiatan yang dapat

dilakukan dalam hal ini adalah sebagai berikut:

- Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan

yang sedang berkembang.

- Memperkecil directive personality dan memperluas keterlibatan.

- Mendorong terciptanya perspektif baru dan memikirkan kembali

strategi kerja.

- Menggambarkan keahlian dan melatih karyawan untuk mengawasi

diri (self-control).

b. Kepercayaan (trust)

Model kedua membangun kepercayaan antara manajemen dengan

karyawan. Implikasi dari model ini yaitu akan tercipta kondisi

yang baik untuk pertukaran informasi dan saran tanpa rasa takut.

Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:

- Memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan

kebijakan.

- Menyediakan waktu dan sumber daya yang mencukupi dalam

menyelesaikan tugas.

- menyediakan pelatihan yang cukup bagi kebutuhan kerja.

- Menghargai perbedaan pandangan dan kesuksesan yang diraih

perorangan.

- Menyediakan akses informasi yang cukup.

c. Kepastian (confident)

Setelah membangun kepercayaan dan saling percaya, maka model

ketiga adalah menimbulkan rasa percaya pada setiap mereka yang

dilibatkan dengan menghargai kompetensi yang dimilikinya. Tindakan

yang bisa dilakukan dalam confident ini adalah:

- Mendelegasikan tugas penting.

- Menggali ide dan saran dari setiap mereka yang terlibat.

- Memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen.

- Menyediakan jadwal job instruction dan mendorong penyelesaian

yang baik.

d. Kredibilitas (credibility)

Model selanjutnya adalah menjaga kredibilitas dengan penghargaan

dan mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi

yang sehat sehingga tercipta organisasi yang memiliki performance

tinggi. Kegiatan yang termasuk di dalamnya adalah:

- Memandang setiap personel sebagai partner strategis.

- Peningkatan target di semua bagian pekerjaan.

- Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan

melalui partisipasi.

- Membantu menyelesaikan perbedaan dalam penentuan tujuan dan

prioritas.

e. Tanggungjawab (accountability)

Model kelima adalah pertanggugjawaban pada setiap wewenang yang

diberikan kepada setiap personalia yang dilibatkan. Tindakan yang

termasuk di dalamnya adalah:

- Menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja.

- Memberikan tugas yang jelas dan ukuran (measurement) yang

jelas.

- Melibatkan masyarakat dalam penentuan standar dan ukuran

(measurement).

- Memberikan saran dan bantuan dalam menyelesaikan beban

kerjanya.

- Menyediakan periode dan waktu pemberian feedback.

f. Komunikasi (communication)

Kemudian model yang terakhir adalah adanya komunikasi yang

terbuka (openness communication) guna melahirkan pengertian dan

pemahaman antara mereka yang terlibat dengan manajemen, yang

dapat diwujudkan dengan adanya kritik baik dan saran terhadap

prestasi yang telah dilalui. Kegiatannya meliputi:

- Menetapkan kebijakan open door communication.

- Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan

mendiskusikan permasalahan secara terbuka.

- Menciptakan kesempatan untuk cross-training.

Model-model terkemuka merupakan aspek penting dalam rangka melakukan

proses pemberdayaan terhadap setiap orang yang terlibat dalam suatu kegiatan

organisasi. Berkaitan dengan dunia pendidikan, personalia yang dilibatkan tidak

hanya pada skope warga internal satuan pendidikan saja namun juga warga

eksternal sekolah yaitu orang tua dan masyarakat secara umum. Bilamana model-

model desire, trust, confident, credibility, accountability dan communication

tersebut dapat diterapkan dan berlangsung secara efektif oleh setiap kalangan

personalia, maka proses pemberdayaan sangat mungkin memberikan

tempat yang luas bagi eksistensi mutu pendidikan yang diharapakan.

Dalam literatur yang lain, peneliti menemukan beberapa bentuk model-

model pemberdayaan masyarakat. Semuanya sangat bermanfaat dan membantu

efektifitas dan efisiensi upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Setiap model

pemberdayaan mempunyai karakteristik sendiri, tinggal memilih untuk

diaplikasikan sesuai faktor-faktor setempat yang tepat (engegenous). Dengan

karakteristik tersebut, maka menurut Suhendra dapat dikemukakan beberapa

metode pemberdayaan masyarakat, diantaranya adalah:44

a. Participatory Rural Appraisal (PRA)

Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan salah satu teknik

pengembangan masyarakat desa yang di Indonesia diawali tahun 1993

di lingkungan Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa

Tenggara (KPDTN). PRA ditafsirkan sebagai: “Pendekatan dan teknik-

teknik pelibatan masyarakat dalam proses-proses pemikiran yang

berlangsung selama kegiatan-kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, serta

pemantauan dan evaluasi program pembangunan masyarakat.”45

44

K. suhendra, Peran Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta,

2006), hlm 103 45

ibid, hlm 105

Menurut Suhendra46

, Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam

pelaksanaannya menyampaikan 11 prinsip, :yaitu:

1) Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan).

Participatory Rural Appraisal (PRA) mengutamakan pemberian

kesempatan pada kelompok yang selama ini kurang diberi

kesempatan peran agai berb proses pembangunan masyarakat, tanpa

mengabaikan kelopok manapun di dalam masyarakat.

2) Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat. Masyarakat yang

selama ini terpinggirkan melalui Participatory Rural Appraisal

(PRA) diberi kemampuan mengkaji keadaan, mengambil

keputusan, mengevaluasi program serta melakukan koreksi.

3) Prinsip masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator.

Participatory Rural Appraisal (PRA) menempatkan masyarakat

sebagai pusat kegiatan pembangunan, sedang orang luar sebagai

fasilitator.

4) Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan. Pengalaman

masyarakat setempat dan orang luar (fasilitator) tidak jarang

berbeda. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, bahkan ini

berlangsung untuk milih memana yang paling tepat untuk kondisi

setempat.

5) Prinsip santai dan informal. Suasana santai dan informal akan

cocok agar masyarakat maupun orang luar menyatu, akrab, luwes

tidak ada suasana “asing”.

6) Prinsiptringulasi. Untuk mendapatkan informasi yang tepat, benar,

relevan dari berbagai informasi yang dapat dihimpun harus

dilakukan check and recheck. Tringulasi dilakukan dengan cara

melibatkan berbagai kelompok yang beragam.

7) Prinsip mengoptimalkan hasil. Dari sekian banyak informasi yang

dapat kita kumpulkan, lupakan saja yang tidak diperlukan. Setelah

diambil keputusan yang tepat perlu gerakan motivasi agar

sebanyak mungkin masyarakat berperan serta.

46

ibid,, hlm 105-108

8) Prinsip orientasi praktis. Untuk memahami masalah yang ada di

masyarakat, gunakan PRA sebagai alat pengembangan masyarkat.

Jangan sampaikan teori-teori yang bakal tidak terjangkau oleh

masyarakat.

9) Prinsip keberlanjutan dan selang waktu. Setelah tiga atau enam

bulan, hasil kegiatan perlu dievaluasi. Evaluasi sangat diperlukan

guna mendapatkan umpan balik guna perencanaan tahap

berikutnya.

10) Prinsip belajar dari kesalahan. Kesalahan-kesalahan dan

kekurangan adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi setelah satu

periode dievaluasi didapatkan feed back guna penyempurnaan

kegiatan berikutnya.

11) Prinsip terbuka. Participatory Rural Appraisal (PRA) terbuka

untuk penyempurnaan-penyempurnaan. Hal ini sangat diperlukan

guna perbaikan konsep dan teknik yang sangat berguna.

b. Metode Partisipatori Assesment

Menurut suhendra, Metoda Partisipatory Assesment (MPA) terdiri

atas empat langkah, yaitu:47

Langkah pertama: Menemukan Masalah. Langkah ini dimaksudkan

agar masyarakat mengidentifikasi kondisi, situasi dan mas a l a h sosial di

sekitar masyarakat setempat. Adapun langkah pertama ini meliputi:

1) Pemetaan wilayah dan akses kepemilikan;

2) Klasifikasi kesejahteraan;

3) Masalah individu, kelompok dan masyarakat yang dihadapi;

4) Sejarah perkembangan wilayah;

5) Observasi lapangan.

Langkah kedua: Menemukan Potensi. Potensi yang d i m i liki

masyarakat ini merupakan sistem sumber yang dapat dikelola secara

optimal guna mengatasi permasalahan sosial maupun pengembangan

masyarakat setempat. Potensi dapat berupa:

1) Potensi rumah tangga setiap keluarga;

47

ibid,, hlm 109-110

2) Waktu-waktu yang dapat digunakan secara produktif;

3) Sarana dan prasarana serta berbagai jenis pelayanan umum dari

pemerintah, swasta maupun LSM;

4) Sistem nilai masyarakat;

5) Kebiasaan mengambil keputusan.

Langkah ketiga: Menganalisis Masalah dan Potensi. Mengkaji

berbagai masalah, penyebab, hubungan causalitas, factor pendu k u g

maupun penghambat. Kemudian mengkaji kemungkinan potensi yang

ada untuk memecahkan masalah.

Langkah keempat: Memilih Solusi Pemecahan Masalah. Langkah

ini merupakan upaya-upaya konkrit untuk memecahkan masalah berupa

kegiatan:

1) Mencegah timbulnya masalah lebih jauh;

2) Memobilisasi sistem sumber dan potensi;

3) Menentukan alternatif pemecahan masalah;

4) Pertemuan masyarakat untuk menentukan skenario tinda k a n .

c. Metode Loka Karya

Metode loka karya efektif untuk memotivasi anggota peserta

menyampaikan aspirasi dan kreativitas. Loka karya bermanfaat untuk

mengambil keputusan untuk sesuatu fokus permasalahan secara

musyawarah dan ditemukannya suatu konsensus.48

Menurutnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam suatu loka

karya adalah:

1) Agenda yang dibahas sesuai kebutuhan peserta, hal ini akan

membawa concerning para peserta;

2) Sebaiknya nara sumber dan penyelenggara telah membagikan

hand -out topik bahasan beberapa hari sebelumnya;

3) Dalam loka karya semua gagasan dikembangkan dan ditampung,

sebaiknya dalam kelompok yang relatif kecil 5-10 orang;

4) Hasil pemikiran yang telah dikristalisasi dalam setiap kelompok

dipresentasikan pada pleno;

48

ibid,, hlm 110-111

5) Dalam pleno terjadi lagi sharing yang diwakili juru bicara dan

didapatkan suatu konsensus.

d. Teknik Branstorming

Teknik ini mula-mula disampaikan oleh Alex F. Osborne yang dapat

memotivasi untuk munculnya kreativitas anggota dalam memecahkan

masalah atau persoalan yang dihadapi. Teknik ini merupakan wujud dari

botton up hingga dapat memunculkan rasa memiliki dan rasa tanggung

jawab.49

Menurutnya, operasionalisasi dari teknik Branstorming adalah sebagai

berikut:

1) Kumpulkan kelompok-kelompok sekitar 10 orang dan ajukan

fokus yang akan dibahas;

2) Setiap peserta secara bertanggung jawab boleh mengajukan

gagasannya secara bebas;

3) Seorang berperan sebagai sekretaris selalu mencatat inti

pembicaraan.

4) Resumekan dan refleksikan kembali pada peserta;

5) Temukan konsensus alternatif dan ambil suatu keputusan.

e. CO-CD (Community Organization-Community Development)

1) Community Organization (CO).

Teknik ini relatif sudah cukup lama dikenal dalam upaya

perencanaan dan pengembangan masyarakat. Menurut C. F. Mc. Neil

dalam Soetarso (1994:11) sebagaimana dikutip Suhendra,50

Community Organization adalah:

“Community Organization merupakan suatu proses untuk

mewujudkan dan membina suatu penyesuaian yang bertambah

lama bertambah efektif diantara sumber-sumber kesejahteraan

sosial dan kebutuhan-kebutuhan kesejahteraan sosial di

lingkungan suatu daerah geografis atau pekerjaan bidang

fungsional. Tujuannya sesuai dengan tujuan pekerjaan sosial

yaitu difokuskan pada kebutuhan-kebutuhan orang serta

penyediaan sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini

dengan cara yang sesuai dasar kehidupan demokrasi.”

49

ibid,, hlm 111-112 50

ibid,, hlm 112

CO ini kemudian dikembangkan dan diaplikasikan bukan saja

untuk cakupan kesejahteraan sosial secara sempit, akan tapi sektor-

sektor lain seperti pendidikan, pertanian, agama dan lain sebagainya.

2) Community Development

Sejalan dengan CO, maka CD juga merupakan teknik yang

mengupayakan memajukan kesatuan-kesatuan masyarakat. Di daerah-

daerah dan kantong-kantong masyarakat yang agraris dan

perekonomiannya belum maju, CD digunakan dalam upaya

memperbaiki kondisi pemenuhan kebutuhan dasar warga masyarakat,

kebutuhan materil maupun non-materil. Untuk teknik CD, PBB

(Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyampaikan defenisi CD

(Community Development), yaitu:

“Community Development menunjukkan digunakannya

berbagai pendekatan dan teknik dalam suatu program tertentu

pada masyarakat-masyarakat lokal sebagai kesatuan tindakan

dan mengusahakan perpaduan antara bantuan yang berasal dari

luardengan keputusan dan upaya masyarakat lokal yang

diorganisasi. Program ini dimaksudkan untuk mendorong

prakarsa dan kepemimpinan lokal sebagai sarana perubahan

primer. ”51

5. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendidikan

Perkembangan dan perubahan eksistensi dari waktu ke waktu menuntut

adanya perubahan pula pada diri dan kinerja manusia secara menyeluruh agar

produktif dan fleksibel pada segala bidang dalam menghadapi tantangan

perubahan saat ini dan yang akan datang, agar selalu siap bersaing. Sumber Daya

Manusia (SDM) sebagai pelaku dari perubahan paradigma tersebut sangat

menentukan terhadap eksis-nya suatu organisasi dalam menggapai tujuan yang

akan digapai pada suatu waktu tertentu. Perlu adanya sebuah desain dan strategi

yang baik dalam rangka mengatasi berbagai kemungkinan fenomena yang akan

terjadi, di mana program pemberdayaan (empowerment) merupakan salah satu

strategi untuk memperbaiki SDM tersebut dengan cara melimpahkan

tanggungjawab dan wewenangan terhadap masyarakat (bawahan) yang nantinya

diharapkan dapat memungkinkan mereka mencapai kinerja yang lebih tinggi

51

ibid,, hlm 113

beriringan dengan perkembangan zaman yang berubah-rubah.

Tidak hanya pemberian tanggungjawab yang harus diberikan, namun lebih

dari itu perlu adanya sikap keterbukaan antara berbagai kalangan dan

semacamnya yang mendukung program tersebut, dan ini sangat penting sekali.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Caudron (1995) dalam “Paradigma Baru

Manajemen Sumber Daya Manusia” bahwa pemberdayaan merupakan salah satu

cara pengembangan karyawan melalui employee involvement yaitu dengan cara

memberikan wewenang, tanggungjawab yang cukup untuk menyelesaikan

tugas dan pengambilan keputusan.52

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang menekankan

pada pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,

meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. Maka demikian pula satuan pendidikan sangat perlu

sekali melaksanakan pemberdayaan terhadap sumber daya manusia yang

dimilikinya, sehingga mereka dapat menjadi harapan semua pihak yang

berkepentingan (stakeholders) guna menggapai tujuan pendidikan dengan efektif

dan efisien. Tidak sebatas hanya pada guru-guru, karyawan-karyawan dan staf-

staf yang dimiliki oleh lembaga pendidikan yang harus diberdayakan, namun lebih

dari itu lembaga pendidikan sebagai wadah ilmu pengetahuan harus pula

melakukan program pemberdayaan terhadap masyarakat secara umum sebagai

pengguna layanan pendidikan. Fokus pemberdayaan masyarakat ini sangatlah

efektif dalam mewujudkan mutu pendidikan, karena dari masyarakatlah mutu

yang ditargetkan lembaga pendidikan untuk dicapai tersebut berasal. Mereka yang

merasakan sajian pendidikan yang diberikan oleh pihak sekolah.

Relevansi layanan yang diberikan dengan kebutuhan dan harapan

masyarakat secara efektif dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada satuan

pendidikan dapat dikatakan bermutu, dan itu perlu ditingkatkan mengingat

perubahan-perubahan yang selalu dan akan terjadi. Pendapat ini relevan dengan

apa yang diungkapkan oleh S. Thomas Foster (2007) quality is as the customer

sees it53

bahwa kualitas adalah apa yang pelanggan lihat. Lihat dalam artian

52

Usmara, op. cit, 2002, hlm 122 53

S. Thomas Foster, op. cit, 2007, hlm 141

manajemen yang dipandang dalam suatu organisasi.

Perlu juga diingat bahwa dalam proses pemberdayaan terdapat proses

distribusi kekuasaan karenanya pemimpin lembaga pendidikan sebagai pucuk

leadership memiliki peran penting dan strategis dalam proses pemberdayaan

ini sebagai agen perubahan, sehingga karenanya dituntut adanya kesadaran dan

kemauan untuk berubah dalam mengatasinya. Menurut Argyris (1998)

pemberdayaan merupakan program yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk

dilakukan karena dibutuhkan komitmen yang kuat (desire) dari pihak internal

satuan pendidikan terkait.54

Berapa banyak organisasi atau top-executive telah

melakukan program pemberdayaan terhadap bawahannya dan berbagai kalangan

yang dilibatkan dalam organisasinya dengan menerapkan berbagai metode seperti

penguatan keahlian (reengineering) yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja

SDM organisasi, namun hal itu tidak dapat menghasilkan pekerja-pekerja yang

mempunyai motivasi tinggi yang menjamin konsistensi performa yang tinggi

dalam organisasi. Selain itu, banyak organisasi yang menerapkan metode

continous improvements sampai pada penerapan metode Total Quality

Management (TQM) namun belum menghasilkan pencapaian yang optimal dan

benar-benar dirasakan efektif.

Proses pemberdayaan akan berhasil bila ada motivasi dan kemauan

yang kuat guna mengembangkan diri dan memacu kreativitas individu dalam

menerima tanggungjawab. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan masyarakat

perlu adanya strategi-strategi yang mumpuni dapat menyiasati keefektifan

hubungan tersebut, seperti menstimulasi partisipasi masyarakat, berupa

pemberdayakan masyarakat baik perseorangan, maupun kelompok seperti

organisasi, yayasan, dunia usaha, dan dunia industri.

Strategi tersebut dapat dilakukan lewat upaya-upaya sosialisasi mengenai

konsep, penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan inklusif kepada para

pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan, agar mereka memiliki persepsi

yang sama. Selain juga bisa membentuk wadah kelompok masyarakat yang dalam

hal ini berupa komite sekolah. Hal tersebut sesuai dengan UU nomor 25 tahun

2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 untuk

54

Wahibur Rokhman, Jr (dalam Usmara), op. cit, 2002, hlm 126

lingkup sekolah bahwa wadah yang perlu dibentuk adalah Komite Sekolah,

dan untuk lingkup Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota wadah berbentuk Dewan

Pendidikan.

Kemudian dalam rangka melakukan pendekatan dengan masyarakat dapat

dilakukan pemenuhan fasilitas dengan pembentukan wadah-wadah yang

memungkinkan banyak pihak saling bertemu, berdiskusi, dan membangun

komitmen bersama. Wadah tersebut berfungsi melembagakan hubungan simbiotik

sehingga hubungan tidak hanya terjadi secara insidental, namun terjadi secara

berkesinambungan. Kemudian melakukan regulasi yang mempunyai kekuatan

hukum, mengatur kewenangan dan kekuasaan pemerintah, masyarakat, dan orang

tua siswa yang antara lain mengatur sanksi atas pelanggaran dan penyimpangan

dalam penyelenggaran dan pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini, pemerintah

tetap memainkan peranan strategisnya dalam penyelenggaraan pendidikan pada

era otonomi daerah, serta mengembangkan upaya-upaya untuk memotivasi

orang tua, masyarakat, dan penyelenggara pendidikan untuk menjalin hubungan

sinergis dan saling menguntungkan.

Saat ini, pondok pesantren sangat diharapkan memainkan peranannya

dalam memberdayakan terhadap masyarakat secara efektif. Begitupun pula dalam

kondisi sosial politik yang serba modern, pesantren yang konsisten dengan ciri

tradisionalitasnya mempunyai ruang publik yang luas untuk melakukan

pemberdayaan masyarakat terutama terhadap kaum tertindas, terpinggir dan yang

selalu tidak diuntungkan dalam konstelasi sistem yang terjadi dan

berparadigma.55

Lebih-lebih bagi pesantren yang sudah dikelola secara

modern. Hal lama yang baik tetap harus dipertahankan dan terus

mengembangkan hal-hal yang baru sesuai dengan perubahan zaman.

C. Peran Hubungan Lembaga Pendidikan dalam Pengembangan

Masyarakat

Pembahasan mengenai hubungan satuan pendidikan dengan masyarakat

yang biasa dikenal dengan istilah humas pendidikan pada dasarnya juga

55

Said Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan: wacana Pemberdayaan dan Tranformasi

Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm 148-149

membahas mengenai pemberdayaan terhadap masyarakat itu sendiri lewat peran

serta, keterlibatan dan partisipasinya terhadap pendidikan secara menyeluruh, baik

itu mengenai pengertiannya secara konfrehensif, pengembangan, kebutuhan dan

kepuasannya terhadap sesuatu yang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud

(intangible), atau juga deferensiasi daerah di mana mereka tinggal dan sebagainya.

Pembahasan tersebut sebagaimana yang telah diungkapkan Bapak Malik

Fadjar berkaitan dengan tujuan utama reformasi dan pengembangan Sumber Daya

Manusia (SDM) berbasis masyarakat yaitu, pertama membantu beban tugas

pemerintah dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pendidikan yang

meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan; kedua menstimulasi

perubahan sikap dan persepsi terhadap rasa kepemilikan sekolah, tanggung jawab,

kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima perbedaan sosial dan budaya; ketiga

mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan orang tua dan

masyarakat terhadap sekolah melalui kebijakan desentralisasi; serta yang keempat

adalah mendukung peranan masyarakat guna mengembangkan inovasi

kelembagaan untuk melengkapi, meningkatkan mutu dan relevansi, pembukaan

kesempatan yang lebih, peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dasar,

menengah dan tinggi.

Tujuan reformasi tersebut menjadi landasan atas urgensi hubungan lembaga

dengan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari rancangan peningkatan mutu

pendidikan secara menyeluruh. Selain juga bertujuan memberdayakan masyarakat,

menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,

termasuk dalam meningkatkan sumber dana pendidikan sebagaimana tertera pada

tujuan Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.56

Hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat memiliki keterkaitan dan

ketergantungan yang sama-sama saling membutuhkan (simbiotic). Masyarakat

sangat membutuhkan layanan pendidikan yang baik, dan tentunya hal itu bisa

dilewati melalui lembaga pendidikan guna mempersiapkan diri serta memenuhi

kebutuhan dan harapan hidup yang sempurna. Untuk memenuhi hal tersebut

lembaga membutuhkan masyarakat agar layanan sesuai dengan keinginannya.

Lembaga pendidikan tidak dapat eksis tanpa masyarakat, sebaliknya masyarakat

56 Malik Fadjar, Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya

manusia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm 45-46

tidak dapat mencapai hidup yang sempurna tanpa lembaga pendidikan. Dalam

berbagai persoalan kependidikan terutama yang berkenaan dengan lemahnya

(problematika) manajemen pendidikan suatu lembaga pendidikan, tidak dapat

dibebankan atau menyalahkan masyarakat sebagai pengguna layanan pendidikan.

S. Thomas Foster (2007) mengatakan bahwa the costumer is always right,

pengguna selalu saja benar, dalam artian pada aspek kebutuhan dan harapannya

terhadap suatu organisasi baik dalam bidang barang ataupun jasa konsumen selalu

saja benar dan menjadi kewajiban pelayan (produsen/pelaku pendidikan) untuk

menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan harapan pelanggannya. Bila tidak,

maka pelanggan akan menjauhinya.57

Dalam hal ini seharusnya pengelola

lembaga suatu organisasi sebisa mungkin berfikir bagaimana cara dan strategi

mendesain layanan pendidikan misalnya sesuai dengan kebutuhan dan harapan

masyarakat yang berbeda-beda tadi. Untuk itu dalam mengefektifkan kinerja

pendidikan suatu lembaga pendidikan harus memperhatikan kondisi, fokus

marketnya dengan masyarakat, misalnya saja pada hal yang berkaitan dengan

input sesuai dengan ketetapan Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan

Sekolah Dasar Depdiknas mengenai standar input pada aspek hubungan

masyarakat, maka hal yang harus mendapat perhatian adalah:58

1. Hubungan dengan masyarakat, baik menyangkut substansi maupun

strategi pelaksanaannya, ditulis dan dipublikasikan secara eksplisit dan

jelas.

2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam pendidikan di

sekolah melalui pengembangan model-model partisipasi masyarakat

sesuai tingkat kemajuan masyarakat. Implementasi strategi-strategi

lainnya guna mencapai suatu target dan tujuan yang hendak dicapai

sesuai dengan otonomi daerah masing-masing.

Berkenaan dengan ini juga maka salah satu tugas penting satuan pendidikan

adalah bagaimana membentuk citra atau sistem yang kuat di tengah-tengah

dan hadapan khalayak. Cyril Poster (2000) merumuskan beberapa pertanyaan

yang harus dijawab oleh lembaga dalam membentuk citra yang baik, diantaranya

57

S. Thomas Foster, Managing Quality Integrating the Supply Chain (Third Edition).

(New Jersey: Pearson Education International, 2007), hlm 137 58

http://www.bms-sd.net, diakses 02 Februari 2008

kekhususan yang dimiliki dan dapat dikenali, dokumen apa yang dimiliki, siapa

yang membangun gaya tersebut, ciri yang paling menyoroti sehingga menjelaskan

hakekat sekolah, dapatkah sekolah menjamin bahwa perilaku dan gaya seluruh

staf relevan dengan etos yang diharapkan sekolah, kesan yang diciptakan oleh

bangunan fisik sekolah, wajah apa yang ditampilkan sekolah, seberapa mudah

menghubungi sekolah, kesan apa yang diciptakan staf sekolah dalam berpakaian

dan berbicara, simbol visual (logo, semboyan atau skema warna), apakah ada

keseragaman, atau warna yang kompak dan gaya yang konsisten yang digunakan

sekolah, kesan apa yang ditimbulkan oleh kondisi kantor kepala sekolah, ruang

kelas dan ruang staf, dokumen-dokumen yang telah dikirimkan kepada orang tua

selama bulan atau semester terakhir, cara rutin yang bagaimana yang

dipakai sekolah guna berbicara di televisi, radio atau tampil di media massa,

analisislah format dan isi pesan dalam kegiatan upacara dan acara berkala yang

dilakukan sekolah, perhatikan kembali pesan serta mutu syair hymne dan

nyanyian sekolah serta kata-kata pada teriakan patriotik, seberapa sering, baik dan

seberapa terperinci sekolah melaporkan kemajuan siswa kepada wali murid,

perhatikan model laporan yang dikirim kepada orang tua, dan bagaimana timbal

baliknya, apakah terdapat laporan tahunan baik secara lisan maupun tulisan

mengenai dokumen informasi yang menyoroti pendidikan dan pembelajaran

kepada masyarakat, dan seberapa banyak dana yang disediakan oleh sekolah

untuk membayar penerbitan dan promosi sekolah dan dari mana sumbernya.59

59

Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Lembaga Indonesia

Adidaya, 2000), hlm 248-250

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini, maka

penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai bentuk studi

kasus (case study). Menurut Bogdan dan Taylor maksud dari penelitian kualitatif

adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.1

Dalam pendekatan kualitatif, peneliti bertindak sebagai key instrument atau

alat penelitian yang utama, yang berarti peneliti harus dapat menangkap makna,

berinteraksi terhadap nilai-nilai lokal yang mana hal ini tidak mungkin dapat

dilakukan dengan kuesioner atau yang lainnya. Oleh karena itu kehadiran peneliti

di lokasi penelitian mutlak diperlukan.2

Menurut Bogdan dan Biklen, ada lima ciri khusus dari penelitian kualitatif,

yaitu: 1) penelitian kualitatif mempunyai latar alami (the natural setting) sebagai

sumber data dan peneliti dipandang sebagai instrumen kunci, 2) penelitian

kualitatif bersifat deskriptif, 3) penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses

dari pada hasil atau produk semata, 4) penelitian kualitatif cenderung

mengarahkan datanya secara induktif, dan 5) makna merupakan soal esensial

untuk rancangan kualitatif.3 Selanjutnya, terdapat enam jenis penelitian kualitatif,

yaitu (1) etnografi, (2) studi kasus, (3) grounded teori, (4) interaktif, (5) ekologi

dan (6) future.

Dari keenam rancangan penelitian tersebut di atas, yang dipergunakan

peneliti dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal, yaitu suatu strategi

penelitian yang mengkaji secara rinci satu latar atau satu orang subyek atau satu

tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu.4 Dalam penelitian ini,

1 Robert Bogdan dan J. Steven Taylor dalam Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif

(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm 3 2 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm

103 3 Robert C. Bogdan dan Biklen, Qualitative Researc for Education: An Intriduction to

Theory and Methods (Boston, 1982), hlm 27-30 4 Ibid

peneliti menggunakan studi kasus dengan latar penelitian di PPNQ Paiton

Probolinggo.

Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam pengkajian ini menerapkan

strategi sebagai berikut:

Pertama, langkah awal kajian memusatkan perhatian pada kegiatan

observasi terhadap sistem pendidikan yang ada di PPNQ Paiton Probolinggo.

Observasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat seluruh komponen yang ada di

dalam PPNQ Paiton Probolinggo.

Kedua, dilakukan pemahaman lebih lanjut dari hasil observasi. Hal ini

untuk menemukan dunia pemaknaan dari fenomena di atas. Dalam hal ini

dilakukan wawancara mendalam pada para informan yang bergulir dari informan

satu ke informan yang lain mengikuti prinsip bola salju (snowball sampling) dan

berakhir hingga informasi tentang fenomena peran PPNQ dalam pemberdayaan

pada masyarakat sekitar. Pemilihan informan dalam penelitian ini adalah dengan

tehnik purposive sampling, dimana penunjukan atas beberapa orang sebagai

informan di samping untuk kepentingan kelengkapan akurasi informasi juga

dimaksudkan untuk mengadakan cross check terhadap hasil dari informasi yang

diberikan.

Ketiga, berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan teknik konseptualisasi

dan kategorisasi, untuk mendeskripsikan fenomena yang ada. Proses ini, sesuai

karakteristik pendekatan kualitatif, akan berlangsung bolak-balik, berbentuk

siklus, tidak linier.

Keempat, dilakukan trianggulasi dengan melakukan wawancara secara

seimbang baik dengan informan yang terkait langsung dengan fenomena yang

terjadi. Dalam hal ini, wawancara dilakukan dengan pihak pengasuh, para

pengurus, santri maupun alumni untuk memperoleh data yang utuh.

Kelima, dilakukan member ceck terhadap hasil akhir kajian lapangan untuk

memenuhi standar kesahehan. Hal ini dilakukan dengan mereview segenap

informan yang terlibat dalam proses pengumpulan data sehingga kemungkinan

kesalahan pemahaman bisa dihindari.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini adalah pondok pesantren Nurul

Qadim (PPNQ). Secara geografis PPNQ terletak di Desa Kalikajar Kulon

Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. PPNQ berdiri di atas

tanah + 5 H, untuk sampai ke pondok ini harus menempuh jarak 25 KM jalan

pantura dari ibu kota Kabupaten Probolinggo.5

C. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, peneliti bertindak sebagai key instrument

penelitian. Penempatan manusia sebagai instrumen utama disebabkan pada awal

penelitian ini belum memiliki bentuk yang jelas. Menurut Moleong “kedudukan

peneliti dalam penelitian kualitatif sekaligus merupakan perencana, pelaksana

pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil

penelitian.6 Dalam penelitian ini sebisa mungkin peneliti melakukan semua

aktivitas penelitian sendiri, karena dalam penelitian kualitatif dibalik peristiwa-

peristiwa yang terjadi ada beberapa makna yang tersembunyi yang itu harus di

cari sendiri oleh peneliti.

Adapun langkah-langkah yang akan peneliti tempuh dalam rangka

mendapatkan data yang autentik dan komprehensif serta akuntabel adalah sebagai

berikut:

1. Sebelum memasuki lapangan, peneliti terlebih dahulu meminta izin

kepada pihak PPNQ yang di antaranya adalah pengasuh, ketua pondok,

serta pihak-pihak yang terkait, sekaligus menyiapkan segala peralatan

yang diperlukan seperti tape recorder, handycame, kamera dan

semacamnya.

2. Peneliti menghadap pihak lembaga dan menyerahkan surat izin,

memperkenalkan diri pada komponen-komponen yang ada pada PPNQ

serta menyampaikan maksud dan tujuan penelitian yang menjadi fokus

peneliti.

5 Dalam dokumen yang berbentuk softcopy bernama “Sejarah NQ” peneliti meminta pada

salah satu pengurus pada tgl 16-04-12 6 Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya,

2001), hlm 121

3. Mengadakan pengamatan (observasi) di lapangan untuk memahami latar

penelitian yang sebenarnya.

4. Menyusun jadwal kegiatan berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan

subjek penelitian.

5. Melaksanakan kunjungan untuk mengumpulkan data sesuai jadwal yang

telah disepakati.

Pada saat pengumpulan data, ada beberapa prinsip etika yang harus

dipehatikan oleh peneliti. Diantaranya adalah memperhatikan, menghargai dan

menjunjung tinggi hak dan kepentingan informan, tidak melanggar kebebasan dan

tetap menjaga privasi informan sekaligus tidak mengekploitasinya,

mengkomunikasikan dan mengkonsultasikan hasil laporan peneliti kepada

informan atau pihak-pihak yang terkait, atau sebagaimana yang dikemukakan oleh

Moleong tentang kualitas peneliti dalam penelitian kualitatif. Diantaranya sikap

toleran, sabar, empati, pandangan yang baik, manusiawi, tebuka, jujur, objektif,

penampilan menarik, mencintai pekerjaannya dalam meneliti (wawancara),

senang berbicara, punya rasa ingin tahu, mau mendengarkan dan menghargai

orang lain dalam berbagai aspek.7

D. Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan

tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data

utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes,

pengambilan foto, atau film.8

Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah gejala-gejala,

sebagaimana adanya berupa perkataan, ucapan dan pendapat para pengasuh, para

pengurus, santri, alumni, maupun masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait

langsung maupun tidak.

7 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Cetakan ke-23,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) hlm 172 8 Robert C. Bogdan dan Biklen, Qualitative Researc for Education: An Intriduction to

Theory and Methods, (Boston, 1982), hlm 112

Sumber data tersebut diperoleh dalam situasi yang wajar (natural setting).

Sumber data juga dapat dikategorikan menjadi 3P tingkatan dari bahasa Inggris,

yakni: person, place, and paper. Dari tiga tingkatan tersebut dapat dijabarkan

sumber data penelitian sebagai berikut:

1. Person. Yakni sumber data berupa orang yang dapat memberikan data,

atau informasi secara lisan melalui wawancara, juga bisa memberikan

data non person (paper dan place). Sumber data ini terdiri dari:

a. Pondok Pesantren Nurul Qadim

1) 3 orang kiai (pengasuh dan wakil)

a) KH. Nuruddin Musyiri

b) KH. Fauzi Hasyim

c) KH. Hasan Abd. Jalal

2) 65 pengurus dari dewan harian, biro ma’hadiyah, tarbiyah, dan

ta’mirihyah

2. Place. Sumber data tempat mencakup hal-hal yang begerak maupun tidak

bergerak. Data yang bergerak berupa aktivitas kepengurusan, dan

aktivitas pendidikan, sosial, dan dakwah.

3. Paper. Sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka,

gambar, atau simbol-simbol lainnya.9 Data ini berupa hasil keputusan

rapat, arsip-arsip, struktur kepengurusan dan data-data lainnya.

Selanjutnya untuk menentukan infoman dalam penelitian ini digunakan

teknik snowball sampling yang diibaratkan seperti bola salju yang menggelinding

yang semakin lama semakin membesar. Proses penelitian ini baru berhenti setelah

informasi yang diperoleh di antara informasi satu dengan lainnya sama dan tidak

ada data yang dianggap baru.

E. Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa prosedur.

Sedangkan prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga

tekhnik, yaitu; 1) pengamatan terlibat (participant observation), 2) wawancara

9 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Cetakan ke-23,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm 107

mendalam (indepth interview) dan 3) dokumentasi. Ketiga tehnik/prosedur

pengumpulan data tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengamatan terlibat (participant observation)

Observasi artinya sebagai penelitian, pengamatan, dan pencatatan

secara sistemik terhadap berbagai gejala yang tampak pada objek

penelitian.10

Metode ini dipakai untuk menunjuk kepada penelitian (riset)

yang dicirikan adanya interaksi sosial yang intensif antara sang peneliti

dengan masyarakat yang diteliti dalam sebuah miliu masyarakat yang

diteliti. Selama periode ini, data yang diperoleh dikumpulkan secara

sistematis dan hati-hati. Sang peneliti (observer, pengamat) berusaha

menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat dan situasi di mana

mereka melakukan penelitian (riset). Peneliti berbicara dengan bahasa

mereka, bergurau dengan mereka, menyatu dengan mereka dan sama-

sama terlibat dalam pengalaman yang sama.11

Maka, dari pendapat tersebut, peneliti berusaha terjun ke lapangan.

Peneliti berbaur dengan segenap sivitas pondok pesantren, berinteraksi

dengan bahasa mereka sehingga ditemukan peran PPNQ dalam

pemberdayaan yang ada. Dalam observasi partisipasi, peneliti

menggunakan buku catatan kecil dan alat perekam suara yaitu berupa hp.

Buku catatan diperlukan untuk mencatat hal-hal penting yang ditemui

selama pengamatan. Sedangkan alat perekam digunakan untuk

mengabadikan beberapa momen yang relevan dengan fokus penelitian.

b. Wawancara mendalam (Indepth Interview)

Wawancara adalah salah satu alat pengumpul data atau informasi yang

dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan

dijawab dengan lisan pula.12

Metode ini dilakukan untuk memperoleh

data dengan cara tanya jawab dengan informan secara langsung dengan

menggunakan alat bantu. Paling tidak, alat bantu tersebut berupa poin-

poin pertanyaan yang akan ditanyakan sebagai catatan, serta alat tulis

untuk menuliskan jawaban yang diterima. Poin-poin ini disebut dengan

10

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm 158 11

Robert C. Bogdan dan Biklen, Qualitative Researc for Education, Op. Cit., hlm 31 12

Margono, Op. Cit., hlm 165

pedoman wawancara (interview guide)13

. Dalam penelitian ini, teknik

wawancara yang digunakan adalah (a) wawancara tidak terstruktur, (b)

wawancara agak berstruktur (somewhat structured interview), dan (c)

wawancara sambil lalu (casual interview).

Pertama, wawancara tidak terstruktur dilakukan untuk menggali data

tentang; (1) sejarah PPNQ, (2) profil PPNQ dan visi-misinya, (3)

kegiatan pemberdayaan PPNQ pada masyarakat sekitar. Dalam

wawancara ini tidak digunakan instrumen wawancara yang terstandar.

Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu disusun garis-garis besar

pertanyaan yang akan dipertanyakan kepada informan. Garis-garis besar

pertanyaan tersebut disusun berdasarkan pada fokus penelitian.

Pewawancara akan menyelipkan pertanyaan-pertanyaan pendalaman

(probing) di saat berlangsungnya wawancara dengan tujuan untuk

menggali lebih dalam lagi tentang hal-hal yang diwawancarakan.

Pertanyaan pendalaman tersebut dilakukan dengan urutan berbentuk

cerobong (the funnel sequence), dimulai dari hal-hal yang bersifat umum

mengarah pada hal-hal yang bersifat khusus.

Kedua, wawancara agak terstruktur dilakukan dengan mendasarkan

pada hasil wawancara tidak terstruktur dan diarahkan untuk menjawab

fokus serta memantapkan temuan penelitian sebagai teori-teori substantif

yang bersifat tentatif. Wawancara agak terstruktur digunakan dengan

format yang semi terstruktur dengan peran pewancara agak terarah.

Ketiga, wawancara bersifat sambil lalu yang akan dilakukan dengan

cara sambil lalu dan secara kebetulan pada informan yang tidak

dilakukan seleksi terlebih dahulu, seperti santri, alumni, tokoh

masyarakat dan masyarakat sekitar yang tidak diperhitungkan

sebelumnya. Wawancara yang ketiga ini akan dipakai sebagai pendukung

dari wawancara yang tidak terstruktur maupun yang agak terstruktur.

Untuk menetapkan informan pertama dalam penelitian ini, peneliti akan

memilih informan yang memiliki pengetahuan khusus, informatif, dan dekat

13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1996), hlm 136

dengan situasi yang menjadi fokus penelitian, di samping memiliki status

khusus, seperti para pengasuh, ketua pondok, para asatidz, dan para santri.

Langkah selanjutnya adalah para alumni, tokoh masyarakat dimohon oleh

peneliti untuk menunjukkan satu atau lebih informan lain yang dianggapnya

memiliki informasi yang dibutuhkan, relevan dan memadai, serta dapat

dijadikan informan berikutnya. Dari informan yang ditunjuk, akan dilakukan

wawancara secukupnya, dan dimohonkan untuk menyebut sumber lain yang

dapat dijadikan informan berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga

informasi yang diperoleh semakin besar seperti bola salju (snowball sampling

technique) dan sesuai dengan tujuan yang terdapat dalam fokus penelitian.

c. Metode Dokumentasi

Data dokumentasi ini digunakan untuk melengkapi data yang

diperoleh dari wawancara dan observasi partisipasi. Dalam hal ini,

Metode Dokumentasi yaitu metode dengan cara mencari data mengenai

hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, majalah, surat kabar,

notulen rapat dan sebagainya”.14

Dengan dokumentasi, peneliti mencatat tentang sejarah perjalanan

PPNQ, foto-foto dokumen, berbagai laporan kegiatan yang pernah

dilakukan, berbagai dokumen prestasi yang pernah diraih, baik berupa

hasil penelitian maupun data base (data asli).

Ketiga metode pengumpulan data di atas peneliti gunakan secara simultan,

dalam arti digunakan untuk saling melengkapi antara data satu dengan data yang

lain. Karena peneliti berusaha memperoleh keabsahan data sebaik mungkin, maka

proses pengumpulan data dengan ketiga metode ini dilakukan secara terus

menerus.

F. Analisis Data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul dan dianggap cukup, maka

kegiatan penelitian selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis

data ini dilakukan secara simultan dan terus menerus sesuai dengan karakteristik

pokok dari pendekatan penelitian kualitatif yang lebih mementingkan makna,

14

Ibid,, hlm 188

konteks, dan perspektif emik, daripada keluasan cakupan penelitian. Sesuai

dengan pendekatan yang digunakan, maka analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis kualitatif, meliputi: uraian, penjelasan, pemaknaan,

penafsiran terhadap data. Adapun dalam pembahasannya menggunakan metode:

deduksi, induksi, refleksi, dan komparasi.15

Selanjutnya, menurut Sudarsono analisis data dapat dilakukan dalam

dua tahap, yaitu analisis data selama di lapangan pada saat melakukan

observasi, interview maupun ketika memperoleh data pada dokumen.

Sedangkan tahapan kedua dilakukan setelah data yang diperlukan

terkumpul.16

a. Analisis Data Selama Pengumpulan

1) Pengambilan keputusan untuk membatasi lingkup kajian.

2) Pengambilan keputusan mengenai jenis kajian yang diperoleh.

3) Mengembangkan petunjuk-petunjuk analisis.

4) Merencanakan tahapan pengumpulan data dengan hasil pengamatan

sebelumnya.

5) Menuliskan komentar pengamat mengenai gagasan-gagasan yang

muncul.

6) Menulis memo-pribadi mengenai hal yang dikaji.

b. Analisis Sesudah Pengumpulan Data

1) Mengembangkan kategori coding.

2) Mengembangkan mekanisme kerja terhadap data yang telah

dikumpulkan untuk mendeskripsikan data dari hasil observasi

interview dan dokumentasi atau pengamatan artifak. Setiap kajian

ditelaah secara detail dengan pertanyaan "mengapa" alasan ”apa”

dan ”bagaimana” terjadinya senatiasa digunakan penulis. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap data-data

yang telah diperoleh.

15

M. Kasiram, 2004, Steps Of Scientific Research, Refressing Slides, disampaikan dalam

Mata Kuliah Penelitian Pendidikan, Pascasarjana UIN Malang. 16

Sudarsono, Beberapa Pendekatan Dalam Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Gajah Mada

Press, 1992), hlm 45

Secara operasional, trasnkip wawancara dibaca berulang-ulang untuk

dipilih yang terkait dengan fokus penelitian dan diberi kode berdasarkan sub

fokus penelitian dan sumbernya. Pemberian sangat diperlukan untuk

memudahkan pelacakan data secara bolak-balik. Secara rinci pengkode di

buat bedasarkan cara teknik pengumpulan data, kelompok informan dan

lokasinya, seperti tampak dalam tabel berikut.

Tabel 3. 1 Kode Teknik Pengumpulan Data dan Lokasi Penelitian

Teknik Pengumpulan Kode Lokasi Kode

Wawancara W PPNQ Nq

Observasi O Desa Ds

Dokumentasi D

Sedangkan untuk mengkode sumber data, maka peneliti membuat kode

sebagai berikut. (pp) pengasuh, (ky) ketua yayasan, (sy) sekretaris yayasan, (bt)

biro tarbiyah, (kp) kepala pesantren, (gmd) guru madrasah diniyah cabang, (ms)

masyarakat, (ps) para santri, dan (pmd) pengasuh madrasah diniyah cabang.

1. Untuk data wawancara, maka pengkodean dilakukan dengan urutan

sebagai berikut. Kode wawancara (w), kode sumber informan, kode situs,

kode urutan nomor wawancara. Misalnya (w.pp,nq1,p5) berarti; data

tersebut diperoleh melalui wawancara, bersumber dari pengasuh, lokasi

pada tempat dan diambil dari daftar kode wawancara ururtan kelima

2. Untuk data yang diperoleh melalui dokumentasi, maka pengkodean

dilakukan dengan urutan sebagai beikut. Kode dokumentasi (d), kode

sumber informasi, kode situs, dan kode urutan. Misalnya (d.rb.st1.n1)

berarti data tersebut diperoleh dari dokumen, yaitu radar bromo, dari situs

pertama, nomor urut dokumen kelima.

Sedangkan pengkodean nama dokumen yang dijadikan sebagai sumber

penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 2 kode dokumen penelitian

No Kode Nama Dokumen

1 rb Radar bromo

2 sy Surya

3 dp Dokumen pondok

3. Sedangkan untuk data observasi, pengkodean dilakukan dengan urutan

sebagai berikut, kode observasi, waktu observasi, dan tempat observasi.

Misalnya (o.ds1.12-07-2012, Kalikajar) berarti, data tersebut diperoleh

melalui observasi di desa pertama, yang dilakukan pada tanggal 12 Juli

tahun 2012, di daerah Kalikajar.

G. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan atau pemeriksaan keabsahan temuan data pada penelitian

kualitatif untuk memperoleh kesimpulan naturalistik di dasarkan pada kriteria-

kriteria yang dikembangkan oleh Lincoln dan Guba (1985), yaitu: "derajat

kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan

(dependability) dan kepastian (confirmability)". sebagai berikut:

1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Untuk keperluan kredibilitas digunakan triangulasi pengecekan anggota dan

diskusi teman sejawat (Lincoln & Guba, 1985). Triangulasi yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi: sumber data dan metode. Triangulasi sumber data

dilakukan dengan cara menguji kebenaran data tertentu dengan informan lain.

Triangulasi data dilakukan dengan cara membandingkan data yang dikumpulkan

melalui wawancara dengan observasi di lapangan. Pengecekan anggota dilakukan

dengan cara menunjukkan data, termasuk hasil interpretasi yang telah ditulis

dengan baik dalam format catatan lapangan kepada para pengasuh, ketua pondok,

para asatidz, para santri, dan tokoh masyarakat agar dikomentari. Komentar

mereka menjadi tambahan data dan sangat membantu peneliti dalam merevisi dan

memodifikasi catatan lapangan, bahkan kadangkala ada yang kurang relevan

sehingga mendapatkan perbaikan dari informan. Diskusi teman sejawat dilakukan

dengan cara membicarakan data atau informasi dan temuan-temuan penelitian ini

kepada teman-teman sejawat (seprofesi) baik dengan sesama dosen maupun

teman-teman program magister yang memiliki keahlian di bidang sesuai dengan

apa yang diteliti.

2. Keteralihan (Transferability)

Cara yang digunakan untuk membangun keteralihan temuan penelitian ialah

cara “uraian rinci”. Dengan teknik ini hasil penelitian dapat dilihat secermat

mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan dengan

mengacu pada masalah penelitian. Dengan uraian rinci ini diungkapkan segala

sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar dapat memahami temuan-temuan

yang diperoleh peneliti berupa teori substantif.

3. Kebergantungan (Dependebility)

Dependebility adalah kriteria untuk menilai apakah proses penelitian

bermutu atau tidak. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat

dipertahankan ialah dengan audit dependebilitas oleh auditor internal dan

exsternal guna mengkaji kegiatan yang dilakukan peneliti. Dependabilitas auditor

internal adalah Dr. H. Muniul Abidin, M.Ag dan Dr. Ahmad Barizi, MA.

Sedangkan untuk auditor eksternal adalah teman-teman sejawat dan para penguji

tesis.

4. Kepastian (Confirmability)

Confirmability adalah kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian dengan

penekanan pada pelacakan data dan informasi serta interpretasi yang didukung

oleh materi yang ada pada penelusuran atau pelacakan audit (audit trail). Untuk

memenuhi penelusuran dan pelacakan audit ini, peneliti menyiapkan bahan-bahan

yang diperlukan seperti data/bahan, hasil analisis, dan catatan tentang proses

penyelenggaraan penelitian. Untuk menjamin obyektifitas dan kualitas penelitian

maka mulai dari data dan informasi yang didapat, hasil analisis dan pemaknaan

hasil penelitian dikonfirmasikan kembali kepada para pengasuh, ketua pondok dan

para asatidz.

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Deskripsi Pondok Pesantren Nurul Qadim (PPNQ)

1. Sejarah PPNQ

Pondok Pesantren Nurul Qadim (selanjutnya disingkat dengan PPNQ)

merupakan salah satu pesantren yang cukup masyhur di Jawa Timur khususnya di

Kabupaten Probolinggo. Secara geografis PPNQ terletak di Desa Kalikajar Kulon

Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. PPNQ berdiri di atas

tanah + 10 H, untuk sampai ke pondok ini harus menempuh jarak 25 KM jalan

pantura dari ibu kota Kabupaten Probolinggo. PPNQ adalah peninggalan yang

paling monumental dari KH. Hasyim atau yang lebih populer dikalangan

masyarakat Paiton dengan sebutan Kyai Mino, pada awalnya hanya sebatas

langgar angkring yang sangat sederhana, pada tahun 1947 dibuatlah asrama yang

sederhana dan terus dikembangkan hingga wujud pondok pesantren seperti saat

ini. Sekarang PPNQ diasuh oleh KH. Nuruddin Musyiri dan KH. Hasan Abdul

Jalal setelah beliau menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo,

Sarang dan Krapyak, beliau berdua bahu-membahu dalam mempertahankan dan

mengembangkan pondok.1

a. Membangun Masjid

Latar belakang berdirinya masjid ini karena ingin menampung masyarakat

sekitar desa Kalikajar dalam melaksanakan shalat Jum‟at, kegiatan-kegiatan

keagamaan, dan kecintaan beliau pada ilmu pengetahuan maka dengan tekad dan

semagat yang kuat Kyai Mino pada tahun 1942 M membangun sebuah masjid.

Itulah Masjid pertama yang dibangun oleh Kyai Mino dari puluhan masjid yang

pernah dibangun oleh beliau dan dulu masjid tersebut di tempati untuk bersekolah.

Dan juga masjid tersebut asalnya adalah sebuah rumah yang kemudian dijadikan

Masjid. Dan sekarang sudah tercatat 57 masjid yamg dibangun oleh beliau yang

tersebar di plosok desa di kabupaten Probolinggo. Setelah pembangunan Masjid

tersebut selesai dan sudah siap untuk difungsikan maka guru Kyai Mino, Hadrotul

1 Dalam dokumen yang berbentuk softcopy bernama“Sejarah NQ”, peneliti meminta pada

salah satu pengurus pada tgl 16-04-12

Marhum al-„arif billah KH. Moh. Hasan Genggong membuka dan meresmikan

masjid tersebut sekaligus shalat Jum‟at untuk yang pertama kalinya.2

b. Membangun Asrama dan Madrasah

Dilatar belakangi oleh kemauan masyarakat sangat besar terhadap

pendidikan agama, maka upaya membangun Pondok Pesantren terus dilakukan.

Pada tahun 1947 Kyai Mino membangun kamar sebanyak dua belas kamar,

namun kamar itu tidak berfungsi sebagaimana umumnya karena santrinya masih

belum ada yang menetap, kebanyakan hanya sebatas santri Kalong dan terus

mengalami pasang surut, saat itu pondok juga berfungsi sebagai tempat

perjuangan. Dengan penuh semangat dan pertolongan Allah SWT maka dibukalah

Madrasah Diniyah sore untuk pertama kalinya bertempat di masjid. Lambat laun

perubahan mulai tampak, santri mulai berdatangan dan bertambah banyak, maka

dirasakan oleh Kyai Mino untuk segera membangun gedung Madrasah sebagai

tempat kegiatan belajar mengajar yang layak dan nyaman, maka kemudian beliau

membangun gedung madrasah sebanyak tiga lokal. Kegiatan belajar mengajar di

madrasah ini berjalan cukup lama hingga tahun 1959 M namun kemudian terus

mengalami kemorosotan hingga akhirnya mengalami kevakuman, hal ini

disebabkan karena kurangnya tenaga pengajar dan minimnya fasilitas pendidikan

yang memadai.3

c. Masa Perkembangan

Pada tahun 1963, seorang murid kenamaan dari salah satu santri KH. Hasan

Genggong yang bernama Nuruddin Musyiri diambil menantu oleh Kyai Hasyim

Mino, dan berkat semangat perjuangan yang tak kenal lelah serta rasa pengabdian

kepada sang guru, bertepatan dengan tanggal 6 September 1963 pendidikan

madrasah dibuka kembali oleh menantun Nuruddina ini. Dimana waktu belajar

dimulai pagi hari dan diberi nama Madrasah Ibitidaiyah Nurul Hasan. Pada tahun

itu juga dibuka Madrasah Diniyah Putri. Asrama pondok yang sudah lama tidak

berfungsi dibuka kembali, sedikit demi sedikit santri mulai berdatangan dari desa

sekitar, mulai dari Madura sampai pelosok Jawa. Pada waktu itu PPNQ masih

bernama Pondok Pesantren Darus Salam dan pada tahun 1975 Pondok Pesantren

Darus Salam diganti dengan nama Nurul Qadim karena berdasarkan istikharoh.

2 Ibid,

3 Ibid,

PPNQ bertambah pesat perkembangannya sejak KH. Hasan Abdul Jalal juga ikut

serta dalam mengembangkan Pondok Pesantren. Dan al-hamdulillah saat ini,

santri PPNQ berjumlah +1037 santri putra-putri yang semuanya bermukim di

dalam komplek pesantren.4

d. Pondok Putri Nurul Qadim Banat I dan II

Atas dasar usulan masyarakat dan musyawarah Kyai Mino bersama

keluarga maka dengan rahmat dan inayah Allah SWT pada tahun 1979 berdirilah

Pondok Pesantren Putri Nurul Qadim Banat I. Dari sejak berdirinya pada tahun

1979 Pondok Pesantren Putri Nurul Qadim mengalami perkembangan yang cukup

signifikan. Dan pada tahun 1988 didirikanlah Pondok Pesantren Putri Nurul

Qadim Banat II.

2. Organisasi Kelembagaan

PPNQ ini dikelola oleh Badan Pendidikan dan Kesejahteraan (BPK P2NQ),

sebuah badan kepengurusan tertinggi setelah pengasuh yang terdiri dari keluarga

(dzurriyah), ketua umum, kepala biro ma‟hadiyah, kepala biro tarbiyah, kepala

biro ta‟miriyah, sekretaris umum, bendahara umum, kepala madrasah MI, MTs,

MA dan orang yang dianggap penting. Dengan membahas seputar: rancangan

ketetapan kepengurusan Pondok Pesantren dan pendidikan serta kesejahteraan

secara menyeluruh untuk tahun pelajaran berikutnya, dalam sidang istimewa BPK

P2NQ. Hal yang serupa juga dilakukan oleh BPK P2NQ yaitu semua kebijakan

ada pada BPK, mulai dari penataan kurikulum, pengangkatan guru, dan juga

pemecatannya semua tergantung kebijakan BPK ini.

Adapun kepengurusan PPNQ terdapat dua bagian, ada yang disebut

ma'hadiyah yang memegang kebijakan untuk mengurusi sesuatu yang berkaitan

dengan pondok, dan juga ada pengurus tarbiyah yang terfokus pada hal-hal yang

berkaitan dengan pendidikan. Adapun struktur kepengurusan dapat dilihat di

lampiran berikut:5

3. Kegiatan Pendidikan.

a. Formal

Jenjang pendidikan dimulai dari PAUD al-Hasyimi, Taman

Pendidikan al-Qur‟an (TPQ an-Nuriyah), taman kanak-kanak Nurul

4 ibid

5 Ibid,.

Hasan (TK) Wajar Dikdas 9 tahun Tingkat Ula dan Wustho MA

Muadalah. Dan saat ini juga telah dibangun juga MtsA (Madrasah

Tsanawiyah Satu Atap), semenjak tiga tahun yang lalu, dan baru

memiliki lulusan pada tahun ini yang bangunannya berada di tengah-

tengah pesantren.

Berdirinya sekolah MtsA ini tidak semudah membalikkan telapak

tangan karena tantangannya bukan hanya dari pihak eksternal tapi juga

internal sendiri. Kekhawatiran akan hilangnya dunia peantren salaf yang

menjadi ciri khas selama ini, merupakan sebuah momok tersendiri,

seperti kebanyakan pondok-pondok pesantren saat ini.

Namun berkat kesabaran dan ketelatenan Gus H. Abdul Hadi Noer

dalam meyakinkan para sesepuh pesantren, bahwa pesantren ini akan

tetap eksis memegang teguh ciri khasnya, pada akhirnya membuahkan

hasil yang diharapkan. Dengan meraih juara I Probolinggo, katagori

sekolah terbaik, baik dari fasilitas dan mutu para siswa-siswinya. Dan tak

lupa juga bahwa berdirinya sekolah formal ini berkat dorongan semua

pihak, baik dari alumni, para dzurriyah, dan santri sendiri. Dengan

melihat realitas di masyarakat bahwa formalitas (ijazah) sebagai

penunjang dalam berkarir sangat dibutuhkan.

Pada akhirnya, tahun 2012 telah di buka sekolah lanjutan dari pada

MtsA, yaitu SMA Kreatif meskipun sarana & prasarananya masih belum

sempurna. Akan tetapi ketika peneliti meninjau langsung ke lokasi,

sekitar 80% pembangunan sudah terselesaikan.

b. Non Formal / Klasikal

Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Nurul Qadim, Madrasah Tsanawiyah

Salafiyah Nurul Qadim. Dengan menggunakan kurikulum yang

dirancang sendiri oleh pihak Madrasah Nurul Qadim. Di antaranya

adalah Tartilul Qur‟an, Forum Musyawarah Nurul Qadim (FMNQ),

Forum Musyawarah Siswa Aliyah (FORMASI), Forum Kajian Khusus

Siswa Tsanawiyah (FOKUS), Forum Kajian Masjid Putih (FKMP),

Kajian Ushul Fiqh Waroqot (USWAR), Pengajian Kitab-kitab Klasik,

Majelis Kajian Agama Islam (eMKals), dan Forum Kajian Kitab Klasik

(FK3).

1) Sistem Pembelajaran Kitab Kuning

Sistem pembelajaran yang ada di pondok pesantren ini, banyak

berkiblat pada pembelajaran pondok pesantren Lirboyo, oleh karena

itu banyak para pengajar yang didatangkan dari Lirboyo, dengan

tujuan agar mereka dapat menerapkan pengetahuan di pondok ini.

Untuk mempelajari kitab kuning, PPNQ menyusun kurikulum

sendiri, mulai dari penyusunan mata pelajaran, pengangkatan guru

serta penyeleksian siswa yang masuk kepesantren Nurul Qadim yang

dimusyawarahkan di sidang istimewa BPK PPNQ dengan membahas

rancangan ketetapan kepengurusan pondok pesantren dan pendidikan

serta kesejahteraan secara menyeluruh untuk tahun pelajaran

berikutnya. BPK PPNQ adalah badan tertinggi setelah pengasuh dan

dibawah BPK PPNQ terdapat ketua umum dan kepala-kepala biro.

2) Evaluasi Pembelajaran Kitab Kuning

Untuk mengetahui keberhasilan peserta didik maka sangat perlu

diadakan evaluasi, sejauh mana peserta didik dapat menguasai

pelajaran yang sudah di ajarkan. Begitu juga dengan sistem

pembelajaran kitab kuning yang ada di PPNQ, juga melalui evaluasi

untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap kitab kuning. Banyak

cara yang digunakan dalam mengevaluasi penguasaan peserta didik di

pesantren ini, diantaranya adalah:

a) Tes Baca Kitab (TBK)

Tes baca kitab di PPNQ adalah program yang sudah ditetapkan

di pondok, sebab dengan adanya tes ini para asatidz dapat

mengetahui sejauh mana kemampuan siswanya mengetahui cara

baca kitab, dan tes ini diadakan setiap semester, karena tes baca

kitab merupakan persyaratan mutlak bagi siswa untuk mengikuti

ujian semester.

b) Hafalan (Muhafadzoh)

Selain dari tes baca kitab untuk mengetahui kemampuan siswa

dalam kesungguhannya belajar, maka pesantren juga mengadakan

muhafadzoh yang tujuannya agar santri lebih memahami terhadap

dalil-dalil yang berkaitan dengan pembacaan kitab kuning.

Muhafadzoh ini juga menjadi persyaratan mutlak untuk mengikuti

ujian semester. Sedangkan waktunya juga setiap mau diadakan

ujian semester.

Sedangkan nadzom yang diwajibkan untuk dihafalkan sesuai

dengan ketentuan pada tingkat kelas masing-masing, diantaranya

adalah:

Kelas Ibtidaiyah

Kelas III : Kitab Amtsilatut Tasrifiyah dari awal hingga

akhir

Kelas IV : Nadzom al-„Imrithi 250 bait

Kelas V : Nadzom Qawaidus Sharfih 250 bait

Kelas VI : Nadzom Alfiah Ibnu Malik 250 bait

Kelas Tsanawiyah

Kelas I : Nadzom Alfiah Ibnu Malik 250 bait sampai

500 bait

Kelas II : Nadzom Alfiah Ibnu Malik 500 bait sampai

750 bait

Kelas III : Nadzom Alfiyah Ibnu Malik 750 bait sampai

100 bait

Kelas Aliyah Kelas I : Nadzom Uqudul Juman 250 bait

Kelas II : Nadzom Uqudul Juman 250 bait sampai 500

bait

Kelas III : Nadzom Uqudul Juman 500 bait sampai 750

bait

c) Standar Kompetensi Lulusan

Selain itu, untuk mengetahui tingkat pemahaman santri di dalam

memahami kitab-kitab kuning juga terdapat pada siswa lulusan,

setiap siswa wajib mengikuti tes yang diwajibkan hanya untuk

siswa lulusan saja dan tes itu dijadikan persyaratan untuk bisa

mengikuti ujian akhir. Sedangkan ketentuannya sesuai dengan

kelasnya. Bagi iswa kelas enam membaca kitab Fathul Qarib dari

bab thaharoh sampai bab bai', sedangkan bagi siswa kelas tiga,

menerangkan alfiyah sebanyak 250 bait serta kauluhunya, dan

untuk siswa kelas tiga Aliyah, tes mengajar kitab Uqudzul Juman

175 bait juga dengan kauluhunya.

3) Metode Pembelajaran Kitab Kuning

PPNQ mengadakan proses pembelajaran kitab kuning bagi santri-

santrinya pada waktu siang dan malam, dalam proses pembelajaran

tersebut pesantren memiliki perencanaan dan metode tersendiri untuk

melaksanakannya, yaitu:

a) Perencanaan pembelajaran kitab kuning

Perencanaan pembelajaran yang digunakan oleh pesantren Nurul

Qadim sebelum melakukan pelajaran adalah kesiapan para ustadz

untuk mengajar baik dari segi materi maupun mental, namun tanpa

dilakukan pencatatan secara terperinci mengenai langkah-langkah

dalam proses pembelajaran.

b) Metode pembelajaran kitab kuning

Mengenai metode pembelajaran kitab kuning di pesantren Nurul

Qadim sebelum dilakukan menggunakan metode klasik yang

berpusat kepada ustadz. Metode-metode tersebut seperti: metode

ceramah, bandongan dan wetonan serta pengajian pasaran.

c) Kegiatan Ekstra kurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan di Pondok

Pesantren adalah: Bahtsul Masa‟il yang berada di bawah naungan

Forum Musyawarah Nurul Qadim yang diadakan tiap dua bulan

(FMNQ), Forum Kajian Mesjid Putih (FKMP), Forum Kajian

Kitab Klasik (FK3), Forum Musyawarah Siswa Aliyah

(FORMASI), Forum Kajian Khusus Tsanawiyah (FOKUS)

Jamiyah Raudlotun Nasyi‟ien (JRN) sebagai wadah santri untuk

belajar berorganisasi dan berdakwah, seni baca al-Qur‟an,

Laboratorium Komputer, Kursus Bhs. Arab, Tes baca al-Qur‟an

dan baca Kitab yang diadakan setiap triwulan mulai dari kelas II

MI sampai III MA. (TBQ TBK), Mendelegasikan siswa untuk

mengajar di 15 Madrasah diniyah (MADIN) cabang PPNQ, majlis

ta‟lim al-Mar‟atus Shalihah untuk ibu ibu yang diadakan tiap

malam selasa, Pengajian kitab kitab kuning dengan sistem

bandongan yang diadakan setiap hari baik diwaktu pagi, sore dan

malam. Sedangkan kegiatan ubudiyah meliputi Istighosah tiap

malam senin, sholat tahajud dan dluha diwajibkan, pembacaan

sholawat tiap malam senin.

4. Ciri Khas PPNQ

Dengan pembelajaran yang menggunakan metode klasikal dan semua kitab-

kitabnya lahir dari abad pertengahan, tidak asing lagi bahwa PPNQ mempunyai

ciri khas penguasaan terhadap kitab-kitab turats/kitab kuning, karena itulah

pembelajaran di pondok ini hanya ditekankan pada kitab-kitab kuning yang

tujuannya adalah para santri mampu menguasai, memahami dan mengamalkan

disertai dengan jiwa keikhlasan untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam di

tengah-tengah masyarakat.6

B. Bentuk-bentuk Pemberdayaan PPNQ

Bentuk-bentuk pemberdayaan PPNQ Paiton selama ini terhadap masyarakat

sekitar, penulis dalam hal ini memfokuskan kajiannya pada tiga bidang, yang akan

diterangkan secara detail melalui wawancara dan observasi dalam bab ini. Yaitu:

1. Pemberdayaan PPNQ dalam Bidang Pendidikan

Hal pertama yang harus dipahami dari eksistensi pendidikan diniyah dan

pendidikan keagamaan adalah pada fungsi mempersiapkan peserta didiknya untuk

menjadi ahli agama (tafaqquh fi ad-din). Ini tentu berbeda dengan madrasah yang

menampilkan dirinya sebagai lembaga pendidikan umum berciri khas agama

Islam. Selain sebagai sarana tafaqquh fi ad-din, madrasah diniyah juga

mempertahankan “nilai-nilai kepesantrenannya”, misalnya nilai kemandirian,

tradisi keilmuan, nilai-nilai kesederhanaan, dan terdapat figur yang patut di

contoh. Nilai-nilai inilah yang tidak dimiliki oleh lembaga lain.

Hal di atas nampaknya sejalan dengan pemikiran ketua yayasan PPNQ,

yaitu Gus H. Abdul Hadi Noer, beliau mengatakan bahwa tujuan umum

keberadaan madrasah ini adalah:

6 Ibid,.

Mencetak manusia yang berbudi luhur dan juga untuk mencetak santri yang

betul-betul tafaqquh fi al-din (orang yang ahli dalam bidang ilmu agama)

tapi juga tidak terlepas dari pengembangan ilmu-ilmu baru dan nanti

tujuannya adalah

ولينرزوا قىمهم اذا زجعىا اليهم

Untuk memberikan kabar gembira pada masyarakat agar supaya mereka

bisa berpegang teguh pada ajaran agama, bisa menjalankan syari‟at di lain

pihak tetap berpegang pada kaidah

المحافظة علي القديم الصالح واألخر بالجديد األصلح

menurut saya adalah memegang prinsip-prinsip, metode- metode القديم الصالح

yang lama tapi juga tidak meninggalkan pengembangan keilmuan yang baru

dan pada prinsipnya ilmu itu tidak ada dikotomi. (w.ky.nq1.p1)

Ada hal lain yang menjadi tujuan didirikannya madrasah diniyah cabang ini

karena ingin masyarakat kelas menegah ke bawah juga bisa merasakan pendidikan

dan ingin mengisi kekosongan soal agama pada masyarakat sekitar. Ini merupakan

pesan Kyai Mino kepada para putranya agar berjalannya pondok PPNQ ini ke

depan selalu berlandaskan pada dua hal ini, seperti yang dikatakan oleh Gus

Ubaid adalah:

Memang amanah dari pendiri, kyai Mino, agar bermanfaat karena banyak

pendidikan yang sudah tidak terjangkau oleh masyarakat, pengasuh

mengamanatkan, bahwa:

a. Menjembatani pendidikan kepada masyarakat yang tidak mampu agar

mereka mampu mendapatkan pendidikan

b. Tetap akan kesalafannya karena mulai terkikisnya pondok-pondok salaf

dan banyak yang sudah berubah kepada pondok modern dan pondok

salaf keberadaannya bisa dibilang sudah mulai langka apalagi di daerah

Probolinggo untuk mengisi kekosongan dalam ilmu agama

Untuk mengimplementasikannya, agar pesantren Nurul Qadim tetap eksis di

masyarakat, yang katakanlah masyarakat sekarang memerlukan formalitas,

karena itu banyak alumni nurul qadim yang tidak memasukkan putra-

putranya hanya gara-gara formalitas, emang dirasakan sekali, agar eksis di

tengah masyarakat maka dibentuklah madrasah diniyah cabang tujuannya

adalah untuk mengisi kekosongan dan membantu masyarakat yang minim

akan pengetahuan agama terutama anak-anak kecil. (w.sy.nq1.u2)

Setelah peneliti mewawancarai salah satu pengasuh, ia membenarkan bahwa

anak-anak yang duduk di jenjang SD rata pelajaran agamanya sangat, sehingga

berdirinya madrasah ini bisa menambal kekuranagan yang ada. Sebagaimana

perkataannya:

Tujuannya adalah menghilangkan kebodohan dan lagi klo melihat pelajaran

di SD, itu pelajaran agamanya kurang, ingin mengisi kekosongan yang ada

di SD (w.pmd.nq1.r18)

Kurikulum pesantren apalagi madrasah diniyah –dalam arti tafaqquh fi ad-

din- sangat variatif dan tidak bisa disamakan satu sama lain. Setiap pesantren

memiliki bidang spesialisasi khusus, tergantung keahlian masing-masing. Hampir

semua pesantren menyelenggarakan pengajian kitab kuning atau studi terhadap

literatur klasik, dan menjadikan kitab-kitab ini sebagai standart kurikulum.

Kegiatan madrasiyah adalah kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan

secara klasikal. PPNQ telah lama mengembangkan madrasah diniyah cabang yang

berada di beberapa daerah Kecamatan Paiton. Dimana para guru atau asatidznya

adalah para santri PPNQ. Awal berdirinya madrasah ini karena keperihatinan

seorang pengasuh ketika melihat para orang tua didik tidak lagi mengindahkan

nilai-nilai Islam. Dengan berdirinya sekolah diniyah cabang ini, agar tunas muda

tidak mengikuti langkah para orang tuanya dan mampu memahami nilai-nilai

Islam mulai sejak dini. Perubahan ini memang membutuhkan waktu yang lama

dan membutuhkan kesabaran yang cukup ekstra. Emang sangat terasa nilai-nilai

yang dibangun oleh PPNQ bila dibandingkan dengan desa yang tidak ada

madrasah diniyahnya. Ini sesuai dengan wawancara peneliti dengan Gus. H.

Hafidzul Hakim Noer:

KH Nuruddin merasa gelisah melihat pergaulan masyarakat yang semakin

jauh dari nilai-nilai islami, beliau memiliki pandangan agar tunas muda

jangan sampai mengikuti langkah para sesepuhnya, yaitu jauh dari nilai-

nilai islam, maka beliau mendirikan madrasah cabang. Kata beliau

“pembenahan nilai-nilai masyarakat memang membutuhkan proses yang

cukup lama, namun kita bisa mulai melihat hasilnya sekitar 10 tahun ke

depan” dan sekarang perilaku masyarakat sudah mulai tampak hasilnya.

(w.br.nq1.h4)

Berdasarkan pengamatan, peneliti menyaksikan beberapa hal terkait

kejadian di atas, yaitu:

Setelah peneliti melaksanakan shalat Maghrib, ternyata ada sebuah kegiatan

sarwaan yang dilakukan oleh warga kampung sebelah dan yang ikut hanya

beberapa orang. Tidak seperti desa Alas Tengah yang para warganya setiap

ada kegiatan keagamaan, mereka berduyun-duyun setelah shalat maghrib

menuju tempat yang akan diselenggarakan acara tersebut. Kebetulan peneliti

ada di lokasi tersebut (o.ds1.12-06-2012)

Koordinator madrasah diniyah cabang adalah Gus. H. Hafidzul Hakim Noer,

dimana beliau bertugas sebagai pengawas langsung keberadaan dan kemajuan

serta problematika yang dihadapi madrasah diniyah cabang, agar koordinasi antar

instansi madrasah akan lebih kuat. sedangkan untuk pengasuhnya adalah para

alumni setempat. Sebagaimana wawancara dengan Gus H. Abdul Hadi Noer,

yaitu: “Klo koordinatornya masih Ra Hafidz, koordinator untuk cabang. Namun

untuk pengasuhnya diambilkan dari alumni sini.” (w.ky.nq1.p8)

Ketika memasuki tahun ajaran baru, banyak dari lembaga pendidikan baik

formal maupun non-formal melakukan ajang promosi ke daerah-daerah dengan

segala bentuknya, agar bisa menarik input siswa sebanyak-banyaknya. Berbeda

halnya dengan PPNQ. Input santri selama ini, kebanyakan dari didikan madrasah

diniyah yang ada di cabang, hal ini merupakan keuntungan sendiri oleh pesantren

karena mereka mampu melakukan pemberdayaan lewat pendidikan di masyarakat

sekitar dan juga merupakan bentuk eksisnya sebuah kegiatan pendidikan di

pesantren. Lantaran program inilah masyarakat sangat terasa dengan adanya

pemberdayaan pendidikan kepada mereka dan juga sekaligus ajang promosi untuk

menarik minat untuk mondok.

Madrasah diniyah cabang ini tersebar di daerah paiton, ada yang sampai

keluar kabupaten, seperti di Pasuruan, Jember, dan Situbondo. Ada sekitar 15

cabang yang berada di daerah Paiton sendiri dan tenaga pengajarnya adalah para

santri yang telah duduk dijenjang Aliyah. Setiap hari mereka berangkat ke desa-

desa binaan, mulai setelah shalat Dluhur sampai sebelum waktu Maghrib tiba.

Sebagaimana perkataan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer:

Kuleh ngabesagi anapah makgik paggun gik bertahan ka‟ entoh, salah satu

cagaknya di desa-desa ngagungin madrasah diniyah cabang, nekah ada 15

cabang, genekah sengajer nak-kanak aliyah ka‟sak, nak-kanak aliyah

lastareh dluhur berangkat ke sa-desa, untuk mendidik nak-kanak kenik.

Setiap hari, nekah sampek taman paiton, tanjung, sonded, besok, cor temor,

las sidodadi, lastengah. (w.br.nq1.h1)

Saya melihat (pesantren ini) kenapa masih bertahan, salah satu cagaknya

ada di desa-desa memiliki madrasah diniyah cabang, ini ada 15 cabang,

yang mengajar anak-anak Aliyah, anak-anak Aliyah setelah Dluhur

berangkat desa-desa, untuk mendidik anak-anak kecil. Setiap hari, ini

sampai desa Taman Paiton, Tanjung, Sonded, Besuk, Cor Timur, Sidodadi

dan Lastengah.

Sistem pendidikan klasikal menggunakan kurikulum yang disusun oleh para

pengurus PPNQ dan pengasuh madrasah diniyah cabang. Yaitu kurikulum salaf

yang seluruhnya bersumber pada kitab-kitab kuning (kitab-kitab Islam Klasik)

sebagai literatur utama, sebagaimana yang digunakan di dalam pesantren sendiri,

disajikan dengan metode yang relevan, serta menggunakan pemaknaan dalam

bahasa Madura untuk menentukan kedudukan nahwiyah dan sharfiyah, yang

selanjutnya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Untuk mata pelajaran madrasah diniyah cabang adalah fiqh, tajwid, tauhid,

al-Qur‟an. Untuk kelas I & II penekanannya pada al-Qur‟an dan tauhid.

Sedangkan untuk kelas III , penekanannya pada fiqh, agar para siswa mengetahui

sejak dini tentang shalat, ha-hal yang najis, dll. Dalam mata pelajaran fiqh ini,

PPNQ tidak lupa menyelipkan materi yang bermuatan lokal yaitu menggunakan

fiqh karangan KH. Nuruddin, yang bernama fiqh diyanah (kitab safinah yang

ditranslit ke bahasa madura) dan tidak lupa peneliti meminta kitab tersebut.

Tujuan beliau adalah agar masyarakat mudah memahami hukum yang kebanyakan

dari mereka buta akan hukum dan juga tidak memiliki kemampuan membaca

tulisan bahasa Arab. Sebagaimana penjelasan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer,

yaitu:

Untuk mata pelajaran madrasah diniyah cabang adalah fiqh, tajwid, tauhid,

al-Qur‟an. Kelas I&II kita tekankan untuk pelajaran al-Qur‟an dan tauhid.

Untuk kelas III ada istilah Fiqh Diyanah (kitab Safinah yang ditranslit ke

bahasa madura) karangan KH. Nuruddin, berbahasa Madura karena rasa

keprihatinan beliau kepada masyarakat yang banyak tidak mengetahui

hukum fiqh dan juga tidak bisa membaca kitab akhirnya beliau memiliki

inisiatif untuk mentranslit ke bahasa Madura, ada juga kitab Sirah Nabi

yang juga di translit ke dalam bahasa madura. (w.br.nq1.h2)

Setelah menerima kitab, peneliti mencoba mengamati kitab tersebut,

sebagaimana berikut:

Karangan Kyai Nuruddin yaitu kitab Fiqh Diyanah yang di translit dalam

bahasa Madura untuk dibuat kitab standart madrasah diniyah cabang,

memang memudahkan bagi masyarakat untuk mempelajarinya apalagi

sudah ada harakat tidak seperti kitab kuning sebagaimana mestinya.

Sehingga sangat simple dan juga tidak terlalu tebal (o.nq.12-07-2012)

Sebenarnya masih banyak madarasah diniyah cabang yang didirikan oleh

para alumni PPNQ di sekitar Kecamatan Paiton, namun karena kurang baiknya

administrasi yang ada sehingga belum tercatat semuanya. Madrasah diniyah

cabang yang masih aktif dikirim para tenaga pengajar, sekitar ada 15 madrasah.

Setiap hari para santri yang telah duduk di jenjang Aliyah, aktif mengajar di 15

madrasah tersebut. Dengan semangat pegabdian yang tak kenal lelah, mereka naik

sepeda ontel yang telah disediakan oleh PPNQ dengan jarak yang tak bisa

dibilang dekat, setelah peneliti melihat langsung kondisi di lapangan, jarak

tempuh antara madrasah diniyah dari pesantren sekitar + 2 KM. Semua tenaga

pengajar setiap harinya sekitar 45 santri yang dikirim ke madrasah diniyah

cabang, tiap bulan mereka tidak mendapatkan bayaran/bisyaroh baik dari

pesantren maupun dari tempat mereka mengajar, hanya mendapatkan jatah makan

satu piring setiap mereka selesai mengajar, sehingga mereka dikenal dengan

julukan “ustadz perengan”, artinya habis ngajar mereka disediakan makan satu

piring. Sebenarnya masih banyak yang belum mendapatkan kouta tenaga

pengajar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gus. H. Hafidzul Hakim Noer, yaitu:

15 cabang nekah se ekerem guru, yang lain masih banyak (15 cabang itu

yang dikirim guru, yang lain masih banyak)

Sekitar 45 guru yang mengajar di 15 madrasah diniyah cabang, setiap

harinya mereka aktif mengajar ke berbagai desa, sedangkan yang tidak

dapat kuoto guru itu masih banyak. Mereka ini terkenal dengan julukan

“ustad perengan”. (w.br.nq1.h4)

Bahwa guru tidak mendapatkan bayaran hanya mendapatkan makan setelah

mengajar, hal ini diperkuat olehUst Suki Riady, beliau mengatakan:

Saya jam 12.00 itu pulang ke rumah, pagi hari saya bekerja untuk memberi

makan guru-guru, uang dari mana klo sya nggak bekerja, jadi sya harus cari

sendiri, tiap hari guru itu makan bersama disini selesai mereka mengajar,

baik guru dari pondok maupun alumni, di beri makan semua

(w.pmd.nq1.r13)

Akan tetapi, ketika peneliti menayakan pada pengasuh yang lain bahwa

mulai kemaren sudah ada bayaran bagi para guru namun baru berjalan mulai

tahun kemaren, sebagaimana Ust. Syakur mengatakan: “Untuk guru nggak ada

cuman baru-baru ada bantuan BOSDA dan sudah mulai tahun kemaren”

(w.pmd.nq1.s16). Mengenai besaran gaji yang diterima, beliau mengatakan lebih

lanjut “Ya tergantung lama pengabdian dan juga dana itu sendiri, jadi bayarannya

nggak menentu” (w.pmd.nq1.s17)

Tumbuh suburnya berdirinya madrasah diniyah cabang ini tidak lepas dari

pengasuh yang selalu menghimbau kepada para alumni untuk selalu berjuang di

tengah-tengah masyarakat melalui jalan pengabdian di bidang pendidikan. Tak

bosan-bosannya pengasuh dalam setiap pertemuan yang di dalamnya terdapat

alumni, beliau selalu berpesan. Problematika yang dihadapi pertama kali oleh para

alumnni ketika membuka madrasah diniyah cabang adalah sulitnya mencari

tenaga pengajar. Karena kita tidak bisa lagi memungkiri kenyataan di masyarakat

bahwa menjadi guru bukan lagi sebagai bentuk pengabdian, baik kepada bangsa

yaitu untuk mencerdaskan anak-anak bangsa maupun kepada masyarakat, namun

sudah beralih kepada sebuah profesi. Dimana tuntutan modernitas dan

profesionalitas menuntut semuanya berbau dengan uang dan uang. Sebagaimana

perkataan Ust. Suki Riadi: “Tenaga pengajar dari pondok 3 orang dan juga dari

alumni, dari pondok itu setiap hari, itu tanpa honor semua, karena itu amanat dari

Kyai”. (w.pmd.nq1.r4).

Tapi pada akhirnya pesantren menemukan solusi yaitu menugaskan santri-

santri yang sudah Aliyah untuk mengajar di madrasah tersebut, dua orang setiap

15 madrasah diniyah cabang. Hanya dibutuhkan sepeda ontel sebagai sarana

transportasi, mereka sudah siap menuju tempat mengajar masing-masing. Naik

sepeda ontel ini tidak lain karena titah dari seorang pengasuh yang memerintahkan

untuk tidak menggunakan sepeda motor dengan tujuan agar para santri memiliki

ruh al-jihad (jiwa perjuangan) meskipun jarak tempuhnya cukup jauh. Hal ini

mereka lakukan sebagai rasa tabarrukan dan ta’dziman pada seorang guru apalagi

mereka tidak memungut biaya sepeserpun dari kegiatan ini. Hal ini diungkapkan

oleh Gus. H. Hafidzul Hakim Noer selaku koordinator madrasah diniyah cabang,

yaitu:

Para tenaga pengajar madrasah diniyah cabang tidak di perkenankan untuk

membawa sepeda motor oleh kyai meskipun tempat mengajarnya cukup

jauh, dengan tujuan agar mereka memiliki ruh al-jihad. Berkat semangat

inilah kebanyakan para santri yang telah hijrah ke masyarakat telah

mendirikan madrasah. (w.br.nq1.h2)

Untuk mengetahui kegaiatan para santri Aliyah, peneliti melakukan

pengamatan, bahwa:

Setelah melaksanakan shalat Dluhur, peneliti melihat segerombolan santri

Aliyah yang mau berangkat ke madrasah diniyah masing-masing. Mereka

membawa tas ransel, ada juga yang membawa tas kresek untuk membawa

sebagian buku pelajaran. Mereka pergi dengan cara membonceng dan naik

sepeda ontel karena tidak diperkenankan untuk membawa sepeda motor.

Semangat mereka terlihat dengan adanya obrolan di antara mereka (o.nq.12-

07-2012)

Bukan hanya itu, mereka para santri di tuntut juga untuk mengelola masing-

masing madrasah diniyah cabang, baik administrasi maupun manajemennya.

Tujuannya adalah agar mereka setelah pulang dari mondok, mereka sudah

memiliki bekal untuk mendirikan maupun mengelola madrasah diniyah di

kediamannya. Sebagaimana perkataan Gus Ubaid:

Setiap ada pertemuan alumni oleh pengasuh, mereka di tekan untuk

mendirikan madrasah di setiap desa, dan memang kesulitan dalam mencari

tenaga seng poron ngajer (yang mau mengajar), sampek bedeh istilah “guru

perengan”, ngajer gun olle sepereng..(sampai ada istilah “guru perengan”

mengajar hanya mendapatkan makan satu piring)

Akhirnya pesantren menjembatani anak-anak yang sudah Aliyah ditugaskan

untuk membantu madrasah diniyah, yang mereka butuhkan hanya sepeda

pancat, yang penting mereka sudah di belikan sepeda pancat, habis Dluhur

mereka sudah berangkat, setiap hari ke madrasah cabang dua orang, dan itu

tidak bosan-bosannya dalam mengabdi, mereka juga mengajar sekaligus

mengelola sendiri, artinya mereka mengajar di luar bukan di didik untuk

mencari pekerjaan tapi membantu sebuah perjuangan. (w.sy.nq1.u1)

Setelah peneliti meninjau langsung ke beberapa lokasi, setiap madrasah

diniyah cabang rata-rata ada 50 siswa. Namun ada salah satu madrasah yang

bernama Madrasah Diniyah Nurullah, siswanya sampai 125. Madrasah ini di asuh

oleh seorang alumni PPNQ yang bernama Muhammad Syakur dari desa Alas

Tengah Kecamatan Paiton. Peneliti mengamati bahwa;

Sekitar jam 14.00 peneliti menuju halaman salah satu pengasuh dan melihat

langsung bagaimana para anak-anak masuk madrasah diniyah pada saat itu,

mereka tampak ceria di antara teman-temanya, ada yang di antar orang tua,

jalan sendiri, juga ada yang naik sepeda. Setelah masuk ke kelas, peneliti

menyempatkan melihat absensi, bila di presentase, yang hadir pada saat itu

sekitar 80% (o.ds2.18-04-2012)

Namun yang tidak kalah pentingnya adalah antusiasnya para peserta didik

dalam mengikuti pelajaran, sehingga dari pihak sekolah formal yaitu SD, guru-

gurunya sangat iri dengan keberadaan sekolah diniyah ini, karena jam les yang

mereka jadwalkan ternyata bentrok dengan jam aktif madrasah diniyah. Sehingga

banyak dari siswa lebih memilih sekolah madrasah diniyah dari pada les di SD.

Sebagaimana hasil wawancara dengan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer, yaitu:

Genekah untuk ke masyarakat yang nyata, gi alhamdulillah dari madrasah

cabang, nak-kanak tero mondukah, rata-rata se mondok ka‟enjeh kebenyaan

alumni dari madrasah cabang, cabang ka‟sak sebagai promosinya sampek

neng alas tengah muridnya 150 sampek genekah SD iri, irinah napah,

polanah pelajaran diniyah diniyah nekah dipentingkan bik nak-kanak,

sampek delem setaon, bedeh se hafal imrithy 5-an. (w.br.nq1.h1)

Itulah (program permberdayaan) untuk ke masyarakat yang nyata, ya

alhamdulillah dari madrasah cabang, anak-anak ingin mondok, rata-rata

yang mondok di sini kebanyakan alumni dari madrasah cabang, cabang itu

sebagai ajang promosinya sampai di Alas Tengah muridnya 150, itu yang

membuat SD iri, irinya kenapa? Karena pelajaran diniyah-diniyah ini lebih

dipentingkan sama anak-anak, sampai dalam setahun, ada yang hafal

imrithy 5 orang.

Fenomena di atas merupakan hal yang menarik karena tanpa ada tuntutan

menghafalkan, mereka sudah memiliki kecintaan dalam belajar.

Bentroknya jam pelajaran ini, merupakan keluhan para pengelola madrasah

diniyah ketika di adakan rapat tiga bulan sekali antara madrasah diniyah cabang,

pengasuh, dan muscab. Sebagaimana paparan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer,

yaitu:

Tiga bulan sekali di adakan rapat antara madrasah, pengasuh dan muscab,

yang membahas mengenai kemajuan madrasah dan ternyata banyak keluhan

mengenai bentroknya jam pelajaran dengan ekstra yang ada di sekolah SD,

jam masuk madrasah diniyah jam 14.00 (w.br.nq1.h4)

Dalam beberapa tahun ini, para siswa madrasah diniyah semakin banyak.

Hal ini tidak mengherankan bilamana selaku pelaksana memiliki keinginan agar

pendidikan yang ada di madrasah diniyah cabang semakin maju. Keinginan untuk

mengubah kurikulum yang sudah ada, di dasari dengan banyaknya peminat untuk

membuka TPQ, sebagai landasan koordinator madrasah diniyah untuk merubah

format pelajaran. Dimana kelas I, II & III ini untuk program TPQ sedangkan kelas

selanjutnya tetap pada format semula. Sehingga Gus. H. Hafidzul Hakim Noer

berkeinginan untuk mengutus para santri agar mempelajari metode al-Qur‟an

dengan cepat yang sekarang lagi booming di dunia TPQ. Dengan melihat para

peserta didik, rata-rata yang masuk kelas awal, inputnya berasal dari anak sekolah

dasar sampai tingkat SMP. Dan untuk kelas, semuanya sudah berbentuk lokal

yaitu ada 6 lokal dari kelas I sampai VI, sebagaimana wawancara dengan bapak

Muhammad Syakur, yaitu: “Input siswa rata-rata berusia anak sekolah dasar

sampai tingkat sekolah menengah pertama, semua kelas terdiri dari enam lokal”

(w.pmd.nq1.s4). Dan semua madrasah diniyah cabang sudah berbentuk lokal.

Salah satu madrasah yang diasuh oleh Ust. Suki Riadi, pengasuh Nurul

Hasyimi III, Dusun Kalianyar 2 Sidodadi telah membuat sedikit kemajuan dengan

program-program yang dilakukan, salah satunya akan membuka sekolah PAUD

untuk jam pagi hari setelah hari raya Idul Fitri 2012, dimana para guru sekolah ini

telah ditentukan khususnya bagi para alumni PPNQ, begitu juga untuk program

TPQ untuk kelas I, II, dan III, padahal instruksi dari koordinator madrasah diniyah

cabang yaitu Gus. H. Hafidzul Hakim Noer belum diedarkan. Sebagaimana

wawancara peneliti dengan beliau, yaitu: “mau buka PAUD, insyaallah setelah

bulan Syawal ini” (w.pmd.nq1.r12) dan “Sekitar 80% lah.. dan maunya tahun

depan ini mau buka TPQ untuk kelas I, II dan III tapi ini bukan program pondok

tapi dari kemauan pengurus disini” (w.pmd.nq1.r16), hal ini tentunya perlu

diapreasi oleh segenap seluruh elemen madrasah diniyah cabang.

Peneliti mengamati lokal yang telah di sediakan oleh Madrasah Diniyah

Cabang Nurul Hasyimi III, Dusun Kalianyar 2 Sidodadi, bahwa:

Bangunan fisik madrasah Nurul Hasyimi III, tampak begitu bagus dan rapi.

Sehingga kelihatan bukan seperti bangunan madrasah diniyah pada

umumnya, peneliti merasa seperti sekolah-sekolah formal. (o.ds1.12-06-

2012)

Bangunan madrasah bisa dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.1 Madrasah Diniyah Cabang Nurul Hasyimi III, Dusun Kalianyar 2

Sidodadi

SPP madrasah diniyah cabang berbeda-beda besarannya antara satu

madrasah dengan yang lainnya, ada yang Rp. 1.500 sampai Rp. 3.000 perbulan,

tergantung dari kebijakan setiap kepala madrasah. Disamping itu, masyarakat

tidak secara kontinue membayar, ada yang nunggak sampai akhir tahun, ada juga

yang sampai tidak bayar sama sekali, namun para pengurus tidak bisa berbuat apa-

apa karena memang kondisi masyarakat yang tidak memungkinkan. Sebagaimana

yang di utarakan oleh Ust. Suki Riadi, yaitu: “Bulanannya itu cuman tiga ribu

cuman bayarnya per-akhir tahun bukan perbulan, klo nggak bayar juga nggak apa-

apa, asal anaknya mau sekolah aja” (w.pmd.nq1.r15) dan perkataan Ust.

Muhammad Syakur, yaitu: “1500/bulan” (w.pmd.nq1.s22)

2. Pemberdayaan PPNQ dalam Bidang Sosial

Pemberdayaan PPNQ pada masyarakat sekitar, di antaranya adalah:

a. Pembuatan jembatan dan masjid

Ketika Kyai Mino wafat, banyak sekali peninggalan beliau yang

masih berdiri tegak di tengah-tengah masyarakat, karena keberadaan

beliau sendiri terkenal dengan orang yang sangat dermawan. Tebukti

beliau telah membangun tiga jembatan di daerah Kalikajar yang letaknya

di selatan PPNQ dan jembatan Randu Merak dan juga telah membangun

48 masjid di daerah kecamatan Paiton. Tentunya ini menjadi bukti nyata

bahwa beliau sangat memperhatikan masyarakat sekitar dan menurut

salah satu cucunya merupakan sebuah pemberdayaan yang sangat terasa

dihati masyarakat. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan

cucunya, yaitu:

yang paling terasa kepada masyarakat dari Nurul Qadim tentang

pemberdayaan masyarakat, bahwa Kyai Mino sudah pernah

membangun 48 masjid yang ada di daerah Paiton, jelen neng

Randu Merak, Kyai minu yang buat jembatan nekah, laoknah kabbi

Kyai Mino yang buat. (w.ky.nq1.h20)

yang paling terasa kepada masyarakat dari Nurul Qadim tentang

pemberdayaan masyarakat, bahwa Kyai Mino sudah pernah

membangun 48 masjid yang ada di daerah Paiton, jalan di Randu

Merak, Kyai Mio yang buat jembatan itu, (jembatan) di selatan

semua Kyai Mino yang buat.

Peneliti mengamati salah satu bangunan jembatan, bahwa:

Bangunan jembatan layang ini masih tampak kokoh karena ada

salah satu alumni yang di tugaskan untuk melihat dan mengontrol

jembatan tersebut, akan tetapi hanya sepeda motor dan sepeda ontel

yang bisa melewatinya karena hanya di khususkan untuk itu.

(o.ds3.11-06-2012)

Jembatan ini bisa dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.2 Jembatan Kalianyar

b. Penghijauan

Penghijauan alias reboisasi merupakan amalan sholeh yang

mengandung banyak manfaat bagi manusia. Tanaman dan pohon yang

ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu

bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan

daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai

macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir,

daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon

juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu

sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara.

Pada saat Kyai Mino masih hidup, beliau pernah melakukan

penghijauan disepanjang jalan menuju PPNQ. Mulai dari pertelon

Kalikajar sampai PPNQ dipenuhi dengan pohon kelapa, kurang lebih

jarak dari pertelon sampai PPNQ adalah 1 KM. Beliau melakukannya

sendiri bersama orang-orang tertentu pada saat itu, tidak melibatkan

masyarakat luas, sehingga pada tahun 1993, Kalikajar pernah

mendapatkan juara I tingkat provinsi Jawa Timur. Sebagaimana

perkataan Gus Ubaid:

masalah penghijauan sudah ada sejak dulu cuman tidak mengikut

sertakan masyarakat secara umum tapi hanya orang-orang tertentu,

mulai dimin emba nekah a namen e nyor deri jelen dejeh, emang

tujuannya untuk penghijauan dan alhamdulillah, taon senapah

seka‟dintoh juara I untuk tingkat Jawa Timur untuk penghijauan,

untuk tingkat nasional kala bik luar jawa, sempat mewakili Jawa

Timur. (w.sy.nq1.u12)

Ketika peneliti konfirmasi kepada Gus. H. Hafidzul Hakim Noer

tentang penghijauan dan mendapatkan juara I tingkat jatim, beliau

menjawab “Sekitar tahun 1993” (w.br.nq1.h9)

Peneliti mengamati sepanjang jalan menuju PPNQ, bahwa:

Sepanjang jalan terutama menuju PPNQ, jaraknya dari jalan raya

sekitar 1 KM, banyak sekali pohon kelapa mengiringi jalan tersebut,

sehingga terasa sejuk sepanjang jalan menuju PPNQ. (o.ds3.12-06-2012)

3. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Dakwah Islamiyah

Dari beberapa sumber, peneliti memperoleh keterangan, bahwa PPNQ

selama ini telah melakukan pemberdayaan pada masyarakat sekitar, di

antaranya adalah:

a. Syubbanul Muslimin

Dalam perjalanan dakwah, peran pemuda sangatlah penting. Oleh

karena itu, kekuatan Islam akan bertambah kuat, dan dengan semangat

para pemuda kita, Indonesia bisa mencapai kemerdekaan yang telah

dinantikan selama berabad-abad. Semua itu tidak lepas dari campur

tangan pemuda. Dan dari pemuda itulah muncul ide-ide atau gagasan

yang menakjubkan. Masa muda adalah masa dimana perubahan-

perubahan yang signifikan terjadi. Hal itu dikarenakan pada masa muda

beban yang diemban belumlah begitu berat.

PPNQ mewadahi untuk dakwah dikalangan pemuda ini, tidak segan-

segan salah satu dari cucu Kyai Mino memimpin jamaah ini yang

menyebar disekitar daerah Paiton. Dimana dakwah islmiyah yang lain

yang telah dilakukan oleh PPNQ berada pada segmen orang-orang tua,

sehingga Kyai Jalal menyuruh pada salah satu ponaannya untuk

mendirikan dakwah yang memayungi segmen pemuda. Setelah Gus. H.

Hafidzul Hakim Noer telah menamatkan pendidikannya di Yaman, beliau

langsung terjuan ke segmen pemuda dengan perkumpulan yang bernama

“Syubbanul Muslimin”. Sebagaimana perkataan Gus Ubaid:

Terus bedeh pole, karena yang ada genekah, majlis ta‟lim-ta‟lim,

ketika di lihat dan ditinjau yang datang sepuh-sepuh sedangkan

untuk segmen yang muda belum ada yang garap ketika non hafidz

pleman dari pondok, terus sareng abah, coba keluar, mendekati

masyarakat yang muda, di ajak untuk bersama-sama, minimal di

ajak pengajian, yang dinamakan “syubbanul muslimin”

(w.sy.nq1.u11)

Terus ada lagi (dakwah yang lain), karena yang ada itu majlis-

majlis ta‟lim ketika dilihat dan ditinjau yang datang orang-orang

tua sedangkan segmen yang muda belum ada yang mewadahi,

ketika Non Hafidz pulang dari pondok, terus sama Abah, coba

keluar, mendekati masyarakat yang muda, diajak untuk bersama-

sama, minimal diajak pengajian, yang dinamakan “syubbanul

muslimin”.

Kegiatan ini diikuti oleh para pemuda yang berada disekitar

Kecamatan Paiton, waktunya bergantian antara desa, biasanya kegiatan

ini dilaksanakan dua minggu sekali. Setelah peneliti wawancara langsung

dengan koordinatornya, yaitu Gus. H. Hafidzul Hakim Noer, bahwa

tujuan diadakan acara ini untuk menampung kalangan pemuda

pengangguran, minum-minuman, gitar-gitaran, artinya bahwa dengan

adanya kegiatan ini pemuda bisa memiliki gairah lagi dalam menghadapi

hidup dan beliau merasa kasihan dengan keberadaan mereka yang hanya

menyia-nyiakan waktu tanpa ada kegiatan. Lambat laun dengan

mengikuti kegiatan ini, mereka diharapkan mampu merubah perilakunya.

Seperti yang di utarakan oleh beliau:

Syubbanul muslimin saya sendiri (koordinator), fokusnya kepada

para pemuda dan alhamdulillah anak-anak sekarang banyak

perubahan, pada awalnya saya lihat ke desa-desa, saya eman,

mereka mabuk-mabuan, dll akhirnya saya menghimpun mereka

membaca ratibul haddad dan maulid simtud duror, tapi kita kemas

dengan gaya pemuda, alhamdulillah mereka banyak perkembangan,

yang awalnya mereka hanya bermain gitar sama saya dibelikan

hadrah akhirnya mereka menyukai main hadroh. (w.br.nq1.h7)

Kegiatan ini diisi dengan pembacaan ratib al-haddad dan maulid simt

adl-dluror, dan tidak lupa di akhir acara beliau selalu menyelipkan

nasehat-nasehat.

Acara ini dilakukan setengah bulan sekali, dimana antara desa tidak

sama waktunya, ketika peneliti sedang berkunjung ke rumah beliau, ia

dijemput oleh satu jamaah Syubbanul Muslimin untuk menghadiri acara.

Mengenai hari-harinya juga berbeda, ada yang hari sabtu, selasa dan hari

rabu, dan pelaksanaannya setelah shalat Maghrib. Selain itu, kegiatan ini

memang benar-benar difokuskan kepada para pemuda yang rata-rata di

daerah tersebut, tingkat pendidikan pemudanya masih tergolong rendah

apalagi wawasan tentang keagamaan. Tak salah bila Gus. H. Hafidzul

Hakim Noer sangat antusias dalam menggkoordinasi kegiatan ini,

sebagaimana ia katakan: “Acara ini dilakukan setengah bulan sekali, di

setiap desa tidak sama waktunya, ada yang malam sabtu, selasa, rabu dan

juga malam kamis.” (w.br.nq1.h8)

Harapan dari terlaksananya kegiatan ini adalah ingin membentuk

pemuda yang berakhlak, yang benar mencerminkan jiwa seorang muslim.

Sebagaimana beliau katakan:

Tujuan dan harapannya adalah ingin membentuk pemuda yang

berakhlak, terus terang saat ini kehilangan ayam di perkampungan

itu sudah biasa klo sudah ada orkes. (w.br.nq1.h8)

Hasil dari kegiatan seperti ini semakin hari semakin tampak,

perubahan pada para pemuda mulai terasa oleh warga sekitar. Para

pemuda mulai tidak lagi minum-minuman, dan memakai anting.

Sebagaimana penjelasan Bapak Suki Riadi yang beralamat di Dusun

Kalianyar 2 Sidodadi:

Ya, ada perubahan.. biasanya pemuda itu minum-minuman lambat

laun mulai berhenti. Pertama kali biasanya banyak pemuda yang

memakai anting, lambat laun juga mulai di lepas, gitar-gitaran juga

sudah mulai berhenti. (w.pmd.nq1.r22)

Di salah satu desa, tepatnya yaitu desa Alas Tengah, jam‟iyah ini

diikuti oleh sekitar 150 pemuda, sehingga perkumpulan ini sering dilirik

oleh para parpol politik di daerah tersebut yang ingin menggaet masa

sebanyak-banyaknya. Sebagaimana perkataan bapak Muhammad Syakur:

Dan jam‟iyahnya Gus Hafidz yang paling banyak disini, yang ikut

sekitar 150 pemuda, akhirnya sekarang beliau itu dilirik oleh orang-

orang pemerintah yang mempunyai kepentingan. (w.pmd.nq1.s18)

b. Sarwaan

Para santri yang telah duduk di jenjang Aliyah sebenarnya bukan

hanya di didik untuk memperdalam ilmu agama namun juga mereka di

ajarkan agar bisa berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Kesempatan ini

mereka lakukan dengan mengikuti kegiatan sarwaan yang bertempat di

desa sekitar. Dimulai habis Maghrib dan setelah Isya‟ mereka diharapkan

sudah berada dilokasi pondok pesantren. Sebagaimana penjelasan

koordinator:

Nekah nak-kanaen mon bedeh sarwaen, tak pleman sampek

maghrib, isya‟ harus ada di lokasi pesantren, mon aliyah bedeh

tugasan, nekah tugas keng ke sa-disah, dedih mon ka delem

pendidikan nekah dalam diniyahnya, mon neng dakwahnya nak-

kanak neguk sarween. (w.br.nq1.h1)

Ini anak-anak kalau ada sarwaan, tidak pulang sampai Maghrib,

Isya‟ harus ada di lokasi pesantren, kalau Aliyah ada tugas, tugas

ini ke desa-desa, jadi kalau dalam pendidikan ini dalam diniyahnya,

kalau dalam dakwahnya anak-anak mengikuti sarwaan.

Kegiatan ini dilakukan oleh para guru-guru madrasah diniyah cabang

yang setiap hari mereka mengemban tugas mendidik di luar pesantren.

Dua orang sampai empat orang ditugaskan untuk mengajar ke salah satu

15 madarasah diniyah cabang, namun acara ini dilakukan seminggu

sekali di setiap desa tempat mereka mengajar. Melihat dari tugas yang

diemban oleh para guru madrasah diniyah cabang, mereka ini

dipersiapkan setelah lulus, minimal memiliki keinginan untuk eksis

dalam dunia pendidikan dan juga mampu berinteraksi dengan

lingkungannya. Kegiatan ini biasanya diisi dengan tahlilan dan yasinan

akan tetapi semenjak para guru madrasah diniyah juga dilibatkan dalam

mengikuti acara, akhirnya bukan hanya tahlilan dan yasinan tapi juga

diisi dengan ceramah-ceramah agama. Pesertanya-pun berbeda-beda, ada

yang dari kalangan bapak-bapak dan ada juga dari kalangan ibu-ibu.

c. Majlis Ta‟lim al-Mar‟atus Shalihah

Acara ini dilakukan pada setiap malam selasa yang bertempat di aula

pesantren. Kebanyakan para peserta yang menghadiri dari golongan ibu-

ibu karena acara ini memang difokuskan untuk mereka. Pada awalnya

acara ini di koordinatori oleh KH. Nuruddin namun lambat laun karena

beliau sudah sepuh, akhirnya sekarang putranya yang menggantikan,

yaitu Gus. H. Hafidzul Hakim Noer.

Kegiatan ini sudah berlangsung lama, sebagaimana perkataan beliau:

Ada lagi untuk malam selasa, ada pengajian rutinan untuk kalangan

perempuan, Majlis Ta‟lim al-Mar‟atus Shalihah. Awalnya yang

ngajar adalah abah sekrang saya, pengajian ini telah berlangsung

selama 34 tahun setiap malam selasa. Dulu masih sebelum ada tv,

smua masyarakat mengikuti pengjian, jamnya setelah Isya‟ sampai

jam 10, saya koordinator sekaligus madin ini. (w.br.nq1.h6)

Kegiatan ini merupakan wadah bagi ibu-ibu yang sudah berumah

tangga, agar mereka dalam mengarungi bahtera keluarga diberikan

kepahaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban

mereka sebagai seorang istri. Tujuannya adalah agar tercipta pada diri

mereka wanita-wanita yang menjadi idaman setiap suami, yaitu menjadi

wanita-wanita shalihah dan memiliki kekuatan dalam membina rumah

tangga.

Pada awal datang ke PPNQ, peneliti tidak sengaja melewati tempat

pengajian ini, setelah melihat beberapa saat, mengamati acara yang

berlangsung, bahwa:

Acara tersebut mayoritas diikuti oleh ibu-ibu, tempatnya di AULA

samping gerbang pondok pesantren, sehingga terlihat jelas aktivitas

di dalam. Banyak juga anak-anak kecil yang ikut, sambil

mendengarkan pengajian. (o.nq.18-04-2012)

d. JTI (Jam‟iyah Taqarrub Ilallah)

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang diikuti oleh masyarakat luas,

yang datang tidak hanya dari desa sekitar tetapi sudah merambah ke luar

kota. Sangat banyak peserta yang menghadiri Jam‟iyah ini, lebih dari

1000 peserta setiap acara ini dilaksanakan. Tujuan pelaksanaan kegiatan

ini adalah mendekatkan diri kepada Allah, bersama-sama dengan seluruh

masyarakat sekitar agar Allah selalu memberikan kekuatan dan

pertolongannya dalam mengarungi kehidupan ini. Dengan keyakinan

bersama bahwa, do‟a yang dilaksanakan bersama-sama akan lebih

maqbul (diterima) oleh Allah swt.

Acara ini dikoordinatori langsung oleh Kyai Jalal, beliau merupakan

salah satu pengasuh PPNQ, acara ini dilaksanakan setiap malam senin

legi. Acara rutinan ini diisi oleh pembacaan ya hayyu ya qayyum mulai

sebelum Maghrib sampai jam 22.00 wib. Dari sekian dakwah yang

dilakukan oleh PPNQ, kegiatan ini tergolong yang paling banyak

pesertannya, minimal yang datang 600-700 orang. Sebagaimana

perkataan Gus. H. Hafidzul Hakim Noer, yaitu:

Bedeh pole se rajeh pengajian yang di asuh oleh KH Jalal, senin

manisan, namanah nekah istighatsah, paling sedikit yang hadir

sekitar 600-700 orang dan baca ya hayyu ya qayyum sebanyak

2500, mulai sebelum maghrib sampek jam 10 (malam) baru selesai.

(w.br.nq1.h9)

Ada lagi yang besar, pengajian yang di asuh oleh KH. Jalal, Senin

Legi, namanya istighatsah, paling sedikit yang hadir sekitar 600-

700 orang. Dan baca ya hayyu ya qayyum sebanyak 2500, mulai

sebelum maghrib sampek jam 10 (malam) baru selesai.

Banyaknya peserta yang hadir ini berdasarkan konsumsi yang telah

disediakan dari pihak tuan rumah. Dimana setiap ada hajatan, tuan rumah

selalu memberikan jamuan yang semestinya dan tidak pernah meminta

sumbangan dari pihak manapun. Karena merupakan tradisi Kyai Mino

ketika mengadakan sebuah acara. Hal ini menurut wawancara peneliti

dengan salah satu masyarakat, ia mengatakan:

Tiap malem senin manis (legi), daerah sini rata-rata ikut semua,

mulai dari desa Pakuniran sampai Besuki dan semua jamuan

ditanggung oleh Kyai Jalal, megikuti tradisinya Kyai Mino, kalo‟

ada acara beliau selalu membiayai sendiri. (w.pmd.nq1.r20)

Bagian konsumsi sendiri, oleh Kyai Jalal dipasrahkan kepada

putranya, yaitu Gus Ubaid. Selama pantauan Gus Ubaid dalam

menyiapkan konsumsi selalu kurang, minggu sebelumnya sudah

disediakan konsumsi, menurut penuturan beliau telah disediakan nasi +

1000 bungkus tetapi masih kurang. Acara ini bukan hanya diisi oleh

pembacaan shalawat maupun dzikir namun juga diakhir acara

memberikan tausiyah, yang kadang menghadirkan da‟i dari luar.

Sebagaimana penuturan beliau:

Setiap malem senin manis tidak pasti, cuman Saya dipasrahi sama

abah untuk menyiapkan konsumsinya meskipun ala kadarnya, se

senin manis berik nekah a bungkos 1000 korang, jamaahnya tidak

selalu pasti, acaranya setelah isya‟, istighatsah, di akhiri dengan

ceramah, ceramah nekah yang mengisi gantian, kadang dari luar.

(w.sy.nq1.u10)

Setiap malem senin manis tidak pasti, cuman Saya dipasrahi sama

abah untuk menyiapkan konsumsinya meskipun ala kadarnya, hari

senin legi kemaren membungkus (nasi) 1000 kurang, jamaahnya

tidak selalu pasti, acaranya setelah isya‟, istighatsah, di akhiri

dengan ceramah, ceramah ini yang mengisi gantian, kadang dari

luar.

Antusiasnya jamaah ini karena ada dorongan langsung dari Kyai Jalal,

dimana di sela-sela kesibukan beliau masih menyempatkan diri untuk

mengirimkan sms kepada ratusan jamaah, seminggu sebelum acara ini

dilaksanakan. Seperti perkataan anggota jamaah:

Dan Kyai sering menyempatkan sms sendiri sama orang-orang,

seminggu sebelumnya biasanya sudah di kirim, sekitar 1000 lebih

beliau sms sendiri, jadi yang ikut itu biasanya nomer hp-nya

diminta sama Kyai. (w.pmd.nq1.r20)

C. Model Pemberdayaan PPNQ

Melalui rangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam PPNQ

terhadap masyarakat sekitar desa Kalikajar dapat dikatakan telah cukup berhasil

menjalankan agenda-agenda pemberdayaan yang diprogramkan, untuk dapat

dikatakan berdaya maka terlebih dahulu dilakukan model pada masing-masing

elemen pemberdayaan. Elemen-elemen pemberdayaan yang dilaksanakan dalan

kegiatan PPNQ terdiri dari tiga hal yaitu pemberdayaan dalam bidang pendidikan,

sosial dan dakwah Islamiyah.

1. Bidang Pendidikan

Pemberdayaan dalam bidang pendidikan, PPNQ merencakan sebuah strategi

untuk mampu mengembangkan pendidikannya di luar pesantren dengan selalu

mengajak masyarakat agar berpartisipasi dalam bidang ini, khususnya peran para

alumni. Para alumni diharapkan bergerak dan menciptakan aktifitas pendidikan

sebagai wadah bagi masyarakat dalam mengembangkan diri.

Dalam hal ini, PPNQ dan para pengasuh selalu menekankan akan

pentingnya sebuah pendidikan keagamaan yang berada di luar pesantren

khususnya pada anak-anak usia dini. Para alumni yang notabene sudah lama

mondok, tentunya mereka memiliki kemampuan dalam bidang ini. Mereka di

dorong untuk membuka tempat pendidikan dan mengelolanya.

Antara pihak PPNQ kepada para pengasuh madrasah diniyah cabang

diberikan keluwasaan dalam mengatur segala bentuk kegiatan pendidikan. Mereka

diberikan kewenangan penuh untuk terlibat. Para pengasuh PPNQ serta pihak

koordinator madrasah diniyah memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam

mengembangkan pendidikan ini, terbukti dengan dibukanya program TPQ bagi

madrasah diniyah yang berada di kelas I, II, dan III. Sebelum ada rekomendasi

dari koordinator, merupakan sebuah langkah maju dan perlunya apresiasi.

Seringkali pengembangan madrasah diniyah cabang ke depannya, ide-ide yang

muncul terlahir dari para pengasuh dan para asatidz, ide ini merupakan keinginan

mereka untuk lebih meningkatkan peranannya di masyarakat sekitar.

Dalam menambah sumber daya manusia (SDM), PPNQ juga melakukan

semacam pelatihan-pelatihan untuk menambah wawasan para guru terutama guru

yang mengajar di tingkat dasar. PPNQ memfasilitasinya dengan medatangkan

pembicara dari luar, tentunya pelatihan ini berkaitan dengan dunia pendidikan.

Seperti perkataan Ust. Syakur:

Ada, biasanya diklat dan mendatangkan tenaga ahli dari pihak luar, biasanya

khusus kepada para guru tentang pendidikan anak, kemaren ada diklat

tentang manajemen pendidikan dan keuangan, nara sumbernya ini dari

sidogiri (w.pmd.nq1.s31)

Dalam tiga bulan sekali (triwulan), semua pengasuh madrasah diniyah

cabang bersama koordinator dan para asatidz mengadakan rapat mengenai

kemajuan dan membicarakan problem-problem yang dihadapi. Hubungan antara

ketiganya merupakan hubungan sebuah tim, dimana ketika ada problematika yang

muncul, mereka terus mendiskusikannya secara bersama-sama untuk dicarikan

solusinya. Jadi antara pihak koordinator dan para pengasuh madrasah diniyah

cabang saling terbuka. Sebagaimana penuturan Ust. Syakur:

Ya, malah setiap 3 bulan sekali ada rapat koordinasi seluruh cabang dari

Nurul Qadim tentang kemajuan, guru-guru semuanya dikumpulkan dengan

pengasuh dan kepalanya, tempatnya juga berpindah-pindah

(w.pmd.nq1.s15)

Senada dengan perkataan Ust. Syakur sebagai kroscek atas berlangsungnya

acara tersebut dengan koordinator madrasah diniyah cabang, bahwa pelatihan ini

memang diperuntukkan bagi para guru, agar mereka menambah wawasan dlam

bidang pendidikan. Sebagaimana perkataan beliau.. “Ada, tapi ini masih tidak

terprogram, jadi ketika sudah ada usulan baru kami mengusahakannya”

(w.ky.nq1.h21)

Amanat adalah yang paling urgen dalam menjalankan aktivitas ini, sudah

tidak diragukan lagi apalagi para pengasuh yang mayoritas adalah para alumni

PPNQ mereka akan selalu mengikuti apa yang diperintahkan dari dewan pengasuh

PPNQ maupun para dewan gawagis, tentunya ini menjadi landasan yang sangat

kuat dalam proses eksisnya sebuah pemberdayaan. Tanggungjawab dari instruksi

yang telah dikeluarkan ini bisa di evaluasi ketika rapar koordinasi dalam jangka

tiga bulan sekali. Mereka (pengasuh) selalu melaporkan mengenai perkembangan

dan masalah yang mereka hadapi.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu

orang kepada orang lain agar terjadi saling mempengaruhi. Komunikasi yang

dilakukan oleh PPNQ tidak hanya dalam forum formal seperti pertemuan pada 3

bulan sekali akan tetapi mereka juga aktif dengan cara telepon maupun sms

diantara para pengurus, baik pengurus pusat maupun yang ada di masyarakat. Hal

ini tentunya untuk memperlancar koordinasi yang ada, bilamana ada

permasalahan mengenai madrasah diniyah cabang. Apalgi ketika peneliti

wawancara dengan Gus Hafidz selaku koordinator, beliau sangat low profile

sehingga memudahkan koordinasi diantara mereka.

Dalam dunia pendidikan, kurikulum merupakan hal yang sangat urgen

dalam eksisnya sebuah pendidikan, sebagai acuan dalam aktivitas pembelajaran

yang ada di dalamnya. PPNQ dalam hal ini, memiliki kebijakan tersendiri, dimana

keberadaan madrasah diniyah cabang semuanya mengacu kepada kurikulum yang

ada di pondok atau melalui kebijakan seorang koordinator. Ketika koordinator

mengatakan A, maka seluruh jajaran dibawahnya mengikuti apa-apa yang ia

sampaikan. Sebagaimana ucapan Ust. Syakur, “Sama, emang itu pemerataan dari

pondok dan remote kontrolnya ada di Gus Hafidz, klo beliau bilang merah, ya

semuanya merah”. (w.pmd.nq1.s18)

Dari paparan tersebut, merupakan sebuah model dan proses yang dilakukan

PPNQ dalam pemberdayaan masyarakat sekitar, dimana peran serta seluruh

stakeholder sangat memungkinkan kegiatan ini akan terus berjalan dengan baik.

Bagan 4.1 Model pemberdayaan PPNQ dalam bidang pendidikan

2. Bidang sosial

Sasaran pemberdayaan sosial adalah terciptanya kondisi masyarakat yang

mampu mengidentifikasi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi dalam

komunitasnya untuk kemudian dilakukan pemecahan masalahnya sesuai dengan

potensi-potensi yang dimiliki serta dengan memanfaatkan peluang-peluang yang

mungkin didapatkan. Pelaksanaan kegiatan pembangunan tiga jembatan, 48

masjid dan penghijauan di sekitar kecamatan Paiton di lihat dari sisi praktis

memang telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dinilai mampu mengatasi

sebagian permasalahan yang selama ini dirasakan, namun untuk membangun

sebuah lingkungan komunitas agar benar-benar tertata dan menjadi komunitas

yang lebih maju maka diperlukan suatu konsep penataan yang terpadu dan

komprehensif.

Perencanaan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar yang telah

dilakukan PPNQ ini, masih terbatas pada perencanaan aksidental, belum terdapat

skenario atau konsep pembangunan jangka panjang untuk lingkungan masyarakat

sekitar, sehingga program-program kegiatan yang muncul sangat dimungkinkan

bersifat pragmatis dan tidak berkelanjutan.

Pemberdayaan

PPNQ dlm

bidang

pendidikan

Pengasuh MDC

Koordinator MDC

Asatidz MDC

MDC

Masy-

arakat

sekitar

PPNQ

Apalagi dalam model pemberdayaannya, PPNQ tidak melibatkan peran

masyarakat untuk saling bergotong royong dalam pembangunan ini. Hanya

segelintir orang yang diberi kepercayaan penuh untuk melakukannya. Hal ini bisa

dilihat, pembangunan semua itu ketika Kyai Mino masih hidup padahal dalam

proses pemberdayaan keterlibatan masyarakat sangat penting.

Penghijauan sempat bekerjasama dengan pihak pertanian setempat, PPNQ

melakukan pelatihan tentang penanaman pohon sengon dan juga ketika ada

sumbangan 1000 bibit mangga, masyarakat sekitar diajak untuk mengikuti

penyuluhan bersama pihak pertanian. Kegiatan penghijauan ini bukan fokus

utama PPNQ saat ini, melihat kebutuhan PPNQ akan sarana dan prasarana sangat

mendesak, karena semakin banyaknya santri yang mondok. Sebagaimana

perkataan Bapak Sholeh, bahwa “Pernah sekali, itu sudah lama. Tidak ada

program lagi sampai saat ini (w.pmd.nq1.sh1)”

Sebagaimana Gus Ubaid mengatakan, bahwa “Tetap dilaksanakan sampai

sekarang cuman kita tidak fokus ke sana” (w.sy.nq1.u13), hal ini mengisyaratkan

bahwa program-program pada bidang sosial belum ada perencanaan program yang

tersusun. Sebenarnya dalam program-program pembangunan yang lain,

permasalahan utama yang sering menjadi penyebab terlaksana atau tidaknya suatu

rencana kegiatan adalah permasalahan biaya. Demikian juga dalam pemberdayaan

sosial di PPNQ yang belum ada program yang tersusun dan terencana karena dana

yang ada dialihkan untuk melaksanakan program yang lain.

Program-program tidak tersusun dalam program yang berkelanjutan,

sebenanarnya program yang sudah berjalan cukup sesuai dengan kebutuhan

masyarakat, namun sebagian besar program pembangunan yang direncanakan

masih mengandalkan dana Bantuan Langsung. Masyarakat yang bersumber dari

pemerintah sebagai sumber pembiayaan utama, sehingga ditinjau dari tingkat

kemandirian bisa dikatakan kemandirian masyarakat masih kurang. Dalam

pemberdayaan lingkungan, masyarakat dituntut untuk mampu merencanakan dan

mengelola kegiatan pembangunan di lingkungannya tidak sekedar dalam hal

teknis semata namun juga mampu untuk merencanakan semua aspek dalam

pembangunan tersebut, termasuk aspek pembiayaannya. Selama ini belum ada

upaya untuk mengakses pembiayaan dari sektor swasta atau sumber pembiayaan

lainnya seperti dari lembaga donor.

3. Bidang dakwah Islamiyah

Kegiatan-kegiatan dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh PPNQ, mayoritas

terjadi secara spontanitas, artinya ketika seudah tahu agenda dilaksankannya

sebuah acara mereka akan berbondong-bondong mendatangi tempat pengajian

berlangsung. Mereka seakan-akan sudah paham dengan jadwal-jadwal pengajian

yang akan berlangsung.

Keterlibatan masyarakat dalam meramaikan acara tersebut sebagai bentuk

partisipasi berupa non-materi, sedangkan ide dan saran dari para jamaah masih

belum maksimal, karena kita ketahui bersama dengan kondisi masyarakat

pesantren, mayoritas dari mereka adalah kaum sam’an wa tha’atan.

Munculnya dakwah-dakwah ini karena peran kyai dan para putra-putranya

dalam menyelenggarakan kegiatan, dengan melihat kondisi masyarakat, mayoritas

mereka adalah kaum agraris. Dalam segi kesejahteran ekonomi mereka rata-rata

kelas menengah ke bawah, sehingga kebutuhan akan dunia akhirat, mereka akan

mengikuti apa yang diakatakan oleh kyai PPNQ.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa hubungan antara PPNQ

dengan masyarakat khususnya dalam bidang dakwah ini terjadi secara

konvensional. Karena memang kegiatan semacam ini tetap berlangsung,

adakalanya setiap minggu, setengah bulan, sampai ada dakwah yang bersifat

bulanan, seperti pengajian JTI (Jam’iyah Taqarrub Ilallah). Dan peneliti ketika

bertamu ke rumah Gus Hafidz pada waktu menjelang, dari desa setempat, beliau

dijemput oleh salah satu jamaah dengan mengendarai sepeda motor. Mereka

berangkat bersama-sama dengan berboncengan. (o.nq.17-04-2012)

Dakwah-dakwah Islamiyah ini, tidak ada lembaga yang menaunginya secara

khusus, semuanya di bawah penanganan dari koordinator pengajian sendiri-

sendiri. Seperti halnya sarwaan, bentuk kegiatannya para asatidz yang mengajar

pada madrasah diniyah cabang, mereka tidak pulang setelah melakukan aktivitas

mengajar akan tetapi menunggu sampai maghrib dan itupun bergiliran di antara

para guru tugas yang dikirimkan.

Begitu pula dengan “Syubbanul Muslimin”, Gus Hafidz selaku koordinator

langsung mengkoordinir para jamaah langsung ke lapangan. JTI (Jam’iyah

Taqarrub Ilallah) yang dikoordinatori langsung oleh KH. Jalal, malahan beliau

sendiri yang mengirimkan sms kepada ratusan jamaah setiap bulannya sebagai

sosialisasi kegiatan tersebut.

D. Langkah-langkah Pemberdayaan PPNQ

PPNQ dalam melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat baik di bidang

pendidikan, sosial dan dakwah, menempuh beberapa langkah pemberdayaan

sebagai berikut:7

1. Identifikasi masalah

Langkah ini dimaksudkan untuk melakukan identifikasi terlebih dahulu

sebelum melakukan perumusan perencanaan untuk melakukan pemberdayaan riil

terhadap masyarakat. PPNQ mengidentifikasi setiap problem yang terjadi dalam

masyarakat yang bergunan untuk mendata kebutuhan-kebutuhan apa saja yang

diinginkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di sekitar pesantren.

Parameter masyarakat yang ada di sekitar pesantren adalah masyarakat yang

tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari pesantren, yaitu bisa satu kecamatan atau

maksimal satu kabupaten dengan pesantren berada. Seperti yang diungkapkan

oleh Gus Hadi, Ketua Yayasan:

“...mengampu pesantren itu sangat berat mas, pesantren itu kan menjadi

pusat pemberdayaan di daerah sini. Kami yang dari pesantren harus berhati-

hati dalam melakukan perencanaan sebelum semuanya dilaksanakan. Seperti

pesan abah (Kyai Mino), sebagai tokoh masyarakat, kita harus lebih

mengutamakan kepentingan masyarakat. Karena pesantren ini bukan milik

saya dan keluarga tapi juga milik masyarakat, maka kami juga harus

melibatkan masyarakat dalam mengelola pesantren ini. Tidak hanya itu, apa

yang menjadi keluhan warga disekitar pesantren, yah.. seyogyanyalah kami

harus membantu mereka. Biasanya, dalam kegiatan ngaji rutin yang kami

adakan untuk warga, setelah selesai kami gunakan untuk membincang-

bincang seputar masyarakat dan desa. Disini, setiap uneg-uneg warga kita

tampung dan kita bcarakan bersama untuk kemudian dicarikan jalan

keluarnya. Semua masalah kita tampung, kita identifikasi kemudian kita

klasifikasikan, yang paling mendesak itulah yang kami dahulukan untuk

segera diselesaikan. Yah, ini bagian dari perjuangan kita untuk masyarakat.”

(w.ky.nq1.p9)

7 Dokumentasi PPNQ perencanaan pemberdayaan tahun 2010.

Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Sudiran, salah satu jama‟ah

rutinan pengajian di PPNQ. Ia membenarkan apa yang diungkapkan oleh Gus

Hadi, bahwasannya Gus Hadi itu orangnya sangat peduli dengan kepentingan

masyarakat, Ia (gus Hadi) tidak segan-segan membantu masyarakat yang datang

kepadanya untuk meminta bantuannya. Begitu juga, tradisi yang selama ini di

PPNQ, setiap selesai pengajian rutinan selalu digunakan untuk musyawarah

dengan masyarakat dan membahas setiap persoalan yang sedang dihadapi

masyarakat di daerahnya masing-masing.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa PPNQ lebih bersifat inklusif dalam

melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat. Menurut Gus Hadi, karena

jama‟ah yang ikut pengajian tidak hanya berasal dari satu desa atau daerah saja,

maka sewaktu bermusyawarah dengan masyarakat Gus Hadi menggunakan

beberapa langkah-langkah, yaitu:

Pemetaan wilayah pengabdian

Pemetaan wilayah bertujuan untuk mempermudah wilayah jangkauan

pesantren dalam melakukan pengabdian dan pemberdayaan terhadap

masyarakat agar prinsip efektifitas dan efesiensi terpenuhi mengingat

SDM yang dimiliki oleh pesantren terbatas.

“...SDM di PPNQ sangat terbatas mas, jadi kami harus melakukan

pemetaan wilayah terlebih dahulu, karena tidak mungkin kami

melayani seluruh wilayah yang ada disekitar pesantren ini. Yang kami

lakukan terhahadp masyarakat sifatnya hanya stimulus, kemudian

untuk menindaklanjuti membutuhkan swadaya masyarakat...”

(w.ky.nq1.h22)

Mengklasifikasi kebutuhan (Need clasification)

Sebelum pesantren terjun ke masyarakat untuk melakukan kegiatan

pemberdayaan, maka pesantren perlu untuk mengidentifikasi dan

mengklasifikasikan hal-hal yang paling krusial dan urgen dibutuhkan

oleh masyarakat.

“Menurut beberapa stakeholder pesantren adalah yang paling banyak

dibutuhkan masyarakat adalah pengetahuan tentang keagamaan,

mengingat masyarakat yang putra/putrinya sekolah di lembaga

pendidikan formal hanya mendapatkan pengetahuan keagamaan

sangat minim sehingga mereka yang sekolah di lembaga formal hanya

tahu sedikit tentang masalah-masalah furudhul ainiyyah, meskipun

mereka sekolah di madrasah formal yang nota bene lembaga

pendidikan Islami.” (w.pmd.nq1.sh7)

Dengan demikian kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan

keagamaan yang lebih mendalam menjadi dasar pertimbangan bagi

pesantren untuk merumuskan kegiatan pemberdayaan apa yang sesuai

dengan dasar kebutuhan masyarakat tersebut dan tentunya yang relevan

dengan lingkungan dimana masyarakat tinggal. Selain persoalan

pendidikan, aspek sosial adalah hal-hal yang berkaitan dengan fasilitas

atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat sedangkan

sarana itu masih belum tersedia dalam lingkungan masyarakat tersebut,

seperti pembangunan jembatan yang pernah dilakukan oleh pengasuh

bersama masyarakat dengan melibatkan pesantren dan masyarakat secara

aktif. Untuk membangun jembatan tersebut, karena jembatan itu satu-

satunya media untuk menghubungkan beberapa desa yang dipisahkan

oleh sungai, sehingga untuk menghubungkannya diperlukan sarana

jembatan guna meningkatkan mobilitas masyarakat secara makro yaitu

desa kalikajar, alas tengah dan desa sumberan (somberan dalam bahasa

madura). Selain aspek pendidikan dan sosial adalah aspek dakwah, hal

ini menjadi penting karena fenomena minimnya pemahaman masyarakat

dalam bidang keagamaan menuntut pesantren untuk melakukan dakwah

islamiyyah kepada masyarakat guna meningkatkan pemahan masyarakat

dalam bidang keagamaan.8

Individual problem, communnity dan masyarakat yang akan dihadapi.

Agar kegiatan pemberdayaan yang dilakukan pesantren tepat sasaran,

maka PPNQ juga perlu melakukan identifikasi persoalan-persoalan yang

dihadapi masyarakat baik secara personal, kelompok maupun masyarakat

secara umum.

Sejarah perkembangan wilayah

Pesantren perlu mengetahui sejarah wilayah yang akan dijadikan

sebagai tempat kegiatan pemberdayaan, karena setiap wilayah memiliki

sejarah dan akar kebudayaan yang berbeda-beda. Agar kegiatan

8 Dokumentasi PPNQ perencanaan pemberdayaan tahun 2010.

pemberdayaan lebih akomodatif terhadap budaya setempat dengan tidak

mengalienasi kearifan lokal, maka pesantren perlu melakukan telaah

terlebih dahulu terhadap wilayah pengabdian dan pemberdayaan.

Field observation

sebelum melakukan pemberdayaan, pesantren perlu melakukan

observasi lapangan terlebih dahulu agar ketika terjun dalam masyarakat,

pesantren sudah faham terhadap lokasi beserta kompenen-kompenen di

dalamnya yang akan dijadikan sebagai tempat pemberdayaan.

2. Menemukan potensi

Potensi yang dimiliki masyarakat merupakan sistem sumber yang dapat

dikelola secara maksimal guna mengatasi permasalahan sosial baik di masyarakat

pesantren sendiri maupun masyarakat di luar pesantren. PPNQ telah melibatkan

masyarakat yang diangggap memiliki potensi untuk di ajak bersama-sama

melakukan pengabdian dan pemberdayaan terhadap masyarakat guna

meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Salah satu pemberdayaan

masyarakat yang memiliki potensi baik di bidangnya dan dilibatkan dalam

beberapa aspek: aspek pendidikan; masyarakat yang teridentifikasi memiliki ilmu

kegamaan yang baik di ajak bersama-sama mengajar di pesantren. Untuk aspek

sosial; bila dalam sebuah masyarakat ada yang menjadi insinyur yang ekspect

dibidangnya maka akan diajak oleh pesantren untuk membangun desa lewat

pengelolaan tanah pertanian yang belum tergarap, sedangkan dananya selain dari

pesantren juga berasal dari swadaya masyarakat. Adapun potensi-potensi yang

diidentifikasi dapat berupa:9

Potensi akademik dari setiap anggota masyarakat

Sarana dan prasarana serta berbagai jenis layanan umum yang dapat

digunakan untuk melakukan pemberdayaan oleh pesantren

Sistem nilai masyarakat

Kegiatan-kegiatan rutinitas yang dimiliki oleh warga

3. Menganalisis masalah dan potensi.

Mengkaji berbagai masalah, penyebab, hubungan kausalitas, faktor

pendukung maupun penghambat. Kemudian mengkaji kemungkinan potensi yang

9 Dokumentasi PPNQ perencanaan pemberdayaan tahun 2010.

ada dan dapat dijadikan sebagai media untuk memecahkan masalah merupakan

hal urgen yang perlu dilakukan oleh pesantren sebelum melakukan pemberdayaan.

“PPNQ mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk diajak

musyawarah bersama guna mengkaji setiap persoalan yang dihadapi

oleh masyarakat. Langkah ini penting diambil oleh PPNQ agar setiap

kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh PPNQ berdasarkan dari

hasil analisis persoalan, sehingga kegiatan yang dilakukan PPNQ

sesuai dengan apa yang dinginkan oleh masyarakat.” (w.sy.nq1.u21)

PPNQ juga melakukan anlisis terhadap peluang-peluang potensi yang

sekiranya dapat dimanfaatkan guna efektifitas dan efesiensi kegiatan

pemberdayaan pesantren kepada masyarakat.

4. Memilih solusi pemecahan masalah

Langkah keempat ini merupakan upaya PPNQ untuk mencari problem

solving setiap persolan yang dihadapi oleh masyarakat. PPNQ menganggap

penting langkah ini karena dapat mencegah timbulnya masalah lebih jauh,

memobilisasi sistem sumber dan potensi, menentukan alternatif pemecahan

masalah dan pertemuan masyarakat untuk menentukan skenario tindakan yang

dilakukan anatara pesantren dengan masyarakat.

Adapun upaya-upaya kongkrit yang dilakuan oleh PPNQ dalam melakukan

problem solving adalah sebagai berikut:

1. Bidang pendidikan

Penyusunan konsep tentang kegiatan madrasah diniyah cabang tersebut

dari orang-orang yang ahli dalam bidang masing-masing, dimana

pemberdayaan dalam pendidikan ini, konseptornya terdiri dari para alumni

dan juga para pengurus PPNQ. Dalam hal ini, perumusan madrasah diniyah

cabang dilakukan oleh orang-orang yang sudah kompeten dalam bidangnya,

sebagaimana penuturan Gus Hafidz, bahwa “Ya ketika mo membuat,

ngumpulkan guru-guru, di ajak memikirkan bareng-bareng, bagaimana

format ke depan” (w.ky.nq1.h21), sehingga mereka di ajak memikirkan

bersama, bagaimana langkah-langkah yang tepat dalam menjalankannya.

Sejauh ini, ketika peneliti mengamati bahwa keberadaan masyarakat

bukan lagi dijadikan objek akan tetapi menjadi subyek yang sama-sama

menyukseskan keberadaan pendidikan ini, mereka ikut terlibat dalam

mengambil keputusan yang di adakan rapat setiap akhirus sanah (akhir

tahun). (o.ds1.10-06-2012) biasanya para pengasuh madrasah diniyah

cabang sebelum mengadakan acara “haflatul imtihan” mereka di ajak

kumpul-kumpul.

2. Bidang sosial

Dalam hubungan kerja dengan masyarakat, umumnya kegiatan-kegiatan

yang dilakukan PPNQ dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat,

selama ini cenderung bersifat insidentil berdasarkan kebutuhan.

Adapun upaya-upaya riil yang dilakukan pesantren dalam bidang sosial

adalah dengan membangun masjid, jembatan, dan penghijauan.

“masalah penghijauan sudah ada sejak dulu cuman tidak

mengikut sertakan masyarakat secara umum tapi hanya orang-

orang tertentu, mali dulu embah ini menanam pohon kelapa dari

jalan di utara, emang tujuannya adalah penghijauan dan

alhamdulillah, tahun berapa gitu juara I untuk tingkat Jawa

Timur untuk penghijauan, untuk tingkat nasional kalah dengan

luar jawa, tapi sempat mewakili Jawa Timur”. (w.sy.nq1.u12)

3. Bidang dakwah Islamiyah

Para koordinator langsung berkomunikasi dengan masyarakat sebagai

bentuk sosialisasi mereka, sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya.

Bahwa keberadaan jamaah hanya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh

PPNQ, ketika mereka melihat bahwa kegiatan tersebut bernilai manfaat,

maka mereka ikut.

Dalam tradisi pesantren, masyarakat yang ada disekitarnya diajak agar

mereka juga ikut memberikan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan dakwah.

Tidak ada sesuatu yang terorganisasi dengan baik, hanya saja dalam setiap

kegiatan masyarakat diberikan pemahaman bahwa kegiatan ini tidak lain

adalah untuk kepentingan mereka sendiri.

Dalam perencanaan sebuah kegiatan, bahwa kegiatan ini akan diikuti

oleh masyarakat, dan terus akan berkembang, sebenarnya dalam setiap

gerakan dakwah yang dilakukan, sepanjang pengamatan peneliti tidak ada

kiat-kiat yang dilakukan oleh PPNQ, mereka hanya berkeyakinan bahwa

dalam dakwah ini, banyak tidaknya jam‟iyah itu bukan ukuran namun yang

lebih penting mereka tetap eksis dalam mengikuti kegiatan ini. (o.ds1.10-

06-2012)

Dari beberapa langkah di atas, PPNQ menggunakan pendekatan aspiratif,

akomodatif dan eksekusi. Artinya, tabulasi data problem masyarakat didapatkan

dengan mendengar langsung keluhan-keluhan dan keinginan-keinginan

masyarakat yang direpresentasikan melalui tokoh-tokoh masyarakat yang datang

kepada Kyai dengan mengutarakan setiap persoalan yang dihadapi oleh

masyarakat. Kemudian, pesantren; kyai menampung setiap keluhan dan

diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh masing-

masing komunitas warga di suatu daerah, setelah itu kyai bersama dengan

pengurus pesantren dan warga mencari jalan keluar dari setiap masalah dan

melakukan aksi untuk mengatasi setiap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat

pesantren atau di luar pesantren.

Bagan 4.2 Langkah-langkah pemberdayaan PPNQ

PPNQ Masyarakat

Kegiatan Pemberdayaan

Pendidikan sosial Dakwah Islamiyah

- Identifikasi masalah - Menemukan potensi - Menganalisis masalah

potensi - Memilih problem

solving

Pendekatan:

- Aspiratif - Akomodatif - Eksekusi

Memiliki 15 madrasah diniyah cabang di sekitar kec. Paiton

1. Membangun 48 masjid

2. Membangun 3 jembatan

3. Penghijauan

1. Syubbanul Muslimin

2. Sarwaan 3. Majlis Ta’lim

al-Mar’atus Shalihah

4. JTI (Jam’iyah Taqarrub Ilallah)

BAB V

DISKUSI HASIL PENELITIAN

Pada bab IV telah dipaparkan data dan temuan penelitian tentang

pemberdayaan PPNQ melalui tiga bidang. Pada bab V ini akan dilakukan diskusi

hasil penelitian terhadap temuan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

untuk diketahui relevansinya dengan teori-teori yang berkembang dan

kemungkinannya untuk diterapkan dalam pengembangan PPNQ di masa

mendatang.

Pembahasan dalam bab ini, akan dilakukan secara berurutan berdasarkan

fokus penelitian, yaitu: 1) dalam bidang pendidikan, 2) dalam bidang sosial, dan

3) dalam bidang dakwah Islamiyah.

A. Pemberdayaan PPNQ Bidang Pendidikan

Dari model pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak PPNQ ini, telah

memenuhi model-model pemberdayaan yang ada, dimana pihak PPNQ telah

melakukan upaya-upaya, yaitu:

Pertama, PPNQ mendelegasikan dan melibatkan peran pengasuh dan

asatidz dalam pendidikan ini, sehingga memberikan kesempatan kepada mereka

untuk mengidentifikasi masalah yang sedang berkembang.

Kedua, PPNQ telah membangun kepercayaan yang sangat kuat diantara para

penagasuh madrasah diniyah cabang dan para asatidz yang bertugas mendidik,

mereka juga ikut berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan di setiap rapat tiga

bulan sekali.

Ketiga, antara pihak PPNQ dengan para pengasuh madarsah diniyah cabang

telah memberikan ide dan saran untuk kemajuan madrasah diniyah cabang, hal ini

termasuk rasa percaya diantara kedua belah pihak.

Keempat, terjadinya partner dalam bekerja, baik pihak PPNQ dan dewan

pengasuh.

Kelima, memberikan bantuan kepada para pengasuh dalam menjalankan

aktivitasnya yang sifatnya adalah non-materill, artinya mereka saling bertukar

saran dan bantuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi

Keenam, adanya komunikasi yang aktif diantara mereka, sehingga tercipta

berupa kesempatan untuk cross-training.

Dari paparan enam item sebelumnya, bahwa kegiatan pemberdayaan yang

dilakukan oleh PPNQ telah sejalan dengan model pemberdayaan teorinya Sharafat

Khan, ia mengatakan bahwa, model pemberdayan masyarakat guna menjamin

keberhasilan, terdiri dari: desire, trust, confident, credibility, accountability, dan

communication. Bila di gambarkan berbentuk:

Pendidikan dalam konteks transformasi sosial berorentasi pada

pengembangan dan pemberdayaan manusia secara utuh dan holistik. Oleh karena

berbagai persoalan kemiskinan dan keterbelakangan sebagai akibat dari sistem

pendidikan yang ada saat ini. Untuk membantu memberdayakan mereka saat ini,

PPNQ melalui kiprahnya dalam bidang pendidikan keagamaan yang ada di

beberapa desa saat ini dengan nama “Madrasah Diniyah Cabang”. Dengan

demikian langkah strategis adalah menciptakan proses belajar yang otonom yang

memberikan ruang dan kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi diri mereka

sendiri.

Istilah pemberdayaan masyarakat dalam dunia pendidikan pada hakikatnya

merupakan pelibatan masyarakat itu sendiri.1 Itu semua berkenaan dengan kineja

stakeholders. Dalam paparan data di atas ditemukan bagaimana para pengasuh

madrasah diniyah cabang dalam menyiapkan segala kebutuhannya. Tak jarang

mereka banyak meluangkan waktunya terhadap eksisnya madrasah diniyah

cabang ini dengan semangat perjuangan dan pengabdian kepada sosok/tokoh yang

menjadi panutan menjadi sebuah motivasi dalam menjalani rutinitas ini.

Kepercayaan pada “barokah” dari seorang guru yang disegani menjadi landasan

bagi mereka untuk selalu aktif dalam perjuangan. Sebagaimana perkataan

Abdurrahman Wahid; “para santri menerima kepemimpinan kiainya karena

mereka mempercayai konsep “barokah” yang berdasarkan pada “doktrin

1 Maisyaroh (dalam Ali Imron, dkk), Manajemen Pendidikan Malang, (Malang: Universitas

Negeri Malang, 2003), hlm 122

Desire Trust Confident

Communicatio

n Accountability Credibility

emanasi” dari para sufi”.2 Nilai inilah yang dibangun pada setiap pesantren yang

membedakan dengan institusi pendidikan pada umumnya.

Sebagaimana perkataan salah satu pengasuh maupun koordinator madrasah

diniyah cabang, bahwa banyak anak-anak yang setelah lulus madrasah diniyah ini

melanjutkan jenjang pendidikannya dengan mondok di PPNQ dan lebih

mendalami pelajaran agama. Sebenanya hal ini bukanlah suatu fenomena yang

mengherankan karena sebelumnya telah diprediksi oleh seorang filosof dan

sekaligus negarawan Perancis, Andre Malaux, pernah meramalkan bahwa:

Tahun dua ribuan ke atas meupakan abad agama. Manusia tidak bakal

survive ketika itu, apabila nilai-nilai agama tidak diaktualisasikan kembali

dalam setiap langkah kehidupan. Dalam banyak kawasan dunia belakangan

ini, terlihat jelas bahwa intensitas keberagamaan masyarakat semakin tinggi.

Gejala tersebut, antara lain merupakan reaksi terhadap paham materealisme

yang eksklusif dari sebagian besar ideologi sekuler yang bersaing pada abad

ke-20 yang lalu. Kecenderungan semacam itu, sekaligus juga merupakan

reaksi balik dari berkembangnya developmentalisme,3yang ternyata tidak

sepenuhnya berhasil membahagiakan umat manusia dalam arti yang luas

dan seutuhnya.4

Dalam salah satu amanat Kyai Mino yang disampaikan oleh Gus Ubaid

bahwa adanya pendidikan ini untuk memfasilitasi masyarakat yang tidak mampu

agar mereka juga bisa menimba ilmu sebagaimana yang lain. Masyarakat sekitar

PPNQ mayoritas adalah buruh tani, mereka hanya mendapatkan upah minimum

yang hanya habis untuk makan sehari-harinya, belum memenuhi kebutuhan yang

lain apalagi dalam menyekolahkan anak-anak mereka. Sebenarnya dalam masalah

pendidikan, bagi masyarakat yang tidak mampu sebenarnya harus ditanggung oleh

negara namun realitanya berbeda, kesenjangan pendidikan semakin jauh antara si

kaya dengan si miskin. Padahal di negara ini sering terdengar program “Education

For All” “Ayo Sekolah”, dan sederat program yang lain. sejalan dengan pemikiran

di atas, bahwa:

Sedangkan di Indonesia misalnya, permasalahannya terletak pada

ketidakadilan dalam memperoleh akses pendidikan, antara si kaya dan si

miskin. Hal ini terlihat jelas, bahwa biaya menyekolahkan anak dalam

2 Abdurrahman Wahid. Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (LKiS, Yogyakarta;

2001), hlm 234 3 Sudjatmoko, Masa Depan Manusia: Antara Transendensi dan Histori, dalam Majalah

Panji Masyarakat, No. 543, Jakarta: edisi 21 Juni, 1987, hlm 45 4 Imam Bawani, Achmad Zaini, dkk, Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh

Pabrik Berbasis Pendidikan Pesantren, (LKiS, Yogyakarta; 2011), hlm 298-299

sistem pendidikan formal, bagi orang kaya maupun miskin relatif sama

(seperti di sekolah-sekolah negeri). Penyebabnya adalah sekolah-sekolah

negeri yang lebih kurang 90% pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah

justru banyak diduduki oleh anak-anak orang berada maupun kelas

menengah. Di sisi lain, anak-anak dari kelompok masyarakat miskin (yang

dikarenakan minimnya potensi akademis) harus rela mengenyam pendidikan

di sekolah-sekolah swasta, yang 90% pembiayaannya dipikul oleh mereka

sendiri.5

Amanat yang kedua dari Kyai Mino dengan mendirikan Madrasah Diniyah

Cabang ini untuk mengisi kekosongan pendidikan agama. Pelajaran PAI ini

dirasakan sangat kurang sekali, sebagaimana dikatakan oleh Ust Suki Riady,

sebagai Komite Sekolah, bahwa jam pelajaran agama hanya 1-2 jam setiap

minggunya. Oleh karenanya, peran Madrasah Diniyah Cabang ini sangatlah vital

dalam tingkat pendidikan dasar dan menengah. Agar generasi kita kedepan

mampu menjadi orang yang beriman, bertaqwa dan memiliki akhlak yang mulia.

Sehingga berdirinya Madrasah Diniyah Cabang ini selaras dengan tujuan

pendidikan nasional, yaitu UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3

menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak

mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-

undang." Kalu kita kaji secara mendalam, maka kita akan melihat bahwa rumusan

tujuan pendidikan nasional tersebut sebenarnya ada relevansinya dengan

pendidikan diniyah ini karena di dalamnya terdapat poin-poin yang sama, yaitu:

1. Membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

2. Berbudi pekerti luhur dan berkepribadian

3. Disiplin dan bertanggung jawab

4. Berilmu pengetahuan

5. Sehat jasmani dan rohani

Pemberdayaan dalam bidang pendidikan ini, PPNQ memberikan tanggung

jawab dan wewenang seluas-luasnya kepada para pengasuh dan para guru dalam

mengelola madrasah diniyah masing-masing, kemudian mengandung penciptaan

kondisi saling percaya antara keduanya, serta mengandung adanya employee

5 Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, (LKiS, Yogyakarta; 2011), hlm 326

involvement yaitu melibatkan seluruh para guru dan pengasuh dalam pengambilan

keputusan. Berkenaan dengan ini, Maisyaroh mengatakan dalam “Manajemen

Pendidikan”, bahwa keterlibatan masyarakat dalam bidang pendidikan merupakan

upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan bidang pendidikan oleh

satuan pendidikan, yang berarti mengikutsertakan masyarakat dalam perencanaan

(planning), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan serta evaluasi pendidikan

(monitoring and evaluating).6 Kegiatan ini sudah dilakukan antara tiga pihak,

yaitu pertemuan oleh para guru/asatidz, para pengasuh madrasah diniyah cabang,

dan para pengurus PPNQ, mereka mengagendakan pertemuan untuk

membicarakan kemajuan maupun kekurangan madrasah diniyah cabang dalam

setiap tiga bulan sekali.

Hal ini membutuhkan komitmen oleh beberapa pihak karena merupakan

suatu proses yang tidak mudah digapai, sebagaimana yang diungkapkan oleh

Ricard A. Gorton, bahwa pelibatan masyarakat yang efektif merupakan tujuan

yang tidak mudah dicapai.7 Pemberian pengetahuan dalam bentuk pengarahan-

pengarahan, pelatihan-pelatihan serta usaha memfasilitasi masyarakat sesuai

dengan kebutuhan dalam wadah organisasi akan berdampak positif bagi lembaga.

Darinya akan muncul respon-respon, serta dukungan-dukungan yang positif pula

dari masyarakat terhadap lembaga. Pada tahapan selanjutnya terjadi komunikasi,

terserapnya aspirasi dan muncullah persamaan persepsi antara kedua belah pihak

yang pada akhirnya dapat menjamin mutu pendidikan atas dasar kesesuaian

layanan lembaga dengan kebutuhan masyarakat.

B. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Sosial

Dalam model-model pemberdayaan yang telah dilakukan, PPNQ tidak

secara khusus menprogramkan dan menjadi tujuan pokok saat ini, sehingga apa

yang terjadi dari program yang telah berjalan adalah bentuk partisipasi kepada

masyarakat sekitar. PPNQ hanya bertindak sebagai penyelengara dalam beberpa

6 Ali Imron dkk. Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hlm

122 7 Ricard A. Gorton, School Administration, (Dubuque Lowa, Wm. C. Brown Company

Publishers; 1977), hlm 362

kegiatan yang terjadi. Artinya pihak PPNQ hanya menjadi partner masyarakat

dalam setiap kegiatan sosial ini dilakukan.

PPNQ telah lama melakukan pemberdayaan di bidang sosial ini, seperti

yang telah di uraikan dalam bab sebelumnya, bahwa itu merupakan kebutuhan

masyarakat. Hal sejalan dengan ungkapan bahwa “Tujuan pemberdayaan

seyogyanya didasarkan pada kebutuhan riil (real-needs) masyarakat dan bukan

hanya sekedar kebutuhan yang dirasakan (felt-need). Idealnya kebutuhan yang

dirasakan masyarakat adalah kebutuhan riilnya. Oleh karena itu, siapapun pelaku

pemberdayaan semestinya mampu mengenali dengan baik kebutuhan riil

masyarakat dan secara dialogis dikomunikasikan sedemikian rupa dengan

masyarakat sehingga menjadi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat”. PPNQ

melakukannya dengan membangun beberapa masjid dan jembatan yang

merupakan kebutuhan mendesak pada saat itu.

Sejalan dengan pemikiran di atas, bahwa Pesantren dengan karakteristik

kemandirian dan indepedensi kepemimpinannya tetap memiliki beberapa fungsi,

yaitu: 1). Sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transformasi ilmu

pengetahuan agama (Islam) dan nilai-nilai ke-islam-an (Islamic values), 2).

Sebagai lembaga keagamaan yang melakukan control social (social control), dan

3). Sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social

engineering).8

Dikuatkan oleh pendapat Qomar, mengemukakan bahwa pesantren terlibat

aktif dalam mobilisasi pembangunan masyarakat desa, sehingga komunitas

pesantren terlatih melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat

yang menyebabkan terjalinnya hubungan yang harmonis antara santri dan

masyarakat, antara kiai dan kepala desa. Ma‟sum mengemukakan 3 (tiga) fungsi

utama pesantren, yaitu: fungsi religius (diniyah), fungsi sosial (ijtimaiyah), dan

fungsi pendidikan (tarbawiyah).9

Fungsi sosial pesantren adalah melakukan upaya-upaya riil dalam kegiatan

pemberdayaan untuk mengentaskan masyarakat dari keterpurukan sosial karena

8 Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Ditjen Kelembagaan Agama

Islam Departemen Agama RI, Pedoman Pengembangan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Tahun 2004-2009, (Jakarta: 2004), Hlm 8 9 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi, (Jakarta: Erlangga, th) hlm 23

banyaknya problematika yang dihadapi. Sedangkan upaya riil PPNQ dalam

mencari problem solving berangkat dari inisiatif pesantren sendiri setelah melihat

dan mendengar keluhan-keluhan yang dihadapi oleh masyarakat di sekitar

pesantren. Kyai, dalam hal mencari problem solving masyarakat masih dominan

peranannya. Karena masyarakat masih berasumsi bahwa kyai tidak hanya sebagai

tokoh agama saja yang mengajarkan ilmu agama pada santri dan masyarakat,

namun lebih dari itu, sosok kyai yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan

juga mampu mencari jalan keluar problematika masyarakat.

C. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Dakwah Islamiyah

Dalam pemberdayaan dalam bidang dakwah Islamiyah ini, PPNQ memiliki

beberapa kegiatan kegamaan, sebagaimana paparan dalam bab IV di atas. Yaitu

kegiatan Subbanul Muslimin, Sarwaan, Majlis Ta’lim al-Mar’atus Shalihah, dan

JTI (Jam’iyah Taqarrub Ilallah). Beragamnya kegiatan mulai dari segmen yang

muda, para ibu-ibu, dan juga untuk kalangan umum, menandakan banyaknya

problematika kehidupan yang dihadapi masyarakat sekitar saat ini, mulai dari

himpitan kemiskinan, kurangnya peluang kerja, pendidikan yang mahal dan

sebagainya. Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan semacam ini, paling tidak

mereka (masyarakat) mendapatkan pencerahan dan memperoleh pemecahan yang

tepat, maka agamalah jawabannya. Karena menurut Abdurrahman Wahid, agama

memiliki sasaran ideal bagi kehidupan manusia, sasaran yang mana dibentuk oleh

pandangan dunia dan etos pengabdian yang berkembang dalam hidup keagamaan

para penganutnya. Keyakinan agama memberikan bekas yang seringkali amat

mendalam, sehingga mamapu mengontrol dan memberi arah terhadap perilaku

seseorang, untuk senantiasa berpegang teguh padanya di tengah kehidupan yang

terkadang sulit dan terus mengalami perubahan.10

Keyakinan agama, pada

gilirannya melahirkan institusi keagamaan yang tumbuh dan berkembang di

kalangan penganutnya. Lembaga itu menciptakan dalam dirinya mekanisme untuk

menangani berbagai masalah kehidupan dari sudut pandang keagamaan, misalnya

dengan menyusun program peningkatan kualitas umat dibidang pendidikan,

10

Abdurrahman Wahid, Muslim di Tengah Pergumulan, (Jakarta, Lappenas; 1981), hlm 6

pelayanan sosial, dan lain sebagainya.11

Probelamatika sosial inilah yang menjadi

lantaran sebagian masyarakat untuk selalu kembali kepada rutinitas keagamaan

dan PPNQ mampu berperan lebih dalam hal ini. Tentunya ini semua bukan

sekedar melaksanakan kegiatan tapi ada nilai-nilai yang dibangun, kemurnian dan

keihklasan dalam setiap segmennya.

Jika dihubungkan dengan pemikiran al-Jabiri, sebagaimana terhimpun

dalam teori “Post Tradisionalisme Islam”, kehadiran dakwah Islamiyah yang

dilakukan oleh PPNQ dapat dijelaskan sebagai wujud pergulatan antara nilai-nilai

religius masa lalu yang terwadahi dan dibungkus oleh tradisi keislaman yang

dipegang teguh kalangan santri negeri ini di satu pihak, dengan tuntutan hidup

masyarakat era modern yang semakin membutuhkan jasa dan sangat dipengaruhi

oleh dunia industrialisasi di pihak lain, sebagai upaya mencari dan merumuskan

pijakan yang kokoh, guna membangun kehidupan baru, yang diyakini sebagai

ideal di masa depan.12

Simpul pemahaman seperti ini, di dasarkan pada fakta-fakta

yang diperoleh melalui pengamatan empiris secara cermat di lapangan, kemudian

dilakukan refleksi atau perenungan logis dan sistematis, untuk merumuskan

makna teoritis yang terkandung di dalamnya.

Jika hendak di tuturkan dalam sebuah alur pikir yang agak rinci, maka fokus

permasalahannya tetap saja kembali pada hubungan Islam dengan modernitas.

Dalam kaitan ini, Islam diposisikan sebagai pihak yang tengah menghadapi

tantangan mengingat bergulirnya era modern ini, yang terjadi adalah munculnya

kesadaran tentang betapa penting program-program (dakwah Islamiyah) tersebut

untuk meningkatkan nilai-nilai religiuitas tetapi bersamaan dengan itu, ia tidak

rela jika dengan deru era modern ini menimbulkan kehancuran agama dan moral,

baik dikalangan mereka yang langsung berperan maupun pada masyarakat sekitar

atau bahkan mencakup lingkungan yang lebih luas. Jadi persoalannya adalah

bagaimana Islam tetap eksis di tengah derap era modern dan sebaliknya tidak

menimbulkan malapetaka dalam hal religiusitas dan moralitas masyarakat, kaum

muslimin pada khususnya.

11

Nurcholish Madjid, Islam: Kemodernan dan Keindonesiaan, (Mizan, Bandung; 1993),

hlm 124 12

Muhammad Abid al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, ter. Ahmad Baso, (LKiS,

Yogyakarta; 2000), hlm 195-196

Dalam perspektif teori “Post Tradisionalisme Islam”, proses industrialisasi

yang sedang bergerak cepat sekarang ini, sesungguhnya mengandung dan

menimbulkan banyak masalah, disamping segi manfaatnya. Permasalahan itu

hanya mungkin di atasi secara tuntas, manakala ada upaya untuk menghadirkan

kembali nilai-nilai dan tradsisi Islam masa lalu yang benar-benar masih orisinal,

belum terkontaminasi oleh dampak negatif industrialisasi sebagaimana yang kini

tengah berjalan, sebagai upaya meletakkan dasar berpijak yang kokoh, untuk

membangun idealitas masa depan yang lebih baik. Jadi, orisinalitas nilai-nilai dan

tradisi Islam masa lalu itu dihadirkan kembali ke panggung sejarah kehidupan

masa kini, bukan sekedar dalam fungsinya sebagai alat untuk memberikan kritik

terhadap penyimpangan tata kehidupan yang ada karena pengaruh modernitas,

melainkan sekaligus juga sebagai peletak pondasi yang kokoh untuk membangun

batu loncatan guna merancang idealitas masa depan sesuai apa yang di cita-

citakan oleh ajaran Islam.13

D. Model pemberdayaan PPNQ terhadap masyarakat

1. Model Pemberdayaan

Pondok Pesantren Nurul Qodim sebagai pondok pesantren yang peduli

terhadap kepentingan masyarakat sekitar memiliki manajemen yang bagus dalam

melaksanakan planning yang telah diagendakan bersama dengan masarakat.

Dalam melaksanakan setiap agenda, PPNQ membutuhkan strategi dan langkah-

langkah yang akan diambil dan dijadikan sebagai model dalam pemberdayaan

pesantren terhadap masyarakat.

Seperti yang diungkapkan oleh Gus Hadi sebagai ketua yayasan PPNQ

yang berwenang dalam mengatur seluruh ritme kegatan di pondok pesantren,

mulai dari aspek pendidikan di pesantren dan di luar pesantren, dakwah

Islamiyyah dan aspek sosial kemasyarakatan, menggunakan beberapa langkah-

langkah strategis, yaitu seperti yang tertera pada bagan di bawah ini:14

Bagan 5.1, Langkah-langkah pemberdayaan yang dilakukan PPNQ

13

Ibid, hlm 196-197 14

Dokumentasi PPNQ perencanaan pemberdayaan tahun 2010

PPNQ Masyarakat

- Identifikasi masalah - Menemukan potensi - Menganalisis masalah

potensi - Memilih problem

solving

Pendekatan:

- Aspiratif - Akomodatif - Eksekusi

Dari paparan data di atas, maka model pemberdayaan PPNQ tersebut

mengikuti model yang dikembangkan oleh Suhendra dengan menggunakan

Metode Partisipatory Assesment (MPA).

Sebenarnya metode ini oleh K. Suhendra dipakai untuk menganilisis peran

birokrasi terhadap masyarakat, akan tetapi, karena yang dilakukan oleh Pesantren

Nurul Qodim yang pada saat itu di pimpin oleh sosok kyai yang dikenal dengan

sebutan kyai Mino sesuai dengan metode yang digagas oleh K. Suhendra, menurut

hemat peneliti, maka langkah-langkah kegiatan pemberdayaan yang dilakukan

oleh Pesantren Nurul Qodim dapat diistilahkan dengan menggunakan Metode

Partisipatory Assesment (MPA).

Menurut Suhendra, Metoda Partisipatory Assesment (MPA) terdiri atas

empat langkah, yaitu:15

Langkah pertama: Menemukan Masalah. Langkah ini dimaksudkan agar

masyarakat mengidentifikasi kondisi, situasi dan mas a l a h sosial di sekitar

masyarakat setempat. Adapun langkah pertama ini meliputi:

1) Pemetaan wilayah dan akses kepemilikan;

2) Klasifikasi kesejahteraan;

3) Masalah individu, kelompok dan masyarakat yang dihadapi;

4) Sejarah perkembangan wilayah;

5) Observasi lapangan.

Langkah kedua: Menemukan Potensi. Potensi yang dimiliki masyarakat ini

merupakan sistem sumber yang dapat dikelola secara optimal guna mengatasi

permasalahan sosial maupun pengembangan masyarakat setempat. Potensi

dapat berupa:

a) Potensi rumah tangga setiap keluarga;

15

K. suhendra, Peran Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta,

2006), hlm 109-110

b) Waktu-waktu yang dapat digunakan secara produktif;

c) Sarana dan prasarana serta berbagai jenis pelayanan umum dari

pemerintah, swasta maupun LSM;

d) Sistem nilai masyarakat;

e) Kebiasaan mengambil keputusan.

Langkah ketiga: Menganalisis Masalah dan Potensi. Mengkaji berbagai

masalah, penyebab, hubungan causalitas, factor pendu k u g maupun

penghambat. Kemudian mengkaji kemungkinan potensi yang ada untuk

memecahkan masalah.

Langkah keempat: Memilih Solusi Pemecahan Masalah. Langkah ini

merupakan upaya-upaya konkrit untuk memecahkan masalah berupa kegiatan:

1) Mencegah timbulnya masalah lebih jauh;

2) Memobilisasi sistem sumber dan potensi;

3) Menentukan alternatif pemecahan masalah;

4) Pertemuan masyarakat untuk menentukan skenario tinda k a n .

2. Pendekatan dan langkah-langkah pemberdayaan

Dalam melakukan langkah-langkah kegiatan pemberdayaan, PPNQ

menggunakan beberapa pendekatan, yang peneliti klasifikasikan menjadi tiga

pendekatan, yaitu:

a. Aspiratif

Pendekatan ini dilakukan oleh PPNQ untuk mendengar setiap keluhan

problematik yang dihadapi oleh masyarakat. Fungsinya adalah untuk

mengidentifikasi lebih jauh terhadap setiap persoalan yang sedang di

alami oleh warga. Dengan mengetahui problematika warga, diharapkan

pesantren dapat mencari jalan keluar yang sesuai dengan keinginan

masyarakat.

b. Akomodatif

PPNQ mampu mengakomodir setiap keluhan yang masuk ke

pesantren dan menyediakan fasilitas atau sarana guna menjawab setiap

persolan yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga masyarakat mampu

untuk survive.

c. Eksekusi

Setelah mendengar dan mengakomodir problematika masyarakat,

maka PPNQ tidak hanya berhenti pada fase itu saja, akan tetapi PPNQ

melakukan tindakan riil guna mengatasi persoalan yang dihadapi oleh

masyarakat.

3. Model relasi yang dibangun antara Pesantren dan Masyarakat dalam

kegiatan pemberdayaan.

Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan, pesantren akan memiliki

hubungan (relasi) dengan masyarakat yang lebih erat. Hubungan-hubungan

tersebut terjadi dan terjalin sedemikian rupa di kalangan masyarakat sehingga

terus berlangsung dan tak pernah berhenti. Berdasarkan teori, relasi tersebut dapat

disebut dengan hubungan patron-klien atau yang biasa dikenal dengan

„patronase‟ (patronage).

Istilah „patron‟ berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara

etimologis berarti „seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang

dan pengaruh‟. Sedangkan klien berarti „bawahan‟ atau orang yang diperintah

dan yang disuruh. Selanjutnya, pola hubungan patron-klien merupakan aliansi dari

dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status,

kekuasaan, maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan

yang lebih rendah (inferior), dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi

(superior). Atau, dapat pula diartikan bahwa patron adalah orang yang berada

dalam posisi untuk membantu klien-kliennya. Pola relasi seperti ini di Indonesia

lazim disebut sebagai hubungan bapak-anak buah, di mana bapak mengumpulkan

kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara membangun sebuah keluarga besar atau

extended family. Setelah itu, bapak harus siap menyebar luaskan tanggung

jawabnya dan menjalin hubungan dengan anak buahnya tersebut secara personal,

tidak ideologis dan pada dasarnya juga tidak politis. Pada tahap selanjutnya, klien

membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron.

Hubungan patron-klien itu sendiri telah berlangsung dalam waktu yang cukup

lama.16

Berdasarkan kenyataan ini, tepat kiranya jika peneliti mengatakan bahwa

model hubungan semacam ini, peneliti sebut juga sebagai model hubungan „induk

16

http//www.Pemberdayaan/Mengenal Hubungan Patron-Klien « Fahrudin HM Blog.htm,

diakses pada tanggal 26 Juli 2012.

semang-klien‟, di mana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik. Hal ini karena

pada umumnya, induk semang adalah orang atau pihak yang memiliki kekuasaan

dalam suatu masyarakat atau komunitas dalam hal ini adalah pesantren yang di

dalamnya terdapat unsur kyai dan pengurus pesantren dan harus memberi

perlindungan atau pengayoman semaksimal mungkin kepada klien-kliennya

(santri dan masyarakat). Sedangkan sebaliknya, para klien harus membalas budi

baik yang telah diberikan induk semang dan melakukan pembelaan terhadap pihak

lain sebagai saingannya.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan fokus penelitian, paparan data, dan diskusi hasil penelitian,

maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Pendidikan

Dalam bidang pendidikan ini, PPNQ telah mewujudkan peranannya pada

masyarakat sekitar dengan mendirikan 15 Madrasah Diniyah Cabang.

Pemberdayaan ini didukung oleh semua pihak, Madrasah Diniyah Cabang ini

tersebar di kecamatan Paiton.

PPNQ telah lama melakukan pembedayaan dalam bidang ini, dengan selalu

mengirimkan para santrinya yang sudah di jenjang Aliyah untuk membantu

Madrasah Diniyah Cabang dengan mengirimkan sekitar 45 santri untuk mengajar

setiap harinya.

Pemberdayaan ini sangat berarti bagi masyarakat sekitar, mereka sangat

antusias dengan berjalannya program ini, berdasarkan penilaian mereka bahwa

pendidikan agama pada usia dini sangat dibutuhkan dan juga untuk menambah

kekurangan jam pelajaran agama yang ada di sekolah-sekolah formal.

2. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Sosial

Sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya bahwa pemberdayaan

PPNQ dalam bidang sosial ini telah melakukan beberapa program.

Pertama; membangun masjid. PPNQ telah membangun 48 masjid yang

tersebar di kecamatan Paiton. Pembangunan ini sudah berlangsung lama,

pada waktu Kyai Mino masih hidup. Beliau yang terkenal dengan

kedermawanannya telah menyumbangkan sebagian hartanya pada waktu itu.

Di samping sebagai sebagai tempat peribadatan, masjid ini juga digunakan

sebagai aktivitas-aktivitas sosial lainnya.

Kedua; membangun jembatan. Jembatan-jembatan ini sampai sekarang

masih bisa digunakan dengan baik sebagai tempat sarana transportasi.

Manfaatnya banyak sekali, salah satunya adalah menghubungkan antara

desa di sekitar kecamatan Paiton.

Ketiga; penghijaun. Program ini juga dilakukan sewaktu Kyai Mino

masih hidup. Karena letak desa Kalikajar ini tidak jauh dari daerah pantai,

maka keberadaan penghijauan ini sangat terasa manfaatnya. Sepanjang jalan

menuju PPNQ, sekitar 1 KM dari jalan raya, dipenuhi dengan pohon kelapa

di sisi kanan maupun kiri jalan. Sehingga pada tahun 1993, desa ini pernah

mendapatkan juara I tingkat provinsi dalam bidang penghijauan.

3. Pemberdayaan PPNQ Paiton dalam Bidang Dakwah Islamiyah

Dalam bidang dakwah Islamiyah ini, PPNQ melakukan aktivitas- aktivitas

dakwahnya dalam beberapa hal, yaitu:

Pertama; aktivitas dakwah “Syubbanul Muslimin”. Dakwah ini di

fokuskan pemberdayaannya pada kalangan pemuda di daerah kecamatan

Paiton. Kegiatan ini bukan hanya diisi dengan pembacaan Ratib al-Haddad

dan Maulid Simt adl-Dluror teapi juga diisi dengan ceramah agama.

Kedua; Sarwaan. Acara ini dikoordinatori oleh santri-santri Aliyah, yang

sehari-harinya mengajar di Madrasah Diniyah Cabang. Mereka melakukan

aktivitas ini bersama-sama dengan warga sekitar baik dengan bapak-bapak

maupun ibu-ibu, acara ini dilakukan seminggu sekali dimulai setelah shalat

Maghrib dan setelah Isya‟ mereka diharapkan sudah berada di lokasi

pesantren.

Ketiga; Majlis Ta’lim al-Mar’atus Shalihah. Kegiatan ini dilakukan

setiap malam selasa, jama‟ahnya hanya difokuskan pada kalangan ibu-ibu

sebagai wadah baginya untuk menambah pendidikan agama.

Keempat; JTI (Jam’iyah Taqarrub Ilallah). Pelaksanaan kegiatan ini

dilakukan setiap bulan, tepatnya pada malam senin legi. Jamaah yang hadir

sekitar + 1000 orang bukan hanya dari daerah kecamatan Paiton tetapi juga

banyak jamaah yang hadir dari luar kabupaten Probolinggo. Sebelum acara

ini dimulai biasanya melakukan shalat Maghrib berjamaah terlebih dahulu

lalu dilanjutkan dengan pembacaan dzikir-dzikir dan di akhiri dengan

ceramah agama.

4. Model pemberdayaan PPNQ terhadap masyarakat

Model pemberdayaan yang dilakukan oleh PPNQ tersebut mengikuti model

yang dikembangkan oleh K. Suhendra dengan menggunakan Metode

Partisipatory Assesment (MPA).

Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam melakukan kegiatan

pemberdayaan menggunakan tiga pendekatan yaitu; aspiratif, akomodatif dan

eksekusi.

Model relasi yang dibangun antara Pesantren dan Masyarakat dalam

kegiatan pemberdayaan disebut dengan model hubungan „induk semang-klien‟, di

mana di dalamnya terjadi hubungan timbal balik.

B. SARAN-SARAN

Dimensi fungsional pondok pesantren tidak terlepas dari hakikat dasarnya

bahwa pondok pesantren timbul berawal dari masyarakat sebagai lembaga

informal desa yang membentuk dengan sangat sederhana. Oleh karena itu,

perkembangan masyarakat sekitarnya tentang pemahaman keagamaan lebih jauh

harus mengarah kepada nilai-nilai normatif, edukatif, dan progresif.

Sudah waktunya beranjak dari dakwah bi al-lisan menuju dakwah bi al-hal,

teori sumber daya manusia digunakan sebagai landasan berpikir dalam pelayanan

fungsional dakwah bi al-hal. Dengan demikian, arah tujuan dakwah bi al-hal yang

hendak diidentifikasi adalah yang diasumsikan, menunjang peningkatan mutu

masyarakat, mengembangkan inisiatif dan kreatifitas. Dalam ungkapan lain, nilai-

nilai keagamaan tentang keadilan, kesejahteraan dan sejenisnya yang selama itu

diperkenalkan melalui pengajian-pengajian perlu dilabuhkan dalam masyarakat

melalui kerja-keja konkrit. Kesejahteraan yang dialami masyarakat diyakini akan

membuat akar-akar kekerasan menjadi rapuh, dan tidak dapat bekembang baik

dalam kehidupan masyarakat sekitar, tumbuhnya moralitas sebagai rasa

religiuitas, dan etos kerja yang menjadi karakter dalam kepribadian para pemuda.

Kesadaran itu yang kemudian dibingkai dalam teologis yang substansial dan

nondikotomis mengantarkan PPNQ dalam mengembangkan pola pendekatan

“baru” dalam menyebarkan keberagaman dalam bentuk kegaiatan yang lebih

konstektual dan lebih bernilai transformatif.

PPNQ sebagai pengayom segala permasalahan-permasalahan masyarakat

sekitar harus siap mengakomodir dan menampung semua aspirasi-aspirasi

masyarakat sekitar, di mana pesantren pada era globalisasi saat ini harus mampu

berkompetisi dan mengembangkan sayap demi terwujudnya pesantren yang

maju dan modern yang tetap eksis mempertahankan identitas dirinya dalam

menghadapi tantangan zaman. Dan PPNQ juga harus mampu

mengaktualisasikan semua program-program kerja yang telah dicanangkan

kepada masyarakat sekitar dalam segala aspek pemberdayaan baik pendidikan,

sosial, dan dakwah Islamiyah sehingga dengan demikian fungsi dan peranan

PPNQ di mata masyarakat dapat dirasakan kontribusinya secara signifikan dan

sekaligus meningkatkan kepedulian PPNQ dalam upaya meningkatkan sumber

daya manusia yang beriman, berilmu, beramal, dan berakhlak mulia serta

mampu mewujudkan Izzil Islam wal Muslimin dalam setiap situasi dan kondisi.

DAFTAR PUSTAKA

A’la, Abd. Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006)

Abdullah, Taufik (Ed). Pemuda dai Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3S, 1982)

Aribowo, “Pesantren, Community Development, dan Otonomi Daerah”. Dalam

Abdul Hamid Wahid dan Nur Hidayat (Eds), Perspektif Baru pesantren dan

Pengemabagn Masyarakat, (Surabaya: Yayasan Tri Gunung Bhakti, 2001)

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Jakarta: Rosda Karya, 1987)

---------------------------. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 1996)

Azizy, Ahmad Qodri A. Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar

(Yogyakarta: LKiS, 2000)

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Tuntutan Pendidikan Menuju

Millenium Baru (Ciputat: Kalimah, 2001)

Bachtiar, Effendi. Wawasan al-Qur’an Tentang Masyarakat Madani Menuju

Terbentuknya Negara-Bangsa yang Modern, (Jurnal Paramadina, Vol I No.

2 tahun 1999)

Barry, Partanto & Al. Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arloka, 1994)

Bawani, Imam dkk. Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik

Berbasis Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2011)

Biklen, Robert C. Bogdan. Qualitative Researc for Education: An Intriduction to

Theory and Methods, (Boston, 1982)

Bisri, Mustofa. “Pesantren dan Pendidikan”, (Tebuireng: Edisi/Tahun I/Juli-

September 2007)

Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-Tradisi

Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999)

Chirzin, M. Habib. “Agama dan Ilmu dalam Pesantren”, dalam Pesantren dan

Pembaharuan, ed. M. Dawam Rahardjo (Jakarta: LP3ES, 1988)

Dalam dokumen yang berbentuk softcopy bernama“Sejarah NQ”, peneliti

meminta pada salah satu pengurus pada tgl 16-04-12

Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, (LkiS, Yogyakarta; 2011)

DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),

Cet. ke-1

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III. (Jakarta: PT.

Persero Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka BP. No. 3658, 2005)

Dhofier, Zamakhsari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai

(Jakarta: LP3ES, 1984)

Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Ditjen Kelembagaan

Agama Islam Departemen Agama RI, Pedoman Pengembangan Pesantren

dan Pendidikan Keagamaan Tahun 2004-2009, (Jakarta: 2004)

Effendi, Djohan. Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan

di Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur, (Jakarta:

Kompas, 2010)

Fadjar, Malik. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber

Daya manusia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001)

Foster, S. Thomas. Managing Quality Integrating the Supply Chain (Third

Edition). (New Jersey: Pearson Education International, 2007)

Gandhi, Teguh Wangsa HW. Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,

2011)

Gorton, Ricard A. School Administration, (Dubuque Lowa, Wm. C. Brown

Company Publishers; 1977)

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980)

Halim, Moh. Ali Aziz, Rr Suhartini, A. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat,

Paradigma Aksi Metodologi, (Surabaya: Pustaka Pesantren, 2009)

Harahap, Syahrin. Islam, Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta:

Tiara Wacana, 1999)

Hasan, Muhammad Tholhah. Islam & Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta:

Lantabora Press, 2003)

Horikoshi, Hiroko. Kiai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan

Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1987)

Imron, Ali dkk. Manajemen Pendidikan (Malang: Universitas Negeri Malang,

2003)

Jabiri, Muhammad Abid al. Post Tradisionalisme Islam, ter. Ahmad Baso, (LkiS,

Yogyakarta; 2000)

Kasiram, M. 2004, Steps Of Scientific Research, Refressing Slides, disampaikan

dalam Mata Kuliah Penelitian Pendidikan, Pascasarjana UIN Malang.

Madjid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:

Paramadina, 1997)

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000)

Marzuki, Mukhamad Murdiono, dan Miftahuddin, Laporan Penelitian Strategis

Nasional tahun Anggaran 2010 (Tipologi Perubahan dan Model Pendidikan

Multikultural Pesantren Salaf), (Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2010)

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2001)

------------------------. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Cetakan ke-

23, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007)

Musthafa, Bachrudin. Kecenderungan Global dan Tuntutan Pendidikan Abad

Informasi, Jurnal Ilmu Pendidikan, November 2002, Jilid 9, Nomor 4. ISSN

0215-9643, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Ikatan

Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)

Mughits, Abdul. Kritik Nalar Fiqh Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2008)

Nafi’, M. Dian. Praksis Pembelajaran Pesantren. Institut For Training and

Development. Amherts. Massachuset (Yogyakarta, et. al. 2007)

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarata: Balai

Pustaka, 1984), Cet. ke-1

Poster, Cyril. Gerakan Menciptakan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Lembaga

Indonesia Adidaya, 2000)

Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, th)

Retnoningsih, Suharso & Ana. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux

(Semarang: CV. Widya Karya, 2005)

RI, Departemen Agama. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma

Baru), (Jakarta: Ditpekapontren, 2005)

--------------------------------. Pola Pengembangan Pondok pesantren (Jakarta:

Ditpekapontren, 2003)

Rokhman, Wahibur Jr (dalam Usmara). Paradigma Baru Manajemen SDM

(Yogyakarta: Amara Books. 2002)

Siradj, Said Agiel. Pesantren Masa Depan: wacana Pemberdayaan dan

Tranformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)

--------------------------. Membangun Tradisionalitas Untuk Kemajuan, Saifullah

Ma’sum (ed.) dalam Dinamika Pesantren (Jakarta: Yayasan al-Hamidiyah,

1998), Cet. 2

Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam

Kurun Modern, (Jakarta: Dharma Aksara, 1986)

Sudarsono, Beberapa Pendekatan Dalam Penelitian Kualitatif (Yogyakarta:

Gajah Mada Press, 1992)

Sudjatmoko, Masa Depan Manusia: Antara Transendensi dan Histori, dalam

Majalah Panji Masyarakat, No. 543, Jakarta: edisi 21 Juni, 1987

Sufyanto, Masyarakat Tamaddun, (Yogyakarta: LP2IF, 2001)

Suhendra, K. Peran Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung:

Alfabeta, 2006)

Supriyono, Edy. Pesantren di Tengah Arus Globalisasi dalam A.Z Fanani &

Elly el- Fajri (ed.), Menggagas Pesantren Masa Depan; Geliat Suara Santri

untuk Indonesia Baru (Yogyakarta: Qirtas, 2003)

Syaba, A. Nasikhin. Dialektika Pesantren Meramut Basis Memahami Gerakan

Pesantren Dengan Nalar Pesantren, dalam Bina PESANTREN edisi

2//2004, (Jakarta: Proyek Peningkatan Pondok Pesantren Depag RI

Bekerjasama dengan Perhimpuna Pengembangan Pesantren dan Masyarakat

P3M)

Syadily, John M Echols & Hasan. An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta:

Gramedia, 1997), Cet. ke-24

Syam, Nur. “Pesantren di Tengah Pemberdayaan Masyarakat Pada Era Otonomi

Daerah” Dalam Abdul Hamid Wahid dan Nur Hidayat (Eds.), Perspektif

Baru Pesantren dan Pengembangan Masyarakat, (Surabaya: Yayasan

Triguna Bhakti, 2001)

Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (LKiS,

Yogyakarta; 2001)

------------------------------. Muslim di Tengah Pergumulan, (Jakarta, Lappenas;

1981)

Zaini, A. Wahid. “Orientasi Pondok Pesantren Tradisional Dalam Masyarakat

Indonesia”, dalam Tarekat, Pesantren, dan Budaya Lokal, ed. M. Nadim

Zuhdi et. al. (Surabaya: Sunan Ampel Press, 1999)

Zuhri, Saefuddin. Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pusataka Hidayat), hlm 13

Dari Internet:

http//www.Pemberdayaan/Mengenal Hubungan Patron-Klien « Fahrudin HM

Blog.htm, diakses pada tanggal 26 Juli 2012.

http://id.wikipedia.org/wiki/globalisasi

http://www.bms-sd.net, diakses 02 Februari 2008.

http://www.gurutrenggalek.com/2010/09/relevansi-sistem-pendidikan pesantren_

19.html

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Catatan Lapangan Hasil Observasi di PPNQ dan Desa

Kode Catatan Lapangan Lokasi

o.ds1.12-06-2012, setelah peneliti melaksanakan shalat

Maghrib, ternyata ada sebuah kegiatan

sarwaan yang dilakukan oleh warga

warga kampung sebelah dan yang ikut

hanya beberapa orang. Tidak seperti desa

Alas Tengah yang para warganya setiap

ada kegiatan keagamaan, mereka

berduyun-duyun setelah shalat maghrib

menuju tempat yang akan

diselenggarakan acara tersebut.

Kebetulan peneliti ada di lokasi tersebut

Alas Tengah

o.nq.12-07-2012, Karangan Kyai Nuruddin yaitu kitab Fiqh

Diyanah yang di translit dalam bahasa

Madura untuk dibuat kitab standart

madrasah diniyah cabang, memang

memudahkan bagi masyarakat untuk

mempelajarinya apalagi sudah ada

harakat tidak seperti kitab kuning

sebagaimana mestinya. Sehingga sangat

simple dan juga tidak terlalu tebal

PPNQ

o.nq.12-07-2012, Setelah melaksanakan shalat Dluhur,

peneliti melihat segerombolan santri

Aliyah yang mau berangkat ke madrasah

diniyah masing-masing. Mereka

membawa tas ransel, ada juga yang

membawa tas kresek untuk membawa

sebagian buku pelajaran. Mereka pergi

dengan cara membonceng dan naik

sepeda ontel karena tidak diperkenankan

untuk membawa sepeda motor. Semangat

mereka terlihat dengan adanya obrolan di

antara mereka

PPNQ

o.ds2.18-04-2012, Sekitar jam 14.00 peneliti menuju

halaman salah satu pengasuh dan melihat

langsung bagaimana para anak-anak

masuk madrasah diniyah pada saat itu,

mereka tampak ceria di antara teman-

temanya, ada yang di antar orang tua,

jalan sendiri, juga ada yang naik sepeda.

Setelah masuk ke kelas, peneliti

menyempatkan melihat absensi, bila di

presentase, yang hadir pada saat itu

sekitar 80%

Kalianyar

o.ds1.12-06-2012, Bangunan fisik madrasah Nurul Hasyimi Alastengah

III, tampak begitu bagus dan rapi.

Sehingga kelihatan bukan seperti

bangunan madrasah diniyah pada

umumnya, peneliti merasa seperti

sekolah-sekolah formal

o.ds3.11-06-2012, Bangunan jembatan layang ini masih

tampak kokoh karena ada salah satu

alumni yang di tugaskan untuk melihat

dan mengontrol jembatan tersebut, akan

tetapi hanya sepeda motor dan sepeda

ontel yang bisa melewatinya karena

hanya di khususkan untuk itu.

Kalikajar

o.ds3.12-06-2012, Sepanjang jalan terutama menuju PPNQ,

jaraknya dari jalan raya sekitar 1 KM,

banyak sekali pohon kelapa mengiringi

jalan tersebut, sehingga terasa sejuk

sepanjang jalan menuju PPNQ

Kalikajar

o.nq.18-04-2012 Acara tersebut mayoritas diikuti oleh ibu-

ibu, tempatnya di AULA samping

gerbang pondok pesantren, sehingga

terlihat jelas aktivitas di dalam. Banyak

juga anak-anak kecil yang ikut, sambil

mendengarkan pengajian.

PPNQ

o.nq. 17-04-2012 beliau dijemput oleh salah satu jamaah

dengan mengendarai sepeda motor.

Mereka berangkat bersama-sama dengan

berboncengan

PPNQ

o.ds1.10-06-2012, mereka ikut terlibat dalam mengambil

keputusan yang di adakan setiap akhirus

sanah (akhir tahun)

Alastengah

o.ds1.10-06-2012, Dalam perencanaan sebuah kegiatan,

bahwa kegiatan ini akan diikuti oleh

masyarakat, dan terus akan berkembang,

sebenarnya dalam setiap gerakan dakwah

yang dilakukan, sepanjang pengamatan

peneliti tidak ada kiat-kiat yang

dilakukan oleh PPNQ, mereka hanya

berkeyakinan bahwa dalam dakwah ini,

banyak tidaknya jam‟iyah itu bukan

ukuran namun yang lebih penting mereka

tetap eksis dalam mengikuti kegiatan ini

Alastengah

TRANSKIP WAWANCARA

PP NURUL QADIM PAITON 2012

N

O TGL NAMA ISI WAWANCARA PERSONAL TEMA CATATAN

16-04-12 Gus H. Abdul

Hadi Noer

Ketua Yayasan

Peran pesantren dalam pemberdayaan masyarakat lewat

pendidikan?

Mencetak manusia yang berbudi luhur dan juga untuk mencetak

santri yang betul2 tafaqquh fi al-din (orang yang ahli dalam bidang

ilmu agama) tapi juga tidak terlepas dari pengembangan ilmu-ilmu

baru dan nanti tujuannya adalah

ولينرزوا قىمهم اذا زجعىا اليهم

Untuk memberikan kabar gembira pada masyarakat agar supaya

mereka bisa berpegang teguh pada ajaran agama, bisa menjalankan

syari‟at di lain pihak tetap berpegang pada kaidah

المحافظة علي القديم الصالح واألخر بالجديد األصلح

-menurut saya adalah memegang prinsip-prinsip, metode القديم الصالح

metode yang lama tapi juga tidak pengembangan keilmuan yang baru

dan pada prinsipnya ilmu itu tidak ada dikotomi. Menurut Imam al-

Ghazali, ilmu itu ada dua; fardlu ain dan fardlu kifayah jadi tidak ada

ilmu umum atau ilmu agama. Fardlu ain berarti berkaitan ibdah kita

kepada allah adapun selainnya adalah fardlu kifayah. Nurul qadim

sendiri mencoba untuk melakukan pendekatan itu sehingga pada

akhirnya bisa mencetak orang-orang yang betul ahli dalam bidang

agama yang berbudi luhur tapi juga tidak ketinggalan zaman. Adanya

dikotomi itu emang diciptakan (rekayasa) sebenarnya hal demikian

tidak ada.

Latar belakang terbentuknya pendidikan formal?

Karena tuntutan masyarakat, alumni dan juga karena tuntutan jaman

Pen

w.ky.nq1.p1

pen

w.ky.nq1.p2

Peran Pesantren

Latar belakang

berdirinya

Pemberdayaan

masyarakat

Keinginan

memadukan

sekrang adanya formalitas dalam sebuah pendidikan. Yang paling

berat adalah tuntutan masyarakat dan alumni yaitu jika PPNQ tidak

membuka pendidikan formal, bagaimana nantinya kedepan karena

melihat lembaga yang ada d luar sudah seperti baisanya dari pada

perilaku anak-anak alumni lebih parah maka pesantren memiliki

inisiatif untuk membangun lembaga-lembaga formal namun di

dalamnya terdiri dari kegiatan-kegiatan keagamaan, untuk menunjang

pendidikan karakter yang betul-betul harus digalakkan. Akibat

kekhawatiran kerusakan moral sangat dahsyat sekali sehingga dengan

alasan ini juga pendidikan formal dibentuk. Dengan adanya lokalisasi

(memondokkan) peserta didik maka penciptaan karakter building

akan lebih kuat pesantren ini juga tidak mau menerima siswa baru

yang tidak mau bermukim di pondok agar pendidikan karakter itu

benar-benar terbentuk dan akan menciptakan anak-anak yang

memiliki budi luhur. Disamping itu untuk mengikuti perkembangan

zaman

Klo Bentuk-bentuk sekolah formal, mulai dari jenjang apa?

Dari RA, MI namun masih sampai kelas III, juga MTs, dan MA msih

dalam tahap pembangunan, pondok di sini ini penekanannya memang

dalam menguasai kitab, dimana tiap 3 bulan sekali di adakan tes TBK

(tes bahtsul kutub) dimulai dari kelas ibtidaiyah sampai kelas aliyah,

ini merupakan tradisi dan diwajibkan bagi para santri, juga ada forum

masjid putih, musyawarah kubro, forum kajian ushul, jamiyyatan

(latihan berdakwah),

Bagaimana harapan dari berdirinya sekolah formal dan salaf

disini?

Harapannya tidak muluk-muluk sich, dari gabungan dua pendidikan

ini adalah mencetak para santri memiliki budi luhur (dalam segi

agama dan umum ) dan saya kira ini sudah mencakup segala aspek.

Artinya menjadi manusia yang siap dalam segala hal, dengan kata

Pen

w.ky.nq1.p3

Pen

w.ky.nq1.p4

sekolah formal

Jenjang sekolah

formal

Harapan

terbentuknya

sekolah formal

dan salaf

dua keilmuan

(umum &

agama)

Tahap

penyempurnaan

lembaga formal

Memenuhi

keinginan

masyarakat

lain mampu ditempatkan baik dibidang keagamaan maupun umum.

Hal ini berlandaskan al-Qur‟an:

ال تدخلىا من باب واحد

Klo boleh kami ibaratkan sekrang (dari makna ayat di atas)

keberadaan pesantren itu harus seperti pasar, dimana semua

kebutuhan ada didalmnya tergantung pilihannya

Dari kegiatan dakwah sendiri, apa yang dilakukan pesantren

terhadap masyarakat sekitar?

Jadi dakwah itu kan bukan hanya berpidato juga bisa dalam bidang

tarbiyah, maulid dsb, untuk nurul qadim membuat lembaga-lembaga

madrasah diniyah di pedesaan, terus membuat keagiatan keagamaan

seperti syubbanul muslimin setiap malam sabtu , koordinatornya ra

hafidz, untuk diniyahnya sudah mulai eksis sejak 2 tahun yang lalu,

baik ada dana operasional maupun tidak, tujuannya adalah mencetak

karakter.

Untuk Syubbanul Muslimin, siapa ketuanya?

Hafidul Hakim

Klo yang manaqib?

Dek masrur (mantu)

Untuk diniyah yang ada di luar pesantren?

Klo koordinatornya masih ra hafidz, koordinator untuk cabang.

Namun untuk pengasuhnya diambilkan dari alumni sini. Untuk

tenaga pengajarnya ini di ambilkan dari para santri yang telah duduk

di bangku aliyah, setiap hari naik sepeda keliling. Tujuannya adalah

agar anak-anak santri setelah pulang ke rumah memiliki keberanian

berjuang tanpa pamrih.

Pen

w.ky.nq1.p5

Pen

w.ky.nq1.p6

Pen

w.ky.nq1.p7

Pen

w.ky.nq1.p8

Peran pesantren

dalam dakwah

Koordinator

Koordinator

madrasah

diniyah cabang

Pendidikan

karakter

Membangun

jiwa perjuangan

17-04-12 Ada upaya untuk pengembangan bengkel ke depan, bertepatan pada

wktu itu diselenggarakannya sebuah program praktek keterampilan Latar belakang

belakang

usaha, akhirnya saya memiliki inisiatif yaitu tempat praktek sekaligus

ada jual beli.

Sedangkan untuk tenaga kerja itu di ambilkan dari para alumni yang

berasal dari daerah sekitar, di bantu oleh santri yang duduk di jenjang

Aliyah dan juga di bantu oleh sebagian guru.

Sedangkan keahlian tenaga kerja kebanyakan adalah otodidak dengan

merekrut tenaga alumni yang sudah mahir lalu di ajarkan kepada

yang lain, dan diberikan buku dari BLK.

Pada awalnya keberadaan bengkel ini di rumah alumni, setelah

mendapatkan pogram ini, akhirnya kami membangun bengkel sendiri

di sekitar pondok pesantren.

Sekarang karyawannya sekitar 5 orang, rencana ke depan keberadaan

bengkel ini akan dikembangkan namun kendalanya masalah

manajemen dan keuangan karena problem selama ini banyaknya

konsumen yang belum bayar, dalam artian mereka banyak

mengutang.

Sebenarnya untuk manajerial sudah ada orangnya namun belum

maksimal dan untuk pengembangan bengkel ini di butuhkan biaya

yang cukup besar, yaitu 100 juta dan rencananya akan meminjam

dana koperasi yang bunganya sekitar 6% pertahun

berdirinya

bengkel

Tenaga kerja

2 17-04-12 Ra Abdul

Hafid

Kepala Biro

Pendidikan

Kuleh ngabesagi anapah makgik paggun gik bertahan ka‟ entoh, salah

satu cagaknya di desa-desa ngagungin madrasah diniyah cabang,

nekah ada 15 cabang, genekah sengajer nak-kanak aliyah ka‟sak, nak-

kanak aliyah lastareh dluhur berangkat ke sa-desa, untuk mendidik

nak-kanak kenik. Setiap hari, nekah sampek taman paiton, tanjung,

sonded, besok, cor temor, las sidodadi, lastengah. Nekah nak-kanaen

mon bedeh sarwaen, tak pleman sampek maghrib, isya‟ harus ada di

lokasi pesantren, mon aliyah bedeh tugasan, nekah tugas keng ke sa-

disah, dedih mon ka delem pendidikan nekah dalam diniyahnya, mon

neng dakwahnya nak-kanak neguk sarween.

Genekah untuk ke masyarakat yang nyata, gi alhamdulillah dari

madrasah cabang, nak-kanak tero mondukah, rata-rata se mondok

Pen

w.br.nq1.h1

Eksisnya PPNQ

Peran PPNQ

dalam

pendidikan

melalui

madrasah

diniyah cabang

ka‟enjeh kebenyaan alumni dari madrasah cabang, cabang ka‟sak

sebagai promosinya sampek neng alas tengah muridnya 150 sampek

genekah sd iri, irinah napah, polanah pelajaran diniyah diniyah nekah

dipentingkan bik nak-kanak, sampek delem setaon, bedeh se hafal

imrithy 5-an

Untuk setiap harinya, pelajaran apa saja yang di ajarkan di

setiap cabang?

Untuk mata pelajaran madrasah diniyah cabang adalah fiqh, tajwid,

tauhid, al-qur‟an. Kelas I&II kita tekankan untuk pelajaran al-Qur‟an

dan tauhid. Untuk kelas III ada istilah fiqh diyanah (kitab safinah

yang ditranslit ke bahasa madura) karangan KH. Nuruddin, berbahasa

Madura karena rasa keprihatinan beliau kepada masyarakat yang

banyak tidak mengetahui hukum fiqh dan juga tidak bisa membaca

kitab akhirnya beliau memiliki inisiatif untuk mentranslit ke bahasa

madura, ada juga kitab sirah nabi yang juga d translit ke dalam

bahasa madura.

Para tenaga pengajar madrasah diniyah cabang tidak di perkenankan

untuk membawa sepeda motor oleh kyai meskipun tempat

mengajarnya cukup jauh, sekitar + 5 KM dengan tujuan agar mereka

memiliki ruh al-jihad. Berkat semangat inilah kebanyakan para santri

yang telah hijrah ke masyarakat telah mendirikan madrasah. KH

Abdul Wafi mengatakan “engko terro endiah morid, engak santrenah

kyeh Mino, tekkaah tak S (artinya tidak memiliki gelar) tapeh endik

langger” Dan juga mereka tidak di bayar maupun memungut bayaran

sepeserpun dari masyarakat. Program inilah yang sangat terasa di hati

masyarakat mengenai pemberdayaan di tengah-tengah mereka.

Bagaimana awal berdirinya madrasah diniyah di sini?

Awalnya kyai minu membangun pondok ini hanya dengan

kepahaman pada dua kitab yaitu sullamuttaufiq dan juga kitab

Pen

w.br.nq1.h2

Pen

w.br.nq1.h3

Mata pelajaran

madrasah

diniyah cabang

Sejarah

berdirinya

lembaga

Keprihatinan

pengasuh

Inisiatif untuk

membangun

lembaga

safinatunnajah, pada awalnya para santri bermukim di masjid yang

masih kecil bangunannya, dan waktu itu beliau masih belum

memiliki pendamping hidup, akhirnya beliau sowan ke KH Hasan

Genggong untuk meminta dinikahkan dengan seorang gadis, akhirnya

KH Hasan memberikan jawaban untuk menetap di desa kalikajar,

dimana para santri kalong sudah mulai banyak namun masih belum di

bentuk lembaga pendidikan. Karena santri kalong semakin banyak

dan belum memiliki sebuah lembaga pendidikan, akhirnya KH

Nuruddin (mantu KH Minu) memberanikan diri untuk memberikan

masukan kepada beliau dengan membangun asrama dan rumah

masyarakat di daerah masjid, yang dihuni sekitar 8 kepala keluarga

akhirnya di pindah dan di berikan tanah yang lebih luas dari pada

sebelumnya.

Saat ini luas area PPNQ sekitar + 10 H yang berdiri di atas tiga desa

kalikajar, gedung timur, dan desa sumberan.

Bagaimana awal berdirinya madrasah cabang?

KH Nuruddin merasa gelisah melihat pergaulan masyarakat yang

semakin jauh dari nilai-nilai islami, beliau memiliki pandangan agar

tunas muda jangan sampai mengikuti langkah para sesepuhnya, yaitu

jauh dari nilai-nilai islam, maka beliau mendirikan madrasah cabang.

Kata beliau “pembenahan nilai-nilai masyarakat memang

membutuhkan proses yang cukup lama, namun kita bisa mulai

melihat hasilnya sekitar 10 tahun ke depan” dan sekarang perilaku

masyarakat sudah mulai tampak hasilnya.

Setiap tahun diadakan lomba antar sekolah diniyah sebanyak 2x, ada

lomba tahfidz, baca kitab, pidato, lomba qur‟an dan sepak bola

dengan diiadakan acara seperti ini menambah daya tarik siswa untuk

sekolah di madrasah diniyah dan ujiannya dari pondok sendiri.

Nekah setampak ke masyarakat tentang pemberdayaannya

15 cabang nekah se ekerem guru, yang lain masih banyak

Sekitar 45 guru yang mengajar di 15 madrasah diniyah cabang, setiap

Pen

w.br.nq1.h4

pendidikan di

pesantren

Berdirinya

madrasah

diniyah cabang

pendidikan

Menuju

masyarakat

madani

harinya mereka aktif mengajar ke berbagai desa, sedangkan yang

tidak dapat kuoto guru itu masih banyak. Mereka ini terkenal dengan

julukan “ustad perengan”

Tiga bulan sekali di adakan rapat antar madrasah, pengasuh dan

muscab, yang membahas mengenai kemajuan madrasah dan ternyata

banyak keluhan mengenai bentroknya jam pelajaran dengan ekstra

yang ada di sekolah SD, jam masuk madrasah diniyah jam 14.00

Terus jamnya nggak sama antara cabang?

Sama, ba‟da dluhur jam 14.00 wib

Ko bisa jamnya bentrok dengan SD?

Lesnya, kaya‟ dromben, pelajaran tambahan

Stiap madrasah banyaknya murid berbeda, ada yang 40, ada yang 50

tapi rata-rata dikisaran 50 siswa di setiap madrasah

Uang gedung dan sarana semuanya keluar dari uang pribadi kita

Ada lagi untuk malam selasa, ada pengajian rutinan untuk kalangan

perempuan, majlis ta‟lim al-mar‟atus shalihah. Awalnya yang ngjar

adalah abah sekrang saya, pengajian ini telah berlangsung selama 34

tahun setiap malam selasa. Dulu masih sebelum ada tv, smua

masyarakat mengikuti pengjian, jamnya setelah isya‟ sampai jam 10,

saya koordinator sekaligus madin ini.

Ada juga malam jum‟at manis, acara manaqiban, tempatnya di

AULA, untuk masyarakat

Untuk dzikirnya bedeh pole setiap senin manisan setiap bulan sekali

Pas bedeh pole kakak kuleh jamrah, Rabbany juga lumayan banyak

Pen

w.br.nq1.h5

Pen

w.br.nq1.h6

Jam masuk

madrasah

diniyah cabang

Jam bentrok

Majlis Ta‟lim

al-Mar‟atus

Shalihah

Ada kakak saya, zamroh (jam‟iyah raodlatul hasanah), ke desa-desa

yang dikoordinatori oleh ra masrur

Klo syubbanul muslimin?

Syubbanul muslimin saya sendiri, fokusnya kepada para pemuda dan

alhamdulillah anak-anak sekarang banyak perubahan, pada awalnya

saya lihat ke desa-desa, saya eman, mereka mabuk2an, dll akhirnya

saya menghimpun mereka membaca ratibul haddad dan maulid

simtud duror, tapi kita kemas dengan gaya pemuda, alhamdulillah

mereka banyak perkembangan, yang awalnya mereka hanya gitar2an

sama saya dibelikan hadrah akhirnya mereka menyukai main

hadroh,,,

Apa harapan dan tujuan dilaksanakan syubbanul muslimin?

Tujuan dan harapannya adalah ingin membentuk pemuda yang

berakhlak, terus terang saat ini kehilangan ayam di perkampungan itu

sudah biasa klo sudah ada orkes.

Acara ini dilakukan setengah bulan sekali, di setiap desa tidak sama

waktunya, ada yang malam sabtu, selasa, rabu dan juga malam kamis.

Fokusya ini kepada pemuda yang rata-rata pendidikannya masih

minus

Klo harapan dari berdirinya majlis ta’lim al-mar’atus shalihah?

Ya menjadikan wanita yang shalihah dan teguh

Bedeh pole se rajeh pengajian yang di asuh oleh KH Jalal, senin

manisan, namanah nekah istighatsah, paling sedikit yang hadir sekitar

600-700 orang dan baca ya hayyu ya qayyum sebanyak 2500, mulai

sebelum maghrib sampek jam 10 (malam) baru selesai

Nekah untuk dzikirnya, jadi ka‟ entoh nekah mpon lengkap,

Pen

w.br.nq1.h7

Pen

w.br.nq1.h8

Pen

w.br.nq1.h9

Koordinator

Harapan dan

tujuan

Jamaah

Taqarrub Ilallah

(JPI)

Membangkitka

n gairah

keagamaan

Membentuk

karakter

pemuda

Antusias

hadirin dalam

menghadiri

acara

lengkapnya untuk pemberdayaan di pendidikan, mendidik masyrakat

lewat madrasah diniyah cabang mendidik nak-kanak dan melatih

anak-anak bermasyarakat, dan nak-kanak pas punya cita-cita, engko‟

mole koduh engak riah, rata-rata seperti itu, menumbuhkan semangat,

dan lagi mengajarkan berpidato (melatih mental)

Berangkatnya dari sebuah keikhlasan

Dan juga ada yang lebih besar, Robbany ini untuk alumni, alumninah

sekitar 17 ribu, koordinatornya non Hadi, alumininah benyak deri ka‟

entoan dibik, kegiatanah nekah macem-macem tapeh rata-rata ngaji

kitab fathul qarib, bedeh Besok ben rabu manis, untuk paiton ben

minggu kelebun, dan itupun dari alumni yang sosial, klo ada yang

mau mondok dan tidak mampu, akan di biayai robbany, neng

ka‟enjeh se mondok sekitar 35-an santri yang ditanggung.

Tahun berapa Nurul Qadim Mendapatkan Penghargaan

penghijauan dari jatim?

Sekitar tahun 1993

w.br.nq1.h9

Kegiatan para

alumni

Penghijauan

Membentuk

ikatan

emosional

antara alumni

Muhammad

Syakur, Alas

Tengah,

Madrasah

Diniyah

Nurullah, 125

siswa

Sareng bapak serah?

Muhammad Syakur, deri alastengah

Napah nama madrasah diniyanah?

Madrasah Diniyah Nurullah

Senapah siswa mas?

125 siswa

Mon tepak hari-hari ulang tahun/haflah bisah bertambah, se tak aktif

terro a sekolaah pole tapi akhirnya saya perketat, mon tak masok

mulai awal tak tahun tak e teremah

Input siswa mulai dari umur berapa mas?

Pen

w.pmd.nq1.s

1

Pen

w.pmd.nq1.s

2

Pen

w.pmd.nq1.s

3

Pen

Banyaknya

siswa

Input siswa

Input siswa rata-rata berusia anak sekolah dasar sampai tingkat

sekolah menengah pertama, semua kelas terdiri dari enam lokal,

sebenarnya klo dari peraturan depag, untuk tingkat ula sebenarnya 4

kelas dan wustho 3 kelas

Untuk ke depan, bilamana anak madin semakin banyak, di

formalkan kan juga bisa, ada nggak tujuan untuk menformalkan

madrasah diniyah ini?

Maunya masyarakat emang seperti itu tapi saya itu masih belum

berani, takut tenaga pengajarnya tidak sejalan dengan kita, klo

pondok ini sudah banyak kader-kader yang bisa mengajarkan ilmu

umum, insyaAllah itu bisa. Sebenarnya ada tujuan untuk ke sana,

masih menunggu alumni PPNQ yang mampu mengajar pelajaran

umum agar selaras dengan tujuan kita, ternyata sekrang sudah banyak

para alumni yg sudh S-1

Kemaren, setelah saya mengikuti rapat, insyaAllah ke depan, antara

depag dengan diknas sudah ada kesepakatan atau MOU bahwa siswa

yang akan masuk ke jenjang pendidikan SMP harus d sertai dengan

ijazah diniyah setempat dan ini juga oleh bupati di pendopo sudah

sudah mendapatkan respon yang baik. Saya usul waktu rapat, kapan

ini pelaksanaannya?

w.pmd.nq1.s

4

Pen

w.pmd.nq1.s

5

madrasah

diniyah cabang

Memformalkan

madrasah

diniyah cabang

Menggabungka

n dua lembaga

pendidikan

Sinyalemen

bahwa

madrasah

diniyah akan

segera

mendapatkan

tempat di hati

masyarakat

12-07-12 Jabatan pean di sini ustadz?

Saya sekarang ketua yayasan, sekaligus kepala madrasah diniiyah

Klo bendaharanya?

Klo bendahara yayasan bapak Babun

Sekretarisnya Ustadz?

Sholehuddin

Pen

w.pmd.nq1.s

6

Pen

w.pmd.nq1.s

7

Pen

w.pmd.nq1.s

8

Sudah lama berdiri?

Tahun 1985

Sudah pindah 3x, Awalnya ini di timur, lalu pindah ke selatan dan

sekarang di sini (barat jalan), pindahnya ke sini tahun 1990-an,

namaya tetep madrasah diniyah Nurullah, emang dulu kurang begitu

prospek muridnya paling cuman 50 siswa sebelum ada di sini

Sempat disini muridnya 180-an tahun 2000

Klo dari pondok, berapa guru tugas yang mengajar disini?

Tahun yang lalu itu 4 orang dan tahun ajaran 2012 ini 3 orang, emang

maksimalnya 3-4 orang, cuman disini yang beri guru bantu 3-4 orang

yang lainnya cuman 2-3 orang, sekarang siswanya 130-an

Lokalnya sudah ada berapa?

Ada 6,

Apa ada bantuan untuk pembangunan madrasah ini?

Klo dari pondok nggak ada, ini hasil dai swadaya masyarakat dari

pemerintah juga masih belum ada

Tahun berapa bangunan ini sudah komplit?

Tahun 2000

Untuk pagi harinya, apa ada kegiatan selain diniyah ustadz?

Belum ada takut berbenturan dengan SD, untuk ke depan emang ada

rencana untuk membuka PAUD, malah bukan hanya PAUD saja,

pengennya kita buka MI juga

Dari pengasuh PPNQ, apakah sering memberikan arahan

mengenai ini ustadz?

Ya, malah setiap 3 bulan sekali ada rapat koordinasi seluruh cabang

dari Nurul Qadim tentang kemajuan, guru-guru semuanya

Pen

w.pmd.nq1.s

9

Pen

w.pmd.nq1.s

10

Pen

w.pmd.nq1.s

11

Pen

w.pmd.nq1.s

12

Pen

w.pmd.nq1.s

13

Pen

w.pmd.nq1.s

14

Pen

w.pmd.nq1.s

15

dikumpulkan dengan pengasuh dan kepalanya, tempatnya juga

berpindah-pindah

Apakah ada bisyaroh untuk guru ustadz?

Untuk guru nggak ada cuman baru-baru ada bantuan BOSDA dan

sudah mulai tahun kemaren

Perguru, berapa besaran bisyarohnya?

Ya tergantung lama pengabdian dan juga dana itu sendiri, jadi

bayarannya nggak menentu

Apakah kurikulumnya sama ustadz antar madrasah?

Sama, emang itu pemerataan dari pondok dan remote kontrolnya ada

di gus hafidz, klo beliau bilang merah, ya semuanya merah

Dan jamiyahnya gus hafidz yang paling banyak disini, yang ikut

sekitar 150 pemuda akhirnya sekarang beliau itu dilirik oleh orang-

orang pemerintah yang mempunyai kepentingan

Syubbanul muslimin diselenggrakan disini setiap hari apa?

Setiapsetengah bulan sekali, pas hari rabu

Klo kegiatan ustadz-ustadz sebenarnya cukup banyak, malam senin di

mushalla biasanya shalawatan, dan setiap malam rabu ada sarwaan

Pekerjaan sampean apa ustadz?

Ya netral, artinya tidak ada pekerjaan yang tetap, setelah acara

(haflah) ini biasanya saya kerja tembakau, ya bertani malahan

sawahnya gus hafidz sekarang sya yang mengerjakan (mengurusi)

Klo alumni nurul qadim, saya kira sudah bisa bermasyarakat karena

setiap hari mereka di didik untuk mengajar di madrasah diniyah

cabang dan malam harinya mereka langsung berinteraksi dengan

Pen

w.pmd.nq1.s

16

Pen

w.pmd.nq1.s

17

Pen

w.pmd.nq1.s

18

Pen

w.pmd.nq1.s

19

Pen

w.pmd.nq1.s

20

masyarakat, dengan mengikuti kegiatan- kegiatan keagamaan yang

ada di masyarakat

Apa tujuan madrasah diniyah ini ustadz?

Demi agama demi mencerdaskan putra putri masyarakat sekitar

dalam bidang agama, klo nggak ada diniyah ini, bagaimana anak-

anak yang sekolah SD yang pelajaran agamanya hanya satu jam

perminggunya.

Berapa spp-nya ustadz?

1500/bulan

Alamat disini ustadz?

Jl Kalimas Alas Tengah Paiton

Niatnya KH Nuruddin pada awal mulanya, berdirinya madrasah-

madrasah diniyah ini untuk membendung aliran-aliran dari luar

kepahaman ahlus sunnah wal jamaah dan takutnya terkikis

kepahaman ini maka dibentuklah madrasah-madrasah diniyah ini.

Oleh karenanya ketika waktu itu pondok pesantren baru awal berdiri,

banyak bemunculan SD-SD di sekitar pesantren, yaitu sebelah timur,

barat, dan selatan. Atas fenomena tersebut kyai akhirnya memiliki

inisiatif untuk membentuk madrasah diniyah ini. Ini saya mendengar

langsung dari penjelasan beliau sendiri.

Kekhawatiran beliau juga didasari atas keprihatinannya atas

masyarakat di sekitar pesantren, dimana pendidikan agama sangat

minim sekali

Kalo pandangan politik kyai, menurut panjenengan, bagaimana

ustadz?

Mulai dulu pemikiran kyai tentang pembelaan kepada yang benar

karena agama, buktinya putra-putra beliau tidak boleh satupun ada

yang menjabat sebagai dewan legislatif maupun eksekutif daerah.

Pen

w.pmd.nq1.s

21

Pen

w.pmd.nq1.s

22

Pen

w.pmd.nq1.s

23

Pen

w.pmd.nq1.s

24

Kata beliau bahwa saya bukan karena cinta akan sebuah partai (PPP)

atau fanatik tapi murni karena mencari sebuah jalan kebenaran, kyai

sendiri dulu penah pindah partai, pada awal kali PKB di bentuk tapi

setelah itu kembali lagi ke PPP

Klo sosialnya ustadz?

Kyai pernah membangun jembatan di daerah sini, sebenarnya bukan

murni dana dari beliau akan tetapi bupati sekarang itu ingin

membantu pembangunan pondok namun beliau menolak. Dengan

jawaban, bahwa tidak perlu bupati, saya masih mampu membangun

pondok ini sendiri, saya cuman minta bantuan yang diberikan kepada

masyarakat dengan mendirikan jembatan layang yang

menghubungkan alas tengah dengan kalikajar. Waktu itu anggaran

untuk jembatan masih 450 juta. Karena kyai sendiri dana pribadinya

masih di fokuskan pada pemabangunan masjid yang ada di dalam

pesantren.

Klo dana dari kyai sendiri ustadz?

Klo dulu, masuk musin tanam, biasanya masyarakat butuh pupuk,

kyai biasanya meminjamkan dana kepada masyarakat dengan cuma-

Cuma dan tidak pernah mengambil dana sepeserpun tetapi akhirnya

dihentikan karena orang yang dipasrahi untuk hal ini, meminta uang

lebih kepada masyarakat, seakan-akan persepsi masyarakat waktu itu,

kyai meminta uang lebih dari hutang yang diberikan dan berita

negatif ini akhirnya terdengar oleh kyai, sehingga beliau merasa tidak

enak kepada masyarakat dan sampai sekarang tidak ada lagi. Waktu

itu kyai memberikan dana sekitar 10 juta

Selain itu nggak ada, namun kepentingan seluruh pesantren, biasanya

di tanggung sendiri oleh kyai seperti pembagunan pesantren, mulai

dulu kyai tidak pernah minta sumbangan kepada alumni maupun wali

murid dan juga setiap hari memberi makan para asatidz

Pen

w.pmd.nq1.s

25

Pen

w.pmd.nq1.s

26

Klo manaqib yang di koordinatori oleh yai, banyak yang hadir

ustadz?

Sebagaian masyarakat sini banyak yang ikut, pada awalnya ini bukan

untuk masyarakat tapi kepada para santri-santrinya, klo masyarakat

ikut, dipersilahkan,, yang hadir biasanya lebih dari 100 orang

Klo yang senin manis, kyai Jalal, itu banyak yang hadir, dari

muslimin saja sekitar 600-700 belum yang muslimat, sepertinya lebih

dari 1000 jamaah

Klo majlis al-mar’atus shalihah?

Ooo.. ya malam selasa, klo dari sini juga banyak yang ikut

Sampean juga termasuk pengurus Robbany ustadz?

Ya,, koordinator daerah Paiton, yang ikut sekitar 70-100 alumni

setiap ahad pon, dengan membaca kitab fathul qarib

Katanya robbany juga mengadakan dana sosial?

Betul.. yaitu bagi santri yang tidak mampu itu ada beasiswa, emang

ada pengumpulan dana dari alumni, hal ini bukan inisiatif dari

pesantren, pesantren tidak pernah menginstruksikan tapi murni

keinginan/inisiatif dari para alumni. Sepertinya lebih dari 30 orang

yang dapat beasiswa ini.

Apakah pondok pernah mengadakan semacam pelatihan?

Ada, biasanya diklat dan mendatangkan tenaga ahli dari pihak luar,

biasanya khusus kepada para guru tentang pendidikan anak, kemaren

ada diklat tentang manajemen pendidikan dan keuangan, nara

sumbernya ini dari sidogiri

Pen

w.pmd.nq1.s

27

Pen

w.pmd.nq1.s

28

Pen

w.pmd.nq1.s

29

Pen

w.pmd.nq1.s

30

Pen

w.pmd.nq1.s

31

3 20-04-12 Ra Hafidz Tentang sejarah pondok, bagaimana berdirinya pondok ini?

Berawal dari sebuah surau kecil yang akhinya menjadi masjid dan

banyak muridnya, masyrakat juga banyak yang mengikuti pengajian.

Pen

w.br.nq1.h10

Sejarah pondok

Akhirnya yai minu menikahkan putrinya dengan yai nuruddin, karena

banyaknya para murid yang mengaji, dibuatlah beberapa pondoan

kecil untuk menampung mereka. Rata-rata penduduk sekitar adalah

alumni dr PPNQ,sehingga keberadaan SD pada waktu itu kurang

diminati oleh masyarakat karena di dasari persepsi yang mengatakan,

bahwa SD adalah sekolaannya orang-orang belanda.

Siapa koordinator bagian pendidikan disini mas?

Saya saat ini di bagian biro tarbiyah, sedangkan kakak saya (ra hadi)

adalah ketua yayasan. Abdinah fokus ke masyarakat mon kakak

nekah mencari link di luar

Bagaimana perkembangan pondok pesantren?

Pekembangan pondok pesantren sendiri, besarnya ketika di asuh oleh

Abah, bisa dikatakan abah yang mendirikan karena sebelum ada abah

belum ada pendidikan hanya ngaji-ngaji biasa, abah tojuk (mengasuh)

neng ka‟ entoh tantangannya luar biasa, kyai minu mpon seppo dan

hanya penyandang dananya, kyai jalal bekto genekah masih berumur

6 tahun, kyai jalal cek ta‟dzimah, polanah debunah ketika eyadduh

bik oreng, kyai jalal a debbu ke oreng tersebut, “pean tak usah benta

napah, pa jubein benta kakang ka kuleh tak kerah masuk ten,, karena

dia guru sekaligus besan sama saya. Kiai jalal masih d gendong yai

nuruddin dan juga ngaji kitab sama beliau makanya kyai jalal sangat

ta‟dzim meskipun putra pengasuh

Secara garis besar, metode pendidikannya, mengacu kemana?

Lebih banyak ke Lirboyo, tapi klo metode pembelajaran kitabnya,

abah adebu “engko riah ollenah nemoh dibik, ketika engko ngajerin

nak kanank santreh, riah e yajerin nahwu dbik shorrof, dinak reah bel

bebbel (goblok), engko ger tak taoh de‟remah caranah, maklum oreng

disah, reah engko tak taoh de‟remah caranah, akhirah la sellah

terakat, pas punya metode dibik dalam ngajeri santreh” seperti tasrif

Pen

o.br.nq1.h11

Pen

w.br.nq1.h12

Pen

w.br.nq1.h13

Jabatan ra hafid

Kiblat dalam

metode

pembelajaran

Sebuah

kreatifitas yang

melahirkan

sebuah metode

pembelajaran

saja ini tak padeh (dengan pondok pesantren yang lain), seperti

nerangagi bina‟ shahih, bina‟ shahih maloloh sampek juz 5 bik 6,

setelah bina‟ shahih mateng, selanjutnya bina‟ mudlo‟af sampai

paham karena katanya abah, koncinah bedeh neng bina‟ shahih, bina‟

shahih la teppak baru pindah ke laenah, setelah itu di praktekkan dgn

buat lafad yg jelimet dan santreh e soro becek

Makanya murid-murid konanah nekah laen caen, tak padeh bik se

laen, lirboyo dibik kuleh tak padeh, keng ta potranah benyak se

mondok neng lirboyo akhirnya benyak perubahan.

Putranah aba umur 8 thun koduh mondok, tidak sampai di didik ole

abah, kakak saya (ra hadi) umur 8 tahun sudh di ploso, sobung se

sekola SD karena tak e parengagi bik aba karena anti sarah bik SD

Apakah termasuk tenaga pengajarnya juga?

Tenaga pengajar juga banyak yang dari lirboyo, se etegguk neng

ka‟enjeh kelas IV dan V, mon kelas IV ben V mpon mateng, ka‟sah

mpon nyaman (artinya dia bisa otodidak dalam mempelajari kitab)

Klo ditingkat ibtidaiyah, apa yang ditekankan?

Klo tingkat ibtidaiyah yang di tekankan adalah nahwu dan sharaf, klo

tingkat tsanawiyah seperti fiqh, „arudh dll..

Pembelajaran semuanya berkiblat ke lirboyo karena ta potranah

benyak alumni Lirboyo

Klo tsanawiyah mas?

Nggi semuanya

Klo di aliyah?

Di aliyah bedeh juman, jawahirul maknun, Klo sudah di jenjang

aliyah, anak-anak penekanannya banyak yang ke perjuangan, dalam

belajar minat mereka mulai berkurang karena banyak yang terjun

dalam pemberdayaan masyarakat di madrasah diniyah cabang, jadi

Pen

w.br.nq1.h14

Pen

w.br.nq1.h15

Pen

w.br.nq1.h16

Pen

w.br.nq1.h17

Tenaga

pengajar

Penekanan mata

pelajaran

Penekanan mata

pelajaran

Lebih konsen

kepada

pengabdian

seakan-akan mereka lebih sibuk di luar

Tahun 80-an santri begitu pesat sampek lebih 500 putra blum yang

binik, pas benturan dengan politik santri mulai berkurang tapi

sekarang ketika dipegang oleh yang muda-muda, mulai bergeliat lagi

para santri yang masuk pondok

Meskipun disini sudah ada umumnya tapi tetap muhafadlah, yang

banyak kan biasanya akhdu saja (pondok yang lain) kita tidak

mengingikan engak nekah,

SMA nekah sudah buat komitmen bahwa anaknya harus mondok,

biar tidak dijadikan hanya sekolah umum saja

Tujuannya di buka sekolah Aliyah ini agar para masyarakat mau

memondokkan anaknya sekaligus sekolah formal.

Ada yang tanya dari masyarakat dan alumni agar anaknya bisa

sekolah formal dengan nyolok (tidak menetap di pesantren), mereka

saya jawab bahwa tujuan saya ini mendirikan agar mereka mau

memondokkan anaknya, sekolah ini hanya sebagai pancingan agar

mereka mau memondokkan anaknya.

Bagaimana klo di madrasah aliyah dikhususkan untuk

pengembangan keilmuan?

Kita punya cita-cita ke sana, deddih caen kak hadi genekah, kelas

I,II, dan III e padeddieh ibtida‟, kelas I, II dan III aliyah e padeddieh

tsanawiyah, se aliyah e padeddieh ma‟had aly ada arah ke sana.

Menurut non-hadi, kita masih membutuhkan 5M lagi untuk mencapai

target kita, pembangunan sekarang ini sudah menghabiskan sekitar

3M.

Yang paling berat ke depan tantangannnya adalah minat santri,

seakan mereka tidak punya ghiroh dan mahabbah untuk belajar,

Klo pondok putri meskipun salaf tiap jum‟at ada kursus gebey jejen

Pen

w.br.nq1.h18

Melestarikan

nilai-nilai lama

Santri kalong

Aliyah sebagai

pengembangan

ilmu

keagamaan

Minimnya

minat santri

untuk belajar

Permintaan

masyarakat

untuk tidak

memondokkan

putra-putrinya

Ingin lebih

menyederhanak

an jenjang

pendidikan

seperti PKK

Bagaimana format madrasah diniyah cabang ke depan mas?

Gi can gelek, kita harus mengikuti perkembangan zaman, jadi

pekembangan ke depan nekah napah, bahkan kulehse mangken ingin

berpacu yang mana kelas 1, 2 dan 3 ke TPQ, soalnya kayaknya yang

lebih terjual ke masyarakat, layak jualnya ke masyarakat sekarang

adalah TPQ, dgn metode-metode membaca al-Qur‟an dengan cepat,

kuleh terro ngutusah santreh untuk mempelajari metode al-Qur‟an ini.

Tempat untuk madrasah diniyah, apakah di masjid atau di

surau?

Sudah berbentuk lokal, tidak di masjid maupun musholla

Tapi kakak (ra Hadi) kuleh nekah semapat bingung, noroah de‟amh

dinak reah

pondok ini karena setiap pondok mempunyai ciri khas, kaya‟ di

sidogiri, ubudiyahnya luar biasa, sedangkan intelektualnya jauh

dengan ploso dan lirboyo, terus engak lirboyo, intelektualnya maju

dan anak-anaknya kritis tapi ubudiyahnya tadek sekaleh

mon neng ka‟enjeh nekah engak se pas ekalaah kabbi, sampek guru

dari lirboyo dek adeen sampek ta kerjet, sampek mengatakan “disni

ini malaikat apa manusia” ya mungkin lirboyo tidak biasa di forsir

seperti itu

neng ka‟enjeh aktivitasnya mulai pagi jam 1 di bangunkan untuk

shalat tahajjud yg langsung e pimpin bik aba sampek jam setengah 3

Bagaimana kondisi para santri ketika jam pelajaran pagi d

kelas?

Enten tak napah, nak-kanak seger karena sudah biasa

Pen

w.br.nq1.h19

Pen

w.br.nq1.h20

Pen

w.ky.nq1.h20

Bentuk

pembelajaran

diniyah cabang

ke depan

bentuk

sarananya

ciri khas

pondok

pesantren

padatnya

aktivitas

Hiburan bagi

para santri

Apakah ada hiburan bagi santri?

Ada hadroh, sepak bola seminggu dua kali, nggi neser nak-kanak

karena di forsir waktunya

Keng rata-rata mas, kebenyaen lari ke barokah, karena pesantren itu

tergantung dari pendirinya, seperti d Lirboyo sendiri kenapa

keilmuannya begitu karena KH. Abdul Karim dalam keilmuan

memang cukup kuat mungkin di ploso-pun juga seperti itu, engak

ka‟enjeh kyai Mino dibik ketika mondok ke Genggong karena karena

secara keilmuan Kyai Mino hanya belajar Sullam-Safina

yang paling terasa kepada masyarakat dari nurul qadim tentang

pemberdayaan masyarakat, bahwa kyai minu sudah pernah

membangun 48 masjid yang ada di daerah paiton, jelen neng Randu

Merak, Kyai minu yang buat, jembatan nekah, laoknah kabbi Kyai

Mino yang buat

Pen

w.ky.nq1.h20

Pemberdyaan

dalam dakwah

islamiyah

20-04-12 Ra Ubed Panjenengan di sini menjabat sebagai apa mas?

Jabatan kuleh neng ka‟ enjeh sebagai sekretaris yayasan, ketua

yayasannah kang Hadi

Bagaimana sejarah pondok pesantren salaf ini mas?

Memang amanah dari pendiri, kyai minu, agar bermanfaat karena

banyak pendidikan yang sudah tidak terjangkau oleh masyarakat,

pengasuh mengamanatkan, bahwa:

a. Menjembatani pendidikan kepada masyarakat yang tidak

mampu agar mereka mampu mendapatkan pendidikan

b. Tetap akan kesalafannya karena mulai terkikisnya pondok-

pondok salaf dan banyak yang sudah berubah kepada pondok

modern dan pondok salaf keberadaannya bisa dibilang sudah

mulai langka apalagi di daerah probolinggo untuk mengisi

kekosongan dalam ilmu agama

Pen

w.sy.nq1.u1

w.sy.nq1.u2

Jabatan

Sejarah

pesantren

Memfasilitasi

pendidikan di

masyarakat

Untuk mengimplementasikannya, agar pesantren Nurul Qadim tetap

eksis di masyarakat, yang katakanlah masyarakt sekarang

memerlukan formalitas, karena itu banyak alumni nurul qadim yang

tidak memasukkan putra-putranya hanya gara-gara formalitas, emang

dirasakan sekali, agar eksis di tengah masyarakat maka dibentuklah

madrasah diniyah cabang tujuannya adalah untuk mengisi

kekosongan dan membantu masyarakat yang minim akan

pengetahuan agama terutama anak-anak kecil

Semangken mon tak keleroh madrasah cabang ini sekitar 30 lebih

bahkan sampek keluar dari wilayah probolinggo, engak bedeh neng

gilih, tanggul, situbondo

Setiap ada pertemuan alumni oleh pengasuh, mereka di tekan untuk

mendirikan madrasah di setiap desa, dan memang kesulitan dalam

mencari tenaga seng poron ngajer, sampek bedeh istilah “guru

perengan”, ngajer gun olle sepereng..

Akhirnya pesantren menjembatani anak-anak yang sudah aliyah

ditugaskan untuk membantu madrasah diniyah, yang mereka

butuhkan hanya sepeda pancat, yang penting mereka sudah di belikan

sepeda pancat, habis dluhur mereka sudah berangkat, setiap hari ke

madrasah cabang dua orang, dan itu tidak bosan-bosannya dalam

mengabdi, mereka juga mengajar sekaligus mengelola sendiri, artinya

mereka mengajar di luar bukan di didik untuk mencari pekerjaan tapi

membantu sebuah perjuangan

dari sekian banyak madrasah cabang itu, alhamdulillah ada

pemasukam (input) santri ke pesantren

Apakah keberadaan lembaga formal di dalam pesantren

sekrang, atas inisiatif sendiri atau karena dorongan dari para

alumni?

Pen

w.sy.nq1.u2

Tujuan

madrasah

diniyah cabang

Keslitan

mencari tenaga

pengajar

Penugasan

siswa aliyah

Input santri

Mengisi

kekosongan

pendidikan di

tengah-tengah

masyarakat

Instruksi untuk

mendirikan

lembaga

pendidikan

Mendorong

para siswa

untuk lebih

meningkatkan

jiwa

pengabdian

Sebagai wadah

untuk

menjaring input

sebenarnya kompleks, bukan hanya kemauan pesantren, alumni

maupun masyarakat, tapi semuanya mempunyai peran dan andil.

Akhirnya ka‟ entoh ketika ijazah di jadikan sebuah bahan untuk

mencari pekerjaan, banyak masukan dari alumni dan masyarakat,

bagaimana seandainya nurul qadim juga membuka sekolah formal,

setelah diskusi dengan para pengasuh, dan d pikir oleh pengasuh dan

lama, hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan karena juga

ingin meng-eksiskan salafnya, prosesnya lama, ketika tan tretan

sudah siap, baru ada lampu hijau dari pengasuh akhirnya di

bangunlah sekolah formal tapi sebagai penunjang, tetap sekolah

salafnya yang sebagai acuan, ini (sekolah formal) hanya sebagai

sayap pendidikan. Pengasuh memberikan arahan “tolong ini di atur

cong, gimana sekiranya sekolah ini tidak mengganggu pendidikan

salafnya” dan tidak boleh tidak, nurul qadim memang harus

mendirikan sekolah formal, karena pancen di rasakan onggu

kesulitannya, dari macem-macem, fasilitas dll..

akhirnya lahirlah sebuah konsep المحافظة علي القديم الصالح واألخر بالجديد

,nekah bagimana formal tidak mengurangi nilai salafnya األصلح

akhirnya di buatlah sebuah aturan, anak yang sekolah formal wajib

sekolah salaf dan anak yang sekolah salaf tidak wajib sekolah formal.

Bagi anak baru yang mau mondok, ko tujuannya hanya mau sekolah

di formal, tidak di terima harus juga di salaf.

Pelajaran yang di ajarkan di formal, apakah semua pelajaran

seperti biasanya sekolah-sekolah formal atau hanya pelajaran-

pelajaran UAS?

Semua di ajarkan cuman ketika anak keluar dari kelas yang

ditekankan tetap kesalafannya

Klo seandainya berjalan bareng-bareng antara salaf dan formal,

bagaimana kiat-kiat agar lulusan sekolah formal dapat mencapai

Pen

w.sy.nq1.u3

Pen

w.sy.nq1.u4

Dorongan untuk

membangun

lembaga formal

Nilai-nilai lama

menjadi prinsip

Mata pelajaran

formal

pesantren

Sekolah formal

hanya sebagai

sayap

pengembangan

pendidikan

dalam menarik

minat untuk

mondok

Lembaga

pendidikan

salaf mencoba

untuk

mengembangak

an nilai-nilai

yang baru

Mata pelajaran

standar lulusan?

Itu memang hal yg sulit pi bukan tidak mungkin dari yayasan

memang mencari guru-guru yang ahli dalam bidangnya, karena

kemauan dari yayasan sendiri tidak mau setengah2 dalam mendirikan

sekolah formal meskipun cabang dari salafnya. Alhamdulillah, dari

MTsA se probolinggo (madrasah Tsanawiyah satu atap) dapat juara I

tahun kemaren, terbaik dari fasilitas dan mutunya dan terbanyak

muridnya.

Udah berapa tahun Tsanawiyah berdiri?

Tahun ini sudah lulusan, tahun depan ke aliyah ini kemaren sudah

rapat yayasan, apakah nanti buka SMA, MA apa SMK tapi

insyaAllah ke MA ja

Setelah saya berkunjung ke lab, apakah para siswa mampu

melakukan kegaiatan tersebut, padahal di pondok kegiatan

sangat padat?

memang hal yang sulit jika ada kemauan bukan hal yang mustahil

untuk dicapai butuh dukungan dari semua pihak, terutama dukungan

dari pengasuh, tentunya lulusannya ingin paham agama dan juga ilmu

umum seperti halnya ulama-ulama dulu. Ayolah kita coba pelan-

pelan, saya rasakan emang sangat berat

apa tujuan dari adanya dua pendidikan yang berbeda ini?

Kemauannya semacam itu (mampu ilmu agama dan umum),

sementara ini kan seakan-akan dipilah-pilah, kenapa ini tidak di coba

untuk digabungkan, klo kita mengatakan itu hal yang sulit karena

akan mengalahkan salah satunya. Saya kira kenapa tidak mungkin

seperti ulama-ulama dahulu

Dari segi sosial, apa pemberdayaan untuk ke masyarakat?

Klo di bidang keagamaan nggi, katakanlah yang orientasinya ke

Pen

w.sy.nq1.u15

Pen

w.sy.nq1.u6

Pen

w.sy.nq1.u7

Pen

w.sy.nq1.u8

Standart lulusan

sekolah formal

Berdirinya

sekolah

Tsanawiyah

Padatnya

kegiatan di

pondok

Tujuan dari 2

lembaga

pendidikan

Pemberdayaan

dalam bidang

salaf tetap

diunggulkan

bidang pendidikan, di nurul qadim itu banyak, ada kegiatan yang itu

bukan diikuti oleh para santri, diantaranya ada yang semenjak dulu

Setiap malem selasa, khusus muslimat, nyamanah “masjlis ta‟lim

almar‟atus shalihah”, nekah masyarakat yang mengikuti muslimat,

PJ-nya siapa mas?

Penanggung jawabnya selama ini adalah KH Nuruddin, karena beliau

yang mendirikan pertama kali

Ada juga kegiatan istighatsah JPI (jam‟iyah taqarrub ilallah) setiap

malem senin manis, PJ-nya kyai Jalal

Berapa jamaah yang mengahdirinya?

Setiap malem senin manis tidak pasti, cuman Saya dipasrahi sama

abah untuk menyiapkan konsumsinya meskipun ala kadarnya, se

senin manis berik nekah a bungkos 1000 korang, jamaahnya tidak

selalu pasti, acaranya setelah isya‟, istighatsah, di akhiri dengan

ceramah, ceramah nekah yang mengisi gantian, kadang dari luar

Kemudian bedeh pole Tiap malem juma‟at manis, ini ada manaqib

syaikh abdul qadir jailani, yang di asuh oleh kyai Nuruddin, lastareh

isya‟

Klo ra Masrur?

Klo ra masrus itu sama, manaqib syaikh abdul qadir juga, yaitu

jamrah yang bertempat di luar pesantren dan berpindah-pindah

Terus bedeh pole, karena yang ada genekah, majlis ta‟lim- ta‟lim,

ketika di lihat dan ditinjau yang datang sepuh-sepuh sedangkan untuk

segmen yang muda belum ada yang garap ketika non hafidz pleman

dari pondok, terus sareng abah, coba keluar, mendekati masyarakat

yang muda, di ajak untuk bersama-sama, minimal di ajak pengajian,

Pen

w.sy.nq1.u9

Pen

w.sy.nq1.u10

Pen

w.sy.nq1.u11

sosial

koordinator

kegiatan

dakwah

islamiyah

jumlah jamaah

Kegiatan

dakwah

islamiyah

yang dinamakan “syubbanul muslimin”

Klo dari pondok sendiri, untuk mengadakan pelatihan-

pelatihan, misal pertanian, perkebunan cocok tanam, dll?

Sejauh ini masih belum, cuman sebenanya untuk pesantren masalah

penghijauan sudah ada sejak dulu cuman tidak mengikut sertakan

masyarakat secara umum tapi hanya orang-orang tertentu, mulai

dimin emba nekah a namen e nyor deri jelen dejeh, emang tujuannya

untuk penghijauan dan alhamdulillah, taon senapah seka‟dintoh juara

I untuk tingkat jawa timur untuk penghijauan, untuk tingkat nasional

kala bik luar jawa, sempat mewakili jawa timur

Klo sekarang masalah penghijaun, apakah masih ada?

Tetap dilaksanakan sampek semangken cuman kita tidak fokus ke

sana, mangken pesantren a nanem sengon, ada lahan milik pesantren

akhihrnya di tanami nekah sebanyak 10.000 sengon, sekitar berjalan

2 tahun

Kebanyakan di sini adalah masyarakat petani, apakah dari

pesantren ada fasilitas atau halaqah yang bidangnya dalam

pertanian, agar mereka tahu cara menanam yang baik dsb?

Ada cuman forumnya kecil tidak melibatkan masyarakat secara luas,

ketika penanaman sengon sebelumnya, sempat masyarakat sekitar

berkumpul, ada dari pihak pertanian mengadakan penyuluhan, bukan

genekah maloloh, sempat juga penyuluhan mangga, klo nggak salah

mendapatkan 1000 bibit mangga dari pertanian, akhirnya pesantren

gimeng, mau di tanam dimana mangga 1000 itu, mau tidak mau ya

harus mengajak masyarakat, ketika e du‟um ada petugas pertanian,

Sumber ekonomi pesantren?

Sumber terbesar selama ini, pesantren itu unik dan juga antik, bukan

hanya di nurul qadim tapi mungkin seluruh Indonesia yaitu min

Pen

w.sy.nq1.u12

Pen

w.sy.nq1.u13

Pen

w.sy.nq1.u14

Pen

w.sy.nq1.u15

Syubbanul

muslimin

Kegiatan Sosial

Penghijauan

dengan

menanam

pohon sengon

Fasilitas

pesantren dalam

pertanian

haitsu la yahhtasib..

Disini kan banyak tenaga pengajar, dari pondok membayar

mereka?

Semuanya itu dari pengasuh sendiri

Klo kaya’ listrik?

Ya emang dari siswa ada tapi ketika tidak mencukupi di operalih ke

pengasuh

Apakah ada keinginan untuk membangun koperasi?

Ada, akhir-akhir ini sudah mulai

Berapa syahriah perbulan?

Syahriyahnya perbulan 15.000 itu sudah semuanya, uang pondok,

uang madrasah dsb

Guru ng ka‟ entoh tiap harinya, makannya di tanggung oleh

pengasuh, bayarannya pebulan ada yang 15 ribu, ada yang 20 ribu,

bukan dari pesantren tidak memikirkan tapi emang adanya segitu

ketika mau menaikkan shyahrihyah, pengasuh kasihan kepada anak-

anak yang tidak mampu, dilema sebenarnya

Kedepan pesantren akan membuka sebuah koperasi, dalam

bidang apa koperasi tersebt?

Keinginannya klo kita bermimpi jangan tanggung-tanggung,

keinginannya membuka swalayan, tapi kapan waktunya masih belum

dibicarakan. Kami sekarang masih memikirkan fasilitas pondok

karena mash kurang memadai, ketika tempat belajar tidk ada,

biasanya kelasnya di masjid, sebedeh mpon.. nekah mangken

tsanawiyah udah lulusan, aliyah kelasnya belum ada.

Pen

w.sy.nq1.u16

Pen

w.sy.nq1.u17

Pen

w.sy.nq1.u18

Pen

w.sy.nq1.u19

Pen

w.sy.nq1.u20

Ekonomi

pesantren

Bayaran tenaga

pengajar

Koperasi

sebagai

ekonomi

pesantren masa

depan

12-07-12 Ust Suki Riadi Tahun berapa berdirinya? Pen

Pengasuh

“Nurul

Hasyimi III”

Dusun

Kalianyar 2

Sidodadi

Tahun 1989,

Dari mana bantuan untuk sarana & prasarana?

Dari swadaya masyarakat,

Berapa siswa pak?

Kurang lebih 100, cuman madrasah diniyah

Tenaga pengajarnya dari mana?

Tenaga pengajar dari pondok 3 orang dan juga dari alumni, dari

pondok itu setiap hari, itu tanpa honor semua, karena itu amanat dari

yai,

Mon panjenengan ngajer napah pak?

Den kuleh neng ka‟entoh pembantu umum, klo ada guru yang sedang

udzur saya yang membantu, baik ilmu nahwiyah, bahasa Arab dan

juga yang lain.

Berapa lokal pak?

Enam lokal, kelas I sampai kelas VI

Kira-kira umur siswa kelas I berapa pak?

Ya kira2 sama dengan kelas SD

Mungkin bapak bisa memaparkan sejarah berdirinya?

Pertama ini emang dari titah kyai, katanya beliau tahun ini kamu

harus mendirikan madrasah diniyah. Tapi saya harus di do‟akan oleh

pak kyai karena tanpa itu perjuangan saya itu tidak bisa berjalan.

Masalahnya saya ini oang ekonomi lemah, kyai bilang “klo kamu

nunggu kayanya kapan kamu mau berjuang”. Dari dawuh-dawuhnya

kyai itu saya lakukan, demi kyai Nuruddin. Waktu pembukaan

madarash ini kyai datang ke sini, dan peletakan batu pertama tahun

w.pmd.nq1.r

1

Pen

w.pmd.nq1.r

2

Pen

w.pmd.nq1.r

3

Pen

w.pmd.nq1.r

4

Pen

w.pmd.nq1.r

5

Pen

w.pmd.nq1.r

6

Pen

w.pmd.nq1.r

7

Pen

w.pmd.nq1.r

8

1990. Pertama itu tempatnya itu disni, setelah itu di Masjid.

Bangunan mulai bagus seperti ini tahun berapa pak?

Mulai dari awal emang sudah bagus cuman nggak sebagus sekarang

ini. Ini semua karena kekompakan pengurus, ini semua lantaran

koordinasi, saya tidak sewenang-wenang memberikan kebijakan

terkait hal apapun

Klo dai pihak pesantren pernah memberikan bantuan pak?

Selama ini tidak ada cuman guru tiga orang

Jam masuk pak?

Jam 2

Klo udah sebesar ini, apa tidak ada rencana untuk membuka

sekolah formal pak? Untuk mengisi kekosongan pagi harinya

Mau buka PAUD, insyaallah setelah bulan Syawal ini.

Klo dari pemerintah daerah, apa pernah memberikan bantuan?

Tidak, semua ini dari dana simpatisan

Saya jam 12.00 itu pulang ke rumah, pagi hari saya bekerja untuk

memberi makan guru-guru, uang dari mana klo sya nggak bekerja,

jadi sya harus cari sendiri, tiap hari guru itu makan bersama disini

selesai mereka mengajar, baik guru dari pondok maupun alumni, di

beri makan semua.

Kepala sekolahnya siapa pak?

Bapak Abdullah Kafaby, sekretarisnya Bapak Ghufron, dari Kudus,

berkeluarga dan menetap di sini.

Siswa dipungut biaya pak?

Pen

w.pmd.nq1.r

9

Pen

w.pmd.nq1.r

10

Pen

w.pmd.nq1.r

11

Pen

w.pmd.nq1.r

12

Pen

w.pmd.nq1.r

13

Pen

w.pmd.nq1.r

14

Pen

Bulanannya itu cuman tiga ribu cuman bayarnya perakhir tahun

bukan perbula, klo nggak bayar juga nggak apa-apa, asal anaknya

mau sekolah aja

Berapa persen siswa yang aktif pak?

Sekitar 80% lah.. dan maunya tahun depan ini mau buka TPQ untuk

kelas I, II dan III tapi ini bukan program pondok tapi dari kemauan

pengurus disini.

Klo buka PAUD, apakah tenaga pengajanya sudah ada pak?

Sudah siap,, sebagian gurunya ada yang dari alumni dan sebagian

sudah memilliki strata I

Klo tujuan berdirinya madrasah ini pak?

Tujuannya adalah menghilangkan kebodohan dan lagi klo melihat

pelajaran di SD itu pelajaran agamanya kurang, ingin mengisi

kekosongan yang ada di SD

Katanya kyai, ayo kita berjuang,, klo nggak ada honornya kita nggak

mau berjuang, kita ambil barokahnya saja

Apa saja kegiatan yang ada di robbany pak?

Biasanya itu haul yai hasyim, juga ada ceramah dari yai non hafidz

Dan acara ini juga sebagai mempererat rasa ukhuwwah, karena klo

ada yang kontras antara alumni, biasanya di pertemukan kedua belah

pihak oleh yai, yai terjun sendiri untuk mengatasi konflik ini

Klo istighatsah yai Jalal pak?

Tiap malem senin manis, daerah sini rata-rata ikut semua, mulai dari

pakuniran sampai besuki dan semua jamuan ditanggung oleh yi Jalal,

megikuti tradisinya yai Mino, klo ada acara beliau selalu membiayai

sendiri

Dan yai sering menyempatkan sms sendiri sama orang-orang,

w.pmd.nq1.r

15

Pen

w.pmd.nq1.r

16

Pen

w.pmd.nq1.r

17

Pen

w.pmd.nq1.r

18

Pen

w.pmd.nq1.r

19

Pen

w.pmd.nq1.r

20

seminggu sebelumnya biasanya sudah di kirim, sekitar 1000 lebih

beliau sms sendiri, jadi yang ikut itu biasanya nomer hp-nya diminta

sama yai

Klo yang ikut syubbanul muslimin dari daerah sini pak?

Banyak juga yang ikut, untuk kalangan muda-muda, acara ini mulai

dari besuk, pakuniran, bucor

Hasil dari kegiatan ini, apa ada dampaknya terhadap

masyarakat?

Ya, ada perubahan.. biasanya pemuda itu minum-minuman lambat

laun mulai berhenti. Pertama kali biasanya banyak pemuda yang

memakai anting, lambat laun juga mulai di lepas, gitar-gitaran juga

sudah mulai berhenti

Klo ra masrur?

Ya Jamrah, yang ikut juga banyak sampai sekarang dari daerah

perumahan PLN sama mumi. Beliau jua sering diundang sampai ke

Malaysia. Daerah Maron, Krucil, Krejengan, Pajarakan dan ke Gili

Ketapang sebulan sekali

Beliau juga memberikan beasiswa bagi santri yang hafal alfiyah,

maupun yang bagus nilainya sekitar 50 santri dan sekarang juga buka

beasiswa bagi kaum dlu‟afa

Rabbany juga seperti itu (memberikan beasiswa bagi santri yang

tidak mampu) jadi dari alumni yang mampu itu biasanya memilki

adik asuh mulai 1 orang sampai 3 orng

Klo majlis al-mar’atus shalihah, daerah sini juga banyak yang

ikut pak?

Ya banyak juga, awalnya yai Nuruddin

Pen

w.pmd.nq1.r

21

Pen

w.pmd.nq1.r

22

Pen

w.pmd.nq1.r

23

Pen

w.pmd.nq1.r

24

Guru-guru madrasah diniyah yang dari santri, apakah ada

kegiatan lain?

Ada, mereka biasanya memimpin sarwaan pada malam rabu dan

seminggu sekali

Yai juga tidak pernah nanya sama alumni mengenai keluaga maupun

pekerjaan, beliau selalu menanyakan perjuangan apa yang telah

dilakukan mereka di masyarakat

Pen

w.pmd.nq1.r

25

5 13-07-

2012

Bapak Sholeh,

Kalikajar

Apakah bapak pernah ikut pelatihan di Pondok?

Pernah sekali, itu sudah lama. Tidak ada program lagi sampai saat ini

Tentang apa itu pak?

Sengon, dulu sama pihak pertanian

Apakah bapak juga ikut menanam?

Waahh.. sya nggak punya lahan mas, jadi ikut nimbrung thok

Apakah dibutuhkan pelatihan semacam itu pak?

Sini banyak petani, cocok sebenarnya klo mengadakan pelatihan

tentang pertanian

klo dalam bidang dakwah, apa bapak sering ikut pengajian?

Tidak semuanya, cuman ikut jamaahnya Kyai Jalal, biasanya satu

bulan sekali.

Dengan mengikuti kegiatan tersebut, apa ada perubahan dikalangan

masyarakat pak?

Ada, cumn nggak begitu cepat karena orang-orang kadang hanya

ikut-ikutan saja

“Menurut beberapa stakeholder pesantren adalah yang paling banyak

dibutuhkan masyarakat adalah pengetahuan tentang keagamaan,

mengingat masyarakat yang putra/putrinya sekolah di lembaga

Pen

w.pmd.nq1.s

h1

w.pmd.nq1.s

h2

w.pmd.nq1.s

h3

w.pmd.nq1.s

h4

w.pmd.nq1.s

h5

w.pmd.nq1.s

h6

w.pmd.nq1.s

h7

pendidikan formal hanya mendapatkan pengetahuan keagamaan

sangat minim sehingga mereka yang sekolah di lembaga formal

hanya tahu sedikit tentang masalah-masalah furudhul ainiyyah,

meskipun mereka sekolah di madrasah formal yang nota bene

lembaga pendidikan Islami.”

NO NAMA SANTRI L/P ALAMAT1 MAULIDIATUL HASANAH P SUMBERAN BESUK2 WULANDARI P SUMBERAN BESUK3 BELA P SUMBERAN BESUK4 NIHAYTUS SALAMAH P SUMBERAN BESUK5 NURFIANA P SUMBERAN BESUK6 YENI NOVITA P SUMBERAN BESUK7 UMMUL BANIN P SUMBERAN BESUK8 DIANA KHOIRIYAH P SUMBERAN BESUK9 AISYATUL MUMTAZAH P SUMBERAN BESUK

10 HALIMATUS P TAMAN SARI KRAKSAAN11 INDAH P TAMAN SARI KRAKSAAN12 NUR AISYAH P TAMAN SARI KRAKSAAN13 NUR AWALIYA P SUMBERAN BESUK14 WULANDARI B P SUMBERAN BESUK15 NUR AINI P TAMAN SARI KRAKSAAN16 DIANA P SUMBERAN BESUK17 LAILA P SUMBERAN BESUK18 M. FARHAN L SUMBERAN BESUK19 M. ADI L SUMBERAN BESUK20 M. RIZAL L SUMBERAN BESUK21 M. ADANG L SUMBERAN BESUK22 M. ANANG L SUMBERAN BESUK23 M. FADIL L TAMAN SARI KRAKSAAN24 M. DAYAT L TAMAN SARI KRAKSAAN25 TORIQU KHOIRU RIKI L SUMBERAN BESUK26 FEBRI HENDRIYANTO L SUMBERAN BESUK27 FIRMANSYAH L SUMBERAN BESUK28 HALIMATUS SA'DIYAH P SUMBERAN BESUK29 LUTFIANA P SUMBERAN BESUK30 ABDULLAH L SUMBERAN BESUK31 ELISA P SUMBERAN BESUK32 WARDANI P SUMBERAN BESUK33 M. YANTO L SENTUL BESUK34 GHUFRON L KREJINGAN35 ZIDNI ILMAN L GLAGAH PAKUNIRAN36 M. KHOLIL L JABUNG CANDI PAITON37 M. JULI BUDIANTO L SUMBERAN BESUK38 M. ALFIN MAULANA L SUMBERAN BESUK39 M. DIDIN L SUMBERAN BESUK40 M. MAHFUD L JABUNG CANDI PAITON41 AMIRUDDIN L KALIKAJAR KULON PAITON42 MUSYARROFAH P SUMBERAN BESUK43 SUNDARI P SUMBERAN BESUK44 SITI ROMLA P TAMAN SARI KRAKSAAN45 NURUL JANNAH P TAMAN SARI KRAKSAAN46 ISFINI P TAMAN SARI KRAKSAAN

47 RISKA P SUMBERAN BESUK48 IDA PERMATA SARI P SUMBERAN BESUK49 ROMLATUN NAHDIYAH P SUMBERAN BESUK50 SYIFA INDANI P RANDU MERAK PAITON51 SAM'A MAULANI P SUMBERAN BESUK52 UMMI RIZQIYAH P SUMBERAN BESUK53 M. SHOLIHIN A L SUMBERAN BESUK54 M. SHOLIHIN B L TAMAN SARI KRAKSAAN55 M. NUFAL ARIANTO L KRAKSAAN WETAN56 M. JALAL L GLAGAH PAKUNIRAN57 BUDIANTO L BRANI MARON58 GHUFRON L SUMBER KATIMOHOK59 ABDURRAHMAN L TAMAN SARI KRAKSAAN60 LIA FITA ZULAIHA P SUMBERAN BESUK61 RIDHO ILAHI L SUMBERAN BESUK62 SITI NUR AISYAH P TAMAN SARI KRAKSAAN63 USNAWIYAH B P TAMAN SARI KRAKSAAN64 AGUS ANDIKA L SUMBERAN BESUK65 ALIA ROHALI P SUMBERAN BESUK66 DESI RATNSARI P SUMBERAN BESUK67 MADINATUL M. L SUMBERAN BESUK68 M. NUR YAHYA L TAMAN SARI KRAKSAAN69 M. ASMI ARYAN L SUMBERAN BESUK70 MAWARDI L SUMBERAN BESUK71 NUR HIDAYATI P SUMBERAN BESUK72 NOVITA AWALIYA P SUMBERAN BESUK73 NUR HIDAYATI P SUMBERAN BESUK74 SITI NUR HALIZAH P TAMAN SARI KRAKSAAN75 RUSDI L SUMBERAN BESUK76 JAMILA P TAMAN SARI KRAKSAAN77 M. ANDI L TAMAN SARI KRAKSAAN78 ASEP HIDAYATULLAH L TAMAN SARI KRAKSAAN79 LUTFIYAH P SUMBERAN BESUK80 YULIATIN P SUMBERAN BESUK81 AHMAD NUR DIANSYAH L SUMBERAN BESUK82 ROFI FIRMAN MAULANA L SUMBERAN BESUK83 ERFAN JAILANI L TAMAN SARI KRAKSAAN84 TAUFIQURRHMAN L SUMBERAN BESUK85 AFANDI RAIS L SUMBERAN BESUK86 NUR HAFID L SUMBERAN BESUK87 AMINUDDIN L SUMBERAN BESUK88 DANIL MAIDO L SUMBERAN BESUK89 M. DAFID NURSILA L SUMBERAN BESUK90 DURATUL MASUNAH P SUMBERAN BESUK91 SURAIDA P SUMBERAN BESUK

UMUR KETERANGAN9 TH9 TH9 TH9 TH9 TH9 TH8 TH9 TH8 TH

10 TH10 TH10 TH10 TH10 TH10 TH9 TH9 TH9 TH8 TH8 TH7 TH7 TH7 TH7 TH

10 TH10 TH10 TH10 TH9 TH8 TH8 TH8 TH

13 TH13 TH13 TH13 TH14 TH14 TH14 TH14 TH14 TH12 TH13 TH12 TH12 TH14 TH

13 TH15 TH15 TH16 TH15 TH16 TH16 TH16 TH17 TH17 TH17 TH17 TH17 TH9 TH9 TH9 TH9 TH

12 TH12 TH12 TH12 TH12 TH13 TH13 TH12 TH12 TH14 TH17 TH17 TH17 TH17 TH8 TH9 TH9 TH

12 TH12 TH12 TH12 TH12 TH12 TH17 TH17 TH17 TH17 TH9 TH

NAMA SEKOLAH/MADRASAH/MADIN : MADRASAH DINIYAH NURULLAHALAMAT LEMBAGA : ALASTENGAH PAITON PROBOLINGGOJUMLAH ROMBONGAN BELAJAR : 4 KELAS JUMLAH SISWA : 122 SISWA

TUJN. PROFESI

TUNJ. FUNGSIONAL

INSENTIF GURU SWASTA LAINNYA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 131 ALVIYAH ALASTENGAH PAITON BHS. ARAB 10 JAM MTS 8 TAHUN2 YUYUN WINARSIH ALASTENGAH PAITON FIQIH 15 JAM MA 1 TAHUN3 ACHMAD SHOLEHUDDIN ALASTENGAH PAITON SEJARAH 30 JAM MTS 10 TAHUN4 SUTIHAR RIZKI GONDOSULI PAKUNIRAN AKHLAQ 30 JAM MTS 1 TAHUN5 SYAMSUL ARIFIN RANDUTATAH PAITON TAUHID 30 JAM MTS 1 TAHUN6 M. SAID TEGAL WATU TIRIS AL-QUR'AN 30 JAM MTS 2 TAHUN7 ABD GHOFUR KUKUSAN KENDIT FIQIH 3 JAM MTS 2 TAHUN8 AGUS SUPRIYADI MATEKAN BESUK SHORFIYAH 15 JAM MA 2 TAHUN9 M. SYAKUR ALASTENGAH PAITON NAHWU 10 JAM MTS 8 TAHUN

10 ABDUS SALAM ALASTENGAH PAITON NAHWU 10 JAM MTS 8 TAHUN11 SAHIRUDDIN ALASTENGAH PAITON TAJWID 10 JAM MI 15 TAHUN12 TAUFIQ HIDAYATULLAH ALASTENGAH PAITON FIQH 15 JAM MA 1 TAHUN13 ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON AL-QUR'AN 10 JAM MI 15 TAHUN14 ZAINUDDIN JABUNG CANDI PAITON SHORFIYAH 3 JAM MI 6 TAHUN

Probolinggo, 24 April 2010KEPALA SEKOLAH/MADRASAH/MADINNURULLAH

M. SYAKUR

DAFTAR NAMA GURU SD/MI/ULA/SMP/MTS.S/WUSTHO

MATA PELAJARAN YANG DIAJARKAN

JUMLAH JAM

MENGAJAR

IJZAH TERAKHIR

MASA KERJA (Tahun)NO NAMA GURU NUPTK ALAMAT

SUBSIDI DARI PEMERINTAH/PEMERINTAH DAERAH YANG DITERIMA

KET

NAMA SEKOLAH/MADRASAH *) : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA

1 2 3 4 5 61 FIRDA B 635 I (SATU) ABDUR ROHMAN ALASTENGAH PAITON2 MOH. IKBAL 634 I (SATU) KADIR ALASTENGAH PAITON3 MOH. ROJIB 633 I (SATU) TAUFIK ALASTENGAH PAITON4 MOH. KHOIRI 632 I (SATU) JUMARI ALASTENGAH PAITON5 SHOFI 631 I (SATU) IMAM ALASTENGAH PAITON6 FITRIYAH 630 I (SATU) PATHOR ALASTENGAH PAITON7 NINING 629 I (SATU) HASAN ALASTENGAH PAITON8 RISA RIZKIYANTI 628 I (SATU) BAIDAWI ALASTENGAH PAITON9 ARINDI MUSDALIFAH 628 I (SATU) ABDUR ROHMAN ALASTENGAH PAITON

10 FITRI YULI 627 I (SATU) ALEX ALASTENGAH PAITON11 ABDUL GHOFUR 626 I (SATU) MISTAJI ALASTENGAH PAITON12 ROFIKI 625 I (SATU) HANAFI ALASTENGAH PAITON13 JONO ISKANDAR 624 I (SATU) AKSAN HARI ALASTENGAH PAITON14 EGO HARIYANTO 623 I (SATU) RADI ALASTENGAH PAITON15 MAS IMAM 622 I (SATU) NUR JAKI ALASTENGAH PAITON16 ATOILAHI 621 I (SATU) SUYET ALASTENGAH PAITON17 ABD. MU'IS 620 I (SATU) SALAM ALASTENGAH PAITON18 FENDI 619 I (SATU) JAHE ALASTENGAH PAITON19 RISKA SRI UTAMI 618 I (SATU) MAN ALASTENGAH PAITON20 ABD. YASID 617 I (SATU) ABD. RAZEK ALASTENGAH PAITON21 HASAN SUPRIYADI 616 I (SATU) AHMAD ALASTENGAH PAITON22 SINTA DEWI 615 I (SATU) HAFIT ALASTENGAH PAITON23 PUTRI NOVITA SARI 614 I (SATU) RUSDI ALASTENGAH PAITON24 FIRDA A 613 I (SATU) SUPAR ALASTENGAH PAITON25 MIA 612 I (SATU) NURUDDIN ALASTENGAH PAITON26 VIA 611 I (SATU) SUNARDI ALASTENGAH PAITON27 ANA KURNIA ILA 610 I (SATU) SIRAJUDDIN ALASTENGAH PAITON28 HALIMATUS SAHRO 609 I (SATU) NIHAR ALASTENGAH PAITON29 MOH FAUZI 608 I (SATU) ABD RAHMAN ALASTENGAH PAITON30 MOH ROFIKI 607 I (SATU) TRIS ALASTENGAH PAITON31 ISKOMAH 606 I (SATU) SUJAI ALASTENGAH PAITON32 ABDULLAH 605 II ( DUA) AHMAD ALASTENGAH PAITON33 ABDUN NAFIK 604 II ( DUA) SUBI ALASTENGAH PAITON34 ABDUR RONI 603 II ( DUA) SUGA ALASTENGAH PAITON35 SHOFIL 602 II ( DUA) SINI ALASTENGAH PAITON36 M. FAUSI 601 II ( DUA) BABUN ALASTENGAH PAITON37 KHOIRUL HUDA 600 II ( DUA) SYAMSUDDIN ALASTENGAH PAITON38 AINUR ROFIK 599 II ( DUA) BUSAR ALASTENGAH PAITON39 YULIA KAMILA 598 II ( DUA) P. MILA ALASTENGAH PAITON40 HERLINA 597 II ( DUA) HATEP ALASTENGAH PAITON41 DEWI KARTIKA 596 II ( DUA) KADIR ALASTENGAH PAITON42 PUTRI REZA 595 II ( DUA) RUD ALASTENGAH PAITON43 PURTI PANDINI 594 II ( DUA) AHMAD ALASTENGAH PAITON44 NUR HASANAH 593 II ( DUA) SAMSURI ALASTENGAH PAITON45 FAIRUS SUBADI 592 II ( DUA) ABADI ALASTENGAH PAITON46 MUHAMMAD 591 II ( DUA) SATURI ALASTENGAH PAITON47 M. TAUFIQ 590 II ( DUA) SANIMAN ALASTENGAH PAITON48 FAIKUR ROHMAN 589 II ( DUA) MUHADI ALASTENGAH PAITON49 MISBAHUL MUNIR 588 II ( DUA) SAMSUDIN ALASTENGAH PAITON50 AJISAKA 587 II ( DUA) SUNARSO ALASTENGAH PAITON51 AJAILANI 586 II ( DUA) KHOSEN ALASTENGAH PAITON52 HANNAN HARIYANTO 585 II ( DUA) SUHARI ALASTENGAH PAITON53 M. FAUZAN 584 II ( DUA) SAFII ALASTENGAH PAITON54 LUTFIANDI 583 II ( DUA) ARIF ALASTENGAH PAITON55 HALIMATUS S 582 II ( DUA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON56 RUKMIYATI 581 II ( DUA) HASIM ALASTENGAH PAITON57 NOVITA SARI 580 II ( DUA) MISTARI ALASTENGAH PAITON58 SILFIATIN 579 II ( DUA) AGUS ALASTENGAH PAITON59 RISMIYATI 578 II ( DUA) AHMAD KALIKAJAR WETAN60 MISTINA DEWI 577 II ( DUA) SAIFUL BAHRI ALASTENGAH PAITON

NO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH

DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULAPENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH

DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2011

61 NUR HASANAH 576 II ( DUA) TAUFIQ ALASTENGAH PAITON62 KHOLISATUN NISAK 575 II ( DUA) ISMAIL ALASTENGAH PAITON63 SEVIYANTI DEWI 574 II ( DUA) MUHAMMAD ALASTENGAH PAITON64 SILATUS SY 573 II ( DUA) RAHASIMI ALASTENGAH PAITON65 SUSANTI 572 III (TIGA) MASFU ALASTENGAH PAITON66 WALIATUS SAADAH 571 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON67 FIFI NOR OKTAVIA 570 III (TIGA) AGUS SAIRI ALASTENGAH PAITON68 ELISA 569 III (TIGA) ROJO HARIANTO ALASTENGAH PAITON69 MAULUD EFENDI 568 III (TIGA) HARIYANTO ALASTENGAH PAITON70 NUR SAIFULLAH 567 III (TIGA) SIUCIP ALASTENGAH PAITON71 ROIS 566 III (TIGA) RASID ALASTENGAH PAITON72 BABUN 564 III (TIGA) SAMHAJI ALASTENGAH PAITON73 AGUS 563 III (TIGA) BUSAR ALASTENGAH PAITON74 IFA S 562 III (TIGA) SATURI ALASTENGAH PAITON75 SITI SULAIHA 561 III (TIGA) BABUN ALASTENGAH PAITON76 SITI ROMLA 560 III (TIGA) MISRI ALASTENGAH PAITON77 SILAWATI 559 III (TIGA) SAHIRUDDIN ALASTENGAH PAITON78 LATIFATIL AZIZAH 558 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON79 UMIMATUL AINI 557 III (TIGA) ISMAIL ALASTENGAH PAITON80 ROFIKA 556 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON81 IKA DEWI WAHYUNI 555 III (TIGA) SAHI ALASTENGAH PAITON82 UUT NURSASI JANNAH 554 III (TIGA) TRISNO ALASTENGAH PAITON83 ELI FATMAWATI 553 III (TIGA) M. WAHYUDI ALASTENGAH PAITON84 ANI MARFUK 552 III (TIGA) P. ANI ALASTENGAH PAITON85 SRI WAHYUNI 551 III (TIGA) RAZEK ALASTENGAH PAITON86 SITI FAUDAH 550 III (TIGA) SYAMSUDDIN ALASTENGAH PAITON87 ANWAR 549 III (TIGA) SAHLA ALASTENGAH PAITON88 M. SANUSI 548 III (TIGA) P, SANISI ALASTENGAH PAITON89 AGUS NADI 547 III (TIGA) SAFIUDIN ALASTENGAH PAITON90 M. HENDRI 546 III (TIGA) ABDUL AZIZI ALASTENGAH PAITON91 IRSYAD 545 III (TIGA) SIRAJUDDIN ALASTENGAH PAITON92 RIFIKI 544 III (TIGA) P. ROFIKI ALASTENGAH PAITON93 SISIL MUNAWWAROH 543 III (TIGA) IHSAN FAUZI ALASTENGAH PAITON94 DEVI CITA SARI 542 III (TIGA) SAHLA ALASTENGAH PAITON95 KHUSNUL KHOTIMAH A 541 III (TIGA) MUHAMMAD ALASTENGAH PAITON96 KHUSNUL KHOTIMAH B 540 III (TIGA) MULYADI ALASTENGAH PAITON97 FITRIYAH 539 IV(EMPAT) SUGIK ALASTENGAH PAITON98 SALAMAH 538 IV(EMPAT) SUNANDRI ALASTENGAH PAITON99 RIFQOTUL MAULA 537 IV(EMPAT) BAHARUDDIN ALASTENGAH PAITON100 MASRUROH 536 IV(EMPAT) ASMAWI ALASTENGAH PAITON101 SHOLIHIN 535 IV(EMPAT) LIHEN ALASTENGAH PAITON102 ZAINUL 534 IV(EMPAT) SUCIP ALASTENGAH PAITON103 MASRTUKI 533 IV(EMPAT) ABD RAZEK ALASTENGAH PAITON104 AHMAD TAUFIQ 532 IV(EMPAT) AHMAD ALASTENGAH PAITON105 KHOIRI FADLI 531 IV(EMPAT) ADNARI ALASTENGAH PAITON106 ANIL GAFUR 530 IV(EMPAT) GAFUR ALASTENGAH PAITON107 ARBAIYA 529 IV(EMPAT) HASBUL ALASTENGAH PAITON108 LIA YULIANA 528 IV(EMPAT) SUBI ALASTENGAH PAITON109 RINA 527 IV(EMPAT) SATINO ALASTENGAH PAITON110 BUATI NINGSIH 526 IV(EMPAT) YUSUF ALASTENGAH PAITON111 SAHROTUL JANNAH 525 IV(EMPAT) HAMZAH ALASTENGAH PAITON112 SITI ROMLA 524 IV(EMPAT) JAQI ALASTENGAH PAITON113 SITI AISYAH 523 IV(EMPAT) HARIYANTO ALASTENGAH PAITON114 DEWI YUL 522 IV(EMPAT) SUHAIRI ALASTENGAH PAITON115 HALIMATUS SAKDIYAH 521 IV(EMPAT) P. TUS ALASTENGAH PAITON116 HIUJRIYATUL JANNAH 520 IV(EMPAT) P. HID ALASTENGAH PAITON117 KHOLIFAH 519 IV(EMPAT) SUHADI ALASTENGAH PAITON118 SULAIKHO 518 IV(EMPAT) MALIKIN ALASTENGAH PAITON119 ULFIYAH 517 IV(EMPAT) SYAMSUDIN ALASTENGAH PAITON120 LIDIA 516 IV(EMPAT) WATUN SUKARDI ALASTENGAH PAITON121 ABDUR ROHIM 515 IV(EMPAT) MAKBUL ALASTENGAH PAITON122 SHOHIBUL KAROMAH 514 IV(EMPAT) BURAN ALASTENGAH PAITON123 AKBAR RUDIYANTO 513 IV(EMPAT) SUYONO ALASTENGAH PAITON124 AHMAD ARISANDI 512 IV(EMPAT) JINAIDI ALASTENGAH PAITON125 SILFIYATIN 511 IV(EMPAT) SUYONO ALASTENGAH PAITON

( M. SYAK

KEPALA SEKOLAH

Nip. 150 260 915

PPAI KECAMATAN PAITONMENGETAHUI

( Dra. KHAMSIYAH )

7BURUH TANI

NELAYANPEDAGANGPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI 1BURUH TANIBURUH TANI

SOPIRPEDAGANGBURUH TANI

KOLI BANGUNANSOPIR

BURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI

KANTORPEDAGANGPEDAGANGPEDAGANG

PROYEKPEDAGANGBURUH TANIPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI

KANTORPELANGSIRBENGKEL

BURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIPETERNAK

BURUH TANIBURUH TANIBANGUNANBURUH TANIBURUH TANIPEDAGANGPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANI

BENGKELBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI

PEKERJAAN ORANG TUA

H

BURUH TANIPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBANGUNANPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI

TANIPEDAGANGPEDAGANGPEDAGANGPEDAGANG

TANITANI

PEDAGANGBURUH TANI

TANIBURUH TANI

TANIBENGKEL

BURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIPEDAGANGBURUH TANI

TANITANI

SWASTABURUH TANI

SWASTATANI

PEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI

SWASTATANITANI

BURUH TANITANI

BURUH TANIBURUH TANIPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANI

SWASTAPEDAGANGPEDAGANGBURUH TANIBURUH TANIBURUH TANI

10 FEBRUARI 2010

KUR )

H/MADRASAH

NAMA MADRASAH : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA

1 2 3 4 5 6 71 JONO ISKANDAR 624 I (SATU) AKSAN HARI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG2 EGO HARIYANTO 623 I (SATU) RADI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI3 MAS IMAM 622 I (SATU) NUR JAKI ALASTENGAH PAITON KOLI BANGUNAN4 ATOILAHI 621 I (SATU) SUYET ALASTENGAH PAITON SOPIR5 ABD. MU'IS 620 I (SATU) SALAM ALASTENGAH PAITON BURUH TANI6 FENDI 619 I (SATU) JAHE ALASTENGAH PAITON BURUH TANI7 RISKA SRI UTAMI 618 I (SATU) MAN ALASTENGAH PAITON BURUH TANI8 PUTRI NOVITA SARI 614 I (SATU) RUSDI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG9 MIA 612 I (SATU) NURUDDIN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG10 ANA KURNIA ILA 610 I (SATU) SIRAJUDDIN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG11 HALIMATUS SAHRO 609 I (SATU) NIHAR ALASTENGAH PAITON BURUH TANI12 MOH FAUZI 608 I (SATU) ABD RAHMAN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG13 MOH ROFIKI 607 I (SATU) TRIS ALASTENGAH PAITON BURUH TANI14 ISKOMAH 606 I (SATU) SUJAI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI

Mengetahui, Tanggal, 13 Oktober 2010PPAI Kecamatan Paiton Kepala Madrasah

Dra. KHAMSIYAH ABDUL LATIFNIP. 150 260 915

DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULAPENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH

DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010

NO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH PEKERJAAN ORANG TUA

NAMA MADRASAH : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA

1 2 3 4 5 6 71 ABDUN NAFIK 604 II (DUA) SUBI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI2 ABDUR RONI 603 II (DUA) SUGA ALASTENGAH PAITON BURUH TANI3 M. FAUSI 601 II (DUA) BABUN ALASTENGAH PAITON PELANGSIR4 FAIRUS SUBADI 592 II (DUA) ABADI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI5 MUHAMMAD 591 II (DUA) SATURI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI6 M. TAUFIQ 590 II (DUA) SANIMAN ALASTENGAH PAITON PETERNAK7 FAIKUR ROHMAN 589 II (DUA) MUHADI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI8 MISBAHUL MUNIR 588 II (DUA) SAMSUDIN ALASTENGAH PAITON BURUH TANI9 AJISAKA 587 II (DUA) SUNARSO ALASTENGAH PAITON BANGUNAN10 AJAILANI 586 II (DUA) KHOSEN ALASTENGAH PAITON BURUH TANI11 HANNAN HARIYANTO 585 II (DUA) SUHARI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI12 M. FAUZAN 584 II (DUA) SAFII ALASTENGAH PAITON PEDAGANG13 LUTFIANDI 583 II ( DUA) ARIF ALASTENGAH PAITON PEDAGANG14 HALIMATUS S 582 II ( DUA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON BURUH TANI15 RUKMIYATI 581 II ( DUA) HASIM ALASTENGAH PAITON BURUH TANI

Tanggal, 13 Oktober 2010Kepala Madrasah

Dra. KHAMSIYAHNIP. 150 260 915 ABDUL LATIF

DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULAPENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH

DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010

PEKERJAAN ORANG TUANO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH

NAMA MADRASAH : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA

NO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH PEKERJAAN ORANG TUA

1 2 3 4 5 6 71 FIFI NOR OKTAVIA 570 III (TIGA) AGUS SAIRI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI2 MAULUD EFENDI 568 III (TIGA) HARIYANTO ALASTENGAH PAITON BURUH TANI3 NUR SAIFULLAH 567 III (TIGA) SIUCIP ALASTENGAH PAITON BURUH TANI4 ROIS 566 III (TIGA) RASID ALASTENGAH PAITON BURUH TANI5 BABUN 564 III (TIGA) SAMHAJI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI6 AGUS 563 III (TIGA) BUSAR ALASTENGAH PAITON BURUH TANI7 SITI SULAIHA 561 III (TIGA) BABUN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG8 SITI ROMLA 560 III (TIGA) MISRI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG9 SILAWATI 559 III (TIGA) SAHIRUDDIN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG10 LATIFATIL AZIZAH 558 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON PEDAGANG11 UMIMATUL AINI 557 III (TIGA) ISMAIL ALASTENGAH PAITON TANI12 ROFIKA 556 III (TIGA) ABDUL LATIF ALASTENGAH PAITON TANI13 IKA DEWI WAHYUNI 555 III (TIGA) SAHI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG14 ELI FATMAWATI 553 III (TIGA) M. WAHYUDI ALASTENGAH PAITON TANI15 ANI MARFUK 552 III (TIGA) P. ANI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI16 SRI WAHYUNI 551 III (TIGA) RAZEK ALASTENGAH PAITON TANI17 SITI FAUDAH 550 III (TIGA) SYAMSUDDIN ALASTENGAH PAITON BENGKEL

Mengetahui, Tanggal, 13 Oktober 2010PPAI Kecamatan Paiton Kepala Madrasah

Dra. KHAMSIYAH ABDUL LATIFNIP. 150 260 915

PENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010

DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULA

NAMA MADRASAH : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA

NO NAMA SISWA NOMOR INDUK KELAS NAMA ORANG TUA ALAMAT RUMAH PEKERJAAN ORANG TUA

1 2 3 4 5 6 71 FITRIYAH 539 IV(EMPAT) SUGIK ALASTENGAH PAITON SWASTA2 SALAMAH 538 IV(EMPAT) SUNANDRI ALASTENGAH PAITON TANI3 RIFQOTUL MAULA 537 IV(EMPAT) BAHARUDDIN ALASTENGAH PAITON PEDAGANG4 MASRUROH 536 IV(EMPAT) ASMAWI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI5 ZAINUL 534 IV(EMPAT) SUCIP ALASTENGAH PAITON BURUH TANI6 MASRTUKI 533 IV(EMPAT) ABD RAZEK ALASTENGAH PAITON BURUH TANI7 KHOIRI FADLI 531 IV(EMPAT) ADNARI ALASTENGAH PAITON BURUH TANI8 RINA 527 IV(EMPAT) SATINO ALASTENGAH PAITON BURUH TANI9 BUATI NINGSIH 526 IV(EMPAT) YUSUF ALASTENGAH PAITON SWASTA10 SAHROTUL JANNAH 525 IV(EMPAT) HAMZAH ALASTENGAH PAITON TANI11 SITI ROMLA 524 IV(EMPAT) JAQI ALASTENGAH PAITON TANI12 SITI AISYAH 523 IV(EMPAT) HARIYANTO ALASTENGAH PAITON BURUH TANI13 DEWI YUL 522 IV(EMPAT) SUHAIRI ALASTENGAH PAITON TANI14 KHOLIFAH 519 IV(EMPAT) SUHADI ALASTENGAH PAITON PEDAGANG

Mengetahui, Tanggal, 13 Oktober 2010PPAI Kecamatan Paiton Kepala Madrasah

Dra. KHAMSIYAH ABDUL LATIFNIP. 150 260 915

PENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010

DAFTAR NAMA SISWA MADIN ULA

NAMA SEKOLAH/MADRASAH *) : NURULLAHALAMAT : ALASTENGAHKECAMATAN : PAITONKABUPATEN : PROBOLINGGOTRIWULAN : PERTAMA

1 2 3 4 5 61 AGUS SUPRIYADI FIQIH MATEKAN BESUK2 M. SYAKUR BHS. ARAB RANDUTATAH PAITON3 SUCIP ARYADI SEJARAH ALASTENGAH PAITON4 ALVIYAH AKHLAQ ALASTENGAH PAITON5 YUYUN WINARSIH TAUHID ALASTENGAH PAITON6 ACHMAD SHOLEH AL-QUR'AN ALASTENGAH PAITON7 SUTIHAR IMLA' GONDOSULI PAKUNIRAN8 SYAMSUL ARIFIN SHORFIYAH RANDUTATAH PAITON9 M. SAID NAHWU TEGAL WATU TIRIS10 ABDUS SALAM NAHWU ALASTENGAH PAITON11 SAHIRUDDIN TAJWID ALASTENGAH PAITON12 TAUFIQ HIDAYATULLAH FIQH ALASTENGAH PAITON13 SALAMA AL-QUR'AN ALASTENGAH PAITON14 UMI MAHMUDA SHORFIYAH ALASTENGAH PAITON

Mengetahui, Tanggal, 13 Oktober 2010PPAI Kecamatan Paiton Kepala Madrasah

Dra. KHAMSIYAH ABDUL LATIFNIP. 150 260 915

DAFTAR NAMA GURU MADIN ULAPENERIMA BANTUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH DINIYAH

DAN GURU SWASTA TAHUN ANGGARAN 2010

No Nama Guru Nomor Induk Mengajar ALAMAT RUMAH Keterangan